peraturan daerah kabupaten klaten

advertisement
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN
NOMOR 2 TAHUN 2011
TENTANG
KESETARAAN KEMANDIRIAN DAN KESEJAHTERAAN DIFABEL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KLATEN,
Menimbang : a.
Mengingat :
bahwa difabel merupakan bagian dari masyarakat yang mempunyai
kedudukan, hak, kewajiban dan peran yang sama dengan masyarakat
lainnya;
b. bahwa untuk mewujudkan kesamaan kedudukan, hak, kewajiban dan
peran difabel sebagaimana dimaksud pada huruf a guna mencapai
kesejahteraan diperlukan sarana dan upaya yang memadai, terpadu dan
berkesinambungan;
c. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang
Penyandang Cacat dan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998
tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat,
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mengambil kebijakan yang
lebih menyetarakan, memandirikan dan mensejahterakan difabel;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a,
huruf b dan huruf c, dipandang perlu membentuk Peraturan Daerah
tentang Kesetaraan Kemandirian dan Kesejahteraan Difabel;
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah
Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah;
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi
Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan 1979
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 29,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3277);
3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3479);
4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 9, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3495);
5. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial, 1965 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 83, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3852);
6. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886);
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235);
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247);
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279);
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4389);
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 133, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4445);
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan
International
Covenant On Economic, Social and Cultural Rights
[Kovenan Internasional Tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya]
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 118,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4557);
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan
International Civil and Political Rights [Kovenan Internasional Tentang
Hak-hak Sipil dan Politik], (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2005 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4558);
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967);
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5025);
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun
1998 tentang Upaya
Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat (Lembaran
Negara Republik
Indonesia Tahun 1998 Nomor 70, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3754);
21. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan
Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001
Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4106);
22. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4532);
23. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
24. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4757);
25. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan
Perundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4675);
26. Keputusan Presiden Nomor
83 Tahun 1999 tentang Lembaga
Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan Kaum Penyandang Cacat;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KLATEN
dan
BUPATI KLATEN
MEMUTUSKAN :
Menetapkan:
PERATURAN DAERAH TENTANG KESETARAAN KEMANDIRIAN
DAN KESEJAHTERAAN DIFABEL.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Klaten
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah.
3. Bupati adalah Bupati Klaten.
4. Difabel adalah setiap seorang yang mempunyai kelainan fisik, dan/atau mental, yang
dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk
melakukan kegiatan secara selayaknya yang terdiri dari difabel fisik, difabel mental
serta difabel fisik dan mental.
5. Kesamaan hak dan kesempatan adalah keadaan yang memberikan hak kepada
difabel untuk mendapatkan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan
dan penghidupan.
6. Fasilitas adalah semua dan atau sebagian dari kelengkapan sarana dan prasarana
pada bangunan gedung dan lingkungannya agar dapat dimanfaatkan oleh semua
difabel.
7. Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi difabel guna mewujudkan
kesamaan hak dan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.
8. Rehabilitasi adalah proses fungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan
difabel mampu melaksanakan fungsi sosial secara wajar dalam kehidupan
masyarakat.
9. Bantuan sosial adalah upaya pemberian bantuan kepada difabel yang tidak mampu
dan bersifat tidak tetap, agar mereka dapat meningkatkan taraf kesejahteraan sosial.
10. Peran serta masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat untuk meningkatkan
kemandirian kaum difabel.
11. Tenaga kerja difabel adalah tenaga kerja yang mempunyai keterbatasan fisik dan/atau
mental namun mampu melakukan kegiatan sesuai dengan derajat kedifabilitasannya,
serta mempunyai bakat, minat dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan baik di
dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat.
12. Badan adalah sekumpulan orangdan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik daerah dengan
nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi
lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan
bentuk usaha tetap.
BAB II
TUJUAN DAN SASARAN
Pasal 2
Tujuan Peraturan Daerah adalah sebagai upaya peningkatan kesetaraan kemandirian dan
kesejahteraan difabel.
