buku cerita bergambar

advertisement
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
BUKU CERITA BERGAMBAR “YUK, KE TOILET SENDIRI!”
PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN BUKU UNTUK PENDIDIKAN SEKS
PADA ANAK USIA 2 – 4 TAHUN
Avanti Vera Risti P.1, Ega Asnatasia M.2
1
PG PAUD, Universitas Ahmad Dahlan
[email protected]
2
PG PAUD, Universitas Ahmad Dahlan
[email protected]
Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan media pembelajaran khususnya buku
cerita bergambar bagi anak usia dini dengan topik pendidikan seksual yang sesuai usia dan
umur perkembangan. Buku cerita yang dikembangkan terdiri dari empat tokoh dalam sebuah
keluarga yaitu ayah, ibu, Kak Rara, dan Adit. Tema cerita yang dikembangkan adalah tata cara
anak untuk toilet trainingdan perbedaan laki-laki dan perempuan bagi anak usia dua sampai
empat tahun. Tata cara toilet training adalah salah satu bagian dari pendidikan seksual yang
paling awal. Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (research and
development) yang dikembangkan oleh Borg dan Gall yang terdiri dari sepuluh tahapan
pengembangan. Pada penelitian ini pengembangan dilakukan sampai dengan tahapan uji coba
terbatas atau tahap keenam. Hasil pengembangan berupa buku cerita bergambar yang tervalidasi
oleh ahli media dan psikologi anak dengan skor rata-rata 66.05 atau termasuk dalam kriteria
baik. Sedangkan hasil uji coba skala terbatas kepada pengguna diperoleh hasil skor 76.20
dengan kriteria baik. Berdasarkan kriteria tersebut maka buku cerita bergambar layak digunakan
oleh orangtua atau guru untuk pendidikan seks khususnya tentang toilet training bagi anak usia
tiga sampai empat tahun.
Kata Kunci: pendidikan seks, cerita bergambar, dan anak usia dini
Salah satu indikator sekolah yang
aman adalah menghindarkan semua warga
sekolah dari tindakan kekerasan apapun
bentuknya. Kekerasan seksual pada anak
menjadi yang tidak mudah untuk diatasi.
Kekerasan seksual yang terjadi pada anak
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun
dan terjadi di lingkungan rumah maupun
sekolah. Data yang sampaikan Rita
Pranawati Sekretaris Komisi Perlindungan
Anak Indonesia (KPAI), menyatakan
bahwa terjadi kenaikanjumlah korban dan
pelaku kekerasan pada anak dari tahun
2013 ke tahun 2014 sebanyak 100 persen
(Hendrian, 2016). Bahkan peningkatan
jumlah kekerasan seksual kepada anak terus
bertambah
dari
waktu
kewaktu,
sebagaimana yang diungkapkan oleh Ketua
KPAI Asrorun Niam, pada triwulan
pertama periode Januari – 25 April 2016
terjadi 298 kasus, terdapat 15 persen dari
tahun 2015 (Rismawan, 2016).
Jumlah kekerasan seksual pada anak
sebelumnya telah diprediksikan oleh salah
1. PENDAHULUAN
Rumah dan sekolah adalah tempat
yang seharusnya menyediakan rasa aman
dan nyaman bagi anak untuk tumbuh dan
berkembang sesuai dengan potensi dalam
dirinya. Menciptakan lingkungan yang
aman dan nyaman secara fisik dan non fisik
bagi anak tumbuh dan berkembang menjadi
sebuah kewajiban bagi orang dewasa.
Sebagaimana Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Nomor 82 Tahun 2015
tentang Pencegahan dan Penanggulangan
Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan
Pendidikan. Tujuan Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan adalah
menciptakan kondisi proses pembelajaran
yang aman, nyaman, dan menyenangkan
serta menghindarkan semua warga sekolah
dari unsur-unsur atau tindakan kekerasan.
Untuk menciptakan sekolah tersebut
bukanlah hal yang mudah, diperlukan usaha
bersama antar warga sekolah.
1554
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
satu Komisioner KPAI Erlinda (2014).
Dalam pemaparannya,ia memprediksi pada
tahun 2014 diproyeksikan akan ada 1380
kasus seksual pada anak. Peningkatan
jumlah kasus dikarenakan semakin luas
lingkup kekerasana seksual yang terdiri
dari: 1) hubungan seksual, incest,
perkosaan, dan sodomi; 2) eksploitasi
seksual dalam prostitusi dan pornografi; 3)
stimulasi seksual, perabaan (molestation,
fondling); 4) memperlihatkan kepada anak
untuk tujuan kepuasan seksual; 5) memaksa
anak untuk memegang kemaluan orang
lain; 6) memaksakan anak untuk melihat
kegiatan seksual (Erlinda, 2014).
