II. TINJAUAN PUSTAKA A. BIOETANOL Etanol (etil alkohol) adalah alkohol rantai lurus dan rumus molekulnya adalah EtOH, CH3CH2OH, C2H5OH. Rumus empirisnya adalah C2H6O. Struktur kimianya dapat dilihat pada gambar di bawah ini (Gambar 1). Gambar 1. Struktur kimia etanol (www.wikipedia.org, 2008) Alkohol adalah senyawa hidrokarbon berupa gugus hidroksil (-OH) dengan dua atom karbon (C). Jenis alkohol yang banyak digunakan adalah CH2OH yang disebut dengan metil alkohol (methanol), C2H5OH yang disebut dengan etil alkohol (etanol) dan C3H7OH yang disebut dengan iso propil alkohol (IPA) atau propanol-1. Dalam dunia perdagangan, yang disebut dengan alkohol adalah etil alkohol atau etanol dengan rumus kimia C2H5OH (Prihandana et al., 2007). Lebih lanjut menurut Prihandana et al. (2007), Penggunaan etanol tidak hanya untuk minuman namun juga digunakan sebagai pelarut, antiseptik, dan bahan baku untuk bahan organik lain seperti etil ester, dietil eter, butadien, dan etil amin. Fuel grade etanol (etanol 99 %) dapat digunakan sebagai bahan bakar. Molekul etanol diikat satu sama lain di dalam fase cair oleh ikatan hidrogen. Interkasi tersebut mempunyai pengaruh yang sangat besar pada titik didih etanol yaitu sekitar 78oC-80oC. Kemampuan ikatan hidrogen tersebut membuat etanol dapat larut dengan cukup baik di dalam air karena terdapat empat atau kurang atom karbon yang dapat berikatan dengan molekul air (Weininger, 1972). Alkohol yang mempunyai bobot molekul lebih rendah mempunyai sifat yang menyerupai air. ikatan kimia antara atom yang berbeda adalah ikatan polar, seperti ikatan C-O dan C-Cl. Semakin besar komponen polar dalam suatu senyawa, semakin polar senyawa tersebut dan juga sebaliknya (O’Leary, 1976). 68 Etanol mempunyai gugus polar (hidroksi, O-H) dan gugus non polar (alkil) sehingga dapat disebut sebagai hidroksihidrokarbon dan sebagai turunan alkil. Alkolhol dengan atom karbon kurang dari tiga masih dapat larut di dalam air dan kelarutan akan terus berkurang seiring dengan meningkatnya panjang rantai karbon (Harper et al., 1977). Etil alkohol (CH3CH2OH) sering juga disebut alkohol untuk menunjukkan sumber bahan baku yang digunakan atau tujuan umum penggunaannya. Grain alcohol adalah etanol yang dibuat dari biji-bijian seperti jagung, gandum atau beras, sedangkan Industrial alcohol adalah etanol yang digunakan untuk tujuantujuan industri (Prescott dan Dunn, 1981). Etanol mempunyai penampakan tidak berwarna, mudah menguap, jernih, memiliki bau yang halus dan rasa yang pedas. (Setyaningsih, 2006). Bioetanol merupakan istilah etanol yang diproduksi oleh mikroorganisme hayati. Bioetanol didefinisikan sebagai etanol yang terbuat dari bahan baku nabati. Bioetanol pada umumnya adalah hasil fermentasi khamir, Saccharomyces cerevisiae. Kapang ini melakukan metabolisme pada gula pada kondisi anaerobik dan akan menghasilkan etanol dan CO2. Bila dalam proses tersebut terdapat oksigen maka akan terjadi fermentasi aerobik sehingga hanya akan menghasilkan karbon dioksida (CO2) dan air. White dan Plaskett (1981) menjelaskan bahwa biokimia dasar dari fermentasi bioetanol terdiri dari beberapa urutan reaksi kompleks yang secara singkat dapat ditulis sebagai berikut. C6H12O6 → 2 CH3CH2OH + 2 CO2 Reaksi tersebut berlangsung melalui sejumlah tahapan reaksi enzimatik dan katalisis yang berdasarkan karakteristiknya dikenal dengan jalur reaksi EmbdenMeyerhoff Pathway. Substrat gula yang digunakan untuk fermentasi mempunyai konsentrasi sekitar 12% b/v dan reaksi