Pasal 3
Sasaran yang ingin dicapai dalam penyelenggaraan kesetaraan kemandirian dan
kesejahteraan difabel, yaitu :
a. Terwujudnya pengakuan, penghormatan, hak, kewajiban dan peran difabel dalam
segala aspek kehidupan dan penghidupan.
b. Tersedianya peluang dan kesempatan bagi difabel untuk mengikuti pendidikan,
mendapatkan layanan kesehatan, memasuki lapangan kerja sesuai jenis dan derajat
kecacatan serta kemampuan.
c. Tersedianya fasilitas dan aksesibilitas yang berbentuk fisik dan non fisik.
d. Terbangunnya komitmen semua perangkat kepentingan untuk mewujudkan kesamaan
kesempatan dalam rangka peningkatan kehidupan sosial politik difabel.
BAB III
KESAMAAN HAK DAN KESEMPATAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 4
(1) Setiap difabel mempunyai kesamaan hak dan kesempatan dalam segala aspek
kehidupan dan penghidupan dalam masyarakat.
(2) Kesamaan hak dan kesempatan bagi difabel dalam bidang pendidikan dalam segala
tingkatan, kesehatan yang menyeluruh, politik, ekonomi, sosial dan budaya yang
mengembangkan kepribadian, informasi, komunikasi, transportasi dan ketenagakerjaan
Pasal 5
Kesamaan hak dan kesempatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dapat
dilaksanakan melalui penyediaan fasilitas dan aksesibilitas.
Bagian kedua
Fasilitas dan Aksesibilitas
Pasal 6
(1) Setiap difabel berhak atas penyediaan fasilitas dan aksesibilitas untuk hidup secara
mandiri dan berpartisipasi secara penuh dalam segala aspek kehidupan dan
penghidupan.
(2) Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas berdasarkan asas kemudahan, kegunaan,
keselamatan dan kemandirian untuk mewujudkan kesejahteraan sosial.
(3) Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas sebagaimana dimaksud pada ketentuan ayat (1)
dapat berbentuk :
a. Fisik
b. Non fisik
Pasal 7
Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas dalam bentuk fisik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (3) huruf a dilaksanakan pada sarana dan prasarana umum yang meliputi :
a. Bangunan umum dan lingkungan
b. Jalan umum
c. Pertamanan dan pemakaman umum
d. Angkutan umum
e. Fasilitas umum
Pasal 8
Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas dalam bentuk non fisik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (3) huruf b dilaksanakan melalui :
a. Pelayanan informasi
b. Pelayanan khusus
Pasal 9
Pelayanan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dilaksanakan untuk
memberikan informasi kepada difabel dan menerima informasi, berkenaan tempat dengan
aksesibilitas yang tersedia pada bangunan umum dan lingkungan, jalan umum, pertamanan
dan pemakaman umum, angkutan umum serta fasilitas umum lainnya.
Pasal 10
Pelayanan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b dilaksanakan untuk
memberikan kemudahan bagi difabel dalam melaksanakan kegiatannya pada bangunan
umum dan lingkungan, jalan umum, pertamanan dan pemakaman umum, angkutan umum
serta fasilitas umum lainnya.
Pasal 11
(1) Dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan sarana dan prasarana umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 wajib dilengkapi dengan penyediaan fasilitas dan
aksesibilitas bagi difabel.
(2) Standar penyediaan fasilitas dan aksesibilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengacu pada prinsip mudah dan aman.
Pasal 12
Sarana dan Prasarana umum yang dibangun wajib
aksesibilitas.
dilengkapi dengan fasilitas dan
Bagian Ketiga
Bidang Pendidikan
Pasal 13
(1) Setiap difabel memiliki kesamaan hak dan kesempatan untuk memperoleh layanan
pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis dan jenjang pendidikan sesuai dengan
kemampuannya.
