BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Teori Agensi Teori agensi principal adalah teori yang mendasari hubungan antara dan agent (Anthony dan Govindarajan, 2002). Asumsi teori agensi adalah bahwa semua individu bertindak atas kepentingan mereka sendiri. Manajer sebagai agent secara moral bertanggungjawab untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal), namun di sisi lain manajer juga berkepentingan memaksimumkan kesejahteraannya. Anthony dan Govindarajan (2002) menyatakan bahwa hubungan agensi muncul ketika salah satu pihak (principal) menyewa pihak lain mendelegasikan (agent) untuk melaksanakan pertanggung-jawaban atas suatu jasa. Principal decision making kepada agent, dapat pula dikatakan bahwa principal memberikan suatu amanah kepada agent untuk melaksanakan tugas tertentu sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati bersama. Menurut Jansen dan Meckling (1976) dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007) teori agensi menjelaskan mengenai sebuah kontrak antara manajer (agent) dengan pemilik (principal). Teori agensi mendasarkan hubungan perusahaan, dimana kontrak principal antara anggota-anggota dalam dan agent sebagai pelaku utama. Principal itu sendiri merupakan pihak yang memberikan mandat kepada agent untuk bertindak atas nama principal, sedangkan agent merupakan pihak yang diberi amanat oleh principal untuk menjalankan perusahaan. Agent berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah diamanatkan oleh principal kepadanya. Wujud mengatur sendiri nyata teori agensi terdapat pada kontrak kerja yang hak dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak kerja itu merupakan seperangkat aturan yang mengatur mengenai mekanisme bagi hasil, baik berupa keuntungan, return maupun resikoresiko yang disetujui oleh principal dan agent. Kontrak kerja akan menjadi optimal apabila mampu menyeimbangkan antara principal dan agent, dimana agent melaksanakan kewajibannya secara optimal dan pemberian insentif/imbalan khusus yang memuaskan dari principal ke agent. Jadi dapat disimpulkan bahwa teori agensi adalah pendesainan kontrak yang tepat untuk menyelaraskan kepentingan principal dan agent dalam hal terjadi konflik kepentingan (Scott, 2011). Konflik kepentingan ini diasumsikan oleh teori agensi bahwa semua individu bertindak atas kepentingan mereka sendiri. Dimana agent, secara moral bertanggungjawab untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal), namun disisi lain agent juga mempunyai kepentingan memaksimumkan kesejahteraan mereka. Scott (2011) menyatakan bahwa perusahaan mempunyai banyak kontrak, manajernya misalnya dan kontrak kontrak kerja antara perusahaan dengan para pinjaman antara perusahaan dengan krediturnya. Kontrak kerja yang dimaksudkan adalah kontrak kerja antara pemilik modal dan manajer perusahaan, dimana antara agent dan principal ingin memaksimumkan utility masing-masing dengan informasi yang dimiliki. Agent memiliki lebih banyak informasi (full information) dibanding dengan principal, sehingga menimbulkan adanya asimetri informasi. Informasi yang lebih banyak dimiliki oleh agent dapat memicu agent untuk melakukan tindakan-tindakan yang sesuai dengan keinginan dan kepentingannya untuk memaksimumkan utility. Berbeda dengan agent, pemilik modal dalam hal ini investor, akan sulit untuk mengontrol secara efektif tindakan yang dilakukan oleh manajemen karena hanya memiliki sedikit informasi. Oleh karena itu, terkadang kebijakan-kebijakan tertentu yang diterapkan oleh manajemen perusahaan, ditetapkan tanpa sepengetahuan pemilik modal atau investor. Dalam teori agensi agent dan principal ingin memaksimumkan keuntungan masing-masing dengan informasi yang dimiliki. Namun agent memiliki banyak informasi (full information) dibandingkan dengan principal, sehingga menimbulkan adanya asimetri informasi. Asimetri informasi itu sendiri adalah ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh principal dan agent, ketika principal tidak memiliki informasi yang cukup tentang kinerja agent . Sebaliknya, agent memiliki lebih banyak informasi mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja dan perusahaan secara keseluruhan (Widyaningdyah, 2001). Karena agent memiliki informasi yang lebih banyak, agent terpicu untuk melakukan tindakan-tindakan yang sesuai dengan keinginan dan kepentingannya untuk memaksimumkan keuntungan. Sedangkan principal disini akan sulit untuk mengkontrol secara efektif tindakan yang dilakukan oleh agent karena hanya memiliki sedikit informasi. Asimetri informasi dan konflik kepentingan ini lah yang mendorong agen untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya kepada principal. Penyimpangan yang dapat terjadi adalah manajemen mem- pengaruhi tingkat laba yang ditampilkan dalam laporan keungan atau yang sering disebut manajemen laba (Herawati, 2008). Dikatakan oleh Watts (1986) bahwa hubungan agensi kaitannya dengan laporan keuangan perusahaan sangat dipengaruhi oleh kepentingan pasar dan politik. 