8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
1. Hakikat Keterampilan Menulis Argumentasi
a. Pengertian Keterampilan
Keterampilan yang dimiliki oleh seseorang berbeda satu sama lain.
Keterampilan tersebut sesuai dengan bakat apa yang ada pada diri individu
itu sendiri dan tergantung pada tingkat penguasaan bakat tersebut. Menurut
Sanjaya (2008: 7), keterampilan (skill) adalah sesuatu yang dimiliki oleh
individu untuk melakukan tugas yang dibebankan. Subana dan Sunarti
(2009: 36) juga menyatakan bahwa keterampilan mengandung beberapa
unsur kemampuan yaitu kemampuan psikis (daya pikir) dan kemampuan
fisik (perbuatan). Dengan kata lain keterampilan mencakup segala kegiatan
yang berkaitan dengan kemampuan berpikir dan bernalar.
Soemarjadi, Ramanto, dan Zahri (2001: 2) menambahkan, kata
keterampilan sama artinya dengan kata kecekatan. Terampil atau cekatan
adalah kepandaian melakukan sesuatu pekerjaan dengan cepat dan benar.
Seseorang yang dapat melakukan sesuatu dengan cepat tetapi salah tidak
dapat dikatakan terampil. Demikian pula apabila seseorang dapat melakukan
sesuatu dengan benar tetapi lambat, juga tidak dapat dikatakan terampil.
Sejalan dengan pendapat tokoh-tokoh sebelumnya, pengertian keterampilan
yang dikemukakan oleh Ivancevich, Konopaske, dan Matteson (2006: 85)
bahwa keterampilan adalah bakat yang dipelajari yang seseorang miliki
untuk melakukan suatu tugas.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
keterampilan adalah suatu kemampuan yang dimiliki oleh seseorang yang
menyangkut daya pikir dan berkaitan dengan bakat yang ada pada diri
individu tersebut untuk melakukan suatu tugas dengan cepat dan benar.
8
9
b. Pengertian Menulis
Tarigan (2008: 3) menyatakan bahwa menulis merupakan suatu
keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara
tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain. Menulis
merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan
menulis ini, penulis haruslah terampil memanfaatkan grafologi struktur
bahasa, dan kosa kata.
Selanjutnya menurut Dalman (2015: 4), menulis adalah proses
penyampaian
pikiran,
angan-angan,
perasaan
dalam
bentuk
lambang/tanda/tulisan yang bermakna. Dalam kegiatan menulis terdapat
suatu
kegiatan
merangkai,
menyusun,
melukiskan
suatu
lambang/tanda/tulisan berupa kumpulan huruf yang membentuk kata,
kumpulan kata membentuk kelompok kata atau kalimat, kumpulan kalimat
membentuk paragraf, dan kumpulan paragraf membentuk wacana/karangan
yang utuh dan bermakna.
Menulis merupakan sebuah proses yang lebih lanjut juga dijelaskan
oleh Dalman, yaitu sebuah proses mengait-ngaitkan antara kata, kalimat,
paragraf maupun antara bab secara logis agar dapat dipahami. Pendapat
Dalman pun sejalan dengan Cahyani dan Hodijah (2007: 146) kegiatan
menulis diawali dengan memilih, memilah dan menyusun “apa” yang akan
dinyatakan dalam tulisan, menuliskan “pesan” dalam bahasa tulis, dan
menyempurnakan (merevisi) tulisan sebelum itu disampaikan kepada orang
lain (pembaca).
Nurgiyantoro (Andayani, 2009: 28) menambahkan pengertian menulis
sebagai aktivitas mengemukakan gagasan melalui bahasa. Aktivitas pertama
menekankan unsur bahasa sedangkan yang kedua gagasan. Dalam tulisan,
gagasan cemerlang yang tersirat dalam tulisan akan mampu memikat
pembaca dan pada akhirnya membuat pembaca melakukan perubahanperubahan besar yang berarti dalam hidupnya.
Berdasarkan berbagai pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
menulis adalah suatu proses kegiatan untuk menyampaikan gagasan yang
10
ingin diungkapkan dalam bentuk tulisan dengan mengaitkan kata, kalimat,
maupun paragraf agar pesan yang ingin diungkapkan dapat dibaca oleh
orang lain melalui bahasa yang baik dan benar.
c. Tujuan Menulis
Setiap kegiatan/aktivitas dilakukan untuk mencapai suatu tujuan.
Aktivitas menulis juga mempunyai beberapa tujuan yang bermacam-macam
agar pembaca dapat menikmati tulisan tersebut. Yang dimaksud dengan
maksud atau tujuan penulis (the writer’s intention) adalah “response atau
jawaban yang diharapkan oleh penulis akan diperolehnya dari pembaca”.
Berdasarkan batasan ini, Tarigan (2008: 24) mengatakan bahwa: (1) tulisan
yang bertujuan untuk memberitahukan atau mengajar disebut wacana
informative (informative discourse); (2) tulisan yang bertujuan untuk
meyakinkan
atau
mendesak
disebut
wacana
persuasif
(persuasive
discourse); (3) tulisan yang bertujuan untuk menghibur atau menyenangkan
atau yang mengandung tujuan estetik disebut tulisan literer (wacana
kesastraan atau literary discourse); dan (4) tulisan yang mengekspresikan
perasaan dan emosi yang kuat atau berapi-api disebut wacana ekspresif
(expressive discourse).
Hartig (Tarigan, 2008: 25) menambahkan bahwa tujuan penulisan
suatu tulisan antara lain: (1) Assignment purpose (tujuan penugasan), yaitu
penulisan yang tidak mempunyai tujuan sama sekali sehingga penulis
menulis sesuatu karena ditugaskan, bukan atas kemauan sendiri; (2)
Altruistic purpose (tujuan altruistik), yaitu tulisan yang bertujuan untuk
menyenangkan para pembaca, menghindarkan kedukaan para pembaca,
ingin menolong para pembaca memahami, menghargai perasaan, dan
penalarannya, ingin membuat hidup para pembaca lebih mudah dan lebih
menyenangkan dengan karyanya itu; (3) Persuasive purpose (tujuan
persuasif), yaitu tulisan yang bertujuan meyakinkan para pembaca akan
kebenaran gagasan yang diutarakan; (4) Informational purpose (tujuan
informasional, tujuan penerangan), yaitu tulisan yang bertujuan memberi
informasi atau keterangan/penerangan kepada para pembaca; (5) Self-
11
ekspressive purpose (tujuan pernyataan diri), yaitu tulisan yang bertujuan
memperkenalkan atau menyatakan diri sang pengarang kepada para
pembaca; (6) Creative purpose (tujuan kreatif), yaitu tulisan yang bertujuan
mencapai nilai-nilai artistik, nilai-nilai kesenian; dan (7) Problem-solving
purpose (tujuan pemecahan masalah), yaitu tulisan yang bertujuan
memecahkan masalah yang dihadapi.
