KONDISI TERMAL RUANG PADA BANGUNAN TINGGI THERMAL CONDITION OF ROOM ON TALL BUILDING Benedictus Biatma Syanjayanta, Victor Sampebulu, Baharuddin Hamzah Fakultas Teknik Arsitektur, Universitas Hasanuddin Makassar Alamat Korespodensi: Fakultas Teknik Arsitektur Universitas Musamus Merauke – Papua Hp. 081248502424 – 08124877943 Email: [email protected] ABSTRAK Salah satu faktor yang bisa mempengaruhi kondisi suhu ruang adalah dinding, termasuk semua bagian yang menjadi elemen penyusun dinding tersebut. Tujuan penelitian ini adalah (1) Menguji kondisi termal ruang pada bangunan tinggi (2) Mencari perbedaan temperatur dan kelembaban antara daerah sebelah timur dan daerah sebelah barat ruang, (3) Mencari perbedaan posisi lantai ruang terhadap kondisi temperatur ruang , kelembaban ruang dan kecepatan angin. Penelitian ini dilakukan pada gedung IT trade center (ITTC) di kota Makassar dalam ruang lantai 9 dan lantai 4, dengan cara mengukur suhu, kelembaban serta kecepatan angin pada luar ruang, dan secara bersamaan dilakukan pengukuran serupa pada masing-masing ruang uji dalam bangunan dengan 3 titik pengukuran masing-masing ruang. Data pengukuran diambil setiap jam dari jam 08.00 s/d 18.00 selama 1 minggu dalam keadaan cuaca panas. Data ini kemudian diolah dengan perhitungan uji-t test paired samples test. Hasil penelitian ini adalah (1) Kondisi termal dalam ruang pada jarak 1 – 2 meter dari dinding relatif tinggi dan Pada posisi tengah ruangan, bisa tercapai kondisi termal yang nyaman. (2) Pada sisi timur pada masing-masing ruang temperaturnya lebih tinggi dari pada sisi barat. (3) Kondisi termal pada lantai 9 cenderung lebih tinggi temperaturnya dari pada lantai 4, baik itu pada tengah ruangan maupun pada sisi-sisi dekat dinding Adapun faktor yang mempengaruhi adalah intensitas sinar matahari, kecepatan angin dan bayangan dari bangunan itu sendiri. Kata Kunci: Kondisi termal ruang, material ACP, Suhu dan kelembaban ABSTRACT One of the factors that can affect the temperature of the room is a wall, including all parts of the elements making up the wall. The purpose of this study was (1) Testing the thermal conditions in the tall buildingof room (2) Finding differences in temperature and humidity between the east and the west side of room, (3) Finding the different positions of floor space to the condition of room temperature, room humidity and wind speed. The research was done at the IT trade center building (ITTC) in the city of Makassar in the room on the 9th floor and the 4th floor, by measuring temperature, humidity and wind speeds in outer room, and simultaneously in doing similar measurements on each test room in building with 3 measurement points of each room. Data measurements were taken every hour from 08.00 hours s / d 18:00 for 1 week in hot weather conditions. This data is then processed by calculating t-test paired samples test. The results of this study were (1) the thermal conditions in space at a distance of 1-2 feet from the wall is relatively high and the position of the room, can be achieved thermally comfortable conditions. (2) On the east side of each chamber temperature is higher than the west side. (3) the thermal conditions on the 9th floor of the temperature tends to be higher than on the 4th floor, whether it's in the middle of the room and on the sides of the wall The factors that affect the intensity of the sun, the wind speed and the shadow of the building itself. Keywords: thermal conditions of space, material ACP, temperature and humidity PENDAHULUAN Masalah utama kondisi ruang dalam bangunan di makassar adalah tingginya temperatur pada siang hari, dan temperatur tersebut masih relatif tinggi pada malam hari, meskipun pada saat itu, temperatur udara luar relatif rendah. Makassar terletak pada 119 0 24’ 17’ 38’’ BT, dan 5 0 8’ 6’ 19’’ LS merupakan daerah tropis lembab, dengan kelembaban yang tertinggi adalah 90% dengan suhu udara mencapai 32.8 0C (BMKG Makasar, 2012). Adanya temperatur yang relatif tinggi dan kelembaban yang tinggi, makassar sering dikatakan kota yang panas dan tidak nyaman. Untuk