Konsep Keselamatan Menurut Jemaat Ahmadiyah Qadiyan Andi Putra Ishak Mustaffa Abdullah Jemaat Ahmadiyah Qadiyan secara hukum telah ditetapkan sebagai kelompok minoritas non muslim di tanah kelahirannya; India dan Pakistan. Hal tersebut, merupakan konsekuensi logis dari konsep pemikiran mereka yang bertentangan dengan hal-hal prinsip dalam agama Islam, khususnya masalah kenabian. Isu tersebut menyebar ke dunia Islam lainnya, sehingga memunculkan berbagai pandangan dan fatwa yang bermuara kepada penyesatan Jemaat Ahmadiyah. Sisi lain yang jarang disentuh dari pemikiran mereka ialah isu akidah tentang konsep keselamatan menurut sudut pandang Ahmadiyah. Makalah ini melalui metode analisis naskah mendapati bahwa menurut Ahmadiyah golongan yang selamat di sisi Allah swt hanyalah Ahmadiyah, sementara golongan umat Islam yang lain berhak mendapat hukuman dari Allah swt disebabkan mereka tidak beriman kepada klaim kenabian Mirza Ghulam Ahmad. Tentunya pandangan sedemikian rupa tidak benar, karena secara zahir kriteria fiqah an-Najiyah (golongan yang selamat) tidak dijumpai di dalam Jemaat Ahmadiyah Qadiyan. Pendahuluan Pembahasan mengenai keselamatan (an-Najah) di dalam Islam memiliki urgensi tersendiri, karena diutusnya para rasul Allah swt ke permukaan bumi merupakan suatu sarana transformasi nilai-nilai ajaran tauhid sebagai upaya netralisasi keyakinan umat dari berbagai bentuk kemusyrikan dan ketundukan kepada selain Allah swt. Konsekuensi dari proses tersebut akan melahirkan insan-insan rabbani yang berhak mendapatkan balasan (reward ) dari Allah swt dan mereka secara kolektif akan masuk ke dalam golongan orang-orang yang selamat (Firqah an-Najah) dan diterima di sisi Allah swt. Hal ini, berdasarkan kriteria-kriteria golongan selamat dalam perspektif hadith nabi Muhammad saw, bukan hanya klaim peribadi ataupun golongan. Vol. XV, No. 1, Januari - Juni 2016 | Andi Putra Ishak dan Mustaffa Abdullah Dengan munculnya berbagai kelompok dan golongan di internal umat Islam, memicu setiap golongan mengklaim dirinya berada dalam kebenaran dan berhak mendapat keselamatan di sisi Allah swt. Sementara golongan lain yang berseberangan dengan mereka dianggap sesat dan akan mendapatkan balasan neraka sebagai hukumannya. Di antara golongan tersebut ialah Jemaat Ahmadiyah Qadiyan, mereka berkeyakinan bahawa merekalah yang dimaksud oleh nabi Muhammad saw sebagai golongan yang selamat (al-Firqah an-Najiyah), karena selain mereka tidak beriman kepada kenabian Mirza Ghulam Ahmad, sebagai suatu indikasi seseorang itu dianggap sebagai sesat dan kafir bagi mereka. Keyakinan seperti ini tentunya sangat berbahaya, karena dapat mempengaruhi keyakinan generasi muda Islam ke arah kesesatan dan penyesatan, oleh karena itu perlu penelitian yang bisa mengcounter pemikiran ini sebelum menimbulkan efek yang merusakkan. Realitas inilah yang mendorong penulis untuk mengemukakan konsep keselamatan menurut Jemaat Ahmadiyah Qadiyan. Untuk meluruskan idelogi ini penulis membandingkan dengan pandangan umat Islam mayoritas mengenai golongan selamat berdasarkan hadith nabi Muhammad saw. Walau bagaimanapun, pemaparan mengenai akidah yang benar dapat menghilangkan segala keragu-raguan yang muncul di benak umat Islam dunia, khususnya generasi muda Islam yang mudah terpengaruh dengan pemikiran-pemikiran baru dan berdasarkan kepada konsep rasionalitas, liberal dan sekuler. Sejarah Singkat Ahmadiyah Qadiyan Kondisi umat Islam India pada akhir abad ke-19 cukup memperihatinkan, mereka mendapat tekanan internal dan eksternal yang tidak pasti titik akhirnya. Suku Arya Samad yang beragama Hindu dari hari ke hari menampakkan sikap antipatinya terhadap pemeluk agama Islam, sehingga memunculkan konflik horizontal yang memojokkan posisi umat Islam minoritas. Di sisi lain tekanan eksternal muncul dari imperialiseme Inggeris, umat Islam sangat tertekan berada dalam penjajahan yang berkepanjangan. Kedua faktor ini menimbulkan mimpi dan harapan besar akan munculnya suatu keajaiban yang mampu mengeluarkan mereka dari kemelut penderitaan. Dalam suasana tersebut muncul Mirza Ghulam Ahmad untuk berjuang atas nama Islam, beliau menghasilkan karya ilmiah berbentuk buku untuk memperkenalkan Islam yang benar kepada dunia, di antara buku tulisan beliau pada waktu itu ialah Barahin Ahmadiyah. Dengan peristiwa ini umat Islam India menaruh harapan besar kepada Mirza Ghulam Ahmad, kehadirannya dianggap suatu anugerah yang dapat melepaskan mereka dari berbagai tekanan dan himpitan. Kegembiraan umat Islam India pada waktu itu tidak bertahan lama, karena seiring dengan berjalannya waktu Mirza Ghulam Ahmad mulai menunjukkan wajah aslinya sebagai agen pembawa pemikiran-pemikiran kontroversial