BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Malaria Menurut White dan Breman (2008) dalam buku Harrison’s Principles of Internal Medicine edisi 17 Bab Malaria, malaria adalah sebuah penyakit yang disebabkan oleh parasit yang siklus hidupnya sebagian hidup di manusia dan sebagian lagi nyamuk. Malaria merupakan penyebab kematian utama dan mengancam setidaknya sepertiga dari populasi dunia. Penyakit ini banyak terdapat di daerah tropis, yaitu, Asia Tenggara, Afrika, dan Amerika Tengah dan Selatan. Pada setiap tahunnya, 350-550 juta kasus malaria terjadi di seluruh dunia. Satu juta di antaranya, yang sebagian besar anak-anak, mati tiap tahunnnya. World Health Organization (2010) juga menyatakan bahwa malaria merupakan masalah kesehatan serius yang sering terjadi di belahan dunia. Dalam buku Harrison’s Principles of Internal Medicine edisi 17 Bab Malaria, White dan Breman (2008) menyebutkan bahwa malaria disebabkan oleh parasit bersel satu dari genus Plasmodium. Terdapat lebih dari 100 spesies Plasmodium yang menyebabkan malaria pada berbagai mamalia dan burung. Terdapat empat spesies Plasmodium yang menyebabkan malaria pada manusia. Setiap spesies memiliki penampakan yang khas dalam mikroskop, dan setiap spesies menyebabkan pola gejala yang berbeda. Dua spesies atau lebih dapat menyerang seorang individu dalam waktu yang bersamaan. 7 8 2.1.1 Klasifikasi Malaria Menurut White dan Breman (2008), malaria dapat diklasikasikan menjadi: Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale. Masing-masing penyebarannya dapat dijelaskan seperti berikut. Plasmodium falciparum merupakan malaria yang paling mematikan, terutama di Afrika. Infeksi ini berkembang secara tiba-tiba dan menyebabkan beberapa komplikasi yang mematikan. Namun pengobatan yang efektif, penyakit ini hampir selalu dapat diobati. Plasmodium vivax merupakan spesies yang secara geografis tersebar paling luas, juga merupakan spesies yang memberikan gejala paling ringan. Namun, penyakit ini dapat kambuh setiap tiga tahun sekali. Spesies ini merupakan spesies yang terdapat cukup banyak di daerah beriklim sedang, khususnya di Asia. Plasmodium malariae merupakan spesies yang dapat tinggal di dalam darah sangat lama, kemungkinan sampai puluhan tahun, tanpa menimbulkan gejala. Namun, seseorang dengan malaria yang tidak menunjukkan gejala ini bisa menularkan orang lain, dari donor darah ataupun dari gigitan nyamuk lainnya. Plasmodium malariae sudah dimusnahkan diseluruh dunia namun tetap ada di Afrika. Plasmodium ovale merupakan spesies yang jarang. Jenis ini dapat menimbulkan kekambuhan, dan banyak terjadi di Afrika barat. 9 2.1.2 Siklus Hidup Parasit Malaria Menurut White dan Breman (2008), parasit malaria pada manusia memiliki siklus hidup rumit yang membutuhkan inang manusia dan inang serangga. Pada nyamuk anopheles, plasmodium melakukan reproduksi seksual. Pada manusia, parasit ini melakukan reproduksi aseksual, mulai di sel hati (hepatosit), kemudian secara berulang-ulang pada sel darah merah (eritrosit). Ketika nyamuk anopheles betina yang terjangkit menghisap darah manusia, pada waktu yang bersamaan nyamuk ini memasukkan air liurnya yang bertujuan untuk menjaga agar pembuluh kapiler yang dihisap tidak membentuk faktor pembekuan darah yang menyebabkan aliran darah berhanti. Ketika memasukkan air liur ini, parasit pada bentuk sporozoit masuk ke dalam aliran darah. Kemudian sporozoit ini menjangkit hepatosit. Selama satu sampai dua minggu (tergantung dari spesies plasmodium), tiap sporozoit membentuk skizon, sebuah struktur yang mengandung ribuan merozoit. Ketika skizon ini matang, hepatosit akan ruptur dan melepaskan merozoit ke aliran darah. Pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale, sporozoit berkembang menjadi hipnozoit, sebuah bentuk dari plasmodium yang berada dalam fase dorman selama beberapa bulan sampai beberapa tahun. Ketika hipnozoit ini aktif kembali, mereka akan berkembang menjadi skizon yang kemudian akan menyebabkan kekambuhan gejala pada orang yang terjangkit. Berikutnya