penerapan pendekatan salingtemas dengan

advertisement
PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS DENGAN PENGGUNAAN
MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN SIKAP PEDULI LINGKUNGAN
PADA SISWA KELAS X MAN 2 TULUNGAGUNG
Nofita Mittaku Rohmah*, Mimien Henie Irawati, dan Susilowati
Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5 Malang
*Email: [email protected]
Abstrak: Salah satu harapan kurikulum 2013 adalah untuk meningkatkan kemampuan
berpikir kritis, sehingga siswa akan memiliki kompetensi sikap, keterampilan, dan
pengetahuan yang jauh lebih baik. Pembelajaran yang dapat memenuhi harapan tersebut
salah satunya adalah pendekatan SALINGTEMAS dengan penggunaan model PBL. Hasil
observasi dari pembelajaran biologi kelas X-C dan XI IPA 2 MAN 2 Tulungagung,
diketahui kemampuan berpikir kritis dan sikap peduli lingkungan siswa masih belum
maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan
sikap peduli lingkungan siswa dengan menerapkan pendekatan SALINGTEMAS dengan
penggunaan model PBL. Penelitian ini termasuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan
pendekatan penelitian kualitatif-kuantitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pendekatan SALINGTEMAS dengan penggunaan model PBL dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis dan sikap peduli lingkungan siswa kelas X-C MAN 2
Tulungagung. Hal ini dilihat dari nilai rata-rata hasil observasi kemampuan berpikir kritis
pada siklus I sebesar 75,52% dan pada siklus II menjadi 82,81%. Hasil tes kemampuan
berpikir kritis siswa pada siklus I sebesar 68, 75% dan pada siklus II menjadi 84,37%. Hasil
tes sikap peduli lingkungan pada siklus I sebesar 71,87% dan pada siklus II menjadi
90,63%.
Kata Kunci: SALINGTEMAS, Problem Based Learning, kemampuan berpikir kritis, sikap
peduli lingkungan
Abstract: One of the expectations of the “Kurikulum 2013” is to improve students’ critical
thinking skills, so that students will have better attitude, skills, and knowledge
competencies. One lesson that can accomplish these expectations is SALINGTEMAS
approach through the use of PBL model. The result of observation of teaching biology in XC and XI IPA 2 graders of MAN 2 Tulungagung, shows, that critical thinking skills and
environmental sensibility attitude is not maximal. the study is purposed to improve critical
thinking skills and environmental sensibility attitude of students with implementation of
SALINGTEMAS approach through the use of Problem Based Learning Model. This
research includes Classroom Action Research with qualitative-quantitative research
approach. The result of this study indicates that the use of SALINGTEMAS approach
through the use of PBL model can enhance critical thinking skills and environmental
sensibility attitude of the student of X-C graders of MAN 2 Tulungagung. It is seen from
the average value of the observation of critical thinking skills in the first cycle which is
75.52% and the second cycle which becomes 82.81%. The test results of students' critical
thinking skills in the first cycle is 68, 75% and in the second cycle becomes 84.37%. The
results of the environmental sensibility attitude tests on the first cycle is 71.87% and the
second cycle becomes 90.63%.
Keywords: SALINGTEMAS, problem based learning, critical thinking skills,
environmental sensibility attitude.
Dewasa ini, terdapat pembaharuan Kurikulum Pendidikan yang awalnya merupakan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menjadi Kurikulum 2013. Menurut Kementerian
Pendidikan Nasional, (2013) Kurikulum 2013 disiapkan untuk mencetak generasi yang siap dalam
menghadapi masa depan. Pembelajaran yang diterapkan pada Kurikulum 2013 ditekankan pada
pengembangkan keterampilan berpikir kritis, kebebasan dalam berpikir, serta membangun
kepercayaan diri dalam mengajukan masalah atau pertanyaan serta menyelesaikannya atau mencari
pemecahannya. Melalui hal tersebut diharapkan siswa memiliki kompetensi sikap, keterampilan,
dan pengetahuan jauh lebih baik.