seperti megklaim dirinya mendapat wahyu dari Allah swt. Maka | Vol. XV, No. 1, Januari - Juni 2016 Konsep Keselamatan Menurut Jemaat Ahmadiyah Qadiyan tidak heran mayoritas peneliti tentang Ahmadiyah berkesimpulan bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah di antara antek penjajah Inggeris untuk menghancurkan agama Islam dari sisi internal. Mirza Ghulam Ahmad kemudian mendirikan Jemaat Ahmadiyah pada 23 Maret 1889 M di kota Ludhiana. Beliau mengklaim bahwa dirinya mendapat wahyu pada bulan Desember 1888 M dan diperintahkan untuk merekrut pengikutnya melalui bai’at pada tahun 1889 M. pada bai’at pertama tersebut Ghulam Ahmad mampu merekrut sebanyak 40 orang pengikut termasuk di antaranya Hakim Nuruddin sebagai pembai’at pertama.1 Hakim Nuruddin sendiri merupakan cikal bakal khalifah pertama sebagai pengganti Mirza Ghulam Ahmad di Kemudian hari. Ghulam Ahmad sendiri dilahirkan di Qadiyan, sebuah desa yang terletak 57 KM sebelah Timur kota Lahore dan 24 KM dari kota Amritsar di Provinsi Punjab, India. 2Kelahirannnya pada 13 Februari 1835 M dan Meninggal pada 26 Mei 1908 M.3 Secara bertahap Ghulam Ahmad mengaku telah dipilih oleh Allah swt dengan berbagai gelar pengkultusan dirinya. Pada tahun 1882 M mengaku sebagai mujaddid (reformer), pada tahun 1889 M mengaku sebagai al-Mahdi alMa’hud, adapun dua tahun setelahnya pada tahun 1891 M Ghulam Ahmad kembali mengklain dirinya sebagai al-Masih yang dijanjikan akan turun di akhir zaman, dengan alasan bahwa yang dimaksud dengan nabi Isa a.s akhir zaman bukanlah nabi Isa a.s yang dulu, akan tetapi orang lain yang memiliki kemiripan sifat dengan nabi Isa yaitu Mirza Ghulam Ahmad.4 Kemudian pada tahun 1901 M beliau mengklaim dirinya diangkat menjadi nabi dan rasul.5 Ambisi Ghulam Ahmad untuk mengkultuskan dirinya sebagai utusan Allah swt dikuatkan dengan berbagai cara, semenjak klaim dirinya menjadi nabi dia mengaku telah menerima berbagai macam wahyu dari Allah swt dalam bahasa Urdu dan Arab. Wahyu tersebut kemudian dikumpulkan dalam satu buku kompilasi wahyu Ghulam Ahmad yang dinamakan dengan Tazkirah,6 kompilasi wahyu ini disusun oleh Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad sebagai kalifah Ahmadiyah kedua, beliau tidak lain adalah anak dari Ghulam Ahmad. Kedudukan kitab Tazkirah bagi Ahmadiyah sama sucinya dengan kitab suci al-Qur’an, karena kedua-duanya diklaim sebagai wahyu yang turun dari Allah swt.7 Namun ketika diteliti wahyuBasyiruddin Mahmud Ahmad, Sirat Masih Mau’ud, (Indonesia: Dewan Naskah Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 1995) 25. 2 Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, Sirat Masih Mau’ud, i. 3 Basyiruddin Mahmud Ahmad, Da’watul Amir (Tenpa Tempat: Yayasan Wisma Damai, 1989), i. 4 Ibid, 25-26. 5 Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (Jakarta: Sekretariat MUI Pusat, 2010), 108. 6 M.A Suryawan, Bukan Sekedar Hitam Putih (Indonesia: Azzahra Publishing, 2006), 62. 7 Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan Faham Sesat di Indonesia (Jakarta Timur: Pustaka alKautsar, 2008), 57. 1 Vol. XV, No. 1, Januari - Juni 2016 | Andi Putra Ishak dan Mustaffa Abdullah wahyu tersebut merupakan kebanyakan potongan dan petikan dari berbagai ayat al-Qur’an yang terdapat dalam surah-surah yang berberda, sehingga terkesan klaim wahyu tersebut hanya bajakan dari ayat al-Qur’an. Atas dasar inilah Muhammad Amin Djamaludin mengkritik dan menulis buku yang berjudul pembajakan al-Qur’an. Setelah kewafatan Mirza Ghulam Ahmad, Jemaat Ahmadiyah dipimpin oleh Hakim Nuruddin yang terpilih secara aklamasi menjadi khalifah Ahmadiyah pertama, beliau selain murid adalah sahabat dekat Ghulam Ahmad. Kepemimpinan Nuruddin berakhir dengan kewafatannya pada tahun 1914 M, setelah itu terjadi gejolak perpecahan di Internal Ahmadiyah disebabkan ketidakpuasan sebagian kalangan untuk menentukan siapakah yang layak menjadi pengganti Nuruddin. Perpecahanpun terjadi Jemaat Ahmadiyah terpecah menjadi dua bagian, yaitu Ahmadiyah Qadiyan yang dipimpin oleh Basyiruddin Mahmud Ahmad dan Ahmadiyah Lahore yang dipimpin oleh Muhammad Ali.8 Silsilah kekhalifahan Jemaat Ahmadiyah Qadiyan setelah Basyiruddin Mahmud Ahmad dilanjutkan oleh Mirza Nasir Ahmad pada tahun 1965 M, beliau dilantik menjadi khalifah Ahmadiyah ke tiga, kemudian setelah kewafatannya pada tahun 1965 M Mirza Tahir Ahmad menjadi khalifah Ahmadiyah ke empat. Tahir Ahmad wafat pada tahun 2003, kemudian dilantik Mirza Masroor Ahmad untuk melanjutkan kepemimpinan Ahmadiyah Qadiyan sebagai khalifah Ahmadiyah ke lima sehingga sekarang.9 Begitulah seterusnya mereka mengklaim kepemimpinan umat Islam akan berlangsung di tangan mereka, adapun umat Islam lainnya