merozoit yang terlepas ke aliran darah akan menyerbu eritrosit, kemudian mereka akan tumbuh dan mengkonsumsi hemoglobin. Di 10 dalam eritrosit, sebagian besar merozoit akan berkembang ke fase aseksual lain, yaitu membentuk skizon yang terisi merozoit. Ketika skizon matang, sel tersebut akan ruptur dan merozoit akan terlepas dan menyerbu eritrosit, infeksi ini akan terus berlangsung sampai dihentikan oleh obat atau sistem imun tubuh. Selanjutnya plasmodium akan melengkapi siklus hidupnya saat sebagian dari merozoit pada eritrosit tidak berkembang menjadi skizon, namun berkembang menjadi bentuk seksual jantan dan betina yang dikenal sebagai gametosit. Gametosit ini akan bersirkulasi di dalam darah, menunggu nyamuk anopheles menghisap darah. Ketika nyamuk betina menghisap gametosit dari darah orang yang terifeksi, gametosit akan membentuk gamet jantan dan gamet betina. Proses fertilisasi ini akan membentuk sebuah oosit yang terisi dengan sporozoit. Kemudian oosit tersebut matang dan ruptur, ribuan sporozoit infeksius ini akan migrasi ke kelenjar liur nyamuk. Siklus ini akan berulang ketika nyamuk ini meghisap darah dari manusia berikutnya. 11 Gambar 2.1: Siklus Hidup Parasit Malaria Sumber: http://www.dpd.cdc.gov/dpdx/HTML/Malaria.htm 2.1.3 Gejala Malaria Menurut White dan Breman (2008), malaria secara khas menimbulkan serangan yang hilang timbul, atau paroksismal, setiap serangan terdiri dari tiga tahap, yaitu, menggigil, diikuti dengan demam, kemudian berkeringat. Pada tahap menggigil, pasien tersebut akan mengalami sakit kepala, malaise, fatique, nyeri otot, dan terkadang mual, muntah dan diare. Dalam satu sampai dua jam, suhu tubuh akan meningkat, kulit akan terasa panas dan kering. Kemudian, seiring dengan menurunnya suhu tubuh, pasien akan mulai berkeringat sangat banyak, dan merasa lelah dan lemas. 12 Gejala di atas pertama kali timbul 10 sampai 16 hari dari saat nyamuk yang terinfeksi menghisap darah. Kemudian, saat banyak eritrosit yang terserang ruptur secara bersamaan, muncullah semua gejala seperti tersebut di atas. Siklus ini berbeda pada setiap spesies plasmodium, sehingga durasi perjalanan penyakit berbeda pada setiap spesies. Serangan gejala muncul setiap dua hari pada malaria Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale, dan setiap tiga hari pada malaria Plasmodium malariae. Pasien dengan malaria Plasmodium vivax akan merasa sehat di antara serangan malaria, sedangkan pada malaria Plasmodium falciparum, pasien akan terus merasa sakit karena Plasmodium falciparum dapat menyerang eritrosit pada fase perkembangan apa saja, sehingga jumlah eritrosit yang terinfeksi menjadi jauh lebih banyak dibandingkan dengan malaria jenis lainnya. Hal ini yang menyebabkan malaria Plasmodium falciparum menjadi malaria yang paling fatal. Malaria Plasmodium vivax bisa jauh lebih ringan gejalanya karena parasit ini hanya menyerang eritrosit muda yang jumlahnya tidak terlalu banyak di aliran darah, sehingga jumlah parasit di aliran darah tidak sebanyak pada malaria Plasmodium falciparum. 2.1.4 Diagnosis Malaria Menurut White dan Breman (2008), cara membedakan jenis malaria dapat dilakukan pada pemeriksaan sediaan hapusan darah tipis dan tebal. Pada sediaan darah tipis, dapat ditemukan parasitnya tersebar dan lebih sulit untuk mencarinya. Eritrositnya tidak mengalami hemolisis (proses pemecahan sel darah merah), sehingga lebih mudah untuk mengenali stadium 13 dan spesies parasitnya. Penjelasan perubahan eritrosit menurut buku Harrison’s Principles of Internal Medicine edisi 17 adalah sebagai berikut: 1. Eritrosit yang diserang membesar - Bentuk eritrosit yang diserang bulat, tepinya rata dan dapat ditemukan semua stadia dari parasitnya. (Malaria Tertiana yang disebabkan oleh Plasmodium vivax). - Bentuk eritrosit yang diserang oval, tepinya bergerigi (fimbrated) dan terdapat semua stadium parasitnya. (Malaria Tertiana yang disebabkan oleh Plasmodium ovale). 