BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Teori

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Teori Agensi
Teori agensi
principal
adalah
teori yang
mendasari hubungan
antara
dan agent (Anthony dan Govindarajan, 2002). Asumsi teori
agensi adalah bahwa semua individu bertindak atas kepentingan
mereka sendiri. Manajer sebagai agent secara moral bertanggungjawab
untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal), namun di
sisi
lain
manajer
juga
berkepentingan
memaksimumkan
kesejahteraannya. Anthony dan Govindarajan (2002) menyatakan bahwa
hubungan agensi muncul ketika salah satu pihak (principal) menyewa
pihak
lain
mendelegasikan
(agent)
untuk
melaksanakan
pertanggung-jawaban
atas
suatu jasa. Principal
decision making
kepada
agent, dapat pula dikatakan bahwa principal memberikan suatu amanah
kepada agent untuk melaksanakan tugas tertentu sesuai dengan kontrak
kerja yang telah disepakati bersama.
Menurut Jansen dan Meckling (1976)
dalam Ujiyantho dan
Pramuka (2007) teori agensi menjelaskan mengenai sebuah kontrak
antara manajer (agent) dengan pemilik (principal). Teori agensi
mendasarkan
hubungan
perusahaan, dimana
kontrak
principal
antara anggota-anggota dalam
dan agent
sebagai
pelaku
utama.
Principal itu sendiri merupakan pihak yang memberikan mandat
kepada agent untuk bertindak atas nama principal, sedangkan agent
merupakan pihak yang diberi amanat oleh principal untuk menjalankan
perusahaan. Agent berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan apa
yang telah diamanatkan oleh principal kepadanya.
Wujud
mengatur
sendiri
nyata
teori agensi
terdapat
pada kontrak kerja yang
hak dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak kerja itu
merupakan
seperangkat aturan yang mengatur mengenai
mekanisme bagi hasil, baik berupa keuntungan, return maupun resikoresiko yang disetujui oleh principal dan agent.
Kontrak
kerja
akan
menjadi optimal apabila mampu menyeimbangkan antara principal dan
agent, dimana agent melaksanakan kewajibannya secara optimal dan
pemberian insentif/imbalan khusus yang memuaskan dari principal
ke
agent. Jadi dapat disimpulkan bahwa teori agensi adalah pendesainan
kontrak yang tepat untuk menyelaraskan kepentingan principal dan
agent dalam hal terjadi konflik kepentingan (Scott, 2011). Konflik
kepentingan ini diasumsikan oleh teori agensi bahwa semua individu
bertindak atas kepentingan mereka sendiri. Dimana agent, secara moral
bertanggungjawab
untuk
mengoptimalkan
keuntungan
para pemilik
(principal), namun disisi lain agent juga mempunyai kepentingan
memaksimumkan kesejahteraan mereka.
Scott (2011) menyatakan bahwa perusahaan mempunyai banyak
kontrak,
manajernya
misalnya
dan
kontrak
kontrak
kerja antara perusahaan dengan para
pinjaman
antara
perusahaan
dengan
krediturnya. Kontrak kerja yang dimaksudkan adalah kontrak kerja
antara pemilik modal dan manajer perusahaan, dimana antara agent dan
principal
ingin
memaksimumkan
utility
masing-masing
dengan
informasi yang dimiliki. Agent memiliki lebih banyak informasi (full
information) dibanding dengan principal, sehingga menimbulkan adanya
asimetri informasi. Informasi yang lebih banyak dimiliki oleh agent
dapat memicu agent untuk melakukan tindakan-tindakan yang sesuai
dengan keinginan dan kepentingannya untuk memaksimumkan utility.
Berbeda dengan agent, pemilik modal dalam hal ini investor, akan sulit
untuk mengontrol secara efektif tindakan yang dilakukan oleh manajemen
karena hanya memiliki sedikit informasi. Oleh karena itu, terkadang
kebijakan-kebijakan tertentu yang diterapkan oleh manajemen perusahaan,
ditetapkan tanpa sepengetahuan pemilik modal atau investor.
Dalam teori agensi agent dan principal ingin memaksimumkan
keuntungan masing-masing dengan informasi yang dimiliki. Namun agent
memiliki banyak informasi (full information) dibandingkan dengan
principal, sehingga menimbulkan adanya asimetri informasi. Asimetri
informasi itu sendiri adalah ketidakseimbangan informasi yang dimiliki
oleh principal dan agent, ketika principal tidak memiliki informasi yang
cukup tentang kinerja agent . Sebaliknya, agent memiliki lebih banyak
informasi mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja dan perusahaan secara
keseluruhan (Widyaningdyah, 2001).
Karena agent memiliki informasi yang lebih banyak, agent terpicu
untuk melakukan tindakan-tindakan yang sesuai dengan keinginan dan
kepentingannya
untuk
memaksimumkan
keuntungan. Sedangkan
principal disini akan sulit untuk mengkontrol secara efektif tindakan
yang dilakukan oleh agent karena hanya memiliki sedikit informasi.
Asimetri informasi dan konflik kepentingan ini lah yang mendorong
agen
untuk
menyajikan
informasi
yang tidak sebenarnya kepada
principal.
Penyimpangan
yang
dapat
terjadi adalah manajemen mem-
pengaruhi tingkat laba yang ditampilkan dalam laporan keungan atau
yang sering disebut manajemen laba (Herawati, 2008). Dikatakan oleh
Watts (1986)
bahwa hubungan
agensi kaitannya dengan
laporan
keuangan perusahaan sangat dipengaruhi oleh kepentingan pasar dan
politik.
