Jurnal Sainstech Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2355-5009 Vol. 1 Nomor 2 Tahun 2014 KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM PEMBELAJARAN NILAI KEBERAGAMAN DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK DI LABSCHOOL RUMAH CITTA JOGJAKARTA Markus Utomo Sukendar, S. Sos, M. I. Kom Komunikasi Massa, Politeknik Indonusa Surakarta email: [email protected] Abstrak Keberagaman Indonesia, baik dari sumber daya alam maupun sumber daya adalah kekayaan yang menguntungkan, pemahaman mengenai hal ini sangat penting untuk dikenalkan kepada anak sejak dini, sehingga nantinya bisa diinternalisasi menjadi karakter yang sanggup menghargai dan menghormati keberagaman yang ada di lingkungannya. Pembelajaran nilai-nilai keberagaman membutuhkan proses yang panjang dan berkesinambungan, dan sekolah mempunyai peranan yang cukup besar dalam pembelajaran. Prosesnya dilakukan dengan komunikasi interpersonal, yang diyakini paling efektif untuk mengubah pendapat, sikap dan perilaku seseorang, karena prosesnya melalui dialogis atau percakapan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan interview, observasi dan dokumentasi, analisis datanya adalah analisis data kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi interpersonal dilakukan dengan pola satu arah, dua arah dan multi arah, dan dilakukan dengan efektif sesuai faktor keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness)sikap positif (positiveness) dan kesetaraan (equality). Kata Kunci : Komunikasi Interpersonal, Nilai Keberagaman, Pembentukan Karakter keberagaman baik secara fisik maupun pilihan hidup. Hal penting yang hendaknya dilakukan adalah dengan membangun karakter anak yang sanggup menghargai keberagaman sejak usia dini. Anak belajar memiliki sikap menghargai dirinya sendiri dan orang lain dalam konteks interaksi sosial. Dalam hal ini, keluarga memegang peranan yang sangat penting, sikap dan dukungan keluarga dalam memandang keberagaman menjadi dasar dalam pembentukan karakter anak. Demikian juga dengan lingkungan sekolah dan masyarakat, karena pendidikan dan pembentukan karakter anak tidak bisa dilepaskan dari lingkungan terdekat dimana anak hidup dan berinteraksi. Pembelajaran akan nilai-nilai keberagaman ini tidak dapat dipaksakan, sehingga komunikasi yang digunakan lebih pada komunikasi interpersonal yang menyesuaikan dengan kebutuhan, kekuatan, kemampuan dan latar belakang anak. Sehingga peneliti tertarik untuk mengkaji komunikasi PENDAHULUAN Kekayaan alam dan kekayaan budaya Indonesia harusnya disikapi sebagai harta dan warisan milik bersama, sehingga harus dijaga, dilestarikan dan dikembangkan secara bersama-sama pula sehingga akan menimbulkan manfaat bersama. Keberagaman yang ada, seharusnya dipandang sebagai kekuatan dan bukan ancaman, sehingga perlu adanya sikap toleransi dan menghargai diantara seluruh makhluk yang hidup di Indonesia. Sikap ini perlu dikembangkan sejak awal di dalam keluarga, terlebih lagi pada anak-anak, sebab anak adalah ‘agent of change’ yang keberadaan dan kehadirannya saat ini dan juga nanti ketika dia dewasa, diharapkan akan memberikan perubahan positif keluarga, masyarakat dan lebih luas lagi bagi bangsa Indonesia. Lingkungan sekolah adalah lingkungan di luar keluarga yang memungkinkan anak berinteraksi dengan teman-teman seusia, yang mempunyai 21 Jurnal Sainstech Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2355-5009 Vol. 1 Nomor 2 Tahun 2014 interpersonal dalam pembelajaran nilai keberagaman dalam pembentukan karakter anak di Labschool Rumah Citta Jogjakarta. yang pada akhirnya melakukan perubahan/inovasi. 2. Memelihara hubungan dan mengembangkan kedekatan atau keakraban. 