BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Upaya pemerintah dalam menghadapi memerlukan berbagai langkah alternatif yang tantangan era globalisasi bertujuan untuk memberikan kontribusi menjawab tantangan perekonomian ke depan. Salah satunya adalah mengupayakan agar produk Indonesia mampu bersaing dengan produk luar yang masuk Indonesia ataupun di pasar internasional. Menghadapi kendala tersebut, Pemerintah harus bekerja keras untuk menangani kondisi ini dengan cepat, disertai dengan semangat dan dukungan masyarakat untuk mencari jalan keluar dari krisis ekonomi sehingga mampu meningkatkan efisiensi ekonomi. Dalam konteks tersebut langkah alternatif yang dapat ditempuh diantaranya adalah memaksimalkan peran BUMN melalui format baru yang efisien. BUMN di Indonesia bergerak hampir diseluruh aspek ekonomi. Kemampuan BUMN untuk menjadi penggerak efisiensi nasional sangat diharapkan sehingga peran sebagai agen pembangunan mampu tercapai. Salah satu BUMN yang berperanan dalam perkembangan ekonomi kerakyatan adalah Pegadaian, yang kini berbentuk hukum perseroan menjadi PT.Pegadaian ( Persero) ( selanjutnya disebut Pegadaian ). Perubahan status badan hukum Pegadaian dari Perum ke PT diharapkan dapat memacu dan memicu kinerja Pegadaian lebih ekspansif lagi serta menjadi jalan untuk menawarkan saham kepada publik ( initial public offering/IPO ) sehingga kemampuan permodalan yang dimiliki Pegadaian lebih kuat dan lebih 1 2 besar lagi untuk melayani nasabahnya.1 Secara umum alasan perubahan badan hukum oleh Pegadaian karena adanya pasar bisnis micro finance di Indonesia yang sangat besar sehingga peluang bisnis ini harus ditangkap oleh Pegadaian dengan kemampuan dan kapasitas yang lebih besar. Selain itu citra Pegadaian di mata nasabah semakin baik dan mengakar sehingga diharapkan nasabah tetap loyal dan bahkan semakin bertambah loyal dengan keberadaan Pegadaian yang berstatus persero. Dalam era perdagangan bebas dan meningkatnya kebutuhan masyarakat, masalah daya saing dan keunggulan saing merupakan isu kunci dan sekaligus tantangan yang berat. Banyak hal yang dilakukan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya yang semakin hari semakin meningkat. Namun adakalanya penghasilan yang diperoleh dari bekerja masih kurang dan tidak dapat menutupi kebutuhan akan sejumlah uang terutama di saat – saat mendesak atau tidak terduga yang harus segera dipenuhi dalam waktu yang singkat. Untuk mengatasi masalah tersebut salah satu cara yang dapat ditempuh yaitu dengan melalui hutang – piutang di lembaga pembiayaan baik bank maupun non bank. Kegiatan – kegiatan demikian sering dilakukan oleh Warga Negara Indonesia pada umumnya, karena sudah menjadi kebutuhan rakyat, yang akhirnya memerlukan fasilitas kredit dalam usahanya.2 Dengan adanya perkreditan tersebut, timbullah hubungan hutang – piutang antara para pihak, yaitu pihak 1 Warta Pegadaian, edisi 160/tahun xxiii/2012. 2 Purwahid Patrik dan Kashadi, 1993, Hukum Jaminan Edisi Revisi Dengan UUHT, Pusat Studi Hukum Perdata dan Pembangunan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang,h. 1 3 kreditur dan debitur. Pegadaian merupakan salah satu alternatif bagi masyarakat untuk melakukan pinjaman berdasarkan hukum gadai dengan prosedur pelayanan yang mudah, aman dan cepat. Pegadaian adalah BUMN di Indonesia yang usaha intinya adalah bidang jasa penyaluran kredit/pinjaman kepada mayarakat atas dasar hukum gadai.3 Dengan usaha ini, pemerintah melindungi rakyat kecil yang tidak memiliki akses kedalam perbankan dan melindungi masyarakat dari pinjaman tidak wajar. Pegadaian merupakan badan usaha milik negara yang didirikan bertujuan untuk membantu masyarakat khususnya menengah ke bawah dalam bidang usaha gadai agar terhindar dari tengkulak ataupun semacamnya yang menerapkan sistem bunga tinggi dan tidak jelas. Pegadaian semakin diminati masyarakatnya karena keberadaanya memang sangat diperlukan sebagai tempat untuk mendapatkan pendanaan secara cepat dan mudah. Bisnis utama Pegadaian adalah KCA (Kredit Cepat Aman). Inilah prosedur yang diterapkan Pegadaian mulai dari tahap pengajuan pinjaman pencairan sampai pelunasan. Kalau sudah jatuh tempo tapi belum dapat dilunasi maka Pegadaian memberi kesempatan kepada si nasabah untuk memperpanjang pinjamannya. Demikian seterusnya Pegadaian memberikan kemudahan kepada para nasabah dalam menebus barang atau memperpanjang jangka waktu gadai. Untuk menjaga agar tidak sampai dilelang, Pegadaian selalu mengingatkan kepada si nasabah baik melalui surat maupun telepon agar segera membayar 3 Warta Pegadaian,Pegadaian Untuk Usaha Mikro, edisi 161/tahun xxiii/2013 Jakarta. 4 sebelum jatuh tempo. Apabila nasabah bersangkutan tetap tidak melakukan kewajiban pembayaran, maka barang gadainya terpaksa dilelang.4 Sesuai ketentuan yang diatur dalam PP No.51 tahun 2011 tentang perubahan bentuk badan hukum PERUM menjadi PERSERO pasal 2 ayat (2) ditentukan bahwa pegadaian melaksanakan kegiatan utama berupa : 1. penyaluran pinjaman berdasarkan hukum gadai termasuk gadai efek; 2. penyaluran pinjaman berdasarkan jaminan fidusia; 3. pelayanan jasa titipan, pelayanan jasa taksiran, sertifikasi dan perdagangan logam mulia serta batu adi. Usaha yang paling menonjol yang dilakukan pegadaian adalah KCA ( kredit cepat dan aman ) atau yang biasa disebut dengan gadai. Dalam hal ini permasalahan yang dibahas adalah terbatas pada produk gadai. Hubungan hutang piutang antara debitur dengan kreditur sering disertai dengan jaminan. Jaminan itu dapat berupa uang dan dapat pula berupa orang. Dalam hal ini yang akan dibicarakan adalah hubungan hutang piutang dengan jaminan benda. Dengan adanya jaminan ini, kreditur mempunyai hak atas benda jaminan untuk pelunasan piutangnya apabila debitur tidak membayar hutangnya. Benda jaminan itu dapat berupa benda bergerak dan dapat pula berupa benda tidak bergerak. Apabila benda jaminan itu berupa benda bergerak, maka