BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
“When was the last time a nuclear weapon killed anyone?” [“at Gunpoint :
The Small Arms and Light Weapon Trade” Brown Jurnal of world affairs,
Spring 2002].
Seperti kalimat diatas, ketika perang dingin dunia berakhir pada masa
1990an, banyak pihak yang berharap akan terciptanya tata dunia baru yang lebih
damai, aman, dan sejahtera. Ancaman berupa konflik antar negara (inter-state
conflict) dan terutama resiko akibat konfrontasi nuklir diantara negara-negara kuat
berkurang
sacara
signifikan
seiring
dengan
runtuhnya
sistem
bipolar.
Seiring dengan hal tersebut, ancaman-ancaman terhadap umat manusia juga
diharapkan berkurang secara signifikan. Akan tetapi harapan-harapan akan
masa-masa damai setelah berakhirnya Perang Dingin hanya terjadi dalam
waktu yang cukup singkat. Dalam hal ini sebenarnya ketentuan tentang
perang/konflik yang terjadi dalam wilayah suatu negara diatur dalam Pasal 3
Konvensi Jenewa atau yang disebut sebagai Convention In Miniature 1 .
Namun, ketika inter-state conflict tidak lagi mendominasi karakteristik politik
internasional, berakhirnya masa Perang Dingin justru memunculkan jenis lain
dari ancaman. Konflik-konflik yang timbul justru lebih banyak terkait dengan
masalah domestik (internal) suatu negara daripada konflik diantara negara yang
1
Mochtar Kusumaatmadja, Konvensi-konvensi Palang Merah, Tahun 1949, Binacipta,
Bandung, 1986, hal. 15.
Universitas Sumatera Utara
satu dengan negara yang lain. 2 Sebagaimana halnya konflik antar ras, suku,
agama maupun antar kelompok kepentingan yang di indikasi dengan adanya
berbagai pelanggaran Hak Asasi Manusia seperti yang terjadi di kawasan
Afrika, Asia, Timur Tengah, dan berbagai kawasan lainnya.
Sejalan
dengan
perubahan
di
atas,
berakhirnya
Perang
dingin
menunjukkan juga munculnya era baru dalam pemahaman dan paradigma
tentang keamanan. Definisi keamanan pasca Perang Dingin tidak lagi hanya
berkaitan dengan persoalan-persoalan perbedaan ideologi antara Blok Barat
(Amerika Serikat dan sekutunya) dengan Blok Timur (Uni Soviet dan sekutunya)
yang juga lebih dikenal dengan konsep keamanan tradisional, melainkan juga
memunculkan isu-isu baru dalam kajian Hukum Internasional yang berkaitan
dengan persoalan-persoalan seperti ekonomi, pembangunan, lingkungan, hak-hak
asai manusia, demokratisasi, konflik etnik, keamanan manusia (human security),
dan berbagai masalah nasional lainnya.
Kepedulian terhadap keamanan manusia (human security) semakin hari
semakin meningkat, terutama setelah laporan UNDP, Human Development
Report 1994, yang mensosialisasikan 7 dimensi yang dijadikan bahan
pertimbangan untuk menciptakan keamanan ekonomi, keamanan kesehatan,
2
Philips Jusario Vermonte. Trackling The Problem of The Small Arms in Southeast Asia :
State and Non-State Prespective. Dalam Philips Jusario Vermonte (ed) “Small is (not) Beautiful,
The Problem of Small Arms in Southeast Asia”. Penerbit CSIS and Asia Center Japan Foundation,
2004. Hal 87.
Universitas Sumatera Utara
keamanan lingkungan, keamanan individu, keamanan komunitas, dan keamanan
politik. 3
Salah satu masalah utama dalam perwujudan perdamaian dan keamanan
baik national security maupun human security di suatu kawasan tertentu
selama satu dekade terakhir merupakan perdangan senjata api organik (jenis yang
dikategorikan sebagai
Small Arms and Light Weapon atau Senjata Ringan
Berkaliber Kecil yang berikutnya ditulis sebagai SALW) secara illegal.
Menurut dikumen yang dikeluarkan oleh Majelis Umum PBB (United Nation
General Assembly Document) No. A/52/298 yang dikeluarkan pada tanggal
27 Agustus 1997, small arms adalah “senjata-senjata yang khusus dibuat dengan
spesifikasi militer yang di desain untuk digunakan secara perorangan dan berbeda
dari senjata berat yang membutuhkan beberapa orang untuk mengoperasikan
dan
memeliharanya” 4 .