Berdasarkan observasi pada pembelajaran biologi kelas X-C MAN 2 Tulungagung pada
bulan Desember 2013-Januari 2014, diketahui kemampuan berpikir kritis siswa masih belum
maksimal. Hasil observasi menunjukkan bahwa: (1) siswa belum terbiasa merumuskan masalah dan
merumuskan hipotesis dengan baik, terbukti dengan beberapa siswa yang menanyakan tentang
bagaimana cara menyusun hipotesis dan rumusan masalah yang dibuat siswa jawabannya terdapat
dalam pernyataan; (2) rendahnya kemampuan memberikan ide dalam diskusi, terlihat hanya
terdapat 25 % siswa yang melakukan tanya jawab pada saat diskusi dan siswa cenderung diam saat
guru memberikan pertanyaan; (3) kemampuan menganalisis masalah yang belum maksimal,
berdasarkan tes yang diberikan menunjukkan dilakukan pada pelajaran ekosistem dengan
pertanyaan siswa masih belum mampu menunjukkan bukti-bukti untuk memperkuat hasil
analisisnya. Sebenarnya guru sudah berupaya untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis tetapi
hasilnya belum maksimal. Metode ceramah masih mendominasi walaupun guru sudah menerapkan
metode kooperatif. Faktor lainnya yang membuat siswa belum memiliki kemampuan berpikir kritis
adalah sumber utama belajar siswa biasanya berasal dari LKS sekolah. Materi dan pertanyaan di
dalam LKS kebanyakan menuntut siswa untuk hafalan sehingga membatasi kemampuan siswa
untuk berkembang.
Hasil observasi dengan pengamatan langsung dan metode wawancara juga menunjukkan
sikap peduli lingkungan siswa masih rendah. Pada pengamatan langsung terlihat dari sampah
kertas, bungkus makanan dan minuman yang berserakan di lantai saat proses pembelajaran
berlangsung. Berdasarkan wawancara siswa mengatakan membersihkan ruang kelas dari sampahsampah yang dibuat oleh teman itu merepotkan. Mereka beranggapan bahwa yang membuat kotor
itu bukan mereka jadi mereka tidak bertanggungjawab atas itu. Mereka juga mengatakan petugas
kebersihan di sekolah yang akan membersihkan kelas setiap pulang sekolah. Siswa juga mengakui
belum pernah diajak untuk memikirkan tentang keadaan lingkungan di sekolah. Usaha-usaha
seperti membawa tanaman dan menanam tanaman untuk menambah komponen ekosistem di
sekolah juga belum dilakukan.
Menurut Rusmansyah dan Irhasyuarna (2003) Pendekatan SALINGTEMAS memiliki 3
landasan penting yaitu; keterkaitan yang erat antara sains, lingkungan teknologi dan masyarakat;
proses belajar menganut pandangan kontruktivisme yaitu siswa membentuk atau membangun
pengetahuannya sendiri melalui interaksi dengan lingkungan dan masyarakat, dan dalam
pengajaran terkandung lima ranah yang terdiri atas ranah pengetahuan, ranah sikap, ranah proses
sains, ranah kreativitas dan ranah hubungan dan aplikasi. Kelebihan pendekatan; mengaitkan materi
pembelajaran tentang isu-isu sosial yang terkait dengan sains teknologi serta mengarahkan siswa
untuk dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam membuat keputusan berdasarkan
informasi ilmiah. Penerapan pendekatan SALINGTEMAS dalam pembelajaran juga membutuhkan
suatu model pembelajaran yang sesuai. Model pembelajaran yang sesuai dengan pendekatan
SALINGTEMAS adalah model Pembelajaran Berbasis Masalah atau Problem Based Learning
(PBL). Nurhadi dan Senduk (2009) menyatakan PBL adalah pembelajaran yang menghadirkan
masalah nyata sebagai konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan ketrampilan
pemecahan masalah. Hal ini juga didukung dengan pernyataan Purnamaningrum (2012), yaitu PBL
merupakan pembelajaran yang dilakukan dengan menghadapkan siswa pada permasalahan yang
nyata pada kehidupan sehari-hari, sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri dalam
memecahkan masalah dan mengupayakan berbagai macam solusinya. Kemampuan berpikir kritis
siswa akan terlihat dalam proses pemecahan masalah tersebut. Pembelajaran yang yang
menghadirkan masalah nyata pada kehidupan sehari-hari juga akan menimbulkan sikap kepedulian
lingkungan siswa. Hasil penelitian Fitriana (2012) pada siswa kelas X-2 SMAN 6 Malang,
menunjukkan penerapan model PBL dapat meningkatkan ketrampilan berpikir kritis dan hasil
belajar. Berdasarkan hasil penelitian dari Masykuri, dkk (2012), diketahui bahwa pembelajaran
biologi menggunakan model Sains Teknologi Masyarakat (STM) berbasis proyek dapat
meningkatkan hasil belajar dan sikap peduli lingkungan.