hak atas benda jaminan itu disebut “gadai”.5 4 5 Edy Sasmito, dkk, 2010, Pegadaian dan rakyat kecil, IPB Pers, Bogor, h.54-55. Abdul Kadir Muhammad, 2000, Hukum Perdata Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, (Selanjutnya disebut Abdul Kadir Muhammad I) h. 170 5 Prinsip atas jaminan gadai yakni saat pemberi gadai menyerahkan barang gadai kepada pihak Pegadaian, maka kekuasaan atas benda gadai tersebut beralih kepada pihak Pegadaian yang selanjutnya disebut pihak pemegang gadai. Penguasaan terhadap benda gadai tersebut berlangsung sampai debitur atau nasabah melunasi hutangnya. Akan tetapi, hak menguasai barang itu tidak meliputi hak untuk memakai, menikmati atau memungut hasil barang yang dipakai sebagai jaminan.6 Secara normatif, syarat jaminan yang dapat diterima di Pegadaian adalah barang bergerak yang merupakan milik nasabah sendiri serta nasabah menjamin bukan merupakan hasil dari kejahatan, tidak dalam obyek sengketa dan/atau sita jaminan (Surat Bukti Kredit Pegadaian), hal ini mengacu pada ketentuan pasal 1977 Kitab Undang - Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata) yang menyatakan bahwa : “terhadap benda bergerak yang tidak berupa bunga maupun piutang yang tidak harus dibayar kepada si pembawa maka barang siapa yang menguasainya dianggap sebagai pemiliknya.” Penyerahan barang jaminan dari nasabah ke Pegadaian menimbulkan peralihan hak sesuai dengan ketentuan bahwa , memberikan suatu barang sebagai jaminan berarti melepaskan sebagian kekuasaan atas barang tersebut.7 Hal ini diatur dalam pasal 1155 KUHPerdata, yaitu : “Apabila oleh para pihak telah diperjanjikan lain, jika si berhutang atau si pemberi gadai wanprestasi, maka si kreditur berhak menjual barang gadai dengan 6 Sri Soedewi Masjchocn Sofwan f, 2000, Hukum Perdata Hukum Benda, Cet. V, Liberty, Yogyakarta, h. 98 7 R Subekti, 1982, Jaminan – Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Alumni, Bandung, (selanjutnya disebut R. Subekti I) h. 17. 6 maksud untuk mengambil pelunasan piutang pokok, bunga dan biaya dari pendapatan penjualan tersebut.”8 Namun pada prakteknya, sering terjadi permasalahan dimana barang yang dijaminkan bukan milik nasabah sendiri melainkan milik orang lain misalnya barang jaminan atas suruhan dan barang yang diperoleh secara melawan hukum dan memperolehnya secara tidak sah, ataupun cara lain yang dilarang oleh hukum. Barang jaminan gadai yang bukan milik debitur diperbolehkan berdasarkan ketentuan pasal 1152 KUHPerdata dalam arti si pemberi gadai beritikad baik yakni dengan sepengetahuan si pemilik barang. Permasalahan yang timbul yakni ketika barang yang dijaminkan bukan milik nasabah melainkan milik orang lain yang diperoleh secara melawan hukum yang menyebabkan Pegadaian mengalami kerugian, baik berupa modal kerja maupun laba akibat barang jaminan yang diambil untuk disita kebanyakan tidak dikembalikan, lama dikembalikan ataupun dikembalikan rusak akibat penyitaan oleh Penyidik. Merujuk pada ketentuan yang diatur dalam Pasal 1977 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan bahwa siapa yang membawa benda tersebut dianggap sebagai pemiliknya, namun dalam prakteknya di Pegadaian sering ditemukan bahwa barang jaminan yang diserahkan bukan milik debitur dan diperoleh secara melawan hukum sehingga menimbulkan gugatan oleh pemilik barang jaminan yang sebenarnya sehingga mengakibatkan kerugian bagi Pegadaian karena jaminan gadai digunakan sebagai barang sengketa di pengadilan. 8 Purwahid Patrik dan Karsadi, Op cit, h. 23 7 Dari tahun 2010 sampai dengan 2014 dalam satu cabang Pegadaian di Bali dalam kota dapat terjadi sengketa barang jaminan hingga tiga kasus. Tiap kasus bisa meliputi kuota sepuluh atau lebih barang jaminan yang disengketakan. Penyelesaian kasus pun tidak memerlukan waktu yang sedikit, karena memerlukan waktu hingga mencapai putusan akhir dan pengembalian jaminan baru dapat dilakukan setelah putusan pengadilan ditetapkan. Hal ini tentu menyebabkan kerugian bagi finansial Pegadaian. Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut dalam tesis ini dengan mengangkat judul : Perlindungan Hukum Terhadap PT Pegadaian ( Persero ) Dalam Hal Barang Jaminan Gadai Bukan Milik Debitur di Bali. 1.2 Rumusan Masalah Bertitik tolak dari latar belakang rumusan masalah tersebut diatas, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah yang akan diteliti dalam tesis ini. Masalah masalah tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pengaturan mengenai perlindungan hukum terhadap Pegadaian ( Persero ) dalam hal barang jaminan gadai bukan PT milik debitur ? 2. Bagaimanakah penyelesaian hukum apabila barang jaminan gadai bukan milik debitur yang diperoleh secara melawan hukum ? 1.3 Ruang Lingkup Masalah Untuk menghasilkan sebuah tulisan ilmiah yang baik, penulis menentukan batasan pokok - pokok materi yang akan diuraikan, agar pembahasan tidak 8 menyimpang dari pokok permasalahan yang akan dibahas. Penulisan tesis ini ruang lingkup masalahnya hanya akan dibatasi pada bentuk perlindungan hukum atas hak - hak Pegadaian dalam hal barang jaminan gadai bukan milik debitur dan bagaimana cara penyelesaiannya dalam hal terjadi sengketa akibat barang jaminan yang dijaminkan bukan milik debitur. 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Adapun tujuan umum yang hendak dicapai dari penelitian tesis ini yaitu sebagai berikut : a. Pengembangan ilmu hukum sehubungan dengan paradigma science as a process ( ilmu sebagai suatu proses ). Paradigma ilmu tidak akan berhenti dalam penggaliannya atas kebenaran dalam bidang perlindungan hukum bagi PT.Pegadaian ( Persero ) di bidang perkreditan khususnya dalam hal jaminan gadai bukan milik debitur. b. Terwujudnya kepastian hukum berkaitan dengan penyelesaian sengketa kepemilikan jaminan gadai. 