NASKAH UNTUK JURNAL SAINTEK STUDI KOMPLEKSASI LANTANUM DENGAN SENYAWA MAKROSIKLIS DAN KARAKTERISASI SEBAGAI ELEKTRODA SELEKTIF ION LANTANUM STUDY OF LANTHANUM COMPLEXATION WITH MACROCYCLES COMPOUND AND THEIR CHARACTERISATION AS LANTHANUM ION SELECTIVE ELECTRODE By : Suyanta, Sunarto, and Lis Permana Sari Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta Abstract The aim of this research are (1) to study the complexation constant of La(III) ion by N,N’-dikarboksimetildiaza-18-crown-6 ligant with difference concentration of KNO3, and (2) to study the lanthanum (III) ion selective electrode (La-ISE) potential response which follows the Nernst equation. The characters of the electrode studied are: response time, life time, detection limit, dynamic range and selectivity. The complexation constant of La(III) ion by N,N’dikarboksimetildiaza-18-crown-6 ligant are finded by potentiometry titration with 0.0005 M, 0.001 M, dan 0.005 M KNO3 supported electrolite. First titration (singular system) are by 100 mL of solution that contain 0.0001 M N,N’-dikarboksimetildiaza-18-crown-6, then plus 0.00813 M HNO3 for the mix pH to 3. The titration are doing by 0.01 M KOH until pH 7. The second titration (biner system) by 100 mL of solution that contain 0,0001 M N,N’-dikarboksimetildiaza18-crown-6 and 0.0001 M lanthanum solution then plus 0.01813 M HNO3 for the mix pH to 3. The titration are doing by 0.01 M KOH until pH 7. The titration data, there are pH data solution and KOH volum give the correlation graph between pH and [H+]. Then calculate with computer programme by GRFIT models system to find K value. Construction of La-ISE is started with the preparation of the membrane, which was made from a mixture of 10 mg of 1,10 diaza 18 crown 6,.45 mg of polyvinyl chloride, 90 mg of nitrophenyl octhyl ether as plasticizer, and 5 mg of potassium tetrakis-chloro phenyl borate (KTCPB) in 3 mL of tetrahydrofuran. This membrane solution was evaporated on a 1.5 x 4 cm2 glass for 24 hours. The membrane then glued to the end of the electrode tube. The electrode was then filled with a mixture of reference solution containing 10-3 M La(III) and 10-3 M KCl, and Ag/AgCl internal reference electrode which were connected with coaxial cable. The electrode was immersed in 10 -3 M La(III) solution for 24 hours beforehand. Two electrode membrane potential was measured in La(III) solution by potentiometry system. The result of constant complexation (Kf) La(III) ion with N,N’dikarboksimetildiaza-18-crown-6 difference KNO3 0.005 M, 0.001 M, dan 0.005 M simultaniuesly are 101,02 , 101,12, dan 101,32. Good responses were obtained using 10-3 M La(III) internal solution, which produced relatively high potentials. The electrode showed relatively good performances. The electrode had a response time of 27.14 ± 4.79 seconds and could be used for 50 days. The linear range was between 10 -5 M and 10-1 M with a detection limit of 3.92x10-6 M. Key words: lanthanum complexs, macrocycle ionophor, ion selective electrode 1 STUDI KOMPLEKSASI LANTANUM DENGAN SENYAWA MAKROSIKLIS DAN KARAKTERISASI SEBAGAI ELEKTRODA SELEKTIF ION LANTANUM Oleh : Suyanta, Sunarto, and Lis Permana Sari Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk (1) menentukan konstanta kestabilan kompleks ion logam La(III) dengan ligan N,N’-dikarboksimetildiaza-18-crown-6 dan 3-methyl-2-benzothiazolinonehydrazone hydrochloride pada penambahan konsentrasi KNO3 yang berbeda, dan (2) untuk mempelajari timbulnya respon potensial elektroda selektif ion lantanum(III) (ESI-La) yang mengikuti persamaan Nernst. Karakter yang ditentukan adalah waktu respon, lama pemakaian, limit deteksi, daerah linier, dan selektivitas. Konstanta kestabilan kompleks ion logam La(III) dengan ligan N,N’-dikarboksimetildiaza-18-crown-6 ditentukan dengan cara titrasi potensiometri. Konsentrasi elektrolit pendukung (KNO3) yang digunakan adalah 0,0005 M, 0,001 M, dan 0,005 M. Pada titrasi sistem singular 100 mL larutan yang berisi 0,0001 M N,N’dikarboksimetildiaza-18-crown-6 ditambah dengan HNO3 0,00813 M untuk menurunkan pH menjadi 3. Selanjutnya titrasi menggunakan KOH 0,00794 M hingga pH 7. Kemudian pada titrasi sistem biner 100 mL yang berisi 0,0001 M N,N’-dikarboksimetildiaza-18-crown-6 dan 0,0001 M ion logam La(III) ditambah dengan HNO3 0,00813 M untuk menurunkan pH menjadi 3. Selanjutnya titrasi menggunakan KOH 0,00794 M hingga pH 7. Setiap penambahan volum (mL) KOH pada saat pH setimbang dicatat. Data titrasi berupa pH dan volum KOH dibuat grafik hubungan antara pH dengan [H+] dan antara pH dengan fit yang dimodel menggunakan GRFIT sehingga diperoleh garis yang terbaik dan nilai K yang tepat. Pembuatan ESI-La diawali dengan penyiapan membran sebagai komponen utamanya. Membran dibuat dari campuran bahan sebagai berikut : 10 mg 1,10-diaza-18 crown 6, 45 mg polivinilklorida (PVC), 90 mg pemlastis nitrofeniloktil eter (NPOE), dan 5 mg kalium tetrakisklorofenil borat (KTCPB) dalam 3 mL pelarut tetrahidrofuran (THF). Larutan membran diuapkan pada permukaan kaca seluas 1,5 x 4 cm2 selama 24 jam. Membran yang sudah kering kemudian ditempelkan dengan perekat ke ujung tabung elektroda. Selanjutnya, elektroda diisi dengan larutan pembanding dalam berupa campuran larutan KCl 10-3 M dengan La(III) 10-3 M, dan elektroda pembanding dalam Ag/AgCl, yang dihubungkan dengan kabel koaksial. Elektroda yang sudah jadi direndam dahulu dalam larutan La(III) 10-3 M selama 24 jam sebelum digunakan. Kedua elektroda membran diukur dalam larutan La(III) secara potensiometri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai konstanta hidrolisis (Kh) ligan N,N’-dikarboksimetildiaza-18-crown-6 pada penambahan KNO3 0,005 M, 0,001 M, dan 0,005 M berturut–turut adalah 10-1,61, 10-1,58, dan 10-1,58 dan untuk nilai konstanta kestabilan kompleks (Kf) ion logam La(III) dengan ligan N,N’-dikarboksimetildiaza-18-crown6 pada penambahan KNO3 0,005 M, 0,001 M, dan 0,005 M berturut-turut adalah 101,02 , 101,12, dan 101,32. Respon yang baik diperoleh dengan menggunakan larutan dalam La(III) 10-3 M, yang menghasilkan potensial yang relatif tinggi. Elektroda ini menunjukkan kinerja yang cukup baik. Elektroda ini memiliki waktu respon 27,174,79 detik dan dapat digunakan selama 50 hari. Daerah linier elektroda antara 10-5 M sampai 10-1 M dengan limit deteksi 3,92 x 10-6 M. Kata kunci: kompleks lantanum, ionofor makrosiklis, electroda selektif ion 2 A. Latar Belakang Lantanum (La) merupakan salah satu unsur tanah jarang yang banyak dipakai dalam industri pesawat televisi dan dalam bidang kimia nuklir (Moller, 1993). Kelimpahan unsur ini di alam sangat kecil. Untuk mendeteksi dan mengekstraksi/memisahkan unsur ini dari alam harus dengan teknik yang spesifik. Telah banyak dikembangkan teknik untuk mendeteksi lantanum dengan menggunakan instrumen seperti spektrofotometer UV-VIS, spektrofotometer serapan atom (AAS), Inductively Coupled Plasma - Mass Spectrophotometer (ICP-MS) dan Inductively Coupled Plasma - Atomic Emission Spectrophotometer (ICP-AES). Metode spektrofotometri UV-VIS kurang selektif untuk penentuan unsur-unsur tanah jarang, karena panjang gelombang unsur-unsur tanah jarang sangat berimpit (Sukarna, 1995). Metode spektrofotometri serapan atom kurang sensitif untuk penentuan lantanum karena batas deteksi yang tinggi, yaitu sekitar 800 – 900 ppm (Anonim, 1998). Metode Inductively Coupled Plasma - Mass Spectrometry dan Inductively Coupled Plasma - Atomic Emission Spectrometry, memerlukan alat yang sangat mahal (Shibata, 1991), sehingga ketersediaannya sangat terbatas, terutama di Indonesia. Karena keterbatasan beberapa metode yang ada, maka diperlukan metode lain untuk penentuan lantanum yang lebih baik. Oleh karena itu, yang menjadi permasalahan adalah mencari metode yang baik untuk penentuan lantanum. Metode potensiometri dengan penggunaan elektroda selektif ion (ESI) sebagai elektroda kerja, telah banyak dikembangkan hingga akhir abad 20. Metode ini diyakini merupakan metode analisis yang cukup murah dan praktis, namun dapat memberikan sensitivitas dan selektivitas yang cukup baik. Choudhury, Ogata dan Kamato (1996) membuat elektroda samarium yang cukup selektif terhadap gangguan ion-ion lain dan diperoleh batas deteksi hingga konsentrasi samarium 10-7 M. Eter mahkota diketahui sebagai senyawa yang sangat selektif terhadap unsur alkali dan alkali tanah. Sedangkan turunan eter mahkota dengan mengganti beberapa unsur oksigen dengan nitrogen atau sulfur akan menjadi selektif terhadap unsur-unsur transisi dan tanah jarang. Untuk meningkatkan selektivitas, maka pada atom N ditambahkan gugus/anting. Adanya gugus/anting ini maka senyawa ini lebih dikenal dengan istilah lariat eter mahkota. Adapun bentuk lariat diaza eter mahkota antara lain: 3 CH2-O-CH3 CH2 -COOH CH2- N N N o o o o o o o o o o o o N N N CH2-O-CH3 CH2 -COOH CH2- N,N’-Bis(metoksi