15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka

advertisement
15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat akan perumahan maka
peranan pemerintah sangat dibutuhkan dalam menyediakan dana dan memberikan
prakarsa dalam usaha pembangunan perumahan. Kehadiran sistem Kredit Pemilikan
Rumah (KPR) sangat dibutuhkan oleh masyarakat yang penghasilan ekonominya
dalam level kecil dan menengah. Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah untuk
pembangunan perumahan yang layak huni antara lain pembangunan Rumah
Sederhana (RS) dan Rumah Sangat Sederhana (RSS).
Tingkat ketergantungan dari para pembeli rumah sekarang ini sangat terkait
dengan kredit permintaan rumah, meningkatnya suku bunga akan sangat berpengaruh
terhadap permintaan rumah. Berbagai usaha yang dilakukan lembaga perbankan
untuk berkompetitif dalam persaingan suku bunga KPR. Hal ini memberikan peluang
untuk bisa memaksimalkan Kredit Pemilikan Rumah yang dikucurkan oleh sektor
perbankan untuk pembelian rumah bagi keluarga.1
Memang tidak dipungkiri bahwa perbankanlah merupakan salah satu sumber
guna memperoleh dana yang dianggap mudah dan cepat bagi sebagian masyarakat
dalam hal membutuhkan dana untuk memenuhi kebutuhannya, seperti dalam
1
C. Djemabut Blaang, Perumahan dan Pemukiman sebagai Kebutuhan Pokok , Yayasan Obor
Indonesia, Jakarta, 1986, hlm. 108-109.
Universitas Sumatera Utara
16
pemanfaatan pendanaan dari bank dalam fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
KPR yang dimaksud disini adalah KPR Program, yang merupakan program dari
pemerintah yang dikenal dengan istilah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan,
yang diatur didalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun
2010, yang diundangkan tanggal 03 September 2010 tentang Pengadaan Perumahan
Melalui Kredit/Pembiayaan Pemilikan Rumah Sejahtera Dengan Dukungan Bantuan
Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan.
Adapun isi dari peraturan menteri tersebut antara lain mengatur tentang
kriteria kredit/pembiayaan pemilikan rumah, nilai maksimal KPR yang diberikan
berikut suku bunga yang berlaku untuk selama masa kredit, jumlah uang muka yang
harus dibayar, persyaratan dalam permohonan kredit, pengaturan jual beli atau
pemindahtanganan dan juga hal-hal yang dilarang sehubungan dengan kegiatan
pinjam-meminjam dalam bentuk KPR tersebut.
Kegiatan pinjam-meminjam2 uang itu sendiri telah dilakukan sejak lama
dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran
yang sah. Kegiatan pinjam-meminjam uang sebagai sesuatu yang sangat diperlukan
untuk
mendukung
perkembangan
kegiatan
perekonomiannya
dan
untuk
meningkatkan taraf kehidupannya.3
2
Pinjam-meminjam menurut Pasal 1754 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ialah perjanjian
dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang
menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan
sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.
3
M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan kredit Perbankan Indonesia, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2007, hlm.1.
Universitas Sumatera Utara
17
Dalam perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang menjadi jaminan
kredit ialah hak atas tanah, bukan tanah secara fisik. UUPA menyatakan hak milik,
hak guna usaha, dan hak guna bangunan dapat dibebani hak tanggungan untuk
menjamin pelunasan suatu hutang. Karena sifatnya yang istimewa, untuk dapat
dibebani hak tanggungan, suatu benda harus ditunjuk oleh suatu Undang-Undang
sebagai objek hak tanggungan yaitu UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
atas Tanah beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah. Dalam UndangUndang tersebut kekhawatiran dan keberadaan hak tanggungan ditentukan oleh
adanya piutang yang dijamin pelunasannya.4
Secara substansi banyak hal yang diatur dalam UUHT tersebut, salah satu hal
yang menarik dan menjadi pokok bahasan dalam tulisan ini yaitu dilembagakannya
penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT), sebagaimana
tersebut dalam Pasal 15 UUHT , yaitu:
(1) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan wajib dibuat dengan akta
notaris atau akta PPAT dan memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain daripada
membebankan Hak Tanggungan ;
b. tidak memuat kuasa substitusi ;
c. mencantumkan secara jelas obyek Hak Tanggungan, jumlah utang dan
nama serta identitas krediturnya, nama dan identitas debitur apabila
debitur bukan pemilik Hak Tanggungan.