METODE
Penelitian ini merupakan PTK dengan pendekatan kualitatif-kuantitatif. Penelitian tindakan
kelas dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri dari 4 tahap yaitu: perencanaan, tindakan,
observasi, dan refleksi. Subjek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X-C MAN 2 Tulungagung
yang berjumlah 32 siswa.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian yaitu data keterlaksanaan pembelajaran, kemampuan berpikir kritis siswa, dan sikap peduli lingkungan siswa. Data pendukung berupa catatan
lapangan. Sumber data yaitu siswa dan guru. Pengambilan data dibantu oleh tiga observer yang
terdiri dari tiga mahasiswa program sarjana pendidikan Biologi angkatan 2010. Data keterlaksanaan
pembelajaran diambil menggunakan lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran, dan catatan
lapangan. Data kemampuan berpikir kritis diambil menggunakan lembar observasi kemampuan
berpikir kritis dan soal tes kemampuan berpikir kritis. Data sikap peduli lingkungan diambil
menggunakan soal tes sikap peduli lingkungan yang diberikan setiap akhir siklus.
Data kualitatif berasal dari keterlaksanaan pembelajaran oleh guru dan siswa, dan
kemampuan berpikir kritis yang dianalisis melalui tahapan: (1) reduksi data, (2) penyajian data ,
dan (3) penarikan kesimpulan. Data kuantitatif meliputi kemampuan berpikir kritis siswa, dan sikap
peduli lingkungan. Data keterlaksanaan pembelajaran pendekatan SALINGTEMAS dengan
penggunaan model PBL akan dianalisis secara kualitatif dengan teknik presentase (%) yang
menggunakan rumus:
P=
Keterangan:
P= Presentase ketercapaian keterlaksanaan PBM
F= jumlah tindakan yang dilakukan (Jumlah tanda cek (√) pada kolom “ya”)
N= jumlah seluruh tindakan yang diobservasi (jumlah total tanda cek (√))
Tabel 1. Pedoman Kesimpulan Keterlaksanaan Pembelajaran Pendekatan SALINGTEMAS dengan
Penggunaan Model PBL
Keterlaksanaan (%)
Kategori
85–100
Sangat terlaksana
80–84
Terlaksana
75–79
Cukup terlaksana
70–74
Kurang terlaksana
0–69
Sangat kurang terlaksana
Sumber: Dimodifikasi dari: Kementerian Pendidikan Nasional Universitas Negeri Malang (2013: 62)
Data kemampuan berpikir kritis diperoleh dari hasil observasi terkait aspek-aspek
kemampuan berpikir kritis yang muncul selama proses pembelajaran berlangsung.
Tabel 2. Penentuan Persentase Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Persentase Kemampuan Berpikir Kritis
Predikat
90-100 %
Sangat baik
79-89 %
Baik
74-78 %
Cukup
58-73 %
Kurang
0-57 %
Sangat kurang
Sumber: Pedoman Penilaian Pendidikan MAN 2 Tulungagung, 2014
Data kuantitatif diperoleh dari tes yang dilakukan setiap akhir siklus. Tes ini berupa tes
kemampuan berpikir kritis dan tes sikap peduli lingkungan. Siswa dinyatakan lulus pada tes
kemampuan berpikir kritis apabila skor mencapai ≥74 dan secara klasikal dianggap telah lulus
apabila mencapai 75% dari jumlah siswa yang mencapai skor ≥74. Siswa yang dinyatakan lulus
pada tes sikap peduli lingkungan apabila skor mencapai ≥75 dan secara klasikal dianggap telah
lulus apabila mencapai 75% dari jumlah siswa yang mencapai skor ≥75.