2.2. Manajemen Laba
Manajemen
laba
adalah pemilihan kebijakan akuntansi oleh
manajer untuk mencapai tujuan khusus. Manajemen laba tersebut
sebagai proses mengambil langkah yang disengaja dalam batas prinsip
akuntansi
yang
berterima
umum baik didalam maupun diluar batas
General Accepted Accounting Princips (GAAP). Manajemen laba adalah
campur tangan manajemen dalam proses pelaporan keuangan dengan
tujuan untuk menguntungkan diri sendiri. Menurut
(1998)
manajemen
laba
terjadi
ketika
Healy dan wahlen
manajer menggunakan
pertimbangan dalam pelaporan keuangan dan penyusunan transaksi
untuk merubah laporan keuangan dengan tujuan untuk memanipulasi
besaran laba kepada beberapa stakeholders tentang ekonomi perusahaan
atau untuk mempengaruhi hasil perjanjian yang tergantung pada angkaangka akuntansi yang dilaporkan.
Terdapat dua tujuan yang memotivasi para manajer melakukan
manajemen laba, yaitu tujuan oportunis dan tujuan informasi (signaling)
kepada investor
merugikan
Murhadi (2009). Tujuan oportunis
pemakai
disampaikan
laporan
manajemen
menggambarkan
nilai
keuangan
menjadi
fundamental
tidak
mungkin
dapat
karena informasi
yang
akurat dan juga tidak
perusahaan. Sikap
oportunis ini
dinilai sebagai sikap curang manajemen perusahaan yang diimplikasikan
dalam laporan keuangannya pada saat menghadapi intertemporal choice
(kondisi
tertentu
yang
memaksa eksekutif tersebut menggunakan keputusan
dalam melaporkan kinerja yang menguntungkan bagi dirinya
sendiri ketika menghadapi situasi tertentu).
Manajemen
laporan
laba tidak selalu berdampak buruk bagi pemakai
keuangan, manajemen
laba
yang dilakukan untuk tujuan
informatif (signaling) kemungkinan besar membawa dampak yang baik
bagi
pemakai
laporan keuangan, karena manajer akan berusaha
menginformasikan
kesempatan
dimasa yang akan datang.
yang dapat
diraih
oleh perusahaan
Manajer sangat erat kaitannya
dengan
keputusan yang berhubungan dengan aktivitas investasi maupun operasi
perusahaan, sehingga para manajer memiliki informasi yang lebih baik
mengenai prospek perusahaan dimasa yang akan datang. Oleh karena itu,
manajer
dapat
diinformasikan
mengestimasi
kepada
investor
secara baik laba masa datang
atau
pemakai
laporan
dan
keuangan
lainnya.
2.3. Manajemen Laba Melalui Manipulasi Aktivitas Riil
Menurut Roychowdhury (2006) kegiatan manajemen laba melalui
manipulasi aktivitas riil merupakan kegiatan yang berangkat dari praktek
operasional
yang
normal, yang
dimotivasi oleh
manajer
yang
berkeinginan untuk menyesatkan beberapa stakeholder untuk percaya bahwa
tujuan pelaporan keuangan tertentu telah dipenuhi dalam operasi normal.
Manipulasi aktivitas riil dilakukan oleh manajemen melalui aktivitas
perusahaan sehari-hari selama periode akuntansi berjalan.
Terdapat
dua
alasan
yang mendasari dipilihnya manajemen laba
melalui manipulasi aktivitas riil daripada manipulasi akrual yaitu, (1)
manipulasi akrual lebih sering dijadikan pusat pengamatan atau inspeksi
oleh auditor dan regulator. Sehingga pilihan akuntansi yang dilakukan
terkait dengan akrual pada perusahaan
mempunyai risiko yang lebih
besar terhadap pemeriksaan oleh pihak yang berwenang di pasar modal dan
perusahaan
akan
mendapatkan
sangsi
apabila
terbukti
melakukan
penyimpangan standar akuntansi yang berlaku umum dengan tujuan
untuk memanipulasi laba, dan (2) hanya menitikberatkan perhatian pada
manipulasi
akrual
merupakan
perusahaan
mungkin
mengatur
akrual, misalnya keterbatasan dalam melaporkan akrual
mempunyai
tindakan
yang
fleksibilitas
berisiko. Selain itu,
yang
terbatas
untuk
diskresioner (Graham et al. 2005, Murhadi, 2009).
Kegiatan manipulasi aktivitas riil terjadi sepanjang periode akuntansi
dengan tujuan spesifik yaitu memenuhi target laba tertentu, menghindari
kerugian, dan mencapai target analyst forecast. Selain itu, kegiatan
manipulasi aktivitas riil berdampak tidak hanya pada akrual saja namun juga
pada arus kas.
Manajemen laba melalui aktivitas riil dapat dideteksi melalui arus kas
operasi, biaya diskresioner, dan biaya produksi. Roychowdury (2006)
memberikan bukti bahwa manajer melakukan manipulasi melalui aktivitas
riil dengan memberikan potongan harga untuk meningkatkan penjualan,
mengurangi kos barang yang terjual melalui peningkatan persediaan dan
mengurangi biaya diskresioner untuk meningkatkan laba yang dilaporkan.