metil) Diaza-18-crown-6 1,10-diaza-4,7,13,16N,N’-Bis(difenil) tetraoxacyclooctadecane diaza-18-crown-6 N,N’-diacetic acid (DACDA) Gambar 1: Struktur beberapa senyawa lariat diaza-18-crown-6 Kompleksasi DACDA dengan bebagai ion logam baik logam alkali, alkali tanah serta logam transisi telah dipelajari oleh Allen Chang CA (1983). Besarnya tetapan kompleks adalah sebagai berikut. Dengan demikian adanya gugus terion yang lebih dari satu seperti yang dimiliki senyawa DACDA akan menyebabkan senyawa ini sangat selektif terhadap lantanida. Kompleks lantanida yang stabil ini karena terbentuk kompleks dengan struktur heksagonal bipiramidal dengan 8 pasang donor pasangan elektron, yang terdiri dari 6 pasang elektron dari atom O dan N dari bagian siklisnya dan 2 pasang elektron dari atom O dari 2 anting yang mengandung atom O. Atas dasar tersebut maka DACDA dipakai sebagai pengompleks (ionofor) dalam penelitian ini. Pada sistem membran elektroda selektif ion, yang mengandung komponen membran DACDA, sisi anion (anionic side) KTCPB, polimer PVC, plasticizer NOPE dan pelarut THF, akan terbentuk komplek asosiasi seperti yang terjadi pada sistem ekstraksi tersebut di atas. Adapun reaksi yang terjadi dapat dilihat pada gambar 2. Dengan terjadinya reaksi kesetimbangan tersebut, dimana dimana kompleks La-DACDA-TCPB atau LaLA yang terdapat pada fase organik (membran). Maka dari itu sistem elektroda ion selektif dakan mampu merespon adanya ion lantanum. Berdasarkan beberapa hasil penelitian akhir secara umum membran elektroda terdiri dari senyawa berpori, yang di dalamnya mengandung ligan/ionofor (sebagai carrier / pembawa). Senyawa 1,10-diaza-4,7,13,16-tetraoksaasiklooktadekan-N,N’-diasetat (DACDA) dan N,N’-bismetoksi metil-1,10-diaza-18-crown-6 (DMDA18C6) merupakan senyawa makrosiklis yang dipakai untuk pengkompleks yang cukup selektif (Chang dan Michael, 1983), terutama untuk ion 4 logam lantanida. Senyawa makrosiklis umumnya dapat membentuk kompleks cukup baik dengan ion logam, termasuk senyawa DB18C6 dan turunannya. Maka dari itu langkah awal sebelum senyawa tersebut dipakai sebagai ionofor dalam membrane elektroda selektif ion maka perlu dipelajari kompleksasinya dengan ion logam terkait. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dipelajari kompleksasi ion logam lanthanum dengan senyawa makrosiklis dan turunannya. Selanjutnya senyawa makrosiklis akan dipakai sebagai ionofor dalam membran berpori polivinil klorida (PVC). Untuk meningkatkan kemampuan membran PVC perlu ditambahkan zat pemlastis nitrofeniloktileter (NPOE), anion tanding kalium tetrakis-klorofenilborat (KTCPB) dan pelarut organik tetrahidrofuran (THF) (Choudhury, Ogata dan Kamato, 1996). C l O L a 3+ + O O H O C - C H 2N O N -C H 2 -C O H + O C l- O ! - B - -C l Cl C l O O + Cl C O N La O N C l- ! - B - -C l O C O _ O C l O Gambar 2: Reaksi kompleksasi La3+ dengan ionofor DACDA adanya anionic side KTCPB Suyanta dkk (2004) membuat elektroda lantanum yang cukup sensitif dan diperoleh batas deteksi hingga konsentrasi lantanum 10 -6 M. Namun selektivitas terhadap unsur tanah jarang yang lain masih belum maksimal. Ganjali dkk. (2005) telah mensintesis senyawa 4-metilhidrazino benzotiasol (MHBT) dari 4-metil-2-aminobenzotiasol hidrobromida dan hidrazin hidrat. Senyawa ini mempunyai tetapan kompleks dengan lantanum yang jauh lebih besar daripada terhadap ion-ion logam yang lain. Maka senyawa ini akan bersifat cukup selektif bereaksi dengan lantanum. Senyawa lain yang mempunyai struktur sejenis adalah 3-methyl-2benzothiazolinone-hydrazone hydrochloride (MBTH). Dengan struktur yang mirif maka senyawa tersebut akan dapat dipakai sebagai bahan aktif membran pada elektroda selektif ion lantanum. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dikembangkan elektroda selektif ion lantanum dengan ionofor MBTH dan bahan-bahan aktif pendukung membran yang lain, yaitu bahan matrik dasar membran PVC selektofor, zat pemlastis nitrofenil oktil eter (NPOE), anion tanding 5 kalium tetrakis-klorofenil borat (KTCPB) dan pelarut organik tetrahidrofuran (THF). Adapun elektroda yang akan dikembangkan bertipe tabung dengan sistem larutan dalam (inner solution) dan sistem kawat terlapis. Tipe tabung dipilih karena yang paling banyak dikembangkan dan paling banyak diperjualbelikan. Ruang lingkup penelitian ini mencakup studi kompleksasi logam lanthanum dan penyusunan elektroda selektif ion logam lantanum, dengan permasalahan : 1. Berapa nilai tetapan kompleksasi logam dengan senyawa makrosiklis dan turunannya sebagai dasar kinerja elektroda selektif ion. 2. Bagaimana kinerja elektroda ESI-La dengan kemampuan yang memadai untuk mensensor ion La3+ dan mengkaji sistem ini secara potensiometri melalui penentuan logam lantanum dalam pasir monasit. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode analisis lantanum melalui pembuatan elektroda selektif ion dengan ionofor senyawa lariat diaza-18-crown-6. Berkaitan dengan elektroda membran, jenis dan komposisi bahan membran merupakan hal yang penting. Oleh karena itu, dalam penelitian ini tujuannya dibagi menjadi dua bagian yaitu : 1. Menentuakan nilai tetapan kompleksasi logam lanthanum dengan senyawa 1,10-diaza4,7,13,16-tetraoksasiklo-oktadekana-N,N’-diasetat (DACDA) dan 3-methyl-2- benzothiazolinone-hydrazone hydrochloride (MBTH) sebagai dasar kinerja elektroda selektif ion. 2. Mempelajari kinerja elektroda ESI-La dengan kemampuan yang memadai untuk mensensor ion La3+ dan mengkaji sistem ini secara potensiometri melalui penentuan logam lantanum dalam pasir monasit. Untuk itu perlu dipelajari ciri-ciri yang diharapkan dari suatu elektroda selektif ion yang umum yaitu: a. Respon potensial yang mengikuti hukum Nernst b. Memperoleh nilai batas deteksi yang rendah c. Selektivitas respon yang cukup baik. B. Metodologi Penelitian Alat dan bahan Penelitian ini menggunakan serangkaian instrumen dan alat-alat bantu lain. Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah spektrofotometer ICP-AES. Untuk pengukuran potensial sel dan pH dipakai alat pH/Ion-meter merk TOA seri 410A yang 6 dilengkapi dengan elektroda pembanding luar kalomel jenuh dan elektroda gelas (pH). Beberapa alat bantu diperlukan antara lain timbangan analitik merk Mettler AE 200, pengaduk magnet disertai batang magnet dengan berbagai ukuran dan oven pengering merk Thelco 130 D. Berbagai alat gelas juga diperlukan seperti, labu takar, gelas kimia, corong, gelas ukur, pipet tetes, dan pipet volum. Pada penelitan ini diperlukan berbagai bahan kimia dan bahan pendukung lain. Bahanbahan yang digunakan semua mempunyai kualifikasi pro analisis kecuali bahan-bahan tertentu yang diterangkan secara spesifik. Adapun bahan-bahan yang diperlukan antara lain, lantanum klorida.7H2O, 1,10-diaza-4,7,13,16-tetraoksaasiklooktadekan-N,N’-diasetat (DACDA), MBTH, nitrofeniloktil eter (NPOE), kalium tetrakis-klorofenil borat (KTCPB), polivinil klorida (PVC) selektofor, tetrahidrofuran (THF), larutan buffer pH 4 dan pH 7. Berbagai garam klorida dan nitrat yang diperlukan antara lain kalium klorida, natrium klorida, tembaga (II) sulfat, cerium nitrat, lantanum klorida. Berbagai asam dan basa juga diperlukan antara lain asam klorida (HCl), asam nitrat, asam sulfat, natrium hidroksida dan amonium hidroksida. Bahan pendukung lain yang dipakai antara lain kawat perak diameter 0,4 mm dan akuaDM. Cara Penelitian 1. Penentuan Tetapan Kompleks Lantanum dengan ligan makrosiklis. a. Pengukuran pH Penentuan pH yang tepat dapat digunakan dengan metode potensiometri. Untuk pengukuran pH dalam titrasi digunakan elektroda gelas dan pH meter. Elektroda selalu dikalibrasi pada suhu eksperimen dengan buffer phospat dan ftalat yang dibuat secara reguler setiap 2 minggu, yang pH-nya harus sedekat mungkin dengan pH larutan uji. Kalibrasi elektroda juga dilaksanakan lagi setelah eksperimen selesai dan apabila kalibrasi telah berubah lebih dari 0,05 unit pH, maka hasil eksperimen dianggap kurang baik dan eksperimen diulang kembali. b. Standarisasi larutan HNO3 dan larutan KOH Standarisasi bertujuan untuk mengetahui dengan pasti konsentrasi larutan HNO3 dan KOH yang digunakan. Standarisasi HNO3 menggunakan larutan boraks, dengan cara menitrasi larutan boraks dengan HNO3. Sedangkan standarisasi KOH menggunakan asam oksalat dengan cara menitrasi larutan asam oksalat dengan KOH, titrasi dilakukan tiga kali. Volume titrasi yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk menghitung HNO3 dan KOH yang sebenarnya menggunakan rumus V1 x N1 = V2 x N2 7 c. Pelaksanaan Titrasi Titrasi dilakukan sebanyak tiga kali untuk setiap sistem yang diamati agar memperoleh hasil yang lebih valid. Titrasi dlakukan terhadap dua sistem, sistem tunggal (singular) dan ganda (biner). Sistem singular hanya berisi larutan tunggal La(III) atau 1,10-diaza-4,7,13,16tetraoksasiklooktadekan-N,N’-diasetat (DACDA). Sistem