(2) Layanan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk :
a. Pengembangan potensi dan martabat difabel serta penguatan penghormatan
terhadap hak asasi manusia dan keberagaman manusia;
b. Pengembangan kepribadian, bakat, kreativitas, kemampuan mental dan fisik difabel
semaksimal mungkin;
c. Meningkatkan kemampuan difabel untuk berpartisipasi secara efektif di masyarakat
(3) Layanan pendidikan sebagimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan pada
pendidikan umum, pendidikan khusus, pendidikan layanan khusus.
Pasal 14
Layanan pendidikan kepada difabel pada pendidikan umum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 melalui penyelenggaraan secara inklusif.
Pasal 15
Layanan
pendidikan kepada difabel pada pendidikan khusus dilaksanakan secara
berkualitas dan menjamin tercapainya tujuan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (2).
Pasal 16
Pendidikan layanan khusus kepada difabel diselenggarakan secara inklusi oleh pemerintah
atau masyarakat .
Pasal 17
Satuan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dan (2) yang menerima
peserta didik difabel wajib menyediakan fasilitas yang dapat menunjang keberlangsungan
pendidikannya.
Pasal 18
Pemerintah Daerah mendorong terselenggaranya kesamaan hak dan kesempatan bagi
difabel dalam bidang pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dengan:
a. Menyediakan paling sedikit 1 (satu) guru pembimbing khusus pada satuan pendidikan
yang menerima peserta didik difabel
b. Menyediakan sarana dan prasarana belajar mengajar yang sesuai bagi difabel
c. Menyediakan tenaga pendidik, pengajar, pembimbing dan instruktur yang dapat
memberikan pendidikan dan pengajaran bagi difabel secara berkualitas
d. Menyediakan layanan pendidikan dasar sesuai dengan kemampuan Daerah.
Bagian keempat
Bidang Kesehatan
Pasal 19
Setiap difabel memiliki kesamaan hak dan kesempatan dalam memperoleh pelayanan
kesehatan.
Pasal 20
(1) Setiap penyelenggara pelayanan kesehatan berkewajiban memberikan kesamaan hak
dan kesempatan.
(2) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, mencakup promosi,
pencegahan, pengobatan, dan rehabilitasi.
(3) Rehabilitasi sebagaimana dimaksudkan pada ayat (2) diarahkan dalam usaha mencapai
kemampuan fungsional yang maksimal.
Pasal 21
Pemerintah Daerah mendorong terselenggaranya kesamaan hak dan kesempatan dalam
pelayanan kesehatan melalui :
a. Penyediaan pelayanan kesehatan sesuai ketentuan yang berlaku.
b. Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan yang mudah diakses.
c. Penyediaan alat bantu yang sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan yang berlaku.
Bagian Kelima
Bidang Ekonomi
Pasal 22
Setiap difabel memiliki kesamaan hak dan kesempatan dalam pengembangan ekonomi
melalui pekerjaan yang dipilih secara bebas sesuai dengan kemampuan baik di sektor
formal dan informal.
Pasal 23
Pengembangan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 melalui usaha mandiri
dan/atau masuk dalam bursa kerja umum, sesuai minat, bakat, dan kemampuan sebagai
bagian perwujudan aktualisasi diri.
Pasal 24
(1)Tenaga kerja difabel mempunyai hak, kewajiban dan tanggung jawab yang setara
dengan pekerja/pegawai lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(2)Kewajiban dan tanggungjawab dilaksanakan sesuai dengan kemampuan difabel.
Pasal 25
Usaha mandiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dapat dilakukan secara sendiri
maupun berkelompok.
Pasal 26
(1) Pemerintah Daerah dan Badan wajib memberikan kesempatan dan perlakuan yang
setara kepada tenaga kerja difabel, untuk memperoleh pekerjaan sesuai
kemampuannya.
(2) Badan wajib mempekerjakan sekurang-kurangnya 1 orang pegawai difabel yang
memenuhi kualifikasi pekerjaan, untuk setiap 100 (seratus) orang pegawai.
