Mempercepat Perbaikan - Perhimpunan Bank Nasional

advertisement
Dari Redaksi
Mempercepat Perbaikan
PENERBIT
Perhimpunan Bank Nasional
(Perbanas)
PELINDUNG
Pengurus Pusat Perbanas
PEMIMPIN REDAKSI
Danny Hartono,
Wakil Sekretaris Jenderal Perbanas
WAKIL PEMIMPIN REDAKSI
Rita Mirasari,
Ketua Bidang Humas Perbanas
REDAKTUR PELAKSANA
Eri Unanto
SIRKULASI
Wara Sri Indriani
Adrian Burhan
KONSULTAN
Infobank Communication
Redaksi menerima tulisan dari
pihak luar. Panjang tulisan 3.000–
6.500 karakter.
TARIF IKLAN
Cover
Depan dalam dan belakang
dalam/luar berwarna
• 1 halaman: Rp5.000.000,00
Isi
• 1 halaman: Rp4.000.000,00
• ½ halaman: Rp2.000.000,00
Probank menerima pemasangan
iklan dalam bentuk laporan
keuangan, display produk, dan
suplemen profil perusahaan.
ALAMAT REDAKSI/IKLAN
Griya Perbanas Lantai 1
Jalan Perbanas, Karet Kuningan
Setiabudi, Jakarta 12940
Telepon: (021) 5255731,5223038
Faksimile: (021) 5223037, 5223339
website: www.perbanas.org
e-mail: [email protected]
IZIN PENERBITAN KHUSUS
MENPEN No. 1882/SK/DITJEN PPG/
STT/1993,
2 September 1993
ISSN: 0854-4174
B
eberapa tahun terakhir ini
ekonomi global mengalami
ketidakpastian dan bergejolak.
Hal itu pun berdampak pada
perekonomian nasional, mulai dari nilai
ekspor yang menurun, neraca transaksi
berjalan yang defisit, hingga
pertumbuhan ekonomi yang lebih
rendah ketimbang tahun sebelumnya.
Pemangku kebijakan tentu tidak tinggal diam. Dengan berbagai langkah
dan kebijakan, perekonomian nasional pun mulai terlihat mengalami
perbaikan. Di tengah kondisi moneter yang ketat, stabilitas sistem keuangan
tetap terjaga. Salah satu indikatornya ialah kinerja perbankan nasional hingga
2014. Rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) yang terjaga
di level 2,3%; rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR)
yang berada di 19,4%; dan pertumbuhan kredit yang mencapai 13,2%.
Kebijakan berorientasi stabilisasi yang diterapkan pemangku kebijakan
mampu memberikan keyakinan kepada investor global. Hal itu tergambar
dari derasnya arus masuk investasi portofolio, yang selama Januari sampai
dengan pertengahan November 2014 mencapai Rp177,75 triliun. Jumlah itu
jauh lebih besar dibandingkan dengan keseluruhan pada 2013 yang hanya
tercatat Rp35,9 triliun.
Bersama aliran investasi langsung, aliran investasi portofolio tersebut telah
menopang surplus Neraca Pembayaran Indonesia sehingga kecukupan
cadangan devisa tetap terjaga. Sampai dengan Oktober 2014 cadangan devisa
mencapai US$112 miliar, setara dengan 6,4 bulan kebutuhan impor dan
pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Kendati demikian, tantangan ke depan tidaklah ringan. Karena itu,
berbagai perbaikan dan persiapan menjadi hal yang mendesak. Salah satu
tantangan yang menanti di depan mata ialah risiko turbulensi di pasar
keuangan global. Pemicunya bisa dari stimulus yang dilakukan bank sentral
Amerika Serikat atau Federal Reserve.
Di samping tantangan tersebut, terdapat tantangan struktural di sektor riil
berupa kelemahan pada struktur produksi domestik. Selama ini
ketergantungan kita yang tinggi pada ekspor sumber daya alam (SDA)
bernilai tambah rendah telah membuat pertumbuhan ekonomi rentan terhadap
fluktuasi harga. Tak hanya itu. Kemampuan kita untuk mengekspor barang
bernilai tambah tinggi, baik dengan memanfaatkan faktor produksi domestik
maupun dengan impor barang antara, juga masih sangat lemah.
Untuk itu, kecepatan membangun lingkungan pendukung bagi peningkatan
daya saing Indonesia sebagai sentra produksi menjadi kunci. Perbaikan
efisiensi perekonomian secara keseluruhan akan menjadikan Indonesia sangat
menarik, tidak hanya karena ukuran pasar domestik yang besar, tapi juga
sebagai basis produksi global. Selain itu, percepatan reformasi struktural dan
peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) menjadi hal yang
mendesak untuk terus dilakukan. n
No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014 l
PROBANK
1
Daftar Isi
Dari Redaksi.....................................................................1
Perbanas Utama
Pendalaman Pasar Keuangan
hingga Reformasi Struktural …………..........................3
Dalam menjalankan tiga mandat utama, BI akan
memperkuat koordinasi dan kolaborasi lintas lembaga,
baik dalam pendalaman pasar keuangan, inklusi keuangan,
pengembangan elektronifikasi maupun koordinasi pe­ngen­
dalian inflasi dan pengembangan perekonomian daerah.
Reformasi struktural dianggap mendesak dalam rangka
persiapan menghadapi persaingan global pada masa
mendatang.
Liputan Khusus
Melirik Potensi
Pembiayaan Infrastruktur.........................................14
Pembangunan infrastruktur membutuhkan anggaran
hingga sekitar Rp5.000 triliun. Perbankan menjadikan
kredit infrastruktur sebagai sektor yang prospektif untuk
dibiayai. Seberapa besar potensinya?
Bank Fokus Bisa Menjadi Solusi……...............….........6
Kinerja
Mewaspadai NPL yang Merangkak Naik................…7
Di tengah gejolak dan ketidakpastian ekonomi dunia
sepanjang 2014, BPD masih membukukan pertumbuhan
positif, walau tak sekencang tahun sebelumnya. Sayang,
pertumbuhan tersebut dibayangi NPL yang meningkat.
Sekilas Berita
Silaturahmi Perbanas Sumatra Utara .....................…9
Regulasi
Memaksimalkan Kontribusi LKM ....…......................10
Demi memudahkan pengawasan dan memberikan kon­
tribusi maksimal pada perekonomian nasional, OJK secara
khusus mengatur LKM dalam tiga POJK. Peraturan yang
dirilis pada pertengahan November 2014 itu mengatur
tentang badan hukum hingga pengelenggaraan LKM.
Profil
Eko B. Supriyanto,
Komisaris Independen PT Bank MNC Internasional Tbk
Menyoroti Likuiditas dan Permodalan...................18
Aktualita
Menembus Pelosok via Branchless Banking........21
Jumlah masyarakat unbanked di Indonesia masih sangat
tinggi. Melalui implementasi program branchless banking,
akses masyarakat terhadap layanan perbankan dan
lembaga keuangan lainnya diharapkan meningkat tajam
pada masa mendatang.
Transformasi Layanan Perbankan ....…..................23
Wacana
LFR Memberi Ruang kepada Bank ....................…....12
Ruang gerak bagi pertumbuhan kredit perbankan makin
menyempit. Untuk memberikan ruang gerak yang lebih,
penerapan kebijakan LFR diharapkan bisa segera terealisasi.
2
PROBANK
l
No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014
Suplemen
Piutang yang Nyata-Nyata Tidak Dapat Ditagih
PT Jotun Indonesia ..........................................….....24
Perbanas Utama
Pendalaman
Pasar Keuangan hingga
Reformasi Struktural
Dalam menjalankan tiga mandat utama, BI akan memperkuat koordinasi dan kolaborasi lintas lembaga,
baik dalam pendalaman pasar keuangan, inklusi keuangan, pengembangan elektronifikasi maupun
koordinasi pengendalian inflasi dan pengembangan perekonomian daerah. Reformasi struktural
dianggap mendesak dalam rangka persiapan menghadapi persaingan global pada masa mendatang.
K
ondisi global yang tengah mengalami
ketidakpastian dan guncangan dalam beberapa
tahun terakhir ini berdampak pada perekonomian
nasional, mulai dari ekspor yang merosot hingga
nilai tukar rupiah (kurs) yang mengalami fluktuasi. Terkait
dengan hal itu, Bank Indonesia (BI) bekerja sama dengan
pemangku kebijakan lainnya berupaya menjaga
kesinambungan perekonomian nasional. Selain itu, BI akan
memperkuat sinergi dengan pemerintah untuk mempercepat
reformasi struktural guna meningkatkan efisiensi
perekonomian. Tema inilah yang diangkat BI saat menggelar
“Pertemuan Perbankan (Bankers Dinner)” pada 20 November
2014.
Perbaikan dan penguatan menjadi hal yang mendesak
menurut BI. Pasalnya, dalam beberapa tahun ke depan
perekonomian domestik yang makin terintegrasi secara global
No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014 l
PROBANK
3
Perbanas Utama
akan menapaki jalan terjal dan
bergelombang. Tantangan eksternal ke
depan akan tidak ringan dan sarat
dengan kejutan. Memang ekonomi
global terlihat mulai pulih, walaupun
dengan laju pertumbuhan yang masih
terlalu rendah dan sangat rentan.
Meskipun Amerika Serikat (AS)
sebagai lokomotif ekonomi dunia mulai
menunjukkan tanda-tanda pemulihan
yang konsisten, tren pertumbuhan
ekonomi AS menurun dibandingkan
dengan sebelum krisis global. Di satu
sisi AS tengah dalam new normal
growth, di lain sisi pemulihan ekonomi
di kawasan Eropa dan Jepang masih
terbilang rapuh. Ancaman deflasi masih
membayangi kedua perekonomian
tersebut.
Sementara itu, Tiongkok sebagai
salah satu penopang ekonomi global
perekonomiannya tumbuh melambat.
Perlambatan ekonomi Tiongkok, sebagai
“sentramanufaktur global” ini, perlu kita waspadai karena
dapat berlangsung lama dan berdampak besar terhadap
perdagangan dunia.
Konstelasi global sampai dengan pengujung 2014 tersebut
menandakan bahwa ekonomi dunia saat ini dan mungkin
sampai dengan tahun depan masih terbang dengan satu mesin,
yaitu mesin pertumbuhan ekonomi AS, yang kekuatannya pun
sedang menurun. Dampaknya telah dirasakan, yakni
menguatnya persaingan dalam perebutan pasar ekspor global.
Dalam pidatonya yang berjudul “Mengawal Stabilitas,
Bersinergi Mempercepat Reformasi Struktural”, Gubernur BI,
Agus D.W. Martowardojo, menjelaskan bahwa dengan
tantangan ke depan yang tidak ringan, terdapat urgensi untuk
mempersiapkan diri. Menurutnya, salah satu tantangan yang
menanti di depan mata ialah risiko turbulensi di pasar
keuangan global, yang dapat dipicu oleh kenaikan suku bunga
di AS, The Fed-fund rate. Cepat atau lambat, sebagaimana
yang diperkirakan banyak pihak, normalisasi kebijakan
tersebut akan terjadi.
Kenaikan suku bunga The Fed tersebut akan berdampak
pada konstelasi geo-moneter. Penilaian ulang terhadap risiko
investasi dan valuasi aset finansial di pasar global yang akan
mengikuti kenaikan The Fed-fund rate dapat memicu
pergeseran penempatan investasi portofolio lintas negara.
Akibatnya, likuiditas dolar AS dapat mengetat, terutama di
negara-negara dengan fundamental ekonomi yang lemah.
Untuk Indonesia, normalisasi kebijakan moneter itu dapat
berimplikasi pada berkurangnya aliran modal masuk, yang
notabene selama ini telah memberi manfaat bagi pembiayaan
fiskal dan defisit neraca transaksi berjalan.
Selain itu, BI melihat masih mengemukanya kerentanankerentanan tambahan di tingkat mikro. Pertama ialah tingkat
utang luar negeri korporasi yang makin membesar dan
sebagian besar belum terlindung dari risiko gejolak kurs.
4
PROBANK
l
No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014
Kedua ialah adanya akumulasi modal
portofolio oleh investor luar negeri pada
obligasi negara yang sudah sangat besar
dan ini dapat dengan mudah mengalir
keluar serta memicu gejolak kurs ketika
terjadi guncangan dari eksternal.
Terlebih lagi, pasar keuangan di
Indonesia yang dangkal tentu dapat
memperbesar gejolak tersebut ketika
efek rambatan terjadi.
Lebih lanjut Agus menjelaskan, di
samping tantangan tersebut, BI
mencermati adanya tantangan struktural
di sektor riil. Tantangannya berupa
kelemahan pada struktur produksi
domestik. Selama ini ketergantungan
Indonesia yang tinggi pada ekspor
sumber daya alam (SDA) bernilai
tambah rendah telah membuat
pertumbuhan ekonomi rentan terhadap
fluktuasi harga. Selain itu, kemampuan
untuk mengekspor barang bernilai
tambah tinggi, baik dengan
memanfaatkan faktor produksi domestik maupun dengan
impor barang antara (barang yang masih akan diproses lagi
sebelum digunakan oleh konsumen), masih sangat lemah.
Sebagai negara berkembang, Indonesia mengalami defisit
teknologi yang menyebabkan Indonesia masih harus
mengimpor barang modal dan barang antara. Kendati
demikian, impor teknologi tersebut bukanlah kendala jika kita
mampu menjadi sentra produksi bagi manufaktur berorientasi
ekspor pemasok barang-barang bernilai tambah tinggi ke pasar
dunia.
Kemampuan Indonesia memosisikan diri sebagai sentra
produksi dunia menjadi penting pada era Masyarakat
Ekonomi ASEAN 2015 (MEA 2015). Pada era tersebut
ASEAN akan menjadi salah satu perekonomian terbesar di
Asia bersama dengan Tiongkok. Di kawasan ini akan
terdapat 600 juta konsumen yang hampir setengahnya ialah
penduduk Indonesia.
Perdagangan lintas batas akan makin terakselerasi bersama
dengan implementasi integrasi ekonomi MEA pada 2015.
Urbanisasi dan kelas menengah baru akan menjadi penopang
permintaan barang high-end dan jasa yang high-value.
Kemampuan Indonesia untuk menjadi lokasi produksi
manufaktur global dapat menjadi tiket untuk berperan besar di
ASEAN. Posisi ini akan mempercepat transisi ke negara maju
dan menghindari middle income trap.
Karena itu, BI berharap agar pemerintah saat ini dapat
segera mempercepat penerapan reformasi struktural untuk
membangun lingkungan pendukung yang lebih kuat lagi bagi
investasi di Indonesia. “Perbaikan efisiensi perekonomian
secara keseluruhan akan menjadikan Indonesia sangat menarik,
tidak hanya karena ukuran pasar domestik yang besar, tapi
juga sebagai basis produksi global,” ujar Gubernur BI saat
“Bankers Dinner” di JCC, Senayan, Jakarta, Kamis malam, 20
November 2014.
