keterbukaan informasi publik bagi perseroan terbatas

advertisement
TESIS
KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK BAGI
PERSEROAN TERBATAS NON BUMN DAN BUMD
DALAM UNDANG-UNDANG PERSEROAN
TERBATAS
NI PUTU ASIH YUDIASTRI
NIM: 1090561047
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
i
KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK BAGI PERSEROAN
TERBATAS NON BUMN DAN BUMD DALAM UNDANGUNDANG PERSEROAN TERBATAS
Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister
Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Hukum
Program Pascasarjana Universitas Udayana
NI PUTU ASIH YUDIASTRI
NIM: 1090561047
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
ii
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL 2 APRIL 2015
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Putu Tuni Cakabawa Landra, S.H., M.Hum.
NIP. 195803211986021001
Dr. I Ketut Westra, S.H., M.H.
NIP. 195809171986011002
Mengetahui,
Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum
Program Pasca Sarjana
Universitas Udayana
Direktur Program Pascasarjana
Universitas Udayana
Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan, SH.,M.Hum.,LL.M
NIP. 196111011986012001
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K)
NIP. 195902151985102001
iii
Tesis Ini Telah Diuji
Pada Tanggal 2 April 2015
Panitia Penguji Tesis
Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana
Nomor 864/UN14.4/HK/2015 Tanggal 1 April 2015
Ketua
:
Dr. Putu Tuni Cakabawa Landra, S.H., M.Hum.
Sekretaris
:
1. Dr. I Ketut Westra, S.H., M.H.
Anggota
:
2. Dr. I Wayan Wiryawan, S.H., M.H.
3. Dr. Desak Putu Dewi Kasih, S.H., M.Hum.
4. Dr. I Made Udiana, S.H., M.H.
iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Ni Putu Asih Yudiastri
Program Studi
: Ilmu Hukum
Judul Tesis
: Keterbukaan Informasi Publik Bagi Perseroan
Terbatas Non BUMN dan BUMD dalam UndangUndang Perseroan Terbatas
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas Plagiat. Apabila
dikemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia
menerima sanksi Peraturan Mendiknas RI Nomor 17 Tahun 2010 dan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 15 Maret 2015
Yang Menyatakan
(Ni Putu Asih Yudiastri)
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widi (Tuhan Yang
Maha Esa), karena berkat karunia dan tuntunan-Nya penulis dapat menyelesaikan
tesis ini tepat pada waktunya. Penulisan tesis ini dengan judul ”Keterbukaan
Informasi Publik Bagi Perseroan Terbatas Non BUMN dan BUMD dalam
Undang-Undang Perseroan Terbatas” ini disusun untuk memenuhi salah satu
persyaratan guna memperoleh gelar magister pada Program Magister Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Udayana.
Penulis menyadari bahwa tesis ini tidak akan selesai tanpa doa, motivasi
dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan yan
berbahagia ini penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang
tulus kepada:
1. Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp. PD KEMD.,
beserta jajarannya atas kesempatan dan fasilitas yang diberkan kepada
penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister
di Universitas Udayana.
2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A.A
Raka Sudewi, Sp.S (K) beserta jajarannya atas kesempatan yang diberikan
kepada penulis untuk menjadi mahasiswi Program Magister pada Program
Pascasarjana Universitas Udayana.
3. Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana
Universitas
Udayana,
SH.,M.Hum.,LL.M
Ibu
beserta
Dr.
Ni
jajarannya,
vi
Ketut
atas
Supasti
berbagai
Dharmawan,
dukungan
administratif dan moral yang diberikan kepada penulis untuk dapat
menyelesaikan studi pada Program Magister Ilmu Hukum Universitas
Udayana.
4. Bapak Dr. Putu Tuni Cakabawa Landra, S.H., M.Hum., sebagai dosen
pembimbing pertama, yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah
meluangkan waktu, memberi bimbingan, dorongan dan semangat serta
saran kepada penulis dalam rangka penyelesaian tesis ini.
5. Bapak Dr. I Ketut Westra, S.H., M.H. sebagai dosen pembimbing kedua,
yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah meluangkan waktu,
memberikan bimbingan, dorongan dan semangat serta saran kepada
penulis dalam penyusunan tesis ini.
6. Seluruh dosen penguji tesis ini, Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, S.H.,
M.H., Ibu Dr. Desak Putu Dewi Kasih, S.H., M.Hum., dan Bapak Dr. I
Made Udiana, S.H., M.H., yang telah dengan sabar meluangkan waktu,
memberikan semangat, dan berkenan memberikan koreksi dan penilaian
atas tesis ini.
7. Seluruh guru besar dan dosen mata kuliah Program Magister Ilmu Hukum
Konsentrasi Hukum Bisnis yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu,
atas wawasan keilmuan yang telah diberikan selama penulis mengikuti
masa studi pada Program Magister Ilmu Hukum Universitas Udayana.
8. Seluruh Staff Administrasi Program Studi Magister Ilmu Hukum
Universitas Udayana yang telah memberikan pelayanan administrasi dan
vii
bantuan selama penulis mengikuti masa studi pada Program Magister Ilmu
Hukum Universitas Udayana.
9. Ayah Dr. I Made Sukadana, S.H., M.H. dan Ibu Ni Putu Anom Sri
Puspati, S.E., Adik-adik penulis Ni Made Suastia Widyati, S.Ak. dan I
Nyoman Widayana Rahayu, serta Nenek Ni Luh Murti, yang telah dengan
penuh sabar memberikan doa, curahan kasih sayang, bantuan materi
semangat dan dukungannya, hingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
10. Rekan-rekan Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Udayana
angkatan 2010, sahabat-sahabat Hukum Bisnis, sahabat Trisoko Sugeng
Sulistyo, S.H., M.Hum., pada PTUN Samarinda atas wawasan dan diskusi
dimulainya tesis ini, Honbe atas motivasi dan segala hal dalam perjalanan
ini, sahabat-sahabat seperjuangan Cakim PN Kabupaten Kediri (Anjar
Kumboro, Komang Ari, Raysha, Made Kariana, Kak Ross, Iksandiaji
Yuris) atas segala kebersamaaan, bantuan dan motivasi, rekan-rekan
Hakim PN Dompu atas segala bantuan dan permakluman, serta rekanrekan lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang selalu
memberikan bantuan dan motivasi dalam menyelesaikan tesis ini.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari
sempurna. Namun harapan penulis semoga tulisan ini dapat bermanfaat. Semoga
Ida Sang Hyang Widi elalu melimpahkan berkah dan rahmat-Nya kepada kita
semua.
Hormat Penulis,
Ni Putu Asih Yudiastri
viii
ABSTRAK
Tesis ini mengambil judul ”Keterbukaan Informasi Publik Bagi Perseroan
Terbatas Non BUMN dan BUMD dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas”.
Permasalahan penelitian dari tesis ini, pertama: bagaimanakah urgensi pengaturan
keterbukaan informasi publik bagi Perseroan Terbatas non BUMN dan BUMD.
Kedua: bagaimanakah seharusnya pengaturan Keterbukaan Informasi Publik bagi
Perseroan Terbatas non BUMN dan BUMD dalam Undang-Undang Perseroan
Terbatas.
Metode yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif dengan
jenis pendekatan perundang-undangan, pendekatan perbandingan, pendekatan
analisis konsep hukum, serta pendektan fakta. Bahan hukum yang digunakan
adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier,
dengan teknik analisa dilakukan dengan cara deskriptif, argumentatif, sistematif.
Hasil penelitian menunjukkan, pertama: dengan semakin besarnya
pengaruh perusahaan swasta (dalam hal ini PT Non BUMN dan BUMD) dalam
menentukan hajat hidup orang banyak, maka informasi mengenai PT tersebut
menjadi semakin penting untuk diketahui oleh seluruh stakeholder dalam rangka
pemenuhan kebutuhan yang terkait dengan PT tersebut, seiring dengan hal itu
ternyata terdapat kekosongan norma pengaturan keterbukaan informasi publik
bagi PT Non BUMN dan BUMD dalam UU Perseroan Terbatas No. 40 Tahun
2007, sehingga demi transparansi dan perlindungan hak publik atas informasi,
menjadi urgen agar PT non BUMN dan BUMD juga mendapatkan pengaturan
mengenai keterbukaan informasi publik dalam Undang-Undang Perseroan
Terbatas, sebagaimana halnya pengaturan bagi PT BUMN dan BUMD dalam UU
No. 14 tahun 2008. Kedua: diperlukan pengaturan keterbukaan informasi publik
Bagi PT Non BUMN dan BUMD terkait jenis informasi, klasifikasi informasi,
pengelola informasi, dan pengaturan mekanisme hak akses dari informasi tersebut,
yang struktur dan substansinya dirumuskan dengan memperhatikan berbagai
peraturan yaitu; UU No. 14 Tahun 2008, UU No. 40 Tahun 2007, UU No. 8
Tahun 1995 jo. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan No: KEP-431/BL/2012, UU No. 12 Tahun 2011, ditambah dengan
aspek-aspek pelaporan non finansial dalam Sustainability Reporting Guidelines.
Kata Kunci : Keterbukaan Informasi Publik, Perseroan Terbatas non BUMN dan
BUMD.
ix
ABSTRACT
This thesis entitled "The Private Limited Liability Company Public
Information Disclosure by Limited Liability Companies Act". The main researchs
of this thesis are; First: how is the urgency of public information disclosure
regulation of private Limited Liability Company by Limited Liability Companies
Act. Second: how should the regulation of private Limited Liability Company
public information disclosure by the Limited Liability Companies Act regulate.
The method that is used is a normative legal research method to the type of
Statute Approach, Comparative Approach, Conceptual Approach, and Factual
Approach. The legal materials used are primary legal materials, secondary legal
materials and tertiary legal materials.Tthe analysis technique is done by using
descriptive technique, argumentative technique, sistematif technique.
The research results showed that; First: the increasing of private
companies (in this case: private Limited Liability Companies) influence to public
life determination makes the information of that companies become more
important to whole stakeholders. Meanwhile, there is vacant norm regard to the
regulation of private Limited Liability Company public information disclosure by
Limited Liability Companies Act No. 40 of 2007. So that, the regulation of private
Limited Liability Company public information disclosure by Limited Liability
Companies Act as it has been regulated for State Limited Liability Company by
Act No. 14 of 2008 is urgently required to ensure the transparancy and the
protection of public information right. Second: the public information disclosure
regulation of private Limited Liability Company required regard to the type of
information, classification of information, information management, and
information acsess right mechanism. While its structure and substance are
formulated by considering Act No. 14 of 2008, Act No. 40 of 2007, Act No. 8 of
1995 jo. the Decision of The Capital Market Supervisory Agency and Financial
Institution Chairman No. KEP - 431 / BL / 2012, and also some aspects of non
financial reporting by Sustainability Reporting Guidelines.
Keywords: Public Information Disclosure, Private Limited Liability Company.
x
RINGKASAN
Karya tulis tesis ini membahas tentang ”Keterbukaan Informasi Publik Bagi
Perseroan Terbatas Non BUMN dan BUMD dalam Undang-Undang Perseroan
Terbatas”, yang pembahasannya terbagi dalam 5 (lima) bab.
Bab I yang merupakan pendahuluan, diawali dengan penguraian latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
landasan teoritis dan metode penelitian. Pada latar belakang masalah
menggambarkan fakta yang menyangkut fenomena pertumbuhan perusahaan
swasta yang dalm hal ini berbentuk Perseroan Terbatas sebagai salah satu pilar
ekonomi pembangunan dalam memperngaruhi kehidupan masyarakat dalam hal
ini membawa pengaruh pada kepentingan publik. Pengaruh tersebut membawa
kebutuhan akan informasi terhadap PT-PT tersebut menjadi hak publik yang harus
dipenuhi. Seiring dengan era keterbukaan informasi, yang telah dilegitimasi di
Indonesia dengan lahirnya UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik, maka PT BUMN dan BUMD mendapatkan pengaturan keterbukaan
informasi dalam undang-undang tersebut, sementara PT Non BUMN dan BUMD
yang merupakan PT dalam hal ini dengan payung hukumnya UU No. 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas tidak mendapatkan pengaturan yang sama.
Sehingga berdasarkan hal tersebut perlu dikaji mengenai urgensi pengaturan
mengenai keterbukaan informasi publik bagi PT Non BUMN dan BUMD dalam
Undang-Undang Perseroan Terbatas.
Bab II membahas tentang konsepsi keterbukaan informasi publik, baik
keterbukaan informasi publik secara umum, maupun khusus keterbukaan
informasi publik terhadap perusahaan. Konsepsi keterbukaan informasi publik
meliputi pembahasan; pengertian informasi publik, kepentingan publik, badan
publik, bagaimana perkembangan keterbukaan informasi publik itu sendiri baik di
ranah internasional maupun di Indonesia, tujuan keterbukaan informasi publik,
keterbukaan informasi publik bagi perusahaan di ranah internasioanl, dan
keterbukaan informasi publik bagi perusahaan di Indonesia. Selanjutnya konsepsi
Badan Usaha meliputi pembahasan; bentuk-bentuk badan usaha, BUMN,
Perseroan Terbatas, serta PT Non BUMN dan BUMD yang semuanya terkait
dalam penulisan ini.
Bab III membahas tentang urgensi dari pengaturan keterbukaan informasi
publik bagi PT non BUMN dan BUMD dalam Undang-Undang Perseroan
Terbatas sebagai jawaban dari rumusan permasalahan pertama dalam penulisan
ini. Pembahasan ini meliputi pengaturan keterbukaan informasi publik dalam UU
No. 14 Tahun 2008 bagi PT non BUMN dan BUMD, pengaturan keterbukaan
informasi publik bagi PT non BUMN dan BUMD dalam UU No. 40 tahun 2007,
serta membahas urgensi diperlukannya pengaturan keterbukaan informasi publik
bagi PT non BUMN dan BUMD tersebut dalam undang-undang perseroan
terbatas. Dari pembahasan tersebut didapati kekosongan pengaturan keterbukaan
informasi publik bagi PT Non BUMN dan BUMD, khusus terkait jenis informasi,
kaslifikasi informasi, pengelola informasi, dan hak akses terhadap informasi
tersebut. Hal ini menjadi urgen untuk mendapatkan pengaturan guna kepastian
hukum serta perlindungan bagi hak publik atas informasi tersebut.
xi
Bab IV membahas tentang bagaimana seharusnya pengaturan keterbukaan
informasi publik bagi PT non BUMN dan BUMD dalam UU Perseroan Terbatas,
sebagai jawaban dari rumusan permasalahan kedua dalam penulisan ini.
Pembahasan ini meliputi dasar filosofis, yuridis, maupun sosiologis pengaturan
keterbukaan informasi publik bagi PT Non BUMN dan BUMD, serta
bagimanakah seharusnya bentuk pengaturan tersebut. Dari pembahasan tersebut
didapatkan jawaban bahwa pengaturan tersebut tidak boleh bertentangan dengan
asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik sebagaimana
diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011. Struktur pengaturan tersebut dirumuskan
dengan membandingkan struktur pengaturan keterbukaan informasi publik bagi
PT BUMN dan BUMD dalam UU No. 14 Tahun 2008, yaitu terkait jenis
informasi, klasifikasi informasi, pengelola informasi, dan pengaturan mekanisme
hak akses dari informasi tersebut. Untuk mengisi substansinya maka
dibandingkanlah dengan substansi pengaturan keterbukaan informasi bagi PT
BUMN dan BUMD dalam UU No. 14 Tahun 2008, juga dengan memperhatikan
pengaturan yang telah ada pada UU No. 40 Tahun 2007, UU No. 8 tahun 1995 jo.
Keputusan Ketua Bapepam LK No. KEP:-431/BL/2012, ditambahkan dengan
substansi dari Non Financial Reporting (NFR). Semua pengaturan tersebut
disesuaikan dengan karakter PT non BUMN dan BUMD tersebut sebagai
perusahaan swasta.
Bab V merupakan bagian penutup. Bagian penutup merupakan simpulan
dari pembahasan atas permasalahan penelitian serta saran dan rekomendasi yang
perlu diperhatikan oleh pihak terkait yaitu Pemerintah dalam hal ini Dirjen
Komunikasi dan Informasi, Komisi Informasi, serta DPR, untuk melakukan suatu
pembahasan terkait hal tersebut, guna menyusun suatu pengaturan berupa revisi
dalam bentuk penambahan beberapa pasal terhadap Undang-Undang No. 40
Tahun 2007 yang mengatur secara tegas tentang keterbukaan informasi publik
perusahaan guna tercapainya kepastian hukum.
xii
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ........................................................................................
i
PERSYARATAN GELAR MAGISTER ......................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN .........................................................................
iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI .............................................................
iv
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................
v
UCAPAN TERIMA KASIH .........................................................................
vi
ABSTRAK ....................................................................................................
ix
ABSTRACT ................................................................................................... x
RINGKASAN ...............................................................................................
ix
DAFTAR ISI ...............................................................................................
xiii
DAFTAR TABEL .......................................................................................
xvi
BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................
1
1.1. Latar Belakang Masalah .............................................................
1
1.2. Rumusan Masalah .....................................................................
14
1.3. Ruang Lingkup Masalah ...........................................................
14
1.4. Tujuan Penelitian ......................................................................
16
1.4.1 Tujuan Umum ...................................................................
16
1.4.2 Tujuan Khusus ..................................................................
17
1.5. Manfaat Penelitian ....................................................................
17
1.5.1 Manfaat Teoritis ................................................................
17
1.5.2 Manfaat Praktis .................................................................
17
1.6 Orisinalitas Penelitian ................................................................
18
xiii
1.7 Landasan Teoritis .......................................................................
22
1.8. Metode Penelitian.....................................................................
32
1.8.1 Jenis Penelitian ..................................................................
33
1.8.2 Jenis Pendekatan ...............................................................
33
1.8.3 Bahan Hukum ...................................................................
34
1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ................................
36
1.8.5 Teknik Analisis .................................................................
36
BAB II. TINJAUAN UMUM KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK... 38
2.1 Keterbukaan Informasi Publik ............................................ ......
38
2.1.1 Perkembangan Keterbukaan Informasi Publik ................. 38
2.1.2 Keterbukaan Informasi Publik Bagi Perusahaan............... 52
2.2. Badan Usaha .............................................................................. 65
2.2.1 Bentuk-Bentuk Badan Usaha ........................................... 65
2.2.2 Badan Usaha Milik Negara (BUMN)................................ 68
2.2.3 Perseroan Terbatas (PT) .................................................... 75
2.2.4 Perseroan Terbatas Non BUMN dan BUMD .................... 80
BAB III URGENSI PENGATURAN KETERBUKAAN INFORMASI
PUBLIK BAGI PERSEROAN TERBATAS NON BUMN
DAN BUMD DALAM UNDANG-UNDANG
PERSEROAN TERBATAS............................................................ 84
3.1. Pengaturan Keterbukaan Informasi Publik bagi PT BUMN
dan BUMD dalam UU No. 14 Tahun 2008 ............................... .. 84
3.1.1 Jenis dan Klasifikasi Informasi ........................................ .. 93
xiv
3.1.2 Pengelola Informasi........................................................ .... 100
3.1.3 Hak akses publik terhadap informasi ............................ ..... 101
3.2. Pengaturan Keterbukaan Informasi Publik bagi PT Non BUMN
dan BUMD dalam UU No. 40 Tahun 2007 ................................. .. 104
3.3. Urgensi Pengaturan Keterbukaan Informasi Publik Bagi PT
Non BUMN dan BUMD dalam UU Perseroan Terbatas................110
BAB IV PENGATURAN KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK
BAGI PERSEROAN TERBATAS NON BUMN DAN BUMD
DALAM UNDANG-UNDANG PERSEROAN
TERBATAS .................................................................................... 123
4.1. Pengaturan Keterbukaan Informasi Publik bagi PT Non BUMN
dan BUMD dalam UU Perseroan Terbatas secara filosofis,
yuridis, sosialogis ........................................................................... 123
4.2. Pengaturan Keterbukaan Informasi Publik Bagi PT Non BUMN
dan BUMD dalam UU Perseroan Terbatas ................................... 128
4.2.1 Jenis Informasi .............................................................. ........ 132
4.2.2 Klasifikasi Informasi.. ................................................... .........142
4.2.3 Pengelola Informasi....................................................... ........ 149
4.2.3 Hak akses publik terhadap informasi ........................... ........ 151
BAB V PENUTUP .................................................................................. ........ 158
5.1. Simpulan ................................................................................ ........ 158
5.2. Saran ....................................................................................... ........ 159
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... ........ 160
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.
Substansi NFR .......................................................................... 108
Tabel 2.
Pengaturan KIP Bagi PT .......................................................... 109
Tabel 3.
Perbandingan Keterbukaan Informasi Publik Bagi PT .......
xvi
153
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan
teknologi telekomunikasi dan informasi telah memperluas ruang gerak arus
transaksi barang dan jasa melintasi batas-batas wilayah suatu Negara. Kehadiran
dunia usaha dalam era globalisasi berperan sangat penting dalam menopang
kegiatan perekonomian masyarakat dan bangsa. Dunia usaha akan mendorong
menguatnya sektor riel masyarakat dan sekaligus akan menyerap tenaga kerja,
serta mengurangi pengangguran. Perkembangan dunia usaha terutama di bidang
perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi
barang dan
jasa. Seiring dengan era globalisasi tersebut kebutuhan akan
informasi menjadi salah satu isu penting yang harus diatur dan dipenuhi.
Era keterbukaan informasi telah dimulai diberbagai belahan dunia sejak
tahun 1990. Seiring dengan perjalanan waktu, konsep Good Governance
diarahkan pada proses multi arah yang sebelumnya setelah tahun 1990-an pun
masih pada konsep yang lama hanya terpaku pada pemerintah, namun saat ini
konsep tersebut bersifat multiarah artinya tidak sebatas pada pemerintah namun
juga diluar dari pemerintah itu sendiri (masyarakat dan swasta). Konsep good
governance, yang memiliki tiga prinsip dasar yaitu; transparansi, partisipasi, dan
1
2
akuntabilitas, inilah yang merupakan awal berkembangnya keterbukaan informasi
yang merupakan prinsip transparansi di dunia maupun Indonesia.1
Di Indonesia dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (selanjutnya disebut UU No. 14
Tahun 2008) maka era keterbukaan informasi publik pun dilegitimasi. Undangundang tersebut juga merupakan salah satu amanat dari Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) Pasal 28
F, yang diatur bahwa: “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan
memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnnya,
serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, dan menyimpan informasi
dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.
Salah satu tujuan dari dibentuknya UU No. 14 Tahun 2008 ini adalah
untuk mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang
banyak, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 3 huruf e UU No. 14 Tahun
2008. Dari definisi pengaturan tersebut, didapati salah satu unsur penting dari
keterbukaan informasi ini adalah berkaitan dengan kepentingan publik maupun
mempengaruhi hajat hidup orang banyak.
Bahasan
mengenai kepentingan publik maupun mempengaruhi hajat
hidup orang banyak, akan terkait dengan bagaimana halnya bidang usaha/bisnis
dalam hal ini perusahaan berskala besar yang juga berkaitan dengan kepentingan
publik atau setidaknya kegiatannya memiliki dampak terhadap kepentingan publik
maupun hajat hidup orang banyak.
1
Tim Corporate Governance BPKP, 2003, Modul 2 GCG – Organ Utama, BPKP, Jakarta,
h. 11.
3
Di Indonesia sebagian besar perusahaan terutama yang berskala besar
berbentuk Perseroan Terbatas. Sebagaimana yang akan disebutkan dalam ruang
lingkup permasalahan, bahwa pembatasan penulisan ini adalah mengenai
perusahaan dalam bentuk Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut PT), sehingga
perusahaan yang dimaksud dalam pembahasan ini khususnya adalah dalam bentuk
PT.
Di Indonesia orang-orang berlomba mendirikan perusahaan perseroan terbatas
(PT), baik perusahaan patungan (joint venture) maupun perusahaan nasional sejak
diundangkannya Undang-Undang Penanaman Modal Asing pada tahun 1967.2 Alasan
badan usaha berbentuk perseroan terbatas (PT) ini banyak diminati oleh para
pengusaha Indonesia maupun asing karena PT pada umumnya mempunyai
kemampuan untuk mengembangkan diri, mampu mengadakan kapitalisasi modal
dan sebagai wahana yang potensil untuk memperoleh keuntungan baik bagi
instansinya sendiri maupun bagi para pendukungnya (pemegang saham).3
PT merupakan bentuk badan usaha yang paling sempurna diantara
berbagai bentuk badan usaha lainnya seperti Firma maupun Persekutuan
Komanditer
(CV).4
Pada
mulanya
PT
diatur
dalam
KUHD,
dalam
perkembangannya ketentuan tersebut tidak berlaku lagi dengan keluarnya UU No.
1 Tahun 1995 tentang PT. Selanjutnya sesuai dengan konsideran huruf b dan
huruf c UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, (selanjutnya disebut
UU No. 40 Tahun 2007) perkembangan di bidang ekonom , khususnya bidang
2
Agus Budiarto, 2002, Kedudukan Hukum & Tanggung Jawab Pendiri Perseroan
Terbatas, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 14.
3
Sri Redjeki Hartono, 2006, Permasalahan Seputar Hukum Bisnis, Genta Press,
Yogyakarta, hal. 2.
4
Mulhadi, 2010, Hukum Perusahaan, Ghalia Indonesia, Bogor, h. 81.
4
usaha
yang
menghendaki
landasan
yang
kokoh
dalam
menghadapai
perkembangan jaman, maka PT sebagai salah satu pilar pembangunan ekonomi
nasional memerlukan landasan hukum yang lebih memacu pembangunan
nasional, sehingga lahirlah UU No. 40 Tahun 2007 menggantikan undang-undang
sebelumnya tersebut.
PT merupakan kendaraan bisnis yang memberikan kontribusi hampir di
semua bidang kehidupan manusia, sebagai entitas bisnis dan sebagai subjek
hukum
mandiri yang dapat menggugat, digugat, mengadakan kontrak,
mempunyai hak milik dan lain- lain,5 PT telah menciptakan lapangan kerja,
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan memberikan konstribusi yang tidak
sedikit untuk pembangunan ekonomi dan sosial.6
Terdapat hubungan timbal balik antara peran
perusahaan dalam
perekonomian dan kondisi perekonomian sebagai faktor yang mempengaruhi
perusahaan, dalam hal ini PT merupakan salah satu bentuk dari perusahaan
tersebut. Kehidupan perekonomian suatu negara sangat dipengaruhi oleh
kehidupan perusahaan, sebab perusahaanlah yang memberikan nilai tambah yang
menjadi kekuatan ekonomi. Dalam kehidupan perekonomian, perusahaan berada
di hampir semua bidang. Perusahaan memegang peran penting dalam
meningkatkan kesejahteraan rakyat anatara lain melalui kegiatan menghasilkan
dan memperdagangkan barang dan jasa kebutuhan masyarakat, pengembangan
sumber daya manusia, pengembangan teknologi, dan pemupukan modal
5
Chatamarrasjid, 2004, Penerobosan Cadar Perseroan dan Soal-soal Aktual Hukum
Perusahaan, PT. Citra aditya Bakti, Bandung, h. 2.
6
Indra Surya dan Ivan Yustiavanda, 2006, Penerapan Good Coorporate Governence,
Kencana, Jakarta, h. 1.
5
pembangunan. Kemajuan di bidang perusahaan akan mempercepat kemajuan
ekonomi nasional, yang pada gilirannya berarti pula kemajuan dalam upaya
mencapai kemakmuran rakyat. Karena itulah perusahaan diterima dan diakui
sebagai pilar pembangunan ekonomi, atau agen pembangunan dalam rangka
mengupayakan kesejahteraan rakyat, demikian juga bahwa kehidupan perusahaan
tidak bisa lepas dari pengaruh kehidupan perekonomian suatu negara.7
Perusahaan pertambangan adalah salah satu contoh bentuk perusahaan
berskala besar yang memiliki peran yang signifikan dalam mempengaruhi hajat
hidup orang banyak. Sebagaimana diketahui bahwa selain memberikan devisa
yang besar untuk negara, perusahaan tersebut tentunya membawa pengaruh yang
sangat besar bagi pendapatan pemerintah daerah tempat pertambangan itu berada,
dan secara tidak langsung dapat mempengaruuhi kebijakan-kebijakan di daerah
tersebut, selain itu perusahaan pertambangan tersebut akan selalu membawa
dampak serius pada lingkungan, bahan kimia yang digunakan untuk ekstraksi
bijih logam dan limbah pengelolahan mineral apabila masuk ke sungai dan laut
terdekat, mengakibatkan masyarakat yang hidup di daerah tersebut tidak bisa lagi
memakai air sungai itu untuk kebutuhan sehari-hari, ada juga dampak bagi
binatang-binatang yang minum air itu ataupun bagi yang hidup di dalamnya.
Titik berat politik pertambangan Indonesia adalah kawasan timur, dimana
telah dikeluarkan puluhan izin baru. Akan tetapi, di samping prospek pertambahan
penghasilan devisa, ada juga masalah sosial dan lingkungan akibat eksplorasi
pertambangan tersebut. Proyek pertambangan sering direncanakan dalam kawasan
7
Heidjrachman Ranupandojo, 1990, Dasar-Dasar Ekonomi Perusahaan, Unit Penerbit
dan Percetakan AMP YPN, Yogyakarta, h. 1.
6
hutan lindung dan di atas tanah adat. Karena pertambangan biasanya dilaksanakan
dalam lubang terbuka, ada juga masalah erosi dan pembuangan limbah yang
mengakibatkan tercemaran sungai dan laut.8 Hal tersebut merupakan contoh
bagaimana kegiatan suatu perusahaan dapat memiliki pengaruh terhadap
kepentingan publik maupun hajat hidup orang banyak.
Contoh tersebut belum termasuk perusahaan lain yang bergerak dibidang
non tambang, perusahaan besar di Indonesia seperti PT. Gudang Garam Tbk., PT.
Unilever Indonesia Tbk., PT. BCA Tbk., dan perusahan sejenisnya memiliki total
aset hingga Rp 40 triliun pada 20129. Di luar negeri perusahaan besar seperti
Exxon Mobile dan Apple yang juga memiliki anak perusahaan di Indonesia
memiliki kekayaan hingga Rp. 3000-40000 triliun10, jumlah yang besar jika
dibandingkan pendapatan negara pada APBN Indonesia Tahun 2012 sebesar Rp.
1.311,4 triliun11. Dengan dana sebesar itu, perusahaan-perusahaan tersebut
memiliki kemampuan pendanaan yang besar. Perusahaan-perusahaan besar
dengan media iklannya yang terus-menerus mampu mempengaruhi opini publik,
merubah selera dan nilai dalam masyarakat.
Perusahaan-perusahaan yang menyediakan produk kebutuhan penting
seperti air minum, susu, dan produk pangan lain yang sudah menjadi kebutuhan
utama masyarakat pun memiliki pengaruh yang tidak sedikit, akan terjadi gejolak
8
Werner, Silvia, 2013, Prospek Menggiurkan Sektor Pertambangan di Indonesia,
http://jaringnews.com/politik-peristiwa/opini/36273/silvia-werner-prospek-menggiurkan-sektor
pertambangan-di-indonesia, diakses 17 Juli 2013.
9
http://finance.detik.com/read/2012/10/30/202633/2076803/6/meski-rokok-laris-labagudang-garam-turun-206, diakses 17 April 2013.
10
http://www.indonesia-update.com/lihat.php?id=753, diakses 17 April 2013.
11
http://www.lintas.me/bisnis/ekonomi/blogpajak.com/apbn-indonesia-tahun-2012-blogpajak, diakses 17 April 2013.
7
yang besar di masyarakat, bila perusahaan tersebut menaikkan harganya dengan
tajam, mengurangi jumlah produksinya, menghasilkan produk yang tidak aman,
dan sebagainya. Dari berbagai contoh tersebut dapat dikatakan perusahaan
memiliki pengaruh terhadap kepentingan publik maupun hajat hidup orang
banyak.
Dengan adanya hubungan timbal balik antara peran perusahaan tersebut
dengen perekonomian suatu negara, serta berdasarkan contoh-contoh tersebut
jelas bahwa perusahaan tersebut mempengaruhi ekonomi suatu negara dan dapat
dikatakan bidang usaha/bisnis dalam hal ini perusahaan khususnya berbentuk PT
berkaitan dengan kepentingan publik ataupun dapat mempengaruhi kepentingan
publik maupun hajat hidup hidup orang banyak atau setidaknya kegiatannya
berdampak terhadap kepentingan publik maupun hajat hidup orang banyak.
Karena adanya pengaruh perusahaan tersebut terhadap kepentingan
publik maupun hajat hidup orang banyak maka diperlukan suatu keterbukaan
informasi publik. Dalam UU No. 14 tahun 2008, telah diatur mengenai bidang
bisnis/usaha atau perusahaan, adapun perusahaan yang termasuk dalam
pengaturan mengenai Badan Publik yang wajib melaksanakan keterbukaan
informasi berdasarkan UU tersebut tersebut adalah Badan Usaha Milik Negara
(selanjutnya disebut BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (selanjutnya disebut
BUMD), karena BUMN dan BUMD masuk dalam pengertian Badan Publik,
yakni badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan
penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan
8
Belanja Daerah, sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1 angka 3 UU No. 14
tahun 2008, serta dalam Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2010 Pasal 3
huruf g, yang juga disebutkan bahwa Ruang lingkup Badan Publik sesuai dengan
peraturan ini mencakup Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik
Daerah.
BUMN maupun BUMD dalam melaksanakan kegiatanya tentu terdiri
dari berbagi bentuk perusahaan dan sebagain besar adalah berbentuk PT. Pada
tahun 2014 saja, dari 119 daftar BUMN di Indonesia, BUMN yang berbentuk PT
berjumlah 105 perusahaan.12 Sedangkan dari jumlah 426 BUMD yang ada di
Indonesia13, BUMD yang berbentuk PT berjumlah 113 perusahaan.14
Pemgaturan mengenai keterbukaan informasi publik yang dibutuhkan
tersebut tidak saja sebatas pada asas namun juga pada implementasi dari
penyediaan terhadap jenis dan klasifikasi informasi tersebut, pengelolaan, serta
terutama mengenai hak akses publik yang sebelumnya belum mendapatkan
pengaturan.
Berdasarkan hal tersebut telah jelas bahwa bidang usaha/bisnis yang
mendapatkan pengaturan dalam UU No. 14 tahun 2008 adalah BUMN dan
BUMD, sedangkan PT yang bukan merupakan BUMN dan BUMD tentunya
tidak diwajibkan untuk melaksanakan keterbukaan informasi publik.
PT
non BUMN dan BUMD tidak diwajibkan untuk melaksanakan
keterbukaan informasi publik dalam UU No. 14 Tahun 2008
12
karena jelas
http://bumn.go.id/halaman/situs, diakses pada 30 Desember 2014.
http://keuda.kemendagri.go.id/asset/dataupload/data-informasi/datin_data/361.png,
diakses pada 30 Desember 2014.
14
http://keuda.kemendagri.go.id/asset/dataupload/data-informasi/datin_data/365.png..
diakses pada 30 Desember 2014.
13
9
merupakan PT swasta atau non BUMN dan BUMD, sehingga ranah pengaturan
berbagai ketentuan bagi PT adalah kembali pada pengaturan tentang Perseroan
Terbatas yakni pada Undang-Undang No. 40 Tahun 2007. Dalam UU No. 40
Tahun 2007 ini tidak ditemukan pengaturan khusus mengenai keterbukaan
informasi publik bagi PT
Non BUMN dan BUMD sebagaimana halnya
pengaturan keterbukaan informasi publik bagi PT yang merupakan BUMN dan
BUMD dalam UU No. 14 tahun 2008, khusunya dalam hal jenis dan klasifikasi
informasi, pengelolaan
informasi, terutama
sebagaimana yang telah diwajibkan bagi
terkait hak akses publik,
PT yang merupakan BUMN dan
BUMD.