biner terdiri atas kompleks ion logam La(III) dengan 1,10-diaza-4,7,13,16-tetraoksasiklooktadekan-N,N’-diasetat (DACDA). Titrasi terhadap sistem singular dilakukan dengan menitrasi larutan 1,10-diaza-4,7,13,16- tetraoksasiklooktadekan-N,N’-diasetat (DACDA) atau La(III) dalam 0,0005 M background elektrolit (elektrolit medium) KNO3. Titrasi ini bertujuan untuk menentukan reaksi dan konstanta hidrolisis 1,10-diaza-4,7,13,16-tetraoksasiklooktadekan-N,N’-diasetat (DACDA). Adapun prosedur titrasinya adalah sebagai berikut: 1). Dimasukkan 2 mL larutan 1,10-diaza-4,7,13,16-tetraoksasiklooktadekan-N,N’-diasetat (DACDA) 0,05 M dan 5 mL 0,0005 M KNO3 ke dalam erlenmeyer 2). Larutan tersebut diaduk dengan menggunakan magnetic stirer minimal 2 jam kemudian catat pH awalnya. 3). pH larutan tersebut diturunkan menggunakan 0,1 M HNO3 sampai pH sekitar 3, catat volume HNO3 yang ditambahkan dan larutan tetap diaduk menggunakan magnetic stirer. Sistem dibiarkan seimbang kira–kira 1 jam. 4). Larutan dititrasi dengan menggunakan 0,1 M KOH tetes demi tetes sampai pH mencapai sekitar 10. setiap masing–masing penambahan basa (volume KOH yang ditambahkan), pH dimonitor sampai sistem setimbang. Jika menggunakan alat titrasi automatik yang dikontrol menggunakan komputer, perubahan tersebut dapat tecapai dalam waktu 20–30 menit. Langkah 1) sampai 4) diulang dengan menggnakan elektrolit pendukung 0,001 M dan 0,0005 M. 2. Mempelajari kenierja elektroda selektif ion lantanum Membran dibuat dengan bahan aktif ionofor DACDA dan N,N’-bis-(dimetoksi metil) diaza-18-crown-6, PVC, THF, NPOE, dan KTCPB. Untuk memperoleh hasil potensial yang optimum maka perlu dilakukan pembuatan membran dengan mencari variasi komposisi bahan membran. Adapun komposisi bahan membran yang dibuat sesuai dengan Tabel 1. 8 Table 1. Komposisi membran elektroda No PVC (mg) NPOE (mg) Ionophore (mg) KTCPB (mg) 1 45.5 (30.11%) 90.2 (59.69%) 10.0 (6.62% of (DACDA) 5.4 (3.57%) 2 51.8 (30.22%) 100.5 ( 58.63) 9.3 ( 5.43% of MBTH) 9.8 (5.72%) Dengan komposisi membran yang tertulis pada Tabel 1, membran dibuat dengan cara menimbang bahan-bahan membran sesuai komposisi di atas ke dalam botol gelas berkapasitas 5 mL. Pada masing-masing tabung ditambahkan 3 mL THF dan diaduk dengan pengaduk magnet hingga larut. Elektroda ESI-La dibuat dari bahan teflon yang dibor dengan mesin bubut yang pada kedua ujung dibuat sekrup untuk menempelkan membran dan kawat koaksial. Pada ujung bawah tabung elektroda ditempelkan membran dengan perekat PVC. Pada bagian lain dibuat elektroda pembanding dalam Ag/AgCl dengan bahan baku berupa kawat perak sepanjang 7,5 cm. Pada ujungnya dicuci dengan dicelupkan dalam larutan amonia selama setengah menit kemudian bilas dengan akuades. Selanjutnya dicuci ujungnya dengan cara dicelupkan dalam larutan asam nitrat (1 : 1) selama setengah menit kemudian bilas dengan akuades. Kawat tersebut selanjutnya dielektrodeposisi dengan larutan KCl 0,1 M dengan meletakkan kawat perak pada anoda dengan arus 0,5 amper selama 30 menit. Elektroda Ag/AgCl yang sudah jadi dimasukkan dalam tabung elektroda, kemudian ke dalam tabung tersebut dimasukkan juga campuran larutan pembanding dalam KCl 10-3 M dan La3+ 10-3 M. Elektroda pembanding dalam ini dihubungkan dengan kawat koaksial dengan disolder dan kemudian direndam dalam larutan La3+ 10-3 M selama 24 jam. Elektroda yang sudah jadi ini siap digunakan. Pengukuran potensial sel diawali dengan menyusun rangkaian alat pengukuran potensial sistem potensiometri dengan skema alat yang dapat dilihat pada Gambar III.2. Potensial larutan La3+ diukur dengan menyiapkan larutan analit La3+ konsentrasi tertentu yang dimasukkan dalam gelas. Pada larutan tersebut dicelupkan elektroda pembanding kalomel jenuh dan elektroda kerja ESI-La, kemudian kedua elektroda dihubungkan ke Voltmeter. Larutan diaduk dengan kecepatan sedang setelah potensial stabil (ready) dicatat sebagai potensial sel sistem. Pencatatan potensial dilakukan sebanyak 3 kali. 9 Voltmeter Elektroda kerja Elektroda Pembanding luar Larutan KCl Raksa Kalomel + KCl Larutan dalam Ag, AgCl Serat gelas Membran kerja Kristal KCl Larutan sampel Bahan berpori Gambar 3: Skema pengukuran potensial secara potensiometri Pengukuran potensial dengan menggunakan voltmeter merk TOA seri 410 dengan sel pembanding luar elektroda perak/perak klorida. C. Hasil Penelitian Penentuan konstanta hidrolisis(Kh) pada penelitian ini menggunakan metode