Tabel 3. Rentang Nilai Hasil Sikap Peduli Lingkungan Siswa
Rentang Nilai
Predikat
89 – 100
Sangat baik
80 – 90
Baik
75 – 79
Cukup
58 – 74
Kurang
0 – 57
Sangat kurang
Sumber: Pedoman Penilaian Pendidikan MAN 2 Tulungagung, 2014
Tindakan dapat dikatakan berhasil dan siklus dapat dihentikan jika ada peningkatan
persentase keterlaksanaan pembelajaran, rata-rata kemampuan berpikir kritis dari lembar observasi
maupun hasil tes, dan rata-rata hasil tes sikap peduli lingkungan dari siklus I ke siklus II.
Presentase Ketuntasan
Kemampuan Berpikir Kritis
(%)
HASIL
Hasil penelitian pendekatan SALINGTEMAS dengan menggunakan model PBL dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Berdasarkan hasil observasi kemampuan berpikir kritis
diketahui terjadi peningkatan presentase pada keempat indikator kemampuan berpikir kritis dari
siklus I ke siklus II. Grafik peningkatan hasil observasi kemampuan berpikir kritis siswa dapat
dilihat pada Gambar 1.
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
89,58
83,33
83,33
77,08
77,08
68,75
81,25
72,92
Siklus I
Siklus II
Merumuskan
Memberikan
Menganalisis Menarik sebuah
masalah dan
ide-ide
masalah
kesimpulan
merumuskan
hipotesis
Indikator Kemampuan Berpikir Kritis
Gambar 1. Grafik Peningkatan Hasil Observasi Kemampuan Berpikir Kritis Siklus I dan Siklus II
Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat peningkatan pada masing-masing indikator
kemampuan berpikir kritis yaitu, peningkatan kemampuan merumuskan masalah dan
merumuskan hipotesis pada siklus I ke siklus II sebesar 6,25 %, peningkatan kemampuan
memberikan ide-ide pada siklus I ke siklus II sebesar 6,25 %, peningkatan kemampuan
menganalisis masalah pada siklus I ke siklus II sebesar 8,33 %, peningkatan kemampuan menarik
sebuah kesimpulan pada siklus I ke siklus II sebesar 8,33 %. Hal ini menunjukkan penerapan
pendekatan SALINGTEMAS dengan penggunaan model PBL dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis siswa.
Kelulusan Klasikal Hasil
Tes Kemampuan Berpikir
Kritis (%)
Hasil tes kemampuan berpikir kritis juga menunjukkan peningkatan dari siklus I ke siklus
II, hasil tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
84,37
68.75
Siklus I
Siklus II
Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis
Gambar 2. Grafik Persentase Kelulusan Klasikal Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis pada Siklus I dan
Siklus II
Kelulusan Klasikal Hasil
Tes Sikap Peduli
Lingkungan (%)
Berdasarkan Gambar 2 dapat diketahui terjadi peningkatan sebesar 15,62 % dari siklus I
ke siklus II. Hasil penelitian juga menunjukkan terjadinya peningkatan sikap peduli lingkungan
siswa dari siklus I ke siklus II, yang dapat dilihat pada Gambar 3.
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
90,63
71,87
Siklus I
Siklus II
Hasil Tes Sikap Peduli lingkungan
Gambar 3. Grafik Persentase Kelulusan Klasikal Hasil Tes Sikap Peduli Lingkungan pada Siklus I dan
Siklus II
Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui terjadi peningkatan sebesar 18,76 % dari siklus I
ke siklus II.
PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan kemampuan berpikir kritis siswa mengalami peningkatan
dari siklus I ke siklus II, terlihat dari persentase kemampuan berpikir kritis siswa yang meningkat
baik dari hasil pengukuran menggunakan lembar observasi maupun tes pada setiap akhir siklus.
Hal ini sesuai pernyataan Nurhadi dan Senduk (2009) yang menyebutkan bahwa PBL adalah
pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan
ketrampilan pemecahan masalah. Hasil Penelitian Snyder and Snyder (2008) menunjukkan bahwa
kegiatan PBL meningkatkan berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah. Penggunaan
pendekatan SALINGTEMAS dalam pembelajaran juga membantu siswa menganalisis suatu
perkembangan teknologi di masyarakat yang dapat mempengaruhi lingkungan, sehingga siswa
dapat cakap menganalisis suatu masalah yang terjadi di masyarakat dan dapat memunculkan ideide yang mempunyai alasan jelas dalam menyelesaikan sebuah permasalahan. Fitriana (2012)
menyebutkan, bahwa siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis akan cakap dalam
menganalisis suatu informasi dan ide-ide secara logis dari berbagai macam perspektif.