Dalam
berbagai peraturan perundang-undangan lainnya pun tidak
ditemukan penngaturan mengenai hal tersebut. Keterbukan informasi untuk PT
hanya dikenal dalam asas-asas umum keterbukaan informasi yang ditemukan
dalam pengaturan yang terbatas dan
tersebar dalam berbagai peraturan
perundang-undangan terkait seperti UU No. 8 Tahun 2008 tentang Pasar Modal
(selanjutnya disebut UU No. 8 Tahun 2008), UU No. 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UU No. 40 tahun 2007) , UU No. 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UU No. 8
tahun 1999), Peraturan Pemerintah No. 64 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1998 tentang Informasi Keuangan Tahunan
Perusahaan (selanjutnya disebut PP No. 64 Tahun 1999).
Tidak diatur dan diwajibkannya keterbukaan informasi publik khusunya
terkait penyediaan terhadap jenis dan klasifikasi informasi tersebut, pengelolaan,
10
serta hak akses publik bagi PT non BUMN dan BUMD dalam UU No. 40 Tahun
2007, merupakan kekosongan norma terkait pengaturan keterbukaan informasi
publik bagi PT non BUMN dan BUMD tersebut.
Kekosongan norma tersebut menyebabkan sulit diaksesnya informasi
perusahaan tersebut yang berkaitan dengan kepentingan publik. Padahal
sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa perusahaan berbentuk PT baik
itu BUMN dan BUMD maupun non BUMN dan BUMD (PT swasta) adalah
sektor yang memiliki kontribusi yang besar dalam perekonomian, bahkan
kegiatannya tidak sedikit yang terkait dengan kepentingan publik bahkan
mempengaruhi kepentingan atau hajat hidup orang banyak.
Dalam kenyataanya banyak PT yang memiliki kemampuan finansial
baik, namun tidak luput dari gejolak ketidakpuasan publik dalam hal ini adalah
para stakeholder (pemangku kepentingan), sebagaimana dalam contoh-contoh
berikut yang menggambarkan hal tersebut:
a. PT Lion Mentari Airlines yang masih merupakan PT Tertutup, telah
memesan 40 unit pesawat turboprop ATR buatan Italia dan Prancis senilai
US$ 1 miliar (Rp 12 triliun). Ini merupakan pembelian tambahan dari 60
unit yang telah dipesan operator Lion Air itu pada tahun 2008 lalu. Pada
November 2011 Lion Air telah menandatangani pembelian 230 pesawat
tipe Boeing 737 MAX dan Boeing 737-900ER. Total dana untuk
pembelian ini mencapai US$ 21,7 miliar. Lion juga telah memesan 234
unit pesawat Airbus senilai US$ 24 miliar. Dengan demikian, Lion Air
dalam tiga tahun terakhir telah membelanjakan sekitar US$ 48 miliar (Rp
11
576 triliun) untuk belanja pesawat. Pembelian yang sangat fantasis bahkan
pembelian Air Bus tersebut merupakan yang terbesar dalam sejarah
Airbus, demikian juga pembelian Boeing juga merupakan pembelian yang
terbesar.15 Disi lain, maskapai ini terkenal dengan pelayanan dan kinerja
yang buruk di Indonesia. Sejak awal dibuka hingga tahun 2015 tercatat
banyak
keluhan publik terhadap pelayanannya. Dari masalah delay,
bagasi, kecelakaan pesawat, kompensasi terhadap pelanggan, lama dan
berbelitnya pengurusan sesuatu pada majaemen Lion Air, hingga masalah
informasi yang tidak cepat dan akurat sampai pada pelanggan. Pendanaan
yang besar namun tak seiring dengan pelayananan ini membuat publik
ingin mengetahui keuangan dari Perusahaan tersebut.16 Masalah terakhir
adalah adalah pada 18 Februari 2015 hingga keesokan harinya, dimana
Lion Air terlambat menerbangakan lebih dari 6000 penumpang, sehingga
menimbulkan keributan di bandara Soekarno Hatta dan Juanda.17
Meskipun perusahaanya merupakan PT tertutup namun kegiatan
perusahaan tersebut mempengaruhi kepentingan publik, sehingga tetap
dibutuhkan trnasparansi dan akuntabilitas terhadap perusahaan tersebut.
b. Perusahaan pertambangan
PT Freeport Indonesia dalam
perannya
berinvestasi di Indonesia dan memberikan pemasukan bagi negara, tidak
lepas dari gejolak ketidakpuasan masyarakat sekitar, masalah lingkungan,
15
http://finance.detik.com/read/2014/11/28/105458/2761861/4/, diakses pada 18 Januari
2015.
16
http://ekonomi.inilah.com/read/detail/2042033/karut-marut-lion-air, diakses pada 18
Januari 2014.
17
http://www.tempo.co/read/news/2015/02/19/083643752/Penyebab-Penerbangan-LionAir-di-Soekarno-Hatta-Kacau, diakses pada 25 Februari 2015.
12
konflik adat, pelanggaran HAM, hingga kesejahteraan masyarakat sekitar
lokasi penambangannya dan banyak masalah lain.18
c. Burger King, Unilever, Nestle dan Kraft Foods di tahun 2010 memutuskan
menghentikan pembelian minyak kelapa sawit yang diproduksi oleh PT
Smart Tbk, anak perusahaan dari Grup Sinar Mas, alasan mereka adalah
dugaan adanya perusakan hutan tropis yang membahayakan kehidupan
satwa, mengurangi kemampuan penyerapan karbon dioksida yang
merupakan salah satu penyebab utama perubahan iklim global yang lebih
dikenal dengan global warming.19
d. Dalam kasus Weda Bay Minerals, pertambangannya direncanakan dalam
tanah adat suku Tobelo dan juga dalam hutan lindung yang merupakan
zona penyangga Taman Nasional Aketajawe-Lolobata. Pertambangan itu
akan mencemari sungai dan laut dengan sedimen dan bahan kimia
beracun. Limbah pengelolahan mineral (tailings) akan dibuang ke Teluk
Weda yang dangkal itu. Sedimen erosi dari daerah pertambangan juga
akan sampai di teluk tersebut. Padahal, teluk tersebut memiliki ekosistem
batu karang dan merupakan sumber ikan untuk banyak komunitas di
sekitarnya. Karena itu, aktivis lingkungan dari LSM Indonesia Jatam,
WALHI, KIARA, dan KAU bersama-sama memprotes terhadap proyek
18
http://www.merdeka.com/uang/47-tahun-kuras-kekayaan-papua-freeport-taksejahterakan-warga.html/ diakses pada 15 Agustus 2014.
19
http://swa.co.id/my-article/triple-bottom-line-lebih-dari-sekadar-profit, diakses pada 15
Agustus 2012.
13
yang direncanakan itu serta terhadap bantuan Bank Dunia untuk study
kelayakannya,20
masih banyak lagi persoalan pada PT lainnya yang menimbulkan ketidakpuasan
stakeholder.
Ditengah banyaknya persoalan yang terjadi mengenai perusahaanperusahaan tersebut, tidak membuat para stakeholder memiliki peluang yang lebih
besar untuk menentukan dan memilih yang mana perusahaan yang baik, yang
produk dan jasanya aman bagi konsumen, yang bertanggung jawab bagi pekerja,
yang peduli lingkungan bagi pemerintah dan masyarakat sekitar, yang taat pajak
bagi pemerintah, dan sebagainya, karena tidak adanya pengaturan kewajiban
melaksanakan keterbukaan informasi publik terkait penyediaan terhadap jenis dan
klasifikasi informasi tersebut, pengelolaan, serta hak akses publik dalam UU No.
40 Tahun 2007, sebagai jaminan akses terhadap informasi perusahaan-perusahaan
tersebut terkait kepentingan para stakeholder.
Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa bidang usaha/bisnis
dalam
hal ini PT, memiliki peran yang besar dalam
kegiatannya terkait
kepentingan publik, baik itu mempengaruhi keadaan perekonomian dan
kesejahteraan publik/masyarakat sekitar bahkan mempengaruhi perekonomian dan
kebijakan politik dan ekonomi bangsa, sehingga diperlukan pengkajian mengenai
pengaturan kewajiban pelaksanaan Keterbukaan Informasi Publik bagi PT non
BUMN dan BUMD dalam kerangka Undang-Undang Perseroan Terbatas, sebagai
jaminan terhadap hak atas informasi. Dengan jaminan tersebut diharapkan para
20
http://jaringnews.com/politik-peristiwa/opini/36273/silvia-werner-prospek-menggiurkan
-sektor-pertambangan-di-indonesia, diakses pada 15 Agustus 2012.
14
stakeholder akan mendapat informasi yang memadai untuk memilih suatu
perusahaan yang baik untuk memenuhi kebutuhan mereka. Tentunnya pengaturan
tersebut perlu disesuaikan dengan
kriteria khusus yang bisa diterapkan bagi
perusahaan swasta yang tentunya berbeda dengan badan publik pada umumnya,
sebagaiman halnya pengaturan yang telah diwajibkan bagi PT yang merupakan
BUMN dan BUMD dalam UU No. 14 Tahun 2008. Untuk itulah diperlukan
pembahasan lebih lanjut mengenai “Keterbukaan Informasi Publik Bagi Perseroan
Terbatas Non BUMN dan BUMD dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah urgensi pengaturan keterbukaan informasi publik bagi
Perseroan Terbatas non BUMN dan BUMD dalam Undnag-Undang
Perseroan Terbatas?
2. Bagaimanakah seharusnya pengaturan Keterbukaan Informasi Publik
bagi Perseroan Terbatas non BUMN dan BUMD dalam Undang-Undang
Perseroan Terbatas?
1.3. Ruang Lingkup Masalah
Suatu karya ilmiah perlu kiranya ditentukan secara tegas batasan materi
yang akan diuraikan. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah agar materi atau isi
uraian ini tidak menyimpang dari pokok permasalahan, sehingga permasalahan
15
yang dibahas dalam tulisan ini dapat diuraikan secara sistematis. Sebelum
diuraikan lebih lanjut, maka terlebih dahulu perlu dibatasi materi yang akan
dibahas dalam tesis ini tentang “Keterbukaan Informasi Publik Bagi Perseroan
Terbatas Non BUMN dan BUMD dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas”.
Permasalahan yang akan dibahas dalam tesis ini adalah mengenai
kekosongan norma mengenai pengaturan keterbukaan informasi publik bagi PT
non BUMN dan BUMD dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Keterbukaan
informasi Publik. Dimana perlunya diatur hal tersebut dibatasi pada implementasi
dari penyediaan terhadap jenis dan klasifikasi informasi tersebut, pengelolaan
informasi, serta terutama mengenai hak akses publik yang sebelumnya belum
mendapatkan pengaturan.
Dalam penulisan ini juga perlu ditegaskan bahwa perusahaan yang
dimaksudkan adalah dibatasi dalam perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas
(PT), yang merupakan bentuk perusahaan yang paling banyak digunakan di
Indonesia, sebagai representasi dari perusahaan pada umumnya, yang kegiatannya
maupun dampak kegiatannya mempengaruhi maupun terkait erat dengan
kepentingan publik maupun hajat hidup orang banyak. Adapun pengertian
stakeholder dalam penulisan ini juga dibedakan dengan pengertian shareholder.
Dimana stakeholder dalam hal ini pemangku kepentingan yang dimaksud adalah
masyarakat luas termasuk di dalamnya adalah organisasi masyarakat seperti
organisasi yang peduli lingkungan, pekerja, dan sebagainya, stakeholder juga
termasuk pemerintah, serta pekerja, yang bukan merupakan shareholder atau
16
pemegang saham perusahaan, yang memiliki berbagai kepentingan akan
keberadaan suatu PT.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dapat dikualifikasikan atas tujuan umum dan tujuan
khusus sebagai berikut:
1.4.1 Tujuan Umum
Secara umum penelitian atas kedua permasalahan di atas bertujuan
untuk pengembangan ilmu hukum atau menambah khasanah pengetahuan
dibidang ilmu hukum, khususnya Hukum Bisnis yang berkaitan dengan
pelaksanaan keterbukaan informasi publik bagi Perseroan Terbatas (PT)
non BUMN dan BUMD. Terkait isu hukum yang dipaparkan adalah
bertujuan untuk;
1.
Mengkaji pengaturan keterbukaan informasi publik bagi perusahaan di
Indonesia.
2.
Mengkaji pengaruh perusahaan terhadap kepentingan umum maupun
hajat hidup orang banyak.
3.
Mengkaji perlunya diatur keterbukaan informasi publik bagi PT non
BUMN dan BUMD.
4.
Mengkaji bagaimana seharusnya pengaturan keterbukaan informasi
publik bagi PT non BUMN dan BUMD dalam Undang-Undang
Perseroan Terbatas.
17
1.4.2. Tujuan Khusus
Sehubungan dengan tujuan umum, maka tujuan khusus yang ingin
dicapai melalui penelitian ini adalah;
1.
Mengkaji urgensi pengaturan keterbukaan informasi publik bagi PT
non BUMN dan BUMD.
2.
Mengkaji bagaimana seharusnya pengaturan keterbukaan informasi
publik bagi PT non BUMN dan BUMD dalam Undang-Undang
Perseroan Terbatas.
1.5. Manfaat Penelitian
Ada beberapa manfaat yang diharapkan dapat dicapai melalui penelitian
terhadap kedua permasalahan di atas. Pada hakikatnya, manfaat yang
dimaksudkan kedalam 2 (dua) hal yakni manfaat yang bersifat teoritis dan
manfaat yang bersifat praktis.
1.5.1. Manfaat Teoritis
Manfaat
sumbangan
teoritis
pemikiran
yang
maupun
diharapkan
adalah
konsep-konsep
dapat
dalam
memberi
pengaturan
keterbukaan informasi publik bagi PT non BUMN dan BUMD.
1.5.2. Manfaat Praktis
Bermanfaat untuk memecahkan masalah yang timbul berkaitan
dengan keberadaan PT Non BUMN dan BUMD dalam hubungannya
dengan kepentingan shareholder maupun stakeholder atas informasi
18
perusahaan, dengan pengaturan dan pelaksanaan Keterbukaan Informasi
Publik bagi perusahaan tersebut dalam undang-undang Perseroan Terbatas.
1.6. Orisinalitas Penelitian
Keterbukaan
informasi
perusahaan
dan
penyelenggaraan
kegiatan
perusahaaan yang berdasarkan pada prinsip GCG ataupun penelitian sejenis yang
menekankan pada perusahaan yang mendasarkan pada prinsip tersebut pada
umumnya
merupakan topik yang sangat menarik untuk dijadikan obyek
penelitian, walaupun secara khusus penulis tidak menemukan tesis dengan tema
sejenis yang khusus.
Terkait dengan penelitian penulis walau secara spesifik tema intinya
berbeda, penulis menemukan penelitian sebagai berikut:
1. Penelitian untuk tesis di Universitas Indonesia, Program Magister
Kenotariatan, atas nama Mochamad Rafiuddin, berjudul “Aspek Hukum
Good Corporate Governance Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas”.
Rumusan masalah penelitian ini adalah; 1. Bagaimanakah aAspek
hukum Good Corporate Governance Menurut Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas?, 2. Bagaimanakah penerapan
prinsip Good Corporate Governance dalam Perseroan?
Penelitian ini merupakan penelitian normatif yang menekankan
pada penerapan Good Corporate Governance (GCG) di Indonesia dimana
dapat didorong dari dua sisi, yaitu etika dan peraturan, pada dasarnya dari
19
sisi peraturan, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas telah menerapkan prinsip-prinsip dasar GCG yaitu transparansi,
kewajiban, pertanggungjawaban, kemandirian dan yang terakhir kewajaran
dan kesetaraan. Akan tetapi karakteristik Perseroan di kawasan Asia
Tenggara khususnya Indonesia adalah tingginya konsentrasi kepemilikan
dan pengendalian pada sekelompok keluarga/grup usaha, dimana
pemegang saham pengendali ikut dalam mencampuri urusan operasional
Perseroan yaitu dengan mempengaruhi kebijakan manajemen Perseroan.
Atas tindakan tersebut pemegang saham telah melanggar prinsip
akuntabilitas yang berujung tidak independennya masing-masing Organ
Perseroan.
2.
Penelitian untuk tesis di Universitas Diponegoro Semarang, atas nama
Dhian Indah Astanti, berjudul “Implementasi Good Corporate Governance
Bagi Perusahaan Asuransi”.
Rumusan
masalah penelitian ini adalah; 1.
Bagaimanakah
Implementasi Good Corporate Governance Bagi Perusahaan Asuransi?,
2. Hambatan-hambatan apakah yang dihadapi dalam Implementasi Good
Corporate Governance Bagi Perusahaan Asuransi?
Penelitian ini merupakan penelitian empiris yang mendasarkan
pada Temuan-temuan dalam penelitian menunjukkan bahwa Perusahaan
Asuransi harus menerapkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance
untuk menciptakan Tatakelola Perusahaan yang Sehat antara lain untuk
memaksimalkan corporate value, memberikan acuan mengenai prinsip-
20
prinsip Good Corporate Governance yang harus dipedomani pada tingkat
kewenangannya masing-masing jajaran manajemen dan karyawan, serta
upaya memberikan rasa kepercayaan kepada pemegang saham dan
stakeholders lainnya. Tatakelola Perusahaan yang baik merupakan acuan
bagi
pengelola
Perusahaan
untuk
bertindak
akuntabel
dan
bertanggungjawab. Dengan kata lain Manajemen Perusahaan lebih
profesional dalam mengelola Perusahaan ini pada akhirnya akan
meningkatkan kepercayaan seluruh karyawan, dan terbentuknya citra
Perusahaan yang positif dikalangan seluruh pihak-pihak petaruhnya,
sehingga dapat meningkatkan kepercayaan nasabah. Secara umum tidak
ada hambatan di dalam menerapkan Good Corporate Governance hanya
belum optimal, sehingga perlu dilakukan sosialisasi tidak hanya di tingkat
pedoman Good Corporate Governance dari perusahaan asuransi yang
bersangkutan saja tetapi sampai ke operasional perusahaan asuransi.
3.
Penelitian untuk tesis di Universitas Sebelas Maret, atas nama Hertu
Apriyana,
berjudul
“Analisis
Yuridis
Terhadap
Prinsip-prinsip
Pengelolaan Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) Dalam
Undangundang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
Rumusan masalah penelitian ini adalah; 1. Apakah terdapat normanorma yang mengatur prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik
(good corporate governance ) dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas?, 2. Apakah prinsip-prinsip pengelolaan
perusahaan yang baik (good corporate governance ) dalam Undang-
21
undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sudah
memberikan perlindungan hukum terhadap stakeholders?
Penelitian ini merupakan penelitian normatif, yang menekankan
bahwa secara normatif Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas sudah terdapat norma-norma yang mengatur prinsipprinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance),
yaitu: prinsip keadilan, transparansi, tanggung jawab, dan prinsip
akuntabilitas sesuai dengan menerapkan teori pendirian perseroan menurut
contractual theory dan concession theories. Prinsip-prinsip tersebut secara
keseluruhan diterapkan sehingga akan memberikan perlindungan hukum
terhadap stakeholders, walaupun masih terdapat norma-norma yang masih
sumir ketentuannya, sehingga diperlukan penjelasan yang lebih lengkap,
misalnya melalui Peraturan Pemerintah (PP) atau ketentuan perundangundangan lainnya.
Dibandingkan dengan penelitian yang penulis lakukan tampaklah
perbedaan-perbedaan yang spesifik. Penekanan pada penelitian yang penulis
lakukan ini terletak pada perlunya diwajibkan keterbukaan informasi publik yang
dilakukan perusahaan berbentuk perseroan terbatas yang bukan merupakan PT
BUMN maupun BUMD, dalam suatu payung hukum Undang-Undang tentang
Perseroan Terbatas sebagai implementasi hak atas informasi bagi seluruh
stakeholder, berdasarkan pada prinsip GCG.
Dalam penelitian terdahulu, tema Keterbukaan Informasi Publik pada
umumnya, dan
khususnya penekanan pada penelitian mengenai Keterbukaan
22
Informasi Publik bagi Perseroan Terbatas non BUMN dan BUMD dalam UndangUndang Perseroan Terbatas, sama sekali belum pernah memperoleh kajian. Oleh
karena itu penelitian yang penulis lakukan dapat dikemukakan masih bersifat
orisinal dan layak dijadikan sebagai obyek penulisan dalam bentuk tesis.
1.7. Landasan Teoritis
Dalam landasan teoritis akan dipaparkan beberapa kajian teori dan konsep
hukum, yang akan dipergunakan dalam kajian ini untuk memberikan jawaban
terhadap rumusan masalah di atas. Dan juga akan dilengkapi dengan pandanganpandangan sarjana yang akan dipadukan dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Sejumlah konsep yang akan digunakan sebagai landasan teoritis dalam
pembahasan permasalahan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Teori Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
2.
Teori Good Coorporate Governance
3.
Konsep Fair and Full Disclosure
1.7.1 Teori Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Teori ini dikemukakan oleh Lon I.Fuller. menurut Fuller, agar hukum
(peraturan) berfungsi dengan baik, maka peraturan tersebut harus mematuhi
atau mengikatkan diri secara ketat kepada 8 (delapan) syarat yang merupakan
azas-azas dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
“The criteria which Fuller argues must be satisfied in order for
something which can truly be called a legal system to exist are
generality, promulgation, non-retroactivity, clarity, non-contradiction,
23
not requiring the impossible, constancy through time and, finally,
congruence between official action and the declared rule).” 21
(Kriteria yang Fuller kemukakan harus dipenuhi agar dapat disebut
sistem hukum yang ada adalah umum, pengundangan, non-retroaktif,
kejelasan, non-kontradiksi, tidak memerlukan yang tidak mungkin,
keteguhan melalui waktu dan akhirnya, kesesuaian resmi tindakan dan
aturan diumumkan).
Adapun penjelasan mengenai kriteria yang dikemukakan oleh fuller
tersebut yang diuraikan sebagai berikut22 :
1) …a failure to acliieve rule at all, so that every issue must de
decided on an ad hoc basi (peraturan harus berlaku juga bagi penguasa,
harus ada kecocokan atau konsistensi antara peraturan yang
diundangkan dengan pelaksanaannya; dituangkan dalam aturan-aturan
yang berlaku umum, artinya suatu system hukum harus mengandung
peraturan-peraturan dan tidak boleh sekedar mengandung keputusan
yang bersifat sementara atau ad hoc).
2) A failure to publicize, or at least, to make available to th affected
party, the rules he is expected to observe (aturan-aturan yang telah
dibuat harus diumumkan kepada mereka yang menjadi objek
pengaturan aturan-aturan tersebut).
3) The abuse of retroactive legislation, which not only cannot it self
guide action, but under it’s the integrity of rules prospective in effect,
since it puts them under the threat of retrospective change (tidak boleh
ada peraturan yang memilki daya laku surut atau harus nonretroaktif,
karena dapat merusak integritas peraturan yang ditujukan untuk berlaku
bagi waktu yang akan datang).
4) A failure to make rules understandable (dirumuskan secara jelas,
artinya disusun dalam rumusan yang dapat dimengerti).
5) The enactment of contradictory rules (tidak boleh mengandung
aturan-aturan yang bertentangan satu-sama lain).
6) Rules that require conduct beyond the powers of the affected party
(tidak boleh mengandung beban atau persyaratan yang melebihi apa
yang dapat dilakukan).
7) Introducing such frequent changes in the rules (memperkenalkan
perubahan sering seperti dalam aturan, artinya ketentuan bahwa hukum
harus konstan/konsisten di setiap waktu tidak mutlak, karena hukum
harus merespon perubahan yang terjadi di setiap waktu).
21
Ian Mcleod, 2003, Legal Theory, Queen Mary Centre for Commercial Law Studies,
University of London, p.105.
22
Made Diah Sekar Mayang Sari, 2010,”Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terkenal
Dalam Sistem Hukum Hak Kekayaan Intelektual”, (Tesis) Program Pascasarjana Universitas
Udayana, Denpasar, h. 27-28.
24
8) administered in a way sufficiently congruent with their wording so
that individuals can abide by them.( diberikan dalam cara yang cukup
kongruen dengan kata-kata mereka sehingga individu dapat mematuhi
mereka).
Salah satu syarat yang merupakan azas dalam pembentukkan peraturan
perundang-undangan menurut Lon I.Fuller sebagaimana telah disebutkan
adalah: mengenai konsisten di setiap waktu, Menurut Fuller, ketentuan bahwa
hukum harus konstan/konsisten di setiap waktu tidak mutlak, karena hukum
harus merespon perubahan yang terjadi di setiap waktu (Introducing such
frequent changes in the rules).
Penegakan dan penerapan hukum khususnya di Indonesia seringkali
menghadapi
kendala
berkaitan
dengan
perkembangan
masyarakat,
perkembangan masyarakat dalam hal ini membawa kepada perkembangan
perusahaan lebih cepat dari perkembangan aturan perundang-undangan,
sehingga perkembangan dalam masyarakat tersebut menjadi titik tolak dari
keberadaan suatu peraturan. Dalam kehidupan bermasyarakat memang
diperlukan suatu sistem hukum untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang
harmonis dan teratur. Kenyataannya hukum atau peraturan perundangundangan yang dibuat tidak mencakup seluruh perkara yang timbul dalam
masyarakat sehingga menyulitkan penegak hukum untuk menyelesaikan
perkara tersebut.
Asas legalitas yang kerap dianggap sebagai asas yang memberikan
suatu kepastian hukum dihadapkan oleh realita bahwa rasa keadilan
masyarakat tidak dapat dipenuhi oleh asas ini karena masyarakat yang terus
berkembang seiring kemajuan teknologi. Perubahan cepat yang terjadi tersebut
25
menjadi masalah berkaitan dengan hal yang tidak atau belum diatur dalam
suatu peraturan perundang-undangan, karena tidak mungkin suatu peraturan
perundang-undangan dapat mengatur segala kehidupan manusia secara tuntas
sehingga adakalanya suatu peraturan perundang-undangan tidak jelas atau
bahkan tidak lengkap yang berakibat adanya kekosongan hukum di
masyarakat.
Bila
dikaitkan
dengan
peraturan
perundang-undangan
tentang
Keterbukaan Informasi Publik, dimana terdapat kekosongan norma, kiranya
menurut Fuller bahwa hukum harus dapat merespon perubahan yang terjadi di
setiap waktu, artinya peraturan dalam bidang Keterbukaan Informasi Publik
harus dapat mengakomodir segala macam kasus atau permasalahan yang
timbul dari adanya perkembangan zaman, seiring dengan perkembangan
perusahaan yang tumbuh dan berkembang persama seiring dengan kehidupan
perekonomian masyarakat juga pembangunan bangsa.
1.7.2 Konsep Good Coorporate Governance
Kehadiran dunia usaha sangat berperan penting dalam menopang
kegiatan perekonomian masyarakat dan bangsa. Dunia usaha akan mendorong
menguatnya bidang riel masyarakat dan sekaligus akan menyerap tenaga kerja
serta mengurangi pengangguran. Perkembangan dunia usaha terutama di
bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai
variasi barang atau jasa. Di samping itu, globalisasi dan perdagangan bebas
yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan informasi telah
memperluas ruang gerak arus transaksi barang atau jasa melintasi batas-batas
26
wilayah suatu negara, sehingga barang dan jasa yang ditawarkan semakin
bervariasi baik produksi luar negeri maupun produksi dalam negeri.
Berdasarkan hal tersebut sudah semestinya dunia usaha juga harus
memiliki tata kelola usaha yang baik dan tidak merugikan kepentingan
masyarakat, khususnya para konsumen. Salah satu solusinya, perlu
diberlakukannya
dan
ditegakkannya
prinsip-prinsip
Good
Corporate
Governance (serlanjutnya disebut GCG) bagi dunia usaha dan praktek bisnis
pada umumnya, sebagai pedoman dan parameter kinerja dunia usaha dalam
menjalankan aktifitasnya. Dalam hal ini kontrol dan pengawasan publik
terhadap praktek bisnis dapat melibatkan baik dari unsur pemerintah,
masyarakat dan kalangan dunia usaha sendiri.
GCG menurut Centre for European Policy Studies (CEPS), merupakan
seluruh sistem yang dibentuk mulai dari hak (right), proses, serta pengendalian,
baik yang ada di dalam maupun di luar manajemen perusahaan, hak di sini
adalah hak seluruh stakeholder, bukan terbatas kepada shareholder saja. Hak
adalah berbagai kekuatan yang dimiliki stakeholder secara individual untuk
mempengaruhi manajemen. Proses, maksudnya adalah mekanisme dari hakhak
tersebut.
Adapun
pengendalian
merupakan
mekanisme
yang
memungkinkan stakeholder menerima informasi yang diperlukan seputar
kegiatan perusahaan.23
Sejumlah negara juga mempunyai definisi tersendiri tentang GCG.
Beberapa negara mendefinisikannya dengan pengertian yang agak mirip
23
Mas Achmad Daniri, 2005, Good Corporate Governance Konsep dan Penerapannya
dalam Konteks Indonesia, Ray Indonesia, Jakarta, h. 7.
27
walaupun ada sedikit perbedaaan istilah. Kelompok negara maju (OECD),
misalnya mendefinisikan GCG sebagai cara-cara manajemen perusahaan
bertanggungjawab kepada shareholder-nya. Para pengambil keputusan di
perusahaan haruslah dapat dipertanggungjawabkan, dan keputusan tersebut
mampu memberikan nilai tambah bagi shareholder lainnya. Karena itu fokus
utama disini terkait dengan proses pengambilan keputusan dari perusahaan
yang mengandung nilai-nilai transparency, responsibility, accountability, dan
tentu saja fairness.24
Good governance menunjuk pada pengertian bahwa kekuasaan tidak
lagi semata-mata dimiliki atau menjadi urusan pemerintah, tetapi menekankan
pada pelaksanaan fungsi pemerintahan secara bersama-sama oleh pemerintah,
masyarakat madani, dan pihak swasta. Good governance juga berarti
implementasi kebijakan sosial-politik untuk kemaslahatan rakyat banyak,
bukan hanya untuk kemakmuran orang-per-orang atau kelompok tertentu.25
Di Indonesia menurut Pedoman GCG Komite Nasional Kebijakan
Governance, GCG diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien,
transparan dan konsisten dengan peraturan perundang-undangan. Oleh karena
itu penerapan GCG perlu didukung oleh tiga pilar yang saling berhubungan,
yaitu negara dan perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha sebagai pelaku
pasar, dan masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha. Prinsipprinsip dasar yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pilar adalah:
24
Iman Sjahputra Tunggal dan Amin Widjaja Tunggal, 2002, Membangun Good
Corporate Governance, Harvarindo, Jakarta, h. 1.
25
Krina, Lalolo, 2003, Indikator Dan Tolok Ukur Akuntabilitas, Traansparansi dan
Partisipasi, BAPPENAS, Jakarta, h. 5.
28
1. Negara dan perangkatnya menciptakan peraturan perundang-undangan yang
menunjang iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan, melaksanakan
peraturan perundang-undangan dan penegakan hukum secara konsisten
(consistent law enforcement).
2. Dunia usaha sebagai pelaku pasar menerapkan GCG sebagai pedoman dasar
pelaksanaan usaha.
3. Masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha serta pihak yang
terkena dampak dari keberadaan perusahaan, menunjukkan kepedulian dan
melakukan kontrol sosial (social control) secara obyektif dan bertanggung
jawab.26
Asas GCG tersebut yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas,
independensi serta kewajaran dan kesetaraan diperlukan untuk mencapai
kesinambungan usaha (sustainability) perusahaan dengan memperhatikan
pemangku kepentingan (stakeholders):27
1. Transparansi (Transparency)
Prinsip dasarnya adalah untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan
bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan
dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku
kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan
tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundangundangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh
pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.
26
Komite Nasional Kebijakan Governance, 2006, Pedoman Umum Good Corporate
Government Indonesia, Komite Nasional Kebijakan Governance, Jakarta, h. 3.
27
Ibid.
29
2. Akuntabilitas (Accountability)
Prinsip
dasarnya
adalah
perusahaan
harus
dapat
mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk
itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai denganb
kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan
pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas
merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang
berkesinambungan.
3. Responsibilitas (Responsibility)
Prinsip dasarnya adalah perusahaan harus mematuhi peraturan perundangundangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan
lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka
panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.
4. Independensi (Independency)
Prinsip dasarnya adalah
untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG,
perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing
organ perusahaan tidak saling mendominasi danntidak dapat diintervensi
oleh pihak lain.
5. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)
Prinsip dasarnya adalah dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan
harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan
pemangku
kesetaraan.
kepentingan
lainnya
berdasarkan
asas
kewajaran
dan
30
Dalam
ide keterbukaan informasi publik oleh perusahaan, GCG
menjadi teori aplikasinya, ide keterbukaan tersebut harus berpijak pada asasasas GCG tersebut.
1.7.3 Konsep Full and Fair Disclosure
Sejalan dengan konsep GCG yang dalam praktek salah satunya
diterapkan dalam dunia pasar modal diseluruh dunia dikenal prinsip full and
fair disclosure, sebagai prinsip dalam konsep keterbukaan atau transparansi
yang merupakan syarata mutlak dan bersifat univerasal yang ditemukan di
dalam dunia pasar modal.28 Dari segi substansial, transparansi memampukan
publik untuk mendapatkan akses informasi penting yang berkaitan dengan
perusahaan. Di Indonesia dengan berlakunya UU No. 8 Tahun 1995 tentang
Pasar Modal menjamin diberlakukan dan ditegakkannya aturan mengenai
transparansi tersebut.
Full diclosure bermakna bahwa kewajiban emiten, perusahaan publik,
atau siapa saja yang terkait untuk mengungkapkan informasi sejelas, seakurat,
dan selengkap mungkin mengenai fakta material yang berkaitan dengan
tindakan perusahaan atau efeknya yang berpotensi kuat memengaruhi
keputusan pemegang saham atau calon investor terhadap saham, karena
informasi itu berpengaruh pada efek atau harga efeknya. Bahkan pada masa
penyampaian pendaftaran, sebelum efek ditawarkan kepada publik, emiten dan
penjamin pelaksana emisi harus menerapkan prinsip keterbukaan.29
28
M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, 2004, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia,
Prenada Media, Jakarta, h. 226.
29
Munir Fuady, Doktrin-doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam
Hukum Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, (Selanjutnya disebut Munir Fuaday I), h. 53.
31
Pernyataan pendaftaran tersebut mencakup seluruh informasi yang
harus dikemukakan pada publik. Pernyataan pendaftaran tersebut mencakup
laporan keuangan yang telah diaudit, gambaran umum perusahaan, uraian
tentang bisnis emiten, evaluasi tentang resiko usaha, keterangan tentang
pennjaminan, legal opinion, sejarah umum perusahaan, dan keterangan lain
yang penting dan relevan. Dokumen-dokumen yang disertakan dalam
pernyataan pendaftaran merupakan dokumen publik yang disimpan di Pusat
Referensi Pasar Modal (selanjutnya disebut PRFM) Bursa Efek Jakarta dan
Badan Pengawas Pasar Modal (selanjutnya disebut Bapepam). Dari kedua
tempat itu masyarakat dan investor bisa mengakses informasi mengenai
emiten. Dalam penyampaian pernyataan pendaftaran emiten harus membuat
prospektus yang beerisikan tentang latar belakang, kondisi keuangan, status
hukum, kekayaan, rsiko, dan rencana-rencana untuk masa yang akan datang
yang dimiliki oleh perusahaan.30
Kealpaan, kesalahan, atau ketidakcukupan full disclosure dalam
penyampaian informasi dapat dikenakan sanksi pidana, perdata, atau
administratif yang berupa denda dan peringatan tertulis kepada direksi,
kommisaris, pemegang saham utamaperusahaan, akuntan, atau konsultan
hukum yang terlibat dalam penawaran umum.
Fair disclosure bermakna bahwa suatu pasar modal dikatakan fair dan
efisien bila semua pemodal memperoleh informasi dalam waktu yang
bersamaan disertai kualitas informasi yang sama (equal treatment dalam akses
30
M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Op.Cit., h. 230.
