Biosaintifika 7 (2) (2015) Biosaintifika Journal of Biology & Biology Education http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/biosaintifika Keanekaragaman Serangga Hama pada Tanaman Cabai Merah (Capsicum Annuum L.) Diversity Insect Pests on Red Chili Plants (Capsicum annuum L.) Dyah Rini Indriyanti, Faradies Arija, Sri Ngabekti DOI: 10.15294/biosaintifika.v7i2.4077 Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Semarang, Indonesia History Article Abstrak Received July 2015 Approved August 2015 Published September 2015 Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi mikrohabitat dan relung ekologi, menentukan keanekaragaman dan komposisi spesies serangga hama pada tanaman cabai merah selama fase vegetatif dan fase generatif. Metode penelitiannya dilakukan dengan cara mengamati, mengidentifikasi dan menghitung keanekaragaman dan komposisi individu per spesies yang ditemukan pada organ tanaman cabai merah sebagai mikrohabitat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mikrohabitat daun ditempati Aphis gossypii, Myzus persicae, Thrips parvispinus, Bemisia tabaci dan Spodoptera litura. Mikrohabitat batang ditempati Anoplocnemis phasiana, dan mikrohabitat buah ditempati Bactrocera spp. Hasil perhitungan diperoleh indeks keanekaragaman berkisar 0,28-0,80 yang berarti keanekaragaman rendah; indeks dominansi 0,45-0,70; indeks kemerataan 0,30-0,55 dan indeks kesamaan komposisi jenis antara fase vegetatif dan generatif sebesar 60%. Keywords: Microhabitat; Ecological niches; Insect pests Abstract The aim of the research were identifying the microhabitat and the ecological niche, determining the diversity and species composition of insect pests on red chili plants during vegetative and generative phase. The methods were done by observing, identifying and counting the diversity and composition of individuals per species found in red pepper plant organs as microhabitat. The results showed that the leaf microhabitat were placed by Aphis gossypii, Myzus persicae, Thrips parvispinus, Spodoptera litura and Bemisia tabaci. The stem microhabitat was placed by Anoplocnemis phasiana and fruit microhabitat was placed by Bactrocera spp. The diversity index was ranged from 0.28 to 0.80 which means has a low level of divesity; dominance index 0.45 to 0.70; average index from 0.30 to 0.55 and species composition similarity index between vegetative and generative phase was 60%. © 2015 Semarang State University Correspondence Author: Gedung D6 Lt 1. Kampus Unnes Jl. Raya Sekaran Gunungpati, Semarang 50229 Telp/Fax.8508033 E-mail: [email protected] p-ISSN 2085-191X e-ISSN 2338-7610 Dyah Rini Indriyanti, et al. / Biosaintifika 7 (2) (2015) PENDAHULUAN Pada setiap organ tanaman dapat ditempati bermacam-macam serangga. Serangga tersebut mendiami suatu tempat tertentu yang sesuai bagi kelangsungan hidupnya. Tempat yang sesuai tersebut dinamakan mikrohabitat. Di dalam mikrohabitat tersebut serangga akan beradaptasi baik secara fisiologi, struktural dan perilaku yang sering disebut relung ekologi. Relung ekologi suatu makhluk hidup tidak hanya tergantung pada tempat hidupnya tetapi juga pada apa yang diperbuatnya (Kramadibrata 1996). Apabila populasi serangga tinggi, sehingga menyebabkan kerusakan pada tanaman, maka status serangga tersebut menjadi serangga hama. Hal tersebut terjadi pada tanaman cabe merah (Capsicum annuum) yang ada di Kecamatan Garung Kabupaten Wonosobo. Pada