PERAN KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA (KPAI) DALAM MENGATASI KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah Dan Hukum Untuk Memenuhi Salahsatu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) oleh : HILMAN REZA 108048000021 KONSENTRASI KELEMBAGAAN NEGARA P R O G R AM S T U D I I L M U HUKUM FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1435 H/2014 M i PERAN KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA (KPAI) DALAM MENGATASI KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah Dan HukumUntuk Memenuhi SalahSatu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh HILMAN REZA NIM: 108048000021 Pembimbing I Pembimbing II KONSENTRASI KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1435 H/2014 M ii LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI Skripsi berjudul “PERAN KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA DALAM MENGATASI KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK”, telah diujikan dalam Sidang Munaqosah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada tanggal 23 Januari 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) pada Program Studi Ilmu Hukum. Jakarta, 23 Januari 2014 iii LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 9 Januari 2014 iv ABSTRAKSI Nama NIM Prodi/Konsentrasi Judul Skripsi : Hilman Reza : 108048000021 : Ilmu Hukum/Kelembagaan Negara : Peran Komisi Perlidungan Anak Indonesia (KPAI) dalam Mengatasi Kekerasan Seksual Terhadap Anak Melihat jumlah kekerasan seksual terhadap anak yang samakin tinggi dan meresahkan. Dari database akhir November 2013 lalu KPAI mencatat kasus yang melibatkan kekerasan seksual sebanyak 526 kasus. Kaitannya dengan hal itu, KPAI secara normatif, mempunyai kewenangan untuk berperan sebagai pelidung anak dalam mengatasi kasus kekerasan seksual terhadap anak. Hal tersebut bisa dilihat dari pasal 76 UU No. 23 tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak, bahwa KPAI berfungsi dan bertugas untuk: menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap pelanggaran perlindungan anak. Namun dalam beberapa hal penanganan kasus kekerasan yang terjadi pada anak, sering kali KPAI hanya bersikap pasif, dan yang paling sangat terlihat KPAI sering tertinggal langkahnya oleh lembaga swadaya masyarakat lainnya dalam menangani kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak. Setelah melakukan penelahaan komprehensif dalam beberapa kasus kekerasan seksual, KPAI telah berperan untuk melakukan penelahaan, pemantauan, evaluasi dan mengawasi bentuk pelanggaran yang melibatkan anak-anak, dalam konteks ini kasus kekerasan seksual terhadap anak. Sejak didirikannya KPAI melalui Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang perlidungan anak pada tahun 2002 silam hingga sekarang, KPAI mengalami beberapa permasalahan serta hambatan yang cukup rumit. Dalam melakukan dorongan kepada para pihak yang berkepentingan seperti kepada pemerintah, pemangku kebijakan, aparat penegak hukum, orang tua ataupun masyarakat untuk betul-betul memberikan dorongan, masukan, sosialisasi kepada seluruh masyarakat Indonesia bahwa kepentingan untuk tumbuh dan berkembangnya seorang anak itu tetap harus dijaga. Hal itu tidaklah semudah membalikan tangan ketika terjadi suatu pristiwa kekerasan seksual bagi para pihak untuk menyelesaikannya. Kendala dan tantangan yang dihadapi KPAI sebagai berikut: a) Legal Standing Penanganan Perkara KPAI, b) Perlindungan Anak Belum Prioritas Bagi Pemerintah Indonesia, c) Minimnya Database Informasi KPAI, d). Minimnya pemahaman masyarakat, penegak hukum dan stake holders (pihak berkepentingan) dalam kerangka perlidungan hak anak menjadi penghambat tersendiri bagi KPAI. Ada beberapa catatan penting dalam penelitian ini, yaitu peran Komisi Perlidungan Anak Indonesia (KPAI) dalam mengatasi kasus kekerasan seksual terhadap anak, penulis menemukan point penting yang perlu dicermati. Sesuai dengan v tugasnya dalam konteks ini mengatasi kasus kekerasan seksual terhadap anak yaitu KPAI telah pengumpulan data, informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap apapun. Seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 B (2) menyatakan bahwa: “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh kembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Namun paya Perlidungan Anak dalam mengatasi kasus kekerasan seksual terhadap anak, secara garis besar KPAI telah berperan secara pasif dalam mengupayakan bentuk perlidungan kepada anak Indonesia, bertolak belakang dengan amanat UUD 1945. Key Word : Komisi Perlidungan Anak Indonesia (KPAI), Kekerasan Seksual Anak. vi KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, taufiq, dan hidayat-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PERAN KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA DALAM MENGATASI KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK.” Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya dan para sahabatnya yang telah menyampaikan dan mengajarkan kepada semua manusia tentang hakikat kehidupan yang sebenarnya. Tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis jumpai dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis sadar bahwa tidak mungkin menyelesaikan semua ini sendirian. Penulis menyadari akan pentingnya orang-orang yang telah memberikan pemikiran dan dukungan baik langsung maupun tidak langsung, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan sesuai yang diharapkan, karena dengan adanya mereka segala macam hambatan dapat teratasi oleh Penulis. Oleh sebab itu, sudah sepantasnya pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada: 1. Prof. Dr. Komarudin Hidayat selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Prof. Dr. H. Moh. Amin Suma, SH., MH., MM selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. vii 3. Dr. Djawahir Hejazziey, SH., MA dan Drs. Abu Tamrin, SH., M. Hum selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Euis Nurlaelawati, MA., Ph.d selaku Dosen Pembimbing Akademik. 5. Afwan Faizin, M.A. dan serta Dedy Nursamsi, SH., M.Hum. selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk selalu memberikan arahan dan bimbingan serta motivasi yang sangat berarti demi kelancaran penulisan skripsi. 6. Segenap Bapak dan Ibu Dosen atau Staf Pengajar Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis, selama duduk di bangku perkuliahan, semoga menjadi bekal hidup kami. 7. Segenap Jajaran Staf Perpustakaan Fakultas dan Perpustakaan Utama yang telah banyak membantu dalam pengadaan referensi-referensi sebagai bahan rujukan skripsi. 8. Lembaga Komisi Perlindungan Anak terutama Bpk. Diinil yang telah memberikan kesempatan kepada Penulis untuk memperoleh data dan informasi yang Penulis butuhkan untuk menyelesaikan skripsi ini. 9. Orang tua ananda yaitu Ayahanda tercinta H. Husen dan Ibunda tercinta Hj. Rahmawati, yang telah membesarkan, mendidik, memotivasi, dan mendoakan penulis hingga dapat melanjutkan kuliah di Perguruan Tinggi dan dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. viii 10. Kakak-kakakku tercinta Iin Usmaini, Yeni Riska, Fatimah yang selalu menjadi motivasi dan kekuatan untuk menyelesaikan skripsi ini, dan saya harap mereka dapat juga berjuang untuk terus menimba ilmu demi masa depan yang lebih cemerlang. 11. Keluarga Besar Kakek H. Hasan (alm) yang telah banyak memberikan motivasi dan inspirasi bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 12. Sahabat-sahabat seperjuangan Chaerul, Rida Farida, Al-Myzan, Firdaus, Wijayandaru, Wahid , Zulpikar, Martin, Arief, Kholifah, Fauziah dan sahabatsahabat Ilmu Hukum angkatan 2008 lainnya, semoga kita mendapatkan kesuksesan dan bermanfaat bagi yang lainnya. 13. Iin Kurnia, Azmie, Sofyan, Atiyah, dan teman-teman KKN API, semoga kita bisa saling terus memotivasi. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca. Jakarta, 9 Januari 2014 Penulis (Hilman reza) ix DAFTAR ISI Halaman LEMBAR JUDUL ............................................................................................................. i LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................................ ii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ........................................................................... iii LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ...................................................... iv ABSTRAKSI ..................................................................................................................... v KATA PENGANTAR ...................................................................................................... vii DAFTAR ISI ..................................................................................................................... x BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1 A. Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1 B. Batasan dan Rumusan Masalah .................................................................. 10 C. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 12 D. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 12 E. Metodelogi Penelitian ................................................................................ 14 F. Riview Studi Terdahulu ............................................................................. 15 G. Sistematika Penulisan ................................................................................ 18 BAB II KOMISI PERLIDUNGAN ANAK INDONESIA (KPAI) ......................... 20 A. Pengertian Komisi Perlidungan Anak ....................................................... 20 B. Asal Usul Berdirinya KPAI ........................................................................ 26 C. Struktur Organisasi KPAI ........................................................................... 31 D. Visi dan Misi KPAI..................................................................................... 33 x E. Peraturan Tentang Perlindungan Anak ....................................................... 36 BAB III KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK ........................................ 43 A. Pengertian Kekerasan Seksual ..................................................................... 