Upaya pencegahan kekerasan seksual
dapat dilakukan lebih efektif dengan
membangun “defend mechanism” atau
mekanisme pertahanan dalam rangka
penanaman pengetahuan dan penghargaan
bagian tubuh melalui pendidikan seksual
sejak
dini
(Erlinda,
2014).Defend
mechanism paling efektif yaitu memberikan
pendidikan seksual sejak dini kepada anak
dengan menyesuaikan umur dan usia
perkembangan. Selain mencegah anak
menjadi korban kekerasan seksual,
pendidikan seks merupakan aspek dasar
dari kehidupan manusia yang dipandang
dari berbagai dimensi yaitu, 1) fisik,
psikologi, spiritual, sosial, ekonomi, politik
dan budaya; 2) seksualitas tidak dapat
dipahami tanpa referensi akan gender dan
memiliki perbedaan yang mendasar pada
katakteristiknya, dan 3) aturan dalam
pendidikan seksual mengenai bentuk
perilaku seksual sangat berbeda dan
disesuaikan dengan budaya setempat
(UNESCO, 2009).
Memberikan pendidikan seksual
kepada anak sejak dini bagi sebagian
masyarakat masih dianggap bukanlah hal
yang
pantas.
Pandangan
tersebut
berkembang dikarenakan masih ada
anggapan bahwa pendidikan seksual
diibaratkan dengan hubungan suami istri.
Sempitnya pemahaman tersebut membuat
anak tidak memperoleh informasi yang
lengkap mengenai seksualitas sehingga
rentan menjadi korban kekerasan. Selain
pandangan masyarakat yang masih minim
UAD, Yogyakarta
akan pendidikan seksual bagi anak,
anggapan
bahwa
negara
Indonesia
merupakan negara mayoritas muslim dan
masih menjunjung tinggi adat ketimuran
menjadi alasan tidak perlu membicarakan
hal tersebut secara terbuka.
Pandangan bahwa mayoritas negara
muslim dan orang asia tidak sesuai dengan
pendidikan seksual tidak sepenuhnya
dijadikan sebagai alasan untuk anak tidak
memperoleh haknya. Di beberapa negara
muslim seperti Tunisia, Turki, Iran,
Malaysia sejak awal tahun 1990
mengenalkan seksualitas dan kesehatan
produksi di sekolah-sekolah dengan
program yang berbeda. Tunisia sebagai
negara muslim pertama memasukkan
pendidikan seksual kedalam kurikulum
sekolah melalui materi science sejak tahun
1989. Negara muslim Turki mengenalkan
pendidikan seksual melalui program
“Puberty Project”. Program tersebut secara
khusus memberikan text book tentang
masalah kesehatan dan dilatih khusus oleh
ahli kesehatan reproduksi yang masuk ke
dalam kelas-kelas. Negara Iran secara
khusus memberikan pendidikan seksual
kepada mahasiswa perempuan dan laki-laki
untuk mengambil pelatihan dengan judul
“Family Planning”. Para mahasiswa
sebagai calon orangtua diberikan penjelasan
akan kesehatan reproduksi agar bersiap
dalam menghadapi kehidupan keluarga
(Roudi & Fahimi, 2011). Sedangkan di
Malaysia melalui Kementerian Pendidikan
anak dikenalkan akan pendidikan seksual
terintegrasi dengan kurikulum di sekolah
dengan nama program “Family Health
Education” (Rahman et al., 2011).
Negara Indonesia sebenarnya telah
mengatur tentang pendidikan seksual
menjadi salah satu bagian dari kesehatan
reproduksi sebagaimana yang disampaikan
oleh Direktur Pendidikan Dasar dan
Menengah Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Hamid Muhammad dalam
wawancaranya (Sasongko, 2015), materi
pendidikan seksual tidak secara langsung
disebut dalam kurikulum 2013 namun
secara eksplisit masuk dalam pendidikan
kesehatan reproduksi. Kesehatan produksi
1555
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
di Indonesia diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Bab 1
pasal 1 tentang Kesehatan Reproduksi
menjelaskan bahwa kesehatan reproduksi
adalah keadaan sehat secara fisik, mental,
dan sosial secara utuh, tidak semata-mata
bebas dari penyakit atau kecatatan yang
berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses
reproduksi. Lingkup kesehatan reproduksi
yang cukup luas tersebut diharapkan dapat
dipahami oleh masyarakat meskipun secara
eksplisit memang belum ada program
khusus yang diperuntukkan bagi pendidikan
seksual di sekolah-sekolah.