(2) Kuasa Untuk Membebankan Hak Tanggungan tidak dapat ditarik
kembali atau tidak dapat berakhir oleh sebab apapun juga kecuali karena
kuasa tersebut telah dilaksanakan atau karena telah habis jangka waktunya
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) ;
4
Effendi Perangin, 1991, Praktek Penggunaan Tanah sebagai Jaminan Kredit, Jakarta, Rajawali,
hlm, 1-2.
Universitas Sumatera Utara
18
(3) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atas tanah
yang sudah terdaftar wajib diikuti dengan penggunaan Akta Pemberian
Hak Tanggungan selambat-lambatnya 1 ( satu ) bulan sesudah diberikan;
(4) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atas tanah
yang belum terdaftar wajib diikuti dengan penggunaan Akta Pemberian
Hak Tanggungan selambat-lambatnya 3 ( tiga ) bulan sesudah diberikan;
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) tidak
berlaku dalam hal Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan diberikan
untuk menjamin kredit tertentu yang ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku ;
(6) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang tidak diikuti
dengan penggunaan Akta Pemberian Hak Tanggungan dalam waktu yang
ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan atau ayat (4), atau
waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) batal demi
hukum.
Namun dalam rangka pelaksanaan pembangunan dan membantu kepentingan
golongan ekonomi lemah, Pemerintah melakukan intervensi dengan dikeluarkannya
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4
Tahun 1996 tanggal 8 Mei 1996 tentang Penetapan Batas Waktu Penggunaan Surat
Kuasa Membebankan Hak Tanggungan untuk Menjamin Pelunasan Kredit-Kredit
Tertentu, dimana dalam Pasal 1 disebutkan :
Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang diberikan untuk menjamin
pelunasan jenis-jenis Kredit Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia No.26/24/KEP/Dir tanggal 29 Mei 1993
tersebut dibawah ini berlaku sampai saat ini berakhirnya masa berlakunya
perjanjian pokok yang bersangkutan :
1. Kredit yang diberikan kepada nasabah usaha kecil, yang meliputi :
a. Kredit kepada Koperasi Unit Desa;
b. Kredit Usaha Tani;
c. Kredit kepada Koperasi Primer untuk Anggotanya.
2. Kredit Pemilikan Rumah yang diadakan untuk pengadaan perumahan,
yaitu :
a. Kredit yang diberikan untuk membiayai pemilikan rumah inti, rumah
sederhana atau rumah susun dengan luas tanah maksimum 200 m2
Universitas Sumatera Utara
19
(dua ratus meter persegi) dan luas bangunan tidak lebih dari 70 m2
(tujuh puluh meter persegi);
b. Kredit yang diberikan untuk pemilikan Kapling Siap Bangun (KSB)
dengan luas tanah 54 m2 (lima puluh empat meter persegi) sampai
dengan 72 m2 (tujuh puluh dua meter persegi) dan kredit yang
diberikan untuk membiayai bangunannya;
c. Kredit yang diberikan untuk perbaikan/pemugaran rumah sebagaimana
dimaksud huruf a dan b;.
3. Kredit produktif lain yang diberikan oleh Bank Umum dan Bank
Perkreditan Rakyat dengan plafond kredit tidak melebihi
Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), antara lain :
a. Kredit Umum Pedesaan (BRI);
b. Kredit Kelayakan Usaha (yang disalurkan oleh Bank Pemerintah);
Menurut ketentuan dari Pasal 1 angka 2 tersebut diatas khususnya terhadap
Kredit Pemilikan Rumah sederhana, tidak ada pembatasan waktu berlakunya Surat
Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) dalam artian jangka waktu Surat
Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) tersebut dikecualikan.
Selain daripada ketentuan didalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala
BPN Nomor 4 Tahun 1996 tersebut tentang Kredit Pemilikan Rumah Sederhana yang
tidak harus diikat dengan hak tanggungan, juga diatur didalam :
1. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 26/24/KEP/DIR tanggal 28 Mei
1993, Sebagaimana telah diubah dengan Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia No. 30/4/KEP/DIR tanggal 4 April 1997 tentang Pemberian Kredit
Usaha Kecil, dan diubah lagi dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia
No. 30/55/KEP/DIR tanggal 8 Agustus 1997 tentang Pemberian Kredit Usaha
Kecil Untuk Mendukung Program Kemitraan Terpadu dan Pengembangan
Universitas Sumatera Utara
20
Koperasi dan terakhir diubah dengan Peraturan Bank Indonesia nomor
3/2/PBI/2001 tanggal 4 Januari 2001 tentang Pemberian Kredit Usaha Kecil.