Dechow dan Sloan (1996) mengatakan bahwa manajer mengurangi biaya
riset dan pengembangan pada akhir masa jabatan untuk meningkatkan laba
jangka pendek. Sedangkan
Bushee (1998)
konsisten dengan mengurangi
meningkatkan
biaya
menemukan bukti yang
riset dan pengembangan untuk
laba. Burgstahler dan Dichev (1997) , Bandi (2009)
menemukan bukti bahwa analisis peramalan melakukan manajemen laba
untuk menghindari kerugian.
Roychowdhury (2006) mengatakan bahwa manajemen laba melalui
manipulasi aktivitas riil adalah berpindahnya pengelolaan laba dari praktik
operasi normal ke praktik operasi tidak normal, yang dimotivasi oleh
keinginan manajer untuk menipu beberapa stakeholders agar percaya terhadap
laporan keuangan yang dibuat atas dasar operasi normal. Perpindahan dari
praktik operasi normal ke tidak normal tidak memberikan kontribusi terhadap
nilai perusahaan walaupun manajer mencapai sasaran pelaporan. Manajer
yang terlibat manajmen laba mementingkan keuntungan pribadi untuk
mencapai sasaran pelaporan karena mereka bertindak sebagai agent.
Tehnik yang dapat dilakukan dalam manipulasi aktivitas riil antara
lain manajemen penjualan, overproduction, dan pengurangan biaya diskresi
(Roychowdhury, 2004). Manajemen penjualan berkaitan mengenai manajer
yang mencoba menaikkan penjualan selama periode akuntansi dengan
tujuan meningatkan
laba
untuk
memenuhi target laba. Sebagai contoh
manajer melakukan tambahan penjualan atau mempercepat penjualan dari
periode
mendatang
ke
periode
sekarang dengan cara
menawarkan
potongan harga yang
terbatas. Perusahaan juga dapat
menawarkan
jangka waktu kredit yang lunak.
Volume penjualan yang meningkat menyebabkan laba tahun berjalan
tinggi namun arus kas
menurun
penjualan kredit dan potongan
melakukan
produksi
karena
arus
kas masuk kecil akibat
harga. Tehnik berikutnya adalah dengan
besar-besaran
(overproduction). Manajer dari
perusahaan manufaktur dapat melakukan produksi besar-besaran yaitu
memproduksi barang lebih besar daripada yang dibutuhkan dengan tujuan
mencapai permintaan yang diharapkan sehingga laba dapat meningkat.
Produksi
dalam
skala
besar menyebabkan biaya overhead tetap dibagi
dengan jumlah unit barang yang besar sehingga rata-rata biya per unit dan
harga pokok penjualan menurun. Penurunan harga pokok penjualan ini
akan berdampak pada peningkatan margin operasi. Dampak lain dari
penurunan harga pokok per unit barang yang diproduksi besar-besaran
adalah arus kas kegiatan operasi lebih rendah daripada tingkat penjualan
normal.
Thomas dan
Zhang
(2002)
menemukan bahwa perusahaan
melakukan produksi besar-besaran dengan tujuan untuk meningkatkan
laba yang dilaporkan. Menaikkan laba atau menghindari laba negatif atau
rugi juga dapat dilakukan dengan mengurangi biaya diskresi. Biaya diskresi
yang dapat
dikurangi
adalah
biaya
iklan,
biaya
penelitian dan
pengembangan, dan biaya penjualan, umum, dan administrasi seperti biaya
pelatihan karyawan dan biaya perbaikan dan perjalanan.
Oktorina dan Hutagaol (2008)
menyatakan
bahwa tujuan dari
manipulasi aktivitas riil adalah menghindari melaporkan kerugian yang
dilakukan dengan menggunakan faktor-faktor yang berpengaruh pada laba
yang dilaporkan yaitu rekening-rekening
yang masuk ke laporan laba
rugi. Hal ini menyebabkan penjualan yang dilaporkan meningkat sehingga
laba yang dilaporkan pada periode tersebut meningkat.
Selain berdampak terhadap laba yang meningkat, manipulasi aktivitas
riil ini juga berdampak terhadap arus kas yang dilaporkan pada periode
yang bersangkutan. Penelitian Oktorina dan Hutagaol (2008) menemukan
bahwa perusahaan yang cenderung melakukan manipulasi aktivitas riil
melaporkan arus kas kegiatan
operasi
dibandingkan dengan seharusnya.
sebelumnya
yang dilakukan oleh
secara
abnormal
lebih rendah
Hasil ini konsisten dengan
Roychowdhury (2006)
penelitian
menemukan
bahwa perusahaan yang cenderung melakukan manipulasi aktivitas riil
memperlihatkan arus kas kegiatan operasi lebih rendah.
Brigham dan Houston (2001) menyatakan bahwa arus kas adalah
arus kas masuk operasi dengan pengeluaran yang dibutuhkan untuk
mempertahankan arus kas operasi dimasa mendatang. Apabila arus kas yang
masuk lebih besar dari arus kas yang keluar, hal ini menunjukkan positive
cash flow dan sebaliknya apabila arus kas masuk lebih sedikit daripada arus
kas keluar maka arus kas yang terjadi akan negative cash flows.