3. Mempengaruhi sikap-sikap dan perilaku orang lain. Dalam proses komunikasi dialogis nampak adanya upaya dari para pelaku komunikasi untuk terjadinya pergantian bersama (mutual understanding) dan empati. Dari proses ini terjadi rasa saling menghormati bukan disebabkan status sosial melainkan didasarkan pada anggapan bahwa masing – masing adalah manusia yang berhak dan wajib, pantas dan wajar dihargai dan dihormati sebagai manusia (Effendy,2003). 4. Menghibur diri atau bermain. Kita bisa mendengarkan cerita orang lain yang seringkali membuat hidup kita menjadi terhibur dan lebih bahagia, sebaliknya juga kita bisa membagi cerita kepada orang lain untuk menghibur mereka. TINJAUAN PUSTAKA Komunikasi Interpersonal Devito (2001) mendefinisikan komunikasi interpersonal “is the communication that takes place between two person who have an established relationship.” Sementara Effendy (2003) mengemukakan bahwa komunikasi interpersonal adalah komunikasi antar komunikator dengan komunikan, komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang, karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan. Arus balik bersifat langsung, komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga. Pada saat komunikasi dilancarkan, komunikator mengetahui secara pasti apakah komunikasinya positif atau negatif, berhasil atau tidaknya. Jika ia dapat memberikan kesempatan pada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya. Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang terjadi di antara dua orang atau lebih, dimana terjadi pertukaran makna yang dipahami dalam arti yang sama di antara mereka yang berkomunikasi, efek dan feedbacknya bersifat langsung, ditujukan kepada kelompok yang jumlahnya terbatas dan sudah dikenal terlebih dulu. Faktor-faktor yang mempengaruhi Efektivitas Komunikasi Interpersonal Devito (1997) mengatakan bahwa efektivitas komunikasi interpersonal dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu : 1. Keterbukaan (Openness) Pertama,komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka kepada orang yang diajaknya berinteraksi, Kedua kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Ketiga adalah “kepemilikan” perasaan dan pikiran. 2. Empati (Empathy) Empati adalah ”kemampuan seseorang untuk ‘mengetahui’ apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu.” 3. Sikap Mendukung (Supportiveness) Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung (supportiveness). 4. Sikap Positif (Positiveness) Sikap positif dalam komunikasi interpersonal dapat dilakukan dengana cara: (1) menyatakan sikap positif dan Tujuan Komunikasi Interpersonal Tujuan komunikasi interpersonal sebagaimana dikemukakan Devito (1997)adalah: 1. Mempelajari secara lebih baik dunia luar, seperti berbagai objek, peristiwa dan orang lain. Nilai-nilai, sistem kepercayaan,dan sikap-sikap lebih dipengaruhi oleh pertemuan interpersonal daripada dipengaruhi media. Komunikasi interpersonal memberi peluang kepada anak untuk belajar tentang dirinya sendiri. Cara seperti ini menghasilkan self-concept yang makin berkembang dan mendorong perluasan pengetahuan dan keterampilan 22 Jurnal Sainstech Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2355-5009 Vol. 1 Nomor 2 Tahun 2014 (2) secara positif mendorong orang yang menjadi teman kita berinteraksi. 