menyelenggarakan aktivitasnya di dalam ruang agar terlaksana secara baik, manusia memerlukan kondisi fisik tertentu di sekitarnya yang dianggap nyaman. Salah satu persyaratan kondisi fisik yang nyaman adalah suhu nyaman, yaitu satu kondisi termal udara di dalam ruang yang tidak mengganggu tubuhnya (Rilatupa, 2008).Suhu ruang yang terlalu rendah akan mengakibatkan kedinginan atau menggigil, sehingga kemampuan beraktivitas menurun. Sementara itu, suhu ruang yang tinggi akan mengakibatkan kepanasan dan tubuh berkeringat, sehingga mengganggu aktivitas juga. Dapat dikatakan kondisi kerja akan menurun atau tidak maksimum pada kondisi udara yang tidak nyaman. Menurut Olygay (1963), tingkat produktivitas dan kesehatan manusia sangat dipengrauhi oleh kondisi iklim setempat. Apabila kondisi iklim sesuai dengan kebutuhan fisik manusia, maka tingkat produktivitas dapat mencapai titik maksimum. Demikian pula halnya dengan tingkat kesehatan akan mencapai optimal apabila kondisi iklim juga mendukung pencapaian tersebut. Salah satu faktor yang bisa mempengaruhi kondisi suhu ruang adalah elemen-elemen selubung bangunan yaitu atap, dinding dan lantai yang sangat besar pengaruhnya terhadap kondisi ruang dalam bangunan. Bagian yang mempunyai variasi paling besar dalam kehadirannya adalah dinding. Dinding dalam hal ini adalah termasuk semua bagian yang menjadi elemen penyusun dinding tersebut (Subiyantoro, 2008). Mengingat karakteristik material selubung bangunan berkaitan erat dengan penyimpanan panas, isolasi terhadap panas, temperatur puncak, maka penggunaan material diharapkan bisa memenuhi kriteria thermal properties yaitu Density, Conductivity, Specific heat (Rosenlund, 2000). Kombinasi dari ketiga thermal properties material di atas menghasilkan apa yang disebut Time lag adalah: waktu maksimum yang dipergunakan oleh dinding untuk mengeluarkan panas dari permukaan luar dinding ke bagian dalam dinding. Karakteristik dari material yang lain adalah admittance, admittance adalah Thermal resistance yang berkaitan dengan reaksi terhadap heat flow dari cyclic condition, mempunyai satuan seperti U-Value (Milbank dan Harrington-Lynn, 1974, dalam noerwasito dan santosa. 2006). Material juga mempunyai thermal capacity, yakni Jumlah panas yang disimpan oleh material, kemudian melepaskannya. Decrement factor adalah perbandingan antara deviasi output panas puncak dari mean heat flow, terhadap kondisi yang sama tetapi mempunyai zero thermal mass (Szokolay, 1987). Council on Tall Buildings and Urban Habitat (Priatman, 1999), memberikan klarifikasi beberapa terminologi yang pada umumnya dipergunakan dalam konteks selubung bangunan dan dibedakan antara lain: building envelope (selubung bangunan) ialah material dan struktur yang menutup bangunan dan berfungsi sama seperti kulit pada manusia. Buiding Facade (fasade bangunan) diartikan sebagai wajah bangunan dan cladding merupakan penutup eksterior komponen struktur suatu bangunan. Demikian juga karakteristik bahan bangunan terhadap material masing-masing bahan bangunan berbeda pula. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya (Noerwasito. 2006), thermal properties yang paling berpengaruh pada kondisi panas adalah: decrement factor dan admittance. Semestinya penggunaan material selubung bangunan mempertimbangkan kenyamanan ruang dalam bangunan, dengan thermal comfort mendekati suhu nyaman optimal 22,8°C - 25,8°C dengan kelembaban 70%. Angka ini berada di bawah kondisi suhu udara di Indonesia yang dapat mencapai angka 35°C dengan kelembaban 80%. (Yayasan LPMB PU, 1993). Menurut Lippsmeir (1994) batas-batas kenyamanan untuk kondisi khatulistiwa adalah pada kisaran suhu udara 22,5ºC - 29ºC dengan kelembaban udara 20 – 50%. Selanjutnya dijelaskan bahwa nilai kenyamanan tersebut harus dipertimbangkan dengan kemungkinan kombinasi antara radiasi panas, suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan udara. Penyelesaian yang dicapai menghasilkan suhu efektif (TE). Suhu efektif ini diperoleh dengan percobaan-percobaan yang mencakup hasil pengukuran suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan angin. (1) Berangkat dari permasalahan yang diungkapkan pada uraian latar belakang, maka yang menjadi tujuan dan sasaran penelitian ini adalah: Bagaimana kondisi termal ruang pada bangunan tinggi? (2) Adakah perbedaan temperatur dan kelembaban antara daerah sebelah timur dan daerah sebelah barat ruang? (3) Adakah perbedaan posisi lantai ruang terhadap kondisi temperatur ruang , kelembaban ruang dan kecepatan angin? METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Jenis penelitian ini deskriptif dengan metode kuantitatif dan survey serta pengamatan langsung di lapangan yang memberikan gambaran terhadap obyek yang di teliti. Lokasi Penelitian Penelitian di lakukan di kota Makassar, tepatnya di jalan Urip sumoharjo yaitu gedung IT Trade Center, pada lantai 4 (empat) dan lantai 9 (Sembilan). Penelitian di lakukan secara bersamaan, dan ruang yang menjadi obyek penelitian ini adalah ruang yang di anggap bisa mewakili semua ruang, yaitu ruang yang intensitas pemakaian lebih banyak daripada ruang lain, yaitu hall. Pada ruang bagian depan berbentuk segi empat dengan ukuran ruang bagian depan adalah 10m x 17m, dan dibagian belakang adalah 5m x 9,5m dengan tinggi ruang dari muka lantai ke plafond adalah 2,75m. Pada ruangan ini material dinding bagian dalam menggunakan papan GRC dengan ketebalan 6cm, dinding bagian luar menggunakan ACP dengan ketebalan 8cm, lantai terbuat dari granit dengan ukuran 40x40cm, serta plafond terbuat dari papan gypsum. Bukaan pada ruang uji ini terdiri dari 1 (satu) modul jendela saja yaitu berukuran 1,20m x 1,30m berjumlah 12 unit pada masing-masing ruang, material rangka jendela terbuat dari bahan alumunium, pada lantai ini juga terdapat pintu dengan ukuran 0,80m x 2,25m, material rangka pintu terbuat dari alumunium. Waktu Pengukuran Penelitian di lakukan secara bersamaan selama 7 (tujuh) hari berturut-turut. Pengukuran dilakukan dalam sehari selama 11 jam dari pukul 08.00 s/d 18.00, pengambilan data ukur di ambil dengan interval 1 jam. Metode Pengukuran Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan metode kualitatif yaitu dari data-data kuantitatif yang diperoleh, dijabarkan menjadi bentuk grafik yang akan dikaji atau diperbandingkan tingkat kenyamanannya. Data-data kuantitatif melalui pengukuran langsung di lapangan meliputi pengukuran, temperatur udara kering dan kelembaban udara serta kecepatan rata-rata angin. Pengamatan lapangan dilakukan pada ruang bangunan yang arah orientasinya sama. Pengamatan dilakukan dengan: mengukur temperatur luar dan dalam ruang; mengukur lebar, tinggi dan panjang ruang; orientasi ruang; layout ruang; dan luas jendela, serta mengukur pengaruh radiasi matahari yang jatuh pada dinding bangunan. Pengukuran dilakukan di dalam dan di luar ruang selama 1 minggu. (1) Data yang yang diperoleh kemudian akan dirata-ratakan untuk mendapatkan suhu efektif pada ruang-ruang penelitian dengan menggunakan diagram suhu efektif. (2) Data rata-rata suhu udara kering dan suhu udara basah yang diperoleh berdasarkan hasil pengukuran thermo-hygrometer dianalisis dengan menggunakan diagram psikometri untuk mendapatkan kelembaban udara pada ruang penelitian. (3) Pengolahan data menggunakan analisis uji-t dan dibantu dengan program computer statistic, yaitu program SPSS. Untuk mengukur masing-masing ruang di lakukan dengan 7 titik pengukuran, yaitu pada lantai 9: 1 titik di atas atap (di luar ruangan, th-01) dan 3 titik di dalam ruangan, masing-masing ruang 1 alat dengan jarak 1 meter dari dinding sebelah timur ruang (th-02), 1 alat di tengah ruangan (th-03), dan satu alat dengan jarak 1 meter dari dinding sebelah barat (th-04). Untuk mengukur kecepatan angin di lakukan pada 2 titik pengukuran yaitu 1 titik di atas atap (di luar ruangan, ane-01) dan 1 titik di tengah ruangan (di dalam ruangan, ane-02). Kemudian pada lantai 4: 3 titik di dalam ruangan, masing-masing ruang 1 alat dengan jarak 1 meter dari dinding sebelah timur ruang (th-05), 1 alat di tengah ruangan (th-06), dan satu alat dengan jarak 1 meter dari dinding sebelah barat (th-07). Untuk mengukur kecepatan angin di lakukan