Memang, sejauh ini langkah-langkah strategis dan taktis
telah dipercepat oleh Kabinet Kerja pada simpul-simpul
reformasi struktural yang mendesak. Langkah yang dimaksud
antara lain penguatan konektivitas fisik (terutama maritim dan
integrasinya dengan konektivitas darat, seperti kereta api) serta
penguatan konektivitas digital.
“Perbaikan pada simpul-simpul ini kami yakini akan secara
signifikan menurunkan biaya logistik sehingga dunia usaha
dapat lebih berdaya saing di pasar global dan pemerataan
efisiensi biaya di seluruh Nusantara dapat tercapai,” kata
Agus.
Selain itu, Agus meyakini bahwa iklim investasi di seluruh
pelosok negeri ini akan lebih baik ke depannya sebagai buah
dari perbaikan pada kemudahan berusaha, kualitas layanan
publik serta tata kelolanya, dan penguatan kualitas sumber
daya manusia (SDM) di birokrasi. “Yang tidak kalah penting
ialah upaya pemerintah untuk melakukan reformasi di bidang
fiskal. Subsidi yang berbasis produk selama ini telah
mengurangi kesempatan untuk memperkuat modal dasar
pembangunan,” terang Agus.
Sementara itu, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo
(Jokowi), yang hadir dalam acara tersebut, dalam sambutannya
menyatakan bahwa problem yang paling mendasar di
Indonesia ialah masalah infrastruktur. Jokowi menganggap
permasalahan infrastruktur harus secepatnya diselesaikan
karena infrastruktur di Indonesia sangat memprihatinkan.
“Infrastruktur harus terus didorong secepatnya. Jika 20 tahun
lalu kita sudah memikirkan MRT, sudah banyak penghematan,
karena apa-apa masih murah,” kata Jokowi, di JCC, Senayan,
Jakarta, Kamis, 20 November 2014.
Lima Pilar dan Gerakan Nontunai
Pendalaman pasar keuangan dinilai BI menjadi hal yang
mendesak untuk dilakukan terkait dengan perekonomian global
yang makin kompleks dan rentan terhadap gejolak. Sebagai
inisiatif pendalaman pasar keuangan, BI menerapkan lima
pilar berikut.
Pilar pertama, pembenahan regulasi dan standardisasi. Pada
pilar ini BI akan mereformasi regulasi untuk mendorong peran
pelaku pasar tanpa mengurangi kehati-hatian. BI akan
mengatur dan mengawasi pasar uang. Sementara itu, di pasar
valuta asing (valas), penyempurnaan regulasi transaksi lindung
nilai akan dilanjutkan.
Pilar kedua, penguatan kelembagaan. Pada area ini BI
bersama dengan Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) akan memelopori pembentukan Komite
Nasional Pendalaman Pasar Keuangan untuk menyinergikan
visi-misi pengembangan pasar keuangan. Komite ini
ditargetkan untuk membidani Roadmap Pendalaman Pasar
Keuangan Indonesia 2015-2024.
Pilar ketiga, pengayaan instrumen dan perluasan basis
investor. Pada pilar ini BI akan mendorong tersedianya
keragaman instrumen di pasar uang sebagai sumber pendanaan
(funding) dan sebagai instrumen pengelolaan likuiditas. BI
juga akan berkoordinasi dengan OJK untuk mendorong peran
dana pensiun dan asuransi guna mengembangkan pasar
obligasi korporasi.
Pilar keempat, penguatan infrastruktur pasar. Pada pilar ini
BI akan mengembangkan platform transaksi berbasis bursa
untuk memperkuat transparansi di pasar uang. Ini diharapkan
dapat mengefisienkan transaksi di pasar uang sekaligus
sebagai media pengendalian risiko bagi pelaku pasar.
Pilar kelima, edukasi dan sosialisasi. Ini akan dilakukan
secara meluas, termasuk pada penegak hukum, terutama
terkait dengan pentingnya transaksi lindung nilai.
Sebagai otoritas sistem pembayaran, BI akan memberikan
kontribusi terbaik untuk mendorong efisiensi perekonomian
nasional melalui perluasan transaksi nontunai. Bersama dengan
pemerintah pusat dan daerah serta industri sistem pembayaran,
inisiatif pembayaran nontunai akan didorong melalui perluasan
digital payment. Dalam hal ini BI juga telah mencanangkan
Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) pada 14 Agustus 2014.
Dalam kerangka inklusi keuangan, penggunaan digital
payment dalam bentuk uang elektronik teregistrasi akan
menjadi batu pijakan pertama untuk menghubungkan
masyarakat unbanked dengan sistem keuangan formal. Hal itu
menjadi kritikal untuk membuka akses layanan keuangan
formal bagi masyarakat lapisan terbawah, “people at the
bottom of the pyramid.”
Sebagai otoritas sistem
pembayaran, BI akan memberikan
kontribusi terbaik untuk
mendorong efisiensi perekonomian
nasional melalui perluasan
transaksi nontunai.
Selain itu, BI akan memperluas akses keuangan bagi
masyarakat lapisan bawah dengan memperbanyak agen
layanan keuangan digital (LKD) di seluruh pelosok negeri.
Dengan berbekal perangkat telekomunikasi bergerak (mobile),
masyarakat unbanked akan dengan mudah dan aman
terhubung dengan layanan keuangan formal.
Dalam 10 tahun ke depan pengembangan dan perluasan
LKD ditargetkan akan meningkatkan jumlah anggota
masyarakat yang terhubung dengan bank hingga dua kali lipat
dari kondisi saat ini yang hanya menjangkau 20% penduduk
dewasa. BI meyakini bahwa dengan perluasan agen LKD dan
sinergi dengan program bantuan pemerintah, rekening uang
elektronik teregistrasi akan naik hingga empat kali lipat dari
saat ini.
Untuk modernisasi sistem pembayaran, BI akan melakukan
reformasi pada tiga area. Area tersebut ialah perluasan
elektronifikasi pembayaran, pembangunan infrastruktur sistem
pembayaran, serta penguatan pengaturan dan pengawasan
sistem pembayaran. n
No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014 l
PROBANK
5
Perbanas Utama
Bank Fokus
Bisa Menjadi Solusi
Industri perbankan nasional masih bertumpu pada hal yang seragam, baik sektor pendanaan maupun
pembiayaan. Padahal, menurut Sigit Pramono, bank seharusnya fokus pada sektor-sektor yang menjadi
keahliannya. Untuk percepatan pembangunan dan pemerataan pertumbuhan ekonomi diperlukan bank
yang fokus pada sektor tertentu.
P
erekonomian global yang
tengah mengalami gejolak di
satu zona dan tengah
melakukan perbaikan di zona
yang lain memberikan dampak negatif
terhadap perekonomian nasional. Dalam
hal ini pertumbuhan ekonomi Indonesia
mengalami guncangan dan penurunan
jika dibandingkan dengan tahun
sebelumnya.
Terkait dengan hal itu, upaya
perbaikan dan penguatan terhadap
mesin-mesin perekonomian wajib
segera dilakukan. Bank Indonesia (BI)
dalam perannya sebagai penopang
kesinambungan pembangunan ekonomi
perlu memperkuat kinerja pada tiga
fokus elemen, yakni stabilitas moneter,
stabilitas sistem keuangan, dan
terselenggaranya sistem pembayaran
yang andal. Hal tersebut ditegaskan
Agus D.W. Martowardojo, Gubernur
BI, pada pertemuan dengan para bankir, November 2014, lalu.
Khusus di sektor keuangan, bank sentral melihat masih
terdapat tantangan struktural yang perlu juga secepatnya
dibenahi. Tantangan yang dimaksud ialah terkait dengan
kurang tersedianya alternatif pembiayaan bagi pembangunan
dan perekonomian nasional.
Sebagai contoh, industri perbankan nasional, yang
merupakan salah satu penopang utama pergerakan ekonomi,
masih berkutat pada hal yang sama. Sebagian besar bank
masih mengandalkan dana pihak ketiga untuk sumber
pendanaannya. Di samping itu, sebagian besar bank masih
menggarap market yang hampir sama satu sama lain, tanpa
melihat apakah market itu sesuai dengan keahlian bank yang
bersangkutan atau tidak.
Sigit Pramono, Ketua Umum Perbanas, memandang,
kebanyakan bank yang beroperasi di Tanah Air masuk ke
semua bidang dalam bisnisnya. Padahal, menurutnya, bank
6
PROBANK
l
No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014
seharusnya fokus pada sektor-sektor
yang menjadi keahliannya.
“Seperti aturan yang mewajibkan
semua bank membiayai UMKM sebesar
20%. Daripada melakukan seperti itu,
mending diserahkan ke ahlinya,” kata
Sigit kepada wartawan, beberapa waktu
lalu.
Sebagai salah satu upaya
mempercepat pembangunan, Sigit
menilai Indonesia memang perlu
memiliki bank yang fokus pada sektorsektor tertentu, seperti pembangunan
infrastruktur atau ekspor impor.
Menurutnya, pembentukan bank-bank
yang fokus pada sektor-sektor tertentu
juga dinilai bisa meningkatkan daya
saing perbankan. “Untuk mendorong
perkembangan sektor tertentu diperlukan
bank yang fokus serta untuk
menghindari pembebanan pembiayaan
khusus pada bank umum melalui
program kredit,” ujarnya.
Bank yang fokus pada pembangunan, Sigit menjelaskan,
bentuknya bisa berupa bank yang mengurusi pembiayaan
pembangunan jangka panjang. Sebab, bank-bank yang ada saat
ini tidak bisa sepenuhnya membiayai pembangunan jangka
panjang karena sumber dana sebagian besar bersifat jangka
pendek. “Kita harus mendirikan bank pembangunan Indonesia
yang super besar. Kalau punya bank pembangunan, kita bisa
membiayai semua (proyek) infrastruktur,” tukasnya.
Dengan infrastruktur yang lebih baik, roda perekonomian
akan dapat berputar lebih kencang sehingga produksi domestik
makin meningkat dan hal itu pun pada akhirnya akan
menciptakan daya saing yang juga lebih baik. Terlebih, bank
sentral melihat posisi Indonesia sangatlah penting pada era
pasar bebas ASEAN yang mulai bergulir pada 2015. Adanya
daya saing yang makin baik bakal memperkuat posisi
Indonesia di regional. n
Mewaspadai NPL yang
Merangkak Naik
Di tengah gejolak dan ketidakpastian ekonomi dunia sepanjang 2014, BPD
masih membukukan pertumbuhan positif, walau tak sekencang tahun
sebelumnya. Sayang, pertumbuhan tersebut dibayangi NPL yang meningkat.
G
ejolak perekonomian global
yang masih berlanjut hingga
akhir 2014 berdampak pada
perekonomian nasional.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tak
setinggi tahun sebelumnya. Pertumbuhan
berbagai sektor industri di Tanah Air pun
melambat, termasuk industri perbankan.
Pertumbuhan kredit industri perbankan
pada 2014 diperkirakan paling tinggi hanya
mencapai 15% atau berada jauh di bawah
pertumbuhan tahun sebelumnya yang
sebesar 21,80%. Menurut data yang dilansir
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga
September 2014, total kredit yang
disalurkan bank umum mencapai
Rp3.592,09 triliun atau tumbuh 13,29%
dibandingkan dengan posisi September 2013 atau
membukukan pertumbuhan year to date (ytd) sebesar 8,20%.
Perlambatan tersebut berimbas pada kinerja bank
pembangunan daerah (BPD). Hingga September 2014, total
kredit yang dihimpun seluruh BPD mencapai Rp299,85 triliun
atau secara year on year (yoy) membukukan pertumbuhan
sebesar 14,07% dibandingkan dengan September 2013.
Sementara, dana pihak ketiga (DPK) yang berhasil
dibukukan BPD hingga September 2014 mencapai Rp402,17
triliun, meningkat 14,25% dibandingkan dengan posisi yang
sama tahun sebelumnya. Bagaimana dengan total asetnya? Total
aset BPD hingga September 2014 mencapai Rp486,12 triliun
atau tumbuh 12,88% dibandingkan dengan September 2013.
Gejolak perekonomian global dan domestik juga berdampak
pada angka kredit bermasalah atau non performing loan (NPL)
BPD sepanjang 2014. Kredit nonlancar BPD pada September
2014 tercatat Rp18,77 triliun atau mengalami lonjakan sebesar
24,44%. Sementara, NPL nominal BPD mengalami lonjakan
sebesar 39,05% atau menjadi Rp10,13 triliun pada September
2014 dari Rp7,29 triliun pada September 2013. Secara rasio,
NPL gross BPD pada September 2014 meningkat menjadi
3,44% dari 2,81% per September 2013.
Penyumbang terbesar peningkatan rasio NPL BPD adalah
kriteria kolektibilitas lima alias kredit macet. Pada kolektibilitas
tersebut terjadi peningkatan sebesar 59,90%, dari
Rp4,95 triliun menjadi Rp7,92 triliun.
Penyumbang terbesar berikutnya adalah kriteria
kolektibilitas empat atau diragukan, yang
meningkat 55,21% menjadi Rp1,36 triliun.
Kendati demikian, kriteria kolektibilitas tiga atau
kurang lancar tercatat menurun, dari Rp1,46
triliun pada September 2013 menjadi Rp858,90
miliar. Sedangkan, kriteria kolektibilitas dua atau
dalam perhatian khusus meningkat 10,78%
menjadi Rp8,64 triliun.
Kualitas kredit lancar (kolektibilitas satu)
juga meningkat, yakni menjadi Rp276,63 triliun
atau meningkat 13,46% dibandingkan dengan
posisi yang sama tahun sebelumnya.
Peningkatan NPL BPD menjadi perhatian
OJK sebagai otoritas pengaturan dan
pengawasan perbankan di Tanah Air. OJK memang harus
memerhatikan hal tersebut guna mencegah kerusakan sistem
keuangan di industri perbankan nasional akibat besarnya rasio
kredit bermasalah.
Kepala Eksekutif Bidang Pengawasan Perbankan OJK,
Nelson Tampubolon, seperti dikutip www.infobanknews.com,
mengatakan bahwa BPD mesti lebih berhati-hati dalam
melakukan ekspansi kredit. Selama ini, lanjut Nelson, BPD
menyalurkan kredit dengan memasuki sejumlah sektor yang
belum dikuasai. Menurutnya, BPD memerlukan dukungan
sumber daya yang kompeten sebelum memasuki sektor baru.
“Jangan memaksakan pertumbuhan kredit ke sektor yang
belum dikuasai karena dampaknya itu pada peningkatan NPL
(kredit bermasalah),” ujar Nelson di Jakarta, Kamis, 11
Desember 2014.
Nelson mengatakan, peningkatan NPL yang signifikan di
BPD dikhawatirkan akan mengganggu kinerja industri
perbankan secara menyeluruh. “Makanya, untuk mencegah
terjadinya peningkatan NPL, kami mengutamakan ingin
menyeimbangkan pertumbuhan kredit dengan kapasitas
masing-masing bank,” ucapnya.