(3) Badan yang menggunakan teknologi tinggi dan mempekerjakan kurang dari 100
(seratus) orang, wajib mempekerjakan 1 (satu) atau lebih tenaga kerja difabel.
(4) Ukuran dan tingkat kemampuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada
hasil penilaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5) Tenaga kerja difabel mempunyai hak, kewajiban dan tanggungjawab yang setara
dengan pekerja/pegawai lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(6) Kewajiban dan tanggungjawab dilaksanakan sesuai dengan kemampuan difabel.
Pasal 27
Badan yang mempekerjakan tenaga kerja difabel wajib memberikan perlindungan sesuai
dengan jenis dan derajat kecacatannya.
Pasal 28
Difabel mempunyai kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk menjadi Pegawai
Negeri Sipil dan berkarir sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 29
(1) Kursus/pelatihan pengembangan ekonomi yang diadakan oleh Pemerintah wajib
menyertakan difabel sebagai peserta kursus/pelatihan untuk setiap 1 (satu) kegiatan.
(2) Jika dalam waktu yang telah ditentukan tidak ada difabel, maka penyelenggara
kursus/pelatihan bisa menerima peserta diluar difabel.
Pasal 30
Pemerintah Daerah mendorong terselenggaranya kesamaan hak dan kesempatan dalam
pengembangan ekonomi difabel melalui:
a. Penyediaan sarana dan prasarana pengembangan ekonomi yang mudah diakses.
b. Perijinan usaha.
c. Kursus/pelatihan sesuai minat dan bakat.
d. Permodalan.
e. Fasilitas usaha.
f. Pemagangan.
g. Penempatan tenaga kerja difabel.
h. Pengalokasian anggaran.
Bagian Keenam
Sosial Politik dan Budaya
Pasal 31
Setiap difabel memiliki kesamaan hak dan kesempatan dalam kehidupan sosial, politik dan
budaya.
Paragraf 1
Sosial
Pasal 32
(1) Dalam kehidupan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 difabel memiliki
kesamaan hak dan kesempatan untuk melakukan kegiatan :
a. Beribadah sesuai dengan aturan agama dan kepercayaan yang dianutnya
b. Olahraga, baik untuk prestasi maupun kebugaran/kesehatan
c. Bermukim dalam suatu satuan pemukiman dalam suasana damai
d. Bergaul dan berkawan dalam suatu perhimpunan
e. Kegiatan sosial lainnya sesuai dengan bakat, kemampuan, dan kehidupan sosialnya
dengan tetap menghormati harkat dan martabat kemanusiaan.
(2) Pemerintah mendorong terselenggaranya kesamaan hak dan kesempatan difabel dalam
kehidupan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 melalui pemberian layanan
sosial secara utuh dan terpadu dengan pendekatan fisik, mental dan sosial berupa :
a. Pemberian motivasi
b. Bimbingan mental
c. Bimbingan fisik
d. Bimbingan sosial
e. Pelatihan ketrampilan
f. Bimbingan rehabilitasi
g. Terapi penunjang
h. Bimbingan dan pembinaan usaha
i. Bimbingan lanjut
Paragraf 2
politik
(1)
(2)
Pasal 33
Dalam kehidupan politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 difabel memiliki
kesamaan hak dan kesempatan untuk :
a. dipilih dan memilih dalam setiap pemilihan umum.
b. penyelenggaraan pemerintahan.
c. memiliki akses dalam setiap kebijakan publik.
Pemerintah Daerah mendorong terselenggaranya kesamaan hak dan kesempatan
difabel dalam kehidupan berpolitik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 melalui :
a. Pemberian informasi yang tepat dan akurat pada setiap tahapan pemilihan umum.
b. Pencatatan setiap difabel dalam daftar pemilihan umum.
c. Kemudahan dan kebebasan untuk melaksanakan hak dipilih dan memilih.