Memberikan pendidikan seksual
kepada anak dapat disesuaikan dengan usia
dan relevan dengan budaya setempat. Hal
tersebut sesuia dengan konsep pendidikan
seksual yang dicanangkan oleh UNESCO,
pendekatan
yang
digunakan
dalam
mengajarkan pendidikan seksual yaitu usia
dan relevan dengan budaya setempat dan
tersedianya informasi yang akurat secara
ilmiah, realitis, dan tidak menghakimi.
Dalam pendidikan seksual memberikan
kesempatan
kepada
anak
untuk
mengeksplorasi nilai dan sika sendiri serta
membangun keterampilan pengambilan
keputusan, komunikasi dan pengurangan
resiko tentang berbagai aspek dari
seksualitas (UNESCO, 2009).
Pendidikan seksual bagi anak usia
dini khususnya di rentang dua sampai
empat tahun dapat diberikan dengan
menyesuaikan
usia
dan
tahapan
perkembangan anak. Menurut UNESCO
(2009), peletakan dasar seksualitas dimulai
dengan mempelajari nama-nama bagian
tubuh dengan benar, memahami prinsip
reproduksi manusia, menjelajahi hubungan
keluarga dan interpersonal, belajar tentang
keselamatan
dan
mengembangkan
kepercayaan diri. Mengajarkan anak akan
pendidikan seksual apabila disesuaikan
dengan usia dan tahap perkembangan maka
dapat mengacu pada konsep perkembangan
psikoseksual yang dikemukakan oleh
Freud. Menurut Freud yang dikutip oleh
Izzaty dkk (2008), perkembangan seksual
pada anak dimulai sejak lahir dan
UAD, Yogyakarta
berkembang
sesuai
dengan
psikoseksualnya.
Tahapan psikoseksual pada anak
terutama rentang usia dua sampai delapan
tahun terdiri atas; 1) tahap oral pada usia 0
– 18 bulan, 2) tahap anal diusia 1 – 3 tahun,
3) tahap phalik pada usia 3 – 6 tahun, dan
4) tahap laten pada usia 6 tahun – pubertas.
Pada anak usia dua sampai dengan empat
tahun anak memasuki tahap anal dan
phalik. Tahap anal adalah ditandai dengan
kesenangan atau kepuasan anak akan
tindakan mempermainkan atau menahan
faeces. Pada tahap ini sangat sesuai bagi
anak untuk memulai toilet training karena
anak akan mendapatkan pengalaman
pertama
untuk
pengaturan
impulsimpulsnya dari luar. Anak akan belajar
untuk menunda kenikmatan yang timbul
dari defekasi (bebaskan diri). Pengaruh
yang diterima anak dalam pembiasaan akan
kebersihan melalui toilet training dapat
berpengaruh
besar
pada
sifat-sifat
kepribadian anak dimasa yang akan datang.
Anak akan memiliki kekuatan, kemandirian
dan otonomi bila fase ini dapat berhasil
dikuasai. Berikan anak kekebasan untuk
mengalami pengalaman untuk berbuat salah
dan merasa bahwa mereka tetap individu
yang dapat diterima atas kesalahan tersebut
serta mampu menyadari diri sebagai
individu yang terpisah dan mandiri (Carey,
1997).
Pada tahap phalik, akan muncul
Complex Oedipus dimana ada keinginan
dari anak anak laki-laki terarah kepada sang
ibu dan merasa tidak menyukai ayah karena
dianggap sebagai pesaing. Sedangkan bagi
anak perempuan akan mengalami electra
complex dimana anak perempuan merasa
tersaingi dengan adanya ibu di samping
ayah (Carey, 1997). Pada tahap ini akan
sesuai bagi anak untuk mengenalkan
perbedaan laki-laki dan perempuan sebagai
dasar di tahap selanjutnya. Kedua tahap
tersebut
menjadi
acuan
dalam
mengembangkan materi pendidikan seksual
bagi anak usia dua sampai dengan empat
tahun.
