1 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRAKTIK PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU DINI OLEH BIDAN DI KOTA PALANGKA RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2013 Eka Indrayani1, Renti Mahkota2 1 Peminatan Kebidanan Komunitas, Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat FKM UI. 2 Departemen Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat UI. ABSTRAK Inisiasi Menyusu Dini (IMD) merupakan upaya untuk meningkatkan pemberian ASI Eksklusif kepada Bayi baru lahir. Cakupan ASI Eksklusif di Kota Palangka Raya tahun 2011 yaitu 19,5% mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Masalah ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain karena menunda menyusu. Mengingat pentingnya Inisiasi Menyusu Dini dan belum adanya data tentang pelaksanaan IMD di Kota Palangka Raya maka penelitian ini dilakukan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran praktik pelaksanaan IMD oleh Bidan di Kota Palangka Raya tahun 2013. Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain cross sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah Bidan yang aktif melakukan pertolongan persalinan dengan jumlah 97 responden. Uji hubungan antar variabel menggunakan uji Chi square. Bidan yang melaksanakan IMD masih rendah yaitu 30,9%. Variabel yang memiliki hubungan bermakna dengan praktik Bidan adalah lama kerja ≥5 tahun (p value=0017), pengetahuan (p value=0,018), sikap bidan terhadap IMD (p value=0,03), supervisi (p value=0,014), dan tempat persalinan (p value=0,024). Dari hasil penelitian disarankan perlu adanya pelatihan bagi Bidan terkait IMD, adanya kebijakan berupa Perda dan evaluasi tentang praktik pelaksanaan IMD yang dilakukan oleh Bidan. Kata Kunci: Inisiasi Menyusu Dini; Praktik Bidan; Supervisi; ASI Eksklusif; Pelatihan. ABSTRACT Early Initiation of Breastfeeding (IMD) is an attempt to increase exclusive breastfeeding to the newborn baby. Coverage Exclusive Breastfeeding in Palangkaraya City in 2011 which decreased from 19.5% the previous year. This problem is caused by several factors, among others, due to delay feeding. Given the importance of Early Initiation of Breastfeeding and the lack of data on the implementation of the IMD in Palangkaraya city, this research is done. The purpose of this study is to describe the implementation of the IMD by midwife practices in Palangkaraya City in 2013. This research uses a quantitative approach with a crosssectional design. The sample in this study is the midwife who actively help labor by the number of 97 respondents. Test the relationship between variables using Chi square test. Midwives who perform IMD is still low at 30.9%. Variables that have a significant relationship with the midwife practice is working ≥ 5 years old (p value = 0017), knowledge (p value = 0.018), the attitude of midwives towards IMD (p value = 0.03), supervision (p value = 0.014), and place of birth (p value = 0.024). From the results of the study suggested the need for training related Midwives IMD, the policy in the form of regulation and evaluation of the implementation of the IMD practices conducted by midwives. Keywords: Early Initiation of Breastfeeding; Midwives Practice; Supervision; exclusive breastfeeding; Training. Faktor-Faktor..., Eka Indrayani, FKM UI, 2013 Universitas Indonesia 2 1. Pendahuluan Lebih dari 4 (empat) juta bayi meninggal dalam periode neonatal setiap tahun, dan sebagian besar kematian terjadi di negara-negara miskin. Semakin lama keterlambatan dalam inisiasi menyusu dini, maka semakin besar kemungkinan kematian neonatal yang disebabkan oleh infeksi. Menyusui dalam satu jam pertama kehidupan bayi telah terbukti mengurangi angka kematian neonatal sebesar 22%.(Edmond, 2006). Berdasarkan Penelitian desain studi ekologi yang dilakukan oleh Wendy H. Oddy pada tahun 2013 di 67 negara dengan melihat data survey tiap negara, yang menguji hubungan antara proporsi bayi ASI satu jam pertama kehidupan dengan tingkat kematian neonatal (jumlah kematian anak di bawah 28 hari per 1000 kelahiran hidup) menegaskan bahwa ada hubungan yang signifikan antara menyusu dalam satu jam pertama dengan kematian neonatal. Negara-negara dengan tingkat menyusui terendah memiliki tingkat kematian lebih tinggi. Di negara-negara dengan tingkat kematian neonatal lebih tinggi dari 29 / 1000 kelahiran hidup, korelasi dengan IMD lebih kuat kaitannya dengan presentase persalinan di fasilitas kesehatan. Sekitar 40 % kematian bayi terjadi pada bulan pertama kehidupannya yaitu pada saat seharusnya bayi itu mendapatkan ASI Eksklusif. (Oddy, W.H, 2013) Angka pemberian ASI dalam 1 jam pertama masing-masing negara bervariasi, untuk negara maju seperti USA tiap tahun mengalami peningkatan dan di tahun 2012 sudah mencapai 76,9%, California 87,6% (CDC Breastfeeding Report Card USA, 2012). Negaranegara berkembang lainnya seperti Oman (85)%, Srilangka (75)%, Filipina (54)%, dan Turki (54)%. Prevalensi IMD di Feira de Santana Brazil dalam penelitian Tatiana Viera (2010) yaitu 47,1% ini dianggap “rendah”. Dan hasil penelitian Mubarak Ali (2013) walaupun Pakistan adalah budaya menyusui tetapi hanya 27% perempuan di Pakistan memulai pemberian ASI pada satu jam pertama kehidupan dan hanya 37% praktik pemberian ASI Eksklusif. Dari beberapa penelitian tentang praktik pelaksanaan IMD yang dilakukan oleh Bidan, menunjukkan bahwa masih rendahnya pelaksanaan IMD oleh Bidan dimana sikap bidan paling berpengaruh terhadap Inisiasi Menyusu Dini p=0,004 dan OR=6,16 (Sejatiningsih,2012) Keberhasilan atau kegagalan dalam pelaksanaan IMD dipengaruhi, oleh beberapa faktor antara lain adalah ibu bersalin menghadapi banyak hambatan untuk melakukan IMD terhadap bayi yang diperoleh di tempat persalinan, kurangnya dukungan yang diberikan Faktor-Faktor..., Eka Indrayani, FKM UI, 2013 Universitas Indonesia 3 keluarga, serta banyaknya ibu yang belum dibekali pengetahuan yang cukup tentang manfaat dari pelaksanaan IMD. Selain itu keberhasilan program Inisiasi Menyusu Dini (IMD) juga sangat dipengaruhi oleh sikap, pengetahuan dan motivasi bidan/dokter penolong persalinan itu sendiri (Roesli, 2008). Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini Di Indonesia masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya angka pemberian ASI dalam satu jam pertama setelah lahir di Indonesia yaitu sebesar 29,3% (Riskesdas, 2010). Di Provinsi Kalimantan Tengah Cakupan pemberian ASI Eksklusif baru sekitar 29,2%, dan di Kota Palangka Raya pada tahun 2009 sebesar 12,8%, tahun 2010 naik menjadi 30,2%, dan pada tahun 2011 mengalami penurunan menjadi 19,5%. Angka ini sangat jauh sekali dari target Cakupan nasional ASI Eksklusif yaitu 80%. Tentang IMD masih belum adanya data pasti dan laporan Evaluasi tentang pelaksanaan IMD di Kota Palangka Raya. (Profil Dinas Kesehatan Kota Palangkaraya, 2011). Dari Gambaran data diatas penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan perilaku bidan terhadap pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini di Kota Palangka Raya dalam upaya mendukung pemberian ASI Eksklusif, karena walaupun program IMD dan ASI Eksklusif gencar disosialisasikan, namun belum semua Bidan di Kota Palangka Raya melaksanakan IMD dan ASI Eksklusif pada setiap pertolongan persalinan yang dibuktikan dari belum adanya laporan evaluasi pelaksanaan IMD Mother that Ini,ated Breas0eeding (%) dan ASI Eksklusif. 80 70 68.6 60 50 40 67.6 59.4 40.6 32.4 31.4 60.8 39.22 Early Delayed 30 20 10 0 Year 1990 Year 1999 Year 2003 Year 2008 Gambar 1.1 Persentase IMD Dunia (WHO, 2009) Faktor-Faktor..., Eka Indrayani, FKM UI, 2013 Universitas Indonesia 4 1.1 Tujuan Penelitian 1.1.1 Tujuan Umum Mengetahui sejauh mana gambaran tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan praktik pelaksanaan IMD oleh Bidan di Kota Palangka Raya Provinsi Kalimantan Tengah. 1.1.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui proporsi Bidan yang melakukan IMD. 2. Mengetahui proporsi Bidan yang telah mengikuti Pelatihan terkait IMD. 3. Mengetahui Proporsi Bidan yang melakukan pertolongan persalinan di Fasilitas Pelayanan kesehatan dan proporsi Bidan yang melakukan pertolongan persalinan di Non Fasilitas Pelayanan kesehatan. 4. Mengetahui hubungan antara variabel usia, pendidikan, lama bekerja, status perkawinan, pengetahuan, pelatihan, supervisi, sikap, tempat persalinan dengan praktik pelaksanaan IMD oleh Bidan. 2. Tinjauan Teoritis Inisiasi Menyusu Dini atau disingkat sebagai IMD merupakan program yang sedang gencar dianjurkan pemerintah. Menyusu dan bukan menyusui merupakan gambaran bahwa IMD bukan program ibu menyusui bayi, tetapi bayi yang harus aktif menemukan sendiri puting susu ibu. Program ini dilakukan dengan cara langsung meletakkan bayi yang baru lahir di dada ibunya dan membiarkan bayi ini merayap untuk menemukan puting susu ibu untuk menyusu. IMD harus dilakukan langsung segera setelah bayi lahir, tanpa boleh ditunda dengan kegiatan menimbang atau mengukur bayi. Bayi juga tidak boleh dibersihkan, hanya dikeringkan kecuali tangannya. Proses ini harus berlangsung skin to skin antara bayi dan ibu, yaitu kulit ibu melekat dengan kulit bayi dan kotak kulit ini di biarkan setidaknya selama satu jam atau sampai menyusui awal sekali. (Roesli, 2008). Dalam proses IMD dibutuhkan kesiapan mental ibu karena proses melahirkan bayinya merupakan suatu proses yang sangat kompleks. Oleh karena itu, ibu hamil memerlukan banyak informasi supaya ibu dapat melahirkan secara normal dan tindakan IMD dapat lebih mudah dilakukan. Ibu tidak boleh merasa risih ketika bayi diletakkan di atas tubuhnya. Saat inilah dukungan dari keluarga terutama suami sangat dibutuhkan oleh ibu yang akan melakukan IMD usai melahirkan dengan memberikan perhatian kepada istri seperti Faktor-Faktor..., Eka Indrayani, FKM UI, 2013 Universitas Indonesia 5 menyemangati disertai ungkapan kalimat yang menenangkan hati dan disertai sentuhan kasih sayang seperti mengelus lembut rambut istri. Upaya terobosan yang perlu dilakukan untuk meningkatkan pemberian ASI eksklusif antara lain melalui upaya peningkatan pengetahuan petugas tentang manfaat ASI eksklusif, penyediaan fasilitas menyusui di tempat kerja, peningkatan dukungan keluarga dan masyarakat serta upaya untuk mengendalikan pemasaran susu formula. Dan yang terpenting bagi tenaga kesehatan khususnya bidan perlu juga menerapkan 10 (sepuluh) Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui (LMKM) di RS maupun sarana pelayanan kesehatan lainnya yang melakukan kegiatan pertolongan persalinan. Sepuluh (10) langkah Menuju Keberhasilan Menyusu tersebut meliputi : 1. Sarana Pelayanan Kesehatan mempunyai kebijakan Peningkatan Pemberian ASI (PP-ASI) tertulis yang secara rutin dikomunikasikan kepada semua petugas. 2. Melakukan pelatihan bagi petugas dalam hal pengetahuan dan keterampilan untuk menetapkan kebijakan tersebut. 3. KIE kepada ibu hamil tentang manfaat dan manajemen menyusui; 4. Membantu ibu untuk IMD dalam 60 menit pertama persalinan. 5. Membantu ibu cara menyusui dan mempertahankan menyusui meskipun ibu dipisah dari bayinya. 6. Memberikan ASI saja kepada bayi baru lahir kecuali ada indikasi medis; 7. Menerapkan rawat gabung ibu dengan bayinya sepanjang waktu (24 jam); 8. Menganjurkan menyusui sesuai permintaan bayi. 9. Tidak memberi dot atau empeng kepada bayi yang diberi ASI. kepada bayi. 10. Mengupayakan terbentunya kelompok ASI dan rujuk ibu kepada kelompok tersebut setelah keluar/pulang dari rumah sakit bersalin/sarana pelayanan kesehatan. 2.1 Prosedur pelaksanaan IMD Menurut Kemenkes RI (2010), ada tiga langkah IMD dalam asuhan bayi baru lahir yaitu : 1. Langkah pertama: setelah bayi lahir lakukan penilaian pada bayi baru lahir lalu keringkan. Cara menilai : a. Saat bayi lahir, catat waktu kelahiran. b. Sambil meletakkan bayi di perut bawah ibu lakukan penilaian apakah bayi perlu di resusitasi atau tidak. c. Jika bayi stabil tidak perlu melakukan resusitasi, keringkan tubuh Faktor-Faktor..., Eka Indrayani, FKM UI, 2013 Universitas Indonesia 6 bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya dengan lembut tanpa menghilangkan verniks caseosa yang menempel di tubuh bayi. Karena verniks akan memberikan rasa hangat dan nyaman pada bayi. Setelah dikeringkan, selimuti bayi dengan kain yang kering sementara menunggu 2 menit sebelum tali pusat diklem. d. Hindari mengeringkan punggung tangan dan telapak tangan bayi karena bau cairan amnion yang menempel mengandung beberapa substansi yang mirip dengan sekresi tertentu dari payudara ibu, sehingga membantu bayi menggunakan bau dan rasa cairan amnion yang melekat pada tangannya agar terhubung dengan substansi lemak tertentu yang mirip dengan cairan amnion. e. Periksa uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus (hamil kembar) kemudian suntikkan oxytosin 10 UI intra muscular. 