Pasal 34
Tata cara dan mekanisme dalam kehidupan Politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Paragraf 3
Budaya
Pasal 35
Dalam kehidupan budaya difabel memiliki kesamaan hak dan kesempatan untuk melakukan
kegiatan :
a. Berbicara dalam bahasanya sendiri.
b. Memelihara adat kebiasaannya sendiri tanpa mengganggu kebiasaan sesamanya .
c. Berkesenian yg diekspresikan dalam berbagai karya, bentuk, sifat, dan jenis kesenian.
Pasal 36
Pemerintah Daerah wajib mengalokasikan anggaran untuk penyelenggaraan kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, Pasal 33 dan Pasal 35.
Bagian Ketujuh
Informasi
Pasal 37
(1) Setiap difabel memiliki kesamaan hak dan kesempatan untuk mendapatkan informasi
yang benar, akurat dan bermanfaat bagi kepentingannya dalam segala aspek kehidupan
dan penghidupan.
(2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa suara, tulisan, gambar
dan isyarat.
Pasal 38
(1) Setiap penyelenggara layanan umum termasuk instansi pemerintah wajib memberi
informasi kepada difabel secara benar, akurat dan bermanfaat.
(2) Bentuk dan/atau cara pemberian informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan difabel dalam mengakses informasi.
Bagian Kedelapan
Bantuan Sosial
Pasal 39
(1) Difabel berhak mendapatkan bantuan sosial untuk meningkatkan kesejahteraannya.
(2) Bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk :
a. Membantu mengupayakan pemenuhan kebutuhan hidup dasar difabel.
b. Mengembangkan usaha dalam rangka kemandirian difabel.
c. Mendapatkan kemudahan dalam memperoleh kesempatan berusaha.
(3) Pemerintah Daerah berkewajiban memberikan bantuan sosial sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
(4) Pemerintah Daerah mendorong Lembaga-lembaga non pemerintah untuk memberikan
bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(5) Bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa:
a. Bantuan material
b. Bantuan keuangan
c. Bantuan fasilitas umum
d. Bantuan informasi
BAB IV
KEWAJIBAN DIFABEL
Pasal 40
Setiap difabel mempunyai kewajiban yang setara dengan warga masyarakat pada
umumnya dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.
BAB V
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 41
(1) Masyarakat ikut berperan serta dalam upaya kesetaraan, kemandirian dan
kesejahteraan difabel.
(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh
perorangan, kelompok, badan hukum, badan usaha dan atau lembaga-lembaga sosial
masyarakat.
Pasal 42
Peran serta masyarakat dilaksanakan melalui kegiatan :
a. Pemberian saran dan pertimbangan kepada Pemerintah Daerah.
b. Pengadaan sarana dan prasarana .
c. Pendirian fasilitas dan penyelenggaraan rehabilitasi .
d. Pengadaan dan pemberian bantuan tenaga ahli dan tenaga sosial untuk melaksanakan
dan membantu meningkatkan kesejahteraan sosialnya.
e. Pemberian bantuan berupa material, keuangan, dan pelayanan.
f. Pemberian kesempatan dan perlakuan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan
penghidupan.
g. Pemberian lapangan kerja dan usaha dan/atau
h. Kegiatan lain yang mendukung terlaksananya peningkatan kesejahteraan sosial sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VI
PENGHARGAAN
Pasal 43
(1) Pemerintah Daerah dapat memberikan penghargaan kepada Badan Usaha dan pihakpihak yang berjasa dan telah melakukan upaya perlindungan dan/atau mendukung
peningkatan kesejahteraan terhadap difabel.
(2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dalam bentuk :
a. Kemudahan dalam memperoleh perizinan di bidang pendidikan, kesehatan dan
ketenagakerjaan
b. Penyediaan infrastruktur, sarana dan prasarana penunjang kegiatan usaha
c. Penghargaan lain yang dapat menimbulkan manfaat ekonomi dan keuangan
d. Piagam dan sertifikat, lencana atau medali, piala atau tropi
(3) Pemberian penghargaan kepada Badan Usaha dan pihak-pihak terkait sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Tim yang dibentuk oleh Bupati.
