BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Kepustakaan Yang Relevan Pengertian Sosiologi Soekamto (1970 : 3) mengatakan “secara etimologi, sosiologi berasal dari dua kata yaitu Socius dan logos. Socius adalah kawan kelompok, sedangkan logos berarti uraian atau pengetahuan”. Atas dasar pengertian demikian sosiologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang kehidupan manusia dalam hubungannya dengan manusia- manusia lain, yang secara umum disebut masyarakat. Pengertian yang sederhana tentang sosiologi seperti di atas tampak dalam beberapa batasan tentang sosiologi yang diungkapan oleh beberapa ahli, seperti yang diungkapkan oleh Ogburn dan Nimkoff (1962:9) : “ Sosiologi adalah Penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya yaitu organisasi sosial “Roucek dan Warren (1995 : 3) mengatakan : “Sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok- kelompok”. Sosiologi dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang sistematis tentang kehidupan berkelompok manusia dalam hubungannya dengan manusia- manusia lainnya yang secara umum disebut masyarakat. Sosiologi disisi lain sebagai ilmu yang membicarakan tentang aspek- aspek kemasyarakatan yang selalu dapat dimanfaatkan untuk membicarakan sebuah karya sastra. Nilai- nilai sosiologi pada sebuah cerita dapat diwujudkan untuk mencapai pemahaman yang mendalam. Ilmu sosiologi digunakan untuk masyarakat itu sendiri dan diciptakan oleh masyarakat demi terjalinnya hubungan yang harmonis antara satu anggota masyarakat dengan yang lainnya. Universitas Sumatera Utara Sosiologi disebut sebagai ilmu yang bediri sendiri karena telah memenuhi persyaratan suatu ilmu pengetahuan yakni : a. Sosiologi bersifat emperis yang berarti bahwa ilmu pengetahuan tersebut didasarkan kepada observasi dengan akal sehat serta hasilnya tidak bersifat spekulatif. b. Sosiologi bersifat teoritis, ilmu pengetahuan tersebut selalu berusaha untuk menyusun abstrak dari hasil- hasil observasi tersebut sehingga merupakan kerangka pada unsur- unsur yang tersusun secara logis serta bertujuan untuk menjelaskan hubungan sebab akibat. c. Sosiologi bersifat kumulatif yang berarti teori- teori yang sudah ada diperbaiki dan diperluaskan. d. Sosiologi bersifat non etnis, karena tidak mempersoalkan baik buruk fakta melainkan hanya memperjelas fakta. Sosiologi dalam kehidupan masyarakat dapat diartikan sebagai ilmu atau kelompok pengetahuan yang sistematis tentang kehidupan manusia dalam hubungannya dengan manusia- manusia lainnya serta proses pembudayaannya. Ilmu sosiologi dapat dipergunakan masyarakat untuk mencari tentang nilai- nilai sosial dalam sebuah cerita atau dapat dipergunakan untuk mencerminkan situasi sosial yang terdapat dalam masyarakat. 2.1.2 Pengertian Sastra Sastra merupakan pengucapan ekspresi jiwa yang paling individual oleh seorang pengarang sastra. Karya sastra adalah bersifat khusus yang menggambarkan individu atau wakil tertentu. Dengan kata lain merupakan pemikiran seseorang tentang sesuatu hal yang dituang dalam bentuk karya sastra. Universitas Sumatera Utara Banyak ahli mendefenisikan pengertian sastra adalah sebagai berikut : Semi (1984 : 8) mengatakan “Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan semi kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medianya”. Teeuw (1984:23) mengatakan “Kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa sansekerta akar kata Sas-, dalam kata kerja turunan berarti mengarahkan, mengajar, memberikan petunjuk atau instruksi. Akhiran kata Tra