pada 1 titik di tengah ruangan (di dalam ruangan, ane-03). Kemudian dilakukan uji-t yaitu paired sample test untuk mencari perbedaan suhu ekstrim antara ruang pada lantai 4 (empat) dengan ruang pada lantai 9 (sembilan), yaitu titik ukur pada posisi 1 (satu) meter dari dinding sebelah timur (th-02 dengan th-05) dan titik ukur pada posisi 1 (satu) meter dari dinding sebelah barat (th-04 dengan th-07.) Hipotesis dari penelitian temperatur ini adalah jika t hitung = t tabel maka material ACP tidak mempengaruhi suhu dalam ruang dan Ha : t hitung > t tabel maka material ACP memberi pengaruh peningkatan suhu dalam ruang. Teknik Alat Pengumpulan Data Menurut Marjuki, 1997 metode observasi yaitu metode yang dilakukan dengan pengamatan langsung, pengukuran dan pencatatan terhadap gejala atau fenomena yang diteliti. Metode dalam penelitian ini menggunakan alat-alat bantu seperti: thermohygrometer, anemometer, uv lightmeter, kamera, serta alat ukur (meteran). Selain itu metode penelitian dilakukan melalui penelusuran atau studi pustaka dari berbagai jurnal-jurnal penelitian yang relevan, artikel-artikel, dokumen dokumen, dan buku-buku teks yang berkaitan dengan kajian penelitian ini.Penggunaan alat dalam proses penelitian ini adalah: Termo-hygrometer untuk menghitung suhu dan kelembaban, Anemometer untuk mengukur kecepatan angin, Kamera, Meteran dan Alat tulis. HASIL Dari hasil analisis yang dilakukan bahwa ruang pada lantai 9 cenderung lebih tinggi temperaturnya dari pada lantai 4, baik itu pada tengah ruangan maupun pada sisi-sisi dekat dinding, juga pada sisi timur pada masing-masing ruang temperaturnya cenderung lebih tinggi dari pada sisi barat. Faktor yang mempengaruhi yaitu pada sisi timur lebih lama dalam menerima sinar matahari dari pada sisi sebelah barat sementara material ACP cepat menerima panas tapi lama dalam melepaskannya. Pada tengah ruangan bisa tercapai kenyamanan termalnya karena ruang yang cukup luas dan aliran angin yang cukup. Kemudian pada lantai 9 cenderung lebih panas karena dipengaruhi oleh lamanya terkena sinar matahari dan juga dipengaruhi oleh posisinya yang dibawah top floor, sementara pada lantai 4 panas yang dikeluarkan oleh top floor diredam oleh beberapa lantai diatasnya. Menurut Standar Tata Cara Perencanaan Teknis Konservasi Energi pada Bangunan Gedung yang diterbitkan oleh Yayasan LPMB-PU kelembaban relatif yang disyaratkan rentang antara 50% - 70%. Kelembaban efektif rata-rata yang terjadi dalam ruang hall lantai 4 gedung ITTC bisa mencapai kenyamanan pada setiap sisi yaitu 62,22% pada tengah ruangan,66,64% pada jarak 1 meter dekat dinding sisi barat dan 69,86% pada dinding sisi timur. Dan temperatur efektif rata-rata yang terjadi dalam ruang hall lantai 9 gedung ITTC adalah 64,13% pada tengah ruangan 68,69% pada sisi barat dan 71,32% pada sisi timur. Fluktuasi tertinggi terjadi pada sisi timur pada ruang hall lantai 9, tapi secara umum dapat dikemukakan bahwa sepanjang hari pada kelembaban rata-rata dalam kedua ruang cukup stabil dan masih dalam taraf batas kenyamanan. Ini membuktikan bahwa material ACP tidak terlalu banyak mengeluarkan muatan air yang menyebabakan nilai kelembaban menjadi tinggi. Pada lantai 9 sisi timur cenderung lebih tinggi nilai kelembabannya ini dipengaruhi oleh faktor dari panas atap beton yang cenderung lebih banyak mengeluarkan muatan air pada pagi hari. Apabila mengacu pada standar pergerakan udara dalam ruang yang dipersyaratkan oleh ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and Air Conditioning Engineers), yaitu mensyaratkan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kenyamanan ruang adalah kecepatan angin yaitu berkisar 0.1 – 1.5 m/s. Sementara dari hasil olah data dan analisis menyatakan bahwa temperatur yang terjadi dalam bangunan baik pada lantai 4 maupun pada lantai 9 dalam 1 minggu masih dalam batas nyaman yaitu 0,24 m/det untuk lantai 4 dan 0,42 m/det untuk lantai 9 dan kondisi angin di luar ruangan mencapai 1,41m/det. Adapun berdasarkan data grafik kecepatan angin rata-rata terjadi perbedaan yang signifikan, dimana kecepatan angin pada lantai 