Dari Redaksi Mempercepat Perbaikan PENERBIT Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) PELINDUNG Pengurus Pusat Perbanas PEMIMPIN REDAKSI Danny Hartono, Wakil Sekretaris Jenderal Perbanas WAKIL PEMIMPIN REDAKSI Rita Mirasari, Ketua Bidang Humas Perbanas REDAKTUR PELAKSANA Eri Unanto SIRKULASI Wara Sri Indriani Adrian Burhan KONSULTAN Infobank Communication Redaksi menerima tulisan dari pihak luar. Panjang tulisan 3.000– 6.500 karakter. TARIF IKLAN Cover Depan dalam dan belakang dalam/luar berwarna • 1 halaman: Rp5.000.000,00 Isi • 1 halaman: Rp4.000.000,00 • ½ halaman: Rp2.000.000,00 Probank menerima pemasangan iklan dalam bentuk laporan keuangan, display produk, dan suplemen profil perusahaan. ALAMAT REDAKSI/IKLAN Griya Perbanas Lantai 1 Jalan Perbanas, Karet Kuningan Setiabudi, Jakarta 12940 Telepon: (021) 5255731,5223038 Faksimile: (021) 5223037, 5223339 website: www.perbanas.org e-mail: [email protected] IZIN PENERBITAN KHUSUS MENPEN No. 1882/SK/DITJEN PPG/ STT/1993, 2 September 1993 ISSN: 0854-4174 B eberapa tahun terakhir ini ekonomi global mengalami ketidakpastian dan bergejolak. Hal itu pun berdampak pada perekonomian nasional, mulai dari nilai ekspor yang menurun, neraca transaksi berjalan yang defisit, hingga pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah ketimbang tahun sebelumnya. Pemangku kebijakan tentu tidak tinggal diam. Dengan berbagai langkah dan kebijakan, perekonomian nasional pun mulai terlihat mengalami perbaikan. Di tengah kondisi moneter yang ketat, stabilitas sistem keuangan tetap terjaga. Salah satu indikatornya ialah kinerja perbankan nasional hingga 2014. Rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) yang terjaga di level 2,3%; rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) yang berada di 19,4%; dan pertumbuhan kredit yang mencapai 13,2%. Kebijakan berorientasi stabilisasi yang diterapkan pemangku kebijakan mampu memberikan keyakinan kepada investor global. Hal itu tergambar dari derasnya arus masuk investasi portofolio, yang selama Januari sampai dengan pertengahan November 2014 mencapai Rp177,75 triliun. Jumlah itu jauh lebih besar dibandingkan dengan keseluruhan pada 2013 yang hanya tercatat Rp35,9 triliun. Bersama aliran investasi langsung, aliran investasi portofolio tersebut telah menopang surplus Neraca Pembayaran Indonesia sehingga kecukupan cadangan devisa tetap terjaga. Sampai dengan Oktober 2014 cadangan devisa mencapai US$112 miliar, setara dengan 6,4 bulan kebutuhan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Kendati demikian, tantangan ke depan tidaklah ringan. Karena itu, berbagai perbaikan dan persiapan menjadi hal yang mendesak. Salah satu tantangan yang menanti di depan mata ialah risiko turbulensi di pasar keuangan global. Pemicunya bisa dari stimulus yang dilakukan bank sentral Amerika Serikat atau Federal Reserve. Di samping tantangan tersebut, terdapat tantangan struktural di sektor riil berupa kelemahan pada struktur produksi domestik. Selama ini ketergantungan kita yang tinggi pada ekspor sumber daya alam (SDA) bernilai tambah rendah telah membuat pertumbuhan ekonomi rentan terhadap fluktuasi harga. Tak hanya itu. Kemampuan kita untuk mengekspor barang bernilai tambah tinggi, baik dengan memanfaatkan faktor produksi domestik maupun dengan impor barang antara, juga masih sangat lemah. Untuk itu, kecepatan membangun lingkungan pendukung bagi peningkatan daya saing Indonesia sebagai sentra produksi menjadi kunci. Perbaikan efisiensi perekonomian secara keseluruhan akan menjadikan Indonesia sangat menarik, tidak hanya karena ukuran pasar domestik yang besar, tapi juga sebagai basis produksi global. Selain itu, percepatan reformasi struktural dan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) menjadi hal yang mendesak untuk terus dilakukan. n No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014 l PROBANK 1 Daftar Isi Dari Redaksi.....................................................................1 Perbanas Utama Pendalaman Pasar Keuangan hingga Reformasi Struktural …………..........................3 Dalam menjalankan tiga mandat utama, BI akan memperkuat koordinasi dan kolaborasi lintas lembaga, baik dalam pendalaman pasar keuangan, inklusi keuangan, pengembangan elektronifikasi maupun koordinasi pe­ngen­ dalian inflasi dan pengembangan perekonomian daerah. Reformasi struktural dianggap mendesak dalam rangka persiapan menghadapi persaingan global pada masa mendatang. Liputan Khusus Melirik Potensi Pembiayaan Infrastruktur.........................................14 Pembangunan infrastruktur membutuhkan anggaran hingga sekitar Rp5.000 triliun. Perbankan menjadikan kredit infrastruktur sebagai sektor yang prospektif untuk dibiayai. Seberapa besar potensinya? Bank Fokus Bisa Menjadi Solusi……...............….........6 Kinerja Mewaspadai NPL yang Merangkak Naik................…7 Di tengah gejolak dan ketidakpastian ekonomi dunia sepanjang 2014, BPD masih membukukan pertumbuhan positif, walau tak sekencang tahun sebelumnya. Sayang, pertumbuhan tersebut dibayangi NPL yang meningkat. Sekilas Berita Silaturahmi Perbanas Sumatra Utara .....................…9 Regulasi Memaksimalkan Kontribusi LKM ....…......................10 Demi memudahkan pengawasan dan memberikan kon­ tribusi maksimal pada perekonomian nasional, OJK secara khusus mengatur LKM dalam tiga POJK. Peraturan yang dirilis pada pertengahan November 2014 itu mengatur tentang badan hukum hingga pengelenggaraan LKM. Profil Eko B. Supriyanto, Komisaris Independen PT Bank MNC Internasional Tbk Menyoroti Likuiditas dan Permodalan...................18 Aktualita Menembus Pelosok via Branchless Banking........21 Jumlah masyarakat unbanked di Indonesia masih sangat tinggi. Melalui implementasi program branchless banking, akses masyarakat terhadap layanan perbankan dan lembaga keuangan lainnya diharapkan meningkat tajam pada masa mendatang. Transformasi Layanan Perbankan ....…..................23 Wacana LFR Memberi Ruang kepada Bank ....................…....12 Ruang gerak bagi pertumbuhan kredit perbankan makin menyempit. Untuk memberikan ruang gerak yang lebih, penerapan kebijakan LFR diharapkan bisa segera terealisasi. 2 PROBANK l No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014 Suplemen Piutang yang Nyata-Nyata Tidak Dapat Ditagih PT Jotun Indonesia ..........................................….....24 Perbanas Utama Pendalaman Pasar Keuangan hingga Reformasi Struktural Dalam menjalankan tiga mandat utama, BI akan memperkuat koordinasi dan kolaborasi lintas lembaga, baik dalam pendalaman pasar keuangan, inklusi keuangan, pengembangan elektronifikasi maupun koordinasi pengendalian inflasi dan pengembangan perekonomian daerah. Reformasi struktural dianggap mendesak dalam rangka persiapan menghadapi persaingan global pada masa mendatang. K ondisi global yang tengah mengalami ketidakpastian dan guncangan dalam beberapa tahun terakhir ini berdampak pada perekonomian nasional, mulai dari ekspor yang merosot hingga nilai tukar rupiah (kurs) yang mengalami fluktuasi. Terkait dengan hal itu, Bank Indonesia (BI) bekerja sama dengan pemangku kebijakan lainnya berupaya menjaga kesinambungan perekonomian nasional. Selain itu, BI akan memperkuat sinergi dengan pemerintah untuk mempercepat reformasi struktural guna meningkatkan efisiensi perekonomian. Tema inilah yang diangkat BI saat menggelar “Pertemuan Perbankan (Bankers Dinner)” pada 20 November 2014. Perbaikan dan penguatan menjadi hal yang mendesak menurut BI. Pasalnya, dalam beberapa tahun ke depan perekonomian domestik yang makin terintegrasi secara global No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014 l PROBANK 3 Perbanas Utama akan menapaki jalan terjal dan bergelombang. Tantangan eksternal ke depan akan tidak ringan dan sarat dengan kejutan. Memang ekonomi global terlihat mulai pulih, walaupun dengan laju pertumbuhan yang masih terlalu rendah dan sangat rentan. Meskipun Amerika Serikat (AS) sebagai lokomotif ekonomi dunia mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang konsisten, tren pertumbuhan ekonomi AS menurun dibandingkan dengan sebelum krisis global. Di satu sisi AS tengah dalam new normal growth, di lain sisi pemulihan ekonomi di kawasan Eropa dan Jepang masih terbilang rapuh. Ancaman deflasi masih membayangi kedua perekonomian tersebut. Sementara itu, Tiongkok sebagai salah satu penopang ekonomi global perekonomiannya tumbuh melambat. Perlambatan ekonomi Tiongkok, sebagai “sentramanufaktur global” ini, perlu kita waspadai karena dapat berlangsung lama dan berdampak besar terhadap perdagangan dunia. Konstelasi global sampai dengan pengujung 2014 tersebut menandakan bahwa ekonomi dunia saat ini dan mungkin sampai dengan tahun depan masih terbang dengan satu mesin, yaitu mesin pertumbuhan ekonomi AS, yang kekuatannya pun sedang menurun. Dampaknya telah dirasakan, yakni menguatnya persaingan dalam perebutan pasar ekspor global. Dalam pidatonya yang berjudul “Mengawal Stabilitas, Bersinergi Mempercepat Reformasi Struktural”, Gubernur BI, Agus D.W. Martowardojo, menjelaskan bahwa dengan tantangan ke depan yang tidak ringan, terdapat urgensi untuk mempersiapkan diri. Menurutnya, salah satu tantangan yang menanti di depan mata ialah risiko turbulensi di pasar keuangan global, yang dapat dipicu oleh kenaikan suku bunga di AS, The Fed-fund rate. Cepat atau lambat, sebagaimana yang diperkirakan banyak pihak, normalisasi kebijakan tersebut akan terjadi. Kenaikan suku bunga The Fed tersebut akan berdampak pada konstelasi geo-moneter. Penilaian ulang terhadap risiko investasi dan valuasi aset finansial di pasar global yang akan mengikuti kenaikan The Fed-fund rate dapat memicu pergeseran penempatan investasi portofolio lintas negara. Akibatnya, likuiditas dolar AS dapat mengetat, terutama di negara-negara dengan fundamental ekonomi yang lemah. Untuk Indonesia, normalisasi kebijakan moneter itu dapat berimplikasi pada berkurangnya aliran modal masuk, yang notabene selama ini telah memberi manfaat bagi pembiayaan fiskal dan defisit neraca transaksi berjalan. Selain itu, BI melihat masih mengemukanya kerentanankerentanan tambahan di tingkat mikro. Pertama ialah tingkat utang luar negeri korporasi yang makin membesar dan sebagian besar belum terlindung dari risiko gejolak kurs. 4 PROBANK l No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014 Kedua ialah adanya akumulasi modal portofolio oleh investor luar negeri pada obligasi negara yang sudah sangat besar dan ini dapat dengan mudah mengalir keluar serta memicu gejolak kurs ketika terjadi guncangan dari eksternal. Terlebih lagi, pasar keuangan di Indonesia yang dangkal tentu dapat memperbesar gejolak tersebut ketika efek rambatan terjadi. Lebih lanjut Agus menjelaskan, di samping tantangan tersebut, BI mencermati adanya tantangan struktural di sektor riil. Tantangannya berupa kelemahan pada struktur produksi domestik. Selama ini ketergantungan Indonesia yang tinggi pada ekspor sumber daya alam (SDA) bernilai tambah rendah telah membuat pertumbuhan ekonomi rentan terhadap fluktuasi harga. Selain itu, kemampuan untuk mengekspor barang bernilai tambah tinggi, baik dengan memanfaatkan faktor produksi domestik maupun dengan impor barang antara (barang yang masih akan diproses lagi sebelum digunakan oleh konsumen), masih sangat lemah. Sebagai negara berkembang, Indonesia mengalami defisit teknologi yang menyebabkan Indonesia masih harus mengimpor barang modal dan barang antara. Kendati demikian, impor teknologi tersebut bukanlah kendala jika kita mampu menjadi sentra produksi bagi manufaktur berorientasi ekspor pemasok barang-barang bernilai tambah tinggi ke pasar dunia. Kemampuan Indonesia memosisikan diri sebagai sentra produksi dunia menjadi penting pada era Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 (MEA 2015). Pada era tersebut ASEAN akan menjadi salah satu perekonomian terbesar di Asia bersama dengan Tiongkok. Di kawasan ini akan terdapat 600 juta konsumen yang hampir setengahnya ialah penduduk Indonesia. Perdagangan lintas batas akan makin terakselerasi bersama dengan implementasi integrasi ekonomi MEA pada 2015. Urbanisasi dan kelas menengah baru akan menjadi penopang permintaan barang high-end dan jasa yang high-value. Kemampuan Indonesia untuk menjadi lokasi produksi manufaktur global dapat menjadi tiket untuk berperan besar di ASEAN. Posisi ini