kajian sensitifitas zat aktif jamu-jamuan sebagai

advertisement
KAJIAN SENSITIFITAS ZAT AKTIF JAMU-JAMUAN SEBAGAI
ANTIBIOTIK ALAMI DALAM PAKAN
TERHADAP BAKTERI DALAM FESES AYAM KAMPUNG
Imbang Dwi Rahayu
Fakultas Pertanian Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang
Jl. Raya Tlogomas No.246 Malang 65144,
E-mail : [email protected]
ABSTRAK
Telah dilakukan isolasi zat aktif dalam kunyit (Curcuma longa), temu lawak (Curcuma xanthorrica Roxb)
dan kencur (Kaempferia galanga L) dengan metode Gas Chromatography Mass Spectrometry Analysis
(GCMS). Diikuti Uji KHM (Konsentrasi Hambat Minimal) dan KBM (Konsentrasi Bunuh Minimal),
untuk menguji kepekaan Escherichia. coli (E. coli) dan Salmonella sp dari feses ayam kampung terhadap
ketiga jamu. Data hasil penelitian dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Terdapat 14 jenis zat aktif
dalam kunyit, pada temulawak ditemukan 5 jenis zat aktif, dan pada kencur ditemukan 4 jenis zat aktif. E.
coli dan Salmonella sp terhadap kunyit dan temulawak menunjukkan KHM dan KBM yang sama, 1,56%
(KHM), dan 3,13% ( KBM). Pada KHM yang sama (1,56%), temulawak memiliki sifat antibakterial lebih
tinggi daripada kunyit. Kencur memiliki kemampuan hambat dan bunuh terhadap E. coli dan Salmonella
sp sangat rendah, karena KHM dan KBM tercapai pada konsentrasi di atas 50%.Kemampuan hambat
dan bunuh terhadap E.coli dan Salmonella sp tertinggi dicapai oleh temulawak, diikuti kunyit, terendah
pada kencur. Disarankan temulawak bisa digunakan sebagai feed additive dalam pakan ayam kampung
untuk menekan perkembangan E. coli dan Salmonella sp, sehingga tercipta kesehatan sistem pencernaan
ayam.
Kata kunci: kunyit, kencur, KHM, KBM, temu lawak,.
1.PENDAHULUAN
Industri peternakan selama ini selalu mendominasi permainan ketersediaan pakan yang menyebabkan
harga pakan tidak dapat diprediksi dalam jangka panjang. Hal ini menyebabkan peternak tidak dapat
memperoleh pakan dengan harga yang normal. Terdapat kecenderungan harga pakan setiap waktu
semakin meningkat, sehingga pada akhirnya terjadi ketidak-efisienan ekonomi pada harga pakan ayam
kampung.
Disamping itu, terjadi pergeseran persepsi konsumen kelas menengah atas yang mulai
mempersoalkan keamanan pangan. Selama ini ayam kampung yang dipasarkan memperoleh asupan
pakan yang mengandung bahan kimiawi berbahaya.Konsumen yang semakin sadar akan asupan yang
aman akhirnya mulai kembali mencari alternatif pangan yang aman bagi kesehatan tubuh. Salah satunya
adalah ayam kampung yang mendapatkan asupan pakan yang mengandung bahan kimiawi berbahaya.
Alternatif pemecahan masalah yang dapat diajukan adalah menyediakan pakan organik. Pakan
organik adalah pakan yang disusun dari bahan pakan yang tidak mengandung bahan kimiawi berbahaya.
Disamping itu juga diperkuat dengan jamu-jamuan sebagai feed additive untuk meningkatkan
produktifitas dan kesehatan ayam kampung. Secara umum di dalam jamu-jamuan terkandung senyawa
aktif seperti curcumin, alkaloid, fenotik, tripenoid, minyak atsiri glikosida, dan sebagainya, yang bersifat
antiviral, antibakteri, serta imunomodulator.