2. Eritrosit yang diserang tidak membesar - Umumnya hanya terdapat stadium trofozoit muda atau gametosit yang berbentuk seperti pisang. (Malaria Tropika yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum). - Terdapat semua stadium parasitnya. (Malaria Quartana yang disebabkan oleh Plasmodium malariae ). Pada sediaan darah tebal, ditemukan parasitnya berkumpul dan lebih mudah untuk mencarinya. Pada sediaan ini juga ditemukan eritrosit yang mengalami hemolisis, sehingga lebih sulit untuk mengenali stadium dan spesies parasitnya sehingga diagnosis yang dapat kita buat yaitu diagnosis penyakit atau diagnosis spesies parasit malaria. Pasien dengan malaria memberikan gambaran sediaan darah tergantung dari stadium yang sedang dialaminya. 14 1. Gambaran satu stadium - Umumnya hanya terdapat stadium trofozoit muda (dan atau dengan gametosit ). Karena banyaknya stadium trofozoit muda yang terdapat dalam sediaan maka tampak gambaran seperti bintang-bintang di langit dengan gametositnya yang berbentuk pisang atau bulan sabit. (Malaria Tropika yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum). 2. Gambaran macam-macam stadia - Adanya bentuk amuboid (trofozoit lanjut) dengan zona merah yang spesifik. Bentuk dan besar stadium yang lebih lanjut sebanding dengan besarnya inti leukosit. (Malaria Tertiana yang disebabkan oleh Plasmodium vivax). - Adanya bentuk skizont yang khas (seperti bunga seruni) yang besarnya sepertiga sampai setengah dari inti leukosit dan pigmennya kasar. (Malaria Quartana yang disebabkan oleh Plasmodium malariae). - Malaria Tertiana yang disebabkan oleh Plasmodium ovale masih sulit dibedakan karena hasil sediaanya mirip dengan Plasmodium vivax dan malariae. Cara membedakan jenis malaria dari gambar sediaan darah tebal menurut White dan Breman (2008) dalam buku Harrison’s Principles of Internal Medicine edisi 17 adalah sebagai berikut. 15 1. Plasmodium falciparum Gambar 2.2: Sampel Sediaan Darah Tebal Plasmodium Falciparum - Sel darah merah sudah mengalami hemolisis. - Trofozoit muda tampak sangat banyak, dengan bentuk-bentuk seperti tanda koma, tanda seru, burung terbang sehingga memberikan gambaran seperti bintang-bintang dilangit (sterren hemel). - Gametosit tampak berbentuk seperti pisang, dengan inti dan pigmen yang tersebar. 2. Plasmodium vivax - Sel darah merah yang sudah mengalami hemolisis. - Adanya zona merah, yaitu sisa-sisa titik schuffner. - Ditemukannya stadium trofozoit muda berbentuk cincin, stadium trofozoit lanjut amuboid, dan stadium schizont. 16 3. Plasmodium malariae - Sel darah merah sudah mengalami hemolisis. - Tampak stadium trofozoit, gametosit, schizont dengan inti tersusun seperti bunga. - Parasit tampak kecil jika dibandingkan dengan inti leukosit yang lain, dengan pigmen yang kasar berwarna coklat tengguli. Selanjutnya, cara membedakan jenis malaria dari gambar sediaan darah tipis menurut White dan Breman (2008) adalah sebagai berikut. 1. Plasmodium falciparum a. Trofozoit muda Gambar 2.3: Sampel 1 Sediaan Darah Tipis Plasmodium Falciparum - Sel darah merah tidak membesar. - Berbentuk cincin. 17 - Sering ada infeksi yang multiple dan biasanya parasit berada di pinggir sel darah merah. - Kadang tampak titik Maurer tergantung dari pewarnaannya. b. Schizont - Sitoplasma mengisi 2/3 sel darah merah. - Schizont muda mempunyai inti 8 buah, sedangkan schizont tua mempunyai inti 12 buah. - Pigmen sudah menggumpal ditengah pada schizont muda. c. Mikrogametosit - Berbentuk seperti pisang gemuk. - Intinya difus. - Pigmen mengelilingi inti tersebar agak jauh. 18 d. Makrogametosit Gambar 2.4: Sampel 2 Sediaan Darah Tipis Plasmodium Falciparum - Berbentuk seperti pisang yang agak langsing. - Intinya padat ditengah. - Pigmen mengelilingi inti. 2. Plasmodium vivax a. Trofozoit muda 19 Gambar 2.5: Sampel 1 Sediaan Darah Tipis Plasmodium Vivax - Sel darah merah mulai membesar. - Parasit berbentuk cincin. Intinya merah dan sitoplasmanya biru. - Mulai terdapat titik schuffner. b. Trofozoit tua - Sitoplasma hampir memenuhi seluruh sel darah merah. - Pigmen bertendensi untuk berkumpul di tengah. - Berbeda dengan gametosit, pada trofozoit tua masih terdapat vakuol (rongga udara). c. Trofozoit lanjut Gambar 2.6: Sampel 2 Sediaan Darah Tipis Plasmodium Vivax - Sel darah merah membesar dan sitoplasma terlihat amuboid. 