BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Upaya

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Upaya
pemerintah
dalam
menghadapi
memerlukan berbagai langkah alternatif yang
tantangan
era
globalisasi
bertujuan untuk memberikan
kontribusi menjawab tantangan perekonomian ke depan. Salah satunya adalah
mengupayakan agar produk Indonesia mampu bersaing dengan produk luar yang
masuk Indonesia ataupun di pasar internasional. Menghadapi kendala tersebut,
Pemerintah harus bekerja keras untuk menangani kondisi ini dengan cepat,
disertai dengan semangat dan dukungan masyarakat untuk mencari jalan keluar
dari krisis ekonomi sehingga mampu meningkatkan efisiensi ekonomi. Dalam
konteks tersebut langkah alternatif yang dapat ditempuh diantaranya adalah
memaksimalkan peran BUMN melalui format baru yang efisien. BUMN di
Indonesia bergerak hampir diseluruh aspek ekonomi. Kemampuan BUMN untuk
menjadi penggerak efisiensi nasional sangat diharapkan sehingga peran sebagai
agen pembangunan mampu tercapai. Salah satu BUMN yang berperanan dalam
perkembangan ekonomi kerakyatan adalah Pegadaian, yang kini berbentuk hukum
perseroan menjadi PT.Pegadaian ( Persero) ( selanjutnya disebut Pegadaian ).
Perubahan status badan hukum Pegadaian dari Perum ke PT diharapkan
dapat memacu dan memicu kinerja Pegadaian lebih ekspansif lagi serta menjadi
jalan untuk menawarkan saham kepada publik ( initial public offering/IPO )
sehingga kemampuan permodalan yang dimiliki Pegadaian lebih kuat dan lebih
1
2
besar lagi untuk melayani nasabahnya.1 Secara umum alasan perubahan badan
hukum oleh Pegadaian karena adanya pasar bisnis micro finance di Indonesia
yang sangat besar sehingga peluang bisnis ini harus ditangkap oleh Pegadaian
dengan kemampuan dan kapasitas yang lebih besar. Selain itu citra Pegadaian di
mata nasabah semakin baik dan mengakar sehingga diharapkan nasabah tetap
loyal dan bahkan semakin bertambah loyal dengan keberadaan Pegadaian yang
berstatus persero.
Dalam era perdagangan bebas dan meningkatnya kebutuhan masyarakat,
masalah daya saing dan keunggulan saing merupakan isu kunci dan sekaligus
tantangan yang berat. Banyak hal yang dilakukan oleh masyarakat untuk
memenuhi kebutuhannya yang semakin hari semakin meningkat. Namun
adakalanya penghasilan yang diperoleh dari bekerja masih kurang dan tidak dapat
menutupi kebutuhan akan sejumlah uang terutama di saat – saat mendesak atau
tidak terduga yang harus segera dipenuhi dalam waktu yang singkat. Untuk
mengatasi masalah tersebut salah satu cara yang dapat ditempuh yaitu dengan
melalui hutang – piutang di lembaga pembiayaan baik bank maupun non bank.
Kegiatan – kegiatan demikian sering dilakukan oleh Warga Negara Indonesia
pada umumnya, karena sudah menjadi kebutuhan rakyat, yang akhirnya
memerlukan fasilitas kredit dalam usahanya.2 Dengan adanya perkreditan
tersebut, timbullah hubungan hutang – piutang antara para pihak, yaitu pihak
1
Warta Pegadaian, edisi 160/tahun xxiii/2012.
2
Purwahid Patrik dan Kashadi, 1993, Hukum Jaminan Edisi Revisi Dengan UUHT, Pusat
Studi Hukum Perdata dan Pembangunan Fakultas Hukum Universitas
Diponegoro,
Semarang,h. 1
3
kreditur dan debitur. Pegadaian merupakan salah satu alternatif bagi masyarakat
untuk melakukan pinjaman berdasarkan hukum gadai dengan prosedur pelayanan
yang mudah, aman dan cepat. Pegadaian adalah BUMN di Indonesia yang usaha
intinya adalah bidang jasa penyaluran kredit/pinjaman kepada mayarakat atas
dasar hukum gadai.3 Dengan usaha ini, pemerintah melindungi rakyat kecil yang
tidak memiliki akses kedalam perbankan dan melindungi masyarakat dari
pinjaman tidak wajar. Pegadaian merupakan badan usaha milik negara yang
didirikan bertujuan untuk membantu masyarakat khususnya menengah ke bawah
dalam bidang usaha gadai agar terhindar dari tengkulak ataupun semacamnya
yang menerapkan sistem bunga tinggi dan tidak jelas.
Pegadaian semakin diminati masyarakatnya karena keberadaanya memang
sangat diperlukan sebagai tempat untuk mendapatkan pendanaan secara cepat dan
mudah. Bisnis utama Pegadaian adalah KCA (Kredit Cepat Aman). Inilah
prosedur yang diterapkan Pegadaian mulai dari tahap pengajuan pinjaman
pencairan sampai pelunasan. Kalau sudah jatuh tempo tapi belum dapat dilunasi
maka Pegadaian memberi kesempatan kepada si nasabah untuk memperpanjang
pinjamannya. Demikian seterusnya Pegadaian memberikan kemudahan kepada
para nasabah dalam menebus barang atau memperpanjang jangka waktu gadai.
Untuk menjaga agar tidak sampai dilelang, Pegadaian
selalu mengingatkan
kepada si nasabah baik melalui surat maupun telepon agar segera membayar
3
Warta Pegadaian,Pegadaian Untuk Usaha Mikro, edisi 161/tahun xxiii/2013 Jakarta.
4
sebelum jatuh tempo. Apabila nasabah bersangkutan tetap tidak melakukan
kewajiban pembayaran, maka barang gadainya terpaksa dilelang.4
Sesuai ketentuan yang diatur dalam PP No.51 tahun 2011 tentang
perubahan bentuk badan hukum PERUM menjadi PERSERO pasal 2 ayat (2)
ditentukan bahwa pegadaian melaksanakan kegiatan utama berupa :
1. penyaluran pinjaman berdasarkan hukum gadai termasuk gadai efek;
2. penyaluran pinjaman berdasarkan jaminan fidusia;
3. pelayanan jasa titipan, pelayanan jasa taksiran, sertifikasi dan perdagangan
logam mulia serta batu adi.
Usaha yang paling menonjol yang dilakukan pegadaian adalah KCA ( kredit cepat
dan aman ) atau yang biasa disebut dengan gadai. Dalam hal ini permasalahan
yang dibahas adalah terbatas pada produk gadai.
Hubungan hutang piutang antara debitur dengan kreditur sering disertai
dengan jaminan. Jaminan itu dapat berupa uang dan dapat pula berupa orang.