2.2. Manajemen Laba Manajemen laba adalah pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer untuk mencapai tujuan khusus. Manajemen laba tersebut sebagai proses mengambil langkah yang disengaja dalam batas prinsip akuntansi yang berterima umum baik didalam maupun diluar batas General Accepted Accounting Princips (GAAP). Manajemen laba adalah campur tangan manajemen dalam proses pelaporan keuangan dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri. Menurut (1998) manajemen laba terjadi ketika Healy dan wahlen manajer menggunakan pertimbangan dalam pelaporan keuangan dan penyusunan transaksi untuk merubah laporan keuangan dengan tujuan untuk memanipulasi besaran laba kepada beberapa stakeholders tentang ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil perjanjian yang tergantung pada angkaangka akuntansi yang dilaporkan. Terdapat dua tujuan yang memotivasi para manajer melakukan manajemen laba, yaitu tujuan oportunis dan tujuan informasi (signaling) kepada investor merugikan Murhadi (2009). Tujuan oportunis pemakai disampaikan laporan manajemen menggambarkan nilai keuangan menjadi fundamental tidak mungkin dapat karena informasi yang akurat dan juga tidak perusahaan. Sikap oportunis ini dinilai sebagai sikap curang manajemen perusahaan yang diimplikasikan dalam laporan keuangannya pada saat menghadapi intertemporal choice (kondisi tertentu yang memaksa eksekutif tersebut menggunakan keputusan dalam melaporkan kinerja yang menguntungkan bagi dirinya sendiri ketika menghadapi situasi tertentu). Manajemen laporan laba tidak selalu berdampak buruk bagi pemakai keuangan, manajemen laba yang dilakukan untuk tujuan informatif (signaling) kemungkinan besar membawa dampak yang baik bagi pemakai laporan keuangan, karena manajer akan berusaha menginformasikan kesempatan dimasa yang akan datang. yang dapat diraih oleh perusahaan Manajer sangat erat kaitannya dengan keputusan yang berhubungan dengan aktivitas investasi maupun operasi perusahaan, sehingga para manajer memiliki informasi yang lebih baik mengenai prospek perusahaan dimasa yang akan datang. Oleh karena itu, manajer dapat diinformasikan mengestimasi kepada investor secara baik laba masa datang atau pemakai laporan dan keuangan lainnya. 2.3. Manajemen Laba Melalui Manipulasi Aktivitas Riil Menurut Roychowdhury (2006) kegiatan manajemen laba melalui manipulasi aktivitas riil merupakan kegiatan yang berangkat dari praktek operasional yang normal, yang dimotivasi oleh manajer yang berkeinginan untuk menyesatkan beberapa stakeholder untuk percaya bahwa tujuan pelaporan keuangan tertentu telah dipenuhi dalam operasi normal. Manipulasi aktivitas riil dilakukan oleh manajemen melalui aktivitas perusahaan sehari-hari selama periode akuntansi berjalan. Terdapat dua alasan yang mendasari dipilihnya manajemen laba melalui manipulasi aktivitas riil daripada manipulasi akrual yaitu, (1) manipulasi akrual lebih sering dijadikan pusat pengamatan atau inspeksi oleh auditor dan regulator. Sehingga pilihan akuntansi yang dilakukan terkait dengan akrual pada perusahaan mempunyai risiko yang lebih besar terhadap pemeriksaan oleh pihak yang berwenang di pasar modal dan perusahaan akan mendapatkan sangsi apabila terbukti melakukan penyimpangan standar akuntansi yang berlaku umum dengan tujuan untuk memanipulasi laba, dan (2) hanya menitikberatkan perhatian pada manipulasi akrual merupakan perusahaan mungkin mengatur akrual, misalnya keterbatasan dalam melaporkan akrual mempunyai tindakan yang fleksibilitas berisiko. Selain itu, yang terbatas untuk diskresioner (Graham et al. 2005, Murhadi, 2009). Kegiatan manipulasi aktivitas riil terjadi sepanjang periode akuntansi dengan tujuan spesifik yaitu memenuhi target laba tertentu, menghindari kerugian, dan mencapai target analyst forecast. Selain itu, kegiatan manipulasi aktivitas riil berdampak tidak hanya pada akrual saja namun juga pada arus kas. Manajemen laba melalui aktivitas riil dapat dideteksi melalui arus kas operasi, biaya diskresioner, dan biaya produksi. Roychowdury (2006) memberikan bukti bahwa manajer melakukan manipulasi melalui aktivitas riil dengan memberikan potongan harga untuk meningkatkan penjualan, mengurangi kos barang yang terjual melalui peningkatan persediaan dan mengurangi