BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Arsitektur

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Arsitektur
merupakan
bagian
dari
kebudayaan
manusia.
Menurut
Koentjaraningrat (2009), kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan,
tindakan, dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan
milik diri manusia. Arsitektur tidak akan jauh dari sebuah sistem gagasan
(konsep) yang kemudian tertuang dalam sebuah wujud yang nyata yang terlihat
dan dapat diraba. Hasil karya arsitektur merupakan sebuah kebudayaan yang
tercipta dari pembelajaran setiap manusia dalam bermasyarakat. Arsitektur juga
merupakan bahasa yang tertuang dalam bahasa seni yang merupakan
kebudayaan dalam setiap peradaban masyarakat.
Hidayatun (2005) menjelaskan bahwa arsitektur adalah cerminan dari
kebudayaan. Oleh karena itu, dari sebuah karya arsitektur, dapat diketahui latar
belakang budaya satu bangsa. Istana Alwazikhoebillah Kesultanan Sambas
merupakan sebuah cermin kebudayaan yang tertuang dalam ujud bangunan.
Selain dalam wujud bangunan, Kesultanan Sambas juga menyebabkan
terjadinya dampak perkembangan wilayah yang berupa tata wilayah administrasi.
Istana Alwazkhoebillah Kesultanan Sambas memiliki latar belakang sejarah
dan kebudayaan yang menyebabkan lahirnya sebuah Istana, yang merupakan
sistem gagasan (konsep) yang tertuang dalam ujud sebuah bangunan yang
menjadi cikal bakal kebudayaan masyarakat Sambas. Istana Alwazkhoebillah
merupakan satu unsur kebudayaan yang tumbuh dan berkembang bersamasama
dengan
pertumbuhan
suku
bangsa.
Oleh
karena
itu,
Istana
1
Alwazkhoebillah merupakan sebuah arsitektur tradisional yang ada dan tumbuh
dalam suatu bangsa. Arsitektur tradisional merupakan satu unsur kebudayaan
yang tumbuh dan berkembang bersama-sama dengan pertumbuhan suku
bangsa. Oleh karena itu, arsitektur tradisional merupakan salah satu indikasi
adanya suatu kebudayaan (Sugiyarto, 1981/1982).
Arsitektur merupakan suatu cermin kebudayaan yang memiliki latar
belakang. Istana Alwazkhoebillah Kesultanan Sambas tumbuh dan berkembang
berdasarkan latar belakang sejarah yang terbagi dalam dua periode, yakni pada
masa Hindu dan masa Islam. Pada masa Hindu, Kesultanan Sambas lebih
dikenal dengan Kerajaan Sambas Hindu Ratu Sepudak, sedangkan pada masa
Islam, sangat dipengerahui oleh Islam yang masuk ke Kerajaan Sambas Tua
yang datang dari Kesultanan Brunei Darussalam, pimpinan Sultan Muhammad
Hasan. Salah satu anak Sultan Muhammad Hasan yakni Pangeran Raja Tengah
(Raden Sulaiman), adalah Sultan yang menurunkan penguasa Kesultanan
Sambas (Fahmi, 2003). Secara administrasi kepemerintahan, antara Kerajaan
Sambas Hindu dan Kesultanan Sambas Islam tidak memiliki hubungan langsung.
Konflik dan perpecahan internal yang terjadi di dalam pemerintahan Kerajaan
Sambas Hindu yang menyebabkan terbentuknya Kesultanan baru.
Raden Sulaiman yang memeluk agama islam membawa perubahan secara
nilai dan budaya di dalam Kesultanan Sambas. Nilai-nilai Islam yang dituangkan
ke dalam bangunan (arsitektur) mempengaruhi perkembangan keseluruhan dari
setiap aspek Kesultanan. Selain itu, perkembangan Kesultanan Sambas tidak
lepas dari pengaruh besar dari Kolonial Belanda. Istana Alwatzikhoebillah yang
ada saat ini dibangun pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Mulia
Ibrahim
Syafiuddin
(1931-1943),
sultan
ke-15
Kesultanan
Sambas.