Dalam hal ini yang akan dibicarakan adalah hubungan hutang piutang dengan
jaminan benda. Dengan adanya jaminan ini, kreditur mempunyai hak atas benda
jaminan untuk pelunasan piutangnya apabila debitur tidak membayar hutangnya.
Benda jaminan itu dapat berupa benda bergerak dan dapat pula berupa benda tidak
bergerak. Apabila benda jaminan itu berupa benda bergerak, maka hak atas benda
jaminan itu disebut “gadai”.5
4
5
Edy Sasmito, dkk, 2010, Pegadaian dan rakyat kecil, IPB Pers, Bogor, h.54-55.
Abdul Kadir Muhammad, 2000, Hukum Perdata Indonesia, PT Citra Aditya Bakti,
Bandung, (Selanjutnya disebut Abdul Kadir Muhammad I) h. 170
5
Prinsip atas jaminan gadai yakni saat pemberi gadai menyerahkan barang
gadai kepada pihak Pegadaian, maka kekuasaan atas benda gadai tersebut beralih
kepada pihak Pegadaian yang selanjutnya disebut pihak pemegang gadai.
Penguasaan terhadap benda gadai tersebut berlangsung sampai debitur atau
nasabah melunasi hutangnya. Akan tetapi, hak menguasai barang itu tidak
meliputi hak untuk memakai, menikmati atau memungut hasil barang yang
dipakai sebagai jaminan.6
Secara normatif, syarat jaminan yang dapat diterima di Pegadaian adalah
barang bergerak yang merupakan milik nasabah sendiri serta nasabah menjamin
bukan merupakan hasil dari kejahatan, tidak dalam obyek sengketa dan/atau sita
jaminan (Surat Bukti Kredit Pegadaian), hal ini mengacu pada ketentuan pasal
1977 Kitab Undang - Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata)
yang menyatakan bahwa : “terhadap benda bergerak yang tidak berupa bunga
maupun piutang yang tidak harus dibayar kepada si pembawa maka barang siapa
yang menguasainya dianggap sebagai pemiliknya.” Penyerahan barang jaminan
dari nasabah ke Pegadaian menimbulkan peralihan hak sesuai dengan ketentuan
bahwa , memberikan suatu barang sebagai jaminan berarti melepaskan sebagian
kekuasaan atas barang tersebut.7 Hal ini diatur dalam pasal 1155 KUHPerdata,
yaitu : “Apabila oleh para pihak telah diperjanjikan lain, jika si berhutang atau si
pemberi gadai wanprestasi, maka si kreditur berhak menjual barang gadai dengan
6
Sri Soedewi Masjchocn Sofwan f, 2000, Hukum Perdata Hukum Benda, Cet. V, Liberty,
Yogyakarta, h. 98
7
R Subekti, 1982, Jaminan – Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum
Indonesia, Alumni, Bandung, (selanjutnya disebut R. Subekti I) h. 17.
6
maksud untuk mengambil pelunasan piutang pokok, bunga dan biaya dari
pendapatan penjualan tersebut.”8
Namun pada prakteknya, sering terjadi
permasalahan dimana barang yang dijaminkan bukan milik nasabah sendiri
melainkan milik orang lain misalnya barang jaminan atas suruhan dan barang
yang diperoleh secara melawan hukum dan memperolehnya secara tidak sah,
ataupun cara lain yang dilarang oleh hukum.
Barang jaminan gadai yang bukan milik debitur diperbolehkan
berdasarkan ketentuan pasal 1152 KUHPerdata dalam arti si pemberi gadai
beritikad baik yakni dengan sepengetahuan si pemilik barang. Permasalahan yang
timbul yakni ketika barang yang dijaminkan bukan milik nasabah melainkan milik
orang lain yang diperoleh secara melawan hukum yang menyebabkan Pegadaian
mengalami kerugian, baik berupa modal kerja maupun laba akibat barang jaminan
yang diambil untuk disita kebanyakan tidak dikembalikan, lama dikembalikan
ataupun dikembalikan rusak akibat penyitaan oleh Penyidik. Merujuk pada
ketentuan yang diatur dalam Pasal 1977 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan
bahwa siapa yang membawa benda tersebut dianggap sebagai pemiliknya, namun
dalam prakteknya di Pegadaian sering ditemukan bahwa barang jaminan yang
diserahkan bukan milik debitur dan diperoleh secara melawan hukum sehingga
menimbulkan gugatan oleh pemilik barang jaminan yang sebenarnya sehingga
mengakibatkan kerugian bagi Pegadaian karena jaminan gadai digunakan sebagai
barang sengketa di pengadilan.
8
Purwahid Patrik dan Karsadi, Op cit, h. 23
7
Dari tahun 2010 sampai dengan 2014 dalam satu cabang Pegadaian di
Bali dalam kota dapat terjadi sengketa barang jaminan hingga tiga kasus. Tiap
kasus bisa meliputi kuota sepuluh atau lebih barang jaminan yang disengketakan.
Penyelesaian
kasus pun tidak memerlukan waktu yang sedikit, karena
memerlukan waktu hingga mencapai putusan akhir dan pengembalian jaminan
baru dapat dilakukan setelah putusan pengadilan ditetapkan.
Hal ini tentu
menyebabkan kerugian bagi finansial Pegadaian. Berdasarkan permasalahan yang
telah diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut dalam
tesis ini dengan mengangkat judul : Perlindungan Hukum Terhadap PT Pegadaian
( Persero ) Dalam Hal Barang Jaminan Gadai Bukan Milik Debitur di Bali.
1.2 Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang rumusan masalah tersebut diatas, maka dapat
diidentifikasikan beberapa masalah yang akan diteliti dalam tesis ini. Masalah masalah tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pengaturan mengenai perlindungan hukum terhadap
Pegadaian ( Persero ) dalam hal barang jaminan gadai
bukan
PT
milik
debitur ?
2. Bagaimanakah penyelesaian hukum apabila barang jaminan gadai bukan
milik debitur yang diperoleh secara melawan hukum ?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Untuk menghasilkan sebuah tulisan ilmiah yang baik, penulis menentukan
batasan pokok - pokok materi yang akan diuraikan, agar pembahasan tidak
8
menyimpang dari pokok permasalahan yang akan dibahas. Penulisan tesis ini
ruang lingkup masalahnya hanya akan dibatasi pada bentuk perlindungan hukum
atas hak - hak Pegadaian dalam hal barang jaminan gadai bukan milik debitur dan
bagaimana cara penyelesaiannya dalam hal terjadi sengketa akibat barang jaminan
yang dijaminkan bukan milik debitur.
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum yang hendak dicapai dari penelitian tesis ini yaitu
sebagai berikut :
a.