PSAK No. 2 (2009), menyatakan bahwa: “Laporan arus kas harus
melaporkan arus kas selama periode tertentu dan diklasifikasikan menurut
aktivitas operasi, investasi dan pendanaan”. Dalam PSAK No. 2 dijelaskan
bahwa arus kas dari kegiatan operasi merupakan arus kas yang berasal dari
aktivitas penghasil utama pendapatan perusahaan (principal revenue
producing activities) dan aktivitas lain yang bukan merupakan aktivitas
investasi dan aktivitas pendanaan. Arus kas dari aktivitas investasi menurut
PSAK No.2 mencerminkan penerimaan dan pengeluaran kas sehubungan
dengan sumber d aya yang ditujukan untuk menghasilkan pendapatan dan
arus kas masa d epan. Arus kas dari aktivitas pendanaan berasal dari
aktivitas ini merupakan arus kas yang menyebabkan perubahan dalam
struktur modal atau pinjaman perusahaan.
2.4. Arus Kas Kegiatan Operasi
Aktivitas operasi adalah aktivitas penghasil utama pendapatan perusahaan
(principal revenue-producing activities) dan aktivitas lain yang bukan merupakan
aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan. Kas dan setara kas dari aktivitas
operasi
merupakan indikator untuk menentukan apakah perusahaan dapat
menghasilkan kas yang cukup untuk melunasi pinjaman, memelihara
kemampuan operasi perusahaan, membayar dividen dan melakukan investasi
baru tanpa mengandalkan sumber pendanaan luar.
Dalam melaporkan arus kas dari aktivitas operasi dapat menggunakan
metode yang terdapat dalam PSAK no. 2 (2009). terdapat dua metode
pelaporan arus kas dari aktivitas operasi.
Metode langsung
Metode ini mengungkapkan kelompok utama dari penerimaan kas bruto
dan pengeluaran kas bruto. Dalam metode ini setiap perkiraan pendapat dan
pengeluaran kas sehingga menggambarkan penerimaan dan pembayaran
actual
dari kas. Jadi metode langsung memfokuskan pada arus kas
daripada laba bersih akrual, oleh karena itu dianggap lebih informative dan
terperinci.
Informasi mengenai kelompok utama dari penerimaan dan pengeluaran
kas bruto dijelaskan PSAK No.2 (2009), sebagai berikut : dengan metode
langsung, informasi mengenai kelompok utama penerimaan kas bruto
dan pengeluaran kas bruto dapat diperoleh baik:
a. Dari catatan akuntansi perusahaan
b. Dengan menyesuaikan penjualan, beban pokok penjualan, dan pos-pos
lain dalam laporan laba rugi untuk :
1). Perubahan persediaan, piutang usaha dan hutang usaha dalam periode
berjalan
2) Pos bukan kas lainnyaPos lain yang berkaitan dengan arus kas
investasi dan pendanaan
Metode tidak langsung
Berdasarkan PSAK No.2 (2009): Dengan metode ini laba rugi bersih
disesuaikan dengan mengoreksi pengaruh dari transaksi bukan kas,
penangguhan (deferral) atau akrual dari penerimaan atau pembayaran kas
untuk operasi di masa lalau dan masa depan, dan unsur penghasilan atau
beban yang berkaitan dengan arus kas investasi dan pendanaan.
Dalam PSAK No.2 (2009) diatur mengenai penentuan arus kas bersih
dalam aktivitas operasi dengan metode tidak langsung yang ditentukan
dengan menyesuaikan laba atau rugi bersih dari pengaruh :
a. Perubahan persediaan dan piutang usaha serta hutang usaha selama
periode berjalan
b. Pos bukan kas seperti penyusutan, penyisihan, pajak ditangguhkan,
keuntungan dan kerugian valuta asing yang belum direalisasi, laba
perusahaan asosiasi yang belum dibagikan dan hak minoritas dalam
laba/rugi konsolidasi
c. Semua pos lain yang berkaitan dengan arus kas investasi dan pendanaan.
Jadi pada dasarnya
rekonsiliasi laba
metode
tidak
langsung ini merupakan
bersih yang diperoleh perusahaan. Metode ini
memberikan suatu rangkaian hubungan antara laporan arus kas dengan
laporan laba rugi dan neraca.
IAI dalam PSAK No. 2 (2009).
menganjurkan perusahaan untuk menggunakan metode langsung karena
metode ini menghasilkan informasi yang berguna dalam mengestimasi
arus kas masa depan yang tidak dapat dihasilkan dengan metode tidak
langsung.
2.5. Perataan Laba
2.5.1 Pengertian Perataan Laba
Perataan laba merupakan normalisasi laba yang dilakukan secara
sengaja untuk mencapai trend atau level laba tertentu (Belkoui, 1999).
Beidleman (1973) mendifinisikan income smoothing adalah sebagai
suatu usaha yang sengaja dilakukan manajemen untuk meratakan atau
memfluktuasi tingkat laba sehingga pada saat sekarang dipandang
normal bagi suatu perusahaan. Sedangkan Koch (1981) menyatakan
bahwa income smoothing merupakan suatu alat yang digunakan
manajemen untuk mengurangi variabilitas yang menyolok dari laba yang
dilaporkan dalam batas target yang diharapkan dengan manipulasi
variabel akuntansi atau transaksi yang terjadi dalam perusahaan.
Perataan laba menurut Ball dan Brown (1968) dalam Dewi (2011)
adalah usaha untuk mengurangi variabilitas laba, terutama menyangkut
dengan perilaku yang ditujukan untuk mengurangi adanya pertambahan
abnormal dalam laba yang dilaporkan perusahaan, sedangkan Fudenberg
dan Tirole (yang dikutip oleh Stolowy dan Breton, 2000) mengemukakan
bahwa income smoothing (perataan laba) adalah suatu proses manipulasi
laba yang sengaja diatur pada waktu terjadinya atau usaha yang sengaja
dirancang berkaitan dengan pengurangan arus laba yang dilaporkan,
bukan pada saat menambah jumlah laba yang dilaporkan dalam jangka
panjang.