tahun 2012 ratusan hektar tanaman cabe gagal panen karena diserang hama. Tanaman yang terserang umur empat sampai lima bulan saat memasuki masa panen. Petani mengalami gagal panen dan harus menanggung kerugian yang cukup besar (Hariyadi 2012). Kecamatan Garung Kabupaten Wonosobo merupakan daerah pegunungan dengan curah hujan cukup tinggi secara geografis. Kondisi tanah yang subur menjadikan daerah ini sentra tanaman holtikultura yakni cabe merah, kubis dan tomat. Hama-hama yang dapat menyerang tanaman cabai seperti, kutu daun persik (Myzus persicae Sulzer), ulat penggerek buah (Helicoverpa armigera Hubner), lalat buah (Bactrocera dorsalis Hendel), thrips (Thrips parvispinus Karny) dan tungau (Polyphagotarsonemus latus Banks) (Piay et al. 2010). Kerusakan tanaman atau bagian tanaman yang disebabkan oleh serangga hama yang menempatinya menyebabkan kondisi tanaman tidak normal seperti terjadi kerusakan pada akar, batang dan daun. Kondisi tanaman yang tidak normal dapat mengganggu terbentuknya bunga dan buah, sehingga mutu dan jumlah produksi akan mengalami penurunan. Bagian-bagian organ tanaman cabai merah merupakan sumber makanan bagi serangga hama. Kemampuan serangga hama berbeda-beda dalam kelangsungan hidupnya menyebabkan terjadi pemisahan mikrohabitat dan relung ekologi, sehingga serangga yang menempati pada bagian tanaman cabai merah akan berbeda jenisnya satu sama lain. Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian mengenai mikrohabitat dan relung ekologi serangga hama tanaman cabai merah. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifi- kasi mikrohabitat dan relung ekologi setiap jenis serangga hama yang menempati tanaman cabai merah, menentukan keanekaragaman dan komposisi spesies serangga hama pada tanaman cabai merah tersebut dalam relung makan selama fase vegetatif dan fase generatif. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di kebun cabai merah milik petani di Kecamatan Garung Kabupaten Wonosobo pada lahan seluas ± 288 m2. Pengambilan sampel dilakukan secara teknik purposive sampling yaitu mengamati 12 tanaman cabai yang ada serangga hamanya. Varietas cabai merah yang ditanam TM99, varietas tersebut umum ditanam oleh petani setempat. Bibit ditanam dengan jarak 50 cm antar tanaman. Tanaman yang diamati diberi tanda dengan tali agar mempermudah pengamatan berikutnya. Pengamatan dimulai awal fase vegetatif (umur 17 HST) untuk serangga hama yang menyerang bagian batang dan daun tanaman cabai. Pengamatan serangga hama dilakukan sampai pada fase generatif meliputi bagian batang, daun, bunga dan buah. Pengamatan serangga dilakukan seminggu sekali pada waktu pagi sampai sore hari (pukul 05.00, 09.00, 13.00 dan 17.00). Pengamatan dilakukan seminggu sekali memberi waktu pada serangga untuk beraktivitas, sehingga dapat diketahui perubahan populasinya. Faktor abiotik berupa suhu, kelembaban udara dan intensitas cahaya diukur pada saat penelitian. Pengambilan data dilakukan dengan cara mengamati dan menghitung setiap spesies serangga pada seluruh bagian tanaman cabai merah. Serangga yang terdapat pada tanaman diidentifikasi jenisnya dengan bantuan berbagai sumber referensi terkait (jurnal, buku & internet) Analisis data mikrohabitat ditentukan dengan mengamati keberadaan/ lokasi yang diserang spesies serangga hama pada bagian organ tanaman cabai merah. Relung makan ditentukan berdasarkan bagian tanaman cabai yang dimakan/diserang. Analisis keanekaragaman dan komposisi spesies serangga hama menggunakan rumus indeks keanekaragaman dengan rumus Shannon-Wienner, indeks kemerataan, indeks dominansi, indeks kesamaan. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan mikrohabitat dan relung ekologi, ditemukan tujuh spesies serangga hama pada tanaman cabai merah yaitu Aphis gossypii, 121 Dyah Rini Indriyanti, et al. / Biosaintifika 7 (2) (2015) Aphis gossypii 60 Myzus persicae 50 Thrips parvispinus 40 Bemisia tabaci 30 Spodoptera litura 20 Anoplocnemis phasiana Bactrocera dorsalis Populasi (ekor) 70 10 0 17 24 31 38 45 52 59 66 73 80 87 94 101 fase vegetatif fase generatif Umur tanaman (hari setelah tanam) Gambar 1. Populasi serangga hama tanaman cabai merah umur 17-101 HST. Myzus persicae, Thrips parvispinus, Bemisa tabaci, Spodoptera litura, Anoplocnemis phasiana, dan Bactrocera spp. Hasil pengamatan populasi serangga hama pada tanaman cabai merah umur 17-101 HST dari mulai fase vegetatif sampai generatif disajikan pada Gambar 1. Secara skematis, keselingkupan dan pemisahan relung makan serangga hama tanaman cabai merah disajikan pada Gambar 2. Gambar 2. Keselingkupan dan pemisahan relung makan serangga hama pada tanaman cabai merah. Keterangan: A = Aphis gossypii B = Myzus persicae C = Thrips parvispinus D = Bemisia tabaci E = Spodoptera litura F = Anoplocnemis phasiana G = Bactrocera spp A,B,C,D,E mengalami keselingkupan relung makan. Sedangkan A,B,C,D,E dengan F dan G mengalami pemisahan relung makan. Serangga hama pada tanaman cabai merah mempunyai indeks keanekaragaman, kemera- taan dan dominansi yang berbeda-beda (Tabel 1). Serangga hama yang terdapat pada tanaman cabe menempati mikrohabitat batang, daun dan buah yang sekaligus sebagai relung makanannya. Mikrohabitat daun pada fase vegetatif ditempati oleh tiga spesies serangga yaitu Aphis gossypii, Myzus persicae dan Thrips parvispinus. Pada fase generatif ditempati Aphis gossypii, Myzus persicae, Thrips parvispinus, Bemisa tabaci, Spodoptera litura. Pada mikrohabitat batang ditempati Anoplocnemis phasiana dan pada buah ditempati larva Bactrocera spp. Keselingkupan mikrohabitat terdapat tiga spesies yaitu Aphis gossypii, Myzus persicae dan Thrips parvispinus. Tiga spesies tersebut dapat melakukan kohabitasi (hidup bersama dalam habitat yang sama), hal ini terjadi karena tiga spesies tersebut mempunyai kebutuhan yang sama yaitu memanfaatkan daun sebagai sumber daya makanannya. Dua spesies yang lain hanya ada pada fase generatif yaitu Bemisa tabaci dan Spodoptera litura. Mikrohabitat larva Spodoptera litura berada didalam tanah. Larva Spodoptera litura berada di daun hanya memanfaatkan daun sebagai sumber daya makanannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Marwoto & Suharsono (2008) yaitu pada siang hari, larva Spodoptera litura bersembunyi di dalam tanah atau tempat yang lembab dan menyerang tanaman pada malam hari atau pada intensitas cahaya matahari yang rendah. Aphis gossypii merupakan hama penting tanaman pertanian. Kutu ini juga merupakan vektor virus penting tumbuhan. Aphis gossypii dapat menyerang tanaman pangan dan hortikultura (De-Almeida 2001). Kutu daun ini juga telah menyebabkan peledakan penyakit virus pada buahbuahan di Asia tropis (Miyazaki 2001). Spesies ini ditemukan juga di negara Yunani, Inggris, Gambia, Kenya, Lebanon, New Guinea, Pakis- 122 Dyah Rini Indriyanti, et al. / Biosaintifika 7 (2) (2015) Tabel 1. Keanekaragaman jenis