Menurut pendapat ahli yang lain, Dalman (2015: 13) menyebutkan,
ditinjau dari sudut kepentingan pengarang, menulis memiliki beberapa
tujuan, yaitu sebagai berikut: (1) tujuan penugasan, yaitu menulis yang
bertujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh guru atau sebuah
lembaga; (2) tujuan estetis, yaitu menulis dengan tujuan untuk menciptakan
sebuah keindahan (estetis) dalam sebuah puisi, cerpen, maupun novel.; (3)
tujuan penerangan, yaitu menulis untuk memberi informasi yang dibutuhkan
pembaca, baik berupa politik, ekonomi, pendidikan, agama, sosial, maupun
budaya; (4) tujuan pernyataan diri, yaitu menulis yang bertujuan untuk
menegaskan tentang apa yang telah diperbuat/ untuk pernyataan diri,
misalnya surat pernyataan maupun surat perjanjian; (5) tujuan kreatif, yaitu
menulis yang menggunakan daya imajinasi secara maksimal ketika
mengembangkan tulisan, terutama dalam menulis karya sastra, baik itu
berbentuk puisi maupun prosa; dan (6) tujuan konsumtif, yaitu menulis yang
diselesaikan untuk dijual dan dikonsumsi oleh para pembaca. Dalam hal ini,
penulis lebih mementingkan kepuasan pada diri pembaca.
Berdasarkan beberapa tujuan menulis yang dijelaskan oleh ahli-ahli di
atas, dapat disimpulkan bahwa menulis bertujuan untuk menyampaikan ide/
gagasan penulis, menginformasikan sesuatu hal, meyakinkan pembaca
untuk melakukan sesuatu, ataupun sekedar untuk mengungkapkan nilai-nilai
keindahan dalam sebuah karya sastra yang dapat dipahami oleh
pembacanya.
d. Tahapan Menulis
Dalam kegiatan menulis, untuk menghasilkan sebuah tulisan yang
dapat dinikmati oleh pembaca, ada beberapa tahap yang dapat dilakukan.
12
Rofi’uddin dan Zuhdi (2001: 51) menyebutkan, menulis dapat dipandang
sebagai rangkaian aktivitas yang bersifat fleksibel. Rangkaian aktivitas yang
dimaksud meliputi: pramenulis, penulisan draft, revisi, penyuntingan, dan
publikasi atau pembahasan. Sejalan dengan pendapat di atas, Andayani
(2009: 29-30) menjelaskan tahap-tahap menulis sebagai berikut: (1) Tahap
Persiapan/Prapenulisan,
meliputi
menyiapkan
diri,
mengumpulkan
informasi, merumuskan masalah, menentukan fokus, mengolah informasi,
menarik tafsiran dan refleksi terhadap realitas yang dihadapinya, berdiskusi,
membaca, mengamati; (2) Tahap Inkubasi, yaitu ketika pembelajar
memproses informasi yang dimilikinya sedemikian rupa sehingga
mengantarkannya pada ditemukannya pemecahan atau jalan keluar yang
dicarinya; (3) Tahap Inspirasi (Insight), yaitu gagasan seakan-akan tiba dan
berloncatan pada pikiran; dan (4) Verifikasi, yaitu apa yang dituliskan akan
diperiksa kembali diseleksi dan disusun sesuai fokus tulisan.
Tahapan menulis yang lebih sederhana diungkapkan oleh Dalman
(2015: 15), yaitu: (1) tahap prapenulisan (persiapan), meliputi menentukan
topik, menentukan maksud dan tujuan penulisan, memerhatikan sasaran
karangan
(pembaca),
mengumpulkan
informasi
pendukung,
dan
mengorganisasikan ide dan informasi; (2) tahap penulisan, yaitu
mengembangkan butir demi butir ide yang terdapat dalam kerangka
karangan, dengan memanfaatkan bahan atau informasi yang telah dipilih
dan dikumpulkan; dan (3) tahap pascapenulisan, yaitu tahap penghalusan
dan penyempurnaan yang terdiri atas penyuntingan dan perbaikan (revisi).
Berdasarkan ketiga pendapat ahli tersebut, untuk menghasilkan sebuah
tulisan yang baik harus melalui tahap prapenulisan, tahap penulisan, dan
tahap pascapenulisan.
e. Hubungan Menulis dengan Keterampilan Berbahasa yang Lainnya
Dalam pembelajaran bahasa, keempat komponen keterampilan
berbahasa, yaitu keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis
saling berhubungan erat dan merupakan satu kesatuan. Keterampilan
13
menulis dijelaskan berhubungan dengan keterampilan berbicara dan
menbaca sebagai berikut:
1) Hubungan Antara Berbicara dan Menulis
Zuchdi dan Budiasih (2001: 116) menyatakan, berbicara dan
menulis merupakan keterampilan ekspresif atau produktif. Keduanya
digunakan untuk menyampaikan informasi. Dalam berbicara dan menulis
dibutuhkan kemampuan menyandikan simbol-simbol, simbol lisan dalam
berbicara dan simbol tertulis dalam menulis.
2) Hubungan Antara Membaca dan Menulis
Zuchdi dan Budiasih (2001: 117) juga menyatakan bahwa
keterampilan menulis juga berhubungan dengan keterampilan membaca,
di mana membaca dan menulis merupakan keterampilan yang saling
melengkapi. Keduanya merupakan keterampilan bahasa tertulis, dengan
menggunakan simbol-simbol yang dapat dilihat yang mewakili kata-kata
yang diucapkan serta pengalaman di balik kata-kata tersebut.
f. Jenis-Jenis Karangan
Atmazaki (Dalman, 2015: 73) membagi karangan menjadi 5 jenis,
yaitu: (1) karangan deskripsi, merupakan karangan yang melukiskan atau
menggambarkan suatu objek atau peristiwa tertentu dengan kata-kata secara
jelas dan terperinci sehingga si pembaca seolah-olah turut merasakan atau
mengalami langsung apa yang dideskripsikan penulisnya; (2) karangan
argumentasi, yaitu karangan yang bertujuan meyakinkan atau membuktikan
kepada pembaca agar menerima sesuatu kebenaran sehingga pembaca
meyakini kebenaran itu; (3) karangan eksposisi, yaitu karangan yang
menjelaskan atau memaparkan pendapat, gagasan, keyakinan, yang
memerlukan fakta yang diperkuat dengan angka, statistik, peta dan grafik,
tetapi tidak bersifat memengaruhi pembaca; (4) karangan narasi, yaitu
karangan yang menciptakan, mengisahkan, dan merangkaikan tindak tanduk
manusia dalam sebuah peristiwa atau pengalaman manusia dari waktu ke
waktu, juga di dalamnya terdapat tokoh yang menghadapi suatu konflik
yang disusun secara sistematis; dan (5) karangan persuasi, yaitu karangan
14
yang bertujuan untuk memengaruhi perasaan pembaca agar pembaca yakin
dan percaya tentang isi karangan tersebut dan mengikuti keinginan si
penulisnya.
