Vol. XV, No. 1, Januari - Juni 2016 | Pendahuluan

advertisement
Konsep Keselamatan Menurut Jemaat Ahmadiyah Qadiyan
Andi Putra Ishak
Mustaffa Abdullah
Jemaat Ahmadiyah Qadiyan secara hukum telah ditetapkan sebagai kelompok
minoritas non muslim di tanah kelahirannya; India dan Pakistan. Hal tersebut,
merupakan konsekuensi logis dari konsep pemikiran mereka yang bertentangan
dengan hal-hal prinsip dalam agama Islam, khususnya masalah kenabian. Isu
tersebut menyebar ke dunia Islam lainnya, sehingga memunculkan berbagai
pandangan dan fatwa yang bermuara kepada penyesatan Jemaat Ahmadiyah. Sisi
lain yang jarang disentuh dari pemikiran mereka ialah isu akidah tentang konsep
keselamatan menurut sudut pandang Ahmadiyah. Makalah ini melalui metode
analisis naskah mendapati bahwa menurut Ahmadiyah golongan yang selamat di
sisi Allah swt hanyalah Ahmadiyah, sementara golongan umat Islam yang lain
berhak mendapat hukuman dari Allah swt disebabkan mereka tidak beriman
kepada klaim kenabian Mirza Ghulam Ahmad. Tentunya pandangan sedemikian
rupa tidak benar, karena secara zahir kriteria fiqah an-Najiyah (golongan yang
selamat) tidak dijumpai di dalam Jemaat Ahmadiyah Qadiyan.
Pendahuluan
Pembahasan mengenai keselamatan (an-Najah) di dalam Islam memiliki
urgensi tersendiri, karena diutusnya para rasul Allah swt ke permukaan bumi
merupakan suatu sarana transformasi nilai-nilai ajaran tauhid sebagai upaya
netralisasi keyakinan umat dari berbagai bentuk kemusyrikan dan ketundukan
kepada selain Allah swt. Konsekuensi dari proses tersebut akan melahirkan
insan-insan rabbani yang berhak mendapatkan balasan (reward ) dari Allah swt
dan mereka secara kolektif akan masuk ke dalam golongan orang-orang yang
selamat (Firqah an-Najah) dan diterima di sisi Allah swt. Hal ini, berdasarkan
kriteria-kriteria golongan selamat dalam perspektif hadith nabi Muhammad saw,
bukan hanya klaim peribadi ataupun golongan.
Vol. XV, No. 1, Januari - Juni 2016
|
Andi Putra Ishak dan Mustaffa Abdullah
Dengan munculnya berbagai kelompok dan golongan di internal umat
Islam, memicu setiap golongan mengklaim dirinya berada dalam kebenaran dan
berhak mendapat keselamatan di sisi Allah swt. Sementara golongan lain yang
berseberangan dengan mereka dianggap sesat dan akan mendapatkan balasan
neraka sebagai hukumannya. Di antara golongan tersebut ialah Jemaat
Ahmadiyah Qadiyan, mereka berkeyakinan bahawa merekalah yang dimaksud
oleh nabi Muhammad saw sebagai golongan yang selamat (al-Firqah an-Najiyah),
karena selain mereka tidak beriman kepada kenabian Mirza Ghulam Ahmad,
sebagai suatu indikasi seseorang itu dianggap sebagai sesat dan kafir bagi mereka.
Keyakinan seperti ini tentunya sangat berbahaya, karena dapat mempengaruhi
keyakinan generasi muda Islam ke arah kesesatan dan penyesatan, oleh karena
itu perlu penelitian yang bisa mengcounter pemikiran ini sebelum menimbulkan
efek yang merusakkan.
Realitas inilah yang mendorong penulis untuk mengemukakan konsep
keselamatan menurut Jemaat Ahmadiyah Qadiyan. Untuk meluruskan idelogi ini
penulis membandingkan dengan pandangan umat Islam mayoritas mengenai
golongan selamat berdasarkan hadith nabi Muhammad saw. Walau
bagaimanapun, pemaparan mengenai akidah yang benar dapat menghilangkan
segala keragu-raguan yang muncul di benak umat Islam dunia, khususnya
generasi muda Islam yang mudah terpengaruh dengan pemikiran-pemikiran
baru dan berdasarkan kepada konsep rasionalitas, liberal dan sekuler.
Sejarah Singkat Ahmadiyah Qadiyan
Kondisi umat Islam India pada akhir abad ke-19 cukup memperihatinkan,
mereka mendapat tekanan internal dan eksternal yang tidak pasti titik akhirnya.
Suku Arya Samad yang beragama Hindu dari hari ke hari menampakkan sikap
antipatinya terhadap pemeluk agama Islam, sehingga memunculkan konflik
horizontal yang memojokkan posisi umat Islam minoritas. Di sisi lain tekanan
eksternal muncul dari imperialiseme Inggeris, umat Islam sangat tertekan berada
dalam penjajahan yang berkepanjangan. Kedua faktor ini menimbulkan mimpi
dan harapan besar akan munculnya suatu keajaiban yang mampu mengeluarkan
mereka dari kemelut penderitaan.
Dalam suasana tersebut muncul Mirza Ghulam Ahmad untuk berjuang atas
nama Islam, beliau menghasilkan karya ilmiah berbentuk buku untuk
memperkenalkan Islam yang benar kepada dunia, di antara buku tulisan beliau
pada waktu itu ialah Barahin Ahmadiyah. Dengan peristiwa ini umat Islam India
menaruh harapan besar kepada Mirza Ghulam Ahmad, kehadirannya dianggap
suatu anugerah yang dapat melepaskan mereka dari berbagai tekanan dan
himpitan. Kegembiraan umat Islam India pada waktu itu tidak bertahan lama,
karena seiring dengan berjalannya waktu Mirza Ghulam Ahmad mulai
menunjukkan wajah aslinya sebagai agen pembawa pemikiran-pemikiran
kontroversial seperti megklaim dirinya mendapat wahyu dari Allah swt. Maka
|
Vol. XV, No. 1, Januari - Juni 2016
Konsep Keselamatan Menurut Jemaat Ahmadiyah Qadiyan
tidak heran mayoritas peneliti tentang Ahmadiyah berkesimpulan bahwa Mirza
Ghulam Ahmad adalah di antara antek penjajah Inggeris untuk menghancurkan
agama Islam dari sisi internal.