2. Langkah kedua: lakukan kontak kulit antara ibu dan bayi selama paling sedikit satu jam. a. Setelah tali pusat dipotong dan diikat, letakkan bayi tengkurap didada ibu, luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel di dada ibu dan kepala bayi harus berada di antara kedua payudara ibu tapi lebih rendah dari puting. b. Selimuti ibu dan bayi dengan kain kering dan pasang topi di kepala bayi. c. Lakukan kontak kulit bayi dengan kulit di dada ibu paling sedikit 1 jam. Mintalah ibu untuk memeluk dan membelai bayinya. Jika perlu letakkan bantal di bawah kepala ibu untuk mempermudah kotak visual antara ibu dan bayinya. d. Letakkan kontak kulit antara ibu dan bayinya lakukan kala 3 persalinan. 3. Langkah ketiga : a. Biarkan bayi mencari dan menemukan puting dan mulai menyusu. b. Anjurkan ibu dan keluarganya untuk tidak menginterupsi menyusu, misalnya memindahkan bayi dari satu payudara ke payudara lain. Menyusu pertama biasanya berlangsung sekitar 10-15 menit, bayi cukup menyusu dari satu payudara. Sebagian besar bayi akan berhasil menemukan puting ibu dalam Faktor-Faktor..., Eka Indrayani, FKM UI, 2013 Universitas Indonesia 7 waktu 30-60 menit tapi tetap biarkan kontak kulit ibu dan bayi setidaknya satu jam walaupun bayi sudah menemukan puting kurang dari satu jam. c. Menunda semua asuhan persalinan normal lainnya hingga bayi selesai menyusu setidaknya satu jam atau lebih bila bayi baru menemukan puting kurang dari satu jam. d. Bila bayi harus pindah dari kamar bersalin sebelum satu jam atau sebelum bayi menyusu, usahakan ibu dan bayi dipindah bersama dengan mempertahankan kontak kulit ibu dan bayi. e. Jika bayi belum menemukan puting ibu dalam waktu satu jam, posisikan bayi lebih dekat dengan puting ibu dan biarkan kontak kulit dengan kulit selama 30-36 menit berikutnya. f. Jika bayi masih belum melakukan IMD dalam waktu 2 jam, pindahkan ibu ke ruang pemulihan dengan bayi tetap di dada ibu. Lanjutkan asuhan perawatan neonatal esensial lainnya (menimbang, pemberian vitamin K1, salep mata) dan kemudian kembalikan bayi kepada ibu untuk menyusu. g. Kenakan pakaian pada bayi atau tetap selimuti untuk menjaga kehangatannya. Tetap tutupi kepala bayi dengan topi selama beberapa hari pertama. h. Tempatkan ibu dan bayi dalam ruangan yang sama. Bayi harus selalu dalam jangkauan ibu selama 24 jam dalam sehari sehingga bayi bisa menyusu sesering keinginannya. 2. 2 Definisi Bidan Pengertian bidan menurut Kepmenkes no.900/Menkes/SK/VII/2002 bahwa: “Bidan” adalah seorang wanita yang telah mengikuti program pendidikan bidan dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Dengan memperhatikan aspek sosial budaya dan kondisi masyarakat Indonesia, maka Ikatan Bidan Indonesia (IBI) menetapkan bahwa : Bidan Indonesia adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang diakui oleh pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan. Menurut Manuaba (1998) bidan diakui sebagai tenaga profesional yang bertanggung jawab dan akuntabel, yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan dukungan, nasehat selama masa hamil, masa persalinan dan masa nifas, memimpin persalinan atas tanggung jawab sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi. Asuhan ini mencakup upaya Faktor-Faktor..., Eka Indrayani, FKM UI, 2013 Universitas Indonesia 8 pencegahan, promosi, persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, dan akses bantuan medis atau bantuan lainnya yang sesuai, serta melaksanakan tindakan kegawatdaruratan. 2.3 Peran Bidan Dalam Pelaksanaan IMD dan Pemberian ASI Eksklusif Bidan mempunyai tugas penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan, tidak hanya kepada perempuan, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat. Kegiatan ini harus mencakup pendidikan antenatal dan persiapan menjadi orang tua, serta meluas kepada kesehatan perempuan, kesehatan seksual dan kesehatan reproduksi dan asuhan anak. Bidan dapat praktik diberbagai tatanan pelayanan, termasuk dirumah, masyarakat, rumah sakit, klinik atau unit kesehatan lainnya (Soepardan, 2008 dikutip dalam Setiarini, 2010) Keberadaan Bidan menjadi bagian dari organisasi jaringan pelayanan kesehatan di komunitas. Tuntutan kompetensi Bidan di komunitas tidak hanya sebatas mampu untuk melakukan peranannya sebagai pelaksana dan pengelola pelayanan Kesehatan Ibu, Bayi dan Anak Balita, akan tetapi peranannya dimasyarakat begitu berarti dalam menekan AKI dan AKB. Pelayanan Kebidanan adalah seluruh tugas yang menjadi tanggung jawab profesi bidan dalam sistem pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan kaum perempuan khususnya ibu dan anak-anak. Layanan Kebidanan yang tepat akan meningkatkan keamanan dan kesejahteraan ibu dan bayinya. Asuhan Kebidanan adalah proses pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan. Dan Asuhan kebidan ini merupakan penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi tanggung jawab dalam memberikan pelayanan kepada klien yang mempunyai kebutuhan atau masalah dalam bidang kesehatan ibu masa hamil, masa persalinan, nifas, bayi setelah lahir serta keluarga berencana. Bidan merupakan tenaga kesehatan yang paling berperan dalam melaksanakan IMD karena ibu bersalin tidak dapat melakukan IMD tanpa bantuan dan fasilitasi dari Bidan karena kunci keberhasilan program laktasi tidak akan terlaksana tanpa bidan meluangkan waktu untuk memotivasi dan membantu ibu setelah bersalin untuk melaksanakan IMD dan ASI Ekslusif. Peranan bidan dalam menyukseskan IMD dan ASI Ekslusif tidak lepas dari wewenang bidan dalam memberikan pelayanan kepada Ibu dan anak sebagaimana tercantum dalam Kepmenkes no.900/Menkes/SK/VII/002 Bab V Pasal 18 yaitu meningkatkan pemeliharaan dan penggunaan ASI. Disamping itu dengan menginformasikan ASI pada setiap setiap ibu hamil serta membantu ibu memulai pemberian ASI pada satu jam pertama setelah lahir. Faktor-Faktor..., Eka Indrayani, FKM UI, 2013 Universitas Indonesia 9 2.4 Tindakan Bidan Dalam IMD Menurut Bloom yang dijabarkan oleh Notoatmodjo (2007) Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak (Praktik). Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain, yaitu sarana dan prasarana. Praktik atau tindakan dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya, yaitu: a. Praktik terpimpin (guide response) Apabila seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan. b. Praktik secara mekanisme (mechanism) Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau memperaktekkan sesuatu hal secara otomatis. c. Adopsi (Adoption) Adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang, artinya apa yang sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan yang berkualitas. Menurut Roesli (2008), umumnya praktik (tindakan) inisiasi menyusu dini yang kurang tepat, tetapi masih dilaksanakan adalah sebagai berikut : 1) Begitu lahir, bayi diletakkan diperut ibu yang sudah dialasi kain kering. 2) Bayi segera dikeringkan dengan kain kering tali pusat lalu dipotong dan diikat. 3) Karena takut kedinginan, bayi dibungkus (dibedong) dengan selimut bayi. 4) Dalam keadaan dibedong, bayi diletakkan didada ibu (tidak terjadi kontak kulit). 5) Setelah bayi dibedong kemudian diangkat dan disusukan pada ibu dengan cara memasukan puting susu ibu ke mulut bayi. 6) Setelah itu, bayi ditimbang, diukur, diazankan oleh ayahnya, diberi suntikan vitamin K, dan kadang-kadang diberi tetes mata. 3. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif, bersifat observasional dengan desain cross sectional yaitu penelitian yang dilakukan dengan satu kali pengamatan pada suatu waktu tertentu. Seluruh variabel yang diamati diukur pada saat bersamaan ketika penelitian berlangsung. Penelitian ini menggunakan data primer untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan Praktik Pelaksanaan IMD oleh Bidan di Kota Palangka Raya Tahun 2013 yang meliputi: pengetahuan Bidan tentang IMD, usia Bidan, tingkat pendidikan, lama bekerja, status perkawinan, sikap Bidan, pelatihan, supervisi, tempat Faktor-Faktor..., Eka Indrayani, FKM UI, 2013 Universitas Indonesia 10 persalinan. Observasi langsung dengan menggunakan daftar tilik untuk mengetahui praktik yang dilakukan oleh bidan apakah pelaksanaan sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan. Agar populasi dapat terwakili, maka dalam penelitian ini dilakukan penarikan sampel dengan teknik Simple random sampling, mengingat data populasi pada penelitian ini homogen dan akan memberikan peluang yang sama pada setiap anggota populasi (sugiono, 2009). Berikut ini adalah proporsi sampel berdasarkan unit kerja. Tabel 3.1 Proporsi Sampel Berdasarkan Unit Kerja NO PUSKESMAS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Pahandut Panarung Bukit Hindu Kayon Menteng Jekan Raya Kereng Bangkirai Kalampangan Tangkiling Rakumpit Total JUMLAH SAMPEL SETIAP UNIT KERJA 15 13 8 10 15 9 7 8 7 5 97 Dengan menggunakan rumus probability proposional to size (Lemeshow et al, 1997), didapatkan jumlah 96,04 dan dibulatkan menjadi 97 Jumlah sampel minimal. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Wawancara menggunakan kuesioner yang telah dilakukan Uji Validitas dan Reabilitas, serta disusun secara terstruktur yang mengacu pada landasan teori pada tinjauan pustaka tentang : 1. Kuesioner tentang Karakteristik Bidan. Instrumen identitas responden disusun sendiri dalam bentuk pertanyaan yang harus diisi oleh responden, meliputi nama, umur, pendidikan terakhir, status perkawinan, lama bekerja sebagai Bidan, Instansi tempat bekerja Bidan. 2. Kuesioner Pengetahuan bidan terhadap program IMD dan ASI Eksklusif. Untuk mengukur Pengetahuan Bidan terhadap Program IMD dan ASI Eksklusif menggunakan Kuesioner pertanyaan dengan jawaban Benar dan Salah. Pertanyaan dibagi menjadi dua jenis yaitu bersifat positif (favorable) dan bersifat negatif (unfavorable). Jumlah pertanyaan untuk mengetahui Pengetahuan Bidan terdiri dari 15 pertanyaan. 3. Kuesioner tentang pelatihan, berisikan pertanyaan apakah responden pernah mengikuti pelatihan. 4. Kuesioner tentang Supervisi. 5. Kuesioner sikap bidan terhadap program IMD dan ASI Eksklusif. Faktor-Faktor..., Eka Indrayani, FKM UI, 2013 Universitas Indonesia 11 6. Kuesioner tentang Praktik terhadap Pelaksanaan IMD. Sebanyak 20 soal menggunakan SOP atau tahapan yang dilakukan dalam pelaksanaan IMD. Untuk mengetahui gambaran Praktik Pelaksanaan IMD oleh Bidan di Wilayah Kota Palangka Raya . Praktik disini yakni tindakan yang dilakukan dalam pertolongan persalinan apakah tindakan IMD dilakukan dengan sepenuhnya atau Tidak dilakukan kegiatan IMD oleh Bidan. 4. Hasil Penelitian Analisis hubungan/bivariat dilakukan untuk menguji hubungan antara masing-masing variabel bebas (independent) dengan variabel terikat (dependent) dengan tingkat kemaknaan 95% (alpha 5%). Tabel 4.1 Hubungan Faktor-faktor dengan Praktik Pelaksanaan IMD oleh Bidan Variabel Usia Pendidikan Lama Kerja Pengetahuan Status Kawin Sikap Pelatihan Supervisi Pertolongan Persalinan Kategori > 40 tahun 31-40 tahun 20-30 tahun Tinggi Rendah Lama Baru Baik Kurang Baik Kawin Janda Pelaksanaan IMD (n=97) IMD Tidak IMD Sepenuhnya N % n % 7 35 13 65 14 34,1 27 65,9 9 25 27 75 24 32,4 50 67,6 6 26,1 17 73,9 28 37,3 47 62,7 2 9,1 20 90,9 29 36,3 51 63,8 1 5,9 16 94,1 26 33,8 51 66,2 2 28,6 5 71,4 Belum Kawin Positif Negatif Pernah Tidak Pernah Ada Tidak Ada Faskes Non-Faskes 2 23 7 25 5 12 18 22 8 15,4 40,4 17,5 37,9 16,1 54,5 24 41,5 18,2 11 34 33 41 26 10 57 31 36 84,6 59,6 82,5 62,1 83,9 45,5 76 58,5 81,8 P-value PR CI 95% Total N 20 41 36 74 23 75 22 80 17 77 7 % 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 13 57 40 66 31 22 75 53 44 100 100 100 100 100 100 100 100 100 0,63 0,53 1,4 1,37 0,61-3,19 0,75 1,24 0,67-2,77 0,6-2,7 0,017 4,1 1,1-15,9 0,018 6,1 0,9-42,2 0,33 0,59 2,19 1,86 0,59-8,16 0,33-10,49 0,03 2,3 1,1-4,8 0,054 2,3 0,9-5,6 