disertasi - IPB Repository

advertisement
DISERTASI
MODEL KOMUNIKASI
BAITUL MAAL WATTAMWIL (BMT) DENGAN PETANI
(Studi Kasus Dua Tipe Desa Berbeda
di Bantul dan di Ciamis)
Suraya
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Model Komunikasi BMT dengan Petani
Dua Tipe Desa Berbeda di Bantul dan di Ciamis adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian disertasi ini.
Bogor, Mei 2012
Suraya
NIM I362070031
ABSTRACT
SURAYA. Communication Model BMT with Farmer in Two Type Different Villages in
Ciamis and Bantul. Advisor Commision of SUMARDJO, SJAFRI MANGKUPRAWIRA,
and DIDIN HAFIDHUDDIN
This research aims to (1) describe how the farmers in Ciamis and Bantul construct
their social reality including the processes, motives, and their self-concepts owned by their
own views (2) to synthesize behavioral change of farmers in Ciamis and Bantul in managing
their communications and analyze the major components of communications on the farmers
that make up communication events that are effective in developing social capital of BMT.
(3) to devise strategies of developing efective communication patterns in developing the
social capital of farmers and BMT. This study uses qualitative research, which emphasizes
understanding the phenomenon of what is experienced by research subjects such as behavior,
perception, motivation, action, etc., holistically, and by way of description in the form of
words and language. The results of the result show that (1) the process of social contraction
in rural areas (Bantul) and sub urban area (Ciamis) begins when the farmer has motivation to
interact with BMT. Three motives arise: economic incentives (capital), religious (Islamic)
and social motives. Farmers self-concept is a reflection of the human capital as sharia
farmers, namely: openness, trustful and tawadhu (humble), Tabliq, helpful, afraid of Riba,
keep his word and healthy spirit and body. (2). The process of communication that occurs
between BMT and the farmers are dialogical communication, listening, understanding and
occurs through face to face communication, group communication (discussion, training,
mentoring, teaching), organizational communication (annual members' meeting) and even, in
BMT Miftahussalam, through the internet. They use not only verbal communication but also
non verbal symbols. Non-verbal communication can be seen from the gesture, expression or
facial expression which is friendly and always smiling so farmers feel comfortable
communicating with BMT. (3). Interaction between BMT and the farmers uses trust
communication. When the farmers as members of farmer groups based on social motives , the
farmer will get support and solidarity from fellow members of farmer groups. Farmer as a
religious being based on religious motives, so that it would give priority to the
implementation of the BMT farmers to comply with the provisions of sharia compliance.
Farmers as clients of the BMT is based on economic motives. When farmers are getting into
Islamic financing, then BMT should provide guidance and training to customers who obtain
the finance method. Training and assistance can be in the form of mental, technical and
management. If all of these are implemented there will be any changes in the self as an
individual farmer. This change will happen if he undertake communication acts.
Communication action is mainly in the form of interpersonal communication through verbal
and nonverbal communication that prioritizes communication competence. Competent
communication actions will affect social change. Social changes that increase will affect the
welfare of society. This is done by BMT in the suburban area that reach a maximum wellbeing. This is different from BMT in the rural areas, which do not conduct training and
guidance so that the maximum welfare is obtained
Keywords : Communication Model, Social Reality Construction, Social Capital, BMT
RINGKASAN
SURAYA. Model Komunikasi Baitul Maaal Wat Tamwil (BMT) dengan Petani (Studi Kasus
Dua Tipe Desa Berbeda di Bantul dan di Ciamis, Dibimbing oleh SUMARDJO, SJAFRI
MANGKUPRAWIRA, dan DIDIN HAFIDHUDDIN
Sektor pertanian saat ini menjadi andalan mata pencaharian sebagian besar
masyarakat Indonesia dan berperan sebagai penyumbang penting Produk Domestik Bruto
(PDB), menjadi sumber devisa negara, serta menjadi pemasok bahan baku sekaligus sebagai
pasar bagi sektor industri. Hal ini menimbulkan paradoks sehingga perkembangan sektor
pertanian menjadi lambat. Petani memiliki keterbatasan modal/dana yang disebabkan oleh
kesulitan akses pembiayaan, ketidak mampuan menyediakan agunan, terbatasnya jumlah dan
jangkauan bank. Sebagian besar petani lebih akrab dengan sumber-sumber pembiayaan
informal karena lebih mengerti kebutuhan petani. Hal ini menjadi peluang bagi Baitul Maal
Wat Tamwil (BMT) untuk membantu petani mengatasi persoalan permodalan. Perilaku
petani dalam mendapatkan pembiayaan syariah dari BMT merupakan fenomena sosial yang
dikonstruksikan menurut pengalaman masing-masing. Penelitian ini melihat konstruksi
realitas petani di daerah Bantul dengan etnis Jawa dan Ciamis dengan etnis Sunda dalam
mengembangkan modal sosial BMT.
Konstruksi realitas sosial yang dibangun oleh petani di Kabupaten Ciamis dan Bantul
melalui pengalaman hidup yang pernah dilalui oleh petani pada masa lalu dan saat ini,
menentukan ruang lingkup dalam memandang kebutuhan akan modal dari pembiayaan
syariah di BMT. Etos kerja yang berciri resiprokal ini masih memerankan dasar moral
penting bagi komunitas setempat baik di Ciamis maupun di Bantul dalam menanggapi dan
menerangkan keperluan dan masalah hidup, terutama mendapatkan modal pembiayaan
syariah dari BMT. Setidaknya ada tiga motif yang berhasil dikenali dan paling sering muncul,
yaitu motif ekonomi (modal), spiritual, dan sosial. Perilaku usaha seorang petani sangat
ditentukan oleh modal yang dimiliki, karena tanpa modal petani tidak dapat berbuat banyak.
Hasrat petani untuk berusaha sangat tinggi dalam merubah taraf hidup menuju kesejahteraan
keluarganya. Motif petani yang kedua adalah spiritual. Sesuai dengan agama yang dianutnya
yaitu Islam dan kebanyakan petani di Bantul berafiliasi ke Muhamadiyah. Sementara BMT
Miftahussalam di Ciamis berdiri di bawah yayasan pesantren Miftahussalam, kebanyakan
petani berafiliasi ke Nahdatul Ulama (NU). Motif petani yang ketiga adalah sosial. Para
petani ini selalu berinteraksi dengan kelompok taninya. Tujuan individu dan kelompok tani
adalah sama yaitu memajukan keluarga dan kelompoknya. Mereka berusaha saling berbagi
informasi demi kemajuan bersama. Konsep diri yang dimiliki petani baik di Kabupaten
Ciamis maupun Kabupaten Bantul adalah pencerminan dari modal manusia sebagai petani
syariah. Petani syariah ini memiliki konsep diri atau memiliki karakteristik sebagai petani
yang terbuka, amanah dan tawadhu, tabligh, saling menolong, takut pada riba yang sifatnya
haram dan menepati janji serta petani yang sehat jiwa dan raganya.
Petani di Ciamis dan Bantul mengelola proses komunikasi ketika berinteraksi dengan
BMT maupun dengan anggota kelompok taninya di lingkungan tempat tinggalnya. Ternyata
di antara keduanya tidak ditemukan perbedaan penggunaan bahasa verbal antara proses
komunikasi tersebut. Petani biasa menggunakan bahasa Indonesia ataupun bahasa Sunda dan
bahasa Jawa. Beberapa simbol nonverbal yang dikelola oleh petani dalam memberikan kesan
kepada BMT baik di Ciamis maupun di Bantul dibagi ke dalam kelompok : isyarat dan
gerakan tubuh, penampilan, ekspresi wajah. Kebanyakan informan ketika berkomunikasi
dengan sesama anggota kelompok tani ataupun dengan BMT adalah sambil menggenggam
kedua tangan, dan menggerak-gerakan tangan untuk menjelaskan sesuatu sangatlah
bersemangat sehingga perlu penegasan dengan menggerak-gerakan kedua tangannya
mengikuti verbalnya. Secara verbal petani mengekspresikan komunikasinya melalui
pembicaraan secara langsung dengan pihak BMT atau secara tidak langsung melalui
kelompok tani.
Tindakan komunikasi petani selalu menciptakan komunikasi terbuka,
bersedia mendengarkan, mempersuasi dan mengutamakan dialog (komunikasi dialogis).
BMT Miftahussalam mendapatkan penghargaan Ketahanan Pangan dari Gubernur
Jawa Barat berkat usahanya memberikan pembiayaan dan pembinaan kepada petani
nasabahnya. Hal ini memperlihatkan adanya kesadaran petani sebagai anggota kelompok tani
berkomunikasi dengan BMT agar mendapatkan pembiayaan. Setelah petani mendapatkan
pembiayaan, BMT memberikan pelatihan dan pendampingan berupa teknis, mental dan
manajemen. Setelah petani mengambil keputusan untuk mengelola pembiayaan modal
syariah dalam usaha pertaniannya dan menjalankan pertanian dan pelatihan yang didapat
maka taraf kehidupannya bisa berubah menuju yang dicita-citakan, yaitu hidup sejahtera.
Modal sosial menfokuskan pada jaringan, yaitu hubungan antar individu, saling
percaya dan norma yang mengatur jaringan kerjasama, baik dalam kelompok tani dan BMT.
Petani yang mengajukan pembiayaan modal ke BMT terjadi interaksi, jaringan komunikasi
dan informasi antar individu terutama adanya peran pemimpin dalam kelompok taninya maka
dengan sendirinya akan melakukan kerjasama dengan pihak lain (BMT) melalui hubungan
sosial dan jaringan informasi.
Proses komunikasi yang dialogis ini ditentukan oleh
kemampuan modal manusia, yaitu konsep diri petani dan kompetensi komunikasinya. Hal ini
sebagai proses mental dalam pengambilan keputusan untuk mengajukan, mendapatkan serta
mengelola pembiayaan syariah di BMT. Pada konsep modal manusia (human capital) yang
meliputi konsep diri petani, memandang manusia sebagai individu yang otonom.
Kemampuan leadership di kedua BMT tersebut adalah kepemimpinan kharisma.
Perbedaannya adalah : di BMT Miftahussalam, kabupaten Ciamis, petani sebagai modal
manusia yang mendapatkan pembiayaan syariah diberikan pendampingan dan pelatihan di
bidang mental, teknis dan manajemen, sehingga petani menjadi lebih maju dan sejahtera.
Kemampuan komunikasi dan kerjasama adalah dua kompetensi pada individu yang akan
berpotensi dalam membangun jaringan informasi secara kolektif. Modal manusia yang tinggi
dalam kegiatan usaha tani akan meningkatkan interaksi, komunikasi dan jaringan kerjasama
sehingga dapat mempengaruhi modal sosial. Sebaliknya, modal sosial yang kuat akan
memperkuat modal manusia sehingga keduanya mempunyai hubungan timbal balik. Sumber
informasi utama bagi petani adalah sesama petani, pemimpinnya dan/atau kelompok tani,
tetangga kebun/sawah, tetangga rumah, petani berhasil, kios sarana produksi, tokoh
masyarakat, PINBUK, BMT, Puskopsyah, dinas pertanian, dinas koperasi dan sumber lain
yang diyakini petani memiliki informasi yang dapat dipercaya. Komunikasi interpersonal
yang paling dominan digunakan petani dalam melakukan komunikasi dan mengakses
informasi yang dibutuhkan.
Modal struktural pada model etnis Sunda terdiri dari inovasi terhadap pengolahan
lahan, seperti: padi, jagung, coklat, perikanan, sapi, kambing.
Inovasi juga dibidang
pemasaran baik secara offline maupun online. Proses operasional yang dilakukan dengan
proses syariah.
Organisasi yang awalnya adalah organisasi dari pesantren akhirnya
berkembang menjadi organisasi menengah. Modal struktural pada model etnis Jawa baik
produk dan pemasarannya belum dilakukan inovasi. Proses operasional BMT berdasarkan
syariah. Organisasinya masih kecil, yaitu berupa koperasi kecil.
Modal kepemimpinan di model etnis Sunda berdasarkan filosofi sunda terdiri dari
Nyantri : memiliki modal spiritual karena besar dan hidup di lingkungan pesantren. Nyakola,
pemimpin yang ada berlatarbelakang pendidikan tinggi dan berpengalaman. Nyunda,
pemimpin yang ada memiliki sifat-sifat sebagai orang sunda, seperti low profil (rendah hati),
penyemangat, dan menyatu dengan masyarakatnya sehingga selalu mendengarkan aspirasi
masyarakatnya. Modal kepemimpinan pada model etnis Jawa mengikuti filosofi Jawa, yaitu
tanah : teguh pendirian, api : disegani, angin : Merakyat maksudnya mendengarkan aspirasi,
air : tenang, angkasa : bijaksana, bulan : penyemangat, matahari : pemberi energi, bintang :
menjadi teladan di masyarakatnya.
Petani sebagai aktor kehidupan berinteraksi dengan BMT. Interaksi ini melibatkan
komunikasi dialogis dan konvergen. Komunikasi ini menggunakan komunikasi yang dapat
dipercaya (trust communication). Ketika petani sebagai anggota kelompok tani didasari oleh
motif sosial-nya maka petani akan mendapatkan dukungan dan solidaritas dari sesama
anggota kelompok tani. Petani sebagai mahluk religi didasari oleh motif agama, karena itu
petani akan mengutamakan pelaksanaan BMT dengan mematuhi ketentuan syariah (syariah
compliance-nya). Petani sebagai nasabah dari BMT didasari oleh motif ekonomi. Ketiga hal
tersebut mendasari petani agar mendapatkan pembiayaan syariah dari BMT.
Tindakan
komunikasi petani terutama berupa komunikasi interpersonal melalui komunikasi verbal dan
nonverbal yang mengutamakan kompetensi komunikasi.
Tindakan komunikasi yang
kompeten ini akan mempengaruhi perubahan sosial. Perubahan sosial yang meningkat akan
mempengaruhi kesejahteraan hidup masyarakat yang meningkat pula. Hal ini dilakukan oleh
BMT di wilayah Ciamis sehingga kesejahteraan yang dicapai menjadi maksimal. BMT di
wilayah Bantul, yang tidak melakukan pelatihan dan pendampingan sehingga kesejahteraan
yang didapat tidak maksimal.
Kemampuan komunikasi dan kerjasama adalah dua
kompetensi pada individu yang akan berpotensi dalam membangun jaringan informasi secara
kolektif. Modal manusia yang tinggi dalam kegiatan usaha tani akan meningkatkan interaksi,
komunikasi dan jaringan kerjasama sehingga dapat mempengaruhi modal sosial. Sebaliknya,
modal sosial yang kuat akan memperkuat modal manusia sehingga keduanya mempunyai
hubungan timbal balik.
Kata Kunci : Model Komunikasi, Konstruksi realitas sosial, Modal Sosial, BMT
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah;
dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk
apa pun tanpa izin IPB
MODEL KOMUNIKASI
BAITUL MAAL WAT TAMWIL (BMT) DENGAN PETANI
(Studi Kasus Dua Tipe Desa Berbeda di Ciamis dan Bantul)
SURAYA
I362070031
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Ilmu Komunikasi Pembangunan dan Pedesaan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Dr. Sarwititi Sarwoprasodjo
2. Dr. Irfan Syauqi Beik, M.Sc
Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Prof. Dr. Ir. M. Amin Aziz, M.Sc
2. Prof. Dr. Ir. Aida Vitayala Hubeis, MS
Judul Disertasi
Nama
NIM
: Model Komunikasi Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) dengan Petani
(studi Kasus Dua Tipe Desa Berbeda di Ciamis dan di Bantul
: Suraya
: I362070031
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Sumardjo, MS
Ketua
Prof. Dr. Sjafri Mangkuprawira
Anggota
Prof. Dr. Didin Hafidhuddin, MS
Anggota
Mengetahui
Ketua Program Studi
Komunikasi Pembangunan dan Pedesaan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Djuara P. Lubis, MS
Dr. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
Tanggal Ujian : 3 Juli 2012
Tanggal Lulus : ………………
PRAKATA
Puji Syukur Alhamdulillah bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga disertasi ini dapat terselesaikan juga. Segala daya dan upaya disertai
dengan pengorbanan di sana-sini, terutama pada waktu dan keluarga harus dikeluarkan agar
disertasi ini dapat terwujud. Kenapa hal tersebut diungkap ? Disertasi ini adalah wujud dari
jerih payah dan effort yang sangat besar karena di tengah penulisan ini harus dibarengi oleh
perjalanan kuliah
dan penelitian Magister Bisnis dan Keuangan Islam di Universitas
Paramadina, kesibukan mengajar di program studi Ilmu Komunikasi Paramadina serta yang
tak kalah pentingnya adalah kewajiban mengayomi keluarga.
Tema penelitian disertasi ini berawal dari keprihatinan terhadap nasib petani Indonesia
yang sering sudah terjatuh tertimpa tangga pula. Maksudnya, mereka sering kali meminjam
modal kepada patron/majikan bahkan kepada rentenir/tengkulak.
Belum selesai mereka
mencicil ataupun membayar hutang, mereka harus berhadapan dengan resiko lain seperti
pemakaian pupuk palsu ataupun gagal panen.
Petani perlu didukung ketersediaan
pembiayaan dalam jumlah yang memadai dan sesuai dengan karakteristik usaha pertanian.
Selain itu, ketersediaan sumber pembiayaan di pedesaan yang mudah diakses menjadi sebuah
kebutuhan dalam pembangunan pertanian.
Penyusunan disertasi ini tidak terlepas dari banyaknya pihak yang memberikan
kontribusi.
Secara khusus penulis mengucapkan terimakasih kepada bapak Prof. Dr.
Sumardjo, Prof. Dr. Sjafri Mangkuprawira, dan Prof. Dr. Didin Hafidhuddin selaku
pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam membimbing dan
mengarahkan penulis selama kuliah di mayor Komunikasi pembangunan serta dalam
penyusunan disertasi sehingga bisa rampung. Ucapan terimakasih penulis sampaikan atas
jasanya telah memberikan beasiswa kepada penulis, yaitu kepada Bapak Ir. Beni Subianto
yang telah memberikan Paramadina Fellowship, Bapak. Anies R. Baswedan, Ph.D selaku
Rektor Paramadina, Totok A. Soefijanto Ed.D, Deputi Rektor I Bidang Akademik dan Riset;
Bima Priya Santosa, Ak., BAP, MFM., Deputi Rektor II Bidang Keuangan dan Operasional;
Wijayanto, MPP, Deputi Rektor III Bidang Kerjasama, Pengembangan Bisnis dan Keuangan
serta Kurniawaty Yusuf, Direktur Fellowship dan Kerjasama.
Penghargaan penulis haturkan atas segala bantuan kepada Bapak Ahmad Agung, Ketua
PINBUK Kabupaten Ciamis, Bapak Dadan, ketua BMT Miftahussalam, dan Bapak Dwi
Kuswantoro, Ketua PINBUK Daerah Istimewa Yogyakarta, Mas Hermawan selaku
enumerator dari PINBUK Yogyakarta, Mba Sri, Ketua BMT Al Barokah Bantul Yogyakarta.
Ucapan terimakasih secara special juga penulis haturkan kepada teman program studi
Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina (Nurhayani Saragih, Rini Sudarmanti, Juni Alfiah
Chusjairi, AG. Eka Wenats, Wahyutama, Ika Karlina) terimakasih atas dukungan dan
pengertiannya.
Penulis menghaturkan terimakasih banyak bagi kedua orang tua, serta ibu mertua yang
telah memberikan doa, membesarkan dan mendidik dan yang telah mengajarkan bahwa harta
yang paling berharga adalah ilmu yang bermanfaat. Tesis ini juga penulis persembahkan bagi
keempat anak, Fatimah Azzahra, Ali Syariati Kamil, Huzaifah Malahayati dan Ayu Sabrina
Anshari serta suami tercinta (Muflihun) yang telah mengikhlaskan waktu dan kasih sayang
mereka bagi penulis.
Buat teman-teman satu angkatan (KMP 2007) selain ucapan terimakasih atas
kekompakan dan diskusi-diskusinya. Juga buat teman, rekan sejawat lainnya serta pihakpihak lainnya yang tidak bisa penulis uraikan satu persatu.
Semoga segala dukungan,
bantuan baik materil maupun moril serta doa bagi penulis akan dibalas Allah dengan
kebaikan yang berlimpah pula. Mudah-mudahan karya ini dapat bermanfaat dan Allah SWT
meridhoi ikhtiar kita semua.
Jakarta, Mei 2012
Suraya
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, 27 Nopember 1968 dari Abu Mansur Amin dan Umi
Mahyuni. Penulis merupakan putri pertama dari lima bersaudara. Pendidikan Dasar dan
menengah ditempuh pada : SD Negeri Depok Baru II Depok (1976-1981), SMP Negeri II
Depok (1981-1984), dan SMA Negeri I Depok (1984-1987). Memperoleh gelar Sarjana
Sosial dari Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta, Fakultas Ilmu Komunikasi, Jurusan
Ilmu Jurnalistik (1987-1991) dengan IPK 3.23 dengan judul skripsi Perbandingan penyajian
Tata Letak Suratkabar Berita Buana Sebelum dan Sesudah edisi 1 Desember 1990
Hubungannya dengan Ketertarikan Pembaca Pelanggannya di Mariyo-riyo Agency.
Kemudian melanjutkan studi pasca sarjana pada Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas
Indonesia (1997-1999) dengan IPK 3.51 menyusun tesis yang berjudul studi Ideologi Melalui
Pemberitaan Kasus Aceh dalam wacana Pers Indonesia. Selanjutnya melanjutkan studi pasca
sarjana kedua pada program Magister Bisnis dan Keuangan Islam (MBKI) Paramadina
Graduate School of Business (2006-2010). Saat ini sedang melanjutkan Program Doktor
Mayor Komunikasi Pembangunan di Institut Pertanian Bogor (IPB) (2007-sekarang).
Saat ini penulis tinggal di Komplek Pondok Indah Pancoran Mas (Poin Mas) Blok H2
Nomor 2B RT 02/RW 11 Kelurahan Rangkapan Jaya Kecamatan Pancoran Mas, Kotip
Depok, telpon 021-77215854 dan 08121913353. Di rumah ini penulis tinggal bersama suami
dan 3 orang putri serta seorang putra. Sejak 2002 hingga sekarang bergabung sebagai Dosen
Tetap pada Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina.
DAFTAR TABEL
2.1.
2.2.
2.3.
3.1.
3.2.
3.3.
3.4.
4.1.
4.2.
4.3.
4.4.
4.5.
4.6.
4.7.
4.8.
4.9.
4.10.
5.1.
6.1.
6.2.
7.1.
7.2.
8.1.
8.2.
8.3.
8.4.
8.5.
Teks
Bentuk dan Implikasi Komunikasi …………………………………..
Perbedaan Lembaga Keuangan Konvensional dan Syariah …………
Perbedaan antara Bank Syariah dan Konvensional ………………….
Lembaga Keuangan Mikro didirikan oleh petani ……………………
Profil Singkat Petani Informan ………………………………………
Teknik Pengumpulan Data Fenomenologi ………………………….
Teknik Analisa Dalam Fenomenologi ………………………………
Indikator Kependudukan Kabupaten Ciamis 2010 ..……………….
Tata Guna Lahan Bantul 2009 ..……………………………………
Data Kependudukan Bantul 2009 …………………………………
Kepadatan Penduduk Geografis Bantul 2010 ..…………………….
Kepadatan Penduduk Agraris Bantul 2010………………………….
Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ……………..
Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian ……………………
Data Perkembangan BMT Miftahussalam …………………………..
Data Perkembangan BMT Al Barokah ………………………………
Gambaran Umum, Potensi, Desa, Profil BMT di Ciamis dan Bantul..
Etos Kerja dan norma Masyarakat Ciamis dan Bantul ………….….
Aspek pendorong dan Penarik Sebagai Motif Mendapatkan
Pembiayaan Syariah …………………………………………………..
Konstruksi Realitas Petani ……………………………………………
Kecenderungan Model Komunikasi Antar Pelaku dalam Permodalan
Syariah ………………………………………………………………..
Proses Komunikasi,Makna Simbolik dan Kompetensi Komunikasi …
Analisis Proses komunikasi dalam Interaksi Petani dan Pihak BMT
………………………………………………………………………..
Analisis Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Interaksi Petani
dengan BMT ……………….……………………………………….
Analisis Faktor Internal Petani di Ciamis dan Baatul …..……………
Dampak Kebutuhan Modal Bagi Petani dan BMT di Ciamis dan
Bantul ……………………..…………………………………………..
Modal Sosial di Ciamis dan Bantul ………………………………….
iv
Halaman
82
96
96
129
132
133
142
143
146
147
147
148
150
151
154
162
163
171
194
209
213
262
294
296
298
299
301
DAFTAR GAMBAR
2.1.
2.2.
2.3.
2.4.
2.5.
2.6.
2.7.
2.8.
2.9.
2.10.
5.1.
5.2.
6.1.
6.2.
6.3.
6.4.
7.1.
7.2.
7.3.
7.4.
7.5
7.6
7.7.
7.8.
7.9.
7.10.
7.11.
8.1.
8.2.
Teks
Pandangan Hidup Orang Sunda tentang Manusia sebagai pribadi dalam
konteks Hubungan Penguasa dan Rakyat (Balarea) – Pola I ……………
Pandangan Hidup Orang Sunda tentang Manusia sebagai pribadi dalam
konteks sebagai Kelompok Sosial – Pola II …………………………….
Pola Pandangan Hidup Orang Jawa …………………………………….
Model Komunikasi Gudykunst and Kim ……………………………….
Model Komunikasi Schramm …………………………………………..
Kerangka Perilaku Konsumen Mendapatkan Mashalah dan Berkah …..
Cara Kerja dan Perputaran Dana di BMT ………………………………
Kerangka Konseptual ……………………………………………………
Kerangka Pemikiran Teoritik ……………………………………………
Posisi Penelitian dibanding Penelitian Sebelumnya ……………………
Pandangan Hidup Orang Sunda di Ciamis ………………………………
Pandangan Hidup Orang Jawa di Bantul ………………………………..
Aspek Pendorong dan Penarik Menjadi Motif Berinteraksi dengan BMT
Karakter Petani di Sub urban Area Ciamis …………………………….
Karakter Petani di Rural Area (Bantul) …………………………………
Pola Konstruksi Sosial Petani …………………………………………..
Keterkaitan Antar Pelaku ……………………………………………….
Proses Komunikasi Pengajuan Pembiayaan Syariah …………………..
Alur Akad Mudharabah ……………………………………………………...
Alur Akad Murabahah ……………………………………………………….
Proses Komunikasi Pada Akad Murabahah ……..…………………….
Proses Komunikasi Pada Akad Mudharabah …………………………
Pembiayaan dalam Bentuk Akad Al Qardhul Hasan …………………..
Pola Komunikasi Antara PINBUK, Petani dan BMT …………………..
Pola Komunikasi BMT dan Petani setelah Mendapat Pembiayaan
Syariah …………………………………………………………………..
Pola Komunikasi Antara BMT, Petani dan Tokoh Masyarakat ……….
Pola Komunikasi Syariah ……………………………………………….
Konsep Diri Petani Syariah …………………………………………….
Pengembangan Modal Sosial BMT …………………………………….
v
Halaman
48
49
53
75
76
99
100
115
117
125
168
170
196
199
203
209
212
232
235
235
236
237
238
239
240
241
242
280
290
DAFTAR ISI
Teks
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................
Latar Belakang Masalah .....................................................................................
Perumusan Masalah ...........................................................................................
Tujuan Penelitian ...............................................................................................
Kegunaan Penelitian ..........................................................................................
Novelty ..............................................................................................................
Halaman
1
1
10
12
13
13
BAB II KERANGKA TEORITIS ................................................................................
Tinjauan Pustaka ..............................................................................................
Manusia Melakukan Tindakan Sosial ................................................................
Fenomenologi dan Petani Sebagai Aktor Sosial dan Subyektif .......................
Konstruksi Realitas Sosial Petani ......................................................................
Petani dalam Konsep Interaksi Simbolik ...........................................................
Etos Kerja sebagai Dasar Moral ……………………………………………….
Budaya Sunda ………………………………………………………………….
Budaya Jawa …………………………………………………………………..
Pandangan Hidup Orang Sunda Sebagai Manusia Pribadi ……………………
Pandangan Hidup Orang Jawa Sebagai Manusia Pribadi ……………………..
Modal Sosial ......................................................................................................
Komunikasi yang dapat di percaya (Trust Communication)..............................
Bahasa Sebagai Alat Komunikasi ……………………………………………..
Perilaku Kredit Petani ........................................................................................
Lembaga Keuangan Mikro Syariah ...................................................................
Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) .......................................................................
Produk-produk BMT .........................................................................................
Proposisi ............................................................................................................
Kerangka Berfikir ……………………………………………………………..
Kerangka Pemikiran Konseptual……………... ................................................
Kerangka Pemikiran Teoritik ……………........................................................
Hasil Penelitian Sebelumnya.............................................................................
Hasil Penelitian dengan Perspektif Obyektif.....................................................
Hasil Penelitian Trust Communication.............................................................
Hasil Penelitian tentang BMT……………………...........................................
Hasil Penelitian dengan Perspektif Subyektif...................................................
Posisi Penelitian dibanding Penelitian Sebelumnya.........................................
15
15
15
18
20
24
37
39
44
47
51
54
70
91
93
95
97
103
113
114
115
117
119
119
119
119
124
125
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................................
Paradigma Penelitian .....................................................................................
Lokasi dan Waktu Penelitian ..........................................................................
Informan Penelitian ........................................................................................
Gambaran Umum Informan …………………………………………………
Teknik Pengumpulan Data .............................................................................
Fokus Penelitian …………………………………………………………….
Proses Pendekatan ke Subyek Penelitian .......................................................
Teknik Keabsahan Data .................................................................................
Analisa Data ...................................................................................................
126
126
128
130
131
132
135
136
137
139
i
BAB IV GAMBARAN UMUM DESA CIJEUNJING KABUPATEN CIAMIS
DAN DESA BLAWONG KABUPATEN BANTUL
Kabupaten Ciamis ………………………………………………………….
Kabupaten Bantul …………………………………………………………..
Desa Cijeunjing Kabupaten Ciamis ………………………………………..
Desa Blawong Kabupaten Bantul ………………………………………….
BMT Miftahussalam ……………………………………………………….
BMT Al Barokah …………………………………………………………..
143
BAB V ETOS KERJA MASYARAKAT DESA CIJEUNJING DAN DESA
BLAWONG
Etos Kerja Orang Sunda pada Warga Desa Cijeunjing Ciamis …………….
Etos Kerja Orang Jawa pada Warga Desa Blawong Bantul ………………..
165
BAB VI KONSTRUKSI REALITAS SOSIAL PETANI
Proses Mendapatkan Pembiayaan di BMT (Motif) di Kabupaten Ciamis ……
Aspek Pendorong ……………………………………………………………..
Aspek Penarik …………………………………………………………………
Proses Mendapatkan Pembiayaan di BMT (Motif) di Desa Blawong
Kabupaten Bantul ……………………………………………………………..
Aspek Pendorong ………………………………………………………………
Aspek Penarik ………………………………………………………………….
Konsep Diri/Karakter Petani …………………………………………………..
Petani di Desa Cijeunjing Kabupaten Ciamis ………………………………….
Petani di Desa Blawong Kabupaten Bantul ……………………………………
Pembahasan Hasil Penelitian …………………………………………………..
Eksplorasi Kebenaran Empirik Logik ………………………………………….
Aspek Kebenaran Empirik Etik Komunikasi Petani …………………………..
Aspek Kebenaran empirik Transendental ………………………………………
.
BAB VII MODEL KOMUNIKASI SYARIAH
Proses Komunikasi Petani …………………………………………………….
Proses Komunikasi Petani dan BMT Ketika Mengajukan Pembiayaan Syariah
di Ciamis ………………………………………. ……………………………
Proses Komunikasi Petani dan BMT Ketika Mengajukan PEmbiayaan Syariah
di Bantul ………………………………………………………………………
Makna Simbolik pada Petani ………………………………………………….
Kompetensi Komunikasi Petani ………………………………………………
Petani sebagai aktor kehidupan ………………………………………………..
Pesan Komunikasi Islami ………………………….………………………….
Proses Komunikasi dalam Proses Akad Kredit………………………………..
Pembahasan Penelitian ………………………………………………………..
Eksplorasi Kebenaran Empirik Logik …………………………………………
Eksplorasi Kebenaran Empirik Etik ……………………………………………
Eksplorasi Kebenaran Empirik Transendental …………………………………
Sintesis Hasil Penelitian ……………………………………………………….
174
174
174
181
186
ii
143
144
149
150
151
154
165
168
186
191
196
196
199
203
204
205
207
212
212
213
215
216
222
224
226
232
245
245
249
251
258
BAB VIII MODAL SOSIAL BMT
BMT dalam Pembangunan …………………………………..…………………
Kabupaten Ciamis dan Bantul ………………………………………………
Pembentukan Modal Sosial BMT ……………. ……………………………….
BMT di Ciamis dan Bantul …………………………………………………….
Sumber Daya Manusia dan Kepemimpinan ………………………...................
Kepemimpinan di Ciamis …..…………………………………………………
Kepemimpinan di Bantul ……………………………………………………..
Refleksi Teoritik ……………………………………………………………….
266
266
268
269
275
276
281
284
303
BAB IX KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan …………………………………………………………………….
Saran …………………………………………………………………………...
309
309
312
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………
GLOSARY …………………………………………………………………………
313
321
iii
1
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Lembaga keuangan Mikro Syariah mengalami perkembangan yang sangat pesat saat ini,
terutama BMT. Ada sekitar 3.900 BMT yang yang beroperasi di Indonesia pada akhir tahun
2010. Aset BMT-BMT berkisar di atas 1 milyar (4,5 persen), 500 juta - 1 milyar (7 persen),
250 juta - 500 juta (39.5 persen), 50 juta – 250 juta (40 persen), dan dibawah 50 juta (9 persen)
(Pinbuk.org, 2012)
Selama ini menurut Hafidhuddin (2008) BMT telah membuktikan bahwa dari sisi bisnis,
pembiayaan pada UMK merupakan bisnis sektor riil, terbukti menurut catatan BMT centre
terdapat pertumbuhan aset sebesar 59,71 persen pada tahun 2004-2005 dan peningkatan SHU
sebesar 46,71 persen pada tahun yang sama. Penerimaan masyarakat yang semakin besar pada
adanya manfaat dari kehadiran BMT ini terlihat dari pesatnya pertumbuhan BMT di daerahdaerah. Berdasarkan data terakhir, terdapat sekitar 2.938 unit BMT di seluruh Indonesia. Di
Jawa Barat hampir 22 persen, 20 persen di Jawa Timur, 17,5 persen di Jawa Tengah, di luar Jawa
yang terbesar adalah di Sulawesi Selatan 6 persen, dan Sumatera Utama 5 persen. Berdasarkan
data tahun 2000, rata-rata setiap BMT memiliki sekitar 199 penabung dan 83 orang peminjam,
dengan rata-rata simpanan sebesar Rp. 265.000 dan rata-rata pinjaman sebesar Rp. 698.000.
Kesejahteraan petani menurut BPS tahun 2005-2007 menunjukkan fluktuatif pada tahun
2005-2007 berturut-turut kesejahteraan petani mencapai 102,99 persen,
105,07 persen dan
104,62 persen. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa petani sudah sejahtera. Faktanya di
lapangan petani berhadapan dengan harga kebutuhan yang terus meningkat, termasuk harga
bahan konsumsi dan bahan produksi untuk lahan pertanian. Sementara sebelumnya dari hasil
survei BPS (2005) lebih dari 60 persen petani mengatakan kondisi ekonomi rumah tangga
mereka tidak berubah dari tahun-tahun sebelumnya. Survei tersebut juga memperlihatkan ratarata penghasilan tertinggi petani dalam setahun adalah Rp. 11,3 juta (di Sumatera Barat) dan
terendah Rp. 7,7 (di Nusa Tenggara Barat). Pendapatan tersebut masih jauh dikatakan layak
untuk mencukupi kebutuhan keluarga petani.
Perbankan syariah di masa awal pertumbuhannya terbilang lamban antara tahun 1992-1998,
kemudian tumbuh sangat pesat dalam satu dasawarsa terakhir. Pertumbuhan jumlah Bank Unit
Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS) dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) diikuti
2
oleh peningkatan nilai indikator-indikator perbankan syariah, seperti aset, dana pihak ketiga
(DPK), dan pembiayaan. Sebagai contoh, aset perbankan syariah (belum termasuk BPRS) telah
berkembang sekitar 54 kali lipat selama 10 tahun, dari Rp 1,79 trilyun pada akhir tahun 2000
menjadi Rp 97,52 trilyun pada akhir tahun 2010. Selama kurun itu, pertumbuhan rata-rata setiap
tahunnya adalah sekitar 54 persen. Dana Pihak Ketiga yang berhasil dihimpun pada kurun waktu
yang sama meningkat sekitar 74 kali lipat, dari Rp 1,03 trilyun menjadi Rp 76,04 trilyun.
Sedangkan pembiayaan yang diberikan juga meningkat sekitar 54 kali lipat, dari Rp 1,27 trilyun
menjadi Rp 68,18 trilyun (2010).
Perbankan Syariah sudah melakukan ekspansi dengan memberikan pembiayaan kepada
sektor pertanian bagi masyarakat di pedesaan. Sektor pertanian saat ini menjadi andalan mata
pencaharian sebagian besar masyarakat Indonesia dan berperan sebagai penyumbang penting
Produk Domestik Bruto (PDB), menjadi sumber devisa negara, serta menjadi pemasok bahan
baku sekaligus sebagai pasar bagi sektor industri. Menurut data BPS (2008) GNP tahun 2008,
20,9 juta rupiah dengan growth index 24,3 persen atau dalam USD $2.190,6. Cadangan devisa
Indonesia hingga awal Februari 2008 turun sebesar USD$ 960 juta menjadi USD $ 56 miliar.
Salah satu masalah penting yang sampai saat ini masih dihadapi bangsa ini adalah kemiskinan
dan kesenjangan ekonomi antara kelompok kaya dan miskin.
Menurut data BPS (2008) jumlah penduduk miskin Indonesia mencapai 34,96 juta orang
atau 15,42 persen dari total penduduk. Mengutip data BPS 2006, Hafidudin dan Syukur (2008)
mengatakan walaupun sektor pertanian menyerap jumlah tenaga kerja yang paling banyak dan
menggunakan sebagian besar lahan yang ada, namun sumbangan sektor ini pada Produk
Domestik Bruto (PDB) Indonesia tidak sebesar kontribusinya dalam penyerapan tenaga kerja dan
penggunaan lahan. Pada tahun 2005 sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan
hanya memberikan kontribusi sebesar 254,9 triliun rupiah (13,4 persen dari total PDB).
Menghadapi persoalan tersebut, kabinet Indonesia bersatu telah menetapkan program
pembangunannya dengan menggunakan strategi tiga jalur (triple track strategy) yang berazas
pro-growth, pro-employment dan pro-poor. Operasionalisasi konsep strategi tiga jalur tersebut
dirancang melalui : (1) peningkatan pertumbuhan ekonomi di atas 6,5 persen per tahun melalui
percepatan investasi dan ekspor; (2) pembenahan sektor riil untuk mampu menyerap tambahan
angkatan kerja dan menciptakan lapangan kerja baru; dan (3) revitalisasi sektor pertanian dan
perdesaan untuk kontribusi pada pengentasan kemiskinan (Deptan, 2005).
3
Ada paradoks pada kondisi pertanian saat ini, di satu sisi, sektor pertanian menyerap
tenaga kerja yang sangat besar sekitar 44 persen dari total tenaga kerja di Indonesia dan
pertanian berperan memberikan 13,4 persen pada PDB, selebihnya dari sektor perdagangan,
industri, jasa, dan lain-lain (BPS, 2005). Paradoks ini menimbulkan masalah serius sehingga
perkembangan sektor pertanian menjadi lambat. Pertama, keterbatasan modal/dana petani yang
disebabkan oleh kesulitan akses pembiayaan, ketidak mampuan menyediakan agunan,
terbatasnya jumlah dan jangkauan bank. Kedua, SDM yang rendah, rata-rata petani mengenyam
pendidikan hanya sampai tingkat pendidikan yang rendah. Hal ini menyebabkan pengelolaan
pertanian menjadi tidak optimal, rendahnya daya saing dan terbatasnya penguasaan sarana dan
teknologi. Ketiga, persepsi negatif bahwa sektor pertanian beresiko tinggi, ketergantungan pada
musim dan ketersediaan air, jaminan harga yang fluktuatif, dan sebagainya. Keempat, kondisi
petani lokal di pedesaan seperti yang dikatakan Scott (1981) bahwa mereka memiliki persepsi
moral yang tidak akan mengambil resiko yang berbahaya, beresiko tinggi dan mengancam
subsistensi mereka. Secara dialektis Samuel Popkins (1979) menunjukkan bahwa bukan soal
moral yang paling menentukan setiap tindakan petani melainkan rasionalitas kerjanya.
Maksudnya, petani bukan tidak mau mengambil resiko dalam segala tindakannya tetapi juga ada
aspek-aspek spekulatif dan perhitungan untung rugi yang sangat cerdik.
Pemerintah setidaknya berkewajiban untuk meningkatkan dan melakukan pemerataan
terhadap kesejahteraan para petani.
Hal-hal yang harus diperhatikan untuk mendukung
pengembangan revitalisasi pertanian ini, antara lain : aspek kebijakan, lintas sektoral, aspek
teknologi, aspek kelembagaan, aspek sumber daya manusia dan aspek permodalan. Pada aspek
permodalan ini yang menjadi masalah paling krusial yang dialami para petani.
Kementrian Pertanian (2005) telah mengidentifikasi permasalah permodalan yang dialami
oleh para petani, antara lain : (a) Sistem dan prosedur penyaluran kredit masih rumit, birokratis
dan kurang memperhatikan kondisi lingkungan sosio budaya pedesaan sehingga sulit menyentuh
kepentingan petani yang sebenarnya; (b) Kemampuan petani dalam mengakses sumber-sumber
pembiayaan sangat terbatas. Hal ini disebabkan lembaga keuangan perbankan dan non perbankan
menerapkan prinsip 5-C (Character, Collateral, Capacity, Capital, dan Condition) dalam
menilai usaha pertanian yang tidak semua persyaratan yang diminta dapat dipenuhi oleh petani;
(c) Usaha di sektor pertanian masih dianggap beresiko tinggi oleh pihak investor, sehingga
menghambat aliran modal investasi maupun modal kerja ke sektor pertanian; (d) Skim kredit
4
pada umumnya masih membiayai usaha produksi, belum menyentuh kegiatan praproduksi, pasca
produksi, dan pascapanen. Padahal kegiatan off farm ini memberikan tingkat keuntungan yang
lebih baik bila dibandingkan dengan kegiatan on farm; (e) Belum berkembangnya lembaga
penjaminan usaha di bidang pertanian (Asuransi Pertanian) yang mengakibatkan lembaga
keuangan maupun investor enggan untuk menyalurkan dananya pada kegiatan agribisnis; (f)
Belum adanya lembaga keuangan yang khusus membiayai sektor pertanian. Hal ini
mengakibatkan dukungan pembiayaan sektor pertanian tidak sesuai dengan tuntutan
pembangunan nasional yang memprioritaskan pertanian sebagai tulang punggung perekonomian
nasional; dan (g) Belum berkembangnya Lembaga Keuangan Pedesaan/Lembaga Kredit Mikro
di pedesaan sehingga terjadi ketidakseimbangan antara kemampuan masyarakat untuk menabung
dengan jumlah modal yang keluar pedesaan (capital outflow).
Sebagian besar petani lebih akrab dengan sumber-sumber pembiayaan informal karena
sangat mengerti dengan kebutuhan petani. Hal ini menjadi tantangan pada pihak BMT, karena
pada dasarnya pengembangan pelayanan pembiayaan mikro pertanian masih terbatas dan belum
ada kesesuaian antara pihak lembaga pembiayaan sebagai penyedia dana dan pihak petani
sebagai pengguna dana. Bagi sebagian Bankir dan praktisi keuangan, pertanian masih dianggap
sebagai sektor yang memiliki resiko sangat besar dan dianggap kurang menguntungkan.
Munculnya stigma ini terjadi karena buruknya komunikasi dan koordinasi antara para pemangku
kepentingan (stakeholder) sektor pertanian dan lembaga keuangan (Hafidhuddin dan Syukur,
2008). Pihak perbankan sebagai lembaga intermediasi sering menerapkan prinsip kehati-hatian
yang didasarkan pada kepercayaan. Bagaimana membangun kepercayaan antara BMT dan petani
diperlukan strategi komunikasi yang baik. Faktanya, keberpihakan perbankan secara nasional
terhadap sektor pertanian sangat rendah. Hal ini dapat dilihat dari data Bank Indonesia (2007),
penyaluran kredit bank nasional per-Maret 2007 hanya 5,4 persen untuk sektor pertanian dari
total kredit sebesar 800,373 miliar. Selebihnya, kredit didominasi oleh sektor jasa sebesar 37,21
persen, sektor perindustrian 22,93 persen, perdagangan 20,93 persen. Pertumbuhan kredit di
sektor pertanian mengalami fluktuatif, sejak tahun 2004 sampai tahun 2009 masing-masing 27,3
persen, 25,8 persen, 14,0 persen, 26,0 persen, 30,8 persen dan menurun di tahun 2009 sebesar
10,5 persen (data BI dan CEIC diolah Kompas, 2009). Berdasarkan hal ini maka peranan
perbankan syariah sangat diharapkan turut menggerakan sektor pertanian. Masyarakat petani
5
ataupun umum juga harus memiliki persepsi bahwa dalam menjalankan usaha tidak ada
keuntungan tanpa resiko yang harus dihadapi.
Bank Indonesia menilai perbankan syariah memiliki produk yang paling cocok untuk
mengembangkan pembiayaan di sektor pertanian yang memiliki karakter berbeda dengan sektor
lainnya karena adanya faktor cuaca dan musim tanam. Pembiayaan syariah dapat mendorong
pertumbuhan perekonomian di sektor pertanian yang menyediakan lahan kerja sekitar 40,3
persen dalam lima tahun terakhir. (Republika, 2 Maret 2011)
Menurut hasil survey Bank Indonesia 2011, sekitar 97,5 persen atau 24 juta petani di
Indonesia mengaku tidak pernah menerima kredit dari pemerintah. Hanya 2,5 persen atau 616
ribu petani yang mengaku pernah mendapatkan kredit dari pemerintah.
Komposisi jenis
kreditnya adalah uang 55,1 persen, sarana produksi 37,3 persen dan lainnya 7,6 persen. Sebanyak
95,1 persen atau 23 juta petani mengaku tidak pernah mendapatkan kredit dari lembaga non
pemerintah. Hanya sekitar 4,9 persen atau 1,2 juta petani yang mengaku sebaliknya.
Jenis
bantuan seperti benih 38,2 persen, pupuk 15,2 persen, pestisida 2,7 persen, alat pertanian 1,3
persen, ternak 6 persen dan lainnya 36,6 persen. Sisi penyuluhan, sebanyak 86 persen atau 21
juta petani tidak pernah mendapatkan penyuluhan pertanian. Hanya 13,7 persen atau sekitar 3
juta petani mengaku pernah mendapatkannya. Jenis penyuluhan yang didapat petani, berupa
budidaya 40,1 persen, pengolahan hasil 25,2 persen, pemasaran hasil 13,2 persen dan lainnya
21,6 persen. Sementara, untuk jenis lahan, survey BI menunjukan adanya pengurangan lahan
pertanian di Pulau Jawa hingga 4,845 hektar, di wilayah luar Jawa terdapat penambahan lahan
pertanian hingga 64,834 hektar. Sampai akhir 2010 penyaluran kredit kepada sektor pertanian
mencapai Rp. 91 triliun atau 5,15 persen dari total kredit perbankan. Perbankan syariah hanya
memberikan kontribusi sebesar 1,76 triliun atau 5,15 persen untuk sektor pertanian. (dalam
Republika, 2 Maret 2011)
Berdasarkan hasil penelitian BI tersebut sangatlah jelas bahwa masyarakat membutuhkan
pendanaan untuk modal pertanian yang mereka kelola. Masyarakat ini dapat kita bagi yaitu yang
berada di perdesaan dan perkotaan dan semi perkotaan (rural, urban, semi urban). Pedesaan dan
perkotaan memiliki peran yang sama dalam mengembangkan ekonomi suatu wilayah. Jika
masing-masing memainkan peranannya secara baik maka akan menciptakan pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan.
6
Terdapat persepsi masyarakat bahwa pasar non-syariah atau pasar konvensional selalu
lebih menguntungkan secara finansial dibandingkan pasar syariah karena sistem bunganya.
Pasar syariah sendiri hanya dipahami sebagai pasar kaum muslim saja, seolah merupakan pasar
yang tertutup untuk kalangan non muslim. Padahal, sistem bagi hasil yang merupakan salah satu
elemen penting dari pasar syariah sudah sejak lama diterapkan di negara-negara Eropa dan
negara-negara Arab (Kartajaya & Syula, 2006:xxv).
Pasar syariah bagi pembiayaan sektor riil sangatlah diutamakan. Sumber pembiayaan
pembangunan pertanian di Indonesia juga disediakan oleh pemerintah dan lembaga keuangan
sebagai bagian dari paket pembangunan pertanian. Kredit memberikan manfaat bagi pelaku
usaha pertanian terutama yang menjalankan usaha skala kecil. Ada beberapa manfaat kredit bagi
pelaku usaha pertanian menurut Hafiduddin dan Syukur (2008), yaitu : Pertama, kredit
merupakan modal kerja bagi pelaku usaha pertanian yang memiliki keterbatasan modal sendiri.
Kedua, kredit dapat menjadi pendorong bagi pelaku usaha pertanian untuk mandiri sehingga
dapat terlepas dari ketergantungan pada pedagang perantara, toke maupun tengkulak yang
merugikan pelaku usaha pertanian.
Ketersediaan kredit untuk pembiayaan pertanian masih
sangat minim, ditambah lagi penyebaran informasi mengenai hal ini yang jauh dari kata sangat
kurang. Sejak lama, pembiayaan dengan pola syariah ini sebenarnya tidak terlalu asing bagi
masyarakat karena sudah terbiasa dengan sistem bagi hasil, seperti sistem maro dalam tanaman
pangan, sistem gaduhan dalam peternakan dan sistem bagi hasil dalam perikanan tangkap.
Pemahaman masyarakat di daerah pedesaan mengenai lembaga keuangan mikro syariah
sangat diperlukan. Hal ini dikarenakan masyarakat di daerah dan pedesaan masih sulit tersentuh
oleh bank, maka dibutuhkan lembaga keuangan alternatif yang menyentuh masyarakat pedesaan.
Potensi pendanaan masyarakat yang ada belum dikelola secara optimal. Hal ini diduga berkaitan
dengan jumlah penyebaran bank terbatas, tersebar di ibukota propinsi, sehingga peranan lembaga
keuangan mikro yang ada belum melayani masyarakat secara optimal.
Model pembiayaan syariah untuk masing-masing kelompok pertanian berbeda.
Pada
pertanian skala kecil, yaitu : bai’as-salam (pembiayaan yang nilainya sama dengan biaya pokok
produksi ditambah dengan keuntungan bagi pelaku usaha pertanian, hasil panen diberikan
kepada LKMS dan dijual, keuntungan untuk LKMS) dengan melibatkan LKMS (lembaga
Keuangan Mikro Syariah) seperti BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syariah), BMT (Baitul Maal
Wat Tamwil) dan Koperasi Syariah yang ada di daerah-daerah. Usaha Mikro kecil ini menyerap
7
banyak tenaga kerja/masyarakat miskin, namun dukungan permodalan masih minimal. Usaha
Mikro Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK) berperan sangat strategis, karena 99,9 persen
dari 43 juta unit usaha di Indonesia adalah usaha mikro dan kecil. 99,5 persen kesempatan kerja
disediakan oleh UMKMK. 57 persen kebutuhan barang dan jasa disediakan oleh UMKMK. 19
persen ekspor merupakan hasil UMKMK yang keseluruhannya memberikan kontribusi 2-4
persen terhadap pertumbuhan nasional (PT.Permodalan Nasional Madani, 2007).
Lembaga keuangan syariah ini mempunyai peluang yang besar dalam menggerakan sektor
riil.
Hal ini dapat terwujud apabila dapat mengoptimalkan pembiayaan mikro syariah ini.
Menurut data statistik BI, (2007) porsi produk pembiayaan murabahah mencapai 60,67 persen,
musyarakah 14,32 persen dan mudharabah 20,40 persen. Rendahnya porsi pembiayaan pada
bank syariah ini umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain persepsi dan preferensi
nasabah di daerah pada pola pembiayaan syariah.
Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Antonio (1999) mengenai kendala yang
timbul berkaitan dengan perkembangan perbankan syariah, yaitu : (1) Pemahaman masyarakat
yang belum tepat terhadap kegiatan operasional bank syariah, (2) Peraturan perbankan yang
berlaku belum sepenuhnya mengakomodasi operasional bank syariah, (3) Jaringan kantor bank
syariah yang belum luas, (4) Sumber daya manusia yang memiliki keahlian dalam bank syariah
masih sedikit. Pola-pola pembiayaan syariah yang ditemukan di lapangan yang bersumber dari
lembaga perbankan syariah adalah mudharabah/musyarakah, bai salam, dan bai murabahah.
Umumnya nasabah perbankan syariah ini masih kurang paham terhadap jenis produk dan
karakteristik produk pembiayaan syariah. Praktik pembiayaan dengan pola syariah masih ada
kesenjangan antara konsep yang diatur dalam fikih muamalat dengan saat implementasinya.
Bagi dunia perbankan, masalah perkreditan adalah menyangkut masalah prudential
(kehati-hatian) terhadap masyarakat, terutama petani. Fokus perkreditan bagi petani memiliki
resiko yang tinggi, karena hasil yang didapat tidak pasti, semua tergantung pada alam.
Permasalahan yang timbul adalah bagaimana perbankan melakukan komunikasi agar dapat
dipercaya dan percaya pada masyarakatnya.
Di sini yang berperan adalah bagaimana
membangun kepercayaan diantara BMT dengan petani? Menurut Jahi (1988) komunikasi
pembangunan di sini adalah bagaimana peranan proses komunikasi ataupun media massa
sehingga dapat menyediakan informasi kepada khalayak dan memotivasi mereka agar
mengadopsi inovasi pertanian, kesehatan, dan keluarga berencana, mengirimkan anak-anak
8
mereka ke sekolah yang lebih tinggi, dan lebih tahu tentang berita nasional dan internasional.
Jahi melanjutkan bahwa dalam pembangunan yang partisipatif, partisipan harus mampu
mengekspresikan kebutuhan mereka dan memiliki kesempatan untuk mendapatkan informasi
yang mereka butuhkan melalui saluran-saluran komunikasi yang tersedia. BMT haruslah
memberikan edukasi informasi kepada petani melalui saluran-saluran informasi yang tersedia,
misalnya komunikasi interpersonal, kelompok diskusi atau majlis ta’lim, suratkabar, majalah,
radio, atau televisi bahkan melalui internet.
Salah satu lembaga pembiayaan syariah yang menfokuskan kepada petani adalah Lembaga
keuangan mikro agribisnis syariah yang dikelola oleh Kementrian Pertanian.
Kelompok Tani
ini mendapatkan bantuan penguatan modal dari pemerintah Jepang lewat program CF-SKR yang
dikelola oleh sub direktorat pembiayaan pertanian di Kementrian pertanian yang dikelola dengan
menggunakan sistem syariah, sehingga pembiayaan ini dinamakan lembaga keuangan mikro
agribisnis syariah. Daerah yang menjadi percontohan dan berhasil dalam mengelola lembaga
keuangan mikro syariah ini (Deptan, 2005) adalah BMT Miftahussalam Kecamatan Cijeungjing
Kabupaten Ciamis Jawa Barat dan Kelompok Tani yang mendirikan BMT Al Barokah
Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta. Penyaluran pembiayaan dengan sistem syariah
ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani. Bergulirnya
pembiayaan syariah ini diharapkan dapat menyebabkan bergeraknya roda perekonomian di
daerah tersebut.
Penelitian ini memilih daerah Bantul Yogyakarta yang memiliki ciri sebagai wilayah Rural
(pedesaan) dengan etnis Jawa dan daerah Ciamis yang memiliki ciri sub urban (semi perkotaan)
dengan etnis Sunda dengan segala ciri-cirinya. Karakter atau ciri wilayah perdesaan dan semi
perkotaan berbeda.
Perdesaan sebagai setiap permukiman para petani.
Masyarakat desa
memiliki karakteristik : (1) Peranan kelompok primer yang sangat besar; (2) Faktor geografik
sangat menentukan pembentukan kelompok masyarakat; (3) Hubungan lebih bersifat intim dan
awet; (4) Struktur masyarakat bersifat homogen; (5) Tingkat mobilitas rendah; (6) Keluarga
lebih ditekankan fungsinya sebagai unit ekonomi. Sementara wilayah semi urban dicirikan
sebagai wilayah yang memiliki sifat kekotaan dan kedaerahan. Wilayah perkotaan merupakan
wilayah yang didominasi oleh bentuk pemanfaatan lahan non agraris sedangkan wilayah
perdesaan adalah wilayah yang didominasi oleh bentuk pemanfaatan lahan agraris (Yunus, 2010)
9
Penduduk di kedua wilayah tersebut, baik Bantul maupun Ciamis, sama-sama memiliki
mata pencaharian sebagai petani. Mereka mengolah lahan pertaniannya menanam padi maupun
jagung. Para petani memiliki kendala dalam hal permodalan untuk membiayai produksi lahan
pertaniannya. Permodalan tersebut bisa didapatkan dari pembiayaan kredit syariah di BMT yang
ada di sekitar wilayah pertaniannya.
Menurut Ancok (2007) pertumbuhan ekonomi suatu bangsa akan lebih maju bila
masyarakatnya memiliki kepercayaan satu sama lain sebagai pengikatnya dan menjadi modal
sosial. Menurut Fukuyama (2007) trust adalah sebagai perekat modal sosial. Pada saat ini tidak
lagi bisa memisahkan antara kehidupan ekonomi dengan kehidupan budaya. Selanjutnya Ia
berpendapat bahwa dalam sebuah era dimana faktor modal sosial sudah sepenting modal fisikal,
hanya masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan sosial tinggi yang akan mampu
menciptakan organisasi-organisasi bisnis fleksibel berskala besar yang diperlukan untuk bersaing
di arena ekonomi global baru.
Membangun kepercayaan menurut Ancok (2007) harus dimulai dengan membangun
sistem sosial yang bercirikan adanya kompetensi, keterbukaan, reliabilitas dan keadilan. Apabila
BMT akan berkomunikasi dengan calon nasabahnya, terlebih dahulu adalah membangun
kepercayaan di antara keduanya (kreditur dan debitur).
Apakah BMT tersebut memiliki
kompetensi, dapat berkomunikasi secara terbuka, dapat diandalkan dan memiliki rasa keadilan?
Kepercayaan itu pulalah yang membuat Muhamad Yunus (2007) melakukan gebrakan yang
berani untuk memberikan kredit mikro kepada kaum miskin. Ketika mengawali program kredit
mikro di desa Jobra, Yunus mendebat manajer bank yang bersikeras bahwa bank tidak mungkin
memberi pinjaman tanpa jaminan pada kaum miskin karena resiko tidak kembalinya sangat
besar. Yunus membantah :”mereka sangat punya alasan untuk membayar anda kembali, yakni
untuk mendapatkan pinjaman lagi dan melanjutkan hidup esok harinya ! Itulah jaminan terbaik
yang bisa anda dapatkan : Nyawa mereka!” Kepercayaan pada kaum miskin inilah sebenarnya
inti filosofi Grameen Bank. Namun, program penyaluran kredit Grameen Bank yang ditujukan
kepada kelompok-kelompok ibu rumah tangga agar dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga,
namun masih menggunakan unsur bunga dalam perhitungan keuntungannya.
Berdasarkan kasus di atas, ada tiga hal permasalahan yang terjadi, yaitu : (1) penyaluran
perkreditan yang tidak lancar; (2) kepercayaan antara petani dan lembaga keuangan belum
terbangun; (3) terjadi permasalahan komunikasi antara petani dan lembaga keuangan. Fenomena
10
yang terjadi antara petani dengan BMT sebagai sebuah fakta sosial. Para petani melihat bahwa
perbankan adalah “lembaga yang sulit disentuh” dan agar mengena pada masyarakat petani di
perdesaan maka disentuh melalui BMT. BMT sendiri menganggap usaha yang dilakukan oleh
petani sebagai “usaha dengan resiko tinggi (high risk)” sehingga resiko penyaluran kredit kepada
petani sangat tinggi.
Padahal tidak ada usaha yang akan mendapatkan keuntungan tanpa
menghadapi resiko. Pandangan seperti ini bukanlah pandangan yang salah, namun hanyalah
merupakan sudut pandang orang luar (pandangan etik), sebagai sebuah fakta yang semestinya
berlaku seperti itu, bukan pandangan emik (bagaimana petani dan lembaga keuangan mikro
syariah melihat kehidupan mereka sendiri). Menurut pandangan kedua lebih bersifat interpretif
atau fenomenologis, petani dan lembaga keuangan syariah sebagai subyek (aktor kehidupan)
memiliki keinginan, harapan, dan kehidupan sendiri yang unik.
Pandangan subyektif ini
dibutuhkan untuk mengimbangi pandangan sebelumnya yang obyektif yang melihat bahwa
petani sebagai korban kehidupan, kesenjangan ekonomi dan ketidakadilan sosial, bukan sebagai
anggota masyarakat yang memiliki pemikiran dan pengalaman hidup yang mereka rasakan dan
alami sendiri.
Pendekatan interaksi simbolik sebagai salah satu pendekatan komunikasi dapat digunakan
untuk menjelaskan fenomena bagaimana para petani berinteraksi di antara mereka dan petani
dengan lembaga keuangan mikro syariah. Apa yang ditampilkan oleh petani untuk mendorong
lembaga keuangan mikro syariah agar mempercayainya dalam menyalurkan pembiayaan syariah,
melalui bahasa verbal atau non verbal, apa dan bagaimana proses komunikasi yang terjadi di
antara sesama petani, penuh dengan simbol-simbol yang khas.
Perumusan Masalah
Menurut penelitian yang dilakukan Couchman dan Fulop (2006) mengenai membangun
trust lewat komunikasi dalam bidang R&D (Research & Development) bahwa yang menjadi
masalah adalah kolaborasi antar organisasi dalam bidang R&D pada sektor publik dan privat.
Mereka memiliki perbedaan kepentingan, tujuan, model operasinya, kapabilitas, sumber dan
komitmen yang bisa menimbulkan konflik dan kekuatan kekuasaan, sehingga ketika mereka
berhubungan harus dengan mengkomunikasikan kepercayaan dan bagaimana membangun
kepercayaan di antara mereka. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Paul Dwyer (2007)
apabila suatu organisasi atau perusahaan akan membangun kepercayaan maka mereka dapat
11
membangun kepercayaan tersebut melalui blog perusahaan (Corporate Blog).
Perilaku
komunikasi dalam membangun kepercayaan juga harus dilakukan seperti terungkap dalam
penelitian yang dilakukan pada kolaborasi team secara Online di internet (Bulu & Yildirim,
2008), pada team virtual multikultural (Lateenmahki, et all, 2007; Jarmon & Keating, 2007).
Peranan komunikasi interpersonal sangatlah penting dalam mengembangkan kepercayaan
dan kedekatan pada klien. Hal ini diteliti oleh Kirchmajer dan Petterson (2003) pada konteks
pelayanan profesional provider dan perencana keuangan pada usaha kecil menengah (Small to
Medium Enterprise/SME) di Australia dan New Zealand. Ada juga penelitian yang dilakukan
oleh Botan dan Taylor (2005) yang meneliti masalah peranan kepercayaan terhadap media
sebagai strategi komunikasi dalam membangun masyarakat madani (civil Society). Penelitian
lain dilakukan Wilson (2000) mengenai masalah kepercayaan dalam ekonomi agribisnis
sehingga membentuk kapital sosial. Penelitian yang dilakukan oleh Bank Indonesia (2000)
bekerjasama dengan IPB, UNDIP telah melihat sejauhmana ada potensi, preferensi dan perilaku
masyarakat mengenai lembaga keuangan syariah di Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Hasil
analisisnya menunjukkan bank syariah lebih diminati kalangan berpenghasilan menengah ke
bawah. Hal ini terutama karena didukung dengan sistem jemput bola yang merupakan andalan
utama dalam melayani nasabah (terutama BPRS) yang sangat diminati masyarakat dari kalangan
tersebut. Temuan hasil studi menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat terhadap bank syariah
baik yang berkaitan dengan sistem maupun jenis layanan/jasa, masih dapat dikatakan rendah.
Selain itu aksesibilitas/keberadaan bank syariah juga menjadi salah satu faktor yang menentukan
keinginan masyarakat untuk mengadopsi (terus mengadopsi) bank syariah.Yan Orgianus (2004)
meneliti bagaimana Rekayasa Model Bagi Hasil dan Bagi Resiko Pembiayaan Usaha Kecil dan
Menengah Agroindustri dengan Pola syariah pada agroindustri kentang.
Pada pembiayaan
dengan pola syariah dilakukan bagi hasil dan bagi resiko antara pihak bank sebagai pemilik
modal dan nasabahnya sebagai pengelola dana.
Penelitian yang dilakukan Endang L. Hastuti dan Supadi (2007) mengenai aksesibilitas
masyarakat terhadap kelembagaan pembiayaan pertanian di pedesaan membuktikan bahwa
aksesibilitas masyarakat sangatlah sulit. Analisis Perilaku penawaran kredit perbankan kepada
sektor UMKM di Indonesia selama kurun 2002-2006 yang dilakukan Meydianawati (2007)
menunjukkan apabila perbankan bisa menaikan modal maka akan mampu menyalurkan kredit
investasi dan modal kerja kepada sektor UMKM di Indonesia. Sementara menurut Nurmanaf
12
(2007) lembaga informal pembiayaan mikro dinilai lebih dekat dengan petani. Penelitian yang
dilakukan Asif Dowla (2005) mengenai “dengan kredit kami percaya : membangun modal sosial
oleh Grameen Bank di Bangladesh, menunjukkan dengan menggunakan jaringan secara
horizontal dan vertikal, dapat digunakan untuk membangun norma baru dan meningkatkan
kepercayaan sosial, memecahkan masalah kolektif dari orang-orang miskin agar dapat
mengakses modal.
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, menunjukkan penelitian menggunakan
asumsi bahwa komunikasi yang dapat dipercaya atau bagaimana membangun kepercayaan
melalui komunikasi adalah sangat penting. Terkait dengan penelitian ini bahwa BMT dituntut
untuk berkomunikasi dengan petani, yaitu ketika mengaplikasikan sikap kehati-hatian
(prudential-nya).
BMT dituntut dapat membangun kepercayaan dan meyakinkan produk
pembiayaannya kepada para petani agar mereka mau menggunakan pembiayaan tersebut guna
mengatasi permodalan mereka sehingga berimplikasi pada kenaikan kesejahteraan para petani
dan keluarganya. Beberapa pertanyaan pokok timbul dari pemikiran di atas, yaitu :
(1) Bagaimana petani di kota Ciamis dan Bantul mengkonstruksikan realitas sosial meliputi
proses, motif, dan konsep diri yang dimiliki menurut pandangan mereka sendiri ?
(2) Bagaimana petani di kota Ciamis dan Bantul mengelola komunikasi mereka dan
komponen utama komunikasi manakah yang membentuk peristiwa-peristiwa komunikasi
tersebut yang efektif dalam mengembangkan modal sosial BMT dengan petani?
(3) Bagaimana rancangan pengembangan pola-pola komunikasi yang tepat untuk
mengembangkan modal sosial petani BMT?
Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan bagaimana proses
komunikasi dalam membangun kepercayaan melalui penyaluran pembiayaan mikro syariah
kepada petani. Berdasarkan uraian permasalahan, kegiatan penelitian ini bertujuan untuk :
(1) Menganalisis perubahan petani di kota Ciamis dan Bantul dalam mengkonstruksikan
realitas sosial meliputi proses, motif, dan konsep diri yang dimiliki menurut pandangan
mereka sendiri.
(2) Menganalisis/mensintesakan perubahan perilaku petani di kota Ciamis dan Bantul dalam
mengelola komunikasi mereka dan menganalisis komponen utama komunikasi pada
13
petani
yang
membentuk
peristiwa-peristiwa
komunikasi
yang
efektif
dalam
tepat
untuk
mengembangkan modal sosial BMT.
(3) Merancang
strategi
pengembangan
pola-pola
komunikasi
yang
mengembangkan modal sosial petani dan BMT.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian diharapkan berguna untuk memahami bagaimana proses komunikasi
yang terjadi dalam membangun kepercayaan antara petani dan BMT. Secara spesifik kegunaan
penelitian ini adalah :
(1) Membantu mengembangkan kelembagaan dan memperjelas posisi BMT dalam
kehidupan petani dimulai dengan mempercayai BMT dapat meningkatkan kesejahteraan
petani di Indonesia khususnya.
(2) Sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu komunikasi, khususnya bagi
penelitian konstruktivis dalam membangun kepercayaan melalui proses komunikasi yang
terjadi pada masyarakat petani.
(3) Selain itu sebagai masukan praktis bagi perbankan syariah khususnya BMT di Indonesia
dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan petani.
Novelty
Penelitian ini telah berusaha mengungkapkan keunikan perilaku komunikasi petani
berdasarkan pendekatan subyektif atau berdasarkan petani yang mengalaminya sendiri sehingga
diperoleh data yang menyuarakan aspirasi kebutuhan dan kepentingan khas petani dalam
mendapatkan pembiayaan syariah. Kebanyakan penelitian perilaku kredit petani menyatakan
bahwa petani kesulitan dalam mengakses kredit melalui bank.
Perilaku kredit tersebut
berhubungan dengan lembaga keuangan umum, sementara penelitian terhadap BMT masih
sedikit. Setidaknya dari hasil penelitian ini diperlihatkan bahwa nasabah dengan strata dhuafalah yang lebih dapat dipercaya dibandingkan dengan kalangan atas, dari masyarakat bawah untuk
dapat membentuk modal sosial yang kuat dalam masyarakat tersebut.
Penelitian ini telah menelaah secara mendalam dan memahami makna subyektif petani
secara fenomenologi dengan pendekatan interaksi simbolik dalam memahami penyaluran kredit
oleh lembaga keuangan mikro syariah dipilih setting budaya Jawa dan berada di wilayah rural di
14
kota Yogyakarta dan budaya sunda yang berada di wilayah sub urban di Jawa Barat dalam
mengembangkan modal sosial BMT. Penelitian ini mencoba menghasilkan rumusan pola strategi
komunikasi syariah yang berlaku di lingkup BMT. Penelitian ini menganalisis seberapa jauh
model komunikasi dalam pengembangan konstruksi sosial perbankan syariah (BMT) dengan
membandingkan antara petani yang hidup di Bantul dan Ciamis.
15
BAB II KERANGKA TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Permasalahan yang dianalisis dalam penelitian ini berkenaan dengan situasi dan kondisi
subyektif yang dialami sendiri oleh petani ketika akan mendapatkan pembiayaan syariah melalui
BMT. Pada penelitian objektif–kuantitatif, teori digunakan sebagai landasan penelitian yang
penting karena teori tersebut harus diuji oleh penelitinya sehingga teori tersebut akan terus
menempel peneliti sampai akhir penelitian.
Sedangkan pada penelitian interpretif-kualitatif
(subyektif) teori hanya digunakan sebagai arahan bagi peneliti.
Pada penelitian ini teori digunakan sebagai pedoman atau arahan untuk mengungkapkan
fenomena agar lebih fokus. Selanjutnya dikembangkan konsep-konsep yang sejalan dengan
kenyataan yang ada di lapangan. Kerangka berfikir yang diuraikan dalam penelitian ini
menjelaskan keterkaitan satu dengan yang lainnya. Kerangka pemikiran dibangun untuk
menjelaskan mengenai fenomena proses komunikasi dalam masyarakat petani terkait dengan
BMT sebagai bagian dari struktur dan lapisan masyarakat. Sedangkan wujud komunikasi yang
terjadi ditentukan oleh (1) pihak-pihak yang terlibat dalam proses komunikasi (komunikator dan
komunikannya); (2) cara yang ditempuh; (3) kepentingan dan tujuan komunikasi; (4) ruang
lingkup yang melakukannya; (5) saluran yang digunakan; dan (6) isi pesan yang disampaikan.
Proses komunikasi dalam masyarakat dapat berupa komunikasi tatap muka yang terjadi pada
proses komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi, bahkan
komunikasi yang terjadi dalam komunikasi massa.
Perilaku petani berinteraksi dengan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) syariah guna
mendapatkan pembiayaan ini merupakan fenomena sosial. Petani berinteraksi
melakukan
komunikasi baik dengan dirinya sendiri maupun dalam masyarakatnya dan BMT.
Manusia Melakukan Tindakan Sosial
Fenomena sosial perilaku petani merupakan perilaku sosial, yang oleh Weber disebut
sebagai tindakan sosial. Max Weber (Ritzer, 2008) merupakan perintis Sosiologi yang lahir di
Erfurt, Jerman, 21 April 1864, berasal dari keluarga kelas menengah dan meninggal tahun 1920.
Max Weber memberikan pengaruh besar pada lahirnya pemahaman mengenai keterkaitan antara
etika protestan dan munculnya kapitalisme di Eropa Barat. Weber tampil dengan menawarkan
16
pendekatan terhadap kehidupan sosial yang jauh lebih bervariasi ketimbang Marx. Marx lebih
banyak memasuki ranah kajian ekonomi sedangkan Weber lebih tertarik pada berbagaia spek
fenomena sosial. Konsep Weber mengenai “tindakan sosial” ini telah memberikan arahan bagi
perkembangan teori sosiologi yang membahas mengenai interaksi sosial.
Weber (2007) menyatakan :
By action in this definition is meant human behavior when and to the extent that
the agents or agents see it as subjectively meaningful : the behavior may be either
internal or external, and may consist in the agent’s doing something, omitting to do
something, or having something done to him. By sosial, action is meant an action in
which the meaning intended by the agent or agents involves a relation to another
person’s behavior and in which that relation determines the way in which the action
proceeds.
Weber membedakan tindakan sosial dari tingkah laku pada umumnya dengan mengatakan
bahwa sebuah gerakan bukanlah sebuah tindakan kalau gerakan itu tidak memiliki makna
subyektif untuk orang-orang yang bersangkutan. Tindakan sosial merupakan sesuatu yang lebih
dari sekedar kesamaan diantara tingkah laku banyak orang (tingkah laku massa), walaupun tidak
perlu mengandung kesadaran timbal balik karena satu orang bisa bertingkah laku dengan sadar
menuju orang lain tanpa yang lainnya itu sadar akan fakta ini.
Selanjutnya menurut Weber (2007) ada banyak kelompok dalam masyarakat, didalamnya
terdapat 3 macam keteraturan yang mengikat orang dengan sesamanya, yaitu ekonomi, politik,
dan kebudayaan. Masing-masing tatanan ini mempengaruhi perilaku manusia dengan hasil yang
tidak sama untuk semua orang. Jadi pada kenyataannya masyarakat terdiri dari institusi-institusi
yang tunduk pada keteraturan ekonomi, politik dan kebudayaan.
Lebih lanjut, Weber (2007) mengemukakan tindakan sosial memiliki makna-makna. Ada
dua pertanyaan mendasar yang dikemukakan Weber mengenai berbagai makna yang merupakan
hal yang penting, yaitu : pertama, seseorang haruslah menyadari tentang fakta bahwa perilaku
bermakna samar dalam bentuk-bentuk yang tidak bermakna. Banyak perilaku tradisional begitu
biasa seakan-akan hampir tidak bermakna. Disisi lain, banyak pengalaman magis tampak begitu
sulit untuk dikomunikasikan. Weber memandang bahwa penggunaan empatik simpatik dengan
verstehen sekedar kebutuhan sekunder. Prosedur Weber yang sesungguhnya terutama berisi
konstruksi tipologi-tipologi perilaku lembaga pengkajian komparatif atas dasar berbagai tipologi.
17
Pernyataan Kedua, Hakikat kausal dari makna : sejauhmana makna menjadi kausa
perilaku? Seseorang harus menyadari keberadaan rentang pengalaman ilmu makna dapat tampil
secara beragam. Sesuatu fakta tidaklah memiliki makna akan tetapi penting untuk menjelaskan
aksi menyangkut berbagai fenomena psikologis seperti kelesuan, kebiasaan, kegembiraan, dan
sebagainya. Kajian mengenai perilaku manusia menunjukan bahwa makna hanyalah satu dari
elemen kausa aksi. Makna merupakan suatu hubungan yang terasa secara sadar antara cara-cara
dan tujuan-tujuan.
Berbagai makna dapat diorganisasikan dengan sejumlah cara, dengan
efisiensi menetapkan keunggulan tujuan dan cara yang benar menurut agama, dengan munculnya
emosi, penetapan tradisi-tradisi dan kebiasaan-kebiasaan.
The meaning to which we refer may be either (a) meaning actually intended by
an individual agent on a particular historical occasion or by a number of agents on
an approximate average in a given set a cases, or (b) the meaning attributed to the
agents, as types, in a pure type constructed in the abstract. In the neither case is the
meaning to be throught of as somehow objectively correct or true by some
metaphysical criterion. This is the different between the empirical sciences of action,
such as sociology and history, and any kind a priori discipline (Weber, 2007:7).
Not every kind of human contact is sosial in character : it is only sosial when
one’s person behavior is related in its meaning to the behavior of other people.
Sosial action in not to be identified either (a) with several people acting in a
similarway together, or (b) with one person’s acting under the influence of the
behavior of others. It is a familiar fact that an individual who finds himself in the
midst of a crowd gathered together in the same place will be strongly influenced in
his action by that fact. Behaviour which is traditional in a strong sense lies, like
purely reactive imitation, directly on and often beyond, the boundary marking out the
are of what can in general be called meaningful action. (Weber, 2007)
Seorang manusia tidaklah pasif menghadapi dunia sosialnya, ia akan melakukan tindakan
sosial. Seperti yang diungkapkan oleh Weber bahwa manusia itu melakukan tindakan sosial
dengan proses berfikir. Ia mengatakan, “masyarakat adalah suatu entitas aktif yang terdiri dari
orang-orang yang berfikir dan melakukan tindakan-tindakan sosial yang bermakna” (Mulyana,
2008).
Bagi Weber jelas bahwa tindakan sosial pada dasarnya bermakna, karena melibatkan
penafsiran, berfikir dan kesengajaan. Tindakan sosial baginya adalah tindakan yang disengaja
bagi orang lain dan sang aktor sosial sendiri. Sang aktor memiliki pikiran-pikiran yang aktif
saling menafsirkan perilaku orang lainnya, saling berkomunikasi dan mengendalikan perilaku
dirinya masing-masing sesuai dengan maksud dan tujuan komunikasinya. Tindakan sosial
18
merupakan tindakan atau perilaku subyektif yang bermakna yang melalui proses berfikir dan
ditujukan untuk mempengaruhi atau berorientasi kepada khalayaknya atau perilaku orang lain.
Pada penelitian ini, petani sebagai aktor sosial melakukan tindakan-tindakan komunikasi
agar dipercaya mendapatkan pembiayaan kredit dari BMT. Petani aktif memaknai lingkungan
sosial (masyarakat)–nya secara subyektif. Petani melakukan tindakan-tindakan yang tidak saja
bermakna bagi dirinya sendiri tapi juga bermakna bagi BMT bahkan bagi masyarakatnya.
Fenomenologi dan Petani Sebagai Aktor Sosial dan Subyektif
Asumsi-asumsi yang dikemukakan oleh Weber mengenai tindakan sosial di atas
dikembangkan oleh Alfred Schutz, seorang sosiolog kelahiran Wina Austria, tahun 1899 (Ritzer,
2008). Schutz memusatkan perhatian pada cara orang memahami kesadaran orang lain sementara
mereka hidup dalam kesadaran mereka sendiri.
Schutz juga menggunakan perspektif
subjektifitas dalam memahami kehidupan lebih sosial, terutama mengenai ciri sosial
pengetahuan.
Banyak pemikiran Schutz yang dipusatkan pada satu aspek dunia sosial yang disebut
kehidupan dunia (life-world) atau dunia kehidupan sehari-hari. Inilah yang dimaksud schutz
sebagai dunia intersubjektif. Orang dalam dunia intersubjektif ini menciptakan realitas sosial
dan dipaksa oleh kehidupan sosial yang telah ada dan struktur kultural ciptaan leluhur mereka.
Dunia kehidupan itu banyak aspek kolektifnya, tetapi juga ada aspek pribadinya (yang dapat
diungkap melalui biografi). Schutz membedakan dunia kehidupan antara hubungan tatap muka
yang akrab (relasi kami) dan hubungan interpersonal dan renggang (relasi mereka). Hubungan
tatap muka yang akrab sangat penting dalam kehidupan dunia yang dilandasi oleh kesadaran,
makna, dan motif tindakan individual. Secara keseluruhan, Schutz memusatkan perhatian pada
hubungan dialektika antara cara individu membangun realitas sosial dan realitas kultural yang
mereka warisi dari para pendahulu mereka dalam dunia sosial.
Pemikiran Schutz ini dalam ilmu sosial dikenal sebagai studi fenomenologis. Studi ini
merupakan hasil pemikiran Schutz yang berangkat dari pemikiran Weber dan kritikannya
terhadap fenomenologi Edmund Husserl. Husserl mengemukakan bahwa aktivitas kesadaran
melibatkan kemampuan manusia mempersepsi suatu objek, sedangkan Shutz lebih menekankan
pada kesadaran intersubjektif kehidupan manusia sehari-hari.
19
Schutz setuju dengan pemikiran Weber tentang pengalaman dan tindakan sosial manusia
dalam kehidupannya sehari-hari sebagai realitas yang bermakna secara sosial. Schutz menyebut
manusia yang berperilaku tersebut sebagai “aktor”. Ketika seseorang mendengar dan melihat
apa yang dikatakan atau diperbuat aktor, dia akan memahami makna dari tindakan sosial
tersebut, dan dunia sosial seperti itu disebut sebagai sebuah ‘realitas interpretif’.
Fenomenologi Schutz ini digunakan untuk mengupas dan memahami bagaimana suatu
tindakan sosial manusia yang diperoleh dari pengalaman subyektif dalam kehidupan sehari-hari.
Tindakan sosial ini dilihat dari bagaimana manusia berkomunikasi berdasarkan pengalaman yang
pernah mereka alami sendiri sebagai sesuatu yang bermakna dan membentuk gambaran
mengenai dunia keseharian intersubjektif.
Menurut Schutz (Mulyana, 2008) orang-orang begitu saja menerima bahwa dunia
keseharian itu eksis dan orang lain berbagi pemahaman atas segala hal yang ada di dunia ini.
Lebih dari itu, orang-orang merujuk pada obyek dan tindakan dengan mengasumsikan bahwa
mereka berbagi perspektif dengan orang lain. Setiap fenomenologis, yakni konteks ruang, waktu
dan historis yang secara unik menempatkan individu, memiliki pengetahuan mengenai hal
tersebut (stock of knowledge) yang terdiri dari semua fakta, kepercayaan, keinginan, prasangka
dan aturan yang dipelajari dari pengalaman pribadi dan pengetahuan siap pakai yang tersedia di
dunia sejak lahir.
Kategori pengetahuan menurut pandangan Schutz, yang pertama bersifat pribadi dan unik
ketika berinteraksi tatap muka dengan orang lain. Kategori pengetahuan yang kedua adalah
berbagai pengkhasan (typication) yang telah terbentuk dan dianut semua anggota suatu budaya,
terdiri dari mitos, pengetahuan, budaya, dan akal sehat (common sense). Berdasarkan hal itu,
intersubjektivitas berlangsung dalam berbagai macam hubungan dengan orang lain, termasuk
orang-orang dekat yang berbagi ruang dan waktu (dalam komunikasi tatap muka), yang hidup
sejaman tetapi tidak dikenal (pembaca, pendengar atau pemirsa lain yang belum pernah ditemui),
mereka yang telah mendahului sebelum dilahirkan, dan mereka yang akan datang setelah mati.
Pengetahuan mengenai diri berubah ketika masuk dan keluar dari hubungan dengan orang lain.
Shutz mengatakan, para aktor sosial menafsirkan sifat realitas yang relevan dengan
kepentingan mereka, dan realitas menjadi fungsi struktur relevansi mereka mengenai dunia
sosial.
Tugas utama analisis fenomenologis adalah mengkonstruksikan dunia kehidupan
manusia sebenarnya dalam bentuk yang mereka alami sendiri. Realitas dunia tersebut bersifat
20
intersubjektif dalam arti anggota masyarakat berbagi persepsi dasar mengenai dunia yang
diinternalisasikan melalui sosialisasi dan memungkinkan melakukan interaksi atau komunikasi.
Menurut pemikiran Schutz (Kuswarno, 2009), aktor memiliki dua motif, yaitu : motif yang
berorientasi ke depan (in order motive); dan motif berorientasi ke masa lalu (because motive).
Motif-motif tersebut akan menentukan penilaian terhadap dirinya sendiri dalam statusnya
sebagai aktor. Menurut Scott dan Lyman, mungkin saja mereka tidak merasa sebagai aktor
dengan mengajukan pembelaan diri dengan mengemukakan alasan tertentu atau bahkan mungkin
secara jujur dan penuh percaya diri menyatakan ke-aktor-annya melalui pembenaran
(justifications).
Berdasarkan uraian di atas, dalam konteks fenomenologis, petani adalah aktor yang
melakukan tindakan komunikasi sosial (mendapatkan pembiayaan kredit) bersama aktor lainnya
sehingga memiliki kesamaan dan kebersamaan dalam ikatan makna intersubjektif. Para aktor
juga memiliki historitas dan dapat dilihat dalam bentuk yang alami.
Kesadaran terhadap
pengalaman-pengalaman intersubjektif ketika berinteraksi dan berkomunikasi memberikan
skema pengetahuan bagi dirinya. Skema yang terbentuk ini seakan menjadi pedoman (motif
komunikasi) yang menentukan si aktor mengambil tindakan-tindakan komunikasi yang
dilakukannya agar mendapatkan pembiayaan kredit dari BMT.
Konstruksi Realitas Sosial Petani
Manusia pada hakikatnya manusia melakukan komunikasi. Selama manusia itu melakukan
komunikasi akan selalu berhubungan dengan kegiatan mengkonstuksikan makna. Kemampuan
manusia dalam mengkonstruksikan makna akan mendasarinya untuk melakukan tindakan sosial,
yang akhirnya akan mengkonstruksikan realitas sosialnya.
Guba dan Lincoln seperti yang dikutip oleh Patton (2002) mengungkapkan gagasan
konstruktivis, yaitu :
Constructivist begin with the premise that the human world is different from
natural, physical world....... Because human being have evolved the capacity to
interpret and construct reality, the world of human perception is not real an absolute
sense, as the sun is real, but it is “made up” and shaped... Constructivist study
multiple realities constructed by people and the implications of those constructions
for their lives and interactions with others.
21
Konstruktivis memiliki gagasan yang berawal dari premis bahwa dunia ini berbeda dengan
alamiahnya karena manusia membangun dan membentuknya berdasarkan interpretasinya sendiri.
Studi konstruktivis memandang bahwa realitas ini sangatlah beragam karena masing-masing
individu memiliki pengalaman dan pandangannya sendiri-sendiri, akibatnya implikasi tindakan
yang terlihat pun berbeda-beda.
Denzin dan Lincoln (2000) mengemukakan dalam konstruktivis ada asumsi A paradigm
encompasses three elements : epistemology, ontology, dan methodology, tetapi sejumlah pakar
lain secara implisit ataupun eksplisit menilai sebuah paradigma juga memuat elemen axiology
(Littlejohn, 1999).
Lebih jauh Denzin dan Lincoln (2000) menjelaskan secara rinci dalam asumsi-asumsi
konstruktivis menurut ontologis, bahwa realitas merupakan konstruksi sosial, dan kebenaran
suatu realitas bersifat relatif, berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku
sosial. Menurut epistemologis, pemahaman tentang suatu realitas atau temuan suatu penelitian
merupakan produk interaksi antara peneliti dengan yang diteliti. Secara aksiologis, nilai, etika
dan pilihan moral merupakan bagian tidak terpisahkan dari suatu penelitian. Peneliti sebagai
passionate participant, fasilitator yang menjembatani keragaman subyektivitas pelaku sosial.
Tujuan penelitiannya pada rekonstruksi realitas sosial secara dialektis antara peneliti dengan
pelaku sosial yang diteliti.
Secara metodologis, reflektif/dialektif pada paradigma konstruktivis menekankan empati
dan interaksi dialektis antara peneliti dengan responden untuk merekonstruksi realitas yang
diteliti melalui metode-metode kualitatif seperti partisipan observer. Kriteria kualitas penelitian
adalah pada authenticity dan reflectivity, yaitu sejauhmana temuan merupakan refleksi otentik
dari realitas dihayati oleh para pelaku sosial.
Konstruktivisme dapat dikatakan sebagai sebuah kerja kognitif individu untuk menafsirkan
dunia realitas yang ada, karena terjadi relasi sosial antara individu dengan lingkungan atau orang
di sekitarnya.
Individu membangun sendiri pengetahuan atas realitas yang dilihatnya
berdasarkan pada struktur pengetahuannya yang telah ada sebelumnya. Konstruksi seperti inilah
yang disebut oleh Berger dan Luckmann sebagai konstruksi sosial.
Konstruksi realitas sosial ini lebih dikenal sebagaimana yang dikemukakan oleh Peter
Beger yang juga mahasiswa dari Shutz (Kuswarno, 2009). Berger dan Luckmann mampu
mengembangkan model teoritis lain mengenai bagaimana dunia sosial terbentuk.
Dia
22
menganggap realitas sosial eksis dengan sendirinya dan struktur dunis sosial tergantung pada
manusia yang menjadi subyeknya. Realitas sosial secara objektif memang ada, tetapi maknanya
berasal dari dan oleh hubungan subyektif (individu) dengan dunia obyektif (suatu perspektif
interaksionis simbolik).
Berger dan Luckmann (1990) menuangkan pemikirannya dalam buku ‘The Sosial
Construction of Reality’ yang menyebutkan bahwa seseorang hidup dalam kehidupannya
mengembangkan suatu perilaku yang repetitif, yang disebut ‘kebiasaan’ (habits). Kebiasaan ini
memungkinkan seseorang mengatasi suatu situasi secara otomatis. Kebiasaan seseorang ini juga
berguna bagi orang lain.
Situasi komunikasi interpersonal, para partisipan (aktor) saling
mengamati dan merespon kebiasaan orang lain dan dengan cara seperti ini semua partisipan
dapat mengantisipasi dan menggantungkan diri pada kebiasaan orang lain tersebut.
Berger dan Luckmann (1990) memulai penjelasan realitas sosial dengan memisahkan
pengalaman “kenyataan” dan “pengetahuan”. Realitas diartikan sebagai kualitas yang terdapat di
dalam realitas-realitas, yang diakui memiliki keberadaan (being) yang tidak tergantung kepada
kehendak kita sendiri. Pengetahuan didefinisikan sebagai kepastian bahwa realitas-realitas itu
nyata (real) dan memiliki karakteristik yang spesifik.
Institusi masyarakat tercipta dan dipertahankan atau diubah melalui tindakan dan interaksi
manusia. Meskipun masyarakat dan institusi sosial terlihat nyata secara obyektif, namun pada
kenyataannya semua dibangun dalam definsi subjektif melalui proses interaksi. Obyektivitas
baru bisa terjadi melalui penegasan berulang-ulang yang diberikan oleh orang lain yang memiliki
definisi subyektif yang sama. Pada tingkat generalitas yang paling tinggi, manusia menciptakan
dunia dalam makna simbolis yang universal, yaitu pandangan hidupnya yang menyeluruh, yang
memberi legitimasi dan mengatur bentuk-bentuk sosial serta memberi makna pada berbagai
bidang kehidupannya (Berger & Luckmann, 1990). Intinya Berger dan Luckmann mengatakan,
di sini terjadi dialektika antara individu menciptakan masyarakat dan masyarakat menciptakan
individu. Proses dialektika ini terjadi melalui eksternalisasi, obyektivasi dan internalisasi.
Frans M. Parera (dalam Berger dan Luckmann (1990) menjelaskan tugas pokok sosiologi
pengetahuan adalah menjelaskan dialektika antara diri (self) dengan dunia sosiokultural.
Dialektika ini berlangsung dalam proses dengan tiga momen simultan : (1) eksternalisasi
(penyesuaian diri) dengan dunia sosiokultural sebagai produk manusia; (2) Obyektivasi, yaitu
interaksi sosial yang terjadi dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan atau mengalami
23
proses institusionalisasi; sedangkan (3) internalisasi, yaitu proses yang mana individu
mengidentifikasikan dirinya dengan lembaga-lembaga sosial atau organisasi sosial tempat
individu menjadi anggotanya. Parera menambahkan, tiga momen dialektika ini memunculkan
suatu proses konstruksi sosial yang dilihat dari segi asal mulanya merupakan hasil cipta manusia,
yaitu buatan interaksi intersubyektif.
Realitas sosial yang dialami setiap individu sepanjang kehidupannya berbeda-beda karena
pengalaman yang pernah dialaminya berbeda-beda.
Kesadaran setiap orang terhadap
pengalaman kesadaran orang lain dalam dunia sosial ini tergantung pada bagaimana kadar
pengalaman intersubyektif, kedekatan dan intensitasnya.
Sebuah wilayah penandaan (signifikansi) menjembatani wilayah-wilayah kenyataan, dapat
didefinisikan sebagai sebuah simbol dan modus linguistik, dengan apa transendensi seperti itu
dicapai, dapat juga dinamakan bahasa simbol. Pada tingkat simbolisme, siginifikansi linguistik
terlepas secara maksimal dari “disini dan sekarang” dalam kehidupan sehari-hari (Berger &
Luckmann, 1990). Bahasa memegang peranan penting dalam objektivasi terhadap tanda-tanda.
Bahasa dapat mendirikan bangunan-bangunan representasi simbolis yang sangat besar, yang
tampak menjulang tinggi di atas kenyataan kehidupan sehari-hari. Agama, filsafat, kesenian dan
ilmu pengetahuan, secara historis merupakan sistem-sistem simbol paling penting semacam ini.
Bahasa menurut Berger dan Luckmann (1990) merupakan alat simbolis untuk melakukan
signifikansi, dimana logika ditambahkan secara mendasar kepada dunia sosial yang
diobjektivasi. Bangunan legitimasi disusun di atas bahasa dan menggunakan bahasa sebagai
instrumen utama. “Logika” yang dengan cara tersebut, diberikan kepada tatanan kelembagaan,
merupakan bagian dari cadangan pengetahuan masyarakat (sosial stock of knowledge) dan
diterima sebagai sesuatu yang sewajarnya. Ketika manusia memaknai realitas sosial, manusia
berusaha untuk mengelaborasi stock of knowledge terbaru yang dimilikinya dengan situasi dan
kondisi dihadapannya. Motif-motif yang dimiliki manusia untuk melihat dan berorientasi untuk
melakukan suatu tindakan terutama tindakan komunikasi. Motif ini berorientasi pada masa
depan dan merujuk kepada pengalaman masa lalu.
Penelitian ini mengikuti pemikiran Berber dan Luckmann, dapat dijelaskan bahwa perilaku
petani untuk mendapat pembiayaan kredit dari BMT merupakan suatu tindakan sosial. Oleh
karena itu akan muncul perilaku kekhasan mereka berdasarkan interaksi mereka melalui
komunikasi verbal maupun non verbal. Para aktor ini dapat mengembangkan suatu ikatan secara
24
psikologis dan sosial dalam suatu kelompok atau institusi. Para petani melalui kelompoknya
(kelompok tani), berperilaku sesuai dengan peran yang dimainkannya, dan oleh karenanya
mereka dapat mengembangkan aturan-aturan (rules). Aturan ini terbentuk dari perilaku dan
harapan-harapannya berdasarkan motif-motif yang dimiliki dan merujuk pada stock of
knowledge-nya. Berdasarkan pola-pola tersebut akan terbentuk konstruksi sosial petani.
Petani dalam Konsep Interaksi Simbolik
Teori interaksi simbolik ini dikembangkan oleh George Herbert Mead (1863-1931) yang
lahir di South Hadley, Massachusetts, 27 Februari 1863 dan meninggal 26 April 1931(Ritzer,
2008). Mead adalah pemikir yang sangat penting dalam sejarah interaksionisme simbolik
dengan bukunya yang berjudul Mind, Self and Society (1934). Esensi interaksi simbolik adalah
suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia, yaitu komunikasi atau pertukaran simbol yang
diberi makna.
Perspektif interaksi simbolik mengandung dasar pemikiran yang sama dengan teori
tindakan sosial tentang “makna subyektif” dari perilaku manusia, proses sosial dan
pragmatismenya. Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami perilaku manusia dari sudut
pandang subjek. Perspektif ini menyarankan bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai
proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan
mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra interaksi mereka (Mulyana, 2008).
Herbert Blumer sebagai murid Mead banyak dipengaruhi oleh Mead dalam berbagai
gagasan psikologi sosialnya mengenai teori interaksi simbolik, terutama aspek subjektif manusia
dalam kehidupan sosial. Teori Interaksi simbolik yang dimaksud Blumer bertumpu pada tiga
premis utama, yaitu : (1) Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang
ada pada sesuatu itu bagi mereka; (2) Makna itu diperoleh dari hasil interaksi sosial yang
dilakukan dengan orang lain; (3) Makna-makna tersebut disempurnakan di saat proses interaksi
sosial sedang berlangsung (Soeprapto, 2002; Kuswarno, 2009).
Premis di atas dapat dijelaskan, bahwa teori ini merujuk pada karakter interaksi khusus
yang berlangsung antar manusia. Aktor tidak semata-mata beraksi terhadap tindakan yang lain,
tetapi dia menafsirkan dan mendefinisikan setiap tindakan orang lain. Respon aktor secara
langsung maupun tidak selalu didasarkan atas penilaian makna tersebut.
Oleh karena itu,
25
interaksi manusia dijembatani oleh penggunaan simbol-simbol penafsiran atau dengan
menemukan makna tindakan orang lain.
Menurut Blumer, pada konteks itu aktor akan memilih, memeriksa, berpikir,
mengelompokan dan mentransformasikan makna dalam kaitannya dengan situasi dimana dan
kemana arah tindakannya.
Blumer mengatakan bahwa individu bukan dikelilingi oleh
lingkungan obyek-obyek potensial yang mempermainkannya dan membentuk perilakunya.
Gambaran yang benar adalah dialah yang membentuk obyek-obyek itu.
Mulyana (2008) mengelaborasi premis Blumer bahwa pertama, individu merespon suatu
situasi simbolik. Mereka merespon lingkungan, termasuk obyek fisik (benda), obyek sosial
(perilaku manusia) berdasarkan makna yang terkandung dalam komponen-komponen lingkungan
tersebut bagi mereka. Ketika mereka menghadapi suatu situasi, respons mereka bergantung pada
bagaimana mereka mendefinisikan situasi yang dihadapi dalam interaksi sosial. Individulah
yang dianggap aktif untuk menentukan lingkungan mereka.
Kedua, makna adalah produk interaksi sosial, karena itu makna tidak melekat pada objek,
melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa.
Negosiasi itu dimungkinkan karena
manusia mampu menamai segala sesuatu, bukan hanya objek fisik, tindakan atau peristiwa
namun juga gagasan yang abstrak.
Ketiga, makna yang diinterpretasikan individu dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan
dengan perubahan situasi yang ditemukan dalam interaksi sosial.
Perubahan interpretasi
dimungkinkan karena individu dapat melakukan proses mental, yakni berkomunikasi dengan
dirinya sendiri. Manusia membayangkan atau merencanakan apa yang akan mereka lakukan.
Individu mengantisipasi reaksi orang lain, mencari alternatif-alternatif ucapan atau tindakan yang
akan ia lakukan dan membayangkan bagaimana orang lain akan merespon ucapan atau tindakan
mereka.
Beberapa tokoh interaksionisme simbolik (Blumer, Manis dan Meltzer, Rose, Snow)
mencoba mengungkapkan prinsip dasar teori ini (Ritzer, 2008), sebagai berikut :
1. Tak seperti binatang, manusia dibekali kemampuan untuk berfikir.
2. Kemampuan berpikir dibentuk oleh interaksi sosial.
3. Dalam interaksi sosial manusia mempelajari arti dan simbol yang memungkinkan
mereka menggunakan kemampuan berfikir mereka yang khusus itu.
4. Makna dan simbol memungkinkan manusia melanjutkan tindakan khusus dan
berinteraksi.
26
5. Manusia mampu mengubah arti dan simbol yang mereka gunakan dalam tindakan
dan interaksi berdasarkan penafsiran mereka terhadap situasi.
6. Manusia mampu membuat kebijakan modifikasi dan perubahan, sebagian karena
kemampuan mereka berinteraksi dengan diri mereka sendiri, yang memungkinkan
mereka menguji serangkaian peluang tindakan, menilai keuntungan dan kerugian
relatif mereka, dan kemudian memilih satu diantara serangkaian peluang tindakan
itu.
7. Pola tindakan dan interaksi yang saling berkaitan akan membentuk kelompok dan
masyarakat.
Interaksi simbolik berasumsi bahwa manusia dapat mengerti berbagai hal dengan belajar
dari pengalaman. Persepsi seseorang selalu diterjemahkan dalam simbol-simbol. Sebuah makna
dipelajari melalui interaksi diantara orang-orang, dan makna tersebut muncul karena adanya
pertukaran simbol-simbol dalam kelompok sosial. Pada sisi lain, interaksi simbolik memandang
bahwa seluruh struktur dan institusi sosial diciptakan oleh adanya interaksi diantara orang-orang.
Selain itu tingkah laku seseorang tidak mutlak ditentukan oleh kejadian-kejadian pada masa
lampau saja, melainkan juga dilakukan dengan sengaja.
Konteks komunikasi interpersonal, interaksi simbolik menjelaskan bahwa pikiran terdiri
dari sebuah percakapan internal yang merefleksikan interaksi yang telah terjadi antara seseorang
dengan orang lain. Sementara itu tingkah laku terbentuk atau tercipta di dalam kelompok sosial
selama proses interaksi. Seseorang tidak dapat memahami pengalaman orang lain dengan hanya
mengamati tingkah lakunya belaka. Pemahaman dan pengertian seseorang akan berbagai hal
harus diketahui secara pasti.
Komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna merupakan suatu aktivitas yang
khas antara manusia.
Seseorang akan menjadi manusia hanya melalui interaksi dengan
sesamanya karena ia sebagai mahluk sosial.
Interaksi yang terjadi antara manusia akan
membentuk masyarakat. Manusia secara aktif membentuk perilakunya sendiri. Kesadaran dan
pikirannya akan melibatkan interaksi manusia dengan dirinya sendiri. Studi atau penelitian
tentang perilaku manusia berdasarkan perspektif interaksi simbolik ini membutuhkan
pemahaman tentang tindakan tersembunyi manusia itu sendiri, bukan sekedar tindakan luar yang
terlihat.
Menurut interaksi simbolik, dalam memahami makna, simbol, serta tindakan yang
tersembunyi memerlukan metode penelitian kualitatif. Sifat dan kondisi alamiah dari subyek
yang diteliti, misalnya dengan memberikan mereka kesempatan atau membiarkan mereka
27
berbicara atau berperilaku apa adanya sebagaimana yang mereka kehendaki akan memungkinkan
munculnya perilaku tersembunyi ini (Kuswarno, 2009).
Pemikiran interaksi simbolik ini menjadi dasar untuk menjelaskan bagaimana makna atas
simbol-simbol petani pahami dan pikirkan menentukan tindakan mereka. Makna atas simbol
yang petani pahami akan semakin jelas dikarenakan interaksi sesama petani atau antara petani
dengan individu atau kelompok lainnya atau BMT. Simbol-simbol yang diciptakan, dipikirkan
dan dipahami mereka merupakan bahasa yang mengikat aktivitas diantara mereka dan dengan
luar kelompok mereka. Bahasa tersebut akan membentuk perilaku komunikasi yang khas di
kalangan petani.
Berkaitan dengan bagaimana menafsirkan simbol-simbol dalam proses berfikir tersebut,
terdapat proses penciptaan makna, yaitu :
(1) Hakikat Berpikir
Setiap manusia ketika berinteraksi akan menafsirkan setiap tindakan verbal dan nonverbal.
Tindakan verbal berupa kata-kata, ujaran dan ucapan. Sedangkan tindakan nonverbal meliputi
semua gerak-gerikan atau tingkah laku manusia yang memiliki makna. Asumsi penting bahwa
manusia memiliki kapasitas untuk berpikir membedakan antara interaksionisme simbolik dari
akar behaviorismenya. Asumsi ini juga menjadi dasar bagi semua teori yang berorientasi pada
interaksionisme simbolik. Menurut Ritzer (2008) “Individu dalam masyarakat tidak dilihat
sebagai unit yang dimotivasi oleh kekuatan eksternal atau internal di luar kontrol mereka atau di
dalam kekurangan suatu struktur yang kurang lebih tetap. Mereka lebih dipandang sebagai
cerminan atau unit-unit yang saling berinteraksi yang terdiri dari unit-unit kemasyarakatan”.
Kemampuan berpikir yang dimiliki manusia ini memungkinkan mereka untuk bertindak dengan
pemikirannya, daripada berperilaku tanpa didasari pemikiran.
Pikiran yang didefinisikan Mead sebagai proses percakapan seseorang dengan dirinya
sendiri, tidak diketemukan di dalam diri individu; pikiran adalah fenomena sosial. Pikiran
muncul dan berkembang dalam proses sosial dan merupakan bagian integral dari proses sosial.
Karakteristik istimewa dari pikiran adalah kemampuan individu untuk memunculkan dalam
dirinya sendiri tidak hanya satu respon saja, tetapi juga respon komunitas secara keseluruhan.
Seperti kata Mead : “Kemampuan menemukan makna ini dan menunjukannya kepada
orang lain dan kepada organisme adalah suatu kemampuan yang memberikan kekuatan unik
28
kepada manusia. Kendali ini dimungkinkan oleh bahasa. Mekanisme kendali atas makna dalam
arti inilah yang merupakan, menurut saya, apa yang kita sebut “pikiran”(Mulyana, 2008).
Mead juga melihat pikiran secara pragmatis. Pikiran melibatkan proses berpikir yang
mengarah pada penyelesaian masalah dan fungsi pikiranlah untuk mencoba menyelesaikan
masalah dan memungkinkan orang beroperasi lebih efektif dalam kehidupan. Menurut teori
interaksionisme simbolik, pikiran mensyaratkan adanya masyarakat. Masyarakat harus lebih dulu
ada sebelum adanya pikiran. Pikiran adalah bagian integral dari proses sosial.
Petani sebagai aktor sosial memiliki kemampuan berpikir. Kemampuannya ini adalah
percakapan di dalam dirinya sendiri untuk melakukan sesuatu, dalam hal ini mendapatkan
pembiayaan kredit melalui BMT. Pikirannya ini bukan hanya sebagai sebuah respons dari
dunianya tetapi juga respons yang memungkinkan ia dapat menyelesaikan masalahnya sendiri.
(2) Hakikat Diri
Banyak pemikiran Mead khususnya pikiran melibatkan gagasannya mengenai konsep diri.
Inti dari teori interaksi simbolik adalah teori tentang ‘diri’ (Self) dari George Herbert Mead. Ia
menganggap bahwa konsep diri adalah suatu proses yang berasal dari interaksi sosial individu
dengan orang lain (Mulyana, 2008).
Mead (Ritzer, 2008:285) mengidentifikasikan dua aspek atau fase diri, yang ia namakan
“I” dan “Me”. Mead menyatakan, “Diri pada dasarnya adalah proses sosial yang berlangsung
dalam dua fase yang dapat dibedakan”. “I” dan “Me” adalah proses yang terjadi di dalam proses
diri yang lebih luas, keduanya bukanlah sesuatu (things). Pada dasarnya diri adalah kemampuan
untuk menerima diri sendiri sebagai sebuah objek.
Diri adalah kemampuan khusus untuk
menjadi subyek maupun obyek. Diri mensyaratkan proses sosial, yaitu : komunikasi antar
manusia. Diri muncul dan berkembang melalui aktivitas hubungan sosial. Diri berhubungan
secara dialektis dengan pikiran, artinya di satu pihak Mead mengatakan tubuh bukanlah diri dan
baru akan menjadi diri bila pikiran telah berkembang.