9 (th-02) cenderung lebih tinggi dari pada lantai 4 (th-03). Kendatipun konveksi aliran udara di luar ruangan relatif tinggi tetapi pada lantai 4 cenderung melemah, ini dipengaruhi faktor lain yaitu bangunan lain di sekitar obyek penelitian, dimana lantai 9 bebas dari faktor-faktor lain. PEMBAHASAN Temperatur ruang Dari hasil pengujian perbandingan antara posisi alat ukur th-02 (sisi timur lantai 9) terhadap th-04 (sisi barat lantai 9) didapatkan nilai mean difference 1.25000, standar deviasinya adalah 1.01172, dengan nilai t adalah 4.098 serta nilai signifikansinya 0.002, dimana nilai t hitung lebih besar dari pada nilai t tabel pada level signifikansi 5% yaitu 1.725. Kemudian antara posisi alat ukur th-05 (sisi timur lantai 4) terhadap th-07 (sisi barat lantai 4) didapatkan nilai mean difference 1.29000, standar deviasinya adalah 1.08150, standart error mean 0.32068 dengan nilai t adalah 3.956. Pada pengujian ini didapatkan nilai t hitung lebih besar dari t tabel, juga pada pengujian ini didapat nilai signifikansinya 0.003. Dari hasil pengujian ini membuktikan bahwa terjadi perbedaan yang signifikan antara temperatur udara pada daerah dinding sisi timur dengan daerah sisi barat dalam ruang lantai 9. Seperti halnya pada lantai 9, terjadi perbedaan yang signifikan antara temperatur udara pada daerah dinding sisi timur dengan daerah sisi barat dalam ruang lantai 4. Adapun faktor yang mempangaruhi adalah pada dinding sisi timur lebih lama dalam menerima sinar matahari dari pada sisi barat pada pada dinding sisi barat pada pukul 08.00 – 13.00 masih terkena bayangan dari bangunan itu sendiri. Selanjutnya hasil pengujian perbedaan temperatur antara sisi timur dalam ruang lantai 9 (th-02) terhadap sisi timur dalam ruang lantai 4 (th-05). Pada pengujian ini didapatkan nilai mean difference 0.3509, standar deviasinya adalah 0.14237 dan standart error mean 0.04293, dengan nilai t adalah 8.365. Dalam pengujian ini nilai t hitung lebih besar dari t tabel pada pada level signifikansi 5% yaitu 1.725, pada pengujian ini didapat nilai signifikansinya 0.000. Dari hasil pengujian perbedaan temperatur antara sisi timur dalam ruang lantai 9 (th-02) terhadap sisi timur dalam ruang lantai 4 (th-05), didapatkan hasil bahwa nilai t hitung lebih besar dari pada nilai t tabel, ini berarti terjadi perbedaan yang signifikan pada sisi kedua lantai tersebut. Hal ini dimungkinkan karena pada sisi timur lantai 9 cenderung lebih lama dalam menerima panas matahari dari pada sisi barat, salain itu karena karena pada lantai 9 juga mendapat pengaruh transfer panas yang datang dari top floor. Kemudian hasil pengujian perbedaan temperatur antara sisi barat dalam ruang lantai 9 (th-04) terhadap sisi barat dalam ruang lantai 4 (th-07). Pada pengujian ini didapatkan nilai mean difference 0.39909, standar deviasinya adalah 0.24068, standart error mean 0.07257, dengan nilai t adalah 5.499. Dalam pengujian ini nilai t hitung lebih besar dari t tabel pada pada level signifikansi 5% yaitu 1.725 (lihat lampiran tabel hal 140), juga pada pengujian ini didapat nilai signifikansinya 0.000, ini berarti terjadi perbedaan yang signifikan pada sisi kedua lantai tersebut. Hal ini dimungkinkan karena selain pada sisi timur lantai 9 cenderung lebih lama dalam menerima panas matahari dari pada sisi barat, juga karena karena pada lantai 9 juga mendapat pengaruh transfer panas yang datang dari top floor. Kelembaban ruang Menurut standar SNI T-14-1993-03 kadar kelembaban udara relatif paling kering dalam ruang yaitu berada pada daerah hangat nyaman pada temperatur efektif antara suhu 25,8 oC – 27,1oC dengan kelembaban berkisar 50%-70% atau rata-rata 60%. Dari data hasil pengukuran kelembaban pada kedua lantai, menunjukkan bahwa fluktuasi kelembaban udara terjadi perbedaan yang cukup signifikan. Dari hasil pengukuran ini bisa diketahui bahwa fluktuasi kelembaban udara pagi hari cenderung sudah tinggi, kemudian pada siang hari kelembaban udara cenderung turun hingga pukul 15.00, kemudian naik lagi hingga pukul 18.00. kelembaban udara dalam ruang tersebut berfluktuasi dalam taraf yang