Terkait dengan hal itu, OJK meminta lembaga perbankan
untuk mempertajam analisis mengenai penyaluran kredit. “Jadi,
jangan hanya melihat dari sisi target pertumbuhan, tapi lihat
No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014 l
PROBANK
7
KINERJA KREDIT BPD
PER SEPTEMBER 2013-2014
(RP JUTA)
KUALITAS KREDIT
TOTAL
P
NAMA BANK
ASET
DANA
TOTAL
TOTAL
PIHAK
L
DPK
KL
D
M
KUALITAS
KETIGA
KREDIT
∆
∆
∆
∆
∆
∆
∆
∆
2014
(%)
2014
(%)
2014
(%)
2014
(%)
2014
(%)
2014
(%)
2014
(%)
2014
(%)
1 BANK KALTIM
29.778.849 -12,27 26.183.327 -12,58 14.121.613 -4,99 1.944.548 -19,90 52.071 -91,23 366.421 330,57 1.456.167 90,56 17.940.820 -4,23
2 BANK SUMSEL BABEL
18.544.189 16,27 16.040.883 18,44 9.655.245 3,05 304.198 -53,67 224.413 -44,15 110.846 -40,69 759.020 192,57 11.053.722 1,65
3 BANK SUMUT
25.949.830 11,58 21.868.493 13,85 16.192.569 1,55 504.456 7,71 118.315 39,44 133.409 134,47 737.403 41,26 17.686.152 3,57
4 BANK BJB 78.730.813 3,78 64.586.946 14,19 45.288.990 10,18 1.667.699 -0,82 161.987 13,48 289.424 56,07 1.578.551 109,62 48.986.651 11,67
5 BANK JATIM 42.694.050 20,24 35.704.012 24,54 24.707.351 20,83 508.239 25,53 45.897 7,87 103.133 46,37 722.217 28,68 26.086.837 21,18
6 BANK BPD ACEH
18.864.605 5,74 15.387.243 2,62 10.313.305 8,32 253.470 1,79
6.496 -39,89
9.017 -88,95 289.847 -9,69 10.872.135 6,76
7 BANK RIAU KEPRI
23.950.407 11,97 19.133.430 13,19 12.171.782 14,29 425.365 18,97 23.146 14,61
21.261 1,11 339.658 8,92 12.981.212 14,27
8 BANK NAGARI 18.764.208 10,01 15.122.261 11,61 12.516.857 6,73 239.678 10,22 28.383 16,64
44.176 11,31 318.893 19,48 13.147.987 7,11
9 BANK PAPUA
25.338.203 27,40 22.163.300 35,20 11.879.817 15,11 672.634 138,55 43.616 94,91
50.843 131,31 312.105 197,86 12.959.015 20,54
10 BANK MALUKU 5.649.054 8,11
4.689.781 8,33 2.922.333 12,55
32.262 22,05
2.081 -29,05
3.623 -5,60
67.575 -8,75 3.027.874 11,99
11 BANK DKI
37.509.272 22,40 27.799.386 15,29 21.380.449 25,60 929.274 183,30 24.169 -14,52
18.322 25,21 495.993 9,00 22.848.207 28,01
12 BANK SULTRA
4.210.849 11,88
3.575.827 11,87 2.355.145 20,05
67.118 46,98
6.409 -20,86
12.527 386,67
53.486 118,49 2.494.685 22,14
13 BANK BPD KALSEL 12.713.724 15,63 10.746.513 9,67 6.735.473 14,19 238.575 257,88 22.709 43,47
51.242 47,13 148.305 124,92 7.196.304 18,33
14 BANK SULTENG 3.797.393 89,08
2.250.497 36,55 1.826.515 81,27
72.746 276,10
2.807 229,46
2.967 -62,16
36.493 -11,03 1.941.528 80,33
15 BANK NTB
6.181.608 27,89
4.526.297 13,72 3.830.574 22,94
17.728 -14,68
1.475 -41,33
2.986 27,44
59.824 3,61 3.912.587 22,30
16 BANK SULUT 10.374.344 28,19
9.078.220 39,27 6.636.892 21,85
72.705 277,94 23.892 1.895,99
60.774 3.404,84
81.091 190,69 6.875.354 25,07
17 BANK NTT
9.561.663 19,50
7.806.043 30,83 5.271.249 10,13
17.749 -25,14
2.135 -38,24
6.361 -10,31
61.309 0,31 5.358.803 9,77
18 BANK BPD DIY
7.681.717 11,17
6.459.116 7,46 4.856.050 34,16 108.946 156,72
7.233 -34,39
8.997 135,09
46.547 56,11 5.027.773 35,64
19 BANK SULSELBAR
12.637.489 12,56
9.908.661 12,65 7.209.202 12,58
28.570 -35,56
5.176 -10,54
5.959 -36,04
64.589 -3,37 7.313.496 12,00
20 BANK LAMPUNG 6.017.060 6,97
4.831.523 7,55 3.408.608 18,40
24.414 168,76
2.655 37,42
2.619 164,01
25.399 35,69 3.463.695 19,04
21 BANK JATENG 39.144.041 16,06 35.200.795 16,28 25.027.309 18,75 240.457 8,15 34.109 111,18
27.130 58,73 162.952 58,28 25.491.957 18,93
22 BANK PEMBANGUNAN KALTENG 6.303.987 16,06
5.450.388 15,80 2.771.249 13,06
48.691 67,89
3.448 2,77
2.704 5,09
17.947 3,56 2.844.039 13,61
23 BANK JAMBI 7.244.508 52,11
5.043.114 30,73 3.546.888 20,69
61.439 150,72
2.100 223,08
2.689 89,77
18.098 213,22 3.631.214 22,22
24 BANK KALBAR 12.205.556 20,56 10.524.121 20,76 7.569.025 13,77
43.845 49,79
3.308 43,45
9.457 52,73
34.416 202,40 7.660.051 14,30
25 BANK BENGKULU 4.994.440 23,67
3.870.705 16,63 2.512.784 7,17
19.101 -29,52
1.034 -25,40
1.481 -30,63
6.272 6,05 2.540.672 6,70
26 BANK BPD BALI
17.281.646 18,63 14.219.124 13,48 11.920.415 23,42
93.269 26,75
9.839 -21,96
7.630 23,60
23.704 10,05 12.054.857 23,35
TOTAL 486.123.505 12,88 402.170.006 14,25 276.627.689 13,46 8.637.176 10,78 858.903 -41,24 1.355.998 55,21 7.917.861 59,90 295.397.627 14,10
RATA-RATA 18.697.058 15.468.077 10.639.527 332.199 33.035 52.154 304.533 11.361.447 Keterangan:
- L: Lancar;
- D: diragukan;
- CAR: capital adequacy ratio;
- kredit non lancar terdiri atas kredit dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet;
- DPK: dalam perhatian khusus - M: macet
- NPL: non performing loan (gross);
- NPL terdiri atas kredit kurang lancar, diragukan, dan macet
- KL: kurang lancar;
- ∆: pertumbuhan;
- LDR: loan to deposit ratio;
P: peringkat berdasarkan kredit macet terhadap total kualitas kredit per September 2014
Sumber: Biro Riset Infobank (birI).
kondisi sektor-sektor yang sedang terjadi, seperti pertambangan
dan harga komoditas yang lagi menurun,” tutur Nelson.
Tantangan 2015
Perekonomian 2015 diprediksi masih akan diwarnai
guncangan dan ketidakpastian. Salah satu tantangan yang akan
dihadapi ialah stimulus kebijakan bank sentral Amerika
Serikat (The Fed) yang akan menaikkan suku bunga.
Kebijakan itu dikhawatirkan makin memperketat likuiditas
lantaran banyak dana asing yang akan lari dari Indonesia.
Tentu saja, hal itu bakal berdampak pada bisnis perbankan
nasional, termasuk BPD.
Pertumbuhan kredit BPD pada 2015 diperkirakan tumbuh
secara konservatif atau stagnan. Eko Budiwiyono, Ketua
Umum Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda)
yang juga Direktur Utama Bank DKI, memperkirakan,
pertumbuhan kredit pada 2015 berada di kisaran 15%
hingga 20%. “Secara umum, kalangan BPD tidak mungkin
mematok target pertumbuhan kredit yang terlalu tinggi,”
terang Eko.
Begitupun dengan pertumbuhan DPK, yang dipatok hanya
tumbuh 10% sampai dengan 15% secara tahunan. Eko menilai,
8
PROBANK
l
No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014
jika berhasil mencapai target tersebut, sudah cukup bagus.
Terkait dengan kondisi yang ada, Eko khawatir, perolehan laba
pada 2015 bakal tergerus. Namun, ia optimistis perolehan laba
BPD masih bisa tumbuh, walau kemungkinan besar lebih ke
arah stagnan atau sama dengan pencapaian 2014.
Untuk mengakselerasi bisnis bank pada 2015, menurut Eko,
BPD dapat meningkatkan potensi penyaluran kredit multiguna
bagi kalangan pegawai negeri sipil (PNS) yang notabene
menjadi captive market BPD selama ini. Proyek infrastruktur
yang tengah didorong pemerintahan baru pun menjadi potensi
bisnis bagi industri perbankan.
Dengan tantangan dan potensi yang ada, Bank DKI mematok
pertumbuhan kredit antara 20% hingga 23% pada 2015 atau
lebih tinggi dari perkiraan pertumbuhan secara industri. Begitu
pula dengan kenaikan DPK, yang dipatok sama dengan
pertumbuhan kredit dengan tujuan menjaga likuiditas bank.
Hingga September 2014, Bank DKI membukukan DPK
sebesar Rp27,80 triliun atau meningkat 15,29% dibandingkan
dengan posisi yang sama tahun sebelumnya. Sementara, kredit
yang disalurkan bank ini hingga September 2014 mencapai
Rp22,85 triliun atau tumbuh 28,01% dibandingkan dengan
posisi September 2013. n
LABA (RUGI)
KREDIT
TAHUN KREDIT NON
YANG
KREDIT
NPL
BERJALAN
LANCAR / KREDIT MACET / DIBERIKAN
NON LANCAR
NOMINAL
SETELAH TOTAL KUALITASTOTAL KUALITASCAR NPL NPL
LDR
PAJAK KREDIT BANK KREDITGROSS NET
∆
∆
∆
∆
(%) (%)(%)
(%) (%) (%)
2014
(%)
2014
(%)
2014
(%)
2014
(%) 201320142013 201420132014
201320142013 201420132014
18.015.962 -4,09 3.819.207 -1,33 1.874.659 29,92
197.862 -57,42 20,66 21,29 4,08 8,12 18,05 17,94 7,70 10,44 4,86 3,53 62,61 68,67 11.053.722 1,65 1.398.477 -7,06 1.094.279 29,02
203.777 -19,82 13,84 12,65 2,39 6,87 14,46 15,38 7,80 9,90 4,89 4,29 80,29 68,91 17.686.152 3,57 1.493.583 31,93
989.127 49,02
407.030 -21,14 6,63 8,44 3,06 4,17 13,29 13,71 3,89 5,60 1,77 2,47 88,91 80,88 53.359.537 11,68 3.697.661 33,84 2.029.962 87,75
716.413 -34,65 6,30 7,55 1,72 3,22 16,43 16,18 2,46 4,14 0,59 0,96 82,16 79,72 26.086.837 21,18 1.379.486 27,83
871.247 29,22
742.893 9,08 5,01 5,29 2,61 2,77 22,25 20,29 3,13 3,34 1,75 1,10 75,09 73,06 10.872.136 6,76
558.830 -15,63
305.360 -26,12
395.818 53,83 6,50 5,14 3,15 2,67 16,24 16,23 4,06 2,81 1,19 1,10 67,92 70,66 12.981.212 14,27
809.430 13,91
384.065 8,78
373.157 20,95 6,26 6,24 2,75 2,62 18,01 17,17 3,11 2,96 0,22 0,26 67,20 67,84 13.147.987 7,11
631.130 15,09
391.452 18,29
162.425 -25,44 4,47 4,80 2,17 2,43 14,04 15,00 2,70 2,98 1,43 1,63 90,36 86,80 12.960.015 20,54 1.079.198 150,33
406.564 172,61
257.885 -18,49 4,01 8,33 0,97 2,41 18,20 18,31 1,39 3,14 0,34 1,22 65,58 58,48 3.027.874 11,99
105.541 -1,60
73.279 -9,33
126.320 10,51 3,97 3,49 2,74 2,23 16,23 17,50 2,99 2,42 1,26 0,61 62,45 64,56 22.848.207 28,01 1.467.758 77,70
538.484 8,14
665.915 8,17 4,63 6,42 2,55 2,17 13,91 18,85 2,79 2,36 1,95 1,32 72,17 77,24 2.494.685 22,14
139.540 72,66
72.422 106,03
87.456 4,08 3,96 5,59 1,20 2,14 19,83 19,85 1,72 2,90 0,67 1,26 63,90 69,77 7.196.304 18,33
460.831 151,47
222.256 90,63
215.856 48,02 3,01 6,40 1,08 2,06 13,96 17,03 1,92 3,36 0,88 2,01 62,06 66,89 1.941.528 80,33
115.013 66,56
42.267 -14,97
62.164 161,63 6,41 5,92 3,81 1,88 23,13 14,56 4,62 2,18 1,73 0,65 65,33 86,27 3.912.587 22,30
82.013 -1,63
64.285 2,70
142.220 -2,14 2,61 2,10 1,80 1,53 15,11 16,71 1,96 1,64 0,45 0,43 80,38 86,44 6.875.354 25,07
238.462 376,31
165.757 437,70
82.966 -53,22 0,91 3,47 0,51 1,18 13,59 12,99 0,56 2,41 0,21 1,33 84,33 75,73 5.358.803 9,77
87.554 -8,21
69.805 -2,60
216.790 16,37 1,95 1,63 1,25 1,14 16,18 16,86 1,47 1,30 0,44 0,41 81,81 68,65 5.027.773 35,64
171.723 97,14
62.777 40,54
124.891 31,32 2,35 3,42 0,80 0,93 14,11 14,05 1,21 1,25 0,58 0,60 61,08 76,79 7.313.496 12,00
104.294 -17,41
75.724 -7,59
321.147 23,41 1,93 1,43 1,02 0,88 21,14 22,17 1,25 1,04 0,42 0,38 74,24 73,80 3.463.777 19,04
55.087 79,28
30.673 41,72
115.474 32,35 1,06 1,59 0,64 0,73 17,63 17,67 0,74 0,89 0,83 0,40 64,77 71,69 25.491.957 18,93
464.648 29,60
224.191 64,61
589.412 -1,60 1,67 1,82 0,48 0,64 14,57 13,45 0,64 0,88 0,15 0,46 70,81 72,42 2.844.039 13,61
72.790 39,28
24.099 3,62
131.556 23,28 2,09 2,56 0,69 0,63 22,04 22,91 0,93 0,85 0,35 0,31 53,19 52,18 3.631.214 22,22
84.326 160,67
22.887 191,74
95.877 -3,69 1,09 2,32 0,19 0,50 21,76 23,44 0,26 0,63 0,03 0,15 77,02 72,00 7.660.051 14,30
91.026 85,20
47.181 137,34
219.905 1,94 0,73 1,19 0,17 0,45 17,07 17,63 0,30 0,62 0,08 0,10 76,90 72,79 2.540.672 6,70
27.888 -23,67
8.787 -6,87
94.787 -7,25 1,53 1,10 0,25 0,25 16,80 16,72 0,40 0,35 0,10 0,10 71,75 65,64 12.054.857 23,35
134.442 18,03
41.173 2,12
387.116 11,83 1,17 1,12 0,22 0,20 17,75 20,84 0,41 0,34 0,17 0,11 77,58 84,00 299.846.738 14,07 18.769.938 24,44 10.132.762 39,05 7.137.112 -5,05 5,83 6,35 1,91 2,68 16,70 17,34 2,81 3,44 73,88 73,49 11.532.567 721.921 389.722 274.504 Sekilas Berita
Silaturahmi
Perbanas
Sumatra Utara
Pada 12 Januari 2015 Perbanas
Sumatra Utara (Sumut) menggelar acara
silaturahmi di Restauran Wisma
Benteng, Medan. Acara tersebut dihadiri
50 pemimpin bank anggota Perbanas
Sumut.