Mead menyatakan : “diri adalah dimana orang memberikan tanggapan terhadap apa yang
ia tujukan kepada orang lain dan dimana tanggapannya sendiri menjadi bagian dari tindakannya,
dimana ia tak hanya mendengarkan dirinya sendiri, tetapi juga merespon dirinya sendiri,
berbicara dan menjawab kepada dirinya, sehingga kita mempunyai perilaku dimana individu
29
menjadi objek untuk dirinya sendiri” (Ritzer, 2008). Diri adalah aspek lain dari proses sosial
menyeluruh dimana individu adalah bagiannya.
Konsep “I” dan “Me” dari Mead ini adalah tanggapan spontan individu terhadap orang
lain, yang merupakan aspek kreatif yang tidak dapat diperhitungkan dan tidak teramalkan dari
diri. Konsep “I” atau saya merupakan bagian yang aktif dari diri yang melakukan tindakan yang
seringkali sulit untuk diramalkan. Sementara konsep “Me” atau aku merupakan wujud diri
tentang konsep nilai atau norma yang mengatur, memberi arah dan mengendalikan konsep “I” di
dalam diri seseorang.
Mead (Ritzer, 2008) sangat menekankan konsep “I” karena empat alasan, Pertama, “I”
adalah sumber sesuatu yang baru dalam proses sosial. Kedua, Mead yakin, didalam “I” itulah
nilai terpenting kita tempatkan.
Ketiga, “I” merupakan sesuatu yang kita semua mencari
perwujudan diri. “I”-lah yang memungkinkan kita mengembangkan kepribadian definitif.
Keempat, Mead melihat suatu proses evolusioner dalam sejarah dimana manusia dalam
masyarakat primitif lebih didominasi oleh “Me”, sedangkan dalam masyarakat modern konsep
“I” yang lebih dominan.
Pandangan Mead tentang diri terletak pada “pengambilan peran orang lain” (taking the role
of the other). Konsep ini merupakan penjabaran ‘diri sosial’, individu bersifat aktif, inovatif
yang tidak saja tercipta secara sosial, namun juga menciptakan masyarakat baru yang
perilakunya tidak dapat diramalkan. Jadi, individu sendirilah yang mengontrol tindakan dan
perilakunya, dan mekanisme kontrol tersebut terletak pada makna yang dikonstruksikan secara
sosial.
Menurut Mead, perkembangan diri seperti perkembangan anak-anak, terdiri dari dua tahap:
tahap permainan (play stage) dan tahap pertandingan (game stage). Tahap permainan adalah
perkembangan pengambilan peran bersifat elementer yang memungkinkan anak-anak melihat
diri mereka sendiri dari perspektif orang lain yang dianggap penting (significant orders),
khususnya orang tua mereka. Tahap pertandingan berasal dari proses pengambilan peran dan
sikap orang lain secara umum (generalized others), yaitu masyarakat umumnya (Mulyana,
2008). Jadi, hanya bila seseorang mencapai tahap ini maka mereka memperoleh konsepsi diri
yang sempurna meskipun mereka akan memasuki beragam lingkungan sosial.
Menurut pandangan interaksionisme simbolik, perilaku manusia tidak deterministik.
Perilaku manusia adalah produk penafsiran individu atas objek di sekitarnya. Makna yang
30
mereka berikan kepada objek berasal dari interaksi sosial dan dapat berubah selama interaksi itu
berlangsung. Interaksi simbolik pada konteks ini menekankan pada peranan penting bahasa bagi
perilaku manusia. Interaksi ditentukan oleh aturan, norma, dan arahan, namun hasilnya tidak
selalu dapat diramalkan atau ditentukan di muka. Persepsi orang muncul dalam dirinya sendiri;
bagaimana orang mempersepsikan dirinya sendiri dan dunia tempat tinggalnya adalah suatu
persoalan internal dan pribadi.
(3) Hakikat Lambang
Lambang komunikasi di sini adalah lambang bahasa yang berupa pesan verbal dan non
verbal. Pesan verbal bisa berupa kata, frase atau kalimat yang diucapkan dan didengar. Pesan
non verbal bisa berupa isyarat, ekspresi wajah, kontak mata, postur dan gerakan tubuh, sentuhan,
pakaian, artefak, diam dan ciri paralinguistik. Pentingnya tanda dan simbol noverbal, dalam
pandangan Mead tidak boleh diremehkan dalam komunikasi manusia.
Bagi Cooley dan Mead, “diri” muncul karena komunikasi. Tanpa bahasa, diri tidak akan
berkembang. Manusia unik karena mereka memiliki kemampuan memanipulasi simbol-simbol
berdasarkan kesadaran.
Mead menekankan pentingnya komunikasi, khususnya melalui
mekanisme isyarat vokal (bahasa), meskipun teorinya bersifat umum. Simbol adalah suatu
rangsangan yang mengandung makna dan nilai yang dipelajari bagi manusia, dan respon
manusia terhadap simbol adalah dalam pengertian makna dan nilainya. Semua objek simbolik
menyarankan suatu rencana tindakan (plan action) dan alasan untuk berperilaku dengan suatu
cara tertentu terhadap suatu objek antara lain diisyaratkan oleh objek tersebut (Mulyana, 2008).
Menurut Mead, hanya apabila kita memiliki simbol-simbol signifikan yang bermakna, kita
berkomunikasi dalam arti yang sesungguhnya. Kemampuan manusia yang unik ini merupakan
faktor yang menentukan asal mula dan pertumbuhan masyarakat manusia dan pengetahuan
mereka saat ini. Simbol signifikan adalah sejenis gerak isyarat yang hanya dapat diciptakan
manusia. Isyarat menjadi simbol signifikan bila muncul dari individu yang membuat simbolsimbol itu sama dengan jenis tanggapan yang diperoleh dari orang yang menjadi sasaran isyarat.
Kumpulan isyarat suara yang paling memungkinkan menjadi simbol signifikan adalah bahasa :
“simbol yang menjawab makna yang dialam individu pertama dan yang mencari makna dalam
individu kedua. Isyarat suara yang mencapai situasi ini yang dapat menjadi ‘bahasa’. Kini ia
menjadi simbol yang signifikan dan memberitahukan makna ‘tertentu’, pada percakapan dengan
31
isyarat, hanya isyarat itu sendiri yang dikomunikasikan,
tetapi dengan bahasa, yang
dikomunikasikan adalah isyarat dan maknanya (Ritzer, 2008). Fungsi bahasa dan simbol yang
signifikan umumnya adalah menggerakan tanggapan yang sama di pihak individu yang berbicara
dan di pihak lainnya.
Teori Mead yang paling penting adalah fungsi lain simbol signifikan yakni memungkinkan
proses mental berfikir, hanya melalui simbol signifikan khususnya bahasa, manusia dapat
berfikir. Berfikir adalah sama dengan berbicara dengan orang lain, karena berfikir melibatkan
tindakan berbicara dengan diri sendiri. Simbol signifikan juga memungkinkan interaksi simbolik,
artinya, orang dapat saling berinteraksi tidak hanya melalui isyarat tetapi juga melalui simbol
signifikan. Kemampuan ini juga mempengaruhi kehidupan dan memungkinkan terwujudnya
pola interaksi dan bentuk organisasi sosial/masyarakat yang jauh lebih rumit ketimbang melalui
isyarat saja (Ritzer, 2008).
Mead menunjukan bahwa dalam perkembangan diri bergantung pada komunikasi dengan
orang lain, terutama sejumlah orang penting (significant orders) yang membentuk dan
mempengaruhi diri sebagaimana orang-orang tersebut dipengaruhi kehadirin diri tersebut. Oleh
karena itu, komunikasi juga berperan penting dalam perkembangan masyarakat, seperti yang
dikemukakan Dewey (dalam Mulyana, 2008) :
Masyarakat eksis melalui komunikasi; perspektif yang sama – budaya yang sama –
muncul melalui partisipasi dalam saluran komunikasi yang sama. Melalui partisipasi
sosiallah perspektif bersama dalam kelompok diinternalisasikan dan berbagai
pandangan muncul melalui kontak dan asosiasi yang berbeda.
Pandangan fenomenologis Schutz sependapat dengan pandangan Mead, bahwa dalam
interaksi tatap muka makna rangsangan yang dicari dan ditafsirkan oleh sang aktor secara khas
merujuk pada motif aktor lainnya. Schutz menggolongkan motif—motif ini sebagai ‘motif
untuk’ (in-order-to motives) dan ‘motif karena’ (because motives). Motif untuk adalah tujuan
yang digambarkan sebagai maksud, rencana, harapan, minat yang diinginkan aktor dan karena
itu berorientasikan masa depan. Motif karena adalah merujuk pada pengalaman masa lalu aktor
dan tertanam dalam pengetahuannya yang terendapkan, dan karena itu berorientasikan masa lalu.
Motif ini disebut alasan atau sebab (Mulyana, 2008).
Selama proses interaksi, terdapat pertukaran motif antara para aktor yang terlibat, yang
oleh Schutz disebut the reciprocity of motives sementara menurut Mead sebagai ‘pengambilan
32
peran orang lain (taking the role of the other), yaitu membayangkan diri sendiri dalam posisi
orang lain dan memandang segala sesuatu melalui perspektif orang lain. ‘Motif untuk’ dalam
berinteraksi adalah tindakan seseorang menjadi ‘motif karena’ reaksi orang lain. Pengertian
akan dicapai bila terdapat pertukaran motif yang khas (typical motives) yang sebangun.
Berdasarkan interpretasi orang lain, individu dapat mengubah tindakan berikutnya agar
sesuai dengan tindakan orang lain. Modifikasi perilaku ini menuntut orang untuk memastikan
terlebih dulu makna, motif atau maksud apa yang terdapat di belakang tindakan orang lain.
Manusia berinteraksi dengan cara berbeda, merespons tidak hanya tindakan orang lain,
melainkan juga makna, motif dan maksud tindakannya. Pandangan Mead, isyarat yang dikuasai
manusia berfungsi bagi manusia itu untuk membuat penyesuaian antara individu-individu yang
terlibat dalam setiap tindakan sosial dengan merujuk kepada objek yang berkaitan dengan
tindakan tersebut. Manusia mempelajari simbol dan makna di dalam interaksi sosial. Mead
(Ritzer, 2008) menjelaskan bahwa simbol pada umumnya dan bahasa pada khususnya,
mempunyai fungsi khusus bagi aktor :
Pertama, simbol memungkinkan orang menghadapi dunia material dan dunia sosial dengan
memungkinkan mereka untuk mengatakan, menggolongkan dan mengingat objek yang mereka
jumpai di situ. Manusia mampu menata kehidupan dengan cara ini, agar tidak membingungkan.
Bahasa juga seperti itu dan terutama mengingat secara lebih efisien ketimbang yang dapat
mereka lakukan dengan menggunakan jenis simbol lain seperti kesan bergambar. Kedua, simbol
meningkatkan kemampuan manusia untuk memahami lingkungan, daripada dibanjiri oleh
banyak stimuli yang tidak dapat dibeda-bedakan, aktor dapat berjaga-jaga dari bagian lingkungan
tertentu saja ketimbang terhadap bagian lingkungan yang lain.
Ketiga, simbol meningkatkan kemampuan untuk berpikir.
Jika sekumpulan simbol
bergambar hanya dapat meningkatkan kemampuan berpikir secara terbatas, maka bahasa akan
dapat lebih mengembangkan kemampuan ini. Berfikir dapat dibayangkan sebagai berinteraksi
secara simbolik dengan diri sendiri. Keempat, simbol meningkatkan kemampuan untuk
menyelesaikan berbagai masalah. Binatang harus menggunakan cara uji coba (trial and error),
tetapi manusia dapat memikirkan dengan menyimbolkan berbagai alternatif tindakan sebelum
benar-benar melakukannya. Kemampuan ini mengurangi peluang berbuat kesalahan.
Kelima, simbol memungkinkan aktor mendahului waktu, ruang dan bahkan pribadi mereka
sendiri. Aktor dapat membayangkan melalui penggunaan simbol seperti apa kehidupan di masa
33
lalu atau kemungkinan kehidupan di masa depan. Aktor dapat secara simbolik mendahului
pribadi mereka sendiri dan membayangkan seperti apa kehidupan ini dilihat dari sudut pandang
orang lain. Inilah konsep teoritisi interaksionisme simbolik yang terkenal : mengambil peran
orang lain.
Keenam, simbol memungkinkan kita membayangkan realitas metafisik, seperti surga dan
neraka. Ketujuh, dan paling umum, simbol memungkinkan orang menghindar dari diperbudak
oleh lingkungan mereka. Mereka dapat lebih aktif ketimbang pasif – artinya mengatur sendiri
mengenai apa yang akan mereka kerjakan.
Simbol-simbol ini digunakan manusia untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan
individu-individu lainnya dalam masyarakatnya.
Simbol-simbol ini akan bermakna apabila
digunakan dalam interaksi, dan makna akan diserap oleh manusia ketika berinteraksi dan
menghasilkan pemahaman dan persepsi yang sama mengenai simbol yang bermakna tersebut.
(4) Hakikat Tindakan Manusia secara sosial
Mead memandang tindakan sebagai “unit primitif” dalam teorinya (Ritzer, 2008).
Tindakan manusia menghasilkan karakter yang berbeda-beda sebagai hasil dari proses interaksi
dalam dirinya sendiri. Seorang individu ketika bertindak harus mengetahui terlebih dahulu apa
yang diinginkannya. Dia harus berusaha menentukan tujuannya, menggambarkan arah tingkah
lakunya, memperkirakan situasinya, mencatat dan menginterpretasikan tindakan orang lain,
mengecek dirinya sendiri, menggambarkan apa yang akan dilakukan dengan faktor-faktor lain.
Mead mengatakan manusia dipandang sebagai organisme aktif yang memiliki hak-hak terhadap
obyek yang yang ia modifikasikan. Tindakan dipandang sebagai tingkah laku yang dibentuk
oleh pelaku, sebagai ganti respon yang didapat dari dalam dirinya.
Mead (Ritzer, 2008) mengidentifikasikan empat tahap tindakan yang saling berhubungan,
yaitu : Pertama, dorongan hati (impuls) yang meliputi stimulasi/rangsangan spontan yang
berhubungan dengan alat indera dan reaksi aktor terhadap rangsangan, kebutuhan untuk
melakukan sesuatu terhadap rangsangan itu.
Manusia tidak hanya mempertimbangkan situasi
kini dalam berfikir tentang reaksi tetapi juga pengalaman masa lalu dan mengantisipasi akibat
dari tindakan di masa depan. Kedua, persepsi (perception). Aktor menyelidiki dan bereaksi
terhadap rangsangan yang berhubungan dengan impuls, dan juga berbagai alat yang tersedia
untuk memuaskannya. Manusia mempunyai kapasitas untuk merasakan dan memahami stimuli
34
melalui pendengaran, senyuman, rasa, dan sebagainya. Persepsi melibatkan rangsangan yang
baru masuk maupun citra mental yang ditimbulkannya. Aktor tidak secara spontan menanggapi
stimuli dari luar, tetapi memikirnya sebentar dan menilainya melalui bayangan mental. Aktor
biasanya berhadapan dengan banyak rangsangan yang berbeda dan mereka mempunyai kapasitas
untuk memilih yang mana perlu diperhatikan dan yang mana perlu diabaikan.
Ketiga, manipulasi (manipulation). Tahap manipulasi merupakan tahap jeda yang penting
dalam proses tindakan agar tanggapan tidak diwujudkan secara spontan. Memberi sela waktu
dengan memperlakukan obyek, memungkinkan manusia merenungkan berbagai macam
tanggapan. Orang berfikir tentang pengalaman masa lalu mengenai akibat tindakannya baik
yang positif dan negatif. Hal inilah yang akan mendasarinya untuk memberikan tanggapan
selanjutnya. Keempat, Konsumasi, tahap pelaksanaan atau konsumasi, atau mengambil tindakan
yang memuaskan dorongan hati yang sebenarnya.
Keempat tahap ini menurut Mead sebenarnya bersifat dialektis, sebenarnya keempatnya
saling merasuk sehingga membentuk sebuah proses organis. Setiap bagian muncul sepanjang
waktu mulai dari awal sampai akhir tindakan sehingga setiap bagian akan mempengaruhi bagian
yang lainnya. Tahap terakhir tindakan memungkinkan menyebabkan munculnya tahap awal.
Manusia secara simbolik mengkomunikasikan arti kepada orang lain yang terlibat. Orang lain
menafsirkan simbol komunikasi dan mengorientasikan tindakan balasan berdasarkan penafsiran
mereka. Para aktor terlibat untuk melakukan tindakan saling mempengaruhi.
Teori interaksi imbolik memandang manusia sebagai makhluk sosial. Manusia berinteraksi
sosial baik dengan dirinya sendiri, juga merespon segala tindakan dari individu lainnya. Ketika
manusia berinteraksi sosial maka ia berinteraksi dengan kelompok sosialnya yang membentuk
suatu masyarakat.
(5) Hakikat Masyarakat
Mead mengambil asumsi dari psikologi sosial yang mengarahkan perhatiannya pada
interaksi dalam masyarakat (Ritzer, 2008), yaitu : “kita tidak membangun perilaku kelompok
dilihat dari sudut perilaku masing-masing individu yang membentuknya; kita bertolak dari
keseluruhan sosial dari aktivitas kelompok kompleks tertentu, dan dimana kita menganalisa
perilaku masing-masing individu yang membentuknya. Kita lebih berupaya untuk menerangkan
perilaku kelompok sosial ketimbang menerangkan perilaku terorganisir kelompok sosial dilihat
dari sudut perilaku masing-masing individu yang membentuknya. Menurut psikologi sosial,
35
keseluruhan (masyarakat) adalah lebih dulu daripada bagian (individu), bukannya bagian adalah
lebih dahulu daripada keseluruhan; dan bagian itu diterangkan dari sudut pandang keseluruhan,
bukan keseluruhan yang diterangkan dari sudut pandang bagian atau bagian-bagian.”
Menurut Mead, keseluruhan sosial mendahului pemikiran individu baik secara logika
maupun temporer. Individu yang berfikir dan sadar diri adalah mustahil secara logika tanpa
didahului adanya kelompok sosial. Kelompok sosial muncul lebih dulu, dan menghasilkan
perkembangan keadaan mental kesedaran diri. Secara mendasar, masyarakat atau kelompok
manusia berada dalam tindakan sosial dan harus dilihat berdasarkan tindakan sosialnya pula.
Prinsip utama interaksi simbolik adalah apapun yang berorientasi secara empiris atas masyarakat
manusia, harus memperhatikan kenyataan bahwa masyarakat terdiri dari orang-orang yang
sedang melakukan aksi sosial bersama-sama. Masyarakat adalah bentukan dari interaksi antar
individu.
Mead menggunakan istilah masyarakat yang berarti proses sosial tanpa henti yang
mendahului pikiran dan diri. Masyarakat penting perannya dalam membentuk pikiran dan diri.
Masyarakat mencerminkan sekumpulan tanggapan terorganisir yang diambil alih oleh individu
dalam bentuk “aku” (me). Menurut pengertian individual ini masyarakat mempengaruhi mereka,
memberi mereka kemampuan melalui kritik-diri, dan untuk mengendalikan mereka sendiri. Pada
tingkat kemasyarakatan yang lebih khusus, Mead mempunyai sejumlah pemikiran tentang
pranata sosial (sosial institutions). Mead mendefinisikan pranata sebagai “tanggapan bersama
dalam komunitas” atau “kebiasaan hidup komunitas”. Pendidikan adalah proses internalisasi
kebiasaan bersama komunitas ke dalam diri aktor. Pendidikan adalah proses yang esensial
karena menurut pandangan Mead, aktor tidak mempunyai diri dan belum menjadi anggota
komunitas sesungguhnya hingga mereka mampu menanggapi diri mereka sendiri seperti yang
dilakukan komunitas yang lebih luas. Aktor harus menginternalisasikan sikap bersama
komunitas (Ritzer, 2008).
Mead lebih cenderung menerapkan gagasan tentang “kemunculan” kepada kesadaran
daripada menerapkannya kepada masyarakat yang lebih luas. Pikiran dan diri dianggap muncul
dari proses sosial, atau kemunculan sesuatu yang baru atau gagasan baru. Setidaknya Mead
menguraikan pengertian masyarakat yang lebih makro, yaitu pranata sosial sebagai kelompok
atau aktivitas sosial yang terorganisir dan keluarga sebagai unit fundamental dalam masyarakat
sebagai basis unit yang lebih luas seperti suku dan negara.
36
(6) Kritik terhadap teori interaksionisme Simbolik
Kritik terhadap teori interaksi simbolik telah dikemukakan oleh Ritzer (2008) yang
meringkas dari beberapa kritik dari para ahli sosiologi, yaitu : pertama, aliran ini dianggap
terlalu mudah membuang teknik ilmiah konvensional, seperti yang diungkap Weinstein and
Tanur, bahwa “hanya karena kadar kesadaran itu kualitatif, tidak berarti pengungkapan
keluarnya tidak dapat dikodekan, diklasifikasikan, atau bahkan dihitung. Ilmu dan subjektivitas
tidaklah dapat terpisahkan satu sama lain.
Kedua, konsep-konsep esensial Meadian seperti : pikiran, diri, I dan Me tidaklah jelas.
Konsep tersebut sulit dioperasionalisasikan, akibatnya adalah tidak dapat dihasilkan proposisiproposisi yang dapat diuji. Ketiga, teori ini meremehkan atau mengabaikan peran struktur
berskala luas. Konsep struktur sosial diperlukan untuk membahas kepadatan dan kompleksitas
relasi dimana episode-episode interaksi saling berkaitan. Keempat, Teori ini tidak mikroskopik,
mengabaikan peran penting faktor seperti ketidaksadaran dan emosi. Ia mengabaikan faktor
psikologis yang mungkin membatasi dan menekan aktor.
Interaksi simbolik merupakan
gabungan pengetahuan asli dengan pemikiran yang berasal dari teori mikro yang lain seperti
teori pertukaran, etnometodologi, analisis percakapan dan fenomenologi.
Baldwin (Ritzer, 2008) mengemukakan beberapa pendapat : pertama, sistem teoritis Mead
mencakup berbagai fenomena sosial dari mikro sampai makro – fisiologi, psikologi sosial,
bahasa, kognisi, perilaku, masyarakat, perubahan sosial dan ekologi. Kedua, Mead tidak hanya
mempunyai pandangan terintegrasi antara tingkat mikro dan makro tentang kehidupan sosial,
tetapi juga menawarkan sebuah sistem fleksibel yang mampu menjembatani sumbangan yang
berasal dari semua aliran ilmu sosial saat ini. Ketiga, komitmen Mead terhadap metode ilmiah
membantu memastikan bahwa data dan teori di seluruh komponen sistem sosial dapat
diintegrasikan dengan cara yang seimbang dan pemanfaatannya dapat dipertahankan secara
empiris.
Norman Denzin juga mengkritik teori interaksi simbolik. Menurut Denzin (dalam Ritzer,
2008) peranan teori ini seharusnya lebih besar lagi dalam studi kultural. Satu masalah mendasar
adalah interaksi simbolik cenderung mengabaikan gagasan-gagasan yang menghubungkan
‘simbolik’ dan ‘interaksi’ (dan menekankan studi kultural) – ‘komunikasi’. Selain itu juga
37
diharapkan lebih memusatkan lagi perhatiannya pada teknologi komunikasi dan peralatan
teknologi dan pada cara-cara teknologi itu menghasilkan realitas dan menggambarkan realitas.
Menurut Denzin, di masa lalu teoritisi interaksi simbolik telah memperhatikan jenis-jenis
komunikasi yang dibahas dalam studi kultural (misalnya, film). Peneliti yang terlibat dalam
studi itu cenderung mengabaikan wawasan kulturalnya dan Denzin berharap agar teoritisi
interaksi simbolik kembali kepada akar kulturalnya. Denzin berharap studi interaksi simbolik
lebih menekankan pada kultur, terutama kultur populer.
Denzin ingin interaksi simbolik
melakukan pendekatan kritis terhadap kultur. Pendekatan kritis cocok dengan interaksi simbolik
yang memusatkan perhatian pada golongan tertindas dan hubungan mereka dengan penguasa.
Pada penelitian ini, fenomena petani yang dipahami berdasarkan pengalaman mereka, apakah
fenomena yang muncul sampai pada kritik-kritik terhadap teori interaksi simbolik ini.
Etos Kerja sebagai Dasar Moral
Sinamo (2005) menjelaskan pengertian etos secara ringkas, secara etimologis istilah etos
berasal dari bahasa Yunani yang berarti ’tempat hidup’. Mula-mula tempat hidup dimaknai
sebagai adat istiadat atau kebiasaan. Sejalan dengan waktu, kata etos berevolusi dan berubah
makna menjadi semakin kompleks. Dari kata yang sama muncul pula istilah Ethikos yang berarti
’teori kehidupan’, yang kemudian menjadi ’etika’. Dalam bahasa Inggris Etos dapat
diterjemahkan menjadi beberapa pengertian antara lain ‘starting point', 'to appear', 'disposition'
hingga disimpulkan sebagai 'character'. Dalam bahasa Indonesia kita dapat menterjemahkannya
sebagai ’sifat dasar’, ’pemunculan’ atau ’disposisi/watak’. Aristoteles menggambarkan etos
sebagai salah satu dari tiga mode persuasi selain logos dan pathos dan mengartikannya sebagai
’kompetensi moral’. Aristoteles berusaha memperluas makna istilah ini hingga ’keahlian’ dan
’pengetahuan’ tercakup didalamnya. Etos hanya dapat dicapai hanya dengan apa yang dikatakan
seorang pembicara, tidak dengan apa yang dipikirkan orang tentang sifatnya sebelum ia mulai
berbicara.
Max Weber (Sinamo, 2005) merumuskan hubungan rasional antara etos kerja dan
kesuksesan suatu masyarakat dalam buku klasik The Protestant Ethic and The Spirit of
Capitalism (Weber 1958).
Etos bangsa Jerman yang diformaulasikan Weber antara lain
bertindak rasional, disiplin tinggi, bekerja keras, berorientasi sukses material, tidak mengumbar
38
kesenangan, hemat dan bersahaja, menabung dan berinvestasi. Weber mengatakan etos inilah
pangkal kemajuan masyarakat Protestan dan Amerika.
Menurut Sinamo (2005) Etos Kerja merupakan suatu pandangan dan sikap suatu bangsa
atau umat terhadap kerja. Bila individu-individu dalam komunitas memandang kerja sebagai
suatu hal yang luhur bagi eksistensi manusia, maka Etos Kerjanya akan cenderung tinggi.
Sebaliknya sikap dan pandangan terhadap kerja sebagai sesuatu yang bernilai rendah bagi
kehidupan,
maka
Etos
Kerja
dengan
sendirinya
akan
rendah.
Sinamo
(2005)
menyederhanakannya menjadi empat pilar teori utama. Keempat pilar inilah yang sesungguhnya
bertanggung jawab menopang semua jenis dan sistem keberhasilan yang berkelanjutan
(sustainable success system) pada semua tingkatan. Keempat elemen itu lalu dia konstruksikan
dalam sebuah konsep besar yang disebutnya sebagai Catur Dharma Mahardika (bahasa
Sanskerta) yang berarti Empat Darma Keberhasilan Utama, yaitu: (1) 1. Mencetak prestasi
dengan motivasi superior. (2) Membangun masa depan dengan kepemimpinan visioner. (3)
Menciptakan nilai baru dengan inovasi kreatif. (4) Meningkatkan mutu dengan keunggulan
insani.
Keempat darma ini kemudian dirumuskan pada delapan aspek Etos Kerja, sebagai
berikut: (1) Kerja adalah rahmat; karena kerja merupakan pemberian dari Yang Maha; Kuasa,
maka individu harus dapat bekerja dengan tulus dan penuh syukur; (2) Kerja adalah amanah;
kerja merupakan titipan berharga yang dipercayakan pada kita sehingga secara moral kita harus
bekerja dengan benar dan penuh tanggung jawab; (3) Kerja adalah panggilan; kerja merupakan
suatu dharma yang sesuai dengan panggilan jiwa kita sehingga kita mampu bekerja dengan
penuh integritas; (4) Kerja adalah aktualisasi; pekerjaan adalah sarana bagi kita untuk mencapai
hakikat manusia yang tertinggi sehingga kita akan bekerja keras dengan penuh semangat; (5)
Kerja adalah ibadah; bekerja merupakan bentuk bakti dan ketaqwaan kepada Sang Khalik,
sehingga melalui pekerjaan individu mengarahkan dirinya pada tujuan agung Sang Pencipta
dalam pengabdian; (6) Kerja adalah seni; kerja dapat mendatangkan kesenangan dan kegairahan
kerja sehingga lahirlah daya cipta, kreasi baru, dan gagasan inovatif; (7) Kerja adalah
kehormatan; pekerjaan dapat membangkitkan harga diri sehingga harus dilakukan dengan tekun
dan penuh keunggulan. (8) Kerja adalah Pelayanan; manusia bekerja bukan hanya untuk
memenuhi kebutuhannya sendiri saja tetapi untuk melayani sehingga harus bekerja dengan
sempurna dan penuh kerendahan hati.
39
Sinamo (2005) juga memaparkan secara eksplisit beberapa sikap yang seharusnya
mendasar bagi seseorang dalam memberi nilai pada kerja, yang disimpulkan sebagai berikut: (1).
Bekerja adalah hakikat kehidupan manusia; (2) Pekerjaan adalah suatu berkat Tuhan; (3)
Pekerjaan merupakan sumber penghasilan yang halal dan tidak amoral; (4) Pekerjaan merupakan
suatu kesempatan untuk mengembangkan diri dan berbakti; (5) Pekerjaan merupakan sarana
pelayanan dan perwujudan kasih.
Sinamo (2005) menyimpulkan pemahaman bahwa Etos Kerja menggambarkan suatu
sikap, maka ia menggunakan lima indikator untuk mengukur Etos Kerja. Menurutnya Etos Kerja
mencerminkan suatu sikap yang memiliki dua alternatif, positif dan negatif. Suatu individu atau
kelompok masyarakat dapat dikatakan memiliki Etos Kerja yang tinggi, apabila menunjukkan
tanda-tanda sebagai berikut: (1) Mempunyai penilaian yang sangat positif terhadap hasil kerja
manusia, (2) Menempatkan pandangan tentang kerja, sebagai suatu hal yang amat luhur bagi
eksistensi manusia, (3) Kerja yang dirasakan sebagai aktivitas yang bermakna bagi kehidupan
manusia, (4) Kerja dihayati sebagai suatu proses yang membutuhkan ketekunan dan sekaligus
sarana yang penting dalam mewujudkan cita-cita, (5) Kerja dilakukan sebagai bentuk ibadah.
Bagi individu atau kelompok masyarakat yang memiliki Etos Kerja yang rendah, maka akan
ditunjukkan ciri-ciri yang sebaliknya, yaitu; (1) Kerja dirasakan sebagai suatu hal yang
membebani diri, (2) Kurang dan bahkan tidak menghargai hasil kerja manusia, (3) Kerja
dipandang sebagai suatu penghambat dalam memperoleh kesenangan, (4) Kerja dilakukan
sebagai bentuk keterpaksaan, (5) Kerja dihayati hanya sebagai bentuk rutinitas hidup.
Budaya Sunda
Istilah “sunda” sendiri hampir selalu dirujuk pada pengertian wilayah yang berada di
bagian barat Pulau Jawa. Menurut sejarah, istilah ini muncul pertama kalinya pada abad ke 9
Masehi. Ekadjati (1995) menjelaskan bahwa, “Istilah tersebut tercatat dalam prasasti yang
ditemukan di Kebon Kopi Bogor, beraksara Jawa Kuna dan berbahasa Melayu Kuna.” Istilah
“sunda” juga digunakan pula dalam konteks kelompok manusia yang sering dikenal sebagai
urang sunda (orang sunda). Orang-orang yang berada di daerah pesisir Cirebon, Orang Sunda
biasa mereka sebut sebagai urang gunung, wong gunung, dan tiyang gunung, artinya orang
gunung. Selanjutnya dijelaskan dugaan penggunaan sebutan itu yang mungkin saja karena pusat
Tanah Sunda dikenal sebagai Priangan yang memang merupakan daerah pegunungan. Ekadjati
40
(1995) menyebutkan bahwa yang disebut, “Orang Sunda adalah orang yang mengaku dirinya dan
diakui oleh orang lain sebagai orang Sunda.” Terdapat dua pengertian mendasar mengenai
pembatasan orang yang disebut sebagai Orang Sunda. Pertama, mereka yang memiliki orang tua
atau leluhur Orang Sunda, baik dari pihak bapak atau ibunya, atau keduanya. Kriteria orang
Sunda tidaklah mencakup lokasi tempat tinggal atau bermukim. Meskipun di luar negeri
sekalipun, selama ia memiliki darah keturunan atau hubungan darah dengan Orang Sunda, maka
ia disebut sebagai Orang Sunda. Kedua adalah mereka yang dibesarkan dalam lingkungan sosial
budaya Sunda. Mereka memahami dan mengimplikasikan nilai dan norma budaya Sunda.
Kriteria ini pun tidak terlalu membatasi pengertian berdasarkan lokasi, namun lebih menekankan
pada lingkungan sosial budaya yang membentuk dan membuat seseorang itu merasa menjadi
Orang Sunda. Bisa saja ia bukan keturunan Orang Sunda, namun menjadi orang Sunda karena
menghayati dan mempergunakan norma-norma budaya Sunda. Sebaliknya, meskipun ia
memiliki darah keturunan Sunda tapi tidak mengenal dan mempergunakan budaya Sunda, maka
ia bukanlah termasuk kelompok orang Sunda.
Orang Sunda dipersatukan dengan satu pemahaman dan penghayatan nilai dan norma
kebudayaan Sunda, yaitu. “Kebudayaan yang hidup, tumbuh, dan berkembang di kalangan orang
Sunda yang pada umumnya berdomisili di Tanah Sunda.” (Ekadjati, 1995) Kebudayaan ini
tercatat sebagai salah satu budaya yang menghiasi khasanah keragaman budaya di Indonesia.
Budaya Sunda memiliki persamaan dengan kebudayaan suku bangsa lain di Indonesia, namun
tetap memiliki ciri khas tersediri yang membedakannya dengan yang lain. Budaya Sunda
merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia. Budaya ini diciptakan berdasarkan konsensus
bersama anggota kelompok. Budaya ada untuk menjaga eksistensi kelompok. Budaya tumbuh
dan berkembang dan dijadikan acuan berperilaku bagi setiap anggota kelompok. Begitupula
dengan Budaya Sunda. Orang-orang Sunda memiliki budaya yang dimaksudkan untuk menjaga
keutuhan kelompok.
Menurut Aa Tarsono (dalam Berita HU Republika : PKB Pelajar Islam Indonesia. 27
Januari 2006) dalam Lokakarya Dakwah Islam Berbasis Budaya Sunda, menjelaskan bahwa
budaya Sunda itu sebenarnya terbentuk seperti apa yang diajarkan oleh agama Islam. Misalnya
someah (ramah), tawadhu (rendah hati), nyaah ka sererea (mengasihi sesama). Ekadjati (1995)
menjelaskan orang Sunda menciptakan ajaran sendiri yang disebut dengan Sunda Wiwitan dan
Jati Sunda. Agama Islam ini menyebar dan menjadi pandangan hidup yang terus menerus
41
diobjektivikasi diinternalisasi, dan diekternalisasi hingga akhirnya membentuk kebudayaan
Sunda yang berlatar belakang religius. Agama Islam mudah diterima oleh orang Sunda karena
tidak jauh berbeda dengan falsafah budaya Sunda, silih asih, silih asah, silih asuh. Orang Sunda
akan saling mengasihi, saling mengingatkan, dan mengasah kemampuan potensi diri, dan saling
memelihara dan melindungi. Kesemuanya itu dilakukan agar orang Sunda mampu mencapai
Gemah Ripah Repeh Rapai. (Lihat Profil Daerah Jawa Barat http://www.depdagri.go.id) Artinya
orang Sunda selalu mengutamakan kemakmuran dan kesejahteraan untuk kita semua. Orang
Sunda akan selalu mengedepankan kesopanan, rendah hati, hormat kepada yang lebih tua,
sayang kepada yang lebih lemah, membantu orang yang kesulitan. Suatu budaya mengenal
konsep organisasi sosial dan struktur sosial. Organisasi sosial berkenaan dengan sistem
pengelompokkan sosial yang dilihat dari usia, jenis kelamin dan hubungan kekerabatan.
Sedangkan struktur sosial berkenaan dengan pola hubungan antar individu dalam kelompok.
Pengelompokkan urang Sunda dapat berdasarkan berbagai aspek, seperti tempat seperti orang
Sunda Bogor, Priangan, Cirebon dan sebagainya. Bisa juga berdasarkan profesi mata
pencaharian, misalnya pegawai, pengusaha, petani, buruh, nelayan dan sebagainya, bahkan
berdasarkan materi, lapisan orang kaya (beunghar) atau miskin (sangsara).
Berdasarkan usia, masyarakat Sunda mengenal 6 kelompok umur (Ekadjati, 1995) : (1)
orok (bayi),yang berumur sejak waktu lahir hingga 12 bulan; (2) budak (anak-anak), yang
beurmur antara 1-15 tahun; (3) bujang atau jajaka bagi laki-laki (pemuda) dan lanjang, mojang
atau sawawa (dewasa), yang berumur antara 16-25 tahun; (4) sawawa (dewasa) yang berumur
antara 26-40 tahun; (5) tengah tuwuh (madya), yang berusia antara 41-50 tahun; dan (6) kolot
(tua), yang berumur 51 tahun ke atas. Batas kelompok ini tidak kaku, antar daerah yang satu
dapat berbeda dengan daerah lainnya. Status seseorang pun dapat mempengaruhi. Perempuan
yang sudah menikah meskipun berada pada kelompok usia mojang, namun karena sudah
menikah, maka dikategorikan dalam kelompok sawawa. Pengelompokkan umur ini dapat
mencerminkan stratifikasi sosial. Semakin tinggi usia seseorang, maka semakin tinggi tingkat
sosialnya. Pembedaan ini lebih kepada norma etika atau kepantasan pergaulan. Mereka yang
lebih tua hendaknya mendapatkan perlakuan yang lebih baik. Keadaan yang sama juga berlaku
bagi mereka yang dihormati karena memiliki pangkat, jabatan atau kedudukan lebih tinggi.
Mereka yang lebih muda atau berkedudukan lebih rendah hendaknya mengalah untuk
memberikan posisi utama kepada yang lebih tua atau yang lebih dihormati tersebut. Kondisi ini
42
bisa terlihat dari susunan tempat duduk dalam pertemuan bersama. Orang yang lebih tua atau
dihormati selalu berada di deretan bangku depan.
Menurut pendapat Ekadjati (1995), “Norma-norma etika itu menyerap secara berlebihan
dalam kalangan orang Sunda mendatangkan ekses negatif bagi kepentingan orang Sunda jika
harus bergaul dengan etnis-etnis lain.” Menurutnya orang Sunda seringkali mengalah (ngelehan
maneh) ketika bersaingan dengan etnis lain, sehingga seringkali eksistensi mereka tidak
menonjol. Perbedaan jenis kelamin dalam masyarakat berbudaya Sunda juga mempengaruhi pola
hubungan serta pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan. Ekadjati (1995) menjelaskan
dalam keluarga, suami berkedudukan sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab atas
kesejahteraan hidup seluruh anggota keluarga. Istri (wanita) mengemban kewajiban mengatur
kehidupan rumah tangga keluarga dan mengasuh anak. Jika berstatus janda, wanita bisa menjadi
kepala keluarga. Perempuan juga diperkenankan untuk bekerja dalam membantu ekonomi
keluarga. Jenis pekerjaan yang diambil yang tidak memerlukan terlalu banyak tenaga fisik.
Budaya Sunda tidak mengatur bagaimana bila suami berstatus duda untuk bisa menjadi menjadi
ibu rumah tangga. Pada masyarakat Sunda, laki-laki boleh mengambil istri lebih dari satu
(poligami), dan perempuan tidak boleh mempunyai suami lebih dari satu (poliandri). Pembagian
waris dalam budaya Sunda juga menganut hukum waris Islam. Bila orang tua sudah meninggal,
anak laki-laki mendapat dua kali lebih banyak dibanding perempuan. Pemahaman ini didasarkan
pada konsep anak lalaki gaganti bapa, anak awewe gaganti indung, anak laki-laki sebagai
pengganti ayah dan anak perempuan sebagai pengganti ibu.
Sistem kekerabatan orang Sunda banyak dipengaruhi oleh adat yang diwariskan secara
turun temurun dan berdasarkan ajaran agama Islam. Kedua unsur tersebut saling terjalin erat
hingga menjadi suatu kebiasaan. Sebagai contoh, suatu perkawinan yang dilakukan dengan
menggunakan adat Sunda akan dianggap tidak sah bila tidak memenuhi syariat Islam. Berkenaan
dengan sistim kekerabatan ini, Ekadjati (1995) menyebutkan “Orang Sunda menganut sistim
kekerabatan yang bersifat parental atau bilateral, seperti orang Jawa.” Orang Sunda
memperhitungkan baik garis keturunan bapak maupun garis keturunan ibu. Baik laki-laki
maupun perempuan mempunyai hak yang sama terhadap anak-anak mereka, laki atau
perempuan. Keadaan ini berbeda dengan sistem kekerabatan patriarchal suku Batak yang sangat
hanya memperhitungkan garis keturunan bapak atau laki-laki. Berbeda pula dengan system
kekerabatan suku Minang yang matriarchal yang hanya memperhitungkan keturunan garis ibu
43
atau perempuan. Sistem kekerabatan dalam budaya Sunda dapat dilihat dari perbedaan generasi.
Semakin jauh perbedaan generasi, semakin berkurang kadar pentingnya membina hubungan
kekerabatan. Tidak hanya itu saja, frekuensi berkomunikasi dan jarak lokasi tempat tinggal juga
menentukan kualitas hubungan kekerabatan yang terjalin. Biasanya kekerabatan ini akan berlaku
dan dipertimbangkan hingga generasi ketujuh.
Ada beberapa istilah yang menunjukkan jaringan hubungan seperti dijelaskan Ekadjati
(1995), “Kulawarga (keluarga), warga, dulur (saudara), baraya (saudara), saderek (saudara),
kulawedet, bondoroyot, golongan.” Kulawarga sama dengan keluarga inti atau batih terdiri dari
orang tua dan anak-anaknya. Hubungan yang paling intim terjadi di dalam kulawarga. Warga
merujuk pada kekerabatan yang terbentuk karena keturunan atau perkawinan dan tinggal dalam
satu lokasi tempat tinggal. Dulur berkenaan dengan saudara kandung dari pihak ayah ataupun
ibu. Saderek meliputi kekerabatan yang terjalin karena keturunan ataupun perkawinan meski
tidak tinggal dalam satu lokasi tempat tinggal. Kulawedet, bondoroyot, golongan mempunyai
pengertian hampir sama dengan baraya dan saderek, namun lebih cenderung keluarga besar
berpangkal pada satu leluhur atau berdasarkan keturunan tokoh tertentu.
Golongan orang tua sering disebut sesepuh atau kolot, golongan saudara atau sedulur,
dan golongan anak. Pembedaan antara laki-laki dan perempuan pun dianggap penting. Ini dapat
dilihat dari istilah yang digunakan, misalnya untuk memanggil saudara laki-laki digunakan
sebutan akang, sedangkan saudara perempuan digunakan sebutan teteh, ceuceu. Sama seperti
panggilan untuk adik ibu atau bapak dengan sebutan paman, bibi, dan panggilan untuk orang tua
ibu atau bapak dengan sebutan aki atau nini. Jaringan hubungan kekerabatan di dalam budaya
Sunda dapat terjadi karena faktor keturunan dan faktor perkawinan. Ketika laki-laki dan
perempuan menikah, budaya Sunda tidak hanya memandang hubungan suami istri saja, atau
sebatas hubungan mitoha (mertua) dengan monantu (menantu) saja, tetapi juga terjalinnya
hubungan kekerabatan dengan seluruh keluarga keduanya.
Stratifikasi sosial orang Sunda juga dapat dibagi dalam dalam dua tingkatan yaitu menak
dan cacah/somah. Stratifikasi ini merupakan peninggalan masa penjajahan Belanda. Menak
merupakan golongan orang Sunda yang berstatus pegawai negeri atau seringkali dikaitan dengan
keturunan bangsawan, darah biru, sedangakan cacah adalah rakyat jelata. Pada masa sekarang
ini, dimana bersifat egaliter, perbedaan tersebut sudah hampir tidak dipergunakan lagi.
44
Penggambaran budaya orang Sunda tidak hanya dapat dilihat dalam kehidupan
bermasyarakat sehari-hari yang menandai berbagai siklus kehidupan dalam upacara-upacara adat
yang sakral, seperti upacara Panjang Jimat (muludan), upacara adat kehamilan (bulan keempat,
ketujuh/tingkeben,sembilan bulan), upacara kelahiran, dan upacara puput puseur dan sebagainya.
Ciri khas seni budaya Sunda yang mudah diketahui dari misalnya dari suara suling bambu, rebab
(biola tradisional Sunda), dan hentakan kendang yang dinamis. Beberapa seni musik tradisional
budaya Sunda antara lain gamelan degung yang biasanya diikuti oleh rampak sekar, angklung,
kacapi dan lain-lain.
Budaya Jawa
Pada saat orang Jawa masih memeluk agama Hindu, kepercayaan terhadap dewi Padi
sangat besar. Hal ini bisa dilihat dari cara petani memperlakukan padi. Mereka menyebut padi
dengan sebutan Mbok Sri. Mereka memperlakukan padi dengan sangat hati-hati dan kasih
sayang. Membuang beras, menumpahkan beras, sangat dilarang dan dikatakan nanti Mbok Sri
marah tidak mau memberi rezeki yang banyak. Petani sebelum menuai padi atau mulai menanam
padi memberikan saji-sajian di sawah, di lumbung padi dan di petanen (kamar khusus untuk
Dewi Sri kalau sewaktu-waktu datang berkunjung). Agama Islam masuk dan diterima oleh para
petani di Jawa, kepercayaan terhadap dewa-dewa bergeser digantikan kepercayaan terhadap
Malaikat dan kepada Allah. Semakin kuatnya agama Islam diterima oleh para petani, maka
kepercayaan terhadap Dewi Padi ini semakin berkurang.
Sebelum ditemukannya teknik pertanian yang baru seperti irigasi, pemupukan dengan
pupuk kimia, alat-alat pertanian modern dan benih-benih baru (bibit unggul), pola pertanian di
Jawa khususnya Jawa Tengah, disesuaikan dengan peredaran musim dalam tiap tahun. Dikenal
ada 4 musim di Jawa, yaitu: rendheng (musim hujan), lemareng (hujan mulai jarang), katiga
(musim kemarau) dan labuh (musim banyak angin dan hujan sekali-kali). Rendheng (musim
hujan) terjadi pada bulan Januari, Februari, dan Maret. Pada bulan-bulan itu padi tumbuh subur.
Kesuburan padi terjadi pada musim hujan itu, maka hujan dipakai sebagai lambang kesuburan.
Semakin tumbuh suburnya padi sesungguhnya dibarengi oleh masa paceklik rendhengan yang
makin meningkat. Musim mareng muncul pada bulan April, padi mulai menguning dan siap
ditual pada bulan Mei-Juni. Petani mulai panen besar setahun sekali. Para petani
menyelenggarakan upacara, seperti: bersih desa, perkawinan, sunatan, kaula.
45
Pada musim labuh, petani menghasilkan padi gaga yang tidak banyak hasilnya ditambah
hasil tanaman palawija, dan mulai menanam padi basah (sawah) kembali yang tumbuh subur di
musim penghujan nanti.
Para petani menjalani hidupnya sesuai dengan peredaran musim
lingkungan alamnya. Perhatian petani serta ketergantungan hidupnya kepada musim yang
kadang-kadang tidak tepat waktunya mendorong petani untuk memperhatikan gejala-gejala alam
dan tingkah laku binatang yang dipakai sebagai pertanda untuk mengetahui dengan tepat akan
datangnya musim yang khas, sehingga dapat menyesuaikan diri untuk memulai menanam padi
sawah, padi gaga atau tanaman pertanian yang lain.
Sebagai contoh, naiknya semut secara demonstratif ke atap secara berbondong-bondong
sepanjang hari, ditangkap oleh petani sebagai pertanda akan datangnya hujan lebat.
Terdengarnya bunyi binatang gareng-pung, memberi pertanda musim hujan segera berhenti dan
digantikan oleh musim mareng. Munculnya rasi bintang Lumbung di langit, memperingatkan
petani agar padi segera ditual. Rasi bintang Tagih muncul menandakan supaya petani tak lupa
melunasi pajak dan hutangnya, karena desa sedang penuh dengan upacara dan pesta-pesta.
Setelah ditemukannya teknik pertanian yang baru terutama irigasi dan bibit unggul, maka
panenan padi persawahan yang dulu hanya sekali setahun, sekarang bisa 2 kali bahkan 3 kali
panen dalam setahun. Petani menanam padi disawah tidak tergantung lagi pada musim, maka
berubahlah tata hidup para petani. Mereka mulai tidak memerlukan lagi tanda-tanda bunyi
burung atau tingkah laku semut. Mereka dapat menanam padi kapan saja dan yang penting juga
mereka dapat pula melakukan upacara-upacara perkawinan, sunatan, kaulan, kapan saja mereka
mau. Bersih desa tidak dilakukan lagi. Kesedihan para petani ketika paceklik, harapan-harapan
ketika padi mulai menguning dan kebahagiaan ketika panen besar merupakan siklus
penghidupan yang pahit dan indah. Kini keadaan itu tidak dirasakan lagi oleh para petani.
Kebudayaan Jawa telah mengajarkan untuk selalu bersyukur dan menjaga keharmonisan dengan
alam, memaknai dan memberi warna istimewa terhadap hasil yang telah diperoleh.
Memanfaatkannya untuk kepentingan orang lain dan memenuhi kebutuhan diri sendiri maupun
keluarga adalah presentasi kebudayaan Jawa yang senantiasa diselaraskan dengan alam. Sebuah
kekayaan makna dalam ranah kehidupan sosial.
Daerah Jawa terdapat dua kultur masyarakat yang berbeda, yakni kebudayaan tradisional
petani dan peradaban masyarakat kota. Hal itu dapat direalisasikan pada makna pemenuhan
pangan dalam tradisi selamatan sebelum mulai tanam atau panen padi yang sering kali disebut
46
dengan upacara wiwitan.
Upacara wiwitan adalah hasil implementasi dari tiga fase
perkembangan kebudayaan Jawa, mulai fase mistis, mistis-religius, dan fase rasional-religius.
Hal ini sebagai pandangan dunia terhadap pandangan masa depan keselamatan dan hasil panen
yang berlimpah ruah. Perkembangan itu tidak lain karena pola pikir masyarakat yang semakin
maju dalam dunia pertanian. Petani Jawa yang memiliki dua kultur pertanian berbeda, yakni
petani lahan kering dan lahan basah. Petani lahan kering lebih banyak mengembangkan
komoditas tanaman keras atau perkebunan, sejenis tanaman kayu dan buah-buahan. Petani lahan
basah lebih banyak membudidayakan tanaman padi dan beraneka ragam sayur-sayuran atau
tanaman palawija.
Pada pertanian ini pula kita kenal dengan sistem subak (irigasi). Subak bukan sematamata mekanisme irigasi, bukan sekadar alat teknososial, melainkan pemahaman dasar para petani
dan bahwa petani merupakan satu entitas tersendiri yang terajut dengan ekosistem dan
spiritualitas. Petani di daerah tertentu akan menyesuaikan perilaku bertani mereka tidak hanya
berdasarkan kondisi tanah dan air di tempat itu saja, tetapi dengan seluruh elemen alam,
termasuk nilai religi masyarakat setempat. Sistem irigasi itu membuat orang berpikir ulang,
selama ini kita begitu mengagungkan pertanian modem karena kecepatan dan keberlimpahannya
dalam memenuhi kebutuhan manusia. Hal itu sangat kontradiktif sekali dengan falsafah Jawa
yang mengajarkan untuk mencintai alam ini. Sebagaimana upacara wiwitan yang dilakukan
kaum petani Jawa, yang diselenggarakan sebagai ucapan terima kasih, puji, dan syukur kepada
Tuhan, pencipta alam semesta. Sebuah tradisi yang biasanya dilakukan untuk menandai
dimulainya waktu masa tanam padi atau panen. Tradisi tersebut seakan mengharuskan pemilik
sawah menyediakan jamuan makan bagi tetangga, biasanya berupa nasi megana dan seekor ayam
ingkung. Nasi megana yang disa-jikan digelar di atas daun pisang yang ditaruh di atas meja.
ingkung akan dibagi dengan diiris-iris sesuai undangan yang datang. Seorang kiai kampung
sebelum menyantap hidangan akan membacakan doa keselamatan dan rasa syukur atas
dimulainya menanam dan memanen padi. Setelah berdoa, tamu undangan akan membawa sisa
makanan. Tradisi ini tidak hanya dilakukan di rumah karena wiwitan terkadang juga dilakukan di
tengah sawah. Upacara wiwitan ini tidak hanya menjadi seremoni sewaktu akan menanam atau
memanen padi, tetapi juga sebagai salah satu perekat tali persaudaraan antar warga desa,
khususnya kaum petani. Upacara itu merupakan khazanah budaya yang memiliki dimensi sosial
sangat tinggi, di dalamnya ditanamkan rasa persaudaraan dan solidaritas antar sesama manusia.
47
Saat menanam dan memanen padi para petani itu saling membantu dengan petani yang
menyelenggarakan upacara wiwitan. Itu merupakan aksi solidaritas yang kaya dengan falsafah
Jawa mikul ditam mendem jero. Warga terkadang juga menggelar kesenian lesung dengan
tembang-tembang Jawa yang berisi tentang kemakmuran para petani untuk memeriahkan
upacara tersebut. Tradisi wiwitan ini digelar sebagai wujud untuk melestarikan ritual budaya
yang hampir punah di kalangan petani Jawa. Pada zaman yang kini sekat-sekat sosial kian
menonjol. Tradisi wiwitan layak terus dikembangkan petani di desa-desa agar hubungan sosial
warga tidak semakin pudar, tetapi terus merekat sepanjang zaman. Niat yang tulus akan
diberkahi alam. Alam punya inteligensi luar biasa yang mampu memahami niat dan isi hati
manusia tanpa batasan dan cara.
Raffles dalam History of Java menguraikan makna politis kerbau dalam kekuasaan.
Orang Sunda menyebut kerbau dengan nama munding, orang Jawa menyebut dengan maesa atau
kebo. Sebutan munding dijadikan penghormatan untuk jasa pangeran, sosok pemula dalam
memperkenalkan cara bertani. Konon, para pangeran dan bangsawan di Sunda mendapati gelar
mengacu pada sebutan maesa lalean dan mundingsari (Mawardi, 2011).
Pandangan Hidup Orang Sunda tentang Manusia sebagai Pribadi
Berkaitan dengan pola pandangan hidup ini menurut Warnaen (1994) ada dua pola
pandangan hidup orang Sunda sebagai pribadi. Pola pandangan I berkaitan dengan konteks yang
membagi manusia ke dalam golongan (penguasa dan rakyat/Balarea).
Sementara pola
pandangan II berkonteks umum, yang tidak membedakan manusia menurut asal golongannya.
Keduanya memiliki persamaan dalam komponen-komponen pembentuknya, yaitu komponen
potensi, tingkah laku yang ditampilkan, dan aspirasi.
Komponen potensi adalah bagian dari pandangan hidup yang terdiri dari sifat-sifat khas
pribadi. Komponen tingkah laku yang ditampilkan adalah bagian dari pandangan hidup yang
terdiri atas jenis-jenis tingkah laku yang ditampilkan dalam kehidupan sehari-hari termasuk
perilaku komunikasi baik secara verbal maupun non verbal. Komponen aspirasi adalah bagian
dari pola pandangan hidup yang terdiri dari berbagai aspirasi, ide atau gagasan yang ingin
disampaikan.
Aspirasi orang sunda dalam kaitan dengan pandangan hidupnya yang dimaksud adalah
apa yang dikejar dan apa yang dihindari oleh orang Sunda dalam hidup ini. Menurut Warnaen
48
(1985) menjelaskan mengenai apa yang dikejar oleh orang Sunda adalah : kemuliaan,
kebahagiaan, ketentraman dan ketenangan hidup, kemerdekaan, mencapai kesempurnaan,
kesejahteraan, kedamaian dan rakyat hidup rukun dan senantiasa patuh, kekeluargaan dan
keakraban, keselamatan dan kebajikan dan kesenangan; sedangkan yang dihindari adalah : hina,
sengsara, merana dan nelangsa, penyakit, tidak berdaya, tersesat dalam hidup, hidup tanpa
tujuan, pembalasan terhadap keburukan dan kemaksiatan dunia yang telah dilakukan dan
pemberontakan rakyat. Soetarto (1999) dalam disertasinya menguraikan dengan baik mengenai
pola pandangan hidup orang Sunda ini yang diolah dari Warnaen. Warnaen (1985) mengkaji dan
menyusun pandangan hidup orang Sunda didasarkan dari enam sumber data, yaitu: (1)
Ungkapan-ungkapan tradisional daerah Jawa Barat (depdikbud, 1984); (2) Cerita Pantun Lutung
Kasarung (Eringa,FS, 1949); (3) Sanghyang Siksa Kandang Karesian (Atja, Saleh.D, 1981); (4)
Sawer Panganten (Rusyana, Y, 1971); (5) Cerita Roman : a. Pangeran Kornel
(Sastrahadiprawira, RM, 1930), b. Mantri Jero (Sastrahadiprawira, RM, 1928). Seperti terlihat
pada Gambar 2.1. dan 2.2.
Yakin Kekuasaan Tuhan +
Yakin Pada Nasib
Semangat Pengabdian
Percaya Diri
Memiliki Prinsip Hidup
Patuh + Taat
Berfikir Dinamis
Sabar
Tabah
Toleran
Merdeka untuk Selamanya, Terlepas dari Ujian
Mendapatkan Kemuliaan dan Sejahtera
Gambar 2.1. Pandangan Hidup Orang Sunda tentang Manusia Sebagai Pribadi, dalam Konteks
Hubungan Penguasa dan Rakyat (Balarea) - Pola I
Catatan :
ï‚· Sabar
: Sabar menerima perlakuan yang tidak wajar dari orang lain
ï‚·
Tabah
: Tabah menjalani penderitaan, tidak mengeluh dan tidak putus asa
ï‚·
Toleran
: Mudah memaafkan kesalahan orang lain
49
ï‚·
Berpikir Dinamis : Penderitaan dianggap sebagai gemblengan dalam mempersiapkan diri
untuk menjalani hidup di masa mendatang.
Yakin Pada Kekuasaan
Tuhan
Cerdas
Berani
Jujur
Waspada
Sifat Pelengkap
1
2
Bersih Hati
Teguh Hati
Berusaha Memahami
dan Memperhatikan
Orang Lain
Hasrat Belajar dan
Menguasai Ilmu
Sopan
Bijaksana + Adil
Sederhana
Rendah Hati
Kemuliaan
Kebahagiaan
Ketentraman + Ketenangan
Merdeka
Kedamaian
Keselamatan
Kesempurnaan
Gambar 2.2. Pandangan Hidup Orang Sunda tentang Manusia sebagai Pribadi
dalam Konteks sebagai kelompok sosial – Pola II
Sifat Pelengkap :
1 : Cukup Pakaian dan dapat memelihara kesehatan
2 : Cermat, teliti, rajin, tekun, bersemangat, perwira, terampil dan cekatan
Pandangan hidup orang Sunda menurut Pola I memberi pedoman bagaimana seseorang
bisa mewujudkan kehidupan yang baik dan dicita-citakan oleh orang sunda.
Dasar utama
pandangan hidup pola I adalah keyakinan yang kuat pada kekuasaan Tuhan pada nasib.
Warnaen (1985) mengatakan orang Sunda dalam mencapai tujuan hidupnya menempatkan
kesadaran subjektifnya bahwa dirinya hanyalah merupakan bagian yang sangatlah kecil dari
alam semesta. Bagian lain dari alam semesta yang berada di luar diri manusia, dapat digolonggolongkan ke dalam tiga golongan besar, yaitu alam, masyarakat dan wujud supra natural.
Setiap golongan itu memiliki kekuatannya masing-masing.
Alam memiliki hukum alam,
masyarakat memiliki nilai-nilai dan norma-norma masyarakat, serta wujud super natural
memiliki kekuasaan untuk mengadakan dan meniadakan. Hukum alam, nilai-nilai dan normanorma masyarakat serta kekuasaan super natural selalu melancarkan pengaruhnya kepada
50
tingkah laku manusia. Setiap langkah selama hidupnya, senantiasa dihadapkan kepada ketiga
kekuatan itu dan dituntut untuk menyesuaikan diri dalam mencapai kehidupan yang dicitacitakan dan dikejarnya. Manusia akan senantiasa bisa menyesuaikan diri dengan kekuatankekuatan yang berada di luar dirinya apabila ia mampu mengendalikan hasrat, dorongan, dan
kemampuan yang berasal dari dalam dirinya sendiri, sehingga kekuatan di luar dan di dalam
dirinya itu tidak bertentangan dan bisa berjalan serta saling menunjang.
Tujuan hidup yang dianggap baik oleh orang Sunda adalah hidup sejahtera, hati tentram
dan tenang, mendapat kemuliaan, damai, merdeka untuk selamanya, dan mencapai
kesempurnaan di akhirat.
Seseorang dianggap hidup sejahtera apabila cukup sandang dan
pangan, memiliki rumah berserta perabotannya yang terawatt dan terpelihara dengan baik, serta
memiliki sumber pencarian yang mantap. Ia terhindar dari sengsara, penyakit dan putus asa.
Kehidupan yang damai ditandai dengan adanya keakraban, kekeluargaan, kehidupan
rakyat yang rukun dan senantiasa patuh, serta terhindar dari pemberontakan rakyat. Seseorang
yang mencapai kemerdekaan untuk selamanya ialah orang yang terlepas dari ujian dan terbebas
dari hidup tanpa tujuan.
Orang Sunda beranggapan bahwa lingkungan alam akan memberikan manfaat yang
maksimal pada manusia, apabila dijaga kelestariannya, dirawat, serta dipelihara dengan baik, dan
dipergunakan secukupnya saja. Kalau lingkungan alam digunakan secara berlebihan, tanpa
perawatan, dan usaha melestarikannya, maka alam akan berbalik menimbulkan malapetaka dan
kesengsaraan kepada manusia. Lingkungan masyarakat akan memberikan manfaat sebesarbesarnya apabila diperlukan dengan prinsip silih asih, silih asah dan silih asuh. Semangat
bekerjasama untuk kepentingan bersama harus dipupuk dan dikembangkan. Semangat bersaing,
saling menjegal, rebutan rezeki dan kedudukan, harus dicela dan ditekan menjadi sekecil
mungkin. Saling hormat dan bertatakrama, sopan dalam tutur kata, dalam tatacara serta dalam
perbuatan itulah yang menimbulkan kebaikan dalam interaksi komunikasi. Seseorang harus
menyayangi dan melindungi rakyat kecil serta berpihak pada yang benar.
Orang Sunda yakin ada kekuatan super natural yang paling tinggi, berkuasa dan tunggal.
Itulah Tuhan Yang Maha Esa. Sesudah menganut agama Islam, Orang Sunda menyebutnya
Allah serta asma lainnya seperti yang diajarkan oleh agamanya. Tuhan menentukan segalagalanya. Kepada Tuhan-lah seluruh manusia harus berbakti dan mengabdi dengan sesungguhsungguhnya. Kecenderungan orang Sunda dalam mencapai tujuan hidupnya selalu diimbangi
51
dengan ukuran tertentu. Seperti yang tersurat dalam suatu ungkapan “makan sekedar tidak
lapar, minum sekedar tidak haus”. Demikianlah kiranya ukuran yang digunakan oleh orang
Sunda sejak jaman dulu adalah ukuran yang menempati posisi tengah, yaitu tidak kekurangan
dan tidak juga berkelebihan. Pegangan hidup seperti itu dalam bahasa Sunda saat ini disebut
Sinigar Tengah, secara harafiah berarti ‘dibelah tengah’ dan dapat ditafsirkan sebagai tingkah
laku atau tindakan yang terkontrol agar tetap wajar dan seimbang.
Pandangan Hidup Orang Jawa tentang Manusia sebagai Pribadi
Sikap hidup adalah cara seseorang memberi makna terhadap kehidupannya. Pranowo
(2002) menjelaskan sikap hidup diperlihatkan untuk diri sendiri atau orang lain yang berstatus
sosial lebih tinggi (seperti pimpinan, atasan, atau orang tua). Sikap hidup untuk diri sendiri
orang Jawa harus mencerminkan kesederhanaan, punya tanggung jawab, hati-hati, rendah hati,
njaga praja, setia kawan, dll. Ada ungkapan alon-alon waton kelakon yang lengkapnya berbunyi
luwih becik alon-alon waton kelakon, tinimbang kebat kliwat maksudnya bahwa salah satu sikap
hidup orang Jawa yang tidak ingin gagal dalam meraih cita-cita. Kata alon-alon di dalamnya
sebenarnya tersirat makna “cara”. Alon-alon hanyalah cara bagaimana seseorang akan mencapai
tujuan, karena yang penting adalah “kriteria”, yaitu waton kelakon (harus terlaksana), dari pada
kebat keliwat (tergesa-gesa tapi gagal). Masyarakat Jawa dalam menjalani kehidupannya selalu
bersikap prasaja (sederhana) dan sakmadya (seperlunya), setiap orang akan terkena hukum
cakra panggilingan atau jantraning ngaurip bahwa beja-cilaka, bungah-susah, sugih-mlarat
hanyalah sekedar roda kehidupan yang berputar. Saat orang sedang berada “di atas” hendaknya
selalu sadar suatu ketika pasti akan berada “di bawah”, dan sebaliknya.
Orang Jawa yang dijadikan pemimpin atau panutan oleh masyarakat harus memiliki sikap
dan pandangan bahwa orang hidup harus dapat hamangku, hamengku, hamengkoni. Hamangku
artinya sikap dan pandangan yang berani bertanggung jawab terhadap kewajibannya. Hamengku
artinya sikap dan pandangan yang berani ngrengkuh (mengaku sebagai kewajibannya).
Hamengkoni artinya selalu bersikap berani melindungi dalam segala situasi. Seorang tokoh
panutan harus selalu bertanggung jawab, mengakui rakyatnya sebagai bagian dari hidupnya dan
setiap saat harus selalu mau melindungi dalam segala situasi. Sikap dan pandangan pemimpin
harus diperlihatkan dalam ucapan dan perilakunya, seperti yang teraktualisasi dalam ungkapan
Ing arsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Jika seseorang ingin
52
disebut sebagai pemimpin, maka dia harus selalu berada di depan untuk memberikan contoh
yang baik dalam bentuk sikap, ucapan dan tindakan yang konsisten. Ketika berada di tengahtengan rakyatnya, maka dia harus mangun karsa (memberi semangat) agar rakyat tidak mudah
putus asa jika menghadapi segala macam cobaan. Ketika di belakang, dia harus selalu tut wuri
handayani (mau mendorong) agar rakyatnya mau selalu maju. Jika sikap dan pandangan
pemimpinnya baik maka rakyat akan selalu Melu handarbeni, melu hangrungkebi, mulat salira
hangrasa wani, artinya segala prestasi yang dicapai dalam suatu Negara akan selalu dijaga oleh
rakyat dengan baik karena rakyat merasa ikut memiliki (melu handarbeni); dan jika ada orang
lain yang akan merusak tatanan yang sudah mapan, rakyat juga akan ikut membela (melu
hangrungkeb). Semua itu dilakukan setelah mengetahui secara pasti duduk persoalan mana yang
benar dan mana yang salah dengan mulat salira hangrasa wani (mawas diri).
Orang Jawa dalam menyelesaikan konflik suka secara bertahap dengan berkomunikasi
dan bersilaturahmi. Seperti dalam ungkapan : ameng-ameng, omong-omong, amang-amang,
artinya : orang Jawa yang memiliki masalah dengan orang lain akan mengajak mereka untuk
menyelesaikannya dengan cara mendatangi rumahnya (ameng-ameng), bersilaturahmi untuk
mendekatkan rasa persaudaraan sehingga titik perbedaan yang sering ada dapat didekatkan
sehingga tidak terjadi kesalah pahaman. Bila seseorang yang bermasalah sudah didatangi ke
rumahnya ternyata dia tidak dapat menangkap maksudnya, orang Jawa akan menyelesaikan
masalah itu dengan mengajak berbicara secara langsung (omong-omong) membahas masalah
yang sedang dihadapi, diharapkan agar masalah dapat selesai tanpa harus ada konflik secara
terbuka. Bila sudah diajak berbicara secara baik-baik ternyata tetap tidak dapat menyelesaikan
masalah, mereka akan menggunakan teknik amang-amang (ancaman).
Ancaman ini dapat
dimulai dari yang sangat halus sampai pada yang sangat keras. Sayangnya, bila sudah sampai
pada mengancam yang sangat keras, orang Jawa sudah tidak pernah mau mundur selangkahpun
sebelum berhasil. Jika teknik amang-amang ini tidak berhasil juga, mereka tidak segan-segan
menyelesaikan masalah dengan kekerasan. Berdasarkan uraian di atas, pola dari pandangan
hidup orang Jawa tersebut dapat dijelaskan pada Gambar 2.3.
53
Tuhan (Kawula Gusti)
(tempat bertemunya jagat cilik dengan jagat gedhe)
Untuk Diri Sendiri
Kesederhanaan
Punya Tanggung Jawab
Sangat Halus
Hati-hati
Rendah Hati
Njaga Praja
Setia Kawan
Pantang Menyerah
Untuk Orang Lain
Hamangku
Hamengku
Hamengkoni
Ing arsa Sung tuludo Ing Madya
Mangun karsa Tut Wuri
Handayani
Manunggaling Kawula Gusti
Kebenaran, Kebaikan
Kemuliaan, Kebahagiaan
Rukun dan Damai
Gambar 2.3. Pola Pandangan Hidup Orang Jawa
Pandangan hidup orang Jawa menurut pola di atas memberikan arahan mengenai
bagaimana seseorang bisa mewujudkan kehidupan dan cita-citanya. Pedoman utama pandangan
hidup ini adalah keyakinan yang kuat mengenai adanya Tuhan dan kekuasaan yang dimiliki
Tuhan untuk mengatur alam semesta/jagat raya. Orang Jawa dalam mencapat tujuan hidupnya
menempatkan kesadaran subyektifnya bahwa dirinya hanyalah sebagian kecil dari jagat raya ini.
Tujuan hidup yang dianggap baik oleh orang Jawa yang utama adalah manunggaling kawula
gusti (yaitu berusaha mendekatkan diri kepada Tuhan). Apapun caranya yang dilakukan oleh
orang Jawa tersebut misalnya dengan wujud “tirakat”, “semedi” bahkan dengan budaya
Kejawen. Hal ini dilatar belakangi karena (1) ketidak mampuan manusia menerangkan seluruh
gejala alam yang dilihatnya dan dirasakannya, (2) keinginan manusia untuk mencari sandaran
hidup yang dapat menuntun rasa, karsa, cipta dan karyanya, dan (3) adanya kedekatan hubungan
antara orang Jawa dengan Sang Maha Pencipta (Pranowo, 2002).
Orang Jawa dalam kehidupan bermasyarakat selalu menginginkan hidup rukun dan
damai, karena itu mereka selalu berusaha rendah hati dan setia kawan antar sesama anggota
masyarakat dan selalu tunduk kepada pimpinan dan mengikuti perintah pimpinan selama itu jelas
dan melakukannya dengan mawas diri.
Mereka pantang meyerah dalam kehidupan
bermasyarakat, maksudnya bahwa orang Jawa selalu menghindari konflik terbuka karena itu
54
mereka pantang menyerah untuk menyelesaikan permasalahan serumit apapun. Seperti dalam
ungkapan rawe rawe rantas, malang-malang putung (apapun yang menghalangi akan diterjang
tanpa mau kompromi)
atau Sura dira jayaning rat, pangruawating diyu, lebur dening
pangastuti, maksudnya siapapun harus berani membasmi angkara murka untuk membela
kebenaran karena adanya keyakinan bahwa angkara murka pasti dapat dikalahkan dengan
kebaikan.
Modal Sosial
Diberlakukannya Undang-Undang NO. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah telah
memberikan peluang bagi daerah (kabupaten dan kota) untuk menciptakan kemandirian dalam
rangka membangun daerahnya dengan berpijak pada prinsip-prinsip demokrasi, partisipasi dan
peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta memperhatikan potensi dan
keanekaragaman daerah untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lokal. Kenyataan
yang terjadi akhir-akhir ini masih banyaknya terjadi benturan-benturan sosial, baik dalam bentuk
konflik, kekerasan, bahkan terorisme yang mengacak-acak modal sosial (sosial capital) sehingga
kita sudah banyak kehilangan nilai-nilai kejujuran, solidaritas, keadilan, persatuan, dan nilai-nilai
lainnya yang dapat meningkatkan kemantapan persatuan dan kesatuan. Upaya yang harus
dilakukan adalah bagaimana kita sebagai bangsa menata kembali modal sosial yang telah kita
miliki sesuai dengan peran kita masing-masing dalam institusi lokal yang lambat laun diharapkan
dapat menyebar ke institusi yang lebih luas dan lebar yaitu institusi global.
Modal sosial (sosial capital) dapat didefinisikan sebagai kemampuan masyarakat untuk
bekerja bersama, demi mencapai tujuan-tujuan bersama, di dalam berbagai kelompok dan
organisasi (Coleman, 1999). Modal sosial adalah kemampuan masyarakat untuk melakukan
asosiasi (berhubungan) satu sama lain dan selanjutnya menjadi kekuatan yang sangat penting
bukan hanya bagi kehidupan ekonomi akan tetapi juga setiap aspek eksistensi sosial yang lain.
Fukuyama (2007) mendefinisikan, modal sosial sebagai serangkaian nilai-nilai atau normanorma informal yang dimiliki bersama di antara para anggota suatu kelompok yang
memungkinkan terjalinnya kerjasama di antara mereka. Cox (Fukuyama, 2007) mendefinisikan,
modal sosial sebagai suatu rangkaian proses hubungan antar manusia yang ditopang oleh
jaringan, norma-norma, dan kepercayaan sosial yang memungkinkan efisien dan efektifnya
koordinasi dan kerjasama untuk keuntungan dan kebajikan bersama. Berdasarkan kedua definisi
55
di atas, modal sosial sebagai hubungan-hubungan yang tercipta dan norma-norma yang
membentuk kualitas dan kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat dalam spektrum yang luas,
yaitu sebagai perekat sosial (social glue) yang menjaga kesatuan anggota kelompok secara
bersama-sama. Modal sosial dapat dikatakan sebagai serangkaian nilai-nilai atau norma-norma
yang diwujudkan dalam perilaku yang dapat mendorong kemampuan dan kapabilitas untuk
bekerjasama dan berkoordinasi untuk menghasilkan kontribusi besar terhadap keberlanjutan
produktivitas.
Sejalan dengan pendapat Fukuyama menurut Cohen dan Prusak L. (2001), modal sosial
adalah sebagai setiap hubungan yang terjadi dan diikat oleh suatu kepercayaan (trust), saling
pengertian (mutual understanding), dan nilai-nilai bersama (shared value) yang mengikat
anggota kelompok untuk membuat kemungkinan aksi bersama dapat dilakukan secara efisien
dan efektif. Senada dengan Cohen dan Prusak L., Hasbullah (2006) menjelaskan, modal sosial
sebagai segala sesuatu hal yang berkaitan dengan kerja sama dalam masyarakat atau bangsa
untuk mencapai kapasitas hidup yang lebih baik, ditopang oleh nilai-nilai dan norma yang
menjadi unsur-unsur utamanya sepetri trust (rasa saling mempercayai), adanya hubungan timbal
balik, aturan-aturan kolektif dalam suatu masyarakat atau bangsa dan sejenisnya.
Modal sosial (sosial capital) berbeda definisi dan terminologinya dengan human capital
(Fukuyama, 2007). Bentuk human capital adalah ‘pengetahuan’ dan ‘ketrampilan’ manusia.
Investasi human capital konvensional dalam bentuk pendidikan universitas, pelatihan menjadi
seorang mekanik atau programmer computer, atau menyelenggarakan pendidikan yang tepat
lainnya. Sedangkan modal sosial adalah kapabilitas yang muncul dari kepercayaan umum di
dalam sebuah masyarakat atau bagian-bagian tertentu darinya. Modal sosial dapat dilembagakan
dalam bentuk kelompok sosial paling kecil atau paling mendasar dan juga kelompok-kelompok
masyarakat paling besar seperti halnya Negara (bangsa). Modal sosial ditransmisikan melalui
mekanisme-mekanisme kultural seperti agama, tradisi, atau kebiasaan sejarah (Fukuyama, 2007).
Modal sosial dibutuhkan untuk menciptakan jenis komunitas moral yang tidak bisa diperoleh
seperti dalam kasus bentuk-bentuk human capital. Akuisisi modal sosial memerlukan
pembiasaan terhadap norma-norma moral sebuah komunitas dan dalam konteksnya sekaligus
mengadopsi kebajikan-kebajikan seperti kesetiaan, kejujuran, dan dependability. Modal sosial
lebih didasarkan pada kebajikan-kebajikan sosial umum.
Fukuyama (2007) dengan tegas menyatakan, belum tentu norma-norma dan nilai-nilai
56
bersama yang dipedomani sebagai acuan bersikap, bertindak, dan bertingkah-laku itu otomatis
menjadi modal sosial. Akan tetapi hanyalah norma-norma dan nilai-nilai bersama yang
dibangkitkan oleh kepercayaan (trust). Trust merupakan harapan-harapan terhadap keteraturan,
kejujuran, dan perilaku kooperatif yang muncul dari dalam sebuah komunitas masyarakat yang
didasarkan pada norma-norma yang dianut bersama oleh para anggotanya. Norma-norma
tersebut bisa berisi pernyataan-pernyataan yang berkisar pada nilai-nilai luhur (kebajikan) dan
keadilan.
Berdasarkan konsepsi-konsepsi sebelumnya, dapat ditarik suatu pemahaman bahwa
dimensi dari modal sosial adalah memberikan penekanan pada kebersamaan masyarakat untuk
mencapai tujuan memperbaiki kualitas hidupnya, dan senantiasa melakukan perubahan dan
penyesuaian secara terus menerus. Proses perubahan dan upaya mencapai tujuan tersebut,
masyarakat senantiasa terikat pada nilai-nilai dan norma-norma yang dipedomani sebagai acuan
bersikap, bertindak, dan bertingkah-laku, serta berhubungan atau membangun jaringan dengan
pihak lain.
Francis Fukuyama (2007) mengilustrasikan modal sosial dalam trust, believe and
vertrauen artinya bahwa pentingnya kepercayaan yang mengakar dalam faktor kultural seperti
etika dan moral. Trust muncul maka komunitas membagikan sekumpulan nilai-nilai moral,
sebagai jalan untuk menciptakan pengharapan umum dan kejujuran. Ia juga menyatakan bahwa
asosiasi dan jaringan lokal sungguh mempunyai dampak positif bagi peningkatan kesejahteraan
ekonomi dan pembangunan lokal serta memainkan peran penting dalam manajemen lingkungan.
Beberapa acuan nilai dan unsur yang merupakan ruh modal sosial antara lain: sikap partisipatif,
sikap saling memperhatikan, saling memberi dan menerima, saling mempercayai dan diperkuat
oleh nilai-nilai dan norma-norma yang mendukungnya.
Unsur lain yang memegang peranan penting adalah kemauan masyarakat untuk secara
terus menerus proaktif baik dalam mempertahakan nilai, membentuk jaringan kerjasama maupun
dengan penciptaan kreasi dan ide-ide baru. Inilah jati diri modal sosial yang sebenarnya.
Menurut Hasbullah (2006), dimensi inti telaah dari modal sosial terletak pada bagaimana
kemampuan masyarakat untuk bekerjasama membangun suatu jaringan guna mencapai tujuan
bersama. Kerjasama tersebut diwarnai oleh suatu pola interrelasi timbal balik dan saling
menguntungkan serta dibangun di atas kepercayaan yang ditopang oleh norma-norma dan nilainilai sosial yang positif dan kuat. Kekuatan tersebut akan maksimal jika didukung oleh semangat
57
proaktif membuat jalinan hubungan di atas prinsip-prinsip sikap yang partisipatif, sikap yang
saling memperhatikan, saling memberi dan menerima, saling percaya mempercayai dan
diperkuat oleh nilai-nilai dan norma-norma yang mendukungnya.
Menurut pandangan ilmu ekonomi, modal adalah segala sesuatu yang dapat
menguntungkan atau menghasilkan, modal itu sendiri dapat dibedakan atas (1) modal yang
berbetuk material seperti uang, gedung atau barang; (2) modal budaya dalam bentuk kualitas
pendidikan; kearifan budaya lokal; dan (3) modal sosial dalam bentuk kebersamaan, kewajiban
sosial yang diinstitusionalisasikan dalam bentuk kehidupan bersama, peran, wewenang,
tanggungjawab, sistem penghargaan dan keterikatan lainnya yang menghasilkan tindakan
kolektif. James Colement (1990) menyatakan modal sosial merupakan inheren dalam struktur
relasi antar individu. Struktur relasi membentuk jaringan sosial yang menciptakan berbagai
ragam kualitas sosial berupa saling percaya, terbuka, kesatuan norma, dan menetapkan berbagai
jenis sangsi bagi anggotanya.
Putnam (2001) mengartikan modal sosial sebagai “features of
sosial organization such as networks, norms, and sosial trust that facilitate coordination and
cooperation for mutual benefit”. Modal sosial menjadi perekat bagi setiap individu, dalam
bentuk norma, kepercayaan dan jaringan kerja, sehingga terjadi kerjasama yang saling
menguntungkan, untuk mencapai tujuan bersama. Modal sosial juga dipahami sebagai
pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki bersama oleh komunitas, serta pola hubungan yang
memungkinkan sekelompok individu melakukan satu kegiatan yang produktif. Hal ini sejalan
dengan yang dikemukakan Bank Dunia (1999) modal sosial lebih diartikan kepada dimensi
institusional, hubungan yang tercipta, norma yang membentuk kualitas dan kuantitas hubungan
sosial dalam masyarakat. Modal sosial pun tidak diartikan hanya sejumlah institusi dan
kelompok sosial yang mendukungnya, tapi juga perekat (sosial glue) yang menjaga kesatuan
anggota kelompok sebagai suatu kesatuan. Menurut Lesser (2000), modal sosial ini sangat
penting bagi komunitas karena (1) memberikan kemudahan dalam mengakses informasi bagi
angota komunitas; (2) menjadi media power sharing atau pembagian kekuasaan dalam
komunitas; (3) mengembangkan solidaritas; (4) memungkinkan mobilisasi sumber daya
komunitas; (5) memungkinkan pencapaian bersama; dan (6) membentuk perilaku kebersamaan
dan berorganisasi komunitas. Modal sosial merupakan suatu komitmen dari setiap individu untuk
saling terbuka, saling percaya, memberikan kewenangan bagi setiap orang yang dipilihnya untuk
berperan sesuai dengan tanggungjawabnya. Sarana ini menghasilkan rasa kebersamaan,
58
kesetiakawanan, dan sekaligus tanggungjawab akan kemajuan bersama.
Masyarakat kita yang amat plural, seringkali muncul perbedaan pendapat, gesekan antara
berbagai kelompok, benturan kepentingan, bahkan konflik-konflik sosial, baik yang berskala
kecil maupun besar. Kemampuan manajemen bagi konflik-konflik ini teramat penting. Oleh
karena itu, lembaga-lembaga sosial dan politik serta pranata-pranatanya harus mampu bukan
sekedar meredam, tetapi menyalurkan dinamika yang lahir akibat perbedaan tersebut sehingga
dari pergesekan-pergesekan itu justru akan dihasilkan sesuatu yang lebih baik. Kemajemukan
bangsa Indonesia merupakan kekuatan dan bukan menjadi kelemahan bangsa kita.
Berdasarkan hal itu, interaksi sosial dapat bersifat vertikal dan horisontal. Interaksi
vertikal, jika diarahkan secara tepat, dapat pula menjadi sumber energi pembangunan masyarakat
kita. Salah satu wujudnya adalah poros pemerintah-masyarakat yang merupakan poros vertikal
yang harus dikembangkan dari poros “kekuasaan” menjadi poros “pemberdayaan”. Interaksi ini
harus berkembang menjadi interaksi dialogis tanpa harus kehilangan sifat vertikalnya.
Bagaimanapun, pemerintah merupakan unsur yang ditinjau dari segi masyarakat, berada di atas
karena memegang kekuasaan dan memiliki kekuatan. Ia dapat menggunakan posisinya itu untuk
menindas tetapi bisa juga untuk melindungi dan memajukan masyarakat, dan interaksi dapat
memberdayakan yang lemah sehingga memberikan kekuatan kepada yang lemah itu untuk dapat
berpartisipasi dalam interaksi sosial yang horisontal dengan sesama warga atau kelompok dalam
masyarakat kita.
Interaksi horisontal harus dikembangkan menjadi interaksi “solidaritas” dan “kemitraan”.
Manusia berhadapan dengan kehidupan antaranggota, antarkelompok, atau antarlembaga dalam
masyarakat. Anggota masyarakat–perseorangan maupun kelompok–dapat secara efektif ikut
dalam interaksi horisontal hanya kalau mempunyai kekuatan yang kurang lebih setara dengan
sesamanya. Selain memanfaatkan poros vertikal, maka perlu sekaligus dikembangkan dialog
pada poros horisontal, yaitu mengembangkan solidaritas dan kemitraan. Oleh karena itu, dalam
penyaluran pembiayaan syariah kepada para petani harus memperhatikan nilai yang paling dasar
dari sosial capital yaitu trust (rasa saling percaya).
Modal sosial juga berlaku dalam sebuah organisasi sosial. BMT dan kelompok tani sebagai
organisasi sosial. Modal sosial organisasi haruslah inovatif. Pada konteks sebuah organisasi baru
yang berbasis pada pengetahuan, ada tiga komponen modal yang sangat menentukan kinerja
organisasi. Modal ini adalah sesuatu yang akhirnya memunculkan berbagai inovasi yang
59
mendukung kinerja keuangan perusahaan (financial performance). Kinerja keuangan ini
disebabkan oleh kemampuan untuk menghasilkan produk dan jasa yang inovatif yang disertai
oleh pelayanan prima pada pelanggan yang akhirnya membuat para pelanggan mau membeli
produk dan jasa dan memiliki loyalitas pada produk dan jasa.
Secara garis besar ada tiga
komponen modal organisasi yang mendukung inovasi menurut Ancok (2007), yakni: (1) Modal
Manusia (Human Capital); (2) Modal Struktural (Structural Capital); (3) Modal Kepemimpinan
(Leadership Capital). Uraian secara terperinci Sebagai berikut :
Modal Manusia
Manusia adalah komponen yang sangat penting di dalam proses inovasi. Manusia dengan
segala kemampuannya bila dikerahkan keseluruhannya akan menghasilkan kinerja yang luar
biasa. Ada enam komponen dari modal manusia menurut Ancok (2007), yakni: (1) Modal
intelektual; (2) Modal emosional; (3) Modal sosial; (4) Modal ketabahan; (5) Modal moral; (6)
Modal kesehatan. Keenam komponen modal manusia ini akan muncul dalam sebuah kinerja
yang optimum apabila disertai oleh modal kepemimpinan dan modal struktur organisasi yang
memberikan wahana kerja yang mendukung.
Modal intelektual adalah perangkat yang diperlukan untuk menemukan peluang dan
mengelola ancaman dalam kehidupan. Manusia harus memiliki sifat proaktif dan inovatif untuk
mengelola perubahan lingkungan kehidupan (ekonomi, sosial, politik, teknologi, hukum dll)
yang sangat tinggi kecepatannya. Mereka yang tidak beradaptasi pada perubahan yang super
cepat ini akan dilanda kesulitan. Dalam kondisi yang ditandai oleh perubahan yang super cepat
manusia harus terus memperluas dan mempertajam pengetahuannya. dan mengembangkaan
kreatifitasnya untuk berinovasi. Pada awal tahun 1920 psikolog banyak membicarakan konsep
IQ (Intelligence Quotient) dengan asumsi bahwa mereka yang memiliki IQ yang tinggi akan
memiliki kemampuan untuk memecahkan permasalahan kehidupan. Orang yang memiliki IQ
yang tinggi diduga akan cepat menguasai pengetahuan karena kecepatan daya pikir yang
dimilikinya. Namun selain memiliki angka kecerdasan yang tinggi, seseorang baru akan
memiliki pengetahuan yang luas apabila dia memiliki kebiasaan untuk merenung tentang
kejadian alam semesta ini dan mencari makna dari setiap fenomena yang terjadi tersebut.
Kebiasaan merenung dan merefleksikan sebuah fenomena inilah yang membuat orang menjadi
cerdas. Oleh karena modal intelektual terletak pada kemauan untuk berfikir dan kemampuan
60
untuk memikirkan sesuatu yang baru, maka modal intelektual tidak selalu ditentukan oleh tingkat
pendidikan formal yang tinggi. Banyak korang yang tidak memiliki pendidikan formal yang
tinggi tetapi dia seorang pemikir yang menghasilkan gagasan yang berkualitas yaitu dengan
sharing knowledge.
Modal Emosional. Goldman (Ancok, 2007) menggunakan istilah Emotional Intelligence
untuk menggambarkan kemampuan manusia untuk mengenal dan mengelola emosi diri sendiri,
serta memahami emosi orang lain agar dia dapat mengambil tindakan yang sesuai dalam
berinteraksi dengan orang lain. Ada empat dimensi dari kecerdasan emosional yakni : (1) SelfAwareness adalah kemampuan untuk memahami emosi diri sendiri secara tepat dan akurat dalam
berbagai situasi secara konsisten. Bagaimana reaksi emosi di saat menghadapi suatu peristiwa
yang memancing emosi, sehingga seseorang dapat memahami respon emosi dirinya sendiri dari
segi positif maupun segi negatif. (2) Self Management adalah kemampuan mengelola emosi
secara baik, setelah memahami emosi yang sedang dirasakannya, apakah emosi positif atau
negatif. Kemampuan mengelola emosi secara positif dalam berhadapan dengan emosi diri sendiri
akan membuat seseorang dapat merasakan kebahagiaan yang maksimal. (3) Sosial Awareness
adalah kemampuan untuk memahami emosi orang lain dari tindakannya yang tampak. Ini adalah
kemampuan berempati, memahami dan merasakan perasaan orang lain secara akurat. Dengan
adanya pemahaman ini individu sudah memiliki kesiapan untuk menanggapi situasi emosi orang
lain secara positif. (4) Relationship Management adalah kemampuan orang untuk berinteraksi
secara positif pada orang lain, betapapun negatifnya emosi yang dimunculkan oleh orang lain.
Kemampuan mengelola hubungan dengan orang lain secara positif ini adalah hasil dari ketiga
dimensi lain dari kecerdasan emosi (self awareness, self management and sosial awareness).
Orang yang memiliki modal emosional yang tinggi memiliki sikap positif di dalam
menjalani kehidupan. Orang yang memiliki pikiran positif (positive thinking) dalam menilai
sebuah fenomena kehidupan betapapun buruknya fenomena tersebut di mata orang lain.
Khususnya di dalam menghadapi perbedaan pendapat, orang yang memiliki modal emosional
yang baik akan menyikapinya dengan positif, sehingga diperoleh manfaat yang besar bagi
pengembangan diri, atau pengembangan sebuah konsep. Modal intelektual akan berkembang
atau terhambat perkembangannya sangat ditentukan oleh modal emosional. Orang yang hatinya
terbuka dan bersikap positif dan terbuka serta menghindari pernilaian negatif atas sebuah
pemikiran orang lain akan memperoleh manfaat dari perbedaan pendapat. Modal intelektualnya
61
akan bertambah dengan sikap yang demikian ini. Hal ini sangat sesuai dengan ajaran agama
yang mengajar agar orang bersifat sabar, dan lebih baik diam kalau tidak bisa memilih kata-kata
yang baik.
Fukuyama (2007) menyatakan bahwa transisi dari masyarakat industri menuju masyarakat
informasi semakin merenggangkan ikatan sosial dan melahirkan banyaknya patologi sosial
seperti meningkatnya angka kejahatan, anak-anak lahir di luar nikah dan menurunnya
kepercayaan pada sesama komponen masyarakat.
Era informasi yang ditandai semakin berkurangnya kontak tatap muka (face to face
relationship), modal sosial sebagai bagian dari modal maya (virtual capital) akan semakin
menonjol peranannya. Ancok (2007) mendefinisikan konsep modal sosial yang dikategorikan ke
dalam dua kelompok. Kelompok pertama menekankan pada jaringan hubungan sosial (sosial
network), sedangkan kelompok kedua lebih menekankan pada karakteristik (traits) yang melekat
(embedded) pada diri individu manusia yang terlibat dalam sebuah interaksi sosial.
Modal Intelektual baru akan berkembang bila masing-masing orang berbagi wawasan.
Untuk dapat berbagi wawasan orang harus membangun jaringan hubungan sosial dengan orang
lainnya. Kemampuan membangun jaringan sosial inilah yang disebut dengan modal sosial.
Semakin luas pergaulan seseorang dan semakin luas jaringan hubungan sosial (sosial
networking) semakin tinggi nilai seseorang. Modal sosial dimanifestasikan pula dalam
kemampuan untuk bisa hidup dalam perbedaan dan menghargai perbedaan (diversity).
Pengakuan dan penghargaan atas perbedaan adalah suatu syarat tumbuhnya kreativitas dan
sinergi. Kemampuan bergaul dengan orang yang berbeda, dan menghargai dan memanfaatkan
secara bersama perbedaan tersebut akan memberikan kebaikan buat semua.
Modal Ketabahan (Adversity Capital). Menurut Ancok (2007) Ketabahan adalah modal
untuk sukses dalam kehidupan, apakah itu kehidupan pribadi ataukah kehidupan sebuah
organsanisasi . Khususnya di saat menghadapi kesulitan, atau problem yang belum terpecahkan
hanya mereka yang tabah yang akan berhasil menyelesaikannya. Demikian pula bila sebuah
perusahaan sedang dilanda kesulitan karena tantangan berat yang dihadapinya karena kehadiran
perubahan lingkungan yang membuat cara kerja lama tidak lagi memadai. Berdasarkan
perumpamaan pada para pendaki gunung, Ancok (2007) mengambil kategori dari Stoltz
membedakan tiga tipe manusia, quitter, camper dan climber. Tipe pendaki gunung yang mudah
menyerah dinamainya dengan quitter yakni orang yang bila berhadapan dengan masalah memilih
62
untuk melarikan diri dari masalah dan tidak mau menghadapi tantangan guna menaklukkan
masalah. Orang seperti ini akan sangat tidak efektif dalam menghadapi tugas kehidupan yang
berisi tantangan. Demikian pula dia tidak efektif sebagai pekerja sebuah organisasi bila dia tidak
kuat. Tipe camper adalah tipe yang berusaha tapi tidak sepenuh hati. Bila dia menghadapi
sesuatu tantangan dia berusaha untuk mengatasinya, tapi dia tidak berusaha mengatasi persoalan
dengan segala kemapuan yang dimilikinya. Dia bukan tipe orang yang akan mengerahkan segala
potensi yang dimilikinya untuk menjawab tantangan yang dihadapinya. Bila tantangan persoalan
cukup berat dan dia sudah berusaha mengatasinya tapi tidak berhasil, maka dia akan melupakan
keinginannya dan beralih ke tempat lain yang tidak memiliki tantangan seberat itu. Tipe ketiga
adalah climber yang memiliki stamina yang luar biasa di dalam menyelesaikan masalah. Tipe ini,
orangnya pantang menyerah sesulit apapun situasi yang dihadapinya. Pekerja yang produktif
bagi organisasi ditempatnya bekerja. Orang tipe ini memiliki visi dan cita-cita yang jelas dalam
kehidupannya. Kehidupan dijalaninya dengan sebuah tata nilai yang mulia, bahwa berjalan harus
sampai ketujuan. Orang yang tipe ini ingin selalu menyelesaikan pekerjaan dengan tuntas (sense
of closure) dengan berpegang teguh pada sebuah prinsip etika. Dia bukan tipe manusia yang
ingin berhasil tanpa usaha. Bagi dia yang utama bukan tercapainya puncak gunung, tetapi
keberhasilan menjalani proses pendakian yang sulit dan menegangkan hingga mencapai puncak.
Modal Moral.
Kinerja perusahaan sangat tergantung pada sejauh mana perusahaan
berpegang pada prinsip etika bisnis di dalam kegiatan bisnis yang dilakukannya. Karyawan yang
berperilaku sesuai dengan kaidah etik perusahaan memiliki berbagai perangkat pendukung etik,
yang salah satunya adalah manusia yang memiliki moral yang mengharamkan perilaku yang
melanggar etik. Contohnya kasus krisis keungan di Indonesia tahun 1997-1978 yang membuat
perbankan Indonesia bangkrut karena kasus BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) adalah
disebabkan oleh perilaku para pemain bisnis yang tidak berpegang pada etika bisnis. Ada empat
komponen modal moral yang membuat seseorang memiliki kecerdasan moral yang tinggi yakni:
(1) Integritas (integrity), yakni kemauan untuk mengintegrasikan nilai-nilai universal di dalam
perilaku. Individu memilih berperilaku yang tidak bertentangan dengan kaidah perilaku etikal
yang universal. Orang berperilaku atas keyakinan bahwa perilaku dalam bekerja yang etikal
adalah sesuatu yang harus dilakukan dan akan membuat dirinya bersalah jika hal itu dilakukan.
(2) Bertanggung-jawab (responsibility) atas perbuatan yang dilakukannya. Hanya orang-orang
yang mau bertanggung-jawab atas tindakannya dan memahami konsekuensi dari tindakannya
63
yang bisa berbuat sejalan dengan prinsip etik yang universal. (3) Penyayang (compassionate)
adalah tipe orang yang tidak akan merugikan orang lain, karena dia menyadari memberi kasih
sayang pada orang lain adalah juga sama dengan memberi kasih sayang pada diri sendiri. Orang
yang melanggar etika adalah orang yang tidak memiliki kasih sayang pada orang lain yang
dirugikan akibat perbuatannya yang melanggar hak orang lain. (4) Pemaaf (forgiveness) adalah
sifat yang diberikan pada sesama manusia. Orang yang memiliki kecerdasan moral yang tinggi
bukanlah tipe orang pendendam yang membalas perilaku yang tidak menyenangkan dengan cara
yang tidak menyenangkan pula. Sama halnya dengan modal intelektual yang berbasis pada
kecerdasan intelektual maka modal moral dasarnya adalah kecerdasan moral yang berbasis pada
empat kompetensi moral di atas.
Modal moral menjadi semakin penting peranannya karena upaya membangun manusia
yang cerdas dengan IQ tinggi dan manusia yang pandai mengelola emosinya dalam berhubungan
dengan orang lain tidaklah menghantarkan manusia pada kebermaknaan hidup. Kebermaknaan
hidup adalah sebuah motivasi yang kuat yang mendorong orang untuk melakukan sesuatu
kegiatan yang berguna. Hidup yang berguna adalah hidup yang memberi makna pada diri sendiri
dan orang lain. Selain itu modal moral ini juga memberikan perasaan hidup yang komplit
(wholeness).
Bagi orang Islam modal intelektual, emosional, modal sosial, modal ketabahan dan modal
moral yang dibicarakan di atas adalah bagian dari ekspresi Modal spiritual. Semakin tinggi iman
dan takwa seseorang semakin tinggi pula ke lima modal di atas. Namun demikian banyak orang
yang menyarankan agar modal spiritual dipisahkan dari kelima modal di atas, dengan tujuan
untuk semakin menekankan betapa pentingnya upaya pengembangan spiritualitas dan
keberagamaan manusia. Di mata orang yang berpandangan demikian, agama akan menjadi
pembimbing kehidupan agar tidak menjadi egostik yang orientasinya hanya memikirkan
kepentingan dirinya sendiri. Oleh karena itu upaya untuk mengembangkan keagamaan adalah
bagian mutlak dan utama bagi tumbuhnya masyarakat yang makmur dan sejahtera serta aman
dan damai.
Modal Kesehatan. Badan atau raga adalah wadah untuk mendukung manifestasi semua
modal di atas. Badan yang tidak sehat akan membuat semua modal di atas tidak muncul dengan
maksimal. Oleh karena itu kesehatan adalah bagian dari modal manusia agar dia bisa bekerja dan
berfikir secara produktif. Stephen Covey (1986) dalam buku yang sangat laris berjudul Seven
64
Habits of Highly Effective People, mengatakan bahwa kesehatan adalah bagian dari kehidupan
yang harus selalu dijaga dan ditingkatkan kualitasnya sebagai pendukung manusia yang efektif.
Bila badan sedang sakit semua sistim tubuh kita menjadi terganggu fungsinya, akibatnya kita jadi
malas berfikir dan berbuat (modal intelektual), dan seringkali emosi (modal emosional) kita
mudah terganggu kestabilannya, dan seringkali kita mudah menyerah menghadapi tantangan
hidup (modal ketabahan). Selain itu semangat untuk berinteraksi dengan orang lain (modal
sosial) dengan orang lainpun menjadi berkurang. Jadi ada benarnya kata orang bijak “pada badan
yang sehat akan ada pikiran yang sehat”.
Modal struktural juga dapat disebut sebagai infrastruktur pendukung, proses dan basis data
organisasi yang memungkinan modal insani dalam menjalankan fungsinya. Modal struktural
juga meliputi perihal seperti gedung, perangkat keras, perangkat lunak, proses, paten, dan hak
cipta. Tidak hanya itu, modal struktural juga meliputi perihal seperti citra organisasi, sistem
informasi, dan hak milik basis data. Karena keberagamannya ini, maka modal struktural bisa
diklasifikasikan lebih jauh lagi menjadi modal inovasi, proses, dan organisasi.
Indikator dari kadar modal sosial (Mulyandari dan Sumardjo, 2010), sebagai berikut : (1)
Aspek kebersamaan antar individu di dalam masyarakat guna memenuhi berbagai kehidupan;
(2) Sejauhmana angota-anggota masyarakat tahu, mau, dan mampu memanfaatkan waktu-waktu
senggang (leisure time) menjadi waktu yang berharga, produktif,
dan bahkan dapat
menghasilkan uang. Status seseorang di dalam masyarakat umumnya diperoleh dari perjuangan
berprestasi melalui jalur proses belajar (learning process) baik formal maupun informal dengan
status yang diperoleh digolongkan sebagai achived status. (3) sejauhmana sistem jaringan
(networking) dengan prinsip saling membantu dan saling menguntungkan, yang kuat membantu
yang lemah dalam berkembang dalam system sosial masyarakat. (4) Keterpercayaan (trust) atau
lebih tepatnya adalah tingkat kepercayaan sosial (sosial trust). Indikator ini terkait dengan
seberapa tinggi semangat saling menghargai, menghormati, dan mengakui eksistensi dan hak-hak
antar anggota masyarakat.
Modal manusia dan sosial dalam pertanian adalah yang dapat didayagunakan untuk
merealisasikan tujuan kesejahteraan masyarakat petani. Modal manusia yang berkualitas adalah
manusia petani yang menurut Sumardjo (1999) sebagai petani yang mandiri, yaitu yang mampu
mengambil keputusan dalam pengelolaan usaha taninya secara tepat, tanpa harus bergantung atau
tersubordinasi oleh pihak lain, mampu beradaptasi secara optimal dan inovatif terhadap berbagai
65
perubahan lingkungan fisik dan sosial, serta mampu bekerjasama dengan pihak lain dalam situasi
yang saling menguntungkan sehingga terjadi kesalingtergantungan (interdependency). Petani
mandiri juga dicirikan oleh perilakunya yang efisien dan berdaya saing tinggi. Berperilaku
efisien berarti berpikir dan bertindak disertai dengan sikap positif dalam menggunakan sarana
secara tepat guna atau berdayaguna. Perilaku berdaya saing tinggi pastinya dalam berpikir dan
bertindak senantiasa disertai sikap berkarya dalam hidup yang berorientasi pada mutu dan
kepuasan konsumen atas produk atau jasa yang dihasilkan. Petani yang memiliki kemandirian
dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu : (1) Kapabilitas (kemampuannya) dengan ciri-ciri : kompeten,
inovatif, self-reliance, dan self confidence, atau memiliki kepercayaan pada diri sendiri yang
besar. Interpendence (handal) yang merujuk pada trust (kepercayaan) dan pengembangan
kapabilitas; (3) Jaringan kerjasama (kemitraan) yang bersifat egaliter (kesamaan), bersinergi dan
interdependen.
Ahmad (2005) juga menambahkan mengenai kualitas petani adalah petani yang amanah,
memiliki ciri-ciri : (1) Tawadhu atau rendah hati, karena mereka menyadari bahwa keberhasilan
dalam menghasilkan kebun, mulai dari persiapan, menanam, memelihara, hingga panen,
semuanya merupakan pertolongan Allah Swt; (2) Senantiasa bersyukur kepada Allah atas segala
karunia dan rahmat-Nya dengan cara mengakui dan menyadari bahwa setiap keberhasilan yang
diperoleh berasal dari Allah Swt dan mengoptimalkan karunia dan rahmat-Nya untuk
meningkatkan ketaatan kepada-Nya; (3) Menyediakan dengan ikhlas sebagian hasil kebunnya
untuk fakir miskin, baik dalam bentuk zakat atau shodaqoh; (4) Menyadari bahwa seluruh
aktivitasnya adalah ibadah, bukan semata-mata untuk memenuhi target keluarga ataupun target
pemerintah. Oleh karena itu, yang harus dilakukan adalah bekerja keras untuk menyokong
rezeki karena Allah Swt; (5) Sabar menghadapi ujian dalam kehidupannya; (6) Tawakal atas
hasil dari setiap aktivitas yang telah diusahakan secara maksimal dengan dilandasi keikhlasan
dan disertai doa, karena ia yakin tidak ada sesuatupun yang dapat terjadi kecuali atas kehendak
Allah Swt. Upaya pembinaan secara terprogram, intensif, dan terus menerus diperlukan untuk
mewujudkan petani yang amanah. Seluruh pihak, baik pemerintah, swasta, berbagai lembaga
kemasyarakatan maupun masyarakat sendiri harus terlibat secara aktif dalam mekanisme pola
komunikasi yang dialogis.
66
Modal Kepemimpinan
Modal manusia yang kreatif dan inovatif ini menghasilkan pemimpin yang kreatif dan
inovatif pula. Peranan pemimpin ini akan membentuk modal sosial yang inovatif pula. Menurut
Moeljono (dalam Djohan, 2007) kepemimpinan Jawa yang bersumber dari budaya Jawa, yaitu
ajaran Asto Broto dari dunia pewayangan, karena jumlahnya ada delapan ajaran, sebagai berikut :
Pertama, tanah yang melambangkan sifat teguh dan kuat, sabar menerima segalanya dan tidak
pendendam, sejauh mungkin membalas perilaku buruk dengan sikap besar hati dan memaafkan
bahkan membantu menjernihkan suasana. Pemimpin yang bersifat tanah ini berarti tidak mudah
mengeluh atas apapun yang menimpa dirinya. Kedua, api, yang melambangkan pemimpin harus
mampu tampil berwibawa, berani menegakan hukum dan kebenaran tanpa pandang bulu, tanpa
pilih kasih. Ketiga, angin yang selalu bergerak kemanapun tanpa membedakan tempat. Angin
melambangkan bahwa pemimpin harus ada dimana-mana alias dekat dengan mereka yang
dipimpinnya agar memahami aspirasi yang berkembang di dalam organisasi yang dipimpinnya.
Keempat, air, permukaan air selalu tenang dan datar. Ini melambangkan dalam kejadian apapun
seorang pemimpin harus mampu menunjukan ketenangannya meskipun di dalamnya sedang
bergejolak.
Ketenangan ini memberi kepercayaan penuh kepada anak buah, bahwa semua
masalah dapat diatasi dengan baik. Kelima, angkasa, suatu substansi yang luas tanpa batas, dan
tidak bertepi, sehingga mampu menampung apa saja yang datang kepadanya. Seorang pemimpin
diharapkan mempunyai kemampuan untuk mengendalikan diri, mempunyai keluasan batin,
sehingga mampu menampung berbagai pendapat dari rakyat maupun anggota yang dipimpinnya.
Keenam, bulan, sebuah benda yang indah waktu malam gelap. Pemimpin hendaknya mampu
memberikan sinar yang menimbulkan semangat dan rasa percaya pada bawahannya dalam
kondisi dan situasi apapun, terutama kondisi yang sangat sulit. Ketujuh, matahari, yang
merupakan sumber energy dalam tata surya. Seorang pemimpin diibaratkan mempunyai sifat
matahari. Karena itu dia harus bisa mendorong dan menumbuhkan daya hidup anggota yang
dipimpinnya dengan memberikan bekal yang cukup sehingga mampu berkarya. Kedelapan,
bintang, benda yang berposisi tetap di langit, sebagai pedoman arah di waktu malam. Seorang
pemimpin seyogyanya menjadi teladan, panutan. Ia memberikan arah dan paduan.