Mirza Ghulam Ahmad kemudian mendirikan Jemaat Ahmadiyah pada 23
Maret 1889 M di kota Ludhiana. Beliau mengklaim bahwa dirinya mendapat
wahyu pada bulan Desember 1888 M dan diperintahkan untuk merekrut
pengikutnya melalui bai’at pada tahun 1889 M. pada bai’at pertama tersebut
Ghulam Ahmad mampu merekrut sebanyak 40 orang pengikut termasuk di
antaranya Hakim Nuruddin sebagai pembai’at pertama.1 Hakim Nuruddin
sendiri merupakan cikal bakal khalifah pertama sebagai pengganti Mirza Ghulam
Ahmad di Kemudian hari. Ghulam Ahmad sendiri dilahirkan di Qadiyan,
sebuah desa yang terletak 57 KM sebelah Timur kota Lahore dan 24 KM dari
kota Amritsar di Provinsi Punjab, India. 2Kelahirannnya pada 13 Februari 1835
M dan Meninggal pada 26 Mei 1908 M.3
Secara bertahap Ghulam Ahmad mengaku telah dipilih oleh Allah swt
dengan berbagai gelar pengkultusan dirinya. Pada tahun 1882 M mengaku
sebagai mujaddid (reformer), pada tahun 1889 M mengaku sebagai al-Mahdi alMa’hud, adapun dua tahun setelahnya pada tahun 1891 M Ghulam Ahmad
kembali mengklain dirinya sebagai al-Masih yang dijanjikan akan turun di akhir
zaman, dengan alasan bahwa yang dimaksud dengan nabi Isa a.s akhir zaman
bukanlah nabi Isa a.s yang dulu, akan tetapi orang lain yang memiliki kemiripan
sifat dengan nabi Isa yaitu Mirza Ghulam Ahmad.4 Kemudian pada tahun 1901
M beliau mengklaim dirinya diangkat menjadi nabi dan rasul.5 Ambisi Ghulam
Ahmad untuk mengkultuskan dirinya sebagai utusan Allah swt dikuatkan dengan
berbagai cara, semenjak klaim dirinya menjadi nabi dia mengaku telah menerima
berbagai macam wahyu dari Allah swt dalam bahasa Urdu dan Arab. Wahyu
tersebut kemudian dikumpulkan dalam satu buku kompilasi wahyu Ghulam
Ahmad yang dinamakan dengan Tazkirah,6 kompilasi wahyu ini disusun oleh
Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad sebagai kalifah Ahmadiyah kedua, beliau
tidak lain adalah anak dari Ghulam Ahmad. Kedudukan kitab Tazkirah bagi
Ahmadiyah sama sucinya dengan kitab suci al-Qur’an, karena kedua-duanya
diklaim sebagai wahyu yang turun dari Allah swt.7 Namun ketika diteliti wahyuBasyiruddin Mahmud Ahmad, Sirat Masih Mau’ud, (Indonesia: Dewan Naskah Jemaat
Ahmadiyah Indonesia, 1995) 25.
2 Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, Sirat Masih Mau’ud, i.
3 Basyiruddin Mahmud Ahmad, Da’watul Amir (Tenpa Tempat: Yayasan Wisma Damai,
1989), i.
4 Ibid, 25-26.
5 Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (Jakarta: Sekretariat MUI Pusat, 2010), 108.
6 M.A Suryawan, Bukan Sekedar Hitam Putih (Indonesia: Azzahra Publishing, 2006), 62.
7 Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan Faham Sesat di Indonesia (Jakarta Timur: Pustaka alKautsar, 2008), 57.
1
Vol. XV, No. 1, Januari - Juni 2016
|
Andi Putra Ishak dan Mustaffa Abdullah
wahyu tersebut merupakan kebanyakan potongan dan petikan dari berbagai ayat
al-Qur’an yang terdapat dalam surah-surah yang berberda, sehingga terkesan
klaim wahyu tersebut hanya bajakan dari ayat al-Qur’an. Atas dasar inilah
Muhammad Amin Djamaludin mengkritik dan menulis buku yang berjudul
pembajakan al-Qur’an.
Setelah kewafatan Mirza Ghulam Ahmad, Jemaat Ahmadiyah dipimpin oleh
Hakim Nuruddin yang terpilih secara aklamasi menjadi khalifah Ahmadiyah
pertama, beliau selain murid adalah sahabat dekat Ghulam Ahmad.
Kepemimpinan Nuruddin berakhir dengan kewafatannya pada tahun 1914 M,
setelah itu terjadi gejolak perpecahan di Internal Ahmadiyah disebabkan
ketidakpuasan sebagian kalangan untuk menentukan siapakah yang layak
menjadi pengganti Nuruddin. Perpecahanpun terjadi Jemaat Ahmadiyah
terpecah menjadi dua bagian, yaitu Ahmadiyah Qadiyan yang dipimpin oleh
Basyiruddin Mahmud Ahmad dan Ahmadiyah Lahore yang dipimpin oleh
Muhammad Ali.8 Silsilah kekhalifahan Jemaat Ahmadiyah Qadiyan setelah
Basyiruddin Mahmud Ahmad dilanjutkan oleh Mirza Nasir Ahmad pada tahun
1965 M, beliau dilantik menjadi khalifah Ahmadiyah ke tiga, kemudian setelah
kewafatannya pada tahun 1965 M Mirza Tahir Ahmad menjadi khalifah
Ahmadiyah ke empat. Tahir Ahmad wafat pada tahun 2003, kemudian dilantik
Mirza Masroor Ahmad untuk melanjutkan kepemimpinan Ahmadiyah Qadiyan
sebagai khalifah Ahmadiyah ke lima sehingga sekarang.9 Begitulah seterusnya
mereka mengklaim kepemimpinan umat Islam akan berlangsung di tangan
mereka, adapun umat Islam lainnya wajib taat kepada imam zaman yang tidak
lain adalah pemimpin Ahmadiyah sendiri.10 Konsep kekhalifahan menjadi
karakteristik sendiri bagi Jemaat Ahmadiyah, sehingga orang yang tidak berbaiat
kepada khalifah mereka dianggap tidak akan mendapat keselamatan.