biaya diskresioner untuk meningkatkan laba yang dilaporkan. Dechow dan Sloan (1996) mengatakan bahwa manajer mengurangi biaya riset dan pengembangan pada akhir masa jabatan untuk meningkatkan laba jangka pendek. Sedangkan Bushee (1998) konsisten dengan mengurangi meningkatkan biaya menemukan bukti yang riset dan pengembangan untuk laba. Burgstahler dan Dichev (1997) , Bandi (2009) menemukan bukti bahwa analisis peramalan melakukan manajemen laba untuk menghindari kerugian. Roychowdhury (2006) mengatakan bahwa manajemen laba melalui manipulasi aktivitas riil adalah berpindahnya pengelolaan laba dari praktik operasi normal ke praktik operasi tidak normal, yang dimotivasi oleh keinginan manajer untuk menipu beberapa stakeholders agar percaya terhadap laporan keuangan yang dibuat atas dasar operasi normal. Perpindahan dari praktik operasi normal ke tidak normal tidak memberikan kontribusi terhadap nilai perusahaan walaupun manajer mencapai sasaran pelaporan. Manajer yang terlibat manajmen laba mementingkan keuntungan pribadi untuk mencapai sasaran pelaporan karena mereka bertindak sebagai agent. Tehnik yang dapat dilakukan dalam manipulasi aktivitas riil antara lain manajemen penjualan, overproduction, dan pengurangan biaya diskresi (Roychowdhury, 2004). Manajemen penjualan berkaitan mengenai manajer yang mencoba menaikkan penjualan selama periode akuntansi dengan tujuan meningatkan laba untuk memenuhi target laba. Sebagai contoh manajer melakukan tambahan penjualan atau mempercepat penjualan dari periode mendatang ke periode sekarang dengan cara menawarkan potongan harga yang terbatas. Perusahaan juga dapat menawarkan jangka waktu kredit yang lunak. Volume penjualan yang meningkat menyebabkan laba tahun berjalan tinggi namun arus kas menurun penjualan kredit dan potongan melakukan produksi karena arus kas masuk kecil akibat harga. Tehnik berikutnya adalah dengan besar-besaran (overproduction). Manajer dari perusahaan manufaktur dapat melakukan produksi besar-besaran yaitu memproduksi barang lebih besar daripada yang dibutuhkan dengan tujuan mencapai permintaan yang diharapkan sehingga laba dapat meningkat. Produksi dalam skala besar menyebabkan biaya overhead tetap dibagi dengan jumlah unit barang yang besar sehingga rata-rata biya per unit dan harga pokok penjualan menurun. Penurunan harga pokok penjualan ini akan berdampak pada peningkatan margin operasi. Dampak lain dari penurunan harga pokok per unit barang yang diproduksi besar-besaran adalah arus kas kegiatan operasi lebih rendah daripada tingkat penjualan normal. Thomas dan Zhang (2002) menemukan bahwa perusahaan melakukan produksi besar-besaran dengan tujuan untuk meningkatkan laba yang dilaporkan. Menaikkan laba atau menghindari laba negatif atau rugi juga dapat dilakukan dengan mengurangi biaya diskresi. Biaya diskresi yang dapat dikurangi adalah biaya iklan, biaya penelitian dan pengembangan, dan biaya penjualan, umum, dan administrasi seperti biaya pelatihan karyawan dan biaya perbaikan dan perjalanan. Oktorina dan Hutagaol (2008) menyatakan bahwa tujuan dari manipulasi aktivitas riil adalah menghindari melaporkan kerugian yang dilakukan dengan menggunakan faktor-faktor yang berpengaruh pada laba yang dilaporkan yaitu rekening-rekening yang masuk ke laporan laba rugi. Hal ini menyebabkan penjualan yang dilaporkan meningkat sehingga laba yang dilaporkan pada periode tersebut meningkat. Selain berdampak terhadap laba yang meningkat, manipulasi aktivitas riil ini juga berdampak terhadap arus kas yang dilaporkan pada periode yang bersangkutan. Penelitian Oktorina dan Hutagaol (2008) menemukan bahwa perusahaan yang cenderung melakukan manipulasi aktivitas riil melaporkan arus kas kegiatan operasi dibandingkan dengan seharusnya. sebelumnya yang dilakukan oleh secara abnormal lebih rendah Hasil ini konsisten dengan Roychowdhury (2006) penelitian menemukan bahwa perusahaan yang cenderung melakukan manipulasi aktivitas riil memperlihatkan arus kas kegiatan operasi lebih rendah. Brigham dan Houston (2001) menyatakan bahwa arus kas adalah arus kas masuk operasi dengan pengeluaran yang dibutuhkan untuk mempertahankan arus kas operasi dimasa mendatang. Apabila arus kas yang masuk lebih besar dari arus kas yang keluar, hal ini menunjukkan positive cash flow dan sebaliknya apabila arus kas masuk lebih sedikit daripada arus kas keluar maka arus kas yang terjadi akan negative cash flows. PSAK No. 2 (2009), menyatakan bahwa: “Laporan arus kas harus melaporkan arus kas selama periode tertentu dan diklasifikasikan menurut aktivitas operasi, investasi dan pendanaan”. Dalam PSAK No. 2 dijelaskan bahwa arus kas dari kegiatan operasi merupakan arus kas yang berasal dari aktivitas penghasil utama pendapatan perusahaan (principal revenue producing activities) dan aktivitas lain yang bukan merupakan aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan. Arus kas dari aktivitas investasi menurut PSAK No.2 mencerminkan penerimaan dan pengeluaran kas sehubungan dengan sumber d aya yang ditujukan untuk menghasilkan pendapatan dan arus kas masa d epan. Arus kas dari aktivitas pendanaan berasal dari aktivitas ini merupakan arus kas yang menyebabkan perubahan dalam struktur modal atau pinjaman perusahaan. 