serangga hama pada tanaman cabai merah fase generatif, umur 45101 hari setelah tanam. No Spesies 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Aphis gossypii Myzus persicae Thrips parvispinus Bemisia tabaci Spodoptera litura Anoplocnemis phasiana Bactrocera spp Jumlah H’ J’ D Jumlah individu spesies pada tanaman cabai merah umur- (hst) 45 52 59 66 73 80 87 94 101 10 4 0 0 3 0 0 1 0 8 0 5 7 9 7 4 1 0 3 0 0 4 0 4 2 0 1 0 1 3 3 0 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 5 6 6 7 7 3 0 0 0 0 0 0 0 0 2 3 4 22 11 15 20 19 19 11 5 5 0,46 0,49 0,51 0,55 0,43 0,52 0,77 0,40 0,21 0,33 0,35 0,36 0,39 0,39 0,37 0,55 0,36 0,3 0,67 0,65 0,64 0,61 0,61 0,63 0,45 0,64 0,7 tan, Thailand, Suriname, Brazil, Filippina, dan Serbia (Margaritopoulos et al. 2006). Thrips parvispinus tidak hanya ditemukan di indonesia tetapi juga ditemukan dinegara lain. Menurut Mound & Collins (2000) Thrips parvispinus tersebar luas di Asia Tenggara dan Taiwan, selain itu juga ditemukan di Yunani. Menurut Mound & Masumoto (2005) Thrips parvispinus ditemukan secara luas di daerah pesisir utara Australia antara utara New South Wales dan Australia Barat, utara dari Broome. Menurut Mound & Azidah (2011) Thrips parvispinus ditemukan secara luas di Semenanjung Malaysia di Kelantan, Pahang, Perak, Selangor, dan Terengganu pada tanaman Capsicum sp, Carica sp, Citrus sp, Cucumis sp, Hibiscus sp, Solanum sp dan Vigna sp. Spesies ini sangat polifagus dan cenderung menjadi hama di beberapa daerah. Bemisia tabaci berperan sebagai vektor virus pada tanaman tomat dan cabai (Hidayat et al. 2008). Bemisia tabaci telah menyebar di beberapa sentra produksi sayuran seperti di Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Nusa Tenggara Barat (Setiawati et al. 2009). Bemisia tabaci menjadi hama penting pada tanaman sayuran, buah-buahan, dan kacang-kacangan di Florida AS (McKenzie et al. 2004). Jenis serangga hama yang menghuni mikrohabitat pada bagian tanaman cabai merah berbeda-beda. Perbedaan mikrohabitat disebabkan karena masing-masing serangga mempunyai kebutuhan sumber daya yang berbeda-beda. Mikrohabitat yang yang paling banyak dihuni oleh serangga hama Aphis gossypii, Myzus persicae, Thrips parvispinus pada fase vegetatif yaitu pada bagian daun, pada saat tanaman cabai merah yang berumur 31 hari setelah tanam. Pada fase generatif mulai ditemukan Spodoptera litura pada tanaman cabai umur 45 hari setelah tanam. Bemisia tabaci dan Anoplocnemis phasiana mulai ditemukan pada tanaman berumur 52 hari setelah tanam. Bactrocera spp mulai ditemukan pada umur 87 hari setelah tanam Menurut Pujiastuti (2007), hal ini disebabkan karena pada waktu tersebut merupakan puncak fase generatif yaitu saat tanaman berbuah. Imago Bactrocera spp meletakkan telurnya pada buah cabe, larva menetas lalu makan daging buah. Berdasarkan hasil penelitian serangga hama pada tanaman cabai merah yaitu Aphis gossypii, Myzus persicae, Thrips parvispinus, Bemisia tabaci, Spodoptera litura memanfaatkan daun sebagai sumber daya makanannya, sedangkan larva Bactrocera spp memanfaatkan buah dan Anoplocnemis phasiana memanfaatkan batang sebagai sumber daya makanannya. Menurut Soemadi (1997) Anoplocnemis phasiana menyerang tanaman dengan cara menghisap cairan pada batang tanaman yang berumur sekitar 4-6 minggu, sehingga tanaman akan kelihatan layu dan akan mati. Gambar 2 diketahui bahwa terdapat tiga relung makan, yaitu daun, batang dan buah. Daun dimanfaatkan