biasanya menunjukkan alat, suasana. Maka kata sastra dapat berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi dan pengajaran”. Damono (1984 : 10) mengatakan “Lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium, bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu adalah merupakan suatu kenyataan sosial”. Wellek dan Warren (1987:3) mengatakan bahwa “Sastra adalah suatu kajian kreatif dan sebuah karya seni”. Fannanie (2000:6) mengatakan “Bahwa sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan yang mampu mengungkapkan kemampuan aspek keindahan yang baik yang didasarkan aspek kebahasaan maupun aspek makna”. Fannanie (2000:132) mengatakan bahwa “sastra adalah karya seni yang merupakan ekspresi kehidupan manusia”. Kutipan di atas menyatakan, sastra dapat diartikan sebagai alat untuk mengajar, memberi instruksi, dan petunjuk kepada pembaca. Dari keseluruhan defenisi sastra di atas, adalah berdasarkan persepsi masingmasing pribadi dan sifatnya deskriptif, pendapat itu berbeda satu sama lain. Manusia menggunakan seni sebagai pengungkapan segi- segi kehidupan. Ini suatu kreatifitas manusia yang mampu menyajikan pemikiran dan pengalaman hidup dengan bentuk seni sastra. Dari beberapa batasan yang diberikan di atas dapat disebut beberapa unsur batasan yang selalu disebut untuk unsur- unsur itu adalah isi sastra yang berupa pikiran, perasaan, pengalaman, ide- ide, semangat kepercayaan dan lain- lain. Ekspresi atau ungkapan adalah upaya untuk mengeluarkan sesuatu dalam diri manusia yang dapat Universitas Sumatera Utara diekspresikan ke luar, dalam berbagai bentuk, sebab, tanpa bentuk tidak akan mungkin isi disampaikan pada orang lain. Ciri khas pengungkapan bentuk pada sastra adalah bahasa. Bahasa adalah bahan utama untuk mewujudkan ungkapan pribadi dalam suatu bentuk yang indah. 2.1.3 Hubungan Sosiologi Dengan Sastra Soemardjo (1975:15) mengatakan karya sastra menampilkan wajah kultur zamannya, tetapi lebih dari itu sifat- sifat sastra juga diteliti oleh masyarakatnya. Kemudian Darmono (1979:20) memberikan tanggapan bahwa cipta sastra di samping memiliki ciri khas sebagai kreasi estetis, cipta sastra juga merupakan produk dunia sosial. Sosiologi pada sisi lain sebagai ilmu yang berbicara tentang aspek- aspek kemasyarakatan selalu dapat dimanfaatkan untuk pembicaraan karya sastra, nilai- nilai sosiologis dalam sebuah karya sastra dapat diwujudkan untuk mencapai pemahaman yang lebih mendalam. Banyak hal-hal yang menjadi fokus pengamatan seorang sastrawan, kehidupan pribadinya, lingkungan serta harapan- harapannya menjadi hal yang menarik dalam penelitian sebuah cipta sastra. Konflik permasalahan itu merupakan hadiah seorang pengarang yang dapat memperluas wawasan pemikiran anggota masyarakat. Dengan menggambarkan fenomena dari hasil pengamatan pengarang, masyarakat membacanya memperoleh hal yang bermakna dalam hidupnya. Pengarang sendiri mendapat sumber inspirasi dari corak ragam tingkah laku manusia maupun masyarakat. Semuanya itu dirangkum dalam aspek yang membangun sebuah cipta sastra, salah satu aspek yang membangun keutuhan sebuah cerita adalah menyangkut Universitas Sumatera Utara perwatakan tokoh- tokohnya. Ciri perwatakan seorang tokoh selalu berkaitan dengan pengarang dan lingkungan di mana dia hidup. 