20 - Titik schuffner semakin jelas terlihat. - Pigmen mulai muncul dan tersebar. d. Schizont muda - Inti sudah membelah lebih dari 1 buah, tetapi masih dibawah 12 buah. - Titik schuffner tersebar. e. Schizont tua - Inti antara 12 sampai 24 buah. - Pigmen bertendensi untuk berkumpul di tengah. f. Mikrogametosit - Sitoplasma hampir memenuhi seluruh sel darah merah. - Inti difus di tengah. - Pigmen tersebar. g. Makrogametosit 21 Gambar 2.7: Sampel 3 Sediaan Darah Tipis Plasmodium Vivax - Sitoplasma bulat hampir memenuhi seluruh sel darah merah. - Sitoplasma padat dan tidak ada vakuol. - Inti padat dan jelas, biasanya berada di tepi. - Pigmen tersebar di perifer. 3. Plasmodium malariae a. Trofozoit muda - Sel darah merah tidak membesar. - Berbentuk cincin. - Sangat jarang terlihat titik Ziemann. b. Trofozoit tua - Sitoplasma hampir memenuhi seluruh sel darah merah. - Sitoplasma berbentuk pita, terlihat melebar dan inti membesar. - Pigmen kasar dan tersebar. 22 c. Trofozoit lanjut Gambar 2.8: Sampel 1 Sediaan Darah Tipis Plasmodium Malariae - Sel darah merah tidak membesar. - Tidak selalu amuboid. - Ciri khas yang terlihat adalah sitoplasma yang berbentuk pita halus, dengan inti memanjang. - Pigmen kasar, berwarna coklat di sekitar sitoplasma. d. Schizont muda - Inti dibawah 8 buah. - Pigmen kasar dan tersebar. 23 e. Schizont tua Gambar 2.9: Sampel 2 Sediaan Darah Tipis Plasmodium Malariae - Inti antara 8 sampai 12, tersusun seperti bunga. - Pigmen berkumpul di tengah. f. Mikrogametosit - Sel darah merah tidak membesar. - Sitoplasma bulat dan padat. - Intinya padat dengan batas yang jelas dan biasanya terletak di tepi sel. - Pigmen kasar dan tersebar. g. Makrogametosit - Sel darah merah tidak membesar. 24 - Sitoplasma bulat dan padat. - Inti difus, biasanya berada di tengah sel. - Pigmen kasar dan tersebar. 4. Plasmodium ovale - Sel darah merah membesar, tapi tidak sebesar bila terserang Plasmodium vivax. - Sel darah merah berbentuk lonjong atau oval. - Pada satu atau kedua ujung dari sel darah merah berbatas tak beraturan (fimbriated). - Terdapat titik James. 2.2 Kecerdasan Buatan 2.2.1 Definisi Kecerdasan Buatan Menurut Kusumadewi (2003), kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) adalah ilmu yang mempelajari cara membuat komputer melakukan sesuatu seperti yang dilakukan manusia. Definisi kecerdasan buatan lainnya juga diungkapkan oleh Rich dan Knight (1991), kecerdasan buatan merupakan studi tentang bagaimana membuat komputer melakukan hal-hal yang pada saat ini dapat dilakukan lebih baik oleh manusia. Selain itu menurut Turban dan Frenzel (1992), kecerdasan buatan merupakan bagian dari ilmu komputer yang digunakan untuk menciptakan perangkat lunak dan 25 perangkat keras dengan tujuan untuk menghasilkan sesuatu seperti yang dihasilkan oleh manusia. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan ada tiga tujuan kecerdasan buatan, yaitu: membuat komputer lebih cerdas, mengerti tentang kecerdasan, dan membuat mesin yang lebih bermanfaat seperti manusia. Yang dimaksud kecerdasan adalah kemampuan untuk belajar dan mengerti dari pengalaman, memahami pesan yang kontradiktif dan ambigu, menanggapi dengan cepat dan baik atas situasi yang baru terjadi, menggunakan penalaran dalam memecahkan masalah serta menyelesaikannya dengan efektif. Kecerdasan tersebut dibuat dan dimasukkan ke dalam suatu sistem (komputer) agar dapat melakukan pekerjaan seperti yang dapat dilakukan manusia. 2.2.2 Lingkup Kecerdasan Buatan Menurut Kusumadewi (2003), adapun lingkup utama dalam kecerdasan buatan adalah: 1. Sistem Pakar (Expert System) Komputer digunakan sebagai sarana untuk menyimpan pengetahuan para pakar. Dengan demikian komputer akan memiliki keahlian untuk menyelesaikan permasalahan dengan meniru keahlian yang dimiliki oleh pakar. 