Sementara
itu,
menurun
Amnesty
International,
SALW ialah senjata yang dapat dibawa dan digunakan oleh satu atau dua orang,
termasuk senapan gengam, assault riflle (jenis senjata), senapan mesin,
peluncur granat, anti-tank atau senjata anti-pesawat udara dan mortar cahaya.
Senjata ringan, amunisi, granat, ranjau darat dan peledak juga merupakan bagian
dari kategori ini.
Di dalam ruang lingkup internasional, dibandingkan dengan senjata
pemusnah
massal
seperti
chemical
dan
biological
weapon
misalnya,
3
Bob S. Hadiwinata. Porverty and The Role of NGOs in Protecting Human Security in
Indonesia. Dalam Mely C Anthony, R. Emmers dan Amitav Acharya (eds.). “Non-traditional
Security in Asia : Dilemmas in Securitization”. Penerbit London : Ashgate, 2006
4
Philips Jusario Vermonte, Problematikan Peredaran Small Arms di Kawasan
Asia Tenggara : Thailand, Filipina dan Indonesia. Dalam Jurnal “Analisis CSIS Terorisme dan
Keamanan Manusia” Tahun XXXII/2003 No. 1. CSIS Indonesia 2003. Hal 61
Universitas Sumatera Utara
SALW mungkin tidak terlalu banyak menarik perhatihan publik. Sementara,
menurut Small Arms survey 2001, SALW dietiminasi sebagai penyebab kematian
500.000 orang di seluruh dunia setiap tahunnya. 300.000 diantaranya berkaitan
dengan konflik bersenjata, sementara 200.000 lainnya berkaitan dengan
kriminalitas atau insiden lain. 5 90 % dari korban yang jatuh di atas merupakan
masyarakat sipil, kebanyakan wanita dan anak-anak. 6 Sementara itu, kapan terakhir
kali senjata nuklir menghilangkan nyawa seseorang? Dunia internasional
menyibukkan diri dengan isu-isu seputar senjata nuklir (Weapon Mass Destructions).
Sebenarnya dalam Hukum Internasional ada konvensi yang mengatur tentang
larangan penggunaan dan pembatasan senjata-senjata yang mengakibatkan
luka-luka yang berlebihan atau akibat yang membabi-buta; yang selanjutnya
disingkat CCW (Certain Conventional Weapon Convention tahun 1980). 7
Padahal tanpa disadari, perlahan demi perlahan jumlah korban yang disebabkan
oleh penggunaan SALW terus bertambah setiap harinya. Oleh sebab itu,
dalam kurun waktu sekarang ini, dapat dikatakan SALW sendirilah yang merupakan
senjata pemusnah massal yang sebenarnya.
Berkaitan dengan konflik, studi yang dilakukan oleh Wallensteen dan
Sollenberg terhadap 101 konflik internal di seluruh dunia dalam kurun waktu
5
Small Arms Survey 2001 : profiling the Problem. Chapter Summary. A Project of
The Graduate institute of International Studies, Geneva. Oxford Univeristy Press.
http://www.smallarmsurvey.org
6
Role of National Contact Points and National Coordinating Agencies. A Paper
submittedby Ammasador Mochamad S. Hidayat (Deputy Permanent Representative of Indonesia
to the United Nation, New York), at the Regional Seminar on the Implementation of The Program
of Action adopted in the United Nation Confrence on the illicit Trade of Small Arms adn Light
Weapon in All its Aspects : The Asia-Pasific Perspective. Bali, Indonesia 10-11 February 2003
7
Arlina Permanasari,dkk. Pengantar Hukum Humaniter. Penerbit International Committe
of The Red Cross. Jakarta. 1999
Universitas Sumatera Utara
1989-1996 menemukan bahwa SALW merupakan bagian inheren yang
memperparah konflik-konflik tersebut. Tidak sulit dipercaya karena SALW
merupakan jenis senjata yang sangat mudah diedarkan, dimobilisasi dan
digunakan. Pada tahun 1995, UNICEF melaporkan bahwa senjata jenis AK-47
dapat dengan mudah dibongkar pasang oleh anak-anak berusia 10 tahun.