0,014 2,2 1,3-3,9 0,024 2,2 1,1-4,6 Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak melakukan pelaksanaan IMD yaitu sebesar 69,1%, sedangkan responden yang melakukan praktik IMD (sepenuhnya) sebanyak 30 orang (30,9%). Pada tabel 4.1 terlihat proporsi responden yang melaksanakan IMD sepenuhnya paling besar pada kelompok responden dengan usia >40 tahun yaitu sebesar 35%, pada kelompok responden dengan usia 31-40 tahun yaitu sebesar 34,1%, dan pada kelompok responden dengan usia 20-30 tahun yaitu sebesar 25%. Dari nilai p value usia > 40 tahun=0,63, usia 31-40 tahun p value=0,53 maka Ho gagal ditolak. Hasil analisis hubungan menunjukkan usia responden tidak berhubungan dengan pelaksanaan IMD. Pada variabel Pendidikan, dengan nilai p value=0,75 maka Ho gagal ditolak, hasil analisis hubungan Faktor-Faktor..., Eka Indrayani, FKM UI, 2013 Universitas Indonesia 12 menunjukkan pendidikan responden tidak berhubungan dengan praktik pelaksanaan IMD. Dari beberapa variabel tersebut diatas yang menyatakan bermakna dengan praktik pelaksanaan IMD yaitu lama bekerja, pengetahuan, sikap, pelatihan, supervisi, tempat pertolongan persalinan. Pada variabel tempat persalinan menunjukkan nilai p value=0,024 (p<0,05) maka Ho ditolak. Hasil analisis hubungan menunjukkan bahwa tempat pertolongan persalinan berhubungan dengan praktek pelaksanaan IMD. 5. Pembahasan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah Bayi diberi kesempatan mulai (inisiasi) menyusu sendiri segera setelah lahir (dini) dengan meletakkan bayi menempel didada ibu atau perut ibu, dibiarkan merayap mencari puting dan menyusu sampai puas. Proses ini akan berlangsung minimal satu jam pertama sejak bayi lahir. (Depkes RI, 2009). Pada proses ini Bayi memiliki kemampuan yang alamiah untuk menyusu sendiri tanpa memperhitungan ASI sudah keluar atau belum, yang penting dengan adanya rangsangan hisapan mulut bayi pada puting dengan sendirinya payudara akan bekerja untuk memproduksi ASI lebih lanjut. Penelitian Gareth Jones, dkk, mengemukakan bahwa menyusui dapat mencegah 13% kematian Balita (Lancet 2003 : 362), sedangkan Karen M.Edmond, dkk, dalam penelitian di Ghana menyatakan bahwa 16% kematian Neonatus dapat dicegah bila bayi mendapat ASI pada hari pertama, dan angka tersebut meningkat menjadi 22% bila bayi melakukan Inisiasi Menyusu Dini dalam satu jam pertama setelah lahir (Pediatric, March 2006). Pada Hasil penelitian ini ditemukan Bidan yang tidak melaksanakan IMD dalam pertolongan persalinan yaitu sebesar 69,1% yaitu sebanyak 67 Bidan, ternyata lebih banyak dari Bidan yang melaksanakan IMD yang sebesar 30,9% yaitu sebanyak 30 orang Bidan. Walaupun sebagian besar Bidan mengetahui Tahap-tahap pelaksanaan IMD, namun karena beberapa alasan antara lain menambah beban kerja Bidan, ibu bersalin menolak untuk dilakukan IMD, ASI belum keluar, kurangnya dukungan dari keluarga, dll. Selain itu dari hasil Observasi peneliti, beberapa Bidan tidak mempunyai Asisten. Sehingga peneliti menyarankan untuk bekerja sama dengan teman sejawat didalam menolong persalinan supaya IMD dapat dilakukan disetiap Asuhan Persalinan, mengingat begitu besarnya manfaat dari IMD. a. Hubungan antara Variabel Usia Bidan dengan Praktik Pelaksanaan IMD oleh Bidan Usia yang bertambah menyebabkan bertambah juga pengalaman bidan dalam menolong persalinan sehingga mempengaruhi aktifitas sehari-hari karena sudah terbiasa dan Faktor-Faktor..., Eka Indrayani, FKM UI, 2013 Universitas Indonesia 13 cepat membaca situasi yang akan terjadi. Hal ini sangat berisiko karena kondisi ibu yang akan melahirkan tidak dapat diprediksi menurut APN (2008) yang dikutip oleh Simatupang (2011) menyatakan bahwa penolong persalinan harus dapat memantau dan mengevaluasi serta membuat keputusan klinik pada persalinan normal ataupun persalinan dengan penyulit dengan cepat dan tepat. Pada variabel usia > 40 tahun menunjukkan nilai p-value=0,63 (p>0,05) maka hasil uji statistik Ho gagal ditolak. Usia 31-40 tahun p-value = 0,53 maka Ho gagal ditolak. Hasil analisis hubungan menunjukkan bahwa usia Responden tidak berhubungan dengan perilaku pelaksanaan IMD. Hal ini sejalan dengan penelitian Nurweni (2012) dengan penelitian di Kabupaten Pacitan tentang Faktor-faktor yang berhubungan Dengan tidak dilakukannya IMD oleh bidan yang menunjukkan p value=1,00 (p>0.05) yang menunjukkan hubungan tidak bermakna. Walaupun tidak bermakna, namun ada kecenderungan bidan dengan usia >40 tahun (PR=1,4) yang berarti 1,4 kali lebih tinggi untuk melakukan pelaksanaan IMD sepenuhnya dibandingkan dengan bidan yang berusia 20-30 tahun. Begitu pula dengan usia 31-40 tahun (PR=1,37) memiliki kecenderungan melakukan pelaksanaan IMD 1,37 kali lebih tinggi dibandingkan dengan bidan yang berusia 20-30 tahun karena dengan bertambahnya usia pengalamannya akan lebih. b. Hubungan antara Variabel Pendidikan dengan Praktik Pelaksanaan IMD oleh Bidan Tingkat Pendidikan adalah jenjang sekolah formal yang ditamatkan oleh Responden. Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Menurut YB Mantra yang dikutip Notoadmojo (2005), pendidikan merupakan proses pembelajaran yang dilakukan manusia untuk mengembangkan potensi dirinya selama masa hidupnya mulai dari manusia itu dilahirkan sampai manusia itu mati. Pada variabel pendidikan menunjukkan p-value=0,75 (p>0,05) dan PR=1,24 yang berarti Ho gagal di tolak. Hasil analisis hubungan menunjukkan bahwa pedidikan responden tidak berhubungan dengan perilaku pelaksanaan IMD. Walaupun tidak berhubungan, dari nilai PR=1,24 yang berarti bahwa bidan bidan yang berpendidikan tinggi memiliki kecenderungan untuk melaksanakan IMD 1,24 kali lebih tinggi dibandingkan bidan yang berpendidikan rendah. Dikarenakan bidan tersebut sebenarnya sudah memiliki pengetahuan tentang IMD yang didapatkan melalui pedidikan yang dia tempuh, namun untuk pelaksanaanya masing-masing orang memiliki sifat dasar yang berbeda untuk merubah perilakunya. Faktor-Faktor..., Eka Indrayani, FKM UI, 2013 Universitas Indonesia 14 c. Hubungan antara Variabel Lama Kerja dengan Praktik Pelaksanaan IMD oleh Bidan Menurut Anderson (1994) yang dikutip Hajrah (2012), makin lama pengalaman kerja maka