Andayani (2009: 35) menjeniskan berbagai bentuk tulisan sebagai
berikut: (1) narasi, merupakan satu bentuk wacana yang berusaha
menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa
yang telah terjadi (Keraf dalam Andayani, 2009: 35); (2) eksposisi,
merupakan tulisan yang bertujuan menjelaskan atau memberikan informasi
tentang sesuatu (Semi dalam Andayani, 2009: 35); (3) deskripsi, merupakan
tulisan yang bertujuan memberikan perincian atau detail tentang objek; dan
(4) argumentasi, merupakan tulisan yang bertujuan meyakinkan atau
membujuk pembaca tentang kebenaran pendapat atau pernyataan penulis
(Semi dalam Andayani, 2009: 36).
Dari pengelompokan kedua ahli tersebut, maka jenis-jenis karangan
dibedakan menjadi 5, yaitu narasi, deskripsi, argumentasi, eksposisi, dan
persuasi. Jenis karangan yang menjadi fokus pada penelitian ini yaitu
argumentasi.
g. Pengertian Argumentasi
Salah satu jenis karangan/tulisan yang telah dijelaskan sebelumnya
yaitu argumentasi. Menurut Finoza dalam Dalman (2015: 137), karangan
argumentasi adalah karangan yang bertujuan meyakinkan pembaca agar
menerima atau mengambil suatu doktrin, sikap, dan tingkah laku tertentu.
Karangan argumentasi bertujuan membuktikan kebenaran suatu pendapat/
kesimpulan dengan data/ fakta sebagai alasan/bukti. Dalam argumentasi,
pengarang mengharapkan pembenaran pendapatnya dari pembaca. Adanya
unsur opini dan data, juga fakta atau alasan sebagai penyokong opini
tersebut (Dalman, 2015: 138).
Adapun menurut Keraf (2003: 3), argumentasi adalah suatu bentuk
retorika yang berusaha untuk mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain,
agar mereka itu percaya dan akhirnya bertindak sesuai dengan apa yang
diinginkan oleh penulis atau pembicara. Hal lain diungkapkan Tompskins
15
(Zainurrahman, 2011: 51) bahwa wacana argumentasi adalah tulisan yang
menyuguhkan
rasionalisasi,
pembantahan,
juga
berisi
seperangkat
penguatan beralasan terhadap sebuah pernyataan.
Cann (2010) menyatakan “In studying the case, students engage in
formulating ang evaluating arguments. There is the potential also that the
work on writing arguments will serve as a gateway to study of literature that
explores themes related to identity”.
Terjemahan: Dalam mempelajari suatu masalah, siswa melaksanakan
penyusunan dan evaluasi terhadap argumen atau alasan. Penulisan karangan
argumentasi berpotensi sebagai awal untuk mengidentifikasi suatu tema dari
sumber belajar.
Berdasarkan
pendapat-pendapat
di
atas,
disimpulkan
bahwa
argumentasi adalah tulisan yang berisi argumen atau pendapat untuk
meyakinkan pembaca tentang kebenaran yang disertai dengan bukti/ fakta
sebenarnya.
Dari uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat disimpulkan
bahwa keterampilan menulis argumentasi adalah suatu kemampuan yang
dimiliki oleh seseorang untuk menyampaikan gagasan/ide yang ingin
diungkapkan dalam bentuk tulisan yang berisi argumen atau pendapat untuk
meyakinkan pembaca tentang kebenaran yang disertai dengan bukti/fakta
sebenarnya.
h. Ciri-Ciri Argumentasi
Menurut Dalman (2015: 139) ciri-ciri karangan argumentasi dapat
dijabarkan sebagai berikut: (1) meyakinkan pembaca bahwa apa yang ditulis
itu adalah benar adanya dan berdasarkan fakta; (2) meyakinkan pembaca
bahwa argumen atau pendapat yang berdasarkan fakta atau data tersebut
dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya; (3) menjelaskan pendapat,
gagasan, ide, dan keyakinan penulis kepada pembaca; (4) menarik perhatian
pembaca pada persoalan yang dikemukakan; (5) memerlukan analisis dan
bersifat sistematis dalam mengolah data; (6) menggunakan fakta atau data
yang berupa angka, peta, statistik, gambar, dan sebagainya; (7)
16
menyimpulkan data yang telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya; dan
(8) mendorong pembaca untuk berpikir kritis.
Menurut pendapat ahli yang lain, Isdriani (2009: 177) menyebutkan
ciri-ciri argumentasi sebagai berikut: (1) bertujuan mempengaruhi sehingga
pembaca akhirnya menyetujui bahwa pendapat, sikap, dan keyakinan
penulis benar; (2) memberikan alasan, gambar, grafik, contoh, atau statistik
untuk membuktikan bahwa apa yang dikemukakan penulis benar; dan (3)
pada bagian penutup ada simpulan.
i. Pembelajaran Menulis Argumentasi di Sekolah Dasar
Pembelajaran menulis di sekolah dasar perlu dilatih secara terus
menerus, terutama pada pembelajaran menulis argumentasi. Siswa dituntut
untuk dapat terampil dalam membuat tulisan yang berisi suatu argumen atau
pendapat untuk meyakinkan pembaca tentang kebenaran suatu hal. Tidak
cukup itu saja, tulisan yang dihasilkan juga harus disertai dengan bukti/fakta
yang sebenarnya supaya pembaca semakin yakin dengan suatu hal tersebut.
Selain memfokuskan pada isi tulisan, siswa juga harus memperhatikan halhal lain seperti ejaan, tata bahasa, maupun pemilihan kata yang tepat. Oleh
karena itu, guru berperan penting untuk selalu mendampingi siswa selama
pembelajaran berlangsung.
Menurut Suparno dan Yunus (2008: 5.36), langkah-langkah dalam
menyusun tulisan argumentasi antara lain:
1) Menentukan topik/tema argumentasi
2) Menentukan tujuan argumentasi
3) Menyusun kerangka karangan argumentasi
4) Mengembangkan kerangka karangan
Pengembangan tulisan argumentasi dapat dilakukan dengan dua
teknik, yaitu teknik induktif dan deduktif. Teknik induktif adalah teknik
pengembangan argumentasi yang dimulai dengan memaparkan bukti-bukti
yang berkaitan dengan topik kemudian ditarik kesimpulan, sedangkan
teknik deduktif adalah teknik pengembangan argumentasi yang dimulai
17
dengan suatu kesimpulan umum yang selanjutnya disusun uraian yang
bersifat khusus.