akan mempercepat transisi ke negara maju dan menghindari middle income trap. Karena itu, BI berharap agar pemerintah saat ini dapat segera mempercepat penerapan reformasi struktural untuk membangun lingkungan pendukung yang lebih kuat lagi bagi investasi di Indonesia. “Perbaikan efisiensi perekonomian secara keseluruhan akan menjadikan Indonesia sangat menarik, tidak hanya karena ukuran pasar domestik yang besar, tapi juga sebagai basis produksi global,” ujar Gubernur BI saat “Bankers Dinner” di JCC, Senayan, Jakarta, Kamis malam, 20 November 2014. Memang, sejauh ini langkah-langkah strategis dan taktis telah dipercepat oleh Kabinet Kerja pada simpul-simpul reformasi struktural yang mendesak. Langkah yang dimaksud antara lain penguatan konektivitas fisik (terutama maritim dan integrasinya dengan konektivitas darat, seperti kereta api) serta penguatan konektivitas digital. “Perbaikan pada simpul-simpul ini kami yakini akan secara signifikan menurunkan biaya logistik sehingga dunia usaha dapat lebih berdaya saing di pasar global dan pemerataan efisiensi biaya di seluruh Nusantara dapat tercapai,” kata Agus. Selain itu, Agus meyakini bahwa iklim investasi di seluruh pelosok negeri ini akan lebih baik ke depannya sebagai buah dari perbaikan pada kemudahan berusaha, kualitas layanan publik serta tata kelolanya, dan penguatan kualitas sumber daya manusia (SDM) di birokrasi. “Yang tidak kalah penting ialah upaya pemerintah untuk melakukan reformasi di bidang fiskal. Subsidi yang berbasis produk selama ini telah mengurangi kesempatan untuk memperkuat modal dasar pembangunan,” terang Agus. Sementara itu, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), yang hadir dalam acara tersebut, dalam sambutannya menyatakan bahwa problem yang paling mendasar di Indonesia ialah masalah infrastruktur. Jokowi menganggap permasalahan infrastruktur harus secepatnya diselesaikan karena infrastruktur di Indonesia sangat memprihatinkan. “Infrastruktur harus terus didorong secepatnya. Jika 20 tahun lalu kita sudah memikirkan MRT, sudah banyak penghematan, karena apa-apa masih murah,” kata Jokowi, di JCC, Senayan, Jakarta, Kamis, 20 November 2014. Lima Pilar dan Gerakan Nontunai Pendalaman pasar keuangan dinilai BI menjadi hal yang mendesak untuk dilakukan terkait dengan perekonomian global yang makin kompleks dan rentan terhadap gejolak. Sebagai inisiatif pendalaman pasar keuangan, BI menerapkan lima pilar berikut. Pilar pertama, pembenahan regulasi dan standardisasi. Pada pilar ini BI akan mereformasi regulasi untuk mendorong peran pelaku pasar tanpa mengurangi kehati-hatian. BI akan mengatur dan mengawasi pasar uang. Sementara itu, di pasar valuta asing (valas), penyempurnaan regulasi transaksi lindung nilai akan dilanjutkan. Pilar kedua, penguatan kelembagaan. Pada area ini BI bersama dengan Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan memelopori pembentukan Komite Nasional Pendalaman Pasar Keuangan untuk menyinergikan visi-misi pengembangan pasar keuangan. Komite ini ditargetkan untuk membidani Roadmap Pendalaman Pasar Keuangan Indonesia 2015-2024. Pilar ketiga, pengayaan instrumen dan perluasan basis investor. Pada pilar ini BI akan mendorong tersedianya keragaman instrumen di pasar uang sebagai sumber pendanaan (funding) dan sebagai instrumen pengelolaan likuiditas. BI juga akan berkoordinasi dengan OJK untuk mendorong peran dana pensiun dan asuransi guna mengembangkan pasar obligasi korporasi. Pilar keempat, penguatan infrastruktur pasar. Pada pilar ini BI akan mengembangkan platform transaksi berbasis bursa untuk memperkuat transparansi di pasar uang. Ini diharapkan dapat mengefisienkan transaksi di pasar uang sekaligus sebagai media pengendalian risiko bagi pelaku pasar. Pilar kelima, edukasi dan sosialisasi. Ini akan dilakukan secara meluas, termasuk pada penegak hukum, terutama terkait dengan pentingnya transaksi lindung nilai. Sebagai otoritas sistem pembayaran, BI akan memberikan kontribusi terbaik untuk mendorong efisiensi perekonomian nasional melalui perluasan transaksi nontunai. Bersama dengan pemerintah pusat dan daerah serta industri sistem pembayaran, inisiatif pembayaran nontunai akan didorong melalui perluasan digital payment. Dalam hal ini BI juga telah mencanangkan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) pada 14 Agustus 2014. Dalam kerangka inklusi keuangan, penggunaan digital payment dalam bentuk uang elektronik teregistrasi akan menjadi batu pijakan pertama untuk menghubungkan masyarakat unbanked dengan sistem keuangan formal. Hal itu menjadi kritikal untuk membuka akses layanan keuangan formal bagi masyarakat lapisan terbawah, “people at the bottom of the pyramid.” Sebagai otoritas sistem pembayaran, BI akan memberikan kontribusi terbaik untuk mendorong efisiensi perekonomian nasional melalui perluasan transaksi nontunai. Selain itu, BI akan memperluas akses keuangan bagi masyarakat lapisan bawah dengan memperbanyak agen layanan keuangan digital (LKD) di seluruh pelosok negeri. Dengan berbekal perangkat telekomunikasi bergerak (mobile), masyarakat unbanked akan dengan mudah dan aman terhubung dengan layanan keuangan formal. Dalam 10 tahun ke depan pengembangan dan perluasan LKD ditargetkan akan meningkatkan jumlah anggota masyarakat yang terhubung dengan bank hingga dua kali lipat dari kondisi saat ini yang hanya menjangkau 20% penduduk dewasa. BI meyakini bahwa dengan perluasan agen LKD dan sinergi dengan program bantuan pemerintah, rekening uang elektronik teregistrasi akan naik hingga empat kali lipat dari saat ini. Untuk modernisasi sistem pembayaran, BI akan melakukan reformasi pada tiga area. Area tersebut ialah perluasan elektronifikasi pembayaran, pembangunan infrastruktur sistem pembayaran, serta penguatan pengaturan dan pengawasan sistem pembayaran. n No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014 l PROBANK 5 Perbanas Utama Bank Fokus Bisa Menjadi Solusi Industri perbankan nasional masih bertumpu pada hal yang seragam, baik sektor pendanaan maupun pembiayaan. Padahal, menurut Sigit Pramono, bank seharusnya fokus pada sektor-sektor yang menjadi keahliannya. Untuk percepatan pembangunan dan pemerataan pertumbuhan ekonomi diperlukan bank yang fokus pada sektor tertentu. P erekonomian global yang tengah mengalami gejolak di satu zona dan tengah melakukan perbaikan di zona yang lain memberikan dampak negatif terhadap perekonomian nasional. Dalam hal ini pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami guncangan dan penurunan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Terkait dengan hal itu, upaya perbaikan dan penguatan terhadap mesin-mesin perekonomian wajib segera dilakukan. Bank Indonesia (BI) dalam perannya sebagai penopang kesinambungan pembangunan ekonomi perlu memperkuat kinerja pada tiga fokus elemen, yakni stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, dan terselenggaranya sistem pembayaran yang andal. Hal tersebut ditegaskan Agus D.W. Martowardojo, Gubernur BI, pada pertemuan dengan para bankir, November 2014, lalu. Khusus di sektor keuangan, bank sentral melihat masih terdapat tantangan struktural yang perlu juga secepatnya dibenahi. Tantangan yang dimaksud ialah terkait dengan kurang tersedianya alternatif pembiayaan bagi pembangunan dan perekonomian nasional. Sebagai contoh, industri perbankan nasional, yang merupakan salah satu penopang utama pergerakan ekonomi, masih berkutat pada hal yang sama. Sebagian besar bank masih mengandalkan dana pihak ketiga untuk sumber pendanaannya. Di samping itu, sebagian besar bank masih menggarap market yang hampir sama satu sama lain, tanpa melihat apakah market itu sesuai dengan keahlian bank yang bersangkutan atau tidak. Sigit Pramono, Ketua Umum Perbanas, memandang, kebanyakan bank yang beroperasi di Tanah Air masuk ke semua bidang dalam bisnisnya. Padahal, menurutnya, bank 6 PROBANK l No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014 seharusnya fokus pada sektor-sektor yang menjadi keahliannya. “Seperti aturan yang mewajibkan semua bank membiayai UMKM sebesar 20%. Daripada melakukan seperti itu, mending diserahkan ke ahlinya,” kata Sigit kepada wartawan, beberapa waktu lalu. Sebagai salah satu upaya mempercepat pembangunan, Sigit menilai Indonesia memang perlu memiliki bank yang fokus pada sektorsektor tertentu, seperti pembangunan infrastruktur atau ekspor impor. Menurutnya, pembentukan bank-bank yang fokus pada sektor-sektor tertentu juga dinilai bisa meningkatkan daya saing perbankan. “Untuk mendorong perkembangan sektor tertentu diperlukan bank yang fokus serta untuk menghindari pembebanan pembiayaan khusus pada bank umum melalui program kredit,” ujarnya. Bank yang fokus pada pembangunan, Sigit menjelaskan, bentuknya bisa berupa bank yang mengurusi pembiayaan pembangunan jangka panjang. Sebab, bank-bank yang ada saat ini tidak bisa sepenuhnya membiayai pembangunan jangka panjang karena sumber dana sebagian besar bersifat jangka pendek. “Kita harus mendirikan bank pembangunan Indonesia yang super besar. Kalau punya bank pembangunan, kita bisa membiayai semua (proyek) infrastruktur,” tukasnya. Dengan infrastruktur yang lebih baik, roda perekonomian akan dapat berputar lebih kencang sehingga produksi domestik makin meningkat dan hal itu pun pada akhirnya akan menciptakan daya saing yang juga lebih baik. Terlebih, bank sentral melihat posisi Indonesia sangatlah penting pada era pasar bebas ASEAN yang mulai bergulir pada 2015. Adanya daya saing yang makin baik bakal memperkuat posisi Indonesia di regional. n Mewaspadai NPL yang Merangkak Naik Di tengah gejolak dan ketidakpastian ekonomi dunia sepanjang 2014, BPD masih membukukan pertumbuhan positif, walau tak sekencang tahun sebelumnya. Sayang, pertumbuhan tersebut dibayangi NPL yang meningkat. G ejolak perekonomian global yang masih berlanjut hingga akhir 2014 berdampak pada perekonomian nasional. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tak setinggi tahun sebelumnya. Pertumbuhan berbagai sektor industri di Tanah Air pun melambat, termasuk industri perbankan. Pertumbuhan kredit industri perbankan pada 2014 diperkirakan paling tinggi hanya mencapai 15% atau berada jauh di bawah pertumbuhan tahun sebelumnya yang sebesar 21,80%. Menurut data yang dilansir Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga September 2014, total kredit yang disalurkan bank umum mencapai Rp3.592,09 triliun atau tumbuh 13,29% dibandingkan dengan posisi September 2013 atau membukukan pertumbuhan year to date (ytd) sebesar 8,20%. Perlambatan tersebut berimbas pada kinerja bank pembangunan daerah (BPD). Hingga September 2014, total kredit yang dihimpun seluruh BPD mencapai Rp299,85 triliun atau secara year on year (yoy) membukukan pertumbuhan sebesar 14,07% dibandingkan dengan September 2013. Sementara, dana pihak ketiga (DPK) yang berhasil dibukukan BPD hingga September 2014 mencapai Rp402,17 triliun, meningkat 14,25% dibandingkan dengan posisi yang sama tahun sebelumnya. Bagaimana dengan total asetnya? Total aset BPD hingga September 2014 mencapai Rp486,12 triliun atau tumbuh 12,88% dibandingkan dengan September 2013. Gejolak perekonomian global dan domestik juga berdampak pada angka kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) BPD sepanjang 2014. Kredit nonlancar BPD pada September 2014 tercatat Rp18,77 triliun atau mengalami lonjakan sebesar 24,44%. Sementara, NPL nominal BPD mengalami lonjakan sebesar 39,05% atau menjadi Rp10,13 triliun pada September 2014 dari Rp7,29 triliun pada September 2013. Secara rasio, NPL gross BPD pada September 2014 meningkat menjadi 3,44% dari 2,81% per September 2013. Penyumbang terbesar peningkatan rasio NPL BPD adalah kriteria kolektibilitas lima alias kredit macet. Pada kolektibilitas tersebut terjadi peningkatan sebesar 59,90%, dari Rp4,95 triliun menjadi Rp7,92 triliun. Penyumbang terbesar berikutnya adalah kriteria kolektibilitas empat atau diragukan, yang meningkat 55,21% menjadi Rp1,36 triliun. Kendati demikian, kriteria kolektibilitas tiga atau kurang lancar tercatat menurun, dari Rp1,46 triliun pada September 2013 menjadi Rp858,90 miliar. Sedangkan, kriteria kolektibilitas dua atau dalam perhatian khusus meningkat 10,78% menjadi Rp8,64 triliun. Kualitas kredit lancar (kolektibilitas satu) juga meningkat, yakni menjadi Rp276,63 triliun atau meningkat 13,46% dibandingkan dengan posisi yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan NPL BPD menjadi perhatian OJK sebagai otoritas pengaturan dan pengawasan perbankan di Tanah Air. OJK memang harus memerhatikan hal tersebut guna mencegah kerusakan sistem keuangan di industri perbankan nasional akibat besarnya rasio kredit bermasalah. Kepala Eksekutif Bidang Pengawasan Perbankan OJK, Nelson Tampubolon, seperti dikutip www.infobanknews.com, mengatakan bahwa BPD mesti lebih berhati-hati dalam melakukan ekspansi kredit. Selama ini, lanjut Nelson, BPD menyalurkan kredit dengan memasuki sejumlah sektor yang belum dikuasai. Menurutnya, BPD memerlukan dukungan sumber daya yang kompeten sebelum memasuki sektor baru. “Jangan memaksakan pertumbuhan kredit ke sektor yang belum dikuasai karena dampaknya itu pada peningkatan NPL (kredit bermasalah),” ujar Nelson di Jakarta, Kamis, 11 Desember 2014. Nelson mengatakan, peningkatan NPL yang signifikan di BPD dikhawatirkan akan mengganggu kinerja industri perbankan secara menyeluruh. “Makanya, untuk mencegah terjadinya peningkatan NPL, kami mengutamakan ingin menyeimbangkan pertumbuhan kredit dengan kapasitas masing-masing bank,” ucapnya. Terkait dengan hal itu, OJK meminta lembaga perbankan untuk mempertajam analisis mengenai penyaluran kredit. “Jadi, jangan hanya melihat dari sisi target pertumbuhan, tapi lihat No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014 l PROBANK 7 KINERJA KREDIT BPD PER SEPTEMBER 2013-2014 (RP JUTA) KUALITAS KREDIT TOTAL P NAMA BANK ASET DANA TOTAL TOTAL PIHAK L DPK KL D M KUALITAS KETIGA KREDIT ∆ ∆ ∆ ∆ ∆ ∆ ∆ ∆ 2014 (%) 2014 (%) 2014 (%) 2014 (%) 2014 (%) 2014 (%) 2014 (%) 2014 (%) 1 BANK KALTIM 29.778.849 -12,27 26.183.327 -12,58 14.121.613 -4,99 1.944.548 -19,90 52.071 -91,23 366.421 330,57 1.456.167 90,56 17.940.820 -4,23 2 BANK SUMSEL BABEL 18.544.189 16,27 16.040.883 18,44 9.655.245 3,05 304.198 -53,67 224.413 -44,15 110.846 -40,69 759.020 192,57 11.053.722 1,65 3 BANK SUMUT 25.949.830 11,58 21.868.493 13,85 16.192.569 1,55 504.456 7,71 118.315 39,44 133.409 134,47 737.403 41,26 17.686.152 3,57 4 BANK BJB 78.730.813 3,78 64.586.946 14,19 45.288.990 10,18 1.667.699 -0,82 161.987 13,48 289.424 56,07 1.578.551 109,62 48.986.651 11,67 5 BANK JATIM 42.694.050 20,24 35.704.012 24,54 24.707.351 20,83 508.239 25,53 45.897 7,87 103.133 46,37 722.217 28,68 26.086.837 21,18 6 BANK BPD ACEH 18.864.605 5,74 15.387.243 2,62 10.313.305 8,32 253.470 1,79 6.496 -39,89 9.017 -88,95 289.847 -9,69 10.872.135 6,76 7 BANK RIAU KEPRI 23.950.407 11,97 19.133.430 13,19 12.171.782 14,29 425.365 18,97 23.146 14,61 21.261 1,11 339.658 8,92 12.981.212 14,27 8 BANK NAGARI 18.764.208 10,01 15.122.261 11,61 12.516.857 6,73 239.678 10,22 28.383 16,64 44.176 11,31 318.893 19,48 13.147.987 7,11 9 BANK PAPUA 25.338.203 27,40 22.163.300 35,20 11.879.817 15,11 672.634 138,55 43.616 94,91 50.843 131,31 312.105 197,86 12.959.015 20,54 10 BANK MALUKU 5.649.054 8,11 4.689.781 8,33 2.922.333 12,55 32.262 22,05 2.081 -29,05 3.623 -5,60 67.575 -8,75 3.027.874 11,99 11 BANK DKI 37.509.272 22,40 27.799.386 15,29 21.380.449 25,60 929.274 183,30 24.169 -14,52 18.322 25,21 495.993 9,00 22.848.207 28,01 12 BANK SULTRA 4.210.849 11,88 3.575.827 11,87 2.355.145 20,05 67.118 46,98 6.409 -20,86 12.527 386,67 53.486 118,49 2.494.685 22,14 13 BANK BPD KALSEL 12.713.724 15,63 10.746.513 9,67 6.735.473 14,19 238.575 257,88 22.709 43,47 51.242 47,13 148.305 124,92 7.196.304 18,33 14 BANK SULTENG 3.797.393 89,08 2.250.497 36,55 1.826.515 81,27 72.746 276,10 2.807 229,46 2.967 -62,16 36.493 -11,03 1.941.528 80,33 15 BANK NTB 6.181.608 27,89 4.526.297 13,72 3.830.574 22,94 17.728 -14,68 1.475 -41,33 2.986 27,44 59.824 3,61 3.912.587 22,30 16 BANK SULUT 10.374.344 28,19 9.078.220 39,27 6.636.892 21,85 72.705 277,94 23.892 1.895,99 60.774 3.404,84 81.091 190,69 6.875.354 25,07 17 BANK NTT 9.561.663 19,50 7.806.043 30,83 5.271.249 10,13 17.749 -25,14 2.135 -38,24 6.361 -10,31 61.309 0,31 5.358.803 9,77 18 BANK BPD DIY 7.681.717 11,17 6.459.116 7,46 4.856.050 34,16 108.946 156,72 7.233 -34,39 8.997 135,09 46.547 56,11 5.027.773 35,64 19 BANK SULSELBAR 12.637.489 12,56 9.908.661 12,65 7.209.202 12,58 28.570 -35,56 5.176 -10,54 5.959 -36,04 64.589 -3,37 7.313.496 12,00 20 BANK LAMPUNG 6.017.060 6,97 4.831.523 7,55 3.408.608 18,40 24.414 168,76 2.655 37,42 2.619 164,01 25.399 35,69 3.463.695 19,04 21 BANK JATENG 39.144.041 16,06 35.200.795 16,28 25.027.309 18,75 240.457 8,15 34.109 111,18 27.130 58,73 162.952 58,28 25.491.957 18,93 22 BANK PEMBANGUNAN KALTENG 6.303.987 16,06 5.450.388 15,80 2.771.249 13,06 48.691 67,89 3.448 2,77 2.704 5,09 17.947 3,56 2.844.039 13,61 23 BANK JAMBI 7.244.508 52,11 5.043.114 30,73 3.546.888 20,69 61.439 150,72 2.100 223,08 2.689 89,77 18.098 213,22 3.631.214 22,22 24 BANK KALBAR 12.205.556 20,56 10.524.121 20,76 7.569.025 13,77 43.845 49,79 3.308 43,45 9.457 52,73 34.416 202,40 7.660.051 14,30 25 BANK BENGKULU 4.994.440 23,67 3.870.705 16,63 2.512.784 7,17 19.101 -29,52 1.034 -25,40 1.481 -30,63 6.272 6,05 2.540.672 6,70 26 BANK BPD BALI 17.281.646 18,63 14.219.124 13,48 11.920.415 23,42 93.269 26,75 9.839 -21,96 7.630 23,60 23.704 10,05 12.054.857 23,35 TOTAL 486.123.505 12,88 402.170.006 14,25 276.627.689 13,46 8.637.176 10,78 858.903 -41,24 1.355.998 55,21 7.917.861 59,90 295.397.627 14,10 RATA-RATA 18.697.058 15.468.077 10.639.527 332.199 33.035 52.154 304.533 11.361.447 Keterangan: - L: Lancar; - D: diragukan; - CAR: capital adequacy ratio; - kredit non lancar terdiri atas kredit dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet; - DPK: dalam perhatian khusus - M: macet - NPL: non performing loan (gross); - NPL terdiri atas kredit kurang lancar, diragukan, dan macet - KL: kurang lancar; - ∆: pertumbuhan; - LDR: loan to deposit ratio; P: peringkat berdasarkan kredit macet terhadap total kualitas kredit per September 2014 Sumber: Biro Riset Infobank (birI). kondisi sektor-sektor yang sedang terjadi, seperti pertambangan dan harga komoditas yang lagi menurun,” tutur Nelson. Tantangan 2015 Perekonomian 2015 diprediksi masih akan diwarnai guncangan dan ketidakpastian. Salah satu tantangan yang akan dihadapi ialah stimulus kebijakan bank sentral Amerika Serikat (The Fed) yang akan menaikkan suku bunga. Kebijakan itu dikhawatirkan makin memperketat likuiditas lantaran banyak dana asing yang akan lari dari Indonesia. Tentu saja, hal itu bakal berdampak pada bisnis perbankan nasional, termasuk BPD. Pertumbuhan kredit BPD pada 2015 diperkirakan tumbuh secara konservatif atau stagnan. Eko Budiwiyono, Ketua Umum Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda) yang juga Direktur Utama Bank DKI, memperkirakan, pertumbuhan kredit pada 2015 berada di kisaran 15% hingga 20%. “Secara umum, kalangan BPD tidak mungkin mematok target pertumbuhan kredit yang terlalu tinggi,” terang Eko. Begitupun dengan pertumbuhan DPK, yang dipatok hanya tumbuh 10% sampai dengan 15% secara tahunan. Eko menilai, 8 PROBANK l No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014 jika berhasil mencapai target tersebut, sudah cukup bagus. Terkait dengan kondisi yang ada, Eko khawatir, perolehan laba pada 2015 bakal tergerus. Namun, ia optimistis perolehan laba BPD masih bisa tumbuh, walau kemungkinan besar lebih ke arah stagnan atau sama dengan pencapaian 2014. Untuk mengakselerasi bisnis bank pada 2015, menurut Eko, BPD dapat meningkatkan potensi penyaluran kredit multiguna bagi kalangan pegawai negeri sipil (PNS) yang notabene menjadi captive market BPD selama ini. Proyek infrastruktur yang tengah didorong pemerintahan baru pun menjadi potensi bisnis bagi industri perbankan. Dengan tantangan dan potensi yang ada, Bank DKI mematok pertumbuhan kredit antara 20% hingga 23% pada 2015 atau lebih tinggi dari perkiraan pertumbuhan secara industri. Begitu pula dengan kenaikan DPK, yang dipatok sama dengan pertumbuhan kredit dengan tujuan menjaga likuiditas bank. Hingga September 2014, Bank DKI membukukan DPK sebesar Rp27,80 triliun atau meningkat 15,29% dibandingkan dengan posisi yang sama tahun sebelumnya. Sementara, kredit yang disalurkan bank ini hingga September 2014 mencapai Rp22,85 triliun atau tumbuh 28,01% dibandingkan dengan posisi September 2013. n LABA (RUGI) KREDIT TAHUN KREDIT NON YANG KREDIT NPL BERJALAN LANCAR / KREDIT MACET / DIBERIKAN NON LANCAR NOMINAL SETELAH TOTAL KUALITASTOTAL KUALITASCAR NPL NPL LDR PAJAK KREDIT BANK KREDITGROSS NET ∆ ∆ ∆ ∆ (%) (%)(%) (%) (%) (%) 2014 (%) 2014 (%) 2014 (%) 2014 (%) 201320142013 201420132014 201320142013 201420132014 18.015.962 -4,09 3.819.207 -1,33 1.874.659 29,92 197.862 -57,42 20,66 21,29 4,08 8,12 18,05 17,94 7,70 10,44 4,86 3,53 62,61 68,67 11.053.722 1,65 1.398.477 -7,06 1.094.279 29,02 203.777 -19,82 13,84 12,65 2,39 6,87 14,46 15,38 7,80 9,90 4,89 4,29 80,29 68,91 17.686.152 3,57 1.493.583 31,93 989.127 49,02 407.030 -21,14 6,63 8,44 3,06 4,17 13,29 13,71 3,89 5,60 1,77 2,47 88,91 80,88 53.359.537 11,68 3.697.661 33,84 2.029.962 87,75 716.413 -34,65 6,30 7,55 1,72 3,22 16,43 16,18 2,46 4,14 0,59 0,96 82,16 79,72 26.086.837 21,18 1.379.486 27,83 871.247 29,22 742.893 9,08 5,01 5,29 2,61 2,77 22,25 20,29 3,13 3,34 1,75 1,10 75,09 73,06 10.872.136 6,76 558.830 -15,63 305.360 -26,12 395.818 53,83 6,50 5,14 3,15 2,67 16,24 16,23 4,06 2,81 1,19 1,10 67,92 70,66 12.981.212 14,27 809.430 13,91 384.065 8,78 373.157 20,95 6,26 6,24 2,75 2,62 18,01 17,17 3,11 2,96 0,22 0,26 67,20 67,84 13.147.987 7,11 631.130 15,09 391.452 18,29 162.425 -25,44 4,47 4,80 2,17 2,43 14,04 15,00 2,70 2,98 1,43 1,63 90,36 86,80 12.960.015 20,54 1.079.198 150,33 406.564 172,61 257.885 -18,49 4,01 8,33 0,97 2,41 18,20 18,31 1,39 3,14 0,34 1,22 65,58 58,48 3.027.874 11,99 105.541 -1,60 73.279 -9,33 126.320 10,51 3,97 3,49 2,74 2,23 16,23 17,50 2,99 2,42 1,26 0,61 62,45 64,56 22.848.207 28,01 1.467.758 77,70 538.484 8,14 665.915 8,17 4,63 6,42 2,55 2,17 13,91 18,85 2,79 2,36 1,95 1,32 72,17 77,24 2.494.685 22,14 139.540 72,66 72.422 106,03 87.456 4,08 3,96 5,59 1,20 2,14 19,83 19,85 1,72 2,90 0,67 1,26 63,90 69,77 7.196.304 18,33 460.831 151,47 222.256 90,63 215.856 48,02 3,01 6,40 1,08 2,06 13,96 17,03 1,92 3,36 0,88 2,01 62,06 66,89 1.941.528 80,33 115.013 66,56 42.267 -14,97 62.164 161,63 6,41 5,92 3,81 1,88 23,13 14,56 4,62 2,18 1,73 0,65 65,33 86,27 3.912.587 22,30 82.013 -1,63 64.285 2,70 142.220 -2,14 2,61 2,10 1,80 1,53 15,11 16,71 1,96 1,64 0,45 0,43 80,38 86,44 6.875.354 25,07 238.462 376,31 165.757 437,70 82.966 -53,22 0,91 3,47 0,51 1,18 13,59 12,99 0,56 2,41 0,21 1,33 84,33 75,73 5.358.803 9,77 87.554 -8,21 69.805 -2,60 216.790 16,37 1,95 1,63 1,25 1,14 16,18 16,86 1,47 1,30 0,44 0,41 81,81 68,65 5.027.773 35,64 171.723 97,14 62.777 40,54 124.891 31,32 2,35 3,42 0,80 0,93 14,11 14,05 1,21 1,25 0,58 0,60 61,08 76,79 7.313.496 12,00 104.294 -17,41 75.724 -7,59 321.147 23,41 1,93 1,43 1,02 0,88 21,14 22,17 1,25 1,04 0,42 0,38 74,24 73,80 3.463.777 19,04 55.087 79,28 30.673 41,72 115.474 32,35 1,06 1,59 0,64 0,73 17,63 17,67 0,74 0,89 0,83 0,40 64,77 71,69 25.491.957 18,93 464.648 29,60 224.191 64,61 589.412 -1,60 1,67 1,82 0,48 0,64 14,57 13,45 0,64 0,88 0,15 0,46 70,81 72,42 2.844.039 13,61 72.790 39,28 24.099 3,62 131.556 23,28 2,09 2,56 0,69 0,63 22,04 22,91 0,93 0,85 0,35 0,31 53,19 52,18 3.631.214 22,22 84.326 160,67 22.887 191,74 95.877 -3,69 1,09 2,32 0,19 0,50 21,76 23,44 0,26 0,63 0,03 0,15 77,02 72,00 7.660.051 14,30 91.026 85,20 47.181 137,34 219.905 1,94 0,73 1,19 0,17 0,45 17,07 17,63 0,30 0,62 0,08 0,10 76,90 72,79 2.540.672 6,70 27.888 -23,67 8.787 -6,87 94.787 -7,25 1,53 1,10 0,25 0,25 16,80 16,72 0,40 0,35 0,10 0,10 71,75 65,64 12.054.857 23,35 134.442 18,03 41.173 2,12 387.116 11,83 1,17 1,12 0,22 0,20 17,75 20,84 0,41 0,34 0,17 0,11 77,58 84,00 299.846.738 14,07 18.769.938 24,44 10.132.762 39,05 7.137.112 -5,05 5,83 6,35 1,91 2,68 16,70 17,34 2,81 3,44 73,88 73,49 11.532.567 721.921 389.722 274.504 Sekilas Berita Silaturahmi Perbanas Sumatra Utara Pada 12 Januari 2015 Perbanas Sumatra Utara (Sumut) menggelar acara silaturahmi di Restauran Wisma Benteng, Medan. Acara tersebut dihadiri 50 pemimpin bank anggota Perbanas Sumut. Ajang yang digelar untuk mempererat silaturahmi antarpraktisi perbankan di Sumut ini merupakan acara tahunan Perbanas Sumut. Mengawali 2015, insan perbankan Sumut berharap akan terbangun persaudaraan, kekompakan, kebersamaan, serta profesionalisme di antara mereka. Semoga ke depan industri