Selain materi yang disesuaikan
dengan usia dan tahap perkembangan,
1556
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
dalam mengajarkan pendidikan seksual
juga harus mempertimbangkan media yang
digunakan. Karakteristik anak usia dini
secara kognitif bila dilihat dari teori Piaget
memasuki tahap praopersional sehingga
media pembelajaran yang dapat digunakan
adalah media yang bersifat kongkrit karena
anak masih bersifat egosentris, belum
mampu membedakan berat, jumlah, volume
meliputi bentuk, ukuran, dan dimensi
(Morrison, 1988). Salah satu media yang
mampu mengakomodasi kebutuhan anak
adalah buku cerita bergambar sebagai
media pembelajaran grafis.
Buku cerita bergambar adalah media
pembelajaran grafis yang terdiri dari
gambar, simbol, tulisan, ekspresi, dan
pesan. Materi yang akan diberikan kepada
anak akan diilustrasikan dalam gambar dan
dibantu dengan cerita pendek sehingga
anak tertarik serta lebih memahami konsep
melalui gambar dan tulisan. Sebagaimana
pendapat Mitchell dalam Fauziah (2009)
yang menyatakan alur cerita dan ilustrasi
gambar adalah unsur yang saling
mendukung dalam sebuah cerita dan tidak
dapat dipisahkan, sehingga buku cerita
bergambar selain menyajikan alur cerita
juga diberikan gambaran cerita tersebut
melalui ilustrasi.
Permasalahan kekerasan seksual
dengan korban anak meruapakan hal yang
tidak mudah untuk diurai, persoalan
tersebut menjadi semakin bertambah
dengan tatangan untuk mengajarkan kepada
anak sejak dini tentang pendidikan seksual
sebagai bagian dari defend mechanism.
Melalui buku cerita bergambar ini
diharapkan dapat dapat digunakan sebagai
stimulasi
guru
dalam
berdiskusi,
memberikan contoh, dan membantu anak
memahami permasalahan kekerasan seksual
dalam berbagai situasi. Disamping itu
dengan adanya buku cerita bergambar ini
diharapkan dapat dijadikan sebagai media
pembelajaran bagi guru untuk mengenalkan
pendidikan seksual bagi anak usia dini dan
sekolah dasar dikelas awal.
UAD, Yogyakarta
Penelitian ini adalah jenis penelitian
dan pengembangan atau research and
development (R&D). Produk yang akan
dikembangkan dalam penelitian ini adalah
buku cerita bergambar tentang pendidikan
seksual bagi anak usia dini khususnya usia
dua sampai empat tahun. Penelitian ini
mengacu pada model pengembangan
Borg&Gall,
Dick&Carey
dan
Alessi&Trollip (Borg, 2003) yang terdiri
dari
sepuluh
tahapan
penelitian
pengembangan
meliputi;
studi
pendahuluan, perencanaan, pengembangan
draf produk awal, uji coba tahap awal
dengan uji ahli, revisi produk hasil uji coba
awal, uji coba lapangan secara skala kecil
atau sampel terbatas, uji coba lapangan,
penyempurnaan produk akhir, serta
diseminasi dan implementasi produk.
Namun pada penelitian awal ini hanya
dilakukan sampai dengan tahap keenam
yaitu uji coba terbatas yang melibatkan ahli
materi yaitu psikolog anak dan ahli media
pembelajaran.
Analisis data hasil uji coba dalam
penelitian dan pengembangan ini diolah
menggunakan analisis data kuantitatif
deskriptif. Data kuantitatif yang diperoleh
dari hasil penilaian ahli dan uji coba
lapangan secara terbatas yang diolah
kemudian dideskripsikan untuk mengetahui
kelayakan produk yang dikembangkan.
Nilai kelayakan produk minimal adalah
cukup baik dengan kriteria penilaian yaitu
sebagai berikut: 1) skor 80 – 100 = Sangat
Baik, 2) Skor 66 – 79 = Baik, 3) Skor 56 –
65 = Cukup, 4) Skor 40 – 55 = Kurang, 5)
Skor 30 – 39 = Kurang Sekali.Nilai
kelayakan produk minimal ditentukan
dengan kategori “cukup baik”. Oleh karena
itu bila produk yang dikembangkan
memperoleh nilai minimal maka produk
dianggap layak digunakan sebagai media
pembelajaran.