2.1.4 Pengertian Cerita Rakyat Cerita rakyat atau legenda adalah cerita pada masa lampau yang menjadi ciri khas setiap bangsa yang memiliki kultur budaya yang beraneka ragam yang mencakup kekayaan budaya dan sejarah yang dimiliki masing- masing bangsa. Ada beberapa pengertian mengenai cerita rakyat yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Cerita rakyat atau legenda adalah cerita prosa rakyat yang dianggap oleh yang empunya cerita sebagian sesuatu yang benar- benar terjadi. Walaupun demikian, karena tidak tertulis maka kisah tersebut telah mengalami distorsi (pembelokan) sehingga sering kali jauh berada dalam cerita aslinya. Oleh karena itu cerita rakyat digunakan sebagai bahan untuk merekontruksi sejarah, maka cerita harus dibersihkan terlebih dahulu bagian- bagiannya yang mengandung sifat- sifat floklor. Menurut Pudentia (2003:56) cerita adalah sesuatu yang dipercaya oleh beberapa penduduk setempat yang dianggap benar- benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci atau sakral. Dalam KBBI 2005 : “cerita rakyat atau legenda pada jaman dahulu dianggap ada hubungannya dengan peristiwa sejarah”. Menurut Hooykass (1982:34) “cerita rakyat atau legenda menyangkut tentang hal- hal sejarah yang mengandung sesuatu yang ajaib atau sesuatu yang sakti. Menurut Emeis (1992:63) “cerita rakyat atau legenda berasal dari sejarahsejarah kuno dan sebagian lagi berasal berdasarkan angan- angan. 2.2 Teori Yang Digunakan Universitas Sumatera Utara Secara etimologis, teori berasal dari kata theoria (Yunani), berarti kebulatan alam atau realita. Teori diartikan sebagai kumpulan konsep yang telah teruji keterandalannya, yaitu melalui kompetensi ilmiah yang dilakukan dalam penelitian. Teori merupakan hal yang sangat perlu di dalam menganalisis suatu karya sastra yang diajukan sebagai objek penelitian, karena teori adalah landasan berpijak. Berdasarkan penelitian ini, maka penulis menggunakan teori struktural dan teori sosiologi sastra untuk mengkaji cerita Si Piso Sumalim. 2.2.1 Teori Struktural Teori merupakan hal yang sangat perlu didalam menganalisis suatu karya sastra yang diajukan sebagai objek penelitian. Untuk melihat aspek- aspek atau unsur- unsur yang terdapat di dalam karya sastra diterapkan teori struktural. Dengan teori struktural di harapakan hasil yang optimal dari karya yang menganalisis. Menganalisis karya sastra dari unsur struktural merupakan langkah awal untuk rencana penelitian selanjutnya. Semi (1993:68) mengatakan “pendekatan ini bertolak dari pandangan bahwa sastra merupakan pencerminan kehidupan masyarakat melalui sastra pengarang mengungkapkan tentang suka duka kehidupan masyarakat yang mereka ketahui dengan sejelas mungkin. Bertolak dari pandangan itu, telaah kritik sastra yang dilakukan berfokus atau lebih banyak memperhatikan segi- segi sosial kemasyarakatan yang terdapat dalam suatu karya sastra serta mempersoalkan segi- segi yang menunjang pembinaan dan pengembangan tata kehidupan”. Berdasarkan pendekatan di atas jelas mempunyai kesesuaian karna pendapat tersebut mengatakan sastra merupakan cermin zamannya, mengungkapkan suka duka kehidupan masyarakat. Walaupun demikian, dalam menganalisis karya sastra bila hanya Universitas Sumatera Utara bertitik tolak dari luar karya sastra, tanpa mengikut sertakan karya sastra sebagai suatu kebulatan makna dan perpaduan isi, rasanya kurang sempurna. Mengenai pendekatan struktural, Semi (1993 : 44) mengatakan : “Dengan kata lain, pendekatan ini memandang dan menelaah sastra dari segi instrinsik yang membangun suatu karya sastra yaitu tema, alur, latar, penokohan dan gaya bahasa perpaduan yang harmonis antara bentuk dan isi merupakan kemungkinan kuat untuk menghasilkan karya sastra yang bermutu”. Analisis struktural bertujuan membongkar dan memaparkan dengan cermat keterikatan semua hasil karya sastra. Analisis struktur bukanlah penjumlahan anasiranasirnya, melainkan yang penting adalah sumbangan yang diberikan oleh semua anasir pada keseluruhan makna dalam keterikatan dan keterjalinannya (Teeuw, 1988 :135136). Pada dasarnya teori struktural memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Totalitas karya sastra sangat penting. Totalitas dan bagian-bagiannya dapat diuraikan dengan jelas bila dipandang dari hubungan yang ada di antara unsur-unsur. 