wajib taat kepada imam zaman yang tidak lain adalah pemimpin Ahmadiyah sendiri.10 Konsep kekhalifahan menjadi karakteristik sendiri bagi Jemaat Ahmadiyah, sehingga orang yang tidak berbaiat kepada khalifah mereka dianggap tidak akan mendapat keselamatan. Selain pengkuan di atas Jemaat Ahmadiyah juga memiliki beberapa konsep ajaran kontroversial yang membedakannya dengan mayoritas umat Islam dunia. Pokok-pokok ajaran Ahmadiyah menurut peneliti ajaran sesat, Hartono Ahmad Jaiz ialah 1). Meyakini kenabian Mirza Ghulam Ahmad sebagai rasul utusan Allah swt, 2). Meyakini kitab Tazkirah sama sucinya dengan kitab suci al-Qur’an, 3). Meyakini wahyu tetap turun sampai hari kiamat, 4). Memiliki tempat suci sendiri di Qadiyan, 5). Memiliki surga sendiri yang terletak di Qadiyan dan Rabwah dan sertifikat kavling surga tersebut dijual kepada jamaahnya dengan harga yang mahal, 6). Wanita Ahmadiyah haram nikah dengan laki-laki non Ahmadiyah, tetapi laki-laki Ahmadiyah boleh kawin dengan perempuan non Ahmadiyah, 7). Tidak boleh bermakmum kepada imam yang bukan Ahmadiyah, Muhyar Fanani, Metode Tafsir Ahmadiyah Qadiyan, Jurnal Teologia, Volume 19, Nomor 2, Juli 2008, h.278. 9 H.M. Ahmad Cheema, Khilafat Telah Berdiri (Indonesia: JAI, 1995), 13. 10 Ibid, 6. 8 | Vol. XV, No. 1, Januari - Juni 2016 Konsep Keselamatan Menurut Jemaat Ahmadiyah Qadiyan 8). Ahmadiyah mempunyai tanggal, bulan dan tahun sendiri.11 Inilah beberapa konsep ajaran Ahmadiyah yang berbeda secara prinsip dengan keyakinan umat Islam mayoritas, sehingga bisa dikatakan bahwa Ahmadiyah merupakan agama tersendiri yang memiliki nabi dan syariat sendiri. Akibat dari klaim kenabian Mirza Ghulam Ahmad dan beberapa ajarannaya yang menyeleweng seperti tersebut di atas, menimbulkan reaksi umat Islam dunia. Di tanah kelahirannya India dan Pakistan, Ahmadiyah tidak diakui sebagai bagian dari umat Islam, akan tetapi mereka dianggap minoritas non muslim. Demikian selanjutnya pada tahun 1974 M deklarasi Rabithah Alam Islami menyatakan Jemaat Ahmadiyah adalah gerakan subversif yang melawan Islam dan dunia Islam, badan Fatwa Fiqh Akademy Mesir berpandangan bahwa Jemaat tersebut merupakan asuhan Inggeris yang bertujuan mengaburkan umat Islam dari agamanya. Di sisi lain Fatwa Islamic Fiqh Council, Afrika Selatan mengeluarkan pernyataan bahwa pandangan Jemaat Ahmadiyah tentang berlangsungnya kenabian dan wahyu adalah suatu upaya penentangan terhadap Islam. Fatwa Syari’ah Council, Inggeris turut memberikan respon bahwa siapapun yang mempertikaikan kedudukan nabi Muhammad sebagai nabi terakhir dapat dikategorikan sebagai non muslim dan tidak boleh dikuburkan di perkuburan umat Islam. Demikian juga pernyataan Komisi Penyelidik dan Fatwa, Kerajaan Arab Saudi bahwa Ahmadiyah adalah kafir oleh sebab meyakini berlangsungnya kenabian setelah nabi Muhammad saw.12 Begitulah gejolak protes yang terjadi untuk membantah ideologi Ahmadiyah yang berseberangan dengan ajaran Islam. Respon yang sama juga dikeluarkan negara-negara Asia Tenggara demi membendung perkembangan Jemaat tersebut di benua Asia. Di Malaysia, seperti negeri Pahang telah menyatakan bahwa Jemaat Ahmadiyah Qadiyan adalah di luar Islam dan tidak boleh menikmati hak-hak sebagai seorang muslim, termasuk tidak boleh dikebumikan di area perkuburan umat Islam.13 Adapun reaksi umat Islam Indonesia tidak jauh berbeda dengan Negara-negara Islam sebelumnya, fatwa mengenai kesesatan Jemaat Ahmadiyah telah dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia pada tahun 1980 M,14 kemudian dipertegas kembali pada tahun 2005 M.15 Untuk menghindari konflik berkepanjangan di antara umat Islam Indonesia dan pengikut Ahmadiyah telah dikeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri yaitu menteri agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri 11 Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan Paham Sesat Di Indonesia (Jakarta Timur: Pustaka AlKautsar, 2002), 57. 12 Abdul Halim Mahally, Benarkah Ahmadiyah Sesat (Jakarta Pusat: PT. Cahaya Kirana Rajasa, 2006), 100-105. 13 Jabatan Kemajuan Islam Malaysia, Fatwa-Fatwa Negeri Yang Diwartakan (Malaysia: Visual Print Sdn. Bhd, 2007), 21. 14 Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (Jakarta: Sekretarian MUI, 210), 41. 