5. Kesetaraan (Equality) Komunikasi interpersonal akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini adalah: (1) untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan pada masa dewasa. (2) untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah. Komunikasi Pendidikan Ditinjau dari prosesnya, pendidikan adalah komunikasi dalam arti kata bahwa dalam proses tersebut terlibat dua komponen yang terdiri atas manusia, yakni pengajar sebagai komunikator dan pelajar sebagai komunikan (Effendy, 2003). Komunikasipendidikan tujuannya adalah merubah perilaku sasaran ke arah yang lebih berkualitas, ke arah positif. Komunikasi pendidikan mempunyai tanggung jawab untuk itu, karena memang harus bisa dipertanggung jawabkan pada akhir dari suatu proses yang dilaksanakannya, yakni melalui suatu evaluasi hasil pendidikan. Keberagaman Wahyono dan Suseno (Budiningsih, 2012) mendefinisikan keberagaman sebagai kesediaan untuk menerima kenyataan bahwa dalam masyarakat ada cara hidup, budaya, dan keyakinan hidup yang berbeda-beda. Keyakinan itu tercermin dengan sikap dan perilaku yang menghormati dan menghargai sesama manusia dengan segala kelebihan atau kekurangannya. Berns mengemukakan,“Value are qualities or beliefs that are viewed as desirable or important”. Kualitas yang menjadi keyakinan dan dipandang utama dalam nilai keberagaman, yaitu keyakinan bahwa Tuhan Yang Maha Esa menciptakan manusia yang beragam sehingga menemui beraneka ragam kondisi teman adalah sebagai keyakinan untuk menerima anugerah Tuhan. Penerimaan itu harus diejawantahkan dengan perilaku toleransi dan saling menghargai kondisi beragam tersebut sehingga selanjutnya mampu mendorong sikap saling berkerja sama untuk melengkapi kelemahan dan kelebihan di antara keberagaman (Zamroni dalam Mumpuniarti, 2012). Perilaku anak yang menghargai keberagaman perlu dibina oleh pengasuh PreSchool yang menyelenggarakan inklusi. Pembinaan terhadap nilai tersebut pada anak di Pre-School inklusi berakibat terbentuknya karakter anak di sekolah dasar inklusi yang berkarakter caring. Karakter caring ini oleh disebut sebagai dimensi sikap yang termanifestasikan dalam wujud kepedulian dalam menghadapi kekurangan atau penderitaan orang lain. Hal itu ditunjukkan dengan sikap kasih sayang dan secara ikhlas mau membantu orang lain yang memerlukan. Pendidikan Anak Usia Dini Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal. Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. 23 Jurnal Sainstech Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2355-5009 Vol. 1 Nomor 2 Tahun 2014 Kepedulian itu dikarenakan anak telah menjunjung tinggi nilai keberagaman. Keberagaman tampak pada adanya beberapa perbedaan usia, ras, etnis, jender maupun orientasi seksual (Capuzzi, 1997). Menurut McDevitt (2010), lingkungan berperan besar terhadap adanya keberagaman anak. Lingkungan yang mampu menerima, menghormati dan menghargai keberagaman, akan menjadi role model bagi anak untuk bersikap dan berperilaku positif dalam memahami dan menerima keberagaman. Pendidikan karakter di sekolah, tidak hanya berupa pembelajaran pengetahuan semata, tatapi lebih dari itu, yaitu penanaman moral, nilai-nilai etika, estetika, budi pekerti yang luhur dan lain sebagainya. Pemberian penghargaan kepada yang berprestasi, dan hukuman kepada yang melanggar, menumbuhsuburkan nilai-nilai yang baik dan sebaliknya mencegah berlakunya nilai-nilai yang buruk. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah (Kusmaryani, 2011). Pembentukan Karakter Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat (Sudrajat dalam Mumpuniarti, 2012). Nilainilai perilaku ini perlu diinternalisasi dalam diri seseorang sejak dini sehingga menjadi bagian dari diri seseorang. Karakter adalah sebuah sifat-sifat yang mencirikan kepribadian seseorang yang membedakan dengan yang lain. Karakter itu mencirikan seseorang dalam merespon situasi dan kondisi sosial yang dihadapi (Mumpuniarti, 2012). Pembentukan karakter yang mencirikan nilai keberagaman berimplikasi terbentuknya beberapa perilaku, di