Laporan UNICEF juga menyebutkan bahwa paling tidak ada 300.000 lebih
anak-anak dibawah usia 18 tahun yang berperang di garis depan sebagai milisia
dalam berbagai konflik berdarah di seluaruh dunia. 8
Menurut Emanuela-Chiara Gillard, transfer senjata illegal dapat diartikan
sebagai :
” a transfer of which the exporting states could not fully exercise control
over the process or the transfer of arms that occur againts the exporting
states’whises’ 9
Sementara itu, PBB mendefenisikan perdagangan senjata illegal
sebagai “[trade] which is contrary to the laws of the State and/or international
law” 10
Pada dasarnya, SALW diproduksi secara legal oleh perusahaan-perusahaan
pembuat senjata atau melalui mekanisme pemberian lisensi. Namun, ada banyak
celah dari life-cycle sebuah senjata yang diproduksi secara legal tersebut,
8
Philips Jusario Vermonte. Trackling The Problem of The Small Arms in Southeast Asia :
State and Non-State Prespective. Dalam Philips Jusario Vermonte (ed) “Small is (not) Beautiful,
The Problem of Small Arms in Southeast Asia”. Penerbit CSIS and Asia Center Japan Foundation,
2004. Hal 96
9
Emanuela-Chiara Gillard, What’s Legal? What’s Illegal? Dalam Lumpe, L (ed),
“Running Guns : The Global Black Market in Small Arms “. Zed Books, London, 2000
10
Report on Disarmament Commition of the UN
http://www.un.org/Depts/dda/CAB/rep5124.pdf, diakses tanggal 05 Agustus 2009
Universitas Sumatera Utara
yang membuatnya berubah sifat menjadi illegal. Beberapa celah itu diantaranya
adalah perdagangan senjata illegal, dan tidak memadainya stock-pile management
dari senjata-senjata milik aktor-aktor negara yang memegang monopoli penggunaan
kekerasan, seperti institusi militer dan kepolisian.
Industri senjata (kategori SALW) merupakan sektor yang memiliki sistem
distibusi yang paling luas dari industri pertahanan internasional. Jumlah pabrik
yang memproduksi senjata-senjata ini bahkan meningkat dalam dua dekade
terakhir. Pada tahun 1980 tercatat kurang dari 200 produsen senjata yang
kemudian meningkat menjadi lebih dari 600 produsen sampai sekarang. 11
Kembali, menurut survey tahun 2001, produksi SALW illegal berlokasi di
25 negara di dunia dan sedikitnya terdapat 95 negara yang memiliki kapasitas
untuk mengambil ahli lisensi produksi secara legal senjata kategori SALW ini.
Produsen industri SALW secara global, dilihat dari segi nilai dan volume
produksi, terbagi atas empat kategori utama, yakni China, Rusia, Amerika Serikat
dan kelompok-kelompok negara di Eropa dan Asia. Di kawasan-kawasan tertentu
seperti Afrika Selatan, Asia Timur dan Asia Tenggara, produksi senjata illegal
merupakan alternatif jenis industri yang cukup menguntungkan. Informasi yang
tersedia mengenai sejumlah senjata illegal tersebut (berdasarkan data yang di
dapat dari Brasil dan Afrika Selatan) menunjukan 3% sampai 16% senjata yang
11
Small Arms Survey 2001 : Profiling the Problem. Chapter 1 Small Arms, Big Business :
Products and Producers. A Project of The Graduate Institute of International Studies, Geneva.
Oxford University Press. http://www.smallarmssurvey.org diakses tanggal 5 Agustus 2009
Universitas Sumatera Utara
beredar di negara tersebut merupakan senjata illegal. 12 Produsen-produsen illegal
ini merancang strategi yang lebih mudah bagi siapa saja untuk memperoleh
senjata-senjata yang mematikan dan berteknologi tinggi dibanding sebelumnya.
Kompetisi yang cukup ketat dala pasar persenjataan global ditambah dengan
meningkatnya jumlah produsen senjata secara otomatis mengikis upaya-upaya
yang dilakukan oleh masyarakat intenasional untuk mengkatrol proliferasi SALW.
Sementara itu, menurut hasil survey di tahun 2007 setiap tahunnya,
530.000 sampai 580.000 senapan militer, assult rifles dan carbines di produksi
di bawah lisensi atau merupakan unlicensed copies, mewakili 60% sampai 80%
dari total produksi setiap tahunnya. Hanya 57% senjata yang di produksi dengan
menggunakan teknologi canggih yang di produksi di bawah lisensi yang sah.