berlangsung selama tiga puluh enam (36) jam. Produksi dan penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar tergantung pada substrat gula dalam kapasitas besar yang berarti bahwa biaya produksi dapat ditekan serendah mungkin. Selain itu, dengan permintaan bioetanol yang semakin 69 meningkat dan tingginya harga bahan bakar cair konvensional menjadikan bioetanol dapat bersaing sebagai bahan bakar alternatif (White dan Plaskett, 1981). Menurut Hendroko (2008), bioetanol pun dapat diproduksi dari bahan berpati dan berselulosa namun kedua bahan tersebut harus diubah terlebih dahulu menjadi gula melalui reaksi enzimatis, yaitu enzim amilase. Proses tersebut dinamakan sakarifikasi. Diagram produksi bioetanol dari bahan baku pati dapat dilihat pada gambar di bawah ini (Gambar 2). Pati Pemasakan, 60-980C Enzim Amylase Hidrolisis Pullulanase & Glukoamylase Pendinginan, 300C mikroorganisme Fermentasi CO2, H2O, panas endotermik Pemisahan Bubur distilat (Stillage) Etanol Gambar 2. Proses pembuatan bioetanol dari Bahan Baku Pati (Lee et al., 2007) Sifat fisika dari etanol adalah polar akan tetapi tingkat kepolarannya masih lebih rendah daripada air. Hal tersebut disebabkan oleh gugus hidroksil (R-OH). Seperti air, etanol juga dapat membentuk ikatan hidrogen. Sifat fisika dari etanol absolut dan etanol teknis dapat dilihat pada Tabel 1. 70 Tabel 1. Perbandingan Sifat Fisika Etanol Absolut dan Etanol Teknis No. 1 Etanol Absolut Etanol Teknis o Parameter -112,3 - o Titik Beku ( C) 2 Titik Didih ( C) 78,4 - 3 Specific Gravity 0,7851 - 4 Indeks bias 1,3633 1,3651 5 Viskositas (20oC/P) 0,0122 0,0141 6 Tegangan Permukaan (dyne/cm) 22,3 22,8 7 Panas spesifik 0,581 0,618 8 Panas fusi (kal/gram) 24,9 - 9 Panas evaporasi (kal/gram) 10 204 o Konduktivitas elektrik pada 25 C 1,35 x 10 -9 - (Sumber: SNI, 1994) B. CARBOXYMETHYLCELLULOSE (CMC) Carboxymethylcellulose atau CMC merupakan salah satu bahan pengental turunan selulosa yang berfungsi sebagai stabilizer, thickening agent dan emulsifier pada makanan. CMC dapat larut di dalam air dingin dan air panas dan menghasilkan larutan yang jernih, tanpa warna dengan aroma netral (Murray, 2000). CMC adalah bahan pengental yang larut dalam air, anionik dan polimer linier (Nussinovitch, 1997). Menurut Nevell dan Zeronian (1985), CMC merupakan salah satu turunan selulosa yang disebut dengan eter selulosa (Cellulose Ethers). CMC diproduksi melalui reaksi substitusi neofilik, yaitu proses metilasi selulosa alkali dengan metil halida (CH3X). Gambar 3 memperlihatkan struktur dari Carboxymethylcellulose (CMC). 71 Gambar 3. Struktur Molekul dari Carboxymethylcellulose (CMC) CMC diproduksi dengan mereaksikan selulosa dengan larutan Natrium Hidroksida yang diikuti dengan asam monokloroasetat atau natrium monokloroasetat sesuai dengan reaksi esterifikasi Williamson. CMC teknis mempunyai kemurnian antara 94-99%, sedangkan yang digunakan untuk makanan dan minimum mempunyai kemurnian 99,5% (Nussinovitch, 1997). Secara komersial, jenis CMC dibedakan berdasarkan viskositas, ukuran partikel dan derajat substitusi untuk beberapa larutan tertentu (Murray, 2000). Semakin tinggi derajat substitusi, semakin tinggi kelarutan polimer CMC. Selain larut di dalam air, CMC juga larut di dalam pelarut organik seperti campuran airetanol. Jenis CMC yang mempunyai viskositas rendah lebih toleran terhadap konsentrasi etanol tinggi sampai dengan 50% etanol atau 40% aseton. Sifat di atas sangat penting untuk aplikasi pada minuman beralkohol yang campurannya