makin terampil seseorang dalam melakukan pekerjaan yang ditekuninya. Pada variabel lama kerja menunjukkan nilai p-value=0,017 (p<0,05) maka Ho ditolak. Hasil analisis hubungan menunjukkan bahwa lama kerja berhubungan dengan praktik pelaksanaan IMD. Selain itu, diketahui bahwa PR=4,1 artinya bidan yang sudah bekerja ≥5 tahun memiliki kecenderungan melaksanakan pelaksanaan IMD sepenuhnya 4,1 kali lebih tinggi dibandingkan bidan yang baru bekerja <5 tahun. d. Hubungan antara Variabel Pengetahuan dengan Praktik Pelaksanaan IMD oleh Bidan Pengetahuan merupakan bukti proses pengingatan atau pengenalan informasi. Dengan demikian, perilaku seseorang akan langgeng bila didasari pengetahuan yang baik, dan pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain melalui indera yang dimiliki dan juga dipengaruhi oleh intensitas dan persepsi terhadap objek (Notoadmojo, 2010). Menurut Green dalan Notoadmojo (2010), pengetahuan merupakan salah satu faktor predisposisi yang mendasari seseorang untuk berperilaku dan merupakan domain yang paling berpengaruh terhadap terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan merupakan hasil tahu, setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek, dan sebagian besar pengetahuan itu diperoleh melalui mata dan telinga. Selain itu ada faktor lain yang berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang, yaitu yang berasal dari pendidikan, pengalaman, hubungan sosial dan paparan media massa seperti majalah, TV dan buku. Kurangnya pengetahuan Bidan mengenai IMD akan berpengaruh terhadap pelaksanaan IMD. Pada variabel pengetahuan menunjukkan nilai p-value=0,018 (p<0,05) maka Ho ditolak. Hasil Analisis Hubungan menunjukkan bahwa pengetahuan berhubungan dengan perilaku pelaksanaan IMD. Selain itu, diketahui bahwa PR=6,1 artinya bidan dengan pengetahuan yang baik memiliki kecenderungan melaksanakan pelaksanaan IMD sepenuhnya 6,1 kali lebih tinggi dibandingkan Bidan dengan pengetahuan yang kurang baik. namun penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Dayati (2011) dan Eva Agustiana (2011) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan Bidan dengan pelaksanaan IMD. Hal ini membuktikan bahwa pengetahuan sangat penting dan berperan dalam membentuk perilaku seseorang termasuk dalam melaksanakan praktik IMD secara baik. Dengan pengetahuan yang baik diharapkan Bidan dapat lebih peduli dan mau Faktor-Faktor..., Eka Indrayani, FKM UI, 2013 Universitas Indonesia 15 melaksanakan Praktik IMD pada setiap persalinan, oleh sebab itu upaya memasyarakatkan pemberian ASI secara dini dari petugas yang memiliki pengetahuan dan kemampuan laktasi sangat dibutuhkan demi suksesnya pemberian ASI Eksklusif. Dan diharapkan ke depannya akan dilaksanakan Pelatihan tentang IMD di Kota Palangka Raya berhubung selama ini tidak pernah dilakukan Pelatihan Khusus tentang IMD. e. Hubungan antara Status Perkawinan dengan Praktik Pelaksanaan IMD oleh Bidan Seseorang yang sudah memutuskan untuk berumah tangga dan menjalani kehidupan berkeluarga mempunyai motivasi dan tanggung jawab yang lebih tinggi (Siagian, 2004). Pada penelitian ini, untuk status kawin dari hasil uji analisis diperoleh nilai p-value=0,33 (p>0,05) dan pada status Janda menunjukkan p-value= 0,59 maka Ho gagal ditolak. Hasil analisis hubungan menunjukkan bahwa status kawin tidak berhubungan dengan perilaku pelaksanaan IMD. Tidak adanya hubungan yang bermakna ini kemungkinan karena Bidan yang sudah berkeluarga memiliki beban dan tanggung jawab yang berbeda, dan sebagai ibu rumah tangga dan menjalani profesi sebagai Bidan beban tugas semakin bertambah. Sehingga tugas utamanya sebagai Bidan jadi terabaikan. Walaupun Bidan belum menikah, bisa jadi tingkat kesabarannya lebih baik dibandingkan yang sudah menikah. Begitu pula dengan Bidan yang berstatus Janda, walaupun tidak memiliki pasangan tidak menjamin dia akan fokus dalam melaksanakan IMD karena dengan berbagai permasalahan kehidupan yang dialami masingmasing orang berbeda. f. Hubungan antara Sikap dengan Praktik Pelaksanaan IMD oleh Bidan Sikap dibentuk dari Informasi yang terpapar pada seseorang, artinya Bila Bidan banyak terpapar dengan Informasi tentang IMD maka kemungkinan pembentukan Sikap Bidan terhadap IMD juga Positif (Kerch dalam Raya 2008).Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku (Notoadmojo, 2010). Hasil Analisis Bivariat menunjukkan nilai p-value=0,03 (p<0,05) maka Ho ditolak. Hasil analisis hubungan menunjukkan bahwa sikap berhubungan dengan perilaku pelaksanaan IMD. Selain itu, diketahui bahwa PR=2,3 artinya Bidan dengan sikap yang Positif memiliki kecenderungan melaksanakan pelaksanaan IMD sepenuhnya 2,3 kali lebih tinggi dibandingkan Bidan dengan sikap yang Negatif. g. Hubungan antara Pelatihan dengan Praktik Pelaksanaan IMD oleh Bidan Pelatihan (training) merupakan segala kegiatan untuk meningkatkan kinerja individu/pegawai sesuai dengan pekerjaan atau jabatan yang dipegangnya atau berhubungan Faktor-Faktor..., Eka Indrayani, FKM UI, 2013 Universitas Indonesia 16 dengan tugas saat ini. Titik tekan pelatihan berada pada peningkatan keahlian/keterampilan yang berhubungan langsung dengan kegiatan atau pekerjaan yang tangani dan lebih berjangka waktu pendek (short term) dan fungsinya untuk perbaikan kerja yang lebih baik (Bernardin, 2003). Hasil Analisis Hubungan menunjukkan nilai p-value=0,054 (p>0,05) maka Ho gagal ditolak. Hasil analisis hubungan menunjukkan bahwa pelatihan tidak berhubungan dengan perilaku pelaksanaan IMD. Walaupun tidak ada hubungan yang bermakna, dari nilai PR=2,3 yang berarti bahwa bidan yang telah mengikuti pelatihan terkait IMD seperti APN akan cenderung melaksanakan IMD 2,3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan Bidan yang tidak pernah mengikuti pelatihan karena dengan adanya bekal ilmu tadi Bidan tersebut dapat mengaplikasikan ilmu yang didapatkan dari pelatihan, namun masing-masing individu berbeda, ada yang mudah untuk mengubah perilakunya untuk bertindak, ada yang memerlukan tahap yang lama untuk berubah, dan ada yang telah mengikuti pelatihan namun karena kebiasaan bekerja yang lebih praktis, mudah dan cepat selesai serta tidak merepotkan