2. Pasal 43 ayat (4) UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman.
Dengan membuat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT),
berarti pemberi hak tanggungan tidak melakukan sendiri dalam pembebanan hak
tanggungan yang ditandatangani dengan menandatangani Akta Pemberian Hak
Tanggungan tetapi memberi kuasa kepada kreditur sebagai penerima hak tanggungan
untuk sewaktu-waktu membebankan hak tanggungan sesuai kehendak bank.
Kebiasaan pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) yang
tidak segera diikuti pembebanan hak tanggungan tidak memberi keamanan bagi
kreditur karena dengan membuat SKMHT berarti hak tanggungan belum lahir
sehingga kreditur belum memiliki hak preferent (hak istimewa bagi penagih sebagai
orang yang memiliki piutang atau hak yang didahulukan)5 terhadap jaminan tersebut.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian dengan
judul
“PELAKSANAAN
DENGAN
PENGIKATAN
KREDIT
SURAT
PEMILIKAN
KUASA
RUMAH
SEDERHANA
MEMBEBANKAN
HAK
TANGGUNGAN (SKMHT), DITINJAU DARI PMNA/KEPALA BPN NOMOR 4
TAHUN 1996”.
5
Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hlm. 156.
Universitas Sumatera Utara
21
B. Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan
dibahas dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pelaksanaan kredit pemilikan rumah sederhana dengan pengikatan
Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) ditinjau dari
PMNA/Kepala BPN Nomor 4 Tahun 1996 ?
2. Bagaimanakah fungsi dan kedudukan Surat Kuasa Membebankan Hak
Tanggungan (SKMHT) terkait dengan pemberian fasilitas Kredit Pemilikan
Rumah Sederhana ?
3. Bagaimanakah perlindungan hukum bagi pihak bank dalam hal debitur
wanprestasi, dan bank hanya sebagai pemegang Surat Kuasa Membebankan Hak
Tanggungan (SKMHT) ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut diatas, maka yang menjadi tujuan
penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pelaksanaan kredit pemilikan rumah sederhana dengan
pengikatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) ditinjau dari
PMNA/Kepala BPN Nomor 4 Tahun 1996.
2. Untuk mengetahui fungsi dan kedudukan Surat Kuasa Membebankan Hak
Tanggungan (SKMHT) terkait dengan pemberian fasilitas kredit pemilikan rumah
sederhana.
Universitas Sumatera Utara
22
3. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi pihak bank dalam hal debitur
wanprestasi, dan bank hanya sebagai pemegang Surat Kuasa Membebankan Hak
Tanggungan (SKMHT).
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Secara teoritis.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi masyarakat
mengenai perkembangan ilmu hukum khususnya Hukum Pertanahan dan Hukum
Jaminan yang berhubungan dengan pengaturan-pengaturan mengenai Surat Kuasa
Membebankan Hak Tanggungan khususnya yang termuat dalam Pasal 15 ayat (1)
Undang-Undang Hak Tanggungan dan dalam PMNA/Kepala BPN Nomor 4
Tahun 1996 Tentang Penetapan Batas Waktu Penggunaan Surat Kuasa
Membebankan Hak Tanggungan Untuk Menjamin Pelunasan Kredit-Kredit
Tertentu.
2. Secara praktis.
Penelitian ini dapat memberikan pemahaman dan gambaran yang jelas kepada
masyarakat mengenai jangka waktu Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan
(SKMHT) dalam hal pemberian fasilitas Kredit Pemilikan Rumah Sederhana,
agar masyarakat paham apa yang menjadi hak dan kewajibannya serta
memberikan gambaran upaya-upaya apa saja yang harus dilakukan oleh pihak
Universitas Sumatera Utara
23
bank sebagai pemberi kredit dalam hal debitur penerima kredit tidak dapat
memenuhi kewajibannya (wanprestasi), sedangkan bank pemberi kredit hanya
sebagai pemegang Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT).