1.4.2 Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus yang hendak dicapai dari penelitian tesis ini yaitu sebagai berikut: a. Untuk mengetahui pengaturan mengenai perlindungan hukum bagi PT Pegadaian (Persero) debitur. dalam hal barang jaminan gadai bukan milik 9 b. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa terhadap barang jaminan gadai yang diagunkan pada PT Pegadaian ( Persero ) bukan milik Debitur. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis a) Memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu hukum baik berupa konsep, asas - asas dan prinsip - prinsip, khususnya bidang hukum jaminan berbasis gadai yang keberadaannya sangat dibutuhkan dalam penyaluran kredit berbasis gadai konvensional bagi rakyat kecil. b) Menemukan adanya kepastian hukum berkaitan dengan penyelesaian sengketa apabila jaminan yang digadaikan bukan milik debitur yang diperoleh secara melawan hukum. 1.5.2 Manfaat Praktis a) Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa masukan baik bagi Pemerintah, Lembaga keuangan yang berbasis gadai dan masyarakat selaku debitur, dalam rangka melaksanakan ketentuan Kitab Undang - Undang Hukum Perdata, Undang - Undang No 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. b) Memberikan kepastian atas perlindungan hukum bagi PT Pegadaian ( Persero) selaku BUMN yang ditunjuk untuk menyalurkan kredit berbasis gadai dan fidusia. 10 1.6 Orisinalitas Penelitian Pegadaian merupakan lembaga yang semakin dikenal masyarakat luas dan sangat menarik untuk diulas terkait banyaknya permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan transaksi gadai sehari - hari. Setelah ditelusuri melalui judul - judul tesis yang ada di Indonesia melalui penelusuran dengan media internet ditemukan beberapa judul tesis yang menyangkut permasalahan hukum di Pegadaian. Pertama, “Perlindungan Hukum Bagi Debitur Dalam Perjanjian Gadai di PT. Pegadaian (Persero) Kota Semarang”, Tesis. Maria Agustina Istika Mariana, SH. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan menganalisa perlindungan hukum terhadap debitur dalam hal terjadinya wanprestasi yang dilakukan pihak PT. Pegadaian (Persero) terhadap benda jaminan gadai milik debitur dan untuk mengetahui dan menganalisa konsekuensi yuridis dan tanggung jawab Pegadaian atas wanprestasi yang disebabkan kelalaian pihak Pegadaian terhadap benda jaminan gadai milik debitur, misalkan pemberitahuan secara person sebelum terjadinya lelang. Kedua, “Perlindungan Hukum Terhadap Hak - Hak Nasabah Pegadaian Dalam Hal Terjadi Pelelangan Terhadap Barang Jaminan” (Studi Kasus di PT. Pegadaian (Persero) Cabang Surakarta) Endang Sri Suwarni : 1. Untuk mengetahui perlindungan hukum dalam hal terjadi pelelangan terhadap Pegadaian Cabang Surakarta. 2. Untuk mengetahui akibat hukum bila tidak dipenuhi hak-hak nasabah jika terjadi wanprestasi dari pemegang gadai. Ketiga, Yuliawati, RR. Dewi Puspa (2004) “Pertanggungjawaban PT. Pegadaian (Persero) Terhadap Barang yang Digadaikan di Kota 11 Semarang”. Masters thesis, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Adapun permasalahan yang diulas mengenai pertanggungjawaban Pegadaian terhadap barang jaminan gadai apabila barang yang digadaikan rusak/hilang juga membahas tanggung jawab Pegadaian apabila barang jaminan merupakan hasil kejahatan. Apabila dilihat dari beberapa tesis diatas, maka permasalahan yang dikaji dalam tesis ini adalah berbeda. Dalam tesis ini yang dibahas adalah bentuk perlindungan hukum bagi PT Pegadaian ( Persero ) sebagai kreditur dalam perjanjian gadai (KCA) karena Pegadaian sebagai BUMN yang dibentuk Pemerintah dengan fungsi sosial yakni memberikan kredit bagi masyarakat menengah ke bawah dengan agunan emas. Tujuan lain dari penulisan tesis ini adalah untuk mengetahui perlindungan hukum bagi PT Pegadaian ( Persero ) dalam hal jaminan gadai yang diterima bukan milik debitur dan diperoleh secara melawan hukum. Begitu pula lokasi studi kasus yang diuraikan dalam tesis ini adalah PT.Pegadaian ( Persero ) kantor Wilayah Bali. 1.7 Landasan Teoritis dan Kerangka Berpikir a. Landasan Teoritis Salah satu unsur terpenting dalam penelitian yang memiliki peranan sangat besar dalam pelaksanaan penelitian adalah teori, khususnya teori hukum. Karena teori dengan unsur ilmiah inilah yang akan mencoba menerangkan fenomena fenomena sosial yang menjadi pusat perhatian peneliti. Istilah teori hukum berasal dari bahasa Inggris yaitu theory of law. Dalam bahasa Belanda disebut 12 rechstheorie. Pengertian teori hukum menurut Bruggink adalah “suatu keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan berkenaan dengan sistem konseptual aturan - aturan hukum dan putusan - putusan hukum dan sistem tersebut untuk sebagian penting dipositifkan”. Pengertian teori hukum dalam definisi ini bermakna ganda karena teori hukum dinyatakan sebagai produk dan proses. Teori hukum dikatakan sebagai produk sebab keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan merupakan hasil kegiatan teoritis dalam bidang hukum. Sementara itu teori teoritis dikatakan sebagai proses karena perhatiannya diarahkan pada kegiatan teoritis tentang hukum atau pada kegiatan penelitian teoritis bidang hukum sendiri, tidak pada hasil kegiatan - kegiatan itu. Karena teori hukum tidak hanya mengkaji tentang norma tetapi juga hukum dalam kenyataannya. Adapun tugas teori hukum meliputi : 1. Menganalisis dan menerangkan pengertian hukum dan berbagai pengertian hukum atau konsep yuridis ( konsep yang digunakan dalam hukum). 