sehingga perilaku pelaksanaan IMD tidak dilaksanakan. Dari berbagai penelitian tentang pelaksanaan IMD yang dilakukan oleh Bidan, menyatakan bahwa pelatihan sangat bermakna untuk praktik pelaksanaan IMD serta berbagai teori yang ada bahwa pelatihan meningkatkan kinerja. Walaupun dihasil penelitian ini tidak bermakna dengan p value=0.054, dikarenakan sampel sizenya masih minim, namun jika sampel sizenya ditambahkan lagi, kemungkinan akan menunjukkan hubungan yang bermakna antara variabel pelatihan ini dengan praktik pelaksanaan IMD oleh Bidan. Karena dengan adanya pelatihan yang merupakan suatu proses kegiatan yang dimaksudkan untuk memperbaiki sikap, tingkah laku, keterampilan serta pengetahuan baik itu dari peserta pelatihan untuk memenuhi standar (standar sikap, tingkah laku, keterampilan serta pengetahuan) tertentu guna mencapai tujuan pelayanan kesehatan yaitu dapat melaksanakan praktik IMD sepenuhnya. h. Hubungan antara Supervisi dengan Praktik Pelaksanaan IMD oleh Bidan Menurut Hosland, 1953 dalam Notoadmojo (2010) Supervisi merupakan faktor reinforcement yang memegang peranan penting dalam meyakinkan Bidan dalam proses perubahan perilaku, dari tidak melakukan IMD menjadi melakukan IMD. Supervisi juga sebagai salah satu kegiatan dalam manajemen berupa peninjauan program, Evaluasi hasil kinerja, explorasi adanya hambatan atau masalah yang kemudian diberikan bimbingan tekhnis serta arahan untuk mencapai kinerja yang lebih baik. Kinerja yang lebih baik harus Faktor-Faktor..., Eka Indrayani, FKM UI, 2013 Universitas Indonesia 17 selaras dengan tujuan-tujuan yang diterapkan sebelumnya, jika terdapat peyimpangan yang bermakna apapun adalah tugas supervisi untuk memberikan arahan yang tepat (Siagian, 1994). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sumiyati (2011) menyatakan bahwa Bidan yang mendapat Supervisi dari Dinas Kesehatan, IBI, P2KP, berpeluang 2,44 kali untuk melaksanakan IMD dalam Asuhan Pertolongan Persalinan. Hasil Penilitian ini, dari Uji Analisis Hubungan Pada variabel supervisi menunjukkan nilai p-value=0,014 (p<0,05) maka Ho ditolak. Hasil analisis hubungan menunjukkan bahwa supervisi berhubungan dengan perilaku pelaksanaan IMD. Selain itu, diketahui bahwa PR=2,2 artinya Bidan yang mendapatkan supervisi dari dinas kesehatan, IBI, dan P2KP memiliki kecenderungan melaksanakan pelaksanaan IMD sepenuhnya 2,2 kali lebih tinggi dibandingkan Bidan yang tidak mendapatkan supervisi. i. Hubungan antara Tempat Persalinan dengan Praktik Pelaksanaan IMD oleh Bidan. Berdasarkan Tempat persalinan, dalam penelitian ini proporsi responden/Bidan yang melaksanakan IMD sepenuhnya paling besar pada kelompok responden yang tempat pertolongan persalinan di fasilitas kesehatan yaitu sebesar 41,5% dan pada kelompok responden yang tempat pertolongan persalinan di non-fasilitas kesehatan yaitu sebesar 18,2%. Sedangkan proporsi responden yang tidak melaksanakan IMD paling besar pada kelompok responden yang tempat pertolongan persalinan di non-fasilitas kesehatan yaitu sebesar 81,8% dan pada kelompok responden yang tempat pertolongan persalinan di fasilitas kesehatan yaitu sebesar 58,5%. Pada variabel tempat persalinan menunjukkan nilai p value=0,024 (p<0,05) maka Ho ditolak. Hasil analisis hubungan menunjukkan bahwa tempat pertolongan persalinan berhubungan dengan praktek pelaksanaan IMD. Selain itu, diketahui bahwa PR=2,2 artinya Bidan yang melakukan pertolongan persalinan di fasilitas kesehatan memiliki kecenderungan melaksanakan pelaksanaan IMD sepenuhnya 2,2 kali lebih tinggi dibandingkan Bidan yang melakukan pertolongan persalinan di non-fasilitas kesehatan. 6. Kesimpulan Proporsi Bidan yang telah mengikuti pelatihan terkait dengan IMD (APN, Manajemen Laktasi, konseling ASI, PONED, Konseling ASI,dll) yaitu sebesar 69%, dan responden yang tidak pernah mengikuti pelatihan sebanyak 32%. Proporsi bidan yang melakukan pertolongan persalinan di rumah/non fasilitas kesehatan yaitu 81,8% dan tidak melaksanakan IMD. Dan pada responden/ bidan yang melakukan pertolongan persalinan di fasilitas kesehatan yaitu sebesar 58,5%. Ada hubungan yang bermakna antara lama bekerja bidan >5tahun (pvalue=0,017) PR=4,1, pengetahuan (p value=0,018) PR=6,1, Faktor-Faktor..., Eka Indrayani, FKM UI, 2013 Universitas Indonesia 18 sikap bidan (pvalue=0,03) PR=2,3, supervisi (pvalue=0,014) PR=2,2, dan tempat persalinan (pvalue=0,024) PR=2,2 dengan Praktik Pelaksanaan IMD oleh Bidan di wilayah Kota Palangka Raya tahun 2013. Tidak ada hubungan yang bermakna antara usia bidan, pendidikan, status kawin, pelatihan, dengan perilaku terhadap pelaksanaan IMD. 7. Saran a. Bagi Dinas Kesehatan Kota Palangka Raya, membuat perencanaan dan mengalokasikan anggaran untuk kegiatan seminar, lokakarya dan pelatihan tentang Inisiasi Menyusu Dini. Diharapkan adanya peraturan tertulis/ kebijakan tentang pelaksanaan IMD dari Dinas Kesehatan Kota Palangka Raya maupun masingmasing Kepala Puskesmas. b. Mengevaluasi kinerja Bidan secara berkala dan memperhatikan faktor-faktor yang menyebabkan praktik pelaksanaan IMD belum optimal dan memperbaiki faktor tersebut sehingga dapat meningkatkan kinerja bidan dimasa yang akan datang dalam rangkaa menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) serta meningkatkan derajat kesehatan Masyarakat Kota Palangka Raya. c. Bagi IBI kota Palangka Raya, Memfasilitasi kegiatan pelatihan seperti seminar, lokakarya tentang Inisiasi Menyusu Dini bagi anggota IBI untuk meningkatkan pengetahuan Bidan sehingga dapat meningkatkan kinerja Bidan dalam praktik pelaksanaan IMD di Kota Palangka Raya, sehingga peran bidan dapat mendukung penerapan dari 10 (sepuluh) langkah Keberhasilan menyusui disetiap pelayanan/ fasilitas kesehatan karena sesuai hasil penelitian tempat persalinan berpengaruh dalam praktik pelaksanaan IMD oleh Bidan. Dan memberi teguran dan arahan kepada anggota IBI supaya tidak tergoda dengan bonus-bonus yang ditawarkan oleh agen susu formula. d. Bagi peneliti lainnya yaitu, Dalam melakukan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan praktik pelaksanaan IMD oleh Bidan, diharapkan meneliti variabel lain yang belum ada dipenelitian ini dan sampel