2. Struktur yang telah dibalik kenyatan empiris adalah sesuatu yang abstrak, untuk menemukan hukum universal. 3. Yang diteliti menyangkut unsur sinkronis, yang dipusatkan hubungannya pada suatu waktu tertentu, dalam hal ini struktur yang ada. 4. Tidak menggunakan sebab-akibat karena adanya perubahan bentuk. Menurut Atar Semi (1989:90), pendekatan stuktural memiliki banyak kelebihan dibandingkan pendekatan lain karena selain tertumpu pada karya sastra memiliki tiga kriteria sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara 1. Karya sastra dipandang dan diperlukan dengan sosok yang berdiri sendiri. 2. Memiliki penilaian terhadap keserasian semua komponen dalam membentuk seluruh struktural. 3. Kajian struktural adalah mengkaji persoalan, pemikiran, falsafah, cerita pengesahan dan tema. Dengan demikian pendekatan struktural merupakan titik tolak bagi pendekatan yang lain dalam usaha memahami karya sastra secara keseluruhan. Dalam pendekatan struktural dibicarakan unsur-unsur pembentuk cerita yang berkaitan dengan pendekatan di luar karya sastra. Unsur-unsur intrinsik yang dimaksud adalah tema, alur/plot, latar/setting, dan perwatakan. a. Tema Staton (1965:88) tema adalah makna yang dikandung dalam sebuah cerita. Tema juga merupakan gagasan umum yang menopang sebuah karya sastra yang terkandung di dalamnya yang menyangkut persamaan dan perbedaan. Tema disaring dalam motif-motif yang terdapat dalam karya sastra. Dalam sebuah karya sastra yang baik prosa maupun puisi pasti mempunyai pokok permasalahan yang ingin dikemukakan oleh pengarang. Saad (Zainal 1979:23) menyatakan “tema adalah sesuatu yang menjadi pokok pikiran atau persoalan bagi pengarang. Bagaimana dia melihat persoalan yang kadangkadang disertai dengan pemecahan persoalan itu sekaligus”. Sudjiman (1984 : 74) mengatakan “tema adalah gagasan, ide atau pemikiran utama di dalam karya sastra yang terungkap ataupun yang tak terungkap”. Universitas Sumatera Utara Dickinson (dalam Hasyim, 1990:68) mengatakan “tema adalah dasar utama yang ingin disampaikan dalam sebuah cerita”. Dari ketiga pendapat di atas, jelas mengungkapkan tema adalah suatu hal yang penting dalam sebuah karya sastra. Tema adalah apa yang diungkapkan oleh pengarang. a. Alur/Plot Semi (1984:45) mengatakan “alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interaksi khusus sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi”. Daryanto (1997:35) mengatakan “alur atau plot adalah jalan (aturan, adat) cerita memanjang rangkaian peristiwa yang berlangsung dalam karya fiksi”. Maka dapat disebut alur atau plot dan struktur deretan kejadian-kejadian yang dialami oleh pelaku cerita yang pada umumnya dibedakan atas tiga bagian utama yaitu : bagian perkenalan, pertikaian dan diakhiri dengan penyelesaian. Hubungan peristiwa yang satu dengan yang lainnya dapat diwujudkan oleh hubungan temporal (waktu) dan hubungan kasual (sebab-akibat). Keberadan alur dalam sebuah cerita sangatlah penting, sehingga Lubis (1981:17) mencoba