Pengembangan ilmu hukum sehubungan dengan paradigma science as a
process ( ilmu sebagai suatu proses ). Paradigma ilmu tidak akan berhenti
dalam penggaliannya atas kebenaran dalam bidang perlindungan hukum
bagi PT.Pegadaian ( Persero ) di bidang perkreditan khususnya dalam hal
jaminan gadai bukan milik debitur.
b. Terwujudnya kepastian hukum berkaitan dengan penyelesaian sengketa
kepemilikan jaminan gadai.
1.4.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus yang hendak dicapai dari penelitian tesis ini yaitu
sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui pengaturan mengenai perlindungan hukum bagi PT
Pegadaian (Persero)
debitur.
dalam
hal
barang jaminan gadai bukan milik
9
b. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa terhadap barang jaminan gadai
yang diagunkan pada PT Pegadaian ( Persero ) bukan milik Debitur.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
a) Memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu hukum baik berupa konsep,
asas - asas dan prinsip - prinsip, khususnya bidang hukum jaminan berbasis
gadai yang keberadaannya sangat dibutuhkan dalam penyaluran kredit
berbasis gadai konvensional bagi rakyat kecil.
b) Menemukan adanya kepastian hukum berkaitan dengan penyelesaian
sengketa apabila jaminan yang digadaikan bukan milik debitur yang
diperoleh secara melawan hukum.
1.5.2 Manfaat Praktis
a) Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
berupa masukan baik bagi Pemerintah, Lembaga keuangan yang berbasis
gadai dan masyarakat selaku debitur, dalam rangka melaksanakan
ketentuan Kitab Undang - Undang Hukum Perdata, Undang - Undang No
19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.
b) Memberikan kepastian atas perlindungan hukum bagi PT Pegadaian
(
Persero) selaku BUMN yang ditunjuk untuk menyalurkan kredit berbasis
gadai dan fidusia.
10
1.6 Orisinalitas Penelitian
Pegadaian merupakan lembaga yang semakin dikenal masyarakat luas dan
sangat menarik untuk diulas terkait banyaknya permasalahan yang timbul dalam
pelaksanaan transaksi gadai sehari - hari. Setelah ditelusuri melalui judul - judul
tesis yang ada di Indonesia melalui penelusuran dengan media internet ditemukan
beberapa judul tesis yang menyangkut permasalahan hukum di Pegadaian.
Pertama, “Perlindungan Hukum Bagi Debitur Dalam Perjanjian Gadai di
PT. Pegadaian (Persero) Kota Semarang”, Tesis. Maria Agustina Istika Mariana,
SH. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan menganalisa perlindungan
hukum terhadap debitur dalam hal terjadinya wanprestasi yang dilakukan pihak
PT. Pegadaian (Persero) terhadap benda jaminan gadai milik debitur dan untuk
mengetahui dan menganalisa konsekuensi yuridis dan tanggung jawab Pegadaian
atas wanprestasi yang disebabkan kelalaian pihak Pegadaian
terhadap benda
jaminan gadai milik debitur, misalkan pemberitahuan secara person sebelum
terjadinya lelang.
Kedua, “Perlindungan Hukum Terhadap Hak - Hak Nasabah Pegadaian
Dalam Hal Terjadi Pelelangan Terhadap Barang Jaminan” (Studi Kasus di PT.
Pegadaian (Persero) Cabang Surakarta) Endang Sri Suwarni : 1. Untuk
mengetahui perlindungan hukum dalam hal terjadi pelelangan terhadap Pegadaian
Cabang Surakarta. 2. Untuk mengetahui akibat hukum bila tidak dipenuhi hak-hak
nasabah jika terjadi wanprestasi dari pemegang gadai.
Ketiga, Yuliawati, RR. Dewi Puspa (2004) “Pertanggungjawaban PT.
Pegadaian
(Persero)
Terhadap
Barang
yang
Digadaikan
di
Kota
11
Semarang”. Masters thesis, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Adapun permasalahan yang diulas mengenai pertanggungjawaban Pegadaian
terhadap barang jaminan gadai apabila barang yang digadaikan rusak/hilang juga
membahas tanggung jawab Pegadaian apabila barang jaminan merupakan hasil
kejahatan.
Apabila dilihat dari beberapa tesis diatas, maka permasalahan yang dikaji
dalam tesis ini adalah berbeda. Dalam tesis ini yang dibahas adalah bentuk
perlindungan hukum bagi
PT Pegadaian ( Persero ) sebagai kreditur dalam
perjanjian gadai (KCA) karena Pegadaian sebagai BUMN yang dibentuk
Pemerintah dengan fungsi sosial yakni memberikan kredit bagi masyarakat
menengah ke bawah dengan agunan emas. Tujuan lain dari penulisan tesis ini
adalah untuk mengetahui perlindungan hukum bagi PT Pegadaian ( Persero )
dalam hal jaminan gadai yang diterima bukan milik debitur dan diperoleh secara
melawan hukum. Begitu pula lokasi studi kasus yang diuraikan dalam tesis ini
adalah PT.Pegadaian ( Persero ) kantor Wilayah Bali.
1.7 Landasan Teoritis dan Kerangka Berpikir
a. Landasan Teoritis
Salah satu unsur terpenting dalam penelitian yang memiliki peranan sangat
besar dalam pelaksanaan penelitian adalah teori, khususnya teori hukum. Karena
teori dengan unsur ilmiah inilah yang akan mencoba menerangkan fenomena fenomena sosial yang menjadi pusat perhatian peneliti. Istilah teori hukum berasal
dari bahasa Inggris yaitu theory of law. Dalam bahasa Belanda disebut
12
rechstheorie. Pengertian teori hukum menurut Bruggink adalah “suatu
keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan berkenaan dengan sistem
konseptual aturan - aturan hukum dan putusan - putusan hukum dan sistem
tersebut untuk sebagian penting dipositifkan”. Pengertian teori hukum dalam
definisi ini bermakna ganda karena teori hukum dinyatakan sebagai produk dan
proses. Teori hukum dikatakan sebagai produk sebab keseluruhan pernyataan
yang saling berkaitan merupakan hasil kegiatan teoritis dalam bidang hukum.
Sementara itu teori teoritis dikatakan sebagai proses karena perhatiannya
diarahkan pada kegiatan teoritis tentang hukum atau pada kegiatan penelitian
teoritis bidang hukum sendiri, tidak pada hasil kegiatan - kegiatan itu. Karena
teori hukum tidak hanya mengkaji tentang norma tetapi juga hukum dalam
kenyataannya. Adapun tugas teori hukum meliputi :
1. Menganalisis dan menerangkan pengertian hukum dan berbagai
pengertian hukum atau konsep yuridis ( konsep yang digunakan dalam
hukum).