Kepemimpinan dalam budaya Jawa modern di wujudkan dalam kepemimpinan Ki Hajar
Dewantara yang mengenalkan tiga filosofi kepemimpinan yang menjadi satu kesatuan, yaitu ing
ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani. Ngarso artinya di depan
67
sedangkan tulodo maknanya adalah contoh. Maknanya, sebagai pemimpin seyogyanya menjadi
contoh yang baik. Kedua, madya artinya tengah, mangun artinya membentuk sesuai
keperluannya, sedangkan karsa artinya kehendak. Sebagai pemimpin dianjurkan dapat
membentuk, memperhatikan, memelihara, pemberi semangat dan menjaga kehendak serta
keperluan atasan dan bawahan secara seimbang. Sedangkan ketiga, tut wuri artinya mengikuti
dari belakang, handayani artinya memberikan kekuatan. Sebagai pemimpin harus mampu
mengasuh bawahan dengan baik bukan memanjakan tetapi justru memberi arahan, kekuatan dan
rasa aman.
Moeljono (dalam Djohan, 2007) mengatakan bahwa premis dasar dari filosofi
kepemimpinan Jawa adalah “memimpin adalah kewajiban, pengabdian dan bukan hak.
Pimpinlah dengan kebersihan hati”.
Menurut Salahuddin (2010) ada tiga ungkapan yang menjadi syarat dalam tatar sunda
untuk menjadi seorang pemimpin, yaitu Nyantri, Nyakola dan Nyunda. Nyantri, pemimpin harus
memiliki kecerdasan spiritual.
Spiritual menjadi harga mati sebagai benteng terakhir agar
seseorang pemimpin sadar betul bahwa kepemimpinannya itu adalah amanah dan mesti harus
dipertanggungjawabkan. Nyakola adalah symbol dari seseorang yang lebih mementingkan nalar
ketimbang tubuh. Nalar tidak pernah berhenti berfikir. Nyunda adalah diksi dengan makna
seperangkat nilai-nilai kesundaan yang harus dimiliki oleh para pemimpin dan calon pemimpin.
Nyunda sebenarnya mencerminkan sosok pemimpin yang mampu menyatu dengan rakyat secara
tulus (ngumawula ka wayahna), pribadi yang tidak bertingkah laku (teu ningkah), tidak
memperlihatkan sikap tinggi hati kepada orang lain (teu adigung kamagungan), tidak suka
dimeriahkan dengan kemegahan (teu paya agreng-agreng), arif dan adil (agung maklum sarta
adil) dan mustahil korupsi (cadu basilat).
Modal sosial juga dipengaruhi oleh keadaan dari lingkungan masyarakatnya. Lingkungan
masyarakat ini yang biasa disebut kearifan lokal.
Setelah krisis ekonomi yang melanda
Indonesia sejak tahun 1997 memberikan dampak positif, salah satunya adalah munculnya
kearifan lokal di sebagian masyarakat Indonesia. Menurut Sultan Hamengku Buwono X (2009),
Ada tiga masalah besar yang kini dihadapi petani di Indonesia. Pertama, lemahnya modal sosial.
Kedua masih tingginya angka kemiskinan rakyat, dan ketiga kerusakan sumberdaya pertanian
yang semakin membesar. Modal sosial yang dibutuhkan misalnya penegakan hukum, dan
desentralisasi pemerintahan hingga tingkat desa. Visi pembangunan pertanian 2025 juga harus
diubah orientasinya, dari industrialisasi non pertanian, yang 'footlose' dan bias kota, menjadi
68
memihak pada industrialisasi pedesaan berbasis pertanian. Kearifan lokal dipahami sebagai
usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap
terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu. Lokal secara spesifik
menunjuk pada ruang interaksi terbatas dengan sistem nilai yang terbatas pula. Kearifan lokal
sebagai ruang interaksi sudah didesain sedemikian rupa, yang di dalamnya melibatkan pola-pola
hubungan antara manusia dengan manusia, atau manusia dengan lingkungan fisiknya. Sebuah
setting kehidupan yang terbentuk akan memproduksi nilai-nilai, yang menjadi landasan
hubungan atau acuan tingkah-laku masyarakat lokal.
Kearifan lokal merupakan pengetahuan yang eksplisit (explicit knowledge) yang muncul
dari periode panjang yang berevolusi di masyarakat dan lingkungannya dalam sistem lokal yang
dialami bersama-sama. Proses evolusi yang begitu panjang dan melekat dalam masyarakat dapat
menjadikan kearifan lokal sebagai sumber energi potensial dari sistem pengetahuan kolektif
masyarakat untuk hidup bersama secara dinamis dan damai.
Kearifan lokal tidak sekadar
sebagai acuan tingkah-laku seseorang, tetapi lebih jauh mampu melakukan dinamisasi kehidupan
masyarakat yang beradab. Sangat beralasan jika Greertz mengatakan bahwa kearifan lokal
merupakan entitas yang sangat menentukan harkat dan martabat manusia dalam komunitasnya.
Hal itu berarti kearifan lokal yang di dalamnya berisi unsur kecerdasan dan kreativitas kolektif
serta pengetahuan lokal dari para elit dan masyarakatnya sangat menentukan dalam
pembangunan peradaban masyarakat lokal.
Hamengkubuwono IX (2009) menjelaskan bahwa kearifan lokal lebih menggambarkan
satu fenomena spesifik yang biasanya akan menjadi ciri khas komunitas kelompok tertentu,
misalnya alon-alon waton kelakon (masyarakat Jawa Tengah), rawe-rawe rantas malang-malang
putung (masyarakat Jawa Timur), ikhlas kyai-ne manfaat ilmu-ne, patuh guru-ne barokah urip-e
(masyarakat pesantren), dan sebagainya.
Kearifan lokal adalah tema humaniora yang
diunggulkan sebagai “pengetahuan” yang “benar” berhadapan dengan standar “saintisme”
modern, yaitu semua pengetahuan yang diperoleh dengan pendekatan positivisme. Sains modern
dianggap memanipulasi alam dan kebudayaan dengan mengobjektifkan semua segi kehidupan
alamiah dan batiniah, dengan akibat hilangnya unsur “nilai” dan “moralitas”. Sains modern
menganggap unsur “nilai” dan “moralitas” sebagai unsur yang tidak relevan untuk memahami
ilmu pengetahuan. Bagi sains, hanya fakta-fakta yang dapat diukurlah yang boleh dijadikan dasar
penyusunan pengetahuan. Itulah prinsip positivisme. Kearifan lokal adalah hujah (argument)
69
untuk mengembalikan “nilai” dan “moralitas” sebagai pokok pengetahuan. Pandangan kearifan
lokal yang khas adalah berdasarkan kebenaran pada ajaran-ajaran tradisional yang sudah jadi,
dan hampir tidak mempersoalkan kandungan politik ajaran-ajaran tradisional itu. Lingkungan
hidup, misalnya, merupakan kawasan proteksi “kearifan lokal” melalui pengembalian cara-cara
pertanian tradisional untuk menggantikan cara-cara pertanian modern. Artinya, pertanian bukan
sekadar bagaimana meningkatkan hasil, tetapi juga menjaga kualitas lingkungan hidup.
Keberlanjutan adalah premis pokoknya, bukan profit semata, dan itu sudah dipraktikan turuntemurun oleh masyarakat petani.
Pemahaman yang sangat baik menimbulkan satu pengetahuan/ilmu yang dikenal sebagai
”kearifan lingkungan” mampu mengatasi kondisi suatu lingkungan dengan baik sehingga usaha
pertaniannya berhasil baik. Kondisi lingkungan begitu dinamis dan berbeda di masing-masing
wilayah, selanjutnya menimbulkan pemahaman yang lebih spesifik, sehingga memunculkan
”kearifan lokal” dalam menghadapi kondisi lingkungan dan permasalahannya untuk pertanian.
”Kearifan lokal” tersebut telah eksis di lapangan, sehingga untuk memajukan pertanian
khususnya budidaya padi akan sangat baik jika ”kearifan lokal” tersebut dapat dijadikan salah
satu sumber inspirasi inovasi teknologi. Inovasi teknologi yang dihasilkan diharapkan dapat lebih
dipahami dan dilaksanakan oleh masyarakat petani.
Pentingnya budaya lokal dalam proses pembangunan memunculkan beberapa alasan pokok
mengenai pemanfaatan unsur-unsur budaya lokal dalam melaksanakan pembangunan bagi
masyarakat setempat. Pertama, unsur-unsur budaya lokal mempunyai legitimasi tradisional di
mata masyarakat binaan yang menjadi sasaran program pemberdayaan dan pembangunan.
Kedua, unsur-unsur budaya secara simbolis merupakan unsur komunikasi yang paling berharga
dari penduduk setempat. Ketiga,unsur-unsur budaya mempunyai aneka ragam fungsi (baik yang
terwujud maupun yang terpendam) yang sering menjadikannya sebagai sarana yang paling
berguna untuk perubahan dibandingkan dengan yang tampak pada permukaan jika hanya dilihat
dalam kaitan dengan fungsinya yang terwujud saja.
Kearifan lokal (local wisdom) merupakan bagian dari sistem budaya, biasanya berupa
larangan-larangan (tabu) yang mengatur hubungan sosial maupun hubungan manusia dengan
lingkungan alamnya. Kearifan lokal berfungsi untuk menjaga kelestarian dan kesinambungan
“aset” yang dimiliki suatu masyarakat sehingga masyarakat dapat terpenuhi kebutuhankebutuhannya dari generasi kegenerasi berikutnya, tanpa harus merusak atau menghabiskan
70
“aset” tersebut. Kearifan lokal selalu dijadikan pedoman atau acuan oleh masyarakat dalam
bertindak atau berperilaku dalam praksis kehidupannya. Hal ini merupakan wujud dari kesadaran
terhadap hukum kausalitas (sebab-akibat) dan pemahaman terhadap hubungan yang bersifat
simbiosis mutualis.
Komunikasi yang dapat dipercaya (Trust Communication)
Kata komunikasi menurut Effendy (2002) berasal dari kata bahasa latin : Communicatio
yang berarti pemberitahuan atau pertukaran pikiran. Proses komunikasi harus terdapat unsurunsur kesamaan makna agar terjadi suatu pertukaran pikiran atau pengertian, antara komunikator
(penyebar pesan) dan komunikan (penerima pesan). Komunikasi memiliki beberapa tipe yang
menurut Mulyana (2007) sebagai berikut : (1) komunikasi antarpribadi (interpersonal
communication) adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan
setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik verbal maupun nonverbal.
(2) komunikasi kelompok (group communication) adalah sekumpulan orang yang mempunyai
tujuan bersama, yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu
sama lainnya, dan memandang mereka bersama sebagai bagian dari kelompok tersebut. (3)
Komunikasi organisasi (Organizational communication) yaitu komunikasi yang terjadi dalam
suatu organisasi, bersifat formal dan juga informal, dan berlangsung dalam suatu jaringan yang
lebih besar daripada komunikasi kelompok. (4) Komunikasi massa (mass communication) adalah
komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak (suratkabar, majalah) atau elektronik
(radio, televisi), yang dikelola oleh suatu lembaga atau yang dilembagakan, yang ditujukan
kepada sejumlah besar orang yang tersebar di banyak tempat, anonim dan heterogen.
Menurut Miller and Steinberg (2002) ketika berkomunikasi muncul konsep trust
(kepercayaan) yaitu konsep yang sentral/utama dalam konseptualisasi pengembangan hubungan.
Miller and Steinberg menyatakan hanya ketika ada kepercayaan pada orang yang spesifik dan
relationship/hubungan secara lebih jelas dilabelkan sebagai interpersonal. Littlejohn and Foss
(2008) mengatakan teori-teori yang berada dalam tradisi fenomenologi mengasumsikan bahwa
orang secara aktif menginterpretasikan pengalaman mereka dan memahami dunia dengan
pengalamannya sendiri. Lebih lanjut Littlejohn mengatakan istilah fenomena merujuk pada
kemunculan objek, peristiwa atau kondisi yang diterima. Penelitian ini berdasarkan pada tradisi
fenomenologi yang akan melihat bagaimana sebuah lembaga keuangan syariah melakukan
71
hubungan dengan para petani ketika menyalurkan pembiayaan/kredit. Lembaga keuangan mikro
syariah membangun hubungan melalui komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok,
komunikasi organisasi dan komunikasi massa/internet.
Tradisi fenomenologi membahas mengenai hubungan (relationship), seperti yang
dikemukakan Littlejohn and Fosss (2008) fenomenologi sebagai tradisi yang menfokuskan pada
internal, menitik beratkan pada pengalaman orang. Tradisi ini melihat cara orang memahami
dan memberikan makna pada peristiwa dalam kehidupannya sesuai dengan yang dirasakannya,
mengenai teori hubungan dalam tradisi ini dikemukakan oleh Carl Rogers (dalam Littlejon and
Foss, 2008). Pendekatan Carl Rogers pada hubungan dimulai dengan istilah lapangan fenomena.
Pengalaman manusia secara keseluruhan sebagai orang yang mengkonstitusi lapangan
fenomenanya; yaitu mengenai semua yang diketahui dan dirasakan orang. Tingkat pengalaman
orang akan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain.
Relationship dikarakteristikan
dengan negatif, kritikal komunikasi ditunjukan dalam sifat yang tidak sesuai, karena mereka
menciptakan inkonsistensi antara perasaan dirinya sendiri dengan aspek lain dalam
pengalamannya.
Menurut Rogers (Littlejohn and Foss, 2008) hubungan yang sehat dikarakteristikan dalam
sepuluh kualitas : (1) Komunikator diterima oleh yang lain sebagai trustworthy (dapat dipercaya)
atau bergantung secara konsisten. (2) Mereka mengekspesikan diri mereka sendiri secara tidak
ambigu, (3) Mereka memberikan sikap positif pada kehangatan dan care dengan yang lain. (4)
Pasangan dalam hubungan yang menolong menjaga terpisahnya identitas. (5) Pasangan
mengizinkan orang lain untuk melakukan hal yang sama. (6) Hubungan yang menolong ditandai
oleh empati, yang saling memahami perasaan yang lainnya. (7) Penolong menerima bermacam
aspek/gambaran pada pengalaman orang lain sebagai yang mereka kemukakan atau
dikomunikasikan oleh orang lain. (8) Pasangan merespons dengan sensitif (sufficient) untuk
menciptakan lingkungan yang nyaman bagi perubahan personal. (9) Komunikator akan dapat
bebas dari mereka sendiri dari ancaman evaluasi dari orang lain. (10) Beberapa komunikator
memperkenalkan bahwa orang lain akan merubah dan cukup fleksibel untuk mengizinkan orang
lain untuk berubah.
BMT dalam menyalurkan pembiayaan kepada petani harus dapat merubah dirinya sebagai
komunikator. BMT dan para petani dapat tercipta saling percaya dan membangun kepercayaan
satu sama lain melalui komunikasi yang sehat. Selanjutnya Rogers (dalam Griffin, 2006)
72
percaya bahwa kliennya dalam bidang kesehatan membuktikan bahwa ketika berkomunikasi
mereka menciptakan lingkungan yang aman bagi mereka untuk berbicara. Rogers menjelaskan
ada tiga kondisi yang mempengaruhi berubahnya personalitas dan hubungan, yaitu (1)
kongruen/selaras (2) penghargaan positif tanpa syarat (3) pemahaman yang empatik.
Komunikasi akan menimbulkan kepercayaan apabila sesuai dengan tiga kondisi, yaitu antara
BMT dan petani mempunyai kedudukan yang sama atau selaras; BMT memberikan penghargaan
positif tanpa syarat ketika berkomunikasi dengan petani; BMT memiliki pemahaman yang
empatik terhadap para petani.
Menurut Krichmajer dan Patterson (2003) menjelaskan bahwa dalam komunikasi
interpersonal trust merupakan hal yang paling penting/kritis dalam membangun hubungan dan
komunikasi yang memiliki tujuan terutama sangat berhubungan dengan credibility trust
(kepercayaan yang kredibel). Pada studi yang dilakukannya menawarkan konsep kepercayaan
yang kredibel, dari perspektif klien dan didasarkan pada perencana keuangan, yaitu : (1) Ahli
(expertise) berpengalaman dan memiliki kompetensi tugas yang spesifik dalam menjalankan
perannya secara efektif; (2) Reliabel, ketergantungan dan dapat diprediksi dalam melakukan
pelayanan; (3) Jujur dan memiliki tujuan dan mampu menepati janji.
Hal ini senada dengan perspektif Laswell (dalam Dilla, 2007) bahwa keberhasilan
komunikasi yang dilakukan bagi terjadinya perubahan yaitu kepercayaan dan daya tarik
komunikator.
Komunikator dalam menyampaikan gagasannya harus dilandasi adanya
kepercayaan (source credibility) dan daya tarik (source attractiveness). Kepercayaan dalam diri
komunikator karena memiliki keahlian (expertise) sesuai dengan bidangnya sehingga memiliki
penetrasi yang tinggi dalam mendorong perubahan yang diinginkan.
Mulyana menambahkan (2007) faktor penting yang harus dimiliki komunikator ketika ia
berkomunikasi adalah : (a) Daya Tarik Sumber, Seorang komunikator akan berhasil dalam
berkomunikasi jika mampu mengubah sikap, opini dan perilaku komunikan melalui mekanisme
daya tarik jika komunikan merasa bahwa komunikator ikut serta dengannya; (b) Kredibilitas
Sumber, Seorang komunikator harus memiliki keahlian dan dan dapat dipercaya oleh
komunikannya;
(c) Kecakapan Empatik : Kemampuan seorang komunikator untuk
memproyeksikan dirinya kepada peranan orang lain. Komunikator harus dapat merasakan apa
yang dirasakan oleh orang lain.
Seorang komunikator harus bersikap empatik ketika ia
berkomunikasi dengan komunikan yang sedang sibuk, marah, bingung, sedih, sakit, kecewa,
73
dsbnya.
Faktor keberhasilan komunikasi lainnya adalah faktor dominan dari sistem sosial,
yaitu: faktor latar belakang sosial budaya, hubungan sosial, lingkungan fisik dan pengalaman
komunikasi sebelumnya.
Eksperimen yang dilakukan Garfinkel (2001) menunjukkan bahwa rutinitas interaksi
didasari oleh kepercayaan di antara pihak yang berinteraksi secara spesifik tercermin pada
percakapan yang dilakukan ketika berinteaksi. Di antara Petani akan saling mempercayai satu
dengan yang lainnya untuk mengetahui setiap percakapan yang secara rutin diikutinya.
Selanjutnya petani berinteraksi dengan yang lainnya tanpa rasa takut untuk disakiti atau terjadi
kekerasan, biasanya interaksi ini dalam komunikasi interpersonal. Komunikasi pada hakekatnya
merupakan proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan dengan tujuan
mendapatkan umpan balik, sehingga terjadi pertukaran informasi dalam suatu kegiatan yang
sifatnya personal, kelompok dan
perusahaan atau organisasi maupun massa. Pengetahuan
mengenai organisasi dan pengorganisasian sangatlah menarik. Pengetahuan ini dapat diterapkan
kepada berbagai jenis organisasi dan landasannya didasarkan atas asumsi-asumsi tertentu.
Penguasaan atas komunikasi organisasi memerlukan pemahaman atas landasan pengetahuan
tersebut dan pentanyaan-pertanyaan yang muncul.
Organisasi (Pace & Faules, 2005) adalah sebuah wadah yang menampung orang-orang dan
obyek-obyek; orang-orang dalam organisasi yang berusaha mencapai tujuan bersama.
Bila
organisasi sehat, maka bagian lainnya interdependen bekerja dengan secara sistematik untuk
memperoleh hasil yang diinginkan.
Selanjutnya, organisasi dianggap sebagai pemroses
informasi besar dengan input, throughput, dan output.
Sistem terstruktur atas perilaku ini
mengandung jabatan-jabatan (posisi-posisi) dan peranan-peranan yang dapat dirancang sebelum
peranan-peranan tersebut diisi oleh aktor-aktor. Sistem yang dimaksud di sini adalah setiap
entitas yang ada berproses secara berkelanjutan yang mampu berada dalam berbagai keadaan.
Suatu sistem komunikasi menurut Pace & Faules (2005), keadaan itu adalah hubungan antara
orang-orang dalam jabatan-jabatan (posisi-posisi),
Pace & Faules (2005) mendefinisikan
komunikasi organisasi sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan diantara unit-unit komunikasi
yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari unit-unit
komunikasi dalam hubungan-hubungan hierarkis antara yang satu dengan lainnya dan berfungsi
dalam suatu lingkungan.
74
Komunikasi organisasi dapat terjadi kapanpun. Setidaknya satu orang menafsirkan pesan
diantara sekian banyak pesan dari berbagai macam individu pada saat yang sama yang memiliki
jenis-jenis hubungan berlainan yang menghubungkan mereka, yang memiliki pikiran,
keputusannya, dan perilakunya diatur oleh kebijakan-kebijakan, regulasi, dan aturan-aturan.
Setiap individu memiliki gaya berlainan dalam berkomunikasi, mengelola dan memimpin; yang
mempersepsikan iklim komunikasi yang berbeda; yang mempunyai tingkat kepuasan berbeda
dan tingkat kecukupan informasi yang berbeda pula; yang menggunakan jenis, bentuk dan
metode komunikasi yang berbeda dalam jaringan yang berbeda; yang mempunyai tingkat
ketelitian pesan yang berlainan; dan yang membutuhkan penggunaan tingkat materi dan energi
yang berbeda untuk berkomunikasi efektif. Interaksi di antara semua faktor tersebut, disebut
sebagai sistem komunikasi organisasi. Komunikasi organisasi adalah perilaku pengorganisasian
yang terjadi dan bagaimana para petani yang terlibat dalam proses itu bertransaksi dan memberi
makna atas apa yang sedang terjadi. Proses penciptaan makna atas interaksi diantara petani yang
menciptakan, memelihara dan mengubah organisasi.
Komunikasi dalam organisasi (Effendy, 2002) meliputi dua bagian berdasarkan tempat
dimana khalayak sasaran berada, yaitu komunikasi internal dan komunikasi eksternal.
Komunikasi internal adalah komunikasi yang terjadi antara manager dengan komunikannya yang
berada di dalam organisasi, yaitu para pegawai, pemegang saham secara timbal balik. Sementara
komunikasi eksternal adalah komunikasi yang terjadi antara manager atau pejabat lainnya
dengan khalayak atau publik di luar organisasi.
Komunikasi eksternal dilakukan menurut
kelompok sasaran berdasarkan hubungan yang harus dibina, yaitu : hubungan dengan khalayak
sekitar (community relations), hubungan dengan instansi pemerintah (government relations),
hubungan dengan pers (pers relations) dan hubungan dengan pelanggan (customer relations).
Komunikasi ini juga terjadi secara timbal balik, yaitu komunikasi dari organisasi ke khalayak
dan dari khalayak ke organisasi.
BMT melakukan komunikasi eksternal dengan para pelanggannya (customer relations),
dalam hal ini para petani, begitu pula sebaliknya. Komunikasi dari organisasi ke khalayak dapat
dilakukan dengan berbagai metode dan teknik, baik secara langsung (face to face
communication), maupun dengan media. Media dapat diklasifikasikan sebagai media massa
(suratkabar, majalah, radio, televisi dan internet) dan non media massa (surat, telepon, poster,
spanduk, brosur, bulletin, dll).
75
Blomqvist dan Stahle (2000) menjelaskan dalam studinya mengenai membangun
kepercayaan pada organisasi ada tiga dimensi, yaitu (1) Kompeten, yaitu kapabilitas teknis, dan
skill (2) Goodwill, yaitu tanggung jawab dan memiliki tujuan yang positif melalui orang lain (3)
Perilaku, yaitu Interaksi yang terjadi berdasarkan tingkat kognitif dan pengalaman, adanya
komunikasi yang proaktif dan terbuka, jernih dan sering dilakukan, berbagi informasi,
mengutamakan mendengar dan memahami, memiliki komitmen. Hal ini juga dilakukan oleh
BMT sebagai sebuah organisasi yang harus dipercaya oleh nasabahnya (petani).
Proses
komunikasi disederhanakan agar dipahami dengan baik melalui model-model komunikasi yang
terjadi dalam masyarakat. Satu model diuraikan kembali oleh Mulyana (2007), yaitu Model
Intercultural Communication dari Gudykunst and Kim dijelaskan pada Gambar 2.4.
ENVIRONMENTAL
INFLUENCES
PERSON A
Cultura l
PERSON B
Messa ge/Feedba ck
Cultura l
Sociocultura l
Sociocultura l
Psychocultural
Psychocultural
E
D
D
E
Influenc es
Influenc es
Influenc es
Influenc es
E= ENCODING
Influenc es
Messa ge/Feedba ck
ENVIRONMENTAL
INFLUENCES
Influenc es
D= DECODING
Gambar 2.4. Model Komunikasi Gudykunst and Kim (Mulyana, 2008).
Model ini menggambarkan proses komunikasi yang terjadi diantara dua orang yang
berbeda budaya, sosial budaya dan psikobudaya saling mempengaruhi serta dipengaruhi oleh
lingkungan masyarakatnya dimana mereka tinggal. Menurut Gudykunst dan Kim, penyandian
pesan merupakan proses interaktif yang dipengaruhi oleh filter-filter konseptual yang
dikategorikan menjadi faktor-faktor budaya, sosiobudaya, psikobudaya dan faktor lingkungan.
Lingkaran paling dalam adalah proses komunikasi antara orang A dan orang B yang dipengaruhi
budaya, sosiobudaya dan psikobudaya. Hal ini ditandai dalam gambar berupa lingkaran dengan
garis terputus-putus yang menunjukan bahwa budaya, sosiobudaya dan psikobudaya itu saling
mempengaruhi. Komunikasi antara orang-orang berlangsung dalam lingkungan sosial yang
mencakup orang-orang lain terlibat dalam komunikasi.
76
Lebih lanjut Gudykunst dan Kim menjelaskan pengaruh budaya dalam model tersebut
meliputi faktor-faktor: kemiripan dan perbedaan budaya, misalnya: pandangan dunia (agama),
bahasa, juga sikap kita terhadap manusia. Faktor-faktor ini mempengaruhi nilai, norma dan
aturan yang mempengaruhi perilaku komunikasi. Pengaruh sosial budaya menyangkut proses
penataan sosia yang berkembang berdasarkan interaksi dengan orang lain ketika pola-pola
perilaku menjadi konsisten dengan berjalannya waktu. Sosiobudaya terdiri dari empat factor
utama, yaitu : keanggotaan dalam kelompok sosial, konsep diri, ekspektasi peran dan definisi
mengenai hubungan antar pribadi. Dimensi psikobudaya mencakup proses penataan pribadi,
yaitu proses yang member stabilitas pada proses psikologis. Faktor psikobudaya ini meliputi :
stereotip dan sikap (misalnya etnosentrisme dan prasangka) terhadap kelompok lain. Unsur
lingkungan yang meliputi lokasi geografis, iklim, situasi arsitektual (lingkungan fisik) dan
persepsi atas lingkungan.
Selanjutnya model proses komunikasi Schramm yang berasumsi bahwa proses komunikasi
melalui media massa. Proses komunikasi ini dimulai dari source (sumber) menyampaikan pesan
lewat encoder melalui signal (sinyal) dan ditangkap oleh decoder, akhirnya pesan tersebut akan
diterima oleh si penerima (komunikan). Komunikator menyampaikan pesannya melalui alat
inderanya atau media massa dan akan ditangkap atau diterima oleh alat indera si penerima pesan
(komunikan). Seperti yang terlihat pada Gambar 2.5.
MODEL SCHRAMM
Message
Decoder
Encoder
Interpreter
Interpreter
Encoder
Decoder
Message
Gambar. 2.5. Model Komunikasi Schramm (Mulyana, 2008)
Menurut Schramm, setiap orang dalam proses komunikasi adalah sekaligus sebagai
encoder dan decoder.
Setiap individu secara konstan menyandi balik tanda-tanda dari
lingkungan kita, menafsirkan tanda-tanda tersebut dan menyandi sesuatu sebagai hasilnya.
77
Proses kembali dalam model di atas disebut umpan balik yang memainkan peran penting dalam
komunikasi. Karena, hal itu memberitahu bagaimana pesan ditafsirkan baik dalam bentuk katakata sebagai jawaban, anggukan kepala, gelengan kepala, kening berkerut, menguap, dan
sebagainya.
Selanjutnya modal komunikasi yang dikemukakan oleh Everret Rogers (2003) mengenai
teori Difusi Inovasi yang pada dasarnya menjelaskan proses bagaimana suatu inovasi
disampaikan (dikomunikasikan) melalui saluran-saluran tertentu sepanjang waktu kepada
sekelompok anggota dari sistem sosial. Hal tersebut sejalan dengan pengertian difusi dari
Rogers, yaitu “as the process by which an innovation is communicated through certain channels
over time among the members of a sosial system.” Lebih jauh dijelaskan bahwa difusi adalah
suatu bentuk komunikasi yang bersifat khusus berkaitan dengan penyebaran pesan-pesan yang
berupa gagasan baru, atau dalam istilah Rogers difusi menyangkut “which is the spread of a new
idea from its source of invention or creation to its ultimate users or adopters.”
Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen
pokok, yaitu: (1) Inovasi; gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang.
Kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika
suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu. Konsep ’baru’
dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama sekali. Inovasi yang dimaksud dalam penelitian
ini adalah kredit modal dengan pola pembiayaan syariah melalui Baitul Mal wa Tamwil (BMT).
(2) Saluran komunikasi; ’alat’ untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber kepada
penerima. Sumber paling tidak perlu memperhatikan (a) tujuan diadakannya komunikasi dan (b)
karakteristik penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi
kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat
dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap
atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah
saluran interpersonal. Saluran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah saluran komunikasi
yang digunakan baik oleh BMT maupun oleh petani. Saluran komunikasi itu berupa komunikasi
interpersonal dalam bentuk dialog, komunikasi kelompok berupa diskusi dan pelatihan. (3)
Jangka waktu; proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai memutuskan
untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan
dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam (a) proses pengambilan
78
keputusan inovasi, (b) keinovatifan seseorang: relatif lebih awal atau lebih lambat dalam
menerima inovasi, dan (c) kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial. Jangka waktu
dalam penelitian ini adalah ketika petani mengetahui adanya BMT sebagai bentuk bank dengan
operasionalnya dalam bentuk syariah lalu mereka berinteraksi dan mendapatkan pembiayaan
syariah berupa modal kerja. (4) Sistem sosial; kumpulan unit yang berbeda secara fungsional
dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan
bersama. Petani pada penelitian ini tergabung dalam sistem sosial yang berupa kelompok tani
dan mereka menjadi nasabah dari BMT.
Tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi mencakup: (1) Tahap Munculnya
Pengetahuan (Knowledge) ketika seorang individu (atau unit pengambil keputusan lainnya)
diarahkan untuk memahami eksistensi dan keuntungan/manfaat dan bagaimana suatu inovasi
berfungsi; (2) Tahap Persuasi (Persuasion) ketika seorang individu (atau unit pengambil
keputusan lainnya) membentuk sikap baik atau tidak baik. (3) Tahap Keputusan (Decisions)
muncul ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya terlibat dalam aktivitas
yang mengarah pada pemilihan adopsi atau penolakan sebuah inovasi.
(4) Tahapan
Implementasi (Implementation), ketika sorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya
menetapkan penggunaan suatu inovasi. (5) Tahapan Konfirmasi (Confirmation), ketika seorang
individu atau unit pengambil keputusan lainnya mencari penguatan terhadap keputusan
penerimaan atau penolakan inovasi yang sudah dibuat sebelumnya.
Model-model proses komunikasi di atas, dapat dilakukan dalam proses komunikasi
membangun kepercayaan BMT kepada petani. Model proses komunikasi tersebut juga dapat
membantu menganalisa penelitian seperti yang dikonstruksikan melalui proses komunikasi yang
terjadi di lapangan penelitian.
Penelitian ini dimaksudkan untuk menjelaskan mengenai trust (kepercayaan). Menurut
Fukuyama (2007) yang dimaksud dengan trust disepadankan dengan kepercayaan yaitu sebagai
harapan-harapan terhadap keteraturan, kejujuran dan perilaku kooperatif yang muncul dari dalam
sebuah komunitas yang didasarkan pada norma-norma yang dianut bersama anggota-anggota
komunitas itu.
Lebih lanjut dikemukakan bahwa kepercayaan merupakan dasar membangun
masyarakat madani/sipil karena komunitas tidak dapat berfungsi tanpa kepercayaan (Fukuyama,
2007). Botan and Taylor (2005) mengidentifikasikan kepercayaan sebagai elemen kunci dalam
hubungan sosial dan ekonomi. Trust (kepercayaan) menurut Devito (1995) adalah perjuangan
79
dalam berperilaku dengan orang lain; percaya diri dengan orang lain yang berhubungan dengan
individu untuk merasakan apakah akan beresiko mengalami kekalahan. Pada setiap interaksi
sosial, membeli produk, pertukaran pelayanan, didasari oleh asumsi pada saling percaya satu
sama lain atau pada pesan yang diterima oleh si penerima mengenai kepercayaan itu, dan tujuan
mereka, kapabilitasnya dan saling ketergantungannya. Masyarakat yang tingkat kepercayaannya
rendah akan sulit berkomunikasi, bekerjasama, dan peluang untuk membentuk masyarakat sipil
menjadi tidak tercapai.
Fukuyama
(2007) melihat trust bermanfaat bagi penciptaan tatanan ekonomi unggul
karena bisa diandalkan untuk mengurangi biaya (cost). Menurutnya, trust bisa mereduksi atau
bahkan mengeliminasi kekakuan-kekakuan yang mungkin terjadi dalam sebuah perumusan
kontrak perjanjian, mengurangi keinginan menghindari situasi yang tidak terduga, mencegah
pertikaian dan sengketa, dan meminimalisasi keharusan akan proses hukum seandainya terjadi
pertikaian.
Berdasarkan pernyataan-pertanyaannya yang diungkap dalam bukunya “Trust”,
Fukuyama (2007) mengeluarkan hipotesis bahwa trust bisa diandalkan untuk mengurangi biaya
dan waktu yang sering dikaitkan dengan sistem pengawasan tradisional dan kontrak hukum
formal beserta segenap hal-hal penting organisasional lainnya. Orang dapat bekerjasama secara
lebih efektif dengan trust. Hal ini memungkinkan karena ada kesediaan diantara mereka untuk
menempatkan kepentingan kelompok di atas kepentingan individu.
Selain itu keberhasilan komunikasi dalam melakukan perubahan dipengaruhi oleh faktor
internal dan eksternal. Faktor internal seperti yang dikemukakan oleh Lasswell yaitu : (1)
Komunikator (kepercayaan dan daya tarik komunikator); (2) Pesan, harus menarik, logis dan
layak disampaikan, menggunakan lambang yang mudah dipahami sesuai dengan kerangka
pemahaman dan pegalaman komunikan serta tidak berbelit-belit, membangkitkan kebutuhan
pribadi, menyarankan solusi; (3) Saluran/media : bisa berupa tatap muka, media massa
disesuaikan dengan situasi dan kondisi komunikannya; (4) Khalayak/segmentasi khalayaknya;
(5) Efek : perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku diantara pelaku komunikasi. Sementara
yang dimaksud faktor eksternal adalah : (1) faktor sosial dan budaya pelakunya : lingkungan
budaya suatu masyarakat; (2) faktor hubungan sosial diantara pelaku : posisi, hirarki, status,
kedudukan, bahkan jabatan; (3) Faktor lingkungan fisik : situasi dan bentuk lingkungan
masyarakat; (4) Pengalaman komunikasi sebelumnya : kesan dari pengalaman terdahulu yang
terekam dalam benak dan memori pelakunya.
Hal di atas dapat mempermudah proses
80
komunikasi dan mengurangi resiko kegagalan komunikasi.
Selain itu, apabila pesan yang
disampaikan tidak mencerminkan sosial budaya masyarakat yang dituju maka akan
memunculkan resistensi/penolakan dari khalayaknya.
Proses komunikasi membangun kepercayaan dapat berhasil dan mengurangi resiko
kegagalan
berkomunikasi.
komunikatornya.
Pertama
yang
harus
di
perhatikan
adalah
karakteristik
Karakteristik komunikator harus memenuhi komponen kepercayaan.
Komponen kepercayaan sangat beragam dikemukakan oleh beberapa ahli, tergantung dari
kepentingan ahli tersebut mengujinya dalam penelitiannya Beberapa literatur yang dikemukakan
oleh Belanger, et all (2003) dalam penelitiannya mengenai membangun kepercayaan pada
organisasi, menurut Aristoteles elemen dari kepercayaan adalah (1) pengetahuan dan keahlian,
(2) keterbukaan dan kejujuran, dan (3) fokus dan perhatian. Lebih jauh dikemukakan oleh
Covello, yaitu (1) Perhatian dan empati, (2) dedikasi dan berkomitmen, (3) kompeten dan ahli,
(4) jujur dan terbuka. Sementara menurut Shinder dan Thomas menjadi lima elemen, yaitu (1)
konsisten, (2) terbuka, (3) kompeten, (4) integritas, (5) loyalitas. Namun dari hasil diskusi yang
dilakukan Belanger, et all dalam CCMD Actions and Research Roundtable menyimpulkan
bahwa yang termasuk dalam elemen kepercayaan adalah (1) integritas, (2) kompeten (3) empati
dan (4) terbuka (5) akuntabilitas.
Reynold (1997) menyatakan pada dasarnya membangun kepercayaan harus dimulai dari
membangun sistem yang bercirikan adanya kompetensi, keterbukaan, reliabilitas dan keadilan.
Teori yang digunakan oleh Kirchmajer and Paterson (2003) pada penelitiannya mengenai
membangun kepercayaan melalui komunikasi interpersonal, menggunakan elemen trust yang
terdiri dari : (1) Kepercayaan pada kredibilitas, yang terbagi menjadi : (a) ahli: berpengalaman
dan bertugas dengan kompetensi yang spesifik sehingga menampilkan peranan yang efektif (b)
handal/reliabel dan (c) Jujur dan memiliki tujuan dan mampu menepati janji; (2) Kepercayaan
pada kebaikan (memberi manfaat) yang diwujudkan dalam sikap : perhatian, baik, simpatik,
altruistik (goodwill trust); (3) Intim/ kedekatan (aspek emosional) (Closeness) ; (4) Komunikasi
yang jelas (mendengarkan kebutuhan klien, menjaga kerahasiaan informasi mereka, jujur dalam
berkomunikasi, penjelasan yang antusias pada komunikasi mereka, empati; (5) Pesan yang
lengkap (informasi yang berguna bagi klien,); dan (6) Komunikasi sosial (two way
communication).
81
Penelitian ini menggunakan konsep elemen komunikasi membangun kepercayaan dengan
menggabungkan teori-teori di atas yang terdiri dari : (1) Integritas (2) Kompeten/ahli (3)
Keterbukaan (4) Empati dan (5) Akuntabilitas, sebagai berikut : (1) Integritas; integritas terkait
dengan istilah misalnya kejujuran,
selalu benar, dapat diprediksi, konsisten, memiliki
kredibilitas dan berkarakter. Menurut Covey (1989) (dalam Belanger, et all, 2003) integritas
termasuk memiliki kejujuran, kejujuran adalah menceritakan kebenaran, mengungkapkan katakata sesuai dengan realitas. Integritas adalah mengungkapkan realitas kita dalam kata-kata kita,
menepati janji. Sejauhmana adanya keserasian antara kata-kata dan perbuatan; (2)
Kompeten/Ahli : Kompetensi terkait dengan istilah memiliki pengetahuan, ahli dan mampu.
Kompetensi adalah kemampuan untuk melakukan tugas yang diperankan pada diri seseorang; (3)
Keterbukaan terkait dengan istilah transparansi, jelas atau komunikasi yang sederhana,
komunikasi ini terkait dengan two way flow of information. Hal ini tidak saja berarti hanya
menjaga menginformasikan pembangunan kepada publik tetapi juga memberikan peluang yang
berguna untuk mengkontribusikan ide-ide mereka. Hal ini bukan saja menyajikan apa yang
dikatakan oleh masyarakat tetapi juga benar-benar mendengarkan apa yang mereka katakan.
Tepat pada waktunya komunikasi memberikan pengungkapan yang lengkap dan membaginya
dengan anggota lainnya dan dapat menolong menimbulkan budaya kepercayaan yang tinggi. (4)
Empati merujuk pada istilah fokus dan perhatian. Empati adalah penuh dengan apresiasi atau
menjadi sensitif kepada perasaan atau motif orang lain. Empati lebih bermakna memahami pada
fokus orang lain.
Pemahaman atau kesadaran ini tergantung pada pertama mempelajari
mengenai fokus dan situasi orang lain, misalnya melalui percakapan. Empati adalah dirasakan,
tetapi seringkali tidak dikenali, orang orang mengetahui perasaan dan pemikirannya dalam cara
yang berbeda; (5) Akuntabilitas bermakna bertanggung jawab pada masyarakat terhadap apa
yang telah dilakukan dan dihasilkan serta bagaimana proses pengambilan keputusannya.
Jarmon and Keating (2007) menjelaskan bagaimana membangun kepercayaan dalam team
virtual yang multikultur, yaitu kunci untuk berhubungan dan membangun kepercayaan dengan
menciptakan lingkungan dimana komunikasi terbuka dan sering kali terjadi dan dimana setiap
orang setuju pada norma-norma dalam komunikasi, supaya mengurangi terjadinya kesalah
pahaman. Selanjutnya hasil penelitiannya menjelaskan dalam trust communication yang terbaik
adalah dengan menggunakan saluran/media berupa telepon, email dan komunikasi tatap muka.
Uraian ini sekaligus menjelaskan mengenai karakteristik media yang digunakan pada proses
82
komunikasi membangun kepercayaan beserta implikasi yang terjadi. Hal dapat dijelaskan pada
Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Bentuk dan Implikasi Komunikasi
Bentuk
Sinkronisasi
Konteks yang
kompleks
Implikasi
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
Ketidak sesuaian
ï‚·
ï‚·
Langsung
ï‚·
ï‚·
ï‚·
Ketidaksinkronan
ï‚·
ï‚·
ï‚·
Konteks sederhana
– tidak ada gesture
atau suara
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
Tatap Muka
Mampu mendapatkan feedback dengan cepat dan mudah
mengklarifikasi dengan cepat
Paling cepat terjadinya pertukaran informasi
Menekankan pada respon secara instan
Ideal untuk menyampaikan informasi yang negatif dan
ambigu
Mempertimbangkan kurangnya perbaikan pada katakata
Pengaturan pertemuan, perjalanan dan waktu dalam
pertemuan yang memerlukan beban yang besar pada
waktu dan sumber daya – tidak selalu praktis
Tidak setiap orang dapat pada tempat dan waktu yang
sama.
Ukuran reaksi secara instan dan feedback untuk
berkomentar
Makna yang paling baik pada membangun koneksi
personal.
Lebih menekankan pelepasan, persetujuan dan tidak
setuju
Cocok bagi orang yang mengatur jadwal berkomunikasi
Peluang untuk merencanakan pesan dan review sebelum
dikirim
Interaksi ditunda – model yang pelan untuk
mengeksplor ide dan mencapai konsensus
Ide-ide cenderung overlap
Jumlah informasi lebih sedikit yang dapat dipertukarkan
Pesan negatif dapat terdengar seperti marah atau
meminta
Pesan harus hati-hati di ucapkan dalam kata-kata agar
tercipta kesopanan dan akrab
Informasi yang ambigu harus tidak dibuat/
dikonstruksikan
83
Lanjutan
Bentuk
Implikasi
Biaya rendah
ï‚·
ï‚·
Cepat dan Tepat
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
Tidak Langsung
ï‚·
ï‚·
Lanjutan
Tidak Langsung
Tidak adanya privasi
ï‚·
ï‚·
ï‚·
Sinkronisasi dan
ketidak sinkronan
Mengurangi konteks –
tidak ada gesture
Ketepatan
ï‚·
Tatap Muka
Setiap orang dapat mengaksesnya
Tidak membutuhkan waktu dan sumber daya
dibandingkan dengan pertemuan tatap muka
Mendapatkan jawaban yang cepat sesuai daftar
pertanyaan
Menyampaikan pesan untuk sejumlah orang yang paling
banyak dalam waktu yang sedikit.
Kesalahan pengucapan dan struktur bahasa tidak
diperhatikan, pemilihan kata tidak harus difikirkan
dengan baik.
Mudah mendapatkan hasil dalam persediaan yang
berlebihan – sulit untuk tetap diawasi
Menanyakan dan meminta klarifikasi tanpa melihat
muka
Tidak dapat secara langsungmenggambarkan reaksi
untuk berkomentar dan mendapatkan feedback.
Email
Lebih impersonal – memberikan sentuhan personal yang
ekstra untuk membangun hubungan
Harus lebih hati-hati mempertimbangkan kata-kata yang
akan dibaca oleh orang yang tidak punya tujuan
Tidak baik untuk menyampaikan informasi yang sensitif
Telepon
Butuh membuat laporan dalam pesan voicemail
Sulit untuk berkomunikasi dengan orang yang tidak dapat
mengartikulasikan
ï‚· Paling bermakna untuk kontak dengan segera
ï‚· Perhatian harus dilakukan bukan untuk mengganggu
pada batasan bagi orang lain.
Sumber : Jarmon and Keating (2007)
Pertanyaan umum untuk dipertimbangkan : Untuk tujuan apa aneka pilihan teknologi
mampu dibaca oleh setiap orang? Mana yang dapat digunakan secara reguler tanpa mengambil
kerugian pada orang lain? Apakah kemampuan setiap orang mampu dan nyaman dengan bentuk
komunikasi yang berbeda? Apakah ada syarat budaya atau preferensi? Bagaimana setiap orang
84
dapat mengenal satu sama lain? Apakah pesan yang penting dan signifikan memberikan media
dalam budaya konteks tinggi (high context)? Apakah semua bagian mengetahui dan menghargai
waktu yang paling tepat untuk mengirimkan dan menerima pesan? Apakah preferensi setiap
orang untuk berkomunikasi?
Berdasarkan hasil penelitian di atas, jelas terlihat bahwa dengan menggunakan media yang
berbeda maka akan mengakibatkan implikasi yang berbeda pula.
Namun, permasalahan
selanjutnya adalah bagaimana menyusun pesan melalui media di atas agar pesan tersebut dapat
dipercaya ? Peneliti akan menjelaskan mengenai karakteristik pesan yang akan disampaikan agar
menghindari resiko kegagalan komunikasi.
Pesan-pesan agar dapat dipercaya maka harus
disusun dan direncanakan sedemikian rupa. Menurut Sugiana dan Syam (2007) Ada empat hal
pokok dalam perencanaan pesan, yaitu analisis khalayak, gagasan dan pokok utama, sketsa pesan
dan menyiapkan umpan balik kegiatan komunikasi.
Pada bagian analisis khalayak menurut Curtis, dkk (1996) seperti yang dikutip Sugiana dan
Syam (2007) dalam suatu perencanaan komunikasi, analisis khalayak merupakan langkah awal
untuk memulai langkah-langkah kegiatan komunikasi berikutnya. Melalui analisis khalayak
diharapkan tujuan akhir komunikasi yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan khalayak,
kondisi atau iklim organisasi, kelompok, dan sistem sosial khalayak. Analisis khalayak suatu
program komunikasi akan lebih dapat memanfaatkan potensi-potensi yang ada.
Khalayak
dipahami dalam segi minat pada topik yang akan disampaikan, situasi yang mempengaruhi,
kecenderungan, dan organisasi komunikasi yang dimiliki, dapat membantu dalam mempermudah
pelaksanaan kegiatan komunikasi dan pencapaian tujuannya.
Petani sebagai komunikator akan melakukan analisis khalayaknya yaitu komunikannya
ketika akan melakukan tindakan komunikasi. Petani akan menganalisis bagaimana cara BMT
berkomunikasi dengan petani dalam menyalurkan pembiayaan syariah.
Gagasan harus singkat dan langsung pada pokok persoalan dan hasil yang akan diperoleh
bila kegiatan itu dijalankan, gagasan itu merupakan pemantapan dari pokok-pokok pikiran yang
ada dalam tubuh pesan yang dikembangkan dalam komunikasi. Pokok utama adalah tulang
punggung pesan, syaratnya pesan harus menyokong, menggambarkan gagasan utama dengan
bahasa yang ringkas dan jelas.
Membuat sketsa pesan artinya menyusun materi atau isi ke
dalam urutan-urutan yang logis dan berguna dalam menyusun kata-kata dan penyampaian
informasi kepada khalayak.
Sketsa pesan merupakan kerangka kerja yang di dalamnya
85
mengandung topik-topik dasar yang mendukung tujuan komunikasi, dan informasi yang faktual
yang menjabarkan masing-masing topik. Umpan balik dalam proses komunikasi berguna untuk
mengevaluasi tingkat keberhasilan pencapaian tujuan komunikasi.
Pengorganisasian pesan
menurut Sugiana dan Syam (2007) didasarkan pada format kronologis, spasial, topikal, kausal,
pemecahan masalah, dan cara-cara deduktif-induktif serta urutan motif atau sekuen.
Pesan yang akan disampaikan petani setidaknya mengandung gagasan pokok dari proses
komunikasi. Sebelum menyusun pesan, petani akan menentukan dulu gagasan pokoknya yaitu
mengenai bagaimana mendapatkan pembiayaan syariah dari BMT. Petani akan mengurutkan
struktur pesannya baik berupa struktur kronologis, topical, kausal ataupun pemecahan masalah.
Ada dua struktur pesan yaitu struktur pro-kontra dan kontra-pro dan struktur satu sisi-dua
sisi (Sugiana dan Syam, 2007). Struktur pro-kontra dan kontra-pro. Struktur ini, perencana
menyampaikan pesan kepada khalayak dengan mengemukakan dua sisi gagasan, yaitu yang
berlawanan dan gagasan yang pro khalayak. Struktur pro-kontra, komunikator mendahulukan
argumen atau gagasan yang selaras dengan pendapat dan sikap khalayak, selanjutnya gagasan
yang bertentangan dengan sikap khalayak disajikan pada bagian akhir pembicaraan. Sebaliknya
dalam struktur kontra-pro, komunikator lebih dahulu mengawali presentasinya dengan
menggunakan gagasan yang berlawanan, selanjutnya presentasi ditutup dengan argumen pro
khalayak. Struktur satu sisi dan dua sisi, Struktur ini digunakan untuk mempengaruhi khalayak
terhadap program yang dimiliki komunikator agar mendukung program tersebut. Pada kasus
sepihak, komunikator hanya menyajikan gagasannya pada satu dimensi saja. Pada struktur dua
sisi, komunikator menyajikan program yang akan dilaksanakan dengan melihat sisi keuntungan
yang akan diraih sekaligus kerugian atau dampak yang ditimbulkan bila program dilaksanakan
secara proporsional.
Mulyana (2007) menjelaskan bahwa arti imbauan pesan adalah pendekatan atau sentuhan
terhadap aspek yang digunakan (distimulasi) oleh komunikator terhadap khalayak dalam
menyampaikan pesan agar khalayak berubah. Terdapat tiga jenis imbauan, yaitu : (1) Imbauan
rasional dan imbauan emosional. Imbauan rasional adalah imbauan didasarkan pada asumsi
pokok tentang manusia sebagai makluk berfikir.
Manusia sebagai pribadi rasional selalu
mendasarkan setiap tindakannya pada pertimbangan logika.
Imbauan emosional artinya
pendekatan komunikasi lebih diarahkan pada sentuhan-sentuhan afeksi, seperti marah, suka,
benci, dan lain-lain. (2) Imbauan takut dan ganjaran. Imbauan takut digunakan bila komunikator
86
menghendaki timbulnya kecemasan khalayak dalam menyampaikan pesan. Imbauan ini efektif
dalam kadar yang moderat, sedangkan kadar takut yang rendah dan tinggi cenderung tidak
berhasil.
Imbauan ganjaran diberikan dengan pendekatan keuntungan yang diperoleh bila
khalayak mengikuti perilaku tertentu. Jenis imbauan ini menggunakan asumsi bahwa makhluk
hidup akan mempertahankan perilaku tertentu bila perilaku itu memberikan keuntungan. (3)
Imbauan motivasional didasarkan pada jenis-jenis kebutuhan yang harus dipenuhi manusia.
Kebutuhan tersebut menjadi potensi yang dapat digunakan untuk meningkatkan efektifitas
persuasif. Menurut piramida Maslow, kebutuhan manusia dapat disusun berdasarkan urutan
prioritas pemenuhan.
Prioritas kebutuhan tersebut adalah : kebutuhan dasar, kebutuhan
keamanan, kebutuhan untuk berorganisasi atau berkelompok, kebutuhan akan cinta dan
penghargaan, kebutuhan untuk aktualisasi diri.
Pengembangan strategi penyusunan pesan dalam perencanaan pesan dan media komunikasi
perlu mempertimbangkan kode pesan, isi pesan dan perlakuan pesan. Menurut Sugiana dan
Syam (2007) pengkodean pesan menyangkut pengkodean pesan verbal maupun pesan non
verbal. Pengkodean pesan berarti menuangkan gagasan oleh sumber ke dalam lambang-lambang
yang berarti agar ditafsirkan sama oleh penerima sehingga menghasilkan efek perilaku yang
sesuai dengan yang diharapkan. Pengkodean pesan harus didasarkan pada kondisi khalayak
sasaran yang dituju.
Isi pesan adalah materi atau bahan yang dipilih oleh sumber (komunikator) untuk
menyatakan maksudnya.
Isi pesan yang disampaikan meliputi informasi-informasi yang
disampaikan, kesimpulan-kesimpulan yang diambil, dan pertimbangan-pertimbangan yang
diusulkan. Komunikator harus mempertimbangkan jenis komunikasi yang akan dilakukan. Jenis
komunikasi informatif, isi pesan harus singkat dan dan jelas, menggunakan istilah-istilah yang
sederhana, menggunakan data konkret, dan memasukkan bahan-bahan yang menarik perhatian.
Untuk jenis komunikasi persuasif menurut Wayne N. Thompson (Rakhmat, 2004), isi pesan
harus mengandung unsur-unsur: menarik perhatian (berupa humor, ramalan, dan lain-lain), dan
menyentuh atau menggerakkan, yaitu pesan-pesan yang mempunyai pengaruh psikologis.
Berdasarkan penjelasan di atas, menyusun isi pesan dalam sebuah komunikasi harus
mempertimbangkan khalayak sasaran sebagai patokan yang harus diutamakan jika komunikator
ingin menentukan isi pesan yang akan disampaikan. Jika BMT akan menyampaikan pesan, maka
ia harus mempertimbangkan bagaimana karakteristik si petani sebagai komunikannya. Struktur
87
pesan yang disampaikan akan mengandung imbaian yang motivasional, yaitu agar petani
memiliki motivasi agar bisa berubah untuk kesejahteran kehidupannya.
Sistematika penyusunan pesan haruslah diperhatikan oleh pihak komunikator dan
komunikasn. Sugiana dan Syam (2007) menyatakan hasil-hasil temuan penelitian menunjukkan
bahwa penyajian pesan yang tersusun lebih efektif daripada penyajian pesan yang tidak tersusun.
Sistematika penyusunan pesan, disebut dengan istilah urutan bermotif (motivated sequence)
dalam akronim yang terkenal yaitu ANSVA: (1) Attention (Perhatian). Tahap membangkitkan
perhatian khalayak terhadap ide, gagasan, atau program yang ditawarkan. Tahap ini sangat
berpengaruh terhadap proses-proses komunikasi selanjutnya. Seorang ahli komunikasi,
khususnya ahli dalam perencanaan pesan dan media komunikasi, pembuat kampanye, lembaga
keuangan mikro syariah harus mampu merumuskan bentuk, gaya, dan imbauan pesan yang dapat
menarik perhatian khalayak, sehingga dapat dibuat pesan yang sifatnya menyentuh situasi dan
kondisi khalayak. (2) Need (Kebutuhan). Pembangkitan rasa kebutuhan khalayak akan gagasan
atau program yang ditawarkan tergantung pada tujuan komunikasi dari komunikator.
Komunikasi yang diharapkan komunikator berupa komunikasi persuasif yang ditujukan untuk
menimbulkan perubahan. Pada tahap membangkitkan kebutuhan, komunikator harus dapat
membangkitkan rasa ketidakpuasan khalayak pada keadaan. (3) Satisfaction (Pemuasan). Tahap
ini berisi penawaran jalan keluar atau jalan pemecahan masalah dan pemenuhan kebutuhan yang
dirasakan khalayak. Pada tahap ini komunikator berusaha agar khalayak memahami dan
menyetujui gagasan program yang ditawarkan. (4) Visualization (Visualisasi). Tahap ini adalah
tahapan memproyeksikan gagasan atau program yang ditawarkan perusahaan atau lembaga ke
masa yang akan datang. Pada tahap ini, komunikator mengajak khalayak untuk berfikir ke masa
depan tentang untung dan ruginya bila program yang ditawarkan itu diterima atau ditolak.
Tujuan dari lembaga agar programnya disetujui dan dilaksanakan, maka hal-hal yang
menguntungkan bila gagasan diterima harus lebih ditonjolkan, begitu pula hal-hal yang
merugikan bila menolak gagasan dari program tersebut. (5) Action (Tindakan). Tahapan tindakan
biasanya dilakukan dalam komunikasi atau pidato yang bersifat persuasif. Fungsinya untuk
merumuskan tahapan visualisasi dalam bentuk sikap dan keyakinan tertentu atau tindakan nyata.
Tahap ini tidak boleh terlalu panjang.
Ketika BMT menyusun suatu pesan terutama kepada para petani perlu diperhatikan agar
pesan dapat menarik. Model sistematika penyusunan pesan di atas, maka komunikator dalam
88
menyusun pesan akan lebih terarah dan lebih sistematis. Pada komunikasi yang dapat dipercaya
maka yang menjadi permasalahan adalah bagaimana menyampaikan pesan atau informasi yang
dapat dipercaya kepada para petani.
Komunikator memerlukan strategi pesan dalam
mengkomunikasikan informasi tersebut.
Para petani yang biasanya mempercayai patron klien-nya
akan merasa sulit untuk
menerima adanya lembaga keuangan baru untuk memperoleh kredit. BMT juga memiliki sikap
kehati-hatian (prudential) untuk menyalurkan kredit kepada sektor pertanian yang memiliki
resiko yang tinggi. BMT harus mengkomunikasikan pesan yang dapat dipercaya untuk
membangun kepercayaan.
Proses yang harus dilakukan salah satunya dengan menciptakan
pembelajaran bagi publik. Proses ini seperti yang dikatakan Freire (2000) dengan melakukan
penyadaran kepada masyarakat petani. Menurut Freire penyadaran (conscientyzation) adalah
belajar memahami kontradiksi sosial, politik dan ekonomi serta mengambil tindakan untuk
melawan unsur-unsur yang menindas dari realitas tersebut.
Freire (2000) berpendapat
pendidikan semestinya menjadi jalan pembebasan. Artinya, melalui pendidikan akan ada
pelajaran dan nilai-nilai bagi kepentingan hidup masyarakat, yaitu menuju masyarakat yang
sejahtera. Teori penyadaran yang dicetuskan oleh Paulo Freire (2000) dibagi tiga, yaitu : (1)
Pedagogi dialogis (pendidikan menggunakan metode dialog untuk membicarakan bersama sama
banyak masalah aktual guna dicarikan jalan keluarnya, kemudian hasilnya diterapkan untuk
mencapai kesejahteraan hidup); (2) Pedagogi Problematis (mendidik orang untuk tidak menelan
begitu saja apa yang diberikan dan tidak menghapal secara mekanis semua informasi dari atas);
(3) Pedagogi politik (melalui jalur politik formal diperjuangkan tujuan pendidikan, partisipasi
politik rakyat dan anak didik, hak-hak asasi insani, kebebasan manusia dan pendidikan yang
bebas).
BMT setidaknya melakukan proses penyadaran melalui pendidikan atau pembelajaran bagi
masyarakat petani sehingga mereka akan sadar bahwa dengan memanfaatkan dan mempercayai
pembiayaan melalui BMT maka kesejahteraan masyarakat akan terwujud. Hal ini harus
melibatkan interaksi yang memasukan publik sebagai pasangan, dan ini salah satu cara untuk
membangun kepercayaan. Kepercayaan komunitas, masalah-masalah yang akan muncul besok
akan dapat dipecahkan hari ini. Kepercayaan memainkan peranan penting dalam proses
pengambilan keputusan dan tingkat kepatuhan pada penerima pesan, sebagai individu lebih
menyukai untuk mengikuti instruksi yang diberikan oleh orang yang mereka percayai. Ketika
89
publik memiliki pengetahuan yang rendah mengenai resiko, kepercayaan memainkan bagian
yang penting pada persepsi publik mengenai rumitnya resiko tersebut (Wray, et all, 2006).
Mulyana (2007) menjelaskan ada faktor-faktor yang harus diperhatikan ketika
mengkomunikasikan informasi yang beresiko, yaitu : (1) Karakteristik Khalayak : Komunitas
(kondisi masyarakat lokal; sikap yang ditunjukan oleh masyarakat lokal, dan negara; identitas
dan persepsi masyarakat lokal; sikap yang ditunjukan oleh organisasi yang bertanggung jawab
pada resiko) dan individu (latar belakang pengalaman individu mengenai topik dan si sumber;
Tingkat pengetahuan mengenai topik; kesehatan individu dan keluarganya); (2) Karakteristik
Pesan : karakteristik si pemberi pesan (negara, teman, tetangga, aktivis, media); perbedaan
perspektif dan situasi pemberi pesan; pemberi pesan harus dapat berkomunikasi secara efektif;
Pesannya kompleks atau tidak; informasinya dapat menimbulkan konflik/tidak; pesan beresikonya memiliki tujuan/tidak.
Komunikasi dan pemimpin dapat kita lihat dari bagaimana gaya kepemimpinan seseorang.
Menurut Blake dan Mounton (Mulyana, 2007) ada lima gaya kepemimpinan yang semula
disebut kisi manajerial (Manajerial Grid) tapi kini disebut kisi kepemimpinan, gaya
kepemimpinan tersebut antara lain: (1) Gaya pengalah (Improverished style) yaitu gaya yang
ditandai oleh kurangnya perhatian terhadap produksi. (2) Gaya pemimpin pertengahan (Middle of
the road style) yaitu gaya yang ditandai oleh perhatian yang seimbang antara produksi dan
manusia; (3) Gaya tim (Team style) yaitu gaya yang ditandai oleh perhatian yang tinggi terhadap
tugas dan manusia; (4) Gaya santai (Country club style) yaitu gaya yang ditandai oleh rendahnya
perhatian terhadap tugas dan perhatian tinggi terhadap manusia; (5) Gaya kerja (Task style) yaitu
gaya yang ditandai oleh perhatian yang tinggi terhadap pelaksanaan kerja tetapi amat kurang
memperhatikan manusianya.
Pace & Faules (2005) menjelaskan mengenai gaya komunikasi terkait dengan iklim
komunikasi yang merupakan suatu persepsi dari anggota organisasi terhadap proses
penyampaian pesan maupun informasi yang terjadi di dalam organisasi. Serta persepsi yang
terkait dengan berbagai hal mengenai pesan di dalam organisasi. Untuk membentuk iklim
komunikasi yang baik di dalam organisasi, hendaknya setiap anggota mampu menyampaikan
pesan dan mampu diterima dengan baik pula oleh anggota lainnya.
Redding proposed that communication climate consists of five factors:
90
1. Supportiveness. Subordinates perceive that their communication relationship
with their superior helps them build and maintain a sense of personal worth and
importance.
2. Participative decision making. A generalized complex of attitudes that
characterize a climate where employees are free to communicate upward with a
true sense of influence.
3. Trust, confidence,credibility. The extent to which message sources and/or
communication events are judge believable.
4. Opennes and candor. Whatever the relationship (e.g., superior-subordinate,
peer-peer, etc.), there is openness and candor in message ”telling” and
”listening.”
5. Emphasis on high performance goals. Degree to which performance goals are
clearly communicated to an organization’s members. (Goldhaber,1993)
Ada beberapa faktor yang melekat pada iklim komunikasi, dan gaya kepemimpinan. Pada
faktor daya dukung, mengarah pada bentuk dukungan pimpinan kepada bawahannya. Seperti
mendukung setiap kegiatan bawahannya, melakukan komunikasi langsung, sehingga terkesan
tidak ada jarak antara pimpinan dengan bawahan. Faktor partisipasi dalam mengambil
keputusan, bawahan diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat. Sehingga kerap terjadi
diskusi antar pimpinan bawahannya, serta segala keputusan diputuskan bersama-sama. Faktor
berikutnya, yaitu kepercayaan, percaya diri dan kredibilitas, informasi yang berlangsung di
dalam perusahaan dapat dipercaya. Selain itu, terdapat suatu optimisme atau kepercayaan diri
dari bawahan atas potensi yang dimilikinya, juga meliputi kepercayaan atas kredibilitas pimpinan
dan rekan kerja.
Pada faktor keterbukaan dan keterusterangan, pada setiap komunikasi yang berlangsung,
baik komunikasi menurun, menaik, serta horizontal, terdapat keterbukaan dan keterusterangan,
tidak terdapat kesan menutup diri. Sehingga antara bawahan dengan pimpinannya dan rekan
kerjanya akan saling mengenal satu sama lain. Pada faktor tujuan performa tinggi, bawahan
diharapkan mengetahui tujuan serta target kerja yang harus dicapai, dan cara mencapai tujuan
tersebut. Hal tersebut dilakukan dengan cara berkomunikasi melalui penugasan, pendampingan,
pelatihan serta diskusi antar anggota dalam kelompok tani.
Individu yang memiliki ketrampilan komunikasi antarpersona yang baik seperti yang
dikemukakan oleh Cole (2005) harus memiliki ciri-ciri : (1) komunikasi yang jelas. Gagasan
cemerlang dan instruksi-instruksi penting dari seorang manajer menjadi percuma kalau tidak
dipahami orang lain. Sementara itu lebih dari 75 persen waktu para manajer dialokasikan untuk
berkomunikasi dengan orang lain; (2) Asertif dan empati. Manajer bekerja dengan dan atau
91
melalui orang lain. Setiap pernyataannya harus mudah dipahami dan dimengerti orang lain
seperti juga dia mampu melihat sesuatu dari pikiran atau pandangan orang lain tersebut; (3)
Integritas. Ciri-ciri orang yang memiliki kemampuan dalam komunikasi antarpersona biasanya
bekerja dengan jujur dan menghargai orang lain, yang berpegang pada etika, dan system nilai.
Satunya kata dengan perbuatan, menghindari kecurangan dan membangun kejujuran. “Say what
they mean and mean what they say.” (4) mendorong dan memotivasi. Kemampuan manajer
dalam mendorong dan memotivasi serta meningkatkan spirit orang lain dalam mencapai hasil
terbaik adalah asset yang tinggi nilainya; (5) Respek pada orang lain. Manajer yang efektif
adalah seseorang yang selalu menghormati orang lain dalam hal perasaan, gagasan, aspirasi, dan
kontribusi untuk organisasi dan luar organisasi; (6) Mampu sebagai anggota tim dan bekerjasama
secara efektif. Manajer efektif adalah seseorang yang mampu bekerja sama dengan orang lain
secara kooperatif di dalam organisasi (manajer lainnya, tim kerja dan departemen lainnya) dan
luar organisasi (publik, pemasok,kontraktor, pekerja musiman dan pelanggan).
Bahasa sebagai Alat Komunikasi
Bahasa Sunda
Ieke (2000) dalam disertasinya menyatakan dalam pandangan antropologi-budaya, “Suku
Sunda adalah orang-orang yang secara turun temurun menggunakan bahasa ibu bahasa Sunda
serta dialeknya dalam kehidupan sehari-hari, dan berasal serta bertempat tinggal di daerah Jawa
Barat, daerah yang juga disebut Tanah Pasundan atau Tatar Sunda.” Faktor bahasa yang
dipergunakan dari generasi ke generasi, dalam pergaulan atau interaksi sehari-hari merupakan
salah satu ciri khas budaya suku Sunda.
Bahasa Sunda diakui sebagai bahasa ibu (basa indung). Bahasa Sunda digunakan sebagai
bahasa keseharian yang digunakan di lingkungan rumah. Bahasa Sunda pun digunakan dalam
bahasa pergaulan. Bahasa Sunda mengenal adanya tingkatan bahasa yang terbagi dalam beberapa
tingkatan bahasa kasar, sedeng, lemes dan ilahar (umum atau biasa). Penggunaan bahasa Sunda
ini akan mencerminkan stratifikasi sosial sekaligus mengatur adab pergaulan termasuk
berperilaku. Berbicara dengan para orang tua sebaiknya menggunakan bahasa Sunda lemes yang
menunjukkan penghormatan. Tidak demikian bila berbicara dengan adik, atau teman
sepermainan, sebaiknya menggunakan bahasa Sunda sedeng.
92
Bahasa Jawa
Bahasa Jawa sebagai produk pasyarakat Jawa mencerminkan budaya Jawa. Pranowo
(2002) dalam tesisnya menjelaskan mengenai bahasa ini. Sifat dan perilaku budaya masyarakat
Jawa akan dapat dilihat melalui bahasa dan komunikasinya. Ungkapan Adoh tanpa wangenan,
cedhak dhatan senggolan. Artinya : jika seseorang tidak percaya akan adanya Tuhan, keberadaan
Tuhan tidak dapat dibayangkan karena begitu abstrak (adoh tanpa wangenan). Sebaliknya, jika
seseorang percaya akan adanya Tuhan, meskipun tidak dapat bersentuhan secara fisik tetapi
dapat dirasakan keberadaannya setiap saat (cedhak dhatan senggolan). Semua itu didasari oleh
semangat ingin mendekatkan diri dengan Tuhan sebagai cita-cita orang Jawa yang
diaktualisasikan melalui ungkapan manunggaling kawula gusti, yaitu bersatunya jagat cilik
dengan jagat gedhe atau dalam agama Islam dikenal dengan istilah hablul minnanas, hablul
minnalloh. Etnis Jawa menyebutnya hubungan dengan Tuhan digambarkan sebagai cedhak
dhatan senggolan adoh tanpa wangenan (dekat tidak bersentuhan, jauh tidak terbatas).
Sifat ingin hidup rukun dengan sesama merupakan obsesi setiap orang.
Obsesi itu
diwujudkan dalam berbagai cara, misalnya selalu menghindari konflik secara terbuka. Jika
menyampaikan kritik menggunakan bentuk kritik tidak langsung yang disebut teknik komunikasi
indirection (secara tidak langsung) berupa sasmita (isyarat), guyonan parikena, ngono yo ngono
mning ojo ngono, dsb. Bentuk komunikasi tidak langsung secara verbal lainnya, misalnya :
Gawehane mburi mau rak during rampung ta, kana rampungna dhisik (verbal ini tidak
dimaksudkan untuk memerintah agar menyelesaikan pekerjaan, tetapi perintah tidak langsung
agar si pendengar pergi meninggalkan tempat komunikasi karena ada sesuatu yang ingin
dibicarakan dengan pendengar lainnya namun tidak boleh di dengar oleh pendengar.
Ungkapan ngono yo ngono ning ojo nono (berbuat apapun boleh asal tidak kelewatan)
merupakan criteria pembatas agar harapan ingin menghindari konflik terbuka dan hidup rukun
dapat terwujud. Selain itu, sasmita atau guyon parikena merupakan bentuk komunikasi tidak
langsung tetapi jika pendengar juga tanggap ing sasmita dan merasa terus menerus dipojokan
oleh orang lain, mereka dapat marah dan akan terjadi konflik terbuka yang dapat menyebabkan
ketidakrukunan. Agar sifat tanggap ing sasmita, ngerti ing semu dapat dimiliki oleh orang Jawa,
sifat itu dijadikan salah satu kriteria kecerdasan orang. Orang yang cerdas adalah orang yang
selalu ngerti ing semu dan tanggap ing sasmita.
93
Perilaku Kredit Petani
Permodalan merupakan salah satu faktor produksi penting dalam usaha pertanian. Namun
dalam operasional usahanya tidak semua petani memiliki modal yang cukup. Aksesibilitas petani
terhadap sumber-sumber permodalan masih sangat terbatas, terutama bagi petani-petani yang
menguasai lahan sempit yang merupakan komunitas terbesar dari masyarakat pedesaan. Tidak
jarang ditemui bahwa kekurangan biaya merupakan kendala yang menjadi penghambat bagi
petani dalam mengelola dan mengembangkan usaha taninya.
Tipologi petani yang sebagian besar merupakan petani kecil dengan penguasaan lahan
yang sempit sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan pemupukan modal untuk investasi
teknologi baru seperti yang dikatakan Hastuti dan Supandi (2007) kredit berperan sebagai
pelancar pembangunan pertanian antara lain : (1) membantu petani kecil dalam mengisi
keterbatasan modal dengan bunga yang relatif ringan, (2) mengurangi ketergantungan petani
dengan pedagang perantara dan pelepas uang, dengan demikian berperan dalam memperbaiki
struktur dari pola pemasaran hasil tani, (3) Mekanisme transfer pendapatan diantara masyarakat
untuk mendorong pemerataan, (4) Insentif bagi petani untuk meningkatkan produksi usaha tani.
Melihat dari karakteristik petani lokal (Hidayaturrahman, 2000:75), maka dapat dikatakan petani
disamping usaha pertaniannya untuk subsistensi artinya untuk kebutuhan kelangsungan hidup
keluarga juga melakukan usaha pertanian untuk dapat dijual di pasar. Ciri petani lokal masih
bersifat subsistensi artinya dengan moral ekonomi sebagai dasar tindakannya adalah dalam pola
pengerjaan pertanian mengandalkan kepada kelompok untuk dapat mengatasi persoalan biaya
produksi masih dilakukan petani lokal ataupun penggunaan lembaga lokal yang masih tradisional
yaitu “panggawa” dalam melakukan usaha pertaniannya. Tradisi “Ncoru” yaitu gotong royong
beberapa petani yang membentuk kelompok kecil dalam pengerjaan lahan, penanaman secara
bergiliran sehingga lahan semua anggota terselesaikan masih menjadi praktek dalam pola
pertanian lokal.
Scott (1981) mengatakan legitimasi relatif sistem-sistem pemilikan tanah yang mencakup
jaminan-jaminan subsistensi tampaknya bersumber pada kenyataan bahwa kebutuhan-kebutuhan
penggarap dianggap sebagai tuntutan yang sah yang pertama atas hasil panen. Istilah ‘patron’
dan ‘patronage’ dalam penggunaannya yang klasik dapat diterapkan, karena pada tingkat
terakhir tata hubungan itu difokuskan pada tanggungjawab pemilik tanah terhadap penyewa dan
keluarganya sebagai konsumen dan bukan pada satu transaksi ekonomis yang impersonal. Pihak
94
yang mendapat manfaat dari pengaturan itu seringkali bukan sekedar sebagai penyewa, biasanya
merupakan seorang ‘klien’ yang terikat pada tuan tanahnya oleh rasa hormat pribadi dan rasa
berhutang budi. Unsur-unsur dari ikatan patron-klien nampak nyata dalam kebanyakan sistem
sewa yang tradisional di Asia Tenggara, akan tetapi mungkin paling jelas tercermin pada sistem
hacienda pada akhir abad ke 19 di Filipina. Hidayaturrahman (2000) menyatakan bahwa
pernyataan Scott mengenai moral petani berlebihan karena dalam kehidupan suasana pedesaan
yang kental dengan sifat kekeluargaan, saling membantu dalam kehidupan petani adalah kondisi
realistis yang selalu ada dalam masyarakat tetapi bukan berarti mereka tidak dapat berbuat apaapa terhadap kebijakan di bidang pertanian yang tidak memihak kepadanya. Petani lokal adalah
seorang rasional yang mampu memproses informasi untuk kepentingan usaha pertaniannya.
Sementara pandangan Popkin bahwa petani tradisional secara individual bersifat rasional juga
tidak memadai untuk melihat kondisi petani lokal. Artinya, serasional apapun petani lokal dalam
membuat keputusan berhubungan dengan pengelolaan pertaniannya, tidak akan terlepas dari sifat
kekeluargaan yang begitu kental hidup di masyarakat pedesaan dan penggunaan perangkat
tradisional “panggawa” dalam melakukan aktivitas pertaniannya.
Aktivitas masyarakat pedesaan yang menjual hasil pertanian atau aktivitas lain di luar
pertanian untuk mendapatkan uang kontan telah menjadi hal yang wajar terlebih lagi dengan
berdirinya lembaga-lembaga perekonomian desa telah mengakibatkan hancurnya pola lehidupan
kekeluargaan. Karakteristik sektor pertanian yang beresiko tinggi diduga kuat menjadi penyebab
rendahnya minat lembaga pembiayaan untuk mendanai sektor pertanian ini. Pembiayaan sektor
pertanian di wilayah pedesaan ini menurut Nurmanaf (2007) terdapat dua jenis pasar kredit atau
pasar pembiayaan, yaitu pasar pembiayaan formal dan informal.
Lembaga formal yang
ditugaskan menyalurkan dana tersebut antara lain bank-bank pemerintah dan swasta. Sedangkan
lembaga informal yang melaksanakan penyaluran kredit adalah pihak swasta atau lembaga yang
berasal dari lingkungan petani itu sendiri. Lembaga-lembaga informal yang turut berperan
antara lain pedagang input pertanian, pedagang hasil-hasil pertanian dan juga para pedagang
yang berfungsi kedua-duanya, yaitu pedagang input dan output.
Menurut kebiasaan atau dari
segi perilaku dan pola sikap masyarakat petani, mempunyai hutang bukanlah merupakan sesuatu
yang memalukan, bahkan berhutang untuk memenuhi keperluan pembiayaan usaha tani sudah
merupakan hal yang biasa dilakukan.
95
Menurut Nurmanaf (2007) sumber pembiayaan lembaga formal menjadi pilihan dan dekat
dengan masyarakat adalah bank pemerintah khususnya BRI, Mandiri, BNI, BPD melalui BPR
dan BKK dan lain-lain dapat diakses masyarakat. Sementara kredit mikro informal disalurkan
melalui pihak swasta sebagai pelepas uang seperti bank plecit/kangkung di NTB dan Bank Tuyul
di Jawa Tengah. Pemerintah sendiri sebenarnya telah menyadari pentingnya penguatan modal
untuk sektor pertanian ini. Pemerintah telah banyak meluncurkan kredit program untuk sektor
pertanian, seperti kredit Bimas, Inmas, Kredit Usaha Tani (KUT), serta Kredit Ketahanan Pangan
(KKP).
Namun tampaknya kredit program tersebut masih belum cukup optimal dalam
memberdayakan petani yang ditunjukan oleh masih lemahnya kemampuan petani dalam
permodalan.
Lembaga Keuangan Mikro Syariah
Pembiayaan konvensional dan pembiayaan syariah memiliki perbedaan yang mendasar
yaitu pada cara dan proses memperoleh hasil, dimana pada pembiayaan konvensional perolehan
hasil dihitung berdasar suku bunga (interest) pinjaman sedangkan perolehan hasil pada
pembiayaan syariah berdasarkan prinsip bagi hasil dan bagi resiko (profit and loss sharing).
Akibat perbedaan mekanisme perhitungan perolehan hasil ini maka pada pembiayaan syariah
mengandung ketidak pastian yang lebih tinggi karena tergantung dari laba usaha yang diperoleh,
sedangkan nilai hasil pembiayaan konvensional lebih pasti karena dihitung dari pokok pinjaman.
Pada pembiayaan syariah bila usaha mengalami kerugian, maka nilai kerugian dibagi berdasar
nisbah bagi resikonya. Sedangkan pada lembaga pembiayaan konvensional resiko ditanggulangi
atas dasar jaminan (collateral) yang dimiliki pengusaha.
Akibat perbedaan mekanisme
perhitungan perolehan usaha ini menghasilkan perbedaan lainnya antara lembaga pembiayaan
syariah dengan konvensional yang secara ringkas pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Perbedaan Lembaga Keuangan Konvensional dan Syariah
Perhitungan
perolehan usaha
Cara penghitungan
persentase
perolehan
Lembaga Keuangan
Konvensional
ï‚· Berdasarkan suku bunga
pinjaman
ï‚· Berdasar negosiasi antara
lembaga pembiayaan
dengan pengusaha
Lembaga Keuangan Syariah
ï‚· Berdasakan prinsip bagi hasil
dan resiko
ï‚· Tergantung pada persentase
komponen penyertaan yang
digabungkan dengan bobot
resikonya
96
Lanjutan
Nilai Hasil Usaha
Perhitungan hasil
Bagi resiko
Orientase Tujuan
Lembaga Keuangan
Konvensional
ï‚· Pasti dan tertentu
berdasarkan besar
investasi
ï‚· Suku Bunga x besar
pinjaman
ï‚· Tidak ada resiko baik
usaha untung atau rugi
ï‚· Profit oriented
ï‚· Kurang memperhatikan
prinsip halalan thoyyibah
Diolah dari Syafii Antonio (2001)
Prinsip Investasi
Lembaga Keuangan Syariah
ï‚· Tidak pasti dan tidak tentu
tergantung dari laba usaha
ï‚· Nisbah Bagi Hasil x Laba
Usaha
ï‚· Ada resiko bila usaha rugi
ï‚· Profit dan falah (Mencari
kebahagiaan di dunia akhirat)
ï‚· Mengutamakan usaha halalan
thoyyibah
Perbedaan kedua lembaga tersebut yang memperjelas bahwa lembaga keuangan syariah
harus memenuhi prinsip syariah (syariah compliance). Syafii Antonio (2001) menjelaskan
mengenai perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional diuraikan secara singkat dalam
Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Perbedaan antara bank syariah dengan bank konvensional
BANK ISLAM
Melakukan investasi yang halal saja
Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli
atau sewa
Profit dan falah oriented
Hubungan dengan nasabah dalam bentuk
hubungan kemitraan
Penghimpun dan penyaluran dana harus
sesuai fatwa Dewan Pengawasan Syariah
BANK KONVENSIONAL
Investasi yang halal dan haram
Memakai perangkat bunga
Profit oriented
Hubungan dengan nasabah dalam bentuk
hubungan debitor-kreditor
Tidak terdapat pengawas sejenis
Diolah dari Syafii Antonio (2001)
Operasionalisasi antara lembaga keuangan konvensional dan lembaga keuangan syariah
sangatlah berbeda terutama dalam prinsip syariahnya yang mengharamkan riba dan bunga.
Orientasi keuntungan pada lembaga keuangan syariah berdasarkan bagi hasil. Pembiayaan
kepada pengusaha mikro selama ini selalu mengalami kendala outstanding pembiayaan yang
kecil yang biaya operasional pembiayaannya menjadi tinggi membuat pihak perbankan tidak
mau memberikan pembiayaan. Selain itu dari segi persyaratan perbankan, bankable atau secara
97
teknis mengharuskan adanya jaminan liquid dan lain-lain yang tidak dimiliki oleh sektor usaha
mikro dan kecil terutama para petani. Mengatasi kendala-kendala tersebut ada keinginan dan
aspirasi untuk menghadirkan wadah baru bernama : Baitul Maal Wat Tamwil (BMT)
(Hafiduddin, 2008)
Baitul Mal Wat Tamwil (BMT)
Baitul Mal wat Tamwil (BMT) adalah Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang merupakan
badan usaha syariah kepanjangan tangan dari BPRS, yang berdiri di daerah-daerah yang lebih
spesifik, misalnya perdesaan.
BMT adalah Baitul Maal wat Tamwil, gerakan swadaya
masyarakat dibidang ekonomi yang sejak kehadirannya fokus untuk melayani kebutuhan
finansial Usaha Menengah dan Kecil (UMK).
Istilah BMT berasal dari dua suku kata yaitu Baitul Maal dan Baitut Tamwil. Istilah baitul
mal berasal dari kata bait dan al-mal. Bait artinya bangunan atau rumah, sedangkan al-mal
berarti harta benda dan kekayaan. Secara harfiah, baitul mal berarti rumah kekayaan. Kata
baitulmal biasa diartikan sebagai perbendaharaan (umum atau negara). Adapun baitul tamwil
dari akar yang sama, bait artinya rumah, dan tamwil yang artinya pengumpulan harta. Kata
tersebut bisa diartikan sebagai rumah pengumpulan harta atau dapat diidentikkan dengan bank
pada zaman modern ini. Menurut Soemitra (2009) BMT sesuai namanya terdiri dari dua fungsi
utama, yaitu : (1) Baitul Tamwil (rumah pengembangan harta), melakukan kegiatan
pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi
pengusaha mikro dan kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang
pembiayaan kegiatan ekonomi. (2) Baitul Maal (rumah harta), menerima titipan dana zakat,
infak dan sedekah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya.
Baitul Maal didirikan pertama kali pada jaman Khalifa Umar Bin Khatab. Pada masa ini
pendapatan baitul maal yang berasal dari kharaj, zakat, khums dan jizya dan disalurkan untuk
pengembangan ekonomi serta peningkatan partisipasi kerja dan produksi. Bahkan secara tidak
langsung berfungsi sebagai pelaksana kebijakan fiskal Negara Islam dan Khalifah adalah
berkuasa penuh atas dana tersebut tetapi tidak diperbolehkan menggunakannya untuk
pengeluaran pribadi.
BMT berfungsi sebagai pengemban amanah, serupa dengan amil zakat, menyalurkan
bantuan dana secara langsung kepada pihak yang berhak dan membutuhkan. Sumber dana
98
kebanyakan berasal dari zakat, infaq dan sedekah, serta dari bagian laba BMT yang disisihkan
untuk tujuan ini. Adapun bentuk penyaluran dana atau bantuan yang diberikan beragam. Ada
yang murni bersifat hibah, dan ada pula yang merupakan pinjaman bergulir tanpa dibebani biaya
dalam pengembaliannya.
Dana yang bersifat hibah sering berupa bantuan langsung untuk
kebutuhan hidup yang mendesak atau darurat, serta diperuntukan bagi mereka yang memang
sangat membutuhkan, di antaranya: bantuan untuk kesehatan, biaya sekolah, sumbangan korban
bencana, dan lain-lainnya yang serupa.
Sejak tahun 1992 BMT lahir atas respon adanya kemiskinan dan pengangguran serta
kurangnya permodalan dan pendampingan terhadap para pengusaha mikro dan kecil. BMT yang
sebagian besar berbadan hukum koperasi mampu mengatasi kendala-kendala yang dimiliki
lembaga keuangan formal seperti bank. BMT ini jugalah yang telah banyak menyelamatkan
banyak usaha mikro dan kecil dari cengkeraman lintah darat. Kedudukan BMT dalam struktur
keuangan mikro di Indonesia merupakan lembaga keuangan mikro non bank non formal.
Terkadang dalam mengoptimalisasi pembiayaan bagi sektor UMK oleh BMT justru terkendala
oleh kesulitan likuiditas. Apabila konsumen petani memenuhi kebutuhannya untuk mendapatkan
manfaat dengan memperhatikan faktor kehalalan produk dan niat ibadah/kebaikan maka akan
mendapatkan keberkahan.
Manfaat di dunia dan keberkahan di akhirat akan mewujudkan
mashlahah. Apabila manusia melakukan kegiatan konsumsinya terhadap hal-hal yang sia-sia
ataupun merugikan maka akan mendapatkan mudharat. Mashlahah yang didapat berupa :
manfaat material, manfaat fisik dan psikis, manfaat intelektual, manfaat terhadap lingkungan,
dan manfaat jangka panjang. Seorang petani akan memutuskan mengkonsumsi sesuatu barang
atau jasa dari BMT dan berinteraksi dengannya dengan tujuan untuk mendapatkan maslahah.
Mashlahah artinya Manfaat, lebih tepatnya mashlahah al-‘ibab, yaitu kemanfaatan bagi
kehidupan manusia untuk mencapai kehidupan yang baik (hayyah thayyibah) dan kemuliaan
(falah) dalam bingkai nilai-nilai keislaman. Mashlahah al-‘ibab adalah tujuan utama dari syariah
Islam. Mashlahah juga menjadi tujuan dari konsumsi Islami, yang dibedakan dengan utility.
Seperti dijelaskan Gambar 2.6.
99
Kebutuhan Materi
Kebutuhan fisik-psikis
Kebutuhan Intelektual
Kebutuhan Sosial
Kebutuhan generasi yad
Kehalalan Produk
Niat Ibadah/kebaikan
Pemenuhan Kebutuhan
Berkah
Manfaat
Mashlahah
Mudharat
Pemenuhan Keinginan
Hal yang sia-sia
Hal yg merugikan
Gambar 2.6. kerangka perilaku konsumen mendapatkan mashlahah dan berkah (sumber
dari P3EI UII Yogyakarta, 2008).
Petani menggunakan produk pembiayaan mikro syariah yang berasal dari BMT maka
akan memperhatikan beberapa hal di atas apakah produknya halal dan berniat untuk ibadah maka
apabila memanfaatkan jasa BMT tersebut maka ia akan mendapatkan manfaat dan keberkahan.
Sebelum petani menggunakan produk pembiayaan dan jasa BMT lainnya akan memperhatikan
lembaga tersebut melalui saluran-saluran komunikasi dan akan mempersepsikannya sebelum
menilai apakah lembaga tersebut layak dipergunakan atau tidak.
Para pelaku BMT menurut Hafiduddin dan Syukur (2008) menginginkan sebuah skema
yang mudah dan murah dalam memperoleh pendanaan dengan tetap memperhatikan keamanan
dan tetap menjalankan syariah. BMT Centre didirikan sebagai sebuah wadah yang mendorong
penguatan BMT, meminimalisir resiko pembiayaan dan sekaligus menopang instrumen regulasi
internal pada BMT-BMT yang menerima pembiayaan. BMT Centre diantaranya melakukan :
(1) Capacity Building, yaitu upaya membangun, menyehatkan dan meningkatkan kapasitas
kelembagaan yang dilakukan melalui pelatihan, pendampingan dan bentuk jasa manajemen
lainnya; (2) Menyusun dan menerbitkan beberapa pedoman operasional; (3) Advokasi dan
konsultasi; (4) Rating Agency; (5) Memonitoring Agency dan supervisi; dan (6) Pusat Operasi,
yaitu penyedia informasi lain yang diperlukan mengenai BMT dan lainnya.
100
Pembiayaan yang biasanya berada di bidang pertanian terutama di pedesaan adalah koperasi,
namun hal ini juga bisa dilihat perbedaannya dengan lembaga keuangan mikro syariah atau
Baitul Maal wat Tamwil (BMT), sebagai berikut : Bentuk lembaga keuangan syarah ini memiliki
banyak kesamaan dengan koperasi yang sekarang ini banyak beroperasi di daerah perdesaan.
Para petani biasanya menggunakan koperasi yang sudah berdiri di daerahnya untuk mendapatkan
pelayanan pembiayaan dalam memenuhi baik kebutuhan produksi pertanian maupun kebutuhan
sehari-hari. Ditinjau dari segi jumlah penerima manfaat (beneficary-nya), BMT jauh lebih
banyak, walaupun jumlah pembiayaan tiap unit usaha lebih kecil, namun penyaluran pembiayaan
oleh BMT lebih mampu menyentuh pengusaha mikro sebagai unit usaha terkecil. Pengusaha
mikro seperti ini memiliki jumlah unit usaha paling besar di Indonesia.
Cara kerja dan perputaran dana BMT secara sederhana dapat dijelaskan pada Gambar 2.7.
Penggalangan Dana
Modal Dasar :
ï‚· Simpanan Pokok/
khusus
ï‚· Simpanan Pokok
ï‚· Simpanan Wajib
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
Simpanan Sukarela
Bagi Hasil
Simp. Mudharabah biasa
Simp. Pendidikan
Simp. Haji/Umrah
Simp.Kurban
Simpanan Berjangka
Operasional BMT
SHU
dibagikan
SHU
Bagi
Hasi
l
Penyaluran Dana
Mudharabah
Bagi
Hasi
l
Musyarakah
Murabahah
Margin
BBA
Kepemilikan barang
angsuran
Bonus
Infak
Qard al-Hasan
Pinjaman Kebajikan
Simp.Sukarela Titipan
ï‚· Simp. Wadi’ah/ZIS
ï‚· Simp. Wadiah Damamah
Biaya Operasional
Pool Pendapatan
Gambar 2.7. Cara kerja dan perputaran Dana di BMT (Soemitra, 2009)
Gambar 2.7 menunjukan bagaimana bergulirnya dana di BMT. Pada awalnya dana BMT
diharapkan diperoleh dari para pendiri, berbentuk simpanan pokok khusus. Para pendiri, sebagai
anggota biasa juga membayar simpanan pokok, simpanan wajib dan jika ada kemudahan
simpanan sukarela. Dana dari modal pendiri ini dilakukan investasi untuk membiayai pelatihan
pengelola, mempersiapkan kantor dengan peralatannya serta perangkat administrasi. Selama
belum memiliki penghasilan yang memadai, modal perlu juga menalangi pengeluaran biaya
harian yang diperhitungkan secara bulanan, biasa disebut dengan biaya operasional BMT.
101
Modal dapat juga berasal dari lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti yayasan, kas masjid,
BAZ, LAZ, dan lain-lain.
Para anggota menyimpan simpanan pokok, wajib dan sukarela yang akan mendapatkan
bagi hasil dari keuntungan BMT.
BMT harus memiliki pemasukan keuntungan dari hasil
pembiayaan berbentuk modal kerja yang diberikan kepada para anggota, kelompok usaha
anggota, petani, pedagang, dan sebagainya.
Pengelola BMT harus menjemput bola dalam
membina anggota pengguna dana BMT agar mendapatkan keuntungan yang cukup besar
sehingga BMT akan mendapatkan keuntungan yang cukup besar pula. Pendapatan keuntungan
BMT ini dipergunakan untuk menanggung biaya operasional dalam bentuk gaji pengelola dan
karyawan, biaya listrik, telepon, air, peralatan komputer, biaya operasional lainnya dan
membayar bagi hasil yang memadai para anggota penyimpan sukarela.
BMT dapat menjalankan berbagai jenis usaha dalam operasionalnya. Adapun jenis-jenis
usaha BMT berupa :
(1) Simpanan dengan berasaskan akad Mudharabah dalam bentuk : simpanan biasa, pendidikan,
haji/umrah, kurban, Idul fitri, Walimah, Akikah, perumahan (renovasi), kunjungan wisata,
dan mudharabah berjangka (semacam deposito 1, 3, 6, 12 bulan).
(2) Simpanan dengan berasaskan akad Wadi’ah (titipan tidak berbagi hasil), diantaranya : (a)
simpanan yad-al-amanah : titipan dana zakat, infak, dan sedekah yang diberikan kepada yang
berhak; (b) Simpanan yad-ad-damamah : giro yang sewaktu-waktu dapat diambil oleh
penyimpan.
(3) Pembiayaan/kredit usaha kecil bawah (mikro), diantaranya : (a) pembiayaan mudharabah :
pembiayaan total dengan menggunakan mekanisme bagi hasil (b) pembiayaan musyarakah :
pembiayaan bersama dengan mekanisme bagi hasil (c) pembiayaan murabahah : pemilikan
suatu barang tertentu yang dibayar pada saat jatuh tempo (d) pembiayaan bay’ bi saman ajil :
pemilikan suatu barang tertentu dengan mekanisme pembayaran cicilan. (e) pembiayaan
Qard-al-hasan : pinjaman tanpa adanya tambahan pengembalian kecuali sebatas biaya
administrasi.
BMT dapat juga mengembangkan usahanya dibidang sektor riil, seperti kios telepon, kios
benda pos, pembayaran listrik, telepon, memperkenalkan teknologi maju untuk peningkatan
produktivitas hasil para anggota, mendorong tumbuhnya industri rumah tangga atau pengolahan
hasil, mempersiapkan jaringan perdagangan atau pemasaran masukan dan hasil produksi.
102
Profesionalitas SDM BMT dapat diamati melalui Budaya BMT dan Pedoman Kerja (wewenang
dan Tanggungjawab) Bagian dan posisi masing-masing SDM. Pinbuk (Mu’allim, 2006)
merumuskan Budaya BMT sebagai berikut: Pedoman bagi setiap bidang yang ada di BMT,
sebagaimana berikut: (1) Pedoman Dewan Pengurus : (a) Hubungan Organisasi Bertanggung
Jawab pada Rapat Anggota BMT, (b) Membawahi Pengelola BMT, (c) Ringkasan Pekerjaan:
mengawasi, mengevaluasi dan mengarahkan pelaksanaan pengelolaan BMT yang dijalankan
oleh pengelola agar tetap mengikuti kebijaksanaan dan keputusan yang telah disetujui oleh rapat
anggota. (2) Pedoman Kerja Manajer BMT : (a.) Hubungan Organisasi Bertanggung Jawab pada:
Dewan Pengurus, (b.) Membawahi Bidang: Kasir/Teller, Pemasaran, dan Administrasi
Pembukuan (AP), (c) Ringkasan Pekerjaan: memimpin jalannya BMT sesuai dengan tujuan dan
kebijaksanaan umum yang telah digariskan Dewan Pengurus dan telah disetujui dalam rapat
anggota guna mencapai tujuan BMT; (3.) Pedoman Kerja Kasir/Teller : (a.) Hubungan
Organisasi Bertanggung Jawab pada Manajer, (b.) Membawahi Bidang. (c.) Ringkasan Pekerjaan
seluruh aktifitas yang berhubungan dengan transaksi kas, mengatur dan bertanggung jawab atas
pelaksanaan adm. dan laporan perincian kas setiap hari. (4.) Peralatan dan Perlengkapan Teller :
(a.) Tempat pelayanan (loket atau cukup meja khusus pelayanan anggota), (b.) Alat hitung atau
kalkulator dan stempel (validasi), (c.) Alat tulis menulis, (d.) Mesin tik/Komputer, (e.) Formulir
pendaftaran Anggota dan slip pembukaan simpanan, (f.) Slip-slip setoran simpanan, angsuran,
penarikan simpanan, dan slip realisasi pembiayaan, (g.) Buku Simpanan, kartu simpanan, kartu
pebiayaan, (h.) Berkas Laporan Keuangan/Mutasi Harian, (j.) Lemari tempat penyimpanan cash
box, kartu-kartu, file-file dan perlengkapan kerja lainnya. (4.) Pemasaran : (a.) Hubungan
Organisasi Bertanggung Jawab: Manajer, (b.) Ringkasan Pekerjaan: Bertanggung jawab menjual
produk BMT baik Pembiayaan maupun Simpanan dan mengatur, mengawasi serta melaksanakan
kegiatan mengamankan posisi BMT dalam hal pembiayaan dan Simpanan Anggota sesuai
dengan AD-ART.
Produk-produk BMT
Secara umum mempunyai dua fungsi pokok, yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan
menyalurkannya kembali dana tersebut dalam bentuk pembiayaan kepada masyarakat. Selain
itu, bank syariah juga memberikan pelayanan berupa jasa yang dapat digunakan nasabah yang
dapat memperlancar proses transaksi mereka dan mendapatkan imbalan atas jasa yang diberikan.
103
Produk Penghimpun Dana
Bank syariah dapat menghimpun dana dari pihak ketiga untuk menjalankan fungsi sebagai
penghimpun dana masyarakat. Penghimpun dana pihak ketiga (DPK) di bank syariah dapat
disebut simpanan, yaitu dana yang dipercayakan oleh nasabah yang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah dalam bentuk Giro, Tabungan, Simpanan berjangka, dan Simpanan Khusus (lihat
UU No. 21 tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah
pasal 1).
Prinsip operasional yang
diterapkan dalam penghimpunan DPK adalah menggunakan akad wadi’ah dan mudharabah
(lihat Fatwa DSN-MUI No. 1 Tahun 2000 Tentang Giro dan Fatwa DSN-MUI No. 2 Tahun 2000
tentang Tabungan).
Produk Wadi’ah : Giro dan Tabungan Syariah
Akad wadi’ah adalah penitipan dana atau barang dari pemilik dana atau barang pada
penyimpan dana atau barang dengan kewajiban pihak yang menerima titipan untuk
mengembalikan dana atau barang titipan sewaktu-waktu (Lihat Peraturan Bank Indonesia No. 7
tahun 2005). Secara garis besar, akad wadi’ah yang digunakan terdiri dari dua jenis (lihat
Zulkifli, 2003:33), (1) wadi’ah yad al amanah, akad ini merupakan titipan murni dan pada
kegiatan ini titipan hanya berupa amanah semata dan tidak ada kewajiban bagi penerima titipan
(mustawda’) untuk menanggung kerusakan kecuali karena kelalaiannya.
Dalam perbankan
syariah, akad ini diaplikasikan dalam produk safe Deposit Box (SDB). (2) Wadi’ah yad aldhamanah, merupakan akad pengembangan dari akad wadi’ah yad al-amanah, dimana penerima
titipan atau simpanan diberikan izin untuk mengambil manfaat dari dana titipan tersebut dan
wajib bertanggung jawab apabila terjadi kehilangan atau kerusakan dari barang yang dititipkan.
Prinsip akad inilah yang diterapkan bank syariah pada produk rekening giro.
Berdasarkan fitur dan mekanisme transaksinya, giro wadi’ah merupakan simpanan dana
yang bersifat titipan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek,
bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan pemindahbukuan, dan terhadap
titipan tersebut tidak dipersyaratkan imbalan kecuali dalam bentuk pemberian sukarela. Manfaat
utama giro wadi’ah bagi nasabah adalah untuk memperlancar arus dana untuk pembayaran atau
penerimaan dengan menggunakan cek adalah bilyet giro atau sarana lainnya. Nasabah juga
dapat memperoleh bonus bila bank memutuskan untuk memberikannya (BI, kodifikasi Produk
104
Perbankan Syariah, 2007:1). Sedangkan tabungan wadi’ah adalah simpanan dana nasabah pada
bank, yang bersifat titipan dan penarikannya dapat dilakukan setiap saat dan terhadap titipan
tersebut bank tidak dipersyaratkan untuk memberikan imbalan kecuali dalam bentuk pemberian
bonus secara sukarela (BI, 2007:5).
Sedangkan ketentuan produk ini menurut Bank Indonesia (2005) mengacu pada fatwa yang
telah dibuat DSN-MUI (2006) sebagai berikut : (1) bank bertindak sebagai penerima dana titipan
dan bank bertindak sebagai pemilik dana titipan; (2) dana titipan disetor penuh kepada bank dan
dinyatakan dalam jumlah nominal; (3) dana titipan dapat diambil setiap saat; (4) tidak
diperbolehkan menjanjikan pemberian imbalan atau bonus kepada nasabah; dan (5) bank
menjamin pengembalian dana titipan nasabah.
Produk Mudharabah : Giro, Tabungan dan Simpanan Berjangka
Selanjutnya, produk penghimpunan bank syariah, akad mudharabah, digunakan untuk
produk giro, tabungan dan simpanan berjangka. Mudharabah merupakan penanaman dana dari
pemilik dana (shohibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan
usaha tertentu, dengan pembagian menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and loss
sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing) antara kedua belah pihak berdasarkan
nisbah yang telah disepakati sebelumnya (lihat PBI No.7 Tahun 2005). Mudharabah terdiri dari
dua jenis : mudharabah mutlaqah, akad mudarabah yang tidak dibatasi oleh spesifik jenis usaha,
waktu dan daerah untuk berbisnis; kedua : mudharabah muqayyadah, yaitu akad mudharabah
yang mencantumkan persyaratan-persyaratan tertentu (biasanya untuk tabungan khusus).
Berdasarkan fitur dan mekanisme transaksinya, giro mudharabah merupakan simpanan
dana yang bersifat investasi yang penarikannya dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan dengan
menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan pemindah
bukuan, terhadap investasi tersebut diberikan bagi hasil sesuai nisbah yang disepakati di muka.
Secara umum, giro bagi bank syariah memiliki manfaat sebagai sumbar pendanaan bank (baik
Rupiah dan Valuta Asing) selain sebagai salah satu aktivitas yang dilakukan bank untuk
membantu pengelolaan arus dana nasabah melalui rekening giro tersebut (BI, 2007).
Secara lebih operasional untuk produk giro mudharabah ini Bank Indonesia (2005)
mengacu pada fatwa DSN-MUI (2006) memberikan ketentuan sebagai berikut : (1) nasabah
bertindak sebagai pemilik dana (shohibul maal) dan Bank bertindak sebagai pengelola dana
105
(mudharib); (2) Bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya melakukan akad Mudharabah
dengan pihak lain; (3) Modal harus dalam bentuk tunai dan bukan piutang, serta dinyatakan
jumlah nominalnya; (4) nasabah wajib memelihara giro minimum yang ditetapkan oleh Bank dan
tidak dapat ditarik oleh nasabah kecuali dalam rangka penutupan rekening; (5) Pembagian
keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan
rekening; (6) pemberian keuntungan untuk nasabah didasarkan pada saldo terendah setiap akhir
bulan laporan; (7) Bank menutup biaya operasional giro dengan menggunakan nisbah
keuntungan yang menjadi haknya; dan (8) Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah
keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.
DSN-MUI (2006) dan BI (2005) memberikan ketentuan giro mudharabah sebagai berikut :
(1) Bank bertindak sebagai pengelola dana dan nasabah bertindak sebagai pemilik dana; (2)
Dana disetor penuh kepada Bank dan dinyatakan dalam jumlah nominal; (3) pembagian
keuntungan dari pengelolaan dana investasi dinyatakan dalam bentuk nisbah; (4) pada Akad
tabungan berdasarkan mudharabah, nasabah wajib menginvestasikan minimum dana tertentu
yang jumlahnya ditetapkan oleh Bank dan tidak dapat ditarik oleh nasabah kecuali dalam rangka
penutupan rekening; (5) nasabah tidak diperbolehkan menarik dana diluar kesepakatan; (6) Bank
sebagai Mudharib menutup biaya operasional tabungan atau simpanan berjangka dengan
menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya; (7) Bank tidak diperbolehkan
mengurangi bagian keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan; dan (8)
Bank tidak menjamin dana nasabah, kecuali diatur berbeda dalam perundang-undangan yang
berlaku (contoh : penjamin Lembaga Penjamin Simpanan/LPS).
Produk Penyaluran Dana
Produk-produk yang dimiliki oleh bank syariah dalam penyaluran dana menggunakan
beberapa konsep akad muamalah. Secara garis besar prinsip yang digunakan bank syariah dalam
menyalurkan dananya terbagi menjadi empat kelompok akad : akad jual beli (al-bay’), akad sewa
(ijarah), akad bagi hasil (syirkah), dan beberapa akad pelengkap dan kombinasi lainnya, sebagai
berikut :
Pembiayaan dengan Akad Jual Beli (al-bay’)
106
Pembiayaan Murabahah (Deferred-Payment)
DSN-MUI (2006) tentang Fatwa No. 4 Tahun 2000 secara lebih ringkas mendefinisikan
murabahah yaitu menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan
pemeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba.
Menurut fitur dan mekanisme operasional perbankan, Bank Indonesia (2007) pembiayaan
murabahah merupakan penyediaan dana atau tagihan untuk transaksi jual beli barang sebesar
harga pokok ditambah margin berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bamk dengan
nasabah yang mewajibkan nasabah untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan akad. Bank
membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya,
dimana bank membeli barang yang diperlukan oleh nasabah atas nama bank sendiri kemudian
menjual barang tersebut kepada nasabah sebesar harga jual yaitu harga pokok barang ditambah
keuntungan. Ketika memperoleh barang yang dibutuhkan oleh nasabah, bank dapat mewakilkan
kepada nasabah untuk membeli barang tersebut dari pihak ketiga untuk dan atas nama bank, dan
kemudian, barang tersebut dijual kepada nasabah.
Akad murabahah baru dapat dilakukan
setelah secara prinsip barang tersebut menjadi miliki bank. Pembayaran oleh nasabah dapat
dilakukan secara tunai atau tangguh (pada akhir periode atau secara angsuran) sesuai
kesepakatan.
Pembiayaan Salam (Deferred-Delivery)
Bank Indonesia (2005) mendeskripsikan salam sebagai jual beli barang dengan cara
pemesanan berdasarkan persyaratan dan kriteria tertentu sesuai kesepakatan serta pembayaran
tunai terlebih dahulu secara penuh. Bank Indonesia (2007) juga memberikan ketentuan yang
tegas tentang spesifik barang salam, dimana bank selaku pembeli barang salam membeli barang
dari nasabah dengan spesifikasi, kualitas, jumlah, jangka waktu, tempat, dan harga yang
disepakati.