menginginkan kekentalan tinggi dan kejernihan (Keller, 1984). C. VISKOSITAS Viskositas adalah suatu sifat dari cairan yang lebih bertahan untuk mengalir. Viskositas adalah kekuatan yang dibutuhkan untuk memindahkan suatu permukaan datar ke permukaan lainnya dengan ketentuan cairan digerakkan dengan gaya tertentu. Viskositas cairan berbeda-beda tergantung suhu. Oleh karena itu penentuan suhu merupakan hal penting dalam mengukur viskositas suatu larutan (Asel, 1989). Viskositas adalah tahanan yang dimiliki fluida yang 72 dialirkan dalam pipa kapiler terhadap gaya gravitasi yang biasanya dinyatakan dalam waktu yang diperlukan untuk mengalir pada jarak tertentu. Jika viskositas semakin tinggi maka tahanan untuk mengalir juga semakin tinggi. Viskositas suatu fluida merupakan ukuran resistansi bahan terhadap aliran. Viskositas tergantung pada suhu dan berkurang dengan naiknya suhu. Alexander dan Johnson (1959) menerangkan bahwa viskositas suatu larutan adalah karakteristik yang bertanggung jawab pada resisten internal terhadap gerakan relatif yang diberikan di bagian yang berbeda dari cairan. Resisten internal atau friksi meliputi gerakan dari setiap lapisan molekul yang berhubungan dengan interaksi antara partikel cairan dan struktur fase cair tersebut. Interaksi antar partikel dapat berupa gaya van der Waals atau interaksi dipol. Peningkatan viskositas suatu larutan dapat dilakukan dengan menambahkan bahan pengental atau thickening agent. Karakteristik mekanis dari gel yang menyerupai zat padat dianggap berhubungan dengan struktur dimensi makroskopis dalam periode tertentu yang setara dengan lama waktu percobaan. Dalam istilah praktis, hal tersebut berarti gel dapat mempertahankan bentuk wadah tempat terbentuknya meskipun telah dikeluarkan dari wadah tersebut. Struktur gel umumnya merupakan salah satu dari dua jenis di bawah ini (Dickinson dan Stainby, 1997). 1. Jaringan polimer. Struktur ini merupakan struktur bercabang, tiga dimensi dan jaringan makromolekuler dari bobot molekul yang tidak terbatas. Jaringan tersebut terdiri dari rantai kovalen yang homogen dan acak yang disebabkan oleh agregasi fisik rantai yang sebelumnya diacak dengan urutan yang masih dalam satu bagian rantai tertentu. Makromolekul primer diikat bersama dengan bidang atau helaian spiral dari kristal. Gel di atas dapat dibentuk oleh agarose dan karagenan. 2. Dispersi agregat. Dalam hal ini, jaringan terdiri dari dispersi agregat dari partikel koloid yang sangat tinggi seperti partikel emulsi, protein fibrilar atau globular. Gumpalan susu adalah contoh dari gel dispersi agregat. 73 D. PROSES PEMBAKARAN Menurut Levy (1983), etanol telah diketahui dapat menjadi bahan bakar yang sesuai untuk kendaraan bermotor hingga 10% campuran dengan bensin. Penggunaan etanol sebagai bahan bakar dapat dikembangkan lebih luas. Keseimbangan energi yang menguntungkan untuk proses tersebut juga merepresentasikan keuntungan etanol untuk produksi bahan bakar cair. Tabel 2 memperlihatkan perbandingan densitas energi dari beberapa bahan bakar berbasis alkohol. Tabel 2. Densitas Energi dari Beberapa Bahan Berbasis Alkohol Bahan Bakar Panas Pembakaran (Btu/lb) (cal/gram) Metanol 9.600 5.333 Etanol 12.820 7.122 Propanol 14.420 8.011 Butanol 15.530 8.628 Pentanol 16.350 9.083 (Sumber: Diolah dari Levy dalam Wise, 1983) Menurut Daywin et al. (1991), yang dimaksud dengan pembakaran adalah proses pencampuran antara bahan bakar dengan udara (oksigen) sehingga terbakar dan menghasilkan gas CO2 dan H2 O ditambah dengan energi. Salah satu reaksi pembakaran adalah sebagai berikut. 