2. Mengkaji hubungan antara hukum dengan logika;
3. Mengkaji hal - hal yang berkaitan dengan metodologi ( ajaran
metode).9
Untuk mengkaji permasalahan yang diangkat dalam tesis ini maka penulis
menggunakan beberapa teori yaitu:
9
H.Salim, 2012, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Rajawali Pers,
RajaGrafindo Persada, Jakarta, h.42
PT.
13
a) Teori perlindungan hukum
Keberadaan hukum dalam masyarakat merupakan suatu sarana untuk
menciptakan ketentraman dan ketertiban masyarakat, sehingga dalam hubungan
antar anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya dapat dijaga
kepentingannya. Hukum tidak lain adalah perlindungan kepentingan manusia
yang berbentuk norma atau kaidah. Hukum sebagai kumpulan peraturan atau
kaidah mengandung isi yang bersifat umum dan normatif, umum karena berlaku
bagi setiap orang, dan normatif karena menentukan apa yang boleh dan tidak
boleh dilakukan, serta menentukan bagaimana cara melaksanakan kepatuhan pada
kaidah.10 Berdasarkan uraian di atas maka dapat diketahui bahwa wujud dari
peran hukum dalam masyarakat adalah memberikan perlindungan hukum kepada
anggota masyarakat yang kepentingannya terganggu. Persengketaan yang terjadi
dalam masyarakat harus diselesaikan menurut hukum yang berlaku, sehingga
dapat mencegah perilaku main hakim sendiri. Tujuan pokok hukum sebagai
perlindungan kepentingan manusia adalah menciptakan tatanan masyarakat yang
tertib, sehingga terwujud kehidupan yang seimbang.
Teori perlindungan hukum pada awal mulanya bersumber dari teori hukum
alam atau aliran hukum alam yang dipelopori oleh Plato, Aristoteles (murid Plato)
dan Zeno. Menurut pendapat Fitzgerald, menyatakan bahwa: “teori pelindungan
hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan
dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan, perlindungan
10
Sudikno Mertokusumo, 2003, Mengenai Hukum ( Suatu Pengantar ), Liberty,
Yogyakarta, h. 39
14
terhadap kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi
berbagai kepentingan di lain pihak.”11
Pada hakikatnya terdapat hubungan antara subjek hukum dengan objek
hukum yang dilindungi oleh hukum dan menimbulkan kewajiban. Hak dan
kewajiban yang timbul dari hubungan hukum tersebut harus dilindungi oleh
hukum, sehingga anggota masyarakat merasa aman dalam melaksanakan
kepentingannya. Hal ini menunjukkan bahwa perlindungan hukum dapat diartikan
sebagai suatu pemberian jaminan atau kepastian bahwa seseorang akan
mendapatkan apa yang telah menjadi hak dan kewajibannya, sehingga yang
bersangkutan merasa aman. Indonesia adalah negara yang berdasarkan Pancasila,
maka sistem perlindungan hukum yang dianut harus berpijak pada dasar Negara
Pancasila, yaitu tidak hanya melihat hak dan kewajiban di dalam masyarakat.
Menurut pendapat Salim H.S, teori perlindungan hukum adalah : Teori yang
mengkaji dan menganalisis tentang wujud atau bentuk atau tujuan perlindungan,
subyek hukum yang dilindungi serta obyek perlindungan yang diberikan oleh
hukum kepada subyeknya.
Unsur-unsur :
1. Adanya wujud/ bentuk/ tujuan perlindungan;
2. Subyek hukum;
3. Obyek perlindungan hukum.12
11
12
Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 53
Salim H.S, 2012, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Rajawali Pers, PT.
RajaGrafindo Persada, Jakarta
15
Pendapat lain mengenai perlindungan hukum dikemukakan oleh Marwan
Mas bahwa perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan
terhadap subjek hukum dalam bentuik perangkat hukum baik yang bersifat
preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis.
Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum,
yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban,
kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.13
Perlindungan hukum sendiri dapat diwujudkan bila penegakan hukum
terlaksana dengan baik pada suatu negara. Menurut sosial policy dari Malaysia,
Dr. Riant Nugroho dalam bukunya yang berjudul “Public Policy for the
Developing Countries”, bahwa penegakan hukum dari suatu negara sedang
berkembang seperti Indonesia sebenarnya terletak pada Pemerintah negara itu
sendiri.
There are four models of implementation which are developed in most
developing countries : government alone, govermnent as the dominant
actor and people as minority patner, goverment as minority partner and
people as the dominant actor, and people alone. Indeed, the first
implementer is always government but we take into account to the overall
process.14
Terjemahan bebas :
(Terdapat empat model implementasi yang dikembangkan pada sebagian besar
negara berkembang : pemerintah saja, pemerintah sebagai aktor dominan dan
masyarakat sebagai mitra minoritas, pemerintah sebagai mitra minoritas dan
13
14
Marwan Mas, 2004, Pengantar Ilmu Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, Bogor, h.116.
Riant Nugroho, 2012, Public Policy for the Developing ountries, Pustaka
Pelajar,Yogyakarta, h. 202.
16
masyarakat, sebagai aktor dominan, dan masyarakat saja. Memang, pelaksana
utama selalu pemerintah tapi kita memperhitungkan untuk keseluruhan proses).
Bagaimanapun tipe penegakan hukum yang dianut Pemerintah tetap
sebagai pemegang peranan utama dalam proses penegakan demi tercapainya
perlindungan hukum bagi masyarakatnya.
Dalam kaitannya dengan penelitian tesis ini maka teori perlindungan
hukum
dipergunakan
sebagai
pisau
analisis
untuk
mengkaji
rumusan
permasalahan pertama yaitu untuk memberikan perlindungan hukum bagi
Pegadaian dalam hal barang yang digadaikan bukan milik debitur. Pegadaian
sebagai pihak kreditur seringkali mengalami permasalahan saat barang jaminan
gadai diperoleh secara melawan hukum. Sesuai teori perlindungan dari Salim H.S
yaitu mengkaji bentuk perlindungan berupa aturan dalam pasal 1977 KUHPerdata
ayat (1) tentang asas kebendaan bezit dan ayat (2) tentang pembatasan bezit pada
ayat (1) dengan pemberian jangka waktu tiga tahun dengan Pegadaian sebagai
subjek hukumnya serta jaminan gadai sebagai objek hukumnya. Perlindungan
hukum bagi Pegadaian selaku badan usaha milik negara yang dasar
pembentukannya ditujukan untuk membantu perekonomian masyarakat menengah
ke bawah sangat penting keberadaannya untuk Pegadaian khususnya dan
masyarakat umumnya.
b) Teori Perjanjian
Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang
mana satu pihak berhak atas sesuatu terhadap pihak lain dan pihak lain
17
berkewajiban memenuhi hak atau tuntutan itu. R.Subekti memberikan definisi
perjanjian sebagai berikut :”suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana
seseorang berjanji kepada seseorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji
untuk mlaksanakan suatu hal.15 Selanjutnya Sudikno Mertokusumo menyebutkan
bahwa perjanjian adalah : Hubungan hukum antara dua pihak atau lebih
berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.16
Dalam pasal 1313 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata ( KUHPerdata )
yang menyatakan sebagai berikut : “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan
dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain
atau lebih “. Perjanjian yang sah adalah perjanjian yang memenuhi syarat pada
pasal 1320 KUH Perdata yaitu :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal.17
Menurut Van Dunne, perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua
pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.