perbankan Sumut lebih baik dan sukses. No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014 l PROBANK 9 Regulasi Memaksimalkan Kontribusi LKM Demi memudahkan pengawasan dan memberikan kontribusi maksimal pada perekonomian nasional, OJK secara khusus mengatur LKM dalam tiga POJK. Peraturan yang dirilis pada pertengahan November 2014 itu mengatur tentang badan hukum hingga penyelenggaraan LKM. S ektor jasa keuangan merupakan sektor yang memiliki keterkaitan dengan hampir semua sektor perekonomian nasional. Sayangnya, hingga saat ini, akses para pelaku usaha mikro dan masyarakat berpendapatan rendah terhadap layanan pembiayaan, terutama dari perbankan, masih rendah. Padahal, sumber pendanaan dari sektor perbankan merupakan pintu masuk bagi masyarakat, khususnya pengusaha mikro, untuk mengembangkan usahanya dan mendapatkan layanan keuangan yang sama seperti para pengusaha besar lainnya. Akses para pengusaha mikro dalam mendapatkan layanan perbankan terbatas karena syarat-syarat yang diajukan pihak perbankan banyak yang tidak bisa mereka lengkapi. Dengan kata lain, perbankan menilai mereka belum bankable dan feasible. Hal itu menjadi peluang bagi lembaga keuangan mikro (LKM). Seiring dengan berjalannya waktu, LKM pun menjamur. Melihat fenomena tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merasa perlu mengeluarkan peraturan dalam rangka memajukan dan menjaga industri LKM pada masa-masa mendatang. Kemajuan dan kesehatan industri LKM diharapkan 10 PROBANK l No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014 bisa memberikan kontribusi maksimal bagi masyarakat bawah dan pelaku usaha mikro yang notabene bisa mendorong kemajuan ekonomi bangsa. Untuk mewujudkannya, pada medio November 2014 OJK merilis tiga peraturan OJK (POJK). Peraturan pertama adalah POJK Nomor 12/POJK.05/2014 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Keuangan Mikro. Dalam peraturan ini LKM ditetapkan sebagai lembaga keuangan khusus yang didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan ini dilakukan melalui pemberian pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada para anggota dan masyarakat. Tak hanya itu, LKM juga mengelola simpanan dan memberikan jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak berorientasi pada keuntungan. Dalam ketentuan umum peraturan ini, pinjaman dan pembiayaan yang diberikan LKM bisa menggunakan prinsip konvensional dan syariah. Untuk simpanan, bisa dalam bentuk tabungan atau deposito berdasarkan perjanjian penyimpanan dana. Masih dalam ketentuan umum, dewan direksi dan dewan komisaris LKM juga sudah ditentukan. Jika LKM tersebut berbadan hukum perseroan terbatas, peraturannya mengacu pada undang-undang (UU) tentang perseroan terbatas. Namun, jika LKM tersebut berbadan hukum koperasi, peraturannya mengacu pada UU tentang perkoperasian. Selain itu, kepemilikan LKM sudah ditetapkan dalam peraturan ini. Jika LKM berbentuk perseroan terbatas, minimal 60% sahamnya wajib dimiliki pemerintah daerah (pemda) kabupaten/kota atau badan usaha milik daerah (BUMD)/ kelurahan. Sisanya dapat dimiliki warga negara Indonesia (WNI) dan/atau koperasi. Untuk kepemilikan saham oleh WNI, tidak boleh melebihi 20%. Peraturan ini juga menyebutkan bahwa LKM hanya bisa dimiliki WNI, baik secara personal maupun instansi. Warga negara asing (WNA) tidak boleh memiliki LKM, baik secara langsung maupun tak langsung. Prosedur kerja LKM yang ditentukan OJK sekurang-kurangnya meliputi pemberian pinjaman atau pembiayaan, penerimaan simpanan, penagihan kepada pihak peminjam atau pihak yang menerima pembiayaan, prosedur penyelesaian piutang macet, dan prosedur penutupan simpanan. Salah satu syarat utama untuk membentuk sebuah LKM adalah permodalan. OJK pun sudah menyertakan syarat mengenai permodalan ini, dan ditentukan dalam tiga kategori sesuai dengan cakupan wilayah usahanya. Modal yang ditetapkan untuk cakupan wilayah usaha desa/kelurahan adalah Rp50 juta, untuk cakupan wilayah kecamatan sebesar Rp100 juta, dan untuk cakupan wilayah kabupaten/kota sebesar Rp500 juta. Peraturan kedua adalah POJK Nomor 13/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Lembaga Keuangan Mikro, yakni mengenai tata cara melakukan kegiatan usaha ini. Menurut peraturan tersebut, LKM wajib melakukan analisis atas kelayakan penyaluran pinjaman atau pembiayaan. Dalam melakukan kegiatannya, LKM menetapkan suku bunga maksimum pinjaman atau imbal hasil maksimum pembiayaan yang sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Bunga atau imbal hasil maksimum tersebut juga wajib dilaporkan LKM kepada OJK setiap empat bulan, yakni paling lambat minggu terakhir April, Agustus, dan Desember. Selain memberikan informasi kepada otoritas, LKM wajib memberitahukan bunga dan imbal hasil maksimum tersebut kepada masyarakat melalui koran, harian lokal, atau papan pengumuman di kantor LKM. Peraturan ini juga membahas tentang pembatasan pinjaman dan pembiayaan yang boleh dilakukan LKM. Pinjaman dan pembiayaan minimal sebesar Rp50.000 dan maksimal 10% dari modal LKM untuk nasabah kelompok atau 5% dari modal LKM untuk nasabah individu. LKM tidak bisa menolak pinjaman atas batas terendah dan tertinggi seperti yang sudah tertera dalam peraturan. Penilaian kualitas pinjaman atau pembiayaan juga harus dilakukan setiap LKM. Penilaian ini dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu lancar, diragukan, dan macet. Tak hanya pinjaman dan pembiayaan, batas simpanan juga masuk dalam peraturan ini. Menurut peraturan ini, batas minimal simpanan yang bisa diterima LKM adalah sebesar Rp5.000. Peraturan lainnya mencakup sumber pendanaan yang diterima LKM hanya dapat berasal dari ekuitas, simpanan, pinjaman, dan/atau hibah. Mengenai dana pinjaman, LKM hanya dapat menerima dana dari WNI atau badan usaha yang berdiri dan beroperasi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Rasio likuiditas dan solvabilitas juga menjadi perhatian OJK. Melalui peraturan tersebut, OJK menekankan bahwa LKM wajib menjaga likuiditas paling kurang sebesar 3%, sedangkan solvabilitas sebesar 110%. Jika terjadi kelebihan dana, LKM hanya dapat menempatkan dana tersebut pada tabungan dan deposito berjangka milik bank. Peraturan ketiga adalah POJK Nomor 14/POJK.05/2014 tentang Pembinaan dan Pengawasan Lembaga Keuangan Mikro. Menurut peraturan ini, pembinaan, pengaturan, dan pengawasan LKM sepenuhnya dilakukan oleh OJK yang didelegasikan kepada pemda kabupaten/kota. Dalam melakukan tugasnya, OJK berkoordinasi dengan kementerian yang menangani urusan koperasi dan Kementerian Dalam Negeri. Peraturan tersebut menegaskan bahwa jika pemda kabupaten/kota belum siap, OJK bisa mendelegasikan pembinaan dan pengawasan kepada pihak lain yang ditunjuk. Untuk itu, pemda harus menyiapkan sumber daya manusia (SDM) dan infrastruktur agar bisa melakukan pembinaan dan pengawasan tersebut. Setidaknya, ada beberapa hal yang menjadi perhatian utama pemda selama melakukan pembinaan dan pengawasan. Beberapa hal tersebut adalah penerimaan laporan keuangan dan input data dalam sistem aplikasi, pelaksanaan analisis laporan keuangan, penerimaan dan analisis laporan lain, penyusunan rencana kerja LKM, pengenaan sanksi administratif, dan pelaksanaan langkah-langkah penyehatan LKM. Hal lain yang juga mesti jadi perhatian adalah evaluasi hasil kerja LKM oleh regulator berdasarkan laporan yang disampaikan pemda. Laporan harus dilakukan setiap tahun untuk bisa dievaluasi OJK. Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Nonbank (IKNB) OJK, Firdaus Djaelani, ketiga POJK tersebut mengatur tentang perizinan usaha, penyelenggaraan usaha, hingga pengawasan terhadap LKM. “Potensi pembiayaan LKM cukup besar. UU LKM bertujuan bagaimana keinginan pemerintah bersama DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) mempercepat pembangunan di wilayah atau daerah kecil,” kata Firdaus kepada wartawan, beberapa waktu lalu. Dengan adanya POJK tersebut, semua LKM yang beroperasi wajib mendapatkan izin dari OJK terlebih dulu. Selain itu, kelembagaannya akan diatur oleh regulator agar mampu memberikan kontribusi kepada masyarakat berpenghasilan rendah dan para pelaku usaha mikro dengan tetap memerhatikan aspek prudensial dan perlindungan kepada nasabah. n No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014 l PROBANK 11 Wacana LFR Memberi Ruang kepada Bank Ruang gerak bagi pertumbuhan kredit perbankan makin menyempit. Untuk memberikan ruang gerak yang lebih, penerapan kebijakan LFR diharapkan bisa segera terealisasi. P ertumbuhan kredit perbankan tengah mengalami penurunan karena gejolak perekonomian dunia yang terjadi beberapa tahun belakangan ini. Selain itu, ekspansi kredit perbankan nasional dibatasi oleh kebijakan loan to deposit ratio (LDR) dengan rentang 78%92%. Jika sebuah bank LDR-nya di luar itu, ia akan dikenai kewajiban giro wajib minimum (GWM) tambahan. Hal itu membuat bank-bank tetap menjaga LDR-nya pada rentang yang telah ditetapkan. Sebagai informasi, menurut data yang dilansir Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga September 2014 posisi LDR perbankan nasional berada di 88,93%. Bahkan, pada Juli 2014 sempat menyentuh 92,19%. Artinya, ruang tumbuh atau ekspansi kredit bagi perbankan nasional sudah sangat sempit. Dalam perkembangannya, bank-bank pun melakukan perang suku bunga simpanan dan gimmick berbagai hadiah menarik untuk memikat nasabah. Hal itu dilakukan bank-bank 12 PROBANK l No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014 agar dana pihak ketiga (DPK) yang dikumpulkan kian membesar. Tentu saja, selain membuat ongkos dana makin mahal dan mengurangi margin keuntungan bank, hal itu berdampak pada suku bunga kredit yang ujung-ujungnya bakal meningkatkan rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL). Padahal, kredit perbankan masih sangat dibutuhkan untuk mendorong pembangunan nasional. Tentu kondisi tersebut harus menjadi perhatian segenap stakeholders di industri perbankan nasional, termasuk para pemangku kebijakan. Salah satu solusi yang dianggap jitu ialah penerapan kebijakan loan to funding ratio (LFR) yang telah diwacanakan beberapa waktu lalu. Penerapan LFR perlu dilaksanakan sesegera mungkin karena hal ini diyakini akan membuat kinerja industri perbankan menjadi lebih leluasa. Pasalnya, kondisi yang dialami industri perbankan saat ini makin sulit dan tertekan akibat likuiditas yang kian ketat. Pengetatan likuiditas ini sebenarnya mulai dirasakan pelaku industri perbankan sejak beberapa tahun lalu. Tren penurunan DPK sudah terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Menurut data yang dihimpun Biro Riset Infobank (birI), pertumbuhan DPK perbankan yang sempat menyentuh 19,07% pada 2011 mengalami penurunan menjadi 15,81% pada 2012. Penurunan DPK terus berlanjut pada 2013 dengan pertumbuhan sebesar 13,60%. Namun, merujuk pada data dari OJK, DPK perbankan hingga September 2014 mencapai Rp3.995,80 triliun atau meningkat sebesar 13,32% dibandingkan dengan posisi yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp3.526,19 triliun Tren pertumbuhan yang melambat juga Meski industri perbankan memerlukan terjadi pada penyaluran kredit. Pada 2012 pendanaan dari luar, tidak ada insentif pertumbuhan kredit yang disalurkan yang diberikan untuk penerbitan perbankan mencapai 22,97% dan pada instrumen-instrumen tersebut. Menurut 2013 mengalami penurunan menjadi Mirza, hal ini yang menjadi perhatian BI sebesar 21,80%. Namun, hingga dan OJK untuk bisa diutak-atik sehingga September 2014 total kredit yang LDR tidak lagi menjadi sebuah ukuran, disalurkan bank umum mencapai tapi LFR. Rp3.592,09 triliun atau mengalami “Harus ada funding lain dari luar pertumbuhan sebesar 13,19% jika deposito dan dibuatkan hitungan LFR. dibandingkan dengan September 2013 Selain itu, harus ada fresh money yang atau membukukan pertumbuhan year to masuk. Jangan hanya bergeser dari date sebesar 8,20%. deposito ke NCD atau obligasi. Kalau Melambatnya pertumbuhan DPK yang terjadi seperti itu, yang ada tetap perbankan makin memperjelas tekanan menaikkan bunga deposito,” jelas likuiditas yang terjadi di pasar. Tekanan Mirza. yang terlihat samar-samar pada awalnya Perubahan penggunaan LDR menjadi ini menjadi kian nyata dengan kondisi LFR juga mendapatkan perhatian dari yang terjadi belakangan ini. para pelaku perbankan. Menurut mereka, Tekanan likuiditas tersebut merupakan dengan memasukkan instrumen surat salah satu faktor yang membuat industri utang, hal itu akan sangat membantu ini makin kesulitan dalam melakukan likuiditas perbankan sehingga wacana ini ekspansi bisnis dan menyalurkan kredit. perlu segera dilakukan. Pertumbuhan dana Artinya, meskipun bisnis perbankan tetap Presiden Direktur OCBC NISP, masyarakat atau DPK yang Parwati tumbuh, pertumbuhannya tidak akan Surjaudaja, mengatakan, sumber tidak sekencang sekencang tahun-tahun sebelumnya. pendanaan bank memang tidak Tekanan yang dirasakan industri bergantung pada pengumpulan DPK saja. pertumbuhan kredit perbankan memang menjadi perhatian Menurutnya, likuiditas sebuah bank bisa membuat para pelaku Bank Indonesia (BI) dan OJK. BI sudah tercermin dengan lebih akurat melalui berencana untuk mengubah definisi LDR industri ini berebut deposito berbagai dana non-DPK dan dihitung dengan memasukkan instrumen surat indikator LFR. “Rasanya dengan menaikkan harga. melalui utang dan komponen lainnya dalam mengukur dengan berbagai rasio tidak penghitungan rasio utang terhadap DPK. ada salahnya. Namun, loan deposit ratio Hal ini tentunya akan sangat membantu (LDR) sebaiknya tetap diukur, tapi LFR likuiditas perbankan ke depan. juga diukur,” katanya. Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara, Sementara itu, Head Financial, Planning, Performance mengatakan, tingginya pertumbuhan LDR di industri Management and Reporting Bank Internasional Indonesia perbankan dikarenakan penyaluran kredit yang dilakukan (BII), Nurmala Damanik, mengatakan, tujuan memasukkan pelaku industri ini yang sangat pesat. Tingginya pertumbuhan dana selain DPK dalam penghitungan LFR ini ialah untuk kredit tersebut ternyata tidak diikuti dengan pertumbuhan DPK menjaga sumber pendanaan jangka panjang dalam penyaluran sehingga LDR di industri ini sempat menyentuh 92%. kredit-kredit jangka panjang. Pertumbuhan dana masyarakat atau DPK yang tidak Menurutnya, OJK akan mempertimbangkan usulan tersebut sekencang pertumbuhan kredit membuat para pelaku industri dan mempertimbangkan untuk menyetujui usulan yang ini berebut deposito dengan menaikkan harga. “Jadi, bunga memasukkan komponen surat utang yang dibeli perbankan ke deposito yang naik terus tersebut karena bank-bank rebutan dalam LFR. “Jika itu dipenuhi, tentunya akan sama saja dana. Belum lagi pemerintah yang juga rebutan dana dengan seperti fungsi LDR, tapi memang itu lebih sehat karena menerbitkan ORI (Obligasi Ritel Indonesia). Kalau sampai menjadi seimbang,” kata Nurmala. pemerintah menerbitkan ORI dengan bunga di bawah 4,5%, Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D. Hadad, tidak akan ada yang beli,” jelas Mirza ketika ditemui di mengatakan, pihaknya juga sedang menggodok aturan tersebut kantornya, beberapa waktu lalu. agar bisa segera direalisasikan. Menurutnya, makin cepat Untuk mengimbangi pemasukan dari deposito, BI peraturan ini keluar, industri perbankan akan bisa lebih sehat mendukung pihak perbankan untuk diberikan akses lagi dan tidak akan tertekan oleh penghitungan LDR. penghitungan rasio pendanaan terhadap kredit dari sektor “Kami sudah berbicara dengan BI mengenai penerapan lainnya, seperti obligasi, negotiable certificate of deposit (NCD), LFR. BI juga sudah setuju mengenai ini. Semuanya sudah dan instrumen-instrumen lain—atau lebih dikenal sebagai LFR. disiapkan, baik dari OJK maupun BI. Paling cepat, kami akan Hal ini didukung BI karena akan mampu mengurangi keluarkan peraturan mengenai LFR pada awal tahun ini,” komponen tabungan, giro, dan deposito yang relatif mahal. pungkasnya. n No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014 l PROBANK 13 Liputan Khusus Melirik Potensi Pembiayaan Infrastruktur Pembangunan infrastruktur membutuhkan anggaran hingga sekitar Rp5.000 triliun. Perbankan menjadikan infrastruktur sebagai sektor yang prospektif untuk dibiayai. Seberapa besar potensinya? P emerintah melakukan pertarungan berat untuk mencapai stabilitas ekonomi Indonesia pada 2014. Sejumlah tantangan direspons dengan baik oleh pemerintah melalui berbagai kebijakan fiskal yang penuh kehati-hatian. Menginjak 2015 republik ini kembali menghadapi tantangan yang tak ringan. Lambatnya pemulihan ekonomi global akan memengaruhi stabilitas ekonomi pada 2015. Melambatnya pertumbuhan ekonomi di beberapa negara, seperti Tiongkok, pun patut diwaspadai. Belum lagi, pemerintah harus bersiap mengantisipasi dampak penghentian kebijakan stimulus Amerika Serikat (AS) yang akan berimbas pada perekonomian Indonesia. Dalam menghadapi tantangan itu, pemerintah telah mempersiapkan berbagai skenario yang diimplementasikan melalui sejumlah program untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), mengatakan, pada 2015 pemerintah akan fokus pada pembangunan infrastruktur, maritim, dan kegiatan yang berkaitan dengan pangan. Terkait dengan upaya mendorong pembangunan infrastruktur selama 2015-2019, menurut hasil penghitungan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), total kebutuhan anggaran pembiayaan program pembangunan 14 PROBANK l No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014 infrastruktur dalam kurun waktu lima tahun tersebut sekitar Rp5.519,4 triliun. Menurut Dedy S. Priatna, Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas, pembangunan infrastruktur akan diprioritaskan untuk pembangunan jalan raya, kereta api, listrik, dan perumahan. Sumber pendanaan pembangunan infrastruktur salah satunya berasal dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pembiayaan APBN diproyeksikan mencapai Rp2.215,6 triliun. Sisanya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), badan usaha milik negara (BUMN), dan swasta. Khusus untuk sektor swasta, pemerintah berharap, sektor ini dapat menyumbang sekitar Rp1.692,3 triliun dari total pendanaan yang dibutuhkan. Deddy mengungkapkan, porsi terbesar pembiayaan infrastruktur dikerjakan oleh empat kementerian. Satu, Kementerian Pekerjaan Umum dengan kebutuhan mencapai Rp123,324 triliun. Dua, Kementerian Perhubungan dengan total anggaran Rp72,328 triliun. Tiga, Kementerian Perumahan Rakyat dengan kebutuhan mencapai Rp12,163 trilium. Empat, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dengan total anggaran Rp16,849 triliun. Dalam rencana pembangunan infrastruktur 2015-2019, infrastruktur perhubungan akan menjadi fokus program pemerintah. Pembangunan di sektor ini meliputi pembangunan 2.650 kilometer (km) jalan baru, konstruksi jalan tol sepanjang 1.000 km, dan pemeliharaan jalan sepanjang 46.770 km. Selain itu, pembangunan 15 bandara baru, pengadaan 20 pesawat perintis, dan pengembangan bandara untuk pelayanan kargo udara di enam lokasi. Sementara, di sektor pelabuhan, pemerintah akan membangun 24 pelabuhan baru. Pemerintah juga akan membangun 3.258 km jalur kereta api di Jawa, Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan. Jalur-jalur itu terdiri atas 2.159 km jalur kereta api antarkota dan 1.099 km antarprovinsi. Di sektor pertanian, pembangunan diprioritaskan untuk membangun 30 waduk baru dan 33 pembangkit listrik tenaga air (PLTA), 1 juta hektare (ha) jaringan irigasi, serta rehabilitasi 3,3 juta ha jaringan irigasi. Di sektor energi, prioritasnya adalah pembangunan dua Hal senada diungkapkan Destry Damayanti, kilang minyak berkapasitas produksi Chief Economist Bank Mandiri. Menurutnya, 2x300.000 barel serta perluasan kilang sektor infrastruktur menjadi salah satu sektor minyak di Cilacap dan Balongan. yang cukup prospektif bagi perbankan. “Ada Sementara, di sektor properti, berapa kredit berorientasi domestik yang pemerintah menargetkan untuk membangun masih solid. Sektor-sektor yang dimaksud rumah susun sederhana sewa (rusunawa) ialah listrik, gas, dan air; konstruksi, 5.257 twin block, bantuan stimulan perdagangan, transportasi, dan komunikasi; swadaya 5,5 juta rumah tangga, serta jasa dan keuangan,” jelasnya. penanganan kawasan kumuh 37.407 ha, Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan dan fasilitas kredit perumahan masyarakat (OJK), penyaluran kredit bank umum ke berpenghasilan rendah (MBR) untuk 2,5 ketiga sektor tersebut juga mengalami juta rumah tangga. peningkatan yang cukup signifikan sepanjang Untuk memuluskan realisasi pembangunan 2014. OJK mencatat, kredit yang disalurkan tersebut, dalam rapat kabinet Desember lalu ke sektor listrik, air, dan gas membukukan pemerintah akhirnya memutuskan untuk pertumbuhan sebesar 21,09%, dari Rp72,74 menambah anggaran infrastruktur hingga triliun pada September 2013 menjadi mencapai Rp157 triliun. Dana Rp88,08 triliun pada September Anggaran Pembangunan Infrastruktur tersebut akan diambil dari 2014. Demikian pula dengan tambahan ruang fiskal sebesar penyaluran kredit ke sektor Infrastruktur Anggaran Rp230 triliun yang diperoleh dari konstruksi, yang naik dari (Rp Triliun) potensi peningkatan penerimaan Rp120,47 triliun pada September Jalan Raya 805 pajak dan penghematan subsidi 2013 menjadi Rp142,94 triliun Perkeretaapian 283 bahan bakar minyak (BBM) pada pada periode yang sama 2014 2015. Migas 506,5 atau tumbuh 18,65%. Sementara, Sofyan Djalil, Menteri kucuran kredit ke sektor Kelistrikan 980 Koordinator Bidang transportasi, pergudangan, dan Telekomunikasi dan Informatika 277,8 Perekonomian, mengatakan, komunikasi hingga September Sumber Daya Air 400,5 untuk 2015, anggaran 2014 mengalami kenaikan Perumahan 527,5 infrastruktur yang dialokasikan sebesar 18,21% secara year on Total 3.780,3 di Kementerian Pekerjaan Umum year (yoy) dari Rp153,69 triliun Sumber : Bappenas. mencapai Rp120 triliun lebih. menjadi Rp181,67 triliun. “Dengan tambahan anggaran Pada 2015 ketiga sektor tersebut, pembangunan infrastruktur akan digenjot, termasuk tersebut makin menarik sejalan dengan sejumlah rencana infrastruktur pangan,” ujarnya, seperti dikutip sebuah media pemerintah dalam menggenjot pembangunan infrastruktur. nasional. Khusus untuk sektor transportasi, pergudangan, dan Tentu saja, alokasi pendanaan infrastruktur tak akan komunikasi, di tengah tren perlambatan kredit, Destry justru mungkin dapat dipenuhi hanya dari APBN dan APBD. Di sini memprediksi pertumbuhan kredit ke sektor tersebut pada 2015 peran BUMN dan pihak swasta sangat diperlukan, termasuk mencapai 10,5%. perbankan tentunya yang selama ini memiliki peran penting Saat ini sudah ada sejumlah bank yang menyatakan niatnya dalam mendukung pembiayaan pembangunan. Skema untuk menyalurkan pembiayaan infrastruktur. Bahkan, dua pembiayaan melalui sindikasi pun menjadi cara yang cukup bank pelat merah, yakni BRI dan BNI, akan mengandalkan efektif dalam mendukung pembiayaan pembangunan. penyaluran kredit infrastruktur untuk menopang penyaluran Pada 2014, misalnya, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) kreditnya ke sektor korporasi. mendapatkan dana pinjaman sebesar Rp6,5 triliun dari sindikasi Di BRI, outstanding penyaluran kredit korporasi hingga empat bank nasional, yakni PT Bank Negara Indonesia Tbk Oktober 2014 mencapai Rp127 triliun, tumbuh 18% secara (BNI), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), PT Bank Central yoy. Penyaluran kredit korporasi bank yang baru saja Asia Tbk (BCA), dan PT Bank Internasional Indonesia Tbk ditinggalkan Sofyan Basir ini akan difokuskan ke sektor (BII). Skema sindikasi semacam ini diharapkan dapat terus infrastruktur, agrobisnis, dan industri. Bank ini bertekad akan dilakukan untuk mendukung pembangunan nasional. menjaga komposisi kredit korporasi di kisaran 26% hingga Sejumlah rencana pembanguan infrastruktur yang ada 27% dari total kreditnya. sejatinya merupakan peluang bagi perbankan dalam kegiatan Seperti halnya BRI, kredit korporasi BNI juga akan penyaluran pembiayaan produktif. Direktur Business Banking membidik sektor infrastruktur. Kebijakan ini dipilih lantaran BNI, Krishna R. Suparto, mengakui bahwa pendanaan dari sejalan dengan kebijakan pemerintahan Jokowi yang tengah sindikasi bank nasional, seperti yang diberikan kepada PLN, giat menggalakkan pembangunan infrastruktur. Dengan strategi menarik bagi perbankan. “Hal itu karena industri kelistrikan tersebut, BNI menargetkan pertumbuhan kredit korporasinya merupakan infrastruktur yang sangat strategis,” ujarnya. dapat mencapai 15% pada 2015. n No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014 l PROBANK 15 Liputan Khusus Direktur Utama OCBC NISP, Parwati Surjaudaja Direktur Utama Bank Mandiri, Budi Gunadi Sadikin