43 B. Bentuk Kekerasan seksual ........................................................................... 47 C. Faktor Penyebab Kekerasan Seksual ........................................................... 49 D. Kasus Kekerasan Seksual di Indonesia ....................................................... 51 E. Pemidanaan Kasus kekerasan Seksual terhadap Anak ............................... 54 BAB IV EFEKTIVITAS KINERJA KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA DALAM MENGATASI KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK ......................................................................................... 58 A. Peran KPAI Dalam Mengatasi Kekerasan Seksual Terhadap Anak ............ 58 B. Hambatan KPAI Dalam Mengatasi Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak.............................................................................................................. 71 C. Efektivitas Kinerja KPAI Dalam Mengatasi Kekerasan Seksual Terhadap Anak ............................................................................................. 76 BAB V PENUTUP .......................................................................................................... 86 A. Kesimpulan ................................................................................................ 86 B. Saran-saran ................................................................................................. 88 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 90 LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................................... xi 1. Surat Wawancara .................................................................................................... 2. Surat Hasil Wawancara KPAI................................................................................. 3. Hasil Transkip Wawancara ..................................................................................... 4. Foto Wawancara...................................................................................................... xii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa bulan terakhir ini, kasus kekerasan seksual pada anak kembali marak terjadi di Indonesia. Seperti yang diberitakan oleh beberapa media, Komnas Anak mencatat bahwa kasus kekerasan seksual pada anak terjadi di Indonesia kini mencapai 730 kasus.1 Jika kita melihat lebih jauh, kekerasan seksual pada anak beragam modusnya, ada yang menjadi pegawai pajak, kasus pencabulan anak jalanan yang dilakukan oleh koordinatornya dan sebagainya. Kekerasan seksual pada anak ini sangatlah memprihatinkan banyak pihak sekolah-sekolah serta ibu-ibu yang memiliki anak. Kekerasan seksual (sexual violence) terhadap anak merupakan bentuk perlakuan yang merendahkan martabat anak dan menimbulkan trauma yang berkepanjangan. Bentuk perlakuan kekerasan seksual seperti digerayangi, diperkosa, dicabuli atapun digaulli dengan paksaan telah membawa dampak yang 1 Lihat “Indonesia Harus Perangi Kejahatan Seksual Terhadap Anak” lebih lengkap baca: http://www.investor.co.id/family/indonesia-harus-perangi-kejahatan-seksual-terhadapanak/72742. Diakses pada tanggal 26 November 2013 Pukul 19.30 WIB 1 2 sangat endemik, dalam kacamata psikologis anak akan menyimpan semua derita yang pernah ada,2 terlebih kekerasan seksual pada anak.3 Kekerasan seksual yang ditonjolkan hari-hari ini merupakan pembuktiaan bahwa bentuk eksploitasi terhadap anak dilakukan oleh pelaku yang memiliki kekutan fisik lebih, hal itu dilakukan demi kepuasan seksual orang dewasa. Kekuatan fisik dijadikan sebagai alat untuk mempelancar usaha-usaha jahatnya.4 Pelaku dapat dengan mudah memperdayakan anak sehingga mau menuruti segala perintah orang yang meyuruhnya. Apabila jika perintah tersebut diimingi-imingi, dijanjikan dengan sesuatu atau dibujuk oleh pelaku, hingga akhirnya korban diperlakukan serta dilecehkan dengan beragam bentuk. Kekerasan seksual terhadap anak juga dikenal dengan istilah child sexual abuse. Dalam banyak kejadian, kasus kekerasan seksual terhadap anak sering tidak dilaporkan kepada kepolisi. Kasus tersebut cenderung dirahasiakan, bahkan jarang dibicarakan baik oleh pelaku maupun korban. Para korban merasa malu karena menganggap hal itu sebagai sebuah aib yang harus disembunyikan rapatrapat atau korban merasa takut akan ancaman pelaku. Sedangkan si pelaku merasa malu dan takut akan di hukum apabila perbuatannya di ketahui. 2 Kartini Kartono, Patologi Sosial II Kenakalan Remaja, (Jakarta: CV. Rajawali, 1992), hal. 8 3 Lihat pula hasil monitoring korban kekerasan seksual oleh LBH Jakarta. LBH Jakarta, Mengawal Perlindungan Anak berhadapan dengan Hukum, (Jakarta: LBH Jakarta, 2012), hal. 93 dan 124 4 Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan seksual: Advokasi atas Hak Asasi Perempuan, (Bandung: RefikaAditama, 2001), hal. 32. 3 Keenggan pihak keluarga melaporkan kasus child sexual abuse yang dialami, bisa jadi merupakan salah satu sebab kasus tersebut menjadi seperti fenomena gunung es. Karena yang tampak hanya sebagai kecil saja, sedangkan bagaian besar tidak tampak. Apalagi jika kasus tersebut menyangkut pelaku orang terkenal, tokoh masyarakat, dikenal dengan dekat oleh korban atau ada hubungan keluarga antara korban dan pelaku.5 Kekerasan seksual terhadap anak merujuk pada prilaku seksual yang tidak wajar dalam berhubungan seksual merugikan pihak korban yang masih anakanak dan merusak kedamaian ditengah masyarakat, adanya kekerasaan seksual yang terjadi, maka penderitaan korbannya telah menjadi akibat serius yang membutuhkan perhatian.6 Child abuse antara lain dirumuskan sebagai suatu bentuk tindakan yang bersifat tidak wajar pada anak dan biasanya dilakukan oleh orang dewasa. Para pakar umumnya memberikan definisi ini menjadi suatu bentuk perlakuan salah terhadap anak baik secara fisik (physically abused) seperti penganiayaan, pemukulan, melukai anak, maupun kejiwaan (mentally abused) seperti melampiaskan kemarahan terhadap anak dengan mengeluarkan kata-kata kotor dan tidak senonoh. Bentuk lain dari tindakan tidak wajar terhadap anak dapat 5 Lihat kasus di tanjung priok yang melibatkan seorang tokoh masyarakat. LBH Jakarta, Mengawal Perlindungan Anak berhadapan dengan Hukum, (Jakarta: LBH Jakarta, 2012), hal. 113 6 Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan seksual: Advokasi atas Hak Asasi Perempuan, (Bandung: RefikaAditama, 2001),hal. 32. 4 juga berbentuk perlakuan salah secara seksual (sexual abused). Contoh tindakan ini antara lain kontak seksual langsung yang dilakukan antara orang dewasa dan anak berdasarkan paska (perkosaan) maupun tanpa paksaan (incest). Tindakan perlakuan salah secara seksual lainnya adalah eksploitasi seksual seperti prostitusi anak dan pelecehan seksual terhadap anak.7 Kekerasaan dan abuse seksual pada masa kanak-kanak sering tidak teridentifikasikasi karena berbagai alasan (terlewat dari perhatiaan, anak tidak dapat memahami apa yang terjadi pada dirinya, anak diancam pelaku untuk tindak melaporkan kejadiaan yang dialaminya, atau laporan anak tidak ditanggapi secara serius karena berbagai alasaan misalnya, atau laporan anak tidak ditanggapi secara serius karena berbagai alasaan misalnya anak tidak dipercaya, atau reaksi denial, pengingkaran dari orang-orang dewasa yang dilapori anak tentang kejadiaan sesungguhnya.8 Kekerasaan seksual dapat terjadi di dalam lingkungan keluarga maupun diluar keluarga (masyarakat). Perbuatan tersebut dapat dilakukan oleh mereka yang mempunyai hubungan sebagai anggota keluarga, kerabat, tentangga bahkan 7 Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan seksual: Advokasi atas Hak Asasi Perempuan, (Bandung: Refika Aditama, 2001), 99 8 E. Kristi Poerwandari, Mengungkap Seluung Kekerasan: Telaah Filsafat Manusia, (Bandung: Eja Insani, 2004), hal.8 5 orang yang tidak dikenal oleh si anak.9Anak memiliki posisi yang paling lemah dalam lingkungan keluarga, masyarakat dan negara.10Anak merupakan individu yang belum baik secara fisik, mental maupun sosial karena kondisinya rentan, tergantung dan masih berkembangjika dibandingkan dengan orang dewasa jelas anak lebih beresiko tehadap tindakan kekerasaan, eksloitasi, penelantaran, dan lain-lain. Secara umum akibat dari kekerasaan terhadap anak adalah sangat serius dan berbahaya karena seseorang anak sedang berada pada masa pertumbuhan baik fisik maupun mental. Secara anak yang menalami kekerasan jika penananannya tidak tepat maka ia akan mengalami cacat yang bukan pada fisik saja tetapi juga pada mental dan emosinya. Kecacatan mental dan emosi inilah yang akan merubah hidup dan masa depan serta akan dibawanya serus hingga dewasa. Kebanyakan korban kekerasaan seksual pada anak berusia sekitar 5 hingga 11 tahun. Bahkan kasus yang terbaru yaitu bayi berumur 9 bulan menjadi korban kekerasan seksual pula.11Bagi pelaku jenis kelamin tidak berpengaruh 9 Purnianti, Informasi Masalah Kekerasan Dalam Keluarga, (Jakarta: Mitra Perempuan, 1999), hal. 95. 