Ada 3 tahap :
1. Tahap pracontractual : adanya penawaran dan penerimaan;
15
R.Subekti, 1998, Hukum Perjanjian, PT Internasa, Jakarta, (selanjutnya disebut R. Subekti
II), h. 1
16
Sudikno Mertokusumo, 1986, Mengenai Hukum ( Suatu Pengantar ), Liberty, Yogyakarta,
17
Ibid, h. 15.
h. 96
18
2. Tahap contractual : adanya persesuaian pernyataan kehendak
antara para pihak;
3. Tahap post contractual : pelaksanaan perjanjian. 18
Tahap Perikatan atas barang yang dijaminkan nasabah kepada Pegadaian
dilakukan melalui suatu perjanjian yang disebut dengan Surat Bukti Kredit (SBK).
Perjanjian berarti adanya janji antara seseorang atau lebih untuk melaksanakan
suatu hal dan dengan adanya hubungan hukum antara seseorang atau lebih itu
timbullah perikatan karena pihak yang satu terikat dengan pihak yang lain
demikian juga sebaliknya.
Berdasarkan teori perjanjian dari Van Dunne dapat dikaji bahwa perjanjian
gadai di Pegadaian meliputi tiga tahap yakni :
1) Tahap pracontractual : adanya penawaran dan penerimaan berupa jumlah
uang pinjaman, pernyataan kehendak dan jumlah barang jaminan , sewa
modal, biaya administrasi, dan hal - hal lain yang akan dituangkan dalam
Surat Bukti Gadai ( SBG ).
2) Tahap contractual : adanya persesuaian pernyataan kehendak antara
nasabah dengan Pegadaian yaitu berupa hak dan kewajiban masing masing pihak yang dituangkan dalam perjanjian gadai ( SBG ) dan
ditandatangani oleh kedua pihak.
18
Salim. H.S, 2008, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia,Sinar Grafika,
Jakarta, h.16.
19
3) Tahap post contractual : pelaksanaan perjanjian gadai yakni apabila salah
satu pihak wanprestasi maka pihak lainnya dapat melakukan hal sesuai
yang diatur dalam perjanjian gadai.
c. Teori Kepastian Hukum
Kepastian hukum pada dasarnya mengandung dua pengertian yaitu pertama
adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa
yang boleh atau tidak boleh dilakukan; dan kedua , berupa keamanan hukum bagi
individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang
bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau
dilakukan oleh negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa
pasal - pasal dalam undang - undang melainkan juga adanya konsistensi dalam
putusan hakim antara putusan hakim yang satu dan putusan hakim lainnya untuk
kasus serupa yang telah diputuskan.19
Kepastian hukum menurut Van Apeldoorn ( dikutip dari pendapat
Peter
Mahmud Marzuki dalam bukunya “Pengantar Ilmu Hukum Edisi Revisi “ ) adalah
meliputi dua hal sebagai berikut :
a) Kepastian hukum adalah hal yang dapat ditentukan ( bepaalbaarheid )
dari hukum, dalam hal - hal yang konkrit. Pihak - pihak pencari
keadilan ( yustisiabelen)
ingin mengetahui apakah hukum dalam
dalam suatu keadaan hal tertentu, sebelum ia memulai dengan perkara
;
19
h.135.
Peter Mahmud Marzuki, 2012, Pengantar Ilmu Hukum Edisi Revisi, Kencana, Bandung,
20
b) Kepastian hukum berarti pula keamanan hukum artinya melindungi
para pihak terhadap kewenang - wenangan hakim .
Menurut Roscoe Pound dikatakan bahwa kepastian hukum adalah
predictability yang artinya terukur dan dapat diperhitungkan.20 Konsep kepastian
hukum pada dasarnya menekankan pada penegakan hukum yang berdasarkan
pembuktian secara formil, artinya suatu perbuatan baru dapat dikategorikan
sebagai pelanggaran hanya jika melanggar suatu aturan tertulis tertentu.
Pegadaian sebagai pihak kreditur, untuk mendapat kepastian pengembalian
uangnya dapat meminta kepada pihak nasabah atau debitur untuk mengadakan
perjanjian tambahan yang menunjuk barang – barang bergerak kepunyaan
nasabah/debitur sebagai jaminan atas pelunasan utangnya. Dengan adanya
jaminan tersebut maka apabila debitur lalai mengembalikan pinjaman, kreditur
dapat menjual barang – barang yang dijadikan jaminan dan mengambil
sebagian/seluruh hasil penjualan untuk melunasi utang debitur.21 Menurut Mariam
Darus Badrulzaman arti jaminan itu sendiri berarti kekayaan yang dapat diikat
sebagai jaminan, guna kepastian pelunasan dibelakang hari, kalau penerima kredit
tidak melunasi hutangnya.22
Berdasarkan teori kepastian hukum Van Apeldoorn yang dijabarkan diatas
dalam kajiannya dengan permasalahan kedua yaitu penyelesaian hukum dalam hal
20
Ibid, h.137.
21
Oey Hoey Tiong, 1984, Fiducia Sebagai Jaminan (Fiducia Sebagai Jaminan Unsur –
Unsur Perikatan, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 8
22
Mariam Darus Badrulzaman, 1991, Perjanjian Kredit Cet. Ke 5, Citra Aditya Bakti,
Bandung, h. 28
21
barang jaminan gadai bukan milik debitu yang diperoleh secara melawan hukum,
yakni pihak pencari keadilan ( polisi, jaksa dan hakim ) berdasarkan kepada
ketentuan pasal 1977 ayat (1) dan (2) KUHPerdata di dalam menelaah sengketa
tersebut. Dalam ayat (1) Pegadaian diberikan perlindungan dalam hal barang
jaminan gadai bahwa siapa yang membawa dianggap sebagai pemiliknya. Namun
dalam ayat (2) diberikan pembatasan bahwa pemilik sebenarnya dapat menggugat
kepemilikannya dalam jangka waktu tiga tahun sejak bendanya tersebut hilang
atau dicuri. Pembatasan dengan jangka waktu yang terlalu lama ini tidak
memberikan Pegadaian kepastian hukum
jaminan gadai
karena memungkinkan penyitaan
apabila terlibat sengketa hukum. Dalam hal tersebut maka
kepastian hukum dalam arti keamanan hukum bagi Pegadaian tidak terlaksana
karena jaminan gadai akan disita setiap timbul sengketa akibat jaminan gadai
bukan milik debitur yang diperoleh secara melawan hukum.