titrasi potensiometri. Data yang diperoleh dari hasil titrasi yang berupa penambahan volum KOH dan pH yang teramati yang kemudian dihitung [H+] dimodel dengan menggunakan software GRFIT sehingga diperoleh garis fit yang terbaik. Tahap pemodelan GRFIT dapat dilihat di lampiran 13. Pada proses pembuatan larutan N,N’-dikarboksimetil-diaza-18-crown-6 ditambahkan air langsung larut, karena mudah larut dalam air maka N,N’-dikarboksimetil-diaza-18-crown-6 disimbolkan L.L terprotonasi membentuk LH2. Dengan nilai Kh untuk spesies L (DACDA) pada penambahan KNO3 0,0005 M, 0,001 M, dan 0,005 M berturut-turut adalah 10-1,61, 10-1,58, 10-1,58 Konstanta hidrolisis (Kh) N,N’-dikarboksimetil-diaza-18-crown-6 dapat berbeda meskipun kecil pada penambahan konsentrasi elektolit pendukung KNO3 yang berbeda konsentrasinya. Ini dapat dijelaskan karena K+ dari KNO3 yang besar akan menjadi kation kompetitor H+ yang signifikan dalam larutan. Dengan demikian H+ yang dapat diikat oleh L akan semakin kecil dan ini berpengaruh terhadap nilai konstanta hidrolisis N,N’-dikarboksimetildiaza-18-crown-6. Distribusi spesies pada N,N’-dikarboksimetil-diaza-18-crown-6 disajikan dalam Gambar 4 berikut ini. 10 1,20E+06 1,00E+06 8,00E+05 LH3 6,00E+05 LH2 4,00E+05 2,00E+05 0,00E+00 0,00E+00 2,00E+03 4,00E+03 6,00E+03 8,00E+03 Gambat 4. Distribusi spesies pada hidrolisis dalam KNO3 0,0005 M yang dihitung berdasrkan parameter sebelumnya. Berdasarkan grafik distribusi diatas N,N’-dikarboksimetil-diaza-18-crown-6 terprotonasi membentuk LH2 dan dengan menurunnya konsentrasi H+ akan menyebabkan N,N’dikarboksimetil-diaza-18-crown-6 menjadi terdeprotonasi. Kurva distribusi untuk konsentrasi KNO3 0,001 M dan 0,005 M yang berbeda hampir sama. Penentuan konstanta kestabilan kompleks antara La(III) dengan N,N’-dikarboksimetil-diaza-18crown-6 dilakukan melalui titrasi sistem biner yang berisi logam La(III) dengan ligan N,N’dikarboksimetil-diaza-18-crown-6 menghasilkan reaksi pembentukan LaL+. Nilai yang diperoleh dengan harga K untuk konsentrasi KNO3 0,005 M, 0,001 M, dan 0,005 M berturutturut adalah 101,02 , 101,12, dan 101,32. Reaksi yang terjadi pada kompleksasi antara logam La(III) dan ligan N,N’-dikarboksimetil-diaza-18-crown-6 adalah sebagai berikut : LaL+ + 2H+ La3+ + H2L Besarnya tetapan keseimbangan K dirumuskan dengan persamaan berikut: LaL H K= La H L 2 3 2 Pada pembentukan kompleks LaL+, muatan positifnya terdapat kecenderungan tidak disukainya pembentukan kompleks ini, sedangkan semakin tinggi konsentrasi K+ semakin tinggi penolakan kompleks karena K+ mungkin berkompetisi dengan H+ yang dilepas atau diikat dalam proses pengompleksan sehingga menyebabkan harga K cenderung menurun dengan naiknya konsentrasi KNO3. 11 Distribusi spesies kompleks yang dibentuk oleh logam La(III) dengan ligan N,N’dikarboksimetil-diaza-18-crown-6 untuk konsentrasi 0,0005 M disajikan dalam Gambar 5 berikut: 1,20E+06 % spesies dacda 1,00E+06 8,00E+05 L 6,00E+05 LH2 4,00E+05 2,00E+05 0,00E+00 0,00E+00 2,00E+03 4,00E+03 6,00E+03 8,00E+03 pH Gambar 5. Distribusi spesies pada logam La(III) dan N,N’-dikarboksimetil-diaza-18-crown-6 dalam KNO3 0,0005 M Kestabilan kompleks dapat menentukan kelarutan senyawa kompleks yang terbentuk dalam air. Reaksi kompleks antara La(III) dengan N,N’-dikarboksimetil-diaza-18-crown-6 dapat dituliskan sebagai berikut: LaL+ + 2H+ La3+ + H2L Sedangkan pembentukan kompleksnya adalah: O La N HOC-CH2-N O O O O O O N N-CH2-COH O La3+ + O O O C C O O + 2 H+ Gambar 6. Pembentukan kompleks antara La(III) dengan N,N’- dikarboksimetil- diaza-18crown-6. 12 Pembentukan kompleks antara lantanum dengan N,N’-dikarboksimetil-diaza-18-crown-6 stabil karena terbentuk kompleks dengan struktur heksagonal bipramidal dengan 8 donor pasangan elektron, yang terdiri dari 6 pasang elektron dari atom O dan N dari bagian siklisnya dan 2 pasang elektron dari atom O dari 2 anting yang mengandung atom O. Dalam ilmu kimia koordinasi, lantanum menyukai atom donor oksigen dibanding nitrogen dengan angka koordinasi 8 atau 9. Ikatan kompleks-kompleks lanthanida adalah elektrostatik dengan modifikasi kovalen yang mungkin kecil karena pengaruh dari kulit f orbital bagian dalam.