mengklasifikasikan alur tersebut menjadi, “1. Situation (pengarang mulai melukiskan suatu keadaan) “2. Generating Circumtances (peristiwa yang bersangkut paut mulai bergerak) “3. Ricking Action (keadaan mulai memuncak) “4. Klimaks (peristiwa-peristiwa mencapai puncaknya) “5. Demouement (pengarang memberikan pemecahan soal dari semua peristiwa)”. Universitas Sumatera Utara b. Latar/Setting Dalam sebuah karya sastra latar memainkan peranan yang sangat penting untuk memberikan suasananya kepada peristiwa-peristiwa dan manusia-manusia yang terdapat dalam cerita. Latar adalah halaman rumah (bagian depan), permukaan dasar warna dan sebagainya, keterangan mengenai ruang dan waktu dan suasananya saat berlangsungnya peristiwa (dalam karya sastra). Menurut Sumarjo dan Saini, K. M (1991:76) menyatakan “pemilihan latar/setting dapat membentuk tema tertentu dan plot tertentu pula. Setting bisa berarti banyak yaitu tempat tertentu, daerah tertentu, orang tertentu, watak-watak tertentu, dan cara berpikir tertentu”. Sumarjo dan Saini (1991:76) menyatakan “setting bukan hanya fungsi sebagai latar yang bersifat fisikal untuk memuat suatu cerita menjadi logis. Latar juga memiliki unsur psikologis sehingga latar mampu memuaskan makna tertentu serta mampu menciptakan suasana tertentu yang menggerakkan emosi atau aspek kejiwaan pembacanya. Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan, latar menjadi peristiwa dan manusia menjadi konkrit. Penyesuaian antara latar dan watak-watak serta masyarakat ini dipaparkan menjadi suatu karya sastra yang bermutu, dan kelihatan kreatifitas dan pengalaman pengarang. c. Perwatakan/ Penokohan Perwatakan adalah karakter dari tokoh. Dalam pengertian sifat atau ciri khas yang terdapat pada diri tokoh yang dapat membedakan antara satu tokoh dengan tokoh yang lainnya. Gambaran watak seorang tokoh dapat diketahui melalui apa yang diperankan dalam cerita tersebut kemudian jalan pikirannya serta bagaimana Universitas Sumatera Utara menggambarkan fisik tokoh. Bangun (1993:21) mengatakan “perwatakan tokoh cerita dapat dilihat melalui tiga aspek yaitu psikologis, fisiologis, dan sosiologis”. Daryanto (1907:632) mengatakan “perwatakan adalah sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku, budi pekerti, tabiat. Sedangkan perwatakan adalah hal-hal yang berhubungan dengan watak”. Setiap cerita mempunyai tokoh di mana tokoh ini dianggap sebagai pembentuk peristiwa alur dalam cerita. Oleh karena itu setiap tokoh mempunyai watak tersendiri yang dapat dianalisis dan diramalkan secara analisis yaitu dapat diterangkan secara tidak langsung tetapi mungkin melalui tindakannya dan lain-lain. Aspek perwatakan (karakter) merupakan imajinasi pengarang dalam membentuk suatu personalisis tertentu dalam sebuah karya sastra. Pengarang sebuah karya sastra harus mampu menggambarkan diri seorang tokoh yang ada dalam karyanya. Tokoh yang terdapat dalam sebuah cerita (character), menurut Abrams (1981:20), adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Dengan demikian, istilah penokohan lebih luas pengertiannya daripada tokoh dan perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisan dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan sekaligus merajuk pada perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita. Nilai-nilai sosial dalam sebuah karya sastra adalah iri hati, kejujuran, kesabaran, permusuhan, keadilan, dan lain-lain. Daryanto (1997:288) mengatakan “iri hati adalah rasa tidak senang jika melihat orang lain mendapatkan kebahagiaan, rasa