d. Teori Kerugian
Teori lain yang dipergunakan adalah teori kerugian, menurut Huala Adolf
bahwa kesepakatan itu adalah mengikat karena para pihak telah menyatakan
dirinya untuk mengandalkan para pihak yang menerima janji dengan akibat
adanya kerugian. Dengan kata lain pelanggaran kesepakatan akan menimbulkan
kerugian. Kontrak perjanjian yang merupakan persetujuan para pihak melahirkan
hak dan kewajiban yang dipenuhi para pihak yang terikat dalam perjanjian
tersebut. Akibat dari pertukaran hak dan kewajiban tersebut akan menimbulkan
tanggung jawab tersebut. Dalam hukum internasional, setiap perbuatan yang
22
merugikan pihak lainnya harus bertanggungjawab dengan cara membayar ganti
rugi.23
Teori ini berkaitan dengan permasalahan kedua yakni penyelesaian hukum
dalam hal barang jaminan gadai bukan milik debitur dan diperoleh secara
melawan hukum. Keberadaan jaminan gadai yang diagunkan oleh nasabah selaku
pihak kreditur, apabila salah satu pihak wanprestasi maka pihak tersebut akan
mengalami kerugian atas ingkarnya terhadap perjanjian gadai yang telah
disepakati.
Dalam permasalahan ini saat jaminan gadai disita menyebabkan
Pegadaian mengalami kerugian baik modal maupun sewa modal yang berjalan,
sehingga Pegadaian berhak atas ganti rugi dari pihak nasabah yang melakukan
perikatan dengan Pegadaian melalui Surat Bukti Gadai ( SBG ). Pada umumnya
setiap orang harus bertanggung jawab atas perbuatan hukumnya, berarti ada
keterikatan berupa tanggung jawab hukum (legal liability ) terhadap ketentuan ketentuan hukum, dalam hal ini keterikatan antara debiur dengan kreditur.
Kerugian tentunya berkaitan juga dengan tanggungjawab.
Pasal 1365 BW yang terkenal sebagai pasal yang mengatur tentang
perbuatan melawan hukum memegang peranan penting dalam hukum perdata.
Dalam pasal 1365 BW tersebut memuat ketentuan sebagai berikut : “Setiap
perbuatan melawan hukum yang oleh karenanya menimbulkan kerugian pada
orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya menyebabkan kerugian
itu mengganti kerugian”
23
Huala Adolf, 2002, .Aspek - Aspek Negara Dalam Hukum Internasional, cetakan III,
Rajawali Pers, jakarta, h.87.
23
Dari pasal tersebut dapat dilihat bahwa untuk mencapai suatu hasil yang
baik dalam melakukan gugatan berdasarkan perbuatan melawan hukum maka
harus dipenuhi unsur “kerugian” yang ditimbulkan.24 Dalam pengertian bahwa
kerugian yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum dapat berupa:
a. Kerugian materiil, dimana kerugian materiil dapat terdiri dari
kerugian yang nyata-nyata diderita dan keuntungan yang seharusnya
diperoleh. Jadi pada umumnya diterima bahwa si pembuat perbuatan
melawan hukum harus mengganti kerugian tidak hanya untuk
kerugian yang nyata-nyata diderita, juga keuntungan yang seharusnya
diperoleh.
b. Kerugian idiil, dimana perbuatan melawan hukum pun dapat
menimbulkan kerugian yang bersifat idiil seperti ketakutan, sakit dan
kehilangan kesenangan hidup.
Untuk menentukan luasnya kerugian yang harus diganti umumnya harus
dilakukan dengan menilai kerugian tersebut, untuk itu pada azasnya yang
dirugikan harus sedapat mungkin ditempatkan dalam keadaan seperti keadaan jika
terjadi perbuatan melawan hukum. Pihak yang dirugikan berhak menuntut ganti
rugi tidak hanya kerugian yang telah ia derita pada waktu diajukan tuntutan akan
tetapi juga apa yang ia akan derita pada waktu yang akan datang.
24
Law
Community,
Perbuatan
Melawan
Hukum,
http://wonkdermayu.wordpress.com/artikel/perbuatan-melawan-hukum/, diunduh pada 25 Juni
2014
24
1. Adanya hubungan causal antara perbuatan dan kerugian. Untuk
memecahkan hubungan causal antara perbuatan melawan hukum
dengan kerugian, terdapat dua teori yaitu :
a. Condition sine qua non, dimana menurut teori ini orang yang
melakukan perbuatan melawan hukum selalu bertanggung jawab jika
perbuatannya condition sine qua non menimbulkan kerugian (yang
dianggap sebagai sebab dari pada suatu perubahan adalah semua
syarat-syarat yang harus ada untuk timbulnya akibat).
b. Adequate veroorzaking, dimana menurut teori ini si pembuat hanya
bertanggung jawab untuk kerugian yang selayaknya dapat diharapkan
sebagai akibat dari pada perbuatan melawan hukum.
Terdapat hubungan causal jika kerugian menurut aturan pengalaman secara layak
merupakan akibat yang dapat diharapkan akan timbul dari perbuatan melawan
hukum. Dalam kaitannya dengan permasalahan kedua
yang dibahas pada
penelitian tesis ini, dimana kerugian diakibatkan debitur tidak melaksanakan
kewajibannya untuk melunasi kredit yang telah diberikan oleh pihak Pegadaian
dan barang jaminan yang dipergunakan adalah milik orang lain.
25
b. Kerangka berpikir
UUD 1945 Pasal 33 ayat (1) : Perekonomian disusun sebagai
usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan ayat (2) :
Cabang - cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara
UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN Pasal 2
angka 1 : maksud dan tujuan didirikan BUMN
UU No. 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
PP No. 51 tahun 2011 tentang PT Pegadaian ( Persero ) Pasal 2 ayat (1) tentang
maksud dan tujuan Pegadaian adalah untuk melakukan usaha dibidang gadai dan
fidusia baik secara konvensional maupun syariah dan jasa lainnya di bidang
keuangan
Landasan Teori
Teori
Perjanjian
Teori
Perlindungan
Hukum
Teori
Kepastian
Hukum
Teori
Kerugian
26
Berdasarkan landasan teori mengacu pada pengkajian permasalahan dapat
diajukan kerangka berfikir, bahwa Pegadaian adalah sebagai subjek hukum yang
juga berhak mendapat perlindungan hukum atas hak - haknya sesuai dengan
perjanjian gadai yang diadakan dengan debitur. Pegadaian selaku badan usaha
milik negara melaksanakan tugasnya sesuai dengan yang diamanatkan pasal 33
ayat (1) dan (2) UUD 1945 dan UU No 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha
Milik Negara khususnya pasal 2 angka 1 yang mengatur bahwa maksud dan
tujuan didirikan BUMN adalah :
memberikan sumbangan bagi perekonomian nasional pada umumnya dan
penerimaan
negara
pada
khususnya;
mengejar
keuntungan;
menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau
jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang
banyak; serta turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada
pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat.