( Allen Chang and Michael E. Rowland, 1983). Senyawa makrosiklis seperti N,N’-dikarboksimetil-diaza-18-crown-6, 2 atom donor oksigen karboksilat dapat terpisah jauh menjadi kompleks MHL+ yang kurang stabil karena disosiasi atom donor ligan. Hubungan antara laju dan [H+] diteliti dengan struktur larutan kompleks itu. Jika struktur larutan kompleks seperti itu maka intermediet MHL+ yang stabil dapat terbentuk. ( Allen Chang, 1996). Hasil pengukuran potensial elektroda bermembran bagi ion La3+ relatif terhadap elektroda kalomel jenuh diperlihatkan dalam Tabel 2. Tabel 2. Ecell ISE La dengan ionofor MBTH and DACDA C La3+ standar (M) Ecell (mV) dengan ionofor MBTH Ecell (mV) dengan ionofor DACDA 10-1 106.1 224.5 10-2 108.7 204.2 10-3 92.6 184.7 -4 72.8 164.5 10-5 51.7 146.7 10-6 32.1 136.3 10-7 27.4 130.6 10-8 26.2 128.8 10 Berdasarkan data pada tabel di atas jika dibuant grafik hubungan antara potensial E dan log konsentrasi diperoleh grafik sebagai berikut: 13 Figure 7: Potensial respon electroda dua ionofor. Batas deteksi dan rentang pengukuran ditentukan dari grafik hubungan antara potensial dan konsentrasi ion La3+. Berdasarkan grafik pada Gambar IV.11, maka dapat ditentukan besarnya batas deteksi melalui perpotongan garis lurus yang miring dan yang mendatar. Dari perhitungan pada lampiran G, didapatkan besarnya nilai batas deteksi pengukuran 3,85x10 -6 M. Nilai ini relatif baik, atau jika dinyatakan dalam ppm batas deteksi = 0,5 ppm. Nilai ini cukup kecil untuk pengukuran lantanum dibandingkan dengan teknik AAS dan spektroskopi UV-VIS. Sementara itu, rentang kerja pengukuran adalah 10 -5 M sampai 10-1 M. Dengan rentang pengukuran yang lebar ini dapat dimungkinkan untuk mengukur lantanum pada berbagai konsentrasi. Kemampuan elektroda merespon analit sangat ditentukan oleh bahan aktif membran. Semakin sensitif bahan aktif terhadap analit maka elektroda akan merespon lebih cepat. Untuk mempelajari kemampuan ESI-La untuk merespon ion La3+, maka dilakukan pengukuran waktu respon elektroda menggunakan sejumlah elektroda dan berbagai konsentrasi larutan La3+. Data waktu respon dapat dilihat pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Waktu respon elektroda ESI-La [La3+](M) Waktu respon berbagai elektroda (detik) Rerata E-1 E-2 E-3 E-4 E-5 10-5 23 32 28 22 32 27,4 ± 4,9 -4 28 20 20 23 33 24,8 ± 5,8 10-3 35 23 21 28 39 29,2 ± 7,9 28,7 25,0 23,0 24,3 34,7 27,1 ± 4,8 10 Rerata 14 Dari data tersebut waktu respon elektroda rata-rata pada berbagai konsentrasi sekitar (27,1 ± 4,8) detik. Waktu ini relatif memadai untuk ESI-membran yang umumnya mempunyai waktu respon sekitar 30 detik (Evan A, 1987). Waktu respon elektroda cukup stabil dalam waktu yang cukup lama untuk larutan konsentrasi rendah hingga tinggi. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengukuran ESI-La terhadap berbagai konsentrasi La3+ pada waktu tertentu yang ditampilkan pada Gambar 8. 200 180 160 ) 140 V 120 (m 100 E 80 60 40 20 0 10-7 M 10-6 M 10-5 M 10-4 M 10-3 M 10-2 M W aktu Resp on (d etik) Gambar 8: Perubahan potensial elektroda setiap waktu Usia pemakaian elektroda Usia pemakaian elektroda diuji dengan mengukur potensial sejumlah larutan standar, hingga diperoleh kemiringan kurva yang mengikuti hukum Nernst. Kemiringan kurva yang tidak lagi mengikuti hukum Nernst menunjukkan bahwa elektroda sudah mengalami perubahan kemampuan untuk merespon analit. Untuk melihat kemampuan elektroda maka dilakukan pemakaian elektroda pada umur 1, 3, 5, 7, 14, sampai 105 hari (15 minggu). Pada masing-masing pengukuran kemudian dihitung kemiringan kurva, yang dinyatakan dalam grafik hubungan antara besarnya kemiringan kurva elektroda sebagai fungsi waktu. Grafik 25 tersebut menunjukkan bahwa kemiringan kurva relatif konstan (sekitar 19 a 20 rv ) u e15 k d n a a k g e d10 n ir /V i mm (5 e K 0 mV/dekade) hingga waktu pengukuran selama 50 hari, setelah itu kemiringan kurva mulai menurun dan pada umur elektroda 3 bulan, kemiringan kurva sudah relatif kecil. Dengan 0 20 40 60 80 Waktu (hari) 100 120 kemiringan kurva yang kecil, maka elektroda sudah mengalami kemampuan yang rendah. Gambar 9: Perubahan kemiringan kurva 15 D. Kesimpulan Dari data hasil titrasi, kemudian dimasukkan pada data perhitungan dengan menggunakan program GRFIT, maka akan diperoleh nilai tetapan kompleks antara lidan DACDA dan ion logam lantanum. Ternyata besarnya nilai tetapan log Kf adalah sebesar 12 atau nilai Kf sebesar 1.1012 untuk ligan 1,10-diaza-4,7,13,16-tetraoksasiklo-oktadekana-N,N’-diasetat (DACDA) dan sebesar 100,62 untuk ligan 3-methyl-2-benzothiazolinone-hydrazone hydrochloride (MBTH). Nilai ini adalah nilai yang sangat besar, maka berarti ikatan kompleksasi