Berdasarkan hasil lembar observasi kemampuan berpikir kritis diketahui terjadi
peningkatan pada keseluruhan indikator kemampuan berpikir kritis. Peningkatan sebesar 6,25%
terjadi pada kemampuan merumuskan masalah dan merumuskan hipotesis. Hal ini dikarenakan
guru membimbing dan memberikan contoh kepada siswa dalam pembuatan rumusan masalah dan
hipotesis. Sesuai dengan pernyataan Slameto (2010), dalam proses belajar mengajar, guru
mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi siswa
untuk mencapai tujuan. Guru mempunyai tanggung jawab untuk membimbing siswa sehingga
siswa mencapai tujuan pembelajaran. Peningkatan sebesar 6,25% terjadi pada kemampuan
memberikan ide-ide. Peningkatan kemampuan memberikan ide-ide dilihat dari kemampuan siswa
memberikan ide-ide terhadap suatu permasalahan yang dibahas. Ide-ide yang diberikan
merupakan ide yang telah dipikirkan dari berbagai macam perspektif yang memiliki alasan yang
jelas sehingga ide yang diberikan tidak menimbulkan masalah yang baru dalam pemecahan
masalah. Menurut Murti (2010), seseorang yang memiliki kemampuan berpikir kritis berpikir
kritis ialah seseorang dapat memunculkan ide-ide baru yang berguna dan relevan berdasarkan
masalah yang dibahas. Ide-ide yang diberikan merupakan ide terbaik yang dapat
dipertangungjawabkan.
Peningkatan sebesar 8,33% terjadi pada kemampuan menganalisis masalah. Peningkatan
kemampuan menganalisis masalah siswa dilihat dari kemampuan menganalisis masalah yang
telah di sajikan dalam pembelajaran. Terdapat beberapa soal analisis dalam pembelajaran yang
membantu siswa belajar cara menganalisis suatu masalah. Siswa harus memberikan analisis
masalah yang didasarkan pada bukti atau informasi dari berbagai literatur sehingga dapat
mencapai kesimpulan yang benar. Guru berperan dalam membelajarkan dan melatih siswa
menganalisis masalah dengan baik adalah dengan memunculkan suatu pertanyaan-pertanyaan
yang mengarahkan siswa pada suatu analisis yang dapat memberikan kesimpulan yang tepat.
Menurut Harsanto (2005) untuk merangsang kemampuan berpikir kritis siswa dapat dilakukan
melalui keterampilan guru dalam mengajukan pertanyaan untuk mengaktifkan siswa. Pertanyaan
yang tersusun baik dengan teknik bertanya yang tepat meningkatkan partisipasi siswa dalam
proses belajar mengajar, meningkatkan minat dan rasa ingin tahu siswa tentang sesuatu masalah,
dan mengembangkan pola berpikir dan cara belajar aktif dari siswa. Murwani (2006) juga
mengatakan bahwa seseorang tidak akan dapat memiliki kemampuan berpikir kritis tanpa ada
latihan berpikir kritis. Peran guru menjadi sangat penting dalam membiasakan siswa berpikir
kritis. Guru harus mengembangkan pengetahuannya secara luas dan mendalam agar dapat
memfasilitasi siswanya untuk memunculkan pemikiran-pemikiran yang kritis. Peningkatan
sebesar 8,33% terjadi pada kemampuan menarik sebuah kesimpulan. Peningkatan kemampuan
menarik sebuah kesimpulan siswa dilihat ketika siswa dapat menyimpulkan pembelajaran terkait
masalah yang telah dibahas. Kemampuan menarik sebuah kesimpulan ini yang mengarahkan
seseorang dalam pengambilan keputusan yang tepat yang didahului dengan kegiatan
menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya. Menurut Elder dan Paul
(2008), seseorang dikatakan memiliki kemampuan berpikir kritis salah satunya adalah dapat
menyimpulkan dan memberikan solusi yang baik.