Selain pengkuan di atas Jemaat Ahmadiyah juga memiliki beberapa konsep
ajaran kontroversial yang membedakannya dengan mayoritas umat Islam dunia.
Pokok-pokok ajaran Ahmadiyah menurut peneliti ajaran sesat, Hartono Ahmad
Jaiz ialah 1). Meyakini kenabian Mirza Ghulam Ahmad sebagai rasul utusan
Allah swt, 2). Meyakini kitab Tazkirah sama sucinya dengan kitab suci al-Qur’an,
3). Meyakini wahyu tetap turun sampai hari kiamat, 4). Memiliki tempat suci
sendiri di Qadiyan, 5). Memiliki surga sendiri yang terletak di Qadiyan dan
Rabwah dan sertifikat kavling surga tersebut dijual kepada jamaahnya dengan
harga yang mahal, 6). Wanita Ahmadiyah haram nikah dengan laki-laki non
Ahmadiyah, tetapi laki-laki Ahmadiyah boleh kawin dengan perempuan non
Ahmadiyah, 7). Tidak boleh bermakmum kepada imam yang bukan Ahmadiyah,
Muhyar Fanani, Metode Tafsir Ahmadiyah Qadiyan, Jurnal Teologia, Volume 19, Nomor 2,
Juli 2008, h.278.
9 H.M. Ahmad Cheema, Khilafat Telah Berdiri (Indonesia: JAI, 1995), 13.
10 Ibid, 6.
8
|
Vol. XV, No. 1, Januari - Juni 2016
Konsep Keselamatan Menurut Jemaat Ahmadiyah Qadiyan
8). Ahmadiyah mempunyai tanggal, bulan dan tahun sendiri.11 Inilah beberapa
konsep ajaran Ahmadiyah yang berbeda secara prinsip dengan keyakinan umat
Islam mayoritas, sehingga bisa dikatakan bahwa Ahmadiyah merupakan agama
tersendiri yang memiliki nabi dan syariat sendiri.
Akibat dari klaim kenabian Mirza Ghulam Ahmad dan beberapa ajarannaya
yang menyeleweng seperti tersebut di atas, menimbulkan reaksi umat Islam
dunia. Di tanah kelahirannya India dan Pakistan, Ahmadiyah tidak diakui sebagai
bagian dari umat Islam, akan tetapi mereka dianggap minoritas non muslim.
Demikian selanjutnya pada tahun 1974 M deklarasi Rabithah Alam Islami
menyatakan Jemaat Ahmadiyah adalah gerakan subversif yang melawan Islam
dan dunia Islam, badan Fatwa Fiqh Akademy Mesir berpandangan bahwa Jemaat
tersebut merupakan asuhan Inggeris yang bertujuan mengaburkan umat Islam
dari agamanya. Di sisi lain Fatwa Islamic Fiqh Council, Afrika Selatan
mengeluarkan pernyataan bahwa pandangan Jemaat Ahmadiyah tentang
berlangsungnya kenabian dan wahyu adalah suatu upaya penentangan terhadap
Islam. Fatwa Syari’ah Council, Inggeris turut memberikan respon bahwa siapapun
yang mempertikaikan kedudukan nabi Muhammad sebagai nabi terakhir dapat
dikategorikan sebagai non muslim dan tidak boleh dikuburkan di perkuburan
umat Islam. Demikian juga pernyataan Komisi Penyelidik dan Fatwa, Kerajaan
Arab Saudi bahwa Ahmadiyah adalah kafir oleh sebab meyakini berlangsungnya
kenabian setelah nabi Muhammad saw.12 Begitulah gejolak protes yang terjadi
untuk membantah ideologi Ahmadiyah yang berseberangan dengan ajaran Islam.
Respon yang sama juga dikeluarkan negara-negara Asia Tenggara demi
membendung perkembangan Jemaat tersebut di benua Asia. Di Malaysia, seperti
negeri Pahang telah menyatakan bahwa Jemaat Ahmadiyah Qadiyan adalah di
luar Islam dan tidak boleh menikmati hak-hak sebagai seorang muslim, termasuk
tidak boleh dikebumikan di area perkuburan umat Islam.13 Adapun reaksi umat
Islam Indonesia tidak jauh berbeda dengan Negara-negara Islam sebelumnya,
fatwa mengenai kesesatan Jemaat Ahmadiyah telah dikeluarkan oleh Majelis
Ulama Indonesia pada tahun 1980 M,14 kemudian dipertegas kembali pada tahun
2005 M.15 Untuk menghindari konflik berkepanjangan di antara umat Islam
Indonesia dan pengikut Ahmadiyah telah dikeluarkan Surat Keputusan Bersama
(SKB) tiga menteri yaitu menteri agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri
11 Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan Paham Sesat Di Indonesia (Jakarta Timur: Pustaka AlKautsar, 2002), 57.
12 Abdul Halim Mahally, Benarkah Ahmadiyah Sesat (Jakarta Pusat: PT. Cahaya Kirana
Rajasa, 2006), 100-105.
13 Jabatan Kemajuan Islam Malaysia, Fatwa-Fatwa Negeri Yang Diwartakan (Malaysia:
Visual Print Sdn. Bhd, 2007), 21.
14 Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (Jakarta: Sekretarian MUI, 210), 41.
15 Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa MUI Sejak 1975 ( Jakarta: Penerbit Erlangga,
2011), 40-41.