3. HASIL
PENELITIAN
PEMBAHASAN
DAN
Penelitian ini didahului dengan
mengindentifikasi kebutuhan anak terutama
pada usia dua sampai dengan empat tahun
2. METODE PENELITIAN
1557
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
terkait
tentang
pendidikan
seks.
Berdasarkan hasil observasi kepada anak
diperoleh data bahwa kemampuan anak
dalam toilet training diajarkan orangtua
pada anak diusia yang bervariatif. Masih
ada anggapan bahwa semakin dini
mengajarkan toilet training maka semakin
bagus bagi perkembangan anak. Selain itu
juga ditemukan bahwa masih ada orangtua
yang menganggap bahwa toilet training
bukanlah hal yang penting diajarkan. Hal
tersebut terlihat dari orangtua yang masih
memilih kepraktisan dengan menngenakan
anak diapers meskipun usia anak sudah
lebih dari dua tahun selama seharian penuh.
Dari hasil wawancara dengan orangtua
diperoleh data bahwa ayah belum banyak
berperan dalam mengajarkan pendidikan
seksual sehingga masih banyak ditemui
pada tempat umum anak laki-laki masuk ke
dalam toilet perempuan dengan alasan lebih
baik ibu yang mengajarkan dan ayah
kerepotan bila harus membimbing anak
untuk toilet training.
Berdasarkan dari hasil observasi dan
wawancara tersebut, maka produk yang
dikembankan akan fokus pada mengajarkan
tahapan toilet training secara benar. Produk
yang dikembangkan dalam penelitian ini
adalah buku cerita bergambar dengan topik
pengenalan pendidikan seksual bagi anak
usia dini khususnya rentang usia dua
sampai dengan empat tahun. Produk cerita
bergambar dikembangkan dengan terlebih
dahulu menentukan karater dalam cerita,
kemudian mulai mengembangkan topik
yang ditulis dalam story board untuk
mengetahui alur cerita.
Langkah
berikutnya dilakukan sketsa gambar dan
memadukan dengan alur cerita yang telah
disusun sebelumnya.
Produk buku cerita bergambar
mengembangkan
topik toilet training
dengan judul “Yuk, Ke Toilet Sendiri”.
Tokoh yang dikembangkan yaitu:
a. Ayah Rudi, digambarkan sebagai sosok
kepala keluarga yang mengajarkan
tahapan toilet training kepada anak
terutama anak laki-lakinya Adit. Ayah
juga memberikan gambaran tentang
UAD, Yogyakarta
perbedaan laki-laki dan perempuan
secara mendasar.
b. Ibu Ani, karakter ibu lebih kepada
gambaran ibu rumah tangga biasa yang
bijaksana dalam menghadapi persoalan
terkait perkembangan anak terutama
tentang toilet training.
c. Kak Rara, adalah karakter seorang
kakak yang berumur lima tahun dan
telah memahami tahapan toilet training
secara benar. Karakter Kak Rara juga
digambarkan sebagai seorang kakak
yang menyanyangi adiknya.
d. Adit, merupakan karakter seorang anak
berusia tiga tahun dan adik dari Kak
Rara. Karakter Adit menggambarkan
akan anak yang sedang belajar
memahami tahapan toilet training
secara benar.
Setting cerita dengan judul “Yuk, Ke
Toilet Sendiri!” mengambil tempat yaitu di
rumah dan di sekolah. Cerita dengan setting
rumah lebih menunjukkan inetraksi seharihari antara anak dengan orangtua maupun
kakak dengan adik. Di rumah juga
menggambarkan akan cerita tahapan toilet
training.
Sedangkan
di
sekolah
menggambarkan interaksi antar anak
dengan guru yang membantu dalam toilet
training.
Cerita yang dikembangkan pada buku
cerita bergambar adalah tata cara toilet
training yang benar dengan menggunakan
WC duduk dan jongkok. Cerita dalam buku
juga menggambarkan tentang perbedaan
perempuan dan laki-laki secara mendasar
seperti ditunjukkan dengan simbol gambar
pada toilet dan tidur secara terpisah sesuai
jenis kelamin. Selain itu dalam cerita
ditunjukkan akan peran ayah yang sangat
penting dalam pendidikan seksual anak.
Berikut ini tampilan Draf awal produk yang
telah dikembangkan:
1558
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
4.
Tampilan tokoh cerita
menarik bagi anak
5.
Tokoh dalam cerita
memberikan tauladan
bagi anak
6.
Topik/tema yang
dikembangkan menarik
bagi anak
B. Materi Cerita
1.
