Lagu Anak Dilibas Syair Asmara

advertisement
Lagu Anak Dilibas Syair Asmara
Ditulis oleh vranda
Selasa, 21 April 2009 18:14
Oleh Aris Setiawan
Di layar kaca sering kali kita lihat berbagai acara yang mengusung dunia anak-anak sebagai
pilihan menu utama. Berbagai kontes dan lomba penyanyi anak bermunculan di banyak stasiun
televisi. Setiap anak dari penjuru Nusantara yang terpilih berlomba-lomba mengeluarkan
kemampuan terbaik dalam berolah vokal. Terkadang, ambitus suara yang muncul kerap kali
sumbang atau mimik yang kurang dapat menghayati tema lagu yang dilantunkan. Kalaupun
keduanya dapat diekspresikan dengan baik, toh, pada akhirnya menjadi aneh karena yang
melagukan anak-anak. Kenapa demikian?
Jawabannya simpel karena syair lagu yang dibawakan senantiasa bertemakan cinta dan
asmara sehingga memosisikan anak-anak dalam satu ruang yang penuh keterbatasan.
Di tahun 1980-an banyak penyanyi anak-anak yang cukup terkenal seperti Adi Bing Slamet, Ira
Maya Sopha. Tahun 1990-an, penyanyi seperti Cikita Meydi, Eno Lerian, Leoni, Dea Ananda,
dan banyak lagi yang kesemuanya memberi ikon masa kanak-kanak yang khas lewat lagunya
tentang persahabatan, pendidikan, kasih sayang ibu, sebuah harapan dan cita-cita layaknya
syair lagu Joshua yang berangan menjadi seorang Habibie, atau banyak hal tentang semangat
militansi dunia anak. Kini, ke mana tema-tema lagu anak tersebut? Kasihan, jangan-jangan
anak-anak telah kehilangan dunianya.
"Wanita racun dunia" merupakan sepenggal syair yang saat itu mengisi ruang acara pentas
penyanyi cilik di salah satu stasiun televisi terkemuka. Bagaimana apabila kalimat tersebut
diterjemahkan ke dalam dunia anak-anak yang notabene berada dalam masa transisi, dunia
tanpa filter, lugu dan apa adanya?
Musik ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi, secara psikologis, musik dapat membawa peran
yang positif dalam pembentukan mental dan perilaku. Misalnya, musik klasik yang senantiasa
digunakan sebagai sarana terapi oleh banyak ibu hamil atau musik gamelan yang pada banyak
tempat dipercaya sebagai sarana yang dapat menghubungkan manusia dengan Tuhannya lihat
upacara di Bali, Jawa.
1/3
Lagu Anak Dilibas Syair Asmara
Ditulis oleh vranda
Selasa, 21 April 2009 18:14
Di sisi yang berbeda terkadang musik justru dapat mengonstruksi mental, perilaku, dan sikap ke
dalam sebuah ruang yang terisolasi, asing, aneh, bahkan cenderung indoktrinatif dan
intervensial.
Simak saja banyak pemuda yang kehilangan jati diri dan mengubah penampilannya karena
mendengar jenis aliran musik tertentu, atau seseorang yang nekat mengakhiri nyawa karena
terinspirasi beberapa lagu aneh lihat efek lagu Marylin Manson di tahun 1990-an dan banyak
hal lainnya.
Oleh karena itu, musik juga ibarat bahasa. Di dalamnya mengandung berbagai alunan kata
yang penuh muatan pesan. Apabila disuarakan oleh orang yang pas, pesan dapat
tersampaikan dengan baik dan komunikatif terlepas dari implikasi baik dan buruknya. Apabila
tidak, layaknya seorang dalang wayang Jawa yang nekat pentas di permukiman masyarakat
Papua, terlihat aneh dengan bahasa yang membingungkan. Begitu pula dengan musik di dunia
anak-anak kita saat ini. Mereka harus bersuara, tetapi yang disuarakan bukan lagi dari hati
yang mewakili mereka, bukan lagi tema-tema dunianya yang dibawa. Mereka harus bernyanyi
tetapi bukan lagi bertema pendidikan, persahabatan, cita-cita, kasih sayang ibu, tapi bertema
asmara dan cinta-cintaan. Kini, mereka hanya menjadi semacam wadah yang dieksploitasi
sedemikian rupa guna memenuhi tuntutan materi. Soal materi
Patut kita sadari, membiarkan anak-anak membawakan lagu-lagu bertema asmara dan
cinta-cintaan akan membawa banyak konsekuensi logis bagi mereka. Pertama, jangkauan
(ambitus) vokal anak-anak tentu sangat berbeda dengan orang dewasa. Akibatnya, ketika
mereka membawakan lagu asmara atau cinta-cintaan yang notabene lagu orang dewasa, suara
mereka akan cenderung sumbang karena tidak mampu menjangkau nada tinggi atau rendah
dengan baik sehingga terkesan dipaksakan.
Kedua, belum atau bahkan tidak akan mampu dalam menghayati tema lagu yang dibawakan
karena mereka belum pernah mengalami masa dewasa dengan mengenal apa yang namanya
"asmara" dan "cinta-cintaan".
Lebih parahnya, apabila mereka dapat menghayati dan mengerti arti tema lagu asmara yang
mereka nyanyikan, tidakkah mereka beranjak "dewasa sebelum waktunya"?
2/3
Lagu Anak Dilibas Syair Asmara
Ditulis oleh vranda
Selasa, 21 April 2009 18:14
Beberapa waktu yang lalu muncul berita tentang pelecehan seksual oleh seorang siswa SMP
terhadap teman sebayanya. Seorang anak SMA yang nekat mengakhiri hidup karena tidak lulus
ujian atau bahkan karena diputus oleh kekasihnya. Ada juga perbuatan mesum salah seorang
siswa SMP yang terekam kamera telepon seluler. Alih-alih atas dasar kredo "cinta", seorang
anak SMP rela menikah dengan orang yang layak menjadi kakeknya. Entah apa yang ada
dalam benak anak-anak masa kini? Mungkinkah hal itu dapat dipandang sebagai sebuah era di
mana cekaknya mentalitas berpikir dunia anak menjadi tren? Atau tidakkah salah satu
penyebabnya juga karena persoalan sepele di atas, yakni masalah penempatan musik?
Memang terlalu dini menyangkutpautkan persoalan itu dengan realitas musik bertema "asmara
dan cinta-cintaan" dalam dunia anak- anak. Setiap orang dapat melagukannya dengan ekspresi
dan pembawaan masing-masing, terlebih untuk kepentingan materi. Musik dapat digubah
menjadi alat yang mampu mendatangkan timbunan rupiah yang terkadang lebih penting dari
efektivitas musik itu sendiri. Akan tetapi, jangan hanya persoalan materi kita akan
mengorbankan dan menghilangkan sebuah masa. Masa di mana penuh imajinasi, canda tawa,
keluguan, dan apa adanya, yakni "masa anak-anak".
Di sini sama sekali tidak ada maksud untuk menyalahkan musik. Hal ini karena pada dasarnya
musik adalah benda mati yang akan hidup ketika manusia membutuhkannya. Bukan juga
hendak menyalahkan anak- anak yang beranjak dewasa sebelum waktunya karena melagukan
sebuah musik. Namun, sudah selayaknya kita kembalikan sebuah masa bagi anak- anak yang
kini telah hilang dengan menempatkan musik pada koridor dan ruang yang semestinya.
ARIS SETIAWAN Dosen Etnomusikologi Institut Seni Indonesia Surakarta Illustrasi Andri
3/3
Download