32
informasi). Dari sisi yuridis, transparansi merupakan jaminan bagi hak publik
untuk terus mendapatkan akses penting dengan sanksi untuk hambatan atau
kelalaian yang dilakukan perusahaan. Pengenaan sanksi yang termuat dalam
UU No.8 Tahun 1995 serta penegakan hukum atas setiap pelanggaran terhadap
ketentuan mengenai keterbukaan atau transparansi ini menjadikan pemegang
saham atau investor terlindungi secara hukum, perlindungan tersbut diperlukan
untuk pasar modal yang fair teratur dan efisien.31
Terkait erat dengan penulisan ini, prinsip disclosure yang merupakan
penerpan dari konsep GCG sendiri merupakan teori yang sangat tepat
mengenai keterbukaan informasi perusahaan, walaupun prinsip ini pada
umunya hanya dirasakan manfaatnya oleh para shareholder (pemegang saham
dan publik yang akan membeli saham/calon pemegang saham) saja pada
perusahaan perseroan terbatas terbuka. Namun berlandaskan pada prinsip ini
dapat dikonsepkan dan dilaksanakan keterbukaan informasi publik bagi seluruh
stakeholder dalam satu payung hukum berupa pengaturan keterbukaan
informasi publik dalam Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas.
1.8. Metode Penelitian
Dalam rangka membuktikan kebenaran ilmiah dalam penelitian ini,
maka digunakan metodologi penelitian sebagai berikut:
31
M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Loc. Cit.
33
1.8.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, penelitian
yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti
bahan pustaka atau data sekunder.32 Mengacu kepada norma-norma hukum
yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, konvensi internasional,
perjanjian
internasional, doktrin-doktrin hukum, maupun putusan-putusan
Pengadilan.
1.8.2. Jenis Pendekatan
Penelitian
ini
menggunakan
pendekatan
perundang-undangan,
pendekatan perbandingan, pendekatan analisis konsep hukum, serta pendekatan
fakta.
Pendekatan perundang-undangan digunakan untuk
menganalisis
undang-undang No. 40 tahun 2007, UU No. 14 tahun 2008, dan undangundang lain yang terkait. Dengan pendekatan perbandingan membandingakn
konsep-konsep dan asas pada UU No. 14 Tahun 2008 yang digunakan untuk
memenuhi kekosongan norma pada pengaturan keterbukaan informasi publik
bagi PT non BUMN dan BUMD dalam undang-undang dalam UU No. 40
Tahun 2007.
Pendekatan analisis konsep hukum tersebut mencari pembenaran atas
suatu teori hukum atau azas-azas yang dapat dipergunakan di dalam penelitian
ini. Teori-teori hukum yang digunakan dalam penelitian ini yaitu; Teori Negara
Kesejahteraan (Welfare State), Teori Pembentukan Peraturan Perundang32
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2009, Penelitian Hukum Nornatif Suatu Tinjauan
Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 13.
34
undangan, Teori Good Coorporate Governance, Konsep Fair and Full
Disclosure.
Pendekatan
fakta
menganalisis
fakta-fakta
yang
mengungkap
pentingnya untuk dilaksanakan keterbukaani nformasi bagi perusahaan non
BUMN dan BUMD.
1.8.3. Bahan Hukum
Pada penelitian hukum normatif, bahan pustaka merupakan data dasar
yang dalam (ilmu) penelitian digolongkan sebagai data sekunder. Bahan
Hukum dapat diklasifikasikan ke dalam 3 golongan33:
1)
Bahan hukum primer (primary law material)
Yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat secara
umum (perundang-undangan) atau mempunyai kekuatan mengikat
bagi pihak-pihak berkepentingan (kontrak, konvensi, dokumen,
hukum dan putusan hakim)
2)
Bahan hukum sekunder (secondary law material)
Yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum
primer34 (buku ilmu hukum, jurnal hukum, laporan hukum, media
cetak atau elektronik.
3)
33
Bahan hukum tertier (tertiary law material)
Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, h. 82.
34
Ronny Hannintijo Soemitro, 1990, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia
Indonesia, Jakarta, hal. 25.
35
Yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum
primer dan bahan hukum sekunder (rancangan undang-undang, kamus
hukum dan ensiklopedia).
Bahan-bahan hukum sebagai kajian normatif sebagian besar dapat
diperoleh melalui penelusuran terhadap berbagai dokumen hukum35. Bahan
hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat,36 dalam penulisan ini
bahn hukum primer yang digunakan adalah:
1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
2. Kitab Undang–Undang Hukum Perdata
3. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
4. Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik
5. Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
6. Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
7. Undang-undang No.19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
(BUMN)
8. Undang-Undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan
9. Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan
10. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
No: KEP-431/BL/2012 tentang Penyampaian Laporan Tahunan Emiten
Atau Perusahaan Publik.
35
Bahder Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, CV. Mandar Maju,
Bandung, h. 98.
36
Zainuddin Ali, 2010, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h. 23.
36
Bahan hukum sekunder, yang digunakan dalam penulisan ini yaitu
buku-buku ataupun literatur-literatur yang memuat teori dan pandangan dari
para ahli yang relevan dengan keterbukaan informasi publik bagi perusahaan.
Bahan hukum tertier yang memberi petunjuk maupun penjelasan dalam
penulisan ini adalah kamus hukum, kamus bahasa, ensiklopedia dan internet
yang diuraikan pada halaman akhir penulisan ini.
1.8.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum yang dipergunakan dalam penulisan
ini adalah studi kepustakaan. Studi kepustakaan merupakan segala usaha yang
dilakukan oleh peneliti untuk menghimpun informasi yang relevan dengan
topik atau masalah yang akan atau sedang diteliti. Informasi itu dapat diperoleh
dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karangan-karangan
ilmiah, dan
peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan, buku tahunan, ensiklopedia, dan
sumber-sumber tertulis baik tercetak maupun elektronik lain. Teknik
pengumpulan bahan hukum sesuai dengan jenis pendekatan yang digunakan,
Karena penelitian ini menggunakan jenis pendekatan undang-undang, maka
dikumpulkannlah peraturan perundang-undangan yang terkait dengan isu
penelitian ini.37 Setelah dilakukan studi kepustakaan, kemudian dilanjutkan
dengan kualifikasi fakta dan kualifikasi hukum.
1.8.5. Teknik Analisis
Bahan hukum yang telah terkumpul dan dilakukan analisis, setelah
mendapatkan suatu informasi atau pemikiran terhadap permasalahan yang
37
Peter Mahmud Marzuki, 2006, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta, h. 194.
37
diajukan maka bahan hukum tersebut disajikan dengan teknik deskriptif.
Dalam hal ini diuraikan apa adanya terhadap suatu kondisi atau posisi dari
proposisi-proposisi hukum atau non hukum.
Teknik argumentatif juga digunakan dalam penelitian ini, pembahasan
dilakukan dengan memberikan argumen-argumen hukum, dan dilakukan teknik
sistematif, dalam upaya mencari kaitan rumusan suatu konsep hukum atau
proposisi hukum antara peraturan perundang-undagan yang sederajat maupun
yang tidak. 38
38
Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Udayana, 2013, Pedoman Penulisan
Usulan Penelitian dan Penulisan Tesis Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum, Universitas
Udayana, Denpasar, h. 36.
38
BAB II
TINJAUAN UMUM KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK
2.1. Keterbukaan Informasi Publik
2.1.1. Perkembangan Keterbukaan Informasi Publik
Bahasan mengenai Keterbukaan Informasi Publik dalam Penulisan ini
tidak dapat terlepas dari pengertian atau definisi dari informasi publik itu sendiri,
bagaimana latar belakang dari munculnya keterbukaan informasi publik ini di
Indonesia maupun internasional, serta tujuan dari diberlakukaannya pengaturan
mengenai keterbukaan informasi publik tersebut.
2.1.1.1. Pengertian informasi publik, kepentingan publik, badan publik
Pengertian informasi dapat dilihat dalam beberapa perundang-undangan
antara lain; dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang No. 14 Tahun 2008
disebutkan: “Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda
yang
mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun
penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam
berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi
dan komunikasi secara elektronik ataupun nonelektronik.”
Pengertian informasi sebagaimana dalam Pasal 1 angka 1 Surat Keputusan
Ketua Mahkamah Agung No. 144/KMA/SK/VIII/2007 (SK 144) disebutkan:
“Informasi adalah segala sesuatu yang dapat dikomunikasikan atau yang dapat
menerangkan sesuatu dalam bentuk atau format apapun.”
38
39
Pengertian informasi terkait Badan Usaha Milik Negara, dalam Penjelasan
Pasal 85 ayat (1) Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik
Negara disebutkan: “Informasi adalah fakta material dan relevan mengenai
peristiwa, kejadian, atau fakta yang dapat mempengaruhi harga dan/atau
keputusan pemodal, calon pemodal, atau pihak lain yang berkepentingan atas
informasi atau fakta tersebut.”
Pengertian informasi terkait pasar modal, dalam Pasal 1 angka 7 UndangUndang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal disebutkan: “Informasi atau Fakta
Material adalah informasi atau fakta penting dan relevan mengenai peristiwa,
kejadian, atau fakta yang dapat mempengaruhi harga Efek pada Bursa Efek dan
atau keputusan pemodal, calon pemodal, atau Pihak lain yang berkepentingan atas
informasi atau fakta tersebut.”
Selanjutnya pengertian Informasi Publik disebutkan dalam Pasal 1 Angka
2 UU No. 14 Tahun 2008 disebutkan:
“Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola,
dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan
penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan
penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan UndangUndang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan
publik.”
Pasal ini menjelaskan bahwa informasi publik adalah seluruh informasi
yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan
publik yang berkaitan dengan badan publiknya (penyelenggara) maupun informasi
yang muncul karena penyelenggaraan fungsi badan publik. Yang dimaksud
informasi terkait penyelenggara negara adalah informasi terkait dengan organ
dalam arti statis misalnya keberadaan, pengurus, maksud dan tujuan, ruang
40
lingkup kegiatan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 9 ayat (2) huruf a UU No.
14 Tahun 2008 dan penjelasannya. Sedangkan yang dimaksud dengan informasi
yang terkait dengan penyelenggaraan negara adalah informasi publik yang
merupakan hasil dari pelaksanaan fungsinya (penyelenggaraan negara atau
penyelenggaraan badan publik lainnya), misalnya laporan kegiatan dan kinerja
badan publik, laporan keuangan, kebijakan-kebijakan yang dihasilkan, dan
sebagainya.39
Dalam pasal ini juga yang dimaksud dengan informasi publik adalah
informasi lain yang terkait dengan kepentingan publik. Jadi sepanjang suatu
informasi menyangkut kepentingan publik, maka termasuk informasi publik.40
Definisi kepentingan menurut Prof. Sudikno Mertokusumo adalah
mengenai kepentingan sebagai tuntutan perorangan atau kelompok yang
diharapkan untuk dipenuhi dan pada hakekatnya mengandung kekuasaan yang
dijamin dan dilindungi oleh hukum dalam melaksanakannya. Namun di dalam
masyarakat terdapat banyak sekali kepentingan, baik perorangan maupun
kelompok. Kepentingan-kepentingan yang banyak dan beragam tersebut tidak
mungkin dipenuhi semuanya sekaligus, terlebih lagi jika antar kepentingan
tersebut saling bertentangan satu sama lain. Untuk itu diperlukan metode dalam
menilai kepentingan umum tersebut.41
Banyak dan beragamnya kepentingan tersebut harus dipilih dan dipastikan
kepentingan-kepentingan mana yang harus didahulukan atau diutamakan.
39
Komisi Informasi Pusat RI, 2009, Anotasi UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik, Komisi Informasi, Jakarta, h. 30.
40
Ibid.
41
Sudikno Mertokusumo, 2005, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty,
Yogyakarta, h. 19.
41
Kepentingan-kepentingan tersebut harus dipertimbangkan, ditimbang-timbang
bobotnya
secara
proporsional
(seimbang)
dengan
memperhatikan:
a)
penghormatan terhadap kepentingan lainnya; b) berdasarkan hukum; c)
berdasarkan sasaran atau manfaatnya. Jadi, secara teoretis dapat dikatakan bahwa
kepentingan umum merupakan hasil dari menimbang-nimbang sekian banyak
kepentingan-kepentingan yang beragam dalam masyarakat dengan tetap
menerapkan kepentingan utama menjadi kepentingan umum.42
Pengertian Badan Publik adalah
sebagaimana yang disebutkan dalam
Pasal 1 Angka 3 UU No.14 Tahun 2008 sebagai berikut:
“Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan
lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan
negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah, atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau
seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan
masyarakat, dan/atau luar negeri”
Ruang lingkup Badan Publik dalam Pasal 3 Peraturan Komisi Informasi
No. 1 Tahun 2010 disebutkan;
“Ruang lingkup Badan Publik sesuai dengan peraturan ini mencakup:
a. lembaga eksekutif;
b. lembaga legislatif;
c. lembaga yudikatif;
d. badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan
penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari
anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan
belanja daerah;
e. organisasi non pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya
bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran
pendapatan dan belanja daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri;
f. partai politik; dan
g. Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah.”
42
Sudikno Mertokusumo, Loc. Cit.
42
Menurut Dian Puji Simatupang dalam merumuskan pengertian badan
publik perlu ditekankan tentang kriteria publik itu sendiri. Menurutnya, publik
dalam UU No. 14 Tahun 2008 diartikan sebagai kepentingan publik.43
Dalam pengaturan ruang lingkup badan publik tersebut, terdapat badan
publik negara dan badan publik selain negara, BUMN dan BUMD termasuk
didalamnya, dimana BUMN dan BUMD termasuk di dalam kategori badan publik
selain negara, adalah organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh
dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau
anggaran pendapatan dan belanja daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar
negeri.44
Berdasarkan pengertian tersebut jelas bahwa sektor usaha dalam hal ini
adalah BUMN dan BUMN mendapatkan pengaturan dalam undang-undang
keterbukaan informasi publik, karena sumber pendanaanya berasal dari kekayaan
negara yang dipisahkan sehingga berkewajiban untuk melakukan keterbukaan
sebagai bentuk pertanggungjwaban terhadap publik atas dana tersebut.
2.1.1.2. Latar belakang keterbukaan informasi publik
A. Keterbukaan informasi publik di ranah internasional
Membahas mengenai keterbukaan informasi publik terkait erat dengan
prinsip keterbukaan yang lebih dikenal dengan prinsip transparansi dalam GCG,
tidak bisa terlepas dari bagaimana perkembangan GCG di dunia maupun di
Indonesia.
43
Komisi Informasi Pusat RI, Op.Cit., h. 38.
Agus Sudibyo, dkk., 2009, Panduan Sederhana Penerapan Undang-Undang
Keterbukaan Informasi Publik, Yayasan SET bersama USAID dan DRSP, Jakarta, h. 21.
44
43
Kata governance sering
dirancukan
dengan government.
Akibatnya,
Negara dan pemerintah menjadi korban utama, bahwa pemerintah adalah sasaran
nomor satu untuk melakukan perbaikan-perbaikan. Badan-badan keuangan
internasional mengambil prioritas untuk memperbaiki birokrasi pemerintahan di
Dunia Ketiga dalam skema good governance mereka.45
Di satu sisi istilah good governance dapat dimaknai secara berlainan,
sedangkan sisi yang lain dapat diartikan sebagai kinerja suatu lembaga, misalnya
kinerja pemerintahan, perusahaan atau organisasi kemasyarakatan, Apabila istilah
ini dirujuk pada asli kata dalam bahasa Inggris yaitu governing, maka artinya
adalah mengarahkan atau mengendalikan, Karena itu good governance dapat
diartikan
sebagai
tindakan
untuk
mengarahkan,
mengendalikan,
atau
mempengaruhi masalah publik.46
Oleh karena itu ranah good governance tidak terbatas pada negara atau
birokrasi pemerintahan, tetapi juga pada ranah masyarakat sipil yang
dipresentasikan oleh organisasi non pemerintah dan sektor swasta. Singkatnya,
tuntutan terhadap good governance tidak hanya ditujukkan kepada penyelenggara
negara atau pemerintah, melainkan juga pada masyarakat di luar struktur birokrasi
pemerintahan.47
Munculnya
governence
menggeser
kata
government
dalam
kajian
administrasi publik memiliki sejarah yang panjang. Transformasi government sendiri
sepanjang abad ke-20 secara kronologis berlangsung melalui beberapa tahap. Tahap
45
Meuthia Ganie-Rochman, 2000, Good governance: Prinsip, Komponen dan
Penerapannya, Dalam: Penyelenggaraan Negara Yang Baik dan Masyarakat Warga, Komnas
HAM, Jakarta, h. 18.
46
Ibid.
47
Ibid.
44
I adalah era abad ke-20 yang ditandai dengan konsolidasi pemerintahan
demokratis (democratic government) di dunia Barat. Tahap II berlangsung pada
pasca Perang Dunia I, yang ditandai dengan semakin menguatnya peran
pemerintah. Pemerintah mulai tampil dominan, yang melancarkan regulasi politik,
redistribusi ekonomi dan kontrol yang kuat terhadap ruang-ruang politik
dalam masyarakat.48
Tahap III, era tahun 1960-an sampai 1970-an, yang menggeser perhatian ke
pemerintah di negara-negara Dunia Ketiga. Era itu adalah perluasan proyek
developmentalisme (modernisasi) yang dilakukan oleh dunia Barat di Dunia
Ketiga, yang mulai melancarkan pendalaman kapitalisme. Pada saat yang sama
pendalaman kapitalisme itu diikuti oleh kuatnya negara dan hadirnya rezim
otoritarian di kawasan Asia, Amerika Latin dan Afrika.49
Tahap IV, memasuki dekade 1980-an, yang ditandai dengan krisis ekonomi dan
finansial negara yang melanda dunia. Di Amerika ketika Reagan naik menjadi presiden
maupun di Inggris ketika diperintah Margaret Tatcher, kedua negara tersebut
menghadapi problem serius tersebut. Di Indonesia juga menghadapi krisis ekonomi
yang dimulai dengan anjloknya harga minyak. Karena itu pada masa ini berkembang
pesat “penyesuaian struktural”, yang lahir dalam bentuk deregulasi, debirokratisasi,
privatisasi, pelayanan publik berorientasi pasar. Berkembangnya isu-isu baru ini
menandai kemenangan pandangan neoliberal yang sejak lama menghendaki peran
negara secara minimal, dan sekaligus kemenangan pasar dan swasta.50
48
Meuthia Ganie-Rochman, Op.Cit., h. 19.
Ibid.
50
Ibid.
49
45
Tahap V, adalah era 1990-an, dimana proyek demokratisasi (yang sudah
dimulai dekade 1980-an) berkembang luas di seluruh dunia. Pada era ini muncul cara
pandang baru terhadap pemerintahan, yang ditandai munculnya governance dan
good governance. Perspektif yang berpusat pada government bergeser ke perspektif
governance.51 Konsep ini pertama diusulkan oleh Bank Dunia (World Bank),
United Nations Development Program (UNDP), Asian Development Bank
(ADB), dan kemudian banyak pakar di negara-negara berkembang bekerja keras
untuk mewujudkan gagasan-gagasan baik menyangkut tata-pemerintahan tersebut
berdasarkan kondisi lokal dengan mengutamakan unsur-unsur kearifan lokal.52
Menurut Lancester (1990), program governance itu memusatkan perhatian
pada reduksi besaran organisasi birokrasi pemerintah; privatisasi badan-badan milik
negara; dan perbaikan administrasi bantuan keuangan.53 Konsep governance dan
good governance dari IMF (International Monetary Fund) dan World Bank
awalnya hanya dimaknai sebagai kinerja pemerintahan yang efektif mengingat
pengalaman masa lalu bagi pemerintahan yang buruk yang tentunya juga punya
sejarah panjang saat Asia dan Afrika merdeka sekitar 1960-an world bank banyak
memberikan bantuan untuk membangun asistensi badan pemerintahan dan
pelatihan pejabat publik yang diberi nama institution building. Baru pada tahun
1990-an konsep ini mengalami revitalisasi menjadi institutional capacity
building dibawah rubric Governance for development. Gagasan governance yang
di promosikan oleh badan internasional ini dalam rangka mendorong reformasi
51
Meuthia Ganie-Rochman, Loc. Cit.
Dwiyanto, Agus, 2006, Mewujudkan Good Geovernance Melalui Pelayanan Publik,
UGM Press, Yogyakarta, h. 78.
53
Rudi Martiawan, 2012, Arah Pembangunan dan Mengkritisi Good Governance di era
Globalisasi, Jurnal Westphalia FISIP UNPAS, Vol. 11, No. 1, , Bandung, h. 156.
52
46
ekonomi dan demokratisasi politik yang diarahkan pada pemerintahan yang
baik.54
Seiring dengan perjalanan waktu, konsep Good Governance diarahkan
pada proses multi arah yang sebelumnya setelah tahun 1990-an pun masih pada
konsep yang lama hanya terpaku pada pemerintah, namun saat ini konsep tersebut
bersifat multiarah artinya tidak sebatas pada pemerintah namun juga diluar dari
pemerintah itu sendiri (masyarakat dan swasta). Konsep good governance, yang
memiliki tiga prinsip dasar yaitu; transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas, inilah
yang merupakan awal berkembangnya keterbukaan informasi yang merupakan
prinsip transparansi di dunia maupun Indonesia.55
Tata
kelola
pemerintahan
yang
baik
(good
governance),
yang
mensyaratkan pemerintahan yang terbuka sebagai salah satu fondasinya, dan
kebebasan memperoleh informasi (public access to information) merupakan salah
satu prasyarat untuk menciptakan pemerintahan terbuka (open government).
Pemerintahan terbuka adalah penyelenggaraan pemerintahan yang transparan,
terbuka, dan partisipatoris. Semakin terbuka penyelenggaraan negara untuk
diawasi
publik,
maka
penyelenggaraan
negara
tersebut
makin
dapat
dipertanggungjawabkan.
Pada tataran badan usaha yang merupakan salah satu pilar penting dari
good governance, juga memerlukan konsep pengelolaan yang baik, maka
dikenallah good corporate governance dalam bidang usaha, yang juga sudah
dianggap sebagai suatu kebutuhan. Tata kelola perusahaan yang baik memiliki
54
Arief Irwanto, 2010, Good Corporate Governance, dalam http://www.inkindojateng.web.id/, diakses 23 Pebruari 2013.
55
Ibid.
47
sejumlah indikator antara lain keterbukaan, partisipasi, akuntabilitas, efektivitas,
dan koherensi. Kemudian dengan adanya prinsip keterbukaan dalam good
goverance yang kemudian menjadi good corporate governance ini lah yang
menjadi dasar pengaturan keterbukaan informasi di dunia.
Sebagian negara mengatur akses terhadap informasi itu ke dalam
konstitusinya. Sebagian lagi mengatur dalam undang-undang khusus dengan
beragam sebutan. Hak atas informasi di berbagai negara dianggap sebagai bagian
dari kebebasan berekspresi dan kebebasan pers. Negara yang sudah memiliki
undang-undang khusus mengenai akses informasi antara lain Amerika Serikat,
Denmark, Norwegia, Belanda, Prancis, Australia, Selandia Baru, Kanada, India,
Hungaria, Korea Selatan, Irlandia, Israel, Jepang, Afrika Selatan, dan Thailand.
Pada hakekatnya, jaminan dan perlindungan akses terhadap informasi di
negaranegara tersebut dilandasi upaya mengembangkan tata kelola pemerintahan
yang baik.56
B. Keterbukaan informasi publik di Indonesia
Sebagai bagian dari masyarakat dunia, Indonesia pun tidak lepas dari
kebutuhan akan keterbukaan informasi. Era reformasi telah menjadi pendorong
yang kuat untuk membuka kesadaran penyelenggara pemerintahan bahwa
keterbukaan informasi publik merupakan suatu keniscayaan. Reformasi telah
berjasa mengubah paradigma pelayanan publik, dari aparatur yang dilayani
menjadi aparatur yang melayani masyarakat. Meskipun ada perubahan paradigma,
pada tataran empiris sistem pelayanan masyarakat masih amburadul, korupsi
56
Komisi Informasi Pusat RI, Op.Cit., h. 5.
48
masih menjadi penyakit yang sulit disembuhkan, dan egoisme sektoral tetap
terpelihara hingga kini. Minimnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap
lembaga-lembaga pemerintahan juga terkait dengan minimnya informasi yang
diperoleh masyarakat mengenai lembaga-lembaga tersebut.
Spirit keterbukaan penyelenggaraan pemerintahan berjalan beriringan dan
memiliki hubungan kausal dengan semangat reformasi yang digulirkan sejak
1998. Terutama dalam upaya memberantas penyakit kolusi, korupsi, dan
nepotisme. Orang yang memberikan informasi tentang adanya perbuatan kolusi,
korupsi, dan nepotisme bukan saja harus dilindungi hukum, tetapi juga berhak
mendapat penghargaan. Prinsip ini sebenarnya menunjukkan pentingnya sebuah
keterbukaan informasi.
Dorongan masyarakat terhadap badan-badan pemerintahan semakin kuat,
semangat keterbukaan itu dapat dilihat dalam peraturan-peraturan perundangundangan nasional, misalnya; Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi, Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, UndangUndang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, dan Peraturan Pemerintah No. 68
Tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dalam
Penyelenggaraan Negara. Dalam kaitan informasi sebagai bagian dari hak asasi
manusia, juga sesuai dengan semnagat Undang-Undang No. 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia. Tetapi peraturan-peraturan perundang-undangan
tersebut belum mengatur secara rinci apa saja informasi yang bersifat terbuka dan
informasi yang dikecualikan. Belum jelas juga bagaimana mekanisme
penyelesaian sengketa informasi. Sebagian besar peraturan perundang-undangan
49
tersebut hanya memuat prinsip-prinsip dasar perlunya keterbukaan informasi,
saluran-saluran komunikasi, dan partisipasi masyarakat. Pada praktiknya,
kebutuhan atas informasi membawa implikasi yang jauh lebih luas dan kompleks.
Badan-badan publik harus menyediakan informasi yang karena sifatnya harus
dibuka ke publik. Sebaliknya, lembaga-lembaga negara dan profesi tertentu harus
menjaga kerahasiaan informasi karena diharuskan oleh undang-undang. Misalnya,
rahasia dokter dengan pasien, rahasia advokat dengan klien, bahkan rahasia
Ombudsman dengan warga yang melaporkan pelayanan publik.
Upaya mendorong lahirnya suatu Undang-Undang tentang Kebebasan
Memperoleh Informasi Publik (selnajutnya disebut UU KMIP) terus dilakukan
masyarakat sipil, terutama oleh Koalisi untuk Kebebasan Informasi, yang
terbentuk pada Desember 2000. Koalisi beranggotakan sejumlah lembaga
swadaya masyarakat dan perseorangan ini secara aktif dan konsisten melakukan
advokasi tentang urgensi suatu Undang-Undang yang menjamin akses terhadap
informasi publik ke DPR. Usaha ini tidak sia-sia. Pada bulan November 2001,
draft disepakati sebagai usul inisiatif anggota Dewan. Sebulan kemudian, RUU
KMIP disampaikan kepada Pimpinan DPR. Sejak saat itulah tahap demi tahap
pembahasan RUU KMIP dilakukan. Melalui pembahasan yang panjang selama
beberapa tahun, termasuk perubahan judul, Pemerintah dan DPR setuju untuk
mengesahkan RUU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) menjadi UndangUndang. Akhirnya 30 April 2008, Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik disahkan oleh Presiden Susilo Bambang
50
Yudhoyono, dan mulai berlaku dua tahun setelah pengundangan, yakni tanggal 30
April 2010.57
Dengan diberlakukannya UU No. 14 Tahun 2008 inilah secara resmi dan
tegas keterbukaan informasi publik dimulai secara legal, dan undang-undang ini
menjadi payug hukum tidak hanya hak secara normatif tapi juga teknis bagaimana
publik bisa mengakses informasi sebagi haknya yang dijamin dalam UUD.
2.1.1.3. Tujuan keterbukaan informasi publik
Keterbukaan
informasi
sesungguhnya
bertujuan
untuk
menjamin
kemaslahatan masyarakat. Pemenuhan hak atas informasi, yang merupakan hak
asasi manusia, harus dilakukan untuk memuliakan manusia. Maka, ketika
pembuat Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 ini merumuskan tujuan
sebagaimana tercantum dalah huruf a sampai dengan g, tak lain bertujuan untuk
memuliakan manusia dan mewujudkan kemaslahatan masyarakat.
Dalam konteks kehidupan bernegara, kemaslahatan akan terwujud apabila
setiap warga negara dijamin haknya untuk terlibat secara aktif dalam pengelolaan
negara karena warga negaralah yang paling tahu apa yang mereka inginkan dan
negara wajib memfasilitasi. Maka, dengan adanya jaminan mendapatkan
informasi dalam setiap tahapan proses pengambilan keputusan kebijakan publik,
mulai dari perencanaan, penetapan, dan pelaksanaan beserta alasan dari kebijakan
publik akan dapat mendorong masyarakat berpartisipasi dan berperan aktif dalam
proses pengambilan kebijakan, terutama bagi kebijakan yang berpengaruh
terhadap hajat hidup orang banyak.
57
Komisi Informasi Pusat RI, Op.Cit., h. 8.
51
Partisipasi
publik
yang
aktif
akan
mendorong
terwujudnya
penyelenggaraan negara yang baik, transparan, efektif dan efisien, partisipatif, dan
akuntabel. Agar hal tersebut terjadi, maka badan publik harus meningkatkan
pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk
menghasilkan layanan informasi yang berkualitas. UU No. 14 Tahun 2008 ini
memegang peran penting untuk memberikan mandat hukum kepada badan publik
untuk menjalankan peran tersebut.
Undang-Undang No. 14 tahun 2008 sendiri menyebutkan mengenai tujuan
dari dibentuknya Undang-Undang ini, dalam Pasal 3disebutkan: “
a. menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan
kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan
keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik;
b. mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan
publik;
c. meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik
dan pengelolaan Badan Publik yang baik;
d. mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan,
efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan.
e. mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang
banyak.
f. mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa;
dan/atau
52
g. meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan
Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.
2.1.2. Keterbukaan Informasi Publik Bagi Perusahaan
Penerapan good governance akan berjalan baik jika didukung oleh tiga
pilar yang saling berhubungan, yaitu Negara/Pemerintah dan perangkatnya
sebagai regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai
pengguna produk dan dunia usaha. Sehingga menjalankan good governance
seyogyanya dilakukan bersama-sama pada tiga pilar/elemen. Bila pelaksanaan
hanya dibebankan pada Pemerintah saja maka keberhasilannya kurang optimal
dan bahkan memerlukan waktu yang panjang, krena itulah peran perusahaan
sebagai salah satu pilar dari good governance adalah sangat penting. Pelaksanaan
prinsip-prinsip good governance bagi dunia usaha dikenal dengan prinsip Good
Corporate Governance.
2.1.2.1. Keterbukaan informasi publik bagi perusahaan di ranah internasional
Ditingkat internasional sebagaimana telah
disebutkan sebelumnya
keterbukaann informasi yang merupakan prinsip transparansi dari GCG ini
berkembang sesuai perkembangan GCG tersebut, dalam hal ini khusus mengenai
konsep keterbukaan informasi bagi perusahaan di dunia
terkait erat dengan
badan-badan internasional seperti United Nations (UN), dan khususnya
Organization for Economic Cooperation & Development (OECD).
OECD adalah organisasi untuk kerjasama ekonomi dan pembangunan, didirikan pada tahun 1948 setelah Perang Dunia II. OECD adalah sebuah organisasi
tingkat negara-negara yang beranggotakan negara “kaya” dan dipimpin oleh
53
Amerika Serikat dan Eropa. OECD menyatakan diri bahwa mereka adalah sebuah
organisasi internasional yang ditujukan bagi negara-negara berkembang yang
menerima prinsip-prinsip demokrasi perwakilan dan pasar ekonomi bebas. Saat
ini Indonesia belum menjadi anggota OECD namun melakukan berbagai
kerjasama dengan OECD dan negara-negara anggotanya.58
OECD mengeluarkan pedoman yang mana pedoman ini adalah bagian dari
Deklarasi OECD tentang Investasi Internasional dan Perusahaan Multinasional
yang merupakan elemen lain terkait dengan upaya nasional, keinginan perusahaan
yang saling ber-tolak belakang, dan untung rugi nya investasi internasional.59
Dalam salah satu prinsip di dalam Pedoman OECD untuk Perusahaan
Multinasional (OECD Principles of Corporate Governance), yakni prinsip ketiga
yang dijelaskan dalam bab III, disebutkan mengenai keterbukaaan informasi yang
salah satunya disebutkan bahwa perusahaan harus menjamin dari waktu ke waktu,
mengenai informasi yang relevan dan terpercaya yang dilaporkan secara teratur
kepada publik mengenai kegiatan, struktur, situasi keuangan dan performa
perusahaan. Informasi ini harus dibuka secara keseluruhan, bila perlu, sepanjang
wilayah bisnis atau area geografi.
Secara lebih khusus dalam hal implementasi keterbukaan informasi
perusahaan, di dunia Internasional keterbukaan informasi dalam bentuk yang lebih
dibutuhkan stakeholder yaitu pelaporan non finansial yang lebih dikenal dengan
Non Financial Report (selanjutnya disebut NFR) juga telah banyak digunakan.
Laporan ini memuat dampak sosial dan lingkungan yang ditimbulkan oleh
58
CEM Asia MNCs dan Social Dialogue, 2012, Pedoman OECD bagi Perusahaan
Multinasional, CEM Asia MNCs dan Social Dialogue, Jakarta, h. 3.
59
Ibid.
54
korporasi, sehingga laporan ini mampu menunjukkan apa yang telah dicapai
korporasi dalam pelaksanaan tanggung jawab sosialnya.60
Di sebagian besar dunia, NFR masih berupa praktek sukarela. Pada tahun
2006 Prancis yang pertama kali membuatnya sebagai suatu perundangan yang
spesifik dan mewajibkan Perusahaan untuk membuat NFR yang meliputi laporan
financial, sosial, dan tentunya lingkungan. Sedangkan berbagai Negara lain
memerintahkan agar memperinci pelaporan untuk persektor Industri. Beberapa
Stock Exchange sekarang menjadikan NFR sebagai persyaratan untuk listed
company, seperti New York Stock Exchange
yang memiliki Dow Jones
Sustainability Index (DJSI) dan Afrika Selatan Stock Exchange.61
Sedangkan untuk Tren NFR sendiri, dari tahun-ketahun mengalami
perkembangan, sejak tahun 1992 dari banyaknya NFR yang dihasilkan secara
global mengalami peningkatan, berawal kurang dari 50 NFR di tahun 1992
menjadi 1,906 di tahun 2005.
Pertumbuhan sangat pesat terjadi di Inggris,
Canada dan Jepang. Sedangkan dari data yang sama menunjukkan bahwa telah
ada permulaan NFR di Negara berkembang khususnya Brazil dan Afrika
Selatan.62
Di level internasional dikenal Global Reporting Initiative (selanjutnya
disebut GRI). GRI adalah sebuah organisasi non profit yang dimulai sejak tahun
1997 sebagi bentuk kerjasama anatara (Coalition for Enviromentally Responsible
Economies (CERES) di Boston dan United Nation Environment Program
60
Markus Palenberg, et. al., 2006, Trends in non-financial reporting November 2006,
2006, Paper prepared for the United Nations Environment Programme, Division of Technology
Industry and Economics (DTIE), Global Public Policy Institute, Berlin, p. 9.
61
Markus Palenberg, et. al., Op.Cit. p. 10.
62
Ibid.