Kejelasan alur cerita
sudah sesuai dengan
perkembangan anak
2.
Alur cerita sesuai
dengan tujuan untuk
pengenalan pendidikan
seks
3.
Alur cerita dalam buku
runtut
4.
Alur cerita mudah
dipahami anak
No.
Pernyataan
B.
3.
Gambar 1 Draf Awal Produk Buku
Cerita Bergambar
Draf awal produk buku cerita
4.
bergambar “Yuk, Ke Toilet Sendiri!” yang
5.
telah tersusun dilakukan uji validasi kepada
ahli materi yaitu psikolog yang memiliki
kompetensi
dalam
bidang
6.
psikologi
7.
terutama perkembangan anak dan ahli
media yang memiliki kompetensi dalam
C.
1.
bidang teknologi pembelajaran. Berikut ini
hasil penilaian ahli terhadap draf awal
produk buku media cerita bergambar:
2.
Tabel 1
Hasil Penilaian Ahli Terhadap Produk
Draf Awal Buku Cerita Bergambar
“Yuk, Ke Toilet Sendiri!”
No.
A.
1.
2.
3.
Pernyataan
Karakter Cerita
Karakter sesuai dengan
tujuan cerita
Gambar tokoh mudah
dikenali anak
Penokohan cerita sesuai
dengan tujuan untuk
pengenalan pendidikan
seks
3.
4.
Ahli
Materi Media
1
4
5.
1
3
6.
2
3
7.
1559
Materi Cerita
Alur cerita dalam buku
runtut
Alur cerita mudah
dipahami anak
Materi cerita memuat
pengenalan pendidikan
seks bagi anak
Bahasa yang digunakan
dalam cerita jelas
Bahasa yang digunakan
dalam cerita mudah
dipahami anak
Tampilan Buku
Pemakaian warna dalam
buku cerita menarik bagi
anak
Bentuk huruf yang
digunakan jelas untuk
dibaca
Ukuran huruf mudah
dibaca bagi anak
Ukuran gambar pada
buku sesuai dengan
umur perkembangan
anak
Gambar pada buku
cerita menarik bagi anak
Gambar pada buku
memberikan informasi
yang sesuai dengan
tujuan
Ukuran buku cerita
bergambar sesuai
UAD, Yogyakarta
2
3
2
4
2
4
1
3
1
4
1
3
1
3
Ahli
Materi
Media
1
3
1
3
1
4
2
3
2
3
3
3
3
3
1
4
3
3
3
3
2
4
3
3
THE 5TH URECOL PROCEEDING
8.
dengan anak
Buku cerita bergambar
membangkitkan minat
anak untuk membaca
18 February 2017
3
3
B.
1.
Penilaian dari ahli materi diperoleh
skor 47.6 dengan kriteria kurang dan ahli
media memberikan skor 84.5 dengan
kriteria sangat baik. Dari uji validasi ahli
materi diperoleh masukan bahwa cerita
yang dikembangkan melalui interaksi anak
dengan ibu kurang sesuai dengan tahapan
umur anak usia tiga tahun. Sedangkan dari
ahli media memberikan masukan untuk
karakter ayah agar diperlihatkan sisi
maskulin.
Berdasarkan hasil uji coba kepada
ahli dilakukan revisi sesuai dengan
masukan dan saran agar produk buku cerita
yang
dikembangkan
menjadi
lebih
sempurna sebelum dilakukan uji coba
lapangan secara terbatas. Revisi produk
buku cerita bergambar dilakukan dengan
terlebih dahulu menyusun kembali alur
cerita dan membuat sketsa tambahan sesuai
dengan alur.
Hasil revisi produk buku cerita
bergambar yang telah direvisi, diuji
cobakan kelapangan secara terbatas kepada
tiga orang guru Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD). Hasil penilaian uji coba lapangan
terhadap buku cerita bergambar “Yuk, Ke
Toilet Sendiri!” sebagai berikut:
Tabel 2
Hasil Penilaian Uji Coba Lapangan
Terhadap Produk Draf Awal Buku
Cerita Bergambar
“Yuk, Ke Toilet Sendiri!”
No.
Pernyataan
A.
1.
Karakter Cerita
Karakter sesuai dengan tujuan
cerita
Gambar tokoh mudah dikenali
anak
Penokohan cerita sesuai
dengan tujuan untuk
pengenalan pendidikan seks
Tampilan tokoh cerita menarik
bagi anak
Tokoh dalam cerita
memberikan tauladan bagi
anak
Topik/tema yang
2.