Berdasarkan tes kemampuan berpikir kritis yang dilakukan setiap akhir siklus diketahui
presentase kelulusan kemampuan berpikir kritis siswa juga mengalami peningkatan sebesar
15,62 % dari 68, 75% pada siklus I dan 84,37 % pada siklus II. Peningkatan hasil tes kemampuan
berpikir kritis dikarenakan pemberian tugas kepada siswa yang di dalamnya melatih keseluruhan
indikator kemampuan berpikir kritis. Siswa menjadi terlatih dalam mengerjakan soal berpikir
kritis. Menurut Gagne dalam Slameto (2010) menyatakan bahwa dengan pemberian tugas, siswa
akan terlatih memecahkan sendiri suatu masalah dan sedikit banyaknya telah mengubah cara
belajar siswa yang berkesan pasif, diam, mendengar dan hanya menerima pelajaran sebatas apa
yang disampaikan oleh gurunya yaitu dengan mengaktifkan siswa melalui penyelesaianpenyelesaian tugas yang dibebankan kepadanya. Pemberian tugas ini dilakukan agar siswa
memiliki hasil belajar yang lebih mantap, karena siswa memiliki latihan-latihan selama
mengerjakan tugas, sehingga pengalaman siswa dalam mempelajari sesuatu dapat lebih
terintegrasi. Dengan kegiatan melaksanakan tugas siswa aktif belajar, dan merasa terangsang
untuk meningkatkan hasil belajar yang lebih baik.
Hasil data Sikap peduli lingkungan siswa mengalami peningkatan sebesar 18,76% dari
71,87 % pada siklus I dan 90,63 pada siklus II. Guru membelajarkan sikap peduli ligkungan
siswa dengan menghadapkan siswa dengan berbagai masalah pada kehidupan nyata. Pembahasan
masalah-masalah pada kehidupan nyata akan membantu siswa mengetahui berbagai penyebab,
dan dampak yang ditimbulkan pada lingkungan, sehingga akan memunculkan sikap peduli
lingkungan siswa. Pengajaran ini mengarahkan siswa untuk mendapatkan pengetahuan baru
mengenai keadaan lingkungan. Berdasarkan pendapat Piaget (1971) sikap merupakan suatu
keadaan internal atau keadaan yang masih ada dalam diri manusia. Keadaan internal tersebut
berupa keyakinan yang diperoleh dari proses akomodasi dan asimilasi pengetahuan yang mereka
dapatkan. Pemberian tugas observasi pencemaran lingkungan di sekitar rumah juga membantu
dalam meningkatkan sikap peduli lingkungan siswa. Siswa yang melakukan observasi akan lebih
memahami keadaan lingkungan sekitarnya dan dari pengetahuan hasil pembelajaran yang telah
dilakukan, siswa menjadi mengetahui bagaimana melestarikan lingkungan sekitarnya. Observasi
tersebut merupakan pengalaman pribadi yang dilakukan siswa yang dapat memunculkan suatu
pengetahuan baru yang akan membentuk sikap siswa. Rahayuningsih (2008) mengatakan salah
satu faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman-pengalaman yang didapat
secara pribadi.
Penerapan pembelajaran pendekatan SALINGTEMAS dengan penggunaan model PBL
adalah dengan menghadirkan permasalahan nyata mengenai perubahan lingkungan akibat
perkembangan sains maupun teknologi yang berdampak pada masyarakat. Penerapan
pembelajaran ini terbukti mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan sikap peduli
lingkungan siswa. Berdasarkan pernyataan Arends (2008), pembelajaran berbasis masalah khusus
dirancang untuk membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir dan pemecahan
masalah. Pada proses pembelajarannya siswa akan belajar mengenai penyebab dan dampak yang
terjadi pada masyarakat akibat perubahan lingkungan sehingga siswa akan memiliki sikap peduli
lingkungan. Menurut Resosoedarmo, (1993) dalam Gurdjita (2008) Manusia mempunyai
kesadaran dan tanggungjawab atas tingkat kualitas lingkungan hidup. Manusia sadar bahwa
hakekat kehidupannya sangat tergantung pada kondisi lingkungan hidupnya. Sedangkan
lingkungan hidup sangat tergantung pula pada sikap dan perilaku manusia dalam mempengaruhi
lingkungan hidupnya. Berdasarkan hal tersebut maka, manusia akan sadar dan memiliki sikap
peduli lingkungan yang didapat dari hasil proses belajar yang telah dilakukan. Hasil Penelitian
ini didukung dengan hasil penelitian dari Fitriana (2012) menyebutkan bahwa penerapan model
PBL dapat meningkatkan ketrampilan berpikir kritis siswa dan hasil penelitian dari Masykuri,
dkk., (2012) yaitu, penerapan Sains Teknologi Masyarakat (STM) dapat meningkatkan sikap
peduli lingkungan siswa.