10 YLBHI, Panduan Bantuan Hukum di Indonesia, (Jakarta: YLBHI dan PSHK, 2007), cet. Ke-2, hal. 348 11 “Cabuli Bayi A Lebih dari Sekali”.Lihat lebih lengkap:http://news.liputan6.com/read/738357/paman-cabuli-bayi-a-lebih-dari-sekali.Diakses pada tanggal 26 November 2013 Pukul 19.30 WIB 6 dalam melakuan kekerasan seksual yang penting bagi pelaku hasrat seksual mereka dapat tersalurkan. Modus pelaku dalam mendekati korban sangat berfariasi misalnya mereka tingal mendekati korban dan mengajaki ngobrol saja, ada juga membujuk korban, dan juga merayu dan ada juga yang memaksa korbannya. Serta modus yang lebih canggih yakni pelaku menggunakan jejaring sosial (media internet) dengan berkenalan dengan korban, mengajak bertemu dan memperkosa atau melakukan kekerasan sosial lainnya.Hal demikian, seperti yang dikatakan oleh Komisi Perlidungan Anak Indonesia (KPAI) bahwa modus kekerasan seksual terhadap anak berawal dari jejaring sosial mencapai hingga 31%,12 angka yang cukup fantastis kekerasan seksual pada anak hingga kini terus meningkat tinggi. Menanggapi hal itu semua, Ketua Komnas Perlidungan Anak menegaskan tahun ini sebagai tahun darurat terhadap kekerasan anak.Fakta kejahatan atau kekerasan seksual harus menjadi isu bersama.Semua komponen bangsa harus turut serta memerangi dan menghentikan kekerasan seksual.Lebih lanjut menurutnya pula bahwa adanya UU No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak pun belum diimbangi implementasi perlindungan terhadap anak dan sanksi bagi pelaku pelanggaran hak anak pun tidak maksimal. Degradasi norma agama dan ketahanan keluarga pun terus terjadi. Keluarga yang 12 Lihat berita “31% Kekerasan Seksual terhadap Anak Dimulai dari Internet”http://www.investor.co.id/family/31-kekerasan-seksual-terhadap-anak-dimulai-dariinternet/72084. Diakses pada tanggal 26 November 2013 Pukul 19.35 WIB 7 seharusnya menjadi benteng perlindungan anak pun justru menjadi pelaku utama kekerasan terhadap anak.13 Anak sebagai tulang punggung bangsa dan sebagai generasi muda yang nantinya sebagai penerus bangsa tentunya harus hidup dan berkembang sesuai dengan kebutuhannya agar dapat hidup sesuai dengan harkat dan martabatnya dan dapat menjadi penerus bangsa yang dapat diandalkan untuk memajukan bangsa dan mensejahterakan negara bukan menjadi penerusyang perkembangan mental dan psikisnya terhambat bahkan mengalami penyimpangan kekerasan seksual. Dalam hal ini Negara harus secepatnya turun tangan untuk memberikan perlindungan kepada anak-anak yang mengalami berbagai masalah yang dapat menghambat hidupnya. Sebagai wujud nyata bahwa Negara sebagai pelindung martabat anak, melalui Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Kepres No. 77 tahun 2003 untuk membentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia atau yang biasa disebut dengan KPAI. KPAI merupakan lembaga negara yang bersifat independen yang bertugas untuk melindungi anak-anak bangsa dari segala tindakan yang merugikan mereka. Hal itu sesuai dengan amanat konstitusi kita yang berbunyi: “Setiap anak berhak atas keberlangsungan 13 Lihat “Indonesia Harus Perangi Kejahatan Seksual Terhadap Anak” lebih lengkap baca: http://www.investor.co.id/family/indonesia-harus-perangi-kejahatan-seksual-terhadapanak/72742. Diakses pada tanggal 26 November 2013 Pukul 19.30 WIB 8 hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.14 Urgensitas KPAI dirasa sangat penting pada saat ini, melihat kondisi kekerasan terhadap anak dengan beragam model dan jenisnya. Sebagai lembaga IndependenNegara, secara spesifik KPAI mempunyai tugas dan fungsi menurut Pasal 76, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, yaitu antara lain:15 a) Melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan prundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap pelanggaran perlindungan anak. b) Memberikan laporan, saran, masukan dan pertimbangan kepada presiden dalam rangka perlindungan anak. Dengan begitu tugas dan fungsi Komisi Perlindungan Anak Indonesia telah jelas secara legalitasnya.Namun bagaimana mengenai dengan pelaksanaan tugas dan fungsi KPAI itu sendiri terhadap maraknya kasus kekerasan anak yang terjadi seperti pelecehan dan kekerasan seksual di mana-mana. Catatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam kasus kekerasan seksual terhadap 14 Pasal 28 B ayat (2) Undang-Undang Dasar Republika Indonesia 1945 15 Pasal 76 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak 9 anak selain makin marak,banyak juga kasus ini terjadi dengan pelaku berusia muda alias sama-sama anak-anak. Misalnya, KPAI sempat mendapat pengaduan atas tindakan pencabulan yang dilakukan anak berumur 9 tahun terhadap anak berusia 4 tahun.Oleh karenanya, KPAI menilai penanganan dan pencegahan perlu dilakukan bukan hanya untuk korban, tapi juga pelaku.16 Sebagai salah satu upaya untuk merealisasikan hal itu, KPAI menggelar pertemuan forum kemitraan yang diikuti anggota unit Polri di beberapa Polres, LSM anak dan pengacara sejumlah LBH yang biasa menangani kasus-kasus anak.Dalam forum ini, berbagai penyebab terjadinya kekerasan seksual anak terungkap.Mulai dari pola pengasuhan yang keliru, penyebaran pornografi di sosial media sampai absennya pendidikan seksual sejak dini. Pertemuan yang digelar tiga hari di Bogor itu menghasilkan sejumlah usulan. Diantaranya, membangun forum peduli anak di tingkat RT/RW dan membentuk jaringan psikolog untuk pendampingan kepada anak.17 Terlepas penting tidaknya KPAI sebagai pelindung hak martabat anak, seiring berjalannya waktu beragam kritikan terhadap kinerja KPAI menjadi sorotan media pula, salah satunya adalah dalam penanganan kasus KPAI 16 Lihat berita hukum online “Kasus Kekerasan Seksual Anak Makin Memprihatinkan”http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt514c58f9ea788/kasus-kekerasanseksual-anak-makin-memprihatinkan. Diakses pada tanggal 26 November 2013 Pukul 19.38 WIB. 17 Lihat berita hukum online “Kasus Kekerasan Seksual Anak Makin Memprihatinkan”http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt514c58f9ea788/kasus-kekerasanseksual-anak-makin-memprihatinkan. Diakses pada tanggal 26 November 2013 Pukul 19.38 WIB. 10 terhadap kekerasan seksual di beberapa wilayah yang dinilai lambat. Bahkan pihak keluarga korban mempertanyakan kinerja Komisi Perlindungan Anak yang hingga kini belum menindaklanjuti dugaan kasus tersebut.18 Dari permasalahan ini membuat penulis tertarik untuk menganalisis peran serta efektivitas Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terkait perannya sebagai pelindung hak anak, dalam hal ini mengatasi kasus kekerasan seksual terhadap anak, untuk itu penulishadirkan dalam penelitian skripsi dengan judul: PERAN KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA DALAM MENGATASI KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK. B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Dalam penelitian ini, penulis memberikan batasan masalah hanya pada peran serta efektivitas Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terkait penanganan pada kasus kekerasan seksual terhadap anak.Pembatasan ini dilakukan untuk lebih fokus dan mempermudah penulis dalam penelitian. Hal ini juga untuk menghindari perluasan pembahasan yang tidak ada sangkut pautnya dengan masalah yang akan diteliti. 18 Lihat “Keluarga Korban Kekerasan Seksual Keluhkan KPAI”.http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/13/11/11/mw3lhakeluarga-korban-pelecehan-seksual-oknum-santri-pesantren-keluhkan-kpai. Diakses pada tanggal 26 November 2013 Pukul 19.32 WIB 11 2. Rumusan Masalah Sesuai Pasal 76 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Komisi Perlindungan Anak Indonesia bertugas sebagai suatu lembaga independen dalam“Melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap pelanggaran perlindungan anak. Namun dalam kenyataannya pada beberapa kasus KPAI mendapat kritikan dari pihak korban yang lambat dalam menangani kasus kekerasan seksual, seperti pada contoh di atas.KPAI sebagai lembaga independen yang menangani permasalahan anak seharusnya lebih berperan aktif dalam pemantauan, mengevaluasi dan pengawasan terhadap pelanggaran serta perlindungan anak. Dari latar belakang serta pembatasan masalah, maka rumusan masalah diajukan untuk ditelaah lebih lanjut sebagai berikut: a. Bagaimana Peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia Dalam Mengatasi Kekerasan Seksual Terhadap Anak? b. Hambatan Apa Saja yang Dialami Komisi Perlindungan Anak Indonesia Dalam Mengatasi Kekerasan Seksual Terhadap Anak? c. Sejauhmana Fungsi Komisi Perlindungan Anak Indonesia dalam mengatasi kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak? 12 C. Tujuan Penelitian Dalam penelitianini ada beberapa tujuan secara khusus yaitu terkait dengan peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam mengatasi kasus kekerasan seksual terhadap anak, yaitu: a. Mengatahui Peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia dalam Mengatasi Kekerasan Seksual Terhadap Anak secara normatif. b. Mengetahui Hambatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Dalam Mengatasi Kekerasan Seksual Terhadap Anak. c. Mengetahui sejauhmana peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia dalam memenuhi perlidungan anak ketika mengatasi kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak. D. Manfaat Penelitian 1. Teoritis Penelitian ini sebagai upaya perluasan wawasan hukum, terlebih mengetahui peran Komisi Perlidungan Anak Indonesia (KPAI), baik secara yuridis maupun praktis, dalam hal ini bagaimana KPAI berperan sebagai pelidung anak dalam hal apapun, dalam konteks ini adalah upaya perlidungan anak dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak. Adapun tujuan teoritis yang lain yaitu sebagai keterampilan menulis karya ilmiah dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan hukum konvensional, khususnya yang berkaitan dengan hukum kelembagaan Negara. Serta diharapkan pula dapat 13 dijadikan bahan pertimbangan dan menambah referensi peneliti untuk mendalami diiskursus kelembagaan negara. 2. Praksis Penelitian ini bermanfaat bagi akademisi, peneliti, legal drafter, hakim, mahasiswa serta para penggiat kajian keilmuan hukum kelembagaan negara. Sebagai acuan dalam mengemban memahami hukum kelembagaan Negara dan sebuah sumbangan pikiran dari peneliti untuk kerangka pembangunan hukum yang berkarakter Indonesia. E. Review Studi Terdahulu Penulis menemukan beberapa judul skripsi yang pernah ditulis sebelumnya dan berkaitan erat dengan judul skripsi yang akan diteliti. Beberapa skripsi tersebut memiliki berbagai perbedaan antara judul, pokok permasalahan dan sudut pandang dengan skripsi yang penulis buat, sehingga dalam penulisan skripsi ini nantinya tidak akan ada rasa timbul kecurigaan ataupun plagiasi. 