Pakan organik ini berfungsi sebagai pengganti pakan buatan pabrik. Pakan yang berasal dari
potensi lokal lebih memiliki nilai ekonomi yang murah. Ketersediaan bahan pakan lokal juga akan dapat
202
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
berkelanjutan karena umumnya daerah di Indonesia mempunyai ketersediaan bahan pakan yang belum
termanfaatkan secara optimal. Dengan demikian dalam jangka panjang ketahanan pakan akan terjamin.
Secara tidak langsung apabila ketahanan pakan terjamin, maka ketahanan pangan yang berasal dari
daging ayam kampung akan tersedia secara melimpah.
Penelitian jamu-jamuan sebagai feed additive yang sudah dan sering dilakukan hanya bersifat
coba-coba, dengan harapan memperbaiki performans produksi ayam kampung. Kajian tentang kandungan
jenis-jenis zat aktif dan persentase masing-masing zat aktif dalam jamu-jamuan serta manfaaatnya
dalam tubuh ayam kampung belum banyak diteliti. Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian pengujian
kandungan jenis-jenis zat aktif dan komposisinya (persentase) dalam jamu-jamuan tersebut untuk tujuan
penambahan feed additive dalam pakan organik ayam kampung sebagai upaya peningkatan keamanan dan
ketahanan pakan dan pangan di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kandungan zat-zat aktif yang berpotensi sebagai AGP
alami dalam jamu-jamuan yang akan digunakan sebagai feed additive dalam pakan organik ayam
kampung, sehingga ayam kampung bebas penyakit, khususnya penyakit bacterial, kolibasillosis yang
disebabkan E. coli dan Salmonellosis yang diakibatkan oleh Salmonella sp.
2. METODE
Penelitian terdiri dari tiga tahap, tahap ke-I, berupa analisis zat-zat aktif yang terkandung dalam
jamu, diikuti tahap ke-II, berupa isolasi bakteri dari feses ayam kampung, dan tahap ke-III uji
sensitivitas bakteri pathogen, E.coli dan Salmonella sp.
2.1 Analisis Zat-zat Aktif dalam Jamu
Penelitian menggunakan metode survey, analisis zat aktif dilakukan terhadap tiga jenis
jamu, antara lain kunyit, temulawak dan kencur, dengan menggunakan metode Khromatografi
Gas (Gas Chromatography Massa Spectrometry Analysis/ GCMS).
2.2 Isolasi Bakteri dari Feses Ayam Kampung
Metode penelitian yang digunakan berupa metode survey, melakukan isolasi bakteri E.
coli dan Salmonella sp dari sampel feses ayam kampung. Sampel feses diambil dari ayam
kampung yang dipelihara di Laboratorium Peternakan UMM.
2.3 Uji Sensitivitas Bakteri E. coli dan Salmonella sp
Penelitian menggunakan metode survey, pengujian sensitivitas E.coli dan Salmonella sp dari
feses ayam kampung terhadap jamu-jamuan dengan metode dilusi.
2.4 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kuantitatif.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Analisis Zat-zat Aktif Pada Jamu dengan Metode Khromatografi Gas
(Gas Chromatography Massa Spectrometry Analysis/ GCMS)
Hasil analisis ketiga jamu dengan metode GCMS menunjukkan bahwa kunyit mengandung jenisjenis zat aktif terbanyak jika dibandingkan dengan temu lawak dan kencur. Terdapat 14 jenis zat aktif
dalam kunyit, dengan komposisi tertinggi berupa senyawa Eogenol (23, 15%), diikuti kurkumin (17,07%)
dan Zingberene (13,46%). Pada temulawak ditemukan 5 jenis zat aktif, dengan komposisi tertinggi berupa
kurkumin (38,60%), diikuti Tumerone (27,62%) dan Xanthorhizol (19,27%). Pada Kencur, ditemukan 4
jenis zat aktif, dengan komposisi tertinggi berupa senyawa Methoxy styrene (39,12%), diikuti Camphene
(31,75%) dan Ethyl cinnamata (23,00%). Hasil analisis lengkap zat aktif jamu terlampir pada Lampiran 2,
3 dan 4.