Sedikitnya 60 negara cukup masuk akal jika diinterpretasikan bertanggungjawab
sabagai small arms shipment ke 36 negara di seluruh dunia selama periode
2002-2004. The Small Arms Transparency Barometer mengindikasi bahwa
transparasi diantara perusahaan-perusahaan eksporter terbesar SALW tetap saja
lemah di banyak negara. 13
Broker 14 dan media perdagangan lainnnya merupakan hal yang penting
bagi perdagangan senjata baik itu secara legal maupun illegal. Dalam kasus-kasus
perdagangan senjata illegal di sebuah negara, para broker ini memperburuk
12
Small Arms Survey 2001 : Profiling the Problem. Chapter Summary Small Arms.
A Project of The Graduate Institute of International Studies, Geneva. Oxford University Press.
http://www.smallarmssurvey.org diakses tanggal 6 Agustus 2009
13
Small Arms Survey 2007 : Guns and The City. Chapter Introduce. A Project of
The Graduate Institute of International Studies, Geneva. Oxford University Press.
http://www.smallarmssurvey.org diakses tanggal 6 Agustus 2009
14
Pihak penghubung (perantara) antara pembeli dan penjual senjata
Universitas Sumatera Utara
situasi yang ada dengan memicu terjadinya konflik internal yang lebih besar.
Mereka menjalin kerjasama dengan para pemberontak, penyelundup dan pelaku
trans-nationalo crime lainnya. Perusahaan-perusaan penerbangan kargo juga
memiliki peranan yang besar terkait dengan masalah transportasi senjata-senjata
tersebut ke zona konflik. 15
Para broker senjata ini juga mampu menjalankan aksinya terus-menerus
yanpa adanya pengawasan karena hukum nasional yang terkait dengan urusan
persenjataan yang tidak dapat melacak setiap aktivitas perdagangan yang mereka
lakukan. Di banyak negara, khususnya negara sedang berkembang, kebiasaan
pengawasan yang lemah dan budaya korupsi para petugas perbatasan
menghambat adanya upaya-upaya untuk melakukan kontrol dan pengawasan yang
lebih efektif. 16 Tak mengherankan jika pelacakan akan masuknya senjata-senjata
illegal menjadi jauh lebih sulit.
Walaupun senjata jenis ini tidak dapat menciptakan konflik secara
langsung, namun kehadiran dan ketersediaan yang sulit dikontrol dari
senjata-senjata ini dapat memicu penggunaan kekerasan dan ketidakstabilan
pemerintah dan masyarakat yang melingkupi aspek politik, sosial dan persoalan
etnik.
Small Arms and Light Weapon (SALW) adalah sebuah isu yang sangat
kompleks dan harus di tandatangani secara serius baik ditingkat nasional,
15
Small Arms Survey 2001 : Profiling the Problem. Chapter 3. Fueling the Flamers :
Brokers and Transport Agents in The Illicit Arms Trade. A Project of The Graduate Institute of
International Studies, Geneva. Oxford University Press. http://www.smallarmssurvey.org
diakses tanggal 5 Agustus 2009
16
Ibid. Small Arms Survey
Universitas Sumatera Utara
regional maupun internasional. Di Asia tenggara, isu ini pertama kali dibahas oleh
para menteri ASEAN di Malaysia pada tahun 1997, dalam rangka kerjasama
regional Asia Tenggara. Peristiwa 11 September 2001 lalu mendorong para
pengambil keputusan di ASEAN untuk merekonstruksi upaya-upaya memerangi
terorisme. Pembicaraan ini juga mengangkat isu proliferasi SALW. Isu ini
kembali diangkat kembali pada kunjungan Mantan Presiden Megawati Soekarno
Putri pada akhir agustus 2001 lalu saat mengunjungi beberapa negara ASEAN,
yang kemudian diikuti dengan pernyataan internasional bahwa kawasan
Asia Tenggara merupakan bagian penting dari jalur distribusi SALW baik secara
legal maupun illegal yang harus diatasi secara kolektif. 17
Namun tulisan ini mempunyai fokus analisis terhadap penyabaran dan
perluasan perdagangan senjata illegal yang dikonsentrasikan pada tiga wilayah
negara yakni Thailand, Filipina dan Indonesia. Sebab ketiga negara ini yang
sedang mengalami atau menghadapi ancaman yang cukup serius dari meluasnya
perdagangan senjata illegal. Thailand misalnya dikenal dalam “peran” nya sebagai
jalur penghubung dengan lingkungan global dalam hal penyelundupan senjata.