antaranya berwujud menghormati dan menghargai orang lain (respect); keterbukaan dan adil (fairness); serta kepedulian (caring). Orang yang telah terbentuk memiliki ciri khas dengan tiga nilai itu diaktualisasikan dalam perilaku berupa: menghormati dan menghargai orang lain tanpa memandang latar belakang yang menyertainya, menjunjung tinggi martabat dan kedaulatan orang lain, dan memiliki sikap toleransi yang tinggi, dan mudah menerima orang dengan tanpa memandang latar belakang; senantiasa mengedepankan keadilan; serta kepedulian terhadap kondisi penderitaan orang lain dengan kasih sayang dan ikhlas mau membantu yang memerlukan (Zamroni dalam Mumpuniarti, 2012). METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Jenis penelitian deskriptif kualitatif, dimana dengan bentuk penelitian ini, mampu mengungkapkan informasi dan data yang bisa memberikan gambaran realitas sosial sebagaimana adanya dan relatif utuh. Teknik Pengumpulan Data 1. Interview Adalah percakapan dengan maksud tertentu. Untuk memperdalam informasi digunakan metode Depth-Interview. Dalam penelitian ini, Depth Interview dilakukan kepada staf pengajar dan anak Labschool Rumah Citta Jogjakarta. 2. Observasi Dilakukan dengan cara non-partisan, dimana peneliti akan mengamati situasi berbagai hal selama kunjungan di Labschool Rumah Citta Jogjakarta. 3. Dokumentasi Pengumpulan data dilakukan bersumber pada dokumen, catatan-catatan dan arsip kegiatan atau peristiwa yan diselidiki. Analisis Data Analisis yang digunakan adalah analisis data kualitatif, dimana data kualitatif merupakan sumber dari deskripsi yang kokoh 24 Jurnal Sainstech Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2355-5009 Vol. 1 Nomor 2 Tahun 2014 dan luas serta memuat tentang penjelasan tentang proses yang terjadi dalam lingkungan setempat, sehingga data tersebut dapat diikuti dan dipahami alur peristiwa secara kronologis, memiliki sebab akibat lingkup setempat dan memperoleh penjelasan yang banyak dan bermanfaat. (Miles Huberman 1992). Model yang digunakan adalah model interaktif yang terdiri dari reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Objek Penelitian Labschool Rumah Citta merupakan salah satu divisi dari Lembaga Swadaya Masyarakat Early Childhood Care and Development Resource Center (ECCD-RC) Jogja. Lembaga ini bertempat di Jl. D.I. Panjaitan 70, Yogyakarta, berdiri tahun 2003. Visi Labschool Rumah Citta adalah anak usia dini mendapatkan dunianya yang menghargai nilai-nilai inklusivitas terutama hak-hak anak, keadilan gender, ramah lingkungan hidup, dan kearifan lokal sehingga tumbuh dan berkembang optimal. Visi ini tercermin dalam kurikulum, pendekatan pembelajaran, aturan, dan pembiasaan yang berlaku. Kurikulum diolah sendiri dengan berdasar pada kurikulum tingkat satuan pembelajaran (KTSP) anak usia dini dari Dinas Pendidikan yang disesuaikan denga perkembangan anak dan visi lembaga. Pendekatan pembelajaran berpusat pada anak, yaitu pembelajaran yang membuka kesempatan seluas-luasnya untuk bereksplorasi, berpendapat, mengembangkan diri sesuai perkembangannya, dan belajar dengan senang. Misi Labschool Rumah Citta adalah: 1. Mengikutsertakan masyarakat, mempromosikan nilai-nilai inklusivitas; yaitu nilai-nilai yang menghargai keberagaman, penghargaan terhadap hakhak anak, sosialisasi adil gender, ramah lingkungan hidup dan kearifan lokal 2. Mengembangkan model Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang mendukung nilainilai inklusivitas tersebut 3. Mengadakan pelayanan kepada masyarakat untuk mengembangkan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang inklusif, adil gender, ramah lingkungan hidup dan arif lokal. Sejalan dengan