Ajang yang digelar untuk mempererat silaturahmi antarpraktisi perbankan di Sumut ini merupakan acara tahunan Perbanas
Sumut. Mengawali 2015, insan perbankan Sumut berharap akan terbangun persaudaraan, kekompakan, kebersamaan, serta
profesionalisme di antara mereka. Semoga ke depan industri perbankan Sumut lebih baik dan sukses.
No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014 l
PROBANK
9
Regulasi
Memaksimalkan
Kontribusi LKM
Demi memudahkan pengawasan dan memberikan kontribusi maksimal pada perekonomian
nasional, OJK secara khusus mengatur LKM dalam tiga POJK. Peraturan yang dirilis pada
pertengahan November 2014 itu mengatur tentang badan hukum hingga penyelenggaraan LKM.
S
ektor jasa keuangan merupakan sektor yang memiliki
keterkaitan dengan hampir semua sektor
perekonomian nasional. Sayangnya, hingga saat ini,
akses para pelaku usaha mikro dan masyarakat
berpendapatan rendah terhadap layanan pembiayaan, terutama
dari perbankan, masih rendah. Padahal, sumber pendanaan
dari sektor perbankan merupakan pintu masuk bagi
masyarakat, khususnya pengusaha mikro, untuk
mengembangkan usahanya dan mendapatkan layanan keuangan
yang sama seperti para pengusaha besar lainnya.
Akses para pengusaha mikro dalam mendapatkan layanan
perbankan terbatas karena syarat-syarat yang diajukan pihak
perbankan banyak yang tidak bisa mereka lengkapi. Dengan
kata lain, perbankan menilai mereka belum bankable dan
feasible. Hal itu menjadi peluang bagi lembaga keuangan
mikro (LKM). Seiring dengan berjalannya waktu, LKM pun
menjamur.
Melihat fenomena tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
merasa perlu mengeluarkan peraturan dalam rangka
memajukan dan menjaga industri LKM pada masa-masa
mendatang. Kemajuan dan kesehatan industri LKM diharapkan
10
PROBANK
l
No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014
bisa memberikan kontribusi
maksimal bagi masyarakat
bawah dan pelaku usaha mikro
yang notabene bisa mendorong
kemajuan ekonomi bangsa.
Untuk mewujudkannya, pada
medio November 2014 OJK
merilis tiga peraturan OJK
(POJK).
Peraturan pertama adalah
POJK Nomor 12/POJK.05/2014
tentang Perizinan Usaha dan
Kelembagaan Keuangan Mikro.
Dalam peraturan ini LKM
ditetapkan sebagai lembaga
keuangan khusus yang didirikan
untuk memberikan jasa
pengembangan usaha dan
pemberdayaan masyarakat.
Pemberdayaan ini dilakukan melalui pemberian pinjaman
atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada para
anggota dan masyarakat. Tak hanya itu, LKM juga mengelola
simpanan dan memberikan jasa konsultasi pengembangan
usaha yang tidak berorientasi pada keuntungan.
Dalam ketentuan umum peraturan ini, pinjaman dan
pembiayaan yang diberikan LKM bisa menggunakan prinsip
konvensional dan syariah. Untuk simpanan, bisa dalam bentuk
tabungan atau deposito berdasarkan perjanjian penyimpanan
dana.
Masih dalam ketentuan umum, dewan direksi dan dewan
komisaris LKM juga sudah ditentukan. Jika LKM tersebut
berbadan hukum perseroan terbatas, peraturannya mengacu
pada undang-undang (UU) tentang perseroan terbatas. Namun,
jika LKM tersebut berbadan hukum koperasi, peraturannya
mengacu pada UU tentang perkoperasian.
Selain itu, kepemilikan LKM sudah ditetapkan dalam
peraturan ini. Jika LKM berbentuk perseroan terbatas, minimal
60% sahamnya wajib dimiliki pemerintah daerah (pemda)
kabupaten/kota atau badan usaha milik daerah (BUMD)/
kelurahan. Sisanya dapat dimiliki warga
negara Indonesia (WNI) dan/atau
koperasi. Untuk kepemilikan saham oleh
WNI, tidak boleh melebihi 20%.
Peraturan ini juga menyebutkan
bahwa LKM hanya bisa dimiliki WNI,
baik secara personal maupun instansi.
Warga negara asing (WNA) tidak boleh
memiliki LKM, baik secara langsung
maupun tak langsung.
Prosedur kerja LKM yang ditentukan
OJK sekurang-kurangnya meliputi
pemberian pinjaman atau pembiayaan,
penerimaan simpanan, penagihan kepada
pihak peminjam atau pihak yang
menerima pembiayaan, prosedur
penyelesaian piutang macet, dan prosedur
penutupan simpanan.
Salah satu syarat utama untuk
membentuk sebuah LKM adalah
permodalan. OJK pun sudah menyertakan syarat mengenai
permodalan ini, dan ditentukan dalam tiga kategori sesuai
dengan cakupan wilayah usahanya. Modal yang ditetapkan
untuk cakupan wilayah usaha desa/kelurahan adalah Rp50
juta, untuk cakupan wilayah kecamatan sebesar Rp100 juta,
dan untuk cakupan wilayah kabupaten/kota sebesar Rp500
juta.
Peraturan kedua adalah POJK Nomor 13/POJK.05/2014
tentang Penyelenggaraan Usaha Lembaga Keuangan Mikro,
yakni mengenai tata cara melakukan kegiatan usaha ini.
Menurut peraturan tersebut, LKM wajib melakukan analisis
atas kelayakan penyaluran pinjaman atau pembiayaan.
Dalam melakukan kegiatannya, LKM menetapkan suku
bunga maksimum pinjaman atau imbal hasil maksimum
pembiayaan yang sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Bunga atau imbal hasil maksimum
tersebut juga wajib dilaporkan LKM kepada OJK setiap empat
bulan, yakni paling lambat minggu terakhir April, Agustus,
dan Desember. Selain memberikan informasi kepada otoritas,
LKM wajib memberitahukan bunga dan imbal hasil
maksimum tersebut kepada masyarakat melalui koran, harian
lokal, atau papan pengumuman di kantor LKM.
Peraturan ini juga membahas tentang pembatasan pinjaman
dan pembiayaan yang boleh dilakukan LKM. Pinjaman dan
pembiayaan minimal sebesar Rp50.000 dan maksimal 10%
dari modal LKM untuk nasabah kelompok atau 5% dari
modal LKM untuk nasabah individu. LKM tidak bisa menolak
pinjaman atas batas terendah dan tertinggi seperti yang sudah
tertera dalam peraturan.
Penilaian kualitas pinjaman atau pembiayaan juga harus
dilakukan setiap LKM. Penilaian ini dibagi menjadi tiga
kelompok, yaitu lancar, diragukan, dan macet. Tak hanya
pinjaman dan pembiayaan, batas simpanan juga masuk dalam
peraturan ini. Menurut peraturan ini, batas minimal simpanan
yang bisa diterima LKM adalah sebesar Rp5.000.
Peraturan lainnya mencakup sumber pendanaan yang
diterima LKM hanya dapat berasal dari ekuitas, simpanan,
pinjaman, dan/atau hibah. Mengenai
dana pinjaman, LKM hanya dapat
menerima dana dari WNI atau badan
usaha yang berdiri dan beroperasi di
wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).
Rasio likuiditas dan solvabilitas juga
menjadi perhatian OJK. Melalui
peraturan tersebut, OJK menekankan
bahwa LKM wajib menjaga likuiditas
paling kurang sebesar 3%, sedangkan
solvabilitas sebesar 110%. Jika terjadi
kelebihan dana, LKM hanya dapat
menempatkan dana tersebut pada
tabungan dan deposito berjangka milik
bank.
Peraturan ketiga adalah POJK
Nomor 14/POJK.05/2014 tentang
Pembinaan dan Pengawasan Lembaga
Keuangan Mikro. Menurut peraturan
ini, pembinaan, pengaturan, dan pengawasan LKM sepenuhnya
dilakukan oleh OJK yang didelegasikan kepada pemda
kabupaten/kota. Dalam melakukan tugasnya, OJK
berkoordinasi dengan kementerian yang menangani urusan
koperasi dan Kementerian Dalam Negeri.
Peraturan tersebut menegaskan bahwa jika pemda
kabupaten/kota belum siap, OJK bisa mendelegasikan
pembinaan dan pengawasan kepada pihak lain yang ditunjuk.
Untuk itu, pemda harus menyiapkan sumber daya manusia
(SDM) dan infrastruktur agar bisa melakukan pembinaan dan
pengawasan tersebut.
Setidaknya, ada beberapa hal yang menjadi perhatian utama
pemda selama melakukan pembinaan dan pengawasan.
Beberapa hal tersebut adalah penerimaan laporan keuangan
dan input data dalam sistem aplikasi, pelaksanaan analisis
laporan keuangan, penerimaan dan analisis laporan lain,
penyusunan rencana kerja LKM, pengenaan sanksi
administratif, dan pelaksanaan langkah-langkah penyehatan
LKM.
Hal lain yang juga mesti jadi perhatian adalah evaluasi
hasil kerja LKM oleh regulator berdasarkan laporan yang
disampaikan pemda. Laporan harus dilakukan setiap tahun
untuk bisa dievaluasi OJK.
Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan
Nonbank (IKNB) OJK, Firdaus Djaelani, ketiga POJK tersebut
mengatur tentang perizinan usaha, penyelenggaraan usaha,
hingga pengawasan terhadap LKM. “Potensi pembiayaan
LKM cukup besar. UU LKM bertujuan bagaimana keinginan
pemerintah bersama DPR (Dewan Perwakilan Rakyat)
mempercepat pembangunan di wilayah atau daerah kecil,”
kata Firdaus kepada wartawan, beberapa waktu lalu.
Dengan adanya POJK tersebut, semua LKM yang beroperasi
wajib mendapatkan izin dari OJK terlebih dulu. Selain itu,
kelembagaannya akan diatur oleh regulator agar mampu
memberikan kontribusi kepada masyarakat berpenghasilan rendah
dan para pelaku usaha mikro dengan tetap memerhatikan aspek
prudensial dan perlindungan kepada nasabah. n
No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014 l
PROBANK
11
Wacana
LFR Memberi Ruang
kepada Bank
Ruang gerak bagi pertumbuhan kredit perbankan makin menyempit. Untuk
memberikan ruang gerak yang lebih, penerapan kebijakan LFR diharapkan
bisa segera terealisasi.
P
ertumbuhan kredit perbankan tengah mengalami
penurunan karena gejolak perekonomian dunia yang
terjadi beberapa tahun belakangan ini. Selain itu,
ekspansi kredit perbankan nasional dibatasi oleh
kebijakan loan to deposit ratio (LDR) dengan rentang 78%92%. Jika sebuah bank LDR-nya di luar itu, ia akan dikenai
kewajiban giro wajib minimum (GWM) tambahan. Hal itu
membuat bank-bank tetap menjaga LDR-nya pada rentang
yang telah ditetapkan.
Sebagai informasi, menurut data yang dilansir Otoritas Jasa
Keuangan (OJK), hingga September 2014 posisi LDR
perbankan nasional berada di 88,93%. Bahkan, pada Juli 2014
sempat menyentuh 92,19%. Artinya, ruang tumbuh atau
ekspansi kredit bagi perbankan nasional sudah sangat sempit.
Dalam perkembangannya, bank-bank pun melakukan
perang suku bunga simpanan dan gimmick berbagai hadiah
menarik untuk memikat nasabah. Hal itu dilakukan bank-bank
12
PROBANK
l
No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014
agar dana pihak ketiga (DPK)
yang dikumpulkan kian
membesar. Tentu saja, selain
membuat ongkos dana makin
mahal dan mengurangi margin
keuntungan bank, hal itu
berdampak pada suku bunga
kredit yang ujung-ujungnya bakal
meningkatkan rasio kredit
bermasalah atau non performing
loan (NPL). Padahal, kredit
perbankan masih sangat
dibutuhkan untuk mendorong
pembangunan nasional.
Tentu kondisi tersebut harus
menjadi perhatian segenap
stakeholders di industri perbankan
nasional, termasuk para
pemangku kebijakan. Salah satu
solusi yang dianggap jitu ialah
penerapan kebijakan loan to
funding ratio (LFR) yang telah
diwacanakan beberapa waktu lalu.
Penerapan LFR perlu dilaksanakan sesegera mungkin
karena hal ini diyakini akan membuat kinerja industri
perbankan menjadi lebih leluasa. Pasalnya, kondisi yang
dialami industri perbankan saat ini makin sulit dan tertekan
akibat likuiditas yang kian ketat. Pengetatan likuiditas ini
sebenarnya mulai dirasakan pelaku industri perbankan sejak
beberapa tahun lalu. Tren penurunan DPK sudah terjadi dalam
beberapa tahun terakhir.
Menurut data yang dihimpun Biro Riset Infobank (birI),
pertumbuhan DPK perbankan yang sempat menyentuh 19,07%
pada 2011 mengalami penurunan menjadi 15,81% pada 2012.
Penurunan DPK terus berlanjut pada 2013 dengan
pertumbuhan sebesar 13,60%. Namun, merujuk pada data dari
OJK, DPK perbankan hingga September 2014 mencapai
Rp3.995,80 triliun atau meningkat sebesar 13,32%
dibandingkan dengan posisi yang sama tahun sebelumnya
sebesar Rp3.526,19 triliun
Tren pertumbuhan yang melambat juga
Meski industri perbankan memerlukan
terjadi pada penyaluran kredit. Pada 2012
pendanaan dari luar, tidak ada insentif
pertumbuhan kredit yang disalurkan
yang diberikan untuk penerbitan
perbankan mencapai 22,97% dan pada
instrumen-instrumen tersebut. Menurut
2013 mengalami penurunan menjadi
Mirza, hal ini yang menjadi perhatian BI
sebesar 21,80%. Namun, hingga
dan OJK untuk bisa diutak-atik sehingga
September 2014 total kredit yang
LDR tidak lagi menjadi sebuah ukuran,
disalurkan bank umum mencapai
tapi LFR.