1. Sumiyati, Pemetaan dan Pengelolaan Komisi Perlidungan Anak Indonesia (KPAI) Pusat dalam Menyikapi Kekerasan Anak, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta, 2011. Dalam skripsi ini menjelaskan tentang Pemetaan dan Pengelolaan yang diterapkan pada KPAI Pusat dalam meyikapi maraknya kekerasan yang terjadi pada anak secara umum. Jadi sangat jelas, objek dari skripsi ini yaitu seberapa jauh penerapan Pemetaan dan Pengelolaan pada KPAI Pusat terhadap kekerasan anak. 14 2. Ifada Imaniah, Kinerja Komisi Perlindungan Anak Indonesia Dalam Menanggulangi Perdagangan Anak Di Indonesia, Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Jakarta, 2009. Dalam skripsi ini dibahas mengeni Peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia mengenai kasus perdagangan anak di Indonesia. Objek dalam skripsi ini sangat jelas bahwa khusus mengenai perdagangan anak di Indonesia. Dari kedua studi review di atas bahwa terlihat jelas perbedaan antara objek yang diteliti penulis dengan skrispsi di atas. Skripsi yang pertama objek penelitiannya yaitu kekerasan seksual terhadap anak secara umum. Adapun studi review terdahulu yang kedua objeknya adalah perdagangan anak di Indonesia. Jadi bisa disimpulkan antara objek penelitian kedua studi review terdahulu di atas dengan objek penelitian penulis sangatlah berbeda. F. Metode Penelitian Dalam penelitian ini pendekatan yang dilakukan adalah melalui pendekatan kualitatif.Artinya data yang dikumpulkan berupa angka-angka berasal dari data pustaka, wawancara, catatan lapangan,dan dokumen resmi.Sehingga yang menjadi tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah ingin menggambarkan realita empirik di balik fenomena secara mendalam, rinci dan tuntas.Oleh karena itu penggunaan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini 15 adalah dengan mencocokkan antara realita empirik dengan yang berlaku dengan menggunakan metode diskriptif. 1. Sumber dan pengumpulan Data Data-data yang digunakan alam penulisan skripsi ini bersumber dari: a. Sumber data primer diperoleh dari wawancara langsung kepada para narasumber yang terkait dengan masalah ini. b. Data sekunder yaitu berupa bahan hukum primer yang diperoleh dari perundang-undangan, yaitu: i. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945; ii. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia; iii. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. iv. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak v. Keputusan Presiden Nomor 77 Tahun 2003 Tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia. c. Data sekunder yang berupa bahan hukum sekunder didapat dari karya ilmiah yaitu: bahan-bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer, antara lain adalah tulisan atau pendapat para pakar hukum tentang permasalahan anak dan kekerasan seksual. 16 2. Analisis Data Setelah proses pengumpulan data dikumpulkan melalui beberapa teknik, maka data yang sudah ada akan diolah dan dianalisis supaya mendapatkan suatu hasil akhir yang bermanfaat bagi penelitian ini.Pengolahan data dilakukan dengan mengadakan studi dengan teori kenyataan yang ada di tempat penelitian.Sedangkan teknik penulisan mengikuti pedoman penulisan skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Jakarta 2013. 3. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah: a. Observasi Obsevasi ialah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejalagejala yang diteliti.Dalam hal ini, Peneliti mengawasi dengan cermat setiap perkembangan yang berkaitan dengan kasus kekerasan seksual terhadap anak yang ditangani oleh KPAI. b. Wawancara Dalam sesi wawancara, penulis mewawancarai para pejabat atau anggota lembaga Komisi Perlidungan Anak Indonesia (KPAI) ataupun pihak-pihak yang dipandang berkompeten dalam bidangnya, dalam hal ini narasumbernya adalah Dinil Abrer Sultani, S.Pd.I sebagai Pokja Kajian Dan Telaah KPAI 17 Pusat. Selain itu, penulis menggunakan beberapa media pendukung yaitu tape recorder, alat tulis, foto digital dan lain-lain. c. Dokumentasi Pada tahap dokumentasi, penulis mengumpulkan buku-buku, majalah, artikelartikel dari internet yang berkaitan dengan permasalahan pendidikan di Indonesia.Dokumentasi ini memudahkan penulis dalam mencari teori-teori yang berkaitan dengan judul skripsi. 4. Jenis data Adapun jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini memakai metode yang lazimdigunakan yaitu studi normatif dan studi kepustakaan. Sedangkan Metode pendekatan analisis data yang diperlukan adalah Metode kualitatif yang memahami secara mendalam yang terjadi menghasilkan data deskriptif analisis.19 5. Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, yaitu setelah data diklasifikasikan sesuai aspek data yang terkumpul lalu diinterpretasikan secara logis. Dengan demikian akan tergambar sejauh manakah efektifitas koordinasi kerja lembaga KPAI dalam penegakan hak-hak anak di Indonesia, dengan melihat data-data yang diperoleh penulis melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi setelah itu dianalisis kemudian disusun dalam laporan penelitian. 19 Bambang, Sunggono, Metode Penelitihan Hukum, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 1997), h.27-28. 18 G. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan dalam skripsi ini terdiri dari lima bab, antara lain: Bab Pertama adalah pendahuluan yang menjelaskan penulisan skripsi yang dirangkai dengan latar belakang, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi terdahulu, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab Kedua membahas tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Pertama pengertian komisi perlidungan anak, Asal Usul Berdirinya KPAI, Struktur Organisasi, Kedudukan dan Visi, Misi KPAI, terkahir peraturan tentang yang berkaitan dengan perlidungan anak. Bab Ketiga adalah pembahasan tentang Kekerasan Seksual Terhadap Anak, yang membahas Pengertian Kekerasan Seksual, Faktor Penyebab Kekerasan Seksual, Jenis Kekerasan Seksual, Kasus kekerasan seksual di Indonesia dan Pemidanaan Kasus kekerasan Seksual terhadap Anak. Bab Keempat adalah membahas efektivitas Kinerja Komisi Perlindungan Anak Indonesia dalam Mengatasi Kekerasan Seksual Terhadap Anak, yang terdiri dari tiga pembahsan yaitu Peran KPAI dalam Mengatasi Kekerasan Seksual Terhadap Anak, Hambatan KPAI dalam Mengatasi Kekerasan Seksual Terhadap Anak dan Efektivitas Kinerja KPAI Mengatasi Kekerasan Seksual Terhadap Anak. 19 Bab Kelima adalah bab yang terakhir ini merupakan bab penutup yang memuat kesimpulan saran-saran dari penelitian yang dengan harapan dapat kiranya untuk memberikan sumbangan pengetahuan dalam kinerja lembaga independen KPAI dalam menjalankan tugasnya. BAB II KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA A. Pengertian Komisi Perlindungan Anak Sebelum memberikan pengertian tentang komisi perlidungan anak, penulis terlebih dahulu menjelaskan pengertian satu persatu dari tiga suku kata di atas. Pertama pengertian “komisi” menurut kamus besar bahasa Indonesia yaitu sekolompok orang yang ditunjuk atau diberi wewenang oleh pemerintah untuk menjalankan sebuah tugas tertentu.1 Adapun pengertian yang kedua yaitu terkait dengan “perlidungan anak”. Guna tidak terjadi kesalahpahaman dalam definisi, penulis terlebih dahulu mendefinisikan istilah tentang “anak”, hal tersebut agar tidak terjadi kesalahpahaman serta multitafsir terhadap dalam dua istilah tersebut. Definisi tentang Anak, dipahami berbeda dalam setiap disiplin ilmu, sesuai dengan sudut pandang dan pengertian masing-masing. Menurut UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih di dalam kandungan.2 Pengertian anak dalam kedudukan hukum meliputi 1 Kamus Besar Bahasa Indonesia Online. Akses Pada: http://artikata.com/arti-335802komisi.html. Tanggal 27 Desember 2013. Pukul 05.32 WIB 2 Prabowo, Budy, Anak-anak Korban Tsunami:Mereka Perlu Perlindungan Khusus, (Media perempuan Edidi No.6 Biro Umum dan Humas Kementrian Pemberdayan Perempuan Republik Indonesia), Jakarta, 2004, hal. 11-14. 20 21 pengertian kedudukan anak dari pandangan sistem hukum atau disebut kedudukan dalam arti khusus sebagai subjek hukum. Kedudukan anak dalam artian tersebut meliputi pengelompokan ke dalam subsistem dari pengertian sebagai berikut:3 a. Pengertian anak dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pengetian anak menurut pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945. Mempunyai makna khusus terhadap pengertian dan status anak dalam bidang politik, karena menjadi dasar kedudukan anak, dalam kedua pengertian ini, yaitu anak adalah subjek hukum dari sistem hukum nasional yang harus dilindungi, dipelihara, dibina untuk mencapai kesejakteraan. Pengertian menurut Undang-Undang Dasar 1945 dan pengertian politik melahirkan atau mendahulukan hak-hak yang harus diperoleh anak dari masyarakat, bangsa dan negara atau dengan kata yang tepat pemerintah dan masyarakat lebih bertanggung jawab terhadap masalah sosial yuridis dan politik yang ada pada seorang anak. b. Pengertian anak dalam hukum Pidana Pengertian kedudukan anak dalam lapangan hukum pidana diletakkan dalam pengertian anak yang bermakna”penafsiran hukum secara negatif” dalam arti sesorang anak yang bersetatus sebagai subjek hukum yang seharusnya bertanggung jawab terhadap tindak pidana (strafbaar 3 Maulana Hassan Wadong, Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta: PT Gramedia Widiasrana Indonesia, 2000), hal.17 22 feit) yang dilakukan oleh anak itu sendiri, ternyata karena kedudukan sebagai seorang anak yang berada dalam usia belum dewasa diletakkan sebagai seseorang yang mempunyai hak-hak khusus dan perlu untuk mendapatkan perlakuan khusus menurut ketentuan hukum berlaku. c. Menurut Undang-Undang nomor 4 tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak, anak adalah seseorang yang berusia dibawah 21 tahun dan belum menikah. Anak adalah makhluk sosial seperti orang dewasa. Anak membutuhkan orang lain untuk dapat membantu mengembangkan kemampuan, karena anak lahir dengan segala kelemahan sehingga tanpa orang lain anak tidak mungkin dapat mencapai taraf kemanusiaan yang normal.4 Jhon Locke berpendapat bahwa anak adalah pribadi yang masih bersih terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan.5 d. Pengertian anak menurut pandangan Psikologi Berbeda dengan perpektif hukum yang mendefinisikan anak sebagai individu berusia dibawah 18 tahun, dalam perspektif psikologi, anak adalah individu yang berusia antara 3-11 tahun. Diatas usia 11 tahun individu di anggap sudah memasuki usia remaja. Selain didasarkan oleh tanda-tanda pekembangan fisik, yang memang sangat jelas membedakan 4 Mulyanto, Model Pengembangan Anak Dalam Perlindungan Khusus .