DISERTASI MODEL KOMUNIKASI BAITUL MAAL WATTAMWIL (BMT) DENGAN PETANI (Studi Kasus Dua Tipe Desa Berbeda di Bantul dan di Ciamis) Suraya SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Model Komunikasi BMT dengan Petani Dua Tipe Desa Berbeda di Bantul dan di Ciamis adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian disertasi ini. Bogor, Mei 2012 Suraya NIM I362070031 ABSTRACT SURAYA. Communication Model BMT with Farmer in Two Type Different Villages in Ciamis and Bantul. Advisor Commision of SUMARDJO, SJAFRI MANGKUPRAWIRA, and DIDIN HAFIDHUDDIN This research aims to (1) describe how the farmers in Ciamis and Bantul construct their social reality including the processes, motives, and their self-concepts owned by their own views (2) to synthesize behavioral change of farmers in Ciamis and Bantul in managing their communications and analyze the major components of communications on the farmers that make up communication events that are effective in developing social capital of BMT. (3) to devise strategies of developing efective communication patterns in developing the social capital of farmers and BMT. This study uses qualitative research, which emphasizes understanding the phenomenon of what is experienced by research subjects such as behavior, perception, motivation, action, etc., holistically, and by way of description in the form of words and language. The results of the result show that (1) the process of social contraction in rural areas (Bantul) and sub urban area (Ciamis) begins when the farmer has motivation to interact with BMT. Three motives arise: economic incentives (capital), religious (Islamic) and social motives. Farmers self-concept is a reflection of the human capital as sharia farmers, namely: openness, trustful and tawadhu (humble), Tabliq, helpful, afraid of Riba, keep his word and healthy spirit and body. (2). The process of communication that occurs between BMT and the farmers are dialogical communication, listening, understanding and occurs through face to face communication, group communication (discussion, training, mentoring, teaching), organizational communication (annual members' meeting) and even, in BMT Miftahussalam, through the internet. They use not only verbal communication but also non verbal symbols. Non-verbal communication can be seen from the gesture, expression or facial expression which is friendly and always smiling so farmers feel comfortable communicating with BMT. (3). Interaction between BMT and the farmers uses trust communication. When the farmers as members of farmer groups based on social motives , the farmer will get support and solidarity from fellow members of farmer groups. Farmer as a religious being based on religious motives, so that it would give priority to the implementation of the BMT farmers to comply with the provisions of sharia compliance. Farmers as clients of the BMT is based on economic motives. When farmers are getting into Islamic financing, then BMT should provide guidance and training to customers who obtain the finance method. Training and assistance can be in the form of mental, technical and management. If all of these are implemented there will be any changes in the self as an individual farmer. This change will happen if he undertake communication acts. Communication action is mainly in the form of interpersonal communication through verbal and nonverbal communication that prioritizes communication competence. Competent communication actions will affect social change. Social changes that increase will affect the welfare of society. This is done by BMT in the suburban area that reach a maximum wellbeing. This is different from BMT in the rural areas, which do not conduct training and guidance so that the maximum welfare is obtained Keywords : Communication Model, Social Reality Construction, Social Capital, BMT RINGKASAN SURAYA. Model Komunikasi Baitul Maaal Wat Tamwil (BMT) dengan Petani (Studi Kasus Dua Tipe Desa Berbeda di Bantul dan di Ciamis, Dibimbing oleh SUMARDJO, SJAFRI MANGKUPRAWIRA, dan DIDIN HAFIDHUDDIN Sektor pertanian saat ini menjadi andalan mata pencaharian sebagian besar masyarakat Indonesia dan berperan sebagai penyumbang penting Produk Domestik Bruto (PDB), menjadi sumber devisa negara, serta menjadi pemasok bahan baku sekaligus sebagai pasar bagi sektor industri. Hal ini menimbulkan paradoks sehingga perkembangan sektor pertanian menjadi lambat. Petani memiliki keterbatasan modal/dana yang disebabkan oleh kesulitan akses pembiayaan, ketidak mampuan menyediakan agunan, terbatasnya jumlah dan jangkauan bank. Sebagian besar petani lebih akrab dengan sumber-sumber pembiayaan informal karena lebih mengerti kebutuhan petani. Hal ini menjadi peluang bagi Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) untuk membantu petani mengatasi persoalan permodalan. Perilaku petani dalam mendapatkan pembiayaan syariah dari BMT merupakan fenomena sosial yang dikonstruksikan menurut pengalaman masing-masing. Penelitian ini melihat konstruksi realitas petani di daerah Bantul dengan etnis Jawa dan Ciamis dengan etnis Sunda dalam mengembangkan modal sosial BMT. Konstruksi realitas sosial yang dibangun oleh petani di Kabupaten Ciamis dan Bantul melalui pengalaman hidup yang pernah dilalui oleh petani pada masa lalu dan saat ini, menentukan ruang lingkup dalam memandang kebutuhan akan modal dari pembiayaan syariah di BMT. Etos kerja yang berciri resiprokal ini masih memerankan dasar moral penting bagi komunitas setempat baik di Ciamis maupun di Bantul dalam menanggapi dan menerangkan keperluan dan masalah hidup, terutama mendapatkan modal pembiayaan syariah dari BMT. Setidaknya ada tiga motif yang berhasil dikenali dan paling sering muncul, yaitu motif ekonomi (modal), spiritual, dan sosial. Perilaku usaha seorang petani sangat ditentukan oleh modal yang dimiliki, karena tanpa modal petani tidak dapat berbuat banyak. Hasrat petani untuk berusaha sangat tinggi dalam merubah taraf hidup menuju kesejahteraan keluarganya. Motif petani yang kedua adalah spiritual. Sesuai dengan agama yang dianutnya yaitu Islam dan kebanyakan petani di Bantul berafiliasi ke Muhamadiyah. Sementara BMT Miftahussalam di Ciamis berdiri di bawah yayasan pesantren Miftahussalam, kebanyakan petani berafiliasi ke Nahdatul Ulama (NU). Motif petani yang ketiga adalah sosial. Para petani ini selalu berinteraksi dengan kelompok taninya. Tujuan individu dan kelompok tani adalah sama yaitu memajukan keluarga dan kelompoknya. Mereka berusaha saling berbagi informasi demi kemajuan bersama. Konsep diri yang dimiliki petani baik di Kabupaten Ciamis maupun Kabupaten Bantul adalah pencerminan dari modal manusia sebagai petani syariah. Petani syariah ini memiliki konsep diri atau memiliki karakteristik sebagai petani yang terbuka, amanah dan tawadhu, tabligh, saling menolong, takut pada riba yang sifatnya haram dan menepati janji serta petani yang sehat jiwa dan raganya. Petani di Ciamis dan Bantul mengelola proses komunikasi ketika berinteraksi dengan BMT maupun dengan anggota kelompok taninya di lingkungan tempat tinggalnya. Ternyata di antara keduanya tidak ditemukan perbedaan penggunaan bahasa verbal antara proses komunikasi tersebut. Petani biasa menggunakan bahasa Indonesia ataupun bahasa Sunda dan bahasa Jawa. Beberapa simbol nonverbal yang dikelola oleh petani dalam memberikan kesan kepada BMT baik di Ciamis maupun di Bantul dibagi ke dalam kelompok : isyarat dan gerakan tubuh, penampilan, ekspresi wajah. Kebanyakan informan ketika berkomunikasi dengan sesama anggota kelompok tani ataupun dengan BMT adalah sambil menggenggam kedua tangan, dan menggerak-gerakan tangan untuk menjelaskan sesuatu sangatlah bersemangat sehingga perlu penegasan dengan menggerak-gerakan kedua tangannya mengikuti verbalnya. Secara verbal petani mengekspresikan komunikasinya melalui pembicaraan secara langsung dengan pihak BMT atau secara tidak langsung melalui kelompok tani. Tindakan komunikasi petani selalu menciptakan komunikasi terbuka, bersedia mendengarkan, mempersuasi dan mengutamakan dialog (komunikasi dialogis). BMT Miftahussalam mendapatkan penghargaan Ketahanan Pangan dari Gubernur Jawa Barat berkat usahanya memberikan pembiayaan dan pembinaan kepada petani nasabahnya. Hal ini memperlihatkan adanya kesadaran petani sebagai anggota kelompok tani berkomunikasi dengan BMT agar mendapatkan pembiayaan. Setelah petani mendapatkan pembiayaan, BMT memberikan pelatihan dan pendampingan berupa teknis, mental dan manajemen. Setelah petani mengambil keputusan untuk mengelola pembiayaan modal syariah dalam usaha pertaniannya dan menjalankan pertanian dan pelatihan yang didapat maka taraf kehidupannya bisa berubah menuju yang dicita-citakan, yaitu hidup sejahtera. Modal sosial menfokuskan pada jaringan, yaitu hubungan antar individu, saling percaya dan norma yang mengatur jaringan kerjasama, baik dalam kelompok tani dan BMT. Petani yang mengajukan pembiayaan modal ke BMT terjadi interaksi, jaringan komunikasi dan informasi antar individu terutama adanya peran pemimpin dalam kelompok taninya maka dengan sendirinya akan melakukan kerjasama dengan pihak lain (BMT) melalui hubungan sosial dan jaringan informasi. Proses komunikasi yang dialogis ini ditentukan oleh kemampuan modal manusia, yaitu konsep diri petani dan kompetensi komunikasinya. Hal ini sebagai proses mental dalam pengambilan keputusan untuk mengajukan, mendapatkan serta mengelola pembiayaan syariah di BMT. Pada konsep modal manusia (human capital) yang meliputi konsep diri petani, memandang manusia sebagai individu yang otonom. Kemampuan leadership di kedua BMT tersebut adalah kepemimpinan kharisma. Perbedaannya adalah : di BMT Miftahussalam, kabupaten Ciamis, petani sebagai modal manusia yang mendapatkan pembiayaan syariah diberikan pendampingan dan pelatihan di bidang mental, teknis dan manajemen, sehingga petani menjadi lebih maju dan sejahtera. Kemampuan komunikasi dan kerjasama adalah dua kompetensi pada individu yang akan berpotensi dalam membangun jaringan informasi secara kolektif. Modal manusia yang tinggi dalam kegiatan usaha tani akan meningkatkan interaksi, komunikasi dan jaringan kerjasama sehingga dapat mempengaruhi modal sosial. Sebaliknya, modal sosial yang kuat akan memperkuat modal manusia sehingga keduanya mempunyai hubungan timbal balik. Sumber informasi utama bagi petani adalah sesama petani, pemimpinnya dan/atau kelompok tani, tetangga kebun/sawah, tetangga rumah, petani berhasil, kios sarana produksi, tokoh masyarakat, PINBUK, BMT, Puskopsyah, dinas pertanian, dinas koperasi dan sumber lain yang diyakini petani memiliki informasi yang dapat dipercaya. Komunikasi interpersonal yang paling dominan digunakan petani dalam melakukan komunikasi dan mengakses informasi yang dibutuhkan. Modal struktural pada model etnis Sunda terdiri dari inovasi terhadap pengolahan lahan, seperti: padi, jagung, coklat, perikanan, sapi, kambing. Inovasi juga dibidang pemasaran baik secara offline maupun online. Proses operasional yang dilakukan dengan proses syariah. Organisasi yang awalnya adalah organisasi dari pesantren akhirnya berkembang menjadi organisasi menengah. Modal struktural pada model etnis Jawa baik produk dan pemasarannya belum dilakukan inovasi. Proses operasional BMT berdasarkan syariah. Organisasinya masih kecil, yaitu berupa koperasi kecil. Modal kepemimpinan di model etnis Sunda berdasarkan filosofi sunda terdiri dari Nyantri : memiliki modal spiritual karena besar dan hidup di lingkungan pesantren. Nyakola, pemimpin yang ada berlatarbelakang pendidikan tinggi dan berpengalaman. Nyunda, pemimpin yang ada memiliki sifat-sifat sebagai orang sunda, seperti low profil (rendah hati), penyemangat, dan menyatu dengan masyarakatnya sehingga selalu mendengarkan aspirasi masyarakatnya. Modal kepemimpinan pada model etnis Jawa mengikuti filosofi Jawa, yaitu tanah : teguh pendirian, api : disegani, angin : Merakyat maksudnya mendengarkan aspirasi, air : tenang, angkasa : bijaksana, bulan : penyemangat, matahari : pemberi energi, bintang : menjadi teladan di masyarakatnya. Petani sebagai aktor kehidupan berinteraksi dengan BMT. Interaksi ini melibatkan komunikasi dialogis dan konvergen. Komunikasi ini menggunakan komunikasi yang dapat dipercaya (trust communication). Ketika petani sebagai anggota kelompok tani didasari oleh motif sosial-nya maka petani akan mendapatkan dukungan dan solidaritas dari sesama anggota kelompok tani. Petani sebagai mahluk religi didasari oleh motif agama, karena itu petani akan mengutamakan pelaksanaan BMT dengan mematuhi ketentuan syariah (syariah compliance-nya). Petani sebagai nasabah dari BMT didasari oleh motif ekonomi. Ketiga hal tersebut mendasari petani agar mendapatkan pembiayaan syariah dari BMT. Tindakan komunikasi petani terutama berupa komunikasi interpersonal melalui komunikasi verbal dan nonverbal yang mengutamakan kompetensi komunikasi. Tindakan komunikasi yang kompeten ini akan mempengaruhi perubahan sosial. Perubahan sosial yang meningkat akan mempengaruhi kesejahteraan hidup masyarakat yang meningkat pula. Hal ini dilakukan oleh BMT di wilayah Ciamis sehingga kesejahteraan yang dicapai menjadi maksimal. BMT di wilayah Bantul, yang tidak melakukan pelatihan dan pendampingan sehingga kesejahteraan yang didapat tidak maksimal. Kemampuan komunikasi dan kerjasama adalah dua kompetensi pada individu yang akan berpotensi dalam membangun jaringan informasi secara kolektif. Modal manusia yang tinggi dalam kegiatan usaha tani akan meningkatkan interaksi, komunikasi dan jaringan kerjasama sehingga dapat mempengaruhi modal sosial. Sebaliknya, modal sosial yang kuat akan memperkuat modal manusia sehingga keduanya mempunyai hubungan timbal balik. Kata Kunci : Model Komunikasi, Konstruksi realitas sosial, Modal Sosial, BMT © Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB MODEL KOMUNIKASI BAITUL MAAL WAT TAMWIL (BMT) DENGAN PETANI (Studi Kasus Dua Tipe Desa Berbeda di Ciamis dan Bantul) SURAYA I362070031 Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Komunikasi Pembangunan dan Pedesaan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Dr. Sarwititi Sarwoprasodjo 2. Dr. Irfan Syauqi Beik, M.Sc Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Prof. Dr. Ir. M. Amin Aziz, M.Sc 2. Prof. Dr. Ir. Aida Vitayala Hubeis, MS Judul Disertasi Nama NIM : Model Komunikasi Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) dengan Petani (studi Kasus Dua Tipe Desa Berbeda di Ciamis dan di Bantul : Suraya : I362070031 Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Sumardjo, MS Ketua Prof. Dr. Sjafri Mangkuprawira Anggota Prof. Dr. Didin Hafidhuddin, MS Anggota Mengetahui Ketua Program Studi Komunikasi Pembangunan dan Pedesaan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Djuara P. Lubis, MS Dr. Dahrul Syah, M.Sc. Agr Tanggal Ujian : 3 Juli 2012 Tanggal Lulus : ……………… PRAKATA Puji Syukur Alhamdulillah bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga disertasi ini dapat terselesaikan juga. Segala daya dan upaya disertai dengan pengorbanan di sana-sini, terutama pada waktu dan keluarga harus dikeluarkan agar disertasi ini dapat terwujud. Kenapa hal tersebut diungkap ? Disertasi ini adalah wujud dari jerih payah dan effort yang sangat besar karena di tengah penulisan ini harus dibarengi oleh perjalanan kuliah dan penelitian Magister Bisnis dan Keuangan Islam di Universitas Paramadina, kesibukan mengajar di program studi Ilmu Komunikasi Paramadina serta yang tak kalah pentingnya adalah kewajiban mengayomi keluarga. Tema penelitian disertasi ini berawal dari keprihatinan terhadap nasib petani Indonesia yang sering sudah terjatuh tertimpa tangga pula. Maksudnya, mereka sering kali meminjam modal kepada patron/majikan bahkan kepada rentenir/tengkulak. Belum selesai mereka mencicil ataupun membayar hutang, mereka harus berhadapan dengan resiko lain seperti pemakaian pupuk palsu ataupun gagal panen. Petani perlu didukung ketersediaan pembiayaan dalam jumlah yang memadai dan sesuai dengan karakteristik usaha pertanian. Selain itu, ketersediaan sumber pembiayaan di pedesaan yang mudah diakses menjadi sebuah kebutuhan dalam pembangunan pertanian. Penyusunan disertasi ini tidak terlepas dari banyaknya pihak yang memberikan kontribusi. Secara khusus penulis mengucapkan terimakasih kepada bapak Prof. Dr. Sumardjo, Prof. Dr. Sjafri Mangkuprawira, dan Prof. Dr. Didin Hafidhuddin selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam membimbing dan mengarahkan penulis selama kuliah di mayor Komunikasi pembangunan serta dalam penyusunan disertasi sehingga bisa rampung. Ucapan terimakasih penulis sampaikan atas jasanya telah memberikan beasiswa kepada penulis, yaitu kepada Bapak Ir. Beni Subianto yang telah memberikan Paramadina Fellowship, Bapak. Anies R. Baswedan, Ph.D selaku Rektor Paramadina, Totok A. Soefijanto Ed.D, Deputi Rektor I Bidang Akademik dan Riset; Bima Priya Santosa, Ak., BAP, MFM., Deputi Rektor II Bidang Keuangan dan Operasional; Wijayanto, MPP, Deputi Rektor III Bidang Kerjasama, Pengembangan Bisnis dan Keuangan serta Kurniawaty Yusuf, Direktur Fellowship dan Kerjasama. Penghargaan penulis haturkan atas segala bantuan kepada Bapak Ahmad Agung, Ketua PINBUK Kabupaten Ciamis, Bapak Dadan, ketua BMT Miftahussalam, dan Bapak Dwi Kuswantoro, Ketua PINBUK Daerah Istimewa Yogyakarta, Mas Hermawan selaku enumerator dari PINBUK Yogyakarta, Mba Sri, Ketua BMT Al Barokah Bantul Yogyakarta. Ucapan terimakasih secara special juga penulis haturkan kepada teman program studi Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina (Nurhayani Saragih, Rini Sudarmanti, Juni Alfiah Chusjairi, AG. Eka Wenats, Wahyutama, Ika Karlina) terimakasih atas dukungan dan pengertiannya. Penulis menghaturkan terimakasih banyak bagi kedua orang tua, serta ibu mertua yang telah memberikan doa, membesarkan dan mendidik dan yang telah mengajarkan bahwa harta yang paling berharga adalah ilmu yang bermanfaat. Tesis ini juga penulis persembahkan bagi keempat anak, Fatimah Azzahra, Ali Syariati Kamil, Huzaifah Malahayati dan Ayu Sabrina Anshari serta suami tercinta (Muflihun) yang telah mengikhlaskan waktu dan kasih sayang mereka bagi penulis. Buat teman-teman satu angkatan (KMP 2007) selain ucapan terimakasih atas kekompakan dan diskusi-diskusinya. Juga buat teman, rekan sejawat lainnya serta pihakpihak lainnya yang tidak bisa penulis uraikan satu persatu. Semoga segala dukungan, bantuan baik materil maupun moril serta doa bagi penulis akan dibalas Allah dengan kebaikan yang berlimpah pula. Mudah-mudahan karya ini dapat bermanfaat dan Allah SWT meridhoi ikhtiar kita semua. Jakarta, Mei 2012 Suraya RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, 27 Nopember 1968 dari Abu Mansur Amin dan Umi Mahyuni. Penulis merupakan putri pertama dari lima bersaudara. Pendidikan Dasar dan menengah ditempuh pada : SD Negeri Depok Baru II Depok (1976-1981), SMP Negeri II Depok (1981-1984), dan SMA Negeri I Depok (1984-1987). Memperoleh gelar Sarjana Sosial dari Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta, Fakultas Ilmu Komunikasi, Jurusan Ilmu Jurnalistik (1987-1991) dengan IPK 3.23 dengan judul skripsi Perbandingan penyajian Tata Letak Suratkabar Berita Buana Sebelum dan Sesudah edisi 1 Desember 1990 Hubungannya dengan Ketertarikan Pembaca Pelanggannya di Mariyo-riyo Agency. Kemudian melanjutkan studi pasca sarjana pada Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia (1997-1999) dengan IPK 3.51 menyusun tesis yang berjudul studi Ideologi Melalui Pemberitaan Kasus Aceh dalam wacana Pers Indonesia. Selanjutnya melanjutkan studi pasca sarjana kedua pada program Magister Bisnis dan Keuangan Islam (MBKI) Paramadina Graduate School of Business (2006-2010). Saat ini sedang melanjutkan Program Doktor Mayor Komunikasi Pembangunan di Institut Pertanian Bogor (IPB) (2007-sekarang). Saat ini penulis tinggal di Komplek Pondok Indah Pancoran Mas (Poin Mas) Blok H2 Nomor 2B RT 02/RW 11 Kelurahan Rangkapan Jaya Kecamatan Pancoran Mas, Kotip Depok, telpon 021-77215854 dan 08121913353. Di rumah ini penulis tinggal bersama suami dan 3 orang putri serta seorang putra. Sejak 2002 hingga sekarang bergabung sebagai Dosen Tetap pada Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina. DAFTAR TABEL 2.1. 2.2. 2.3. 3.1. 3.2. 3.3. 3.4. 4.1. 4.2. 4.3. 4.4. 4.5. 4.6. 4.7. 4.8. 4.9. 4.10. 5.1. 6.1. 6.2. 7.1. 7.2. 8.1. 8.2. 8.3. 8.4. 8.5. Teks Bentuk dan Implikasi Komunikasi ………………………………….. Perbedaan Lembaga Keuangan Konvensional dan Syariah ………… Perbedaan antara Bank Syariah dan Konvensional …………………. Lembaga Keuangan Mikro didirikan oleh petani …………………… Profil Singkat Petani Informan ……………………………………… Teknik Pengumpulan Data Fenomenologi …………………………. Teknik Analisa Dalam Fenomenologi ……………………………… Indikator Kependudukan Kabupaten Ciamis 2010 ..………………. Tata Guna Lahan Bantul 2009 ..…………………………………… Data Kependudukan Bantul 2009 ………………………………… Kepadatan Penduduk Geografis Bantul 2010 ..……………………. Kepadatan Penduduk Agraris Bantul 2010…………………………. Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan …………….. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian …………………… Data Perkembangan BMT Miftahussalam ………………………….. Data Perkembangan BMT Al Barokah ……………………………… Gambaran Umum, Potensi, Desa, Profil BMT di Ciamis dan Bantul.. Etos Kerja dan norma Masyarakat Ciamis dan Bantul ………….…. Aspek pendorong dan Penarik Sebagai Motif Mendapatkan Pembiayaan Syariah ………………………………………………….. Konstruksi Realitas Petani …………………………………………… Kecenderungan Model Komunikasi Antar Pelaku dalam Permodalan Syariah ……………………………………………………………….. Proses Komunikasi,Makna Simbolik dan Kompetensi Komunikasi … Analisis Proses komunikasi dalam Interaksi Petani dan Pihak BMT ……………………………………………………………………….. Analisis Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Interaksi Petani dengan BMT ……………….………………………………………. Analisis Faktor Internal Petani di Ciamis dan Baatul …..…………… Dampak Kebutuhan Modal Bagi Petani dan BMT di Ciamis dan Bantul ……………………..………………………………………….. Modal Sosial di Ciamis dan Bantul …………………………………. iv Halaman 82 96 96 129 132 133 142 143 146 147 147 148 150 151 154 162 163 171 194 209 213 262 294 296 298 299 301 DAFTAR GAMBAR 2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5. 2.6. 2.7. 2.8. 2.9. 2.10. 5.1. 5.2. 6.1. 6.2. 6.3. 6.4. 7.1. 7.2. 7.3. 7.4. 7.5 7.6 7.7. 7.8. 7.9. 7.10. 7.11. 8.1. 8.2. Teks Pandangan Hidup Orang Sunda tentang Manusia sebagai pribadi dalam konteks Hubungan Penguasa dan Rakyat (Balarea) – Pola I …………… Pandangan Hidup Orang Sunda tentang Manusia sebagai pribadi dalam konteks sebagai Kelompok Sosial – Pola II ……………………………. Pola Pandangan Hidup Orang Jawa ……………………………………. Model Komunikasi Gudykunst and Kim ………………………………. Model Komunikasi Schramm ………………………………………….. Kerangka Perilaku Konsumen Mendapatkan Mashalah dan Berkah ….. Cara Kerja dan Perputaran Dana di BMT ……………………………… Kerangka Konseptual …………………………………………………… Kerangka Pemikiran Teoritik …………………………………………… Posisi Penelitian dibanding Penelitian Sebelumnya …………………… Pandangan Hidup Orang Sunda di Ciamis ……………………………… Pandangan Hidup Orang Jawa di Bantul ……………………………….. Aspek Pendorong dan Penarik Menjadi Motif Berinteraksi dengan BMT Karakter Petani di Sub urban Area Ciamis ……………………………. Karakter Petani di Rural Area (Bantul) ………………………………… Pola Konstruksi Sosial Petani ………………………………………….. Keterkaitan Antar Pelaku ………………………………………………. Proses Komunikasi Pengajuan Pembiayaan Syariah ………………….. Alur Akad Mudharabah ……………………………………………………... Alur Akad Murabahah ………………………………………………………. Proses Komunikasi Pada Akad Murabahah ……..……………………. Proses Komunikasi Pada Akad Mudharabah ………………………… Pembiayaan dalam Bentuk Akad Al Qardhul Hasan ………………….. Pola Komunikasi Antara PINBUK, Petani dan BMT ………………….. Pola Komunikasi BMT dan Petani setelah Mendapat Pembiayaan Syariah ………………………………………………………………….. Pola Komunikasi Antara BMT, Petani dan Tokoh Masyarakat ………. Pola Komunikasi Syariah ………………………………………………. Konsep Diri Petani Syariah ……………………………………………. Pengembangan Modal Sosial BMT ……………………………………. v Halaman 48 49 53 75 76 99 100 115 117 125 168 170 196 199 203 209 212 232 235 235 236 237 238 239 240 241 242 280 290 DAFTAR ISI Teks BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ Latar Belakang Masalah ..................................................................................... Perumusan Masalah ........................................................................................... Tujuan Penelitian ............................................................................................... Kegunaan Penelitian .......................................................................................... Novelty .............................................................................................................. Halaman 1 1 10 12 13 13 BAB II KERANGKA TEORITIS ................................................................................ Tinjauan Pustaka .............................................................................................. Manusia Melakukan Tindakan Sosial ................................................................ Fenomenologi dan Petani Sebagai Aktor Sosial dan Subyektif ....................... Konstruksi Realitas Sosial Petani ...................................................................... Petani dalam Konsep Interaksi Simbolik ........................................................... Etos Kerja sebagai Dasar Moral ………………………………………………. Budaya Sunda …………………………………………………………………. Budaya Jawa ………………………………………………………………….. Pandangan Hidup Orang Sunda Sebagai Manusia Pribadi …………………… Pandangan Hidup Orang Jawa Sebagai Manusia Pribadi …………………….. Modal Sosial ...................................................................................................... Komunikasi yang dapat di percaya (Trust Communication).............................. Bahasa Sebagai Alat Komunikasi …………………………………………….. Perilaku Kredit Petani ........................................................................................ Lembaga Keuangan Mikro Syariah ................................................................... Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) ....................................................................... Produk-produk BMT ......................................................................................... Proposisi ............................................................................................................ Kerangka Berfikir …………………………………………………………….. Kerangka Pemikiran Konseptual……………... ................................................ Kerangka Pemikiran Teoritik ……………........................................................ Hasil Penelitian Sebelumnya............................................................................. Hasil Penelitian dengan Perspektif Obyektif..................................................... Hasil Penelitian Trust Communication............................................................. Hasil Penelitian tentang BMT……………………........................................... Hasil Penelitian dengan Perspektif Subyektif................................................... Posisi Penelitian dibanding Penelitian Sebelumnya......................................... 15 15 15 18 20 24 37 39 44 47 51 54 70 91 93 95 97 103 113 114 115 117 119 119 119 119 124 125 BAB III METODE PENELITIAN ............................................................................ Paradigma Penelitian ..................................................................................... Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................................... Informan Penelitian ........................................................................................ Gambaran Umum Informan ………………………………………………… Teknik Pengumpulan Data ............................................................................. Fokus Penelitian ……………………………………………………………. Proses Pendekatan ke Subyek Penelitian ....................................................... Teknik Keabsahan Data ................................................................................. Analisa Data ................................................................................................... 126 126 128 130 131 132 135 136 137 139 i BAB IV GAMBARAN UMUM DESA CIJEUNJING KABUPATEN CIAMIS DAN DESA BLAWONG KABUPATEN BANTUL Kabupaten Ciamis …………………………………………………………. Kabupaten Bantul ………………………………………………………….. Desa Cijeunjing Kabupaten Ciamis ……………………………………….. Desa Blawong Kabupaten Bantul …………………………………………. BMT Miftahussalam ………………………………………………………. BMT Al Barokah ………………………………………………………….. 143 BAB V ETOS KERJA MASYARAKAT DESA CIJEUNJING DAN DESA BLAWONG Etos Kerja Orang Sunda pada Warga Desa Cijeunjing Ciamis ……………. Etos Kerja Orang Jawa pada Warga Desa Blawong Bantul ……………….. 165 BAB VI KONSTRUKSI REALITAS SOSIAL PETANI Proses Mendapatkan Pembiayaan di BMT (Motif) di Kabupaten Ciamis …… Aspek Pendorong …………………………………………………………….. Aspek Penarik ………………………………………………………………… Proses Mendapatkan Pembiayaan di BMT (Motif) di Desa Blawong Kabupaten Bantul …………………………………………………………….. Aspek Pendorong ……………………………………………………………… Aspek Penarik …………………………………………………………………. Konsep Diri/Karakter Petani ………………………………………………….. Petani di Desa Cijeunjing Kabupaten Ciamis …………………………………. Petani di Desa Blawong Kabupaten Bantul …………………………………… Pembahasan Hasil Penelitian ………………………………………………….. Eksplorasi Kebenaran Empirik Logik …………………………………………. Aspek Kebenaran Empirik Etik Komunikasi Petani ………………………….. Aspek Kebenaran empirik Transendental ……………………………………… . BAB VII MODEL KOMUNIKASI SYARIAH Proses Komunikasi Petani ……………………………………………………. Proses Komunikasi Petani dan BMT Ketika Mengajukan Pembiayaan Syariah di Ciamis ………………………………………. …………………………… Proses Komunikasi Petani dan BMT Ketika Mengajukan PEmbiayaan Syariah di Bantul ……………………………………………………………………… Makna Simbolik pada Petani …………………………………………………. Kompetensi Komunikasi Petani ……………………………………………… Petani sebagai aktor kehidupan ……………………………………………….. Pesan Komunikasi Islami ………………………….…………………………. Proses Komunikasi dalam Proses Akad Kredit……………………………….. Pembahasan Penelitian ……………………………………………………….. Eksplorasi Kebenaran Empirik Logik ………………………………………… Eksplorasi Kebenaran Empirik Etik …………………………………………… Eksplorasi Kebenaran Empirik Transendental ………………………………… Sintesis Hasil Penelitian ………………………………………………………. 174 174 174 181 186 ii 143 144 149 150 151 154 165 168 186 191 196 196 199 203 204 205 207 212 212 213 215 216 222 224 226 232 245 245 249 251 258 BAB VIII MODAL SOSIAL BMT BMT dalam Pembangunan …………………………………..………………… Kabupaten Ciamis dan Bantul ……………………………………………… Pembentukan Modal Sosial BMT ……………. ………………………………. BMT di Ciamis dan Bantul ……………………………………………………. Sumber Daya Manusia dan Kepemimpinan ………………………................... Kepemimpinan di Ciamis …..………………………………………………… Kepemimpinan di Bantul …………………………………………………….. Refleksi Teoritik ………………………………………………………………. 266 266 268 269 275 276 281 284 303 BAB IX KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ……………………………………………………………………. Saran …………………………………………………………………………... 309 309 312 DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………… GLOSARY ………………………………………………………………………… 313 321 iii 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Lembaga keuangan Mikro Syariah mengalami perkembangan yang sangat pesat saat ini, terutama BMT. Ada sekitar 3.900 BMT yang yang beroperasi di Indonesia pada akhir tahun 2010. Aset BMT-BMT berkisar di atas 1 milyar (4,5 persen), 500 juta - 1 milyar (7 persen), 250 juta - 500 juta (39.5 persen), 50 juta – 250 juta (40 persen), dan dibawah 50 juta (9 persen) (Pinbuk.org, 2012) Selama ini menurut Hafidhuddin (2008) BMT telah membuktikan bahwa dari sisi bisnis, pembiayaan pada UMK merupakan bisnis sektor riil, terbukti menurut catatan BMT centre terdapat pertumbuhan aset sebesar 59,71 persen pada tahun 2004-2005 dan peningkatan SHU sebesar 46,71 persen pada tahun yang sama. Penerimaan masyarakat yang semakin besar pada adanya manfaat dari kehadiran BMT ini terlihat dari pesatnya pertumbuhan BMT di daerahdaerah. Berdasarkan data terakhir, terdapat sekitar 2.938 unit BMT di seluruh Indonesia. Di Jawa Barat hampir 22 persen, 20 persen di Jawa Timur, 17,5 persen di Jawa Tengah, di luar Jawa yang terbesar adalah di Sulawesi Selatan 6 persen, dan Sumatera Utama 5 persen. Berdasarkan data tahun 2000, rata-rata setiap BMT memiliki sekitar 199 penabung dan 83 orang peminjam, dengan rata-rata simpanan sebesar Rp. 265.000 dan rata-rata pinjaman sebesar Rp. 698.000. Kesejahteraan petani menurut BPS tahun 2005-2007 menunjukkan fluktuatif pada tahun 2005-2007 berturut-turut kesejahteraan petani mencapai 102,99 persen, 105,07 persen dan 104,62 persen. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa petani sudah sejahtera. Faktanya di lapangan petani berhadapan dengan harga kebutuhan yang terus meningkat, termasuk harga bahan konsumsi dan bahan produksi untuk lahan pertanian. Sementara sebelumnya dari hasil survei BPS (2005) lebih dari 60 persen petani mengatakan kondisi ekonomi rumah tangga mereka tidak berubah dari tahun-tahun sebelumnya. Survei tersebut juga memperlihatkan ratarata penghasilan tertinggi petani dalam setahun adalah Rp. 11,3 juta (di Sumatera Barat) dan terendah Rp. 7,7 (di Nusa Tenggara Barat). Pendapatan tersebut masih jauh dikatakan layak untuk mencukupi kebutuhan keluarga petani. Perbankan syariah di masa awal pertumbuhannya terbilang lamban antara tahun 1992-1998, kemudian tumbuh sangat pesat dalam satu dasawarsa terakhir. Pertumbuhan jumlah Bank Unit Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS) dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) diikuti 2 oleh peningkatan nilai indikator-indikator perbankan syariah, seperti aset, dana pihak ketiga (DPK), dan pembiayaan. Sebagai contoh, aset perbankan syariah (belum termasuk BPRS) telah berkembang sekitar 54 kali lipat selama 10 tahun, dari Rp 1,79 trilyun pada akhir tahun 2000 menjadi Rp 97,52 trilyun pada akhir tahun 2010. Selama kurun itu, pertumbuhan rata-rata setiap tahunnya adalah sekitar 54 persen. Dana Pihak Ketiga yang berhasil dihimpun pada kurun waktu yang sama meningkat sekitar 74 kali lipat, dari Rp 1,03 trilyun menjadi Rp 76,04 trilyun. Sedangkan pembiayaan yang diberikan juga meningkat sekitar 54 kali lipat, dari Rp 1,27 trilyun menjadi Rp 68,18 trilyun (2010). Perbankan Syariah sudah melakukan ekspansi dengan memberikan pembiayaan kepada sektor pertanian bagi masyarakat di pedesaan. Sektor pertanian saat ini menjadi andalan mata pencaharian sebagian besar masyarakat Indonesia dan berperan sebagai penyumbang penting Produk Domestik Bruto (PDB), menjadi sumber devisa negara, serta menjadi pemasok bahan baku sekaligus sebagai pasar bagi sektor industri. Menurut data BPS (2008) GNP tahun 2008, 20,9 juta rupiah dengan growth index 24,3 persen atau dalam USD $2.190,6. Cadangan devisa Indonesia hingga awal Februari 2008 turun sebesar USD$ 960 juta menjadi USD $ 56 miliar. Salah satu masalah penting yang sampai saat ini masih dihadapi bangsa ini adalah kemiskinan dan kesenjangan ekonomi antara kelompok kaya dan miskin. Menurut data BPS (2008) jumlah penduduk miskin Indonesia mencapai 34,96 juta orang atau 15,42 persen dari total penduduk. Mengutip data BPS 2006, Hafidudin dan Syukur (2008) mengatakan walaupun sektor pertanian menyerap jumlah tenaga kerja yang paling banyak dan menggunakan sebagian besar lahan yang ada, namun sumbangan sektor ini pada Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tidak sebesar kontribusinya dalam penyerapan tenaga kerja dan penggunaan lahan. Pada tahun 2005 sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan hanya memberikan kontribusi sebesar 254,9 triliun rupiah (13,4 persen dari total PDB). Menghadapi persoalan tersebut, kabinet Indonesia bersatu telah menetapkan program pembangunannya dengan menggunakan strategi tiga jalur (triple track strategy) yang berazas pro-growth, pro-employment dan pro-poor. Operasionalisasi konsep strategi tiga jalur tersebut dirancang melalui : (1) peningkatan pertumbuhan ekonomi di atas 6,5 persen per tahun melalui percepatan investasi dan ekspor; (2) pembenahan sektor riil untuk mampu menyerap tambahan angkatan kerja dan menciptakan lapangan kerja baru; dan (3) revitalisasi sektor pertanian dan perdesaan untuk kontribusi pada pengentasan kemiskinan (Deptan, 2005). 3 Ada paradoks pada kondisi pertanian saat ini, di satu sisi, sektor pertanian menyerap tenaga kerja yang sangat besar sekitar 44 persen dari total tenaga kerja di Indonesia dan pertanian berperan memberikan 13,4 persen pada PDB, selebihnya dari sektor perdagangan, industri, jasa, dan lain-lain (BPS, 2005). Paradoks ini menimbulkan masalah serius sehingga perkembangan sektor pertanian menjadi lambat. Pertama, keterbatasan modal/dana petani yang disebabkan oleh kesulitan akses pembiayaan, ketidak mampuan menyediakan agunan, terbatasnya jumlah dan jangkauan bank. Kedua, SDM yang rendah, rata-rata petani mengenyam pendidikan hanya sampai tingkat pendidikan yang rendah. Hal ini menyebabkan pengelolaan pertanian menjadi tidak optimal, rendahnya daya saing dan terbatasnya penguasaan sarana dan teknologi. Ketiga, persepsi negatif bahwa sektor pertanian beresiko tinggi, ketergantungan pada musim dan ketersediaan air, jaminan harga yang fluktuatif, dan sebagainya. Keempat, kondisi petani lokal di pedesaan seperti yang dikatakan Scott (1981) bahwa mereka memiliki persepsi moral yang tidak akan mengambil resiko yang berbahaya, beresiko tinggi dan mengancam subsistensi mereka. Secara dialektis Samuel Popkins (1979) menunjukkan bahwa bukan soal moral yang paling menentukan setiap tindakan petani melainkan rasionalitas kerjanya. Maksudnya, petani bukan tidak mau mengambil resiko dalam segala tindakannya tetapi juga ada aspek-aspek spekulatif dan perhitungan untung rugi yang sangat cerdik. Pemerintah setidaknya berkewajiban untuk meningkatkan dan melakukan pemerataan terhadap kesejahteraan para petani. Hal-hal yang harus diperhatikan untuk mendukung pengembangan revitalisasi pertanian ini, antara lain : aspek kebijakan, lintas sektoral, aspek teknologi, aspek kelembagaan, aspek sumber daya manusia dan aspek permodalan. Pada aspek permodalan ini yang menjadi masalah paling krusial yang dialami para petani. Kementrian Pertanian (2005) telah mengidentifikasi permasalah permodalan yang dialami oleh para petani, antara lain : (a) Sistem dan prosedur penyaluran kredit masih rumit, birokratis dan kurang memperhatikan kondisi lingkungan sosio budaya pedesaan sehingga sulit menyentuh kepentingan petani yang sebenarnya; (b) Kemampuan petani dalam mengakses sumber-sumber pembiayaan sangat terbatas. Hal ini disebabkan lembaga keuangan perbankan dan non perbankan menerapkan prinsip 5-C (Character, Collateral, Capacity, Capital, dan Condition) dalam menilai usaha pertanian yang tidak semua persyaratan yang diminta dapat dipenuhi oleh petani; (c) Usaha di sektor pertanian masih dianggap beresiko tinggi oleh pihak investor, sehingga menghambat aliran modal investasi maupun modal kerja ke sektor pertanian; (d) Skim kredit 4 pada umumnya masih membiayai usaha produksi, belum menyentuh kegiatan praproduksi, pasca produksi, dan pascapanen. Padahal kegiatan off farm ini memberikan tingkat keuntungan yang lebih baik bila dibandingkan dengan kegiatan on farm; (e) Belum berkembangnya lembaga penjaminan usaha di bidang pertanian (Asuransi Pertanian) yang mengakibatkan lembaga keuangan maupun investor enggan untuk menyalurkan dananya pada kegiatan agribisnis; (f) Belum adanya lembaga keuangan yang khusus membiayai sektor pertanian. Hal ini mengakibatkan dukungan pembiayaan sektor pertanian tidak sesuai dengan tuntutan pembangunan nasional yang memprioritaskan pertanian sebagai tulang punggung perekonomian nasional; dan (g) Belum berkembangnya Lembaga Keuangan Pedesaan/Lembaga Kredit Mikro di pedesaan sehingga terjadi ketidakseimbangan antara kemampuan masyarakat untuk menabung dengan jumlah modal yang keluar pedesaan (capital outflow). Sebagian besar petani lebih akrab dengan sumber-sumber pembiayaan informal karena sangat mengerti dengan kebutuhan petani. Hal ini menjadi tantangan pada pihak BMT, karena pada dasarnya pengembangan pelayanan pembiayaan mikro pertanian masih terbatas dan belum ada kesesuaian antara pihak lembaga pembiayaan sebagai penyedia dana dan pihak petani sebagai pengguna dana. Bagi sebagian Bankir dan praktisi keuangan, pertanian masih dianggap sebagai sektor yang memiliki resiko sangat besar dan dianggap kurang menguntungkan. Munculnya stigma ini terjadi karena buruknya komunikasi dan koordinasi antara para pemangku kepentingan (stakeholder) sektor pertanian dan lembaga keuangan (Hafidhuddin dan Syukur, 2008). Pihak perbankan sebagai lembaga intermediasi sering menerapkan prinsip kehati-hatian yang didasarkan pada kepercayaan. Bagaimana membangun kepercayaan antara BMT dan petani diperlukan strategi komunikasi yang baik. Faktanya, keberpihakan perbankan secara nasional terhadap sektor pertanian sangat rendah. Hal ini dapat dilihat dari data Bank Indonesia (2007), penyaluran kredit bank nasional per-Maret 2007 hanya 5,4 persen untuk sektor pertanian dari total kredit sebesar 800,373 miliar. Selebihnya, kredit didominasi oleh sektor jasa sebesar 37,21 persen, sektor perindustrian 22,93 persen, perdagangan 20,93 persen. Pertumbuhan kredit di sektor pertanian mengalami fluktuatif, sejak tahun 2004 sampai tahun 2009 masing-masing 27,3 persen, 25,8 persen, 14,0 persen, 26,0 persen, 30,8 persen dan menurun di tahun 2009 sebesar 10,5 persen (data BI dan CEIC diolah Kompas, 2009). Berdasarkan hal ini maka peranan perbankan syariah sangat diharapkan turut menggerakan sektor pertanian. Masyarakat petani 5 ataupun umum juga harus memiliki persepsi bahwa dalam menjalankan usaha tidak ada keuntungan tanpa resiko yang harus dihadapi. Bank Indonesia menilai perbankan syariah memiliki produk yang paling cocok untuk mengembangkan pembiayaan di sektor pertanian yang memiliki karakter berbeda dengan sektor lainnya karena adanya faktor cuaca dan musim tanam. Pembiayaan syariah dapat mendorong pertumbuhan perekonomian di sektor pertanian yang menyediakan lahan kerja sekitar 40,3 persen dalam lima tahun terakhir. (Republika, 2 Maret 2011) Menurut hasil survey Bank Indonesia 2011, sekitar 97,5 persen atau 24 juta petani di Indonesia mengaku tidak pernah menerima kredit dari pemerintah. Hanya 2,5 persen atau 616 ribu petani yang mengaku pernah mendapatkan kredit dari pemerintah. Komposisi jenis kreditnya adalah uang 55,1 persen, sarana produksi 37,3 persen dan lainnya 7,6 persen. Sebanyak 95,1 persen atau 23 juta petani mengaku tidak pernah mendapatkan kredit dari lembaga non pemerintah. Hanya sekitar 4,9 persen atau 1,2 juta petani yang mengaku sebaliknya. Jenis bantuan seperti benih 38,2 persen, pupuk 15,2 persen, pestisida 2,7 persen, alat pertanian 1,3 persen, ternak 6 persen dan lainnya 36,6 persen. Sisi penyuluhan, sebanyak 86 persen atau 21 juta petani tidak pernah mendapatkan penyuluhan pertanian. Hanya 13,7 persen atau sekitar 3 juta petani mengaku pernah mendapatkannya. Jenis penyuluhan yang didapat petani, berupa budidaya 40,1 persen, pengolahan hasil 25,2 persen, pemasaran hasil 13,2 persen dan lainnya 21,6 persen. Sementara, untuk jenis lahan, survey BI menunjukan adanya pengurangan lahan pertanian di Pulau Jawa hingga 4,845 hektar, di wilayah luar Jawa terdapat penambahan lahan pertanian hingga 64,834 hektar. Sampai akhir 2010 penyaluran kredit kepada sektor pertanian mencapai Rp. 91 triliun atau 5,15 persen dari total kredit perbankan. Perbankan syariah hanya memberikan kontribusi sebesar 1,76 triliun atau 5,15 persen untuk sektor pertanian. (dalam Republika, 2 Maret 2011) Berdasarkan hasil penelitian BI tersebut sangatlah jelas bahwa masyarakat membutuhkan pendanaan untuk modal pertanian yang mereka kelola. Masyarakat ini dapat kita bagi yaitu yang berada di perdesaan dan perkotaan dan semi perkotaan (rural, urban, semi urban). Pedesaan dan perkotaan memiliki peran yang sama dalam mengembangkan ekonomi suatu wilayah. Jika masing-masing memainkan peranannya secara baik maka akan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. 6 Terdapat persepsi masyarakat bahwa pasar non-syariah atau pasar konvensional selalu lebih menguntungkan secara finansial dibandingkan pasar syariah karena sistem bunganya. Pasar syariah sendiri hanya dipahami sebagai pasar kaum muslim saja, seolah merupakan pasar yang tertutup untuk kalangan non muslim. Padahal, sistem bagi hasil yang merupakan salah satu elemen penting dari pasar syariah sudah sejak lama diterapkan di negara-negara Eropa dan negara-negara Arab (Kartajaya & Syula, 2006:xxv). Pasar syariah bagi pembiayaan sektor riil sangatlah diutamakan. Sumber pembiayaan pembangunan pertanian di Indonesia juga disediakan oleh pemerintah dan lembaga keuangan sebagai bagian dari paket pembangunan pertanian. Kredit memberikan manfaat bagi pelaku usaha pertanian terutama yang menjalankan usaha skala kecil. Ada beberapa manfaat kredit bagi pelaku usaha pertanian menurut Hafiduddin dan Syukur (2008), yaitu : Pertama, kredit merupakan modal kerja bagi pelaku usaha pertanian yang memiliki keterbatasan modal sendiri. Kedua, kredit dapat menjadi pendorong bagi pelaku usaha pertanian untuk mandiri sehingga dapat terlepas dari ketergantungan pada pedagang perantara, toke maupun tengkulak yang merugikan pelaku usaha pertanian. Ketersediaan kredit untuk pembiayaan pertanian masih sangat minim, ditambah lagi penyebaran informasi mengenai hal ini yang jauh dari kata sangat kurang. Sejak lama, pembiayaan dengan pola syariah ini sebenarnya tidak terlalu asing bagi masyarakat karena sudah terbiasa dengan sistem bagi hasil, seperti sistem maro dalam tanaman pangan, sistem gaduhan dalam peternakan dan sistem bagi hasil dalam perikanan tangkap. Pemahaman masyarakat di daerah pedesaan mengenai lembaga keuangan mikro syariah sangat diperlukan. Hal ini dikarenakan masyarakat di daerah dan pedesaan masih sulit tersentuh oleh bank, maka dibutuhkan lembaga keuangan alternatif yang menyentuh masyarakat pedesaan. Potensi pendanaan masyarakat yang ada belum dikelola secara optimal. Hal ini diduga berkaitan dengan jumlah penyebaran bank terbatas, tersebar di ibukota propinsi, sehingga peranan lembaga keuangan mikro yang ada belum melayani masyarakat secara optimal. Model pembiayaan syariah untuk masing-masing kelompok pertanian berbeda. Pada pertanian skala kecil, yaitu : bai’as-salam (pembiayaan yang nilainya sama dengan biaya pokok produksi ditambah dengan keuntungan bagi pelaku usaha pertanian, hasil panen diberikan kepada LKMS dan dijual, keuntungan untuk LKMS) dengan melibatkan LKMS (lembaga Keuangan Mikro Syariah) seperti BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syariah), BMT (Baitul Maal Wat Tamwil) dan Koperasi Syariah yang ada di daerah-daerah. Usaha Mikro kecil ini menyerap 7 banyak tenaga kerja/masyarakat miskin, namun dukungan permodalan masih minimal. Usaha Mikro Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK) berperan sangat strategis, karena 99,9 persen dari 43 juta unit usaha di Indonesia adalah usaha mikro dan kecil. 99,5 persen kesempatan kerja disediakan oleh UMKMK. 57 persen kebutuhan barang dan jasa disediakan oleh UMKMK. 19 persen ekspor merupakan hasil UMKMK yang keseluruhannya memberikan kontribusi 2-4 persen terhadap pertumbuhan nasional (PT.Permodalan Nasional Madani, 2007). Lembaga keuangan syariah ini mempunyai peluang yang besar dalam menggerakan sektor riil. Hal ini dapat terwujud apabila dapat mengoptimalkan pembiayaan mikro syariah ini. Menurut data statistik BI, (2007) porsi produk pembiayaan murabahah mencapai 60,67 persen, musyarakah 14,32 persen dan mudharabah 20,40 persen. Rendahnya porsi pembiayaan pada bank syariah ini umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain persepsi dan preferensi nasabah di daerah pada pola pembiayaan syariah. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Antonio (1999) mengenai kendala yang timbul berkaitan dengan perkembangan perbankan syariah, yaitu : (1) Pemahaman masyarakat yang belum tepat terhadap kegiatan operasional bank syariah, (2) Peraturan perbankan yang berlaku belum sepenuhnya mengakomodasi operasional bank syariah, (3) Jaringan kantor bank syariah yang belum luas, (4) Sumber daya manusia yang memiliki keahlian dalam bank syariah masih sedikit. Pola-pola pembiayaan syariah yang ditemukan di lapangan yang bersumber dari lembaga perbankan syariah adalah mudharabah/musyarakah, bai salam, dan bai murabahah. Umumnya nasabah perbankan syariah ini masih kurang paham terhadap jenis produk dan karakteristik produk pembiayaan syariah. Praktik pembiayaan dengan pola syariah masih ada kesenjangan antara konsep yang diatur dalam fikih muamalat dengan saat implementasinya. Bagi dunia perbankan, masalah perkreditan adalah menyangkut masalah prudential (kehati-hatian) terhadap masyarakat, terutama petani. Fokus perkreditan bagi petani memiliki resiko yang tinggi, karena hasil yang didapat tidak pasti, semua tergantung pada alam. Permasalahan yang timbul adalah bagaimana perbankan melakukan komunikasi agar dapat dipercaya dan percaya pada masyarakatnya. Di sini yang berperan adalah bagaimana membangun kepercayaan diantara BMT dengan petani? Menurut Jahi (1988) komunikasi pembangunan di sini adalah bagaimana peranan proses komunikasi ataupun media massa sehingga dapat menyediakan informasi kepada khalayak dan memotivasi mereka agar mengadopsi inovasi pertanian, kesehatan, dan keluarga berencana, mengirimkan anak-anak 8 mereka ke sekolah yang lebih tinggi, dan lebih tahu tentang berita nasional dan internasional. Jahi melanjutkan bahwa dalam pembangunan yang partisipatif, partisipan harus mampu mengekspresikan kebutuhan mereka dan memiliki kesempatan untuk mendapatkan informasi yang mereka butuhkan melalui saluran-saluran komunikasi yang tersedia. BMT haruslah memberikan edukasi informasi kepada petani melalui saluran-saluran informasi yang tersedia, misalnya komunikasi interpersonal, kelompok diskusi atau majlis ta’lim, suratkabar, majalah, radio, atau televisi bahkan melalui internet. Salah satu lembaga pembiayaan syariah yang menfokuskan kepada petani adalah Lembaga keuangan mikro agribisnis syariah yang dikelola oleh Kementrian Pertanian. Kelompok Tani ini mendapatkan bantuan penguatan modal dari pemerintah Jepang lewat program CF-SKR yang dikelola oleh sub direktorat pembiayaan pertanian di Kementrian pertanian yang dikelola dengan menggunakan sistem syariah, sehingga pembiayaan ini dinamakan lembaga keuangan mikro agribisnis syariah. Daerah yang menjadi percontohan dan berhasil dalam mengelola lembaga keuangan mikro syariah ini (Deptan, 2005) adalah BMT Miftahussalam Kecamatan Cijeungjing Kabupaten Ciamis Jawa Barat dan Kelompok Tani yang mendirikan BMT Al Barokah Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta. Penyaluran pembiayaan dengan sistem syariah ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani. Bergulirnya pembiayaan syariah ini diharapkan dapat menyebabkan bergeraknya roda perekonomian di daerah tersebut. Penelitian ini memilih daerah Bantul Yogyakarta yang memiliki ciri sebagai wilayah Rural (pedesaan) dengan etnis Jawa dan daerah Ciamis yang memiliki ciri sub urban (semi perkotaan) dengan etnis Sunda dengan segala ciri-cirinya. Karakter atau ciri wilayah perdesaan dan semi perkotaan berbeda. Perdesaan sebagai setiap permukiman para petani. Masyarakat desa memiliki karakteristik : (1) Peranan kelompok primer yang sangat besar; (2) Faktor geografik sangat menentukan pembentukan kelompok masyarakat; (3) Hubungan lebih bersifat intim dan awet; (4) Struktur masyarakat bersifat homogen; (5) Tingkat mobilitas rendah; (6) Keluarga lebih ditekankan fungsinya sebagai unit ekonomi. Sementara wilayah semi urban dicirikan sebagai wilayah yang memiliki sifat kekotaan dan kedaerahan. Wilayah perkotaan merupakan wilayah yang didominasi oleh bentuk pemanfaatan lahan non agraris sedangkan wilayah perdesaan adalah wilayah yang didominasi oleh bentuk pemanfaatan lahan agraris (Yunus, 2010) 9 Penduduk di kedua wilayah tersebut, baik Bantul maupun Ciamis, sama-sama memiliki mata pencaharian sebagai petani. Mereka mengolah lahan pertaniannya menanam padi maupun jagung. Para petani memiliki kendala dalam hal permodalan untuk membiayai produksi lahan pertaniannya. Permodalan tersebut bisa didapatkan dari pembiayaan kredit syariah di BMT yang ada di sekitar wilayah pertaniannya. Menurut Ancok (2007) pertumbuhan ekonomi suatu bangsa akan lebih maju bila masyarakatnya memiliki kepercayaan satu sama lain sebagai pengikatnya dan menjadi modal sosial. Menurut Fukuyama (2007) trust adalah sebagai perekat modal sosial. Pada saat ini tidak lagi bisa memisahkan antara kehidupan ekonomi dengan kehidupan budaya. Selanjutnya Ia berpendapat bahwa dalam sebuah era dimana faktor modal sosial sudah sepenting modal fisikal, hanya masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan sosial tinggi yang akan mampu menciptakan organisasi-organisasi bisnis fleksibel berskala besar yang diperlukan untuk bersaing di arena ekonomi global baru. Membangun kepercayaan menurut Ancok (2007) harus dimulai dengan membangun sistem sosial yang bercirikan adanya kompetensi, keterbukaan, reliabilitas dan keadilan. Apabila BMT akan berkomunikasi dengan calon nasabahnya, terlebih dahulu adalah membangun kepercayaan di antara keduanya (kreditur dan debitur). Apakah BMT tersebut memiliki kompetensi, dapat berkomunikasi secara terbuka, dapat diandalkan dan memiliki rasa keadilan? Kepercayaan itu pulalah yang membuat Muhamad Yunus (2007) melakukan gebrakan yang berani untuk memberikan kredit mikro kepada kaum miskin. Ketika mengawali program kredit mikro di desa Jobra, Yunus mendebat manajer bank yang bersikeras bahwa bank tidak mungkin memberi pinjaman tanpa jaminan pada kaum miskin karena resiko tidak kembalinya sangat besar. Yunus membantah :”mereka sangat punya alasan untuk membayar anda kembali, yakni untuk mendapatkan pinjaman lagi dan melanjutkan hidup esok harinya ! Itulah jaminan terbaik yang bisa anda dapatkan : Nyawa mereka!” Kepercayaan pada kaum miskin inilah sebenarnya inti filosofi Grameen Bank. Namun, program penyaluran kredit Grameen Bank yang ditujukan kepada kelompok-kelompok ibu rumah tangga agar dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga, namun masih menggunakan unsur bunga dalam perhitungan keuntungannya. Berdasarkan kasus di atas, ada tiga hal permasalahan yang terjadi, yaitu : (1) penyaluran perkreditan yang tidak lancar; (2) kepercayaan antara petani dan lembaga keuangan belum terbangun; (3) terjadi permasalahan komunikasi antara petani dan lembaga keuangan. Fenomena 10 yang terjadi antara petani dengan BMT sebagai sebuah fakta sosial. Para petani melihat bahwa perbankan adalah “lembaga yang sulit disentuh” dan agar mengena pada masyarakat petani di perdesaan maka disentuh melalui BMT. BMT sendiri menganggap usaha yang dilakukan oleh petani sebagai “usaha dengan resiko tinggi (high risk)” sehingga resiko penyaluran kredit kepada petani sangat tinggi. Padahal tidak ada usaha yang akan mendapatkan keuntungan tanpa menghadapi resiko. Pandangan seperti ini bukanlah pandangan yang salah, namun hanyalah merupakan sudut pandang orang luar (pandangan etik), sebagai sebuah fakta yang semestinya berlaku seperti itu, bukan pandangan emik (bagaimana petani dan lembaga keuangan mikro syariah melihat kehidupan mereka sendiri). Menurut pandangan kedua lebih bersifat interpretif atau fenomenologis, petani dan lembaga keuangan syariah sebagai subyek (aktor kehidupan) memiliki keinginan, harapan, dan kehidupan sendiri yang unik. Pandangan subyektif ini dibutuhkan untuk mengimbangi pandangan sebelumnya yang obyektif yang melihat bahwa petani sebagai korban kehidupan, kesenjangan ekonomi dan ketidakadilan sosial, bukan sebagai anggota masyarakat yang memiliki pemikiran dan pengalaman hidup yang mereka rasakan dan alami sendiri. Pendekatan interaksi simbolik sebagai salah satu pendekatan komunikasi dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena bagaimana para petani berinteraksi di antara mereka dan petani dengan lembaga keuangan mikro syariah. Apa yang ditampilkan oleh petani untuk mendorong lembaga keuangan mikro syariah agar mempercayainya dalam menyalurkan pembiayaan syariah, melalui bahasa verbal atau non verbal, apa dan bagaimana proses komunikasi yang terjadi di antara sesama petani, penuh dengan simbol-simbol yang khas. Perumusan Masalah Menurut penelitian yang dilakukan Couchman dan Fulop (2006) mengenai membangun trust lewat komunikasi dalam bidang R&D (Research & Development) bahwa yang menjadi masalah adalah kolaborasi antar organisasi dalam bidang R&D pada sektor publik dan privat. Mereka memiliki perbedaan kepentingan, tujuan, model operasinya, kapabilitas, sumber dan komitmen yang bisa menimbulkan konflik dan kekuatan kekuasaan, sehingga ketika mereka berhubungan harus dengan mengkomunikasikan kepercayaan dan bagaimana membangun kepercayaan di antara mereka. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Paul Dwyer (2007) apabila suatu organisasi atau perusahaan akan membangun kepercayaan maka mereka dapat 11 membangun kepercayaan tersebut melalui blog perusahaan (Corporate Blog). Perilaku komunikasi dalam membangun kepercayaan juga harus dilakukan seperti terungkap dalam penelitian yang dilakukan pada kolaborasi team secara Online di internet (Bulu & Yildirim, 2008), pada team virtual multikultural (Lateenmahki, et all, 2007; Jarmon & Keating, 2007). Peranan komunikasi interpersonal sangatlah penting dalam mengembangkan kepercayaan dan kedekatan pada klien. Hal ini diteliti oleh Kirchmajer dan Petterson (2003) pada konteks pelayanan profesional provider dan perencana keuangan pada usaha kecil menengah (Small to Medium Enterprise/SME) di Australia dan New Zealand. Ada juga penelitian yang dilakukan oleh Botan dan Taylor (2005) yang meneliti masalah peranan kepercayaan terhadap media sebagai strategi komunikasi dalam membangun masyarakat madani (civil Society). Penelitian lain dilakukan Wilson (2000) mengenai masalah kepercayaan dalam ekonomi agribisnis sehingga membentuk kapital sosial. Penelitian yang dilakukan oleh Bank Indonesia (2000) bekerjasama dengan IPB, UNDIP telah melihat sejauhmana ada potensi, preferensi dan perilaku masyarakat mengenai lembaga keuangan syariah di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Hasil analisisnya menunjukkan bank syariah lebih diminati kalangan berpenghasilan menengah ke bawah. Hal ini terutama karena didukung dengan sistem jemput bola yang merupakan andalan utama dalam melayani nasabah (terutama BPRS) yang sangat diminati masyarakat dari kalangan tersebut. Temuan hasil studi menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat terhadap bank syariah baik yang berkaitan dengan sistem maupun jenis layanan/jasa, masih dapat dikatakan rendah. Selain itu aksesibilitas/keberadaan bank syariah juga menjadi salah satu faktor yang menentukan keinginan masyarakat untuk mengadopsi (terus mengadopsi) bank syariah.Yan Orgianus (2004) meneliti bagaimana Rekayasa Model Bagi Hasil dan Bagi Resiko Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah Agroindustri dengan Pola syariah pada agroindustri kentang. Pada pembiayaan dengan pola syariah dilakukan bagi hasil dan bagi resiko antara pihak bank sebagai pemilik modal dan nasabahnya sebagai pengelola dana. Penelitian yang dilakukan Endang L. Hastuti dan Supadi (2007) mengenai aksesibilitas masyarakat terhadap kelembagaan pembiayaan pertanian di pedesaan membuktikan bahwa aksesibilitas masyarakat sangatlah sulit. Analisis Perilaku penawaran kredit perbankan kepada sektor UMKM di Indonesia selama kurun 2002-2006 yang dilakukan Meydianawati (2007) menunjukkan apabila perbankan bisa menaikan modal maka akan mampu menyalurkan kredit investasi dan modal kerja kepada sektor UMKM di Indonesia. Sementara menurut Nurmanaf 12 (2007) lembaga informal pembiayaan mikro dinilai lebih dekat dengan petani. Penelitian yang dilakukan Asif Dowla (2005) mengenai “dengan kredit kami percaya : membangun modal sosial oleh Grameen Bank di Bangladesh, menunjukkan dengan menggunakan jaringan secara horizontal dan vertikal, dapat digunakan untuk membangun norma baru dan meningkatkan kepercayaan sosial, memecahkan masalah kolektif dari orang-orang miskin agar dapat mengakses modal. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, menunjukkan penelitian menggunakan asumsi bahwa komunikasi yang dapat dipercaya atau bagaimana membangun kepercayaan melalui komunikasi adalah sangat penting. Terkait dengan penelitian ini bahwa BMT dituntut untuk berkomunikasi dengan petani, yaitu ketika mengaplikasikan sikap kehati-hatian (prudential-nya). BMT dituntut dapat membangun kepercayaan dan meyakinkan produk pembiayaannya kepada para petani agar mereka mau menggunakan pembiayaan tersebut guna mengatasi permodalan mereka sehingga berimplikasi pada kenaikan kesejahteraan para petani dan keluarganya. Beberapa pertanyaan pokok timbul dari pemikiran di atas, yaitu : (1) Bagaimana petani di kota Ciamis dan Bantul mengkonstruksikan realitas sosial meliputi proses, motif, dan konsep diri yang dimiliki menurut pandangan mereka sendiri ? (2) Bagaimana petani di kota Ciamis dan Bantul mengelola komunikasi mereka dan komponen utama komunikasi manakah yang membentuk peristiwa-peristiwa komunikasi tersebut yang efektif dalam mengembangkan modal sosial BMT dengan petani? (3) Bagaimana rancangan pengembangan pola-pola komunikasi yang tepat untuk mengembangkan modal sosial petani BMT? Tujuan Penelitian Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan bagaimana proses komunikasi dalam membangun kepercayaan melalui penyaluran pembiayaan mikro syariah kepada petani. Berdasarkan uraian permasalahan, kegiatan penelitian ini bertujuan untuk : (1) Menganalisis perubahan petani di kota Ciamis dan Bantul dalam mengkonstruksikan realitas sosial meliputi proses, motif, dan konsep diri yang dimiliki menurut pandangan mereka sendiri. (2) Menganalisis/mensintesakan perubahan perilaku petani di kota Ciamis dan Bantul dalam mengelola komunikasi mereka dan menganalisis komponen utama komunikasi pada 13 petani yang membentuk peristiwa-peristiwa komunikasi yang efektif dalam tepat untuk mengembangkan modal sosial BMT. (3) Merancang strategi pengembangan pola-pola komunikasi yang mengembangkan modal sosial petani dan BMT. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian diharapkan berguna untuk memahami bagaimana proses komunikasi yang terjadi dalam membangun kepercayaan antara petani dan BMT. Secara spesifik kegunaan penelitian ini adalah : (1) Membantu mengembangkan kelembagaan dan memperjelas posisi BMT dalam kehidupan petani dimulai dengan mempercayai BMT dapat meningkatkan kesejahteraan petani di Indonesia khususnya. (2) Sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu komunikasi, khususnya bagi penelitian konstruktivis dalam membangun kepercayaan melalui proses komunikasi yang terjadi pada masyarakat petani. (3) Selain itu sebagai masukan praktis bagi perbankan syariah khususnya BMT di Indonesia dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan petani. Novelty Penelitian ini telah berusaha mengungkapkan keunikan perilaku komunikasi petani berdasarkan pendekatan subyektif atau berdasarkan petani yang mengalaminya sendiri sehingga diperoleh data yang menyuarakan aspirasi kebutuhan dan kepentingan khas petani dalam mendapatkan pembiayaan syariah. Kebanyakan penelitian perilaku kredit petani menyatakan bahwa petani kesulitan dalam mengakses kredit melalui bank. Perilaku kredit tersebut berhubungan dengan lembaga keuangan umum, sementara penelitian terhadap BMT masih sedikit. Setidaknya dari hasil penelitian ini diperlihatkan bahwa nasabah dengan strata dhuafalah yang lebih dapat dipercaya dibandingkan dengan kalangan atas, dari masyarakat bawah untuk dapat membentuk modal sosial yang kuat dalam masyarakat tersebut. Penelitian ini telah menelaah secara mendalam dan memahami makna subyektif petani secara fenomenologi dengan pendekatan interaksi simbolik dalam memahami penyaluran kredit oleh lembaga keuangan mikro syariah dipilih setting budaya Jawa dan berada di wilayah rural di 14 kota Yogyakarta dan budaya sunda yang berada di wilayah sub urban di Jawa Barat dalam mengembangkan modal sosial BMT. Penelitian ini mencoba menghasilkan rumusan pola strategi komunikasi syariah yang berlaku di lingkup BMT. Penelitian ini menganalisis seberapa jauh model komunikasi dalam pengembangan konstruksi sosial perbankan syariah (BMT) dengan membandingkan antara petani yang hidup di Bantul dan Ciamis. 15 BAB II KERANGKA TEORITIS Tinjauan Pustaka Permasalahan yang dianalisis dalam penelitian ini berkenaan dengan situasi dan kondisi subyektif yang dialami sendiri oleh petani ketika akan mendapatkan pembiayaan syariah melalui BMT. Pada penelitian objektif–kuantitatif, teori digunakan sebagai landasan penelitian yang penting karena teori tersebut harus diuji oleh penelitinya sehingga teori tersebut akan terus menempel peneliti sampai akhir penelitian. Sedangkan pada penelitian interpretif-kualitatif (subyektif) teori hanya digunakan sebagai arahan bagi peneliti. Pada penelitian ini teori digunakan sebagai pedoman atau arahan untuk mengungkapkan fenomena agar lebih fokus. Selanjutnya dikembangkan konsep-konsep yang sejalan dengan kenyataan yang ada di lapangan. Kerangka berfikir yang diuraikan dalam penelitian ini menjelaskan keterkaitan satu dengan yang lainnya. Kerangka pemikiran dibangun untuk menjelaskan mengenai fenomena proses komunikasi dalam masyarakat petani terkait dengan BMT sebagai bagian dari struktur dan lapisan masyarakat. Sedangkan wujud komunikasi yang terjadi ditentukan oleh (1) pihak-pihak yang terlibat dalam proses komunikasi (komunikator dan komunikannya); (2) cara yang ditempuh; (3) kepentingan dan tujuan komunikasi; (4) ruang lingkup yang melakukannya; (5) saluran yang digunakan; dan (6) isi pesan yang disampaikan. Proses komunikasi dalam masyarakat dapat berupa komunikasi tatap muka yang terjadi pada proses komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi, bahkan komunikasi yang terjadi dalam komunikasi massa. Perilaku petani berinteraksi dengan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) syariah guna mendapatkan pembiayaan ini merupakan fenomena sosial. Petani berinteraksi melakukan komunikasi baik dengan dirinya sendiri maupun dalam masyarakatnya dan BMT. Manusia Melakukan Tindakan Sosial Fenomena sosial perilaku petani merupakan perilaku sosial, yang oleh Weber disebut sebagai tindakan sosial. Max Weber (Ritzer, 2008) merupakan perintis Sosiologi yang lahir di Erfurt, Jerman, 21 April 1864, berasal dari keluarga kelas menengah dan meninggal tahun 1920. Max Weber memberikan pengaruh besar pada lahirnya pemahaman mengenai keterkaitan antara etika protestan dan munculnya kapitalisme di Eropa Barat. Weber tampil dengan menawarkan 16 pendekatan terhadap kehidupan sosial yang jauh lebih bervariasi ketimbang Marx. Marx lebih banyak memasuki ranah kajian ekonomi sedangkan Weber lebih tertarik pada berbagaia spek fenomena sosial. Konsep Weber mengenai “tindakan sosial” ini telah memberikan arahan bagi perkembangan teori sosiologi yang membahas mengenai interaksi sosial. Weber (2007) menyatakan : By action in this definition is meant human behavior when and to the extent that the agents or agents see it as subjectively meaningful : the behavior may be either internal or external, and may consist in the agent’s doing something, omitting to do something, or having something done to him. By sosial, action is meant an action in which the meaning intended by the agent or agents involves a relation to another person’s behavior and in which that relation determines the way in which the action proceeds. Weber membedakan tindakan sosial dari tingkah laku pada umumnya dengan mengatakan bahwa sebuah gerakan bukanlah sebuah tindakan kalau gerakan itu tidak memiliki makna subyektif untuk orang-orang yang bersangkutan. Tindakan sosial merupakan sesuatu yang lebih dari sekedar kesamaan diantara tingkah laku banyak orang (tingkah laku massa), walaupun tidak perlu mengandung kesadaran timbal balik karena satu orang bisa bertingkah laku dengan sadar menuju orang lain tanpa yang lainnya itu sadar akan fakta ini. Selanjutnya menurut Weber (2007) ada banyak kelompok dalam masyarakat, didalamnya terdapat 3 macam keteraturan yang mengikat orang dengan sesamanya, yaitu ekonomi, politik, dan kebudayaan. Masing-masing tatanan ini mempengaruhi perilaku manusia dengan hasil yang tidak sama untuk semua orang. Jadi pada kenyataannya masyarakat terdiri dari institusi-institusi yang tunduk pada keteraturan ekonomi, politik dan kebudayaan. Lebih lanjut, Weber (2007) mengemukakan tindakan sosial memiliki makna-makna. Ada dua pertanyaan mendasar yang dikemukakan Weber mengenai berbagai makna yang merupakan hal yang penting, yaitu : pertama, seseorang haruslah menyadari tentang fakta bahwa perilaku bermakna samar dalam bentuk-bentuk yang tidak bermakna. Banyak perilaku tradisional begitu biasa seakan-akan hampir tidak bermakna. Disisi lain, banyak pengalaman magis tampak begitu sulit untuk dikomunikasikan. Weber memandang bahwa penggunaan empatik simpatik dengan verstehen sekedar kebutuhan sekunder. Prosedur Weber yang sesungguhnya terutama berisi konstruksi tipologi-tipologi perilaku lembaga pengkajian komparatif atas dasar berbagai tipologi. 17 Pernyataan Kedua, Hakikat kausal dari makna : sejauhmana makna menjadi kausa perilaku? Seseorang harus menyadari keberadaan rentang pengalaman ilmu makna dapat tampil secara beragam. Sesuatu fakta tidaklah memiliki makna akan tetapi penting untuk menjelaskan aksi menyangkut berbagai fenomena psikologis seperti kelesuan, kebiasaan, kegembiraan, dan sebagainya. Kajian mengenai perilaku manusia menunjukan bahwa makna hanyalah satu dari elemen kausa aksi. Makna merupakan suatu hubungan yang terasa secara sadar antara cara-cara dan tujuan-tujuan. Berbagai makna dapat diorganisasikan dengan sejumlah cara, dengan efisiensi menetapkan keunggulan tujuan dan cara yang benar menurut agama, dengan munculnya emosi, penetapan tradisi-tradisi dan kebiasaan-kebiasaan. The meaning to which we refer may be either (a) meaning actually intended by an individual agent on a particular historical occasion or by a number of agents on an approximate average in a given set a cases, or (b) the meaning attributed to the agents, as types, in a pure type constructed in the abstract. In the neither case is the meaning to be throught of as somehow objectively correct or true by some metaphysical criterion. This is the different between the empirical sciences of action, such as sociology and history, and any kind a priori discipline (Weber, 2007:7). Not every kind of human contact is sosial in character : it is only sosial when one’s person behavior is related in its meaning to the behavior of other people. Sosial action in not to be identified either (a) with several people acting in a similarway together, or (b) with one person’s acting under the influence of the behavior of others. It is a familiar fact that an individual who finds himself in the midst of a crowd gathered together in the same place will be strongly influenced in his action by that fact. Behaviour which is traditional in a strong sense lies, like purely reactive imitation, directly on and often beyond, the boundary marking out the are of what can in general be called meaningful action. (Weber, 2007) Seorang manusia tidaklah pasif menghadapi dunia sosialnya, ia akan melakukan tindakan sosial. Seperti yang diungkapkan oleh Weber bahwa manusia itu melakukan tindakan sosial dengan proses berfikir. Ia mengatakan, “masyarakat adalah suatu entitas aktif yang terdiri dari orang-orang yang berfikir dan melakukan tindakan-tindakan sosial yang bermakna” (Mulyana, 2008). Bagi Weber jelas bahwa tindakan sosial pada dasarnya bermakna, karena melibatkan penafsiran, berfikir dan kesengajaan. Tindakan sosial baginya adalah tindakan yang disengaja bagi orang lain dan sang aktor sosial sendiri. Sang aktor memiliki pikiran-pikiran yang aktif saling menafsirkan perilaku orang lainnya, saling berkomunikasi dan mengendalikan perilaku dirinya masing-masing sesuai dengan maksud dan tujuan komunikasinya. Tindakan sosial 18 merupakan tindakan atau perilaku subyektif yang bermakna yang melalui proses berfikir dan ditujukan untuk mempengaruhi atau berorientasi kepada khalayaknya atau perilaku orang lain. Pada penelitian ini, petani sebagai aktor sosial melakukan tindakan-tindakan komunikasi agar dipercaya mendapatkan pembiayaan kredit dari BMT. Petani aktif memaknai lingkungan sosial (masyarakat)–nya secara subyektif. Petani melakukan tindakan-tindakan yang tidak saja bermakna bagi dirinya sendiri tapi juga bermakna bagi BMT bahkan bagi masyarakatnya. Fenomenologi dan Petani Sebagai Aktor Sosial dan Subyektif Asumsi-asumsi yang dikemukakan oleh Weber mengenai tindakan sosial di atas dikembangkan oleh Alfred Schutz, seorang sosiolog kelahiran Wina Austria, tahun 1899 (Ritzer, 2008). Schutz memusatkan perhatian pada cara orang memahami kesadaran orang lain sementara mereka hidup dalam kesadaran mereka sendiri. Schutz juga menggunakan perspektif subjektifitas dalam memahami kehidupan lebih sosial, terutama mengenai ciri sosial pengetahuan. Banyak pemikiran Schutz yang dipusatkan pada satu aspek dunia sosial yang disebut kehidupan dunia (life-world) atau dunia kehidupan sehari-hari. Inilah yang dimaksud schutz sebagai dunia intersubjektif. Orang dalam dunia intersubjektif ini menciptakan realitas sosial dan dipaksa oleh kehidupan sosial yang telah ada dan struktur kultural ciptaan leluhur mereka. Dunia kehidupan itu banyak aspek kolektifnya, tetapi juga ada aspek pribadinya (yang dapat diungkap melalui biografi). Schutz membedakan dunia kehidupan antara hubungan tatap muka yang akrab (relasi kami) dan hubungan interpersonal dan renggang (relasi mereka). Hubungan tatap muka yang akrab sangat penting dalam kehidupan dunia yang dilandasi oleh kesadaran, makna, dan motif tindakan individual. Secara keseluruhan, Schutz memusatkan perhatian pada hubungan dialektika antara cara individu membangun realitas sosial dan realitas kultural yang mereka warisi dari para pendahulu mereka dalam dunia sosial. Pemikiran Schutz ini dalam ilmu sosial dikenal sebagai studi fenomenologis. Studi ini merupakan hasil pemikiran Schutz yang berangkat dari pemikiran Weber dan kritikannya terhadap fenomenologi Edmund Husserl. Husserl mengemukakan bahwa aktivitas kesadaran melibatkan kemampuan manusia mempersepsi suatu objek, sedangkan Shutz lebih menekankan pada kesadaran intersubjektif kehidupan manusia sehari-hari. 19 Schutz setuju dengan pemikiran Weber tentang pengalaman dan tindakan sosial manusia dalam kehidupannya sehari-hari sebagai realitas yang bermakna secara sosial. Schutz menyebut manusia yang berperilaku tersebut sebagai “aktor”. Ketika seseorang mendengar dan melihat apa yang dikatakan atau diperbuat aktor, dia akan memahami makna dari tindakan sosial tersebut, dan dunia sosial seperti itu disebut sebagai sebuah ‘realitas interpretif’. Fenomenologi Schutz ini digunakan untuk mengupas dan memahami bagaimana suatu tindakan sosial manusia yang diperoleh dari pengalaman subyektif dalam kehidupan sehari-hari. Tindakan sosial ini dilihat dari bagaimana manusia berkomunikasi berdasarkan pengalaman yang pernah mereka alami sendiri sebagai sesuatu yang bermakna dan membentuk gambaran mengenai dunia keseharian intersubjektif. Menurut Schutz (Mulyana, 2008) orang-orang begitu saja menerima bahwa dunia keseharian itu eksis dan orang lain berbagi pemahaman atas segala hal yang ada di dunia ini. Lebih dari itu, orang-orang merujuk pada obyek dan tindakan dengan mengasumsikan bahwa mereka berbagi perspektif dengan orang lain. Setiap fenomenologis, yakni konteks ruang, waktu dan historis yang secara unik menempatkan individu, memiliki pengetahuan mengenai hal tersebut (stock of knowledge) yang terdiri dari semua fakta, kepercayaan, keinginan, prasangka dan aturan yang dipelajari dari pengalaman pribadi dan pengetahuan siap pakai yang tersedia di dunia sejak lahir. Kategori pengetahuan menurut pandangan Schutz, yang pertama bersifat pribadi dan unik ketika berinteraksi tatap muka dengan orang lain. Kategori pengetahuan yang kedua adalah berbagai pengkhasan (typication) yang telah terbentuk dan dianut semua anggota suatu budaya, terdiri dari mitos, pengetahuan, budaya, dan akal sehat (common sense). Berdasarkan hal itu, intersubjektivitas berlangsung dalam berbagai macam hubungan dengan orang lain, termasuk orang-orang dekat yang berbagi ruang dan waktu (dalam komunikasi tatap muka), yang hidup sejaman tetapi tidak dikenal (pembaca, pendengar atau pemirsa lain yang belum pernah ditemui), mereka yang telah mendahului sebelum dilahirkan, dan mereka yang akan datang setelah mati. Pengetahuan mengenai diri berubah ketika masuk dan keluar dari hubungan dengan orang lain. Shutz mengatakan, para aktor sosial menafsirkan sifat realitas yang relevan dengan kepentingan mereka, dan realitas menjadi fungsi struktur relevansi mereka mengenai dunia sosial. Tugas utama analisis fenomenologis adalah mengkonstruksikan dunia kehidupan manusia sebenarnya dalam bentuk yang mereka alami sendiri. Realitas dunia tersebut bersifat 20 intersubjektif dalam arti anggota masyarakat berbagi persepsi dasar mengenai dunia yang diinternalisasikan melalui sosialisasi dan memungkinkan melakukan interaksi atau komunikasi. Menurut pemikiran Schutz (Kuswarno, 2009), aktor memiliki dua motif, yaitu : motif yang berorientasi ke depan (in order motive); dan motif berorientasi ke masa lalu (because motive). Motif-motif tersebut akan menentukan penilaian terhadap dirinya sendiri dalam statusnya sebagai aktor. Menurut Scott dan Lyman, mungkin saja mereka tidak merasa sebagai aktor dengan mengajukan pembelaan diri dengan mengemukakan alasan tertentu atau bahkan mungkin secara jujur dan penuh percaya diri menyatakan ke-aktor-annya melalui pembenaran (justifications). Berdasarkan uraian di atas, dalam konteks fenomenologis, petani adalah aktor yang melakukan tindakan komunikasi sosial (mendapatkan pembiayaan kredit) bersama aktor lainnya sehingga memiliki kesamaan dan kebersamaan dalam ikatan makna intersubjektif. Para aktor juga memiliki historitas dan dapat dilihat dalam bentuk yang alami. Kesadaran terhadap pengalaman-pengalaman intersubjektif ketika berinteraksi dan berkomunikasi memberikan skema pengetahuan bagi dirinya. Skema yang terbentuk ini seakan menjadi pedoman (motif komunikasi) yang menentukan si aktor mengambil tindakan-tindakan komunikasi yang dilakukannya agar mendapatkan pembiayaan kredit dari BMT. Konstruksi Realitas Sosial Petani Manusia pada hakikatnya manusia melakukan komunikasi. Selama manusia itu melakukan komunikasi akan selalu berhubungan dengan kegiatan mengkonstuksikan makna. Kemampuan manusia dalam mengkonstruksikan makna akan mendasarinya untuk melakukan tindakan sosial, yang akhirnya akan mengkonstruksikan realitas sosialnya. Guba dan Lincoln seperti yang dikutip oleh Patton (2002) mengungkapkan gagasan konstruktivis, yaitu : Constructivist begin with the premise that the human world is different from natural, physical world....... Because human being have evolved the capacity to interpret and construct reality, the world of human perception is not real an absolute sense, as the sun is real, but it is “made up” and shaped... Constructivist study multiple realities constructed by people and the implications of those constructions for their lives and interactions with others. 21 Konstruktivis memiliki gagasan yang berawal dari premis bahwa dunia ini berbeda dengan alamiahnya karena manusia membangun dan membentuknya berdasarkan interpretasinya sendiri. Studi konstruktivis memandang bahwa realitas ini sangatlah beragam karena masing-masing individu memiliki pengalaman dan pandangannya sendiri-sendiri, akibatnya implikasi tindakan yang terlihat pun berbeda-beda. Denzin dan Lincoln (2000) mengemukakan dalam konstruktivis ada asumsi A paradigm encompasses three elements : epistemology, ontology, dan methodology, tetapi sejumlah pakar lain secara implisit ataupun eksplisit menilai sebuah paradigma juga memuat elemen axiology (Littlejohn, 1999). Lebih jauh Denzin dan Lincoln (2000) menjelaskan secara rinci dalam asumsi-asumsi konstruktivis menurut ontologis, bahwa realitas merupakan konstruksi sosial, dan kebenaran suatu realitas bersifat relatif, berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial. Menurut epistemologis, pemahaman tentang suatu realitas atau temuan suatu penelitian merupakan produk interaksi antara peneliti dengan yang diteliti. Secara aksiologis, nilai, etika dan pilihan moral merupakan bagian tidak terpisahkan dari suatu penelitian. Peneliti sebagai passionate participant, fasilitator yang menjembatani keragaman subyektivitas pelaku sosial. Tujuan penelitiannya pada rekonstruksi realitas sosial secara dialektis antara peneliti dengan pelaku sosial yang diteliti. Secara metodologis, reflektif/dialektif pada paradigma konstruktivis menekankan empati dan interaksi dialektis antara peneliti dengan responden untuk merekonstruksi realitas yang diteliti melalui metode-metode kualitatif seperti partisipan observer. Kriteria kualitas penelitian adalah pada authenticity dan reflectivity, yaitu sejauhmana temuan merupakan refleksi otentik dari realitas dihayati oleh para pelaku sosial. Konstruktivisme dapat dikatakan sebagai sebuah kerja kognitif individu untuk menafsirkan dunia realitas yang ada, karena terjadi relasi sosial antara individu dengan lingkungan atau orang di sekitarnya. Individu membangun sendiri pengetahuan atas realitas yang dilihatnya berdasarkan pada struktur pengetahuannya yang telah ada sebelumnya. Konstruksi seperti inilah yang disebut oleh Berger dan Luckmann sebagai konstruksi sosial. Konstruksi realitas sosial ini lebih dikenal sebagaimana yang dikemukakan oleh Peter Beger yang juga mahasiswa dari Shutz (Kuswarno, 2009). Berger dan Luckmann mampu mengembangkan model teoritis lain mengenai bagaimana dunia sosial terbentuk. Dia 22 menganggap realitas sosial eksis dengan sendirinya dan struktur dunis sosial tergantung pada manusia yang menjadi subyeknya. Realitas sosial secara objektif memang ada, tetapi maknanya berasal dari dan oleh hubungan subyektif (individu) dengan dunia obyektif (suatu perspektif interaksionis simbolik). Berger dan Luckmann (1990) menuangkan pemikirannya dalam buku ‘The Sosial Construction of Reality’ yang menyebutkan bahwa seseorang hidup dalam kehidupannya mengembangkan suatu perilaku yang repetitif, yang disebut ‘kebiasaan’ (habits). Kebiasaan ini memungkinkan seseorang mengatasi suatu situasi secara otomatis. Kebiasaan seseorang ini juga berguna bagi orang lain. Situasi komunikasi interpersonal, para partisipan (aktor) saling mengamati dan merespon kebiasaan orang lain dan dengan cara seperti ini semua partisipan dapat mengantisipasi dan menggantungkan diri pada kebiasaan orang lain tersebut. Berger dan Luckmann (1990) memulai penjelasan realitas sosial dengan memisahkan pengalaman “kenyataan” dan “pengetahuan”. Realitas diartikan sebagai kualitas yang terdapat di dalam realitas-realitas, yang diakui memiliki keberadaan (being) yang tidak tergantung kepada kehendak kita sendiri. Pengetahuan didefinisikan sebagai kepastian bahwa realitas-realitas itu nyata (real) dan memiliki karakteristik yang spesifik. Institusi masyarakat tercipta dan dipertahankan atau diubah melalui tindakan dan interaksi manusia. Meskipun masyarakat dan institusi sosial terlihat nyata secara obyektif, namun pada kenyataannya semua dibangun dalam definsi subjektif melalui proses interaksi. Obyektivitas baru bisa terjadi melalui penegasan berulang-ulang yang diberikan oleh orang lain yang memiliki definisi subyektif yang sama. Pada tingkat generalitas yang paling tinggi, manusia menciptakan dunia dalam makna simbolis yang universal, yaitu pandangan hidupnya yang menyeluruh, yang memberi legitimasi dan mengatur bentuk-bentuk sosial serta memberi makna pada berbagai bidang kehidupannya (Berger & Luckmann, 1990). Intinya Berger dan Luckmann mengatakan, di sini terjadi dialektika antara individu menciptakan masyarakat dan masyarakat menciptakan individu. Proses dialektika ini terjadi melalui eksternalisasi, obyektivasi dan internalisasi. Frans M. Parera (dalam Berger dan Luckmann (1990) menjelaskan tugas pokok sosiologi pengetahuan adalah menjelaskan dialektika antara diri (self) dengan dunia sosiokultural. Dialektika ini berlangsung dalam proses dengan tiga momen simultan : (1) eksternalisasi (penyesuaian diri) dengan dunia sosiokultural sebagai produk manusia; (2) Obyektivasi, yaitu interaksi sosial yang terjadi dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan atau mengalami 23 proses institusionalisasi; sedangkan (3) internalisasi, yaitu proses yang mana individu mengidentifikasikan dirinya dengan lembaga-lembaga sosial atau organisasi sosial tempat individu menjadi anggotanya. Parera menambahkan, tiga momen dialektika ini memunculkan suatu proses konstruksi sosial yang dilihat dari segi asal mulanya merupakan hasil cipta manusia, yaitu buatan interaksi intersubyektif. Realitas sosial yang dialami setiap individu sepanjang kehidupannya berbeda-beda karena pengalaman yang pernah dialaminya berbeda-beda. Kesadaran setiap orang terhadap pengalaman kesadaran orang lain dalam dunia sosial ini tergantung pada bagaimana kadar pengalaman intersubyektif, kedekatan dan intensitasnya. Sebuah wilayah penandaan (signifikansi) menjembatani wilayah-wilayah kenyataan, dapat didefinisikan sebagai sebuah simbol dan modus linguistik, dengan apa transendensi seperti itu dicapai, dapat juga dinamakan bahasa simbol. Pada tingkat simbolisme, siginifikansi linguistik terlepas secara maksimal dari “disini dan sekarang” dalam kehidupan sehari-hari (Berger & Luckmann, 1990). Bahasa memegang peranan penting dalam objektivasi terhadap tanda-tanda. Bahasa dapat mendirikan bangunan-bangunan representasi simbolis yang sangat besar, yang tampak menjulang tinggi di atas kenyataan kehidupan sehari-hari. Agama, filsafat, kesenian dan ilmu pengetahuan, secara historis merupakan sistem-sistem simbol paling penting semacam ini. Bahasa menurut Berger dan Luckmann (1990) merupakan alat simbolis untuk melakukan signifikansi, dimana logika ditambahkan secara mendasar kepada dunia sosial yang diobjektivasi. Bangunan legitimasi disusun di atas bahasa dan menggunakan bahasa sebagai instrumen utama. “Logika” yang dengan cara tersebut, diberikan kepada tatanan kelembagaan, merupakan bagian dari cadangan pengetahuan masyarakat (sosial stock of knowledge) dan diterima sebagai sesuatu yang sewajarnya. Ketika manusia memaknai realitas sosial, manusia berusaha untuk mengelaborasi stock of knowledge terbaru yang dimilikinya dengan situasi dan kondisi dihadapannya. Motif-motif yang dimiliki manusia untuk melihat dan berorientasi untuk melakukan suatu tindakan terutama tindakan komunikasi. Motif ini berorientasi pada masa depan dan merujuk kepada pengalaman masa lalu. Penelitian ini mengikuti pemikiran Berber dan Luckmann, dapat dijelaskan bahwa perilaku petani untuk mendapat pembiayaan kredit dari BMT merupakan suatu tindakan sosial. Oleh karena itu akan muncul perilaku kekhasan mereka berdasarkan interaksi mereka melalui komunikasi verbal maupun non verbal. Para aktor ini dapat mengembangkan suatu ikatan secara 24 psikologis dan sosial dalam suatu kelompok atau institusi. Para petani melalui kelompoknya (kelompok tani), berperilaku sesuai dengan peran yang dimainkannya, dan oleh karenanya mereka dapat mengembangkan aturan-aturan (rules). Aturan ini terbentuk dari perilaku dan harapan-harapannya berdasarkan motif-motif yang dimiliki dan merujuk pada stock of knowledge-nya. Berdasarkan pola-pola tersebut akan terbentuk konstruksi sosial petani. Petani dalam Konsep Interaksi Simbolik Teori interaksi simbolik ini dikembangkan oleh George Herbert Mead (1863-1931) yang lahir di South Hadley, Massachusetts, 27 Februari 1863 dan meninggal 26 April 1931(Ritzer, 2008). Mead adalah pemikir yang sangat penting dalam sejarah interaksionisme simbolik dengan bukunya yang berjudul Mind, Self and Society (1934). Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia, yaitu komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. Perspektif interaksi simbolik mengandung dasar pemikiran yang sama dengan teori tindakan sosial tentang “makna subyektif” dari perilaku manusia, proses sosial dan pragmatismenya. Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandang subjek. Perspektif ini menyarankan bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra interaksi mereka (Mulyana, 2008). Herbert Blumer sebagai murid Mead banyak dipengaruhi oleh Mead dalam berbagai gagasan psikologi sosialnya mengenai teori interaksi simbolik, terutama aspek subjektif manusia dalam kehidupan sosial. Teori Interaksi simbolik yang dimaksud Blumer bertumpu pada tiga premis utama, yaitu : (1) Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu itu bagi mereka; (2) Makna itu diperoleh dari hasil interaksi sosial yang dilakukan dengan orang lain; (3) Makna-makna tersebut disempurnakan di saat proses interaksi sosial sedang berlangsung (Soeprapto, 2002; Kuswarno, 2009). Premis di atas dapat dijelaskan, bahwa teori ini merujuk pada karakter interaksi khusus yang berlangsung antar manusia. Aktor tidak semata-mata beraksi terhadap tindakan yang lain, tetapi dia menafsirkan dan mendefinisikan setiap tindakan orang lain. Respon aktor secara langsung maupun tidak selalu didasarkan atas penilaian makna tersebut. Oleh karena itu, 25 interaksi manusia dijembatani oleh penggunaan simbol-simbol penafsiran atau dengan menemukan makna tindakan orang lain. Menurut Blumer, pada konteks itu aktor akan memilih, memeriksa, berpikir, mengelompokan dan mentransformasikan makna dalam kaitannya dengan situasi dimana dan kemana arah tindakannya. Blumer mengatakan bahwa individu bukan dikelilingi oleh lingkungan obyek-obyek potensial yang mempermainkannya dan membentuk perilakunya. Gambaran yang benar adalah dialah yang membentuk obyek-obyek itu. Mulyana (2008) mengelaborasi premis Blumer bahwa pertama, individu merespon suatu situasi simbolik. Mereka merespon lingkungan, termasuk obyek fisik (benda), obyek sosial (perilaku manusia) berdasarkan makna yang terkandung dalam komponen-komponen lingkungan tersebut bagi mereka. Ketika mereka menghadapi suatu situasi, respons mereka bergantung pada bagaimana mereka mendefinisikan situasi yang dihadapi dalam interaksi sosial. Individulah yang dianggap aktif untuk menentukan lingkungan mereka. Kedua, makna adalah produk interaksi sosial, karena itu makna tidak melekat pada objek, melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa. Negosiasi itu dimungkinkan karena manusia mampu menamai segala sesuatu, bukan hanya objek fisik, tindakan atau peristiwa namun juga gagasan yang abstrak. Ketiga, makna yang diinterpretasikan individu dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan dengan perubahan situasi yang ditemukan dalam interaksi sosial. Perubahan interpretasi dimungkinkan karena individu dapat melakukan proses mental, yakni berkomunikasi dengan dirinya sendiri. Manusia membayangkan atau merencanakan apa yang akan mereka lakukan. Individu mengantisipasi reaksi orang lain, mencari alternatif-alternatif ucapan atau tindakan yang akan ia lakukan dan membayangkan bagaimana orang lain akan merespon ucapan atau tindakan mereka. Beberapa tokoh interaksionisme simbolik (Blumer, Manis dan Meltzer, Rose, Snow) mencoba mengungkapkan prinsip dasar teori ini (Ritzer, 2008), sebagai berikut : 1. Tak seperti binatang, manusia dibekali kemampuan untuk berfikir. 2. Kemampuan berpikir dibentuk oleh interaksi sosial. 3. Dalam interaksi sosial manusia mempelajari arti dan simbol yang memungkinkan mereka menggunakan kemampuan berfikir mereka yang khusus itu. 4. Makna dan simbol memungkinkan manusia melanjutkan tindakan khusus dan berinteraksi. 26 5. Manusia mampu mengubah arti dan simbol yang mereka gunakan dalam tindakan dan interaksi berdasarkan penafsiran mereka terhadap situasi. 