2.4. Arus Kas Kegiatan Operasi Aktivitas operasi adalah aktivitas penghasil utama pendapatan perusahaan (principal revenue-producing activities) dan aktivitas lain yang bukan merupakan aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan. Kas dan setara kas dari aktivitas operasi merupakan indikator untuk menentukan apakah perusahaan dapat menghasilkan kas yang cukup untuk melunasi pinjaman, memelihara kemampuan operasi perusahaan, membayar dividen dan melakukan investasi baru tanpa mengandalkan sumber pendanaan luar. Dalam melaporkan arus kas dari aktivitas operasi dapat menggunakan metode yang terdapat dalam PSAK no. 2 (2009). terdapat dua metode pelaporan arus kas dari aktivitas operasi. Metode langsung Metode ini mengungkapkan kelompok utama dari penerimaan kas bruto dan pengeluaran kas bruto. Dalam metode ini setiap perkiraan pendapat dan pengeluaran kas sehingga menggambarkan penerimaan dan pembayaran actual dari kas. Jadi metode langsung memfokuskan pada arus kas daripada laba bersih akrual, oleh karena itu dianggap lebih informative dan terperinci. Informasi mengenai kelompok utama dari penerimaan dan pengeluaran kas bruto dijelaskan PSAK No.2 (2009), sebagai berikut : dengan metode langsung, informasi mengenai kelompok utama penerimaan kas bruto dan pengeluaran kas bruto dapat diperoleh baik: a. Dari catatan akuntansi perusahaan b. Dengan menyesuaikan penjualan, beban pokok penjualan, dan pos-pos lain dalam laporan laba rugi untuk : 1). Perubahan persediaan, piutang usaha dan hutang usaha dalam periode berjalan 2) Pos bukan kas lainnyaPos lain yang berkaitan dengan arus kas investasi dan pendanaan Metode tidak langsung Berdasarkan PSAK No.2 (2009): Dengan metode ini laba rugi bersih disesuaikan dengan mengoreksi pengaruh dari transaksi bukan kas, penangguhan (deferral) atau akrual dari penerimaan atau pembayaran kas untuk operasi di masa lalau dan masa depan, dan unsur penghasilan atau beban yang berkaitan dengan arus kas investasi dan pendanaan. Dalam PSAK No.2 (2009) diatur mengenai penentuan arus kas bersih dalam aktivitas operasi dengan metode tidak langsung yang ditentukan dengan menyesuaikan laba atau rugi bersih dari pengaruh : a. Perubahan persediaan dan piutang usaha serta hutang usaha selama periode berjalan b. Pos bukan kas seperti penyusutan, penyisihan, pajak ditangguhkan, keuntungan dan kerugian valuta asing yang belum direalisasi, laba perusahaan asosiasi yang belum dibagikan dan hak minoritas dalam laba/rugi konsolidasi c. Semua pos lain yang berkaitan dengan arus kas investasi dan pendanaan. Jadi pada dasarnya rekonsiliasi laba metode tidak langsung ini merupakan bersih yang diperoleh perusahaan. Metode ini memberikan suatu rangkaian hubungan antara laporan arus kas dengan laporan laba rugi dan neraca. IAI dalam PSAK No. 2 (2009). menganjurkan perusahaan untuk menggunakan metode langsung karena metode ini menghasilkan informasi yang berguna dalam mengestimasi arus kas masa depan yang tidak dapat dihasilkan dengan metode tidak langsung. 2.5. Perataan Laba 2.5.1 Pengertian Perataan Laba Perataan laba merupakan normalisasi laba yang dilakukan secara sengaja untuk mencapai trend atau level laba tertentu (Belkoui, 1999). Beidleman (1973) mendifinisikan income smoothing adalah sebagai suatu usaha yang sengaja dilakukan manajemen untuk meratakan atau memfluktuasi tingkat laba sehingga pada saat sekarang dipandang normal bagi suatu perusahaan. Sedangkan Koch (1981) menyatakan bahwa income smoothing merupakan suatu alat yang digunakan manajemen untuk mengurangi variabilitas yang menyolok dari laba yang dilaporkan dalam batas target yang diharapkan dengan manipulasi variabel akuntansi atau transaksi yang terjadi dalam perusahaan. Perataan laba menurut Ball dan Brown (1968) dalam Dewi (2011) adalah usaha untuk mengurangi variabilitas laba, terutama menyangkut dengan perilaku yang ditujukan untuk mengurangi adanya pertambahan abnormal dalam laba yang dilaporkan perusahaan, sedangkan Fudenberg dan Tirole (yang dikutip oleh Stolowy dan Breton, 