antara ligan DACDA, MBTH dan ion lantanum sangat kuat sehingga akan sangat baik jika dipakai sebagai bahan aktif membran dalam kerangka model sensor untuk menangkap ion lantanum. Telah berhasil dibuat elektroda lantanum dengan sistem membran tabung dengan larutan pembanding dalam. Elektroda membran dibuat dari membran yang mengandung bahan aktif (ionofor) senyawa lariat diaza 18 crown 6, 1, 10-diaza-4,7,13,16-tetraoksaasiklo-oktadekanN,N’-diasetat (DACDA) dan MBTH. Elektroda mampu merespon ion lantanum melalui pengukuran sistem potensiometri dengan pengukuran potensial membran. Potensial membran diukur dengan pH/Ionmeter dengan elektroda pembanding luar kalomel jenuh dan elektroda pembanding dalam perak/perak klorida. Dari hasil pengukuran potensial ion lantanum dari konsentrasi 10-8 M sampai 10-1 M didapatkan nilai faktor nernst sebesar 19,5 mV/dekade. Nilai ini menunjukkan bahwa elektroda dapat merespon lantanum secara Nerstian melalui reaksi keseimbangan asosiasi lantanum-DACDA-tetrakis kloro fenil borat. Elektroda mampu merespon dalam waktu (27,1 ± 4,8) detik dan aktif bekerja selama 3 bulan. Batas deteksi elektroda untuk pengukuran pengukuran ion lantanum dengan konsentrasi 3,85x10-6 M. E. Ucapan Terima Kasih Penelitian ini dapat berlangsung dan hingga terselesaikannya naskah jurnal ini banyak peran serta dari orang dan instansi yang terkait. Oleh sebab itu pada kesempatan ini kami sangat berterima kasih kepada Kementrian Pendidikan Nasional yang telah memberikan dana penelitian hibah Fundamental selama 2 tahun. Universitas Negeri Yogyakarta, dalam hal ini LPPM, Fakultas dan Jurusan Pendidikan Kimia yang telah mmberikan fasilitas untuk penelitian ini. Batan dan BTKL Yogyakarta atas kerjasamanya dalam penyediaan sampel dan analisis kimia. Dr. Jaslin Ikhsan, Prof. Dr. Sri Atun dan teman-teman lain yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu, terutama para mahasiswa yang ikut membantu dalam penelitian ini. 16 Daftar Pustaka Anonim, (1988), Analytical methode for Atomic Absorption Spectrophotometer, AA100, Perkin Elmer, New York. Bakker, E., Pretsch, E, dan Buhlmann, P., (2000), Selectivity of potentiometric ion sensors, Analytical Chemistry, 72, 1127-1133. Chang C.A. dan Michael E.R., (1983), Metal complex formation with 1,10-Diaza-4,7,13,16tetraoxacyclooctadecane-N,N’-diacetic acid. An approach to potential lanthanide ion selective reagent, Analytical Chemistry, 22, 3866-3869. Choudhury D.A, Ogata T. dan Kamato S., (1996), Samarium (III) selective electrodes using neutral bis (thiaalkylxanthato)alkanes, Analytical Chemistry, 68, 366-378. Gadzekpo V.P.Y., dan Christian G.D., (1984), Determination of coefficients of ion selective electrodes by a matched potential method, Analytica Chimica Acta, 164, 279-282. Ganjali M.R., Rezapour M., Pourjavid M.R., dan Haghgoo S., (2004), ppt levels detection of samarium (III) with a coated graphite sensor based on an antibiotic, Analytical Sciences, 20, 1007-1011. Houk, R.S., Fassel, F.A., Flesch, G.D., dan Svec H.J., (1980), Inductively coupled argon plasma as an ion source for mas spectrometric determination of trace element, Analytical Chemistry, 52, 2283-2289. I Made Sukarna, (1995), Studi Selektifitas Pemisahan Lantanum dari Logam Tanah Jarang Serium, Neodinium, Samarium dan Galium dalam Sistem Ekstraksi Pelarut Cair-Cair, Tesis Program Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung. Keller C., (1972). Lanthanide and Actinide Mixed Oxide System with Alkali and Earth Alkali Metals, University Park Press, Baltimore. Ludwig,C. (1992). GRIFT-A Computer Program For Solving Speciation Problems:Evaluation Of Eqilibrium Constans, Consentration & Other Physical: Parameters. Switzerland, University Of Berne. Sherry, A.D., (1996), Characterization of lanthanide (III) DOTP complexes: thermodinamic, protonation and coordination to alkali metal ions, Inorganic Chemistry, 35, 4604-4612. Shamsipur, M., Yousefi, M., dan Ganjali, M.R., (2000), PVC-based 1,5-trithiane sensor for cerium (III) ions, Analytical-Chemistry, 72, 2391-2394. Shibata, N., Fudagawa, N., dan Kubota, M., (1991), Electrothermal vaporization using a tungsten furnace for the determination of rare earth elements by inductively-coupled plasma mass spectrometry, Analytical Chemistry, 63, 636-640. Tang, J., dan Wai, C.M., (1986), Solvent extraction of lanthanides with a crown ether carboxylic acid, Analytical Chemistry, 58, 3233-3235. 17