Pembelajaran menulis argumentasi termasuk dalam silabus Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 dengan mengacu pada Standar
Kompetensi (SK) 8. Mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi
secara tertulis dalam bentuk karangan, pengumuman, dan pantun anak. Pada
Kompetensi Dasar (KD) 8.1 Menyusun karangan tentang berbagai topik
sederhana dengan penggunaan ejaan (huruf besar, tanda titik, tanda koma,
dan lain-lain) dengan indikator pembelajaran menjelaskan pengertian
karangan, menyebutkan jenis-jenis karangan, menjelaskan langkah-langkah
membuat
karangan,
menjelaskan
pengertian
karangan
argumentasi,
menentukan penggunaan ejaan (huruf dan tanda baca, dan mengembangkan
kerangka karangan.
j. Penilaian Pembelajaran Menulis Argumentasi
Seperti yang sudah dijelaskan di awal, kegiatan menulis diawali dari
kegiatan menyimak, membaca, dan berbicara sehingga siswa harus mampu
dan menguasai ketiga keterampilan itu. Dengan kata lain, keterampilan
menulis merupakan keterampilan yang lebih kompleks dibandingkan ketiga
keterampilan yang lainnya. Apabila ketiga keterampilan tersebut sudah
dikuasi siswa dengan baik, maka keterampilan menulis yang dikuasai siswa
pun menjadi baik. Menurut Kunandar (2014: 257) penilaian kompetensi
keterampilan adalah penilaian yang dilakukan guru untuk mengukur tingkat
pencapaian kompetensi keterampilan dari peserta didik. Dalam penelitian ini
berarti guru melakukan penilaian keterampilan menulis argumentasi siswa
dengan menggunakan pedoman penilaian yang digunakan sebagai acuan
dalam penilaian. Nurgiyantoro (Iskandarwassid dan Sunendar, 2011: 250)
berpendapat bahwa dalam kaitan denga penilaian karangan, mencakup
beberapa kriteria sebagai berikut: kualitas dan ruang lingkup isi; organisasi
dan penyajian isi; komposisi; kohesi dan koherensi; gaya dan bentuk
bahasa; mekanik: tata bahasa, ejaan, tanda baca; kerapian tulisan dan
kebersihan; dan respons afektif pengajar terhadap karya tulis.
18
Kriteria
penilaian
tersebut
kemudian
disederhanakan
oleh
Nurgiyantoro (2013: 441) yang menyebutkan penilaian mencakup
komponen-komponen sebagai berikut: isi, organisasi, kosakata, penggunaan
bahasa, dan mekanik. Dalam penilaian dalam pembelajaran menulis
argumentasi ini, peneliti mengadaptasi dan menyederhanakan kriteria
penilaian sebagai berikut:
Penilaian isi, meliputi pada adanya informasi yang relevan dengan
pemmasalahan, substansif, dan pengembangan tesis tuntas. Penilaian
organisasi isi, meliputi pengungkapan gagasan yang jelas, padat, tertata
dengan
baik,
urutan
logis,
kohesif.
Penilaian
kosakata,
meliputi
pemanfaatan potensi kata canggih, pemilihan kata dan ungkapan yang tepat
dan pembentukan kata. Penilaian penguasaan bahasa, meliputi konstruksi
kalimat yang efektif dan makna yang tidak kabur. Penilaian mekanik,
meliputi penguasaan aturan penulisan dan ejaan.
Selanjutnya, Nurgiyantoro (2013: 443) juga menjelaskan bahwa
penilaian yang dilakukan terhadap karangan peserta didik dapat dilakukan
secara holistik atau analitis. Secara singkat, penilaian analitis yaitu penilaian
yang memerinci semua komponen (kriteria) penilaian yang telah dibuat.
Setiap komponen diberi skor secara tersendiri dan skor keseluruhan
diperoleh dengan menjumlah skor-skor komponen tersebut. Dengan
menggunakan penilaian analitis, guru dapat mengetahui kelebihan dan
kelemahan yang dimiliki oleh masing-masing siswa sehingga guru dapat
memfokuskan pada hal-hal mana saja yang masih menjadi kelemahan siswa.
Sebaliknya, penilaian holistik yaitu penilaian hasil karangan yang bersifat
menyeluruh. Artinya, guru menilai sebuah hasil karangan siswa secara
keseluruhan, dibaca dari awal sampai akhir, dan setelah selesai langsung
diberi
skor.
skor
tersebut
mewakili
keseluruhan
karangan
tanpa
memperhatikan informasi skor per komponen. Jadi, penilaian tersebut
dilakukan hanya berdasarkan kesan yang diperoleh dari membaca karangan
secara selintas.
19
2. Hakikat Model Pembelajaran Think Talk Write (TTW)
a. Pengertian Model
Dalam kegiatan pembelajaran, perlu adanya kerangka berpikir yang
digunakan sebagai pedoman yang sering disebut juga dengan model. Model
adalah gambaran kecil atau miniatur dari sebuah konsep besar (Suyadi,
2013: 14). Mills (Suprijono, 2014: 45) menjelaskan bahwa model adalah
bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan
seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model
itu.
Menurut pendapat ahli lain yang lain, Hosnan (2014: 337), model
adalah prosedur yang sistematis tentang pola belajar untuk mencapai tujuan
belajar serta sebagai pedoman bagi pengajar dalam merencanakan dan
melaksanakan aktivitas pembelajaran. Sedangkan istilah model menurut
Prawiradilaga (2008: 33) diartikan sebagai tampilan grafis, prosedur kerja
yang teratur atau sistematis, serta mengandung pemikiran bersifat uraian
atau penjelasan yang menunjukkan bagaimana pembelajaran dibangun atas
atas dasar teori-teori dan melalui serangkaian kegiatan yang dilaksanakan
untuk suatu proses belajar.
Berdasarkan berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
model
adalah
pembelajaran
suatu
yang
prosedur/kegiatan
digunakan
sebagai
yang
dilaksanakan
dalam
gambaran/rencana
untuk
melaksanakan proses pembelajaran sehingga mencapai tujuan belajar yang
diharapkan.
b. Pengertian Pembelajaran
Agar kemampuan siswa dapat berkembang secara optimal, maka guru
dituntut membimbing siswa pada setiap proses pembelajaran. Khanifatul
(2013: 14) menjelaskan pembelajaran adalah usaha sadar yang dilakukan
oleh guru atau pendidik untuk membuat siswa atau peserta didik belajar
(mengubah tingkah laku untuk mendapatkan kemampuan baru) yang berisi
suatu sistem atau rancangan untuk mencapai suatu tujuan. Pembelajaran
merupakan suatu sistem yang terdiri atas beberapa komponen yang saling
20
berhubungan satu dengan yang lain, meliputi tujuan, materi, metode, dan
evaluasi (Hosnan, 2014: 18).