kebijakan lembaga, Labschool Rumah Citta mengusahakan terciptanya pusat PAUD yang bebas dari kekerasan pada anak. Berbagai perangkat, seperti: aturan, standard operasional prosedur, dan kegiatan disiapkan dan diadakan untuk melakukan pencegahan terjadinya kekerasan pada anak. Labschool Rumah Citta menerima Pengumpula Reduksi Sajian Data Penarikan Kesimpulan/ Sumber Data a. Primer, yaitu data yang diperoleh melalui wawancara langsung dengan informan di lokasi penelitian. Adapun yang menjadi informan adalah mereka yang terkait dan dianggap tahu mengenai masalah penelitian, antara lain: Pengelola Labschool Rumah Citta, Edukator, Orang Tua Anak. b. Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari sumber lain, selain sumber data primer, terdiri dari: (1) Arsip dan Dokumen tentang Nilai keberagaman. dalam pembentukan karakter anak-anak Pre-School. (2) Artikelartikel yang mendukung dan pelengkap data primer. Validitas Data Peneliti menggunakan Triangulasi Data untuk dapat memperoleh validitas data dengan cara sederhana dan tepat, seperti yang disampaikan oleh HB. Sutopo ( 1988). Ada 4 macam Triangulasi, yaitu : (1) Triangulasi Data, (2) Triangulasi Investigator, (3) Triangulasi Metodologi, (4) Triangulasi teoritik. 25 Jurnal Sainstech Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2355-5009 Vol. 1 Nomor 2 Tahun 2014 masing-masing tingkatan kelas dan pengurus sekolah ( Kepala Sekolah dan Pustakawan). Wawancara dilakukan untuk menggali informasi sebanyak – banyaknya dari informan. Metode Story Telling dengan menggunakan media film dengan judul “My Friend Isabelle” digunakan untuk menggali pemahaman dan pengetahuan anak mengenai keberagaman dan bagaimana sikap mereka terhadap kondisi keberagaman yang ada di lingkungan, khususnya lingkungan sekolah. Data yang diperoleh tersebut kemudian akan disajikan secara deskriptif dan dianalisis secara kualitatif, sehingga akan didapatkan gambaran, jawaban, serta kesimpulan dari pokok permasalahan yang diangkat. anak dengan berbagai latar belakang sosial, budaya, ras, dan kemampuan. Semua anak tergabung dalam kelas yang sama. Anak dengan kebutuhan khusus juga bergabung dengan anak lain, dan dibuatkan program khusus sesuai kebutuhannya. Pendidikan nilai menjadi landasan pengembangan aspek moral. Pengenalan keberagaman agama dilakukan dengan mengadakan berbagai kegiatan setiap hari besar agama. Berbagai kegiatan lain diselenggarakan, baik event khusus maupun terlihat dalam pelaksanaan program kelas dan keseharian anak dan pendamping, untuk membangun pola hidup yang peduli dan menerima keberagaman. Pendidik berasal dari berbagai disiplin ilmu yang terus diperkaya dengan berbagai pemahaman tentang PAUD, mempunyai komitmen mendampingi perkembangan anak bersama orangtua dan untuk terus belajar bersama anak. Selain menjadi rumah belajar bagi anak usia dini, Labschool Rumah Citta juga menjadi rumah belajar orang dewasa dengan membuka kesempatan kunjungan/ studi banding, tempat penelitian, tempat magang, dan observasi. Kesempatan ini terbuka bagi mahasiswa, orangtua, kader, pendidik, dan masyarakat luas yang ingin belajar dan mengenal lebih dekat tentang PAUD. Saat ini Labschool Rumah Citta telah diakses berbagai pihak dari Yogyakarta maupun provinsi lain. Untuk mengembangkan program PAUD, Rumah Citta bekerjasama dengan berbagai pihak. Bekerja sama dengan lembaga pemerintahan, lembaga kesehatan, seniman, LSM lain, lembaga peduli lingkungan, dan lembaga budaya. Pembahasan Keberagaman yang dipandang sebagai adanya perbedaan baik secara fisik, maupun non fisik yang ada pada setiap orang, diterima secara positif oleh orang tua, edukator, kepala sekolah dan pustakawan di Labschool