Likuiditas Kendala untuk Garap Infrastruktur Tak Bisa Hanya Andalkan Perbankan Kabinet Kerja Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, telah menyatakan akan lebih serius membangun infrastruktur Indonesia pada 2015. Direktur Utama OCBC NISP, Parwati Surjaudaja, menilai hal tersebut sangat positif karena saat ini infrastruktur memang sangat diperlukan. “Kita melihat itu suatu hal yang sangat positif. Nasabah menjadi sangat semangat untuk berinvestasi, untuk ekspansi usahanya karena infrastruktur jadi jalan, lalu ada poros maritim, penerbangan (airport), dan sebagainya memang sangat dibutuhkan,” ujar Parwati. Kendati mendukung penuh kebijakan pemerintah, Parwati mengakui OCBC NISP belum ada rencana untuk menggarap sektor infrastruktur dengan lebih serius. Keterbatasan likuiditas diakui Parwati sebagai salah satu alasan kenapa OCBC NISP tidak berencana mendalami sektor infrastruktur. Menurutnya, bisnis infrastruktur adalah bisnis jangka panjang sehingga akan terjadi missmatch yang sangat besar, mengingat sumber dana yang dimiliki OCBC NISP saat ini mayoritas adalah deposito. “’Kan ini jangka panjang sekali, proyeknya ada yang 10 tahun, ada yang 20 tahun, ada yang 30 tahun. Sedangkan, sumber dana kita sekarang mayoritas deposito satu bulan, missmatch-nya luar biasa,” ujarnya. Karena itu, Parwati mengakui, hingga saat ini porsi kredit infrastruktur OCBC NISP masih single digit. “Memang kami tidak sangat besar di infrastruktur. Porsi kami masih di bawah 5% karena kami masih belum mengerti bisnis ini,” ujarnya. Ia pun mengatakan kalau OCBC NISP tidak akan terburu-buru untuk masuk ke pembiayaan infrastruktur sehingga OCBC NISP tidak memasang target apa pun di sektor infrastruktur pada 2015. Salah satu pembiayaan infrastruktur yang dilakukan OCBC NISP ialah melalui fasilitas kredit yang diberikan kepada PT Samudera Indonesia Tbk untuk mendukung pengembangan bisnis di sektor kelautan. “Ini bertujuan khusus untuk mendukung rencana pengembangan bisnis di sektor logistik dan pelabuhan. Grup Samudera merupakan nasabah loyal OCBC NISP di sektor infrastruktur transportasi laut dan logistik,” ujar Parwati. Ke depan, Parwati berharap nantinya pemerintah tidak hanya membangun infrastruktur fisik, walaupun memang kebutuhan di infrastruktur fisik sangat dibutuhkan. Menurut Parwati, infrastruktur nonfisik juga sama pentingnya dengan infrastruktur fisik. “Seperti sistem hukum kita, itu sangat penting,” pungkas Parwati. n 16 PROBANK l No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014 Bank Mandiri merupakan salah satu bank penyalur pembiayaan infrastruktur terbesar di Indonesia. Untuk tahun ini saja, Bank Mandiri mengalokasikan dana sekitar Rp90 triliun guna membiayai pembangunan sektor infrastruktur yang dialokasikan untuk membangun berbagai jenis infrastruktur, seperti jalan, ketenagalistrikan, transportasi, telekomunikasi, serta minyak dan gas bumi. Namun, Direktur Utama Bank Mandiri, Budi Gunadi Sadikin, mengatakan, untuk membiayai sektor infrastruktur tidak bisa hanya mengandalkan peran perbankan. “Likuiditas dan modal yang dimiliki perbankan saat ini tidak akan cukup untuk mendukung proyek infrastruktur,” ujar Budi. Sedangkan, lanjut Budi, dana yang dibutuhkan untuk membangun infrastruktur yang diinginkan pemerintah luar biasa besar. Setidaknya untuk membiayai 1.000 kilometer (km) jalan tol diperlukan dana Rp150 triliun. Ditambah lagi, pemerintah ingin membangun 35 pelabuhan yang biayanya sekitar Rp2 triliun sampai dengan Rp10 triliun. “Kita ambil di tengah-tengah antara Rp5 triliun dan Rp6 triliun, berarti butuh sekitar Rp100 triliun lagi, lalu listrik butuh Rp700 triliun,” ujar Budi. Budi pun mempertanyakan pembiayaan rencana proyek infrastruktur pemerintah. “Kita ingin membuat presentasi yang luar biasa seperti di Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) atau kita ingin mengeksekusi proyek ini? Saya bankir, jadi saya mikirin uang, dan kita tidak bisa mengeksekusi proyek kalau tidak punya uang. Karena, kita bicara tentang Rp1.000 triliun per tahunnya, padahal alokasi anggaran untuk infrastruktur di APBN hanya sekitar Rp200 triliun per tahun,” terang Budi. Menurutnya, dibutuhkan instrumen lain untuk membiayai proyek infrastruktur, sayangnya masing-masing memiliki keterbatasannya sendiri. Pasar obligasi misalnya, menurut Budi pasar obligasi di Indonesia masih sangat terbatas. “Kita butuh pasar obligasi, tapi pasar obligasi kita saat ini sangat terbatas. Berapa banyak perusahaan yang menerbitkan obligasi? Volume perdagangan harian saja masih kurang dari Rp1 triliun, mungkin hanya sekitar Rp600 miliar sampai dengan Rp700 miliar,” kata Budi. Padahal, saat ini 70% dari proyek infrastruktur dibiayai oleh perbankan. “Perbankan harus mikirin gimana caranya mengeksekusi proyek ini,” pungkas Budi. n Direktur Utama BNI, Gatot M. Suwondo Direktur Utama Bank BJB, Ahmad Irfan Pionir Pembiayaan MP3EI Peluang bagi BPD Direktur Utama Bank Program pengembangan Negara Indonesia (BNI), Gatot infrastruktur yang dicanangkan M. Suwondo, menegaskan, pemerintah membuka peluang penyaluran kredit yang bagi perbankan dalam kegiatan dilakukan BNI memang penyaluran kredit. Direktur diarahkan untuk menjadikan Komersial Bank Jabar Banten BNI sebagai pionir dalam (Bank BJB), Ahmad Irfan, pembiayaan program melihat hal tersebut sebagai Masterplan Percepatan dan peluang yang sangat potensial Perluasan Pembangunan bagi bank pembangunan daerah Ekonomi Indonesia atau (BPD) seperti Bank BJB. MP3EI. “Pembangunan infrastruktur “Kami akan bantu merupakan peluang yang baik. pembiayaan infrastruktur Apalagi pembangunan banyak karena proyek MP3EI sangat difokuskan di daerah. Ini menjadi bagus. Karena, mau enggak mau, suka enggak suka harus bangun peluang bagi BPD seperti Bank BJB,” ujar Irfan. Untuk itu, lanjut infrastruktur,” ujar Gatot. Ia melanjutkan, ada rencana pemerintah Irfan, Bank BJB sudah menyiapkan dana sebesar Rp2 triliun untuk menaikkan listrik dari 10.000 megawatt menjadi 20.000 disalurkan ke kredit infrastruktur. Selama ini infrastruktur memang megawatt, lalu ada rencana bangun 25 pelabuhan, juga 2.500 merupakan salah satu pasar yang digarap oleh BPD terbesar di kilometer (km) jalan di Sumatra. Menurut Gatot, semua itu Indonesia ini. potensi bagi bank, tapi Irfan melihat pasar pembiayaan tetap bank tidak bisa infrastruktur cukup prospektif. sendirian membiayai Apalagi Bank BJB sudah memiliki Khusus untuk sektor infrastruktur, BNI proyek-proyek tersebut. jalinan kerja sama dengan beberapa telah menyiapkan plafon pinjaman hingga perusahaan konstruksi di Indonesia. “Kucuran kredit kami pada 2014 memang Rp60 triliun. Sepanjang semester pertama “Tantangan bank daerah pada 2015 diarahkan pada inisiatif cukup berat. Namun, peluang untuk 2014 BNI telah mengucurkan kredit BNI untuk menjadi meraup laba cukup besar. Peluang pionir pembiayaan pengalihan subsidi bahan bakar infrastruktur sebesar Rp40 triliun yang MP3EI dan akan ditangkap oleh Bank disalurkan pada tiga sektor utama, yakni minyak meningkatkan ekspansi BJB,” ujar Irfan. Irfan menilai listrik, jalan, dan telekomunikasi. kredit pada sektor-sektor potensi pendapatan proyek utama di setiap infrastruktur sangat besar. kawasannya,” tutur Menurutnya, infrastruktur akan Gatot. menjadi salah satu pasar yang akan tumbuh signifikan, terutama Khusus untuk sektor infrastruktur, BNI telah menyiapkan infrastruktur jalan tol, bersama dengan perumahan dan rumah plafon pinjaman hingga Rp60 triliun. Sepanjang semester pertama susun. Selain itu, ia menilai kredit konsumer dan sindikasi masih 2014 BNI telah mengucurkan kredit infrastruktur sebesar Rp40 cukup potensial. Sepanjang 2014 penyaluran kredit Bank BJB triliun yang disalurkan pada tiga sektor utama, yakni listrik, jalan, memang masih didominasi oleh sektor konsumer dengan porsi dan telekomunikasi. BNI akan mengarahkan distribusi kredit mencapai 70%, sedangkan ke sektor mikro porsinya sekitar 10% untuk membangun infrastruktur pada delapan sektor unggulan, hingga 15% dan porsi untuk infrastruktur sekitar 5% dari total yakni minyak, gas, dan pertambangan; lalu informasi dan kredit Bank BJB. telekomunikasi; kimia; pertanian; makanan; ritel dan perdagangan Tahun depan Bank BJB menargetkan pertumbuhan kredit dapat besar; kelistrikan; dan sektor konstruksi. mencapai 17%. Pertumbuhan kredit komersial dan konsumer Menurut Gatot, dengan pembangunan di sektor infrastruktur, diharapkan dapat mencapai 15% sampai dengan 20%, kredit mikro Indonesia akan dengan mudah bisa mencapai pertumbuhan ditargetkan tumbuh 10%-15%, sementara kredit kepemilikan ekonomi lebih dari 6%. “Tantangan kita ada pada lemahnya rumah (KPR) ditargetkan meningkat sebesar 5%-10% pada 2015. infrastruktur. Ekonomi kita membutuhkan infrastruktur yang bisa Namun, Bank BJB juga patut mewaspadai kredit bermasalah (non mendukung kegiatan perindustrian di dalam negeri,” pungkas performing loan atau NPL) yang per September 2014 sudah Gatot. n mencapai 4,14%. n No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014 l PROBANK 17 Profil Eko B. Supriyanto Komisaris Independen PT Bank MNC Internasional Tbk Menyoroti Likuiditas dan Permodalan W iting tresno jalaran soko kulino, jatuh cinta karena biasa. Pepatah Jawa itu cocok untuk menggambarkan perjalanan karier Eko B. Supriyanto, Pengurus Perbanas Bidang Komunikasi dan Komisaris Independen PT Bank MNC Internasional Tbk (MNC Bank). Aktivitas Eko selama hampir 26 tahun berkutat dengan angka-angka perbankan, mulai dari wawancara, menulis, melakukan kajian, hingga berdiskusi intens di lingkungan perbankan, mengantarkannya ke dunia perbankan secara nyata. Di dunia perbankan, Eko pertama kali menjejakkan kakinya di Bank Mutiara (Bank Century). Selama lima tahun enam bulan Eko menduduki posisi Komisaris Independen Bank Mutiara. “Sekolah saya di lapangan. Kendati pendidikan formal saya perbankan, praktik sesungguhnya di Bank Century (Bank Mutiara), yang Anda tahu itu tidak mudah. Cukup sekali proses penyehatan (Bank Century) perbankan harus melalui proses jalan yang terjal penuh haru biru politik. Namun, itu guru terbaik buat pribadi dan profesi saya selanjutnya,” ujar Eko yang lahir di Cepu ini. Eko melihat, dunia perbankan Indonesia sudah berubah. Industri perbankan Indonesia kini lebih hati-hati dan punya tata kelola yang lebih baik. Namun, tantangan ke depan tak bisa dilepaskan dari kebutuhan likuiditas dan permodalan yang cukup. Lantas, bagaimana tantangan dan kondisi perbankan nasional saat ini dan masa mendatang? Berikut wawancara lengkapnya dengan Probank. Petikannya: Bagaimana dampak global, khususnya setelah stimulus Eropa? Langkah bank sentral Eropa atau European Central Bank (ECB) mengucurkan dana stimulus sekitar 1 triliun euro diperkirakan bisa berimbas ke Indonesia. Hal seperti ini pernah terjadi ketika Amerika Serikat (AS) didera krisis pada 2007/2008. Waktu itu Indonesia semacam mendapat durian runtuh dengan masuknya dana-dana ke investasi portofolio. 18 PROBANK l No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014 Hal itu bisa sama, tapi juga bisa menjadi bumerang karena sifatnya dana ini seperti jalangkung, masuk tak diundang pulang tidak diantar. Artinya, dengan mudah masuk, maka dengan mudah keluar sehingga menimbulkan ketidakpastian. Jadi, ketika nanti The Fed menaikkan suku bunga dan benar-benar mengurangi stimulus, bisa jadi ada penggantinya dari Eropa. Namun, kita juga harusnya siap dengan produk yang bisa menarik investor dari Eropa. Bagaimana perkembangan industri perbankan nasional? Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, perkembangan perbankan tahun lalu masih relatif baik. Hanya saja, pada kuartal terakhir perkembangan perbankan mulai tampak melambat dari sisi kredit. Tidak seperti sebelumnya, perbankan melakukan ekspansi kredit yang besar sehingga akibatnya seperti sekarang. Bank-bank terpaksa mencari likuiditas yang secara masif sehingga terjadi perang suku bunga yang akhirnya memaksa otoritas turun tangan. Namun, secara keseluruhan kinerja perbankan nasional masih tumbuh dengan baik, kendati pertumbuhan kredit tak lagi sekencang sebelumnya. Walau melambat, masih dapat menghasilkan laba. Belakangan (bank-bank) tidak lagi jorjoran suku bunga, khususnya bank-bank BUKU (bank umum kegiatan usaha) 4. Dan, ini memberi ruang bagi tumbuhnya bank-bank BUKU di bawahnya. Kinerja perbankan baik, relatif oke kendati tidak semudah lima tahun lalu. Secara rasio-rasio keuangan tampak masih dapat menghasilkan interest margin, rentabilitas yang tetap memadai. Namun, loan to deposit ratio (LDR) sudah mulai menuju titik optimum. Untungnya, otoritas mulai mengubah tata cara perhitungan LDR, yang mulai memasukkan surat berharga dan pinjaman. Perbankan nasional masih punya ruang untuk tumbuh. Daya tahan permodalan juga relatif kuat. Apa saja tantangan industri perbankan pada tahuntahun mendatang? Tantangan perbankan sekarang, sangat berbeda dengan tantangan lima tahun atau sepuluh tahun ke depan. Jika diperhatikan, sebelum 2013 tampak perbankan dengan mudah melakukan ekspansi kredit yang pesat. (Itu) tidak salah karena memang pasarnya masih luas dan ekonomi Indonesia tumbuh dengan baik. Jadi, ekspansi kredit selalu tumbuh lebih besar daripada pertumbuhan dana ya akibatnya sekarang, bank-bank mulai harus memikirkan likuiditas. Saya melihat, kebutuhan likuiditas itu mendesak setiap tahunnya, kecuali perilaku pemberian kredit berubah. Persoalan likuiditas akan terus menjadi isu strategis dalam lima atau sepuluh tahun mendatang, kecuali kita bisa memanggil pulang dana-dana orang Indonesia yang ada di Singapura. Selain likuiditas, tantangan terberat adalah persoalan permodalan. Adanya ketentuan modal baru seperti Basel II yang menganut ICAPP (The Internal Capital Adequacy Assessment Process) atau berbasis risiko membuat bankbank harus terus menambah modal. Bisnis bank itu ‘kan seperti lari maraton, harus tahan napas dengan terus menambah modal kalau ingin berkembang. Seperti apa kesiapan industri perbankan nasional terkait dengan pelaksanaan MEA pada 2020? Saya jujur saja, tentang persaingan tidak terlalu khawatir karena sekarang ini saja bank-bank ASEAN sudah lama masuk Indonesia. Dan, kita tetap survive dan berkembang. Jadi, sudah biasa bank-bank bersaing dengan bank-bank dari ASEAN. Hanya, permodalan bank-bank di Indonesia perlu diperkuat. Pasar perbankan Indonesia masih sangat luas. Baru sekitar 49% yang tersentuh akses keuangan. Bicara soal akses perbankan, mungkin lebih kecil dari itu. Kredit per produk domestik bruto (PDB) juga masih sekitar 38%. Indonesia masih luas pasarnya. Namun, kalau bank-bank nasional tidak mulai berbenah, pada akhirnya juga akan terkikis pasarnya. Saya melihat, bank-bank nasional lebih memperkuat kuda-kuda untuk memasuki pasar dalam negeri dengan lebih siap. Hal ini karena bank-bank dari ASEAN sudah lebih dulu melakukan konsolidasi dan mempunyai modal yang besar dengan harga dana yang relatif lebih murah. Soal SDM, perlu ditingkatkan kualitasnya karena di bidang perbankan masih relatif kalah dibandingkan dengan dari Singapura, misalnya. Kita harus mulai berbenah karena sebenarnya yang tahu pasar di Indonesia ya orang Indonesia. Dan, yang lebih penting juga adalah masalah efisiensi. Efisiensi kita bermasalah di banyak tempat. Kebijakan apa yang harus dikeluarkan pemerintah? Pengalaman penyehatan Bank Century yang terus dipolitisasi sehingga perlu dilakukan banyak hal. Salah satunya adalah pemerintah segera membuat UndangUndang (UU) Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK). Jika hal ini belum sepakat antara DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dan pemerintah, kendati sudah ada kesepakatan antara BI (Bank Indonesia), OJK, LPS (Lembaga Penjamin Simpanan), dan Kemenkeu (Kementerian Keuangan), saya kira, di tengah politik seperti sekarang akan sulit. No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014 l PROBANK 19 Profil Bayangkan, kalau ada bank sakit di saat krisis, apakah ada yang berani mengambil sikap untuk menyelamatkan. Apa akibatnya, tentu pada sistem perbankan yang rusak. Untuk apa membayar premi penuh atas seluruh DPK ke LPS kalau toh pada akhirnya bank-bank sakit karena krisis tidak diselamatkan. Saya tidak berharap akan ada bank yang rusak di saat krisis, tapi (lebih baik) sedia payung sebelum hujan. Soalnya, mana ada yang berani mengambil keputusan kalau melihat pengalaman Bank Century yang membuat keputusan dikriminalisasi. Itu yang harus dihentikan. Masa, kebijakan dikriminaliasi. Bagaimana dengan MNC Bank? Saya tidak bisa menjawab dengan detail karena ini domain direksi. Saya sebagai komisaris tugasnya mengawasi dan menasihati apakah sudah sesuai dengan tata kelola yang baik. Saya melihat MNC Bank sudah mulai melakukan transformasi yang baik sesuai dengan kaidah perbankan yang sehat. Saat ini tengah meletakkan landasan yang baik menuju bank masa depan. Dengan dukungan banyak pihak, dalam waktu singkat MNC Bank sudah berjalan on the track. Prinsip-prinsip tata kelola sudah dijalankan, business process juga sudah berjalan dengan baik. Saya melihat MNC Bank tumbuh dengan baik dengan perbaikan tata kelola yang memadai. Hal ini karena direksi dan karyawan bekerja tak pernah lelah untuk menuju yang lebih baik. Saya yakin, MNC Bank akan tumbuh dengan cepat dan baik karena MNC Bank dikelola bankir-bankir muda profesional yang optimistis dari berbagai bank ternama dan dimiliki grup yang punya komitmen besar dengan modal yang kuat. Grup MNC Bank mempuyai basis customer yang luar biasa besar, sehingga memudahkan untuk tumbuh dengan cepat dan sustainable. Saya yakin itu. Terkait dengan kepengurusan di Perbanas, apa saja tugas Anda sebagai pengurus hubungan masyarakat Perbanas? Salah satu yang terpenting adalah mengomunikasikan halhal yang dilakukan Perbanas ke masyarakat. Salah satunya lewat penerbitan dan kegiatan lain-lain yang berhubungan dengan masyarakat luas. Banyak hal yang dilakukan Perbanas selama ini, baik mengenai kegiatan sosial maupun riset. Sebagai mitra OJK dan BI, sudah seharusnya kami bisa melakukan komunikasi atas kegiatan yang baik untuk pengembangan perbankan nasional. Salah satu cetak biru perbankan made in Perbanas bisa dijadikan masukan berarti bagi seluruh elemen dan menjadi komitmen kita semua. Itu salah satu hal yang terus kami komunikasikan, selain hal-hal yang menjadi isu strategis perbankan. n Menulis Tak Pernah Mati Dunia atau aktivitas yang digeluti selama puluhan tahun tentu akan menyatu dengan kehidupan seseorang atau mendarah daging. Walau sudah ada dunia baru yang menemaninya belakangan ini, bagi Eko B. Supriyanto, Komisaris Independen PT Bank MNC Internasional Tbk (MNC Bank), dunia jurnalistik tak bisa ditinggalkannya begitu saja. “Keduanya saya bisa menikmati sama baiknya. Sudah 26 tahun bergelut dalam dunia jurnalistik tentu tak bisa ditinggalkan begitu saja. Itu memberi makna tersendiri bagi kehidupan dan lingkungan. Sekarang menjadi komisaris, tentu berbeda lingkungan dengan jurnalis. Namun, prinsipnya sama, tetap profesional dan membangun dengan integritas dan kerja keras. Dua dunia yang menurut saya sama, tetap sama-sama profesional, integritas dan independen,” ungkap Eko. Di tengah kesibukannya sebagai komisaris, Eko tetap menyempatkan diri untuk menulis dan membuat riset atau kajian. “Tidak ada yang berubah dari diri saya, yang tetap bergaul dengan banyak kalangan dan menulis buku. Bagi saya, menulis tak pernah mati,” terang Eko. Eko juga masih tetap aktif berkegiatan dan menjadi pengurus di berbagai organisasi profesi, seperti Ikatan Bankir Indonesia (IBI) dan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI). Selain itu, Eko sesekali menyempatkan diri bermain ketoprak. “Saya sekali-kali main ketoprak dan menjadi pengurus Yayasan Adhi Budaya yang mengurus seniman tradisi ketoprak agar tetap hidup. Tidak banyak yang saya lakukan, tapi mudah-mudahan ikut menyemangati bangkitnya kesenian tradisional,” pungkas Eko yang juga dosen di FE UPN “Veteran” Jakarta. 20 PROBANK l No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014 Aktualita Menembus Pelosok via Branchless Banking Jumlah masyarakat unbanked di Indonesia masih sangat tinggi. Melalui implementasi program branchless banking, akses masyarakat terhadap layanan perbankan dan lembaga keuangan lainnya diharapkan meningkat tajam pada masa mendatang. U paya pemerintah memperluas akses layanan keuangan bagi masyarakat yang belum tersentuh layanan dan jasa perbankan (unbanked) serta jasa keuangan lainnya makin menunjukkan perkembangan yang positif. Hasrat untuk menyediakan layanan perbankan tanpa kantor (branchless banking) guna menyentuh masyarakat di daerah-daerah pelosok bakal segera terealisasi setelah terbitnya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 19/POJK.03/2014 tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Financial Inclusion yang dirilis medio November 2014. Melalui program branchless banking, masyarakat bisa mendapatkan dan memanfaatkan produk serta layanan jasa keuangan yang terjangkau, sederhana, dan mudah dipahami. Sejumlah produk yang disediakan dalam program branchless banking, antara lain tabungan, kredit mikro, dan asuransi mikro. Produk dan jasa keuangan tersebut dapat diakses masyarakat tanpa melalui kantor cabang bank, tapi melalui kerja sama bank dengan pihak lain atau agen yang berperan sebagai kepanjangan tangan bank dengan dukungan sarana teknologi informasi (TI). “Ini juga memungkinkan masyarakat untuk mendapatkan layanan keuangan yang lebih beragam melalui kerja sama antara agen tertentu dengan lembaga jasa keuangan selain bank, seperti perusahaan asuransi atau perusahaan penerbit uang elektronik,” terang Nelson Tampubolon, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, kepada wartawan, beberapa waktu lalu. Branchless banking merupakan mimpi lama yang telah diembuskan sejak pengawasan dan pengaturan perbankan masih melekat pada Bank Indonesia (BI). Sebelumnya, pada 2013, BI telah melaksanakan uji coba pelaksanaan program branchless banking di sejumlah daerah dengan melibatkan lima bank dan tiga perusahaan telekomunikasi (telko). Ketika fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan beralih ke OJK pada 1 Januari 2014, program branchless banking pun ikut terbawa ke otoritas baru tersebut. Layanan tanpa kantor cabang bank memang sangat dibutuhkan. Pasalnya, sejauh ini belum semua masyarakat Indonesia bisa menikmati layanan dan jasa keuangan formal. Berdasarkan survei yang dilakukan Bank Dunia pada 2010, jumlah penduduk Indonesia yang memiliki rekening di institusi keuangan formal (bank) kurang dari 50% populasi penduduk. Hanya 17% penduduk yang mempunyai akses kredit. No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014 l PROBANK 21 Masih rendahnya penetrasi layanan dan jasa keuangan formal di Tanah Air juga dipertegas hasil survei rumah tangga yang dilakukan BI pada 2010. Survei tersebut menyebutkan bahwa 62% rumah tangga tidak memiliki tabungan sama sekali. Sementara itu, menurut lembaga riset Sharing Vision, pada 2013 sebanyak 68% dari 246,9 juta penduduk Indonesia belum memiliki rekening bank. Selain itu, sebanyak 80% penduduk berusia 15 tahun ke atas belum tersentuh layanan perbankan, dan ada 52% rumah tangga yang belum memiliki simpanan di lembaga keuangan. Dalam pelaksanaan program branchless banking, regulator memberi kesempatan yang sama kepada setiap bank, termasuk bank-bank di kelompok bank umum kegiatan usaha (BUKU) 1 dan bank perkreditan rakyat (BPR) atau bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS). Menurut Nelson, tak ada persyaratan khusus bagi bank yang ingin menjalankan branchless banking. Hanya, memang, ada sejumlah ketentuan yang mesti dipenuhi bank yang ingin menjalankan branchless banking. Misalnya, memiliki jaringan kantor di wilayah Indonesia Timur dan memiliki infrastruktur pendukung untuk melayani transaksi elektronik nasabah, yakni berupa short message service (SMS) banking atau mobile banking (m-banking) dan internet banking. “Bank dalam BUKU 1 dapat mengajukan internet banking khusus untuk branchless banking. Ini mesti ada koordinasi dengan BI, khususnya terkait dengan sistem pembayaran. Apakah bisa dapat izin dari BI, akan dikoordinasikan,” tukas Nelson. Lembaga Jasa Keuangan Penyelenggara Branchless Banking Bank Perusahaan asuransi Lembaga jasa keuangan lain, selain bank dan asuransi Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Produk Keuangan yang Tersedia dalam Branchless Banking Tabungan Kredit/pembiayaan untuk nasabah mikro Asuransi mikro Produk keuangan lainnya berdasarkan persetujuan OJK Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 22 PROBANK l No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014 Perbankan menyambut positif terbitnya peraturan mengenai branchless