Eugenol dalam kunyit berperan penting sebagai antimikroba, di dalam senyawa eugenol
terkandung beberapa gugus fungsional. Hal ini sesuai dengan pernyataan Towaha [1] bahwa senyawa
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
203
eugenol merupakan komponen utama yang terkandung dalam minyak cengkeh (Syzygium aromaticum)
dengan kandungan dapat mencapai 70 -96%. Dalam senyawa eugenol terkandung beberapa gugus
fungsional, yaitu alil (-CH2-CH=CH2), fenol (OH) dan metoksi (-OCH3). Selanjutnya dinyatakan pula
bahwa senyawa eugenol mempunyai aktivitas farmakologi sebagai analgesik, antiinflamasi, antimikroba,
antiviral, antifungal, antiseptik, antispamosdik, antiemetik, stimulan, anastetik lokal sehingga senyawa ini
banyak dimanfaatkan dalam industri farmasi.
Senyawa turunan Eugenol memiliki sifat antibakteri, sebagaimana dinyatakan oleh Noviansari
[2], bahwa Eugenol yang mengalami metilasi akan membentuk senyawa turunan, yaitu Metil Eugenol
((C10H13NO4), dengan cara Eugenol melepas H + pada gugus OH dan mengalami substitusi dengan
gugus –CH3 dari DMS (Dimetil Sulfat) dalam suasana basa. Senyawa Metil Eugenol bisa ditransformasi
menjadi senyawa 3-(3,4-dimetoksi fenil)-1-propanol, yang merupakan suatu alkohol primer yang
mekanisme kerjanya sebagai antibakteri mirip dengan sifat persenyawaan alkohol lainnya. Senyawa
alkohol dapat menimbulkan denaturasi protein dan menghambat sistem fosforilasi sel bakteri.
Kurkumin berperan penting sebagai antioksidan, karena memiliki gugus fenol. Sebagaimana
dinyatakan oleh Purba dan Martasupono [3], bahwa kurkumin merupakan senyawa utama yang terdapat
dalam kurkuminoid, disamping senyawa demotoksi kurkumin dan bisdemetoksi kurkumin. Kurkumin
memiliki mekanisme antioksidan hampir sama dengan antosionin, karena kedua senyawa tersebut
mempunyai gugus fenolik. Selanjutnya dinyatakan pula bahwa senyawa antioksidan kurkumin (AH) akan
memberikan atom hydrogen (H) secara cepat ke radikal lipid (R*, ROD*), sehingga merubahnya menjadi
lebih stabil. Turunan radikal kurkumin (A*) bersifat lebih stabil dibandingkan radikal lipid.
Kurkumin sebagai senyawa fenolik bisa berinteraksi dengan dinding sel bakteri, selanjutnya
terabsorbsi dan penetrasi ke dalam sel bakteri, sehingga menyebabkan presipitasi dan denaturasi protein,
akibatnya akan melisiskan membran sel bakteri. Kerusakan membran sel menyebabkan terganggunya
transport nutrisi (senyawa dan ion) melalui membran sel sehingga sel bakteri mengalami kekurangan
nutrisi yang diperlukan bagi pertumbuhannya. Aktivitas antibakteri kurkumin adalah dengan cara
menghambat proliferasi sel bakteri.
Temulawak mengandung zat aktif xanthorrhizol yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba
patogen. Rukayadi dan Hwang [4] membuktikan bahwa senyawa ini sangat potensial sebagai antifungal,
mengatasi candidiasis pada manusia yang disebabkan oleh 4 jenis spesies candida, yaitu C. albicans, C.
glabrata , C. guillermondii, dan C. parapsilosis. Oon et al.[5], menjelaskan bahwa bahwa xanthorrhizol
selain memiliki aktivitas antifungal, anticandida juga memiliki sifat antibacterial. Bakteri yang sensitif
terhadap xanthorrhizol adalah Streptococcus sp, Staphylococcus aureus dan E. coli. Ditambahkan oleh
Khaerana [6], bahwa xanthorrhizol juga memiliki potensi sebagai anti tumor dengan derajat (++), seperti
ar-tumeron, lebih rendah dibandingkan α-curcumen degan derajat (+++). Xanthorrhizol juga bisa
digunakan sebagai obat untuk penyakit Alzheimer dan penyakit lain yang berhubungan dengan syaraf.