3.
4.
5.
6.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
C.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
3
3
3
3
4
3
3
3
3
4
3
3
3
3
3
3
3
dikembangkan menarik bagi
anak
Materi Cerita
Kejelasan alur cerita sudah
sesuai dengan perkembangan
3
3
anak
Alur cerita sesuai dengan
tujuan untuk pengenalan
3
3
pendidikan seks
Alur cerita dalam buku runtut
3
3
Alur cerita mudah dipahami
3
2
anak
Materi cerita memuat
pengenalan pendidikan seks
3
3
bagi anak
Bahasa yang digunakan dalam
3
3
cerita jelas
Bahasa yang digunakan dalam
3
3
cerita mudah dipahami anak
Tampilan Buku
Pemakaian warna dalam buku
3
3
cerita menarik bagi anak
Bentuk huruf yang digunakan
3
3
jelas untuk dibaca
Ukuran huruf mudah dibaca
3
3
bagi anak
Ukuran gambar pada buku
sesuai dengan umur
3
3
perkembangan anak
Gambar pada buku cerita
3
3
menarik bagi anak
Gambar pada buku
memberikan informasi yang
3
3
sesuai dengan tujuan
Ukuran buku cerita bergambar sesuai
3
3
dengan anak
Buku cerita bergambar membangkitkan
3
3
minat anak untuk membaca
Skor yang diperoleh dari pengguna
untuk buku cerita bergambar yaitu, a)
pengguna 1 memberikan skor 76,2 kriteria
baik, b) pengguna 2 skor 75 kriteria baik,
dan c) pengguna 3 skor 73,8 dengan kriteria
baik. Dari hasil penilaian dapat disimpulkan
bahwa buku cerita bergambar ini menurut
pengguna termasuk dalam kriteria baik dan
layak untuk digunakan dalam pembelajaran
pengenalan pendidikan seks bagi anak usia
dini. Pengguna memberikan masukan
apabila buku ini akan dikembangkan lebih
lanjut beberapa hal bisa dilakukan
perbaikan seperti, menambah bacaan doa
dan adab sesuai tuntutan Islami bila ingin
Pengguna
1
2
3
3
UAD, Yogyakarta
1560
3
3
3
3
2
3
3
2
3
3
3
3
3
3
3
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
diintegrasikan dengan agama, dan tingkat
pewarnaan buku lebih dipertajam.
Produk buku cerita bergambar setelah
diuji coba dalam skala terbatas dilakukan
revisi berdasarkan masukan dan saran
untuk dilakukan uji coba lapangan dengan
skala lebih besar pada tahap selanjutnya.
Berdasarkan hasil penilaian dari ahli dan
pengguna buku cerita bergambar tentang
pengenalan pendidikan seks kepada anak
usia dini dapat dilanjutkandiproduksi dan
digunakan.
Penggunaan produk buku cerita
bergambar “Yuk, Ke Toilet Sendiri!”
disarankan anak selalu didampingi oleh
orangtua atau pendidik. Sebagaimana
pernyataan yang dicanangkan UNESCO
(2009), dalam mengajarkan pendidikan
seksual pendekatan yang digunakan yaitu
usia dan relevan dengan budaya setempat
dan tersedianya informasi yang akurat
secara ilmiah, realitis, dan tidak
menghakimi. Berikan penjelasan seilmiah
mungkin kepada anak akan konsep
pendidikan seksual yang benar seperti
memberikan penjelasan mengenai kelamin
anak. Hindarkan bahasa kiasan yang dapat
membuat anak rancu dengan konsep yang
telah diketahui sebelumnya. Misal, nama
kelamin anak hindari dengan memberikan
sebutan burung, gajah atau hewan lain
karena konsep anak akan hewan tersebut
akan menjadi rancu. Orangtua tidak ada
salahnya memberikan nama ilmiah yang
sebenarnya akan kelamin anak. Pendidikan
seksual adalah hal yang tidak mudah anak
pahami namun ketika orangtua dapat
memberikan penjelasan secara kongkrit dan
realitis
apabila
anak
mengajukan
pertanyaan terkait topik cerita, maka hal
yang sulit sekalipun akan anak pahami
meskipun secara perlahan.
Memberikan pendidikan seksual
sejak dini meruapakan upaya pencegahan
yang paling efektif dalam membangun
defend mechanism atau mekanisme
pertahanan diri sendiri sehingga terhindar
dari sasaran pelaku kejahatan seksual.