Vol. XV, No. 1, Januari - Juni 2016
|
Andi Putra Ishak dan Mustaffa Abdullah
pada tahun 2008 M, isinya melarang Ahmadiyah untuk menyebarkan pemikiran
kontroversialnya di Indonesia.16 Karena kebaradaan Jemaat Ahmadiyah dianggap
mengganggu stabilitas dan kerukunan umat beragama, maka tidak menutup
kemungkinan bentrok dan konflik di antara penganut Ahmadiyah dan umat
Islam mayoritas merupakan bom waktu yang bisa meledak pada setiap waktu
dan keadaan. Secara umum umat Islam menganggap Ahmadiyah telah
melakukan penodaan terhadap agama Islam dengan menambah beberapa
keyakinan yang berasal dari sumber yang tidak dapat dipertanggung jawabkan.
Keselamatan (an-Najah) Menurut Ahmadiyah Qadiyan
Semakin jauh umat Islam dari zaman kenabian, perpecahan umat pun tidak
mampu dibendung. Dari hari ke hari muncul berbagai golongan yang memiliki
konsep pemikiran dan prinsip amalan yang membedakannya dengan golongan
yang lain. Akan tetapi menurut Basyiruddin Mahmud Ahmad, khalifah
Ahmadiyah ke II dari semua golongan umat Islam yang ada hari ini tidak ada
satu golongan pun yang memiliki kriteria sebagai jemaat Islam, atas dasar inilah
menurutnya Mirza Ghulam Ahmad mendirikan perkumpulan umat Islam yang
dinamakan dengan Jemaat Ahmadiyah.17 Basyiruddin begitu yakin dengan
pendiriannya sehingga mengklaim bahwa Jemaat Ahmadiyah adalah satu
perkumpulan umat yang didirikan oleh Allah swt, oleh karena itu siapa saja yang
bergabung dengan Ahmadiyah akan mendapat ganjaran dan pahala yang besar
dari Allah swt.18 Seperti inilah doktrin yang diajarkan kepada generasi pengikut
Ahmadiyah, sehingga mereka sangat antipati terhadap umat Islam. Dalam
realitanya secara emosional Ahmadiyah lebih dekat dengan non muslim
dibandingkan kedekatannya dengan umat Islam sendiri.
Basyiruddin juga mengklaim bahwa persatuan umat seperti Ahmadiyah
belum pernah wujud di permukaan bumi, menurutnya Ahmadiyah merupakan
persatuan yang sangat terorganisir. Oleh karena itu, umat Islam seharusnya
bersyukur dengan kehadiran Ahmadiyah, bukan malah menolak dan mencela
persatuan tersebut.19Sikap fanatik Basyiruddin berkembang menjadi satu ideologi
dan keyakinan, sehingga hanya menganggap Ahmadiyah saja yang selamat di
hadapan Allah swt adapun umat Islam selain Ahmadiyah tidak akan mendapat
keselamatan. Walaupun demikian, Basyiruddin tetap mengakui selain
Ahmadiyah bisa mendapat keselamatan dengan dua syarat, yaitu 1). Sampainya
kebenaran kepadanya, kebenaran yang dimaksud ialah berita tentang kenabian
Mirza Ghulam Ahmad, 2). Beriman kepada klaim kebenaran yang dibawa oleh
16 Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri RI No. 3
Tahun 2008, NOMOR : KEP-033/A/JA/6/2008.
17 Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, Apakah Ahmadiyah Itu? (Indonesia: PB. Lajnah
Imaillah, 1990), 38.
18 Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, Da’watul Amir (Bogor: Jemaat Ahmadiyah
Indonesia, 2007), 378.
19 Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, Apakah Ahmadiyah Itu? , 39-41.
|
Vol. XV, No. 1, Januari - Juni 2016
Konsep Keselamatan Menurut Jemaat Ahmadiyah Qadiyan
Mirza Ghulam Ahmad. Menurutnya tidak ada jalan ke tiga untuk memperoleh
keselamatan, bahkan orang yang tidak beriman kepada Mirza Ghulam Ahmad
berhak mendapat hukuman dari Allah swt.20 Dengan ini Jemaat Ahmadiyah
melihat hanya Jemaat mereka yang berada dalam kebenaran, sementara umat
Islam mayoritas dianggap berada dalam kesalahan dan kesesatan.
Melalui harian al-Fadhl edisi 26-29 Juni 1922 M , Basyiruddin pernah
menulis tentang pendiriannya yang lebih ekstrim dari sebelumnya, dalam tulisan
tersebut beliau menyebutkan perbedaan yang paling prinsipil di antara pengikut
Ahmadiyah dan non Ahmadiyah. Menurutnya pengikut Ahmadiyah beriman
kepada Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi utusan Allah SWT, adapun non
Ahmadiyah mengingkari kenabiannya. Sikap mengingkari kenabian Mirza
Ghulam Ahmad boleh menyebabkan seseorang menjadi kafir, karena
mengingkari salah seorang dari nabi-nabi utusan Allah SWT dapat membawa
kepada kekafiran.21 Keyakian Basyiruddin seperti ini terus berkembang dan
berpengaruh kepada pelaksanaan amaliyah ibadah, sehingga mereka tidak mahu
bergabung dengan umat Islam lainnya dalam ritual ibadah sholat, karena
menurutnya tidak sah sholat dengan bermakmum kepada non Ahmadiyah. Maka
dalam realitanya mereka memiliki masjid sendiri dan tidak bergabung dengan
umat Islam mayoritas dalam melaksanakan sholat secara berasama-sama.
Pendirian seperti ini membuat Ahmadiyan bersifat eklusif dan tidak terbuka
kepada umat Islam lainnya.