6. Manusia mampu membuat kebijakan modifikasi dan perubahan, sebagian karena kemampuan mereka berinteraksi dengan diri mereka sendiri, yang memungkinkan mereka menguji serangkaian peluang tindakan, menilai keuntungan dan kerugian relatif mereka, dan kemudian memilih satu diantara serangkaian peluang tindakan itu. 7. Pola tindakan dan interaksi yang saling berkaitan akan membentuk kelompok dan masyarakat. Interaksi simbolik berasumsi bahwa manusia dapat mengerti berbagai hal dengan belajar dari pengalaman. Persepsi seseorang selalu diterjemahkan dalam simbol-simbol. Sebuah makna dipelajari melalui interaksi diantara orang-orang, dan makna tersebut muncul karena adanya pertukaran simbol-simbol dalam kelompok sosial. Pada sisi lain, interaksi simbolik memandang bahwa seluruh struktur dan institusi sosial diciptakan oleh adanya interaksi diantara orang-orang. Selain itu tingkah laku seseorang tidak mutlak ditentukan oleh kejadian-kejadian pada masa lampau saja, melainkan juga dilakukan dengan sengaja. Konteks komunikasi interpersonal, interaksi simbolik menjelaskan bahwa pikiran terdiri dari sebuah percakapan internal yang merefleksikan interaksi yang telah terjadi antara seseorang dengan orang lain. Sementara itu tingkah laku terbentuk atau tercipta di dalam kelompok sosial selama proses interaksi. Seseorang tidak dapat memahami pengalaman orang lain dengan hanya mengamati tingkah lakunya belaka. Pemahaman dan pengertian seseorang akan berbagai hal harus diketahui secara pasti. Komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna merupakan suatu aktivitas yang khas antara manusia. Seseorang akan menjadi manusia hanya melalui interaksi dengan sesamanya karena ia sebagai mahluk sosial. Interaksi yang terjadi antara manusia akan membentuk masyarakat. Manusia secara aktif membentuk perilakunya sendiri. Kesadaran dan pikirannya akan melibatkan interaksi manusia dengan dirinya sendiri. Studi atau penelitian tentang perilaku manusia berdasarkan perspektif interaksi simbolik ini membutuhkan pemahaman tentang tindakan tersembunyi manusia itu sendiri, bukan sekedar tindakan luar yang terlihat. Menurut interaksi simbolik, dalam memahami makna, simbol, serta tindakan yang tersembunyi memerlukan metode penelitian kualitatif. Sifat dan kondisi alamiah dari subyek yang diteliti, misalnya dengan memberikan mereka kesempatan atau membiarkan mereka 27 berbicara atau berperilaku apa adanya sebagaimana yang mereka kehendaki akan memungkinkan munculnya perilaku tersembunyi ini (Kuswarno, 2009). Pemikiran interaksi simbolik ini menjadi dasar untuk menjelaskan bagaimana makna atas simbol-simbol petani pahami dan pikirkan menentukan tindakan mereka. Makna atas simbol yang petani pahami akan semakin jelas dikarenakan interaksi sesama petani atau antara petani dengan individu atau kelompok lainnya atau BMT. Simbol-simbol yang diciptakan, dipikirkan dan dipahami mereka merupakan bahasa yang mengikat aktivitas diantara mereka dan dengan luar kelompok mereka. Bahasa tersebut akan membentuk perilaku komunikasi yang khas di kalangan petani. Berkaitan dengan bagaimana menafsirkan simbol-simbol dalam proses berfikir tersebut, terdapat proses penciptaan makna, yaitu : (1) Hakikat Berpikir Setiap manusia ketika berinteraksi akan menafsirkan setiap tindakan verbal dan nonverbal. Tindakan verbal berupa kata-kata, ujaran dan ucapan. Sedangkan tindakan nonverbal meliputi semua gerak-gerikan atau tingkah laku manusia yang memiliki makna. Asumsi penting bahwa manusia memiliki kapasitas untuk berpikir membedakan antara interaksionisme simbolik dari akar behaviorismenya. Asumsi ini juga menjadi dasar bagi semua teori yang berorientasi pada interaksionisme simbolik. Menurut Ritzer (2008) “Individu dalam masyarakat tidak dilihat sebagai unit yang dimotivasi oleh kekuatan eksternal atau internal di luar kontrol mereka atau di dalam kekurangan suatu struktur yang kurang lebih tetap. Mereka lebih dipandang sebagai cerminan atau unit-unit yang saling berinteraksi yang terdiri dari unit-unit kemasyarakatan”. Kemampuan berpikir yang dimiliki manusia ini memungkinkan mereka untuk bertindak dengan pemikirannya, daripada berperilaku tanpa didasari pemikiran. Pikiran yang didefinisikan Mead sebagai proses percakapan seseorang dengan dirinya sendiri, tidak diketemukan di dalam diri individu; pikiran adalah fenomena sosial. Pikiran muncul dan berkembang dalam proses sosial dan merupakan bagian integral dari proses sosial. Karakteristik istimewa dari pikiran adalah kemampuan individu untuk memunculkan dalam dirinya sendiri tidak hanya satu respon saja, tetapi juga respon komunitas secara keseluruhan. Seperti kata Mead : “Kemampuan menemukan makna ini dan menunjukannya kepada orang lain dan kepada organisme adalah suatu kemampuan yang memberikan kekuatan unik 28 kepada manusia. Kendali ini dimungkinkan oleh bahasa. Mekanisme kendali atas makna dalam arti inilah yang merupakan, menurut saya, apa yang kita sebut “pikiran”(Mulyana, 2008). Mead juga melihat pikiran secara pragmatis. Pikiran melibatkan proses berpikir yang mengarah pada penyelesaian masalah dan fungsi pikiranlah untuk mencoba menyelesaikan masalah dan memungkinkan orang beroperasi lebih efektif dalam kehidupan. Menurut teori interaksionisme simbolik, pikiran mensyaratkan adanya masyarakat. Masyarakat harus lebih dulu ada sebelum adanya pikiran. Pikiran adalah bagian integral dari proses sosial. Petani sebagai aktor sosial memiliki kemampuan berpikir. Kemampuannya ini adalah percakapan di dalam dirinya sendiri untuk melakukan sesuatu, dalam hal ini mendapatkan pembiayaan kredit melalui BMT. Pikirannya ini bukan hanya sebagai sebuah respons dari dunianya tetapi juga respons yang memungkinkan ia dapat menyelesaikan masalahnya sendiri. (2) Hakikat Diri Banyak pemikiran Mead khususnya pikiran melibatkan gagasannya mengenai konsep diri. Inti dari teori interaksi simbolik adalah teori tentang ‘diri’ (Self) dari George Herbert Mead. Ia menganggap bahwa konsep diri adalah suatu proses yang berasal dari interaksi sosial individu dengan orang lain (Mulyana, 2008). Mead (Ritzer, 2008:285) mengidentifikasikan dua aspek atau fase diri, yang ia namakan “I” dan “Me”. Mead menyatakan, “Diri pada dasarnya adalah proses sosial yang berlangsung dalam dua fase yang dapat dibedakan”. “I” dan “Me” adalah proses yang terjadi di dalam proses diri yang lebih luas, keduanya bukanlah sesuatu (things). Pada dasarnya diri adalah kemampuan untuk menerima diri sendiri sebagai sebuah objek. Diri adalah kemampuan khusus untuk menjadi subyek maupun obyek. Diri mensyaratkan proses sosial, yaitu : komunikasi antar manusia. Diri muncul dan berkembang melalui aktivitas hubungan sosial. Diri berhubungan secara dialektis dengan pikiran, artinya di satu pihak Mead mengatakan tubuh bukanlah diri dan baru akan menjadi diri bila pikiran telah berkembang. Mead menyatakan : “diri adalah dimana orang memberikan tanggapan terhadap apa yang ia tujukan kepada orang lain dan dimana tanggapannya sendiri menjadi bagian dari tindakannya, dimana ia tak hanya mendengarkan dirinya sendiri, tetapi juga merespon dirinya sendiri, berbicara dan menjawab kepada dirinya, sehingga kita mempunyai perilaku dimana individu 29 menjadi objek untuk dirinya sendiri” (Ritzer, 2008). Diri adalah aspek lain dari proses sosial menyeluruh dimana individu adalah bagiannya. Konsep “I” dan “Me” dari Mead ini adalah tanggapan spontan individu terhadap orang lain, yang merupakan aspek kreatif yang tidak dapat diperhitungkan dan tidak teramalkan dari diri. Konsep “I” atau saya merupakan bagian yang aktif dari diri yang melakukan tindakan yang seringkali sulit untuk diramalkan. Sementara konsep “Me” atau aku merupakan wujud diri tentang konsep nilai atau norma yang mengatur, memberi arah dan mengendalikan konsep “I” di dalam diri seseorang. Mead (Ritzer, 2008) sangat menekankan konsep “I” karena empat alasan, Pertama, “I” adalah sumber sesuatu yang baru dalam proses sosial. Kedua, Mead yakin, didalam “I” itulah nilai terpenting kita tempatkan. Ketiga, “I” merupakan sesuatu yang kita semua mencari perwujudan diri. “I”-lah yang memungkinkan kita mengembangkan kepribadian definitif. Keempat, Mead melihat suatu proses evolusioner dalam sejarah dimana manusia dalam masyarakat primitif lebih didominasi oleh “Me”, sedangkan dalam masyarakat modern konsep “I” yang lebih dominan. Pandangan Mead tentang diri terletak pada “pengambilan peran orang lain” (taking the role of the other). Konsep ini merupakan penjabaran ‘diri sosial’, individu bersifat aktif, inovatif yang tidak saja tercipta secara sosial, namun juga menciptakan masyarakat baru yang perilakunya tidak dapat diramalkan. Jadi, individu sendirilah yang mengontrol tindakan dan perilakunya, dan mekanisme kontrol tersebut terletak pada makna yang dikonstruksikan secara sosial. Menurut Mead, perkembangan diri seperti perkembangan anak-anak, terdiri dari dua tahap: tahap permainan (play stage) dan tahap pertandingan (game stage). Tahap permainan adalah perkembangan pengambilan peran bersifat elementer yang memungkinkan anak-anak melihat diri mereka sendiri dari perspektif orang lain yang dianggap penting (significant orders), khususnya orang tua mereka. Tahap pertandingan berasal dari proses pengambilan peran dan sikap orang lain secara umum (generalized others), yaitu masyarakat umumnya (Mulyana, 2008). Jadi, hanya bila seseorang mencapai tahap ini maka mereka memperoleh konsepsi diri yang sempurna meskipun mereka akan memasuki beragam lingkungan sosial. Menurut pandangan interaksionisme simbolik, perilaku manusia tidak deterministik. Perilaku manusia adalah produk penafsiran individu atas objek di sekitarnya. Makna yang 30 mereka berikan kepada objek berasal dari interaksi sosial dan dapat berubah selama interaksi itu berlangsung. Interaksi simbolik pada konteks ini menekankan pada peranan penting bahasa bagi perilaku manusia. Interaksi ditentukan oleh aturan, norma, dan arahan, namun hasilnya tidak selalu dapat diramalkan atau ditentukan di muka. Persepsi orang muncul dalam dirinya sendiri; bagaimana orang mempersepsikan dirinya sendiri dan dunia tempat tinggalnya adalah suatu persoalan internal dan pribadi. (3) Hakikat Lambang Lambang komunikasi di sini adalah lambang bahasa yang berupa pesan verbal dan non verbal. Pesan verbal bisa berupa kata, frase atau kalimat yang diucapkan dan didengar. Pesan non verbal bisa berupa isyarat, ekspresi wajah, kontak mata, postur dan gerakan tubuh, sentuhan, pakaian, artefak, diam dan ciri paralinguistik. Pentingnya tanda dan simbol noverbal, dalam pandangan Mead tidak boleh diremehkan dalam komunikasi manusia. Bagi Cooley dan Mead, “diri” muncul karena komunikasi. Tanpa bahasa, diri tidak akan berkembang. Manusia unik karena mereka memiliki kemampuan memanipulasi simbol-simbol berdasarkan kesadaran. Mead menekankan pentingnya komunikasi, khususnya melalui mekanisme isyarat vokal (bahasa), meskipun teorinya bersifat umum. Simbol adalah suatu rangsangan yang mengandung makna dan nilai yang dipelajari bagi manusia, dan respon manusia terhadap simbol adalah dalam pengertian makna dan nilainya. Semua objek simbolik menyarankan suatu rencana tindakan (plan action) dan alasan untuk berperilaku dengan suatu cara tertentu terhadap suatu objek antara lain diisyaratkan oleh objek tersebut (Mulyana, 2008). Menurut Mead, hanya apabila kita memiliki simbol-simbol signifikan yang bermakna, kita berkomunikasi dalam arti yang sesungguhnya. Kemampuan manusia yang unik ini merupakan faktor yang menentukan asal mula dan pertumbuhan masyarakat manusia dan pengetahuan mereka saat ini. Simbol signifikan adalah sejenis gerak isyarat yang hanya dapat diciptakan manusia. Isyarat menjadi simbol signifikan bila muncul dari individu yang membuat simbolsimbol itu sama dengan jenis tanggapan yang diperoleh dari orang yang menjadi sasaran isyarat. Kumpulan isyarat suara yang paling memungkinkan menjadi simbol signifikan adalah bahasa : “simbol yang menjawab makna yang dialam individu pertama dan yang mencari makna dalam individu kedua. Isyarat suara yang mencapai situasi ini yang dapat menjadi ‘bahasa’. Kini ia menjadi simbol yang signifikan dan memberitahukan makna ‘tertentu’, pada percakapan dengan 31 isyarat, hanya isyarat itu sendiri yang dikomunikasikan, tetapi dengan bahasa, yang dikomunikasikan adalah isyarat dan maknanya (Ritzer, 2008). Fungsi bahasa dan simbol yang signifikan umumnya adalah menggerakan tanggapan yang sama di pihak individu yang berbicara dan di pihak lainnya. Teori Mead yang paling penting adalah fungsi lain simbol signifikan yakni memungkinkan proses mental berfikir, hanya melalui simbol signifikan khususnya bahasa, manusia dapat berfikir. Berfikir adalah sama dengan berbicara dengan orang lain, karena berfikir melibatkan tindakan berbicara dengan diri sendiri. Simbol signifikan juga memungkinkan interaksi simbolik, artinya, orang dapat saling berinteraksi tidak hanya melalui isyarat tetapi juga melalui simbol signifikan. Kemampuan ini juga mempengaruhi kehidupan dan memungkinkan terwujudnya pola interaksi dan bentuk organisasi sosial/masyarakat yang jauh lebih rumit ketimbang melalui isyarat saja (Ritzer, 2008). Mead menunjukan bahwa dalam perkembangan diri bergantung pada komunikasi dengan orang lain, terutama sejumlah orang penting (significant orders) yang membentuk dan mempengaruhi diri sebagaimana orang-orang tersebut dipengaruhi kehadirin diri tersebut. Oleh karena itu, komunikasi juga berperan penting dalam perkembangan masyarakat, seperti yang dikemukakan Dewey (dalam Mulyana, 2008) : Masyarakat eksis melalui komunikasi; perspektif yang sama – budaya yang sama – muncul melalui partisipasi dalam saluran komunikasi yang sama. Melalui partisipasi sosiallah perspektif bersama dalam kelompok diinternalisasikan dan berbagai pandangan muncul melalui kontak dan asosiasi yang berbeda. Pandangan fenomenologis Schutz sependapat dengan pandangan Mead, bahwa dalam interaksi tatap muka makna rangsangan yang dicari dan ditafsirkan oleh sang aktor secara khas merujuk pada motif aktor lainnya. Schutz menggolongkan motif—motif ini sebagai ‘motif untuk’ (in-order-to motives) dan ‘motif karena’ (because motives). Motif untuk adalah tujuan yang digambarkan sebagai maksud, rencana, harapan, minat yang diinginkan aktor dan karena itu berorientasikan masa depan. Motif karena adalah merujuk pada pengalaman masa lalu aktor dan tertanam dalam pengetahuannya yang terendapkan, dan karena itu berorientasikan masa lalu. Motif ini disebut alasan atau sebab (Mulyana, 2008). Selama proses interaksi, terdapat pertukaran motif antara para aktor yang terlibat, yang oleh Schutz disebut the reciprocity of motives sementara menurut Mead sebagai ‘pengambilan 32 peran orang lain (taking the role of the other), yaitu membayangkan diri sendiri dalam posisi orang lain dan memandang segala sesuatu melalui perspektif orang lain. ‘Motif untuk’ dalam berinteraksi adalah tindakan seseorang menjadi ‘motif karena’ reaksi orang lain. Pengertian akan dicapai bila terdapat pertukaran motif yang khas (typical motives) yang sebangun. Berdasarkan interpretasi orang lain, individu dapat mengubah tindakan berikutnya agar sesuai dengan tindakan orang lain. Modifikasi perilaku ini menuntut orang untuk memastikan terlebih dulu makna, motif atau maksud apa yang terdapat di belakang tindakan orang lain. Manusia berinteraksi dengan cara berbeda, merespons tidak hanya tindakan orang lain, melainkan juga makna, motif dan maksud tindakannya. Pandangan Mead, isyarat yang dikuasai manusia berfungsi bagi manusia itu untuk membuat penyesuaian antara individu-individu yang terlibat dalam setiap tindakan sosial dengan merujuk kepada objek yang berkaitan dengan tindakan tersebut. Manusia mempelajari simbol dan makna di dalam interaksi sosial. Mead (Ritzer, 2008) menjelaskan bahwa simbol pada umumnya dan bahasa pada khususnya, mempunyai fungsi khusus bagi aktor : Pertama, simbol memungkinkan orang menghadapi dunia material dan dunia sosial dengan memungkinkan mereka untuk mengatakan, menggolongkan dan mengingat objek yang mereka jumpai di situ. Manusia mampu menata kehidupan dengan cara ini, agar tidak membingungkan. Bahasa juga seperti itu dan terutama mengingat secara lebih efisien ketimbang yang dapat mereka lakukan dengan menggunakan jenis simbol lain seperti kesan bergambar. Kedua, simbol meningkatkan kemampuan manusia untuk memahami lingkungan, daripada dibanjiri oleh banyak stimuli yang tidak dapat dibeda-bedakan, aktor dapat berjaga-jaga dari bagian lingkungan tertentu saja ketimbang terhadap bagian lingkungan yang lain. Ketiga, simbol meningkatkan kemampuan untuk berpikir. Jika sekumpulan simbol bergambar hanya dapat meningkatkan kemampuan berpikir secara terbatas, maka bahasa akan dapat lebih mengembangkan kemampuan ini. Berfikir dapat dibayangkan sebagai berinteraksi secara simbolik dengan diri sendiri. Keempat, simbol meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan berbagai masalah. Binatang harus menggunakan cara uji coba (trial and error), tetapi manusia dapat memikirkan dengan menyimbolkan berbagai alternatif tindakan sebelum benar-benar melakukannya. Kemampuan ini mengurangi peluang berbuat kesalahan. Kelima, simbol memungkinkan aktor mendahului waktu, ruang dan bahkan pribadi mereka sendiri. Aktor dapat membayangkan melalui penggunaan simbol seperti apa kehidupan di masa 33 lalu atau kemungkinan kehidupan di masa depan. Aktor dapat secara simbolik mendahului pribadi mereka sendiri dan membayangkan seperti apa kehidupan ini dilihat dari sudut pandang orang lain. Inilah konsep teoritisi interaksionisme simbolik yang terkenal : mengambil peran orang lain. Keenam, simbol memungkinkan kita membayangkan realitas metafisik, seperti surga dan neraka. Ketujuh, dan paling umum, simbol memungkinkan orang menghindar dari diperbudak oleh lingkungan mereka. Mereka dapat lebih aktif ketimbang pasif – artinya mengatur sendiri mengenai apa yang akan mereka kerjakan. Simbol-simbol ini digunakan manusia untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan individu-individu lainnya dalam masyarakatnya. Simbol-simbol ini akan bermakna apabila digunakan dalam interaksi, dan makna akan diserap oleh manusia ketika berinteraksi dan menghasilkan pemahaman dan persepsi yang sama mengenai simbol yang bermakna tersebut. (4) Hakikat Tindakan Manusia secara sosial Mead memandang tindakan sebagai “unit primitif” dalam teorinya (Ritzer, 2008). Tindakan manusia menghasilkan karakter yang berbeda-beda sebagai hasil dari proses interaksi dalam dirinya sendiri. Seorang individu ketika bertindak harus mengetahui terlebih dahulu apa yang diinginkannya. Dia harus berusaha menentukan tujuannya, menggambarkan arah tingkah lakunya, memperkirakan situasinya, mencatat dan menginterpretasikan tindakan orang lain, mengecek dirinya sendiri, menggambarkan apa yang akan dilakukan dengan faktor-faktor lain. Mead mengatakan manusia dipandang sebagai organisme aktif yang memiliki hak-hak terhadap obyek yang yang ia modifikasikan. Tindakan dipandang sebagai tingkah laku yang dibentuk oleh pelaku, sebagai ganti respon yang didapat dari dalam dirinya. Mead (Ritzer, 2008) mengidentifikasikan empat tahap tindakan yang saling berhubungan, yaitu : Pertama, dorongan hati (impuls) yang meliputi stimulasi/rangsangan spontan yang berhubungan dengan alat indera dan reaksi aktor terhadap rangsangan, kebutuhan untuk melakukan sesuatu terhadap rangsangan itu. Manusia tidak hanya mempertimbangkan situasi kini dalam berfikir tentang reaksi tetapi juga pengalaman masa lalu dan mengantisipasi akibat dari tindakan di masa depan. Kedua, persepsi (perception). Aktor menyelidiki dan bereaksi terhadap rangsangan yang berhubungan dengan impuls, dan juga berbagai alat yang tersedia untuk memuaskannya. Manusia mempunyai kapasitas untuk merasakan dan memahami stimuli 34 melalui pendengaran, senyuman, rasa, dan sebagainya. Persepsi melibatkan rangsangan yang baru masuk maupun citra mental yang ditimbulkannya. Aktor tidak secara spontan menanggapi stimuli dari luar, tetapi memikirnya sebentar dan menilainya melalui bayangan mental. Aktor biasanya berhadapan dengan banyak rangsangan yang berbeda dan mereka mempunyai kapasitas untuk memilih yang mana perlu diperhatikan dan yang mana perlu diabaikan. Ketiga, manipulasi (manipulation). Tahap manipulasi merupakan tahap jeda yang penting dalam proses tindakan agar tanggapan tidak diwujudkan secara spontan. Memberi sela waktu dengan memperlakukan obyek, memungkinkan manusia merenungkan berbagai macam tanggapan. Orang berfikir tentang pengalaman masa lalu mengenai akibat tindakannya baik yang positif dan negatif. Hal inilah yang akan mendasarinya untuk memberikan tanggapan selanjutnya. Keempat, Konsumasi, tahap pelaksanaan atau konsumasi, atau mengambil tindakan yang memuaskan dorongan hati yang sebenarnya. Keempat tahap ini menurut Mead sebenarnya bersifat dialektis, sebenarnya keempatnya saling merasuk sehingga membentuk sebuah proses organis. Setiap bagian muncul sepanjang waktu mulai dari awal sampai akhir tindakan sehingga setiap bagian akan mempengaruhi bagian yang lainnya. Tahap terakhir tindakan memungkinkan menyebabkan munculnya tahap awal. Manusia secara simbolik mengkomunikasikan arti kepada orang lain yang terlibat. Orang lain menafsirkan simbol komunikasi dan mengorientasikan tindakan balasan berdasarkan penafsiran mereka. Para aktor terlibat untuk melakukan tindakan saling mempengaruhi. Teori interaksi imbolik memandang manusia sebagai makhluk sosial. Manusia berinteraksi sosial baik dengan dirinya sendiri, juga merespon segala tindakan dari individu lainnya. Ketika manusia berinteraksi sosial maka ia berinteraksi dengan kelompok sosialnya yang membentuk suatu masyarakat. (5) Hakikat Masyarakat Mead mengambil asumsi dari psikologi sosial yang mengarahkan perhatiannya pada interaksi dalam masyarakat (Ritzer, 2008), yaitu : “kita tidak membangun perilaku kelompok dilihat dari sudut perilaku masing-masing individu yang membentuknya; kita bertolak dari keseluruhan sosial dari aktivitas kelompok kompleks tertentu, dan dimana kita menganalisa perilaku masing-masing individu yang membentuknya. Kita lebih berupaya untuk menerangkan perilaku kelompok sosial ketimbang menerangkan perilaku terorganisir kelompok sosial dilihat dari sudut perilaku masing-masing individu yang membentuknya. Menurut psikologi sosial, 35 keseluruhan (masyarakat) adalah lebih dulu daripada bagian (individu), bukannya bagian adalah lebih dahulu daripada keseluruhan; dan bagian itu diterangkan dari sudut pandang keseluruhan, bukan keseluruhan yang diterangkan dari sudut pandang bagian atau bagian-bagian.” Menurut Mead, keseluruhan sosial mendahului pemikiran individu baik secara logika maupun temporer. Individu yang berfikir dan sadar diri adalah mustahil secara logika tanpa didahului adanya kelompok sosial. Kelompok sosial muncul lebih dulu, dan menghasilkan perkembangan keadaan mental kesedaran diri. Secara mendasar, masyarakat atau kelompok manusia berada dalam tindakan sosial dan harus dilihat berdasarkan tindakan sosialnya pula. Prinsip utama interaksi simbolik adalah apapun yang berorientasi secara empiris atas masyarakat manusia, harus memperhatikan kenyataan bahwa masyarakat terdiri dari orang-orang yang sedang melakukan aksi sosial bersama-sama. Masyarakat adalah bentukan dari interaksi antar individu. Mead menggunakan istilah masyarakat yang berarti proses sosial tanpa henti yang mendahului pikiran dan diri. Masyarakat penting perannya dalam membentuk pikiran dan diri. Masyarakat mencerminkan sekumpulan tanggapan terorganisir yang diambil alih oleh individu dalam bentuk “aku” (me). Menurut pengertian individual ini masyarakat mempengaruhi mereka, memberi mereka kemampuan melalui kritik-diri, dan untuk mengendalikan mereka sendiri. Pada tingkat kemasyarakatan yang lebih khusus, Mead mempunyai sejumlah pemikiran tentang pranata sosial (sosial institutions). Mead mendefinisikan pranata sebagai “tanggapan bersama dalam komunitas” atau “kebiasaan hidup komunitas”. Pendidikan adalah proses internalisasi kebiasaan bersama komunitas ke dalam diri aktor. Pendidikan adalah proses yang esensial karena menurut pandangan Mead, aktor tidak mempunyai diri dan belum menjadi anggota komunitas sesungguhnya hingga mereka mampu menanggapi diri mereka sendiri seperti yang dilakukan komunitas yang lebih luas. Aktor harus menginternalisasikan sikap bersama komunitas (Ritzer, 2008). Mead lebih cenderung menerapkan gagasan tentang “kemunculan” kepada kesadaran daripada menerapkannya kepada masyarakat yang lebih luas. Pikiran dan diri dianggap muncul dari proses sosial, atau kemunculan sesuatu yang baru atau gagasan baru. Setidaknya Mead menguraikan pengertian masyarakat yang lebih makro, yaitu pranata sosial sebagai kelompok atau aktivitas sosial yang terorganisir dan keluarga sebagai unit fundamental dalam masyarakat sebagai basis unit yang lebih luas seperti suku dan negara. 36 (6) Kritik terhadap teori interaksionisme Simbolik Kritik terhadap teori interaksi simbolik telah dikemukakan oleh Ritzer (2008) yang meringkas dari beberapa kritik dari para ahli sosiologi, yaitu : pertama, aliran ini dianggap terlalu mudah membuang teknik ilmiah konvensional, seperti yang diungkap Weinstein and Tanur, bahwa “hanya karena kadar kesadaran itu kualitatif, tidak berarti pengungkapan keluarnya tidak dapat dikodekan, diklasifikasikan, atau bahkan dihitung. Ilmu dan subjektivitas tidaklah dapat terpisahkan satu sama lain. Kedua, konsep-konsep esensial Meadian seperti : pikiran, diri, I dan Me tidaklah jelas. Konsep tersebut sulit dioperasionalisasikan, akibatnya adalah tidak dapat dihasilkan proposisiproposisi yang dapat diuji. Ketiga, teori ini meremehkan atau mengabaikan peran struktur berskala luas. Konsep struktur sosial diperlukan untuk membahas kepadatan dan kompleksitas relasi dimana episode-episode interaksi saling berkaitan. Keempat, Teori ini tidak mikroskopik, mengabaikan peran penting faktor seperti ketidaksadaran dan emosi. Ia mengabaikan faktor psikologis yang mungkin membatasi dan menekan aktor. Interaksi simbolik merupakan gabungan pengetahuan asli dengan pemikiran yang berasal dari teori mikro yang lain seperti teori pertukaran, etnometodologi, analisis percakapan dan fenomenologi. Baldwin (Ritzer, 2008) mengemukakan beberapa pendapat : pertama, sistem teoritis Mead mencakup berbagai fenomena sosial dari mikro sampai makro – fisiologi, psikologi sosial, bahasa, kognisi, perilaku, masyarakat, perubahan sosial dan ekologi. Kedua, Mead tidak hanya mempunyai pandangan terintegrasi antara tingkat mikro dan makro tentang kehidupan sosial, tetapi juga menawarkan sebuah sistem fleksibel yang mampu menjembatani sumbangan yang berasal dari semua aliran ilmu sosial saat ini. Ketiga, komitmen Mead terhadap metode ilmiah membantu memastikan bahwa data dan teori di seluruh komponen sistem sosial dapat diintegrasikan dengan cara yang seimbang dan pemanfaatannya dapat dipertahankan secara empiris. Norman Denzin juga mengkritik teori interaksi simbolik. Menurut Denzin (dalam Ritzer, 2008) peranan teori ini seharusnya lebih besar lagi dalam studi kultural. Satu masalah mendasar adalah interaksi simbolik cenderung mengabaikan gagasan-gagasan yang menghubungkan ‘simbolik’ dan ‘interaksi’ (dan menekankan studi kultural) – ‘komunikasi’. Selain itu juga 37 diharapkan lebih memusatkan lagi perhatiannya pada teknologi komunikasi dan peralatan teknologi dan pada cara-cara teknologi itu menghasilkan realitas dan menggambarkan realitas. Menurut Denzin, di masa lalu teoritisi interaksi simbolik telah memperhatikan jenis-jenis komunikasi yang dibahas dalam studi kultural (misalnya, film). Peneliti yang terlibat dalam studi itu cenderung mengabaikan wawasan kulturalnya dan Denzin berharap agar teoritisi interaksi simbolik kembali kepada akar kulturalnya. Denzin berharap studi interaksi simbolik lebih menekankan pada kultur, terutama kultur populer. Denzin ingin interaksi simbolik melakukan pendekatan kritis terhadap kultur. Pendekatan kritis cocok dengan interaksi simbolik yang memusatkan perhatian pada golongan tertindas dan hubungan mereka dengan penguasa. Pada penelitian ini, fenomena petani yang dipahami berdasarkan pengalaman mereka, apakah fenomena yang muncul sampai pada kritik-kritik terhadap teori interaksi simbolik ini. Etos Kerja sebagai Dasar Moral Sinamo (2005) menjelaskan pengertian etos secara ringkas, secara etimologis istilah etos berasal dari bahasa Yunani yang berarti ’tempat hidup’. Mula-mula tempat hidup dimaknai sebagai adat istiadat atau kebiasaan. Sejalan dengan waktu, kata etos berevolusi dan berubah makna menjadi semakin kompleks. Dari kata yang sama muncul pula istilah Ethikos yang berarti ’teori kehidupan’, yang kemudian menjadi ’etika’. Dalam bahasa Inggris Etos dapat diterjemahkan menjadi beberapa pengertian antara lain ‘starting point', 'to appear', 'disposition' hingga disimpulkan sebagai 'character'. Dalam bahasa Indonesia kita dapat menterjemahkannya sebagai ’sifat dasar’, ’pemunculan’ atau ’disposisi/watak’. Aristoteles menggambarkan etos sebagai salah satu dari tiga mode persuasi selain logos dan pathos dan mengartikannya sebagai ’kompetensi moral’. Aristoteles berusaha memperluas makna istilah ini hingga ’keahlian’ dan ’pengetahuan’ tercakup didalamnya. Etos hanya dapat dicapai hanya dengan apa yang dikatakan seorang pembicara, tidak dengan apa yang dipikirkan orang tentang sifatnya sebelum ia mulai berbicara. Max Weber (Sinamo, 2005) merumuskan hubungan rasional antara etos kerja dan kesuksesan suatu masyarakat dalam buku klasik The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism (Weber 1958). Etos bangsa Jerman yang diformaulasikan Weber antara lain bertindak rasional, disiplin tinggi, bekerja keras, berorientasi sukses material, tidak mengumbar 38 kesenangan, hemat dan bersahaja, menabung dan berinvestasi. Weber mengatakan etos inilah pangkal kemajuan masyarakat Protestan dan Amerika. Menurut Sinamo (2005) Etos Kerja merupakan suatu pandangan dan sikap suatu bangsa atau umat terhadap kerja. Bila individu-individu dalam komunitas memandang kerja sebagai suatu hal yang luhur bagi eksistensi manusia, maka Etos Kerjanya akan cenderung tinggi. Sebaliknya sikap dan pandangan terhadap kerja sebagai sesuatu yang bernilai rendah bagi kehidupan, maka Etos Kerja dengan sendirinya akan rendah. Sinamo (2005) menyederhanakannya menjadi empat pilar teori utama. Keempat pilar inilah yang sesungguhnya bertanggung jawab menopang semua jenis dan sistem keberhasilan yang berkelanjutan (sustainable success system) pada semua tingkatan. Keempat elemen itu lalu dia konstruksikan dalam sebuah konsep besar yang disebutnya sebagai Catur Dharma Mahardika (bahasa Sanskerta) yang berarti Empat Darma Keberhasilan Utama, yaitu: (1) 1. Mencetak prestasi dengan motivasi superior. (2) Membangun masa depan dengan kepemimpinan visioner. (3) Menciptakan nilai baru dengan inovasi kreatif. (4) Meningkatkan mutu dengan keunggulan insani. Keempat darma ini kemudian dirumuskan pada delapan aspek Etos Kerja, sebagai berikut: (1) Kerja adalah rahmat; karena kerja merupakan pemberian dari Yang Maha; Kuasa, maka individu harus dapat bekerja dengan tulus dan penuh syukur; (2) Kerja adalah amanah; kerja merupakan titipan berharga yang dipercayakan pada kita sehingga secara moral kita harus bekerja dengan benar dan penuh tanggung jawab; (3) Kerja adalah panggilan; kerja merupakan suatu dharma yang sesuai dengan panggilan jiwa kita sehingga kita mampu bekerja dengan penuh integritas; (4) Kerja adalah aktualisasi; pekerjaan adalah sarana bagi kita untuk mencapai hakikat manusia yang tertinggi sehingga kita akan bekerja keras dengan penuh semangat; (5) Kerja adalah ibadah; bekerja merupakan bentuk bakti dan ketaqwaan kepada Sang Khalik, sehingga melalui pekerjaan individu mengarahkan dirinya pada tujuan agung Sang Pencipta dalam pengabdian; (6) Kerja adalah seni; kerja dapat mendatangkan kesenangan dan kegairahan kerja sehingga lahirlah daya cipta, kreasi baru, dan gagasan inovatif; (7) Kerja adalah kehormatan; pekerjaan dapat membangkitkan harga diri sehingga harus dilakukan dengan tekun dan penuh keunggulan. (8) Kerja adalah Pelayanan; manusia bekerja bukan hanya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri saja tetapi untuk melayani sehingga harus bekerja dengan sempurna dan penuh kerendahan hati. 39 Sinamo (2005) juga memaparkan secara eksplisit beberapa sikap yang seharusnya mendasar bagi seseorang dalam memberi nilai pada kerja, yang disimpulkan sebagai berikut: (1). Bekerja adalah hakikat kehidupan manusia; (2) Pekerjaan adalah suatu berkat Tuhan; (3) Pekerjaan merupakan sumber penghasilan yang halal dan tidak amoral; (4) Pekerjaan merupakan suatu kesempatan untuk mengembangkan diri dan berbakti; (5) Pekerjaan merupakan sarana pelayanan dan perwujudan kasih. Sinamo (2005) menyimpulkan pemahaman bahwa Etos Kerja menggambarkan suatu sikap, maka ia menggunakan lima indikator untuk mengukur Etos Kerja. Menurutnya Etos Kerja mencerminkan suatu sikap yang memiliki dua alternatif, positif dan negatif. Suatu individu atau kelompok masyarakat dapat dikatakan memiliki Etos Kerja yang tinggi, apabila menunjukkan tanda-tanda sebagai berikut: (1) Mempunyai penilaian yang sangat positif terhadap hasil kerja manusia, (2) Menempatkan pandangan tentang kerja, sebagai suatu hal yang amat luhur bagi eksistensi manusia, (3) Kerja yang dirasakan sebagai aktivitas yang bermakna bagi kehidupan manusia, (4) Kerja dihayati sebagai suatu proses yang membutuhkan ketekunan dan sekaligus sarana yang penting dalam mewujudkan cita-cita, (5) Kerja dilakukan sebagai bentuk ibadah. Bagi individu atau kelompok masyarakat yang memiliki Etos Kerja yang rendah, maka akan ditunjukkan ciri-ciri yang sebaliknya, yaitu; (1) Kerja dirasakan sebagai suatu hal yang membebani diri, (2) Kurang dan bahkan tidak menghargai hasil kerja manusia, (3) Kerja dipandang sebagai suatu penghambat dalam memperoleh kesenangan, (4) Kerja dilakukan sebagai bentuk keterpaksaan, (5) Kerja dihayati hanya sebagai bentuk rutinitas hidup. Budaya Sunda Istilah “sunda” sendiri hampir selalu dirujuk pada pengertian wilayah yang berada di bagian barat Pulau Jawa. Menurut sejarah, istilah ini muncul pertama kalinya pada abad ke 9 Masehi. Ekadjati (1995) menjelaskan bahwa, “Istilah tersebut tercatat dalam prasasti yang ditemukan di Kebon Kopi Bogor, beraksara Jawa Kuna dan berbahasa Melayu Kuna.” Istilah “sunda” juga digunakan pula dalam konteks kelompok manusia yang sering dikenal sebagai urang sunda (orang sunda). Orang-orang yang berada di daerah pesisir Cirebon, Orang Sunda biasa mereka sebut sebagai urang gunung, wong gunung, dan tiyang gunung, artinya orang gunung. Selanjutnya dijelaskan dugaan penggunaan sebutan itu yang mungkin saja karena pusat Tanah Sunda dikenal sebagai Priangan yang memang merupakan daerah pegunungan. Ekadjati 40 (1995) menyebutkan bahwa yang disebut, “Orang Sunda adalah orang yang mengaku dirinya dan diakui oleh orang lain sebagai orang Sunda.” Terdapat dua pengertian mendasar mengenai pembatasan orang yang disebut sebagai Orang Sunda. Pertama, mereka yang memiliki orang tua atau leluhur Orang Sunda, baik dari pihak bapak atau ibunya, atau keduanya. Kriteria orang Sunda tidaklah mencakup lokasi tempat tinggal atau bermukim. Meskipun di luar negeri sekalipun, selama ia memiliki darah keturunan atau hubungan darah dengan Orang Sunda, maka ia disebut sebagai Orang Sunda. Kedua adalah mereka yang dibesarkan dalam lingkungan sosial budaya Sunda. Mereka memahami dan mengimplikasikan nilai dan norma budaya Sunda. Kriteria ini pun tidak terlalu membatasi pengertian berdasarkan lokasi, namun lebih menekankan pada lingkungan sosial budaya yang membentuk dan membuat seseorang itu merasa menjadi Orang Sunda. Bisa saja ia bukan keturunan Orang Sunda, namun menjadi orang Sunda karena menghayati dan mempergunakan norma-norma budaya Sunda. Sebaliknya, meskipun ia memiliki darah keturunan Sunda tapi tidak mengenal dan mempergunakan budaya Sunda, maka ia bukanlah termasuk kelompok orang Sunda. Orang Sunda dipersatukan dengan satu pemahaman dan penghayatan nilai dan norma kebudayaan Sunda, yaitu. “Kebudayaan yang hidup, tumbuh, dan berkembang di kalangan orang Sunda yang pada umumnya berdomisili di Tanah Sunda.” (Ekadjati, 1995) Kebudayaan ini tercatat sebagai salah satu budaya yang menghiasi khasanah keragaman budaya di Indonesia. Budaya Sunda memiliki persamaan dengan kebudayaan suku bangsa lain di Indonesia, namun tetap memiliki ciri khas tersediri yang membedakannya dengan yang lain. Budaya Sunda merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia. Budaya ini diciptakan berdasarkan konsensus bersama anggota kelompok. Budaya ada untuk menjaga eksistensi kelompok. Budaya tumbuh dan berkembang dan dijadikan acuan berperilaku bagi setiap anggota kelompok. Begitupula dengan Budaya Sunda. Orang-orang Sunda memiliki budaya yang dimaksudkan untuk menjaga keutuhan kelompok. Menurut Aa Tarsono (dalam Berita HU Republika : PKB Pelajar Islam Indonesia. 27 Januari 2006) dalam Lokakarya Dakwah Islam Berbasis Budaya Sunda, menjelaskan bahwa budaya Sunda itu sebenarnya terbentuk seperti apa yang diajarkan oleh agama Islam. Misalnya someah (ramah), tawadhu (rendah hati), nyaah ka sererea (mengasihi sesama). Ekadjati (1995) menjelaskan orang Sunda menciptakan ajaran sendiri yang disebut dengan Sunda Wiwitan dan Jati Sunda. Agama Islam ini menyebar dan menjadi pandangan hidup yang terus menerus 41 diobjektivikasi diinternalisasi, dan diekternalisasi hingga akhirnya membentuk kebudayaan Sunda yang berlatar belakang religius. Agama Islam mudah diterima oleh orang Sunda karena tidak jauh berbeda dengan falsafah budaya Sunda, silih asih, silih asah, silih asuh. Orang Sunda akan saling mengasihi, saling mengingatkan, dan mengasah kemampuan potensi diri, dan saling memelihara dan melindungi. Kesemuanya itu dilakukan agar orang Sunda mampu mencapai Gemah Ripah Repeh Rapai. (Lihat Profil Daerah Jawa Barat http://www.depdagri.go.id) Artinya orang Sunda selalu mengutamakan kemakmuran dan kesejahteraan untuk kita semua. Orang Sunda akan selalu mengedepankan kesopanan, rendah hati, hormat kepada yang lebih tua, sayang kepada yang lebih lemah, membantu orang yang kesulitan. Suatu budaya mengenal konsep organisasi sosial dan struktur sosial. Organisasi sosial berkenaan dengan sistem pengelompokkan sosial yang dilihat dari usia, jenis kelamin dan hubungan kekerabatan. Sedangkan struktur sosial berkenaan dengan pola hubungan antar individu dalam kelompok. Pengelompokkan urang Sunda dapat berdasarkan berbagai aspek, seperti tempat seperti orang Sunda Bogor, Priangan, Cirebon dan sebagainya. Bisa juga berdasarkan profesi mata pencaharian, misalnya pegawai, pengusaha, petani, buruh, nelayan dan sebagainya, bahkan berdasarkan materi, lapisan orang kaya (beunghar) atau miskin (sangsara). Berdasarkan usia, masyarakat Sunda mengenal 6 kelompok umur (Ekadjati, 1995) : (1) orok (bayi),yang berumur sejak waktu lahir hingga 12 bulan; (2) budak (anak-anak), yang beurmur antara 1-15 tahun; (3) bujang atau jajaka bagi laki-laki (pemuda) dan lanjang, mojang atau sawawa (dewasa), yang berumur antara 16-25 tahun; (4) sawawa (dewasa) yang berumur antara 26-40 tahun; (5) tengah tuwuh (madya), yang berusia antara 41-50 tahun; dan (6) kolot (tua), yang berumur 51 tahun ke atas. Batas kelompok ini tidak kaku, antar daerah yang satu dapat berbeda dengan daerah lainnya. Status seseorang pun dapat mempengaruhi. Perempuan yang sudah menikah meskipun berada pada kelompok usia mojang, namun karena sudah menikah, maka dikategorikan dalam kelompok sawawa. Pengelompokkan umur ini dapat mencerminkan stratifikasi sosial. Semakin tinggi usia seseorang, maka semakin tinggi tingkat sosialnya. Pembedaan ini lebih kepada norma etika atau kepantasan pergaulan. Mereka yang lebih tua hendaknya mendapatkan perlakuan yang lebih baik. Keadaan yang sama juga berlaku bagi mereka yang dihormati karena memiliki pangkat, jabatan atau kedudukan lebih tinggi. Mereka yang lebih muda atau berkedudukan lebih rendah hendaknya mengalah untuk memberikan posisi utama kepada yang lebih tua atau yang lebih dihormati tersebut. Kondisi ini 42 bisa terlihat dari susunan tempat duduk dalam pertemuan bersama. Orang yang lebih tua atau dihormati selalu berada di deretan bangku depan. Menurut pendapat Ekadjati (1995), “Norma-norma etika itu menyerap secara berlebihan dalam kalangan orang Sunda mendatangkan ekses negatif bagi kepentingan orang Sunda jika harus bergaul dengan etnis-etnis lain.” Menurutnya orang Sunda seringkali mengalah (ngelehan maneh) ketika bersaingan dengan etnis lain, sehingga seringkali eksistensi mereka tidak menonjol. Perbedaan jenis kelamin dalam masyarakat berbudaya Sunda juga mempengaruhi pola hubungan serta pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan. Ekadjati (1995) menjelaskan dalam keluarga, suami berkedudukan sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab atas kesejahteraan hidup seluruh anggota keluarga. Istri (wanita) mengemban kewajiban mengatur kehidupan rumah tangga keluarga dan mengasuh anak. Jika berstatus janda, wanita bisa menjadi kepala keluarga. Perempuan juga diperkenankan untuk bekerja dalam membantu ekonomi keluarga. Jenis pekerjaan yang diambil yang tidak memerlukan terlalu banyak tenaga fisik. Budaya Sunda tidak mengatur bagaimana bila suami berstatus duda untuk bisa menjadi menjadi ibu rumah tangga. Pada masyarakat Sunda, laki-laki boleh mengambil istri lebih dari satu (poligami), dan perempuan tidak boleh mempunyai suami lebih dari satu (poliandri). Pembagian waris dalam budaya Sunda juga menganut hukum waris Islam. Bila orang tua sudah meninggal, anak laki-laki mendapat dua kali lebih banyak dibanding perempuan. Pemahaman ini didasarkan pada konsep anak lalaki gaganti bapa, anak awewe gaganti indung, anak laki-laki sebagai pengganti ayah dan anak perempuan sebagai pengganti ibu. Sistem kekerabatan orang Sunda banyak dipengaruhi oleh adat yang diwariskan secara turun temurun dan berdasarkan ajaran agama Islam. Kedua unsur tersebut saling terjalin erat hingga menjadi suatu kebiasaan. Sebagai contoh, suatu perkawinan yang dilakukan dengan menggunakan adat Sunda akan dianggap tidak sah bila tidak memenuhi syariat Islam. Berkenaan dengan sistim kekerabatan ini, Ekadjati (1995) menyebutkan “Orang Sunda menganut sistim kekerabatan yang bersifat parental atau bilateral, seperti orang Jawa.” Orang Sunda memperhitungkan baik garis keturunan bapak maupun garis keturunan ibu. Baik laki-laki maupun perempuan mempunyai hak yang sama terhadap anak-anak mereka, laki atau perempuan. Keadaan ini berbeda dengan sistem kekerabatan patriarchal suku Batak yang sangat hanya memperhitungkan garis keturunan bapak atau laki-laki. Berbeda pula dengan system kekerabatan suku Minang yang matriarchal yang hanya memperhitungkan keturunan garis ibu 43 atau perempuan. Sistem kekerabatan dalam budaya Sunda dapat dilihat dari perbedaan generasi. Semakin jauh perbedaan generasi, semakin berkurang kadar pentingnya membina hubungan kekerabatan. Tidak hanya itu saja, frekuensi berkomunikasi dan jarak lokasi tempat tinggal juga menentukan kualitas hubungan kekerabatan yang terjalin. Biasanya kekerabatan ini akan berlaku dan dipertimbangkan hingga generasi ketujuh. Ada beberapa istilah yang menunjukkan jaringan hubungan seperti dijelaskan Ekadjati (1995), “Kulawarga (keluarga), warga, dulur (saudara), baraya (saudara), saderek (saudara), kulawedet, bondoroyot, golongan.” Kulawarga sama dengan keluarga inti atau batih terdiri dari orang tua dan anak-anaknya. Hubungan yang paling intim terjadi di dalam kulawarga. Warga merujuk pada kekerabatan yang terbentuk karena keturunan atau perkawinan dan tinggal dalam satu lokasi tempat tinggal. Dulur berkenaan dengan saudara kandung dari pihak ayah ataupun ibu. Saderek meliputi kekerabatan yang terjalin karena keturunan ataupun perkawinan meski tidak tinggal dalam satu lokasi tempat tinggal. Kulawedet, bondoroyot, golongan mempunyai pengertian hampir sama dengan baraya dan saderek, namun lebih cenderung keluarga besar berpangkal pada satu leluhur atau berdasarkan keturunan tokoh tertentu. Golongan orang tua sering disebut sesepuh atau kolot, golongan saudara atau sedulur, dan golongan anak. Pembedaan antara laki-laki dan perempuan pun dianggap penting. Ini dapat dilihat dari istilah yang digunakan, misalnya untuk memanggil saudara laki-laki digunakan sebutan akang, sedangkan saudara perempuan digunakan sebutan teteh, ceuceu. Sama seperti panggilan untuk adik ibu atau bapak dengan sebutan paman, bibi, dan panggilan untuk orang tua ibu atau bapak dengan sebutan aki atau nini. Jaringan hubungan kekerabatan di dalam budaya Sunda dapat terjadi karena faktor keturunan dan faktor perkawinan. Ketika laki-laki dan perempuan menikah, budaya Sunda tidak hanya memandang hubungan suami istri saja, atau sebatas hubungan mitoha (mertua) dengan monantu (menantu) saja, tetapi juga terjalinnya hubungan kekerabatan dengan seluruh keluarga keduanya. Stratifikasi sosial orang Sunda juga dapat dibagi dalam dalam dua tingkatan yaitu menak dan cacah/somah. Stratifikasi ini merupakan peninggalan masa penjajahan Belanda. Menak merupakan golongan orang Sunda yang berstatus pegawai negeri atau seringkali dikaitan dengan keturunan bangsawan, darah biru, sedangakan cacah adalah rakyat jelata. Pada masa sekarang ini, dimana bersifat egaliter, perbedaan tersebut sudah hampir tidak dipergunakan lagi. 44 Penggambaran budaya orang Sunda tidak hanya dapat dilihat dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari yang menandai berbagai siklus kehidupan dalam upacara-upacara adat yang sakral, seperti upacara Panjang Jimat (muludan), upacara adat kehamilan (bulan keempat, ketujuh/tingkeben,sembilan bulan), upacara kelahiran, dan upacara puput puseur dan sebagainya. Ciri khas seni budaya Sunda yang mudah diketahui dari misalnya dari suara suling bambu, rebab (biola tradisional Sunda), dan hentakan kendang yang dinamis. Beberapa seni musik tradisional budaya Sunda antara lain gamelan degung yang biasanya diikuti oleh rampak sekar, angklung, kacapi dan lain-lain. Budaya Jawa Pada saat orang Jawa masih memeluk agama Hindu, kepercayaan terhadap dewi Padi sangat besar. Hal ini bisa dilihat dari cara petani memperlakukan padi. Mereka menyebut padi dengan sebutan Mbok Sri. Mereka memperlakukan padi dengan sangat hati-hati dan kasih sayang. Membuang beras, menumpahkan beras, sangat dilarang dan dikatakan nanti Mbok Sri marah tidak mau memberi rezeki yang banyak. Petani sebelum menuai padi atau mulai menanam padi memberikan saji-sajian di sawah, di lumbung padi dan di petanen (kamar khusus untuk Dewi Sri kalau sewaktu-waktu datang berkunjung). Agama Islam masuk dan diterima oleh para petani di Jawa, kepercayaan terhadap dewa-dewa bergeser digantikan kepercayaan terhadap Malaikat dan kepada Allah. Semakin kuatnya agama Islam diterima oleh para petani, maka kepercayaan terhadap Dewi Padi ini semakin berkurang. Sebelum ditemukannya teknik pertanian yang baru seperti irigasi, pemupukan dengan pupuk kimia, alat-alat pertanian modern dan benih-benih baru (bibit unggul), pola pertanian di Jawa khususnya Jawa Tengah, disesuaikan dengan peredaran musim dalam tiap tahun. Dikenal ada 4 musim di Jawa, yaitu: rendheng (musim hujan), lemareng (hujan mulai jarang), katiga (musim kemarau) dan labuh (musim banyak angin dan hujan sekali-kali). Rendheng (musim hujan) terjadi pada bulan Januari, Februari, dan Maret. Pada bulan-bulan itu padi tumbuh subur. Kesuburan padi terjadi pada musim hujan itu, maka hujan dipakai sebagai lambang kesuburan. Semakin tumbuh suburnya padi sesungguhnya dibarengi oleh masa paceklik rendhengan yang makin meningkat. Musim mareng muncul pada bulan April, padi mulai menguning dan siap ditual pada bulan Mei-Juni. Petani mulai panen besar setahun sekali. Para petani menyelenggarakan upacara, seperti: bersih desa, perkawinan, sunatan, kaula. 45 Pada musim labuh, petani menghasilkan padi gaga yang tidak banyak hasilnya ditambah hasil tanaman palawija, dan mulai menanam padi basah (sawah) kembali yang tumbuh subur di musim penghujan nanti. Para petani menjalani hidupnya sesuai dengan peredaran musim lingkungan alamnya. Perhatian petani serta ketergantungan hidupnya kepada musim yang kadang-kadang tidak tepat waktunya mendorong petani untuk memperhatikan gejala-gejala alam dan tingkah laku binatang yang dipakai sebagai pertanda untuk mengetahui dengan tepat akan datangnya musim yang khas, sehingga dapat menyesuaikan diri untuk memulai menanam padi sawah, padi gaga atau tanaman pertanian yang lain. Sebagai contoh, naiknya semut secara demonstratif ke atap secara berbondong-bondong sepanjang hari, ditangkap oleh petani sebagai pertanda akan datangnya hujan lebat. Terdengarnya bunyi binatang gareng-pung, memberi pertanda musim hujan segera berhenti dan digantikan oleh musim mareng. Munculnya rasi bintang Lumbung di langit, memperingatkan petani agar padi segera ditual. Rasi bintang Tagih muncul menandakan supaya petani tak lupa melunasi pajak dan hutangnya, karena desa sedang penuh dengan upacara dan pesta-pesta. Setelah ditemukannya teknik pertanian yang baru terutama irigasi dan bibit unggul, maka panenan padi persawahan yang dulu hanya sekali setahun, sekarang bisa 2 kali bahkan 3 kali panen dalam setahun. Petani menanam padi disawah tidak tergantung lagi pada musim, maka berubahlah tata hidup para petani. Mereka mulai tidak memerlukan lagi tanda-tanda bunyi burung atau tingkah laku semut. Mereka dapat menanam padi kapan saja dan yang penting juga mereka dapat pula melakukan upacara-upacara perkawinan, sunatan, kaulan, kapan saja mereka mau. Bersih desa tidak dilakukan lagi. Kesedihan para petani ketika paceklik, harapan-harapan ketika padi mulai menguning dan kebahagiaan ketika panen besar merupakan siklus penghidupan yang pahit dan indah. Kini keadaan itu tidak dirasakan lagi oleh para petani. Kebudayaan Jawa telah mengajarkan untuk selalu bersyukur dan menjaga keharmonisan dengan alam, memaknai dan memberi warna istimewa terhadap hasil yang telah diperoleh. Memanfaatkannya untuk kepentingan orang lain dan memenuhi kebutuhan diri sendiri maupun keluarga adalah presentasi kebudayaan Jawa yang senantiasa diselaraskan dengan alam. Sebuah kekayaan makna dalam ranah kehidupan sosial. Daerah Jawa terdapat dua kultur masyarakat yang berbeda, yakni kebudayaan tradisional petani dan peradaban masyarakat kota. Hal itu dapat direalisasikan pada makna pemenuhan pangan dalam tradisi selamatan sebelum mulai tanam atau panen padi yang sering kali disebut 46 dengan upacara wiwitan. Upacara wiwitan adalah hasil implementasi dari tiga fase perkembangan kebudayaan Jawa, mulai fase mistis, mistis-religius, dan fase rasional-religius. Hal ini sebagai pandangan dunia terhadap pandangan masa depan keselamatan dan hasil panen yang berlimpah ruah. Perkembangan itu tidak lain karena pola pikir masyarakat yang semakin maju dalam dunia pertanian. Petani Jawa yang memiliki dua kultur pertanian berbeda, yakni petani lahan kering dan lahan basah. Petani lahan kering lebih banyak mengembangkan komoditas tanaman keras atau perkebunan, sejenis tanaman kayu dan buah-buahan. Petani lahan basah lebih banyak membudidayakan tanaman padi dan beraneka ragam sayur-sayuran atau tanaman palawija. Pada pertanian ini pula kita kenal dengan sistem subak (irigasi). Subak bukan sematamata mekanisme irigasi, bukan sekadar alat teknososial, melainkan pemahaman dasar para petani dan bahwa petani merupakan satu entitas tersendiri yang terajut dengan ekosistem dan spiritualitas. Petani di daerah tertentu akan menyesuaikan perilaku bertani mereka tidak hanya berdasarkan kondisi tanah dan air di tempat itu saja, tetapi dengan seluruh elemen alam, termasuk nilai religi masyarakat setempat. Sistem irigasi itu membuat orang berpikir ulang, selama ini kita begitu mengagungkan pertanian modem karena kecepatan dan keberlimpahannya dalam memenuhi kebutuhan manusia. Hal itu sangat kontradiktif sekali dengan falsafah Jawa yang mengajarkan untuk mencintai alam ini. Sebagaimana upacara wiwitan yang dilakukan kaum petani Jawa, yang diselenggarakan sebagai ucapan terima kasih, puji, dan syukur kepada Tuhan, pencipta alam semesta. Sebuah tradisi yang biasanya dilakukan untuk menandai dimulainya waktu masa tanam padi atau panen. Tradisi tersebut seakan mengharuskan pemilik sawah menyediakan jamuan makan bagi tetangga, biasanya berupa nasi megana dan seekor ayam ingkung. Nasi megana yang disa-jikan digelar di atas daun pisang yang ditaruh di atas meja. ingkung akan dibagi dengan diiris-iris sesuai undangan yang datang. Seorang kiai kampung sebelum menyantap hidangan akan membacakan doa keselamatan dan rasa syukur atas dimulainya menanam dan memanen padi. Setelah berdoa, tamu undangan akan membawa sisa makanan. Tradisi ini tidak hanya dilakukan di rumah karena wiwitan terkadang juga dilakukan di tengah sawah. Upacara wiwitan ini tidak hanya menjadi seremoni sewaktu akan menanam atau memanen padi, tetapi juga sebagai salah satu perekat tali persaudaraan antar warga desa, khususnya kaum petani. Upacara itu merupakan khazanah budaya yang memiliki dimensi sosial sangat tinggi, di dalamnya ditanamkan rasa persaudaraan dan solidaritas antar sesama manusia. 47 Saat menanam dan memanen padi para petani itu saling membantu dengan petani yang menyelenggarakan upacara wiwitan. Itu merupakan aksi solidaritas yang kaya dengan falsafah Jawa mikul ditam mendem jero. Warga terkadang juga menggelar kesenian lesung dengan tembang-tembang Jawa yang berisi tentang kemakmuran para petani untuk memeriahkan upacara tersebut. Tradisi wiwitan ini digelar sebagai wujud untuk melestarikan ritual budaya yang hampir punah di kalangan petani Jawa. Pada zaman yang kini sekat-sekat sosial kian menonjol. Tradisi wiwitan layak terus dikembangkan petani di desa-desa agar hubungan sosial warga tidak semakin pudar, tetapi terus merekat sepanjang zaman. Niat yang tulus akan diberkahi alam. Alam punya inteligensi luar biasa yang mampu memahami niat dan isi hati manusia tanpa batasan dan cara. Raffles dalam History of Java menguraikan makna politis kerbau dalam kekuasaan. Orang Sunda menyebut kerbau dengan nama munding, orang Jawa menyebut dengan maesa atau kebo. Sebutan munding dijadikan penghormatan untuk jasa pangeran, sosok pemula dalam memperkenalkan cara bertani. Konon, para pangeran dan bangsawan di Sunda mendapati gelar mengacu pada sebutan maesa lalean dan mundingsari (Mawardi, 2011). Pandangan Hidup Orang Sunda tentang Manusia sebagai Pribadi Berkaitan dengan pola pandangan hidup ini menurut Warnaen (1994) ada dua pola pandangan hidup orang Sunda sebagai pribadi. Pola pandangan I berkaitan dengan konteks yang membagi manusia ke dalam golongan (penguasa dan rakyat/Balarea). Sementara pola pandangan II berkonteks umum, yang tidak membedakan manusia menurut asal golongannya. Keduanya memiliki persamaan dalam komponen-komponen pembentuknya, yaitu komponen potensi, tingkah laku yang ditampilkan, dan aspirasi. Komponen potensi adalah bagian dari pandangan hidup yang terdiri dari sifat-sifat khas pribadi. Komponen tingkah laku yang ditampilkan adalah bagian dari pandangan hidup yang terdiri atas jenis-jenis tingkah laku yang ditampilkan dalam kehidupan sehari-hari termasuk perilaku komunikasi baik secara verbal maupun non verbal. Komponen aspirasi adalah bagian dari pola pandangan hidup yang terdiri dari berbagai aspirasi, ide atau gagasan yang ingin disampaikan. Aspirasi orang sunda dalam kaitan dengan pandangan hidupnya yang dimaksud adalah apa yang dikejar dan apa yang dihindari oleh orang Sunda dalam hidup ini. Menurut Warnaen 48 (1985) menjelaskan mengenai apa yang dikejar oleh orang Sunda adalah : kemuliaan, kebahagiaan, ketentraman dan ketenangan hidup, kemerdekaan, mencapai kesempurnaan, kesejahteraan, kedamaian dan rakyat hidup rukun dan senantiasa patuh, kekeluargaan dan keakraban, keselamatan dan kebajikan dan kesenangan; sedangkan yang dihindari adalah : hina, sengsara, merana dan nelangsa, penyakit, tidak berdaya, tersesat dalam hidup, hidup tanpa tujuan, pembalasan terhadap keburukan dan kemaksiatan dunia yang telah dilakukan dan pemberontakan rakyat. Soetarto (1999) dalam disertasinya menguraikan dengan baik mengenai pola pandangan hidup orang Sunda ini yang diolah dari Warnaen. Warnaen (1985) mengkaji dan menyusun pandangan hidup orang Sunda didasarkan dari enam sumber data, yaitu: (1) Ungkapan-ungkapan tradisional daerah Jawa Barat (depdikbud, 1984); (2) Cerita Pantun Lutung Kasarung (Eringa,FS, 1949); (3) Sanghyang Siksa Kandang Karesian (Atja, Saleh.D, 1981); (4) Sawer Panganten (Rusyana, Y, 1971); (5) Cerita Roman : a. Pangeran Kornel (Sastrahadiprawira, RM, 1930), b. Mantri Jero (Sastrahadiprawira, RM, 1928). Seperti terlihat pada Gambar 2.1. dan 2.2. Yakin Kekuasaan Tuhan + Yakin Pada Nasib Semangat Pengabdian Percaya Diri Memiliki Prinsip Hidup Patuh + Taat Berfikir Dinamis Sabar Tabah Toleran Merdeka untuk Selamanya, Terlepas dari Ujian Mendapatkan Kemuliaan dan Sejahtera Gambar 2.1. Pandangan Hidup Orang Sunda tentang Manusia Sebagai Pribadi, dalam Konteks Hubungan Penguasa dan Rakyat (Balarea) - Pola I Catatan : ï‚· Sabar : Sabar menerima perlakuan yang tidak wajar dari orang lain ï‚· Tabah : Tabah menjalani penderitaan, tidak mengeluh dan tidak putus asa ï‚· Toleran : Mudah memaafkan kesalahan orang lain 49 ï‚· Berpikir Dinamis : Penderitaan dianggap sebagai gemblengan dalam mempersiapkan diri untuk menjalani hidup di masa mendatang. Yakin Pada Kekuasaan Tuhan Cerdas Berani Jujur Waspada Sifat Pelengkap 1 2 Bersih Hati Teguh Hati Berusaha Memahami dan Memperhatikan Orang Lain Hasrat Belajar dan Menguasai Ilmu Sopan Bijaksana + Adil Sederhana Rendah Hati Kemuliaan Kebahagiaan Ketentraman + Ketenangan Merdeka Kedamaian Keselamatan Kesempurnaan Gambar 2.2. Pandangan Hidup Orang Sunda tentang Manusia sebagai Pribadi dalam Konteks sebagai kelompok sosial – Pola II Sifat Pelengkap : 1 : Cukup Pakaian dan dapat memelihara kesehatan 2 : Cermat, teliti, rajin, tekun, bersemangat, perwira, terampil dan cekatan Pandangan hidup orang Sunda menurut Pola I memberi pedoman bagaimana seseorang bisa mewujudkan kehidupan yang baik dan dicita-citakan oleh orang sunda. Dasar utama pandangan hidup pola I adalah keyakinan yang kuat pada kekuasaan Tuhan pada nasib. Warnaen (1985) mengatakan orang Sunda dalam mencapai tujuan hidupnya menempatkan kesadaran subjektifnya bahwa dirinya hanyalah merupakan bagian yang sangatlah kecil dari alam semesta. Bagian lain dari alam semesta yang berada di luar diri manusia, dapat digolonggolongkan ke dalam tiga golongan besar, yaitu alam, masyarakat dan wujud supra natural. Setiap golongan itu memiliki kekuatannya masing-masing. Alam memiliki hukum alam, masyarakat memiliki nilai-nilai dan norma-norma masyarakat, serta wujud super natural memiliki kekuasaan untuk mengadakan dan meniadakan. Hukum alam, nilai-nilai dan normanorma masyarakat serta kekuasaan super natural selalu melancarkan pengaruhnya kepada 50 tingkah laku manusia. Setiap langkah selama hidupnya, senantiasa dihadapkan kepada ketiga kekuatan itu dan dituntut untuk menyesuaikan diri dalam mencapai kehidupan yang dicitacitakan dan dikejarnya. Manusia akan senantiasa bisa menyesuaikan diri dengan kekuatankekuatan yang berada di luar dirinya apabila ia mampu mengendalikan hasrat, dorongan, dan kemampuan yang berasal dari dalam dirinya sendiri, sehingga kekuatan di luar dan di dalam dirinya itu tidak bertentangan dan bisa berjalan serta saling menunjang. Tujuan hidup yang dianggap baik oleh orang Sunda adalah hidup sejahtera, hati tentram dan tenang, mendapat kemuliaan, damai, merdeka untuk selamanya, dan mencapai kesempurnaan di akhirat. Seseorang dianggap hidup sejahtera apabila cukup sandang dan pangan, memiliki rumah berserta perabotannya yang terawatt dan terpelihara dengan baik, serta memiliki sumber pencarian yang mantap. Ia terhindar dari sengsara, penyakit dan putus asa. Kehidupan yang damai ditandai dengan adanya keakraban, kekeluargaan, kehidupan rakyat yang rukun dan senantiasa patuh, serta terhindar dari pemberontakan rakyat. Seseorang yang mencapai kemerdekaan untuk selamanya ialah orang yang terlepas dari ujian dan terbebas dari hidup tanpa tujuan. Orang Sunda beranggapan bahwa lingkungan alam akan memberikan manfaat yang maksimal pada manusia, apabila dijaga kelestariannya, dirawat, serta dipelihara dengan baik, dan dipergunakan secukupnya saja. Kalau lingkungan alam digunakan secara berlebihan, tanpa perawatan, dan usaha melestarikannya, maka alam akan berbalik menimbulkan malapetaka dan kesengsaraan kepada manusia. Lingkungan masyarakat akan memberikan manfaat sebesarbesarnya apabila diperlukan dengan prinsip silih asih, silih asah dan silih asuh. Semangat bekerjasama untuk kepentingan bersama harus dipupuk dan dikembangkan. Semangat bersaing, saling menjegal, rebutan rezeki dan kedudukan, harus dicela dan ditekan menjadi sekecil mungkin. Saling hormat dan bertatakrama, sopan dalam tutur kata, dalam tatacara serta dalam perbuatan itulah yang menimbulkan kebaikan dalam interaksi komunikasi. Seseorang harus menyayangi dan melindungi rakyat kecil serta berpihak pada yang benar. Orang Sunda yakin ada kekuatan super natural yang paling tinggi, berkuasa dan tunggal. Itulah Tuhan Yang Maha Esa. Sesudah menganut agama Islam, Orang Sunda menyebutnya Allah serta asma lainnya seperti yang diajarkan oleh agamanya. Tuhan menentukan segalagalanya. Kepada Tuhan-lah seluruh manusia harus berbakti dan mengabdi dengan sesungguhsungguhnya. Kecenderungan orang Sunda dalam mencapai tujuan hidupnya selalu diimbangi 51 dengan ukuran tertentu. Seperti yang tersurat dalam suatu ungkapan “makan sekedar tidak lapar, minum sekedar tidak haus”. Demikianlah kiranya ukuran yang digunakan oleh orang Sunda sejak jaman dulu adalah ukuran yang menempati posisi tengah, yaitu tidak kekurangan dan tidak juga berkelebihan. Pegangan hidup seperti itu dalam bahasa Sunda saat ini disebut Sinigar Tengah, secara harafiah berarti ‘dibelah tengah’ dan dapat ditafsirkan sebagai tingkah laku atau tindakan yang terkontrol agar tetap wajar dan seimbang. Pandangan Hidup Orang Jawa tentang Manusia sebagai Pribadi Sikap hidup adalah cara seseorang memberi makna terhadap kehidupannya. Pranowo (2002) menjelaskan sikap hidup diperlihatkan untuk diri sendiri atau orang lain yang berstatus sosial lebih tinggi (seperti pimpinan, atasan, atau orang tua). Sikap hidup untuk diri sendiri orang Jawa harus mencerminkan kesederhanaan, punya tanggung jawab, hati-hati, rendah hati, njaga praja, setia kawan, dll. Ada ungkapan alon-alon waton kelakon yang lengkapnya berbunyi luwih becik alon-alon waton kelakon, tinimbang kebat kliwat maksudnya bahwa salah satu sikap hidup orang Jawa yang tidak ingin gagal dalam meraih cita-cita. Kata alon-alon di dalamnya sebenarnya tersirat makna “cara”. Alon-alon hanyalah cara bagaimana seseorang akan mencapai tujuan, karena yang penting adalah “kriteria”, yaitu waton kelakon (harus terlaksana), dari pada kebat keliwat (tergesa-gesa tapi gagal). Masyarakat Jawa dalam menjalani kehidupannya selalu bersikap prasaja (sederhana) dan sakmadya (seperlunya), setiap orang akan terkena hukum cakra panggilingan atau jantraning ngaurip bahwa beja-cilaka, bungah-susah, sugih-mlarat hanyalah sekedar roda kehidupan yang berputar. Saat orang sedang berada “di atas” hendaknya selalu sadar suatu ketika pasti akan berada “di bawah”, dan sebaliknya. Orang Jawa yang dijadikan pemimpin atau panutan oleh masyarakat harus memiliki sikap dan pandangan bahwa orang hidup harus dapat hamangku, hamengku, hamengkoni. Hamangku artinya sikap dan pandangan yang berani bertanggung jawab terhadap kewajibannya. Hamengku artinya sikap dan pandangan yang berani ngrengkuh (mengaku sebagai kewajibannya). Hamengkoni artinya selalu bersikap berani melindungi dalam segala situasi. Seorang tokoh panutan harus selalu bertanggung jawab, mengakui rakyatnya sebagai bagian dari hidupnya dan setiap saat harus selalu mau melindungi dalam segala situasi. Sikap dan pandangan pemimpin harus diperlihatkan dalam ucapan dan perilakunya, seperti yang teraktualisasi dalam ungkapan Ing arsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Jika seseorang ingin 52 disebut sebagai pemimpin, maka dia harus selalu berada di depan untuk memberikan contoh yang baik dalam bentuk sikap, ucapan dan tindakan yang konsisten. Ketika berada di tengahtengan rakyatnya, maka dia harus mangun karsa (memberi semangat) agar rakyat tidak mudah putus asa jika menghadapi segala macam cobaan. Ketika di belakang, dia harus selalu tut wuri handayani (mau mendorong) agar rakyatnya mau selalu maju. Jika sikap dan pandangan pemimpinnya baik maka rakyat akan selalu Melu handarbeni, melu hangrungkebi, mulat salira hangrasa wani, artinya segala prestasi yang dicapai dalam suatu Negara akan selalu dijaga oleh rakyat dengan baik karena rakyat merasa ikut memiliki (melu handarbeni); dan jika ada orang lain yang akan merusak tatanan yang sudah mapan, rakyat juga akan ikut membela (melu hangrungkeb). Semua itu dilakukan setelah mengetahui secara pasti duduk persoalan mana yang benar dan mana yang salah dengan mulat salira hangrasa wani (mawas diri). Orang Jawa dalam menyelesaikan konflik suka secara bertahap dengan berkomunikasi dan bersilaturahmi. Seperti dalam ungkapan : ameng-ameng, omong-omong, amang-amang, artinya : orang Jawa yang memiliki masalah dengan orang lain akan mengajak mereka untuk menyelesaikannya dengan cara mendatangi rumahnya (ameng-ameng), bersilaturahmi untuk mendekatkan rasa persaudaraan sehingga titik perbedaan yang sering ada dapat didekatkan sehingga tidak terjadi kesalah pahaman. Bila seseorang yang bermasalah sudah didatangi ke rumahnya ternyata dia tidak dapat menangkap maksudnya, orang Jawa akan menyelesaikan masalah itu dengan mengajak berbicara secara langsung (omong-omong) membahas masalah yang sedang dihadapi, diharapkan agar masalah dapat selesai tanpa harus ada konflik secara terbuka. Bila sudah diajak berbicara secara baik-baik ternyata tetap tidak dapat menyelesaikan masalah, mereka akan menggunakan teknik amang-amang (ancaman). Ancaman ini dapat dimulai dari yang sangat halus sampai pada yang sangat keras. Sayangnya, bila sudah sampai pada mengancam yang sangat keras, orang Jawa sudah tidak pernah mau mundur selangkahpun sebelum berhasil. Jika teknik amang-amang ini tidak berhasil juga, mereka tidak segan-segan menyelesaikan masalah dengan kekerasan. Berdasarkan uraian di atas, pola dari pandangan hidup orang Jawa tersebut dapat dijelaskan pada Gambar 2.3. 53 Tuhan (Kawula Gusti) (tempat bertemunya jagat cilik dengan jagat gedhe) Untuk Diri Sendiri Kesederhanaan Punya Tanggung Jawab Sangat Halus Hati-hati Rendah Hati Njaga Praja Setia Kawan Pantang Menyerah Untuk Orang Lain Hamangku Hamengku Hamengkoni Ing arsa Sung tuludo Ing Madya Mangun karsa Tut Wuri Handayani Manunggaling Kawula Gusti Kebenaran, Kebaikan Kemuliaan, Kebahagiaan Rukun dan Damai Gambar 2.3. Pola Pandangan Hidup Orang Jawa Pandangan hidup orang Jawa menurut pola di atas memberikan arahan mengenai bagaimana seseorang bisa mewujudkan kehidupan dan cita-citanya. Pedoman utama pandangan hidup ini adalah keyakinan yang kuat mengenai adanya Tuhan dan kekuasaan yang dimiliki Tuhan untuk mengatur alam semesta/jagat raya. Orang Jawa dalam mencapat tujuan hidupnya menempatkan kesadaran subyektifnya bahwa dirinya hanyalah sebagian kecil dari jagat raya ini. Tujuan hidup yang dianggap baik oleh orang Jawa yang utama adalah manunggaling kawula gusti (yaitu berusaha mendekatkan diri kepada Tuhan). Apapun caranya yang dilakukan oleh orang Jawa tersebut misalnya dengan wujud “tirakat”, “semedi” bahkan dengan budaya Kejawen. Hal ini dilatar belakangi karena (1) ketidak mampuan manusia menerangkan seluruh gejala alam yang dilihatnya dan dirasakannya, (2) keinginan manusia untuk mencari sandaran hidup yang dapat menuntun rasa, karsa, cipta dan karyanya, dan (3) adanya kedekatan hubungan antara orang Jawa dengan Sang Maha Pencipta (Pranowo, 2002). Orang Jawa dalam kehidupan bermasyarakat selalu menginginkan hidup rukun dan damai, karena itu mereka selalu berusaha rendah hati dan setia kawan antar sesama anggota masyarakat dan selalu tunduk kepada pimpinan dan mengikuti perintah pimpinan selama itu jelas dan melakukannya dengan mawas diri. Mereka pantang meyerah dalam kehidupan bermasyarakat, maksudnya bahwa orang Jawa selalu menghindari konflik terbuka karena itu 54 mereka pantang menyerah untuk menyelesaikan permasalahan serumit apapun. Seperti dalam ungkapan rawe rawe rantas, malang-malang putung (apapun yang menghalangi akan diterjang tanpa mau kompromi) atau Sura dira jayaning rat, pangruawating diyu, lebur dening pangastuti, maksudnya siapapun harus berani membasmi angkara murka untuk membela kebenaran karena adanya keyakinan bahwa angkara murka pasti dapat dikalahkan dengan kebaikan. Modal Sosial Diberlakukannya Undang-Undang NO. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah telah memberikan peluang bagi daerah (kabupaten dan kota) untuk menciptakan kemandirian dalam rangka membangun daerahnya dengan berpijak pada prinsip-prinsip demokrasi, partisipasi dan peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lokal. Kenyataan yang terjadi akhir-akhir ini masih banyaknya terjadi benturan-benturan sosial, baik dalam bentuk konflik, kekerasan, bahkan terorisme yang mengacak-acak modal sosial (sosial capital) sehingga kita sudah banyak kehilangan nilai-nilai kejujuran, solidaritas, keadilan, persatuan, dan nilai-nilai lainnya yang dapat meningkatkan kemantapan persatuan dan kesatuan. Upaya yang harus dilakukan adalah bagaimana kita sebagai bangsa menata kembali modal sosial yang telah kita miliki sesuai dengan peran kita masing-masing dalam institusi lokal yang lambat laun diharapkan dapat menyebar ke institusi yang lebih luas dan lebar yaitu institusi global. Modal sosial (sosial capital) dapat didefinisikan sebagai kemampuan masyarakat untuk bekerja bersama, demi mencapai tujuan-tujuan bersama, di dalam berbagai kelompok dan organisasi (Coleman, 1999). Modal sosial adalah kemampuan masyarakat untuk melakukan asosiasi (berhubungan) satu sama lain dan selanjutnya menjadi kekuatan yang sangat penting bukan hanya bagi kehidupan ekonomi akan tetapi juga setiap aspek eksistensi sosial yang lain. Fukuyama (2007) mendefinisikan, modal sosial sebagai serangkaian nilai-nilai atau normanorma informal yang dimiliki bersama di antara para anggota suatu kelompok yang memungkinkan terjalinnya kerjasama di antara mereka. Cox (Fukuyama, 2007) mendefinisikan, modal sosial sebagai suatu rangkaian proses hubungan antar manusia yang ditopang oleh jaringan, norma-norma, dan kepercayaan sosial yang memungkinkan efisien dan efektifnya koordinasi dan kerjasama untuk keuntungan dan kebajikan bersama. Berdasarkan kedua definisi 55 di atas, modal sosial sebagai hubungan-hubungan yang tercipta dan norma-norma yang membentuk kualitas dan kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat dalam spektrum yang luas, yaitu sebagai perekat sosial (social glue) yang menjaga kesatuan anggota kelompok secara bersama-sama. Modal sosial dapat dikatakan sebagai serangkaian nilai-nilai atau norma-norma yang diwujudkan dalam perilaku yang dapat mendorong kemampuan dan kapabilitas untuk bekerjasama dan berkoordinasi untuk menghasilkan kontribusi besar terhadap keberlanjutan produktivitas. Sejalan dengan pendapat Fukuyama menurut Cohen dan Prusak L. (2001), modal sosial adalah sebagai setiap hubungan yang terjadi dan diikat oleh suatu kepercayaan (trust), saling pengertian (mutual understanding), dan nilai-nilai bersama (shared value) yang mengikat anggota kelompok untuk membuat kemungkinan aksi bersama dapat dilakukan secara efisien dan efektif. Senada dengan Cohen dan Prusak L., Hasbullah (2006) menjelaskan, modal sosial sebagai segala sesuatu hal yang berkaitan dengan kerja sama dalam masyarakat atau bangsa untuk mencapai kapasitas hidup yang lebih baik, ditopang oleh nilai-nilai dan norma yang menjadi unsur-unsur utamanya sepetri trust (rasa saling mempercayai), adanya hubungan timbal balik, aturan-aturan kolektif dalam suatu masyarakat atau bangsa dan sejenisnya. Modal sosial (sosial capital) berbeda definisi dan terminologinya dengan human capital (Fukuyama, 2007). Bentuk human capital adalah ‘pengetahuan’ dan ‘ketrampilan’ manusia. Investasi human capital konvensional dalam bentuk pendidikan universitas, pelatihan menjadi seorang mekanik atau programmer computer, atau menyelenggarakan pendidikan yang tepat lainnya. Sedangkan modal sosial adalah kapabilitas yang muncul dari kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat atau bagian-bagian tertentu darinya. Modal sosial dapat dilembagakan dalam bentuk kelompok sosial paling kecil atau paling mendasar dan juga kelompok-kelompok masyarakat paling besar seperti halnya Negara (bangsa). Modal sosial ditransmisikan melalui mekanisme-mekanisme kultural seperti agama, tradisi, atau kebiasaan sejarah (Fukuyama, 2007). Modal sosial dibutuhkan untuk menciptakan jenis komunitas moral yang tidak bisa diperoleh seperti dalam kasus bentuk-bentuk human capital. Akuisisi modal sosial memerlukan pembiasaan terhadap norma-norma moral sebuah komunitas dan dalam konteksnya sekaligus mengadopsi kebajikan-kebajikan seperti kesetiaan, kejujuran, dan dependability. Modal sosial lebih didasarkan pada kebajikan-kebajikan sosial umum. Fukuyama (2007) dengan tegas menyatakan, belum tentu norma-norma dan nilai-nilai 56 bersama yang dipedomani sebagai acuan bersikap, bertindak, dan bertingkah-laku itu otomatis menjadi modal sosial. Akan tetapi hanyalah norma-norma dan nilai-nilai bersama yang dibangkitkan oleh kepercayaan (trust). Trust merupakan harapan-harapan terhadap keteraturan, kejujuran, dan perilaku kooperatif yang muncul dari dalam sebuah komunitas masyarakat yang didasarkan pada norma-norma yang dianut bersama oleh para anggotanya. Norma-norma tersebut bisa berisi pernyataan-pernyataan yang berkisar pada nilai-nilai luhur (kebajikan) dan keadilan. Berdasarkan konsepsi-konsepsi sebelumnya, dapat ditarik suatu pemahaman bahwa dimensi dari modal sosial adalah memberikan penekanan pada kebersamaan masyarakat untuk mencapai tujuan memperbaiki kualitas hidupnya, dan senantiasa melakukan perubahan dan penyesuaian secara terus menerus. Proses perubahan dan upaya mencapai tujuan tersebut, masyarakat senantiasa terikat pada nilai-nilai dan norma-norma yang dipedomani sebagai acuan bersikap, bertindak, dan bertingkah-laku, serta berhubungan atau membangun jaringan dengan pihak lain. Francis Fukuyama (2007) mengilustrasikan modal sosial dalam trust, believe and vertrauen artinya bahwa pentingnya kepercayaan yang mengakar dalam faktor kultural seperti etika dan moral. Trust muncul maka komunitas membagikan sekumpulan nilai-nilai moral, sebagai jalan untuk menciptakan pengharapan umum dan kejujuran. Ia juga menyatakan bahwa asosiasi dan jaringan lokal sungguh mempunyai dampak positif bagi peningkatan kesejahteraan ekonomi dan pembangunan lokal serta memainkan peran penting dalam manajemen lingkungan. Beberapa acuan nilai dan unsur yang merupakan ruh modal sosial antara lain: sikap partisipatif, sikap saling memperhatikan, saling memberi dan menerima, saling mempercayai dan diperkuat oleh nilai-nilai dan norma-norma yang mendukungnya. Unsur lain yang memegang peranan penting adalah kemauan masyarakat untuk secara terus menerus proaktif baik dalam mempertahakan nilai, membentuk jaringan kerjasama maupun dengan penciptaan kreasi dan ide-ide baru. Inilah jati diri modal sosial yang sebenarnya. Menurut Hasbullah (2006), dimensi inti telaah dari modal sosial terletak pada bagaimana kemampuan masyarakat untuk bekerjasama membangun suatu jaringan guna mencapai tujuan bersama. Kerjasama tersebut diwarnai oleh suatu pola interrelasi timbal balik dan saling menguntungkan serta dibangun di atas kepercayaan yang ditopang oleh norma-norma dan nilainilai sosial yang positif dan kuat. Kekuatan tersebut akan maksimal jika didukung oleh semangat 57 proaktif membuat jalinan hubungan di atas prinsip-prinsip sikap yang partisipatif, sikap yang saling memperhatikan, saling memberi dan menerima, saling percaya mempercayai dan diperkuat oleh nilai-nilai dan norma-norma yang mendukungnya. Menurut pandangan ilmu ekonomi, modal adalah segala sesuatu yang dapat menguntungkan atau menghasilkan, modal itu sendiri dapat dibedakan atas (1) modal yang berbetuk material seperti uang, gedung atau barang; (2) modal budaya dalam bentuk kualitas pendidikan; kearifan budaya lokal; dan (3) modal sosial dalam bentuk kebersamaan, kewajiban sosial yang diinstitusionalisasikan dalam bentuk kehidupan bersama, peran, wewenang, tanggungjawab, sistem penghargaan dan keterikatan lainnya yang menghasilkan tindakan kolektif. James Colement (1990) menyatakan modal sosial merupakan inheren dalam struktur relasi antar individu. Struktur relasi membentuk jaringan sosial yang menciptakan berbagai ragam kualitas sosial berupa saling percaya, terbuka, kesatuan norma, dan menetapkan berbagai jenis sangsi bagi anggotanya. Putnam (2001) mengartikan modal sosial sebagai “features of sosial organization such as networks, norms, and sosial trust that facilitate coordination and cooperation for mutual benefit”. Modal sosial menjadi perekat bagi setiap individu, dalam bentuk norma, kepercayaan dan jaringan kerja, sehingga terjadi kerjasama yang saling menguntungkan, untuk mencapai tujuan bersama. Modal sosial juga dipahami sebagai pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki bersama oleh komunitas, serta pola hubungan yang memungkinkan sekelompok individu melakukan satu kegiatan yang produktif. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Bank Dunia (1999) modal sosial lebih diartikan kepada dimensi institusional, hubungan yang tercipta, norma yang membentuk kualitas dan kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat. Modal sosial pun tidak diartikan hanya sejumlah institusi dan kelompok sosial yang mendukungnya, tapi juga perekat (sosial glue) yang menjaga kesatuan anggota kelompok sebagai suatu kesatuan. Menurut Lesser (2000), modal sosial ini sangat penting bagi komunitas karena (1) memberikan kemudahan dalam mengakses informasi bagi angota komunitas; (2) menjadi media power sharing atau pembagian kekuasaan dalam komunitas; (3) mengembangkan solidaritas; (4) memungkinkan mobilisasi sumber daya komunitas; (5) memungkinkan pencapaian bersama; dan (6) membentuk perilaku kebersamaan dan berorganisasi komunitas. Modal sosial merupakan suatu komitmen dari setiap individu untuk saling terbuka, saling percaya, memberikan kewenangan bagi setiap orang yang dipilihnya untuk berperan sesuai dengan tanggungjawabnya. Sarana ini menghasilkan rasa kebersamaan, 58 kesetiakawanan, dan sekaligus tanggungjawab akan kemajuan bersama. Masyarakat kita yang amat plural, seringkali muncul perbedaan pendapat, gesekan antara berbagai kelompok, benturan kepentingan, bahkan konflik-konflik sosial, baik yang berskala kecil maupun besar. Kemampuan manajemen bagi konflik-konflik ini teramat penting. Oleh karena itu, lembaga-lembaga sosial dan politik serta pranata-pranatanya harus mampu bukan sekedar meredam, tetapi menyalurkan dinamika yang lahir akibat perbedaan tersebut sehingga dari pergesekan-pergesekan itu justru akan dihasilkan sesuatu yang lebih baik. Kemajemukan bangsa Indonesia merupakan kekuatan dan bukan menjadi kelemahan bangsa kita. Berdasarkan hal itu, interaksi sosial dapat bersifat vertikal dan horisontal. Interaksi vertikal, jika diarahkan secara tepat, dapat pula menjadi sumber energi pembangunan masyarakat kita. Salah satu wujudnya adalah poros pemerintah-masyarakat yang merupakan poros vertikal yang harus dikembangkan dari poros “kekuasaan” menjadi poros “pemberdayaan”. Interaksi ini harus berkembang menjadi interaksi dialogis tanpa harus kehilangan sifat vertikalnya. Bagaimanapun, pemerintah merupakan unsur yang ditinjau dari segi masyarakat, berada di atas karena memegang kekuasaan dan memiliki kekuatan. Ia dapat menggunakan posisinya itu untuk menindas tetapi bisa juga untuk melindungi dan memajukan masyarakat, dan interaksi dapat memberdayakan yang lemah sehingga memberikan kekuatan kepada yang lemah itu untuk dapat berpartisipasi dalam interaksi sosial yang horisontal dengan sesama warga atau kelompok dalam masyarakat kita. Interaksi horisontal harus dikembangkan menjadi interaksi “solidaritas” dan “kemitraan”. Manusia berhadapan dengan kehidupan antaranggota, antarkelompok, atau antarlembaga dalam masyarakat. Anggota masyarakat–perseorangan maupun kelompok–dapat secara efektif ikut dalam interaksi horisontal hanya kalau mempunyai kekuatan yang kurang lebih setara dengan sesamanya. Selain memanfaatkan poros vertikal, maka perlu sekaligus dikembangkan dialog pada poros horisontal, yaitu mengembangkan solidaritas dan kemitraan. Oleh karena itu, dalam penyaluran pembiayaan syariah kepada para petani harus memperhatikan nilai yang paling dasar dari sosial capital yaitu trust (rasa saling percaya). Modal sosial juga berlaku dalam sebuah organisasi sosial. BMT dan kelompok tani sebagai organisasi sosial. Modal sosial organisasi haruslah inovatif. Pada konteks sebuah organisasi baru yang berbasis pada pengetahuan, ada tiga komponen modal yang sangat menentukan kinerja organisasi. Modal ini adalah sesuatu yang akhirnya memunculkan berbagai inovasi yang 59 mendukung kinerja keuangan perusahaan (financial performance). Kinerja keuangan ini disebabkan oleh kemampuan untuk menghasilkan produk dan jasa yang inovatif yang disertai oleh pelayanan prima pada pelanggan yang akhirnya membuat para pelanggan mau membeli produk dan jasa dan memiliki loyalitas pada produk dan jasa. Secara garis besar ada tiga komponen modal organisasi yang mendukung inovasi menurut Ancok (2007), yakni: (1) Modal Manusia (Human Capital); (2) Modal Struktural (Structural Capital); (3) Modal Kepemimpinan (Leadership Capital). Uraian secara terperinci Sebagai berikut : Modal Manusia Manusia adalah komponen yang sangat penting di dalam proses inovasi. Manusia dengan segala kemampuannya bila dikerahkan keseluruhannya akan menghasilkan kinerja yang luar biasa. Ada enam komponen dari modal manusia menurut Ancok (2007), yakni: (1) Modal intelektual; (2) Modal emosional; (3) Modal sosial; (4) Modal ketabahan; (5) Modal moral; (6) Modal kesehatan. Keenam komponen modal manusia ini akan muncul dalam sebuah kinerja yang optimum apabila disertai oleh modal kepemimpinan dan modal struktur organisasi yang memberikan wahana kerja yang mendukung. Modal intelektual adalah perangkat yang diperlukan untuk menemukan peluang dan mengelola ancaman dalam kehidupan. Manusia harus memiliki sifat proaktif dan inovatif untuk mengelola perubahan lingkungan kehidupan (ekonomi, sosial, politik, teknologi, hukum dll) yang sangat tinggi kecepatannya. Mereka yang tidak beradaptasi pada perubahan yang super cepat ini akan dilanda kesulitan. Dalam kondisi yang ditandai oleh perubahan yang super cepat manusia harus terus memperluas dan mempertajam pengetahuannya. dan mengembangkaan kreatifitasnya untuk berinovasi. Pada awal tahun 1920 psikolog banyak membicarakan konsep IQ (Intelligence Quotient) dengan asumsi bahwa mereka yang memiliki IQ yang tinggi akan memiliki kemampuan untuk memecahkan permasalahan kehidupan. Orang yang memiliki IQ yang tinggi diduga akan cepat menguasai pengetahuan karena kecepatan daya pikir yang dimilikinya. Namun selain memiliki angka kecerdasan yang tinggi, seseorang baru akan memiliki pengetahuan yang luas apabila dia memiliki kebiasaan untuk merenung tentang kejadian alam semesta ini dan mencari makna dari setiap fenomena yang terjadi tersebut. Kebiasaan merenung dan merefleksikan sebuah fenomena inilah yang membuat orang menjadi cerdas. Oleh karena modal intelektual terletak pada kemauan untuk berfikir dan kemampuan 60 untuk memikirkan sesuatu yang baru, maka modal intelektual tidak selalu ditentukan oleh tingkat pendidikan formal yang tinggi. Banyak korang yang tidak memiliki pendidikan formal yang tinggi tetapi dia seorang pemikir yang menghasilkan gagasan yang berkualitas yaitu dengan sharing knowledge. Modal Emosional. Goldman (Ancok, 2007) menggunakan istilah Emotional Intelligence untuk menggambarkan kemampuan manusia untuk mengenal dan mengelola emosi diri sendiri, serta memahami emosi orang lain agar dia dapat mengambil tindakan yang sesuai dalam berinteraksi dengan orang lain. Ada empat dimensi dari kecerdasan emosional yakni : (1) SelfAwareness adalah kemampuan untuk memahami emosi diri sendiri secara tepat dan akurat dalam berbagai situasi secara konsisten. Bagaimana reaksi emosi di saat menghadapi suatu peristiwa yang memancing emosi, sehingga seseorang dapat memahami respon emosi dirinya sendiri dari segi positif maupun segi negatif. (2) Self Management adalah kemampuan mengelola emosi secara baik, setelah memahami emosi yang sedang dirasakannya, apakah emosi positif atau negatif. Kemampuan mengelola emosi secara positif dalam berhadapan dengan emosi diri sendiri akan membuat seseorang dapat merasakan kebahagiaan yang maksimal. (3) Sosial Awareness adalah kemampuan untuk memahami emosi orang lain dari tindakannya yang tampak. Ini adalah kemampuan berempati, memahami dan merasakan perasaan orang lain secara akurat. Dengan adanya pemahaman ini individu sudah memiliki kesiapan untuk menanggapi situasi emosi orang lain secara positif. (4) Relationship Management adalah kemampuan orang untuk berinteraksi secara positif pada orang lain, betapapun negatifnya emosi yang dimunculkan oleh orang lain. Kemampuan mengelola hubungan dengan orang lain secara positif ini adalah hasil dari ketiga dimensi lain dari kecerdasan emosi (self awareness, self management and sosial awareness). Orang yang memiliki modal emosional yang tinggi memiliki sikap positif di dalam menjalani kehidupan. Orang yang memiliki pikiran positif (positive thinking) dalam menilai sebuah fenomena kehidupan betapapun buruknya fenomena tersebut di mata orang lain. Khususnya di dalam menghadapi perbedaan pendapat, orang yang memiliki modal emosional yang baik akan menyikapinya dengan positif, sehingga diperoleh manfaat yang besar bagi pengembangan diri, atau pengembangan sebuah konsep. Modal intelektual akan berkembang atau terhambat perkembangannya sangat ditentukan oleh modal emosional. Orang yang hatinya terbuka dan bersikap positif dan terbuka serta menghindari pernilaian negatif atas sebuah pemikiran orang lain akan memperoleh manfaat dari perbedaan pendapat. Modal intelektualnya 61 akan bertambah dengan sikap yang demikian ini. Hal ini sangat sesuai dengan ajaran agama yang mengajar agar orang bersifat sabar, dan lebih baik diam kalau tidak bisa memilih kata-kata yang baik. Fukuyama (2007) menyatakan bahwa transisi dari masyarakat industri menuju masyarakat informasi semakin merenggangkan ikatan sosial dan melahirkan banyaknya patologi sosial seperti meningkatnya angka kejahatan, anak-anak lahir di luar nikah dan menurunnya kepercayaan pada sesama komponen masyarakat. Era informasi yang ditandai semakin berkurangnya kontak tatap muka (face to face relationship), modal sosial sebagai bagian dari modal maya (virtual capital) akan semakin menonjol peranannya. Ancok (2007) mendefinisikan konsep modal sosial yang dikategorikan ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama menekankan pada jaringan hubungan sosial (sosial network), sedangkan kelompok kedua lebih menekankan pada karakteristik (traits) yang melekat (embedded) pada diri individu manusia yang terlibat dalam sebuah interaksi sosial. Modal Intelektual baru akan berkembang bila masing-masing orang berbagi wawasan. Untuk dapat berbagi wawasan orang harus membangun jaringan hubungan sosial dengan orang lainnya. Kemampuan membangun jaringan sosial inilah yang disebut dengan modal sosial. Semakin luas pergaulan seseorang dan semakin luas jaringan hubungan sosial (sosial networking) semakin tinggi nilai seseorang. Modal sosial dimanifestasikan pula dalam kemampuan untuk bisa hidup dalam perbedaan dan menghargai perbedaan (diversity). Pengakuan dan penghargaan atas perbedaan adalah suatu syarat tumbuhnya kreativitas dan sinergi. Kemampuan bergaul dengan orang yang berbeda, dan menghargai dan memanfaatkan secara bersama perbedaan tersebut akan memberikan kebaikan buat semua. Modal Ketabahan (Adversity Capital). Menurut Ancok (2007) Ketabahan adalah modal untuk sukses dalam kehidupan, apakah itu kehidupan pribadi ataukah kehidupan sebuah organsanisasi . Khususnya di saat menghadapi kesulitan, atau problem yang belum terpecahkan hanya mereka yang tabah yang akan berhasil menyelesaikannya. Demikian pula bila sebuah perusahaan sedang dilanda kesulitan karena tantangan berat yang dihadapinya karena kehadiran perubahan lingkungan yang membuat cara kerja lama tidak lagi memadai. Berdasarkan perumpamaan pada para pendaki gunung, Ancok (2007) mengambil kategori dari Stoltz membedakan tiga tipe manusia, quitter, camper dan climber. Tipe pendaki gunung yang mudah menyerah dinamainya dengan quitter yakni orang yang bila berhadapan dengan masalah memilih 62 untuk melarikan diri dari masalah dan tidak mau menghadapi tantangan guna menaklukkan masalah. Orang seperti ini akan sangat tidak efektif dalam menghadapi tugas kehidupan yang berisi tantangan. Demikian pula dia tidak efektif sebagai pekerja sebuah organisasi bila dia tidak kuat. Tipe camper adalah tipe yang berusaha tapi tidak sepenuh hati. Bila dia menghadapi sesuatu tantangan dia berusaha untuk mengatasinya, tapi dia tidak berusaha mengatasi persoalan dengan segala kemapuan yang dimilikinya. Dia bukan tipe orang yang akan mengerahkan segala potensi yang dimilikinya untuk menjawab tantangan yang dihadapinya. Bila tantangan persoalan cukup berat dan dia sudah berusaha mengatasinya tapi tidak berhasil, maka dia akan melupakan keinginannya dan beralih ke tempat lain yang tidak memiliki tantangan seberat itu. Tipe ketiga adalah climber yang memiliki stamina yang luar biasa di dalam menyelesaikan masalah. Tipe ini, orangnya pantang menyerah sesulit apapun situasi yang dihadapinya. Pekerja yang produktif bagi organisasi ditempatnya bekerja. Orang tipe ini memiliki visi dan cita-cita yang jelas dalam kehidupannya. Kehidupan dijalaninya dengan sebuah tata nilai yang mulia, bahwa berjalan harus sampai ketujuan. Orang yang tipe ini ingin selalu menyelesaikan pekerjaan dengan tuntas (sense of closure) dengan berpegang teguh pada sebuah prinsip etika. Dia bukan tipe manusia yang ingin berhasil tanpa usaha. Bagi dia yang utama bukan tercapainya puncak gunung, tetapi keberhasilan menjalani proses pendakian yang sulit dan menegangkan hingga mencapai puncak. Modal Moral. Kinerja perusahaan sangat tergantung pada sejauh mana perusahaan berpegang pada prinsip etika bisnis di dalam kegiatan bisnis yang dilakukannya. Karyawan yang berperilaku sesuai dengan kaidah etik perusahaan memiliki berbagai perangkat pendukung etik, yang salah satunya adalah manusia yang memiliki moral yang mengharamkan perilaku yang melanggar etik. Contohnya kasus krisis keungan di Indonesia tahun 1997-1978 yang membuat perbankan Indonesia bangkrut karena kasus BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) adalah disebabkan oleh perilaku para pemain bisnis yang tidak berpegang pada etika bisnis. Ada empat komponen modal moral yang membuat seseorang memiliki kecerdasan moral yang tinggi yakni: (1) Integritas (integrity), yakni kemauan untuk mengintegrasikan nilai-nilai universal di dalam perilaku. Individu memilih berperilaku yang tidak bertentangan dengan kaidah perilaku etikal yang universal. Orang berperilaku atas keyakinan bahwa perilaku dalam bekerja yang etikal adalah sesuatu yang harus dilakukan dan akan membuat dirinya bersalah jika hal itu dilakukan. (2) Bertanggung-jawab (responsibility) atas perbuatan yang dilakukannya. Hanya orang-orang yang mau bertanggung-jawab atas tindakannya dan memahami konsekuensi dari tindakannya 63 yang bisa berbuat sejalan dengan prinsip etik yang universal. (3) Penyayang (compassionate) adalah tipe orang yang tidak akan merugikan orang lain, karena dia menyadari memberi kasih sayang pada orang lain adalah juga sama dengan memberi kasih sayang pada diri sendiri. Orang yang melanggar etika adalah orang yang tidak memiliki kasih sayang pada orang lain yang dirugikan akibat perbuatannya yang melanggar hak orang lain. (4) Pemaaf (forgiveness) adalah sifat yang diberikan pada sesama manusia. Orang yang memiliki kecerdasan moral yang tinggi bukanlah tipe orang pendendam yang membalas perilaku yang tidak menyenangkan dengan cara yang tidak menyenangkan pula. Sama halnya dengan modal intelektual yang berbasis pada kecerdasan intelektual maka modal moral dasarnya adalah kecerdasan moral yang berbasis pada empat kompetensi moral di atas. Modal moral menjadi semakin penting peranannya karena upaya membangun manusia yang cerdas dengan IQ tinggi dan manusia yang pandai mengelola emosinya dalam berhubungan dengan orang lain tidaklah menghantarkan manusia pada kebermaknaan hidup. Kebermaknaan hidup adalah sebuah motivasi yang kuat yang mendorong orang untuk melakukan sesuatu kegiatan yang berguna. Hidup yang berguna adalah hidup yang memberi makna pada diri sendiri dan orang lain. Selain itu modal moral ini juga memberikan perasaan hidup yang komplit (wholeness). Bagi orang Islam modal intelektual, emosional, modal sosial, modal ketabahan dan modal moral yang dibicarakan di atas adalah bagian dari ekspresi Modal spiritual. Semakin tinggi iman dan takwa seseorang semakin tinggi pula ke lima modal di atas. Namun demikian banyak orang yang menyarankan agar modal spiritual dipisahkan dari kelima modal di atas, dengan tujuan untuk semakin menekankan betapa pentingnya upaya pengembangan spiritualitas dan keberagamaan manusia. Di mata orang yang berpandangan demikian, agama akan menjadi pembimbing kehidupan agar tidak menjadi egostik yang orientasinya hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri. Oleh karena itu upaya untuk mengembangkan keagamaan adalah bagian mutlak dan utama bagi tumbuhnya masyarakat yang makmur dan sejahtera serta aman dan damai. Modal Kesehatan. Badan atau raga adalah wadah untuk mendukung manifestasi semua modal di atas. Badan yang tidak sehat akan membuat semua modal di atas tidak muncul dengan maksimal. Oleh karena itu kesehatan adalah bagian dari modal manusia agar dia bisa bekerja dan berfikir secara produktif. Stephen Covey (1986) dalam buku yang sangat laris berjudul Seven 64 Habits of Highly Effective People, mengatakan bahwa kesehatan adalah bagian dari kehidupan yang harus selalu dijaga dan ditingkatkan kualitasnya sebagai pendukung manusia yang efektif. Bila badan sedang sakit semua sistim tubuh kita menjadi terganggu fungsinya, akibatnya kita jadi malas berfikir dan berbuat (modal intelektual), dan seringkali emosi (modal emosional) kita mudah terganggu kestabilannya, dan seringkali kita mudah menyerah menghadapi tantangan hidup (modal ketabahan). Selain itu semangat untuk berinteraksi dengan orang lain (modal sosial) dengan orang lainpun menjadi berkurang. Jadi ada benarnya kata orang bijak “pada badan yang sehat akan ada pikiran yang sehat”. Modal struktural juga dapat disebut sebagai infrastruktur pendukung, proses dan basis data organisasi yang memungkinan modal insani dalam menjalankan fungsinya. Modal struktural juga meliputi perihal seperti gedung, perangkat keras, perangkat lunak, proses, paten, dan hak cipta. Tidak hanya itu, modal struktural juga meliputi perihal seperti citra organisasi, sistem informasi, dan hak milik basis data. Karena keberagamannya ini, maka modal struktural bisa diklasifikasikan lebih jauh lagi menjadi modal inovasi, proses, dan organisasi. Indikator dari kadar modal sosial (Mulyandari dan Sumardjo, 2010), sebagai berikut : (1) Aspek kebersamaan antar individu di dalam masyarakat guna memenuhi berbagai kehidupan; (2) Sejauhmana angota-anggota masyarakat tahu, mau, dan mampu memanfaatkan waktu-waktu senggang (leisure time) menjadi waktu yang berharga, produktif, dan bahkan dapat menghasilkan uang. Status seseorang di dalam masyarakat umumnya diperoleh dari perjuangan berprestasi melalui jalur proses belajar (learning process) baik formal maupun informal dengan status yang diperoleh digolongkan sebagai achived status. (3) sejauhmana sistem jaringan (networking) dengan prinsip saling membantu dan saling menguntungkan, yang kuat membantu yang lemah dalam berkembang dalam system sosial masyarakat. (4) Keterpercayaan (trust) atau lebih tepatnya adalah tingkat kepercayaan sosial (sosial trust). Indikator ini terkait dengan seberapa tinggi semangat saling menghargai, menghormati, dan mengakui eksistensi dan hak-hak antar anggota masyarakat. Modal manusia dan sosial dalam pertanian adalah yang dapat didayagunakan untuk merealisasikan tujuan kesejahteraan masyarakat petani. Modal manusia yang berkualitas adalah manusia petani yang menurut Sumardjo (1999) sebagai petani yang mandiri, yaitu yang mampu mengambil keputusan dalam pengelolaan usaha taninya secara tepat, tanpa harus bergantung atau tersubordinasi oleh pihak lain, mampu beradaptasi secara optimal dan inovatif terhadap berbagai 65 perubahan lingkungan fisik dan sosial, serta mampu bekerjasama dengan pihak lain dalam situasi yang saling menguntungkan sehingga terjadi kesalingtergantungan (interdependency). Petani mandiri juga dicirikan oleh perilakunya yang efisien dan berdaya saing tinggi. Berperilaku efisien berarti berpikir dan bertindak disertai dengan sikap positif dalam menggunakan sarana secara tepat guna atau berdayaguna. Perilaku berdaya saing tinggi pastinya dalam berpikir dan bertindak senantiasa disertai sikap berkarya dalam hidup yang berorientasi pada mutu dan kepuasan konsumen atas produk atau jasa yang dihasilkan. Petani yang memiliki kemandirian dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu : (1) Kapabilitas (kemampuannya) dengan ciri-ciri : kompeten, inovatif, self-reliance, dan self confidence, atau memiliki kepercayaan pada diri sendiri yang besar. Interpendence (handal) yang merujuk pada trust (kepercayaan) dan pengembangan kapabilitas; (3) Jaringan kerjasama (kemitraan) yang bersifat egaliter (kesamaan), bersinergi dan interdependen. Ahmad (2005) juga menambahkan mengenai kualitas petani adalah petani yang amanah, memiliki ciri-ciri : (1) Tawadhu atau rendah hati, karena mereka menyadari bahwa keberhasilan dalam menghasilkan kebun, mulai dari persiapan, menanam, memelihara, hingga panen, semuanya merupakan pertolongan Allah Swt; (2) Senantiasa bersyukur kepada Allah atas segala karunia dan rahmat-Nya dengan cara mengakui dan menyadari bahwa setiap keberhasilan yang diperoleh berasal dari Allah Swt dan mengoptimalkan karunia dan rahmat-Nya untuk meningkatkan ketaatan kepada-Nya; (3) Menyediakan dengan ikhlas sebagian hasil kebunnya untuk fakir miskin, baik dalam bentuk zakat atau shodaqoh; (4) Menyadari bahwa seluruh aktivitasnya adalah ibadah, bukan semata-mata untuk memenuhi target keluarga ataupun target pemerintah. Oleh karena itu, yang harus dilakukan adalah bekerja keras untuk menyokong rezeki karena Allah Swt; (5) Sabar menghadapi ujian dalam kehidupannya; (6) Tawakal atas hasil dari setiap aktivitas yang telah diusahakan secara maksimal dengan dilandasi keikhlasan dan disertai doa, karena ia yakin tidak ada sesuatupun yang dapat terjadi kecuali atas kehendak Allah Swt. Upaya pembinaan secara terprogram, intensif, dan terus menerus diperlukan untuk mewujudkan petani yang amanah. Seluruh pihak, baik pemerintah, swasta, berbagai lembaga kemasyarakatan maupun masyarakat sendiri harus terlibat secara aktif dalam mekanisme pola komunikasi yang dialogis. 