(Laporan Penelitian Pada Konfeksi Nasional Kesejakteraan Sosial Ketiga), DNIKS, Bukittinggi, Ta h.67 5 Ras Eko Budi Santoso, Pengertian Anak, di akses pada tanggal 11-07-2013 dari http://ras-eko.blogspot.com/2012/12/pengertian-anak.html 23 anak dengan individu yang sudah memasuki masa remaja, perbedaan juga didasarkan perkembangan kognisi dan moral individu.6 Karena terdapat banyak definisi mengenai tentang anak, maka sesuai penelusuran penulis, pendekatan yang dilakuakan lebih mengarah pada objek perlindungan anak, seperti yang didefinisikan dalam UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam pasal 1 ayat (1) bahwa “anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”.7 Adapun mengenai kata “perlindungan”, secara etimologi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata lindung, yaitu yang dalam konteks ini berarti menyelamatkan atau memberikan pertolongan supaya terhidar dari bahaya.8 Secara sederhana kata perlindungan memiliki tiga unsur, yaitu adanya subjek yang melindungi, adanya objek yang terlindungi, serta adanya instrumen hukum sebagai upaya tercapai perlindungan tersebut. Ketika kata “perlidungan” dengan kata “anak” digabungkan maka definisinya juga cukup sangat spesifik. Beberapa pengertian tentang kedua kata ini (baca: perlidungan anak) sering juga didefinisikan dengan segala kegiatan 6 LBH Jakarta, Mengawal Perlidungan Anak Berhadapan dengan Hukum, (LBH Jakarta: Jakarta, 2012), hal. 12 7 8 Pasal 1 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak Tim Penyusunan Pusat Pembimbing dan Pengembangan Bahasa DEPDIKBUD, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), hal.35 24 untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusian serta mendapatkan perlindungan dari kekerasaan dan diskriminasi. Ditinjau secara garis besar, disebutkan perlindungan anak dapat dibedakan dalam dua pengertian: a. Perlindungan anak yang bersifat yuridis, yang meliputi perlindungan dalam Bidang Hukum publik dan Bidang Hukum keperdataan. b. Perlindungan yang bersifat non yuridis, meliputiBidang sosial, Bidang kesehatan dan Bidang pendidikan Menurut Arif Gosita mengatakan perlindungan anak adalah suatu usaha melindungi anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya. Hukum perlindungan anak dalam hukum (tertulis maupun tidak tertulis) yang menjamin anak benar-benar dapat melaksanakan hak dan kewajibannya.9 Sedangkan Bismar Siregar menyebutkan bahwa aspek hukum perlindungan anak, lebih dipusatkan kepada hak-hak yang diatur hukum dan bukan kewajiban, mengingatkan secara hukum (yuridis) anak belum dibebani kewajiban.10 9 Arief Gosita, Masalah Perlindungan Anak, (Jakarta Akademi: Presindo, 1989), hal.52 10 Bismar Siregar Dalam Irma Setyowati, Aspek Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta: Bumi Aksara, 1990), hal. 15 25 Pengertian perlindungan anak juga dapat dirumuskan sebagai:11 a. Suatu perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat. Keadilan ini merupakan keadilan sosial, yang merupakan dasar utama perlindungan anak. b. Suatu unsur bersama melindungi anak untuk melaksanakan hak dan kewajiban secara manusiawi dan positif c. Suatu permasalahan manusia yang merupakan suatu kenyataan sosial. d. Suatu hasil interaksi dari pihak-pihak tertentu, akibat dari adanya suatu interelasi antara fenomena yang ada dan saling mempengaruhinya. e. Suatu tindakan individu yang dipengaruhi oleh unsur-unsur sosial tertentu atau masyarakat tertentu. f. Suatu tindakan hukum (yurudis) yang dapat mempunyai akibat hukum yang harus diselesaikan dengan berpedoman dan berdasarkan hukum. g. Merupakan suatu bidang pembangunan hukum nasional. h. Merupakan suatu bidang pelayanan sukarela (voluntarime) yang luas lingkup dengan gaya baru. Jadi bisa kesimpulan yang diambil oleh penulis dalam definisi komisi perlidungan anak adalah suatu sekelompok orang yang di beri wewenang oleh pemerintah untuk melindungi anak-anak Indonesia, baik melindungi dari 11 Maidin Gultorn, Perlindungan Hukum terhadap Anak, (Bandung : PT. Refika Aditama, 2008), hal. 36 26 kekerasan, ekspolitasi, perdagangan dan sebagainya yang mengakibatkan hakhak anak terlantar. B. Asal Usul Berdirinya KPAI Komisi Perlindungan Anak Indonesia adalah sebuah lembaga negara yang bersifat independen, dibentuk berdasarkan amanat Undang-Undang No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Undang-Undang tersebut di sahkan oleh sidang Paripurna DPR pada tanggal 22 september 2002 dan di tandatangani oleh Presiden Megawati Soekarno Putri pada tanggal 20 Oktober 2002. Setahun kemudian sesuai pasal 76 Undang-Undang Perlindungan Anak, Presiden menerbitkan KEPPRES Nomer 77 tahun 2003 tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Diperlukan waktu sekitar 8 Bulan untuk memilih dan mengangkat anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia seperti yang di atur dalam peraturan perundang-undangan tersebut.12 Nama dari Komisi perlindungan Anak Indonesia dipilih berdasarkan Komnas Perlindungan Anak yang setara dengan nama Komnas HAM dan Komnas Perempuan, karena sama-sama di bentuk berdasarkan Undang-undang atau keputusan presiden telah terlebih dahulu di pakai oleh LSM yang pembentukannya di lakukan melalui akta notaries. Ketika dalam pembahasan 12 Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Lembaga Negara Independen untuk Perlindungan Anak. (Jakarta: KPAI, 2006), hal.1 27 RUU perlindungan anak, iantara PANSUS DPR dan wakil pemerintah di sepakati untuk mencari dan menggunakan nama Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), karena LSM tersebut tidak bersedia menganti nama baru itu memerlukan pemikiran, waktu, strategi, usaha, tenaga, dan biaya ekstra agar dapat dikenal dan dipahami perbedaan oleh masyarakat, yaitu mana yang komisi Negara dan mana yang LSM. Komisi Perllindungan Anak Indonesia adalah Komisi Negara yang dibentuk berdasarkan amanat Pasal 74, 75 dan 76 dari UU No. 23 Tahun 2002 tentang Komisi Perlindungan Anak, yang di sahkan pada tanggal 20 Oktober 2002. Pembentukan Komisi Perllindungan Anak Indonesia, di lakukan melalui KEPPRES No. 77 Tahun 2003, dan Pengangkatan anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia Berjumlah 9 orang dan tidak boleh lebih dan tidak boleh kurang, yang dipilih mewakili unsur yang tercantum dalam UU yang dipilih dan di angkat berdasarkan persyaratan serta prosedur yang di atur dalam ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.13 Berdasarkan ketentuan di atas, maka status Komisi Perlindungan Anak Indonesia sejajar dengan Lembaga Komisi-Komisi milik Negara lainnya, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Penyiaran 13 Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Lembaga Negara Independen untuk Perlindungan Anak. (Jakarta: KPAI, 2006), hal.3 28 Indonesia (KPI) Komisi Yudisial (KY), dan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU). Ada sedikit perbedan antara Komisi Perlindungan Anak Indonesia dengan Komisi Ombusdmen dan Komisi Nasional Perlindungan Perempuan (Komnas Perempuan).Komisi-komisi tersebut hanya di bentuk berdasarkan Keputusan Presiden atas tuntutan keadaan, tetapi belum di amanatkan oleh Undang-Undang.Namun demikian, Komisi-Komisi itu pun adalah Komisi Negara bukan LSM. Sebagai Komisi Negara, Komisi Perlindungan Anak Indonesia bertugas untuk memberikan perlindungan terhadap anak dan bersifat independen agar terbatas dari pengaruh atau intervensi dari kepentingan- kepentingan lain di luar kepentingan terbaik bagi anak. Ketentuam di maksud tercantum didalam Pasal 74 dari UU perlindungan anak.Komisi Perlindungan Anak Indonesia dapat tidak seiringan dan sejalan dengan berbagai pilihan termasuk kebijakan eksekutif, legislatif atau yudikatif dalam membelah kepentingan dan melindungi hak-hak anak. Status sebagai komisi Negara yang independen, harus bebas dari intervensi dari berbagai pihak kekuasan dalam rangka pemenuhan hak dasar pelindungan anak secara nasional atau daerah. Dengan kata lain setiap anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia baik secara pribadi maupun kelompok memiliki resiko dalam melindungi hak-hak anak. Apabila dalam budaya masyarakat Indonesia yang masih beranggapan bahwa urusan anak adalah bagian 29 dari “privasi” keluarga yang tidak perlu melibatkan orang lain apalagi Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Namun UU Perlindungan Anak menolak terhadap tersebut sehingga Komisi perlindungan Anak Indonesia Memiliki kewenangan Untuk melakukan perlindungan terhadap hak-hak anak baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, maupun publik.14 Dalam sejarahnya, sebelum KPAI berdiri seperti sekarang, rangkaian sejarah tentang upaya perlidungan anak di Indonesia telah lama digagas. Hal tersebut berawal dari rangkaian sidang umum PBB (1989), tepatnya pada tanggal 20 November 1989, majellis Umum PBB telah menyetujui dan mensahkan rumusan Konvensi Hak-Hak Anak (KHA) yang di kenal dengan sebutan Convention On The Rights Of The Child (CRC) termasuk di ikuti oleh wakil delegasi pemerintahan Indonesia yang telah ikut serta secara aktif merumuskan dan membahas naskah serta mendatangani kesepakatan tersebut. Dalam dokumen konvensi Hak-Hak Anak(KHA) secara garis besar di bagi atas tiga bagian dengan pasal 54, karena itu KHA merupakan bagian yang tidak bias dipisahkan dari Deklarasi HAk Asasi Manusia (Declaration Of Human Right PBB 1948). Dan Deklarasi Hak-Hak Anak PBB (1959). Karena itu, KHA adalah merupakan bagaian yang tidak terpisahkan dari Deklarasi Hak Asasi Manusia (Declaration of Human Right PBB – 1948).Dengan demikian dapat 14 Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Lembaga Negara Independen untuk Perlindungan Anak. (Jakarta: KPAI, 2006), hal.5 30 dikatakan bahwa Upaya Perlindungan terhadap hak-hak anak merupakan perlindungan terhadap hak-hak anak berarti pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM).15 Salah satu tugas pokok Komisi Perlindungan Anak Indonesia tercantum dalam pasal 76, huruf a dari UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.Kegiatan tersebut sangat penting bagi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sebagai Lembaga Negara yang bersifat independen dalam membela kepentingan terbaik bagi anak.Setiap warga Negara yang peduli terhadap nasib anak, patut memberikan perlindungan terhadap anak baik fisik, mental, ekonomi yang rentan terhadap kekerasan eksploitasi, perdagangan, social maupun hokum. Di samping itu anak juga merupakan kelompok pendudukan yang rentan terhadap kekerasan, pemaksaan, eksploitasi, diperdgangkan oleh orang dewasa, bahkan ada yang dilakukan dengan hal tertentu, salah satu tugas Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) adalah menerima pengaduan masyarakat tentang pelanggaran hak-hak anak. Dan untuk menuntaskan pengaduan masyarakat Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dapat menindaklanjuti penanganan dan pengaduan tersebut melalui pelayanan kepada instansi atau lembaga fungsional yang bertanggung jawab guna memberikan 15 Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Lembaga Negara Independen untuk Perlindungan Anak. (Jakarta: KPAI, 2006), hal.9 31 perlindungan, rehabilitasi, reginterasi dan reunifikasi anak kedalaman lingkungan kehidupan keluarga dan masyarakat sekitarnya16 Dengan demikian KPAI di bentuk Sekurang-kurangnya berlandasan pada: a. UUD1945, pasal 27 dan 28 (hasil amandemen) b. UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak c. Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990 Tentang Ratifikasi KHA PBB d. Keputusan Presiden No. 77 tahun 2003 tentang KPAI e. Keputusan Presiden No. 95 Tahun2004 Tentang Pengangkatan Anggota KPAI.17 C. Struktur Organisasi KPAI Pemilihan anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia, sejak Awal telah diatur di dalam Pasal 75 ayat (2) dari UU No. 23 Tahun 2002 bahwa keaggotaan Komisi Perlindungan Anak Indonesia berdasarkan dari unsur masyarakat agar dapat dapat menggambarkan sifat independennya. Karena itu tidak ada unsure wakil yang dominan (memiliki wakil lebih dari 1 orang). Status kesejakteraan itu di formulasikan secara tegas dalam Keppres No. 95/M tahun 2004 tentang pengankatan Anggota komisi Perlindungan Anak Indonesia dengan 16 Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Lembaga Negara Independen untuk Perlindungan Anak. (Jakarta: KPAI, 2006), hal.1 17 Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Lembaga Negara Independen untuk Perlindungan Anak. (Jakarta: KPAI, 2006), hal.15 32 menyebutkan nama dan wakil, tanpa disebutkan posisi atau jabatan sebagai ketua, wakil ketua atau seketaris, setiap orang hanya di sebutkan sebagai anggota. Karena itu siapapun yang terpilih atau di prcaya oleh anggota sebagai ketua, wakil ketua atau sketaris maka kedudukan tersebut bukan pemimpin yang memiliki otoritas lebih tinggi tetapih lebih berfungsi sebagai koordintor pengaturan pembagian tugas diantaranya anggota.Dengan demikian Jabatan atau posisi tersebut tidak bersifat structural seperti di dalam organisasi yang dikenal selama ini. Kepemimpinan Komisi Perlindungan Anak Indonesia lebih bersifat kolektif kolegal bukan hierarkis structural dengan system organisasi tersebut ”Flats Organization Model”. Dalam ketentuan tata tertib Komisi Perlindungan Anak Indonesia dikatakan bahwa setiap anggota memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan atau mengirim surat dan lain sebagainya dalam memberikan perlindungan dari kepentingan terbaik bagi anak, dengan tetap memberikan laporan dan informasi kepada anggota lain sesegera mungkin. Adapun keorganisasian KPAI bisa dlihat dalam pasal 75 (1) UU No. 23 Tahun 2002 disebutkan bahwa, susunan keanggotaan KPAI terdiri dari: a) Satu orang ketua; b) Dua orang wakil; c) Satu orang seketaris; d) Lima orang anggota.18 18 Undang-Undang Perlindungan Anak, UU RI No.23 Tahun 2002, (Jakarta :Sinar Grafika, 2009), cet ke 4, hal.27 33 Sedangkan unsur yang mewakili keaggotaan Komisi Perlindungan Anak Indonesia disebutkan bahwa di dalam pasal 75 ayat (2) : “keanggotan Komisi Perlindungan Anak Indonesia sebagai mana yang di maksud didalam pasal (1) terdiri dari unsur”.a) Pemerintah; b) Tokoh Agama; c) Tokoh Masyarakat; d) Organisasi Sosial; e) Organissi Kemasyarakatan, f) Organisasi Profesi; g) Lembaga Swadaya masyarakat; h) Dunia usaha dan i) Kelompok Masyarakat yang Perduli Terhadap Perlindungan Anak.19 Mengenai pengangkatan dan pemberentian keanggotan Komisi Perlindungan Anak Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Pelindungn Anak pada pasal 75 ayat (3) : 20 “keanggotaan Komisi Perlindungan Anak Indonesia sebagai Mana Yang dimaksud pada ayat (1) dan (2) dianggkat dan di berhentikannya oleh presiden mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Untuk masa Jabatan 3 (tiga) tahun dapat dianggkat kembali untuk 1(satu) kali masa jabatan. D. Visi dan Misi KPAI Berdasarkan tugas yang diemban komisi perlindungan anak Inonesia (KPAI) serta tantangan yang dihadapi dalam mewujudkan kondisi ideal anak 19 Undang-Undang Perlindungan Anak, UU RI No.23 Tahun 2002, (Jakarta :Sinar Grafika, 2009), cet ke 4,hal.27 20 Undang-Undang Perlindungan Anak, UU RI No.23 Tahun 2002, (Jakarta :Sinar Grafika, 2009), cet ke 4,hal.27 34 Indonesia, maka visi komisi perlindungan anak Indonesia (KPAI) ditetapkan: “efektifitas penyelenggaraan anak di Indonesia untuk mewujudkan Anak Indonesia yang berakhlak mulia, sehat, cerdas, ceria dan terlindungi”. Disamping itu terdapat juga visi Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang lain yaitu “terjamin” terpenuh dan terlindunginya hak-hak anak Indonesia.Visi tersebut meliput 2 aspek yaitu: a. Komisi Perlindungan Aak Indonesia (KPAI) mengutamakan promosi dan upaya pencegahan terhadap pelanggaran hak-hak anak tanpa meninggalkan upaya represif dan kuratif. b. Komisi Perlindungan Anak Indonesia berupaya mengayomi, melindungi, memenuhi hak-hak anak termasuk upaya rehabilitasi dan reintegrasi anak dengan keluarga dan lingkungan, untuk dapat mewujudkan visi tersebut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) harus mampu menjadi lembaga negara yang independen, terpercaya dan melindungihak-hak anak baik di dalam maupundi luar lingkungan rumah tangga. Adapun guna dapat mewujudkan visi diatas Komisi Perlindungan Anak Indonesia memiliki sejumlah misi yang akan dilakukan setidak-tidaknya untuk 5-6 tahun antara lain sebagai berikut:21 21 Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Lembaga Negara Independen untuk Perlindungan Anak. (Jakarta: KPAI, 2006), hal.23-24 35 a) Menyadarkan semua pihak terutama orangtua, keluarga, masyarakat dan negara akan pentingnya perlindungan hak-hak anak. b) Menyadarkan anak-anak sendiri akan hak-haknya. c) Menerima pengaduan masyarakat dan memfasilitasi pelayanan terhadap kasus-kasus pelanggaran hak-hak anak. d) Melakukan penkajian, penelahaan dan penelitian terhadap berbagai peraturan perundang-undangan, kebijakan pemerintah dan pelaksanaan program penyelenggaraan perlindungan anak ditingkat pusat dan daerah. e) Membangun kerjasama dan kemitraandengan berbagai pihak dalam rangka perlindungan hak-hak anak. f) Mengumpulkan data informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan penyelenggaraan perlindungan anak. g) Melakukan pengawasan terhadap penyelenggara perlindungan anak yang dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha dan masyarakat. h) Memberikan masukan, saran dan pertimbangan kepada berbagai pihak terutama pemerintah (presiden) dalam meningkatkan perlindungan hakhak anak. i) Melakukan kerjasama dengan beragai lembaga donor tingkat nasional dan internal dalam pelaksanaan perlindungan anak. 36 E. Peraturan Tentang Perlindungan Anak Kegiatan perlindungan anak merupakan suatu tindakan hukum yang membawa akibat hukum. Oleh sebab itu perlu adanya jaminan hukum bagi kegiatan perlindungan anak. Ada beberapa alasan mengapa anak perlu dilindungi dalam kasus hukum,, menurut Pater Newel dalam bukunya Taking Children Seriously: A proposal for Children„s Rights Commisionermenyebutkan antara lain: a) Biaya untuk melakukan pemulihan akibat dari kegagalan dalam memberikan perlindungan anak sangat tinggi. Jauh lebih tinggi dari biaya yang dikeluarkan jika anak-anak memperoleh perlindungan. b) Anak sangat berpengaruh langsung dan berjangka panjang atas tindakan atau perbuatan (action) atau ketiadaan tindakan/perbuatan (unaction) dari pemerintah atau kelompok lainnya. c) Anak selalu mengalami kesenjangan dalam pemberian pelayaran publik. d) Anak tidak mempunyai hak suara, dan tidak mempunyai kekuatan lobby untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah . e) Anak pada banyak situasi tidak dapat mengakses perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak. f) Anak lebih beresiko dalam eksploitasi dan penyalagunaan.22 22 LBH Jakarta, Mengawal Perlidungan Anak Berhadapan dengan Hukum, (LBH Jakarta: Jakarta, 2012), hal. 17 37 Untuk itu sangat urgen, manakala perlidungan hak anak dalam hukum diatur sedemikian rupa.Baik yang skalanya nasional maupun internasional.Dalam skala nasional peraturan perundang-undangan di Indonesia terkait masalah anak telah diatur sejak lama, bahkan dirasa cukup komprehensifmeskipun terdapat beberapa aturan yang sudah tidak relevan lagi.23Di bawah ini upaya negara dalam menjamin hak-hak anak secara umum: 1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945; 2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan; 3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak; 4) Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990 tenang Konvensi Hak Anak; 5) Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 1998 tentang Usaha Kesejahteraan Sosial Bagi Anak; 6) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999Tentang Hak Asasi Manusia; 7) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak; 8) Keputusan Presiden Nomor 77 Tahun 2003 Tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia; 9) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga; 23 Lihat “KPAI Desak DPR Revisi Undang-Undang Perlidungan Anak”, diakses pada: http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/01/29/3/126901/KPAI-Desak-DPR-RevisiUU-Perlindungan-Anak. Tanggal 24 Desember 2013 Pukul 14.05 WIB 38 10) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlidungan Saksi dan Korban; 11) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak. Dalam konteks perlidungan bagi anak, secara khusus Indonesia sendiri telah mengatur beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan tentang perlidungan anak, seperti yang dijabarkan di atas yaitu Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Undang-Undang