Dalam bukunya anwar al-Khilafah Basyiruddin menegaskan kepada pengikut
Ahmadiyah bahwa wajib bagi mereka untuk menganggap orang selain
Ahmadiyah sebagai orang kafir. Oleh karena itu, orang Ahmadiyah tidak boleh
bermakmum kepada orang selain Ahmadiyah, dengan alasan orang selain
Ahmadiyah berstatus sebagai orang kafir. Kekafiran ini bersumber dari
keingkaran mereka terhadap nabi Allah swt yaitu Mirza Ghulam Ahmad. 22
Dalam buku yang sama Basyiruddin menjawab pertanyaan seseorang yang
bertanya kepada beliau. Kenapa pengikut Ahmadiyah tidak boleh menyolatkan
anak-anak orang selain Ahmadiyah ketika mereka mati? sementara anak-anak
tersebut belum sempat mengingkari kanabian Mirza Ghulam Ahmad? Untuk
menjawab pertanyaan ini, Basyiruddin kembaki bertanya kepada orang tersebut:
“ Seandainya menyolatkan anak-anak mereka dibolehkan, kenapa kita tidak
boleh menyolatkan anak-anak orang Yahudi dan Nasrani? Untuk mengakhiri
diskusi tersebut Basyiruddin menegaskan bahwa anak-anak orang selain
Ahmadiyah sama kedudukannya dengan anak-anak orang Yahudi dan Nasrani,
inilah yang menyebabkan mereka tidak boleh disholatkan ketika mereka mati.23
Ibid, 20.
Abu al-‘Ala al-Maududi, Al-Qadiyaniyah (Kuwait: Dar al-Qalam, 1982), 74.
22 Ibid, 76.
23 Ibid, 77.
20
21
Vol. XV, No. 1, Januari - Juni 2016
|
Andi Putra Ishak dan Mustaffa Abdullah
Dalam berhubungan dengan umat Islam mayoritas Ahmadiyah mempraktekkan
teori interaksi umat Islam dengan ahlul kitab, sehingga menurut mereka umat
Islam mayoritas adalah sama hukumnya dengan Yahudi dan Nasrani, segala
bentuk interaksi disesuaikan dengan konsep ahlul kitab.
Namun demikian Basyiruddin tetap berusaha menyeru orang-orang selain
Ahmadiyah untuk masuk dan bergabung satu bendera dengan mereka, karena
Jemaat tersebut adalah satu-satunya jalan keselamatan. Untuk mengajak orang
selain Ahmadiyah kepada Ahmadiyah, Basyiruddin menyarankan agar mereka
senantiasa membaca doa berikut:
Wahai Tuhan kami! Sesungguhnya Kami telah mendengar seorang Penyeru (Rasul) Yang
menyeru kepada iman, katanya: `berimanlah kamu kepada Tuhan kamu', maka Kami pun
beriman. Wahai Tuhan kami, ampunkanlah dosa-dosa kami, dan hapuskanlah daripada Kami
kesalahan-kesalahan kami, dan matikanlah Kami bersama orang-orang Yang berbakti. (QS.
Al-Imran 3:193).
Dalam menafsirkan ayat di atas, Basyiruddin menegaskan bahwa orang
Islam tidak akan dapat berjumpa dengan Allah SWT tanpa bergabung dengan
Jemaat Ahmadiyah, karana Allah tidak bisa dijumpai di luar Ahmadiyah.
Demikian juga dengan masalah keyakinan dan cahaya yang menerangi hati tidak
mungkin dijumpai di luar Jemaat Ahmadiyah, berdasarkan keyakinan
Basyiruddin, Allah SWT hanya menghendaki umat Islam berkumpul pada satu
titik yang disebut dengan Jemaat Ahmadiyah.24 Pandangan Basyiruddin seperti
tersebut di atas diihami oleh prinsip keyakinan Ahmadiyah bahwa umat Islam
terbagi kepada tiga golongan dalam hal mengimani kenabian. Pertama, golongan
yang mengatakan tidak akan ada lagi nabi yang diutus setelah nabi Muhammad
SAW baik membawa syariat baru ataupun tidak, golongan ini seperti al-Jahmiyah
dan Mu’tazilah. Kedua, golongan yang meyakini kedua jenis nabi tersebut bisa
diutus kembali, seperti golongan al-Manshuriyah, al-Khitabiyah, al-Bazi’iyah, alYazidiyah dan golongan lain yang pendiriannya sama dengan mereka. Ketiga,
golongan ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah, berdasarkan klaim pengikut Ahmadiyah,
golongan ini meyakini bahwa nabi yang membawa syariat baru tidak akan diutus
lagi, akan tetapi nabi dari kalangan pengikut nabi Muhammad SAW bisa saja
diutus berdasarka keperluan zamani.25 Di sini dilihat bahwa Ahmadiyah telah
mengaburkan makna ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah, padahal pandangan yang benar
menurut ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah ialah kenabian telah berakhir dengan
kewafatan nabi Muhammad saw, karena beliau merupakan khatam an-Nabiyyin
yaitu nabi penutup segala nabi. Oleh karena itu tidak akan ada lagi nabi yang
diutus setelah beliau. Siapapun yang mengklaim dirinya nabi setelah beliau wajib
Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, Da’watul Amir, 377-378.
Abdul Rozzak, Muhammad SAW Khatam an-Nabiyyun (Bogor: Dewan Naskah Jemaat
Ahmadiyah Indonesia, 2008), 3.
24
25
|
Vol. XV, No. 1, Januari - Juni 2016
Konsep Keselamatan Menurut Jemaat Ahmadiyah Qadiyan
untuk diperangi, seperti yang dilakukan oleh sahabat Abu Bakar as-Siddiq dalam
memerangi Musailamah al-Kazzab.
Analisis Keselamatan (an-Najah) Versi Ahmadiyah
Keselamatan di sisi Allah swt hanya dapat dicapai dengan meluruskan
tauhid dan keyakinan kepada Allah swt, menurut Umar S. al-Ashqar hanya
akidah Islam yang dapat menjawab berbagai pertanyaan tentang eksistensi diri
manusia, sementara ideologi yang lain tidak mampu membawa umat manusia
kepada jalan yang lurus.26 Tentunya dengan pengetahuan manusia tentang
hakekat keberadaannya akan memunculkan pengabdian kepada Allah swt
dengan melaksanakan ajaran-ajaran tauhid yang dibawa oleh para rasul Allah
swt.
Kepentingan tauhid ini menurut Salahuddin Ahmed terbukti dari deklarasi
keislaman yang dilalui oleh orang-orang yang akan memeluk agama Islam, orang
tersebut harus mengucapkan dua ikrar (Syahadatain)27 sebagai bentuk
perpindahan dari jalan kemusyrikan kepada jalan yang lurus yaitu Islam. Dalam
ikrar tersebut penekanan yang paling primer adalah mengesakan Allah SWT dan
mengakui kanabian nabi Muhammad saw, konsekuensi dari keduai ikrar inilah
yang mengharuskan umat Islam melaksanakan berbagai ajaran syariat lain seperti
ibadah, muamalah, munakahah, jinayah dan lain-lain.