2000) mengemukakan bahwa income smoothing (perataan laba) adalah suatu proses manipulasi laba yang sengaja diatur pada waktu terjadinya atau usaha yang sengaja dirancang berkaitan dengan pengurangan arus laba yang dilaporkan, bukan pada saat menambah jumlah laba yang dilaporkan dalam jangka panjang. Perataan laba (income smoothing) adalah cara yang digunakan oleh manajemen untuk mengurangi variabilitas jumlah laba yang dilaporkan agar sesuai dengan target yang diinginkan dengan cara memanipulasi laba baik secara artificial (melalui metode akuntansi), maupun secara real (melalui transaksi) dalam Salno dan Baridwan (2000). Tindakan ini dapat memberi pengaruh nilai yang positif pada nilai pasar saham perusahaan. Hal ini disebabkan dengan trend perataan laba akan menimbulkan penilaian berupa resiko yang rendah. Sedangkan menurut Biedelman, (1973) dan Acharya dan Bart (2011) perataan laba sering dilakukan oleh manajemen untuk memperbaiki citra perusahaan di mata pihak internal karena variabilitas laba yang dimiliki terlihat bagus atau tidak terlalu fluktuatif setiap periodenya, sehingga mampu memberikan gambaran laba di periode yang akan datang. 2.5.2 Sasaran Perataan Laba Syahriana (2006), Rahmawati, Muid (2012) menyatakan, sasaran perataan laba dapat dilakukan terhadap aktivitas-aktivitas yang dapat digunakan oleh manajemen untuk mempengaruhi aliran data atau informasi demi menciptakan laporan keuangan yang sesuai yang diinginkan. Manajer dapat memasukkan informasi yang seharusnya dilaporkan pada periode yang akan datang ke dalam laporan periode ini atau sebaliknya tidak melaporkan informasi periode ini untuk dilaporkan pada periode yang akan datang. Jin dan Machfoedz (1999) menyatakan instrument (sasaran) yang biasa digunakan dalam perataan laba antara lain pendapatan, kebijakan deviden, perubahan dalam kebijakan akuntansi, investasi, depresiasi dan biaya tetap, perbedaan mata uang, klasifikasi akuntansi dan pencatatan. Pos–pos tertentu pada laporan keuangan yang sering digunakan sebagai sasaran manajemen untuk melakukan perataan laba adalah : Foster (1975). 1). Unsur penjualan a). Saat pembuatan faktur. Sebagai contoh, penjualan yang sebenarnya untuk periode yang akan datang pembuatan fakturnya dilakukan pada periode ini dan dilaporkan sebagai penjualan periode ini. b). Pembuatan pesanan atau penjualan fiktif. c). Downgrading (penurunan) produk, sebagai contoh, dengan cara mengklasifikasikan produk yang belum rusak ke dalam kelompok produk rusak dan selanjutnya dilaporkan telah terjual dengan harga yang lebih rendah dari harga yang sebenarnya. 2). Unsur biaya a). Memecah-mecah faktur, misalnya faktur untuk sebuah pembelian atau pesanan dipecah menjadi beberapa pembelian atau pesanan dan selanjutnya dibuatkan beberapa faktur dengan tanggal yang berbeda kemudian dilaporkan dalam beberapa periode akuntansi. b).Pos-pos biaya, misalnya mencatat prepayment (biaya dibayar dimuka) dianggap sebagai biaya pada periode saat ini. 2.5.3. Alasan Dilakukannya Perataan Laba Banyak penelitian yang telah dilakukan menjelaskan alasan-alasan yang mendorong manajer untuk melakukan tindakan perataan laba. Menurut Hepworth (1953) yang didukung Ashari, dkk (1994) dan Zuhroh (1996), bahwa tindakan perataan laba merupakan tindakan yang logis dan rasional bagi manajer untuk meratakan laba dengan menggunakan cara atau metode akuntansi tertentu. Beberapa alasan seorang manajer melakukan praktik perataan laba dalam (Syahriana, 2006) adalah sebagai berikut : 1). Aliran laba yang merata dapat meningkatkan keyakinan para investor karena laba yang stabil akan mendukung kebijaksanaan dividen yang stabil pula sebagaimana yang diinginkan para investor. 2). Penyusunan pos pendapatan dan biaya secara bijaksana yang melalui periode beberapa metode tertentu, manajemen dapat mengurangi kewajiban perusahaan secara keseluruhan. 3). Perataan laba dapat meningkatkan hubungan antara manajer dan pekerja karena kenaikan yang tajam dalam laba yang dilaporkan dapat menimbulkan permintaan upah yang lebih tinggi bagi para karyawan. 4). Aliran laba yang merata dapat memiliki pengaruh psikologis pada ekonomi dalam hal kenaikan atau penurunan dapat dihindarkan serta rasa pesimis dan optimis dapat dikurangi. 2.5.4. Terjadinya Perataan Laba Wolk et. al. (2001:421) dalam Dewi (2011) menyatakan bahwa income smoothing merupakan suatu cara yang mampu mengurangi resiko yang tidak sistematis dalam portofolio, sehingga dengan demikian perlu diperhatikan tiga cara menyangkut perilaku perataan laba yang dapat diterima antara lain 1). Manajemen dapat menentukan waktu terjadinya kejadian tertentu melalui kebijakan yang dimiliki (misalnya biaya riset dan pengembangan) untuk mengurangi variasi laba yang dilaporkan. Sebagai alternatif manajer juga dapat menentukan waktu pengakuan kejadian tersebut. Jadi perataan laba dapat dilakukan dengan pengendalian saat terjadinya atau saat pengakuan suatu kejadian. 