2. Pengolahan Bahasa Alami (Natural Language Processing) 26 Dengan adanya pengolahan bahasa alami diharapkan user dapat berkomunikasi dengan komputer menggunakan bahasa sehari-hari. 3. Pengenalan Ucapan (Speech Recognition) Melalui pengenalan pengucapan diharapkan manusia dapat berkomunikasi dengan komputer menggunakan suara. 4. Robotika dan Sistem Sensor (Robotics and Sensory System) Dengan robotika dan sistem sensor, komputer menjadi suatu sistem yang dapat meniru pergerakan manusia. 5. Computer Vision Computer Vision mencoba untuk dapat menginterpretasikan gambar atau objek-objek tampak melalui komputer. 6. Intelligent Computer-aided Instruction Komputer dapat digunakan sebagai tutor yang dapat melatih dan mengajar. 7. Game Playing Komputer dapat bermain dengan manusia dalam sebuah game. 2.3 Computer Vision 2.3.1 Definisi Computer Vision 27 Menurut Andian Low (1991), computer vision berhubungan dengan penangkapan gambar, pemrosesan, klasifikasi, pengenalan, dan menjadi penggabungan pengurutan pembuatan keputusan menuju pengenalan. Dan menurut Saphiro dan Stockman (2001), computer vision merupakan suatu bidang yang bertujuan untuk membuat keputusan yang berguna mengenai objek fisik nyata dan keadaan berdasarkan atas sebuah citra. Computer vision merupakan kombinasi antara pengolahan citra dan pengenalan pola, yang bertujuan agar komputer dapat mengenali objek yang diamati. Hasil keluaran dari proses computer vision adalah pengertian tentang citra. Menurut Bradski dan Kaehler (2008), computer vision dapat diartikan sebagai transformasi data dari gambar ataupun video yang ditangkap oleh camera menjadi sebuah representasi baru, dimana representasi tersebut dapat dibuat menjadi sebuah keputusan-keputusan. Semua transformasi yang dilakukan dalam computer vision bertujuan untuk mencapai sebuah goal, yaitu membuat keputusan yang berguna tentang suatu objek berdasarkan image yang didapat atau ditangkap oleh hardware. Meskipun komputer dalam melihat sebuah citra hanya sebagai angka-angka, namun dengan computer vision kita dapat membangun mesin cerdas yang dapat menginterpretasikan citra yang dilihat dengan strategi yang berbeda tergantung kondisinya. 2.3.2 Computer Vision Hierarchy Menurut Kulkarni (2001), beberapa tahap dalam computer vision yaitu mencakup akuisisi citra (image acquisition), preprocessing, ekstraksi 28 fitur (feature extraction), associative storage, mengakses basis pengetahuan dan recognition. Tahap-tahap tersebut ditunjukkan sebagai bagan pada gambar 2.10. Gambar 2.10: Bagan Sistem Computer Vision Menurut Kulkarni (2001), tahap-tahap tersebut dapat digolongkan dalam level hirarki sebagai berikut. 1. Low-level vision: image enhancement dan menghilangkan noise. 2. Intermediate-level vision: low-level vision yang disertai dengan edge detection, texture detection, dan feature extraction. 3. High-level vision: low-level vision, intermediate-level vision, yang kemudian dilanjutkan dengan tahap associative storage, knowledge base, dan recognition. Tahap-tahap tersebut dapat digambarkan sebagai berikut menurut William, Mulya, dan Maharani (2009). 29 Gambar 2.11: Computer Vision Hierarchy 2.3.3 Lingkup Computer Vision Menurut Bradski dan Kaehler (2008), masalah yang paling sering dihadapi dalam computer vision adalah banyaknya noise sehingga mengganggu pengolahan citra, feature extraction, dan lain-lainnya. Tugastugas seperti mengidentifikasi tanda tangan, mengenal objek yang diterima dari citra yang dihasilkan oleh satelit, mengidentifikasi wajah, dan membangun citra tiga dimensi dari potongan citra dua dimensi membutuhkan citra dengan kualitas yang bagus (sedikit noise) agar pemrosesan dapat menghasilkan keputusan yang baik. Menurut Szeliski (2011), lingkup computer vision mencakup beberapa contoh aplikasi sebagai berikut. 30 1. Optical Character Recognition (OCR), membaca tulisan tangan dan rekognasi plat nomor secara otomatis. 2. Machine inspection dalam industri penerbangan untuk mengecek performa bagian-bagian pesawat. 3. Navigasi seperti auto-pilot dimana kendaraan dapat berjalan sendiri ke tujuan tertentu. 