Kedekatan geografis Thailand dengan wilayah-wilayah rawan konflik seperti
Vietnam dan Kamboja ditambah dengan lemahnya pengawasan pemerintah di
wilayah-wilayah perbatasan, menjadikan Thailand sebagai kawasan ideal bagi
para pedagang senjata illegal. Filipina bukan saja wilayah yang sedang ‘sibuk’
mengalami aksi para pemberontak yang dikabarkan bahkan memiliki persenjataan
Bantarto Nadoro, Senjata ringan dan Berkaliber Kecil : Sebuah Persoalana Rumit
dengan Penanganan yang Sulit. Dalam “Analisi CSIS, Isu-isu Non-Tradisional : Bentuk Baru
Ancaman Kemanan”. Tahun XXXI/2002 No. 1. Penerbit CSIS Indonesia, 2002, hal. 57
17
Universitas Sumatera Utara
yang canggihnya dengan milik militer tetapi juga berbatasan dengan kepulauan
Maluku yang menyimpan potensi konflik serius. Dapat dikatakan, masing-masing
konflik ini akan saling mempengaruhi. Sementara itu di Indonesia, proses transisi
dari zaman orde baru menuju reformasi yang menghasilkan demokrasi digunakan
oleh beberapa kelompok tertentu untuk kemudian melepaskan diri dari
Negara Kesatuan Republik Indonesia. 18
B. Perumusan Masalah
Adapun permasalahan yang dapat dirumuskan adalah :
1. Upaya- upaya apa saja yang dilakukan oleh negara-negara di Asia
Tenggara dalam menangani isu perdagangan senjata illegal di Asia
Tenggara melalui UN PoA?
2. Bagaimana perdagangan senjata illegal dapat di analisis sebagai
sebuah ancaman keamanan nasional dan regional di sebuah
kawasan?
3.
Bagaimana fenomena perdagangan senjata illegal di dunia secara
umum dan di Asia Tenggara secara khusus?
4. Bagaimana karekteristik hukum, politik, sosial dan keamanan di
kawasan Asia Tenggara?
Berbagai reaksi ini menimbulkan pertanyaan riset sebagai berikut :
18
Philips Jusario Vermonte, Problematikan Peredaran Small Arms di Kawasan Asia Tenggara :
Thailand, Filipina dan Indonesia. Dalam jurnal “Analisis CSIS Terorisme dan Keamanan Manusia”
Tahun XXXII/2003 No. 1. CSIS Indonesia 2003, hal 59-60
Universitas Sumatera Utara
“Bagaimana UN Poa (UN Program of Action to Prevent, Combat and
Eradicate the Illicit Trade in Small Arms and Light Weapon in All Its Aspect)
di implementasikan di Asia Tenggara dalam kurun waktu 2001-2007
(Studi Kasus : Indonesia, Filipina dan Thailand)
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai oleh penelitian ini ialah sebagai berikut :
1. Memberikan gambaran mengenai upaya-upaya yang dilakukan oleh
negara-negara Asia Tenggara dalam menangani isu perdagangan
senjata illegal di Asia Tenggara melalui UN PoA.
2. Memberikan gambaran tentang bagaimana perdagangan senjata
illegal dapat dianalisis sebagai sebuah ancaman bagi keamanan
nasional dan regional di sebuah kawasan, dalam hal ini
Asia Tenggara.
3. Memberikan gambaran akan fenomena perdagangan senjata
SALW illegal di dunia secara umum dan di Asia Tenggara secara
khusus.
4. Menggambarkan bagaimana karekteristik hukum, politik, sosial
dan keamanan di kawasan Asia Tenggara.
D. Manfaat Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Adapun penelitian ini dilakukan dengan harapan akan berguna sebagai :
1. Mengetahui dan memahami peranan negara dalam menjaga keamanan
regional, maupun nasional
2. Untuk menambah kepustakaaan studi tentang keterlibatan PBB dalam
menciptakan perdamaian dunia, khususnya dalam menangani masalah
perdangangan senjata illegal yang dihadapi oleh negara-negara di kawasan
Asia Tenggara.
3. Sebagai referensi bagi mahasiswa lain yang tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai hukum regional maupun internasional di bidang keamanan.