55
(UNEP). GRI adalah sebuah kerangka yang mengkomunikasikan pelaksanaan
aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan dalam rangka mengukur, membuka, dan
melaksanakan pertanggungjawaban (akuntabilitas). Misinya adalah untuk
menciptakan kondisi yang transparan dan terpercaya dalam memberi informasi
berkelanjutan melalui penyusunan dan perbaikan terus-menerus kerangka laporan
berkelanjutan. GRI mengeluarkan pedoman pertamanya pada Agustus 2002 yang
selanjutnya disebut Sustainability Reporting Guideline (selanjutnya disebut SRG)
sebagai pedoman penyusunan laporan perusahaan yang terus diperbaharui.63
Selain GRI beberapa organisasi di dunia juga mengeluarkan pedoman
sustainabilty reporting yang juga dikenal luas, antara lain; AA 1000 Account
Ability Principles Standard Guidelines oleh (Institute of Social and Ethical
Accountability (ISEA) pada tahun 2008, Annual Report Guideline 400 oleh Dutch
Council for Annual Reporting pada tahun 2003. Namun yang paling banyak
digunakan adalah pedoman dari GRI.64 GRI menjadi pioner yang pedoman
sustainability reportingnya digunakan secara luas di dunia. Pedoman tersebut
disusun dari proses konsensus pertemuan multi stakeholder di dunia.65 SRG
menjadi standar global NFR yang didukung oleh bisnis, pemerintah, dan
komunitas masyarakat di tingkat Internasional (lebih dari 1000 organisasi
pemerintah, profit maupun non profit menggunakan pedoman SRG dalam laporan
keberlanjutannya)
SRG
memberi
petunjuk
pembuatan
laporan
dengan
memperhatikan aspek ekonomi, sosial, lingkungan. SRG memuat Pelaporan
63
Rupert Taylor, 2010, Third Sector Research, Springer, New York, p. 175.
Ralf H. Y. Wieriks, 2013, The Landscape of Sustainabilty Assurance, Eburon Academic
Publisher, The Netherland, p. 48.
65
Denise Wallace, 2015, Human Rights and Business, Koninklijke Brill, Leiden, p. 291.
64
56
menyangkut economic performance, environment performance dan social
performance yang dibuat sedemikian rupa, sehingga dalam SRG terdapat 6 fokus
penting, yaitu: pelaporan menyangkut aspek ekonomi, lingkungan alam, Tenaga
kerja, Hak Asasi Manusia, produk dan, aspek sosial. Dari ke enam fokus tersebut
masih di dibagi-bagi lagi sehingga pelaporan yang didasarkan atas SRG menjadi
pelaporan yang sistematis dan spesifik.66
Saat ini pembaruan pedoman SRG dari GRI sudah yang ke empat kalinya
Padabulan Maret 2013 dikeluarkan pedoman laporan keberlanjutan yang ke
empat,
67
disebut juga G4 Pedoman Laporan Keberlanjutan. Dalam G4-SRG ini
masih dalam tiga kategori besar yakni ekonomi, lingkungan, dan sosial. Kategori
sosial di bagi lagi menjadi beberapa sub kategori yakni; praktek ketenagakerjaan
dan kenyamanan bersama, Hak Asasi Manusia, Masyarakat, Tanggung Jawab atas
Produk. Semua kategori maupun sub kategori tersebut masih dibagi-bagi lag
sehingga menjadi pelaporan yang sistematis dan spesifik.68
Laporan tersebut diantaranya secara garis besar dalam aspek Lingkungan
menyangkut: jumlah limbah, tumpahan limbah yang signifikan, limbah berbahaya
dan pelanggaran terhadap Undang-Undang Lingkungan. Aspek Tenaga Kerja
menyangkut tingkat kematian dan kecelakaan. Aspek Hak Asasi Manusia
menyangkut Insiden diskriminasi, Pelanggaran atas hak-hak Warga Pribumi.
Aspek Sosial menyangkut: Kebijakan Publik dan lobbying, Kontribusi Politik
dan Denda atas ketidak patuhan pada hukum, sedangkan Aspek Tanggung jawab
66
Rupert Taylor, Loc. Cit.
https://www.globalreporting.org/reporting/g4/g4-developments/Pages/default.aspx
68
Global Reporting Initiative, 2013, G4 Pedoman Laporan Keberlanjutan Bagian I,
Global Reporting Initiative, Amsterdam, h. 9.
67
57
Produk yaitu menyangkut ketidakpatuhan terhadap Kesehatan dan Keselamatan
Produk.69
Tiga hal yang dititik beratkan menjadi acuan GRI ini sejalan dengan
konsep tripple bottom line yang diperkenalkan John Elkington pada tahun 1988.
Menurut Elkington, dunia usaha perlu mengukur sukses (kinerja) tak hanya
dengan kinerja keuangan (berapa besar deviden atau bottom line yang dihasilkan),
namun juga dengan pengaruh terhadap perekonomian secara luas, lingkungan dan
masyarakat di mana mereka beroperasi. Disebut triple sebab teori ini memasukkan
tiga ukuran kinerja sekaligus: Economic, Environmental, Social (EES) atau istilah
umumnya 3P: Profit-Planet-People.70
Walaupun sampai saat ini GRI belum mempunyai kemampuan untuk
mewajibkan korporasi membuat laporan dan masih memberi fleksibilitas bagi
penggunaannya. SRG menjadi standar NFR yang paling banyak dijadikan
rujukan. Pengaruhnya cukup besar bagi perkembangan NFR sebagaimana telah
disbeutkan sebelumnya. Di level antar Negara GRI dijadikan refensi penting dari
pelaksanaan persetujuan oleh anggota Negara PBB di World Summit on
Sustainable Development (WSSD).71
Penulisan dalam penelitian ini akan menggunakan pedoman SRG dari GRI
ini untuk pembuatan NFR sebagai salah satu substansi dalam pengaturan
keterbukaan informasi publik bagi PT dalam bentuk laporan.
2.1.2.2. Keterbukaan informasi publik bagi perusahaan di Indonesia
69
Markus Palenberg, et. al.,Op.Cit. p. 12.
John Elkington, 1998, Cannibals with Forks: The Triple Bottom Line of 21st Century
Business, New Society Publisher, BC, p.2.
71
http://www.hohnen.net/gri.html, diakses pada 18 Januari 2015.
70
58
Cita-cita reformasi dengan diterapkannya Good Corporate Governance
(GCG), serta semakin tingginya kebutuhan akan informasi, terutama yang terkait
dengan pelayanan publik, agenda pemberantasan korupsi yang akhir-akhir ini
terus didengungkan
masyarakat, mendorong Pemerintah Indonesia untuk
mengeluarkan Undang-Undang
No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik (UU KIP) yang disahkan pada 30 April 2008 dan mulai
diberlakukan sejak 1 Mei 2010, UU KIP ini diharapkan dapat mendorong
percepatan terwujudnya tata kelola Pemerintahan yang baik (GCG) menuju
tercapainya masyarakat yang sejahtera.
Pada dasarnya, UU KIP mempunyai tiga sumbu utama yaitu transparansi,
partisipasi, dan akuntabilitas publik. Ketiga sumbu utama tersebut telah secara
komprehensif mengatur kewajiban badan/pejabat publik untuk memberikan akses
informasi yang terbuka dan efisien kepada publik. Badan-badan publik diwajibkan
untuk semakin transparan dan informasi harus dibuka sebesar-besarnya dengan
pengecualian hal-hal yang menyangkut keamanan negara, hak privat, dan yang
diatur oleh undang-undang.
Khusus dalam penulisan ini, Di Indonesia terkait erat dengan
perekonomian, maka GCG diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang
efisien, transparan dan konsisten dengan peraturan perundang-undangan. Oleh
karena itu penerapan GCG perlu didukung oleh tiga pilar yang saling
berhubungan, yaitu negara dan perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha
59
sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia
usaha.72
Keterbukaan informasi publik di Indonesia dalam penulisan ini terkait
erat dengan keterbukaan informasi bagi dunia usaha yang dikatakan sebagai pilar
ketiga yaitu sebagai pelaku pasar.
Di dalam UU No. 14 Tahun 2008 tersebut mengatur mengenai dunia usaha
yaitu BUMN dan BUMD sebagai salah satu dari Badan Publik, yang disebutkan
dengan jelas dalam Pasal 3 Peraturan Komisi Informasi No 1. Tahun 2010 bahwa
BUMN dan BUMD adalah sebgai bagian dari ruang lingkup Badan Publik,
sehingga wajib melaksanakan keterbukaan informasi sebagaimana diatur dalam
UU No. 14 Tahun 2008 tersebut.
Secara umum di dalam UU No. 14 Tahun 2008 tersebut tidak terdapat
pengaturan bagi perusahaan dalam hal ini PT swasta, non BUMN maupun
BUMD, namun secara khusus terbatas terdapat pengaturan yang merupakan
bagian dari implementasi keterbukaan informasi yang tersebar dalam undangundang lain bagi PT swasta tersbeut, misalnya; Peraturan Pemerintah No. 24
Tahun 1998 tentang Informasi Keuangan Tahunan Perusahaan sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 64 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1998 tentang Informasi Keuangan Tahunan
Perusahaan (selanjutnya disebut PP No. 64 Tahun 1999), UU No. 40 Tahun 2007,
UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (selanjutnya disebut UU No. 8 Tahun
1995), UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN (selanjutnya disebut UU No. 19
72
Komite Nasional Kebijakan Governance, Op. Cit., h. 3.
60
Tahun 2003), Kep. Ketua Bapepam dan Lembaga Keuangan Nomor: KEP431/BL/2012 tentang Penyampaian Laporan Tahunan Emiten Atau Perusahaan
Publik (selanjutnya disebut Kep. Ketua Bapepam LK Nomor: KEP-431/BL/2012).
Demikianlah pengaturan keterbukaan informasi perusahaan secara khusus
terbatas mengenai laporan finansial yang sudah ada di Indonesia. Adapun
mengenai pelaporan non finansial perusahaan yang lebih dibutuhkan stakeholder,
jika diteliti sbelumnya telah terdaapt beberapa acuan mengenai NFR. Dalam
Pernyataan Standar Akuntan Keuangan (PSAK) dan Pedoman Umum Good
Corporate Governence (GCG) dari Komite Nasional Kebijakan Governance
(KNKG). Pernyataan Standar akuntan Keuangan (PSAK) No. 1 Paragraf ke
sembilan menyatakan:
“Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan
mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added
statement), khususnya bagi industri di mana faktor-faktor lingkungan
hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap
pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan
penting”.
Sedangkan dalam Pedoman Umum GCG menyatakan perusahaan harus
bersikap transparan: menyediakan informasi yang relevan dengan cara yang
mudah diakses dan dipahami oleh stakeholder. Perusahaan harus mengambil
inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh
peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan
keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.
Dalam pelaksanaannya perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat
61
waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses
oleh pemangku kepentingan sesuai dengan haknya.73
Lebih lanjut dalam Pedoman GCG tersebut, dalam Bab IV nya diatur
mengenai stakeholders yakni pemangku kepentingan selain pemegang saham,
adalah mereka yang memiliki kepentingan terhadap perusahaan dan mereka yang
terpengaruh secara langsung oleh keputusan strategis dan operasional perusahaan,
yang antara lain terdiri dari karyawan, mitra bisnis, dan masyarakat terutama
sekitar tempat usaha perusahaan. Antara perusahaan dengan pemangku
kepentingan harus terjalin hubungan yang sesuai dengan asas kewajaran dan
kesetaraan (fairness) berdasarkan ketentuan yang berlaku bagi masing-masing
pihak. Dalam pedoman pokok pelaksanaan tersebut terdapat beberapa hal yang
merupakan bagian dari asas keterbukaan bagi stakeholders, diantaranya adalah
sebagi berikut:74
a. Perusahaan harus memiliki peraturan tertulis yang mengatur dengan jelas pola
rekrutmen serta hak dan kewajiban karyawan.
b. Perusahaan harus memastikan tersedianya informasi yang perlu diketahui
oleh
karyawan melalui sistem komunikasi yang berjalan baik dan tepat
waktu.
c. Mitra bisnis (pemasok, distributor, kreditur, debitur, dan pihak lainnya yang
melakukan transaksi usaha dengan perusahaan) berhak memperoleh informasi
yang relevan sesuai hubungan bisnis dengan perusahaan sehingga masing-
73
Komite Nasional Kebijakan Governance, Op. Cit., h. 5.
Komite Nasional Kebijakan Governance, Op. Cit., h. 24.
74
62
masing pihak dapat membuat keputusan atas dasar pertimbangan yang adil
dan wajar.
d. Perusahaan harus memiliki peraturan yang dapat menjamin terjaganya
keselarasan
hubungan antara perusahaan dengan masyarakat sekitar,
termasuk penerapan program kemitraan dan bina lingkungan.
e. Perusahaan bertanggungjawab atas kualitas produk dan jasa yang dihasilkan
serta dampak negatif terhadap dan keselamatan pengguna.
f. Perusahaan bertanggungjawab atas dampak negatif yang ditimbulkan oleh
kegiatan usaha perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan dimana
perusahaan beroperasi. Oleh karena itu, perusahaan harus menyampaikan
informasi kepada masyarakat yang dapat terkena dampak kegiatan
perusahaan.
Dari kedua acuan tersebut Perusahaan di Indonesia sebenarnya telah
mengenal NFR yang bermanfaat untuk para stakeholder, tapi acuan tersebut hanya
bersifat sukarela. Sehingga tidak mengherankan apabila tanggapan atas NFR
masih berbeda. NFR yang dikenal sebatas Corporate Social Responsibility
(selanjutnya disebut CSR) Report, Laporan Tanggung Jawab Sosial dan
lingkungan).
Apabila dikomparasikan dengan NFR dalam laporan keuangan yang telah
dikeluarkan oleh beberapa perusahaan Listing Company di Indonesia, apabila di
komparasikan dengan SRG masih ada kesenjangan karena banyak aspek dari SRG
yang belum dipenuhi. Selain itu NFR maupun informasi yang disampaikan oleh
perusahaan terkait tanggung jawab sosialnya masih idientik dengan “kepedulian
63
Sosial dan kepedulian lingkungan ataupun kegitan karikatif dan community
development”. Karena itu tidak diwajibkan dampak buruk perusahaan yang ditulis
didalam space website maupun laporan tahunan.
Sejumlah upaya pernah dilakukan, seperti diadakannya Indonesia
Sustainability
Reporting
Award
(ISRA)
dengan
memberikan
beberapa
penghargaan pada perusahaan yang membuat laporan terbaik mengenai aktivitas
CSR. Diantaranya seperti Best Social and Environmental Report Award, Best
Social Reporting Award, Best Website.75
Kondisi
tersebut
mendapatkan
titik
terang
setelah
pemerintah
mengeluarkan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Dan Lembaga
Keuangan Nomor: Kep -134/BL /2006 Tentang Kewajiban Penyampaian Laporan
tahunan Bagi emiten atau Perusahaan Publik (yang terbaru digunakan Kep. Ketua
Bapepam dan LK Nomor: KEP-431/BL/2012), yang juga disinggung mengenai
uraian aktivitas dan biaya yang dikeluarkan berkaitan dengan tanggung jawab
sosial terhadap masyarakat dan lingkungan. Setelah itu adanya “revolusi” CSR di
Indonesia dengan diaturnya CSR dalam Undang-Undang Penanaman Modal dan
Undang-Undang Perseroan terbatas membawa babak baru bagi NFR di Indonesia.
Pasal 66 ayat 2c Undang-Undang Perseoan Terbatas mengatur bahwa
diwajibkan pada direksi
untuk membuat laporan Tahunan yang didalammya
terdapat laporan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Hal ini membawa
konsekuensi NFR yang dahulunya sukarela kini menjadi wajib. Dalam prespektif
75
Yusuf Wibisono, 2000, Membedah Konsep dan Aplikasi CSR, Fascho Publising, Gresik,
h. 6.
64
ini, walaupun pengaturan tersebut belum ditindaki lebih jauh, Indonesia menjadi
salah satu leader dalam Pengaturan NFR.
Walaupun CSR belum NFR yang sepuhnya, setidaknya CSR menggeser
Dominasi Bottom line menjadi Triple Bottom Line (3P). Dalam hal ini suatu
perusahaan
tidak
hanya
fokus
dengan
keuntungan
(Profit)
melainkan
memperhatikan pula masyarakat ( People) dan lingkungan ( Profit ), sehingga
dalam melakukan kerja usahanya, Perseroan Terbatas (PT) melalui organ-organ
didalammya, digerakkan oleh rangsangan-rangsangan ekonomi, sosial, dan yang
paling penting adalah moral.76 Dengan CSR Perusahaan melaksanakan apa yang
disebut oleh Keith Davis sebagai “Iron Law of Responsibility”. Konsep ini
menyatakan bahwa bahwa tanggung jawab sosial pengusaha sama dengan
kedudukan sosial yang mereka miliki (social responsibilities of businessmen need
to be commensurate with their social power). Sehingga, dalam jangka panjang,
pengusaha yang tidak menggunakan kekuasaan dengan bertanggungjawab sesuai
dengan anggapan masyarakat akan kehilangan kekuasaan yang mereka miliki
sekarang.77 Dengan pondasi CSR ini berarti Perusahaan terlibat dalam
mewujudkan keadilan sosial sebagai langkah yang menentukan pelaksanaan
Indonesia Adil dan makmur.78
76
Mubyarto, 1987, Ekonomi Pancasila Gagasan dan Kemungkinan , LP3ES, Jakarta, h.
39.
77
Lawrence, Anne T, et. al., 2005. Business and society: Stakeholders, Ethics,Public
Policy, Mc Graw-Hill Companies, Inc., New York, p. 47.
78
Muhamad Hatta, dkk., 1997, Pancasila, Mutiara, Jakarta, h. 57.
65
2.2. Badan Usaha
Penulisan sub bab. ini menggunakan kata “Badan Usaha: sebagai bentuk
yang lebih umum yang mengacu pada perusahaan, dimana bentuk-bentuk
perusahaan atau badan usaha (business organization) yang dapat dijumpai di
Indonesia sekarang ini demikian beragam jumlahnya. Sebagian besar dari bentukbentuk badan usaha tersebut merupakan peninggalan masa lalu (pemerintah
Belanda), diantaranya ada yang telah diganti dengan sebutan dalam bahasa
Indonesia, tetapi masih ada juga yang tetap menggunakan nama aslinya.
Beberapa sarjana yang menggunakan kata Perseroan dalam arti luas, yaitu
sebagai sebuah perusahaan pada umumnya.79 Perseroan berasal dari kata “sero”
yang artinya saham atau andil, sehingga perussahaan yang mengeluarkan saham
atau sero disebut perseroan, sedangkan yang memiliki sero dinamakan “persero”
atau pemegang saham. Kemudian perusahaan yang tidak megeluarkan “sero” atau
saham juga tetap disebut perseroan.80 Walaupun yang paling tepat untutk
penyebutan perseroan adalah PT (Perseroan Terbatas) karena dalam kenyataanya
PT itu memang mengeluarkan saham/sero. Hingga saat ini, tidak dapat dipungkiri
Perseroan sebagai pelaku pembangunan makin memegang peranan penting dalam
modernisasi dan pembangunan ekonomi masyarakat.81
2.2.1. Bentuk-bentuk badan usaha
Berdasarkan definisi-definis tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa
bentuk-bentuk usaha itu bermacam-macam, diantaranya adalah sebagai berikut:
79
I.G.Rai Widjaya, 2005, Hukum Perusahaan, Kesaint Blanc, Jakarta, hal. 1.
Ibid.
81
Namzah Hatrik, 1996, Asas Pertanggungjawaban Korporasi dalam Hukum Pidana
Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, h. 7.
80
66
1. Berdasar jumlah pemilik modal:
a.
Usaha perseorangan
b.
Usaha dalam bentuk institusi atau badan (persekutuan)
2. Ditinjau dari segi himpunan:
a.
Himpunan orang, dengan karakter pengaruh asosiasi terhadap anggota
sangat besar, anggota terbatas dan tertutup, misalnya; IKADIN (Ikatan
Advokat Indonesia), IWAPI (Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia),
dan sebagainya.
b.
Himpunan modal. Misalnya; Firma, CV, PT.
3. Secara teoritis maupun dari status hukumnya:
a.
Bentuk usaha atau perusahaan bukan badan hukum
b.
Bentuk usaha atau perusahaan badan hukum
Pembagian badan usaha dari satus hukumnya tersebut terkait erat dengan
penulisan ini. Perbedaan dari bentuk badan usaha ber badan hukum dan bukan
badan hukum adalah terletak pada tanggung jawabnya.
Berdasarkan materinya, badan hukum dibagi atas badan hukum publik
yang mengatur hubungan antara negara dengan warga negara yang menyangkut
kepentingan umum, dan badan hukum privat yang merupakan perkumpulan orang
yang mengadakan kerjasama sebagaimana sarat-sarat yang ditentukan oleh
undang-undang untuk memperoleh keuntungan.82
Perusahaan yang bukan badan hukum meliputi bentuk-bentuk perusahaan
sebagai berikut:
82
C.S.T. Kansil, 1986, Pengantar Ilmu Hukum dan Tatat Hukum Indonesia, Balai Pustaka,
Jakarta (Selanjutnya disebut C.S.T. Kansil I), hal. 118.
67
1. Perusahaan perseorang, yang wujudnya berbentuk Perusahaan Dagang
(PD) atau Usaha Dagang (UD).
2. Persekutuan.
Yang
wujudnya
terdiri
dari
bentuk-bentuk
(Perdata/Maatschap), Persekutun Firma (Fa), Persekutuan Komanditer
(CV).
Perusahaan berbadan hukum meliputi bentuk-bentuk perusahaan sebagai
berikut:
1. Maskapai Andil Indonesia (IMA)
2. Perseroan Terbatas (PT)
3. Koperasi
4. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), terdiri dari Perusahaan Perseroan
(Persero) dan Perusahaan Umum (Perum)
Menurut E. Utrecht, badan hukum adalah pendukung hak yang tidak
berjiwa atau bukan manusia. Menurut R. Rochmat Soemitro, badan hukum
merupakan suatu badan yang dapat mempunyai harta, hak serta kewajiban seperti
orang pribadi.83 Menurut Prof. Subekti, badan hukum pada pokoknya merupakan
suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak, mampu melakukan
perbuatan sebagaimana layaknya seorang manusia, memiliki kekayaan sendiri,
serta dapat menggugat dan digugat di depan hakim.84 Disamping pengertian
tersebut, sesuatu dapat diaktakan badan hukum apabila memenuhi kriteria formal
yaitu; dinyatakan secara tegas dalam peraturan atau undang-undang, dinyatakan
secara tegas dalam akta pendiriannya, apabila dalam pendiriannya diperlukan
83
Chidir Ali, 1991, Badan Hukum, Alumni, Bandung, h. 18.
Subekti, 2010, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, h. 21.
84
68
campur tangan pemerintah, diakui dalam praktek kebiasaan, ditegaskan dalam
yurisprudensi.85
Undang-undang tidak menjabarkan definisi badan hukum, Selama ini
istilah badan hukum diadopsi dari istilah Belanda (rechtpersoon), atau istilah
Inggris (legal persons). Badan hukum merupakan subyek hukum, sama halnya
dengan manusia pribadi. Karena itu para ahli hukum mencoba membuat kriteria
badan usaha atau perusahaan yang dapat dikelompokkan sebagai badan hukum
jika memiliki unsur-sebagai berikut:86
a. Adanya pemisahan harta kekayaan anatara perusahaan dan harta pribadi
(pemilik).
b. Mempunyai tujuan tertetntu.
c. Mempunyai kepentingan sendiri.
d. Adanya organisasi yang teratur.
e. Adanya pengakuan oleh peraturan perundang-undangan.
f. Adanya pengesahan dari pemerintah.
Dalam penulisan ini akan membahas mengenai badan usaha berupa
BUMN dan Perseroan Terbatas yang merupakan badan hukum, terkait dengan
tanggung jawabnya dalam melakuakn keterbukaan informasi publik perusahaan.
2.2.2. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
BUMN disebut juga dengan perusahaan negara yang dipahami sebagai
perusahaan yang didirikan oleh negara dan modalnya milik negara. Karena itu
sering disebut dengan BUMN. Pasal 1 angka 1 UU No. 19 Tahun 2003 tentang
85
R. Mujriyanto, 2002, Pengantar Hukum dagang: Aspek-aspek Hukum Perusahaan dan
Larangan Praktek Monopoli, Liberty, Yogyakarta, h. 14.
86
Mulhadi, 2010, Op.Cit., hal. 25.
69
BUMN disebutkan bahwa: “BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau
sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan modal secara
langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.”
Konspe sejenis BUMN ini dapat di lihat di Eropa. Di Eropa pada awalnya
perusahaan merupakan organisasi nirlaba dengan hak-hak tertentu yang dibentuk
untuk melayani kepentingan umum, seperti: pembangunan kanal, fasilitas saluran
air, rel kereta api, rumah sakit dan universitas.87
Di Indonesia perusahaan negara telah ada jauh sebelum Indonesia
merdeka, yitu perusahaan-perusahaan yang dimiliki oleh pemerintah Hindia
Belanda yang tersebar di Jawa dan Sumatera. Berdasar sejarah pengusaha
(perusahaan) yang datang menjajah pertama kali ke Indonesia mengorganisasikan
diri ke dalam VOC, yang kemudian disusul oleh pemerintah Belanda untuk
menjadikan Indonesia (Hindia Belanda waktu itu) untuk menjadi daerah jajahan.
Perusahaan-perusahaan Hindia Belanda itulah yang menjadi embrio perusahaan
negara di masa Indonesia merdeka, melalui kebijakan nasionalisasi.
19 Tahun 1960
88
Perpu No.
tentang Perusahaan Negara menjadi undang-undang yang
mengatur sekaligus menjadi landasan yuridis yang kuat tentang eksistensi
perusahaan negara Indonesia, undang-undang ini didasarkan pada ketentuan Pasal
33 UUD 1945. Kemudian dalam perkembangannya pada tahun 2003 dengan UU
No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN (selanjutnya disebut UU BUMN), BUMN
87
Anton Waspo, 2004, Partisipasi Publik dalam Tata Kelola Sektor Korporasi, Widya
Sari Press, Surakarta, h. 5.
88
Kanumoyoso, Bondan. 2001. Nasionalisasi Perusahaan Belanda di Indonesia, Pustaka
Sinar Harapan, Jakarta, h. 21.
70
disederhanakan lagi menjadi dua bentuk yaitu Perusahaan Perseroan (Persero) dan
Perusahaan Umum (Perum).
Setelah kemerdekaan, keterlibatan negara di bidang ekonomi dengan
mendirikan serta menjalankan usaha dilegalisir oleh Pasal 33 UUD 1945, yang
menetapkan peran negara dalam pembangunan nasional khususnya di bidang
pembangunan ekonomi, sebagimana dimaksud dalam ayat (1), yang memberi
porsi kepada negara untuk menguasai dan mengusahai bidang-bidang produksi
yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), serta penetapan hak menguasai dari negara atas bumi,
air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnnya, sebagaimana dimaksud
dalam ayat(3).
Hingga sebelum terbitnya UU No. 19 Tahun 2003, pengaturan BUMN
terus mengalami penyesuaian. Pada mas aorde baru, pemerintah memberikan
proteksi dan hak monopoli kepad BUMN serta memberikan subsidi yang cukup
besar bagi BUMN yang merugi. Kondisi ini menciptakan ketergantungan pada
pemerintah,
BUMN
tidak
dapat
beroperasi
secara
efisien.
Hingga
disempurnakanlah UU BUMN dengan UU No. 19 Tahun 2003 yang berlaku
hingga kini, diharapkan dapat memperbaiki kinerja BUMN.89
Dalam menjalankan kegiatan usahanya BUMN mendapatkan modal yang
berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan, sebagaimana disebutkan dalam
Pasal 4 ayat (1) UU No 19 Tahun 2003. Yang dimaksud dengan dipisahkan adalah
pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk
89
Sastra Widjaja, 2005, Bunga Rampai Hukum Dagang, Alumni, Bandung, h. 203.
71
dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan
pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat.
Pemisahaan itu sesuai dengan kedudukannya sebagai badan hukum, yang harus
mempunyaiu kekayaan sendiri terlepas dari pada kekayaan umum Negara dan
dengan demikian, dapat dikelola terlepas dari Pengaruh Anggaran Pendapatan dan
belanja Negara.90
Penyertaan modal Negara dalam rangka pendirian atau penyertaan pada
BUMN sebagaimana disebut dalam Pasal 4 ayat (2) UU No. 19 tahun 2003
bersumber dari
APBN, termasuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara yaitu meliputi pula proyek-proyek Anggaran Pendapatan dan belanja
Negara yang dikelola oelh BUMN atau piutang Negara pada BUMN yang
dijadikan sebgai penyertaan modal negara. Kemudian penyertaan modal dapat
berupa kapitalisasi cadangan, yaitu penambahan modal disetor yang berasal dari
cadangan. Dan dapat pula berasal dari sumber lainnya seperti keuntungan
revaluasi aset.
Setiap penyertaan modal Negara dalam rangka pendirian BUMN atau
Perseroan Terbatas yang dananya berasal dari APBN ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah. Pemisahan kekayaan Negra untuk dijadikan penyertaan modal negara
ke dalam modal BUMN hanya dapat dilakukan dengan cara penyertaan langsung
Negara ke dalam modal BUMN tersebut, sehingga setiap penyertaan modal
tersebut perlu dilakukan dengan Peraturan Pemerintah. Dmeikian juga setiap
dilakukan perubahan penyertaan modal Negara, baik berupa penambahan maupun
90
Mulhadi, Op.Cit., hal. 164.
72
pengurangan, termasuk perubahan struktur kepemilikan Negara atas saham
Persero atau Persroan Terbatas ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Hal ini
dilakukan dengan tujuan mempermudah memonitor dan penatausahaan kekayaan
negara yang tertanam pada BUMN dan Perseroan terbatas.
Namun bagi
penambahan penyertaan modal Negara yang berasal dari kapitalisassi cadangan
dan sumber lainnya tidak perlu ditetapkan dengan Peraturan pemerintah,
melainkan cukup melalui Keputusan RUPS bagi Perusahaan Perseroan
(PERSERO) atau Menteri bagi Perum dan dilaporkan kepada Menteri Keuangan.
Karena pad prinsipnya kekayaan Negara tersebut telah terpisah dari Anggaran
Pendapatan dan belanja Negara.91
Dalam UU No. 19 Tahun 2003, bentuk BUMN kemudian dibagi menjadi
bentuk Perusahaan Perseroan (Persero) dan Perusahaan Umum (Perum)
a.
Perusahaan Perseroan (Persero)
Menurut pasal 1 angka 2 UU No. 19 Tahun 2003 disebutkan
“Perusahaan Perseoran (Persero) adalah BUMN yang berbentuk perseroan
terbatas, yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit
51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik
Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan”.
BUMN Persero didirikan oleh pemerintah melalui peraturan perundangundangan, berbeda dengan badan usaha swasta yang didirikan melalui
perjanjian. Perusahaan Perseroan (Persero) berstatus badan hukum sejak
pendiriannya. Berbeda dengan Perseroan Terbatas milik swasta yang
91
Mulhadi, Loc. Cit.
73
memperoleh status badan hukum setelah mendapat pengesahan dari
pemerintah, persero tidak memerlukan pengesahan.
Persero sebagai sebuah perusahaan yang berbadan hukum juga tunduk
pada perundang-undangan tentang perseroan terbatas dan mempunyai organ
yang terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan
Komisaris.
Jika seluruh modal Persero milik pemerintah, otomatis yang bertindak
sebagai RUPS adalah menteri yang ditunjuk dan atau diberi kuasa untuk
mewakili pemerintah selaku pemegang saham., RUPS berwenang mengambil
keputusan mengenai; perubahan jumlah modal, perubahan anggaran dasar,
rencana penggunaan laba, penggabungan, peleburan, pengambilalihan,
pemisahan, serta pembubaran persero, investasi dan pembiayaan jangka
panjang, kerja sama persero, pembentukan anak perusahaan atau penyertaan,
pengalihan aktiva, dan mengangkat dan memberhentikan direksi dan komisaris.
Untuk perseroan terbatas (selanjutnya disebut PT) dapat berupa PT
Terbuka (selanjutnya disebut PT Tbk.) maupun PT Tertutup, memiliki modal
tersendiri (terpisah) yang seluruhnya terbagi atas saham, didirikan untuk tujuan
mencari keuntungan dan atau laba. Modal persero dapat dikuasasi seluruhnya
oleh negara, dan dalam keadaan seperti ini persero sebagai persero tertutup,
sebaliknya bila pemerintah hanya menguasai sebagian sahamnya maka
jenisnya adalah persero terbuka.
74
b.
Perusahaan Umum (Perum)
Pendirian Perusahaan Umum (selanjutnya disebut Perum) dilakukan
secara sepihak oleh pemerintah melalui perundang-undangan dan otomatis
memperoleh status sebagai badan hukum sejak pendiriannya. Sama seperti
persero, Perum tidak memerlukan pengesahan anggaran dasarnya sebagaimana
perusahaan berbadan hukum swasta lainnya.
Salah satu maksud dan tujuan Perum menurut pasal 36 UU No. 19
Tahun 2003 tentang BUMN adalah menyelenggarakan usaha yang bertujuan
untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan atau jasa yang
berkualitas dan harga terjangkau oleh masyarakat. Jadi tujuan utamanya adalah
meningkatkan pelayanan umum tetapi boleh mencari keuntungan atau laba
untuk menunjang tugas pelayanan itu. Perum juga dapat melakukan penyertaan
modal dalam badan usaha lain.
Sebagai badan hukum, Perum mempunyai organ atau alat perlengkapan
yang terdiri dari Menteri, Direksi, dan Dewan Pengawas. Karena modal Perum
bukan dalam bentuk saham, maka pada Perum tidak dikenal pemegang saham,
dan karena itu pula tidak dikenal RUPS. Pemilik modal yaitu pemerintah
diwakili oleh menteri yang diangkat atau diberi kuasa untuk itu. Menurut UU
BUMN, pada Perum, menteri mempunyai kewenangan untuk; memberi
persetujuan atas kebijakan pengembangan usaha Perum yang diusulkan oleh
Direksi, menentukan penggunaan laba dan dana cadangan, mengangkat dan
memberhentikan direksi dan dewan pengawas, mengesahkan rencana jangka
panjang perusahaan, mengesahkan rencana kerja dan anggaran perusahaan,
75
memberi persetujuan atas permohonan pailit yang diajukan direksi, dan
mengangkat dan memberhentikan Dewan Pengawas.
2.2.3. Perseroan Terbatas
Perseroan Terbatas istilah aslinya adalah Naamloze Venootschaap (NV)
dimana NV lahir dari hukum dagang Belanda (WvK) akan tetapi ada diantara
pakar hukum lainnya menyebutkan bahwa NV lahir dari Veregining Oost Indische
Compaigne (VOC) yang tujuannya adalah menghimpun modal dari masyarakat
dalam jumlah yang sangat besar. NV secara harfiah dapat diartikan “Perseroan
tanpa nama”. Maksudnya adalah PT itu tidak boleh mempunyai nama yang
diambil dari nama pesero atau beberapa pesero, melainkan memperoleh namanya
dari tujuan Perseroan.92
Pengertian Perseroan Terbatas dalam Pasal 1 ayat (1) UU No. 40 Tahun
2007 adalah: “Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah
badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan
perjanjian. Melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya
terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam UndangUndang ini serta peraturan pelaksana lainnya”.
Pemenuhan syarat modal minimum bertujuan agar pada waktu Perseroan
didirikan setidak-tidaknya sudah mempunyai modal, yaitu sebesar modal dasar,
modal ditempatlan, dan mmodal disetor sebagai jaminan bagi pihak ketiga
terhadap Perseroan.93 Modal dasar perseroan diatur dalam Pasal 32 Ayat (1) UU
No. 40 Tahun 2007, yaitu paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta
92
Janus Sidabalok, 2012, Hukum Perusahaan, Nuansa Aulia, Bandung, h.111.
Prasetya, Rudhi, 1996, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, PT Citra Aditya Bakti,
Bandung, h. 185.
93
76
rupiah). Untuk Perseroan dengan kegiatan usaha tertentu mengikuti undangundang yang mengaturnya tersendiri sebagiaman diatur dalam Ayat (2).