Berdasarkan pernyataan di atas terkesan Jemaat Ahmadiyah telah
menambah rukun keselamatan di dalam Islam yaitu kewajipan beriman kepada
pimpinan mereka yang mengklaim diri sebagai nabi Allah swt. Keyakinan seperti
ini tidak benar, karena telah menambah-nambah hal-hal prinsip di dalam Islam
dan tidak menepati kriteria golongan selamat (al-Firqah an-Najiyah) yang
disebutkan oleh nabi Muhammad saw. Lagi pula menambah yang prinsip dalam
agama Islam adalah dilarang, berdasarkan hadits berikut:
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama)
yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak” (HR. Bukhari no. 2697 dan Muslim
no. 1718).
Menurut hadits di atas segala bentuk penambahan baru dalam permasalahan
pokok agama dianggap satu perbuatan bid’ah yang dicela, bagaimanapun
tersusunnya propaganda penyebaran keyakinan tersebut tidak akan diterima oleh
Allah swt. Realitanya Jemaat Ahmadiyah Qadiyan telah menambah beberapa
prinsip keyakinan yang membedakannya dengan umat Islam dunia. Berdasarkan
hasil penelitian Hartono Ahmad Jaiz prinsi-prinsip tersebut ialah 1). Mengakui
Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi, 2). Meyakini bahwa kitab suci tadzkirah
26 Umar S. al-Ashqar, Belief In Allah In The Light Of The Qur’an and Sunnah (Riyadh:
International Islamic Publishing House, 2005), 35.
27 Salahuddin Ahmed, God An Islamic Perspektif ( Kuala Lumpur: Zafar Sdn. Bhd, 2002), 4.
Vol. XV, No. 1, Januari - Juni 2016
|
Andi Putra Ishak dan Mustaffa Abdullah
sama sucinya dengan al-Qur’an, 3). Wahyu tetap turun sehingga hari kiamat
sebagaimana nabi dan rasul tetap diutus sampai hari kiamat juga, 4). Memiliki
tempat suci sendiri di Qadiyan dan Rabwah, 5). Memiliki syurga sendiri yang
terletak di Qadiyan dan Rabwah, 6). Wanita Ahmadiyah haram menikah dengan
laki-laki non Ahmadiyah, tetapi laki-laki Ahmadiyah boleh kawin dengan
perempuan non Ahmadiyah, 7). Tidak boleh bermakmum dengan imam non
Ahmadiyah, 8). Memiliki penanggalan sendiri yang berbeda dengan umat Islam
yang lain.28
Nabi Muhammad saw telah memprediksi bahwa akan terjadi perpecahan di
dalam tubuh umat Islam di akhir zaman disebabkan masing-masing memiliki
konsep pemikiran yang berbeda. Di antara hadits yang menerangkan isu
perpecahan tersebut ialah:
‫ ( افرتقت الهيود عىل احدى او ثنتني و‬:‫ قال رسول هللا صىل هللا عليه و سمل‬:‫عن اىب هريرة قال‬
‫س بعني فرق و فررقت انناارى عىل احدى او ثنتني وس بعني فرق وفررت مت ى عىل ثثا و‬
29
. ‫س بعني فرق‬
Artinya: dari Abu Hurairah r.a berkata: telah bersabda Rasulullah SAW: “ bangsa Yahudi
telah berpecah-belah menjadi tujuh puluh satu atau tujuh puluh dua golongan, demikian juga
umat Nasrani terpecah dengan jumlah yang sama sama. Adapun umat ku akan terpecah belah
menjadi tujuh pulu tiga golongan.
Menurut Abi Tayyib Muhammad Syamsul al-Haq al-Adhim al-Abady,
hadits tersebut menerangkan mengenai mukjizat nabi Muhammad Saw, karena
beliau diberi tahu berita mengenai kejadian yang belum terjadi. Beliau juga
mengutip catatan al-Alqamy bahwa hadits tersebut pernah diterangkan oleh Abu
Mansur Abd al-Qahir Ibn Tahir al-Tamimy bahwa yang dimaksud dengan
perpecahan tersebut bukanlah perbedaan dalam permasalahan cabang fiqh yang
membahas tentang halal dan haram. Celaaan tentang perpecahan di sini ialah
tentang orang-orang yang berbeda dengan golongan yang benar (ahl al-Haq)
dalam permasalahan usul al-Tauhid (prinsip ajaran tauhid), penetapan baik dan
buruk, syarat-syarat kenabian, ketaatan kepada sahabat dan permasalahan akidah
yang lainnya. Karena berbeda dalam permasalahan tersebut telah menyebabkan
satu golongan mengkafirkan yang lain. Jadi permasalahan di sini ialah
pemahaman masalah akidah yang sudah mulai muncul sejak masa para sahabat
seperti golongan Qadariyah dan masih berlangsung sampai hari ini dengan
Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan Paham Sesat Di Indonesia (Jakarta Timur: Pustaka alKautsar, 2002), 57.
29 Abu Daud Sulaiman Ibn Athath al-Sajastani al-Azdy, Sunan Abi Daud ( Kaherah: Dar alHadith, 1999), 4: 1969. Kitab al-Sunnah, bab: sharh al-Sunnah no hadith: 4596.