Keberadaan Pegadaian sebagai BUMN diatur tersendiri dalam PP yang terbaru
yakni dalam Peraturan Pemerintah No 51 tahun 2011. Debitur beserta jaminan
gadai otomatis terikat dengan disetujuinya perjanjian berupa surat bukti kredit,
dimana isinya disesuaikan dengan hukum gadai yang tertuang dalam
KUHPerdata. Begitu pula halnya dengan jaminan gadai yang diterima di
Pegadaian kepemilikannya mengacu pada asas kebendaan sesuai yang diatur
dalam Pasal 1977 KUHPerdata. Berdasarkan pada asas kebendaan dan itikad baik,
maka siapa yang membawa jaminan gadai ke Pegadaian untuk digadaikan
dianggap sebagai pemiliknya, kecuali pihak ketiga yang mengaku sebagai pemilik
barang dapat membuktikan hak miliknya itu, sesuai yang diatur dalam pasal 572
27
KUHPerdata. Keberadaan perjanjian atas jaminan gadai antara Pegadaian sebagai
kreditur dengan nasabah sebagai debitur berfungsi sebagai hukum dan mengikat
para pihak demi adanya kepastian hukum bagi para pihak.
Dalam Peraturan Direksi No 5 Tahun 2014 tentang SOP Pegadaian untuk
kredit cepat dan aman ( KCA ) menentukan bahwa bukti kepemilikan barang
jaminan ( BJ ) dibagi menjadi :
1. Bukti kepemilikan untuk BJ yang terdaftar pada Register Negara yaitu
bukti kepemilikan barang yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang
menurut perundang - undangan yang berlaku, misalnya kendaraan
bermotor dibuktikan dengan adanya BPKB ( Bukti Pemilik Kendaraan
Bermotor ) dan bukti lainnya.
2. Bukti kepemilikan untuk BJ yang tidak terdaftar pada Register Negara,
maka untuk BJ jenis ini berlaku ketentuan pasal 1977 KUHPerdata yaitu
terhadap benda bergerak yang tidak berupa bunga maupun piutang yang
tidak harus harus divayar kepada si pembawa, maka barang siapa yang
menguasainya dianggap sebagai pemiliknya, misalnya : emas, berlian,alat
elektronik dan sebagainya.
PT Pegadaian ( Persero ) sebagai pihak kreditur seringkali mengalami
sengketa saat barang jaminan gadai yang diagunankan ternyata adalah hasil
pencurian sehingga diduga sebagai penadahan. Hal ini tentu menyebabkan
kerugian bagi Pegadaian seusai dengan teori kerugian bahwa kesepakatan itu
adalah mengikat karena para pihak telah menyatakan dirinya untuk mengandalkan
para pihak yang menerima janji dengan akibat adanya kerugian. Dengan kata lain
28
pelanggaran kesepakatan akan menimbulkan kerugian. Pegadaian yang telah
memberikan kredit dengan jaminan akan mengalami kerugian saat jaminan yang
disengketakan disita oleh Penyidik dan tidak dikembalikan kepada Pegadaian.
Perlindungan hukum bagi Pegadaian selaku badan usaha milik negara
yang
dasar
pembentukannya
ditujukan
untuk
membantu
perekonomian
masyarakat menengah ke bawah khususnya penyaluran kredit menengah ke
bawah sangat penting keberadaannya untuk Pegadaian khususnya dan masyarakat
umumnya. Perlindungan hukum terwujud apabila efektifitas berfungsinya hukum
dalam suatu masyarakat erat kaitannya dengan kesadaran hukum masyarakat itu
sendiri. kesadaran hukum warga masyarakat berimplikasi pada penegakan hukum
pada masyarakat tersebut. Menurut Soerjono Soekanto, menegaskan aplikasi
pendekatan sistim penegakan hukum terletak pada faktor - faktor yaitu :
1. Faktor hukumnya sendiri;
2. Faktor penegak hukumnya, yakni pihak - pihak yang membentuk yang
menerapkan hukum;
3. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum itu berlaku atau
diterapkan;
4. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegak hukum;
5. Faktor kebudayaan yakni sebagai hasil karya dan karsa yang didasari oleh
rasa manusia didalam pergaulan hidup.
Kelima faktor tersebut merupakan esensi dari penegakan hukum dan merupakan
tolak ukur efektifitas hukum dan penegakan atas perlindungan hukum. Upaya
perlindungan hukum secara preventif adalah melalui perjanjian baku dalam surat
29
bukti kredit, sedangkan upaya perlindungan represif dapat dilakukan dengan cara
menggunakan jalur litigasi yaitu penyelesaian dan pembuktian di pengadilan
negeri setempat.
1.8 Metode Penelitian
a. Jenis Penelitian
Objek penelitian dalam ilmu hukum adalah norma atau kaedah hukum.
Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan atuan hukum, prinsip prinsip hukum, maupun doktrin - doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang
dihadapi. Hal ini sesuai dengan karakter preskriptif ilmu hukum.25 Jenis penelitian
yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah jenis penelitian hukum empiris,
yaitu penelitian hukum yang objek kajiannya meliputi ketentuan dan mengenai
pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif (kodifikasi, UndangUndang atau kontrak) secara in action/in abstracto pada setiap peristiwa hukum
yang terjadi dalam masyarakat (in concreto).26
Morris L. Cohen and Kent C. Olson dalam bukunya yang berjudul Legal
Research memberikan pendapatnya mengenai penelitian hukum yaitu:“legal
research is an essential component of legal practice. It is the process of finding
the law that governs an activity and materials that explain or analyze that law”27
25
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Prenada Media, jakarta, h.35.
26
Abdulkadir Muhamad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung,
(selanjutnyadisebut Abdulkadir Muhammad I) h. 134.
27
Morris L. Cohen and Kent C. Olson, 2000, Legal Research, West Group, ST. Paul
Minn, Printed in the United States of America, page 1.
30
yang artinya bahwa penelitian hukum yang berdasarkan kaidah perundangundangan sebagai suatu hal yang penting dalam penerapan hukum secara praktek.