Penerapan pembelajaran SALINGTEMAS dan PBL juga telah sesuai dengan Kurikulum
2013 yang menekankan untuk menggunakan pendekatan ilmiah (scientific approach).
Pembelajaran tersebut mampu mengembangkan keterampilan berpikir kritis, mengajukan
masalah atau pertanyaan serta menyelesaikannya atau mencari pemecahannya. Kementerian
Pendidikan Nasional mengharapkan dengan penggunaan pendekatan ilmiah (scientific approach)
siswa memiliki kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan jauh lebih baik.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan uraian penelitian, maka kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut: (1) penerapan pendekatan SALINGTEMAS dengan penggunaan model
PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Berdasarkan observasi diketahui
kemampuan berpikir kritis siswa meningkat dari 75,52% pada siklus I menjadi 82,81% pada
siklus II. Berdasarkan hasil tes kemampuan berpikir kritis diketahui presentase kelulusan
kemampuan berpikir kritis siswa meningkat dari 68,75% pada siklus I menjadi 84,37% pada
siklus II, dan (2) Penerapan pendekatan SALINGTEMAS dengan penggunaan model PBL dapat
meningkatkan sikap peduli lingkungan siswa. Berdasarkan hasil tes sikap peduli lingkungan
diketahui sikap peduli lingkungan siswa meningkat dari 71,87% pada siklus I menjadi 90,63%
pada siklus II.
Saran
Berdasarkan paparan data, temuan penelitian, dan pembahasan yang telah diuraikan, pada
penerapan pendekatan SALINGTEMAS dengan penggunaan model PBL dapat dikemukakan
saran-saran bagi: (1) Bagi guru kelas X MAN 2 Tulungagung: guru harus mempunyai persiapan
materi yang lebih kompleks sehingga guru dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan kritis yang
diajukan siswa; guru sebaiknya membiasakan siswa untuk aktif dalam pembelajaran dan
menyampaikan pemikiran-pemikiran kritisnya terhadap suatu informasi yang telah didapatkan
dengan cara menunjuk siswa yang belum aktif untuk bertanya atau menjawab pertanyaan; guru
sebaiknya mengarahkan atau memancing siswa untuk berpikir kritis pada suatu masalah atau
informasi yang baru; guru sebaiknya mengajak siswa observasi langsung ke lingkungan untuk
mengetahui berbagai macam permasalahan lingkungan yang membutuhkan pemecahan. (2) Bagi
siswa kelas X MAN 2 Tulungagung: siswa diharapkan lebih aktif dalam proses pembelajaran,
seperti berani bertanya, dan memberikan ide atau pendapat pada saat proses pembelajaran
berlangsung; siswa diharapkan tidak begitu saja menerima informasi yang didapat dari proses
pembelajaran, melainkan memikirkan secara kritis atas informasi yang telah diterima dengan
memberikan pertanyaan-pertanyaan yang kritis maupun memberikan ide-ide yang memiliki
bukti/sumber yang jelas. (3) Bagi sekolah MAN 2 Tulungagung; diharapkan menerapkan model
yang serupa atau model lain yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa, dan
juga diharapkan untuk menggunkan pendekatan yang serupa sehingga siswa dapat meningkatkan
sikap peduli lingkungan. (4) Bagi peneliti selanjutnya: diharapkan dapat menggunakan penelitian
ini sebagai sumber belajar atau referensi untuk penelitian yang akan dilakukan. (5) Bagi jurusan:
diharapkan terus mengembangkan penelitian di bidang pendidikan dengan menerapkan model
yang berpusat pada siswa.