Perataan laba (income smoothing) adalah cara yang digunakan
oleh manajemen untuk mengurangi variabilitas jumlah laba yang
dilaporkan agar sesuai dengan target yang diinginkan dengan cara
memanipulasi laba baik secara artificial (melalui metode akuntansi),
maupun secara real (melalui transaksi) dalam Salno dan Baridwan
(2000). Tindakan ini dapat memberi pengaruh nilai yang positif pada
nilai pasar saham perusahaan. Hal ini disebabkan dengan trend perataan
laba akan menimbulkan penilaian berupa resiko yang rendah. Sedangkan
menurut Biedelman, (1973) dan Acharya dan Bart (2011) perataan laba
sering dilakukan oleh manajemen untuk memperbaiki citra perusahaan di
mata pihak internal karena variabilitas laba yang dimiliki terlihat bagus
atau tidak terlalu fluktuatif setiap periodenya, sehingga mampu
memberikan gambaran laba di periode yang akan datang.
2.5.2 Sasaran Perataan Laba
Syahriana (2006), Rahmawati, Muid (2012) menyatakan, sasaran
perataan laba dapat dilakukan terhadap aktivitas-aktivitas yang dapat
digunakan oleh manajemen untuk mempengaruhi aliran data atau
informasi demi menciptakan laporan keuangan yang sesuai yang
diinginkan. Manajer dapat memasukkan informasi yang seharusnya
dilaporkan pada periode yang akan datang ke dalam laporan periode ini
atau sebaliknya tidak melaporkan informasi periode ini untuk dilaporkan
pada periode yang akan datang. Jin dan Machfoedz (1999) menyatakan
instrument (sasaran) yang biasa digunakan dalam perataan laba antara
lain pendapatan, kebijakan deviden, perubahan dalam kebijakan
akuntansi, investasi, depresiasi dan biaya tetap, perbedaan mata uang,
klasifikasi akuntansi dan pencatatan.
Pos–pos tertentu pada laporan keuangan yang sering digunakan
sebagai sasaran manajemen untuk melakukan perataan laba adalah :
Foster (1975).
1). Unsur penjualan
a). Saat pembuatan faktur. Sebagai contoh, penjualan yang
sebenarnya untuk periode yang akan datang pembuatan fakturnya
dilakukan pada periode ini dan dilaporkan sebagai penjualan
periode ini.
b). Pembuatan pesanan atau penjualan fiktif.
c). Downgrading (penurunan) produk, sebagai contoh, dengan cara
mengklasifikasikan produk yang belum rusak ke dalam kelompok
produk rusak dan selanjutnya dilaporkan telah terjual dengan harga
yang lebih rendah dari harga yang sebenarnya.
2). Unsur biaya
a). Memecah-mecah faktur, misalnya faktur untuk sebuah pembelian
atau pesanan dipecah menjadi beberapa pembelian atau pesanan
dan selanjutnya dibuatkan beberapa faktur dengan tanggal yang
berbeda kemudian dilaporkan dalam beberapa periode akuntansi.
b).Pos-pos biaya, misalnya mencatat prepayment (biaya dibayar
dimuka) dianggap sebagai biaya pada periode saat ini.
2.5.3. Alasan Dilakukannya Perataan Laba
Banyak penelitian yang telah dilakukan menjelaskan alasan-alasan
yang mendorong manajer untuk melakukan tindakan perataan laba.
Menurut Hepworth (1953) yang didukung Ashari, dkk (1994) dan Zuhroh
(1996), bahwa tindakan perataan laba merupakan tindakan yang logis dan
rasional bagi manajer untuk meratakan laba dengan menggunakan cara atau
metode akuntansi tertentu. Beberapa alasan seorang manajer melakukan
praktik perataan laba dalam (Syahriana, 2006) adalah sebagai berikut :
1). Aliran laba yang merata dapat meningkatkan keyakinan para investor
karena laba yang stabil akan mendukung kebijaksanaan dividen yang
stabil pula sebagaimana yang diinginkan para investor.
2). Penyusunan pos pendapatan dan biaya secara bijaksana yang melalui
periode beberapa metode tertentu, manajemen dapat mengurangi
kewajiban perusahaan secara keseluruhan.
3). Perataan laba dapat meningkatkan hubungan antara manajer dan pekerja
karena kenaikan yang tajam dalam laba yang dilaporkan dapat
menimbulkan permintaan upah yang lebih tinggi bagi para karyawan.
4). Aliran laba yang merata dapat memiliki pengaruh psikologis pada
ekonomi dalam hal kenaikan atau penurunan dapat dihindarkan serta
rasa pesimis dan optimis dapat dikurangi.
2.5.4. Terjadinya Perataan Laba
Wolk et. al. (2001:421) dalam Dewi (2011) menyatakan bahwa income
smoothing merupakan suatu cara yang mampu mengurangi resiko yang
tidak sistematis dalam portofolio, sehingga dengan demikian perlu
diperhatikan tiga cara menyangkut perilaku perataan laba yang dapat
diterima antara lain
1). Manajemen dapat menentukan waktu terjadinya kejadian tertentu
melalui
kebijakan
yang
dimiliki
(misalnya
biaya
riset
dan
pengembangan) untuk mengurangi variasi laba yang dilaporkan.