2
Pembangunan istana tersebut relatif singkat, yaitu dari tahun 1933 sampai tahun
1935. Konon, biayanya yang mencapai 65.000 gulden itu merupakan pinjaman
dari Kesultanan Kutai Kartanegara.
Tata massa bangunan yang telah terbentuk pada saat ini, memiliki nilai
sejarah yang menyimpan memori atau informasi (memory storage) tentang
massa bangunan yang terbentuk pada lingkungan istana. Selain tata massa
bangunan yang terbentuk pada lingkungan istana, ruang-ruang yang terbentuk
juga memiliki memori atau informasi (memory storage) mengenai sejarah
lingkungan istana, khususnya arsitektur ruang istana. Dengan demikian, dapat
dipahami bahwa setiap objek yang terbentuk dari lingkungan istana, terutama
ruang di lingkungan istana menyimpan informasi mengenai tindakan (actions) di
masa lalu. Seperti diungkapkan oleh Lyton (2006), bahwa suatu wujud (shape)
sebagai objek geometris, merupakan objek yang dapat merekonstruksi suatu
sejarah (history). Dalam hal ini, suatu objek yang mampu menyimpan memori
maupun
informasi
mengenai
masa
lalu
(sejarah),
dipahami
sebagai
penyimpanan memori (memory storage).
Tindakan (actions) yang terjadi pada ruang-ruang di lingkungan istana
dapat dipahami merupakan suatu aktivitas yang terjadi secara rutin dari
pengguna istana di masa itu. Aktivitas yang rutin maupun hanya terjadi pada
waktu-waktu tertentu membentuk fungsi dari setiap ruang maupun massa
bangunan lingkungan Istana. Menurut Sullivan dalam Ven (1986), fungsi
dipandang sebagai suatu kehendak yang ada di dalam diri manusia, tanpa harus
dipengaruhi oleh ruang yang melingkupinya. Dengan demikian, dapat dipahami
bahwa fungsi dalam arsitektur tidak terbatas pada ruang yang memiliki batasbatas secara fisik.
3
1.2. Rumusan Masalah
Istana Alwatzikhoebillah yang lahir dari dua kekuasaan pemerintahan,
yakni pemerintahan Kesultanan Sambas dan pemerintahan Hindia Belanda
menciptakan sebuah Arsitektur “unik”. Kedudukan pemerintahan Hindia Belanda
yang berkuasa atas pemerintahan Kesultanan Sambas turut andil dalam
pembangunan Istana Alwatzikhoebillah, hal ini ditandai dengan penyimbolan
kekuasaan dari tiang bendera Istana Alwatzikhoebillah. Tidak hanya itu,
penataan dari ruang-ruang pada lingkungan Istana memberikan kesan menarik.
Arsitektur
menurut
Yulianto
Sumalyo
(2003)
adalah
bagian
dari
kebudayaan manusia, berkaitan dengan berbagai segala kehidupan antara lain:
seni, teknik, ruang/tata ruang, geografi, sejarah. Arsitektur Istana yang terbentuk
pada saat ini merupakan bagian dari perkembangan kebudayaan yang ada di
Sambas. Kebudayaan yang terbentuk dari keberadaan dua kekuasaan
pemerintahan menghadirkan sebuah “pola”. Pola yang dimaksudkan dari Istana
Alwatzikhoebillah adalah pola tata ruang arsitektur.
