BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pajak Penghasilan 1. Pengertian Penghasilan Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan Pengertian penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 17/2000 adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. 2. Pengertian Pajak Penghasilan Pajak penghasilan adalah beban pajak yang dikenakan pada obyek pajak (penghasilan) yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dari besarnya penghasilan kena pajak (PKP). 3. Penghasilan yang merupakan Obyek Pajak Penghasilan Dalam pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan dikategorikan mana yang terrnasuk sebagai Obyek Pajak Penghasilan: a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan c. laba usaha d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk 1) keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal 2) keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota 3) keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambil alihan usaha 4) keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan, atau badan pendidikan, atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang g. deviden, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deviden dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi h. royalti i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah 1. keuntungan karena selisih kurs m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva n. premi asuransi o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak. 4. Biaya Menurut Pajak Di dalam UU PPh biaya-biaya atau pengeluaran-pengeluaran, baik biaya rutin atau biaya modal dibedakan atas biaya yang boleh diperhitungkan sebagai pengurang penghasilan bruto dan biaya yang tidak boleh diperhitungkan sebagai pengurang penghasilan bruto: a. biaya yang boleh diperhitungkan sebagai pengurang penghasilan bruto {deductible costs/expenses) sebagaimana yang disebutkan dalam UU PPh No. 17 Tahun 2000 pasal 6, yaitu sebagai berikut: 1) Besamya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi a) biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali pajak penghasilan b) penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya Iain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 dan pasal 11A c) iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan d) kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan e) kerugian dari selisih kurs mata uang asing f) biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia g) biaya bea siswa, magang dan pelatihan h) piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat: 1) telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba-rugi komersial 2) telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antar kreditur dan debitur yang bersangkutan 3) telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus, dan 4) wajib pajak harus menyerahkan daflar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jendral Pajak 2) Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didapat kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun 3) kepada orang pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri diberikan pengurangan berupa penghasilan tidak kena pajak b. biaya yang tidak boleh diperhitungkan sebagai pengurang penghasilan bruto (nondeductible costs/expenses) sebagaimana disebutkan dalam UU PPh No. 17 Tahun 2000 pasal 9, yaitu sebagai berikut: 1) Untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan; a) pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti deviden, termasuk deviden yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi b) biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu atau anggota c) pembentukan atau pemupukan dana cadangan piutang tidak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan d) premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa, yang dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi, kecuali bila dibayarkan oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi wajib pajak yang bersangkutan e) penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan. 0 jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan g) harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi pemeluk agama islam dan atau wajib pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk dan disahkan oleh pemerintah h) pajak penghasilan i) biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi wajib pajak atau