(4) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri dari unsur difabel, pemerhati, dan
instansi terkait.
BAB VII
KEMITRAAN
Pasal 44
(1) Dalam upaya meningkatkan kemandirian difabel Pemerintah dapat bermitra dengan
masyarakat baik perorangan maupun badan usaha atau badan hukum lainnya
(2) Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan prinsip :
a. Kepercayaan;
b. Itikad baik;
c. Saling menguntungkan dan
d. Tidak bertentangan dengan hukum, moral, kesusilaan dan peraturan perundangundangan.
BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 45
(1) Bupati melaksanakan pembinaan dan pengawasan dalam penyelenggaraan kesetaraan,
kemandirian dan kesejahteraan difabel.
(2) Untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Bupati membentuk Tim pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan kesetaraan,
kemandirian dan kesejahteraan difabel yang beranggotakan unsur terkait.
(3) Tata cara dan mekanisme pembinaan dan pengawasan diatur lebih lanjut oleh Bupati.
BAB IX
LARANGAN
Pasal 46
Setiap orang dilarang :
a. Melakukan tindakan yang merendahkan harkat dan martabat .
b. Mengucilkan, menyembunyikan dan/atau mengkarantina
c. Melakukan diskriminasi.
d. Mengeksploitasi .
BAB X
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 47
Setiap badan yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26
dikenakan sanksi administrasi oleh Bupati dengan berpedoman pada Peraturan Perundangundangan yang berlaku.
BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 48
(1) Barangsiapa yang melanggar ketentuan Pasal 46, dapat diancam dengan pidana
kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima
puluh juta rupiah)
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelanggaran.
BAB XII
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 49
(1) Kepada Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Pemerintah Daerah diberi
wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai wewenang :
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana.
b. Melakukan tindakan pertama saat itu bertempat kejadian atau melakukan
pemeriksaan.
c. Menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri
tersangka.
d. Melakukan penyitaan benda dan/atau surat.
e. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.
f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.
g. Mendatangkan ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan
perkara.
h. Menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti atau bukan merupakan
tindak pidana dan selanjutnya memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum,
tersangka atau keluarganya.
i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum, yang dapat dipertanggungjawabkan.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai wewenang sesuai Undangundang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dalam pelaksanaan tugasnya
dibawah koordinasi dan pengawasan penyidik Polri.
(4) Ketentuan tentang pelaksanaan operasional PPNS akan diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Bupati.
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 50
Sarana dan prasarana umum serta lingkungan dan sarana angkutan umum yang sudah
beroperasi, tetapi belum menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi difabel sebelum
berlakunya Peraturan Daerah ini, maka dalam waktu 3 (tiga) tahun sejak diundangkannya
Peraturan Daerah ini, wajib menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi difabel.
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 51
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang menyangkut teknis
pelaksanaannya diatur lebih lanjut oleh Bupati
Pasal 52
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Klaten
Ditetapkan di Klaten
pada tanggal 17 Februari 2011
BUPATI KLATEN,
SUNARNA
Diundangkan di Klaten
pada tanggal 17 Februari 2011
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN KLATEN,
INDARWANTO
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KLATEN TAHUN 2011 NOMOR 2
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN
NOMOR 2 TAHUN 2011
TENTANG
KESETARAAN KEMANDIRIAN DAN KESEJAHTERAAN DIFABEL
I. PENJELASAN UMUM
Dalam pembangunan nasional, difabel mempunyai hak, kewajiban dan peran yang
sama dengan warga Negara Indonesia lainnya. Oleh karena itu peran difabel dalam
pembangunan nasional semestinya lebih ditingkatkan serta diberdayakan seoptimal
mungkin.