ingin seperti Universitas Sumatera Utara orang yang mendapatkan kesenangan”. Kejujuran merupakan salah satu sifat terpuji. Setiap manusia mempunyai sifat kejujuran akan tetapi kadang-kadang untuk jujur saja manusia sangat susah dan sifat kejujuran itu sangat sering disalahgunakan oleh manusia itu sendiri. Seseorang yang mampu mengatakan hal yang sebenarnya terjadi itulah yang dinamakan dengan jujur. Daryanto (1997:309) mengatakan “jujur adalah tidak bohong, lurus hati, dapat dipercaya kata-katanya, tidak menghianati dan sebagainya”. Kesabaran adalah salah satu sifat manusia. Manusia pada umumnya memiliki rasa sabar, namun ukuran kesabaran tersebut bagi setiap orang berbeda-beda. Sifat sabar merupakan salah satu sifat yang terpuji yang dimiliki manusia. Seseorang yang tahan menghadapi segala persoalan ataupun penderitaan yang menimpa dirinya maka dapat dikatakan bahwa dia mempunyai tingkat kesabaran yang tinggi. Daryanto (1997:516) mengatakan “sabar adalah pemaaf, tidak suka marah dan tidak mudah marah dan tidak akan menimbulkan pertengkaran”. Berdasarkan pendapat diatas bahwa teori struktural yang bertujuan untuk menganalisi karya sastra berdasarkan unsur-unsur yang membangun karya sastra tersebut dalam satu hubungan antara unsur pembentuknya. Menganalisis sebuah karya sastra dengan pendekatan sosiologi sastra yang dapat membangun sebuah karangan atau sebuah karya sastra tanpa menghilangkan unsur-unsur dalam cerita. 2.2.2 Teori Sosiologi Sastra Sosiologi sastra yaitu mempermasalahkan suatu karya sastra yang menjadi pokok permasalahan tentang apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut dan apa tujuan serta amanat yang hendak disampaikan. Universitas Sumatera Utara Dalam teori sosiologi sastra Alan Swingewood (Junus 1986: 1-9) mengemukakan beberapa pengertian atau pendekatan sebagai berikut : 1. Sosiologi dan sastra yang berhubungan dengan (a) melihat karya sastra sebagai dokumen sosio budaya yang mencerminkan suatu jaman, (b) melihat segi penghasilan karya sastra, terutama kedudukan sosial penulis, (c) melihat penerimaan suatu masyarakat terhadap karya penulis tersebut. 2. Teori- teori sosial tengtang sastra, yang berhubungan dengan latar belakang sosial menimbulkan suatu karya sastra. 3. Landasan teori yang digunakan adalah struktur yang ada hubungannya dengan formalisme Rusia dan linguistik aliran Praha. 4. Persoalan metode yang berhubungan dengan metode secara positif dan dialektik. Secara positif, tidak diadakan penilaian terhadap karya. Setiap unsur didalamnya dianggap mewakili secara langsung sebuah unsur sosio budaya. Dalam metode dialektik hanya karya yang bernilai sastra yang dibicarakan karena keseluruhan karya itu membentuk jaringan yang kohesip dari segala unsur. Dari pengertian sosiologi sastra yang cukup luas di atas, hanya sebagian kecil yang akan digunakan dalam skripsi ini. Adapun bagian- bagian yang digunakan adalah sebagai berikut : (1) Melihat karya sastra sebagai dokumen budaya, (2)Setiap unsur di dalamnya dianggap mewakili secara langsung sebuah unsur budaya, dan (3) Latar belakang sosial yang tergambar dalam sastra. 