Bagi bank syariah, pembiayaan salam bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan nasabah
yang ingin mempunyai barang tertentu berdasarkan pesanan dan sebagai upaya diversifikasi
produk bank syariah sesuai kebutuhan yang diharapkan pasar. Sedangkan bagi nasabah sebagai
sumber pembiayaan dan layanan perbankan bagi nasabah baik untuk tujuan modal kerja maupun
konsumsi. Sedangkan resiko utama dari produk ini adalah resiko pembiayaan (credit risk) yang
terjadi jika debitur wanprestasi atau default. Selain itu resiko pasar juga dapat terjadi jika modal
107
Salam dalam penyelesaian adalah dalam valuta asing dimana resiko dapat berasal dari
pergerakan nilai tukar (BI, 2007).
Praktek Bai’as salam pada sektor pertanian telah dipelajari dan dikemukakan oleh Halim
Umar (1995) bahwa format pembiayaan baik dalam bentuk uang maupun dalam bentuk barang.
Pembiayaan dalam bentuk barang misalnya pembiayaan untuk input produksi seperti benih,
pupuk ataupun bibit ternak. Pembiayaan ini harus sesuai dengan akad ataupun kontrak yang
harus dipenuhi, yaitu : (1). Kontrak dibuat bila kebun mulai menghasilkan, contohnya pada fase
sedikit lagi akan panen buah atau saat buah mulai menguning atau memerah; (2) Area
kebun/pertanian atau taman harus luas; (3) Proses delivery mesti spesifik, apakah kontinu atau
ada interval waktu yang spesifik; (4) Penerimaan komoditi diharapkan paling lama limabelas
hari; (5) perjanjian kontrak mesti dibuat dengan pemiliki kebun pertanian, dan tidak boleh
dilakukan oleh orang lain seperti pedagang perantara.
Jual beli Bai’ as-salam ini pada hakekatnya merupakan perkecualian yang dibuat oleh
Rasulullah SAW untuk sektor pertanian terhadap larangan forward transaction. Pada skema ini,
pembiayaan kepada pelaku usaha pertanian dengan menggunaan Bai’as-salam dilakukan melalui
lembaga keuangan mikro syariah atau BMT. LKMS/BMT ini terlibat untuk memberdayakan
dan mengembangkan potensi yang dimiliki LKMS juga sebagai refleksi prinsip at-ta’awwuun
(saling tolong menolong) antara bank syariah dengan LKMS/BMT.
Pihak LKMS/BMT
memberikan pembiayaan yang nilainya sama dengan biaya pokok produksi ditambah dengan
keuntungan bagi pelaku usaha pertanian. Biasanya nilainya berada di bawah harga pasar normal
(Hafiduddhin dan Syukur, 2008).
Kewajiban pelaku usaha pertanian adalah mengirimkan hasil pertaniannya setelah panen.
Mengingat tingginya resiko yang dihadapi pihak LKMS, maka peran pemerintah sangat peting.
Hasil panen dapat dijual langsung ke pasar domestik atau ke bulog yang keuntungannya menjadi
milik LKMS. Pemerintah perlu memberikan jaminan dengan menyuntikan dana ke LKMS yang
besarnya tergantung kebijakan dan komitmen pemerintah. LKMS perlu menerapkan strategi
“jemput bola” dengan mendatangi langsung para pelaku usaha pertanian yang akan dibiayainya.
Sedangkan untuk agroindustri, pembiayaan Bai’as salam terdiri dari empat kategori (Halim
Umar, 1995) : (a) campuran dari komponen dasar untuk pakaian yang dihasilkan dari campuran
katun dengan linen atau katun dengan sutera dengan formula yang spesifik; (b) campuran yang
berisi komponen dasar sebagai komponen sekunder (penambah) seperti katalis atau bahan untuk
108
penyedap pada vetsin dalam keju atau garam ke dalam adonan; (c) campuran dari komponen
dasar yang berfungsi bukan sebagai penambah formula yang spesifik seperti frankinsence dan
pasta-pasta, pada Salam tidak dapat diterima; d) campuran yang bersisi komponen yang tidak
bermanfaat, tidak menambah mutu seperti campuran susu dengan air, pada Salam tidak dapat
diterima.
Teknik Salam untuk pembiayaan argoindustri memerlukan analisa ekonomi yang dapat
dikelompokkan sebagai berikut (Halim Umar, 1995) : (1) Ruang lingkup salam pada seluruh
aktivitas ekonomi masyarakat, sesuai dengan kemajuan teknologi yang dapat dicapai. (2) Salam
bermanfaat untuk operasi pembiayaan usaha jangka pendek seperti pembiayaan produk-produk
pertanian yang siklus produksinya kurang dari setahun. Salam juga bermanfaat untuk operasi
pembiayaan usaha jangka panjang seperti pembiayaan fixed assets dengan periode waktu hingga
sepuluh tahun. Salam juga dapat melikuidasi operasi salam sebelum waktunya, bila bank
menjual secara terpisah komoditas yang sama dengan kontrak salam. Keuntungan yang dapat
dicapai sebagai harga salam biasanya kurang daripada harga saat waktu pengiriman (delivery
time). (3) Beban biaya yang dikenakan Salam dibandingkan dengan pinjaman dengan suku
bunga yang terjadi adalah lebih kecil. Hal ini terjadi karena pada suku bunga memasukkan nilai
bunga sebelum menentukan (predetermined) pinjaman, menyuruh menggunakan pinjaman untuk
pergantian assets, atau menekan peminjam untuk membeli sumberdaya yang diperlukan dari
sumber tertentu, tidak ada keringanan bila situasi sulit diduga. Lebih dari itu pembayaran
terlambat akan dikenai tambahan bunga. Sebaliknya beban biaya salam dibatasi oleh kewajiban
peminjam untuk mengirim komoditi pada saatnya. Bila keadaan sulit diduga kontrak dapat
dibatalkan, atau keduanya menunggu situasi tanpa dikenakan kewajiban hingga situasi membaik.
(4) Pada kontrak-kontrak salam, distribusi yang adil didasarkan pada fakta bahwa kedua pihak
tidak akan mengeksploitasi dan menekan satu dengan yang lain. (5) Sebuah isu kontemporer
terpenting adalah bagaimana menciptakan keadilan diantara partisan operasi-operasi keuangan.
Pada situasi inflasi, semua karakter ekonomi kontemporer dan daya beli cenderung memburuk
selama periode pinjaman hingga pengembalian. Pembayaran bunga bank tidak menunda akibat
inflasi, karena bunga bank biasanya lebih kecil daripada inflasi. Akan ditemukan bahwa pada
salam ada suatu hubungan langsung antara pinjaman dengan indeks harga, karenanya dapat
mengatasi akibat inflasi. Pemodal dapat menerima nilai tukar komoditi dengan uangnya. Akibat
harga-harga komoditi naik selama inflasi, maka pemodal tidak kehilangan akibat penurunan daya
109
beli pinjamannya. Lebih dari itu,pemodal akan mendapatkan hasil keuntungan dari perbedaan
harga jual dan harga beli komoditi. Di pihak lain peminjam juga tidak akan merasakan akibat
inflasi, karena peminjam dapat menggunakan prinsip salam bila menerima pinjaman dalam
bentuk kontan untuk membeli bahan baku. Harga-harga bahan baku juga akan naik selama
periode inflasi. (6) Peminjam yang membayar kembali pinjamannya dalam bentuk barang
dengan prinsip salam, bila dia produsen barang-barang, tanpa usaha yang berarti dia akan
mencadangkan produksinya, sejumlah yang diperlukan untuk penyelesaian pinjamannya. Pada
bank konvensional peminjam berkewajiban hanya membayar kembali pinjamannya.
Dia
mungkin tidak akan mendapat insentif bila menggunakan pinjamannya lagi untuk produksinya,
sebagai contoh dia akan membuat penyelesaian untuk pinjaman selanjutnya. (7) Salam dapat
membantu para perajin menjadi wirausahawan, karena banyak perajin yang karena kekurangan
modal untuk membeli peralatan dan input produksi mau menjadi karyawan produsen tertentu.
Mereka gagal mendapatkan pinjaman karena harus ada jaminan fiskal dan nama perusahaan yang
kebanyakan tidak mereka miliki.
Kontrak-kontrak salam dapat membantu untuk membeli
peralatan dan input produksi yang dibutuhkannya dengan jalan membuat hasil produksi. Proses
ini akan menghantarkan mereka kepada terciptanya unit-unit usaha yang baru, dengan kapasitas
produksi yang bertambah banyak.
Suatu kenyataan bahwa seorang wirausaha akan lebih
produktif daripada seorang karyawan. (8) Banyak usaha yang kekurangan dana untuk membeli
input produksi atau penggantian asset, dan karenanya cenderung untuk berproduksi dibawah
kapasitas atau berproduksi dengan tidak teratur.
Usaha-usaha seperti itu boleh jadi tidak
menerima penyertaan modal atau pinjaman berdasarkan riba. Karenanya cukup beralasan untuk
mereka meminjam lewat metode salam dengan bagian sesuai outputnya. (9) Keuntungan dalam
bentuk yang paling sederhana merefleksikan perbedaan antara pendapatan kotor dengan total
biaya.
Dalam kasus salam. Pendapatan kotor dihitung sebelum produksi.
Dalam rangka
mengejar keuntungan biasanya peminjam akan menekan biaya yang tersedia melalui
pemanfaatan bahan baku yang lebih efisien, meminimalkan limbah buangan, bahaya dan lainlain. (10) Perjanjian dalam salam mengantar untuk menciptakan pasar komoditi yang stabil,
terutama pada musim komoditi tersebut – kenyataannya menghasilkan stabilitas harga komoditikomoditi ini. Hal ini juga memungkinkan para penabung untuk menabungkan tabungannya ke
jalan keluar investasi tanpa menunggu. Misalnya, sampai saat panen produk pertanian atau saat
mereka memerlukan barang-barang industri dan tanpa memaksa untuk menggunakan
110
tabungannya untuk konsumsi. Selain itu pembelian input produksi melalui salam membantu
menghindari resiko pembelian sebelum waktu penggunaan sebenarnya, karenanya dapat
mengeliminir resiko biaya simpan dan perawatan. Perlu juga dicatat bahwa salam mengambil
peran dalam bentuk transaksi nyata dalam satu atau dua pertukaran barang-harga yang dikenal
dan dapat dibayarkan pada saat yang mempengaruhi kontrak. Selain itu masing-masing pihak
yang bertransaksi mempunyai kebutuhan yang nyata untuk mendapatkan apa yang dibayar, hal
ini bertolak belakang dengan yang terjadi di bursa saham dimana perjanjian tidak mengikat
terhadap harga dan komoditi. Hal ini hanya bermanfaat semata untuk para spekulator dan broker
karena dapat menaikan harga dan meningkatkan gharar yang akhirnya malah menimbulkan
masalah-masalah serius untuk produsen dan konsumen.
Pembiayaan dengan akad bagi hasil (Syirkah)
Produk pembiayaan ini menggunakan prinsip bagi hasil diaplikasikan dalam beberapa
macam akad, yaitu :
Pembiayaan Musyarakah
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk usaha tertentu,
dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan
dibagi berdasarkan nisbah yang disepakati sebelumnya, sedangkan kerugian ditanggung oleh
para pihak sebesar partisipasi modal yang disertakan dalam usaha (lihat Fatwa DSN-MUI No. 8
Tahun 2000 dan BI, 2005).
Pembiayaan musyarakah dalam praktik perbankan syariah adalah pembiayaan dana dari
bank untuk memenuhi sebagian modal suatu usaha tertentu berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan antara bank dengan nasabah yang mewajibkan nasabah untuk melakukan setelmen
atas investasi yang sesuai dengan akad musyarakah. Jangka waktu pembiayaan, pengembalian
dana dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara bank dan nasabah.
Bagi hasil musyarakah dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu bagi laba (profit
sharing) atau bagi pendapatan (revenue sharing). Metode bagi laba (profit sharing) dihitung dari
total pendapatan setelah dikurangi seluruh biaya operasional. Metode bagi pendapatan (revenue
sharing) dihitung dari total pendapatan yang diterima. Biaya operasional dibebankan pada
modal bersama sesuai kesepakatan. Pembagian keuntungan bagi hasil berdasarkan laporan
realisasi hasil usaha dari usaha nasabah (BI, 2007).
Resiko utama produk pembiayaan
111
musyarakah adalah resiko pembiayaan (credit risk) yang terjadi jika pembiayaan musyarakah
diberikan dalam valuta asing, yaitu resiko dari pergerakan nilai tukar. (BI, 2007)
Pembiayaan Mudharabah
Mudharabah merupakan kerjasama usaha antara pemilik dana (shohibul maal) dengan pihak
pengelola dana (mudharib) dimana keuntungan dibagi sesuai nisbah yang disepakati
sebelumnya, sedangkan kerugian ditanggung pemilik dana (lihat Fatwa DSN-MUI No. 7 Tahun
2000 dan BI tahun 2005).
Berdasarkan fitur dan mekanisme operasionalnya, pembiayaan mudharabah merupakan
penyediaan dana bank syariah untuk modal kerjasama usaha berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan antara bank dengan nasabah yang mewajibkan nasabah untuk melakukan setelmen
atas investasi dimaksud sesuai dengan akad mudharabah.
Bank tidak ikut serta dalam
pengelolaan usaha nasabah tetapi memiliki hak dalam pengawasan dan pembinaan usaha
nasabah. Pembagian keuntungan dari pengelolaan dana dinyatakan dalam bentuk nisbah yang
disepakati dan dituangkan dalam akad pembiayaan mudharabah.
Nisbah bagi hasil yang
disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka waktu investasi, kecuali atas dasar kesepakatan
para pihak dan tidak berlaku surut. Nisbah bagi hasil dapat ditetapkan secara berjenjang (tiering)
yang besar berbeda-beda berdasarkan kesepakatan pada awal akad. Bank sebagai penyedia dana
menanggung seluruh resiko kerugian usaha yang dibiayai kecuali jika nasabah melakukan
kecurangan, lalai, atau menyalahi perjanjian yang mengakibatkan kerugian usaha. Bagi hasil
mudharabah dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode, yaitu : bagi laba (profit sharing)
atau bagi pendapatan (net revenue sharing). Pembagian keuntungan bagi hasil berdasarkan
laporan realisasi hasil usaha nasabah (BI, 2007)
Pembiayaan Qardh
Penyaluran dana mellaui prinsip al-qardh menurut DSN-MUI merupakan salah satu sarana
untuk peningkatan perekonomian yang dapat dilakukan oleh perbankan syariah. Pembiayaan alqardh adalah akad pinjaman kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib
mengembalikan dana yang diterimanya kepada bank syariah pada waktu yang telah disepakati
(Fatwa DSN-MUI No. 19 Tahun 2001).
112
BI (2005) medefinisikan qardh adalah pinjam meminjam dana tanpa imbalan dengan
kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam
jangka waktu tertentu.
Secara fitur dan mekanisme operasional perbankan, pembiayaan Qardh adalah penyediaan
dana atau tagihan atau piutang sebagai pinjaman kepada nasabah berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan antara bank dengan nasabah pembiayaan yang mewajibkan nasabah pembiayaan
untuk melunasi kewajibannya sesuai akad. Pinjaman qardh merupakan pinjaman yang tidak
mempersyaratkan adanya imbalan.
Namun demikian, peminjam dana diperkenankan untuk
memberikan imbalan. Sumber dana pinjaman qardh dapat berasal dari intern dan ekstern bank.
Sumber pinjaman qardh untuk yang bersifat pinjaman kebajikan sebagai dana bergulir (sosial)
berasal dari ekstern bank yang berasal dari dana hasil infak, sedekah dan sumber-sumber non
halal, dan dari modal bank.
Atas pinjaman qardh, bank hanya boleh mengenakan biaya
administrasi. Bank dapat menerima imbalan (bonus) yang tidak dipersyaratkan sebelumnya dan
penerimaan dari jasa lain berupa imbalan (fee) yang diberikan dalam transaksi yang disertai
qardh disamping akad lainnya.
Jika ada penerimaan imbalan yang tidak dipersyaratkan
sebelumnya maka penerimaan imbalan tersebut dimasukkan sebagai pendapatan operasi lainnya.
Bank dapat meminta jaminan atas pemberian qardh (BI, 2007).
Gadai Syariah (Rahn)
Tujuan Rahn adalah menolong nasabah dalamkegiatan multiguna yang sesuai syariah. Rahn
sendiri adalah penyerahan barang dari nasabah (Rahin) kepada bank (Murtahin) sebagai jaminan
untuk mendapatkan hutang. Barang yang dijaminkan (Marhun) dapat berupa : a) rumah atau
properti; b) kendaraan bermotor; c) emas atau perhiasan (emas, berlian dan sebagainya) (Fatwa
DSN-MUI No. 25 Tahun 2002).
Walaupun konsep salam dan pembiayaan syariah lainnya baik namun memiliki kelemahan
terutama dalam menghitung pembagian hasilnya yang masih subjektif. Hal ini akan berdampak
pada munculnya ketidak adilan. Namun hal ini bisa menjadi peluang untuk meneliti pembagian
hasilnya lebih lanjutnya dan mendalam. Kelemahan selanjutnya adalah dibidang sumber daya
manusia, kebanyakan LKMS memiliki sumber daya manusia yang sedikit sehingga strategi
jemput bola akan mengalami kendala. Kompetensi yang dimiliki pengelola juga harus dipenuhi.
Pengelola harus memiliki hard skill dan soft skill baik di bidang perbankan syariah sehingga
113
memiliki pemahaman komprehensif tentang pertanian sekaligus menguasai konsep dan praktek
ekonomi syariah.
Menurut Hafidhuddin dan Syukur (2008) sumber daya manusia yang mengelola perbankan
syariah harus memiliki kompetensi, antara lain : pencapaian (achievement), perhatian pada
aturan, kualitas dan ketepatan (concern for order, quality and accuracy), inisiatif (initiative),
pencarian
informasi
(information
seeking),
pemahaman
interpersonal
(intepersonal
understanding ), orientasi pada pelayanan pelanggan (customer service orientation), dampak dan
pengaruh (impact and influence), kesadaran berorganisasi (organizational awareness),
membangun hubungan (relationship building), mengembangkan orang lain (developing others),
kerja tim dan kerjasama (teamwork and cooperation), kepemimpinan tim (team leadership),
berfikir analitis (analitical thinking), berfikir konseptual (conceptual thinking), ketrampilan
teknis/profesional/keahlian
manajerial
(technical/profesional/managerial
expertise),
pengendalian diri (self control), percaya diri (self confidence), keluwesan (flexibility), dan
komitmen berorganisasi (organizational commitment).
Kompetensi tersebut harus dimiliki para pengelola lembaga keuangan mikro syariah
khususnya dan perbankan syariah pada umumnya. Kompetensi ini digunakan ketika pengelola
akan mengelola operasional lembaga keuangan syariah.
Proposisi-proposisi
(1) Makna yang muncul dari pengalaman petani di wilayah sub urban kota Ciamis dan
wilayah rural Bantul mengkonstruksikan realitas sosial mereka menurut pandangan
mereka sendiri. Konstruksi meliputi proses, motif, dan konsep diri yang mereka miliki
pada proses komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi dan
komunikasi massa.
(2) Petani
mengelola
komunikasinya
berdasarkan
pengalamannya
sendiri
dengan
menggunakan komponen-komponen komunikasi. Komponen utama yang digunakan
adalah komunikator, pesan baik verbal dan nonverbal, media, komunikan dan efek.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses komunikasi dalam mengembangkan modal
sosial BMT adalah faktor internal : karakteristik komunikator, pesan, media, dan
komunikannya serta syariah compliance dalam BMT; dan faktor eksternal : sosial
budaya, pemerintah, LSM, perguruan tinggi, Regulasi.
114
(3) Strategi pengembangan pola-pola komunikasi yang akan muncul dalam pengembangan
modal sosial perbankan syariah dapat berupa pola komunikasi linear ataupun timbal balik
pada tingkatan komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi
dan komunikasi massa.
Kerangka Berpikir
Secara keseluruhan aspek-aspek proses komunikasi yang diteliti dalam penelitian ini dapat
dilihat dalam kerangka pemikiran yang disajikan pada Gambar 2.8.
119
Hasil Penelitian terkait Sebelumnya
Hasil Penelitian dengan Perspektif Obyektif
(1) Hasil Penelitian Trust Communication
Menurut penelitian yang dilakukan Couchman dan Fulop (2006) mengenai membangun
trust lewat proses komunikasi dalam bidang R&D (Research & Development) bahwa yang
menjadi masalah adalah kolaborasi antar organisasi dalam bidang R&D pada sektor publik
dan privat. Mereka memiliki perbedaan kepentingan, tujuan, model operasinya, kapabilitas,
sumber dan komitmen yang bisa menimbulkan konflik dan kekuatan kekuasaan, sehingga
ketika mereka berhubungan harus dengan mengkomunikasikan kepercayaan dan bagaimana
membangun kepercayaan di antara mereka melalui sebuah proses komunikasi.
Peranan
komunikasi
interpersonal
sangatlah
penting
dalam
mengembangkan
kepercayaan dan kedekatan antara karyawan dengan klien. Hal ini diteliti oleh Kirchmajer
dan Patterson (2003) pada konteks pelayanan profesional provider dan perencana keuangan
pada usaha kecil dan menengah (Small to Medium Enterprise/SME) di Australia dan
Newzealand. Botan dan Taylor (2005) yang meneliti masalah peranan kepercayaan terhadap
media sebagai strategi komunikasi dalam membangun masyarakat madani (civil Society).
Penelitian lain dilakukan Wilson (2000) mengenai masalah kepercayaan dalam ekonomi
agribisnis sehingga membentuk kapital sosial karena trust adalah komponen yang membentuk
kapital sosial.
(2) Hasil Penelitian Lembaga Keuangan Mikro Syariah
Penelitian tim IPB terhadap Sikap, Perilaku, dan Preferensi Masyarakat terhadap
Perbankan Syariah di empat provinsi, yaitu provinsi Jawa Barat (2000), Sumatera Utara
(2003), Sumatera Selatan (2004), dan Kalimantan Selatan (2004). Beberapa temuan pokok
dari penelitian tersebut sebagai berikut:
(a.) Peranan institusi perbankan dalam perekonomian diakui oleh sebagian besar masyarakat,
yaitu mencapai kisaran 92.7 persen di Sumatera Utara dan 98.1 persen di Sumatera
Selatan. Sebagian kecil yang menyatakan tidak setuju dengan keberadaan perbankan
(bank konvensional), terutama berasal dari kelompok responden Bank Syariah dan
kelompok non nasabah.
(b.) Hampir semua masyarakat sependapat bahwa keberadaan lembaga perbankan sangat
perlu dan dirasakan manfaatnya untuk menunjang aktivitas ekonomi dan memudahkan
transaksi keuangan, namun terhadap penerapan bunga dalam perbankan terdapat
kecenderungan yang berbeda. Ada kecenderungan peningkatan kelompok masyarakat
120
yang tidak setuju terhadap sistem bunga. Di Kalimantan Selatan, sebagian besar
responden menyatakan tidak setuju dengan penerapan sistem bunga dalam perbankan
(65,7 persen), sementara di tiga provinsi lainnya sebagian besar responden menyatakan
setuju terhadap penerapan sistem bunga, meskipun porsi yang sependapat tidak setuju
juga hampir berimbang yaitu 45 persen di Jawa Barat, 40.8 persen di Sumatera Utara dan
38.2 persen di Sumatera Selatan
(c.) Penerapan sistem bagi hasil, hampir responden menyatakan setuju. Tampak bahwa
sebagian besar masyarakat memiliki sifat yang permisif (serba membolehkan), yaitu
menerima baik sistem bunga maupun bagi hasil. Masyarakat bersifat permisif dan juga
memiliki pendapat yang ambivalen. Ketika ditanya apakah bunga bertentangan dengan
ajaran agama yang dianut, sebagian besar responden di empat provinsi menyatakan
“bertentangan” dengan kisaran antara 60.4 persen di Sumatera Selatan dan 75.2 persen di
Kalimantan Selatan. Hasil ini ambivalen dengan hasil sebelumnya dimana sebagian besar
responden setuju dengan sistem bunga namun menyatakan bertentangan dengan agama.
Hasil ini menunjukkan ada sebagian masyarakat yang memiliki sikap tidak konsisten
ketika memandang bunga dari “kacamata” agama dan bunga dalam perspektif perbankan.
Perbandingan antar lokasi menunjukkan, responden di Kalimantan Selatan merupakan
yang terkuat dalam menolak sistem perbankan konvensional dibanding ketiga provinsi
lainnya. Jumlah responden yang menjawab tidak tahu apakah bunga bertentangan dengan
ajaran agama atau tidak juga cukup besar, yaitu berkisar antara 16 persen di Jawa Barat
dan 21.9 persen di Sumatera Selatan. Kebimbangan ini dipengaruhi oleh perdebatan para
ulama dan ahli agama tentang bunga bank sehingga di tingkat masyarakat menimbulkan
keraguan, dan juga ketidak konsistenan dalam bersikap.
(d.) Secara umum, sebagian besar responden di empat provinsi, menyatakan pernah
mendengar bank syariah. Responden yang menyatakan belum pernah mendengar bank
syariah juga cukup besar terutama di Sumatera Selatan dan Sumatera Utara yang masingmasing mencapai 28 persen dan 20 persen
(e.) Responden yang menjawab pernah mendengar tentang bank syariah, dikaji lebih jauh
pengetahuannya tentang bank syariah, pengetahuan masyarakat tentang bank syariah
menonjol. Pada keempat provinsi ternyata pemahaman masyarakat dominan terhadap
bank syariah adalah bank yang menerapkan sistem bagi hasil. Selain itu, masyarakat
memahami bank syariah sebagai bank yang beroperasi tidak dengan sistem bunga, bank
yang berbasis syariah agama dan bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip syariah.
121
(f.) Jumlah responden yang menyatakan tidak memiliki pengetahuan tentang bank syariah
juga memiliki pengetahuan tentang bank syariah juga masih relatif tinggi, yaitu berkisar
antara 13.2 persen di Sumatera Selatan dan 27.5 persen di Sumatera Utara. Jumlah ini
akan lebih besar lagi jika digabungkan dengan responden yang menyatakan belum pernah
mendengar tentang bank syariah, yang dapat dipastikan juga tidak memiliki pengetahuan
apa-apa tentang bank syariah. Jika jumlah kedua kategori ini digabungkan bisa mencapai
30-35 persen dari total responden. Artinya masih cukup besar masyarakat yang belum
tahu tentang sistem perbankan syariah.
(g.) Pengetahuan masyarakat tentang bank syariah diperoleh dari berbagai sumber, dan relatif
beragam antar lokasi penelitian. Di provinsi Kalimantan Selatan dan Sumatera Selatan,
sumber informasi tentang bank syariah yang paling dominant berasal dari media
elektronik dan media cetak. Sementara di Sumatera Utara peranan teman, keluarga atau
rekan kerja dominan disamping media elektronik sebagai sumber informasi tentang bank
syariah. Sedangkan di Jawa Barat, sumber informasi paling menonjol berasal dari teman,
keluarga atau rekan kerja. Meskipun bukan yang utama, sumber informasi dari teman,
keluarga dan rekan kerja relatif besar juga di Kalimantan Selatan dan Sumatera Selatan.
(h.) Nasabah bank syariah sebagian besar mengedepankan aspek keagamaan dalam memilih
bank syariah, yaitu kesesuaian dengan syariah agama. Alasan ini paling menonjol di
Kalimantan Selatan yang mencapai 72.5 persen. Dari aspek operasional bank, alasanyang
paling menonjol dalam memilih bank baik pada nasabah bank syariah maupun bank
konvensional adalah lokasi /aksesibilitas terhadap bank. Aksesibilitas disini lebih pada
aspek kemudahan dalam memperoleh pelayanan bank termasuk jarak yang dekat.
Beberapa alasan lain yang dijadikan dasar penentuan bank, baik bank syariah maupun
konvensional adalah pelayanan yang professional, dan kredibilitas bank.
(i.) Hasil ini menunjukkan bahwa pertimbangan rasional sangat mewarnai keputusan
masyarakat dalam memilih bank, baik pada bank syariah maupun bank konvensional,
sehingga aspek-aspek tersebut harus mendapat perhatian besar bagi institusi bank untuk
dapat bersaing. Pada kondisi ini bank syariah sebenarnya memiliki keunggulan, karena
memiliki faktor religiusitas yang dominan dijadikan pertimbangan memilih bank, namun
tetap harus diimbangi dengan peningkatan aspek pelayanan dan aksesibilitas.
(j.) Sebagian besar nasabah bank syariah di empat provinsi merupakan nasabah pendukung,
terutama tabungan mudharabah mutlaqah. Jumlah nasabah yang memanfaatkan produk
ini berkisar 90 persen untuk keempat provinsi. Produk deposito, meskipun relatif sedikit
yang memanfaatkannya namun merupakan produk tabungan penghimpunan dana yang
122
dominan setelah produk tabungan dengan jumlah berkisar 5.6 persen sampai 12.3 persen.
Produk giro relatif belum diminati oleh masyarakat.
(k.) Nasabah yang memanfaatkan produk pembiayaan relatif jauh lebih sedikit dibandingkan
dengan produk penghimpunan dana. Pada produk pembiayaan, sistem yang paling banyak
diterapkan adalah sistem jual beli (ba’i). Hanya sebagian kecil yang menggunakan sistem
bagi hasil (syirkah). Padahal jika dilihat dari konsep operasional bank syariah, ciri khas
yang sangat membedakan antara bank syariah dan bank konvensional adalah sistem bagi
hasil ini, dimana didalamnya memuat aspek-aspek keadilan (pembagian risiko bersama),
pembinaan, dan kemitraan. Dominannya produk pembiayaan dengan sistem jual beli
sebenarnya dikehendaki baik oleh nasabah maupun oleh pihak bank, karena beberapa
alasan. Pihak nasabah; pada pelaksanaannya sistem bagi hasil seringkali menghasilkan
jumlah pembayaran efektif yang ditanggung peminjam lebih tinggi dibandingkan dengan
sistem bunga atau murabahah, sehingga untuk usaha-usaha yang menguntungkan
cenderung lebih menyukai sistem jual beli dibandingkan dengan sistem bagi hasil.
Sementara dari pihak bank syariah sendiri secara teknis lebih menyukai pembiayaan
dengan menggunakan sistem jual beli. Hal ini disebabkan beberapa hal: (1) penerimaan
bank dengan sistem jual beli lebih pasti, karena margin sudah ditetapkan pada awal
kontrak, dibandingkan dengan sistem bagi hasil yang tergantung pada fluktuasi bisnis
nasabahnya, (2) biaya operasional sistem jual beli relatif lebih murah dibandingkan
dengan sistem bagi hasil, karena sistem bagi hasil memerlukan pengawasan yang lebih
baik dibandingkan dengan sistem jual beli, dan (3) risiko sistem bagi hasil lebih besar,
disamping risiko usaha, juga terdapat risiko ketidakjujuran nasabah dalam menyampaikan
laporan keuntungan usaha.
(l.) Memperkecil risiko dari ketidakjujuran nasabah, pada umumnya bank akan menawarkan
sistem jual beli terlebih dahulu untuk nasabah pembiayaan baru. Setelah sekian lama dan
ternyata nasabah menunjukkan perilaku yang dapat dipercaya, maka bank akan
mengabulkan pola pembiayaan dengan sistem bagi hasil jika diinginkan oleh nasabah.
Kondisi yang demikian dan keberadaan bank syariah yang relatif baru menyebabkan
komposisi pembiayaan bagi hasil lebih rendah dibandingkan dengan jual beli. Beberapa
bank syariah yang relatif besar komposisi pembiayaan bagi hasilnya umumnya bekerja
sama dengan BPRS atau lembaga keuangan syariah lainnya. Jadi mekanisme pembiayaan
anatara bank umum syariah dengan BPRS dengan nasabah menggunakan sistem jual beli.
Cara ini ditempuh sebagai strategi dalam memperluas pasar dan juga mengurangi risiko
bank syariah.
123
(m.)
Pola pembiayaan yang demikian tidak jarang menimbulkan salah interpretasi di
kalangan masyarakat. Terlebih pada kondisi sekarang tingkat pemahaman masyarakat
terhadap bank syariah masih rendah; apalagi terhadap produk-produk bank syariah secara
lebih spesifik.Latar belakang pengetahuan yang demikian, masyarakat kemudian sulit
membedakan antara bank konvensional dengan bank syariah, terutama pada produk
mudharabah, karena pada keduanya terdapat pokok dan tambahan angsuran berupa bunga
di bank konvensional dan margin di bank syariah. Bagi nasabah keduanya sama saja. Hal
ini muncul karena pada tataran implementasi produk mudharabah, bank tidak
melaksanakan fungsinya sebagai “penjual” barang yang dipesankan oleh nasabah, tetapi
memberikan dalam bentuk uang tunai.
(n.) Motivasi responden dalam memanfaatkan produk penghimpunan dana bank syariah
sejalan dengan alasan utama dalam pemilihan bank syarian, yaitu dalam rangka
menjalankan syariah agama dan juga karena bank syariah tidak menggunakan sistem
bunga. Alasan dominan berikutnya baru terkait dengan aspek operasional bank yaitu
sistem bagi hasil yang jelas dan pelayanan yang cepat, memanfaatkan produk
pembiayaan, sekalipun dari aspek jumlah responden yang memanfaatkan produk ini
masih relatif kecil, alasan yang dominan adalah tidak menggunakan sistem bunga dan
menjalankan syariah agama. Alasan lainnya adalah penanggungan risiko bersama (lebih
adil) dan pelayanan yang cepat. Kecenderungan alasan ini sama dengan alasan
pemanfaatan produk penghimpunan dana.
(o.) Kekuatan bank syariah dari aspek prinsip syariah adalah tidak menggunakan bunga
sehingga tidak mengandung riba, dan dinilai lebih sesuai dengan syariah agama. Terkait
dengan produk bank syariah dinilai memiliki pilihan produk yang banyak, dan
persyaratan yang relatif mudah, sementara terkait dengan pelayanan, kekuatan bank
syariah terletak pada karyawan yang baik, ramah, rapi dan sopan, pelayanan cepat dan
memungkinkan tawar menawar dalam margin/bagi hasil.
(p.) Kelemahan bank syariah menurut responden terkait dengan prinsip syariah adalah:
mekanisme transaksi yang belum jelas, jasa pembiayaan lebih tinggi, dan bagi hasil atau
marginnya dinilai sama saja dengan bunga. Terkait dengan produk, kelemahan bank
syariah adalah informasi dan sosialisasi masih kurang, plafound terbatas, dan produk
kurang bervariasi, sementara dari aspek pelayanan, karyawan belum paham terhadap
prinsip syariah, fasilitas yang kurang dan perhitungan bagi hasil tidak jelas.
124
Yan Organius (2004) meneliti bagaimana Rekayasa Model Bagi Hasil dan Bagi Resiko
Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah Agroindustri dengan Pola syariah pada agroindustri
kentang. Pada pembiayaan dengan pola syariah dilakukan bagi hasil dan bagi resiko antara
pihak bank sebagai pemilik modal dan nasabahnya sebagai pengelola dana. Penelitian yang
dilakukan Endang L. Hastuti dan Supadi (2000) mengenai aksesibilitas masyarakat terhadap
kelembagaan pembiayaan pertanian di pedesaan membuktikan bahwa aksesibilitas
masyarakat sangatlah sulit. Analisis Perilaku penawaran kredit perbankan kepada sektor
UMKM di Indonesia selama kurun 2002-2006 yang dilakukan Meydianawati (2007)
menunjukan apabila perbankan bisa menaikan modal maka akan mampu menyalurkan kredit
investasi dan modal kerja kepada sektor UMKM di Indonesia. Sementara menurut Nurmanaf
(2007) lembaga informal pembiayaan mikro lebih dekat dengan petani. Penelitian yang
dilakukan Asif Dowla (2005) mengenai “dengan kredit kami percaya : membangun modal
sosial oleh Grameen Bank di Bangladesh, menunjukan dengan menggunakan jaringan secara
horizontal dan vertikal, membangun norma baru dan meningkatkan kepercayaan sosial pada
tingkat yang baru ditujukan untuk memecahkan masalah kolektif dari orang-orang miskin
agar dapat mengakses modal.
Hasil Penelitian dengan Perspektif Subyektif
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Paul Dawyer (2007) apabila suatu organisasi
atau perusahaan akan membangun kepercayaan maka mereka dapat membangun kepercayaan
tersebut melalui blog perusahaan (Corporate Blog). Perilaku komunikasi dalam membangun
kepercayaan juga harus dilakukan seperti dalam penelitian yang dilakukan pada kolaborasi
team secara Online di internet (Bulu dan Yildirim, 2008), pada team virtual multikultural
(Lateenmahki, et all, 2007; dan oleh Jarmon & Keating, 2007).
Hasil penelitian yang dilakukan Kuswarno (2009) mengenai fenomena pengemis di
kota Bandung menggunakan studi fenomenologi menguraikan hasil bahwa pengemis
mengkonstruksikan realitas kehidupan mereka berdasarkan sudut pandang mereka sendiri,
sehingga membentuk suatu model konstruksi sosial yang tersendiri. Pengemis mengelola
komunikasi mereka dengan tujuan mendapatkan kesan seperti apa yang diharapkannya,
sehingga membentuk model yang khas.
Berdasarkan hasil penelitian-penelitian sebelumnya, dapat digambarkan bagaimana
dan dimana posisi penelitian ini dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Hal
ini dapat dijelaskan pada Gambar 2.10.
125
Penelitian dengan Perspektif Obyektif
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
Keunikan Penelitian ini
Penelitian Trust Communication Couchman dan Fulop
(2006), membangun trust komunikasi dalam bidang R&D
bahwa yang menjadi masalah adalah kolaborasi antar
ogranisasi dalam bidang R&D pada sector publik dan privat.
Peran komunikasi interpersonal mengembangkan
kepercayaan dan kedekatan klien oleh Kirchmajer dan
Patterson (2003) pada perencana keuangan pada Small to
Medium Enterprise (SME) di Australia dan New Zealand.
Botan dan Taylor (2005) yang meneliti masalah peranan
kepercayaan terhadap media sebagai strategi komunikasi
dalam membangun masyarakat madani (civil society)
Wilson (2000) meneliti mengenai masalah kepercayaan
dalam ekonomi agribisnis sehingga membentuk kapital
sosial.
Penelitian trust
communication ini
hanya terbatas pada
data kuantitatif. Hasil
penelitiannya belum
mendalam dan
menjawab tentang
mengapa dan
bagaimana hal ini
dilakukan.
Penelitian ini berusaha
mengungkapkan
keunikan petani dalam
mencari pembiayaan
kredit melalui BMT
berdasarkan prespektif
subyektif atau
berdasarkan petani
tersebut mengalaminya
sendiri sehingga
diperoleh data yang
membunyikan suara khas
petani
Penelitian Tim IPB tentang Sikap, Perilaku, dan Prefernesi
Masyarakat terhadap Perbankan Syariah di provinsi Jawa
Barat (2000), Sumatera Utara (2003), Sumatera Selatan
(2004), dan Kalimantan Selatan (2004).
Yan Organius (2004) meneliti Rekayasa Model Bagi Hasil dan
Bagi Resiko Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah
Agroindustri dengan Pola Syariah pada agroindustri kentang.
Endang L. Hastuti dan Supadi (2000) mengenai aksesibilitas
masyarakat terhadap kelembagaan pembiayaan pertanian di
pedesaan sangatlah sulit.
Analisis Perilaku penawaran kredit perbankan kepada sector
UMKM di Indonesia selama kurun 2002-2006 dilakukan oleh
Meydianawati (2007) menunjukkan apabila perbankan bisa
menaikkan modal akan mampu menyalurkan kredit investasi
dan modal kerja sector UMKM di Indonesia.
Nurmanaf (2007) lembaga informal pembiayaan mikro lebih
dekat dengan petani.
Penelitian Asif Dowla (2005) mengenai “dengan kredit kami
percaya : membangun modal sosial oleh Grameen Bank di
Bangladesh, jaringan secara horizontal dan vertical,
membangun norma baru dan meningkatkan kepercayaan
sosial
Penelitian ini
menggambarkan
bagaimana petani
dapat mengakses
pembiayaan kredit
melalui lembaga
keuangan mikro
syariah. Hasil
penelitian lebih
berupa deskripsi
fenomena dengan
data primer berupa
data kuantitatif.
Keunikan penelitian ini
adalah bagaimana
menggambarkan perilaku
komunikasi petani dalam
mengakses pembiayaan
syariah berdasarkan
pengalaman petani itu
sendiri dari perspektif
subyektif.
Penelitian dengan Perspektif Subyektif
ï‚·
Keterbatasan Penelitian sebelumnya
Keterbatasan Penelitian sebelumnya
Paul Dwyer (2007) meneliti perusahaan membangun
kepercayaan dengan “Corporate Blog” (blog perusahaan)
Perilaku komunikasi membangun kepercayaan pada
kolaborasi team secara online di internet (Bulu dan Yildirim,
2008), pada team virtual multicultural (Lateenmahki,
Saarinen, dan Fiscimayr, 2007; & Jarmon dan Keating, 2007)
Kuswarno (2009) Penelitian fenomena Pengemis di Kota
Bandung, Penelitian dengan fenomenologi
Penelitian ini terbatas
pada perusahaan
pengguna internet
Penggambaran hanya
di satu kota saja
Keunikan Penelitian ini
Penelitian ini merupakan
penelitian lapangandi
rural dan sub urban area
yang berusaha menelaah
lebih mendalam dan
memahami makna
subjektif petani dari
pengalamannya sendiri
dari perilaku komunikasi
Gambar 2.10. Posisi Penelitian dibanding Penelitian Sebelumnya
126
BAB III METODE PENELITIAN
Paradigma Penelitian
Penelitian bertujuan untuk mengungkapkan realitas sosial yang dialami oleh
petani untuk mendapatkan pembiayaan (kredit) melalui BMT. Peneliti menggunakan
paradigma teoritis yang dikembangkan oleh metodologi kualitatif, yaitu penelitian
yang dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek
penelitian misalnya : perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, bahasa, dan lain-lain pada
suatu konteks khusus yang alamiah. Fenomena yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah bagaimana BMT membangun kepercayaan melalui komunikasi interpersonal,
kelompok dan komunikasi massa kepada petani di Kabupaten Ciamis Jawa Barat dan
Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta.
Thomas Lindolf (Kuswarno, 2008) menyebutkan metode kualitatif untuk
penelitian komunikasi dengan paradigma fenomenologi, etnometodologi, interaksi
simbolik, etnografi dan studi kultural, sering disebut sebagai paradigma interpretif.
Metode kualitatif dengan paradigma interpretif ini berasal dari tradisi sosiologi dan
antropologi yang juga dapat digunakan dalam penelitian komunikasi.
Menurut paradigma interpretif, realitas sosial yang dilihat dari interaksi sosial
adalah dasar dari komunikasi, bukan hanya memperlihatkan fenomena lambang atau
bahasa yang digunakan, tetapi juga menampakkan komunikasi interpersonal di antara
anggota-anggota masyarakat tersebut. Berkaitan dengan kehidupan petani, interaksi
sosial di antara mereka bukan saja secara realitas menampakkan fenomena lambang
atau bahasa yang mereka gunakan, tetapi juga menunjukkan komunikasi interpersonal
di antara sesama petani maupun antara petani dengan BMT atau dengan orang-orang
lain di luar komunitas mereka.
Jika Lindolf menyebutkan bahwa penelitian kualitatif dalam ilmu komunikasi
sebagai “paradigma interpretif”, Mulyana (2008) menyebutkan “perspektif subyektif”
yang memiliki ciri sebagai berikut:
(1) Sifat realitas: realitas (komunikasi), bersifat ganda, rumit, semu, dinamis
(mudah berubah), dikonstruksikan dan holistik; kebenaran realitas
bersifat relatif.
127
(2) Sifat manusia (komunikator atau peserta komunikasi): aktor
(komunikator) bersifat aktif, kreatif, dan memiliki kemauan bebas;
perilaku (komunikasi) secara internal dikendalikan oleh individu
(3) Sifat hubungan dalam dan mengenai realitas (komunikasi): semua
entitas secara simultan saling mempengaruhi, sehingga peneliti tak
mungkin membedakan sebab dari akibat.
(4) Hubungan antara peneliti dan subjek penelitian; setaraf, empati, akrab,
interaktif, timbal balik, saling mempengaruhi berjangka waktu lama.
(5) Tujuan penelitian: menangani hal-hal bersifat khusus, bukan hanya
perilaku terbuka, tetapi juga proses yang tak terucapkan, dengan sampel
kecil/purposif, memahami peristiwa yang punya makna historis;
menekankan perbedaan individu; mengembangkan hipotesis (teori) yang
terikat oleh konteks dan waktu; membuat penilaian etis/estetis atas
fenomena (komunikasi) spesifik.
(6) Metode penelitian: deskriptif (wawancara tak berstuktur/mendalam,
pengamatan berperan serta), analisis dokumen, studi kasus, studi
historis; penafsiran sangat ditekankan alih-alih pengamatan objektif.
(7) Analisis: induktif; berkesinambungan sejak awal hingga akhir; mencari
model, pola atau tema.
(8) Kriteria kualitas penelitian: otentitas, yakni sejauh mana temuan
penelitian mencerminkan penghayatan subjek yang diteliti
(komunikator)
(9) Peran nilai: Nilai, etika, dan pilihan moral peneliti melekat dalam proses
penelitian (pemilihan masalah penelitian, tujuan penelitian, paradigma,
teori dan metode/teknik analisis yang digunakan, dsb)
Penelitian ini berusaha menelaah dan menggambarkan fenomena dunia petani
menurut pandangan mereka sendiri, maka penelitian menggunakan studi
fenomenologi. Moleong (2008) mengatakan fenomenologi tidak berasumsi bahwa
peneliti mengetahui arti sesuatu bagi orang-orang yang sedang diteliti oleh meraka.
Inkuiri fenomenologis memulai dengan diam.
Diam merupakan tindakan untuk
menangkap pengertian sesuatu yang sedang diteliti. Mereka berusaha masuk ke
dalam dunia konseptual para subyek yang ditelitinya sedemikian rupa sehingga
mereka mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian yang dikembangkan oleh
mereka di sekitar peristiwa dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Litlejohn dan Foss (2008), interaksi simbolik mengandung inti dasar
premis tentang komunikasi dan masyarakat. Interaksi simbolik mempelajari sifat
interaksi yang merupakan kegiatan manusia yang dinamis, sebagai bandingan
128
pendekatan struktural yang menfokuskan diri pada individu dan ciri-ciri
kepribadiannya, atau bagaimana struktur sosial membentuk perilaku tertentu
individu. Perspektif interaksi simbolik memandang bahwa individu aktif, reflektif
dan kreatif, menafsirkan, menampilkan perilaku yang rumit dan sulit diramalkan.
Perspektif ini menolak gagasan bahwa individu adalah organisme pasif yang
perilakunya ditentukan oleh kekuatan-kekuatan atau struktur yang ada di luar
dirinya.
Individu terus berubah, maka masyarakat pun berubah melalui interaksi.
Interaksilah yang dianggap paling penting yang menentukan perilaku manusia bukan
struktur masyarakat.
Struktur itu sendiri tercipta dan berubah karena interaksi
manusia, yaitu ketika individu-individu berfikir dan bertindak secara stabil terhadap
seperangkat obyek yang sama.
Fenomenologi bertujuan untuk mengetahui dunia dari sudut pandang orang
yang mengalaminya secara langsung atau berkaitan dengan sifat-sifat alami
pengalaman manusia, dan makna yang ditempelkan padanya. Peneliti fenomenologi
harus menunda proses penyimpulan mengenai sebuah fenomena, dengan
menempatkan fenomena tersebut terlebih dahulu mempertanyakan dan meneliti
terlebih dahulu fenomena yang tampak, dengan mempertimbangkan aspek kesadaran
yang ada padanya.
Konsekuensi hal tersebut, fenomenologi sebagai metode penelitian tidak
menggunakan hipotesis dalam prosesnya, walaupun fenomenologi bisa jadi
menghasilkan sebuah hipotesis untuk diuji lebih lanjut. Fenomenologi tidak diawali
dan tidak bertujuan untuk menguji teori. Prakteknya, fenomenologi cenderung untuk
menggunakan metode observasi, wawancara mendalam (kualitatif), dan analisa
dokumen dengan metode hermeneutik.
Lokasi dan waktu Penelitian
Lokasi penelitian adalah desa tempat tinggal para petani yang berada di
kabupaten Ciamis Jawa Barat dan kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dasar pemilihan lokasi tersebut adalah bahwa di kedua daerah tersebut telah
menerima pembiayaan dari lembaga keuangan mikro agribisnis syariah yang dikelola
129
oleh Sub Direktorat Pembiayaan Syariah Kementerian Pertanian. Penelitian ini
dilakukan dalam konteks dan setting petani yang di daerahnya terdapat lembaga
keuangan mikro syariah.
Teknik Penarikan sumber datanya dengan teknik Purposive, yaitu mengambil
sumber data dengan sengaja. Sumber data yang diambil adalah kelompok tani yang
memiliki atau menggunakan lembaga keuangan mikro syariah. Pusat Pembiayaan
Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian memiliki program kerjasama
dengan Pemerintah Jepang lewat program CF-SKR untuk memberikan pembiayaan
agribisnis atau penguatan modal kepada para petani. Program ini bernama Lembaga
Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A).
Melalui Pusat Pembiayaan Pertanian ini
program ini dijalankan dengan membantu kelompok tani untuk mendirikan BMT
untuk membantu permasalahan permodalan. Kelompok tani yang telah mendirikan
BMT tersebut keseluruhannya berjumlah : 158 Lembaga Keuangan Mikro Syariah,
uraian lebih jelasnya dalam Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Lembaga Keuangan Mikro Syariah didirikan oleh Kelompok Tani
No.
1
2
3
4
5
6
7
Daerah
Jawa Barat
Jawa Tengah
Daerah Istimewa Yogyakarta
Jawa Timur
Nusa Tenggara Barat (NTB)
Kalimantan Selatan
Gorontalo
Jumlah LKM
31
20
21
21
36
9
20
Berdasarkan hasil evaluasi tahun 2008 diketahui bahwa ada beberapa lembaga
keuangan mikro syariah yang masih tetap berjalan, ada juga yang tersendat-sendat
bahkan mati. Kriteria indikator keberhasilan pembiayaan ini antara lain : (1)
kepatuhan menjalankan skema syariah, (2) menggunakan produk-produk syariah, (3)
Memberikan pembiayaan murni kepada pertanian, (4) keberlangsungan menjalankan
operasional secara syariah. Berdasarkan rekomendasi dari hasil evaluasi tersebut ada
beberapa yang berhasil membiayai khusus sektor pertanian, terutama adalah : BMT
Miftahussalam, Kecamatan Cijeunjing, Kabupaten Ciamis yang berdiri sejak 14 Juli
130
1997. BMT ini merupakan pesantren yang sudah memiliki internet dalam pemasaran
dan penyebaran informasinya, karena itu terpaan media sangatlah tinggi. Kategori
desa ini termasuk desa Sub urban area dengan setting budaya Sunda.
Kedua,
BMT Al Barokah Kecamatan Imogiri kabupaten Bantul Daerah
Istimewa Yogyakarta yang telah berdiri 1 Oktober 2001. Daerah ini merupakan salah
satu daerah yang terpaan media sangat sedikit, belum menggunakan internet seperti di
BMT Miftahussalam. Wilayah Bantul ini termasuk kategori desa rural area dengan
setting budaya Jawa. Kedua daerah inilah yang telah dijadikan sebagai sampel dalam
penelitian ini atas LKM syariah yang dibiayai oleh kementerian Pertanian. Waktu
Penelitian dilakukan pada bulan Januari-Juli 2010.
Informan Penelitian
Pada penelitian ini dikaji petani berkomunikasi untuk mendapatkan pembiayaan
kredit dari BMT. Keunikan penelitian ini adalah bahwa pengalaman masing-masing
individu petani berbeda-beda, sehingga hasil yang didapat pun terdapat keunikan
tersendiri dari pengalaman masing-masing petani. Nara suumber informasi penelitian
ini adalah para petani dan BMT. Pada penelitian ini yang dikaji adalah tindakan
komunikatif petani yang dilakukan dan dikonstruksikan oleh petani itu sendiri, baik
dalam bentuk verbal maupun non verbal. Proses komunikasi ini dapat diketahui
dalam bentuk narasi, percakapan sehari-hari, ritual maupun teks yang ada.
Sumber informasi penelitian dipilih secara purposif berdasarkan aktivitas dan
kesediaan mereka untuk mengeksplorasi dan mengartikulasikan pengalaman mereka
secara sadar. Kriteria yang dapat dijadikan acuan dalam memilih informan dalam
penelitian ini adalah :
(1) Informan petani adalah pihak yang mengalami langsung situasi atau kejadian
yang berkaitan dengan topik penelitian, yaitu para nasabah BMT yang
mendapatkan pembiayaan syariah. Tujuannya untuk mendapatkan deskripsi dari
sudut pandang orang pertama. Ini merupakan kriteria utama dalam penelitian
fenomenologi. Walaupun secara demografis informan cocok, namun bila ia tidak
131
mengalami secara langsung, ia tidak bisa dijadikan informan. Syarat inilah yang
dituntut untuk mendukung sifat otentitas penelitian fenomenologi.
(2) Informan mampu menggambarkan kembali fenomena yang telah dialaminya,
terutama dalam sifat alamiah dan maknanya. Hasilnya berupa data yang objektif
dan reflektif yang menggambarkan fakta atau keadaan yang sesungguhnya.
(3) Bersedia untuk terlibat dalam kegiatan penelitian meskipun mungkin harus
membutuhkan waktu yang lama.
(4) Bersedia untuk diwawancara dan direkam aktivitasnya selama wawancara atau
selama penelitian berlangsung.
(5) Memberikan persetujuan untuk
dipublikasikan dalam bentuk hasil penelitian
sesuai dengan etika akademis/ilmiah.
Pada penelitian fenomenologi jumlah informan tidak ditentukan.
Faktor
terpenting memilih informan adalah karena diharapkan dapat mengungkapkan fakta
atas fenomena atau peristiwa secara detail. Penelitian tentang petani ini memilih
tempat-tempat partisipan yang hidup di lingkungan pertanian atau dengan kata lain
dalam setting pedesaan. Jumlah informan atau partisipan sebanyak 13 orang petani
serta pengelolanya di BMT Miftahussalam, kecamatan Cijeungjing, Ciamis Jawa
Barat dan BMT Al Barokah, kecamatan Imogiri kabupaten Bantul Daerah Istimewa
Yogyakarta.
Gambaran Umum Informan
Penelitian ini melibatkan beberapa orang petani yang dianggap telah
memenuhi kriteria-kriteria sebagai subyek penelitian, seperti yang telah ditetapkan
sebelumnya, sebagai berikut :
(1) Memiliki usaha di bidang pertanian.
(2) Mendapatkan pembiayaan usaha pertanian dari BMT.
(3) Usaha dan pembiayaan tersebut minimal sudah berjalan selama 3 tahun.
(4) Menjadi anggota kelompok tani
Jumlah informan yang terlibat sebanyak 13 orang, enam orang di Ciamis dan
tujuh orang di Bantul. Hal ini seperti yang diungkapkan Creswell (2002) bahwa pada
132
penelitian fenomenologi, laporan penelitian harus diawali dengan menjelaskan
mengenai gambaran umum, termasuk di dalamnya gambaran tentang informan yang
terlibat. Informan penelitian dapat dijelaskan dalam Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Profil singkat Petani Informan
No.
1.
NAMA INISIAL
JENIS
USIA
KELAMIN
Laki-laki
58 thn
ASAL
USAHA TANI
Ciamis
Petani Jagung
Laki-laki
32 thn
Ciamis
2.
US (Ketua Kelompok
Tani)
D (Petani)
3.
HF (Petani)
Laki-laki
60 thn
Ciamis
4.
H (Petani)
Laki-laki
37 thn
Ciamis
5.
Laki-laki
62 thn
Ciamis
Laki-laki
74 thn
Bantul
Petani Padi
Laki-laki
72 thn
Bantul
Petani Padi
8.
9.
OS (Petani/Tokoh
Masyarakat)
DJ (Ketua Kelompok
Tani)
DN (Petani/Tokoh
Masyarakat)
W (Petani)
Hj (Petani)
Petani Jamur,
Peternak Kambing
dan Sapi
Petani Padi dan
Jagung, Peternak
Kambing dan Sapi.
Petani Jagung dan
Peternak Ikan
Gurame
Petani Jagung
Laki-laki
Perempuan
71 thn
56 thn
Bantul
Bantul
10.
S (Petani)
Laki-laki
58 thn
Bantul
11.
12.
13
Wj (Petani)
DDN (Ketua BMT)
SK (Ketua BMT)
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
35 thn
35 thn
35 thn
Bantul
Ciamis
Bantul
Petani Padi
Peternak Ikan lele
dan Gurame
Petani Padi,
peternak ayam
Petani Padi
Ketua BMT
Ketua BMT
6.
7.
Berdasarkan wawancara dan pengamatan seperti digambarkan singkat pada
Tabel 3.2, petani informan yang terdiri dari 10 laki-laki dan 3 perempuan.
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dapat menggunakan sumber data primer dan sekunder.
Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan informasi kepada
133
pengumpul data, dan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung
memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau dokumen.
Menurut Creswell (2002), teknik pengumpulan informasi dalam penelitian
fenomenologi seperti dirinci pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3. Teknik Pengumpulan Data Fenomenologi
Pengumpulan
Data
Pengamatan
Wawancara
Pilihan Tipe
Kelebihan
Keterbatasan
Partisipasi penuh :
peneliti menyembunyikan peran
Pengamat sebagai
partisipan – peran
peneliti diketahui
Peneliti mendapat
informasi langsung
dari informan
Peneliti dapat
mencatat informasi
ketika muncul
Pengamat penuh :
peneliti mengamati
tanpa berpartisipasi
Dapat ditemukan
aspek-aspek baru
selama pengamatan
Berguna dalam
menggali topik
yang bagi informan
sulit untuk dibahas
Berguna jika objek
kajian tidak dapat
diamati secara
langsung
Apabila Peneliti
(mungkin) tampak
sebagai pengganggu.
Informasi pribadi
yang tidak dapat
dilaporkan peneliti
dapat diamati
Peneliti kurang
memiliki keahlian
memahami budaya
masyarakat yang
diamati dan
pendekatan yang
baik
Memberi informasi
subjektif ketika
disaring melalui
pandangan pihak
yang mewawancarai
Memberi informasi
di tempat yang
mengganggu
informan sehingga
tidak objektif, bukan
di lapangan
Kehadiran peneliti
dapat membuat
tanggapan bias tidak
semua orang sama
pintar/ trampil
mengeluarkan
pendapat
Tatap muka :
wawancara empat
mata, wawancara
pribadi
Telepon : peneliti
mewawancarai
lewat telepon
Informan dapat
memberi informasi
kronologis historis
secara tepat
Kelompok : peneliti
mewawancarai
informan dalam
kelompok
Memungkinkan
peneliti
mengendalikan di
luar pertanyaan
134
Pengumpulan
Data
Dokumen
Materi
Visual
Audio
Lanjutan Teknik Pengumpulan Data Fenomenologi
Pilihan Tipe
Kelebihan
Keterbatasan
Dokumentasi umum
seperti notulen
rapat, koran
Memungkinkan
pengamat memakai
bahasa dan katakata sumber
informasi
Dokumentasi
pribadi seperti
jurnal atau buku
harian, surat
Dapat diakses di
waktu yang dipilih
pengamat/sumber
informasi yang
tidak menonjol
Menyajikan data
yang dikumpulkan
informan
Sebagai bukti
tertulis, menghemat
waktu dan biaya
peneliti untuk
menulis
Mungkin metode
pengumpulan data
yang
tidak
menonjol
Foto, kaset video,
obyek seni
Perangkat
lunak
komputer, film
FGD
Memberi
kesempatan kepada
informan
untuk
berbagi realitanya
secara langsung
Kreatif dalam arti
menangkap
perhatian
secara
visual
Memahami
berbagai pandangan
dari
berbagai
sumber informasi
Apabila informasi
rahasia tidak dapat
terbuka untuk umum
Mengharuskan
pengamat untuk
mencari informasi di
tempat yang sulit
ditemukan
Apabila Materi
mungkin tidak
lengkap dokumen
mungkin tidak
otentik/akurat
Apabila
sulit
ditafsirkan
Apabila ada animasi
yang sulit dipahami
maknanya
Apabila tidak dapat
diakses oleh umum
atau pribadi
Kehadiran pengamat
(missal: fotografer)
mungkin
mengganggu
dan
mempengaruhi
respon
Apabila
ada
dominasi
dalam
proses diskusi oleh
pihak tertentu
135
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dengan menggunakan teknik
triangulasi, yaitu dilakukan partisipan observer/pengamatan berperan serta, observasi
dan wawancara serta dibantu dengan dokumen tertulis dari pihak BMT. Observasi
atau pengamatan ada tiga jenis, yaitu : (1) Observasi partisipatif (participant
observation) dalam observasi ini peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang
yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. (2)
Observasi terus terang atau tersamar (overt observation/covert observation), peneliti
dalam melakukan pengumpulan data menyatakan terus terang kepada sumber data
bahwa ia sedang melakukan penelitian. Peneliti dapat saja pada kondisi tertentu juga
tidak terus terang atau tersamar dalam observasi. Hal ini untuk menghindari kalau
suatu data yang dicari merupakan data yang masih dirahasiakan. (3) Observasi tidak
terstruktur (unstructured Observation), observasi dalam penelitian kualitatif
dilakukan dengan tidak berstruktur, melainkan mengikuti alur proses yang terjadi atau
dipengaruhi situasi saat penggalian informasi tanpa terlepas dari fokus pengamatan
penelitian. Fokus observasi berkembang secara dinamis selama kegiatan observasi
berlangsung.
Peneliti juga melakukan wawancara kepada para petani. Tujuan dilakukannya
wawancara adalah untuk mengkonstruksi mengenai aktor, kejadian, organisasi,
perasaan, motivasi, dan tuntutan, kepedulian dan lain-lain.
Selanjutnya, peneliti
menverifikasi, mengubah, dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain,
baik manusia maupun bukan manusia (triangulasi); dan memperluas konstruksi yang
dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan sumber informasi yang didapat.
Data sekunder juga diperoleh dari dokumen-dokumen, bisa berbentuk tulisan,
gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang, atau suatu pihak tertentu.
Fokus Penelitian
Penelitian ini memfokuskan proses komunikasi yang terjadi ketika petani
berinteraksi dengan BMT dalam rangka mendapatkan pembiayaan syariah, yaitu saat:
(1) Petani mengajukan pembiayaan Syariah kepada BMT
136
(2) BMT Menyetujui memberikan pembiayaan syariah kepada Petani dengan
menggunakan akad mudharabah atau akad murabahah.
(3) BMT memberikan pelatihan kepada Petani yang telah mendapatkan pembiayaan
syariah
(4) BMT melakukan pendampingan kepada petani
(5) PINBUK melakukan pengawasan dan menjalankan fungsi konsultasi kepada
BMT
(6) PINBUK memberikan pelatihan kepada Petani lewat BMT
(7) Tokoh Masyarakat memberikan dukungan dan fungsi konsultasi kepada BMT
(8) Tokoh Masyarakat memberikan dukungan dan fungsi konsultasi kepada petani
Proses Pendekatan
Pada penelitian ini akses pengumpulan data diperoleh pertama kali dari
“gatekeeper” atau seseorang yang menjadi anggota kelompok masyarakat yang
diteliti. Pada penelitian ini yang dimaksud gatekeeper adalah ketua kelompok taninya yang kemudian dapat menghubungkan peneliti dengan informan anggotanya
dalam penelitian ini. Selanjutnya, informan akan menjadi sumber data utama selain
hasil pengamatan peneliti, karena dari informan inilah diperoleh model asli
bagaimana pola perilaku dari kelompok masyarakat yang akan diteliti.
Penelitian ini mengambil informan sebanyak 13 orang petani, terdiri dari para
petani dan Ketua BMT.
Penentuan informan dipilih secara purposif, dengan
pertimbangan utama, informan tersebut dapat berkomunikasi dengan baik sehingga
wawancara yang dilakukan berjalan lancar. Diharapkan pada kegiatan ini dapat
diperoleh gambaran mengenai perilaku komunikasi suatu kelompok masyarakat
langsung dari orang yang memang merupakan anggota masyarakat yang diteliti.
Pada pelaksanaan Observasi di lapangan, peneliti dengan nara sumber atau
yang biasa disebut informan terjalin rapport dan menghasilkan hubungan yang akrab
sehingga peneliti dapat melebur dengan informan, dan menghasilkan kepercayaan
(trust) karena terjadi keakraban. Hal ini dilakukan dengan tujuan akan mempermudah
penelitian pada tahap-tahap selanjutnya.
Keakraban hubungan dibina, melalui
137
rapport.
Rapport adalah hubungan antara peneliti dengan subyek informasi
sedemikian rupa sehingga subyek dengan sukarela dapat menjawab pertanyaan atau
memberikan informasi yang diperlukan oleh peneliti.
Ketika rapport itu telah
tercapai, usaha penggalian informasi dan data selanjutnya jadi lebih mudah.
Kadang-kadang peneliti menghadapi situasi yang walaupun peneliti secara
berulang-ulang telah menjelaskan maksud dan tujuan penelitian namun subyek
penelitian tetap tidak mau mengerti. Di pihak lain subjek tidak mau bekerjasama,
tidak mau memberikan informasi, atau tidak mau melakukan sesuatu yang diharapkan
peneliti.
Ketika peneliti menghadapi situasi demikian maka peneliti berusaha
mendekati subyek dengan jalan memakai salah satu anggota atau ketua dari kelompok
tani-nya sebagai perantara. Perangai peneliti, penyesuaian diri dengan penampilan
psikis maupun fisik akan mempermudah peneliti menghadapi situasi yang rumit
sekalipun.
Demi tercapainya penelitian ini, maka peneliti menyadari bahwa
penelitian ini memerlukan kesabaran dan kecermatan.
Teknik Keabsahan Data
Pada penelitian ini menetapkan keabsahan (truthworthiness) data yaitu
diperlukannya teknik pemeriksaan. Peneliti melaksanakan teknik pemeriksaan yang
didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada empat kriteria yang digunakan, yaitu
derajat kepercayaan (Kredibilitas, yang terdiri : perpanjangan ikut serta, ketekunan
pengamatan, triangulasi, pengecekan sejawat, kecukupan referensial, kajian kasus
negatif,
pengecekan
Kebergantungan
anggota);
(Audit
Keteralihan
(Uraian
Rinci)
kebergantungan)/(dependenbility);
(tranferability);
Kepastian
(audit
kepastian)/(Confirmability).
Kepercayaan (credibility), memiliki dua fungsi : pertama melaksanakan inkuiri
sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai; kedua,
mempertunjukan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian
oleh peneliti pada kenyataan ganda yang diteliti. Peneliti melakukan pemilihan nara
sumber (informan petani) yang memiliki kredibilitas tinggi sehingga memenuhi unsur
kredibilitas ini. Caranya adalah dengan perantara Ketua PINBUK masing-masing
138
daerah (Ciamis dan Bantul). Tahap kedua adalah dengan pertimbangan ketua BMT
masing-masing untuk memilih anggota BMT yang juga sebagai anggota kelompok
tani sebagai nara sumber peneliti.
Keteralihan (transferability) sebagai persoalan empiris bergantung pada
kesamaan antara konteks pengirim dan penerima.
Peneliti bertanggung jawab
menyediakan data deskriptif secukupnya ketika akan membuat keputusan tentang
pengalihan tersebut. Untuk keperluan itu peneliti melakukan penelitian kecil untuk
memastikan usaha menverifikasi tersebut.
Peneliti melakukan koding dengan
mengkategorikan hasil temuan sehingga terbentuk pola-pola. Pola-pola ini didapat
dari kesamaan dan kemiripan informasi yang diungkapkan oleh nara sumber. Tahap
kedua, peneliti melakukan verifikasi data tersebut kepada nara sumber untuk
memastikan apakah informasi yang telah disampaikan nara sumber tersebut benar.
Kebergantungan (Dependenbility), konsep kebergantungan lebih luas daripada
reliabilitas. Konsep itu memperhitungkan segala-galanya yaitu yang ada reliabilitas
itu sendiri ditambah faktor-faktor lainnya. Peneliti melakukan pola-pola terhadap
hasil temuan dari dua setting daerah yang berbeda. Sehingga hasil penelitian ini
dapat digunakan bagi daerah yang memiliki setting yang sama dengan daerah yang
diteliti, yaitu Ciamis dengan setting budaya Sunda dan Sub urban area serta Bantul
dengan setting budaya Jawa dengan Rural Area.
Kepastian (confirmability), konsep obyektivitas pemastian bahwa sesuatu itu
obyektif atau tidak bergantung pada persetujuan beberapa orang terhadap pandangan,
pendapat dan penemuan seseorang. Sesuatu yang obyektif, berarti dapat dipercaya,
faktual, dan dapat dipastikan. Pengertian terakhir inilah yang dijadikan tumpuan
pengalihan pengertian obyektivitas-subyektivitas menjadi kepastian. Pada tahap ini
selain peneliti melakukan verifikasi atas data hasil temuan kepada nara sumber,
peneliti juga meminta persetujuan nara sumber terhadap data yang didapat dan akan
dijadikan sebagai bahan temuan peneliti yang juga dapat dipublikasikan sebagai hasil
penelitian dan dapat digunakan juga oleh daerah lain yang memmiliki setting daerah
yang sama.
139
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data
dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan demikian
terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data dan waktu.
Triangulasi sebagai teknik pemeriksaan dibedakan empat macam triangulasi sebagai
teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan
teori.
Pada penelitian ini menggunakan pemanfaatan sumber dan teori., sebagai
berikut: (1) Sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan
suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian
kualitatif.
Hal itu dapat dicapai dengan jalan : (a) membandingkan data hasil
pengamatan dengan data hasil wawancara; (b) membandingkan apa yang dikatakan
orang di depan umum dengan yang dikatakannya secara pribadi; (c) membandingkan
apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang
dikatakannya sepanjang waktu; (d) membandingkan keadaan dan perspektif
seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang
yang berpendidikan menengah atau tinggi; (e) membandingkan hasil wawancara
dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. (2) Teori, berdasarkan anggapan bahwa
fakta tidak dapat diperiksa derajat kepercayaannya dengan satu atau lebih teori.
Triangulasi merupakan cara untuk menguji kredibilitas data yang berasal dari
berbagai macam teknik pengumpulan dan sumber data yang berbeda dengan
memanfaatkan penggunaan sumber dan teori. Cara terbaik untuk menghilangkan
perbedaan-perbedaan konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu studi,
waktu pengumpulan data tentang berbagai kejadian dan hubungan dari berbagai
pandangan. Peneliti dapat menggunakan teknik triangulasi untuk mengecek kembali
semua data-data yang diperoleh dari teknik dan sumber data yang berbeda selama
penelitian sehingga data tersebut dapat dipertanggung jawabkan sebagai suatu hasil
penelitian yang baik karena memiliki kredibilitas data yang tinggi.
Analisis Data
Semua data-data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan dokumen
diperlukan analisis.
Analisis data adalah proses mengatur urutan data,
140
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori atau satu uraian dasar.
Pengumpulan dan analisis data merupakan suatu proses yang bersamaan dalam
penelitian kualitatif. Peneliti membuat indeks atau kode data dengan menggunakan
sebanyak mungkin kategori. Selanjutnya peneliti berusaha untuk mengidentifikasi
dan menggambarkan pola dan tema ini. Selama analisis data, data disusun secara
kategoris dan kronologis, ditinjau secara berulang-ulang dan terus menerus
dikodekan. Rekaman wawancara dan rekaman buku harian lapangan akan ditinjau
secara tetap. Data penelitian ini berupa data kualitatif (pernyatan, gejala, tindakan
nonverbal yang terekam dalam bentuk deskripsi kalimat atau oleh gambar) maka
terdapat tiga alur kegiatan yang dapat dilakukan secara bersama, yaitu: reduksi data ,
penyajian data, penarikan kesimpulan dan verifikasi.
Reduksi data adalah suatu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari
catatan-catatan tertulis di lapangan.
Data kualitatif disederhanakan dan
ditransformasikan dengan berbagai cara, antara lain seleksi yang ketat, ringkasan,
atau uraian singkat, penggolongan dalam suatu pola yang lebih luas.
Penyajian data adalah susunan sekumpulan informasi yang memungkinkan
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Peneliti berupaya menggunakan
cara yang menggunakan matriks teks, pola, gambar dan bagan, disamping teks
naratif. Analisa data kualitatif mulai dengan mencari arti benda-benda, mencatat
keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab
akibat, dan proposisi. Peneliti menarik kesimpulan-kesimpulan secara longgar, tetap
terbuka dan skeptis.
Kesimpulan tersebut diverifikasi selama proses penelitian. Verifikasi tersebut
dapat berupa tinjauan atau pemikiran kembali pada catatan lapangan, yang
berlangsung sekilas atau dilakukan secara seksama dan memakan waktu lama, serta
bertukar pikiran dengan petani untuk mengembangkan intersubyektif. Makna-makna
yang muncul dari data harus diuji kebenarannya, kekokohannya, dan kecocokannya,
sehingga membentuk validitasnya.
141
Studi yang dilakukan adalah studi mengenai fenomena petani yang termasuk
dalam kategori studi fenomenologis, maka alur analisis datanya mengikuti apa yang
dikemukakan oleh Creswell (2002), yaitu :
(1) Peneliti memulai dengan mendeskripsikan secara menyeluruh pengalamannya.
(2) Peneliti kemudian menemukan pernyataan (dalam wawancara) tentang bagaimana
orang-orang
memahami
topik,
rinci
pernyataan-pernyataan
tersebut
(horisonalisasi data) dan memperlakukan setiap pernyataan memiliki nilai yang
setara, serta mengembangkan rincian tersebut dengan tidak melakukan
pengulangan atau tumpang tindih.
(3) Pernyataan-pernyataan tersebut kemudian dikelompokan ke dalam unit-unit
bermakna (meaning unit), peneliti merinci unit-unit tersebut dan menuliskan
sebuah penjelasan teks (textural description) tentang pengalamannya, termasuk
contoh-contoh secara seksama.
(4) Peneliti kemudian merefleksikan pemikirannya dan menggunakan variasi
imajinatif (imaginative variation) atau deskripsi struktural
(structural
description), mencari keseluruhan makna yang memungkinkan dan melalui
perspektif yang divergen (divergent perspectives), mempertimbangkan kerangka
rujukan atas gejala (phenomenon), dan mengkonstruksikan bagaimana gejala
tersebut dialami.
(5) Proses tersebut merupakan langkah awal peneliti mengungkapkan pengalaman,
dan kemudian diikuti pengalaman seluruh partisipan.
Setelah semua itu
dilakukan, kemudian peneliti menulis deskripsi gabungannya.
Bila diringkas maka, teknik analisis dan representasi data pada penelitian
fenomenologi, dijelaskan pada Tabel 3.4.
142
Tabel 3.4. Teknik Analisa dalam Fenomenologi
Analisis dan Representasi Data
Pengolahan Data
Membaca dan Mengingat Data
Menggambarkan Data
Mengklasifikasikan Data
Interpretasi Data
Visualisasi dan Presentasi Data
Sumber : Creswell (2002)
Penelitian Fenomenologi
Membuat dan Mengorganisasikan data
Membaca teks, membuat batasan-batasan
catatan, dan membuat form kode-kode
inisial
Menggambarkan makna dari peristiwa
untuk peneliti
ï‚· Menemukan pernyataan-pernyataan
bermakna dan membuat daftarnya
ï‚· Mengelompokkan pernyataanpernyataan yang sama ke dalam unitunit makna tertentu
ï‚· Membangun deskripsi tekstural (apa
yang terjadi)
ï‚· Membangun deskripsi struktural
(bagaimana peristiwa itu dialami)
ï‚· Membangun deskripsi keseluruhan
dari peristiwa (esensi peristiwa)
Narasi esensi peristiwa, dilengkapi
dengan tabel pernyataan, dan unit-unit
bermakna
143
BAB IV
GAMBARAN UMUM DESA CIJEUNJING KABUPATEN CIAMIS DAN
DESA BLAWONG KABUPATEN BANTUL
Baik di Kabupaten Ciamis dan Bantul memiliki BMT yang memberikan pembiayaan
kepada petani. Berdasarkan rekomendasi dari Direktorat bagian pembiayaan syariah
kementrian pertanian merujuk pada PINBUK di kabupaten Ciamis dan Bantul. Selanjutnya
PINBUK mengarahkan kepada BMT yang memberikan pembiayaan syariah kepada petani
dan masih tetap berjalan dan maju dimulai sejak 2005 hingga saat ini. Kabupaten Ciamis
diwakili oleh BMT Miftahussalam dan Kabupaten Bantul diwakili oleh BMT Al Barokah.
Kabupaten Ciamis
Kabupaten Ciamis, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibu
kotanya adalah Ciamis Kota. Kabupaten ini berada di bagian tenggara Jawa Barat, berbatasan
dengan Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan di utara, Kabupaten Cilacap (Jawa
Tengah)
& dan
kota
Banjar di
timur,
Samudra
Hindia di
selatan,
serta Kota
Tasikmalaya dan Kabupaten Tasikmalaya di barat. Moto Ciamis adalah Mahayuna Ayuna
Kadatuan. Kota Ciamis memiliki luas 2.740,76 km2 dengan jumlah penduduk sebanyak
1.531.729, Kepadatan penduduk sebesar 558,74 jiwa/km2 (Sensus Penduduk 2010).
Gambaran mengenai kependudukan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Indikator Kependudukan Kabupaten Ciamis, 2010
Uraian
Jumlah
Jumlah Penduduk/Jiwa
1.531.359
Laki-laki
757.729
Perempuan
773.630
Rata-rata pertumbuhan penduduk 2000-2010 (Persen)
0,046
Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2)
558,74
Sex Ratio (L/P) (Persen)
97,94
Sumber: BPS, Sensus Penduduk, 2010
Kabupaten Ciamis terdiri atas 36 kecamatan, yang dibagi lagi atas 350 desa dan
kelurahan. Pusat pemerintahan di Kecamatan Ciamis.
Kecamatan Banjar, yang dulunya
bagian dari Ciamis, ditingkatkan statusnya menjadi kota administratif, dan sejak tanggal 11
144
Desember 2002 ditetapkan menjadi kota (otonom), yang terpisah dari Ciamis. Sejak sekira
lima tahun silam terdapat wacana untuk memekarkan lagi Ciamis (pasca-lepasnya Banjar dan
sekitarnya menjadi Kota definitif), yaitu dengan membuat Ciamis Selatan meliputi selatan
Kabupaten induk, namun hal ini masih terus dibahas di DPRD Ciamis, mengingat adanya
pengetatan aturan tak-tertulis untuk pelaksanaan pemekaran suatu daerah administratif
(Provinsi
maupun
Kabupaten/Kota).
Patut
dimaklum,
membentuk
sebuah
daerah
administratif baru akan menguras dana yang besar, sementara APBN (dari pusat) dan APBD
(dari Provinsi) selayaknya harus dijalurkan kepada hal-hal yang lebih mendesak.
Sebagian besar wilayah Ciamis berupa pegunungan dan dataran tinggi, kecuali di
perbatasan dengan Jawa Tengah bagian selatan, serta sebagian wilayah pesisir. Pantai selatan
Ciamis bagian timur berupa teluk, diantaranya Teluk Pangandaran, Teluk Parigi, dan Teluk
Pananjung. Pantai Pangandaran salah satu tujuan wisata utama Ciamis.
Ibu kota Ciamis berada di jalan Lintas jalur (Bandung-Yogyakarta-Surabaya).
Kabupaten ini juga dilintasi jalur kereta api lintas selatan, dengan stasiun terbesarnya
di Ciamis. Di bagian selatan Kabupaten terdapat sebuah lapangan terbang perintis,
dinamai Nusawiru, tadinya ditujukan untuk membuka lebar peluang pariwisata (Pangandaran
dan sekitarnya) dan investasi di pesisir selatan. Namun kini terkesan kurang dirawat. Di tiaptiap Kecamatan terdapat klinik Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), juga terdapat
Praktik Dokter Swasta. Di pusat Kabupaten terdapat Rumah Sakit Umum, selain itu untuk
mereka yang lebih dekat ke Kota Banjar dapat mengakses Rumah Sakit Umum Banjar (di
Kota Banjar), atau dapat pula ke beberapa Rumah Sakit Umum di Kota Tasikmalaya.
Kabupaten Bantul
Bantul memang tak bisa dilepaskan dari sejarah Yogyakarta sebagai kota perjuangan
dan sejarah perjuangan Indonesia pada umumnya. Bantul menyimpan banyak kisah
kepahlawanan. Antara lain, perlawanan Pangeran Mangkubumi di Ambar Ketawang dan
upaya pertahanan Sultan Agung di Pleret. Perjuangan Pangeran Diponegoro di Selarong.
Kisah perjuangan pioner penerbangan Indonesia yaitu Adisucipto, pesawat yang
ditumpanginya jatuh ditembak Belanda di Desa Ngoto. Sebuah peristiwa yang penting dicatat
adalah Perang Gerilya melawan pasukan Belanda yang dipimpin oleh Jenderal Sudirman
(1948) yang banyak bergerak di sekitar wilayah Bantul. Wilayah ini pula yang menjadi basis,
"Serangan Oemoem 1 Maret" (1949) yang dicetuskan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX.
145
Tolok awal pembentukan wilayah Bantul adalah perjuangan gigih Pangeran
Diponegoro melawan penjajah bermarkas di Selarong sejak tahun 1825 hingga 1830. Seusai
meredam perjuangan Diponegoro, Pemeritah Hindia Belanda kemudian membentuk komisi
khusus untuk menangani daerah Vortenlanden yang antara lain bertugas menangani
pemerintahan daerah Mataram, Pajang, Sokawati, dan Gunung Kidul. Kontrak kasunanan
Surakarta dengan Yogyakarta dilakukan baik hal pembagian wilayah maupun pembayaran
ongkos perang, penyerahan pemimpin pemberontak, dan pembentukan wilayah administratif.
Tanggal 26 dan 31 Maret 1831 Pemerintah Hindia Belanda dan Sultan Yogyakarta
mengadakan kontrak kerja sama tentang pembagian wilayah administratif baru dalam
Kasultanan disertai penetapan jabatan kepala wilayahnya. Saat itu Kasultanan Yogyakarta
dibagi menjadi tiga kabupaten yaitu Bantul karang untuk kawasan selatan, Denggung untuk
kawasan utara, dan Kalasan untuk kawasan timur. Menindaklanjuti pembagian wilayah baru
Kasultanan Yogyakarta, tanggal 20 Juli 1831 atau Rabu Kliwon 10 sapar tahun Dal
1759 (Jawa) secara resmi ditetapkan pembentukan Kabupaten Bantul yang sebelumnya di
kenal bernama Bantulkarang. Seorang Nayaka Kasultanan Yogyakarata bernama Raden
Tumenggung Mangun Negoro kemudian dipercaya Sri Sultan Hamengkubuwono V untuk
memangku jabatan sebagai Bupati Bantul.
Tanggal 20 Juli inilah yang setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Jadi Kabupaten
Bantul. Selain itu, memiliki nilai simbol kepahlawanan dan kekeramatan bagi masyarakat
Bantul mengingat Perang Diponegoro dikobarkan tanggal 20 Juli 1825. Pada masa
pendudukan
Jepang,
pemerintahan
berdasarkan
pada
Usamu
Seirei
nomor
13
sedangkan stadsgemente ordonantie dihapus. Kabupaten Memiliki hak mengelola rumah
tangga sendiri (otonom).
Kemudian setelah kemerdekaan, pemerintahan ditangani oleh Komite Nasional Daerah
untuk melaksanakan UU No 1 tahun 1945. Di Yogyakarta dan Surakarta undang-undang
tersebut tidak diberlakukan hingga dikeluarkannya UU Pokok Pemerintah Daerah No 22
tahun 1948. dan selanjutnya mengacu UU Nomor 15 tahun 1950 yang isinya pembentukan
Pemerintahan Daerah Otonom di seluruh Indonesia.
Bantul terdiri dari 17 Kecamatan, 75 Desa, 933 Dusun, terletak di sebelah Selatan
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebelah Utara berbatasan dengan kota Yogyakarta
dan Kabupaten Sleman, Sebelah Selatan : Samudera Indonesia, Sebelah Timur : Kabupaten
Gunung Kidul, dan Sebelah Barat: Kabupaten Kulon Progo.
146
Bantul terletak antara 07° 44' 04" - 08° 00' 27" Lintang Selatan dan 110° 12' 34" 110° 31' 08" Bujur Timur. Luas wilayah Bantul 508,85 Km2 (15,90 5 dari Luas wilayah
Propinsi DIY) dengan topografi sebagai dataran rendah 140 persen dan lebih dari separonya
(60 persen) daerah perbukitan yang kurang subur, secara garis besar terdiri dari : Bagian
Barat, adalah daerah landai yang kurang serta perbukitan yang membujur dari Utara ke
Selatan seluas 89,86 km2 (17,73 persen dari seluruh wilayah). Bagian Tengah, adalah daerah
datar dan landai merupakan daerah pertanian yang subur seluas 210.94 km2 (41,62 persen).
Bagian Timur, adalah daerah yang landai, miring dan terjal yang keadaannya masih lebih
baik dari daerah bagian Barat, seluas 206,05 km2 (40,65 persen). Bagian Selatan, merupakan
bagian dari daerah bagian Tengah dengan keadaan alamnya yang berpasir dan sedikir
berlagun, terbentang di Pantai Selatan dari Kecamatan Srandakan, Sanden dan Kretek. Bantul
dialiri 6 Sungai yang mengalir sepanjang tahun dengan panjang 114 km2. Yaitu : 1. Sungai
Oyo : 35,75 km, 2. Sungai Opak : 19,00 km, 3. Sungai Code : 7,00 km, 4. Sungai Winongo :
18,75 km, 5. Sungai Bedog : 9,50 km, 6. Sungai Progo : 24,00 km. Selanjutnya penggunaan
lahan dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Tata Guna Lahan Bantul 2009
No.
Jenis
Luas
Persentase
1
Pekarangan
18.327,15 Ha
36,16
2
Sawah
16.823,84 Ha
33,19
3
Tegalan
7.554,45 Ha
14,90
4
Tanah Hutan
1.697,80 Ha
3,35
Sumber data : BPS Kabupaten Bantul 2009
Berdasarkan Peraturan daerah Nomor 16 Tahun 2007 tentang Pembentukan Organisasi
Dinas Daerah di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Bantul, di dalamnya termuat kedudukan,
tugas pokok dan fungsi.
Dinas Pertanian dan Kehutanan merupakan unsur pelaksana
Pemerintah Daerah di bidang pertanian tanaman pangan, kehutanan dan perkebunan. Dinas
Pertanian dan Kehutanan dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah.
Tugas Pokok Dinas Pertanian dan Kehutanan adalah melaksanakan sebagian
kewenangan Kabupaten di bidang pertanian yang meliputi: pertanian tanaman pangan,
perkebunan dan hortikultura, kehutanan, ketahanan pangan.
Untuk melaksanakan tugas
147
pokok tersebut, Dinas Pertanian dan Kehutanan mempunyai fungsi: (a) Perumusan
kebijaksanaan teknis pelaksanaan di bidang pertanian dan kehutanan; (b) Penyelenggaraan
urusan pemerintahan dan tugas pembantuan di bidang pertanian, kehutanan dan ketahanan
pangan; (c) Pembinaan dan pelaksanaan tugas bidang pertanian, kehutanan dan ketahanan
pangan; (d) Melaksanakan kesekretariatan Dinas; dan (e) Pelaksanaan tugas lain yang
diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya. (f) Pengelolaan rumah tangga dan
tata usaha dinas. Data kependudukan daerah Bantul dapat dijelaskan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Data Kependudukan Bantul 2009
No
1
Uraian
Jumlah
Persentase
Total Penduduk (jiwa)
786.745
- Laki-Laki
386.777
48,97
- Perempuan
402.968
51,03
- Penduduk Dewasa
603.839
76,46
- Penduduk Anak-Anak
185.906
23,54
2
Kepala Keluarga (KK)
196.212
3.
Mutasi Penduduk Tahun 2009
a. Lahir (L)
6.917
0,88
b. Datang (D)
7.268
0,92
c. Mati (M)
3.573
0,45
d. Pergi (P)
3.927
0,50
4
Kenaikan Penduduk Tahun 2009
6.685
0,85
Kenaikan Alami (L-M)
3.344
0,42
Hasil Registrasi Peduduk Awal Tahun 2009 (Sumber Data : BPS Kabupaten Bantul)
Selanjutnya data kepadatan pendudukan secara geografis di Bantul dapat terlihat pada
Tabel 4.4.
Tabel 4.4. Kepadatan Penduduk Geografis Bantul 2010
No
Kecamatan
1. Srandakan
2. Sanden
3. Kretek
4. Pundong
5. Bambanglipuro
6. Pandak
7. Bantul
8. Jetis
9. Imogiri
10. Dlingo
11. Pleret
Luas (Km2)
18,32
23,16
27,77
23,68
22,7
24,3
21,95
24,47
54,49
55,87
22,97
Jumlah
Penduduk
28.582
29.636
29.135
31.603
37.311
46.674
59.234
51.927
56.151
35.542
43.185
Kepadatan /
Km2
1.560
1.280
1.088
1.335
1.644
1.962
2.699
2.284
1.030
636
1.880
148
Lanjutan
Jumlah
Penduduk
12. Piyungan
32,54
48.646
13. Banguntapan
28,48
120.123
14. Sewon
27,16
104.168
15. Kasihan
32,38
110.427
16. Pajangan
33,25
32.810
17. Sedayu
33,36
44.418
Jumlah
506,85
910.572
Sumber Data BPS Kabupaten Bantul, 2010
No
Kecamatan
Luas (Km2)
Kepadatan /
Km2
1.495
4.218
3.835
3.410
987
1.293
1.796
Berdasarkan data Tabel 4.4. terlihat bahwa kecamatan Imogiri secara geografis
termasuk daerah yang sedang (1.030) kepadatan kenduduknya dibandingkan kecamatan
lainnya. Data kepadatan pendudukan secara Agraris di Bantul terlihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5. Kepadatan Penduduk Agraris Bantul 2010
Luas Areal
Jumlah
Pertanian(Ha)
Penduduk
1. Srandakan
575
28.582
2. Sanden
1,191
29.636
3. Kretek
1,416
29.135
4. Pundong
864
31.603
5. Bambanglipuro
22,7
37.311
6. Pandak
24,3
46.674
7. Bantul
21,95
59.234
8. Jetis
24,47
51.927
9. Imogiri
54,49
56.151
10. Dlingo
55,87
35.542
11. Pleret
22,97
43.185
12. Piyungan
32,54
48.646
13. Banguntapan
28,48
120.123
14. Sewon
27,16
104.168
15. Kasihan
32,38
110.427
16. Pajangan
33,25
32.810
17. Sedayu
33,36
44.418
Jumlah
506,85
910.572
Sumber: Data BPS Kabupaten Bantul, 2010
No
Kecamatan
Kepadatan / Ha
50
25
21
37
32
51
52
44
51
69
50
35
85
80
164
125
46
1.796
Berdasarkan data Tabel 4.5. terlihat bahwa kecamatan Imogiri secara agraris dilihat
dari luasnya areal pertanian termasuk daerah yang sedang (51) kepadatan kenduduknya
dibandingkan kecamatan lainnya.
149
Desa Cijeunjing Kabupaten Ciamis
Kecamatan Cijeungjing memiliki jumlah penduduk sebanyak kurang lebih 50.206
jiwa, terdiri dari Laki-Laki 24.648 jiwa dan Perempuan sebanyak kurang lebih 25.558 jiwa
dengan luas wilayah kurang lebih 59,9 Km2 terdiri dari Tanah sawah 990 Ha dan Tanah
Kering 4.835 Ha. Batas wilayah Kecamatan Cijeungjing adalah sebagai berikut : (a) Sebelah
barat: Kecamatan Ciamis, (b) Sebelah timur: Kecamatan Cisaga dan Kota Banjar, (c) Sebelah
utara: Kecamatan Sukadana dan
kecamatan Ciamis, (d) Sebelah selatan: Kecamatan
Cimaragas dan kecamatan Tasikmalaya. Orbitasi (jarak ke ibukota Ciamis): 7 Km. Secara
administrasi pemerintahan kecamatan Cijeunjing terdiri dari: 11 desa, 162 RW dan 417 RT.
Prasarana pendidikan terdiri dari: TK Negeri dan swasta: 20 buah, SD Negeri dan swasta: 27
buah, SLTP Negeri dan swasta: 3 buah, SMU Negeri dan swasta: 3 buah, SMK Negeri dan
swasta: 6 buah, Madrasah Diniyah: 15 buah, Ibtidaiyah: 8 buah, Tsanawiyah: 8 buah, Aliyah:
5 buah, Perguruan Tinggi: 1 buah (Sumber buku profil Kecamatan Kabupaten Ciamis, 2010)
Penduduk Cijeunjing sebagian besar adalah orang Sunda tapi ada juga suku lain
seperti suku batak, jawa dan padang. Pekerjaan orang jawa kebanyakan sebagai pedagang,
suku padang banyak berjualan di pasar, suku batak sebagai pegawai swasta sedangkan suku
Sunda sebagai PNS, petani dan buruh tani.
Bahasa yang digunakan masyarakat Cijeunjing sehari-hari adalah bahasa Sunda,
sebagian kecil berbahasa Indonesia. Sebagai daerah urban area, desa ini memiliki data
potensi desa yang menggambarkan adanya variasi dalam mata pencaharian penduduk tetapi
desa Cijeunjing menempatkan petani baik pemilik dan buruh tani merupakan komunitas yang
paling dominan, sedangkan komunitas yang paling sedikit adalah pengusaha, pada level
menengah adalah komunitas PNS dan TNI/Polri.
Pola-pola komunikasi berdasarkan status ekonomi memberikan kontribusi bagi
perkembangan masyarakat Cijeunjing oleh karena perbedaan dalam strata ekonomi tidak
menjadikan hambatan dalam proses komunikasi. Interaksi sosial masyarakat Cijeunjing
memiliki nilai yang positif karena adanya ikatan-ikatan yang dibangun dari kebiasaan
masyarakat desa baik dalam rangka hubungan bertetangga sebagai symbol kedekatan atau
keakraban dan kekeluargaan sesama warga desa maupun dalam kegiatan tolong menolong
sesama warga desa.
Berdasarkan karakteristik desa agraris yaitu pola komunikasi
intrepersonal yang didasarkan atas tolong menolong diantara sesame warga desa. Proses
interaksi tidak terbatas dalam satu komunitas saja tetapi antara komunitas dalam desa
150
Cijeunjing. Warga masyarakat dalam mengembangkan interaksi sosial mematuhi normanorma budaya yang ada di desa itu.
Secara struktur budaya, etnis sunda sebagai penduduk asli dalam pergaulan seharihari masyarakatnya tidak memarginalkan warga pendatang diterima secara positif sebagai
warga desa, sehingga tidak ada konflik yang dipicu oleh perbedaan struktur budaya. Dalam
konteks system budaya kehadiran pendatang tidak sampai mengusik perekonomian warga
setempat karena para pendatang minoritas secara ekonomis berbeda dengan mayoritas
perekonomian penduduk setempat, sedangkan pendatang pada umumnya berprofesi sebagai
pedagang, jadi tidak saling mengusik kehidupan mereka.
Etnis yang ada di desa Cijeunjing dihubungkan dengan tingkat kepedulian terhadap
kondisi lingkungan, baik penduduk asli maupun pendatang umumnya warga yang berbeda
kebudayaan tidak menghalangi masyarakat untuk tidak pedili dengan lingkungan. Pergaulan
social di desa Cijeunjing diantara warga masyarakat yang berbeda usia masih tetap
dipertahankan seperti antara yang muda dan yang tua saling menghormati.
Masyarakat
tradisional, kesopanan menjadi satu acuan tata pergaulan masyarakat, sehingga sopan santun
menjadi acuan warga masyarakat.
Desa Blawong Kabupaten Bantul
Desa Blawong terletak di kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul dengan luas wilayah
615.680 Ha. Jumlah penduduknya sebanyak 9.466 jiwa yang terdiri dari 4.567 laki-laki dan
4.899 perempuan, dengan 2.095 Kepala Keluarga. Data distribusi penduduk berdasarkan
tingkat pendidikan dapat dijelaskan pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6. Distribusi penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan Desa Blawong, 2009
No.
Tingkat Pendidikan
1
Taman Kanak-Kanak
2
Sekolah Dasar
3
SMP
4
SMA
5
Akademik (D1-D3)
6
Sarjana (S1-S3)
Jumlah
Sumber : Data Monografi Desa Blawong 2009
Jumlah
1561
2392
1045
818
51
48
5915
Prosentase
26,39
40,43
17,66
13,82
0,86
0,81
100
Berdasarkan tabel 4.6. penduduk Desa Blawong sebagian besar memiliki tingkat
pendidikan Sekolah Dasar sebesar 2392 (40,43%).
Kita dapat menyimpulkan bahwa
masyarakat Desa Blawong memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Desa Blawong pada
151
umumnya memiliki sumber mata pencaharian dari sektor pertanian. Hal ini dapat dilihat dari
Tabel 4.7.
Tabel 4.7. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Desa Blawong 2009
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Jenis Mata Pencaharian
Jumlah (Jiwa) Persentase
PNS
189
3,03
TNI/Polri
41
0,65
Swasta
219
3,51
Wiraswasta
247
3,96
Tani
1.647
26,43
Pertukangan
209
3,35
Buruh Tani
3.475
55,76
Jasa
152
2,43
Pensiunan
52
0,83
Jumlah
6231
100
Sumber : Data Monografi Desa Blawong 2009
Tabel 4.7. menunjukan bahwa sebagian besar pendududk desa Blawong mata
pencahariannya pada sector pertanian, yaitu 5.122 jiwa (82,18 persen), karena di Desa
Blawong sebagian besar lahan yang ada digunakan sebagai lahan pertanian dengan komoditi
unggulannya adalah padi sawah.
BMT Miftahussalam
Sejarah Singkat Pendirian BMT Miftahussalam
dilatar belakangi oleh maraknya
pelepas-pelepas uang (rentenir) yang memungut keuntungan sangat besar, dan akhirnya
sangat memberatkan kegiatan usaha masyarakat. Keadaan ini menimbulkan satu kasadaran
dari beberapa tokoh masyarakat di Desa Handapherang atas kajian adanya sebuah lembaga
permodalan yang dapat mengayomi para pengusaha kecil lapisan masyarakat.
Beberapa pertemuan yang membahas pendirian lembaga keuangan tersebut dilaksanakan
pada tahun 1995 dengan modal awal Rp. 600.000,- ditambah hibah dari pemerintah sebesar
Rp. 3.000.000,-,. Pada saat itulah di Kecamatan Cijeunjing dimulai operasional lembaga
keuangan mikro syariah dan berkantor di Jl. H. Ubad No. 94 Handapherang - Ciamis.
Tahun 1997 setelah pihak yayasan pesantren merasa mampu, dan terus belajar
operasional lembaga keuangan syariah, para pengelola mengajukan legalitas badan hukum
kepada instansi terkait. Tanggal 14 Juli 1997 dikeluarkan Keputusan Menteri Koperasi dan
152
Pembinaan Usaha Kecil Republik Indonesia Nomor : 305/BH/KWK 10/VII/1997 tentang
legalitas usaha yang telah dibentuk dengan nama KOPONTREN BMT MIFTAHUSSALAM.
Hasil rapat anggota Kopontren Miftahussalam dibentuk kepengurusan dan Dewan
Pengawas Syariah yang berfungsi mengawasi jalannya operasional BMT Kopontren
Miftahussalam baik dalam operasi maupun jenis produk yang ditawarkan agar tidak
melanggar ketentuan - ketentuan syariah.
Visi: Terwujudnya lembaga keuangan mikro syariah yang unggul dan prima dalam
pelayanan anggota. Misi: (1) Pelaksanaan manajemen mutu dalam operasional BMT, (2)
Pembinaan usaha anggota dalam manajerial, keahlian, permodalan dan teknologi, (3)
Sosialisasi ekonomi syariah dalam kegiatan bisnis anggota, (4) Membangun jaringan bisnis
yang berkualitas dengan Moto : "Bersama Umat Membangun Ekonomi Maslahat". NPWP :
1.806.124.2-425; TDP : 101525200152. TDUP : 101/10-16/TDUP/VII/1998. Alamat: Jl. H.
Ubad No. 94 Ds. Handapherang Kec. Cijeungjing Kab. Ciamis Jabar. Kode Pos: 46271;
Telephone: (0265) 7079691 – 773283. Fax: (0265) 773283; Email: info@bmtmiftahussalam.
com. Website: http://bmtmiftahussalam.com
Wilayah kerja komontren BMT Miftahussalam meliputi kecamatan Cijeunjing dan
kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis, dengan jumlah anggota dan pra anggota 1707 orang.
Bantuan kepada para anggota antara lain berupa : Pinjaman permodalan, Pendampingan,
membantu pemasaran, bimbingan teknis pertanian, peternakan dan perikanan.
Program Kerja BMT Miftahussalam, yaitu : (1) Bersama masyarakat terutama anggota
berupaya membangun pertanian yang maju dengan basis peternakan, (2) Meningkatkan
ketrampilan teknis para petani dalam budidaya dan mengelola hasil produksi pertanian, (3)
Membuat kesepakatan atau kontrak beli dengan para pembeli hasil pertanian dalam upaya
menjaga stabilitas harga, (4) Membina mental anggota dalam menjaga kepercayaan, (5)
Menambah wawasan para petani lewat penyuluhan dan studi banding
Pada 26 Oktober 2009 dalam rangka memperingati Hari Pangan Sedunia tingkat Jawa
Barat, gubernur Jawa Barat, Ahmad Heriawan, memberikan penghargaan kepada Yayasan
Miftahussalam atas upaya dan peran sertanya membantu mengamankan pangan masyarakat.
Penghargaan ini merupakan motivator bagi BMT untuk senantiasa berbuat bagi masyarakat.
BMT Miftahussalam sebagai komponen Yayasan Miftahussalam memberikan kontribusi
yang sangat besar dalam upaya ketahanan pangan, karena sebagai lembaga ekonomi,
berkewajiban untuk membantu masyarakat dalam hal : (1) Pendampingan dan pembinaan
153
manajemen usaha anggota, (2) Pemberian pinjaman modal usaha (3) Membantu pemasaran
hasil produksi anggota, (4) Membuat jaringan usaha antar sesama anggota.
Pemasaran produk anggota dan sektor riil BMT Miftahussalam juga menggarap
pemasaran Online. Sebuah upaya menyikapi trend belanja masyarakat ke depan. Upaya lain
Miftahussalam adalah membantu anak yatim dan anak tidak mampu, terutama membebaskan
mereka dari kewajiban biaya sekolah, juga menampung mereka di Panti Sosial Asuhan Anak.
Sektor Riil yang digarap diharapkan akan terus berkembang di waktu mendatang.
Sementara saat ini pun sektor riil meliputi beberapa bidang kegiatan, sebagai berikut:
Budidaya Jamur Merang dan jamur Tiram, Sapi Potong/Qurban, Domba Potong/ Qurban,
Peternakan Ayam Petelor, Peternakan Ayam Ras, Perkebunan Jagung, Penyemaian Albasiah,
Kelapa bahan Kopra, Tanaman Hias.
Pelayanan jasa pembayaran (payment point) memberikan kemudahan kepada para
pengguna jasa untuk melakukan pembayaran berbagai tagihan seperti tagihan listrik, telepon,
PDAM, speedy, pembayaran angsuran kredit kendaraan (leasing) melalui WOM dan FIF
Finance, pembelian pulsa isi ulang sampai pembelian tiket kereta api dan pesawat. Semua
dilakukan secara online dan realtime.
Baitul Mal Miftahussalam bekerjasama dengan UPZ (Unit Pengumpul Zakat) setempat
melakukan penghimpunan dan penyaluran dana zakat, infaq serta shadaqah dari para
muhsinin dan muzakki. Penyaluran dana ZIS kepada para mustahik diarahkan untuk
digunakan untuk aktivitas produktif sebagai modal usaha sehingga pemanfaatan dana zakat
untuk pengentasan kemiskinan akan lebih efektif.
BMT Miftahussalam memberikan pembiayaan Modal Kerja yang merupakan produk
pembiayaan KJKS Berkah Madani kepada sektor produktif usaha mikro dan kecil (UMK)
dengan plafon pembiayaan sampai dengan Rp 50 juta untuk kegunaan penambahan modal
kerja. Pola pembiayaan sesuai dengan ketentuan syariah, dengan akad Jual Beli
(Murabahah), Sewa (Ijarah), Mudharabah atau Musyarakah. Fasilitas pembiayaan dapat
digunakan untuk : membiayai piutang dagang, membiayai operasional usaha/ proyek,
membayar gaji karyawan, membeli persediaan barang dagangan, dan membiayai produksi.
Selain pembiayaan modal, BMT Miftahussalam juga memberikan pembiayaan
Investasi yang merupakan produk pembiayaan KJKS Berkah Madani kepada sektor
produktif usaha mikro dan kecil untuk kebutuhan investasi usaha dengan plafon maksimal Rp
100 juta.
Fasilitas Pembiayaan dapat digunakan untuk: membayar sewa ruang usaha,
kendaraan dll, membiayai perbaikan fasilitas usaha, membeli fasilitas usaha/alat produksi
154
Produk tabungan dari BMT Miftahussalam adalah Tabungan Berkah yang merupakan
tabungan individu atau lembaga non kependidikan dengan akad mudharabah yang fleksibel,
dan memberikan bagi hasil sesuai syariah. Kedua, Tabungan Pendidikan : tabungan untuk
pelajar dan mahasiswa. Ketiga, Tabungan Qurban untuk menunaikan ibadah kurbah setiap
tahunnya. Keempat, Tabungan Idul Fitri : untuk membantu kebutuhan hari raya. Data
perkembangan keuangan BMT Miftahussalam dapat dilihat pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8. Data Perkembangan BMT Miftahussalam
No.
Uraian
1
Nasabah
2
Tahun
2006
2007
2008
2009
2010
1,179
1,420
1,707
2,007
2,387
Asset
591,465,375.48
746,351,632.31
1,362,732,051.66
2,313,108,014.07
2,440,146,172.42
3
Pembiayaan
480,906,154.00
572,450,363.00
1,151,205,839.00
1,662,991,974.00
1,777,140,394.00
4
CAR
-
-
-
-
9.24%
5
NPF
-
-
8.93%
8.54%
5.21%
Sumber: Laporan Keuangan BMT Miftahussalan, 2010
Berdasarkan data perkembangan BMT di atas terjadi peningkatan jumlah secara
signifikan pada nasabah, asset, penyaluran pembiayaan.
Namun pada tahun-tahun
sebelumnya jumlah modal (CAR) belum dihitung dan dilaporkan secara sistematis dan
periodik dalam laporan keuangannya. Jumlah NPF yang dialami oleh BMT mengalami
penurunan, hal ini ditunjang dengan banyaknya pelatihan-pelatihan mental yang diberikan
oleh BMT kepada nasabah petani-nya sehingga merubah perilaku nasabahnya menjadi lebih
baik dan bertanggung jawab.
BMT Miftahussalam menyalurkan pembiayaan dalam bentuk akad murabahah
sebesar 70,47 persen, pembiayaan dengan akad mudharabah sebesar 25,19 persen dan dalam
bentuk akad rahn sebesar 0,24 persen. Selain itu juga menyalurkan pembiayaan dalam akad
al qardhul hasan sebesar 4.10 persen. Pembiayaan al qardul hasan ini berasal dari Bazis
yang dikelola oleh BMT dan disalurkan kepada para petani yang memiliki perekonomian
yang sangat minim sehingga dibantu dengan memberikan pembiayaan al qardh ini.
BMT Al Barokah
LKM-A BMT Al Barokah
berdiri sejak 1 Oktober 2001 dengan akte pendirian
September 1999. Kantornya bertempat di Jl. Imogiri Timur Km. 11,5 kecamatan Imogiri
155
Bantul.
Badan Hukum : 082/BH/KDK-12-1/IX/1999. Jalan Imogiri Timur Km 11,5
Blawong, Trimulyo, Jetis, Bantul.
Telp. (0274) 4415135, 081328780335.
Email :
[email protected] . BMT memiliki asset berjumlah 127 juta. Usaha BMT Al Barokah
di bidang perdagangan 25 persen, industri 10 persen, pertanian 60 persen. Pada tahun 2009
sampai saat ini anggotanya sudah mencapai 450 orang. Saat ini BMT Al Barokah membantu
memberikan pembiayaan kredit kepada para petani di wilayah Bantul. Komoditas yang
dibiayai adalah tanaman padi, palawija, peternakan dan perikanan. Pengembalian kredit yang
dilakukan petani berjalan kuran lancar.
Harapan dari LKM-A ini adanya tindak lanjut
dimana Departemen Pertanian berharap kredit ini dapat bermanfaat bagi LKMA dan petani.