orang yang menjadi tanggungannya j) gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham k) sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan 10 dengan 2) Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak boleh untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan dan amortisasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 atau pasal 11A B. Perlakuan Akuntansi Pajak Penghasilan 1. Prinsip Dasar Akuntansi Pajak Penghasilan Berdasarkan PSAK No. 46 Secara garis besar prinsip dasar akuntansi pajak penghasilan berdasarkan PSAK No. 46 adalah sebagai berikut: a. Pajak penghasilan tahun berjalan yang kurang dibayar atau terutang diakui sebagai kewajiban pajak kini (current tax liability), sedang pajak penghasilan tahun berjalan yang lebih dibayar diakui sebagai aktiva pajak kini (current tax asset) b. Konsekuensi pajak periode mendatang yang terjadi akibat perbedaan temporer kena pajak diakui sebagai kewajiban pajak tangguhan, sedang pengaruh perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dan sisa kerugian yang belum dikompensasi diakui sebagai aktiva pajak tangguhan, sepanjang kemungkinan perbedaan temporer yang boleh dikurangkan itu dapat dimanfaatkan untuk mengurangi laba fiskal di periode mendatang c. Pengukuran kewajiban dan aktiva pajak didasarkan pada peraturan perpajakan yang berlaku 11 d. Penilaian kembali aktiva pajak tangguhan harus dilakukan pada tiap tanggal neraca, terkait dengan kemungkinan dapat atau tidaknya pemulihan aktiva pajak tangguhan direalisasikan pada periode mendatang. Apabila pada aktiva pajak tangguhan diperkirakan tidak akan terealisasi sepenuhnya, maka nilainya harus diturunkan dengan membentuk penyisihan. Namun apabila aktiva pajak tangguhan dapat direalisasi maka nilainya tidak perlu diturunkan e. Walaupun aktiva pajak tangguhan merupakan pengaruh dimasa mendatang yang diakui dalam laporan keuangan, namun aktiva pajak tangguhan tidak dapat didiskonto 2. Perbedaan Permanen dan Perbedaan Temporer Perbedaan antara prinsip akuntansi dan prinsip pajak dalam laporan keuangan bisa dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu perbedaan permanen / beda tetap dan perbedaan temporer / beda waktu. a. Perbedaan Permanen / Beda Tetap Perbedaan permanen disebabkan jika menurut prinsip akuntansi suatu penerimaan diakui sebagai penghasilan dan atau sesuatu pengeluaran diakui sebagai biaya atau kerugian yang boleh sebagai pengurang penghasilan yang harus dilaporkan dalam laporan keuangan komersial, sedangkan menurut prinsip pajak suatu penerimaan tersebut tidak pernah diakui sebagai penghasilan dan atau suatu pengeluaran tersebut tidak pernah diakui sebagai biaya atau kerugian yang 12 diperbolehkan sebagai pengurang penghasilan yang hams dilaporkan dalam laporan keuangan fiskal Atau mungkin sebaliknya, yang tidak diakui dalam prinsip akuntansi namun diakui dalam prinsip pajak. b. Perbedaan Temporer / Beda Waktu Perbedaan temporer adalah perbedaan pada saat mengakui atau melaporkan penghasilan dan atau biaya antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal dalam suatu tahun pajak. Dalam hal ini, baik menurut akuntansi ataupun menurut pajak samasama mengakui bahwa suatu penerimaan merupakan penghasilan, atau semua pengeluaran merupakan biaya yang boleh dijadikan sebagai pengurang penghasilan. Yang menjadi pembedanya adalah, menurut ketentuan UU PPh suatu penerimaan (seluruh atau sebagian) harus diakui sebagai penghasilan dan suatu pengeluaran (seluruh atau sebagian) harus diakui sebagai biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan pada suatu tahun pajak. Sedangkan menurut akuntansi suatu penerimaan diakui sebagai penghasilan atau suatu pengeluaran diakui sebagai biaya pada tahun pajak yang berlainan. Menurut PSAK No. 46, perbedaan temporer adalah perbedaan antara jumlah tercatat aktiva dan kewajiban dengan dasar pengenaan pajaknya. Perbedaan temporer dapat berupa: 13 1) perbedaan temporer kena pajak adalah perbedaan temporer yang menimbulkan suatu jumlah kena pajak dalam perhitungan laba fiskal periode mendatang pada saat nilai tercatat aktiva dipulihkan atau nilai tercatat kewajiban dilunasi. 2) perbedaan temporer yang boleh dikurangkan adalah perbedaan temporer yang menimbulkan suatu jumlah yang boleh dikurangkan dalam perhitungan fiskal periode mendatang pada saat nilai tercatat aktiva dipulihkan atau nilai tercatat kewajiaban dilunasi. Dengan demikian, perbedaan temporer akan mengakibatkan kenaikan atau bertambahnya laba fiskal periode mendatang atau berkurangnya laba fiskal di periode mendatang pada saat nilai tercatat kewajiban dilunasi. 