Penelitian ini dilakukan untuk memastikan apakah hasil penerapan pada
peristiwa hukum in concreto itu telah sesuai atau tidak dengan ketentuan UndangUndang atau kontrak telah dilaksanakan sebagaimana mestinya atau tidak
sehingga para pihak yang berkepentingan mencapai tujuannnya. Penelitian yuridis
empiris harus dilakukan di lapangan dengan metode dan teknik penelitian
lapangan yaitu mengadakan kunjungan dan berkomunikasi dengan para pihak
yang berkaitan langsung. Dalam tesis ini penelitian dilaksanakan di PT Pegadaian
(Persero) Kanwil Denpasar di Bali.
b. Sifat Penelitian
Penelitian Perlindungan Hukum Terhadap PT Pegadaian ( Persero ) Dalam
Hal Barang Jaminan Gadai Bukan Milik Debitur di Bali adalah penelitian yang
bersifat deskriptif, bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat - sifat
individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan
penyebaran suatu gejala atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala atau
untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala atau untuk
menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam
masyarakat.28
28
Amiruddin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja
GrafindoPersada, Jakarta, h. 25.
31
c. Data dan Sumber Data
Dalam penelitian hukum empiris data dapat dibedakan menjadi 2 (dua)
yaitu:
1. Data primer, yaitu data yang diperoleh terutama dari penelitian yang
dilakukan langsung didalam masyarakat.29 Sumber data primer yang
diperoleh dari penelitian ini dengan melakukan penelitian yang berlokasi
di Kota Denpasar, Provinsi Bali, yaitu dengan melakukan penelitian pada
PT Pegadaian (Persero) Kanwil Denpasar. Penelitian ini dilakukan dengan
cara melakukan wawancara dengan informan dan responden yang ada
pada lokasi penelitian tersebut. Informan, adalah orang atau individu yang
memberikan informasi data yang dibutuhkan oleh peneliti sebatas yang
diketahuinya. Informan diperlukan didalam penelitian empiris untuk
mendapatkan data secara kualitatif. Responden, adalah seseorang atau
individu yang akan memberikan respons terhadap pertanyaan yang
diajukan oleh peneliti. Responden ini merupakan orang atau individu yang
terkait secara langsung dengan data yang dibutuhkan.30
2. Data Sekunder diperoleh melalui penelitian kepustakaan (Library
Research) dengan menggunakan bahan-bahan hukum sebagai berikut:31
i. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang terdiri dari :
29
Ibid, h. 156
30
Ibid, h. 174
31
Ronny Hanitijo Soemitro, 2002, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia,
Jakarta, h. 24.
32
(a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945
(b) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
(c) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha
Milik Negara;
(d) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2011 tentang PT.
Pegadaian;
ii. Bahan hukum sekunder, yang terdiri dari literatur-literatur, bukubuku, makalah, dan jurnal yang ditulis oleh para ahli dan dokumendokumen yang berkenaan dengan masalah yang dibahas.
iii. Sedangkan Bahan hukum tersier, yang terdiri dari kamus dan
ensiklopedi.32
d. Teknik Penentuan Sampel Penelitian
(a) Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian meliputi kantor - kantor cabang PT
Pegadaian ( Persero ) di Bali yang pernah mengalami kasus bahwa
jaminan gadai yang ternyata merupakan hasil kejahatan, PT
Pegadaian ( Persero ) Kanwil VII Denpasar khususnya bagian L.O (
Legal Officer ) sebagai bagian perlindungan hukum dari perusahaan
tersebut, sehingga lokasi tersebut memenuhi kriteria yang diperlukan
dan dapat mewakili karakteristik penelitian yang dilakukan.
32
Amiruddin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta,
h. 120
33
(b) Teknik Pengambilan Sampel
Secara metodologis, teknik pengambilan sample dapat dibedakan
menjadi teknik probility sampling dan teknik non probility sampling.
Salah satu teknik dari non probility sampling adalah secara proposite
sampling
yang
mana
sample
dipilih
berdasarkan
pertimbangan/penelitian subyektif dari penelitian jadi dalam hal ini
peneliti menentukan sendiri responden dan informan mana yang
dianggap dapat mewakili populasi. Dalam penelitian ini, responden
dan informan yang akan dipilih menjadi sample adalah responden
yang memenuhi karakteristik pemilihan masalah, meliputi para
pegawai kantor - kantor cabang dibawah Kantor Wilayah Denpasar
yang pernah dipanggil bersaksi perihal jaminan gadainya adalah
barang curian, pihak ketiga sebagai pemilik sebenarnya dari jaminan
gadai, pihak - pihak dari instansi terkait seperti Legal Officer sebagai
pemberi perlindungan hukum bagi PT Pegadaian ( Persero ).
e. Teknik Pengumpulan Data
(a) Teknik pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara studi
kepustakaan
memperoleh
(dokumentasi)
data
dengan
yaitu
serangkaian
cara
membaca,
usaha
untuk
menelaah,
mengklasifikasikan dan dilakukan pemahaman terhadap bahan bahan yang berupa peraturan, konvensi serta buku - buku literatur
yang ada relevansinya dengan permasalahan diatas, hasil dari kegiatan
34
pengkajian tersebut kemudian dibuat ringkasan secara sistematis
sebagai intisari hasil pengkajian studi dokumen.
(b) Teknik pengumpulan data primer dilakukan dengan studi lapangan
yaitu suatu cara untuk memperoleh data dengan cara terjun langsung
ke lapangan untuk melakukan observasi ( pengamatan ) dan interview.
Interview adalah mengajukan pertanyaan - pertanyaan, emminta
keterangan dan penjelasan - penjelasan sambil menilai jawaban jawabannya,
sekaligus
interviewer
mengadakan
paraphrase,
mengingat dan mencatat jawaban - jawabannya.33 Dalam penelitian
ini teknik pengumpulan data primer hanya dilakukan dengan
wawancara mendalam/interview terhadap Pegawai PT Pegadaian (
Persero ) di Bali.
f. Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data adalah kegiatan merapikan data hasil pengumpulan data
di lapangan sehingga siap pakai untuk dianalisa.34 Setelah data dikumpulkan
kemudian data diolah secara kualitatif dengan melakukan studi perbandingan
antara data lapangan dengan data kepustakaan sehingga akan diperoleh data yang
bersifat saling menunjang antara teori dan praktik.
33
34
Ronny Hanitijo Soemitro, Op.cit, h. 72.
Bambang Waluyo, 2002, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, h. 72.
35
g. Teknik Analisis Data
Dalam menganalisa data yang telah dikumpulkan tersebut, digunakan
metode analisis deskriptif, yaitu menggambarkan dengan kata-kata atau kalimat
yang dipisah-pisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan.35 Dalam
metode analisis deskriptif, setelah data dianalisis kemudian disusun kembali
secara sistematis sehingga mendapatkan kesimpulan tentang permasalahan hukum
dalam penelitian ini.
35
Suharsini Arikunto, 2001, Prosedur Penelitian, Cetakan Ke empat, Bina Aksara, Jakarta,
h. 194.
Download