Rp3.592,09 triliun atau mengalami
“Harus ada funding lain dari luar
pertumbuhan sebesar 13,19% jika
deposito dan dibuatkan hitungan LFR.
dibandingkan dengan September 2013
Selain itu, harus ada fresh money yang
atau membukukan pertumbuhan year to
masuk. Jangan hanya bergeser dari
date sebesar 8,20%.
deposito ke NCD atau obligasi. Kalau
Melambatnya pertumbuhan DPK
yang terjadi seperti itu, yang ada tetap
perbankan makin memperjelas tekanan
menaikkan bunga deposito,” jelas
likuiditas yang terjadi di pasar. Tekanan
Mirza.
yang terlihat samar-samar pada awalnya
Perubahan penggunaan LDR menjadi
ini menjadi kian nyata dengan kondisi
LFR juga mendapatkan perhatian dari
yang terjadi belakangan ini.
para pelaku perbankan. Menurut mereka,
Tekanan likuiditas tersebut merupakan
dengan memasukkan instrumen surat
salah satu faktor yang membuat industri
utang, hal itu akan sangat membantu
ini makin kesulitan dalam melakukan
likuiditas perbankan sehingga wacana ini
ekspansi bisnis dan menyalurkan kredit.
perlu segera dilakukan.
Pertumbuhan dana
Artinya, meskipun bisnis perbankan tetap
Presiden Direktur OCBC NISP,
masyarakat atau DPK yang Parwati
tumbuh, pertumbuhannya tidak akan
Surjaudaja, mengatakan, sumber
tidak sekencang
sekencang tahun-tahun sebelumnya.
pendanaan bank memang tidak
Tekanan yang dirasakan industri
bergantung pada pengumpulan DPK saja.
pertumbuhan kredit
perbankan memang menjadi perhatian
Menurutnya, likuiditas sebuah bank bisa
membuat para pelaku
Bank Indonesia (BI) dan OJK. BI sudah
tercermin dengan lebih akurat melalui
berencana untuk mengubah definisi LDR
industri ini berebut deposito berbagai dana non-DPK dan dihitung
dengan memasukkan instrumen surat
indikator LFR. “Rasanya
dengan menaikkan harga. melalui
utang dan komponen lainnya dalam
mengukur dengan berbagai rasio tidak
penghitungan rasio utang terhadap DPK.
ada salahnya. Namun, loan deposit ratio
Hal ini tentunya akan sangat membantu
(LDR) sebaiknya tetap diukur, tapi LFR
likuiditas perbankan ke depan.
juga diukur,” katanya.
Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara,
Sementara itu, Head Financial, Planning, Performance
mengatakan, tingginya pertumbuhan LDR di industri
Management and Reporting Bank Internasional Indonesia
perbankan dikarenakan penyaluran kredit yang dilakukan
(BII), Nurmala Damanik, mengatakan, tujuan memasukkan
pelaku industri ini yang sangat pesat. Tingginya pertumbuhan
dana selain DPK dalam penghitungan LFR ini ialah untuk
kredit tersebut ternyata tidak diikuti dengan pertumbuhan DPK menjaga sumber pendanaan jangka panjang dalam penyaluran
sehingga LDR di industri ini sempat menyentuh 92%.
kredit-kredit jangka panjang.
Pertumbuhan dana masyarakat atau DPK yang tidak
Menurutnya, OJK akan mempertimbangkan usulan tersebut
sekencang pertumbuhan kredit membuat para pelaku industri
dan mempertimbangkan untuk menyetujui usulan yang
ini berebut deposito dengan menaikkan harga. “Jadi, bunga
memasukkan komponen surat utang yang dibeli perbankan ke
deposito yang naik terus tersebut karena bank-bank rebutan
dalam LFR. “Jika itu dipenuhi, tentunya akan sama saja
dana. Belum lagi pemerintah yang juga rebutan dana dengan
seperti fungsi LDR, tapi memang itu lebih sehat karena
menerbitkan ORI (Obligasi Ritel Indonesia). Kalau sampai
menjadi seimbang,” kata Nurmala.
pemerintah menerbitkan ORI dengan bunga di bawah 4,5%,
Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D. Hadad,
tidak akan ada yang beli,” jelas Mirza ketika ditemui di
mengatakan, pihaknya juga sedang menggodok aturan tersebut
kantornya, beberapa waktu lalu.
agar bisa segera direalisasikan. Menurutnya, makin cepat
Untuk mengimbangi pemasukan dari deposito, BI
peraturan ini keluar, industri perbankan akan bisa lebih sehat
mendukung pihak perbankan untuk diberikan akses
lagi dan tidak akan tertekan oleh penghitungan LDR.
penghitungan rasio pendanaan terhadap kredit dari sektor
“Kami sudah berbicara dengan BI mengenai penerapan
lainnya, seperti obligasi, negotiable certificate of deposit (NCD), LFR. BI juga sudah setuju mengenai ini. Semuanya sudah
dan instrumen-instrumen lain—atau lebih dikenal sebagai LFR.
disiapkan, baik dari OJK maupun BI. Paling cepat, kami akan
Hal ini didukung BI karena akan mampu mengurangi
keluarkan peraturan mengenai LFR pada awal tahun ini,”
komponen tabungan, giro, dan deposito yang relatif mahal.
pungkasnya. n
No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014 l
PROBANK
13
Liputan Khusus
Melirik Potensi
Pembiayaan Infrastruktur
Pembangunan infrastruktur membutuhkan anggaran hingga sekitar Rp5.000
triliun. Perbankan menjadikan infrastruktur sebagai sektor yang prospektif untuk
dibiayai. Seberapa besar potensinya?
P
emerintah melakukan pertarungan berat untuk
mencapai stabilitas ekonomi Indonesia pada 2014.
Sejumlah tantangan direspons dengan baik oleh
pemerintah melalui berbagai kebijakan fiskal yang
penuh kehati-hatian.
Menginjak 2015 republik ini kembali menghadapi
tantangan yang tak ringan. Lambatnya pemulihan ekonomi
global akan memengaruhi stabilitas ekonomi pada 2015.
Melambatnya pertumbuhan ekonomi di beberapa negara,
seperti Tiongkok, pun patut diwaspadai. Belum lagi,
pemerintah harus bersiap mengantisipasi dampak penghentian
kebijakan stimulus Amerika Serikat (AS) yang akan berimbas
pada perekonomian Indonesia.
Dalam menghadapi tantangan itu, pemerintah telah
mempersiapkan berbagai skenario yang diimplementasikan
melalui sejumlah program untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi nasional. Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo
(Jokowi), mengatakan, pada 2015 pemerintah akan fokus pada
pembangunan infrastruktur, maritim, dan kegiatan yang
berkaitan dengan pangan.
Terkait dengan upaya mendorong pembangunan
infrastruktur selama 2015-2019, menurut hasil penghitungan
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), total
kebutuhan anggaran pembiayaan program pembangunan
14
PROBANK
l
No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014
infrastruktur dalam kurun waktu lima tahun
tersebut sekitar Rp5.519,4 triliun. Menurut Dedy
S. Priatna, Deputi Bidang Sarana dan Prasarana
Bappenas, pembangunan infrastruktur akan
diprioritaskan untuk pembangunan jalan raya,
kereta api, listrik, dan perumahan.
Sumber pendanaan pembangunan infrastruktur
salah satunya berasal dari dana Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Pembiayaan APBN diproyeksikan mencapai
Rp2.215,6 triliun. Sisanya berasal dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), badan
usaha milik negara (BUMN), dan swasta. Khusus
untuk sektor swasta, pemerintah berharap, sektor
ini dapat menyumbang sekitar Rp1.692,3 triliun
dari total pendanaan yang dibutuhkan.
Deddy mengungkapkan, porsi terbesar
pembiayaan infrastruktur dikerjakan oleh empat kementerian.
Satu, Kementerian Pekerjaan Umum dengan kebutuhan
mencapai Rp123,324 triliun. Dua, Kementerian Perhubungan
dengan total anggaran Rp72,328 triliun. Tiga, Kementerian
Perumahan Rakyat dengan kebutuhan mencapai Rp12,163
trilium. Empat, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
dengan total anggaran Rp16,849 triliun.
Dalam rencana pembangunan infrastruktur 2015-2019,
infrastruktur perhubungan akan menjadi fokus program
pemerintah. Pembangunan di sektor ini meliputi pembangunan
2.650 kilometer (km) jalan baru, konstruksi jalan tol
sepanjang 1.000 km, dan pemeliharaan jalan sepanjang 46.770
km. Selain itu, pembangunan 15 bandara baru, pengadaan 20
pesawat perintis, dan pengembangan bandara untuk pelayanan
kargo udara di enam lokasi.
Sementara, di sektor pelabuhan, pemerintah akan
membangun 24 pelabuhan baru. Pemerintah juga akan
membangun 3.258 km jalur kereta api di Jawa, Sumatra,
Sulawesi, dan Kalimantan. Jalur-jalur itu terdiri atas 2.159 km
jalur kereta api antarkota dan 1.099 km antarprovinsi.
Di sektor pertanian, pembangunan diprioritaskan untuk
membangun 30 waduk baru dan 33 pembangkit listrik tenaga
air (PLTA), 1 juta hektare (ha) jaringan irigasi, serta
rehabilitasi 3,3 juta ha jaringan irigasi. Di sektor energi,
prioritasnya adalah pembangunan dua
Hal senada diungkapkan Destry Damayanti,
kilang minyak berkapasitas produksi
Chief Economist Bank Mandiri. Menurutnya,
2x300.000 barel serta perluasan kilang
sektor infrastruktur menjadi salah satu sektor
minyak di Cilacap dan Balongan.
yang cukup prospektif bagi perbankan. “Ada
Sementara, di sektor properti,
berapa kredit berorientasi domestik yang
pemerintah menargetkan untuk membangun
masih solid. Sektor-sektor yang dimaksud
rumah susun sederhana sewa (rusunawa)
ialah listrik, gas, dan air; konstruksi,
5.257 twin block, bantuan stimulan
perdagangan, transportasi, dan komunikasi;
swadaya 5,5 juta rumah tangga,
serta jasa dan keuangan,” jelasnya.
penanganan kawasan kumuh 37.407 ha,
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan
dan fasilitas kredit perumahan masyarakat
(OJK), penyaluran kredit bank umum ke
berpenghasilan rendah (MBR) untuk 2,5
ketiga sektor tersebut juga mengalami
juta rumah tangga.
peningkatan yang cukup signifikan sepanjang
Untuk memuluskan realisasi pembangunan
2014. OJK mencatat, kredit yang disalurkan
tersebut, dalam rapat kabinet Desember lalu
ke sektor listrik, air, dan gas membukukan
pemerintah akhirnya memutuskan untuk
pertumbuhan sebesar 21,09%, dari Rp72,74
menambah anggaran infrastruktur hingga
triliun pada September 2013 menjadi
mencapai Rp157 triliun. Dana
Rp88,08 triliun pada September
Anggaran Pembangunan Infrastruktur
tersebut akan diambil dari
2014. Demikian pula dengan
tambahan ruang fiskal sebesar
penyaluran kredit ke sektor
Infrastruktur
Anggaran
Rp230 triliun yang diperoleh dari
konstruksi, yang naik dari
(Rp Triliun)
potensi peningkatan penerimaan
Rp120,47 triliun pada September
Jalan Raya
805
pajak dan penghematan subsidi
2013 menjadi Rp142,94 triliun
Perkeretaapian
283
bahan bakar minyak (BBM) pada
pada periode yang sama 2014
2015. Migas
506,5
atau tumbuh 18,65%. Sementara,
Sofyan Djalil, Menteri
kucuran kredit ke sektor
Kelistrikan
980
Koordinator Bidang
transportasi, pergudangan, dan
Telekomunikasi dan Informatika
277,8
Perekonomian, mengatakan,
komunikasi hingga September
Sumber Daya Air
400,5
untuk 2015, anggaran
2014 mengalami kenaikan
Perumahan
527,5
infrastruktur yang dialokasikan
sebesar 18,21% secara year on
Total
3.780,3
di Kementerian Pekerjaan Umum
year (yoy) dari Rp153,69 triliun
Sumber : Bappenas.
mencapai Rp120 triliun lebih.
menjadi Rp181,67 triliun.
“Dengan tambahan anggaran
Pada 2015 ketiga sektor
tersebut, pembangunan infrastruktur akan digenjot, termasuk
tersebut makin menarik sejalan dengan sejumlah rencana
infrastruktur pangan,” ujarnya, seperti dikutip sebuah media
pemerintah dalam menggenjot pembangunan infrastruktur.
nasional.
Khusus untuk sektor transportasi, pergudangan, dan
Tentu saja, alokasi pendanaan infrastruktur tak akan
komunikasi, di tengah tren perlambatan kredit, Destry justru
mungkin dapat dipenuhi hanya dari APBN dan APBD. Di sini
memprediksi pertumbuhan kredit ke sektor tersebut pada 2015
peran BUMN dan pihak swasta sangat diperlukan, termasuk
mencapai 10,5%.
perbankan tentunya yang selama ini memiliki peran penting
Saat ini sudah ada sejumlah bank yang menyatakan niatnya
dalam mendukung pembiayaan pembangunan. Skema
untuk menyalurkan pembiayaan infrastruktur. Bahkan, dua
pembiayaan melalui sindikasi pun menjadi cara yang cukup
bank pelat merah, yakni BRI dan BNI, akan mengandalkan
efektif dalam mendukung pembiayaan pembangunan.
penyaluran kredit infrastruktur untuk menopang penyaluran
Pada 2014, misalnya, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN)
kreditnya ke sektor korporasi.
mendapatkan dana pinjaman sebesar Rp6,5 triliun dari sindikasi
Di BRI, outstanding penyaluran kredit korporasi hingga
empat bank nasional, yakni PT Bank Negara Indonesia Tbk
Oktober 2014 mencapai Rp127 triliun, tumbuh 18% secara
(BNI), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), PT Bank Central
yoy. Penyaluran kredit korporasi bank yang baru saja
Asia Tbk (BCA), dan PT Bank Internasional Indonesia Tbk
ditinggalkan Sofyan Basir ini akan difokuskan ke sektor
(BII). Skema sindikasi semacam ini diharapkan dapat terus
infrastruktur, agrobisnis, dan industri. Bank ini bertekad akan
dilakukan untuk mendukung pembangunan nasional.
menjaga komposisi kredit korporasi di kisaran 26% hingga
Sejumlah rencana pembanguan infrastruktur yang ada
27% dari total kreditnya.
sejatinya merupakan peluang bagi perbankan dalam kegiatan
Seperti halnya BRI, kredit korporasi BNI juga akan
penyaluran pembiayaan produktif. Direktur Business Banking
membidik sektor infrastruktur. Kebijakan ini dipilih lantaran
BNI, Krishna R. Suparto, mengakui bahwa pendanaan dari
sejalan dengan kebijakan pemerintahan Jokowi yang tengah
sindikasi bank nasional, seperti yang diberikan kepada PLN,
giat menggalakkan pembangunan infrastruktur. Dengan strategi
menarik bagi perbankan. “Hal itu karena industri kelistrikan
tersebut, BNI menargetkan pertumbuhan kredit korporasinya
merupakan infrastruktur yang sangat strategis,” ujarnya.
dapat mencapai 15% pada 2015. n
No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014 l
PROBANK
15
Liputan Khusus
Direktur Utama OCBC NISP,
Parwati Surjaudaja
Direktur Utama Bank Mandiri,
Budi Gunadi Sadikin
Likuiditas Kendala untuk Garap
Infrastruktur
Tak Bisa Hanya Andalkan
Perbankan
Kabinet Kerja Presiden
Republik Indonesia, Joko Widodo,
telah menyatakan akan lebih
serius membangun infrastruktur
Indonesia pada 2015. Direktur
Utama OCBC NISP, Parwati
Surjaudaja, menilai hal tersebut
sangat positif karena saat ini
infrastruktur memang sangat
diperlukan.