cukup tinggi hingga menjelang sore hari kelembaban udara mulai menurun, tapi masih dalam kondisi yang diatas standar kenyamanan yang diijinkan. Dari hasil pengukuran di lapangan menunjukkan perbandingan kelembaban ratarata didalam ruangan lantai 9 pada titik ukur th-02 (dinding sisi timur) berfluktuasi dikisaran 69,29% - 74,57%, pada titik ukur th-03 (tengah ruangan) berfluktuasi dikisaran 59% 68,86%, dan pada titik ukur th-04 (dinding sisi barat) berfluktuasi dikisaran 60,29% 79,29%, sementara kelembaban diluar ruangan berkisar 65,86% - 73,14%. Kemudian kelembaban rata-rata didalam ruangan lantai 4 pada titik ukur th-05 yaitu pada dinding sisi timur berfluktuasi di kisaran 67,57% - 72,71%, pada titik ukur th-06 yaitu pada tengah ruangan berfluktuasi di kisaran 57,57% - 67,71%, pada titik ukur th-07 yaitu pada dinding sisi barat berfluktuasi dikisaran 58,86% - 77%. Pada kondisi kelembaban rata-rata dalam pengukuran 1 minggu didapatkan hasil pengujian antara alat ukur pada lantai 9 titik ukur yang diletakkan pada dinding sebelah timur (th-02) dan dinding sebelah barat (th-04). Dari hasil pengujian ini didapatkan nilai mean difference 2.89545, standar deviasinya adalah 4.62109, dengan nilai t adalah 2.078, dimana nilai t hitung lebih kecil dari pada nilai t tabel pada pada level signifikansi 5% yaitu 1.725, pada pengujian ini didapat nilai signifikansinya 0.064. Ini berarti ada perbedaan yang signifikan antara kelembaban pada dinding sebelah timur dengan dinding sebelah barat, yang berarti bahwa material ACP sangat mempengaruhi kelembaban dalam ruang, karena material ACP sangat cepat menerima panas dan melepaskanya yang mengakibatkan temperatur dalam ruang menjadi tinggi, yang secara otomatis mengakibat kelembaban rendah Kemudian hasil pengujian antara alat ukur pada lantai 4 titik ukur yang diletakkan pada dinding sebelah timur (th-05) dan dinding sebelah barat (th-07). Dari hasil pengujian ini didapatkan nilai mean difference 3.48000, standar deviasinya adalah 4.32926, dengan nilai t adalah 2.666, dimana nilai t hitung lebih besar dari pada nilai t tabel pada pada level signifikansi 5% yaitu 1.725. Pada pengujian ini didapat nilai signifikansinya 0.024. ini berarti ada perbedaan yang signifikan antara kelembaban pada dinding sebelah timur dengan dinding sebelah barat. Selanjutnya hasil pengujian antara dinding sisi timur dalam ruang lantai 9 (th-02) terhadap dinding sisi timur dalam ruang lantai 4 (th-05). Dari hasil pengujian ini didapatkan nilai mean difference 1.47000, standar deviasinya adalah 0.27129, dengan nilai t adalah 17.971, dimana nilai t hitung lebih besar dari pada nilai t tabel. Pada pengujian ini didapat nilai signifikansinya 0.000. Ini berarti ada perbedaan yang signifikan antara kelembaban pada dinding sebelah timur dalam ruang lantai 9 terhadap dinding sebelah timur ruang lantai 4. Dimana kelembaban ruang lantai 9 cenderung lebih tinggi karena faktor pengaruh temperatur yang datang dari top floor. Kemudian hasil pengujian antara dinding sisi barat dalam ruang lantai 9 (th-05) terhadap dinding sisi barat dalam ruang lantai 4 (th-07).. Dari hasil pengujian ini didapatkan nilai mean difference 2.05455, standar deviasinya adalah 0.54786, dengan nilai t adalah 12.438, dimana nilai t hitung lebih besar dari pada nilai t tabel. Pada pengujian ini didapat nilai signifikansinya 0.000. Ini berarti ada perbedaan yang signifikan antara kelembaban pada dinding sebelah timur dalam ruang lantai 9 terhadap dinding sebelah timur ruang lantai 4. Dimana kelembaban ruang lantai 9 cenderung lebih tinggi karena faktor pengaruh temperatur yang datang dari top floor. Kecepatan angin Dari hasil pengukuran kecepatan angin rata-rata selama 1 minggu, fluktuasi kecepatan angin yang terjadi didalam bangunan lantai 9 sudah cukup tinggi, yaitu pada pagi hari berkisar 0.3 m/det kemudian menjelang siang naik hingga mencapai 0.51 m/det. Keadaan tersebut berjalan hingga sore hari yaitu mencapai 0.41 m/det. Kemudian pada lantai 4 fluktuasi kecepatan angin mulai pagi hingga sore hari cenderung lebih kecil dari pada yang terjadi pada lantai 