Dengan demikian dapatlah dilihat dan disimpulkan bahwa pada dasarnya
suatu Perseroan terbatas mempunyai ciri-ciri sekurang-kurangnya sebagai
berikut:94
1.
Memiliki status hukum tersendiri, yaitu sebagai suatu badan hukum, yaitu
subjek hukum artificial, yang sengaja diciptakan oleh hukum untuk
membentuk kegiatan perekonomian, yang dipersamakan dengan individu
manusia, orang perorangan;
2.
M emiliki harta kekayaan tersendiri yang dicatatkan atas namanya sendiri,
dan pertanggungjawaban sendiri atas setiap tindakan, perbuatan, termasuk
perjanjian yang dibuat. Ini berarti Perseroan dapat mengikatkan dirinya
dalam satu atau lebih perikatan, yang berarti menjadikan Perseroan sebagai
subjek hukum mandiri (persona standi in judicio) yang memiliki kapasitas
dan kewenangan untuk dapat menggugat dan digugat di hadapan
pengadilan;
3.
Kepemilikannya tidak digantungkan pada orang perorangan tertentu, yang
merupakan pendiri atau pemegang sahamnya. Setiap saat saham Perseroan
dapat dialihkan kepada siapapun juga menurut ketentuan yang diatur
dalam Anggaran Dasar dan undang-undang yang berlaku pada suatu waktu
tertentu.
94
Gunawan Widjaja, Resiko Hukum sebagai Direksi, Komisaris & Pemilik PT (Jakarta:
Forum Sahabat, 2008), hlm 11.
77
4.
Keberadaannya tidak dibatasi jangka waktunya dan tidak lagi dihubungkan
dengan eksistensinya dari pemegang sahamnya;
5.
Pertanggungjawaban yang mutlak terbatas, selama dan sepanjang para
pengurus (direksi), dewan komisaris dan atau pemegang saham tidak
melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang tidak boleh dilakukan.
Perseroan Terbatas sebagai suatu badan usaha mempunyai ciri-ciri antara
lain harus mempunyai kekayaan sendiri, ada pemegang saham sebagai pemasok
modal yang tanggung jawabnya tidak melebihi dari nilai saham yang diambilnya
(modal yang disetor) dan harus ada pengurus yang terorganisir guna mewakili
Perseroan dalam menjalankan aktifitasnya baik di dalam maupun di luar
pengadilan dan tidak bertanggungjawab secara pribadi terhadap perikatanperikatan yang dibuat oleh Perseroan. Ini berarti Perseroan terbatas harus
menjadikan dirinya sebagai badan hukum, sebagai subjek hukum berdiri sendiri
yang mampu mendukung hak dan kewajibannya sebagaimana halnya dengan
orang yang mempunyai harta kekayaan para pendirinya, pemegang saham dan
para pengurusnya.
Untuk dapat diakui keberadaan suatu badan hukum sebagai subjek hukum
mandiri, Perseroan Terbatas harus memenuhi formalitas dari suatu peraturan
perundangan-undangan yang mengaturnya, yaitu Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, sebagai berikut :
1.
Akta pendirian dibuat dalam bentuk akta notaris (Pasal 7 ayat (1));
2.
Akta pendirian dibuat dalam bahasa Indonesia (Pasal 7 ayat (1));
78
3.
Harus sekurang-kurangnya didirikan oleh dua orang/badan hukum yang
cakap dan berwenang untuk bertindak dalam hukum sebagai pendiri
(Pasal 7 ayat (1));
4.
Nama Perseroan harus mengikuti aturan yang telah ditentukan (Pasal
16);
5.
Penyetoran modal harus sesuai dengan aturan yang ditetapkan (Pasal 34
ayat (1));
6.
Harus disampaikan kepada Menteri Hukum dan HAM dalam jangka
waktu 60 hari terhitung sejak penandatanganan akta pendiriannya untuk
memperoleh pengesahan (Pasal 10 ayat (1)).
Perseroan Terbatas dapat berupa PT tertutup maupun PT terbuka. Yang
dimaksud dengan perusahaan tertutup adalah suatu perseroan terbatas yang
saham-sahamnnya masih dipegang oleh beberapa orang/perusahaan saja, sehingga
jual beli saham dilakukan dengan cara yang ditentukan ditentukan oleh anggran
dasar perseroan, yang pada umumnya diserahkan kepada kebijaksanaan pemegang
saham yang bersangkutan. Sedangkan yang dimaksud dengan perseroan terbuka
adalah suatu perseroan terbatas yang modal dan sahamnya telah memenuhi syaratsyarat tertentu, dimana saham-sahamnya dipegang oleh banyak orang/perusahaan,
yang jual beli sahamnya dilakukan melalui pasar modal.95
Anggaran dasar tidak didefiniskan dalm undang-undang hanya disebutkan
dalam Pasal 8 Ayat (1) UU No. 40 tahun 2007 sebagai bagian penting dari akta
pendirian perusahaan. Anggran dasar adalah bagian dari akta pendirian perseroan
95
Munir Fuady, 2008, Pengantar Hukum Bisnis: Menata Bisnis Modern di Era Global,
PT Citra Aditya Bakti, Bandung (selanjutnya disebut Munir Fuady II), h. 51.
79
yang memuat aturan main dalam perseroan yang menentukan setiap hak dan
kewajiban dari pihak-pihak, baik perseroan itu sendiri, pemegang saham,
pengurus (Direksi) maupun Komisaris serta pihak Ketiga (terhitung sejak
perseroan resmi menjadi badan hukum).96
Sebagai subjek hukum, Perseroan terbatas adalah artificialperson, dimana
Perseroan tidak memiliki kehendak seperti manusia dan tidak dapat melakukan
tindakannya sendiri. Oleh karena itu untuk membantu Perseroan terbatas
menjalankan tugasnya dibentuklah organ-organ, yang secara teoritis disebut
dengan organ theory. Untuk itu di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas dikenal adanya 3 (tiga) organ PerseroanTerbatas
sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Angka 2 UU No. 40 Tahun 2007 yang masingmasing dalam menjalankan fungsi dan tugasnya adalah sejajar, yaitu;97
1.
Direksi
2.
Dewan Komisaris
3.
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Dari pembagian organ tersebut struktur pengurusan Perseroan Terbatas
dalam UU No. 40 Tahun 2007 ini, menerapkan two board system, yang terdiri dari
organ-organ tersebut, dimana masing-masing
mempunyai tugas, fungsi dan
wewenang pengelolaan secara terpisah.98 Dimana pada forum Rapat Umum
Pemegang Saham (selanjutnya disebut RUPS) memiliki tugas dan wewenang
untuk memilih, mengangkat, mengawasi dan memberhentikan anggota Dewan
96
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, 1999, Perseroan Terbatas, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, h. 29.
97
Gunawan Widjaja, Op.Cit., hal. 35.
98
Ibid.
80
Komisaris dan Direksi. RUPS sebagai badan tertinggi dari suatu Perseroan,
memiliki wewenang untuk menyetujui atau menolak antara lain konsolidasai,
merger, akuisisi, kepailitan, dan pembubaran.99 Selanjutnya para anggota Dewan
Komisaris terpilih ini memiliki tugas dan wewenang untuk mengawasi dan
memberikan nasehat kepada Direksi yang akan memimpin jalannya roda
Perseroan sehari-hari.100 Keberhasilan atau kegagalan suatu PT sangat tergantung
pada kepengurusan Direksi yang merupakan pengurus Perseroan tersebut.101
2.2.4. Perseroan Terbatas Non BUMN dan BUMD
Membahas isu keterbukaan informasi publik perusahaan dalam penulisan
ini, akan lebih diarahkan kepada badan usaha berbentuk Perseroan Terbatas
swasta yakni perseroan Terbatas yang bukan termasuk (non) BUMN maupun
BUMD, dengan kriteria batasan tertentu.
Pembahasan dalam penulisan ini mengambil bentuk Perseroan Terbatas
karena, bentuk badan usaha ini adalah yang paling umum dan paling banyak
digunakan saat ini untuk perusahaan terutama yang berskala besar. Pada tahun
2014 saja, dari 119 daftar BUMN di Indonesia, BUMN yang berbentuk PT
berjumlah 105 perusahaan.102 Sedangkan dari jumlah 426 BUMD yang ada di
Indonesia103, BUMD yang berbentuk PT berjumlah 113 perusahaan.104 Perseroan
terbatas merupakan bagian dari kekuatan ekonomi, yang memilik akses dan
99
Forum for Corporate Governance in Indonesia dan YPPMI Institute, 2002, The Essence
of Good Corporate Governance, Yayaysan Pendidikan pasara Modal&Sinergy Communication,
Jakarta, h. 24.
100
Gunawan Widjaja, Loc. Cit.
101
Try Widiyono, 2005, Direksi Perseroan Terbatas, Ghalia Indonesia, Bogor, h. 63.
102
http://bumn.go.id/halaman/situs, diakses pada 30 Desember 2014.
103
http://keuda.kemendagri.go.id/asset/dataupload/data-informasi/datin_data/361.png,
diakses pada 30 Desember 2014.
104
http://keuda.kemendagri.go.id/asset/dataupload/data-informasi/datin_data/365.png..
diakses pada 30 Desember 2014.
81
berkepentingan terhadap informasi, tentunya dengan kekuatan perusahaan mereka
baik produk yang dihasilkan maupun sumber daya yang digunakan mampu
mempengaruhi hajat hidup orang banyak.
Sebagaimana dalam penjelasan sebelumnya, bahwa Perseroan Terbatas
yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan
persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian. Melakukan kegiatan usaha
dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksana
lainnya”.
Berdasarkan UU No. 19 Tahun 2003 bentuk perusahaan BUMN dibagi
menjadi dua bentuk perusahaan yaitu Perseroan (Persero) dan Perusahaan Umum
(Perum), yang tentunya perseroan tersebut adalah milik negara, sedangkan badan
usaha berbentuk Perseroan Terbatas yang non BUMN adalah perseroan swasta,
yang akan mendapat kajian lebih lanjut terkait dengan eksistensinya dalam
pengaturan keterbukaan informasi publik.
Beberapa perbedaan antara Perseroan Terbatas yang merupakan BUMN
dan non BUMN. Berdasarkan pemaparan sebelumnya telah jelas bahwa BUMN
Persero didirikan oleh pemerintah melalui peraturan perundang-undangan,
berbeda dengan badan usaha swasta yang didirikan melalui perjanjian. Perusahaan
Perseroan (Persero) berstatus badan hukum sejak pendiriannya. Berbeda dengan
Perseroan Terbatas milik swasta yang memperoleh status badan hukum setelah
mendapat pengesahan dari pemerintah, persero tidak memerlukan pengesahan.
82
Perseroan Tterbatas (selanjutnya disebut PT) dapat berupa PT Terbuka
(selanjutnya disebut PT Tbk.) maupun PT Tertutup memiliki modal tersendiri
(terpisah) yang seluruhnya terbagi atas saham, didirikan untuk tujuan mencari
keuntungan dan atau laba. Dalam perseroan BUMN, modal persero dapat
dikuasasi seluruhnya oleh negara, dan dalam keadaan seperti ini persero sebagai
persero tertutup, sebaliknya bila pemerintah hanya menguasai sebagian besar
sahamnya maka jenisnya adalah persero terbuka, sedangkan perseroan yang
sahamnya tidak dimiliki oleh pemerintah adalah Perseroan Terbatas swasta.
Perseroan Terbatas BUMN tunduk pada pengaturan Undang-Undang
BUMN, selain tunduk pada pengaturan UU Perseroan Terbatas, sedangkan
Perseroan Terbatas non BUMN tentunya tidak tunduk terhadap pengaturan UU
BUMN. Dalam Perseroan Terbatas BUMN organnya sama dengan Perseroan
Terbatas swasta, namun yang berperan sebagai organ RUPS pada Perseroan
Terbatas BUMN adalah Menteri yang ditunjuk atau diberi kuasa untuk mewakili
pemerintah selaku pemegang saham.
Subyek pelaksana UU No. 14 Tahun 2008 adalah badan publik, dalam
pengaturan mengenai Badan Publik dalam UU No. 14 tahun 2008 badan publik
disebutkan sebagai lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang
fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang
sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi non
pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran
83
Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.
Dalam hal ini badan publik yang merupakan badan usaha atau perusahaan
adalah BUMN dan BUMD, sementara perusahaan di luar itu tidak disebutkan.
Perseroan Terbatas sebagai bentuk badan usaha yang paling banyak digunakan
terutama oleh perusahaan-perusahaan berskala besar baik BUMN dan BUMD
maupun non BUMN maupun BUMD, memiliki peranan yang signifikan dalam
pembangunan nasional dan terutama dalam pembahsan mengenai keterbukaan
informasi publik. Perbedaan Perseoran Terbatas BUMN dan Perseroan Terbatas
non BUMN maupun BUMD dalam pembahasan mengenai keterbukaan iformasi
publik bagi perusaahaan adalah terkait erat dengan sumber modal atau dana dari
perseroan tersebut. Sehingga berbeda dengan Perseroan Terbatas non BUMN
maupun BUMD, sebagian atau seluruh dana dari Perseroan Terbatas BUMN
maupun BUMD sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah untuk BUMD.
84
BAB III
URGENSI PENGATURAN KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK BAGI
PERSEROAN TERBATAS NON BUMN DAN BUMD DALAM UNDANGUNDANG PERSEROAN TERBATAS
3.1. Pengaturan Keterbukaan Informasi Publik Bagi PT BUMN dan BUMD
dalam UU No. 14 Tahun 2008
Lahirnya UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
(UU KIP) telah memperkuat mandat bagi pelaksanaan keterbukaan informasi
dalam penyelenggaraan negara dan pengelolaan sumber daya publik di Indonesia.
Pelaksanaan UU KIP diharapkan dapat mendorong upaya perwujudan tata kelola
pemerintahan yang baik, pelayanan publik, dan penguatan peran serta masyarakat
dalam setiap bidang pembangunan nasional.
Sebagaimana dalam pembahasan sebelumnya bahwa lingkup atau batasan
dalam penulisan ini adalah mengenai perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas,
dimana perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas yang paling banyak dan umum
digunakan di Indonesia terutama bagi Perusahaan berskala besar, apabila diteliti
ternyata mendapatkan pengaturan mengenai Keterbukaan Informasi Publik dalam
UU No. 14 Tahun 2008, sepanjang Perseroan Terbatas itu merupakan BUMN
84
85
maupun BUMD, sehingga PT tersebut wajib melaksanakan keterbukaan
sebagaimana diatur dalam UU No. 14 Tahun 2008 tersebut.
Sebagaimana telah disebutkan dalam pendahuluan bahwa berdasarkan UU
No. 14 Tahun 2008, yang wajib melaksanakan keterbukaan informasi publik
adalah Badan Publik, dalam Pasal 1 angka 3 nya disebutkan;
“Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain
yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara,
yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau
organisasi non pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar
negeri.”
Dan Dalam Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2010 Pasal 3 disebutkan;
“Ruang lingkup Badan Publik sesuai dengan peraturan ini mencakup:
a. lembaga eksekutif;
b. lembaga legislatif;
c. lembaga yudikatif;
d. badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan
penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari
anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan
belanja daerah;
e. organisasi non pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya
bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran
pendapatan dan belanja daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri;
f. partai politik; dan
g. Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah.”
Dari pengaturan tersebut jelaslah bahwa dalam hal ini hanya PT yang
merupakan BUMN dan BUMD saja yang mendapatkan pengaturan mengenai
keterbukaan informasi publik dalam UU No. 14 Tahun 2008 tersebut.
Selain dalam UU No. 14 Tahun 2008, Bentuk dari keterbukaan informasi
publik itu sendiri terkait erat dengan prinsip akuntabilitas dan transparansi
86
sebagaimana diatur dalam good corporate governance. Adapun dalam
impelmentasinya adalah berupa keterbukaan suatu perseroan terbatas terhadap
publik, misalnya akses terhadap bentuk dan jenis usahanya serta hal-hal terkait
kegiatan perusahaan tersebut, begitu juga terutama dalam hal laporan-laporan
yang nyata bagi masyarakat/publik sebagai wujud dari keterbukaan informasi
publik. Setelah adanya klasifikasi jenis informasi bagi publik, kemudian adanya
pengelola informasi tersebut, dan yang tak kalah pentingnya tentu bagaimana hak
akses publik itu sendiri terhadap informasi tersebut.
Penerapan dari Keterbukaan Informasi Publik sebagaimana telah
disebutkan sebelumnya adalah berupa pemberian atau penyediaan informasi itu
sendiri bagi publik. Dalam UU No. 14 Tahun 2008 telah diatur secara tegas
mengenai informasi Publik yang wajib disediakan oleh Badan usaha Milik
Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan/atau badan usaha lainnya yang dimiliki
oleh negara.
Pasal 14 UU No. 14 Tahun 2008 menyebutkan:
“Informasi Publik yang wajib disediakan oleh Badan Usaha Milik Negara,
Badan Usaha Milik Daerah dan/atau badan usaha lainnya yang dimiliki oleh
negara dalam Undang-Undang ini adalah:
a. nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta jenis kegiatan usaha,
jangka waktu pendirian, dan permodalan, sebagaimana tercantum dalam
anggaran dasar;
b. nama lengkap pemegang saham, anggota direksi, dan anggota dewan
komisaris perseroan;
c. laporan tahunan, laporan keuangan, neraca laporan laba rugi, dan laporan
tanggung jawab sosial perusahaan yang telah diaudit;
d. hasil penilaian oleh auditor eksternal, lembaga pemeringkat kredit dan
lembaga pemeringkat lainnya;
e. sistem dan alokasi dana remunerasi anggota komisaris/dewan pengawas
dan direksi;
f. mekanisme penetapan direksi dan komisaris/dewan pengawas;
87
g. kasus hukum yang berdasarkan Undang-Undang terbuka sebagai Informasi
Publik;
h. pedoman pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik berdasarkan
prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian,
dan kewajaran;
i. pengumuman penerbitan efek yang bersifat utang;
j. penggantian akuntan yang mengaudit perusahaan;
k. perubahan tahun fiskal perusahaan;
l. kegiatan penugasan pemerintah dan/atau kewajiban pelayanan umum atau
subsidi;
m. mekanisme pengadaan barang dan jasa; dan/atau
n. informasi lain yang ditentukan oleh Undang-Undang yang berkaitan
dengan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah.’
Sebagai undang-undang yang tidak hanya sekedar mengatur hak atas
informasi, melainkan juga mengatur tentang hak akses terhadap informasi
tersebut, UU No. 14 Tahun 2008 mengandung beberapa pokok pikiran,105
tentunya perusahaan BUMN dan BUMD sebagai salah satu Badan Publik yang
mendapat pengaturan di dalam undang-undang tersebut harus melaksanakan hak
dan kewajibannya sesuai dengan pokok-pokok pikiran tersebut. Adapun pokokpokok pikiran tersebut adalah sebagai berikut;106
1. Setiap Badan Publik wajib menjamin keterbukaan informasi publik.
UU No. 14 Tahun 2008 ini sebagai jaminan hukum diharapkan
dapat mempertegas kewajiban badan publik dalam pemenuhan hak atas
informasi sebagai implikasi dari jaminan pengakuan hak masyarakat
terhadap informasi. UU KIP mengatur tentang siapa yang diberi kewajiban
untuk memenuhi hak masyarakat atas informasi, yang selanjutnya disebut
badan publik.
2. Setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh publik.
105
Komisi Informasi Pusat RI, Op. Cit. hal. 13.
Ibid.
106
88
Informasi publik mencakup segala informasi yang dihasilkan,
dikelola, atau dihimpun dari kegiatan yang didanai oleh badan publik
dalam berbagai bentuk (hutang, sumber daya alam, pajak, dan lain-lain).
Dengan demikian prinsip bahwa setiap informasi publik bersifat terbuka
dan
dapat
diakses
merupakan
prinsip
utama.
Sedangkan
kerahasiaan/informasi yang dirahasaikan adalah merupakan pembatasan
atau pengecualian dari prinsip tersebut yang harus dilakukan secara ketat
dan terbatas.
Dalam Pasal 14 undang-undang ini disbeutkan mengenai
informasi publik yang wajib disediakan oleh BUMN dan BUMD sebagai
prinsip utama, dan sebagai pengecualian dari prinsip tersebut terdapat pula
informasi yang dikecualikan berdasarkan Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, dan
BUMN dan BUMD pun berhak menolak memberikan informasi apabila
memenuhi kriteria Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19 tersebut.
3. Informasi publik yang dikecualikan bersifat ketat, terbatas, dan tidak
mutlak /tidak permanen.
Pengecualian informasi bersifat ketat mengindikasikan bahwa UU
KIP menghendaki adanya dasar keputusan yang obyektif dalam
melakukan pembatasan melalui pengecualian informasi. Sifat ketat juga
menghendaki pengecualian informasi harus dilakukan secara teliti dan
cermat. Untuk itu, UU ini memperkenalkan uji konsekuensi bahaya
(consequential harm test) dan uji kepentingan publik (balancing public
interest test). Uji konsekuensi bahaya mewajibkan agar badan publik
89
dalam menetapkan informasi yang dikecualikan mendasarkan pada
pertimbangan bahwa apabila informasi tersebut dibuka, maka akan
menimbulkan kerugian atau bahaya bagi kepentingan publik maupun
kepentingan yang dilindungi oleh hukum sebagaimana diatur dalam Pasal
17 sampai dengan Pasal 19. Sedangkan uji kepentingan publik
mewajibkan agar badan publik membuka informasi yang dikecualikan jika
kepentingan publik yang lebih besar menghendaki atau sebaliknya
sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (4).
Pengecualian informasi bersifat tidak mutlak/permanen artinya
bahwa tidak ada pengecualian informasi berlaku selama-lamanya.
Pengecualian informasi harus dapat dibuka apabila dikehendaki oleh
kepentingan publik yang lebih besar sebagaimana dijelaskan di atas. Selain
itu, pengecualian informasi juga harus memiliki masa retensi. Ketentuan
masa retensi ini diatur dalam Pasal 20 UU ini dan diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Pemerintah, demikan bahwa BUMN dan BUMD pun
berkweajiban melaksanakan prinsip ini.
Prinsip pada pokok pikiran nomor 2 dan nomor 3 umumnya
disebut maximum access limited exemption principle yang menghendaki
bahwa Informasi Publik harus dapat diakses seluas-luasnya oleh setiap
orang dan pengecualian informasi yang bersifat ketat dan terbatas.
Sedangkan pengecualian informasi yang bersifat ketat dan terbatas berarti
pengecualian informasi harus sesuai dengan undang-undang, kepatutan,
dan kepentingan umum melalui pertimbangan konsekuensi yang timbul
90
apabila suatu informasi diberikan kepada publik dan pertimbangan bahwa
dengan menutup informasi dapat melindungi kepentingan publik yang
lebih besar daripada membukanya dan sebaliknya.107
4. Setiap informasi publik harus dapat diperoleh dengan cepat, tepat waktu,
biaya ringan, dan cara sederhana.
Selama ini telah banyak undang-undang
yang memberikan
jaminan hak atas informasi, namun belum ada yang mengatur tentang
bagaimana akses terhadap hak tersebut. Asas ini merupakan dasar
pengaturan bagi pemberiann akses terhadap informasi oleh badan publik.
Badan publik harus menjamin akses setiap orang terhadap informasi
publik sedemikian rupa secara cepat, tepat waktu, biaya ringan, dan
dengan cara sederhana. Penjabaran dari prinsip ini kemudian diatur lebih
lanjut pada kewajiban badan publik untuk menunjuk Pejabat Pengelola
Informasi dan Dokumentasi serta pengembangan sistem penyediaan
layanan informasi (Pasal 13) sesuai dengan asas tersebut, juga
bagi
pengembangan aturan tentang mekanisme memperoleh informasi maupun
tata cara penyelesaian sengketa informasi baik ditingkat internal badan
publik, komisi informasi, maupun pengadilan.
5. Informasi publik bersifat proaktif
Prinsip bahwa informasi bersifat proaktif menunjukkan bahwa
badan publiklah yang seharusnya secara proaktif menyampaikan
informasi, khususnya mengenai informasi dasar yang dibutuhkan oleh
107
Komisi Informasi Pusat RI dan ICEL, 2010, Tanya Jawab Standar Layanan Informasi
Publik, Komisi informasi, Jakarta., h. 1.
91
masyarakat pada umumnya. UU ini mengatur tentang informasi aktif
dimana informasi publik tertentu harus disampaikan kepada publik tanpa
menunggu adanya permintaan. Informasi seperti ini diklasifikasikan pada
Pasal 9 mengenai informasi dasar yang wajib diumumkan secara berkala,
misalnya informasi tentang kegiatan badan publik dan Pasal 10 mengenai
informasi yang harus disampaikan serta-merta tanpa adanya penundaan
karena menyangkut hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum,
misalnya informasi tentang bencana. Sedangkan Pasal 11 mengatur
mengenai informasi yang wajib disediakan apabila ada permintaan,
misalnya dokumen pendukung pengambilan kebijakan dan perjanjian
badan publik dengan pihak ketiga.
6. Informasi publik harus bersifat utuh, akurat, dan dapat dipercaya
Melekat dalam hak atas informasi tentunya adalah informasi yang
utuh, akurat dan dapat dipercaya (reliable). UU 14 Tahun 2008
menerjemahkan prinsip ini ke dalam ketentuan tentang: a) Kewajiban
membuat sistem pengelolaan informasi dan dokumentasi (Pasal 13), b)
Kewajiban
membuat
sistem
layanan
informasi
dan
mekanisme
memperoleh informasi (Pasal 13, Pasal 21, dan Pasal 22), c) Mekanisme
keberatan dan penyelesaian sengketa baik ditingkat badan publik, komisi
informasi maupun pengadilan. Mekanisme keberatan ditingkat badan
publik diatur pada Pasal 35 dan Pasal 36. Penyelesaian sengketa di tingkat
komisi informasi diatur pada Pasal 37 sampai dengan Pasal 46. Sedangkan
penyelesaian sengketa melalui gugatan ke pengadilan diatur dalam Pasal
92
47 sampai dengan Pasal 50,
d) Ancaman sanksi bagi penghancuran
informasi maupun pembuatan informasi yang tidak benar (untrue/false
information) atau menyesatkan (misleading). Ketentuan ini dapat
ditemukan dalam Pasal 53 dan Pasal 55.
7. Penyelesaian sengketa secara cepat, murah, kompeten, dan independen
Undang-undang ini membagi penyelesaian sengketa dalam tingkat
badan publik melalui pengajuan keberatan, di tingkat komisi informasi
melalui mediasi dan ajudikasi, serta di tingkat pengadilan melalui
pengadilan negeri dan pengadilan tata usaha negara. Mahkamah Agung RI
tetap dipilih oleh perumus undang-undang ini sebagai lembaga terakhir
bagi seluruh penyelesaian sengekta informasi tersebut. Pengaturan tentang
pengajuan keberatan, jangka waktu, dan pemberian tanggapan atas
keberatan oleh badan publik diatur dalam Pasal 35 dan Pasal 36. Hukum
acara penyelesaian sengketa di tingkat komisi informasi diatur pada Pasal
37 sampai dengan Pasal 46. Sedangkan penyelesaian sengketa melalui
gugatan ke pengadilan dan kasasi ke Mahlamah Agung diatur dalam Pasal
47 sampai dengan Pasal 50.
8. Ancaman pidana bagi penghambat informasi
Sanksi pidana merupakan salah satu perangkat untuk menimbulkan
efek jera (deterrent effect) bagi pelanggar ketentuan UU KIP. Namun
demikian penggunaan sanksi pidana harus dilakukan secara selektif
mengingat efektifitas suatu aturan tidak dapat hanya mengandalkan
93
pendekatan ancaman pidana semata yang berimplikasi pada pengurangan
kemerdekaan seseorang.
Pengaturan mengenai keterbukaan informasi publik bagi PT yang
berbentuk BUMN dan
BUMD dalam UU No. 14 Tahun 2008
tersebut
merupakan contoh pembanding yang tepat untuk memberikan gambaran
bagaimana seharusnya pengaturan keterbukaan informasi tersebut juga di terapkan
bagi PT Non BUMN dan BUMD dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007.
Adapun hal-hal esensial yang terkait dengan pengaturan keterbukaan informasi
publik ini pada pokoknya terdiri dari; jenis dan klasifikasi informasi, pengelola
informasi, dan hak akses atas informasi tersebut.
3.1.1. Jenis dan Klasifikasi informasi
Informasi adalah hal terpenting dalam keterbukaan informasi, pengaturan
jenis informasi yang harus disediakan oleh PT BUMN maupun BUMD sebagai
perusahan atau badan usaha tentu berbeda dengan jenis informasi yang harus
disediakan Badan Publik lainnya. Mengenai jenis dan klasifikasi dari informasi di
dalam undang-undang No. 14 Tahun 2008 dibagi menjadi dua garis besar yakni
informasi yang wajib disediakan dan diumumkan terdiri dari informasi yang;
diatur dalam Pasal
9 hingga Pasal 11, yaitu meliputi; informasi yang wajib
disediakan dan diumumkan secara berkala, informasi yang wajib diumumkan
secara serta merta, serta informasi yang wajib tersedia setiap saat. Serta ada
informasi yang dikecualikan, sebagaimana diatur dalam Pasal 17.
Berdasarkan Pasal 9, jenis informasi yang wajib disediakan dan
diumumkan secara berkala meliputi informasi yang berkaitan dengan badan
94
publik, informasi mengenai kinerja dan kegiatan badan publik terkait, informasi
mengenai laporan keuangan, dan/atau informasi lain yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan. Penyedian informasi tersebut secara berkala paling singkat
dilakukan setiap 6 (enam) bulan sekali. Demikian pula lebih lanjut diatur dalam
Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi
Publik (selanjutnya disebut Peraturan KI No. 1 Tahun 2010).
Pasal 10 diatur mengenai informasi yang wajib diumumkan secara serta
merta yaitu terdiri dari informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang
banyak dan ketertiban umum.
Informasi yang wajib tersedia setiap saat diatur dalam Passal 11. Informasi
yang wajib tersedia setiap saat tersebut meliputi;
a. daftar seluruh Informasi Publik yang berada di bawah penguasaannya,
tidak termasuk informasi yang dikecualikan
b. hasil keputusan Badan Publik dan pertimbangannya
c. seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya
d. rencana kerja proyek termasuk di dalamnya perkiraan pengeluaran tahunan
Badan Publik
e. perjanjian Badan Publik dengan pihak ketiga
f. informasi dan kebijakan yang disampaikan Pejabat Publik dalam
pertemuan yang terbuka untuk umum
g. prosedur kerja pegawai Badan Publik yang berkaitan dengan pelayanan
masyarakat; dan/atau
95
h. laporan mengenai pelayanan akses Informasi Publik sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini.
Sebagai tambahan, dalam Pasal 12 diatur bahwa badan publik setiap
tahunnya wajib mengumumkan layanan informasi yang meliputi jumlah
permintaan informasi yang diterima, waktu yang diperlukan untuk memenuhi
setiap permintaan informasi, jumlah pemberian dan penolakan informasi, serta
alasan penolakan informasi.
Selain prinsip umum
informasi yang wajib disediakan juga terdapat
pengecualiannya, yaitu terdapat informasi yang dikecualikan sebagaimanan diatur
dalam Pasal 17, yaitu terdiri dari:
a. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon
Informasi Publik dapat menghambat proses penegakan hukum, yaitu
informasi yang dapat:
1. menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana
2. mengungkapkan identitas informan, pelapor, saksi, dan/atau korban
yang mengetahui adanya tindak pidana
3. mengungkapkan data intelijen kriminal dan rencana-rencana yang
berhubungan dengan pencegahan dan penanganan segala bentuk
kejahatan transnasional
4. membahayakan keselamatan dan kehidupan penegak hukum dan/atau
keluarganya dan/atau
5. membahayakan keamanan peralatan, sarana, dan/atau prasarana
penegak hukum.
96
b. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon
Informasi Publik dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas
kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat
c. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon
Informasi Publik dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara,
yaitu:
1. informasi tentang strategi, intelijen, operasi, taktik dan teknik yang
berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan
negara, meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran
atau evaluasi dalam kaitan dengan ancaman dari dalam dan luar negeri
2. dokumen yang memuat tentang strategi, intelijen, operasi, teknik dan
taktik yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan
keamanan negara yang meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan
pengakhiran atau evaluasi
3. jumlah, komposisi, disposisi, atau dislokasi kekuatan dan kemampuan
dalam penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara serta
rencana pengembangannya
4. gambar dan data tentang situasi dan keadaan pangkalan dan/atau
instalasi militer
5. data perkiraan kemampuan militer dan pertahanan negara lain terbatas
pada segala tindakan dan/atau indikasi negara tersebut yang dapat
membahayakan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia
dan/atau data terkait kerjasama militer dengan negara lain yang
97
disepakati dalam perjanjian tersebut sebagai rahasia atau sangat
rahasia
6. sistem persandian negara dan/atau
7. sistem intelijen negara.
d. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon
Informasi Publik dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia
e. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon
Informasi Publik, dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional:
1.
rencana awal pembelian dan penjualan mata uang nasional atau asing,
saham dan aset vital milik negara
2.
rencana awal perubahan nilai tukar, suku bunga, dan model operasi
institusi keuangan
3. rencana awal perubahan suku bunga bank, pinjaman pemerintah,
perubahan pajak, tarif, atau pendapatan negara/daerah lainnya
4. rencana awal penjualan atau pembelian tanah atau properti
5.
rencana awal investasi asing
6.
proses dan hasil pengawasan perbankan, asuransi, atau lembaga
keuangan lainnya; dan/atau
7. hal-hal yang berkaitan dengan proses pencetakan uang.
f. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikankepada Pemohon
Informasi Publik, dapat merugikan kepentingan hubungan luar negeri:
1.
posisi, daya tawar dan strategi yang akan dan telah diambil oleh
negara dalam hubungannya dengan negosiasi internasional
98
2.
korespondensi diplomatik antarnegara
3.
sistem komunikasi dan persandian yang dipergunakan dalam
menjalankan hubungan internasional
4.
dan/atau perlindungan dan pengamanan infrastruktur strategis
Indonesia di luar negeri.
g. Informasi Publik yang apabila dibuka dapat mengungkapkan isi akta
otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat
seseorang
h. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon
Informasi Publik dapat mengungkap rahasia pribadi, yaitu:
1.
riwayat dan kondisi anggota keluarga
2.
riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik, dan
psikis seseorang
3.
kondisi keuangan, aset, pendapatan, dan rekening bank seseorang
4.
hasil-hasil evaluasi sehubungan dengan kapabilitas, intelektualitas,
dan rekomendasi kemampuan seseorang dan/atau
5.
catatan yang menyangkut pribadi seseorang yang berkaitan dengan
kegiatan satuan pendidikan formal dan satuan pendidikan nonforma
i. memorandum atau surat-surat antar Badan Publik atau intra Badan Publik,
yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi
Informasi atau pengadilan
j. informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan Undang-Undang.
99
Bagi BUMN dan BUMD yang merupakan perusahaan, sebagai badan
publik yang dalam hal ini berkecimpung di sektor ekonomi, secara khusus
diwajibkan untuk menyediakan informasi publik sebgaimanana yang diatur
dalam Pasal 14. Adapun informasi yang wajib disediakan oleh Badan Usaha
Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan/atau badan usaha lainnya yang
dimiliki oleh negara dalam undang-undang ini adalah:
a. nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta jenis kegiatan
usaha, jangka waktu pendirian, dan permodalan, sebagaimana
tercantum dalam anggaran dasar
b. nama lengkap pemegang saham, anggota direksi, dan anggota dewan
komisaris perseroan
c. laporan tahunan, laporan keuangan, neraca laporan laba rugi, dan
laporan tanggung jawab sosial perusahaan yang telah diaudit
d. hasil penilaian oleh auditor eksternal, lembaga pemeringkat kredit dan
lembaga pemeringkat lainnya
e. sistem dan alokasi dana remunerasi anggota komisaris/dewan pengawas
dan direksi
f.
mekanisme penetapan direksi dan komisaris/dewan pengawas
g. kasus hukum yang berdasarkan Undang-Undang terbuka sebagai
Informasi Publik
h. pedoman pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik berdasarkan
prinsip-prinsip
transparansi,
kemandirian, dan kewajaran
akuntabilitas,
pertanggungjawaban,
100
i.
pengumuman penerbitan efek yang bersifat utang
j. penggantian akuntan yang mengaudit perusahaan
k. perubahan tahun fiskal perusahaan
l.
kegiatan penugasan pemerintah dan/atau kewajiban pelayanan umum
atau subsidi
m. mekanisme pengadaan barang dan jasa;
n. dan/atau informasi lain yang ditentukan oleh Undang-Undang yang
berkaitan dengan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik
Daerah.