3.2 Uji Kepekaan Bakteri Patogen Ayam Kampung E. coli dan Salmonella sp terhadap
Jamu yang Diteliti.
Bakteri yang sering menyebabkan diare pada ayam kampung adalah E. coli dan Salmonella sp.
Kepekaan kedua jenis bakteri terhadap kunyit dan temulawak menunjukkan KHM (Konsentrasi Hambat
Minimal) dan KBM (Konsentrasi Bunuh Minimal) yang sama, yaitu 1,56% untuk KHM, dan 3,13%
untuk KBM. Pada KHM yang sama, yaitu 1,56%, temulawak memberikan jumlah bakteri E. coli dan
Salmonella sp yang lebih rendah dibandingkan kunyit, sehingga temulawak memiliki sifat antibakterial
yang lebih tinggi terhadap kedua bakteri ini. Kencur memiliki kemampuan hambat dan bunuh terhadap
E. coli dan Salmonella sp sangat rendah, karena KHM dan KBM tercapai pada konsentrasi kencur di atas
50%. Hasil kepekaan E. coli terhadap jamu bisa dilihat pada Tabel. 1.
204
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
Tabel 1. Hasil Uji Kepekaan E. coli Terhadap Jamu
KONSENTRASI
Temu Lawak
Kunyit
Kencur
132 x 109
132 x 109
132 x 109
120 x 109
99 x 109
113 x 109
154 x 109
89 x 109
163 x 109
96x 109
99 x 109
96 x 109
75 x 109
89 x 109
102 x 109
6.25%
152 x 109
105x 109
123 x 109
12.50%
107 x 109
178 x 109
114 x 109
25.00%
94 x 109
77 x 109
115 x 109
50.00%
102 x 109
124 x 109
99 x 109
Kontrol
Bahan
KHM/KBM
KHM/KBM
KHM/KBM
Kontrol
mikroba
0.390%
0.780%
1.56%
3.13%
120 x
109
122 x
109
126 x
109
55 x
106
KBM
120 x
109
87 x
109
199 x
109
122 x
106
KBM
120 x
109
104 x
109
143 x
109
67 x
106
KBM
114 x
109
120 x
109
120 x
109
55 x
106
KBM
114 x
109
99 x
109
99 x
109
122 x
106
KBM
114 x
109
113 x
109
152x
109
123 x
106
KBM
Berdasarkan Tabel 1.1., temu lawak dan kunyit memiliki kemampuan hambat terhadap E. coli
yang sama, yaitu pada konsentrasi 1,56%. Pada kunyit pertumbuhan E. coli lebih tinggi, hal ini
menunjukkan kemampuan kunyit dalam menghambat E. coli lebih rendah daripada temulawak. Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian Essien et al . [7], bahwa pada penggunaan minyak daun kunyit (Curcuma
Longa Grown), diperoleh efek antibakterial terhadap B. cerens dan Staphylococcus aureus pada MIC
yang sama, yaitu 78 µg/ml. Kepekaan Aspergillus niger terjadi pada MIC sebesar 19,5 µg/ml, E. coli dan
C. albicans terjadi pada KHM 312 µg/ml, dan pada P. aeruginosa terjadi pada KHM 625 µg/ml. Aktivitas
antibakteria pada kunyit dan temulawak yang paling menonjol disebabkan oleh zat aktif berupa arturmerone, yang memiliki sifat antibakteria kuat pada bakteri Gram positif, sebaliknya sebagai
antibakteria lemah terhadap bakteri Gram negatif. Hal ini berkaitan dengan membrane sel luar bakteri
Gram negatif yang terdiri atas senyawa LPS (Lipopolisakarida). Untuk menghambat maupun membunuh
bakteri Gram negatif diperlukan konsentrasi kunyit maupun temu lawak yang lebih tinggi daripada Gram
positif. Pada penelitian ini untuk menghambat pertumbuhan E. coli diperlukan ekstrak rhizome dari
kunyit maupun temulawak dengan KHM 156 µg/ml. Ekstrak rhizome kunyit memiliki efek hambat lebih
baik daripada minyak daun kunyit. Konsentrasi Bunuh Minimal (KBM) terhadap E. coli terjadi pada
ekstrak rhizome kunyit dengan konsentrasi 313 µg/ml. Konsentrasi 313 µg/ml, jika digunakan minyak
daun kunyit hanya berefek sebagai KHM.