“Kita melihat itu suatu hal
yang sangat positif. Nasabah
menjadi sangat semangat untuk
berinvestasi, untuk ekspansi
usahanya karena infrastruktur jadi jalan, lalu ada poros maritim,
penerbangan (airport), dan sebagainya memang sangat
dibutuhkan,” ujar Parwati.
Kendati mendukung penuh kebijakan pemerintah, Parwati
mengakui OCBC NISP belum ada rencana untuk menggarap
sektor infrastruktur dengan lebih serius. Keterbatasan likuiditas
diakui Parwati sebagai salah satu alasan kenapa OCBC NISP
tidak berencana mendalami sektor infrastruktur. Menurutnya,
bisnis infrastruktur adalah bisnis jangka panjang sehingga akan
terjadi missmatch yang sangat besar, mengingat sumber dana
yang dimiliki OCBC NISP saat ini mayoritas adalah deposito.
“’Kan ini jangka panjang sekali, proyeknya ada yang 10 tahun,
ada yang 20 tahun, ada yang 30 tahun. Sedangkan, sumber dana
kita sekarang mayoritas deposito satu bulan, missmatch-nya luar
biasa,” ujarnya.
Karena itu, Parwati mengakui, hingga saat ini porsi kredit
infrastruktur OCBC NISP masih single digit. “Memang kami
tidak sangat besar di infrastruktur. Porsi kami masih di bawah 5%
karena kami masih belum mengerti bisnis ini,” ujarnya. Ia pun
mengatakan kalau OCBC NISP tidak akan terburu-buru untuk
masuk ke pembiayaan infrastruktur sehingga OCBC NISP tidak
memasang target apa pun di sektor infrastruktur pada 2015.
Salah satu pembiayaan infrastruktur yang dilakukan OCBC
NISP ialah melalui fasilitas kredit yang diberikan kepada PT
Samudera Indonesia Tbk untuk mendukung pengembangan bisnis
di sektor kelautan. “Ini bertujuan khusus untuk mendukung
rencana pengembangan bisnis di sektor logistik dan pelabuhan.
Grup Samudera merupakan nasabah loyal OCBC NISP di sektor
infrastruktur transportasi laut dan logistik,” ujar Parwati.
Ke depan, Parwati berharap nantinya pemerintah tidak hanya
membangun infrastruktur fisik, walaupun memang kebutuhan di
infrastruktur fisik sangat dibutuhkan. Menurut Parwati,
infrastruktur nonfisik juga sama pentingnya dengan infrastruktur
fisik. “Seperti sistem hukum kita, itu sangat penting,” pungkas
Parwati. n
16
PROBANK
l
No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014
Bank Mandiri merupakan
salah satu bank penyalur
pembiayaan infrastruktur
terbesar di Indonesia. Untuk
tahun ini saja, Bank Mandiri
mengalokasikan dana sekitar
Rp90 triliun guna membiayai
pembangunan sektor
infrastruktur yang
dialokasikan untuk
membangun berbagai jenis
infrastruktur, seperti jalan,
ketenagalistrikan, transportasi,
telekomunikasi, serta minyak
dan gas bumi.
Namun, Direktur Utama Bank Mandiri, Budi Gunadi Sadikin,
mengatakan, untuk membiayai sektor infrastruktur tidak bisa
hanya mengandalkan peran perbankan. “Likuiditas dan modal
yang dimiliki perbankan saat ini tidak akan cukup untuk
mendukung proyek infrastruktur,” ujar Budi. Sedangkan, lanjut
Budi, dana yang dibutuhkan untuk membangun infrastruktur yang
diinginkan pemerintah luar biasa besar.
Setidaknya untuk membiayai 1.000 kilometer (km) jalan tol
diperlukan dana Rp150 triliun. Ditambah lagi, pemerintah ingin
membangun 35 pelabuhan yang biayanya sekitar Rp2 triliun
sampai dengan Rp10 triliun. “Kita ambil di tengah-tengah antara
Rp5 triliun dan Rp6 triliun, berarti butuh sekitar Rp100 triliun
lagi, lalu listrik butuh Rp700 triliun,” ujar Budi.
Budi pun mempertanyakan pembiayaan rencana proyek
infrastruktur pemerintah. “Kita ingin membuat presentasi yang
luar biasa seperti di Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) atau kita ingin
mengeksekusi proyek ini? Saya bankir, jadi saya mikirin uang,
dan kita tidak bisa mengeksekusi proyek kalau tidak punya uang.
Karena, kita bicara tentang Rp1.000 triliun per tahunnya, padahal
alokasi anggaran untuk infrastruktur di APBN hanya sekitar
Rp200 triliun per tahun,” terang Budi.
Menurutnya, dibutuhkan instrumen lain untuk membiayai
proyek infrastruktur, sayangnya masing-masing memiliki
keterbatasannya sendiri. Pasar obligasi misalnya, menurut Budi
pasar obligasi di Indonesia masih sangat terbatas. “Kita butuh
pasar obligasi, tapi pasar obligasi kita saat ini sangat terbatas.
Berapa banyak perusahaan yang menerbitkan obligasi? Volume
perdagangan harian saja masih kurang dari Rp1 triliun, mungkin
hanya sekitar Rp600 miliar sampai dengan Rp700 miliar,” kata
Budi.
Padahal, saat ini 70% dari proyek infrastruktur dibiayai oleh
perbankan. “Perbankan harus mikirin gimana caranya
mengeksekusi proyek ini,” pungkas Budi. n
Direktur Utama BNI,
Gatot M. Suwondo
Direktur Utama Bank BJB,
Ahmad Irfan
Pionir
Pembiayaan MP3EI
Peluang
bagi BPD
Direktur Utama Bank
Program pengembangan
Negara Indonesia (BNI), Gatot
infrastruktur yang dicanangkan
M. Suwondo, menegaskan,
pemerintah membuka peluang
penyaluran kredit yang
bagi perbankan dalam kegiatan
dilakukan BNI memang
penyaluran kredit. Direktur
diarahkan untuk menjadikan
Komersial Bank Jabar Banten
BNI sebagai pionir dalam
(Bank BJB), Ahmad Irfan,
pembiayaan program
melihat hal tersebut sebagai
Masterplan Percepatan dan
peluang yang sangat potensial
Perluasan Pembangunan
bagi bank pembangunan daerah
Ekonomi Indonesia atau
(BPD) seperti Bank BJB.
MP3EI.
“Pembangunan infrastruktur
“Kami akan bantu
merupakan peluang yang baik.
pembiayaan infrastruktur
Apalagi pembangunan banyak
karena proyek MP3EI sangat
difokuskan di daerah. Ini menjadi
bagus. Karena, mau enggak mau, suka enggak suka harus bangun
peluang bagi BPD seperti Bank BJB,” ujar Irfan. Untuk itu, lanjut
infrastruktur,” ujar Gatot. Ia melanjutkan, ada rencana pemerintah
Irfan, Bank BJB sudah menyiapkan dana sebesar Rp2 triliun untuk
menaikkan listrik dari 10.000 megawatt menjadi 20.000
disalurkan ke kredit infrastruktur. Selama ini infrastruktur memang
megawatt, lalu ada rencana bangun 25 pelabuhan, juga 2.500
merupakan salah satu pasar yang digarap oleh BPD terbesar di
kilometer (km) jalan di Sumatra. Menurut Gatot, semua itu
Indonesia ini.
potensi bagi bank, tapi
Irfan melihat pasar pembiayaan
tetap bank tidak bisa
infrastruktur cukup prospektif.
sendirian membiayai
Apalagi Bank BJB sudah memiliki
Khusus untuk sektor infrastruktur, BNI
proyek-proyek tersebut.
jalinan kerja sama dengan beberapa
telah menyiapkan plafon pinjaman hingga perusahaan konstruksi di Indonesia.
“Kucuran kredit kami
pada 2014 memang
Rp60 triliun. Sepanjang semester pertama “Tantangan bank daerah pada 2015
diarahkan pada inisiatif
cukup berat. Namun, peluang untuk
2014 BNI telah mengucurkan kredit
BNI untuk menjadi
meraup laba cukup besar. Peluang
pionir pembiayaan
pengalihan subsidi bahan bakar
infrastruktur sebesar Rp40 triliun yang
MP3EI dan
akan ditangkap oleh Bank
disalurkan pada tiga sektor utama, yakni minyak
meningkatkan ekspansi
BJB,” ujar Irfan. Irfan menilai
listrik, jalan, dan telekomunikasi.
kredit pada sektor-sektor
potensi pendapatan proyek
utama di setiap
infrastruktur sangat besar.
kawasannya,” tutur
Menurutnya, infrastruktur akan
Gatot.
menjadi salah satu pasar yang akan tumbuh signifikan, terutama
Khusus untuk sektor infrastruktur, BNI telah menyiapkan
infrastruktur jalan tol, bersama dengan perumahan dan rumah
plafon pinjaman hingga Rp60 triliun. Sepanjang semester pertama
susun. Selain itu, ia menilai kredit konsumer dan sindikasi masih
2014 BNI telah mengucurkan kredit infrastruktur sebesar Rp40
cukup potensial. Sepanjang 2014 penyaluran kredit Bank BJB
triliun yang disalurkan pada tiga sektor utama, yakni listrik, jalan,
memang masih didominasi oleh sektor konsumer dengan porsi
dan telekomunikasi. BNI akan mengarahkan distribusi kredit
mencapai 70%, sedangkan ke sektor mikro porsinya sekitar 10%
untuk membangun infrastruktur pada delapan sektor unggulan,
hingga 15% dan porsi untuk infrastruktur sekitar 5% dari total
yakni minyak, gas, dan pertambangan; lalu informasi dan
kredit Bank BJB.
telekomunikasi; kimia; pertanian; makanan; ritel dan perdagangan
Tahun depan Bank BJB menargetkan pertumbuhan kredit dapat
besar; kelistrikan; dan sektor konstruksi.
mencapai 17%. Pertumbuhan kredit komersial dan konsumer
Menurut Gatot, dengan pembangunan di sektor infrastruktur,
diharapkan dapat mencapai 15% sampai dengan 20%, kredit mikro
Indonesia akan dengan mudah bisa mencapai pertumbuhan
ditargetkan tumbuh 10%-15%, sementara kredit kepemilikan
ekonomi lebih dari 6%. “Tantangan kita ada pada lemahnya
rumah (KPR) ditargetkan meningkat sebesar 5%-10% pada 2015.
infrastruktur. Ekonomi kita membutuhkan infrastruktur yang bisa
Namun, Bank BJB juga patut mewaspadai kredit bermasalah (non
mendukung kegiatan perindustrian di dalam negeri,” pungkas
performing loan atau NPL) yang per September 2014 sudah
Gatot. n
mencapai 4,14%. n
No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014 l
PROBANK
17
Profil
Eko B. Supriyanto
Komisaris Independen PT Bank MNC Internasional Tbk
Menyoroti Likuiditas
dan Permodalan
W
iting tresno jalaran soko kulino, jatuh cinta
karena biasa. Pepatah Jawa itu cocok untuk
menggambarkan perjalanan karier Eko B.
Supriyanto, Pengurus Perbanas Bidang
Komunikasi dan Komisaris Independen PT Bank MNC
Internasional Tbk (MNC Bank). Aktivitas Eko selama hampir
26 tahun berkutat dengan angka-angka perbankan, mulai dari
wawancara, menulis, melakukan kajian, hingga berdiskusi
intens di lingkungan perbankan, mengantarkannya ke dunia
perbankan secara nyata.
Di dunia perbankan, Eko pertama kali menjejakkan kakinya
di Bank Mutiara (Bank Century). Selama lima tahun enam
bulan Eko menduduki posisi Komisaris Independen Bank
Mutiara. “Sekolah saya di lapangan. Kendati pendidikan
formal saya perbankan, praktik sesungguhnya di Bank Century
(Bank Mutiara), yang Anda tahu itu tidak mudah. Cukup
sekali proses penyehatan (Bank Century) perbankan harus
melalui proses jalan yang terjal penuh haru biru politik.
Namun, itu guru terbaik buat pribadi dan profesi saya
selanjutnya,” ujar Eko yang lahir di Cepu ini.
Eko melihat, dunia perbankan Indonesia sudah berubah.
Industri perbankan Indonesia kini lebih hati-hati dan punya
tata kelola yang lebih baik. Namun, tantangan ke depan tak
bisa dilepaskan dari kebutuhan likuiditas dan permodalan yang
cukup. Lantas, bagaimana tantangan dan kondisi perbankan
nasional saat ini dan masa mendatang? Berikut wawancara
lengkapnya dengan Probank. Petikannya:
Bagaimana dampak global, khususnya setelah stimulus
Eropa?
Langkah bank sentral Eropa atau European Central Bank
(ECB) mengucurkan dana stimulus sekitar 1 triliun euro
diperkirakan bisa berimbas ke Indonesia. Hal seperti ini
pernah terjadi ketika Amerika Serikat (AS) didera krisis pada
2007/2008. Waktu itu Indonesia semacam mendapat durian
runtuh dengan masuknya dana-dana ke investasi portofolio.
18
PROBANK
l
No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014
Hal itu bisa sama, tapi juga bisa menjadi bumerang karena
sifatnya dana ini seperti jalangkung, masuk tak diundang
pulang tidak diantar. Artinya, dengan mudah masuk, maka
dengan mudah keluar sehingga menimbulkan ketidakpastian.
Jadi, ketika nanti The Fed menaikkan suku bunga dan
benar-benar mengurangi stimulus, bisa jadi ada penggantinya
dari Eropa. Namun, kita juga harusnya siap dengan produk
yang bisa menarik investor dari Eropa.
Bagaimana perkembangan industri perbankan nasional?
Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya,
perkembangan perbankan tahun lalu masih relatif baik. Hanya
saja, pada kuartal terakhir perkembangan perbankan mulai
tampak melambat dari sisi kredit. Tidak seperti sebelumnya,
perbankan melakukan ekspansi kredit yang besar sehingga
akibatnya seperti sekarang. Bank-bank terpaksa mencari
likuiditas yang secara masif sehingga terjadi perang suku
bunga yang akhirnya memaksa otoritas turun tangan.
Namun, secara keseluruhan kinerja perbankan nasional
masih tumbuh dengan baik, kendati pertumbuhan kredit tak
lagi sekencang sebelumnya. Walau melambat, masih dapat
menghasilkan laba. Belakangan (bank-bank) tidak lagi jorjoran
suku bunga, khususnya bank-bank BUKU (bank umum
kegiatan usaha) 4. Dan, ini memberi ruang bagi tumbuhnya
bank-bank BUKU di bawahnya.
Kinerja perbankan baik, relatif oke kendati tidak semudah
lima tahun lalu. Secara rasio-rasio keuangan tampak masih
dapat menghasilkan interest margin, rentabilitas yang tetap
memadai. Namun, loan to deposit ratio (LDR) sudah mulai
menuju titik optimum. Untungnya, otoritas mulai mengubah
tata cara perhitungan LDR, yang mulai memasukkan surat
berharga dan pinjaman. Perbankan nasional masih punya
ruang untuk tumbuh. Daya tahan permodalan juga relatif kuat.
Apa saja tantangan industri perbankan pada tahuntahun mendatang?
Tantangan perbankan sekarang, sangat berbeda dengan
tantangan lima tahun atau sepuluh tahun ke depan. Jika
diperhatikan, sebelum 2013 tampak perbankan dengan
mudah melakukan ekspansi kredit yang pesat. (Itu) tidak
salah karena memang pasarnya masih luas dan ekonomi
Indonesia tumbuh dengan baik. Jadi, ekspansi kredit selalu
tumbuh lebih besar daripada pertumbuhan dana ya
akibatnya sekarang, bank-bank mulai harus memikirkan
likuiditas.
Saya melihat, kebutuhan likuiditas itu mendesak setiap
tahunnya, kecuali perilaku pemberian kredit berubah.
Persoalan likuiditas akan terus menjadi isu strategis dalam
lima atau sepuluh tahun mendatang, kecuali kita bisa
memanggil pulang dana-dana orang Indonesia yang ada di
Singapura.
Selain likuiditas, tantangan terberat adalah persoalan
permodalan. Adanya ketentuan modal baru seperti Basel II
yang menganut ICAPP (The Internal Capital Adequacy
Assessment Process) atau berbasis risiko membuat bankbank harus terus menambah modal. Bisnis bank itu ‘kan
seperti lari maraton, harus tahan napas dengan terus
menambah modal kalau ingin berkembang.
Seperti apa kesiapan industri perbankan nasional
terkait dengan pelaksanaan MEA pada 2020?
Saya jujur saja, tentang persaingan tidak terlalu
khawatir karena sekarang ini saja bank-bank ASEAN
sudah lama masuk Indonesia. Dan, kita tetap survive dan
berkembang. Jadi, sudah biasa bank-bank bersaing dengan
bank-bank dari ASEAN. Hanya, permodalan bank-bank di
Indonesia perlu diperkuat.
Pasar perbankan Indonesia masih sangat luas. Baru
sekitar 49% yang tersentuh akses keuangan. Bicara soal
akses perbankan, mungkin lebih kecil dari itu. Kredit per
produk domestik bruto (PDB) juga masih sekitar 38%.
Indonesia masih luas pasarnya. Namun, kalau bank-bank
nasional tidak mulai berbenah, pada akhirnya juga akan
terkikis pasarnya.
Saya melihat, bank-bank nasional lebih memperkuat
kuda-kuda untuk memasuki pasar dalam negeri dengan
lebih siap. Hal ini karena bank-bank dari ASEAN sudah
lebih dulu melakukan konsolidasi dan mempunyai modal
yang besar dengan harga dana yang relatif lebih murah.
Soal SDM, perlu ditingkatkan kualitasnya karena di
bidang perbankan masih relatif kalah dibandingkan dengan
dari Singapura, misalnya. Kita harus mulai berbenah
karena sebenarnya yang tahu pasar di Indonesia ya orang
Indonesia. Dan, yang lebih penting juga adalah masalah
efisiensi. Efisiensi kita bermasalah di banyak tempat.
Kebijakan apa yang harus dikeluarkan pemerintah?
Pengalaman penyehatan Bank Century yang terus
dipolitisasi sehingga perlu dilakukan banyak hal. Salah
satunya adalah pemerintah segera membuat UndangUndang (UU) Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK).
Jika hal ini belum sepakat antara DPR (Dewan Perwakilan
Rakyat) dan pemerintah, kendati sudah ada kesepakatan
antara BI (Bank Indonesia), OJK, LPS (Lembaga
Penjamin Simpanan), dan Kemenkeu (Kementerian
Keuangan), saya kira, di tengah politik seperti sekarang
akan sulit.
No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014 l
PROBANK
19
Profil
Bayangkan, kalau ada bank sakit di saat krisis, apakah ada
yang berani mengambil sikap untuk menyelamatkan. Apa
akibatnya, tentu pada sistem perbankan yang rusak. Untuk apa
membayar premi penuh atas seluruh DPK ke LPS kalau toh
pada akhirnya bank-bank sakit karena krisis tidak
diselamatkan. Saya tidak berharap akan ada bank yang rusak
di saat krisis, tapi (lebih baik) sedia payung sebelum hujan.
Soalnya, mana ada yang berani mengambil keputusan kalau
melihat pengalaman Bank Century yang membuat keputusan
dikriminalisasi. Itu yang harus dihentikan. Masa, kebijakan
dikriminaliasi.
Bagaimana dengan MNC Bank?
Saya tidak bisa menjawab dengan detail karena ini
domain direksi. Saya sebagai komisaris tugasnya
mengawasi dan menasihati apakah sudah sesuai dengan tata
kelola yang baik. Saya melihat MNC Bank sudah mulai
melakukan transformasi yang baik sesuai dengan kaidah
perbankan yang sehat. Saat ini tengah meletakkan landasan
yang baik menuju bank masa depan. Dengan dukungan
banyak pihak, dalam waktu singkat MNC Bank sudah
berjalan on the track.
Prinsip-prinsip tata kelola sudah dijalankan, business
process juga sudah berjalan dengan baik.
Saya melihat MNC Bank tumbuh dengan baik dengan
perbaikan tata kelola yang memadai. Hal ini karena direksi
dan karyawan bekerja tak pernah lelah untuk menuju yang
lebih baik. Saya yakin, MNC Bank akan tumbuh dengan cepat
dan baik karena MNC Bank dikelola bankir-bankir muda
profesional yang optimistis dari berbagai bank ternama dan
dimiliki grup yang punya komitmen besar dengan modal yang
kuat. Grup MNC Bank mempuyai basis customer yang luar
biasa besar, sehingga memudahkan untuk tumbuh dengan
cepat dan sustainable. Saya yakin itu.
Terkait dengan kepengurusan di Perbanas, apa saja
tugas Anda sebagai pengurus hubungan masyarakat
Perbanas?
Salah satu yang terpenting adalah mengomunikasikan halhal yang dilakukan Perbanas ke masyarakat. Salah satunya
lewat penerbitan dan kegiatan lain-lain yang berhubungan
dengan masyarakat luas. Banyak hal yang dilakukan Perbanas
selama ini, baik mengenai kegiatan sosial maupun riset.
Sebagai mitra OJK dan BI, sudah seharusnya kami bisa
melakukan komunikasi atas kegiatan yang baik untuk
pengembangan perbankan nasional. Salah satu cetak biru
perbankan made in Perbanas bisa dijadikan masukan berarti
bagi seluruh elemen dan menjadi komitmen kita semua. Itu
salah satu hal yang terus kami komunikasikan, selain hal-hal
yang menjadi isu strategis perbankan. n
Menulis Tak Pernah Mati
Dunia atau aktivitas yang digeluti selama puluhan tahun tentu akan menyatu
dengan kehidupan seseorang atau mendarah daging. Walau sudah ada dunia baru
yang menemaninya belakangan ini, bagi Eko B. Supriyanto, Komisaris Independen PT
Bank MNC Internasional Tbk (MNC Bank), dunia jurnalistik tak bisa ditinggalkannya
begitu saja.
“Keduanya saya bisa menikmati sama baiknya. Sudah 26 tahun bergelut dalam dunia
jurnalistik tentu tak bisa ditinggalkan begitu saja. Itu memberi makna tersendiri bagi
kehidupan dan lingkungan. Sekarang menjadi komisaris, tentu berbeda lingkungan
dengan jurnalis. Namun, prinsipnya sama, tetap profesional dan membangun dengan
integritas dan kerja keras. Dua dunia yang menurut saya sama, tetap sama-sama
profesional, integritas dan independen,” ungkap Eko.
Di tengah kesibukannya sebagai komisaris, Eko tetap menyempatkan diri untuk
menulis dan membuat riset atau kajian. “Tidak ada yang berubah dari diri saya, yang
tetap bergaul dengan banyak kalangan dan menulis buku. Bagi saya, menulis tak
pernah mati,” terang Eko.
Eko juga masih tetap aktif berkegiatan dan menjadi pengurus di berbagai organisasi
profesi, seperti Ikatan Bankir Indonesia (IBI) dan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI).
Selain itu, Eko sesekali menyempatkan diri bermain ketoprak. “Saya sekali-kali main
ketoprak dan menjadi pengurus Yayasan Adhi Budaya yang mengurus seniman tradisi
ketoprak agar tetap hidup. Tidak banyak yang saya lakukan, tapi mudah-mudahan ikut
menyemangati bangkitnya kesenian tradisional,” pungkas Eko yang juga dosen di FE
UPN “Veteran” Jakarta.
20
PROBANK
l
No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014
Aktualita
Menembus Pelosok
via Branchless Banking
Jumlah masyarakat unbanked di Indonesia masih sangat tinggi. Melalui implementasi
program branchless banking, akses masyarakat terhadap layanan perbankan dan
lembaga keuangan lainnya diharapkan meningkat tajam pada masa mendatang.
U
paya pemerintah memperluas akses layanan
keuangan bagi masyarakat yang belum tersentuh
layanan dan jasa perbankan (unbanked) serta jasa
keuangan lainnya makin menunjukkan
perkembangan yang positif. Hasrat untuk menyediakan
layanan perbankan tanpa kantor (branchless banking) guna
menyentuh masyarakat di daerah-daerah pelosok bakal segera
terealisasi setelah terbitnya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
(POJK) Nomor 19/POJK.03/2014 tentang Layanan Keuangan
Tanpa Kantor dalam Rangka Financial Inclusion yang dirilis
medio November 2014.
Melalui program branchless banking, masyarakat bisa
mendapatkan dan memanfaatkan produk serta layanan jasa
keuangan yang terjangkau, sederhana, dan mudah dipahami.
Sejumlah produk yang disediakan dalam program branchless
banking, antara lain tabungan, kredit mikro, dan asuransi
mikro. Produk dan jasa keuangan tersebut dapat diakses
masyarakat tanpa melalui kantor cabang bank, tapi melalui
kerja sama bank dengan pihak lain atau agen yang berperan
sebagai kepanjangan tangan bank dengan dukungan sarana
teknologi informasi (TI).
“Ini juga memungkinkan masyarakat untuk mendapatkan
layanan keuangan yang lebih beragam melalui kerja sama
antara agen tertentu dengan lembaga jasa keuangan selain
bank, seperti perusahaan asuransi atau perusahaan penerbit
uang elektronik,” terang Nelson Tampubolon, Kepala
Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, kepada wartawan,
beberapa waktu lalu.
Branchless banking merupakan mimpi lama yang telah
diembuskan sejak pengawasan dan pengaturan perbankan
masih melekat pada Bank Indonesia (BI). Sebelumnya, pada
2013, BI telah melaksanakan uji coba pelaksanaan program
branchless banking di sejumlah daerah dengan melibatkan
lima bank dan tiga perusahaan telekomunikasi (telko). Ketika
fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan beralih ke OJK
pada 1 Januari 2014, program branchless banking pun ikut
terbawa ke otoritas baru tersebut.
Layanan tanpa kantor cabang bank memang sangat
dibutuhkan. Pasalnya, sejauh ini belum semua masyarakat
Indonesia bisa menikmati layanan dan jasa keuangan formal.
Berdasarkan survei yang dilakukan Bank Dunia pada 2010,
jumlah penduduk Indonesia yang memiliki rekening di
institusi keuangan formal (bank) kurang dari 50% populasi
penduduk. Hanya 17% penduduk yang mempunyai akses
kredit.
No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014 l
PROBANK
21
Masih rendahnya penetrasi layanan
dan jasa keuangan formal di Tanah Air
juga dipertegas hasil survei rumah
tangga yang dilakukan BI pada 2010.
Survei tersebut menyebutkan bahwa
62% rumah tangga tidak memiliki
tabungan sama sekali. Sementara itu,
menurut lembaga riset Sharing Vision,
pada 2013 sebanyak 68% dari 246,9
juta penduduk Indonesia belum
memiliki rekening bank. Selain itu,
sebanyak 80% penduduk berusia 15
tahun ke atas belum tersentuh layanan
perbankan, dan ada 52% rumah tangga
yang belum memiliki simpanan di
lembaga keuangan.
Dalam pelaksanaan program
branchless banking, regulator memberi
kesempatan yang sama kepada setiap
bank, termasuk bank-bank di kelompok
bank umum kegiatan usaha (BUKU) 1
dan bank perkreditan rakyat (BPR) atau
bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS). Menurut Nelson, tak
ada persyaratan khusus bagi bank yang ingin menjalankan
branchless banking.
Hanya, memang, ada sejumlah ketentuan yang mesti
dipenuhi bank yang ingin menjalankan branchless banking.
Misalnya, memiliki jaringan kantor di wilayah Indonesia
Timur dan memiliki infrastruktur pendukung untuk melayani
transaksi elektronik nasabah, yakni berupa short message
service (SMS) banking atau mobile banking (m-banking) dan
internet banking.
“Bank dalam BUKU 1 dapat mengajukan internet banking
khusus untuk branchless banking. Ini mesti ada koordinasi
dengan BI, khususnya terkait dengan sistem pembayaran.
Apakah bisa dapat izin dari BI, akan dikoordinasikan,” tukas
Nelson.
Lembaga Jasa Keuangan
Penyelenggara Branchless Banking
Bank
Perusahaan asuransi
Lembaga jasa keuangan lain, selain bank dan asuransi
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Produk Keuangan yang Tersedia
dalam Branchless Banking
Tabungan
Kredit/pembiayaan untuk nasabah mikro
Asuransi mikro
Produk keuangan lainnya berdasarkan persetujuan OJK
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
22
PROBANK
l
No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014
Perbankan menyambut positif
terbitnya peraturan mengenai branchless
banking. Salah satunya ditandai dengan
adanya sejumlah bank yang menyatakan
siap untuk menjalankan branchless
banking. Bank Rakyat Indonesia (BRI),
misalnya. Sebagai upaya untuk
memperdalam penetrasi BRI di pasar
keuangan Indonesia, bank pelat merah
yang satu ini menargetkan bisa memiliki
50.000 agen branchless banking pada
2015. BRI sebelumnya telah menjalankan
sistem keagenan untuk layanan keuangan
digital (LKD), yakni kegiatan layanan
jasa sistem pembayaran dan keuangan
yang bekerja sama dengan pihak ketiga
(agen). Pengaturan dan pengawasan LKD
sendiri berada di bawah otoritas BI.