E. Keaslian Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa berdasarkan informasi
dan dari penelusuran di Kepustakaan Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera
Utara, bahwa penelitian dengan judul “PELAKSANAAN KREDIT PEMILIKAN
RUMAH
SEDERHANA
MEMBEBANKAN
HAK
DENGAN
PENGIKATAN
TANGGUNGAN (SKMHT)
SURAT
DITINJAU
KUASA
DARI
PMNA/KEPALA BPN NOMOR 4 TAHUN 1996”, belum pernah dilakukan.
Pernah ada penelitian sebelumnya terkait dengan Perjanjian Kredit yang
dibebankan dengan Hak Tanggungan, yang dilakukan oleh :
1. Kiki Riarahma, Mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan,
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, pada tahun 2006, dengan judul
“Fungsi dan Kedudukan Surat Kuasa Membebankan Hal Tanggungan dalam
Perjanjian Kredit” (studi penelitian di PT. Bank Bukopin Cabang Medan), dengan
beberapa permasalahan yang diteliti yaitu bagaimanakah fungsi dan kedudukan
Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dan dalam perjanjian kredit setelah
berlakunya Undang-Undang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996, adakah
hambatan-hambatan dalam pelaksanaan membuat
Akta Pemberian Hak
Universitas Sumatera Utara
24
Tanggungan sesudah dibuat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dalam
praktek perbankan dan bagaimanakah jika terjadi kredit macet sebelum jangka
waktu Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan berakhir.
2. Redy Mulya Thomson Aritonang, Mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister
Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, pada tahun 2004,
dengan judul “Aspek Hukum Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dalam
pemberian kredit oleh bank” (studi penelitian pada PT. Bank Rakyat Indonesia
Cabang Iskandar Muda Medan), dengan beberapa permasalahan yang diteliti
yaitu bagaimanakah pelaksanaan penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak
Tanggungan dalam praktek perbankan, adakah hambatan-hambatan dalam
penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan menjadi Akta
Pemberian Hak Tanggungan dalam praktek perbankan dan bagaimanakah upayaupaya mengatasi hambatan jika terjadi terhadap penggunaan Surat Kuasa
Membebankan Hak Tanggungan menjadi Akta Pemberian Hak Tanggungan
dalam praktek perbankan.
Namun jika dihadapkan penelitian yang telah dilakukan tersebut dengan
penelitian ini, maka ada perbedaan materi dan pembahasan yang dilakukan. Dengan
demikian
maka
penelitian
ini
dapat
dijamin
keasliannya
dan
dapat
dipertanggungjawabkan secara akademis berdasarkan nilai-nilai objektifitas dan
kejujuran.
Universitas Sumatera Utara
25
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Menurut Soerjono Soekanto,
teori6 adalah suatu sistim yang berisikan
proposisi-proposisi yang telah diuji kebenarannya untuk menjelaskan aneka macam
gejala sosial yang dihadapinya dan memberikan pengarahan pada aktifitas penelitian
yang dijalankan serta memberikan taraf pemahaman tertentu.
Fred N. Kerlinger dalam bukunya Foundation of Behavioral Research
menjelaskan teori7 : “Suatu teori adalah seperangkat konsep, batasan dan proposisi
yang menyajikan suatu pandangan sistematis tentang fenomena dengan merinci
hubungan antarvariabel dengan tujuan menjelaskan dan memprediksi gejala
tersebut”.
Pendapat Gorys Keraf tentang definisi teori adalah8 : “Asas-asas umum dan
abstrak yang diterima secara ilmiah dan sekurang-kurangnya dapat dipercaya untuk
menerangkan fenomena-fenomena yang ada”.
Dari pendapat diatas, bisa ditarik kesimpulan bahwa yang namanya teori
adalah suatu penjelasan yang berupaya untuk menyederhanakan pemahaman
mengenai suatu fenomena atau teori juga merupakan simpulan dari rangkaian
berbagai fenomena menjadi sebuah penjelasan yang sifatnya umum, yang berguna
6
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2008, hlm.6.
Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan
Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hlm. 133.
8
Ibid,. hlm. 134.
7
Universitas Sumatera Utara
26
untuk mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji
kebenarannya.
Menurut M. Solly Lubis, Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau
butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai sesuatu kasus atau permasalah (problem)
yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.9 Sehubungan dengan itu dalam
meneliti tentang pelaksanaan Kredit Pemilikian Rumah Sederhana dengan pengikatan
Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, teori yang digunakan sebagai pisau
analisis adalah Teori Kepastian Hukum, yakni teori yang menjelaskan bahwa suatu
perjanjian kredit pemilikan rumah sederhana yang diikat dengan Surat Kuasa
Membebankan Hak Tanggungan mempunyai kekuatan hukum yang pasti dengan
segala akibatnya dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum.