Menurut Hamalik (2014: 57) pembelajaran adalah suatu kombinasi
yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas,
perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan
pembelajaran. Senada dengan Hamalik, menurut Putra (2013: 17),
pembelajaran tidak semata-mata menyampaikan materi sesuai dengan target
kurikulum, tanpa memperhatikan kondisi siswa, tetapi juga terkait dengan
unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling
mempengaruhi demi mencapai tujuan pembelajaran.
Berpijak pada pendapat para ahli di atas, pembelajaran dapat
didefinisikan sebagai suatu sistem yang dilakukan oleh guru yang meliputi
unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang
saling mempengaruhi dan berhubungan satu dengan yang lain sehingga
membuat siswa mengalami proses belajar untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
c. Pengertian Model Pembelajaran
Dalam kegiatan pembelajaran, guru berperan dalam melaksanakan
proses pembelajaran yang sedemikian rupa untuk mencapai tujuan yang
diharapkan. Salah satu cara mencapai tujuan pembelajaran yaitu melalui
penggunaan model pembelajaran yang tepat. Model pembelajaran dapat
didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan belajar (Suprijono, 2014: 46).
Definisi lain tentang model pembelajaran diungkapkan juga oleh
Trianto (2007: 1) yaitu suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan
sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau
pembelajaran dalam tutorial. Model pembelajaran merupakan salah satu
pendekatan dalam rangka mensiasati perubahan perilaku peserta didik
secara adaptif maupun generatif (Hanafiah dan Suhana, 2012: 41). Sejalan
dengan pendapat ahli sebelumnya, model pembelajaran menurut Suwarto
21
(2014: 136) mengarah kepada desain pembelajaran untuk membantu peserta
didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai.
Selanjutnya Suprihatiningrum (2013: 143) menambahkan model
pembelajaran memiliki empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi
ataupun prosedur tertentu lainnya, antara lain: (1) rasional teoritik yang
disusun oleh para pencipta atau pengembangnya; (2) landasan pemikiran
tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan
dicapai); (3) tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut
dapat dilaksanakan dengan berhasil; (4) lingkungan belajar yang diperlukan
agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Berdasarkan penjelasan para ahli di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa model pembelajaran adalah suatu prosedur yang digunakan sebagai
pedoman dalam merencanakan proses pembelajaran antara guru dan siswa
untuk mencapai tujuan belajar.
d. Macam-macam Model Pembelajaran
Model pembelajaran yang dapat digunakan guru dalam kegiatan
pembelajaran bermacam-macam jenisnya. Menurut Sugiyanto (2009: 3)
macam-macam model pembelajaran di antaranya: (1) model pembelajaran
kontekstual, yaitu konsep pembelajaran yang mendorong guru untuk
mengaitkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa
selain itu juga mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari; (2) model
pembelajaran kooperatif, merupakan pembelajaran yang berfokus pada
penggunaan
kelompok
kecil
siswa
untuk
bekerja
sama
dalam
memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar; 3) model
pembelajaran kuantum, dengan prinsip semua berbicara-bermakna, semua
mempunyai tujuan, konsep harus dialami, tiap usaha siswa diberi reward; 4)
model pembelajaran terpadu, yaitu memadukan beberapa mata pelajaran
dalam satu tema yang dapat dilakukan dengan mengajarkan beberapa materi
pelajaran yang disajikan tiap pertemuan; dan 5) model pembelajaran
berbasis masalah, di mana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik
22
dengan
maksud
untuk
menyusun
pengetahuan
mereka
sendiri,
mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi,
mengembangkan kemandirian dan percaya diri.
Dari
macam-macam
model
pembelajaran
di
atas,
peneliti
menggunakan model pembelajaran kooperatif yang merupakan model
pembelajaran berbasis kelompok-kelompok kecil yang saling bekerjasama
untuk menyelesaikan masalah bersama dan mencapai tujuan belajar.
e. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Dalam
dunia
pendidikan,
banyak
model
pembelajaran
yang
digunakan, salah satunya adalah pembelajaran kooperatif. Sugiyanto (2009:
37) mendefinisikan pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah
pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil
siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk
mencapai tujuan belajar.
Selanjutnya Hosnan (2014: 234) menambahkan bahwa cooperative
learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama
dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama
yang teratur dalam kelompok, yang terdiri atas dua orang atau lebih, di
mana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap
anggota kelompok itu sendiri. Suyatno (2009: 51) juga menjelaskan
pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara
berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkonstruksi konsep,
menyelesaikan persoalan, atau inkuiri.
Menurut Simsek, Yilay, dan Kucuk (2013) dalam Journal on New
Trends in Education and Their Implications menyatakan:
Cooperative learning method can be defined as a learning approach
that students help learn from each other creating a small mixed groups
towards a common purpose in an academic subject in both classroom and
other environments, increased self-confidence and communication skills of
individuals, strengthened the power of problem-solving and critical thinking
and students participates actively in the process of education.
23
Terjemahan: Metode pembelajaran kooperatif dapat didefinisikan
sebagai pendekatan pembelajaran yang membantu siswa belajar satu sama
lain dengan menciptakan kelompok-kelompok kecil campuran untuk
menuju tujuan bersama dalam sebuah pelajaran akademis di kedua kelas dan
lingkungan lainnya, meningkatkan kepercayaan diri dan keterampilan
komunikasi individu, memperkuat daya pemecahan masalah dan berpikir
kritis dan siswa berpartisipasi secara aktif dalam proses pendidikan.