2). Mengubah metode akuntansi, dalam hal ini manajer dapat mengalokasikan pendapatan atau biaya tertentu untuk beberapa periode akuntansi. 3). Manajer memiliki kebijakan sendiri dalam mengklasifikasikan pos-pos laba rugi tertentu kedalam kategori berbeda. Contohnya pendapatan dan biaya yang tidak berulang-ulang dapat diklasifikasikan sebagai ordinary/ extraordinary item untuk menimbulkan kesan yang lebih merata pada ordinary income yang dilaporkan. Sedangkan cara-cara yang dapat digunakan untuk melakukan perataan laba menurut Barnea, Ronen dan Sadan (1975) adalah: a) Melalui kejadian-kejadian dan pengakuan. Maksudnya, untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan manajemen dapat mengatur suatu tindakan atau keputusan, misalnya yang berkaitan dengan pelaksanaan penelitian dan pengembangan. b) Melalui alokasi. Manajemen melakukan perataan dengan mengalokasikan pendapatan atau biaya selama beberapa periode pelaporan. c) Melalui klasifikasi. Manajemen melakukan perataan dengan mengklasifikasi laba sebagai ordinary atau extraordinary item. 2.5.5. Tujuan Perataan Laba Beidleman (1973), mengemukakan bahwa tujuan perataan laba untuk mengurangi fluktuasi pada pelaporan laba dan mengurangi resiko sehingga harga sekuritas yang tinggi menarik perhatian pasar. Suwito dan Herawaty (2005) mengungkapkan bahwa tujuan perataan laba adalah untuk memperbaiki citra perusahaan dimata pihak eksternal dan menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki risiko yang rendah. Disamping itu, memberikan informasi yang relevan dalam melakukan prediksi terhadap laba pada masa yang akan datang, meningkatkan persepsi pihak eksternal terhadap kemampuan manajemen, dan meningkatkan kompensasi bagi pihak manajemen. 2.6. Kinerja Pasar Kinerja pasar merupakan suatu ukuran kinerja perusahaan yang diukur dari tingkat pengembalian inestasi jangka panjang perusahaan atau return saham. Komponen arus kas dari operasi dan pendanaan memiliki hubungan dengan return (Livnat dan Zarowin, 1990 ). Tingkat pengembalian yang diharapkan dapat dilihat dari harga pasar yang ditentukan dan disesuaikan dengan tingkat pengembalian yang diinginkan untuk investor. Menurut Husnan dan Pudjiastuti (2004) perusahaan yang memiliki kemampuan untuk meningkatkan laba, cenderung harga sahamnya juga akan meningkat, karena jika perusahaan memperoleh laba yang semakin besar, maka secara teoritis perusahaan akan mampu membagikan deviden yang semakin besar dan akan berpengaruh secara positif terhadap return saham. diukur Kinerja pasar merupakan suatu ukuran kinerja perusahaan yang dari tingkat pengembalian investasi (return) jangka panjang perusahaan atau return saham. Tingkat pengembalian yang diharapkan dapat dilihat dari harga pasar yang ditentukan dan disesuaikan dengan tingkat pengembalian yang diinginkan untuk investor. Untuk para investor tingkat pengembalian yang diharapkan sama dengan tingkat pengembalian yang diharapkan mereka, oleh karena itu mereka mau membayar harga pasar yang sekarang berlaku untuk sekuritas tersebut. (Livnat dan Zarowin, 1990 ). Jika manajer menginvestasikan kembali pada tingkat pengembalian yang lebih besar dari tingkat pengembalian yang dinginkan investor maka akan berdampak pada meningkatnya nilai pada perusahaan. Sedangkan jika menajer berinvestasi pada tingkat yang lebih rendah daripada tingkat pengembalian yang diinginkan untuk para investor maka nilai perusahaan sebenarnya akan turun. 2.7. Dampak Manipulasi Aktivitas Riil Terhadap Kinerja Pasar Manipulasi aktivitas riil dilakukan untuk menghindari melaporkan kerugian dengan menggunakan faktor-faktor yang berpengaruh pada laba yang dilaporkan (Oktorina dan Hutagaol, 2008). Perusahaan berusaha menampakkan laba yang tinggi pada laporan keuangan agar kinerja keuangan perusahaan tampak baik. Teknik yang dapat dilakukan dalam manipulasi aktivitas riil untuk menaikkan laba perusahaan antara lain dengan manajemen penjualan, over production, dan pengurangan biaya diskresi (Roychowdhury, 2003). Pertumbuhan laba yang terus meningkat dari tahun ke tahun memberikan sinyal positif mengenai prospek perusahaan di masa depan, karena laba merupakan salah ukuran kinerja perusahaan. Menurut Husnan dan Pudjiastuti (1998) perusahaan yang memiliki kemampuan untuk meningkatkan laba, cenderung harga sahamnya juga akan meningkat, karena jika perusahaan memperoleh laba yang semakin besar, maka secara teoritis perusahaan akan mampu membagikan deviden yang semakin besar dan akan berpengaruh secara positif terhadap return saham. 