28
|
Vol. XV, No. 1, Januari - Juni 2016
Konsep Keselamatan Menurut Jemaat Ahmadiyah Qadiyan
kemunculan berbagai ajaran sesat yang lain sehingga genap menjadi tujuh puluh
dua golongan, sementara golongan ke tujuh puluh tiga disebut dengan ahl alSunnah wa al-Jama’ah, golongan inilah golongan yang selamat.30
Dalam hadith lain Rasulullah saw bersabda:
‫ مال‬:‫ ان رسول هللا صىل هللا عيل و سمل قام فينا فقال‬:‫عن تعاوي ابن ميب سريان منه قام فينا فقال‬
‫ان تن قبلمك تن مهل انكتاب افرتقوا عىل ثنتني و س بعني تةل و ان هذه املةل س تررت عىل ثثا و‬
31
‫ وىه امجلاع‬. ‫س بعني ثنتان و س بعون ىف اننار وواحدة ىف اجلن‬
Artinya: dari Muawiyah Ibn Abi Sofyan bahawa dia berdiri di tengah-tengah kami, lalu dia
menceritakan bahwa pernah satu kali rasulullah saw berdiri di tengah-tengan mereka kemudian
beliau bersabda: “ waspadalah, sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dari kalangan Ahli
Kitab telah berpecah-belah menjadi tujuh puluh dua golongan dan seungguhnya umat ini akan
terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan. Tujuh puluh dua golongan berada di dalam neraka,
sementara satu golongan berada di dalam syurga, golongan yang selamat tersebut dinamakan
dengan dengan al-Jama’ah.
Muhammad Syams al-Haq al-Adhim mengomentari bahwa yang dimaksud
dengan millah dalam hadits di atas ialah umat nabi Muhammad saw, dari semua
golongan tersebut hanya satu saja yang masuk syurga, mereka dinamakan dengan
al-Jama’ah, iaitu ahl al-Qur’an, hadith, fiqh dan pengamal ilmu yang menjadi
pengikut nabi Muhammad Saw dalam semua keadaan dan tidak melakukan
bid’ah dengan melakukan tahrif (pemalsuan) dan taghyir (penukaran) dan tidak
cenderung kepada pandangan-pandangan yang sesat dan merusakkan.32
Dari kriteria yang disampaiakan dalam hadits di atas sungguh jauh berbeda
dengan pandangan Jemaat Ahmadiyah Qadiyan, di mana mereka telah lari dari
ajaran Islam yang benar dengan menentang sabda nabi Muhammad SAW
mengenai prinsip ajaran umat Islam dalam masalah kenabian, masalah ini
merupakan masalah utama umat Islam yang masuk dalam ranah pembahasan
ilmu Tauhid. Semakin nyata bahwa golongan Jemaat Ahmadiyah Qadiyani telah
berbeda dengan umat Islam dalam permasalahan keyakian, oleh karena itu satu
golongan yang selamat dalam hadits di atas tidak sesuai digunakan untuk
golongan Ahmadiyah. Selain itu, istilah golongan selamat yang ditujukan kepada
golongan terakhir disebut dengan Jama’ah, artinya umat Islam mayoritas, namun
30Abi
Tayyib Muhammad Shamsul al-Haq al-Adhim al-Abady, Aun al-Ma’bud Sharh Sunan
Abi Daud (Beirut: Dar al-Kutub al-Araby, 1969), 12:340-341.
31 Abu Daud Sulaiman Ibn Athath al-Sajastani al-Azdy, Sunan Abi Daud ( Kaherah: Dar alHadith, 1999), 4: 1970. Kitab al-Sunnah, bab: sharh al-Sunnah no hadith: 4597.
32 Abi Tayyib Muhammad Shamsul al-Haq al-Adhim al-Abady, Aun al-Ma’bud Sharh Sunan
Abi Daud, 12:342.
Vol. XV, No. 1, Januari - Juni 2016
|
Andi Putra Ishak dan Mustaffa Abdullah
pada realitasnya golongan Ahmadiyah adalah golongan minoritas yang memiliki
keyakinan kontroversi. Apakah pantas golongan sesat yang telah difatwakan
menyeleweng di seluruh dunia Islam mengaku sebagai golongan yang selamat
dan diterima di sisi Allah SWT.
Golongan ini juga telah melakukan tahrif (pemalsuan) terhadap ajaran
Islam, di mana hal prinsip yang sudah menjadi kesepakatan umat Islam dunia
dipahami secara kontroversial, dengan memaksakan agar sesuai dengan konsep
pemikiran mereka.. Seperti kasus kemungkinan diutusnya nabi setelah nabi
Muhammad SAW, nabi Muhammad bukan rasul terakhir, kemungkinan
turunnya wahyu setelah nabi Muhammad saw dan pandangan-pandangan lain
yang bertentangan dengan akidah mayoritas umat Islam. Berbagai pemikiran
kontroversial tersebut menjadi alasan kuat bahawa Jemaat Ahmadiyah Qadiyan
tidak layak dikatakan sebagai golongan yang selamat.
Adapun Hafiz Ibn Ahmad al-Hikmy dalam memahami hadits di atas
berpendapat bahwa al-Firqah an-Najiyah (golongan yang selamat) telah diartikan
sendiri oleh Rasulullah SAW dalam sabda yang beliau sebutkan. Menurut beliau
golongan tersebut ialah orang-orang yang beramal sesuai dengan amalan sahabat
nabi Muhammad SAW. Mereka inilah yang dikenal dengan nama ahl al-Sunnah
wa al-Jama’ah, dalam istilah lain disebut dengan al-Taifah al-Mansurah (golongan
yang mendapat pertolongan dari Allah SWT) sampai hari kiamat. Digambarkan
bahwa hati mereka tetap berada dalam kebenaran , ucapan, amalan dan akidah
mereka sesuai dengan wahyu, mereka tetap bersatu dan tidak berpecah belah,
bahkan mereka melakukan dakwah dan jihad secara bersama. Golongan inilah
yang dijaga agamanya oleh Allah swt dan diselamatkan dari kegelapan dan
kesesatan33 sesuai dengan firman Allah swt berikut:
“Sesungguhnya Kamilah Yang menurunkan Al-Quran, dan Kamilah Yang memelihara dan
menjaganya. (QS. Al-Hijr: 15:9).