2. Mengkaji hubungan antara hukum dengan logika; 3. Mengkaji hal - hal yang berkaitan dengan metodologi ( ajaran metode).9 Untuk mengkaji permasalahan yang diangkat dalam tesis ini maka penulis menggunakan beberapa teori yaitu: 9 H.Salim, 2012, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Rajawali Pers, RajaGrafindo Persada, Jakarta, h.42 PT. 13 a) Teori perlindungan hukum Keberadaan hukum dalam masyarakat merupakan suatu sarana untuk menciptakan ketentraman dan ketertiban masyarakat, sehingga dalam hubungan antar anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya dapat dijaga kepentingannya. Hukum tidak lain adalah perlindungan kepentingan manusia yang berbentuk norma atau kaidah. Hukum sebagai kumpulan peraturan atau kaidah mengandung isi yang bersifat umum dan normatif, umum karena berlaku bagi setiap orang, dan normatif karena menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, serta menentukan bagaimana cara melaksanakan kepatuhan pada kaidah.10 Berdasarkan uraian di atas maka dapat diketahui bahwa wujud dari peran hukum dalam masyarakat adalah memberikan perlindungan hukum kepada anggota masyarakat yang kepentingannya terganggu. Persengketaan yang terjadi dalam masyarakat harus diselesaikan menurut hukum yang berlaku, sehingga dapat mencegah perilaku main hakim sendiri. Tujuan pokok hukum sebagai perlindungan kepentingan manusia adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, sehingga terwujud kehidupan yang seimbang. Teori perlindungan hukum pada awal mulanya bersumber dari teori hukum alam atau aliran hukum alam yang dipelopori oleh Plato, Aristoteles (murid Plato) dan Zeno. Menurut pendapat Fitzgerald, menyatakan bahwa: “teori pelindungan hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan, perlindungan 10 Sudikno Mertokusumo, 2003, Mengenai Hukum ( Suatu Pengantar ), Liberty, Yogyakarta, h. 39 14 terhadap kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan di lain pihak.”11 Pada hakikatnya terdapat hubungan antara subjek hukum dengan objek hukum yang dilindungi oleh hukum dan menimbulkan kewajiban. Hak dan kewajiban yang timbul dari hubungan hukum tersebut harus dilindungi oleh hukum, sehingga anggota masyarakat merasa aman dalam melaksanakan kepentingannya. Hal ini menunjukkan bahwa perlindungan hukum dapat diartikan sebagai suatu pemberian jaminan atau kepastian bahwa seseorang akan mendapatkan apa yang telah menjadi hak dan kewajibannya, sehingga yang bersangkutan merasa aman. Indonesia adalah negara yang berdasarkan Pancasila, maka sistem perlindungan hukum yang dianut harus berpijak pada dasar Negara Pancasila, yaitu tidak hanya melihat hak dan kewajiban di dalam masyarakat. Menurut pendapat Salim H.S, teori perlindungan hukum adalah : Teori yang mengkaji dan menganalisis tentang wujud atau bentuk atau tujuan perlindungan, subyek hukum yang dilindungi serta obyek perlindungan yang diberikan oleh hukum kepada subyeknya. Unsur-unsur : 1. Adanya wujud/ bentuk/ tujuan perlindungan; 2. Subyek hukum; 3. Obyek perlindungan hukum.12 11 12 Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 53 Salim H.S, 2012, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Rajawali Pers, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta 15 Pendapat lain mengenai perlindungan hukum dikemukakan oleh Marwan Mas bahwa perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subjek hukum dalam bentuik perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.13 Perlindungan hukum sendiri dapat diwujudkan bila penegakan hukum terlaksana dengan baik pada suatu negara. Menurut sosial policy dari Malaysia, Dr. Riant Nugroho dalam bukunya yang berjudul “Public Policy for the Developing Countries”, bahwa penegakan hukum dari suatu negara sedang berkembang seperti Indonesia sebenarnya terletak pada Pemerintah negara itu sendiri. There are four models of implementation which are developed in most developing countries : government alone, govermnent as the dominant actor and people as minority patner, goverment as minority partner and people as the dominant actor, and people alone. Indeed, the first implementer is always government but we take into account to the overall process.14 Terjemahan bebas : (Terdapat empat model implementasi yang dikembangkan pada sebagian besar negara berkembang : pemerintah saja, pemerintah sebagai aktor dominan dan masyarakat sebagai mitra minoritas, pemerintah sebagai mitra minoritas dan 13 14 Marwan Mas, 2004, Pengantar Ilmu Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, Bogor, h.116. Riant Nugroho, 2012, Public Policy for the Developing ountries, Pustaka Pelajar,Yogyakarta, h. 202. 16 masyarakat, sebagai aktor dominan, dan masyarakat saja. Memang, pelaksana utama selalu pemerintah tapi kita memperhitungkan untuk keseluruhan proses). Bagaimanapun tipe penegakan hukum yang dianut Pemerintah tetap sebagai pemegang peranan utama dalam proses penegakan demi tercapainya perlindungan hukum bagi masyarakatnya. Dalam kaitannya dengan penelitian tesis ini maka teori perlindungan hukum dipergunakan sebagai pisau analisis untuk mengkaji rumusan permasalahan pertama yaitu untuk memberikan perlindungan hukum bagi Pegadaian dalam hal barang yang digadaikan bukan milik debitur. Pegadaian sebagai pihak kreditur seringkali mengalami permasalahan saat barang jaminan gadai diperoleh secara melawan hukum. Sesuai teori perlindungan dari Salim H.S yaitu mengkaji bentuk perlindungan berupa aturan dalam pasal 1977 KUHPerdata ayat (1) tentang asas kebendaan bezit dan ayat (2) tentang pembatasan bezit pada ayat (1) dengan pemberian jangka waktu tiga tahun dengan Pegadaian sebagai subjek hukumnya serta jaminan gadai sebagai objek hukumnya. Perlindungan hukum bagi Pegadaian selaku badan usaha milik negara yang dasar pembentukannya ditujukan untuk membantu perekonomian masyarakat menengah ke bawah sangat penting keberadaannya untuk Pegadaian khususnya dan masyarakat umumnya. b) Teori Perjanjian Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang mana satu pihak berhak atas sesuatu terhadap pihak lain dan pihak lain 17 berkewajiban memenuhi hak atau tuntutan itu. R.Subekti memberikan definisi perjanjian sebagai berikut :”suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seseorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk mlaksanakan suatu hal.15 Selanjutnya Sudikno Mertokusumo menyebutkan bahwa perjanjian adalah : Hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.16 