Visi dan misinya menjadi salah satu lembaga yang dipercaya dan meningkatkan
kualitas usaha ekonomi untuk mensejahterakan anggota khususnya para petani dan
masyarakat pada umumnya.
Unit Usaha BMT Barokah :
(1) Unit Simpan Pinjam : (a.) Produk Simpanan:
Simpanan sukarela (Simpanan Barokah), Simpanan Pendidikan, Simpanan Qurban,
Simpanan Haji, Simpanan Berjangka Mudharobah (3 bulan, 6 bulan, 12 bulan). (b.) Produk
Pembiayaan : Pembiayaan Modal Kerja (dengan system mudharabah dan musyarakah);
Pembiayaan konsumtif/jual beli dengan system murabahah; Ijarah Multijasa. (2) Unit Sektor
Riil : Menyediakan sarana dan prasarana pertanian (pupuk, bibit, pestisida, dan lain-lain).
Sasaran BMT Barokah : Masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta, para petani,
pedagang, pelaku usaha kecil lainnya, Muzaki (pemberi) dan mustahiq (penerima) zakat,
infak dan shodaqoh. Keunggulannya : sebagai lembaga keuangan legal (berbadan hukum),
Sistem jemput bola (angsuran dan simpanan bias diambil).
Tidak ada potongan pada
simpanan sehingga tidak mengurangi saldo simpanan. Aman karena dikelola secara amanah
dan telah bekerjasama dengan lembaga professional (PINBUK DIY, Bank Desperindagkop
Bantul, Puskopsyah Yogyakarta, Perskopsaba Bantul, Mitra BMT lainnya). Menjadi salah
satu penyalur resmi pupuk bersubsidi dan penyedia sarana produksi pertanian.
Persyaratan Umum Nasabah : Sehat jasmani dan rohani, Mengisi formulir pendaftaran
diri sebagai anggota Koptan BMT Barokah. Membayar simpanan pokok sebesar Rp. 50.000,dan simpanan wajib Rp. 5.000,- setiap bulannya sesuai AD/ART Koptan BMT Barokah.
Bersedia disurvei bagi pemohon pembiayaan.
Struktur Organisasi Koptan BMT Barokah :
(1). Rapat Anggota Tahunan
156
(2). Pengawas (2008-2012) : (a) Ketua + Anggota : H. Salamun Widya Laksita, A., MPd.
(petani) (b) Anggota : H. Muhammad Juweni (Ketua Kelompok Tani)
(3). Pengurus (2008-2012) : (a) Ketua I: Dachlan Nachrowi (petani) (b) Ketua II: Wasir Nuri
(petani)
(c) Sekretaris: Tukijan Sayyid Putro (petani) (d) Bendahara: Ariyanto, SE
(petani)
(4). Pengelola Unit Simpan Pinjam (USP) : (a) Manajer : Sri Kurniawati, SE (petani) (b)
Pembukuan : Nurhayati, ST (petani) (c) Kasir : Nisa Nurendah, S. Pt (petani)
(5). Pengelola Unit Sektor Riil (USR) : (a) Marketing : Ipan Suri, S. Ag (petani) (b)
Pembukuan & Kasir : Zuni Astuti (petani)
(6). Marketing : (a) Juwari, S. Si. (petani) (2) Endro Suwarno (petani)
Proses dari Koperasi Tani biasa menjadi Koptan BMT Al Barokah
Semula koptan menjadi koptan BMT – Al Barokah, dan mulai beroperasi 1 Oktober
2001. Pengurus pertama Pak DJ (selaku ketua kelompok tani), wakilnya ada 5 orang. Setelah
berjalan 2 tahun dengan pola syariah maka tahun 2003 dapat menyelenggarakan RAT yang
pertama. Semula oleh kantor koperasi di dorong untuk menghidupkan koperasi saja, tetapi
pengurus koperasi tidak sanggup menjalankannya. Pada tahun 2003 merubah AD dan ART
menjadi BMT yang pengelolaannya disesuaikan dengan pola syariah.
Awalnya koperasi berjalan terseok-seok. Khusus untuk kelompok yang ada di wilayah
Blawong memiliki dana sekitar 47 juta. Ternyata selama 2 tahun tidak bergerak apa-apa,
uangnya semakin susut, dipinjamkan banyak yang tidak kembali, dibelikan pupuk juga tidak
balik. Tahun 2001 dana yang tersisa tinggal sekitar 20 juta. Maka DJ selaku ketua Kelompok
Tani mengambil keputusan untuk mengubah koperasi dengan pola syariah, sehingga
diarahkan menjadi BMT, namanya tetap Barokah. Setelah Koperasi Tani Bangsa dirubah
menjadi BMT, maka namanya menjadi Koperasi Tani BMT Barokah. BMT mulai beroperasi
mulai 1 Oktober 2001.
Tujuan BMT Al Barokah harus dengan pola syariah, yaitu untuk menjembatani
masyarakat yang mayoritas didominasi masyarakat muslim, harusnya masyarakat yang hidup
di sekitar Blawong ini adalah muslim yang sering di katakan memiliki pola pikiran yang agak
modern. Sejak tahun 1928 sudah masuk gerakan muhammadiyah dan dari pola pikir orang
muhammadiyah diharapkan dengan BMT akan bisa lebih diterima. Bagi masyarakat
Blawong, model bank umum itu tidak mau karena dianggap mengandung riba. Maka dengan
pola syariah ini dalam bentuk tabungan diharapkan bisa berjalan. Awalnya anggotanya Cuma
157
sekedar memenuhi AD saja, sekitar 25-30 orang anggotanya. Tapi setelah berjalan 2-3 tahun
sudah bisa mencapai 100 orang anggota dan akhirnya memasuki 5 tahun anggotanya bisa
mencapai 300-an. Sekarang ini sudah masuk tahun ke-8, kalau dari nama-nama-nya sudah
mencapai 400-an. Anggota yang aktif adalah anggota yang memenuhi persyaratan simpanan
wajibnya minimal 75 persen. Jadi yang tidak mencapai 75 persen belum masuk dalam
kategori aktif. Ternyata dari 400-an anggota itu pada RAT 2009 kemarin, anggota yang aktif
kurang dari 400 orang.
Hampir seluruhnya anggota adalah petani tapi kategori petani bukan yang punya
sawah saja, tetapi juga petani penggarap, ada yang petani buruh, pedagang-pedagang hasil
pertanian, pesuruh. Menurut data PINPUK Yogyakarta, di Bantul ini yang pertama kali
koperasi dengan usaha pertanian. Bahkan akhir tahun 2008 Manajer BMT ditugaskan oleh
PINBUK ke Jakarta sebagai perwakilan BMT dengan usaha pertanian untuk berkumpul
bersama hampir 600-an tokoh BMT bertemu dengan presiden SBY. Tujuannya semaksimal
mungkin untuk memajukan anggota-anggota kita untuk menjadi petani yang tidak sekedar
petani tradisional dan memanfaatkan ilmu-ilmu yang penting.
Anggota BMT sendiri ada kemajuan tapi tidak secepat yang diharapkan. Hal ini dapat
dilihat dari usahanya. Hasil pertanian bukan sebagai satu-satunya penghasilan petani di dewa
Blawong. Daerah Blawong banyak yang punya usaha di luar pertanian, usaha-usaha pribadi
yang sifatnya tradisional. Misalnya sebagai pembuat sumur gali/pompa. Bahkan nama
Blawong menjadi trademark sebagai penggali sumur/pembuat sumur pompa. Penggali sumur
sebagai pekerjaan sampingan dari pertanian tapi hasilnya justru sangat menentukan karena
untuk seorang penggali sumur membutuhkan 3-4 hari untuk menyelesaikan satu lubang. Jika
sebulan dapat 10 lubang, keluarganya dapat membeli satu motor. Jika dilihat dari
perekonomian keluarganya, kalau dia punya rumah yang bagus bukan semata-mata hanya
didapat dari hasil dari pertanian tetapi juga dari usaha lainnya.
Mayoritas petani di desa Blawong memiliki luas sawah yang sempit-sempit.
Bayangkan saja kalau satu keluarga punya satu petak hanya sekitar 500m persegi, tidak
cukup untuk memenuhi keluarga. Hasil panen itu untuk makan sampai nanti panen lagi, itu
tidak cukup. Apalagi biaya pertanian yang harusnya hasil panen. BMT sebagai koperasi
petani ini masih kurang berhasil karena petaninya sendiri kurang tekun di bidang
pertaniannya sendiri. Khusus untuk memajukan petani masih kurang berhasil tapi sedikit
banyak bisa menolong keluarga mereka baik untuk kepentingan menggarap sawahnya atau
kepentingan anak-anaknya, biaya sekolah anak-anaknya. Bahkan untuk modal kerja selain di
158
pertanian juga tidak sedikit. Modal untuk dagang atau produksi/kerajinan misalnya; usaha
souvenir/cinderamata untuk turis-turis. Bahkan sebagian penduduk memanfaatkan dari
barang-barang sisa, misalnya tempurung kelapa, kulit-kulit yang dibuang-buang.
Secara rutin BMT belum melakukan edukasi. Pada awal berdirinya BMT mencoba
untuk melakukan edukasi pada petani lewat-lewat pertemuan-pertemuan. Apalagi sejak tahun
1920-an sudah masuk Muhammadiyah, ada Aisyiah pemuda ada Nasyatul Aisyiah yang
melakukan pendidikan ke masyarakat. Pemanfaatannya belum dilakukan secara maksimal.
Kadang-kadang berbicara dengan kelompok petani, karena penyuluh-penyuluh petani (PPL)
tidak jalan. Seharusnya penyuluh dari pemerintah tersebut seminggu sekali turun ke
kelompok-kelompok tani untuk melakukan pendidikan atau pelatihan tentang bagaimana
petani menggarap sawahnya, panen, dll. Tapi akhir-akhir ini kecenderungan pelatihan oleh
penyuluh tidak berjalan lagi.
Menurut Informan DJ : “Waktu itu saya kesulitan untuk mendirikan koperasi itu,
kebetulan ada LSM yang sangat menakutkan atau kejam, yaitu PINBUK, pimpinan pak
Sumedi. Kalau sekilas orang melihat PINBUK itu kejam, padahal tidak, dia bukan
keras/kejam tetapi disiplin, saya ikuti terus. Beliau itu malah memilih saya, padahal saya itu
selalu ngeyel. Orang-orang takut, saya terus membantah. Dipikiran saya itu adalah bagaimana
menghilangkan hambatan, jadi hambatan saya terhadap beliau itu selalu saya bantah,
akhirnya beliau malah senang.”
Masyarakat Blawong Bantul mayoritas muslim, maka melalui perjalanan yang
panjang, banyak lika-liku, maka dibentuklah BMT buat usaha. Jika dibuat perbankan dengan
sistem perbungaan, akan ditolak masyarakat. Sekalipun secara kebetulan jalannya bagus. Tim
pendiri merencanakan selama dua tahun, tapi belum jalan. Karena SDMnya belum cukup dan
kesehariannya orang itu serba bebas, tidak mau diatur sistem administrasi, dididik pun tidak
mau, tidak mau mempelajari dan tidak mau mempraktekkan. Kemudian BMT lewat
PINBUK, mencari tenaga SDM untuk operasional BMT. PINBUK mencari tenaga kerja ini
melalui pengumuman. Walaupun pertama kali SDM yang didapat bukan dari sarjana
ekonomi syariah, misalnya sarjana pertanian, ekonomi, sastra dan teknik informatika.
Sejak BMT berdiri banyak manfaat yang diperoleh, misalnya kemudahan dalam
mendapatkan pupuk, kemudahan soal kredit, pembiayaan untuk pertanian. Tapi untuk petani
itu sendiri belum memiliki disiplin. Setelah panen seharusnya petani membayar
kewajibannya, ternyata setelah panen berkali-kali belum bayar-bayar, terkadang berulang-
159
ulang. Hal ini termasuk SDM petaninya, SDM harus memiliki keimanan dan kemauan
beriman, tetapi itu yang memang kurang.
Selanjutnya Informan Dj menjelaskan : “Pendidikan petani tentang BMT
hanya diikuti petani kelas menengah, untuk kelas bawah masih sulit dan tidak
memulyakan untuk mengerti masih sulit. Bisa juga kalau ada semacam bonus,
dan merasa ingin turut menerima bonus, nah itu baru masuk. Yang dicari hanya
itu, jiwanya belum berpikir. Hidup untuk semua. Masih hidup itu untuk aku.
Nah itu masih sangat sulit dirubah. Nah seharusnya jiwanya itu jiwa pejuang,
jiwa perintis, jiwanya individu, nah yang umumnya jiwanya undividu beerjanya
untuk kita individu bukan untuk orang lain. Padahal prakteknya bukan begitu.
Pertanian ini kan hanya beberapa orang tapi yang makan kan seluruh rakyat
Indonesia. Berarti kan kita harus bersosial, berbakti dan segabung. Nah orangorang itu tidak mau, walau saya terangkan tetap tidak mau menerima.”
Misalnya : “bantuan yang dimaksud oleh mereka itu hibah, saya beri/hibah.
Padahal kan bantuan bukan itu , misalnya begini. Kalau disini kekurangan
beras, sekalipun harganya sudah berapapun mau, tapi barangnya tidak ada. Lalu
luar negeri mendatangkan beras. Kan itu sudah membantu pengadaan beras.
Tapi petani tidak bisa menerima itu, kalau bantuan, ya hibah itu. Masa ada
bantuan itu membeli, nah itu perluasan arti kata itu yang balum tahu memang
SDMnya. Mereka memang tidak mempunyai bakat untuk mencari, mengetahui,
dst.”
Menurut Informan SK (Ketua USP BMT Al Barokah) : “Manfaatnya dengan adanya
BMT terutama dalam waktu-waktu repot-repot mendapatkan dana, waktu dengan datang ke
BMT maka akan diusahakan mendapatkan dana. Yang kedua setelah BMT menjadi penyalur
pupuk, maka petani dengan mudah mendapatkan pupuk, tidak ada terbengkalai, terutama
selama hampir 2,5 tahun ini melayani pupuk, itu sepertinya masyarakat anggota BMT tidak
pernah mengalami kekurangan/kesulitan pupuk. “
Petani merasa kesulitan ketika mencari dana mendadak, mereka mencari
dana cuma mana yang bisa diambil, termasuk lintah darat/rentenir. Atau
istilahnya bauk kecil, yang dulu banyak masuk ke daerah kita. Mereka datang
dari kota-kota, misal: Jogja, ada yang dari Klaten. Mereka biasanya ada yang
tiap hari, tiap minggu tergantung kesepakatan, katanya bebas. Tetapi setelah
adanya BMT, mereka tidak kesana lagi. Kenapa? Karena mestinya merasa lebih
ringan. Karena dengan rentenir, biayanya tinggi sekali, kalau dicari
presentasenya, mungkin dalam waktu tidak sampai setengah tahun sudah
sampai 50 persen. Bayangkan saja, kalau orang-orang yang dipasar itu, ada
yang namanya “ngelorasi”, jadi pinjam pagi 100 ribu maka nanti siang udah jadi
120 ribu kembalinya. Paling 4-5 jam pinjamnya jadi 20 peren, cuma ¼ hari.
Bahkan kadang-kadang ada yang belum sampai jam 12 harus dikembalikan.
Tapi orang-orang yang memanfaatkan ada yang merasa tidak diperas, bahkan
anak-anak kecil ada yang memanfaatkan pinjaman itu. Pagi-pagi mereka
mengambil ayam dari peternak, nanti siang pedagang dewasa dan bakul-bakul
sate ayam membeli ayam-ayam tersebut dan dibayar dapat uang. Dia tidak pakai
modal sendiri, dapat keuntungan sekaligus untuk membayar pinjaman modal
160
tadi. Meskipun dia hanya dapat keuntungan 2 ribu, tanpa modal apa-apa tapi
dalam waktu 2-3 jam sudah dapat uang. Operasional ini hanya di pasar. Tapi
mudah-mudahan sekarang sudah berkurang praktek ini.
Kalau di kampung-kampung sudah hampir tidak ada. Kalau di kampungkampung kita, rentenir itu bukan hanya berupa uang, tetapi juga barang, karena
kebutuhan alat-alat rumah tangga, seperti panci yang harganya Rp10.000,00 tapi
dalam 5 minggu dibayar jadilah Rp15.000,00 atau Rp20.000,00. Tapi orangorang kita lebih merasa tidak diperas. Dengan adanya BMT, hal-hal seperti itu
menjadi berkurang. Bahkan mereka yang tadinya pinjam di BRI menjadi agak
takut. Jika hitungan administrasi menggunakan persen. Terus kita kan biasa
menggunakan akadnya jual beli, perhitungan bagi hasilnya dari modal,
Misalnya kayak musyarakah dengan system bagi hasil dari keuntungan saat itu.
Perhitungannya BMT menggunakan persen dan marjin. Petani yang pada waktu
akad akan membayar pengembalian modal usaha pada waktu panen, ternyata
tidak membayar. Tetapi jika menggunakan akad murabahah, syarat-syaratnya
tidak mencukupi. Bagi hasil itu dihitung dari keuntungan, tapi kalau ditanya ke
petani, mereka merasa tidak enak untuk ditanya soal keuntungan, karena budaya
petani tersebut tabu untuk bertanya keuntungan (kok takon-takon keuntungan).
Kendalanya : SDM BMT yang kurang paham begitu juga dengan petaninya. Jadi
banyak BMT yang seperti itu. Misalnya : Pada SOP sudah mencantumkan hal tersebut (ada
dalam SOP-nya) tetapi pada pelaksanaannya di lapangan tidak semudah yang tertulis di SOP.
Kemarin di pertanian adanya jual beli pupuk. Pembiayaan dengan murabahah tapi dari
marjin. Pembayarannya dengan tangguh. Misalnya BMT memberikan modal untuk membeli
pupuk, bibit dan akan dibayarkan pengembalian modalnya setelah panen. Bisa nanti markup
dan modal sekaligus yang dihitung dari pokok, khan sebenarnya hal ini tidak boleh. Atau ada
juga misalnya akadnya akan dibayarkan pengembaliannya setelah 4 bulan, namun setelah 4
bulan ternyata tidak ke sini atau belum mau membayarnya kalau ditanyakan, petani
menjawab : “waaaah rugi”. Sementara BMT itu khan dananya dari anggota, tabungannya itu
dalam bentuk bagi hasil. Kebanyakan petani mengatakan mereka rugi tidak untung. Pada
waktu pelatihan, inginnya dilaksanakan di lapangan.
Jadi susah untuk meminta
pengembaliannya. Selama ini misalnya yang dijadikan akad itu jual beli jadi keuntungan
sudah diperhitungkan diawal.
Misalnya kalau pinjam satu juta, maka harus dibayarkan
sekian dalam waktu setahun dan petani setuju.
Maka untuk sementara hal inilah yang
dijalankan selama ini. Jadi yang penting ikhlas, jadi ikhlas itu syariah.
Perbedaan setelah dari koperasi ke BMT menurut Informan S (Ketua BMT) “Itu
sama, di akhir ada RAT.
Cuma yaitu BMT itu bukan lagi koperasi.
Kita tergantung
pengurusnya, ada BMT yang badan hukumnya koperasi tapi pengurusnya ada yang mengerti
tentang koperasi ada juga yang tidak, jadi pelaksanaannya seperti semi perbankan. Kalau di
161
kita mending, ketuanya sudah jadi pengurus koperasi sudah lama, pengawas manajemennya
juga udah jadi pengurus koperasi udah lama. Jadi kita disini harus ada simpanan pokok dan
simpanan wajibnya masih diutamakan. Jadi disini usaha memutar uangnya melalui BMT.
Jadi model kita di campur.
Kalau kita disini kadang-kadang selisih pendapat dengan
pengurus. Karena kalau pengurus itu koperasi banget. Anggota tidak boleh langsung diberi
pembiayaan, harus jadi anggota dulu selama 3 bulan. Kita sebagai pengelola, dana yang kita
berikan adalah dana program/pinjaman yang selama satu bulan harus diangsur dengan bagi
hasilnya. Nyatanya sekarang mereka dari tahun kemaren anggota banyak yang masuk tapi
simpanan wajibnya tidak aktif. Udah jadi anggota maka simpanannya di rapel, padahal kita
ingin melihat dia itu kesadaranya sebagai anggota koperasi dan setiap bulannya kesini dia
harus membayar simpanan wajib.”
Penyaluran Pembiayaan dari Petani ke pasar
Sekarang BMT juga menfokuskan bukan hanya pada Unit Sektor Simpan Pinjam (USP)
tetapi juga Unit Sektor Riil (USR). USR dikelola oleh kelompok tani, namun penanganan
dan pengelolanya tidak bagus.
Di Desa Blawong ini, orang tua itu tidak boleh di
telikung/bantah. Akhirnya dibentuk manajer USR yang dikelola langsung oleh BMT.
Penyaluran pembiayaan banyak ditujukan kepada petani, namun NPL-nya menjadi
tinggi.
Hal ini disebabkan dari sisi cara menghitung keuntungan yang pembayaran
pengembaliannya 4 bulan sekali (cara tangguh).
Terkadang ketika panen petani tidak
membayar angsurannya. Akhirnya unit simpan pinjam yang awalnya lebih banyak ke petani
menjadi menyimpang. Sekarang BMT melakukan ekspansi lebih banyak di pasar. Jika di
pasar, memiliki penanggungjawab utamanya, yaitu orang pasar yang sudah menjadi anggota
tetap dari BMT Al Barokah.
Menurut DN: “Jadi ada kelompok pasar, misalnya kelompok pasar seperti : Mbak
Nurul, ibunya pedagang pasar Brondol di Pasar ujung, jadi di kotamadya. Apabila ada
pedagang yang ingin pinjam di BMT maka lewat Ibunya Mbak Nurul, jadi yang menjadi
penanggung jawab ibunya Mbak Nurul bahkan harus ada rekomendasi dari ibunya itu.
Pokonya ada orang yang sekedar jadi penjamin lah, meskipun tidak kehilangan apa-apa untuk
ngurus itu. Lalu kembali yang pribadi, di Pasar Brondol tadi itu kalau pinjam 500 ke bawah
cuma itu, sedangkan masyarakat yang tidak punya penghasilan tetap uang 500 itu ya lumayan
sebagai pedagang kecil, istilah Jowonya pedagang matangan. Matangan itu belanja dari pasar
masak di rumah, setelah matang di jual kembali.”
162
Selanjutnya data perkembangan keuangan BMT Al Barokah, dapat dijelaskan pada
Tabel 4.9.
Tabel 4.9. Data Perkembangan BMT AL BAROKAH
No
Tahun Pembiayaan
Nasabah
1.
2003
85.046.267
258
2.
2004
87.124.798
3.
Aset
CAR
NPF
128.647.355
-
-
326
220.960.485
-
-
2005
120.733.201 490
501.050.847
-
-
4.
2006
152.422.177 516
570.181.495
-
-
5.
2007
160.923.271 583
614.639.360
-
-
6.
2008
283.583.036 980
903.779.641
-
-
7.
2009
229.964.976 936
1.091.107.627
-
-
8.
2010
232.739.909 1.032
1.066.620.487
16.173.404
21,49%
Sumber: Laporan Keuangan BMT Al Barokah, 2010
Data laporan keuangan yang diungkap BMT Al Barokah menunjukkan peningkatan
yang signifikan juga pada Nasabah, Aset dan penyaluran pembiayaannya.
Namun
pengungkapan jumlah modal (CAR) dan NPF-nya baru terlaksana mulai tahun 2010.
Berdasarkan NPF yang tertera pada laporan keuangan tersebut dapat terlihat nilainya jauh di
atas 5 persen. Sementara banyak yang butuh pembiayaan jadi banyak pula petani yang perlu
di bantu dalam hal permodalan yang dalam hal ini pembiayaan syariah.
Berdasarkan
pengamatan hal ini bisa terjadi karena persoalan penghasilan dari petani dan komitmen para
nasabah petani. Rata-rata penghasilan petani di Bantul umumnya bukan satu-satunya berasal
dari hasil pertanian tetapi ada penghasilan lainnya. Ekspansi pemasaran pembiayaan syariah
yang dilakukan BMT Al Barokah hanya pada simpan pinjam dan penjualan pupuk, Sehingga
belum banyak petani yang dapat dibantu dari sisi yang lainnya. Sementara BMT bisa terus
berlangsung karena harus hati-hati dalam penyaluran pembiayaannya. Hal ini seharusnya
tidak dilakukan dengan kaku, karena petani banyak yang membutuhkan pembiayaan tetapi
tentunya sangat koleteral. BMT Al Barokah masih membutuhkan jaminan berupa benda
(fisik) sementara yang paling penting dalam hal ini adalah jaminan Trust (kepercayaan).
Apabila jalinan trust (kepercayaan) makin tinggi maka NPF jadi rendah, jadi tidak perlu ada
jaminan fisik tetapi dengan trust.
163
BMT Al Barokah menyalurkan pembiayaan dengan akad murabahah sebesar 85,37
persen, pembiayaan dengan akad mudharabah sebesar 12,76 persen sementara akad Al
Qardul Hasan sebesar 1,87 persen. Akad murabahah dilakukan dalam akad jual beli antara
petani dan BMT berupa penjualan pupuk, bibit, pestisida, dan sarana produksi pertanian
lainnya, karena biasanya BMT Al BArokah menjadi penyalur pupuk, bibit, pestisida lainnya
dari pemerintah/dinas pertanian kepada petani yang menjadi nasabahnya. Pembiayaan dalam
bentuk Al qardhul hasan, dananya berasal dari modal, bukan dari Bazis.
Dana baziz
digunakan betul-betul hanya untuk membantu perekonomian nasabah petaninya bukan dalam
bentuk pembiayaan.
Analisis Perbedaan
Gambaran umum antara kedua lokasi menunjukan beberapa perbedaan. Masyarakat
Ciamis dipengaruhi oleh NU yang ditandai adanya pesantren dan di Bantul dipengaruhi oleh
Muhamadiyah. Gambaran lebih rinci tentang kedua lokasi tersebut terlihat pada Tabel 4.10.
Tabel 4.10. Gambaran Umum, Potensi, Desa dan Profil BMT di Ciamis dan Bantul
NO.
1
2
3
URAIAN
Gambaran
Umum
Desa
Profil BMT
CIAMIS
ï‚· Jawa Barat
ï‚· Luas : 2.740,76 km2
ï‚· Jumlah penduduk
: 1.531.729
ï‚· Kepadatan Penduduk :
558,74 jiwa/km2
ï‚· Sub Urban Area
ï‚· Lahan Pertanian : 677.745Ha
ï‚· Mayoritas petani dan buruh
tani
ï‚· Bahasa Sunda
ï‚· Dipengaruhi NU ditandai
banyak pesantren
ï‚· Jumlah penduduk: 50.206
jiwa
ï‚· Luas wilayah: 59,9 km2
ï‚· Berdiri 14 Juli 1997
ï‚· Anggota : 1707 orang
ï‚· Mendapat penghargaan
ketahanan Pangan Jawa
Barat tahun 2009
ï‚· Pemasaran lewat Offline dan
Online
BANTUL
ï‚· Jawa Tengah
ï‚· Luas : 508,85 km2
ï‚· Jumlah Penduduk : 910.572
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
Kepadatan Penduduk :
1.910 jiwa/km2
Rural Area
Lahan Pertanian : 506,85 Ha
Petani, buruh tani dan
penggali sumur
Bahasa Jawa
Dipengaruhi Muhamadiyah
Jumlah Penduduk: 9.466
Jiwa
Luas wilayah: 615.680 Ha
Berdiri 1 Oktober 2001
Anggota : 450 orang
Menjadi rujukan PINBUK
sebagai BMT fokus pada
petani
Pemasaran masih dijual
perorangan oleh petani
164
Ikhtisar
Secara umum desa Cijeunjing Ciamis dan Desa Blawong Bantul. Desa Cijeunjing
didiami kelompok komunitas yang termasuk etnik Sunda-Priangan yang memiliki
karakteristik khas di propinsi Jawa Barat. Sementara Desa Blawong didiami kelompok
komunitas yang termasuk etnis Jawa. Masing-masing memiliki budaya dan tata cara hidup
yang berbeda. Namun keduanya memiliki penduduk yang mempunyai mata pencaharian
dominan sebagai petani.
Baik di Ciamis dan Bantul memiliki BMT yang memberikan pembiayaan kepada
petani. Berdasarkan rekomendasi dari Direktorat bagian pembiayaan syariah merujuk pada
PINBUK di kabupaten Ciamis dan Bantul. Selanjutnya PINBUK mengarahkan kepada BMT
yang memberikan pembiayaan syariah kepada petani dan masih tetap berjalan dan maju
dimulai sejak 2005 hingga saat ini. Kabupaten Ciamis diwakili oleh BMT Miftahussalam
dan Kabupaten Bantul diwakili oleh BMT Al Barokah.
BMT Miftahussalam sejak pendiriannya sudah berada dan berbasis pesantren, bukan
hanya memajukan pendidikan tetapi juga para orang tua siswa yang notabene mata
pencahariannya mayoritas petani. Masyarakat desa Cijeunjing dimana BMT Miftahussalam
berdiri, mayoritas mata pencahariannya adalah bertani.
BMT Miftahussalam didirikan
dengan tujuan memajukan masyarakat petani desa Cijeunjing yang juga mayoritas adalah
orang tua dari siswa di pesantren Miftahussalam. BMT Al Barokah berdiri berawal dari
koperasi petani yang menfasilitasi segala keperluan petani. Namun pada kenyataannya secara
operasional koperasi petani mengalami penyusutan asset dan keperluan petani menjadi
terbengkalai dan tidak terpenuhi. Solusi dari permasalahan tersebut didirikan BMT yang
operasionalnya berdasarkan syariah. SDM yang menangani BMT juga dilatih agar tidak
mengalami penyusutan asset seperti pengalaman koperasi.
Kedua BMT ini memiliki nasabah para petani yang dihimpun dalam kelompok taninya masing-masing. Para petani sebagai anggota kelompok tani dan yang mendapatkan
pembiayaan syariah dijadikan informan dengan tujuan melihat bagaimana BMT dapat
memberikan perubahan kepada petani kearah kesejahteraan.
Apabila individu petani
mengalami perubahan kearah peningkatan taraf kehidupannya setelah mendapatkan
pembiayaan syariah maka kelompok tani-nya juga maju.
165
BAB V
ETOS KERJA WARGA DESA CIJEUNJING DAN DESA BLAWONG
Etos kerja atau kultur normatif dalam masyarakat sunda khususnya di Ciamis
digambarkan dalam dua pola pandangan hidup pribadi baik antar anggota kelompok maupun
dengan pemimpin dalam tataran empiris. Masyarakat Jawa digambarkan dalam pola pandangan
hidup sebagai manusia pribadi yang akan berkomunikasi dengan anggota kelompoknya. Etos
tergambar sebagai upaya mendapatkan pemahaman mendasar mengenai moral yang melandasi
kehidupan warga desa Cijeunjing Ciamis dan Desa Blawong Bantul.
Etos Kerja orang Sunda pada Warga Desa Cijeunjing Ciamis
Konsep etos kerja masyarakat Ciamis ditandai dengan konsep yang timbul dari diri petani
di Ciamis, yaitu: nilai-nilai sebagai pekerja keras, pantang menyerah, otoritas, senang membantu
& perduli pada orang lain, dan menghargai alam. Etos kerja ini terlihat pada petani yang
merupakan pekerja keras dalam mengelola lahan pertaniannya. Sifat pekerja keras ini dilihat dari
mulainya mereka bekerja keras dari jam 6 pagi sampai maghrib untuk memproduksi pangan
demi terwujudnya ketersediaan pangan dan keberlajutan kehidupannya. Pada siang hari mereka
beristirahat, terkadang hanya di sawah, di lain hari mereka pulang ke rumah sebelum kembali
lagi ke sawah. Pola bekerja petani dimulai dengan mencangkul atau membajak tanah, mengairi,
memberikan pupuk, menanam bibit, menyemprotkan pestisida agar tidak ada hama dan penyakit.
Setiap hari di rawat apakah ada rumput atau tanaman dan binatang yang merusak. Selanjutnya
memanennya dengan memotong padi, merontokan padinya, menggiling, dan menjemurnya
sampai menjadi gabah kering.
Karakteristik yang kedua adalah pantang menyerah. Walaupun petani memiliki modal
yang terbatas, mereka juga bersemangat untuk meminimalkan biaya produksi. Caranya dengan
menggunakan pupuk kandang untuk mengurangi penggunaan pupuk urea yang semakin mahal.
Selain itu, mencari penghasilan lainnya selain menanam, juga memelihara ternak, baik kambing,
sapi, ataupun ikan. Seringkali pula di kacaukan dengan iklim atau cuaca yang tidak menentu,
belum lagi adanya hama dan penyakit. Semuanya dihadapi petani dengan semangat. Petani
mengatasinya dengan cara merawat tanah dan usaha taninya dengan hati-hati.
166
Karakteristik yang ketiga adalah otoritas. Petani merasa berhak untuk mengolah lahan
pertaniannya dengan caranya sendiri. Kalau petani mengikuti anjuran dalam mengolah lahan
pertanian yang diberikan lewat penyuluhan oleh Penyuluh Pertanian ataupun pelatihan yang
dilakukan BMT karena merasa mendapatkan keuntungan dan manfaatnya. Implikasinya ada
beberapa informan yang sudah lama menyadari bahwa dengan keadaan iklim global warming ini
sudah tidak cocok hanya mengandalkan menanam padi. Petani US dengan sengaja mengolah
tanah persawahannya dengan caranya sendiri. Pertama, petani US sengaja menanam jagung di
musim kemarau dan baru menanam padi di musim penghujan. Kedua, petani US sudah lama
meninggalkan penggunaan pupuk urea, maka untuk memenuhi kebutuhan pupuk di atas dengan
menggunakan pupuk kandang ataupun kompos. Akhirnya diikuti oleh para tetangganya yang
juga anggota kelompok tani-nya, karena melihat kesuksesan dan perubahan hidupnya yang
meningkat, bahwa dengan menanam jagung maka taraf kehidupan menjadi meningkat. Setelah
mendapatkan pembiayaan dari BMT untuk kelompok tani Jagung, maka para anggota kelompok
tani tersebut didampingi oleh pihak BMT dengan mengadakan pelatihan-pelatihan agar
pembiayaan tersebut menjadi bermanfaat. Pelatiha tersebut bukan hanya pada cara menanam
jagung saja, tetapi juga manajemen keuangan keluarga, pelatihan mental, dan sebagainya.
Karakteristik yang keempat adalah senang membantu dan perduli. Petani merasa perlu
membantu petani lainnya terutama sesama anggota kelompok tani untuk mengakses segala
fasilitas dalam usaha pertaniannya. Selain itu informan petani juga merasakan kepedulian kepada
yang lemah, perduli pada orang lain, terutama terhadap masalah dan kendala yang dihadapi oleh
petani sesama anggota kelompok tani. Misalnya : akses pada saprotan, modal, bibit, pupuk,
bahkan informasi.
Karekteristik yang kelima adalah menghargai alam.
Kesadaran akan kekayaan dan
sumber daya alam, serta kesadaran bahwa sumber daya alam yang diberikan Tuhan
dan
keseimbangan alam sewaktu-waktu akan dapat musnah karena kecerobohan manusia itu sendiri.
Ada kepercayaan dalam masyarakat, harus peduli menjaga kelestarian alam, karena alam akan
murka terhadap manusia. Setidaknya petani mengetahui bahwa jika menggunakan pestisida akan
dapat menyebabkan tanah menjadi kering. Penggunaan zat kimia yang berlebihan akan merusak
lahan pertanian. Petani merasa perlu mengolah lahan pertanian dengan baik agar tanah tidak
rusak. Misalnya tanah menjadi tidak subur, mudah terserang hama. Implikasi dengan menjaga
167
kelestarian tanah dan alam maka kualitas hidup menjadi lebih baik (pertanian menjadi subur,
tersedianya sumber air yang bersih bahkan tidak terjadi polusi).
Etos kerja yang dilakukan oleh petani Ciamis memiliki etos kerja yang tinggi.
Hal ini
dapat dilihat dari pandangannya yang positif terhadap hasil panen yang didapat. Misalnya: Bila
hasil pertaniannya tidak maksimal karena curah hujan yang tinggi atau kemarau yang panjang
maka mereka mengganti pola tanam dengan silang antara padi dan jagung. Petani Ciamis
menganggap kerja keras sebagai aktivitas yang bermakna bagi kehidupan manusia.
Etos kerja ini juga dipengaruhi oleh ajaran Islam yang berisi nilai-nilai Nahdhatul Ulama
(NU). Pada NU ini terdapat nilai-nilai aswaja, yaitu: menggunakan manhaj tawasuth, yaitu
wacara berfikir bahwa ulama selalu menjembatani antara wahyu (nash) dan rasio (al ra’yu).
Segala persoalan yang terjadi dalam peristiwa sehari-hari akan bisa diatasi dengan meminta
pendapat para ulama yang memahami nash dan akan menjelaskannya dengan rasio para ulama
tersebut. Dilihat dari segi pergaulan NU lebih terkesan tradisional. Komunikasi non verbal yang
diperlihatkan masyarakat NU adalah penampilan dari pakaiannya dengan baju koko, bersarung
dan peci hitam. Para ulama menyebarkan ajaran NU ini dengan mendirikan pesantren-pesantren
dan yang terbanyak di pulau Jawa. Ciamis juga sebagai salah satu daerah yang memiliki banyak
pesantren.
Desa Cijeunjing merupakan desa yang memiliki banyak pesantren, diantaranya:
Pesantren Darussalam, Miftahussalam, Cijantung, Arrisalah, Al Falah, Al Istihakhariyyah, dan
lain-lain. Salah satu pesantren, yaitu Miftahussalam mendirikan Kopontren yang selanjutnya
membentuk BMT yang mayoritas nasabahnya adalah petani.
Masyarakat Ciamis melakukan komunikasi dengan menggunakan bahasa Sunda. Bahasa
sunda yang digunakan masyarakat Ciamis adalah bahasa lemes, yang berarti penghormatan
kepada orang lain. Bahasa sunda lemes yang dilakukan masyarakat Ciamis ini mencerminkan
stratifikasi social sekaligus mengatur adab pergaulan termasuk perilaku baik dengan orang yang
lebih tua maupun muda.
Pandangan hidup orang Sunda di Ciamis dapat digambarkan pada Gambar 5.1.
168
Yakin Kekuasaan Tuhan
Konsep Diri Petani
Konsep Diri Petani Syariah
Ciri Pemimpin:
Nyantri
Nyunda
Nyakola
Kemuliaan dan
Kesejahteraan
Gambar 5.1. Pandangan hidup Orang Sunda di Ciamis
Pandangan hidup orang sunda didasari oleh hal yang paling utama, yaitu keyakinan yang
kuat pada kekuasaan Tuhan pada nasib. Tujuan hidup orang Sunda adalah menuju kemuliaan
sebagai manusia atau mahluk ciptaan Tuhan dan hidup sejahtera. Seorang dianggap hidup
sejahtera apabila cukup sandang, pangan dan memiliki rumah beserta perabotnya yang terawatt
dan terpelihara dengan baik, serta memiliki sumber pencarian yang mantap. Hidup dalam
kemuliaan ditandai dengan kepatuhannya kepada Tuhan.
Orang sunda beranggapan untuk
mencapai kemuliaan dan kesejahteraan harus didasari dengan konsep diri yang kuat, serta konsep
diri yang sesuai dengan ajaran Tuhan. Kepatuhannya pada Tuhan juga mendasarinya patuh pada
pimpinannya. Ciri khas pemimpin sunda adalah harus memiliki nilai Nyantri (paham ilmu
agama), Nyunda (menyatu dengan masyarakat dan budaya sunda), dan Nyakola (berpendidikan
tinggi).
Etos Hidup Orang Jawa pada Warga Desa Blawong Bantul
Filosofi yang mendasari pembangunan daerah Provinsi DIY adalah Hamemayu Hayuning
Bawana, sebagai cita-cita luhur untuk mewujudkan tata nilai kehidupan masyarakat Yogyakarta
yang berkelanjutan berdasarkan nilai budaya. Hakekat budaya adalah hasil cipta, karsa dan rasa,
yang diyakini masyarakat sebagai sesuatu yang benar dan bermanfaat. Demikian pula budaya
Jawa, yang diyakini oleh masyarakat DIY sebagai salah satu acuan dalam hidup bermasyarakat,
169
baik ke dalam maupun ke luar. Ini berarti bahwa budaya tersebut bertujuan untuk mewujudkan
masyarakat gemah ripah loh jinawi, ayom, ayem, tata, titi tentre, kerta raharja, dengan
perkataan lain, budaya tersebut akan bermuara pada kehidupan masyarakat yang penuh dengan
kedamaian, baik ke dalam maupun ke luar. Hamemayu Hayuning Bawana mengandung makna
sebagai kewajiban melindung, memelihara, serta membina keselamatan dunia dan lebih
mementingkan berkarya untuk masyarakat dari pada memenuhi ambisi pribadi. Dunia yang
dimaksud mencakup seluruh peri kehidupan baik dalam skala kecil (keluarga), ataupun
masyarakat dan lingkungan hidupnya, dengan mengutamakan darma bakti untuk kehidupan
orang banyak, tidak mementingkan diri sendiri.
Etos kerja masyarakat Jawa dapat kita lihat dari relief cerita tentang kerbau dan kera
mengandung ajaran moral, simbolisme agraris dan etos kerja. Kebermaknaan kerbau tampil
sebagai representasi dunia nilai dan pandangan hidup kaum petani di Jawa. Kerja di sawah,
merawat kerbau, merayakan hidup dalam kemakmuran adalah idealitas peradaban agraris.
Kerbau jadi simbol etos kerja, tanda gerak pertanian dan nasib petani.
Kerbau dalam
kepercayaan Jawa merupakan patron bagi pertanian. Kerbau mencerminkan kekuasaan dan
kebudayaan agraris. Kerbau juga jadi simbol dari mentalitas rakyat di hadapan penguasa dan
alam. Kebermaknaan kerbau mengandung proses transformasi sosial, ekonomi, politik dan
kultural.
Makna politis kerbau dalam kekuasaan dapat dilihat melalui uraian Raffles dalam
History of Java. Orang Sunda menyebut kerbau dengan nama munding, orang Jawa menyebut
dengan maesa atau kebo. Sebutan munding dijadikan penghormatan untuk jasa pangeran, sosok
pemula dalam memperkenalkan cara bertani. Konon, para pangeran dan bangsawan di Sunda
mendapati gelar mengacu pada sebutan maesa lalean dan mundingsari . Hal ini seperti yang
telah diuraikan oleh Mawardi (2011) di bab II sebelumnya.
Karakter petani Jawa di desa Blawong patuh pada pimpinan seprti kepatuhan mereka
pada raja atau kesultanan Yogyakarta. Kepercayaan petani terhadap Dewi padi terlihat dari
petani memperlakukan padi dengan sangat hati-hati dan kasih sayang. Setelah agama Islam
masuk ke Jawa maka kepercayaan bergeser digantikan kepada Tuhan. Kepercayaan kepada
Tuhan inilah yang akhirnya memunculkan aliran baru yang mayoritas diikuti masyarakat
Yogyakarta, yaitu Muhamadiyah. Nilai-nilai muhamadiyah tidak menonjolkan pembicaraan
mengenai masalah teologi, tetapi lebih menekankan pada masalah fungsi agama dalam konteks
170
social dan budaya. Masalah ketuhanan yang tidak berakibat langsung dan praktis pada amaliyah
dan kesejahteraan umat tidak dibicarakan ataupun dibahas.
Pada pergaulan sehari-hari
masyarakat muhamadiyah lebih terkesan modern dan organisatoris.
Masyarakat Bantul melakukan komunikasi dengan bahasa Jawa. Bahasa Jawa yang
digunakan mayoritas masyarakat Bantul dengan bahasa kromo inggil. Bahasa kromo inggil ini
adalah bahasa halus seperti dalam bahasa Sunda lemes. Bahasa ini kebanyak berbentuk bahasa
tidak langsung (indirect) berupa sasmita (isyarat). Seperti: ungkapan ngono yo ngono ning ojo
ngono (berbuat apapun boleh asal tidak kelewatan) sebagai kriteria agar menghindari konflik
terbuka dan hidup rukun damai.
Pandangan hidup sebagai manusia pribadi masyarakat Jawa di Bantul, dapat terlihat pada
Gambar 5.2.
Yakin Kawula Gusti
Konsep Diri Petani
Konsep Diri Petani Syariah
Ciri Kepemimpinan:
Ingarso Sung Tulogo
Ing Madyo Mangun Karso
Tut Wuri Handayani
Manunggaling Kawula Gusti,
Rukun dan Damai,
Kesejahteraan
Gambar 5.2. Pandangan Hidup orang Jawa di Bantul
Analisis Perbedaan
Selanjutnya analisis perbedaan etos dan norma kehidupan pada masyarakat Ciamis dan
Bantul yang dapat dijelaskan pada Tabel 5.1.
171
Tabel 5.1. Etos dan norma kehidupan masyarakat Ciamis dan Bantul
NO.
1
URAIAN
Etos Kerja sebagai
Dasar Moral
CIAMIS
Istilah “sunda” :
kelompok manusia
dikenal sebagai urang
sunda. Dipesisir
Cirebon, Orang Sunda
biasa disebut urang
gunung, wong gunung,
dan tiyang gunung,
artinya orang gunung.
BANTUL
Tujuan mewujudkan
masyarakat gemah
ripah loh jinawi,
ayom, ayem, tata, titi
tentre, kerta raharja
ANALISIS
Masyarakat
Ciamis
dibedakan urang
sunda & gunung.
Masyarakat Jawa
tidak semua
bertujuan gemah
ripah loh jinawi
2
Bahasa sebagai
Alat Komunikasi
Adanya tingkatan
bahasa : bahasa kasar,
sedeng, lemes dan
ilahar (umum atau
biasa). Mencerminkan
stratifikasi sosial
sekaligus mengatur
adab pergaulan
termasuk berperilaku.
Berbicara dengan para
orang tua
menggunakan bahasa
Sunda lemes yang
menunjukkan
penghormatan.
Ungkapan ngono yo
ngono ning ojo nono
(berbuat apapun
boleh asal tidak
kelewatan)
menghindari konflik
terbuka /rukun
terwujud.
Sasmita atau guyon
parikena : bentuk
komunikasi tidak
langsung. Agar sifat
tanggap ing sasmita,
ngerti ing semu :
dijadikan kriteria
kecerdasan orang
Sama-sama
memiliki
tingkatan dalam
menggunakan
bahasa
penuturnya
3
Budaya
ï‚· Pengaruh agama
Islam. Misal someah
(ramah), tawadhu
(rendah hati), nyaah
ka sererea
(mengasihi sesama).
ï‚· Menciptakan ajaran
sendiri yang disebut
Sunda Wiwitan dan
Jati Sunda. tidak
jauh berbeda dengan
falsafah budaya
Sunda, silih asih,
silih asah, silih asuh.
Pola pertanian Jawa
Sama-sama
Tengah, peredaran 4
dipengaruhi oleh
musim setiap tahun,
agama Islam.
yaitu: rendheng
(musim hujan),
lemareng (hujan
mulai jarang), katiga
(musim kemarau) dan
labuh (musim banyak
angin dan hujan
sekali-kali).
Rendheng (musim
hujan) terjadi Januari,
Februari, dan Maret.
172
NO.
4
Lanjutan
URAIAN
Pandangan Hidup
tentang Manusia
sebagai Pribadi
CIAMIS
Keyakinan yang kuat
pada kekuasaan Tuhan
pada nasib. Terkait
alam dapat digolonggolongkan ke dalam
tiga golongan besar,
yaitu masyarakat dan
wujud supra natural.
Alam memiliki hukum
alam, masyarakat
memiliki nilai-nilai dan
norma-norma
masyarakat, serta
wujud super natural
memiliki kekuasaan
untuk mengadakan dan
meniadakan.
Hukum alam, nilai dan
norma masyarakat serta
kekuasaan super
natural selalu
melancarkan
pengaruhnya kepada
tingkah laku manusia.
Tujuan hidup yang
dianggap baik adalah
hidup sejahtera, hati
tentram dan tenang,
mendapat kemuliaan,
damai, merdeka untuk
selamanya, dan
mencapai
kesempurnaan di
akhirat.
BANTUL
Mencerminkan
kesederhanaan,
punya tanggung
jawab, hati-hati,
rendah hati, njaga
praja, setia kawan,
dll. Ada ungkapan
luwih becik alon-alon
waton kelakon,
tinimbang kebat
kliwat maksudnya
salah satu sikap hidup
orang Jawa yang
tidak ingin gagal
dalam meraih citacita.
ANALISIS
Sama-sama
berkeyakinan
pada Tuhan.
(Pada masyarakat
Sunda pada
kekuatan Supra
natural,
masyarakat Jawa
pada kawula
gusti)
Memiliki
pegangan hidup
yang diwujudkan
dalam ungkapan
sebagai pedoman
perilaku seharihari.
Kata alon-alon di
dalamnya sebenarnya
tersirat makna “cara”.
Cara bagaimana
seseorang mencapai
tujuan, karena yang
penting adalah
“kriteria”, yaitu
waton kelakon (harus
terlaksana), dari pada
kebat keliwat
(tergesa-gesa tapi
gagal). Selalu
bersikap prasaja
(sederhana) dan
sakmadya
(seperlunya)
Ikhtisar
Etos sosial yang hidup dalam komunitas di pedesaan, menunjukan ciri naturalistik.
Maksudnya, baik buruk tingkah laku orang sangat ditentukan oleh ukuran kelompok yang pada
gilirannya etos sosial yang demikian ini sangat mengutamakan kepentingan kolektif yang
prosesnya bersifat resiprokal antar kepentingan anggota kelompoknya.
173
Etos kerja atau kultur normatif dalam masyarakat sunda khususnya di Ciamis dalam dua
pola pandangan hidup pribadi baik antar anggota kelompok maupun dengan pemimpin dalam
tataran empiris. Sementara pada masyarakat Jawa digambarkan dalam pola pandangan hidup
sebagai manusia pribadi yang akan berkomunikasi dengan anggota kelompoknya. Etos kerja
yang berciri resiprokal ini masih memerankan dasar moral penting bagi komunitas setempat baik
di Ciamis maupun di Bantul dalam menanggapi dan menerangkan keperluan dan masalah hidup
di alam dunia ini.
174
BAB VI
KONSTRUKSI REALITAS SOSIAL PETANI
DI KABUPATEN CIAMIS DAN BANTUL
Bagaimana petani mengkonstruksikan realitas sosialnya baik di kabupaten Ciamis dan
Bantul? Petani memiliki motif untuk mendapatkan modal yang berasal dari pembiayaan syariah
BMT. Realitas sosial petani dikonstruksikannya berdasarkan pada konsep diri dan
pengalamannya dari perspektif diri petani itu sendiri.
Proses mendapatkan Pembiayaan di BMT (Motif) di Kabupaten Ciamis
Konstruksi realitas sosial petani dimulai dari motif yang melatar belakangi petani
mendapatkan pembiayaan syariah dari BMT, kesadaran subjektifnya dan konsep diri dari petani.
Pada penelitian ini diperoleh pemahaman bahwa mengapa banyak orang memilih untuk mencari
dan mendapatkan pembiayaan di BMT, dari pengamatan terhadap bagaimana seorang petani
mengalami “proses menjadi”. Menurut pandangan humanistik bahwa hakekat kemanusiaan
adalah bukan sekedar human being tetapi human becoming. Manusia menjadi bermakna jika
dirinya dipandang sebagai “menjadi manusia” (human becoming) bukan hanya atas dasar
“kemanusiaannya” saja. “Sebuah proses yang menjadi” itulah bagian dari hakikat diri manusia.
Sejalan dengan pandangan humanistik, melalui penelitian ini dapat diungkapkan bagaimana
hakikat diri para petani ketika mendapatkan pembiayaan syariah apabila “proses yang menjadi”
petani syariah yang sejahtera dapat ditelusuri. Bagaimana sebuah proses terjadi yang dialami
petani sehingga mendapatkan pembiayaan syariah, akan mengantarkan pada penjelasan tentang
latar belakang atau alasan dan motif petani mendapatkan pembiayaan syariah sehingga
kehidupan menjadi meningkat.
Aspek Pendorong
Aspek pendorong yang dimaksud di sini adalah suatu keadaan yang memicu para petani
sehingga seolah memiliki daya atau tenaga tambahan untuk mendapatkan pembiayaan syariah.
Aspek ini memberikan kesempatan kepada mereka untuk mendapatkan pembiayaan syariah agar
dapat mengejar mimpi-mimpi atau harapan yang diangan-angankannya.
175
Aspek-aspek pendorong untuk mendapatkan pembiayaan syariah adalah kebutuhan
modal (integritas, kompetensi, empati, terbuka, akuntabilitas), faktor alam (tanah, pupuk, cuaca,
luas lahan), faktor sosial (kelompok tani). Pada diri setiap informan, aspek-aspek tersebut saling
berkaitan. Ada informan yang memiliki ketiga aspek tersebut tapi ada pula yang hanya satu
aspek saja.
Secara umum petani mengalami keterbatasan modal dan kesulitan dalam hal pemasaran.
Peminjaman modal ini dapat di lakukan ke BMT, sedangkan pemasaran hasil pertanian bisa
dilakukan kepada bandar, tengkulak atau pengepul. Sebenarnya petani terbantu dengan adanya
bandar ataupun tengkulak, namun para petani perlu mendapatkan pendampingan agar posisi
tawarnya sejajar. Pemenuhan aspek kebutuhan modal merupakan aspek pendorong yang utama.
Sebagian besar informan melihat kebutuhan modal merupakan faktor yang mengharuskan
mereka untuk melakukan sesuatu agar mata pencaharian mereka tidak hilang, yaitu mencari
modal usaha pertanian.
Informan petani S mengatakan bahwa persyaratan untuk mendapatkan kredit di KUT
agak berat, yaitu:
Bantuan untuk petani kalau bunganya agak berat agak susah juga, sebabnya petani
polanya tidak seperti orang dagang. Penghasilannya mungkin paling cepat 3 bulan
sekali atau paling cepat seperti nanam sayuran itu paling sebulan sekali. Makanya
perputaran uangnya tidak seperti orang dagang. Apalagi kalau di KUT
pengembaliannya misalnya harus sebulan sekali, jadi belum menghasilkan apa-apa
sudah dimintai pengembaliannya.
Petani ini menceritakan kalau sebelum ada BMT, untuk meminjam modal sangat susah.
Walaupun ada pengusaha besar yang biasa disebut tengkulak, namun masyarakat ada yang
meminjam ke tengkulak ada juga yang hanya pasrah. Pasrah di sini dalam artian dengan modal
seadanya. Petani hanya pasrah dengan modal yang dimiliki, jika ada bibit jagung maka nenanam
jagung, ada bibit sayur lalu menanam sayur, ada bibit padi akan menanam padi. Petani tidak
memperhatikan apakah hasilnya bisa baik ataupun kerdil hasilnya.
Hal ini terjadi karena
kekurangan modal.
Sementara menurut informan petani D, masalah permodalan adalah masalah yang sangat
penting, karena :
Saya punya lahan dan ternak, tapi tidak bisa dikembang biakan hanya begitu-begitu
aja dari dulu. Kalau pinjam di bank selain jauh juga agak ribet ngurusnya. Bunga
176
pinjaman yang ditentukan sangat besar. Kalau usaha kita tidak berkembang khan
lama-lama tidak bisa mengembalikan pinjamannya. Lama-lama bayarnya jadi
harus sama kambingnya.
Informan petani D menjelaskan sebelum meminjam di BMT, sangat sulit mendapatkan
modal. Selain itu bisa juga meminjam kepada para tengkulak yang biasanya berkeliaran di
pasar-pasar. Pasar sangat cepat sekali perputaran uangnya, misalnya ada yang meminjam uang
di pagi hari, maka siangnya sudah bisa mengembalikan modal sekaligus bunganya yang sangat
besar. Menurut informan kalau untuk usaha pertanian tentunya sangatlah riskan sekali karena
perputaran di pertanian berbeda dengan di pasar. Usaha informan ini selain usaha pertanian juga
peternakan sapi dan kambing. Usaha pertenakan sapi dan kambing ini tentunya tergantung dari
perkembang biakan ternak itu sendiri.
Menurut Informan petani F yang juga seorang petani dan peternak, bahwa modal yang
didapatkan dari BMT bisa membuat usaha pertanian dan peternakannya menjadi berkembang.
Kalau dulu saya pinjam modal ke bank tapi tidak bisa banyak karena takut tidak
bisa mengembalikannya soalnya bunganya besar. Sekarang dengan adanya BMT
selain lebih dekat, juga dapat meminjam lebih banyak. Sekarang saya pinjam
modal 10 juta buat bikin kandang sapi dan kambing juga membuat saung untuk
membuat bata.
Informan petani F, selain bertani dan beternak juga membuat bata.
Petani ini
memanfaatkan tanaman dan rumput untuk pakan ternak, sementara kotoran ternaknya untuk
pupuk sehingga tidak lagi membutuhkan modal untuk membeli pupuk.
Sementara sambil
menunggu panen, membuat bata dari tanah yang ada di sekeliling daerah pertaniannya. Petani
ini mendapatkan modal yang besar maka dapat mengembang biakan ternaknya dan pertaniannya
juga mendapatkan pupuk organik dari kotoran sapi.
Informan petani H menjelaskan sebenarnya dari dulu ingin bertani namun tanah yang
dimilikinya lebih banyak terlantar karena tidak punya modal.
Sebenarnya Saya diberikan tanah oleh ayah saya supaya bisa digarap, namun karena
tidak ada modalnya maka saya tidak serius menggarapnya. Pertama menanam cabe
diajari sama Bapak, namun karena kurang serius malah jadi gagal. Jadi, Selama ini
hanya jadi guru di pesantren. Karena itu, kalau tidak syariah maka saya tidak
berani pinjam modal, apalagi kalau ke tengkulak atau rentenir nanti malah jadi
haram hukumnya.
177
Petani ini menjelaskan karena takutnya dosa maka tidak berani meminjam modal ke
rentenir. Karena itu, tanah yang dimilikinya tidak digarap dengan maksimal. Setelah ada BMT
dengan operasionalnya yang menggunakan system syariah, baru beliau meminjam modal untuk
menggarap tanahnya dengan menanam jagung, memelihara ikan gurame dan mananam coklat.
Sedangkan
Informan
petani
OS
mengatakan
kebutuhan
akan
modal
sangat
mempengaruhi motivasi untuk berusaha dalam pertanian.
Kalau dulu saya hanya punya modal pas-pasan menanam padi dengan hasil paspasan pula, hanya untuk makan sehari-hari. Kalau untuk menyekolahkan anak-anak
jadi harus menjual tanah. Dengan mendapatkan pinjaman dari BMT mendorong
keinginan untuk berusaha lebih keras. Terutama juga dorongan dari teman-teman
kelompok tani untuk bersama-sama menanam jagung. Karena BMT selain
memberikan modal juga melatih bagaimana menanam jagung yang benar sehingga
mendapatkan hasil yang besar pula.
Petani ini juga menjelaskan mendapatkan modal karena bergabung dengan kelompok tani
Sugih Mukti. Kelompok tani ini terpilih mendapatkan modal dari BMT untuk membudi dayakan
tanaman Jagung. Jadi, selain mendapatkan modal juga mendapatkan pelatihan-pelatihan dari
BMT. Pelatihan ini selain pelatihan teknis juga pelatihan mental agar para petani lebih
bertanggung jawab selain dengan lahan pertaniannya juga pada kewajibannya untuk
membayarkan pengembalian pinjaman modalnya ke BMT.
Faktor pendorong lainnya adalah faktor alam, sebagian besar mengatakan bahwa faktor
alam menentukan keberhasilan usaha pertanian mereka atau tidak. Resiko yang sering dihadapi
pertanian berkaitan dengan iklim, tanah, hama dan penyakit, serta produk yang mudah rusak.
Saat ini, faktor iklim ini membuat petani merasa khawatir karena tidak dapat lagi diprediksi.
Musim kemarau dan hujan datang tanpa perkiraan.
Hal ini yang membawa dampak pada
kegagalan usaha pertanian. Kalau tidak berhasil maka modal akan habis dan petani tidak akan
mendapatkan apa-apa bahkan tidak ada yang didapat untuk membayar pinjaman. Menurut
Informan petani S:
Masa hujan hampir tetap tetapi kondisi lingkungan yang tidak mendukung.
Awalnya alam dirusak karena kebutuhan manusia, saking banyaknya pohon-pohon
yang ditebang karena masyarakat banyak kebutuhannya. Jadi, kayu-kayu yang
biasanya besar, sekarang hampir tidak ada, makanya air dalam tanah cepat
keringnya. Tanah persawahan di Ciamis itu sudah jauh dari hulunya maka airnya
makin susah.
178
Seingat saya kalau sawah disini kalau masa hujan, 15 hari hujan air sudah turun ke
sini. Ada dari irigasi yang panjang tuh, yang jauh. Kalau sekarang, masa sekarang
2 bulan baru datang air. Makanya kalau kita terpaku dengan padi ini maka
waktunya 2 bulan terbuang.
Para petani merasakan bahwa karena faktor alam-lah yang membuatnya harus menjaga
usaha pertaniannya sehingga modalnya tidak habis percuma. Selanjutnya Informan petani S juga
mengatakan :
Karena pengaruh global warming, maka curah hujan menjadi banyak. Kalau
ditanamin padi maka sawah menjadi banjir. Tapi kalau lagi musim kemarau maka
tanahnya menjadi kering. Ini juga ditambah dengan seringnya pemakaian pupuk
urea. Makanya tanahnya jadi berubah, jadi lain. Jadi, istilahnya petani, kalau
dibajak memang cepat ancur, tetapi cepat mengendap lagi, makin keras. Cairan
urea atau cairan kimianya merusak struktur tanahnya.
Petani merasa dengan adanya global warming menyebabkan cuaca menjadi tidak
menentu. Curah hujan menjadi banyak, dan kemarau juga jadi banyak. Menurut istilah petani,
kalau turun hujan langsung deras (airnya banyak), dan kalau musim kemarau, panasnya sangat
menyengat. Hal ini yang menyebabkan kalau menanam padi menjadi tidak bagus. Solusinya
para petani di Ciamis menggantikan tanaman padi menjadi tanaman jagung.
Seperti kata
informan petani OS :
Sekarang kalau ditanami jagung bisa 3 kali panen. Biasanya kalau musim
kemaraunya lebih cepat paling 2 kali panen. Nah, kalau padi paling sekali panen.
Inilah perubahannya dari padi menjadi menanam jagung.
Selain itu juga ada kendala cuaca pada petani jamur, menurut informan petani D :
Kalau menanam jamur kendala yang paling utama adalah pada cuaca. Karena,
jamur menginginkan tingkat kelembaban yang tinggi, suhunya harus rendah. Jadi
supaya jamur tetap subur dan berkembang biak maka kondisi lingkungan di kebun
jamurnya harus disesuaikan atau diatur kelembabannya. Jadi jamur itu bagusnya
harus pada suhu 17-22 derajat celcius. Jadi kalau kurang lembab maka harus
ditambahkan air atau dengan penguapan. Maka kalau pada cuaca kemarau harus
dijaga kelembabannya.
Para petani selain ketergantungan dengan faktor alam, mereka juga mencari modal karena
memiliki lahan yang luas dan memikirkan bagaimana memanfaatkan lahannya agar tidak sia-sia.
Menurut salah seorang informan petani F:
179
Saya meminjam modal ke BMT karena saya memiliki lahan yang luas, selain
dijadikan kebon, juga memelihara ternak, sekarang ini saya memiliki 15 ekor
kambing, dan 10 ekor sapi. Saya meminjam dananya selain untuk pertanian juga
membuat kandang sapi dan kambing. Tapi saya sudah tidak susah-susah mencari
pupuk. Karena dari limbah ternak sudah bisa saya jadikan pupuk. Hambatannya
yang sering terjadi kandang dan pertanian menjadi rusak kalau ada angin puting
beliung. Angin itu sering terjadi karena lahan saya ini adanya di bawah bukit. Jadi,
kadang-kadang saya harus memperbaiki kembali kandangnya. Sedangkan sayuran
yang ada di kebon terpaksa harus di panen supaya tidak terlalu merugi. Karena itu,
sambil menjaga ternak dank ebon, saya juga menyambinya dengan membuat bata.
Tanahnya diambil dari tanah di sekitar lahan kebon saya.
Petani ini sangat inovatif dan preventif dalam melakukan usahanya.
Untuk
mengantisipasi adanya hambatan cuaca maka ia menjaga lahannya sambil membuat bata.
Sambil menunggu panen ia juga menjaga ternak kambing dan sapi. Petani ini juga menyatukan
antara peternakan dan pertanian, yaitu dengan memberikan pakan ternak dari rumput dan
tanaman yang ada di lahan pertaniannya dan memanfaatkan limbah ternaknya menjadi pupuk
pertaniannya. Hal ini untuk menjaga agar mendapatkan keuntungan yang lebih dan modal yang
dipinjam dapat dikembalikan dengan baik.
Sementara itu menurut informan petani H :
Saya meminjam modal di BMT adalah untuk memperluas lahan yang saya miliki,
Lahan kamari ada 10 hektar yang dimiliki satu kelompok. Jadi selain saya
menanam jagung di musim kemarau, maka di musim hujan baru saya menanam
padi. Selain itu saya juga membuka kolam untuk memelihara ikan gurame. Jadi
sambil menunggu panen, saya memelihara ikan gurame. Pemeliharaan ikan gurame
ini juga terdiri dari satu kelompok. Ada yang usaha bibit, ada yang usaha
pembiakannya, ada juga yang usaha pembesarannya. Satu kelompok gurame itu
baru 13 orang. Walaupun kendala memelihara ikan gurame itu banyak, misalnya
ikan gurame itu tidak kuat banyak hujan, banyak lumut, dan pakannya harus cacing
hidup, kalau cacing mati, gurame tidak mau. Jadi harus sering dirawat.
Menurut petani tersebut, meminjam modal untuk memperluas usahanya. Selain menanam
jagung dan padi, memelihara ikan gurame. Petani ini merasa sadar, kalau hanya terpaku pada
tanaman padi dan jagung, maka tidak akan maju dan berubah. Petani ini merasa bahwa dengan
adanya pinjaman modal maka usahanya akan lebih maju.
Faktor selanjutnya yang menjadi pendorong adalah faktor sosial. Petani dalam kehidupan
sehari-harinya selalu berhubungan dengan petani lainnya. Agar hubungan tersebut bermanfaat,
180
maka mereka membuat dan bergabung menjadi kelompok tani. Kelompok tani adalah kelompok
formal yang seringkali dibentuk sendiri maupun oleh pemerintah bersama masyarakat untuk
mewadahi para petani di suatu daerah agar memudahkan dalam melakukan pembinaan dan
penyaluran bantuan.
Petani sebagai anggota kelompok bisa mendapatkan fasilitas terkait
pengembangan usaha pertanian yang lebih baik daripada yang tidak menjadi anggota kelompok
tani. Misalnya menerima bantuan bibit dari pemerintah, menerima dana simultan, menerima
pendampingan dari LSM, pengajuan peminjaman modal, tukar menukar informasi tentang teknik
budidaya dan pemasaran hasil pertanian, dan lain-lain. Namun terkadang program-program yang
digulirkan pemerintah kepada kelompok tani hanya berjalan sesaat saja, tidak ada kelanjutannya
sehingga pada akhirnya tidak dapat mencapai tujuan yang diharapkan yaitu meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan. Kelompok tani yang membuat mereka menjadi maju, karena
dengan kelompok tani ini petani mendapatkan pelatihan dan memperoleh solusi dari masalah
yang dihadapinya. Menurut informan petani S :
Modal ini saya dapatkan karena saya jadi anggota kelompok tani. Jadi begini
ceritanya, waktu itu, BMT akan menyalurkan pembiayaan dari PNM kepada
kelompok tani, Saya sebagai ketua kelompok tani menyeleksi siapa yang akan
mendapatkan pembiayaan itu. Soalnya ini khan ditanggung bersama, jadi kalau ada
yang tidak bisa atau telat bayar, jadi tanggung jawab kelompok.
Para petani yang mendapatkan pembiayaan, adalah petani yang menjadi anggota
kelompok tani.
BMT memilih kelompok tani, karena akan lebih mudah mengontrol dan
memberikan pelatihan-pelatihan agar modal yang dipinjamkan bermanfaat dan petani menjadi
maju. Informan petani OS juga menjelaskan :
BMT sering mengadakan pelatihan-pelatihan kepada kami anggota kelompok tani,
misalnya pelatihan cara menanam, memelihara dan memanen jagung. Karena
menanam jagung juga banyak kendalanya dan harus dirawat. Misalnya rumputrumput pengganggu, hama, dan banyaknya air supaya akar dan batangnya tidak
busuk. Ada juga pelatihan mental bagi para petani. Maksudnya supaya menjadi
pekerja keras dan mengerti akan tanggung jawabnya sebagai nasabah BMT.
Kelompok tani ini terbantu oleh BMT selain dari sisi permodalan/pembiayaan bagi usaha
pertaniannya, maka BMT juga melakukan pelatihan-pelatihan yang relevan agar pembiayaan
yang diberikan menjadi bermanfaat.
Hal ini menjadi program lanjutan bagi BMT agar
nasabahnya juga terkontrol. BMT tidak membiarkan para petani bertanggung jawab sendirian
181
untuk mempergunakan modal/pembiayaan tersebut. Pertemuan-pertemuan kelompok tani selain
dilakukan bulanan, juga dilakukan setiap hari, tetapi hanya sebatas di lahan pertanian. Seperti
yang diungkapkan informan petani S :
Biasanya kalau ada program pemerintah langsung diadakan pertemuan kelompok
tani. Tetapi kalau sehari-hari pertemuannya sambil jalan. Jadi, istilahnya
pertemuannya sudah ketemu ketika sedang kerja di sawah ya ngobrol-ngobrol gitu.
Kalau dulu ada kelonpencapir, maka informasi yang didapat juga dari televisi.
Sekarang mah hanya ditambah dengan radio, atau pertemuan di masjid-masjid dan
taman bacaan.
Sementara menurut informan petani yang lain (F):
Kelompok tani yang diikutinya selain menjadi saluran informasi dan permodalan,
juga menyalurkan bibit-bibit pertanian yang dibutuhkan. Selain itu juga mengatasi
kalau ada penyakit yang diderita kambing dan sapinya, maka ia akan membawanya
ke kelompok tani yang menyediakan dokter hewannya.
Informan petani lainnya (OS) menjelaskan bahwa :
Awalnya ia tidak berminat menanam jagung, karena pertama, belum tahu tata cara
menanam jagung. Setelah ada penyuluh pertanian, Alhamdulillah disini ada
kelompok tani, kemudian diberi penjelasan untuk bukan meningkatkan, tetapi untuk
menyeimbangkan adanya disini tempat kekurangan air bisa ditanam jagung.
Belajarlah asalnya. Kemudian kedua, kalau belajar itukan membutuhkan modal.
Sampai akhirnya kelompok tani mengajukan peminjaman ke BMT. Kemudian
BMT memberikan kesempatan untuk mendengar keluhan kelompok tani, bahwa
kelompok tani jagung butuh permodalan. Jadi dengan adanya bantuan modal dari
BMT ini, maka para petani yang menjadi anggota kelompok tani menjadi semangat.
Adanya keinginan yang kuat untuk maju karena didorong sesama anggota
kelompok untuk sama-sama maju.
Menurut para informan petani, dengan menjadi anggota kelompok tani maka akan
mendapatkan bantuan pinjaman pembiayaan modal di BMT. Selama ini, anggota kelompok tani
hanya mendapatkan informasi mengenai pertanian dan peternakan, pembibitan, dan
pemasarannya yang lebih sering dibeli oleh tengkulak. Adanya kebersamaan anggota kelompok
tani ini mendorong semangat untuk sama-sama maju.
Aspek Penarik
Aspek penarik yang memicu para informan untuk berhubungan dengan BMT dan
mendapatkan pembiayaan adalah pemenuhan unsur syariah, aktualisasi diri dan penyaluran rasa
182
sosial. Sama seperti aspek pendorong, aspek-aspek penarik ini juga tidak berdiri sendiri. Ada
informan yang memiliki satu aspek saja, tapi ada juga informan yang memiliki dua atau bahkan
ketiga aspek sekaligus. Pemenuhan unsur syariah merupakan aspek penarik yang utama dalam
melakukan peminjaman modal. Sebagian besar informan sebelumnya tidak ingin berhutang atau
meminjam modal kemana-mana karena mereka takut akan dosa (karena riba).
Setelah
mengetahui adanya BMT dengan sistem syariah, mereka baru berani mengajukan pinjaman, itu
juga dengan berkelompok, sebelumnya petani belum berani meminjam perorangan.
Implikasi dari hal ini, petani selalu berhati-hati dalam menggunakan modalnya, misalnya
sebelumnya hanya menanam padi saja, sekarang memilih untuk menanam jagung di musim
kemarau dan menanam padi di musim hujan, atau bahkan memperluas usahanya dengan selain
bertani juga menekuni bidang peternakan ataupun perikanan, terus menerus melakukan diskusi
bersama anggota kelompok taninya. Masalah yang muncul akan mendapatkan solusi dengan
berdiskusi dalam kelompok tani.
Petani juga mematuhi dan menjalankan pelatihan dan
penyuluhan baik yang dilakukan oleh penyuluh pertanian maupun dari BMT, tujuannya agar
modal yang di dapat menjadi berguna dan petani menjadi maju.
Seperti kata informan petani ini (H) :
Motif pertama saya berurusan dengan BMT, pertama dari sini khan saya pengurus
kelompok tani sekaligus mengurus yayasan pesantren. Di BMT itu sesuai dengan
syariah, jadi kalau di bank itu khan kalau dina fiqih mah dipertanyakan halal dan
haramnya gitu. Kalau di BMT ada istilah bagi hasil dan sebagainya gitu. Jadi
kemudian kalau tani gak bisa pake persentase, ari kalau mau mah gak mau harus
2% atau berapa gitu. Kalau di BMT, kalau petani belum masa panen khan belum
punya uang, soalnya pinjaman berbentuk setahun 3 kali, kan 3 musim. Jadi setahun
3 kali.
Petani merasa kalau harus meminjam ke bank, belum jelas apakah hukumnya halal atau
haram, masih meragukan. Proses di BMT sudah jelas dengan menggunakan bagi hasil dan
dibayarkan 3 kali dalam tahun setelah panen, maka persepsinya sudah sesuai dengan sistem
syariah. Menurut informan petani lainnya (OS) :
Sebelumnya mah saya segan pinjam ke bank, selain takut jelas haram dan halalnya
juga takut tidak bisa membayarnya. Kalau di BMT mah pengertian makanya bisa
jadi penyemangat. Kelebihannya BMT, karena ada modal, maka kalau hasilnya gak
ada kelebihannya petani khan nggak mau pinjam lagi, jadi tidak semangat.
Alhamdulillah karena ada modal, tekad petani ada, kerja keras, keinginan yang
tinggi, ada semangat dalam kelompok, misalnya ada keberhasilan bersama.
183
Modal yang diberikan BMT bisa disebut sebagai stimulus bagi petani, sehingga petani
bersemangat dengan tujuan keberhasilan kelompok. Kelompok tani akan berhasil dikarenakan
petaninya menjadi petani yang maju.
Menurut informan petani D :
Saya sebenarnya mau bergabung dengan BMT karena dia ada di bawah yayasan
Darusalam yang juga menangani pondok pesantren dan mendirikan koperasi
pondok pesantren (kopontren) kemudian namanya berubah menjadi BMT. Saya
lebih senang berhubungan yang terkait dengan pesantren supaya berkah begitu.
Kalau dengan bank-khan tidak jelas keberkahannya.
Informan petani ini berlatar belakang dan hidup di lingkungan pesantren, karena itu lebih
senang berhubungan dengan yang ada kaitannya dengan pesantren.
Implikasi dari hal ini
tentunya ketika berinteraksi dengan orang lain-pun akan berfikiran dan bertindak seperti orang
pesantren yang selalu bertujuan untuk mendapatkan keberkahan dari Tuhannya.
Kalangan petani masih dijumpai pola-pola dengan sistem bagi hasil yang mirip atau
diduga kuat awalnya berasal dari sistem syariah. Sistem bagi hasil beragam antar wilayah, ada
yang 50 persen:50 persen atau 60 persen:40 persen. Hasil panen yang dibagi, ada yang dihitung
berdasarkan hasil bersih ada yang berdasarkan hasil kotor. Pada BMT Miftahussalam hitungan
bagi hasil antara petani dengan BMT sebesar 60 persen:40 persen. Maksudnya, bagi hasil untuk
petani 60 persen dan bagi hasil untuk BMT 40 persen. Biasanya di bayarkan 3 kali dalam
setahun, jadi setiap empat bulan sekali. Hal ini sama dengan waktu panen jagung yang setahun 3
kali. Pembiayaan pada petani ini dengan menggunakan sistem mudharabah : yaitu sistem
kerjasama antara BMT dengan petani dengan system bagi hasil 60:40. Sistem pembayaran yang
dilakukan oleh petani ada tiga macam : kalau dulu lebih sering dengan sistem jemput bola.
Maksudnya, para staf BMT (bagian kolektor) yang mengambil pembayaran bagi hasil ke rumah
para petani. Kedua, petani yang datang sendiri ke BMT untuk membayarkan bagi hasilnya.
Ketiga, Petani membayarkannya lewat kelompok tani. Nanti ketua kelompok tanilah yang akan
menyetorkannya ke BMT.
Walaupun begitu, masih ada juga petani yang lambat membayarkan bagi hasilnya.
Biasanya disebabkan adanya kebutuhan biaya sekolah atau harga panen di bawah harga pasar.
Oleh karena itu, sekarang ini selain meminjam modal untuk usaha pertanian ke BMT, petani juga
melakukan peminjaman untuk biaya sekolah. Namun, ada juga yang sekarang ini sudah rajin
184
menabung. Jika ditanyakan untuk apa, maka mereka ada yang menjawabnya untuk keperluan
mendadak, biaya kesehatan, pendidikan bahkan untuk berkurban dan berangkat haji.
Pelaksanaan pembayaran bagi hasil di BMT secara umum lancar. Setidaknya kalau ada,
hanya telat dalam pembayarannya. Cara mengatasinya dengan sering berkunjung, bersilaturahmi
mendatangi rumah si petani, ditanyakan hambatan yang dihadapinya. Biasanya terjadi di bulan
Juni karena ada kebutuhan biaya sekolah. Keterlambatan pembayaran itu tidak banyak sehingga
pihak BMT tidak terpikirkan untuk menghitung NPL-nya.
Aspek penarik yang kedua adalah aktualisasi diri. Maksudnya, jika berhubungan dengan
BMT, maka hidupnya akan berubah sehingga memiliki peluang untuk mengaktualisasikan
dirinya dalam masyarakatnya.
Para informan merasa mendapatkan kesempatan untuk
membuktikan dirinya dapat berubah dan memajukan keluarga, kelompok tani dan
masyarakatnya. Banyak informan petani yang sudah dari kecil menjadi petani, bahkan ada yang
turun temurun menjadi petani. Awalnya dari kecil membantu orang tuanya di sawah bertani,
ketika besar memiliki lahan sendiri baik dari warisan orang tua maupun membeli sendiri, dan
akhirnya menjadi petani juga.
Seperti menurut Informan petani S, sebagai berikut :
Saya sudah dari tahun 70-an bertani, yang mulainya hanya apruk-aprukan, tetapi
pengalaman sudah banyak dari tahu menanam bawang, cabe, sayur, sampai padi.
Nah sejak 10 tahun yang lalu saya mulai tetap menanam jagung, karena saya
perhatikan cuaca di Ciamis ini tidak memungkinkan untuk menanam padi terus
menerus. Makanya saya menanam jagung. Dengan menanam jagung maka
kehidupan saya mulai berubah, karena bisa 3 kali panen dalam setahun. Tetangga
mulai melihat perubahan taraf hidup saya karena menanam jagung. Walaupun
untuk merubah kebiasaan dari menanam padi menjadi menanam jagung sangat sulit.
Lama-lama mereka ikut juga menanam jagung, karena petani yang menanam padi
tidak bisa panen sementara yang menanam jagung selalu panen terus. Keuntungan
menanam jagung lebih besar dibandingkan menanam padi. Sehingga taraf hidup
juga bisa berubah meningkat.
Implikasi dari hal ini, informan petani selalu memberikan contoh dan penyadaran kepada
para anggota kelompok tani-nya agar bisa merubah kebiasaan menanam padi berpindah
menanam jagung. Walaupun agak lama merubah kebiasaan tersebut, namun ketika ada program
pembiayaan PNM (Permodalan Nasional Madani) di tahun 2005 dari BMT, kelompok tani Sugih
Mukti yang dipimpin Bapak US ini memulai usaha taninya dengan menanam jagung. Hasilnya
185
bisa dilihat adanya perubahan minimal dari sisi perumahannya, yang dulunya rumahnya hanya
dari tembok gedek (sejenis anyaman bambu) kini sudah berubah menjadi tembok batako dan
bata.
Sementara menurut informan petani OS :
Anak saya khan banyak ada lima, jadi kalau membiayai pendidikan itu harus
meminjam ke sana kemari atau menjual tanah sawah, jadinya tanah sawahnya
berkurang. Tapi dengan modal dari BMT digunakan menanam jagung, maka saya
bisa menyekolahkan anak saya sampai kuliah, walaupun adiknya masih di MI kelas
5. Alhamdulillah atuh, jadi intinya dengan adanya BMT itu bisa memajukan orang
per orang, bukan hanya petani jagung saja, tapi setiap orang yang membutuhkan,
sebagian besar orang desa Handapherang ke sana, terutama untuk menyekolahkan
anak-anaknya.
Setiap informan petani merasakan adanya perubahan setelah mendapatkan pembiayaan
dari BMT. Implikasinya dari keberhasilan tersebut maka dari sisi perumahannya mulai berubah
baik bentuk dan bahan bangunannya. Sisi pendidikan, hampir semua anak-anak kelompok tani
tersebut mendapatkan dan meraih pendidikan yang tinggi, minimal setingkat MA atau SMA dan
maksimal setingkat perguruan tinggi.
Ada juga yang justru bertambah lahan pertaniannya,
bertambah jumlah ternaknya. Misalnya yang diungkapkan beberapa informan berikut :
Awalnya saya hanya menanam jagung, sekarang saya sudah menanam dengan
mencoba menanam coklat dan memelihara gurame (H).
Saya memulai usaha memelihara kambing dan sapi jumlahnya dulu cuma sepasang
ketika berkembang biak maka saya kesulitan membangun kandangnya. Sekarang
setelah mendapatkan pembiayaan dari BMT akhirnya bertambah jumlahnya,
kambing sudah menjadi 15 ekor dan sapi 10 ekor (F).
Kalau dulu saya hanya mengelola 100-300 bata lahan persawahan, tetapi sekarang
bisa menanam jagung sampai sehektar (S).
Informan petani menggambarkan bahwa dengan adanya pembiayaan BMT maka mereka
mendapatkan kesempatan untuk berubah. Perubahan ini adalah perwujudan dari aktualisasi diri,
bahwa dengan pembiayaan BMT ini mereka mendapatkan kesempatan untuk berprestasi di
bidang pertanian terutama tanaman jagung, dari sinilah mereka bisa maju.
Aspek penarik yang ketiga adalah penyaluran rasa sosial. Aspek ini dapat terlihat pada
informan petani pada saat mereka saling berbagi informasi sesama anggota kelompok tani.
186
Proses mendapatkan Pembiayaan di BMT di desa Blawong Kabupaten Bantul
Penelitian ini menjelaskan tentang latar belakang atau alasan dan motif petani di desa
Blawong Bantul mendapatkan pembiayaan syariah sehingga kehidupan menjadi meningkat.
Aspek Pendorong
Aspek pendorong yang dimaksud di sini adalah suatu keadaan yang memicu mereka
sehingga seolah memiliki daya atau tenaga tambahan.
Aspek ini memberikan kesempatan
kepada mereka untuk mendapatkan pembiayaan syariah agar dapat mengejar mimpi-mimpi atau
harapan yang diangan-angankannya.
Aspek-aspek pendorong yang telah diidentifikasi berdasarkan
pengamatan dan
wawancara adalah kebutuhan modal (integritas, kompetensi, empati, terbuka, akuntabilitas),
faktor alam (tanah, pupuk, cuaca, luas lahan), faktor sosial (kelompok tani). Pada diri setiap
informan, aspek-aspek tersebut saling berkaitan. Ada informan yang memiliki ketiga aspek
tersebut tapi ada pula yang hanya satu aspek saja.
Sebagian besar informan melihat kebutuhan modal merupakan faktor yang mengharuskan
mereka untuk melakukan sesuatu agar mata pencaharian mereka tidak hilang, yaitu mencari
modal usaha pertanian.
Informan petani Dj menjelaskan :
Saya sudah tani sejak nenek moyang, jadi jiwanya jiwa tani. Untuk pertanian ini
agak terputus karena ada kendala bekal, karena waktu jadi petani itu membutuhkan
bekal yang tidak sedikit, sebab petani itu kalau ingin banyak pengorbanan dan
perjuangan mereka untuk bekal hidup. Saya dagang dulu. Setelah punya modal,
lalu modal itu saya beli sawah, maka saya masuk ke pertanian. Setelah masuk
pertanian, prinsip saya itu : pertanian yang seperti ditekankan pemerintah itu tidak
mutlak betul, jadi ada betulnya dan ada salahnya. Kalau ingin mensejahterakan
petani itu juga ditekan pada pertanian. Sebab, kita tahu standar hidup petani,
minimal harus punya sawah 1 hektar misalnya. Padahal, di daerah kita itu 1 hektar
untuk 40-50 orang.
Petani ini menceritakan bahwa standar hidup petani itu harus memiliki lahan sawah yang
luas dengan dibantu permodalan, akan dapat menghidupi keluarganya dengan layak. Petani
bukan hanya sekedar sebagai buruh tani penggarap saja dan sebagai usaha sampingan, tetapi juga
harus bisa mensejahterakan keluarga. Sedangkan menurut informan petani DN :
187
Saya hanya punya 1000 meter persegi, tidak cukup memenuhi keluarga. Hasil
panen itu untuk makan sampe nanti panen lagi, itu tidak cukup. Apalagi biaya
pertanian juga harus dari situ. Jadinya habis deh. Makanya, saya butuh modal
untuk biaya pertanian. Biasanya disini banyak rentenir atau lintah darat, istilahnya
bank kecil yang menawarkan dana untuk dimanfaatkan. Mereka datang dari manamana, misalnya Yogya, Klaten yang datang ke sini setiap hari. Tapi setelah ada
BMT, sudah tidak kesana lagi, karena di BMT lebih ringan dan cepat serta mudah.
Beliau menceritakan kalau sebelum ada BMT, untuk meminjam modal sangat susah.
Walaupun ada bank kecil yang biasa disebut tengkulak atau rentenir yang mendatangi petani
setiap hari menawarkan pinjaman modal. Masyarakat ada yang minjam ke tengkulak ada juga
yang hanya pasrah dengan modal seadanya. Hal ini yang menyebabkan petani tidak mengalami
perubahan apa-apa.
Sedangkan informan petani W menjelaskan bahwa :
Awalnya meminjam pembiayaan di BMT setelah gempa melanda Yogyakarta, yaitu
untuk memperbaiki rumah. Setelah itu untuk nandur dan membeli pupuk.
Tujuannya ya untuk memperingan yang tidak punya modal.
Petani ini menjelaskan dari usaha pertaniannya tidak dapat membantunya untuk
membangun rumahnya kembali setelah gempa. Hasil panennya hanya cukup untuk makan saja.
Setelah meminjam ke BMT ia dapat membangun rumahnya kembali bahkan setelah lunas ia
dapat meringankan biaya produksi pertaniannya dengan meminjam kembali ke BMT.
Menurut Informan petani H, modal itu sangat penting karena bisa membantu
mengembangkan usahanya di bidang pertanian :
Saya itu kan anggota kelompok tani, jadi untuk bantu-bantu dan memajukan usaha
saya makanya saya pinjam ke BMT.
Menurut informan petani S :
Saya itu usaha ternak ayam dan petani padi. Tapi saya petani sawah milik panti.
Saya pinjam ke BMT lewat kelompok, karena saya ikut kelompok tani. Pinjam
modal hanya pengembaliannya dicicil 10 kali. Saya ikut BMT karena mudah
pinjam kredit, kalau ke BRI lebih ribet, susah dan jauh. Setelah lunas, Saya
mengambil kredit lagi, begitu seterusnya. Ternak ayam, hasilnya kurang, jadi
pindah ke tani sawah, ternak ayam hanya sampingan. Lagi pula cara meminjam di
BMT sangat mudah, pengembaliannya bulanan, sebulan sekali.
188
Informan petani ini menjelaskan bahwa kalau mau mendapatkan modal harus pinjam ke
bank lain (BRI) mengharuskan adanya agunan yang biasanya berupa sertifikat tanah. Jika
meminjam di Bank lain pengurusan dan pengembaliannya sulit dan ribet. Sementara informan
petani Wj menyatakan :
Awal mulanya saya punya uang sedikit, saya simpan sedikit di BMT, lama
kelamaan kok kayak orang butuh, maksudnya kok lebih banyak kebutuhannya
daripada simpannya. Trus saya nanya-nanya, kalo mau pinjam itu bagaimana
caranya, nah kalo itu bayarnya berapa. Kalau 500 apa jaminannya ? Oh kalau itu
KTP aja bisa, lalu semakin besar lagi, pengin nambah, saya pengin warung, pinjam
nambah modal, lalu saya pinjam 1 juta trus jaminannya BPKB Motor, sudah
sah/lunas, trus saya pinjam lagi, pokoknya motor itu yang saya andalkan. Lalu anu
kemarin itu saya pinjam lagi untuk menanam padi yang bekerjasama dengan panti
(maksudnya tanah sawahnya milik petani, mbak Wj sebagai penggarap). Usaha
taninya lumayan Alhamdulillah bagus, Nah sekarang juga sudah tanam lagi.
Panennya separo sudah disetorkan ke panti dan untuk simpan dapet sekarung lalu
dijual jadinya berputar terus.
Bagi informan, kebutuhan modal sangat mempengaruhi motivasi dalam usaha pertanian,
walaupun hanya menggarap sawah milik panti asuhan yang dibagi berdasarkan maro (bagi hasil).
Faktor pendorong kedua adalah faktor alam. Sebagian besar mengatakan bahwa resiko
yang dihadapi petani adalah tanah, iklim/cuaca, dan hama penyakit. Faktor alam yang paling
dikhawatirkan petani adalah kerusakan tanah dan iklim atau perubahan cuaca.
Biasanya
kerusakan tanah diakibatkan pemakaian pupuk kimia sintetis yang berlebihan, dan cuaca yang
tidak dapat diprediksi. Kedua hal ini membawa dampak pada kegagalan panen. Kalau tidak
berhasil maka modal mereka akan habis dan petani tidak akan mendapatkan apa-apa bahkan
tidak ada yang didapat untuk membayar pinjaman. Seperti kata informan petani DJ :
Seharusnya petani itu ditambah kegiatan yang sesuai dengan bidang pertanian,
misalnya peternakan. Peternakan itu bisa kita putar limbahnya untuk pupuk,
sementara limbah pertanian, seperti jerami untuk makanan ternak. Kita tidak usah
pusing-pusing mencari pupuk, nanti hasilnya pun alami. Padahal semua itu sudah
tersedia di daerah kita. Jadi tidak merusak tanah, kalau dengan pupuk urea tanah
menjadi rusah dan ketagihan.
Masalah pertanian yang harus dilaksanakan oleh petani bukan mutlak masalah
tanam menanam saja tapi dirangkaikan dengan segala sesuatu usaha yang berkaitan.
Nah ini kan bisa jadi mandiri, hasilnya menyatu. Kalau ini pupuk kimia aja kan
sudah mahal, lalu efeknya menghancurkan pertanian itu sendiri akhirnya panennya
hasilnya tidak bisa dijamin. Biaya sudah keluar tinggi tidak panen. Masyarakat
yang tidak mau alami atau organik, karena lebih mudah yang kimia. Misalnya
189
1000m tanah kalau pakai kimia cukup 10 kg berapa menit selesai, tapi kalau pupuk
kandang berapa kuintal dan lama.
Kita mewariskan kepada yang akan kita warisi itu sesuatu jangan tanah yang sudah
rusak, tapi kita bangun sedemikian rupa dan semakin bagus. Karena kita tahu
sekarang misalnya 1000 meter untuk kita pake sendiri, baru untuk anak cucu dan
hasilnya kan bisa kita pikirkan. Kalau kita pakai pestisida atau kimia kan hasilnya
jadi menurun.
Petani ini sangat kreatif dan bekerja keras dalam melakukan usahanya. Informan sambil
menunggu panen membuat pupuk kandang dan kompos, informan juga menjaga ternak kambing
dan sapi. Petani ini juga menyatukan antara peternakan dan pertanian, yaitu dengan memberikan
pakan ternak dari rumput dan tanaman yang ada di lahan pertaniannya. Dan memanfaatkan
limbah ternaknya menjadi pupuk pertaniannya.
Hal ini untuk menjaga agar mendapatkan
keuntungan yang lebih dan modal yang dipinjam dapat dikembalikan dengan baik.
Menurut Informan petani HJ :
Saya mempunyai 6 kolam, tapi tidak di semen semuanya ada beberapa yang masik
kolam tanah. Waktu terjadi gempa, kolam pada hancur, namun setelah masuk BMT
dapat bantuan kredit sekarang pulih kembali.
Menurut informan petani ini, usaha perikanan dengan menggunakan semen juga bisa
merusak struktur tanah, sehingga menyebabkan tanah rusak, karenanya ia menggunakan kolam
dari tanah. Sedangkan menurut informan petani W, pada musim kemarau maka ia terpaksa harus
mencari air di malam hari dimana orang lain tidur terlelap, karena biasanya air lancar pada
malam hari.
Faktor selanjutnya adalah faktor sosial.
Faktor sosial di sini maksudnya adanya
hubungan dengan sesame nggota kelompok tani. Petani sebagai anggota kelompok bisa
mendapatkan fasilitas terkait pengembangan usaha pertanian yang lebih baik daripada yang tidak
menjadi anggota kelompok tani. Misalnya menerima bantuan bibit dari pemerintah, menerima
dana simultan, menerima pendampingan dari LSM, pengajuan peminjaman modal, tukar
menukar informasi tentang teknik budidaya dan pemasaran hasil pertanian, dan lain-lain. Namun
terkadang program-program yang digulirkan pemerintah kepada kelompok tani hanya berjalan
sesaat saja, tidak ada kelanjutannya sehingga pada akhirnya tidak dapat mencapai tujuan yang
diharapkan yaitu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan. Kelompok tani yang membuat
190
mereka menjadi maju, karena dengan kelompok tani ini petani mendapatkan pelatihan dan
memperoleh solusi dari masalah yang dihadapinya. Menurut informan petani Dj :
Saya sudah sejak tahun 1970 merintis kelompok tani, tapi tidak pernah ada yang
berhasil, yang ada adalah kalau punya atau ada hasil, ingin dihabiskan, seperti itu,
dan itu sudah umum. Kelompok yang aktif di sini hanya 2 kelompok di tingkat
desa yaitu Gapoktan. Kalau saya menggerakan di gapoktan maka saya akan
bertemu dengan pengurus kelompok tani. Sekarang dengan kelompok tani ini ada
hasilnya. Jadi, jerih payah saya ada buahnya, yaitu dengan membentuk BMT ini
maka kelompok tani menjadi aktif dan berhasil/ ada hasilnya. Karena, disini satusatunya yang punya kelompok tani ada yang mau bekerja, bisa bekerja dan mau
atau bisa berfikir. Saya kalau mampu dan harus mengeluarkan biaya tidak jadi apa,
tenaga dan pikiran, waktu itu saya kerahkan semua, tapi bisa berhasil. Kalau
kelompok tani mengadakan pertemuan sebulan sekali. Kelompok tani itu
kegiatannya setahu saya di sawah sini, di sekitar sawah. Hanya kebetulan kalau
dinas itu sangat memerlukan itu ada satu dua yang dibina lalu dilombakan
Para petani yang mendapatkan pembiayaan, adalah petani yang menjadi anggota
kelompok tani.
BMT memilih kelompok tani, karena akan lebih mudah mengontrol dan
memberikan pelatihan-pelatihan agar modal yang dipinjamkan bermanfaat dan petani menjadi
maju. Kelompok tani ini terbantu oleh BMT selain dari sisi permodalan/pembiayaan bagi usaha
pertaniannya, maka BMT juga melakukan pelatihan-pelatihan yang relevan agar pembiayaan
yang diberikan menjadi bermanfaat.
Hal ini menjadi program lanjutan bagi BMT agar
nasabahnya juga terkontrol. BMT tidak membiarkan para petani bertanggung jawab sendirian
untuk mempergunakan modal/pembiayaan tersebut. Pertemuan-pertemuan kelompok tani selain
dilakukan bulanan, juga dilakukan setiap hari, tetapi hanya sebatas di lahan pertanian. Seperti
kata informan petani DN :
Pada kelompok tani, khusus di desa ini, setiap sabtu pagi, kelompok-kelompok tani
berkumpul, biasanya dari jam 10-an sampai jan 12 adzan zuhur. Yang dibicarakan
masalah rutin atau mendesak dari kelompok tani. Kalau tidak ada maka baru
penjelasan dari mantra atau penyuluh. Biasanya yang dibicarakan adalah
penyaluran pupuk yang dilakukan BMT, dan kebutuhan modal. Enaknya di
kelompok tani, biasanya diberikan pelatihan-pelatihan mengenai bagaimana
menggarap sawahnya sampai cara memanen. Selain itu, kalau membutuhkan dana
mendesak, maka dengan datang ke BMT, akan diusahakan mendapatkan dana.
Yang kedua, dengan mudah mendapatkan pupuk, Jadi anggota kelompok tani yang
juga anggota BMT tidak pernah mengalami kekurangan atau kesulitan pupuk.
Informan petani Dj menambahkan :
191
Pada kelompok tani banyak kegiatan pembinaan dan kursus-kursus, dari dinas
pertanian. misalnya : seperti kemarin ada 4 mata pelajaran dalam satu periode :
kacang panjang, kelinci, bokasi dan jamur tiram. Tapi, saya yang cocok hanya
kacang panjang, bokasi dan organik
Selanjutnya menurut informan petani W :
Saya ikut BMT karena saya anggota kelompok tani, dan semua anggota kelompok
tani itu dulunya adalah aktivis muhamadiyah, jadi intinya yang mendirikan
kelompok tani dan BMT itu orang-orang muhamadiyah.
Menurut para informan petani, dengan menjadi anggota kelompok tani akan mendapat
bantuan pinjaman pembiayaan modal di BMT.
Selama ini, anggota kelompok tani hanya
mendapatkan informasi mengenai pertanian dan peternakan, pembibitan, dan pemasarannya yang
lebih sering dibeli oleh tengkulak. Adanya kebersamaan anggota kelompok tani ini mendorong
semangat untuk sama-sama maju.
Aspek Penarik
Sementara itu yang menjadi aspek penarik yang memicu para informan untuk
berhubungan dengan BMT dan mendapatkan pembiayaan adalah pemenuhan unsur syariah,
aktualisasi diri dan penyaluran rasa sosial. Sama seperti aspek pendorong, aspek-aspek penarik
ini juga tidak berdiri sendiri. Ada informan yang memiliki satu aspek saja, tapi ada juga
informan yang memiliki dua atau bahkan ketiga aspek sekaligus. Pemenuhan unsur syariah
merupakan aspek penarik yang utama dalam melakukan peminjaman modal. Sebagian besar
responden sebelumnya tidak ingin berhutang atau meminjam modal kemana-mana karena
mereka takut akan dosa (karena riba). Setelah mengetahui adanya BMT dengan sistem syariah,
mereka baru berani mengajukan pinjaman, itu juga dengan berkelompok, sebelumnya petani
belum berani meminjam perorangan.
Implikasi dari hal ini, petani selalu berhati-hati dalam menggunakan modalnya, misalnya
sebelumnya hanya menanam padi saja, sekarang memperluas usahanya dengan selain bertani
juga menekuni bidang peternakan ataupun perikanan. Masalah yang muncul akan mendapatkan
solusi dengan berdiskusi dalam kelompok tani. Petani juga mematuhi dan menjalankan pelatihan
dan penyuluhan baik yang dilakukan oleh penyuluh pertanian maupun dari BMT, tujuannya agar
modal yang di dapat menjadi berguna dan petani menjadi maju.
192
Seperti kata informan petani Dj ini :
Di pertanian itu banyak perjalanan dan liku-liku, karena di sini mayoritas muslim
maka dibentuklah BMT buat usaha, kalau saya bikin perbankan dengan system
bunga akan ditolak masyarakat, sekalipun kebetulan jalannya bagus. Kenapa ada
BMT, karena saya ingin mengangkat kesejahteraan masyarakat melalui pertanian
ini. Saya buat dengan kelas-kelas, bawah, menengah da atas, dengan kelas
menengah ini Alhamdulillah jalan.
Sementara menurut Informan petani DN :
BMT itu menjembatani masyarakat yang mayoritas didominasi masyarakat muslim.
Karena masyarakat sekitar Blawong ini adalah muslim yang sering dikatakan
memiliki pola pikiran yang agak modern. Kan di sini sejak tahun 1928 sudah
masuk gerakan muhamadiyah dan dari pola piker orang muhamadiyah diharapkan
BMT akan bisa lebih diterima.
Petani merasa kalau harus meminjam ke bank, belum jelas apakah hukumnya halal atau
haram, jadi masih meragukan. Sementara BMT sudah jelas dengan menggunakan bagi hasil dan
dibayarkan 3 kali dalam setahun setelah panen, maka persepsinya sudah sesuai dengan system
syariah. Masih ada juga petani yang lambat membayarkan bagi hasilnya. Biasanya disebabkan
adanya kebutuhan biaya sekolah atau harga panen di bawah harga pasar. Sekarang ini selain
meminjam modal untuk usaha pertanian ke BMT, petani juga melakukan peminjaman untuk
biaya sekolah. Namun, ada juga yang sekarang ini sudah rajin menabung. Jika ditanyakan untuk
apa. Maka mereka ada yang menjawabnya untuk keperluan mendadak, biaya kesehatan,
pendidikan bahkan untuk berkurban dan berangkat haji.
Pelaksanaan pembayaran bagi hasil di BMT secara umum lancar. Setidaknya kalau ada,
hanya telat dalam pembayarannya. Cara mengatasinya dengan sering berkunjung, bersilaturahmi
mendatangi rumah si petani, ditanyakan hambatan yang dihadapinya. Biasanya terjadi di bulan
Juni karena ada kebutuhan biaya sekolah. Tetapi keterlambatan itu tidak banyak sehingga pihak
BMT tidak terpikirkan untuk menghitung NPL-nya.
Aspek penarik yang kedua adalah aktualisasi diri. Maksudnya adalah jika berhubungan
dengan BMT, maka hidupnya akan berubah sehingga ia mempunyai peluang untuk
mengaktualisasikan dirinya dalam masyarakatnya.
Para informan merasa mendapatkan
kesempatan untuk membuktikan dirinya dapat berubah dan memajukan keluarga, kelompok tani
dan masyarakatnya.
Informan petani Dj menjelaskan :
193
Setelah berhubungan dengan BMT, dari hasil sawah dan ternak, saya bisa berangkat
haji bersama istri dan bisa menyekolahkan anak-anak
Menurut Informan petani W :
Alhamdulillah dari Sawah, saya bisa menyekolahkan kedua anak saya, Yang
pertama Insinyur Geologi dari UGM tapi pintar computer juga, yang kedua Sarjana
Sosiologi UGM, juga
Menurut informan petani Hj :
Setelah saya pinjam ke BMT, Alhamdulillah sedikit ada perubahan karena dapat
untuk dengan memelihara gurame dan Nila. Kalo dulu sebelum masuk BMT cari
modal sendiri. Soalnya usahanya ikan, jadi tidak terlalu cepat berkembang dan
usahanya itu lele dan gurame. Kalo usaha lele, kendalanya di pakannya mahal, terus
kalau dijual hatganya tidak terlalu tinggi, belum ada resiko kematian, kalo mati, itu
abis semua ikannya. Setelah pinjam di BMT, ada perkembangan akan tetapi belum
panen, jadi masih harus panen dulu. Tapi kalau gurame memang menjanjikan
keuntungan tapi lama waktunya sampai 3 tahun. Kalau lele kecil kemungkinannya.
Menurut informan petani S
Saya bisa menyekolahkan anak-anak dari sawah dan ayam. Anak- yang putri jadi
dokter gigi di AL, yang putra di AL, yang masih muda di Surabaya di AL, jadi di
rumah hanya berdua dengan istri.
Menurut Informan petani Wj :
Saya ini hanya buruh tani, jadi kebutuhannya banyak sekali. Pokoknya bisa
mencukupi kebutuhan saja. Kemajuannya sedikit sekali, ditambah arisannya
banyak sekali, misalnya arisan motor, tiap minggu, rt, yang besar 20/30 rb, iuran
BMT, keundak’ane sing penting cukup. Jadi sekarang sudah punya dua motor, beli
sapi kecil (pedet) dipelihara sendiri. Sawah diurus, pagi-pagi sekali dan sore.
Setiap informan petani merasakan adanya perubahan setelah mendapatkan pembiayaan
dari BMT. Implikasinya dari keberhasilan tersebut maka dari sisi perumahannya mulai berubah
baik bentuk dan bahan bangunannya. Sisi pendidikan, hampir semua anak-anak kelompok tani
tersebut mendapatkan dan meraih pendidikan yang tinggi, minimal setingkat MA atau SMA dan
maksimal setingkat perguruan tinggi.
Ada juga yang justru bertambah lahan pertaniannya,
bertambah jumlah ternaknya, seperti informan Wj di atas.
Aspek penarik yang ketiga adalah penyaluran rasa sosial. Aspek ini dapat terlihat pada
informan petani pada saat mereka saling berbagi informasi sesama anggota kelompok tani.
Tindakan saling berbagi informasi ini dilakukan baik secara formal dalam pertemuan petani
194
maupun informal di saat bekerja di tengah sawah. Aspek pendorong dan penarik sebagai motif
berinteraksi dengan BMT dapat dijelaskan dalam Tabel 6.1.
Tabel 6.1 Aspek pendorong dan Penarik sebagai Motif Berinteraksi Petani dengan BMT
Kategori
Aspek
Kebutuhan
Modal
Faktor Alam
Kelompok
Tani
Sesuai
dengan
Syariah
Aktualisasi
Diri
Rasa Sosial
Motif
Informan
1
2
3
4
Aspek Pendorong
v
V
v
v
v
v
5
6
7
8
9
10
11
v
V
V
V
V
v
v
V
V
v
V
V
V
V
v
v
v
v
v
v
v
Aspek Penarik
v
V
v
v
v
V
v
v
V
v
v
V
v
V
v
v
v
V
v
v
V
v
v
v
1,2,3
1,2
1,2,3
1,2
v
1,2,3
V
1,2,3
v
1,2
v
1,2,3
V
1,2,3
v
1,2
1,2
Keterangan :
(1). Motif Ekonomi (modal)
(2). Motif Spiritual
(3). Motif Sosial
Berdasarkan sebaran aspek penarik dan pendorong, dengan melihat dominan
kecenderungannya, peneliti dapat membuat klasifikasi motif petani berusaha mendapatkan
pembiayaan dari BMT. Tabel 6.1. dimaksudkan menggambarkan kecenderungan aspek-aspek
tersebut dalam diri informan-informan penelitian ini.
pengamatan
penelitian,
peneliti
berusaha
Kemudian dari sebaran dan hasil
mengelompokannya
dalam
beberapa
motif
mendapatkan pembiayaan modal dari BMT.
Setidaknya ada tiga motif yang berhasil dikenali, yaitu motif ekonomi (modal), motif
spiritual, dan motif sosial. Ketiga motif ini yang paling sering muncul. Seorang petani sangat
bergantung pada modal yang dimiliki, karena tanpa modal petani tidak dapat berbuat banyak.
Setidaknya ketika memulai usaha pertaniannya, seorang petani harus memiliki sarana produksi
pertanian, misalnya alat-alat pertaniannya, bibit, pupuk serta pestisida yang harus disiapkan.
195
Apabila petani memiliki modal, maka dengan leluasa mengupayakan usaha pertaniannya dengan
tujuan memperoleh keuntungan. Hasrat untuk berusaha sangat tinggi untuk merubah taraf hidup
menuju kesejahteraan keluarganya.
Motif kedua adalah spiritual. Sesuai dengan agama yang dianutnya yaitu Islam dan
kebanyakan petani di Bantul yang berafiliasi ke muhamadiyah, sangat fanatik dalam
menjalankan agamanya. Ketika petani berhubungan dan harus bermuamalah dengan bank, maka
sangatlah berhati-hati. Petani berprinsip bahwa kalau meminjam dengan rentenir, tengkulak,
koperasi atau bank umum maka akan berhubungan dengan riba, hal ini juga berarti bahwa riba
adalah dosa.