2.8. Penelitian Terdahulu Saputri, Sudarno (2012) melakukan peneltian tentang manipulasi aktivitas riil melalui arus kas kegiatan operasi hasil menunjukkan mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja pasar, penelitian ini menggunakan sampel perusahaan yang masuk SAW 100 yaitu 100 perusahaan terbaik menurut SWA 100 yang terdaftar sebagai “Indonesia’s Best Wealth Creators” periode 2007 sampai dengan 2011, Roychowdhury aktivitas riil dan (2006) melakukan penelitian tentang manipulasi hasilnya, perusahaan yang cenderung melakukan manipulasi aktivitas riil memperlihatkan arus kas kegiatan operasi yang lebih rendah, dan mendifinisikan bahwa menajemen laba riil adalah sebagai perbedaan praktik operasi yang dilakukan dengan praktik-praktik operasi normal, yang dimotivasi oleh keinginan manajemen untuk memberikan pemahaman yang salah kepada pemegang saham agar mereka percaya bahwa tujuan normal pelaporan keuangan tertentu telah dicapai sesuai praktik operasi perusahaan. Perbedaan yang dilakukan ini tidak memberikan kontribusi terhadap nilai perusahaan meskipun dengan tindakan ini memungkinkan manajer mencapai tujuan pelaporan. Penelitian Oktorina dan Hutagaol (2008) perusahaan menemukan bahwa yang diduga cenderung melakukan manipulasi aktivitas riil melalui arus kas kegiatan operasi memiliki kinerja pasar yang lebih tinggi dibanding perusahaan yang diduga cenderung tidak melakukan manipulasi aktivitas riil melalui arus kas kegiatan operasi. Penelitian Agmarina, Yuyeta (2011), tentang dampak aktivitas riil melalui arus kas operasi terhadap kinerja pasar menemukan bahwa Hasil analisis menunjukkan dari 105 sampel yang diteliti, terdapat 93 sampel yang terindikasi cenderung melakukan manipulasi aktivitas riil, sisanya sebesar 12 sampel cenderung tidak melakukan manipulasi aktivitas riil. Sampel yang terindikasi cenderung melakukan manipulasi aktivitas riil dan yang tidak melakukan manipulasi aktivitas riil memiliki perbedaan rerata CAR yang signifikan. 2.9. Kerangka Berpikir Manipulasi aktivitas riil yang dilakukan melalui arus kas kegiatan operasi pada peningkatan laba merupakan ukuran kinerja keuangan perusahaan. Pertumbuhan laba yang terus meningkat dari tahun ke tahun memberikan sinyal positif mengenai prospek perusahaan, semakin tinggi laba yang dicapai perusahaan mengindikasikan semakin baik kinerja perusahaan. (Roychowdhury, 2006). Perusahaan yang cenderung melakukan manipulasi aktivitas riil melalui arus kas kegiatan operasi memiliki rerata CAR yang lebih tinggi dibanding perusahaan yang cenderung tidak melakukan manipulasi aktivitas riil melalui arus kas kegiatan operasi (Agmarina, Yuyeta, 2011). Sedanglkan Penelitian yang dilakukan Oktorina dan Hutagaol (2008) menyatakan bahwa kinerja pasar perusahaan yang diduga cenderung melakukan manipulasi aktivitas riil melalui arus kas kegiatan operasi lebih tinggi dibanding dengan kinerja pasar perusahaan yang diduga cenderung tidak melakukan manipulasi aktivitas riil melalui arus kas kegiatan operasi. Hal ini dikarenakan, adanya manipulasi aktivitas riil yang dilakukan perusahaan akan membuat annual report perusahaan tampak baik, sehingga permintaan saham meningkat. Permintaan saham yang semakin tinggi menunjukkan kinerja pasar yang semakin tinggi. Selain aktivitas riil untuk untuk melakukan tindakan yang dapat membuat laporan keuangan menjadi lebih baik dari kenyataannya, dan salah satu tindakan yang umum dilakukan oleh manajemen adalah tindakan perataan laba, karena manajemen sebagai pihak yang menyusun laporan keuangan dalam menginformasikan kinerja dan sumber dalam mengevaluasi performance perusahaan (Januar, Suryono, 2007). Uraian tersebut digambarkan dalam kerangka pemikiran dibawah ini: Variabel Independen 1. Aktivitas Riil Melalui Kegiatan Operasi 2. Aktivitas riil Melalui biaya deskresioner 3. Aktivitas riil Melalui biaya produksi. 