Nomor 4 tentang Kesejahteraan Anak, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, beberapa peraturan lain yang berkaitan dengan masalah anak. Mengacu pada landasan normatif, dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlidungan Anak bahwa ada dua konsepsi mengenai perlidungan anak. Yang pertama terkait dengan definisi umum yang menjelaskan bahwa Perlindungan Anak merupakan segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.24 Dan yang kedua yaitu perlidungan anak secara khususyaitu perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok 24 Pasal 1 Ayat (2) Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak 39 minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.25Jadi bisa disimpulkan upaya perlidungan yang diberikan dalam undang-undang yaitu terkait masalah perlidungan secara umum dan khusus. Adapun upaya penyelenggaraan perlidungan anak berasaskan pancasila dan berlandaskan Undang-Undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak Anak meliputi:Non diskriminasi, Kepentingan yang terbaik bagi anak, Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, perkembangan dan Penghargaan terhadap anak.26 Lebih lanjut dalam Pasal 3 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak, perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat martabat manusia, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak, mulia dan sejahtera.27Perlindungan anak diusahakan oleh 25 Pasal 1 Ayat (15) Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak 26 Pasal 2 Ayat Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak 27 Pasal 3 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak 40 setiap orang, orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah maupun Negara. Pasal 20 Undang-Undang Perlindungan Anak menentukan:Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.28 Kewajiban dan tanggung jawab Negara dan Pemerintah dalam usaha perlindungan anak diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak yaitu: a) Menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin,etnik, budaya, dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak dan kondisi fisik dan/atau mental (Pasal 21); b) Memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak (Pasal 22); c) Menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara umum bertanggung jawab terhadap anak dan mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak (Pasal 23); d) Menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak (Pasal 24).29 Dalam pasal 5 dijelaskan pula tentang Kewajiban dan tanggungjawab masyarakat terhadap perlindungan anak dilaksanakan melalui kegiatan peran 28 Pasal 20 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak Pasal 21-24 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak 29 41 masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak.30 Adapun kewajiban tanggungjawab keluarga dan orang tua dalam usaha perlindungan anak diatur dalam Pasal 26 ayat (1) Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak, yaitu: a) Mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak; b) Menumbuhkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; c) Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.31 Kaitannya dengan kasus kekerasan seksual , Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak pun telah mengaturnya, yang mana upaya perlidungan kekerasan seksual termasuk dalam kategori upaya perlidungan anak secara khusus menurut undang-undang ini. Upaya perlidungan khusus kasus kekerasan seksual bisa dilihat dalam pasal 66 dari ayat 1-3 yaitu: 1) Adapun kewajiban dan tanggung jawab dalam kasus ini merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah danmasyarakat.32 2) Pada pasal 62 ayat (2) Perlindungan khusus bagi anak yang dieksploitasi sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui: 30 Pasal 25 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak 31 Pasal 26 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak 32 Pasal 66 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak 42 a) penyebarluasan dan/atau sosialisasi ketentuan peraturanperundangundangan yang berkaitan dengan perlindungan anakyang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual; b) pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi; dan c. pelibatan berbagai instansi pemerintah, perusahaan, serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat dalam penghapusan eksploitasi terhadap anak secara ekonomi dan/atau seksual. 3) Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi terhadap anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).33 33 Pasal 66 ayat 1-3 66 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak BAB III KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK Hari-hari ini banyak kasus kekerasan seksual terjadi pada anak, hal tersebut membawa dampak yang sangat buruk pada masa perkembangannya. Sebelum membahas lebih jauh, guna menghindari salah persepsi mengenai kekerasan seksual terhadap anak, penulis terlebih dahulu merinci satu persatu mulai dari definisi hingga bentuk perlindungan hukum mengenai kekerasan seksual terhadap anak. Hal tersebut dapat menangkap pemahaman yang lebih komprehensif dalam menelaah sebuah permasalahan. A. Pengertian Kekerasan Seksual terhadap Anak Kata “kekerasan” dan “seksual” merupakan dua suku yang mempunyai arti berbeda. Jika kita telusuri, kata “kekerasan” setra dengan kata “violence“ dalam bahasa inggris. Kata tersebut berkaitan erat dengan kata latin “vis”dan”latus”, makna pertama berupa daya atau kekuatan sedangkan yang kedua membawa kekuatan.1 Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, kata kekerasan diartikan sebagai: a) perihal yang bersifat,berciri keras; b) Perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang menyebabkan kerusakan 1 fisik atau barang orang lain; c) I. Marshana Windu, Kekuasaan dan Kekerasan Menurut Johan Galtung, (Yogyakarta: Kanisius, 1992), hal. 63 43 44 paksaan.2Sedangkan dalam pengertiannya, kekerasan didefinisikan sebagai wujud perbuatan yang lebih bersifat fisik yang mengakibatkan luka, cacat, sakit atau penderitaan pada orang lain. Di mana salah satu unsur yang perlu diperhatikan adalah berupa paksaan atau ketidakrelaan atau tidak adanya persetujuan pihak lain yang dilukai.3 Pengertian lainmengenai kekerasan seperti yang dituturkan oleh Musda Mulia bahwa kekerasan merupakan perilaku yang bersifat menyerang (offensive), atau bertahan (defensive) yang disertai penggunaan kekuatan kepada orang lain, baik yang bersifat terbuka (overt) atau tertutup (covert).4Dalam pengertian pskologis, menurut Soekanto kekerasan merupakan perbuatan yang dapat menimbulkan luka fisik, pingsan maupun kematian yang terdiri dari lima faktor, yaitu: a) Kekerasan tanpa menggunakan alat atau dengan tangan kosong b) Kekerasan menggunakan alat c) Kekerasan mengkobinasikan alat dengan tangan kosong d) Kekerasan individu 2 Tim Penyusun Kamus Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), cet. Ke-3, hal. 550 3 Abdul Wahid dan Muhamad Irfan,Perlindungan Terhadap KorbanKekerasan Seksual (advokasi atas hak asasi perempuan), (Bandung: RefikaAditama, 2001), hal. 54 4 Siti Musdah Mulia, dkk, Meretas Jalan Kehidupan Awal Manusia; modul pelatihan untuk pelatih hak-hak reproduksi dalam perspektif pluralism, (Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Jender, 2003), hal. 104 45 e) Kekerasan kelompok.5 Dari beberapa pengertian yang telah dipaparkan, penulis meringkas serta menyimpulkan bahwa kekerasan merupakan sebuah tindakan nyata (actual) atau intimidasi (semi-aktual) yang dilakukan oleh pelaku kepada korbannya, yang berakibat pada korban menderita secara fisik, materi, mental maupun psikis. Setelah mengetahui pengertian kekerasan, tak luput pula pembahasan pengertian (derivasi)seksual untuk dibahas di sini.Secara sederhana, seksual adalah perbedaan bilogis antara perempuan dan laki-laki atau yang biasa disenut dengan “jenis kelamin”. Dalam perjalanannya, pengertian seksual ketika disandarkan kepada kata lain akan mengalami makna secara berbeda, seperti mengandung makna intim, mesra, hubungan seksual antara pria dan perempuan. Jadi, jika kita menyandarkan antara kata “kekerasan” dan kata “seksual” mempunyai makna yaitu sebuah tindakan nyata (actual) atau intimidasi (semiaktual)yang berhubungan dengan keintiman atau hubungan seksualitasyang dilakukan oleh pelaku kepada korbannya dengan cara memaksa, yang berakibat korban menderita secara fisik, materi, mental maupun psikis. Dalam perjalannya, kasus-kasus kekerasan sering terjadi atau sangat rentan korbannya adalah anak-anak atau perempuan,6hal ini dikarenakan 5 Sukanto, Jurnal Psikologi UI, (Jakarta: UI Press, 1980), hal. 34 46 terdapatnya asumsi patriarkisbahwa baik anak-anak maupun perempuan mempunyai kelemahan (daya) tersendiri.Hal itu senada dengan pendapatnya Jane R. Chapman yang mengatakan bahwa kekerasan seksual marak terjadi pada anak-anak dan perempuan,hal itu terjadi secara universal di setiap wilayah,7 termasuk juga Indonesia. Dalam konteks kekerasan seksual yang relasinya terhadap anak adalah merupakan dua bentuk kekerasan seksual yang objeknya adalah anakanak.Kekerasan seksual terhadap anak dapat didefinisikan sebagai hubungan atau interaksi antara seseorang anak dengan seseorang yang lebih tua atau anak yang lebih banyak nalar atau orang dewasa seperti orang lain, saudara kandung atau orangtua dimana anak tersebut dipergunakan sebagai objek pemuas bagi kebutuhan seksual si pelaku, baik dengan ancaman, suap, tipuan atau tekanan.8 Definisi yang cukup komprehensif juga diberikan oleh Baker dan Ducan yaitu kekerasan seksual pada anak adalah jika ada seorang anak dilibatkan dalam kegiatan yang bertujuan untuk membangitkan gairah seksual pada pihak yang 6 Ratih Pusoitasari, Pemasaran Sosial Peningkatan Pendidikan Seksual Oleh Orang Tua, (Depok:FISIF UI, 2009), hal. 1 7 Achie Sudiarti Luhulima, Pemahaman Bentuk-bentuk Tindak Kekereasan terhadap Perempuan dan Alternatif Pemecahannya, (Jakarta: Pusat Kajian Wanita dan Gender UI, 2000), hal. 78 8 Lihat “Pusat Data dan Informasi EksploitasiSeksual Komersial Anak (Pusdatin Eska)”,http://www.gugustugastrafficking.org/index.php?option=com_content&view=article&id= 524:pusat-layanan-dan-informasi-eksploitasi-seksual-komersial-anak-pusdatineska&catid=68:lsm-nasional&Itemid=97. Diakses pada tanggal 6 Desember 2013, 19. 