3. Pengakuan Paj ak Tangguhan a. Aktiva Pajak Tangguhan Aktiva pajak tangguhan diakui untuk seluruh perbedaan temporer yang dapat dikurangkan sepanjang besar kemungkinan dapat dimanfaatklan untuk mengurangi laba fiskal pada masa yang akan datang, kecuali terhadap aktiva pajak tangguhan yang timbul dari 1) goodwill negatif yang diakui sebagai pendapatan tangguhan saat penghapusan usaha, atau 2) pegakuan awal aktiva atau kewajiban atas transaksi yang: a) bukan transaksi penggabungan usaha b) tidak mempengaruhi baik laba akuntansi maupun laba fiskal 14 b. Kewajiban Pajak Tangguhan Kewajiban pajak tangguhan diakui terhadap semua perbedaan temporer kena pajak, kecuali bila perbedaan temporer itu timbul: 1) dari goodwill yang amortisasinya tidak dapat dikurangkan untuk tujuan fiskal 2) pada saat pengakuan awal aktiva atau kewajiban dari suatu transaksi yang: a) bukan dari penggabungan usaha dan b) pada saat terjadi tidak mempengaruhi laba akuntansi dan laba fiskal Nilai tercatat aktiva atau kewajiban pajak tangguhan mungkin berubah walaupun tidak ada perubahan jumlah perbedaan temporer yang terkait dengan aktiva atau kewajiban pajak tersebut. Perubahan tersebut mungkin muncul dari: a. perubahan tarif atau peraturan pajak b. pengkajian kembali nilai aktiva pajak tangguhan yang dipulihkan c. perubahan cara pemulihan aktiva Pajak tangguhan yang berasal dari perubahan tersebut diakui pada laporan laba rugi. 4. Langkah-langkah Menghitung Aktiva dan Kewajiban Pajak Tangguhan pada Tanggal Neraca 15 a. Identifikasi jenis dan jumlah perbedaan temporer yang ada pada tanggal neraca dengan membandingkan Tax Base dengan Accounting Base b. Identifikasi rugi fiskal tahun berjalan atau sisa kompensasi kerugian serta sisa jangka waktu sebelum daluwarsa c. Hitung kewajiban pajak tangguhan atas perbedaan temporer kena pajak, dengan menggunakan tarif PPh yang berlaku. d. Hitung aktiva pajak tangguhan atas perbedaan temporer yang boleh dikurangkan, dengan menggunakan tarif PPh yang berlaku atau yang efektif akan berlaku e. Hitung aktiva pajak tangguhan atas sisa kompensasi kerugian fiskal f. Lakukan penurunan nilai {write-down) aktiva pajak tangguhan, apabila berdasarkan bukti yang tersedia, sebagian atau seluruh jumlah aktiva pajak tangguhan tidak dapat direalisasi g. Sebaiknya lakukan "write-up", apabila pada periode berikutnya terdapat bukti-bukti bahwa aktiva pajak tangguhan (yang telah diturunkan nilainya) akan dapat direalisasi h. Hitung beban/penghasilan pajak tangguhan berdasarkan analisis terhadap perubahan saldo akhir dan awal aktiva dan kewajiban pajak tangguhan yang berasal dari perbedaan temporer i. Hitung total tax expense (Provision for Income Tax), yang terdiri dari komponen berikut: 1) Beban pajak kini 2) Beban/penghasilan pajak tangguhan, termasuk benefit due to loss carryforward 5. Penyajian Pajak Tangguhan dalam Laporan Keuangan a. Neraca 1) Pajak tangguhan disajikan terpisah dari pajak kini 2) Apabila dalam laporan keuangan suatu perusahaan, aktiva dan kewajiban lancar terpisah dari aktiva dan kewajiban tidak lancar maka aktiva pajak tangguhan atau kewajiban pajak tangguhan tidak boleh disajikan sebagai aktiva atau kewajiban lancar, tetapi sebagai aktiva atau kewajiban tidak lancar 3) Aktiva pajak tangguhan harus dikompensasi dengan kewajiban pajak tangguhan dan jumlah netonya disajikan di neraca b. Laba-rugi 1) Beban (penghasilan) pajak untuk aktivitas normal disajikan terpisah dari aktivitas lainnya 2) Beban pajak atas penghasilan yang telah dikenakan PPh final, diakui secara proporsional pada laporan laba-rugi 6. Pengungkapan Pajak Penghasilan dalam Laporan Keuangan Berdasarkan PSAK No. 46 ada beberapa ketentuan pokok yang harus diungkapkan dalam penyajian PPh pada laporan keuangan, meliputi; a. unsur-unsur utama beban (penghasilan) pajak 17 b. jumlah pajak kini dan pajak tangguhan yang berasal dari transaksitransaksi yang langsung dibebankan atau dikreditkan ke ekuitas c. beban atau penghasilan pajak yang berasal dari pos-pos luar biasa yang diakui pada periode berjalan d. penjelasan mengenai hubungan antara beban (penghasilan) pajak dan laba akuntansi dalam salah satu atau dua bentuk berikut ini: 1) rekonsiliasi antara beban (penghasilan) pajak dengan