15 Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa MUI Sejak 1975 ( Jakarta: Penerbit Erlangga, 2011), 40-41. Vol. XV, No. 1, Januari - Juni 2016 | Andi Putra Ishak dan Mustaffa Abdullah pada tahun 2008 M, isinya melarang Ahmadiyah untuk menyebarkan pemikiran kontroversialnya di Indonesia.16 Karena kebaradaan Jemaat Ahmadiyah dianggap mengganggu stabilitas dan kerukunan umat beragama, maka tidak menutup kemungkinan bentrok dan konflik di antara penganut Ahmadiyah dan umat Islam mayoritas merupakan bom waktu yang bisa meledak pada setiap waktu dan keadaan. Secara umum umat Islam menganggap Ahmadiyah telah melakukan penodaan terhadap agama Islam dengan menambah beberapa keyakinan yang berasal dari sumber yang tidak dapat dipertanggung jawabkan. Keselamatan (an-Najah) Menurut Ahmadiyah Qadiyan Semakin jauh umat Islam dari zaman kenabian, perpecahan umat pun tidak mampu dibendung. Dari hari ke hari muncul berbagai golongan yang memiliki konsep pemikiran dan prinsip amalan yang membedakannya dengan golongan yang lain. Akan tetapi menurut Basyiruddin Mahmud Ahmad, khalifah Ahmadiyah ke II dari semua golongan umat Islam yang ada hari ini tidak ada satu golongan pun yang memiliki kriteria sebagai jemaat Islam, atas dasar inilah menurutnya Mirza Ghulam Ahmad mendirikan perkumpulan umat Islam yang dinamakan dengan Jemaat Ahmadiyah.17 Basyiruddin begitu yakin dengan pendiriannya sehingga mengklaim bahwa Jemaat Ahmadiyah adalah satu perkumpulan umat yang didirikan oleh Allah swt, oleh karena itu siapa saja yang bergabung dengan Ahmadiyah akan mendapat ganjaran dan pahala yang besar dari Allah swt.18 Seperti inilah doktrin yang diajarkan kepada generasi pengikut Ahmadiyah, sehingga mereka sangat antipati terhadap umat Islam. Dalam realitanya secara emosional Ahmadiyah lebih dekat dengan non muslim dibandingkan kedekatannya dengan umat Islam sendiri. Basyiruddin juga mengklaim bahwa persatuan umat seperti Ahmadiyah belum pernah wujud di permukaan bumi, menurutnya Ahmadiyah merupakan persatuan yang sangat terorganisir. Oleh karena itu, umat Islam seharusnya bersyukur dengan kehadiran Ahmadiyah, bukan malah menolak dan mencela persatuan tersebut.19Sikap fanatik Basyiruddin berkembang menjadi satu ideologi dan keyakinan, sehingga hanya menganggap Ahmadiyah saja yang selamat di hadapan Allah swt adapun umat Islam selain Ahmadiyah tidak akan mendapat keselamatan. Walaupun demikian, Basyiruddin tetap mengakui selain Ahmadiyah bisa mendapat keselamatan dengan dua syarat, yaitu 1). Sampainya kebenaran kepadanya, kebenaran yang dimaksud ialah berita tentang kenabian Mirza Ghulam Ahmad, 2). Beriman kepada klaim kebenaran yang dibawa oleh 16 Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri RI No. 3 Tahun 2008, NOMOR : KEP-033/A/JA/6/2008. 17 Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, Apakah Ahmadiyah Itu? (Indonesia: PB. Lajnah Imaillah, 1990), 38. 18 Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, Da’watul Amir (Bogor: Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 2007), 378. 19 Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, Apakah Ahmadiyah Itu? , 39-41. | Vol. XV, No. 1, Januari - Juni 2016 Konsep Keselamatan Menurut Jemaat Ahmadiyah Qadiyan Mirza Ghulam Ahmad. Menurutnya tidak ada jalan ke tiga untuk memperoleh keselamatan, bahkan orang yang tidak beriman kepada Mirza Ghulam Ahmad berhak mendapat hukuman dari Allah swt.20 Dengan ini Jemaat Ahmadiyah melihat hanya Jemaat mereka yang berada dalam kebenaran, sementara umat Islam mayoritas dianggap berada dalam kesalahan dan kesesatan. Melalui harian al-Fadhl edisi 26-29 Juni 1922 M , Basyiruddin pernah menulis tentang pendiriannya yang lebih ekstrim dari sebelumnya, dalam tulisan tersebut beliau menyebutkan perbedaan yang paling prinsipil di antara pengikut Ahmadiyah dan non Ahmadiyah. Menurutnya pengikut Ahmadiyah beriman kepada Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi utusan Allah SWT, adapun non Ahmadiyah mengingkari kenabiannya. Sikap mengingkari kenabian Mirza Ghulam Ahmad boleh menyebabkan seseorang menjadi kafir, karena mengingkari salah seorang dari nabi-nabi utusan Allah SWT dapat membawa kepada kekafiran.21 Keyakian Basyiruddin seperti ini terus berkembang dan berpengaruh kepada pelaksanaan amaliyah ibadah, sehingga mereka tidak mahu bergabung dengan umat Islam lainnya dalam ritual ibadah sholat, karena menurutnya tidak sah sholat dengan bermakmum kepada non Ahmadiyah. Maka dalam realitanya mereka memiliki masjid sendiri dan tidak bergabung dengan umat Islam mayoritas dalam melaksanakan sholat secara berasama-sama. Pendirian seperti ini membuat Ahmadiyan bersifat eklusif dan tidak terbuka kepada umat Islam lainnya. Dalam bukunya anwar al-Khilafah Basyiruddin menegaskan kepada pengikut Ahmadiyah bahwa wajib bagi mereka untuk menganggap orang selain Ahmadiyah sebagai orang kafir. Oleh karena itu, orang Ahmadiyah tidak boleh bermakmum kepada orang selain Ahmadiyah, dengan alasan orang selain Ahmadiyah berstatus sebagai orang kafir. Kekafiran ini bersumber dari keingkaran mereka terhadap nabi Allah swt yaitu Mirza Ghulam Ahmad. 