E. Keaslian Penulisan
Dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan yang diperoleh Penulis
selama masa perkuliahan di Fakultas Hukum Unversitas Sumatera Utara, maka
Penulis ingin mengangkat suatu materi dari mata kuliah wajib, yaitu Hukum
Humaniter Internasional, dimana dalam mata kuliah tersebut Penulis tertarik
dengan sebuah topik yaitu Perdagangan Senjata Illegal yang belakangan hari
makin marak dibicarakan.
Oleh karena itu, Penulis ingin mengangkat masalah di atas untuk
dituangkan dalam sebuah judul skripsi, yaitu “Implementasi Program Aksi PBB
untuk Mencegah, Memerangi, Menghapus Perdagangan Senjata Illegal. Studi
Kasus : Indonesia, Filipina dan Thailand (2001-2007”.
Dalam rangka pengajuan judul skripsi ini, Penulis harus terlebih dahulu
mendaftarkan judul tersebut ke bagian hukum internasional dan setelah diperiksa
pada arsip yang ada pada bagian hukum internasional, judul yang diangkat oleh
Universitas Sumatera Utara
Penulis dinyatakan disetujui oleh bagian hukum internasional tertanggal 26
Agustus 2009.
Atas dasar pemeriksaan tersebut, Penulis yakin bahwa judul yang diangkat
beserta pembahasannya belum pernah ada penulisannya pada bagian hukum
internasional pada khususnya dan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
pada umumnya, sehingga keaslian penulisan yang Penulis tuangkan dapat
dipertanggungjawabkan penulisannya.
F. Metode Penelitian
Untuk melengkapi penelitian ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penelitian yang digunakan
sebagai berikut :
1.
Jenis Penelitian
Sebagaimana lazimnya penulisan dalam penyusunan dan penulisan karya
tulis ilmiah yang harus berdasarkan fakta-fakta dan data-data yang objektif
(benar dan layak dipercaya), demikian halnya dalam menyusun dan
menyelesaikan penulisan penelitian ini sebagai karya tulis ilmiah juga
menggunakan
pengumpulan
data
secara
ilmiah
(metodologi),
guna
memperoleh data-data yang diperlukan dalam penyusunannya sesuai dengan
yang telah direncanakan semula yaitu menjawab permasalan yang telah
diuraikan sebelumnya.
Metode penulisan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode
yuridis normatif. Metode penelitian yuridis normatif adalah metode yang
Universitas Sumatera Utara
mengacu pada norma-norma hukum yang berlaku. Dalam penelitian ini,
metode yuridis normative yang digunakan adalah norma-norma hukum
lingkungan
internasional,
yang
tertuang
dalam
bentuk
Agreement
(Persetujuan).
Pengumpulan data yang dilakukan melalui library research (penelitian
kepustakaan) dengan cara mengumpulkan bahan dari berbagai sumber yang
terkait dengan penelitian ini, seperti buku, jurnal, surat kabar, majalah,
termasuk berbagai artikel dari internet.
Penulisan ini bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk
mendeskripsikan, menggambarkan tentang penerapan standar internasional dalam
rangka pengendalian emisi kendaraan bermotor.
2. Data Penelitian
Penelitian ini memusatkan pada berbagai norma hukum internasional yang
menjadi dasar standard internasional diterapkan di Indonesia dan normanorma hukum internasional yang mengatur tentang upaya pengendalian
pencemaran udara.
Data dalam penelitian ini mempergunakan data sekunder yang terdiri dari :
a) Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan yang
relevan dengan masalah penelitian, antara lain :
b) Bahan hukum sekunder, yaitu tulisan-tulisan atau karya-karya para
ahli hukum dalam buku-buku teks, makalah, surat kabar, majalah,
internet, dan lain-lain yang relevan dengan masalah penelitian.
Universitas Sumatera Utara
c) Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang dapat dipergunakan
untuk membantu memahami bahan hukum primer dan sekunder,
antara lain kamus-kamus hukum dan kamus-kamus bahasa.
3.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan
(Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan
pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang
digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku koleksi
pribadi maupun pinjaman dari dosen pembimbing, artikel-artikel baik yang
diambil dari media cetak maupun media elektronik, dokumen-dokumen
pemerintah, termasuk peraturan perundang-undangan.
Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai
berikut :
a) Melakukan inventarisasi hukum positif dan bahan-bahan hukum lainnya
yang relevan dengan objek penelitian.
b) Melakukan penelusuran kepustakaan melalui, artikel-artikel media cetak
maupun
elektronik,
dokumen-dokumen
pemerintah
dan
peraturan
perundang-undangan.
c) Mengelompokkan data-data yang relevan dengan permasalahan.
d) Menganalisa data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan
masalah yang menjadi objek penelitian.