Tugas kaidah-kaidah hukum adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum.
Dengan adanya pemahaman kaidah-kaidah hukum tersebut, masyarakat sungguhsungguh menyadari bahwa kehidupan bersama akan tertib apabila terwujud kepastian
dalam hubungan antara sesama manusia.10
Kepastian hukum merupakan perlindungan yustiabel terhadap tindakan
sewenang-wenang, yang berarti seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang
diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat mengharapkan adanya kepastian
9
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV. Mandar Maju, Bandung, 1994, hlm. 80.
Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1995, hlm. 49-50.
10
Universitas Sumatera Utara
27
hukum, karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum
bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan ketertiban masyarakat.11
Menurut Radbruch dalam Theo Huijbers:12
Hubungan antara keadilan dan kepastian hukum perlu diperhatikan. Oleh
sebab kepastian hukum harus dijaga demi keamanan dalam negara, maka
hukum positif selalu harus ditaati, pun pula kalau isinya kurang adil, atau juga
kurang sesuai dengan tujuan hukum. Tetapi terdapat kekecualian, yakni
bilamana pertentangan antara isi tata hukum dan keadilan menjadi begitu
besar, sehingga tata hukum itu nampak tidak adil pada saat itu tata hukum itu
boleh dilepaskan.
Selanjutnya Sudikno Mertokusumo menyatakan:13
Tanpa kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya dan
akhirnya timbul keresahan. Tetapi terlalu menitikberatkan kepada kepastian
hukum, terlalu ketat mentaati peraturan hukum akibatnya kaku dan akan
menimbulkan rasa tidak adil. Apapun yang terjadi peraturannya adalah
demikian dan harus ditaati atau dilaksanakan. Undang-Undang itu sering
terasa kejam apabila dilaksanakan secara ketat “lex dura, set tamen scripta”
(Undang-Undang itu kejam, tetapi demikianlah bunyinya).
Menurut Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata : “suatu
perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang lainnya atau lebih”.
Berdasarkan pengertian diatas dapat diartikan hubungan antara perikatan
dengan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan, sebab
perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan selain undang-
11
Sudikno Mertoskusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1988, hlm.
12
Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Kanisius, Jakarta, 1982, hlm. 163.
Sudikno Mertoskusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Op.Cit., hlm. 136.
58.
13
Universitas Sumatera Utara
28
undang. Jadi perikatan merupakan suatu pengertian yang abstrak, sedangkan
perjanjian adalah suatu peristiwa hukum yang kongkrit.14
Para sarjana hukum perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi
perjanjian yang terdapat didalam ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata adalah tidak lengkap dan pula terlalu luas. Karena hanya mengenai
perjanjian sepihak saja, tetapi mencakup sampai kepada lapangan hukum keluarga,
seperti janji kawin yang merupakan perjanjian juga, namun memiliki sifat yang
berbeda dengan perjanjian yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Buku Ke-III kriterianya dapat dinilai secara materiil atau uang.15
Dari pengertian perjanjian yang telah dikemukakan diatas, agar suatu
perjanjian mempunyai kekuatan maka harus dipenuhi syarat sahnya perjanjian
sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, yaitu :
1) Syarat Subyektif, syarat ini apabila dilanggar maka perjanjian dapat dibatalkan
yang meliputi :
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
2) Syarat Obyektif, syarat ini apabila dilanggar maka perjanjian tersebut menjadi
batal demi hukum yang meliputi :
a. Suatu hal (obyek) tertentu.
14
Subekti, Pokok Pokok Hukum Perdata, Internusa, Jakarta, 1985, hlm. 122.
Mariam Darus Badrulzaman et al., Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung,
2001, hlm. 65.
15
Universitas Sumatera Utara
29
b. Sebab yang halal.