3.1.2. Pengelola informasi
Untuk mewujudkan pelayanan cepat, tepat, dan sederhana sebagaimana
yang diamanatkan di dalam Pasal 13 undang-undang ini, setiap Badan Publik
menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (selanjutnya disbeut
PPID) yang dibantu oleh pejabat fungsional, serta membuat dan
mengembangkan sistem penyediaan layanan informasi secara cepat, mudah,
dan wajar sesuai dengan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik
yang berlaku secara nasional.
Pasal 1 angka 9, disebutkan bahwa
PPID adalah pejabat yang
bertanggung jawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan,
dan atau pelayanan informasi di badan publik. Berdasarkan Pasal 19, PPID
juga wajib melakukan pengujian tentang konsekuensi atas informasi yang
dikecualikan (sebagaimana dimaksud di dalm Pasal 17) dengan seksama dan
101
penuh ketelitian sebelum menyatakan Informasi Publik tertentu dikecualikan
untuk diakses oleh setiap orang.
Berdasarkan pedoman tanya jawab PPID online yang dikeluarkan
kementrian informasi dan komunikasi, Bagi BUMN dan BUMD yang
menjadi PPID adalah direktur komunikasi, PPID adalah pejabat ex-officio
(yang karena jabatannya) yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang
Komunikasi, Informasi dan Kehumasan. Tugas dan tanggung jawab PPID
tersebut, meliputi pengelolaan informasi, dokumentasi dan arsip, pelayanan
informasi, pengaduan dan penyelesaian sengketa. PPID bertanggung jawab
langsung terhadap direktur utama, sebagai atasan langsung PPID, dimana
direktur utama juga merupakan pimpinan dari Badan Publik, kemudian
direktur tiap bidang menjadi tim pertimbangan pelayanan informasi.108
PPID tersebut merupakan pejabat yang diangkat oleh pimpinan tertinggi
badan publik melalui Surat Keputusan (SK). PPID bertanggung jawab kepada
atasan langsung PPID. Atasan PPID merupakan penentu pengambilan
kebijakan apabila muncul masalah dalam pengelolaan dan pelaksanaan
layanan informasi termasuk dalam menentukan informasi yang dikecualikan
atau tidak. Dalam melaksanakan wewenangnya, atasan PPID berkoordinasi
dan meminta masukan dari Tim Pertimbangan Pelayanan Informasi.109
3.1.3. Hak akses publik terhadap informasi
Dalam UU No. 14 Tahun 2008 ini juga sudah diatur mengenai hak
akses publik terhadap informasi, terkait bagaimana mekanisme untuk
108
http://www.jdih.ristek.go.id/?q=system/files/dokumentasi, diunduh pada tanggal 2
April 2014.
109
Ibid.
102
memperoleh informasi tersebut. Hak akses menjadi sangat penting karena
dengan telah diatur dan tersedianya informasi tersebut, maka pada akhirnya
akses atau bagaimana cara mendapatkan informasi tersebut menjadi bagian
penting yang tidak terpisahkan.
Mekanisme memperoleh Informasi Publik dalam UU No. 14 Tahun
2008, didasarkan pada prinsip cepat, tepat waktu, dan biaya ringan,
sebagaimana yang disebutkan secara tegas dalam Pasal 21.
Selanjutnya berdasarkan Pasal 22, maka mekanisme memperoleh
informasi adalah sebagai berikut:
1. Setiap Pemohon Informasi Publik dapat mengajukan permintaan untuk
memperoleh Informasi Publik
kepada Badan Publik terkait secara
tertulis atau tidak tertulis.
2. Badan Publik wajib mencatat nama dan alamat Pemohon Informasi
Publik, subjek dan format informasi serta cara penyampaian informasi
yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik.
3. Badan Publik yang bersangkutan wajib mencatat permintaan Informasi
Publik yang diajukan secara tidak tertulis.
4. Badan Publik terkait wajib memberikan tanda bukti penerimaan
permintaan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (3) berupa nomor pendaftaran pada saat permintaan diterima.
5. Dalam hal permintaan disampaikan secara langsung atau melalui surat
elektronik, nomor pendaftaran diberikan saat penerimaan permintaan.
103
6. Dalam hal permintaan disampaikan melalui surat, pengiriman nomor
pendaftaran dapat diberikan bersamaan dengan pengiriman informasi.
7. Paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permintaan,
Badan Publik yang bersangkutan wajib menyampaikan pemberitahuan
tertulis yang berisikan :
a. informasi yang diminta berada di bawah penguasaannya ataupun
tidak.
b.
Badan Publik wajib memberitahukan Badan Publik yang
menguasai informasi yang diminta apabila informasi yang diminta
tidak berada di bawah penguasaannya dan Badan Publik yang
menerima permintaan mengetahui keberadaan informasi yang
diminta.
c. penerimaan atau penolakan permintaan dengan alasan yang
tercantum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17.
d.
dalam hal permintaan diterima seluruhnya atau sebagian
dicantumkan materi informasi yang akan diberikan.
e.
dalam hal suatu dokumen mengandung materi yang dikecualikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, maka informasi yang
dikecualikan tersebut dapat dihitamkan dengan disertai alasan dan
materinya.
f. alat penyampai dan format informasi yang akan diberikan; dan/atau
g.
biaya serta cara pembayaran untuk memperoleh informasi yang
diminta.
104
8. Badan Publik yang bersangkutan dapat memperpanjang waktu untuk
mengirimkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7),
paling lambat 7 (tujuh) hari kerja berikutnya dengan memberikan alasan
secara tertulis.
9. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permintaan informasi kepada
Badan Publik diatur oleh Komisi Informasi.
3.2. Pengaturan KIP Bagi PT Non BUMN dan BUMD dalam UU No. 40
Tahun 2007
Pengaturan keterbukaan informasi publik bagi PT Non BUMN dan BUMD,
dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana perusahan perseroan terbatas yang
bukan merupakan BUMN maupun BUMD atau perseroan terbatas swasta
mendapatkan pengaturan terkait keterbukaan informasi publik dalam UndangUndang No. 40 Tahun 2007.
Prinsip-prinsip dari keterbukaan informasi publik itu sendiri terkait erat
dengan prinsip akuntabilitas dan transparansi sebagaimana diatur dalam good
corporate
governance.
Keterbukaan
informasi
publik
tersebut
dalam
implementasinya yang paling penting adalah bagaimana pemberian atau
penyediaan informasi itu sendiri bagi publik, diperlukan adanya klasifikasi jenis
informasi bagi publik, kemudian pengelola informasi, dan yang tak kalah
pentingnya tentu bagaimana hak akses publik itu sendiri terhadap informasi yang
tersebut.
105
Dalam UU No. 40 Tahun 2007 (UU PT), terdapat kewajiban Perseroan
untuk mendaftakan diri, dan pendaftaran tersebut kemudian diumumkan dalam
Daftar Perseroan yang diselenggarakan oleh Menteri. Dimana daftar tersebut
memuat identitas yang komperhensif mengenai perusahaan perseroan tersebut,
serta daftar tersebut adalah terbuka untuk umum, hal ini berarti terbuka bagi
publik atau masyarakat umum yang membutuhkannya.
Daftar tersebut, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 29 Ayat 2 UU No.
40 Tahun 2007:
“Daftar Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat data
tentang Perseroan yang meliputi:
a. nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta kegiatan usaha,
jangka waktu pendirian, dan permodalan;
b. alamat lengkap Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5;
c. nomor dan tanggal akta pendirian dan keputusan menteri mengenai
pengesahan badan hukum Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (4);
d. nomor dan tangga l akta perubahan anggaran dasar dan persetujuan
Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1);
e. nomor dan tanggal akta perubahan anggaran dasar dan tanggal
penerimaan pemberitahuan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 ayat (2);
f. nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta pendirian dan
akta perubahan anggaran dasar;
g. nama lengkap dan alamat pemegang saham, anggota Direksi, dan anggota
Dewan Komisaris Perseroan;
h. nomor dan tanggal akta pembubaran atau nomor dan tanggal penetapan
pengadilan tentang pembubaran Perseroan yang telah diberitahukan kepada
Menteri;
i. berakhirnya status badan hukum Perseroan;
j. neraca dan laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan bagi
Perseroan yang wajib diaudit”
Pengaturan mengenai bentuk laporan juga diatur dalam UU No. 40 Tahun
2007 ini, sebagiamana disebutkan dalam Pasal 66 Ayat (2):
“Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat
sekurang-kurangnya:
106
a. laporan keuangan yang terdiri atas sekurang-kurangnya neraca akhir
tahun buku yang baru lampau dalam perbandingan dengan tahun buku
sebelumnya, laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan,
laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas, serta catatan atas
laporan keuangan tersebut;
b. laporan mengenai kegiatan Perseroan;
c. laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan;
d. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi
kegiatan usaha Perseroan;
e. laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan oleh
Dewan Komisaris selama tahun buku yang baru lampau;
f. nama anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris;
g. gaji dan tunjangan bagi anggota Direksi dan gaji atau honorarium dan
tunjangan bagi anggota Dewan Komisaris Perseroan untuk tahun yang
baru lampau.
Dari ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa semua perusahaan
Perseroan Terbatas baik tertutup maupun yang terbuka, baik yang berbentuk
BUMN dan BUMD maupun yang Non BUMN dan BUMD wajib melakukan
pelaporan sebagaimana yang ditentukan dalam undang-undang No. 40 Tahun
2007.
Bentuk-bentuk pengaturan yang telah disebutkan diatas dalam UU No. 40
tahun 2007, adalah sepanjang keterbukaan informasi berupa laporan yang
berbentuk laporan keuangan (financial report). Sedangkan terkait dengan hak-hak
seluruh stakeholder atas informasi , dalam hal ini keterbukaan informasi yang
pada hakikatnya adalah hak konsumen, hak pekerja, hak pemerintah, hak
masyarakat sekitar, perlindungan lingkungan, dan sebagainya dengan produk
utamanya adalah laporan, maka diperlukan juga laporan non keuangan yang lebih
dikenal dengan non financial reorting (NFR).
Pengaturan NFR yang diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007, hanya sebatas
pengaturan laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan pada
107
UU Perseroan Terbatas. Sebagaimana disebutkan Pasal 66 Ayat (2) huruf c.
Sedangkan kewajiban pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
sendiri diatur dalam Pasal 74 UU tersebut. Dalam prakteknya pengaturan ini
menekankan pada kegiatan CSR. Namun untuk jenis NFR yang lebih
komperhensif seperti
laporan tentang mekanisme komplain yang pernah
dilakukan konsumen, laporan tentang jumlah PHK, laporan jumlah korban di
waktu kerja di tahun sebelumnya, kemungkinan downsizing dan divestasi, serta
laporan pencemaran dan penanggulangannya yang dilakukan perusahaan dari
tahun-ketahun, dan laporan sejenisnya terkait laporan lingkungan dan sosial, tidak
diatur dalam UU No 40 tahun 2007 ini.
Dari pemaparan tersebut dapat dilihat bahwa ada prinsip-prinsip
keterbukaan informasi yang terkandung di dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas tersebut. Namun tak bisa dipungkiri keterbukaan informasi
publik yang hakiki terkait bagaimana publik dapat mengakses langsung informasi
penting mengenai suatu perusahan tersebut, yang secara garis besar bagaimana
mengenai jenis dan klasifikasi informasi, pengelola informasi dan hak akses
publik terhadap informasi sebgaimana merupakan bentuk keterbukaan informasi
yang telah diatur dalam UU No. 14 Tahun 20008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik yang tentunya merupakan pengaturan bagi PT BUMN dan BUMD juga,
ternyata tidak ditemukan dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas.
108
Pengaturan keterbukaan informasi bagi PT dalam UU No. 14 Tahun 2008
serta UU No. 40 tahun 2007 dalam bentuk substansi NFR dalam laporan-laporan
PT dapat dijelaskan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 1.
NFR
GRI)
Substansi NFR (mengacu pada pedoman SRG-GRI) pada
Laporan-Laporan Perseroan Terbatas dalam Pengaturan
Keterbukaan Informasi bagi Perseroan Terbatas
(SRG-pedoman UU 14/2008 (Bagi PT UU 40/2007 (Bagi PT
BUMN dan BUMD)
Non
BUMN
dan
BUMD)
Aspek Lingkungan
---
Aspek tenaga Kerja
Aspek HAM
Aspek Sosial
-
-
Aspek
Produk
Tanggungjawab
-
----kasus hukum yang berdasarkan UndangUndang
terbuka
sebagai
Informasi
Publik
laporan
tanggung
jawab
sosial
perusahaan
---
laporan pelaksanaan
Tanggung
Jawab
Sosial
dan
Lingkungan
----laporan pelaksanaan
Tanggung
Jawab
Sosial
dan
Lingkungan
---
Pengaturan keterbukaan informasi publik bagi PT di Indonesia dalam
beberapa peraturan
perundang-undangan dan pedoman (walau
masih sebats
pedoman belum diwajibkan) terkait dapat dijelaskan dalam tabel sebagai berikut:
109
Tabel 2.
Pengaturan Keterbukaan Informasi Publik Bagi Perseroan
Terbatas dalam beberapa peraturan dan pedoman terkait
PT BUMN dan BUMD
PT Non
BUMD
BUMN
dan
UU 14/2008
- Diatur tegas jenis, klasifikasi,
pengelola, dan mekanisme
hak akses informasi.
- Substansi FR dan sedikit NFR
- Tujuan keterbukaan seluruh
stakeholder.
-
UU 40/2007
- Tidak diatur jenis, klasifikasi,
pengelola, dan mekanisme
hak akses informasi.
- Ada prinsip keterbukaan
sebatas
daftar
perseroan
(Pasal 29)
- Ada prinsip keterbukaan
sebatas kewajiban laporan
tahunan (Pasal 66)
- Substansi FR dan sedikit NFR
(terutama kewajiban laporan
tanggung jawab sosial dan
lingkungan)
- Tidak
diatur
jenis,
klasifikasi,
pengelola,
dan mekanisme hak akses
informasi.
- Ada prinsip keterbukaan
sebatas daftar perseroan
(Pasal 29)
- Ada prinsip keterbukaan
sebatas
kewajiban
laporan tahunan (Pasal
66)
- Substansi FR dan sedikit
NFR (terutama kewajiban
laporan tanggung jawab
sosial dan lingkungan)
Tidak diatur
UU 8/1995 jo. - Keterbukaan Informasi diatur - Keterbukaan Informasi
secara tegas khusus bagi PT
diatur
secara
tegas
Kep.Ketua
Tbk. (Tidak mengatur PT
khusus bagi PT Tbk.
Bapepam LK
Tertutup)
(Tidak mengatur PT
No:KEP- Tujuan keterbukaan untuk
tertutup)
431/BL/2012
shareholder
terkait - Tujuan
keterbukaan
kepentingan investasi.
untuk shareholder terkait
- Substansi FR dan sedikit NFR
kepentingan investasi.
- Substansi FR dan sedikit
NFR
Pedoman
GCG-KNKG
(Khusus
Subtsansi
ketebukaan
terkait NFR)
- Perusahaan harus mengambil
inisiatif
untuk
mengungkapkan tidak hanya
masalah yang disyaratkan
oleh peraturan perundangundangan, tetapi juga hal
- Perusahaan
harus
mengambil
inisiatif
untuk mengungkapkan
tidak hanya masalah
yang disyaratkan oleh
peraturan
perundang-
110
yang
penting
untuk
pengambilan keputusan oleh
pemegang saham, kreditur
dan pemangku kepentingan
lainnya.
- Dalam
pelaksanaannya
perusahaan
harus
menyediakan
informasi
secara tepat waktu, memadai,
jelas, akurat dan dapat
diperbandingkan serta mudah
diakses
oleh
pemangku
kepentingan sesuai dengan
haknya.
- Adapun untuk subtansinya
diatur
beberapa
hal
keterbukaan dalam bentuk
NFR terkait kepentingan
pemangku
kepentingan
(pekerja,
mitra
bisnis,
masyarakat, lingkungan)
undangan, tetapi juga hal
yang penting untuk
pengambilan keputusan
oleh pemegang saham,
kreditur dan pemangku
kepentingan lainnya.
- Dalam pelaksanaannya
perusahaan
harus
menyediakan informasi
secara tepat waktu,
memadai, jelas, akurat
dan
dapat
diperbandingkan serta
mudah diakses oleh
pemangku kepentingan
sesuai dengan haknya.
- Adapun
untuk
subtansinya
diatur
beberapa
hal
keterbukaan
dalam
bentuk NFR terkait
kepentingan pemangku
kepentingan
(pekerja,
mitra bisnis, masyarakat,
lingkungan)
3.3. Urgensi Pengaturan KIP Bagi PT Non BUMN dan BUMD dalam UU
Perseroan Terbatas
Pada masyarakat modern, kebutuhan atas informasi semakin banyak dan
semakin urgen. Informasi menjadi kebutuhan dasar dalam pengambilan
keputusan-keputusan personal dan sosial. Setiap detik, informasi terus menyebar
dari satu tempat ke tempat lain dengan cepat akibat perkembangan teknologi
komunikasi. Setiap hari kita disuguhi informasi dari belahan dunia yang berbeda
nyaris pada saat bersamaan. Batas-batas antar negara seolah menjadi hilang
(borderless world) akibat pesatnya perkembangan informasi. Tidak ada satu pun
negara yang bisa secara mutlak menghambat pesatnya laju arus informasi.
111
Dalam era persaingan global, entitas yang bisa bertahan dan mengambil
keuntungan dari persaingan itu adalah entitas yang menguasai sebanyak mungkin
informasi. Entitas dimaksud bisa berupa individu, badan hukum, atau juga negara.
Informasi dibutuhkan dalam setiap aspek kehidupan. Urgensinya semakin nyata
dalam relasi-relasi bisnis internasional, dimana informasi dipergunakan untuk
banyak tujuan. Informasi pada dasarnya dipakai sebagai dasar dalam pengambilan
keputusan, menerima dan menggunakan informasi itu untuk memastikan
pemahaman umum kita, dan menggunakannya sebagai sarana menambah
pengetahuan.110
Di negara-negara demokratis, pengakuan terhadap hak atas informasi
sekaligus merupakan sarana untuk memantau dan mengawasi penyelenggaraan
pemerintahan. Pemerintahan yang demokratis akan berusaha semaksimal mungkin
membuka ruang informasi yang dibutuhkan publik. Itu sebabnya, di negara
demokratis konstitusional, keterbukaan informasi publik merupakan sarana untuk
mengoptimalkan penyelenggaraan negara secara umum, mengoptimalkan peran
dan kinerja badan-badan publik, serta segala sesuatu yang berakibat pada
kepentingan publik.111
Pemerintahan yang terbuka berisi badan-badan publik yang terbuka
kepada masyarakat dalam rangka pelayanan. Dengan membuka akses publik
terhadap informasi diharapkan semua badan publik termotivasi untuk bertanggung
jawab dan berorientasi pada pelayanan rakyat dengan sebaik-baiknya.
Keterbukaan informasi bukan hanya menguntungkan bagi masyarakat tetapi juga
110
Roger Cartwright., 2005, Key Concept in Information and Communication Technology,
Palgrave Macmillan, australia, p. 109.
111
Komisi Informasi Pusat RI, Op.Cit., hal. 4.
112
penyelenggara pemerintahan, baik eksekutif dan legislatif, maupun yudikatif. Jika
informasi publik tersedia dengan cukup, maka pimpinan lembaga penyelenggara
pemerintahan dalam arti luas bisa memanfaatkan pengawasan oleh masyarakat
untuk meningkatkan kinerja dan gerak organisasi hingga ke daerah-daerah.
Tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) mensyaratkan
pemerintahan yang terbuka sebagai salah satu fondasinya, dan kebebasan
memperoleh informasi (public access to information) merupakan salah satu
prasyarat
untuk
menciptakan pemerintahan
terbuka (open government).
Pemerintahan terbuka adalah penyelenggaraan pemerintahan yang transparan,
terbuka, dan partisipatoris. Semakin terbuka penyelenggaraan negara untuk
diawasi
publik,
maka
penyelenggaraan
negara
tersebut
makin
dapat
dipertanggungjawabkan. Pada tataran badan usaha, juga membutuhkan konsep
pengelolaan yang baik yang dikenal dengan good corporate governance, yang juga
sudah dianggap sebagai suatu kebutuhan.
Sebagaimana telah disebutkan bahwa di Indonesia, akses terhadap
informasi merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin dan dilindungi
konstitusi. Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Pasal 28 F diatur bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan
memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnnya,
serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, dan menyimpan informasi
dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Untuk memberikan jaminan terhadap semua orang dalam memperoleh
informasi, maka ditetapkanlah
Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang
113
Keterbukaan Informasi Publik
yang mengatur tentang keterbukaan informasi
publik. Fungsi maksimal ini diperlukan, mengingat hak memperoleh informasi
merupakan hak asasi manusia sebagai salah satu wujud dari kehidupan berbangsa
dan bernegara yang demokratis.
Informasi publik sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 Angka 2 UU
No. 14 Tahun 2008, adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola,
dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan
penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan
penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini
serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik. Adapun salah satu
tujuan dari dibentuknya UU No. 14 Tahun 2008 ini adalah untuk mengetahui
alasan kebijakn publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak,
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 3 Butir e UU No. 14 Tahun 2008.
Dari pengaturan tersebut didapati salah satu unsur penting dari
keterbukaan informasi ini adalah berkaitan dengan kepentingan publik maupun
mempengaruhi hajat hidup orang banyak. Terkait dengan hal itu, Perseroan
Terbatas sebagai bentuk perusahaan yang paling banyak digunakan oleh
perusahaan terutama perusahaan berskala besar di Indonesia, tentu kegiatannya
berkaitan dengan kepentingan publik atau setidaknya kegiatannya memiliki
dampak terhadap kepentingan publik maupun hajat hidup orang banyak.
Di Indonesia sebagian besar perusahaan berskala besar berbentuk
Perseroan Terbatas sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Perseroan Terbatas
(PT) merupakan kendaraan bisnis yang memberikan kontribusi hampir di semua
114
bidang kehidupan manusia, sebagai entitas bisnis112 dan sebagai subjek hukum
mandiri yang dapat menggugat, digugat, mengadakan kontrak, mempunyai hak
milik dan lain- lain,113 PT telah menciptakan lapangan kerja, meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, dan memberikan konstribusi yang tidak sedikit untuk
pembangunan ekonomi dan sosial.114
Berbeda halnya dengan Perseoran terbatas berupa BUMN dan BUMD
yang merupakan perusahan yang modalnya berasal dari kekayaan negara yang
terpisah sehingga jelas diatur dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik, sedangkan bagi Perseroan Terbatas non BUMN dan BUMD
tentunya tidak diatur dalam UU keterbukaan informasi publik namun seharusnya
diatur tersendiri dalam hal ini pengaturannya dalam UU No. 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas. Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya
bahwa prinsip-prinsip mengenai keterbukaan telah dikenal secara terbatas dalam
UU No. 40 Tahun 2007 tersebut, namun terkait lebih khusus kepada klasifikasi
informasi bagi publik, pengelola informasi dan hak akses informasi terhadap
perusahaan tidak diatur dalam undang-undang tersebut sebagaimana halnya dalam
UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, sehingga hal ini
menjadi urgen untuk mendapatkan pengaturannya di dalam UU No. 40 tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas tersebut.
Hal ini menjadi urgen karena peran perusahaan dalam perekonomian dan
kondisi
perekonomian
112
sangat
penting,
perannya
Indra Surya dan Ivan Yustiavanda, Op.Cit., hal. 1.
Chatamarrasjid, Op.Cit., hal. 2.
114
Indra Surya dan Ivan Yustiavanda, Loc.Cit.
113
sebagai
faktor
yang
115
mempengaruhi perekonomian merupakan hubungan yang bertimbal balik.
Kehidupan perekonomian suatu
negara sangat dipengaruhi oleh kehidupan
perusahaan, sebab perusahaanlah yang memberikan nilai tambah yang menjadi
kekuatan ekonomi. Dalam kehidupan perekonomian, perusahaan berada di hampir
semua sektor. Perusahaan memegang peran penting dalam meningkatkan
kesejahteraan
rakyat antara lain melalui kegiatan
menghasilakan dan
memperdagangkan barang dan jasa kebutuhan masyarakat, pengembangan sumber
daya manusia, pengembangan teknologi, dan pemupukan modal pembangunan.
Kemajuan di bidang perusahaan akan mempercepat kemajuan ekonomi nasional,
yang pada gilirannya berarti pula kemajuan dalam upaya mencapai kemakmuran
rakyat. Karena itulah perusahaan diterima dan diakui sebagai pilar pembangunan
ekonomi, atau agen pembangunan dalam rangka mengupayakan kesejahteraan
rakyat , demikian juga bahwa kehidupan perusahaan tidak bisa lepas dari
pengaruh kehidupan perekonomian suatu negara.115
Perusahaan
sebagai
sebuah
sistem
dalam
keberlanjutan
dan
keseimbangannya tidak dapat berdiri sendiri. Keberadaan perusahaan dalam
lingkungan masyarakat membawa pengaruh bagi kehidupan sosial, ekonomi, serta
budaya.
Perusahaan
memiliki
potensi
mengembangkan
wilayah
karena
beroperasinya perusahaan di suatu wilayah masyarakat dapat mengundang
aktivitas-aktivitas masyarakat lokal. Seperti halnya, penyerapan tenaga kerja lokal
oleh perusahaan, termasuk fenomena menjamurnya masyarakat lokal yang
115
Heidjrachman Ranupandojo, Op.Cit., hal. 1.
116
membuka usaha baru untuk pemenuhan kebutuhan karyawan dan juga seluruh
pihak yang berkaitan dengan adanya aktivitas perusahaan.
Dalam perjalanannya, aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan
bersinggungan, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan masyarakat
dan lingkungan. Oleh karena itu, perusahaan perlu mengingat dan memperhatikan
aspek sosial budaya dan lingkungan. Salah satunya adalah dengan membina
hubungan baik yang bersifat reciprocal (timbal balik) dengan stakeholderstakeholder lain, baik pemerintah, swasta, maupun dari berbagai tingkatan elemen
masyarakat. Tujuan perseroan dalam meraih profit haruslah memperlihatkan
keseimbangan, kepentingan, dan hak para pihak yang berkepentingan atas perseroan
secara luas. Tujuan perseroan lebih luas lagi adalah mendorong kerja sama antara
perusahaan dan publik (stakeholders) dalam menciptakan kemakmuran, kesempatan
kerja, pendukung perusahaan bersifat finansial.116
Karena perusahaan tersebut mempengaruhi ekonomi suatu negara maka
dapat dikatakan perusahaan dalam hal ini khususunya PT berkaitan dengan
kepentingan publik ataupun dapat mempengaruhi hajat hidup orang banyak atau
setidaknya kegiatannya berdampak terhadap kepentingan publik maupun hajat
hidup orang banyak.
Kegiatan perusahaan yang mencakup hampir semua bidang kehidupan
membawa dampak yang luas pula baik negatif maupun positif. Sebagai contoh
perusahaan pertambangan selain memberikan devisa yang besar untuk negara,
perusahaan tersebut tentunya membawa pengaruh yang sangat besar bagi
116
I Nyoman Tjager, dkk., 2003, Corporate Governance, Tantangan dan Kesempatan
bagi Komunitas Bisnis Indonesia, Prenhallindo, Jakarta, h. 49.
117
pendapatan pemerintah daerah tempat tambang itu berada, dan secara
tidak
langsung dapat mempengaruuhi kebijakan-kebijakan daerah tersebut, selain itu
perusahaan
pertambangan tersebut selalu membawa dampak serius pada
lingkungan, bahan kimia yang digunakan untuk ekstraksi bijih logam dan limbah
pengelolahan mineral bila tidak ditangani dengan benar masuk ke sungai dan laut
terdekat. Akibatnya, masyarakat yang hidup di daerah tersebut tidak bisa lagi
memakai air sungai itu untuk kebutuhan sehari-hari. Ada juga dampak bagi
binatang-binatang yang minum air itu ataupun bagi yang hidup di dalamnya.
Perusahaan-perusahaan besar penyedia produk maupun jasa memiliki
aset yang besar, dengan terus berkembangnya masyarakat semakin banyak dan
beragam
pula barang dan jasa yang dibutuhkannya, perusahaan-perusahaan
tersebut mampu membayar biaya iklan yang mahal untuk menjual produknya,
tanpa diketahui pasti kebenaran akan iklan tersebut, dan iklan-iklan yang
ditayangkan berulang-ulang pun mampu memberi pengaruh pada masyarakat,
mempengaruhi opini publik, merubah selera dan nilai dalam masyarakat.
Perusahaan-perusahaan yang menyediakan produk kebutuhan penting
seperti air minum, susu, dan produk pangan lain yang sudah menjadi kebutuhan
utama masyarakat pun memiliki pengaruh yang tidak sedikit, akan terjadi gejolak
yang besar di masyarakat, bila perusahaan tersebut menaikkan harganya dengan
tajam, mengurangi jumlah produksinya, menghasilkan produk yang tidak aman,
dan sebagainya. Dari contoh tersebut dapat dilihat jelas bahwa perusahaan
memiliki pengaruh terhadap kepentingan publik maupun hajat hidup orang
banyak.
118
Ditengah banyaknya persoalan yang terjadi mengenai perusahaan karena
posisi antara perusahaan besar dan masyarakat yang tidak seimbang, tidak
membuat stakeholder memiliki peluang yang lebih besar untuk menentukan dan
memilih yang mana perusahaan yang baik, yang produk dan jasanya aman bagi
konsumen, yang bertanggung jawab bagi pekerja, yang peduli lingkungan bagi
pemerintah dan masyarakat sekitar, yang taat pajak bagi pemerintah, dan
sebagainya, karena kurangnya informasi atas perusahaan tersebut.
Karena
perusahaan
berkaitan
dengan
kepentingan
publik
dan
mempengaruhi hajat hidup orang banyak tentu akses informasi terkait perusahaan
tersebut menjadi sangat penting, informasi sebagai salah satu hak asasi yang
telah dijamin dalam konstitusi, maka masyarakat maupun pemerintah, sebagai
para stakeholder dari perusahaan tersebut memiliki hak atas informasi tersebut.
Para stakeholder perusahaan dikatakan memiliki hak karena para stake
holderlah yang secara tidak langsung merupakan investor utama dari sebuah
perusahaan tidak hanya para shareholder (pemegang saham). Para stakeholder
seperti para pekerja, pelanggan, pemasok, komunitas sekitar, dan semua
masyarakat luas telah berinvestasi terhadap suatu perusahaan dan berpotensi
mengalami kerugian yang lebih besar dibandingkan para shareholder yang dalam
hal ini adalah para investor finansial.117
Berbagai investasi tersebut dapat dilihat sebagai berikut, bahwa para
pekerja
baik
buruh
maupun
tenaga
terpelajar
secara
tidak
langsung
menyumbangkan pendidikan, keahlian, dan pengalaman mereka yakni sesuatu
117
Ralph Estes, Op.Cit., hal. 5.
119
yang telah mereka peroleh dengan biaya pribadi yang besar untuk pekerjaan
dalam perusahaan tersebut juga telah memberikan waktu tenaga dan bahkan
kesehatannya yang sering kali tidak sebanding dengan gaji atau upah yang mereka
terima.
Konsumen
berinvestasi
dalam
bentuk
kepercayaan
untuk
terus
menggunakan produknya dan merekomendasikan produk tersebut kepada calon
konsumen lainnya, konsumen juga berinvestasi pada harga yang mereka bayar
untuk suatu produk maupun jasa. Investasi konsumen tersebut menajdi besar bila
harga mahal yang telah dibayar untuk suatu prosuk ternyata produk yang
dibelinya tersebut mengalami cacat, tidak sesuai dengan harga, maupun
berkualitas buruk.
Komunitas baik di lingkungan rumah tangga, di kota kecil maupun besar,
dan di berbagai negara melakukan investasi dalam perusahaan, dalm hal ini warga
negara membayar pajak untuk mendapatkan manfaat hidup bermasyarakat dari
pajak tersebut dibangunlah oleh pemerintah prasarana fisik seperti jalan dan
jembatan, sistem pengairan, saluran pembuangan, satuan pengamanan dan
sebagainya. Pemerintah dan segenap rakyat ikut pula berinvestasi, menyediakan
modal dan struktur sosial, memberikan ijin pendirian perusahaan, perlindungan
terhadap perusahaan dan jaminan kemanan berinvestasi bagi perusahaan, berbagai
intensif perlindungan tarif, subsidi, dan sebagainya.
Semua hal tersebut adalah bentuk-bentuk dari investasi para stakeholder
terhadap perusahaan, sehingga dengan logika tersebut, para stakeholder dalam
hal ini adalah setiap orang berhak atas keterbukaan informasi terkait perusahaan
120
tersebut, karena mereka turut berinvestasi terhdap perushaan tersebut dan
perusahaan tersebut mempengaruhi hajat hidup orang banyak dalam arti luas. Hal
ini sejalan dengan salah satu tujuan dari dibentuknya UU No. 14 Tahun 2008 ini
yaitu untuk mengetahui alasan kebijakn publik yang mempengaruhi hajat hidup
orang banyak, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 3 Butir e UU No. 14
Tahun 2008.
Selain dari hal tersebut, urgensi diaturnya Perseroan Terbatas non
BUMN dan BUMD adalah untuk kesetaraan dan juga melindungi perusahaanperusahaan negara dari persaingan tidak sehat, karena bagi perusahaan negara
secara tegas dalam UU No. 14 tahun 2008 diwajibkan melakukan keterbukaan
sedangkan bagi perushaan yang bukan tidak diwajibakn dalam undang-undang
tersebut. Sebagai contoh
jika BUMD/BUMD harus terbuka akan mengulang
kembali praktek yang terjadi pada Bank Negara Indonesia (BNI). Pada saat BNI
melakukan keterbukaan, justru nasabahnya hengkang ke bank-bank lain, terutama
ke bank-bank asing.118 Kemudian apabila BUMN/BUMD terbuka, maka
Perseroan Terbatas seperti PT. Newmont, PT. Freeport dapat mengetahui semua
tentang PT. Aneka Tambang, PT. Petronas dapat mengetahui tentang Pertamina,
sedangkan perusahaan negara tidak bisa mengetahui mereka. Lebih dari itu,
pengaturan keterbukaan informasi publik PT non BUMN dan BUMD ke dalam
undang-undang keterbukaan informasi publik yang sama dengan PT BUMN
maupun BUMD menghindari terjadinya diskriminasi antara BUMN/BUMD
dengan perusahaan swasta. Semua BUMN/BUMD harus terbuka, sedangkan
118
Komisi Informasi Pusat RI, Op. Cit. hal. 46.
121
swasta tidak harus terbuka. Ini dianggap sebagai wujud ketidakadilan informasi
yang justru akan membawa dampak kerugian bagi perusahaan negara tersebut.