4. Perataan Laba Variabel Kontrol 5. Size (Log TA) 6. Net Income Kinerja Pasar (CAR) Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran 2.10. Perumusan Hipotesis Investor sebagai principal melihat tren harga saham sebagai patokan kinerja pasar sebuah perusahaan, jika harga saham perusahaan meningkat maka kinerja pasar perusahaan baik. Kecenderungan investor yang hanya mengetahui sedikit informasi mengenai perusahaan membuat manajer atau agent memiliki kesempatan untuk melakukan manipulasi laba, salah satunya melalui manipulasi aktivitas riil adalah melalui arus kas kegiatan operasi. Abnormal levels of operating cash flow adalah usaha manajemen untuk meningkatkan penjualan secara temporer dengan menawarkan diskon harga atau memperlunak kredit yang diberikan (Roychowdhury, 2006). Cara manajer meningkatan volume penjualan adalah dengan memberikan penawaran diskon harga pada waktu tertentu. Hal itu akan menyebabkan arus kas masuk menjadi besar, namun arus kas masuk per penjualan, diskon bersih dari tambahan penjualan, lebih rendah dari arus kas per normal penjualan atau terjadi penurunan margin (Roychowdhury, 2006). Tindakan lain yang dilakukan manajemen untuk meningkatkan volume penjualan adalah menawarkan kredit lunak. Sebagai contoh sebuah perusahaan memberikan penawaran tingkat bunga kredit yang lebih rendah (zero-percent financing) pada akhir tahun fiskal. Volume penjualan yang meningkat menyebabkan laba tahun berjalan tinggi namun arus kas menurun karena arus kas masuk kecil akibat penjualan kredit dan diskon harga. H1: Manipulasi aktivitas riil melalui Abnormal levels of operating cash flow berpengaruh terhadap kinerja pasar. Abnormal production costs adalah Perus melakukan produksi barang lebih besar daripada yang dibutuhkan dengan tujuan mencapai permintaan yang diharapkan (Roychowdhury, 2006). Produksi dalam jumlah yang besar menyebabkan biaya overhead tetap dibagi terhadap jumlah unit barang produksi yang besar, maka biaya tetap per unit rendah. Rendahnya biaya tetap per unit barang produksi mengakibatkan laba per unit meningkat dan harga pokok penjualan menurun. Penurunan harga pokok penjualan ini akan berdampak pada peningkatan margin operasi. Di sisi lain dampak dari penurunan harga pokok per unit barang yang diproduksi besar-besaran adalah arus kas kegiatan operasi lebih rendah daripada tingkat penjualan normal. Perusahaan melakukan produksi yang besar bertujuan untuk meningkatkan laba. H2: Manipulasi aktivitas riil melalui Abnormal production costs berpengaruh terhadap kinerja pasar. Abnormal discretionary expenses adalah biaya diskresioner seperti biaya iklan, biaya penelitian dan pengembangan, dan biaya penjualan, umum, dan administrasi seperti biaya pelatihan karyawan dan biaya perbaikan dan perjalanan. Perusahaan sering melakukan pengurangan terhadap biaya-biaya ini pada akhir periode yang menyebabkan laba meningkat dan biaya yang dilaporkan menurun. Pengurangan biaya diskresioner akan memperkecil arus kas keluar dan memiliki dampak positif terhadap arus kas kegiatan operasi abnormal pada periode sekarang, namun akan menimbulkan risiko rendahnya arus kas di masa yang akan datang (Roychowdhury, 2006). Agmarina, Yuyeta (2011) dalam penelitiannya menemukan bahwa arus kas kegiatan operasi memiliki pengaruh atau dampak terhadap kinerja pasar perusahaan. Hal ini sesuai dengan teori agensi, yaitu didalam perusahaan terdapat konflik kepentingan dan asimetri informasi yang menyebabkan perusahaan melakukan manajemen laba dan memiliki laba yang tinggi, sehingga berdampak pada peningkatan harga saham serta pengembalian investasi. Oktorina dan Hutagaol (2008) aktivitas bahwa meneliti hubungan manipulasi riil dan kinerja pasar. Penelitian tersebut berhasil membuktikan kinerja pasar perusahaan yang diduga cenderung melakukan manipulasi aktivitas riil melalui arus kas kegiatan operasi lebih tinggi dibanding dengan kinerja pasar perusahaan yang diduga cenderung tidak melakukan manipulasi aktivitas riil melalui arus kas kegiatan operasi. H3: Manipulasi aktivitas riil melalui Abnormal discretionary expenses berpengaruh terhadap kinerja pasar. Selain aktivitas riil untuk melakukan tindakan yang dapat membuat laporan keuangan menjadi lebih baik dari kenyataannya dan salah satu tindakan yang umum dilakukan oleh manajemen adalah tindakan perataan laba. Perataan laba merupakan normalisasi laba yang dilakukan secara sengaja untuk mencapai trend atau level tertentu (Rahmawati,2012:147). Tindakan manajemen untuk melakukan perataan laba umumnya didasarkan atas berbagai alasan di antaranya untuk memuaskan kepentingan pemilik perusahaan seperti menaikkan nilai perusahaan atau menaikkan harga saham perusahaan (Kirschenheiter dan Melumad, 2002), Namun jika manajemen berada dalam kondisi tidak dapat mencapai target laba yang telah ditentukan sebelumnya, manajemen perusahaan cenderung memilih untuk menampilkan informasi mengenai laba dalam laporan keuangan yang telah dilakukan perekayasaan hingga mencapai target laba yang ditentukan, karena manajemen sebagai pihak yang menyusun laporan keuangan dalam menginformasikan kinerja dan sumber dalam mengevaluasi performance perusahaan (Januar, Suryono, 2007). H4: Perataan laba berpengaruh terhadap kinerja pasar.