hasil perkalian laba akuntansi dengan tarif pajak yang berlaku, dengan mengungkapkan dasar perhitungan tarif pajak yang berlaku, atau 2) rekonsiliasi antara tarif pajak efektif rata-rata (average effective tax rate) dan tarif pajak yang berlaku, dengan mengungkapkan dasar perhitungan tarif pajak yang berlaku e. penjelasan mengenai perubahan tarif pajak yang berlaku dan perbandingan dengan tarif pajak yang berlaku pada periode akuntansi sebelumnya f. jumlah (dan batas waktu penggunaan, jika ada) perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dan sisa rugi yang dapat dikompensasi ke tahun berikut, yang tidak diakui sebagai aktiva pajak tangguhan pada neraca g. untuk setiap kelompok perbedaan temporer dan untuk setiap kelompok rugi yang dapat dikompensasi ke tahun berikut: 1) jumlah aktiva dan kewajiban pajak tangguhan yang diakui pada neraca untuk setiap periode penyajian 18 2) jumlah beban (penghasilan) pajak tangguhan yang diakui pada laporan laba rugi apabila jumlah tersebut tidak terlihat dari perubahan jumlah aktiva atau kewajiban pajak tangguhan yang diakui pada neraca h. untuk operasi yang tidak dilanjutkan, beban pajak yang berasal dari; 1) keuntungan atau kerugian atas penghentian operasi 2) laba atau rugi dari aktivitas normal operasi yang tidak dilanjutkan untuk periode pelaporan, bersama dengan jumlah periode akuntansi sebelumnya yang disajikan pada laporan keuangan. Unsur-unsur beban (penghasilan) pajak mencakup: a) beban (penghasilan) pajak kini b) penyesuaian yang diakui pada periode berjalan atas pajak kini yang berasal dari periode sebelumnya c) jumlah beban (penghasilan) pajak yang berasal dari timbulnya perbedaan temporer atau realisasinya d) jumlah beban (penghasilan) pajak tangguhan yang berasal dari perubhahan tarif pajak dan penerapan peraturan pajak yang baru e) jumlah manfaat dari rugi pajak atau perbedaan temporer periode sebelumnya yang belum diakui, yang digunakan sebagai pengurang beban pajak kini 19 f) jumlah manfaat dari rugi pajak atau perbedaan temporer periode sebelumnya yang belum diakui, yang digunakan sebagai pengurang beban pajak tangguhan, dan g) beban pajak tangguhan yang berasal dari penurunan (write down), atau penyesuaian kembali (reversal) penurunan periode sebelumnya, dari aktiva pajak tangguhan. C. Timbulnya Pajak Tangguhan 1. Sebab Adanya Perbedaan Temporer Penyebab timbulnya pajak tangguhan adalah karena adanya perbedaan temporer (beda waktu) antara perlakuan akuntansi dengan perlakuan perpajakan. Berikut penyebab adanya perbedaan temporer: a. Beban atau kerugian yang telah diakui dalam menghitung laba komersial, tetapi baru diakui dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak pada saat realisasi. b. Beban atau kerugian yang diakui lebih cepat dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak, dibandingkan dengan pembebanan untuk menghitung laba komersial. c. Pendapatan atau keuntungan tertentu diakui sebagai penghasilan pada saat diterima untuk tujuan fiskal, sedangkan untuk tujuan akuntansi diakui secara proporsional melalui proses amortisasi d. Pendapatan atau keuntungan telah diakui dalam menghitung laba komersial, tetapi dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak baru diakui di masa mendatang. 20 2. Beberapa Transaksi yang Menimbulkan Perbedaan Temporer Beberapa transaksi yang menimbulkan perbedaan temporer yang berkaitan dengan kasus yang akan dibahas pada bab IV saja yang akan diuraikan pada bab Landasan Teoritis berikut ini. a. Aktiva Tetap dan Penyusutannya Terdapat perbedaan mendasar antara perhitungan penyusutan menurut akuntansi dengan perpajakan 1) masamanfaat aspek akuntansi: tergantung pada justifikasi manajemen aspek pajak: sudah diatur dalam KMK secara kaku 2) besaran nilai perolehan aspek akuntansi: mengenal prinsip materialitas aspek pajak: tidak mengenal prinsip materialitas karena sudah ditetapkan dalam KMK 3) metode penyusutan aspek akuntansi: metode garis Iurus, metode saldo menurun, metode sum of the year digits, metode lain aspek pajak: kolompok bangunan hams menggunakan metode garis Iurus, kelompok selain bangunan boleh memilih antara metode garis lurus dan saldo menurun 4) aktiva yang boleh disusutkan aspek akuntansi: semua aktiva tetap yang dimiliki badan usaha, kecuali tanah 21 aspek pajak: hanya aktiva yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan 5) biaya perbaikan yang dikapitalisir aspek akuntansi: disusutkan