4.
Analisis Data
Universitas Sumatera Utara
Data primer dan data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian
dianalisa secara perspektif dengan menggunakan metode deduktif dan induktif.
Metode deduktif dilakukan dengan membaca, menafsirkan, dan membandingkan,
sedangkan metode induktif dilakukan dengan menerjemahkan berbagai sumber
yang berhubungan dengan topik skripsi ini, sehingga diperoleh kesimpulan yang
sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan.
G. Tinjauan Kepustakaan
Penelitian ini memperoleh bahan tulisannya dari buku-buku, laporanlaporan, dan informasi dari internet. Untuk itu penulis akan memberikan
penegasan dan pengertian dari judul penelitian, yang diambil dari sumber-sumber
buku yang memberikan pengertian terhadap judul skripsi ini, yang penulis tinjau
dari sudut etimologi (arti kata) dan pengertiaan-pengertian lainnya dari sudut ilmu
hukum maupun dari pendapat para sarjana, sehingga mempunyai arti yang lebih
tegas.
Judul skripsi di atas, dalam hal ini penulis kelompokkan ke dalam
beberapa frase yang penulis anggap dapat menggambarkan penulisan skripsi ini,
yaitu :
a) Senjata Api
b) Senjata Ringan berkaliber Kecil
c) UN PoA
d) Implementasi UN PoA di Indonesia, Filipina dan Thailand.
Universitas Sumatera Utara
Ad. 1 Yang dimaksud dengan Senjata api adalah senjata yang melepaskan satu
atau lebih proyektil yang didorong dengan kecepatan tinggi oleh gas yang
dihasilkan oleh pembakaran suatu propelan.
Ad.2 Small Arms and Light Weapon (SALW) adalah senjata yang dapat
digunakan oleh satu atau dua orang dan yang dapat dibawa oleh seseorang,
binatang atau bahkan kenderaan yang ringan (kecil). Menurut United Nations’s
Group of Goverment Expert pada tahun 1997, small arms dirancang untuk
penggunaan satu orang termasuk : Revolvers, self-loading, pistols, rifles (senapan)
dan carbine, sub-machine,guns, assult rifles adnd light-machine guns.
Sementara itu, light weapon dirancang untuk penggunaan satu kru (yang terdiri
dari dua atau lebih orang) atau pasukan kecil termasuk : Heavy machine-guns,
grenade launchers, smaall motars, mobile anti-aircraft dan anti-tank guns, mobile
rocket launchers, shoulder-fired anti-aircraft missile launcher, dan motars dengan
kaliber dibawah 100mm
Ad 3. UN PoA adalah The United Nations Programme of Action to Prevent,
Combat and Eradicate the Illicit Trade in Small Arms and Light Weapons in all
its Aspects (UN PoA) dibagi atas rekomendais untuk aksi yang dapat dilakukan
pada level nasional, regional, dan global. Seluruh aksi pada tiap-tiap level ini
sama penting dan merupakan kesatuan yang saling bergatung satu sama lain.
Demi mensukseskan tindakan-tindakan yang dilakukan pada level nasional,
sangat dibutuhkan adanya lingkungan kawasan regional yang kondusif. Demikian
juga halnya, untuk mendukung tindakan-tindakan yang diambil pada level
Universitas Sumatera Utara
regional, dibutuhkan komitmen penuh dalam merealisasikan tindakan nyata pada
level nasional.
Terdapat 22 paragraf di dalamnya yang mengidentifkasikan tindakantindakan dan aksi dimana masing-masing Negara selayaknya diambil sesuai
dengan ketentuan progam. Jells, bahwa seberapa tindakan yang seharusnya
diambil pada level negara, yang dikenal dengan penegakan national co-ordination
agencies, merupakan nilai-nilai fundamental dari permualan langkah baru.
Tindakan lainnya juga membutuhkan perhatian lebih dan dapat sepenuhnya
diwujudkan dalam sikap yang berkelanjutan melalui keputusan-keputuan Negara
dalam merancang langkah-langkah terhadap pengaturan senjata dan perlucutan
senjata.
Ad 4 Implmentasi UN PoA di Indonesia, filipina dan Thailand.
A. Indonesia
Pemerintah
Indonesia
membentuk
sebuah
kelompok
kerja
antar
departemen atas isu SALW untuk mengkoordinasi di antara berbagai institusi
nasional dalam persoalan-persoalan yang terkait dengan implementasi PoA.