1. Melihat karya sastra sebagai dokumen budaya. Sastra merupakan bagian daripada kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan kita tidak dapat melihatnya sebagai sesuatu statis, yang tidak berubah, tetapi merupakan sesuatu yang dinamis, yang senantiasa berubah. Hubungan kebudayaan dengan masyarakat sangatlah erat, karena kebudayaan menurut antropolog, adalah cara suatu kumpulan masyarakat mengadakan sistem nilai, yakni berupa aturan yang menentukan sesuatu benda atau perbuatan lebih tinggi nilainya, lebih dikehendaki dari yang lain. Kebanyakan ahli antropologi melihat kebudayaan itu sabagai satu keseluruhan, di mana sistem sosial itu sendiri adalah sebagian dari kebudayaan. Universitas Sumatera Utara Singkatnya kebudayaan itu dikatakan sebai cara hidup, yaitu bagaimana suatu masyarakat itu mengatur hidupnya. Kesusastraan sebagai ekspresi atau pernyataan kebudayaan akan mencerminkan pula ketiga unsur kebudayaan seperti yang dikemukakan di atas. 1. Kesusastraan mencerminkan sistem sosial yang ada dalam masyarakat, sistem kekerabatan, sistem ekonomi, sistem politik, sistem pendidikan, sistem kepercayaan yang terdapat dalam masyarakat yang bersangkutan. 2. Kesusastraan mencerminkan sistem ide dan sistem nilai, menggambarkan tentang apa yang dikehendaki dan apa yang ditolak. Bahkan karya sastra itu sendiri menjadi objek penilaian yang dilakukan anggota masyarakat. 3. Bagaimana mutu peralatan kebudayaan yang ada dalam masyarakat tercermin pula pada bentuk peralatan tulis- menulis yang digunakan dalam mengembangkan sastra. 2. Setiap unsur di dalamnya dianggap mewakili secara langsung sebuah unsur budaya. Adapun yang dianggap mewakili secara langsung sebuah unsur budaya adalah : a. Unsur sistem sosial Sistem sosial ini terdiri pada sistem kekeluargaan, sistem politik, sistem pendidikan, dan sistem undang- undang. Struktur dalam setiap sistem ini yang dikenal sebagai institusi sosial, yaitu cara manusia yang hidup berkelompok mengatur hubungan antara satu dengan yang lain dalam jalinan hidup bermasyarakat. Universitas Sumatera Utara b. Sistem nilai dan ide Sistem nilai dan ide yaitu sistem yang memberi makna kepada kehidupan masyarakat, bukan saja terhadap alam sekitar, bahkan juga terhadap falsafah hidup masyarakat itu. Sistem nilai juga menyangkut upaya bagaimana kita menentukan sesuatu lebih berharga dari yang lain, sementara sistem ide merupakan pengetahuan dan kepercayaan yang terdapat dalam sebuah masyarakat. c. Peralatan budaya Peralatan budaya yaitu penciptaan material yang berupa perkakas dan peralatan yang diperlukan untuk menunjang keperluan. 3. Latar belakang sosial yang tergambar dalam sastra. Sosiologi karya sastra yaitu mempermasalahkan tentang suatu karya sastra yang kita jumpai dalam kehidupan masyarakat sehari-hari dan juga memperhatikan peristiwa- peristiwa yang merupakan proses kemasyarakatan yang timbul dari hubungan antara manusia dengan situasi dan kodisi yang berbeda. Latar belakang sosial yang tergambar dalam sastra ini yaitu: a. Amarah b. Kasih Sayang c. Iri Hati d. Sopan Santun e. Pertentangan f. Adat istiadat Ketiga bagian di atas dapat dirangkum dalam penjabaran berikut. Karya sastra dilihat sebagai dokumen sosio buadaya, yang mencatat kenyataan sosio budaya suatu Universitas Sumatera Utara masyarakat pada suatu masa tertentu. Penekanan di sini pada unsur- unsur sosiobudaya yang dilihat sebagai unsur- unsur yang lepas. Keadaannya hanya didasarkan pada cerita tanpa mempersoalkan struktur cerita. Unsur ini secara langsung dihubungkan dengan suatu unsur sosiobudaya karena karya itu hanya memindahkan unsur itu ke dalam dirinya. Oleh sebab itu, suatu karya sastra tidak dilihat sebagai suatu kesatuan yang bulat. Suatu unsur dilihat terlepas dari keseluruhannya. Nilai sastranya tidak dipersoalkan, dan tidak dibedakan antara karya dengan daya imajinasi yang tinggi dan rendah. Karya sastra dilihat sebagai dokumen budaya. Universitas Sumatera Utara