66 Modal Kepemimpinan Modal manusia yang kreatif dan inovatif ini menghasilkan pemimpin yang kreatif dan inovatif pula. Peranan pemimpin ini akan membentuk modal sosial yang inovatif pula. Menurut Moeljono (dalam Djohan, 2007) kepemimpinan Jawa yang bersumber dari budaya Jawa, yaitu ajaran Asto Broto dari dunia pewayangan, karena jumlahnya ada delapan ajaran, sebagai berikut : Pertama, tanah yang melambangkan sifat teguh dan kuat, sabar menerima segalanya dan tidak pendendam, sejauh mungkin membalas perilaku buruk dengan sikap besar hati dan memaafkan bahkan membantu menjernihkan suasana. Pemimpin yang bersifat tanah ini berarti tidak mudah mengeluh atas apapun yang menimpa dirinya. Kedua, api, yang melambangkan pemimpin harus mampu tampil berwibawa, berani menegakan hukum dan kebenaran tanpa pandang bulu, tanpa pilih kasih. Ketiga, angin yang selalu bergerak kemanapun tanpa membedakan tempat. Angin melambangkan bahwa pemimpin harus ada dimana-mana alias dekat dengan mereka yang dipimpinnya agar memahami aspirasi yang berkembang di dalam organisasi yang dipimpinnya. Keempat, air, permukaan air selalu tenang dan datar. Ini melambangkan dalam kejadian apapun seorang pemimpin harus mampu menunjukan ketenangannya meskipun di dalamnya sedang bergejolak. Ketenangan ini memberi kepercayaan penuh kepada anak buah, bahwa semua masalah dapat diatasi dengan baik. Kelima, angkasa, suatu substansi yang luas tanpa batas, dan tidak bertepi, sehingga mampu menampung apa saja yang datang kepadanya. Seorang pemimpin diharapkan mempunyai kemampuan untuk mengendalikan diri, mempunyai keluasan batin, sehingga mampu menampung berbagai pendapat dari rakyat maupun anggota yang dipimpinnya. Keenam, bulan, sebuah benda yang indah waktu malam gelap. Pemimpin hendaknya mampu memberikan sinar yang menimbulkan semangat dan rasa percaya pada bawahannya dalam kondisi dan situasi apapun, terutama kondisi yang sangat sulit. Ketujuh, matahari, yang merupakan sumber energy dalam tata surya. Seorang pemimpin diibaratkan mempunyai sifat matahari. Karena itu dia harus bisa mendorong dan menumbuhkan daya hidup anggota yang dipimpinnya dengan memberikan bekal yang cukup sehingga mampu berkarya. Kedelapan, bintang, benda yang berposisi tetap di langit, sebagai pedoman arah di waktu malam. Seorang pemimpin seyogyanya menjadi teladan, panutan. Ia memberikan arah dan paduan. Kepemimpinan dalam budaya Jawa modern di wujudkan dalam kepemimpinan Ki Hajar Dewantara yang mengenalkan tiga filosofi kepemimpinan yang menjadi satu kesatuan, yaitu ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani. Ngarso artinya di depan 67 sedangkan tulodo maknanya adalah contoh. Maknanya, sebagai pemimpin seyogyanya menjadi contoh yang baik. Kedua, madya artinya tengah, mangun artinya membentuk sesuai keperluannya, sedangkan karsa artinya kehendak. Sebagai pemimpin dianjurkan dapat membentuk, memperhatikan, memelihara, pemberi semangat dan menjaga kehendak serta keperluan atasan dan bawahan secara seimbang. Sedangkan ketiga, tut wuri artinya mengikuti dari belakang, handayani artinya memberikan kekuatan. Sebagai pemimpin harus mampu mengasuh bawahan dengan baik bukan memanjakan tetapi justru memberi arahan, kekuatan dan rasa aman. Moeljono (dalam Djohan, 2007) mengatakan bahwa premis dasar dari filosofi kepemimpinan Jawa adalah “memimpin adalah kewajiban, pengabdian dan bukan hak. Pimpinlah dengan kebersihan hati”. Menurut Salahuddin (2010) ada tiga ungkapan yang menjadi syarat dalam tatar sunda untuk menjadi seorang pemimpin, yaitu Nyantri, Nyakola dan Nyunda. Nyantri, pemimpin harus memiliki kecerdasan spiritual. Spiritual menjadi harga mati sebagai benteng terakhir agar seseorang pemimpin sadar betul bahwa kepemimpinannya itu adalah amanah dan mesti harus dipertanggungjawabkan. Nyakola adalah symbol dari seseorang yang lebih mementingkan nalar ketimbang tubuh. Nalar tidak pernah berhenti berfikir. Nyunda adalah diksi dengan makna seperangkat nilai-nilai kesundaan yang harus dimiliki oleh para pemimpin dan calon pemimpin. Nyunda sebenarnya mencerminkan sosok pemimpin yang mampu menyatu dengan rakyat secara tulus (ngumawula ka wayahna), pribadi yang tidak bertingkah laku (teu ningkah), tidak memperlihatkan sikap tinggi hati kepada orang lain (teu adigung kamagungan), tidak suka dimeriahkan dengan kemegahan (teu paya agreng-agreng), arif dan adil (agung maklum sarta adil) dan mustahil korupsi (cadu basilat). Modal sosial juga dipengaruhi oleh keadaan dari lingkungan masyarakatnya. Lingkungan masyarakat ini yang biasa disebut kearifan lokal. Setelah krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 memberikan dampak positif, salah satunya adalah munculnya kearifan lokal di sebagian masyarakat Indonesia. Menurut Sultan Hamengku Buwono X (2009), Ada tiga masalah besar yang kini dihadapi petani di Indonesia. Pertama, lemahnya modal sosial. Kedua masih tingginya angka kemiskinan rakyat, dan ketiga kerusakan sumberdaya pertanian yang semakin membesar. Modal sosial yang dibutuhkan misalnya penegakan hukum, dan desentralisasi pemerintahan hingga tingkat desa. Visi pembangunan pertanian 2025 juga harus diubah orientasinya, dari industrialisasi non pertanian, yang 'footlose' dan bias kota, menjadi 68 memihak pada industrialisasi pedesaan berbasis pertanian. Kearifan lokal dipahami sebagai usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu. Lokal secara spesifik menunjuk pada ruang interaksi terbatas dengan sistem nilai yang terbatas pula. Kearifan lokal sebagai ruang interaksi sudah didesain sedemikian rupa, yang di dalamnya melibatkan pola-pola hubungan antara manusia dengan manusia, atau manusia dengan lingkungan fisiknya. Sebuah setting kehidupan yang terbentuk akan memproduksi nilai-nilai, yang menjadi landasan hubungan atau acuan tingkah-laku masyarakat lokal. Kearifan lokal merupakan pengetahuan yang eksplisit (explicit knowledge) yang muncul dari periode panjang yang berevolusi di masyarakat dan lingkungannya dalam sistem lokal yang dialami bersama-sama. Proses evolusi yang begitu panjang dan melekat dalam masyarakat dapat menjadikan kearifan lokal sebagai sumber energi potensial dari sistem pengetahuan kolektif masyarakat untuk hidup bersama secara dinamis dan damai. Kearifan lokal tidak sekadar sebagai acuan tingkah-laku seseorang, tetapi lebih jauh mampu melakukan dinamisasi kehidupan masyarakat yang beradab. Sangat beralasan jika Greertz mengatakan bahwa kearifan lokal merupakan entitas yang sangat menentukan harkat dan martabat manusia dalam komunitasnya. Hal itu berarti kearifan lokal yang di dalamnya berisi unsur kecerdasan dan kreativitas kolektif serta pengetahuan lokal dari para elit dan masyarakatnya sangat menentukan dalam pembangunan peradaban masyarakat lokal. Hamengkubuwono IX (2009) menjelaskan bahwa kearifan lokal lebih menggambarkan satu fenomena spesifik yang biasanya akan menjadi ciri khas komunitas kelompok tertentu, misalnya alon-alon waton kelakon (masyarakat Jawa Tengah), rawe-rawe rantas malang-malang putung (masyarakat Jawa Timur), ikhlas kyai-ne manfaat ilmu-ne, patuh guru-ne barokah urip-e (masyarakat pesantren), dan sebagainya. Kearifan lokal adalah tema humaniora yang diunggulkan sebagai “pengetahuan” yang “benar” berhadapan dengan standar “saintisme” modern, yaitu semua pengetahuan yang diperoleh dengan pendekatan positivisme. Sains modern dianggap memanipulasi alam dan kebudayaan dengan mengobjektifkan semua segi kehidupan alamiah dan batiniah, dengan akibat hilangnya unsur “nilai” dan “moralitas”. Sains modern menganggap unsur “nilai” dan “moralitas” sebagai unsur yang tidak relevan untuk memahami ilmu pengetahuan. Bagi sains, hanya fakta-fakta yang dapat diukurlah yang boleh dijadikan dasar penyusunan pengetahuan. Itulah prinsip positivisme. Kearifan lokal adalah hujah (argument) 69 untuk mengembalikan “nilai” dan “moralitas” sebagai pokok pengetahuan. Pandangan kearifan lokal yang khas adalah berdasarkan kebenaran pada ajaran-ajaran tradisional yang sudah jadi, dan hampir tidak mempersoalkan kandungan politik ajaran-ajaran tradisional itu. Lingkungan hidup, misalnya, merupakan kawasan proteksi “kearifan lokal” melalui pengembalian cara-cara pertanian tradisional untuk menggantikan cara-cara pertanian modern. Artinya, pertanian bukan sekadar bagaimana meningkatkan hasil, tetapi juga menjaga kualitas lingkungan hidup. Keberlanjutan adalah premis pokoknya, bukan profit semata, dan itu sudah dipraktikan turuntemurun oleh masyarakat petani. Pemahaman yang sangat baik menimbulkan satu pengetahuan/ilmu yang dikenal sebagai ”kearifan lingkungan” mampu mengatasi kondisi suatu lingkungan dengan baik sehingga usaha pertaniannya berhasil baik. Kondisi lingkungan begitu dinamis dan berbeda di masing-masing wilayah, selanjutnya menimbulkan pemahaman yang lebih spesifik, sehingga memunculkan ”kearifan lokal” dalam menghadapi kondisi lingkungan dan permasalahannya untuk pertanian. ”Kearifan lokal” tersebut telah eksis di lapangan, sehingga untuk memajukan pertanian khususnya budidaya padi akan sangat baik jika ”kearifan lokal” tersebut dapat dijadikan salah satu sumber inspirasi inovasi teknologi. Inovasi teknologi yang dihasilkan diharapkan dapat lebih dipahami dan dilaksanakan oleh masyarakat petani. Pentingnya budaya lokal dalam proses pembangunan memunculkan beberapa alasan pokok mengenai pemanfaatan unsur-unsur budaya lokal dalam melaksanakan pembangunan bagi masyarakat setempat. Pertama, unsur-unsur budaya lokal mempunyai legitimasi tradisional di mata masyarakat binaan yang menjadi sasaran program pemberdayaan dan pembangunan. Kedua, unsur-unsur budaya secara simbolis merupakan unsur komunikasi yang paling berharga dari penduduk setempat. Ketiga,unsur-unsur budaya mempunyai aneka ragam fungsi (baik yang terwujud maupun yang terpendam) yang sering menjadikannya sebagai sarana yang paling berguna untuk perubahan dibandingkan dengan yang tampak pada permukaan jika hanya dilihat dalam kaitan dengan fungsinya yang terwujud saja. Kearifan lokal (local wisdom) merupakan bagian dari sistem budaya, biasanya berupa larangan-larangan (tabu) yang mengatur hubungan sosial maupun hubungan manusia dengan lingkungan alamnya. Kearifan lokal berfungsi untuk menjaga kelestarian dan kesinambungan “aset” yang dimiliki suatu masyarakat sehingga masyarakat dapat terpenuhi kebutuhankebutuhannya dari generasi kegenerasi berikutnya, tanpa harus merusak atau menghabiskan 70 “aset” tersebut. Kearifan lokal selalu dijadikan pedoman atau acuan oleh masyarakat dalam bertindak atau berperilaku dalam praksis kehidupannya. Hal ini merupakan wujud dari kesadaran terhadap hukum kausalitas (sebab-akibat) dan pemahaman terhadap hubungan yang bersifat simbiosis mutualis. Komunikasi yang dapat dipercaya (Trust Communication) Kata komunikasi menurut Effendy (2002) berasal dari kata bahasa latin : Communicatio yang berarti pemberitahuan atau pertukaran pikiran. Proses komunikasi harus terdapat unsurunsur kesamaan makna agar terjadi suatu pertukaran pikiran atau pengertian, antara komunikator (penyebar pesan) dan komunikan (penerima pesan). Komunikasi memiliki beberapa tipe yang menurut Mulyana (2007) sebagai berikut : (1) komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik verbal maupun nonverbal. (2) komunikasi kelompok (group communication) adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama, yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka bersama sebagai bagian dari kelompok tersebut. (3) Komunikasi organisasi (Organizational communication) yaitu komunikasi yang terjadi dalam suatu organisasi, bersifat formal dan juga informal, dan berlangsung dalam suatu jaringan yang lebih besar daripada komunikasi kelompok. (4) Komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak (suratkabar, majalah) atau elektronik (radio, televisi), yang dikelola oleh suatu lembaga atau yang dilembagakan, yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar di banyak tempat, anonim dan heterogen. Menurut Miller and Steinberg (2002) ketika berkomunikasi muncul konsep trust (kepercayaan) yaitu konsep yang sentral/utama dalam konseptualisasi pengembangan hubungan. Miller and Steinberg menyatakan hanya ketika ada kepercayaan pada orang yang spesifik dan relationship/hubungan secara lebih jelas dilabelkan sebagai interpersonal. Littlejohn and Foss (2008) mengatakan teori-teori yang berada dalam tradisi fenomenologi mengasumsikan bahwa orang secara aktif menginterpretasikan pengalaman mereka dan memahami dunia dengan pengalamannya sendiri. Lebih lanjut Littlejohn mengatakan istilah fenomena merujuk pada kemunculan objek, peristiwa atau kondisi yang diterima. Penelitian ini berdasarkan pada tradisi fenomenologi yang akan melihat bagaimana sebuah lembaga keuangan syariah melakukan 71 hubungan dengan para petani ketika menyalurkan pembiayaan/kredit. Lembaga keuangan mikro syariah membangun hubungan melalui komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi dan komunikasi massa/internet. Tradisi fenomenologi membahas mengenai hubungan (relationship), seperti yang dikemukakan Littlejohn and Fosss (2008) fenomenologi sebagai tradisi yang menfokuskan pada internal, menitik beratkan pada pengalaman orang. Tradisi ini melihat cara orang memahami dan memberikan makna pada peristiwa dalam kehidupannya sesuai dengan yang dirasakannya, mengenai teori hubungan dalam tradisi ini dikemukakan oleh Carl Rogers (dalam Littlejon and Foss, 2008). Pendekatan Carl Rogers pada hubungan dimulai dengan istilah lapangan fenomena. Pengalaman manusia secara keseluruhan sebagai orang yang mengkonstitusi lapangan fenomenanya; yaitu mengenai semua yang diketahui dan dirasakan orang. Tingkat pengalaman orang akan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain. Relationship dikarakteristikan dengan negatif, kritikal komunikasi ditunjukan dalam sifat yang tidak sesuai, karena mereka menciptakan inkonsistensi antara perasaan dirinya sendiri dengan aspek lain dalam pengalamannya. Menurut Rogers (Littlejohn and Foss, 2008) hubungan yang sehat dikarakteristikan dalam sepuluh kualitas : (1) Komunikator diterima oleh yang lain sebagai trustworthy (dapat dipercaya) atau bergantung secara konsisten. (2) Mereka mengekspesikan diri mereka sendiri secara tidak ambigu, (3) Mereka memberikan sikap positif pada kehangatan dan care dengan yang lain. (4) Pasangan dalam hubungan yang menolong menjaga terpisahnya identitas. (5) Pasangan mengizinkan orang lain untuk melakukan hal yang sama. (6) Hubungan yang menolong ditandai oleh empati, yang saling memahami perasaan yang lainnya. (7) Penolong menerima bermacam aspek/gambaran pada pengalaman orang lain sebagai yang mereka kemukakan atau dikomunikasikan oleh orang lain. (8) Pasangan merespons dengan sensitif (sufficient) untuk menciptakan lingkungan yang nyaman bagi perubahan personal. (9) Komunikator akan dapat bebas dari mereka sendiri dari ancaman evaluasi dari orang lain. (10) Beberapa komunikator memperkenalkan bahwa orang lain akan merubah dan cukup fleksibel untuk mengizinkan orang lain untuk berubah. BMT dalam menyalurkan pembiayaan kepada petani harus dapat merubah dirinya sebagai komunikator. BMT dan para petani dapat tercipta saling percaya dan membangun kepercayaan satu sama lain melalui komunikasi yang sehat. Selanjutnya Rogers (dalam Griffin, 2006) 72 percaya bahwa kliennya dalam bidang kesehatan membuktikan bahwa ketika berkomunikasi mereka menciptakan lingkungan yang aman bagi mereka untuk berbicara. Rogers menjelaskan ada tiga kondisi yang mempengaruhi berubahnya personalitas dan hubungan, yaitu (1) kongruen/selaras (2) penghargaan positif tanpa syarat (3) pemahaman yang empatik. Komunikasi akan menimbulkan kepercayaan apabila sesuai dengan tiga kondisi, yaitu antara BMT dan petani mempunyai kedudukan yang sama atau selaras; BMT memberikan penghargaan positif tanpa syarat ketika berkomunikasi dengan petani; BMT memiliki pemahaman yang empatik terhadap para petani. Menurut Krichmajer dan Patterson (2003) menjelaskan bahwa dalam komunikasi interpersonal trust merupakan hal yang paling penting/kritis dalam membangun hubungan dan komunikasi yang memiliki tujuan terutama sangat berhubungan dengan credibility trust (kepercayaan yang kredibel). Pada studi yang dilakukannya menawarkan konsep kepercayaan yang kredibel, dari perspektif klien dan didasarkan pada perencana keuangan, yaitu : (1) Ahli (expertise) berpengalaman dan memiliki kompetensi tugas yang spesifik dalam menjalankan perannya secara efektif; (2) Reliabel, ketergantungan dan dapat diprediksi dalam melakukan pelayanan; (3) Jujur dan memiliki tujuan dan mampu menepati janji. Hal ini senada dengan perspektif Laswell (dalam Dilla, 2007) bahwa keberhasilan komunikasi yang dilakukan bagi terjadinya perubahan yaitu kepercayaan dan daya tarik komunikator. Komunikator dalam menyampaikan gagasannya harus dilandasi adanya kepercayaan (source credibility) dan daya tarik (source attractiveness). Kepercayaan dalam diri komunikator karena memiliki keahlian (expertise) sesuai dengan bidangnya sehingga memiliki penetrasi yang tinggi dalam mendorong perubahan yang diinginkan. Mulyana menambahkan (2007) faktor penting yang harus dimiliki komunikator ketika ia berkomunikasi adalah : (a) Daya Tarik Sumber, Seorang komunikator akan berhasil dalam berkomunikasi jika mampu mengubah sikap, opini dan perilaku komunikan melalui mekanisme daya tarik jika komunikan merasa bahwa komunikator ikut serta dengannya; (b) Kredibilitas Sumber, Seorang komunikator harus memiliki keahlian dan dan dapat dipercaya oleh komunikannya; (c) Kecakapan Empatik : Kemampuan seorang komunikator untuk memproyeksikan dirinya kepada peranan orang lain. Komunikator harus dapat merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Seorang komunikator harus bersikap empatik ketika ia berkomunikasi dengan komunikan yang sedang sibuk, marah, bingung, sedih, sakit, kecewa, 73 dsbnya. Faktor keberhasilan komunikasi lainnya adalah faktor dominan dari sistem sosial, yaitu: faktor latar belakang sosial budaya, hubungan sosial, lingkungan fisik dan pengalaman komunikasi sebelumnya. Eksperimen yang dilakukan Garfinkel (2001) menunjukkan bahwa rutinitas interaksi didasari oleh kepercayaan di antara pihak yang berinteraksi secara spesifik tercermin pada percakapan yang dilakukan ketika berinteaksi. Di antara Petani akan saling mempercayai satu dengan yang lainnya untuk mengetahui setiap percakapan yang secara rutin diikutinya. Selanjutnya petani berinteraksi dengan yang lainnya tanpa rasa takut untuk disakiti atau terjadi kekerasan, biasanya interaksi ini dalam komunikasi interpersonal. Komunikasi pada hakekatnya merupakan proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan dengan tujuan mendapatkan umpan balik, sehingga terjadi pertukaran informasi dalam suatu kegiatan yang sifatnya personal, kelompok dan perusahaan atau organisasi maupun massa. Pengetahuan mengenai organisasi dan pengorganisasian sangatlah menarik. Pengetahuan ini dapat diterapkan kepada berbagai jenis organisasi dan landasannya didasarkan atas asumsi-asumsi tertentu. Penguasaan atas komunikasi organisasi memerlukan pemahaman atas landasan pengetahuan tersebut dan pentanyaan-pertanyaan yang muncul. Organisasi (Pace & Faules, 2005) adalah sebuah wadah yang menampung orang-orang dan obyek-obyek; orang-orang dalam organisasi yang berusaha mencapai tujuan bersama. Bila organisasi sehat, maka bagian lainnya interdependen bekerja dengan secara sistematik untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Selanjutnya, organisasi dianggap sebagai pemroses informasi besar dengan input, throughput, dan output. Sistem terstruktur atas perilaku ini mengandung jabatan-jabatan (posisi-posisi) dan peranan-peranan yang dapat dirancang sebelum peranan-peranan tersebut diisi oleh aktor-aktor. Sistem yang dimaksud di sini adalah setiap entitas yang ada berproses secara berkelanjutan yang mampu berada dalam berbagai keadaan. Suatu sistem komunikasi menurut Pace & Faules (2005), keadaan itu adalah hubungan antara orang-orang dalam jabatan-jabatan (posisi-posisi), Pace & Faules (2005) mendefinisikan komunikasi organisasi sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan diantara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari unit-unit komunikasi dalam hubungan-hubungan hierarkis antara yang satu dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan. 74 Komunikasi organisasi dapat terjadi kapanpun. Setidaknya satu orang menafsirkan pesan diantara sekian banyak pesan dari berbagai macam individu pada saat yang sama yang memiliki jenis-jenis hubungan berlainan yang menghubungkan mereka, yang memiliki pikiran, keputusannya, dan perilakunya diatur oleh kebijakan-kebijakan, regulasi, dan aturan-aturan. Setiap individu memiliki gaya berlainan dalam berkomunikasi, mengelola dan memimpin; yang mempersepsikan iklim komunikasi yang berbeda; yang mempunyai tingkat kepuasan berbeda dan tingkat kecukupan informasi yang berbeda pula; yang menggunakan jenis, bentuk dan metode komunikasi yang berbeda dalam jaringan yang berbeda; yang mempunyai tingkat ketelitian pesan yang berlainan; dan yang membutuhkan penggunaan tingkat materi dan energi yang berbeda untuk berkomunikasi efektif. Interaksi di antara semua faktor tersebut, disebut sebagai sistem komunikasi organisasi. Komunikasi organisasi adalah perilaku pengorganisasian yang terjadi dan bagaimana para petani yang terlibat dalam proses itu bertransaksi dan memberi makna atas apa yang sedang terjadi. Proses penciptaan makna atas interaksi diantara petani yang menciptakan, memelihara dan mengubah organisasi. Komunikasi dalam organisasi (Effendy, 2002) meliputi dua bagian berdasarkan tempat dimana khalayak sasaran berada, yaitu komunikasi internal dan komunikasi eksternal. Komunikasi internal adalah komunikasi yang terjadi antara manager dengan komunikannya yang berada di dalam organisasi, yaitu para pegawai, pemegang saham secara timbal balik. Sementara komunikasi eksternal adalah komunikasi yang terjadi antara manager atau pejabat lainnya dengan khalayak atau publik di luar organisasi. Komunikasi eksternal dilakukan menurut kelompok sasaran berdasarkan hubungan yang harus dibina, yaitu : hubungan dengan khalayak sekitar (community relations), hubungan dengan instansi pemerintah (government relations), hubungan dengan pers (pers relations) dan hubungan dengan pelanggan (customer relations). Komunikasi ini juga terjadi secara timbal balik, yaitu komunikasi dari organisasi ke khalayak dan dari khalayak ke organisasi. BMT melakukan komunikasi eksternal dengan para pelanggannya (customer relations), dalam hal ini para petani, begitu pula sebaliknya. Komunikasi dari organisasi ke khalayak dapat dilakukan dengan berbagai metode dan teknik, baik secara langsung (face to face communication), maupun dengan media. Media dapat diklasifikasikan sebagai media massa (suratkabar, majalah, radio, televisi dan internet) dan non media massa (surat, telepon, poster, spanduk, brosur, bulletin, dll). 75 Blomqvist dan Stahle (2000) menjelaskan dalam studinya mengenai membangun kepercayaan pada organisasi ada tiga dimensi, yaitu (1) Kompeten, yaitu kapabilitas teknis, dan skill (2) Goodwill, yaitu tanggung jawab dan memiliki tujuan yang positif melalui orang lain (3) Perilaku, yaitu Interaksi yang terjadi berdasarkan tingkat kognitif dan pengalaman, adanya komunikasi yang proaktif dan terbuka, jernih dan sering dilakukan, berbagi informasi, mengutamakan mendengar dan memahami, memiliki komitmen. Hal ini juga dilakukan oleh BMT sebagai sebuah organisasi yang harus dipercaya oleh nasabahnya (petani). Proses komunikasi disederhanakan agar dipahami dengan baik melalui model-model komunikasi yang terjadi dalam masyarakat. Satu model diuraikan kembali oleh Mulyana (2007), yaitu Model Intercultural Communication dari Gudykunst and Kim dijelaskan pada Gambar 2.4. ENVIRONMENTAL INFLUENCES PERSON A Cultura l PERSON B Messa ge/Feedba ck Cultura l Sociocultura l Sociocultura l Psychocultural Psychocultural E D D E Influenc es Influenc es Influenc es Influenc es E= ENCODING Influenc es Messa ge/Feedba ck ENVIRONMENTAL INFLUENCES Influenc es D= DECODING Gambar 2.4. Model Komunikasi Gudykunst and Kim (Mulyana, 2008). Model ini menggambarkan proses komunikasi yang terjadi diantara dua orang yang berbeda budaya, sosial budaya dan psikobudaya saling mempengaruhi serta dipengaruhi oleh lingkungan masyarakatnya dimana mereka tinggal. Menurut Gudykunst dan Kim, penyandian pesan merupakan proses interaktif yang dipengaruhi oleh filter-filter konseptual yang dikategorikan menjadi faktor-faktor budaya, sosiobudaya, psikobudaya dan faktor lingkungan. Lingkaran paling dalam adalah proses komunikasi antara orang A dan orang B yang dipengaruhi budaya, sosiobudaya dan psikobudaya. Hal ini ditandai dalam gambar berupa lingkaran dengan garis terputus-putus yang menunjukan bahwa budaya, sosiobudaya dan psikobudaya itu saling mempengaruhi. Komunikasi antara orang-orang berlangsung dalam lingkungan sosial yang mencakup orang-orang lain terlibat dalam komunikasi. 76 Lebih lanjut Gudykunst dan Kim menjelaskan pengaruh budaya dalam model tersebut meliputi faktor-faktor: kemiripan dan perbedaan budaya, misalnya: pandangan dunia (agama), bahasa, juga sikap kita terhadap manusia. Faktor-faktor ini mempengaruhi nilai, norma dan aturan yang mempengaruhi perilaku komunikasi. Pengaruh sosial budaya menyangkut proses penataan sosia yang berkembang berdasarkan interaksi dengan orang lain ketika pola-pola perilaku menjadi konsisten dengan berjalannya waktu. Sosiobudaya terdiri dari empat factor utama, yaitu : keanggotaan dalam kelompok sosial, konsep diri, ekspektasi peran dan definisi mengenai hubungan antar pribadi. Dimensi psikobudaya mencakup proses penataan pribadi, yaitu proses yang member stabilitas pada proses psikologis. Faktor psikobudaya ini meliputi : stereotip dan sikap (misalnya etnosentrisme dan prasangka) terhadap kelompok lain. Unsur lingkungan yang meliputi lokasi geografis, iklim, situasi arsitektual (lingkungan fisik) dan persepsi atas lingkungan. Selanjutnya model proses komunikasi Schramm yang berasumsi bahwa proses komunikasi melalui media massa. Proses komunikasi ini dimulai dari source (sumber) menyampaikan pesan lewat encoder melalui signal (sinyal) dan ditangkap oleh decoder, akhirnya pesan tersebut akan diterima oleh si penerima (komunikan). Komunikator menyampaikan pesannya melalui alat inderanya atau media massa dan akan ditangkap atau diterima oleh alat indera si penerima pesan (komunikan). Seperti yang terlihat pada Gambar 2.5. MODEL SCHRAMM Message Decoder Encoder Interpreter Interpreter Encoder Decoder Message Gambar. 2.5. Model Komunikasi Schramm (Mulyana, 2008) Menurut Schramm, setiap orang dalam proses komunikasi adalah sekaligus sebagai encoder dan decoder. Setiap individu secara konstan menyandi balik tanda-tanda dari lingkungan kita, menafsirkan tanda-tanda tersebut dan menyandi sesuatu sebagai hasilnya. 77 Proses kembali dalam model di atas disebut umpan balik yang memainkan peran penting dalam komunikasi. Karena, hal itu memberitahu bagaimana pesan ditafsirkan baik dalam bentuk katakata sebagai jawaban, anggukan kepala, gelengan kepala, kening berkerut, menguap, dan sebagainya. Selanjutnya modal komunikasi yang dikemukakan oleh Everret Rogers (2003) mengenai teori Difusi Inovasi yang pada dasarnya menjelaskan proses bagaimana suatu inovasi disampaikan (dikomunikasikan) melalui saluran-saluran tertentu sepanjang waktu kepada sekelompok anggota dari sistem sosial. Hal tersebut sejalan dengan pengertian difusi dari Rogers, yaitu “as the process by which an innovation is communicated through certain channels over time among the members of a sosial system.” Lebih jauh dijelaskan bahwa difusi adalah suatu bentuk komunikasi yang bersifat khusus berkaitan dengan penyebaran pesan-pesan yang berupa gagasan baru, atau dalam istilah Rogers difusi menyangkut “which is the spread of a new idea from its source of invention or creation to its ultimate users or adopters.” Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen pokok, yaitu: (1) Inovasi; gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu. Konsep ’baru’ dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama sekali. Inovasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kredit modal dengan pola pembiayaan syariah melalui Baitul Mal wa Tamwil (BMT). (2) Saluran komunikasi; ’alat’ untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber kepada penerima. Sumber paling tidak perlu memperhatikan (a) tujuan diadakannya komunikasi dan (b) karakteristik penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal. Saluran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah saluran komunikasi yang digunakan baik oleh BMT maupun oleh petani. Saluran komunikasi itu berupa komunikasi interpersonal dalam bentuk dialog, komunikasi kelompok berupa diskusi dan pelatihan. (3) Jangka waktu; proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai memutuskan untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam (a) proses pengambilan 78 keputusan inovasi, (b) keinovatifan seseorang: relatif lebih awal atau lebih lambat dalam menerima inovasi, dan (c) kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial. Jangka waktu dalam penelitian ini adalah ketika petani mengetahui adanya BMT sebagai bentuk bank dengan operasionalnya dalam bentuk syariah lalu mereka berinteraksi dan mendapatkan pembiayaan syariah berupa modal kerja. (4) Sistem sosial; kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama. Petani pada penelitian ini tergabung dalam sistem sosial yang berupa kelompok tani dan mereka menjadi nasabah dari BMT. Tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi mencakup: (1) Tahap Munculnya Pengetahuan (Knowledge) ketika seorang individu (atau unit pengambil keputusan lainnya) diarahkan untuk memahami eksistensi dan keuntungan/manfaat dan bagaimana suatu inovasi berfungsi; (2) Tahap Persuasi (Persuasion) ketika seorang individu (atau unit pengambil keputusan lainnya) membentuk sikap baik atau tidak baik. (3) Tahap Keputusan (Decisions) muncul ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya terlibat dalam aktivitas yang mengarah pada pemilihan adopsi atau penolakan sebuah inovasi. (4) Tahapan Implementasi (Implementation), ketika sorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya menetapkan penggunaan suatu inovasi. (5) Tahapan Konfirmasi (Confirmation), ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya mencari penguatan terhadap keputusan penerimaan atau penolakan inovasi yang sudah dibuat sebelumnya. Model-model proses komunikasi di atas, dapat dilakukan dalam proses komunikasi membangun kepercayaan BMT kepada petani. Model proses komunikasi tersebut juga dapat membantu menganalisa penelitian seperti yang dikonstruksikan melalui proses komunikasi yang terjadi di lapangan penelitian. Penelitian ini dimaksudkan untuk menjelaskan mengenai trust (kepercayaan). Menurut Fukuyama (2007) yang dimaksud dengan trust disepadankan dengan kepercayaan yaitu sebagai harapan-harapan terhadap keteraturan, kejujuran dan perilaku kooperatif yang muncul dari dalam sebuah komunitas yang didasarkan pada norma-norma yang dianut bersama anggota-anggota komunitas itu. Lebih lanjut dikemukakan bahwa kepercayaan merupakan dasar membangun masyarakat madani/sipil karena komunitas tidak dapat berfungsi tanpa kepercayaan (Fukuyama, 2007). Botan and Taylor (2005) mengidentifikasikan kepercayaan sebagai elemen kunci dalam hubungan sosial dan ekonomi. Trust (kepercayaan) menurut Devito (1995) adalah perjuangan 79 dalam berperilaku dengan orang lain; percaya diri dengan orang lain yang berhubungan dengan individu untuk merasakan apakah akan beresiko mengalami kekalahan. Pada setiap interaksi sosial, membeli produk, pertukaran pelayanan, didasari oleh asumsi pada saling percaya satu sama lain atau pada pesan yang diterima oleh si penerima mengenai kepercayaan itu, dan tujuan mereka, kapabilitasnya dan saling ketergantungannya. Masyarakat yang tingkat kepercayaannya rendah akan sulit berkomunikasi, bekerjasama, dan peluang untuk membentuk masyarakat sipil menjadi tidak tercapai. Fukuyama (2007) melihat trust bermanfaat bagi penciptaan tatanan ekonomi unggul karena bisa diandalkan untuk mengurangi biaya (cost). Menurutnya, trust bisa mereduksi atau bahkan mengeliminasi kekakuan-kekakuan yang mungkin terjadi dalam sebuah perumusan kontrak perjanjian, mengurangi keinginan menghindari situasi yang tidak terduga, mencegah pertikaian dan sengketa, dan meminimalisasi keharusan akan proses hukum seandainya terjadi pertikaian. Berdasarkan pernyataan-pertanyaannya yang diungkap dalam bukunya “Trust”, Fukuyama (2007) mengeluarkan hipotesis bahwa trust bisa diandalkan untuk mengurangi biaya dan waktu yang sering dikaitkan dengan sistem pengawasan tradisional dan kontrak hukum formal beserta segenap hal-hal penting organisasional lainnya. Orang dapat bekerjasama secara lebih efektif dengan trust. Hal ini memungkinkan karena ada kesediaan diantara mereka untuk menempatkan kepentingan kelompok di atas kepentingan individu. Selain itu keberhasilan komunikasi dalam melakukan perubahan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal seperti yang dikemukakan oleh Lasswell yaitu : (1) Komunikator (kepercayaan dan daya tarik komunikator); (2) Pesan, harus menarik, logis dan layak disampaikan, menggunakan lambang yang mudah dipahami sesuai dengan kerangka pemahaman dan pegalaman komunikan serta tidak berbelit-belit, membangkitkan kebutuhan pribadi, menyarankan solusi; (3) Saluran/media : bisa berupa tatap muka, media massa disesuaikan dengan situasi dan kondisi komunikannya; (4) Khalayak/segmentasi khalayaknya; (5) Efek : perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku diantara pelaku komunikasi. Sementara yang dimaksud faktor eksternal adalah : (1) faktor sosial dan budaya pelakunya : lingkungan budaya suatu masyarakat; (2) faktor hubungan sosial diantara pelaku : posisi, hirarki, status, kedudukan, bahkan jabatan; (3) Faktor lingkungan fisik : situasi dan bentuk lingkungan masyarakat; (4) Pengalaman komunikasi sebelumnya : kesan dari pengalaman terdahulu yang terekam dalam benak dan memori pelakunya. Hal di atas dapat mempermudah proses 80 komunikasi dan mengurangi resiko kegagalan komunikasi. Selain itu, apabila pesan yang disampaikan tidak mencerminkan sosial budaya masyarakat yang dituju maka akan memunculkan resistensi/penolakan dari khalayaknya. Proses komunikasi membangun kepercayaan dapat berhasil dan mengurangi resiko kegagalan berkomunikasi. komunikatornya. Pertama yang harus di perhatikan adalah karakteristik Karakteristik komunikator harus memenuhi komponen kepercayaan. Komponen kepercayaan sangat beragam dikemukakan oleh beberapa ahli, tergantung dari kepentingan ahli tersebut mengujinya dalam penelitiannya Beberapa literatur yang dikemukakan oleh Belanger, et all (2003) dalam penelitiannya mengenai membangun kepercayaan pada organisasi, menurut Aristoteles elemen dari kepercayaan adalah (1) pengetahuan dan keahlian, (2) keterbukaan dan kejujuran, dan (3) fokus dan perhatian. Lebih jauh dikemukakan oleh Covello, yaitu (1) Perhatian dan empati, (2) dedikasi dan berkomitmen, (3) kompeten dan ahli, (4) jujur dan terbuka. Sementara menurut Shinder dan Thomas menjadi lima elemen, yaitu (1) konsisten, (2) terbuka, (3) kompeten, (4) integritas, (5) loyalitas. Namun dari hasil diskusi yang dilakukan Belanger, et all dalam CCMD Actions and Research Roundtable menyimpulkan bahwa yang termasuk dalam elemen kepercayaan adalah (1) integritas, (2) kompeten (3) empati dan (4) terbuka (5) akuntabilitas. Reynold (1997) menyatakan pada dasarnya membangun kepercayaan harus dimulai dari membangun sistem yang bercirikan adanya kompetensi, keterbukaan, reliabilitas dan keadilan. Teori yang digunakan oleh Kirchmajer and Paterson (2003) pada penelitiannya mengenai membangun kepercayaan melalui komunikasi interpersonal, menggunakan elemen trust yang terdiri dari : (1) Kepercayaan pada kredibilitas, yang terbagi menjadi : (a) ahli: berpengalaman dan bertugas dengan kompetensi yang spesifik sehingga menampilkan peranan yang efektif (b) handal/reliabel dan (c) Jujur dan memiliki tujuan dan mampu menepati janji; (2) Kepercayaan pada kebaikan (memberi manfaat) yang diwujudkan dalam sikap : perhatian, baik, simpatik, altruistik (goodwill trust); (3) Intim/ kedekatan (aspek emosional) (Closeness) ; (4) Komunikasi yang jelas (mendengarkan kebutuhan klien, menjaga kerahasiaan informasi mereka, jujur dalam berkomunikasi, penjelasan yang antusias pada komunikasi mereka, empati; (5) Pesan yang lengkap (informasi yang berguna bagi klien,); dan (6) Komunikasi sosial (two way communication). 81 Penelitian ini menggunakan konsep elemen komunikasi membangun kepercayaan dengan menggabungkan teori-teori di atas yang terdiri dari : (1) Integritas (2) Kompeten/ahli (3) Keterbukaan (4) Empati dan (5) Akuntabilitas, sebagai berikut : (1) Integritas; integritas terkait dengan istilah misalnya kejujuran, selalu benar, dapat diprediksi, konsisten, memiliki kredibilitas dan berkarakter. Menurut Covey (1989) (dalam Belanger, et all, 2003) integritas termasuk memiliki kejujuran, kejujuran adalah menceritakan kebenaran, mengungkapkan katakata sesuai dengan realitas. Integritas adalah mengungkapkan realitas kita dalam kata-kata kita, menepati janji. Sejauhmana adanya keserasian antara kata-kata dan perbuatan; (2) Kompeten/Ahli : Kompetensi terkait dengan istilah memiliki pengetahuan, ahli dan mampu. Kompetensi adalah kemampuan untuk melakukan tugas yang diperankan pada diri seseorang; (3) Keterbukaan terkait dengan istilah transparansi, jelas atau komunikasi yang sederhana, komunikasi ini terkait dengan two way flow of information. Hal ini tidak saja berarti hanya menjaga menginformasikan pembangunan kepada publik tetapi juga memberikan peluang yang berguna untuk mengkontribusikan ide-ide mereka. Hal ini bukan saja menyajikan apa yang dikatakan oleh masyarakat tetapi juga benar-benar mendengarkan apa yang mereka katakan. Tepat pada waktunya komunikasi memberikan pengungkapan yang lengkap dan membaginya dengan anggota lainnya dan dapat menolong menimbulkan budaya kepercayaan yang tinggi. (4) Empati merujuk pada istilah fokus dan perhatian. Empati adalah penuh dengan apresiasi atau menjadi sensitif kepada perasaan atau motif orang lain. Empati lebih bermakna memahami pada fokus orang lain. Pemahaman atau kesadaran ini tergantung pada pertama mempelajari mengenai fokus dan situasi orang lain, misalnya melalui percakapan. Empati adalah dirasakan, tetapi seringkali tidak dikenali, orang orang mengetahui perasaan dan pemikirannya dalam cara yang berbeda; (5) Akuntabilitas bermakna bertanggung jawab pada masyarakat terhadap apa yang telah dilakukan dan dihasilkan serta bagaimana proses pengambilan keputusannya. Jarmon and Keating (2007) menjelaskan bagaimana membangun kepercayaan dalam team virtual yang multikultur, yaitu kunci untuk berhubungan dan membangun kepercayaan dengan menciptakan lingkungan dimana komunikasi terbuka dan sering kali terjadi dan dimana setiap orang setuju pada norma-norma dalam komunikasi, supaya mengurangi terjadinya kesalah pahaman. Selanjutnya hasil penelitiannya menjelaskan dalam trust communication yang terbaik adalah dengan menggunakan saluran/media berupa telepon, email dan komunikasi tatap muka. Uraian ini sekaligus menjelaskan mengenai karakteristik media yang digunakan pada proses 82 komunikasi membangun kepercayaan beserta implikasi yang terjadi. Hal dapat dijelaskan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Bentuk dan Implikasi Komunikasi Bentuk Sinkronisasi Konteks yang kompleks Implikasi ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· Ketidak sesuaian ï‚· ï‚· Langsung ï‚· ï‚· ï‚· Ketidaksinkronan ï‚· ï‚· ï‚· Konteks sederhana – tidak ada gesture atau suara ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· Tatap Muka Mampu mendapatkan feedback dengan cepat dan mudah mengklarifikasi dengan cepat Paling cepat terjadinya pertukaran informasi Menekankan pada respon secara instan Ideal untuk menyampaikan informasi yang negatif dan ambigu Mempertimbangkan kurangnya perbaikan pada katakata Pengaturan pertemuan, perjalanan dan waktu dalam pertemuan yang memerlukan beban yang besar pada waktu dan sumber daya – tidak selalu praktis Tidak setiap orang dapat pada tempat dan waktu yang sama. Ukuran reaksi secara instan dan feedback untuk berkomentar Makna yang paling baik pada membangun koneksi personal. Lebih menekankan pelepasan, persetujuan dan tidak setuju Cocok bagi orang yang mengatur jadwal berkomunikasi Peluang untuk merencanakan pesan dan review sebelum dikirim Interaksi ditunda – model yang pelan untuk mengeksplor ide dan mencapai konsensus Ide-ide cenderung overlap Jumlah informasi lebih sedikit yang dapat dipertukarkan Pesan negatif dapat terdengar seperti marah atau meminta Pesan harus hati-hati di ucapkan dalam kata-kata agar tercipta kesopanan dan akrab Informasi yang ambigu harus tidak dibuat/ dikonstruksikan 83 Lanjutan Bentuk Implikasi Biaya rendah ï‚· ï‚· Cepat dan Tepat ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· Tidak Langsung ï‚· ï‚· Lanjutan Tidak Langsung Tidak adanya privasi ï‚· ï‚· ï‚· Sinkronisasi dan ketidak sinkronan Mengurangi konteks – tidak ada gesture Ketepatan ï‚· Tatap Muka Setiap orang dapat mengaksesnya Tidak membutuhkan waktu dan sumber daya dibandingkan dengan pertemuan tatap muka Mendapatkan jawaban yang cepat sesuai daftar pertanyaan Menyampaikan pesan untuk sejumlah orang yang paling banyak dalam waktu yang sedikit. Kesalahan pengucapan dan struktur bahasa tidak diperhatikan, pemilihan kata tidak harus difikirkan dengan baik. Mudah mendapatkan hasil dalam persediaan yang berlebihan – sulit untuk tetap diawasi Menanyakan dan meminta klarifikasi tanpa melihat muka Tidak dapat secara langsungmenggambarkan reaksi untuk berkomentar dan mendapatkan feedback. Email Lebih impersonal – memberikan sentuhan personal yang ekstra untuk membangun hubungan Harus lebih hati-hati mempertimbangkan kata-kata yang akan dibaca oleh orang yang tidak punya tujuan Tidak baik untuk menyampaikan informasi yang sensitif Telepon Butuh membuat laporan dalam pesan voicemail Sulit untuk berkomunikasi dengan orang yang tidak dapat mengartikulasikan ï‚· Paling bermakna untuk kontak dengan segera ï‚· Perhatian harus dilakukan bukan untuk mengganggu pada batasan bagi orang lain. Sumber : Jarmon and Keating (2007) Pertanyaan umum untuk dipertimbangkan : Untuk tujuan apa aneka pilihan teknologi mampu dibaca oleh setiap orang? Mana yang dapat digunakan secara reguler tanpa mengambil kerugian pada orang lain? Apakah kemampuan setiap orang mampu dan nyaman dengan bentuk komunikasi yang berbeda? Apakah ada syarat budaya atau preferensi? Bagaimana setiap orang 84 dapat mengenal satu sama lain? Apakah pesan yang penting dan signifikan memberikan media dalam budaya konteks tinggi (high context)? Apakah semua bagian mengetahui dan menghargai waktu yang paling tepat untuk mengirimkan dan menerima pesan? Apakah preferensi setiap orang untuk berkomunikasi? Berdasarkan hasil penelitian di atas, jelas terlihat bahwa dengan menggunakan media yang berbeda maka akan mengakibatkan implikasi yang berbeda pula. Namun, permasalahan selanjutnya adalah bagaimana menyusun pesan melalui media di atas agar pesan tersebut dapat dipercaya ? Peneliti akan menjelaskan mengenai karakteristik pesan yang akan disampaikan agar menghindari resiko kegagalan komunikasi. Pesan-pesan agar dapat dipercaya maka harus disusun dan direncanakan sedemikian rupa. Menurut Sugiana dan Syam (2007) Ada empat hal pokok dalam perencanaan pesan, yaitu analisis khalayak, gagasan dan pokok utama, sketsa pesan dan menyiapkan umpan balik kegiatan komunikasi. Pada bagian analisis khalayak menurut Curtis, dkk (1996) seperti yang dikutip Sugiana dan Syam (2007) dalam suatu perencanaan komunikasi, analisis khalayak merupakan langkah awal untuk memulai langkah-langkah kegiatan komunikasi berikutnya. Melalui analisis khalayak diharapkan tujuan akhir komunikasi yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan khalayak, kondisi atau iklim organisasi, kelompok, dan sistem sosial khalayak. Analisis khalayak suatu program komunikasi akan lebih dapat memanfaatkan potensi-potensi yang ada. Khalayak dipahami dalam segi minat pada topik yang akan disampaikan, situasi yang mempengaruhi, kecenderungan, dan organisasi komunikasi yang dimiliki, dapat membantu dalam mempermudah pelaksanaan kegiatan komunikasi dan pencapaian tujuannya. Petani sebagai komunikator akan melakukan analisis khalayaknya yaitu komunikannya ketika akan melakukan tindakan komunikasi. Petani akan menganalisis bagaimana cara BMT berkomunikasi dengan petani dalam menyalurkan pembiayaan syariah. Gagasan harus singkat dan langsung pada pokok persoalan dan hasil yang akan diperoleh bila kegiatan itu dijalankan, gagasan itu merupakan pemantapan dari pokok-pokok pikiran yang ada dalam tubuh pesan yang dikembangkan dalam komunikasi. Pokok utama adalah tulang punggung pesan, syaratnya pesan harus menyokong, menggambarkan gagasan utama dengan bahasa yang ringkas dan jelas. Membuat sketsa pesan artinya menyusun materi atau isi ke dalam urutan-urutan yang logis dan berguna dalam menyusun kata-kata dan penyampaian informasi kepada khalayak. Sketsa pesan merupakan kerangka kerja yang di dalamnya 85 mengandung topik-topik dasar yang mendukung tujuan komunikasi, dan informasi yang faktual yang menjabarkan masing-masing topik. Umpan balik dalam proses komunikasi berguna untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan pencapaian tujuan komunikasi. Pengorganisasian pesan menurut Sugiana dan Syam (2007) didasarkan pada format kronologis, spasial, topikal, kausal, pemecahan masalah, dan cara-cara deduktif-induktif serta urutan motif atau sekuen. Pesan yang akan disampaikan petani setidaknya mengandung gagasan pokok dari proses komunikasi. Sebelum menyusun pesan, petani akan menentukan dulu gagasan pokoknya yaitu mengenai bagaimana mendapatkan pembiayaan syariah dari BMT. Petani akan mengurutkan struktur pesannya baik berupa struktur kronologis, topical, kausal ataupun pemecahan masalah. Ada dua struktur pesan yaitu struktur pro-kontra dan kontra-pro dan struktur satu sisi-dua sisi (Sugiana dan Syam, 2007). Struktur pro-kontra dan kontra-pro. Struktur ini, perencana menyampaikan pesan kepada khalayak dengan mengemukakan dua sisi gagasan, yaitu yang berlawanan dan gagasan yang pro khalayak. Struktur pro-kontra, komunikator mendahulukan argumen atau gagasan yang selaras dengan pendapat dan sikap khalayak, selanjutnya gagasan yang bertentangan dengan sikap khalayak disajikan pada bagian akhir pembicaraan. Sebaliknya dalam struktur kontra-pro, komunikator lebih dahulu mengawali presentasinya dengan menggunakan gagasan yang berlawanan, selanjutnya presentasi ditutup dengan argumen pro khalayak. Struktur satu sisi dan dua sisi, Struktur ini digunakan untuk mempengaruhi khalayak terhadap program yang dimiliki komunikator agar mendukung program tersebut. Pada kasus sepihak, komunikator hanya menyajikan gagasannya pada satu dimensi saja. Pada struktur dua sisi, komunikator menyajikan program yang akan dilaksanakan dengan melihat sisi keuntungan yang akan diraih sekaligus kerugian atau dampak yang ditimbulkan bila program dilaksanakan secara proporsional. Mulyana (2007) menjelaskan bahwa arti imbauan pesan adalah pendekatan atau sentuhan terhadap aspek yang digunakan (distimulasi) oleh komunikator terhadap khalayak dalam menyampaikan pesan agar khalayak berubah. Terdapat tiga jenis imbauan, yaitu : (1) Imbauan rasional dan imbauan emosional. Imbauan rasional adalah imbauan didasarkan pada asumsi pokok tentang manusia sebagai makluk berfikir. Manusia sebagai pribadi rasional selalu mendasarkan setiap tindakannya pada pertimbangan logika. Imbauan emosional artinya pendekatan komunikasi lebih diarahkan pada sentuhan-sentuhan afeksi, seperti marah, suka, benci, dan lain-lain. (2) Imbauan takut dan ganjaran. Imbauan takut digunakan bila komunikator 86 menghendaki timbulnya kecemasan khalayak dalam menyampaikan pesan. Imbauan ini efektif dalam kadar yang moderat, sedangkan kadar takut yang rendah dan tinggi cenderung tidak berhasil. Imbauan ganjaran diberikan dengan pendekatan keuntungan yang diperoleh bila khalayak mengikuti perilaku tertentu. Jenis imbauan ini menggunakan asumsi bahwa makhluk hidup akan mempertahankan perilaku tertentu bila perilaku itu memberikan keuntungan. (3) Imbauan motivasional didasarkan pada jenis-jenis kebutuhan yang harus dipenuhi manusia. Kebutuhan tersebut menjadi potensi yang dapat digunakan untuk meningkatkan efektifitas persuasif. Menurut piramida Maslow, kebutuhan manusia dapat disusun berdasarkan urutan prioritas pemenuhan. Prioritas kebutuhan tersebut adalah : kebutuhan dasar, kebutuhan keamanan, kebutuhan untuk berorganisasi atau berkelompok, kebutuhan akan cinta dan penghargaan, kebutuhan untuk aktualisasi diri. Pengembangan strategi penyusunan pesan dalam perencanaan pesan dan media komunikasi perlu mempertimbangkan kode pesan, isi pesan dan perlakuan pesan. Menurut Sugiana dan Syam (2007) pengkodean pesan menyangkut pengkodean pesan verbal maupun pesan non verbal. Pengkodean pesan berarti menuangkan gagasan oleh sumber ke dalam lambang-lambang yang berarti agar ditafsirkan sama oleh penerima sehingga menghasilkan efek perilaku yang sesuai dengan yang diharapkan. Pengkodean pesan harus didasarkan pada kondisi khalayak sasaran yang dituju. Isi pesan adalah materi atau bahan yang dipilih oleh sumber (komunikator) untuk menyatakan maksudnya. Isi pesan yang disampaikan meliputi informasi-informasi yang disampaikan, kesimpulan-kesimpulan yang diambil, dan pertimbangan-pertimbangan yang diusulkan. Komunikator harus mempertimbangkan jenis komunikasi yang akan dilakukan. Jenis komunikasi informatif, isi pesan harus singkat dan dan jelas, menggunakan istilah-istilah yang sederhana, menggunakan data konkret, dan memasukkan bahan-bahan yang menarik perhatian. Untuk jenis komunikasi persuasif menurut Wayne N. Thompson (Rakhmat, 2004), isi pesan harus mengandung unsur-unsur: menarik perhatian (berupa humor, ramalan, dan lain-lain), dan menyentuh atau menggerakkan, yaitu pesan-pesan yang mempunyai pengaruh psikologis. Berdasarkan penjelasan di atas, menyusun isi pesan dalam sebuah komunikasi harus mempertimbangkan khalayak sasaran sebagai patokan yang harus diutamakan jika komunikator ingin menentukan isi pesan yang akan disampaikan. Jika BMT akan menyampaikan pesan, maka ia harus mempertimbangkan bagaimana karakteristik si petani sebagai komunikannya. Struktur 87 pesan yang disampaikan akan mengandung imbaian yang motivasional, yaitu agar petani memiliki motivasi agar bisa berubah untuk kesejahteran kehidupannya. Sistematika penyusunan pesan haruslah diperhatikan oleh pihak komunikator dan komunikasn. Sugiana dan Syam (2007) menyatakan hasil-hasil temuan penelitian menunjukkan bahwa penyajian pesan yang tersusun lebih efektif daripada penyajian pesan yang tidak tersusun. Sistematika penyusunan pesan, disebut dengan istilah urutan bermotif (motivated sequence) dalam akronim yang terkenal yaitu ANSVA: (1) Attention (Perhatian). Tahap membangkitkan perhatian khalayak terhadap ide, gagasan, atau program yang ditawarkan. Tahap ini sangat berpengaruh terhadap proses-proses komunikasi selanjutnya. Seorang ahli komunikasi, khususnya ahli dalam perencanaan pesan dan media komunikasi, pembuat kampanye, lembaga keuangan mikro syariah harus mampu merumuskan bentuk, gaya, dan imbauan pesan yang dapat menarik perhatian khalayak, sehingga dapat dibuat pesan yang sifatnya menyentuh situasi dan kondisi khalayak. (2) Need (Kebutuhan). Pembangkitan rasa kebutuhan khalayak akan gagasan atau program yang ditawarkan tergantung pada tujuan komunikasi dari komunikator. Komunikasi yang diharapkan komunikator berupa komunikasi persuasif yang ditujukan untuk menimbulkan perubahan. Pada tahap membangkitkan kebutuhan, komunikator harus dapat membangkitkan rasa ketidakpuasan khalayak pada keadaan. (3) Satisfaction (Pemuasan). Tahap ini berisi penawaran jalan keluar atau jalan pemecahan masalah dan pemenuhan kebutuhan yang dirasakan khalayak. Pada tahap ini komunikator berusaha agar khalayak memahami dan menyetujui gagasan program yang ditawarkan. (4) Visualization (Visualisasi). Tahap ini adalah tahapan memproyeksikan gagasan atau program yang ditawarkan perusahaan atau lembaga ke masa yang akan datang. Pada tahap ini, komunikator mengajak khalayak untuk berfikir ke masa depan tentang untung dan ruginya bila program yang ditawarkan itu diterima atau ditolak. Tujuan dari lembaga agar programnya disetujui dan dilaksanakan, maka hal-hal yang menguntungkan bila gagasan diterima harus lebih ditonjolkan, begitu pula hal-hal yang merugikan bila menolak gagasan dari program tersebut. (5) Action (Tindakan). Tahapan tindakan biasanya dilakukan dalam komunikasi atau pidato yang bersifat persuasif. Fungsinya untuk merumuskan tahapan visualisasi dalam bentuk sikap dan keyakinan tertentu atau tindakan nyata. Tahap ini tidak boleh terlalu panjang. Ketika BMT menyusun suatu pesan terutama kepada para petani perlu diperhatikan agar pesan dapat menarik. Model sistematika penyusunan pesan di atas, maka komunikator dalam 88 menyusun pesan akan lebih terarah dan lebih sistematis. Pada komunikasi yang dapat dipercaya maka yang menjadi permasalahan adalah bagaimana menyampaikan pesan atau informasi yang dapat dipercaya kepada para petani. Komunikator memerlukan strategi pesan dalam mengkomunikasikan informasi tersebut. Para petani yang biasanya mempercayai patron klien-nya akan merasa sulit untuk menerima adanya lembaga keuangan baru untuk memperoleh kredit. BMT juga memiliki sikap kehati-hatian (prudential) untuk menyalurkan kredit kepada sektor pertanian yang memiliki resiko yang tinggi. BMT harus mengkomunikasikan pesan yang dapat dipercaya untuk membangun kepercayaan. Proses yang harus dilakukan salah satunya dengan menciptakan pembelajaran bagi publik. Proses ini seperti yang dikatakan Freire (2000) dengan melakukan penyadaran kepada masyarakat petani. Menurut Freire penyadaran (conscientyzation) adalah belajar memahami kontradiksi sosial, politik dan ekonomi serta mengambil tindakan untuk melawan unsur-unsur yang menindas dari realitas tersebut. Freire (2000) berpendapat pendidikan semestinya menjadi jalan pembebasan. Artinya, melalui pendidikan akan ada pelajaran dan nilai-nilai bagi kepentingan hidup masyarakat, yaitu menuju masyarakat yang sejahtera. Teori penyadaran yang dicetuskan oleh Paulo Freire (2000) dibagi tiga, yaitu : (1) Pedagogi dialogis (pendidikan menggunakan metode dialog untuk membicarakan bersama sama banyak masalah aktual guna dicarikan jalan keluarnya, kemudian hasilnya diterapkan untuk mencapai kesejahteraan hidup); (2) Pedagogi Problematis (mendidik orang untuk tidak menelan begitu saja apa yang diberikan dan tidak menghapal secara mekanis semua informasi dari atas); (3) Pedagogi politik (melalui jalur politik formal diperjuangkan tujuan pendidikan, partisipasi politik rakyat dan anak didik, hak-hak asasi insani, kebebasan manusia dan pendidikan yang bebas). BMT setidaknya melakukan proses penyadaran melalui pendidikan atau pembelajaran bagi masyarakat petani sehingga mereka akan sadar bahwa dengan memanfaatkan dan mempercayai pembiayaan melalui BMT maka kesejahteraan masyarakat akan terwujud. Hal ini harus melibatkan interaksi yang memasukan publik sebagai pasangan, dan ini salah satu cara untuk membangun kepercayaan. Kepercayaan komunitas, masalah-masalah yang akan muncul besok akan dapat dipecahkan hari ini. Kepercayaan memainkan peranan penting dalam proses pengambilan keputusan dan tingkat kepatuhan pada penerima pesan, sebagai individu lebih menyukai untuk mengikuti instruksi yang diberikan oleh orang yang mereka percayai. Ketika 89 publik memiliki pengetahuan yang rendah mengenai resiko, kepercayaan memainkan bagian yang penting pada persepsi publik mengenai rumitnya resiko tersebut (Wray, et all, 2006). Mulyana (2007) menjelaskan ada faktor-faktor yang harus diperhatikan ketika mengkomunikasikan informasi yang beresiko, yaitu : (1) Karakteristik Khalayak : Komunitas (kondisi masyarakat lokal; sikap yang ditunjukan oleh masyarakat lokal, dan negara; identitas dan persepsi masyarakat lokal; sikap yang ditunjukan oleh organisasi yang bertanggung jawab pada resiko) dan individu (latar belakang pengalaman individu mengenai topik dan si sumber; Tingkat pengetahuan mengenai topik; kesehatan individu dan keluarganya); (2) Karakteristik Pesan : karakteristik si pemberi pesan (negara, teman, tetangga, aktivis, media); perbedaan perspektif dan situasi pemberi pesan; pemberi pesan harus dapat berkomunikasi secara efektif; Pesannya kompleks atau tidak; informasinya dapat menimbulkan konflik/tidak; pesan beresikonya memiliki tujuan/tidak. Komunikasi dan pemimpin dapat kita lihat dari bagaimana gaya kepemimpinan seseorang. Menurut Blake dan Mounton (Mulyana, 2007) ada lima gaya kepemimpinan yang semula disebut kisi manajerial (Manajerial Grid) tapi kini disebut kisi kepemimpinan, gaya kepemimpinan tersebut antara lain: (1) Gaya pengalah (Improverished style) yaitu gaya yang ditandai oleh kurangnya perhatian terhadap produksi. (2) Gaya pemimpin pertengahan (Middle of the road style) yaitu gaya yang ditandai oleh perhatian yang seimbang antara produksi dan manusia; (3) Gaya tim (Team style) yaitu gaya yang ditandai oleh perhatian yang tinggi terhadap tugas dan manusia; (4) Gaya santai (Country club style) yaitu gaya yang ditandai oleh rendahnya perhatian terhadap tugas dan perhatian tinggi terhadap manusia; (5) Gaya kerja (Task style) yaitu gaya yang ditandai oleh perhatian yang tinggi terhadap pelaksanaan kerja tetapi amat kurang memperhatikan manusianya. Pace & Faules (2005) menjelaskan mengenai gaya komunikasi terkait dengan iklim komunikasi yang merupakan suatu persepsi dari anggota organisasi terhadap proses penyampaian pesan maupun informasi yang terjadi di dalam organisasi. Serta persepsi yang terkait dengan berbagai hal mengenai pesan di dalam organisasi. Untuk membentuk iklim komunikasi yang baik di dalam organisasi, hendaknya setiap anggota mampu menyampaikan pesan dan mampu diterima dengan baik pula oleh anggota lainnya. Redding proposed that communication climate consists of five factors: 90 1. Supportiveness. Subordinates perceive that their communication relationship with their superior helps them build and maintain a sense of personal worth and importance. 2. Participative decision making. A generalized complex of attitudes that characterize a climate where employees are free to communicate upward with a true sense of influence. 3. Trust, confidence,credibility. The extent to which message sources and/or communication events are judge believable. 4. Opennes and candor. Whatever the relationship (e.g., superior-subordinate, peer-peer, etc.), there is openness and candor in message ”telling” and ”listening.” 5. Emphasis on high performance goals. Degree to which performance goals are clearly communicated to an organization’s members. (Goldhaber,1993) Ada beberapa faktor yang melekat pada iklim komunikasi, dan gaya kepemimpinan. Pada faktor daya dukung, mengarah pada bentuk dukungan pimpinan kepada bawahannya. Seperti mendukung setiap kegiatan bawahannya, melakukan komunikasi langsung, sehingga terkesan tidak ada jarak antara pimpinan dengan bawahan. Faktor partisipasi dalam mengambil keputusan, bawahan diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat. Sehingga kerap terjadi diskusi antar pimpinan bawahannya, serta segala keputusan diputuskan bersama-sama. Faktor berikutnya, yaitu kepercayaan, percaya diri dan kredibilitas, informasi yang berlangsung di dalam perusahaan dapat dipercaya. Selain itu, terdapat suatu optimisme atau kepercayaan diri dari bawahan atas potensi yang dimilikinya, juga meliputi kepercayaan atas kredibilitas pimpinan dan rekan kerja. Pada faktor keterbukaan dan keterusterangan, pada setiap komunikasi yang berlangsung, baik komunikasi menurun, menaik, serta horizontal, terdapat keterbukaan dan keterusterangan, tidak terdapat kesan menutup diri. Sehingga antara bawahan dengan pimpinannya dan rekan kerjanya akan saling mengenal satu sama lain. Pada faktor tujuan performa tinggi, bawahan diharapkan mengetahui tujuan serta target kerja yang harus dicapai, dan cara mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut dilakukan dengan cara berkomunikasi melalui penugasan, pendampingan, pelatihan serta diskusi antar anggota dalam kelompok tani. Individu yang memiliki ketrampilan komunikasi antarpersona yang baik seperti yang dikemukakan oleh Cole (2005) harus memiliki ciri-ciri : (1) komunikasi yang jelas. Gagasan cemerlang dan instruksi-instruksi penting dari seorang manajer menjadi percuma kalau tidak dipahami orang lain. Sementara itu lebih dari 75 persen waktu para manajer dialokasikan untuk berkomunikasi dengan orang lain; (2) Asertif dan empati. Manajer bekerja dengan dan atau 91 melalui orang lain. Setiap pernyataannya harus mudah dipahami dan dimengerti orang lain seperti juga dia mampu melihat sesuatu dari pikiran atau pandangan orang lain tersebut; (3) Integritas. Ciri-ciri orang yang memiliki kemampuan dalam komunikasi antarpersona biasanya bekerja dengan jujur dan menghargai orang lain, yang berpegang pada etika, dan system nilai. Satunya kata dengan perbuatan, menghindari kecurangan dan membangun kejujuran. “Say what they mean and mean what they say.” (4) mendorong dan memotivasi. Kemampuan manajer dalam mendorong dan memotivasi serta meningkatkan spirit orang lain dalam mencapai hasil terbaik adalah asset yang tinggi nilainya; (5) Respek pada orang lain. Manajer yang efektif adalah seseorang yang selalu menghormati orang lain dalam hal perasaan, gagasan, aspirasi, dan kontribusi untuk organisasi dan luar organisasi; (6) Mampu sebagai anggota tim dan bekerjasama secara efektif. Manajer efektif adalah seseorang yang mampu bekerja sama dengan orang lain secara kooperatif di dalam organisasi (manajer lainnya, tim kerja dan departemen lainnya) dan luar organisasi (publik, pemasok,kontraktor, pekerja musiman dan pelanggan). Bahasa sebagai Alat Komunikasi Bahasa Sunda Ieke (2000) dalam disertasinya menyatakan dalam pandangan antropologi-budaya, “Suku Sunda adalah orang-orang yang secara turun temurun menggunakan bahasa ibu bahasa Sunda serta dialeknya dalam kehidupan sehari-hari, dan berasal serta bertempat tinggal di daerah Jawa Barat, daerah yang juga disebut Tanah Pasundan atau Tatar Sunda.” Faktor bahasa yang dipergunakan dari generasi ke generasi, dalam pergaulan atau interaksi sehari-hari merupakan salah satu ciri khas budaya suku Sunda. Bahasa Sunda diakui sebagai bahasa ibu (basa indung). Bahasa Sunda digunakan sebagai bahasa keseharian yang digunakan di lingkungan rumah. Bahasa Sunda pun digunakan dalam bahasa pergaulan. Bahasa Sunda mengenal adanya tingkatan bahasa yang terbagi dalam beberapa tingkatan bahasa kasar, sedeng, lemes dan ilahar (umum atau biasa). Penggunaan bahasa Sunda ini akan mencerminkan stratifikasi sosial sekaligus mengatur adab pergaulan termasuk berperilaku. Berbicara dengan para orang tua sebaiknya menggunakan bahasa Sunda lemes yang menunjukkan penghormatan. Tidak demikian bila berbicara dengan adik, atau teman sepermainan, sebaiknya menggunakan bahasa Sunda sedeng. 92 Bahasa Jawa Bahasa Jawa sebagai produk pasyarakat Jawa mencerminkan budaya Jawa. Pranowo (2002) dalam tesisnya menjelaskan mengenai bahasa ini. Sifat dan perilaku budaya masyarakat Jawa akan dapat dilihat melalui bahasa dan komunikasinya. Ungkapan Adoh tanpa wangenan, cedhak dhatan senggolan. Artinya : jika seseorang tidak percaya akan adanya Tuhan, keberadaan Tuhan tidak dapat dibayangkan karena begitu abstrak (adoh tanpa wangenan). Sebaliknya, jika seseorang percaya akan adanya Tuhan, meskipun tidak dapat bersentuhan secara fisik tetapi dapat dirasakan keberadaannya setiap saat (cedhak dhatan senggolan). Semua itu didasari oleh semangat ingin mendekatkan diri dengan Tuhan sebagai cita-cita orang Jawa yang diaktualisasikan melalui ungkapan manunggaling kawula gusti, yaitu bersatunya jagat cilik dengan jagat gedhe atau dalam agama Islam dikenal dengan istilah hablul minnanas, hablul minnalloh. Etnis Jawa menyebutnya hubungan dengan Tuhan digambarkan sebagai cedhak dhatan senggolan adoh tanpa wangenan (dekat tidak bersentuhan, jauh tidak terbatas). Sifat ingin hidup rukun dengan sesama merupakan obsesi setiap orang. Obsesi itu diwujudkan dalam berbagai cara, misalnya selalu menghindari konflik secara terbuka. Jika menyampaikan kritik menggunakan bentuk kritik tidak langsung yang disebut teknik komunikasi indirection (secara tidak langsung) berupa sasmita (isyarat), guyonan parikena, ngono yo ngono mning ojo ngono, dsb. Bentuk komunikasi tidak langsung secara verbal lainnya, misalnya : Gawehane mburi mau rak during rampung ta, kana rampungna dhisik (verbal ini tidak dimaksudkan untuk memerintah agar menyelesaikan pekerjaan, tetapi perintah tidak langsung agar si pendengar pergi meninggalkan tempat komunikasi karena ada sesuatu yang ingin dibicarakan dengan pendengar lainnya namun tidak boleh di dengar oleh pendengar. Ungkapan ngono yo ngono ning ojo nono (berbuat apapun boleh asal tidak kelewatan) merupakan criteria pembatas agar harapan ingin menghindari konflik terbuka dan hidup rukun dapat terwujud. Selain itu, sasmita atau guyon parikena merupakan bentuk komunikasi tidak langsung tetapi jika pendengar juga tanggap ing sasmita dan merasa terus menerus dipojokan oleh orang lain, mereka dapat marah dan akan terjadi konflik terbuka yang dapat menyebabkan ketidakrukunan. Agar sifat tanggap ing sasmita, ngerti ing semu dapat dimiliki oleh orang Jawa, sifat itu dijadikan salah satu kriteria kecerdasan orang. Orang yang cerdas adalah orang yang selalu ngerti ing semu dan tanggap ing sasmita. 93 Perilaku Kredit Petani Permodalan merupakan salah satu faktor produksi penting dalam usaha pertanian. Namun dalam operasional usahanya tidak semua petani memiliki modal yang cukup. Aksesibilitas petani terhadap sumber-sumber permodalan masih sangat terbatas, terutama bagi petani-petani yang menguasai lahan sempit yang merupakan komunitas terbesar dari masyarakat pedesaan. Tidak jarang ditemui bahwa kekurangan biaya merupakan kendala yang menjadi penghambat bagi petani dalam mengelola dan mengembangkan usaha taninya. Tipologi petani yang sebagian besar merupakan petani kecil dengan penguasaan lahan yang sempit sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan pemupukan modal untuk investasi teknologi baru seperti yang dikatakan Hastuti dan Supandi (2007) kredit berperan sebagai pelancar pembangunan pertanian antara lain : (1) membantu petani kecil dalam mengisi keterbatasan modal dengan bunga yang relatif ringan, (2) mengurangi ketergantungan petani dengan pedagang perantara dan pelepas uang, dengan demikian berperan dalam memperbaiki struktur dari pola pemasaran hasil tani, (3) Mekanisme transfer pendapatan diantara masyarakat untuk mendorong pemerataan, (4) Insentif bagi petani untuk meningkatkan produksi usaha tani. Melihat dari karakteristik petani lokal (Hidayaturrahman, 2000:75), maka dapat dikatakan petani disamping usaha pertaniannya untuk subsistensi artinya untuk kebutuhan kelangsungan hidup keluarga juga melakukan usaha pertanian untuk dapat dijual di pasar. Ciri petani lokal masih bersifat subsistensi artinya dengan moral ekonomi sebagai dasar tindakannya adalah dalam pola pengerjaan pertanian mengandalkan kepada kelompok untuk dapat mengatasi persoalan biaya produksi masih dilakukan petani lokal ataupun penggunaan lembaga lokal yang masih tradisional yaitu “panggawa” dalam melakukan usaha pertaniannya. Tradisi “Ncoru” yaitu gotong royong beberapa petani yang membentuk kelompok kecil dalam pengerjaan lahan, penanaman secara bergiliran sehingga lahan semua anggota terselesaikan masih menjadi praktek dalam pola pertanian lokal. Scott (1981) mengatakan legitimasi relatif sistem-sistem pemilikan tanah yang mencakup jaminan-jaminan subsistensi tampaknya bersumber pada kenyataan bahwa kebutuhan-kebutuhan penggarap dianggap sebagai tuntutan yang sah yang pertama atas hasil panen. Istilah ‘patron’ dan ‘patronage’ dalam penggunaannya yang klasik dapat diterapkan, karena pada tingkat terakhir tata hubungan itu difokuskan pada tanggungjawab pemilik tanah terhadap penyewa dan keluarganya sebagai konsumen dan bukan pada satu transaksi ekonomis yang impersonal. Pihak 94 yang mendapat manfaat dari pengaturan itu seringkali bukan sekedar sebagai penyewa, biasanya merupakan seorang ‘klien’ yang terikat pada tuan tanahnya oleh rasa hormat pribadi dan rasa berhutang budi. Unsur-unsur dari ikatan patron-klien nampak nyata dalam kebanyakan sistem sewa yang tradisional di Asia Tenggara, akan tetapi mungkin paling jelas tercermin pada sistem hacienda pada akhir abad ke 19 di Filipina. Hidayaturrahman (2000) menyatakan bahwa pernyataan Scott mengenai moral petani berlebihan karena dalam kehidupan suasana pedesaan yang kental dengan sifat kekeluargaan, saling membantu dalam kehidupan petani adalah kondisi realistis yang selalu ada dalam masyarakat tetapi bukan berarti mereka tidak dapat berbuat apaapa terhadap kebijakan di bidang pertanian yang tidak memihak kepadanya. Petani lokal adalah seorang rasional yang mampu memproses informasi untuk kepentingan usaha pertaniannya. Sementara pandangan Popkin bahwa petani tradisional secara individual bersifat rasional juga tidak memadai untuk melihat kondisi petani lokal. Artinya, serasional apapun petani lokal dalam membuat keputusan berhubungan dengan pengelolaan pertaniannya, tidak akan terlepas dari sifat kekeluargaan yang begitu kental hidup di masyarakat pedesaan dan penggunaan perangkat tradisional “panggawa” dalam melakukan aktivitas pertaniannya. Aktivitas masyarakat pedesaan yang menjual hasil pertanian atau aktivitas lain di luar pertanian untuk mendapatkan uang kontan telah menjadi hal yang wajar terlebih lagi dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian desa telah mengakibatkan hancurnya pola lehidupan kekeluargaan. Karakteristik sektor pertanian yang beresiko tinggi diduga kuat menjadi penyebab rendahnya minat lembaga pembiayaan untuk mendanai sektor pertanian ini. Pembiayaan sektor pertanian di wilayah pedesaan ini menurut Nurmanaf (2007) terdapat dua jenis pasar kredit atau pasar pembiayaan, yaitu pasar pembiayaan formal dan informal. Lembaga formal yang ditugaskan menyalurkan dana tersebut antara lain bank-bank pemerintah dan swasta. Sedangkan lembaga informal yang melaksanakan penyaluran kredit adalah pihak swasta atau lembaga yang berasal dari lingkungan petani itu sendiri. Lembaga-lembaga informal yang turut berperan antara lain pedagang input pertanian, pedagang hasil-hasil pertanian dan juga para pedagang yang berfungsi kedua-duanya, yaitu pedagang input dan output. Menurut kebiasaan atau dari segi perilaku dan pola sikap masyarakat petani, mempunyai hutang bukanlah merupakan sesuatu yang memalukan, bahkan berhutang untuk memenuhi keperluan pembiayaan usaha tani sudah merupakan hal yang biasa dilakukan. 95 Menurut Nurmanaf (2007) sumber pembiayaan lembaga formal menjadi pilihan dan dekat dengan masyarakat adalah bank pemerintah khususnya BRI, Mandiri, BNI, BPD melalui BPR dan BKK dan lain-lain dapat diakses masyarakat. Sementara kredit mikro informal disalurkan melalui pihak swasta sebagai pelepas uang seperti bank plecit/kangkung di NTB dan Bank Tuyul di Jawa Tengah. Pemerintah sendiri sebenarnya telah menyadari pentingnya penguatan modal untuk sektor pertanian ini. Pemerintah telah banyak meluncurkan kredit program untuk sektor pertanian, seperti kredit Bimas, Inmas, Kredit Usaha Tani (KUT), serta Kredit Ketahanan Pangan (KKP). Namun tampaknya kredit program tersebut masih belum cukup optimal dalam memberdayakan petani yang ditunjukan oleh masih lemahnya kemampuan petani dalam permodalan. Lembaga Keuangan Mikro Syariah Pembiayaan konvensional dan pembiayaan syariah memiliki perbedaan yang mendasar yaitu pada cara dan proses memperoleh hasil, dimana pada pembiayaan konvensional perolehan hasil dihitung berdasar suku bunga (interest) pinjaman sedangkan perolehan hasil pada pembiayaan syariah berdasarkan prinsip bagi hasil dan bagi resiko (profit and loss sharing). Akibat perbedaan mekanisme perhitungan perolehan hasil ini maka pada pembiayaan syariah mengandung ketidak pastian yang lebih tinggi karena tergantung dari laba usaha yang diperoleh, sedangkan nilai hasil pembiayaan konvensional lebih pasti karena dihitung dari pokok pinjaman. Pada pembiayaan syariah bila usaha mengalami kerugian, maka nilai kerugian dibagi berdasar nisbah bagi resikonya. Sedangkan pada lembaga pembiayaan konvensional resiko ditanggulangi atas dasar jaminan (collateral) yang dimiliki pengusaha. Akibat perbedaan mekanisme perhitungan perolehan usaha ini menghasilkan perbedaan lainnya antara lembaga pembiayaan syariah dengan konvensional yang secara ringkas pada Tabel 2.2. Tabel 2.2. Perbedaan Lembaga Keuangan Konvensional dan Syariah Perhitungan perolehan usaha Cara penghitungan persentase perolehan Lembaga Keuangan Konvensional ï‚· Berdasarkan suku bunga pinjaman ï‚· Berdasar negosiasi antara lembaga pembiayaan dengan pengusaha Lembaga Keuangan Syariah ï‚· Berdasakan prinsip bagi hasil dan resiko ï‚· Tergantung pada persentase komponen penyertaan yang digabungkan dengan bobot resikonya 96 Lanjutan Nilai Hasil Usaha Perhitungan hasil Bagi resiko Orientase Tujuan Lembaga Keuangan Konvensional ï‚· Pasti dan tertentu berdasarkan besar investasi ï‚· Suku Bunga x besar pinjaman ï‚· Tidak ada resiko baik usaha untung atau rugi ï‚· Profit oriented ï‚· Kurang memperhatikan prinsip halalan thoyyibah Diolah dari Syafii Antonio (2001) Prinsip Investasi Lembaga Keuangan Syariah ï‚· Tidak pasti dan tidak tentu tergantung dari laba usaha ï‚· Nisbah Bagi Hasil x Laba Usaha ï‚· Ada resiko bila usaha rugi ï‚· Profit dan falah (Mencari kebahagiaan di dunia akhirat) ï‚· Mengutamakan usaha halalan thoyyibah Perbedaan kedua lembaga tersebut yang memperjelas bahwa lembaga keuangan syariah harus memenuhi prinsip syariah (syariah compliance). Syafii Antonio (2001) menjelaskan mengenai perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional diuraikan secara singkat dalam Tabel 2.3. Tabel 2.3. Perbedaan antara bank syariah dengan bank konvensional BANK ISLAM Melakukan investasi yang halal saja Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli atau sewa Profit dan falah oriented Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan Penghimpun dan penyaluran dana harus sesuai fatwa Dewan Pengawasan Syariah BANK KONVENSIONAL Investasi yang halal dan haram Memakai perangkat bunga Profit oriented Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan debitor-kreditor Tidak terdapat pengawas sejenis Diolah dari Syafii Antonio (2001) Operasionalisasi antara lembaga keuangan konvensional dan lembaga keuangan syariah sangatlah berbeda terutama dalam prinsip syariahnya yang mengharamkan riba dan bunga. Orientasi keuntungan pada lembaga keuangan syariah berdasarkan bagi hasil. Pembiayaan kepada pengusaha mikro selama ini selalu mengalami kendala outstanding pembiayaan yang kecil yang biaya operasional pembiayaannya menjadi tinggi membuat pihak perbankan tidak mau memberikan pembiayaan. Selain itu dari segi persyaratan perbankan, bankable atau secara 97 teknis mengharuskan adanya jaminan liquid dan lain-lain yang tidak dimiliki oleh sektor usaha mikro dan kecil terutama para petani. Mengatasi kendala-kendala tersebut ada keinginan dan aspirasi untuk menghadirkan wadah baru bernama : Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) (Hafiduddin, 2008) Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) Baitul Mal wat Tamwil (BMT) adalah Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang merupakan badan usaha syariah kepanjangan tangan dari BPRS, yang berdiri di daerah-daerah yang lebih spesifik, misalnya perdesaan. BMT adalah Baitul Maal wat Tamwil, gerakan swadaya masyarakat dibidang ekonomi yang sejak kehadirannya fokus untuk melayani kebutuhan finansial Usaha Menengah dan Kecil (UMK). Istilah BMT berasal dari dua suku kata yaitu Baitul Maal dan Baitut Tamwil. Istilah baitul mal berasal dari kata bait dan al-mal. Bait artinya bangunan atau rumah, sedangkan al-mal berarti harta benda dan kekayaan. Secara harfiah, baitul mal berarti rumah kekayaan. Kata baitulmal biasa diartikan sebagai perbendaharaan (umum atau negara). Adapun baitul tamwil dari akar yang sama, bait artinya rumah, dan tamwil yang artinya pengumpulan harta. Kata tersebut bisa diartikan sebagai rumah pengumpulan harta atau dapat diidentikkan dengan bank pada zaman modern ini. Menurut Soemitra (2009) BMT sesuai namanya terdiri dari dua fungsi utama, yaitu : (1) Baitul Tamwil (rumah pengembangan harta), melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonomi. (2) Baitul Maal (rumah harta), menerima titipan dana zakat, infak dan sedekah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya. Baitul Maal didirikan pertama kali pada jaman Khalifa Umar Bin Khatab. Pada masa ini pendapatan baitul maal yang berasal dari kharaj, zakat, khums dan jizya dan disalurkan untuk pengembangan ekonomi serta peningkatan partisipasi kerja dan produksi. Bahkan secara tidak langsung berfungsi sebagai pelaksana kebijakan fiskal Negara Islam dan Khalifah adalah berkuasa penuh atas dana tersebut tetapi tidak diperbolehkan menggunakannya untuk pengeluaran pribadi. BMT berfungsi sebagai pengemban amanah, serupa dengan amil zakat, menyalurkan bantuan dana secara langsung kepada pihak yang berhak dan membutuhkan. Sumber dana 98 kebanyakan berasal dari zakat, infaq dan sedekah, serta dari bagian laba BMT yang disisihkan untuk tujuan ini. Adapun bentuk penyaluran dana atau bantuan yang diberikan beragam. Ada yang murni bersifat hibah, dan ada pula yang merupakan pinjaman bergulir tanpa dibebani biaya dalam pengembaliannya. Dana yang bersifat hibah sering berupa bantuan langsung untuk kebutuhan hidup yang mendesak atau darurat, serta diperuntukan bagi mereka yang memang sangat membutuhkan, di antaranya: bantuan untuk kesehatan, biaya sekolah, sumbangan korban bencana, dan lain-lainnya yang serupa. Sejak tahun 1992 BMT lahir atas respon adanya kemiskinan dan pengangguran serta kurangnya permodalan dan pendampingan terhadap para pengusaha mikro dan kecil. BMT yang sebagian besar berbadan hukum koperasi mampu mengatasi kendala-kendala yang dimiliki lembaga keuangan formal seperti bank. BMT ini jugalah yang telah banyak menyelamatkan banyak usaha mikro dan kecil dari cengkeraman lintah darat. Kedudukan BMT dalam struktur keuangan mikro di Indonesia merupakan lembaga keuangan mikro non bank non formal. Terkadang dalam mengoptimalisasi pembiayaan bagi sektor UMK oleh BMT justru terkendala oleh kesulitan likuiditas. Apabila konsumen petani memenuhi kebutuhannya untuk mendapatkan manfaat dengan memperhatikan faktor kehalalan produk dan niat ibadah/kebaikan maka akan mendapatkan keberkahan. Manfaat di dunia dan keberkahan di akhirat akan mewujudkan mashlahah. Apabila manusia melakukan kegiatan konsumsinya terhadap hal-hal yang sia-sia ataupun merugikan maka akan mendapatkan mudharat. Mashlahah yang didapat berupa : manfaat material, manfaat fisik dan psikis, manfaat intelektual, manfaat terhadap lingkungan, dan manfaat jangka panjang. Seorang petani akan memutuskan mengkonsumsi sesuatu barang atau jasa dari BMT dan berinteraksi dengannya dengan tujuan untuk mendapatkan maslahah. Mashlahah artinya Manfaat, lebih tepatnya mashlahah al-‘ibab, yaitu kemanfaatan bagi kehidupan manusia untuk mencapai kehidupan yang baik (hayyah thayyibah) dan kemuliaan (falah) dalam bingkai nilai-nilai keislaman. Mashlahah al-‘ibab adalah tujuan utama dari syariah Islam. Mashlahah juga menjadi tujuan dari konsumsi Islami, yang dibedakan dengan utility. Seperti dijelaskan Gambar 2.6. 99 Kebutuhan Materi Kebutuhan fisik-psikis Kebutuhan Intelektual Kebutuhan Sosial Kebutuhan generasi yad Kehalalan Produk Niat Ibadah/kebaikan Pemenuhan Kebutuhan Berkah Manfaat Mashlahah Mudharat Pemenuhan Keinginan Hal yang sia-sia Hal yg merugikan Gambar 2.6. kerangka perilaku konsumen mendapatkan mashlahah dan berkah (sumber dari P3EI UII Yogyakarta, 2008). Petani menggunakan produk pembiayaan mikro syariah yang berasal dari BMT maka akan memperhatikan beberapa hal di atas apakah produknya halal dan berniat untuk ibadah maka apabila memanfaatkan jasa BMT tersebut maka ia akan mendapatkan manfaat dan keberkahan. Sebelum petani menggunakan produk pembiayaan dan jasa BMT lainnya akan memperhatikan lembaga tersebut melalui saluran-saluran komunikasi dan akan mempersepsikannya sebelum menilai apakah lembaga tersebut layak dipergunakan atau tidak. Para pelaku BMT menurut Hafiduddin dan Syukur (2008) menginginkan sebuah skema yang mudah dan murah dalam memperoleh pendanaan dengan tetap memperhatikan keamanan dan tetap menjalankan syariah. BMT Centre didirikan sebagai sebuah wadah yang mendorong penguatan BMT, meminimalisir resiko pembiayaan dan sekaligus menopang instrumen regulasi internal pada BMT-BMT yang menerima pembiayaan. BMT Centre diantaranya melakukan : (1) Capacity Building, yaitu upaya membangun, menyehatkan dan meningkatkan kapasitas kelembagaan yang dilakukan melalui pelatihan, pendampingan dan bentuk jasa manajemen lainnya; (2) Menyusun dan menerbitkan beberapa pedoman operasional; (3) Advokasi dan konsultasi; (4) Rating Agency; (5) Memonitoring Agency dan supervisi; dan (6) Pusat Operasi, yaitu penyedia informasi lain yang diperlukan mengenai BMT dan lainnya. 100 Pembiayaan yang biasanya berada di bidang pertanian terutama di pedesaan adalah koperasi, namun hal ini juga bisa dilihat perbedaannya dengan lembaga keuangan mikro syariah atau Baitul Maal wat Tamwil (BMT), sebagai berikut : Bentuk lembaga keuangan syarah ini memiliki banyak kesamaan dengan koperasi yang sekarang ini banyak beroperasi di daerah perdesaan. Para petani biasanya menggunakan koperasi yang sudah berdiri di daerahnya untuk mendapatkan pelayanan pembiayaan dalam memenuhi baik kebutuhan produksi pertanian maupun kebutuhan sehari-hari. Ditinjau dari segi jumlah penerima manfaat (beneficary-nya), BMT jauh lebih banyak, walaupun jumlah pembiayaan tiap unit usaha lebih kecil, namun penyaluran pembiayaan oleh BMT lebih mampu menyentuh pengusaha mikro sebagai unit usaha terkecil. Pengusaha mikro seperti ini memiliki jumlah unit usaha paling besar di Indonesia. Cara kerja dan perputaran dana BMT secara sederhana dapat dijelaskan pada Gambar 2.7. Penggalangan Dana Modal Dasar : ï‚· Simpanan Pokok/ khusus ï‚· Simpanan Pokok ï‚· Simpanan Wajib ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· Simpanan Sukarela Bagi Hasil Simp. Mudharabah biasa Simp. Pendidikan Simp. Haji/Umrah Simp.Kurban Simpanan Berjangka Operasional BMT SHU dibagikan SHU Bagi Hasi l Penyaluran Dana Mudharabah Bagi Hasi l Musyarakah Murabahah Margin BBA Kepemilikan barang angsuran Bonus Infak Qard al-Hasan Pinjaman Kebajikan Simp.Sukarela Titipan ï‚· Simp. Wadi’ah/ZIS ï‚· Simp. Wadiah Damamah Biaya Operasional Pool Pendapatan Gambar 2.7. Cara kerja dan perputaran Dana di BMT (Soemitra, 2009) Gambar 2.7 menunjukan bagaimana bergulirnya dana di BMT. Pada awalnya dana BMT diharapkan diperoleh dari para pendiri, berbentuk simpanan pokok khusus. Para pendiri, sebagai anggota biasa juga membayar simpanan pokok, simpanan wajib dan jika ada kemudahan simpanan sukarela. Dana dari modal pendiri ini dilakukan investasi untuk membiayai pelatihan pengelola, mempersiapkan kantor dengan peralatannya serta perangkat administrasi. Selama belum memiliki penghasilan yang memadai, modal perlu juga menalangi pengeluaran biaya harian yang diperhitungkan secara bulanan, biasa disebut dengan biaya operasional BMT. 101 Modal dapat juga berasal dari lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti yayasan, kas masjid, BAZ, LAZ, dan lain-lain. Para anggota menyimpan simpanan pokok, wajib dan sukarela yang akan mendapatkan bagi hasil dari keuntungan BMT. BMT harus memiliki pemasukan keuntungan dari hasil pembiayaan berbentuk modal kerja yang diberikan kepada para anggota, kelompok usaha anggota, petani, pedagang, dan sebagainya. Pengelola BMT harus menjemput bola dalam membina anggota pengguna dana BMT agar mendapatkan keuntungan yang cukup besar sehingga BMT akan mendapatkan keuntungan yang cukup besar pula. Pendapatan keuntungan BMT ini dipergunakan untuk menanggung biaya operasional dalam bentuk gaji pengelola dan karyawan, biaya listrik, telepon, air, peralatan komputer, biaya operasional lainnya dan membayar bagi hasil yang memadai para anggota penyimpan sukarela. BMT dapat menjalankan berbagai jenis usaha dalam operasionalnya. Adapun jenis-jenis usaha BMT berupa : (1) Simpanan dengan berasaskan akad Mudharabah dalam bentuk : simpanan biasa, pendidikan, haji/umrah, kurban, Idul fitri, Walimah, Akikah, perumahan (renovasi), kunjungan wisata, dan mudharabah berjangka (semacam deposito 1, 3, 6, 12 bulan). (2) Simpanan dengan berasaskan akad Wadi’ah (titipan tidak berbagi hasil), diantaranya : (a) simpanan yad-al-amanah : titipan dana zakat, infak, dan sedekah yang diberikan kepada yang berhak; (b) Simpanan yad-ad-damamah : giro yang sewaktu-waktu dapat diambil oleh penyimpan. (3) Pembiayaan/kredit usaha kecil bawah (mikro), diantaranya : (a) pembiayaan mudharabah : pembiayaan total dengan menggunakan mekanisme bagi hasil (b) pembiayaan musyarakah : pembiayaan bersama dengan mekanisme bagi hasil (c) pembiayaan murabahah : pemilikan suatu barang tertentu yang dibayar pada saat jatuh tempo (d) pembiayaan bay’ bi saman ajil : pemilikan suatu barang tertentu dengan mekanisme pembayaran cicilan. (e) pembiayaan Qard-al-hasan : pinjaman tanpa adanya tambahan pengembalian kecuali sebatas biaya administrasi. BMT dapat juga mengembangkan usahanya dibidang sektor riil, seperti kios telepon, kios benda pos, pembayaran listrik, telepon, memperkenalkan teknologi maju untuk peningkatan produktivitas hasil para anggota, mendorong tumbuhnya industri rumah tangga atau pengolahan hasil, mempersiapkan jaringan perdagangan atau pemasaran masukan dan hasil produksi. 102 Profesionalitas SDM BMT dapat diamati melalui Budaya BMT dan Pedoman Kerja (wewenang dan Tanggungjawab) Bagian dan posisi masing-masing SDM. Pinbuk (Mu’allim, 2006) merumuskan Budaya BMT sebagai berikut: Pedoman bagi setiap bidang yang ada di BMT, sebagaimana berikut: (1) Pedoman Dewan Pengurus : (a) Hubungan Organisasi Bertanggung Jawab pada Rapat Anggota BMT, (b) Membawahi Pengelola BMT, (c) Ringkasan Pekerjaan: mengawasi, mengevaluasi dan mengarahkan pelaksanaan pengelolaan BMT yang dijalankan oleh pengelola agar tetap mengikuti kebijaksanaan dan keputusan yang telah disetujui oleh rapat anggota. (2) Pedoman Kerja Manajer BMT : (a.) Hubungan Organisasi Bertanggung Jawab pada: Dewan Pengurus, (b.) Membawahi Bidang: Kasir/Teller, Pemasaran, dan Administrasi Pembukuan (AP), (c) Ringkasan Pekerjaan: memimpin jalannya BMT sesuai dengan tujuan dan kebijaksanaan umum yang telah digariskan Dewan Pengurus dan telah disetujui dalam rapat anggota guna mencapai tujuan BMT; (3.) Pedoman Kerja Kasir/Teller : (a.) Hubungan Organisasi Bertanggung Jawab pada Manajer, (b.) Membawahi Bidang. (c.) Ringkasan Pekerjaan seluruh aktifitas yang berhubungan dengan transaksi kas, mengatur dan bertanggung jawab atas pelaksanaan adm. dan laporan perincian kas setiap hari. (4.) Peralatan dan Perlengkapan Teller : (a.) Tempat pelayanan (loket atau cukup meja khusus pelayanan anggota), (b.) Alat hitung atau kalkulator dan stempel (validasi), (c.) Alat tulis menulis, (d.) Mesin tik/Komputer, (e.) Formulir pendaftaran Anggota dan slip pembukaan simpanan, (f.) Slip-slip setoran simpanan, angsuran, penarikan simpanan, dan slip realisasi pembiayaan, (g.) Buku Simpanan, kartu simpanan, kartu pebiayaan, (h.) Berkas Laporan Keuangan/Mutasi Harian, (j.) Lemari tempat penyimpanan cash box, kartu-kartu, file-file dan perlengkapan kerja lainnya. (4.) Pemasaran : (a.) Hubungan Organisasi Bertanggung Jawab: Manajer, (b.) Ringkasan Pekerjaan: Bertanggung jawab menjual produk BMT baik Pembiayaan maupun Simpanan dan mengatur, mengawasi serta melaksanakan kegiatan mengamankan posisi BMT dalam hal pembiayaan dan Simpanan Anggota sesuai dengan AD-ART. Produk-produk BMT Secara umum mempunyai dua fungsi pokok, yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dana tersebut dalam bentuk pembiayaan kepada masyarakat. Selain itu, bank syariah juga memberikan pelayanan berupa jasa yang dapat digunakan nasabah yang dapat memperlancar proses transaksi mereka dan mendapatkan imbalan atas jasa yang diberikan. 