oleh Aphis gossypii, Myzus persicae, Thrips parvispinus, Bemisia tabaci dan Spodoptera litura. Kelima serangga tersebut terjadi keselingkupan relung makan. Larva Bactrocera spp memiliki relung makan pada buah sedangkan Anoplocnemis phasiana pada batang, sehingga keduanya terjadi pemisahan relung makan. Serangga hama Aphis gossypii menyerang tanaman cabai merah pada permukaan bawah daun dan membentuk koloni. Akibat dari serangan serangga hama Aphis gossypii yaitu daun menjadi mengeriting dan melengkung. Hal ini sesuai 123 Dyah Rini Indriyanti, et al. / Biosaintifika 7 (2) (2015) pendapat Prabowo (2009) yaitu kutu daun merupakan hama yang ditemukan pada permukaan bawah daun dan umumnya membentuk koloni. Menurut Mossler et al. (2007) gejala yang ditimbulkan akibat serangan Aphis gossypii adalah daun keriput, keriting dan menggulung, selain itu juga kutu ini juga merupakan vektor virus. Menurut Herlinda et al. (2009) fluktuasi populasi Aphis gossypii selama satu musim tanam pada tanaman cabai merah dapat disebabkan pengaruh faktor abiotik, khususnya curah hujan. Curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan populasi nimfa dan imago Aphis gossypii turun drastis akibat terpaan air hujan. Oleh sebab itu hama ini berkembang pesat pada saat musim panas. Myzus persicae salah satu serangga yang menyerang tanaman cabai merah dan banyak ditemukan pada permukaan bawah daun. Akibat dari serangan Myzus persicae daun menjadi berwarna kuning keriput dan terpilin. Hal ini sesuai pendapat Piay et al. (2010) serangan Myzus persicae menyebabkan daun menjadi keriput, terpilin dan pertumbuhan tanaman menjadi terhambat. Bagian daun bekas tempat isapan kutu daun berwarna kekuningan. Menurut Sudarjat (2008) tingkat kerusakan daun sangat dipengaruhi oleh perkembangan kepadatan populasi sehingga tingkat kerusakan daun terus berubah seiring dengan perubahan tingkat kepadatan populasi Myzus persicae dari minggu ke minggu. Myzus persicae menyerang tanaman cabai mulai dari fase pertumbuhan sampai fase pembungaan awal dapat mengakibatkan kehilangan hasil buah cabai yang cukup besar. Thrips parvispinus menyerang tanaman cabai merah pada permukaan bawah daun. Akibat serangan Thrips parvispinus daun menjadi bercak keperakan dan mengeriting. Hal ini sesuai pendapat Wardani & Purwanta (2008), bahwa gejala serangan Thrips parvispinus pada permukaan bawah daun cabai yang terserang berwarna keperak-perakan dan daun mengeriting atau berkerut. Bemisia tabaci menyerang tanaman cabai merah pada bagian daun. Gejala serangannya terdapat bercak nekrotik dan jamur jelaga. Hal ini sesuai pendapat BPTP (2007), bahwa gejala serangan Bemisia tabaci adalah adanya bercak nekrotik pada daun, yang disebabkan karena rusaknya sel-sel dan jaringan daun. Pertumbuhan tanaman terhambat (kerdil) dan berwarna kuning. Adanya jamur jelaga yang berwarna hitam pada tanaman, akibat dari embun madu yang dikeluarkan kutu kebul. Menurut Kruger (2001) populasi Bemisia tabaci sangat rendah pada tanaman yang ditanam dengan sistem tanam tumpangsari. Hal ini karena hama tersebut kesulitan untuk membedakan atau menentukan tanaman inang utamanya pada sistem tanam tumpangsari. Tumpangsari antara cabai merah dan kubis, dan tumpangsari antara cabai merah dengan tomat ternyata dapat menekan populasi Bemisia tabaci masing-masing sebesar 60,72% dan 25,24% dibanding dengan sistem tanam monokultur. Spodoptera litura merusak daun pada tanaman