22 Dalam buku yang sama Basyiruddin menjawab pertanyaan seseorang yang bertanya kepada beliau. Kenapa pengikut Ahmadiyah tidak boleh menyolatkan anak-anak orang selain Ahmadiyah ketika mereka mati? sementara anak-anak tersebut belum sempat mengingkari kanabian Mirza Ghulam Ahmad? Untuk menjawab pertanyaan ini, Basyiruddin kembaki bertanya kepada orang tersebut: “ Seandainya menyolatkan anak-anak mereka dibolehkan, kenapa kita tidak boleh menyolatkan anak-anak orang Yahudi dan Nasrani? Untuk mengakhiri diskusi tersebut Basyiruddin menegaskan bahwa anak-anak orang selain Ahmadiyah sama kedudukannya dengan anak-anak orang Yahudi dan Nasrani, inilah yang menyebabkan mereka tidak boleh disholatkan ketika mereka mati.23 Ibid, 20. Abu al-‘Ala al-Maududi, Al-Qadiyaniyah (Kuwait: Dar al-Qalam, 1982), 74. 22 Ibid, 76. 23 Ibid, 77. 20 21 Vol. XV, No. 1, Januari - Juni 2016 | Andi Putra Ishak dan Mustaffa Abdullah Dalam berhubungan dengan umat Islam mayoritas Ahmadiyah mempraktekkan teori interaksi umat Islam dengan ahlul kitab, sehingga menurut mereka umat Islam mayoritas adalah sama hukumnya dengan Yahudi dan Nasrani, segala bentuk interaksi disesuaikan dengan konsep ahlul kitab. Namun demikian Basyiruddin tetap berusaha menyeru orang-orang selain Ahmadiyah untuk masuk dan bergabung satu bendera dengan mereka, karena Jemaat tersebut adalah satu-satunya jalan keselamatan. Untuk mengajak orang selain Ahmadiyah kepada Ahmadiyah, Basyiruddin menyarankan agar mereka senantiasa membaca doa berikut: Wahai Tuhan kami! Sesungguhnya Kami telah mendengar seorang Penyeru (Rasul) Yang menyeru kepada iman, katanya: `berimanlah kamu kepada Tuhan kamu', maka Kami pun beriman. Wahai Tuhan kami, ampunkanlah dosa-dosa kami, dan hapuskanlah daripada Kami kesalahan-kesalahan kami, dan matikanlah Kami bersama orang-orang Yang berbakti. (QS. Al-Imran 3:193). Dalam menafsirkan ayat di atas, Basyiruddin menegaskan bahwa orang Islam tidak akan dapat berjumpa dengan Allah SWT tanpa bergabung dengan Jemaat Ahmadiyah, karana Allah tidak bisa dijumpai di luar Ahmadiyah. Demikian juga dengan masalah keyakinan dan cahaya yang menerangi hati tidak mungkin dijumpai di luar Jemaat Ahmadiyah, berdasarkan keyakinan Basyiruddin, Allah SWT hanya menghendaki umat Islam berkumpul pada satu titik yang disebut dengan Jemaat Ahmadiyah.24 Pandangan Basyiruddin seperti tersebut di atas diihami oleh prinsip keyakinan Ahmadiyah bahwa umat Islam terbagi kepada tiga golongan dalam hal mengimani kenabian. Pertama, golongan yang mengatakan tidak akan ada lagi nabi yang diutus setelah nabi Muhammad SAW baik membawa syariat baru ataupun tidak, golongan ini seperti al-Jahmiyah dan Mu’tazilah. Kedua, golongan yang meyakini kedua jenis nabi tersebut bisa diutus kembali, seperti golongan al-Manshuriyah, al-Khitabiyah, al-Bazi’iyah, alYazidiyah dan golongan lain yang pendiriannya sama dengan mereka. Ketiga, golongan ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah, berdasarkan klaim pengikut Ahmadiyah, golongan ini meyakini bahwa nabi yang membawa syariat baru tidak akan diutus lagi, akan tetapi nabi dari kalangan pengikut nabi Muhammad SAW bisa saja diutus berdasarka keperluan zamani.25 Di sini dilihat bahwa Ahmadiyah telah mengaburkan makna ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah, padahal pandangan yang benar menurut ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah ialah kenabian telah berakhir dengan kewafatan nabi Muhammad saw, karena beliau merupakan khatam an-Nabiyyin yaitu nabi penutup segala nabi. Oleh karena itu tidak akan ada lagi nabi yang diutus setelah beliau. Siapapun yang mengklaim dirinya nabi setelah beliau wajib Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, Da’watul Amir, 377-378. Abdul Rozzak, Muhammad SAW Khatam an-Nabiyyun (Bogor: Dewan Naskah Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 2008), 3. 24 25 | Vol. XV, No. 1, Januari - Juni 2016 Konsep Keselamatan Menurut Jemaat Ahmadiyah Qadiyan untuk diperangi, seperti yang dilakukan oleh sahabat Abu Bakar as-Siddiq dalam memerangi Musailamah al-Kazzab. Analisis Keselamatan (an-Najah) Versi Ahmadiyah Keselamatan di sisi Allah swt hanya dapat dicapai dengan meluruskan tauhid dan keyakinan kepada Allah swt, menurut Umar S. al-Ashqar hanya akidah Islam yang dapat menjawab berbagai pertanyaan tentang eksistensi diri manusia, sementara ideologi yang lain tidak mampu membawa umat manusia kepada jalan yang lurus.26 Tentunya dengan pengetahuan manusia tentang hakekat keberadaannya akan memunculkan pengabdian kepada Allah swt dengan melaksanakan ajaran-ajaran tauhid yang dibawa oleh para rasul Allah swt. Kepentingan tauhid ini menurut Salahuddin Ahmed terbukti dari deklarasi keislaman yang dilalui oleh