sizenya ditambahkan lagi, serta kombinasikan dengan kualitatif sehingga dapat melihat lebih jauh bagaimana praktik pelaksanaan IMD dilakukan, karena bidan memilki peran dalam keberhasilan menyusui. Faktor-Faktor..., Eka Indrayani, FKM UI, 2013 Universitas Indonesia 19 DAFTAR PUSTAKA Ali, Mubarak. (2013). Saving lives of newborns by early initiation of breastfeeding & xclusive breastfeeding. Bottle fed babies are seventeen times more likely to develop diarrhea as compared to breast fed babies. http://www.pulsepakistan.com/index.php/mainnews-feb-15-13/219-saving-lives-of-newborns-by-early-initiation-of-breastfeedingexclusive-breastfeeding. Diperoleh 09 Maret 2013. Agustina, Eva. (2009). Faktor-Faktor Pada Bidan Yang Berhubungan Dengan Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) di RSUD dan RSAL Kota Tanjung Pinang Tahun 2011. Skripsi. UI. Amin, et al. (2010). Determinants of initiation and exclusivity of breastfeeding in Al Hassa, Saudi Arabia. Breatfeed Med. 2011 Apr; 6(2): 59-68. Epub 2010 Oct 29. Arikunto. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Astuti. (2010). Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI pada ibu-ibu yang berkunjung ke Puskesmas Pasar Minggu Jakarta Selatan 2010.[Skripsi]. FKM UI, Depok. Bergstrom, A., Okong, P., & Ransjo-Arvidson, A. (2007). Immediate maternal thermal response to skin-to-skin care of newborn. Acta Paediatr, 96(5), 655-658. Bernardin, John. (2003). Human Resource Mnagement, An Experiential Approach, Third Edition, Mc.Graw-Hill. Boston CDC. (2012). Breastfeeding Report Card—United States, http://www.cdc.gov/breastfeeding/data/reportcard.htm Diperoleh 09 juni 2013. 2012 Dashti.M, Scott A.J, et al, (2010). Determinants of Breastfeeding Initiation Among Mothers in Kuwait, International Breastfeeding Journal 2010, 5:7 Daryati, (2008), Pengetahuan dan Sikap Bidan dalam Inisiasi Menyusu Dini Pada Ibu Bersalin di Sanggau Kalimantan Barat. Tesis, Undip. Dayati, (2011), Faktor-faktor Pada Bidan yang Berhubungan Dengan Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Di Wilayah Kecamatan Kendari Kota Kendari Sulawesi Tenggara. Skrispsi. UI. Deviyanti, Ria Sutria, (2009), Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Praktik Upaya IMD pada Bidan Di Kecamatan Sukmajaya, Depok Tahun 2009. Skripsi. UI. Depkes RI, (2002), Lactation Management a Handbook for Midwifes and Health Provider in Public Health Center, Jakarta. Depkes RI. (2007). Modul Kegiatan IMD, Jakarta. Depkes RI. (2007). Pelatihan Konseling Menyusui, Jakarta. Faktor-Faktor..., Eka Indrayani, FKM UI, 2013 Universitas Indonesia 20 Depkes RI. (2009). Pelatihan APN Bahan Tambahan IMD, Jakarta. Departemen Negara Pemberdayaan Perempuan. (2008). Pemberdayaan perempuan dalam peningkatan pemberian ASI, Jakarta. Dinas Kesehatan Kota Palangka Raya. (2012). Profil Kesehatan Kota Palangka Raya. Palangka Raya: Dinkes Kota. Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah. (2012). Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah. Palangka Raya: Dinkes Kalteng. Edmond M.K, Zandoh C, et al. (2006). Delayed breastfeeding initiation increases risk of neonatal Mortality. Journal American Academy Of Paediatrics Volume 117, number 3:380-386. Fransson, A., Karlsson, H., & Nilsson, K. (2005). Temperature variation in newborn babies: Importance of physical contact with the mother. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed,90, F500-F504. Gibson L.J. (1985). Alih bahasa Dharma.A, Organisasi : Perilaku, Struktur, Proses. Jakarta: Erlangga. Gibson, L.J. Ivancevich, J.M., & Donelly, J. H. (1996). Organisasi jilid I Perilaku struktur dan proses Edisi kelima. Jakarta: Erlangga. Green, Kreuteur. (2005). Health Program Planing An Educational And Ecological Approach. Health promotion Planing, 2005. Hauck, et al. (2011). A Western survey of breastfeeding initiation, prevalence and early cessation patterns. Matern Child Health J. 2011 Feb; 15(2): 260-8. Hajrah, (2012). Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku bidan dalam pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) di Kabupaten Berau. Skripsi : FKM UI. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Riset Kesehatan Dasar, Riskesdas 2010. Badan Penelitian Pengembangan Kesehatan. Jakarta: Kemenkes. Kementerian Kesehatan, RI. (2010). Asuhan Persalinan Normal, Perkumpulan Obstetrik dan Ginekologi Indonesia, Jakarta. Notoatmodjo. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta, 2007. Notoatmodjo. (2010). Teori Ilmu Prilaku. Rineka Cipta, 2010. Noe, Raymond (2002). Employee Training & Development, McGrawHill. Roesli, U. (2008). Inisiasi Menyusui Dini plus ASI Eksklusif. Jakarta: Erlangga. Setiarini, Tatik. (2010). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Bidan Dalam Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini Di RSIA Budi Kemuliaan Jakarta. Tesis : UI. Depok. Faktor-Faktor..., Eka Indrayani, FKM UI, 2013 Universitas Indonesia 21 Sejatiningsih, Sri. (2012). Faktor-faktor yang mempengaruhi Bidan Praktek Swasta Dalam Melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini Di Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2012. Unpad. Siagian, S. P. (2009). Kiat meningkatkan Produktifitas Kerja (Vol. Cetakan ke dua). Jakarta: Rineka Cipta. Sumiyati, Nani. (2011). Hubungan Pelatihan IMD Dengan Pelaksanaannya Dalam Pertolongan Persalinan Oleh Bidan Di Kabupaten Pacitan Tahun 2011. Sripsi : UI. Depok. Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif kualitatif dan R & D. Bandung: Penerbit Alfabeta Bandung. UNICEF; WHO; UNESCO; UNFPA; UNDP; UNASAID; WFD; Bank, The World; (2010). Penuntun Hidup Sehat. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Vieira, et al. (2010). Determinants of breastfeeding initiation within the first hour life in a Brazilian population: cross-sectional study. BMC Public Health 2010,10:760. Ward, M, et all. (2004). Infant feeding : factors affecting initiation, exclusivity and duration. Id Med J. Abstract ; Jul-Aug ; 97 (7): 197-9. Williams, Robert. (1993). Nutrition in Pregnancy and Lactation. Fifth edition, Mosby-Year Book,1993. Faktor-Faktor..., Eka Indrayani, FKM UI, 2013 Universitas Indonesia