Difabel sebagai salah satu komponen masyarakat selama ini belum mendapatkan
perlindungan hukum dalam memperoleh kesamaan hak dan kesempatan. Hal ini
berakibat disharmoni sosial dan ketidakadilan yang oleh karenanya harus segera diatasi
sehingga kaum difabel mendapatkan kesamaan hak dan perlakuan yang diatur dalam
Peraturan Daerah ini. Pengertian difabel dalam Peraturan Daerah ini mengacu pada
rumusan pengertian Penyandang Cacat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat dan Peraturan Pemerintah Nomor 43
Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat.
Istilah difabel digunakan dalam Peraturan Daerah ini karena istilah difabel banyak
digunakan dan sudah sangat umum dipakai dalam komunitas penyandang cacat.
Dalam rangka melaksanakan lebih lanjut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997
tentang Penyandang Cacat dan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998 tentang
Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat, Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota dapat mengambil kebijakan yang lebih memberdayakan dan
menyejahterakan difabel.
Sebagaimana perwujudan pelaksanaan otonomi daerah dan implementasi
kebijakan tersebut di atas, Pemerintah Daerah telah melakukan berbagai upaya melalui
berbagai kegiatan berupa rehabilitasi, pendidikan dan pelatihan serta bantuan sosial
mengingat kondisi obyekif jumlah difabel cukup banyak. Namun untuk memperkuat
implementasi kebijakan tersebut diperlukan landasan hukum dalam bentuk Peraturan
Daerah.
Dengan ditetapkannya Peraturan Daerah Kabupaten Klaten tentang Peningkatan
Kesetaraan, Kemandirian dan Kesejahteraan Difabel diharapkan akan menjadi landasan
hukum bagi seluruh pihak di Kabupaten Klaten, baik itu Pemerintah maupun masyarakat
dalam hal ini perorangan, badan usaha ataupun badan hukum lainnya dalam
melaksanakan kegiatan di bidang pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, sosialpolitik, ekonomi, dan budaya bagi difabel.
II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Yang dimaksud dengan kesetaraan adalah kesamaan kondisi bagi difabel dan non
difabel untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia agar
mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan hukum, politik, ekonomi, sosial
budaya, pendidikan dan pertahanan keamanan nasional serta kesamaan dalam
menikmati hasil pembangunan tersebut.
Yang dimaksud dengan kemandirian adalah meliputi kemandirian fisik, mental dan
ekonomi.
Yang dimaksud dengan pendidikan Inklusi adalah sistem penyelenggaraan
pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki
kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti
pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersamasama dengan peserta didik pada umumnya.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Yang dimaksud dengan asas kemudahan adalah tersedianya aksesibilitas yang
mudah diakses oleh difabel baik secara fisik maupun non fisik.
Yang dimaksud dengan asas kegunaan adalah aksesibilitas yang diperuntukan bagi
difabel benar-benar mempunyai kegunaan yang baik.
Yang dimaksud dengan asas keselamatan dan kemandirian adalah aksesibilitas yang
diperuntukan bagi difabel mempunyai jaminan keselamatan yang berarti dan
mewujudkan kemandirian dari pengguna aksesibilitas tersebut.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non-formal dan informal yang dapat
saling melengkapi dan memperkaya.
Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan
pendidikan tinggi. Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan,
akademik, profesi, vokasi, keagamaan dan khusus.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat
kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional atau
mental , sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
Pasal 16
Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah
terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami
bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Yang dimaksud dengan prinsip kepercayaan adalah masing-masing pihak yang
bekerjasama saling mempercayai dan tidak saling mencurigai.
Yang dimaksud dengan itikad baik adalah sikap yang terbuka dan mempunyai tujuan
kerjasama yang baik.
Yang dimaksud dengan saling menguntungkan adalah pihak-pihak yang bekerjasama
saling memberi dampak yang baik.
Yang dimaksud dengan tidak bertentangan dengan hukum, moral, kesusilaan dan
peraturan perundang-undangan adalah bahwa kerjasama yang dibangun oleh pihakpihak mentaatati semua peraturan yang berlaku.
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 59
Download