orang-orang yang akan memeluk agama Islam, orang tersebut harus mengucapkan dua ikrar (Syahadatain)27 sebagai bentuk perpindahan dari jalan kemusyrikan kepada jalan yang lurus yaitu Islam. Dalam ikrar tersebut penekanan yang paling primer adalah mengesakan Allah SWT dan mengakui kanabian nabi Muhammad saw, konsekuensi dari keduai ikrar inilah yang mengharuskan umat Islam melaksanakan berbagai ajaran syariat lain seperti ibadah, muamalah, munakahah, jinayah dan lain-lain. Berdasarkan pernyataan di atas terkesan Jemaat Ahmadiyah telah menambah rukun keselamatan di dalam Islam yaitu kewajipan beriman kepada pimpinan mereka yang mengklaim diri sebagai nabi Allah swt. Keyakinan seperti ini tidak benar, karena telah menambah-nambah hal-hal prinsip di dalam Islam dan tidak menepati kriteria golongan selamat (al-Firqah an-Najiyah) yang disebutkan oleh nabi Muhammad saw. Lagi pula menambah yang prinsip dalam agama Islam adalah dilarang, berdasarkan hadits berikut: “Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak” (HR. Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718). Menurut hadits di atas segala bentuk penambahan baru dalam permasalahan pokok agama dianggap satu perbuatan bid’ah yang dicela, bagaimanapun tersusunnya propaganda penyebaran keyakinan tersebut tidak akan diterima oleh Allah swt. Realitanya Jemaat Ahmadiyah Qadiyan telah menambah beberapa prinsip keyakinan yang membedakannya dengan umat Islam dunia. Berdasarkan hasil penelitian Hartono Ahmad Jaiz prinsi-prinsip tersebut ialah 1). Mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi, 2). Meyakini bahwa kitab suci tadzkirah 26 Umar S. al-Ashqar, Belief In Allah In The Light Of The Qur’an and Sunnah (Riyadh: International Islamic Publishing House, 2005), 35. 27 Salahuddin Ahmed, God An Islamic Perspektif ( Kuala Lumpur: Zafar Sdn. Bhd, 2002), 4. Vol. XV, No. 1, Januari - Juni 2016 | Andi Putra Ishak dan Mustaffa Abdullah sama sucinya dengan al-Qur’an, 3). Wahyu tetap turun sehingga hari kiamat sebagaimana nabi dan rasul tetap diutus sampai hari kiamat juga, 4). Memiliki tempat suci sendiri di Qadiyan dan Rabwah, 5). Memiliki syurga sendiri yang terletak di Qadiyan dan Rabwah, 6). Wanita Ahmadiyah haram menikah dengan laki-laki non Ahmadiyah, tetapi laki-laki Ahmadiyah boleh kawin dengan perempuan non Ahmadiyah, 7). Tidak boleh bermakmum dengan imam non Ahmadiyah, 8). Memiliki penanggalan sendiri yang berbeda dengan umat Islam yang lain.28 Nabi Muhammad saw telah memprediksi bahwa akan terjadi perpecahan di dalam tubuh umat Islam di akhir zaman disebabkan masing-masing memiliki konsep pemikiran yang berbeda. Di antara hadits yang menerangkan isu perpecahan tersebut ialah: ( افرتقت الهيود عىل احدى او ثنتني و: قال رسول هللا صىل هللا عليه و سمل:عن اىب هريرة قال س بعني فرق و فررقت انناارى عىل احدى او ثنتني وس بعني فرق وفررت مت ى عىل ثثا و 29 . س بعني فرق Artinya: dari Abu Hurairah r.a berkata: telah bersabda Rasulullah SAW: “ bangsa Yahudi telah berpecah-belah menjadi tujuh puluh satu atau tujuh puluh dua golongan, demikian juga umat Nasrani terpecah dengan jumlah yang sama sama. Adapun umat ku akan terpecah belah menjadi tujuh pulu tiga golongan. Menurut Abi Tayyib Muhammad Syamsul al-Haq al-Adhim al-Abady, hadits tersebut menerangkan mengenai mukjizat nabi Muhammad Saw, karena beliau diberi tahu berita mengenai kejadian yang belum terjadi. Beliau juga mengutip catatan al-Alqamy bahwa hadits tersebut pernah diterangkan oleh Abu Mansur Abd al-Qahir Ibn Tahir al-Tamimy bahwa yang dimaksud dengan perpecahan tersebut bukanlah perbedaan dalam permasalahan cabang fiqh yang membahas tentang halal dan haram. Celaaan tentang perpecahan di sini ialah tentang orang-orang yang berbeda dengan golongan yang benar (ahl al-Haq) dalam permasalahan usul al-Tauhid (prinsip ajaran tauhid), penetapan baik dan buruk, syarat-syarat kenabian, ketaatan kepada sahabat dan permasalahan akidah yang lainnya. Karena berbeda dalam permasalahan tersebut telah menyebabkan satu golongan mengkafirkan yang lain. Jadi permasalahan di sini ialah pemahaman masalah akidah yang sudah mulai muncul sejak masa para sahabat seperti golongan Qadariyah dan masih berlangsung sampai hari ini dengan Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan Paham Sesat Di Indonesia (Jakarta Timur: Pustaka alKautsar, 2002), 57. 29 Abu Daud Sulaiman Ibn Athath al-Sajastani al-Azdy, Sunan Abi Daud ( Kaherah: Dar alHadith, 1999), 4: 1969. Kitab al-Sunnah, bab: sharh al-Sunnah no hadith: 4596. 