Sebagai alternatif manajer juga dapat menentukan waktu pengakuan
kejadian tersebut. Jadi perataan laba dapat dilakukan dengan
pengendalian saat terjadinya atau saat pengakuan suatu kejadian.
2). Mengubah metode akuntansi, dalam hal ini manajer dapat
mengalokasikan pendapatan atau biaya tertentu untuk beberapa periode
akuntansi.
3). Manajer memiliki kebijakan sendiri dalam mengklasifikasikan pos-pos
laba rugi tertentu kedalam kategori berbeda. Contohnya pendapatan dan
biaya yang tidak berulang-ulang dapat diklasifikasikan sebagai ordinary/
extraordinary item untuk menimbulkan kesan yang lebih merata pada
ordinary income yang dilaporkan.
Sedangkan cara-cara yang dapat digunakan untuk melakukan
perataan laba menurut Barnea, Ronen dan Sadan (1975) adalah:
a) Melalui kejadian-kejadian dan pengakuan.
Maksudnya, untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan
manajemen dapat mengatur suatu tindakan atau keputusan, misalnya
yang berkaitan dengan pelaksanaan penelitian dan pengembangan.
b) Melalui alokasi.
Manajemen melakukan perataan dengan mengalokasikan pendapatan
atau biaya selama beberapa periode pelaporan.
c) Melalui klasifikasi.
Manajemen melakukan perataan dengan mengklasifikasi laba sebagai
ordinary atau extraordinary item.
2.5.5. Tujuan Perataan Laba
Beidleman (1973), mengemukakan bahwa tujuan perataan laba
untuk mengurangi fluktuasi pada pelaporan laba dan mengurangi resiko
sehingga harga sekuritas yang tinggi menarik perhatian pasar. Suwito
dan Herawaty (2005) mengungkapkan bahwa tujuan perataan laba adalah
untuk memperbaiki citra perusahaan dimata pihak eksternal dan
menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki risiko yang rendah.
Disamping itu, memberikan informasi yang relevan dalam melakukan
prediksi terhadap laba pada masa yang akan datang, meningkatkan
persepsi pihak eksternal terhadap kemampuan manajemen, dan
meningkatkan kompensasi bagi pihak manajemen.
2.6. Kinerja Pasar
Kinerja pasar merupakan suatu ukuran kinerja perusahaan yang
diukur dari tingkat pengembalian inestasi jangka panjang perusahaan atau
return saham. Komponen arus kas dari operasi dan pendanaan memiliki
hubungan dengan return (Livnat dan Zarowin, 1990 ). Tingkat pengembalian
yang
diharapkan dapat dilihat dari harga pasar yang ditentukan dan
disesuaikan dengan tingkat pengembalian yang diinginkan untuk investor.
Menurut
Husnan dan Pudjiastuti (2004)
perusahaan yang memiliki
kemampuan untuk meningkatkan laba, cenderung harga sahamnya juga akan
meningkat, karena jika perusahaan memperoleh laba yang semakin besar,
maka secara teoritis perusahaan akan mampu membagikan deviden yang
semakin besar dan akan berpengaruh secara positif terhadap return saham.
diukur
Kinerja
pasar merupakan suatu ukuran kinerja perusahaan yang
dari
tingkat pengembalian investasi (return) jangka panjang
perusahaan atau return saham. Tingkat pengembalian yang diharapkan
dapat dilihat dari harga pasar yang ditentukan dan disesuaikan dengan
tingkat pengembalian yang diinginkan untuk investor. Untuk para investor
tingkat pengembalian yang diharapkan sama dengan tingkat pengembalian
yang diharapkan mereka, oleh karena itu mereka mau membayar harga
pasar yang sekarang berlaku untuk sekuritas tersebut. (Livnat dan Zarowin,
1990 ).
Jika manajer menginvestasikan kembali pada tingkat pengembalian
yang lebih besar dari tingkat pengembalian yang dinginkan investor maka
akan berdampak pada meningkatnya nilai pada perusahaan. Sedangkan
jika menajer berinvestasi pada tingkat yang lebih rendah daripada tingkat
pengembalian yang diinginkan untuk para investor maka nilai perusahaan
sebenarnya akan turun.
2.7. Dampak Manipulasi Aktivitas Riil Terhadap Kinerja Pasar
Manipulasi aktivitas riil dilakukan untuk menghindari melaporkan
kerugian dengan menggunakan faktor-faktor yang berpengaruh pada laba
yang dilaporkan (Oktorina dan Hutagaol, 2008). Perusahaan berusaha
menampakkan laba yang tinggi pada laporan keuangan agar kinerja keuangan
perusahaan tampak baik. Teknik yang dapat dilakukan dalam manipulasi
aktivitas riil untuk menaikkan laba perusahaan antara lain dengan manajemen
penjualan, over production, dan pengurangan biaya diskresi (Roychowdhury,
2003). Pertumbuhan laba yang terus meningkat dari tahun ke tahun
memberikan sinyal positif mengenai prospek perusahaan di masa depan,
karena laba merupakan salah ukuran kinerja perusahaan.
Menurut Husnan dan Pudjiastuti (1998) perusahaan yang memiliki
kemampuan untuk meningkatkan laba, cenderung harga sahamnya juga akan
meningkat, karena jika perusahaan memperoleh laba yang semakin besar,
maka secara teoritis perusahaan akan mampu membagikan deviden yang
semakin besar dan akan berpengaruh secara positif terhadap return saham.