4. Surveillance (monitoring), untuk memonitor jika ada penyusup atau memonitor kondisi lalu lintas 5. Fingerprint recognition, pengenalan sidik untuk akses otomatis. 6. Object modeling, misalnya analisis citra medis atau model topografi. 2.3.4 Digital Image Menurut Saphiro dan Stockman (2001), digital image (citra dijital) digunakan agar berbagai macam hardware maupun software dapat membaca dan menggunakan gambar dalam bentuk data. Dalam kehidupan sehari-hari terdapat berbagai macam format data gambar. Meskipun begitu, data gambar tersebut terdiri dari informasi yang khusus. Citra dijital memiliki informasi berupa gambar dan terdiri dari elemen terkecil yang disebut pixel. Setiap elemen merepresentasikan pixel pada gambar. Menurut William, Mulya, dan Maharani (2009), pixel direpresentasikan dalam bentuk matriks 2 dimensi dan memiliki nilai yang 31 merupakan variasi komponen warna. Semua warna yang ada merupakan perpaduan dari 3 warna primer yaitu: merah (red), hijau (green), dan biru (blue), yang biasa disebut dengan istilah RGB. Kombinasi dari ketiga warna primer tersebut akan menghasilkan suatu warna tertentu tergantung komposisi nilai dari ketiga warna tersebut. Selain itu William, Mulya, dan Maharani (2009) juga menyatakan bahwa, gambar pada sistem dijital dapat diwakili dengan format RGB untuk setiap titiknya. Setiap komponen R, G, dan B mempunyai variasi nilai dari 0 sampai 255. Total variasi yang dihasilkan untuk sistem warna dijital ini adalah 256 x 256 x 256 atau 16.777.216 jenis warna. Karena setiap warna diwakili dengan satu byte (8 bit), maka total bit yang digunakan untuk merepresentasikan warna RGB adalah 8 + 8 + 8 atau 24 bit. Kalkulasi pemrosesan gambar dengan sistem RGB akan memboroskan memory dan waktu. Untuk itu diperlukan reduksi warna. Dalam pemrosesan gambar seperti deteksi objek, sistem RGB ini tidaklah memberikan respon baik. Sehingga digunakanlah sistem grayscale atau gray level, dimana format gambar warna dikonversi menjadi format gambar abuabu. Sistem grayscale memerlukan satu byte (8 bit) untuk penyimpanan data, dimana mempunyai kemungkinan range warna dari 0 (hitam) sampai 255 (putih). 2.3.5 Pre-Processing Menurut Kulkarni (2001), pre-processing merupakan sebuah proses awal untuk menghilangkan bagian-bagian yang tidak diperlukan pada citra 32 input untuk proses selanjutnya. Tahap pre-processing biasanya dilakukan sebelum kita melakukan inti pemrosesan dari gambar. Tujuan dari pre-processing antara lain: - Menghilangkan noise - Memperjelas suatu fitur data - Memperbesar atau memperkecil ukuran data - Mengkonversi data asli agar diperoleh data yang sesuai kebutuhan Beberapa contoh dari pre-processing yaitu: 2.3.6 - Noise filtering - Konversi warna RGB menjadi grayscale - Thresholding Smoothing Smoothing merupakan salah satu teknik yang umum digunakan pada pengolahan gambar. Proses ini bertujuan untuk memperhalus gambar, mengurangi resolusi gambar, serta mengurangi noise (Bradski & Kaehler, 2008). Pada prosesnya smoothing menggunakan teknik konvolusi yang menggunakan kernel dengan berbagai ukuran. Pada pengerjaannya terdapat beberapa cara untuk melakukan smoothing, seperti mean filter, median filter, gaussian filter, dan bilateral filter. Dimana pada proses paling sederhananya 33 hasil dari smoothing pada suatu pixel adalah hasil dari rata-rata pixel tersebut dengan pixel di sekitarnya. 1. Median Filter Konsep dasarnya adalah dengan menemukan nilai pixel yang memiliki nilai intensitas dari suatu pixel yang berbeda dengan nilai pixel yang ada di daerah sekitarnya, dan menggantinya dengan nilai yang lebih cocok. Cara yang paling sederhana dalam mencapainya adalah dengan melakukan pencegahan atau pembatasan nilai pixel, sehingga suatu pixel tidak memiliki nilai intensitas yang diluar nilai yang ada di sekitarnya (Davies, 1990). Untuk itu kita perlu untuk mengetahui nilai intensitas pada suatu kelompok pixel. Pada pengerjaannya di suatu daerah pixel seharusnya bagian yang merupakan nilai tertinggi dan terendah, dan nilai yang sebanding pada kedua bagian