Kesepakatan diantara para pihak diatur dalam Pasal 1321-1328 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata dan kecakapan dalam rangka tindakan pribadi orang
perorangan diatur dalam Pasal 1329-1331 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Syarat tersebut merupakan syarat subyektif yaitu syarat mengenai subyek hukum atau
orangnya. Apabila syarat subyektif tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut dapat
dibatalkan.Sedangkan syarat obyektif diatur dalam Pasal 1332-1334 Kitab UndangUndang Hukum Perdata mengenai keharusan adanya suatu obyek dalam perjanjian
dan Pasal 1335-1337 mengatur mengenai kewajiban adanya suatu causa yang halal
dalam setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak . Syarat tersebut merupakan
syarat obyektif, apabila tidak dipenuhi maka perjanjian batal demi hukum.
Dalam hukum perjanjian terdapat beberapa asas penting yang perlu diketahui,
antara lain :
1) Asas Kebebasan Berkontrak.
Pasal 1320 angka 4 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberikan
hak kepada para pihak yang membuat dan mengadakan perjanjian
diperbolehkan untuk menyusun dan membuat kesepakatan apa saja
dengan siapa saja, selama dan sepanjang tidak bertentangan dengan
undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Sebagaimana diatur
dalam Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Universitas Sumatera Utara
30
2) Asas Konsensualitas.
Dengan sistem terbuka yang dianut Buku Ke-III Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, hukum perjanjian memberikan kesempatan seluasluasnya kepada para pihak untuk membuat perjanjian yang akan mengikat
mereka sebagai undang-undang, selama dan sepanjang dapat dicapai
kesepakatan oleh para pihak dan dilaksanakan dengan itikad baik,
sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata. Walaupun demikian, untuk menjaga kepentingan debitur (yang
berkewajiban untuk memenuhi prestasi) maka diadakanlah bentuk-bentuk
formalitas atau dipersyaratkan adanya suatu tindakan tertentu. Ketentuan
mengenai ini dapat ditemui dalam rumusan pasal 1320 Kitab UndangUndang Hukum Perdata.
3) Asas Kekuatan Mengikat.
Baik dalam sistem terbuka yang dianut oleh hukum kontrak ataupun bagi
prinsip kekuatan mengikat, kita dapat merujuk pada Pasal 1374 ayat 1 atau
Pasal 1338 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dimana semua
persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya. Kemudian didalam Pasal 1339 Kitab UndangUndang Hukum Perdata juga dimasukkan prinsip kekuatan mengikat ini.
Adagium pacta sunt servanda diakui sebagai aturan yang menetapkan
bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah, mengingat kekuatan
Universitas Sumatera Utara
31
hukum yang terkandung didalamnya, dimaksudkan untuk dilaksanakan
dan pada akhirnya dapat dipaksakan penaatannya.16 Atau dengan kata lain
asas pacta sunt servanda itu adalah perjanjian yang dibuat secara sah oleh
para
pihak
berlaku
sebagai
undang-undang
bagi
mereka
yang
membuatnya.
2. Konsepsi
Konsep berasal dari Bahasa Latin, conceptus yang memiliki arti sebagai suatu
kegiatan atau proses berfikir, daya berfikir khususnya penalaran dan pertimbangan.17
Konsepsi merupakan salah satu bagian terpenting dari teori konsepsi yang
diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang
konkrit yang disebut dengan operational definition18. Pentingnya definisi operasional
tersebut adalah untuk menghindari perbedaan pengertian atau penafsiran mendua
(dubius), dari suatu istilah yang dipakai.19 Oleh karena itu untuk menjawab
permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar
diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, sebagai
berikut :
16
Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan,
Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009, hlm. 31.
17
Komaruddin dan Yooke Tjuparmah Komaruddin, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, Bumi
Aksara, Jakarta, 2000, hlm. 122.
18
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para
Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, hlm. 10.
19
Tan Kamelo, “Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan
dan Perjanjian di Sumatera Utara”, Disertasi, Medan, PPs-USU, 2002, hlm. 35.
Universitas Sumatera Utara
32
a. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.20
b. Rumah Sederhana adalah rumah yang tidak bersusun dengan luas bangunan tidak
lebih dari 70 m2, yang dibangun diatas tanah dengan luas kaveling tidak lebih dari
200 m2.
c. Perjanjian Kredit adalah persetujuan dan atau kesepakatan yang dibuat bersama
antara bank dengan debitur atas sejumlah kredit.21
d. Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah kredit yang diberikan oleh bank kepada
debitur untuk digunakan membeli rumah dan/atau berikut tanah guna dimiliki dan
dihuni atau dipergunakan sendiri.
e. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.22
f. Hukum Jaminan menurut Rachmadi Usman adalah ketentuan hukum yang
mengatur hubungan hukum antara pemberi jaminan (debitur) dan penerima
20
Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang
Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
21
Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Cet. Ke-3, Citra Aditya Bakti, 2003,
Bandung, hlm. 385.