Jika dilihat jumlah E. coli pada konsentrasi KHM yang sama, yaitu sebesar 156 µg/ml, maka
pertumbuhan E. coli pada kunyit lebih tinggi daripada temulawak, hal ini karena kandungan ar-tumeron
sebagai antibakteri pada temulawak lebih besar daripada kunyit. Kencur memiliki efek hambat dan bunuh
yang rendah terhadap bakteri E. coli, karena efek hambat baru terjadi pada konsentrasi 500 µg/ml. Hasil
uji kepekaan Salmonella sp terhadap jamu bisa dilihat pada Tabel 2.
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
205
Tabel 2. Hasil Uji Kepekaan Salmonella sp Terhadap Jamu
KONSENTRASI
Temu Lawak
Kunyit
Kencur
132 x 109
132 x 109
132 x 109
120 x 109
99 x 109
113 x 109
117 x 109
99 x 109
113 x 109
119x 109
119x 110
119x 111
104 x 109
108 x 109
114 x 109
6.25%
118 x 109
118 x 109
118 x 109
12.50%
120 x 109
120 x 109
120 x 109
25.00%
122 x 109
112 x 109
122 x 109
50.00%
110 x 109
110 x 109
99 x 109
Kontrol Bahan
KHM/KBM
KHM/KBM
KHM/KBM
Kontrol
mikroba
0.390%
120 x
109
144 x
109
115 x
109
77 x
106
KBM
0.780%
1.56%
3.13%
120 x
109
118 x
109
99 x
109
37 x
106
KBM
120 x
109
113 x
109
112 x
109
25 x
106
KBM
114 x
109
120 x
109
137x
109
55 x
106
KBM
114 x
109
145 x
109
79 x
109
122 x
106
KBM
114 x
109
108 x
109
128 x
109
123 x
106
KBM
Kepekaan Salmonella sp terhadap ekstrak kunyit dan temulawak ada kecenderungan sama dengan
kepekaan E. coli, yaitu dengan KHM 1,56 µg/ml, dan KBM 313 µg/ml. Demikian pula pada KBM yang
sama, yaitu KBM 313 µg/ml, terjadi pertumbuhan Salmonella sp yang lebih besar pada kunyit daripada
temu lawak.
Pada konsentrasi kunyit yang sama, yaitu KHM 156 µg/ml, pertumbuhan Salmonella sp sama
dengan pertumbuhan E. coli. Namun pada temulawak pada KHM 156 µg/ml, pertumbuhan E. coli lebih
besar daripada Salmonella sp. Hal ini menunjukkan bahwa E. coli memiliki kepekaan lebih rendah
terhadap temulawak daripada Salmonella sp.
Bahan kimia sebagai zat artii bakteri dapat mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan yang
mengarah pada kerusakan, sehingga perfumbuhan sel bakteri terhambat. Kerusakan yang ditimbulkan
komponen anti bakteri dapat bersifat mikrosidal (kerusakan tetap) atau mikrostatik (kerusakan
sementara). Mekanisme penghambatan mikroorganisme oleh senyawa antimikroba disebabkan beberapa
faktor yaitu mengganggu pembentukan dinding sel, mekanisme ini disebabkan karena adanya akumulasi
komponen lipofilat yang terdapat pada dinding atau membrane sel sehingga menyebabkan perubahan
komponen penyusun dinding sel.
Komponen bioaktif dapat mempengaruhi dan mengganggu integritas membran sitoplasma yang
dapat menyebabkan kebocoran materi intraseluler. Menginaktivasi enzim, sehingga kerja enzim
terganggu dalam mempertahankan kelangsungan aktivitas mikroba, sehingga mikroba memerlukan enzim
yang besar jumlahnya, mikroba kehabisan energi.