Rumah Citta, dan ditularkan kepada anak dengan menggunakan pendekatan komunikasi interpersonal dimana (1)terjadi di antara dua orang atau lebih, yang sudah saling mengenal, yaitu dari edukator, anak, pihak lain di sekolah dan di luar sekolah. Pola komunikasi yang dilakukan tidak hanya satu arah, dari edukator ke anak, namun juga dua arah, dimana anak juga berhak untuk memberikan pendapat, bertanya dan menolak atau menyetujui apa yang disampaikan oleh edukator. Selain itu juga terjadi komunikasi multi arah, karena teman-teman sepermainan bisa menjadi sumber informasi bagi anak dan edukator. (2) Proses pertukaran makna yang dipahami dalam arti yang sama, dimana seluruh orang yang terlibat dalam proses pembelajaran mempunyai pemahaman dan pandangan yang positif terhadap nilai-nilai keberagaman, dan bahwa perbedaan baik fisik maupun nonfisik diartikan sebagai sesuatu yang memang sudah seharusnya ada dan diterima secara baik, serta adanya keinginan untuk menghargai dan menghormati kondisi keberagaman yang ada.. Terminologi“sayang teman” apapun kondisi teman tersebut Penyajian Data Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 2 bulan di Labschool Rumah Citta Yogyakarta. Peneliti berusaha menggambarkan pola komunikasi dalam pembelajaran nilai keberagaman dalam pembentukan karakter yang melibatkan edukator, anak, orang tua, kepala sekolah dan pustakawan. Data diperoleh dengan melakukan indepth interview yang dilakukan terhadap edukator masing-masing tingkatan kelas (Play Group Kecil, Play Group Besar, TK Kecil, TK Besar, TK Full Day dan Kelas Persiapan SD), anak, Orangtua anak dari 26 Jurnal Sainstech Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2355-5009 Vol. 1 Nomor 2 Tahun 2014 disepakati sebagai nilai yang mendasari proses pembelajaran di Labschool Rumah Citta. (3) Feedback terjadi secara langsung, edukator dan juga anak berhak untuk menyampaikan pendapatnya mengenai kegiatan yang dilakukan, baik secara verbal maupun nonverbal. Perbedaan pendapat diberikan tempat dan kerap terjadi dalam kegiatan pembealajan, dan votting digunakan sebagai cara yang efektif untuk pengambilan keputusan. Dimana setiap orang yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran tersebut sepakat untuk melaksanakan hasil votting. Sedangkan Pola Komunikasi Interpersonal yang dilakukan dalam pembelajaran Nilai Keberagaman dalam Pembentukan Karakter Anak di Labschool Rumah Citta dilakukan secara (1) Satu Arah, dimana edukator menjelaskan dan memberikan pemahaman kepada anak mengenai hal-hal yang berkaitan dengan keberagaman, (2) Dua Arah, anak berhak untuk menyampaikan pendapatnya atau bertanya atas penjelasan yang diberikan oleh guru, dan (3) Multi Arah, dimana temanteman sebaya dijadikan sebagai sumber informasi tentang keberagaman. Efektivitas komunikasi interpersonal dalam pembelajaran nilai-nilai keberagaman dalam pendidikan karakter anak di Labschool Rumah Citta, tercermin dalam faktor-faktor: keterbukaan (openness), dimana edukator bersikap seperti apa adanya, memberikan informasi yang jelas tanpa tendensi pribadi, setiap orang yang terlibat dalam proses pembelajaran mempunyai hak untukmenyampaikan pendapatnya, bersedia mendengarkan pendapat orang lain, sepakat untuk menerima hasil votting sebagai keputusan bersama dan bahkan tema kegiatan di kelas pun ditentukan berdasarkan hasil kesepakatan seluruh anggota kelas. Labschool Rumah Citta juga membebaskan setiap anak mengenakan baju dan sepatu yang nyaman baginya, tidak ada seragam sekolah yang wajib dikenakan oleh anak. Sehingga setiap anak yang datang ke Labschool Rumah Citta akan diterima sebagaimana adanya anak tersebut. Edukator dan orang dewasa lain juga