Ciri-ciri dari pembelajaran kooperatif kemudian dikemukakan oleh
Isjoni (2014: 20) yaitu: (1) setiap anggota memiliki peran; (2) terjadi
hubungan interaksi langsung di antara siswa; (3) setiap anggota kelompok
bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya;
(4)
guru
membantu
mengembangkan
keterampilan-keterampilan
interpersonal kelompok; dan (5) guru hanya berinteraksi dengan kelompok
saat diperlukan.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran kooperatif adalah salah satu model pembelajaran yang
mengutamakan adanya kerja sama dan keterlibatan dari setiap siswa dalam
suatu kelompok yang heterogen sehingga tercapai suatu solusi bersama dari
persoalan yang diberikan. Dengan demikian, siswa berperan lebih banyak di
dalam kelompoknya untuk menyelesaikan masalah yang diberikan oleh
guru.
f. Macam-macam Model Pembelajaran Kooperatif
Dalam model pembelajaran kooperatif terdapat banyak sekali model
dengan kekhususan masing-masing. Menurut Suprijono (2010: 89) ada
beberapa jenis model pembelajaran kooperatif, yaitu: 1) Student
Achievement Divisions (STAD); 2) Jigsaw; 3) Group Investigation; 4)
Metode Struktural; 5) Team Games Tournaments; 6) Number Head
Together (NHT); 7) Cooperative Integrated Reading and Compossition
(CIRC); 8) Team Accelerated Instruction (TAI); 9) Rotating Trio
Excharger; 10) Group Review; 11) Time token; 12) Think Talk Write
(TTW).
24
Setiap model pembelajaran di atas mempunyai kelebihan dan
kelemahannya masing-masing, sehingga tidak ada model pembelajaran yang
paling tepat digunakan dalam pembelajaran. Model pembelajaran yang
digunakan guru seharusnya dicocokkan dengan materi pelajaran yang akan
disampaikan, tujuan pembelajaran yang akan dicapai, maupun kondisi
siswa. Pada pembelajaran menulis argumentasi ini, model pembelajaran
yang digunakan adalah model pembelajaran Think Talk Write (TTW).
Model pembelajaran ini menekankan pada proses pembelajaran siswa dalam
berpikir, berbicara, dan menulis. Model ini juga mendorong siswa untuk
dapat berinteraksi dengan kelompoknya sehingga membuat siswa lebih aktif
dalam pembelajaran.
g. Pengertian Model Pembelajaran Think Talk Write (TTW)
Model pembelajaran Think Talk Write (TTW) pertama kali
diperkenalkan oleh Huinker dan Laughlin yang pada dasarnya dibangun
melalui berpikir, berbicara, dan menulis. Alur ini dimulai dari keterlibatan
siswa dalam berpikir atau berdialog dengan dirinya sendiri setelah proses
membaca. Selanjutnya berbicara dan membagi ide (sharing) dengan
temannya sebelum menulis. Suasana seperti ini lebih efektif jika dilakukan
dalam kelompok heterogen dengan 3-5 siswa. Dalam kelompok ini, siswa
diminta membaca, membuat catatan kecil, menjelaskan, mendengarkan dan
membagi ide bersama teman kemudian mengungkapkannya melalui tulisan
(Hamdayama, 2014: 217). Dari sumber lain, Suyatno (2009: 66)
menjelaskan pembelajaran menggunakan Think Talk Write (TTW) dimulai
dengan berpikir melalui bahan bacaan (menyimak, mengkritisi, dan
alternatif solusi), hasil bacaannya dikomunikasikan dengan presentasi,
diskusi, dan kemudian membuat laporan hasil presentasi.
Berpikir (think) merupakan kegiatan mental yang dilakukan untuk
mengambil keputusan, misalnya merumuskan pengertian, menyintesis, dan
menarik simpulan setelah melalui proses mempertimbangkan (Shoimin,
2014: 212-213). Menurut Hamdayama (2014: 217) dalam tahap ini, siswa
secara individu memikirkan kemungkinan jawaban (strategi penyelesaian),
25
membuat catatan apa yang telah dibaca, baik itu berupa apa yang
diketahuinya, maupun langkah-langkah penyelesaian dalam bahasanya
sendiri.
Tahap selanjutnya setelah berpikir (think) adalah berbicara (talk). Pada
tahap
ini
siswa
diberi
kesempatan
untuk
membicarakan
hasil
penyelidikannya pada tahap pertama. Siswa merefleksikan, menyusun, serta
menguji (negosiasi, sharing) ide-ide dalam kegiatan diskusi kelompok
(Huda, 2013: 219). Shoimin (2014: 213) mengungkapkan pentingnya talk
dalam suatu pembelajaran adalah dapat membangun pemahaman dan
pengetahuan bersama melalui interaksi dan percakapan antara sesama
individual di dalam kelompok.
Selanjutnya, tahap menulis (write) yaitu siswa menuliskan ide-ide
yang diperolehnya dari kegiatan tahap pertama dan kedua. Menurut Huda
(2013: 219) tulisan ini terdiri atas landasan konsep yang digunakan,
keterkaitan dengan materi sebelumnya, strategi penyelesaian, dan solusi
yang diperoleh. Pendapat lain juga dijelaskan oleh Hamdayama (2014: 218)
bahwa aktivitas menulis berarti mengkonstruksikan ide, karena setelah
berdiskusi antarteman dan kemudian mengungkapkannya melalui tulisan.
Aktivitas menulis akan membantu siswa dalam membuat hubungan dan juga
memungkinkan guru dapat memantau kesalahan siswa, miskonsepsi, dan
konsepsi siswa terhadap ide yang sma.
Dengan beberapa penjelasan tahap-tahap oleh para ahli di atas, dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran Think Talk Write (TTW) terdiri
atas 3 tahap, yaitu (1) berpikir (think), yaitu siswa melakukan pengamatan
kemudian mencari dan mencatat hal-hal pokok dari apa yang dia amati
secara individu; (2) berbicara (talk), yaitu siswa melakukan sharing atau
bertukar pendapat dengan siswa lain pada kelompoknya untuk menemukan
suatu kesepakatan ide; dan (3) menulis (write), yaitu siswa menuliskan apa
yang sudah didiskusikannya dalam kelompok dalam sebuah tulisan dengan
bahasanya sendiri.
26
h. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Think Talk Write
(TTW)
Suatu penggunaan model pembelajaran pasti mempunyai kelebihan
dan kelemahan. Begitu juga pada model pembelajaran Think Talk Write
(TTW). Sebagaimana yang disebutkan oleh Hamdayama (2014:222),
kelebihan Think Talk Write (TTW) antara lain: 1) mempertajam seluruh
keterampilan berpikir visual; 2) mengembangkan pemecahan yang
bermakna dalam rangka memahami materi ajar; 3) dengan memberikan soal
open ended, dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kreatif
siswa; 4) dengan berinteraksi dan berdiskusi dengan kelompok akan
melibatkan siswa secara aktif dalam belajar; dan 5) membiasakan siswa
berpikir dan berkomunikasi dengan teman, guru, dan bahkan dengan diri
mereka sendiri.