Menginaktivasi fungsi material genetik, komponen bioaktif mengganggu pembentukan asam
nukleat, yaitu RNA dan DNA, gangguan transformasi genetic, sehingga merusak materi genetic yang
akan mengganggu proses pembelahan sel dan pada akhirnya bakteri mati [8].
206
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilengkapi kajian-kajian keilmiahan, maka disimpulkan sebagai
berikut :
1. Ditemukan 14 jenis zat aktif dalam kunyit, dengan komposisi tertinggi berupa senyawa Eogenol,
diikuti Kurkumin dan Zingberene. Pada temulawak ditemukan 5 jenis zat aktif, dengan komposisi
tertinggi berupa Kurkumin, diikuti Tumerone dan Xanthorhizol . Pada Kencur, ditemukan 4 jenis
zat aktif, dengan komposisi tertinggi berupa senyawa Methoxy styrene, diikuti Camphene dan Ethyl
cinnamata.
2. Secara berurutan kepekaan E. coli dan Salmonella sp dari yang tertinggi ke yang terendah adalah
temulawak, kunyit dan kencur.
3. E. coli dan Salmonella sp tidak peka terhadap zat aktif yang terkandung dalam kencur.
4. Diperlukan penelitian lebih lanjut secara in vivo pemberian temulawak dan kunyit sebagai feed
additive dalam pakan ayam kampung untuk menekan perkembangan E. coli dan Salmonella sp,
sehingga diharapkan bisa meningkatkan kesehatan intestinum dan produktifitas ayam kampung.
DAFTAR PUSTAKA
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
Towaha, J. 2012. Manfaat Eugenol Cengkeh Dalam Berbagai Industri di Indonesia. Perspektif
Vol. 11 No. 2 /Des 2012. Hlm 79 – 90. ISSN: 1412-8004.
Noviansari, R. 2012. Transformasi Metil Eugenol Menjadi Senyawa 3-(3-4Dimetoksi Fenil)-1
Propanol dan Uji Aktivitasnya Sebagai Antibakteri Terhadap Escherichia coli. Skripsi. Program
Studi Kimia. Jurusan Kimia. Fakultas MIPA. Universitas Negeri Semarang.
Purbo, ER dan Martasupomo, M. 2009. Kurkumin Sebagai Senyawa Antioksidan. Prosiding.
Seminar Nasional Sains Dan Pendidikan Sains IV. No.3. 607-621
Rukayadi, Y and J.K. Hwang.2006. In Vitro Antifungal Activity of Xanthorrhizol Isolated from
Curcuma xanthorrhiza Roxb Against Pathogenic candida, Opportunistic Filamentous Fungi and
Malassezia. Pros.Seminar Nasional Himpunan Kimia Indonesia. Palembang, 19-22 Juli 2006.
Dept. Kimia FMIPA IPB dan Himpunan Kimia Indonesia Cab. Jawa Barat dan Banten. Bogor.
hlm. 191-202.
Oon, S.F. Meenaki Shii, Thiam Tsui Tee, Shamarina Shohaimi, Nur Kartinee Kassim, Mohd
Shazrul Fazry Sa’ariwijaya dan Yew Hoong Cheah. 2015. Xanthorrizol : A Review of Its
Pharmacological Activities and Anticancer Properties. Journal List Cancer Int. Vol. 15, 2015.
PMC 4618344.
Khaerana. 2007. Pengaruh Cekaman Kekeringan dan Umur Panen Terhadap Pertumbuhan dan
Kandungan Xanthorrhizol Tanaman Temu Lawak. Tesis. Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor.
Essien, E. E., Newby, J. S., Walker, T. M., Setzer, W. N., & Ekundayo, O. 2015.
Chemotaxonomic Characterization and in-Vitro Antimicrobial and Cytotoxic Activities of the
Leaf Essential Oil of Curcuma longa Grown in Southern Nigeria, 3, 340–349.
http://doi.org/10.3390/medicines2040340.
Saraswati, D. 2014. Aktivitas Bubuk Bunga Cengkeh (Eugenia aromatic) Terhadap Kepekaan Bakteri
Escherichia coli. Jurnal Entropi. Vol IX. No.1. ISSN 1907-1965. Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas MIPA
Universitas Negeri Gorontalo.
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
207
Download