22
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang
Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Universitas Sumatera Utara
33
jaminan (kreditur) sebagai akibat pembebanan suatu utang tertentu (kredit)
dengan suatu jaminan (benda atau orang tertentu).23
Sementara Salim HS memberikan perumusan Hukum Jaminan adalah
keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan antara pemberi
dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk
mendapatkan fasilitas kredit.24
e. Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank
dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip
Syariah.25
f. Hak Tanggungan adalah hak jaminan untuk menjamin utang seorang debitur yang
memberikan hak utama kepada seorang kreditur tertentu, yaitu pemegang hak
jaminan itu untuk didahulukan terhadap kredit-kreditur lain apabila debitur cidera
janji.26
g. Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah,
yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan
pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak
berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk
23
24
Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm.1-2.
Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004,
hlm. 6.
25
Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang
Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
26
Sutan Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan Asas-Asas Ketentuan-Ketentuan Pokok dan Masalah
Yang Dihadapi oleh Perbankan (Suatu Kajian Mengenai Undang-Undang Hak Tanggungan), Alumni,
Bandung, 1999, hlm.4-5
Universitas Sumatera Utara
34
pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.27
h. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) adalah surat kuasa yang
diberikan pemberi Hak Tanggungan (pemilik benda jaminan) kepada kreditur
sebagai penerima Hak Tanggungan untuk membebankan Hak Tanggungan atas
objek Hak Tanggungan.28
i. Ingkar janji (wanprestasi)
Wujud dari tidak memenuhi perikatan itu ada 3 (tiga) macam, yaitu :
1) Debitur sama sekali tidak memenuhi perikatan,
2) Debitur terlambat memenuhi perikatan,
3) Debitur keliru atau tidak pantas memenuhi perikatan.29
G. Metode Penelitian
Istilah “metodologi” berasal dari kata “metode” yang berarti “jalan ke”,
namun demikian, menurut kebiasaan metode dirumuskan, dengan kemungkinankemungkinan, sebagai berikut30 :
1) Suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian,
2) Suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan,
3) Cara tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur.
Agar penelitian tersebut memenuhi syarat keilmuan, maka diperlukan
pedoman yang disebut metode penelitian. Metode penelitian adalah cara-cara berfikir
27
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah
Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.
28
Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Cet.Ke-3, Alfabeta, Jakarta, 2005, hlm.
179.
29
Mariam Darus Badrulzaman et al., Kompilasi Hukum Perikatan, op. cit, hlm.18-19.
30
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, op. cit, hlm. 5.
Universitas Sumatera Utara
35
dan berbuat, yaitu dipersiapkan dengan baik-baik untuk mengadakan penelitian dan
untuk mencapai suatu tujuan penelitian31.
Penulisan sebagai salah satu jenis karya tulis ilmiah membutuhkan data-data
yang mempunyai nilai kebenaran yang dapat dipercaya. Untuk memperoleh data-data
sebagaimana yang dimaksud maka dilakukan suatu metode tertentu, karena setiap
cabang ilmu pengetahuan mempunyai metode penulisan tersendiri.
Maka dalam tulisan hukum secara otomatis metode yang dipakai adalah
metode penulisan hukum. Metode penulisan ini merupakan pedoman atau petunjuk
dalam mempelajari, menganalisa, memahami serta menemukan penyelesaian bagi
permasalahan yang dihadapai.
Adapun metode yang dipergunakan dalam penelitian ini antara lain :
1. Spesifikasi Penelitian
Penelitian ini memiliki sifat deskriptif analitis, maksudnya suatu penelitian
yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisis hukum baik dalam
bentuk teori maupun praktek dari hasil penelitian dilapangan32. Sehingga penelitian
ini dapat memberikan gambaran tentang Pelaksanaan Kredit Pemilikan Rumah
Sederhana dengan pengikatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan
(SKMHT) diuji petikkan lewat PMNA/Kepala BPN Nomor 4 Tahun 1996, berikut
segala permasalahan yang akan timbul. Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan
peraturan perundang-undangan.
31
32
Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Alumni, Bandung, 1986, hlm.15-16.
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hlm. 63.