9, yaitu hari berkisar 0.2 m/det – 0.29 m/det. Sementara kecepatan angin di luar bangunan relatif tinggi yaitu pada pagi hari mencapai 0.81 m/det, fluktuasi angin naik terus hingga siang hari mencapai 1.99 m/det. Kemudian menjelang sore hari kecepatan angin luar bangunan mulai turun, tetapi tetap pada kondisi yang cukup tinggi yaitu berkisar 1.14 m/det. Hasil pengujian perbedaan kecepatan angin rata-rata antara alat ukur an-01 (top floor) terhadap alat ukur an-02 (ruang lantai 9). Dari hasil pengujian ini didapatkan nilai mean difference -0.99182, standar deviasinya adalah 0.36660, dengan nilai t adalah 8.973, dimana nilai t hitung lebih besar dari pada nilai t tabel pada pada level signifikansi 5% yaitu 1.725. Pada pengujian ini didapat nilai signifikansinya 0.000. ini berarti terjadi perbedaan yang signifikan antara kecepatan angin diluar ruang terhadap kecepatan angin dalam ruang lantai 9. Kemudian pada tabel 22 (2) menunjukkan hasil pengujian perbedaan kecepatan angin rata-rata antara alat ukur an-01 (top floor) terhadap alat ukur an-03 (ruang lantai 4). Dari hasil pengujian ini didapatkan nilai mean difference 1.16727, standar deviasinya adalah 0.41294, dengan nilai t adalah 9.375, dimana nilai t hitung lebih besar dari pada nilai t tabel pada pada level signifikansi 5% yaitu 1.725. Pada pengujian ini didapat nilai signifikansinya 0.000. ini berarti terjadi perbedaan yang signifikan antara kecepatan angin diluar ruang terhadap kecepatan angin dalam ruang lantai 4. Selanjutnya pada tabel 22 (3) menunjukkan hasil pengujian perbedaan kecepatan angin rata-rata antara alat ukur an-02 yang diletakkan dalam ruang lantai 9 terhadap alat ukur an-03 yang diletakkan dalam ruang lantai 4. Dari hasil pengujian ini didapatkan nilai mean difference 0.17545, standar deviasinya adalah 0.05628, dengan nilai t adalah 10.340, dimana nilai t hitung lebih besar dari pada nilai t tabel pada pada level signifikansi 5% yaitu 1.725. Pada pengujian ini didapat nilai signifikansinya 0.000. ini berarti terjadi perbedaan yang signifikan antara kecepatan angin dalam ruang lantai 9 terhadap kecepatan angin dalam ruang lantai 4. Kendatipun konveksi aliran udara di luar ruangan relatif tinggi tetapi pada lantai 4 cenderung melemah, ini dipengaruhi faktor lain yaitu bangunan lain di sekitar obyek penelitian, dimana lantai 9 bebas dari faktor-faktor lain. Dalam hal ini pada lantai 4 angin yang datang terhalangi oleh bangunan disekitarnya, sehingga kecepatannya berkurang. KESIMPULAN DAN SARAN Kondisi termal dalam ruang pada jarak 1 – 2 meter dari dinding relatif tinggi, yang disebabkan oleh transfer panas dari dinding, sehingga tidak pernah tercapai kenyamanan termalnya. Pada posisi tengah ruangan, bisa tercapai kondisi termal yang nyaman dikarenakan luasan lantai ruang yang cukup luas dimana memungkinkan untuk menampung udara, serta dipengaruhi oleh intensitas aliran angin. Pada sisi timur pada masing-masing ruang temperaturnya lebih tinggi dari pada sisi barat. Faktor yang mempengaruhi yaitu pada sisi timur lebih lama dalam menerima sinar matahari dari pada sisi sebelah barat. Sementara karakter dari material alumunium composite panel (ACP) adalah cepat menerima panas tetapi cepat dalam melepaskannya. Selain itu seperti sifat material logam pada umumnya bahwa selain cepat melepaskan panas material logam juga lama dalam menahan panas. Kondisi termal pada lantai 9 lebih tinggi temperaturnya dari pada lantai 4, baik itu pada tengah ruangan maupun pada sisi-sisi dekat dinding. Hal ini karena dipengaruhi oleh faktor sinar matahari yang mengenai dinding relatif lebih lama dan juga dipengaruhi oleh posisinya yang di bawah top floor, Selain itu pada waktu matahari dalam posisi puncak pada lantai 4 terkena oleh bayangan dari bangunan itu sendiri, sehingga temperaturnya lebih rendah. Saat ini banyak material bangunan yang telah dikembangkan tapi kurang disosialisasikan tentang kelebihan dan kekurangannya. Dari keadaan tersebut penulis menyarankan, (1)Luas bidang dinding masif dibuat minimal, dengan memperhitungkan jumlah luas bukaan yang sesuai dengan standar yang