Ketika petani mengetahui adanya BMT yang berprinsip syariah dalam
operasionalnya, baru mau berinteraksi dengan yang namanya bank. Petani mau menabung dan
mendapatkan pembiayaan modal dari BMT. Sistem operasional BMT yang berprinsip syariah
dengan sistem bagi hasil ini sebenarnya sudah dikenal sejak lama, sama halnya bentuk pola
kerjasama pertanian selama ini yang juga dengan prinsip bagi hasil.
Motif ketiga adalah sosial. Para petani ini selalu berinteraksi dengan kelompok taninya.
Tujuan individu dan kelompok tani adalah sama yaitu memajukan keluarga dan kelompoknya.
Petani berusaha saling berbagi informasi demi kemajuan bersama.
Petani saling menjaga
kelestarian alam agar tanah dan hasil panen menjadi berhasil dan menguntungkan.
Hasil
keuntungan usaha pertaniannya juga diperlihatkan oleh masing-masing petani dengan adanya
kenaikan taraf hidup individu dan keluarganya. Hal ini juga berarti kemajuan kelompok taninya.
Berdasarkan hasil penelitian, terdapat proses “menjadi” yang bersifat sosio historis, seiring
dengan perjalanan kehidupan yang dilalui.
Proses ini unik sifatnya karena masing-masing
memiliki pengalaman yang berbeda-beda sehingga tidak ada yang benar-benar identik. Setelah
dilakukan pengamatan, peneliti menemukan kesamaan aspek yang dilalui informan. Peneliti
melihat adanya beberapa aspek pendorong dan penarik yang membuat mereka memiliki motif
untuk berinteraksi dan mendapatkan pembiayaan dengan BMT. Aspek-aspek tersebut dapat
terlihat dari gambar 6.1.
196
ASPEK PENDORONG
1. Kebutuhan Modal
2. Faktor Alam
3. Kelompok Tani
ASPEK PENARIK
1. Sesuai Syariah
2. Aktualisasi Diri
3. Penyaluran Sosial
MOTIF BERINTERAKSI DENGAN BMT
1. Ekonomi (Modal)
2. Spiritual
3. Sosial (lingkungan dan masyarakat)
Gambar 6.1. Aspek Pendorong dan Penarik Menjadi Motif Berinteraksi Petani dengan BMT
Konsep Diri/Karakter Petani
Petani di Desa Cijeunjing, Kabupaten Ciamis
Konsep diri adalah persepsi tentang diri sendiri yang relatif menetap.
Menurut
pandangan interaksi simbolik, secara sosial seseorang dapat melakukan tindakan kepada dirinya
sendiri, seperti juga kepada orang lain. Seseorang dapat menjadikan dirinya sebagai objek
tindakannya sendiri. Diri (the self) terbentuk dengan cara yang sama sebagai objek, melalui
pengertian yang dibuatnya bersama orang lain. Konsep diri dalam penelitian ini berkaitan
dengan nilai-nilai, sikap dan persepsi petani terhadap pembiayaan kredit syariah dari BMT.
Perilaku petani terhadap BMT sangat tergantung pada sejauhmana persepsi dan
pengetahuan yang dimilikinya. Kaitannya hubungan antara petani dengan BMT, pengetahuan
dan persepsi masing-masing pihak terhadap pihak lainnya sangat menentukan intensitas
hubungan kerjasama pembiayaan yang dilakukan. Pengetahuan dan persepsi yang positif dari
BMT terhadap petani akan mendorong BMT untuk memberikan alokasi kredit (pembiayaan)
yang memadai. Di sisi lain, pengetahuan dan persepsi petani terhadap BMT akan menentukan
perilaku petani apakah BMT compatible sebagai sumber pendanaan bagi usahanya. Hampir
seluruh responden memiliki persepsi, preferensi dan adopsi yang tinggi terhadap BMT yang ada
di lingkungannya, terutama BMT dimana tempat petani mendapatkan pembiayaan. Persepsi ini
didapatkan ketika sudah berinteraksi dengan BMT.
Ada juga yang di awal petani sudah
197
mempersepsikan positif, karena mau berhubungan dan meminjam modalnya yang penting
dengan sistem syariah, ataupun takut akan adanya dosa. Petani yang berfikiran seperti itu karena
dari kecil sudah berada di lingkungan pesantren yang mempelajari tentang halal dan haram.
Kehidupan petani pada dasarnya berciri “subsisten”, yaitu sekedar mencukupi kebutuhan
hidup minimal. Ketika berinteraksi dengan para informan, peneliti menangkap bentukan sifat
atau nilai-nilai sebagai pekerja keras, pantang menyerah, otoritas, senang membantu & perduli
pada orang lain, dan menghargai alam.
Sifat pekerja keras ini dilihat dari mulainya petani bekerja keras dari jam 6 pagi sampai
maghrib untuk memproduksi pangan demi terwujudnya ketersediaan pangan dan keberlajutan
kehidupannya. Pada siang hari petani beristirahat, terkadang hanya di sawah, di lain hari pulang
ke rumah sebelum kembali lagi ke sawah. Pola bekerja petani dimulai dengan mencangkul atau
membajak tanah, mengairi, memberikan pupuk, menanam bibit, menyemprotkan pestisida agar
tidak ada hama dan penyakit. Setiap hari dirawat apakah ada rumput atau tanaman dan binatang
yang merusak.
Selanjutnya memanennya dengan memotong padi, merontokan padinya,
menggiling, dan menjemurnya sampai menjadi gabah kering.
Kerja keras ini juga terlihat ketika para informan petani membajak sawah. Struktur tanah
yang dimiliki sekarang sudah mulai rusak. Hal ini disebabkan karena pemakaian pupuk urea
yang berlebihan atau bahkan tanahnya menjadi ketagihan pada zat kimia ini. Seperti yang
dikatakan informan petani S :
Kalau sering pake pupuk urea, tanahnya bentuknya jadi lain. Kalau di bajak
memang tanahnya cepat hancur, tetapi cepat mengendap lagi malah jadi makin
keras, terus cairan ureanya atau cairan kimianya ada yang merusak struktur
tanahnya. Karena itu saya lebih senang pake pupuk kandang. Walaupun agak berat
mengerjakannya, yang penting hasilnya nanti jadi bagus.
Karakteristik yang kedua adalah pantang menyerah. Walaupun petani memiliki modal
yang terbatas, tetapi tetap bersemangat untuk meminimalkan biaya produksi. Caranya dengan
menggunakan pupuk kandang untuk mengurangi penggunaan pupuk urea yang semakin mahal.
Selain itu, mencari penghasilan lainnya selain menanam, juga memelihara ternak, baik kambing,
sapi, ataupun ikan. Seringkali pula dikacaukan dengan iklim atau cuaca yang tidak menentu,
belum lagi adanya hama dan penyakit. Semuanya dihadapi petani dengan semangat. Petani
mengatasinya dengan cara merawat tanah dan usaha taninya dengan hati-hati.
198
Karakteristik yang ketiga adalah otoritas. Petani merasa berhak untuk mengolah lahan
pertaniannya dengan caranya sendiri. Petani mengikuti anjuran dalam mengolah lahan pertanian
yang diberikan lewat penyuluhan oleh Penyuluh Pertanian ataupun pelatihan yang dilakukan
BMT karena merasa mendapatkan keuntungan dan manfaatnya. Implikasinya ada beberapa
informan yang sudah lama menyadari bahwa dengan keadaan iklim global warming ini sudah
tidak cocok hanya mengandalkan menanam padi.
Petani dengan sengaja mengolah tanah
persawahannya dengan caranya sendiri. Pertama, sengaja menanam jagung di musim kemarau
dan baru menanam padi di musim penghujan. Kedua, sudah lama meninggalkan penggunaan
pupuk urea, maka untuk memenuhi kebutuhan pupuk di atas dengan menggunakan pupuk
kandang ataupun kompos. Akhirnya diikuti oleh para petani tetangganya yang juga anggota
kelompok tani-nya, karena melihat kesuksesan dan perubahan hidupnya yang meningkat, bahwa
dengan menanam jagung maka taraf kehidupan menjadi meningkat.
Setelah mendapatkan
pembiayaan dari BMT untuk kelompok tani Jagung, maka para anggota kelompok tani tersebut
didampingi oleh pihak BMT dengan mengadakan pelatihan-pelatihan agar pembiayaan tersebut
menjadi bermanfaat. Pelatihan tersebut bukan hanya pada cara menanam jagung saja, tetapi juga
manajemen keuangan keluarga, pelatihan mental, dan sebagainya.
Karakteristik yang keempat adalah senang membantu dan perduli. Petani merasa perlu
membantu petani lainnya terutama sesama anggota kelompok tani untuk mengakses segala
fasilitas dalam usaha pertaniannya. Selain itu informan petani juga merasakan kepedulian kepada
yang lemah, perduli pada orang lain, terutama terhadap masalah dan kendala yang dihadapi oleh
petani sesama anggota kelompok tani. Misalnya : akses pada saprotan, modal, bibit, pupuk,
bahkan informasi.
Karekteristik yang kelima adalah menghargai alam.
Kesadaran akan kekayaan dan
sumber daya alam, serta kesadaran bahwa sumber daya alam yang diberikan Tuhan
dan
keseimbangan alam sewaktu-waktu akan dapat musnah karena kecerobohan manusia itu sendiri.
Ada kepercayaan dalam masyarakat, harus peduli menjaga kelestarian alam, karena alam akan
murka terhadap manusia. Setidaknya petani mengetahui bahwa jika menggunakan pestisida akan
dapat menyebabkan tanah menjadi kering. Penggunaan zat kimia yang berlebihan akan merusak
lahan pertanian. Petani merasa perlu mengolah lahan pertanian dengan baik agar tanah tidak
rusak. Misalnya tanah menjadi tidak subur, mudah terserang hama. Implikasi dengan menjaga
199
kelestarian tanah dan alam maka kualitas hidup menjadi lebih baik (pertanian menjadi subur,
tersedianya sumber air yang bersih bahkan tidak terjadi polusi).
Informan petani merasakan bahwa dengan menggunakan pestida kimia secara berkala
lambat laun akan memiliki kerugian dan bahaya bagi petani itu sendiri maupun lingkungannya.
Padahal pestisida itu bukan hanya membunuh organism yang menyebabkan kerusakan pada
tanaman, tetapi juga membunuh organism yang berguna seperti : musuh alami hama itu sendiri.
Karakter personal tersebut menjadi suatu tipikal kepribadian yang biasa dimiliki oleh
seorang petani. Tidak ada petani yang ideal memiliki kelima karakter ini dalam kadar yang
sempurna. Karakter ini berbeda dalam kadar kualitasnya. Ada yang lebih banyak, sedang dan
sedikit. Latar belakang personallah yang lebih menentukannya. Latar belakang kehidupan para
informan petani tidak ada yang sama, masing-masing memiliki keunikan tersendiri. Perbedaan
kadar karakter ini menentukan bagaimana mereka mengelola lahan pertaniannya agar
pembiayaan yang didapat dari BMT bermanfaat dan merubah taraf kehidupannya. Karakter
personal petani di sub urban area dapat dijelaskan pada gambar 6.2.
Gambar 6.2. Karakter Petani di Ciamis
Konsep Diri Petani di desa Blawong Kabupaten Bantul
Konsep diri adalah persepsi tentang diri sendiri yang relatif menetap.
Menurut
pandangan interaksi simbolik, secara sosial seseorang dapat melakukan tindakan kepada dirinya
sendiri, seperti juga kepada orang lain. Diri (the self) terbentuk dengan cara yang sama sebagai
objek, melalui pengertian yang dibuatnya bersama orang lain. Konsep diri dalam penelitian ini
berkaitan dengan nilai-nilai, sikap dan persepsi petani terhadap pembiayaan kredit syariah dari
BMT. Menurut informan petani DJ :
200
Saya ini dilahirkan didunia itu diciptakan untuk menjadi perintis, jadi saya selalu
mencari hal-hal yang baru, manfaat positif, tapi jarang dikerjakan orang, jarang
orang yang senang mengerjakan. Jadi keberhasilan itu diperoleh dari pemecahan
masalah atau menghilangkan hambatan. Orang tidak senang itu karena terhambat
padahal keberhasilan itu harus menghilangkan itu semua (hambatan). Prinsip saya
mencari hal-hal yang bermanfaat tapi orang tidak senang melakukan karena
kesulitan.
Sifat pekerja keras ini dilihat dari mulainya bekerja keras dari jam 6 pagi sampai maghrib
untuk memproduksi pangan demi terwujudnya ketersediaan pangan dan keberlajutan
kehidupannya. Pada siang hari petani beristirahat, terkadang hanya di sawah, di lain hari pulang
ke rumah sebelum kembali lagi ke sawah. Pola bekerja petani dimulai dengan mencangkul atau
membajak tanah, mengairi, memberikan pupuk, menanam bibit, menyemprotkan pestisida agar
tidak ada hama dan penyakit. Setiap hari di rawat apakah ada rumput atau tanaman dan binatang
yang merusak.
Selanjutnya memanennya dengan memotong padi, merontokan padinya,
menggiling, dan menjemurnya sampai menjadi gabah kering. Menurut beberapa informan :
Jadi petani jangan hanya ditekan pertamanya, tapi juga dibarengi dengan komponen
yang sesuai. Misalnya : tanam untuk usaha sendiri kelebihannya untuk orang lain.
Pupuknya cukup pupuk sendiri. Ternaknya bisa menambah penghasilan. Contoh
Saya, bukan untuk sombong, tapi untuk anda tahu. Kalau dulu, saya menggarap
sawah satu hektar sendiri kecuali tanam dan mbajak, kalau mbajak, saya suruh
orang, tapi menyiangi, manen, saya kerjakan sendiri.(Dj)
Sambil menunggu panen, Saya ikut proyek sumur/menggali sumur. Saya sudah
sering keliling Yogya, bahkan sampe ke Gombong, Semarang, ikut pemborong.
Jadi saya ikut pemborong dan menggali sumur sejak muda, karena penggali sumur
itu sejak nenek moyang jadi turun menurun. Saya menggali sumur dengan
menggunakan batu bengkok, batu alam dari gunung dengan linggis panjang dibuat
gepeng, sehingga gunung di belakang desa Trimulyo Blawong itu jadi banyak yang
bolong seperti gua buatan karena batunya diambil untuk gali sumur. Batunya bagus
bisa dibentuk buat gali sumur dipipih menjadi gepeng. Sehingga air jadi enak jika
pake batu alam, bahkan bisa langsung diminum. (S)
Pokoknya bisa mencukupi kebutuhan saya. Saya pernah didatangi, mbak Sri pernah
ke sini setelah gempa, pokoknya di survey, apanya yang rusak, jadi belum pernah
ditagih ke rumah. Telatnya ya itu pas gempa. Rumah rubuh semua, motor sampe
remuk, diberesin sedikit-sedikit, pas udah baikan terus dibawa anak saya tabrakan
sampe protol semuanya, sekarang sih masih bisa dipake lagi. Sambil menunggu
panen, iseng-iseng saya merangkai manik-manik dapet pekerjaan dari orang yang
dating kesini. Manik-manik itu untuk aksesoris sandal. Payet-payet untuk jarik,
201
bikin rok dan baju dipayeti. Proyeknya dari juragan kain-kain di sekitar sini yang
dikerjakan oleh ibu-ibu di sekitar sini. Pagi-pagi itu berangkat, sebelumberangkat
ke sawah dulu, sorenya ada waktu ke sawah dulu. Pokoknya cek-cek dulu
bagaimana keadaan sawahnya. Kemarin saja saya ikut bapaknya ke sawah untuk
menanam benih. Sekarang buruh tani iitu agak mahal. Pokoknya sebisa mungkin
dikerjain sendiri, gitu. Kalau nek’ nanamnya kan belum bisa saya. Khan belum
lama kerja di sawah. Jadi semua lebih banyak dikerjakan Bapak. Kalau nggak ada
yang tua-tua mungkin kita tidak bisa mengerjakan sawah, karena yang muda-muda
jarang yang mau ke sawah, jadi kita belajar dari yang tua-tua. Setiap hari itu 40-50
rb didapat oleh buruh tani, kalau mau mengerjakannya. Misalkan sepetak itu
seharusnya digarap 5 orang, tapi bisa diselesaikan orang 3, lha nanti dalam satu hari
mereka bisa menanam berapa kotak, gitu… jadi dapat uangnya jadi banyak. (Wj)
Karakteristik yang kedua adalah Bersosial, berbakti. Seperti kata informan Dj :
Pendidikan petani tentang BMT hanya diikuti petani kelas menengah, untuk kelas
bawah masih sulit dan tidak memulyakan, untuk mengerti masih sulit. Bisa juga
kalau ada semacam bonus, dan merasa ingin turut mendapatkan bonus, nah itu baru
masuk. Yang dicari hanya itu, jiwanya belum berfikir bahwa hidup untuk semua,
mereka masih berfikir bahwa hidup itu untuk aku. Nah itu masih sangat sulit
diubah. Seharusnya jiwanya itu jiwa pejuang, jiwa perintis, sekarang jiwanya itu
jiwa individu. Nah umumnya jiwanya individu bekerjanya untuk kita individu
bukan untuk orang lain. Padahal prakteknya bukan begitu. Pertanian ini kan hanya
beberapa orang tapi yangmakan kan seluruh rakyat Indonesia. Berarti kita khan
harus bersosial, berbakti dan bergabung.
Petani merasa perlu membantu petani lainnya terutama sesama anggota kelompok tani.
Senang membantu dan memberikan kesempatan kepada petani yang lainnya untuk mengakses
segala fasilitas dalam usaha pertaniannya. Selain itu informan petani juga merasakan kepedulian
kepada yang lemah, perduli pada orang lain, terutama terhadap masalah dan kendala yang
dihadapi oleh petani sesama anggota kelompok tani. Misalnya : akses pada saprotan, modal,
bibit, pupuk, bahkan informasi.
Karakteristik yang ketiga itu individualis, menurut informan petani Dj :
Orang jawa itu namanya miyami, kemratu ratu, meraja-raja. Jadi seolah-olah saya
orang berada. Jadi, kalau kerja keras itu malu yah mengemis, itulah…. Tapi khan
hanya itu kan kalau dilihat. Tapi kalau disensus atau dihitung sepintas ya lebih
banyak yang seperti itu. Yang merantau juga tidak semua, banyak kawan-kawan
pulang tidak punya apa-apa. Jadi mereka malas, karena itu budaya malas harus
dihilangkan dan yang paling sulit itu. Waktu tahun Pak Harto Jaya (1984) kita
swasembada beras, mungkin ditekan pakai kimia yang dosisnya tinggi. Supaya
terjadi swasembada beras yang Cuma sekali dan setelah itu menua. Dan zat
202
kimianya menghancurkan tanah (petani jadi malas). Selain itu, petani sudah
keenakan, karena dengan pupuk kimia menghabiskan waktu sedikit dan mudah.
Tapi kalau pake pupuk kandang atau daun-daunan (kompos) butuh waktu yang
lama. Karena dia ingin jadi raja itu, bekerja sebentar terus menganggur, padahal
kan tidak begitu, waktu menganggur itu digunakan untuk mengumpulkan pupuk
kandang atau daun-daunan.
Karekteristik yang keempat adalah menghargai alam. Kesadaran akan kekayaan dan
sumber daya alam, serta kesadaran bahwa sumber daya alam yang diberikan Tuhan
dan
keseimbangan alam sewaktu-waktu akan dapat musnah karena kecerobohan manusia itu sendiri.
Ada kepercayaan dalam masyarakat, harus peduli menjaga kelestarian alam, karena alam akan
murka terhadap manusia. Setidaknya petani mengetahui bahwa jika menggunakan pestisida akan
dapat menyebabkan tanah menjadi kering.
Petani merasa perlu mengolah lahan pertanian
dengan baik agar tanah tidak rusak. Misalnya tanah menjadi tidak subur, mudah terserang hama.
Implikasi dengan menjaga kelestarian tanah dan alam maka kualitas hidup menjadi lebih baik
(pertanian menjadi subur, tersedianya sumber air yang bersih bahkan tidak terjadi polusi).
Petani merasakan bahwa dengan menggunakan pestida kimia secara berkala lambat laun
akan memiliki kerugian dan bahaya bagi petani itu sendiri maupun lingkungannya. Padahal
pestisida itu bukan hanya membunuh organisme yang menyebabkan kerusakan pada tanaman,
tetapi juga membunuh organism yang berguna seperti : musuh alami hama itu sendiri.
Karakteristik yang kelima adalah pantang menyerah. Walaupun petani memiliki modal
yang terbatas, mereka juga bersemangat untuk meminimalkan biaya produksi. Caranya dengan
menggunakan pupuk kandang untuk mengurangi penggunaan pupuk urea yang semakin mahal.
Selain itu, mencari penghasilan lainnya selain menanam, juga memelihara ternak, baik kambing,
sapi, ataupun ikan. Seringkali pula di kacaukan dengan iklim atau cuaca yang tidak menentu,
belum lagi adanya hama dan penyakit. Semuanya dihadapi petani dengan semangat. Petani
mengatasinya dengan cara merawat tanah dan usaha taninya dengan hati-hati.
Karakter personal tersebut menjadi suatu tipikal kepribadian yang biasa dimiliki oleh
seorang petani. Tidak ada petani yang ideal memiliki kelima karakter ini dalam kadar yang
sempurna. Karakter ini berbeda dalam kadar kualitasnya. Ada yang lebih banyak, sedang dan
sedikit. Latar belakang personal merekalah yang lebih menentukannya.
203
Latar belakang kehidupan para informan petani tidak ada yang sama, masing-masing
memiliki keunikan tersendiri. Perbedaan kadar karakter ini menentukan bagaimana mereka
mengelola lahan pertaniannya agar pembiayaan yang didapat dari BMT bermanfaat dan dapat
merubah taraf kehidupannya. Karakter personal petani di rural area dapat dijelaskan pada
gambar 6.3.
KERJA
KERAS
PANTANG
MENYERAH
KARAKTER
PETANI
INDIVIDUALIS/
MALAS
BERSOSIAL
DAN
BERBAKTI
MENGHARGAI
ALAM
Gambar 6.3. Karakter Petani di Bantul
Pembahasan Hasil Penelitian
Penelitian kualitatif konstruksi sosial yang bersumber dari tradisi fenomenologi ini
mengakui empat kebenaran: kebenaran empirik sensual, kebenaran empirik logik, kebenaran
empirik etik dan kebenaran empirik transendental. Kebenaran itu diperoleh melalui metode
pemaknaan yang dilakukan dengan tahapan terjemahan atau translation, tafsir atau interpretasi,
eksplorasi dan pemaknaan atau meaning.
Terjemahan merupakan upaya untuk mengemukakan materi atau menggambarkan
fenomena sebagaimana adanya. Terjemahan tidak ubahnya seperti deskripsi fenomena yang
mudah dikenali dengan mengandalkan kemampuan panca indera seperti yang telah diuraikan
dalam hasil penelitian di bab sebelumnya.
Pada tahap penafsiran, peneliti berusaha mencari latar belakang konteks yang mendasari
gambaran materi fenomena. Kegiatan interpretasi ini dikembangkan dalam tahap eskplorasi
yang menekankan pada kemampuan daya pikir untuk menangkap apa yang ada di balik yang
tersaji. Ketiga tahapan tersebut lebih dipertajam lagi pada tahap pemberian makna, dimana
peneliti berusaha menjangkau yang etik maupun transedental di balik apa yang tersaji.
204
Eksplorasi Kebenaran empirik logik
Setelah melakukan deskripsi data hasil penelitian selanjutnya melakukan proses
penafsiran. Peneliti berusaha mencari latar belakang konteks yang mendasari gambaran materi
fenomena yang diperoleh. Pada eksplorasi logik, peneliti berusaha menginterpretasi materi
fenomena yang menekankan pada kemampuan daya pikir logis untuk menangkap apa yang ada
di balik yang tersaji.
Para Petani menjalankan usaha pertaniannya baik di wilayah Cijeunjing Ciamis, maupun
di Blawong Bantul. Peneliti berusaha menelaah bagaimana mereka berinteraksi dengan BMT
dan sesama anggota kelompok taninya, berkomunikasi dan berusaha mendapatkan pembiayaan
modal dari BMT.
Data empiris awal mengenai para informan dapat diketahui dengan
mempelajari profil serta tingkah laku para informan yang dapat diindera peneliti. Selain itu data
empiris dapat pula diperoleh dengan menelaah kondisi sosial dan ekonomi, lokasi serta
pengamatan pada hubungan yang terjalin antara informan dengan sesama petani atau anggota
kelompok tani serta dengan BMT.
Para informan penelitian ini berada pada golongan menengah ke bawah. Sebagian besar
tingkat pendidikan terakhir adalah SD. Walaupun begitu mereka bekerja keras dan pantang
menyerah untuk selalu berusaha memenuhi kebutuhan keluarganya serta merubah taraf hidupnya
menjadi lebih baik.
Mereka berupaya kearah itu dengan selalu bertukar informasi dalam
kelompok tani serta mengikuti pelatihan-pelatihan baik yang dilakukan oleh pemerintah (PPL
dan PINBUK, Dinas pertanian dan peternakan, koperasi serta puskopsyah) maupun oleh BMT.
Sejak dahulu kota Ciamis memilik pesona tersendiri. Kota Ciamis yang lebih dikenal
dengan legenda Ciung Wanara-nya mengisahkan dan meninggalkan kenangan tersendiri bagi
perjuangan individu dan masyarakat Ciamis. Masyarakat Ciamis yang termasuk daerah Jawa
Barat masih kental memegang budaya Sunda. Antara lain : sangat terbuka dengan banyaknya
perbedaan termasuk perbedaan etnis.
Keadaan ini menunjukan bahwa masyarakat Ciamis
dikatakan terbuka dengan keberagaman dan bersifat pluralis.
Para petani menyadari dan
menerima perbedaan tersebut. Petani lebih suka berdamai dan tidak ingin berkonflik menghadapi
perbedaan tersebut.
Kota Ciamis juga terkenal dengan banyaknya pondok pesantren yang
mendidik siswanya lebih Islami di lingkungan yang Islami juga. Setiap pesantren biasanya
memiliki koperasi pesantren, namun hanya beberapa meningkatkan menjadi BMT.
205
BMT Miftahussalam berada di lingkungan pesantren di bawah yayasan Miftahussalam.
Atas upaya dan peran sertanya membantu mengamankan pangan masyarakat, bertempat di depan
gedung sate bandung, Gubernur Jawa Barat “Ahmad Heriawan” memberikan penghargaan
kepada Yayasan Miftahussalam. Penghargaan tersebut diberikan pada hari Senin 26 Oktober
2009 dalam rangka memperingati Hari Pangan Sedunia tingkat Jawa Barat. Setidaknya
penghargaan ini merupakan motivasi bagi BMT Miftahussalam untuk senantiasa berbuat bagi
masyarakat terutama masyarakat petani. BMT memberikan stimulus kepada petani maka petani
menjadi maju, petani maju maka kelompok taninya juga maju. Kelompok taninya maju maka
daerah Desa Cijeunjing kecamatan Handapherang juga maju. Kecamatan Handapherang maju
maka kabupaten Ciamis juga maju.
Orang Jawa selalu menginginkan hidup rukun dan damai, karena itu selalu berusaha
rendah hati dan setia kawan antar sesama anggota masyarakat dan selalu tunduk kepada
pimpinan dan mengikuti perintah pimpinan selama itu jelas dan melakukannya dengan mawas
diri. Selain itu orang Jawa pantang menyerah dalam kehidupan bermasyarakat. Pemerintah
berharap mereka menjadi agen perubahan yang tergerak untuk mengajak, menggiring dan
mengarahkan petani-petani lainnya agar bisa lebih maju dan meningkatkan aktualitas dirinya.
Kesejahteraan kehidupan petani di Indonesia pada umumnya akan menjadi lebih baik dan maju
daripada sebelumnya.
Pemerintah kabupaten Ciamis dan Bantul sendiri juga telah menunjukan dukungannya
terhadap program ketahanan pangan bagi petani. Hal ini terbukti dengan adanya dukungan
program dari ABSINDO dan PINBUK yang ikut turun langsung melakukan pengawasan dan
memberikan stimulus baik berupa modal maupun materi-materi pelatihan bagi petani dan BMT.
Aspek Kebenaran Empirik Etik Komunikasi Petani
Bagaimana seseorang berinteraksi itu dapat dilihat dari kemampuannya berkomunikasi.
Keadaan ini berlaku dimana saja, baik individu, organisasi kecil maupun besar. Penelitian ini
menfokuskan pada bagaimana komunikasi para informan, yang berprofesi sebagai petani
berinteraksi dengan BMT dan sesama anggota kelompok tani. Pertanian adalah usaha yang unik
karena memiliki resiko yang tinggi (high risk). Resiko yang tinggi ini menyebabkan hanya
sedikit bank yang mau memberikan pembiayaan kepada petani.
206
Informan petani mengatakan bahwa dengan resiko yang tinggi maka pihak BMT
biasanya harus benar-benar mempercayai nasabahnya agar pembiayaan yang diberikan dapat
dikembalikan bagi hasilnya dan benar-benar bermanfaat. Unsur kepercayaan ini yang sangat
dibutuhkan ketika mereka berkomunikasi. Informan petani berkomunikasi juga menghadapi
komunikasi yang beresiko. Tidak semua petani dapat menyampaikan pesannya dengan baik dan
benar sehingga dapat dipercayai oleh BMT. Karena itu, mereka mengkonstruksikan pesannya
agar komunikasi yang terjadi dapat diterima sesuai dengan tujuannya.
Seringkali peneliti mendapatkan pertanyaan atau opini dari informan penelitian bahwa
kenapa menfokuskan kepada petani yang meminjam modalnya ke BMT. Hal ini dikarenakan
usaha pertanian ini beresiko tinggi. Usaha pertanian tersebut dapat menghasilkan panen yang
baik tetapi tidak menutup kemungkinan menghasilkan panen yang gagal karena rentannya
ketergantungan dengan lahan, cuaca dan hama penyakit.
Menanggapi hal tersebut, peneliti justru meneliti lebih mendalam bagaimana BMT bisa
mempercayai petani sehingga memberikan pembiayaan modal kepada petani. Peneliti yang juga
lulusan Magister ekonomi Syariah berusaha untuk tidak mencampuri subjektivitas diri peneliti
dengan informan. Keadaan demikian ini, dimana peneliti dikritik karena dianggap suara dari
BMT, justru memberikan peluang yang sangat baik. Walaupun tanpa harus mengorek lebih
dalam, peneliti dapat mengekplorasi lebih jauh lagi mengapa pandangan informan menjadi
demikian adanya.
Saat ini BMT yang lebih spesifik beroperasi di daerah banyak yang memberikan
kesempatan kepada petani untuk mendapatkan pembiayaan modal. Tujuannya adalah untuk
memajukan usaha pertanian sebagai ujung tombak ketahanan pangan bagi penduduk Indonesia,
sehingga petani menjadi maju, keluarga sejahtera. Tindakan manusia itu dapat terwujud sebagai
bentuk apresiasinya terhadap pandangan pribadi atau personal manusia itu sendiri dan pandangan
subjektif moral atau nilai-nilai yang dipahaminya sebagai aturan bersama (common sense)
dengan orang-orang dimana petani tinggal dan hidup bersama.
Etika komunikasi petani ini, sebagaimana tindakan manusia lainnya, dilakukan
berdasarkan motif-motif tertentu.
Peneliti menggarisbawahi pada motif-motif yang terlihat
dominan melandasinya, yaitu motif ekonomi, motif spiritual individu dan motif sosial. Motif
ekonomi merupakan bentuk kesadaran subjektif terhadap pemaknaannya atas usaha yang
207
dilakukannya untuk mendapatkan modal dan keuntungan. Kedua, motif spiritual merupakan
bentuk kesadaran subjektif terhadap pemaknaannya atas aturan dan norma sosial serta
compliance syariah. Sementara motif sosial merupakan bentuk kesadaran subjektif terhadap
pemaknaannya atas keberadaan kelompok tani dan kelestarian alam.
Ketiga motif tersebut hidup dan berkembang dalam pengalaman-pengalaman subjektif
setiap informan yang bersifat sosio historis. Seiring dengan perjalanan hidupnya, motif ini
bukanlah harga mati. Motif ini bisa saja sewaktu-waktu berubah tergantung dari bagaimana
pemaknaannya terhadap pengalaman kehidupan yang dijalaninya.
Para informan menyadari bahwa mereka berada pada konteks usaha pertanian yang
memiliki resiko yang tinggi (high risk). Keberadaannya ditentukan oleh mampu atau tidaknya
mereka bertahan menjalankan usaha pertaniannya yang memberikan keuntungan. Bila usaha
pertanian tersebut bisa eksis, petani hidup lebih baik dan dihargai atau bisa beraktualisasi diri.
Bila tidak, petani dianggap tidak mampu atau tetap berjalan di tempat tidak ada perubahan taraf
hidupnya. Para informan menyadari bahwa perlu mengelola usaha pertaniannya agar bisa
menghasilkan keuntungan atau panennya berhasil. Pandangan para informan, keuntungan ini
dimaknai berbeda. Bila petani mengelola usaha pertaniannya dengan baik, dengan sendirinya
akan menghasilkan panen yang baik dan berlimpah, biasanya hanya sekali setahun panen bila
menanam padi, dengan menggantikannya menanam jagung akan mendapatkan panen tiga kali.
Sehingga taraf hidup mereka akan meningkat dan kehidupan menjadi sejahtera.
Kebenaran Empirik Transendental
Hasil Penelitian memperlihatkan bahwa membahas isu-isu komunikasi beresiko pada
petani tidaklah sederhana apabila dilakukan oleh petani dan BMT. Kemampuan berkomunikasi
itu dapat dilihat dari kemampuan petani berkomunikasi. Komunikasi tidak ubahnya suatu sarana
untuk mencapai maksud-maksud tertentu. Komunikasi yang beresiko sulit untuk dapat terwujud
bila tidak diiringi dengan kemampuan berkomunikasi dengan baik mengarahkan setiap personal
untuk mengembangkan dirinya sendiri.
Pengetahuan yang menyeluruh tentang proses komunikasi yang beresiko itu sendiri
berkenaan dengan kesadaran subjektif petani memberikan pengayaan bahwa membahas
komunikasi beresiko adalah tidak sederhana.
Kesadaran subjektif petani dengan bantuan
208
pandangan trust communication membantu pemahaman bahwa pengalaman hidup selalu
berubah-ubah, tergantung situasi dan konteks mengajarkan petani tentang banyak hal.
Pemahaman petani terhadap pengalamannya inilah yang terimplementasi dalam kehidupannya.
Begitupun dengan pemahamannya tentang BMT tercermin dari bagaimana petani berinteraksi
dengan BMT ketika meminjam modal pembiayaan usaha pertaniannya.
Hasil penelitian mampu mengungkap proses petani meminjam pembiayaan syariah.
Semua informan mengawalinya dengan suatu momentum yang seolah menjadi titik balik dan
membulatkan tekadnya untuk maju dan berubah menjadi petani yang maju dan sejahtera.
Kedekatannya dengan sang pencipta, yaitu Allah SWT tidaklah terelakan.
Berdasarkan
ketakwaannya kepada sang Khalik mendasarinya untuk berinteraksi dengan BMT karena
beroperasional sesuai dengan syariah Islam.
Fenomena petani yang memiliki cara sendiri dalam mendapatkan pembiayaan syariah di
BMT merupakan hasil dari interpretasinya terhadap realitas dunia sosialnya. Fenomena sosial
ini dapat dijelaskan melalui pendekatan konstruktivisme. Pendekatan ini ditelusuri mulai dari
pemikiran Max Weber. Para konstruktivis ini memandang bahwa realitas dunia ini sangat
beragam. Masing-masing individu memiliki interpretasinya sendiri terhadap dunia sosial dimana
individu berada.
Interpretasi yang dibangun atas kesadaran subjektif masing-masing ini
memiliki konsekuensi yang mengarahkannya pada berbagai tindakan sosial.
Fenomena petani dengan BMT, yang berinteraksi dan berkomunikasi dengan simbolsimbol bermakna dipahami dengan menelusuri tindakan sosial seperti diungkapkan oleh Max
Weber tersebut. Berdasarkan pemahaman tersebut, para petani berperan sebagai aktor sosial
yang melakukan tindakan-tindakan komunikasi dalam melakukan usaha pertaniannya dengan
mendapatkan pembiayaan dari BMT.
Petani aktif memaknai lingkungan sosialnya secara
subjektif. Petani melakukan tindakan-tindakan yang tidak saja bermakna bagi dirinya tetapi juga
bagi kelompok tani-nya dan BMT. Meskipun demikian, pandangan Weber ini tidaklah cukup
menjelaskan bagaimana peranan dorongan-dorongan yang ada dalam diri petani ketika
menggerakan tindakan-tindakannya.
Pemikiran Alfred Schutz menyempurnakan pemahaman Weber dengan menekankan pada
adanya hubungan kesadaran subyektif. Kesadaran ini bersifat intersubyektif dan melibatkan
kemampuan mempersepsikan manusia terhadap obyek-obyek yang ada di dunia keseharian
209
manusia. Petani dengan kesadaran intersubyektifnya berinteraksi dengan dunia sosial sekitarnya.
Petani bertukar pesan dengan menggunakan simbol-simbol yang dipahami bersama, baik verbal
maupun non verbal dan menginterpretasikan maknanya dalam alur kesadarannya.
Pola konstruksi sosial petani dapat dilihat dari Gambar 6.4.
KONSEP DIRI SEBAGAI
PETANI
ï‚· Amanah
ï‚· Terbuka
ï‚· Tawadhu
ï‚· Tabligh
ï‚· Saling menolong
ï‚· Takut Haram Riba
ï‚· Tepat Janji
ï‚· Sehat
Kesadaran Subjektif Petani
Kesadaran
Kebutuhan Ekonomi
Kesadaran Harus
Sesuai dengan
Syariah
Kesadaran
Rasa Sosial
Aspek
Motif
Spiritual
Aspek
Motif
Sosial
Aspek
Motif
Ekonomi
Aspek
Etika
Perilaku
TINDAKAN KOMUNIKASI YANG DAPAT DIPERCAYA
(Komunikasi Dialogis, terbuka, Mendengarkan dan persuasi,
Fasilitator)
Gambar 6.4. Pola Konstruksi Sosial Petani dan BMT dalam Menerapkan Syariah
Analisis perbedaan konstruksi realitas sosial petani dan BMT dalam menerapkan syariah di
Ciamis dan Bantul terlihat dalam Tabel 6.1.
Tabel 6.1. Konstruksi Realitas Petani di Bantul dan Ciamis
NO. URAIAN
CIAMIS
BANTUL
1
Aspek
Kebutuhan modal (integritas,
Kebutuhan modal (integritas,
Pendorong
kompetensi, empati, terbuka,
terbuka, empati, kompetensi,
(Motif Untuk)
akuntabilitas), faktor alam (tanah,
akuntabilitas), faktor alam (tanah,
pupuk, cuaca, luas lahan), faktor
pupuk, cuaca, luas lahan), faktor
sosial (kelompok tani)
sosial (kelompok tani)
210
Lanjutan
NO. URAIAN
CIAMIS
BANTUL
2
Aspek Penarik
unsur syariah, aktualisasi diri dan unsur syariah, aktualisasi diri dan
(Motif Karena)
penyaluran rasa sosial
penyaluran rasa sosial
3
Motif
Dominan Motif Spiritual
Dominan Motif Ekonomi
4
Konsep
pekerja keras, pantang menyerah,
Kerja keras, pantang menyerah,
Diri/Karakter
otoritas, senang membantu &
bersosial dan berbakti,
perduli pada orang lain, dan
menghargai alam
menghargai alam.
Ikhtisar
Setidaknya ada tiga motif yang berhasil dikenali, yaitu motif ekonomi (modal), motif
Spritual, dan motif sosial. Ketiga motif ini yang paling sering muncul. Seorang petani sangat
bergantung pada modal yang ia miliki, karena tanpa modal petani tidak dapat berbuat banyak.
Hasrat untuk berusaha sangat tinggi untuk merubah taraf hidup menuju kesejahteraan
keluarganya.
Motif kedua adalah spiritual. Sesuai dengan agama yang dianutnya yaitu Islam dan
kebanyakan petani di Bantul yang berafiliasi ke Muhamadiyah, mereka sangat fanatik dalam
menjalankan agamanya. Sementara BMT Miftahussalam di Ciamis berdiri di bawah yayasan
pesantren Miftahussalam. Motif ketiga adalah sosial. Para petani ini selalu berinteraksi dengan
kelompok taninya. Tujuan individu dan kelompok tani adalah sama yaitu memajukan keluarga
dan kelompoknya. Mereka berusaha saling berbagi informasi demi kemajuan bersama.
Konsep diri yang dimiliki petani baik di Ciamis maupun Bantul memiliki karakteristik
sebagai pekerja keras, pantang menyerah, senang membantu & perduli pada orang lain, dan
menghargai alam. Sifat individualis pada petani di Bantul ketika berhadapan dengan penggunaan
pupuk urea secara terus menerus, mudah namun menyebabkan kerusakan pada tanah. Perbedaan
ada pada sifat individualis dan otoritas. Sebenarnya kedua sifat ini hampir mirip. Sifat otoritas
pada petani di Ciamis adalah keinginan untuk tidak campur tangan pada keinginan petani itu
sendiri (lebih pada egonya). Sementara pada individualis adalah keinginan untuk berlaku secara
instan untuk kepentingannya sendiri (egonya). Nilai-nilai berbakti dan bersosial sama dengan
211
membantu dan peduli dengan sesama petani. Motif yang dominan di Ciamis adalah Motif
spiritual. Hal ini didasari oleh takutnya para petani dengan haramnya riba. Petani jarang
meminjam uang kepada orang lain untuk kebutuhan modal, karena itu sebelum ada BMT usaha
pertaniannya kurang berkembang. Sementara di daerah Bantul, motif petani yang dominan
adalah motif ekonomi. Petani sudah sering meminjam modal kepada orang lain, bahkan rentenir.
Namun dengan adanya BMT, petani lebih suka meminjam modal ke BMT sehingga tidak terjerat
hutang lagi pada rentenir.
212
BAB VII
POLA KOMUNIKASI SYARIAH
Proses komunikasi yang terjadi antara petani dengan BMT dan petani dengan sesama
anggota kelompok tani-nya digambarkan melalui pola-pola komunikasi syariah.
Proses
komunikasi syariah ini melibatkan lambang verbal dan non verbal yang memiliki makna
simbolik tersendiri.
Proses Komunikasi Petani
Proses komunikasi syariah ini dapat dibagi menjadi : (1) Petani mengajukan pembiayaan
Syariah kepada BMT. (2) BMT Menyetujui memberikan pembiayaan syariah kepada Petani
dengan menggunakan akad mudharabah atau akad murabahah. (3) BMT memberikan pelatihan
kepada Petani yang telah mendapatkan pembiayaan syariah. (4) BMT melakukan pendampingan
kepada petani. (5) PINBUK melakukan pengawasan dan menjalankan fungsi konsultasi kepada
BMT. (6)PINBUK memberikan pelatihan kepada Petani lewat BMT. (7) Tokoh Masyarakat
memberikan dukungan dan fungsi konsultasi kepada BMT. (8) Tokoh Masyarakat memberikan
dukungan dan fungsi konsultasi kepada petani.
Keterkaitan antara pelaku yang ada dalam
interaksi proses komunikasi ini dapat dijelaskan pada Gambar 7.1.
PINBUK
KONSULTASI
DUKUNGAN
TOKOH
MASYARAKAT
PENGAWAS
BMT
FASILITATOR
KONSULTASI
DUKUNGAN
PEMBIAYAAN
SYARIAH
PELATIHAN
PENDAMPINGAN
Gambar 7.1. Keterkaitan Antar Pelaku Komunikasi BMT
PETANI
213
Para pelaku komunikasi yang terlibat dalam proses pembiayaan kredit syariah dapat
dijelaskan kecenderungan menggunakan bentuk komunikasi dalam permodalan syariah. Hal ini
dijelaskan pada Tabel 7.1.
Tabel 7.1. Kecenderungan Model Komunikasi Antar Pelaku dalam Permodalan Syariah
PELAKU
PETANI
PETANI
BMT
PELAKU
TOKOH
PINBUK
MASYARAKAT
Dialogis
: Dialogis
Konsultasi
Konsultasi
Dialogis
Dialogis
Diskusi
Persuasif
Kelompok Tani
BMT
Dialogis
Koordinatif
Linear : arahan
Dialogis
Persuasif
dan Dukungan
Konsultasi
Terbuka
Dialogis
:
Pelatihan
Konsultasi
Pendampingan
TOKOH
Linear : arahan
Linear : arahan
Dialogis
Dialogis
MASYARAKAT dan Dukungan
dan Dukungan
Dialogis
: Dialogis
:
Konsultasi
Konsultasi
PINBUK
Fasilitator
Dialogis
Dialogis
: Koordinatif
Pengawas
Konsultasi
Fasilitator
Konsultasi
:
:
Proses Komunikasi Petani dan BMT Ketika Mengajukan Pembiayaan Syariah di Ciamis
Proses komunikasi petani ketika berinteraksi dengan BMT maupun dengan anggota
kelompok taninya di lingkungan tempat tinggalnya ternyata tidak ditemukan perbedaan
penggunaan bahasa verbal diantara proses komunikasi tersebut. Petani ketika berkomunikasi
bisa menggunakan bahasa Indonesia ataupun bahasa Sunda. Semua informan petani menyatakan
bahwa tidak memiliki bahasa khusus ketika berkomunikasi dengan petani lainnya, dalam situasi
apapun.
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti selama tinggal dengan informan petani,
berbicara lebih dominan menggunakan bahasa sunda. Pada umumnya petani mengatakan bahwa
dengan menggunakan bahasa sendiri (Sunda) merasa lebih nyaman karena kebiasaan. Ketika
petani menggunakan bahasa daerah asal, merasa lebih dapat mengekspresikan secara utuh apa
yang dirasakan dan pikirkan. Biasanya petani menggunakan bahasa Indonesia kalau bertemu
dengan orang yang berasal bukan dari desanya (satu kecamatan).
214
Baik melalui pengamatan perilaku maupun pernyataan, komunikasi antar petani tidak
menunjukan adanya upaya pengelolaan kesan melalui bahasa verbal, kecuali pemanfaatan bahasa
daerah (Sunda) sebagai cara mengekspresikan perasaan dan pikiran para petani dan anggota
petani lainnya.
Pengelolaan kesan yang dilakukan petani dengan BMT dibagi dalam dua kondisi
(setting). Petani yang memiliki setting di BMT dan Petani yang memiliki setting di Kelompok
Tani. Proses komunikasi antara petani dan BMT dibagi dalam dua sesi. Ibarat sebuah
pertunjukan, sesi pertama adalah babak pertunjukan ketika petani pertama kali datang dan
bertemu staf BMT untuk mendapatkan pembiayaan modal usaha pertanian. Sedangkan kedua
adalah babak ketika BMT memberi atau menolak pembiayaan modal. Pada sesi pertama, petani
biasanya bertanya mengenai informasi pelayanan secara umum. Misalnya membayar tagihan
listrik. Tetapi ketika masuk ke kantor dan bertemu dengan staf BMT tentunya mengawalinya
dengan ucapan salam kebanyakan, yaitu assalamu’alaikum. Seperti kata informan petani S :
“Assalamu’alaikum…. Punten, Neng. Saya mau bayar listrik !” Setelah itu saya
melihat-lihat brosur dan tulisan-tulisan yang tersedia di kantor BMT. Ternyata ada
pembiayaan yang diberikan oleh BMT. Barulah saya bertanya-tanya tentang
pembiayaan yang ditulis dalam brosur dan diterima oleh Pak Tantan. Setelah itu
baru saya diajak berbicara lebih banyak.
Tampaknya di sini Informan menunjukan upaya pengelolaan kesan dengan bahasa verbal.
Bagaimana caranya agar pihak BMT (Pak DDN) mau memberikan pembiayaan modal bagi
usaha pertaniannya.
“Punten Pak, kumaha atuh abdi mau pinjem buat modal, soalnya karena ujan terus,
panennya jadi gagal. Mana anak-anak harus bayar sekolah” (OS)
Informan berupaya untuk mencari empati staf BMT melalui bahasa yang digunakannya.
Biasanya staf BMT akan memberikan pembiayaan modal kepada para petani karena memang
sudah mengenal orang tersebut. Hal ini disebabkan lingkup BMT kecil, orang-perorang yang
hidup dan tinggal di lingkungan tersebut sudah saling mengenal. Karakter para petani yang
hidup di lingkungan BMT juga sudah banyak yang mengenal. Namun pihak BMT lebih
menyeleksi dan memutuskan akan memberikan pembiayaan modal tersebut kepada petani yang
memang pekerja keras dan pantang menyerah serta sudah memiliki keahlian di bidang usaha
pertaniannya.
Misalnya : petani yang ingin menanam jagung haruslah sudah memahami
215
pengelolaan penanaman jagung, atau petani yang ingin menanam jamur haruslah sudah
memahami pengelolaan penanaman jamur, begitu juga dengan peternakan dan perikanan.
Pada sesi kedua atau sesi ketika BMT memberikan atau menolak pembiayaan modal dari
BMT.
Umumnya informan petani mengawalinya dengan mengucapkan Alhamdulillah atau
terimakasih atau nuhun. Informan mengucapkan kata-kata verbal untuk menarik perhatian dan
empati BMT. Informan yang sudah menerima pembiayaan modal usaha pertanian biasanya
diwajibkan mengikuti pelatihan. Pelatihan tersebut antara lain adalah pengelolaan pertanian yang
maju dengan basis peternakan. Pelatihan meningkatkan ketrampilan teknis para petani dalam
budidaya dan mengelola hasil produksi pertanian. Selanjutnya membuat kesepakatan atau
kontrak beli dengan para pembeli hasil pertanian dalam upaya menjaga stabilitas harga pertanian.
Pelatihan lainnya adalah pelatihan untuk membina mental anggota dalam menjaga kepercayaan.
Implikasi dari hal ini, informan petani tidak boleh menolak untuk mengikuti pelatihan.
Pelatihan ini tujuannya agar pembiayaan yang diberikan tidak sia-sia, pertanian menjadi maju
dan hasilnya dapat memajukan kesejahteraan petani.
Pada setting kedua adalah Petani yang memiliki setting di Kelompok Tani. Pada sesi ini
hampir sama dengan setting pertama. Perbedaannya ada pada tempatnya, yaitu di kelompok tani.
Pada setting ini dimana petani sebagai anggota kelompok tani berhak untuk mendapatkan segala
fasilitas kelompok tani, termasuk mendapatkan pembiayaan modal.
Ketika kelompok tani
mengajukan pembiayaan kepada BMT, maka BMT akan memberikan kepada kelompok tani
yang memang serius akan memajukan usaha taninya. Anggota kelompok tani yang akan
mendapat pembiayaan modal, diserahkan penyeleksiannya kepada kelompoknya.
dilakukan oleh ketua kelompoknya.
Biasanya
Ketua kelompok tani sudah mengenal masing-masing
karakter anggota kelompoknya. Apabila ada masalah maka harus diselesaikan oleh kelompok
taninya, ataupun jika ada yang telat membayar bagi hasil kepada BMT maka kelompok tani-lah
yang harus bertanggung jawab.
Proses komunikasi Petani dan BMT Ketika Mengajukan Pembiayaan Syariah di Bantul
Proses komunikasi ini diawali dengan menjelaskan proses komunikasi yang terjadi antara
petani dengan BMT, sebagai berikut : Seperti kata informan Hj :
216
Cara saya meminjam modal di BMT, saya lebih dulu menghubungi dan tanya-tanya
ke pengurusnya. Tapi biasanya sebelumnya ada survey sebagai syarat untuk
mendapatkan data mendapatkan kredit.
Informan berupaya untuk mencari empati staf BMT melalui bahasa yang digunakannya.
Biasanya staf BMT akan memberikan pembiayaan modal kepada para petani karena memang
sudah mengenal orang tersebut. Hal ini disebabkan karena lingkup BMT kecil, orang-perorang
yang hidup dan tinggal di lingkungan tersebut sudah saling mengenal. Karakter para petani yang
hidup di lingkungan BMT juga sudah banyak yang mengenal. Pihak BMT lebih menyeleksi dan
memutuskan akan memberikan pembiayaan modal tersebut kepada petani yang memang pekerja
keras dan pantang menyerah serta sudah memiliki keahlian di bidang usaha pertaniannya.
Lebih lanjut Informan petani Wj menjelaskan :
Awal mulanya saya punya uang sedikit, saya simpan sedikit di BMT, lama
kelamaan kok kayak orang butuh, maksudnya kok lebih banyak kebutuhannya
daripada simpannya. Trus saya nanya-nanya, kalo mau pinjam itu bagaimana
caranya, nah kalo itu bayarnya berapa. Kalau 500 apa jaminannya ? Oh kalau itu
KTP aja bisa, lalu semakin besar lagi, pengin nambah, saya pengin warung, pinjam
nambah modal, lalu saya pinjam 1 juta trus jaminannya BPKB Motor, sudah
sah/lunas, trus saya pinjam lagi, pokoknya motor itu yang saya andalkan. Lalu anu
kemarin itu saya pinjam lagi untuk menanam padi yang bekerjasama dengan panti
(maksudnya tanah sawahnya milik petani, mbak Warijem sebagai penggarap).
Usaha taninya lumayan Alhamdulillah bagus, Nah sekarang juga sudah tanam lagi.
Panennya separo sudah disetorkan ke panti dan untuk simpan dapet sekarung lalu
dijual jadinya berputar terus.
Ketika informan mengalami hambatan dalam mengembalikan pembiayaan, maka telat
sebulan atau dua bulan pengembaliannya, maka petani ini mengatakan :
Saya biasanya ditanya sama mbak Sri, Bagaimana mbak kok ngante’ telat ? Wah
bagaimana ya mbak Sri, kebutuhannya banyak sekali, maaf ya mbak sri. Pokoknya
ini ya saya trus bayar langsnung ditutup semua. Biasanya untuk nutup saya pinjam
saudara dulu, baru saya mengajukan pinjaman lagi buat bayar pinjaman dgn saudara
tadi, sisanya buat usaha lagi.
Makna Simbolik pada petani
Makna Simbolik Petani di Ciamis
Menurut Berger dan Luckmann, perilaku manusia dipengaruhi oleh bagaimana konstruksi
symbol dan definisi situasi yang dimiliki manusia dalam memaknai realitas atas lingkungan
217
eksternalnya ketimbang realitas itu sendiri.
Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai
bagaimana petani mengelola kesan (makna) melalui simbol verbal, dan non verbal (mimik,
gerak gerik, bahasa tubuh, pakaian).
Komunikasi non verbal terdiri dari vokal, seperti nada suara, desah, jeritan, kualitas
vokal; sedangkan nonvokal, seperti isyarat, gerakan, penampilan dan ekspresi wajah. Peneliti
mengamati perilaku komunikasi petani untuk mengidentifikasi bagaimana mereka mengelola
kesan melalui komunikasi nonverbal ini. Beberapa simbol nonverbal yang dikelola oleh petani
dalam memberikan kesan kepada BMT dibagi ke dalam kelompok :
(1) Isyarat dan gerakan tubuh
(2) Penampilan
(3) Ekspresi wajah
Ketiga kelompok tersebut akan dijelaskan berdasarkan pengamatan yang dilakukan,
sebagai berikut :
(1) Isyarat dan Gerakan Tubuh
Kebanyakan informan ketika berkomunikasi dengan sesama anggota kelompok tani ataupun
dengan BMT adalah sambil menggenggam kedua tangan, dan menggerak-gerakan tangan.
Informan US dan D lebih banyak menggerak-gerakan tangan, karena beliau kalau berbicara dan
menjelaskan sesuatu sangatlah bersemangat sehingga perlu penegasan dengan menggerakgerakan kedua tangannya karena mengikuti verbalnya.
Informan OS lebih sering bersidakep atau menyilangkan tangannya di dada. Petani ini
berbicara sambil bersidakep karena ingin menunjukan kewibawaannya kepada lawan
berbicaranya. Informan F seringkali meremas-remas ataupun menggenggam kedua tangannya.
Informan ini memang jarang berbicara dengan orang lain sehingga agak gugup jika berbicara,
untuk menutupi rasa gugupnya ia menggenggam dan meremas kedua tangannya. Lain halnya
dengan Informan H yang juga sering menggenggam kedua tangannya namun petani ini
menambahkannya dengan menggaruk-garukan kepalanya yang tidak gatal hanya untuk menutupi
rasa kebingungannya dan gugupnya jika berbicara dengan orang lain, terutama ketika
berkomunikasi dengan BMT.
Gerakan tubuh yang biasanya terlihat adalah berjalan dengan cepat dan sigap, bekerja dengan
cepat dan lebih banyak diam. Sesekali menyeka keringat karena bekerja dibawah teriknya sinar
218
matahari. Para informan umumnya memiliki saung di tengah sawah atau ladangnya. Saung ini
digunakan untuk beristirahat makan siang ataupun shalat.
Isyarat yang dilakukan oleh BMT adalah dengan melakukan komunikasi dengan
kelompok tani menawarkan beberapa program dari produk syariahnya terutama produk
pembiayaan syariah baik dalam bentuk akad murabahah maupun mudharabah. BMT ikut
dalam diskusi dwi mingguan yang diadakan kelompok tani. Kelompok tani mengungkapkan
dalam diskusi mengenai kebutuhan modal untuk usaha pertanian maka BMT menangkap
isyarat tersebut sebagai kebutuhan akan pembiayaan syariah.
(2) Penampilan
Penampilan adalah bagian dari personal front, seperti juga bahasa non verbal lainnya, bahasa
penampilan menjadi symbol tersendiri bagi petani.
Petani biasanya menggunakan busana
seadanya, tidak rapih seperti orang kantoran. Menggunakan kaos dan celana panjang atau celana
¾ dengan menggunakan topi caping untuk menutupi wajahnya dari sengatan matahari dan
membawa pacul (cangkul).
Semua informan petani berpenampilan seperti itu jika berangkat ke sawah atau ladangnya.
Jika ada pertemuan dengan kelompok taninya di tengah sawah maka tidak akan berganti
penampilan, cukup hanya duduk bersama-sama di salah satu saung anggota dan membicarakan
permasalahan mereka. Misalnya masalah bibit, pengairan, pupuk dan pemasaran, jika didatangi
atau bertemu dengan pihak BMT maka penampilan informan petani juga seadanya seperti halnya
ketika di sawah/ladang.
Lain halnya jika informan akan pergi ke kantor BMT maka mereka akan berganti penampilan
dengan rapih, tidak dengan baju seadanya. Mereka akan menggunakan pakaian terbaik mereka
yang rapih dan bersih agar terkesan rapih dan dapat diterima dengan baik oleh pihak BMT.
Penampilan yang diungkap BMT dimulai dari bentuk kantor yang besar dan dua tingkat. Hal
ini menunjukan kesanggupan dan performan BMT yang dapat menolong masyarakat sekitarnya
terutama anggota kelompok tani. Infra struktur yang dimiliki BMT Miftahussalam, dimulai dari
SDM yang telah disiapkan dan dibekali dengan pelatihan yang dilakukan oleh pihak PINBUK
maupun dinas koperasi dan pertanian. BMT memiliki peralatan komputer dan internet sebagai
219
penunjang operasional BMT. Hal ini meyakinkan pihak petani untuk meminjam modal pada
BMT dan berhubungan secara operasional dengan BMT.
(3) Ekspresi Wajah
Wajah diibaratkan seperti sebuah buku yang dapat dibaca setiap orang. Seperti kata
Shakespeare bahwa “your face… is a book where men may read strange matters”. Wajah sudah
lama menjadi sumber informasi dalam komunikasi interpersonal. Ini adalah alat yang sangat
penting dalam menyampaikan makna.
Beberapa detik ungkapan wajah dapat menggerakan
orang ke puncak keputusasaan. Orang menelaah wajah rekan dan sahabatnya untuk perubahanperubahan halus dan nuansa makna dan pada gilirannya, menelaahnya kembali (Kuswarno,
2009; 226).
Ekspresi wajah yang ditampakan oleh petani ketika berinteraksi dengan BMT dan sesama
anggota kelompok tani ada tiga ekspresi : pertama terlihat kuyu dan sedih; kedua, tampak ceria
dengan senyuman yang mengembang. Ketiga, ekspresi wajah datar dan dingin.
Seperti terlihat pada wajah Informan S, D dan OS, karena karakter orangnya bersemangat
maka lebih sering berbicara dengan senyuman mengembang dan terlihat ceria terus. Selama
penelitian, peneliti hampir tidak melihat informan bertiga ini memperlihatkan ekspresi sedih.
Para petani ini selalu terlihat optimis terhadap usaha pertanian dan kehidupannya.
Sementara informan F menampakan ekspresi datar dan dingin. Petani selalu pasrah saja dan
menjalani usaha pertaniannya dengan biasa-biasa saja. Ketika peneliti menanyakan bagaimana
perkembangan usahanya dijawabnya hanya dengan biasa-biasa saja. Padahal dari data BMT,
usaha pertaniannya berkembang, usaha peternakannya juga bertambah sapi dan kambingnya.
Informan H lain lagi, informan ini lebih sering memperlihatkan ekspresi sedih dan kuyu padahal
informan ini terbilang yang paling muda. Petani ini sering memperlihatkan pesimis terhadap
usaha pertaniannya. Ketika peneliti menanyakan kepada informan bagaimana prospek usaha
pertaniannya, informan ini menjawab bahwa usaha pertanian bukan satu-satunya cara untuk
mendapatkan nafkah, dan harus dilengkapi dengan usaha lainnya. Informan H selain bertani
juga mengajar di pesantren.
Ekspresi wajah yang dilakukan BMT dalam berhubungan dengan BMT ditampakan dengan
wajah yang selalu senyum dan ramah. Petani yang berhubungan dengan BMT akan merasa
220
nyaman. Wajah ramah ini selalu ditampilkan baik ketika melayani operasional BMT maupun
ketika menagih pengembalian pembiayaan modal kepada para petani. Kenyamanan ini selain
ditampakan dari ekspresi wajah juga dari layout ruangan yang nyaman. Misalnya tempat duduk
yang terletak disudut sehingga petani bisa nyaman mengungkapkan hal-hal yang pribadi kepada
pihak BMT.
Makna Simbolik Petani di Bantul
Beberapa symbol nonverbal yang dikelola oleh petani dalam memberikan kesan kepada
BMT dibagi dalam kelompok :
(1) Isyarat dan gerakan tubuh
(2) Penampilan
(3) Ekspresi wajah
Ketiga kelompok tersebut akan dijelaskan berdasarkan pengamatan yang dilakukan,
sebagai berikut :
(1) Isyarat dan Gerakan Tubuh
Informan Dj dan DN lebih sering bersidakep atau menyilangkan tangannya di dada. Petani
ini berbicara sambil bersidakep karena ingin menunjukan kewibawaannya kepada lawan
berbicaranya. Informan Hj dan W seringkali meremas-remas ataupun menggenggam kedua
tangannya. Petani ini memang jarang berbicara dengan orang lain sehingga agak gugup jika
berbicara. Sementara Hj ditambah sikapnya yang agak malu-malu.
Untuk menutupi rasa
gugupnya menggenggam dan meremas kedua tangannya. Lain halnya dengan Informan Wj dan
S lebih banyak menggerak-gerakan tangan, karena petani ini kalau berbicara dan menjelaskan
sesuatu sangatlah bersemangat sehingga perlu penegasan dengan menggerak-gerakan kedua
tangannya karena mengikuti verbalnya.
Gerakan tubuh yang biasanya terlihat adalah berjalan dengan cepat dan sigap, bekerja dengan
cepat dan lebih banyak diam. Sesekali menyeka keringat karena bekerja dibawah teriknya sinar
matahari. Para informan umumnya memiliki saung di tengah sawah atau ladangnya. Saung ini
digunakan untuk beristirahat makan siang ataupun shalat.
Isyarat yang dilakukan BMT dengan jemput bola dalam bentuk silaturahmi ke rumah-rumah
petani. BMT melihat secara perorangan, apakah petani membutuhkan permodalan atau belum.
221
Ketika BMT menilai apakah petani tersebut layak diberikan pembiayaan, maka BMT akan
menawarkan pembiayaan baik dalam bentuk murabahah maupun mudharabah.
Cara yang
kedua, BMT juga akan menawarkan kepada para anggota untuk mendapatkan pembiayaan
syariah ketika rapat tahunan anggota. Cara yang ketiga adalah menawarkan akad jual beli pada
pengadaan pupuk, bibit dan pestisida dengan pembayaran tangguh..
(2) Penampilan
Petani biasanya menggunakan busana seadanya, tidak rapih seperti orang kantoran.
Informan petani menggunakan kaos dan celana panjang atau celana ¾ dengan menggunakan topi
caping untuk menutupi wajahnya dari sengatan matahari dan membawa pacul (cangkul). Semua
informan petani berpenampilan seperti itu jika berangkat ke sawah, ladangnya atau kolam
ikannya. Jika ada pertemuan dengan kelompok taninya di tengah sawah maka tidak akan
berganti penampilan, cukup hanya duduk bersama-sama di salah satu saung anggota dan
membicarakan permasalahan bersama.
Misalnya masalah bibit, pengairan, pupuk dan
pemasaran. Tetapi jika didatangi atau bertemu dengan pihak BMT maka penampilan petani juga
seadanya seperti halnya ketika di sawah/ladang.
Lain halnya jika petani akan pergi ke kantor BMT maka akan berganti penampilan dengan
rapih, tidak dengan baju seadanya. Para informan petani akan menggunakan pakaian terbaik
mereka yang rapih dan bersih agar terkesan rapih dan dapat diterima dengan baik oleh pihak
BMT.
Isyarat yang diungkap BMT dimulai dari rumah yang dijadikan kantor BMT. Terletak di
pinggir sawah. Hal ini menyiratkan BMT selalu siap menolong dan memenuhi kebutuhan para
petani di sekitar. Keberadaan kantor BMT Al Barokah yang strategis menyebabkan para petani
sering datang ke kantor dan merasa nyaman. Letak ruangan antara tempat pembayaran dan
pengajuan juga berbeda.
Tempat pembayaran ada di loket depan, sedangkan pengajuan
pembiayaan ada di ruang dalam, sehingga petani merasa nyaman berbicara.
(3) Ekspresi Wajah
Wajah sudah lama menjadi sumber informasi dalam komunikasi interpersonal. Ini adalah alat
yang sangat penting dalam menyampaikan makna. Mengamati wajah petani dalam memerankan
peranannya untuk dapat mengungkap makna emosi didalamnya sangatlah tidak mudah. Ekspresi
222
wajah ini tentunya melengkapi bahasa verbal yang disampaikan dan gerakan isyarat yang
ditampilkan oleh petani. Hal ini memerlukan kecermatan dan ketelitian dan dalam jangka waktu
yang cukup intensif. Ekspresi wajah yang ditampakkan oleh petani ketika berinteraksi dengan
BMT dan sesama anggota kelompok tani ada tiga ekspresi : pertama terlihat kuyu dan sedih;
kedua, tampak ceria dengan senyuman yang mengembang. Ketiga, ekspresi wajah datar dan
dingin.
Seperti terlihat pada wajah Informan S, Wj dan DN, karena karakter orangnya bersemangat
maka lebih sering berbicara dengan senyuman mengembang dan terlihat ceria terus. Selama
penelitian, peneliti hampir tidak melihat para petani bertiga ini memperlihatkan ekspresi sedih.
Para informan petani ini selalu terlihat optimis terhadap usaha pertanian dan kehidupannya.
Sementara informan Dj dan W menampakkan ekspresi datar dan dingin, mungkin karena
usianya yang sudah lanjut/tua. Petani ini selalu pasrah saja atau agak kritis dan menjalani usaha
pertaniannya dengan biasa-biasa saja.
Bahkan ketika peneliti menanyakan bagaimana
perkembangan usahanya dijawabnya hanya dengan biasa-biasa saja. Padahal dari data BMT,
usaha pertaniannya berkembang, usaha peternakannya juga bertambah sapi dan ayamnya.
Ekspresi wajah yang ditampakkan BMT Al Barokah di tampilkan dengan ekspresi senyum
(sumeh). Walaupun petani menampakkan ekspresi kebingungan dengan nama-nama produk
syariahnya namun pihak BMT selalu menjelaskannya dengan muka senyum dan ramah. Apalagi
ketika menagih pengembalian ke rumah-rumah petani juga dengan ekspresi ramah.
Kompetensi Komunikasi
Kompetensi Komunikasi Petani di Ciamis
Pada penelitian ini kompetensi menjadi titik tolak pemahaman tentang sejauhmana
ketrampilan komunikasi yang mereka pandang menentukan keberhasilan yang juga menurut
ukuran mereka sendiri. Ukuran keberhasilan bagi petani adalah mendapatkan pembiayaan modal
usaha pertanian dari BMT sehingga dengan adanya modal dapat menyemangati petani untuk
bekerja pada usaha pertaniannya karena dengan adanya modal maka akan mendapatkan
keuntungan yang didapat dari usaha pertaniannya. Sebaliknya jika petani gagal mendapatkan
pembiayaan modal usaha pertanian dari BMT maka tidak akan dapat berbuat apa-apa dalam
usaha pertaniannya maka biasanya menyebutnya tidak berhasil sebagai petani.
223
Hal yang menjadi ukuran adalah mendapatkan pembiayaan usaha pertanian dari BMT
maka segala macam upaya dilakukan oleh petani untuk mendapatkan kepercayaan dari BMT.
Usahanya ini melalu pengelolaan komunikasi secara verbal maupun non verbal.
Ketika
ditanyakan bagaimana perbandingan keadaan dirinya dengan sesama petani dalam keberhasilan
tersebut, maka hampir semua menyatakan : dilihat dari keberhasilannya bisa panen ketika orang
lain yang menanam padi gagal panen. Hal ini juga dikarenakan adanya perubahan taraf hidup
petani yang mendapatkan pembiayaan usaha pertanian dari BMT.
Segala cara yang dilakukan petani agar mendapatkan kepercayaan dari BMT sehingga
mau memberikan pembiayaan kredit, yaitu : (1) Membuktikan bahwa dirinya adalah petani yang
bekerja keras dan pantang menyerah dan dapat berempati terhadap petani lainnya atau sesama
anggota kelompok tani demi kemajuan kelompok taninya. (2) Petani harus dapat membuktikan
bahwa ia terbuka terhadap segala masukan dan informasi yang diberikan. (3) Petani juga mau
mengikuti petunjuk dari BMT, misalnya menjadi petani jagung, maka petani akan mengikuti
pelatihan pengelolaan menanam jagung sehingga menjadi petani jagung yang kompeten. (4)
Apabila mendapatkan pembiayaan modal dari BMT petani dapat mempertanggungjawabkannya
dengan jujur membayarkan bagi hasilnya kepada BMT.
Implikasinya, petani harus dapat membuktikannya secara eksplisit baik dalam perilaku
maupun pada usaha pertaniannya yang dirawat dengan baik dan menghasilkan panen yang baik
pula. Jika dilihat dari taraf hidup, acuannya adalah pada petani yang telah dapat berubah taraf
hidupnya. Misalnya informan H yang telah merubah rumahnya yang dari gedek menjadi tembok
semua. Informan OS yang bisa membiayai kuliah anak-anaknya. Informan S yang menambah
lahannya dari 500 bata menjadi 1 hektar. Informan F yang telah bertambah jumlah ternaknya.
Informan D yang telah bisa mengembangkan usaha Jamurnya. Kalau dilihat dari performan dan
proses kompetensi komunikasinya berkaitan langsung dengan keberhasilan mendapatkan
pembiayaan usaha pertaniannya. Pengelolaan komunikasi petani dalam berinteraksi dengan
BMT menyebabkan petani juga berhasil meningkatkan taraf hidup pribadinya. Hal ini juga
berarti taraf hidup kelompok petani menjadi meningkat juga.
Berhasilnya petani secara
perorangan maka berimplikasi kepada keberhasilan kelompok tani-nya juga. Petani sejahtera
maka kelompok tani-nya juga sejahtera.
224
Kompetensi Komunikasi pada Petani di Bantul
Ukuran keberhasilan bagi petani adalah mendapatkan pembiayaan modal usaha pertanian
dari BMT sehingga dengan adanya modal dapat menyemangati petani untuk bekerja pada usaha
pertaniannya karena dengan adanya modal maka akan mendapatkan keuntungan yang didapat
dari usaha pertaniannya. Sebaliknya jika mereka gagal mendapatkan pembiayaan modal usaha
pertanian dari BMT maka mereka tidak akan dapat berbuat apa-apa dalam usaha pertaniannya
maka mereka menyebutnya tidak berhasil sebagai petani.
Implikasinya, petani harus dapat membuktikannya secara eksplisit baik dalam perilaku
maupun pada usaha pertaniannya yang dirawat dengan baik dan menghasilkan panen yang baik
pula. Jika dilihat dari taraf hidup, acuannya adalah pada petani yang telah dapat berubah taraf
hidupnya. Kebanyakan informan bisa membiayai kuliah anak-anaknya. Informan Dj (sapi) dan S
(ayam) serta Hj (ikan) yang telah bertambah jumlah ternaknya. Informan Wj yang telah bisa
menambah jumlah motor dan membeli pedet (anak sapi).
Berdasarkan performan dan proses kompetensi komunikasinya berkaitan langsung
dengan keberhasilan mendapatkan pembiayaan usaha pertaniannya. Pengelolaan komunikasi
petani dalam berinteraksi dengan BMT menyebabkan mereka juga berhasil meningkatkan taraf
hidup pribadinya. Hal ini juga berarti taraf hidup kelompok petani menjadi meningkat juga.
Berhasilnya petani secara perorang maka berimplikasi kepada keberhasilan kelompok tani-nya
juga. Petani sejahtera maka kelompok tani-nya juga sejahtera.
Petani sebagai Aktor Kehidupan
Hasil yang diperoleh pada bagian sebelumnya dapat disebutkan bahwa fenomena petani
merupakan suatu kenyataan yang disebut Weber sebagai tindakan sosial. Suatu tindakan sosial,
perilaku petani secara subjektif memiliki karakteristik yang unik seperti yang digambarkan
sendiri oleh petani, bagaimana petani memandang dirinya, bagaimana petani menjadi petani,
juga mereka mempunyai harapan sekaligus masa lalu dan mereka adalah actor kehidupan (seperti
diuraikan pada fenomenologi Schutz tentang motif); sekaligus mereka memiliki cara, pandangan
dan bentuk sendiri dalam mengkonstruksikan realitas mereka, seperti apa yang mereka inginkan
(konstruksi realitas secara sosial dari Berger dan Luckmann).
225
Pada sisi lain, interaksi diantara sesama petani dan BMT dibangun oleh suatu simbol atau
lambang dengan makna tersendiri. Secara intersubjektif petani memilih lambang yang dapat
digunakan untuk dapat berinteraksi di dalam sistem sosial mereka (interaksi simbolik dari Mead
dan Blumer). Baik secara individu maupun kelompok, petani akan berupaya menampilkan
dirinya seperti apa yangmereka kehendaki. Mereka wujudkan dalam bentuk verbal maupun non
verbal untuk memberikan kesan yang diharapkan bagi lawan mereka berinteraksi.
Petani
menampakan sisi yang terlihat dihadapan umum (BMT) dan juga ketika dalam kehidupan
kesehariannya tanpa kehadiran BMT.
Baik terhadap struktur yang diciptakannya, maupun
pengetahuan dan ketrampilan yang dimilikinya, petani memiliki kemampuan untuk dapat
mengelola komunikasi mereka didasarkan atas nilai kompeten masing-masing, baik secara
intrapersonal, interpersonal maupun sistem dalam arti luas.
Justifikasi agama juga terjadi pada petani ketika sengaja memilih BMT sebagai tempat
untuk meminjam modal. Selama ini sebagian dari petani hanya meminjam kepada tengkulak,
namun ada juga yang malu sehingga pasrah kepada keadaan, sebagian lagi merasa kalau
meminjam bukan dengan sistem syariah akan mendapatkan dosa. Para informan petani yang
beranggapan seperti itu karena memiliki latar belakang pendidikan dan hidup di lingkungan
pesantren. Petani inginnya berinteraksi dengan BMT namun secara garis besar hanya memahami
bahwa BMT menggunakan sistem bagi hasil yang sebenarnya sama dengan yang dipraktekan
sehari-hari seperti maro. Apakah itu bernama mudharabah atau musyarakah masih belum
memahami sampai sedetail itu, yang terpenting ketika petani berinteraksi bersama BMT maka
tidak berhubungan dengan riba yang artinya akan mendapatkan dosa.
Sebagai aktor kehidupan, petani dapat mengekspresikan sikap hidupnya melalui tindakan
peminjaman modal di BMT dengan penuh pertimbangan. Para petani dapat menciptakan nilai
sosial tersendiri, misalnya : mengekspresikan peranannya sebagai aktor di dunia panggung depan
(front stage) ketika berhadapan dengan pihak BMT.
Petani juga dapat memerankan dunia
panggung belakang (back stage), ketika bersama kelompok tani-nya.
Petani menampilkan sebuah drama atau cerita di hadapan orang lain melalui komunikasi
verbal maupun non verbal. Petani sengaja menampilkan diri seperti yang dikehendaki. Apa
yang ditampilkan atau dipresentasikan yang ditunjukan oleh petani melalui penampilan dan
perilakunya.
Secara verbal mereka mengekspresikan melalui pembicaraan secara langsung
226
dengan pihak BMT atau secara tidak langsung melalui kelompok tani. Secara non verbal mereka
mengekspresikan melalui perilaku sehari-hari sebagai pekerja keras.
Pola konstruksi sosial
petani di Ciamis dan Bantul diawali dari adanya konsep-konsep yang mempengaruhi tindakan
komunikasi petani. Tindakan komunikasi ini dipengaruhi oleh konsep diri petani dan kesadaran
subjektif petani tentang keinginannya mendapatkan pembiayaan syariah dari BMT. Kesadaran
subjektif petani mengenai kebutuhan ekonomi karena keinginannya untuk mendapatkan
keuntungan materi, hal ini dipengaruhi oleh aspek motif ekonomi. Kesadaran subjektif petani
mengenai keharusan operasional perbankan sesuai dengan syariah karena ketaatannya dalam
menjalankan agama Islam, hal ini dipengaruhi oleh motif spiritual. Kesadaran subjektif petani
mengenai kesadaran sosial adalah karena inginnya diakui oleh komunitas kelompok tani-nya dan
penghargaannya terhadap alam lingkungan dimana dia hidup (ekologi), hal ini dipengaruhi oleh
aspek motif sosial.
Segala tindakan komunikasi petani dipengaruhi juga oleh aspek etika
perilaku.
Pesan Komunikasi Islami
Menurut perspektif Islam, komunikasi disamping untuk mewujudkan hubungan secara
vertikal dengan Allah Swt, juga untuk menegakkan komunikasi secara horizontal terhadap
sesama manusia. Al-Quran dan Al-Hadits memuat berbagai panduan agar komunikasi berjalan
dengan baik dan efektif. Berbagai literatur tentang komunikasi Islam kita dapat menemukan
setidaknya enam pesan atau pembicaraan (qaulan) yang dikategorikan sebagai kaidah pesan
Islami, yaitu (1) Qaulan Sadida, (2) Qaulan Baligha, (3) Qaulan Ma’rufa, (4) Qaulan Karima,
(5) Qaulan Layinan, dan (6) Qaulan Maysura. Pesan ini dapat dijelaskan satu persatu, sebagai
berikut:
(1) Qaulan Sadida (Kata yang benar)
Qaulan Sadidan berarti pembicaran, ucapan, atau perkataan yang benar, baik dari segi
substansi (materi, isi, pesan) maupun redaksi (tata bahasa). Segi substansi, komunikasi Islam
harus menginformasikan atau menyampaikan kebenaran, faktual, hal yang benar saja, jujur, tidak
berbohong, juga tidak merekayasa atau memanipulasi fakta.
Menurut bahasa Indonesia, maka komunikasi hendaknya menaati kaidah tata bahasa dan
mengguakan kata-kata baku yang sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) selain itu
santun dalam penyampaiannya dan konsisten. Komunikasi Islam harus menggunakan kata-kata
227
yang baik dan benar, baku, sesuai kadiah bahasa yang berlaku, fakta yang disampaikan adalah
fakta sebagaimana adanya bukan fiksi atau bohong.
Baik petani di Bantul dan Ciamis menggunakan dominan menggunakan bahasa
daerahnya masing-masing, baik dari segi tata bahasa dan logatnya. Petani di Bantul
menggunakan bahasa Jawa dan petani di Ciamis menggunakan bahasa Sunda. Kata-kata yang
digunakan secara substansi sesuai dengan apa yang ingin diungkapkan dengan jujur sesuai
dengan apa adanya, yaitu pesannya berisi keinginan mendapatkan pembiayaan syariah dari
BMT.
Sifat pesan ini sejalan dengan dasar hukum agama Islam yang diuraikan dalam Al Qur’an
dan Hadist sebagai berikut :
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)
mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan Qaulan Sadida - perkataan yang benar” (QS. 4:9)
“Dan jauhilah perkataan-perkataan dusta” (QS. Al-Hajj:30).
“Hendaklah kamu berpegang pada kebenaran (shidqi) karena sesungguhnya kebenaran
itu memimpin kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga” (HR. Muttafaq ‘Alaih).
“Katakanlah kebenaran walaupun pahit rasanya” (HR Ibnu Hibban). “Dan berkatalah
kamu kepada semua manusia dengan cara yang baik” (QS. Al-Baqarah:83). “Sesungguhnya
segala persoalan itu berjalan menurut ketentuan” (H.R. Ibnu Asakir dari Abdullah bin Basri).
(2) Qaulan Baligha (Kata yang efektif/sama makna)
Kata baligh berarti tepat, lugas, fasih, dan jelas maknanya. Qaulan Baligha artinya
menggunakan kata-kata yang efektif, tepat sasaran, komunikatif, mudah dimengerti, langsung ke
pokok masalah (straight to the point), dan tidak berbelit-belit atau bertele-tele. Agar komunikasi
tepat sasaran, gaya bicara dan pesan yang disampaikan hendaklah disesuaikan dengan kadar
intelektualitas komunikan dan menggunakan bahasa yang dimengerti oleh mereka. Kata-kata
yang digunakan adalah kata dan kalimat yang sederhana sesuai dengan komunikannya sehingga
langsung dapat dipahami dan dimengerti.
228
Gaya bicara dan pilihan kata dalam berkomunikasi dengan orang awam tentu harus
dibedakan dengan saat berkomunikasi dengan kalangan cendekiawan. Berbicara di depan anak
TK tentu harus tidak sama dengan saat berbicara di depan mahasiswa. Konteks akademis, kita
dituntut menggunakan bahasa akademis. Saat berkomunikasi di media massa, gunakanlah bahasa
jurnalistik sebagai bahasa komunikasi massa (language of mass communication).
Petani dalam menyampaikan pesannya menggunakan kata-kata efektif, yang sesuai
dengan daerah lokalnya, yaitu Jawa ataupun Sunda. Kata-kata yang spesifik berupa kata-kata
yang lugas dan jelas maknanya, walaupun terkadang agak berbelit-belit karena di Sunda agak
sungkan meminjam uang, sehingga pada nasabah BMT Miftahussalam Ciamis tidak langsung
pada pokok permasalahannya.
Sifat pesan ini sejalan dengan dasar hukum agama Islam yang diuraikan dalam Al Qur’an
dan Hadist sebagai berikut :
“Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka.
karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah
kepada mereka Qaulan Baligha - perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.“ (QS An-Nissa
:63). “Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan kadar akal (intelektualitas) mereka” (H.R.
Muslim). ”Tidak kami utus seorang rasul kecuali ia harus menjelaskan dengann bahasa
kaumnya” (QS.Ibrahim:4)
(3) Qaulan Ma’rufa (Kata yang sopan dan bermanfaat)
Kata Qaulan Ma`rufa disebutkan Allah dalam QS An-Nissa :5 dan 8, QS. AlBaqarah:235 dan 263, serta Al-Ahzab: 32.
Qaulan Ma’rufa artinya perkataan yang baik,
ungkapan yang pantas, santun, menggunakan sindiran (tidak kasar), dan tidak menyakitkan atau
menyinggung perasaan. Qaulan Ma’rufa juga bermakna pembicaraan yang bermanfaat dan
menimbulkan kebaikan (maslahat).
Petani dan BMT ketika menyampaikan pesan dengan kata-kata yang baik atau sopan
mengikuti pola atau adat kesantunan budayanya. Pada masyarakat Bantul dengan budaya Jawa
lebih banyak menggunakan kata santun sesuai dengan semboyannya harus eweh pakeuweh dan
menggunakan bahasa lemes. Begitu juga dengan masyarakat Ciamis dengan budaya Sunda yang
menggunakan bahasa lemes untuk menunjukan kata-kata yang santun dan sopan.
229
Sifat pesan ini sejalan dengan dasar hukum agama Islam yang diuraikan dalam Al Qur’an
dan Hadist sebagai berikut :
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna
akalnya[268], harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok
kehidupan. berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada
mereka Qaulan Ma’rufa kata-kata yang baik.” (QS An-Nissa :5)
“Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, Maka
berilah mereka dari harta itu (sekadarnya) dan ucapkanlah kepada mereka Qaulan Ma’rufaperkataan yang baik” (QS An-Nissa :8).
“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu
Menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu
akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu Mengadakan janji kawin dengan
mereka secara rahasia, kecuali sekadar mengucapkan (kepada mereka) Qaulan Ma’rufa perkataan yang baik…” (QS. Al-Baqarah:235).
“Qaulan Ma’rufa - perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah
yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi
Maha Penyantun.” (QS. Al-Baqarah: 263).
“Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu
bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang
ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah Qaulan Ma’rufa - perkataan yang baik.” (QS. AlAhzab: 32).
(4) Qaulan Karima (Kata yang mulia)
Qaulan Karima adalah perkataan yang mulia, dibarengi dengan rasa hormat dan
mengagungkan, enak didengar, lemah-lembut, dan bertatakrama. Makna ayat tersebut, perkataan
yang mulia wajib dilakukan saat berbicara dengan kedua orangtua. Kita dilarang membentak
mereka atau mengucapkan kata-kata yang sekiranya menyakiti hati mereka. Qaulan Karima
harus digunakan khususnya saat berkomunikasi dengan kedua orangtua atau orang yang harus
kita hormati. Pada konteks jurnalistik dan penyiaran, Qaulan Karima bermakna mengunakan
230
kata-kata yang santun, tidak kasar, tidak vulgar, dan menghindari “bad taste”, seperti jijik, muak,
ngeri, dan sadis.
Kata-kata yang digunakan petani dan BMT dalam menyampaikan pesan tidak kasar atau
vulgar lebih banyak menggunakan kata-kata yang sesuai dengan tata karma budayanya masingmasing, yaitu dengan bahasa lemes, yang dalam bahasa jawa disebut bahasa kromo inggil.
Sifat pesan ini sejalan dengan dasar hukum agama Islam yang diuraikan dalam Al Qur’an
dan Hadist sebagai berikut :
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada kedua orangtuamu dengan sebaik-baiknya. Jika salah
seorang di antara keduanya atau kedua duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu,
seklai kali janganlah kamu mengatakan kepada kedanya perkatan ‘ah’ dan kamu janganlah
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Qaulan Karima - ucapan yang mulia” (QS.
Al-Isra: 23).
(5) Qaulan Layina (Kata Lemah Lembut)
Qaulan Layina berarti pembicaraan yang lemah-lembut, dengan suara yang enak
didengar, dan penuh keramahan, sehingga dapat menyentuh hati. Pada Tafsir Ibnu Katsir
disebutkan, yang dimaksud layina ialah kata kata sindiran, bukan dengan kata kata terus terang
atau lugas, apalagi kasar. Ayat di atas adalah perintah Allah SWT kepada Nabi Musa dan Harun
agar berbicara lemah-lembut, tidak kasar, kepada Fir’aun. Apabila menggunakan kata Qaulan
Layina, hati komunikan (orang yang diajak berkomunikasi) akan merasa tersentuh dan jiwanya
tergerak untuk menerima pesan komunikasi kita. Komunikasi Islam, semaksimal mungkin
dihindari kata-kata kasar dan suara (intonasi) yang bernada keras dan tinggi.
Kata-kata yang digunakan petani dan BMT adalah kata yang lembut. Secara harafiahnya
adalah sindiran, maka dalam budaya disebut sasmita dalam budaya Sunda disebut analogi. Jadi
kata-kata yang digunakan menggunakan analogi sehingga komunikan yang diajak bicara tidak
tersinggung. Pesan disampaikan dengan penuh keramahan dan intonasi suara yang lembut, tidak
bernada keras atau tinggi.
Sifat pesan ini sejalan dengan dasar hukum agama Islam yang diuraikan dalam Al Qur’an
dan Hadist sebagai berikut :
231
“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan Qaulan Layina - kata-kata yang
lemah-lembut…” (QS. Thaha: 44).
6. Qaulan Maysura (Kata yang mudah dipahami)
Qaulan Maysura bermakna ucapan yang mudah, yakni mudah dicerna, mudah
dimengerti, dan dipahami oleh komunikan. Makna lainnya adalah kata-kata yang menyenangkan
atau berisi hal-hal yang menggembirakan. Komunikasi dilakukan oleh pihak yang
memberitahukan (komunikator) kepada pihak penerima (komunikan). Komunikasi efektif terjadi
apabila sesuatu (pesan) yang diberitahukan komunikator dapat diterima dengan baik atau sama
oleh komunikan, sehingga tidak terjadi salah persepsi.
Komunikasi merupakan terjemahan kata communication yang berarti perhubungan atau
perkabaran. Communicate berarti memberitahukan atau berhubungan. Secara etimologis,
komunikasi berasal dari bahasa latin communicatio dengan kata dasar communis yang berarti
sama. Secara terminologis, komunikasi diartikan sebagai pemberitahuan sesuatu (pesan) dari
satu pihak ke pihak lain dengan menggunakan suatu media. Sebagai makhluk sosial, manusia
sering berkomunikasi satu sama lain. Namun, komunikasi bukan hanya dilakukan oleh manusia
saja, tetapi juga dilakukan oleh makhluk-makhluk yang lainnya. Semut dan lebah dikenal mampu
berkomunikasi dengan baik. Bahkan tumbuh-tumbuhanpun sepertinya mampu berkomunikasi.
Kata-kata yang digunakan petani dan BMT adalah kata-kata sederhana yang mudah
dipahami oleh komunikannya. Biasanya, kata-kata yang digunakan dalam bahasa daerah yang
dipahami oleh masing-masing. Kata-kata yang digunakan bukan kata-kata yang ambigu, jargon
yang tidak dipahami oleh masing-masing sehingga keduanya bisa saling memahami.
Sifat pesan ini sejalan dengan dasar hukum agama Islam yang diuraikan dalam Al Qur’an
dan Hadist sebagai berikut :
”Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhannya yang
kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka Qaulan Maysura - ucapan yang mudah. (QS.
Al-Isra: 28).
Proses komunikasi yang terjadi antara petani dan BMT dapat dimunculkan sebagai pola
komunikasi syariah, yang dapat dijelaskan pada Gambar 7.2.
232
LINGKUNGAN
PINBUK
TOKOH MASYARAKAT
BMT
PETANI
ï‚· Konsep Diri
(Terbuka, Amanah,
Tawadhu, Tabligh,
Saling Menolong,
Takut haram Riba,
Tepat Janji, Sehat)
ï‚· Motif:
o Spiritual
o Ekonomi
o Sosial
PESAN
MEDIA
Qaulan Sadida
Qaulan Baligha
Qaulan Ma’rufa
Qaulan Karima
Qaulan Layina
Qaulan Maysura
- Face to
face
- Diskusi
- Pengajian
- Pelatihan
- Pendampingan
ï‚· Trust
ï‚· Implementasi
Syariah
ï‚· Prosedur Layanan :
o Pinjaman
Mudharabah
o Pinjaman
Murabahah
o Tingkat
Pengembalian
PEMBIAYAAN
SYARIAH
Gambar 7.2. Proses Komunikasi Pengajuan Pembiayaan Syariah
Proses Komunikasi dalam Proses Akad Kredit
BMT Miftahussalam
Produk syariah yang diberikan kepada petani di BMT Miftahussalam ada dua :
Murabahah dan mudarabah. Murabahah merupakan sistem jual beli antara petani dan BMT.
Mudharabah merupakan sistem kejasama atau kemitraan antara BMT dan petani, biasanya
diantara petani dikenal dengan simpan pinjam.
Kriteria atau menyeleksi petani yang layak diberikan pembiayaan seperti yang
dikemukakan ketua BMT:
Sebetulnya kelompok yang menyeleksi. Kita tinggal mengikuti keputusan
kelompok tani. Jadi nanti kalau ada yang tidak bayar maka jadi tanggung jawab
semua, tanggung renteng. Karena ada jaminan juga, walaupun ‘gak terlalu formal
sebetulnya.
Siapa saja dari anggota kelompok itu yang bersedia untuk
meminjamkan.
Ketua kelompok kan tahu, siapa yang biasa, bagus atau
memperhatikan hutang. Petani mana yang biasa ngemplang, mereka lebih tahu,
disamping dengan kita diskusi juga. Kriteria manusianya : seperti kejujurannya,
keahliannya juga. ‘Kan bisa juga dia memang jujur, tapi panennya gagal, akhirnya
233
kan telat juga bayarnya. Nah gitu, yang pengin maju. Ada lahan juga. Kalau orang
yang bagus, lancar misalkan, tapi punya lahan sedikit, kadang-kadang pinjamannya
dikasih untuk sewa juga bisa. (DDN, Ketua BMT Miftahussalam)
Akad murabahah yang terjadi di BMT Miftahussalam setidaknya memuat syarat-syarat
administrasi seperti fotokopi KTP sama fotokopi akte keluarga dan menabung di BMT. Kedua,
menentukan marjin.
Marjinnya kalau di sini 0,2 persen per hari. Jika 100 hari 20 persen karena akad kita
jual-beli. Tidak pernah nambah seperti itu. Jadi kita sistemnya murabahah. Kalau
yang namanya jahe, katakanlah seribu kita beli, dia jual 2 ribu, 2 kali lipat. Saya
jual jamur 8 ribu, mereka jual 14 ribu, 12 ribu. Katakanlah, saya masok gula 10
kilo, rata-rata kita jual 9 ribu lah 8 ribu, dijual 14 atau 12 ribu, berarti dia sudah
punya keuntungan 4 ribu semua sudah 40 ribu. (DDN, Ketua BMT Miftahussalam)
Selain itu apabila petani butuh pupuk, maka kita akan menyediakan. BMT akan
menyediakan pupuknya (Objek murabahah). Selama ini BMT Miftahussalam telah
menggarap sektor riil sebagai objek murabahah, seperti : Budidaya jamur Merang
dan jamur Tiram, Sapi dan domba Potong/Qurban, Peternakan Ayam Petelor,
Peternakan Ayam Ras, Pekerbunan Jagung, Penyemaian Albasiah, Kelapa bahan
kopra dan Tanaman Hias. Contohnya: kita masok jamur, kita jual 8 ribu dia jual 14
ribu, toh 4 ribu keuntungan. Seumpama mau sistem barter ‘kan kita yang ngurus
sebetulnya. Kemudian jamur itu ‘kan kita masok nih kita kirim sekitar sore atau
malam jam 6, jam 6 pagi sudah habis. Uangnya baru kita terima. (DDN, Ketua
BMT Miftahussalam)
Akad yang kedua adalah Akad Mudharabah: Akad Mudharabah ini diawali adanya
kerjasama antara BMT dan petani. BMT memberikan modal kerja kepada petani. Petani yang
mengelola modal tersebut untuk membiayai usaha pertaniannya. Pinjaman tersebut ada yang
sampai 10 juta, 20 juta sampai 50 juta juga pernah. Paling rendah misalnya pinjam 50-100 ribu.
Selanjutnya menghitung marjin bagi hasilnya.
Kalau yang untuk peternakan itu, kita beli 1 juta misalkan, dijual 2 juta, berarti ada
keuntungan 1 juta, 400 ribu buat BMT, 600 ribu untuk petani. Kalau sapi kita beli
misalkan 8 juta, dihitung selama 8 bulan atau 4 bulan kalau ada yang nawar
peternak datang. Misalkan pinjaman 1 juta, biasanya jatuh ke persen juga sih
sekitar 2 persenan setiap bulan, tapi ‘gak tetap. Nah pinjaman setelah 10 bulan 1
juta jadi 1 juta 200, kalau ‘gak salah kalau baru 1-2 bulan ditutup untuk bagi
hasilnya sampai dengan bulan itu.
234
Baik akad Murabahah dan Mudharabah di dokumentasikan secara tertulis dengan
mengikat perjanjian tersebut dalam kontrak yang harus ditanda tangani bersama BMT dan
petani.
BMT Al Barokah Bantul
BMT memberikan fasilitas simpan pinjam dan unit sektor riil. Unit simpan pinjam terdiri
dari simpanan atau tabungan, unit sektor riil melayani jual beli pupuk, bibit, pestisida, binatang
ternak, sapi, kambing dan ayam.
Unit sektor riil dilayani dengan menggunakan akad
murabahah dan bay’ bi saman ajil. Misalnya Petani membutuhkan pupuk atau pestisida maka
ada yang membayar dengan jatuh tempo yaitu pada saat panen (menggunakan akad murabahah).
Ada juga yang membayar dengan mencicil, petani ini dilayani dengan menggunakan akad bay’
bi saman ajil.
Kita biasa menggunakan akadnya jual beli, tapi kan kalau syarat-syaratnya itu tidak
kita cukupkan. Jadi perhitungannya itu kita kan dari modal, sementara kalau dari
modal itu kan gak boleh. Kalau kita kan misalnya kayak musyarakah itu kan ada,
nah itu kan harus bagi hasil, Kejadian kemarin, kita tahu bagi hasil itu kan harus
dari perhitungan keuntungan saat itu, cuman kan ketika di lapangan itu misalnya
kita tanyain anggota satu persatu keuntungannya berapa.” BMT menggunakan
persen untuk perhitungan marjin. Petani yang pada waktu akad akan membayar
pengembalian modal usaha pada waktu panen, ternyata tidak membayar. Sementara
apabila menggunakan Akad murabahah, syarat-syaratnya tidak mencukupi. Bagi
hasil dihitung dari keuntungan, tapi kalau di tanya ke petani, biasanya merasa tidak
enak untuk ditanya soal keuntungan, karena budaya petani tersebut tabu untuk
bertanya keuntungan (kok takon-takon keuntungan). Jadi margin bagi hasil akan
dihitung dari pokok modalnya. (SK, Ketua BMT Al Barokah)
Sektor usaha pertanian diadakan jual beli pupuk yang ditangan oleh Unit Usaha Riil
BMT. Pembiayaan dengan murabahah dan perhitungan keuntungannya menggunakan marjin.
Pembayarannya dengan tangguh. Pembayaran tangguh ini, misalnya BMT memberikan modal
untuk membeli pupuk, bibit dan akan dibayarkan pengembalian modalnya setelah panen.
Kadang-kadang dengan melakukan markup dan modal sekaligus yang dihitung dari
pokok, khan sebenarnya hal ini tidak boleh. Atau ada juga misalnya akadnya akan
dibayarkan pengembaliannya setelah 4 bulan, namun setelah 4 bulan ternyata tidak
ke sini atau belum mau membayarnya kalau ditanyakan, maka petani menjawab
sedang rugi. Selama ini misalnya yang dijadikan akad itu jual beli selama ini yang
dijadikan akad jual beli, keuntungan udah diperhitungkan diawal. Misalnya kalau
pinjam satu juta, maka harus dibayarkan sekian dalam waktu setahun dan petani
235
setuju. Sementara hal inilah yang dijalankan selama ini. Jadi yang penting ikhlas,
jadi ikhlas itu syariah. (SK, Ketua BMT Al Barokah)
Akad Mudharabah : BMT memberikan pembiayaan modal bagi petani untuk pengelolaan
lahan pertaniannya. BMT berlaku sebagai pemilik modal. Petani selaku pengelola modal bagi
lahan pertaniannya. Kedua penentuan marjin bagi hasil dan pengembaliannya ditentukan jangka
waktunya. Operasional pembiayaan syariah banyak yang diberikan kepada petani maka NPLnya tinggi. Hal ini disebabkan untuk menghitung keuntungan petani berdasarkan panen 4 bulan
sekali maka sistem pembayarannya dengan sistem ‘tangguh’ (dibayarkan saat panen).
Di tempat saya, ada yang benar-benar petani, kehidupannya tidak meningkat. Tapi
kalau misalnya petani punya anak yang bekerja buruh bangunan, maka kehidupannya
akan meningkat. Ada pendapatan dari sumber lain. Apalagi kalau sawah garapan,
misalnya saya garap punya orang otomatis menanggung semua biaya, sementara
biayanya minjam. Hasilnya setelah panen, semua biaya habis untuk ini, kebutuhankebutuhan yang dulu waktu tidak punya uang ya minjam.., beras minjem di warung,
pas penen bayar. Jadi seperti tambal sulam. Petani berangkat ke sawah tidak tiap
hari. Jadi sambilan kalau masih ada waktu luang mereka bekerja di sektor lain.
Untuk pembelian pupuk diwakili atau ditanggung oleh kelompok tani. Dana BMT
lebih banyak untuk pupuk, dan pestisida hanya untuk pelengkap saja. Pembiayaan
mudharabah biasanya diseleksi petaninya yang memang sudah loyal dan akan
mengembalikan modal tersebut dengan baik. (SK, Ketua BMT Al Barokah)
Penjelasan mengenai alur akad, dapat dilihat dari gambar 7.3. dan 7.4.
Dana
Petani
(mudharib)
BMT
(Shohibul Maal)
Bagi Hasil
Gambar 7.3. Alur akad mudharabah
Bayar tangguh/cicil
Petani
Beli
BMT
Objek : Pupuk,
pestisida, bibit, dll
Gambar 7.4. Akad Murabahah
Jual
236
Selanjutnya dapat dilihat proses komunikasi antara petani dan BMT ketika melakukan
proses akad kredit, dijelaskan pada Gambar 7.5.
1
NEGOSIASI DAN PERSYARATAN
Dialogis
Petani
Pesan
BMT
Mutual Understanding
2
BMT
AKAD JUAL BELI
PETANI
Pupuk, Bibit, Pertisida,
Saprodi, Hasil Pertanian, dll.
5
3
Terima Barang
4
BELI BARANG
PENJUAL /
SUPPLIER
KIRIM
BARANG
Gambar 7.5. Proses Komunikasi Pada akad Murabahah
Proses komunikasi yang pertama antara Petani dan BMT untuk bernegosiasi mengenai
harga sehingga tercipta saling pengertian yang dapat menimbulkan tahap yang kedua yaitu akad
jual beli. Tahap yang ketiga BMT akan membeli barang yang dipesan kepada supplier atau
pedagang, yang akanmengirimkannya kepada petani. Tahap terakhir adalah ketika petani
menerima barang dan akan membayarkan pinjaman tersebut kepada BMT.
Selanjutnya adalah proses komunikasi yang terjadi antara petani dan BMT pada akad
Mudharabah, yang dapat dijelaskan pada Gambar 7.6.
237
PERJANJIAN BAGI HASIL
Dialogis
Petani
Pesan
BMT
Kesepakatan
Bagi Hasil
1
PETANI
Mudharib
Nisbah 40%
Keahlizan
Modal 100%
USAHA
PERTANIAN
2
PEMBAGIAN
PROFIT & LOSS
MODAL
3
4
BMT
Shohibul Maal
60%
Pengembalian
Modal Kerja
Gambar 7.6. Proses Komunikasi Pada akad Mudharabah
Proses komunikasi ini diawali adanya perjanjian antara BMT dan petani mengenai
perjanjian modal kerja dengan sistem bagi hasil. Proses komunikasi ini berjalan dengan dialogis
sehingga menghasilkan kesepakatan bagi hasil antara BMT dan Petani. Tahap kedua dimana
BMT memberikan modal sebesar 100 persen kepada petani dan petani bertanggung jawab
sebagai pengelola usaha pertaniannya. Tahap kedua adalah ketika usaha pertanian tersebut
menghasilkan keuntungan, maka pada tahap ini terjadi pembagian keuntungan atau kerugian.
Pembagian keuntungan/kerugian ini dibagi berdasarkan kesepakatan di awal pada saat kredit.
Pembagian nisbah tersebut adalah 60 persen untuk BMT dan 40 persen untuk petani. Sementara
tahap selanjutnya petani juga mengembalikan modal kerja kepada BMT.
Masyarakat petani yang kurang dalam perekonomiannya biasanya dibantu dengan
melakukan akad Al Qardul Hasan. Proses komunikasi yang terjadi ketika melakukan akad Al
Qardhul Hasan, seperti yang dijelaskan pada Gambar 7.7.
238
Perjanjian
Qardh
PETANI
Mendapat Keuntungan
Tenaga
Kerja
BMT
Modal
Pertanian
Pengembalian Modal
Keuntungan
Gambar 7.7. Pembiayaan dalam bentuk akad Al Qardhul Hasan
Proses komunikasi yang terjadi antara petani dan BMT dengan menggunakan akad Al
Qardhul Hasan ini tidak memiliki proses pembagian keuntungan. Prosesnya diawali dengan
perjanjian modal kerja seperti pada akad mudharabah. BMT memberikan modal 100 persen dan
petani memberikan keahliannya untuk mengelola usaha pertaniannya. Perbedaannya pada hasil
akhirnya, yaitu BMT mendapatkan pengembalian modal dan tidak mendapatkan bagi hasil dari
keuntungan, sementara petani mendapatkan keuntungannya secara keseluruhan.
Dana Al
Qardhul Hasan ini berasal dari Bazis, seperti yang dilakukan BMT Miftahussalam. Sementara
pada BMT Al Barokah, dananya berasal dari Modal yang dimiliki BMT. Produk syariah Al
Qardhul Hasan ini tujuannya untuk membantu petani miskin yang tidak memiliki ekonomi yang
layak (dhuafa) sehingga petani ini bisa terangkat taraf kehidupannya.
Selanjutnya adalah proses komunikasi yang terjadi ketika BMT memberikan pembiayaan
kepada petani, maka ada komunikasi antara BMT, petani berinteraksi dengan PINBUK,
komunikasi yang terjadi seperti yang dijelaskan pada Gambar 7.8.
239
PINBUK
PENGAWASAN
KONSULTASI
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
BMT
PELATIHAN
Teknis
Mental
Manajemen
Pemasaran
PETANI
ï‚·
ï‚·
ï‚·
Pengetahuan
Pemahaman
Adopsi
PERUBAHAN SOSIAL
Gambar 7.8. Pola Komunikasi Antara PINBUK, Petani dan BMT
Proses komunikasi yang terjadi antara BMT, petani dan PINBUK diawali ketika
PINBUK melakukan koordinasi dengan BMT berupa fungsi konsultasi dan melakukan
pengawasan terhadap BMT dan petani sebagai nasabah BMT. BMT selalu melakukan konsultasi
dengan PINBUK terkait operasional dan kepatuhan syariah. PINBUK melakukan fungsi
pengawasan terhadap jalannya operasional BMT secara syariah, apakah BMT sudah mematuhi
ketentuan syariah. BMT melakukan pelatihan kepada nasabah yang mendapatkan pembiayaan
syariah. BMT bekerjasama dengan PINBUK dalam hal pemberian materi pelatihan kepada
petani. Pelatihan tersebut berupa pelatihan mental, teknis, manajemen dan pemasaran. Petani
yang
mendapatkan
pelatihan
diharapkan
bertambah
pengatahuan,
pemahaman
dan
mengadopsinya dalam kehidupan sehari-hari. Apabila petani sudah dapat mengadopsi materi
pelatihan tersebut diharapkan terjadi perubahan social dalam masyarakat petani baik di rural
area maupun sub urban area.
Selanjutnya Pola komunikasi antara BMT dengan Petani setelah petani mendapatkan
pembiayaan Syariah, selain mendapatkan pelatihan, petani juga mendapatkan pendampingan.
Hal ini dijelaskan pada Gambar 7.9.
240
PENDAMPINGAN
BMT
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
Dialogis
Fasilitator
Terbuka
Mendengarkan
Persuasi
PETANI
ï‚·
ï‚·
ï‚·
Pengetahuan
Pemahaman
Adopsi
PERUBAHAN SOSIAL
Gambar 7.9. Pola Komunikasi BMT dan Petani setelah mendapat Pembiayaan Syariah
Proses komunikasi antara BMT dan petani ini diawali dengan melakukan pendampingan
kepada petani. Pada saat pendampingan, proses komunikasi yang terjadi secara dialogis dalam
bentuk diskusi dan Tanya jawab. BMT bertindak sebagai fasilitator ketika petani membutuhkan
sesuatu yang terkait dengan usaha pertanian, melakukan komunikasi yang terbuka, saling
mendengarkan mengenai segala permasalahan yang terjadi dalam diri petani maupun dengan
BMT. BMT juga melakukan proses komunikasi persuasi agar petani merasa nyaman untuk
mengikuti apa yang dikomunikasikan oleh BMT.