Berdasarkan pendapat di atas praktek amalan keagamaan yang dilakukan
oleh golongan Ahmadiyah berbeda dengan sunnah sahabat nabi Muhammad
saw, seperti Abu Bakar Siddik beliau sangat anti kepada orang yang mengklaim
diri sebagai nabi setelah kewafatan nabi Muhammad saw. Sehingga sikap beliau
adalah memerangi Musailamah al-Kazzab yang mengklaim dirinya nabi utusan
Allah swt setelah wafatnya nabi Muhammad saw. Oleh karena itu, Jemaat
Ahmadiyah Qadiyan bukanlah golongan yang selamat, akan tetapi golongan
yang sesat dan menyesatkan umat Islam.
33 Hafiz Ibn Ahmad Hikmy, Ma’arij al-Qabul Bi Sharhi Sullam al-Wusul Ila Ilmi al-Usul Fi alTauhid (Kaherah: Dar al-Hadith, 1999),
|
Vol. XV, No. 1, Januari - Juni 2016
Konsep Keselamatan Menurut Jemaat Ahmadiyah Qadiyan
Penutup
Pada awal kemunculannya Jemaat Ahmadiyah telah menimbulkan
kontroversi di kalangan umat Islam, secara prinsip beberapa keyakinan mereka
berbeda dengan keyakinan umat Islam mayoritas yang bersumber dari al-Qur’an
dan hadits. Di antaranya yang paling bermasalah ialah pandangan mengenai
kenabian dan wahyu. Perbedaan ini telah menuai berbagai protes dan penolakan
di dunia Islam, muara dari respon tersebut mereka dianggap minoritas non
muslim, kafir dan sesat. Namun satu hal yang jarang diungkap mengenai
keyakian mereka ialah tentang konsep keselamatan, mengenai masalah ini
mereka memiliki pendirian tersendiri yang menyentuh status umat Islam lainnya
di sisi Allah swt.
Menurut kalangan Ahmadiyah mereka adalah golongan yang selamat di sisi
Allah swt, karena mereka beriman kepada Mirza Ghulam Ahmad sebagai
seorang sosok nabi utusan Allah swt. Adapun golongan umat Islam lainnya
adalah kafir dan berhak mendapat hukuman dari Allah swt. Sikap fanatik ini
megkristal menjai sebuah ideologi sehingga mereka berkeyakinan Jemaat
Ahmadiyah adalah persatuan yang didirikan oleh Allah swt, siapa saja yang
bergabung dengan mereka akan selamat, sementara orang lain di luar
Ahmadiyah tidak mungkin akan dapat bertemu dengan Allah swt.
Pandangan tersebut tentunya jauh dari kebenaran, karena kriteria firqah anNajiyah (golongan yang selamat) yang disebutkan dalam hadits nabi Muhammad
saw tidak berindikasi bahwa Jemaat Ahmadiyah adalah golongan yang selamat.
Berdasarkan hadits mengenai perpecahan umat kepada 73 golongan dan nabi
menyatakan satu golongan akan selamat, sementara golongan yang lain tidak.
Berdasarkan ciri-cirinya golongan yang selamat tersebut ialah golongan yang
mengikuti nabi dan sahabatnya, dalam hal ini Ahmadiyah telah menentang nabi
dengan berpandangan terbukanya pintu kenabian. Di sisi lain tidak mengikuti
sahabat, karena sahabat memerangi nabi palsu sementara Ahmadiyah tidak
demikian.
Daftar Pustaka
Ahmad Jaiz, Hartono. Aliran dan Paham Sesat Di Indonesia. Jakarta Timur: Pustaka
Al-Kautsar, 2002.
Ahmad, Mirza Basyiruddin Mahmud. Sirat Masih Mau’ud. Indonesia: Dewan
Naskah Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 1995.
Ahmad, Mirza Basyiruddin Mahmud. Da’watul Amir. Tenpa Tempat: Yayasan
Wisma Damai, 1989.
Ahmed, Salahuddin. God An Islamic Perspektif. Kuala Lumpur: Zafar Sdn. Bhd,
2002.
al-Ashqar, Umar S. Belief In Allah In The Light Of The Qur’an and Sunnah. Riyadh:
International Islamic Publishing House, 2005.
Vol. XV, No. 1, Januari - Juni 2016
|
Andi Putra Ishak dan Mustaffa Abdullah
al-Azdy, Abu Daud Sulaiman Ibn Athath al-Sajastani. Sunan Abi Daud. Kaherah:
Dar al-Hadith, 1999.
al-Abady, Abi Tayyib Muhammad Shamsul al-Haq al-Adhim. Aun al-Ma’bud
Sharh Sunan Abi Daud. Beirut: Dar al-Kutub al-Araby, 1969.
al-Maududi, Abu al-‘Ala. Al-Qadiyaniyah. Kuwait: Dar al-Qalam, 1982.
Cheema, H.M. Ahmad. Khilafat Telah Berdiri. Indonesia: JAI, 1995.
Fanani, Muhyar. Metode Tafsir Ahmadiyah Qadiyan, Jurnal Teologia, Volume 19,
Nomor 2, Juli 2008.
Hikmy, Hafiz Ibn Ahmad. Ma’arij al-Qabul Bi Sharhi Sullam al-Wusul Ila Ilmi alUsul Fi al-Tauhid. Kaherah: Dar al-Hadith, 1999.
Mahally, Abdul Halim. Benarkah Ahmadiyah Sesat. Jakarta Pusat: PT. Cahaya
Kirana Rajasa, 2006.
Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, Apakah Ahmadiyah Itu? Indonesia: PB.
Lajnah Imaillah, 1990.
Rozzak, Abdul. Muhammad SAW Khatam an-Nabiyyun. Bogor: Dewan Naskah
Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 2008.
Suryawan, M.A. Bukan Sekedar Hitam Putih. Indonesia: Azzahra Publishing, 2006.
Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia. Jakarta: Sekretariat MUI Pusat,
2010.
Jabatan Kemajuan Islam Malaysia, Fatwa-Fatwa Negeri Yang Diwartakan. Malaysia:
Visual Print Sdn. Bhd, 2007.
Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri RI
No. 3 Tahun 2008, NOMOR : KEP-033/A/JA/6/2008.
Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa MUI Sejak 1975. Jakarta: Penerbit
Erlangga, 2011.
|
Vol. XV, No. 1, Januari - Juni 2016
Download