103 Produk Penghimpun Dana Bank syariah dapat menghimpun dana dari pihak ketiga untuk menjalankan fungsi sebagai penghimpun dana masyarakat. Penghimpun dana pihak ketiga (DPK) di bank syariah dapat disebut simpanan, yaitu dana yang dipercayakan oleh nasabah yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dalam bentuk Giro, Tabungan, Simpanan berjangka, dan Simpanan Khusus (lihat UU No. 21 tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah pasal 1). Prinsip operasional yang diterapkan dalam penghimpunan DPK adalah menggunakan akad wadi’ah dan mudharabah (lihat Fatwa DSN-MUI No. 1 Tahun 2000 Tentang Giro dan Fatwa DSN-MUI No. 2 Tahun 2000 tentang Tabungan). Produk Wadi’ah : Giro dan Tabungan Syariah Akad wadi’ah adalah penitipan dana atau barang dari pemilik dana atau barang pada penyimpan dana atau barang dengan kewajiban pihak yang menerima titipan untuk mengembalikan dana atau barang titipan sewaktu-waktu (Lihat Peraturan Bank Indonesia No. 7 tahun 2005). Secara garis besar, akad wadi’ah yang digunakan terdiri dari dua jenis (lihat Zulkifli, 2003:33), (1) wadi’ah yad al amanah, akad ini merupakan titipan murni dan pada kegiatan ini titipan hanya berupa amanah semata dan tidak ada kewajiban bagi penerima titipan (mustawda’) untuk menanggung kerusakan kecuali karena kelalaiannya. Dalam perbankan syariah, akad ini diaplikasikan dalam produk safe Deposit Box (SDB). (2) Wadi’ah yad aldhamanah, merupakan akad pengembangan dari akad wadi’ah yad al-amanah, dimana penerima titipan atau simpanan diberikan izin untuk mengambil manfaat dari dana titipan tersebut dan wajib bertanggung jawab apabila terjadi kehilangan atau kerusakan dari barang yang dititipkan. Prinsip akad inilah yang diterapkan bank syariah pada produk rekening giro. Berdasarkan fitur dan mekanisme transaksinya, giro wadi’ah merupakan simpanan dana yang bersifat titipan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan pemindahbukuan, dan terhadap titipan tersebut tidak dipersyaratkan imbalan kecuali dalam bentuk pemberian sukarela. Manfaat utama giro wadi’ah bagi nasabah adalah untuk memperlancar arus dana untuk pembayaran atau penerimaan dengan menggunakan cek adalah bilyet giro atau sarana lainnya. Nasabah juga dapat memperoleh bonus bila bank memutuskan untuk memberikannya (BI, kodifikasi Produk 104 Perbankan Syariah, 2007:1). Sedangkan tabungan wadi’ah adalah simpanan dana nasabah pada bank, yang bersifat titipan dan penarikannya dapat dilakukan setiap saat dan terhadap titipan tersebut bank tidak dipersyaratkan untuk memberikan imbalan kecuali dalam bentuk pemberian bonus secara sukarela (BI, 2007:5). Sedangkan ketentuan produk ini menurut Bank Indonesia (2005) mengacu pada fatwa yang telah dibuat DSN-MUI (2006) sebagai berikut : (1) bank bertindak sebagai penerima dana titipan dan bank bertindak sebagai pemilik dana titipan; (2) dana titipan disetor penuh kepada bank dan dinyatakan dalam jumlah nominal; (3) dana titipan dapat diambil setiap saat; (4) tidak diperbolehkan menjanjikan pemberian imbalan atau bonus kepada nasabah; dan (5) bank menjamin pengembalian dana titipan nasabah. Produk Mudharabah : Giro, Tabungan dan Simpanan Berjangka Selanjutnya, produk penghimpunan bank syariah, akad mudharabah, digunakan untuk produk giro, tabungan dan simpanan berjangka. Mudharabah merupakan penanaman dana dari pemilik dana (shohibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing) antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya (lihat PBI No.7 Tahun 2005). Mudharabah terdiri dari dua jenis : mudharabah mutlaqah, akad mudarabah yang tidak dibatasi oleh spesifik jenis usaha, waktu dan daerah untuk berbisnis; kedua : mudharabah muqayyadah, yaitu akad mudharabah yang mencantumkan persyaratan-persyaratan tertentu (biasanya untuk tabungan khusus). Berdasarkan fitur dan mekanisme transaksinya, giro mudharabah merupakan simpanan dana yang bersifat investasi yang penarikannya dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan pemindah bukuan, terhadap investasi tersebut diberikan bagi hasil sesuai nisbah yang disepakati di muka. Secara umum, giro bagi bank syariah memiliki manfaat sebagai sumbar pendanaan bank (baik Rupiah dan Valuta Asing) selain sebagai salah satu aktivitas yang dilakukan bank untuk membantu pengelolaan arus dana nasabah melalui rekening giro tersebut (BI, 2007). Secara lebih operasional untuk produk giro mudharabah ini Bank Indonesia (2005) mengacu pada fatwa DSN-MUI (2006) memberikan ketentuan sebagai berikut : (1) nasabah bertindak sebagai pemilik dana (shohibul maal) dan Bank bertindak sebagai pengelola dana 105 (mudharib); (2) Bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya melakukan akad Mudharabah dengan pihak lain; (3) Modal harus dalam bentuk tunai dan bukan piutang, serta dinyatakan jumlah nominalnya; (4) nasabah wajib memelihara giro minimum yang ditetapkan oleh Bank dan tidak dapat ditarik oleh nasabah kecuali dalam rangka penutupan rekening; (5) Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening; (6) pemberian keuntungan untuk nasabah didasarkan pada saldo terendah setiap akhir bulan laporan; (7) Bank menutup biaya operasional giro dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya; dan (8) Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan. DSN-MUI (2006) dan BI (2005) memberikan ketentuan giro mudharabah sebagai berikut : (1) Bank bertindak sebagai pengelola dana dan nasabah bertindak sebagai pemilik dana; (2) Dana disetor penuh kepada Bank dan dinyatakan dalam jumlah nominal; (3) pembagian keuntungan dari pengelolaan dana investasi dinyatakan dalam bentuk nisbah; (4) pada Akad tabungan berdasarkan mudharabah, nasabah wajib menginvestasikan minimum dana tertentu yang jumlahnya ditetapkan oleh Bank dan tidak dapat ditarik oleh nasabah kecuali dalam rangka penutupan rekening; (5) nasabah tidak diperbolehkan menarik dana diluar kesepakatan; (6) Bank sebagai Mudharib menutup biaya operasional tabungan atau simpanan berjangka dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya; (7) Bank tidak diperbolehkan mengurangi bagian keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan; dan (8) Bank tidak menjamin dana nasabah, kecuali diatur berbeda dalam perundang-undangan yang berlaku (contoh : penjamin Lembaga Penjamin Simpanan/LPS). Produk Penyaluran Dana Produk-produk yang dimiliki oleh bank syariah dalam penyaluran dana menggunakan beberapa konsep akad muamalah. Secara garis besar prinsip yang digunakan bank syariah dalam menyalurkan dananya terbagi menjadi empat kelompok akad : akad jual beli (al-bay’), akad sewa (ijarah), akad bagi hasil (syirkah), dan beberapa akad pelengkap dan kombinasi lainnya, sebagai berikut : Pembiayaan dengan Akad Jual Beli (al-bay’) 106 Pembiayaan Murabahah (Deferred-Payment) DSN-MUI (2006) tentang Fatwa No. 4 Tahun 2000 secara lebih ringkas mendefinisikan murabahah yaitu menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pemeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba. Menurut fitur dan mekanisme operasional perbankan, Bank Indonesia (2007) pembiayaan murabahah merupakan penyediaan dana atau tagihan untuk transaksi jual beli barang sebesar harga pokok ditambah margin berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bamk dengan nasabah yang mewajibkan nasabah untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan akad. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya, dimana bank membeli barang yang diperlukan oleh nasabah atas nama bank sendiri kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah sebesar harga jual yaitu harga pokok barang ditambah keuntungan. Ketika memperoleh barang yang dibutuhkan oleh nasabah, bank dapat mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang tersebut dari pihak ketiga untuk dan atas nama bank, dan kemudian, barang tersebut dijual kepada nasabah. Akad murabahah baru dapat dilakukan setelah secara prinsip barang tersebut menjadi miliki bank. Pembayaran oleh nasabah dapat dilakukan secara tunai atau tangguh (pada akhir periode atau secara angsuran) sesuai kesepakatan. Pembiayaan Salam (Deferred-Delivery) Bank Indonesia (2005) mendeskripsikan salam sebagai jual beli barang dengan cara pemesanan berdasarkan persyaratan dan kriteria tertentu sesuai kesepakatan serta pembayaran tunai terlebih dahulu secara penuh. Bank Indonesia (2007) juga memberikan ketentuan yang tegas tentang spesifik barang salam, dimana bank selaku pembeli barang salam membeli barang dari nasabah dengan spesifikasi, kualitas, jumlah, jangka waktu, tempat, dan harga yang disepakati. Bagi bank syariah, pembiayaan salam bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan nasabah yang ingin mempunyai barang tertentu berdasarkan pesanan dan sebagai upaya diversifikasi produk bank syariah sesuai kebutuhan yang diharapkan pasar. Sedangkan bagi nasabah sebagai sumber pembiayaan dan layanan perbankan bagi nasabah baik untuk tujuan modal kerja maupun konsumsi. Sedangkan resiko utama dari produk ini adalah resiko pembiayaan (credit risk) yang terjadi jika debitur wanprestasi atau default. Selain itu resiko pasar juga dapat terjadi jika modal 107 Salam dalam penyelesaian adalah dalam valuta asing dimana resiko dapat berasal dari pergerakan nilai tukar (BI, 2007). Praktek Bai’as salam pada sektor pertanian telah dipelajari dan dikemukakan oleh Halim Umar (1995) bahwa format pembiayaan baik dalam bentuk uang maupun dalam bentuk barang. Pembiayaan dalam bentuk barang misalnya pembiayaan untuk input produksi seperti benih, pupuk ataupun bibit ternak. Pembiayaan ini harus sesuai dengan akad ataupun kontrak yang harus dipenuhi, yaitu : (1). Kontrak dibuat bila kebun mulai menghasilkan, contohnya pada fase sedikit lagi akan panen buah atau saat buah mulai menguning atau memerah; (2) Area kebun/pertanian atau taman harus luas; (3) Proses delivery mesti spesifik, apakah kontinu atau ada interval waktu yang spesifik; (4) Penerimaan komoditi diharapkan paling lama limabelas hari; (5) perjanjian kontrak mesti dibuat dengan pemiliki kebun pertanian, dan tidak boleh dilakukan oleh orang lain seperti pedagang perantara. Jual beli Bai’ as-salam ini pada hakekatnya merupakan perkecualian yang dibuat oleh Rasulullah SAW untuk sektor pertanian terhadap larangan forward transaction. Pada skema ini, pembiayaan kepada pelaku usaha pertanian dengan menggunaan Bai’as-salam dilakukan melalui lembaga keuangan mikro syariah atau BMT. LKMS/BMT ini terlibat untuk memberdayakan dan mengembangkan potensi yang dimiliki LKMS juga sebagai refleksi prinsip at-ta’awwuun (saling tolong menolong) antara bank syariah dengan LKMS/BMT. Pihak LKMS/BMT memberikan pembiayaan yang nilainya sama dengan biaya pokok produksi ditambah dengan keuntungan bagi pelaku usaha pertanian. Biasanya nilainya berada di bawah harga pasar normal (Hafiduddhin dan Syukur, 2008). Kewajiban pelaku usaha pertanian adalah mengirimkan hasil pertaniannya setelah panen. Mengingat tingginya resiko yang dihadapi pihak LKMS, maka peran pemerintah sangat peting. Hasil panen dapat dijual langsung ke pasar domestik atau ke bulog yang keuntungannya menjadi milik LKMS. Pemerintah perlu memberikan jaminan dengan menyuntikan dana ke LKMS yang besarnya tergantung kebijakan dan komitmen pemerintah. LKMS perlu menerapkan strategi “jemput bola” dengan mendatangi langsung para pelaku usaha pertanian yang akan dibiayainya. Sedangkan untuk agroindustri, pembiayaan Bai’as salam terdiri dari empat kategori (Halim Umar, 1995) : (a) campuran dari komponen dasar untuk pakaian yang dihasilkan dari campuran katun dengan linen atau katun dengan sutera dengan formula yang spesifik; (b) campuran yang berisi komponen dasar sebagai komponen sekunder (penambah) seperti katalis atau bahan untuk 108 penyedap pada vetsin dalam keju atau garam ke dalam adonan; (c) campuran dari komponen dasar yang berfungsi bukan sebagai penambah formula yang spesifik seperti frankinsence dan pasta-pasta, pada Salam tidak dapat diterima; d) campuran yang bersisi komponen yang tidak bermanfaat, tidak menambah mutu seperti campuran susu dengan air, pada Salam tidak dapat diterima. Teknik Salam untuk pembiayaan argoindustri memerlukan analisa ekonomi yang dapat dikelompokkan sebagai berikut (Halim Umar, 1995) : (1) Ruang lingkup salam pada seluruh aktivitas ekonomi masyarakat, sesuai dengan kemajuan teknologi yang dapat dicapai. (2) Salam bermanfaat untuk operasi pembiayaan usaha jangka pendek seperti pembiayaan produk-produk pertanian yang siklus produksinya kurang dari setahun. Salam juga bermanfaat untuk operasi pembiayaan usaha jangka panjang seperti pembiayaan fixed assets dengan periode waktu hingga sepuluh tahun. Salam juga dapat melikuidasi operasi salam sebelum waktunya, bila bank menjual secara terpisah komoditas yang sama dengan kontrak salam. Keuntungan yang dapat dicapai sebagai harga salam biasanya kurang daripada harga saat waktu pengiriman (delivery time). (3) Beban biaya yang dikenakan Salam dibandingkan dengan pinjaman dengan suku bunga yang terjadi adalah lebih kecil. Hal ini terjadi karena pada suku bunga memasukkan nilai bunga sebelum menentukan (predetermined) pinjaman, menyuruh menggunakan pinjaman untuk pergantian assets, atau menekan peminjam untuk membeli sumberdaya yang diperlukan dari sumber tertentu, tidak ada keringanan bila situasi sulit diduga. Lebih dari itu pembayaran terlambat akan dikenai tambahan bunga. Sebaliknya beban biaya salam dibatasi oleh kewajiban peminjam untuk mengirim komoditi pada saatnya. Bila keadaan sulit diduga kontrak dapat dibatalkan, atau keduanya menunggu situasi tanpa dikenakan kewajiban hingga situasi membaik. (4) Pada kontrak-kontrak salam, distribusi yang adil didasarkan pada fakta bahwa kedua pihak tidak akan mengeksploitasi dan menekan satu dengan yang lain. (5) Sebuah isu kontemporer terpenting adalah bagaimana menciptakan keadilan diantara partisan operasi-operasi keuangan. Pada situasi inflasi, semua karakter ekonomi kontemporer dan daya beli cenderung memburuk selama periode pinjaman hingga pengembalian. Pembayaran bunga bank tidak menunda akibat inflasi, karena bunga bank biasanya lebih kecil daripada inflasi. Akan ditemukan bahwa pada salam ada suatu hubungan langsung antara pinjaman dengan indeks harga, karenanya dapat mengatasi akibat inflasi. Pemodal dapat menerima nilai tukar komoditi dengan uangnya. Akibat harga-harga komoditi naik selama inflasi, maka pemodal tidak kehilangan akibat penurunan daya 109 beli pinjamannya. Lebih dari itu,pemodal akan mendapatkan hasil keuntungan dari perbedaan harga jual dan harga beli komoditi. Di pihak lain peminjam juga tidak akan merasakan akibat inflasi, karena peminjam dapat menggunakan prinsip salam bila menerima pinjaman dalam bentuk kontan untuk membeli bahan baku. Harga-harga bahan baku juga akan naik selama periode inflasi. (6) Peminjam yang membayar kembali pinjamannya dalam bentuk barang dengan prinsip salam, bila dia produsen barang-barang, tanpa usaha yang berarti dia akan mencadangkan produksinya, sejumlah yang diperlukan untuk penyelesaian pinjamannya. Pada bank konvensional peminjam berkewajiban hanya membayar kembali pinjamannya. Dia mungkin tidak akan mendapat insentif bila menggunakan pinjamannya lagi untuk produksinya, sebagai contoh dia akan membuat penyelesaian untuk pinjaman selanjutnya. (7) Salam dapat membantu para perajin menjadi wirausahawan, karena banyak perajin yang karena kekurangan modal untuk membeli peralatan dan input produksi mau menjadi karyawan produsen tertentu. Mereka gagal mendapatkan pinjaman karena harus ada jaminan fiskal dan nama perusahaan yang kebanyakan tidak mereka miliki. Kontrak-kontrak salam dapat membantu untuk membeli peralatan dan input produksi yang dibutuhkannya dengan jalan membuat hasil produksi. Proses ini akan menghantarkan mereka kepada terciptanya unit-unit usaha yang baru, dengan kapasitas produksi yang bertambah banyak. Suatu kenyataan bahwa seorang wirausaha akan lebih produktif daripada seorang karyawan. (8) Banyak usaha yang kekurangan dana untuk membeli input produksi atau penggantian asset, dan karenanya cenderung untuk berproduksi dibawah kapasitas atau berproduksi dengan tidak teratur. Usaha-usaha seperti itu boleh jadi tidak menerima penyertaan modal atau pinjaman berdasarkan riba. Karenanya cukup beralasan untuk mereka meminjam lewat metode salam dengan bagian sesuai outputnya. (9) Keuntungan dalam bentuk yang paling sederhana merefleksikan perbedaan antara pendapatan kotor dengan total biaya. Dalam kasus salam. Pendapatan kotor dihitung sebelum produksi. Dalam rangka mengejar keuntungan biasanya peminjam akan menekan biaya yang tersedia melalui pemanfaatan bahan baku yang lebih efisien, meminimalkan limbah buangan, bahaya dan lainlain. (10) Perjanjian dalam salam mengantar untuk menciptakan pasar komoditi yang stabil, terutama pada musim komoditi tersebut – kenyataannya menghasilkan stabilitas harga komoditikomoditi ini. Hal ini juga memungkinkan para penabung untuk menabungkan tabungannya ke jalan keluar investasi tanpa menunggu. Misalnya, sampai saat panen produk pertanian atau saat mereka memerlukan barang-barang industri dan tanpa memaksa untuk menggunakan 110 tabungannya untuk konsumsi. Selain itu pembelian input produksi melalui salam membantu menghindari resiko pembelian sebelum waktu penggunaan sebenarnya, karenanya dapat mengeliminir resiko biaya simpan dan perawatan. Perlu juga dicatat bahwa salam mengambil peran dalam bentuk transaksi nyata dalam satu atau dua pertukaran barang-harga yang dikenal dan dapat dibayarkan pada saat yang mempengaruhi kontrak. Selain itu masing-masing pihak yang bertransaksi mempunyai kebutuhan yang nyata untuk mendapatkan apa yang dibayar, hal ini bertolak belakang dengan yang terjadi di bursa saham dimana perjanjian tidak mengikat terhadap harga dan komoditi. Hal ini hanya bermanfaat semata untuk para spekulator dan broker karena dapat menaikan harga dan meningkatkan gharar yang akhirnya malah menimbulkan masalah-masalah serius untuk produsen dan konsumen. Pembiayaan dengan akad bagi hasil (Syirkah) Produk pembiayaan ini menggunakan prinsip bagi hasil diaplikasikan dalam beberapa macam akad, yaitu : Pembiayaan Musyarakah Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan nisbah yang disepakati sebelumnya, sedangkan kerugian ditanggung oleh para pihak sebesar partisipasi modal yang disertakan dalam usaha (lihat Fatwa DSN-MUI No. 8 Tahun 2000 dan BI, 2005). Pembiayaan musyarakah dalam praktik perbankan syariah adalah pembiayaan dana dari bank untuk memenuhi sebagian modal suatu usaha tertentu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan nasabah yang mewajibkan nasabah untuk melakukan setelmen atas investasi yang sesuai dengan akad musyarakah. Jangka waktu pembiayaan, pengembalian dana dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara bank dan nasabah. Bagi hasil musyarakah dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu bagi laba (profit sharing) atau bagi pendapatan (revenue sharing). Metode bagi laba (profit sharing) dihitung dari total pendapatan setelah dikurangi seluruh biaya operasional. Metode bagi pendapatan (revenue sharing) dihitung dari total pendapatan yang diterima. Biaya operasional dibebankan pada modal bersama sesuai kesepakatan. Pembagian keuntungan bagi hasil berdasarkan laporan realisasi hasil usaha dari usaha nasabah (BI, 2007). Resiko utama produk pembiayaan 111 musyarakah adalah resiko pembiayaan (credit risk) yang terjadi jika pembiayaan musyarakah diberikan dalam valuta asing, yaitu resiko dari pergerakan nilai tukar. (BI, 2007) Pembiayaan Mudharabah Mudharabah merupakan kerjasama usaha antara pemilik dana (shohibul maal) dengan pihak pengelola dana (mudharib) dimana keuntungan dibagi sesuai nisbah yang disepakati sebelumnya, sedangkan kerugian ditanggung pemilik dana (lihat Fatwa DSN-MUI No. 7 Tahun 2000 dan BI tahun 2005). Berdasarkan fitur dan mekanisme operasionalnya, pembiayaan mudharabah merupakan penyediaan dana bank syariah untuk modal kerjasama usaha berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan nasabah yang mewajibkan nasabah untuk melakukan setelmen atas investasi dimaksud sesuai dengan akad mudharabah. Bank tidak ikut serta dalam pengelolaan usaha nasabah tetapi memiliki hak dalam pengawasan dan pembinaan usaha nasabah. Pembagian keuntungan dari pengelolaan dana dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati dan dituangkan dalam akad pembiayaan mudharabah. Nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka waktu investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak dan tidak berlaku surut. Nisbah bagi hasil dapat ditetapkan secara berjenjang (tiering) yang besar berbeda-beda berdasarkan kesepakatan pada awal akad. Bank sebagai penyedia dana menanggung seluruh resiko kerugian usaha yang dibiayai kecuali jika nasabah melakukan kecurangan, lalai, atau menyalahi perjanjian yang mengakibatkan kerugian usaha. Bagi hasil mudharabah dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode, yaitu : bagi laba (profit sharing) atau bagi pendapatan (net revenue sharing). Pembagian keuntungan bagi hasil berdasarkan laporan realisasi hasil usaha nasabah (BI, 2007) Pembiayaan Qardh Penyaluran dana mellaui prinsip al-qardh menurut DSN-MUI merupakan salah satu sarana untuk peningkatan perekonomian yang dapat dilakukan oleh perbankan syariah. Pembiayaan alqardh adalah akad pinjaman kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya kepada bank syariah pada waktu yang telah disepakati (Fatwa DSN-MUI No. 19 Tahun 2001). 112 BI (2005) medefinisikan qardh adalah pinjam meminjam dana tanpa imbalan dengan kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu. Secara fitur dan mekanisme operasional perbankan, pembiayaan Qardh adalah penyediaan dana atau tagihan atau piutang sebagai pinjaman kepada nasabah berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan nasabah pembiayaan yang mewajibkan nasabah pembiayaan untuk melunasi kewajibannya sesuai akad. Pinjaman qardh merupakan pinjaman yang tidak mempersyaratkan adanya imbalan. Namun demikian, peminjam dana diperkenankan untuk memberikan imbalan. Sumber dana pinjaman qardh dapat berasal dari intern dan ekstern bank. Sumber pinjaman qardh untuk yang bersifat pinjaman kebajikan sebagai dana bergulir (sosial) berasal dari ekstern bank yang berasal dari dana hasil infak, sedekah dan sumber-sumber non halal, dan dari modal bank. Atas pinjaman qardh, bank hanya boleh mengenakan biaya administrasi. Bank dapat menerima imbalan (bonus) yang tidak dipersyaratkan sebelumnya dan penerimaan dari jasa lain berupa imbalan (fee) yang diberikan dalam transaksi yang disertai qardh disamping akad lainnya. Jika ada penerimaan imbalan yang tidak dipersyaratkan sebelumnya maka penerimaan imbalan tersebut dimasukkan sebagai pendapatan operasi lainnya. Bank dapat meminta jaminan atas pemberian qardh (BI, 2007). Gadai Syariah (Rahn) Tujuan Rahn adalah menolong nasabah dalamkegiatan multiguna yang sesuai syariah. Rahn sendiri adalah penyerahan barang dari nasabah (Rahin) kepada bank (Murtahin) sebagai jaminan untuk mendapatkan hutang. Barang yang dijaminkan (Marhun) dapat berupa : a) rumah atau properti; b) kendaraan bermotor; c) emas atau perhiasan (emas, berlian dan sebagainya) (Fatwa DSN-MUI No. 25 Tahun 2002). Walaupun konsep salam dan pembiayaan syariah lainnya baik namun memiliki kelemahan terutama dalam menghitung pembagian hasilnya yang masih subjektif. Hal ini akan berdampak pada munculnya ketidak adilan. Namun hal ini bisa menjadi peluang untuk meneliti pembagian hasilnya lebih lanjutnya dan mendalam. Kelemahan selanjutnya adalah dibidang sumber daya manusia, kebanyakan LKMS memiliki sumber daya manusia yang sedikit sehingga strategi jemput bola akan mengalami kendala. Kompetensi yang dimiliki pengelola juga harus dipenuhi. Pengelola harus memiliki hard skill dan soft skill baik di bidang perbankan syariah sehingga 113 memiliki pemahaman komprehensif tentang pertanian sekaligus menguasai konsep dan praktek ekonomi syariah. Menurut Hafidhuddin dan Syukur (2008) sumber daya manusia yang mengelola perbankan syariah harus memiliki kompetensi, antara lain : pencapaian (achievement), perhatian pada aturan, kualitas dan ketepatan (concern for order, quality and accuracy), inisiatif (initiative), pencarian informasi (information seeking), pemahaman interpersonal (intepersonal understanding ), orientasi pada pelayanan pelanggan (customer service orientation), dampak dan pengaruh (impact and influence), kesadaran berorganisasi (organizational awareness), membangun hubungan (relationship building), mengembangkan orang lain (developing others), kerja tim dan kerjasama (teamwork and cooperation), kepemimpinan tim (team leadership), berfikir analitis (analitical thinking), berfikir konseptual (conceptual thinking), ketrampilan teknis/profesional/keahlian manajerial (technical/profesional/managerial expertise), pengendalian diri (self control), percaya diri (self confidence), keluwesan (flexibility), dan komitmen berorganisasi (organizational commitment). Kompetensi tersebut harus dimiliki para pengelola lembaga keuangan mikro syariah khususnya dan perbankan syariah pada umumnya. Kompetensi ini digunakan ketika pengelola akan mengelola operasional lembaga keuangan syariah. Proposisi-proposisi (1) Makna yang muncul dari pengalaman petani di wilayah sub urban kota Ciamis dan wilayah rural Bantul mengkonstruksikan realitas sosial mereka menurut pandangan mereka sendiri. Konstruksi meliputi proses, motif, dan konsep diri yang mereka miliki pada proses komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi dan komunikasi massa. (2) Petani mengelola komunikasinya berdasarkan pengalamannya sendiri dengan menggunakan komponen-komponen komunikasi. Komponen utama yang digunakan adalah komunikator, pesan baik verbal dan nonverbal, media, komunikan dan efek. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses komunikasi dalam mengembangkan modal sosial BMT adalah faktor internal : karakteristik komunikator, pesan, media, dan komunikannya serta syariah compliance dalam BMT; dan faktor eksternal : sosial budaya, pemerintah, LSM, perguruan tinggi, Regulasi. 114 (3) Strategi pengembangan pola-pola komunikasi yang akan muncul dalam pengembangan modal sosial perbankan syariah dapat berupa pola komunikasi linear ataupun timbal balik pada tingkatan komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi dan komunikasi massa. Kerangka Berpikir Secara keseluruhan aspek-aspek proses komunikasi yang diteliti dalam penelitian ini dapat dilihat dalam kerangka pemikiran yang disajikan pada Gambar 2.8. 119 Hasil Penelitian terkait Sebelumnya Hasil Penelitian dengan Perspektif Obyektif (1) Hasil Penelitian Trust Communication Menurut penelitian yang dilakukan Couchman dan Fulop (2006) mengenai membangun trust lewat proses komunikasi dalam bidang R&D (Research & Development) bahwa yang menjadi masalah adalah kolaborasi antar organisasi dalam bidang R&D pada sektor publik dan privat. Mereka memiliki perbedaan kepentingan, tujuan, model operasinya, kapabilitas, sumber dan komitmen yang bisa menimbulkan konflik dan kekuatan kekuasaan, sehingga ketika mereka berhubungan harus dengan mengkomunikasikan kepercayaan dan bagaimana membangun kepercayaan di antara mereka melalui sebuah proses komunikasi. Peranan komunikasi interpersonal sangatlah penting dalam mengembangkan kepercayaan dan kedekatan antara karyawan dengan klien. Hal ini diteliti oleh Kirchmajer dan Patterson (2003) pada konteks pelayanan profesional provider dan perencana keuangan pada usaha kecil dan menengah (Small to Medium Enterprise/SME) di Australia dan Newzealand. Botan dan Taylor (2005) yang meneliti masalah peranan kepercayaan terhadap media sebagai strategi komunikasi dalam membangun masyarakat madani (civil Society). Penelitian lain dilakukan Wilson (2000) mengenai masalah kepercayaan dalam ekonomi agribisnis sehingga membentuk kapital sosial karena trust adalah komponen yang membentuk kapital sosial. (2) Hasil Penelitian Lembaga Keuangan Mikro Syariah Penelitian tim IPB terhadap Sikap, Perilaku, dan Preferensi Masyarakat terhadap Perbankan Syariah di empat provinsi, yaitu provinsi Jawa Barat (2000), Sumatera Utara (2003), Sumatera Selatan (2004), dan Kalimantan Selatan (2004). Beberapa temuan pokok dari penelitian tersebut sebagai berikut: (a.) Peranan institusi perbankan dalam perekonomian diakui oleh sebagian besar masyarakat, yaitu mencapai kisaran 92.7 persen di Sumatera Utara dan 98.1 persen di Sumatera Selatan. Sebagian kecil yang menyatakan tidak setuju dengan keberadaan perbankan (bank konvensional), terutama berasal dari kelompok responden Bank Syariah dan kelompok non nasabah. (b.) Hampir semua masyarakat sependapat bahwa keberadaan lembaga perbankan sangat perlu dan dirasakan manfaatnya untuk menunjang aktivitas ekonomi dan memudahkan transaksi keuangan, namun terhadap penerapan bunga dalam perbankan terdapat kecenderungan yang berbeda. Ada kecenderungan peningkatan kelompok masyarakat 120 yang tidak setuju terhadap sistem bunga. Di Kalimantan Selatan, sebagian besar responden menyatakan tidak setuju dengan penerapan sistem bunga dalam perbankan (65,7 persen), sementara di tiga provinsi lainnya sebagian besar responden menyatakan setuju terhadap penerapan sistem bunga, meskipun porsi yang sependapat tidak setuju juga hampir berimbang yaitu 45 persen di Jawa Barat, 40.8 persen di Sumatera Utara dan 38.2 persen di Sumatera Selatan (c.) Penerapan sistem bagi hasil, hampir responden menyatakan setuju. Tampak bahwa sebagian besar masyarakat memiliki sifat yang permisif (serba membolehkan), yaitu menerima baik sistem bunga maupun bagi hasil. Masyarakat bersifat permisif dan juga memiliki pendapat yang ambivalen. Ketika ditanya apakah bunga bertentangan dengan ajaran agama yang dianut, sebagian besar responden di empat provinsi menyatakan “bertentangan” dengan kisaran antara 60.4 persen di Sumatera Selatan dan 75.2 persen di Kalimantan Selatan. Hasil ini ambivalen dengan hasil sebelumnya dimana sebagian besar responden setuju dengan sistem bunga namun menyatakan bertentangan dengan agama. Hasil ini menunjukkan ada sebagian masyarakat yang memiliki sikap tidak konsisten ketika memandang bunga dari “kacamata” agama dan bunga dalam perspektif perbankan. Perbandingan antar lokasi menunjukkan, responden di Kalimantan Selatan merupakan yang terkuat dalam menolak sistem perbankan konvensional dibanding ketiga provinsi lainnya. Jumlah responden yang menjawab tidak tahu apakah bunga bertentangan dengan ajaran agama atau tidak juga cukup besar, yaitu berkisar antara 16 persen di Jawa Barat dan 21.9 persen di Sumatera Selatan. Kebimbangan ini dipengaruhi oleh perdebatan para ulama dan ahli agama tentang bunga bank sehingga di tingkat masyarakat menimbulkan keraguan, dan juga ketidak konsistenan dalam bersikap. (d.) Secara umum, sebagian besar responden di empat provinsi, menyatakan pernah mendengar bank syariah. Responden yang menyatakan belum pernah mendengar bank syariah juga cukup besar terutama di Sumatera Selatan dan Sumatera Utara yang masingmasing mencapai 28 persen dan 20 persen (e.) Responden yang menjawab pernah mendengar tentang bank syariah, dikaji lebih jauh pengetahuannya tentang bank syariah, pengetahuan masyarakat tentang bank syariah menonjol. Pada keempat provinsi ternyata pemahaman masyarakat dominan terhadap bank syariah adalah bank yang menerapkan sistem bagi hasil. Selain itu, masyarakat memahami bank syariah sebagai bank yang beroperasi tidak dengan sistem bunga, bank yang berbasis syariah agama dan bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip syariah. 121 (f.) Jumlah responden yang menyatakan tidak memiliki pengetahuan tentang bank syariah juga memiliki pengetahuan tentang bank syariah juga masih relatif tinggi, yaitu berkisar antara 13.2 persen di Sumatera Selatan dan 27.5 persen di Sumatera Utara. Jumlah ini akan lebih besar lagi jika digabungkan dengan responden yang menyatakan belum pernah mendengar tentang bank syariah, yang dapat dipastikan juga tidak memiliki pengetahuan apa-apa tentang bank syariah. Jika jumlah kedua kategori ini digabungkan bisa mencapai 30-35 persen dari total responden. Artinya masih cukup besar masyarakat yang belum tahu tentang sistem perbankan syariah. (g.) Pengetahuan masyarakat tentang bank syariah diperoleh dari berbagai sumber, dan relatif beragam antar lokasi penelitian. Di provinsi Kalimantan Selatan dan Sumatera Selatan, sumber informasi tentang bank syariah yang paling dominant berasal dari media elektronik dan media cetak. Sementara di Sumatera Utara peranan teman, keluarga atau rekan kerja dominan disamping media elektronik sebagai sumber informasi tentang bank syariah. Sedangkan di Jawa Barat, sumber informasi paling menonjol berasal dari teman, keluarga atau rekan kerja. Meskipun bukan yang utama, sumber informasi dari teman, keluarga dan rekan kerja relatif besar juga di Kalimantan Selatan dan Sumatera Selatan. (h.) Nasabah bank syariah sebagian besar mengedepankan aspek keagamaan dalam memilih bank syariah, yaitu kesesuaian dengan syariah agama. Alasan ini paling menonjol di Kalimantan Selatan yang mencapai 72.5 persen. Dari aspek operasional bank, alasanyang paling menonjol dalam memilih bank baik pada nasabah bank syariah maupun bank konvensional adalah lokasi /aksesibilitas terhadap bank. Aksesibilitas disini lebih pada aspek kemudahan dalam memperoleh pelayanan bank termasuk jarak yang dekat. Beberapa alasan lain yang dijadikan dasar penentuan bank, baik bank syariah maupun konvensional adalah pelayanan yang professional, dan kredibilitas bank. (i.) Hasil ini menunjukkan bahwa pertimbangan rasional sangat mewarnai keputusan masyarakat dalam memilih bank, baik pada bank syariah maupun bank konvensional, sehingga aspek-aspek tersebut harus mendapat perhatian besar bagi institusi bank untuk dapat bersaing. Pada kondisi ini bank syariah sebenarnya memiliki keunggulan, karena memiliki faktor religiusitas yang dominan dijadikan pertimbangan memilih bank, namun tetap harus diimbangi dengan peningkatan aspek pelayanan dan aksesibilitas. (j.) Sebagian besar nasabah bank syariah di empat provinsi merupakan nasabah pendukung, terutama tabungan mudharabah mutlaqah. Jumlah nasabah yang memanfaatkan produk ini berkisar 90 persen untuk keempat provinsi. Produk deposito, meskipun relatif sedikit yang memanfaatkannya namun merupakan produk tabungan penghimpunan dana yang 122 dominan setelah produk tabungan dengan jumlah berkisar 5.6 persen sampai 12.3 persen. Produk giro relatif belum diminati oleh masyarakat. (k.) Nasabah yang memanfaatkan produk pembiayaan relatif jauh lebih sedikit dibandingkan dengan produk penghimpunan dana. Pada produk pembiayaan, sistem yang paling banyak diterapkan adalah sistem jual beli (ba’i). Hanya sebagian kecil yang menggunakan sistem bagi hasil (syirkah). Padahal jika dilihat dari konsep operasional bank syariah, ciri khas yang sangat membedakan antara bank syariah dan bank konvensional adalah sistem bagi hasil ini, dimana didalamnya memuat aspek-aspek keadilan (pembagian risiko bersama), pembinaan, dan kemitraan. Dominannya produk pembiayaan dengan sistem jual beli sebenarnya dikehendaki baik oleh nasabah maupun oleh pihak bank, karena beberapa alasan. Pihak nasabah; pada pelaksanaannya sistem bagi hasil seringkali menghasilkan jumlah pembayaran efektif yang ditanggung peminjam lebih tinggi dibandingkan dengan sistem bunga atau murabahah, sehingga untuk usaha-usaha yang menguntungkan cenderung lebih menyukai sistem jual beli dibandingkan dengan sistem bagi hasil. Sementara dari pihak bank syariah sendiri secara teknis lebih menyukai pembiayaan dengan menggunakan sistem jual beli. Hal ini disebabkan beberapa hal: (1) penerimaan bank dengan sistem jual beli lebih pasti, karena margin sudah ditetapkan pada awal kontrak, dibandingkan dengan sistem bagi hasil yang tergantung pada fluktuasi bisnis nasabahnya, (2) biaya operasional sistem jual beli relatif lebih murah dibandingkan dengan sistem bagi hasil, karena sistem bagi hasil memerlukan pengawasan yang lebih baik dibandingkan dengan sistem jual beli, dan (3) risiko sistem bagi hasil lebih besar, disamping risiko usaha, juga terdapat risiko ketidakjujuran nasabah dalam menyampaikan laporan keuntungan usaha. (l.) Memperkecil risiko dari ketidakjujuran nasabah, pada umumnya bank akan menawarkan sistem jual beli terlebih dahulu untuk nasabah pembiayaan baru. Setelah sekian lama dan ternyata nasabah menunjukkan perilaku yang dapat dipercaya, maka bank akan mengabulkan pola pembiayaan dengan sistem bagi hasil jika diinginkan oleh nasabah. Kondisi yang demikian dan keberadaan bank syariah yang relatif baru menyebabkan komposisi pembiayaan bagi hasil lebih rendah dibandingkan dengan jual beli. Beberapa bank syariah yang relatif besar komposisi pembiayaan bagi hasilnya umumnya bekerja sama dengan BPRS atau lembaga keuangan syariah lainnya. Jadi mekanisme pembiayaan anatara bank umum syariah dengan BPRS dengan nasabah menggunakan sistem jual beli. Cara ini ditempuh sebagai strategi dalam memperluas pasar dan juga mengurangi risiko bank syariah. 123 (m.) Pola pembiayaan yang demikian tidak jarang menimbulkan salah interpretasi di kalangan masyarakat. Terlebih pada kondisi sekarang tingkat pemahaman masyarakat terhadap bank syariah masih rendah; apalagi terhadap produk-produk bank syariah secara lebih spesifik.Latar belakang pengetahuan yang demikian, masyarakat kemudian sulit membedakan antara bank konvensional dengan bank syariah, terutama pada produk mudharabah, karena pada keduanya terdapat pokok dan tambahan angsuran berupa bunga di bank konvensional dan margin di bank syariah. Bagi nasabah keduanya sama saja. Hal ini muncul karena pada tataran implementasi produk mudharabah, bank tidak melaksanakan fungsinya sebagai “penjual” barang yang dipesankan oleh nasabah, tetapi memberikan dalam bentuk uang tunai. (n.) Motivasi responden dalam memanfaatkan produk penghimpunan dana bank syariah sejalan dengan alasan utama dalam pemilihan bank syarian, yaitu dalam rangka menjalankan syariah agama dan juga karena bank syariah tidak menggunakan sistem bunga. Alasan dominan berikutnya baru terkait dengan aspek operasional bank yaitu sistem bagi hasil yang jelas dan pelayanan yang cepat, memanfaatkan produk pembiayaan, sekalipun dari aspek jumlah responden yang memanfaatkan produk ini masih relatif kecil, alasan yang dominan adalah tidak menggunakan sistem bunga dan menjalankan syariah agama. Alasan lainnya adalah penanggungan risiko bersama (lebih adil) dan pelayanan yang cepat. Kecenderungan alasan ini sama dengan alasan pemanfaatan produk penghimpunan dana. (o.) Kekuatan bank syariah dari aspek prinsip syariah adalah tidak menggunakan bunga sehingga tidak mengandung riba, dan dinilai lebih sesuai dengan syariah agama. Terkait dengan produk bank syariah dinilai memiliki pilihan produk yang banyak, dan persyaratan yang relatif mudah, sementara terkait dengan pelayanan, kekuatan bank syariah terletak pada karyawan yang baik, ramah, rapi dan sopan, pelayanan cepat dan memungkinkan tawar menawar dalam margin/bagi hasil. (p.) Kelemahan bank syariah menurut responden terkait dengan prinsip syariah adalah: mekanisme transaksi yang belum jelas, jasa pembiayaan lebih tinggi, dan bagi hasil atau marginnya dinilai sama saja dengan bunga. Terkait dengan produk, kelemahan bank syariah adalah informasi dan sosialisasi masih kurang, plafound terbatas, dan produk kurang bervariasi, sementara dari aspek pelayanan, karyawan belum paham terhadap prinsip syariah, fasilitas yang kurang dan perhitungan bagi hasil tidak jelas. 124 Yan Organius (2004) meneliti bagaimana Rekayasa Model Bagi Hasil dan Bagi Resiko Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah Agroindustri dengan Pola syariah pada agroindustri kentang. Pada pembiayaan dengan pola syariah dilakukan bagi hasil dan bagi resiko antara pihak bank sebagai pemilik modal dan nasabahnya sebagai pengelola dana. Penelitian yang dilakukan Endang L. Hastuti dan Supadi (2000) mengenai aksesibilitas masyarakat terhadap kelembagaan pembiayaan pertanian di pedesaan membuktikan bahwa aksesibilitas masyarakat sangatlah sulit. Analisis Perilaku penawaran kredit perbankan kepada sektor UMKM di Indonesia selama kurun 2002-2006 yang dilakukan Meydianawati (2007) menunjukan apabila perbankan bisa menaikan modal maka akan mampu menyalurkan kredit investasi dan modal kerja kepada sektor UMKM di Indonesia. Sementara menurut Nurmanaf (2007) lembaga informal pembiayaan mikro lebih dekat dengan petani. Penelitian yang dilakukan Asif Dowla (2005) mengenai “dengan kredit kami percaya : membangun modal sosial oleh Grameen Bank di Bangladesh, menunjukan dengan menggunakan jaringan secara horizontal dan vertikal, membangun norma baru dan meningkatkan kepercayaan sosial pada tingkat yang baru ditujukan untuk memecahkan masalah kolektif dari orang-orang miskin agar dapat mengakses modal. Hasil Penelitian dengan Perspektif Subyektif Menurut penelitian yang dilakukan oleh Paul Dawyer (2007) apabila suatu organisasi atau perusahaan akan membangun kepercayaan maka mereka dapat membangun kepercayaan tersebut melalui blog perusahaan (Corporate Blog). Perilaku komunikasi dalam membangun kepercayaan juga harus dilakukan seperti dalam penelitian yang dilakukan pada kolaborasi team secara Online di internet (Bulu dan Yildirim, 2008), pada team virtual multikultural (Lateenmahki, et all, 2007; dan oleh Jarmon & Keating, 2007). Hasil penelitian yang dilakukan Kuswarno (2009) mengenai fenomena pengemis di kota Bandung menggunakan studi fenomenologi menguraikan hasil bahwa pengemis mengkonstruksikan realitas kehidupan mereka berdasarkan sudut pandang mereka sendiri, sehingga membentuk suatu model konstruksi sosial yang tersendiri. Pengemis mengelola komunikasi mereka dengan tujuan mendapatkan kesan seperti apa yang diharapkannya, sehingga membentuk model yang khas. Berdasarkan hasil penelitian-penelitian sebelumnya, dapat digambarkan bagaimana dan dimana posisi penelitian ini dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Hal ini dapat dijelaskan pada Gambar 2.10. 125 Penelitian dengan Perspektif Obyektif ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· Keunikan Penelitian ini Penelitian Trust Communication Couchman dan Fulop (2006), membangun trust komunikasi dalam bidang R&D bahwa yang menjadi masalah adalah kolaborasi antar ogranisasi dalam bidang R&D pada sector publik dan privat. Peran komunikasi interpersonal mengembangkan kepercayaan dan kedekatan klien oleh Kirchmajer dan Patterson (2003) pada perencana keuangan pada Small to Medium Enterprise (SME) di Australia dan New Zealand. Botan dan Taylor (2005) yang meneliti masalah peranan kepercayaan terhadap media sebagai strategi komunikasi dalam membangun masyarakat madani (civil society) Wilson (2000) meneliti mengenai masalah kepercayaan dalam ekonomi agribisnis sehingga membentuk kapital sosial. Penelitian trust communication ini hanya terbatas pada data kuantitatif. Hasil penelitiannya belum mendalam dan menjawab tentang mengapa dan bagaimana hal ini dilakukan. Penelitian ini berusaha mengungkapkan keunikan petani dalam mencari pembiayaan kredit melalui BMT berdasarkan prespektif subyektif atau berdasarkan petani tersebut mengalaminya sendiri sehingga diperoleh data yang membunyikan suara khas petani Penelitian Tim IPB tentang Sikap, Perilaku, dan Prefernesi Masyarakat terhadap Perbankan Syariah di provinsi Jawa Barat (2000), Sumatera Utara (2003), Sumatera Selatan (2004), dan Kalimantan Selatan (2004). Yan Organius (2004) meneliti Rekayasa Model Bagi Hasil dan Bagi Resiko Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah Agroindustri dengan Pola Syariah pada agroindustri kentang. Endang L. Hastuti dan Supadi (2000) mengenai aksesibilitas masyarakat terhadap kelembagaan pembiayaan pertanian di pedesaan sangatlah sulit. Analisis Perilaku penawaran kredit perbankan kepada sector UMKM di Indonesia selama kurun 2002-2006 dilakukan oleh Meydianawati (2007) menunjukkan apabila perbankan bisa menaikkan modal akan mampu menyalurkan kredit investasi dan modal kerja sector UMKM di Indonesia. Nurmanaf (2007) lembaga informal pembiayaan mikro lebih dekat dengan petani. Penelitian Asif Dowla (2005) mengenai “dengan kredit kami percaya : membangun modal sosial oleh Grameen Bank di Bangladesh, jaringan secara horizontal dan vertical, membangun norma baru dan meningkatkan kepercayaan sosial Penelitian ini menggambarkan bagaimana petani dapat mengakses pembiayaan kredit melalui lembaga keuangan mikro syariah. Hasil penelitian lebih berupa deskripsi fenomena dengan data primer berupa data kuantitatif. Keunikan penelitian ini adalah bagaimana menggambarkan perilaku komunikasi petani dalam mengakses pembiayaan syariah berdasarkan pengalaman petani itu sendiri dari perspektif subyektif. Penelitian dengan Perspektif Subyektif ï‚· Keterbatasan Penelitian sebelumnya Keterbatasan Penelitian sebelumnya Paul Dwyer (2007) meneliti perusahaan membangun kepercayaan dengan “Corporate Blog” (blog perusahaan) Perilaku komunikasi membangun kepercayaan pada kolaborasi team secara online di internet (Bulu dan Yildirim, 2008), pada team virtual multicultural (Lateenmahki, Saarinen, dan Fiscimayr, 2007; & Jarmon dan Keating, 2007) Kuswarno (2009) Penelitian fenomena Pengemis di Kota Bandung, Penelitian dengan fenomenologi Penelitian ini terbatas pada perusahaan pengguna internet Penggambaran hanya di satu kota saja Keunikan Penelitian ini Penelitian ini merupakan penelitian lapangandi rural dan sub urban area yang berusaha menelaah lebih mendalam dan memahami makna subjektif petani dari pengalamannya sendiri dari perilaku komunikasi Gambar 2.10. Posisi Penelitian dibanding Penelitian Sebelumnya 126 BAB III METODE PENELITIAN Paradigma Penelitian Penelitian bertujuan untuk mengungkapkan realitas sosial yang dialami oleh petani untuk mendapatkan pembiayaan (kredit) melalui BMT. Peneliti menggunakan paradigma teoritis yang dikembangkan oleh metodologi kualitatif, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya : perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, bahasa, dan lain-lain pada suatu konteks khusus yang alamiah. Fenomena yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bagaimana BMT membangun kepercayaan melalui komunikasi interpersonal, kelompok dan komunikasi massa kepada petani di Kabupaten Ciamis Jawa Barat dan Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta. Thomas Lindolf (Kuswarno, 2008) menyebutkan metode kualitatif untuk penelitian komunikasi dengan paradigma fenomenologi, etnometodologi, interaksi simbolik, etnografi dan studi kultural, sering disebut sebagai paradigma interpretif. Metode kualitatif dengan paradigma interpretif ini berasal dari tradisi sosiologi dan antropologi yang juga dapat digunakan dalam penelitian komunikasi. Menurut paradigma interpretif, realitas sosial yang dilihat dari interaksi sosial adalah dasar dari komunikasi, bukan hanya memperlihatkan fenomena lambang atau bahasa yang digunakan, tetapi juga menampakkan komunikasi interpersonal di antara anggota-anggota masyarakat tersebut. Berkaitan dengan kehidupan petani, interaksi sosial di antara mereka bukan saja secara realitas menampakkan fenomena lambang atau bahasa yang mereka gunakan, tetapi juga menunjukkan komunikasi interpersonal di antara sesama petani maupun antara petani dengan BMT atau dengan orang-orang lain di luar komunitas mereka. Jika Lindolf menyebutkan bahwa penelitian kualitatif dalam ilmu komunikasi sebagai “paradigma interpretif”, Mulyana (2008) menyebutkan “perspektif subyektif” yang memiliki ciri sebagai berikut: (1) Sifat realitas: realitas (komunikasi), bersifat ganda, rumit, semu, dinamis (mudah berubah), dikonstruksikan dan holistik; kebenaran realitas bersifat relatif. 127 (2) Sifat manusia (komunikator atau peserta komunikasi): aktor (komunikator) bersifat aktif, kreatif, dan memiliki kemauan bebas; perilaku (komunikasi) secara internal dikendalikan oleh individu (3) Sifat hubungan dalam dan mengenai realitas (komunikasi): semua entitas secara simultan saling mempengaruhi, sehingga peneliti tak mungkin membedakan sebab dari akibat. (4) Hubungan antara peneliti dan subjek penelitian; setaraf, empati, akrab, interaktif, timbal balik, saling mempengaruhi berjangka waktu lama. (5) Tujuan penelitian: menangani hal-hal bersifat khusus, bukan hanya perilaku terbuka, tetapi juga proses yang tak terucapkan, dengan sampel kecil/purposif, memahami peristiwa yang punya makna historis; menekankan perbedaan individu; mengembangkan hipotesis (teori) yang terikat oleh konteks dan waktu; membuat penilaian etis/estetis atas fenomena (komunikasi) spesifik. (6) Metode penelitian: deskriptif (wawancara tak berstuktur/mendalam, pengamatan berperan serta), analisis dokumen, studi kasus, studi historis; penafsiran sangat ditekankan alih-alih pengamatan objektif. (7) Analisis: induktif; berkesinambungan sejak awal hingga akhir; mencari model, pola atau tema. (8) Kriteria kualitas penelitian: otentitas, yakni sejauh mana temuan penelitian mencerminkan penghayatan subjek yang diteliti (komunikator) (9) Peran nilai: Nilai, etika, dan pilihan moral peneliti melekat dalam proses penelitian (pemilihan masalah penelitian, tujuan penelitian, paradigma, teori dan metode/teknik analisis yang digunakan, dsb) Penelitian ini berusaha menelaah dan menggambarkan fenomena dunia petani menurut pandangan mereka sendiri, maka penelitian menggunakan studi fenomenologi. Moleong (2008) mengatakan fenomenologi tidak berasumsi bahwa peneliti mengetahui arti sesuatu bagi orang-orang yang sedang diteliti oleh meraka. Inkuiri fenomenologis memulai dengan diam. Diam merupakan tindakan untuk menangkap pengertian sesuatu yang sedang diteliti. Mereka berusaha masuk ke dalam dunia konseptual para subyek yang ditelitinya sedemikian rupa sehingga mereka mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian yang dikembangkan oleh mereka di sekitar peristiwa dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Litlejohn dan Foss (2008), interaksi simbolik mengandung inti dasar premis tentang komunikasi dan masyarakat. Interaksi simbolik mempelajari sifat interaksi yang merupakan kegiatan manusia yang dinamis, sebagai bandingan 128 pendekatan struktural yang menfokuskan diri pada individu dan ciri-ciri kepribadiannya, atau bagaimana struktur sosial membentuk perilaku tertentu individu. Perspektif interaksi simbolik memandang bahwa individu aktif, reflektif dan kreatif, menafsirkan, menampilkan perilaku yang rumit dan sulit diramalkan. Perspektif ini menolak gagasan bahwa individu adalah organisme pasif yang perilakunya ditentukan oleh kekuatan-kekuatan atau struktur yang ada di luar dirinya. Individu terus berubah, maka masyarakat pun berubah melalui interaksi. Interaksilah yang dianggap paling penting yang menentukan perilaku manusia bukan struktur masyarakat. Struktur itu sendiri tercipta dan berubah karena interaksi manusia, yaitu ketika individu-individu berfikir dan bertindak secara stabil terhadap seperangkat obyek yang sama. Fenomenologi bertujuan untuk mengetahui dunia dari sudut pandang orang yang mengalaminya secara langsung atau berkaitan dengan sifat-sifat alami pengalaman manusia, dan makna yang ditempelkan padanya. Peneliti fenomenologi harus menunda proses penyimpulan mengenai sebuah fenomena, dengan menempatkan fenomena tersebut terlebih dahulu mempertanyakan dan meneliti terlebih dahulu fenomena yang tampak, dengan mempertimbangkan aspek kesadaran yang ada padanya. Konsekuensi hal tersebut, fenomenologi sebagai metode penelitian tidak menggunakan hipotesis dalam prosesnya, walaupun fenomenologi bisa jadi menghasilkan sebuah hipotesis untuk diuji lebih lanjut. Fenomenologi tidak diawali dan tidak bertujuan untuk menguji teori. Prakteknya, fenomenologi cenderung untuk menggunakan metode observasi, wawancara mendalam (kualitatif), dan analisa dokumen dengan metode hermeneutik. Lokasi dan waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah desa tempat tinggal para petani yang berada di kabupaten Ciamis Jawa Barat dan kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta. Dasar pemilihan lokasi tersebut adalah bahwa di kedua daerah tersebut telah menerima pembiayaan dari lembaga keuangan mikro agribisnis syariah yang dikelola 129 oleh Sub Direktorat Pembiayaan Syariah Kementerian Pertanian. Penelitian ini dilakukan dalam konteks dan setting petani yang di daerahnya terdapat lembaga keuangan mikro syariah. Teknik Penarikan sumber datanya dengan teknik Purposive, yaitu mengambil sumber data dengan sengaja. Sumber data yang diambil adalah kelompok tani yang memiliki atau menggunakan lembaga keuangan mikro syariah. Pusat Pembiayaan Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian memiliki program kerjasama dengan Pemerintah Jepang lewat program CF-SKR untuk memberikan pembiayaan agribisnis atau penguatan modal kepada para petani. Program ini bernama Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A). Melalui Pusat Pembiayaan Pertanian ini program ini dijalankan dengan membantu kelompok tani untuk mendirikan BMT untuk membantu permasalahan permodalan. Kelompok tani yang telah mendirikan BMT tersebut keseluruhannya berjumlah : 158 Lembaga Keuangan Mikro Syariah, uraian lebih jelasnya dalam Tabel 3.1. Tabel 3.1. Lembaga Keuangan Mikro Syariah didirikan oleh Kelompok Tani No. 1 2 3 4 5 6 7 Daerah Jawa Barat Jawa Tengah Daerah Istimewa Yogyakarta Jawa Timur Nusa Tenggara Barat (NTB) Kalimantan Selatan Gorontalo Jumlah LKM 31 20 21 21 36 9 20 Berdasarkan hasil evaluasi tahun 2008 diketahui bahwa ada beberapa lembaga keuangan mikro syariah yang masih tetap berjalan, ada juga yang tersendat-sendat bahkan mati. Kriteria indikator keberhasilan pembiayaan ini antara lain : (1) kepatuhan menjalankan skema syariah, (2) menggunakan produk-produk syariah, (3) Memberikan pembiayaan murni kepada pertanian, (4) keberlangsungan menjalankan operasional secara syariah. Berdasarkan rekomendasi dari hasil evaluasi tersebut ada beberapa yang berhasil membiayai khusus sektor pertanian, terutama adalah : BMT Miftahussalam, Kecamatan Cijeunjing, Kabupaten Ciamis yang berdiri sejak 14 Juli 130 1997. BMT ini merupakan pesantren yang sudah memiliki internet dalam pemasaran dan penyebaran informasinya, karena itu terpaan media sangatlah tinggi. Kategori desa ini termasuk desa Sub urban area dengan setting budaya Sunda. Kedua, BMT Al Barokah Kecamatan Imogiri kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta yang telah berdiri 1 Oktober 2001. Daerah ini merupakan salah satu daerah yang terpaan media sangat sedikit, belum menggunakan internet seperti di BMT Miftahussalam. Wilayah Bantul ini termasuk kategori desa rural area dengan setting budaya Jawa. Kedua daerah inilah yang telah dijadikan sebagai sampel dalam penelitian ini atas LKM syariah yang dibiayai oleh kementerian Pertanian. Waktu Penelitian dilakukan pada bulan Januari-Juli 2010. Informan Penelitian Pada penelitian ini dikaji petani berkomunikasi untuk mendapatkan pembiayaan kredit dari BMT. Keunikan penelitian ini adalah bahwa pengalaman masing-masing individu petani berbeda-beda, sehingga hasil yang didapat pun terdapat keunikan tersendiri dari pengalaman masing-masing petani. Nara suumber informasi penelitian ini adalah para petani dan BMT. Pada penelitian ini yang dikaji adalah tindakan komunikatif petani yang dilakukan dan dikonstruksikan oleh petani itu sendiri, baik dalam bentuk verbal maupun non verbal. Proses komunikasi ini dapat diketahui dalam bentuk narasi, percakapan sehari-hari, ritual maupun teks yang ada. Sumber informasi penelitian dipilih secara purposif berdasarkan aktivitas dan kesediaan mereka untuk mengeksplorasi dan mengartikulasikan pengalaman mereka secara sadar. Kriteria yang dapat dijadikan acuan dalam memilih informan dalam penelitian ini adalah : (1) Informan petani adalah pihak yang mengalami langsung situasi atau kejadian yang berkaitan dengan topik penelitian, yaitu para nasabah BMT yang mendapatkan pembiayaan syariah. Tujuannya untuk mendapatkan deskripsi dari sudut pandang orang pertama. Ini merupakan kriteria utama dalam penelitian fenomenologi. Walaupun secara demografis informan cocok, namun bila ia tidak 131 mengalami secara langsung, ia tidak bisa dijadikan informan. Syarat inilah yang dituntut untuk mendukung sifat otentitas penelitian fenomenologi. (2) Informan mampu menggambarkan kembali fenomena yang telah dialaminya, terutama dalam sifat alamiah dan maknanya. Hasilnya berupa data yang objektif dan reflektif yang menggambarkan fakta atau keadaan yang sesungguhnya. (3) Bersedia untuk terlibat dalam kegiatan penelitian meskipun mungkin harus membutuhkan waktu yang lama. (4) Bersedia untuk diwawancara dan direkam aktivitasnya selama wawancara atau selama penelitian berlangsung. (5) Memberikan persetujuan untuk dipublikasikan dalam bentuk hasil penelitian sesuai dengan etika akademis/ilmiah. Pada penelitian fenomenologi jumlah informan tidak ditentukan. Faktor terpenting memilih informan adalah karena diharapkan dapat mengungkapkan fakta atas fenomena atau peristiwa secara detail. Penelitian tentang petani ini memilih tempat-tempat partisipan yang hidup di lingkungan pertanian atau dengan kata lain dalam setting pedesaan. Jumlah informan atau partisipan sebanyak 13 orang petani serta pengelolanya di BMT Miftahussalam, kecamatan Cijeungjing, Ciamis Jawa Barat dan BMT Al Barokah, kecamatan Imogiri kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta. Gambaran Umum Informan Penelitian ini melibatkan beberapa orang petani yang dianggap telah memenuhi kriteria-kriteria sebagai subyek penelitian, seperti yang telah ditetapkan sebelumnya, sebagai berikut : (1) Memiliki usaha di bidang pertanian. (2) Mendapatkan pembiayaan usaha pertanian dari BMT. (3) Usaha dan pembiayaan tersebut minimal sudah berjalan selama 3 tahun. (4) Menjadi anggota kelompok tani Jumlah informan yang terlibat sebanyak 13 orang, enam orang di Ciamis dan tujuh orang di Bantul. Hal ini seperti yang diungkapkan Creswell (2002) bahwa pada 132 penelitian fenomenologi, laporan penelitian harus diawali dengan menjelaskan mengenai gambaran umum, termasuk di dalamnya gambaran tentang informan yang terlibat. Informan penelitian dapat dijelaskan dalam Tabel 3.2. Tabel 3.2. Profil singkat Petani Informan No. 1. NAMA INISIAL JENIS USIA KELAMIN Laki-laki 58 thn ASAL USAHA TANI Ciamis Petani Jagung Laki-laki 32 thn Ciamis 2. US (Ketua Kelompok Tani) D (Petani) 3. HF (Petani) Laki-laki 60 thn Ciamis 4. H (Petani) Laki-laki 37 thn Ciamis 5. Laki-laki 62 thn Ciamis Laki-laki 74 thn Bantul Petani Padi Laki-laki 72 thn Bantul Petani Padi 8. 9. OS (Petani/Tokoh Masyarakat) DJ (Ketua Kelompok Tani) DN (Petani/Tokoh Masyarakat) W (Petani) Hj (Petani) Petani Jamur, Peternak Kambing dan Sapi Petani Padi dan Jagung, Peternak Kambing dan Sapi. Petani Jagung dan Peternak Ikan Gurame Petani Jagung Laki-laki Perempuan 71 thn 56 thn Bantul Bantul 10. S (Petani) Laki-laki 58 thn Bantul 11. 12. 13 Wj (Petani) DDN (Ketua BMT) SK (Ketua BMT) Perempuan Laki-laki Perempuan 35 thn 35 thn 35 thn Bantul Ciamis Bantul Petani Padi Peternak Ikan lele dan Gurame Petani Padi, peternak ayam Petani Padi Ketua BMT Ketua BMT 6. 7. Berdasarkan wawancara dan pengamatan seperti digambarkan singkat pada Tabel 3.2, petani informan yang terdiri dari 10 laki-laki dan 3 perempuan. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dapat menggunakan sumber data primer dan sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan informasi kepada 133 pengumpul data, dan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau dokumen. Menurut Creswell (2002), teknik pengumpulan informasi dalam penelitian fenomenologi seperti dirinci pada Tabel 3.3. Tabel 3.3. Teknik Pengumpulan Data Fenomenologi Pengumpulan Data Pengamatan Wawancara Pilihan Tipe Kelebihan Keterbatasan Partisipasi penuh : peneliti menyembunyikan peran Pengamat sebagai partisipan – peran peneliti diketahui Peneliti mendapat informasi langsung dari informan Peneliti dapat mencatat informasi ketika muncul Pengamat penuh : peneliti mengamati tanpa berpartisipasi Dapat ditemukan aspek-aspek baru selama pengamatan Berguna dalam menggali topik yang bagi informan sulit untuk dibahas Berguna jika objek kajian tidak dapat diamati secara langsung Apabila Peneliti (mungkin) tampak sebagai pengganggu. Informasi pribadi yang tidak dapat dilaporkan peneliti dapat diamati Peneliti kurang memiliki keahlian memahami budaya masyarakat yang diamati dan pendekatan yang baik Memberi informasi subjektif ketika disaring melalui pandangan pihak yang mewawancarai Memberi informasi di tempat yang mengganggu informan sehingga tidak objektif, bukan di lapangan Kehadiran peneliti dapat membuat tanggapan bias tidak semua orang sama pintar/ trampil mengeluarkan pendapat Tatap muka : wawancara empat mata, wawancara pribadi Telepon : peneliti mewawancarai lewat telepon Informan dapat memberi informasi kronologis historis secara tepat Kelompok : peneliti mewawancarai informan dalam kelompok Memungkinkan peneliti mengendalikan di luar pertanyaan 134 Pengumpulan Data Dokumen Materi Visual Audio Lanjutan Teknik Pengumpulan Data Fenomenologi Pilihan Tipe Kelebihan Keterbatasan Dokumentasi umum seperti notulen rapat, koran Memungkinkan pengamat memakai bahasa dan katakata sumber informasi Dokumentasi pribadi seperti jurnal atau buku harian, surat Dapat diakses di waktu yang dipilih pengamat/sumber informasi yang tidak menonjol Menyajikan data yang dikumpulkan informan Sebagai bukti tertulis, menghemat waktu dan biaya peneliti untuk menulis Mungkin metode pengumpulan data yang tidak menonjol Foto, kaset video, obyek seni Perangkat lunak komputer, film FGD Memberi kesempatan kepada informan untuk berbagi realitanya secara langsung Kreatif dalam arti menangkap perhatian secara visual Memahami berbagai pandangan dari berbagai sumber informasi Apabila informasi rahasia tidak dapat terbuka untuk umum Mengharuskan pengamat untuk mencari informasi di tempat yang sulit ditemukan Apabila Materi mungkin tidak lengkap dokumen mungkin tidak otentik/akurat Apabila sulit ditafsirkan Apabila ada animasi yang sulit dipahami maknanya Apabila tidak dapat diakses oleh umum atau pribadi Kehadiran pengamat (missal: fotografer) mungkin mengganggu dan mempengaruhi respon Apabila ada dominasi dalam proses diskusi oleh pihak tertentu 135 Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dengan menggunakan teknik triangulasi, yaitu dilakukan partisipan observer/pengamatan berperan serta, observasi dan wawancara serta dibantu dengan dokumen tertulis dari pihak BMT. Observasi atau pengamatan ada tiga jenis, yaitu : (1) Observasi partisipatif (participant observation) dalam observasi ini peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. (2) Observasi terus terang atau tersamar (overt observation/covert observation), peneliti dalam melakukan pengumpulan data menyatakan terus terang kepada sumber data bahwa ia sedang melakukan penelitian. Peneliti dapat saja pada kondisi tertentu juga tidak terus terang atau tersamar dalam observasi. Hal ini untuk menghindari kalau suatu data yang dicari merupakan data yang masih dirahasiakan. (3) Observasi tidak terstruktur (unstructured Observation), observasi dalam penelitian kualitatif dilakukan dengan tidak berstruktur, melainkan mengikuti alur proses yang terjadi atau dipengaruhi situasi saat penggalian informasi tanpa terlepas dari fokus pengamatan penelitian. Fokus observasi berkembang secara dinamis selama kegiatan observasi berlangsung. Peneliti juga melakukan wawancara kepada para petani. Tujuan dilakukannya wawancara adalah untuk mengkonstruksi mengenai aktor, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, dan tuntutan, kepedulian dan lain-lain. Selanjutnya, peneliti menverifikasi, mengubah, dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain, baik manusia maupun bukan manusia (triangulasi); dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan sumber informasi yang didapat. Data sekunder juga diperoleh dari dokumen-dokumen, bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang, atau suatu pihak tertentu. Fokus Penelitian Penelitian ini memfokuskan proses komunikasi yang terjadi ketika petani berinteraksi dengan BMT dalam rangka mendapatkan pembiayaan syariah, yaitu saat: (1) Petani mengajukan pembiayaan Syariah kepada BMT 136 (2) BMT Menyetujui memberikan pembiayaan syariah kepada Petani dengan menggunakan akad mudharabah atau akad murabahah. (3) BMT memberikan pelatihan kepada Petani yang telah mendapatkan pembiayaan syariah (4) BMT melakukan pendampingan kepada petani (5) PINBUK melakukan pengawasan dan menjalankan fungsi konsultasi kepada BMT (6) PINBUK memberikan pelatihan kepada Petani lewat BMT (7) Tokoh Masyarakat memberikan dukungan dan fungsi konsultasi kepada BMT (8) Tokoh Masyarakat memberikan dukungan dan fungsi konsultasi kepada petani Proses Pendekatan Pada penelitian ini akses pengumpulan data diperoleh pertama kali dari “gatekeeper” atau seseorang yang menjadi anggota kelompok masyarakat yang diteliti. Pada penelitian ini yang dimaksud gatekeeper adalah ketua kelompok taninya yang kemudian dapat menghubungkan peneliti dengan informan anggotanya dalam penelitian ini. Selanjutnya, informan akan menjadi sumber data utama selain hasil pengamatan peneliti, karena dari informan inilah diperoleh model asli bagaimana pola perilaku dari kelompok masyarakat yang akan diteliti. Penelitian ini mengambil informan sebanyak 13 orang petani, terdiri dari para petani dan Ketua BMT. Penentuan informan dipilih secara purposif, dengan pertimbangan utama, informan tersebut dapat berkomunikasi dengan baik sehingga wawancara yang dilakukan berjalan lancar. Diharapkan pada kegiatan ini dapat diperoleh gambaran mengenai perilaku komunikasi suatu kelompok masyarakat langsung dari orang yang memang merupakan anggota masyarakat yang diteliti. Pada pelaksanaan Observasi di lapangan, peneliti dengan nara sumber atau yang biasa disebut informan terjalin rapport dan menghasilkan hubungan yang akrab sehingga peneliti dapat melebur dengan informan, dan menghasilkan kepercayaan (trust) karena terjadi keakraban. Hal ini dilakukan dengan tujuan akan mempermudah penelitian pada tahap-tahap selanjutnya. Keakraban hubungan dibina, melalui 137 rapport. Rapport adalah hubungan antara peneliti dengan subyek informasi sedemikian rupa sehingga subyek dengan sukarela dapat menjawab pertanyaan atau memberikan informasi yang diperlukan oleh peneliti. Ketika rapport itu telah tercapai, usaha penggalian informasi dan data selanjutnya jadi lebih mudah. Kadang-kadang peneliti menghadapi situasi yang walaupun peneliti secara berulang-ulang telah menjelaskan maksud dan tujuan penelitian namun subyek penelitian tetap tidak mau mengerti. Di pihak lain subjek tidak mau bekerjasama, tidak mau memberikan informasi, atau tidak mau melakukan sesuatu yang diharapkan peneliti. Ketika peneliti menghadapi situasi demikian maka peneliti berusaha mendekati subyek dengan jalan memakai salah satu anggota atau ketua dari kelompok tani-nya sebagai perantara. Perangai peneliti, penyesuaian diri dengan penampilan psikis maupun fisik akan mempermudah peneliti menghadapi situasi yang rumit sekalipun. Demi tercapainya penelitian ini, maka peneliti menyadari bahwa penelitian ini memerlukan kesabaran dan kecermatan. Teknik Keabsahan Data Pada penelitian ini menetapkan keabsahan (truthworthiness) data yaitu diperlukannya teknik pemeriksaan. Peneliti melaksanakan teknik pemeriksaan yang didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada empat kriteria yang digunakan, yaitu derajat kepercayaan (Kredibilitas, yang terdiri : perpanjangan ikut serta, ketekunan pengamatan, triangulasi, pengecekan sejawat, kecukupan referensial, kajian kasus negatif, pengecekan Kebergantungan anggota); (Audit Keteralihan (Uraian Rinci) kebergantungan)/(dependenbility); (tranferability); Kepastian (audit kepastian)/(Confirmability). Kepercayaan (credibility), memiliki dua fungsi : pertama melaksanakan inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai; kedua, mempertunjukan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang diteliti. Peneliti melakukan pemilihan nara sumber (informan petani) yang memiliki kredibilitas tinggi sehingga memenuhi unsur kredibilitas ini. Caranya adalah dengan perantara Ketua PINBUK masing-masing 138 daerah (Ciamis dan Bantul). Tahap kedua adalah dengan pertimbangan ketua BMT masing-masing untuk memilih anggota BMT yang juga sebagai anggota kelompok tani sebagai nara sumber peneliti. Keteralihan (transferability) sebagai persoalan empiris bergantung pada kesamaan antara konteks pengirim dan penerima. Peneliti bertanggung jawab menyediakan data deskriptif secukupnya ketika akan membuat keputusan tentang pengalihan tersebut. Untuk keperluan itu peneliti melakukan penelitian kecil untuk memastikan usaha menverifikasi tersebut. Peneliti melakukan koding dengan mengkategorikan hasil temuan sehingga terbentuk pola-pola. Pola-pola ini didapat dari kesamaan dan kemiripan informasi yang diungkapkan oleh nara sumber. Tahap kedua, peneliti melakukan verifikasi data tersebut kepada nara sumber untuk memastikan apakah informasi yang telah disampaikan nara sumber tersebut benar. Kebergantungan (Dependenbility), konsep kebergantungan lebih luas daripada reliabilitas. Konsep itu memperhitungkan segala-galanya yaitu yang ada reliabilitas itu sendiri ditambah faktor-faktor lainnya. Peneliti melakukan pola-pola terhadap hasil temuan dari dua setting daerah yang berbeda. Sehingga hasil penelitian ini dapat digunakan bagi daerah yang memiliki setting yang sama dengan daerah yang diteliti, yaitu Ciamis dengan setting budaya Sunda dan Sub urban area serta Bantul dengan setting budaya Jawa dengan Rural Area. Kepastian (confirmability), konsep obyektivitas pemastian bahwa sesuatu itu obyektif atau tidak bergantung pada persetujuan beberapa orang terhadap pandangan, pendapat dan penemuan seseorang. Sesuatu yang obyektif, berarti dapat dipercaya, faktual, dan dapat dipastikan. Pengertian terakhir inilah yang dijadikan tumpuan pengalihan pengertian obyektivitas-subyektivitas menjadi kepastian. Pada tahap ini selain peneliti melakukan verifikasi atas data hasil temuan kepada nara sumber, peneliti juga meminta persetujuan nara sumber terhadap data yang didapat dan akan dijadikan sebagai bahan temuan peneliti yang juga dapat dipublikasikan sebagai hasil penelitian dan dapat digunakan juga oleh daerah lain yang memmiliki setting daerah yang sama. 139 Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data dan waktu. Triangulasi sebagai teknik pemeriksaan dibedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori. Pada penelitian ini menggunakan pemanfaatan sumber dan teori., sebagai berikut: (1) Sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Hal itu dapat dicapai dengan jalan : (a) membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara; (b) membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan yang dikatakannya secara pribadi; (c) membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu; (d) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi; (e) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. (2) Teori, berdasarkan anggapan bahwa fakta tidak dapat diperiksa derajat kepercayaannya dengan satu atau lebih teori. Triangulasi merupakan cara untuk menguji kredibilitas data yang berasal dari berbagai macam teknik pengumpulan dan sumber data yang berbeda dengan memanfaatkan penggunaan sumber dan teori. Cara terbaik untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu studi, waktu pengumpulan data tentang berbagai kejadian dan hubungan dari berbagai pandangan. Peneliti dapat menggunakan teknik triangulasi untuk mengecek kembali semua data-data yang diperoleh dari teknik dan sumber data yang berbeda selama penelitian sehingga data tersebut dapat dipertanggung jawabkan sebagai suatu hasil penelitian yang baik karena memiliki kredibilitas data yang tinggi. Analisis Data Semua data-data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan dokumen diperlukan analisis. Analisis data adalah proses mengatur urutan data, 140 mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori atau satu uraian dasar. Pengumpulan dan analisis data merupakan suatu proses yang bersamaan dalam penelitian kualitatif. Peneliti membuat indeks atau kode data dengan menggunakan sebanyak mungkin kategori. Selanjutnya peneliti berusaha untuk mengidentifikasi dan menggambarkan pola dan tema ini. Selama analisis data, data disusun secara kategoris dan kronologis, ditinjau secara berulang-ulang dan terus menerus dikodekan. Rekaman wawancara dan rekaman buku harian lapangan akan ditinjau secara tetap. Data penelitian ini berupa data kualitatif (pernyatan, gejala, tindakan nonverbal yang terekam dalam bentuk deskripsi kalimat atau oleh gambar) maka terdapat tiga alur kegiatan yang dapat dilakukan secara bersama, yaitu: reduksi data , penyajian data, penarikan kesimpulan dan verifikasi. Reduksi data adalah suatu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Data kualitatif disederhanakan dan ditransformasikan dengan berbagai cara, antara lain seleksi yang ketat, ringkasan, atau uraian singkat, penggolongan dalam suatu pola yang lebih luas. Penyajian data adalah susunan sekumpulan informasi yang memungkinkan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Peneliti berupaya menggunakan cara yang menggunakan matriks teks, pola, gambar dan bagan, disamping teks naratif. Analisa data kualitatif mulai dengan mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat, dan proposisi. Peneliti menarik kesimpulan-kesimpulan secara longgar, tetap terbuka dan skeptis. Kesimpulan tersebut diverifikasi selama proses penelitian. Verifikasi tersebut dapat berupa tinjauan atau pemikiran kembali pada catatan lapangan, yang berlangsung sekilas atau dilakukan secara seksama dan memakan waktu lama, serta bertukar pikiran dengan petani untuk mengembangkan intersubyektif. Makna-makna yang muncul dari data harus diuji kebenarannya, kekokohannya, dan kecocokannya, sehingga membentuk validitasnya. 141 Studi yang dilakukan adalah studi mengenai fenomena petani yang termasuk dalam kategori studi fenomenologis, maka alur analisis datanya mengikuti apa yang dikemukakan oleh Creswell (2002), yaitu : (1) Peneliti memulai dengan mendeskripsikan secara menyeluruh pengalamannya. (2) Peneliti kemudian menemukan pernyataan (dalam wawancara) tentang bagaimana orang-orang memahami topik, rinci pernyataan-pernyataan tersebut (horisonalisasi data) dan memperlakukan setiap pernyataan memiliki nilai yang setara, serta mengembangkan rincian tersebut dengan tidak melakukan pengulangan atau tumpang tindih. (3) Pernyataan-pernyataan tersebut kemudian dikelompokan ke dalam unit-unit bermakna (meaning unit), peneliti merinci unit-unit tersebut dan menuliskan sebuah penjelasan teks (textural description) tentang pengalamannya, termasuk contoh-contoh secara seksama. (4) Peneliti kemudian merefleksikan pemikirannya dan menggunakan variasi imajinatif (imaginative variation) atau deskripsi struktural (structural description), mencari keseluruhan makna yang memungkinkan dan melalui perspektif yang divergen (divergent perspectives), mempertimbangkan kerangka rujukan atas gejala (phenomenon), dan mengkonstruksikan bagaimana gejala tersebut dialami. (5) Proses tersebut merupakan langkah awal peneliti mengungkapkan pengalaman, dan kemudian diikuti pengalaman seluruh partisipan. Setelah semua itu dilakukan, kemudian peneliti menulis deskripsi gabungannya. Bila diringkas maka, teknik analisis dan representasi data pada penelitian fenomenologi, dijelaskan pada Tabel 3.4. 142 Tabel 3.4. Teknik Analisa dalam Fenomenologi Analisis dan Representasi Data Pengolahan Data Membaca dan Mengingat Data Menggambarkan Data Mengklasifikasikan Data Interpretasi Data Visualisasi dan Presentasi Data Sumber : Creswell (2002) Penelitian Fenomenologi Membuat dan Mengorganisasikan data Membaca teks, membuat batasan-batasan catatan, dan membuat form kode-kode inisial Menggambarkan makna dari peristiwa untuk peneliti ï‚· Menemukan pernyataan-pernyataan bermakna dan membuat daftarnya ï‚· Mengelompokkan pernyataanpernyataan yang sama ke dalam unitunit makna tertentu ï‚· Membangun deskripsi tekstural (apa yang terjadi) ï‚· Membangun deskripsi struktural (bagaimana peristiwa itu dialami) ï‚· Membangun deskripsi keseluruhan dari peristiwa (esensi peristiwa) Narasi esensi peristiwa, dilengkapi dengan tabel pernyataan, dan unit-unit bermakna 143 BAB IV GAMBARAN UMUM DESA CIJEUNJING KABUPATEN CIAMIS DAN DESA BLAWONG KABUPATEN BANTUL Baik di Kabupaten Ciamis dan Bantul memiliki BMT yang memberikan pembiayaan kepada petani. Berdasarkan rekomendasi dari Direktorat bagian pembiayaan syariah kementrian pertanian merujuk pada PINBUK di kabupaten Ciamis dan Bantul. Selanjutnya PINBUK mengarahkan kepada BMT yang memberikan pembiayaan syariah kepada petani dan masih tetap berjalan dan maju dimulai sejak 2005 hingga saat ini. Kabupaten Ciamis diwakili oleh BMT Miftahussalam dan Kabupaten Bantul diwakili oleh BMT Al Barokah. Kabupaten Ciamis Kabupaten Ciamis, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibu kotanya adalah Ciamis Kota. Kabupaten ini berada di bagian tenggara Jawa Barat, berbatasan dengan Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan di utara, Kabupaten Cilacap (Jawa Tengah) & dan kota Banjar di timur, Samudra Hindia di selatan, serta Kota Tasikmalaya dan Kabupaten Tasikmalaya di barat. Moto Ciamis adalah Mahayuna Ayuna Kadatuan. Kota Ciamis memiliki luas 2.740,76 km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 1.531.729, Kepadatan penduduk sebesar 558,74 jiwa/km2 (Sensus Penduduk 2010). Gambaran mengenai kependudukan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Indikator Kependudukan Kabupaten Ciamis, 2010 Uraian Jumlah Jumlah Penduduk/Jiwa 1.531.359 Laki-laki 757.729 Perempuan 773.630 Rata-rata pertumbuhan penduduk 2000-2010 (Persen) 0,046 Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2) 558,74 Sex Ratio (L/P) (Persen) 97,94 Sumber: BPS, Sensus Penduduk, 2010 Kabupaten Ciamis terdiri atas 36 kecamatan, yang dibagi lagi atas 350 desa dan kelurahan. Pusat pemerintahan di Kecamatan Ciamis. Kecamatan Banjar, yang dulunya bagian dari Ciamis, ditingkatkan statusnya menjadi kota administratif, dan sejak tanggal 11 144 Desember 2002 ditetapkan menjadi kota (otonom), yang terpisah dari Ciamis. Sejak sekira lima tahun silam terdapat wacana untuk memekarkan lagi Ciamis (pasca-lepasnya Banjar dan sekitarnya menjadi Kota definitif), yaitu dengan membuat Ciamis Selatan meliputi selatan Kabupaten induk, namun hal ini masih terus dibahas di DPRD Ciamis, mengingat adanya pengetatan aturan tak-tertulis untuk pelaksanaan pemekaran suatu daerah administratif (Provinsi maupun Kabupaten/Kota). Patut dimaklum, membentuk sebuah daerah administratif baru akan menguras dana yang besar, sementara APBN (dari pusat) dan APBD (dari Provinsi) selayaknya harus dijalurkan kepada hal-hal yang lebih mendesak. Sebagian besar wilayah Ciamis berupa pegunungan dan dataran tinggi, kecuali di perbatasan dengan Jawa Tengah bagian selatan, serta sebagian wilayah pesisir. Pantai selatan Ciamis bagian timur berupa teluk, diantaranya Teluk Pangandaran, Teluk Parigi, dan Teluk Pananjung. Pantai Pangandaran salah satu tujuan wisata utama Ciamis. Ibu kota Ciamis berada di jalan Lintas jalur (Bandung-Yogyakarta-Surabaya). Kabupaten ini juga dilintasi jalur kereta api lintas selatan, dengan stasiun terbesarnya di Ciamis. Di bagian selatan Kabupaten terdapat sebuah lapangan terbang perintis, dinamai Nusawiru, tadinya ditujukan untuk membuka lebar peluang pariwisata (Pangandaran dan sekitarnya) dan investasi di pesisir selatan. Namun kini terkesan kurang dirawat. Di tiaptiap Kecamatan terdapat klinik Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), juga terdapat Praktik Dokter Swasta. Di pusat Kabupaten terdapat Rumah Sakit Umum, selain itu untuk mereka yang lebih dekat ke Kota Banjar dapat mengakses Rumah Sakit Umum Banjar (di Kota Banjar), atau dapat pula ke beberapa Rumah Sakit Umum di Kota Tasikmalaya. Kabupaten Bantul Bantul memang tak bisa dilepaskan dari sejarah Yogyakarta sebagai kota perjuangan dan sejarah perjuangan Indonesia pada umumnya. Bantul menyimpan banyak kisah kepahlawanan. Antara lain, perlawanan Pangeran Mangkubumi di Ambar Ketawang dan upaya pertahanan Sultan Agung di Pleret. Perjuangan Pangeran Diponegoro di Selarong. Kisah perjuangan pioner penerbangan Indonesia yaitu Adisucipto, pesawat yang ditumpanginya jatuh ditembak Belanda di Desa Ngoto. Sebuah peristiwa yang penting dicatat adalah Perang Gerilya melawan pasukan Belanda yang dipimpin oleh Jenderal Sudirman (1948) yang banyak bergerak di sekitar wilayah Bantul. Wilayah ini pula yang menjadi basis, "Serangan Oemoem 1 Maret" (1949) yang dicetuskan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX. 145 Tolok awal pembentukan wilayah Bantul adalah perjuangan gigih Pangeran Diponegoro melawan penjajah bermarkas di Selarong sejak tahun 1825 hingga 1830. Seusai meredam perjuangan Diponegoro, Pemeritah Hindia Belanda kemudian membentuk komisi khusus untuk menangani daerah Vortenlanden yang antara lain bertugas menangani pemerintahan daerah Mataram, Pajang, Sokawati, dan Gunung Kidul. Kontrak kasunanan Surakarta dengan Yogyakarta dilakukan baik hal pembagian wilayah maupun pembayaran ongkos perang, penyerahan pemimpin pemberontak, dan pembentukan wilayah administratif. Tanggal 26 dan 31 Maret 1831 Pemerintah Hindia Belanda dan Sultan Yogyakarta mengadakan kontrak kerja sama tentang pembagian wilayah administratif baru dalam Kasultanan disertai penetapan jabatan kepala wilayahnya. Saat itu Kasultanan Yogyakarta dibagi menjadi tiga kabupaten yaitu Bantul karang untuk kawasan selatan, Denggung untuk kawasan utara, dan Kalasan untuk kawasan timur. Menindaklanjuti pembagian wilayah baru Kasultanan Yogyakarta, tanggal 20 Juli 1831 atau Rabu Kliwon 10 sapar tahun Dal 1759 (Jawa) secara resmi ditetapkan pembentukan Kabupaten Bantul yang sebelumnya di kenal bernama Bantulkarang. Seorang Nayaka Kasultanan Yogyakarata bernama Raden Tumenggung Mangun Negoro kemudian dipercaya Sri Sultan Hamengkubuwono V untuk memangku jabatan sebagai Bupati Bantul. Tanggal 20 Juli inilah yang setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Jadi Kabupaten Bantul. Selain itu, memiliki nilai simbol kepahlawanan dan kekeramatan bagi masyarakat Bantul mengingat Perang Diponegoro dikobarkan tanggal 20 Juli 1825. Pada masa pendudukan Jepang, pemerintahan berdasarkan pada Usamu Seirei nomor 13 sedangkan stadsgemente ordonantie dihapus. Kabupaten Memiliki hak mengelola rumah tangga sendiri (otonom). Kemudian setelah kemerdekaan, pemerintahan ditangani oleh Komite Nasional Daerah untuk melaksanakan UU No 1 tahun 1945. Di Yogyakarta dan Surakarta undang-undang tersebut tidak diberlakukan hingga dikeluarkannya UU Pokok Pemerintah Daerah No 22 tahun 1948. dan selanjutnya mengacu UU Nomor 15 tahun 1950 yang isinya pembentukan Pemerintahan Daerah Otonom di seluruh Indonesia. Bantul terdiri dari 17 Kecamatan, 75 Desa, 933 Dusun, terletak di sebelah Selatan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebelah Utara berbatasan dengan kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman, Sebelah Selatan : Samudera Indonesia, Sebelah Timur : Kabupaten Gunung Kidul, dan Sebelah Barat: Kabupaten Kulon Progo. 146 Bantul terletak antara 07° 44' 04" - 08° 00' 27" Lintang Selatan dan 110° 12' 34" 110° 31' 08" Bujur Timur. Luas wilayah Bantul 508,85 Km2 (15,90 5 dari Luas wilayah Propinsi DIY) dengan topografi sebagai dataran rendah 140 persen dan lebih dari separonya (60 persen) daerah perbukitan yang kurang subur, secara garis besar terdiri dari : Bagian Barat, adalah daerah landai yang kurang serta perbukitan yang membujur dari Utara ke Selatan seluas 89,86 km2 (17,73 persen dari seluruh wilayah). Bagian Tengah, adalah daerah datar dan landai merupakan daerah pertanian yang subur seluas 210.94 km2 (41,62 persen). Bagian Timur, adalah daerah yang landai, miring dan terjal yang keadaannya masih lebih baik dari daerah bagian Barat, seluas 206,05 km2 (40,65 persen). Bagian Selatan, merupakan bagian dari daerah bagian Tengah dengan keadaan alamnya yang berpasir dan sedikir berlagun, terbentang di Pantai Selatan dari Kecamatan Srandakan, Sanden dan Kretek. Bantul dialiri 6 Sungai yang mengalir sepanjang tahun dengan panjang 114 km2. Yaitu : 1. Sungai Oyo : 35,75 km, 2. Sungai Opak : 19,00 km, 3. Sungai Code : 7,00 km, 4. Sungai Winongo : 18,75 km, 5. Sungai Bedog : 9,50 km, 6. Sungai Progo : 24,00 km. Selanjutnya penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2. Tata Guna Lahan Bantul 2009 No. Jenis Luas Persentase 1 Pekarangan 18.327,15 Ha 36,16 2 Sawah 16.823,84 Ha 33,19 3 Tegalan 7.554,45 Ha 14,90 4 Tanah Hutan 1.697,80 Ha 3,35 Sumber data : BPS Kabupaten Bantul 2009 Berdasarkan Peraturan daerah Nomor 16 Tahun 2007 tentang Pembentukan Organisasi Dinas Daerah di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Bantul, di dalamnya termuat kedudukan, tugas pokok dan fungsi. Dinas Pertanian dan Kehutanan merupakan unsur pelaksana Pemerintah Daerah di bidang pertanian tanaman pangan, kehutanan dan perkebunan. Dinas Pertanian dan Kehutanan dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Tugas Pokok Dinas Pertanian dan Kehutanan adalah melaksanakan sebagian kewenangan Kabupaten di bidang pertanian yang meliputi: pertanian tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura, kehutanan, ketahanan pangan. Untuk melaksanakan tugas 147 pokok tersebut, Dinas Pertanian dan Kehutanan mempunyai fungsi: (a) Perumusan kebijaksanaan teknis pelaksanaan di bidang pertanian dan kehutanan; (b) Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan tugas pembantuan di bidang pertanian, kehutanan dan ketahanan pangan; (c) Pembinaan dan pelaksanaan tugas bidang pertanian, kehutanan dan ketahanan pangan; (d) Melaksanakan kesekretariatan Dinas; dan (e) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya. (f) Pengelolaan rumah tangga dan tata usaha dinas. Data kependudukan daerah Bantul dapat dijelaskan pada Tabel 4.3. Tabel 4.3. Data Kependudukan Bantul 2009 No 1 Uraian Jumlah Persentase Total Penduduk (jiwa) 786.745 - Laki-Laki 386.777 48,97 - Perempuan 402.968 51,03 - Penduduk Dewasa 603.839 76,46 - Penduduk Anak-Anak 185.906 23,54 2 Kepala Keluarga (KK) 196.212 3. Mutasi Penduduk Tahun 2009 a. Lahir (L) 6.917 0,88 b. Datang (D) 7.268 0,92 c. Mati (M) 3.573 0,45 d. Pergi (P) 3.927 0,50 4 Kenaikan Penduduk Tahun 2009 6.685 0,85 Kenaikan Alami (L-M) 3.344 0,42 Hasil Registrasi Peduduk Awal Tahun 2009 (Sumber Data : BPS Kabupaten Bantul) Selanjutnya data kepadatan pendudukan secara geografis di Bantul dapat terlihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4. Kepadatan Penduduk Geografis Bantul 2010 No Kecamatan 1. Srandakan 2. Sanden 3. Kretek 4. Pundong 5. Bambanglipuro 6. Pandak 7. Bantul 8. Jetis 9. Imogiri 10. Dlingo 11. Pleret Luas (Km2) 18,32 23,16 27,77 23,68 22,7 24,3 21,95 24,47 54,49 55,87 22,97 Jumlah Penduduk 28.582 29.636 29.135 31.603 37.311 46.674 59.234 51.927 56.151 35.542 43.185 Kepadatan / Km2 1.560 1.280 1.088 1.335 1.644 1.962 2.699 2.284 1.030 636 1.880 148 Lanjutan Jumlah Penduduk 12. Piyungan 32,54 48.646 13. Banguntapan 28,48 120.123 14. Sewon 27,16 104.168 15. Kasihan 32,38 110.427 16. Pajangan 33,25 32.810 17. Sedayu 33,36 44.418 Jumlah 506,85 910.572 Sumber Data BPS Kabupaten Bantul, 2010 No Kecamatan Luas (Km2) Kepadatan / Km2 1.495 4.218 3.835 3.410 987 1.293 1.796 Berdasarkan data Tabel 4.4. terlihat bahwa kecamatan Imogiri secara geografis termasuk daerah yang sedang (1.030) kepadatan kenduduknya dibandingkan kecamatan lainnya. Data kepadatan pendudukan secara Agraris di Bantul terlihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5. Kepadatan Penduduk Agraris Bantul 2010 Luas Areal Jumlah Pertanian(Ha) Penduduk 1. Srandakan 575 28.582 2. Sanden 1,191 29.636 3. Kretek 1,416 29.135 4. Pundong 864 31.603 5. Bambanglipuro 22,7 37.311 6. Pandak 24,3 46.674 7. Bantul 21,95 59.234 8. Jetis 24,47 51.927 9. Imogiri 54,49 56.151 10. Dlingo 55,87 35.542 11. Pleret 22,97 43.185 12. Piyungan 32,54 48.646 13. Banguntapan 28,48 120.123 14. Sewon 27,16 104.168 15. Kasihan 32,38 110.427 16. Pajangan 33,25 32.810 17. Sedayu 33,36 44.418 Jumlah 506,85 910.572 Sumber: Data BPS Kabupaten Bantul, 2010 No Kecamatan Kepadatan / Ha 50 25 21 37 32 51 52 44 51 69 50 35 85 80 164 125 46 1.796 Berdasarkan data Tabel 4.5. terlihat bahwa kecamatan Imogiri secara agraris dilihat dari luasnya areal pertanian termasuk daerah yang sedang (51) kepadatan kenduduknya dibandingkan kecamatan lainnya. 149 Desa Cijeunjing Kabupaten Ciamis Kecamatan Cijeungjing memiliki jumlah penduduk sebanyak kurang lebih 50.206 jiwa, terdiri dari Laki-Laki 24.648 jiwa dan Perempuan sebanyak kurang lebih 25.558 jiwa dengan luas wilayah kurang lebih 59,9 Km2 terdiri dari Tanah sawah 990 Ha dan Tanah Kering 4.835 Ha. Batas wilayah Kecamatan Cijeungjing adalah sebagai berikut : (a) Sebelah barat: Kecamatan Ciamis, (b) Sebelah timur: Kecamatan Cisaga dan Kota Banjar, (c) Sebelah utara: Kecamatan Sukadana dan kecamatan Ciamis, (d) Sebelah selatan: Kecamatan Cimaragas dan kecamatan Tasikmalaya. Orbitasi (jarak ke ibukota Ciamis): 7 Km. Secara administrasi pemerintahan kecamatan Cijeunjing terdiri dari: 11 desa, 162 RW dan 417 RT. Prasarana pendidikan terdiri dari: TK Negeri dan swasta: 20 buah, SD Negeri dan swasta: 27 buah, SLTP Negeri dan swasta: 3 buah, SMU Negeri dan swasta: 3 buah, SMK Negeri dan swasta: 6 buah, Madrasah Diniyah: 15 buah, Ibtidaiyah: 8 buah, Tsanawiyah: 8 buah, Aliyah: 5 buah, Perguruan Tinggi: 1 buah (Sumber buku profil Kecamatan Kabupaten Ciamis, 2010) Penduduk Cijeunjing sebagian besar adalah orang Sunda tapi ada juga suku lain seperti suku batak, jawa dan padang. Pekerjaan orang jawa kebanyakan sebagai pedagang, suku padang banyak berjualan di pasar, suku batak sebagai pegawai swasta sedangkan suku Sunda sebagai PNS, petani dan buruh tani. Bahasa yang digunakan masyarakat Cijeunjing sehari-hari adalah bahasa Sunda, sebagian kecil berbahasa Indonesia. Sebagai daerah urban area, desa ini memiliki data potensi desa yang menggambarkan adanya variasi dalam mata pencaharian penduduk tetapi desa Cijeunjing menempatkan petani baik pemilik dan buruh tani merupakan komunitas yang paling dominan, sedangkan komunitas yang paling sedikit adalah pengusaha, pada level menengah adalah komunitas PNS dan TNI/Polri. Pola-pola komunikasi berdasarkan status ekonomi memberikan kontribusi bagi perkembangan masyarakat Cijeunjing oleh karena perbedaan dalam strata ekonomi tidak menjadikan hambatan dalam proses komunikasi. Interaksi sosial masyarakat Cijeunjing memiliki nilai yang positif karena adanya ikatan-ikatan yang dibangun dari kebiasaan masyarakat desa baik dalam rangka hubungan bertetangga sebagai symbol kedekatan atau keakraban dan kekeluargaan sesama warga desa maupun dalam kegiatan tolong menolong sesama warga desa. Berdasarkan karakteristik desa agraris yaitu pola komunikasi intrepersonal yang didasarkan atas tolong menolong diantara sesame warga desa. Proses interaksi tidak terbatas dalam satu komunitas saja tetapi antara komunitas dalam desa 150 Cijeunjing. Warga masyarakat dalam mengembangkan interaksi sosial mematuhi normanorma budaya yang ada di desa itu. Secara struktur budaya, etnis sunda sebagai penduduk asli dalam pergaulan seharihari masyarakatnya tidak memarginalkan warga pendatang diterima secara positif sebagai warga desa, sehingga tidak ada konflik yang dipicu oleh perbedaan struktur budaya. Dalam konteks system budaya kehadiran pendatang tidak sampai mengusik perekonomian warga setempat karena para pendatang minoritas secara ekonomis berbeda dengan mayoritas perekonomian penduduk setempat, sedangkan pendatang pada umumnya berprofesi sebagai pedagang, jadi tidak saling mengusik kehidupan mereka. Etnis yang ada di desa Cijeunjing dihubungkan dengan tingkat kepedulian terhadap kondisi lingkungan, baik penduduk asli maupun pendatang umumnya warga yang berbeda kebudayaan tidak menghalangi masyarakat untuk tidak pedili dengan lingkungan. Pergaulan social di desa Cijeunjing diantara warga masyarakat yang berbeda usia masih tetap dipertahankan seperti antara yang muda dan yang tua saling menghormati. Masyarakat tradisional, kesopanan menjadi satu acuan tata pergaulan masyarakat, sehingga sopan santun menjadi acuan warga masyarakat. Desa Blawong Kabupaten Bantul Desa Blawong terletak di kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul dengan luas wilayah 615.680 Ha. Jumlah penduduknya sebanyak 9.466 jiwa yang terdiri dari 4.567 laki-laki dan 4.899 perempuan, dengan 2.095 Kepala Keluarga. Data distribusi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan dapat dijelaskan pada Tabel 4.6. Tabel 4.6. Distribusi penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan Desa Blawong, 2009 No. Tingkat Pendidikan 1 Taman Kanak-Kanak 2 Sekolah Dasar 3 SMP 4 SMA 5 Akademik (D1-D3) 6 Sarjana (S1-S3) Jumlah Sumber : Data Monografi Desa Blawong 2009 Jumlah 1561 2392 1045 818 51 48 5915 Prosentase 26,39 40,43 17,66 13,82 0,86 0,81 100 Berdasarkan tabel 4.6. penduduk Desa Blawong sebagian besar memiliki tingkat pendidikan Sekolah Dasar sebesar 2392 (40,43%). Kita dapat menyimpulkan bahwa masyarakat Desa Blawong memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Desa Blawong pada 151 umumnya memiliki sumber mata pencaharian dari sektor pertanian. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 4.7. Tabel 4.7. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Desa Blawong 2009 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Jenis Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) Persentase PNS 189 3,03 TNI/Polri 41 0,65 Swasta 219 3,51 Wiraswasta 247 3,96 Tani 1.647 26,43 Pertukangan 209 3,35 Buruh Tani 3.475 55,76 Jasa 152 2,43 Pensiunan 52 0,83 Jumlah 6231 100 Sumber : Data Monografi Desa Blawong 2009 Tabel 4.7. menunjukan bahwa sebagian besar pendududk desa Blawong mata pencahariannya pada sector pertanian, yaitu 5.122 jiwa (82,18 persen), karena di Desa Blawong sebagian besar lahan yang ada digunakan sebagai lahan pertanian dengan komoditi unggulannya adalah padi sawah. BMT Miftahussalam Sejarah Singkat Pendirian BMT Miftahussalam dilatar belakangi oleh maraknya pelepas-pelepas uang (rentenir) yang memungut keuntungan sangat besar, dan akhirnya sangat memberatkan kegiatan usaha masyarakat. Keadaan ini menimbulkan satu kasadaran dari beberapa tokoh masyarakat di Desa Handapherang atas kajian adanya sebuah lembaga permodalan yang dapat mengayomi para pengusaha kecil lapisan masyarakat. Beberapa pertemuan yang membahas pendirian lembaga keuangan tersebut dilaksanakan pada tahun 1995 dengan modal awal Rp. 600.000,- ditambah hibah dari pemerintah sebesar Rp. 3.000.000,-,. Pada saat itulah di Kecamatan Cijeunjing dimulai operasional lembaga keuangan mikro syariah dan berkantor di Jl. H. Ubad No. 94 Handapherang - Ciamis. Tahun 1997 setelah pihak yayasan pesantren merasa mampu, dan terus belajar operasional lembaga keuangan syariah, para pengelola mengajukan legalitas badan hukum kepada instansi terkait. Tanggal 14 Juli 1997 dikeluarkan Keputusan Menteri Koperasi dan 152 Pembinaan Usaha Kecil Republik Indonesia Nomor : 305/BH/KWK 10/VII/1997 tentang legalitas usaha yang telah dibentuk dengan nama KOPONTREN BMT MIFTAHUSSALAM. Hasil rapat anggota Kopontren Miftahussalam dibentuk kepengurusan dan Dewan Pengawas Syariah yang berfungsi mengawasi jalannya operasional BMT Kopontren Miftahussalam baik dalam operasi maupun jenis produk yang ditawarkan agar tidak melanggar ketentuan - ketentuan syariah. Visi: Terwujudnya lembaga keuangan mikro syariah yang unggul dan prima dalam pelayanan anggota. Misi: (1) Pelaksanaan manajemen mutu dalam operasional BMT, (2) Pembinaan usaha anggota dalam manajerial, keahlian, permodalan dan teknologi, (3) Sosialisasi ekonomi syariah dalam kegiatan bisnis anggota, (4) Membangun jaringan bisnis yang berkualitas dengan Moto : "Bersama Umat Membangun Ekonomi Maslahat". NPWP : 1.806.124.2-425; TDP : 101525200152. TDUP : 101/10-16/TDUP/VII/1998. Alamat: Jl. H. Ubad No. 94 Ds. Handapherang Kec. Cijeungjing Kab. Ciamis Jabar. Kode Pos: 46271; Telephone: (0265) 7079691 – 773283. Fax: (0265) 773283; Email: info@bmtmiftahussalam. com. Website: http://bmtmiftahussalam.com Wilayah kerja komontren BMT Miftahussalam meliputi kecamatan Cijeunjing dan kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis, dengan jumlah anggota dan pra anggota 1707 orang. Bantuan kepada para anggota antara lain berupa : Pinjaman permodalan, Pendampingan, membantu pemasaran, bimbingan teknis pertanian, peternakan dan perikanan. Program Kerja BMT Miftahussalam, yaitu : (1) Bersama masyarakat terutama anggota berupaya membangun pertanian yang maju dengan basis peternakan, (2) Meningkatkan ketrampilan teknis para petani dalam budidaya dan mengelola hasil produksi pertanian, (3) Membuat kesepakatan atau kontrak beli dengan para pembeli hasil pertanian dalam upaya menjaga stabilitas harga, (4) Membina mental anggota dalam menjaga kepercayaan, (5) Menambah wawasan para petani lewat penyuluhan dan studi banding Pada 26 Oktober 2009 dalam rangka memperingati Hari Pangan Sedunia tingkat Jawa Barat, gubernur Jawa Barat, Ahmad Heriawan, memberikan penghargaan kepada Yayasan Miftahussalam atas upaya dan peran sertanya membantu mengamankan pangan masyarakat. Penghargaan ini merupakan motivator bagi BMT untuk senantiasa berbuat bagi masyarakat. BMT Miftahussalam sebagai komponen Yayasan Miftahussalam memberikan kontribusi yang sangat besar dalam upaya ketahanan pangan, karena sebagai lembaga ekonomi, berkewajiban untuk membantu masyarakat dalam hal : (1) Pendampingan dan pembinaan 153 manajemen usaha anggota, (2) Pemberian pinjaman modal usaha (3) Membantu pemasaran hasil produksi anggota, (4) Membuat jaringan usaha antar sesama anggota. Pemasaran produk anggota dan sektor riil BMT Miftahussalam juga menggarap pemasaran Online. Sebuah upaya menyikapi trend belanja masyarakat ke depan. Upaya lain Miftahussalam adalah membantu anak yatim dan anak tidak mampu, terutama membebaskan mereka dari kewajiban biaya sekolah, juga menampung mereka di Panti Sosial Asuhan Anak. Sektor Riil yang digarap diharapkan akan terus berkembang di waktu mendatang. Sementara saat ini pun sektor riil meliputi beberapa bidang kegiatan, sebagai berikut: Budidaya Jamur Merang dan jamur Tiram, Sapi Potong/Qurban, Domba Potong/ Qurban, Peternakan Ayam Petelor, Peternakan Ayam Ras, Perkebunan Jagung, Penyemaian Albasiah, Kelapa bahan Kopra, Tanaman Hias. Pelayanan jasa pembayaran (payment point) memberikan kemudahan kepada para pengguna jasa untuk melakukan pembayaran berbagai tagihan seperti tagihan listrik, telepon, PDAM, speedy, pembayaran angsuran kredit kendaraan (leasing) melalui WOM dan FIF Finance, pembelian pulsa isi ulang sampai pembelian tiket kereta api dan pesawat. Semua dilakukan secara online dan realtime. Baitul Mal Miftahussalam bekerjasama dengan UPZ (Unit Pengumpul Zakat) setempat melakukan penghimpunan dan penyaluran dana zakat, infaq serta shadaqah dari para muhsinin dan muzakki. Penyaluran dana ZIS kepada para mustahik diarahkan untuk digunakan untuk aktivitas produktif sebagai modal usaha sehingga pemanfaatan dana zakat untuk pengentasan kemiskinan akan lebih efektif. BMT Miftahussalam memberikan pembiayaan Modal Kerja yang merupakan produk pembiayaan KJKS Berkah Madani kepada sektor produktif usaha mikro dan kecil (UMK) dengan plafon pembiayaan sampai dengan Rp 50 juta untuk kegunaan penambahan modal kerja. Pola pembiayaan sesuai dengan ketentuan syariah, dengan akad Jual Beli (Murabahah), Sewa (Ijarah), Mudharabah atau Musyarakah. Fasilitas pembiayaan dapat digunakan untuk : membiayai piutang dagang, membiayai operasional usaha/ proyek, membayar gaji karyawan, membeli persediaan barang dagangan, dan membiayai produksi. Selain pembiayaan modal, BMT Miftahussalam juga memberikan pembiayaan Investasi yang merupakan produk pembiayaan KJKS Berkah Madani kepada sektor produktif usaha mikro dan kecil untuk kebutuhan investasi usaha dengan plafon maksimal Rp 100 juta. Fasilitas Pembiayaan dapat digunakan untuk: membayar sewa ruang usaha, kendaraan dll, membiayai perbaikan fasilitas usaha, membeli fasilitas usaha/alat produksi 154 Produk tabungan dari BMT Miftahussalam adalah Tabungan Berkah yang merupakan tabungan individu atau lembaga non kependidikan dengan akad mudharabah yang fleksibel, dan memberikan bagi hasil sesuai syariah. Kedua, Tabungan Pendidikan : tabungan untuk pelajar dan mahasiswa. Ketiga, Tabungan Qurban untuk menunaikan ibadah kurbah setiap tahunnya. Keempat, Tabungan Idul Fitri : untuk membantu kebutuhan hari raya. Data perkembangan keuangan BMT Miftahussalam dapat dilihat pada Tabel 4.8. Tabel 4.8. Data Perkembangan BMT Miftahussalam No. Uraian 1 Nasabah 2 Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 1,179 1,420 1,707 2,007 2,387 Asset 591,465,375.48 746,351,632.31 1,362,732,051.66 2,313,108,014.07 2,440,146,172.42 3 Pembiayaan 480,906,154.00 572,450,363.00 1,151,205,839.00 1,662,991,974.00 1,777,140,394.00 4 CAR - - - - 9.24% 5 NPF - - 8.93% 8.54% 5.21% Sumber: Laporan Keuangan BMT Miftahussalan, 2010 Berdasarkan data perkembangan BMT di atas terjadi peningkatan jumlah secara signifikan pada nasabah, asset, penyaluran pembiayaan. Namun pada tahun-tahun sebelumnya jumlah modal (CAR) belum dihitung dan dilaporkan secara sistematis dan periodik dalam laporan keuangannya. Jumlah NPF yang dialami oleh BMT mengalami penurunan, hal ini ditunjang dengan banyaknya pelatihan-pelatihan mental yang diberikan oleh BMT kepada nasabah petani-nya sehingga merubah perilaku nasabahnya menjadi lebih baik dan bertanggung jawab. BMT Miftahussalam menyalurkan pembiayaan dalam bentuk akad murabahah sebesar 70,47 persen, pembiayaan dengan akad mudharabah sebesar 25,19 persen dan dalam bentuk akad rahn sebesar 0,24 persen. Selain itu juga menyalurkan pembiayaan dalam akad al qardhul hasan sebesar 4.10 persen. Pembiayaan al qardul hasan ini berasal dari Bazis yang dikelola oleh BMT dan disalurkan kepada para petani yang memiliki perekonomian yang sangat minim sehingga dibantu dengan memberikan pembiayaan al qardh ini. BMT Al Barokah LKM-A BMT Al Barokah berdiri sejak 1 Oktober 2001 dengan akte pendirian September 1999. Kantornya bertempat di Jl. Imogiri Timur Km. 11,5 kecamatan Imogiri 155 Bantul. Badan Hukum : 082/BH/KDK-12-1/IX/1999. Jalan Imogiri Timur Km 11,5 Blawong, Trimulyo, Jetis, Bantul. Telp. (0274) 4415135, 081328780335. Email : [email protected] . BMT memiliki asset berjumlah 127 juta. Usaha BMT Al Barokah di bidang perdagangan 25 persen, industri 10 persen, pertanian 60 persen. Pada tahun 2009 sampai saat ini anggotanya sudah mencapai 450 orang. Saat ini BMT Al Barokah membantu memberikan pembiayaan kredit kepada para petani di wilayah Bantul. Komoditas yang dibiayai adalah tanaman padi, palawija, peternakan dan perikanan. Pengembalian kredit yang dilakukan petani berjalan kuran lancar. Harapan dari LKM-A ini adanya tindak lanjut dimana Departemen Pertanian berharap kredit ini dapat bermanfaat bagi LKMA dan petani. Visi dan misinya menjadi salah satu lembaga yang dipercaya dan meningkatkan kualitas usaha ekonomi untuk mensejahterakan anggota khususnya para petani dan masyarakat pada umumnya. Unit Usaha BMT Barokah : (1) Unit Simpan Pinjam : (a.) Produk Simpanan: Simpanan sukarela (Simpanan Barokah), Simpanan Pendidikan, Simpanan Qurban, Simpanan Haji, Simpanan Berjangka Mudharobah (3 bulan, 6 bulan, 12 bulan). (b.) Produk Pembiayaan : Pembiayaan Modal Kerja (dengan system mudharabah dan musyarakah); Pembiayaan konsumtif/jual beli dengan system murabahah; Ijarah Multijasa. (2) Unit Sektor Riil : Menyediakan sarana dan prasarana pertanian (pupuk, bibit, pestisida, dan lain-lain). Sasaran BMT Barokah : Masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta, para petani, pedagang, pelaku usaha kecil lainnya, Muzaki (pemberi) dan mustahiq (penerima) zakat, infak dan shodaqoh. Keunggulannya : sebagai lembaga keuangan legal (berbadan hukum), Sistem jemput bola (angsuran dan simpanan bias diambil). Tidak ada potongan pada simpanan sehingga tidak mengurangi saldo simpanan. Aman karena dikelola secara amanah dan telah bekerjasama dengan lembaga professional (PINBUK DIY, Bank Desperindagkop Bantul, Puskopsyah Yogyakarta, Perskopsaba Bantul, Mitra BMT lainnya). Menjadi salah satu penyalur resmi pupuk bersubsidi dan penyedia sarana produksi pertanian. Persyaratan Umum Nasabah : Sehat jasmani dan rohani, Mengisi formulir pendaftaran diri sebagai anggota Koptan BMT Barokah. Membayar simpanan pokok sebesar Rp. 50.000,dan simpanan wajib Rp. 5.000,- setiap bulannya sesuai AD/ART Koptan BMT Barokah. Bersedia disurvei bagi pemohon pembiayaan. Struktur Organisasi Koptan BMT Barokah : (1). Rapat Anggota Tahunan 156 (2). Pengawas (2008-2012) : (a) Ketua + Anggota : H. Salamun Widya Laksita, A., MPd. (petani) (b) Anggota : H. Muhammad Juweni (Ketua Kelompok Tani) (3). Pengurus (2008-2012) : (a) Ketua I: Dachlan Nachrowi (petani) (b) Ketua II: Wasir Nuri (petani) (c) Sekretaris: Tukijan Sayyid Putro (petani) (d) Bendahara: Ariyanto, SE (petani) (4). Pengelola Unit Simpan Pinjam (USP) : (a) Manajer : Sri Kurniawati, SE (petani) (b) Pembukuan : Nurhayati, ST (petani) (c) Kasir : Nisa Nurendah, S. Pt (petani) (5). Pengelola Unit Sektor Riil (USR) : (a) Marketing : Ipan Suri, S. Ag (petani) (b) Pembukuan & Kasir : Zuni Astuti (petani) (6). Marketing : (a) Juwari, S. Si. (petani) (2) Endro Suwarno (petani) Proses dari Koperasi Tani biasa menjadi Koptan BMT Al Barokah Semula koptan menjadi koptan BMT – Al Barokah, dan mulai beroperasi 1 Oktober 2001. Pengurus pertama Pak DJ (selaku ketua kelompok tani), wakilnya ada 5 orang. Setelah berjalan 2 tahun dengan pola syariah maka tahun 2003 dapat menyelenggarakan RAT yang pertama. Semula oleh kantor koperasi di dorong untuk menghidupkan koperasi saja, tetapi pengurus koperasi tidak sanggup menjalankannya. Pada tahun 2003 merubah AD dan ART menjadi BMT yang pengelolaannya disesuaikan dengan pola syariah. Awalnya koperasi berjalan terseok-seok. Khusus untuk kelompok yang ada di wilayah Blawong memiliki dana sekitar 47 juta. Ternyata selama 2 tahun tidak bergerak apa-apa, uangnya semakin susut, dipinjamkan banyak yang tidak kembali, dibelikan pupuk juga tidak balik. Tahun 2001 dana yang tersisa tinggal sekitar 20 juta. Maka DJ selaku ketua Kelompok Tani mengambil keputusan untuk mengubah koperasi dengan pola syariah, sehingga diarahkan menjadi BMT, namanya tetap Barokah. Setelah Koperasi Tani Bangsa dirubah menjadi BMT, maka namanya menjadi Koperasi Tani BMT Barokah. BMT mulai beroperasi mulai 1 Oktober 2001. Tujuan BMT Al Barokah harus dengan pola syariah, yaitu untuk menjembatani masyarakat yang mayoritas didominasi masyarakat muslim, harusnya masyarakat yang hidup di sekitar Blawong ini adalah muslim yang sering di katakan memiliki pola pikiran yang agak modern. Sejak tahun 1928 sudah masuk gerakan muhammadiyah dan dari pola pikir orang muhammadiyah diharapkan dengan BMT akan bisa lebih diterima. Bagi masyarakat Blawong, model bank umum itu tidak mau karena dianggap mengandung riba. Maka dengan pola syariah ini dalam bentuk tabungan diharapkan bisa berjalan. Awalnya anggotanya Cuma 157 sekedar memenuhi AD saja, sekitar 25-30 orang anggotanya. Tapi setelah berjalan 2-3 tahun sudah bisa mencapai 100 orang anggota dan akhirnya memasuki 5 tahun anggotanya bisa mencapai 300-an. Sekarang ini sudah masuk tahun ke-8, kalau dari nama-nama-nya sudah mencapai 400-an. Anggota yang aktif adalah anggota yang memenuhi persyaratan simpanan wajibnya minimal 75 persen. Jadi yang tidak mencapai 75 persen belum masuk dalam kategori aktif. Ternyata dari 400-an anggota itu pada RAT 2009 kemarin, anggota yang aktif kurang dari 400 orang. Hampir seluruhnya anggota adalah petani tapi kategori petani bukan yang punya sawah saja, tetapi juga petani penggarap, ada yang petani buruh, pedagang-pedagang hasil pertanian, pesuruh. Menurut data PINPUK Yogyakarta, di Bantul ini yang pertama kali koperasi dengan usaha pertanian. Bahkan akhir tahun 2008 Manajer BMT ditugaskan oleh PINBUK ke Jakarta sebagai perwakilan BMT dengan usaha pertanian untuk berkumpul bersama hampir 600-an tokoh BMT bertemu dengan presiden SBY. Tujuannya semaksimal mungkin untuk memajukan anggota-anggota kita untuk menjadi petani yang tidak sekedar petani tradisional dan memanfaatkan ilmu-ilmu yang penting. Anggota BMT sendiri ada kemajuan tapi tidak secepat yang diharapkan. Hal ini dapat dilihat dari usahanya. Hasil pertanian bukan sebagai satu-satunya penghasilan petani di dewa Blawong. Daerah Blawong banyak yang punya usaha di luar pertanian, usaha-usaha pribadi yang sifatnya tradisional. Misalnya sebagai pembuat sumur gali/pompa. Bahkan nama Blawong menjadi trademark sebagai penggali sumur/pembuat sumur pompa. Penggali sumur sebagai pekerjaan sampingan dari pertanian tapi hasilnya justru sangat menentukan karena untuk seorang penggali sumur membutuhkan 3-4 hari untuk menyelesaikan satu lubang. Jika sebulan dapat 10 lubang, keluarganya dapat membeli satu motor. Jika dilihat dari perekonomian keluarganya, kalau dia punya rumah yang bagus bukan semata-mata hanya didapat dari hasil dari pertanian tetapi juga dari usaha lainnya. Mayoritas petani di desa Blawong memiliki luas sawah yang sempit-sempit. Bayangkan saja kalau satu keluarga punya satu petak hanya sekitar 500m persegi, tidak cukup untuk memenuhi keluarga. Hasil panen itu untuk makan sampai nanti panen lagi, itu tidak cukup. Apalagi biaya pertanian yang harusnya hasil panen. BMT sebagai koperasi petani ini masih kurang berhasil karena petaninya sendiri kurang tekun di bidang pertaniannya sendiri. Khusus untuk memajukan petani masih kurang berhasil tapi sedikit banyak bisa menolong keluarga mereka baik untuk kepentingan menggarap sawahnya atau kepentingan anak-anaknya, biaya sekolah anak-anaknya. Bahkan untuk modal kerja selain di 158 pertanian juga tidak sedikit. Modal untuk dagang atau produksi/kerajinan misalnya; usaha souvenir/cinderamata untuk turis-turis. Bahkan sebagian penduduk memanfaatkan dari barang-barang sisa, misalnya tempurung kelapa, kulit-kulit yang dibuang-buang. Secara rutin BMT belum melakukan edukasi. Pada awal berdirinya BMT mencoba untuk melakukan edukasi pada petani lewat-lewat pertemuan-pertemuan. Apalagi sejak tahun 1920-an sudah masuk Muhammadiyah, ada Aisyiah pemuda ada Nasyatul Aisyiah yang melakukan pendidikan ke masyarakat. Pemanfaatannya belum dilakukan secara maksimal. Kadang-kadang berbicara dengan kelompok petani, karena penyuluh-penyuluh petani (PPL) tidak jalan. Seharusnya penyuluh dari pemerintah tersebut seminggu sekali turun ke kelompok-kelompok tani untuk melakukan pendidikan atau pelatihan tentang bagaimana petani menggarap sawahnya, panen, dll. Tapi akhir-akhir ini kecenderungan pelatihan oleh penyuluh tidak berjalan lagi. Menurut Informan DJ : “Waktu itu saya kesulitan untuk mendirikan koperasi itu, kebetulan ada LSM yang sangat menakutkan atau kejam, yaitu PINBUK, pimpinan pak Sumedi. Kalau sekilas orang melihat PINBUK itu kejam, padahal tidak, dia bukan keras/kejam tetapi disiplin, saya ikuti terus. Beliau itu malah memilih saya, padahal saya itu selalu ngeyel. Orang-orang takut, saya terus membantah. Dipikiran saya itu adalah bagaimana menghilangkan hambatan, jadi hambatan saya terhadap beliau itu selalu saya bantah, akhirnya beliau malah senang.” Masyarakat Blawong Bantul mayoritas muslim, maka melalui perjalanan yang panjang, banyak lika-liku, maka dibentuklah BMT buat usaha. Jika dibuat perbankan dengan sistem perbungaan, akan ditolak masyarakat. Sekalipun secara kebetulan jalannya bagus. Tim pendiri merencanakan selama dua tahun, tapi belum jalan. Karena SDMnya belum cukup dan kesehariannya orang itu serba bebas, tidak mau diatur sistem administrasi, dididik pun tidak mau, tidak mau mempelajari dan tidak mau mempraktekkan. Kemudian BMT lewat PINBUK, mencari tenaga SDM untuk operasional BMT. PINBUK mencari tenaga kerja ini melalui pengumuman. Walaupun pertama kali SDM yang didapat bukan dari sarjana ekonomi syariah, misalnya sarjana pertanian, ekonomi, sastra dan teknik informatika. Sejak BMT berdiri banyak manfaat yang diperoleh, misalnya kemudahan dalam mendapatkan pupuk, kemudahan soal kredit, pembiayaan untuk pertanian. Tapi untuk petani itu sendiri belum memiliki disiplin. Setelah panen seharusnya petani membayar kewajibannya, ternyata setelah panen berkali-kali belum bayar-bayar, terkadang berulang- 159 ulang. Hal ini termasuk SDM petaninya, SDM harus memiliki keimanan dan kemauan beriman, tetapi itu yang memang kurang. Selanjutnya Informan Dj menjelaskan : “Pendidikan petani tentang BMT hanya diikuti petani kelas menengah, untuk kelas bawah masih sulit dan tidak memulyakan untuk mengerti masih sulit. Bisa juga kalau ada semacam bonus, dan merasa ingin turut menerima bonus, nah itu baru masuk. Yang dicari hanya itu, jiwanya belum berpikir. Hidup untuk semua. Masih hidup itu untuk aku. Nah itu masih sangat sulit dirubah. Nah seharusnya jiwanya itu jiwa pejuang, jiwa perintis, jiwanya individu, nah yang umumnya jiwanya undividu beerjanya untuk kita individu bukan untuk orang lain. Padahal prakteknya bukan begitu. Pertanian ini kan hanya beberapa orang tapi yang makan kan seluruh rakyat Indonesia. Berarti kan kita harus bersosial, berbakti dan segabung. Nah orangorang itu tidak mau, walau saya terangkan tetap tidak mau menerima.” Misalnya : “bantuan yang dimaksud oleh mereka itu hibah, saya beri/hibah. Padahal kan bantuan bukan itu , misalnya begini. Kalau disini kekurangan beras, sekalipun harganya sudah berapapun mau, tapi barangnya tidak ada. Lalu luar negeri mendatangkan beras. Kan itu sudah membantu pengadaan beras. Tapi petani tidak bisa menerima itu, kalau bantuan, ya hibah itu. Masa ada bantuan itu membeli, nah itu perluasan arti kata itu yang balum tahu memang SDMnya. Mereka memang tidak mempunyai bakat untuk mencari, mengetahui, dst.” Menurut Informan SK (Ketua USP BMT Al Barokah) : “Manfaatnya dengan adanya BMT terutama dalam waktu-waktu repot-repot mendapatkan dana, waktu dengan datang ke BMT maka akan diusahakan mendapatkan dana. Yang kedua setelah BMT menjadi penyalur pupuk, maka petani dengan mudah mendapatkan pupuk, tidak ada terbengkalai, terutama selama hampir 2,5 tahun ini melayani pupuk, itu sepertinya masyarakat anggota BMT tidak pernah mengalami kekurangan/kesulitan pupuk. “ Petani merasa kesulitan ketika mencari dana mendadak, mereka mencari dana cuma mana yang bisa diambil, termasuk lintah darat/rentenir. Atau istilahnya bauk kecil, yang dulu banyak masuk ke daerah kita. Mereka datang dari kota-kota, misal: Jogja, ada yang dari Klaten. Mereka biasanya ada yang tiap hari, tiap minggu tergantung kesepakatan, katanya bebas. Tetapi setelah adanya BMT, mereka tidak kesana lagi. Kenapa? Karena mestinya merasa lebih ringan. Karena dengan rentenir, biayanya tinggi sekali, kalau dicari presentasenya, mungkin dalam waktu tidak sampai setengah tahun sudah sampai 50 persen. Bayangkan saja, kalau orang-orang yang dipasar itu, ada yang namanya “ngelorasi”, jadi pinjam pagi 100 ribu maka nanti siang udah jadi 120 ribu kembalinya. Paling 4-5 jam pinjamnya jadi 20 peren, cuma ¼ hari. Bahkan kadang-kadang ada yang belum sampai jam 12 harus dikembalikan. Tapi orang-orang yang memanfaatkan ada yang merasa tidak diperas, bahkan anak-anak kecil ada yang memanfaatkan pinjaman itu. Pagi-pagi mereka mengambil ayam dari peternak, nanti siang pedagang dewasa dan bakul-bakul sate ayam membeli ayam-ayam tersebut dan dibayar dapat uang. Dia tidak pakai modal sendiri, dapat keuntungan sekaligus untuk membayar pinjaman modal 160 tadi. Meskipun dia hanya dapat keuntungan 2 ribu, tanpa modal apa-apa tapi dalam waktu 2-3 jam sudah dapat uang. Operasional ini hanya di pasar. Tapi mudah-mudahan sekarang sudah berkurang praktek ini. Kalau di kampung-kampung sudah hampir tidak ada. Kalau di kampungkampung kita, rentenir itu bukan hanya berupa uang, tetapi juga barang, karena kebutuhan alat-alat rumah tangga, seperti panci yang harganya Rp10.000,00 tapi dalam 5 minggu dibayar jadilah Rp15.000,00 atau Rp20.000,00. Tapi orangorang kita lebih merasa tidak diperas. Dengan adanya BMT, hal-hal seperti itu menjadi berkurang. Bahkan mereka yang tadinya pinjam di BRI menjadi agak takut. Jika hitungan administrasi menggunakan persen. Terus kita kan biasa menggunakan akadnya jual beli, perhitungan bagi hasilnya dari modal, Misalnya kayak musyarakah dengan system bagi hasil dari keuntungan saat itu. Perhitungannya BMT menggunakan persen dan marjin. Petani yang pada waktu akad akan membayar pengembalian modal usaha pada waktu panen, ternyata tidak membayar. Tetapi jika menggunakan akad murabahah, syarat-syaratnya tidak mencukupi. Bagi hasil itu dihitung dari keuntungan, tapi kalau ditanya ke petani, mereka merasa tidak enak untuk ditanya soal keuntungan, karena budaya petani tersebut tabu untuk bertanya keuntungan (kok takon-takon keuntungan). Kendalanya : SDM BMT yang kurang paham begitu juga dengan petaninya. Jadi banyak BMT yang seperti itu. Misalnya : Pada SOP sudah mencantumkan hal tersebut (ada dalam SOP-nya) tetapi pada pelaksanaannya di lapangan tidak semudah yang tertulis di SOP. Kemarin di pertanian adanya jual beli pupuk. Pembiayaan dengan murabahah tapi dari marjin. Pembayarannya dengan tangguh. Misalnya BMT memberikan modal untuk membeli pupuk, bibit dan akan dibayarkan pengembalian modalnya setelah panen. Bisa nanti markup dan modal sekaligus yang dihitung dari pokok, khan sebenarnya hal ini tidak boleh. Atau ada juga misalnya akadnya akan dibayarkan pengembaliannya setelah 4 bulan, namun setelah 4 bulan ternyata tidak ke sini atau belum mau membayarnya kalau ditanyakan, petani menjawab : “waaaah rugi”. Sementara BMT itu khan dananya dari anggota, tabungannya itu dalam bentuk bagi hasil. Kebanyakan petani mengatakan mereka rugi tidak untung. Pada waktu pelatihan, inginnya dilaksanakan di lapangan. Jadi susah untuk meminta pengembaliannya. Selama ini misalnya yang dijadikan akad itu jual beli jadi keuntungan sudah diperhitungkan diawal. Misalnya kalau pinjam satu juta, maka harus dibayarkan sekian dalam waktu setahun dan petani setuju. Maka untuk sementara hal inilah yang dijalankan selama ini. Jadi yang penting ikhlas, jadi ikhlas itu syariah. Perbedaan setelah dari koperasi ke BMT menurut Informan S (Ketua BMT) “Itu sama, di akhir ada RAT. Cuma yaitu BMT itu bukan lagi koperasi. Kita tergantung pengurusnya, ada BMT yang badan hukumnya koperasi tapi pengurusnya ada yang mengerti tentang koperasi ada juga yang tidak, jadi pelaksanaannya seperti semi perbankan. Kalau di 161 kita mending, ketuanya sudah jadi pengurus koperasi sudah lama, pengawas manajemennya juga udah jadi pengurus koperasi udah lama. Jadi kita disini harus ada simpanan pokok dan simpanan wajibnya masih diutamakan. Jadi disini usaha memutar uangnya melalui BMT. Jadi model kita di campur. Kalau kita disini kadang-kadang selisih pendapat dengan pengurus. Karena kalau pengurus itu koperasi banget. Anggota tidak boleh langsung diberi pembiayaan, harus jadi anggota dulu selama 3 bulan. Kita sebagai pengelola, dana yang kita berikan adalah dana program/pinjaman yang selama satu bulan harus diangsur dengan bagi hasilnya. Nyatanya sekarang mereka dari tahun kemaren anggota banyak yang masuk tapi simpanan wajibnya tidak aktif. Udah jadi anggota maka simpanannya di rapel, padahal kita ingin melihat dia itu kesadaranya sebagai anggota koperasi dan setiap bulannya kesini dia harus membayar simpanan wajib.” Penyaluran Pembiayaan dari Petani ke pasar Sekarang BMT juga menfokuskan bukan hanya pada Unit Sektor Simpan Pinjam (USP) tetapi juga Unit Sektor Riil (USR). USR dikelola oleh kelompok tani, namun penanganan dan pengelolanya tidak bagus. Di Desa Blawong ini, orang tua itu tidak boleh di telikung/bantah. Akhirnya dibentuk manajer USR yang dikelola langsung oleh BMT. Penyaluran pembiayaan banyak ditujukan kepada petani, namun NPL-nya menjadi tinggi. Hal ini disebabkan dari sisi cara menghitung keuntungan yang pembayaran pengembaliannya 4 bulan sekali (cara tangguh). Terkadang ketika panen petani tidak membayar angsurannya. Akhirnya unit simpan pinjam yang awalnya lebih banyak ke petani menjadi menyimpang. Sekarang BMT melakukan ekspansi lebih banyak di pasar. Jika di pasar, memiliki penanggungjawab utamanya, yaitu orang pasar yang sudah menjadi anggota tetap dari BMT Al Barokah. Menurut DN: “Jadi ada kelompok pasar, misalnya kelompok pasar seperti : Mbak Nurul, ibunya pedagang pasar Brondol di Pasar ujung, jadi di kotamadya. Apabila ada pedagang yang ingin pinjam di BMT maka lewat Ibunya Mbak Nurul, jadi yang menjadi penanggung jawab ibunya Mbak Nurul bahkan harus ada rekomendasi dari ibunya itu. Pokonya ada orang yang sekedar jadi penjamin lah, meskipun tidak kehilangan apa-apa untuk ngurus itu. Lalu kembali yang pribadi, di Pasar Brondol tadi itu kalau pinjam 500 ke bawah cuma itu, sedangkan masyarakat yang tidak punya penghasilan tetap uang 500 itu ya lumayan sebagai pedagang kecil, istilah Jowonya pedagang matangan. Matangan itu belanja dari pasar masak di rumah, setelah matang di jual kembali.” 162 Selanjutnya data perkembangan keuangan BMT Al Barokah, dapat dijelaskan pada Tabel 4.9. Tabel 4.9. Data Perkembangan BMT AL BAROKAH No Tahun Pembiayaan Nasabah 1. 2003 85.046.267 258 2. 2004 87.124.798 3. Aset CAR NPF 128.647.355 - - 326 220.960.485 - - 2005 120.733.201 490 501.050.847 - - 4. 2006 152.422.177 516 570.181.495 - - 5. 2007 160.923.271 583 614.639.360 - - 6. 2008 283.583.036 980 903.779.641 - - 7. 2009 229.964.976 936 1.091.107.627 - - 8. 2010 232.739.909 1.032 1.066.620.487 16.173.404 21,49% Sumber: Laporan Keuangan BMT Al Barokah, 2010 Data laporan keuangan yang diungkap BMT Al Barokah menunjukkan peningkatan yang signifikan juga pada Nasabah, Aset dan penyaluran pembiayaannya. Namun pengungkapan jumlah modal (CAR) dan NPF-nya baru terlaksana mulai tahun 2010. Berdasarkan NPF yang tertera pada laporan keuangan tersebut dapat terlihat nilainya jauh di atas 5 persen. Sementara banyak yang butuh pembiayaan jadi banyak pula petani yang perlu di bantu dalam hal permodalan yang dalam hal ini pembiayaan syariah. Berdasarkan pengamatan hal ini bisa terjadi karena persoalan penghasilan dari petani dan komitmen para nasabah petani. Rata-rata penghasilan petani di Bantul umumnya bukan satu-satunya berasal dari hasil pertanian tetapi ada penghasilan lainnya. Ekspansi pemasaran pembiayaan syariah yang dilakukan BMT Al Barokah hanya pada simpan pinjam dan penjualan pupuk, Sehingga belum banyak petani yang dapat dibantu dari sisi yang lainnya. Sementara BMT bisa terus berlangsung karena harus hati-hati dalam penyaluran pembiayaannya. Hal ini seharusnya tidak dilakukan dengan kaku, karena petani banyak yang membutuhkan pembiayaan tetapi tentunya sangat koleteral. BMT Al Barokah masih membutuhkan jaminan berupa benda (fisik) sementara yang paling penting dalam hal ini adalah jaminan Trust (kepercayaan). Apabila jalinan trust (kepercayaan) makin tinggi maka NPF jadi rendah, jadi tidak perlu ada jaminan fisik tetapi dengan trust. 163 BMT Al Barokah menyalurkan pembiayaan dengan akad murabahah sebesar 85,37 persen, pembiayaan dengan akad mudharabah sebesar 12,76 persen sementara akad Al Qardul Hasan sebesar 1,87 persen. Akad murabahah dilakukan dalam akad jual beli antara petani dan BMT berupa penjualan pupuk, bibit, pestisida, dan sarana produksi pertanian lainnya, karena biasanya BMT Al BArokah menjadi penyalur pupuk, bibit, pestisida lainnya dari pemerintah/dinas pertanian kepada petani yang menjadi nasabahnya. Pembiayaan dalam bentuk Al qardhul hasan, dananya berasal dari modal, bukan dari Bazis. Dana baziz digunakan betul-betul hanya untuk membantu perekonomian nasabah petaninya bukan dalam bentuk pembiayaan. Analisis Perbedaan Gambaran umum antara kedua lokasi menunjukan beberapa perbedaan. Masyarakat Ciamis dipengaruhi oleh NU yang ditandai adanya pesantren dan di Bantul dipengaruhi oleh Muhamadiyah. Gambaran lebih rinci tentang kedua lokasi tersebut terlihat pada Tabel 4.10. Tabel 4.10. Gambaran Umum, Potensi, Desa dan Profil BMT di Ciamis dan Bantul NO. 1 2 3 URAIAN Gambaran Umum Desa Profil BMT CIAMIS ï‚· Jawa Barat ï‚· Luas : 2.740,76 km2 ï‚· Jumlah penduduk : 1.531.729 ï‚· Kepadatan Penduduk : 558,74 jiwa/km2 ï‚· Sub Urban Area ï‚· Lahan Pertanian : 677.745Ha ï‚· Mayoritas petani dan buruh tani ï‚· Bahasa Sunda ï‚· Dipengaruhi NU ditandai banyak pesantren ï‚· Jumlah penduduk: 50.206 jiwa ï‚· Luas wilayah: 59,9 km2 ï‚· Berdiri 14 Juli 1997 ï‚· Anggota : 1707 orang ï‚· Mendapat penghargaan ketahanan Pangan Jawa Barat tahun 2009 ï‚· Pemasaran lewat Offline dan Online BANTUL ï‚· Jawa Tengah ï‚· Luas : 508,85 km2 ï‚· Jumlah Penduduk : 910.572 ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· Kepadatan Penduduk : 1.910 jiwa/km2 Rural Area Lahan Pertanian : 506,85 Ha Petani, buruh tani dan penggali sumur Bahasa Jawa Dipengaruhi Muhamadiyah Jumlah Penduduk: 9.466 Jiwa Luas wilayah: 615.680 Ha Berdiri 1 Oktober 2001 Anggota : 450 orang Menjadi rujukan PINBUK sebagai BMT fokus pada petani Pemasaran masih dijual perorangan oleh petani 164 Ikhtisar Secara umum desa Cijeunjing Ciamis dan Desa Blawong Bantul. Desa Cijeunjing didiami kelompok komunitas yang termasuk etnik Sunda-Priangan yang memiliki karakteristik khas di propinsi Jawa Barat. Sementara Desa Blawong didiami kelompok komunitas yang termasuk etnis Jawa. Masing-masing memiliki budaya dan tata cara hidup yang berbeda. Namun keduanya memiliki penduduk yang mempunyai mata pencaharian dominan sebagai petani. Baik di Ciamis dan Bantul memiliki BMT yang memberikan pembiayaan kepada petani. Berdasarkan rekomendasi dari Direktorat bagian pembiayaan syariah merujuk pada PINBUK di kabupaten Ciamis dan Bantul. Selanjutnya PINBUK mengarahkan kepada BMT yang memberikan pembiayaan syariah kepada petani dan masih tetap berjalan dan maju dimulai sejak 2005 hingga saat ini. Kabupaten Ciamis diwakili oleh BMT Miftahussalam dan Kabupaten Bantul diwakili oleh BMT Al Barokah. BMT Miftahussalam sejak pendiriannya sudah berada dan berbasis pesantren, bukan hanya memajukan pendidikan tetapi juga para orang tua siswa yang notabene mata pencahariannya mayoritas petani. Masyarakat desa Cijeunjing dimana BMT Miftahussalam berdiri, mayoritas mata pencahariannya adalah bertani. BMT Miftahussalam didirikan dengan tujuan memajukan masyarakat petani desa Cijeunjing yang juga mayoritas adalah orang tua dari siswa di pesantren Miftahussalam. BMT Al Barokah berdiri berawal dari koperasi petani yang menfasilitasi segala keperluan petani. Namun pada kenyataannya secara operasional koperasi petani mengalami penyusutan asset dan keperluan petani menjadi terbengkalai dan tidak terpenuhi. Solusi dari permasalahan tersebut didirikan BMT yang operasionalnya berdasarkan syariah. SDM yang menangani BMT juga dilatih agar tidak mengalami penyusutan asset seperti pengalaman koperasi. Kedua BMT ini memiliki nasabah para petani yang dihimpun dalam kelompok taninya masing-masing. Para petani sebagai anggota kelompok tani dan yang mendapatkan pembiayaan syariah dijadikan informan dengan tujuan melihat bagaimana BMT dapat memberikan perubahan kepada petani kearah kesejahteraan. Apabila individu petani mengalami perubahan kearah peningkatan taraf kehidupannya setelah mendapatkan pembiayaan syariah maka kelompok tani-nya juga maju. 165 BAB V ETOS KERJA WARGA DESA CIJEUNJING DAN DESA BLAWONG Etos kerja atau kultur normatif dalam masyarakat sunda khususnya di Ciamis digambarkan dalam dua pola pandangan hidup pribadi baik antar anggota kelompok maupun dengan pemimpin dalam tataran empiris. Masyarakat Jawa digambarkan dalam pola pandangan hidup sebagai manusia pribadi yang akan berkomunikasi dengan anggota kelompoknya. Etos tergambar sebagai upaya mendapatkan pemahaman mendasar mengenai moral yang melandasi kehidupan warga desa Cijeunjing Ciamis dan Desa Blawong Bantul. Etos Kerja orang Sunda pada Warga Desa Cijeunjing Ciamis Konsep etos kerja masyarakat Ciamis ditandai dengan konsep yang timbul dari diri petani di Ciamis, yaitu: nilai-nilai sebagai pekerja keras, pantang menyerah, otoritas, senang membantu & perduli pada orang lain, dan menghargai alam. Etos kerja ini terlihat pada petani yang merupakan pekerja keras dalam mengelola lahan pertaniannya. Sifat pekerja keras ini dilihat dari mulainya mereka bekerja keras dari jam 6 pagi sampai maghrib untuk memproduksi pangan demi terwujudnya ketersediaan pangan dan keberlajutan kehidupannya. Pada siang hari mereka beristirahat, terkadang hanya di sawah, di lain hari mereka pulang ke rumah sebelum kembali lagi ke sawah. Pola bekerja petani dimulai dengan mencangkul atau membajak tanah, mengairi, memberikan pupuk, menanam bibit, menyemprotkan pestisida agar tidak ada hama dan penyakit. Setiap hari di rawat apakah ada rumput atau tanaman dan binatang yang merusak. Selanjutnya memanennya dengan memotong padi, merontokan padinya, menggiling, dan menjemurnya sampai menjadi gabah kering. Karakteristik yang kedua adalah pantang menyerah. Walaupun petani memiliki modal yang terbatas, mereka juga bersemangat untuk meminimalkan biaya produksi. Caranya dengan menggunakan pupuk kandang untuk mengurangi penggunaan pupuk urea yang semakin mahal. Selain itu, mencari penghasilan lainnya selain menanam, juga memelihara ternak, baik kambing, sapi, ataupun ikan. Seringkali pula di kacaukan dengan iklim atau cuaca yang tidak menentu, belum lagi adanya hama dan penyakit. Semuanya dihadapi petani dengan semangat. Petani mengatasinya dengan cara merawat tanah dan usaha taninya dengan hati-hati. 166 Karakteristik yang ketiga adalah otoritas. Petani merasa berhak untuk mengolah lahan pertaniannya dengan caranya sendiri. Kalau petani mengikuti anjuran dalam mengolah lahan pertanian yang diberikan lewat penyuluhan oleh Penyuluh Pertanian ataupun pelatihan yang dilakukan BMT karena merasa mendapatkan keuntungan dan manfaatnya. Implikasinya ada beberapa informan yang sudah lama menyadari bahwa dengan keadaan iklim global warming ini sudah tidak cocok hanya mengandalkan menanam padi. Petani US dengan sengaja mengolah tanah persawahannya dengan caranya sendiri. Pertama, petani US sengaja menanam jagung di musim kemarau dan baru menanam padi di musim penghujan. Kedua, petani US sudah lama meninggalkan penggunaan pupuk urea, maka untuk memenuhi kebutuhan pupuk di atas dengan menggunakan pupuk kandang ataupun kompos. Akhirnya diikuti oleh para tetangganya yang juga anggota kelompok tani-nya, karena melihat kesuksesan dan perubahan hidupnya yang meningkat, bahwa dengan menanam jagung maka taraf kehidupan menjadi meningkat. Setelah mendapatkan pembiayaan dari BMT untuk kelompok tani Jagung, maka para anggota kelompok tani tersebut didampingi oleh pihak BMT dengan mengadakan pelatihan-pelatihan agar pembiayaan tersebut menjadi bermanfaat. Pelatiha tersebut bukan hanya pada cara menanam jagung saja, tetapi juga manajemen keuangan keluarga, pelatihan mental, dan sebagainya. Karakteristik yang keempat adalah senang membantu dan perduli. Petani merasa perlu membantu petani lainnya terutama sesama anggota kelompok tani untuk mengakses segala fasilitas dalam usaha pertaniannya. Selain itu informan petani juga merasakan kepedulian kepada yang lemah, perduli pada orang lain, terutama terhadap masalah dan kendala yang dihadapi oleh petani sesama anggota kelompok tani. Misalnya : akses pada saprotan, modal, bibit, pupuk, bahkan informasi. Karekteristik yang kelima adalah menghargai alam. Kesadaran akan kekayaan dan sumber daya alam, serta kesadaran bahwa sumber daya alam yang diberikan Tuhan dan keseimbangan alam sewaktu-waktu akan dapat musnah karena kecerobohan manusia itu sendiri. Ada kepercayaan dalam masyarakat, harus peduli menjaga kelestarian alam, karena alam akan murka terhadap manusia. Setidaknya petani mengetahui bahwa jika menggunakan pestisida akan dapat menyebabkan tanah menjadi kering. Penggunaan zat kimia yang berlebihan akan merusak lahan pertanian. Petani merasa perlu mengolah lahan pertanian dengan baik agar tanah tidak rusak. Misalnya tanah menjadi tidak subur, mudah terserang hama. Implikasi dengan menjaga 167 kelestarian tanah dan alam maka kualitas hidup menjadi lebih baik (pertanian menjadi subur, tersedianya sumber air yang bersih bahkan tidak terjadi polusi). Etos kerja yang dilakukan oleh petani Ciamis memiliki etos kerja yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari pandangannya yang positif terhadap hasil panen yang didapat. Misalnya: Bila hasil pertaniannya tidak maksimal karena curah hujan yang tinggi atau kemarau yang panjang maka mereka mengganti pola tanam dengan silang antara padi dan jagung. Petani Ciamis menganggap kerja keras sebagai aktivitas yang bermakna bagi kehidupan manusia. Etos kerja ini juga dipengaruhi oleh ajaran Islam yang berisi nilai-nilai Nahdhatul Ulama (NU). Pada NU ini terdapat nilai-nilai aswaja, yaitu: menggunakan manhaj tawasuth, yaitu wacara berfikir bahwa ulama selalu menjembatani antara wahyu (nash) dan rasio (al ra’yu). Segala persoalan yang terjadi dalam peristiwa sehari-hari akan bisa diatasi dengan meminta pendapat para ulama yang memahami nash dan akan menjelaskannya dengan rasio para ulama tersebut. Dilihat dari segi pergaulan NU lebih terkesan tradisional. Komunikasi non verbal yang diperlihatkan masyarakat NU adalah penampilan dari pakaiannya dengan baju koko, bersarung dan peci hitam. Para ulama menyebarkan ajaran NU ini dengan mendirikan pesantren-pesantren dan yang terbanyak di pulau Jawa. Ciamis juga sebagai salah satu daerah yang memiliki banyak pesantren. Desa Cijeunjing merupakan desa yang memiliki banyak pesantren, diantaranya: Pesantren Darussalam, Miftahussalam, Cijantung, Arrisalah, Al Falah, Al Istihakhariyyah, dan lain-lain. Salah satu pesantren, yaitu Miftahussalam mendirikan Kopontren yang selanjutnya membentuk BMT yang mayoritas nasabahnya adalah petani. Masyarakat Ciamis melakukan komunikasi dengan menggunakan bahasa Sunda. Bahasa sunda yang digunakan masyarakat Ciamis adalah bahasa lemes, yang berarti penghormatan kepada orang lain. Bahasa sunda lemes yang dilakukan masyarakat Ciamis ini mencerminkan stratifikasi social sekaligus mengatur adab pergaulan termasuk perilaku baik dengan orang yang lebih tua maupun muda. Pandangan hidup orang Sunda di Ciamis dapat digambarkan pada Gambar 5.1. 168 Yakin Kekuasaan Tuhan Konsep Diri Petani Konsep Diri Petani Syariah Ciri Pemimpin: Nyantri Nyunda Nyakola Kemuliaan dan Kesejahteraan Gambar 5.1. Pandangan hidup Orang Sunda di Ciamis Pandangan hidup orang sunda didasari oleh hal yang paling utama, yaitu keyakinan yang kuat pada kekuasaan Tuhan pada nasib. Tujuan hidup orang Sunda adalah menuju kemuliaan sebagai manusia atau mahluk ciptaan Tuhan dan hidup sejahtera. Seorang dianggap hidup sejahtera apabila cukup sandang, pangan dan memiliki rumah beserta perabotnya yang terawatt dan terpelihara dengan baik, serta memiliki sumber pencarian yang mantap. Hidup dalam kemuliaan ditandai dengan kepatuhannya kepada Tuhan. Orang sunda beranggapan untuk mencapai kemuliaan dan kesejahteraan harus didasari dengan konsep diri yang kuat, serta konsep diri yang sesuai dengan ajaran Tuhan. Kepatuhannya pada Tuhan juga mendasarinya patuh pada pimpinannya. Ciri khas pemimpin sunda adalah harus memiliki nilai Nyantri (paham ilmu agama), Nyunda (menyatu dengan masyarakat dan budaya sunda), dan Nyakola (berpendidikan tinggi). Etos Hidup Orang Jawa pada Warga Desa Blawong Bantul Filosofi yang mendasari pembangunan daerah Provinsi DIY adalah Hamemayu Hayuning Bawana, sebagai cita-cita luhur untuk mewujudkan tata nilai kehidupan masyarakat Yogyakarta yang berkelanjutan berdasarkan nilai budaya. Hakekat budaya adalah hasil cipta, karsa dan rasa, yang diyakini masyarakat sebagai sesuatu yang benar dan bermanfaat. Demikian pula budaya Jawa, yang diyakini oleh masyarakat DIY sebagai salah satu acuan dalam hidup bermasyarakat, 169 baik ke dalam maupun ke luar. Ini berarti bahwa budaya tersebut bertujuan untuk mewujudkan masyarakat gemah ripah loh jinawi, ayom, ayem, tata, titi tentre, kerta raharja, dengan perkataan lain, budaya tersebut akan bermuara pada kehidupan masyarakat yang penuh dengan kedamaian, baik ke dalam maupun ke luar. Hamemayu Hayuning Bawana mengandung makna sebagai kewajiban melindung, memelihara, serta membina keselamatan dunia dan lebih mementingkan berkarya untuk masyarakat dari pada memenuhi ambisi pribadi. Dunia yang dimaksud mencakup seluruh peri kehidupan baik dalam skala kecil (keluarga), ataupun masyarakat dan lingkungan hidupnya, dengan mengutamakan darma bakti untuk kehidupan orang banyak, tidak mementingkan diri sendiri. Etos kerja masyarakat Jawa dapat kita lihat dari relief cerita tentang kerbau dan kera mengandung ajaran moral, simbolisme agraris dan etos kerja. Kebermaknaan kerbau tampil sebagai representasi dunia nilai dan pandangan hidup kaum petani di Jawa. Kerja di sawah, merawat kerbau, merayakan hidup dalam kemakmuran adalah idealitas peradaban agraris. Kerbau jadi simbol etos kerja, tanda gerak pertanian dan nasib petani. Kerbau dalam kepercayaan Jawa merupakan patron bagi pertanian. Kerbau mencerminkan kekuasaan dan kebudayaan agraris. Kerbau juga jadi simbol dari mentalitas rakyat di hadapan penguasa dan alam. Kebermaknaan kerbau mengandung proses transformasi sosial, ekonomi, politik dan kultural. Makna politis kerbau dalam kekuasaan dapat dilihat melalui uraian Raffles dalam History of Java. Orang Sunda menyebut kerbau dengan nama munding, orang Jawa menyebut dengan maesa atau kebo. Sebutan munding dijadikan penghormatan untuk jasa pangeran, sosok pemula dalam memperkenalkan cara bertani. Konon, para pangeran dan bangsawan di Sunda mendapati gelar mengacu pada sebutan maesa lalean dan mundingsari . Hal ini seperti yang telah diuraikan oleh Mawardi (2011) di bab II sebelumnya. Karakter petani Jawa di desa Blawong patuh pada pimpinan seprti kepatuhan mereka pada raja atau kesultanan Yogyakarta. Kepercayaan petani terhadap Dewi padi terlihat dari petani memperlakukan padi dengan sangat hati-hati dan kasih sayang. Setelah agama Islam masuk ke Jawa maka kepercayaan bergeser digantikan kepada Tuhan. Kepercayaan kepada Tuhan inilah yang akhirnya memunculkan aliran baru yang mayoritas diikuti masyarakat Yogyakarta, yaitu Muhamadiyah. Nilai-nilai muhamadiyah tidak menonjolkan pembicaraan mengenai masalah teologi, tetapi lebih menekankan pada masalah fungsi agama dalam konteks 170 social dan budaya. Masalah ketuhanan yang tidak berakibat langsung dan praktis pada amaliyah dan kesejahteraan umat tidak dibicarakan ataupun dibahas. Pada pergaulan sehari-hari masyarakat muhamadiyah lebih terkesan modern dan organisatoris. Masyarakat Bantul melakukan komunikasi dengan bahasa Jawa. Bahasa Jawa yang digunakan mayoritas masyarakat Bantul dengan bahasa kromo inggil. Bahasa kromo inggil ini adalah bahasa halus seperti dalam bahasa Sunda lemes. Bahasa ini kebanyak berbentuk bahasa tidak langsung (indirect) berupa sasmita (isyarat). Seperti: ungkapan ngono yo ngono ning ojo ngono (berbuat apapun boleh asal tidak kelewatan) sebagai kriteria agar menghindari konflik terbuka dan hidup rukun damai. Pandangan hidup sebagai manusia pribadi masyarakat Jawa di Bantul, dapat terlihat pada Gambar 5.2. Yakin Kawula Gusti Konsep Diri Petani Konsep Diri Petani Syariah Ciri Kepemimpinan: Ingarso Sung Tulogo Ing Madyo Mangun Karso Tut Wuri Handayani Manunggaling Kawula Gusti, Rukun dan Damai, Kesejahteraan Gambar 5.2. Pandangan Hidup orang Jawa di Bantul Analisis Perbedaan Selanjutnya analisis perbedaan etos dan norma kehidupan pada masyarakat Ciamis dan Bantul yang dapat dijelaskan pada Tabel 5.1. 171 Tabel 5.1. Etos dan norma kehidupan masyarakat Ciamis dan Bantul NO. 1 URAIAN Etos Kerja sebagai Dasar Moral CIAMIS Istilah “sunda” : kelompok manusia dikenal sebagai urang sunda. Dipesisir Cirebon, Orang Sunda biasa disebut urang gunung, wong gunung, dan tiyang gunung, artinya orang gunung. BANTUL Tujuan mewujudkan masyarakat gemah ripah loh jinawi, ayom, ayem, tata, titi tentre, kerta raharja ANALISIS Masyarakat Ciamis dibedakan urang sunda & gunung. Masyarakat Jawa tidak semua bertujuan gemah ripah loh jinawi 2 Bahasa sebagai Alat Komunikasi Adanya tingkatan bahasa : bahasa kasar, sedeng, lemes dan ilahar (umum atau biasa). Mencerminkan stratifikasi sosial sekaligus mengatur adab pergaulan termasuk berperilaku. Berbicara dengan para orang tua menggunakan bahasa Sunda lemes yang menunjukkan penghormatan. Ungkapan ngono yo ngono ning ojo nono (berbuat apapun boleh asal tidak kelewatan) menghindari konflik terbuka /rukun terwujud. Sasmita atau guyon parikena : bentuk komunikasi tidak langsung. Agar sifat tanggap ing sasmita, ngerti ing semu : dijadikan kriteria kecerdasan orang Sama-sama memiliki tingkatan dalam menggunakan bahasa penuturnya 3 Budaya ï‚· Pengaruh agama Islam. Misal someah (ramah), tawadhu (rendah hati), nyaah ka sererea (mengasihi sesama). ï‚· Menciptakan ajaran sendiri yang disebut Sunda Wiwitan dan Jati Sunda. tidak jauh berbeda dengan falsafah budaya Sunda, silih asih, silih asah, silih asuh. Pola pertanian Jawa Sama-sama Tengah, peredaran 4 dipengaruhi oleh musim setiap tahun, agama Islam. yaitu: rendheng (musim hujan), lemareng (hujan mulai jarang), katiga (musim kemarau) dan labuh (musim banyak angin dan hujan sekali-kali). Rendheng (musim hujan) terjadi Januari, Februari, dan Maret. 172 NO. 4 Lanjutan URAIAN Pandangan Hidup tentang Manusia sebagai Pribadi CIAMIS Keyakinan yang kuat pada kekuasaan Tuhan pada nasib. Terkait alam dapat digolonggolongkan ke dalam tiga golongan besar, yaitu masyarakat dan wujud supra natural. Alam memiliki hukum alam, masyarakat memiliki nilai-nilai dan norma-norma masyarakat, serta wujud super natural memiliki kekuasaan untuk mengadakan dan meniadakan. Hukum alam, nilai dan norma masyarakat serta kekuasaan super natural selalu melancarkan pengaruhnya kepada tingkah laku manusia. Tujuan hidup yang dianggap baik adalah hidup sejahtera, hati tentram dan tenang, mendapat kemuliaan, damai, merdeka untuk selamanya, dan mencapai kesempurnaan di akhirat. BANTUL Mencerminkan kesederhanaan, punya tanggung jawab, hati-hati, rendah hati, njaga praja, setia kawan, dll. Ada ungkapan luwih becik alon-alon waton kelakon, tinimbang kebat kliwat maksudnya salah satu sikap hidup orang Jawa yang tidak ingin gagal dalam meraih citacita. ANALISIS Sama-sama berkeyakinan pada Tuhan. (Pada masyarakat Sunda pada kekuatan Supra natural, masyarakat Jawa pada kawula gusti) Memiliki pegangan hidup yang diwujudkan dalam ungkapan sebagai pedoman perilaku seharihari. Kata alon-alon di dalamnya sebenarnya tersirat makna “cara”. Cara bagaimana seseorang mencapai tujuan, karena yang penting adalah “kriteria”, yaitu waton kelakon (harus terlaksana), dari pada kebat keliwat (tergesa-gesa tapi gagal). Selalu bersikap prasaja (sederhana) dan sakmadya (seperlunya) Ikhtisar Etos sosial yang hidup dalam komunitas di pedesaan, menunjukan ciri naturalistik. Maksudnya, baik buruk tingkah laku orang sangat ditentukan oleh ukuran kelompok yang pada gilirannya etos sosial yang demikian ini sangat mengutamakan kepentingan kolektif yang prosesnya bersifat resiprokal antar kepentingan anggota kelompoknya. 173 Etos kerja atau kultur normatif dalam masyarakat sunda khususnya di Ciamis dalam dua pola pandangan hidup pribadi baik antar anggota kelompok maupun dengan pemimpin dalam tataran empiris. Sementara pada masyarakat Jawa digambarkan dalam pola pandangan hidup sebagai manusia pribadi yang akan berkomunikasi dengan anggota kelompoknya. Etos kerja yang berciri resiprokal ini masih memerankan dasar moral penting bagi komunitas setempat baik di Ciamis maupun di Bantul dalam menanggapi dan menerangkan keperluan dan masalah hidup di alam dunia ini. 174 BAB VI KONSTRUKSI REALITAS SOSIAL PETANI DI KABUPATEN CIAMIS DAN BANTUL Bagaimana petani mengkonstruksikan realitas sosialnya baik di kabupaten Ciamis dan Bantul? Petani memiliki motif untuk mendapatkan modal yang berasal dari pembiayaan syariah BMT. Realitas sosial petani dikonstruksikannya berdasarkan pada konsep diri dan pengalamannya dari perspektif diri petani itu sendiri. Proses mendapatkan Pembiayaan di BMT (Motif) di Kabupaten Ciamis Konstruksi realitas sosial petani dimulai dari motif yang melatar belakangi petani mendapatkan pembiayaan syariah dari BMT, kesadaran subjektifnya dan konsep diri dari petani. Pada penelitian ini diperoleh pemahaman bahwa mengapa banyak orang memilih untuk mencari dan mendapatkan pembiayaan di BMT, dari pengamatan terhadap bagaimana seorang petani mengalami “proses menjadi”. Menurut pandangan humanistik bahwa hakekat kemanusiaan adalah bukan sekedar human being tetapi human becoming. Manusia menjadi bermakna jika dirinya dipandang sebagai “menjadi manusia” (human becoming) bukan hanya atas dasar “kemanusiaannya” saja. “Sebuah proses yang menjadi” itulah bagian dari hakikat diri manusia. Sejalan dengan pandangan humanistik, melalui penelitian ini dapat diungkapkan bagaimana hakikat diri para petani ketika mendapatkan pembiayaan syariah apabila “proses yang menjadi” petani syariah yang sejahtera dapat ditelusuri. Bagaimana sebuah proses terjadi yang dialami petani sehingga mendapatkan pembiayaan syariah, akan mengantarkan pada penjelasan tentang latar belakang atau alasan dan motif petani mendapatkan pembiayaan syariah sehingga kehidupan menjadi meningkat. Aspek Pendorong Aspek pendorong yang dimaksud di sini adalah suatu keadaan yang memicu para petani sehingga seolah memiliki daya atau tenaga tambahan untuk mendapatkan pembiayaan syariah. Aspek ini memberikan kesempatan kepada mereka untuk mendapatkan pembiayaan syariah agar dapat mengejar mimpi-mimpi atau harapan yang diangan-angankannya. 175 Aspek-aspek pendorong untuk mendapatkan pembiayaan syariah adalah kebutuhan modal (integritas, kompetensi, empati, terbuka, akuntabilitas), faktor alam (tanah, pupuk, cuaca, luas lahan), faktor sosial (kelompok tani). Pada diri setiap informan, aspek-aspek tersebut saling berkaitan. Ada informan yang memiliki ketiga aspek tersebut tapi ada pula yang hanya satu aspek saja. Secara umum petani mengalami keterbatasan modal dan kesulitan dalam hal pemasaran. Peminjaman modal ini dapat di lakukan ke BMT, sedangkan pemasaran hasil pertanian bisa dilakukan kepada bandar, tengkulak atau pengepul. Sebenarnya petani terbantu dengan adanya bandar ataupun tengkulak, namun para petani perlu mendapatkan pendampingan agar posisi tawarnya sejajar. Pemenuhan aspek kebutuhan modal merupakan aspek pendorong yang utama. Sebagian besar informan melihat kebutuhan modal merupakan faktor yang mengharuskan mereka untuk melakukan sesuatu agar mata pencaharian mereka tidak hilang, yaitu mencari modal usaha pertanian. Informan petani S mengatakan bahwa persyaratan untuk mendapatkan kredit di KUT agak berat, yaitu: Bantuan untuk petani kalau bunganya agak berat agak susah juga, sebabnya petani polanya tidak seperti orang dagang. Penghasilannya mungkin paling cepat 3 bulan sekali atau paling cepat seperti nanam sayuran itu paling sebulan sekali. Makanya perputaran uangnya tidak seperti orang dagang. Apalagi kalau di KUT pengembaliannya misalnya harus sebulan sekali, jadi belum menghasilkan apa-apa sudah dimintai pengembaliannya. Petani ini menceritakan kalau sebelum ada BMT, untuk meminjam modal sangat susah. Walaupun ada pengusaha besar yang biasa disebut tengkulak, namun masyarakat ada yang meminjam ke tengkulak ada juga yang hanya pasrah. Pasrah di sini dalam artian dengan modal seadanya. Petani hanya pasrah dengan modal yang dimiliki, jika ada bibit jagung maka nenanam jagung, ada bibit sayur lalu menanam sayur, ada bibit padi akan menanam padi. Petani tidak memperhatikan apakah hasilnya bisa baik ataupun kerdil hasilnya. Hal ini terjadi karena kekurangan modal. Sementara menurut informan petani D, masalah permodalan adalah masalah yang sangat penting, karena : Saya punya lahan dan ternak, tapi tidak bisa dikembang biakan hanya begitu-begitu aja dari dulu. Kalau pinjam di bank selain jauh juga agak ribet ngurusnya. Bunga 176 pinjaman yang ditentukan sangat besar. Kalau usaha kita tidak berkembang khan lama-lama tidak bisa mengembalikan pinjamannya. Lama-lama bayarnya jadi harus sama kambingnya. Informan petani D menjelaskan sebelum meminjam di BMT, sangat sulit mendapatkan modal. Selain itu bisa juga meminjam kepada para tengkulak yang biasanya berkeliaran di pasar-pasar. Pasar sangat cepat sekali perputaran uangnya, misalnya ada yang meminjam uang di pagi hari, maka siangnya sudah bisa mengembalikan modal sekaligus bunganya yang sangat besar. Menurut informan kalau untuk usaha pertanian tentunya sangatlah riskan sekali karena perputaran di pertanian berbeda dengan di pasar. Usaha informan ini selain usaha pertanian juga peternakan sapi dan kambing. Usaha pertenakan sapi dan kambing ini tentunya tergantung dari perkembang biakan ternak itu sendiri. Menurut Informan petani F yang juga seorang petani dan peternak, bahwa modal yang didapatkan dari BMT bisa membuat usaha pertanian dan peternakannya menjadi berkembang. Kalau dulu saya pinjam modal ke bank tapi tidak bisa banyak karena takut tidak bisa mengembalikannya soalnya bunganya besar. Sekarang dengan adanya BMT selain lebih dekat, juga dapat meminjam lebih banyak. Sekarang saya pinjam modal 10 juta buat bikin kandang sapi dan kambing juga membuat saung untuk membuat bata. Informan petani F, selain bertani dan beternak juga membuat bata. Petani ini memanfaatkan tanaman dan rumput untuk pakan ternak, sementara kotoran ternaknya untuk pupuk sehingga tidak lagi membutuhkan modal untuk membeli pupuk. Sementara sambil menunggu panen, membuat bata dari tanah yang ada di sekeliling daerah pertaniannya. Petani ini mendapatkan modal yang besar maka dapat mengembang biakan ternaknya dan pertaniannya juga mendapatkan pupuk organik dari kotoran sapi. Informan petani H menjelaskan sebenarnya dari dulu ingin bertani namun tanah yang dimilikinya lebih banyak terlantar karena tidak punya modal. Sebenarnya Saya diberikan tanah oleh ayah saya supaya bisa digarap, namun karena tidak ada modalnya maka saya tidak serius menggarapnya. Pertama menanam cabe diajari sama Bapak, namun karena kurang serius malah jadi gagal. Jadi, Selama ini hanya jadi guru di pesantren. Karena itu, kalau tidak syariah maka saya tidak berani pinjam modal, apalagi kalau ke tengkulak atau rentenir nanti malah jadi haram hukumnya. 177 Petani ini menjelaskan karena takutnya dosa maka tidak berani meminjam modal ke rentenir. Karena itu, tanah yang dimilikinya tidak digarap dengan maksimal. Setelah ada BMT dengan operasionalnya yang menggunakan system syariah, baru beliau meminjam modal untuk menggarap tanahnya dengan menanam jagung, memelihara ikan gurame dan mananam coklat. Sedangkan Informan petani OS mengatakan kebutuhan akan modal sangat mempengaruhi motivasi untuk berusaha dalam pertanian. Kalau dulu saya hanya punya modal pas-pasan menanam padi dengan hasil paspasan pula, hanya untuk makan sehari-hari. Kalau untuk menyekolahkan anak-anak jadi harus menjual tanah. Dengan mendapatkan pinjaman dari BMT mendorong keinginan untuk berusaha lebih keras. Terutama juga dorongan dari teman-teman kelompok tani untuk bersama-sama menanam jagung. Karena BMT selain memberikan modal juga melatih bagaimana menanam jagung yang benar sehingga mendapatkan hasil yang besar pula. Petani ini juga menjelaskan mendapatkan modal karena bergabung dengan kelompok tani Sugih Mukti. Kelompok tani ini terpilih mendapatkan modal dari BMT untuk membudi dayakan tanaman Jagung. Jadi, selain mendapatkan modal juga mendapatkan pelatihan-pelatihan dari BMT. Pelatihan ini selain pelatihan teknis juga pelatihan mental agar para petani lebih bertanggung jawab selain dengan lahan pertaniannya juga pada kewajibannya untuk membayarkan pengembalian pinjaman modalnya ke BMT. Faktor pendorong lainnya adalah faktor alam, sebagian besar mengatakan bahwa faktor alam menentukan keberhasilan usaha pertanian mereka atau tidak. Resiko yang sering dihadapi pertanian berkaitan dengan iklim, tanah, hama dan penyakit, serta produk yang mudah rusak. Saat ini, faktor iklim ini membuat petani merasa khawatir karena tidak dapat lagi diprediksi. Musim kemarau dan hujan datang tanpa perkiraan. Hal ini yang membawa dampak pada kegagalan usaha pertanian. Kalau tidak berhasil maka modal akan habis dan petani tidak akan mendapatkan apa-apa bahkan tidak ada yang didapat untuk membayar pinjaman. Menurut Informan petani S: Masa hujan hampir tetap tetapi kondisi lingkungan yang tidak mendukung. Awalnya alam dirusak karena kebutuhan manusia, saking banyaknya pohon-pohon yang ditebang karena masyarakat banyak kebutuhannya. Jadi, kayu-kayu yang biasanya besar, sekarang hampir tidak ada, makanya air dalam tanah cepat keringnya. Tanah persawahan di Ciamis itu sudah jauh dari hulunya maka airnya makin susah. 178 Seingat saya kalau sawah disini kalau masa hujan, 15 hari hujan air sudah turun ke sini. Ada dari irigasi yang panjang tuh, yang jauh. Kalau sekarang, masa sekarang 2 bulan baru datang air. Makanya kalau kita terpaku dengan padi ini maka waktunya 2 bulan terbuang. Para petani merasakan bahwa karena faktor alam-lah yang membuatnya harus menjaga usaha pertaniannya sehingga modalnya tidak habis percuma. Selanjutnya Informan petani S juga mengatakan : Karena pengaruh global warming, maka curah hujan menjadi banyak. Kalau ditanamin padi maka sawah menjadi banjir. Tapi kalau lagi musim kemarau maka tanahnya menjadi kering. Ini juga ditambah dengan seringnya pemakaian pupuk urea. Makanya tanahnya jadi berubah, jadi lain. Jadi, istilahnya petani, kalau dibajak memang cepat ancur, tetapi cepat mengendap lagi, makin keras. Cairan urea atau cairan kimianya merusak struktur tanahnya. Petani merasa dengan adanya global warming menyebabkan cuaca menjadi tidak menentu. Curah hujan menjadi banyak, dan kemarau juga jadi banyak. Menurut istilah petani, kalau turun hujan langsung deras (airnya banyak), dan kalau musim kemarau, panasnya sangat menyengat. Hal ini yang menyebabkan kalau menanam padi menjadi tidak bagus. Solusinya para petani di Ciamis menggantikan tanaman padi menjadi tanaman jagung. Seperti kata informan petani OS : Sekarang kalau ditanami jagung bisa 3 kali panen. Biasanya kalau musim kemaraunya lebih cepat paling 2 kali panen. Nah, kalau padi paling sekali panen. Inilah perubahannya dari padi menjadi menanam jagung. Selain itu juga ada kendala cuaca pada petani jamur, menurut informan petani D : Kalau menanam jamur kendala yang paling utama adalah pada cuaca. Karena, jamur menginginkan tingkat kelembaban yang tinggi, suhunya harus rendah. Jadi supaya jamur tetap subur dan berkembang biak maka kondisi lingkungan di kebun jamurnya harus disesuaikan atau diatur kelembabannya. Jadi jamur itu bagusnya harus pada suhu 17-22 derajat celcius. Jadi kalau kurang lembab maka harus ditambahkan air atau dengan penguapan. Maka kalau pada cuaca kemarau harus dijaga kelembabannya. Para petani selain ketergantungan dengan faktor alam, mereka juga mencari modal karena memiliki lahan yang luas dan memikirkan bagaimana memanfaatkan lahannya agar tidak sia-sia. Menurut salah seorang informan petani F: 179 Saya meminjam modal ke BMT karena saya memiliki lahan yang luas, selain dijadikan kebon, juga memelihara ternak, sekarang ini saya memiliki 15 ekor kambing, dan 10 ekor sapi. Saya meminjam dananya selain untuk pertanian juga membuat kandang sapi dan kambing. Tapi saya sudah tidak susah-susah mencari pupuk. Karena dari limbah ternak sudah bisa saya jadikan pupuk. Hambatannya yang sering terjadi kandang dan pertanian menjadi rusak kalau ada angin puting beliung. Angin itu sering terjadi karena lahan saya ini adanya di bawah bukit. Jadi, kadang-kadang saya harus memperbaiki kembali kandangnya. Sedangkan sayuran yang ada di kebon terpaksa harus di panen supaya tidak terlalu merugi. Karena itu, sambil menjaga ternak dank ebon, saya juga menyambinya dengan membuat bata. Tanahnya diambil dari tanah di sekitar lahan kebon saya. Petani ini sangat inovatif dan preventif dalam melakukan usahanya. Untuk mengantisipasi adanya hambatan cuaca maka ia menjaga lahannya sambil membuat bata. Sambil menunggu panen ia juga menjaga ternak kambing dan sapi. Petani ini juga menyatukan antara peternakan dan pertanian, yaitu dengan memberikan pakan ternak dari rumput dan tanaman yang ada di lahan pertaniannya dan memanfaatkan limbah ternaknya menjadi pupuk pertaniannya. Hal ini untuk menjaga agar mendapatkan keuntungan yang lebih dan modal yang dipinjam dapat dikembalikan dengan baik. Sementara itu menurut informan petani H : Saya meminjam modal di BMT adalah untuk memperluas lahan yang saya miliki, Lahan kamari ada 10 hektar yang dimiliki satu kelompok. Jadi selain saya menanam jagung di musim kemarau, maka di musim hujan baru saya menanam padi. Selain itu saya juga membuka kolam untuk memelihara ikan gurame. Jadi sambil menunggu panen, saya memelihara ikan gurame. Pemeliharaan ikan gurame ini juga terdiri dari satu kelompok. Ada yang usaha bibit, ada yang usaha pembiakannya, ada juga yang usaha pembesarannya. Satu kelompok gurame itu baru 13 orang. Walaupun kendala memelihara ikan gurame itu banyak, misalnya ikan gurame itu tidak kuat banyak hujan, banyak lumut, dan pakannya harus cacing hidup, kalau cacing mati, gurame tidak mau. Jadi harus sering dirawat. Menurut petani tersebut, meminjam modal untuk memperluas usahanya. Selain menanam jagung dan padi, memelihara ikan gurame. Petani ini merasa sadar, kalau hanya terpaku pada tanaman padi dan jagung, maka tidak akan maju dan berubah. Petani ini merasa bahwa dengan adanya pinjaman modal maka usahanya akan lebih maju. Faktor selanjutnya yang menjadi pendorong adalah faktor sosial. Petani dalam kehidupan sehari-harinya selalu berhubungan dengan petani lainnya. Agar hubungan tersebut bermanfaat, 180 maka mereka membuat dan bergabung menjadi kelompok tani. Kelompok tani adalah kelompok formal yang seringkali dibentuk sendiri maupun oleh pemerintah bersama masyarakat untuk mewadahi para petani di suatu daerah agar memudahkan dalam melakukan pembinaan dan penyaluran bantuan. Petani sebagai anggota kelompok bisa mendapatkan fasilitas terkait pengembangan usaha pertanian yang lebih baik daripada yang tidak menjadi anggota kelompok tani. Misalnya menerima bantuan bibit dari pemerintah, menerima dana simultan, menerima pendampingan dari LSM, pengajuan peminjaman modal, tukar menukar informasi tentang teknik budidaya dan pemasaran hasil pertanian, dan lain-lain. Namun terkadang program-program yang digulirkan pemerintah kepada kelompok tani hanya berjalan sesaat saja, tidak ada kelanjutannya sehingga pada akhirnya tidak dapat mencapai tujuan yang diharapkan yaitu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan. Kelompok tani yang membuat mereka menjadi maju, karena dengan kelompok tani ini petani mendapatkan pelatihan dan memperoleh solusi dari masalah yang dihadapinya. Menurut informan petani S : Modal ini saya dapatkan karena saya jadi anggota kelompok tani. Jadi begini ceritanya, waktu itu, BMT akan menyalurkan pembiayaan dari PNM kepada kelompok tani, Saya sebagai ketua kelompok tani menyeleksi siapa yang akan mendapatkan pembiayaan itu. Soalnya ini khan ditanggung bersama, jadi kalau ada yang tidak bisa atau telat bayar, jadi tanggung jawab kelompok. Para petani yang mendapatkan pembiayaan, adalah petani yang menjadi anggota kelompok tani. BMT memilih kelompok tani, karena akan lebih mudah mengontrol dan memberikan pelatihan-pelatihan agar modal yang dipinjamkan bermanfaat dan petani menjadi maju. Informan petani OS juga menjelaskan : BMT sering mengadakan pelatihan-pelatihan kepada kami anggota kelompok tani, misalnya pelatihan cara menanam, memelihara dan memanen jagung. Karena menanam jagung juga banyak kendalanya dan harus dirawat. Misalnya rumputrumput pengganggu, hama, dan banyaknya air supaya akar dan batangnya tidak busuk. Ada juga pelatihan mental bagi para petani. Maksudnya supaya menjadi pekerja keras dan mengerti akan tanggung jawabnya sebagai nasabah BMT. Kelompok tani ini terbantu oleh BMT selain dari sisi permodalan/pembiayaan bagi usaha pertaniannya, maka BMT juga melakukan pelatihan-pelatihan yang relevan agar pembiayaan yang diberikan menjadi bermanfaat. Hal ini menjadi program lanjutan bagi BMT agar nasabahnya juga terkontrol. BMT tidak membiarkan para petani bertanggung jawab sendirian 181 untuk mempergunakan modal/pembiayaan tersebut. Pertemuan-pertemuan kelompok tani selain dilakukan bulanan, juga dilakukan setiap hari, tetapi hanya sebatas di lahan pertanian. Seperti yang diungkapkan informan petani S : Biasanya kalau ada program pemerintah langsung diadakan pertemuan kelompok tani. Tetapi kalau sehari-hari pertemuannya sambil jalan. Jadi, istilahnya pertemuannya sudah ketemu ketika sedang kerja di sawah ya ngobrol-ngobrol gitu. Kalau dulu ada kelonpencapir, maka informasi yang didapat juga dari televisi. Sekarang mah hanya ditambah dengan radio, atau pertemuan di masjid-masjid dan taman bacaan. Sementara menurut informan petani yang lain (F): Kelompok tani yang diikutinya selain menjadi saluran informasi dan permodalan, juga menyalurkan bibit-bibit pertanian yang dibutuhkan. Selain itu juga mengatasi kalau ada penyakit yang diderita kambing dan sapinya, maka ia akan membawanya ke kelompok tani yang menyediakan dokter hewannya. Informan petani lainnya (OS) menjelaskan bahwa : Awalnya ia tidak berminat menanam jagung, karena pertama, belum tahu tata cara menanam jagung. Setelah ada penyuluh pertanian, Alhamdulillah disini ada kelompok tani, kemudian diberi penjelasan untuk bukan meningkatkan, tetapi untuk menyeimbangkan adanya disini tempat kekurangan air bisa ditanam jagung. Belajarlah asalnya. Kemudian kedua, kalau belajar itukan membutuhkan modal. Sampai akhirnya kelompok tani mengajukan peminjaman ke BMT. Kemudian BMT memberikan kesempatan untuk mendengar keluhan kelompok tani, bahwa kelompok tani jagung butuh permodalan. Jadi dengan adanya bantuan modal dari BMT ini, maka para petani yang menjadi anggota kelompok tani menjadi semangat. Adanya keinginan yang kuat untuk maju karena didorong sesama anggota kelompok untuk sama-sama maju. Menurut para informan petani, dengan menjadi anggota kelompok tani maka akan mendapatkan bantuan pinjaman pembiayaan modal di BMT. Selama ini, anggota kelompok tani hanya mendapatkan informasi mengenai pertanian dan peternakan, pembibitan, dan pemasarannya yang lebih sering dibeli oleh tengkulak. Adanya kebersamaan anggota kelompok tani ini mendorong semangat untuk sama-sama maju. Aspek Penarik Aspek penarik yang memicu para informan untuk berhubungan dengan BMT dan mendapatkan pembiayaan adalah pemenuhan unsur syariah, aktualisasi diri dan penyaluran rasa 182 sosial. Sama seperti aspek pendorong, aspek-aspek penarik ini juga tidak berdiri sendiri. Ada informan yang memiliki satu aspek saja, tapi ada juga informan yang memiliki dua atau bahkan ketiga aspek sekaligus. Pemenuhan unsur syariah merupakan aspek penarik yang utama dalam melakukan peminjaman modal. Sebagian besar informan sebelumnya tidak ingin berhutang atau meminjam modal kemana-mana karena mereka takut akan dosa (karena riba). Setelah mengetahui adanya BMT dengan sistem syariah, mereka baru berani mengajukan pinjaman, itu juga dengan berkelompok, sebelumnya petani belum berani meminjam perorangan. Implikasi dari hal ini, petani selalu berhati-hati dalam menggunakan modalnya, misalnya sebelumnya hanya menanam padi saja, sekarang memilih untuk menanam jagung di musim kemarau dan menanam padi di musim hujan, atau bahkan memperluas usahanya dengan selain bertani juga menekuni bidang peternakan ataupun perikanan, terus menerus melakukan diskusi bersama anggota kelompok taninya. Masalah yang muncul akan mendapatkan solusi dengan berdiskusi dalam kelompok tani. Petani juga mematuhi dan menjalankan pelatihan dan penyuluhan baik yang dilakukan oleh penyuluh pertanian maupun dari BMT, tujuannya agar modal yang di dapat menjadi berguna dan petani menjadi maju. Seperti kata informan petani ini (H) : Motif pertama saya berurusan dengan BMT, pertama dari sini khan saya pengurus kelompok tani sekaligus mengurus yayasan pesantren. Di BMT itu sesuai dengan syariah, jadi kalau di bank itu khan kalau dina fiqih mah dipertanyakan halal dan haramnya gitu. Kalau di BMT ada istilah bagi hasil dan sebagainya gitu. Jadi kemudian kalau tani gak bisa pake persentase, ari kalau mau mah gak mau harus 2% atau berapa gitu. Kalau di BMT, kalau petani belum masa panen khan belum punya uang, soalnya pinjaman berbentuk setahun 3 kali, kan 3 musim. Jadi setahun 3 kali. Petani merasa kalau harus meminjam ke bank, belum jelas apakah hukumnya halal atau haram, masih meragukan. Proses di BMT sudah jelas dengan menggunakan bagi hasil dan dibayarkan 3 kali dalam tahun setelah panen, maka persepsinya sudah sesuai dengan sistem syariah. Menurut informan petani lainnya (OS) : Sebelumnya mah saya segan pinjam ke bank, selain takut jelas haram dan halalnya juga takut tidak bisa membayarnya. Kalau di BMT mah pengertian makanya bisa jadi penyemangat. Kelebihannya BMT, karena ada modal, maka kalau hasilnya gak ada kelebihannya petani khan nggak mau pinjam lagi, jadi tidak semangat. Alhamdulillah karena ada modal, tekad petani ada, kerja keras, keinginan yang tinggi, ada semangat dalam kelompok, misalnya ada keberhasilan bersama. 183 Modal yang diberikan BMT bisa disebut sebagai stimulus bagi petani, sehingga petani bersemangat dengan tujuan keberhasilan kelompok. Kelompok tani akan berhasil dikarenakan petaninya menjadi petani yang maju. Menurut informan petani D : Saya sebenarnya mau bergabung dengan BMT karena dia ada di bawah yayasan Darusalam yang juga menangani pondok pesantren dan mendirikan koperasi pondok pesantren (kopontren) kemudian namanya berubah menjadi BMT. Saya lebih senang berhubungan yang terkait dengan pesantren supaya berkah begitu. Kalau dengan bank-khan tidak jelas keberkahannya. Informan petani ini berlatar belakang dan hidup di lingkungan pesantren, karena itu lebih senang berhubungan dengan yang ada kaitannya dengan pesantren. Implikasi dari hal ini tentunya ketika berinteraksi dengan orang lain-pun akan berfikiran dan bertindak seperti orang pesantren yang selalu bertujuan untuk mendapatkan keberkahan dari Tuhannya. Kalangan petani masih dijumpai pola-pola dengan sistem bagi hasil yang mirip atau diduga kuat awalnya berasal dari sistem syariah. Sistem bagi hasil beragam antar wilayah, ada yang 50 persen:50 persen atau 60 persen:40 persen. Hasil panen yang dibagi, ada yang dihitung berdasarkan hasil bersih ada yang berdasarkan hasil kotor. Pada BMT Miftahussalam hitungan bagi hasil antara petani dengan BMT sebesar 60 persen:40 persen. Maksudnya, bagi hasil untuk petani 60 persen dan bagi hasil untuk BMT 40 persen. Biasanya di bayarkan 3 kali dalam setahun, jadi setiap empat bulan sekali. Hal ini sama dengan waktu panen jagung yang setahun 3 kali. Pembiayaan pada petani ini dengan menggunakan sistem mudharabah : yaitu sistem kerjasama antara BMT dengan petani dengan system bagi hasil 60:40. Sistem pembayaran yang dilakukan oleh petani ada tiga macam : kalau dulu lebih sering dengan sistem jemput bola. Maksudnya, para staf BMT (bagian kolektor) yang mengambil pembayaran bagi hasil ke rumah para petani. Kedua, petani yang datang sendiri ke BMT untuk membayarkan bagi hasilnya. Ketiga, Petani membayarkannya lewat kelompok tani. Nanti ketua kelompok tanilah yang akan menyetorkannya ke BMT. Walaupun begitu, masih ada juga petani yang lambat membayarkan bagi hasilnya. Biasanya disebabkan adanya kebutuhan biaya sekolah atau harga panen di bawah harga pasar. Oleh karena itu, sekarang ini selain meminjam modal untuk usaha pertanian ke BMT, petani juga melakukan peminjaman untuk biaya sekolah. Namun, ada juga yang sekarang ini sudah rajin 184 menabung. Jika ditanyakan untuk apa, maka mereka ada yang menjawabnya untuk keperluan mendadak, biaya kesehatan, pendidikan bahkan untuk berkurban dan berangkat haji. Pelaksanaan pembayaran bagi hasil di BMT secara umum lancar. Setidaknya kalau ada, hanya telat dalam pembayarannya. Cara mengatasinya dengan sering berkunjung, bersilaturahmi mendatangi rumah si petani, ditanyakan hambatan yang dihadapinya. Biasanya terjadi di bulan Juni karena ada kebutuhan biaya sekolah. Keterlambatan pembayaran itu tidak banyak sehingga pihak BMT tidak terpikirkan untuk menghitung NPL-nya. Aspek penarik yang kedua adalah aktualisasi diri. Maksudnya, jika berhubungan dengan BMT, maka hidupnya akan berubah sehingga memiliki peluang untuk mengaktualisasikan dirinya dalam masyarakatnya. Para informan merasa mendapatkan kesempatan untuk membuktikan dirinya dapat berubah dan memajukan keluarga, kelompok tani dan masyarakatnya. Banyak informan petani yang sudah dari kecil menjadi petani, bahkan ada yang turun temurun menjadi petani. Awalnya dari kecil membantu orang tuanya di sawah bertani, ketika besar memiliki lahan sendiri baik dari warisan orang tua maupun membeli sendiri, dan akhirnya menjadi petani juga. Seperti menurut Informan petani S, sebagai berikut : Saya sudah dari tahun 70-an bertani, yang mulainya hanya apruk-aprukan, tetapi pengalaman sudah banyak dari tahu menanam bawang, cabe, sayur, sampai padi. Nah sejak 10 tahun yang lalu saya mulai tetap menanam jagung, karena saya perhatikan cuaca di Ciamis ini tidak memungkinkan untuk menanam padi terus menerus. Makanya saya menanam jagung. Dengan menanam jagung maka kehidupan saya mulai berubah, karena bisa 3 kali panen dalam setahun. Tetangga mulai melihat perubahan taraf hidup saya karena menanam jagung. Walaupun untuk merubah kebiasaan dari menanam padi menjadi menanam jagung sangat sulit. Lama-lama mereka ikut juga menanam jagung, karena petani yang menanam padi tidak bisa panen sementara yang menanam jagung selalu panen terus. Keuntungan menanam jagung lebih besar dibandingkan menanam padi. Sehingga taraf hidup juga bisa berubah meningkat. Implikasi dari hal ini, informan petani selalu memberikan contoh dan penyadaran kepada para anggota kelompok tani-nya agar bisa merubah kebiasaan menanam padi berpindah menanam jagung. Walaupun agak lama merubah kebiasaan tersebut, namun ketika ada program pembiayaan PNM (Permodalan Nasional Madani) di tahun 2005 dari BMT, kelompok tani Sugih Mukti yang dipimpin Bapak US ini memulai usaha taninya dengan menanam jagung. Hasilnya 185 bisa dilihat adanya perubahan minimal dari sisi perumahannya, yang dulunya rumahnya hanya dari tembok gedek (sejenis anyaman bambu) kini sudah berubah menjadi tembok batako dan bata. Sementara menurut informan petani OS : Anak saya khan banyak ada lima, jadi kalau membiayai pendidikan itu harus meminjam ke sana kemari atau menjual tanah sawah, jadinya tanah sawahnya berkurang. Tapi dengan modal dari BMT digunakan menanam jagung, maka saya bisa menyekolahkan anak saya sampai kuliah, walaupun adiknya masih di MI kelas 5. Alhamdulillah atuh, jadi intinya dengan adanya BMT itu bisa memajukan orang per orang, bukan hanya petani jagung saja, tapi setiap orang yang membutuhkan, sebagian besar orang desa Handapherang ke sana, terutama untuk menyekolahkan anak-anaknya. Setiap informan petani merasakan adanya perubahan setelah mendapatkan pembiayaan dari BMT. Implikasinya dari keberhasilan tersebut maka dari sisi perumahannya mulai berubah baik bentuk dan bahan bangunannya. Sisi pendidikan, hampir semua anak-anak kelompok tani tersebut mendapatkan dan meraih pendidikan yang tinggi, minimal setingkat MA atau SMA dan maksimal setingkat perguruan tinggi. Ada juga yang justru bertambah lahan pertaniannya, bertambah jumlah ternaknya. Misalnya yang diungkapkan beberapa informan berikut : Awalnya saya hanya menanam jagung, sekarang saya sudah menanam dengan mencoba menanam coklat dan memelihara gurame (H). Saya memulai usaha memelihara kambing dan sapi jumlahnya dulu cuma sepasang ketika berkembang biak maka saya kesulitan membangun kandangnya. Sekarang setelah mendapatkan pembiayaan dari BMT akhirnya bertambah jumlahnya, kambing sudah menjadi 15 ekor dan sapi 10 ekor (F). Kalau dulu saya hanya mengelola 100-300 bata lahan persawahan, tetapi sekarang bisa menanam jagung sampai sehektar (S). Informan petani menggambarkan bahwa dengan adanya pembiayaan BMT maka mereka mendapatkan kesempatan untuk berubah. Perubahan ini adalah perwujudan dari aktualisasi diri, bahwa dengan pembiayaan BMT ini mereka mendapatkan kesempatan untuk berprestasi di bidang pertanian terutama tanaman jagung, dari sinilah mereka bisa maju. Aspek penarik yang ketiga adalah penyaluran rasa sosial. Aspek ini dapat terlihat pada informan petani pada saat mereka saling berbagi informasi sesama anggota kelompok tani. 186 Proses mendapatkan Pembiayaan di BMT di desa Blawong Kabupaten Bantul Penelitian ini menjelaskan tentang latar belakang atau alasan dan motif petani di desa Blawong Bantul mendapatkan pembiayaan syariah sehingga kehidupan menjadi meningkat. Aspek Pendorong Aspek pendorong yang dimaksud di sini adalah suatu keadaan yang memicu mereka sehingga seolah memiliki daya atau tenaga tambahan. Aspek ini memberikan kesempatan kepada mereka untuk mendapatkan pembiayaan syariah agar dapat mengejar mimpi-mimpi atau harapan yang diangan-angankannya. Aspek-aspek pendorong yang telah diidentifikasi berdasarkan pengamatan dan wawancara adalah kebutuhan modal (integritas, kompetensi, empati, terbuka, akuntabilitas), faktor alam (tanah, pupuk, cuaca, luas lahan), faktor sosial (kelompok tani). Pada diri setiap informan, aspek-aspek tersebut saling berkaitan. Ada informan yang memiliki ketiga aspek tersebut tapi ada pula yang hanya satu aspek saja. Sebagian besar informan melihat kebutuhan modal merupakan faktor yang mengharuskan mereka untuk melakukan sesuatu agar mata pencaharian mereka tidak hilang, yaitu mencari modal usaha pertanian. Informan petani Dj menjelaskan : Saya sudah tani sejak nenek moyang, jadi jiwanya jiwa tani. Untuk pertanian ini agak terputus karena ada kendala bekal, karena waktu jadi petani itu membutuhkan bekal yang tidak sedikit, sebab petani itu kalau ingin banyak pengorbanan dan perjuangan mereka untuk bekal hidup. Saya dagang dulu. Setelah punya modal, lalu modal itu saya beli sawah, maka saya masuk ke pertanian. Setelah masuk pertanian, prinsip saya itu : pertanian yang seperti ditekankan pemerintah itu tidak mutlak betul, jadi ada betulnya dan ada salahnya. Kalau ingin mensejahterakan petani itu juga ditekan pada pertanian. Sebab, kita tahu standar hidup petani, minimal harus punya sawah 1 hektar misalnya. Padahal, di daerah kita itu 1 hektar untuk 40-50 orang. Petani ini menceritakan bahwa standar hidup petani itu harus memiliki lahan sawah yang luas dengan dibantu permodalan, akan dapat menghidupi keluarganya dengan layak. Petani bukan hanya sekedar sebagai buruh tani penggarap saja dan sebagai usaha sampingan, tetapi juga harus bisa mensejahterakan keluarga. Sedangkan menurut informan petani DN : 187 Saya hanya punya 1000 meter persegi, tidak cukup memenuhi keluarga. Hasil panen itu untuk makan sampe nanti panen lagi, itu tidak cukup. Apalagi biaya pertanian juga harus dari situ. Jadinya habis deh. Makanya, saya butuh modal untuk biaya pertanian. Biasanya disini banyak rentenir atau lintah darat, istilahnya bank kecil yang menawarkan dana untuk dimanfaatkan. Mereka datang dari manamana, misalnya Yogya, Klaten yang datang ke sini setiap hari. Tapi setelah ada BMT, sudah tidak kesana lagi, karena di BMT lebih ringan dan cepat serta mudah. Beliau menceritakan kalau sebelum ada BMT, untuk meminjam modal sangat susah. Walaupun ada bank kecil yang biasa disebut tengkulak atau rentenir yang mendatangi petani setiap hari menawarkan pinjaman modal. Masyarakat ada yang minjam ke tengkulak ada juga yang hanya pasrah dengan modal seadanya. Hal ini yang menyebabkan petani tidak mengalami perubahan apa-apa. Sedangkan informan petani W menjelaskan bahwa : Awalnya meminjam pembiayaan di BMT setelah gempa melanda Yogyakarta, yaitu untuk memperbaiki rumah. Setelah itu untuk nandur dan membeli pupuk. Tujuannya ya untuk memperingan yang tidak punya modal. Petani ini menjelaskan dari usaha pertaniannya tidak dapat membantunya untuk membangun rumahnya kembali setelah gempa. Hasil panennya hanya cukup untuk makan saja. Setelah meminjam ke BMT ia dapat membangun rumahnya kembali bahkan setelah lunas ia dapat meringankan biaya produksi pertaniannya dengan meminjam kembali ke BMT. Menurut Informan petani H, modal itu sangat penting karena bisa membantu mengembangkan usahanya di bidang pertanian : Saya itu kan anggota kelompok tani, jadi untuk bantu-bantu dan memajukan usaha saya makanya saya pinjam ke BMT. Menurut informan petani S : Saya itu usaha ternak ayam dan petani padi. Tapi saya petani sawah milik panti. Saya pinjam ke BMT lewat kelompok, karena saya ikut kelompok tani. Pinjam modal hanya pengembaliannya dicicil 10 kali. Saya ikut BMT karena mudah pinjam kredit, kalau ke BRI lebih ribet, susah dan jauh. Setelah lunas, Saya mengambil kredit lagi, begitu seterusnya. Ternak ayam, hasilnya kurang, jadi pindah ke tani sawah, ternak ayam hanya sampingan. Lagi pula cara meminjam di BMT sangat mudah, pengembaliannya bulanan, sebulan sekali. 188 Informan petani ini menjelaskan bahwa kalau mau mendapatkan modal harus pinjam ke bank lain (BRI) mengharuskan adanya agunan yang biasanya berupa sertifikat tanah. Jika meminjam di Bank lain pengurusan dan pengembaliannya sulit dan ribet. Sementara informan petani Wj menyatakan : Awal mulanya saya punya uang sedikit, saya simpan sedikit di BMT, lama kelamaan kok kayak orang butuh, maksudnya kok lebih banyak kebutuhannya daripada simpannya. Trus saya nanya-nanya, kalo mau pinjam itu bagaimana caranya, nah kalo itu bayarnya berapa. Kalau 500 apa jaminannya ? Oh kalau itu KTP aja bisa, lalu semakin besar lagi, pengin nambah, saya pengin warung, pinjam nambah modal, lalu saya pinjam 1 juta trus jaminannya BPKB Motor, sudah sah/lunas, trus saya pinjam lagi, pokoknya motor itu yang saya andalkan. Lalu anu kemarin itu saya pinjam lagi untuk menanam padi yang bekerjasama dengan panti (maksudnya tanah sawahnya milik petani, mbak Wj sebagai penggarap). Usaha taninya lumayan Alhamdulillah bagus, Nah sekarang juga sudah tanam lagi. Panennya separo sudah disetorkan ke panti dan untuk simpan dapet sekarung lalu dijual jadinya berputar terus. Bagi informan, kebutuhan modal sangat mempengaruhi motivasi dalam usaha pertanian, walaupun hanya menggarap sawah milik panti asuhan yang dibagi berdasarkan maro (bagi hasil). Faktor pendorong kedua adalah faktor alam. Sebagian besar mengatakan bahwa resiko yang dihadapi petani adalah tanah, iklim/cuaca, dan hama penyakit. Faktor alam yang paling dikhawatirkan petani adalah kerusakan tanah dan iklim atau perubahan cuaca. Biasanya kerusakan tanah diakibatkan pemakaian pupuk kimia sintetis yang berlebihan, dan cuaca yang tidak dapat diprediksi. Kedua hal ini membawa dampak pada kegagalan panen. Kalau tidak berhasil maka modal mereka akan habis dan petani tidak akan mendapatkan apa-apa bahkan tidak ada yang didapat untuk membayar pinjaman. Seperti kata informan petani DJ : Seharusnya petani itu ditambah kegiatan yang sesuai dengan bidang pertanian, misalnya peternakan. Peternakan itu bisa kita putar limbahnya untuk pupuk, sementara limbah pertanian, seperti jerami untuk makanan ternak. Kita tidak usah pusing-pusing mencari pupuk, nanti hasilnya pun alami. Padahal semua itu sudah tersedia di daerah kita. Jadi tidak merusak tanah, kalau dengan pupuk urea tanah menjadi rusah dan ketagihan. Masalah pertanian yang harus dilaksanakan oleh petani bukan mutlak masalah tanam menanam saja tapi dirangkaikan dengan segala sesuatu usaha yang berkaitan. Nah ini kan bisa jadi mandiri, hasilnya menyatu. Kalau ini pupuk kimia aja kan sudah mahal, lalu efeknya menghancurkan pertanian itu sendiri akhirnya panennya hasilnya tidak bisa dijamin. Biaya sudah keluar tinggi tidak panen. Masyarakat yang tidak mau alami atau organik, karena lebih mudah yang kimia. Misalnya 189 1000m tanah kalau pakai kimia cukup 10 kg berapa menit selesai, tapi kalau pupuk kandang berapa kuintal dan lama. Kita mewariskan kepada yang akan kita warisi itu sesuatu jangan tanah yang sudah rusak, tapi kita bangun sedemikian rupa dan semakin bagus. Karena kita tahu sekarang misalnya 1000 meter untuk kita pake sendiri, baru untuk anak cucu dan hasilnya kan bisa kita pikirkan. Kalau kita pakai pestisida atau kimia kan hasilnya jadi menurun. Petani ini sangat kreatif dan bekerja keras dalam melakukan usahanya. Informan sambil menunggu panen membuat pupuk kandang dan kompos, informan juga menjaga ternak kambing dan sapi. Petani ini juga menyatukan antara peternakan dan pertanian, yaitu dengan memberikan pakan ternak dari rumput dan tanaman yang ada di lahan pertaniannya. Dan memanfaatkan limbah ternaknya menjadi pupuk pertaniannya. Hal ini untuk menjaga agar mendapatkan keuntungan yang lebih dan modal yang dipinjam dapat dikembalikan dengan baik. Menurut Informan petani HJ : Saya mempunyai 6 kolam, tapi tidak di semen semuanya ada beberapa yang masik kolam tanah. Waktu terjadi gempa, kolam pada hancur, namun setelah masuk BMT dapat bantuan kredit sekarang pulih kembali. Menurut informan petani ini, usaha perikanan dengan menggunakan semen juga bisa merusak struktur tanah, sehingga menyebabkan tanah rusak, karenanya ia menggunakan kolam dari tanah. Sedangkan menurut informan petani W, pada musim kemarau maka ia terpaksa harus mencari air di malam hari dimana orang lain tidur terlelap, karena biasanya air lancar pada malam hari. Faktor selanjutnya adalah faktor sosial. Faktor sosial di sini maksudnya adanya hubungan dengan sesame nggota kelompok tani. Petani sebagai anggota kelompok bisa mendapatkan fasilitas terkait pengembangan usaha pertanian yang lebih baik daripada yang tidak menjadi anggota kelompok tani. Misalnya menerima bantuan bibit dari pemerintah, menerima dana simultan, menerima pendampingan dari LSM, pengajuan peminjaman modal, tukar menukar informasi tentang teknik budidaya dan pemasaran hasil pertanian, dan lain-lain. Namun terkadang program-program yang digulirkan pemerintah kepada kelompok tani hanya berjalan sesaat saja, tidak ada kelanjutannya sehingga pada akhirnya tidak dapat mencapai tujuan yang diharapkan yaitu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan. Kelompok tani yang membuat 190 mereka menjadi maju, karena dengan kelompok tani ini petani mendapatkan pelatihan dan memperoleh solusi dari masalah yang dihadapinya. Menurut informan petani Dj : Saya sudah sejak tahun 1970 merintis kelompok tani, tapi tidak pernah ada yang berhasil, yang ada adalah kalau punya atau ada hasil, ingin dihabiskan, seperti itu, dan itu sudah umum. Kelompok yang aktif di sini hanya 2 kelompok di tingkat desa yaitu Gapoktan. Kalau saya menggerakan di gapoktan maka saya akan bertemu dengan pengurus kelompok tani. Sekarang dengan kelompok tani ini ada hasilnya. Jadi, jerih payah saya ada buahnya, yaitu dengan membentuk BMT ini maka kelompok tani menjadi aktif dan berhasil/ ada hasilnya. Karena, disini satusatunya yang punya kelompok tani ada yang mau bekerja, bisa bekerja dan mau atau bisa berfikir. Saya kalau mampu dan harus mengeluarkan biaya tidak jadi apa, tenaga dan pikiran, waktu itu saya kerahkan semua, tapi bisa berhasil. Kalau kelompok tani mengadakan pertemuan sebulan sekali. Kelompok tani itu kegiatannya setahu saya di sawah sini, di sekitar sawah. Hanya kebetulan kalau dinas itu sangat memerlukan itu ada satu dua yang dibina lalu dilombakan Para petani yang mendapatkan pembiayaan, adalah petani yang menjadi anggota kelompok tani. BMT memilih kelompok tani, karena akan lebih mudah mengontrol dan memberikan pelatihan-pelatihan agar modal yang dipinjamkan bermanfaat dan petani menjadi maju. Kelompok tani ini terbantu oleh BMT selain dari sisi permodalan/pembiayaan bagi usaha pertaniannya, maka BMT juga melakukan pelatihan-pelatihan yang relevan agar pembiayaan yang diberikan menjadi bermanfaat. Hal ini menjadi program lanjutan bagi BMT agar nasabahnya juga terkontrol. BMT tidak membiarkan para petani bertanggung jawab sendirian untuk mempergunakan modal/pembiayaan tersebut. Pertemuan-pertemuan kelompok tani selain dilakukan bulanan, juga dilakukan setiap hari, tetapi hanya sebatas di lahan pertanian. Seperti kata informan petani DN : Pada kelompok tani, khusus di desa ini, setiap sabtu pagi, kelompok-kelompok tani berkumpul, biasanya dari jam 10-an sampai jan 12 adzan zuhur. Yang dibicarakan masalah rutin atau mendesak dari kelompok tani. Kalau tidak ada maka baru penjelasan dari mantra atau penyuluh. Biasanya yang dibicarakan adalah penyaluran pupuk yang dilakukan BMT, dan kebutuhan modal. Enaknya di kelompok tani, biasanya diberikan pelatihan-pelatihan mengenai bagaimana menggarap sawahnya sampai cara memanen. Selain itu, kalau membutuhkan dana mendesak, maka dengan datang ke BMT, akan diusahakan mendapatkan dana. Yang kedua, dengan mudah mendapatkan pupuk, Jadi anggota kelompok tani yang juga anggota BMT tidak pernah mengalami kekurangan atau kesulitan pupuk. Informan petani Dj menambahkan : 191 Pada kelompok tani banyak kegiatan pembinaan dan kursus-kursus, dari dinas pertanian. misalnya : seperti kemarin ada 4 mata pelajaran dalam satu periode : kacang panjang, kelinci, bokasi dan jamur tiram. Tapi, saya yang cocok hanya kacang panjang, bokasi dan organik Selanjutnya menurut informan petani W : Saya ikut BMT karena saya anggota kelompok tani, dan semua anggota kelompok tani itu dulunya adalah aktivis muhamadiyah, jadi intinya yang mendirikan kelompok tani dan BMT itu orang-orang muhamadiyah. Menurut para informan petani, dengan menjadi anggota kelompok tani akan mendapat bantuan pinjaman pembiayaan modal di BMT. Selama ini, anggota kelompok tani hanya mendapatkan informasi mengenai pertanian dan peternakan, pembibitan, dan pemasarannya yang lebih sering dibeli oleh tengkulak. Adanya kebersamaan anggota kelompok tani ini mendorong semangat untuk sama-sama maju. Aspek Penarik Sementara itu yang menjadi aspek penarik yang memicu para informan untuk berhubungan dengan BMT dan mendapatkan pembiayaan adalah pemenuhan unsur syariah, aktualisasi diri dan penyaluran rasa sosial. Sama seperti aspek pendorong, aspek-aspek penarik ini juga tidak berdiri sendiri. Ada informan yang memiliki satu aspek saja, tapi ada juga informan yang memiliki dua atau bahkan ketiga aspek sekaligus. Pemenuhan unsur syariah merupakan aspek penarik yang utama dalam melakukan peminjaman modal. Sebagian besar responden sebelumnya tidak ingin berhutang atau meminjam modal kemana-mana karena mereka takut akan dosa (karena riba). Setelah mengetahui adanya BMT dengan sistem syariah, mereka baru berani mengajukan pinjaman, itu juga dengan berkelompok, sebelumnya petani belum berani meminjam perorangan. Implikasi dari hal ini, petani selalu berhati-hati dalam menggunakan modalnya, misalnya sebelumnya hanya menanam padi saja, sekarang memperluas usahanya dengan selain bertani juga menekuni bidang peternakan ataupun perikanan. Masalah yang muncul akan mendapatkan solusi dengan berdiskusi dalam kelompok tani. Petani juga mematuhi dan menjalankan pelatihan dan penyuluhan baik yang dilakukan oleh penyuluh pertanian maupun dari BMT, tujuannya agar modal yang di dapat menjadi berguna dan petani menjadi maju. 192 Seperti kata informan petani Dj ini : Di pertanian itu banyak perjalanan dan liku-liku, karena di sini mayoritas muslim maka dibentuklah BMT buat usaha, kalau saya bikin perbankan dengan system bunga akan ditolak masyarakat, sekalipun kebetulan jalannya bagus. Kenapa ada BMT, karena saya ingin mengangkat kesejahteraan masyarakat melalui pertanian ini. Saya buat dengan kelas-kelas, bawah, menengah da atas, dengan kelas menengah ini Alhamdulillah jalan. Sementara menurut Informan petani DN : BMT itu menjembatani masyarakat yang mayoritas didominasi masyarakat muslim. Karena masyarakat sekitar Blawong ini adalah muslim yang sering dikatakan memiliki pola pikiran yang agak modern. Kan di sini sejak tahun 1928 sudah masuk gerakan muhamadiyah dan dari pola piker orang muhamadiyah diharapkan BMT akan bisa lebih diterima. Petani merasa kalau harus meminjam ke bank, belum jelas apakah hukumnya halal atau haram, jadi masih meragukan. Sementara BMT sudah jelas dengan menggunakan bagi hasil dan dibayarkan 3 kali dalam setahun setelah panen, maka persepsinya sudah sesuai dengan system syariah. Masih ada juga petani yang lambat membayarkan bagi hasilnya. Biasanya disebabkan adanya kebutuhan biaya sekolah atau harga panen di bawah harga pasar. Sekarang ini selain meminjam modal untuk usaha pertanian ke BMT, petani juga melakukan peminjaman untuk biaya sekolah. Namun, ada juga yang sekarang ini sudah rajin menabung. Jika ditanyakan untuk apa. Maka mereka ada yang menjawabnya untuk keperluan mendadak, biaya kesehatan, pendidikan bahkan untuk berkurban dan berangkat haji. Pelaksanaan pembayaran bagi hasil di BMT secara umum lancar. Setidaknya kalau ada, hanya telat dalam pembayarannya. Cara mengatasinya dengan sering berkunjung, bersilaturahmi mendatangi rumah si petani, ditanyakan hambatan yang dihadapinya. Biasanya terjadi di bulan Juni karena ada kebutuhan biaya sekolah. Tetapi keterlambatan itu tidak banyak sehingga pihak BMT tidak terpikirkan untuk menghitung NPL-nya. Aspek penarik yang kedua adalah aktualisasi diri. Maksudnya adalah jika berhubungan dengan BMT, maka hidupnya akan berubah sehingga ia mempunyai peluang untuk mengaktualisasikan dirinya dalam masyarakatnya. Para informan merasa mendapatkan kesempatan untuk membuktikan dirinya dapat berubah dan memajukan keluarga, kelompok tani dan masyarakatnya. Informan petani Dj menjelaskan : 193 Setelah berhubungan dengan BMT, dari hasil sawah dan ternak, saya bisa berangkat haji bersama istri dan bisa menyekolahkan anak-anak Menurut Informan petani W : Alhamdulillah dari Sawah, saya bisa menyekolahkan kedua anak saya, Yang pertama Insinyur Geologi dari UGM tapi pintar computer juga, yang kedua Sarjana Sosiologi UGM, juga Menurut informan petani Hj : Setelah saya pinjam ke BMT, Alhamdulillah sedikit ada perubahan karena dapat untuk dengan memelihara gurame dan Nila. Kalo dulu sebelum masuk BMT cari modal sendiri. Soalnya usahanya ikan, jadi tidak terlalu cepat berkembang dan usahanya itu lele dan gurame. Kalo usaha lele, kendalanya di pakannya mahal, terus kalau dijual hatganya tidak terlalu tinggi, belum ada resiko kematian, kalo mati, itu abis semua ikannya. Setelah pinjam di BMT, ada perkembangan akan tetapi belum panen, jadi masih harus panen dulu. Tapi kalau gurame memang menjanjikan keuntungan tapi lama waktunya sampai 3 tahun. Kalau lele kecil kemungkinannya. Menurut informan petani S Saya bisa menyekolahkan anak-anak dari sawah dan ayam. Anak- yang putri jadi dokter gigi di AL, yang putra di AL, yang masih muda di Surabaya di AL, jadi di rumah hanya berdua dengan istri. Menurut Informan petani Wj : Saya ini hanya buruh tani, jadi kebutuhannya banyak sekali. Pokoknya bisa mencukupi kebutuhan saja. Kemajuannya sedikit sekali, ditambah arisannya banyak sekali, misalnya arisan motor, tiap minggu, rt, yang besar 20/30 rb, iuran BMT, keundak’ane sing penting cukup. Jadi sekarang sudah punya dua motor, beli sapi kecil (pedet) dipelihara sendiri. Sawah diurus, pagi-pagi sekali dan sore. Setiap informan petani merasakan adanya perubahan setelah mendapatkan pembiayaan dari BMT. Implikasinya dari keberhasilan tersebut maka dari sisi perumahannya mulai berubah baik bentuk dan bahan bangunannya. Sisi pendidikan, hampir semua anak-anak kelompok tani tersebut mendapatkan dan meraih pendidikan yang tinggi, minimal setingkat MA atau SMA dan maksimal setingkat perguruan tinggi. Ada juga yang justru bertambah lahan pertaniannya, bertambah jumlah ternaknya, seperti informan Wj di atas. Aspek penarik yang ketiga adalah penyaluran rasa sosial. Aspek ini dapat terlihat pada informan petani pada saat mereka saling berbagi informasi sesama anggota kelompok tani. Tindakan saling berbagi informasi ini dilakukan baik secara formal dalam pertemuan petani 194 maupun informal di saat bekerja di tengah sawah. Aspek pendorong dan penarik sebagai motif berinteraksi dengan BMT dapat dijelaskan dalam Tabel 6.1. Tabel 6.1 Aspek pendorong dan Penarik sebagai Motif Berinteraksi Petani dengan BMT Kategori Aspek Kebutuhan Modal Faktor Alam Kelompok Tani Sesuai dengan Syariah Aktualisasi Diri Rasa Sosial Motif Informan 1 2 3 4 Aspek Pendorong v V v v v v 5 6 7 8 9 10 11 v V V V V v v V V v V V V V v v v v v v v Aspek Penarik v V v v v V v v V v v V v V v v v V v v V v v v 1,2,3 1,2 1,2,3 1,2 v 1,2,3 V 1,2,3 v 1,2 v 1,2,3 V 1,2,3 v 1,2 1,2 Keterangan : (1). Motif Ekonomi (modal) (2). Motif Spiritual (3). Motif Sosial Berdasarkan sebaran aspek penarik dan pendorong, dengan melihat dominan kecenderungannya, peneliti dapat membuat klasifikasi motif petani berusaha mendapatkan pembiayaan dari BMT. Tabel 6.1. dimaksudkan menggambarkan kecenderungan aspek-aspek tersebut dalam diri informan-informan penelitian ini. pengamatan penelitian, peneliti berusaha Kemudian dari sebaran dan hasil mengelompokannya dalam beberapa motif mendapatkan pembiayaan modal dari BMT. Setidaknya ada tiga motif yang berhasil dikenali, yaitu motif ekonomi (modal), motif spiritual, dan motif sosial. Ketiga motif ini yang paling sering muncul. Seorang petani sangat bergantung pada modal yang dimiliki, karena tanpa modal petani tidak dapat berbuat banyak. Setidaknya ketika memulai usaha pertaniannya, seorang petani harus memiliki sarana produksi pertanian, misalnya alat-alat pertaniannya, bibit, pupuk serta pestisida yang harus disiapkan. 