akhir distribusi dihilangkan. Sehingga hasilnya meninggalkan nilai median. Dari sana didapatkan median filter, dimana didapat seluruh nilai distribusi intensitas, dan dihasilkan gambar baru yang sesuai dengan nilai-nilai median yang ada. Berbeda dengan gaussian filter yang menghaluskan keseluruhan gambar, pada median filter terlihat bahwa proses penghalusannya terjadi pada daerah tepi gambar. Sehingga meski terjadi penghalusan gambar, “melembutkan” gambar yang ada. median filter lebih kearah 34 Median filter umumnya menggunakan kernel dengan ukuran 3x3. Namun dapat pula menggunakan ukuran yang lebih besar. Selain itu, sesuai dengan perkembangannya maka bentuk yang dipakai juga dapat bermacam-macam, seperti garis (vertikal atau horizontal) atau salib, yang terpusat pada titik tengahnya. Hal ini dimaksudkan agar proses yang dihasilkan menjadi lebih cepat., terutama karena jumlah pixel yang dihitung menjadi lebih sedikit. Median filter cukup dikenal baik atas kemampuannya untuk menghilangkan salt and paper noise. Selain itu median filter akan meningkatkan kualitas gambar, sehingga memperjelas daerah tepi (edge) pada gambar (Nixon & Aguado 2002). Hal ini terjadi karena pada daerah yang terletak pada bagian tepi suatu gambar, filter akan memproses data dan umumnya akan mendapatkan nilai yang sesuai dengan yang memiliki nilai intensitas yang lebih besar. Sehingga filter secara tidak langsung menentukan terdapat pada bagian mana pixel itu berada. Hal ini tentu saja membuat daerah tepi menjadi sedikit melebar. Namun perlu diingat bahwa pixel melebarkan daerah tepi dari kedua sisi, sehingga hal ini menyebabkan dearah tepinya bisa lebih terlihat (Davies, 1990). 2.3.7 Image Segmentation Dalam computer vision, segmentasi citra (image segmentation) berarti proses membagi citra dijital menjadi banyak segmen. Menurut William, 35 Mulya, dan Maharani (2009), tujuan dari segmentasi adalah menyederhanakan dan/atau mengubah representasi dari citra menjadi sesuatu yang lebih berarti dan mudah untuk dianalisa. Segmentasi citra biasanya digunakan untuk mencari lokasi objek dan batas bidang dalam citra. Beberapa metode segmentasi adalah sebagai berikut. 1. Metode Thresholding Thresholding atau binerisasi adalah proses konversi citra abu-abu menjadi citra hitam putih. Proses ini disebut juga binerisasi citra (image binarization) dan merupakan metode sederhana untuk segmentasi citra. Proses ini dilakukan dengan menggunakan nilai ambang / nilai threshold (threshold value) sebagai pembatas kompleksitas gambar. Proses thresholding digunakan untuk mengubah nilai pixel bergantung pada besar kecilnya nilai pixel tersebut terhadap nilai threshold yang telah ditentukan. Jika nilai suatu pixel lebih besar atau sama dengan nilai threshold, maka pixel tersebut akan di-set ke nilai maksimum dalam grayscale yaitu 255 (warna putih). Sedangkan jika nilai suatu pixel kurang dari nilai threshold, maka pixel tersebut akan di-set ke nilai minimum dalam grayscale yaitu 0 (warna hitam). Proses ini membantu menghilangkan noise pada citra. Tidak ada ketentuan pasti mengenai berapa batas nilai threshold. Nilai threshold ini dapat diubah sesuai dengan kebutuhan agar proses konversi menghasilkan citra yang sesuai dengan keinginan. 36 2. Metode Berbasis Histogram Metode berbasis histogram lebih efisien dibandingkan dengan metode segmentasi citra lainnya karena biasanya hanya membutuhkan satu kali melewati pixel. Dalam teknik ini, histogram dihitung dari seluruh pixel dalam citra. Puncak serta lembah di dalam histogram digunakan untuk mencari cluster dalam citra. Pengembangan dari teknik ini adalah secara rekursif melakukan metode pencarian secara histogram di dalam citra untuk membagi mereka menjadi cluster yang lebih kecil hingga tidak ada lagi cluster yang terbuat. 