Sebagaimana perrnyataan dari Erlinda
(2014), defend mechanism paling efektif
dengan memberikan pendidikan seksual
UAD, Yogyakarta
sejak dini kepada anak menyesuaikan umur
dan usia perkembangan. Selain mencegah
anak menjadi korban kekerasan seksual,
pendidikan seks merupakan aspek dasar
dari kehidupan manusia yang dipandang
dari berbagai dimensi.
4. KESIMPULAN DAN SARAN
Media pembelajaran buku cerita
bergambar
yang
dikembangkan
menekankan pada pengenalan pendidikan
seks yang masih mendasar yaitu “toilet
training”. Cerita yang dikembangkan
disesuaikan dengan umur perkembangan
anak dari rentang 2 sampai 4 tahun. Hasil
penilaian dari ahli materi dan media
pembelajaran
adalah
skor
66.05
dengankriteria “baik”. Buku cerita ini juga
dinilai oleh pengguna yaitu pendidik skor
76.2 dengankriteria “baik”.
Buku cerita bergambar masih
memerlukan
pencermatan
dalam
pengembangan
topik
pengenalan
pendidikan seks sebagai bagian dari
pencegahan kekerasan seksual kepada anak.
Selain itu media pembelajaran diperlukan
ujicoba dilapangan yaitu anak usia dini agar
lebih sempurna untuk dilakukan publikasi
yang lebih luas.
5. DAFTAR PUSTAKA
Peraturan
Menteri
Pendidikan
dan
Kebudayaan Nomor 82 Tahun 2015
Pencegahan dan Penanggulangan
Tindak Kekerasan di Lingkungan
Satuan Pendidikan. 2015. Jakarta.
Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun
2014 Kesehatan Reproduksi. 2014.
Jakarta.
UNESCO. (2009). International Technical
Guindance on Sexuality Education.
Volume I: The Rationale For
Sexuality Education .
Borg, W. G. (2003). Educational Research.
An Introduction (7th ed.). New York:
Longman.
Carey, G. (1997). Teori dan Praktek
Konseling dan Psikoterapi. (E.
Koeswara, Trans.) Bandung, Jawa
Barat: PT. Refika Aditama.
1561
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
Erlinda. (2014). Upaya Peningkatan Anak
dari Bahaya Kekerasan, Pelecehan
dan Eksploitasi. Komisi Perlindungan
Anak Indonesia. Jakarta: KPAI.
Fauzia, Ummi. (2009). Keefektifan Cerita
Bergambar untuk Pendidikan Nilai
dan
Keterampilan
Berbahasa.
Cakrawala Pendidikan. November,
Th. XXVVIII, No.3.
Hendrian,
D.
(2016,
03
04).
www.berita.kpai.go.id. Retrieved 02
16, 2017, from www.kpai.go.id:
http://www.kpai.go.id/berita/kpaipelecehan-seksual-pada-anakmeningkat-100/
Izzaty, R. E., Suadirman, S. P., Ayriza, Y.,
Purwandari,
Hiryanto,
&
Kusumaryani,
R.
E.
(2008).
Perkembangan
Peserta
Didik.
Yogyakarta, DIY, Indonesia: UNY
Press.
Morrison, G. S. (1988). Education and
Development of Infant, Toddlers, and
Preschoolers. Glenview, Illinois,
United States of America: Scoot,
Foresman and Company.
Sasongko, J. P. (2015, Mei 21).
Kemendikbud: Pendidikan Seksual
Sudah Masuk Dalam Kurikulum.
Berita Nasional. (H. Muhammad,
Interviewer) CNN Indonesia. Jakarta.
Rahman et al., A. (2011). Knowledge of
Sexsual and Reproductive Health
Among Student Attending School in
Kelantan Malaysia. Southeast Asian
Journal of Tropical Medicine and
Public Health, 3 (42), 718.
Rismawan,
I.
(2016,
03
06).
www.tribunnews.com. Retrieved 02
16, 2017, from www.tribun.com:
http://www.tribunnews.com/nasional/
2016/05/06/kpai-angka-kekerasanterhadap-anak-meningkat
Roudi, F., & Fahimi. (2011). Fact of Life:
Youth Sexuality and Reproductive
Helath in the Middle East and North
Africa. Population Reference Bureau,
Population
Reference
Bureau,
Washington DC.
1562
UAD, Yogyakarta
Download