195 Apabila petani memiliki modal, maka dengan leluasa mengupayakan usaha pertaniannya dengan tujuan memperoleh keuntungan. Hasrat untuk berusaha sangat tinggi untuk merubah taraf hidup menuju kesejahteraan keluarganya. Motif kedua adalah spiritual. Sesuai dengan agama yang dianutnya yaitu Islam dan kebanyakan petani di Bantul yang berafiliasi ke muhamadiyah, sangat fanatik dalam menjalankan agamanya. Ketika petani berhubungan dan harus bermuamalah dengan bank, maka sangatlah berhati-hati. Petani berprinsip bahwa kalau meminjam dengan rentenir, tengkulak, koperasi atau bank umum maka akan berhubungan dengan riba, hal ini juga berarti bahwa riba adalah dosa. Ketika petani mengetahui adanya BMT yang berprinsip syariah dalam operasionalnya, baru mau berinteraksi dengan yang namanya bank. Petani mau menabung dan mendapatkan pembiayaan modal dari BMT. Sistem operasional BMT yang berprinsip syariah dengan sistem bagi hasil ini sebenarnya sudah dikenal sejak lama, sama halnya bentuk pola kerjasama pertanian selama ini yang juga dengan prinsip bagi hasil. Motif ketiga adalah sosial. Para petani ini selalu berinteraksi dengan kelompok taninya. Tujuan individu dan kelompok tani adalah sama yaitu memajukan keluarga dan kelompoknya. Petani berusaha saling berbagi informasi demi kemajuan bersama. Petani saling menjaga kelestarian alam agar tanah dan hasil panen menjadi berhasil dan menguntungkan. Hasil keuntungan usaha pertaniannya juga diperlihatkan oleh masing-masing petani dengan adanya kenaikan taraf hidup individu dan keluarganya. Hal ini juga berarti kemajuan kelompok taninya. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat proses “menjadi” yang bersifat sosio historis, seiring dengan perjalanan kehidupan yang dilalui. Proses ini unik sifatnya karena masing-masing memiliki pengalaman yang berbeda-beda sehingga tidak ada yang benar-benar identik. Setelah dilakukan pengamatan, peneliti menemukan kesamaan aspek yang dilalui informan. Peneliti melihat adanya beberapa aspek pendorong dan penarik yang membuat mereka memiliki motif untuk berinteraksi dan mendapatkan pembiayaan dengan BMT. Aspek-aspek tersebut dapat terlihat dari gambar 6.1. 196 ASPEK PENDORONG 1. Kebutuhan Modal 2. Faktor Alam 3. Kelompok Tani ASPEK PENARIK 1. Sesuai Syariah 2. Aktualisasi Diri 3. Penyaluran Sosial MOTIF BERINTERAKSI DENGAN BMT 1. Ekonomi (Modal) 2. Spiritual 3. Sosial (lingkungan dan masyarakat) Gambar 6.1. Aspek Pendorong dan Penarik Menjadi Motif Berinteraksi Petani dengan BMT Konsep Diri/Karakter Petani Petani di Desa Cijeunjing, Kabupaten Ciamis Konsep diri adalah persepsi tentang diri sendiri yang relatif menetap. Menurut pandangan interaksi simbolik, secara sosial seseorang dapat melakukan tindakan kepada dirinya sendiri, seperti juga kepada orang lain. Seseorang dapat menjadikan dirinya sebagai objek tindakannya sendiri. Diri (the self) terbentuk dengan cara yang sama sebagai objek, melalui pengertian yang dibuatnya bersama orang lain. Konsep diri dalam penelitian ini berkaitan dengan nilai-nilai, sikap dan persepsi petani terhadap pembiayaan kredit syariah dari BMT. Perilaku petani terhadap BMT sangat tergantung pada sejauhmana persepsi dan pengetahuan yang dimilikinya. Kaitannya hubungan antara petani dengan BMT, pengetahuan dan persepsi masing-masing pihak terhadap pihak lainnya sangat menentukan intensitas hubungan kerjasama pembiayaan yang dilakukan. Pengetahuan dan persepsi yang positif dari BMT terhadap petani akan mendorong BMT untuk memberikan alokasi kredit (pembiayaan) yang memadai. Di sisi lain, pengetahuan dan persepsi petani terhadap BMT akan menentukan perilaku petani apakah BMT compatible sebagai sumber pendanaan bagi usahanya. Hampir seluruh responden memiliki persepsi, preferensi dan adopsi yang tinggi terhadap BMT yang ada di lingkungannya, terutama BMT dimana tempat petani mendapatkan pembiayaan. Persepsi ini didapatkan ketika sudah berinteraksi dengan BMT. Ada juga yang di awal petani sudah 197 mempersepsikan positif, karena mau berhubungan dan meminjam modalnya yang penting dengan sistem syariah, ataupun takut akan adanya dosa. Petani yang berfikiran seperti itu karena dari kecil sudah berada di lingkungan pesantren yang mempelajari tentang halal dan haram. Kehidupan petani pada dasarnya berciri “subsisten”, yaitu sekedar mencukupi kebutuhan hidup minimal. Ketika berinteraksi dengan para informan, peneliti menangkap bentukan sifat atau nilai-nilai sebagai pekerja keras, pantang menyerah, otoritas, senang membantu & perduli pada orang lain, dan menghargai alam. Sifat pekerja keras ini dilihat dari mulainya petani bekerja keras dari jam 6 pagi sampai maghrib untuk memproduksi pangan demi terwujudnya ketersediaan pangan dan keberlajutan kehidupannya. Pada siang hari petani beristirahat, terkadang hanya di sawah, di lain hari pulang ke rumah sebelum kembali lagi ke sawah. Pola bekerja petani dimulai dengan mencangkul atau membajak tanah, mengairi, memberikan pupuk, menanam bibit, menyemprotkan pestisida agar tidak ada hama dan penyakit. Setiap hari dirawat apakah ada rumput atau tanaman dan binatang yang merusak. Selanjutnya memanennya dengan memotong padi, merontokan padinya, menggiling, dan menjemurnya sampai menjadi gabah kering. Kerja keras ini juga terlihat ketika para informan petani membajak sawah. Struktur tanah yang dimiliki sekarang sudah mulai rusak. Hal ini disebabkan karena pemakaian pupuk urea yang berlebihan atau bahkan tanahnya menjadi ketagihan pada zat kimia ini. Seperti yang dikatakan informan petani S : Kalau sering pake pupuk urea, tanahnya bentuknya jadi lain. Kalau di bajak memang tanahnya cepat hancur, tetapi cepat mengendap lagi malah jadi makin keras, terus cairan ureanya atau cairan kimianya ada yang merusak struktur tanahnya. Karena itu saya lebih senang pake pupuk kandang. Walaupun agak berat mengerjakannya, yang penting hasilnya nanti jadi bagus. Karakteristik yang kedua adalah pantang menyerah. Walaupun petani memiliki modal yang terbatas, tetapi tetap bersemangat untuk meminimalkan biaya produksi. Caranya dengan menggunakan pupuk kandang untuk mengurangi penggunaan pupuk urea yang semakin mahal. Selain itu, mencari penghasilan lainnya selain menanam, juga memelihara ternak, baik kambing, sapi, ataupun ikan. Seringkali pula dikacaukan dengan iklim atau cuaca yang tidak menentu, belum lagi adanya hama dan penyakit. Semuanya dihadapi petani dengan semangat. Petani mengatasinya dengan cara merawat tanah dan usaha taninya dengan hati-hati. 198 Karakteristik yang ketiga adalah otoritas. Petani merasa berhak untuk mengolah lahan pertaniannya dengan caranya sendiri. Petani mengikuti anjuran dalam mengolah lahan pertanian yang diberikan lewat penyuluhan oleh Penyuluh Pertanian ataupun pelatihan yang dilakukan BMT karena merasa mendapatkan keuntungan dan manfaatnya. Implikasinya ada beberapa informan yang sudah lama menyadari bahwa dengan keadaan iklim global warming ini sudah tidak cocok hanya mengandalkan menanam padi. Petani dengan sengaja mengolah tanah persawahannya dengan caranya sendiri. Pertama, sengaja menanam jagung di musim kemarau dan baru menanam padi di musim penghujan. Kedua, sudah lama meninggalkan penggunaan pupuk urea, maka untuk memenuhi kebutuhan pupuk di atas dengan menggunakan pupuk kandang ataupun kompos. Akhirnya diikuti oleh para petani tetangganya yang juga anggota kelompok tani-nya, karena melihat kesuksesan dan perubahan hidupnya yang meningkat, bahwa dengan menanam jagung maka taraf kehidupan menjadi meningkat. Setelah mendapatkan pembiayaan dari BMT untuk kelompok tani Jagung, maka para anggota kelompok tani tersebut didampingi oleh pihak BMT dengan mengadakan pelatihan-pelatihan agar pembiayaan tersebut menjadi bermanfaat. Pelatihan tersebut bukan hanya pada cara menanam jagung saja, tetapi juga manajemen keuangan keluarga, pelatihan mental, dan sebagainya. Karakteristik yang keempat adalah senang membantu dan perduli. Petani merasa perlu membantu petani lainnya terutama sesama anggota kelompok tani untuk mengakses segala fasilitas dalam usaha pertaniannya. Selain itu informan petani juga merasakan kepedulian kepada yang lemah, perduli pada orang lain, terutama terhadap masalah dan kendala yang dihadapi oleh petani sesama anggota kelompok tani. Misalnya : akses pada saprotan, modal, bibit, pupuk, bahkan informasi. Karekteristik yang kelima adalah menghargai alam. Kesadaran akan kekayaan dan sumber daya alam, serta kesadaran bahwa sumber daya alam yang diberikan Tuhan dan keseimbangan alam sewaktu-waktu akan dapat musnah karena kecerobohan manusia itu sendiri. Ada kepercayaan dalam masyarakat, harus peduli menjaga kelestarian alam, karena alam akan murka terhadap manusia. Setidaknya petani mengetahui bahwa jika menggunakan pestisida akan dapat menyebabkan tanah menjadi kering. Penggunaan zat kimia yang berlebihan akan merusak lahan pertanian. Petani merasa perlu mengolah lahan pertanian dengan baik agar tanah tidak rusak. Misalnya tanah menjadi tidak subur, mudah terserang hama. Implikasi dengan menjaga 199 kelestarian tanah dan alam maka kualitas hidup menjadi lebih baik (pertanian menjadi subur, tersedianya sumber air yang bersih bahkan tidak terjadi polusi). Informan petani merasakan bahwa dengan menggunakan pestida kimia secara berkala lambat laun akan memiliki kerugian dan bahaya bagi petani itu sendiri maupun lingkungannya. Padahal pestisida itu bukan hanya membunuh organism yang menyebabkan kerusakan pada tanaman, tetapi juga membunuh organism yang berguna seperti : musuh alami hama itu sendiri. Karakter personal tersebut menjadi suatu tipikal kepribadian yang biasa dimiliki oleh seorang petani. Tidak ada petani yang ideal memiliki kelima karakter ini dalam kadar yang sempurna. Karakter ini berbeda dalam kadar kualitasnya. Ada yang lebih banyak, sedang dan sedikit. Latar belakang personallah yang lebih menentukannya. Latar belakang kehidupan para informan petani tidak ada yang sama, masing-masing memiliki keunikan tersendiri. Perbedaan kadar karakter ini menentukan bagaimana mereka mengelola lahan pertaniannya agar pembiayaan yang didapat dari BMT bermanfaat dan merubah taraf kehidupannya. Karakter personal petani di sub urban area dapat dijelaskan pada gambar 6.2. Gambar 6.2. Karakter Petani di Ciamis Konsep Diri Petani di desa Blawong Kabupaten Bantul Konsep diri adalah persepsi tentang diri sendiri yang relatif menetap. Menurut pandangan interaksi simbolik, secara sosial seseorang dapat melakukan tindakan kepada dirinya sendiri, seperti juga kepada orang lain. Diri (the self) terbentuk dengan cara yang sama sebagai objek, melalui pengertian yang dibuatnya bersama orang lain. Konsep diri dalam penelitian ini berkaitan dengan nilai-nilai, sikap dan persepsi petani terhadap pembiayaan kredit syariah dari BMT. Menurut informan petani DJ : 200 Saya ini dilahirkan didunia itu diciptakan untuk menjadi perintis, jadi saya selalu mencari hal-hal yang baru, manfaat positif, tapi jarang dikerjakan orang, jarang orang yang senang mengerjakan. Jadi keberhasilan itu diperoleh dari pemecahan masalah atau menghilangkan hambatan. Orang tidak senang itu karena terhambat padahal keberhasilan itu harus menghilangkan itu semua (hambatan). Prinsip saya mencari hal-hal yang bermanfaat tapi orang tidak senang melakukan karena kesulitan. Sifat pekerja keras ini dilihat dari mulainya bekerja keras dari jam 6 pagi sampai maghrib untuk memproduksi pangan demi terwujudnya ketersediaan pangan dan keberlajutan kehidupannya. Pada siang hari petani beristirahat, terkadang hanya di sawah, di lain hari pulang ke rumah sebelum kembali lagi ke sawah. Pola bekerja petani dimulai dengan mencangkul atau membajak tanah, mengairi, memberikan pupuk, menanam bibit, menyemprotkan pestisida agar tidak ada hama dan penyakit. Setiap hari di rawat apakah ada rumput atau tanaman dan binatang yang merusak. Selanjutnya memanennya dengan memotong padi, merontokan padinya, menggiling, dan menjemurnya sampai menjadi gabah kering. Menurut beberapa informan : Jadi petani jangan hanya ditekan pertamanya, tapi juga dibarengi dengan komponen yang sesuai. Misalnya : tanam untuk usaha sendiri kelebihannya untuk orang lain. Pupuknya cukup pupuk sendiri. Ternaknya bisa menambah penghasilan. Contoh Saya, bukan untuk sombong, tapi untuk anda tahu. Kalau dulu, saya menggarap sawah satu hektar sendiri kecuali tanam dan mbajak, kalau mbajak, saya suruh orang, tapi menyiangi, manen, saya kerjakan sendiri.(Dj) Sambil menunggu panen, Saya ikut proyek sumur/menggali sumur. Saya sudah sering keliling Yogya, bahkan sampe ke Gombong, Semarang, ikut pemborong. Jadi saya ikut pemborong dan menggali sumur sejak muda, karena penggali sumur itu sejak nenek moyang jadi turun menurun. Saya menggali sumur dengan menggunakan batu bengkok, batu alam dari gunung dengan linggis panjang dibuat gepeng, sehingga gunung di belakang desa Trimulyo Blawong itu jadi banyak yang bolong seperti gua buatan karena batunya diambil untuk gali sumur. Batunya bagus bisa dibentuk buat gali sumur dipipih menjadi gepeng. Sehingga air jadi enak jika pake batu alam, bahkan bisa langsung diminum. (S) Pokoknya bisa mencukupi kebutuhan saya. Saya pernah didatangi, mbak Sri pernah ke sini setelah gempa, pokoknya di survey, apanya yang rusak, jadi belum pernah ditagih ke rumah. Telatnya ya itu pas gempa. Rumah rubuh semua, motor sampe remuk, diberesin sedikit-sedikit, pas udah baikan terus dibawa anak saya tabrakan sampe protol semuanya, sekarang sih masih bisa dipake lagi. Sambil menunggu panen, iseng-iseng saya merangkai manik-manik dapet pekerjaan dari orang yang dating kesini. Manik-manik itu untuk aksesoris sandal. Payet-payet untuk jarik, 201 bikin rok dan baju dipayeti. Proyeknya dari juragan kain-kain di sekitar sini yang dikerjakan oleh ibu-ibu di sekitar sini. Pagi-pagi itu berangkat, sebelumberangkat ke sawah dulu, sorenya ada waktu ke sawah dulu. Pokoknya cek-cek dulu bagaimana keadaan sawahnya. Kemarin saja saya ikut bapaknya ke sawah untuk menanam benih. Sekarang buruh tani iitu agak mahal. Pokoknya sebisa mungkin dikerjain sendiri, gitu. Kalau nek’ nanamnya kan belum bisa saya. Khan belum lama kerja di sawah. Jadi semua lebih banyak dikerjakan Bapak. Kalau nggak ada yang tua-tua mungkin kita tidak bisa mengerjakan sawah, karena yang muda-muda jarang yang mau ke sawah, jadi kita belajar dari yang tua-tua. Setiap hari itu 40-50 rb didapat oleh buruh tani, kalau mau mengerjakannya. Misalkan sepetak itu seharusnya digarap 5 orang, tapi bisa diselesaikan orang 3, lha nanti dalam satu hari mereka bisa menanam berapa kotak, gitu… jadi dapat uangnya jadi banyak. (Wj) Karakteristik yang kedua adalah Bersosial, berbakti. Seperti kata informan Dj : Pendidikan petani tentang BMT hanya diikuti petani kelas menengah, untuk kelas bawah masih sulit dan tidak memulyakan, untuk mengerti masih sulit. Bisa juga kalau ada semacam bonus, dan merasa ingin turut mendapatkan bonus, nah itu baru masuk. Yang dicari hanya itu, jiwanya belum berfikir bahwa hidup untuk semua, mereka masih berfikir bahwa hidup itu untuk aku. Nah itu masih sangat sulit diubah. Seharusnya jiwanya itu jiwa pejuang, jiwa perintis, sekarang jiwanya itu jiwa individu. Nah umumnya jiwanya individu bekerjanya untuk kita individu bukan untuk orang lain. Padahal prakteknya bukan begitu. Pertanian ini kan hanya beberapa orang tapi yangmakan kan seluruh rakyat Indonesia. Berarti kita khan harus bersosial, berbakti dan bergabung. Petani merasa perlu membantu petani lainnya terutama sesama anggota kelompok tani. Senang membantu dan memberikan kesempatan kepada petani yang lainnya untuk mengakses segala fasilitas dalam usaha pertaniannya. Selain itu informan petani juga merasakan kepedulian kepada yang lemah, perduli pada orang lain, terutama terhadap masalah dan kendala yang dihadapi oleh petani sesama anggota kelompok tani. Misalnya : akses pada saprotan, modal, bibit, pupuk, bahkan informasi. Karakteristik yang ketiga itu individualis, menurut informan petani Dj : Orang jawa itu namanya miyami, kemratu ratu, meraja-raja. Jadi seolah-olah saya orang berada. Jadi, kalau kerja keras itu malu yah mengemis, itulah…. Tapi khan hanya itu kan kalau dilihat. Tapi kalau disensus atau dihitung sepintas ya lebih banyak yang seperti itu. Yang merantau juga tidak semua, banyak kawan-kawan pulang tidak punya apa-apa. Jadi mereka malas, karena itu budaya malas harus dihilangkan dan yang paling sulit itu. Waktu tahun Pak Harto Jaya (1984) kita swasembada beras, mungkin ditekan pakai kimia yang dosisnya tinggi. Supaya terjadi swasembada beras yang Cuma sekali dan setelah itu menua. Dan zat 202 kimianya menghancurkan tanah (petani jadi malas). Selain itu, petani sudah keenakan, karena dengan pupuk kimia menghabiskan waktu sedikit dan mudah. Tapi kalau pake pupuk kandang atau daun-daunan (kompos) butuh waktu yang lama. Karena dia ingin jadi raja itu, bekerja sebentar terus menganggur, padahal kan tidak begitu, waktu menganggur itu digunakan untuk mengumpulkan pupuk kandang atau daun-daunan. Karekteristik yang keempat adalah menghargai alam. Kesadaran akan kekayaan dan sumber daya alam, serta kesadaran bahwa sumber daya alam yang diberikan Tuhan dan keseimbangan alam sewaktu-waktu akan dapat musnah karena kecerobohan manusia itu sendiri. Ada kepercayaan dalam masyarakat, harus peduli menjaga kelestarian alam, karena alam akan murka terhadap manusia. Setidaknya petani mengetahui bahwa jika menggunakan pestisida akan dapat menyebabkan tanah menjadi kering. Petani merasa perlu mengolah lahan pertanian dengan baik agar tanah tidak rusak. Misalnya tanah menjadi tidak subur, mudah terserang hama. Implikasi dengan menjaga kelestarian tanah dan alam maka kualitas hidup menjadi lebih baik (pertanian menjadi subur, tersedianya sumber air yang bersih bahkan tidak terjadi polusi). Petani merasakan bahwa dengan menggunakan pestida kimia secara berkala lambat laun akan memiliki kerugian dan bahaya bagi petani itu sendiri maupun lingkungannya. Padahal pestisida itu bukan hanya membunuh organisme yang menyebabkan kerusakan pada tanaman, tetapi juga membunuh organism yang berguna seperti : musuh alami hama itu sendiri. Karakteristik yang kelima adalah pantang menyerah. Walaupun petani memiliki modal yang terbatas, mereka juga bersemangat untuk meminimalkan biaya produksi. Caranya dengan menggunakan pupuk kandang untuk mengurangi penggunaan pupuk urea yang semakin mahal. Selain itu, mencari penghasilan lainnya selain menanam, juga memelihara ternak, baik kambing, sapi, ataupun ikan. Seringkali pula di kacaukan dengan iklim atau cuaca yang tidak menentu, belum lagi adanya hama dan penyakit. Semuanya dihadapi petani dengan semangat. Petani mengatasinya dengan cara merawat tanah dan usaha taninya dengan hati-hati. Karakter personal tersebut menjadi suatu tipikal kepribadian yang biasa dimiliki oleh seorang petani. Tidak ada petani yang ideal memiliki kelima karakter ini dalam kadar yang sempurna. Karakter ini berbeda dalam kadar kualitasnya. Ada yang lebih banyak, sedang dan sedikit. Latar belakang personal merekalah yang lebih menentukannya. 203 Latar belakang kehidupan para informan petani tidak ada yang sama, masing-masing memiliki keunikan tersendiri. Perbedaan kadar karakter ini menentukan bagaimana mereka mengelola lahan pertaniannya agar pembiayaan yang didapat dari BMT bermanfaat dan dapat merubah taraf kehidupannya. Karakter personal petani di rural area dapat dijelaskan pada gambar 6.3. KERJA KERAS PANTANG MENYERAH KARAKTER PETANI INDIVIDUALIS/ MALAS BERSOSIAL DAN BERBAKTI MENGHARGAI ALAM Gambar 6.3. Karakter Petani di Bantul Pembahasan Hasil Penelitian Penelitian kualitatif konstruksi sosial yang bersumber dari tradisi fenomenologi ini mengakui empat kebenaran: kebenaran empirik sensual, kebenaran empirik logik, kebenaran empirik etik dan kebenaran empirik transendental. Kebenaran itu diperoleh melalui metode pemaknaan yang dilakukan dengan tahapan terjemahan atau translation, tafsir atau interpretasi, eksplorasi dan pemaknaan atau meaning. Terjemahan merupakan upaya untuk mengemukakan materi atau menggambarkan fenomena sebagaimana adanya. Terjemahan tidak ubahnya seperti deskripsi fenomena yang mudah dikenali dengan mengandalkan kemampuan panca indera seperti yang telah diuraikan dalam hasil penelitian di bab sebelumnya. Pada tahap penafsiran, peneliti berusaha mencari latar belakang konteks yang mendasari gambaran materi fenomena. Kegiatan interpretasi ini dikembangkan dalam tahap eskplorasi yang menekankan pada kemampuan daya pikir untuk menangkap apa yang ada di balik yang tersaji. Ketiga tahapan tersebut lebih dipertajam lagi pada tahap pemberian makna, dimana peneliti berusaha menjangkau yang etik maupun transedental di balik apa yang tersaji. 204 Eksplorasi Kebenaran empirik logik Setelah melakukan deskripsi data hasil penelitian selanjutnya melakukan proses penafsiran. Peneliti berusaha mencari latar belakang konteks yang mendasari gambaran materi fenomena yang diperoleh. Pada eksplorasi logik, peneliti berusaha menginterpretasi materi fenomena yang menekankan pada kemampuan daya pikir logis untuk menangkap apa yang ada di balik yang tersaji. Para Petani menjalankan usaha pertaniannya baik di wilayah Cijeunjing Ciamis, maupun di Blawong Bantul. Peneliti berusaha menelaah bagaimana mereka berinteraksi dengan BMT dan sesama anggota kelompok taninya, berkomunikasi dan berusaha mendapatkan pembiayaan modal dari BMT. Data empiris awal mengenai para informan dapat diketahui dengan mempelajari profil serta tingkah laku para informan yang dapat diindera peneliti. Selain itu data empiris dapat pula diperoleh dengan menelaah kondisi sosial dan ekonomi, lokasi serta pengamatan pada hubungan yang terjalin antara informan dengan sesama petani atau anggota kelompok tani serta dengan BMT. Para informan penelitian ini berada pada golongan menengah ke bawah. Sebagian besar tingkat pendidikan terakhir adalah SD. Walaupun begitu mereka bekerja keras dan pantang menyerah untuk selalu berusaha memenuhi kebutuhan keluarganya serta merubah taraf hidupnya menjadi lebih baik. Mereka berupaya kearah itu dengan selalu bertukar informasi dalam kelompok tani serta mengikuti pelatihan-pelatihan baik yang dilakukan oleh pemerintah (PPL dan PINBUK, Dinas pertanian dan peternakan, koperasi serta puskopsyah) maupun oleh BMT. Sejak dahulu kota Ciamis memilik pesona tersendiri. Kota Ciamis yang lebih dikenal dengan legenda Ciung Wanara-nya mengisahkan dan meninggalkan kenangan tersendiri bagi perjuangan individu dan masyarakat Ciamis. Masyarakat Ciamis yang termasuk daerah Jawa Barat masih kental memegang budaya Sunda. Antara lain : sangat terbuka dengan banyaknya perbedaan termasuk perbedaan etnis. Keadaan ini menunjukan bahwa masyarakat Ciamis dikatakan terbuka dengan keberagaman dan bersifat pluralis. Para petani menyadari dan menerima perbedaan tersebut. Petani lebih suka berdamai dan tidak ingin berkonflik menghadapi perbedaan tersebut. Kota Ciamis juga terkenal dengan banyaknya pondok pesantren yang mendidik siswanya lebih Islami di lingkungan yang Islami juga. Setiap pesantren biasanya memiliki koperasi pesantren, namun hanya beberapa meningkatkan menjadi BMT. 205 BMT Miftahussalam berada di lingkungan pesantren di bawah yayasan Miftahussalam. Atas upaya dan peran sertanya membantu mengamankan pangan masyarakat, bertempat di depan gedung sate bandung, Gubernur Jawa Barat “Ahmad Heriawan” memberikan penghargaan kepada Yayasan Miftahussalam. Penghargaan tersebut diberikan pada hari Senin 26 Oktober 2009 dalam rangka memperingati Hari Pangan Sedunia tingkat Jawa Barat. Setidaknya penghargaan ini merupakan motivasi bagi BMT Miftahussalam untuk senantiasa berbuat bagi masyarakat terutama masyarakat petani. BMT memberikan stimulus kepada petani maka petani menjadi maju, petani maju maka kelompok taninya juga maju. Kelompok taninya maju maka daerah Desa Cijeunjing kecamatan Handapherang juga maju. Kecamatan Handapherang maju maka kabupaten Ciamis juga maju. Orang Jawa selalu menginginkan hidup rukun dan damai, karena itu selalu berusaha rendah hati dan setia kawan antar sesama anggota masyarakat dan selalu tunduk kepada pimpinan dan mengikuti perintah pimpinan selama itu jelas dan melakukannya dengan mawas diri. Selain itu orang Jawa pantang menyerah dalam kehidupan bermasyarakat. Pemerintah berharap mereka menjadi agen perubahan yang tergerak untuk mengajak, menggiring dan mengarahkan petani-petani lainnya agar bisa lebih maju dan meningkatkan aktualitas dirinya. Kesejahteraan kehidupan petani di Indonesia pada umumnya akan menjadi lebih baik dan maju daripada sebelumnya. Pemerintah kabupaten Ciamis dan Bantul sendiri juga telah menunjukan dukungannya terhadap program ketahanan pangan bagi petani. Hal ini terbukti dengan adanya dukungan program dari ABSINDO dan PINBUK yang ikut turun langsung melakukan pengawasan dan memberikan stimulus baik berupa modal maupun materi-materi pelatihan bagi petani dan BMT. Aspek Kebenaran Empirik Etik Komunikasi Petani Bagaimana seseorang berinteraksi itu dapat dilihat dari kemampuannya berkomunikasi. Keadaan ini berlaku dimana saja, baik individu, organisasi kecil maupun besar. Penelitian ini menfokuskan pada bagaimana komunikasi para informan, yang berprofesi sebagai petani berinteraksi dengan BMT dan sesama anggota kelompok tani. Pertanian adalah usaha yang unik karena memiliki resiko yang tinggi (high risk). Resiko yang tinggi ini menyebabkan hanya sedikit bank yang mau memberikan pembiayaan kepada petani. 206 Informan petani mengatakan bahwa dengan resiko yang tinggi maka pihak BMT biasanya harus benar-benar mempercayai nasabahnya agar pembiayaan yang diberikan dapat dikembalikan bagi hasilnya dan benar-benar bermanfaat. Unsur kepercayaan ini yang sangat dibutuhkan ketika mereka berkomunikasi. Informan petani berkomunikasi juga menghadapi komunikasi yang beresiko. Tidak semua petani dapat menyampaikan pesannya dengan baik dan benar sehingga dapat dipercayai oleh BMT. Karena itu, mereka mengkonstruksikan pesannya agar komunikasi yang terjadi dapat diterima sesuai dengan tujuannya. Seringkali peneliti mendapatkan pertanyaan atau opini dari informan penelitian bahwa kenapa menfokuskan kepada petani yang meminjam modalnya ke BMT. Hal ini dikarenakan usaha pertanian ini beresiko tinggi. Usaha pertanian tersebut dapat menghasilkan panen yang baik tetapi tidak menutup kemungkinan menghasilkan panen yang gagal karena rentannya ketergantungan dengan lahan, cuaca dan hama penyakit. Menanggapi hal tersebut, peneliti justru meneliti lebih mendalam bagaimana BMT bisa mempercayai petani sehingga memberikan pembiayaan modal kepada petani. Peneliti yang juga lulusan Magister ekonomi Syariah berusaha untuk tidak mencampuri subjektivitas diri peneliti dengan informan. Keadaan demikian ini, dimana peneliti dikritik karena dianggap suara dari BMT, justru memberikan peluang yang sangat baik. Walaupun tanpa harus mengorek lebih dalam, peneliti dapat mengekplorasi lebih jauh lagi mengapa pandangan informan menjadi demikian adanya. Saat ini BMT yang lebih spesifik beroperasi di daerah banyak yang memberikan kesempatan kepada petani untuk mendapatkan pembiayaan modal. Tujuannya adalah untuk memajukan usaha pertanian sebagai ujung tombak ketahanan pangan bagi penduduk Indonesia, sehingga petani menjadi maju, keluarga sejahtera. Tindakan manusia itu dapat terwujud sebagai bentuk apresiasinya terhadap pandangan pribadi atau personal manusia itu sendiri dan pandangan subjektif moral atau nilai-nilai yang dipahaminya sebagai aturan bersama (common sense) dengan orang-orang dimana petani tinggal dan hidup bersama. Etika komunikasi petani ini, sebagaimana tindakan manusia lainnya, dilakukan berdasarkan motif-motif tertentu. Peneliti menggarisbawahi pada motif-motif yang terlihat dominan melandasinya, yaitu motif ekonomi, motif spiritual individu dan motif sosial. Motif ekonomi merupakan bentuk kesadaran subjektif terhadap pemaknaannya atas usaha yang 207 dilakukannya untuk mendapatkan modal dan keuntungan. Kedua, motif spiritual merupakan bentuk kesadaran subjektif terhadap pemaknaannya atas aturan dan norma sosial serta compliance syariah. Sementara motif sosial merupakan bentuk kesadaran subjektif terhadap pemaknaannya atas keberadaan kelompok tani dan kelestarian alam. Ketiga motif tersebut hidup dan berkembang dalam pengalaman-pengalaman subjektif setiap informan yang bersifat sosio historis. Seiring dengan perjalanan hidupnya, motif ini bukanlah harga mati. Motif ini bisa saja sewaktu-waktu berubah tergantung dari bagaimana pemaknaannya terhadap pengalaman kehidupan yang dijalaninya. Para informan menyadari bahwa mereka berada pada konteks usaha pertanian yang memiliki resiko yang tinggi (high risk). Keberadaannya ditentukan oleh mampu atau tidaknya mereka bertahan menjalankan usaha pertaniannya yang memberikan keuntungan. Bila usaha pertanian tersebut bisa eksis, petani hidup lebih baik dan dihargai atau bisa beraktualisasi diri. Bila tidak, petani dianggap tidak mampu atau tetap berjalan di tempat tidak ada perubahan taraf hidupnya. Para informan menyadari bahwa perlu mengelola usaha pertaniannya agar bisa menghasilkan keuntungan atau panennya berhasil. Pandangan para informan, keuntungan ini dimaknai berbeda. Bila petani mengelola usaha pertaniannya dengan baik, dengan sendirinya akan menghasilkan panen yang baik dan berlimpah, biasanya hanya sekali setahun panen bila menanam padi, dengan menggantikannya menanam jagung akan mendapatkan panen tiga kali. Sehingga taraf hidup mereka akan meningkat dan kehidupan menjadi sejahtera. Kebenaran Empirik Transendental Hasil Penelitian memperlihatkan bahwa membahas isu-isu komunikasi beresiko pada petani tidaklah sederhana apabila dilakukan oleh petani dan BMT. Kemampuan berkomunikasi itu dapat dilihat dari kemampuan petani berkomunikasi. Komunikasi tidak ubahnya suatu sarana untuk mencapai maksud-maksud tertentu. Komunikasi yang beresiko sulit untuk dapat terwujud bila tidak diiringi dengan kemampuan berkomunikasi dengan baik mengarahkan setiap personal untuk mengembangkan dirinya sendiri. Pengetahuan yang menyeluruh tentang proses komunikasi yang beresiko itu sendiri berkenaan dengan kesadaran subjektif petani memberikan pengayaan bahwa membahas komunikasi beresiko adalah tidak sederhana. Kesadaran subjektif petani dengan bantuan 208 pandangan trust communication membantu pemahaman bahwa pengalaman hidup selalu berubah-ubah, tergantung situasi dan konteks mengajarkan petani tentang banyak hal. Pemahaman petani terhadap pengalamannya inilah yang terimplementasi dalam kehidupannya. Begitupun dengan pemahamannya tentang BMT tercermin dari bagaimana petani berinteraksi dengan BMT ketika meminjam modal pembiayaan usaha pertaniannya. Hasil penelitian mampu mengungkap proses petani meminjam pembiayaan syariah. Semua informan mengawalinya dengan suatu momentum yang seolah menjadi titik balik dan membulatkan tekadnya untuk maju dan berubah menjadi petani yang maju dan sejahtera. Kedekatannya dengan sang pencipta, yaitu Allah SWT tidaklah terelakan. Berdasarkan ketakwaannya kepada sang Khalik mendasarinya untuk berinteraksi dengan BMT karena beroperasional sesuai dengan syariah Islam. Fenomena petani yang memiliki cara sendiri dalam mendapatkan pembiayaan syariah di BMT merupakan hasil dari interpretasinya terhadap realitas dunia sosialnya. Fenomena sosial ini dapat dijelaskan melalui pendekatan konstruktivisme. Pendekatan ini ditelusuri mulai dari pemikiran Max Weber. Para konstruktivis ini memandang bahwa realitas dunia ini sangat beragam. Masing-masing individu memiliki interpretasinya sendiri terhadap dunia sosial dimana individu berada. Interpretasi yang dibangun atas kesadaran subjektif masing-masing ini memiliki konsekuensi yang mengarahkannya pada berbagai tindakan sosial. Fenomena petani dengan BMT, yang berinteraksi dan berkomunikasi dengan simbolsimbol bermakna dipahami dengan menelusuri tindakan sosial seperti diungkapkan oleh Max Weber tersebut. Berdasarkan pemahaman tersebut, para petani berperan sebagai aktor sosial yang melakukan tindakan-tindakan komunikasi dalam melakukan usaha pertaniannya dengan mendapatkan pembiayaan dari BMT. Petani aktif memaknai lingkungan sosialnya secara subjektif. Petani melakukan tindakan-tindakan yang tidak saja bermakna bagi dirinya tetapi juga bagi kelompok tani-nya dan BMT. Meskipun demikian, pandangan Weber ini tidaklah cukup menjelaskan bagaimana peranan dorongan-dorongan yang ada dalam diri petani ketika menggerakan tindakan-tindakannya. Pemikiran Alfred Schutz menyempurnakan pemahaman Weber dengan menekankan pada adanya hubungan kesadaran subyektif. Kesadaran ini bersifat intersubyektif dan melibatkan kemampuan mempersepsikan manusia terhadap obyek-obyek yang ada di dunia keseharian 209 manusia. Petani dengan kesadaran intersubyektifnya berinteraksi dengan dunia sosial sekitarnya. Petani bertukar pesan dengan menggunakan simbol-simbol yang dipahami bersama, baik verbal maupun non verbal dan menginterpretasikan maknanya dalam alur kesadarannya. Pola konstruksi sosial petani dapat dilihat dari Gambar 6.4. KONSEP DIRI SEBAGAI PETANI ï‚· Amanah ï‚· Terbuka ï‚· Tawadhu ï‚· Tabligh ï‚· Saling menolong ï‚· Takut Haram Riba ï‚· Tepat Janji ï‚· Sehat Kesadaran Subjektif Petani Kesadaran Kebutuhan Ekonomi Kesadaran Harus Sesuai dengan Syariah Kesadaran Rasa Sosial Aspek Motif Spiritual Aspek Motif Sosial Aspek Motif Ekonomi Aspek Etika Perilaku TINDAKAN KOMUNIKASI YANG DAPAT DIPERCAYA (Komunikasi Dialogis, terbuka, Mendengarkan dan persuasi, Fasilitator) Gambar 6.4. Pola Konstruksi Sosial Petani dan BMT dalam Menerapkan Syariah Analisis perbedaan konstruksi realitas sosial petani dan BMT dalam menerapkan syariah di Ciamis dan Bantul terlihat dalam Tabel 6.1. Tabel 6.1. Konstruksi Realitas Petani di Bantul dan Ciamis NO. URAIAN CIAMIS BANTUL 1 Aspek Kebutuhan modal (integritas, Kebutuhan modal (integritas, Pendorong kompetensi, empati, terbuka, terbuka, empati, kompetensi, (Motif Untuk) akuntabilitas), faktor alam (tanah, akuntabilitas), faktor alam (tanah, pupuk, cuaca, luas lahan), faktor pupuk, cuaca, luas lahan), faktor sosial (kelompok tani) sosial (kelompok tani) 210 Lanjutan NO. URAIAN CIAMIS BANTUL 2 Aspek Penarik unsur syariah, aktualisasi diri dan unsur syariah, aktualisasi diri dan (Motif Karena) penyaluran rasa sosial penyaluran rasa sosial 3 Motif Dominan Motif Spiritual Dominan Motif Ekonomi 4 Konsep pekerja keras, pantang menyerah, Kerja keras, pantang menyerah, Diri/Karakter otoritas, senang membantu & bersosial dan berbakti, perduli pada orang lain, dan menghargai alam menghargai alam. Ikhtisar Setidaknya ada tiga motif yang berhasil dikenali, yaitu motif ekonomi (modal), motif Spritual, dan motif sosial. Ketiga motif ini yang paling sering muncul. Seorang petani sangat bergantung pada modal yang ia miliki, karena tanpa modal petani tidak dapat berbuat banyak. Hasrat untuk berusaha sangat tinggi untuk merubah taraf hidup menuju kesejahteraan keluarganya. Motif kedua adalah spiritual. Sesuai dengan agama yang dianutnya yaitu Islam dan kebanyakan petani di Bantul yang berafiliasi ke Muhamadiyah, mereka sangat fanatik dalam menjalankan agamanya. Sementara BMT Miftahussalam di Ciamis berdiri di bawah yayasan pesantren Miftahussalam. Motif ketiga adalah sosial. Para petani ini selalu berinteraksi dengan kelompok taninya. Tujuan individu dan kelompok tani adalah sama yaitu memajukan keluarga dan kelompoknya. Mereka berusaha saling berbagi informasi demi kemajuan bersama. Konsep diri yang dimiliki petani baik di Ciamis maupun Bantul memiliki karakteristik sebagai pekerja keras, pantang menyerah, senang membantu & perduli pada orang lain, dan menghargai alam. Sifat individualis pada petani di Bantul ketika berhadapan dengan penggunaan pupuk urea secara terus menerus, mudah namun menyebabkan kerusakan pada tanah. Perbedaan ada pada sifat individualis dan otoritas. Sebenarnya kedua sifat ini hampir mirip. Sifat otoritas pada petani di Ciamis adalah keinginan untuk tidak campur tangan pada keinginan petani itu sendiri (lebih pada egonya). Sementara pada individualis adalah keinginan untuk berlaku secara instan untuk kepentingannya sendiri (egonya). Nilai-nilai berbakti dan bersosial sama dengan 211 membantu dan peduli dengan sesama petani. Motif yang dominan di Ciamis adalah Motif spiritual. Hal ini didasari oleh takutnya para petani dengan haramnya riba. Petani jarang meminjam uang kepada orang lain untuk kebutuhan modal, karena itu sebelum ada BMT usaha pertaniannya kurang berkembang. Sementara di daerah Bantul, motif petani yang dominan adalah motif ekonomi. Petani sudah sering meminjam modal kepada orang lain, bahkan rentenir. Namun dengan adanya BMT, petani lebih suka meminjam modal ke BMT sehingga tidak terjerat hutang lagi pada rentenir. 212 BAB VII POLA KOMUNIKASI SYARIAH Proses komunikasi yang terjadi antara petani dengan BMT dan petani dengan sesama anggota kelompok tani-nya digambarkan melalui pola-pola komunikasi syariah. Proses komunikasi syariah ini melibatkan lambang verbal dan non verbal yang memiliki makna simbolik tersendiri. Proses Komunikasi Petani Proses komunikasi syariah ini dapat dibagi menjadi : (1) Petani mengajukan pembiayaan Syariah kepada BMT. (2) BMT Menyetujui memberikan pembiayaan syariah kepada Petani dengan menggunakan akad mudharabah atau akad murabahah. (3) BMT memberikan pelatihan kepada Petani yang telah mendapatkan pembiayaan syariah. (4) BMT melakukan pendampingan kepada petani. (5) PINBUK melakukan pengawasan dan menjalankan fungsi konsultasi kepada BMT. (6)PINBUK memberikan pelatihan kepada Petani lewat BMT. (7) Tokoh Masyarakat memberikan dukungan dan fungsi konsultasi kepada BMT. (8) Tokoh Masyarakat memberikan dukungan dan fungsi konsultasi kepada petani. Keterkaitan antara pelaku yang ada dalam interaksi proses komunikasi ini dapat dijelaskan pada Gambar 7.1. PINBUK KONSULTASI DUKUNGAN TOKOH MASYARAKAT PENGAWAS BMT FASILITATOR KONSULTASI DUKUNGAN PEMBIAYAAN SYARIAH PELATIHAN PENDAMPINGAN Gambar 7.1. Keterkaitan Antar Pelaku Komunikasi BMT PETANI 213 Para pelaku komunikasi yang terlibat dalam proses pembiayaan kredit syariah dapat dijelaskan kecenderungan menggunakan bentuk komunikasi dalam permodalan syariah. Hal ini dijelaskan pada Tabel 7.1. Tabel 7.1. Kecenderungan Model Komunikasi Antar Pelaku dalam Permodalan Syariah PELAKU PETANI PETANI BMT PELAKU TOKOH PINBUK MASYARAKAT Dialogis : Dialogis Konsultasi Konsultasi Dialogis Dialogis Diskusi Persuasif Kelompok Tani BMT Dialogis Koordinatif Linear : arahan Dialogis Persuasif dan Dukungan Konsultasi Terbuka Dialogis : Pelatihan Konsultasi Pendampingan TOKOH Linear : arahan Linear : arahan Dialogis Dialogis MASYARAKAT dan Dukungan dan Dukungan Dialogis : Dialogis : Konsultasi Konsultasi PINBUK Fasilitator Dialogis Dialogis : Koordinatif Pengawas Konsultasi Fasilitator Konsultasi : : Proses Komunikasi Petani dan BMT Ketika Mengajukan Pembiayaan Syariah di Ciamis Proses komunikasi petani ketika berinteraksi dengan BMT maupun dengan anggota kelompok taninya di lingkungan tempat tinggalnya ternyata tidak ditemukan perbedaan penggunaan bahasa verbal diantara proses komunikasi tersebut. Petani ketika berkomunikasi bisa menggunakan bahasa Indonesia ataupun bahasa Sunda. Semua informan petani menyatakan bahwa tidak memiliki bahasa khusus ketika berkomunikasi dengan petani lainnya, dalam situasi apapun. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti selama tinggal dengan informan petani, berbicara lebih dominan menggunakan bahasa sunda. Pada umumnya petani mengatakan bahwa dengan menggunakan bahasa sendiri (Sunda) merasa lebih nyaman karena kebiasaan. Ketika petani menggunakan bahasa daerah asal, merasa lebih dapat mengekspresikan secara utuh apa yang dirasakan dan pikirkan. Biasanya petani menggunakan bahasa Indonesia kalau bertemu dengan orang yang berasal bukan dari desanya (satu kecamatan). 214 Baik melalui pengamatan perilaku maupun pernyataan, komunikasi antar petani tidak menunjukan adanya upaya pengelolaan kesan melalui bahasa verbal, kecuali pemanfaatan bahasa daerah (Sunda) sebagai cara mengekspresikan perasaan dan pikiran para petani dan anggota petani lainnya. Pengelolaan kesan yang dilakukan petani dengan BMT dibagi dalam dua kondisi (setting). Petani yang memiliki setting di BMT dan Petani yang memiliki setting di Kelompok Tani. Proses komunikasi antara petani dan BMT dibagi dalam dua sesi. Ibarat sebuah pertunjukan, sesi pertama adalah babak pertunjukan ketika petani pertama kali datang dan bertemu staf BMT untuk mendapatkan pembiayaan modal usaha pertanian. Sedangkan kedua adalah babak ketika BMT memberi atau menolak pembiayaan modal. Pada sesi pertama, petani biasanya bertanya mengenai informasi pelayanan secara umum. Misalnya membayar tagihan listrik. Tetapi ketika masuk ke kantor dan bertemu dengan staf BMT tentunya mengawalinya dengan ucapan salam kebanyakan, yaitu assalamu’alaikum. Seperti kata informan petani S : “Assalamu’alaikum…. Punten, Neng. Saya mau bayar listrik !” Setelah itu saya melihat-lihat brosur dan tulisan-tulisan yang tersedia di kantor BMT. Ternyata ada pembiayaan yang diberikan oleh BMT. Barulah saya bertanya-tanya tentang pembiayaan yang ditulis dalam brosur dan diterima oleh Pak Tantan. Setelah itu baru saya diajak berbicara lebih banyak. Tampaknya di sini Informan menunjukan upaya pengelolaan kesan dengan bahasa verbal. Bagaimana caranya agar pihak BMT (Pak DDN) mau memberikan pembiayaan modal bagi usaha pertaniannya. “Punten Pak, kumaha atuh abdi mau pinjem buat modal, soalnya karena ujan terus, panennya jadi gagal. Mana anak-anak harus bayar sekolah” (OS) Informan berupaya untuk mencari empati staf BMT melalui bahasa yang digunakannya. Biasanya staf BMT akan memberikan pembiayaan modal kepada para petani karena memang sudah mengenal orang tersebut. Hal ini disebabkan lingkup BMT kecil, orang-perorang yang hidup dan tinggal di lingkungan tersebut sudah saling mengenal. Karakter para petani yang hidup di lingkungan BMT juga sudah banyak yang mengenal. Namun pihak BMT lebih menyeleksi dan memutuskan akan memberikan pembiayaan modal tersebut kepada petani yang memang pekerja keras dan pantang menyerah serta sudah memiliki keahlian di bidang usaha pertaniannya. Misalnya : petani yang ingin menanam jagung haruslah sudah memahami 215 pengelolaan penanaman jagung, atau petani yang ingin menanam jamur haruslah sudah memahami pengelolaan penanaman jamur, begitu juga dengan peternakan dan perikanan. Pada sesi kedua atau sesi ketika BMT memberikan atau menolak pembiayaan modal dari BMT. Umumnya informan petani mengawalinya dengan mengucapkan Alhamdulillah atau terimakasih atau nuhun. Informan mengucapkan kata-kata verbal untuk menarik perhatian dan empati BMT. Informan yang sudah menerima pembiayaan modal usaha pertanian biasanya diwajibkan mengikuti pelatihan. Pelatihan tersebut antara lain adalah pengelolaan pertanian yang maju dengan basis peternakan. Pelatihan meningkatkan ketrampilan teknis para petani dalam budidaya dan mengelola hasil produksi pertanian. Selanjutnya membuat kesepakatan atau kontrak beli dengan para pembeli hasil pertanian dalam upaya menjaga stabilitas harga pertanian. Pelatihan lainnya adalah pelatihan untuk membina mental anggota dalam menjaga kepercayaan. Implikasi dari hal ini, informan petani tidak boleh menolak untuk mengikuti pelatihan. Pelatihan ini tujuannya agar pembiayaan yang diberikan tidak sia-sia, pertanian menjadi maju dan hasilnya dapat memajukan kesejahteraan petani. Pada setting kedua adalah Petani yang memiliki setting di Kelompok Tani. Pada sesi ini hampir sama dengan setting pertama. Perbedaannya ada pada tempatnya, yaitu di kelompok tani. Pada setting ini dimana petani sebagai anggota kelompok tani berhak untuk mendapatkan segala fasilitas kelompok tani, termasuk mendapatkan pembiayaan modal. Ketika kelompok tani mengajukan pembiayaan kepada BMT, maka BMT akan memberikan kepada kelompok tani yang memang serius akan memajukan usaha taninya. Anggota kelompok tani yang akan mendapat pembiayaan modal, diserahkan penyeleksiannya kepada kelompoknya. dilakukan oleh ketua kelompoknya. Biasanya Ketua kelompok tani sudah mengenal masing-masing karakter anggota kelompoknya. Apabila ada masalah maka harus diselesaikan oleh kelompok taninya, ataupun jika ada yang telat membayar bagi hasil kepada BMT maka kelompok tani-lah yang harus bertanggung jawab. Proses komunikasi Petani dan BMT Ketika Mengajukan Pembiayaan Syariah di Bantul Proses komunikasi ini diawali dengan menjelaskan proses komunikasi yang terjadi antara petani dengan BMT, sebagai berikut : Seperti kata informan Hj : 216 Cara saya meminjam modal di BMT, saya lebih dulu menghubungi dan tanya-tanya ke pengurusnya. Tapi biasanya sebelumnya ada survey sebagai syarat untuk mendapatkan data mendapatkan kredit. Informan berupaya untuk mencari empati staf BMT melalui bahasa yang digunakannya. Biasanya staf BMT akan memberikan pembiayaan modal kepada para petani karena memang sudah mengenal orang tersebut. Hal ini disebabkan karena lingkup BMT kecil, orang-perorang yang hidup dan tinggal di lingkungan tersebut sudah saling mengenal. Karakter para petani yang hidup di lingkungan BMT juga sudah banyak yang mengenal. Pihak BMT lebih menyeleksi dan memutuskan akan memberikan pembiayaan modal tersebut kepada petani yang memang pekerja keras dan pantang menyerah serta sudah memiliki keahlian di bidang usaha pertaniannya. Lebih lanjut Informan petani Wj menjelaskan : Awal mulanya saya punya uang sedikit, saya simpan sedikit di BMT, lama kelamaan kok kayak orang butuh, maksudnya kok lebih banyak kebutuhannya daripada simpannya. Trus saya nanya-nanya, kalo mau pinjam itu bagaimana caranya, nah kalo itu bayarnya berapa. Kalau 500 apa jaminannya ? Oh kalau itu KTP aja bisa, lalu semakin besar lagi, pengin nambah, saya pengin warung, pinjam nambah modal, lalu saya pinjam 1 juta trus jaminannya BPKB Motor, sudah sah/lunas, trus saya pinjam lagi, pokoknya motor itu yang saya andalkan. Lalu anu kemarin itu saya pinjam lagi untuk menanam padi yang bekerjasama dengan panti (maksudnya tanah sawahnya milik petani, mbak Warijem sebagai penggarap). Usaha taninya lumayan Alhamdulillah bagus, Nah sekarang juga sudah tanam lagi. Panennya separo sudah disetorkan ke panti dan untuk simpan dapet sekarung lalu dijual jadinya berputar terus. Ketika informan mengalami hambatan dalam mengembalikan pembiayaan, maka telat sebulan atau dua bulan pengembaliannya, maka petani ini mengatakan : Saya biasanya ditanya sama mbak Sri, Bagaimana mbak kok ngante’ telat ? Wah bagaimana ya mbak Sri, kebutuhannya banyak sekali, maaf ya mbak sri. Pokoknya ini ya saya trus bayar langsnung ditutup semua. Biasanya untuk nutup saya pinjam saudara dulu, baru saya mengajukan pinjaman lagi buat bayar pinjaman dgn saudara tadi, sisanya buat usaha lagi. Makna Simbolik pada petani Makna Simbolik Petani di Ciamis Menurut Berger dan Luckmann, perilaku manusia dipengaruhi oleh bagaimana konstruksi symbol dan definisi situasi yang dimiliki manusia dalam memaknai realitas atas lingkungan 217 eksternalnya ketimbang realitas itu sendiri. Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai bagaimana petani mengelola kesan (makna) melalui simbol verbal, dan non verbal (mimik, gerak gerik, bahasa tubuh, pakaian). Komunikasi non verbal terdiri dari vokal, seperti nada suara, desah, jeritan, kualitas vokal; sedangkan nonvokal, seperti isyarat, gerakan, penampilan dan ekspresi wajah. Peneliti mengamati perilaku komunikasi petani untuk mengidentifikasi bagaimana mereka mengelola kesan melalui komunikasi nonverbal ini. Beberapa simbol nonverbal yang dikelola oleh petani dalam memberikan kesan kepada BMT dibagi ke dalam kelompok : (1) Isyarat dan gerakan tubuh (2) Penampilan (3) Ekspresi wajah Ketiga kelompok tersebut akan dijelaskan berdasarkan pengamatan yang dilakukan, sebagai berikut : (1) Isyarat dan Gerakan Tubuh Kebanyakan informan ketika berkomunikasi dengan sesama anggota kelompok tani ataupun dengan BMT adalah sambil menggenggam kedua tangan, dan menggerak-gerakan tangan. Informan US dan D lebih banyak menggerak-gerakan tangan, karena beliau kalau berbicara dan menjelaskan sesuatu sangatlah bersemangat sehingga perlu penegasan dengan menggerakgerakan kedua tangannya karena mengikuti verbalnya. Informan OS lebih sering bersidakep atau menyilangkan tangannya di dada. Petani ini berbicara sambil bersidakep karena ingin menunjukan kewibawaannya kepada lawan berbicaranya. Informan F seringkali meremas-remas ataupun menggenggam kedua tangannya. Informan ini memang jarang berbicara dengan orang lain sehingga agak gugup jika berbicara, untuk menutupi rasa gugupnya ia menggenggam dan meremas kedua tangannya. Lain halnya dengan Informan H yang juga sering menggenggam kedua tangannya namun petani ini menambahkannya dengan menggaruk-garukan kepalanya yang tidak gatal hanya untuk menutupi rasa kebingungannya dan gugupnya jika berbicara dengan orang lain, terutama ketika berkomunikasi dengan BMT. Gerakan tubuh yang biasanya terlihat adalah berjalan dengan cepat dan sigap, bekerja dengan cepat dan lebih banyak diam. Sesekali menyeka keringat karena bekerja dibawah teriknya sinar 218 matahari. Para informan umumnya memiliki saung di tengah sawah atau ladangnya. Saung ini digunakan untuk beristirahat makan siang ataupun shalat. Isyarat yang dilakukan oleh BMT adalah dengan melakukan komunikasi dengan kelompok tani menawarkan beberapa program dari produk syariahnya terutama produk pembiayaan syariah baik dalam bentuk akad murabahah maupun mudharabah. BMT ikut dalam diskusi dwi mingguan yang diadakan kelompok tani. Kelompok tani mengungkapkan dalam diskusi mengenai kebutuhan modal untuk usaha pertanian maka BMT menangkap isyarat tersebut sebagai kebutuhan akan pembiayaan syariah. (2) Penampilan Penampilan adalah bagian dari personal front, seperti juga bahasa non verbal lainnya, bahasa penampilan menjadi symbol tersendiri bagi petani. Petani biasanya menggunakan busana seadanya, tidak rapih seperti orang kantoran. Menggunakan kaos dan celana panjang atau celana ¾ dengan menggunakan topi caping untuk menutupi wajahnya dari sengatan matahari dan membawa pacul (cangkul). Semua informan petani berpenampilan seperti itu jika berangkat ke sawah atau ladangnya. Jika ada pertemuan dengan kelompok taninya di tengah sawah maka tidak akan berganti penampilan, cukup hanya duduk bersama-sama di salah satu saung anggota dan membicarakan permasalahan mereka. Misalnya masalah bibit, pengairan, pupuk dan pemasaran, jika didatangi atau bertemu dengan pihak BMT maka penampilan informan petani juga seadanya seperti halnya ketika di sawah/ladang. Lain halnya jika informan akan pergi ke kantor BMT maka mereka akan berganti penampilan dengan rapih, tidak dengan baju seadanya. Mereka akan menggunakan pakaian terbaik mereka yang rapih dan bersih agar terkesan rapih dan dapat diterima dengan baik oleh pihak BMT. Penampilan yang diungkap BMT dimulai dari bentuk kantor yang besar dan dua tingkat. Hal ini menunjukan kesanggupan dan performan BMT yang dapat menolong masyarakat sekitarnya terutama anggota kelompok tani. Infra struktur yang dimiliki BMT Miftahussalam, dimulai dari SDM yang telah disiapkan dan dibekali dengan pelatihan yang dilakukan oleh pihak PINBUK maupun dinas koperasi dan pertanian. BMT memiliki peralatan komputer dan internet sebagai 219 penunjang operasional BMT. Hal ini meyakinkan pihak petani untuk meminjam modal pada BMT dan berhubungan secara operasional dengan BMT. (3) Ekspresi Wajah Wajah diibaratkan seperti sebuah buku yang dapat dibaca setiap orang. Seperti kata Shakespeare bahwa “your face… is a book where men may read strange matters”. Wajah sudah lama menjadi sumber informasi dalam komunikasi interpersonal. Ini adalah alat yang sangat penting dalam menyampaikan makna. Beberapa detik ungkapan wajah dapat menggerakan orang ke puncak keputusasaan. Orang menelaah wajah rekan dan sahabatnya untuk perubahanperubahan halus dan nuansa makna dan pada gilirannya, menelaahnya kembali (Kuswarno, 2009; 226). Ekspresi wajah yang ditampakan oleh petani ketika berinteraksi dengan BMT dan sesama anggota kelompok tani ada tiga ekspresi : pertama terlihat kuyu dan sedih; kedua, tampak ceria dengan senyuman yang mengembang. Ketiga, ekspresi wajah datar dan dingin. Seperti terlihat pada wajah Informan S, D dan OS, karena karakter orangnya bersemangat maka lebih sering berbicara dengan senyuman mengembang dan terlihat ceria terus. Selama penelitian, peneliti hampir tidak melihat informan bertiga ini memperlihatkan ekspresi sedih. Para petani ini selalu terlihat optimis terhadap usaha pertanian dan kehidupannya. Sementara informan F menampakan ekspresi datar dan dingin. Petani selalu pasrah saja dan menjalani usaha pertaniannya dengan biasa-biasa saja. Ketika peneliti menanyakan bagaimana perkembangan usahanya dijawabnya hanya dengan biasa-biasa saja. Padahal dari data BMT, usaha pertaniannya berkembang, usaha peternakannya juga bertambah sapi dan kambingnya. Informan H lain lagi, informan ini lebih sering memperlihatkan ekspresi sedih dan kuyu padahal informan ini terbilang yang paling muda. Petani ini sering memperlihatkan pesimis terhadap usaha pertaniannya. Ketika peneliti menanyakan kepada informan bagaimana prospek usaha pertaniannya, informan ini menjawab bahwa usaha pertanian bukan satu-satunya cara untuk mendapatkan nafkah, dan harus dilengkapi dengan usaha lainnya. Informan H selain bertani juga mengajar di pesantren. Ekspresi wajah yang dilakukan BMT dalam berhubungan dengan BMT ditampakan dengan wajah yang selalu senyum dan ramah. Petani yang berhubungan dengan BMT akan merasa 220 nyaman. Wajah ramah ini selalu ditampilkan baik ketika melayani operasional BMT maupun ketika menagih pengembalian pembiayaan modal kepada para petani. Kenyamanan ini selain ditampakan dari ekspresi wajah juga dari layout ruangan yang nyaman. Misalnya tempat duduk yang terletak disudut sehingga petani bisa nyaman mengungkapkan hal-hal yang pribadi kepada pihak BMT. Makna Simbolik Petani di Bantul Beberapa symbol nonverbal yang dikelola oleh petani dalam memberikan kesan kepada BMT dibagi dalam kelompok : (1) Isyarat dan gerakan tubuh (2) Penampilan (3) Ekspresi wajah Ketiga kelompok tersebut akan dijelaskan berdasarkan pengamatan yang dilakukan, sebagai berikut : (1) Isyarat dan Gerakan Tubuh Informan Dj dan DN lebih sering bersidakep atau menyilangkan tangannya di dada. Petani ini berbicara sambil bersidakep karena ingin menunjukan kewibawaannya kepada lawan berbicaranya. Informan Hj dan W seringkali meremas-remas ataupun menggenggam kedua tangannya. Petani ini memang jarang berbicara dengan orang lain sehingga agak gugup jika berbicara. Sementara Hj ditambah sikapnya yang agak malu-malu. Untuk menutupi rasa gugupnya menggenggam dan meremas kedua tangannya. Lain halnya dengan Informan Wj dan S lebih banyak menggerak-gerakan tangan, karena petani ini kalau berbicara dan menjelaskan sesuatu sangatlah bersemangat sehingga perlu penegasan dengan menggerak-gerakan kedua tangannya karena mengikuti verbalnya. Gerakan tubuh yang biasanya terlihat adalah berjalan dengan cepat dan sigap, bekerja dengan cepat dan lebih banyak diam. Sesekali menyeka keringat karena bekerja dibawah teriknya sinar matahari. Para informan umumnya memiliki saung di tengah sawah atau ladangnya. Saung ini digunakan untuk beristirahat makan siang ataupun shalat. Isyarat yang dilakukan BMT dengan jemput bola dalam bentuk silaturahmi ke rumah-rumah petani. BMT melihat secara perorangan, apakah petani membutuhkan permodalan atau belum. 221 Ketika BMT menilai apakah petani tersebut layak diberikan pembiayaan, maka BMT akan menawarkan pembiayaan baik dalam bentuk murabahah maupun mudharabah. Cara yang kedua, BMT juga akan menawarkan kepada para anggota untuk mendapatkan pembiayaan syariah ketika rapat tahunan anggota. Cara yang ketiga adalah menawarkan akad jual beli pada pengadaan pupuk, bibit dan pestisida dengan pembayaran tangguh.. (2) Penampilan Petani biasanya menggunakan busana seadanya, tidak rapih seperti orang kantoran. Informan petani menggunakan kaos dan celana panjang atau celana ¾ dengan menggunakan topi caping untuk menutupi wajahnya dari sengatan matahari dan membawa pacul (cangkul). Semua informan petani berpenampilan seperti itu jika berangkat ke sawah, ladangnya atau kolam ikannya. Jika ada pertemuan dengan kelompok taninya di tengah sawah maka tidak akan berganti penampilan, cukup hanya duduk bersama-sama di salah satu saung anggota dan membicarakan permasalahan bersama. Misalnya masalah bibit, pengairan, pupuk dan pemasaran. Tetapi jika didatangi atau bertemu dengan pihak BMT maka penampilan petani juga seadanya seperti halnya ketika di sawah/ladang. Lain halnya jika petani akan pergi ke kantor BMT maka akan berganti penampilan dengan rapih, tidak dengan baju seadanya. Para informan petani akan menggunakan pakaian terbaik mereka yang rapih dan bersih agar terkesan rapih dan dapat diterima dengan baik oleh pihak BMT. Isyarat yang diungkap BMT dimulai dari rumah yang dijadikan kantor BMT. Terletak di pinggir sawah. Hal ini menyiratkan BMT selalu siap menolong dan memenuhi kebutuhan para petani di sekitar. Keberadaan kantor BMT Al Barokah yang strategis menyebabkan para petani sering datang ke kantor dan merasa nyaman. Letak ruangan antara tempat pembayaran dan pengajuan juga berbeda. Tempat pembayaran ada di loket depan, sedangkan pengajuan pembiayaan ada di ruang dalam, sehingga petani merasa nyaman berbicara. (3) Ekspresi Wajah Wajah sudah lama menjadi sumber informasi dalam komunikasi interpersonal. Ini adalah alat yang sangat penting dalam menyampaikan makna. Mengamati wajah petani dalam memerankan peranannya untuk dapat mengungkap makna emosi didalamnya sangatlah tidak mudah. Ekspresi 222 wajah ini tentunya melengkapi bahasa verbal yang disampaikan dan gerakan isyarat yang ditampilkan oleh petani. Hal ini memerlukan kecermatan dan ketelitian dan dalam jangka waktu yang cukup intensif. Ekspresi wajah yang ditampakkan oleh petani ketika berinteraksi dengan BMT dan sesama anggota kelompok tani ada tiga ekspresi : pertama terlihat kuyu dan sedih; kedua, tampak ceria dengan senyuman yang mengembang. Ketiga, ekspresi wajah datar dan dingin. Seperti terlihat pada wajah Informan S, Wj dan DN, karena karakter orangnya bersemangat maka lebih sering berbicara dengan senyuman mengembang dan terlihat ceria terus. Selama penelitian, peneliti hampir tidak melihat para petani bertiga ini memperlihatkan ekspresi sedih. Para informan petani ini selalu terlihat optimis terhadap usaha pertanian dan kehidupannya. Sementara informan Dj dan W menampakkan ekspresi datar dan dingin, mungkin karena usianya yang sudah lanjut/tua. Petani ini selalu pasrah saja atau agak kritis dan menjalani usaha pertaniannya dengan biasa-biasa saja. Bahkan ketika peneliti menanyakan bagaimana perkembangan usahanya dijawabnya hanya dengan biasa-biasa saja. Padahal dari data BMT, usaha pertaniannya berkembang, usaha peternakannya juga bertambah sapi dan ayamnya. Ekspresi wajah yang ditampakkan BMT Al Barokah di tampilkan dengan ekspresi senyum (sumeh). Walaupun petani menampakkan ekspresi kebingungan dengan nama-nama produk syariahnya namun pihak BMT selalu menjelaskannya dengan muka senyum dan ramah. Apalagi ketika menagih pengembalian ke rumah-rumah petani juga dengan ekspresi ramah. Kompetensi Komunikasi Kompetensi Komunikasi Petani di Ciamis Pada penelitian ini kompetensi menjadi titik tolak pemahaman tentang sejauhmana ketrampilan komunikasi yang mereka pandang menentukan keberhasilan yang juga menurut ukuran mereka sendiri. Ukuran keberhasilan bagi petani adalah mendapatkan pembiayaan modal usaha pertanian dari BMT sehingga dengan adanya modal dapat menyemangati petani untuk bekerja pada usaha pertaniannya karena dengan adanya modal maka akan mendapatkan keuntungan yang didapat dari usaha pertaniannya. Sebaliknya jika petani gagal mendapatkan pembiayaan modal usaha pertanian dari BMT maka tidak akan dapat berbuat apa-apa dalam usaha pertaniannya maka biasanya menyebutnya tidak berhasil sebagai petani. 223 Hal yang menjadi ukuran adalah mendapatkan pembiayaan usaha pertanian dari BMT maka segala macam upaya dilakukan oleh petani untuk mendapatkan kepercayaan dari BMT. Usahanya ini melalu pengelolaan komunikasi secara verbal maupun non verbal. Ketika ditanyakan bagaimana perbandingan keadaan dirinya dengan sesama petani dalam keberhasilan tersebut, maka hampir semua menyatakan : dilihat dari keberhasilannya bisa panen ketika orang lain yang menanam padi gagal panen. Hal ini juga dikarenakan adanya perubahan taraf hidup petani yang mendapatkan pembiayaan usaha pertanian dari BMT. Segala cara yang dilakukan petani agar mendapatkan kepercayaan dari BMT sehingga mau memberikan pembiayaan kredit, yaitu : (1) Membuktikan bahwa dirinya adalah petani yang bekerja keras dan pantang menyerah dan dapat berempati terhadap petani lainnya atau sesama anggota kelompok tani demi kemajuan kelompok taninya. (2) Petani harus dapat membuktikan bahwa ia terbuka terhadap segala masukan dan informasi yang diberikan. (3) Petani juga mau mengikuti petunjuk dari BMT, misalnya menjadi petani jagung, maka petani akan mengikuti pelatihan pengelolaan menanam jagung sehingga menjadi petani jagung yang kompeten. (4) Apabila mendapatkan pembiayaan modal dari BMT petani dapat mempertanggungjawabkannya dengan jujur membayarkan bagi hasilnya kepada BMT. Implikasinya, petani harus dapat membuktikannya secara eksplisit baik dalam perilaku maupun pada usaha pertaniannya yang dirawat dengan baik dan menghasilkan panen yang baik pula. Jika dilihat dari taraf hidup, acuannya adalah pada petani yang telah dapat berubah taraf hidupnya. Misalnya informan H yang telah merubah rumahnya yang dari gedek menjadi tembok semua. Informan OS yang bisa membiayai kuliah anak-anaknya. Informan S yang menambah lahannya dari 500 bata menjadi 1 hektar. Informan F yang telah bertambah jumlah ternaknya. Informan D yang telah bisa mengembangkan usaha Jamurnya. Kalau dilihat dari performan dan proses kompetensi komunikasinya berkaitan langsung dengan keberhasilan mendapatkan pembiayaan usaha pertaniannya. Pengelolaan komunikasi petani dalam berinteraksi dengan BMT menyebabkan petani juga berhasil meningkatkan taraf hidup pribadinya. Hal ini juga berarti taraf hidup kelompok petani menjadi meningkat juga. Berhasilnya petani secara perorangan maka berimplikasi kepada keberhasilan kelompok tani-nya juga. Petani sejahtera maka kelompok tani-nya juga sejahtera. 224 Kompetensi Komunikasi pada Petani di Bantul Ukuran keberhasilan bagi petani adalah mendapatkan pembiayaan modal usaha pertanian dari BMT sehingga dengan adanya modal dapat menyemangati petani untuk bekerja pada usaha pertaniannya karena dengan adanya modal maka akan mendapatkan keuntungan yang didapat dari usaha pertaniannya. Sebaliknya jika mereka gagal mendapatkan pembiayaan modal usaha pertanian dari BMT maka mereka tidak akan dapat berbuat apa-apa dalam usaha pertaniannya maka mereka menyebutnya tidak berhasil sebagai petani. Implikasinya, petani harus dapat membuktikannya secara eksplisit baik dalam perilaku maupun pada usaha pertaniannya yang dirawat dengan baik dan menghasilkan panen yang baik pula. Jika dilihat dari taraf hidup, acuannya adalah pada petani yang telah dapat berubah taraf hidupnya. Kebanyakan informan bisa membiayai kuliah anak-anaknya. Informan Dj (sapi) dan S (ayam) serta Hj (ikan) yang telah bertambah jumlah ternaknya. Informan Wj yang telah bisa menambah jumlah motor dan membeli pedet (anak sapi). Berdasarkan performan dan proses kompetensi komunikasinya berkaitan langsung dengan keberhasilan mendapatkan pembiayaan usaha pertaniannya. Pengelolaan komunikasi petani dalam berinteraksi dengan BMT menyebabkan mereka juga berhasil meningkatkan taraf hidup pribadinya. Hal ini juga berarti taraf hidup kelompok petani menjadi meningkat juga. Berhasilnya petani secara perorang maka berimplikasi kepada keberhasilan kelompok tani-nya juga. Petani sejahtera maka kelompok tani-nya juga sejahtera. Petani sebagai Aktor Kehidupan Hasil yang diperoleh pada bagian sebelumnya dapat disebutkan bahwa fenomena petani merupakan suatu kenyataan yang disebut Weber sebagai tindakan sosial. Suatu tindakan sosial, perilaku petani secara subjektif memiliki karakteristik yang unik seperti yang digambarkan sendiri oleh petani, bagaimana petani memandang dirinya, bagaimana petani menjadi petani, juga mereka mempunyai harapan sekaligus masa lalu dan mereka adalah actor kehidupan (seperti diuraikan pada fenomenologi Schutz tentang motif); sekaligus mereka memiliki cara, pandangan dan bentuk sendiri dalam mengkonstruksikan realitas mereka, seperti apa yang mereka inginkan (konstruksi realitas secara sosial dari Berger dan Luckmann). 225 Pada sisi lain, interaksi diantara sesama petani dan BMT dibangun oleh suatu simbol atau lambang dengan makna tersendiri. Secara intersubjektif petani memilih lambang yang dapat digunakan untuk dapat berinteraksi di dalam sistem sosial mereka (interaksi simbolik dari Mead dan Blumer). Baik secara individu maupun kelompok, petani akan berupaya menampilkan dirinya seperti apa yangmereka kehendaki. Mereka wujudkan dalam bentuk verbal maupun non verbal untuk memberikan kesan yang diharapkan bagi lawan mereka berinteraksi. Petani menampakan sisi yang terlihat dihadapan umum (BMT) dan juga ketika dalam kehidupan kesehariannya tanpa kehadiran BMT. Baik terhadap struktur yang diciptakannya, maupun pengetahuan dan ketrampilan yang dimilikinya, petani memiliki kemampuan untuk dapat mengelola komunikasi mereka didasarkan atas nilai kompeten masing-masing, baik secara intrapersonal, interpersonal maupun sistem dalam arti luas. Justifikasi agama juga terjadi pada petani ketika sengaja memilih BMT sebagai tempat untuk meminjam modal. Selama ini sebagian dari petani hanya meminjam kepada tengkulak, namun ada juga yang malu sehingga pasrah kepada keadaan, sebagian lagi merasa kalau meminjam bukan dengan sistem syariah akan mendapatkan dosa. Para informan petani yang beranggapan seperti itu karena memiliki latar belakang pendidikan dan hidup di lingkungan pesantren. Petani inginnya berinteraksi dengan BMT namun secara garis besar hanya memahami bahwa BMT menggunakan sistem bagi hasil yang sebenarnya sama dengan yang dipraktekan sehari-hari seperti maro. Apakah itu bernama mudharabah atau musyarakah masih belum memahami sampai sedetail itu, yang terpenting ketika petani berinteraksi bersama BMT maka tidak berhubungan dengan riba yang artinya akan mendapatkan dosa. Sebagai aktor kehidupan, petani dapat mengekspresikan sikap hidupnya melalui tindakan peminjaman modal di BMT dengan penuh pertimbangan. Para petani dapat menciptakan nilai sosial tersendiri, misalnya : mengekspresikan peranannya sebagai aktor di dunia panggung depan (front stage) ketika berhadapan dengan pihak BMT. Petani juga dapat memerankan dunia panggung belakang (back stage), ketika bersama kelompok tani-nya. Petani menampilkan sebuah drama atau cerita di hadapan orang lain melalui komunikasi verbal maupun non verbal. Petani sengaja menampilkan diri seperti yang dikehendaki. Apa yang ditampilkan atau dipresentasikan yang ditunjukan oleh petani melalui penampilan dan perilakunya. Secara verbal mereka mengekspresikan melalui pembicaraan secara langsung 226 dengan pihak BMT atau secara tidak langsung melalui kelompok tani. Secara non verbal mereka mengekspresikan melalui perilaku sehari-hari sebagai pekerja keras. Pola konstruksi sosial petani di Ciamis dan Bantul diawali dari adanya konsep-konsep yang mempengaruhi tindakan komunikasi petani. Tindakan komunikasi ini dipengaruhi oleh konsep diri petani dan kesadaran subjektif petani tentang keinginannya mendapatkan pembiayaan syariah dari BMT. Kesadaran subjektif petani mengenai kebutuhan ekonomi karena keinginannya untuk mendapatkan keuntungan materi, hal ini dipengaruhi oleh aspek motif ekonomi. Kesadaran subjektif petani mengenai keharusan operasional perbankan sesuai dengan syariah karena ketaatannya dalam menjalankan agama Islam, hal ini dipengaruhi oleh motif spiritual. Kesadaran subjektif petani mengenai kesadaran sosial adalah karena inginnya diakui oleh komunitas kelompok tani-nya dan penghargaannya terhadap alam lingkungan dimana dia hidup (ekologi), hal ini dipengaruhi oleh aspek motif sosial. Segala tindakan komunikasi petani dipengaruhi juga oleh aspek etika perilaku. Pesan Komunikasi Islami Menurut perspektif Islam, komunikasi disamping untuk mewujudkan hubungan secara vertikal dengan Allah Swt, juga untuk menegakkan komunikasi secara horizontal terhadap sesama manusia. Al-Quran dan Al-Hadits memuat berbagai panduan agar komunikasi berjalan dengan baik dan efektif. Berbagai literatur tentang komunikasi Islam kita dapat menemukan setidaknya enam pesan atau pembicaraan (qaulan) yang dikategorikan sebagai kaidah pesan Islami, yaitu (1) Qaulan Sadida, (2) Qaulan Baligha, (3) Qaulan Ma’rufa, (4) Qaulan Karima, (5) Qaulan Layinan, dan (6) Qaulan Maysura. Pesan ini dapat dijelaskan satu persatu, sebagai berikut: (1) Qaulan Sadida (Kata yang benar) Qaulan Sadidan berarti pembicaran, ucapan, atau perkataan yang benar, baik dari segi substansi (materi, isi, pesan) maupun redaksi (tata bahasa). Segi substansi, komunikasi Islam harus menginformasikan atau menyampaikan kebenaran, faktual, hal yang benar saja, jujur, tidak berbohong, juga tidak merekayasa atau memanipulasi fakta. Menurut bahasa Indonesia, maka komunikasi hendaknya menaati kaidah tata bahasa dan mengguakan kata-kata baku yang sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) selain itu santun dalam penyampaiannya dan konsisten. Komunikasi Islam harus menggunakan kata-kata 227 yang baik dan benar, baku, sesuai kadiah bahasa yang berlaku, fakta yang disampaikan adalah fakta sebagaimana adanya bukan fiksi atau bohong. Baik petani di Bantul dan Ciamis menggunakan dominan menggunakan bahasa daerahnya masing-masing, baik dari segi tata bahasa dan logatnya. Petani di Bantul menggunakan bahasa Jawa dan petani di Ciamis menggunakan bahasa Sunda. Kata-kata yang digunakan secara substansi sesuai dengan apa yang ingin diungkapkan dengan jujur sesuai dengan apa adanya, yaitu pesannya berisi keinginan mendapatkan pembiayaan syariah dari BMT. Sifat pesan ini sejalan dengan dasar hukum agama Islam yang diuraikan dalam Al Qur’an dan Hadist sebagai berikut : “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Qaulan Sadida - perkataan yang benar” (QS. 4:9) “Dan jauhilah perkataan-perkataan dusta” (QS. Al-Hajj:30). “Hendaklah kamu berpegang pada kebenaran (shidqi) karena sesungguhnya kebenaran itu memimpin kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga” (HR. Muttafaq ‘Alaih). “Katakanlah kebenaran walaupun pahit rasanya” (HR Ibnu Hibban). “Dan berkatalah kamu kepada semua manusia dengan cara yang baik” (QS. Al-Baqarah:83). “Sesungguhnya segala persoalan itu berjalan menurut ketentuan” (H.R. Ibnu Asakir dari Abdullah bin Basri). (2) Qaulan Baligha (Kata yang efektif/sama makna) Kata baligh berarti tepat, lugas, fasih, dan jelas maknanya. Qaulan Baligha artinya menggunakan kata-kata yang efektif, tepat sasaran, komunikatif, mudah dimengerti, langsung ke pokok masalah (straight to the point), dan tidak berbelit-belit atau bertele-tele. Agar komunikasi tepat sasaran, gaya bicara dan pesan yang disampaikan hendaklah disesuaikan dengan kadar intelektualitas komunikan dan menggunakan bahasa yang dimengerti oleh mereka. Kata-kata yang digunakan adalah kata dan kalimat yang sederhana sesuai dengan komunikannya sehingga langsung dapat dipahami dan dimengerti. 228 Gaya bicara dan pilihan kata dalam berkomunikasi dengan orang awam tentu harus dibedakan dengan saat berkomunikasi dengan kalangan cendekiawan. Berbicara di depan anak TK tentu harus tidak sama dengan saat berbicara di depan mahasiswa. Konteks akademis, kita dituntut menggunakan bahasa akademis. Saat berkomunikasi di media massa, gunakanlah bahasa jurnalistik sebagai bahasa komunikasi massa (language of mass communication). Petani dalam menyampaikan pesannya menggunakan kata-kata efektif, yang sesuai dengan daerah lokalnya, yaitu Jawa ataupun Sunda. Kata-kata yang spesifik berupa kata-kata yang lugas dan jelas maknanya, walaupun terkadang agak berbelit-belit karena di Sunda agak sungkan meminjam uang, sehingga pada nasabah BMT Miftahussalam Ciamis tidak langsung pada pokok permasalahannya. Sifat pesan ini sejalan dengan dasar hukum agama Islam yang diuraikan dalam Al Qur’an dan Hadist sebagai berikut : “Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka Qaulan Baligha - perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.“ (QS An-Nissa :63). “Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan kadar akal (intelektualitas) mereka” (H.R. Muslim). ”Tidak kami utus seorang rasul kecuali ia harus menjelaskan dengann bahasa kaumnya” (QS.Ibrahim:4) (3) Qaulan Ma’rufa (Kata yang sopan dan bermanfaat) Kata Qaulan Ma`rufa disebutkan Allah dalam QS An-Nissa :5 dan 8, QS. AlBaqarah:235 dan 263, serta Al-Ahzab: 32. Qaulan Ma’rufa artinya perkataan yang baik, ungkapan yang pantas, santun, menggunakan sindiran (tidak kasar), dan tidak menyakitkan atau menyinggung perasaan. Qaulan Ma’rufa juga bermakna pembicaraan yang bermanfaat dan menimbulkan kebaikan (maslahat). Petani dan BMT ketika menyampaikan pesan dengan kata-kata yang baik atau sopan mengikuti pola atau adat kesantunan budayanya. Pada masyarakat Bantul dengan budaya Jawa lebih banyak menggunakan kata santun sesuai dengan semboyannya harus eweh pakeuweh dan menggunakan bahasa lemes. Begitu juga dengan masyarakat Ciamis dengan budaya Sunda yang menggunakan bahasa lemes untuk menunjukan kata-kata yang santun dan sopan. 229 Sifat pesan ini sejalan dengan dasar hukum agama Islam yang diuraikan dalam Al Qur’an dan Hadist sebagai berikut : “Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya[268], harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka Qaulan Ma’rufa kata-kata yang baik.” (QS An-Nissa :5) “Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, Maka berilah mereka dari harta itu (sekadarnya) dan ucapkanlah kepada mereka Qaulan Ma’rufaperkataan yang baik” (QS An-Nissa :8). “Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu Menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu Mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekadar mengucapkan (kepada mereka) Qaulan Ma’rufa perkataan yang baik…” (QS. Al-Baqarah:235). “Qaulan Ma’rufa - perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” (QS. Al-Baqarah: 263). “Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah Qaulan Ma’rufa - perkataan yang baik.” (QS. AlAhzab: 32). (4) Qaulan Karima (Kata yang mulia) Qaulan Karima adalah perkataan yang mulia, dibarengi dengan rasa hormat dan mengagungkan, enak didengar, lemah-lembut, dan bertatakrama. Makna ayat tersebut, perkataan yang mulia wajib dilakukan saat berbicara dengan kedua orangtua. Kita dilarang membentak mereka atau mengucapkan kata-kata yang sekiranya menyakiti hati mereka. Qaulan Karima harus digunakan khususnya saat berkomunikasi dengan kedua orangtua atau orang yang harus kita hormati. Pada konteks jurnalistik dan penyiaran, Qaulan Karima bermakna mengunakan 230 kata-kata yang santun, tidak kasar, tidak vulgar, dan menghindari “bad taste”, seperti jijik, muak, ngeri, dan sadis. Kata-kata yang digunakan petani dan BMT dalam menyampaikan pesan tidak kasar atau vulgar lebih banyak menggunakan kata-kata yang sesuai dengan tata karma budayanya masingmasing, yaitu dengan bahasa lemes, yang dalam bahasa jawa disebut bahasa kromo inggil. Sifat pesan ini sejalan dengan dasar hukum agama Islam yang diuraikan dalam Al Qur’an dan Hadist sebagai berikut : “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada kedua orangtuamu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, seklai kali janganlah kamu mengatakan kepada kedanya perkatan ‘ah’ dan kamu janganlah membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Qaulan Karima - ucapan yang mulia” (QS. Al-Isra: 23). (5) Qaulan Layina (Kata Lemah Lembut) Qaulan Layina berarti pembicaraan yang lemah-lembut, dengan suara yang enak didengar, dan penuh keramahan, sehingga dapat menyentuh hati. Pada Tafsir Ibnu Katsir disebutkan, yang dimaksud layina ialah kata kata sindiran, bukan dengan kata kata terus terang atau lugas, apalagi kasar. Ayat di atas adalah perintah Allah SWT kepada Nabi Musa dan Harun agar berbicara lemah-lembut, tidak kasar, kepada Fir’aun. Apabila menggunakan kata Qaulan Layina, hati komunikan (orang yang diajak berkomunikasi) akan merasa tersentuh dan jiwanya tergerak untuk menerima pesan komunikasi kita. Komunikasi Islam, semaksimal mungkin dihindari kata-kata kasar dan suara (intonasi) yang bernada keras dan tinggi. Kata-kata yang digunakan petani dan BMT adalah kata yang lembut. Secara harafiahnya adalah sindiran, maka dalam budaya disebut sasmita dalam budaya Sunda disebut analogi. Jadi kata-kata yang digunakan menggunakan analogi sehingga komunikan yang diajak bicara tidak tersinggung. Pesan disampaikan dengan penuh keramahan dan intonasi suara yang lembut, tidak bernada keras atau tinggi. Sifat pesan ini sejalan dengan dasar hukum agama Islam yang diuraikan dalam Al Qur’an dan Hadist sebagai berikut : 231 “Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan Qaulan Layina - kata-kata yang lemah-lembut…” (QS. Thaha: 44). 6. Qaulan Maysura (Kata yang mudah dipahami) Qaulan Maysura bermakna ucapan yang mudah, yakni mudah dicerna, mudah dimengerti, dan dipahami oleh komunikan. Makna lainnya adalah kata-kata yang menyenangkan atau berisi hal-hal yang menggembirakan. Komunikasi dilakukan oleh pihak yang memberitahukan (komunikator) kepada pihak penerima (komunikan). Komunikasi efektif terjadi apabila sesuatu (pesan) yang diberitahukan komunikator dapat diterima dengan baik atau sama oleh komunikan, sehingga tidak terjadi salah persepsi. Komunikasi merupakan terjemahan kata communication yang berarti perhubungan atau perkabaran. Communicate berarti memberitahukan atau berhubungan. Secara etimologis, komunikasi berasal dari bahasa latin communicatio dengan kata dasar communis yang berarti sama. Secara terminologis, komunikasi diartikan sebagai pemberitahuan sesuatu (pesan) dari satu pihak ke pihak lain dengan menggunakan suatu media. Sebagai makhluk sosial, manusia sering berkomunikasi satu sama lain. Namun, komunikasi bukan hanya dilakukan oleh manusia saja, tetapi juga dilakukan oleh makhluk-makhluk yang lainnya. Semut dan lebah dikenal mampu berkomunikasi dengan baik. Bahkan tumbuh-tumbuhanpun sepertinya mampu berkomunikasi. Kata-kata yang digunakan petani dan BMT adalah kata-kata sederhana yang mudah dipahami oleh komunikannya. Biasanya, kata-kata yang digunakan dalam bahasa daerah yang dipahami oleh masing-masing. Kata-kata yang digunakan bukan kata-kata yang ambigu, jargon yang tidak dipahami oleh masing-masing sehingga keduanya bisa saling memahami. Sifat pesan ini sejalan dengan dasar hukum agama Islam yang diuraikan dalam Al Qur’an dan Hadist sebagai berikut : ”Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhannya yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka Qaulan Maysura - ucapan yang mudah. (QS. Al-Isra: 28). Proses komunikasi yang terjadi antara petani dan BMT dapat dimunculkan sebagai pola komunikasi syariah, yang dapat dijelaskan pada Gambar 7.2. 232 LINGKUNGAN PINBUK TOKOH MASYARAKAT BMT PETANI ï‚· Konsep Diri (Terbuka, Amanah, Tawadhu, Tabligh, Saling Menolong, Takut haram Riba, Tepat Janji, Sehat) ï‚· Motif: o Spiritual o Ekonomi o Sosial PESAN MEDIA Qaulan Sadida Qaulan Baligha Qaulan Ma’rufa Qaulan Karima Qaulan Layina Qaulan Maysura - Face to face - Diskusi - Pengajian - Pelatihan - Pendampingan ï‚· Trust ï‚· Implementasi Syariah ï‚· Prosedur Layanan : o Pinjaman Mudharabah o Pinjaman Murabahah o Tingkat Pengembalian PEMBIAYAAN SYARIAH Gambar 7.2. Proses Komunikasi Pengajuan Pembiayaan Syariah Proses Komunikasi dalam Proses Akad Kredit BMT Miftahussalam Produk syariah yang diberikan kepada petani di BMT Miftahussalam ada dua : Murabahah dan mudarabah. Murabahah merupakan sistem jual beli antara petani dan BMT. Mudharabah merupakan sistem kejasama atau kemitraan antara BMT dan petani, biasanya diantara petani dikenal dengan simpan pinjam. Kriteria atau menyeleksi petani yang layak diberikan pembiayaan seperti yang dikemukakan ketua BMT: Sebetulnya kelompok yang menyeleksi. Kita tinggal mengikuti keputusan kelompok tani. Jadi nanti kalau ada yang tidak bayar maka jadi tanggung jawab semua, tanggung renteng. Karena ada jaminan juga, walaupun ‘gak terlalu formal sebetulnya. Siapa saja dari anggota kelompok itu yang bersedia untuk meminjamkan. Ketua kelompok kan tahu, siapa yang biasa, bagus atau memperhatikan hutang. Petani mana yang biasa ngemplang, mereka lebih tahu, disamping dengan kita diskusi juga. Kriteria manusianya : seperti kejujurannya, keahliannya juga. ‘Kan bisa juga dia memang jujur, tapi panennya gagal, akhirnya 233 kan telat juga bayarnya. Nah gitu, yang pengin maju. Ada lahan juga. Kalau orang yang bagus, lancar misalkan, tapi punya lahan sedikit, kadang-kadang pinjamannya dikasih untuk sewa juga bisa. (DDN, Ketua BMT Miftahussalam) Akad murabahah yang terjadi di BMT Miftahussalam setidaknya memuat syarat-syarat administrasi seperti fotokopi KTP sama fotokopi akte keluarga dan menabung di BMT. Kedua, menentukan marjin. Marjinnya kalau di sini 0,2 persen per hari. Jika 100 hari 20 persen karena akad kita jual-beli. Tidak pernah nambah seperti itu. Jadi kita sistemnya murabahah. Kalau yang namanya jahe, katakanlah seribu kita beli, dia jual 2 ribu, 2 kali lipat. Saya jual jamur 8 ribu, mereka jual 14 ribu, 12 ribu. Katakanlah, saya masok gula 10 kilo, rata-rata kita jual 9 ribu lah 8 ribu, dijual 14 atau 12 ribu, berarti dia sudah punya keuntungan 4 ribu semua sudah 40 ribu. (DDN, Ketua BMT Miftahussalam) Selain itu apabila petani butuh pupuk, maka kita akan menyediakan. BMT akan menyediakan pupuknya (Objek murabahah). Selama ini BMT Miftahussalam telah menggarap sektor riil sebagai objek murabahah, seperti : Budidaya jamur Merang dan jamur Tiram, Sapi dan domba Potong/Qurban, Peternakan Ayam Petelor, Peternakan Ayam Ras, Pekerbunan Jagung, Penyemaian Albasiah, Kelapa bahan kopra dan Tanaman Hias. Contohnya: kita masok jamur, kita jual 8 ribu dia jual 14 ribu, toh 4 ribu keuntungan. Seumpama mau sistem barter ‘kan kita yang ngurus sebetulnya. Kemudian jamur itu ‘kan kita masok nih kita kirim sekitar sore atau malam jam 6, jam 6 pagi sudah habis. Uangnya baru kita terima. (DDN, Ketua BMT Miftahussalam) Akad yang kedua adalah Akad Mudharabah: Akad Mudharabah ini diawali adanya kerjasama antara BMT dan petani. BMT memberikan modal kerja kepada petani. Petani yang mengelola modal tersebut untuk membiayai usaha pertaniannya. Pinjaman tersebut ada yang sampai 10 juta, 20 juta sampai 50 juta juga pernah. Paling rendah misalnya pinjam 50-100 ribu. Selanjutnya menghitung marjin bagi hasilnya. Kalau yang untuk peternakan itu, kita beli 1 juta misalkan, dijual 2 juta, berarti ada keuntungan 1 juta, 400 ribu buat BMT, 600 ribu untuk petani. Kalau sapi kita beli misalkan 8 juta, dihitung selama 8 bulan atau 4 bulan kalau ada yang nawar peternak datang. Misalkan pinjaman 1 juta, biasanya jatuh ke persen juga sih sekitar 2 persenan setiap bulan, tapi ‘gak tetap. Nah pinjaman setelah 10 bulan 1 juta jadi 1 juta 200, kalau ‘gak salah kalau baru 1-2 bulan ditutup untuk bagi hasilnya sampai dengan bulan itu. 234 Baik akad Murabahah dan Mudharabah di dokumentasikan secara tertulis dengan mengikat perjanjian tersebut dalam kontrak yang harus ditanda tangani bersama BMT dan petani. BMT Al Barokah Bantul BMT memberikan fasilitas simpan pinjam dan unit sektor riil. Unit simpan pinjam terdiri dari simpanan atau tabungan, unit sektor riil melayani jual beli pupuk, bibit, pestisida, binatang ternak, sapi, kambing dan ayam. Unit sektor riil dilayani dengan menggunakan akad murabahah dan bay’ bi saman ajil. Misalnya Petani membutuhkan pupuk atau pestisida maka ada yang membayar dengan jatuh tempo yaitu pada saat panen (menggunakan akad murabahah). Ada juga yang membayar dengan mencicil, petani ini dilayani dengan menggunakan akad bay’ bi saman ajil. Kita biasa menggunakan akadnya jual beli, tapi kan kalau syarat-syaratnya itu tidak kita cukupkan. Jadi perhitungannya itu kita kan dari modal, sementara kalau dari modal itu kan gak boleh. Kalau kita kan misalnya kayak musyarakah itu kan ada, nah itu kan harus bagi hasil, Kejadian kemarin, kita tahu bagi hasil itu kan harus dari perhitungan keuntungan saat itu, cuman kan ketika di lapangan itu misalnya kita tanyain anggota satu persatu keuntungannya berapa.” BMT menggunakan persen untuk perhitungan marjin. Petani yang pada waktu akad akan membayar pengembalian modal usaha pada waktu panen, ternyata tidak membayar. Sementara apabila menggunakan Akad murabahah, syarat-syaratnya tidak mencukupi. Bagi hasil dihitung dari keuntungan, tapi kalau di tanya ke petani, biasanya merasa tidak enak untuk ditanya soal keuntungan, karena budaya petani tersebut tabu untuk bertanya keuntungan (kok takon-takon keuntungan). Jadi margin bagi hasil akan dihitung dari pokok modalnya. (SK, Ketua BMT Al Barokah) Sektor usaha pertanian diadakan jual beli pupuk yang ditangan oleh Unit Usaha Riil BMT. Pembiayaan dengan murabahah dan perhitungan keuntungannya menggunakan marjin. Pembayarannya dengan tangguh. Pembayaran tangguh ini, misalnya BMT memberikan modal untuk membeli pupuk, bibit dan akan dibayarkan pengembalian modalnya setelah panen. Kadang-kadang dengan melakukan markup dan modal sekaligus yang dihitung dari pokok, khan sebenarnya hal ini tidak boleh. Atau ada juga misalnya akadnya akan dibayarkan pengembaliannya setelah 4 bulan, namun setelah 4 bulan ternyata tidak ke sini atau belum mau membayarnya kalau ditanyakan, maka petani menjawab sedang rugi. Selama ini misalnya yang dijadikan akad itu jual beli selama ini yang dijadikan akad jual beli, keuntungan udah diperhitungkan diawal. Misalnya kalau pinjam satu juta, maka harus dibayarkan sekian dalam waktu setahun dan petani 235 setuju. Sementara hal inilah yang dijalankan selama ini. Jadi yang penting ikhlas, jadi ikhlas itu syariah. (SK, Ketua BMT Al Barokah) Akad Mudharabah : BMT memberikan pembiayaan modal bagi petani untuk pengelolaan lahan pertaniannya. BMT berlaku sebagai pemilik modal. Petani selaku pengelola modal bagi lahan pertaniannya. Kedua penentuan marjin bagi hasil dan pengembaliannya ditentukan jangka waktunya. Operasional pembiayaan syariah banyak yang diberikan kepada petani maka NPLnya tinggi. Hal ini disebabkan untuk menghitung keuntungan petani berdasarkan panen 4 bulan sekali maka sistem pembayarannya dengan sistem ‘tangguh’ (dibayarkan saat panen). Di tempat saya, ada yang benar-benar petani, kehidupannya tidak meningkat. Tapi kalau misalnya petani punya anak yang bekerja buruh bangunan, maka kehidupannya akan meningkat. Ada pendapatan dari sumber lain. Apalagi kalau sawah garapan, misalnya saya garap punya orang otomatis menanggung semua biaya, sementara biayanya minjam. Hasilnya setelah panen, semua biaya habis untuk ini, kebutuhankebutuhan yang dulu waktu tidak punya uang ya minjam.., beras minjem di warung, pas penen bayar. Jadi seperti tambal sulam. Petani berangkat ke sawah tidak tiap hari. Jadi sambilan kalau masih ada waktu luang mereka bekerja di sektor lain. Untuk pembelian pupuk diwakili atau ditanggung oleh kelompok tani. Dana BMT lebih banyak untuk pupuk, dan pestisida hanya untuk pelengkap saja. Pembiayaan mudharabah biasanya diseleksi petaninya yang memang sudah loyal dan akan mengembalikan modal tersebut dengan baik. (SK, Ketua BMT Al Barokah) Penjelasan mengenai alur akad, dapat dilihat dari gambar 7.3. dan 7.4. Dana Petani (mudharib) BMT (Shohibul Maal) Bagi Hasil Gambar 7.3. Alur akad mudharabah Bayar tangguh/cicil Petani Beli BMT Objek : Pupuk, pestisida, bibit, dll Gambar 7.4. Akad Murabahah Jual 236 Selanjutnya dapat dilihat proses komunikasi antara petani dan BMT ketika melakukan proses akad kredit, dijelaskan pada Gambar 7.5. 1 NEGOSIASI DAN PERSYARATAN Dialogis Petani Pesan BMT Mutual Understanding 2 BMT AKAD JUAL BELI PETANI Pupuk, Bibit, Pertisida, Saprodi, Hasil Pertanian, dll. 5 3 Terima Barang 4 BELI BARANG PENJUAL / SUPPLIER KIRIM BARANG Gambar 7.5. Proses Komunikasi Pada akad Murabahah Proses komunikasi yang pertama antara Petani dan BMT untuk bernegosiasi mengenai harga sehingga tercipta saling pengertian yang dapat menimbulkan tahap yang kedua yaitu akad jual beli. Tahap yang ketiga BMT akan membeli barang yang dipesan kepada supplier atau pedagang, yang akanmengirimkannya kepada petani. Tahap terakhir adalah ketika petani menerima barang dan akan membayarkan pinjaman tersebut kepada BMT. Selanjutnya adalah proses komunikasi yang terjadi antara petani dan BMT pada akad Mudharabah, yang dapat dijelaskan pada Gambar 7.6. 237 PERJANJIAN BAGI HASIL Dialogis Petani Pesan BMT Kesepakatan Bagi Hasil 1 PETANI Mudharib Nisbah 40% Keahlizan Modal 100% USAHA PERTANIAN 2 PEMBAGIAN PROFIT & LOSS MODAL 3 4 BMT Shohibul Maal 60% Pengembalian Modal Kerja Gambar 7.6. Proses Komunikasi Pada akad Mudharabah Proses komunikasi ini diawali adanya perjanjian antara BMT dan petani mengenai perjanjian modal kerja dengan sistem bagi hasil. Proses komunikasi ini berjalan dengan dialogis sehingga menghasilkan kesepakatan bagi hasil antara BMT dan Petani. Tahap kedua dimana BMT memberikan modal sebesar 100 persen kepada petani dan petani bertanggung jawab sebagai pengelola usaha pertaniannya. Tahap kedua adalah ketika usaha pertanian tersebut menghasilkan keuntungan, maka pada tahap ini terjadi pembagian keuntungan atau kerugian. Pembagian keuntungan/kerugian ini dibagi berdasarkan kesepakatan di awal pada saat kredit. Pembagian nisbah tersebut adalah 60 persen untuk BMT dan 40 persen untuk petani. Sementara tahap selanjutnya petani juga mengembalikan modal kerja kepada BMT. Masyarakat petani yang kurang dalam perekonomiannya biasanya dibantu dengan melakukan akad Al Qardul Hasan. Proses komunikasi yang terjadi ketika melakukan akad Al Qardhul Hasan, seperti yang dijelaskan pada Gambar 7.7. 238 Perjanjian Qardh PETANI Mendapat Keuntungan Tenaga Kerja BMT Modal Pertanian Pengembalian Modal Keuntungan Gambar 7.7. Pembiayaan dalam bentuk akad Al Qardhul Hasan Proses komunikasi yang terjadi antara petani dan BMT dengan menggunakan akad Al Qardhul Hasan ini tidak memiliki proses pembagian keuntungan. Prosesnya diawali dengan perjanjian modal kerja seperti pada akad mudharabah. BMT memberikan modal 100 persen dan petani memberikan keahliannya untuk mengelola usaha pertaniannya. Perbedaannya pada hasil akhirnya, yaitu BMT mendapatkan pengembalian modal dan tidak mendapatkan bagi hasil dari keuntungan, sementara petani mendapatkan keuntungannya secara keseluruhan. Dana Al Qardhul Hasan ini berasal dari Bazis, seperti yang dilakukan BMT Miftahussalam. Sementara pada BMT Al Barokah, dananya berasal dari Modal yang dimiliki BMT. Produk syariah Al Qardhul Hasan ini tujuannya untuk membantu petani miskin yang tidak memiliki ekonomi yang layak (dhuafa) sehingga petani ini bisa terangkat taraf kehidupannya. Selanjutnya adalah proses komunikasi yang terjadi ketika BMT memberikan pembiayaan kepada petani, maka ada komunikasi antara BMT, petani berinteraksi dengan PINBUK, komunikasi yang terjadi seperti yang dijelaskan pada Gambar 7.8. 