Membahas mengenai Arsitektur khususnya Istana Alwatzikhoebillah, tidak
akan terlepas dari dua unsur terpenting pembentuk arsitektur yakni ruang dan
bentuk. Bentuk dan ruang dalam pembahasan mengenai Arsitektur tidak akan
terlepas satu dengan lainnya. Akan tetapi Aristetoles dalam Ven (1986),
menjelaskan bahwa bentuk dan ruang tidak memberi batas yang sama: bentuk
adalah batas pelingkup yang membatasi objek; sedangkan ruang adalah batas
dari wadaq pelingkup yang membatasi objek itu. Dalam penjelas ini khususnya
dalam penelitian yang akan lakukan dalam Arsitekur Istana, ruang yang
4
terbentuk dalam lingkungan Istana Alwatzikhoebillah merupakan wadaq yang
terpenting dari pada bentuknya (pelingkup).
Menurut Wijono (2011), salah satu fenomena yang terkait dengan arsitektur
adalah ruang yang secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua macam,
yaitu; ruang geometris dan ruang fungsional. Ruang geometris (geometrical
space) dapat dipahami sebagai suatu ruang yang memiliki kerangka (frame) atau
batas-batas yang dibentuk oleh objek-objek geometrik. Objek-objek geometrik
tersebut berupa benda-benda fisik sebagai pelingkup (enclosure) yang mampu
memberikan batas tegas dan nyata pada suatu ruang tiga dimensi, seperti
dinding, perkerasan lantai, atap, bangunan, maupun pepohonan. Ruang
fungsional (functional space) dapat dipahami sebagai suatu ruang yang memiliki
kerangka (frame) atau batas-batas yang dibentuk oleh fungsi-fungsi tertentu.
Fungsi-fungsi tersebut berupa batas-batas non-fisik, tindakan (actions) atau
aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh manusia di ruang tersebut, sehingga
memiliki batas-batas yang kurang tegas dan hanya berupa ruang dua dimensi.
Massa bangunan Istana Alwatzikhoebillah menghadirkan tata massa
bangunan yang membentuk tata ruang-ruang terbuka dengan pola hirarki yang
teratur apabila dilihat secara kasat mata. Ruang-ruang luar yang terdapat pada
komplek Istana tidak akan terlepas dengan ruang-ruang yang terdapat di dalam
setiap masa bangunan-bangunannya. Dengan massa bangunan yang terdapat
pada komplek Istana yang menghadirkan ruang luar dan ruang dalam, apakah
ruang-ruang ini dapat menghadirkan sebuah “rasa” yang sangat kuat akan
sebuah ruang. Sehingga dari sebuah “rasa” akan ruang dapat menciptakan
sebuah “rasa” akan sebuah tempat. Rasa akan sebuah ruang (sense of space)
dapat dilihat dari ruang-ruang geometris yang terbentuk dari pelingkupnya, dan
5
rasa akan sebuah tempat (sense of place) akan terbentuk dari hubungan dari
ruang geometris dan ruang fungsional.
Dari hipotesis yang telah diuraikan berdasarkan latar belakang yang telah
dibahas sebelumnya, maka didapatkan rumusan masalah dalam penelitian ini,
adalah:
1.
Bagaimanakah ruang geometris dan ruang fungsional Istana
Alwatzikhoebillah sebagai penyusun kualitas arsitektur ruangnya?
2.
Bagaimana peran arsitektur ruang terhadap keistimewaan Istana
Alwatzikhoebillah?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan
latar
belakang
dan
rumusan
masalah
yang
telah
dikemukakan, maka tujuan dari penelitian ini adalah merumuskan dan
mendiskripsikan Arsitektur Ruang Istana Alwatzikhoebillah dengan melihat dari
ruang geometris dan ruang fungsional sebagai penyusun kualitas arsitektur
ruangnya dan peran arsitektur ruang terhadap Istana Alwatzikhoebillah yang
membentuk sensasi tempat.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian tentang Arsitektur Istana
Alwazkhoebillah Kesultanan Sambas di Kalimantan Barat adalah sebagai berikut:
1.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu
pengetahuan tentang Arsitektur Ruang Istana Alwatzikhoebillah Kesultanan
Sambas khususnya di Kalimantan Barat.
6
2.
Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberi masukan bagi
pemerintah daerah Istana Kesultanan sehingga menjadikan persfektif
keragaman antar Istana-Istana Kesultan di Kalimantan Barat.
1.5. Keaslian Penulisan
Keaslian penelitian yang akan dilakukan merupakan perbedaan dengan
penelitian-penelitian sebelumnya pernah dilakukan. Penelitian yang dilakukan
terfokus pada arsitektur ruang yang dapat dilihat dari ruang geometris dan ruang
fungsional sebagai pembentuk ruang, sehingga dari ruang geometris dan ruang
fungsional dapat dilihat sense of space dan sense of place. Lokus penelitian
dilakukan
pada
bangunan
Istana
Alwatzikhoebillah
Kesultanan
Sambas
Kalimantan Barat. Permasalahan dari penelitian ini adalah tata ruang dan tata
massa bangunan yang terbentuk pada lingkungan Istana secara historik dan
empirik
memiliki
pola
yang
terbentuk
memiliki
karakteristik
tersendiri
dibandingkan dengan Istana-Istana yang ada pada Kalimantan Barat. Metode
penelitian yang dilakukan adalah metode kualitatif eksploratif.
Tabel 1.1 Review hasil penelitan dan publikasi
Nama Peneliti
Judul dan Tahun
Publikasi
Ashadi
Tata Ruang Arsitektur Kauman, 2004, UI
Fokus
Permasalahan
Deskripsi
Tujuan
Lokus
Metode
Pentaan atau pengaturan ruang – kombinasi antara
elemen-elemen fisik dan non fisik – mulai dari penataan
ruang permukiman, ruang rumah tinggal, fasilitas
peribadatan, hingga pengaturan perabotan rumah
tinggal, yang dilakukan secara terus-menerus oleh
komunitas Kauman
Apakah sistem nilai yang berlaku dalam agama islam
mempengaruhi seluruh sisi kehidupan komunitas
kauman?
Bagaimana mereka memandang dan menyikapi ruang
arsitektur mereka berdasarkan sistem nilai yang
berlaku?
Untuk memahami bagaimana komunitas kauman
Kudus menata dan mengolah ruang arsitektur mereka,
dengan mengerti makna-makna tindakan dari kejadian
yang mereka alami secara terintegrasi.
Kauman, Kudus, Jawa Timur
Pendekatan penelitian lapangan melalui pengamatan
7
Hasil
Nama Peneliti
Judul dan Tahun
Publikasi
Deskripsi
Nama Peneliti
Judul dan Tahun
Publikasi
Deskripsi
berperan-serta atau participant observation
Dalam tata ruang arsitektur Kauman telah terjadi
proses saling `membentuk' antara ruang-ruang
arsitektur sebagai wadah aktivitas dan orang-orang
Kauman itu sendiri sebagai pelaku atau subyek.
Generasi terdahulu telah menciptakan dan membentuk
ruang-ruang arsitektur Kauman, dengan dindingdinding pembatas ruang dibuat secara tegas dan jelas.
Sementara generasi sekarang, sikap dan perilakunya
dibentuk oleh ruang-ruang tersebut. Apabila generasi
sekarang memiliki keinginan dan kemampuan
(ekonomi)
tidak
menutup
kemungkinan
akan
menghilangkan dinding tembok tinggi yang mengelilingi
rumahnya. Hal ini bisa terjadi karena di antara ruangruang arsitektur dan orang-orang yang melakukan
aktivitas di dalamnya senantiasa terdapat suatu
hubungan timbal balik.
Agus Guntoro
Kosmologi Arsitektur Kraton Kasultanan Yogyakarta: Perpendekatan Pada
Penanda (Signifier) dan Petanda (Signified) Geometris Ruang, Studi Kasus
Lingkungan Komplek Inti Kraton (Seven Steps To Heaven): Alun Alun Utara
sampai dengan Siti Hinggil Utara, 2007, UGM
Fokus
Kosmologi arsitektur Kraton Kasultanan Yogyakarta
menggunakan model kosmos yang merepresentasikan
ajaran Islam. Simbol dan arsitektur ruangnya
melukiskan struktur Muslim Cosmos, hubungunan
antara sufism dan syariah; alur menuju manusia
sempurna.
