BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Capung merupakan salah satu kelompok serangga yang sangat erat kaitannya dengan air, semua tahapan bersifat akuatik (Corbet, 1963; Borror et al., 1992). Capung berperan bagi kehidupan manusia yaitu sebagai bioindikator kualitas lingkungan akuatik. Selain itu, capung merupakan serangga predator, baik dalam fase nimfa maupun dewasa (Brues et al., 1954; Corbet, 1963; Rehfeldt, 1991; Orr, 2004). Semua tahapan adalah pemangsa dan makan berbagai jenis serangga dan organisme lain. Capung dewasa memangsa serangga lain seperti nyamuk, ngengat, sedangkan nimfa capung memangsa berbagai macam organisme akuatik yang kecil bahkan memangsa ikan kecil, kecebong, dan cacing sutra (Corbet, 1963; Watson, 1991; Borror et al.,1992; Ross, et al., 1982; Clark & Samwayst, 1996; Schultz, 2009; Simaika & Samways, 2011). Lebih dari 5000 jenis capung terdapat di seluruh dunia (Orr et al., 2004; Gillott, 2005). Jumlah yang sangat melimpah ini terutama terdapat di kawasan tropis seperti Indonesia, karena kawasan ini memiliki berbagai macam tipe habitat. Indonesia terdapat sekitar 750 jenis capung, beberapa di antaranya endemik Sulawesi seperti Subordo Anisoptera Gynacantha Penelope, endemik Jawa Subordo Zigoptera seperti Pseudagrion pilidorsum (Susanti, 1998) Rhinocypha fenestrata, Nosostica insignis, Drepanosticta sundana, Drepanosticta gazella, Drepanosticta spatulifera, Amphiaeschna ampla Subordo Anisoptera seperti, Gomphidia javanica, Paragomphus reindwardtii (Lieftinck, 1954). 1 2 Lima puluh delapan tahun terakhir sejak penelitian oleh Lieftink (1954) belum ada penelitian lain mengenai capung endemik Jawa yang dipublikasikan. Namun, berdasarkan hasil survei Rohman & Sigit., et al. (2010 hingga 2015) dan hasil penelitian Rohman (2012) telah ditemukan beberapa jenis capung endemik Jawa yang dideskripsikan oleh Lieftink (1954). Beberapa jenis di antaranya seperti Rhinocypha fenestrata, Gomphidia javanica, Paragomphus reindwardtii, Nosostica insignis, Drepanosticta sundana ditemukan di daerah Jawa Barat (Kabupaten Ciamis, Banyumas), Yogyakarta (Kabupaten Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman), Jawa Tengah (Kabupaten Purwokerto, Purworejo, Semarang, Boyolali, Karang Anyar, Solo, Wonogiri), Jawa Timur (Kabupaten, Pacitan, Malang, Situbondo). Spesies endemik yang ditemukan merupakan hal yang perlu dikaji kembali baik berdasarkan karakter morfologi maupun molekular, karena identifikasi yang telah dilakukan dalam penelitian Lieftinck (1954) maupun Rohman (2012) berdasarkan karakter morfologi. Oleh sebab itu dalam penelitian dilakukan karakterisasi secara morfologi dan molekular (Fraser, 1960; Kim et al., 2009). Data molekular memiliki kemampuan dalam menyediakan informasi genetik dalam jumlah besar, mempunyai beberapa kelebihan jika dibanding dengan karakter morfologi dan fisiologi. Data molekular mampu merekam mikroevolusi yang terjadi dalam suatu organisme yang tidak tampak dalam karakter morfologi dan fisiologi (Campbell et al., 2008; Ubaidillah & Sutrisno, 2009). Saat ini telah diketahui bahwa dari 13 gen penyandi protein yang ada di dalam DNA mitokondria memiliki karakteristik yang khas pada setiap spesies 3 hewan. Sekuens DNA pada 13 gen tersebut memiliki kesamaan yang besar di dalam spesies dan memiliki perbedaan yang nyata antar spesies sehingga digunakan sebagai DNA barcode. Gen cytochrome c oxidase subunit 1 (CO1) merupakan gen yang dipilih menjadi salah satu gen yang sekuensnya digunakan dalam DNA barcode. Gen ini memiliki sifat yang memenuhi syarat untuk digunakan dalam menentukan identitas suatu spesies yang digunakan hampir semua hewan tingkat tinggi. Gen CO1 memiliki beberapa kelebihan jika dibanding gen lain yaitu panjang seluruh gen sekitar 648 bp (base pairs) dan relatif stabil atau tidak mudah mengalami perubahan jika dibanding dengan gen mitokondria yang sejenis (Gilbert, 2002; Hebert et al., 2003; Zein & Prawiradilaga, 2013). Sampai saat ini belum banyak diperoleh informasi mengenai data molekular capung endemik Jawa, termasuk analisis hubungan similaritas (fenetik) dan kekerabatan (filogenetik) berdasarkan karakter morfologi dan molekular. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk menganalisis hubungan fenetik dan filogenetik berdasarkan karakter morfologi dan molekular capung endemik Jawa dengan capung jenis lain yang termasuk anggota Ordo Odonata yang sampai saat ini belum dipublikasikan. Selain itu, di lakukannya penelitian ini sebagai upaya evaluasi dan status kebaharuan capung endemik jawa. 4 B. Permasalahan Rumusan masalah disusun berdasarkan latar belakang di atas sebagai berikut: 1. Bagaimana kemiripan karakteristik morfologi anggota Ordo Odonata endemik Jawa? 2. Bagaimana hubungan kekerabatan anggota Ordo Odonata endemik Jawa? C. Tujuan Tujuan penelitian ini: 1. Mengetahui kemiripan karakteristik morfologi anggota Ordo Odonata endemik Jawa. 2. Mengetahui hubungan kekerabatan anggota Ordo Odonata endemik Jawa. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan dimanfaatkan sebagai data awal bagi penelitian selanjutnya maupun bagi sistematika serangga capung khususnya sehingga dapat digunakan sebagai sumber referensi, serta sebagai dasar dalam menentukan arah kebijakan, program kerja organisasi, serta langkah strategis organisasi bagi LSM maupun Lembaga Pemerintahan khususnya terkait capung endemik Jawa.