Sedangkan kelemahan dari Think Talk Write (TTW) antara lain: 1)
ketika siswa bekerja dalam kelompok itu mudah kehilangan kemampuan
dan kepercayaan, karena didominasi oleh siswa yang mampu; dan 2) guru
harus benar-benar menyiapkan semua media dengan matang agar dalam
menerapkan Think Talk Write (TTW) tidak mengalami kesulitan.
i. Manfaat Model Pembelajaran Think Talk Write (TTW)
Penerapan model pembelajaran Think Talk Write (TTW) dalam
pembelajaran mempunyai manfaat sebagai berikut: 1) membantu siswa
dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri sehingga pemahaman
konsep siswa menjadi lebih baik, siswa dapat mengkomunikasikan atau
mendiskusikan pemikirannya dengan temannya sehingga siswa saling
membantu dan saing bertukar pikiran. Hal ini dapat membantu siswa dalam
memahami materi yang diajarkan; dan 2) melatih siswa untuk menuliskan
hasil diskusinya ke bentuk tulisan secara sistematis sehingga siswa akan
lebih memahami materi dan membantu siswa untuk mengkomunikasikan
ide-idenya dalam bentuk tulisan. (Hamdayama, 2014: 221-222).
27
j. Langkah-Langkah Pembelajaran dengan Think Talk Write (TTW)
Think Talk Write (TTW) merupakan suatu model pembelajaran untuk
melatih keterampilan peserta didik dalam menulis (Shoimin, 2014: 212).
Model pembelajaran Think Talk Write (TTW) terdiri dari tiga tahap yaitu
tahap think (berpikir), talk (berbicara), dan write (menulis). Dalam
pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran Think Talk Write
(TTW) harus melalui beberapa langkah. Maftuh dan Nurmani dalam
Hamdayama (2014: 220) menjelaskan langkah-langkah pembelajaran Think
Talk Write (TTW) sebagai berikut: (1) Guru menjelaskan tentang Think Talk
Write (TTW) dan siswa memperhatikan; (2) Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran dan menjelaskan sekilas tentang materi yang akan
didiskusikan; (3) Guru membentuk siswa dalam kelompok, setiap kelompok
terdiri dari 3-5 orang siswa yang dikelompokkan secara heterogen; (4) Guru
membagikan LKS pada setiap siswa. Siswa membaca soal LKS dan
memahami masalah secara individual kemudian kemudian membuat catatan
kecil untuk didiskusikan dengan teman kelompoknya (think); (5) Siswa
siswa berinteraksi dengan teman kelompok untuk membahas isi LKS dan
merumuskan kesimpulan sebagai dari diskusi dengan anggota kelompoknya
(talk); (6) Siswa menulis sendiri pengetahuan yang diperolehnya sebagai
hasil kesepakatan dengan anggota kelompoknya (write); (7) Guru meminta
masing-masing kelompok mempresentasikan pekerjaannya, sedangkan
kelompok lain menanggapi.
Langkah-langkah pembelajaran Think Talk Write (TTW) juga
dijelaskan oleh Huda (2013: 220) sebagai berikut: (1) siswa membaca teks
dan membuat catatan dari hasil bacaan secara individual (think), untuk
dibawa ke forum diskusi; (2) siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan
teman satu grup untuk membahas isi catatan (talk). Dalam kegiatan ini
mereka menggunakan bahasa dan kata-kata mereka sendiri untuk
menyampaikan ide-ide dalam diskusi. Pemahaman dibangun melalui
interaksi dalam diskusi, karena itu diskusi diharapkan dapat menghasilkan
solusi atas soal yang diberikan; (3) siswa mengkonstruksi sendiri
28
pengetahuan yang memuat pemahaman dan komunikasi dalam bentuk
tulisan (write); dan (4) kegiatan akhir pembelajaran adalah membuat refleksi
dan kesimpulan atas materi yang dipelajari.
3. Implementasi Model Pembelajaran Think Talk Write (TTW) dalam
Keterampilan Menulis Argumentasi
Berdasarkan sintak pembelajaran Think Talk Write (TTW) yang
dijelaskan
oleh
Huda
(2013:
218)
yaitu
think
(berpikir),
talk
(berbicara/berdiskusi), dan write (menulis) peneliti melaksanakan modifikasi
sesuai dengan pembelajaran yang dilaksanakan yaitu dalam pembelajaran
menulis argumentasi. Adapun pelaksanaannya sebagai berikut: 1) Siswa dibagi
menjadi 5-6 kelompok; 2) Siswa diberi permasalahan kelompok berupa tema
tulisan yang akan dipelajari yaitu tentang makanan sehat dan tidak sehat,
kesehatan, kerusakan lingkungan, dan kebersihan; 3) Siswa mengamati gambar
yang berkaitan dengan tema; 4) Siswa berpikir tentang apa yang diamatinya
berdasarkan pertanyaan yang diberikan oleh guru (think); 5) Siswa melakukan
diskusi kelompok untuk membahas tugas yang diberikan guru terkait dengan
gambar (talk); 6) Siswa mengkonstruksikan sendiri pengetahuan yang memuat
pemahaman ke dalam tulisan dalam bentuk argumentasi (write) dan di akhir
pembelajaran membuat refleksi dan kesimpulan mengenai materi yang telah
dipelajari.
4. Penelitian yang Relevan
Dalam penelitian ini, ada beberapa penelitian yang relevan sesuai dengan
penelitian yang dilaksanakan. Adapun hasil penelitian tersebut antara lain:
Penelitian Dewi (2015) yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Think Talk Write (TTW) untuk Meningkatkan Keterampilan
Menulis Deskripsi pada Pembelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas IV SD
Negeri 3 Sragen Tahun Ajaran 2014/2015”. Dalam skripsinya menyimpulkan
bahwa penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe Think Talk Write (TTW)
dapat meningkatkan keterampilan menulis deskripsi pada siswa kelas IV SD
29
Negeri 3 Sragen Tahun Ajaran 2014/2015. Peningkatan keterampilan menulis
deskripsi terlihat dengan meningkatnya ketuntasan klasikal siswa pada setiap
siklus. Pada kondisi awal atau prasiklus dengan nilai Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) sebesar 70 dengan jumlah 29 siswa, ketuntasan klasikal
mencapai 37,94% atau 11 siswa tuntas. Siklus I ketuntasan klasikal meningkat
menjadi 68,96% atau 20 siswa, dan siklus II ketuntasan klasikal meningkat
menjadi 86,21% atau 25 siswa. Kesesuaian penelitian ini adalah peneliti samasama menggunakan model pembelajaran Think Talk Write (TTW), sedangkan
perbedaannya pada waktu dan tempat penelitian. Selain itu juga materi
pembelajaran atau variabel yang ditingkatkan berbeda.