Universitas Sumatera Utara
36
2. Metode Pendekatan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum
normatif atau yuridis normatif, yakni penelitian hukum yang meletakkan hukum
sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah
mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundangan, putusan pengadilan,
perjanjian serta doktrin (ajaran)33.
Penelitian hukum normatif selalu mengambil isu dari hukum sebagai sistem
norma yang digunakan untuk memberikan “justifikasi” preskriptif tentang suatu
peristiwa hukum, sehingga penelitian hukum normatif menjadikan sistem norma
sebagai pusat kajiannya. Sistem norma dalam arti yang sederhana adalah sistem
kaidah atau aturan, sehingga penelitian hukum normatif adalah penelitian yang
mempunyai objek kajian tentang kaidah atau aturan hukum sebagai suatu bangunan
sistem yang terkait dengan suatu peristiwa hukum.
Jadi penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk memberikan argumentasi
hukum tentang pelaksanaan kredit Pemilikan Rumah Sederhana dengan pengikatan
Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan
(SKMHT) yang ditinjau dari
PMNA/Kepala BPN Nomor 4 Tahun 1996 tentang penetapan batas waktu
penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan untuk mnjamin pelunasan
kredit-kredit tertentu.
33
Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan
Empiris, op. cit. hlm.34.
Universitas Sumatera Utara
37
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan yang didukung
dengan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan (library research) yaitu
menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data
sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan
hukum tertier.34
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, antara lain :
1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria.
4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas
Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.
5) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 4 Tahun 1996 tentang Penetapan Batas Waktu Penggunaan Surat
Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Untuk Menjamin Pelunasan
Kredit-Kredit Tertentu.
6) Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 10 Tahun 2010
tentang Pengadaan Perumahan Melalui Kredit/Pembiayaan Pemilikan
34
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
Rajawali Press, Jakarta, 1995, hlm. 39.
Universitas Sumatera Utara
38
Rumah Sejahtera Dengan Dukungan Bantuan Fasilitas Likuiditas
Pembiayaan Perumahan.
7) Surat Edaran atau peraturan-peraturan Bank Indonesia dan peraturan
lainnya yang terkait dengan Kredit Pemilikan Rumah Sederhana.
b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer, seperti : hasil-hasil penelitian dan karya
ilmiah dari kalangan hukum, yang terkait dengan masalah penelitian.
c. Bahan tertier adalah bahan pendukung diluar bidang hukum seperti kamus
ensiklopedia atau majalah yang terkait dengan masalah penelitian.
4. Alat Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara :
a. Studi Dokumen yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan
kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder dan bahan hukum tertier, berupa dokumen-dokumen maupun
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang tekait dengan pelaksanaan
kredit pemilikan rumah sederhana dengan pembebanan Surat Kuasa
Membebankan Hak Tanggungan.
b. Wawancara (interview) adalah sekumpulan pertanyaan (tersusun dan bebas)
yang diajukan dalam situasi atau keadaan tatap muka atau langsung
berhadapan dan catatan lapangan diperlukan untuk menginventarisir hal-hal
Universitas Sumatera Utara
39
baru yang terdapat dilapangan yang ada kaitannya dengan daftar pertanyaan
yang sudah dipersiapkan35, antara lain dengan :
1) Legal Staff dan Bagian Kredit Bank BTN Medan.
2) Pegawai Badan Pertanahan Nasional Kota Medan
3) Notaris/PPAT Kota Medan/sekitarnya.
5. Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data
kualitatif, yaitu data yang diperoleh disusun secara sistematis kemudian dianalisis
secara kualitatif agar dapat diperoleh kejelasan masalah yang akan dibahas.
Pengertian analisis disini dimaksudkan sebagai suatu penjelasan dan
penginterpretasian secara logis dan sistematis. Logis sistematis menunjukkan cara
berfikir deduktif dan mengikuti tata tertib dalam penulisan laporan penelitian ilmiah.
Setelah analisis data selesai maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif, yaitu
dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan
yang diteliti.36 Dari hasil tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan yang
merupakan jawaban atas permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.
35
36
J. Supranto, Metode Riset, Rineka Cipta, Jakarta, 1997, hlm. 83.
H.B. Sutopo, Metodologi Penelitian Hukum Kualitatif, Bagian II, UNS Press, Surabaya, 1998,
hlm. 37.
Universitas Sumatera Utara
Download