28 | Vol. XV, No. 1, Januari - Juni 2016 Konsep Keselamatan Menurut Jemaat Ahmadiyah Qadiyan kemunculan berbagai ajaran sesat yang lain sehingga genap menjadi tujuh puluh dua golongan, sementara golongan ke tujuh puluh tiga disebut dengan ahl alSunnah wa al-Jama’ah, golongan inilah golongan yang selamat.30 Dalam hadith lain Rasulullah saw bersabda: مال: ان رسول هللا صىل هللا عيل و سمل قام فينا فقال:عن تعاوي ابن ميب سريان منه قام فينا فقال ان تن قبلمك تن مهل انكتاب افرتقوا عىل ثنتني و س بعني تةل و ان هذه املةل س تررت عىل ثثا و 31 وىه امجلاع. س بعني ثنتان و س بعون ىف اننار وواحدة ىف اجلن Artinya: dari Muawiyah Ibn Abi Sofyan bahawa dia berdiri di tengah-tengah kami, lalu dia menceritakan bahwa pernah satu kali rasulullah saw berdiri di tengah-tengan mereka kemudian beliau bersabda: “ waspadalah, sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dari kalangan Ahli Kitab telah berpecah-belah menjadi tujuh puluh dua golongan dan seungguhnya umat ini akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan. Tujuh puluh dua golongan berada di dalam neraka, sementara satu golongan berada di dalam syurga, golongan yang selamat tersebut dinamakan dengan dengan al-Jama’ah. Muhammad Syams al-Haq al-Adhim mengomentari bahwa yang dimaksud dengan millah dalam hadits di atas ialah umat nabi Muhammad saw, dari semua golongan tersebut hanya satu saja yang masuk syurga, mereka dinamakan dengan al-Jama’ah, iaitu ahl al-Qur’an, hadith, fiqh dan pengamal ilmu yang menjadi pengikut nabi Muhammad Saw dalam semua keadaan dan tidak melakukan bid’ah dengan melakukan tahrif (pemalsuan) dan taghyir (penukaran) dan tidak cenderung kepada pandangan-pandangan yang sesat dan merusakkan.32 Dari kriteria yang disampaiakan dalam hadits di atas sungguh jauh berbeda dengan pandangan Jemaat Ahmadiyah Qadiyan, di mana mereka telah lari dari ajaran Islam yang benar dengan menentang sabda nabi Muhammad SAW mengenai prinsip ajaran umat Islam dalam masalah kenabian, masalah ini merupakan masalah utama umat Islam yang masuk dalam ranah pembahasan ilmu Tauhid. Semakin nyata bahwa golongan Jemaat Ahmadiyah Qadiyani telah berbeda dengan umat Islam dalam permasalahan keyakian, oleh karena itu satu golongan yang selamat dalam hadits di atas tidak sesuai digunakan untuk golongan Ahmadiyah. Selain itu, istilah golongan selamat yang ditujukan kepada golongan terakhir disebut dengan Jama’ah, artinya umat Islam mayoritas, namun 30Abi Tayyib Muhammad Shamsul al-Haq al-Adhim al-Abady, Aun al-Ma’bud Sharh Sunan Abi Daud (Beirut: Dar al-Kutub al-Araby, 1969), 12:340-341. 31 Abu Daud Sulaiman Ibn Athath al-Sajastani al-Azdy, Sunan Abi Daud ( Kaherah: Dar alHadith, 1999), 4: 1970. Kitab al-Sunnah, bab: sharh al-Sunnah no hadith: 4597. 32 Abi Tayyib Muhammad Shamsul al-Haq al-Adhim al-Abady, Aun al-Ma’bud Sharh Sunan Abi Daud, 12:342. Vol. XV, No. 1, Januari - Juni 2016 | Andi Putra Ishak dan Mustaffa Abdullah pada realitasnya golongan Ahmadiyah adalah golongan minoritas yang memiliki keyakinan kontroversi. Apakah pantas golongan sesat yang telah difatwakan menyeleweng di seluruh dunia Islam mengaku sebagai golongan yang selamat dan diterima di sisi Allah SWT. Golongan ini juga telah melakukan tahrif (pemalsuan) terhadap ajaran Islam, di mana hal prinsip yang sudah menjadi kesepakatan umat Islam dunia dipahami secara kontroversial, dengan memaksakan agar sesuai dengan konsep pemikiran mereka.. Seperti kasus kemungkinan diutusnya nabi setelah nabi Muhammad SAW, nabi Muhammad bukan rasul terakhir, kemungkinan turunnya wahyu setelah nabi Muhammad saw dan pandangan-pandangan lain yang bertentangan dengan akidah mayoritas umat Islam. Berbagai pemikiran kontroversial tersebut menjadi alasan kuat bahawa Jemaat Ahmadiyah Qadiyan tidak layak dikatakan sebagai golongan yang selamat. Adapun Hafiz Ibn Ahmad al-Hikmy dalam memahami hadits di atas berpendapat bahwa al-Firqah an-Najiyah (golongan yang selamat) telah diartikan sendiri oleh Rasulullah SAW dalam sabda yang beliau sebutkan. Menurut beliau golongan tersebut ialah orang-orang yang beramal sesuai dengan amalan sahabat nabi Muhammad SAW. Mereka inilah yang dikenal dengan nama ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah, dalam istilah lain disebut dengan al-Taifah al-Mansurah (golongan yang mendapat pertolongan dari Allah SWT) sampai hari kiamat. Digambarkan bahwa hati mereka tetap berada dalam kebenaran , ucapan, amalan dan akidah mereka sesuai dengan wahyu, mereka tetap bersatu dan tidak berpecah belah, bahkan mereka melakukan dakwah dan jihad secara bersama. Golongan inilah yang dijaga agamanya oleh Allah swt dan diselamatkan dari kegelapan dan kesesatan33 sesuai dengan firman Allah swt berikut: “Sesungguhnya Kamilah Yang menurunkan Al-Quran, dan Kamilah Yang memelihara dan menjaganya. (QS. Al-Hijr: 15:9). Berdasarkan pendapat di atas praktek amalan keagamaan yang dilakukan oleh golongan Ahmadiyah berbeda dengan sunnah sahabat nabi Muhammad saw, seperti Abu Bakar Siddik beliau sangat anti kepada orang yang mengklaim diri sebagai nabi setelah kewafatan nabi Muhammad saw. Sehingga sikap beliau adalah memerangi Musailamah al-Kazzab yang mengklaim dirinya nabi utusan Allah swt setelah wafatnya nabi Muhammad saw. Oleh karena itu, Jemaat Ahmadiyah Qadiyan bukanlah golongan yang selamat, akan tetapi golongan yang sesat dan menyesatkan umat Islam. 