Tidak diaturnya keterbukaan informasi publik bagi PT non BUMN dan
BUMD di dalam Undang-undang No. 40 tahun 2007 menyebabkan tidak adanya
kewajiban bagi perusahaan PT non BUMN dan BUMD atau PT swasta untuk
meyediakan
informasi-informasi yang memang sangat dibutuhkan oleh
masyarakat dalam hal in seluruh stakeholder yng berkaitan dengan perusahanan
tersebut, sehingga tidak ada kepastian hukum atau jaminan bagi masyarakat
apabila tidak mendapatkan informasi, kalaupun informasi ada apabila permintaan
informasi dari masyarakat ditolak, mereka tidak memiliki jaminan hukum untuk
mempertahankan haknya. Dengan tidak diaturnya
di dalam undang-undang
perseroan terbatas tersebut tentu ketentuan hukum yang mengatur batasan
informasi yang bersifat rahasia maupun wajib dibuka bagi PT non BUMN dan
BUMD tidak ada, demikian pula tidak adanya mekanisme mendapatkan informasi
yang jelas .
Berdasarkan hal-hal yang telah dipaparkan tersebut, maka pengaturan
keterbukaan informasi publik bagi perusahaaan dalm hal ini Perseroan Terbatas
baik itu BUMN dan BUMD maupun non BUMN dan BUMD menjadi urgen
untuk mendapatkan pengaturan dalam undang-undang tentang Perseroan Terbatas
sebagai wadahnya, agar memiliki kewajiban yang sama dengan perusahaan
BUMN dan BUMD, semuanya adalah demi tercapainya transparansi dan untuk
memberikan kepastian hukum atas jaminan terhadap keterbukaan informasi
122
tersebut yang dalam hal ini bertujuan untuk melindungi hak-hal publik (seluruh
stakeholder) terhadap informasi perusahaan tersebut.
123
BAB IV
PENGATURAN KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK BAGI
PERSEROAN TERBATAS NON BUMN DAN BUMD DALAM UNDANGUNDANG PERSEROAN TERBATAS
4.1
Pengaturan Keterbukaan Informasi Publik Bagi PT Non BUMN dan
BUMD dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas Secara Filosofis,
Yuridis, dan Soiologis
Untuk pembahasan permasalahan ini adalah perlu dipahami rasionalitas
dari urgensi atau pentingnya pengaturan keterbukaan informasi publik bagi PT
non BUMN dan BUMD ini di dalam undang-undang tentang PT guna melengkapi
kekurangan pengaturan yang ada.
A. Dasar Filosofis
Secara filosofis, Tujuan bangsa Indonesia diantaranya adalah melindungi
segenap bagsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia, serta memajukan
kesejahteraan Umum, sebagaimana disebutkan dalam alinea IV pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945, sedangkan dalam penjelasan Undang-Undang Dasar
1945 tentang sistem Pemerintah Negara, dinyatakan
bahwa Indonesia ialah
berdasarkan atas hukum (Rechtsstat) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka
(machsstaat), hal tersebut menunjukan bahwa Indonesia adalah negara hukum
yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan umum, dan membentuk masyarakat
123
124
yang adil dan makmur.119 Sebagai negara hukum tentunya segala sesuatunya harus
berlandasakn pada hukum untuk menjamin tercapainya tujuan kesejahteraan
tersebut.
Bagi bangsa dan negara Indonesia dengan dasar filsafat Pancasila,120 cita
hukum negara Indonesia berisi dan didasari oleh nilai-nilai Pancasila, yang terdiri
dari 5 (lima) sila yaitu, nilai-nilai ketuhanan, nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai
nasioalisme/persatuan, nilai-nilai musyawarah mufakat dan nilai-nilai keadilan
sosial. Nilai-nilai yang terdapat dalam kelima sila Pancasila inilah yang menjadi
tolak ukur dan bintang pemandu untuk mengarahkan hukum kepada cita-cita yang
diinginkan masyarakat dalam kehidupan bernegara. Hal yang demikian telah
ditegaskan oleh para pendiri Negara Republik Indonesia, bahwa kedudukan
Pancasila adalah cita hukum (rechtsidee) negara Indonesia yang menguasai
hukum dasar negara, baik hukum tertulis maupun hukum yang tidak tertulis.121
Dengan demikian cita hukum yang berfungsi sebagai penguji dan sebagai
pemandu sebagai tolak ukur yang bersifat konsitutif telah tertuang ke dalam UUD,
untuk selanjutnya dijabarkan dalam pelaksanaannya.
Melalui pengaturan keterbukaan informasi publik yang melindungi dan
menjamin hak setiap orang untuk memperoleh dan menggunakan informasi
merupakan pengejawantahan dari nilai-nilai pancasila terutama sila kelima yakni
nilai keadilan sosial. Dan pengaturannya di dalam sebuah undang-undang
119
C.S.T Kansil, 1984, Hukum Tata Pemerintahan Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta
(selanjutnya disebut C.S.T. Kansil II), hal.82.
120
M. Dimyati Hartono, 1983, Kebebasan Hakim Indonesia, Medan, Kanwil Departemen
Kehakiman Sumatera Utara, hal. 18.
121
A. Hamid Attammi, 1990, “Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia Dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan Negara”, (Disertasi) Universitas Indonesia, Jakarta, h. 307.
125
keterbukaan informasi publik menunjukan bahwa negara Indonesai adalah negara
hukum. Demikian pula bahwa perusahaan dalam hal ini yang berbentuk Perseroan
Terbatas non BUMN dan BUMN merupakan juga bagian dari roda perekonomian
nasional yang kegiatannya membawa dampak baik langsung maupun tidak
langsung bagi kehidupan masyarakat luas, maka diperlukannya sebuah pengaturan
keterbukaan informasi publik bagi perusahaan tersebut sama halnya dengan
Perseroan Terbatas yang merupakan BUMN maupun BUMD lainnya di dalam
undang-undang yakni Undnag-Undang Perseroan Terbatas tersebut, agar dapat
dijamin hak masyarakat untuk memperoleh informasi terkait dengan perusahaanperusahaan tersebut, sebagai bagian dari kesejaheraan dan keadilan sosial.
B. Dasar Yuridis
Secara yuridis akses terhadap informasi merupakan bagian dari hak asasi
manusia yang dijamin dan dilindungi konstitusi. Pada perubahan kedua UUD
1945 Pasal 28 F dinyatakan bahwa: “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi
dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan
sosialnya, serta berhak untuk mencari, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang
tersedia”. Karena itu jaminan hak asasi dalam UUD merupakan mandat kepada
Pemerintah dan DPR untuk menjabarkannya lebih lanjut dalam berbagai
perundang-undangan pelaksanaan agar menjadi operatif. Selanjutnya dikatakan
bahwa tujuan pengaturan lebih lanjut adalah agar rumusan konstitusi dalam Pasal
126
28 F UUD 1945 tidak menjadi sekedar moral rights dan possession of a right,
tetapi juga sebagai positive rights dan exercise of a right.122
Majelis Permusyawaratan Rakyat mengangkat norma Pasal 28 F UUD
1945 dari rumusan Pasal 14 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia (HAM). Rumusan tersebut dimuat dalam dua ayat, yaitu:
“(1) Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan untuk memperoleh
informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan
sosialnya.
(2) Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,
mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis
sarana yang tersedia.”
Pengundangan UU No.14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
(UU KIP) merupakan momentum penting dalam mendorong keterbukaan di
Republik Indonesia. Berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia telah
banyak mengatur tentang hak atas informasi. Namun pengaturan hak atas
informasi tersebut masih bersifat umum, belum menyentuh masalah khusus
terutama tentang pengaturan jenis dan klasifikasi informasi, pengelola informasi,
dan hak akses atas informasi tersebut.
Sebagaimana dalam pembahasan sebelumnya bahwa beberapa undangundang memang sudah mengatur mengenai keterbukaan informasi publik
perusahaan, namun peraturan perundang-undangan tersebut belum mengatur
secara rinci apa saja informasi yang bersifat terbuka dan informasi yang
dikecualikan. Belum jelas juga bagaimana mekanisme mendaptkan informasi,
siapakah yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan
122
informasi. Sebagian
Muhammad Yasin, 2007, “Akses Terhadap Informasi dan Dokumentasi Hukum: Studi
tentang Prinsip Transparansi dan Akuntabilitas dalam Peraturan Perundang-Undangan
Indonesia 1998-2006”, (Tesis) Universitas Indonesia, Jakarta, h. 142.
127
besar peraturan perundang-undangan tersebut hanya memuat prinsip-prinsip dasar
perlunya keterbukaan informasi, dan beberapa bentuk keterbukaan dalam bentuk
laporan. Pada praktiknya, kebutuhan atas informasi membawa implikasi yang jauh
lebih luas dan kompleks sehingga diperlukan untuk menyatukan pengaturan
mengenai keterbukaan informasi publik bagi peusahaan agar lebih komperhensif
di dalam payung hukum Undang-Undang Perseroan Terbatas.
C. Dasar Sosiologis
Secara sosiologis, terdapat hubungan timbal balik antara eksistensi
perusahaan dan perkembangannya dengan perkembangan kehidupan masyarakat,
dengan melihat hubungan tersebut dapat dipahami bahwa perusahaan berkembang
semakin pesat seiring dengan perkembangan kebutuhan masyarakat yang semakin
meningkat
baik
jenis
kualitas
maupun
kuantitasnya.
Seiring
dengan
perkembangan tersebut, pola hidup maupun cara hidup masyarakat pun berubah,
arus transaksi jual beli, ketenaga kerjaan, masalah lingkungan semua hal yang
terjadi karena interaksi perusahaan dan masyarakat yang perkembangannya begitu
cepat, demikian juga dengan kebutuhan informasi atas hal tersebut, menimbulkan
masalah-masalah baru yang tentunya harus diiringi dengan sistem hukum yang
memadai, dimana hukum juga jangan sampai tertinggal jauh dengan
perkembangan masyarakat.
Sebagaiamana yang telah dipaparkan sebelumnya, dalam interaksi antara
perusahaan dan masyarakat tersebut masayakarakat (seluruh stakeholder) turut
melakukan bentuk-bentuk investasi terhadap perusahaan, sehingga dengan logika
tersebut, para stakeholder dalam
hal ini adalah setiap orang berhak atas
128
keterbukaan informasi terkait perusahaan tersebut, karena mereka turut
berinvestasi terhdap perushaan tersebut dan perusahaan tersebut mempengaruhi
hajat hidup orang banyak dalam arti luas.
Undang-undang keterbukaan informasi publik dengan UU No. 14 Tahun
2008 sebagai payung hukum yang mengatur mengenai kebebasan memperoleh
dan menggunakan informasi merupakan suatu
momentum yang baik untuk
memulai era keterbukaan informasi, di dalam undang-undang tersebut telah diatur
mengenai perusahaan yaitu pada bagian pengaturan BUMN dan BUMD, sehingga
perusahaan dalam hal ini Perseroan Terbatas yang bukan merupakan BUMN dan
BUMD juga perlu mendapat pengaturan, sama halnya dnegan perusahaan BUMN
dan BUMD, karena perusahaan apapun baik BUMN maupun bukan memegang
peranan yang penting dalam perkembangan ekonomi dan pemenuhan kebutuhan
masyarakat.
Berdasarkan dasar-dasar pertimbangan tersebut maka layak dan berdasar
untuk dibentuk suatu pengaturan mengenai keterbukaan nformasin publik bagi
Perseroan Terbatas non BUMN dan BUMD di dalam suatu undang-undang yang
komperhensif yakni di dalam Undang-undang Perseroan Terbatas, sehingga
penaturan ini begitu penting atau urgen untuk dilakukan.
4.2. Pengaturan Keterbukaan Informasi Publik Bagi PT Non BUMN dan
BUMD dalam UU PerseroanTerbatas
Pengaturan ini diperlukan sejalan dengan Konsep GCG yang dijadikan
sebagai landasaan teoritis, dimana konsep ini menginginkan adanya sebuah
129
keterbukaan (transparansi sebagai salah satu asasnya) untuk suatu pengelolaan
perusahaan yang baik dan bermanfaat bagi seluruh stakeholder. Sebagai aplikasi
dari asas transparansi GCG tersebut maka digunakalah NFR yang dalam hal ini
mengacu pada SRG yang disusun oleh GRI sebagai pedoman NFR yang paling
banyak digunakan di dunia untuk menyusun sebuah laporan perushaan sebagai
wujud dari asas keterbukaan perusahaan tersebut.
Pembahasan mengenai pengaturan keterbukaan informasi publik bagi PT
non BUMN dan BUMD di dalam Uundang-Undang Perseroan Terbatas akan
sangat terkait dengan pengaturan bagi PT BUMN dan BUMD yang lebih dahulu
sudah diatur di dalam UU No. 14 Tahun 2008, karena bentuknya baik BUMN dan
BUMD maupun bukan adalah sama-sama perusahaan, sehingga pembahasan
pengaturan bagi PT BUMN dan BUMD dalam UU No.14 tahun 2008 diperlukan
sebagai perbandingan bagi pengaturan keterbukaan informasi publik PT non
BUMN dan BUMD dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, disamping itu
juga digunakan UU No. 8 Tahun 19995 serta Keputusan Ketua Bapepam LK
terkait dengan pelaksanaan keterbukaan informasi bagi PT Tbk, serta
memperhatikan ketentuan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (selanjutnya disebut UU No. 12 Tahun 2011).
Merujuk
pada
pengaturan
pembentukan
perundang-undangan
sebagaimana yang diatur dalam UU No. 12 Tahun 2014 maka rekomendasi
mengenai pengaturan keterbukaan informasi publik bagi PT Non BUMN dan
BUMD dalam UU Keterbukaan Informasi Publik pengaturannya tidak boleh
bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan
130
tersebut, yaitu harus memuat hal-hal sebagai mana dimuat dalam Pasal 6 dan
Penjelasan Pasal 6 UU No. 12 Tahun 2011 sebagi berikut;
a. Asas pengayoman, adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan harus berfungsi memberikan pelindungan untuk
menciptakan ketentraman masyarakat.
b. Asas kemanusian, adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundangundangan harus mencerminkan pelindungan dan penghormatan hak asasi
manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk
Indonesia secara proporsional.
c. Asas kebangsaan, adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundangundangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang
majemuk dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
d. Asas kekeluargaan, adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai
mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
e. Asas kenusantaraan, adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan
senantiasa
memperhatikan
kepentingan
seluruh
wilayah Indonesia dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan yang
dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
131
f. Asas bhinneka tunggal ika, adalah bahwa Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama,
suku dan golongan, kondisi khusus daerah serta budaya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
g. Asas keadilan, adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundangundangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap
warga negara.
h. Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, adalah bahwa
setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh memuat
hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain,
agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.
i. Asas ketertiban dan kepastian hukum, adalah bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan harus dapat mewujudkan ketertiban dalam
masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.
j. Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan” adalah bahwa setiap
Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu,
masyarakat dan kepentingan bangsa dan negara.
Pembahasan mengenai rekomendasi pengaturan keterbukaan informasi
publik bagi PT non BUMN dan BUMD dalam
undang-undang keterbukaan
informasi publik, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya akan dibandingkan
dengan pengaturan bagi BUMN dan BUMD dalam UU No. 14 Tahun 2008 yang
telah dipaparkan sebelumnya, karena sama-sama sebagai sebuah perusahaan.
132
Karena pembahasan ini didasarkan pada perbandingan dengan UU No.
14 Tahun 2008, maka secara garis besarnya hal-hal penting mengenai pengaturan
keterbukaan informasi publik bagi PT BUMN dan BUMD yang pada hakikatnya
adalah pelaksanaan dari keterbukaan itu sendiri yang terdiri dari klasifikasi dan
jenis informasi publik, pengelola informasi, hak akses atas informasi, dapat
digunakan untuk pengaturan keterbukaan informasi publik bagi perusahaan PT
Non BUMN dan BUMD dalam UU No. 14 Tahun 2008 serta dalam peraturan
lainnya, yang tetunya pengaturannya akan disesuaikan dengan karakteristik suatu
Perseroan Terbatas yang merupakan perushaaan swasta.
4.2.1. Jenis Informasi Publik
Mengacu pada Pasal 14 UU No. 14 Tahun 2008, bagi BUMN dan
BUMD dan/atau badan usaha lainnya yang dimiliki oleh negara yang
merupakan perusahaan, sebagai badan publik yang dalam hal ini
berkecimpung di sektor ekonomi mendapatkan pengaturan khusus mengenai
informasi yang wajib disediakan dibandingkan dengan Badan Publik lainnya.
Secara khusus BUMN dan BUMD dan/atau badan usaha lainnya yang
dimiliki oleh negara diwajibkan untuk menyediakan
informasi sebagai
berikut:
a) nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuanserta jenis kegiatan usaha,
angka waktu pendirian, dan permodalan, sebagaimana tercantum dalam
anggaran dasar
b) nama lengkap pemegang saham, anggota direksi, dan anggota dewan
komisaris perseroan
133
c) laporan tahunan, laporan keuangan, neraca laporan laba rugi, dan laporan
tanggung jawab sosial perusahaan yang telah diaudit
d) hasil penilaian oleh auditor eksternal, lembaga pemeringkat kredit dan
lembaga pemeringkat lainnya
e) sistem dan alokasi dana remunerasi anggota komisaris/dewan pengawas
dan direksi
f) mekanisme penetapan direksi dan komisaris/dewan pengawas
g) kasus hukum yang berdasarkan Undang-Undang terbuka sebagai Informasi
Publik
h) pedoman pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik berdasarkan
prinsip-prinsip
transparansi,
akuntabilitas,
pertanggungjawaban,
kemandirian, dan kewajaran
i) pengumuman penerbitan efek yang bersifat utang
j) penggantian akuntan yang mengaudit perusahaan
k) perubahan tahun fiskal perusahaan
l) kegiatan penugasan pemerintah dan/atau kewajiban pelayanan umum atau
subsidi
m) mekanisme pengadaan barang dan jasa;
n) dan/atau informasi lain yang
ditentukan oleh Undang-Undang yang
berkaitan dengan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah.
Pengaturan tersebut dapat menjadi pembanding untuk rekomendasi bagi
jenis informasi yang wajib disediakan oleh PT non BUMN dan BUMD dalam
UU Perseroan Terbatas kedepannya.
134
Informasi sebagaimana dimaksud dalam butir a dan butir b tersebut
sesuai pula bila diterapkan bagi PT non BUMN dan BUMD, karena
sebenarnya informasi ini juga sudah umum disediakan oleh PT Non BUMN
dan BUMD dalam laporan tahunannya maupun dalam website perusahaan di
dunia maya.
Lebih lanjut, dalam UU No. 40 Tahun 2007 (UU PT) terdapat
kewajiban Perseroan untuk mendaftakan diri, dan pendaftaran tersebut
kemudian diumumkan dalam Daftar Perseroan yang diselenggarakan oleh
Menteri. Dimana Daftar tersebut memuat identitas yng komperhensif
mengenai perusahaan perseroan tersebut sebagiaman yang diatur dalam pasal
29 ayat (2), serta daftar tersebut adalah terbuka untuk umum, hal ini berarti
terbuka bagi publik atau masyarakat umum yang membutuhkannya.
Informasi sebagaimana dimaksud butir c, butir d, butir e, dan butir f ,
butir h, butir i, butir j, butir k, tersebut juga sesuai bila diterapkan bagi PT
non BUMN dan BUMD, karena sebenarnya informasi ini juga sudah
disediakan oleh perusahaan di dalam laporan tahunanya, dimana kewajiban
menyediakan laporan tahunan sebelumnya telah diatur dalam Pasal 66 ayat
(2) UU No. 40 Tahun 2007.
Bagi perusahaan berbentuk PT Tbk. juga diwajibakan untuk
menyampaikan laporan tahunan, sebagaimana diatur dalam Bab X UU No. 8
tahun 1995 tentang Pelaporan dan Keterbukaan Informasi. Dalam penjelasan
Pasal 85 UU No. 8 Tahun 1995 disebutkan bahwa Laporan yang dimaksud
adalah laporan berkala dan laporan insidental lainnya, adapun ketetntuan
135
lebih lanjut tentang laporan ini diatur oleh Bapepam sebagaiaman ditegaskan
dalam Pasal 88 UU No. 8 Tahun 1995 tersebut. Selanjutnya mengenai laporan
tahunanan diatur berdasar Keputusan Ketua Bapepam LK No. KEP134/BL/2006, dimana substansi dari laporan tahunan tersebut juga meliputi
hal-hal sebagaimana yang disebutkan dalam butir a, butir, b, butir c, butir d,
butir e, butir f, butir h, butir i, butir j, dan butir k, dalam UU No. 14 Tahun
2008 tersebut.
Berdasarakn hal tersebut, maka ketentuan Pasal 14 butir a, butir b, butir
c, butir d, butir e, butir f , butir h, butir i, butir j, butir k, dalam UU No. 14
Tahun 2008 tersebut sesuai dan patut diterapkan pula bagi PT Non BUMN
dan BUMD dalam usulan jenis informasi yang wajib disediakan dalam UU
Perseroan Terbatas kedepannya.
Terhadap Informasi butir g mengenai kasus hukum, dalam UU No. 40
tahun 2007 belum yang mewajibkan PT non BUMN dan BUMD untuk
mencantumkan kasus hukumnya dalam laporan tahunan, sedangkan bagi PT
Tbk. pengaturan tersebut ditemukan dalam Keputusan Ketua Bapepam LK
No. KEP-134/BL/2006, mengenai bentuk dan isi laporan tahunan dalam butir
g mengenai tata kelola perusahaan (corporate governance), yang salah
satunya adalah terkait
perkara penting yang dihadapi oleh Emiten atau
Perusahaan Publik, entitas anak, anggota Dewan Komisaris dan Direksi
yang sedang menjabat, serta terkait uraian mengenai sistem pelaporan
pelanggaran (whistleblowing system) di Emiten atau Perusahaan Publik yang
dapat merugikan perusahaan maupun pemangku kepentingan (jika ada) .
136
Apabila dicermati, keterbukaan mengenai hal ini menjadi penting,
karena merupakan hak dari shareholders mengetahui sebenar-benarnya
mengenai perusahaan tersebut dan dapat membuat perusahaan terpacu untuk
bertanggung jawab dalam melaksanakan kegiatannya. Sehingga ketentuan
Pasal 14 butir g UU No. 14 Tahun 2008 tersebut, yang juga sesuai dengan
keterbukaan berupa laporan bagi perusahaan di pasar modal, maka patut
diterapkan pula bagi PT Non BUMN dan BUMD dalam usulan jenis
informasi yang wajib disediakan dalam UU Perseroan Terbatas kedepannya.
Sedangkan untuk butir l mengenai kegiatan penugasan pemerintah
dan/atau kewajiban pelayanan umum atau subsidi, dan butir m mengenai
mekanisme pengadaan barang dan jasa tidak cocok untuk pengaturan PT
swasta tersebut sehingga tidak perlu digunakan. Terhadap butir n disesuaikan
menjadi “dan/atau informasi lain yang ditentukan oleh Undang-Undang yang
berkaitan dengan Perseroan Terbatas”. Untuk butir
Lebih lanjut, maka jika dianalisa informasi-informasi yang dibutuhkan
tersebut sebagain besarnya adalah sama dengan atau sudah terkandung dalam
substansi laporan tahunan yang wajib disediakan PT secara umum maupun
PT Tbk secara khusus. Adapun substansi dari laporan tahunan tersebut dapat
ditemukan dalam berbagai peraturan sebelumnya.
Pasal 3 ayat (1) PP 64/1999 tentang Informasi Keuangan Tahunan
Perusahaan mengatur bahwa Laporan Keuangan Tahunan tersebut meliputi:
a) Neraca;
b) Laporan laba-rugi;
137
c) Laporan perubahan ekuitas;
d) Laporan arus kas, dan
e) Catatan atas laporan keuangan yang mengungkapkan utang piutang
termasuk kredit bank dan daftar penyertaan modal.”
Dalam UU No. 40 Tahun 2007 juga ditemukan pengaturan mengenai
kewajiban Perseroan untuk membuat laporan tahunan, sebagiamana diatur
dalam Pasal 66 Ayat (2), bahwa Laporan tahunan harus memuat sekurangkurangnya:
a) laporan keuangan yang terdiri atas sekurang-kurangnya neraca akhir tahun
buku yang baru lampau dalam perbandingan dengan tahun buku
sebelumnya, laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan, laporan
arus kas, dan laporan perubahan ekuitas, serta catatan atas laporan
keuangan tersebut;
b) laporan mengenai kegiatan Perseroan;
c) laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan;
d) rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi
kegiatan usaha Perseroan;
e) laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan oleh Dewan
Komisaris selama tahun buku yang baru lampau;
f) nama anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris;
g) gaji dan tunjangan bagi anggota Direksi dan gaji atau honorarium dan
tunjangan bagi anggota Dewan Komisaris Perseroan untuk tahun yang
baru lampau.
138
Pengaturan laporan tahunan tersebut jika dianalisa maka bentuknya
merupakan laporan keuangan tahunan yan tentunya lebih dibutuhkan dan
dimengerti oleh para share holder, serta sedikit mengenai laporan non
keuangan dari perusahaan tersebut.
Informasi sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya yang sebagian
besar berupa laporan keuangan, hanyalah informasi yang berkaitan langsung
dengan para pemegang saham perusahaan yang bersangkutan (shareholder)
secara garis besarnya merupakan laporan finansial, dengan kata lain
keterbukaan informasi dalam bentuk laporan yang berisi informasi tertentu
tersebut adalah informasi yang dibutuhkan oleh shareholder, sedangkan
publik non shareholder dalam hal ini stakeholeder lain tidak membutuhkan
informasi tersebut secara langsung.
Terkait dengan laporan
tahunan tersebut, sebagaimana pembahasan
sebelumnya telah disebutkan bahwa
perusahaan berkaitan dengan
kepentingan publik dan mempengaruhi hajat hidup orang banyak tentu akses
informasi terkait perusahaan tersebut menjadi sangat penting, informasi
sebagai salah satu hak asasi yang telah dijamin dalam konstitusi, maka
masyarakat maupun pemerintah, sebagai para stakeholder dari perusahaan
tersebut memiliki hak atas informasi tersebut. Diperlukan informasi yang
benar-benar dibutuhkan oleh para stakeholder selain shareholder dari
perusahaan tersebut, stakeholder yang dalam pembahasan sebelumnya telah
disebutkan juga turut sebagai investor dalam suatu perusahaan memilki
kepentingan akan keterbukaan yang tidak cukup hanya dalam bentuk laporan
139
keuangan tersebut, melainkan lebih kepada laporan non financial
(NFR)
untuk memenuhi hak atas informasi tersebut.
Membahas mengenai NFR, dalam laporan tahunan yang diwajibkan
dalam UU No. 40 Tahun 2007 tersebut, nampak bahwa NFR telah dikenal
dan diwajibkan, berupa laporan mengenai kegiatan Perseroan, laporan
pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan, rincian masalah yang
timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan usaha Perseroan,
laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan oleh Dewan
Komisaris selama tahun buku yang baru lampau, nama anggota Direksi dan
anggota Dewan Komisaris, gaji dan tunjangan bagi anggota Direksi dan gaji
atau honorarium dan tunjangan bagi anggota Dewan Komisaris Perseroan
untuk tahun yang baru lampau.
Serupa dalam UU No. 40 tahun 2007, NFR yang secara khusus bagi PT
Tbk. dalam Keputusan Ketua Bapepam LK No. KEP-134/BL/2006, meliputi
laporan Dewan Komisaris, laporan Direksi, profil perusahaan, tata kelola
perusahaan, dan tanggung jawab sosial perusahaan.
Dari bentuk dan isi laporan tersebut nampak bahwa NFR yang
dibutuhkan oleh stake holder hanya sedikit, belum memenuhi substansi dari
sebuah laporan yang benar-benar dibutuhkan sebagai hak dari stakeholder.
Untuk memenuhi hal tersebut maka
dapat dan tepat digunakan
substansi SRG yang dikeluarkan oleh GRI begitu juga dengan substansi
keterbukaan terkait NFR dalam Pedoman GCG dari KNKG sebagaimana
yang telah dibahas dalam Bab II sebelumnya, tersebut sebagai acuan dalam
140
pelaksanaan NFR yang patut untuk direkomendasikan untuk ditambahkan di
dalam substansi laporan perusahaan tersebut. Adapun substansi SRG tersebut
menyangkut:
a) Aspek Lingkungan menyangkut: jumlah limbah, tumpahan limbah yang
signifikan, limbah berbahaya dan pelanggaran terhadap Undang-Undang
Lingkungan.
b) Aspek Tenaga Kerja menyangkut tingkat kematian dan kecelakaan.
c) Aspek Hak Asasi Manusia menyangkut Insiden diskriminasi, Pelanggaran
atas hak-hak Warga Pribumi.
d) Aspek Sosial menyangkut: Kebijakan Publik dan lobbying, Kontribusi
Politik dan Denda atas ketidak patuhan pada hukum,
e) Aspek Tanggung jawab Produk yaitu menyangkut ketidakpatuhan
terhadap Kesehatan dan Keselamatan Produk.123
Sedangkan substansi dalam Pedoman GCG tersebut yang juga sesuai dengan
SRG tersebut, meliputi keterbukaan yang terkait kepentingan para
stakeholder diluar dari shareholder, seperti terkait tenaga kerjanya, mitra
bisnis, masyarakat disekitar lingkungan perusahaan, produk yang dihasilkan,
serta lingkungan.124
Dengan demikian, maka informasi yang ideal dalam hal ini laporan
yang perlu ditambahkan untuk perusahaan agar wajib disediakan adalah
perpaduan dari kedua bentuk pelaporan tersebut, yakni pelaporan keuangan
(financial reporting) dan pelaporan non keuangan (non financial reporting).
123
Markus Palenberg, et. al.,Op.Cit. p. 12.
Komite Nasional Kebijakan Governance, Loc. Cit.
124
141
Berdasarkan pemaparan sebelumnya, maka dapat disimpulkan jenis
informasi yang ideal yang wajib disediakan bagi PT non BUMN dan BUMD
terdiri dari jenis informasi sebagaimana yang diwajibkan bagi BUMN dan
BUMD dalam Pasal 14 UU No. 14 Tahun 2008 yang sudah disesuaikan bagi
PT swasta tadi, dimana sebagian sudah terkandung juga dalam laporan
tahunan perusahaan yang di dalamnya juga telah terkandung laporan
keuangan dan laporan tanggung jawab sosial sebagaimana yang diamanatkan
dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, juga sebagian
sudah terkandung dalam pengaturan laporan tahunan bagi perusahaan di Pasar
Modal sesuai dengan Keputusan Ketua Bapepam LK No. KEP-134/BL/2006,
ditambah dengan informasi sebagai berikut:
- Laporan
mengenai
pencemaran
lingkungan
dan
upaya
penanggulangannya, upaya-upaya pelestarian dan perbaikan lingkungan
(bagi perusahaan yang menghasilkan limbah atau memanfaatkan alam
maupun SDA) (aspek lingkungan).
- Laporan mengenai perekrutan baru dan pensiun, jumlah kecelakaan kerja
dan kematian, dan jumlah pemutusan hubungan kerja (aspek tenaga kerja).
- Laporan mengenai konflik dengan masyarakat setempat atau masyarakat
adat (aspek HAM).
- Laporan mengenai pajak dan denda yang dibayar perusahaan, kegiatankegiatan CSR (aspek sosial).
142
- Laporan mengenai jumlah produk yang dihasilkan, jumlah produk gagal
atau cacat, penarikan produk gagal atau cacat, kompensasi bagi kerugian
konsumen atas produk gagal atau cacat (aspek tanggung jawab produk)
serta laporan-laporan lain terkait aspek-aspek tersebut.
Dari pembahasan tersebut, maka ketentuan–ketentuan dan acuan-acuan
tersebut patut bila diadopsi untuk menjadi rekomendasi dalam UU Perseroan
Terbatas
kedepannya, terkait
mengenai jenis informasi yang wajib
disediakan oleh perusahaan dalam hal ini PT Non BUMN dan BUMD.
4.2.2. Klasifikasi Informasi
Jenis informasi yang wajib disediakan telah dipaparkan sebelumnya.
Tidak kalah pentingnya adalah mengenai klasifikasi informasi itu sendiri.
Mengenai klasifikasi informasi tersebut juga dapat dilihat klasifikasi
informasi dalam UU No. 14 Tahun 2008 yang tentunya berlaku bagi PT
BUMN dan BUMD.
Klasifikasi informasi diperlukan mengingat bahwa Perseroan Terbatas
merupakan perusahaan swasta,sehingga tentu ada beberapa hal yang tidak
bisa disamakan dengan pengaturan jenis informasi bagi perusahaan PT
BUMN dan BUMD, sehingga ada informasi yang harus dijaga dan tidak
diwajibkan keterbukaannya, maupun pengaturan lain yang disesuaikan
dengan karakteristik tersebut.
Dalam UU No. 14 Tahun 2008 informasi diklasifikasikan dalam
beberapa jenis yaitu; informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara
berkala dimana penyedian informasi tersebut secara berkala paling singkat
143
dilakukan setiap 6 (enam) bulan sekali (Pasal 9 UU No. 14 Tahun 2008),
informasi yang wajib diumumkan secara serta merta (Pasal 10 UU No. 14
Tahun 2008), informasi yang wajib tersedia setiap saat (Pasal 11 UU No. 14
Tahun 2008), informasi yang dikecualikan (Pasal 17 UU No. 14 Tahun
2008). Dalam UU Perseroan Terbatas pun perlu diatur mengenai klasifikasi
dari infromasi seperti ini, terutama nanti erat kepentingannya dengan hak
akses terhadap informasi tersebut.
A. Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala
Bagi PT BUMN dan BUMD tentu informasi yang wajib disediakan
dan diumumkan secara berkala diatur dalam Pasal 9 UU No. 14 Tahun 2008,
penyediaan informasi tersebut secara berkala dilakukan paling singkat setiap
6 (enam) bulan sekali, dan lebih lanjit diatur dalam Peraturan KI No. 1 Tahun
2010 sebagaiman yang telah disebutkan sebelumnya.
Mengacu pada pengaturan tersebut makan dalam usulan UU Perseroan
Terbatas kedepannya perlu dimasukan mengenai informasi yang wajib
diumumkan secara serta merta sebgaimana yang telah diatur Bagi PT BUMN
dan BUMD diatas dengan beberapa penyesuain yang sesuai dengan PT
swasta sehingga informasi tersebut menjadi sebagai berikut:
a) informasi tentang profil perusahaan PT meliputi:
-
informasi tentang kedudukan atau domisili beserta alamat lengkap,
ruang lingkup kegiatan, maksud dan tujuan, tugas dan fungsi
Perseroan Terbatas beserta kantor unit-unit di bawahnya
144
-
struktur organisasi, gambaran umum setiap satuan kerja, profil singkat
pejabat perusahaan
b) ringkasan informasi tentang program dan/atau kegiatan yang sedang
dijalankan dalam lingkup badan publik:
-
informasi khusus lainnya yang berkaitan langsung dengan hak-hak
masyarakat (misalnya program bantuan, beasiswa, kegiatan sosial bagi
masyrakat, dan sebagainya)
-
informasi tentang penerimaan calon pekerja pada perusahaan
c) rinkasan laporan keuangan yang terdiri atas:
-
neraca
-
laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan yang disusun
sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku
-
daftar aset dan investasi;
d) ringkasan laporan akses Informasi Publik:
-
jumlah permohonan Informasi perusahaan yang diterima
-
alasan penolakan permohonan informasi
e) informasi tentang hak dan tata cara memperoleh Informasi
f) informasi tentang tata cara pengaduan (terhadap produk atau jasa maupun
pengaduan lain terkait kegiatan perusahaan)
g) informasi tentang prosedur peringatan dini dan prosedur evakuasi keadaan
darurat di setiap kantor perusahaan
B. Informasi yang wajib diumumkan secara serta merta
145
Bagi PT BUMN dan BUMD tentu informasi yang wajib diumumkan
secara serta merta, diatur dalam Pasal 10 UU No. 14 Tahun 2008, dan dalam
Peraturan KI No 1 Tahun 2010 nya disebutkan bahwa setiap Badan Publik
yang memiliki kewenangan atas suatu informasi yang dapat mengancam hajat
hidup orang banyak dan ketertiban umum dan/atau Badan Publik yang
berwenang memberikan izin dan/atau melakukan perjanjian kerja dengan
pihak lain yang kegiatannya berpotensi mengancam hajat hidup orang banyak
dan ketertiban umum wajib memiliki standar pengumuman informasi serta
merta.