Dalam pasal 1313 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata ( KUHPerdata ) yang menyatakan sebagai berikut : “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih “. Perjanjian yang sah adalah perjanjian yang memenuhi syarat pada pasal 1320 KUH Perdata yaitu : 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya 2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian 3. Suatu hal tertentu 4. Suatu sebab yang halal.17 Menurut Van Dunne, perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Ada 3 tahap : 1. Tahap pracontractual : adanya penawaran dan penerimaan; 15 R.Subekti, 1998, Hukum Perjanjian, PT Internasa, Jakarta, (selanjutnya disebut R. Subekti II), h. 1 16 Sudikno Mertokusumo, 1986, Mengenai Hukum ( Suatu Pengantar ), Liberty, Yogyakarta, 17 Ibid, h. 15. h. 96 18 2. Tahap contractual : adanya persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak; 3. Tahap post contractual : pelaksanaan perjanjian. 18 Tahap Perikatan atas barang yang dijaminkan nasabah kepada Pegadaian dilakukan melalui suatu perjanjian yang disebut dengan Surat Bukti Kredit (SBK). Perjanjian berarti adanya janji antara seseorang atau lebih untuk melaksanakan suatu hal dan dengan adanya hubungan hukum antara seseorang atau lebih itu timbullah perikatan karena pihak yang satu terikat dengan pihak yang lain demikian juga sebaliknya. Berdasarkan teori perjanjian dari Van Dunne dapat dikaji bahwa perjanjian gadai di Pegadaian meliputi tiga tahap yakni : 1) Tahap pracontractual : adanya penawaran dan penerimaan berupa jumlah uang pinjaman, pernyataan kehendak dan jumlah barang jaminan , sewa modal, biaya administrasi, dan hal - hal lain yang akan dituangkan dalam Surat Bukti Gadai ( SBG ). 2) Tahap contractual : adanya persesuaian pernyataan kehendak antara nasabah dengan Pegadaian yaitu berupa hak dan kewajiban masing masing pihak yang dituangkan dalam perjanjian gadai ( SBG ) dan ditandatangani oleh kedua pihak. 18 Salim. H.S, 2008, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia,Sinar Grafika, Jakarta, h.16. 19 3) Tahap post contractual : pelaksanaan perjanjian gadai yakni apabila salah satu pihak wanprestasi maka pihak lainnya dapat melakukan hal sesuai yang diatur dalam perjanjian gadai. c. Teori Kepastian Hukum Kepastian hukum pada dasarnya mengandung dua pengertian yaitu pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan; dan kedua , berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal - pasal dalam undang - undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu dan putusan hakim lainnya untuk kasus serupa yang telah diputuskan.19 Kepastian hukum menurut Van Apeldoorn ( dikutip dari pendapat Peter Mahmud Marzuki dalam bukunya “Pengantar Ilmu Hukum Edisi Revisi “ ) adalah meliputi dua hal sebagai berikut : a) Kepastian hukum adalah hal yang dapat ditentukan ( bepaalbaarheid ) dari hukum, dalam hal - hal yang konkrit. Pihak - pihak pencari keadilan ( yustisiabelen) ingin mengetahui apakah hukum dalam dalam suatu keadaan hal tertentu, sebelum ia memulai dengan perkara ; 19 h.135. Peter Mahmud Marzuki, 2012, Pengantar Ilmu Hukum Edisi Revisi, Kencana, Bandung, 20 b) Kepastian hukum berarti pula keamanan hukum artinya melindungi para pihak terhadap kewenang - wenangan hakim . Menurut Roscoe Pound dikatakan bahwa kepastian hukum adalah predictability yang artinya terukur dan dapat diperhitungkan.20 Konsep kepastian hukum pada dasarnya menekankan pada penegakan hukum yang berdasarkan pembuktian secara formil, artinya suatu perbuatan baru dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hanya jika melanggar suatu aturan tertulis tertentu. Pegadaian sebagai pihak kreditur, untuk mendapat kepastian pengembalian uangnya dapat meminta kepada pihak nasabah atau debitur untuk mengadakan perjanjian tambahan yang menunjuk barang – barang bergerak kepunyaan nasabah/debitur sebagai jaminan atas pelunasan utangnya. Dengan adanya jaminan tersebut maka apabila debitur lalai mengembalikan pinjaman, kreditur dapat menjual barang – barang yang dijadikan jaminan dan mengambil sebagian/seluruh hasil penjualan untuk melunasi utang debitur.21 Menurut Mariam Darus Badrulzaman arti jaminan itu sendiri berarti kekayaan yang dapat diikat sebagai jaminan, guna kepastian pelunasan dibelakang hari, kalau penerima kredit tidak melunasi hutangnya.22 Berdasarkan teori kepastian hukum Van Apeldoorn yang dijabarkan diatas dalam kajiannya dengan permasalahan kedua yaitu penyelesaian hukum dalam hal 20 Ibid, h.137. 21 Oey Hoey Tiong, 1984, Fiducia Sebagai Jaminan (Fiducia Sebagai Jaminan Unsur – Unsur Perikatan, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 8 22 Mariam Darus Badrulzaman, 1991, Perjanjian Kredit Cet. Ke 5, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 28 21 barang jaminan gadai bukan milik debitu yang diperoleh secara melawan hukum, yakni pihak pencari keadilan ( polisi, jaksa dan hakim ) berdasarkan kepada ketentuan pasal 1977 ayat (1) dan (2) KUHPerdata di dalam menelaah sengketa tersebut. Dalam ayat (1) Pegadaian diberikan perlindungan dalam hal barang jaminan gadai bahwa siapa yang membawa dianggap sebagai pemiliknya. Namun dalam ayat (2) diberikan pembatasan bahwa pemilik sebenarnya dapat menggugat kepemilikannya dalam jangka waktu tiga tahun sejak bendanya tersebut hilang atau dicuri. Pembatasan dengan jangka waktu yang terlalu lama ini tidak memberikan Pegadaian kepastian hukum jaminan gadai karena memungkinkan penyitaan apabila terlibat sengketa hukum. Dalam hal tersebut maka kepastian hukum dalam arti keamanan hukum bagi Pegadaian tidak terlaksana karena jaminan gadai akan disita setiap timbul sengketa akibat jaminan gadai bukan milik debitur yang diperoleh secara melawan hukum. d. Teori Kerugian Teori lain yang dipergunakan adalah teori kerugian, menurut Huala Adolf bahwa kesepakatan itu adalah mengikat karena para pihak telah menyatakan dirinya untuk mengandalkan