2.8. Penelitian Terdahulu
Saputri, Sudarno (2012)
melakukan peneltian tentang manipulasi
aktivitas riil melalui arus kas kegiatan operasi hasil menunjukkan mempunyai
pengaruh positif terhadap kinerja pasar, penelitian ini menggunakan sampel
perusahaan yang masuk SAW 100 yaitu 100 perusahaan terbaik menurut SWA
100 yang terdaftar sebagai “Indonesia’s Best Wealth Creators” periode 2007
sampai dengan 2011,
Roychowdhury
aktivitas
riil
dan
(2006)
melakukan penelitian tentang manipulasi
hasilnya,
perusahaan yang cenderung melakukan
manipulasi aktivitas riil memperlihatkan arus kas kegiatan operasi yang
lebih rendah, dan mendifinisikan bahwa menajemen laba riil adalah sebagai
perbedaan praktik operasi yang dilakukan dengan praktik-praktik operasi
normal, yang dimotivasi oleh keinginan manajemen untuk memberikan
pemahaman yang salah kepada pemegang saham agar mereka percaya bahwa
tujuan
normal
pelaporan
keuangan tertentu telah dicapai sesuai praktik operasi
perusahaan. Perbedaan yang dilakukan ini tidak memberikan
kontribusi terhadap nilai perusahaan meskipun dengan tindakan ini
memungkinkan manajer mencapai tujuan pelaporan.
Penelitian Oktorina dan Hutagaol (2008)
perusahaan
menemukan
bahwa
yang diduga cenderung melakukan manipulasi aktivitas riil
melalui arus kas kegiatan operasi memiliki kinerja pasar yang lebih tinggi
dibanding perusahaan
yang
diduga
cenderung
tidak
melakukan
manipulasi aktivitas riil melalui arus kas kegiatan operasi.
Penelitian Agmarina, Yuyeta (2011), tentang dampak aktivitas riil
melalui arus kas operasi terhadap kinerja pasar menemukan bahwa Hasil
analisis menunjukkan dari 105 sampel yang diteliti, terdapat 93 sampel yang
terindikasi cenderung melakukan manipulasi aktivitas riil, sisanya sebesar 12
sampel cenderung tidak melakukan manipulasi aktivitas riil. Sampel yang
terindikasi cenderung melakukan manipulasi aktivitas riil dan yang tidak
melakukan manipulasi aktivitas riil memiliki perbedaan rerata CAR yang
signifikan.
2.9. Kerangka Berpikir
Manipulasi
aktivitas riil yang dilakukan melalui arus kas kegiatan
operasi pada peningkatan laba merupakan ukuran kinerja keuangan
perusahaan. Pertumbuhan laba yang terus meningkat dari tahun ke tahun
memberikan sinyal positif mengenai prospek perusahaan, semakin tinggi laba
yang dicapai perusahaan mengindikasikan semakin baik kinerja perusahaan.
(Roychowdhury, 2006).
Perusahaan yang cenderung melakukan manipulasi aktivitas riil melalui
arus kas kegiatan operasi memiliki rerata CAR yang lebih tinggi dibanding
perusahaan yang cenderung tidak melakukan manipulasi aktivitas riil melalui
arus kas kegiatan operasi (Agmarina, Yuyeta, 2011). Sedanglkan Penelitian
yang dilakukan Oktorina dan Hutagaol (2008) menyatakan bahwa kinerja
pasar perusahaan yang diduga cenderung melakukan manipulasi aktivitas riil
melalui arus kas kegiatan operasi lebih tinggi dibanding dengan kinerja pasar
perusahaan yang diduga cenderung tidak melakukan manipulasi aktivitas riil
melalui arus kas kegiatan operasi. Hal ini dikarenakan, adanya manipulasi
aktivitas riil yang dilakukan perusahaan akan membuat annual report
perusahaan tampak baik, sehingga permintaan saham meningkat. Permintaan
saham yang semakin tinggi menunjukkan kinerja pasar yang semakin tinggi.
Selain aktivitas riil untuk
untuk melakukan tindakan yang dapat
membuat laporan keuangan menjadi lebih baik dari kenyataannya, dan salah
satu tindakan yang umum dilakukan oleh manajemen adalah tindakan perataan
laba, karena manajemen sebagai pihak yang menyusun laporan keuangan
dalam
menginformasikan
kinerja
dan
sumber
dalam
mengevaluasi
performance perusahaan (Januar, Suryono, 2007).
Uraian tersebut digambarkan dalam kerangka pemikiran dibawah ini:
Variabel Independen
1. Aktivitas Riil Melalui
Kegiatan Operasi
2. Aktivitas riil Melalui
biaya deskresioner
3. Aktivitas riil Melalui
biaya produksi.
4. Perataan Laba
Variabel Kontrol
5. Size (Log TA)
6. Net Income
Kinerja Pasar
(CAR)
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
2.10. Perumusan Hipotesis
Investor sebagai principal melihat tren harga saham sebagai patokan
kinerja pasar sebuah perusahaan, jika harga saham perusahaan meningkat
maka kinerja pasar perusahaan baik. Kecenderungan investor yang hanya
mengetahui sedikit informasi mengenai perusahaan membuat manajer atau
agent memiliki kesempatan untuk melakukan manipulasi laba, salah
satunya melalui manipulasi aktivitas riil adalah melalui arus kas kegiatan
operasi.