Bank Central Asia (BCA) juga
menyatakan tertarik untuk menjalankan
branchless banking. Menurut Henry
Koenaifi, Direktur Konsumer BCA,
pihaknya bakal membentuk unit baru berbasis teknologi untuk
pelaksanaan branchless banking. “Kami sedang tes konsep
dan kami ajukan ke OJK,” tuturnya.
Tak hanya BRI dan BCA, bank-bank lain juga menyatakan
siap untuk menjalankan program branchless banking. Di
antaranya, Bank Mandiri, Bank Tabungan Negara (BTN),
Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN), dan sejumlah
bank pembangunan daerah (BPD).
Di lain sisi, agen memiliki peranan penting dalam
pelaksanaan branchless banking. Sebab, produk atau jasa
perbankan yang sebelumnya hanya bisa diakses melalui kantor
cabang bank, seperti pembukaan rekening tabungan, penyetoran
simpanan, pengajuan kredit, ataupun penerimaan pembayaran
angsuran kredit, kini bisa melalui agen-agen tersebut. Dalam
hal ini, agen dapat berupa perorangan atau berbadan hukum.
Karena perannya yang sangat penting dalam pelaksanaan
branchless banking, pihak OJK menyatakan, agen yang
ditunjuk sebagai kepanjangan tangan bank harus benar-benar
layak. OJK juga menetapkan kriteria cukup ketat bagi agen
yang hendak direkrut bank. Pihak-pihak yang ingin menjadi
agen branchless banking wajib memenuhi persyaratan yang
telah ditentukan, seperti bertempat tinggal di lokasi
penyelenggaraan branchless banking; memiliki reputasi,
kredibilitas, dan integritas yang baik; memiliki sumber
penghasilan utama dari kegiatan tetap; belum menjadi agen
bank lain; serta lulus proses uji tuntas oleh bank
penyelenggara branchless banking.
Branchless banking menjadi salah satu senjata andalan
untuk menciptakan financial inclusion yang lebih baik di
Tanah Air. Nantinya, ketika agen-agen bank bisa melayani
masyarakat, terutama yang belum tersentuh layanan bank dan
berada di daerah-daerah pelosok, maka saat itu pemerataan
akses layanan keuangan yang lebih baik dapat terwujud di
Indonesia. Dengan pemerataan akses tersebut, pembangunan
ekonomi Indonesia diharapkan makin cepat dan merata. n
Aktualita
Transformasi
Layanan Perbankan
Layanan perbankan terus mengalami inovasi dan transformasi. Teller beralih fungsi
menjadi seller, bahkan banker. Transformasi tersebut menunjang efektivitas dan
efisiensi operasional bank serta memudahkan transaksi bagi nasabah?
T
ransaksi di kantor cabang bank umumnya dilakukan
secara konvensional. Nasabah biasanya dilayani oleh
teller atau customer service. Bila pengunjung atau
nasabah banyak, tentunya hal tersebut menjadi tidak
efektif karena akan membuat pelayanan menjadi lama.
Selama ini kantor cabang memang merupakan salah satu
ujung tombak bagi bank dalam menjalankan strategi bisnisnya.
Namun, beberapa studi menunjukkan, lebih dari 80% bank
percaya bahwa dengan mengubah jaringan cabang, pelayanan
terhadap nasabah bisa lebih fokus dan bisa meningkatkan
efisiensi, baik secara biaya (cost) maupun operasional.
Ke depan mungkin tidak akan ada lagi yang namanya
kantor cabang bank standar. Yang ada ialah kantor cabang
bank yang mampu memberikan apa yang diinginkan nasabah;
kantor cabang yang mampu memberikan pelayanan berbeda
kepada nasabah. Kantor cabang seperti itulah yang akan
tumbuh dan berkembang.
“Itulah sebabnya makin banyak lembaga keuangan di
seluruh dunia kini mereorganisasi saluran cabang yang
dimiliki. Hal itu dilakukan untuk mendukung penjualan,
meningkatkan efisiensi, dan (sebagai upaya) pendekatan
pelayanan yang baru,” ungkap Jordi Perez, Kepala
Transformasi Cabang Wincor Nixdorf, beberapa
waktu lalu.
Kecanggihan teknologi telekomunikasi kini sudah
mengubah kebiasaan masyarakat. Sekarang ini segala
transaksi keuangan bisa dilakukan secara online.
Jadi, masyarakat/nasabah tidak perlu lagi mendatangi
bank ketika ingin bertransaksi.
Melihat kebutuhan masyarakat/nasabah yang terus
berubah mengikuti perkembangan teknologi, bankbank dan retailer pun kini mengubah strategi dalam
menjalankan bisnisnya. “Melihat tren itu, kami
mendukung upaya mereka dan memungkinkan proses
baru tersebut bisa terwujud, terutama melalui
dukungan perangkat lunak yang inovatif,” ujar
Eckard Heidloff, Presiden dan CEO Wincor Nixdorf.
Belakangan ini transformasi kantor cabang bank
menjadi salah satu fokus pembahasan para pelaku
industri. Tentu saja keinginan itu perlu dukungan
perangkat lunak yang mumpuni dan inovatif. Selain itu, perlu
dukungan perangkat keras yang dapat meningkatkan
pengalaman nasabah melalui pelayanan yang baru itu.
Modernisasi layanan mampu membuat sistem self-service
yang lebih intuitif bagi nasabah. Sama seperti menggunakan
telepon pintar (smartphone) atau tablet, modernisasi layanan ini
juga menganut sistem touch screen dan swap. Dengan peranti
yang demikian itu, nasabah bisa langsung memasuki menumenu layanan bank favorit sebagai tampilan antarmukanya.
Sistem yang canggih memang memungkinkan nasabah
melakukan pelayanan terhadap dirinya sendiri. Namun, hal itu
juga mendorong pihak perbankan untuk memberikan
pelayanan tambahan dalam memberikan panduan terhadap
nasabah yang masih belum melek teknologi. Pelayanan
tambahan yang dimaksud ialah staf yang menguasai semua
peralatan canggih tadi.
Sistem yang mampu membuat nasabah melakukan transaksi
sendiri akan membuat pihak perbankan melalui stafnya lebih
fokus dalam memberikan saran dan melakukan penjualan
produknya kepada nasabah. Kelebihan lainnya ialah sistem
tersebut juga bisa dijalankan di luar jam operasional
perbankan pada umumnya.
No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014 l
PROBANK
23
Hal seperti itu memang belum banyak dilakukan kantorkantor cabang bank di Tanah Air. Kantor-kantor cabang bank
yang ada di dalam negeri sebagian besar masih menggunakan
layanan secara konvensional atau standar. Kalaupun ada
beberapa bank yang menggunakan mesin-mesin canggih dalam
pelayanannya, hal itu masih terbatas di kota-kota besar saja.
Yang mulai banyak digunakan di Indonesia ialah fungsi
penarikan dan penyetoran uang tunai, bantuan teller,
pembayaran transfer menggunakan ATM nontunai, dan lainlain. Hal-hal seperti itu harus terus dilakukan dan perlu
ditingkatkan sehingga teller bisa menjadi seller atau bahkan
menjadi banker dalam tahap selanjutnya.
Otomatisasi sistem tersebut nantinya bisa mengurangi
pekerjaan rutin seorang teller maupun account officer. Dengan
begitu, tenaga mereka bisa diarahkan ke pelayanan yang lebih
kompleks, personal, bahkan ke penjualan. Selain menjaga
kepuasan konsumen, modernisasi layanan ini akan
memberikan pengalaman baru dan mampu meningkatkan
loyalitas nasabah.
Sebagai informasi, beberapa bank yang mulai melakukan
transformasi pelayanannya ialah Bank Central Asia (BCA),
Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan Bank Mandiri.
Transformasi yang dilakukan bank-bank tersebut tentunya
dengan standar yang berbeda-beda. Sebut saja BRI dengan
e-Banking Hybrid Lounge atau BCA yang sudah membuka
gerai modernnya di Surabaya dan Jakarta. Boleh dibilang,
layanan tersebut merupakan inovasi baru di dunia perbankan.
Pihak BRI berharap, e-Banking Hybrid Lounge bisa
meningkatkan jumlah rekeningnya yang saat ini tercatat
sebanyak 45 juta rekening dengan total kartu debit sebanyak
20 juta kartu. Selain itu, layanan ini dimaksudkan untuk
meningkatkan pengguna e-banking.
“Ke depan kami akan terus meningkatkan inovasi dalam
memberikan layanan terbaik dengan mengembangkan fitur-fitur
e-banking sehingga seluruh transaksi di layanan e-Banking
Hybrid Loung menjadi one stop service,” ujar Muhammad Ali,
Corporate Secretary BRI.
Melalui digitalisasi layanan tersebut, proses pembuatan
rekening yang dilakukan di bank pelat merah tersebut hanya
memakan waktu 4 menit per nasabah. Nantinya, layanan
serupa akan dikembangkan BRI untuk transaksi tunai maupun
nontunai, seperti penarikan, penyetoran, transfer, pembayaran,
dan pembelian.
Ali mengatakan, transformasi yang dilakukan BRI pada
kantor-kantor cabangnya tidak bisa dikatakan mahal, tapi
juga tidak bisa dikatakan murah. Pasalnya, pendekatan
analisis cost-benefit yang digunakan BRI juga
memperhitungkan social-benefit (image, kepuasan nasabah,
dan internal business process), selain financial cost dan
benefit. Menurutnya, social dan financial benefit yang
didapatkan lebih besar daripada ongkos yang sudah
dikeluarkan untuk transformasi layanan ini. Kendati
demikian, BRI tetap melakukan mix and match cabangnya
sesuai dengan kebutuhan nasabah. n
Sesuai Pasal 6 ayat 1 huruf h UU PPh tahun 2008 dan Peraturan Menteri Keuangan No.105/PMK.03/2009
sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No.57/PMK.03/2010 tentang Piutang Yang
Nyata-Nyata Tidak Dapat Ditagih Yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto, PT Jotun Indonesia,
NPWP No. 01.071.174.5-052.000 dan beralamat di Kawasan Industri MM2100 Blok KK-1 Jatiwangi,
Cikarang Barat Bekasi, dengan ini mengumumkan Piutang Yang nyata-Nyata Tidak Dapat Ditagih
tahun buku 2014 sebesar Rp3.435.082.348 dengan rincian sebagai berikut:
Nama Debitur
NPWP
Alamat
Nilai Piutang
Tak Tertagih (Rp)
Adi Pratama Jaya, PT
01.559.963.2-721.000 Jl. DI Panjaitan No.25 RT 027 Sumber Rejo, Balikpapan Tengah - Balikpapan
186.614.315
Afuza,Toko
-
Jl. Raya Bandar Buat No.36A Pasar Baru, Padang
18.328.204
Aksen Citra Selaras, PT
02.494.157.7-035.000 Jl. Pos Pengumben Raya No.50, Sukabumi Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11560
5.339.722
Bina Usaha Mandiri, CV
02.245.732.9-003.000 Jl. Cipinang Jagal No.8 RT 001 RW 10, Cipinang, Pulo Gadung, Jakarta Timur
340.157.315
Dwisatu Mustika Bumi, PT
01.604.448.9-062.000 Gd Gajah Unit R, Jl. Dr Sahardjo No. 111 RT 001 RW 001 Tebet Barat, Tebet, Jakarta Selatan
136.076.895
G.Top Marine, PT
02.871.474.9-215.000 Komp. Maritim Square Blok H No.7, Sungai Jodoh, Batu Ampar, Batam
127.111.468
General Syare'at, CV
02.657.232.1-417.000 Jl. Nakula Kav. Blok E No.34 RT 01 RW 05 Ciwaduk, Cilegon
147.654.921
Gradasi Warna Adhi Nuansa, PT 02.656.808.9-039.000 Taman Kedoya Baru Blok D 7/6 Kedoya Selatan, Jakarta Barat 11520
272.766.721
Halim Abadi Mandiri, PT
02.465.588.8-432.000 Komplek Kodau V Blok D No.1 RT 007 RW 002 Jati Mekar, Jati Asih, Kodya Bekasi
128.939.578
Indeka Engineering, PT
02.825.043.9-604.000 Darmo Indah Selatan Blok NN No.4 Gadel, Tandes, Surabaya
74.558.170
Kiat Daya Mandiri, PT
01.775.803.8-005.000 Jl. Pendidikan II No.10 RT 001 RW 06 Cijantung, Pasar Rebo, Jakarta Timur 13770
38.251.550
Kurnia Jaya, UD
-
Jl. Kenjeran 591 Surabaya
51.996.218
Mamuju Membangun, CV
01.410.377.4-814.000 Jl. Akhmad Kirang No.17 Binanga, Mamuju
39.332.602
Mitra Berkat Utama, CV
02.465.591.2-432.000 Jl. Alternatif Cibubur Ruko Madison Blok B-2 No.11 Times Square RT/RW 001/010 Jatikarya 420.577.658
Puspetindo, PT
01.061.061.6-051.000 Jl. Jend. Achmad Yani, Gresik, Jawa Timur
17.045.795
Rizky Abadi, CV
02.133.512.0-721.000 Jl. Senayan No.24 Gunung, Samarinda, Balikpapan Kalimantan Timur
227.155.689
Savira Pratama Abadi, PT
01.977.962.8-027.000 Jl. Let. Suprapto No.54 Lt.2 Harapan Mulia Kemayoran Jakarta Pusat, DKI Jakarta
478.962.982
Setia Guna, PT
01.440.508.8-721.000 Jl. Jend. Sudirman No.10 RT 030/09 Klandasan Ilir Balikpapan Selatan, Balikpapan
322.207.283
Sendang Sumber Kencana, PT
01.460.679.2-721.000 Jl. Brigjend. A. W. Syahrani No.58 RT 004, Batu Ampar, Balikpapan Utama
262.839.356
Widya Marzuqah, PT
02.679.433.9-801.000 Jl. Sultan Hasanuddin, Bonto Perak Pangkajene Pangkep
139.165.906
Jumlah
3.435.082.348
Rincian Daftar Piutang Yang Nyata-Nyata Tidak Dapat Ditagih adalah sebagaimana tercatat pada pembukuan Perusahaan yang telah dibebankan dalam laporan keuangan
komersial dan daftar tersebut akan diserahkan ke kantor Pelayanan Pajak PMA I, bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPH Badan sebagai lampiran.
24
PROBANK
l
No. 115 Tahun XXXI November-Desember 2014
Download