terbuka terhadap kritik dan saran yang diberikan oleh anak maupun orang tua. Empati (Empathy) ditunjukkan dengan memperhatikan kebutuhan dan kekuatan setiap anak. Labschool Rumah Citta menyadari bahwa setiap anak adalah pribadi yang unik dan mempunyai cara sendiri untuk beradaptasi dan mengembangkan diri. Anak berkebutuhan khusus (ABK) yang secara klinis divonis mempunyai kebutuhan khusus, pada awal sebelum masuk di-observasi terlebih dahulu, untuk memahami kebutuhan dan kekuatannya, sehingga nanti proses pembelajarannya disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing anak. Pada saat proses pembelajaran di kelas, edukator dan orang dewasa lain tidak diperkenankan untuk menggunakan “handphone”, supaya bisa fokus kepada kebutuhan dan kekuatan anak. Alat permainan dan desain ruang dii Labschool Rumah Citta pun dibangun dan disediakan untuk semaksimal mungkin aman dan nyaman bagi anak. Pemilihan alat permainan yang tidak berbahaya, tidak beracun, barang-barang bekas yang digunakan sebagai alat permainan edukatif dicuci dan dibersihkan terlebih dulu, kamar mandi didesain dengan bak air yang pendek dan kloset yang aman untuk anak. Pagi hari ketika anak berkumpul di kelas, selalu ada ”circle time”, sebagai saat memberi kesempatan anak untuk bercerita kabar dan bertukar cerita dengan teman yang lain dan saling menyapa. Dengan adanya empathy, maka akan menimbulkan sikap mendukung (Supportiveness), dimana edukator menghargai dan mendengarkan pendapat setiap anak dan bekerjasama dengan orang tua untuk kemajuan proses belajar anak. Sikap Positif (Positiveness), pemahaman yang positif dan bisa menerima keberagaman, ditularkan edukator kepada anak dengan memuji anak karena keberhasilannya dalam setiap hal positf yang dicapainya dan tidak memberikan “cap atau labelling” terhadap anak. Kesetaraan (Equality), Labschool Rumah Citta memahami sekolah adalah tempat bermain dan sekaligus belajar bagi anak-anak, Edukator dan orang dewasa yang lain adalah teman bermain dan belajar, tidak ada figur otoritas yang mempunyai kekuasaan lebih 27 Jurnal Sainstech Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2355-5009 Vol. 1 Nomor 2 Tahun 2014 tinggi dari yang lain. Sehingga setiap orang berhak mempunyai pendapat yang berbeda dan menyampaikan pendapatnya. Perbedaan pendapat dan konflik lebih dillihat sebagai proses untuk memahami keberagaman daripada sebagai kesempatan untuk menjatuhkan pihak lain. belajar bagi anak-anak, tidak ada yang memiliki kekuasaan lebih tinggi dari yang lain. Komunikasi interpersonal yang efektif akan berpengaruh terhadap kinerja dan keberhasilan suatu program serta mempermudah pencapaian tujuan pembelajaran nilai-nilai keberagaman dalam pembentukan karakter anak. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kesadaran bahwa anak-anak adalah manusia, yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan manusia lain, maka komunikasi yang digunakan dalam proses pembelajaran, khususnya pembelajaran nilainilai keberagaman adalah pola komunikasi interpersonal, dimana terjadi diantara dua orang atau lebih yang sudah saling mengenal, terjadi proses pertukaran makna dalam arti yang sama, dan “feedback”atau umpan baliknya bersifat langsung. Sehingga edukator maupun anak bisa menyampaikan ide dan pendapatnya secara langsung. Komunikasi interpersonal ini, berlangsung secara efektif, Labschool Rumah Citta menerapkan proses pembelajaran yang terbuka, dimana edukator wajib memberikan informasi mengenai tema kelas pada saat itu kepada anak dengan sejelas-jelasnya tanpa tendensi pribadi, proses pengambilan keputusan yang berdasarkan kesepakatan dari seluruh anggota kelas serta bersedia menerima kritik dan