para pihak yang menerima janji dengan akibat adanya kerugian. Dengan kata lain pelanggaran kesepakatan akan menimbulkan kerugian. Kontrak perjanjian yang merupakan persetujuan para pihak melahirkan hak dan kewajiban yang dipenuhi para pihak yang terikat dalam perjanjian tersebut. Akibat dari pertukaran hak dan kewajiban tersebut akan menimbulkan tanggung jawab tersebut. Dalam hukum internasional, setiap perbuatan yang 22 merugikan pihak lainnya harus bertanggungjawab dengan cara membayar ganti rugi.23 Teori ini berkaitan dengan permasalahan kedua yakni penyelesaian hukum dalam hal barang jaminan gadai bukan milik debitur dan diperoleh secara melawan hukum. Keberadaan jaminan gadai yang diagunkan oleh nasabah selaku pihak kreditur, apabila salah satu pihak wanprestasi maka pihak tersebut akan mengalami kerugian atas ingkarnya terhadap perjanjian gadai yang telah disepakati. Dalam permasalahan ini saat jaminan gadai disita menyebabkan Pegadaian mengalami kerugian baik modal maupun sewa modal yang berjalan, sehingga Pegadaian berhak atas ganti rugi dari pihak nasabah yang melakukan perikatan dengan Pegadaian melalui Surat Bukti Gadai ( SBG ). Pada umumnya setiap orang harus bertanggung jawab atas perbuatan hukumnya, berarti ada keterikatan berupa tanggung jawab hukum (legal liability ) terhadap ketentuan ketentuan hukum, dalam hal ini keterikatan antara debiur dengan kreditur. Kerugian tentunya berkaitan juga dengan tanggungjawab. Pasal 1365 BW yang terkenal sebagai pasal yang mengatur tentang perbuatan melawan hukum memegang peranan penting dalam hukum perdata. Dalam pasal 1365 BW tersebut memuat ketentuan sebagai berikut : “Setiap perbuatan melawan hukum yang oleh karenanya menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya menyebabkan kerugian itu mengganti kerugian” 23 Huala Adolf, 2002, .Aspek - Aspek Negara Dalam Hukum Internasional, cetakan III, Rajawali Pers, jakarta, h.87. 23 Dari pasal tersebut dapat dilihat bahwa untuk mencapai suatu hasil yang baik dalam melakukan gugatan berdasarkan perbuatan melawan hukum maka harus dipenuhi unsur “kerugian” yang ditimbulkan.24 Dalam pengertian bahwa kerugian yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum dapat berupa: a. Kerugian materiil, dimana kerugian materiil dapat terdiri dari kerugian yang nyata-nyata diderita dan keuntungan yang seharusnya diperoleh. Jadi pada umumnya diterima bahwa si pembuat perbuatan melawan hukum harus mengganti kerugian tidak hanya untuk kerugian yang nyata-nyata diderita, juga keuntungan yang seharusnya diperoleh. b. Kerugian idiil, dimana perbuatan melawan hukum pun dapat menimbulkan kerugian yang bersifat idiil seperti ketakutan, sakit dan kehilangan kesenangan hidup. Untuk menentukan luasnya kerugian yang harus diganti umumnya harus dilakukan dengan menilai kerugian tersebut, untuk itu pada azasnya yang dirugikan harus sedapat mungkin ditempatkan dalam keadaan seperti keadaan jika terjadi perbuatan melawan hukum. Pihak yang dirugikan berhak menuntut ganti rugi tidak hanya kerugian yang telah ia derita pada waktu diajukan tuntutan akan tetapi juga apa yang ia akan derita pada waktu yang akan datang. 24 Law Community, Perbuatan Melawan Hukum, http://wonkdermayu.wordpress.com/artikel/perbuatan-melawan-hukum/, diunduh pada 25 Juni 2014 24 1. Adanya hubungan causal antara perbuatan dan kerugian. Untuk memecahkan hubungan causal antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian, terdapat dua teori yaitu : a. Condition sine qua non, dimana menurut teori ini orang yang melakukan perbuatan melawan hukum selalu bertanggung jawab jika perbuatannya condition sine qua non menimbulkan kerugian (yang dianggap sebagai sebab dari pada suatu perubahan adalah semua syarat-syarat yang harus ada untuk timbulnya akibat). b. Adequate veroorzaking, dimana menurut teori ini si pembuat hanya bertanggung jawab untuk kerugian yang selayaknya dapat diharapkan sebagai akibat dari pada perbuatan melawan hukum. Terdapat hubungan causal jika kerugian menurut aturan pengalaman secara layak merupakan akibat yang dapat diharapkan akan timbul dari perbuatan melawan hukum. Dalam kaitannya dengan permasalahan kedua yang dibahas pada penelitian tesis ini, dimana kerugian diakibatkan debitur tidak melaksanakan kewajibannya untuk melunasi kredit yang telah diberikan oleh pihak Pegadaian dan barang jaminan yang dipergunakan adalah milik orang lain. 25 b. Kerangka berpikir UUD 1945 Pasal 33 ayat (1) : Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan ayat (2) : Cabang - cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN Pasal 2 angka 1 : maksud dan tujuan didirikan BUMN UU No. 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia PP No. 51 tahun 2011 tentang PT Pegadaian ( Persero ) Pasal 2 ayat (1) tentang maksud dan tujuan Pegadaian adalah untuk melakukan usaha dibidang gadai dan fidusia baik secara konvensional maupun syariah dan jasa lainnya di bidang keuangan Landasan Teori Teori Perjanjian Teori Perlindungan Hukum Teori Kepastian Hukum Teori Kerugian 26 Berdasarkan landasan teori mengacu pada pengkajian permasalahan dapat diajukan kerangka berfikir, bahwa Pegadaian adalah sebagai subjek hukum yang juga berhak mendapat perlindungan hukum atas hak - haknya sesuai dengan perjanjian gadai yang diadakan dengan debitur. Pegadaian selaku badan usaha milik negara melaksanakan tugasnya sesuai dengan yang diamanatkan pasal 33 ayat (1) dan (2) UUD 1945 dan UU No 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara khususnya pasal 2 angka 1 yang mengatur bahwa maksud dan tujuan didirikan BUMN adalah : memberikan sumbangan bagi perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya; mengejar keuntungan; menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak; serta turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat. Keberadaan Pegadaian sebagai BUMN diatur tersendiri dalam PP yang terbaru yakni dalam Peraturan