cabai merah dengan memakan daun sehingga menyebabkan daun berlubang. Hal ini sesuai pendapat BPTP (2007), bahwa gejala serangan Spodoptera litura yaitu daun yang terserang ulat kecil hanya nampak tulang-tulang daunnya dan sedikit daging daun. Pada daun terdapat lubang tak beraturan. Serangan berat dapat mengakibatkan tanaman menjadi gundul. Menurut Marwoto & Suharsono (2008) larva muda merusak daun dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian atas. Larva instar merusak tulang daun. Serangan terberat terjadi pada musim kemarau dan menyebabkan defoliasi daun Bactrocera spp menyerang buah cabai merah dengan gejala terdapat bintik kecil hitam. Menurut Pujiastuti (2007) lalat buah yang menyerang tanaman cabai merah adalah Bactrocera dorsalis. Bactrocera dorsalis mulai menyerang sejak tanaman mulai berbuah sekitar umur 10 minggu. Gejala serangannya ditandai adanya bintik kecil dan cekung yang merupakan bekas tusukan tempat peletakan telur. Kerusakan baru tampak pada buah yang mengkal (belum matang) dan matang. Kerusakan pada buah yang matang lebih tinggi daripada buah mengkal karena daging buah matang lebih lunak sehingga lalat lebih mudah menusukkan ovipositornya. Keanekaragaman dan Komposisi Spesies Serangga Hama Hasil pengamatan serangga hama pada tanaman cabai merah yang dimulai dari umur 17101 hari setelah tanam. Serangga hama tanaman cabai merah mulai ditemukan pada umur 31 hari setelah tanam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indeks keanekaragaman (H’) serangga hama tanaman cabai merah berkisar 0,21-0,77. Keanekaragaman jenis tergolong rendah karena nilai H’ <1. Hal ini disebabkan indeks dominansi (D) serangga hama tanaman cabai merah tinggi mendekati 1 yaitu berkisar 0,45-0,70, dengan kata lain ada spesies yang mendominansi pada tiap pengamatan yaitu Myzus persicae. Selain indeks dominansi, keanekaragaman serangga yang rendah juga disebabkan oleh indeks kemerataan (J’) yang rendah yaitu berkisar 0,30-0,55. Hal ini berarti serangga hama tersebar secara tidak me- 124 Dyah Rini Indriyanti, et al. / Biosaintifika 7 (2) (2015) rata, artinya tiap-tiap spesies yang diketemukan jumlahnya tidak sama (berbeda jauh) dan tidak semua tempat terdapat serangga dengan spesies yang sama. Menurut Soegianto (1994), jika indeks kemerataan kurang dari 1,00 maka serangga hama tersebar secara tidak merata. Perbandingan indeks keanekaragaman (H’), indeks kemerataan (J’) dan indeks dominansi (D) pada tanaman cabai merah sesuai dengan pernyataan Odum (1993) yang menyatakan bahwa indeks keanekaragaman dan indeks kemerataan berbanding terbalik dengan indeks dominansi. Keanekaragaman serangga hama tanaman cabai merah di Kecamatan Garung rendah disebabkan juga oleh beberapa faktor, diantaranya terdapat predator Coelophora maculata. Menurut Riyanto et al. (2011) Coelophora maculata merupakan salah satu serangga predator famili Coccinellidae yang memangsa Aphis gossypii yang ditemukan di sentra produksi sayuran Sumatera Selatan. Menurut Mayadunnage et al. (2007) kumbang tersebut merupakan predator yang efektif memangsa kutu daun di agroekosistem Sri Langka Tengah. Menurut Joshi & Sharma (2008) kumbang dari famili Coccinellidae merupakan pemangsa utama kutu daun di agroekosistem Haridwar India. Selain serangga predator juga disebabkan oleh faktor makanan yaitu tanaman yang semakin tua maka sumber daya makanannya tidak bisa dimanfaatkan lagi. Tanaman yang semakin tua cadangan