banking. Salah satunya ditandai dengan adanya sejumlah bank yang menyatakan siap untuk menjalankan branchless banking. Bank Rakyat Indonesia (BRI), misalnya. Sebagai upaya untuk memperdalam penetrasi BRI di pasar keuangan Indonesia, bank pelat merah yang satu ini menargetkan bisa memiliki 50.000 agen branchless banking pada 2015. BRI sebelumnya telah menjalankan sistem keagenan untuk layanan keuangan digital (LKD), yakni kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan yang bekerja sama dengan pihak ketiga (agen). Pengaturan dan pengawasan LKD sendiri berada di bawah otoritas BI. Bank Central Asia (BCA) juga menyatakan tertarik untuk menjalankan branchless banking. Menurut Henry Koenaifi, Direktur Konsumer BCA, pihaknya bakal membentuk unit baru berbasis teknologi untuk pelaksanaan branchless banking. “Kami sedang tes konsep dan kami ajukan ke OJK,” tuturnya. Tak hanya BRI dan BCA, bank-bank lain juga menyatakan siap untuk menjalankan program branchless banking. Di antaranya, Bank Mandiri, Bank Tabungan Negara (BTN), Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN), dan sejumlah bank pembangunan daerah (BPD). Di lain sisi, agen memiliki peranan penting dalam pelaksanaan branchless banking. Sebab, produk atau jasa perbankan yang sebelumnya hanya bisa diakses melalui kantor cabang bank, seperti pembukaan rekening tabungan, penyetoran simpanan, pengajuan kredit, ataupun penerimaan pembayaran angsuran kredit, kini bisa melalui agen-agen tersebut. Dalam hal ini, agen dapat berupa perorangan atau berbadan hukum. Karena perannya yang sangat penting dalam pelaksanaan branchless banking, pihak OJK menyatakan, agen yang ditunjuk sebagai kepanjangan tangan bank harus benar-benar layak. OJK juga menetapkan kriteria cukup ketat bagi agen yang hendak direkrut bank. Pihak-pihak yang ingin menjadi agen branchless banking wajib memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, seperti bertempat tinggal di lokasi penyelenggaraan branchless banking; memiliki reputasi, kredibilitas, dan integritas yang baik; memiliki sumber penghasilan utama dari kegiatan tetap; belum menjadi agen bank lain; serta lulus proses uji tuntas oleh bank penyelenggara branchless banking. Branchless banking menjadi salah satu senjata andalan untuk menciptakan financial inclusion yang lebih baik di Tanah Air. Nantinya, ketika agen-agen bank bisa melayani masyarakat, terutama yang belum tersentuh layanan bank dan berada di daerah-daerah pelosok, maka saat itu pemerataan akses layanan keuangan yang lebih baik dapat terwujud di Indonesia. Dengan pemerataan akses tersebut, pembangunan ekonomi Indonesia diharapkan makin cepat dan merata. n Aktualita Transformasi Layanan Perbankan Layanan perbankan terus mengalami inovasi dan transformasi. Teller beralih fungsi menjadi seller, bahkan banker. Transformasi tersebut menunjang efektivitas dan efisiensi operasional bank serta memudahkan transaksi bagi nasabah? T ransaksi di kantor cabang bank umumnya dilakukan secara konvensional. Nasabah biasanya dilayani oleh teller atau customer service. Bila pengunjung atau nasabah banyak, tentunya hal tersebut menjadi tidak efektif karena akan membuat pelayanan menjadi lama. Selama ini kantor cabang memang merupakan salah satu ujung tombak bagi bank dalam menjalankan strategi bisnisnya. Namun, beberapa studi menunjukkan, lebih dari 80% bank percaya bahwa dengan mengubah jaringan cabang, pelayanan terhadap nasabah bisa lebih fokus dan bisa meningkatkan efisiensi, baik secara biaya (cost) maupun operasional. Ke depan mungkin tidak akan ada lagi yang namanya kantor cabang bank standar. Yang ada ialah kantor cabang bank yang mampu memberikan apa yang diinginkan nasabah; kantor cabang yang mampu memberikan pelayanan berbeda kepada nasabah. Kantor cabang seperti itulah yang akan tumbuh dan berkembang. “Itulah sebabnya makin banyak lembaga keuangan di seluruh dunia kini mereorganisasi saluran cabang yang dimiliki. Hal itu dilakukan untuk mendukung penjualan, meningkatkan efisiensi, dan (sebagai upaya) pendekatan pelayanan yang baru,” ungkap Jordi Perez, Kepala Transformasi Cabang Wincor Nixdorf, beberapa waktu lalu. Kecanggihan teknologi telekomunikasi kini sudah mengubah kebiasaan masyarakat. Sekarang ini segala transaksi keuangan bisa dilakukan secara online. Jadi, masyarakat/nasabah tidak perlu lagi mendatangi bank ketika ingin bertransaksi. Melihat kebutuhan masyarakat/nasabah yang terus berubah mengikuti perkembangan teknologi, bankbank dan retailer pun kini mengubah strategi dalam menjalankan bisnisnya. “Melihat tren itu, kami mendukung upaya mereka dan memungkinkan proses baru tersebut bisa terwujud, terutama melalui dukungan perangkat lunak yang inovatif,” ujar Eckard Heidloff, Presiden dan CEO Wincor Nixdorf. Belakangan ini transformasi kantor cabang bank menjadi salah satu fokus pembahasan para pelaku industri. Tentu saja keinginan itu perlu dukungan perangkat lunak yang mumpuni dan inovatif. Selain itu, perlu dukungan perangkat keras yang dapat meningkatkan pengalaman nasabah melalui pelayanan yang baru itu. Modernisasi layanan mampu membuat sistem self-service yang lebih intuitif bagi nasabah. Sama seperti menggunakan telepon pintar (smartphone) atau tablet, modernisasi layanan ini juga menganut sistem touch screen dan swap. Dengan peranti yang demikian itu, nasabah bisa langsung memasuki menumenu layanan bank favorit sebagai tampilan antarmukanya. Sistem yang canggih memang memungkinkan nasabah melakukan pelayanan terhadap dirinya sendiri. Namun, hal itu juga mendorong pihak perbankan untuk memberikan pelayanan tambahan dalam memberikan panduan terhadap nasabah yang masih belum melek teknologi. Pelayanan tambahan yang dimaksud ialah staf yang menguasai semua peralatan canggih tadi. Sistem yang mampu membuat nasabah melakukan transaksi sendiri akan membuat pihak perbankan melalui stafnya lebih fokus dalam memberikan saran dan melakukan penjualan produknya kepada nasabah. Kelebihan lainnya ialah sistem tersebut juga bisa dijalankan di luar jam operasional perbankan pada umumnya. No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014 l PROBANK 23 Hal seperti itu memang belum banyak dilakukan kantorkantor cabang bank di Tanah Air. Kantor-kantor cabang bank yang ada di dalam negeri sebagian besar masih menggunakan layanan secara konvensional atau standar. Kalaupun ada beberapa bank yang menggunakan mesin-mesin canggih dalam pelayanannya, hal itu masih terbatas di kota-kota besar saja. Yang mulai banyak digunakan di Indonesia ialah fungsi penarikan dan penyetoran uang tunai, bantuan teller, pembayaran transfer menggunakan ATM nontunai, dan lainlain. Hal-hal seperti itu harus terus dilakukan dan perlu ditingkatkan sehingga teller bisa menjadi seller atau bahkan menjadi banker dalam tahap selanjutnya. Otomatisasi sistem tersebut nantinya bisa mengurangi pekerjaan rutin seorang teller maupun account officer. Dengan begitu, tenaga mereka bisa diarahkan ke pelayanan yang lebih kompleks, personal, bahkan ke penjualan. Selain menjaga kepuasan konsumen, modernisasi layanan ini akan memberikan pengalaman baru dan mampu meningkatkan loyalitas nasabah. Sebagai informasi, beberapa bank yang mulai melakukan transformasi pelayanannya ialah Bank Central Asia (BCA), Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan Bank Mandiri. Transformasi yang dilakukan bank-bank tersebut tentunya dengan standar yang berbeda-beda. Sebut saja BRI dengan e-Banking Hybrid Lounge atau BCA yang sudah membuka gerai modernnya di Surabaya dan Jakarta. Boleh dibilang, layanan tersebut merupakan inovasi baru di dunia perbankan. Pihak BRI berharap, e-Banking Hybrid Lounge bisa meningkatkan jumlah rekeningnya yang saat ini tercatat sebanyak 45 juta rekening dengan total kartu debit sebanyak 20 juta kartu. Selain itu, layanan ini dimaksudkan untuk meningkatkan pengguna e-banking. “Ke depan kami akan terus meningkatkan inovasi dalam memberikan layanan terbaik dengan mengembangkan fitur-fitur e-banking sehingga seluruh transaksi di layanan e-Banking Hybrid Loung menjadi one stop service,” ujar Muhammad Ali, Corporate Secretary BRI. Melalui digitalisasi layanan tersebut, proses pembuatan rekening yang dilakukan di bank pelat merah tersebut hanya memakan waktu 4 menit per nasabah. Nantinya, layanan serupa akan dikembangkan BRI untuk transaksi tunai maupun nontunai, seperti penarikan, penyetoran, transfer, pembayaran, dan pembelian. Ali mengatakan, transformasi yang dilakukan BRI pada kantor-kantor cabangnya tidak bisa dikatakan mahal, tapi juga tidak bisa dikatakan murah. Pasalnya, pendekatan analisis cost-benefit yang digunakan BRI juga memperhitungkan social-benefit (image, kepuasan nasabah, dan internal business process), selain financial cost dan benefit. Menurutnya, social dan financial benefit yang didapatkan lebih besar daripada ongkos yang sudah dikeluarkan untuk transformasi layanan ini. Kendati demikian, BRI tetap melakukan mix and match cabangnya sesuai dengan kebutuhan nasabah. n Sesuai Pasal 6 ayat 1 huruf h UU PPh tahun 2008 dan Peraturan Menteri Keuangan No.105/PMK.03/2009 sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No.57/PMK.03/2010 tentang Piutang Yang Nyata-Nyata Tidak Dapat Ditagih Yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto, PT Jotun Indonesia, NPWP No. 01.071.174.5-052.000 dan beralamat di Kawasan Industri MM2100 Blok KK-1 Jatiwangi, Cikarang Barat Bekasi, dengan ini mengumumkan Piutang Yang nyata-Nyata Tidak Dapat Ditagih tahun buku 2014 sebesar Rp3.435.082.348 dengan rincian sebagai berikut: Nama Debitur NPWP Alamat Nilai Piutang Tak Tertagih (Rp) Adi Pratama Jaya, PT 01.559.963.2-721.000 Jl. DI Panjaitan No.25 RT 027 Sumber Rejo, Balikpapan Tengah - Balikpapan 186.614.315 Afuza,Toko - Jl. Raya Bandar Buat No.36A Pasar Baru, Padang 18.328.204 Aksen Citra Selaras, PT 02.494.157.7-035.000 Jl. Pos Pengumben Raya No.50, Sukabumi Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11560 5.339.722 Bina Usaha Mandiri, CV 02.245.732.9-003.000 Jl. Cipinang Jagal No.8 RT 001 RW 10, Cipinang, Pulo Gadung, Jakarta Timur 340.157.315 Dwisatu Mustika Bumi, PT 01.604.448.9-062.000 Gd Gajah Unit R, Jl. Dr Sahardjo No. 111 RT 001 RW 001 Tebet Barat, Tebet, Jakarta Selatan 136.076.895 G.Top Marine, PT 02.871.474.9-215.000 Komp. Maritim Square Blok H No.7, Sungai Jodoh, Batu Ampar, Batam 127.111.468 General Syare'at, CV 02.657.232.1-417.000 Jl. Nakula Kav. Blok E No.34 RT 01 RW 05 Ciwaduk, Cilegon 147.654.921 Gradasi Warna Adhi Nuansa, PT 02.656.808.9-039.000 Taman Kedoya Baru Blok D 7/6 Kedoya Selatan, Jakarta Barat 11520 272.766.721 Halim Abadi Mandiri, PT 02.465.588.8-432.000 Komplek Kodau V Blok D No.1 RT 007 RW 002 Jati Mekar, Jati Asih, Kodya Bekasi 128.939.578 Indeka Engineering, PT 02.825.043.9-604.000 Darmo Indah Selatan Blok NN No.4 Gadel, Tandes, Surabaya 74.558.170 Kiat Daya Mandiri, PT 01.775.803.8-005.000 Jl. Pendidikan II No.10 RT 001 RW 06 Cijantung, Pasar Rebo, Jakarta Timur 13770 38.251.550 Kurnia Jaya, UD - Jl. Kenjeran 591 Surabaya 51.996.218 Mamuju Membangun, CV 01.410.377.4-814.000 Jl. Akhmad Kirang No.17 Binanga, Mamuju 39.332.602 Mitra Berkat Utama, CV 02.465.591.2-432.000 Jl. Alternatif Cibubur Ruko Madison Blok B-2 No.11 Times Square RT/RW 001/010 Jatikarya 420.577.658 Puspetindo, PT 01.061.061.6-051.000 Jl. Jend. Achmad Yani, Gresik, Jawa Timur 17.045.795 Rizky Abadi, CV 02.133.512.0-721.000 Jl. Senayan No.24 Gunung, Samarinda, Balikpapan Kalimantan Timur 227.155.689 Savira Pratama Abadi, PT 01.977.962.8-027.000 Jl. Let. Suprapto No.54 Lt.2 Harapan Mulia Kemayoran Jakarta Pusat, DKI Jakarta 478.962.982 Setia Guna, PT 01.440.508.8-721.000 Jl. Jend. Sudirman No.10 RT 030/09 Klandasan Ilir Balikpapan Selatan, Balikpapan 322.207.283 Sendang Sumber Kencana, PT 01.460.679.2-721.000 Jl. Brigjend. A. W. Syahrani No.58 RT 004, Batu Ampar, Balikpapan Utama 262.839.356 Widya Marzuqah, PT 02.679.433.9-801.000 Jl. Sultan Hasanuddin, Bonto Perak Pangkajene Pangkep 139.165.906 Jumlah 3.435.082.348 Rincian Daftar Piutang Yang Nyata-Nyata Tidak Dapat Ditagih adalah sebagaimana tercatat pada pembukuan Perusahaan yang telah dibebankan dalam laporan keuangan komersial dan daftar tersebut akan diserahkan ke kantor Pelayanan Pajak PMA I, bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPH Badan sebagai lampiran. 24 PROBANK l No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014