sesuai masa manfaat yang ditinjau ulang aspek pajak: disusutkan sendiri terpisah dari aktiva lamanya 6) penghitungan jumlah bulan sejak saat dimulainya penyusutan aspek akuntansi: jumlah bulan dapat dibulatlkan ke atas atau ke bawah. Misalnya pembelian di atas tanggal 15 dibulatkan ke bawah dan belum diakui penyusutannya aspek pajak: jumlah bulan selalu dibulatkan ke atas, walaupun dibeli di atas tanggal 15 setiap bulannya. Menurut aspek perpajakan pengelompokan harta untuk kepentingan penyusutan diatur di dalam KMK Nomor 520/KMK.04/2000 jo. 138/KMK.03/2002. Masa manfaat dan tarif penyusutan untuk masing- masing kelompok harta yang dapat disusutkan diatur dalam pasal 11 ayat (6) UU PPh sebagai berikut: Tabel 1 Masa Manfaat dan Tarif Penyusutan Harta Berwujud Berdasarkan Aspek Perpajakan No. Masa Kelompok Harta Manfaat Berwujud 1 (Tahun) Tarif Penyusutan Garis Lurus Bukan Bangunan Saldo Menurun - Kelompok 1 4 - Kelompok 2 - Kelompok 3 - Kelompok 4 25% 50% 8 12,5% 25% 16 6,25% 12,5% 20 5% 10% 22 2 Bangunan - Permanen - Tidak Permanen 20 5% 10 10% — Jika akuntansi dan perpajakan menganggap bahwa suatu aktiva dapat disusutkan, maka akan menimbulkan perbedaan temporer yang harus dihitung dampak pajak tangguhannya. Secara rinci dampak beban penyusutan terhadap pajak tangguhan dibagi menjadi 3, yaitu: 1) Seluruh beban penyusutan yang timbul akan mempengaruhi pajak tangguhan karena 100% merupakan perbedaan temporer. 2) Hanya 50% beban penyusutan yang berpengaruh pada pajak tangguhan karena 50% lainnya merupakan perbedaan permanen. Perbedaan temporer yang timbul hanya sebesar 50% biaya penyusutan. Aktiva tersebut adalah yang digunakan oleh perusahaan untuk karyawan karena pekerjaan atau jabatannya. 3) Semua beban penyusutan yang timbul tidak berpengaruh pada pajak tangguhan karena beban penyusutan tersebut dianggap sebagai perbedaan permanen. Aktiva tersebut adalah aktiva tetap yang tidak boleh disusutkan atau beban penyusutannya tidak diakui secara fiskal. b. Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi Sewa guna usaha dikelompokkan menjadi dua, yaitu sewa guna usaha tanpa hak opsi {operating lease) dan sewa guna usaha dengan hak opsi {financial lease atau capital lease). Secara akuntansi maupun perpajakan, operating lease diperlakukan sama dengan sewa menyewa 23 biasa sehingga tidak menimbulkan perbedaan temporer. Sedangkan untuk capital lease diperlakukan berbeda antara akuntansi dengan perpajakan. Di dalam KMK No. 1169/KMK.01/1991 tanggal 27 Nopember 1991 pasal 3, dinyatakan kriteria-kriteria capital lease sebagai berikut: Kegiatan sewa guna usaha digolongkan sebagai sewa guna usaha dengan hak opsi apabila memenuhi (criteria berikut: a. jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha pertama ditambah sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor b. masa sewa guna usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang modal golongan I, 3 (tiga) tahun untuk barang modal golongan II, dan III, dan 7 (tujuh) tahun untuk golongan bangunan c. perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee. Pelaporan dan pengungakapan transaksi capital lease bagi lessee Menurut akuntansi: 1) Aktiva yang dileasingkan dilaporkan sebagai bagian dan aktiva tetap dalam kelompok tersendiri sebesar nilai perolehan barang modal. Kewajiban leasing yang bersangkutan harus disajikan terpisah dari kewajiban lainnya sebesar jumlah yang harus dibayar 24 ke lessor. Sisanya dicatat sebagai biaya bunga yang ditangguhkan yang akan diamortisir selama periode leasing. 2) Lessee diperbolehkan melakukan penyusutan barang modal yang diperoleh dengan cara leasing. Menurut pajak: Semua pembayaran yaitu cicilan pokok dan bunga, diakui sebagai beban tahun pengeluaran, sedangkan penyusutan tidak diakui sebagai beban fiskal. Baru setelah lessee menggunakan hak opsi untuk membeli, lessee melakukan penyusutan dengan dasar penyusutan sebesar nilai sisa. Di neraca fiskal tidak kelihatan, baru akan terdapat aktiva leasing setelah dijalankan. Dengan adanya perbedaan perlakuan tersebut , maka akan terdapat perbedaan temporer (beda waktu). Secara keseluruhan biaya leasing akan dibebankan sebagai biaya baik dalam akuntansi maupun perpajakannya, hanya saja waktunya yang berbeda. Diakuntansi akan diakui beban bunga leasing dan beban penyusutan, sementara di perhitungan PPh akan diakui beban angsuran leasing yang terdiri dari pokok leasing dan bunganya. 25