Pemerintah No 51 tahun 2011. Debitur beserta jaminan gadai otomatis terikat dengan disetujuinya perjanjian berupa surat bukti kredit, dimana isinya disesuaikan dengan hukum gadai yang tertuang dalam KUHPerdata. Begitu pula halnya dengan jaminan gadai yang diterima di Pegadaian kepemilikannya mengacu pada asas kebendaan sesuai yang diatur dalam Pasal 1977 KUHPerdata. Berdasarkan pada asas kebendaan dan itikad baik, maka siapa yang membawa jaminan gadai ke Pegadaian untuk digadaikan dianggap sebagai pemiliknya, kecuali pihak ketiga yang mengaku sebagai pemilik barang dapat membuktikan hak miliknya itu, sesuai yang diatur dalam pasal 572 27 KUHPerdata. Keberadaan perjanjian atas jaminan gadai antara Pegadaian sebagai kreditur dengan nasabah sebagai debitur berfungsi sebagai hukum dan mengikat para pihak demi adanya kepastian hukum bagi para pihak. Dalam Peraturan Direksi No 5 Tahun 2014 tentang SOP Pegadaian untuk kredit cepat dan aman ( KCA ) menentukan bahwa bukti kepemilikan barang jaminan ( BJ ) dibagi menjadi : 1. Bukti kepemilikan untuk BJ yang terdaftar pada Register Negara yaitu bukti kepemilikan barang yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang menurut perundang - undangan yang berlaku, misalnya kendaraan bermotor dibuktikan dengan adanya BPKB ( Bukti Pemilik Kendaraan Bermotor ) dan bukti lainnya. 2. Bukti kepemilikan untuk BJ yang tidak terdaftar pada Register Negara, maka untuk BJ jenis ini berlaku ketentuan pasal 1977 KUHPerdata yaitu terhadap benda bergerak yang tidak berupa bunga maupun piutang yang tidak harus harus divayar kepada si pembawa, maka barang siapa yang menguasainya dianggap sebagai pemiliknya, misalnya : emas, berlian,alat elektronik dan sebagainya. PT Pegadaian ( Persero ) sebagai pihak kreditur seringkali mengalami sengketa saat barang jaminan gadai yang diagunankan ternyata adalah hasil pencurian sehingga diduga sebagai penadahan. Hal ini tentu menyebabkan kerugian bagi Pegadaian seusai dengan teori kerugian bahwa kesepakatan itu adalah mengikat karena para pihak telah menyatakan dirinya untuk mengandalkan para pihak yang menerima janji dengan akibat adanya kerugian. Dengan kata lain 28 pelanggaran kesepakatan akan menimbulkan kerugian. Pegadaian yang telah memberikan kredit dengan jaminan akan mengalami kerugian saat jaminan yang disengketakan disita oleh Penyidik dan tidak dikembalikan kepada Pegadaian. Perlindungan hukum bagi Pegadaian selaku badan usaha milik negara yang dasar pembentukannya ditujukan untuk membantu perekonomian masyarakat menengah ke bawah khususnya penyaluran kredit menengah ke bawah sangat penting keberadaannya untuk Pegadaian khususnya dan masyarakat umumnya. Perlindungan hukum terwujud apabila efektifitas berfungsinya hukum dalam suatu masyarakat erat kaitannya dengan kesadaran hukum masyarakat itu sendiri. kesadaran hukum warga masyarakat berimplikasi pada penegakan hukum pada masyarakat tersebut. Menurut Soerjono Soekanto, menegaskan aplikasi pendekatan sistim penegakan hukum terletak pada faktor - faktor yaitu : 1. Faktor hukumnya sendiri; 2. Faktor penegak hukumnya, yakni pihak - pihak yang membentuk yang menerapkan hukum; 3. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum itu berlaku atau diterapkan; 4. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegak hukum; 5. Faktor kebudayaan yakni sebagai hasil karya dan karsa yang didasari oleh rasa manusia didalam pergaulan hidup. Kelima faktor tersebut merupakan esensi dari penegakan hukum dan merupakan tolak ukur efektifitas hukum dan penegakan atas perlindungan hukum. Upaya perlindungan hukum secara preventif adalah melalui perjanjian baku dalam surat 29 bukti kredit, sedangkan upaya perlindungan represif dapat dilakukan dengan cara menggunakan jalur litigasi yaitu penyelesaian dan pembuktian di pengadilan negeri setempat. 1.8 Metode Penelitian a. Jenis Penelitian Objek penelitian dalam ilmu hukum adalah norma atau kaedah hukum. Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan atuan hukum, prinsip prinsip hukum, maupun doktrin - doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Hal ini sesuai dengan karakter preskriptif ilmu hukum.25 Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah jenis penelitian hukum empiris, yaitu penelitian hukum yang objek kajiannya meliputi ketentuan dan mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif (kodifikasi, UndangUndang atau kontrak) secara in action/in abstracto pada setiap peristiwa hukum yang terjadi dalam masyarakat (in concreto).26 Morris L. Cohen and Kent C. Olson dalam bukunya yang berjudul Legal Research memberikan pendapatnya mengenai penelitian hukum yaitu:“legal research is an essential component of legal practice. It is the process of finding the law that governs an activity and materials that explain or analyze that law”27 25 Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Prenada Media, jakarta, h.35. 26 Abdulkadir Muhamad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, (selanjutnyadisebut Abdulkadir Muhammad I) h. 134. 27 Morris L. Cohen and Kent C. Olson, 2000, Legal Research, West Group, ST. Paul Minn, Printed in the United States of America, page 1. 30 yang artinya bahwa penelitian hukum yang berdasarkan kaidah perundangundangan sebagai suatu hal yang penting dalam penerapan hukum secara praktek. Penelitian ini dilakukan untuk memastikan apakah hasil penerapan pada peristiwa hukum in concreto itu telah sesuai atau tidak dengan ketentuan UndangUndang atau kontrak telah dilaksanakan sebagaimana mestinya atau tidak sehingga para pihak yang berkepentingan mencapai tujuannnya. Penelitian yuridis empiris harus dilakukan di lapangan dengan metode dan teknik penelitian lapangan yaitu mengadakan kunjungan dan berkomunikasi dengan para pihak yang berkaitan langsung. Dalam tesis ini penelitian dilaksanakan di PT Pegadaian (Persero) Kanwil Denpasar di Bali. b. Sifat Penelitian Penelitian Perlindungan Hukum Terhadap PT Pegadaian ( Persero ) Dalam Hal Barang Jaminan Gadai Bukan Milik Debitur di Bali adalah penelitian yang bersifat deskriptif, bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat - sifat individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.28 28 Amiruddin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja GrafindoPersada, Jakarta, h. 25. 