Mengacu pada pengaturan tersebut makan dalam usulan UU Perseroan
Terbatas kedepannya perlu dimasukan mengani informasi yang wajib
diumumkan secara serta merta sebgaimana yang telah diatur Bagi PT BUMN
dan BUMD diatas, tentunya apabila perusahaan tersebut memiliki suatu
informasi sebgaimana yang dimaksud berikut dengan beberapa penyesuain
yang sesuai dengan PT swasta sehingga informasi tersebut menjadi sebagi
berikut:
a) Informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban
umum: informasi tentang keadaan bencana non-alam seperti kegagalan
industri atau teknologi, dampak industri, ledakan nuklir, pencemaran
lingkungan, produk tercemar, produk gagal.
b) Standar pengumuman informasi:
-
potensi bahaya dan/atau besaran dampak yang dapat ditimbulkan;
-
pihak-pihak yang berpotensi terkena dampak
146
-
Upaya penganggulangan yang telah dilakukan perusahaan
C. Informasi yang wajib tersedia setiap saat
Bagi PT BUMN dan BUMD tentu informasi yang wajib tersedia
setiap saat diatur dalam Pasal 11 UU No. 14 Tahun 2008, yang lebih rincinya
diatur dalam Peraturan KI No. 1 Tahun 2010 terdiri dari informasi yang wajib
diumumkan dan disediakan secara berkala dalam Pasal ( UU No. 14 tahun
2008 ditambah dengan beberapa item.
Mengacu pada pengaturan tersebut maka dalam usulan UU Perseroean
Terbatas kedepannya perlu diatur mengenai informasi yang wajib tersedia
setiap saat sebagaimana yang telah diatur Bagi PT BUMN dan BUMD diatas
dengan memeprhatikan peraturan-peraturan lainnya dengan beberapa
penyesuain yang sesuai dengan PT swasta sehingga informasi tersebut
dihilangakn poin-poin lainnya dan menjadi sama dengan kriterian informasi
yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala sebagaimana yang
telah dipaparkan sebelumnya dalam poin rekomendasi jenis informasi.
Jenis-jenis informasi yang wajib disediakan setiap saat berdasarkan
kesimpulan pembahasan sebelumnya adalah sebagai berikut:
a) nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuanserta jenis kegiatan usaha,
angka waktu pendirian, dan permodalan, sebagaimana tercantum dalam
anggaran dasar
b) nama lengkap pemegang saham, anggota direksi, dan anggota dewan
komisaris perseroan
147
c) laporan tahunan, laporan keuangan, neraca laporan laba rugi, dan laporan
tanggung jawab sosial perusahaan yang telah diaudit
d) hasil penilaian oleh auditor eksternal, lembaga pemeringkat kredit dan
lembaga pemeringkat lainnya
e) sistem dan alokasi dana remunerasi anggota komisaris/dewan pengawas
dan direksi
f) mekanisme penetapan direksi dan komisaris/dewan pengawas
g) kasus hukum yang berdasarkan Undang-Undang terbuka sebagai Informasi
Publik
h) pedoman pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik berdasarkan
prinsip-prinsip
transparansi,
akuntabilitas,
pertanggungjawaban,
kemandirian, dan kewajaran
i) pengumuman penerbitan efek yang bersifat utang
j) penggantian akuntan yang mengaudit perusahaan
k) perubahan tahun fiskal perusahaan
l) dan/atau informasi lain yang ditentukan oleh Undang-Undang
ditambah dengan aspek NFR sebagi berikut:
m) Laporan
mengenai
pencemaran
lingkungan
dan
upaya
penanggulangannya, upaya-upaya pelestarian dan perbaikan lingkungan
(bagi perusahaan yang menghasilkan limbah atau memanfaatkan alam
maupun SDA) (aspek lingkungan).
n) Laporan mengenai perekrutan baru dan pensiun, jumlah kecelakaan kerja
dan kematian, dan jumlah pemutusan hubungan kerja (aspek tenaga kerja).
148
o) Laporan mengenai konflik dengan masyarakat setempat atau masyarakat
adat (aspek HAM).
p) Laporan mengenai pajak dan denda yang dibayar perusahaan, kegiatankegiatan CSR (aspek sosial).
q) Laporan mengenai jumlah produk yang dihasilkan, jumlah produk gagal
atau cacat, penarikan produk gagal atau cacat, kompensasi bagi kerugian
konsumen atas produk gagal atau cacat (aspek tanggung jawab produk)
D. Informasi yang dikecualikan
Selain prinsip umum informasi yang wajib disediakan sama halnya
dengan UU No. 14 Tahun 2008, dalam UU Perseroan Terbtas pun tentu perlu
dikenal pengecualiannya, yaitu terdapat informasi yang dikecualikan. Terkait
informasi tersebut maka jika melihat karakter dari PT non BUMN dan
BUMD yang merupakan sebuah perusahaan tentunya berbeda dengan badan
publik lainnya maka informasi yang dikecualikan bagi PT non BUMN dan
BUMD yang sesuai adalah Informasi yang apabila dibuka dan diberikan
kepada Pemohon
Informasi
Publik dapat mengganggu kepentingan
perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan
usaha tidak sehat.
Sebagi contoh adalah dalam perusahaan yang menjual produk makanan,
tentu resep dari makanan tersebut tidak boleh dipublikasikan atao disediakan
sebagi informasi bagi publik karena terkait dengan rahasia dagang, begitu
juga apabila resep tersebut dipublikasikan tentu akan dapat ditiru oleh
perusahaan lain sehingga dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.
149
4.2.3. Pengelola Informasi
Pengelola informasi dimaksudkan untuk mewujudkan pelayanan cepat,
tepat, dan sederhana bagi Badan Publik termasuk dalam hal ini PT BUMN
dan BUMD sebagaimana yang diamanatkan di dalam Pasal 13 UU No. 14
Tahun 2008,
menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi
(selanjutnya disbeut PPID) yang dibantu oleh pejabat fungsional, serta
membuat dan mengembangkan sistem penyediaan layanan informasi secara
cepat, mudah, dan wajar sesuai dengan petunjuk teknis standar layanan
Informasi Publik yang berlaku secara nasional.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, maka usulan mengenai
pengelola iformasi bagi bagi PT non BUMN dan BUMD dalam undangundang keterbukaan informasi publik pun, akan
dibandingkan dengan
pengaturan bagi BUMN dan BUMD dalam UU No. 14 Tahun 2008 yang
telah dipaparkan sebelumnya, karena terdapat persamaan pada badan
publiknya yaitu sama-sama perusahaan.
Mengacu pada Pasal 1 angka 9 UU No. 14 Tahun 2008, disebutkan
bahwa PPID adalah pejabat yang bertanggung jawab di bidang penyimpanan,
pendokumentasian, penyediaan, dan atau
pelayanan informasi di badan
publik. Berdasarkan Pasal 19, PPID juga wajib melakukan pengujian tentang
konsekuensi atas informasi yang dikecualikan (sebagaimana dimaksud di
dalm Pasal 17) dengan seksama dan penuh ketelitian sebelum menyatakan
Informasi Publik tertentu dikecualikan untuk diakses oleh setiap orang.
150
Ketentuan ini juga diperlukan bagi pengaturan PT non BUMN dan BUMD,
sehingga patut bila diterapkan juga bagi PT Non BUMN dan BUMD.
Berdasarkan pemaparan sebelumnya, maka Bagi BUMN dan BUMD
yang menjadi PPID adalah direktur komunikasi, PPID adalah pejabat exofficio (yang karena jabatannya) yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang
Komunikasi, Informasi dan Kehumasan. Tugas dan tanggung jawab PPID
tersebut, meliputi pengelolaan informasi, dokumentasi dan arsip, pelayanan
informasi, pengaduan dan penyelesaian sengketa. PPID bertanggung jawab
langsung terhadap direktur utama, sebagai atasan langsung PPID, dimana
direktur utama juga merupakan pimpinan dari Perusahaan, kemudian direktur
tiap bidang menjadi tim pertimbangan pelayanan informasi.125
PPID tersebut merupakan pejabat yang diangkat oleh pimpinan tertinggi
badan publik. PPID bertanggung jawab kepada atasan langsung PPID. Atasan
PPID merupakan penentu pengambilan kebijakan apabila muncul masalah
dalam pengelolaan dan pelaksanaan layanan informasi termasuk dalam
menentukan informasi yang dikecualikan atau tidak. Dalam melaksanakan
wewenangnya, atasan PPID berkoordinasi dan meminta masukan dari Tim
Pertimbangan Pelayanan Informasi.126
Karena struktur perusahannya sama, maka bagi PT non BUMN dan
BUMD juga sangat sesuai bila pengaturan mengani pengelola informasi
disamakan juga dengan struktur pengelola informasi pada BUMND.
125
http://www.dih.ristek.go.id/?q=system/files/dokumentasi, diunduh pada tanggal 2 April
2014.
126
http://www.dih.ristek.go.id/?q=system/files/dokumentasi, diunduh pada tanggal 2 April
2014.
151
4.2.4. Hak akses publik terhadap informasi perusahaan
Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya dalam UU No. 14 Tahun
2008 ini juga sudah diatur mengenai hak akses publik terhadap informasi,
terkait bagaimana mekanisme untuk memperoleh informasi tersebut. Hak
akses menjadi sangat penting karena dengan telah diatur dan tersedianya
informasi tersebut, maka pada akhirnya akses atau bagaimana cara
mendapatkan informasi tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan.
Demikian halnya bagi keterbukaan informasi perusahaan bagi PT non BUMN
dan BUMD.
Mekanisme memperoleh Informasi Publik dalam UU No. 14 Tahun
2008, didasarkan pada prinsip cepat, tepat waktu, dan biaya ringan, juga perlu
diterapkan bagi PT Non BUMN dan BUMD.
Selanjutnya mengacu pada ketentuan Pasal 22 UU No. 14 tahun 2008,
mengenai mekanisme memperoleh informasi bagi Badan Publik termasuk
PT BUMN dan BUMD sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya,
maka mekanisme tersebut adalah sesuai bila diterapkan juga bagi PT Non
BUMN dan BUMD dalam pengaturan di dalam
usulan Undang-Undang
Perseroan Terbatas kedepannya.
Mekanisme memperoleh informasi ini adalah yang bersifat teknis ketika
informasi diminta langsung kepada perusahaan PT terkait, walaupun
sebenarnya dengan adanya informasi yang wajib diumumkan dan disediakan
yang bukan merupakan informasi yang dikecualikan pihak perusahaan PT
152
cukup mengupload informasi tersebut pada website perusahaanya, sehingga
mudah diakses oleh publik.
Adapun usualan pengaturan mekanisme memperoleh informasi tersebut
setelah disesuaikan dengan karakter dari PT swasta menjadi sebagi berikut:
1. Setiap pemohon informasi mengajukan permintaan untuk memperoleh
Informasi Publik kepada Perusahaan PT terkait secara tertulis. Dipilih
cukup tertulis mengingat akan lebih mempermudah penyedia informasi
untuk emnyediakan informasinya daripada secara lisan, dengan
mempertimbangkan bagi pencari informasi sebuah perusahaan tentu
masyarakat yang sudah sadar akan haknya dan mememiliki kemampuan
baca tulis.
2. Nama dan alamat Pemohon Informasi Publik, subjek dan format
informasi serta cara penyampaian informasi yang diminta oleh Pemohon
Informasi Publik wajib dicatat oleh Perusahan PT terkait.
3. Perusahan PT terkait wajib memberikan tanda bukti penerimaan
permintaan Informasi perusahaan berupa nomor pendaftaran pada saat
permintaan diterima.
4. Dalam hal permintaan disampaikan melalui surat elektronik, nomor
pendaftaran
diberikan
melalui
surat
elektronik
saat
penerimaan
permintaan.
5. Dalam hal permintaan disampaikan melalui surat, pengiriman nomor
pendaftaran dapat diberikan bersamaan dengan pengiriman informasi.
153
6. Paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permintaan,
Perusahan PT terkait wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis yang
berisikan penerimaan beserta informasinya atau penolakan permintaan
dengan alasan.
Saran bagi pengaturan keterbukaan informasi publik bagi Perseroan
Terbatas di Indonesia dapat dijelaskan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 3.
Perbandingan Keterbukaan Informasi Bagi PT BUMN dan
BUMD dalam UU No. 14 Tahun 2008 dengan PT Non BUMN dan
BUMD dalam UU No. 40 Tahun 2007)
UU 14/2008 (Bagi PT UU 40/2007 (Bagi PT Saran Pengaturan
BUMN dan BUMD)
Non BUMN dan BUMD) (dirumuskan
dengan
memperhatikan UU
14/2008,
UU
40/2007, UU 8/1995
jo
Kep.
Ketua
Bapepam LK No:
KEP-431/BL/2012
dan
Aspek-Aspek
SRG-GRI)
Jenis
Informasi
- nama
dan
tempat
kedudukan, maksud dan
tujuan serta jenis kegiatan
usaha, jangka waktu
pendirian,
dan
permodalan, sebagaimana
tercantum
dalam
anggaran dasar
- nama lengkap pemegang
saham, anggota direksi,
dan
anggota
dewan
komisaris perseroan
- laporan tahunan, laporan
keuangan, neraca laporan
laba rugi, dan laporan
tanggung jawab sosial
perusahaan yang telah
diaudit
- hasil
penilaian
oleh
auditor
eksternal,
- nama
dan
tempat - nama dan tempat
kedudukan, maksud dan
kedudukan, maksud
tujuan serta kegiatan
dan tujuan serta
usaha, jangka waktu
jenis
kegiatan
pendirian,
dan
usaha,
jangka
permodalan
waktu
pendirian,
- alamat
lengkap
dan
permodalan,
Perseroan
sebagaimana
- nomor dan tanggal akta
tercantum
dalam
pendirian dan keputusan
anggaran dasar
menteri
mengenai - nama
lengkap
pengesahan
badan
pemegang saham,
hukum Perseroan
anggota
direksi,
- nomor dan tangga l akta
dan anggota dewan
perubahan
anggaran
komisaris perseroan
dasar dan persetujuan - laporan
tahunan,
Menteri
laporan keuangan,
- nomor dan tanggal akta
neraca laporan laba
perubahan
anggaran
rugi, dan laporan
dasar
dan
tanggal
tanggung
jawab
154
-
-
-
-
-
-
-
lembaga
pemeringkat
kredit
dan
lembaga
pemeringkat lainnya
sistem dan alokasi dana
remunerasi
anggota
komisaris/dewan
pengawas dan direksi
mekanisme
penetapan
direksi
dan
komisaris/dewan
pengawas
kasus
hukum
yang
berdasarkan
UndangUndang terbuka sebagai
Informasi Publik
pedoman
pelaksanaan
tata kelola perusahaan
yang baik berdasarkan
prinsip-prinsip
transparansi,
akuntabilitas,
pertanggungjawaban,
kemandirian,
dan
kewajaran
pengumuman penerbitan
efek yang bersifat utang
penggantian
akuntan
yang
mengaudit
perusahaan
perubahan tahun fiskal
perusahaan
kegiatan
penugasan
pemerintah
dan/atau
kewajiban
pelayanan
umum atau subsidi
mekanisme
pengadaan
barang dan jasa
dan/atau informasi lain
yang
ditentukan oleh
Undang-Undang
yang
berkaitan dengan Badan
Usaha
Milik
Negara/Badan
Usaha
Milik Daerah.
-
-
-
-
-
-
-
-
penerimaan
pemberitahuan
oleh
Menteri
nama
dan
tempat
kedudukan notaris yang
membuat akta pendirian
dan akta perubahan
anggaran dasar
nama
lengkap
dan
alamat pemegang saham,
anggota Direksi, dan
anggota
Dewan
Komisaris Perseroan
nomor dan tanggal akta
pembubaran atau nomor
dan tanggal penetapan
pengadilan
tentang
pembubaran Perseroan
yang telah diberitahukan
kepada Menteri
berakhirnya status badan
hukum Perseroan
neraca dan laporan laba
rugi dari tahun buku
yang bersangkutan bagi
Perseroan yang wajib
diaudit
(laporan
keuangan)
laporan
mengenai
kegiatan Perseroan
laporan
pelaksanaan
Tanggung Jawab Sosial
dan Lingkungan;
rincian masalah yang
timbul selama tahun
buku
yang
mempengaruhi kegiatan
usaha Perseroan;
laporan mengenai tugas
pengawasan yang telah
dilaksanakan
oleh
Dewan
Komisaris
selama tahun buku yang
baru lampau;
gaji dan tunjangan bagi
anggota Direksi dan gaji
atau honorarium dan
tunjangan bagi anggota
Dewan
Komisaris
Perseroan untuk tahun
sosial perusahaan
yang telah diaudit
- hasil penilaian oleh
auditor eksternal,
lembaga
pemeringkat kredit
dan
lembaga
pemeringkat
lainnya
- sistem dan alokasi
dana
remunerasi
anggota
komisaris/dewan
pengawas
dan
direksi
- mekanisme
penetapan direksi
dan
komisaris/dewan
pengawas
- kasus hukum yang
berdasarkan
Undang-Undang
terbuka
sebagai
Informasi Publik
- pedoman
pelaksanaan
tata
kelola perusahaan
yang
baik
berdasarkan
prinsip-prinsip
transparansi,
akuntabilitas,
pertanggungjawaba
n, kemandirian, dan
kewajaran
- pengumuman
penerbitan
efek
yang bersifat utang
- penggantian
akuntan
yang
mengaudit
perusahaan
- perubahan
tahun
fiskal perusahaan
ditambah
dengan
substansi NFR:
- Laporan mengenai
pencemaran
lingkungan
dan
155
yang baru lampau.
Kalsifika-
-
informasi yang wajib Tidak diatur
upaya
penanggulangannya
,
upaya-upaya
pelestarian
dan
perbaikan
lingkungan (bagi
perusahaan
yang
menghasilkan
limbah
atau
memanfaatkan
alam maupun SDA)
(aspek lingkungan).
- Laporan mengenai
perekrutan baru dan
pensiun,
jumlah
kecelakaan
kerja
dan kematian, dan
jumlah pemutusan
hubungan
kerja
(aspek
tenaga
kerja).
- Laporan mengenai
konflik
dengan
masyarakat
setempat
atau
masyarakat
adat
(aspek HAM).
- Laporan mengenai
pajak dan denda
yang
dibayar
perusahaan,
kegiatan-kegiatan
CSR (aspek sosial).
- Laporan mengenai
jumlah
produk
yang
dihasilkan,
jumlah
produk
gagal atau cacat,
penarikan produk
gagal atau cacat,
kompensasi
bagi
kerugian konsumen
atas produk gagal
atau cacat (aspek
tanggung
jawab
produk)
serta laporan-laporan
lain terkait aspekaspek tersebut.
- Informasi
yang
156
si
Informasi
-
PPID
(direktur Tidak diatur
komunikasi/tanggungja
wabnya
dibidang
komunikasi, informasi,
atau kehumasan)
- Atasan PPID (direktur
utama)
- Tim
pertimbangan
pelayan
informasi
(direktur tiap bidang)
Pemohon Tidak Diatur
Mekanis- 1. Setiap
Informasi Publik dapat
me
Hak
mengajukan permintaan
Akses
untuk
memperoleh
Informasi
Informasi
Publik
kepada Badan Publik
terkait secara tertulis
atau tidak tertulis.
2. Badan Publik wajib
mencatat nama dan
alamat
Pemohon
Informasi
Publik,
subjek
dan
format
informasi serta cara
penyampaian informasi
yang
diminta
oleh
Pemohon
Informasi
Publik.
3. Badan Publik yang
bersangkutan
wajib
mencatat
permintaan
Informasi Publik yang
Pengelola
Informasi
-
disediakan
dan
diumumkan
(wajib
disediakan
dan
diumumkan
secara
berkala,
wajib
diumumkan secara serta
merta, wajib tersedia
setiap saat)
informasi
yang
dikecualikan
wajib disediakan
(substasni jenis
informasi dst.)
- wajib diumumkan
serta
merta
(mengancam hajat
hidup
orang
banyak
dan
ketertiban umum,
dst.)
- Informasi
yang
dikecualikan
(terkait hak atas
kekayaan
intelektual
dan
perlindungan dari
persaingan usaha
tidak sehat, dst.)
- Agar diatur sama
dengan
PT
BUMN
dan
BUMD
-
Agar diatur sama
dengan
PT
BUMN
dan
BUMD
157
4.
5.
6.
7.
8.
9.
diajukan secara tidak
tertulis.
Badan Publik terkait
wajib
memberikan
tanda bukti penerimaan
permintaan Informasi
Publik
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (3) berupa
nomor pendaftaran pada
saat
permintaan
diterima.
Dalam hal permintaan
disampaikan
secara
langsung atau melalui
surat elektronik, nomor
pendaftaran diberikan
saat
penerimaan
permintaan.
Dalam hal permintaan
disampaikan
melalui
surat,
pengiriman
nomor
pendaftaran
dapat
diberikan
bersamaan
dengan
pengiriman informasi.
Paling
lambat
10
(sepuluh) hari kerja
sejak
diterimanya
permintaan,
Badan
Publik
yang
bersangkutan
wajib
menyampaikan
pemberitahuan tertulis
Badan Publik yang
bersangkutan
dapat
memperpanjang waktu
untuk
mengirimkan
pemberitahuan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (7), paling
lambat 7 (tujuh) hari
kerja berikutnya dengan
memberikan
alasan
secara tertulis.
Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara
permintaan informasi
kepada Badan Publik
diatur oleh KI
158
BAB V
PENUTUP
5.1. Simpulan
Berdasarkan pembahasan terhadap penelitian sebagaimana dikemukakan
diatas, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Urgensi pengaturan keterbukaan informasi publik bagi PT Non BUMN
dan BUMD dalam UU Perseroan Terbatas adalah guna mengatasi
kekosongan norma pengaturan keterbukaan informasi publik bagi PT Non
BUMN dan BUMD dalam UU Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007,
yang bertujuan terwujudnya transparansi dan jaminan perlindungan hak
publik atas informasi. Dengan adanya pengaturan dalam Undang-Undang
Perseroan Terbatas maka PT non BUMN dan BUMD akan diwajibkan
melaksanakan
keterbukaan
informasi
publik,
sebagaimana
halnya
pengaturan bagi PT BUMN dan BUMD yang telah diatur dalam UU No.
14 tahun 2008.
2. Pengaturan keterbukaan informasi publik bagi PT Non BUMN dan
BUMD di dalam undang-undang Perseroan Terbatas tidak boleh
bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundangundangan yang baik sebagaimana diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011.
Struktur pengaturan tersebut dirumuskan mengikuti struktur pengaturan
keterbukaan informasi publik bagi PT BUMN dan BUMD dalam UU No.
14 Tahun 2008, yaitu terkait jenis informasi, klasifikasi informasi,
158
159
pengelola informasi, dan pengaturan mekanisme hak akses dari informasi
tersebut. Substansi pengaturannya dirumuskan dengan memperhatikan
berbagai peraturan yaitu; UU No. 14 Tahun 2008, UU No. 40 Tahun 2007,
UU No. 8 Tahun 1995 jo. Keputusan Ketua Bapepam LK No: KEP431/BL/2012, ditambah dengan aspek-aspek pelaporan non finansial
dalam Sustainability Reporting Guidelines, dimana seluruh pengaturan
tersebut disesuaikan dengan karakter PT Non BUMN dan BUMD sebagai
perusahaan swasta.
5.2. Saran
Mengingat adanya kekosongan norma yang menyangkut pengaturan
keterbukaan informasi publik bagi PT non BUMN dan BUMD Undang-Undang
Perseroan Terbatas, maka dalam rangka mewujudkan suatu kepastian hukum,
disarankan bagi pihak terkait yakni Pemerintah dalam hal ini Dirjen Komunikasi
dan Informasi, Komisi Informasi, bersama
DPR, serta pihak-pihak terkait
lainnya, agar melakukan suatu pembahasan terkait hal tersebut, guna menyusun
suatu pengaturan berupa revisi dalam bentuk penambahan beberapa pasal terhadap
Undang-Undang
No. 40 Tahun 2007 yang mengatur secara tegas tentang
keterbukaan informasi publik perusahaan tersebut. Adapun saran bagi PT Non
BUMN dan BUMD adalah agar melaksanakan keterbukaan informasi publik
dalam hal menyediakan informasi terkait perusahaannya dengan substansi FR
dan NFR.
160
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, 1999, Perseroan Terbatas, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Ali, Chidir, 1991, Badan Hukum, Alumni, Bandung.
Ali, Zainuddin, 2010, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.
Budiarto, Agus, 2002, Kedudukan Hukum & Tanggung Jawab Pendiri Perseroan
Terbatas, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Cartwright, Roger, 2005, Key Concept in Information and Communication
Technology, Palgrave Macmillan, Australia.
Chatamarrasjid, 2004, Penerobosan Cadar Perseroan dan Soal-soal Aktual
Hukum Perusahaan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
CEM Asia MNCs dan Social Dialogue, 2012, Pedoman OECD bagi Perusahaan
Multinasional, CEM Asia MNCs dan Social Dialogue, Jakarta.
Daniri, Mas Achmad, 2005, Good Corporate Governance Konsep dan
Penerapannya dalam Konteks Indonesia, Ray Indonesia, Jakarta.
Dwiyanto, Agus, 2006, Mewujudkan Good Geovernance Melalui Pelayanan
Publik, UGM Press, Yogyakarta.
Elkington, John, 1998, Cannibals with Forks: The Triple Bottom Line of 21st
Century Business, New Society Publisher, BC.
Estes, Ralph, 2005, Tyranny of The Bottom Line: Mengapa banyak Perusahaan
Membuat Orang Baik Bertindak Buruk, PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Forum for Corporate Governance in Indonesia dan YPPMI Institute, 2002, The
Essence of Good Corporate Governance, Yayaysan Pendidikan pasara
Modal&Sinergy Communication, Jakarta.
Fuady, Munir, 2002, Doktrin-doktrin Modern dalam Corporate Law dan
Eksistensinya dalam Hukum Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung.
---------, 2008, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global, PT
Citra Aditya Bakti, Bandung.
Ganie Rochman, Meuthia, 2000, Good governance: Prinsip, Komponen dan
Penerapannya. Dalam: Komnas Ham. Penyelenggaraan Negara Yang
Baik&Masyarakat Warga, Komnas HAM, Jakarta.
Global Reporting Initiative, 2013, G4 Pedoman Laporan Keberlanjutan Bagian I,
Global Reporting Initiative, Amsterdam.
Hartono, M. Dimyati, 1983, Kebebasan Hakim Indonesia, Kanwil Departemen
Kehakiman Sumatera Utara, Medan.
Hartono, Sri Redjeki, 2006, Permasalahan Seputar Hukum Bisnis, Genta Press,
Yogyakarta.
Hatrik, Namzah, 1996, Asas Pertanggungjawaban Korporasi dalam Hukum
Pidana Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta.
Hatta, Muhamad, dkk., 1997, Pancasila, Mutiara, Jakarta, h. 57.
Huijbers, Theo, 1982, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Pustaka Filsafat,
Jakarta.
160
161
Iman Sjahputra Tunggal dan Amin Widjaja Tunggal, 2002, Membangun Good
Corporate Governance, Harvarindo, Jakarta.
Indra Surya dan Ivan Yustiavanda, 2006, Penerapan Good Coorporate
Governence, Kencana, Jakarta.
Kansil, C.S.T., 1999, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai
Pustaka, Jakarta.
---------, 1984, Hukum Tata Pemerintahan Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Kanumoyoso, Bondan, 2001, Nasionalisasi Perusahaan Belanda di Indonesia,
Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Komisi Informasi Pusat RI, 2009, Anotasi UU No. 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik, Komisi Informasi, Jakarta.
Komisi Informasi Pusat RI dan ICEL, 2010, Tanya Jawab Standar Layanan
Informasi Publik, Komisi informasi, Jakarta.
Komite Nasional Kebijakan Governance, 2006, Pedoman Umum Good Corporate
Government Indonesia, Komite Nasional Kebijakan Governance,
Jakarta.
Krina, Lalolo, 2003, Indikator Dan Tolok Ukur Akuntabilitas, Traansparansi dan
Partisipasi, BAPPENAS, Jakarta.
Lawrence, Anne T, et. al., 2005. Business and society: Stakeholders,
Ethics,Public Policy, Mc Graw-Hill Companies, Inc., New York.
Mcleod, 2003, Legal Theory, Queen Mary Centre for Commercial Law Studies
University of London, London.
M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, 2004, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia,
Prenada Media, Jakarta.
Marzuki, Peter Mahmud, 2006, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media
Group, Jakarta.
Mertokusumo, Sudikno , 2005, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty,
Yogyakarta.
Mubyarto, 1987, Ekonomi Pancasila Gagasan dan Kemungkinan , LP3ES,
Jakarta.
Muhammad, Abdulkadir, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung.
Mujriyanto, R., 2002, Pengantar Hukum dagang: Aspek-aspek Hukum Perusahaan dan
Larangan Praktek Monopoli, Liberty, Yogyakarta.
Mulhadi, 2010, Hukum Perusahaan, Ghalia Indonesia, Bogor.
Nasution, Bahder Johan, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, CV. Mandar
Maju, Bandung.
Prasetya, Rudhi, 1996, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, PT Citra Aditya
Bakti, Bandung.
Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Udayana, 2013, Pedoman
Penulisan Usulan Penelitian dan Penulisan Tesis Program Studi
Magister (S2) Ilmu Hukum, Universitas Udayana, Denpasar.
Ranupandojo, Heidjrachman, 1990, Dasar-Dasar Ekonomi Perusahaan, AMP
YPN, Yogyakarta.
Sidabalok, Janus, 2012, Hukum Perusahaan, Nuansa Aulia, Bandung.
162
Soemitro, Ronny Hannintijo, 1990, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri,
Ghalia Indonesia, Jakarta.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2009, Penelitian Hukum Nornatif Suatu
Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Subekti, 2010, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta.
Sudibyo, Agus, dkk., 2009, Panduan Sederhana Penerapan Undang-Undang
Keterbukaan Informasi Publik, Yayasan SET bersama USAID dan
DRSP, Jakarta.
Suharto, Edi, 2005, Analisis Kebijakan Publik Panduan Praktis Mengkaji
Masalah dan Kebijakan Sosial, Alfabeta, Bandung.
Swanson, Philip, et. al., 2003, Who Gets The Money? Reporting Resource Revenues. In:
Ian Bannon and Paul Collier, Editor. Natural Resources and Violent Conflict:
Option and Action, The Word Bank, Washington D.C.
Taylor, Rupert, 2010, Third Sector Research, Springer, New York.
Tjager, I Nyoman, dkk. 2003, Corporate Governance, Tantangan dan
Kesempatan bagi Komunitas Bisnis Indonesia, Prenhallindo, Jakarta.
Tim Corporate Governance BPKP, 2003, Modul 2 GCG – Organ Utama, BPKP,
Jakarta.
Wallace, Denise, 2015, Human Rights and Business, Koninklijke Brill, Leiden.
Waspo, Anton, 2004, Partisipasi Publik dalam Tata Kelola Sektor Korporasi,
Widya Sari Press, Surakarta.
Wieriks, Ralf H. Y., 2013, The Landscape of Sustainabilty Assurance, Eburon Academic
Publisher, The Netherland.
Wibisono, Yusuf, 2000, Membedah Konsep dan Aplikasi CSR, Fascho Publising,
Gresik.
Widjaja, Gunawan, 2008, Resiko Hukum sebagai Direksi, Komisaris & Pemilik
PT, Forum Sahabat, Jakarta.
Widjaja, Sastra, 2005, Bunga Rampai Hukum Dagang, Alumni, Bandung.
Widjaya, I.G.Rai, 2005, Hukum Perusahaan, Kesaint Blanc, Jakarta.
Widiyono, Try, 2005, Direksi Perseroan Terbatas, Ghalia Indonesia, Bogor.
Jurnal:
Rudi Martiawan, 2012, Arah Pembangunan dan Mengkritisi Good Governance di
Era Globalisasi, Jurnal Westphalia, Vol. 11, No. 1, FISIP UNPAS,
Bandung.
Markus Palenberg, et. all., 2006, Trends in non-financial reporting November
2006, Paper prepared for the United Nations Environment Programme,
Division of Technology Industry and Economics (DTIE), Global Public
Policy Institute, Berlin.
Tesis dan Disertasi:
Apriyana, Hertu, 2008, “Analisis Yuridis Terhadap Prinsip-prinsip Pengelolaan
Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) Dalam UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas”, (Tesis)
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Astanti, Dhian Indah, 2007, “Implementasi Good Corporate Governance Bagi
Perusahaan Asuransi”, (Tesis) Universitas Diponegoro, Semarang.
163
Attammi, A. Hamid, 1990, “Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia
Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara”, (Disertasi) Universitas
Indonesia, Jakarta.
Rafiuddin, Mochamad, 2009, “Aspek Hukum Good Corporate Governance
Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
Terbatas”, (Tesis) Universitas Indonesia, Jakarta.
Sari, Made Diah Sekar Mayang, 2010,”Perlindungan Hukum Terhadap Merek
Terkenal Dalam Sistem Hukum Hak Kekayaan Intelektual”, (Tesis)
Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar.
Yasin, Muhammad, 2007, “Akses Terhadap Informasi dan Dokumentasi Hukum:
Studi tentang Prinsip Transparansi dan Akuntabilitas dalam Peraturan
Perundang-Undangan Indonesia 1998-2006”,
(Tesis) Universitas
Indonesia, Jakarta.
Pertemuan Ilmiah:
Suharto, Edi. 2006. Peta dan Dinamika Welfare State di Beberapa Negara.
Makalah disampaikan pada Seminar Mengkaji Ulang Relevansi Welfare
State dan Terobosan melalui Desentralisasi-Otonomi di Indonesia pada
Institute for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta dan
Perkumpulan Prakarsa Jakarta, Yogyakarta 25 Juli 2006.
Peraturan Perundang-undangan:
- Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
- Kitab Undang – Undang Hukum Perdata
- Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
- Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
- Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
- Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
- Undang-undang No.19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
(BUMN)
- Undang-Undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan
- Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan
- Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan No:
KEP-431/BL/2012 tentang Penyampaian Laporan Tahunan Emiten Atau
Perusahaan Publik.
Internet:
- http://jaringnews.com/politik-peristiwa/opini/36273/silvia-werner-prospekmenggiurkan-sektor pertambangan-di-indonesia
- http://finance.detik.com/read/2012/10/30/202633/2076803/6/meski-rokoklaris-laba-gudang-garam-turun-206
- http://www.indonesia-update.com/lihat.php?id=753
- http://www.lintas.me/bisnis/ekonomi/blogpajak.com/apbn-indonesia-tahun2012-blog-pajak
- http://bumn.go.id/halaman/situs
164
- http://keuda.kemendagri.go.id/asset/dataupload/datainformasi/datin_data/361.png
- http://finance.detik.com/read/2014/11/28/105458/2761861/4/
- http://ekonomi.inilah.com/read/detail/2042033/karut-marut-lion-air
- http://www.tempo.co/read/news/2015/02/19/083643752/PenyebabPenerbangan-Lion-Air-di-Soekarno-Hatta-Kacau
- http://www.merdeka.com/uang/47-tahun-kuras-kekayaan-papua-freeport-taksejahterakan-warga.html/
- http://swa.co.id/my-article/triple-bottom-line-lebih-dari-sekadar-profit
- http://jaringnews.com/politik-peristiwa/opini/36273/silvia-werner-prospekmenggiurkan -sektor-pertambangan-di-indonesia
- http://www.inkindo-jateng.web.id/
- http://www.hohnen.net/gri.html
- http://www.jdih.ristek.go.id/?q=system/files/dokumentasi
- https://www.globalreporting.org/reporting/g4/g4-developments/Pages/default
Download