ada, (2)Kepada masyarakat dan pengembang/pelaku pembangunan perumahan perlu disosialisasikan penggunaan material dinding tentang sifat dan karakteristik material, serta pengetahuan akan keuntungan dan kelemahan material agar dapat memilih material yang tepat dalam penggunaan. Sehingga dalam merencanakan pengaturan perabotan dalam ruang maupun dalam perencanaan fungsi ruang bisa mempertimbangkan karakteristik ruang yang sesuai dengan kebutuhan termalnya. (3)Memberikan perlakuan khusus pada dinding yang terkena sinar matahari langsung dengan cara penambahan threatment pada dinding, sehingga bisa mengurangi panas yang masuk ke ruangan DAFTAR PUSTAKA ASHRAE Handbook. (1993).: Fundamentals, American Society of Heating Refrigerating and Air Conditioning Engineers, Inc.Atlanta. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. (2012). Data temperatur, kelembaban dan angin, stasiun Meteorologi Maritim Paotere, Makassar, 30 januari. Departemen Pekerjaan Umum. (1993). Standar: Tata Cara Perencanaan Teknis Konservasi Energi Pada Bangunan Gedung, Bandung: Yayasan LPMB. Hans Roselund. (2000). Climatic Design of Building using Passive Technique. Building issues No.1 vol 10 2000. LCHS Lund University. Lund Sweden. Heru Subiyantoro. (2008). Pengelolaan elemen selubung bangunan dalam konsep arsitektur keberlanjutan, Jurnal Rekayasa Perencanaan vol.4 no 2.Jimmy Priatman. 1999. Tradisi Dan Inovasi Material Fasade Bangunan Tinggi. Dimensi Teknik Arsitektur Vol. 27, No. 2, Desember 1999: 65 - 73 Lippsmeir, G. (1994). Bangunan Tropis, Erlangga, Jakarta. Marjuki. (1995). Metodologi Riset, BPFEE, UII.PT. Hanindita, Yogyakarta Olygay, V. (1963). Design with Climate: Bioclimatic Approach to Arvhitectural Regionalism, Princenton University Press, Princenton. Rilatupa, James. (2008). Aspek Kenyamanan Termal Pada Pengkondisian Ruang Dalam, jurnal Sains dan Teknologi EMAS, Vol. 18, No. 3. Szokolay S.V. (1987). Thermal Design of Buildings. RAIA Education Division. Canberra. Noerwasito, Totok. (2006). Influence Of Usage Wall Material To Energy Efficient Into Room In Big City Of Indonesia, Proceding International seminar: The 6th International Seminar on Sustainable Environment and Architecture, 19-20 September 2005, Departemen Arsitektur ITB, Bandung. 2005. p. 75–80. Noerwasito, Totok Dan Santosa, Mas. (2006). Pengaruh Thermal Properties Material Bata Merah Dan Batako Sebagai Dinding, Terhadap Efisien Enerji Dalam Ruang Di Surabaya, Dimensi Teknik Arsitektur Vol. 34, No. 2, Desember 2006: 147 – 153 Lampiran 1. Kondisi temperatur dalam ruang lantai 9 dan lantai 4 0 SUHU ( C) PENGUKURAN JAM Th-01 Th-01 Th-01 (Top floor) (Top floor) (Top floor) 1 08.00 30.07 1 08.00 30.07 1 08.00 30.07 2 09.00 30.09 2 09.00 30.09 2 09.00 30.09 3 10.00 30.11 3 10.00 30.11 3 10.00 30.11 4 11.00 30.12 4 11.00 30.12 4 11.00 30.12 5 12.00 30.12 5 12.00 30.12 5 12.00 30.12 6 13.00 30.12 6 13.00 30.12 6 13.00 30.12 7 14.00 30.12 7 14.00 30.12 7 14.00 30.12 8 15.00 30.11 8 15.00 30.11 8 15.00 30.11 9 16.00 30.10 9 16.00 30.10 9 16.00 30.10 10 17.00 30.08 10 17.00 30.08 10 17.00 30.08 11 18.00 30.04 11 18.00 30.04 11 18.00 30.04 Lampiran 2. Kelembaban rata-rata pada kedua lanta KELEMBABAN (%) PENGUKURAN JAM 1 08.00 71.29 1 08.00 71.29 1 08.00 71.29 2 09.00 71.14 2 09.00 71.14 2 09.00 71.14 3 10.00 68.29 3 10.00 68.29 3 10.00 68.29 4 11.00 68.57 4 11.00 68.57 4 11.00 68.57 5 12.00 66.57 5 12.00 66.57 5 12.00 66.57 6 13.00 66.43 6 13.00 66.43 6 13.00 66.43 7 14.00 65.86 7 14.00 65.86 7 14.00 65.86 8 15.00 66.14 8 15.00 66.14 8 15.00 66.14 9 16.00 69.71 9 16.00 69.71 9 16.00 69.71 10 17.00 71.14 10 17.00 71.14 10 17.00 71.14 11 18.00 73.14 11 18.00 73.14 11 18.00 73.14 Th-01 (Top floor) Th-01 (Top floor) Th-01 (Top floor) Lampiran 3. Kecepatan angin rata-rata pada lantai 4 dan lantai 9 KEC. ANGIN (m/s) PENGUKURAN JAM Ane-01 Ane-02 Ane-03 1 08.00 1.32 0.40 0.22 2 09.00 1.32 0.40 0.22 3 10.00 1.33 0.40 0.22 4 11.00 1.34 0.40 0.22 5 12.00 1.35 0.40 0.23 6 13.00 1.37 0.40 0.23 7 14.00 1.39 0.41 0.23 8 15.00 1.41 0.41 0.24 9 16.00 1.43 0.42 0.24 10 17.00 1.45 0.42 0.24 11 18.00 1.46 0.42 0.24