2CH3CH2OH + 2O2 2CO2 + 2H2O + Energi Oksigen yang diperlukan diambil dari udara yang terdiri dari 79% gas nitrogen (N2), 20% oksigen (O2) dan 1% gas lainnya. 74 Kemudian, syarat-syarat terjadinya proses pembakaran pada bahan bakar adalah sebagai berikut (Daywin et al., 1991). 1. Adanya bahan bakar 2. Adanya udara (oksigen) 3. Adanya titik nyala sebagai pemicu pembakaran. Selanjutnya menurut Colannino dalam Baukal (2004), pembakaran merupakan pelepasan panas yang terkontrol dari reaksi kimia antara bahan bakar dan pengoksidasi. Bahan bakar yang biasa digunakan dalam industri maupun rumah tangga adalah hidrokarbon. Contoh dari bahan bakar ini adalah gas alam dan bahan bakar minyak. Terdapat empat elemen yang harus ada dalam proses pembakaran, yaitu (1) bahan bakar, (2) pengoksidasi, (3) panas, dan (4) reaksi kimia pembakaran. Api dalam pembakaran dapat didefinisikan sebagai reaksi cepat antara bahan bakar dan pengoksidasi dimana di dalamnya harus terdapat cukup panas untuk memulai dan mempertahankan reaksi pembakaran. E. NILAI KALOR Nilai kalor atau nilai energi adalah hasil pembakaran sempurna satu kilogram atau satu satuan bahan bakar atau satu satuan volume (ASTM, 1980). Nilai kalor diukur dengan menggunakan alat Bomb Calorimeter. Ketika bahan bakar mengalami pembakaran sempurna, hidrogen yang terdapat dalam bahan bakar bereaksi dengan oksigen dari udara membentuk molekul air dan bercampur dengan produk pembakaran yang lain. Jika hasil pembakaran didinginkan dan uap air terkondensasi menjadi cairan, maka yang terukur adalah Higher Heating Value (HHV atau nilai kalori kasar) dan jika kandungan air dari hasil pembakaran tetap dalam fase gas, maka yang terukur adalah Lower Heating Value (LHV atau nilai kalori bersih) (Robinson, 2006). 75 F. GEL BIOETANOL Gel etanol adalah campuran berbasis air yang biasa diaplikasikan dalam bidang farmasi sebagai penghantar obat-obatan non polar (non-polar drug delivery). Campuran tersebut dinamakan hydroalcoholic gels. Bahan pengental yang biasa digunakan adalah Carbopol atau pengental turunan selulosa yang dapat larut di dalam air dan alkohol ( Fresno et al., 2002) Saat ini telah banyak diproduksi bioetanol yang diaplikasikan sebagai bahan bakar rumah tangga karena sifatnya yang mudah terbakar. Bioetanol yang digunakan sebagai bahan bakar rumah tangga tidak hanya dalam bentuk cair namun juga dalam bentuk gel (gelfuel). Gelfuel yang telah dikembangkan di Afrika Selatan sebagai bahan bakar rumah tangga dibuat dari etanol cair 70-75% yang dicampur dengan air dan bahan pengental. Aplikasi gel bioetanol sebagai bahan bakar hampir sama dengan aplikasi paraffin. Namun gel bioetanol bersifat lebih ramah lingkungan dengan emisi hidrokarbon yang relatif rendah (Llyod dan Visagie, 2007). Dengan penambahan bahan pengental, viskositas etanol akan meningkat dan menyerupai viskositas mayones dengan densitas 0, 71 kg/L. Zat pewarna dan flavor juga ditambahkan untuk meningkatkan keamanan saat penggunaan. Llyod dan Visagie (2007) menambahkan bahwa gel bioetanol bersifat tidak mudah tumpah dan dapat dibuat dengan menggunakan bahan-bahan terbarui sehingga sangat prospektif dijadikan bahan bakar. Uji kalorimeter yang dilakukan pada gelfuel di atas menghasilkan Higher Heating Value (HHV) sebesar 19,6 MJ/kg dan Lower Heating Value (LHV) 16,4 MJ/kg dengan asumsi bahan pengental yang digunakan mempunyai kandungan hidrogen yang sama (Robinson, 2006). 76