saran dari anak maupun pihak lain. Terlihat juga adanya empati yang ditunjukkan terhadap kondisi setiap orang yang terlibat di Labschool Rumah Citta, dimana seluruh proses pembelajaran didesain dengan memperhatikan kebutuhan dan kekuatan anak dan edukator. Empati atau memahami kondisi setiap anak yang berbeda-beda ini kemudian memunculkan adanya sikap mendukung, menghargai ide dan pendapat setiap anak dan kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain untuk perkembangan anak. Sedangkan sikap positif ditunjukkan dengan bentuk pujian pada anak yang berhasil melakukan hal positif, dan tidak memberikan cap tertentu kepada anak. Labschool Rumah Citta juga menerapkan prinsip kesetaraan (equality), dimana orang dewasa adalah teman bermain dan sekaligus Saran Sebagai bagian dari LSM Early Childhood Care and Development Resource Center (ECCD-RC), Labschool Rumah Citta mengemban tugas untuk menyebarkan nilainilai inklusivitas (keberagaman) terutama hakhak anak, keadilan gender, ramah lingkungan hidup, dan kearifan lokal sehingga tumbuh dan berkembang optimal. Proses internalisasi nilainilai keberagaman sehingga menjadi karakter anak, bukanlah proses yang singkat dan tidak akan berjalan optimal jika tanpa kerjasama dari pihak lain, sehingga beberapa saran yang bisa peneliti sampaikan adalah: 1. Memelihara proses komunikasi interpersonal yang efektif di antara orang dewasa yang terlibat di Labschool Rumah Citta, khususnya berkaitan dengan nilainilai keberagaman sehingga akan tercipta juga komunikasi interpseonal yang efektif dengan anak. 2. Membangun kerjasama yang sinergis dengan pihak lain yang terlibat dalam perkembangan anak, karena pembentukan karakter bukan hanya tanggung jawab sekolah, dan hanya akan berhasil apabila seluruh komponen yang terlibat dalam perkembangan anak bekerja bersama-sama untuk menanamkan nilai-nilai keberagaman sebagai bagian dari karakter anak. 3. Ikut serta menciptakan masyarakat yang inklusif, yang sanggup menerima keberagaman sebagai hal yang memperkaya dan menguatkan, dengan menyebarkan nilai-nilai inklusivitas ke masyarakat, baik dengan memberikan pendampingan kepada sekolah-sekolah, maupun lembaga-lembaga yang terlibat dalam proses perkembangan anak. 28 Jurnal Sainstech Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2355-5009 Vol. 1 Nomor 2 Tahun 2014 Development and Education. 4th Edition. New Jersey : Pearson Education, Inc. Kusmaryani, Rosita Endang. 2011. Membangun Karakter Keberagaman Pada Anak-Anak. Seminar Nasional Pusat studi Pendidikan Anak Usia Dini “Karakter sebagai Saripati Tumbuh Kembang Anak Usia Dini”. Pusdi Anak Usia Dini Lemlit UNY, tanggal 26 Juli 2011. Mumpuniarti.2012. Pembelajaran Nilai Keberagaman dalam Pembentukan Karakter Siswa Sekolah Dasar Inklusi. Jurnal Pendidikan Karakter Tahun II Nomor 3 Oktober 2012. Sutopo, H.B.1988.Metodologi Penelitian Kualitatif :Dasar Teoritis dan Praktis. Surakarta: Pusat Penelitian Universitas Sebelas Maret. DAFTAR PUSTAKA Berns, Roberta M. 2004. Child, Family, School, Community. Australia: Thomson Learning. Budiningsih, C.A. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta. Capuzzi, D. & Gross, D.R. 1997. Introduction to The Counseling Profession. Second Edition. Boston: Allyn and Bacon. Devito, Joseph A. 2001. The Interpersonal Communication Book. Ninth Edition. New York: Person Education Inc. --------------------- 1997. Komunikasi Antar Manusia. Jakarta: Profesional Books. Effendy, Onong, Uchjana. 2003. Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya McDevitt, T.M. & Ormrod, J.E. 2010. Child 29 Jurnal Sainstech Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2355-5009 Vol. 1 Nomor 2 Tahun 2014 30