Permasalahan
Seberapa jauh filsafat kosmologi melekat pada
arsitektur keraton Kasultanan Yogyakarta, baik secara
ujud maupun konsep atau makna geometris ruangnya.
Apa pengaruhnya terhadap makna setempat (genius
loci) sebagai spirit of the place? Dan bagaimana filsafat
itu bersifat futuristik
Tujuan
Mendapatkan inti sari yang tersembunyi dari gejala
yang ada, dengan mencari hubungan-hubungan yang
berlaku de facto (kenyataan) dan hubungan-hubungan
yang berlaku de iure (seharusnya).
Lokus
Kraton Kasultanan Yogyakarta
Metode
Penelitian ini menggunakan paradigma naturalistik,
dengan metode; analitik bahasa, fenomenologis, dan
semiotika.
Hasil
Dunia sejauh alam fana dan alam baka; duniawi dan
ukrowi’; sufsim dan syariah; hablun min Allah dan
hablun min annas; manunggaling kawulo gusti sebagai
manifestasi dari falsafah sangkan paraning dumadi
(dari mana asalnya manusia dan kemana manusia
setelah
mati),
yang
dijabarkan
melalui;
keyakinan/kepercayaan,
mitos, ritual, sejarah,
pengetahuan, estetika, dan tatanan/sistem nilai yang
melekat pada ruang geometrisnya sejauh kedalaman
tanpa batas.
Samsudi
Aspek-Aspek Arsitektur Kolonial Belanda Pada Bangunan Puri
Mangkunegaran, 2000, UNDIP
Fokus
Aspek-aspek arsitektur kolonial Belanda pada ; tata
bangunan, orientasi, bentuk denah, dinding dan
bukaan, atap, struktur dan bahan pada bangunan Inti
Puri Mangkubegaran
Permasalahan
Tujuan
Menentukan aspek-aspek arsitektur kolonial Belanda
8
Lokus
Metode
Hasil
pada bangunan Inti Puri Mangunegaran
Keraton Solo
Metode kualitatif yang mendasarkan diri pada studi
literatur secara deskriptif, dengan menggunakan
analisis data induktif
Temuan aspek arsitektur kolonial Belanda, yaitu aspek
fisik: tata ruang pada pola tertutup, bentuk denah
dengan sistem banyak ruang, ruang berjajar
memanjang (linier). Orientasi bangunan utama
mengikuti rumah tradisional Jawa, bangunan yang
berarsitektur kolonial sebagai bangunan penunjang
menghadap ke dalam ke arah bangunan utama.
Dinding tembok batu bata tebal dua batu terdapat
pintujendela lebar dan tinggi dengan motif kotak serta
motif lengkung. Terdapat tiang bulat dari besi tuang ber
gaya Neo-klasik dengan konsul besi yang ada model
keriting, kolom-kolom dari pasangan batu-bata bentuk
bulat. Bentuk atap limasan dan pelana pada atap
terdapat elemen gable dan dormer, rangka atap
menggunakan sistem kuda-kuda bahan dari kayu.
Struktur penyangga: sistem struktur dinding tembok
padat,
dining
menahan
beban
atap.
lantai
menggunakan lantai marmer dan tegel berwarna.
9
ISTANA
ALWATZIKHOEBILLAH
ARSITEKTUR
RUANG
RUANG LUAR
DAN RUANG
DALAM
SEJARAH
(HISTORY)
RUANG
GEOMETRIS
RUANG
FUNGSIONAL
“sense of space”
(kualitas ruang)
“SENSE OF PLACE”
KESIMPULAN
Gambar 1.1. Alur Pikir Penelitian
10
Download