31 c. Data dan Sumber Data Dalam penelitian hukum empiris data dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu: 1. Data primer, yaitu data yang diperoleh terutama dari penelitian yang dilakukan langsung didalam masyarakat.29 Sumber data primer yang diperoleh dari penelitian ini dengan melakukan penelitian yang berlokasi di Kota Denpasar, Provinsi Bali, yaitu dengan melakukan penelitian pada PT Pegadaian (Persero) Kanwil Denpasar. Penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan wawancara dengan informan dan responden yang ada pada lokasi penelitian tersebut. Informan, adalah orang atau individu yang memberikan informasi data yang dibutuhkan oleh peneliti sebatas yang diketahuinya. Informan diperlukan didalam penelitian empiris untuk mendapatkan data secara kualitatif. Responden, adalah seseorang atau individu yang akan memberikan respons terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Responden ini merupakan orang atau individu yang terkait secara langsung dengan data yang dibutuhkan.30 2. Data Sekunder diperoleh melalui penelitian kepustakaan (Library Research) dengan menggunakan bahan-bahan hukum sebagai berikut:31 i. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang terdiri dari : 29 Ibid, h. 156 30 Ibid, h. 174 31 Ronny Hanitijo Soemitro, 2002, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 24. 32 (a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (b) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata; (c) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara; (d) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2011 tentang PT. Pegadaian; ii. Bahan hukum sekunder, yang terdiri dari literatur-literatur, bukubuku, makalah, dan jurnal yang ditulis oleh para ahli dan dokumendokumen yang berkenaan dengan masalah yang dibahas. iii. Sedangkan Bahan hukum tersier, yang terdiri dari kamus dan ensiklopedi.32 d. Teknik Penentuan Sampel Penelitian (a) Lokasi Penelitian Adapun lokasi penelitian meliputi kantor - kantor cabang PT Pegadaian ( Persero ) di Bali yang pernah mengalami kasus bahwa jaminan gadai yang ternyata merupakan hasil kejahatan, PT Pegadaian ( Persero ) Kanwil VII Denpasar khususnya bagian L.O ( Legal Officer ) sebagai bagian perlindungan hukum dari perusahaan tersebut, sehingga lokasi tersebut memenuhi kriteria yang diperlukan dan dapat mewakili karakteristik penelitian yang dilakukan. 32 Amiruddin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 120 33 (b) Teknik Pengambilan Sampel Secara metodologis, teknik pengambilan sample dapat dibedakan menjadi teknik probility sampling dan teknik non probility sampling. Salah satu teknik dari non probility sampling adalah secara proposite sampling yang mana sample dipilih berdasarkan pertimbangan/penelitian subyektif dari penelitian jadi dalam hal ini peneliti menentukan sendiri responden dan informan mana yang dianggap dapat mewakili populasi. Dalam penelitian ini, responden dan informan yang akan dipilih menjadi sample adalah responden yang memenuhi karakteristik pemilihan masalah, meliputi para pegawai kantor - kantor cabang dibawah Kantor Wilayah Denpasar yang pernah dipanggil bersaksi perihal jaminan gadainya adalah barang curian, pihak ketiga sebagai pemilik sebenarnya dari jaminan gadai, pihak - pihak dari instansi terkait seperti Legal Officer sebagai pemberi perlindungan hukum bagi PT Pegadaian ( Persero ). e. Teknik Pengumpulan Data (a) Teknik pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara studi kepustakaan memperoleh (dokumentasi) data dengan yaitu serangkaian cara membaca, usaha untuk menelaah, mengklasifikasikan dan dilakukan pemahaman terhadap bahan bahan yang berupa peraturan, konvensi serta buku - buku literatur yang ada relevansinya dengan permasalahan diatas, hasil dari kegiatan 34 pengkajian tersebut kemudian dibuat ringkasan secara sistematis sebagai intisari hasil pengkajian studi dokumen. (b) Teknik pengumpulan data primer dilakukan dengan studi lapangan yaitu suatu cara untuk memperoleh data dengan cara terjun langsung ke lapangan untuk melakukan observasi ( pengamatan ) dan interview. Interview adalah mengajukan pertanyaan - pertanyaan, emminta keterangan dan penjelasan - penjelasan sambil menilai jawaban jawabannya, sekaligus interviewer mengadakan paraphrase, mengingat dan mencatat jawaban - jawabannya.33 Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data primer hanya dilakukan dengan wawancara mendalam/interview terhadap Pegawai PT Pegadaian ( Persero ) di Bali. f. Teknik Pengolahan Data Pengolahan data adalah kegiatan merapikan data hasil pengumpulan data di lapangan sehingga siap pakai untuk dianalisa.34 Setelah data dikumpulkan kemudian data diolah secara kualitatif dengan melakukan studi perbandingan antara data lapangan dengan data kepustakaan sehingga akan diperoleh data yang bersifat saling menunjang antara teori dan praktik. 33 34 Ronny Hanitijo Soemitro, Op.cit, h. 72. Bambang Waluyo, 2002, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, h. 72. 35 g. Teknik Analisis Data Dalam menganalisa data yang telah dikumpulkan tersebut, digunakan metode analisis deskriptif, yaitu menggambarkan dengan kata-kata atau kalimat yang dipisah-pisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan.35 Dalam metode analisis deskriptif, setelah data dianalisis kemudian disusun kembali secara sistematis sehingga mendapatkan kesimpulan tentang permasalahan hukum dalam penelitian ini. 35 Suharsini Arikunto, 2001, Prosedur Penelitian, Cetakan Ke empat, Bina Aksara, Jakarta, h. 194.