Setelah mendapatkan pendampingan,
diharapkan petani akan bertambah pengetahuan, pemahaman dan mengadopsi apa yang telah
dikomunikasikan. Apabila sudah mengadopsi diharapkan akan terjadi perubahan social dalam
masyarakat petani.
Selanjutnya pola komunikasi yang terjadi antara petani, BMT dan tokoh masyarakat,
yang dijelaskan pada Gambar 7.10.
241
Konsultasi
TOKOH
MASYARAKAT
Dukungan
Maju
Inovatif
BMT
Dukungan
PETANI
Percaya diri
Solidaritas
Gambar 7.10. Komunikasi Antara BMT, Petani dan Tokoh Masyarakat
Proses komunikasi yang terjadi diawali ketika BMT meminta konsultasi dan berdiskusi
dengan tokoh masyarakat mengenai manfaat keberadaan BMT di tengah masyarakat.
Keberadaan BMT di tengah masyarakat memberikan manfaat terutama meningkatkan
perekonomian petani khususnya dan masyarakat umumnya. Petani mendapatkan solusi terhadap
persoalan kesulitan modal. Kebutuhan modal petani sudah dapat diatasi dengan adanya BMT.
Tokoh masyarakat merasakan manfaat keberadaan BMT ini,maka ia memberikan dukungan baik
kepada petani maupun BMT. Tokoh masyarakat memberikan dukungan baik kepada BMT
maupun petani. Dukungan kepada BMT diharapkan agar BMT bisa lebih maju dan inovatif
dalam operasinalnya serta produk-produk yang dikeluarkan oleh BMT.
Ketika Tokoh
Masyarakat memberikan dukungan kepada petani diharapkan petani mendapatkan percaya diri
dan solidaritas diantara petani, tokoh masyarakat dan masyarakat itu sendiri.
Setelah menjelaskan proses komunikasi yang terjadi dalam keterkaitan antara tokoh yang
berada pada interaksi petani dan BMT, selanjutnya dapat di simpulkan mengenai pola
komunikasi syariah yang muncul. Pola komuninikasi syariah ini dapat dijelaskan pada Gambar
7.11.
242
LINGKUNGAN
PINBUK
TOKOH MASYARAKAT
BMT
PETANI
(Komunikator/
Komunikan)
(Komunikator/
Komunikan)
PESAN
ï‚· Konsep Diri
(Terbuka, Amanah,
Tawadhu, Tabligh,
Saling Menolong,
Takut haram Riba,
Tepat Janji, Sehat)
ï‚· Motif:
o Spiritual
o Ekonomi
o Sosial
Qaulan Sadida
Qaulan Baligha
Qaulan Ma’rufa
Qaulan Karima
Qaulan Layina
Qaulan Maysura
MEDIA
-
Face to face
Diskusi
Pengajian
Pelatihan
Pendamping
an
ï‚· Trust
ï‚· Implementasi
Syariah
ï‚· Prosedur Layanan :
o Pinjaman
Mudharabah
o Pinjaman
Murabahah
o Tingkat
Pengembalian
TRUST
COMMUNICATION
SYARIAH
KONVERGENSI
PEMBIAYAAN SYARIAH
Pemberdayaan Masyarakat Sosial
ï‚·
ï‚·
PENGETAHUAN
PEMAHAMAN
Pelatihan:
o Mental
o Teknis
o Manajemen
o Pemasaran
Pendampingan
SIKAP :
SUKA
TIDAK SUKA
TINDAKAN
KEPATUHAN SYARIAH
ADOPSI
KESEJAHTERAAN
Gambar 7.11. Pola Komunikasi Syariah
243
Proses komunikasi ini terjadi antara petani dan BMT didasari oleh konsep diri dari petani
itu sendiri yang terdiri dari terbuka, amanah, tawadhu, tabligh, saling menolong, takut haram
riba, menepati janji dan sehat jiwa raga. Intra komunikasi yang terjadi dalam diri petani di dasari
oleh kesadaran subyektifnya yang memunculkan motif dalam diri petani untuk berinteraksi
dengan BMT, Motif tersebut ada tiga, yaitu motif spiritual, motif ekonomi dan motif sosial.
Pada informan petani di Ciamis didasari motif yang paling dominan adalah motif spiritual,
sedangkan petani di Bantul didasari oleh motif yang paling dominannya yaitu motif ekonomi.
Petani ketika menyampaikan pesannya, didasari oleh pesan-pesan yang berbentuk qaulan
sadida, qaulan baligha, qaulan ma’rufa, qaulan karima, qaulan layina dan qaulan maysura.
Baik Kata-kata verbal maupun nonverbal dalam pesan berdasarkan prinsip syariah yang ada
dalam Al Quran dan Hadist sehingga verbal dan non verbal yang disampaikan petani akan dapat
dipahami oleh BMT dan komunikasinya akan menyentuh hati BMT.
Petani ketika
menyampaikan pesan dengan menggunakan media, yaitu face to face, diskusi dan pengajian.
BMT sebagai sebuah lembaga keuangan mikro syariah harus memiliki unsur Trust. BMT
diharapkan dapat dipercaya oleh masyarakat. Kepercayaan ini dapat dilihat dari bagaimana
BMT mengimpelemtasikan syariah dalam setiap produk-produknya dan operasionalnya seharihari. Prosedur pelayanannya sangat nyaman dan dalam bentuk pinjaman pembiayaan yang
sesuai dengan petani yaitu dengan akad mudharabah dan murabahah bahkan ada Al Qardul
Hasan. Selain itu BMT yang nyaman dan dapat dipercaya juga dilihat dari penentuan tingkat
pengembalian pinjaman tersebut bagi petani.
Bentuk komunikasi tersebut dapat dikatakan
sebagai Trust Communication, yaitu komunikasi yang dapat dipercaya atau amanah baik bagi
petani maupun BMT.
Setelah tercapai komunikasi yang dapat dipercaya (trust communication) baru akan
dikucurkan pembiayaan syariah oleh BMT untuk para petani.
Pembiayaan syariah ini
disesuaikan dengan produk dan akadnya masing-masing. Apabila petani sudah mendapatkan
pembiayaan syariah, BMT memberikan pemberdayaan berupa pelatihan dan pendampingan.
Pelatihan kepada petani tersebut antara lain: pelatihan mental, teknis, manajemen dan pemasaran.
Tahap selanjutnya adalah setelah petani mendapatkan pemberdayaan berupa pelatihan dan
pendampingan maka diharapkan akan menimbulkan efek berupa peningkatan pengetahuan,
pemahaman sampai pada mengadosinya.
Proses mengadopsi ini ditandai dengan adanya
244
kepatuhan syariah dari petani. Petani yang memiliki peningkatan pengetahuan, pemahaman,
adopsi dan berperilaku mematuhi syariah maka akan mencapai kesejahteraan hidup.
Kesejahteraan itu sendiri berasal dari kata dasar sejahtera yang dapat diartikan sebagai
keadaan yang aman sentosa dan makmur, selamat (terlepas dari segala macam gangguan dan
sebagainya) selamat tidak kurang sesuatu. (Kamus Besar Bahasa Indonesia 1995:891).
Berdasarkan dari definisi kata sejahtera diatas maka kesejahteraan dalam penelitian ini dapat
diartikan sebagai suatu hal atau keadaan sejahtera dimana semua
terpenuhi secara cukup tanpa merasa kekurangan
kebutuhan hidup dapat
sesuai dengan standar hidup masyarakat
disekitarnya.
Dimensi Kesejahteraan yang digunakan dalam skala Ryff (Papalia, 2009) adalah (1) Penerimaan
diri (self-acceptance): mengakui dan menerima banyak aspek diri termasuk kualitas baik dan buruk,
positif mengenai kehidupan masa lalu. (2) Hubungan positif dengan orang lain (positive relations
with others): hangat, puas, saling percaya, mampu menampilkan afeksi, empati, memberi dan
menerima. (3) Otonomi (autonomy): mampu mengatur diri, mengevaluasi dengan
standar pribadi, menolak tekanan sosial, memiliki kebulatan tekad dan mandiri, (4) Penguasaan
lingkungan: mengendalikan kegiatan eksternal yang sulit, menggunakan kesempatan di
lingkungan dengan positif, (5) Tujuan hidup (purpose in life): memegang keyakinan teguh yang
memberikan tujuan dansasaran hidup, merasa ada makna dalam kehidupan sekarang dan di masa lalu, (6)
Pertumbuhan pribadi: melihat diri sebagai diri yangberkembang dan meluas, terbuka
akan pengalaman baru, menyadari potensi diri, melihat perbaikan dalam diri. Secara keseluruhan
kesejahteraan laki-laki dan perempuan serupa, tetapi perempuan lebih banyak memiliki hubungan
social yang positif.
Kesejahteraan sosial adalah kualitas hubungan dengan orang lain, lingkungan sekitar
rumah, dan masyarakat. Satu tim penelitian Keyes & Shapiro, (2004) dalam Papalia (2009) melihat pada
lima dimensi kesejahteraan sosial: (1) Aktualisasi diri: keyakinan pada potensi masyarakat untuk
berkembang kearah yang positif, (2)
Koherensi sosial: memandang dunia sebagai dapat
dipahami, logis, dan dapat diramalkan, (3)
Integrasi sosial: merasa sebagai bagian dari
komunitas yang suportif, (4) Penerimaan sosial: memiliki sikap yang positif dan menerima terhadap
orang lain.
245
Petani yang telah menerima diri sendiri dan memiliki hubungan yang positif dengan orang
lain, dapat mandiri, menguasai lingkungan hidup, memiliki tujuan hidup dan pribadinya
berkembang dan mengalami perubahan kearah produktif dan inovatif. Masyarakatnya juga
mengalami perubahan kearah kesejahteraan sosial, yang cirinya petani anggota masyarakatnya
dapat mengalami aktualisasi diri, terjadi koherensi dan integrasi sosial dalam masyarakat. Hal
ini merupakan modal utama dari perwujudan modal sosial.
Pembahasan Penelitian
Eksplorasi Kebenaran Empirik Logik
Salah satu cara mengetahui bagaimana tindakan komunikasi petani adalah melihat
bagaimana para informan petani berinteraksi dengan berkomunikasi dengan BMT dan sesama
anggota kelompok taninya. Kemampuan berkomunikasi ini merupakan suatu kemampuan yang
inherent pada diri setiap manusia. Manusia adalah mahluk sosial, karena ia akan selalu terlibat
dalam interaksi dengan manusia lainnya yang berada di sekitarnya, ketika berinteraksi ini, petani
berkomunikasi untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Komunikasi yang dilakukannya ini tidak
mungkin dapat mencapai tujuan bila tidak mampu mengarahkan para partisipan komunikasi
untuk mengerti dan memahami apa yang diharapkannya. Komunikasi melibatkan bagaimana
informan petani menginterpretasikan dunia sosialnya dan membentuk serta mengarahkan apa
yang disampaikan melalui komunikasi yang dilakukannya agar menghasilkan sesuatu yang
sesuai dengan harapannya.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti membedakan para informan
berdasarkan kecenderungan yang diidentifikasi ketika berinteraksi dengan mereka. Meskipun
bagi masing-masing informan, tindakan komunikasi yang dilakukan berbeda-beda baik verbal
maupun non verbal. Namun, setelah peneliti pelajari baik dari interpretasi hasil wawancara
maupun pengamatan, bentukan-bentukan tersebut terpola.
Berdasarkan kekerapan tindakan
komunikasi yang muncul ketika merespon lingkungan, peneliti berusaha menggolonggolongkannya dan memaknainya sebagai suatu karakteristik personal informan penelitian.
Pada prinsipnya cara atau tindakan komunikasi para informan ketika berinteraksi dengan
BMT dan sesama anggota kelompok tani adalah menciptakan komunikasi terbuka,
mementingkan “mendengarkan”, mempersuasi, memfasilitasi dan mengutamakan komunikasi
246
dengan cara berdialog. Ciri tindakan komunikasi terbuka ini dibangun dengan maksud agar BMT
mengerti dan memahami apa yang menjadi kebutuhan dan yang diharapkan informan petani
terhadap BMT. Para informan beranggapan apabila mereka “berbicara” secara langsung dan
terus terang maka mereka merasa dapat dipahami dan dimengerti oleh pihak BMT. Apalagi bila
mengingat faktor kepercayaan bagi informan adalah faktor yang sangat penting.
Komunikasi terbuka biasanya terjadi pada komunikasi yang informal, baik itu dilakukan
di kantor BMT maupun di rumah atau di sawah milik informan. Ketika ada kesempatan, maka
para informan akan melakukan komunikasi yang terbuka dengan pihak BMT, dengan begitu
kepercayaan menjadi terbangun. Sebagian besar dari informan melakukan komunikasi terbuka
dengan menggunakan bahasa Sunda dan Jawa. Hal ini bertujuan agar menjadi lebih akrab. Ada
pula para informan petani yang mengkonstruksikan pesan komunikasi ini dengan cara sering
bersilaturahmi mendatangi kantor BMT, baik hanya untuk menabung atau membayar bagi hasil
maupun hanya sekedar mengobrol dan mencari informasi terbaru.
Ciri kedua karakter komunikasi para informan adalah berusaha untuk selalu
“mendengarkan”. Kata “mendengarkan” di sini bukan berarti mendengarkan karena dinasehati,
tetapi lebih kepada kegiatan
menyimak dan mengikuti semua anjuran dan pelatihan yang
dilakukan baik oleh BMT maupun pemerintah. Peneliti menjelaskan bahwa maksud
mendengarkan di sini lebih kepada cara untuk memahami apa yang ada dibalik yang diucapkan
dan mengetahui bagaimana cara pandang atau berfikir petani dan BMT. Para informan petani
bukan menyampaikan cerita yang penuh haru, atau apalagi yang berkenaan dengan tidak
terpenuhinya kebutuhan supaya BMT mau memberikan pembiayaan modal kepada petani.
Selanjutnya ciri karakter komunikasi ketiga adalah penyampaian pesan yang berusaha
untuk membujuk atau mempersuasi. Para informan selalu berusaha untuk mengarahkan dan
memberikan harapan sehingga BMT terbujuk untuk memberikan pembiayaan modal sesuai yang
diharapkan. Ketika BMT melakukan kegiatan membujuk ini bukanlah hal mudah. Sebagian
besar informan memaknai meminjam ataupun mendapatkan pembiayaan modal ke bank
sangatlah rumit pengurusannya. Contohnya, ketika petani menyampaikan pesan kepada pihak
BMT sangatlah birokratis dan berbelit-belit, pengembaliannya juga rumit pengurusannya. Hal ini
sangatlah beresiko, apabila cara petani berkomunikasi salah maka ia tidak akan dipercaya oleh
pihak BMT. Kalau tidak dipercaya maka ia tidak akan mendapatkan pembiayaan modal dari
247
BMT. Peran risk communication sangatlah penting, padahal dengan berinteraksi bersama BMT
sangatlah mudah pengurusannya dan nyaman.
Berusaha untuk selalu menjadi fasilitator adalah ciri keempat. Kegiatan penyampaian
pesan agar mendapatkan pembiayaan modal dari BMT yang dilakukan oleh petani lebih banyak
mengenai pembiayaan modal. Petani akan menjalankan apa yang telah didapat ketika pelatihan
ataupun hanya mengikuti budaya menanam padi yang sudah ada secara turun temurun sehingga
taraf hidup petani hanya jalan di tempat atau tidak maju-maju dan berubah.
Ciri kelima adalah komunikasi dialog.
Para informan petani selalu mengupayakan
komunikasi berlangsung secara tatap muka, terutama dengan BMT dan kelompok tani-nya. Hal
ini dimaksudkan agar semua pesan yang disampaikan menjadi jelas. Kesalahpahaman bisa saja
dapat terjadi. Bilapun terjadi dapat dihindari dan dieliminasi atau diperbaiki. Para informan
petani tidak begitu suka berinteraksi dengan tertulis. Walaupun ada hanya berbentuk kontrak
akad dengan BMT. Para informan petani lebih suka melakukannya secara langsung karena lebih
mudah memantau apakah pesan yang disampaikan itu sudah dipahami secara benar atau belum.
Berdialog membuka kesempatan bagi informan untuk membangun kedekatan dengan BMT.
Kedekatan ini membangun ikatan emosional. Sisi nonverbal, para informan tidak membuat
jarak. Jarak mereka dekat tapi tidak sangat dekat. Sesekali para informan melakukan gerakangerakan yang menunjukan mereka memperhatikan apa yang telah disampaikan mitra
komunikasinya, seperti mengangguk-anggukkan kepala, menggerak-gerakan jari tangan ketika
berbicara, menunjuk atau menatap wajah. Hubungan yang dibina atas dasar kehangatan dan
keakraban akan membina terciptanya suasana saling percaya.
Setiap keputusan diusahakan
selalu dapat memberikan kenyamanan bagi semua pihak.
Proses Komunikasi yang terjadi pada Wilayah Rural seperti yang diuraikan oleh Roger
dalam teori difusi inovasi melalui tahapan sebagai berikut :
(1). Tahap Pra Kondisi.
Pada tahap ini adalah para petani memahami BMT yang ada di masyarakat. Komunikasi
dimulai dari individu sebagai anggota kelompok tani.
Mereka berdiskusi dalam
kelompok tani lalu bekerjasama dengan PINBUK mendirikan BMT sebagai perwujudan
koperasi berdasarkan syariah. BMT dan PINBUK memberikan pemahaman kepada para
petani melalui kelompok taninya melalui ceramah dan diskusi.
248
(2). Tahap Intermediate
Pada tahap ini adalah BMT memperkenalkan BMT dan produk-produk yang dimiliki
oleh BMT. Komunikasi ini juga dilakukan melalui ceramah dan diskusi dalam kelompok
tani sebagai anggota nasabah dari BMT.
Petani sebagai nasabah BMT diberikan
penjelasan bahwa dengan menjadi anggota BMT maka harus memahami operasional
yang ada dalam BMT, yaitu berdasarkan syariah.
(3). Tahap Pengukuhan
Pada tahap ini adalah BMT memberikan pemahaman nilai-nilai syariah kepada nasabah
anggotanya yang juga sebagai anggota kelompok tani. Selanjutnya para petani tersebut
dapat menjalankan nilai-nilai syariah tersebut dalam kehidupan sehari-hari bahkan
menjadi kebiasaan dan mengukuhkannya sebagai nilai-nilai kehidupan bermasyarakat.
(4). Tahap Penegakan dan Pengembangan
Pada tahap ini petani sebagai anggota kelompok tani dan nasabah BMT sudah memiliki
nilai-nilai syariah yang sejalan dengan nilai-nilai BMT. Maka tahapan selanjutnya adalah
bagaimana mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki BMT. Potensi-potensi ini
meliputi potensi SDM dan modal. Potensi SDM dari BMT biasanya dilakukan dengan
mengikuti pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh PINBUK, Dinas Koperasi, Pertanian
dan peternakan, dan lain-lain.
Sementara pengembangan SDM petani dilakukan
pelatihan dalam kelompok taninya yaitu dari penyuluh pertanian, dan dinas koperasi.
Sementara dari pihak BMT belum melakukan sampai kesana.
(5). Tahap Kesejahteraan
Tahap ini adalah dimana terjadi perubahan yang signifikan dari para petani ketika sudah
menjadi anggota nasabah BMT dan mendapatkan pembiayaan permodalan. Namun pada
petani di wilayah Rural ini walaupun terjadi perubahan namun sangat sedikit. Hal ini
dikarenakan, perubahan tersebut bukan satu-satunya karena dari hasil pertaniannya, tetapi
karena mereka memiliki mata pencaharian lain, seperti penggali sumur, buruh bangunan,
249
pembuat kerajinan, dan pedagang. Masyarakat Blawong Bantul Yogyakarta sejak dulu
terkenal sebagai penggali sumur yang ahli.
Aspek Kebenaran Empirik Etik Komunikasi Petani
Aspek etis komunikasi yang dilakukan oleh petani ketika berkomunikasi baik antara
sesame anggota kelompok tani maupun dengan pihak BMT haruslah dipenuhi.
Suatu tindakan sosial adalah tindakan yang memiliki makna bagi yang melakukannya
maupun bagi yang menyaksikannya. Suatu tindakan sosial bermakna tersebut dapat dikatakan
juga sebagai suatu peristiwa komunikasi dan tindakan yang menunjukan suatu peristiwa
komunikasi yang bisa juga disebut sebagai perilaku komunikasi.
Perilaku komunikasi
berlangsung dalam dua panggung besar, yaitu pertama terdiri dari sesama anggota kelompok tani
atau dapat disebut “intra komunitas”. Kedua, yang terdiri dari BMT, PINBUK, Puskopsyah,
Kementrian Pertanian dan Kementrian Koperasi atau yang dinamakan “ekstra komunitas”.
Sebagai aktor, petani bermain dan memerankan lakonnya sebagai seseorang seperti apa yang
dibayangkannya, proses ini disebut sebagai pengelolaan pesan.
Apa yang dibayangkan dan dipikirkan petani untuk mengolah pesan ketika
berkomunikasi dengan orang lain, terjadi di dalam “diri petani sendiri” atau disebut “komunikasi
intrapersonal”. Komunikasi intrapersonal ini petani dapat menyadari (aware) terhadap dirinya
sendiri, mengevaluasi (evaluate) dirinya sendiri maupun melakukan pengujian-pengujian
(examination) atas perilaku dirinya di dalam pikirannya. Konteks interaksi simbolik, dia dapat
berperan sebagai aku (I) yang subjektif, aktif, dan impulsif atau daku (Me) yang objektif dan
pasif. Proses komunikasi selanjutnya terjadi ketika petani berhadapan dengan orang lain, baik di
dalam intra komunitas maupun ekstra komunitas. Proses ini terjadi dalam konteks “komunikasi
dialogis”. Pengelolaan kesan melalui komunikasi terbuka dan dialogis ini berlangsung secara
verbal maupun nonverbal. Ketika komunikasi interpersonal ini terjadi baik di dalam intra dan
ekstra komunitas mereka, simbol-simbol verbal yang mereka gunakan tidak dalam bentuk
tertulis, melainkan lisan (komunikasi lisan) dengan menggunakan bahasa Jawa. Sedangkan
dalam ekstra komunitas akan tampak pada proses mengajukan pembiayaan syariah untuk
mendapatkan modal usaha pertanian.
Proses komunikasi selanjutnya adalah kemampuan
mendengar, yaitu kemampuan memahami apa yang dijelaskan oleh pihak BMT maupun
250
pelatihan yang dilakukan. Pihak BMT diusahakan menjadi fasilitator dalam proses komunikasi,
setidaknya menjadi media yang membantu para petani dalam proses komunikasi ketika
mendapatkan pembiayaan syariah sehingga dapat meningkatkan tarah hidupnya.
Penggunaan simbol nonverbal terlihat pada isyarat bahasa tubuh, penampilan dan
ekspresi wajah. Pengelolaan pesan menggunakan simbol nonverbal terjadi untuk memberikan
kesan seperti apa yang diharapkannya kepada BMT.
Upaya untuk meyakinkan dengan
memadukan penggunaan simbol verbal dan nonverbal dianggap petani akan memberikan impresi
yang lebih meyakinkan ketimbang hanya salah satu saja. Upaya ini terjadi melalui upaya
peningkatan “kompetensi komunikasi”.
Namun kenyataan yang terjadi, tidak selamanya
kompetensi komunikasi yang menurut mereka bisa memberikan impresi kepada orang lain dapat
diterima. Adakalanya cara yang tidak biasa atau tidak sesuai dengan hati nurani akan ditolaknya.
Misalnya dengan memanipulasi kata-kata atau nonverbal (dengan berbohong).
Keberhasilan mendapatkan pembiayaan syariah untuk modal usaha pertanian bagi petani
bukan hanya terbatas pada dukungan, solidaritas dan mendapatkan keuntungan panen yang
berhasil dan berlimpah, akan tetapi mencapai kesejahteraan hidup. Namun kesejahteraan hidup
tidak akan terwujud apabila tidak dilakukan strategi oleh BMT untuk bisa berubah kearah yang
lebih baik. Strategi itu berupa pelatihan-pelatihan berupa : pelatihan mental, teknis, manajerial
dan keuangan serta dilakukan pendampingan agar tidak melenceng dari tujuan semula.
Kesejahteraan hidup ini sangatlah kompleks, bukan hanya pada jumlah dan keberhasilan panen
atau perubahan taraf hidup, akan tetapi pada pengakuan dan penghargaan keberadaan diri mereka
yang manusiawi (human being).
Pada petani di wilayah Ciamis, pola komunikasi yang terjadi hampir sama dengan pola
komunikasi di wilayah Bantul. Perbedaannya adalah pada pendekatan yang dilakukan setelah
petani mendapatkan pembiayaan syariah. Pendekatan yang dilakukan oleh BMT Miftahussalam
adalah tidak melepaskan para petani dan kelompok petani mengolah pembiayaan yang telah
mereka berikan kepada petani. Pendekatan itu berupa pelatihan-pelatihan bagi para petani, yaitu:
pelatihan mental, teknis, manajerial dan keuangan serta dilakukan pendampingan terus meneru
agar tidak melenceng dari tujuan semula. Pelatihan ini dilakukan dua minggu sekali, setiap
minggunya pihak BMT akan mengontrol dan mengawasi para petani sehingga segala persoalan
akan dapat segera diketahui dan cepat pula teratasi.
Tujuannya adalah agar para petani
251
mengelola pembiayaan yang diberikan dan dapat menghasilkan hasil pertanian yang diinginkan,
yaitu hasil yang unggul dan dapat merubah taraf hidup petani. Apabila taraf hidup petani
tersebut berubah maka kesejahteraan petani juga akan terwujud. Kesejahteraan hidup yang
dimaksud disini adalah kompleks. Hal ini bukan hanya pada jumlah dan keberhasilan panen atau
perubahan taraf hidup, akan tetapi pada pengakuan dan penghargaan keberadaan diri mereka
yang manusiawi (human being).
Kebenaran empirik transendental
Tindakan sosial komunikasi seorang petani sangatlah rumit dan kompleks. Kesadaran
terhadap pengalaman-pengalaman intersubjektif ketika berinteraksi dengan kelompok taninya
dan terutama dengan BMT memberikan skema pengetahuan bagi dirinya. Skema ini seolah-olah
menjadi peta atau resep yang menentukan dalam pengambilan tindakan-tindakan trust
komunikasi yang dilakukannya dalam mendapatkan pembiayaan modal dari BMT.
Pengalaman-pengalaman yang pernah dialami para petani ini menggoreskan pemaknaan
tersendiri seperti yang tercermin dalam karakter identitas diri mereka masing-masing.
Pemaknaan atas pengalaman-pengalaman tersebut juga mengarahkannya ketika memutuskan
untuk melakukan usaha pertaniannya dengan mendapatkan pembiayaan modal bagi usaha
pertaniannya tersebut. Prosesnya tidak hanya sampai disitu, pemaknaan atas pengalaman ini
menggoreskan kebijakan prinsip tersendiri baginya ketika melakukan usaha pertaniannya
termasuk mendapatkan pembiayaan modal dari BMT.
Pemikiran George Herbert Mead dan Herbert Blumer dapat mengantar pemikiran Alfred
Schutz ke dalam khasanah interaksi simbolik dengan cara yang lebih membumi. Mead dan
Blumer memahami tindakan-tindakan sosial manusia itu dari sifat interaksi sebagai suatu
kegiatan sosial dinamis manusia yang melibatkan pertukaran simbol bermakna. Pertukaran ini
tidak lain merupakan proses komunikasi yang menghasilkan konteks tatanan sosial tertentu.
Komunikasi yang dilakukan para petani di Ciamis dan Bantul ini merupakan suatu
rangkaian mekanismen respon aksi reaksi terhadap simbol-simbol bermakna yang dipertukarkan
dengan orang-orang disekitarnya. Tindakan trust komunikasi yang dilakukan petani ini terjadi
berdasarkan pemaknaannya terhadap simbol-simbol yang dipertukarkan dalam proses
komunikasi tersebut. Simbol-simbol yang dipertukarkan ini juga membentuk dan dibentuk oleh
252
konsep dirinya. Makna simbol-simbol ini relatif sifatnya dan terjadi sebagai hasil interaksinya
dengan lingkungan sosialnya.
Berdasarkan hasil penelitian, tidak semua petani memahami apa dan bagaimana proses
operasional pembiayaan syariah bahkan nama-nama produknya seperti mudharabah,
musyarakah dan murabahah. Petani hanya memahami bahwa dengan berinteraksi dengan BMT
maka pasti dijamin kehalalannya. Petani memahami bahwa BMT sudah sesuai dengan syariah,
tidak ada riba maka halal hukumnya. Komunikasi yang dilakukan para petani melalui cara yang
unik. Masing-masing informan mempunyai cara dan alasan sendiri-sendiri. Kesadaran para
petani terhadap berbagai pengalaman subjektifnya yang bersifat sosio historis berpengaruh pada
bagaimana mengkomunikasikan “trust communication”. Apa yang menurutnya terbaik dalam
usaha pertaniannya hampir selalu dilakukan dengan pertimbangan pada kemajuan dan perubahan
taraf hidup keluarganya. Pertimbangan ini mengacu pada bagaimana mereka mengarahkan
lingkup kendali perhatian mereka sendiri terhadap dunia sosial sekitarnya.
Pertukaran simbol yang dilakukan baik antara petani dengan kelompok taninya maupun
dengan BMT melahirkan suatu tatanan sosial yang berlaku dan ditaati oleh setiap anggota
masyarakatnya. Peter Berger dan Thomas Luckman yang juga diwarnai oleh hasil pemikiranpemikiran pendahulunya seperti Weber dan
Schutz dapat menjelaskan bagaimana konteks
tatanan sosial ini terbentuk.
Penelitian ini menelaah dan menganalisa pesan verbal dan non verbal yang diutarakan
para petani ketika berkomunikasi baik dengan kelompok tani dan BMT. Penelitian ini melihat
petani berusaha menjaga agar pesan diterima dengan baik sesuai dengan kemauannya dan tidak
menimbulkan kesalah pahaman bahkan pesan tersebut menjadi pesan yang dapat dipercaya (trust
communication). Para informan petani menyampaikan pesan dengan jelas dan tegas. Selain itu
ada juga yang mengkonstruksikan pesan komunikasinya dengan menggunakan bahasa daerah
(Sunda dan Jawa) agar lebih dekat dan familiar sehingga kepercayaan lebih cepat terbangun.
Pesan-pesan non verbal juga dibangun dari penggunaan alat saprodi, penampilan dan gerak
tubuh, dan lain-lain.
Menurut Berger dan Luckman, realitas terbentuk secara sosial. Kehidupan sehari-hari
manusia menampilkan sebagai kenyataan yang ditafsirkan oleh manusia dan mempunyai makna
subjektif bagi manusia itu sendiri. Suatu fenomena di definisikan sebagai sesuatu yang diakui
253
keberadaannya (being) dan tidak tergantung kepada kehendak sendiri. Asumsi ini dipicu oleh
adanya pemahaman dialektika antara diri (the self) dengan dunia sosio kultural. Dialektika ini
berlangsung dalam suatu proses yang simultan yaitu eksternalisasi (penyesuaian diri dengan
sosio kultural sebagai produk manusia), objektivasi (intekasi social dalam dunia intersubjektif
yang dilembagakan atau mengalami proses institusionalisasi), dan internalisasi (individu
mengidentifikasikan diri dengan lembaga-lembaga social atau organisasi social tempat individu
menjadi anggotanya). Uraian teoritik ini mampu memberikan arahan dan menjelaskan keunikan
petani sebagai manusia social secara teoritis.
Petani juga melakukan kegiatan objektivasi, eksternalisasi dan internalisasi yang
berlangsung terus menerus sejak ia menjalani sosialisasi primer masa kanak-kanaknya hingga
sosialisasi sekunder ketika beranjak dewasa.
Kegiatan itu terjadi di sepanjang perjalanan
kehidupannya hingga saat ini. Sepanjang kehidupan yang dilaluinya itu, ia berhadapan dengan
konstruksi realitas sosial yang dibangunnya bersama manusia lain. Keadaan yang sama juga
ketika petani melakukan usaha pertaniannya dan membutuhkan modal, petani berinteraksi
dengan BMT untuk mendapatkan pembiayaan modal usaha pertanian dengan sistem syariah.
Petani merupakan bentukan atau produk dari konstruksi realitas sosialnya, sementara dirinya pun
membentuk dan mengkonstruksi sendiri komunikasi yang dapat dipercaya untuk mendapatkan
pembiayaan modal dari BMT.
Masing-masing petani melakukan penyesuaian diri dengan dunia sosiokultural sebagai
produk manusia. Petani terus menerus berinteraksi dan membiasakan dirinya pada apa yang
dikatakan “seharusnya” dalam lingkungan dunia sosialnya.
Kesadaran subjektif petani
mengarahkannya untuk melakukan berbagai tindakan sosial yang memang diakui sebagai
“benar” oleh dunia sosialnya. Lebih lanjut petani menginternalisasikan atau mengidentifikasikan
dirinya sendiri ke dalam dunia sosial tersebut. Petani mengimplementasikan dan menjadikannya
bagian dari dirinya sendiri.
Ketika berinteraksi dengan kelompok tani dan BMT, petani juga melakukan tahap
eksternalisasi, dimana ia berusaha untuk mewujudkan penyesuaian dirinya dengan konstruksi
dunia sosial sekitarnya. Stereotipe atau anggapan bahwa berhubungan dengan bank sangat sulit
birokrasinya dan kompleks dalam pengurusannya membuat para petani pada awalnya tidak mau
berhubungan dengan bank, apalagi kalau bank itu bank konvensional. Petani menganggap kalau
254
berhubungan dengan bank konvensional maka tidak jelas halal dan haramnya. Maka mereka
berusaha untuk menyesuaikan dirinya berinteraksi dengan lembaga keuangan yang
operasionalnya dengan sistem syariah, yaitu dengan BMT.
Sebagai penganut Islam yang taat, para petani percaya atas apa yang ditetapkan oleh
Allah dalam AlQur’an.
Salah satu faktor utama yang menyebabkan besarnya kesenjangan
pendapatan antara si miskin dan kaya adalah karena pertama, ketiadaan mekanisme distribusi
kekayaan yang mencerminkan prinsip keadilan dan keseimbangan, sehingga kekayaan
terkonsentrasi di tangan segelintir kelompok. (Hafidhuddin, 2008). Padahal Allah SWT sangat
menentang perputaran harta di tangan kelompok elit masyarakat saja sebagaimana yang
dinyatakan-Nya dalam QS Al-Hasyr :7 : “…….supaya harta itu jangan hanya diantara orangorang kaya saja diantara kamu….”
Landasan filosofis yang kedua adalah kebebasan. Kebebasan ini mengandung pengertian
bahwa manusia bebas melakukan aktivitas ekonomi selama tidak ada ketentuan Allah dan RasulNya yang melarangnya. Kaidah pokok dalam muamalah adalah “hukum asal segala sesuatu itu
adalah mubah (boleh), kecuali ada dalil yang mengharamkannya”. Berdasarkan kaidah ini para
ahli hukum Islam bersama para pakar serta praktisi lembaga keuangan syariah dapat melakukan
ijtihad untuk menghasilkan produk-produk lembaga keuangan syariah sesuai dengan tuntutan
dan perkembangan serta kebutuhan zaman (Hafidhuddin, 2008).
Landasan yang ketiga adalah amanah dan pertanggungjawaban. Amanah adalah konsep
yang sangat fundamental, bahkan dikatakan bahwa amanah is the soul of religion (amanah
adalah ruhnya agama).
Sistem ekonomi syariah dapat berjalan dengan baik jika seluruh
pemangku kepentingan (Stakeholder) ekonomi syariah memiliki sikap dan perilaku amanah.
Amanah ini merupakan faktor penentu datangnya rezeki dari Allah SWT. Hadist Rasulullah
SWA bersabda : “Amanah itu akan mendatangkan rezeki dan khianat itu mendatangkan
kefakiran”. Hadist tersebut mengisyaratkan bahwa amanah memiliki korelasi positif dengan
kesejahteraan, dan perilaku khianat memiliki korelasi positif dengan kemiskinan. Sedangkan
pertanggungjawaban
memiliki
arti
bahwa
segala
aktivitas
manusia
akan
diminta
pertanggungjawaban oleh Allah SWT. Rasulullah SAW menyatakan bahwa diantara pertanyaan
yang akan diajukan oleh Allah SWT pada hari akhir nanti adalah cara memperoleh harta dan cara
memanfaatkannya. Rasulullah SAW bersabda : “Tidaklah mantap kedua kaki seseorang pada
255
hari kiamat nanti, sehingga ditanya tentang empat hal : usianya untuk apa dihabiskan, ilmunya
untuk apa dipergunakan, hartanya darimana didapatkan dan untuk apa dipergunakan, dan
jasmaninya untuk apa dipergunakan (Hafidhuddin, 2008).
Landasan keempat adalah at-ta’awwun (saling tolong menolong) dan at-takaful (saling
menanggung beban). Hal tersebut tercermin dari filosofi profit and loss sharing, yaitu berbagi
keuntungan dan kerugian yang menjadi inti transaksi dalam kegiatan ekonomi syariah. Allah
SWT berfirman dalam QS Al-Maidah : 2 : “……. Tolong menolonglah kalian dalam kebaikan
dan ketakwaan dan janganlah kalian tolong menolong dalam dosa dan permusuhan…..”
Salah satu bagian ekonomi syariah yang sangat pesat perkembangannya adalah keuangan
syariah. Fungsi lembaga keuangan syariah pada dasarnya adalah menjadi intermediator antara
unit surplus dalam perekonomian, yaitu unit (perorangan atau institusi) yang memiliki kelebihan
dana, dengan unit defisit dalam perekonomian, yaitu unit (perorangan atau institusi) yang
membutuhkan pendanaan.
Selain itu petani tidak ingin berhubungan dengan lembaga keuangan konvensional karena
adanya larangan riba.
Hal ini yang menentukan adanya dalil halal dan haram ketika
berhubungan dengan lembaga keuangan konvensional. Para petani lebih senang berhubungan
dan berinteraksi dengan BMT yang operasionalnya di pedesaan. Larangan riba yang terdapat
dalam Al Qur’an tidak diturunkan sekaligus melainkan dalam empat tahap (dalam Antonio,
2001:48-50 dan Hafidhuddin, 2008: 32-45) :
Tahap pertama, menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada zahir-nya seolah-olah
menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu perbuatan mendekati atau taqarrub kepada
Allah SWT dalam QS. Ar-Rum : 39. Pada tahap ini Allah SWT juga membandingkan antara
riba dengan zakat.
Riba meskipun seolah-olah bertambah di sisi manusia, namun tidak
bertambah di sisi Allah. Sementara zakat, meskipun seolah-olah berkurang di sisi manusia,
namun sesungguhnya bertambah di sisi Allah.
Tahap Kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk. Allah SWT mengancam akan
memberi balasan yang keras kepada orang Yahudi yang memakan riba. Hal ini digambarkan
dalam QS An-Nisa : 161. Tahap Ketiga, diturunkannya QS Al Imran : 130, bahwa Allah SWT
mengharamkan manusia untuk memakan harta riba yang berlipat ganda. Perspektif hukum
Islam, menjelaskan pengharaman semacam ini disebut haram al juz’i (baru sebagian yang
256
diharamkan, terutama yang paling rusak). Ayat ini turun pada tahun ke-3 Hijriah. Secara umum,
ayat ini harus dipahami bahwa kriteria berlipat ganda bukanlah merupakan syarat dari terjadinya
riba (jikalau bunga berlipat ganda maka riba, tetapi jikalau kecil bukan riba), tetapi ini
merupakan sifat umum dari praktik pembungaan uang pada saat itu. Tahap keempat, Allah SWT
dengan jelas dan tegas mengharamkan apa pun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman.
Ayat terakhir yang menyangkut larangan riba, yaitu QS. Al-Baqarah : 278-279. Orang-orang
yang beriman diperintahkan untuk meninggalkan segala bentuk riba, meskipun kecil
persentasenya. Allah SWT dan Rasulullah SAW mengajak berperang kepada siapa saja yang
masih menggunakan instrumen riba dalam kegiatan ekonomi, artinya pintu keberkahan dan
keberuntungan ditutup oleh Allah SWT. Diturunkannya ayat ini, maka status haramnya riba
adalah bersifat final. Perspektif Fiqih Islam, menyatakan haramnya bunga karena termasuk riba,
bersifat mujma’alaih (disepakati oleh seluruh mazhab fiqih).
Secara garis besar, riba dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing adalah riba utang
piutang dan riba jual beli.
Kelompok pertama terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba
jahiliyyah. Adapun kelompok kedua, riba jual beli terbagi menjadi riba fadhl dan riba nasi’ah
(Antonio, 2001:41; dan Karim, 2004:36-38).
Riba Qardh adalah suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap
yang berhutang. Riba Jahiliyyah adalah utang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam
tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan. Riba Fadhl adalah pertukaran
antar barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang
dipertukarkan itu termasuk dalam jenis ribawi. Riba Nasi’ah adalah penangguhan penyerahan
atau penerimaan jenis barang ribawi yang di pertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya.
Riba dalam nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan atau tambahan antara yang
diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian.
Pada tahap internalisasi ini, petani menyadari bahwa pengalaman telah mengajarkannya
bahwa berhubungan dengan lembaga keuangan konvensional akan berhadapan dengan riba, dan
riba hukumnya haram. Bila hukumnya haram maka akan mendapatkan dosa. Apabila petani
dilingkupi dengan dosa maka kehidupannya menjadi tidak nyaman.
Berdasarkan telaah dan pembahasan hasil penelitian dapatlah diketahui bahwa ketika
membicarakan bagaimana fenomena mendapatkan pembiayaan modal syariah usaha pertanian
257
yang dilakukan oleh petani, sebenarnya bukanlah membicarakan masalah benar atau salah. Akan
tetapi bila keadaan ini dapat terjadi tentu dunia akan menjadi nyaman bila kita mengetahui
mengapa fenomena itu terjadi. Fenomena konstruksi modal sosial BMT ini lebih cenderung
pada masalah kepantasan, apakah pantas petani mendapatkan pembiayaan modal sedangkan
usaha pertanian ini memiliki resiko yang tinggi. Masalah konstruksi modal sosial BMT pada
petani merupakan masalah sosial yang berkenaan dengan konteks kehidupan manusia, bukanlah
berhadapan dengan sesuatu yang pasti sebagaimana dibicarakan dalam konteks ilmu alam.
Pada suatu konteks sosial, untuk menilai suatu tindakan manusia tidak mungkin terlepas
dari konteks dimana tindakan itu dilakukan.
Manusia memiliki kehendak yang berlainan
sehingga sulit untuk diprediksi sebagaimana keadaan alam. Bila awan kelabu maka mendung
sudah dipastikan akan turun hujan. Akan tetapi bila wajah manusia mendung, belum tentu akan
turun air mata, bisa saja justru menimbulkan kemarahan atau justru membuatnya menyendiri
atau lebih parah lagi dapat mengarah kepada bunuh diri. Maksudnya adalah apabila
mempersoalkan konstruksi modal sosial BMT pada petani, merupakan sesuatu yang tidak
mungkin melepaskannya dari konteks yang menaunginya. Berdasarkan konteks itulah bisa
memberikan penilaian, memaknai ataupun mengambil pelajaran darinya. Bila telah memahami
mengapa terjadi, setidaknya dapat membuat berbagai pihak tenang dari prasangka yang tidak
menyenangkan dan memulai untuk mencari solusi yang terbaik.
Konteks berkenaan dengan situasi yang unik. Antara konteks satu dengan yang lainnya
belum tentu sama. sesuatu yang diperjanjikan atau dikonsensuskan bersama belum tentu sama
antara suatu konteks dengan konteks lainnya. Kiranya merupakan sesuatu yang sulit bila setiap
konteks digeneralisasi dan diberikan pembenaran karena masing-masing mempunyai ciri
tersendiri, dan memiliki argumentasi atas makna masing-masing.
Sesuatu yang diperoleh dari hasil penelitian ini tidak untuk dijustifikasi.
Meskipun
demikian, hasil penelitian ini dapat menjadi gambaran bagaimana dunia petani dan BMT yang
melakukan tindakan-tindakan komunikasi dalam mengkonstruksikan modal sosial BMT. Bila
gambaran ini dipahami, tentunya dapat menjadi salah satu pertimbangan untuk menentukan
langkah-langkah apa yang terbaik dilakukan.
258
Sintesis Hasil Penelitian
Secara umum berdasarkan analisa data-data temuan hasil penelitian di lapangan dan
interpretasi atas makna-makna berdasarkan perspektif subjektif, dapat disimpulkan bahwa
komunikasi dalam pengembangan konstruksi modal sosial BMT di kalangan petani memiliki
keterkaitan dengan kesadaran subyektif mereka memaknai pengalaman kehidupan sosio historis
yang pernah dilaluinya bersama-sama dengan orang lain.
Hasil penelitian ini menjawab pertanyaan penelitian di Bab I, menunjukan bahwa petani
yang mendapatkan pembiayaan syariah dari BMT memiliki kekhasan tersendiri yang dapat
diidentifikasi dari sudut pandang subjektif tindakan komunikasi pengembangan konstruksi modal
social perbankan syariah seperti yang diuraikan di bawah ini :
Konstruksi realitas sosial yang dibangun oleh petani di Kabupaten Ciamis dan Bantul
adalah sebagai berikut : Pengalaman hidup yang pernah dilalui oleh petani pada masa lalu dan
saat ini, menentukan ruang lingkup mereka memandang kebutuhan akan modal didapat dari
pembiayaan syariah di BMT. Etos kerja yang berciri resiprokal ini masih memerankan dasar
moral penting bagi komunitas setempat baik di Ciamis maupun di Bantul dalam menanggapi dan
menerangkan keperluan dan masalah hidup di alam dunia ini, terutama mendapatkan modal
pembiayaan syariah dari BMT. Setidaknya ada tiga motif yang berhasil dikenali, yaitu motif
ekonomi (modal), motif Spiritual, dan motif sosial. Ketiga motif ini yang paling sering muncul.
Seorang petani sangat bergantung pada modal yang ia miliki, karena tanpa modal petani tidak
dapat berbuat banyak. Hasrat untuk berusaha sangat tinggi untuk merubah taraf hidup menuju
kesejahteraan keluarganya. Motif kedua adalah spiritual. Sesuai dengan agama yang dianutnya
yaitu Islam dan kebanyakan petani di Bantul yang sangat moderat dalam menjalankan agamanya,
sementara BMT Miftahussalam di Ciamis berdiri di bawah yayasan pesantren Miftahussalam.
Motif ketiga adalah sosial. Para petani ini selalu berinteraksi dengan kelompok taninya. Tujuan
individu dan kelompok tani adalah sama yaitu memajukan keluarga dan kelompoknya. Mereka
berusaha saling berbagi informasi demi kemajuan bersama.
Konsep diri yang dimiliki petani baik di Kabupaten Ciamis maupun Kabupaten Bantul adalah
pencerminan dari modal manusia sebagai petani syariah. Petani syariah ini memiliki konsep diri
atau memiliki karakteristik sebagai petani yang terbuka, amanah dan tawadhu, tabligh, saling
259
menolong, takut pada riba yang sifatnya haram dan menepati janji serta petani yang sehat jiwa
dan raganya.
Petani di Kabupaten Ciamis dan Bantul mengelola proses komunikasi petani ketika
berinteraksi dengan BMT maupun dengan anggota kelompok taninya di lingkungan tempat
tinggalnya ternyata tidak ditemukan perbedaan penggunaan bahasa verbal diantara proses
komunikasi tersebut. Mereka bisa menggunakan bahasa Indonesia ataupun bahasa Sunda dan
bahasa Jawa. Beberapa symbol nonverbal yang dikelola oleh petani dalam memberikan kesan
kepada BMT baik di Ciamis maupun di Bantul dibagi kedalam kelompok : isyarat dan gerakan
tubuh, penampilan, ekspresi wajah. Kebanyakan informan ketika berkomunikasi dengan sesama
anggota kelompok tani ataupun dengan BMT adalah sambil menggenggam kedua tangan, dan
menggerak-gerakan tangan untuk menjelaskan sesuatu sangatlah bersemangat sehingga perlu
penegasan dengan menggerak-gerakan kedua tangannya karena mengikuti verbalnya. Secara
verbal mereka mengekspresikan melalui pembicaraan secara langsung dengan pihak BMT atau
secara tidak langsung melalui kelompok tani.
Secara non verbal mereka mengekspresikan
melalui perilaku sehari-hari sebagai pekerja keras. Tindakan komunikasi yang dilakukan petani
selalu
menciptakan
komunikasi
terbuka,
bersedia
mendengarkan,
mempersuasi
dan
mengutamakan dialog (komunikasi dialogis).
Jika dilihat dari prestasi, BMT Miftahussalam bahkan mendapatkan penghargaan
Ketahanan Pangan dari Gubernur Jawa Barat berkat usahanya memberikan pembiayaan dan
pembinaan kepada petani nasabahnya. Hal ini memperlihatkan bahwa dengan adanya kesadaran
petani sebagai anggota kelompok tani serta kelompok taninya itu sendiri memulai dengan
mendirikan BMT dan mendapatkan pembiayaan.
Setelah petani mendapatkan pembiayaan,
petani diberikan pelatihan dan pendampingan berupa teknis, mental dan manajemen. Setelah
petani mengambil keputusan untuk mengelola pembiayaan modal syariah dalam usaha
pertaniannya dan menjalankan pertanian dan pelatihan yang didapat maka taraf kehidupannya
bisa berubah menuju yang dicita-citakan, yaitu hidup sejahtera.
Modal sosial menfokuskan pada jaringan, yaitu hubungan antar individu, saling percaya
dan norma yang mengatur jaringan kerjasama, baik dalam kelompok tani dan BMT. Petani yang
mengajukan pembiayaan modal ke BMT maka terjadi interaksi, jaringan komunikasi dan
informasi antar individu terutama adanya peran pemimpin dalam kelompok taninya maka dengan
260
sendirinya akan melakukan kerjasama dengan pihak lain (BMT) melalui hubungan sosial dan
jaringan informasi. Proses komunikasi yang dialogis ini ditentukan oleh kemampuan modal
manusia yang dalam hal ini adalah konsep diri petani dan kompetensi komunikasinya. Hal ini
sebagai proses mental dalam pengambilan keputusan untuk mengajukan, mendapatkan serta
mengelola pembiayaan syariah di BMT. Pada konsep modal manusia (human capital) yang
meliputi konsep diri petani, memandang manusia sebagai individu yang otonom. Kemampuan
leadership di kedua BMT tersebut adalah kepemimpinan kharisma. Perbedaannya adalah : di
BMT Miftahussalam, kabupaten Ciamis, petani sebagai modal manusia yang mendapatkan
pembiayaan syariah diberikan pendampingan dan pelatihan dibidang mental, teknis dan
manajemen, sehingga petani menjadi lebih maju dan sejahtera. Kemampuan komunikasi dan
kerjasama adalah dua kompetensi pada individu yang akan berpotensi dalam membangun
jaringan informasi secara kolektif. Modal manusia yang tinggi dalam kegiatan usaha tani akan
meningkatkan interaksi, komunikasi dan jaringan kerjasama sehingga dapat mempengaruhi
modal sosial. Sebaliknya, modal sosial yang kuat akan memperkuat modal manusia sehingga
keduanya mempunyai hubungan timbal balik.
Sumber informasi utama bagi petani adalah
sesama petani, pemimpinnya dan/atau kelompok tani, tetangga kebun/sawah, tetangga rumah,
petani berhasil, kios sarana produksi, tokoh masyarakat, PINBUK, BMT, Puskopsyah, dinas
pertanian, dinas koperasi dan sumber lain yang diyakini petani memiliki informasi yang dapat
dipercaya. Komunikasi interpersonal yang paling dominan digunakan petani dalam melakukan
komunikasi dan mengakses informasi yang dibutuhkan.
Modal struktural pada model etnis Sunda terdiri dari inovasi terhadap pengolahan lahan,
seperti: padi, jagung, coklat, perikanan, sapi, kambing. Inovasi juga dibidang pemasaran baik
secara offline maupun online.
Proses operasional yang dilakukan dengan proses syariah.
Organisasi yang awalnya adalah organisasi dari pesantren akhirnya berkembang menjadi
organisasi menengah.
Modal struktural pada model etnis Jawa terdiri dari inovasi baik produk dan
pemasarannya belum dilakukan inovasi.
Proses operasional BMT berdasarkan syariah.
Organisasinya masih kecil, yaitu berupa koperasi kecil.
Modal kepemimpinan di model etnis Sunda berdasarkan filosofi sunda terdiri dari
Nyantri : memiliki modal siritual karena besar dan hidup dilingkungan pesantren. Nyakola,
261
pemimpin yang ada berlatarbelakang pendidikan tinggi dan berpengalaman. Nyunda, pemimpin
yang ada memiliki sifat-sifat sebagai orang sunda, seperti low profil (rendah hati), penyemangat,
dan amenyatu dengan masyarakatnya sehingga selalu mendengarkan aspirasi masyarakatnya.
Modal kepemimpinan pada model etnis Jawa mengikuti filosofi Jawa, yaitu tanah : teguh
pendirian, api : disegani, angin : Merakyat maksudnya mendengarkan aspirasi, air : tenang,
angkasa : bijaksana, bulan : penyemangat, matahari : pemberi energi, bintang : menjadi teladan
di masyarakatnya.
Petani sebagai aktor kehidupan berinteraksi dengan BMT.
Interaksi ini melibatkan
komunikasi dialogis dan konvergen. Komunikasi ini menggunakan komunikasi yang dapat
dipercaya (trust communication). Ketika petani sebagai anggota kelompok tani didasari oleh
motif sosial-nya maka petani akan mendapatkan dukungan dan solidaritas dari sesama anggota
kelompok tani. Petani sebagai mahluk religi didasari oleh motif agama, karena itu petani akan
mengutamakan pelaksanaan BMT dengan mematuhi ketentuan syariah (syariah compliancenya). Petani sebagai nasabah dari BMT didasari oleh motif ekonomi.
mendasari petani agar mendapatkan pembiayaan syariah dari BMT.
Ketiga hal tersebut
Ketika petani sudah
mendapatkan pembiayaan syariah, maka pihak BMT harus melakukan pendampingan dan
memberikan pelatihan kepada para nasabah petani yang mendapatkan pembiayaan tersebut.
Pelatihan dan pendampingan tersebut berupa : mental, teknis dan manajemen. Apabila hal ini
dilakukan maka akan terjadi perubahan dalam diri petani sebagai individu. Perubahan ini akan
terwujud apabila ia melakukan tindakan komunikasi. Tindakan komunikasi ini terutama berupa
komunikasi interpersonal melalui komunikasi verbal dan nonverbal yang mengutamakan
kompetensi komunikasi.
Tindakan komunikasi yang kompeten ini akan mempengaruhi
perubahan sosial. Perubahan sosial yang meningkat akan mempengaruhi kesejahteraan hidup
masyarakat yang meningkat pula. Hal ini dilakukan oleh BMT di wilayah suburban area
sehingga kesejahteraan yang dicapai menjadi maksimal. BMT di wilayah rural area, yang tidak
melakukan pelatihan dan pendampingan sehingga kesejahteraan yang didapat tidak maksimal
Petani yang mengajukan pembiayaan modal ke BMT maka terjadi interaksi, jaringan
komunikasi dan informasi antar individu terutama adanya peran pemimpin dalam kelompok
taninya maka dengan sendirinya akan melakukan kerjasama dengan pihak lain (BMT) melalui
hubungan sosial dan jaringan informasi. Proses komunikasi ini ditentukan oleh kemampuan
262
modal manusia yang dalam hal ini adalah konsep diri petani dan kompetensi komunikasinya, hal
ini sebagai proses mental dalam pengambilan keputusan untuk mengajukan dan mendapatkan
pembiayaan syariah di BMT. Pada konsep modal manusia (human capital) yang meliputi
konsep diri petani, memandang manusia sebagai individu yang otonom.
Kemampuan
komunikasi dan kerjasama adalah dua kompetensi pada individu yang akan berpotensi dalam
membangun jaringan informasi secara kolektif. Modal manusia yang tinggi dalam kegiatan
usaha tani akan meningkatkan interaksi, komunikasi dan jaringan kerjasama sehingga dapat
mempengaruhi modal sosial. Sebaliknya, modal sosial yang kuat akan memperkuat modal
manusia sehingga keduanya mempunyai hubungan timbal balik. Analisis perbedaan keduanya
dapat dilihat pada tabel 7.2.
Tabel 7.2. Proses Komunikasi, Makna Simbolik dan Kompetensi Komunikasi antara
Petani dan BMT
No. URAIAN
CIAMIS
BANTUL
ANALISIS
1
Proses
Menggunakan
ï‚· Bahasa Sunda
ï‚· Bahasa Jawa
Komunikasi
bahasa penutur.
ï‚· Mencari Empati
ï‚· Mencari Empati
Di Ciamis
ï‚· mengucapkan
ï‚· Sudah saling
diseleksi oleh
Alhamdulillah atau
mengenal
kelompok taniterimakasih atau nuhun.
ï‚· Penyeleksian oleh
nya sedangkan
BMT
ï‚· Informan yang menerima
di Bantul
pembiayaan modal usaha
ï‚· Komunikasi
karena saling
pertanian diwajibkan ikut
terbuka,
mengenal jadi
pelatihan.
mendengarkan,
diseleksi oleh
persuasi, dialogis
ï‚· Kriteria seleksi oleh
BMT
kelompok tani
ï‚· Pesan yang
digunakan secara
ï‚· Komunikasi terbuka,
mendengarkan, persuasi,
verbal dan non
fasilitator, dialogis
verbal: qaulan
sadida, qaulan
ï‚· Pesan yang digunakan
baligha, qaulan
secara verbal dan non
karima, qaulan
verbal: qaulan sadida,
layina, qaulan
qaulan baligha, qaulan
ma’rufa, qaulan
karima, qaulan layina,
maysura
qaulan ma’rufa, qaulan
maysura
263
Lanjutan
No. URAIAN
2
Kompetensi
Komunikasi
3
Makna
Simbolik
CIAMIS
Cara mendapatkan
kepercayaan dari BMT, yaitu
: (1) Membuktikan dirinya
petani yang bekerja keras dan
pantang menyerah dan dapat
berempati terhadap petani
lainnya atau sesama anggota
kelompok tani demi
kemajuan kelompok taninya.
(2) Petani harus dapat
membuktikan bahwa ia
terbuka terhadap segala
masukan dan informasi yang
diberikan. (3) Petani juga
mau mengikuti petunjuk dari
BMT, misalnya menjadi
petani jagung, maka petani
akan mengikuti pelatihan
pengelolaan menanam
jagung sehingga menjadi
petani jagung yang
kompeten. (4) Dapat
mempertanggung
jawabkannya dengan jujur
membayarkan bagi hasilnya
kepada BMT.
BANTUL
proses kompetensi
komunikasi berkaitan
langsung dengan
keberhasilan
mendapatkan
pembiayaan usaha
pertaniannya.
Pengelolaan
komunikasi petani
berinteraksi dengan
BMT menyebabkan
berhasil meningkatkan
taraf hidup pribadinya.
Hal ini juga berarti
taraf hidup kelompok
petani menjadi
meningkat juga.
Berhasilnya petani
secara perorang maka
berimplikasi kepada
keberhasilan kelompok
tani-nya juga. Petani
sejahtera maka
kelompok tani-nya
juga sejahtera.
ANALISIS
Petani
kompeten
dalam
berkomunikasi
dapat dilihat
dari
keberhasilannya
mendapatkan
pembiayaan
syariah dan
mengalami
perubahan taraf
hidupnya.
Sambil menggenggam kedua
tangan, dan menggerakgerakan tangan, kalau
berbicara dan menjelaskan
sesuatu sangatlah
bersemangat sehingga perlu
penegasan dengan
menggerak-gerakan kedua
tangannya karena mengikuti
verbalnya.
Sering bersidakep atau
menyilangkan
tangannya di dada,
menunjukan
kewibawaannya
kepada lawan
berbicaranya.
Seringkali meremasremas ataupun
menggenggam kedua
tangannya karena
agak gugup jika
berbicara.
Sama
264
Ikhtisar
Proses komunikasi petani ketika berinteraksi dengan BMT maupun dengan anggota
kelompok taninya di lingkungan tempat tinggalnya ternyata tidak ditemukan perbedaan
penggunaan bahasa verbal diantara proses komunikasi tersebut. Mereka bisa menggunakan
bahasa Indonesia ataupun bahasa Sunda dan bahasa Jawa. Proses komunikasi yang terjadi adalah
komunikasi terbuka, mendengarkan, membujuk/persuasi, fasilitator dan komunikasi dialogis.
Beberapa simbol nonverbal yang dikelola oleh petani dalam memberikan kesan kepada BMT
baik di Ciamis maupun di Bantul dibagi kedalam kelompok : isyarat dan gerakan tubuh,
penampilan, ekspresi wajah. Kebanyakan informan ketika berkomunikasi dengan sesama
anggota kelompok tani ataupun dengan BMT adalah sambil menggenggam kedua tangan, dan
menggerak-gerakan tangan untuk menjelaskan sesuatu sangatlah bersemangat sehingga perlu
penegasan dengan menggerak-gerakan kedua tangannya karena mengikuti verbalnya.
Gerakan tubuh yang biasanya terlihat adalah berjalan dengan cepat dan sigap, bekerja dengan
cepat dan lebih banyak diam. Sesekali menyeka keringat karena bekerja dibawah teriknya sinar
matahari. Para informan umumnya memiliki saung di tengah sawah atau ladangnya. Saung ini
digunakan untuk beristirahat makan siang ataupun shalat. Petani biasanya menggunakan busana
seadanya, tidak rapih seperti orang kantoran. Menggunakan kaos dan celana panjang atau celana
¾ dengan menggunakan topi caping untuk menutupi wajahnya dari sengatan matahari dan
membawa pacul (cangkul).
Sebagai aktor kehidupan, petani dapat mengekspresikan sikap
hidupnya melalui tindakan peminjaman modal di BMT dengan penuh pertimbangan. Mereka
dapat menciptakan nilai sosial tersendiri, misalnya : mereka dapat mengekspresikan peranannya
sebagai aktor di dunia panggung depan (front stage) ketika berhadapan dengan pihak BMT.
Mereka juga dapat memerankan dunia panggung belakang (back stage), ketika mereka bersama
kelompok taninya.
Komunikasi verbal maupun non verbal, petani menampilkan sebuah drama atau cerita di
hadapan orang lain. Mereka sengaja menampilkan diri seperti yang mereka kehendaki. Apa
yang ditampilkan atau dipresentasikan yang ditunjukan oleh petani melalui penampilan dan
perilakunya.
Secara verbal mereka mengekspresikan melalui pembicaraan secara langsung
dengan pihak BMT atau secara tidak langsung melalui kelompok tani. Secara non verbal mereka
mengekspresikan melalui perilaku sehari-hari sebagai pekerja keras.
265
Pada petani di wilayah Bantul pola komunikasi yang dilakukan walaupun berupa
komunikasi dialogis dan adanya diskusi tetapi bentuknya hanyalah tatap muka, bukan dalam
bentuk pelatihan atau pendampingan. Strategi yang disarankan agar setelah petani mendapatkan
pembiayaan syariah maka diberikan pelatihan (mental, teknis, manajerial dan keuangan) serta
pendampingan secara terus menerus. Hal ini seperti yang dilakukan oleh BMT Miftahussalam
yang berada di wilayah Ciamis.
266
BAB VIII
MODAL SOSIAL BAITUL MAAL WATTAMWIL (BMT)
BMT dalam Pembangunan
Pertanian di pedesaan adalah bagian integral dunia usaha yang merupakan kegiatan
ekonomi rakyat yang mempunyai kedudukan, potensi, dan peran yang strategis untuk
mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang berdasarkan demokrasi ekonomi.
Kelangsungan suatu kegiatan usaha perlu didukung oleh permodalan dan sumber daya manusia
yang memadai. Usaha pertanian pada prakteknya seringkali kesulitan dalam mendapatkan
sumber pendanaan, satu dan lain hal karena suku bunga pinjaman yang tinggi dan berdasarkan
analisis kredit khususnya terkait dengan jaminan “dianggap” tidak memenuhi.
Sektor lembaga keuangan syariah yang mengemban misi bisnis (tijarah), sekaligus misi
sosial (tabarru) sudah seyogyanya mampu memberikan kontribusi bagi pengembangan sektor
usaha pertanian dimaksud. Kepentingan usaha pertanian suatu BMT secara cermat mengetahui
kebutuhan nyata yang ada pada usaha pertanian yang bersangkutan. Hal ini penting karena
karakteristik produk pembiayaan yang ada pada lembaga keuangan syariah bervariasi dan
masing-masing hanya menjawab pada kebutuhan tertentu. Adapun beberapa motif dan
kebutuhan yang ada pada nasabah debitur yang dalam hal ini adalah usaha pertanian dan produk
BMT yang sesuai dapat dikategorikan antara lain sebagai berikut: Pertama, usaha pertanian yang
membutuhkan adanya barang modal sebagai sarana dalam proses usaha. Menyikapi adanya hal
ini pihak BMT dapat memberikan pembiayaan berdasarkan akad jual beli, khususnya
pembiayaan murabahah. Murabahah adalah jual beli barang sebesar harga pokok barang
ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati.
Kedua, usaha pertanian dalam tahap pendirian yang membutuhkan modal kerja dan usaha
pertanian yang membutuhkan tambahan modal untuk kepentingan ekspansi usaha. Menyikapi
adanya hal ini pihak lembaga keuangan syariah dapat memberikan pembiayaan berdasarkan akad
bagi hasil berupa pembiayaan mudharabah atau pembiayaan musyarakah. Mudharabah diartikan
sebagai penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib)
untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian menggunakan metode bagi untung
dan rugi (profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing) antara kedua
267
belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya. Adapun musyarakah adalah
penanaman dana dari pemilik dana/modal untuk mencampurkan dana/modal mereka pada suatu
usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang telah disepakati
sebelumnya, sedangkan kerugian ditanggung semua pemilik dana/modal berdasarkan bagian
dana/modal masing-masing. Ketiga, usaha pertanian yang sedang mengalami kesulitan keuangan,
bahkan mungkin harus segera mendapatkan dana segar untuk memenuhi kewajibankewajibannya (liability) kepada pihak ketiga. Lembaga keuangan syariah ketika menemukan
usaha pertanian yang seperti ini adalah tepat ketika memberikan pembiayaan yang bersifat
pinjaman tanpa bunga atau yang dikenal dengan pembiayaan qardh atau pembiayaan qardh alhasan. Pasal 1 angka 11 PBI No. 7/46/PBI/2005, qardh diartikan sebagai pinjam-meminjam
dana tanpa imbalan dengan kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara
sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu. Pembiayaan qardh ini hanya diberikan dalam
keadaan darurat (emergency), atau dapat juga diberikan bagi UKM pada awal pendiriannya, akan
tetapi mempunyai reputasi yang bagus dalam arti kejujuran pengelolanya.
Konsep Islam yang dioperasionalkan di tingkat desa melalui kegiatan BMT pengelolaan
dana sosial (ZIS) ini akan memberikan dampak pada kehidupan sosial ekonomi komunitas.
Bagian lain dari BMT adalah Baitul Tamwil (bagian pembiayaan). Konsep baitul tamwil
pembiayaan dilakukan dengan konsep syariah (bagi hasil). Konsep bagi hasil untuk sebagian
besar rakyat Indonesia merupakan konsep ‘lama’ dan sudah menjadi bagian dari proses
pertukaran aktivitas ekonomi terutama di perdesaan.
Kelebihan konsep bagi hasil ini adalah adanya profit and loss sharing (bagi hasil/rugi) jika
dana yang diserahkan ke pengelola BMT digunakan untuk investasi ekonomi. Konsep ini
menyebabkan kedua pihak (pengelola BMT dan peminjam saling melakukan kontrol). Dan
pengelola dituntut untuk menghasilkan profit bagi penabung dan pemodal.
Hubungannya
mengatasi masalah kemiskinan, BMT memiliki kelebihan konsep pinjaman kebijakan (qardhul
hasan) yang diambil dari dana sosial. Adanya model pinjaman ini maka BMT tidak memiliki
resiko kerugian dari kredit macet yang dialokasikan untuk masyarakat paling miskin. Sesuai
dengan
konsep
pemberdayaan
maka
aktivitas
sosial
(non
profit
oriented)
seperti
pengorganisasian dan penguatan kelompok di tingkat komunitas (jamaah) menjadi langkah awal
sebelum masuk pada aktivitas yang mendatangkan profit (seperti pinjaman/pembiayaan).
268
Dua keutamaan inilah yang membuat BMT menjadi sebuah institusi yang paling cocok
dalam mengatasi permasalahan kemiskinan yang dialami sebagian besar rakyat Indonesia
(terutama di daerah perdesaan) dewasa ini. Dua sisi pengelolaan dana (Baitul Maal dan Baitul
Tamwil) ini seharusnya berjalan seiring, jika salah satu tidak ada maka konsep tersebut menjadi
pincang dan menjadi tidak optimal dalam pencapaian tujuan-tujuanya.
Sesungguhnya, ajaran Islam sangat memperhatikan masalah pertanian. Rasulullah saw
telah membuat pengecualian dalam hal larangan forward transaction kepada sektor pertanian.
Pengecualian inilah yang dalam terminologi fiqh disebut dengan bai' as salam. Bai' as salam
adalah jual beli yang dilakukan, di mana penjual (muslam ilaih) setuju untuk mensuplai sejumlah
barang dengan kualitas dan karakteristik tertentu (muslam fiih) pada tanggal tertentu di masa
yang akan datang kepada pembeli (rabbus salam). Sementara pembeli membayar harga jual
secara penuh (ra'sul maal) saat terjadi transaksi. Biasanya harga yang disepakati lebih rendah
dari harga pasar. Hal tersebut dimaksudkan agar kepentingan pembeli tidak terabaikan.
Tujuan Rasulullah saw membolehkan adanya transaksi semacam ini adalah agar petani
dapat terpenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan modal untuk berproduksi, maupun kebutuhan
untuk kehidupan keluarganya sehari-hari. Setelah munculnya larangan untuk meminjam uang
dengan riba, maka petani otomatis tidak dapat mengambil pinjaman tersebut padahal mereka
sangat membutuhkannya. Rasulullah saw memperbolehkan untuk menjual produknya di muka,
tentu saja dengan sejumlah persyaratan.
Kabupaten Ciamis dan Bantul
Baik di Kabupaten Ciamis dan Bantuk membentuk jaringan dan penguatan BMT yang ada
sebagai bagian dari kegiatan PINBUK Kota/Kabupaten. Pentahapan yang dilakukan bisa seperti
berikut: Tahap Pertama dengan mengembangkan kantor kas BMT. Seperti di Bantul sebagai
pengembangan dari koperasi petani (koptan), di Ciamis pengembangan dari koperasi pesantren.
Selanjutnya mengembangkan BMT Unit Desa menjadi BMT Desa (sudah menjadi milik
komunitas ditandai dengan besaran tabungan yang dihimpun dari anggota atau non anggota).
Kaitannya dengan pengembangan ekonomi daerah dan lembaga keuangan mikro (seperti
BMT) maka hal yang paling penting adalah investasi pada bidang modal manusia. Pentingnya
modal manusia ini disebabkan pada dasarnya hampir semua kegagalan dalam konsep
269
pembangunan disebabkan mismanajemen dan korupsi. Hal ini menunjukkan betapa rendahnya
kualitas SDM Indonesia terutama kualitas spiritualnya. BMT Al Barokah selalu memberikan
pelatihan-pelatihan melalui kelompok tani-nya sebulan sekali. BMT Miftahussalam memberikan
pelatihan penguatan modal manusianya dalam dua minggu sekali ketika melakukan pertemuan
kelompok tani.
Kemampuan kewirausahaan secara individu (berkaitan dengan kemampuan menciptakan,
mereplikasi atau inovasi teknologi) yang masih merupakan bagian dari modal manusia dan
jejaring (modal sosial) diatasi dengan pelatihan-pelatihan baik yang dilakukan oleh BMT-nya
maupun kelompok tani-nya. Adanya investasi di bidang SDM (human capital) ini diharapkan
pembangunan wilayah dapat bertumpu pada kemampuan sumberdaya lokal. Peranan jama’ah
sangat diharapkan dalam penciptaan kondisi yang lebih baik untuk kondisi ummat/generasi yang
akan datang.
Pembentukan Modal Sosial BMT
Perekonomian di desa tergantung pada sumber daya yang ada di desa itu. Sebagian besar
wilayah pedesaan di Indonesia merupakan wilayah agraris maka perekonomian desa di dominasi
oleh sektor pertanian. Pekerjaan bertani juga didukung oleh budaya, adat istiadat dan tradisi
penduduk pedesaan yang sudah berlangsung secara turun menurun yang menjadikan bertani
sebagai sumber penghasilan utamanya. Sektor lain seperti industri dan jasa biasanya sebagai
pelengkap dari sektor pertanian.
Salah satu lembaga pembiayaan yang dapat menjadi solusi permodalan petani adalah
Baitul Maal Wat Tamwil (BMT). Sebagai lembaga pembiayaan (Baitut Tamwil), BMT berfungsi
melakukan kegiatan simpan pinjam dan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi.
BMT secara umum sama dengan lembaga keuangan mikro lainnya, yaitu menyediakan
pembiayaan usaha mikro dengan prosedur ringan dan persyaratan yang mudah dan beroperasi di
wilayah lokal (society local institution). Sumber dana BMT selain dari anggota sendiri juga bisa
berasal dari kalangan perbankan syariah lewat program kemitraan (linkage program), bisa juga
dari PT. Permodalan Nasional Madani (PNM).
BMT sebagai baitut tamwil fungsinya memberikan pembiayaan yang berbasis syariah,
artinya pembiayaan tanpa bunga. Apalagi sejatinya sistem bunga tidak pas diterapkan pada
270
sektor pertanian, karena petani pada waktu-waktu tertentu harus membayar cicilan meski belum
panen. Kandungan nilai spiritual dalam tubuh BMT juga berperan sebagai kontrol pembiayaan
yang cukup efektif.
Sehingga dapat mengurangi moral hazard dan meminimalisasi resiko
pembiayaan macet.
Proses pembentukan BMT dimulai dengan : Pertama, BMT dibangun dengan swadaya
masyarakat. Pendirian BMT dimulai dengan semangat masyarakat untuk membangun lembaga
ekonomi yang dapat membantu sesama mereka yang lebih lemah secara ekonomi dan
menyelamatkan mereka dari jerat rentenir. Para tokoh masyarakat berkumpul dan diberikan
penjelasan dari YINBUK/PINBUK mengenai cara kerja BMT yang mirip dengan kerja bank
syariah.
Lalu dengan kesadaran sendiri, mereka mengumpulkan modal demi memenuhi
persyaratan modal yang ditentukan. Kedua, profesionalisme. Umumnya BMT dikelola dengan
berkiblat kepada bank syariah yang bersifat profesional. Pegawainya digaji dan dibayar sesuai
dengan standar yang berlaku. Ketiga, Ketika BMT mengembangkan produknya, bisa lebih bebas
dari bank. Maksudnya tidak dibatasi aturan ketat tentang kecukupan modal. Keempat, small is
beautiful. Lembaga yang kecil ini bisa menembus segala sudut dan lapisan masyarakat dan
ruang yang ada di sektor publik. BMT tidak memerlukan prosedur berliku dalam melayani
masyarakat.
Para pegawai dan pengurus BMT dilatih dalam sebuah pelatihan yang tidak lebih dari 5-6
hari kerja. Setelah mendapatkan pelatihan, lalu mereka magang selama seminggu di BMT yang
sudah berjalan baik secara operasionalnya.
Apabila dianggap telah siap maka diterjunkan
langsung di BMT-nya sendiri. Pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki diperoleh hanya dari
internal experience. Umumnya alokasi dana pelatihan untuk para pegawai dan pengurus BMT
sangat minim. Para karyawan jarang dikirim untuk pelatihan dan pendidikan. Apabila diberikan
pelatihan keluar, maka biaya yang ditanggung dua kali lipat, yaitu biaya pendidikan/pelatihan
dan biaya yang muncul akibat tidak bekerjanya karyawan sehingga karyawan lain harus lembur.
Padahal pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh untuk meningkatkan keuntungan belum
tentu diperoleh secara langsung. Sumber daya manusia (SDM) di BMT sama seperti di bank
syariah. SDM tersebut memerlukan dua dimensi yang harus dikuasai secara seiring dan sejalan.
Pertama, pengetahuan tentang syariah muamalah dan kedua, ekonomi dan keuangan secara
praktis.
271
Menurut konsep modal sosial dimana kesadaran dan kemauan masyarakat dipandang
sebagai perilaku/aksi kolektif masyarakat, maka terdapat tiga modal social yang harus dipenuhi
bagi pengembangan hubungan antara BMT dengan masyarakat, yaitu kepercayaan dasar,
institusi/kelembagaan dan networking/jejaring. Lebih dari sekedar image, kepercayaan dasar
sangat terkait dengan nilai (value) dan kepercayaan (belief) yang ada di masyarakat terhadap
BMT. Kata kunci nilai-nilai dari BMT adalah syariah, halal dan berkah harus menjadi kunci
atau tagline untuk menciptakan altruism (dalam membela dan berjuang demi keselamatan dunia
dan akhirat).
Sikap altruism muncul maka strategi lain menjadi pelengkap yang semakin
memantapkan. Nilai dan kepercayaan tetap terjaga dan sikap altruism masyarakat bisa terlaksana
dan berkesinambungan, maka modal sosial institusi dan jejaring harus pula dipenuhi dan
responsif dengan perkembangan di masyarakat. Pengembangan modal sosial institusi inilah
yang umumnya banyak dikaji dan dikembangkan baik dalam perspektif sales, marketing dan
customer service.
Prosedur pembiayaan harus disepakati tidak terdapat hal-hal yang bertentangan dengan
ketentuan Syariah. Syarat-syarat yang ditetapkan oleh pihak BMT dalam permohonan
pembiayaan masih dalam batas yang dibolehkan oleh Syariah. BMT melakukan survey ke
nasabah merupakan langkah berjaga-jaga untuk menghindari kelalaian nasabah, sekaligus salah
satu bentuk dan wujud tanggungjawab terhadap amanah yang diberikan para penabung di BMT.
Supaya pihak penabung dan pihak BMT tidak dirugikan karena kelalaian nasabah yang tidak
bertanggungjawab. Ini sesuai dengan firman Allah SWT: "Allah memerintahkan kamu untuk
menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (memerintahkan kamu) apabila
menetapkan hukum diantara manusia, lakukan secara adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi
Maha Melihat." Al Quran Surah al-Nisa' (4): 58
Selanjutnya BMT melakukan rapat penentuan pembiayaan dalam prosedur pembiayaan
yaitu forum musyawarah untuk memutuskan baik permohonan pembiayaan diluluskan atau
tidak. Keputusan yang diambil dalam forum musyawarah yang melibatkan banyak pihak
pengurus BMT akan menghasilkan keputusan yang lebih bisa menjadi pegangan dan dapat
dipertanggungjawabkan. BMT membuat kesepakatan dengan nasabah (termasuk di dalamnya
negosiasi tentang margin keuntungan dan bagi hasil, model pembayaran angsuran, pengikatan
272
jaminan dan sebagainya) menunjukkan bahwa akad pembiayaan antara pihak BMT dan nasabah
pembiayaan dilaksanakan berasaskan kesepakatan dan keridaan antara kedua belah pihak ('an
taradin minkum). Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT Surah Al-Nisa' (4): 29, yaitu: Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan
yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.
BMT membacakan akad pembiayaan yang dihadiri saksi dari kedua belah pihak
mengukuhkan asumsi bahwa akad pembiayaan yang dibuat antara BMT dan nasabah
pembiayaan merupakan hasil kesepakatan dan keridaan dari kedua belah pihak. Tindakan ini
menunjukkan sikap hati-hati BMT terhadap uang simpanan anggota yang merupakan amanah
bagi BMT untuk menginvestasikan secara halal dan menguntungkan. Hal ini akan memberikan
kesadaran bagi pihak nasabah pembiayaan untuk menepati akad yang disepakati, terutama dalam
pembayaran angsuran, karena disaksikan oleh para saksi yang membolehkan nasabah didakwa di
pengadilan jika ia lalai atau mungkir janji. Tindakan pihak BMT ini sesuai dengan firman Allah
SWT: "Dan hendaklah persaksikanlah (akad mu'amalah secara hutang itu) dengan dua orang
saksi dari orang-orang lelaki di antaramu. Jika tidak ada dua orang lelaki, maka harus satu
orang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang
lupa maka seorang lagi mengingatkannya". QS al-Baqarah: 282.
Pihak BMT melakukan kunjungan ke petani, memberikan pembinaan dalam memanaj
keuntungan usaha dengan membaginya untuk membayar angsuran maupun untuk kepentingan
tabungan supaya pengusaha dapat menikmati keuntungan pada masa depan dengan
meningkatnya aset. Hal ini akan mempererat hubungan antara pihak BMT dan petani, karena
model hubungan antara keduanya bukanlah sekedar hubungan si piutang dan si berhutang
dengan batas yang telah ditetapkan undang-undang, tetapi berasaskan nilai-nilai ukhuwwah
islamiyyah yang bersifat alamiah. BMT melakukan pembinaan kepada petani yang mendapatkan
pembiayaan, pihak BMT bisa mendapatkan keuntungan yang diperuntukkan kepadanya jika
petani membayar angsurannya tepat waktu. Kunjungan ini juga menjadikan pihak BMT dapat
mengetahui sebab sebenarnya keterlambatan nasabah membayar angsurannya (jika terlambat
bayar angsuran), seperti keadaan keadaan gagal panen atau musibah gempa bumi. BMT bisa
273
memberikan toleransi yang sewajarnya terkait keterlambatan angsuran. Ini sesuai dengan firman
Allah SWT: "Dan jika ia (orang yang berhutang itu) masih dalam kesukaran, maka berilah
tangguh sampai ia kelapangan/berkemudahan". Surah al-Baqarah (2): 280
BMT juga melakukan dokumentasi pada setiap pembiayaan karena data tersebut dapat
digunakan untuk melakukan pengawasan dan pembinaan petani. Ini sesuai dengan perintah Allah
SWT: "Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bermu'amalah tidak secara tunai (secara
hutang) untuk masa yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya (mencatatkannya). Dan
hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar". Surah al-Baqarah:
282. Kegiatan pencatatan dan dokumentasi ini menjadikan aktivitas hutang piutang menjadi
semakin mudah dipertanggungjawabkan danmudahmengingatnya. Semakin lengkap pencatatan
manajemen pembiayaan semakin baik, karena semakin memudahkan untuk menunaikan amanah
dan mempertanggungjawabkannya.
Prosedur pembiayaan di BMT meliputi kegiatan menjalin ikatan lebih lama dengan
silaturahmi ke kediaman nasabah dan penawaran pembiayaan baru. Pada tahap ini sangat penting
karena hubungan antara BMT dan nasabah pembiayaan bukanlah sekedar hubungan si piutang
dan si berhutang dengan batas yang telah ditetapkan undang-undang, tetapi berasaskan nilai-nilai
ukhuwwah islamiyyah yang bersifat alamiah. Di samping itu, BMT juga sangat berkepentingan
untuk melaksanakan hal ini karena perlu mempunyai banyak nasabah yang mempunyai loyalitas
tinggi, supaya bisa eksis di tengah masyarakat. Para nasabah pembiayaan yang mempunyai
prestasi baik, pihak BMT dapat menawarkan pembiayaan lagi, karena dari sinilah sebenarnya
pihak BMT bisa memperoleh pendapatan yang menguntungkan.
Penentuan margin keuntungan dan bagi hasil dalam kontrak pembiayaan di BMT
ditentukan dengan cara negosiasi antara pihak BMT dan nasabah. Cara penentuan margin
keuntungan seperti ini telah memenuhi syarat-syarat akad pembiayaan. Cara seperti yang
diamalkan BMT ini menyerupai dengan cara Rasulullah SAW melakukan perniagaan. BMT
dalam menentukan harga jual, seperti Rasulullah SAW secara detail menjelaskan berapa harga
belinya, berapa biaya yang telah dikeluarkan untuk setiap komoditas dan berapa keuntungan
wajar yang diinginkan. Cara seperti yang dilakukan oleh Rasulullah SAW ini merupakan salah
satu cara yang sangat tepat dalam menentukan harga jual terhadap barang dengan akad
murabahah (tidak boleh asimetris information). Metode penghitungan margin keuntungan yang
274
dipraktikkan pihak BMT adalah dengan cara menjumlahkan keseluruhan harga total, kemudian
dibagi dalam berapa kali angsuran. Pada praktik akad murabahah oleh BMT, terlihat bahwa
dalam hal penghitungan jumlah
margin keuntungan senantiasa mempertimbangkan jangka
waktu pembiayaan. Semakin lama jangka waktu pembiayaannya, maka semakin besarlah margin
keuntungan yang diminta oleh pihak BMT. Fikih Islam mengeluarkan fatwa jika nasabah gagal
membayar pada waktu yang telah disepakati maka pihak BMT tidak boleh mengenakan denda
atau pembayaran lain atas kelewatan tersebut, karena hal ini sama saja dengan menerapkan
konsep bunga terhadap angsuran tersebut. Kaitannya dengan kejadian kegagalan pembayaran
oleh nasabah baik itu karena mangkir bayar atau penangguhan pembayaran yang memang
terkadang terjadi di BMT. Sikap dan tindakan pihak manajemen BMT Miftahussalam maupun
BMT Al Barokah adalah relatif sama, yaitu dengan pendekatan persuasif dan kekeluargaan.
Sikap dan tindakan ini tentu sangat baik, humanis, manusiawi, dan islami, sesuai firman Allah
dalam QS al-Syura (42): 38. Adanya toleransi waktu kelewatan selama sebulan pada setiap
angsuran sebagaimana tersebut dalam surat akad pembiayaan di BMT menunjukkan sikap ihsan
pihak manajemen BMT terhadap nasabah dan pemahaman yang meluas terhadap makna firman
Allah SWT dalam QS al-Baqarah (2): 280.
Akan tetapi jika terjadinya keingkaran dan
penangguhan pembayaran angsuran ini disebabkan karena sikap lalai para nasabah untuk
membayar angsuran tepat pada waktunya, tentu ini merupakan suatu bentuk kezaliman yang
dilakukan oleh pihak nasabah terhadap pihak BMT. Sikap ini harus dihukum supaya yang
bersangkutan tidak mengulangi tindakannya.
Rasul SAW bersabda, artinya: "Penangguhan
(melalaikan) pembayaran hutang (padahal ia mampu) merupakan suatu bentuk kezaliman yang
bisa dikenakan hukuman dan dicemarkan nama baiknya (semacam diblacklist)".
Tindakan pihak manajemen BMT yang mencoba menyelesaikan kasus kegagalan
pembayaran dengan sistem kekeluargaan (di mana pihak BMT akan mencari solusi dengan
mencari informasi dan kemungkinan-kemungkinan untuk menyelesaikan kewajiban nasabah
dari sumber pendapatan nasabah itu sendiri) menunjukkan bahwa hubungan antara keduanya
bukanlah sekedar hubungan si piutang dan si berhutang dengan batas yang telah ditetapkan
undang-undang, tetapi berasaskan nilai-nilai ukhuwwah islamiyyah yang bersifat alamiah. Hal ini
sesuai dengan firman Allah SWT: "Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara
karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu
275
mendapat rahmat." Terjemahan Surah al-Hujurat (49): 10 Kebijakan yang ditetapkan dua BMT
ini pun tidak bertentangan dengan Syariah karena Allah berfirman: "Wahai orang-orang yang
beriman, penuhilah akad-akadmu" QS al-Maidah (5): 1 : Seseorang yang berjanji, harus
memenuhi janjinya, sesuai firman Allah dalam QS al-Isra' (17): 34.
Akad pembiayaan merupakan suatu bentuk perjanjian antara pihak BMT dan nasabah
pembiayaan. Masing-masing pihak harus menunaikan janjinya masing-masing. Ayat-ayat alQuran tersebut di atas menjelaskan bahwa Allah SWT telah memerintahkan untuk memenuhi
akad yang dibuat dan memenuhi janji yang telah disepakati, karena hal itu akan dimintai
pertanggungjawaban di akhirat kelak. Pengkhianatan terhadap sesuatu kontrak adalah satu
kesalahan yang bisa didakwa. Penunaian suatu perjanjian merupakan kewajiban penting dalam
Islam.
BMT di Ciamis dan Bantul
Petani di kedua daerah baik di Ciamis dan Bantul sama-sama mendirikan BMT atas
kesadaran untuk memudahkan mendapatkan modal pertanian dan terhindar dari jerat hutang
rentenir. Para petani memulai komunikasi dengan BMT melalui kelompok tani-nya. Petani
sebagai aktor kehidupan memiliki konsep diri sebagai pekerja keras dan pantang menyerah
dengan keadaan alam yang berkaitan dengan usaha taninya. Petani berusaha tetap menjaga
kelestarian alam, khususnya tanah yang mereka garap demi kelangsungan usaha pertaniannya.
Sebagai aktor kehidupan, para petani berkomunikasi dengan sesama petani melalui kelompok
tani-nya. Para informan petani berusaha untuk memajukan usaha pertaniannya, yaitu dengan
mengatasi permasalahan permodalan. Petani memiliki kesadaran bahwa dengan memiliki modal,
sehingga akan bisa mengoptimalkan usaha pertaniannya demi mendapatkan hasil panen yang
baik dan optimal. Para petani mengkomunikasikan permasalahan permodalan tersebut dalam
kelompok taninya, dan menghasilkan solusi dengan mengajukan pembiayaan kepada BMT.
Proses pengajuan pembiayaan tersebut dilakukan melalui proses komunikasi/tindakan
komunikasi baik sesama anggota kelompok tani maupun dengan BMT. Proses komunikasi
tersebut dilakukan baik secara verbal maupun non verbal. Apabila petani memiliki kompetensi
komunikasi yang baik, maka BMT yang juga diawasi oleh PINBUK akan mempertimbangkan
dan menyeleksi apakah akan memberikan pembiayaan atau tidak. Apabila kelompok taninya
276
sudah memberikan rekomendasi atau dukungan mengenai karakter dan bentuk usaha
pertaniannya, maka BMT akan memberikan pembiayaan syariah.
Setelah petani mendapatkan pembiayaan, BMT Miftahussalam terus mendampingi
dengan memberikan pelatihan-pelatihan kepada petani. Pelatihan-pelatihan yang dimaksud
adalah pelatihan mental, pengelolaan lahan pertanian (teknis), dan pengelolaan keuangan
(manajemen) dan pemasaran.
Sehingga, selain petani memiliki kemampuan dibidang
pengelolaan pertanian juga mahir dalam mengelola keuangan yang didapat dari hasil panennya
dan mentalnya juga kuat dengan kata lain hati para petani menjadi lebih kuat dan tawakal sesuai
dengan syariah Islam.
Para petani yang mendapatkan pembiayaan syariah dari BMT terlihat memiliki
perubahan taraf hidupnya. Baik di Ciamis maupun di Bantul, para petani yang tergabung dalam
kelompok tani tersebut taraf kehidupannya meningkat. Ada yang berubah dari tempat tinggalnya,
bertambah lahan pertaniannya, bertambah jumlah ternaknya (sapi dan kambing [Ciamis] atau
ikannya[Bantul]), bahkan sampai tingkat pendidikan anak-anaknya yang mencapai perguruan
tinggi (dominan di Ciamis). Jika dilihat dari prestasi, BMT Miftahussalam bahkan mendapatkan
penghargaan Ketahanan Pangan dari Gubernur Jawa Barat berkat usahanya memberikan
pembiayaan dan pembinaan kepada petani nasabahnya. Hal ini memperlihatkan bahwa dengan
adanya kesadaran petani sebagai anggota kelompok tani serta kelompok taninya itu sendiri
memulai dengan mendirikan BMT dan mendapatkan pembiayaan sehingga taraf kehidupannya
berubah menuju yang dicita-citakan, yaitu hidup sejahtera.
Sumber Daya Manusia dan Kepemimpinan
Modal sosial merupakan perwujudan dari masyarakat yang terdiri dari modal manusia
yang memiliki keunikan tersendiri. Individu anggota masyarakat tersebut mengembangkan
hubungan-hubungan dengan berinteraksi dan bertransaksi sosial sehingga membentuk struktur
social. Mangkuprawira (2008) juga mengatakan mengenai pola komunikasi bahwa salah satu
softskill penting adalah melakukan komunikasi antarpersona.
Manusia yang pandai dalam
melakukan komunikasi antarpersona dicirikan oleh kemampuannya dalam mengarahkan,
memotivasi, dan bekerjasama secara efektif dengan orang lain. Selain itu memahami pemikiran
orang lain dengan jelas. Semuanya berbasis pada kesadaran diri, jadi orang seperti itu, sebelum
277
mampu memahami orang lain, seharusnya mampu memahami dirinya, perasaannya,
keyakinannya, nilai pribadinya, sikap, persepsi tentang lingkungan dan motivasi untuk
memperoleh sesuatu yang patut dikerjakannya. Hal demikian membantunya untuk menerima
kenyataan bahwa tiap orang adalah berbeda dalam hal ketrampilan dan kemampuan, keyakinan,
nilai dan keinginannya.
Modal intelektual yang dimaksud di sini adalah karakter manusia syariah dalam diri
petani. Salah satu karakter petani adalah dengan melakukan knowledge sharing, berupa berbagi
pengetahuan ketika diskusi dalam kelompok tani (BMT AL Barokah) maupun pada saat
pelatihan dan pendampingan (BMT Miftahussalam). Karakter yang dimaksud di sini adalah
Tabligh. Petani dalam kesehariannya selalu menerima dan memberikan informasi baik ketika
berdiskusi maupun berbagi saat pelatihan-pelatihan.
Tabligh artinya menyampaikan. Segala firman Allah yang ditujukan oleh manusia,
disampaikan oleh Nabi. Tidak ada yang disembunyikan meski itu menyinggung Nabi. “Supaya
Dia mengetahui, bahwa sesungguhnya rasul-rasul itu telah menyampaikan risalah-risalah
Tuhannya, sedang (sebenarnya) ilmu-Nya meliputi apa yang ada pada mereka, dan Dia
menghitung segala sesuatu satu persatu.” [Al Jin 28]. Allah Swt berfirman : “Hai Rasul
sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, dan jika tidak kamu kerjakan (apa
yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak meyampaikan amanat-Nya” [QS. Al Maidah : 67].
Seorang petani muslim, dari lisannya akan selalu keluar kata-kata yang baik dan terasa
sejuk didengar, kalimatnya berisikan nasehat bila ada yang salah atau keliru dan penghargaan
pada setiap hasil pekerjaan orang lain walaupun hasilnya tidak sepenuhnya sempurna, serta
berani mengatakan yang benar walaupun terasa pahit untuk diterima, sehingga memberi nilai
tabligh atau dakwah kepada lingkungannya dimanapun ia berada.
Karakter intelektual juga dilihat dari keaktivannya dalam berorganisasi. Para informan
petani berafiliasi dalam organisasi keislaman, yaitu Muhamadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU).
Menurut Dawam Rahardjo (NurKholis, 2007) Organisasi massa Muhamadiyah adalah ormas
yang terbuka dan cenderung reformis modernis dan kebanyakan terdapat di Yogyakarta.
Individu yang berada dalam ormas Muhamadiyah ini juga memiliki sifat yang terbuka terhadap
ide-ide baru. Kader-kader Muhamadiyah yang berada di Yogyakarta ini dengan terbuka dan
mudah menerima kehadiran perbankan syariah serta dengan aktif melakukan promosi dan
278
beraktivitas dalam perbankan syariah diantaranya dengan mendirikan BMT-BMT.
Hal ini
seperti yang terjadi di Kabupaten Bantul Yogyakarta. Kader-kader Muhamadiyah inilah yang
mendirikan BMT Al Barokah, begitupula dengan di Kabupaten Ciamis.
Modal emosional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Amanah, yaitu konsep yang
sangat fundamental, bahkan dikatakan bahwa amanah is the soul of religion (amanah adalah
ruhnya agama). Sistem ekonomi syariah dapat berjalan dengan baik jika seluruh pemangku
kepentingan (Stakeholder) ekonomi syariah memiliki sikap dan perilaku amanah. Amanah ini
merupakan faktor penentu datangnya rezeki dari Allah SWT. Rasulullah SWA bersabda :
“Amanah itu akan mendatangkan rezeki dan khianat itu mendatangkan kefakiran”.
Hadist
tersebut mengisyaratkan amanah memiliki korelasi positif dengan kesejahteraan, dan perilaku
khianat memiliki korelasi positif dengan kemiskinan. Pertanggungjawaban memiliki arti bahwa
segala aktivitas manusia akan dimintai pertranggungjawaban oleh Allah SWT. Rasulullah SAW
menyatakan diantara pertanyaan yang akan diajukan oleh Allah SWT pada hari akhir nanti
adalah cara memperoleh harta dan cara memanfaatkannya.
Rasulullah SAW bersabda :
“Tidaklah mantap kedua kaki seseorang pada hari kiamat nanti, sehingga ditanya tentang empat
hal : usianya untuk apa dihabiskan, ilmunya untuk apa dipergunakan, hartanya darimana
didapatkan dan untuk apa dipergunakan, dan jasmaninya untuk apa dipergunakan.
Tawadhu atau rendah hati, karena mereka menyadari bahwa keberhasilan dalam
menghasilkan kebun, mulai dari persiapan, menanam, memelihara, hingga panen, semuanya
merupakan pertolongan Allah Swt. Senantiasa bersyukur kepada Allah atas segala karunia dan
rahmat-Nya dengan cara mengakui dan menyadari bahwa setiap keberhasilan yang diperoleh
berasal dari Allah Swt dan mengoptimalkan karunia dan rahmat-Nya untuk meningkatkan
ketaatan kepada-Nya.
Modal ketabahan dalam penelitian ini adalah at-ta’awwun (saling tolong menolong) dan
at-takaful (saling menanggung beban).
Hal tersebut tercermin dari filosofi profit and loss
sharing, yaitu berbagi keuntungan dan kerugian yang menjadi inti transaksi dalam kegiatan
ekonomi syariah. Allah SWT berfirman dalam QS Al-Maidah : 2 : “……. Tolong menolonglah
kalian dalam kebaikan dan ketakwaan dan janganlah kalian tolong menolong dalam dosa dan
permusuhan…..” Sabar menghadapi ujian dalam kehidupannya; dan Tawakal atas hasil dari
279
setiap aktivitas yang telah diusahakan secara maksimal dengan dilandasi keikhlasan dan disertai
doa, karena ia yakin tidak ada sesuatupun yang dapat terjadi kecuali atas kehendak Allah Swt.
Menepati janji, seperti yang diungkapkan dalam QS. Al Maidah:1 yaitu : “Wahai orangorang yang beriman, penuhilah akad-akadmu” Juga dalam QS. Al Isra:34, yaitu : “Seseorang
yang berjanji, harus memenuhi janjinya”. Akad pembiayaan syariah merupakan suatu bentuk
perjanjian antara pihak BMT dan nasabah pembiayaan. Masing-masing pihak harus memenuhi
janjinya. Petani sebagai nasabah pembiayaan harus menepati janji untuk memenuhi pembayaran
angsuran dari pinjaman modal pada BMT.
Modal moral yang ditunjukan oleh petani dengan menjauhi larangan riba. Petani takut
pada hal-hal yang haram. Petani tidak mau berhubungan dengan bank konvensional karena
menganggap ada unsur riba dalam operasionalnya.Seperti dalam QS. Al-Baqarah : 278-279.
Orang-orang yang beriman diperintahkan untuk meninggalkan segala bentuk riba, meskipun
kecil persentasenya. Allah SWT dan Rasulullah SAW mengajak berperang kepada siapa saja
yang masih menggunakan instrumen riba dalam kegiatan ekonomi, artinya pintu keberkahan dan
keberuntungan ditutup oleh Allah SWT, status haramnya riba adalah bersifat final.
Modal kesehatan adalah kesehatan raga yang dimiliki oleh para petani. Seperti yang
diungkapkan dalam Al Quran Sesungguhnya kami menciptakan manusia dalam bentuk sebaikbaiknya.
Nabi Muhammad Saw bersabda : Sesungguhnya aku (Muhammad) diutus untuk
menyempurnakan ahlak, budi pekerti dan perilaku (HR Ahmad Baihaqi dan Hakim. Manusia
yang memiliki kesehatan yang baik maka akan memiliki jiwa yang baik pula. Petani yang
menjaga kesehatan tubuhnya akan dapat mengolah lahan pertanian dan peternakannya. Jika
petani memiliki tubuh yang sehat maka mentalnya pun akan sehat pula.
Modal manusia dan sosial yang memenuhi kriteria seperti tersebut di atas dimiliki
melalui penerapan konsep dan teknik pendekatan pengembangan manusia yang tepat dan efektif.
Komunikasi yang tepat merupakan salah satu unsur penting dalam pengembangan manusia
mendukung perwujudan modal manusia dan sosial yang berkualitas. Manusia yang berkualitas
memiliki potensi menjadi pemimpin dalam masyarakatnya. Menurut Max Weber (2007) seorang
pemimpin memiliki sifat yang kharismatik. Pemimpin yang kharismatik melihat adanya
hubungan kekuasaan yang sangat asimetris antara pemimpin dan yang dipimpin. Kharisma
dapat melekat pada seseorang pemimpin sebagai akibat adanya persepsi rakyat bahwa
280
pemimpinnya itu mempunyai “suatu sifat dari suatu kepribadian yang berbeda dari orang biasa
dan perlakukan seolah-olah diberkati dengan kekuatan-kekuatan gaib, melebihi manusia biasa,
atau setidak-tidaknya dengan kekuatan-kekuatan atau kecakapan yang luar biasa”.
Menurut ajaran Islam, kepemimpinan dalam jabatan tertentu adalah amanah, yang secara
etimologis berarti jujur dan lurus. Amanah juga dapat disebut sebagai trust. Amanah atau trust
adalah salah satu modal sosial (social capital) amat penting bagi terwujudnya kehidupan sosial.
Modal sosial merupakan sumber daya yang dimiliki seseorang dan didayagunakan untuk
kepentingan membangun jaringan sosial timbal balik yang menguntungkan dirinya maupun
masyarakat. Modal sosial terkait dengan kemampuan individu untuk melakukan relasi-relasi
sosial membawa pada kemajuan.
Kemampuan individu tersebut adalah pemimpin yang
kharismatik dan amanah (trust). Pemimpin harus meneladani sifat Nabi Muhammad, yaitu: (1)
Sidiq, artinya harus dapat menjaga perkataan, sikap dan perilakunya, konsisten, obyektif, selaras
dengan rasa keadilan; (2) Amanah, artinya mampu menjaga kepercayaan termasuk menepati
janji; (3) Tablig, artinya menyampaikan segala sesuatu yang seharusnya kepada rakyat; (4)
Fathonah, artinya memiliki kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual.
Seorang pemimpin harus jujur dan konsisten terhadap perkataan dan perbuatannya.
Amanah berarti pemimpin harus dapat menjaga kepercayaan yang telah diberikan masyarakat
kepadanya. Tabligh berarti pemimpin memiliki modal intelektual selalu sharing pengetahuan
dengan anggotanya. Fathonah berarti pemimpin memiliki kecedasan dan pengalaman dan agamis.
Konsep diri petani syariah dijelaskan pada gambar 8.1.
TERBUKA
AMANAH
TAWADHU
KONSEP DIRI
PETANI
SYARIAH
MENEPATI
JANJI
TAKUT
HARAM RIBA
TABLIGH
SALING
MENOLONG
SEHAT JIWA
DAN RAGA
Gambar 8.1. Konsep Diri Petani Syariah
281
Kepemimpinan di Ciamis
Kepemimpinan di Ciamis dapat dilihat dari orang-perorang yang memiliki sifat
kepemimpinan sebagai petani yang mandiri. Petani mengerjakan dan mengolah lahan pertanian
serta mengelola hasil keuangannya agar bisa maju dan mandiri. Masing-masing selalu memiliki
keinginan untuk berubah dan maju dengan mengikuti segala kegiatan yang diadakan baik oleh
kelompok tani maupun BMT. Kegiatan yang dilakukan oleh BMT bekerjasama dengan
kelompok tani selalu diadakan dua minggu sekali.
Karakter manusianya didasari pada modal manusia, yaitu modal intelektual, modal
emosional, modal ketabahan, modal moral dan modal kesehatan. Masyarakat petani di Cijeunjing
ini mayoritas berpendidikan akhir Sekolah Dasar (SD) dan SMP.
Walaupun tingkat
pendidikannya rendah namun mereka memiliki pengalaman di bidang pertanian. Usia petani
mayoritas masih dalam usia produktif antara 31-70 tahun. Petani belajar pertanian secara turun
temurun dari keluarga dan masyarakat lingkungannya. Jika dianalisa dari modal emosionalnya,
karena budaya guyub dan rutinitas pertemuan kelompok tani yang selalu dilaksanakan maka
kemampuan berinteraksi dengan orang lain sangatlah positif sehingga kemampuan
mengendalikan emosi dan memahami emosi orang lain menjadi terlihat dengan baik. Umumnya
para petani memiliki modal ketabahan. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana petani menghadapi
dampak global warming. Cuaca yang berubah-ubah atau tidak menentunya datangnya hujan
menyebabkan seringnya panen padi menjadi gagal. Petani mencoba tabah dan mencari solusi
bersama kelompok taninya. Solusi yang diberikan baik oleh kelompok tani maupun BMT adalah
dengan cara ganti tanam. Maksudnya : Pada musim penghujan mereka menanam padi, ketika
musim kemarau mereka menanam jagung. Ada juga yang hanya menanam jagung, karena
tanaman jagung tahan hujan dan panas. Hal ini menyebabkan panen selalu berhasil, dan petani
menjadi untung.
Analisa modal moral ini dapat dijelaskan bahwa keseluruhan petani di
kabupaten Cijeunjing ini adalah beragam Islam. Walaupun petani menjalankan ibadah sebagai
seorang muslim, namun BMT Miftahussalam tidak membiarkan menjalankan sendiri. BMT
Miftahussalam juga memberikan pelatihan mental untuk memperdalam dan memperteguh petani
dalam
menjalankan
syariah
Islam.,
terutama
mengenai
tanggung
jawabnya
dalam
mengembalikan hutang piutang, adanya haramnya riba dalam hutang piutang, dll. Sehingga
petani akan merasa bertanggung jawab dan sama-sama memiliki BMT Miftahussalam, dengan
282
begitu petani akan selalu bertanggung jawab dalam mengembalikan pembiayaan dan memajukan
BMT Miftahussalam. Berdasarkan observasi selama penelitian terlihat petani rajin mengerjakan
sawah dan ladang jagungnya serta peternakannya. Hal ini terbukti bahwa petani memiliki modal
kesehatan yang baik.
Sementara bila dilihat dari Figur ketua kelompok tani ini terlihat memiliki kharisma.
Selain beliau (US) sudah berumur (58 tahun) dan masih terus menjadi ketua kelompok tani. Hal
ini karena anggota kelompok tani selalu memilihnya menjadi ketua karena sudah dianggap
dituakan dalam masyarakat, berpengalaman, memiliki banyak jaringan dan banyak memiliki
pengetahuan baik mengenai pertanian maupun agama. Hal ini terbukti karena beliau selalu
berinovasi dalam bidang pertanian, merintis penanaman jagung di daerahnya sehingga berhasil
bertahan karena tanaman jagung bertahan di cuaca hujan dan kemarau. US mengatakan : “Secara
umum sebenarnya agak sulit merubah kebiasaan para anggota kelompok tani saya untuk ikut
menanam jagung, sekitar 50-an orang. Setelah saya menanam jagung sejak tahun 1990-an
sekitar 10 tahunan lebih, baru sedikit demi sedikit ikut menanam jagung. Itu juga karena melihat
penen jagung yang saya hasilkan bagus-bagus terus.”
Beliau aktif di bidang pertanian dan agama. US mengatakan : “sejak kecil saya sudah
bertani, orang tua memang bertani. Sejak tahun 1970-an saya bertani, sudah punya pengalaman
menanam bawang, nanam cabai, padi sampai jagung”. Hal ini juga terlihat dari mushola yang
berdiri di hadapan rumahnya yang sering digunakan baik untuk beribadah maupun tempat
berdiskusi para anggota kelompok tani.