33 Hafiz Ibn Ahmad Hikmy, Ma’arij al-Qabul Bi Sharhi Sullam al-Wusul Ila Ilmi al-Usul Fi alTauhid (Kaherah: Dar al-Hadith, 1999), | Vol. XV, No. 1, Januari - Juni 2016 Konsep Keselamatan Menurut Jemaat Ahmadiyah Qadiyan Penutup Pada awal kemunculannya Jemaat Ahmadiyah telah menimbulkan kontroversi di kalangan umat Islam, secara prinsip beberapa keyakinan mereka berbeda dengan keyakinan umat Islam mayoritas yang bersumber dari al-Qur’an dan hadits. Di antaranya yang paling bermasalah ialah pandangan mengenai kenabian dan wahyu. Perbedaan ini telah menuai berbagai protes dan penolakan di dunia Islam, muara dari respon tersebut mereka dianggap minoritas non muslim, kafir dan sesat. Namun satu hal yang jarang diungkap mengenai keyakian mereka ialah tentang konsep keselamatan, mengenai masalah ini mereka memiliki pendirian tersendiri yang menyentuh status umat Islam lainnya di sisi Allah swt. Menurut kalangan Ahmadiyah mereka adalah golongan yang selamat di sisi Allah swt, karena mereka beriman kepada Mirza Ghulam Ahmad sebagai seorang sosok nabi utusan Allah swt. Adapun golongan umat Islam lainnya adalah kafir dan berhak mendapat hukuman dari Allah swt. Sikap fanatik ini megkristal menjai sebuah ideologi sehingga mereka berkeyakinan Jemaat Ahmadiyah adalah persatuan yang didirikan oleh Allah swt, siapa saja yang bergabung dengan mereka akan selamat, sementara orang lain di luar Ahmadiyah tidak mungkin akan dapat bertemu dengan Allah swt. Pandangan tersebut tentunya jauh dari kebenaran, karena kriteria firqah anNajiyah (golongan yang selamat) yang disebutkan dalam hadits nabi Muhammad saw tidak berindikasi bahwa Jemaat Ahmadiyah adalah golongan yang selamat. Berdasarkan hadits mengenai perpecahan umat kepada 73 golongan dan nabi menyatakan satu golongan akan selamat, sementara golongan yang lain tidak. Berdasarkan ciri-cirinya golongan yang selamat tersebut ialah golongan yang mengikuti nabi dan sahabatnya, dalam hal ini Ahmadiyah telah menentang nabi dengan berpandangan terbukanya pintu kenabian. Di sisi lain tidak mengikuti sahabat, karena sahabat memerangi nabi palsu sementara Ahmadiyah tidak demikian. Daftar Pustaka Ahmad Jaiz, Hartono. Aliran dan Paham Sesat Di Indonesia. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2002. Ahmad, Mirza Basyiruddin Mahmud. Sirat Masih Mau’ud. Indonesia: Dewan Naskah Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 1995. Ahmad, Mirza Basyiruddin Mahmud. Da’watul Amir. Tenpa Tempat: Yayasan Wisma Damai, 1989. Ahmed, Salahuddin. God An Islamic Perspektif. Kuala Lumpur: Zafar Sdn. Bhd, 2002. al-Ashqar, Umar S. Belief In Allah In The Light Of The Qur’an and Sunnah. Riyadh: International Islamic Publishing House, 2005. Vol. XV, No. 1, Januari - Juni 2016 | Andi Putra Ishak dan Mustaffa Abdullah al-Azdy, Abu Daud Sulaiman Ibn Athath al-Sajastani. Sunan Abi Daud. Kaherah: Dar al-Hadith, 1999. al-Abady, Abi Tayyib Muhammad Shamsul al-Haq al-Adhim. Aun al-Ma’bud Sharh Sunan Abi Daud. Beirut: Dar al-Kutub al-Araby, 1969. al-Maududi, Abu al-‘Ala. Al-Qadiyaniyah. Kuwait: Dar al-Qalam, 1982. Cheema, H.M. Ahmad. Khilafat Telah Berdiri. Indonesia: JAI, 1995. Fanani, Muhyar. Metode Tafsir Ahmadiyah Qadiyan, Jurnal Teologia, Volume 19, Nomor 2, Juli 2008. Hikmy, Hafiz Ibn Ahmad. Ma’arij al-Qabul Bi Sharhi Sullam al-Wusul Ila Ilmi alUsul Fi al-Tauhid. Kaherah: Dar al-Hadith, 1999. Mahally, Abdul Halim. Benarkah Ahmadiyah Sesat. Jakarta Pusat: PT. Cahaya Kirana Rajasa, 2006. Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, Apakah Ahmadiyah Itu? Indonesia: PB. Lajnah Imaillah, 1990. Rozzak, Abdul. Muhammad SAW Khatam an-Nabiyyun. Bogor: Dewan Naskah Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 2008. Suryawan, M.A. Bukan Sekedar Hitam Putih. Indonesia: Azzahra Publishing, 2006. Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia. Jakarta: Sekretariat MUI Pusat, 2010. Jabatan Kemajuan Islam Malaysia, Fatwa-Fatwa Negeri Yang Diwartakan. Malaysia: Visual Print Sdn. Bhd, 2007. Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri RI No. 3 Tahun 2008, NOMOR : KEP-033/A/JA/6/2008. Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa MUI Sejak 1975. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2011. | Vol. XV, No. 1, Januari - Juni 2016