Kelompok kerja ini bekerja sebagai penghubung atau contact point. Dalam hal ini,
Direktorat Kemanan Internasional dan Departement of Disarmament Foreign
Affairs ditugaskan untuk mengkoordinasi aktivitas-aktivitas dalam kelompok
kerja ini.
Sekarang, kelompok kerja terdiri atas perwakilan dari Kepolisian Indonesia, Bea
cukai dan Imigrasi, Departemen Luar Negeri, Angkatan Darat, Angkatan Laut,
Angkatan Udara, Departemen Pertahanan, PT. PINDAD (Perindustrian Angkatan
Universitas Sumatera Utara
Darat) juga Departemen Keadilan dan Hak Asasi Manusia. Ke depannya,
direncanakan untuk mengikutsertakan partisipasi NGO sebagai anggota kelompok
kerja ini
B. Filipina
Implementasi dari Peraturan Eksekutif (Executive Order) nomor 171, yang juga
dikenal dengan nama Firearms Amnesty Program mencakup persoalan seputar
pemberian jaminan amnesti kepada individu-individu dalam kepemilikan atas
SALW yang secara bebas. Hukum ini ditandatangani sendiri oleh Presiden Gloria
Macapagal-Arroyo pada 22 Januari 2003 lalu sebagai sebuah tindakan tegas untuk
mengurangi jika belum menghapus proliferasi SALW ilegal sepenuhnya. Hal ini
dibuktikan dengan upaya implementasi Hukum dan Peraturan yang diisukan pada
7 Maret di tahun yang sama. Program ini diperluas melalui Executive Order
nomor 390 bulan Spertember 2004 yang membuat Program Amnesti berlaku lebih
lama hingga September 2005
C. Thailand
Sesuai dengan UN Program of Action (PoA) sesi 2, paragraf 5, sebagai
langkah awal. National Security Council (Badan Keamanan Nasional), berada
langsung di bawah otoritas Perdana Menteri, dimandatkan sebagai National Point
of Contact dan bekerja sebagai koordinator atas persoalan-persoalan seputar
SALW.
NSC memiliki tugas untuk berperan mengkoordinasi persoalan antarbadan atau antar-departemen yang berkaitan dengan keamanan nasional. NSC
Universitas Sumatera Utara
juga mengkoordinasi sejumlah badan/agensi dengan mengadakan pertemuan
antar-badan/agensi dan bertukar informasi yang dibutuhkan
H. Sistematika Penulisan
Penelitian ini terbagi menjadi bebarapa bab. Setiap bab terdiri dari
beberapa sub-bab yang disesuaikan dengan pembahasan yang dibutuhkan.
Bab I : Pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang penelitian, indentifikasi
masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,
tinjauan kepustakaan, metode penelitian, serta sistematika penulisan.
Bab II: Perdagangan senjata illegal sebagai sebuh fenomena. Bab ini
menjelaskan gambaran mengenai karakteristik umum dan ruang lingkup
perkembangan dalam perdagangan senjata illegal, diantaranya : defenisi,
klarifikasi, pendekatan historis, aktor-aktor yang terlibat baik secara langsung
maupun tidak dalam aktivitas illegal ini, ploriferasi dan transfer senjata-senjata
illegal ke berbagai wilayah, serta peran senjata-senjata api ini dalam konflik
internal dan proses pembangunan.
Bab III : Perdagangan senjata illegal di Asia Tenggara. Bab ini berisi
perdagangan senjata illegal di Asia Tenggara dan kompleksitas isu tersebut di
Indonesia, Thailand dan Filipina serta timbulnya ancaman terhadap keamanan
regional Asia Tenggara.
Bab IV : Pembentukan, Perkembangan dan Implementasi UN Program
of Action to Prevent, Combat and Eradicate the Illicit Trade in Small Arms
and Light Weapon in All Its Aspect. Analisis yang dimunculkan meliputi
Universitas Sumatera Utara
langkah-langkah pengimplementasian UN PoA di sub Asia Tenggara, khususnya di
Indonesia, Filipina dan Thailand.
Bab V : Kesimpulan dan saran. Bab ini memaparkan kesimpulan yang
diperoleh dari hasil penelitian terkait dengan perkembangan dan upaya
penanganan perdagangan senjata illegal di Asia Tenggara.
Universitas Sumatera Utara
Download