DAFTAR RUJUKAN
Arends, R. I. 2008. Learning to Teach, Seventh Edition. New York. McGraw-Hill Companies,
Inc.
Elder, L., & Paul, R. 2008. Critical Thinking Development: A Stage Theory with
Implications for Instruction. (Online), (http://www.criticalthinking.org/), diakses 20 Mei
2014
Fitriana, D. A. E. 2012. Penerapan Pembelajaran Kontekstual melalui Problem Based Learning
untuk Meningkatkan Ketrampilan Berpikir kritis dan Hasil Belajar siswa kelas X-2 SMAN
6 Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang.
Gurdjita, 2008. Hubungan antara Tingkat Pendidikan Formal dan Sikap Warga dengan
Perilakunya dalam Pemeliharaan Kebersihan Lingkungan. Jurnal Pendidikan dan Ilmu
Pengetahuan. (Online), 4(2): 53-67, (http://ejournal.unsil.ac.id/download.php?id=41),
diakses tanggal 4 Februari 2014
Harsanto, R. 2005. Melatih Anak Berpikir Kritis dan Kreatif. Jakarta: Grasindo
Kementerian Pendidikan Nasional. 2013. Uji Publik Kurikulum 2013: Penyederhanaan, TematikIntegratif. (Online), (http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/uji-publik-kurikulum-20134), diakses tanggal 2 Februari 2013.
Kementerian Pendidikan Nasional Universitas Negeri Malang. 2013. Pedoman Pendidikan UM.
Malang: Biro Administrasi Akademik, Kemahasiswaan, Perencanaan, dan Sistem Informasi
Universitas Negeri Malang
Masykuri. M., Titin., Sunarno., & Widya. 2012. Pembelajaran Biologi Menggunakan Model
Sains Teknologi Masyarakat (STM) Berbasis Proyek untuk Meningkatkan Hasil Belajar
dan Sikap Peduli Lingkungan. Jurnal Inkuiri. (Online), 1(3): 245-257,
(http://jurnal.pasca.uns.ac.id/index.php/ink/article/viewFile/152/142), diakses 17 April
2013.\
Murti, B. 2010. Berpikir Kritis.. (Online), (http://fk.uns.ac.id/static/file/criticalthinking.pdf),
diakses tanggal 20 Mei 2014
Murwani, E.D. 2006. Peran Guru dalam Membangun Kesadaran Kritis Siswa. Jurnal Pendidikan
Penabur. (Online), 6(5): 59-68, (www.bpkpenabur.or.id/files/hal.5968%20Peran%20Guru.pdf), diakses tanggal 20 Mei 2014
Nurhadi, Yasin, A. & Senduk, G. 2009. Pembelajaran Kontekstual. Malang: Penerbit UM.
Piaget, J. 1971. Psychology and Epistemology. New York: The Viking Press.
Purnamaningrum, A. 2012. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif melalui Problem Based
Learning (PBL) pada Pembelajaran Biologi Siswa Kelas X-10 SMA Negeri 3 Surakarta
Tahun Pelajaran 2011/2012. Jurnal Pendidikan Biologi, (Online),
(http://biologi.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2012/02/ARIFAHPURNAMANINGRUM.pdf), diakses 28 Januari 2013
Rahayuningsih, S.U. 2008. Sikap (Attitude). (Online),
(nurul_q.staff.gunadarma.ac.id/Downloadr/files/9095/babI-sikap-I.pdf), diakses tanggal 20
Mei 2014
Rusmansyah, & Irhasyuarna, Y. 2003. Implementasi Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat
(STM) dalam Pembelajaran Kimia di SMU Negeri 1 Kota Banjarmasin. Jurnal Pendidikan
dan Kebudayaan, 40(9): 95-109
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya: Jakarta. Rineka cipta
Snyder, L. G. & Snyder, M. J. 2008. Teaching Critical Thinking and Problem Solving Skills. The
Delta Pi Epsilon Journal, L (2). (Online),
(http://reforma.fen.uchile.cl/Papers/Teaching%20Critical%20Thinking%20Skills%20and%
20problem%20solving%20skills%20-%20Gueldenzoph,%20Snyder.pdf), diakses pada
tanggal 20 Mei 2014.
Download