239 PINBUK PENGAWASAN KONSULTASI ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· BMT PELATIHAN Teknis Mental Manajemen Pemasaran PETANI ï‚· ï‚· ï‚· Pengetahuan Pemahaman Adopsi PERUBAHAN SOSIAL Gambar 7.8. Pola Komunikasi Antara PINBUK, Petani dan BMT Proses komunikasi yang terjadi antara BMT, petani dan PINBUK diawali ketika PINBUK melakukan koordinasi dengan BMT berupa fungsi konsultasi dan melakukan pengawasan terhadap BMT dan petani sebagai nasabah BMT. BMT selalu melakukan konsultasi dengan PINBUK terkait operasional dan kepatuhan syariah. PINBUK melakukan fungsi pengawasan terhadap jalannya operasional BMT secara syariah, apakah BMT sudah mematuhi ketentuan syariah. BMT melakukan pelatihan kepada nasabah yang mendapatkan pembiayaan syariah. BMT bekerjasama dengan PINBUK dalam hal pemberian materi pelatihan kepada petani. Pelatihan tersebut berupa pelatihan mental, teknis, manajemen dan pemasaran. Petani yang mendapatkan pelatihan diharapkan bertambah pengatahuan, pemahaman dan mengadopsinya dalam kehidupan sehari-hari. Apabila petani sudah dapat mengadopsi materi pelatihan tersebut diharapkan terjadi perubahan social dalam masyarakat petani baik di rural area maupun sub urban area. Selanjutnya Pola komunikasi antara BMT dengan Petani setelah petani mendapatkan pembiayaan Syariah, selain mendapatkan pelatihan, petani juga mendapatkan pendampingan. Hal ini dijelaskan pada Gambar 7.9. 240 PENDAMPINGAN BMT ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· Dialogis Fasilitator Terbuka Mendengarkan Persuasi PETANI ï‚· ï‚· ï‚· Pengetahuan Pemahaman Adopsi PERUBAHAN SOSIAL Gambar 7.9. Pola Komunikasi BMT dan Petani setelah mendapat Pembiayaan Syariah Proses komunikasi antara BMT dan petani ini diawali dengan melakukan pendampingan kepada petani. Pada saat pendampingan, proses komunikasi yang terjadi secara dialogis dalam bentuk diskusi dan Tanya jawab. BMT bertindak sebagai fasilitator ketika petani membutuhkan sesuatu yang terkait dengan usaha pertanian, melakukan komunikasi yang terbuka, saling mendengarkan mengenai segala permasalahan yang terjadi dalam diri petani maupun dengan BMT. BMT juga melakukan proses komunikasi persuasi agar petani merasa nyaman untuk mengikuti apa yang dikomunikasikan oleh BMT. Setelah mendapatkan pendampingan, diharapkan petani akan bertambah pengetahuan, pemahaman dan mengadopsi apa yang telah dikomunikasikan. Apabila sudah mengadopsi diharapkan akan terjadi perubahan social dalam masyarakat petani. Selanjutnya pola komunikasi yang terjadi antara petani, BMT dan tokoh masyarakat, yang dijelaskan pada Gambar 7.10. 241 Konsultasi TOKOH MASYARAKAT Dukungan Maju Inovatif BMT Dukungan PETANI Percaya diri Solidaritas Gambar 7.10. Komunikasi Antara BMT, Petani dan Tokoh Masyarakat Proses komunikasi yang terjadi diawali ketika BMT meminta konsultasi dan berdiskusi dengan tokoh masyarakat mengenai manfaat keberadaan BMT di tengah masyarakat. Keberadaan BMT di tengah masyarakat memberikan manfaat terutama meningkatkan perekonomian petani khususnya dan masyarakat umumnya. Petani mendapatkan solusi terhadap persoalan kesulitan modal. Kebutuhan modal petani sudah dapat diatasi dengan adanya BMT. Tokoh masyarakat merasakan manfaat keberadaan BMT ini,maka ia memberikan dukungan baik kepada petani maupun BMT. Tokoh masyarakat memberikan dukungan baik kepada BMT maupun petani. Dukungan kepada BMT diharapkan agar BMT bisa lebih maju dan inovatif dalam operasinalnya serta produk-produk yang dikeluarkan oleh BMT. Ketika Tokoh Masyarakat memberikan dukungan kepada petani diharapkan petani mendapatkan percaya diri dan solidaritas diantara petani, tokoh masyarakat dan masyarakat itu sendiri. Setelah menjelaskan proses komunikasi yang terjadi dalam keterkaitan antara tokoh yang berada pada interaksi petani dan BMT, selanjutnya dapat di simpulkan mengenai pola komunikasi syariah yang muncul. Pola komuninikasi syariah ini dapat dijelaskan pada Gambar 7.11. 242 LINGKUNGAN PINBUK TOKOH MASYARAKAT BMT PETANI (Komunikator/ Komunikan) (Komunikator/ Komunikan) PESAN ï‚· Konsep Diri (Terbuka, Amanah, Tawadhu, Tabligh, Saling Menolong, Takut haram Riba, Tepat Janji, Sehat) ï‚· Motif: o Spiritual o Ekonomi o Sosial Qaulan Sadida Qaulan Baligha Qaulan Ma’rufa Qaulan Karima Qaulan Layina Qaulan Maysura MEDIA - Face to face Diskusi Pengajian Pelatihan Pendamping an ï‚· Trust ï‚· Implementasi Syariah ï‚· Prosedur Layanan : o Pinjaman Mudharabah o Pinjaman Murabahah o Tingkat Pengembalian TRUST COMMUNICATION SYARIAH KONVERGENSI PEMBIAYAAN SYARIAH Pemberdayaan Masyarakat Sosial ï‚· ï‚· PENGETAHUAN PEMAHAMAN Pelatihan: o Mental o Teknis o Manajemen o Pemasaran Pendampingan SIKAP : SUKA TIDAK SUKA TINDAKAN KEPATUHAN SYARIAH ADOPSI KESEJAHTERAAN Gambar 7.11. Pola Komunikasi Syariah 243 Proses komunikasi ini terjadi antara petani dan BMT didasari oleh konsep diri dari petani itu sendiri yang terdiri dari terbuka, amanah, tawadhu, tabligh, saling menolong, takut haram riba, menepati janji dan sehat jiwa raga. Intra komunikasi yang terjadi dalam diri petani di dasari oleh kesadaran subyektifnya yang memunculkan motif dalam diri petani untuk berinteraksi dengan BMT, Motif tersebut ada tiga, yaitu motif spiritual, motif ekonomi dan motif sosial. Pada informan petani di Ciamis didasari motif yang paling dominan adalah motif spiritual, sedangkan petani di Bantul didasari oleh motif yang paling dominannya yaitu motif ekonomi. Petani ketika menyampaikan pesannya, didasari oleh pesan-pesan yang berbentuk qaulan sadida, qaulan baligha, qaulan ma’rufa, qaulan karima, qaulan layina dan qaulan maysura. Baik Kata-kata verbal maupun nonverbal dalam pesan berdasarkan prinsip syariah yang ada dalam Al Quran dan Hadist sehingga verbal dan non verbal yang disampaikan petani akan dapat dipahami oleh BMT dan komunikasinya akan menyentuh hati BMT. Petani ketika menyampaikan pesan dengan menggunakan media, yaitu face to face, diskusi dan pengajian. BMT sebagai sebuah lembaga keuangan mikro syariah harus memiliki unsur Trust. BMT diharapkan dapat dipercaya oleh masyarakat. Kepercayaan ini dapat dilihat dari bagaimana BMT mengimpelemtasikan syariah dalam setiap produk-produknya dan operasionalnya seharihari. Prosedur pelayanannya sangat nyaman dan dalam bentuk pinjaman pembiayaan yang sesuai dengan petani yaitu dengan akad mudharabah dan murabahah bahkan ada Al Qardul Hasan. Selain itu BMT yang nyaman dan dapat dipercaya juga dilihat dari penentuan tingkat pengembalian pinjaman tersebut bagi petani. Bentuk komunikasi tersebut dapat dikatakan sebagai Trust Communication, yaitu komunikasi yang dapat dipercaya atau amanah baik bagi petani maupun BMT. Setelah tercapai komunikasi yang dapat dipercaya (trust communication) baru akan dikucurkan pembiayaan syariah oleh BMT untuk para petani. Pembiayaan syariah ini disesuaikan dengan produk dan akadnya masing-masing. Apabila petani sudah mendapatkan pembiayaan syariah, BMT memberikan pemberdayaan berupa pelatihan dan pendampingan. Pelatihan kepada petani tersebut antara lain: pelatihan mental, teknis, manajemen dan pemasaran. Tahap selanjutnya adalah setelah petani mendapatkan pemberdayaan berupa pelatihan dan pendampingan maka diharapkan akan menimbulkan efek berupa peningkatan pengetahuan, pemahaman sampai pada mengadosinya. Proses mengadopsi ini ditandai dengan adanya 244 kepatuhan syariah dari petani. Petani yang memiliki peningkatan pengetahuan, pemahaman, adopsi dan berperilaku mematuhi syariah maka akan mencapai kesejahteraan hidup. Kesejahteraan itu sendiri berasal dari kata dasar sejahtera yang dapat diartikan sebagai keadaan yang aman sentosa dan makmur, selamat (terlepas dari segala macam gangguan dan sebagainya) selamat tidak kurang sesuatu. (Kamus Besar Bahasa Indonesia 1995:891). Berdasarkan dari definisi kata sejahtera diatas maka kesejahteraan dalam penelitian ini dapat diartikan sebagai suatu hal atau keadaan sejahtera dimana semua terpenuhi secara cukup tanpa merasa kekurangan kebutuhan hidup dapat sesuai dengan standar hidup masyarakat disekitarnya. Dimensi Kesejahteraan yang digunakan dalam skala Ryff (Papalia, 2009) adalah (1) Penerimaan diri (self-acceptance): mengakui dan menerima banyak aspek diri termasuk kualitas baik dan buruk, positif mengenai kehidupan masa lalu. (2) Hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others): hangat, puas, saling percaya, mampu menampilkan afeksi, empati, memberi dan menerima. (3) Otonomi (autonomy): mampu mengatur diri, mengevaluasi dengan standar pribadi, menolak tekanan sosial, memiliki kebulatan tekad dan mandiri, (4) Penguasaan lingkungan: mengendalikan kegiatan eksternal yang sulit, menggunakan kesempatan di lingkungan dengan positif, (5) Tujuan hidup (purpose in life): memegang keyakinan teguh yang memberikan tujuan dansasaran hidup, merasa ada makna dalam kehidupan sekarang dan di masa lalu, (6) Pertumbuhan pribadi: melihat diri sebagai diri yangberkembang dan meluas, terbuka akan pengalaman baru, menyadari potensi diri, melihat perbaikan dalam diri. Secara keseluruhan kesejahteraan laki-laki dan perempuan serupa, tetapi perempuan lebih banyak memiliki hubungan social yang positif. Kesejahteraan sosial adalah kualitas hubungan dengan orang lain, lingkungan sekitar rumah, dan masyarakat. Satu tim penelitian Keyes & Shapiro, (2004) dalam Papalia (2009) melihat pada lima dimensi kesejahteraan sosial: (1) Aktualisasi diri: keyakinan pada potensi masyarakat untuk berkembang kearah yang positif, (2) Koherensi sosial: memandang dunia sebagai dapat dipahami, logis, dan dapat diramalkan, (3) Integrasi sosial: merasa sebagai bagian dari komunitas yang suportif, (4) Penerimaan sosial: memiliki sikap yang positif dan menerima terhadap orang lain. 245 Petani yang telah menerima diri sendiri dan memiliki hubungan yang positif dengan orang lain, dapat mandiri, menguasai lingkungan hidup, memiliki tujuan hidup dan pribadinya berkembang dan mengalami perubahan kearah produktif dan inovatif. Masyarakatnya juga mengalami perubahan kearah kesejahteraan sosial, yang cirinya petani anggota masyarakatnya dapat mengalami aktualisasi diri, terjadi koherensi dan integrasi sosial dalam masyarakat. Hal ini merupakan modal utama dari perwujudan modal sosial. Pembahasan Penelitian Eksplorasi Kebenaran Empirik Logik Salah satu cara mengetahui bagaimana tindakan komunikasi petani adalah melihat bagaimana para informan petani berinteraksi dengan berkomunikasi dengan BMT dan sesama anggota kelompok taninya. Kemampuan berkomunikasi ini merupakan suatu kemampuan yang inherent pada diri setiap manusia. Manusia adalah mahluk sosial, karena ia akan selalu terlibat dalam interaksi dengan manusia lainnya yang berada di sekitarnya, ketika berinteraksi ini, petani berkomunikasi untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Komunikasi yang dilakukannya ini tidak mungkin dapat mencapai tujuan bila tidak mampu mengarahkan para partisipan komunikasi untuk mengerti dan memahami apa yang diharapkannya. Komunikasi melibatkan bagaimana informan petani menginterpretasikan dunia sosialnya dan membentuk serta mengarahkan apa yang disampaikan melalui komunikasi yang dilakukannya agar menghasilkan sesuatu yang sesuai dengan harapannya. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti membedakan para informan berdasarkan kecenderungan yang diidentifikasi ketika berinteraksi dengan mereka. Meskipun bagi masing-masing informan, tindakan komunikasi yang dilakukan berbeda-beda baik verbal maupun non verbal. Namun, setelah peneliti pelajari baik dari interpretasi hasil wawancara maupun pengamatan, bentukan-bentukan tersebut terpola. Berdasarkan kekerapan tindakan komunikasi yang muncul ketika merespon lingkungan, peneliti berusaha menggolonggolongkannya dan memaknainya sebagai suatu karakteristik personal informan penelitian. Pada prinsipnya cara atau tindakan komunikasi para informan ketika berinteraksi dengan BMT dan sesama anggota kelompok tani adalah menciptakan komunikasi terbuka, mementingkan “mendengarkan”, mempersuasi, memfasilitasi dan mengutamakan komunikasi 246 dengan cara berdialog. Ciri tindakan komunikasi terbuka ini dibangun dengan maksud agar BMT mengerti dan memahami apa yang menjadi kebutuhan dan yang diharapkan informan petani terhadap BMT. Para informan beranggapan apabila mereka “berbicara” secara langsung dan terus terang maka mereka merasa dapat dipahami dan dimengerti oleh pihak BMT. Apalagi bila mengingat faktor kepercayaan bagi informan adalah faktor yang sangat penting. Komunikasi terbuka biasanya terjadi pada komunikasi yang informal, baik itu dilakukan di kantor BMT maupun di rumah atau di sawah milik informan. Ketika ada kesempatan, maka para informan akan melakukan komunikasi yang terbuka dengan pihak BMT, dengan begitu kepercayaan menjadi terbangun. Sebagian besar dari informan melakukan komunikasi terbuka dengan menggunakan bahasa Sunda dan Jawa. Hal ini bertujuan agar menjadi lebih akrab. Ada pula para informan petani yang mengkonstruksikan pesan komunikasi ini dengan cara sering bersilaturahmi mendatangi kantor BMT, baik hanya untuk menabung atau membayar bagi hasil maupun hanya sekedar mengobrol dan mencari informasi terbaru. Ciri kedua karakter komunikasi para informan adalah berusaha untuk selalu “mendengarkan”. Kata “mendengarkan” di sini bukan berarti mendengarkan karena dinasehati, tetapi lebih kepada kegiatan menyimak dan mengikuti semua anjuran dan pelatihan yang dilakukan baik oleh BMT maupun pemerintah. Peneliti menjelaskan bahwa maksud mendengarkan di sini lebih kepada cara untuk memahami apa yang ada dibalik yang diucapkan dan mengetahui bagaimana cara pandang atau berfikir petani dan BMT. Para informan petani bukan menyampaikan cerita yang penuh haru, atau apalagi yang berkenaan dengan tidak terpenuhinya kebutuhan supaya BMT mau memberikan pembiayaan modal kepada petani. Selanjutnya ciri karakter komunikasi ketiga adalah penyampaian pesan yang berusaha untuk membujuk atau mempersuasi. Para informan selalu berusaha untuk mengarahkan dan memberikan harapan sehingga BMT terbujuk untuk memberikan pembiayaan modal sesuai yang diharapkan. Ketika BMT melakukan kegiatan membujuk ini bukanlah hal mudah. Sebagian besar informan memaknai meminjam ataupun mendapatkan pembiayaan modal ke bank sangatlah rumit pengurusannya. Contohnya, ketika petani menyampaikan pesan kepada pihak BMT sangatlah birokratis dan berbelit-belit, pengembaliannya juga rumit pengurusannya. Hal ini sangatlah beresiko, apabila cara petani berkomunikasi salah maka ia tidak akan dipercaya oleh pihak BMT. Kalau tidak dipercaya maka ia tidak akan mendapatkan pembiayaan modal dari 247 BMT. Peran risk communication sangatlah penting, padahal dengan berinteraksi bersama BMT sangatlah mudah pengurusannya dan nyaman. Berusaha untuk selalu menjadi fasilitator adalah ciri keempat. Kegiatan penyampaian pesan agar mendapatkan pembiayaan modal dari BMT yang dilakukan oleh petani lebih banyak mengenai pembiayaan modal. Petani akan menjalankan apa yang telah didapat ketika pelatihan ataupun hanya mengikuti budaya menanam padi yang sudah ada secara turun temurun sehingga taraf hidup petani hanya jalan di tempat atau tidak maju-maju dan berubah. Ciri kelima adalah komunikasi dialog. Para informan petani selalu mengupayakan komunikasi berlangsung secara tatap muka, terutama dengan BMT dan kelompok tani-nya. Hal ini dimaksudkan agar semua pesan yang disampaikan menjadi jelas. Kesalahpahaman bisa saja dapat terjadi. Bilapun terjadi dapat dihindari dan dieliminasi atau diperbaiki. Para informan petani tidak begitu suka berinteraksi dengan tertulis. Walaupun ada hanya berbentuk kontrak akad dengan BMT. Para informan petani lebih suka melakukannya secara langsung karena lebih mudah memantau apakah pesan yang disampaikan itu sudah dipahami secara benar atau belum. Berdialog membuka kesempatan bagi informan untuk membangun kedekatan dengan BMT. Kedekatan ini membangun ikatan emosional. Sisi nonverbal, para informan tidak membuat jarak. Jarak mereka dekat tapi tidak sangat dekat. Sesekali para informan melakukan gerakangerakan yang menunjukan mereka memperhatikan apa yang telah disampaikan mitra komunikasinya, seperti mengangguk-anggukkan kepala, menggerak-gerakan jari tangan ketika berbicara, menunjuk atau menatap wajah. Hubungan yang dibina atas dasar kehangatan dan keakraban akan membina terciptanya suasana saling percaya. Setiap keputusan diusahakan selalu dapat memberikan kenyamanan bagi semua pihak. Proses Komunikasi yang terjadi pada Wilayah Rural seperti yang diuraikan oleh Roger dalam teori difusi inovasi melalui tahapan sebagai berikut : (1). Tahap Pra Kondisi. Pada tahap ini adalah para petani memahami BMT yang ada di masyarakat. Komunikasi dimulai dari individu sebagai anggota kelompok tani. Mereka berdiskusi dalam kelompok tani lalu bekerjasama dengan PINBUK mendirikan BMT sebagai perwujudan koperasi berdasarkan syariah. BMT dan PINBUK memberikan pemahaman kepada para petani melalui kelompok taninya melalui ceramah dan diskusi. 248 (2). Tahap Intermediate Pada tahap ini adalah BMT memperkenalkan BMT dan produk-produk yang dimiliki oleh BMT. Komunikasi ini juga dilakukan melalui ceramah dan diskusi dalam kelompok tani sebagai anggota nasabah dari BMT. Petani sebagai nasabah BMT diberikan penjelasan bahwa dengan menjadi anggota BMT maka harus memahami operasional yang ada dalam BMT, yaitu berdasarkan syariah. (3). Tahap Pengukuhan Pada tahap ini adalah BMT memberikan pemahaman nilai-nilai syariah kepada nasabah anggotanya yang juga sebagai anggota kelompok tani. Selanjutnya para petani tersebut dapat menjalankan nilai-nilai syariah tersebut dalam kehidupan sehari-hari bahkan menjadi kebiasaan dan mengukuhkannya sebagai nilai-nilai kehidupan bermasyarakat. (4). Tahap Penegakan dan Pengembangan Pada tahap ini petani sebagai anggota kelompok tani dan nasabah BMT sudah memiliki nilai-nilai syariah yang sejalan dengan nilai-nilai BMT. Maka tahapan selanjutnya adalah bagaimana mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki BMT. Potensi-potensi ini meliputi potensi SDM dan modal. Potensi SDM dari BMT biasanya dilakukan dengan mengikuti pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh PINBUK, Dinas Koperasi, Pertanian dan peternakan, dan lain-lain. Sementara pengembangan SDM petani dilakukan pelatihan dalam kelompok taninya yaitu dari penyuluh pertanian, dan dinas koperasi. Sementara dari pihak BMT belum melakukan sampai kesana. (5). Tahap Kesejahteraan Tahap ini adalah dimana terjadi perubahan yang signifikan dari para petani ketika sudah menjadi anggota nasabah BMT dan mendapatkan pembiayaan permodalan. Namun pada petani di wilayah Rural ini walaupun terjadi perubahan namun sangat sedikit. Hal ini dikarenakan, perubahan tersebut bukan satu-satunya karena dari hasil pertaniannya, tetapi karena mereka memiliki mata pencaharian lain, seperti penggali sumur, buruh bangunan, 249 pembuat kerajinan, dan pedagang. Masyarakat Blawong Bantul Yogyakarta sejak dulu terkenal sebagai penggali sumur yang ahli. Aspek Kebenaran Empirik Etik Komunikasi Petani Aspek etis komunikasi yang dilakukan oleh petani ketika berkomunikasi baik antara sesame anggota kelompok tani maupun dengan pihak BMT haruslah dipenuhi. Suatu tindakan sosial adalah tindakan yang memiliki makna bagi yang melakukannya maupun bagi yang menyaksikannya. Suatu tindakan sosial bermakna tersebut dapat dikatakan juga sebagai suatu peristiwa komunikasi dan tindakan yang menunjukan suatu peristiwa komunikasi yang bisa juga disebut sebagai perilaku komunikasi. Perilaku komunikasi berlangsung dalam dua panggung besar, yaitu pertama terdiri dari sesama anggota kelompok tani atau dapat disebut “intra komunitas”. Kedua, yang terdiri dari BMT, PINBUK, Puskopsyah, Kementrian Pertanian dan Kementrian Koperasi atau yang dinamakan “ekstra komunitas”. Sebagai aktor, petani bermain dan memerankan lakonnya sebagai seseorang seperti apa yang dibayangkannya, proses ini disebut sebagai pengelolaan pesan. Apa yang dibayangkan dan dipikirkan petani untuk mengolah pesan ketika berkomunikasi dengan orang lain, terjadi di dalam “diri petani sendiri” atau disebut “komunikasi intrapersonal”. Komunikasi intrapersonal ini petani dapat menyadari (aware) terhadap dirinya sendiri, mengevaluasi (evaluate) dirinya sendiri maupun melakukan pengujian-pengujian (examination) atas perilaku dirinya di dalam pikirannya. Konteks interaksi simbolik, dia dapat berperan sebagai aku (I) yang subjektif, aktif, dan impulsif atau daku (Me) yang objektif dan pasif. Proses komunikasi selanjutnya terjadi ketika petani berhadapan dengan orang lain, baik di dalam intra komunitas maupun ekstra komunitas. Proses ini terjadi dalam konteks “komunikasi dialogis”. Pengelolaan kesan melalui komunikasi terbuka dan dialogis ini berlangsung secara verbal maupun nonverbal. Ketika komunikasi interpersonal ini terjadi baik di dalam intra dan ekstra komunitas mereka, simbol-simbol verbal yang mereka gunakan tidak dalam bentuk tertulis, melainkan lisan (komunikasi lisan) dengan menggunakan bahasa Jawa. Sedangkan dalam ekstra komunitas akan tampak pada proses mengajukan pembiayaan syariah untuk mendapatkan modal usaha pertanian. Proses komunikasi selanjutnya adalah kemampuan mendengar, yaitu kemampuan memahami apa yang dijelaskan oleh pihak BMT maupun 250 pelatihan yang dilakukan. Pihak BMT diusahakan menjadi fasilitator dalam proses komunikasi, setidaknya menjadi media yang membantu para petani dalam proses komunikasi ketika mendapatkan pembiayaan syariah sehingga dapat meningkatkan tarah hidupnya. Penggunaan simbol nonverbal terlihat pada isyarat bahasa tubuh, penampilan dan ekspresi wajah. Pengelolaan pesan menggunakan simbol nonverbal terjadi untuk memberikan kesan seperti apa yang diharapkannya kepada BMT. Upaya untuk meyakinkan dengan memadukan penggunaan simbol verbal dan nonverbal dianggap petani akan memberikan impresi yang lebih meyakinkan ketimbang hanya salah satu saja. Upaya ini terjadi melalui upaya peningkatan “kompetensi komunikasi”. Namun kenyataan yang terjadi, tidak selamanya kompetensi komunikasi yang menurut mereka bisa memberikan impresi kepada orang lain dapat diterima. Adakalanya cara yang tidak biasa atau tidak sesuai dengan hati nurani akan ditolaknya. Misalnya dengan memanipulasi kata-kata atau nonverbal (dengan berbohong). Keberhasilan mendapatkan pembiayaan syariah untuk modal usaha pertanian bagi petani bukan hanya terbatas pada dukungan, solidaritas dan mendapatkan keuntungan panen yang berhasil dan berlimpah, akan tetapi mencapai kesejahteraan hidup. Namun kesejahteraan hidup tidak akan terwujud apabila tidak dilakukan strategi oleh BMT untuk bisa berubah kearah yang lebih baik. Strategi itu berupa pelatihan-pelatihan berupa : pelatihan mental, teknis, manajerial dan keuangan serta dilakukan pendampingan agar tidak melenceng dari tujuan semula. Kesejahteraan hidup ini sangatlah kompleks, bukan hanya pada jumlah dan keberhasilan panen atau perubahan taraf hidup, akan tetapi pada pengakuan dan penghargaan keberadaan diri mereka yang manusiawi (human being). Pada petani di wilayah Ciamis, pola komunikasi yang terjadi hampir sama dengan pola komunikasi di wilayah Bantul. Perbedaannya adalah pada pendekatan yang dilakukan setelah petani mendapatkan pembiayaan syariah. Pendekatan yang dilakukan oleh BMT Miftahussalam adalah tidak melepaskan para petani dan kelompok petani mengolah pembiayaan yang telah mereka berikan kepada petani. Pendekatan itu berupa pelatihan-pelatihan bagi para petani, yaitu: pelatihan mental, teknis, manajerial dan keuangan serta dilakukan pendampingan terus meneru agar tidak melenceng dari tujuan semula. Pelatihan ini dilakukan dua minggu sekali, setiap minggunya pihak BMT akan mengontrol dan mengawasi para petani sehingga segala persoalan akan dapat segera diketahui dan cepat pula teratasi. Tujuannya adalah agar para petani 251 mengelola pembiayaan yang diberikan dan dapat menghasilkan hasil pertanian yang diinginkan, yaitu hasil yang unggul dan dapat merubah taraf hidup petani. Apabila taraf hidup petani tersebut berubah maka kesejahteraan petani juga akan terwujud. Kesejahteraan hidup yang dimaksud disini adalah kompleks. Hal ini bukan hanya pada jumlah dan keberhasilan panen atau perubahan taraf hidup, akan tetapi pada pengakuan dan penghargaan keberadaan diri mereka yang manusiawi (human being). Kebenaran empirik transendental Tindakan sosial komunikasi seorang petani sangatlah rumit dan kompleks. Kesadaran terhadap pengalaman-pengalaman intersubjektif ketika berinteraksi dengan kelompok taninya dan terutama dengan BMT memberikan skema pengetahuan bagi dirinya. Skema ini seolah-olah menjadi peta atau resep yang menentukan dalam pengambilan tindakan-tindakan trust komunikasi yang dilakukannya dalam mendapatkan pembiayaan modal dari BMT. Pengalaman-pengalaman yang pernah dialami para petani ini menggoreskan pemaknaan tersendiri seperti yang tercermin dalam karakter identitas diri mereka masing-masing. Pemaknaan atas pengalaman-pengalaman tersebut juga mengarahkannya ketika memutuskan untuk melakukan usaha pertaniannya dengan mendapatkan pembiayaan modal bagi usaha pertaniannya tersebut. Prosesnya tidak hanya sampai disitu, pemaknaan atas pengalaman ini menggoreskan kebijakan prinsip tersendiri baginya ketika melakukan usaha pertaniannya termasuk mendapatkan pembiayaan modal dari BMT. Pemikiran George Herbert Mead dan Herbert Blumer dapat mengantar pemikiran Alfred Schutz ke dalam khasanah interaksi simbolik dengan cara yang lebih membumi. Mead dan Blumer memahami tindakan-tindakan sosial manusia itu dari sifat interaksi sebagai suatu kegiatan sosial dinamis manusia yang melibatkan pertukaran simbol bermakna. Pertukaran ini tidak lain merupakan proses komunikasi yang menghasilkan konteks tatanan sosial tertentu. Komunikasi yang dilakukan para petani di Ciamis dan Bantul ini merupakan suatu rangkaian mekanismen respon aksi reaksi terhadap simbol-simbol bermakna yang dipertukarkan dengan orang-orang disekitarnya. Tindakan trust komunikasi yang dilakukan petani ini terjadi berdasarkan pemaknaannya terhadap simbol-simbol yang dipertukarkan dalam proses komunikasi tersebut. Simbol-simbol yang dipertukarkan ini juga membentuk dan dibentuk oleh 252 konsep dirinya. Makna simbol-simbol ini relatif sifatnya dan terjadi sebagai hasil interaksinya dengan lingkungan sosialnya. Berdasarkan hasil penelitian, tidak semua petani memahami apa dan bagaimana proses operasional pembiayaan syariah bahkan nama-nama produknya seperti mudharabah, musyarakah dan murabahah. Petani hanya memahami bahwa dengan berinteraksi dengan BMT maka pasti dijamin kehalalannya. Petani memahami bahwa BMT sudah sesuai dengan syariah, tidak ada riba maka halal hukumnya. Komunikasi yang dilakukan para petani melalui cara yang unik. Masing-masing informan mempunyai cara dan alasan sendiri-sendiri. Kesadaran para petani terhadap berbagai pengalaman subjektifnya yang bersifat sosio historis berpengaruh pada bagaimana mengkomunikasikan “trust communication”. Apa yang menurutnya terbaik dalam usaha pertaniannya hampir selalu dilakukan dengan pertimbangan pada kemajuan dan perubahan taraf hidup keluarganya. Pertimbangan ini mengacu pada bagaimana mereka mengarahkan lingkup kendali perhatian mereka sendiri terhadap dunia sosial sekitarnya. Pertukaran simbol yang dilakukan baik antara petani dengan kelompok taninya maupun dengan BMT melahirkan suatu tatanan sosial yang berlaku dan ditaati oleh setiap anggota masyarakatnya. Peter Berger dan Thomas Luckman yang juga diwarnai oleh hasil pemikiranpemikiran pendahulunya seperti Weber dan Schutz dapat menjelaskan bagaimana konteks tatanan sosial ini terbentuk. Penelitian ini menelaah dan menganalisa pesan verbal dan non verbal yang diutarakan para petani ketika berkomunikasi baik dengan kelompok tani dan BMT. Penelitian ini melihat petani berusaha menjaga agar pesan diterima dengan baik sesuai dengan kemauannya dan tidak menimbulkan kesalah pahaman bahkan pesan tersebut menjadi pesan yang dapat dipercaya (trust communication). Para informan petani menyampaikan pesan dengan jelas dan tegas. Selain itu ada juga yang mengkonstruksikan pesan komunikasinya dengan menggunakan bahasa daerah (Sunda dan Jawa) agar lebih dekat dan familiar sehingga kepercayaan lebih cepat terbangun. Pesan-pesan non verbal juga dibangun dari penggunaan alat saprodi, penampilan dan gerak tubuh, dan lain-lain. Menurut Berger dan Luckman, realitas terbentuk secara sosial. Kehidupan sehari-hari manusia menampilkan sebagai kenyataan yang ditafsirkan oleh manusia dan mempunyai makna subjektif bagi manusia itu sendiri. Suatu fenomena di definisikan sebagai sesuatu yang diakui 253 keberadaannya (being) dan tidak tergantung kepada kehendak sendiri. Asumsi ini dipicu oleh adanya pemahaman dialektika antara diri (the self) dengan dunia sosio kultural. Dialektika ini berlangsung dalam suatu proses yang simultan yaitu eksternalisasi (penyesuaian diri dengan sosio kultural sebagai produk manusia), objektivasi (intekasi social dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan atau mengalami proses institusionalisasi), dan internalisasi (individu mengidentifikasikan diri dengan lembaga-lembaga social atau organisasi social tempat individu menjadi anggotanya). Uraian teoritik ini mampu memberikan arahan dan menjelaskan keunikan petani sebagai manusia social secara teoritis. Petani juga melakukan kegiatan objektivasi, eksternalisasi dan internalisasi yang berlangsung terus menerus sejak ia menjalani sosialisasi primer masa kanak-kanaknya hingga sosialisasi sekunder ketika beranjak dewasa. Kegiatan itu terjadi di sepanjang perjalanan kehidupannya hingga saat ini. Sepanjang kehidupan yang dilaluinya itu, ia berhadapan dengan konstruksi realitas sosial yang dibangunnya bersama manusia lain. Keadaan yang sama juga ketika petani melakukan usaha pertaniannya dan membutuhkan modal, petani berinteraksi dengan BMT untuk mendapatkan pembiayaan modal usaha pertanian dengan sistem syariah. Petani merupakan bentukan atau produk dari konstruksi realitas sosialnya, sementara dirinya pun membentuk dan mengkonstruksi sendiri komunikasi yang dapat dipercaya untuk mendapatkan pembiayaan modal dari BMT. Masing-masing petani melakukan penyesuaian diri dengan dunia sosiokultural sebagai produk manusia. Petani terus menerus berinteraksi dan membiasakan dirinya pada apa yang dikatakan “seharusnya” dalam lingkungan dunia sosialnya. Kesadaran subjektif petani mengarahkannya untuk melakukan berbagai tindakan sosial yang memang diakui sebagai “benar” oleh dunia sosialnya. Lebih lanjut petani menginternalisasikan atau mengidentifikasikan dirinya sendiri ke dalam dunia sosial tersebut. Petani mengimplementasikan dan menjadikannya bagian dari dirinya sendiri. Ketika berinteraksi dengan kelompok tani dan BMT, petani juga melakukan tahap eksternalisasi, dimana ia berusaha untuk mewujudkan penyesuaian dirinya dengan konstruksi dunia sosial sekitarnya. Stereotipe atau anggapan bahwa berhubungan dengan bank sangat sulit birokrasinya dan kompleks dalam pengurusannya membuat para petani pada awalnya tidak mau berhubungan dengan bank, apalagi kalau bank itu bank konvensional. Petani menganggap kalau 254 berhubungan dengan bank konvensional maka tidak jelas halal dan haramnya. Maka mereka berusaha untuk menyesuaikan dirinya berinteraksi dengan lembaga keuangan yang operasionalnya dengan sistem syariah, yaitu dengan BMT. Sebagai penganut Islam yang taat, para petani percaya atas apa yang ditetapkan oleh Allah dalam AlQur’an. Salah satu faktor utama yang menyebabkan besarnya kesenjangan pendapatan antara si miskin dan kaya adalah karena pertama, ketiadaan mekanisme distribusi kekayaan yang mencerminkan prinsip keadilan dan keseimbangan, sehingga kekayaan terkonsentrasi di tangan segelintir kelompok. (Hafidhuddin, 2008). Padahal Allah SWT sangat menentang perputaran harta di tangan kelompok elit masyarakat saja sebagaimana yang dinyatakan-Nya dalam QS Al-Hasyr :7 : “…….supaya harta itu jangan hanya diantara orangorang kaya saja diantara kamu….” Landasan filosofis yang kedua adalah kebebasan. Kebebasan ini mengandung pengertian bahwa manusia bebas melakukan aktivitas ekonomi selama tidak ada ketentuan Allah dan RasulNya yang melarangnya. Kaidah pokok dalam muamalah adalah “hukum asal segala sesuatu itu adalah mubah (boleh), kecuali ada dalil yang mengharamkannya”. Berdasarkan kaidah ini para ahli hukum Islam bersama para pakar serta praktisi lembaga keuangan syariah dapat melakukan ijtihad untuk menghasilkan produk-produk lembaga keuangan syariah sesuai dengan tuntutan dan perkembangan serta kebutuhan zaman (Hafidhuddin, 2008). Landasan yang ketiga adalah amanah dan pertanggungjawaban. Amanah adalah konsep yang sangat fundamental, bahkan dikatakan bahwa amanah is the soul of religion (amanah adalah ruhnya agama). Sistem ekonomi syariah dapat berjalan dengan baik jika seluruh pemangku kepentingan (Stakeholder) ekonomi syariah memiliki sikap dan perilaku amanah. Amanah ini merupakan faktor penentu datangnya rezeki dari Allah SWT. Hadist Rasulullah SWA bersabda : “Amanah itu akan mendatangkan rezeki dan khianat itu mendatangkan kefakiran”. Hadist tersebut mengisyaratkan bahwa amanah memiliki korelasi positif dengan kesejahteraan, dan perilaku khianat memiliki korelasi positif dengan kemiskinan. Sedangkan pertanggungjawaban memiliki arti bahwa segala aktivitas manusia akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah SWT. Rasulullah SAW menyatakan bahwa diantara pertanyaan yang akan diajukan oleh Allah SWT pada hari akhir nanti adalah cara memperoleh harta dan cara memanfaatkannya. Rasulullah SAW bersabda : “Tidaklah mantap kedua kaki seseorang pada 255 hari kiamat nanti, sehingga ditanya tentang empat hal : usianya untuk apa dihabiskan, ilmunya untuk apa dipergunakan, hartanya darimana didapatkan dan untuk apa dipergunakan, dan jasmaninya untuk apa dipergunakan (Hafidhuddin, 2008). Landasan keempat adalah at-ta’awwun (saling tolong menolong) dan at-takaful (saling menanggung beban). Hal tersebut tercermin dari filosofi profit and loss sharing, yaitu berbagi keuntungan dan kerugian yang menjadi inti transaksi dalam kegiatan ekonomi syariah. Allah SWT berfirman dalam QS Al-Maidah : 2 : “……. Tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketakwaan dan janganlah kalian tolong menolong dalam dosa dan permusuhan…..” Salah satu bagian ekonomi syariah yang sangat pesat perkembangannya adalah keuangan syariah. Fungsi lembaga keuangan syariah pada dasarnya adalah menjadi intermediator antara unit surplus dalam perekonomian, yaitu unit (perorangan atau institusi) yang memiliki kelebihan dana, dengan unit defisit dalam perekonomian, yaitu unit (perorangan atau institusi) yang membutuhkan pendanaan. Selain itu petani tidak ingin berhubungan dengan lembaga keuangan konvensional karena adanya larangan riba. Hal ini yang menentukan adanya dalil halal dan haram ketika berhubungan dengan lembaga keuangan konvensional. Para petani lebih senang berhubungan dan berinteraksi dengan BMT yang operasionalnya di pedesaan. Larangan riba yang terdapat dalam Al Qur’an tidak diturunkan sekaligus melainkan dalam empat tahap (dalam Antonio, 2001:48-50 dan Hafidhuddin, 2008: 32-45) : Tahap pertama, menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada zahir-nya seolah-olah menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu perbuatan mendekati atau taqarrub kepada Allah SWT dalam QS. Ar-Rum : 39. Pada tahap ini Allah SWT juga membandingkan antara riba dengan zakat. Riba meskipun seolah-olah bertambah di sisi manusia, namun tidak bertambah di sisi Allah. Sementara zakat, meskipun seolah-olah berkurang di sisi manusia, namun sesungguhnya bertambah di sisi Allah. Tahap Kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk. Allah SWT mengancam akan memberi balasan yang keras kepada orang Yahudi yang memakan riba. Hal ini digambarkan dalam QS An-Nisa : 161. Tahap Ketiga, diturunkannya QS Al Imran : 130, bahwa Allah SWT mengharamkan manusia untuk memakan harta riba yang berlipat ganda. Perspektif hukum Islam, menjelaskan pengharaman semacam ini disebut haram al juz’i (baru sebagian yang 256 diharamkan, terutama yang paling rusak). Ayat ini turun pada tahun ke-3 Hijriah. Secara umum, ayat ini harus dipahami bahwa kriteria berlipat ganda bukanlah merupakan syarat dari terjadinya riba (jikalau bunga berlipat ganda maka riba, tetapi jikalau kecil bukan riba), tetapi ini merupakan sifat umum dari praktik pembungaan uang pada saat itu. Tahap keempat, Allah SWT dengan jelas dan tegas mengharamkan apa pun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman. Ayat terakhir yang menyangkut larangan riba, yaitu QS. Al-Baqarah : 278-279. Orang-orang yang beriman diperintahkan untuk meninggalkan segala bentuk riba, meskipun kecil persentasenya. Allah SWT dan Rasulullah SAW mengajak berperang kepada siapa saja yang masih menggunakan instrumen riba dalam kegiatan ekonomi, artinya pintu keberkahan dan keberuntungan ditutup oleh Allah SWT. Diturunkannya ayat ini, maka status haramnya riba adalah bersifat final. Perspektif Fiqih Islam, menyatakan haramnya bunga karena termasuk riba, bersifat mujma’alaih (disepakati oleh seluruh mazhab fiqih). Secara garis besar, riba dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing adalah riba utang piutang dan riba jual beli. Kelompok pertama terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyyah. Adapun kelompok kedua, riba jual beli terbagi menjadi riba fadhl dan riba nasi’ah (Antonio, 2001:41; dan Karim, 2004:36-38). Riba Qardh adalah suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang. Riba Jahiliyyah adalah utang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan. Riba Fadhl adalah pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis ribawi. Riba Nasi’ah adalah penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang di pertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian. Pada tahap internalisasi ini, petani menyadari bahwa pengalaman telah mengajarkannya bahwa berhubungan dengan lembaga keuangan konvensional akan berhadapan dengan riba, dan riba hukumnya haram. Bila hukumnya haram maka akan mendapatkan dosa. Apabila petani dilingkupi dengan dosa maka kehidupannya menjadi tidak nyaman. Berdasarkan telaah dan pembahasan hasil penelitian dapatlah diketahui bahwa ketika membicarakan bagaimana fenomena mendapatkan pembiayaan modal syariah usaha pertanian 257 yang dilakukan oleh petani, sebenarnya bukanlah membicarakan masalah benar atau salah. Akan tetapi bila keadaan ini dapat terjadi tentu dunia akan menjadi nyaman bila kita mengetahui mengapa fenomena itu terjadi. Fenomena konstruksi modal sosial BMT ini lebih cenderung pada masalah kepantasan, apakah pantas petani mendapatkan pembiayaan modal sedangkan usaha pertanian ini memiliki resiko yang tinggi. Masalah konstruksi modal sosial BMT pada petani merupakan masalah sosial yang berkenaan dengan konteks kehidupan manusia, bukanlah berhadapan dengan sesuatu yang pasti sebagaimana dibicarakan dalam konteks ilmu alam. Pada suatu konteks sosial, untuk menilai suatu tindakan manusia tidak mungkin terlepas dari konteks dimana tindakan itu dilakukan. Manusia memiliki kehendak yang berlainan sehingga sulit untuk diprediksi sebagaimana keadaan alam. Bila awan kelabu maka mendung sudah dipastikan akan turun hujan. Akan tetapi bila wajah manusia mendung, belum tentu akan turun air mata, bisa saja justru menimbulkan kemarahan atau justru membuatnya menyendiri atau lebih parah lagi dapat mengarah kepada bunuh diri. Maksudnya adalah apabila mempersoalkan konstruksi modal sosial BMT pada petani, merupakan sesuatu yang tidak mungkin melepaskannya dari konteks yang menaunginya. Berdasarkan konteks itulah bisa memberikan penilaian, memaknai ataupun mengambil pelajaran darinya. Bila telah memahami mengapa terjadi, setidaknya dapat membuat berbagai pihak tenang dari prasangka yang tidak menyenangkan dan memulai untuk mencari solusi yang terbaik. Konteks berkenaan dengan situasi yang unik. Antara konteks satu dengan yang lainnya belum tentu sama. sesuatu yang diperjanjikan atau dikonsensuskan bersama belum tentu sama antara suatu konteks dengan konteks lainnya. Kiranya merupakan sesuatu yang sulit bila setiap konteks digeneralisasi dan diberikan pembenaran karena masing-masing mempunyai ciri tersendiri, dan memiliki argumentasi atas makna masing-masing. Sesuatu yang diperoleh dari hasil penelitian ini tidak untuk dijustifikasi. Meskipun demikian, hasil penelitian ini dapat menjadi gambaran bagaimana dunia petani dan BMT yang melakukan tindakan-tindakan komunikasi dalam mengkonstruksikan modal sosial BMT. Bila gambaran ini dipahami, tentunya dapat menjadi salah satu pertimbangan untuk menentukan langkah-langkah apa yang terbaik dilakukan. 258 Sintesis Hasil Penelitian Secara umum berdasarkan analisa data-data temuan hasil penelitian di lapangan dan interpretasi atas makna-makna berdasarkan perspektif subjektif, dapat disimpulkan bahwa komunikasi dalam pengembangan konstruksi modal sosial BMT di kalangan petani memiliki keterkaitan dengan kesadaran subyektif mereka memaknai pengalaman kehidupan sosio historis yang pernah dilaluinya bersama-sama dengan orang lain. Hasil penelitian ini menjawab pertanyaan penelitian di Bab I, menunjukan bahwa petani yang mendapatkan pembiayaan syariah dari BMT memiliki kekhasan tersendiri yang dapat diidentifikasi dari sudut pandang subjektif tindakan komunikasi pengembangan konstruksi modal social perbankan syariah seperti yang diuraikan di bawah ini : Konstruksi realitas sosial yang dibangun oleh petani di Kabupaten Ciamis dan Bantul adalah sebagai berikut : Pengalaman hidup yang pernah dilalui oleh petani pada masa lalu dan saat ini, menentukan ruang lingkup mereka memandang kebutuhan akan modal didapat dari pembiayaan syariah di BMT. Etos kerja yang berciri resiprokal ini masih memerankan dasar moral penting bagi komunitas setempat baik di Ciamis maupun di Bantul dalam menanggapi dan menerangkan keperluan dan masalah hidup di alam dunia ini, terutama mendapatkan modal pembiayaan syariah dari BMT. Setidaknya ada tiga motif yang berhasil dikenali, yaitu motif ekonomi (modal), motif Spiritual, dan motif sosial. Ketiga motif ini yang paling sering muncul. Seorang petani sangat bergantung pada modal yang ia miliki, karena tanpa modal petani tidak dapat berbuat banyak. Hasrat untuk berusaha sangat tinggi untuk merubah taraf hidup menuju kesejahteraan keluarganya. Motif kedua adalah spiritual. Sesuai dengan agama yang dianutnya yaitu Islam dan kebanyakan petani di Bantul yang sangat moderat dalam menjalankan agamanya, sementara BMT Miftahussalam di Ciamis berdiri di bawah yayasan pesantren Miftahussalam. Motif ketiga adalah sosial. Para petani ini selalu berinteraksi dengan kelompok taninya. Tujuan individu dan kelompok tani adalah sama yaitu memajukan keluarga dan kelompoknya. Mereka berusaha saling berbagi informasi demi kemajuan bersama. Konsep diri yang dimiliki petani baik di Kabupaten Ciamis maupun Kabupaten Bantul adalah pencerminan dari modal manusia sebagai petani syariah. Petani syariah ini memiliki konsep diri atau memiliki karakteristik sebagai petani yang terbuka, amanah dan tawadhu, tabligh, saling 259 menolong, takut pada riba yang sifatnya haram dan menepati janji serta petani yang sehat jiwa dan raganya. Petani di Kabupaten Ciamis dan Bantul mengelola proses komunikasi petani ketika berinteraksi dengan BMT maupun dengan anggota kelompok taninya di lingkungan tempat tinggalnya ternyata tidak ditemukan perbedaan penggunaan bahasa verbal diantara proses komunikasi tersebut. Mereka bisa menggunakan bahasa Indonesia ataupun bahasa Sunda dan bahasa Jawa. Beberapa symbol nonverbal yang dikelola oleh petani dalam memberikan kesan kepada BMT baik di Ciamis maupun di Bantul dibagi kedalam kelompok : isyarat dan gerakan tubuh, penampilan, ekspresi wajah. Kebanyakan informan ketika berkomunikasi dengan sesama anggota kelompok tani ataupun dengan BMT adalah sambil menggenggam kedua tangan, dan menggerak-gerakan tangan untuk menjelaskan sesuatu sangatlah bersemangat sehingga perlu penegasan dengan menggerak-gerakan kedua tangannya karena mengikuti verbalnya. Secara verbal mereka mengekspresikan melalui pembicaraan secara langsung dengan pihak BMT atau secara tidak langsung melalui kelompok tani. Secara non verbal mereka mengekspresikan melalui perilaku sehari-hari sebagai pekerja keras. Tindakan komunikasi yang dilakukan petani selalu menciptakan komunikasi terbuka, bersedia mendengarkan, mempersuasi dan mengutamakan dialog (komunikasi dialogis). Jika dilihat dari prestasi, BMT Miftahussalam bahkan mendapatkan penghargaan Ketahanan Pangan dari Gubernur Jawa Barat berkat usahanya memberikan pembiayaan dan pembinaan kepada petani nasabahnya. Hal ini memperlihatkan bahwa dengan adanya kesadaran petani sebagai anggota kelompok tani serta kelompok taninya itu sendiri memulai dengan mendirikan BMT dan mendapatkan pembiayaan. Setelah petani mendapatkan pembiayaan, petani diberikan pelatihan dan pendampingan berupa teknis, mental dan manajemen. Setelah petani mengambil keputusan untuk mengelola pembiayaan modal syariah dalam usaha pertaniannya dan menjalankan pertanian dan pelatihan yang didapat maka taraf kehidupannya bisa berubah menuju yang dicita-citakan, yaitu hidup sejahtera. Modal sosial menfokuskan pada jaringan, yaitu hubungan antar individu, saling percaya dan norma yang mengatur jaringan kerjasama, baik dalam kelompok tani dan BMT. Petani yang mengajukan pembiayaan modal ke BMT maka terjadi interaksi, jaringan komunikasi dan informasi antar individu terutama adanya peran pemimpin dalam kelompok taninya maka dengan 260 sendirinya akan melakukan kerjasama dengan pihak lain (BMT) melalui hubungan sosial dan jaringan informasi. Proses komunikasi yang dialogis ini ditentukan oleh kemampuan modal manusia yang dalam hal ini adalah konsep diri petani dan kompetensi komunikasinya. Hal ini sebagai proses mental dalam pengambilan keputusan untuk mengajukan, mendapatkan serta mengelola pembiayaan syariah di BMT. Pada konsep modal manusia (human capital) yang meliputi konsep diri petani, memandang manusia sebagai individu yang otonom. Kemampuan leadership di kedua BMT tersebut adalah kepemimpinan kharisma. Perbedaannya adalah : di BMT Miftahussalam, kabupaten Ciamis, petani sebagai modal manusia yang mendapatkan pembiayaan syariah diberikan pendampingan dan pelatihan dibidang mental, teknis dan manajemen, sehingga petani menjadi lebih maju dan sejahtera. Kemampuan komunikasi dan kerjasama adalah dua kompetensi pada individu yang akan berpotensi dalam membangun jaringan informasi secara kolektif. Modal manusia yang tinggi dalam kegiatan usaha tani akan meningkatkan interaksi, komunikasi dan jaringan kerjasama sehingga dapat mempengaruhi modal sosial. Sebaliknya, modal sosial yang kuat akan memperkuat modal manusia sehingga keduanya mempunyai hubungan timbal balik. Sumber informasi utama bagi petani adalah sesama petani, pemimpinnya dan/atau kelompok tani, tetangga kebun/sawah, tetangga rumah, petani berhasil, kios sarana produksi, tokoh masyarakat, PINBUK, BMT, Puskopsyah, dinas pertanian, dinas koperasi dan sumber lain yang diyakini petani memiliki informasi yang dapat dipercaya. Komunikasi interpersonal yang paling dominan digunakan petani dalam melakukan komunikasi dan mengakses informasi yang dibutuhkan. Modal struktural pada model etnis Sunda terdiri dari inovasi terhadap pengolahan lahan, seperti: padi, jagung, coklat, perikanan, sapi, kambing. Inovasi juga dibidang pemasaran baik secara offline maupun online. Proses operasional yang dilakukan dengan proses syariah. Organisasi yang awalnya adalah organisasi dari pesantren akhirnya berkembang menjadi organisasi menengah. Modal struktural pada model etnis Jawa terdiri dari inovasi baik produk dan pemasarannya belum dilakukan inovasi. Proses operasional BMT berdasarkan syariah. Organisasinya masih kecil, yaitu berupa koperasi kecil. Modal kepemimpinan di model etnis Sunda berdasarkan filosofi sunda terdiri dari Nyantri : memiliki modal siritual karena besar dan hidup dilingkungan pesantren. Nyakola, 261 pemimpin yang ada berlatarbelakang pendidikan tinggi dan berpengalaman. Nyunda, pemimpin yang ada memiliki sifat-sifat sebagai orang sunda, seperti low profil (rendah hati), penyemangat, dan amenyatu dengan masyarakatnya sehingga selalu mendengarkan aspirasi masyarakatnya. Modal kepemimpinan pada model etnis Jawa mengikuti filosofi Jawa, yaitu tanah : teguh pendirian, api : disegani, angin : Merakyat maksudnya mendengarkan aspirasi, air : tenang, angkasa : bijaksana, bulan : penyemangat, matahari : pemberi energi, bintang : menjadi teladan di masyarakatnya. Petani sebagai aktor kehidupan berinteraksi dengan BMT. Interaksi ini melibatkan komunikasi dialogis dan konvergen. Komunikasi ini menggunakan komunikasi yang dapat dipercaya (trust communication). Ketika petani sebagai anggota kelompok tani didasari oleh motif sosial-nya maka petani akan mendapatkan dukungan dan solidaritas dari sesama anggota kelompok tani. Petani sebagai mahluk religi didasari oleh motif agama, karena itu petani akan mengutamakan pelaksanaan BMT dengan mematuhi ketentuan syariah (syariah compliancenya). Petani sebagai nasabah dari BMT didasari oleh motif ekonomi. mendasari petani agar mendapatkan pembiayaan syariah dari BMT. Ketiga hal tersebut Ketika petani sudah mendapatkan pembiayaan syariah, maka pihak BMT harus melakukan pendampingan dan memberikan pelatihan kepada para nasabah petani yang mendapatkan pembiayaan tersebut. Pelatihan dan pendampingan tersebut berupa : mental, teknis dan manajemen. Apabila hal ini dilakukan maka akan terjadi perubahan dalam diri petani sebagai individu. Perubahan ini akan terwujud apabila ia melakukan tindakan komunikasi. Tindakan komunikasi ini terutama berupa komunikasi interpersonal melalui komunikasi verbal dan nonverbal yang mengutamakan kompetensi komunikasi. Tindakan komunikasi yang kompeten ini akan mempengaruhi perubahan sosial. Perubahan sosial yang meningkat akan mempengaruhi kesejahteraan hidup masyarakat yang meningkat pula. Hal ini dilakukan oleh BMT di wilayah suburban area sehingga kesejahteraan yang dicapai menjadi maksimal. BMT di wilayah rural area, yang tidak melakukan pelatihan dan pendampingan sehingga kesejahteraan yang didapat tidak maksimal Petani yang mengajukan pembiayaan modal ke BMT maka terjadi interaksi, jaringan komunikasi dan informasi antar individu terutama adanya peran pemimpin dalam kelompok taninya maka dengan sendirinya akan melakukan kerjasama dengan pihak lain (BMT) melalui hubungan sosial dan jaringan informasi. Proses komunikasi ini ditentukan oleh kemampuan 262 modal manusia yang dalam hal ini adalah konsep diri petani dan kompetensi komunikasinya, hal ini sebagai proses mental dalam pengambilan keputusan untuk mengajukan dan mendapatkan pembiayaan syariah di BMT. Pada konsep modal manusia (human capital) yang meliputi konsep diri petani, memandang manusia sebagai individu yang otonom. Kemampuan komunikasi dan kerjasama adalah dua kompetensi pada individu yang akan berpotensi dalam membangun jaringan informasi secara kolektif. Modal manusia yang tinggi dalam kegiatan usaha tani akan meningkatkan interaksi, komunikasi dan jaringan kerjasama sehingga dapat mempengaruhi modal sosial. Sebaliknya, modal sosial yang kuat akan memperkuat modal manusia sehingga keduanya mempunyai hubungan timbal balik. Analisis perbedaan keduanya dapat dilihat pada tabel 7.2. Tabel 7.2. Proses Komunikasi, Makna Simbolik dan Kompetensi Komunikasi antara Petani dan BMT No. URAIAN CIAMIS BANTUL ANALISIS 1 Proses Menggunakan ï‚· Bahasa Sunda ï‚· Bahasa Jawa Komunikasi bahasa penutur. ï‚· Mencari Empati ï‚· Mencari Empati Di Ciamis ï‚· mengucapkan ï‚· Sudah saling diseleksi oleh Alhamdulillah atau mengenal kelompok taniterimakasih atau nuhun. ï‚· Penyeleksian oleh nya sedangkan BMT ï‚· Informan yang menerima di Bantul pembiayaan modal usaha ï‚· Komunikasi karena saling pertanian diwajibkan ikut terbuka, mengenal jadi pelatihan. mendengarkan, diseleksi oleh persuasi, dialogis ï‚· Kriteria seleksi oleh BMT kelompok tani ï‚· Pesan yang digunakan secara ï‚· Komunikasi terbuka, mendengarkan, persuasi, verbal dan non fasilitator, dialogis verbal: qaulan sadida, qaulan ï‚· Pesan yang digunakan baligha, qaulan secara verbal dan non karima, qaulan verbal: qaulan sadida, layina, qaulan qaulan baligha, qaulan ma’rufa, qaulan karima, qaulan layina, maysura qaulan ma’rufa, qaulan maysura 263 Lanjutan No. URAIAN 2 Kompetensi Komunikasi 3 Makna Simbolik CIAMIS Cara mendapatkan kepercayaan dari BMT, yaitu : (1) Membuktikan dirinya petani yang bekerja keras dan pantang menyerah dan dapat berempati terhadap petani lainnya atau sesama anggota kelompok tani demi kemajuan kelompok taninya. (2) Petani harus dapat membuktikan bahwa ia terbuka terhadap segala masukan dan informasi yang diberikan. (3) Petani juga mau mengikuti petunjuk dari BMT, misalnya menjadi petani jagung, maka petani akan mengikuti pelatihan pengelolaan menanam jagung sehingga menjadi petani jagung yang kompeten. (4) Dapat mempertanggung jawabkannya dengan jujur membayarkan bagi hasilnya kepada BMT. BANTUL proses kompetensi komunikasi berkaitan langsung dengan keberhasilan mendapatkan pembiayaan usaha pertaniannya. Pengelolaan komunikasi petani berinteraksi dengan BMT menyebabkan berhasil meningkatkan taraf hidup pribadinya. Hal ini juga berarti taraf hidup kelompok petani menjadi meningkat juga. Berhasilnya petani secara perorang maka berimplikasi kepada keberhasilan kelompok tani-nya juga. Petani sejahtera maka kelompok tani-nya juga sejahtera. ANALISIS Petani kompeten dalam berkomunikasi dapat dilihat dari keberhasilannya mendapatkan pembiayaan syariah dan mengalami perubahan taraf hidupnya. Sambil menggenggam kedua tangan, dan menggerakgerakan tangan, kalau berbicara dan menjelaskan sesuatu sangatlah bersemangat sehingga perlu penegasan dengan menggerak-gerakan kedua tangannya karena mengikuti verbalnya. Sering bersidakep atau menyilangkan tangannya di dada, menunjukan kewibawaannya kepada lawan berbicaranya. Seringkali meremasremas ataupun menggenggam kedua tangannya karena agak gugup jika berbicara. Sama 264 Ikhtisar Proses komunikasi petani ketika berinteraksi dengan BMT maupun dengan anggota kelompok taninya di lingkungan tempat tinggalnya ternyata tidak ditemukan perbedaan penggunaan bahasa verbal diantara proses komunikasi tersebut. Mereka bisa menggunakan bahasa Indonesia ataupun bahasa Sunda dan bahasa Jawa. Proses komunikasi yang terjadi adalah komunikasi terbuka, mendengarkan, membujuk/persuasi, fasilitator dan komunikasi dialogis. Beberapa simbol nonverbal yang dikelola oleh petani dalam memberikan kesan kepada BMT baik di Ciamis maupun di Bantul dibagi kedalam kelompok : isyarat dan gerakan tubuh, penampilan, ekspresi wajah. Kebanyakan informan ketika berkomunikasi dengan sesama anggota kelompok tani ataupun dengan BMT adalah sambil menggenggam kedua tangan, dan menggerak-gerakan tangan untuk menjelaskan sesuatu sangatlah bersemangat sehingga perlu penegasan dengan menggerak-gerakan kedua tangannya karena mengikuti verbalnya. Gerakan tubuh yang biasanya terlihat adalah berjalan dengan cepat dan sigap, bekerja dengan cepat dan lebih banyak diam. Sesekali menyeka keringat karena bekerja dibawah teriknya sinar matahari. Para informan umumnya memiliki saung di tengah sawah atau ladangnya. Saung ini digunakan untuk beristirahat makan siang ataupun shalat. Petani biasanya menggunakan busana seadanya, tidak rapih seperti orang kantoran. Menggunakan kaos dan celana panjang atau celana ¾ dengan menggunakan topi caping untuk menutupi wajahnya dari sengatan matahari dan membawa pacul (cangkul). Sebagai aktor kehidupan, petani dapat mengekspresikan sikap hidupnya melalui tindakan peminjaman modal di BMT dengan penuh pertimbangan. Mereka dapat menciptakan nilai sosial tersendiri, misalnya : mereka dapat mengekspresikan peranannya sebagai aktor di dunia panggung depan (front stage) ketika berhadapan dengan pihak BMT. Mereka juga dapat memerankan dunia panggung belakang (back stage), ketika mereka bersama kelompok taninya. Komunikasi verbal maupun non verbal, petani menampilkan sebuah drama atau cerita di hadapan orang lain. Mereka sengaja menampilkan diri seperti yang mereka kehendaki. Apa yang ditampilkan atau dipresentasikan yang ditunjukan oleh petani melalui penampilan dan perilakunya. Secara verbal mereka mengekspresikan melalui pembicaraan secara langsung dengan pihak BMT atau secara tidak langsung melalui kelompok tani. Secara non verbal mereka mengekspresikan melalui perilaku sehari-hari sebagai pekerja keras. 265 Pada petani di wilayah Bantul pola komunikasi yang dilakukan walaupun berupa komunikasi dialogis dan adanya diskusi tetapi bentuknya hanyalah tatap muka, bukan dalam bentuk pelatihan atau pendampingan. Strategi yang disarankan agar setelah petani mendapatkan pembiayaan syariah maka diberikan pelatihan (mental, teknis, manajerial dan keuangan) serta pendampingan secara terus menerus. Hal ini seperti yang dilakukan oleh BMT Miftahussalam yang berada di wilayah Ciamis. 266 BAB VIII MODAL SOSIAL BAITUL MAAL WATTAMWIL (BMT) BMT dalam Pembangunan Pertanian di pedesaan adalah bagian integral dunia usaha yang merupakan kegiatan ekonomi rakyat yang mempunyai kedudukan, potensi, dan peran yang strategis untuk mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang berdasarkan demokrasi ekonomi. Kelangsungan suatu kegiatan usaha perlu didukung oleh permodalan dan sumber daya manusia yang memadai. Usaha pertanian pada prakteknya seringkali kesulitan dalam mendapatkan sumber pendanaan, satu dan lain hal karena suku bunga pinjaman yang tinggi dan berdasarkan analisis kredit khususnya terkait dengan jaminan “dianggap” tidak memenuhi. Sektor lembaga keuangan syariah yang mengemban misi bisnis (tijarah), sekaligus misi sosial (tabarru) sudah seyogyanya mampu memberikan kontribusi bagi pengembangan sektor usaha pertanian dimaksud. Kepentingan usaha pertanian suatu BMT secara cermat mengetahui kebutuhan nyata yang ada pada usaha pertanian yang bersangkutan. Hal ini penting karena karakteristik produk pembiayaan yang ada pada lembaga keuangan syariah bervariasi dan masing-masing hanya menjawab pada kebutuhan tertentu. Adapun beberapa motif dan kebutuhan yang ada pada nasabah debitur yang dalam hal ini adalah usaha pertanian dan produk BMT yang sesuai dapat dikategorikan antara lain sebagai berikut: Pertama, usaha pertanian yang membutuhkan adanya barang modal sebagai sarana dalam proses usaha. Menyikapi adanya hal ini pihak BMT dapat memberikan pembiayaan berdasarkan akad jual beli, khususnya pembiayaan murabahah. Murabahah adalah jual beli barang sebesar harga pokok barang ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati. Kedua, usaha pertanian dalam tahap pendirian yang membutuhkan modal kerja dan usaha pertanian yang membutuhkan tambahan modal untuk kepentingan ekspansi usaha. Menyikapi adanya hal ini pihak lembaga keuangan syariah dapat memberikan pembiayaan berdasarkan akad bagi hasil berupa pembiayaan mudharabah atau pembiayaan musyarakah. Mudharabah diartikan sebagai penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing) antara kedua 267 belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya. Adapun musyarakah adalah penanaman dana dari pemilik dana/modal untuk mencampurkan dana/modal mereka pada suatu usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya, sedangkan kerugian ditanggung semua pemilik dana/modal berdasarkan bagian dana/modal masing-masing. Ketiga, usaha pertanian yang sedang mengalami kesulitan keuangan, bahkan mungkin harus segera mendapatkan dana segar untuk memenuhi kewajibankewajibannya (liability) kepada pihak ketiga. Lembaga keuangan syariah ketika menemukan usaha pertanian yang seperti ini adalah tepat ketika memberikan pembiayaan yang bersifat pinjaman tanpa bunga atau yang dikenal dengan pembiayaan qardh atau pembiayaan qardh alhasan. Pasal 1 angka 11 PBI No. 7/46/PBI/2005, qardh diartikan sebagai pinjam-meminjam dana tanpa imbalan dengan kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu. Pembiayaan qardh ini hanya diberikan dalam keadaan darurat (emergency), atau dapat juga diberikan bagi UKM pada awal pendiriannya, akan tetapi mempunyai reputasi yang bagus dalam arti kejujuran pengelolanya. Konsep Islam yang dioperasionalkan di tingkat desa melalui kegiatan BMT pengelolaan dana sosial (ZIS) ini akan memberikan dampak pada kehidupan sosial ekonomi komunitas. Bagian lain dari BMT adalah Baitul Tamwil (bagian pembiayaan). Konsep baitul tamwil pembiayaan dilakukan dengan konsep syariah (bagi hasil). Konsep bagi hasil untuk sebagian besar rakyat Indonesia merupakan konsep ‘lama’ dan sudah menjadi bagian dari proses pertukaran aktivitas ekonomi terutama di perdesaan. Kelebihan konsep bagi hasil ini adalah adanya profit and loss sharing (bagi hasil/rugi) jika dana yang diserahkan ke pengelola BMT digunakan untuk investasi ekonomi. Konsep ini menyebabkan kedua pihak (pengelola BMT dan peminjam saling melakukan kontrol). Dan pengelola dituntut untuk menghasilkan profit bagi penabung dan pemodal. Hubungannya mengatasi masalah kemiskinan, BMT memiliki kelebihan konsep pinjaman kebijakan (qardhul hasan) yang diambil dari dana sosial. Adanya model pinjaman ini maka BMT tidak memiliki resiko kerugian dari kredit macet yang dialokasikan untuk masyarakat paling miskin. Sesuai dengan konsep pemberdayaan maka aktivitas sosial (non profit oriented) seperti pengorganisasian dan penguatan kelompok di tingkat komunitas (jamaah) menjadi langkah awal sebelum masuk pada aktivitas yang mendatangkan profit (seperti pinjaman/pembiayaan). 268 Dua keutamaan inilah yang membuat BMT menjadi sebuah institusi yang paling cocok dalam mengatasi permasalahan kemiskinan yang dialami sebagian besar rakyat Indonesia (terutama di daerah perdesaan) dewasa ini. Dua sisi pengelolaan dana (Baitul Maal dan Baitul Tamwil) ini seharusnya berjalan seiring, jika salah satu tidak ada maka konsep tersebut menjadi pincang dan menjadi tidak optimal dalam pencapaian tujuan-tujuanya. Sesungguhnya, ajaran Islam sangat memperhatikan masalah pertanian. Rasulullah saw telah membuat pengecualian dalam hal larangan forward transaction kepada sektor pertanian. Pengecualian inilah yang dalam terminologi fiqh disebut dengan bai' as salam. Bai' as salam adalah jual beli yang dilakukan, di mana penjual (muslam ilaih) setuju untuk mensuplai sejumlah barang dengan kualitas dan karakteristik tertentu (muslam fiih) pada tanggal tertentu di masa yang akan datang kepada pembeli (rabbus salam). Sementara pembeli membayar harga jual secara penuh (ra'sul maal) saat terjadi transaksi. Biasanya harga yang disepakati lebih rendah dari harga pasar. Hal tersebut dimaksudkan agar kepentingan pembeli tidak terabaikan. Tujuan Rasulullah saw membolehkan adanya transaksi semacam ini adalah agar petani dapat terpenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan modal untuk berproduksi, maupun kebutuhan untuk kehidupan keluarganya sehari-hari. Setelah munculnya larangan untuk meminjam uang dengan riba, maka petani otomatis tidak dapat mengambil pinjaman tersebut padahal mereka sangat membutuhkannya. Rasulullah saw memperbolehkan untuk menjual produknya di muka, tentu saja dengan sejumlah persyaratan. Kabupaten Ciamis dan Bantul Baik di Kabupaten Ciamis dan Bantuk membentuk jaringan dan penguatan BMT yang ada sebagai bagian dari kegiatan PINBUK Kota/Kabupaten. Pentahapan yang dilakukan bisa seperti berikut: Tahap Pertama dengan mengembangkan kantor kas BMT. Seperti di Bantul sebagai pengembangan dari koperasi petani (koptan), di Ciamis pengembangan dari koperasi pesantren. Selanjutnya mengembangkan BMT Unit Desa menjadi BMT Desa (sudah menjadi milik komunitas ditandai dengan besaran tabungan yang dihimpun dari anggota atau non anggota). Kaitannya dengan pengembangan ekonomi daerah dan lembaga keuangan mikro (seperti BMT) maka hal yang paling penting adalah investasi pada bidang modal manusia. Pentingnya modal manusia ini disebabkan pada dasarnya hampir semua kegagalan dalam konsep 269 pembangunan disebabkan mismanajemen dan korupsi. Hal ini menunjukkan betapa rendahnya kualitas SDM Indonesia terutama kualitas spiritualnya. BMT Al Barokah selalu memberikan pelatihan-pelatihan melalui kelompok tani-nya sebulan sekali. BMT Miftahussalam memberikan pelatihan penguatan modal manusianya dalam dua minggu sekali ketika melakukan pertemuan kelompok tani. Kemampuan kewirausahaan secara individu (berkaitan dengan kemampuan menciptakan, mereplikasi atau inovasi teknologi) yang masih merupakan bagian dari modal manusia dan jejaring (modal sosial) diatasi dengan pelatihan-pelatihan baik yang dilakukan oleh BMT-nya maupun kelompok tani-nya. Adanya investasi di bidang SDM (human capital) ini diharapkan pembangunan wilayah dapat bertumpu pada kemampuan sumberdaya lokal. Peranan jama’ah sangat diharapkan dalam penciptaan kondisi yang lebih baik untuk kondisi ummat/generasi yang akan datang. Pembentukan Modal Sosial BMT Perekonomian di desa tergantung pada sumber daya yang ada di desa itu. Sebagian besar wilayah pedesaan di Indonesia merupakan wilayah agraris maka perekonomian desa di dominasi oleh sektor pertanian. Pekerjaan bertani juga didukung oleh budaya, adat istiadat dan tradisi penduduk pedesaan yang sudah berlangsung secara turun menurun yang menjadikan bertani sebagai sumber penghasilan utamanya. Sektor lain seperti industri dan jasa biasanya sebagai pelengkap dari sektor pertanian. Salah satu lembaga pembiayaan yang dapat menjadi solusi permodalan petani adalah Baitul Maal Wat Tamwil (BMT). Sebagai lembaga pembiayaan (Baitut Tamwil), BMT berfungsi melakukan kegiatan simpan pinjam dan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi. BMT secara umum sama dengan lembaga keuangan mikro lainnya, yaitu menyediakan pembiayaan usaha mikro dengan prosedur ringan dan persyaratan yang mudah dan beroperasi di wilayah lokal (society local institution). Sumber dana BMT selain dari anggota sendiri juga bisa berasal dari kalangan perbankan syariah lewat program kemitraan (linkage program), bisa juga dari PT. Permodalan Nasional Madani (PNM). BMT sebagai baitut tamwil fungsinya memberikan pembiayaan yang berbasis syariah, artinya pembiayaan tanpa bunga. Apalagi sejatinya sistem bunga tidak pas diterapkan pada 270 sektor pertanian, karena petani pada waktu-waktu tertentu harus membayar cicilan meski belum panen. Kandungan nilai spiritual dalam tubuh BMT juga berperan sebagai kontrol pembiayaan yang cukup efektif. Sehingga dapat mengurangi moral hazard dan meminimalisasi resiko pembiayaan macet. Proses pembentukan BMT dimulai dengan : Pertama, BMT dibangun dengan swadaya masyarakat. Pendirian BMT dimulai dengan semangat masyarakat untuk membangun lembaga ekonomi yang dapat membantu sesama mereka yang lebih lemah secara ekonomi dan menyelamatkan mereka dari jerat rentenir. Para tokoh masyarakat berkumpul dan diberikan penjelasan dari YINBUK/PINBUK mengenai cara kerja BMT yang mirip dengan kerja bank syariah. Lalu dengan kesadaran sendiri, mereka mengumpulkan modal demi memenuhi persyaratan modal yang ditentukan. Kedua, profesionalisme. Umumnya BMT dikelola dengan berkiblat kepada bank syariah yang bersifat profesional. Pegawainya digaji dan dibayar sesuai dengan standar yang berlaku. Ketiga, Ketika BMT mengembangkan produknya, bisa lebih bebas dari bank. Maksudnya tidak dibatasi aturan ketat tentang kecukupan modal. Keempat, small is beautiful. Lembaga yang kecil ini bisa menembus segala sudut dan lapisan masyarakat dan ruang yang ada di sektor publik. BMT tidak memerlukan prosedur berliku dalam melayani masyarakat. Para pegawai dan pengurus BMT dilatih dalam sebuah pelatihan yang tidak lebih dari 5-6 hari kerja. Setelah mendapatkan pelatihan, lalu mereka magang selama seminggu di BMT yang sudah berjalan baik secara operasionalnya. Apabila dianggap telah siap maka diterjunkan langsung di BMT-nya sendiri. Pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki diperoleh hanya dari internal experience. Umumnya alokasi dana pelatihan untuk para pegawai dan pengurus BMT sangat minim. Para karyawan jarang dikirim untuk pelatihan dan pendidikan. Apabila diberikan pelatihan keluar, maka biaya yang ditanggung dua kali lipat, yaitu biaya pendidikan/pelatihan dan biaya yang muncul akibat tidak bekerjanya karyawan sehingga karyawan lain harus lembur. Padahal pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh untuk meningkatkan keuntungan belum tentu diperoleh secara langsung. Sumber daya manusia (SDM) di BMT sama seperti di bank syariah. SDM tersebut memerlukan dua dimensi yang harus dikuasai secara seiring dan sejalan. Pertama, pengetahuan tentang syariah muamalah dan kedua, ekonomi dan keuangan secara praktis. 271 Menurut konsep modal sosial dimana kesadaran dan kemauan masyarakat dipandang sebagai perilaku/aksi kolektif masyarakat, maka terdapat tiga modal social yang harus dipenuhi bagi pengembangan hubungan antara BMT dengan masyarakat, yaitu kepercayaan dasar, institusi/kelembagaan dan networking/jejaring. Lebih dari sekedar image, kepercayaan dasar sangat terkait dengan nilai (value) dan kepercayaan (belief) yang ada di masyarakat terhadap BMT. Kata kunci nilai-nilai dari BMT adalah syariah, halal dan berkah harus menjadi kunci atau tagline untuk menciptakan altruism (dalam membela dan berjuang demi keselamatan dunia dan akhirat). Sikap altruism muncul maka strategi lain menjadi pelengkap yang semakin memantapkan. Nilai dan kepercayaan tetap terjaga dan sikap altruism masyarakat bisa terlaksana dan berkesinambungan, maka modal sosial institusi dan jejaring harus pula dipenuhi dan responsif dengan perkembangan di masyarakat. Pengembangan modal sosial institusi inilah yang umumnya banyak dikaji dan dikembangkan baik dalam perspektif sales, marketing dan customer service. Prosedur pembiayaan harus disepakati tidak terdapat hal-hal yang bertentangan dengan ketentuan Syariah. Syarat-syarat yang ditetapkan oleh pihak BMT dalam permohonan pembiayaan masih dalam batas yang dibolehkan oleh Syariah. BMT melakukan survey ke nasabah merupakan langkah berjaga-jaga untuk menghindari kelalaian nasabah, sekaligus salah satu bentuk dan wujud tanggungjawab terhadap amanah yang diberikan para penabung di BMT. Supaya pihak penabung dan pihak BMT tidak dirugikan karena kelalaian nasabah yang tidak bertanggungjawab. Ini sesuai dengan firman Allah SWT: "Allah memerintahkan kamu untuk menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (memerintahkan kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia, lakukan secara adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat." Al Quran Surah al-Nisa' (4): 58 Selanjutnya BMT melakukan rapat penentuan pembiayaan dalam prosedur pembiayaan yaitu forum musyawarah untuk memutuskan baik permohonan pembiayaan diluluskan atau tidak. Keputusan yang diambil dalam forum musyawarah yang melibatkan banyak pihak pengurus BMT akan menghasilkan keputusan yang lebih bisa menjadi pegangan dan dapat dipertanggungjawabkan. BMT membuat kesepakatan dengan nasabah (termasuk di dalamnya negosiasi tentang margin keuntungan dan bagi hasil, model pembayaran angsuran, pengikatan 272 jaminan dan sebagainya) menunjukkan bahwa akad pembiayaan antara pihak BMT dan nasabah pembiayaan dilaksanakan berasaskan kesepakatan dan keridaan antara kedua belah pihak ('an taradin minkum). Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT Surah Al-Nisa' (4): 29, yaitu: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. BMT membacakan akad pembiayaan yang dihadiri saksi dari kedua belah pihak mengukuhkan asumsi bahwa akad pembiayaan yang dibuat antara BMT dan nasabah pembiayaan merupakan hasil kesepakatan dan keridaan dari kedua belah pihak. Tindakan ini menunjukkan sikap hati-hati BMT terhadap uang simpanan anggota yang merupakan amanah bagi BMT untuk menginvestasikan secara halal dan menguntungkan. Hal ini akan memberikan kesadaran bagi pihak nasabah pembiayaan untuk menepati akad yang disepakati, terutama dalam pembayaran angsuran, karena disaksikan oleh para saksi yang membolehkan nasabah didakwa di pengadilan jika ia lalai atau mungkir janji. Tindakan pihak BMT ini sesuai dengan firman Allah SWT: "Dan hendaklah persaksikanlah (akad mu'amalah secara hutang itu) dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di antaramu. Jika tidak ada dua orang lelaki, maka harus satu orang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya". QS al-Baqarah: 282. Pihak BMT melakukan kunjungan ke petani, memberikan pembinaan dalam memanaj keuntungan usaha dengan membaginya untuk membayar angsuran maupun untuk kepentingan tabungan supaya pengusaha dapat menikmati keuntungan pada masa depan dengan meningkatnya aset. Hal ini akan mempererat hubungan antara pihak BMT dan petani, karena model hubungan antara keduanya bukanlah sekedar hubungan si piutang dan si berhutang dengan batas yang telah ditetapkan undang-undang, tetapi berasaskan nilai-nilai ukhuwwah islamiyyah yang bersifat alamiah. BMT melakukan pembinaan kepada petani yang mendapatkan pembiayaan, pihak BMT bisa mendapatkan keuntungan yang diperuntukkan kepadanya jika petani membayar angsurannya tepat waktu. Kunjungan ini juga menjadikan pihak BMT dapat mengetahui sebab sebenarnya keterlambatan nasabah membayar angsurannya (jika terlambat bayar angsuran), seperti keadaan keadaan gagal panen atau musibah gempa bumi. BMT bisa 273 memberikan toleransi yang sewajarnya terkait keterlambatan angsuran. Ini sesuai dengan firman Allah SWT: "Dan jika ia (orang yang berhutang itu) masih dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai ia kelapangan/berkemudahan". Surah al-Baqarah (2): 280 BMT juga melakukan dokumentasi pada setiap pembiayaan karena data tersebut dapat digunakan untuk melakukan pengawasan dan pembinaan petani. Ini sesuai dengan perintah Allah SWT: "Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bermu'amalah tidak secara tunai (secara hutang) untuk masa yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya (mencatatkannya). Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar". Surah al-Baqarah: 282. Kegiatan pencatatan dan dokumentasi ini menjadikan aktivitas hutang piutang menjadi semakin mudah dipertanggungjawabkan danmudahmengingatnya. Semakin lengkap pencatatan manajemen pembiayaan semakin baik, karena semakin memudahkan untuk menunaikan amanah dan mempertanggungjawabkannya. Prosedur pembiayaan di BMT meliputi kegiatan menjalin ikatan lebih lama dengan silaturahmi ke kediaman nasabah dan penawaran pembiayaan baru. Pada tahap ini sangat penting karena hubungan antara BMT dan nasabah pembiayaan bukanlah sekedar hubungan si piutang dan si berhutang dengan batas yang telah ditetapkan undang-undang, tetapi berasaskan nilai-nilai ukhuwwah islamiyyah yang bersifat alamiah. Di samping itu, BMT juga sangat berkepentingan untuk melaksanakan hal ini karena perlu mempunyai banyak nasabah yang mempunyai loyalitas tinggi, supaya bisa eksis di tengah masyarakat. Para nasabah pembiayaan yang mempunyai prestasi baik, pihak BMT dapat menawarkan pembiayaan lagi, karena dari sinilah sebenarnya pihak BMT bisa memperoleh pendapatan yang menguntungkan. Penentuan margin keuntungan dan bagi hasil dalam kontrak pembiayaan di BMT ditentukan dengan cara negosiasi antara pihak BMT dan nasabah. Cara penentuan margin keuntungan seperti ini telah memenuhi syarat-syarat akad pembiayaan. Cara seperti yang diamalkan BMT ini menyerupai dengan cara Rasulullah SAW melakukan perniagaan. BMT dalam menentukan harga jual, seperti Rasulullah SAW secara detail menjelaskan berapa harga belinya, berapa biaya yang telah dikeluarkan untuk setiap komoditas dan berapa keuntungan wajar yang diinginkan. Cara seperti yang dilakukan oleh Rasulullah SAW ini merupakan salah satu cara yang sangat tepat dalam menentukan harga jual terhadap barang dengan akad murabahah (tidak boleh asimetris information). Metode penghitungan margin keuntungan yang 274 dipraktikkan pihak BMT adalah dengan cara menjumlahkan keseluruhan harga total, kemudian dibagi dalam berapa kali angsuran. Pada praktik akad murabahah oleh BMT, terlihat bahwa dalam hal penghitungan jumlah margin keuntungan senantiasa mempertimbangkan jangka waktu pembiayaan. Semakin lama jangka waktu pembiayaannya, maka semakin besarlah margin keuntungan yang diminta oleh pihak BMT. Fikih Islam mengeluarkan fatwa jika nasabah gagal membayar pada waktu yang telah disepakati maka pihak BMT tidak boleh mengenakan denda atau pembayaran lain atas kelewatan tersebut, karena hal ini sama saja dengan menerapkan konsep bunga terhadap angsuran tersebut. Kaitannya dengan kejadian kegagalan pembayaran oleh nasabah baik itu karena mangkir bayar atau penangguhan pembayaran yang memang terkadang terjadi di BMT. Sikap dan tindakan pihak manajemen BMT Miftahussalam maupun BMT Al Barokah adalah relatif sama, yaitu dengan pendekatan persuasif dan kekeluargaan. Sikap dan tindakan ini tentu sangat baik, humanis, manusiawi, dan islami, sesuai firman Allah dalam QS al-Syura (42): 38. Adanya toleransi waktu kelewatan selama sebulan pada setiap angsuran sebagaimana tersebut dalam surat akad pembiayaan di BMT menunjukkan sikap ihsan pihak manajemen BMT terhadap nasabah dan pemahaman yang meluas terhadap makna firman Allah SWT dalam QS al-Baqarah (2): 280. Akan tetapi jika terjadinya keingkaran dan penangguhan pembayaran angsuran ini disebabkan karena sikap lalai para nasabah untuk membayar angsuran tepat pada waktunya, tentu ini merupakan suatu bentuk kezaliman yang dilakukan oleh pihak nasabah terhadap pihak BMT. Sikap ini harus dihukum supaya yang bersangkutan tidak mengulangi tindakannya. Rasul SAW bersabda, artinya: "Penangguhan (melalaikan) pembayaran hutang (padahal ia mampu) merupakan suatu bentuk kezaliman yang bisa dikenakan hukuman dan dicemarkan nama baiknya (semacam diblacklist)". Tindakan pihak manajemen BMT yang mencoba menyelesaikan kasus kegagalan pembayaran dengan sistem kekeluargaan (di mana pihak BMT akan mencari solusi dengan mencari informasi dan kemungkinan-kemungkinan untuk menyelesaikan kewajiban nasabah dari sumber pendapatan nasabah itu sendiri) menunjukkan bahwa hubungan antara keduanya bukanlah sekedar hubungan si piutang dan si berhutang dengan batas yang telah ditetapkan undang-undang, tetapi berasaskan nilai-nilai ukhuwwah islamiyyah yang bersifat alamiah. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT: "Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu 275 mendapat rahmat." Terjemahan Surah al-Hujurat (49): 10 Kebijakan yang ditetapkan dua BMT ini pun tidak bertentangan dengan Syariah karena Allah berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akadmu" QS al-Maidah (5): 1 : Seseorang yang berjanji, harus memenuhi janjinya, sesuai firman Allah dalam QS al-Isra' (17): 34. Akad pembiayaan merupakan suatu bentuk perjanjian antara pihak BMT dan nasabah pembiayaan. Masing-masing pihak harus menunaikan janjinya masing-masing. Ayat-ayat alQuran tersebut di atas menjelaskan bahwa Allah SWT telah memerintahkan untuk memenuhi akad yang dibuat dan memenuhi janji yang telah disepakati, karena hal itu akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Pengkhianatan terhadap sesuatu kontrak adalah satu kesalahan yang bisa didakwa. Penunaian suatu perjanjian merupakan kewajiban penting dalam Islam. BMT di Ciamis dan Bantul Petani di kedua daerah baik di Ciamis dan Bantul sama-sama mendirikan BMT atas kesadaran untuk memudahkan mendapatkan modal pertanian dan terhindar dari jerat hutang rentenir. Para petani memulai komunikasi dengan BMT melalui kelompok tani-nya. Petani sebagai aktor kehidupan memiliki konsep diri sebagai pekerja keras dan pantang menyerah dengan keadaan alam yang berkaitan dengan usaha taninya. Petani berusaha tetap menjaga kelestarian alam, khususnya tanah yang mereka garap demi kelangsungan usaha pertaniannya. Sebagai aktor kehidupan, para petani berkomunikasi dengan sesama petani melalui kelompok tani-nya. Para informan petani berusaha untuk memajukan usaha pertaniannya, yaitu dengan mengatasi permasalahan permodalan. Petani memiliki kesadaran bahwa dengan memiliki modal, sehingga akan bisa mengoptimalkan usaha pertaniannya demi mendapatkan hasil panen yang baik dan optimal. Para petani mengkomunikasikan permasalahan permodalan tersebut dalam kelompok taninya, dan menghasilkan solusi dengan mengajukan pembiayaan kepada BMT. Proses pengajuan pembiayaan tersebut dilakukan melalui proses komunikasi/tindakan komunikasi baik sesama anggota kelompok tani maupun dengan BMT. Proses komunikasi tersebut dilakukan baik secara verbal maupun non verbal. Apabila petani memiliki kompetensi komunikasi yang baik, maka BMT yang juga diawasi oleh PINBUK akan mempertimbangkan dan menyeleksi apakah akan memberikan pembiayaan atau tidak. Apabila kelompok taninya 276 sudah memberikan rekomendasi atau dukungan mengenai karakter dan bentuk usaha pertaniannya, maka BMT akan memberikan pembiayaan syariah. Setelah petani mendapatkan pembiayaan, BMT Miftahussalam terus mendampingi dengan memberikan pelatihan-pelatihan kepada petani. Pelatihan-pelatihan yang dimaksud adalah pelatihan mental, pengelolaan lahan pertanian (teknis), dan pengelolaan keuangan (manajemen) dan pemasaran. Sehingga, selain petani memiliki kemampuan dibidang pengelolaan pertanian juga mahir dalam mengelola keuangan yang didapat dari hasil panennya dan mentalnya juga kuat dengan kata lain hati para petani menjadi lebih kuat dan tawakal sesuai dengan syariah Islam. Para petani yang mendapatkan pembiayaan syariah dari BMT terlihat memiliki perubahan taraf hidupnya. Baik di Ciamis maupun di Bantul, para petani yang tergabung dalam kelompok tani tersebut taraf kehidupannya meningkat. Ada yang berubah dari tempat tinggalnya, bertambah lahan pertaniannya, bertambah jumlah ternaknya (sapi dan kambing [Ciamis] atau ikannya[Bantul]), bahkan sampai tingkat pendidikan anak-anaknya yang mencapai perguruan tinggi (dominan di Ciamis). Jika dilihat dari prestasi, BMT Miftahussalam bahkan mendapatkan penghargaan Ketahanan Pangan dari Gubernur Jawa Barat berkat usahanya memberikan pembiayaan dan pembinaan kepada petani nasabahnya. Hal ini memperlihatkan bahwa dengan adanya kesadaran petani sebagai anggota kelompok tani serta kelompok taninya itu sendiri memulai dengan mendirikan BMT dan mendapatkan pembiayaan sehingga taraf kehidupannya berubah menuju yang dicita-citakan, yaitu hidup sejahtera. Sumber Daya Manusia dan Kepemimpinan Modal sosial merupakan perwujudan dari masyarakat yang terdiri dari modal manusia yang memiliki keunikan tersendiri. Individu anggota masyarakat tersebut mengembangkan hubungan-hubungan dengan berinteraksi dan bertransaksi sosial sehingga membentuk struktur social. Mangkuprawira (2008) juga mengatakan mengenai pola komunikasi bahwa salah satu softskill penting adalah melakukan komunikasi antarpersona. Manusia yang pandai dalam melakukan komunikasi antarpersona dicirikan oleh kemampuannya dalam mengarahkan, memotivasi, dan bekerjasama secara efektif dengan orang lain. Selain itu memahami pemikiran orang lain dengan jelas. Semuanya berbasis pada kesadaran diri, jadi orang seperti itu, sebelum 277 mampu memahami orang lain, seharusnya mampu memahami dirinya, perasaannya, keyakinannya, nilai pribadinya, sikap, persepsi tentang lingkungan dan motivasi untuk memperoleh sesuatu yang patut dikerjakannya. Hal demikian membantunya untuk menerima kenyataan bahwa tiap orang adalah berbeda dalam hal ketrampilan dan kemampuan, keyakinan, nilai dan keinginannya. Modal intelektual yang dimaksud di sini adalah karakter manusia syariah dalam diri petani. Salah satu karakter petani adalah dengan melakukan knowledge sharing, berupa berbagi pengetahuan ketika diskusi dalam kelompok tani (BMT AL Barokah) maupun pada saat pelatihan dan pendampingan (BMT Miftahussalam). Karakter yang dimaksud di sini adalah Tabligh. Petani dalam kesehariannya selalu menerima dan memberikan informasi baik ketika berdiskusi maupun berbagi saat pelatihan-pelatihan. Tabligh artinya menyampaikan. Segala firman Allah yang ditujukan oleh manusia, disampaikan oleh Nabi. Tidak ada yang disembunyikan meski itu menyinggung Nabi. “Supaya Dia mengetahui, bahwa sesungguhnya rasul-rasul itu telah menyampaikan risalah-risalah Tuhannya, sedang (sebenarnya) ilmu-Nya meliputi apa yang ada pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu persatu.” [Al Jin 28]. Allah Swt berfirman : “Hai Rasul sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak meyampaikan amanat-Nya” [QS. Al Maidah : 67]. Seorang petani muslim, dari lisannya akan selalu keluar kata-kata yang baik dan terasa sejuk didengar, kalimatnya berisikan nasehat bila ada yang salah atau keliru dan penghargaan pada setiap hasil pekerjaan orang lain walaupun hasilnya tidak sepenuhnya sempurna, serta berani mengatakan yang benar walaupun terasa pahit untuk diterima, sehingga memberi nilai tabligh atau dakwah kepada lingkungannya dimanapun ia berada. Karakter intelektual juga dilihat dari keaktivannya dalam berorganisasi. Para informan petani berafiliasi dalam organisasi keislaman, yaitu Muhamadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU). Menurut Dawam Rahardjo (NurKholis, 2007) Organisasi massa Muhamadiyah adalah ormas yang terbuka dan cenderung reformis modernis dan kebanyakan terdapat di Yogyakarta. Individu yang berada dalam ormas Muhamadiyah ini juga memiliki sifat yang terbuka terhadap ide-ide baru. Kader-kader Muhamadiyah yang berada di Yogyakarta ini dengan terbuka dan mudah menerima kehadiran perbankan syariah serta dengan aktif melakukan promosi dan 278 beraktivitas dalam perbankan syariah diantaranya dengan mendirikan BMT-BMT. Hal ini seperti yang terjadi di Kabupaten Bantul Yogyakarta. Kader-kader Muhamadiyah inilah yang mendirikan BMT Al Barokah, begitupula dengan di Kabupaten Ciamis. Modal emosional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Amanah, yaitu konsep yang sangat fundamental, bahkan dikatakan bahwa amanah is the soul of religion (amanah adalah ruhnya agama). Sistem ekonomi syariah dapat berjalan dengan baik jika seluruh pemangku kepentingan (Stakeholder) ekonomi syariah memiliki sikap dan perilaku amanah. Amanah ini merupakan faktor penentu datangnya rezeki dari Allah SWT. Rasulullah SWA bersabda : “Amanah itu akan mendatangkan rezeki dan khianat itu mendatangkan kefakiran”. Hadist tersebut mengisyaratkan amanah memiliki korelasi positif dengan kesejahteraan, dan perilaku khianat memiliki korelasi positif dengan kemiskinan. Pertanggungjawaban memiliki arti bahwa segala aktivitas manusia akan dimintai pertranggungjawaban oleh Allah SWT. Rasulullah SAW menyatakan diantara pertanyaan yang akan diajukan oleh Allah SWT pada hari akhir nanti adalah cara memperoleh harta dan cara memanfaatkannya. Rasulullah SAW bersabda : “Tidaklah mantap kedua kaki seseorang pada hari kiamat nanti, sehingga ditanya tentang empat hal : usianya untuk apa dihabiskan, ilmunya untuk apa dipergunakan, hartanya darimana didapatkan dan untuk apa dipergunakan, dan jasmaninya untuk apa dipergunakan. Tawadhu atau rendah hati, karena mereka menyadari bahwa keberhasilan dalam menghasilkan kebun, mulai dari persiapan, menanam, memelihara, hingga panen, semuanya merupakan pertolongan Allah Swt. Senantiasa bersyukur kepada Allah atas segala karunia dan rahmat-Nya dengan cara mengakui dan menyadari bahwa setiap keberhasilan yang diperoleh berasal dari Allah Swt dan mengoptimalkan karunia dan rahmat-Nya untuk meningkatkan ketaatan kepada-Nya. Modal ketabahan dalam penelitian ini adalah at-ta’awwun (saling tolong menolong) dan at-takaful (saling menanggung beban). Hal tersebut tercermin dari filosofi profit and loss sharing, yaitu berbagi keuntungan dan kerugian yang menjadi inti transaksi dalam kegiatan ekonomi syariah. Allah SWT berfirman dalam QS Al-Maidah : 2 : “……. Tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketakwaan dan janganlah kalian tolong menolong dalam dosa dan permusuhan…..” Sabar menghadapi ujian dalam kehidupannya; dan Tawakal atas hasil dari 279 setiap aktivitas yang telah diusahakan secara maksimal dengan dilandasi keikhlasan dan disertai doa, karena ia yakin tidak ada sesuatupun yang dapat terjadi kecuali atas kehendak Allah Swt. Menepati janji, seperti yang diungkapkan dalam QS. Al Maidah:1 yaitu : “Wahai orangorang yang beriman, penuhilah akad-akadmu” Juga dalam QS. Al Isra:34, yaitu : “Seseorang yang berjanji, harus memenuhi janjinya”. Akad pembiayaan syariah merupakan suatu bentuk perjanjian antara pihak BMT dan nasabah pembiayaan. Masing-masing pihak harus memenuhi janjinya. Petani sebagai nasabah pembiayaan harus menepati janji untuk memenuhi pembayaran angsuran dari pinjaman modal pada BMT. Modal moral yang ditunjukan oleh petani dengan menjauhi larangan riba. Petani takut pada hal-hal yang haram. Petani tidak mau berhubungan dengan bank konvensional karena menganggap ada unsur riba dalam operasionalnya.Seperti dalam QS. Al-Baqarah : 278-279. Orang-orang yang beriman diperintahkan untuk meninggalkan segala bentuk riba, meskipun kecil persentasenya. Allah SWT dan Rasulullah SAW mengajak berperang kepada siapa saja yang masih menggunakan instrumen riba dalam kegiatan ekonomi, artinya pintu keberkahan dan keberuntungan ditutup oleh Allah SWT, status haramnya riba adalah bersifat final. Modal kesehatan adalah kesehatan raga yang dimiliki oleh para petani. Seperti yang diungkapkan dalam Al Quran Sesungguhnya kami menciptakan manusia dalam bentuk sebaikbaiknya. Nabi Muhammad Saw bersabda : Sesungguhnya aku (Muhammad) diutus untuk menyempurnakan ahlak, budi pekerti dan perilaku (HR Ahmad Baihaqi dan Hakim. Manusia yang memiliki kesehatan yang baik maka akan memiliki jiwa yang baik pula. Petani yang menjaga kesehatan tubuhnya akan dapat mengolah lahan pertanian dan peternakannya. Jika petani memiliki tubuh yang sehat maka mentalnya pun akan sehat pula. Modal manusia dan sosial yang memenuhi kriteria seperti tersebut di atas dimiliki melalui penerapan konsep dan teknik pendekatan pengembangan manusia yang tepat dan efektif. Komunikasi yang tepat merupakan salah satu unsur penting dalam pengembangan manusia mendukung perwujudan modal manusia dan sosial yang berkualitas. Manusia yang berkualitas memiliki potensi menjadi pemimpin dalam masyarakatnya. Menurut Max Weber (2007) seorang pemimpin memiliki sifat yang kharismatik. Pemimpin yang kharismatik melihat adanya hubungan kekuasaan yang sangat asimetris antara pemimpin dan yang dipimpin. Kharisma dapat melekat pada seseorang pemimpin sebagai akibat adanya persepsi rakyat bahwa 280 pemimpinnya itu mempunyai “suatu sifat dari suatu kepribadian yang berbeda dari orang biasa dan perlakukan seolah-olah diberkati dengan kekuatan-kekuatan gaib, melebihi manusia biasa, atau setidak-tidaknya dengan kekuatan-kekuatan atau kecakapan yang luar biasa”. Menurut ajaran Islam, kepemimpinan dalam jabatan tertentu adalah amanah, yang secara etimologis berarti jujur dan lurus. Amanah juga dapat disebut sebagai trust. Amanah atau trust adalah salah satu modal sosial (social capital) amat penting bagi terwujudnya kehidupan sosial. Modal sosial merupakan sumber daya yang dimiliki seseorang dan didayagunakan untuk kepentingan membangun jaringan sosial timbal balik yang menguntungkan dirinya maupun masyarakat. Modal sosial terkait dengan kemampuan individu untuk melakukan relasi-relasi sosial membawa pada kemajuan. Kemampuan individu tersebut adalah pemimpin yang kharismatik dan amanah (trust). Pemimpin harus meneladani sifat Nabi Muhammad, yaitu: (1) Sidiq, artinya harus dapat menjaga perkataan, sikap dan perilakunya, konsisten, obyektif, selaras dengan rasa keadilan; (2) Amanah, artinya mampu menjaga kepercayaan termasuk menepati janji; (3) Tablig, artinya menyampaikan segala sesuatu yang seharusnya kepada rakyat; (4) Fathonah, artinya memiliki kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual. Seorang pemimpin harus jujur dan konsisten terhadap perkataan dan perbuatannya. Amanah berarti pemimpin harus dapat menjaga kepercayaan yang telah diberikan masyarakat kepadanya. Tabligh berarti pemimpin memiliki modal intelektual selalu sharing pengetahuan dengan anggotanya. Fathonah berarti pemimpin memiliki kecedasan dan pengalaman dan agamis. Konsep diri petani syariah dijelaskan pada gambar 8.1. TERBUKA AMANAH TAWADHU KONSEP DIRI PETANI SYARIAH MENEPATI JANJI TAKUT HARAM RIBA TABLIGH SALING MENOLONG SEHAT JIWA DAN RAGA Gambar 8.1. Konsep Diri Petani Syariah 281 Kepemimpinan di Ciamis Kepemimpinan di Ciamis dapat dilihat dari orang-perorang yang memiliki sifat kepemimpinan sebagai petani yang mandiri. Petani mengerjakan dan mengolah lahan pertanian serta mengelola hasil keuangannya agar bisa maju dan mandiri. Masing-masing selalu memiliki keinginan untuk berubah dan maju dengan mengikuti segala kegiatan yang diadakan baik oleh kelompok tani maupun BMT. Kegiatan yang dilakukan oleh BMT bekerjasama dengan kelompok tani selalu diadakan dua minggu sekali. Karakter manusianya didasari pada modal manusia, yaitu modal intelektual, modal emosional, modal ketabahan, modal moral dan modal kesehatan. Masyarakat petani di Cijeunjing ini mayoritas berpendidikan akhir Sekolah Dasar (SD) dan SMP. Walaupun tingkat pendidikannya rendah namun mereka memiliki pengalaman di bidang pertanian. Usia petani mayoritas masih dalam usia produktif antara 31-70 tahun. Petani belajar pertanian secara turun temurun dari keluarga dan masyarakat lingkungannya. Jika dianalisa dari modal emosionalnya, karena budaya guyub dan rutinitas pertemuan kelompok tani yang selalu dilaksanakan maka kemampuan berinteraksi dengan orang lain sangatlah positif sehingga kemampuan mengendalikan emosi dan memahami emosi orang lain menjadi terlihat dengan baik. Umumnya para petani memiliki modal ketabahan. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana petani menghadapi dampak global warming. Cuaca yang berubah-ubah atau tidak menentunya datangnya hujan menyebabkan seringnya panen padi menjadi gagal. Petani mencoba tabah dan mencari solusi bersama kelompok taninya. Solusi yang diberikan baik oleh kelompok tani maupun BMT adalah dengan cara ganti tanam. Maksudnya : Pada musim penghujan mereka menanam padi, ketika musim kemarau mereka menanam jagung. Ada juga yang hanya menanam jagung, karena tanaman jagung tahan hujan dan panas. Hal ini menyebabkan panen selalu berhasil, dan petani menjadi untung. Analisa modal moral ini dapat dijelaskan bahwa keseluruhan petani di kabupaten Cijeunjing ini adalah beragam Islam. Walaupun petani menjalankan ibadah sebagai seorang muslim, namun BMT Miftahussalam tidak membiarkan menjalankan sendiri. BMT Miftahussalam juga memberikan pelatihan mental untuk memperdalam dan memperteguh petani dalam menjalankan syariah Islam., terutama mengenai tanggung jawabnya dalam mengembalikan hutang piutang, adanya haramnya riba dalam hutang piutang, dll. Sehingga petani akan merasa bertanggung jawab dan sama-sama memiliki BMT Miftahussalam, dengan 282 begitu petani akan selalu bertanggung jawab dalam mengembalikan pembiayaan dan memajukan BMT Miftahussalam. Berdasarkan observasi selama penelitian terlihat petani rajin mengerjakan sawah dan ladang jagungnya serta peternakannya. Hal ini terbukti bahwa petani memiliki modal kesehatan yang baik. Sementara bila dilihat dari Figur ketua kelompok tani ini terlihat memiliki kharisma. Selain beliau (US) sudah berumur (58 tahun) dan masih terus menjadi ketua kelompok tani. Hal ini karena anggota kelompok tani selalu memilihnya menjadi ketua karena sudah dianggap dituakan dalam masyarakat, berpengalaman, memiliki banyak jaringan dan banyak memiliki pengetahuan baik mengenai pertanian maupun agama. Hal ini terbukti karena beliau selalu berinovasi dalam bidang pertanian, merintis penanaman jagung di daerahnya sehingga berhasil bertahan karena tanaman jagung bertahan di cuaca hujan dan kemarau. US mengatakan : “Secara umum sebenarnya agak sulit merubah kebiasaan para anggota kelompok tani saya untuk ikut menanam jagung, sekitar 50-an orang. Setelah saya menanam jagung sejak tahun 1990-an sekitar 10 tahunan lebih, baru sedikit demi sedikit ikut menanam jagung. Itu juga karena melihat penen jagung yang saya hasilkan bagus-bagus terus.” Beliau aktif di bidang pertanian dan agama. US mengatakan : “sejak kecil saya sudah bertani, orang tua memang bertani. Sejak tahun 1970-an saya bertani, sudah punya pengalaman menanam bawang, nanam cabai, padi sampai jagung”. Hal ini juga terlihat dari mushola yang berdiri di hadapan rumahnya yang sering digunakan baik untuk beribadah maupun tempat berdiskusi para anggota kelompok tani. Ketua BMT Miftahussalam DDN sudah sejak tahun 1995 menjadi ketua BMT Miftahussalam. Dibawah kepemimpinannya BMT mengalami peningkatan. Peningkatan ini terlihat dari perkembangan laporan keuangan dan asset di bab IV, yaitu : nasabah yang tadinya berjumlah 1.179 orang di tahun 2006 meningkat menjadi 2.387 orang ditahun 2010. Jumlah asset di tahun 2006 sejumlah Rp. 591.465.378,48 meningkat menjadi Rp. 2.440.146.172,42. Ideide segarnya dalam memajukan penduduk Cijeunjing khususnya nasabah BMT Miftahussalam terlihat dari banyaknya pelatihan untuk mempersiapkan petani menjadi petani yang mandiri. Sehingga tidak mengherankan pada 26 Oktober 2009 dalam rangka memperingati Hari Pangan Sedunia tingkat Jawa Barat, gubernur Jawa Barat, Ahmad Heriawan, memberikan penghargaan kepada Yayasan Miftahussalam atas upaya dan peran sertanya membantu mengamankan pangan 283 masyarakat. Penghargaan ini merupakan motivator bagi BMT untuk senantiasa berbuat bagi masyarakat, penghargaan ini diterima oleh Bp. Dadan Apip Hamdan. Kepemimpian di Miftahussalam dikaitkan dengan filosofi kepemimpinan Sunda, dapat dianalisis sebagai berikut : Pertama, Nyantri, BMT ini berada di dalam pesantren maka pemimpin baik ketua kelompok tani maupun pimpinan BMT selalu tidak lepas dalam kegiatan pesantren dalam kehidupan sehari-harinya. Hal ini terlihat dari kegiatan peribadatan shalat lima waktu yang selalu berjamaah di mesjid pesantren, berbaur dan berjamaah dengan umat Islam/masyarakat di sekitar pesantren, terutama para anggota kelompok tani yang menjadi nasabah pembiayaan BMT. Modal Spiritual yang dimiliki para pemimpin dan anggota kelompok tani yang menjadi dasar mereka bertindak amanah dan bertanggung jawab. Amanah dalam melakukan tugas dan mengelola pembiayaan syariah dan bertanggung jawab terhadap hasil yang akan didapat. Kedua, Nyakola, Pimpinan BMT menempuh pendidikan S2 dibidang manajemen. Beliau selalu mengutamakan ide kreatif dan selalu berfikir untuk inovasi-inovasi bagi pengembangan BMT-nya. Ketiga, Nyunda, Pimpinan BMT setiap pagi dan sore selalu melakukan silaturahmi ke rumah atau ke sawah beberapa nasabah anggota kelompok taninya, walaupun sebenarnya sudah sering bertemu dan berbaur di mesjid. Berdasarkan modal intelektual, maka pemimpin ini selalu melakukan knowledge sharing dengan anggota kelompok taninya atau ketua BMT dengan para nasabah petani-nya baik yang terjadwal dua minggu sekali atau seringnya bersilaturahmi mendatangi rumah para anggotanya. Kepemimpinan US sebagai ketua kelompok tani dapat kita analisis dari unsur Nyantri, Sejak muda US aktif di organisasi Muhamadiyah dan membantu anak-anak di sekitarnya dengan membangun mushala dan sekolah madrasah di lingkungan rumahnya. Berdasarkan hal ini dapat dilihat dari ketokohannya bahwa kecerdasan spiritualnya sangat terasah sejak muda sampai sekarang. Petani ini sebagai ketua kelompok tani menjalankan secara amanah dengan memahami karakter anggota kelompoknya sehingga ia bisa memilih mana anggota yang dapat diberikan amanah. Pemimpin ini akan mempertanggung jawabkan pilihan dan kepengurusannya kepada anggota kelompok taninya dan BMT. Nyakola, Petani ini memang bukan lulusan S1, namun sudah memiliki pengalaman dari beberapa studi banding Negara-negara dan daerah lain ke daerah Cijeunjing Ciamis. Misalnya, dari Thailand dan Jakarta. Petani ini mengambil hikmah dan pelajaran dari beberapa pengalaman hidup terus sehingga sekarangpun beliau 284 memutuskan untuk menanam Jagung daripada Padi, karena Jagung bisa tahan di segala cuaca. Hal ini diputuskan secara logis dan diikuti oleh anggota kelompok tani-nya untuk menanam jagung. Nyunda, Sosok US sejak muda sudah aktif di organisasi kepemudaan dan Muhamadiyah sehingga beliau sudah berbaur dengan masyarakat dan sangat mengenal karakter masyarakat di sekitarnya. Beliau sangat low profil. Hal ini juga terlihat dari kepemimpinan beliau yang belum diganti-ganti sebagai ketua kelompok tani. Beliau sangat menyatu dengan masyarakatnya dan masyarakat segan dengan beliau. Kepemimpinan di Bantul Modal manusia di kabupaten Bantul terlihat dari tingkat pendidikan akhir petani umumnya tingkat sekolah dasar (SD) dan SMP dan sebagian besar pada usia produktif, yaitu antara 31-70 tahun. Walaupun tingkat pendidikannya rendah namun para petani memiliki pengalaman di bidang pertanian. Kelompok tani juga sebulan sekali melakukan pelatihan mengenai pertanian bagi anggota kelompok tani-nya. Namun BMT tidak pernah melakukan edukasi kepada para nasabahnya. Analisa dari sisi modal emosionalnya, masyarakat petani kabupaten Bantul ini memiliki kemampuan mengelola emosi dan memahami emosi orang lain. Walaupun interaksi diantara sesamanya masih kurang positif, namun interaksi dengan BMT masih terlihat tidak sepenuhnya berani berinteraksi dengan BMT, terkadang sungkan. Hal ini disebabkan hubungan yang kurang dekat dan kurang memiliki antara petani dengan BMT. Petani nasabah akan dating dengan senang hati ketika pertemuan Rapat Anggota Tahunan (RAT) karena ada hadiah atau doorprize-nya bukan karena kesadarannya sendiri. Modal ketabahan dapat dilihat dari sikap pasrah para petani dengan pengerjaan dan hasil sawahnya atau ternak-nya. Inovasi dari para petani tidak terlihat selama observasi. Petani hanya melaksanakan dan mengerjakan lahan sawah apa adanya dengan kondisi dan situasi apa adanya. Keseluruhan petani nasabah BMT Al Barokah ini beragama Islam. Petani menjalankan ibadah agamanya sesuai dengan pemahamannya terhadap Islam. Islam yang dipahami petani adalah Islam dalam aliran Muhamadiyah yang telah masuk ke daerah Bantul sejak tahun 1928. Sehingga seluruh petani menjalankan agama Islam dengan aliran Muhamadiyah ini yang juga mayoritas aliran di Daerah Istimewa Yogyakarta. Selama observasi di daerah penelitian ini para petani terlihat semangat dalam mengolah lahan pertanian dan peternakannya. Walaupun usia 285 petani ini ada yang tua, atau wanita, namun mereka tetap semangat dari pagi sudah mengurusi lahan pertanian dan peternakannya. Hal ini membuktikan bahwa petani memiliki modal kesehatan yang baik. Kepemimpinan di daerah ini terlihat dalam diri DJ (74th) yang sudah berkecimpung dalam pertanian sejak tahun 1970. Beliau mendirikan kelompok tani dan koperasi petani juga ditahun 1970-an walaupun belum berjalan dengan maksimal. Pada tahun 1999 bekerja sama dengan PINBUK DIY Yogyakarta mendirikan koperasi pertanian syariah yang akhirnya mendapatkan badan hukum sebagai BMT Al Barokah. Beliaulah yang berhasil mendirikan BMT al Barokah yang telah berjalan hingga kini. DJ telah menekuni bidang pertanian sejak lama karena itu beliau mahir dibidang pertanian. Hal ini terbukti dari banyaknya pelatihan-pelatihan yang dia lakukan bagi kelompok tani-nya, baik dilakukan secara individu maupun bekerjasama dengan dinas terkait (Dinas Pertanian dan Peternakan, PINBUK, Koperasi, dll). Beliau juga merintis kembali penanaman padi organik, yaitu menyatukan hasil peternakan dengan pertanian. Maksudnya, Beliau mengelola peternakan sapi dan kambing, kotorannya dibuat pupuk untuk menanami sawahnya. Sedangkan jerami hasil sawah diperuntukan pangan ternaknya. Walaupun dirinya sedikit kecewa dengan banyaknya anggota kelompok tani yang tidak mengikuti caranya, mereka lebih banyak yang memilih menggunakan pupuk kimia (urea) karena lebih mudah. Dj yang juga aktivis muhamadiyah dan dianggap sebagai tokoh di daerah DIY Yogyakarta sangat konsisten dalam menjalankan agamanya. Menurut Dj : “sejak tahun 1928 sudah masuk gerakan muhamadiyah dan dari pola fikir orang muhamadiyah diharapkan dengan adanya BMT akan bisa lebih diterima”. Beliau sejak lama berfikir mengenai larangan riba dan keinginan mendirikan koperasi yang operasionalnya tidak bertentangan dengan agama Islam. Karena itu ketika PINBUK menawarkan operasional syariah maka beliau langsung menyambut dan berdiskusi untuk mendirikan BMT yang membantu petani dalam hal permodalan. Permasalahannya adalah SDM yang mengelola BMT tersebut, karena beliau merasa sudah tua dan tidak bisa terus menerus mengelola BMT. Beliau berkeinginan hanya sekedar mengawasi operasional BMT tersebut agar selalu konsisten dalam menjalankan operasional secara syariah. Beliau menjelaskan : “Dalam rangka mencoba menerapkan system syariah di dalam pengelolaan koperasi ini maka kita bentuk system dengan pola BMT ini, konon untuk di Bantul ini yang pertama kali ada koperasi/BMT dengan usaha pertanian. Bahkan akhir tahun 2008, 286 Mbak SK (ketua BMT) ditugaskan oleh PINBUK harus sampai ke Jakarta sebagai perwakilan BMT dengan usaha pertanian untuk berkumpul bersama-sama hamper 600-an tokoh BMT bertemu dengan SBY. Sekarang ini, khusus di desa Blawong ini setiap Sabtu legi selapan hari mengadakan kumpul bareng kelompok-kelompok tani, biasanya jam 10.00-12.00 Wib. Pertemuan ini biasanya membicarakan mengenai masalah yang rutin dan mendesak, kalau tidak ada maka diisi oleh para penyuluh pertanian. Kumpul-kumpul ini selalu dipimpin oleh Dj selaku ketua kelompok tani. Kepemimpinan beliau ini jika dianalisa juga didasari oleh kepemimpinan kharisma. Hal ini didasari oleh kompetensi beliau baik dibidang pertanian maupun dibidang ekonomi syariah. Berdasarkan kompetensi dan pengalaman inilah, sampai sekarang masing ditunjuk menjadi ketua kelompok tani. Kepemimpinan BMT Al Barokah saat ini dipimpin oleh seorang perempuan (SK/38 tahun) walaupun lulusan Sarjana Ekonomi jurusan studi pembangunan UII, namun sejak bergabungnya di BMT Al Barokah menjadi maju dan mulai meningkat asetnya. Beliau menerapkan SOP pelaksanaan operasional BMT sesuai petunjuk PINBUK, namun pada prakteknya dilaksanakan dengan system kekeluargaan. Jika teman-teman di BMT tidak bisa atau ada kerjaan yang banyak/lembur maka akan dibantu bersama, menugaskan semua staf di BMT sebagai tim marketing dari BMT. Idenya untuk mengembangkan BMT bukan hanya sebagai lembaga simpan pinjam tetapi sebagai Unit Sektor Riil (USR) yaitu unit yang melakukan jual beli. USR bukan hanya menjual pupuk, pestisida tetapi juga saprotan yang dibutuhkan anggota kelompok tani dan nasabah dari BMT al Barokah. Sejak kepemimpinan SK ini juga mengalami peningkatan baik di bidang asset maupun nasabahnya, seperti : nasabahnya sebanyak 258 orang di tahun 2003 meningkat di tahun 2010 menjadi 1.032. Asetnya juga meningkat dari 128.647.355 di tahun 2003 menjadi berjumlah Rp. 1.066.620.487 di tahun 2010. Al Qur’an tidak menjelaskan bahwa seorang perempuan tidak boleh menjadi pemimpin. Al Qur’an hanya melarang mengangkat pemimpin seseorang yang tidak jelas agamanya, tidak jelas akidahnya dan tidak jelas identitas keyakinannya. Namun kepemimpinan perempuan masih banyak diperdebatkan orang. Apalagi di daerah yang fanatik agamanya seperti Bantul, kemungkinan akan terjadi resistensi. Namun, pada kepemimpinan SK di BMT Al Barokah ini bukan dipilih secara aklamasi tetapi berdasarkan seleksi yang dilakukan oleh PINBUK Yogyakarta membantu BMT Al Barokah untuk mencai SDM yang dapat mengelola BMT. Hasil 287 yang didapat dari beberapa criteria yang ditentukan oleh PINBUK Yogyakarta mengenai seorang pemimpin, maka dipilihlah SK yang memenuhi kriteria tersebut. Pilihan pemimpin BMT yang ditentukan PINBUK ini juga didukung oleh tokoh masyarakat yang ada di desa Blawong kecamatan Imogiri ini. Penerimanaan SK sebagai pemimpin, selain dipilih oleh PINBUK dan didukung oleh tokoh masyarakt Desa Blawong, juga dikarenakan masyarakat trauma dengan pengelolaan koperasi pertanian yang dulu ada, namun akhirnya bangkrut karena modal yang dimiliki menjadi berkurang atau menipis. Sehingga SK dapat diterima di tengah masyarakat Desa Blawong. Sepanjang perjalanan operasional BMT, SK menunjukan keahliannya bahwa seorang perempuan dapat menjadi pemimpin. Menurut Vitayala (1998) bahwa perempuan itu dalam bekerja selalu mengerjakan tugasnya dengan detail, cermat dan teliti. Perempuan dengan kebiasaannya dalam mengerjakan tugas secara detail, cermat dan teliti maka perempuan biasanya berhasil dalam mengelola keuangan. Begitu pula dengan SK, pekerjaan yang dilakukannya selalu cermat, teliti, detail dan rapih sehingga pengelolaan keuangan BMT mengalami peningkatan walaupun agak lambat. Kelemahannya dari kepemimpinan SK ini adalah pada kurangnya keberanian untuk melakukan inovasi terhadap produk-produk syariah sebagai wujud pelayanannya kepada petani. Inovasi terhadap produk dianggapnya kurang siginifikan karena ditakutkan akan berbeda ataupun melanggar prinsip syariah. Kelemahannya ini yang menyebabkan kemajuan yang dialami BMT berjalan dengan lambat ataupun sedikit. Namun, berdasarkan pengamatan peneliti di lapangan, kelemahannya ini bukan sepenuhnya disebabkan oleh SK. Setiap SK akan melebarkan sayapnya biasanya terganjal oleh para penasehat BMT yang mayoritas laki-laki. Misalnya: ketika akan menambah unit sektor riil bukan hanya pupuk dan pestisida, tetapi juga dengan memasarkan hasil panen, para penasehat tidak setuju, karena sudah ditangani oleh mereka sendiri yang menerima pembeli yang sudah dating ke sawahnya masing-masing. Bahkan, usaha penggilingan padi yang dulunya beroperasi sekarang nganggur karena jasa penggilingan padi sudang langsung ke tengah sawah, petani sudah tidak lagi susahsusah membawa padinya ke tempat penggilingan padi yang dimiliki BMT. Analisis kepemimpinan berdasarkan filosofi kepemimpinan Jawa, sebagai berikut: Berdasarkan pengamatan, pada kepemimpinan SK sebagai pimpinan BMT Al Barokah memiliki sifat sabar, hal ini karena dirinya seorang perempuan. Walaupun dirinya harus membagi waktunya antara seorang ibu yang mengantar jemput anaknya sekolah, tetapi tidak mudah 288 mengeluh. Kedua, dirinya juga memiliki wibawa terhadap bawahannya tetapi tidak bisa mengelak atas keputusan dan keinginan Pembina atau penasehat BMT. Ketiga, Beliau juga mampu menyatu dengan masyarakat dan bawahannya walaupun tidak terlalu sering bersilaturahmi dengan anggota nasabahnya, karena yang lebih sering bersilaturahmi adalah bagian marketing. Sistem marketing di BMT tersebut dengan system jemput bola sehingga jelas bahwa yang dekat dengan anggota nasabahnya adalah bagian marketingnya. Keempat, Ketika ada masalah, misalnya dateline pelaporan keuangan atau adanya nasabah yang belum bisa membayar angsuran, maka beliau masih bisa tenang dan percaya kepada bawahannya untuk dapat mengatasi hal tersebut. SK hanya memberikan saran bahkan membantu mengerjakan tugas tersebut agar memenuhi deadline yang ditentukan. Kelima, pada kepemimpinannya ini masih belum berani melakukan ekspansi agar nasabahnya bertambah sehingga dapat membantu petani lainnya dalam pembiayaan modal syariah. Keenam, SK bisa memberikan semangat bagi karyawan dan nasabahnya, namun karena sifatnya yang nrimo jadi hanya mengikuti aktivitas sehari-hari sehingga terkesan monoton. Ketujuh, karena belum mau melakukan ekspansi pemasaran, atau melakukan inovasi pada produk-produk syariah dan bersikap nrimo maka operasional BMT berjalan ditempat, tidak cepat berkembang. Kedelapan, Sebagai pemimpin masih menjadi teladan dan panutan di BMT, karena belum ada orang lain yang bisa memberikan perubahan di BMT sehingga ke depannya menjadi lebih baik. Karakteristik Ketua Kelompok Tani, yaitu DJ, jika dilihat dari kepemimpinan kelompok tani menunjukan sifat-sifat: pertama, sifat teguh dan kuat pada pendirian. Hal ini dapat dilihat dari perkataan dan perilakunya yang meninggalkan penggunaan pupuk urea dan kembali menggunakan pupuk kandang. Anggota kelompok tani lainnya belum mau mengikutinya. Hal ini terlihat bahwa hasil panennya selalu lebih bagus dibandingkan petani lainnya. Setidaknya ingin memberikan panutan bahwa menyatukan bidang pertanian dengan peternakan adalah esensi dasar dari pertanian itu sendiri. DJ selain memberikan pengarahan kepada anggota kelompok tani mengenai pentingnya penggunaan pupuk kandang dan bahayanya penggunaan pupuk urea pada setiap kesempatan diskusi kelompok tani. Selain dari perkataan dan penjelasannya tersebut juga dibuktikan dengan perilakunya yang juga konsisten. Kedua, DJ selalu disegani para anggota kelompok taninya karena memiliki wibawa. Hal ini karena ketekunannya sebagai petani sehingga diakui oleh pemerintah dengan beberapa kali mendapatkan penghargaan sebagai petani 289 teladan, baik di tingkat propinsi maupun nasional. anggotanya yang melanggar aturan. Beliau juga bersikap tegas terhadap Seperti: gagalnya operasional koperasi petani yang mengakibatkan menipisnya modal yang dimiliki. Para pengurus yang terlibat di dalamnya tidak diikut sertakan lagi dalam pendirian dan kepengurusan BMT Al Barokah. Ketiga, sebagai seorang petani, maka DJ sampai saat ini diusianya yang semakin menua tetap turun ke sawah. Apabila turun ke sawah bertemu juga dengan para anggota kelompok tani-nya. Di tengah sawah, biasanya bisa berdiskusi dengan anggota dan mengetahui segala aspirasi dan kebutuhan anggotanya. Keempat, DJ selalu bersikap tenang karena sifat kharisma dan kewibawaannya, tidak bersikap meledak-ledak, sehingga anggotanya selalu percaya dengan apa yang menjadi keputusannya. Biasanya, Dj mengambil keputusan dengan bermusyawarah dengan para anggotanya, sehingga keputusan tersebut menjadi keputusan bersama. Kelima, Dj selalu mendengarkan apa yang disampaikan anggota kelompok tani-nya sehingga masalah yang muncul menjadi masalah bersama dan diselesaikan secara bersama-sama. Keenam, ditunjukan DJ dengan memberikan teladan bagi anggota kelompok taninya terutama dalam mengolah lahan pertanian, memberikan semangat bahwa apa yang telah dikerjakan akan mendapatkan kebaikan, memberikan fasilitas pelatihan walaupun tidak terjadwal dengan baik. Pelatihan tersebut hanyalah berupa pelatihan teknis mengenai pengelolaan lahan pertanian. Peranan kepemimpinan menjadi hal yang sentral dalam peningkatan dan pengembangan modal sosial baik di daerah Ciamis maupun di Bantul. Pemimpin membawa anggota kelompok taninya berubah meningkatkan taraf hidupnya dengan mendapatkan pembiayaan syariah dari BMT. Selain menjadi nasabah dan bekerjasama dengan BMT juga meningkatkan produktifitas pertaniannya sehingga petani bukan hanya terbantu dari segi permodalan tetapi juga mental dan pengelolaan lahan pertaniannya. Pemimpin membawa para anggotanya untuk kompak dan saling menguatkan, percaya dengan kompetensinya sehingga bersama-sama menuju taraf hidup yang sejahtera dan menjadi petani yang mandiri. Pola Komunikasi Pengembangan Modal Sosial BMT, dapat di uraikan dalam gambar 8.2. 290 MODAL MANUSIA (Konsep Diri Petani Syariah) ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· MODAL SOSIAL MODAL STRUKTURAL ï‚· Terbuka Amanah Tawadhu Tabligh Saling Menolong Takut Haram Riba Menepati Janji Sehat Jiwa dan Raga PETANI Komunikator /Komunikan ï‚· ï‚· Inovasi : padi dan jagung, jamur, coklat, perikanan, kambing, dan sapi Pemasaran offline dan online Proses : Proses syariah Organisasi : Organisasi berkembang menjadi organisasi menengah MODAL KEPEMIMPINAN ï‚· Nyantri : di Lingkungan Pesantern, Nyakola : Pendidikan Tinggi, Nyunda : Low Profile, Penyemangat, menyatu dengan masyarakat, mendengar ï‚· Ingarso Sung Tulodo, Ingmadyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani MEDIA PESAN Qaulan Sadida Qaulan Baligha Qaulan Ma’rufa Qaulan Karima Qaulan Layina Qaulan Maysura - Face to face Diskusi Pengajian Pelatihan Pendampingan BMT Komunikator /Komunikan TRUST COMMUNICATION Konstruksi Realitas Sosial Kesadaran Syariah ï‚· Motif Spiritual ï‚· Motif Ekonomi ï‚· Motif Sosial Pemberdayaan Masyarakat Sosial ï‚· ï‚· PENGETAHUAN PEMAHAMAN Pelatihan: o Mental o Teknis o Manajemen o Pemasaran Pendampingan SIKAP : SUKA TIDAK SUKA TINDAKAN KEPATUHAN SYARIAH ADOPSI KESEJAHTERAAN Gambar 8.3 Pengembangan Modal Sosial BMT 291 Propisisi : BMT sebagai modal sosial merujuk pada berfungsinya jaringan, yaitu hubungan antar individu, saling percaya dan norma yang mengatur jaringan kerjasama. Modal sosial terdiri dari modal manusia, modal struktural dan modal kepemimpinan. Modal manusia terdiri dari : modal intelektual, modal emosional, modal ketabahan, modal moral dan modal kesehatan. Modal manusia ini akan membentuk konsep diri dalam manusia. Konsep diri petani ini terdiri dari : terbuka, amanah, tabligh, tawadhu, saling tolong menolong, takut pada haramnya riba, menepati janji dan sehat jiwa dan raga. Modal sosial ini akan membentuk jaringan kerjasama yang membentuk modal struktural. Modal manusia dan modal struktural akan menimbulkan modal kepemimpinan. Petani sebagai manusia individu juga memiliki jiwa kepemimpinan. Masingmasing individu sebagai anggota kelompok tani dan masyarakatnya juga membentuk jaringan yang didalamnya juga ada seorang pimpinan. Pimpinan baik secara individu maupun kelompok atau organisasi ini disebut sebagai modal kepemimpinan. Modal struktural pada masyarakat Ciamis terdiri dari inovasi terhadap pengolahan lahan, berupa budidaya: padi, jagung, coklat, perikanan, sapi, kambing. Inovasi juga terjadi dibidang pemasaran baik secara offline maupun online. BMT melakukan proses operasionalnya secara syariah. Organisasi BMT yang awalnya adalah organisasi dari pesantren akhirnya berkembang menjadi organisasi yang karakteristiknya bagi masyarakat yang memiliki strata menengah ke bawah. Modal struktural pada masyarakat rural area seperti Bantul belum melakukan inovasi atau pengembangan baik pada produk syariah maupun pemasaran hasil pertaniannya. Proses operasional BMT yang berdasarkan syariah tersebut terjadi pada organisasi yang masih kecil, yaitu berupa koperasi kecil. Modal kepemimpinan di model etnis Ciamis berdasarkan filosofi sunda terdiri dari Nyantri : memiliki modal siritual karena besar dan hidup dilingkungan pesantren. Nyakola, pemimpin yang ada berlatarbelakang pendidikan tinggi dan berpengalaman. Nyunda, pemimpin yang ada memiliki sifat-sifat sebagai orang sunda, seperti rendah hati (low profil), penyemangat, dan menyatu dengan masyarakatnya sehingga selalu mendengarkan aspirasi masyarakatnya. Modal kepemimpinan pada model etnis Jawa mengikuti filosofi Jawa, yaitu tanah : teguh pendirian, api : disegani, angin : Merakyat maksudnya mendengarkan aspirasi, air : tenang, angkasa : bijaksana, bulan : penyemangat, matahari : pemberi energi, bintang : menjadi teladan 292 di masyarakatnya. Ingarso Sung Tulodo (menjadi Teladan), Ing Madyo Mangun Karso (penyemangat), Tut Wuri Handayani (Motivator). Interaksi antara BMT dan petani melibatkan komunikasi dialogis dan konvergen. Komunikasi ini menggunakan komunikasi yang dapat dipercaya (trust communication). Ketika petani sebagai anggota kelompok tani didasari oleh motif sosial-nya maka petani akan mendapatkan dukungan dan solidaritas dari sesama anggota kelompok tani. Petani sebagai Mahluk Religi didasari oleh motif Spiritual, karena itu petani akan mengutamakan pelaksanaan BMT dengan mematuhi ketentuan syariah (syariah compliance-nya). Petani sebagai nasabah dari BMT didasari oleh motif ekonomi. Ketiga hal tersebut mendasari petani agar mendapatkan pembiayaan syariah dari BMT. Ketika petani sudah mendapatkan pembiayaan syariah, maka pihak BMT harus melakukan pendampingan dan memberikan pelatihan kepada para nasabah petani yang mendapatkan pembiayaan tersebut. Pelatihan dan pendampingan tersebut berupa : mental, teknis dan manajemen. Apabila hal ini dilakukan maka akan terjadi perubahan dalam diri petani sebagai individu. komunikasi. Perubahan ini akan terwujud apabila ia melakukan tindakan Tindakan komunikasi ini terutama berupa komunikasi interpersonal melalui komunikasi verbal dan nonverbal yang mengutamakan kompetensi komunikasi. Tindakan komunikasi yang kompeten ini akan mempengaruhi perubahan sosial. Perubahan sosial yang meningkat akan mempengaruhi kesejahteraan hidup masyarakat. Hal ini dilakukan oleh BMT di wilayah suburban area sehingga kesejahteraan yang dicapai menjadi maksimal. Hal ini terjadi perbedaan pada BMT di wilayah Bantul, yang tidak melakukan pelatihan dan pendampingan sehingga kesejahteraan yang didapat tidak maksimal Petani yang mengajukan pembiayaan modal ke BMT maka terjadi interaksi, jaringan komunikasi dan informasi antar individu terutama adanya peran pemimpin dalam kelompok taninya maka dengan sendirinya akan melakukan kerjasama dengan pihak lain (BMT) melalui hubungan sosial dan jaringan informasi. Proses komunikasi ini ditentukan oleh kemampuan modal manusia yang dalam hal ini adalah konsep diri petani dan kompetensi komunikasinya, hal ini sebagai proses mental dalam pengambilan keputusan untuk mengajukan dan mendapatkan pembiayaan syariah di BMT. Pada konsep modal manusia (human capital) yang meliputi konsep diri petani, memandang manusia sebagai individu yang otonom. Kemampuan komunikasi dan kerjasama adalah dua kompetensi pada individu yang akan berpotensi dalam 293 membangun jaringan informasi secara kolektif. Modal manusia yang tinggi dalam kegiatan usaha tani akan meningkatkan interaksi, komunikasi dan jaringan kerjasama sehingga dapat mempengaruhi modal sosial. Sebaliknya, modal sosial yang kuat akan memperkuat modal manusia sehingga keduanya mempunyai hubungan timbal balik. Modal sosial yang merujuk pada organisasi sosial dan ekonomi, mengharapkan adanya kerjasama, rasa saling percaya dan kepatuhan terhadap aturan dalam kerjasama. Kerjasama antara individu dalam kelompok taninya difasilitasi dengan peran pemimpin maupun dengan lembaga lainnya dalam kegiatan usaha tani adalah melalui jejaring. Proses komunikasi yang terjadi pada petani adalah melalui komunikasi interpersonal, yaitu komunikasi dialogis, diskusi kelompok dalam kelompok tani, melalui brosur-brosur, hubungan sosial dan kerjasama. Pesan yang disampaikan Petani didasari oleh pesan-pesan yang berbentuk qaulan sadida, qaulan baligha, qaulan ma’rufa, qaulan karima, kaulan layina dan qaulan maysura. Baik Kata-kata verbal maupun nonverbal dalam pesan berdasarkan prinsip syariah yang ada dalam Al Quran dan Hadist sehingga verbal dan non verbal yang disampaikan petani akan dapat dipahami oleh BMT dan komunikasinya akan menyentuh hati BMT. Petani ketika menyampaikan pesan dengan menggunakan media, yaitu face to face, diskusi dan pengajian. Modal sosial berperan sebagai perekat yang mengikat semua orang dalam suatu jaringan kerjasama yang saling menguntungkan. Hal ini dapat memperkuat hubungan antar individu, kelompok dan lembaga, dan kerjasama dalam pertukaran informasi menunjukan bahwa modal sosial berada dalam struktur relasi dan jaringan. Hubungan antara modal manusia dengan modal sosial dapat dicermati bahwa elemen-elemen konsep diri petani membentuk kepribadian individu adalah bekerja melalui modal sosial atau bekerja dalam ranah sosiologis. Sebaliknya, bahwa elemen modal sosial seperti saling percaya dan norma juga bekerja pada ranah sosiologis. Hal ini membuktikan bahwa antara modal sosial dan modal manusia mempunyai hubungan yang komplementer. Sumber informasi utama bagi petani adalah sesama petani, pemimpinnya dan/atau kelompok tani, tetangga kebun/sawah, tetangga rumah, petani berhasil, kios sarana produksi, tokoh masyarakat, PINBUK, BMT, Puskopsyah, dinas pertanian, dinas koperasi dan sumber lain yang diyakini petani memiliki informasi yang dapat dipercaya. Media komunikasi interpersonal adalah media yang paling dominan digunakan petani dalam melakukan komunikasi dan 294 mengakses informasi yang dibutuhkan. Struktur sosial lokal etnik Sunda maupun Jawa dalam komunitas masyarakat adat dan agamis (Islam) masih memperlihatkan bahwa hubungan kekerabatan dalam kesukuan yang merupakan bentuk dari modal sosial juga, mempengaruhi keputusan petani dalam mengajukan pembiayaan modal ke BMT yang beroperasional secara syariah. Petani yang telah menerima diri sendiri dan memiliki hubungan yang positif dengan orang lain, dapat mandiri, menguasai lingkungan hidup, memiliki tujuan hidup dan pribadinya berkembang dan mengalami perubahan kearah produktif dan inovatif. Masyarakatnya juga mengalami perubahan kearah kesejahteraan sosial, yang cirinya petani anggota masyarakatnya dapat mengalami aktualisasi diri, terjadi koherensi dan integrasi sosial dalam masyarakat. Hal ini merupakan modal utama dari perwujudan modal sosial. Proses komunikasi dianalisis perbedaan berdasarkan BMT Al Barokah (rural area) dan BMT Miftahussalam (sub urban area) yang dapat dilihat pada Tabel 8.1. Tabel 8.1. Analisis Proses Komunikasi dalam Interaksi Petani dan Pihak BMT PELAKU Petani BMT Tokoh Masyarakat BMT MIFTAHUSSALAM Proses Komunikasi Penerapan BMT Dialogis : Rutinitas Pelatihan silaturahmi dan sebulan sekali : berdiskusi dengan manajemen anggota kelompok keuangan, tani serta pengurus pengelolaan BMT. Nilai Syariah keuangan, didapat melalui pemasaran, dan diskusi kelompok mental tani dua minggu Seminggu sekali sekali, pelatihan melakukan dan pengajian pendampingan sebulan sekali, pendampingan dari BMT yang datang seminggu sekali Diskusi kelompok Diberlakukan dan silaturahmi saat kepada semua jemput bola nasabah Mendukung dengan Meminta ikut berdiskusi dan pertimbangan memotivasi, tempat dan konsultasi konsultasi BMT AL BAROKAH Proses Komunikasi Penerapan BMT Dialogis : rutinitas Berkomunikasi melakukan diskusi saat menabung dengan kelompok atau membayar tani dan BMT angsuran saja. Nilai Syariah Pertemuan saat didapat dari RAT setahun pengajian bulanan sekali di mesjid. Pelatihan teknis dari dinas pertanian Dialogis : silaturahmi saat jemput bola Mendukung dengan ikut berdiskusi dan memotivasi, tempat konsultasi Diberlakukan kepada semua nasabah Meminta pertimbangan dan konsultasi 295 Lanjutan PELAKU PINBUK BMT MIFTAHUSSALAM Proses Komunikasi Penerapan BMT Dialogis saat Sebulan sekali : melakukan koordinasi, pembinaan dan konsultasi, pengawasan, pelatihan dan tempat konsultasi pembinaan BMT AL BAROKAH Proses Komunikasi Penerapan BMT Dialogis saat Koordinasi, melakukan konsultasi dan pembinaan dan menerima pengawasan, pelatihan dan tempat konsultasi pembinaan Proses komunikasi yang dilakukan oleh petani di BMT Miftahussalan Ciamis adalah komunikasi dialogis. Komunikasi dilakukan secara rutinitas dengan silaturahmi dan berdiskusi diantara anggota kelompok petani serta pengurus BMT. Petani mendapatkan nilai-nilai syariah melalui diskusi kelompok yang dilakukan dwi mingguan, pelatihan dan pengajian sebulan sekali serta pendampingan dari BMT yang datang bersilaturahmi ke rumah-rumah atau lahan pertanian petani yang dilakukan seminggu sekali. Tokoh masyarakat yang ada di Ciamis melakukan komunikasi dengan ikut berdiskusi dan memotivasi para petani untuk maju serta sebagai tempat berkonsultasi. Hal ini sebagai wujud dukungan kepada para petani dan BMT. Pihak PINBUK juga selalu melakukan komunikasi dalam bentuk komunikasi dialogis saat melakukan pembinaan baik untuk para petani maupun BMT. PINBUK juga melakukan fungsi sebagai pengawas dan tempat konsultasi BMT. Proses komunikasi yang dilakukan oleh petani di BMT Al barokah dilakukan secara dialogis dalam bentuk diskusi dengan kelompok tani dan BMT namun pelaksanaannya tidak terjadwal dengan baik. BMT hanya melakukan pertamuan selama 4 bulan sekali dan pada saat Rapat Anggota Tahunan. Petani mendapatkan nilai-nilai syariah dari pengajian yang dilakukan masyarakat dan pelatihan teknis dari dinas pertanian dan koperasi serta pertemuan dengan BMT. Tokoh masyarakat dan PINBUK sebagai tempat konsultasi BMT. Selain itu PINBUK juga memiliki fungsi sebagai pengawas dan pembinaan baik untuk para petani maupun BMT. Selanjutnya analisis faktor lingkungan berdasarkan perbedaan dari BMT Miftahussalam dan BMT Al Barokah yang dijelaskan pada Tabel 8.2. 296 Tabel 8.2. Analisis Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Interaksi Petani dengan BMT PELAKU BMT Petani Tokoh Masyarakat PINBUK BMT MIFTAHUSSALAM Lingkungan Penerapan BMT Pemimpin memiliki Memperkecil modal intelektual: gerak rentenir sharing knowledge, dalam inovasi. Rentenir : masyarakat musuh terbesar Nilai di pesantren: Operasional Riba haram. BMT secara Leadership : Sering syariah (tetap diskusi dan sharing, mematuhi teladan, mendorong shariah sama-sama maju complience). Nyakola : Masih tetap pengalaman, menggunakan Nyantri: agamis, peranan Nyunda: menyatu pemimpin dengan masyarakat sebagai Kearifan Lokal: gatekeeper Budaya malu dalam minjam uang, penyaluran dan sebelum ada BMT, pengawasan tidak maju karena pembiayaan tidak ada modal. syariah dalam Pemilikan lahan kelompok tani. 500 m - 1 hektar. Membantu Diajak memajukan BMT berpartisipasi dalam diskusi dan pengajian di masyarakat Didirikan untuk Konsultasi dalam pengembangan dan pengembangan pengawasan BMT produk dan pemasaran serta pengembangan SDM BMT AL BAROKAH Lingkungan Penerapan BMT Pemimpin lebih Memperkecil bersikap tut wuri gerak rentenir handayani, belum dalam berani melakukan masyarakat inovasi Nilai: aktif di Menjaga Muhamadiyah, operasional BMT yakin riba haram secara syariah Leadership : (tetap mematuhi Amanah, kharisma, shariah menyatu dengan complience). masyarakat, Masih tetap bersikap ingarso menggunakan sung tulodo, ing peranan madyo mangun pemimpin karso. Tut wuri sebagai handayani gatekeeper dalam Kearifan Lokal: penyaluran dan dengan meminjam pengawasan modal akan teratasi pembiayaan segala permasalah syariah dalam Sumber Daya: rata- kelompok tani. rata memiliki lahan 500m-1 hektar Dijadikan tokoh Apabila tokoh teladan sehingga masyarakat jadi disegani dan ditiru nasabah BMT masyarakat maka masyarakat juga akan ikut Ikut mendirikan Konsultasi dan dan pengembangan hanya ikut BMT program PINBUK Modal pemimpin di BMT Miftahussalam Ciamis memiliki modal intelektual yang diwujudkan dengan berbagi pengalaman (sharing knowledge), melakukan pengembangan (inovasi) baik pada produk syariahnya maupun pemasaran hasil pertanian untuk membantu para petani. Faktor lingkungan yang paling menunjang keberhasilan BMT adalah dengan menjadikan 297 rentenir sebagai musuh bersama. Petani menganggap rentenir sebagai musuh terbesar sehingga tidak berhubungan dan meminjam modal kepada para rentenir. BMT melakukan beberapa tindakan untuk memperkecil gerakan rentenir dalam masyarakat. Misalnya: Selalu melakukan pendampingan kepada para petani dan membuat proses operasional BMT senyaman mungkin sehingga ketika petani membutuhkan pembiayaan modal menjadi nyaman. Modal pemimpin dalam kelompok tani di Ciamis memiliki nilai pengalaman, agamis dan menyatu dengan masyarakat. Pemimpin sering berbagi pengalaman dengan anggota kelompok tani, jadi teladan bagi masyarakatnya dan ikut mendorong para petani untuk sama-sama maju melalui keikutsertaannya mendapatkan pembiayaan syariah dari BMT. Pada budaya sunda ada kearifan lokal, yaitu budaya malu untuk meminjam uang pada orang lain, sehingga sebelum ada BMT, petani tidak maju karena tidak memiliki modal. BMT Miftahussalam berusaha melakukan operasionalnya sesuai syariah (syariah complience). BMT menyalurkan pembiayaan syariah dan pengawasan pengembalian pinjamannya dengan bantuan peranan pimpinan kelompok tani sebagai gatekeeper. BMT juga mengajak tokoh masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam proses diskusi dan pengawasan operasional BMT secara syariah. PINBUK berpengaruh pada operasional BMT karena sebagai tempat konsultasi, pembinaan dalam pengembangan produk syariah dan pengembangan SDM. Pemimpin yang ada dalam BMT Al Barokah Bantul memiliki nilai islami karena aktif di Muhamadiyah sehingga sangat yakin akan haramnya riba. Pemimpin BMT memiliki sifat amanah, kharisma, menyatu dengan masyarakat, bersikap ingarso sung tulodo (Selalu menjadi teladan ketika memimpin di depan), ing madyo mangun karso (menjadi motivator/penyemangat ketika berada di tengah-tengah masyarakat) dan tut wuri handayani (menjadi pendorong bagi kemajuan anggotanya). PINBUK di Bantul ikut mendirikan dan mengembangkan BMT Al Barokah. Analisis perbedaan dilihat dari faktor internal dijelaskan di Tabel 8.3. 298 Tabel 8.3. Analisis Faktor Internal Petani di Ciamis dan Bantul PELAKU BMT MIFTAHUSSALAM Internal Penerapan BMT Motif : spiritual, Kriteria ekonomi, sosial perseorangan Konsep Diri : untuk diberikan terbuka, amanah, pembiayaan tawadhu, tabligh, syariah dilihat saling menolong, dari : Agamis, takut haram riba, Amanah, Pekerja tepat janji dan keras, pantang sehat; menyerah melakukan akad mudharabah dan murabahah, dapat pelatihan dan pendampingan, Modal Terpenuhi Manajemen yang Berusaha syariah dan menjalankan Amanah operasional BMT secara syariah dan mematuhinya BMT AL BAROKAH Internal Penerapan BMT Motif : ekonomi, Kriteria sosial, spiritual perseorangan Konsep Diri : untuk diberikan Terbuka, amanah, pembiayaan tawadhu, tabligh, syariah dilihat saling menolong, dari : Agamis, tepat janji dan Amanah, Pekerja sehat; keras, pantang melakukan akad menyerah mudharabah dan murabahah dengan BMT Kebutuhan Modal terpenuhi dari BMT Tokoh Masyarakat Tokoh dari pesantren Tokoh petani teladan PINBUK SDM-nya konsisten dengan operasional syariah Petani BMT Teladan bagi masyarakat karena faktor keagamaan Pertemuan dengan PINBUK Sebulan sekali Manajemen yang syariah dan Amanah Masih kurang SDM yang handal menjalankan BMT secara syariah terkadang belum konsisten masih disesuaikan dengan kondisi Tokoh/figur yang mampu menjadi teladan bagi masyarakat Hanya satu staf PINBUK yang membina dan mengawasi BMT Faktor internal yang terjadi pada diri petani dalam masyarakat Ciamis dilihat dari motifnya berdasarkan motif spiritual, sosial dan ekonomi. Motif spiritual didapat dari faktor pendorong dan penarik petani yang yakin pada haramnya riba sehingga petani merasa nyaman berhubungan dengan BMT. Motif sosial didapat dari faktor ikut sertaan petani dalam kelompok tani yang menginginkan tujuannya agar bisa maju dan sejahtera bersama-sama. Motif ekonomi didasarkan pada faktor petani yang membutuhkan modal bagi usaha pertaniannya. Konsep diri petani syariah di Ciamis diwujudkan dari sifat-sifat: terbuka, amanah, tawadhu, tabligh, saling 299 menolong, takut pada haramnya riba, menepati janji dan sehat jiwa raga. Masing-masing petani melakukan akad mudaharah dan murabahah dengan BMT untuk mendapatkan modal pembiayaan syariah dan jual beli dan pemasaran hasil pertaniannya. Pihak BMT melakukan penetapan kriteria bagi nasabahnya berdasarkan 5C, yaitu Agamis, Amanah, Pekerja Keras dan Pantang menyerah. BMT Miftahussalam memberikan pelatihan berupa pelatihan teknis, manajemen, dan pemasaran serta melakukan pendampingan kepada petani, setelah petani mendapat pembiayaan syariah. BMT Miftahussalam Ciamis berusaha menjalankan operasionalnya secara syariah dan mengajak tokoh masyarakat mengawasi pelaksanaan BMT. PINBUK juga melakukan fungsi pengawasan bagi jalannya operasional BMT secara syariah. Pada petani di masyarakat Bantul memiliki faktor internal yang diwujudkan dari motifnya berhubungan dengan BMT. Motif itu berupa motif agama, ekonomi dan sosial. Motif ini sama dengan yang terjadi di Ciamis. Perbedaannya adalah yang terjadi pada operasional BMT. BMT Al Barokah berusaha menjalankan operasionalnya secara syariah namun kenyataannya terkadang di lapangan/di tengah masyarakat petani masih disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang terjadi. Analisis perbedaan dilihat dari dampak kebutuhan modal dijelaskan pada Tabel 8.4. Tabel 8.4. Dampak Kebutuhan Modal Bagi Petani dan BMT di Ciamis dan Bantul PELAKU BMT MIFTAHUSSALAM Penerapan Dampak Banyak Produk syariah Nasabah dan inovatif sesuai banyak yang kebutuhan nasabah memanfaatkan produk BMT AL BAROKAH Penerapan Dampak Produk syariah ada dua Unit Sektor murabahah dan riiil : akad mudharabah murabahah. Unit simpan pinjam : akad mudharabah Tokoh Masyarakat Menambah Membina kepercayaan pada BMT hubungan baik Tetap percaya dengan BMT Tetap membina hubungan baik PINBUK Fasilitator pendanaan, pembinaan, pelatihan dan pengawasan penyaluran modal dan operasional BMT Fasilitator pendanaan, pembinaan, pelatihan dan pengawasan penyaluran modal dan operasional BMT Selalu mendapatkan kucuran dana kerjasama PINBUK BMT Selalu dapat kucuran dana kerjasama PINBUK 300 Lanjutan PELAKU Petani BMT MIFTAHUSSALAM Penerapan Dampak Trust : memiliki Manajemen integritas (amanah), BMT yang kompetensi amanah, komunikasi, peduli baik secara dengan anggota operasional kelompok tani yang maupun lain, terbuka dan dapat hubungan bertanggung jawab antar Modal Sosial : BMT manusianya sebagai perekat sosial, Akad modal manusia yang dijalankan amanah, modal sesuai leadership yang syariah memiliki kharisma (disegani) Implementasi Syariah : akad mudharabah (pinjaman modal) dan murabahah (jual beli hasil pengolahan lahan) dengan agunan sertifikat tanah mewakili kelompok tani. Pengembalian : Mudarabah dicicil selama 10 bulan. Sementara jual beli dibayar tangguh BMT AL BAROKAH Penerapan Dampak Trust : memiliki Manajemen integritas (amanah), BMT yang kompetensi komunikasi, amanah secara peduli dengan anggota operasional kelompok tani yang Akad lain, terbuka dan dapat dijalankan bertanggung jawab sesuai syariah. Modal Sosial : BMT Namun, pada sebagai perekat sosial, jual beli modal manusia yang pengembalian amanah, modal di cicil maka leadership yang seharusnya memiliki kharisma bukan dengan (disegani) akad Implementasi Syariah : murabahah melakukan akad yang dibayar mudharabah (pinjaman tangguh. Bila modal) dan murabahah dikembalikan (jual beli hasil dengan dicicil pengolahan lahan) selama 10 Tidak menggunakan bulan maka agunan yang disimpan namanya Bay’ BMT bi saman ajil Pengembalian : Mudarabah dan Murabahah dicicil selama 10 bulan. BMT Miftahussalam telah memberikan pembiayaan modal kepada anggota kelompok tani. Pada kenyataannya dengan memenuhi kebutuhan modal petani, maka BMT melakukan pengembangan (inovasi) pada produk syariah dan pemasarannya untuk membantu para petani. BMT dan petani memiliki trust (kepercayaan) satu sama lain. Hal ini dilihat dari komponen trust yang muncul, misalnya masing-masing memiliki integritas (amanah). Petani memiliki kompetensi komunikasi, misalnya peduli terhadap anggota kelompok tani yang lain, melakukan komunikasi terbuka, dialogis dan bertanggung jawab. Petani memiliki modal manusia yang amanah, modal kepemimpinan yang memiliki kharisma (disegani). Dampak dari terpenuhinya kebutuhan modal petani didasarkan karena faktor diimplementasikannya operasional syariah. 301 Petani melakukan akad mudharabah pada pinjaman pembiayaan modal dan melakukan akad murabahah ketika melakukan jual beli hasil usaha pertanian (pemasaran). Akad ini dipenuhi syaratnya dengan menyertakan sertifikat tanah sebagai agunan dari salah satu anggota kelompok tani (mewakili kelompok). Proses pengembalian produk mudharabah dicicil selama sepuluh bulan, sementara produk murabahah (jual beli) dibayar tangguh. Pada BMT Al Barokah Bantul memiliki unit sektor riil yang dilakukan dengan akad murabahah dan unit simpan pinjam yang dilakukan dengan akad mudharabah. Manajemen BMT Al Barokah melakukan operasional secara syariah dan amanah. Pada pelaksanaan akad murabahah yang seharusnya dibayar tangguh ternyata pada kenyataan sering dikembalikan dengan dicicil selama 10 bulan, maka nama akadnya menjadi bay’ bi saman ajil. Analisis perbedaan dari kedua kabupaten tersebut dapat dilihat pada Tabel 8.5. Tabel 8.5. Modal Sosial di Ciamis dan Bantul NO. 1 URAIAN Perbankan Syariah dalam Pembangunan 2 SDM dan Kepemimpinan CIAMIS Membentuk jaringan penguatan BMT bagian dari PINBUK Kota / Kabupaten. kantor kas BMT dari koperasi pesantren. Kualitas SDM utama spiritualnya. Pelatihan dwi mingguan pertemuan kelompok tani (teknis, manajemen dan pemasaran. Pendampingan Memenuhi elemen modal manusia, yaitu : intelektual, emosional,ketabahan, moral, kesehatan BMT melakukan pendampingan dan pelatihan kepemimpinannya : kharisma BANTUL Membentuk jaringan dan penguatan BMT bagian dari PINBUK Kota/ Kabupaten. kantor kas BMT dari koperasi petani. Kualitas SDM utama spiritualnya. Pelatihan kelompok taninya sebulan sekali. antusiasnya dua minggu sekali ketika pertemuan kelompok tani. Memenuhi elemen modal manusia, yaitu : intelektual, emosional,ketabahan, moral, kesehatan Kepemimpinannya : kharisma ANALISIS - Ciamis pengembangan koperasi pesantren. Pelatihan dua minggu sekali, pendampingan usaha tani dan kewirausahaan - Bantul pengembangan koperasi petani, Pelatihan sebulan sekali BMT Miftahussalam melakukan pendampingan dan pelatihan pada petani nasabahnya yang mendapatkan pembiayaan syariah 302 Lanjutan NO. URAIAN 3 Pembentukan Modal Sosial Perbankan Syariah CIAMIS Mendirikan BMT atas kesadaran untuk mudah mendapat modal pertanian dan terhindar dari jerat hutang rentenir. Komunikasi dengan BMT melalui kelompok tani-nya. Petani sebagai aktor kehidupan memiliki konsep diri : terbuka, amanah, tawadhu, saling menolong, takut haram riba, tepat janji dan sehat. Para petani mengalami perubahan taraf hidupnya. Perubahan terjadi pada tempat tinggalnya, bertambah lahan pertaniannya, bertambah jumlah ternaknya (sapi dan kambing atau ikannya), bahkan tingkat pendidikan anak-anaknya yang mencapai perguruan tinggi. Prestasi, BMT Miftahussalam dapat penghargaan Ketahanan Pangan dari Gubernur Jawa Barat berkat usahanya memberikan pembiayaan dan pembinaan kepada petani nasabahnya. BANTUL Mendirikan BMT atas kesadaran untuk mudah mendapat modal pertanian dan terhindar dari jerat hutang rentenir. komunikasi dengan BMT melalui kelompok tani-nya. Petani sebagai actor kehidupan memiliki konsep diri: Amanah, terbuka, tawadhu, saling menolong, takut haram riba, tepat janji, sehat. Para petani yang mendapatkan pembiayaan syariah dari BMT terlihat memiliki perubahan taraf hidupnya. Perubahan terjadi pada tempat tinggalnya, bertambah lahan pertaniannya, bertambah jumlah ternaknya (sapi dan kambing atau ikannya), bahkan sampai tingkat pendidikan anakanaknya yang mencapai perguruan tinggi. ANALISIS Sama Jika dilihat dari prestasi, BMT Miftahussalam mendapatkan penghargaan Ketahanan Pangan dari Gubernur Jawa Barat. 303 Refleksi Teoritik (1). Teori Tindakan Sosial (Max Weber) Max Weber (2007) mengatakan bahwa manusia melakukan tindakan sosial dengan melalui saat proses berfikir. Masyarakat adalah suatu entitas aktif yang terdiri dari orang-orang yang berfikir dan melakukan tindakan-tindakan sosial yang bermakna bagi kehidupannya. Bagi Weber, tindakan sosial pada dasarnya bermakna karena melibatkan penafsiran, berfikir dan kesengajaan. Tindakan sosial baginya adalah tindakan yang disengaja bagi orang lain dan sang aktor sendiri. Petani sebagai aktor sosial melakukan tindakan-tindakan untuk memenuhi kebutuhan modal bagi usaha pertaniannya. Sebagai aktor, petani melakukan komunikasi agar dipercaya mendapatkan pembiayaan modal dari BMT. Petani aktif memaknai lingkungan sosialnya (masyarakatnya) secara subyektif. Petani melakukan tindakan-tindakan yang bukan saja bermakna bagi dirinya sendiri tetapi juga bermakna bagi BMT, kelompok tani bahkan masyarakatnya. (2). Teori Fenomenologis (Schutz dalam Ritzer, 2008) Schutz (Ritzer, 2008) setuju dengan pemikiran Weber tentang pengalaman dan tindakan sosial manusia dalam kehidupannya sehari hari sebagai realitas yang bermakna secara sosial. Ketika seseorang mendengar dan melihat apa yang dikatakan atau diperbuat aktor, akan memahami makna dari tindakan sosial tersebut, dan dunia sosial seperti disebut ”realitas interpretif”. Pemikiran Schutz ini dalam ilmu sosial disebut studi fenomenologis. Fenomenologi Schutz ini digunakan untuk mengupas dan memahami bagaimana suatu tindakan sosial manusia yang diperoleh dari pengalaman subyektif dalam kehidupan sehari-hari. Tindakan sosial ini dilihat dari bagaimana manusia berkomunikasi berdasarkan pengalaman yang pernah mereka alami sendiri sebagai sesuatu yang bermakna dan membentuk gambaran mengenai dunia keseharian intersubjektif. Petani sebagai aktor yang melakukan tindakan komunikasi sosial (mendapatkan pembiayaan modal syariah) bersama aktor lainnya sehingga memiliki kesamaan dan kebersamaan dalam ikatan makna intersubjektif. Para petani juga memiliki historitas dan dapat dilihat dalam bentuk yang alami. Kesadaran terhadap pengalaman-pengalaman intersubjektif ketika berinteraksi dan berkomunikasi memberikan skema pengetahuan bagi dirinya. Skema yang terbentuk ini akan menjadi pedoman (motif komunikasi) yang menentukan 304 petani mengambil tindakan-tindakan komunikasi yang dilakukannya agar mendapatkan pembiayaan syariah dari BMT. Manusia pada hakikatnya melakukan komunikasi ketika berinteraksi dalam masyarakat. Selama manusia melakukan komunikasi akan selalu berhubungan dengan kegiatan mengkonstruksikan makna. Kemampuan manusia dalam mengkonstruksikan makna dan mendasarinya untuk melakukan tindakan sosial maka akhirnya akan mengkonstruksikan realitas sosialnya. Para petani setiap hari berinteraksi dengan sesama anggota kelompok tani dan BMT. Petani melalui kelompok taninya berperilaku sesuai dengan yang diinginkannya yaitu mendapatkan modal pembiayaan syariah dari BMT untuk memajukan usaha pertaniannya. Ketika petani berinteraksi dan berkomunikasi maka dapat mengembangkan aturan-aturannya, misalnya melakukan akad bagi hasil dari modal kerja usaha pertaniannya, mengembangkan dan menjalankan usaha pertaniannya secara syariah. Perilaku petani tersebut akan muncul kekhasannya masing-masing berdasarkan interaksinya melalui komunikasi verbal dan non verbal. Konstruksi realitas sosial dilihat dari bagaimana pandangan hidup petani terhadap dirinya. Ketika mereka bekerja maka didasari oleh konsep diri syariah dan etos kerja dari petani itu sendiri dalam berinteraksi dengan BMT. (3). Teori Interaksionisme Simbolik (Blumer dan Mead dalam Ritzer, 2008 dan Mulyana, 2008) Perspektif interaksionisme simbolik berusaha memahami manusia dari sudut pandang subjek. Simbol dan makna didasari oleh budaya yang dimiliki oleh manusia itu. Budaya dalam penelitian ini adalah budaya sunda dan Jawa yang mendasari manusia berinteraksi dengan manusia lain. Menurut perspektif interaksionisme simbolik, perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mengembangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra interaksi mereka. Pemikiran interaksi simbolik ini menjadi dasar menjelaskan bagaimana petani memahami dan memikirkan makna simbol-simbol sehingga menentukan tindakan mereka. Makna atas perilaku yang dilakukan BMT dan anggota kelompok telah dipahami petani dan semakin jelas karena interaksi sesama petani, dengan kelompok dan BMT. Konstruksi realitas sosial fenomena petani dan BMT dalam memenuhi pembiayaan modal syariah bagi usaha pertanian dan interaksi antara petani dan BMT secara simbolik 305 menghasilkan motif dan konsep diri petani. Motif dalam diri petani yang muncul dari hasil peneltian adalah motif spiritual, ekonomi dan sosial. Motif spiritual didasarkan menghindari haramnya riba, maka petani menerima adanya nilai-nilai syariah yang bersumber dari agama Islam. Motif yang kedua adalah motif ekonomi yang didasari pada adanya kebutuhan modal bagi usaha pertanian. Motif ketiga adalah motif sosial yang didasari adanya interaksi sosial diantara anggota kelompok tani yang memunculkan sikap saling menolong karena didasari solidaritas sesama anggota petani. Munculnya konsep diri dalam diri petani di awali dari konsep diri petani secara umum, yaitu : kerja keras, pantang menyerah, menghargai alam, individualis, menghargai alam, bersosialisasi dan berbakti. Selanjutnya berkembang pada diri petani konsep tentang syariah, yaitu terbuka, amanah, tawadhu, tabligh, takut haramnya riba, saling menolong, menepati janji, sehat jiwa raga. (4). Teori Komunikasi (Kirchmajer dan Peterson, 2003) Menurut Kirchmajer dan Peterson (2003) proses komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan sehingga menghasilkan efek. Komunikasi terdiri dari komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi dan komunikasi massa. Komunikasi antara petani dengan sesama anggota kelompok tani serta BMT dalam mendapatkan pembiayaan modal syariah terjadi secara dialogis dan konvergen. Proses komunikasi yang terjadi antara BMT dan petani cenderung terjadi komunikasi yang bersifat dialogis, saling mendengarkan, dan saling memahami, yang terjadi baik melalui komunikasi tatap muka, komunikasi kelompok (diskusi, pelatihan, pendampingan, pengajian), maupun komunikasi organisasi (rapat anggota tahunan) bahkan di BMT Miftahussalam melalui internet. Komunikasi selain menggunakan lambang verbal juga non verbal. Komunikasi non verbal dapat dilihat dari isyarat cara berpakaian dan berbicara letak atau layout kantor BMT, mimik atau ekspresi wajah yang ramah dan selalu senyum sehingga petani merasa nyaman berkomunikasi dengan BMT. (5). Teori Modal Sosial (Fukuyama, 2007) Modal sosial adalah hubungan-hubungan yang tercipta dari norma-norma yang terbentuk dan memunculkan kualitas dan kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat sebagai perekat sosial yang menjaga kesatuan anggota kelompok secara bersama (Fukuyama, 2007). 306 Modal sosial terdiri dari modal manusia, modal struktural dan modal kepemimpinan. Pada penelitian ini, modal manusia terdiri dari modal intelektual, emosional, ketabahan, moral dan kesehatan. Modal intelektual dimana petani selalu berbagi pengalaman (knowledge sharing) baik dalam diskusi dengan kelompok tani maupun dalam memberikan pelatihan dan pendampingan (tabligh). Modal emosional berupa sikap yang amanah (bertanggung jawab, satunya kata dan perbuatan) dan tawadhu atau rendah hati. Petani merasa bahwa keberhasilan panennya atau usaha pertaniannya berkat pertolongan Allah Swt. Modal ketabahan adalah atta’awwun (saling menolong) dan menepati janji. Manusia Indonesia terutama petani hidup dalam kelompok (kolektivis) maka mereka tidak bisa hidup sendiri karena itu harus saling menolong. Ketabahan juga diwujudkan dalam menepati janji, petani yang berhubungan dengan syariah maka mereka harus menepati akad-akad yang sudah dilakukan. Modal kesehatan adalah sehatnya jiwa dan raga petani. Modal struktural pada masyarakat sub urban area seperti Ciamis terdiri dari inovasi terhadap pengolahan lahan, berupa budidaya: padi, jagung, coklat, perikanan, sapi, kambing. Inovasi juga terjadi dibidang pemasaran baik secara offline maupun online. BMT melakukan proses operasionalnya secara syariah. Modal kepemimpinan di model etnis Sunda berdasarkan filosofi sunda terdiri dari Nyantri : memiliki modal siritual karena besar dan hidup dilingkungan pesantren. Nyakola, pemimpin yang ada berlatarbelakang pendidikan tinggi dan berpengalaman. Nyunda, pemimpin yang ada memiliki sifat-sifat sebagai orang sunda, seperti rendah hati (low profil), penyemangat, dan menyatu dengan masyarakatnya sehingga selalu mendengarkan aspirasi masyarakatnya. Modal kepemimpinan pada model etnis Jawa mengikuti filosofi Jawa, yaitu tanah : teguh pendirian, api : disegani, angin : Merakyat maksudnya mendengarkan aspirasi, air : tenang, angkasa : bijaksana, bulan : penyemangat, matahari : pemberi energi, bintang : menjadi teladan di masyarakatnya. Ingarso Sung Tulodo (menjadi teladan), Ing Madyo Mangun Karso (penyemangat), Tut Wuri Handayani (Motivator). (6). Pengembangan BMT Organisasi BMT Miftahussalam di Ciamis yang berawal dari pesantren akhirnya berkembang menjadi organisasi yang karakteristiknya seperti keberadaannya di pedesaan dengan modal yang sedikit berasal dari masyarakat pesantren itu sendiri yang muncul keberadaannya 307 bagi masyarakat yang memiliki strata menengah ke bawah. Modal struktural pada masyarakat BMT Al Barokah di Bantul belum terjadi inovasi atau pengembangan baik pada produk syariah maupun pemasaran hasil pertaniannya. Proses operasional BMT yang berdasarkan syariah tersebut terjadi pada organisasi yang masih kecil, yaitu semacam koperasi kecil yang melayani petani pada lingkup sebatas anggotanya saja. Proses komunikasi yang dilakukan pada BMT Miftahussalam Ciamis selalu melakukan pelatihan dan pendampingan secara rutin sehingga kesejahteraan yang dicapai cenderung mengalami peningkatan. Pada BMT Al Barokah tidak melakukan pelatihan dan pendampingan secara rutin karena itu kesejahteraan para petaninya cenderung tidak mengalami perubahan secara signifikan. BMT yang ideal menurut hasil penelitian, selain beroperasi secara syariah dan sistem menjemput bola juga harus melakukan follow up terhadap petani yang telah diberikan pembiayaan. Program follow up tersebut berupa pelatihan mengenai mental, teknik pertanian, manajemen keuangan dan pemasaran. Selain itu juga dilakukan pendampingan sehingga dapat mengetahui permasalahan petani secara detail dan memberikan solusinya melalui dialog, keterbukaan, dan bersedia menjadi fasilitator, yang mendengarkan serta menggunakan komunikasi persuasif. Ikhtisar Modal sosial yang dibangun dengan prinsip perbankan syariah di pedesaan, dalam hal ini BMT didasarkan pada kepercayaan atau nilai-nilai syariah, institusi/kelembagaan dan jejaring (networking). Kata kunci nilai-nilai dari BMT adalah syariah, halal dan berkah harus menjadi kunci atau tagline untuk menciptakan altruism (dalam membela dan berjuang demi keselamatan dunia dan akhirat). Selanjutnya agar nilai dan kepercayaan tetap terjaga dan sikap altruism masyarakat bisa terlaksana dan berkesinambungan, maka lembaga sebagai modal sosial dan jejaring harus pula dipenuhi, dan responsif dengan perkembangan di masyarakat. Kata kunci bagi pengembangan institusi adalah transparansi, akuntabilitas, fairness dan legal based agreement yang diwujudkan dalam hak dan kewajiban masing-masing pihak yang diwujudkan dalam pelayanan BMT. 308 Di Ciamis dan Bantul, para petani yang tergabung dalam kelompok tani tersebut meningkat taraf kehidupannya. Rumah atau tempat tinggalnya mengalami peningkatan dari berawal gedek menjadi tembok bata, ada yang luas lahan pertaniannya bertambah, jumlah ternaknya (sapi dan kambing atau ikannya) bertambah, bahkan tingkat pendidikan anak-anaknya yang mencapai perguruan tinggi. Jika dilihat dari prestasi, BMT Miftahussalam mendapatkan penghargaan Ketahanan Pangan dari Gubernur Jawa Barat berkat usahanya memberikan pembiayaan dan pembinaan kepada para petani nasabahnya. Hal ini memperlihatkan bahwa dengan adanya kesadaran petani sebagai anggota kelompok tani serta kelompok taninya itu sendiri memulai dengan mendirikan BMT dan mendapatkan pembiayaan sehingga taraf kehidupannya berubah menuju yang dicita-citakan, yaitu hidup sejahtera. Faktor modal manusia (konsep diri petani) mempengaruhi kualitas modal sosial dalam hal kualitas manusianya yang lebih baik. Jaringan kerjasama petani yang meningkat sejalan dnegan perkembangan kelembagaan kelompok tani yang berkompeten menghasilkan keputusan kolektif yang kondusif bagi perkembangan modal sosial. Hal ini dipengaruhi oleh dukungan saling percaya dan aturan/norma kerjasama antara petani, kelompok petani dan BMT di Ciamis dan Bantul. Sikap saling percaya ini yang menjadi dasar hubungan antar individu dan kelompok sehingga menjadi energi terpeliharanya kohesivitas sosial. Petani di kedua kabupaten tersebut memenuhi elemen modal manusia, yaitu : intelektual, emosional, ketabahan, moral, kesehatan jiwa dan raga. BMT Miftahussalam melakukan pendampingan dan pelatihan mengenai : mental, teknis dan manajemen untuk meningkatkan kapasitas petani nasabahnya yang mendapatkan pembiayaan syariah. Kepemimpinan yang berperan di kedua daerah tersebut adalah kepemimpinan yang memiliki sifat kharismatis. 309 BAB IX KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan (1) Proses konstruksi sosial di Bantul dan Ciamis dimulai ketika petani memiliki motif berinteraksi dengan BMT. Setidaknya ada tiga motif yang muncul, yaitu: motif ekonomi (modal), motif spiritual dan motif sosial. Konsep diri yang dimilik petani sebagai pencerminan modal manusia sebagai petani syariah, yaitu: terbuka, amanah dan tawadhu, tabligh, saling menolong, takut pada riba, menepati janji dan sehat jiwa raganya. (2) Rancangan pola komunikasi syariah, yaitu proses komunikasi yang terjadi antara BMT dan petani terjadi komunikasi yang dialogis, mendengarkan, saling memahami dan terjadi melalui komunikasi tatap muka, komunikasi kelompok (diskusi, pelatihan, pendampingan, pengajian), komunikasi organisasi (rapat anggota tahunan) bahkan di BMT Miftahussalam melalui internet. Komunikasi selain menggunakan lambang verbal juga non verbal. Komunikasi non verbal dapat dilihat dari isyarat, mimik atau ekspresi wajah yang ramah dan selalu senyum sehingga petani merasa nyaman berkomunikasi dengan BMT. Petaninya harus memiliki konsep diri syariah yang didasarikesadaran subyektifnya yang memunculkan motif spiritual, ekonomi dan sosial. Pesan yang disampaikan juga pesan syariah, yaitu pesan-pesan yang berbentuk qaulan sadida, qaulan baligha, qaulan ma’rufa, qaulan karima, kaulan layina dan qaulan maysura. Baik Kata-kata verbal maupun nonverbal dalam pesan berdasarkan prinsip syariah yang ada dalam Al Quran dan Hadist sehingga verbal dan non verbal yang disampaikan petani akan dapat dipahami oleh BMT dan komunikasinya akan menyentuh hati BMT. Petani ketika menyampaikan pesan dengan menggunakan media, yaitu face to face, diskusi dan pengajian. Setelah tercapai komunikasi yang dapat dipercaya (trust communication) baru akan dikucurkan pembiayaan syariah oleh BMT untuk para petani. Pembiayaan syariah ini disesuaikan dengan produk dan akadnya masing-masing. Apabila petani sudah mendapatkan pembiayaan syariah, BMT memberikan pemberdayaan berupa pelatihan dan pendampingan. Pelatihan kepada petani tersebut antara lain: pelatihan mental, teknis, manajemen dan pemasaran. Setelah petani mendapatkan pemberdayaan berupa pelatihan dan pendampingan maka diharapkan akan menimbulkan efek berupa peningkatan 310 pengetahuan, pemahaman sampai pada mengadosinya. dengan adanya kepatuhan syariah dari petani. Proses mengadopsi ini ditandai Petani yang memiliki peningkatan pengetahuan, pemahaman, adopsi dan berperilaku mematuhi syariah maka akan mencapai kesejahteraan hidup. (3) Proses komunikasi ini terjadi antara petani dan BMT didasari oleh konsep diri dari petani itu sendiri yang terdiri dari terbuka, amanah, tawadhu, tabligh, saling menolong, takut haram riba, menepati janji dan sehat jiwa raga. Intra komunikasi yang terjadi dalam diri petani di dasari oleh kesadaran subyektifnya yang memunculkan motif dalam diri petani untuk berinteraksi dengan BMT, Motif tersebut ada tiga, yaitu motif spiritual, motif ekonomi dan motif sosial. Pada informan petani di Ciamis didasari motif yang paling dominan adalah motif spiritual, sedangkan petani di Bantul didasari oleh motif yang paling dominannya yaitu motif ekonomi. Petani ketika menyampaikan pesannya, didasari oleh pesan-pesan yang berbentuk qaulan sadida, qaulan baligha, qaulan ma’rufa, qaulan karima, qaulan layina dan qaulan maysura. Baik Kata-kata verbal maupun nonverbal dalam pesan berdasarkan prinsip syariah yang ada dalam Al Quran dan Hadist sehingga verbal dan non verbal yang disampaikan petani akan dapat dipahami oleh BMT dan komunikasinya akan menyentuh hati BMT. Petani ketika menyampaikan pesan dengan menggunakan media, yaitu face to face, diskusi dan pengajian. BMT sebagai sebuah lembaga keuangan mikro syariah harus memiliki unsur Trust. BMT diharapkan dapat dipercaya oleh masyarakat. Kepercayaan ini dapat dilihat dari bagaimana BMT mengimpelemtasikan syariah dalam setiap produkproduknya dan operasionalnya sehari-hari. Prosedur pelayanannya sangat nyaman dan dalam bentuk pinjaman pembiayaan yang sesuai dengan petani yaitu dengan akad mudharabah dan murabahah bahkan ada Al Qardul Hasan. Selain itu BMT yang nyaman dan dapat dipercaya juga dilihat dari penentuan tingkat pengembalian pinjaman tersebut bagi petani. Bentuk komunikasi tersebut dapat dikatakan sebagai Trust Communication, yaitu komunikasi yang dapat dipercaya atau amanah baik bagi petani maupun BMT. Setelah tercapai komunikasi yang dapat dipercaya (trust communication) baru akan dikucurkan pembiayaan syariah oleh BMT untuk para petani. Pembiayaan syariah ini disesuaikan dengan produk dan akadnya masing-masing. Apabila petani sudah mendapatkan pembiayaan syariah, BMT memberikan pemberdayaan berupa pelatihan dan pendampingan. Pelatihan kepada petani tersebut antara 311 lain: pelatihan mental, teknis, manajemen dan pemasaran. Tahap selanjutnya adalah setelah petani mendapatkan pemberdayaan berupa pelatihan dan pendampingan maka diharapkan akan menimbulkan efek berupa peningkatan pengetahuan, pemahaman sampai pada mengadosinya. Proses mengadopsi ini ditandai dengan adanya kepatuhan syariah dari petani. Petani yang memiliki peningkatan pengetahuan, pemahaman, adopsi dan berperilaku mematuhi syariah maka akan mencapai kesejahteraan hidup. Modal sosial berperan sebagai perekat yang mengikat semua orang dalam suatu jaringan kerjasama yang saling menguntungkan. Hal ini dapat memperkuat hubungan antar individu, kelompok dan lembaga, dan kerjasama dalam pertukaran informasi menunjukan bahwa modal sosial berada dalam struktur relasi dan jaringan. Hubungan antara modal manusia dengan modal sosial dapat dicermati bahwa elemen-elemen konsep diri petani membentuk kepribadian individu adalah bekerja melalui modal sosial atau bekerja dalam ranah sosiologis. Sebaliknya, bahwa elemen modal sosial seperti saling percaya dan norma juga bekerja pada ranah sosiologis. Hal ini membuktikan bahwa antara modal sosial dan modal manusia mempunyai hubungan yang komplementer. Sumber informasi utama bagi petani adalah sesama petani, pemimpinnya dan/atau kelompok tani, tetangga kebun/sawah, tetangga rumah, petani berhasil, kios sarana produksi, tokoh masyarakat, PINBUK, BMT, Puskopsyah, dinas pertanian, dinas koperasi dan sumber lain yang diyakini petani memiliki informasi yang dapat dipercaya. Media komunikasi interpersonal adalah media yang paling dominan digunakan petani dalam melakukan komunikasi dan mengakses informasi yang dibutuhkan. Struktur sosial lokal etnik Sunda maupun Jawa dalam komunitas masyarakat adat dan agamis (Islam) masih memperlihatkan bahwa hubungan kekerabatan dalam kesukuan yang merupakan bentuk dari modal sosial juga, mempengaruhi keputusan petani dalam mengajukan pembiayaan modal ke BMT yang beroperasional secara syariah. Petani yang telah menerima diri sendiri dan memiliki hubungan yang positif dengan orang lain, dapat mandiri, menguasai lingkungan hidup, memiliki tujuan hidup dan pribadinya berkembang dan mengalami perubahan kearah produktif dan inovatif. Masyarakatnya juga mengalami perubahan kearah kesejahteraan sosial, yang cirinya petani anggota masyarakatnya dapat mengalami aktualisasi diri, terjadi koherensi dan integrasi sosial dalam masyarakat. Hal ini merupakan modal utama dari perwujudan modal sosial. 312 Saran (1) Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan paradigma subjektif interpretif yang meletakan titik beratnya pada studi konstruksi sosial yang mengakar pada tradisi fenomenologi. Konsekuensi logis yang mengikutinya adalah hasil penelitian yang diperoleh tidak dapat digeneralisasikan dalam setiap kasus di Indonesia. Hal ini mengingat potensi yang dieksplorasi dari model yang dibuat, sebagai acuan pendukung bagi praktisi maupun ilmuwan untuk menganalisis dan memahami kondisi yang ada di lapangan sebelum melakukan tindakan-tindakan preventif, ada baiknya bila dilakukan penelitian-penelitian survey lanjutan berperspektif objektif. (2) Bagi BMT Miftahussalam agar meningkatkan peran pendamping dan pelatihan bagi petani. Sedangkan bagi BMT Al Barokah, peneliti menyarankan agar petani yang mendapatkan pembiayaan syariah diberikan edukasi berupa pelatihan mental, teknis dan manajemen serta pendampingan bagi petani agar perubahan individu terjadi secara siginifikan dan taraf kehidupan masyarakat petani meningkat secara optimal. (3) Aspek subjektif menentukan bagaimana petani mendapatkan pembiayaan syariah dari BMT. Maka, untuk mewujudkan kondisi ideal seperti dijelaskan dalam model konstruksi sosial, setidaknya proses operasional syariah itu lebih dipahami dari sisi kesyariahannya, terutama pada akad dari masing-masing produk syariahnya. (4) Rekomendasi : penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi pengelolaan dan pengembangan BMT di Indonesia khususnya. Kebijakan yang diambil diharapkan lebih menfokuskan pada bagaimana berkomunikasi antara BMT dengan petani. Komunikasi yang dilakukan antara BMT dan petani dalam bentuk pola komunikasi syariah 313 DAFTAR PUSTAKA Achmad, 2005, Sumber Daya Manusia Pertanian yang Amanah, Jakarta : Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian, Departemen Pertanian Adler, Peter S. And Jeremy L. Kranowitz, 2005, A Primer Perceptions of Risk, Risk Communication and Building Trust, The Keystone Centre, Amerika Ancok, Djamaludin, 2007, Membangun Kepercayaan Menuju Indonesia Madani, Demokratis dan Damai, http://ancok, staf.ugm.ac.id, akses tanggal 5 November 2008 Antonio, M. Sjafei, 1999, Bank Syariah : Wacana Ulama dan Cendekiawan, Tazkia Institut dan Bank Indonesia, Jakarta -------, 2001, Islamic Banking, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Gema Insani Press dan Tazkia Cendekia, Jakarta Ashari dan Saptana, 2005, Prospek Pembiayaan Syariah untuk Sektor Pertanian, Forum Penelitian Agro Ekonomi, Volume 23 No. 2, Desember 2005 : 132-147, Bogor Asnaini, 2008, Pengembangan Mutu SDM Perbankan Syariah: Sebagai Upaya Pengembangan Ekonomi Islam, La Riba, Jurnal EKonomi Islam, Vol II No. 1 Juli 2008 Babbie, Earl, 2006, Menerapkan Metode Penelitian Survai untuk Ilmu-Ilmu Sosial, penyunting: Johny Alfian Khusyairi, Palmall : Yogyakarta Bakir, Vian, 2006, Policy Agenda Setting and Risk Communication : Greenpeace, Shell, and Issues of Trust, The Harvard International Journal of Press/Politics, 2006.11.67, http://hij.sagepub.com/cgi/content/abstract/11/3/67 Belanger, Jean; Valerie Baillard; Samuel Steinberg; Geoff Dinsdale; Kirk Girpux, 2003, Building Trust : A Foundation of Risk Management, A Paper Developed For CCMD’s ActionResearch Roundtable on Risk Management, Canada Berger, Peter L. And Thomas Luckmann, 1990, Tafsir Sosial atas Kenyataan, Risalah tentang Sosiologi pengetahuan, LP3ES, Jakarta Blomqvist, Kirsimarja and Pirjo Stahle, 2000, Building Organization Trust, Telecom Business Research center, Lappeenranta University of Technology and Sonera Research, Finland Botan, Carl H. and Mureen Taylor, 2005, The Role of Trust in Channels of Strategic Communication for Building Civil Society, Journal of Communication, December 2005, International Communication Association, Amerika 314 Bulu, Saniye Tugba and Zahide Yildirim, 2008, Communication Behaviors and Trust in Collaborative Online Teams, Educational Technology & Society, 11 (1), p. 132-147, ISSN 1436-4522 (Online) Bungin, Burhan, 2007, Sosiologi Komunikasi, Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, Kencana Prenada Media Group, Jakarta Cole K., 2005, Management, Theory and Practice, Australia : Pearson Education., dalam Tb. Sjafri Mangkuprawira, 208. Horison : Bisnis, Manajemen, dan SDM, IPB Press, Bogor Couchman, Paul.K, Liz Fulop, 2006, Building Trust in Cross-Sector R&D Collaborations: Exploring The Role of Credible Commitments, A Paper Submitted for sub theme 11 “Trust within and across boundaries; conceptual Challenges and empirical Insight” of the 22nd EGOS Colloqium (Bergen, Norway, 6-8 July 2006) Covello, Vincent T., Richard G. Peters, Joseph G. Wojtecki, Richard C. Hyde, 2001, Risk Communication, the West Nile Virus Epidemic, and Bioterrorism : Responding to the Communication Challenges P{osed by the Intentional or Unintentional Release of a Pathogen in a Urban Setting, Journal of Urban Health: Bulletin of the New York Academy of Medicine, volume 78, No. 2, pg. 382-391, June 2001 Creswell, John W., 2002, Research Design, Qualitative & Quantitative Approaches, Alihbahasa : Chryshnanda & Bambang Hastobroto, KIK Press: Jakarta Djohan, Robby, 2007, Lead to Togetherness, Fund Asia Education, Jakarta Devito, Joseph, 1995, The Interpersonal Communication Book, Seventh Edition, Amerika, HarperCollinsCollege Publishers Dilla, Sumadi, 2007, Komunikasi Pembangunan, Pendekatan Terpadu, Bandung, Simbiosa Rekatama Dowla, Asif, 2005, In Credit We Trust : Building Social Capital by Grameen Bank in Bangladesh, Journal of Socio-economics, Amerika Dwyer, Paul, 2007, Building Trust with Corporate Blogs, ICWSM, Boulder, Colorado, USA Edi S. Ekadjati. 2005. Studi Pendekatan Sejarah Kebudayaan Sunda. Jilid 1. Jakarta : PT Dunia Pustaka Jaya. h.7-8,93,168-174 Edwards, Adrian and Glyn Elwyn, 1999, Effectiveness of Risk Communication to Aid Patient’s Decision Be Judged ? : A Review of The Literature, Medical Decision Making, 1999.19.428, http://mdm,sagepub.com/cgi/content/abstract/19/4/428 315 Effendy, Onong Uchjana, 2002, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung, Remaja Rosdakarya Freire, Paulo, 2000, Pendidikan Kaum Tertindas, LP3ES, Jakarta -------, 1984, Pendidikan Sebagai Praktek Pembebasan, Gramedia, Jakarta Fukuyama, Francis, 2007, Trust, Kebajikan Sosial dan Penciptaan Kemakmuran, Penerbit Qalam, Yogyakarta Griffin EM., 2006, A First Look At Communication Theory, McGraw Hill International Edition, Amerika Gurabardhi, Zamira, Jan M. Gutteling and MargOt Kuttschreuter, 2004, The Development of Risk Communication : An Empirical Analysis of the Literature in The Field, Science Communication. 25.323, http://acx.sagepub.com/cgi/content/abstract/25/4/323 Hafidhuddin, Didin, Mat Syukur, 2008, Pembiayaan Syariah dalam Pembangunan Pertanian, Pusat PembiayaanPertanian Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian, Jakarta Hamengku Buwono X, Sri Sultan, 2009, Pertanian Berbasis Kearifan Lokal, Disampaikan pada Kuliah mum Lemba Penelitian Uiversitas Jember, 12 Februari 2009 Hasbullah J., 2006, Sosial Kapital : Menuju Keunggulan Budaya Manusia Indonesia, Jakarta, MR-United Press Hastuti, Endang Lestari dan Supadi, 2007, Aksesibilitas Masyarakat Terhadap Kelembagaan Pembiayaan Pertanian di Pedesaan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor Heri Rustan 2006. 15 April 2006. Berita HU Republika : Kekerasan Kian Ancam Perempuan Hidayaturrahman, 2000, Petani Lokal dan Kapitalisme, Studi Respon Petani Lokal Terhadap Kebijakan Pertanian di Desa Nungga dan Desa Maria Kabupaten Bima, Jurnal Administrasi Negara, Vol.I, No. 1, September 2000, halaman : 72-87. Jakarta. Ieke Sartika Iriany. 2000. Tesis : Dukungan Lingkungan Sosial Terhadap Aktifitas Peran-Ganda Perempuan Keleas Menengah Etnik Sunda. Bandung :Pascasarjana : Unpad Jahi, Amri, 1988, Komunikasi Massa dan Pembangunan Pedesaan di Negara-negara Dunia : Suatu Pengantar, Jakarta : PT. Gramedia Jarmon, Leslie and Elizabeth Keating, 2007, Building trust with multicultural Teams, Science, technology & Society, The University of Texas-Austin, Amerika 316 Kartajaya, Hermawan; Yuswohadi; Taufik Jacky Mussry, 2005, Positioning, Diferensiasi, Brand, Memenangkan Persaingan dengan Segitiga positioning- diferensiasi-brand, Jakarta : Gramedia Kholis, Nur, 2006, Penegakan Syariat Islam di Indonesia (Perspektif Ekonomi), Jurnal AlMawarid Edisi XVI Tahun 2006, UII, Yogyakarta. -------, 2007, Kajian terhadap Kepatuhan Syariah dalam Praktik Pembiayaan di BMT Sleman, Yogyakarta, Fenoena, Volume 5 No. 2 September 2007 Kirchmajer, Les; Paul Petterson, 2003, The Role of Interpersonal Communication in the Development of Client Trust and Closeness in a SME Profesional Service Context, A paper for the Small Enterprise Association of Australia and New Zealand, 16th Annual Conference, Ballarat, 28 Sept-1 Oct, 2003, University of Ballarat, Autralia Kusnan, Ahmad, 2004, Analisis Sikap Iklim Organisasi, Etos Kerja dan Disiplin Kerja Dalam Menentukan Efektifitas Kinerja Organisasi di Garnizun Tetap III Surabaya, Laporan Penelitian; http://www.danamandiri.or.id/index.php (online) : Senin, 16 Oktober, 2006 Lahteenmaki, Satu; Eeli Saarinen, Iris C. Fischlmayr, 2007, Embracing The New Leadership Paradigm – Gateway to Building Trust and Commitment in Virtual Multicultural Teams, Turku School, Turki Lesser, E, 2000, Knowledge and Social Capital : Foundation and Aplication, Boston, Butterworth-Heinemann Littlejohn, Stephen W. and Karen A. Foss, 2008, Theories of Human Communication, Thomson Wadsworth, Amerika Mangkuprawira, Tb. Sjafri, 2008, http://www.ronawajah.wordpress.com (akses 1 oktober-8 Desember 2008) Mawardi, Bandung, 2011, Kerbau dalam Peradaban Jawa, http://solopos.com/2011/kolom/kerbau dalam peradaban jawa, Minggu, 29/5/2011. Akses tanggal 10 Agustus 2011 Meydianawathi, Luh Gede, 2007, Analisis Perilaku Penawaran Kredit Perbankan Kepada Sektor UMKM di Indonesia (2002-2006), Buletin Studi Ekonomi, volume 12 Nomor 2 tahun 2007 ISSN 1410-4628 Miller, Katherine, 2002, Communication Theories, Perspective, Process and Contexts, Amerika, McGraw Hill 317 Moleong, Lexy J., 2008, Metode Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung Amir Mu’allim, Amir, 2006, Profesionalitas Sumber Daya Manusia Baitul Mal wa Tamwil... Jurnal Fenomena:Vol. 4 No. 2September 2006 ISSN : 1693-4296 Mulyana, Deddy, 2007, Ilmu Komunikasi, Suatu Pengantar, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung -------, 2002, Metode Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung Mulyandari, Retno Sri Hartati., Sumardjo, 2010, Pola Komunikasi dalam Pengembangann Modal Manusia dan Sosial Pertanian, IPB Press:Bogor Neuman, W. Lawrence, 2006, Social Research Methods, Qualitative and Quantitative Approaches, Sixth Edition, Pearson Education Inc, Amerika Newman, Peter A., Danielle S. Seiden, Kathleen J. Roberts, Lisa Kakinami and Naihua Duan, 2009, A Small Dose of HIV Vaccine Mental Models and Risk Communication, Health Education Behavior, 2009.36.321, http://heb.sagepub.com/cgi/content/abstract/36/2/31 Nurmanaf, A. Rozany, 2007, Lembaga Informal Pembiayaan Mikro Lebih Dekat Dengan Petani, Analisis Kebijakan Pertanian, Volume 5 No. 2, Juni 2007 : 99-109, Bogor O’Brien, Jodi dan Peter Kollock, 2001, The Production of Reality, Essay and Readings on Social Interaction, Third Edition, Sage Publication : Amerika Orgianus, Yan, 2004, Rekayasa Model Bagi Hasil dan Bagi resiko Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah Agroindustri dengan Pola Syariah, Tesis Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor Pace, R. Wayne and Don F. Faules. (2005). Komunikasi Organisasi Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan, Bandung, Penerbit: Remaja Rosdakarya. Papalia, Diane. 2009. Human Development. New York: McGraw-Hill. Putnam, Linda L & Frederic M. Jablin (ed.). 2001. The New Handbook of Organizational Communication : Advances in Theory, Research, and Methods. California : Sage Publications P3EI (Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam), 2008, Ekonomi Islam, Kerjasama Universitas Islam Indonesia Yogyakarta dengan Bank Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta Rakhmat, Jalaluddin, 2004, Psikologi Komunikasi, Edisi Revisi, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung Ritzer, George and Douglas J. Goodman, 2008, Teori Sosiologi Modern, Edisi Keenam, Kencana Prenada Media Group, Jakarta Ruslan, Rosady, 2004, Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi, Rajawali Press, Jakarta Schiffman dan Kanuk, 2001, Consumer Behavior, Prentice Hall, Australia 318 Scott, James, C, 1981, Moral Ekonomi Petani, Pergolakan dan Subsistensi di Asia Tenggara, LP3ES, Jakarta Sekaran, Uma, 2006, Research Methods For Business, Metodologi Penelitian untuk Bisnis, Jilid I dan II, Salemba Empat, Jakarta Serveas, Jan, 2007, Harnessing the UN System Into a Common Approach on Communication for Development, International Communication Gazette, 2007, 69, 483, http://gaz,sagepub.com/cgi/content/abstract/69/6/483 Sholahuddin, Muhammad dan Lukman Hakim, 2008, Lembaga Ekonomi dan Keuangan Syariah Kontemporer, Surakarta : Muhamadiyah University Press Sinamo, Jansen H., 2005, 8 Etos Kerja Profesional, Institut Darma Mahardika, Jakarta Singarimbun, Masri dan Sofian Effendy, 1995, Metode Penelitian Sosial, LP3ES, Jakarta Soemitra, Andri, 2009, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Kencana Prenada Media Group, Jakarta Soeprapto, Riyadi, 2002, Interaksionisme Simbolik, Perspektif Sosiologi Modern, Pustaka Pelajar & Averroes Press, Yogyakarta, Soetarto, Endriatmo, 1999, Dialog Kritis Antara Golongan Elit dan Warga Desa dalam Pembangunan Masyarakat Desa (Studi Kasus : Kecamatan Situraja-Kabupaten Sumedang), Disertasi Program Studi Sosiologi Pedesaan, IPB: Bogor Sugiana, Dadang dan Nina Winangsih Syam, 2007, Perencanaan Pesan dan Media, Penerbit Universitas Terbuka, Jakarta Sugiyono, 2004, Metode Penelitian Bisnis, CV Alfabeta, Bandung Sumardjo, 1999, Transformasi Model Penyuluhan Pertanian menuju Pengembangan Kemandirian Petani, Disertasi, Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor Supranto, J., 2006, Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan untuk Menaikan Pangsa Pasar, Rineka Cipta, Jakarta Vitayala, Aida, (1998) Dampak Wanita Bekerja dalam Kehidupan Sosial Budaya, dalam Bainar, Wacana Perempuan dalam Keindonesiaan dan Kemodernan, CIDES : Jakarta Weber, Max, 2007, Selections in Translation, Edited By. W.G. Runciman; Translated by Matthews, First Published 1978, 22nd printing 2007, Cambridge University Press, Newyork, e-book 319 Weingart, Peter; Anita Engels and Petra Pansegrau, 2000, Risk of Communication : Discourse on Climate Change in Science, Politics, and the Mass Media, Public Understanding of Science, 2000.9.261, http://pus.sagepub.com/cgi/content/abstract/9/3/261 Wilson, Paul. N., 2000, Social Capital, Trust and the Agribusiness of Economics, Journal of Agricultural and Resource Econmis, Western Agricultural Economics Association, Amerika Wray, Ricardo; Jennifer Rivers; Amanda Whitworth; Keri Jupka; Bruce Clements, 2006, Public Perceptions About Trust in Emergency Risk Communication: Qualitative Research Findings, International Journal of Mass Emergencies and Disasters, March 2006, Vol. 24, No. 1, pp. 45-75 Yin, Robert K., 2002, Studi Kasus, Desain & Metode, Terjemahan : M. Djauzi Mudzakir, PT. Rajawali Press, Jakarta Yunus, Muhammad, 2007, Bank Kaum Miskin, Kisah Yunus dan Grameen Bank Memerangi Kemiskinan, Alih Bahasa : Irfan Nasution, PT. Cipta Lintas Wacana, Depok Zulkifli, Sunarto, 2003, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah – Edisi Mahasiswa, Zikrul Hakim : Jakarta Lain-lain : Bank Indonesia, 2005, PBI No. 7 Tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah Bank Indonesia : Laporan Perkembangan Perbankan Syariah 2004-2008; Jakarta : Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia Bank Indonesia, 2007, Statistik Perbankan Syariah (Islamic Banking Statistic), Direktorat Perbankan Syariah, Jakarta Bank Indonesia, 2010 Data Biro Pusat Statistik, GNP Indonesia 2008 Data Biro Pusat Statistik, Index Kesejahteraan Petani 2005-2007 Pusat Pembiayaan Pertanian, Direktori Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) TA. 2007, Sekretariat Jendral Departemen Pertanian Direktorat Jendral Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Revitalisasi Pertanian, Departemen Pertanian, 2005 320 Data BPS Kabupaten Bantul 2009 Data Monograf Desa Blawong Kecamatan Imogrori Bantul, 2009 Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), 2006, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Jakarta: DSN-MUI dan Bank Indonesia Republika, Ups… 97,5 Persen Petani Tak Pernah Dapat Kredit Pemerintah, Rabu, 2 Maret 2011 Republika, Perbankan Syariah Dinilai Cocok Kembangkan Kredit Pertanian, Rabu, 2 Maret 2011 Republika : PKB Pelajar Islam Indonesia. 27 Januari 2006) dalam Lokakarya Dakwah Islam Berbasis Budaya Sunda http://pinbuk.org/index.php/sekilas-bmt/mengapa-mesti-bmt/alasan-best-practices 321 GLOSARY (1) Akhlak : Norma dalam berperilaku, budi pekerti. (2) As sunnah : Cara, adat istiadat, dan kebiasaan hidup (costum, habit of life) yang mengacu kepada perilaku Rasulullah Saw. Yang dijadikan teladan kehidupan seorang muslim. As sunnah ini merujuk pada perkataan (qaul), perbuatan (fi’il) dan pengakuan atau persetujuan Rasulullah terhadap perkataan atau perbuatan orang lain (tagrir), Sementara hadis adalah berita (al-khabar) atau perkataan tentang suatu As sunnah sehingga ia merupakan bagian dari as sunnah. Dalam praktiknya kata As sunnah dan hadis sering kali digunakan secara bergantian dan tidak dibedakan karena memang keduanya bermuara pada perilaku Rasulullah Saw. (3) Berkah : Atau barakah, berasal dari bahasa arab (barakatun) yang memiliki makna kearifan atau keberuntungan yang bersifat spiritual yang diberikan oleh Tuhan (allah) kepada setiap ciptaan-Nya yang Dia kehendaki. Berkah juga digambarkan sebagai suatu kebaikan yang selalu bertambah (ziyadah al-khoir) yang diakibatkan dari setiap kegiatan. (4) Falah : Dalam pengertian literal, falah adalah kemuliaan dan kemenangan, yaitu kemuliaan dan kemenangan dalam hidup. Kehidupan yang mulia ini merupakan kehidupan yang penuh dengan kebahagiaan hakiki, baik di dunia maupun di akhirat. Setiap Muslim bertujuan untuk meraih falah dalam hidupnya. (5) Gharar : Secara bahasa berarti risiko, atau ketidakpastian. Menurut Ibn Taimiyah Gharar as things with unknown fate, so selling such things is maysir or gambling. Dengan kata lain, gharar terjadi karena seseorang sama sekali tidak (dapat) mengetahui kemungkian kejadian sesuatu sehingga bersifat perjudian atau game of change. (6) Halal : Ketentuan hukum Islam yang berarti diperbolehkan (lawful). Ajaran Islam yang lengkap tentang hal ini adalah halalan thayyibah, yaitu diperbolehkan dari sisi hukum Islam dan mengandung kebaikan, kepantasan, kelayakan, Lawan dari halal adalah haram (unlawful), yaitu dilarang secara hukum. Ketentuan lain yang relevan adalah mubah, yaitu tak ada larangan maupun anjuran dari syariah Islam. (7) Ijma’ : Hasil kesepakatan atau konsensus dari para sahabat atau para mujtahid atas masalah tertentu yang tidak dijelaskan secara explisit dalam Alquran dan As sunnah. Ijma’ sering kali disebut sebagai ijtihad jami’, yaitu ijtihad kolektif. 322 (8) Ihktikar : Mengambil keuntungan di atas tingkat normal dengan cara menjual sedikit untuk harga yang lebih tinggi. Pada saat menjual sedikit ini pelaku ihktikar menimbun barang-barangnya (menahan dari pasar) dan akan melemparnya lagi ke pasar sesuai dengan pengendalian harga yang ia lakukan. (9) Kaffah : Menyeluruh, totalitas. Pengertian implementasi Islam secara kaffah ini adalah (a) ajaran Islam dilaksanakan secara keseluruhan, jadi tidak diambil beberapa bagian saja secara parsial, dan (b) meliputi seluruh aspek kehidupan harus dibingkai ajaran Islam. Dengan menjalankan Islam secara kaffah berarti menjadikan Islam sebagai sistem kehidupan (way of life), bukan sekadar pedoman ritual antara manusia dengan Tuhan saja. (10) Maqashid asy syari’ah : Tujuan akhir dari syariat Islam, yaitu mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat (falah) serta kehidupan yang baik dan terhormat (hayyah thayyibah) (11) Mashlahah : Manfaat, lebih tepatnya mashlahah al-‘ibab, yaitu kemanfaatan bagi kehidupan manusia untuk mencapai kehidupan yang baik (hayyah thayyibah) dan kemuliaan (falah) dalam bingkai nilai-nilai keislaman. Mashlahah al-‘ibab adalah tujuan utama dari syariah Islam. Mashlahah juga menjadi tujuan dari konsumsi Islami, yang dibedakan dengan utility. (12) Mudharabah, trust financing : Kerja sama antara dua pihak atau lebih dalam suatu mu’amalah, di mana satu pihak memberikan kontribusi permodalan, sementara pihak lain memberikan kontribusi kewirausahaan yang dapat berupa tenaga, pikiran/ide, dan manajemen. Pihak yang pertama disebut sebagai sahib al-maal (financier), sedangkan pihak yang kedua disebut sebagai mudharib (enterpreneur). Dalam kerja sama ini mereka bersepakat untuk melakukan loss profit sharing. (13) Musyarakah, partnership : Kerja sama antara kedua belah pihak atau lebih dalam mu’amalah di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dalam permodalan. Disebut juga syirkah atau Qirad. Dalam kerja sama ini mereka bersepakat untuk melakukan loss-profit sharing. (14) Qiyas : Mengukur dan menyamakan sesuatu hal dengan hal yang lain. Secara definitif berarti menyamakan hukum sesuatu hal yang tidak terdapat ketentuannya dalam Alquran dan Sunnah dengan hal lain yang ketentuannya telah disebutkan dalam Alquran dan Sunnah, karena adanya persamaan penyebab (‘illat/cause effective) 323 (15) Riba : Secara bahasa adalah ziyadah yang berarti tambahan (addiction), pertumbuhan (growth), naik (rise), membengkak (swell), dan bertambah (increase), Akan tetapi, pengertian riba secara teknis adalah pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil (wrongful devouring of property), baik dalam utang-piutang maupun jual beli. Riba ini secara garis besar terbagi atas (1) riba nasi’ah, yaitu riba dalam utang-piutang, yaitu bunga, dan (2) riba fadhl, yaitu riba dalam jual beli. Dalam hukum Islam riba adalah haram. (16) Syariah : Ketentuan atau aturan main (rule of the game) dari Allah tentang bagaimana manusia menjalani kehidupannya. Syariah ini mencakup aturan yang berkaitan dengan ibadah –yaitu hubungan manusia dengan Allah (habuluminallah)—maupun yang berkaitan dengan mu’amalah –yaitu hubungan manusia dengan sesama makhluk khususnya manusia (hablumiannas). Secara luas syariah menyangkut keseluruhan ajaran Islam, yaitu akidah, akhlak, dan ibadah. (17) Qaulan Sadida (Kata yang benar) Pembicaran, ucapan, atau perkataan yang benar, baik dari segi substansi (materi, isi, pesan) maupun redaksi (tata bahasa). Segi substansi, komunikasi Islam harus menginformasikan atau menyampaikan kebenaran, faktual, hal yang benar saja, jujur, tidak berbohong, juga tidak merekayasa atau memanipulasi fakta. (18) Qaulan Baligha (Kata yang efektif/sama makna) berarti tepat, lugas, fasih, dan jelas maknanya. Qaulan Baligha artinya menggunakan kata-kata yang efektif, tepat sasaran, komunikatif, mudah dimengerti, langsung ke pokok masalah (straight to the point), dan tidak berbelit-belit atau bertele-tele. Agar komunikasi tepat sasaran, gaya bicara dan pesan yang disampaikan hendaklah disesuaikan dengan kadar intelektualitas komunikan dan menggunakan bahasa yang dimengerti oleh mereka. Kata-kata yang digunakan adalah kata dan kalimat yang sederhana sesuai dengan komunikannya sehingga langsung dapat dipahami dan dimengerti. (19) Qaulan Ma’rufa (Kata yang sopan dan bermanfaat) Kata Qaulan Ma`rufa disebutkan Allah dalam QS An-Nissa :5 dan 8, QS. Al-Baqarah:235 dan 263, serta Al-Ahzab: 32. Qaulan Ma’rufa artinya perkataan yang baik, ungkapan yang pantas, santun, menggunakan sindiran (tidak kasar), dan tidak menyakitkan atau menyinggung perasaan. Qaulan Ma’rufa juga bermakna pembicaraan yang bermanfaat dan menimbulkan kebaikan (maslahat). 324 (20) Qaulan Karima (Kata yang mulia) Perkataan yang mulia, dibarengi dengan rasa hormat dan mengagungkan, enak didengar, lemah-lembut, dan bertatakrama. Makna ayat tersebut, perkataan yang mulia wajib dilakukan saat berbicara dengan kedua orangtua. Kita dilarang membentak mereka atau mengucapkan kata-kata yang sekiranya menyakiti hati mereka. Qaulan Karima harus digunakan khususnya saat berkomunikasi dengan kedua orangtua atau orang yang harus kita hormati. Pada konteks jurnalistik dan penyiaran, Qaulan Karima bermakna mengunakan kata-kata yang santun, tidak kasar, tidak vulgar, dan menghindari “bad taste”, seperti jijik, muak, ngeri, dan sadis. (21) Qaulan Layina (Kata Lemah Lembut) Pembicaraan yang lemah-lembut, dengan suara yang enak didengar, dan penuh keramahan, sehingga dapat menyentuh hati. Pada Tafsir Ibnu Katsir disebutkan, yang dimaksud layina ialah kata kata sindiran, bukan dengan kata kata terus terang atau lugas, apalagi kasar. Ayat di atas adalah perintah Allah SWT kepada Nabi Musa dan Harun agar berbicara lemah-lembut, tidak kasar, kepada Fir’aun. Apabila menggunakan kata Qaulan Layina, hati komunikan (orang yang diajak berkomunikasi) akan merasa tersentuh dan jiwanya tergerak untuk menerima pesan komunikasi kita. Komunikasi Islam, semaksimal mungkin dihindari kata-kata kasar dan suara (intonasi) yang bernada keras dan tinggi. (22) Qaulan Maysura (Kata yang mudah dipahami) Bermakna ucapan yang mudah, yakni mudah dicerna, mudah dimengerti, dan dipahami oleh komunikan. Makna lainnya adalah kata-kata yang menyenangkan atau berisi hal-hal yang menggembirakan. Komunikasi dilakukan oleh pihak yang memberitahukan (komunikator) kepada pihak penerima (komunikan). Komunikasi efektif terjadi apabila sesuatu (pesan) yang diberitahukan komunikator dapat diterima dengan baik atau sama oleh komunikan, sehingga tidak terjadi salah persepsi.