3. Metode Distance Transform Distance transform juga dikenal sebagai peta jarak, adalah representasi dari citra dijital. Istilah peta yang dimaksud tergantung pada objek, apakah gambar awal berubah menjadi representasi yang lain, atau hanya diberi tambahan. Setiap pixel gambar diberi label jarak ke pixel pembatas terdekat. Jenis yang paling umum dari pixel pembatas adalah boundary pixel dalam binary image. Biasanya transformasi berpatokan pada fungsi jarak yang dipilih. Hasil dari transformasi adalah gambar grayscale yang terlihat mirip dengan gambar awal, kecuali intensitas graylevel pada titik di foreground diubah untuk menunjukkan jarak ke batas terdekat dari setiap titik. 37 4. Metode Watershed Segmentation Sebuah visualisasi citra grayscale yang dapat direpresentasikan sebagai bentuk topografi, dimana nilai abu-abu dari sebuah pixel diartikan sebagai ketinggian dalam relief. Watershed adalah suatu bentuk cekungan (titik) yang terbentuk oleh titik-titik tinggi dan Ridgelines (garis watershed) yang menurun ke titik-titik yang lebih rendah. Pendekatan yang berbeda dapat digunakan untuk menggunakan prinsip watershed untuk segmentasi citra. Pertama adalah, nilai lokal minima dari gradien gambar sebagai penanda, dalam hal ini suatu segmentasi dibuat yang kemudian akan melibatkan penggabungan wilayah. Kedua adalah, marka transformasi watershed berbasis pada posisi penanda spesifik yang telah secara eksplisit didefinisikan oleh user atau ditentukan secara otomatis dengan operator morfologi atau cara lainnya. Tiga elemen dasar dalam watershed segmentation adalah: nilai minima, nilai cekungan dan garis watershed. Tujuan dari watershed segmentation adalah untuk menemukan semua garis watershed (tingkat abu-abu tertinggi). 38 2.4 OpenCV 2.4.1 Definisi OpenCV Menurut Bradski dan Kaehler (2008), OpenCV (Open Computer Vision) adalah sebuah library open source yang dikhususkan untuk melakukan pengolahan citra yang berbasiskan C/C++ yang saat ini banyak digunakan dalam program computer vision. OpenCV bisa didapatkan dari “http://opencv.org/”. Library ini dibuat dengan bahasa C dan C++, serta dapat dijalankan dalam sistem operasi Windows, Linux, dan Mac OS X. Salah satu tujuan OpenCV adalah agar komputer mempunyai kemampuan mirip dengan cara pengolahan visual pada manusia. Keuntungan dari OpenCV adalah OpenCV menyediakan infrastruktur computer vision yang mudah digunakan sehingga dapat membantu user dalam membangun aplikasi berbasis computer vision dengan cepat. OpenCV dirancang untuk efisiensi komputasional dan dengan fokus pada aplikasi realtime. Menurut Chandra, Prajnagaja, dan Nugroho (2011), Library pada OpenCV berisi lebih 500 fungsi yang menjangkau berbagai area permasalahan computer vision seperti, image processing, kalibrasi kamera, user interface, dan robotika. OpenCV juga memiliki Machine Learning Library (MLL). Library OpenCV terdiri dari fungsi-fungsi computer vision dan API (Application Programming Interface) untuk image processing dalam Low-level vision maupun High-level vision. Menurut Chandra, Prajnagaja, dan Nugroho (2011), sejak peluncuran pertama pada Januari 1999, OpenCV telah digunakan pada banyak aplikasi, 39 produk, dan penelitian. Aplikasi-aplikasi ini meliputi penggabungan citra pada web dan satelit, image scan alignment, pengurangan noise pada citra medis, sistem keamanan dan pendeteksian gangguan, sistem pengawasan otomatis dan keamanan, sistem inspeksi pabrik, pengenalan sidik jari, pengenalan wajah, serta aplikasi militer. OpenCV juga telah digunakan untuk pengenalan suara, dimana teknik pengenalan visi diaplikasikan pada citra spektogram suara (Bradski dan Kaehler, 2008). 2.4.2 Fitur OpenCV Berikut ini adalah beberapa fitur pada library OpenCV. - Manipulasi data gambar (alokasi memori, melepaskan memori, duplikasi gambar, konversi gambar) - Image / video I/O (format input / output dalam gambar ataupun video yang terhubung dengan hardware seperti kamera) - Manipulasi matrix dan vektor serta formula linear algebra (products, solvers, eigenvalues) - Image processing (filtering, edge detection, sampling dan interpolasi, konversi warna, histogram) - Analisis struktural - Pendeteksian dan pengenalan objek - Image labeling (line, conic, polygon, text drawing) 40 - Basic GUI (display output, control input)