makanannya semakin sedikit, misalnya daun, batang menjadi kering. Indeks keanekaragaman (H’) serangga hama tertinggi pada fase vegetatif tanaman cabai merah pada umur 38 hari setelah tanam yaitu 0,38 sedangkan pada fase generatif indeks keanekaragaman serangga tertinggi pada umur 87 HST yaitu 0,77. Indeks keanekaragaman serangga terendah pada umur tanaman 101 HST yaitu 0,21. Jenis-jenis serangga yang terdapat pada cabai merah membentuk komunitas. Komunitas serangga saling berinteraksi untuk mendapatkan sumber daya yang sesuai dengan kebutuhannya. Indeks keanekaragaman pada fase generatif lebih tinggi dibandingkan dengan fase vegetatif. Hal ini disebabkan karena sumber daya makanan serangga pada fase generatif semakin banyak yaitu selain daun, muncul bunga dan buah. Indeks kesamaan komposisi jenis (S) antara fase vegetatif dan generatif tanaman cabai merah di Garung adalah 60%. Hal ini berarti terdapat kesamaan komposisi jenis serangga pada tanaman fase vegetatif dan generatif. Menurut Odum (1993), dua komunitas mempunyai komposisi yang sama jika indeks kesamaan lebih besar atau sama dengan 50%. Kesamaan komposisi jenis disebabkan karena adanya kesamaan jenis sumber daya yang dimanfaatkan oleh serangga hama tanaman cabai merah. Perbedaan kedua fase tersebut terletak pada tumbuhnya bunga dan buah pada fase generatif, sedangkan struktur dan morfologi organ tumbuhan seperti batang, daun dan akar tetap sama. SIMPULAN Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan disimpulkan bahwa mikrohabitat daun ditempati oleh serangga Aphis gossypii, Myzus persicae, Thrips parvispinus, Bemisia tabaci dan Spodoptera litura. Mikrohabitat batang ditempati Anoplocnemis phasiana dan buah ditempati Bactrocera spp. Serangga hama tanaman cabai merah ada yang mengalami keselingkupan dan pemisahan relung makan. Keanekaragaman jenis serangga hama tanaman cabai merah pada saat fase tanaman vegetatif dan generatif rendah yaitu 0,21-0,77 dan Indeks kesamaan komposisi spesies serangga hama sebesar 60%. DAFTAR PUSTAKA BPTP] Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. (2007). Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Cabai Merah. Yogyakarta: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. De-Almeida, R. P. (2001). Effect of the population levels of Aphis gossypii on cotton agronomic traits and fibre quality. Proc. Exper.& appl. Entomol. 12, 97-100. Hariyadi, R. (2012). Ratusan Hektar Tanaman Cabai Terserang Hama. Suara Merdeka. 25Mei 2012. Herlinda, S., Irwanto, T., Adam, T., & Irsan, C. (2009). Perkembangan Populasi Aphis Gossypii Glover (Homoptera: Aphididae) dan Kumbang Lembing Pada Tanaman Cabai Merah dan Rawit di Inderalaya. Seminar Nasional Perlindungan Tanaman, Bogor 5-6 Agustus 2009. Hidayat, P., Aidawati, N., Hidayat, S.S., Sartiami, D. (2008). Tanaman indikator dan teknik RAPDPCR untuk penentuan biotipe Bemisia tabaci Gennadius (Hemiptera: Aleyrodidae). J HPTTropika, 19, 44-53. Joshi, P. C. & Sharma, P. K. (2008). First record of coccinellid beetles (Coccinellidae) from the Haridwar, (Uttarakhand), India. The Natural History Journal of Chulalongkorn University, 8 (2), 157-167. Kramadibrata, H. (1996). Ekologi Hewan. Bandung: Institut Teknologi Bandung Press. Kruger, K. (2001). Whityfly Control: the Use of Intercropping with Different Tomato Cultivar. Plan Protection. 