Penelitian Raharjo (2014) dengan judul penelitiannya “Peningkatan
Keterampilan Menulis Argumentasi Melalui Strategi DWA (Directed Writing
Activity) pada Siswa Kelas IV SD Negeri Godog 2 Tahun Ajaran 2013/2014”.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran menulis argumentasi pada
siswa kelas IV SD Negeri Godog 2, Polokarto, Sukoharjo meningkat dengan
menerapkan
strategi
DWA
(Directed
Writing
Activity).
Peningkatan
keterampilan menulis argumentasi siswa diketahui dengan hasil tes
keterampilan menulis argumentasi yang dilaksanakan pada prasiklus, akhir
siklus I, akhir siklus II, dan akhir siklus III yang menunjukkan peningkatan
rata-rata dan persentase ketuntasan secara klasikal keterampilan menulis
argumentasi siswa. Rata-rata nilai keterampilan menulis argumentasi siswa
pada prasiklus sebesar 62 dengan ketuntasan klasikal sebesar 37,5%. Siklus I
sebesar 70,43 dengan ketuntasan klasikal 68,75%, siklus II sebesar 76,68
dengan ketuntasan klasikal 81,25%, dan pada siklus III rata-ratanya 82,3
dengan ketuntasan klasikal 93,75%. Persamaan antara penelitian yang
dilakukan oleh Yesie Agustina K. R. dengan penelitian yang peneliti
laksanakan terletak pada variabel terikatnya, yaitu keterampilan menulis
argumentasi. Perbedaannya terletak pada variabel bebas yang dilakukan oleh
Yesie Agustina K. R. adalah strategi DWA (Directed Writing Activity),
sedangkan variabel bebas yang digunakan peneliti adalah model pembelajaran
Think Talk Write (TTW).
30
Penelitian Himawan (2014) dengan judul “Penerapan Metode Mind
Mapping untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Argumentasi (dalam
Pembelajaran Bahasa Indonesia) pada Siswa Kelas IV SD Negeri 01 Gedong
Tahun 2013/2014”. Dari penelitian ini diperoleh data pada tindakan prasiklus
nilai rata-rata pencapaian kompetensi keterampilan menulis argumentasi 66,
siklus I nilai rata-rata pencapaian kompetensi keterampilan menulis
argumentasi 70,72, siklus II nilai rata-rata pencapaian kompetensi keterampilan
menulis argumentasi 76,27, dan pada siklus III nilai rata-rata pencapaian
kompetensi keterampilan menulis argumentasi 80. Pada prasiklus jumlah siswa
yang mencapai KKM 70 sebanyak 38,2%, pada siklus I jumlah siswa yang
mencapai KKM 70 sebanyak 55,5%, pada siklus II jumlah siswa yang
mencapai KKM 70 sebanyak 74%. Pada siklus III jumlah siswa yang mencapai
KKM 70 sebanyak 92%. Persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh
Ridho Himawan dengan penelitian yang peneliti laksanakan terletak pada
variabel terikatnya, yaitu keterampilan menulis argumentasi. Perbedaannya
terletak pada variabel bebas yang dilakukan oleh Ridho Himawan
menggunakan metode Mind Mapping, sedangkan variabel bebas yang
digunakan peneliti adalah model pembelajaran Think Talk Write (TTW).
B. Kerangka Berpikir
Pada kondisi awal keterampilan menulis argumentasi pada siswa kelas IV A
SD Negeri Pucangan 03 masih rendah. Hal ini ditunjukkan oleh hasil pretest yang
dilaksanakan, yaitu dari nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada mata
pelajaran Bahasa Indonesia sebesar 70 dengan jumlah 30 siswa hanya ada 11
siswa atau sebesar 36,67% yang mencapai KKM dan sebanyak 19 siswa atau
sebesar 63,33% belum mencapai KKM yang ditentukan. Berdasarkan hasil
wawancara yang telah dilakukan, permasalahan tersebut terjadi karena beberapa
faktor, seperti: 1) guru masih melaksanakan pembelajaran yang konvensional
dengan metode ceramah dalam pembelajaran menulis pada mata pelajaran Bahasa
Indonesia sehingga siswa merasa sulit memahami apa yang disampaikan oleh
guru; 2) motivasi siswa dalam pembelajaran menulis masih kurang; dan 3) siswa
31
masih kurang paham dengan teknik penulisan yang tepat dan kurang bisa
mengungkapkan ide-idenya dalam bentuk tulisan.
Dari kondisi awal tersebut maka diperlukan suatu tindakan yang dilakukan
peneliti untuk mengatasi permasalahan menulis argumentasi yaitu dengan
menerapkan model pembelajaran Think Talk Write (TTW). Model pembelajaran
Think Talk Write (TTW) dipilih karena model ini memiliki proses yang baik untuk
digunakan dalam pembelajaran menulis agar siswa dapat terlatih menulis dengan
baik juga. Dengan kegiatan belajar yang dimulai dari think, talk, dan write, maka
siswa diberikan kesempatan untuk lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran
dengan cara bertukar pikiran untuk mendapatkan penyelesaian bersama serta
siswa juga lebih mudah mengembangkan ide dalam pikirannya sampai tersusun
karangan argumentasi yang baik. Pembelajaran menulis argumentasi yang
dilakukan terdiri dari dua siklus dengan masing-masing siklus terdiri dari dua
pertemuan. Setiap siklus meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan tindakan,
observasi, dan refleksi.
Pada kondisi akhir diharapkan terdapat peningkatan keterampilan menulis
argumentasi pada siswa kelas IV A SD Negeri Pucangan 03. Indikator
peningkatan menulis argumentasi ditandai dengan target akhir sebanyak 80% dari
jumlah siswa seluruhnya mendapatkan nilai di atas KKM. Dari penjelasan di atas,
penulis menyusun kerangka berpikir sebagai berikut:
32
Kondisi awal
Tindakan
Guru masih
menggunakan
pembelajaran
konvensional dalam
pembelajaran
Penerapan model
pembelajaran Think Talk
Write (TTW) dalam
pembelajaran menulis
argumentasi
Keterampilan
menulis
argumentasi
siswa rendah






Kondisi akhir
Dengan penerapan
model pembelajaran
Think Talk Write (TTW)
keterampilan menulis
argumentasi siswa
meningkat


Siklus I
Perencanaan
Pelaksanaan
tindakan
Observasi
Refleksi
Siklus II
Perencanaan
Pelaksanaan
tindakan
Observasi
Refleksi
Gambar 2. 1 Skema Kerangka Berpikir
C. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan pada kerangka berpikir yang telah diuraikan di atas, dapat
dikemukakan hipotesis tindakan sebagai berikut: “Penerapan model pembelajaran
Think Talk Write (TTW) diduga dapat meningkatkan keterampilan menulis
argumentasi pada siswa Kelas IV A SD Negeri Pucangan 03 tahun ajaran
2015/2016”.
Download