Ketua BMT Miftahussalam DDN sudah sejak tahun 1995 menjadi ketua BMT
Miftahussalam. Dibawah kepemimpinannya BMT mengalami peningkatan. Peningkatan ini
terlihat dari perkembangan laporan keuangan dan asset di bab IV, yaitu : nasabah yang tadinya
berjumlah 1.179 orang di tahun 2006 meningkat menjadi 2.387 orang ditahun 2010. Jumlah
asset di tahun 2006 sejumlah Rp. 591.465.378,48 meningkat menjadi Rp. 2.440.146.172,42. Ideide segarnya dalam memajukan penduduk Cijeunjing khususnya nasabah BMT Miftahussalam
terlihat dari banyaknya pelatihan untuk mempersiapkan petani menjadi petani yang mandiri.
Sehingga tidak mengherankan pada 26 Oktober 2009 dalam rangka memperingati Hari Pangan
Sedunia tingkat Jawa Barat, gubernur Jawa Barat, Ahmad Heriawan, memberikan penghargaan
kepada Yayasan Miftahussalam atas upaya dan peran sertanya membantu mengamankan pangan
283
masyarakat. Penghargaan ini merupakan motivator bagi BMT untuk senantiasa berbuat bagi
masyarakat, penghargaan ini diterima oleh Bp. Dadan Apip Hamdan.
Kepemimpian di Miftahussalam dikaitkan dengan filosofi kepemimpinan Sunda, dapat
dianalisis sebagai berikut : Pertama, Nyantri, BMT ini berada di dalam pesantren maka
pemimpin baik ketua kelompok tani maupun pimpinan BMT selalu tidak lepas dalam kegiatan
pesantren dalam kehidupan sehari-harinya. Hal ini terlihat dari kegiatan peribadatan shalat lima
waktu yang selalu berjamaah di mesjid pesantren, berbaur dan berjamaah dengan umat
Islam/masyarakat di sekitar pesantren, terutama para anggota kelompok tani yang menjadi
nasabah pembiayaan BMT. Modal Spiritual yang dimiliki para pemimpin dan anggota kelompok
tani yang menjadi dasar mereka bertindak amanah dan bertanggung jawab. Amanah dalam
melakukan tugas dan mengelola pembiayaan syariah dan bertanggung jawab terhadap hasil yang
akan didapat. Kedua, Nyakola, Pimpinan BMT menempuh pendidikan S2 dibidang manajemen.
Beliau selalu mengutamakan ide kreatif dan selalu berfikir untuk inovasi-inovasi bagi
pengembangan BMT-nya. Ketiga, Nyunda, Pimpinan BMT setiap pagi dan sore selalu
melakukan silaturahmi ke rumah atau ke sawah beberapa nasabah anggota kelompok taninya,
walaupun sebenarnya sudah sering bertemu dan berbaur di mesjid. Berdasarkan modal
intelektual, maka pemimpin ini selalu melakukan knowledge sharing dengan anggota kelompok
taninya atau ketua BMT dengan para nasabah petani-nya baik yang terjadwal dua minggu sekali
atau seringnya bersilaturahmi mendatangi rumah para anggotanya.
Kepemimpinan US sebagai ketua kelompok tani dapat kita analisis dari unsur Nyantri,
Sejak muda US aktif di organisasi Muhamadiyah dan membantu anak-anak di sekitarnya dengan
membangun mushala dan sekolah madrasah di lingkungan rumahnya. Berdasarkan hal ini dapat
dilihat dari ketokohannya bahwa kecerdasan spiritualnya sangat terasah sejak muda sampai
sekarang.
Petani ini sebagai ketua kelompok tani menjalankan secara amanah dengan
memahami karakter anggota kelompoknya sehingga ia bisa memilih mana anggota yang dapat
diberikan amanah. Pemimpin ini akan mempertanggung jawabkan pilihan dan kepengurusannya
kepada anggota kelompok taninya dan BMT. Nyakola, Petani ini memang bukan lulusan S1,
namun sudah memiliki pengalaman dari beberapa studi banding Negara-negara dan daerah lain
ke daerah Cijeunjing Ciamis. Misalnya, dari Thailand dan Jakarta. Petani ini mengambil
hikmah dan pelajaran dari beberapa pengalaman hidup terus sehingga sekarangpun beliau
284
memutuskan untuk menanam Jagung daripada Padi, karena Jagung bisa tahan di segala cuaca.
Hal ini diputuskan secara logis dan diikuti oleh anggota kelompok tani-nya untuk menanam
jagung. Nyunda, Sosok US sejak muda sudah aktif di organisasi kepemudaan dan Muhamadiyah
sehingga beliau sudah berbaur dengan masyarakat dan sangat mengenal karakter masyarakat di
sekitarnya. Beliau sangat low profil. Hal ini juga terlihat dari kepemimpinan beliau yang belum
diganti-ganti sebagai ketua kelompok tani. Beliau sangat menyatu dengan masyarakatnya dan
masyarakat segan dengan beliau.
Kepemimpinan di Bantul
Modal manusia di kabupaten Bantul terlihat dari tingkat pendidikan akhir petani
umumnya tingkat sekolah dasar (SD) dan SMP dan sebagian besar pada usia produktif, yaitu
antara 31-70 tahun. Walaupun tingkat pendidikannya rendah namun para petani memiliki
pengalaman di bidang pertanian.
Kelompok tani juga sebulan sekali melakukan pelatihan
mengenai pertanian bagi anggota kelompok tani-nya. Namun BMT tidak pernah melakukan
edukasi kepada para nasabahnya. Analisa dari sisi modal emosionalnya, masyarakat petani
kabupaten Bantul ini memiliki kemampuan mengelola emosi dan memahami emosi orang lain.
Walaupun interaksi diantara sesamanya masih kurang positif, namun interaksi dengan BMT
masih terlihat tidak sepenuhnya berani berinteraksi dengan BMT, terkadang sungkan. Hal ini
disebabkan hubungan yang kurang dekat dan kurang memiliki antara petani dengan BMT. Petani
nasabah akan dating dengan senang hati ketika pertemuan Rapat Anggota Tahunan (RAT)
karena ada hadiah atau doorprize-nya bukan karena kesadarannya sendiri.
Modal ketabahan dapat dilihat dari sikap pasrah para petani dengan pengerjaan dan hasil
sawahnya atau ternak-nya. Inovasi dari para petani tidak terlihat selama observasi. Petani hanya
melaksanakan dan mengerjakan lahan sawah apa adanya dengan kondisi dan situasi apa adanya.
Keseluruhan petani nasabah BMT Al Barokah ini beragama Islam. Petani menjalankan ibadah
agamanya sesuai dengan pemahamannya terhadap Islam. Islam yang dipahami petani adalah
Islam dalam aliran Muhamadiyah yang telah masuk ke daerah Bantul sejak tahun 1928.
Sehingga seluruh petani menjalankan agama Islam dengan aliran Muhamadiyah ini yang juga
mayoritas aliran di Daerah Istimewa Yogyakarta. Selama observasi di daerah penelitian ini para
petani terlihat semangat dalam mengolah lahan pertanian dan peternakannya. Walaupun usia
285
petani ini ada yang tua, atau wanita, namun mereka tetap semangat dari pagi sudah mengurusi
lahan pertanian dan peternakannya. Hal ini membuktikan bahwa petani memiliki modal
kesehatan yang baik.
Kepemimpinan di daerah ini terlihat dalam diri DJ (74th) yang sudah berkecimpung
dalam pertanian sejak tahun 1970. Beliau mendirikan kelompok tani dan koperasi petani juga
ditahun 1970-an walaupun belum berjalan dengan maksimal. Pada tahun 1999 bekerja sama
dengan PINBUK DIY Yogyakarta mendirikan koperasi pertanian syariah yang akhirnya
mendapatkan badan hukum sebagai BMT Al Barokah. Beliaulah yang berhasil mendirikan BMT
al Barokah yang telah berjalan hingga kini. DJ telah menekuni bidang pertanian sejak lama
karena itu beliau mahir dibidang pertanian. Hal ini terbukti dari banyaknya pelatihan-pelatihan
yang dia lakukan bagi kelompok tani-nya, baik dilakukan secara individu maupun bekerjasama
dengan dinas terkait (Dinas Pertanian dan Peternakan, PINBUK, Koperasi, dll). Beliau juga
merintis kembali penanaman padi organik, yaitu menyatukan hasil peternakan dengan pertanian.
Maksudnya, Beliau mengelola peternakan sapi dan kambing, kotorannya dibuat pupuk untuk
menanami sawahnya. Sedangkan jerami hasil sawah diperuntukan pangan ternaknya. Walaupun
dirinya sedikit kecewa dengan banyaknya anggota kelompok tani yang tidak mengikuti caranya,
mereka lebih banyak yang memilih menggunakan pupuk kimia (urea) karena lebih mudah.
Dj yang juga aktivis muhamadiyah dan dianggap sebagai tokoh di daerah DIY
Yogyakarta sangat konsisten dalam menjalankan agamanya. Menurut Dj : “sejak tahun 1928
sudah masuk gerakan muhamadiyah dan dari pola fikir orang muhamadiyah diharapkan dengan
adanya BMT akan bisa lebih diterima”. Beliau sejak lama berfikir mengenai larangan riba dan
keinginan mendirikan koperasi yang operasionalnya tidak bertentangan dengan agama Islam.
Karena itu ketika PINBUK menawarkan operasional syariah maka beliau langsung menyambut
dan berdiskusi untuk mendirikan BMT yang membantu petani dalam hal permodalan.
Permasalahannya adalah SDM yang mengelola BMT tersebut, karena beliau merasa sudah tua
dan tidak bisa terus menerus mengelola BMT. Beliau berkeinginan hanya sekedar mengawasi
operasional BMT tersebut agar selalu konsisten dalam menjalankan operasional secara syariah.
Beliau menjelaskan : “Dalam rangka mencoba menerapkan system syariah di dalam
pengelolaan koperasi ini maka kita bentuk system dengan pola BMT ini, konon untuk di Bantul
ini yang pertama kali ada koperasi/BMT dengan usaha pertanian. Bahkan akhir tahun 2008,
286
Mbak SK (ketua BMT) ditugaskan oleh PINBUK harus sampai ke Jakarta sebagai perwakilan
BMT dengan usaha pertanian untuk berkumpul bersama-sama hamper 600-an tokoh BMT
bertemu dengan SBY. Sekarang ini, khusus di desa Blawong ini setiap Sabtu legi selapan hari
mengadakan kumpul bareng kelompok-kelompok tani, biasanya jam 10.00-12.00 Wib.
Pertemuan ini biasanya membicarakan mengenai masalah yang rutin dan mendesak, kalau tidak
ada maka diisi oleh para penyuluh pertanian. Kumpul-kumpul ini selalu dipimpin oleh Dj selaku
ketua kelompok tani. Kepemimpinan beliau ini jika dianalisa juga didasari oleh kepemimpinan
kharisma. Hal ini didasari oleh kompetensi beliau baik dibidang pertanian maupun dibidang
ekonomi syariah. Berdasarkan kompetensi dan pengalaman inilah, sampai sekarang masing
ditunjuk menjadi ketua kelompok tani.
Kepemimpinan BMT Al Barokah saat ini dipimpin oleh seorang perempuan (SK/38
tahun) walaupun lulusan Sarjana Ekonomi jurusan studi pembangunan UII, namun sejak
bergabungnya di BMT Al Barokah menjadi maju dan mulai meningkat asetnya.
Beliau
menerapkan SOP pelaksanaan operasional BMT sesuai petunjuk PINBUK, namun pada
prakteknya dilaksanakan dengan system kekeluargaan. Jika teman-teman di BMT tidak bisa atau
ada kerjaan yang banyak/lembur maka akan dibantu bersama, menugaskan semua staf di BMT
sebagai tim marketing dari BMT. Idenya untuk mengembangkan BMT bukan hanya sebagai
lembaga simpan pinjam tetapi sebagai Unit Sektor Riil (USR) yaitu unit yang melakukan jual
beli. USR bukan hanya menjual pupuk, pestisida tetapi juga saprotan yang dibutuhkan anggota
kelompok tani dan nasabah dari BMT al Barokah. Sejak kepemimpinan SK ini juga mengalami
peningkatan baik di bidang asset maupun nasabahnya, seperti : nasabahnya sebanyak 258 orang
di tahun 2003 meningkat di tahun 2010 menjadi 1.032. Asetnya juga meningkat dari 128.647.355
di tahun 2003 menjadi berjumlah Rp. 1.066.620.487 di tahun 2010.
Al Qur’an tidak menjelaskan bahwa seorang perempuan tidak boleh menjadi pemimpin.
Al Qur’an hanya melarang mengangkat pemimpin seseorang yang tidak jelas agamanya, tidak
jelas akidahnya dan tidak jelas identitas keyakinannya. Namun kepemimpinan perempuan masih
banyak diperdebatkan orang.
Apalagi di daerah yang fanatik agamanya seperti Bantul,
kemungkinan akan terjadi resistensi. Namun, pada kepemimpinan SK di BMT Al Barokah ini
bukan dipilih secara aklamasi tetapi berdasarkan seleksi yang dilakukan oleh PINBUK
Yogyakarta membantu BMT Al Barokah untuk mencai SDM yang dapat mengelola BMT. Hasil
287
yang didapat dari beberapa criteria yang ditentukan oleh PINBUK Yogyakarta mengenai seorang
pemimpin, maka dipilihlah SK yang memenuhi kriteria tersebut. Pilihan pemimpin BMT yang
ditentukan PINBUK ini juga didukung oleh tokoh masyarakat yang ada di desa Blawong
kecamatan Imogiri ini. Penerimanaan SK sebagai pemimpin, selain dipilih oleh PINBUK dan
didukung oleh tokoh masyarakt Desa Blawong, juga dikarenakan masyarakat trauma dengan
pengelolaan koperasi pertanian yang dulu ada, namun akhirnya bangkrut karena modal yang
dimiliki menjadi berkurang atau menipis. Sehingga SK dapat diterima di tengah masyarakat
Desa Blawong. Sepanjang perjalanan operasional BMT, SK menunjukan keahliannya bahwa
seorang perempuan dapat menjadi pemimpin.
Menurut Vitayala (1998) bahwa perempuan itu
dalam bekerja selalu mengerjakan tugasnya dengan detail, cermat dan teliti. Perempuan dengan
kebiasaannya dalam mengerjakan tugas secara detail, cermat dan teliti maka perempuan biasanya
berhasil dalam mengelola keuangan. Begitu pula dengan SK, pekerjaan yang dilakukannya
selalu cermat, teliti, detail dan rapih sehingga pengelolaan keuangan BMT mengalami
peningkatan walaupun agak lambat. Kelemahannya dari kepemimpinan SK ini adalah pada
kurangnya keberanian untuk melakukan inovasi terhadap produk-produk syariah sebagai wujud
pelayanannya kepada petani. Inovasi terhadap produk dianggapnya kurang siginifikan karena
ditakutkan akan berbeda ataupun melanggar prinsip syariah.
Kelemahannya ini yang
menyebabkan kemajuan yang dialami BMT berjalan dengan lambat ataupun sedikit. Namun,
berdasarkan pengamatan peneliti di lapangan, kelemahannya ini bukan sepenuhnya disebabkan
oleh SK. Setiap SK akan melebarkan sayapnya biasanya terganjal oleh para penasehat BMT
yang mayoritas laki-laki. Misalnya: ketika akan menambah unit sektor riil bukan hanya pupuk
dan pestisida, tetapi juga dengan memasarkan hasil panen, para penasehat tidak setuju, karena
sudah ditangani oleh mereka sendiri yang menerima pembeli yang sudah dating ke sawahnya
masing-masing. Bahkan, usaha penggilingan padi yang dulunya beroperasi sekarang nganggur
karena jasa penggilingan padi sudang langsung ke tengah sawah, petani sudah tidak lagi susahsusah membawa padinya ke tempat penggilingan padi yang dimiliki BMT.
Analisis kepemimpinan berdasarkan filosofi kepemimpinan Jawa, sebagai berikut:
Berdasarkan pengamatan, pada kepemimpinan SK sebagai pimpinan BMT Al Barokah memiliki
sifat sabar, hal ini karena dirinya seorang perempuan.
Walaupun dirinya harus membagi
waktunya antara seorang ibu yang mengantar jemput anaknya sekolah, tetapi tidak mudah
288
mengeluh.
Kedua, dirinya juga memiliki wibawa terhadap bawahannya tetapi tidak
bisa
mengelak atas keputusan dan keinginan Pembina atau penasehat BMT. Ketiga, Beliau juga
mampu menyatu dengan masyarakat dan bawahannya walaupun tidak terlalu sering
bersilaturahmi dengan anggota nasabahnya, karena yang lebih sering bersilaturahmi adalah
bagian marketing. Sistem marketing di BMT tersebut dengan system jemput bola sehingga jelas
bahwa yang dekat dengan anggota nasabahnya adalah bagian marketingnya. Keempat, Ketika
ada masalah, misalnya dateline pelaporan keuangan atau adanya nasabah yang belum bisa
membayar angsuran, maka beliau masih bisa tenang dan percaya kepada bawahannya untuk
dapat mengatasi hal tersebut. SK hanya memberikan saran bahkan membantu mengerjakan
tugas tersebut agar memenuhi deadline yang ditentukan. Kelima, pada kepemimpinannya ini
masih belum berani melakukan ekspansi agar nasabahnya bertambah sehingga dapat membantu
petani lainnya dalam pembiayaan modal syariah. Keenam, SK bisa memberikan semangat bagi
karyawan dan nasabahnya, namun karena sifatnya yang nrimo jadi hanya mengikuti aktivitas
sehari-hari sehingga terkesan monoton. Ketujuh, karena belum mau melakukan ekspansi
pemasaran, atau melakukan inovasi pada produk-produk syariah dan bersikap nrimo maka
operasional BMT berjalan ditempat, tidak cepat berkembang. Kedelapan, Sebagai pemimpin
masih menjadi teladan dan panutan di BMT, karena belum ada orang lain yang bisa memberikan
perubahan di BMT sehingga ke depannya menjadi lebih baik.
Karakteristik Ketua Kelompok Tani, yaitu DJ, jika dilihat dari kepemimpinan kelompok
tani menunjukan sifat-sifat: pertama, sifat teguh dan kuat pada pendirian. Hal ini dapat dilihat
dari perkataan dan perilakunya yang meninggalkan penggunaan pupuk urea dan kembali
menggunakan pupuk kandang. Anggota kelompok tani lainnya belum mau mengikutinya. Hal
ini terlihat bahwa hasil panennya selalu lebih bagus dibandingkan petani lainnya. Setidaknya
ingin memberikan panutan bahwa menyatukan bidang pertanian dengan peternakan adalah esensi
dasar dari pertanian itu sendiri. DJ selain memberikan pengarahan kepada anggota kelompok
tani mengenai pentingnya penggunaan pupuk kandang dan bahayanya penggunaan pupuk urea
pada setiap kesempatan diskusi kelompok tani. Selain dari perkataan dan penjelasannya tersebut
juga dibuktikan dengan perilakunya yang juga konsisten. Kedua, DJ selalu disegani para anggota
kelompok taninya karena memiliki wibawa.
Hal ini karena ketekunannya sebagai petani
sehingga diakui oleh pemerintah dengan beberapa kali mendapatkan penghargaan sebagai petani
289
teladan, baik di tingkat propinsi maupun nasional.
anggotanya yang melanggar aturan.
Beliau juga bersikap tegas terhadap
Seperti: gagalnya operasional koperasi petani yang
mengakibatkan menipisnya modal yang dimiliki. Para pengurus yang terlibat di dalamnya tidak
diikut sertakan lagi dalam pendirian dan kepengurusan BMT Al Barokah. Ketiga, sebagai
seorang petani, maka DJ sampai saat ini diusianya yang semakin menua tetap turun ke sawah.
Apabila turun ke sawah bertemu juga dengan para anggota kelompok tani-nya. Di tengah sawah,
biasanya bisa berdiskusi dengan anggota dan mengetahui segala aspirasi dan kebutuhan
anggotanya. Keempat, DJ selalu bersikap tenang karena sifat kharisma dan kewibawaannya,
tidak bersikap meledak-ledak, sehingga anggotanya selalu percaya dengan apa yang menjadi
keputusannya. Biasanya, Dj mengambil keputusan dengan bermusyawarah dengan para
anggotanya, sehingga keputusan tersebut menjadi keputusan bersama. Kelima, Dj selalu
mendengarkan apa yang disampaikan anggota kelompok tani-nya sehingga masalah yang muncul
menjadi masalah bersama dan diselesaikan secara bersama-sama.
Keenam, ditunjukan DJ
dengan memberikan teladan bagi anggota kelompok taninya terutama dalam mengolah lahan
pertanian, memberikan semangat bahwa apa yang telah dikerjakan akan mendapatkan kebaikan,
memberikan fasilitas pelatihan walaupun tidak terjadwal dengan baik.
Pelatihan tersebut
hanyalah berupa pelatihan teknis mengenai pengelolaan lahan pertanian.
Peranan kepemimpinan menjadi hal yang sentral dalam peningkatan dan pengembangan
modal sosial baik di daerah Ciamis maupun di Bantul. Pemimpin membawa anggota kelompok
taninya berubah meningkatkan taraf hidupnya dengan mendapatkan pembiayaan syariah dari
BMT. Selain menjadi nasabah dan bekerjasama dengan BMT juga meningkatkan produktifitas
pertaniannya sehingga petani bukan hanya terbantu dari segi permodalan tetapi juga mental dan
pengelolaan lahan pertaniannya.
Pemimpin membawa para anggotanya untuk kompak dan
saling menguatkan, percaya dengan kompetensinya sehingga bersama-sama menuju taraf hidup
yang sejahtera dan menjadi petani yang mandiri. Pola Komunikasi Pengembangan Modal Sosial
BMT, dapat di uraikan dalam gambar 8.2.
290
MODAL MANUSIA
(Konsep Diri Petani Syariah)
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
MODAL SOSIAL
MODAL STRUKTURAL
ï‚·
Terbuka
Amanah
Tawadhu
Tabligh
Saling Menolong
Takut Haram Riba
Menepati Janji
Sehat Jiwa dan Raga
PETANI
Komunikator
/Komunikan
ï‚·
ï‚·
Inovasi : padi dan jagung,
jamur, coklat, perikanan,
kambing, dan sapi
Pemasaran offline dan online
Proses : Proses syariah
Organisasi : Organisasi
berkembang menjadi
organisasi menengah
MODAL KEPEMIMPINAN
ï‚· Nyantri : di Lingkungan
Pesantern, Nyakola : Pendidikan
Tinggi, Nyunda : Low Profile,
Penyemangat, menyatu dengan
masyarakat, mendengar
ï‚· Ingarso Sung Tulodo, Ingmadyo
Mangun Karso, Tut Wuri
Handayani
MEDIA
PESAN
Qaulan Sadida
Qaulan Baligha
Qaulan Ma’rufa
Qaulan Karima
Qaulan Layina
Qaulan Maysura
-
Face to face
Diskusi
Pengajian
Pelatihan
Pendampingan
BMT
Komunikator
/Komunikan
TRUST COMMUNICATION
Konstruksi Realitas Sosial
Kesadaran Syariah
ï‚· Motif Spiritual
ï‚· Motif Ekonomi
ï‚· Motif Sosial
Pemberdayaan Masyarakat Sosial
ï‚·
ï‚·
PENGETAHUAN
PEMAHAMAN
Pelatihan:
o Mental
o Teknis
o Manajemen
o Pemasaran
Pendampingan
SIKAP :
SUKA
TIDAK SUKA
TINDAKAN
KEPATUHAN SYARIAH
ADOPSI
KESEJAHTERAAN
Gambar 8.3 Pengembangan Modal Sosial BMT
291
Propisisi :
BMT sebagai modal sosial merujuk pada berfungsinya jaringan, yaitu hubungan antar
individu, saling percaya dan norma yang mengatur jaringan kerjasama. Modal sosial terdiri dari
modal manusia, modal struktural dan modal kepemimpinan. Modal manusia terdiri dari : modal
intelektual, modal emosional, modal ketabahan, modal moral dan modal kesehatan. Modal
manusia ini akan membentuk konsep diri dalam manusia. Konsep diri petani ini terdiri dari :
terbuka, amanah, tabligh, tawadhu, saling tolong menolong, takut pada haramnya riba, menepati
janji dan sehat jiwa dan raga. Modal sosial ini akan membentuk jaringan kerjasama yang
membentuk modal struktural. Modal manusia dan modal struktural akan menimbulkan modal
kepemimpinan. Petani sebagai manusia individu juga memiliki jiwa kepemimpinan. Masingmasing individu sebagai anggota kelompok tani dan masyarakatnya juga membentuk jaringan
yang didalamnya juga ada seorang pimpinan. Pimpinan baik secara individu maupun kelompok
atau organisasi ini disebut sebagai modal kepemimpinan.
Modal struktural pada masyarakat Ciamis terdiri dari inovasi terhadap pengolahan lahan,
berupa budidaya: padi, jagung, coklat, perikanan, sapi, kambing. Inovasi juga terjadi dibidang
pemasaran baik secara offline maupun online. BMT melakukan proses operasionalnya secara
syariah. Organisasi BMT yang awalnya adalah organisasi dari pesantren akhirnya berkembang
menjadi organisasi yang karakteristiknya bagi masyarakat yang memiliki strata menengah ke
bawah. Modal struktural pada masyarakat rural area seperti Bantul belum melakukan inovasi
atau pengembangan baik pada produk syariah maupun pemasaran hasil pertaniannya. Proses
operasional BMT yang berdasarkan syariah tersebut terjadi pada organisasi yang masih kecil,
yaitu berupa koperasi kecil.
Modal kepemimpinan di model etnis Ciamis berdasarkan filosofi sunda terdiri dari
Nyantri : memiliki modal siritual karena besar dan hidup dilingkungan pesantren. Nyakola,
pemimpin yang ada berlatarbelakang pendidikan tinggi dan berpengalaman. Nyunda, pemimpin
yang ada memiliki sifat-sifat sebagai orang sunda, seperti rendah hati (low profil), penyemangat,
dan menyatu dengan masyarakatnya sehingga selalu mendengarkan aspirasi masyarakatnya.
Modal kepemimpinan pada model etnis Jawa mengikuti filosofi Jawa, yaitu tanah : teguh
pendirian, api : disegani, angin : Merakyat maksudnya mendengarkan aspirasi, air : tenang,
angkasa : bijaksana, bulan : penyemangat, matahari : pemberi energi, bintang : menjadi teladan
292
di masyarakatnya. Ingarso Sung Tulodo (menjadi Teladan), Ing Madyo Mangun Karso
(penyemangat), Tut Wuri Handayani (Motivator).
Interaksi antara BMT dan petani melibatkan komunikasi dialogis dan konvergen.
Komunikasi ini menggunakan komunikasi yang dapat dipercaya (trust communication). Ketika
petani sebagai anggota kelompok tani didasari oleh motif sosial-nya maka petani akan
mendapatkan dukungan dan solidaritas dari sesama anggota kelompok tani. Petani sebagai
Mahluk Religi didasari oleh motif Spiritual, karena itu petani akan mengutamakan pelaksanaan
BMT dengan mematuhi ketentuan syariah (syariah compliance-nya). Petani sebagai nasabah dari
BMT didasari oleh motif ekonomi. Ketiga hal tersebut mendasari petani agar mendapatkan
pembiayaan syariah dari BMT. Ketika petani sudah mendapatkan pembiayaan syariah, maka
pihak BMT harus melakukan pendampingan dan memberikan pelatihan kepada para nasabah
petani yang mendapatkan pembiayaan tersebut. Pelatihan dan pendampingan tersebut berupa :
mental, teknis dan manajemen. Apabila hal ini dilakukan maka akan terjadi perubahan dalam
diri petani sebagai individu.
komunikasi.
Perubahan ini akan terwujud apabila ia melakukan tindakan
Tindakan komunikasi ini terutama berupa komunikasi interpersonal melalui
komunikasi verbal dan nonverbal yang mengutamakan kompetensi komunikasi.
Tindakan
komunikasi yang kompeten ini akan mempengaruhi perubahan sosial. Perubahan sosial yang
meningkat akan mempengaruhi kesejahteraan hidup masyarakat. Hal ini dilakukan oleh BMT di
wilayah suburban area sehingga kesejahteraan yang dicapai menjadi maksimal. Hal ini terjadi
perbedaan pada BMT di wilayah Bantul, yang tidak melakukan pelatihan dan pendampingan
sehingga kesejahteraan yang didapat tidak maksimal
Petani yang mengajukan pembiayaan modal ke BMT maka terjadi interaksi, jaringan
komunikasi dan informasi antar individu terutama adanya peran pemimpin dalam kelompok
taninya maka dengan sendirinya akan melakukan kerjasama dengan pihak lain (BMT) melalui
hubungan sosial dan jaringan informasi. Proses komunikasi ini ditentukan oleh kemampuan
modal manusia yang dalam hal ini adalah konsep diri petani dan kompetensi komunikasinya, hal
ini sebagai proses mental dalam pengambilan keputusan untuk mengajukan dan mendapatkan
pembiayaan syariah di BMT. Pada konsep modal manusia (human capital) yang meliputi
konsep diri petani, memandang manusia sebagai individu yang otonom.
Kemampuan
komunikasi dan kerjasama adalah dua kompetensi pada individu yang akan berpotensi dalam
293
membangun jaringan informasi secara kolektif. Modal manusia yang tinggi dalam kegiatan
usaha tani akan meningkatkan interaksi, komunikasi dan jaringan kerjasama sehingga dapat
mempengaruhi modal sosial. Sebaliknya, modal sosial yang kuat akan memperkuat modal
manusia sehingga keduanya mempunyai hubungan timbal balik. Modal sosial yang merujuk pada
organisasi sosial dan ekonomi, mengharapkan adanya kerjasama, rasa saling percaya dan
kepatuhan terhadap aturan dalam kerjasama. Kerjasama antara individu dalam kelompok taninya difasilitasi dengan peran pemimpin maupun dengan lembaga lainnya dalam kegiatan usaha
tani adalah melalui jejaring.
Proses komunikasi yang terjadi pada petani adalah melalui komunikasi interpersonal, yaitu
komunikasi dialogis, diskusi kelompok dalam kelompok tani, melalui brosur-brosur, hubungan
sosial dan kerjasama. Pesan yang disampaikan Petani didasari oleh pesan-pesan yang berbentuk
qaulan sadida, qaulan baligha, qaulan ma’rufa, qaulan karima, kaulan layina dan qaulan
maysura. Baik Kata-kata verbal maupun nonverbal dalam pesan berdasarkan prinsip syariah
yang ada dalam Al Quran dan Hadist sehingga verbal dan non verbal yang disampaikan petani
akan dapat dipahami oleh BMT dan komunikasinya akan menyentuh hati BMT. Petani ketika
menyampaikan pesan dengan menggunakan media, yaitu face to face, diskusi dan pengajian.
Modal sosial berperan sebagai perekat yang mengikat semua orang dalam suatu jaringan
kerjasama yang saling menguntungkan. Hal ini dapat memperkuat hubungan antar individu,
kelompok dan lembaga, dan kerjasama dalam pertukaran informasi menunjukan bahwa modal
sosial berada dalam struktur relasi dan jaringan. Hubungan antara modal manusia dengan modal
sosial dapat dicermati bahwa elemen-elemen konsep diri petani membentuk kepribadian individu
adalah bekerja melalui modal sosial atau bekerja dalam ranah sosiologis. Sebaliknya, bahwa
elemen modal sosial seperti saling percaya dan norma juga bekerja pada ranah sosiologis. Hal
ini membuktikan bahwa antara modal sosial dan modal manusia mempunyai hubungan yang
komplementer.
Sumber informasi utama bagi petani adalah sesama petani, pemimpinnya dan/atau
kelompok tani, tetangga kebun/sawah, tetangga rumah, petani berhasil, kios sarana produksi,
tokoh masyarakat, PINBUK, BMT, Puskopsyah, dinas pertanian, dinas koperasi dan sumber lain
yang diyakini petani memiliki informasi yang dapat dipercaya. Media komunikasi interpersonal
adalah media yang paling dominan digunakan petani dalam melakukan komunikasi dan
294
mengakses informasi yang dibutuhkan. Struktur sosial lokal etnik Sunda maupun Jawa dalam
komunitas masyarakat adat dan agamis (Islam) masih memperlihatkan bahwa hubungan
kekerabatan dalam kesukuan yang merupakan bentuk dari modal sosial juga, mempengaruhi
keputusan petani dalam mengajukan pembiayaan modal ke BMT yang beroperasional secara
syariah. Petani yang telah menerima diri sendiri dan memiliki hubungan yang positif dengan
orang lain, dapat mandiri, menguasai lingkungan hidup, memiliki tujuan hidup dan pribadinya
berkembang dan mengalami perubahan kearah produktif dan inovatif. Masyarakatnya juga
mengalami perubahan kearah kesejahteraan sosial, yang cirinya petani anggota masyarakatnya
dapat mengalami aktualisasi diri, terjadi koherensi dan integrasi sosial dalam masyarakat. Hal
ini merupakan modal utama dari perwujudan modal sosial.
Proses komunikasi dianalisis perbedaan berdasarkan BMT Al Barokah (rural area) dan
BMT Miftahussalam (sub urban area) yang dapat dilihat pada Tabel 8.1.
Tabel 8.1. Analisis Proses Komunikasi dalam Interaksi Petani dan Pihak BMT
PELAKU
Petani
BMT
Tokoh
Masyarakat
BMT MIFTAHUSSALAM
Proses Komunikasi Penerapan BMT
Dialogis : Rutinitas Pelatihan
silaturahmi dan
sebulan sekali :
berdiskusi dengan
manajemen
anggota kelompok
keuangan,
tani serta pengurus pengelolaan
BMT. Nilai Syariah keuangan,
didapat melalui
pemasaran, dan
diskusi kelompok
mental
tani dua minggu
Seminggu sekali
sekali, pelatihan
melakukan
dan pengajian
pendampingan
sebulan sekali,
pendampingan dari
BMT yang datang
seminggu sekali
Diskusi kelompok Diberlakukan
dan silaturahmi saat kepada
semua
jemput bola
nasabah
Mendukung dengan Meminta
ikut berdiskusi dan pertimbangan
memotivasi, tempat dan konsultasi
konsultasi
BMT AL BAROKAH
Proses Komunikasi Penerapan BMT
Dialogis : rutinitas
Berkomunikasi
melakukan diskusi
saat menabung
dengan kelompok
atau membayar
tani dan BMT
angsuran saja.
Nilai Syariah
Pertemuan saat
didapat dari
RAT setahun
pengajian bulanan
sekali
di mesjid.
Pelatihan
teknis
dari dinas pertanian
Dialogis
:
silaturahmi
saat
jemput bola
Mendukung dengan
ikut berdiskusi dan
memotivasi, tempat
konsultasi
Diberlakukan
kepada semua
nasabah
Meminta
pertimbangan
dan konsultasi
295
Lanjutan
PELAKU
PINBUK
BMT MIFTAHUSSALAM
Proses Komunikasi Penerapan BMT
Dialogis
saat Sebulan sekali :
melakukan
koordinasi,
pembinaan
dan konsultasi,
pengawasan,
pelatihan dan
tempat konsultasi
pembinaan
BMT AL BAROKAH
Proses Komunikasi Penerapan BMT
Dialogis
saat Koordinasi,
melakukan
konsultasi dan
pembinaan
dan menerima
pengawasan,
pelatihan dan
tempat konsultasi
pembinaan
Proses komunikasi yang dilakukan oleh petani di BMT Miftahussalan Ciamis adalah
komunikasi dialogis. Komunikasi dilakukan secara rutinitas dengan silaturahmi dan berdiskusi
diantara anggota kelompok petani serta pengurus BMT. Petani mendapatkan nilai-nilai syariah
melalui diskusi kelompok yang dilakukan dwi mingguan, pelatihan dan pengajian sebulan sekali
serta pendampingan dari BMT yang datang bersilaturahmi ke rumah-rumah atau lahan pertanian
petani yang dilakukan seminggu sekali. Tokoh masyarakat yang ada di Ciamis melakukan
komunikasi dengan ikut berdiskusi dan memotivasi para petani untuk maju serta sebagai tempat
berkonsultasi. Hal ini sebagai wujud dukungan kepada para petani dan BMT. Pihak PINBUK
juga selalu melakukan komunikasi dalam bentuk komunikasi dialogis saat melakukan pembinaan
baik untuk para petani maupun BMT. PINBUK juga melakukan fungsi sebagai pengawas dan
tempat konsultasi BMT.
Proses komunikasi yang dilakukan oleh petani di BMT Al barokah dilakukan secara
dialogis dalam bentuk diskusi dengan kelompok tani dan BMT namun pelaksanaannya tidak
terjadwal dengan baik. BMT hanya melakukan pertamuan selama 4 bulan sekali dan pada saat
Rapat Anggota Tahunan. Petani mendapatkan nilai-nilai syariah dari pengajian yang dilakukan
masyarakat dan pelatihan teknis dari dinas pertanian dan koperasi serta pertemuan dengan BMT.
Tokoh masyarakat dan PINBUK sebagai tempat konsultasi BMT. Selain itu PINBUK
juga memiliki fungsi sebagai pengawas dan pembinaan baik untuk para petani maupun BMT.
Selanjutnya analisis faktor lingkungan berdasarkan perbedaan dari BMT Miftahussalam dan
BMT Al Barokah yang dijelaskan pada Tabel 8.2.
296
Tabel 8.2. Analisis Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Interaksi Petani dengan BMT
PELAKU
BMT
Petani
Tokoh
Masyarakat
PINBUK
BMT MIFTAHUSSALAM
Lingkungan
Penerapan BMT
Pemimpin memiliki Memperkecil
modal intelektual:
gerak
rentenir
sharing knowledge, dalam
inovasi. Rentenir :
masyarakat
musuh terbesar
Nilai di pesantren:
Operasional
Riba haram.
BMT
secara
Leadership : Sering syariah
(tetap
diskusi dan sharing, mematuhi
teladan, mendorong shariah
sama-sama maju
complience).
Nyakola :
Masih tetap
pengalaman,
menggunakan
Nyantri: agamis,
peranan
Nyunda: menyatu
pemimpin
dengan masyarakat sebagai
Kearifan Lokal:
gatekeeper
Budaya malu
dalam
minjam uang,
penyaluran dan
sebelum ada BMT, pengawasan
tidak maju karena
pembiayaan
tidak ada modal.
syariah dalam
Pemilikan lahan
kelompok tani.
500 m - 1 hektar.
Membantu
Diajak
memajukan BMT
berpartisipasi
dalam diskusi dan
pengajian di
masyarakat
Didirikan
untuk Konsultasi dalam
pengembangan dan pengembangan
pengawasan BMT
produk
dan
pemasaran serta
pengembangan
SDM
BMT AL BAROKAH
Lingkungan
Penerapan BMT
Pemimpin lebih
Memperkecil
bersikap tut wuri
gerak
rentenir
handayani, belum
dalam
berani melakukan
masyarakat
inovasi
Nilai: aktif di
Menjaga
Muhamadiyah,
operasional BMT
yakin riba haram
secara syariah
Leadership :
(tetap mematuhi
Amanah, kharisma, shariah
menyatu dengan
complience).
masyarakat,
Masih
tetap
bersikap ingarso
menggunakan
sung tulodo, ing
peranan
madyo mangun
pemimpin
karso. Tut wuri
sebagai
handayani
gatekeeper dalam
Kearifan Lokal:
penyaluran dan
dengan meminjam
pengawasan
modal akan teratasi pembiayaan
segala permasalah
syariah
dalam
Sumber Daya: rata- kelompok tani.
rata memiliki lahan
500m-1 hektar
Dijadikan tokoh
Apabila tokoh
teladan sehingga
masyarakat jadi
disegani dan ditiru
nasabah BMT
masyarakat
maka masyarakat
juga akan ikut
Ikut
mendirikan Konsultasi dan
dan pengembangan hanya
ikut
BMT
program
PINBUK
Modal pemimpin di BMT Miftahussalam Ciamis memiliki modal intelektual yang
diwujudkan dengan berbagi pengalaman (sharing knowledge), melakukan pengembangan
(inovasi) baik pada produk syariahnya maupun pemasaran hasil pertanian untuk membantu para
petani. Faktor lingkungan yang paling menunjang keberhasilan BMT adalah dengan menjadikan
297
rentenir sebagai musuh bersama. Petani menganggap rentenir sebagai musuh terbesar sehingga
tidak berhubungan dan meminjam modal kepada para rentenir. BMT melakukan beberapa
tindakan untuk memperkecil gerakan rentenir dalam masyarakat. Misalnya: Selalu melakukan
pendampingan kepada para petani dan membuat proses operasional BMT senyaman mungkin
sehingga ketika petani membutuhkan pembiayaan modal menjadi nyaman.
Modal pemimpin dalam kelompok tani di Ciamis memiliki nilai pengalaman, agamis dan
menyatu dengan masyarakat. Pemimpin sering berbagi pengalaman dengan anggota kelompok
tani, jadi teladan bagi masyarakatnya dan ikut mendorong para petani untuk sama-sama maju
melalui keikutsertaannya mendapatkan pembiayaan syariah dari BMT. Pada budaya sunda ada
kearifan lokal, yaitu budaya malu untuk meminjam uang pada orang lain, sehingga sebelum ada
BMT, petani tidak maju karena tidak memiliki modal.
BMT Miftahussalam berusaha melakukan operasionalnya sesuai syariah (syariah
complience). BMT menyalurkan pembiayaan syariah dan pengawasan pengembalian
pinjamannya dengan bantuan peranan pimpinan kelompok tani sebagai gatekeeper. BMT juga
mengajak tokoh masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam proses diskusi dan pengawasan
operasional BMT secara syariah. PINBUK berpengaruh pada operasional BMT karena sebagai
tempat konsultasi, pembinaan dalam pengembangan produk syariah dan pengembangan SDM.
Pemimpin yang ada dalam BMT Al Barokah Bantul memiliki nilai islami karena aktif di
Muhamadiyah sehingga sangat yakin akan haramnya riba. Pemimpin BMT memiliki sifat
amanah, kharisma, menyatu dengan masyarakat, bersikap ingarso sung tulodo (Selalu menjadi
teladan ketika memimpin di depan), ing madyo mangun karso (menjadi motivator/penyemangat
ketika berada di tengah-tengah masyarakat) dan tut wuri handayani (menjadi pendorong bagi
kemajuan anggotanya). PINBUK di Bantul ikut mendirikan dan mengembangkan BMT Al
Barokah. Analisis perbedaan dilihat dari faktor internal dijelaskan di Tabel 8.3.
298
Tabel 8.3. Analisis Faktor Internal Petani di Ciamis dan Bantul
PELAKU
BMT MIFTAHUSSALAM
Internal
Penerapan BMT
Motif : spiritual,
Kriteria
ekonomi, sosial
perseorangan
Konsep Diri :
untuk diberikan
terbuka, amanah,
pembiayaan
tawadhu, tabligh,
syariah dilihat
saling menolong,
dari : Agamis,
takut haram riba,
Amanah, Pekerja
tepat janji dan
keras, pantang
sehat;
menyerah
melakukan akad
mudharabah dan
murabahah, dapat
pelatihan dan
pendampingan,
Modal Terpenuhi
Manajemen yang
Berusaha
syariah dan
menjalankan
Amanah
operasional
BMT secara
syariah dan
mematuhinya
BMT AL BAROKAH
Internal
Penerapan BMT
Motif : ekonomi,
Kriteria
sosial, spiritual
perseorangan
Konsep Diri :
untuk diberikan
Terbuka, amanah,
pembiayaan
tawadhu, tabligh,
syariah dilihat
saling menolong,
dari : Agamis,
tepat janji dan
Amanah, Pekerja
sehat;
keras, pantang
melakukan akad
menyerah
mudharabah dan
murabahah dengan
BMT
Kebutuhan Modal
terpenuhi dari BMT
Tokoh
Masyarakat
Tokoh dari
pesantren
Tokoh petani
teladan
PINBUK
SDM-nya konsisten
dengan operasional
syariah
Petani
BMT
Teladan bagi
masyarakat
karena faktor
keagamaan
Pertemuan
dengan PINBUK
Sebulan sekali
Manajemen yang
syariah dan
Amanah
Masih kurang SDM
yang handal
menjalankan
BMT secara
syariah terkadang
belum konsisten
masih
disesuaikan
dengan kondisi
Tokoh/figur yang
mampu menjadi
teladan bagi
masyarakat
Hanya satu staf
PINBUK yang
membina dan
mengawasi BMT
Faktor internal yang terjadi pada diri petani dalam masyarakat Ciamis dilihat dari
motifnya berdasarkan motif spiritual, sosial dan ekonomi. Motif spiritual didapat dari faktor
pendorong dan penarik petani yang yakin pada haramnya riba sehingga petani merasa nyaman
berhubungan dengan BMT. Motif sosial didapat dari faktor ikut sertaan petani dalam kelompok
tani yang menginginkan tujuannya agar bisa maju dan sejahtera bersama-sama. Motif ekonomi
didasarkan pada faktor petani yang membutuhkan modal bagi usaha pertaniannya. Konsep diri
petani syariah di Ciamis diwujudkan dari sifat-sifat: terbuka, amanah, tawadhu, tabligh, saling
299
menolong, takut pada haramnya riba, menepati janji dan sehat jiwa raga. Masing-masing petani
melakukan akad mudaharah dan murabahah dengan BMT untuk mendapatkan modal
pembiayaan syariah dan jual beli dan pemasaran hasil pertaniannya. Pihak BMT melakukan
penetapan kriteria bagi nasabahnya berdasarkan 5C, yaitu Agamis, Amanah, Pekerja Keras dan
Pantang menyerah.
BMT Miftahussalam memberikan pelatihan berupa pelatihan teknis,
manajemen, dan pemasaran serta melakukan pendampingan kepada petani, setelah petani
mendapat
pembiayaan
syariah.
BMT
Miftahussalam
Ciamis
berusaha
menjalankan
operasionalnya secara syariah dan mengajak tokoh masyarakat mengawasi pelaksanaan BMT.
PINBUK juga melakukan fungsi pengawasan bagi jalannya operasional BMT secara syariah.
Pada petani di masyarakat Bantul memiliki faktor internal yang diwujudkan dari
motifnya berhubungan dengan BMT. Motif itu berupa motif agama, ekonomi dan sosial. Motif
ini sama dengan yang terjadi di Ciamis. Perbedaannya adalah yang terjadi pada operasional BMT.
BMT Al Barokah berusaha menjalankan operasionalnya secara syariah namun kenyataannya
terkadang di lapangan/di tengah masyarakat petani masih disesuaikan dengan situasi dan kondisi
yang terjadi. Analisis perbedaan dilihat dari dampak kebutuhan modal dijelaskan pada Tabel 8.4.
Tabel 8.4. Dampak Kebutuhan Modal Bagi Petani dan BMT di Ciamis dan Bantul
PELAKU
BMT MIFTAHUSSALAM
Penerapan
Dampak
Banyak Produk syariah Nasabah
dan inovatif sesuai
banyak yang
kebutuhan nasabah
memanfaatkan produk
BMT AL BAROKAH
Penerapan
Dampak
Produk syariah ada dua Unit Sektor
murabahah dan
riiil : akad
mudharabah
murabahah.
Unit simpan
pinjam : akad
mudharabah
Tokoh
Masyarakat
Menambah
Membina
kepercayaan pada BMT hubungan
baik
Tetap percaya dengan
BMT
Tetap
membina
hubungan baik
PINBUK
Fasilitator pendanaan,
pembinaan, pelatihan
dan pengawasan
penyaluran modal dan
operasional BMT
Fasilitator pendanaan,
pembinaan, pelatihan
dan pengawasan
penyaluran modal dan
operasional BMT
Selalu
mendapatkan
kucuran dana
kerjasama
PINBUK
BMT
Selalu dapat
kucuran
dana
kerjasama
PINBUK
300
Lanjutan
PELAKU
Petani
BMT MIFTAHUSSALAM
Penerapan
Dampak
Trust : memiliki
Manajemen
integritas (amanah),
BMT yang
kompetensi
amanah,
komunikasi, peduli
baik secara
dengan anggota
operasional
kelompok tani yang
maupun
lain, terbuka dan dapat hubungan
bertanggung jawab
antar
Modal Sosial : BMT
manusianya
sebagai perekat sosial,
Akad
modal manusia yang
dijalankan
amanah, modal
sesuai
leadership yang
syariah
memiliki kharisma
(disegani)
Implementasi Syariah :
akad mudharabah
(pinjaman modal) dan
murabahah (jual beli
hasil pengolahan lahan)
dengan agunan
sertifikat tanah
mewakili kelompok
tani. Pengembalian :
Mudarabah dicicil
selama 10 bulan.
Sementara jual beli
dibayar tangguh
BMT AL BAROKAH
Penerapan
Dampak
Trust : memiliki
Manajemen
integritas (amanah),
BMT yang
kompetensi komunikasi, amanah secara
peduli dengan anggota
operasional
kelompok tani yang
Akad
lain, terbuka dan dapat
dijalankan
bertanggung jawab
sesuai syariah.
Modal Sosial : BMT
Namun, pada
sebagai perekat sosial,
jual beli
modal manusia yang
pengembalian
amanah, modal
di cicil maka
leadership yang
seharusnya
memiliki kharisma
bukan dengan
(disegani)
akad
Implementasi Syariah :
murabahah
melakukan akad
yang dibayar
mudharabah (pinjaman tangguh. Bila
modal) dan murabahah dikembalikan
(jual beli hasil
dengan dicicil
pengolahan lahan)
selama 10
Tidak menggunakan
bulan maka
agunan yang disimpan
namanya Bay’
BMT
bi saman ajil
Pengembalian :
Mudarabah dan
Murabahah dicicil
selama 10 bulan.
BMT Miftahussalam telah memberikan pembiayaan modal kepada anggota kelompok
tani. Pada kenyataannya dengan memenuhi kebutuhan modal petani, maka BMT melakukan
pengembangan (inovasi) pada produk syariah dan pemasarannya untuk membantu para petani.
BMT dan petani memiliki trust (kepercayaan) satu sama lain. Hal ini dilihat dari komponen trust
yang muncul, misalnya masing-masing memiliki integritas (amanah). Petani memiliki
kompetensi komunikasi, misalnya peduli terhadap anggota kelompok tani yang lain, melakukan
komunikasi terbuka, dialogis dan bertanggung jawab. Petani memiliki modal manusia yang
amanah, modal kepemimpinan yang memiliki kharisma (disegani). Dampak dari terpenuhinya
kebutuhan modal petani didasarkan karena faktor diimplementasikannya operasional syariah.
301
Petani melakukan akad mudharabah pada pinjaman pembiayaan modal dan melakukan akad
murabahah ketika melakukan jual beli hasil usaha pertanian (pemasaran). Akad ini dipenuhi
syaratnya dengan menyertakan sertifikat tanah sebagai agunan dari salah satu anggota kelompok
tani (mewakili kelompok). Proses pengembalian produk mudharabah dicicil selama sepuluh
bulan, sementara produk murabahah (jual beli) dibayar tangguh.
Pada BMT Al Barokah Bantul memiliki unit sektor riil yang dilakukan dengan akad
murabahah dan unit simpan pinjam yang dilakukan dengan akad mudharabah. Manajemen
BMT Al Barokah melakukan operasional secara syariah dan amanah. Pada pelaksanaan akad
murabahah yang seharusnya dibayar tangguh ternyata pada kenyataan sering dikembalikan
dengan dicicil selama 10 bulan, maka nama akadnya menjadi bay’ bi saman ajil.
Analisis perbedaan dari kedua kabupaten tersebut dapat dilihat pada Tabel 8.5.
Tabel 8.5. Modal Sosial di Ciamis dan Bantul
NO.
1
URAIAN
Perbankan Syariah
dalam Pembangunan
2
SDM dan
Kepemimpinan
CIAMIS
Membentuk jaringan
penguatan BMT
bagian dari PINBUK
Kota / Kabupaten.
kantor kas BMT dari
koperasi pesantren.
Kualitas SDM utama
spiritualnya.
Pelatihan dwi
mingguan pertemuan
kelompok tani
(teknis, manajemen
dan pemasaran.
Pendampingan
Memenuhi elemen
modal manusia,
yaitu : intelektual,
emosional,ketabahan,
moral, kesehatan
BMT melakukan
pendampingan dan
pelatihan
kepemimpinannya :
kharisma
BANTUL
Membentuk jaringan
dan penguatan BMT
bagian dari PINBUK
Kota/ Kabupaten.
kantor kas BMT dari
koperasi petani.
Kualitas SDM utama
spiritualnya.
Pelatihan kelompok
taninya sebulan
sekali. antusiasnya
dua minggu sekali
ketika pertemuan
kelompok tani.
Memenuhi elemen
modal manusia,
yaitu : intelektual,
emosional,ketabahan,
moral, kesehatan
Kepemimpinannya :
kharisma
ANALISIS
- Ciamis
pengembangan
koperasi
pesantren.
Pelatihan dua
minggu sekali,
pendampingan
usaha tani dan
kewirausahaan
- Bantul
pengembangan
koperasi petani,
Pelatihan sebulan
sekali
BMT
Miftahussalam
melakukan
pendampingan
dan pelatihan
pada petani
nasabahnya yang
mendapatkan
pembiayaan
syariah
302
Lanjutan
NO. URAIAN
3
Pembentukan Modal
Sosial Perbankan
Syariah
CIAMIS
Mendirikan BMT
atas kesadaran untuk
mudah mendapat
modal pertanian dan
terhindar dari jerat
hutang rentenir.
Komunikasi dengan
BMT melalui
kelompok tani-nya.
Petani sebagai aktor
kehidupan memiliki
konsep diri : terbuka,
amanah, tawadhu,
saling menolong,
takut haram riba,
tepat janji dan sehat.
Para petani
mengalami
perubahan taraf
hidupnya.
Perubahan terjadi
pada tempat
tinggalnya,
bertambah lahan
pertaniannya,
bertambah jumlah
ternaknya (sapi dan
kambing atau
ikannya), bahkan
tingkat pendidikan
anak-anaknya yang
mencapai perguruan
tinggi. Prestasi, BMT
Miftahussalam dapat
penghargaan
Ketahanan Pangan
dari Gubernur Jawa
Barat berkat
usahanya
memberikan
pembiayaan dan
pembinaan kepada
petani nasabahnya.
BANTUL
Mendirikan BMT
atas kesadaran untuk
mudah mendapat
modal pertanian dan
terhindar dari jerat
hutang rentenir.
komunikasi dengan
BMT melalui
kelompok tani-nya.
Petani sebagai actor
kehidupan memiliki
konsep diri: Amanah,
terbuka, tawadhu,
saling menolong,
takut haram riba,
tepat janji, sehat.
Para petani yang
mendapatkan
pembiayaan syariah
dari BMT terlihat
memiliki perubahan
taraf hidupnya.
Perubahan terjadi
pada tempat
tinggalnya,
bertambah lahan
pertaniannya,
bertambah jumlah
ternaknya (sapi dan
kambing atau
ikannya), bahkan
sampai tingkat
pendidikan anakanaknya yang
mencapai perguruan
tinggi.
ANALISIS
Sama
Jika dilihat dari
prestasi, BMT
Miftahussalam
mendapatkan
penghargaan
Ketahanan
Pangan dari
Gubernur Jawa
Barat.
303
Refleksi Teoritik
(1). Teori Tindakan Sosial (Max Weber)
Max Weber (2007) mengatakan bahwa manusia melakukan tindakan sosial dengan melalui
saat proses berfikir. Masyarakat adalah suatu entitas aktif yang terdiri dari orang-orang yang
berfikir dan melakukan tindakan-tindakan sosial yang bermakna bagi kehidupannya.
Bagi
Weber, tindakan sosial pada dasarnya bermakna karena melibatkan penafsiran, berfikir dan
kesengajaan. Tindakan sosial baginya adalah tindakan yang disengaja bagi orang lain dan sang
aktor sendiri.
Petani sebagai aktor sosial melakukan tindakan-tindakan untuk memenuhi
kebutuhan modal bagi usaha pertaniannya. Sebagai aktor, petani melakukan komunikasi agar
dipercaya mendapatkan pembiayaan modal dari BMT.
Petani aktif memaknai lingkungan
sosialnya (masyarakatnya) secara subyektif. Petani melakukan tindakan-tindakan yang bukan
saja bermakna bagi dirinya sendiri tetapi juga bermakna bagi BMT, kelompok tani bahkan
masyarakatnya.
(2). Teori Fenomenologis (Schutz dalam Ritzer, 2008)
Schutz (Ritzer, 2008) setuju dengan pemikiran Weber tentang pengalaman dan tindakan
sosial manusia dalam kehidupannya sehari hari sebagai realitas yang bermakna secara sosial.
Ketika seseorang mendengar dan melihat apa yang dikatakan atau diperbuat aktor, akan
memahami makna dari tindakan sosial tersebut, dan dunia sosial seperti disebut ”realitas
interpretif”. Pemikiran Schutz ini dalam ilmu sosial disebut studi fenomenologis. Fenomenologi
Schutz ini digunakan untuk mengupas dan memahami bagaimana suatu tindakan sosial manusia
yang diperoleh dari pengalaman subyektif dalam kehidupan sehari-hari. Tindakan sosial ini
dilihat dari bagaimana manusia berkomunikasi berdasarkan pengalaman yang pernah mereka
alami sendiri sebagai sesuatu yang bermakna dan membentuk gambaran mengenai dunia
keseharian intersubjektif. Petani sebagai aktor yang melakukan tindakan komunikasi sosial
(mendapatkan pembiayaan modal syariah) bersama aktor lainnya sehingga memiliki kesamaan
dan kebersamaan dalam ikatan makna intersubjektif. Para petani juga memiliki historitas dan
dapat dilihat dalam bentuk yang alami.
Kesadaran terhadap pengalaman-pengalaman
intersubjektif ketika berinteraksi dan berkomunikasi memberikan skema pengetahuan bagi
dirinya. Skema yang terbentuk ini akan menjadi pedoman (motif komunikasi) yang menentukan
304
petani mengambil tindakan-tindakan komunikasi yang dilakukannya agar mendapatkan
pembiayaan syariah dari BMT.
Manusia pada hakikatnya melakukan komunikasi ketika berinteraksi dalam masyarakat.
Selama manusia melakukan komunikasi akan selalu berhubungan dengan kegiatan
mengkonstruksikan makna.
Kemampuan manusia dalam mengkonstruksikan makna dan
mendasarinya untuk melakukan tindakan sosial maka akhirnya akan mengkonstruksikan realitas
sosialnya. Para petani setiap hari berinteraksi dengan sesama anggota kelompok tani dan BMT.
Petani melalui kelompok taninya berperilaku sesuai dengan yang diinginkannya yaitu
mendapatkan modal pembiayaan syariah dari BMT untuk memajukan usaha pertaniannya.
Ketika petani berinteraksi dan berkomunikasi maka dapat mengembangkan aturan-aturannya,
misalnya melakukan akad bagi hasil dari modal kerja usaha pertaniannya, mengembangkan dan
menjalankan usaha pertaniannya secara syariah. Perilaku petani tersebut akan muncul
kekhasannya masing-masing berdasarkan interaksinya melalui komunikasi verbal dan non verbal.
Konstruksi realitas sosial dilihat dari bagaimana pandangan hidup petani terhadap dirinya.
Ketika mereka bekerja maka didasari oleh konsep diri syariah dan etos kerja dari petani itu
sendiri dalam berinteraksi dengan BMT.
(3). Teori Interaksionisme Simbolik (Blumer dan Mead dalam Ritzer, 2008 dan Mulyana, 2008)
Perspektif interaksionisme simbolik berusaha memahami manusia dari sudut pandang
subjek. Simbol dan makna didasari oleh budaya yang dimiliki oleh manusia itu. Budaya dalam
penelitian ini adalah budaya sunda dan Jawa yang mendasari manusia berinteraksi dengan
manusia lain. Menurut perspektif interaksionisme simbolik, perilaku manusia harus dilihat
sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan
mengembangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra interaksi mereka. Pemikiran interaksi
simbolik ini menjadi dasar menjelaskan bagaimana petani memahami dan memikirkan makna
simbol-simbol sehingga menentukan tindakan mereka. Makna atas perilaku yang dilakukan
BMT dan anggota kelompok telah dipahami petani dan semakin jelas karena interaksi sesama
petani, dengan kelompok dan BMT.
Konstruksi realitas sosial fenomena petani dan BMT dalam memenuhi pembiayaan
modal syariah bagi usaha pertanian dan interaksi antara petani dan BMT secara simbolik
305
menghasilkan motif dan konsep diri petani. Motif dalam diri petani yang muncul dari hasil
peneltian adalah motif spiritual, ekonomi dan sosial. Motif spiritual didasarkan menghindari
haramnya riba, maka petani menerima adanya nilai-nilai syariah yang bersumber dari agama
Islam. Motif yang kedua adalah motif ekonomi yang didasari pada adanya kebutuhan modal bagi
usaha pertanian. Motif ketiga adalah motif sosial yang didasari adanya interaksi sosial diantara
anggota kelompok tani yang memunculkan sikap saling menolong karena didasari solidaritas
sesama anggota petani. Munculnya konsep diri dalam diri petani di awali dari konsep diri petani
secara umum, yaitu : kerja keras, pantang menyerah, menghargai alam, individualis, menghargai
alam, bersosialisasi dan berbakti. Selanjutnya berkembang pada diri petani konsep tentang
syariah, yaitu terbuka, amanah, tawadhu, tabligh, takut haramnya riba, saling menolong,
menepati janji, sehat jiwa raga.
(4). Teori Komunikasi (Kirchmajer dan Peterson, 2003)
Menurut Kirchmajer dan Peterson (2003) proses komunikasi adalah proses penyampaian
pesan dari komunikator kepada komunikan sehingga menghasilkan efek. Komunikasi terdiri dari
komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi dan komunikasi massa.
Komunikasi antara petani dengan sesama anggota kelompok tani serta BMT dalam mendapatkan
pembiayaan modal syariah terjadi secara dialogis dan konvergen. Proses komunikasi yang
terjadi antara BMT dan petani cenderung terjadi komunikasi yang bersifat dialogis, saling
mendengarkan, dan saling memahami, yang terjadi baik melalui komunikasi tatap muka,
komunikasi kelompok (diskusi, pelatihan, pendampingan, pengajian), maupun komunikasi
organisasi (rapat anggota tahunan) bahkan di BMT Miftahussalam melalui internet. Komunikasi
selain menggunakan lambang verbal juga non verbal. Komunikasi non verbal dapat dilihat dari
isyarat cara berpakaian dan berbicara letak atau layout kantor BMT, mimik atau ekspresi wajah
yang ramah dan selalu senyum sehingga petani merasa nyaman berkomunikasi dengan BMT.
(5). Teori Modal Sosial (Fukuyama, 2007)
Modal sosial adalah hubungan-hubungan yang tercipta dari norma-norma yang terbentuk
dan memunculkan kualitas dan kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat sebagai perekat
sosial yang menjaga kesatuan anggota kelompok secara bersama (Fukuyama, 2007).
306
Modal sosial terdiri dari modal manusia, modal struktural dan modal kepemimpinan.
Pada penelitian ini, modal manusia terdiri dari modal intelektual, emosional, ketabahan, moral
dan kesehatan. Modal intelektual dimana petani selalu berbagi pengalaman (knowledge sharing)
baik dalam diskusi dengan kelompok tani maupun dalam memberikan pelatihan dan
pendampingan (tabligh). Modal emosional berupa sikap yang amanah (bertanggung jawab,
satunya kata dan perbuatan) dan tawadhu atau rendah hati. Petani merasa bahwa keberhasilan
panennya atau usaha pertaniannya berkat pertolongan Allah Swt. Modal ketabahan adalah
atta’awwun (saling menolong) dan menepati janji. Manusia Indonesia terutama petani hidup
dalam kelompok (kolektivis) maka mereka tidak bisa hidup sendiri karena itu harus saling
menolong. Ketabahan juga diwujudkan dalam menepati janji, petani yang berhubungan dengan
syariah maka mereka harus menepati akad-akad yang sudah dilakukan. Modal kesehatan adalah
sehatnya jiwa dan raga petani. Modal struktural pada masyarakat sub urban area seperti Ciamis
terdiri dari inovasi terhadap pengolahan lahan, berupa budidaya: padi, jagung, coklat, perikanan,
sapi, kambing. Inovasi juga terjadi dibidang pemasaran baik secara offline maupun online.
BMT melakukan proses operasionalnya secara syariah.
Modal kepemimpinan di model etnis Sunda berdasarkan filosofi sunda terdiri dari
Nyantri : memiliki modal siritual karena besar dan hidup dilingkungan pesantren. Nyakola,
pemimpin yang ada berlatarbelakang pendidikan tinggi dan berpengalaman. Nyunda, pemimpin
yang ada memiliki sifat-sifat sebagai orang sunda, seperti rendah hati (low profil), penyemangat,
dan menyatu dengan masyarakatnya sehingga selalu mendengarkan aspirasi masyarakatnya.
Modal kepemimpinan pada model etnis Jawa mengikuti filosofi Jawa, yaitu tanah : teguh
pendirian, api : disegani, angin : Merakyat maksudnya mendengarkan aspirasi, air : tenang,
angkasa : bijaksana, bulan : penyemangat, matahari : pemberi energi, bintang : menjadi teladan
di masyarakatnya. Ingarso Sung Tulodo (menjadi teladan), Ing Madyo Mangun Karso
(penyemangat), Tut Wuri Handayani (Motivator).
(6). Pengembangan BMT
Organisasi BMT
Miftahussalam di Ciamis yang berawal dari pesantren akhirnya
berkembang menjadi organisasi yang karakteristiknya seperti keberadaannya di pedesaan dengan
modal yang sedikit berasal dari masyarakat pesantren itu sendiri yang muncul keberadaannya
307
bagi masyarakat yang memiliki strata menengah ke bawah. Modal struktural pada masyarakat
BMT Al Barokah di Bantul belum terjadi inovasi atau pengembangan baik pada produk syariah
maupun pemasaran hasil pertaniannya.
Proses operasional BMT yang berdasarkan syariah
tersebut terjadi pada organisasi yang masih kecil, yaitu semacam koperasi kecil yang melayani
petani pada lingkup sebatas anggotanya saja.
Proses komunikasi yang dilakukan pada BMT Miftahussalam Ciamis selalu melakukan
pelatihan dan pendampingan secara rutin sehingga kesejahteraan yang dicapai cenderung
mengalami peningkatan. Pada BMT Al Barokah tidak melakukan pelatihan dan pendampingan
secara rutin karena itu kesejahteraan para petaninya cenderung tidak mengalami perubahan
secara signifikan.
BMT yang ideal menurut hasil penelitian, selain beroperasi secara syariah dan sistem
menjemput bola juga harus melakukan follow up terhadap petani yang telah diberikan
pembiayaan. Program follow up tersebut berupa pelatihan mengenai mental, teknik pertanian,
manajemen keuangan dan pemasaran. Selain itu juga dilakukan pendampingan sehingga dapat
mengetahui permasalahan petani secara detail dan memberikan solusinya melalui dialog,
keterbukaan, dan bersedia menjadi fasilitator, yang mendengarkan serta menggunakan
komunikasi persuasif.
Ikhtisar
Modal sosial yang dibangun dengan prinsip perbankan syariah di pedesaan, dalam hal ini
BMT didasarkan pada kepercayaan atau nilai-nilai syariah, institusi/kelembagaan dan jejaring
(networking). Kata kunci nilai-nilai dari BMT adalah syariah, halal dan berkah harus menjadi
kunci atau tagline untuk menciptakan altruism (dalam membela dan berjuang demi keselamatan
dunia dan akhirat). Selanjutnya agar nilai dan kepercayaan tetap terjaga dan sikap altruism
masyarakat bisa terlaksana dan berkesinambungan, maka lembaga sebagai modal sosial dan
jejaring harus pula dipenuhi, dan responsif dengan perkembangan di masyarakat. Kata kunci
bagi pengembangan institusi adalah transparansi, akuntabilitas, fairness dan legal based
agreement yang diwujudkan dalam hak dan kewajiban masing-masing pihak yang diwujudkan
dalam pelayanan BMT.
308
Di Ciamis dan Bantul, para petani yang tergabung dalam kelompok tani tersebut
meningkat taraf kehidupannya. Rumah atau tempat tinggalnya mengalami peningkatan dari
berawal gedek menjadi tembok bata, ada yang luas lahan pertaniannya bertambah, jumlah
ternaknya (sapi dan kambing atau ikannya) bertambah, bahkan tingkat pendidikan anak-anaknya
yang mencapai perguruan tinggi. Jika dilihat dari prestasi, BMT Miftahussalam mendapatkan
penghargaan Ketahanan Pangan dari Gubernur Jawa Barat berkat usahanya memberikan
pembiayaan dan pembinaan kepada para petani nasabahnya. Hal ini memperlihatkan bahwa
dengan adanya kesadaran petani sebagai anggota kelompok tani serta kelompok taninya itu
sendiri memulai dengan mendirikan BMT dan mendapatkan pembiayaan sehingga taraf
kehidupannya berubah menuju yang dicita-citakan, yaitu hidup sejahtera.
Faktor modal manusia (konsep diri petani) mempengaruhi kualitas modal sosial dalam
hal kualitas manusianya yang lebih baik. Jaringan kerjasama petani yang meningkat sejalan
dnegan perkembangan kelembagaan kelompok tani yang berkompeten menghasilkan keputusan
kolektif yang kondusif bagi perkembangan modal sosial. Hal ini dipengaruhi oleh dukungan
saling percaya dan aturan/norma kerjasama antara petani, kelompok petani dan BMT di Ciamis
dan Bantul. Sikap saling percaya ini yang menjadi dasar hubungan antar individu dan kelompok
sehingga menjadi energi terpeliharanya kohesivitas sosial. Petani di kedua kabupaten tersebut
memenuhi elemen modal manusia, yaitu : intelektual, emosional, ketabahan, moral, kesehatan
jiwa dan raga. BMT Miftahussalam melakukan pendampingan dan pelatihan mengenai : mental,
teknis dan manajemen untuk meningkatkan kapasitas petani nasabahnya yang mendapatkan
pembiayaan syariah. Kepemimpinan yang berperan di kedua daerah tersebut adalah
kepemimpinan yang memiliki sifat kharismatis.
309
BAB IX
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
(1) Proses konstruksi sosial di Bantul dan Ciamis dimulai ketika petani memiliki motif
berinteraksi dengan BMT. Setidaknya ada tiga motif yang muncul, yaitu: motif ekonomi
(modal), motif spiritual dan motif sosial.
Konsep diri yang dimilik petani sebagai
pencerminan modal manusia sebagai petani syariah, yaitu: terbuka, amanah dan tawadhu,
tabligh, saling menolong, takut pada riba, menepati janji dan sehat jiwa raganya.
(2) Rancangan pola komunikasi syariah, yaitu proses komunikasi yang terjadi antara BMT dan
petani terjadi komunikasi yang dialogis, mendengarkan, saling memahami dan terjadi melalui
komunikasi tatap muka, komunikasi kelompok (diskusi, pelatihan, pendampingan, pengajian),
komunikasi organisasi (rapat anggota tahunan)
bahkan di BMT Miftahussalam melalui
internet. Komunikasi selain menggunakan lambang verbal juga non verbal. Komunikasi non
verbal dapat dilihat dari isyarat, mimik atau ekspresi wajah yang ramah dan selalu senyum
sehingga petani merasa nyaman berkomunikasi dengan BMT. Petaninya harus memiliki
konsep diri syariah yang didasarikesadaran subyektifnya yang memunculkan motif spiritual,
ekonomi dan sosial. Pesan yang disampaikan juga pesan syariah, yaitu pesan-pesan yang
berbentuk qaulan sadida, qaulan baligha, qaulan ma’rufa, qaulan karima, kaulan layina dan
qaulan maysura. Baik Kata-kata verbal maupun nonverbal dalam pesan berdasarkan prinsip
syariah yang ada dalam Al Quran dan Hadist sehingga verbal dan non verbal yang
disampaikan petani akan dapat dipahami oleh BMT dan komunikasinya akan menyentuh hati
BMT. Petani ketika menyampaikan pesan dengan menggunakan media, yaitu face to face,
diskusi dan pengajian. Setelah tercapai komunikasi yang dapat dipercaya (trust
communication) baru akan dikucurkan pembiayaan syariah oleh BMT untuk para petani.
Pembiayaan syariah ini disesuaikan dengan produk dan akadnya masing-masing. Apabila
petani sudah mendapatkan pembiayaan syariah, BMT memberikan pemberdayaan berupa
pelatihan dan pendampingan. Pelatihan kepada petani tersebut antara lain: pelatihan mental,
teknis, manajemen dan pemasaran.
Setelah petani mendapatkan pemberdayaan berupa
pelatihan dan pendampingan maka diharapkan akan menimbulkan efek berupa peningkatan
310
pengetahuan, pemahaman sampai pada mengadosinya.
dengan adanya kepatuhan syariah dari petani.
Proses mengadopsi ini ditandai
Petani yang memiliki peningkatan
pengetahuan, pemahaman, adopsi dan berperilaku mematuhi syariah maka akan mencapai
kesejahteraan hidup.
(3) Proses komunikasi ini terjadi antara petani dan BMT didasari oleh konsep diri dari petani itu
sendiri yang terdiri dari terbuka, amanah, tawadhu, tabligh, saling menolong, takut haram
riba, menepati janji dan sehat jiwa raga. Intra komunikasi yang terjadi dalam diri petani di
dasari oleh kesadaran subyektifnya yang memunculkan motif dalam diri petani untuk
berinteraksi dengan BMT, Motif tersebut ada tiga, yaitu motif spiritual, motif ekonomi dan
motif sosial. Pada informan petani di Ciamis didasari motif yang paling dominan adalah
motif spiritual, sedangkan petani di Bantul didasari oleh motif yang paling dominannya yaitu
motif ekonomi. Petani ketika menyampaikan pesannya, didasari oleh pesan-pesan yang
berbentuk qaulan sadida, qaulan baligha, qaulan ma’rufa, qaulan karima, qaulan layina dan
qaulan maysura. Baik Kata-kata verbal maupun nonverbal dalam pesan berdasarkan prinsip
syariah yang ada dalam Al Quran dan Hadist sehingga verbal dan non verbal yang
disampaikan petani akan dapat dipahami oleh BMT dan komunikasinya akan menyentuh hati
BMT. Petani ketika menyampaikan pesan dengan menggunakan media, yaitu face to face,
diskusi dan pengajian.
BMT sebagai sebuah lembaga keuangan mikro syariah harus
memiliki unsur Trust. BMT diharapkan dapat dipercaya oleh masyarakat. Kepercayaan ini
dapat dilihat dari bagaimana BMT mengimpelemtasikan syariah dalam setiap produkproduknya dan operasionalnya sehari-hari. Prosedur pelayanannya sangat nyaman dan dalam
bentuk pinjaman pembiayaan yang sesuai dengan petani yaitu dengan akad mudharabah dan
murabahah bahkan ada Al Qardul Hasan. Selain itu BMT yang nyaman dan dapat dipercaya
juga dilihat dari penentuan tingkat pengembalian pinjaman tersebut bagi petani. Bentuk
komunikasi tersebut dapat dikatakan sebagai Trust Communication, yaitu komunikasi yang
dapat dipercaya atau amanah baik bagi petani maupun BMT. Setelah tercapai komunikasi
yang dapat dipercaya (trust communication) baru akan dikucurkan pembiayaan syariah oleh
BMT untuk para petani. Pembiayaan syariah ini disesuaikan dengan produk dan akadnya
masing-masing. Apabila petani sudah mendapatkan pembiayaan syariah, BMT memberikan
pemberdayaan berupa pelatihan dan pendampingan. Pelatihan kepada petani tersebut antara
311
lain: pelatihan mental, teknis, manajemen dan pemasaran. Tahap selanjutnya adalah setelah
petani mendapatkan pemberdayaan berupa pelatihan dan pendampingan maka diharapkan
akan menimbulkan efek berupa peningkatan pengetahuan, pemahaman sampai pada
mengadosinya. Proses mengadopsi ini ditandai dengan adanya kepatuhan syariah dari petani.
Petani yang memiliki peningkatan pengetahuan, pemahaman, adopsi dan berperilaku
mematuhi syariah maka akan mencapai kesejahteraan hidup. Modal sosial berperan sebagai
perekat yang mengikat semua orang dalam suatu jaringan kerjasama yang saling
menguntungkan. Hal ini dapat memperkuat hubungan antar individu, kelompok dan lembaga,
dan kerjasama dalam pertukaran informasi menunjukan bahwa modal sosial berada dalam
struktur relasi dan jaringan. Hubungan antara modal manusia dengan modal sosial dapat
dicermati bahwa elemen-elemen konsep diri petani membentuk kepribadian individu adalah
bekerja melalui modal sosial atau bekerja dalam ranah sosiologis. Sebaliknya, bahwa elemen
modal sosial seperti saling percaya dan norma juga bekerja pada ranah sosiologis. Hal ini
membuktikan bahwa antara modal sosial dan modal manusia mempunyai hubungan yang
komplementer. Sumber informasi utama bagi petani adalah sesama petani, pemimpinnya
dan/atau kelompok tani, tetangga kebun/sawah, tetangga rumah, petani berhasil, kios sarana
produksi, tokoh masyarakat, PINBUK, BMT, Puskopsyah, dinas pertanian, dinas koperasi
dan sumber lain yang diyakini petani memiliki informasi yang dapat dipercaya. Media
komunikasi interpersonal adalah media yang paling dominan digunakan petani dalam
melakukan komunikasi dan mengakses informasi yang dibutuhkan. Struktur sosial lokal
etnik Sunda maupun Jawa dalam komunitas masyarakat adat dan agamis (Islam) masih
memperlihatkan bahwa hubungan kekerabatan dalam kesukuan yang merupakan bentuk dari
modal sosial juga, mempengaruhi keputusan petani dalam mengajukan pembiayaan modal ke
BMT yang beroperasional secara syariah. Petani yang telah menerima diri sendiri dan
memiliki hubungan yang positif dengan orang lain, dapat mandiri, menguasai lingkungan
hidup, memiliki tujuan hidup dan pribadinya berkembang dan mengalami perubahan kearah
produktif dan inovatif. Masyarakatnya juga mengalami perubahan kearah kesejahteraan
sosial, yang cirinya petani anggota masyarakatnya dapat mengalami aktualisasi diri, terjadi
koherensi dan integrasi sosial dalam masyarakat. Hal ini merupakan modal utama dari
perwujudan modal sosial.
312
Saran
(1) Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan paradigma subjektif interpretif yang
meletakan titik beratnya pada studi konstruksi sosial yang mengakar pada tradisi
fenomenologi.
Konsekuensi logis yang mengikutinya adalah hasil penelitian yang
diperoleh tidak dapat digeneralisasikan dalam setiap kasus di Indonesia.
Hal ini
mengingat potensi yang dieksplorasi dari model yang dibuat, sebagai acuan pendukung
bagi praktisi maupun ilmuwan untuk menganalisis dan memahami kondisi yang ada di
lapangan sebelum melakukan tindakan-tindakan preventif, ada baiknya bila dilakukan
penelitian-penelitian survey lanjutan berperspektif objektif.
(2) Bagi BMT Miftahussalam agar meningkatkan peran pendamping dan pelatihan bagi
petani. Sedangkan bagi BMT Al Barokah, peneliti menyarankan agar petani yang
mendapatkan pembiayaan syariah diberikan edukasi berupa pelatihan mental, teknis dan
manajemen serta pendampingan bagi petani agar perubahan individu terjadi secara
siginifikan dan taraf kehidupan masyarakat petani meningkat secara optimal.
(3) Aspek subjektif menentukan bagaimana petani mendapatkan pembiayaan syariah dari
BMT. Maka, untuk mewujudkan kondisi ideal seperti dijelaskan dalam model konstruksi
sosial, setidaknya proses operasional syariah itu lebih dipahami dari sisi kesyariahannya,
terutama pada akad dari masing-masing produk syariahnya.
(4) Rekomendasi : penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi pengelolaan dan
pengembangan BMT di Indonesia khususnya. Kebijakan yang diambil diharapkan lebih
menfokuskan pada bagaimana berkomunikasi antara BMT dengan petani. Komunikasi
yang dilakukan antara BMT dan petani dalam bentuk pola komunikasi syariah
313
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, 2005, Sumber Daya Manusia Pertanian yang Amanah, Jakarta : Badan Pengembangan
Sumber Daya Manusia Pertanian, Departemen Pertanian
Adler, Peter S. And Jeremy L. Kranowitz, 2005, A Primer Perceptions of Risk, Risk
Communication and Building Trust, The Keystone Centre, Amerika
Ancok, Djamaludin, 2007, Membangun Kepercayaan Menuju Indonesia Madani, Demokratis
dan Damai, http://ancok, staf.ugm.ac.id, akses tanggal 5 November 2008
Antonio, M. Sjafei, 1999, Bank Syariah : Wacana Ulama dan Cendekiawan, Tazkia Institut dan
Bank Indonesia, Jakarta
-------, 2001, Islamic Banking, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Gema Insani Press dan
Tazkia Cendekia, Jakarta
Ashari dan Saptana, 2005, Prospek Pembiayaan Syariah untuk Sektor Pertanian, Forum
Penelitian Agro Ekonomi, Volume 23 No. 2, Desember 2005 : 132-147, Bogor
Asnaini, 2008, Pengembangan Mutu SDM Perbankan Syariah: Sebagai Upaya Pengembangan
Ekonomi Islam, La Riba, Jurnal EKonomi Islam, Vol II No. 1 Juli 2008
Babbie, Earl, 2006, Menerapkan Metode Penelitian Survai untuk Ilmu-Ilmu Sosial, penyunting:
Johny Alfian Khusyairi, Palmall : Yogyakarta
Bakir, Vian, 2006, Policy Agenda Setting and Risk Communication : Greenpeace, Shell, and
Issues of Trust, The Harvard International Journal of Press/Politics, 2006.11.67,
http://hij.sagepub.com/cgi/content/abstract/11/3/67
Belanger, Jean; Valerie Baillard; Samuel Steinberg; Geoff Dinsdale; Kirk Girpux, 2003, Building
Trust : A Foundation of Risk Management, A Paper Developed For CCMD’s ActionResearch Roundtable on Risk Management, Canada
Berger, Peter L. And Thomas Luckmann, 1990, Tafsir Sosial atas Kenyataan, Risalah tentang
Sosiologi pengetahuan, LP3ES, Jakarta
Blomqvist, Kirsimarja and Pirjo Stahle, 2000, Building Organization Trust, Telecom Business
Research center, Lappeenranta University of Technology and Sonera Research, Finland
Botan, Carl H. and Mureen Taylor, 2005, The Role of Trust in Channels of Strategic
Communication for Building Civil Society, Journal of Communication, December 2005,
International Communication Association, Amerika
314
Bulu, Saniye Tugba and Zahide Yildirim, 2008, Communication Behaviors and Trust in
Collaborative Online Teams, Educational Technology & Society, 11 (1), p. 132-147,
ISSN 1436-4522 (Online)
Bungin, Burhan, 2007, Sosiologi Komunikasi, Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat, Kencana Prenada Media Group, Jakarta
Cole K., 2005, Management, Theory and Practice, Australia : Pearson Education., dalam Tb.
Sjafri Mangkuprawira, 208. Horison : Bisnis, Manajemen, dan SDM, IPB Press, Bogor
Couchman, Paul.K, Liz Fulop, 2006, Building Trust in Cross-Sector R&D Collaborations:
Exploring The Role of Credible Commitments, A Paper Submitted for sub theme 11
“Trust within and across boundaries; conceptual Challenges and empirical Insight” of the
22nd EGOS Colloqium (Bergen, Norway, 6-8 July 2006)
Covello, Vincent T., Richard G. Peters, Joseph G. Wojtecki, Richard C. Hyde, 2001, Risk
Communication, the West Nile Virus Epidemic, and Bioterrorism : Responding to the
Communication Challenges P{osed by the Intentional or Unintentional Release of a
Pathogen in a Urban Setting, Journal of Urban Health: Bulletin of the New York
Academy of Medicine, volume 78, No. 2, pg. 382-391, June 2001
Creswell, John W., 2002, Research Design, Qualitative & Quantitative Approaches, Alihbahasa
: Chryshnanda & Bambang Hastobroto, KIK Press: Jakarta
Djohan, Robby, 2007, Lead to Togetherness, Fund Asia Education, Jakarta
Devito, Joseph, 1995, The Interpersonal Communication Book, Seventh Edition, Amerika,
HarperCollinsCollege Publishers
Dilla, Sumadi, 2007, Komunikasi Pembangunan, Pendekatan Terpadu, Bandung, Simbiosa
Rekatama
Dowla, Asif, 2005, In Credit We Trust : Building Social Capital by Grameen Bank in
Bangladesh, Journal of Socio-economics, Amerika
Dwyer, Paul, 2007, Building Trust with Corporate Blogs, ICWSM, Boulder, Colorado, USA
Edi S. Ekadjati. 2005. Studi Pendekatan Sejarah Kebudayaan Sunda. Jilid 1. Jakarta : PT Dunia
Pustaka Jaya. h.7-8,93,168-174
Edwards, Adrian and Glyn Elwyn, 1999, Effectiveness of Risk Communication to Aid Patient’s
Decision Be Judged ? : A Review of The Literature, Medical Decision Making,
1999.19.428, http://mdm,sagepub.com/cgi/content/abstract/19/4/428
315
Effendy, Onong Uchjana, 2002, Ilmu Komunikasi Teori
dan Praktek, Bandung, Remaja
Rosdakarya
Freire, Paulo, 2000, Pendidikan Kaum Tertindas, LP3ES, Jakarta
-------, 1984, Pendidikan Sebagai Praktek Pembebasan, Gramedia, Jakarta
Fukuyama, Francis, 2007, Trust, Kebajikan Sosial dan Penciptaan Kemakmuran, Penerbit
Qalam, Yogyakarta
Griffin EM., 2006, A First Look At Communication Theory, McGraw Hill International Edition,
Amerika
Gurabardhi, Zamira, Jan M. Gutteling and MargOt Kuttschreuter, 2004, The Development of
Risk Communication : An Empirical Analysis of the Literature in The Field, Science
Communication. 25.323, http://acx.sagepub.com/cgi/content/abstract/25/4/323
Hafidhuddin, Didin, Mat Syukur, 2008, Pembiayaan Syariah dalam Pembangunan Pertanian,
Pusat PembiayaanPertanian Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian, Jakarta
Hamengku Buwono X, Sri Sultan, 2009, Pertanian Berbasis Kearifan Lokal, Disampaikan pada
Kuliah mum Lemba Penelitian Uiversitas Jember, 12 Februari 2009
Hasbullah J., 2006, Sosial Kapital : Menuju Keunggulan Budaya Manusia Indonesia, Jakarta,
MR-United Press
Hastuti, Endang Lestari dan Supadi, 2007, Aksesibilitas Masyarakat Terhadap Kelembagaan
Pembiayaan Pertanian di Pedesaan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi
Pertanian, Bogor
Heri Rustan 2006. 15 April 2006. Berita HU Republika : Kekerasan Kian Ancam Perempuan
Hidayaturrahman, 2000, Petani Lokal dan Kapitalisme, Studi Respon Petani Lokal Terhadap
Kebijakan Pertanian di Desa Nungga dan Desa Maria Kabupaten Bima, Jurnal
Administrasi Negara, Vol.I, No. 1, September 2000, halaman : 72-87. Jakarta.
Ieke Sartika Iriany. 2000. Tesis : Dukungan Lingkungan Sosial Terhadap Aktifitas Peran-Ganda
Perempuan Keleas Menengah Etnik Sunda. Bandung :Pascasarjana : Unpad
Jahi, Amri, 1988, Komunikasi Massa dan Pembangunan Pedesaan di Negara-negara Dunia :
Suatu Pengantar, Jakarta : PT. Gramedia
Jarmon, Leslie and Elizabeth Keating, 2007, Building trust with multicultural Teams, Science,
technology & Society, The University of Texas-Austin, Amerika
316
Kartajaya, Hermawan; Yuswohadi; Taufik Jacky Mussry, 2005, Positioning, Diferensiasi,
Brand, Memenangkan Persaingan dengan Segitiga positioning- diferensiasi-brand,
Jakarta : Gramedia
Kholis, Nur, 2006, Penegakan Syariat Islam di Indonesia (Perspektif Ekonomi), Jurnal AlMawarid Edisi XVI Tahun 2006, UII, Yogyakarta.
-------, 2007, Kajian terhadap Kepatuhan Syariah dalam Praktik Pembiayaan di BMT Sleman,
Yogyakarta, Fenoena, Volume 5 No. 2 September 2007
Kirchmajer, Les; Paul Petterson, 2003, The Role of Interpersonal Communication in the
Development of Client Trust and Closeness in a SME Profesional Service Context, A
paper for the Small Enterprise Association of Australia and New Zealand, 16th Annual
Conference, Ballarat, 28 Sept-1 Oct, 2003, University of Ballarat, Autralia
Kusnan, Ahmad, 2004, Analisis Sikap Iklim Organisasi, Etos Kerja dan Disiplin Kerja Dalam
Menentukan Efektifitas Kinerja Organisasi di Garnizun Tetap III Surabaya, Laporan
Penelitian; http://www.danamandiri.or.id/index.php (online) : Senin, 16 Oktober, 2006
Lahteenmaki, Satu; Eeli Saarinen, Iris C. Fischlmayr, 2007, Embracing The New Leadership
Paradigm – Gateway to Building Trust and Commitment in Virtual Multicultural Teams,
Turku School, Turki
Lesser, E, 2000, Knowledge and Social Capital : Foundation and Aplication, Boston,
Butterworth-Heinemann
Littlejohn, Stephen W. and Karen A. Foss, 2008, Theories of Human Communication, Thomson
Wadsworth, Amerika
Mangkuprawira, Tb. Sjafri, 2008, http://www.ronawajah.wordpress.com (akses 1 oktober-8
Desember 2008)
Mawardi,
Bandung,
2011,
Kerbau
dalam
Peradaban
Jawa,
http://solopos.com/2011/kolom/kerbau dalam peradaban jawa, Minggu, 29/5/2011. Akses
tanggal 10 Agustus 2011
Meydianawathi, Luh Gede, 2007, Analisis Perilaku Penawaran Kredit Perbankan Kepada
Sektor UMKM di Indonesia (2002-2006), Buletin Studi Ekonomi, volume 12 Nomor 2
tahun 2007 ISSN 1410-4628
Miller, Katherine, 2002, Communication Theories, Perspective, Process and Contexts, Amerika,
McGraw Hill
317
Moleong, Lexy J., 2008, Metode Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung
Amir Mu’allim, Amir, 2006, Profesionalitas Sumber Daya Manusia Baitul Mal wa Tamwil...
Jurnal Fenomena:Vol. 4 No. 2September 2006 ISSN : 1693-4296
Mulyana, Deddy, 2007, Ilmu Komunikasi, Suatu Pengantar, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung
-------, 2002, Metode Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung
Mulyandari, Retno Sri Hartati., Sumardjo, 2010, Pola Komunikasi dalam Pengembangann
Modal Manusia dan Sosial Pertanian, IPB Press:Bogor
Neuman, W. Lawrence, 2006, Social Research Methods, Qualitative and Quantitative
Approaches, Sixth Edition, Pearson Education Inc, Amerika
Newman, Peter A., Danielle S. Seiden, Kathleen J. Roberts, Lisa Kakinami and Naihua Duan,
2009, A Small Dose of HIV Vaccine Mental Models and Risk Communication, Health
Education Behavior, 2009.36.321, http://heb.sagepub.com/cgi/content/abstract/36/2/31
Nurmanaf, A. Rozany, 2007, Lembaga Informal Pembiayaan Mikro Lebih Dekat Dengan Petani,
Analisis Kebijakan Pertanian, Volume 5 No. 2, Juni 2007 : 99-109, Bogor
O’Brien, Jodi dan Peter Kollock, 2001, The Production of Reality, Essay and Readings on Social
Interaction, Third Edition, Sage Publication : Amerika
Orgianus, Yan, 2004, Rekayasa Model Bagi Hasil dan Bagi resiko Pembiayaan Usaha Kecil dan
Menengah Agroindustri dengan Pola Syariah, Tesis Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor
Pace, R. Wayne and Don F. Faules. (2005). Komunikasi Organisasi Strategi Meningkatkan
Kinerja Perusahaan, Bandung, Penerbit: Remaja Rosdakarya.
Papalia, Diane. 2009. Human Development. New York: McGraw-Hill.
Putnam, Linda L & Frederic M. Jablin (ed.). 2001. The New Handbook of Organizational
Communication : Advances in Theory, Research, and Methods. California : Sage
Publications
P3EI (Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam), 2008, Ekonomi Islam, Kerjasama
Universitas Islam Indonesia Yogyakarta dengan Bank Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta
Rakhmat, Jalaluddin, 2004, Psikologi Komunikasi, Edisi Revisi, PT. Remaja Rosdakarya,
Bandung
Ritzer, George and Douglas J. Goodman, 2008, Teori Sosiologi Modern, Edisi Keenam, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta
Ruslan, Rosady, 2004, Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi, Rajawali Press,
Jakarta
Schiffman dan Kanuk, 2001, Consumer Behavior, Prentice Hall, Australia
318
Scott, James, C, 1981, Moral Ekonomi Petani, Pergolakan dan Subsistensi di Asia Tenggara,
LP3ES, Jakarta
Sekaran, Uma, 2006, Research Methods For Business, Metodologi Penelitian untuk Bisnis, Jilid
I dan II, Salemba Empat, Jakarta
Serveas, Jan, 2007, Harnessing the UN System Into a Common Approach on Communication for
Development,
International
Communication
Gazette,
2007,
69,
483,
http://gaz,sagepub.com/cgi/content/abstract/69/6/483
Sholahuddin, Muhammad dan Lukman Hakim, 2008, Lembaga Ekonomi dan Keuangan Syariah
Kontemporer, Surakarta : Muhamadiyah University Press
Sinamo, Jansen H., 2005, 8 Etos Kerja Profesional, Institut Darma Mahardika, Jakarta
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendy, 1995, Metode Penelitian Sosial, LP3ES, Jakarta
Soemitra, Andri, 2009, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta
Soeprapto, Riyadi, 2002, Interaksionisme Simbolik, Perspektif Sosiologi Modern, Pustaka Pelajar
& Averroes Press, Yogyakarta,
Soetarto, Endriatmo, 1999, Dialog Kritis Antara Golongan Elit dan Warga Desa dalam
Pembangunan Masyarakat Desa (Studi Kasus : Kecamatan Situraja-Kabupaten
Sumedang), Disertasi Program Studi Sosiologi Pedesaan, IPB: Bogor
Sugiana, Dadang dan Nina Winangsih Syam, 2007, Perencanaan Pesan dan Media, Penerbit
Universitas Terbuka, Jakarta
Sugiyono, 2004, Metode Penelitian Bisnis, CV Alfabeta, Bandung
Sumardjo, 1999, Transformasi Model Penyuluhan Pertanian menuju Pengembangan
Kemandirian Petani, Disertasi, Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor
Supranto, J., 2006, Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan untuk Menaikan Pangsa Pasar,
Rineka Cipta, Jakarta
Vitayala, Aida, (1998) Dampak Wanita Bekerja dalam Kehidupan Sosial Budaya, dalam Bainar,
Wacana Perempuan dalam Keindonesiaan dan Kemodernan, CIDES : Jakarta
Weber, Max, 2007, Selections in Translation, Edited By. W.G. Runciman; Translated by
Matthews, First Published 1978, 22nd printing 2007, Cambridge University Press,
Newyork, e-book
319
Weingart, Peter; Anita Engels and Petra Pansegrau, 2000, Risk of Communication : Discourse on
Climate Change in Science, Politics, and the Mass Media, Public Understanding of
Science, 2000.9.261, http://pus.sagepub.com/cgi/content/abstract/9/3/261
Wilson, Paul. N., 2000, Social Capital, Trust and the Agribusiness of Economics, Journal of
Agricultural and Resource Econmis, Western Agricultural Economics Association,
Amerika
Wray, Ricardo; Jennifer Rivers; Amanda Whitworth; Keri Jupka; Bruce Clements, 2006, Public
Perceptions About Trust in Emergency Risk Communication: Qualitative Research
Findings, International Journal of Mass Emergencies and Disasters, March 2006, Vol. 24,
No. 1, pp. 45-75
Yin, Robert K., 2002, Studi Kasus, Desain & Metode, Terjemahan : M. Djauzi Mudzakir, PT.
Rajawali Press, Jakarta
Yunus, Muhammad, 2007, Bank Kaum Miskin, Kisah Yunus dan Grameen Bank Memerangi
Kemiskinan, Alih Bahasa : Irfan Nasution, PT. Cipta Lintas Wacana, Depok
Zulkifli, Sunarto, 2003, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah – Edisi Mahasiswa, Zikrul
Hakim : Jakarta
Lain-lain :
Bank Indonesia, 2005, PBI No. 7 Tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank
yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah
Bank Indonesia : Laporan Perkembangan Perbankan Syariah 2004-2008; Jakarta : Direktorat
Perbankan Syariah Bank Indonesia
Bank Indonesia, 2007, Statistik Perbankan Syariah (Islamic Banking Statistic), Direktorat
Perbankan Syariah, Jakarta
Bank Indonesia, 2010
Data Biro Pusat Statistik, GNP Indonesia 2008
Data Biro Pusat Statistik, Index Kesejahteraan Petani 2005-2007
Pusat Pembiayaan Pertanian, Direktori Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) TA.
2007, Sekretariat Jendral Departemen Pertanian
Direktorat Jendral Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Revitalisasi Pertanian,
Departemen Pertanian, 2005
320
Data BPS Kabupaten Bantul 2009
Data Monograf Desa Blawong Kecamatan Imogrori Bantul, 2009
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), 2006, Himpunan Fatwa Dewan
Syariah Nasional, Jakarta: DSN-MUI dan Bank Indonesia
Republika, Ups… 97,5 Persen Petani Tak Pernah Dapat Kredit Pemerintah, Rabu, 2 Maret 2011
Republika, Perbankan Syariah Dinilai Cocok Kembangkan Kredit Pertanian, Rabu, 2 Maret 2011
Republika : PKB Pelajar Islam Indonesia. 27 Januari 2006) dalam Lokakarya Dakwah Islam
Berbasis Budaya Sunda
http://pinbuk.org/index.php/sekilas-bmt/mengapa-mesti-bmt/alasan-best-practices
321
GLOSARY
(1)
Akhlak : Norma dalam berperilaku, budi pekerti.
(2)
As sunnah : Cara, adat istiadat, dan kebiasaan hidup (costum, habit of life) yang
mengacu kepada perilaku Rasulullah Saw. Yang dijadikan teladan kehidupan seorang
muslim. As sunnah ini merujuk pada perkataan (qaul), perbuatan (fi’il) dan
pengakuan atau persetujuan Rasulullah terhadap perkataan atau perbuatan orang lain
(tagrir), Sementara hadis adalah berita (al-khabar) atau perkataan tentang suatu As
sunnah sehingga ia merupakan bagian dari as sunnah. Dalam praktiknya kata As
sunnah dan hadis sering kali digunakan secara bergantian dan tidak dibedakan karena
memang keduanya bermuara pada perilaku Rasulullah Saw.
(3)
Berkah : Atau barakah, berasal dari bahasa arab (barakatun) yang memiliki makna
kearifan atau keberuntungan yang bersifat spiritual yang diberikan oleh Tuhan (allah)
kepada setiap ciptaan-Nya yang Dia kehendaki. Berkah juga digambarkan sebagai
suatu kebaikan yang selalu bertambah (ziyadah al-khoir) yang diakibatkan dari setiap
kegiatan.
(4)
Falah : Dalam pengertian literal, falah adalah kemuliaan dan kemenangan, yaitu
kemuliaan dan kemenangan dalam hidup. Kehidupan yang mulia ini merupakan
kehidupan yang penuh dengan kebahagiaan hakiki, baik di dunia maupun di akhirat.
Setiap Muslim bertujuan untuk meraih falah dalam hidupnya.
(5)
Gharar : Secara bahasa berarti risiko, atau ketidakpastian. Menurut Ibn Taimiyah
Gharar as things with unknown fate, so selling such things is maysir or gambling.
Dengan kata lain, gharar terjadi karena seseorang sama sekali tidak (dapat)
mengetahui kemungkian kejadian sesuatu sehingga bersifat perjudian atau game of
change.
(6)
Halal : Ketentuan hukum Islam yang berarti diperbolehkan (lawful). Ajaran Islam
yang lengkap tentang hal ini adalah halalan thayyibah, yaitu diperbolehkan dari sisi
hukum Islam dan mengandung kebaikan, kepantasan, kelayakan, Lawan dari halal
adalah haram (unlawful), yaitu dilarang secara hukum. Ketentuan lain yang relevan
adalah mubah, yaitu tak ada larangan maupun anjuran dari syariah Islam.
(7)
Ijma’ : Hasil kesepakatan atau konsensus dari para sahabat atau para mujtahid atas
masalah tertentu yang tidak dijelaskan secara explisit dalam Alquran dan As sunnah.
Ijma’ sering kali disebut sebagai ijtihad jami’, yaitu ijtihad kolektif.
322
(8)
Ihktikar : Mengambil keuntungan di atas tingkat normal dengan cara menjual sedikit
untuk harga yang lebih tinggi. Pada saat menjual sedikit ini pelaku ihktikar menimbun
barang-barangnya (menahan dari pasar) dan akan melemparnya lagi ke pasar sesuai
dengan pengendalian harga yang ia lakukan.
(9)
Kaffah : Menyeluruh, totalitas. Pengertian implementasi Islam secara kaffah ini
adalah (a) ajaran Islam dilaksanakan secara keseluruhan, jadi tidak diambil beberapa
bagian saja secara parsial, dan (b) meliputi seluruh aspek kehidupan harus dibingkai
ajaran Islam. Dengan menjalankan Islam secara kaffah berarti menjadikan Islam
sebagai sistem kehidupan (way of life), bukan sekadar pedoman ritual antara manusia
dengan Tuhan saja.
(10)
Maqashid asy syari’ah : Tujuan akhir dari syariat Islam, yaitu mencapai kebahagiaan
di dunia dan di akhirat (falah) serta kehidupan yang baik dan terhormat (hayyah
thayyibah)
(11)
Mashlahah : Manfaat, lebih tepatnya mashlahah al-‘ibab, yaitu kemanfaatan bagi
kehidupan manusia untuk mencapai kehidupan yang baik (hayyah thayyibah) dan
kemuliaan (falah) dalam bingkai nilai-nilai keislaman. Mashlahah al-‘ibab adalah
tujuan utama dari syariah Islam. Mashlahah juga menjadi tujuan dari konsumsi Islami,
yang dibedakan dengan utility.
(12)
Mudharabah, trust financing : Kerja sama antara dua pihak atau lebih dalam suatu
mu’amalah, di mana satu pihak memberikan kontribusi permodalan, sementara pihak
lain memberikan kontribusi kewirausahaan yang dapat berupa tenaga, pikiran/ide, dan
manajemen. Pihak yang pertama disebut sebagai sahib al-maal (financier), sedangkan
pihak yang kedua disebut sebagai mudharib (enterpreneur). Dalam kerja sama ini
mereka bersepakat untuk melakukan loss profit sharing.
(13)
Musyarakah, partnership : Kerja sama antara kedua belah pihak atau lebih dalam
mu’amalah di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dalam permodalan.
Disebut juga syirkah atau Qirad. Dalam kerja sama ini mereka bersepakat untuk
melakukan loss-profit sharing.
(14)
Qiyas : Mengukur dan menyamakan sesuatu hal dengan hal yang lain. Secara definitif
berarti menyamakan hukum sesuatu hal yang tidak terdapat ketentuannya dalam
Alquran dan Sunnah dengan hal lain yang ketentuannya telah disebutkan dalam
Alquran dan Sunnah, karena adanya persamaan penyebab (‘illat/cause effective)
323
(15)
Riba : Secara bahasa adalah ziyadah yang berarti tambahan (addiction), pertumbuhan
(growth), naik (rise), membengkak (swell), dan bertambah (increase), Akan tetapi,
pengertian riba secara teknis adalah pengambilan tambahan dari harta pokok atau
modal secara batil (wrongful devouring of property), baik dalam utang-piutang
maupun jual beli. Riba ini secara garis besar terbagi atas (1) riba nasi’ah, yaitu riba
dalam utang-piutang, yaitu bunga, dan (2) riba fadhl, yaitu riba dalam jual beli. Dalam
hukum Islam riba adalah haram.
(16)
Syariah : Ketentuan atau aturan main (rule of the game) dari Allah tentang bagaimana
manusia menjalani kehidupannya. Syariah ini mencakup aturan yang berkaitan
dengan ibadah –yaitu hubungan manusia dengan Allah (habuluminallah)—maupun
yang berkaitan dengan mu’amalah –yaitu hubungan manusia dengan sesama makhluk
khususnya manusia (hablumiannas). Secara luas syariah menyangkut keseluruhan
ajaran Islam, yaitu akidah, akhlak, dan ibadah.
(17)
Qaulan Sadida (Kata yang benar)
Pembicaran, ucapan, atau perkataan yang benar, baik dari segi substansi (materi, isi,
pesan) maupun redaksi (tata bahasa). Segi substansi, komunikasi Islam harus
menginformasikan atau menyampaikan kebenaran, faktual, hal yang benar saja, jujur,
tidak berbohong, juga tidak merekayasa atau memanipulasi fakta.
(18)
Qaulan Baligha (Kata yang efektif/sama makna) berarti tepat, lugas, fasih, dan jelas
maknanya. Qaulan Baligha artinya menggunakan kata-kata yang efektif, tepat
sasaran, komunikatif, mudah dimengerti, langsung ke pokok masalah (straight to the
point), dan tidak berbelit-belit atau bertele-tele. Agar komunikasi tepat sasaran, gaya
bicara dan pesan yang disampaikan hendaklah disesuaikan dengan kadar
intelektualitas komunikan dan menggunakan bahasa yang dimengerti oleh mereka.
Kata-kata yang digunakan adalah kata dan kalimat yang sederhana sesuai dengan
komunikannya sehingga langsung dapat dipahami dan dimengerti.
(19)
Qaulan Ma’rufa (Kata yang sopan dan bermanfaat)
Kata Qaulan Ma`rufa
disebutkan Allah dalam QS An-Nissa :5 dan 8, QS. Al-Baqarah:235 dan 263, serta
Al-Ahzab: 32. Qaulan Ma’rufa artinya perkataan yang baik, ungkapan yang pantas,
santun, menggunakan sindiran (tidak kasar), dan tidak menyakitkan atau
menyinggung perasaan. Qaulan Ma’rufa juga bermakna pembicaraan yang
bermanfaat dan menimbulkan kebaikan (maslahat).
324
(20)
Qaulan Karima (Kata yang mulia) Perkataan yang mulia, dibarengi dengan rasa
hormat dan mengagungkan, enak didengar, lemah-lembut, dan bertatakrama. Makna
ayat tersebut, perkataan yang mulia wajib dilakukan saat berbicara dengan kedua
orangtua. Kita dilarang membentak mereka atau mengucapkan kata-kata yang
sekiranya menyakiti hati mereka. Qaulan Karima harus digunakan khususnya saat
berkomunikasi dengan kedua orangtua atau orang yang harus kita hormati. Pada
konteks jurnalistik dan penyiaran, Qaulan Karima bermakna mengunakan kata-kata
yang santun, tidak kasar, tidak vulgar, dan menghindari “bad taste”, seperti jijik,
muak, ngeri, dan sadis.
(21)
Qaulan Layina (Kata Lemah Lembut)
Pembicaraan yang lemah-lembut, dengan
suara yang enak didengar, dan penuh keramahan, sehingga dapat menyentuh hati.
Pada Tafsir Ibnu Katsir disebutkan, yang dimaksud layina ialah kata kata sindiran,
bukan dengan kata kata terus terang atau lugas, apalagi kasar. Ayat di atas adalah
perintah Allah SWT kepada Nabi Musa dan Harun agar berbicara lemah-lembut, tidak
kasar, kepada Fir’aun. Apabila menggunakan kata Qaulan Layina, hati komunikan
(orang yang diajak berkomunikasi) akan merasa tersentuh dan jiwanya tergerak untuk
menerima pesan komunikasi kita. Komunikasi Islam, semaksimal mungkin dihindari
kata-kata kasar dan suara (intonasi) yang bernada keras dan tinggi.
(22)
Qaulan Maysura (Kata yang mudah dipahami) Bermakna ucapan yang mudah, yakni
mudah dicerna, mudah dimengerti, dan dipahami oleh komunikan. Makna lainnya
adalah kata-kata yang menyenangkan atau berisi hal-hal yang menggembirakan.
Komunikasi dilakukan oleh pihak yang memberitahukan (komunikator) kepada pihak
penerima (komunikan). Komunikasi efektif terjadi apabila sesuatu (pesan) yang
diberitahukan komunikator dapat diterima dengan baik atau sama oleh komunikan,
sehingga tidak terjadi salah persepsi.
Download