Abnormal levels of operating cash flow adalah usaha manajemen
untuk meningkatkan penjualan secara temporer dengan menawarkan diskon
harga atau memperlunak kredit yang diberikan (Roychowdhury, 2006). Cara
manajer meningkatan volume penjualan adalah dengan memberikan
penawaran diskon harga pada waktu tertentu. Hal itu akan menyebabkan arus
kas masuk menjadi besar, namun arus kas masuk per penjualan, diskon bersih
dari tambahan penjualan, lebih rendah dari arus kas per normal penjualan atau
terjadi penurunan margin (Roychowdhury, 2006). Tindakan lain yang
dilakukan manajemen untuk meningkatkan volume penjualan adalah
menawarkan kredit lunak. Sebagai contoh sebuah perusahaan memberikan
penawaran tingkat bunga kredit yang lebih rendah (zero-percent financing)
pada akhir tahun fiskal. Volume penjualan yang meningkat menyebabkan
laba tahun berjalan tinggi namun arus kas menurun karena arus kas masuk
kecil akibat penjualan kredit dan diskon harga.
H1: Manipulasi aktivitas riil melalui Abnormal levels of operating cash flow
berpengaruh terhadap kinerja pasar.
Abnormal production costs adalah Perus melakukan produksi barang
lebih besar daripada yang dibutuhkan dengan tujuan mencapai permintaan
yang diharapkan (Roychowdhury, 2006). Produksi dalam jumlah yang besar
menyebabkan biaya overhead tetap dibagi terhadap jumlah unit barang
produksi yang besar, maka biaya tetap per unit rendah. Rendahnya biaya tetap
per unit barang produksi mengakibatkan laba per unit meningkat dan harga
pokok penjualan menurun. Penurunan harga pokok penjualan ini akan
berdampak pada peningkatan margin operasi. Di sisi lain dampak dari
penurunan harga pokok per unit barang yang diproduksi besar-besaran adalah
arus kas kegiatan operasi lebih rendah daripada tingkat penjualan normal.
Perusahaan melakukan produksi yang besar bertujuan untuk meningkatkan
laba.
H2:
Manipulasi aktivitas riil
melalui Abnormal production costs
berpengaruh terhadap kinerja pasar.
Abnormal discretionary expenses adalah biaya diskresioner seperti
biaya iklan, biaya penelitian dan pengembangan, dan biaya penjualan, umum,
dan administrasi seperti biaya pelatihan karyawan dan biaya perbaikan dan
perjalanan. Perusahaan sering melakukan pengurangan terhadap biaya-biaya
ini pada akhir periode yang menyebabkan laba meningkat dan biaya yang
dilaporkan menurun. Pengurangan biaya diskresioner akan memperkecil arus
kas keluar dan memiliki dampak positif terhadap arus kas kegiatan operasi
abnormal pada periode sekarang, namun akan menimbulkan risiko rendahnya
arus kas di masa yang akan datang (Roychowdhury, 2006).
Agmarina, Yuyeta (2011) dalam penelitiannya menemukan bahwa
arus kas kegiatan operasi memiliki pengaruh atau dampak terhadap kinerja
pasar perusahaan. Hal ini
sesuai
dengan
teori agensi, yaitu didalam
perusahaan terdapat konflik kepentingan dan asimetri informasi yang
menyebabkan perusahaan melakukan manajemen laba dan memiliki laba
yang tinggi, sehingga berdampak pada peningkatan harga saham serta
pengembalian investasi.
Oktorina dan Hutagaol (2008)
aktivitas
bahwa
meneliti
hubungan
manipulasi
riil dan kinerja pasar. Penelitian tersebut berhasil membuktikan
kinerja
pasar perusahaan yang diduga cenderung melakukan
manipulasi aktivitas riil melalui arus kas kegiatan operasi lebih tinggi
dibanding dengan kinerja pasar perusahaan yang diduga cenderung tidak
melakukan manipulasi aktivitas riil melalui arus kas kegiatan operasi.
H3:
Manipulasi aktivitas riil
melalui Abnormal discretionary expenses
berpengaruh terhadap kinerja pasar.
Selain aktivitas riil untuk melakukan tindakan yang dapat membuat
laporan keuangan menjadi lebih baik dari kenyataannya dan salah satu
tindakan yang umum dilakukan oleh manajemen adalah tindakan perataan
laba.
Perataan laba merupakan normalisasi laba yang dilakukan secara
sengaja untuk mencapai trend atau level tertentu (Rahmawati,2012:147).
Tindakan manajemen untuk melakukan perataan laba umumnya didasarkan
atas berbagai alasan di antaranya untuk memuaskan kepentingan pemilik
perusahaan seperti menaikkan nilai perusahaan atau menaikkan harga saham
perusahaan (Kirschenheiter dan Melumad, 2002),
Namun jika manajemen berada dalam kondisi tidak dapat mencapai
target laba yang telah ditentukan sebelumnya, manajemen perusahaan
cenderung memilih untuk menampilkan informasi mengenai laba dalam
laporan keuangan yang telah dilakukan perekayasaan hingga mencapai target
laba yang ditentukan, karena manajemen sebagai pihak yang menyusun laporan
keuangan dalam menginformasikan kinerja dan sumber dalam mengevaluasi
performance perusahaan (Januar, Suryono, 2007).
H4: Perataan laba berpengaruh terhadap kinerja pasar.
Download