58, 7-8. Margaritopoulos, J. T., Tzortzi, M., Zarpas, K. D., Tsitsipis, J. A., & Blackman, R. L. (2006). Mor- 125 Dyah Rini Indriyanti, et al. / Biosaintifika 7 (2) (2015) phological discrimination of Aphis gossypii (Hemiptera: Aphididae) populations feeding on compositae. Bulletin of Entomological Research, 96, 153-165. Marwoto & Suharsono. (2008). Strategi dan Komponen Teknologi Pengendalian Ulat Grayak (Spodoptera Litura Fabricius) Pada Tanaman Kedelai. Jurnal Litbang Pertanian, 27(4). Mayadunnage, S., Wijayagunasekara, H. N. P, Hemachandra, K. S & Nugaliyadde, L. 2007. Predatory coccinellids (Coleoptera: Cocinellidae) of vegetable insect pests: a survey in mid country of Sri Langka. Tropical Agriculture Research, 19, 69-77. McKenzie, C. L., Anderson, P. K., & Villarreal, N. (2004). An extensive survey of Bemisia tabaci (Homoptera: Aleyrodidae) in agricultural ecosystems in Florida. Florida Entomologist, 7 (3), 403-407. Miyazaki M. (2001). Important aphid vectors of fruit tree virus diseases in tropical Asia. Plant Protection 1: 1-4 Mossler, M. A., Larson, B. C., & Nesheim, O. N. (2007). Florida crop/pest management profiles: celery. Plant Pathology Department Document CIR 1235. Food Science and Human Nutrition Department, Florida Cooperative Extension Service, Institute of Food and Agricultural Sciences, University of Florida. Mound, L. A. & Azidah, A. A. (2011). Species of the genus Thrips (Thysanoptera) from Peninsular Malaysia, with a checklist of recorded Thripidae. Zootaxa, 2023, 55-68. ­­­­­­__________& Collins, D. W. (2000). A south east Asian pest species newly recorded from Europe: Thrips parvispinus (Thysanoptera: Thripidae), its confused identity and potential quarantine significance. Journal of European Entomology, 97, 197–200. __________& Masumoto, M. (2005). The ge- nus Thrips (Thysanoptera, Thripidae) in Australia, New Caledonia and New Zealand. Zootaxa, 1020, 1-64. Odum, E. P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Piay, S. S., Tyasdjaja, A., Ermawati, Y., Hantoro, F. R. P. (2010). Budidaya dan Pascapanen Cabai Merah (Capsicum annum L). Ungaran: Badan Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah. Prabowo, D. P. (2009). Survei Hama dan Penyakit pada Pertanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) di Desa Ciherang Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Skripsi. Bogor: IPB Pujiastuti, Y. (2007). Populasi dan Serangan Lalat Buah (Bactrocera spp) Serta Potensi Parasitoidnya Pada Pertanaman Cabai Merah (Capsicum annum L.) di Daerah Dataran Sedang Sumatera Selatan. J Tanaman Tropika, 10(2), 17-28 Riyanto, Herlinda, S., Irsan, C., Umayah, A. (2011). Kelimpahan dan Keanekaragaman Spesies Serangga Predator dan Parasitoid Aphis gossypii di Sumatera Selatan. J HPT Tropika, 11(1), 57-68. Setiawati, W., Urdiarto, B. K., Gunaeni, N. (2009). Preference and infestation pattern of Bemisia tabaci (Genn.) on some tomato varietes and its effect on geminivirus infestation. Indonesian Journal of Agriculture, 2(1), 57-64. Soegianto, A. (1994). Ekologi Kuantitatif Metode Analisis Populasi dan Komunitas. Surabaya: Usaha Nasional. Soemadi, W. (1997). Pengendalian Hama Tanaman Pangan. Solo: Aneka. Sudarjat. (2008). Hubungan antara Kepadatan Populasi Kutu Daun Persik (Myzus persicae Sulz.) dan Tingkat Kerusakan Daun dengan Kehilangan Hasil Cabai Merah (Capsicum annuum L.). Jurnal Agrikultura, 19(3). Wardani, N. & Purwanta, J. H. (2008). Teknologi Budidaya Cabai Merah. Bandar Lampung: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. 126