07 WIB 47 mengajak, dan pihak yang mengajak telah matang.Secara operasional, definisi Baker dan Ducan bisa meliputi segala hal, seperti: a) Antaranggota keluarga, dengan orang dari luar keluarganya atau dengan orang asing sama sekali. b) Hanya terjadi sekali, terjadi beberapa kali dengan orang yang sama atau terjadi beberapa kali dengan orang yang berbeda-beda. c) Tak ada kontak fisik (bicara cabul), ada kontak fisik (diraba, dibelai, mastrubasi bahkan terjadi senggama.9 B. Bentuk Kekerasan Seksual Sebenarnya jika dilihat dari hakekatnya, kekerasan secara umum dibedakan dari aspek bentuk dan jenisnya. Baik kekerasan fisik, kekerasan seksual, kekerasan ekonomi maupun kekerasan politis. Karena konsen penulis menganalisa kekerasan seksual, maka jenis serta bentuknya pun berbeda. Dari tahun ketahun bentuk kekerasan seksual beragam macam bentuknya. Seperti yang dijelaskan oleh E. Kristi Poerwandari, bahwa kekerasan seksual mencakup kegiatan melakukan tindakan yang mengarah ke-ajakan maupun desakan seksual seperti menyentuh, meraba, mencium atau melakukan tindakantindakan lain yang tidak dikehendaki korban, memaksa korban, untuk menonton produk pornografi, gurauan-gurauan seksual yang tidak dikehendaki korban, 9 Wirawan Sarlito, Psikologi Remaja, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007), edisi revisi, hal. 177 48 uccapa-ucapan yang merendahkan dan melecehkan dengan mengarah pada aspek jenis kelamin (seks) korban, memaksa berhubungan seks dengan bentuk kekerasan fisik maupun tidak, memaksa melakukan aktivitas-aktivitas seksual yang disukai, merendahkan, menyakiti ataupun melukai korban yaitu korbannya anak-anak. Secara spesifik bentuk-bentuk kekerasan seksual pada anak berdasarkan bentuknya terdapat 4 (empat macam, yaitu: a) Perkosaan atau Pencabulan Baik perkosaan maupun pencabulan merupakan dua bentuk kekerasan seksual yang melanggar norma hukum. Bentuk perkosaan ataupun pencabulan merupakan dua istilah yang saling bersatu padu, namun terdapat kesamaan makna yaitu memaksa seorang untuk dijadikan objek hasrat seksual.Dalam bentuknya pristiwa ini sering terjadi seperti perkosaan oleh seorang yang lebih tua kepada seorang yang lebih muda umurnya (anak) untuk melakukan kontak fisik (memasukan alat kelamin anak) atau menggunakan penetrasi seksual berbeda seperti sodomi atau sejenisnya. b) Pelecehan seksual Dalam pelecehan seksual terhadap anak, biasanya pelaku lebih menggunakan cara-cara halus dan tidak ekstrem namun berakibat fatal kepada kondisi psikis anak.Bentuk pelecehan seksual anak seperti meminta atau menekan seorang anak untuk melakukan aktivitas seksual. 49 c) Percobaan Perkosaan Untuk memenuhi hasrat seksualnya, sering kali percobaan perkosaan pada anak sering terjadi.Percobaan perkosaan bisa berbentuk seperti melakukan hal-hal yang tidak senonoh (mencium, meraba, dan sejenisnya) tanpa sepengetahuan si korban. d) Menampilkan Pornografi Pada bentuk ini, seorang anak dipaksa untuk Memberikan paparan yang tidak senonoh dari alat kelamin anak, seperti menampilkan bentuk fisik tubuh, tak lain untuk mengundang hubungan seksual terhadap anak.10 C. Faktor Penyebab Kekerasan Seksual Kekerasan seksual pada anak menunjuk pada tindakan pemaksaan seksual pada seorang anak oleh orang dewasa yang memiliki kekuatan, pengetahuan, dan akal yang lebih besar.11Para pelaku kekerasan seksual terhadap anak seringkali adalah orang-orang yang telah dikenal baik oleh korban, seperti tetangga, kakek, sepupu, paman, guru, bahkan orang tua kandung sendiri, ayah angkat, seperti yang terjadi pada kasus yang dialami Meti pada ceritera di atas. Informasi dari Komnas Perlindungan Anak Indonesia sejak tahun 2006- (2009) menunjukan bahwa 1dari 6 kasus perkosaan adalah kasus incest, yaitu kekerasan 10 Http://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Pelecehan_Seksual_Terhadap_Anak. tanggal 6 Desember 2013, 19. 15 WIB 11 Diakses pada Cynthia Crosson Tower, Child Abuse and Neglect, (Washington: National Education Association, T.t), hal. 26. 50 yang dilakukan oleh keluarga sedarah ataupun orang yang tinggal dalam satu rumah (ayah kandung, saudara kandung, paman, kakek, ayah tiri, dan keponakan).12 Hal ini juga didukung oleh pendapat dari Liz hall dan Siobhan Lioyd yang mengatakan “Kekerasan seksual pada anak banyak dilakukan oleh ayah atau seseorang yang memiliki figur seorang ayah.”13 Penyebab adanya kasus-kasus kekerasan pada anak khususnya yang terjadi dalam keluarga, adalah karena ketidakharmonisan antara suami-istri yang seringkali menjadi pendorong yang kuat bagi sang suami melakukan tindakan kekerasan seksual pada anak perempuannya. Keadaan seperti akan semakin mudah dilakukan oleh sang ayah, karena selama ini ayah dianggap sebagai orang yang paling berkuasa dalam rumah tangga, sehingga anak tidak mempunyai kekuatan untuk melakukan perlawanan, dan jika ada perlawanan, ujung-ujungnya anak juga yang mengalami kesakitan. Ada juga kekerasan seksual yang terjadi pada anak yang cacat. Dalam melakukan kekerasan pada anak yang cacat, pelaku menjadi sangat mudah melakukan tindakannya yang biadab tersebut, melihat kondisi anak cacat yang tidak memungkinkan dia melakukan perlawanan, atau melaporkan kasus yang dia alami kepada banyak orang. Selain itu, ada sebagian anak yang juga terpaksa mengikuti kemauan si pelaku untuk berhubungan seksual, dikarenakan sang anak 12 Lihatartikel “Kekerasan Seksualpada AnakIndonesia”http://sendawakurasapisang.blogspot.com/2012/05/kekerasan-seksual-pada-anakindonesia.html.Diakses pada tanggal 6 Desember 2013, 19. 20 WIB 13 Liz Hall & Siobhan Lioyd,Surviving York: Philadelphia, London: The Falmers Press, 2007),hal. 3 Child Sexual Abuse, (New 51 diberikan uang atau hadiah lainnya, sebagai upah kesiapannya melakukan apa yang diinginkan oleh si pelaku.14 Jadi bisa disimpulkan bahwa faktor penyebab terjadinya kekerasan seksual terhadap anak yang dialami oleh subyek adalah sebagai berikut: a) Faktor kelalaian orang tua.. Kelalaian orang tua yang tidak memperhatikan tumbuh kembang dan pergaulan anak yang membuat subyek menjadi korban kekerasan seksual. b) Faktor rendahnya moralitas dan mentalitas pelaku. Moralitas dan mentalitas yang tidak dapat bertumbuh dengan baik, membuat pelaku tidak dapat mengontrol nafsu atau perilakunya. c) Faktor ekomoni. Faktor ekonomi membuat pelaku dengan mudah memuluskan rencananya dengan memberikan iming-iming kepada korban yang menjadi target dari pelaku.15 D. Kasus Kekerasan Seksual di Indonesia Beberapa bulan terakhir ini, kasus kekerasan seksual pada anak marakterjadi di Indonesia. Kasus kekerasan seksual pada anak yang terjadi di Batam, Bali, Jakarta, Bekasi dan daerah yang lainnya bermoduskan beragam. 14 Liz Hall & Siobhan Lioyd,Surviving York: Philadelphia, London: TheFalmers Press, 2007), hal. 3 15 Child Sexual Abuse, (New Database Kasus Kekerasan Seksual terhadap Anak hasil Pemantauan Komisi Perlidungan Anak Indonesia Bidang Data Dan Informasi dan Pengaduan Januari-November 2013. 52 Kekerasan seksual pada anak ini sangatlah memprihatinkan banyak pihak terutama bagisekolah-sekolah serta ibu-ibu yang memiliki anak. Komnas Anak mencatat bahwa kasus kekerasan seksual pada anak terjadi di Indonesia kini mencapai 730 kasus.16 Kasus kekerasa seksual yang melibatkan anak-anak terjadi di Indonesia bukan saja hanya menjadi korbanm bahkan ditemukan banyak juga sebagai pelaku (anak-anak). Catatan KPAI dalam kasus yang melibatkan kekerasan, keintiman yang bersifat seksualitas tercatat anak berhadapan dengan hukum (ABH) Sebagai Pelaku kekerasan Seksual langsung (Perkosaan) cukup banyak yaitu dengan jumlah keseluruhan 118 kasus. ABH Sebagai Pelaku Perbuatan Asusila dengan jumlah 73 kasus, ABH sebagai Korban Kekerasan Seksual jumlahnya 192 kasus, dan terkahir ABH sebagai Korban Asusila/Pencabulan/Sodomi 143 kasus. Jumlah keseluruhan dari kasus tersebut yaitu 526 kasus kekerasan yang melibatkan seksualitas.Jumlah kasus cukup mencengkangkan kita, serasa tidak rasional namun itulah fakta yang terjadi di negeri ini.17 Baik korban maupun pelaku yang terlibat umurnya amatlah beragam.Kebanyakan dari korban kekerasan seksual pada anak berusia sekitar 5 hingga 11 tahun.Bahkan trens sekarang yang terjadi adalah dikalangan pelajar, 16 Lihat “Indonesia Harus Perangi Kejahatan Seksual Terhadap Anak” lebih lengkap baca: http://www.investor.co.id/family/indonesia-harus-perangi-kejahatan-seksual-terhadapanak/72742. Diakses pada tanggal 26 November 2013 Pukul 19.30 WIB 17 Database Kasus Kekerasan Seksual terhadap Anak hasil Pemantauan Komisi Perlidungan Anak Indonesia Bidang Data Dan Informasi dan Pengaduan Januari-November 2013. 53 antara 12-18 tahun.18Modus pelaku dalammendekati korban sangatlah berfariasi misalnya mereka tinggal mendekati korban danmengajak ngobrol saja, ada juga yang membujuk korban, ada juga yang merayu dan adajuga yang memaksa korbanya. Serta modus yang lebih canggih yakni pelaku menggunakanjejaring sosial dengan berkenalan dengan korban, mengajak bertemu dan memperkosaatau melakukan kekerasan seksual.19 Kasus kekerasan seksual pada anak di Denpasar yang dilakukan oleh seorang priayangbiasa dipanggil Codet (30). Kasus ini menjadi ramai di masyarakat karena tidak hanyaterjadi pada satu anak saja. Untuk saat ini pelaku sudah ditangkap dan diketahui pernahmelakukan hal serupa pada tahun 2002 lalu di wilayah Batam. Yang menjadi korbannya adalahanak-anak usia 5-11 tahun. Tersangka melakukan modusnya dengan cara membujuk,merayu hingga memaksa korbannya.20Ternyata kasus kekerasan seksual tidak hanya terjadi pada anak-anak yang usianyalebih muda saja. Remaja putri hingga wanita yang menginjak usia dewasa pun rawanakan bahaya kekerasan seksual. Seperti kasus yang terjadi di Bekasi. Seorang tukang ojekyang mengaku pegawai pajak berhasil mengelabui 3 orang wanita berusia 16,18 hingga 24tahun. Ia pun melakukan modusnya dengan cara yang lebih modern, dari jejaring sosialyang 18 Database Kasus Kekerasan Seksual terhadap Anak hasil Pemantauan Komisi Perlidungan Anak Indonesia Bidang Data Dan Informasi dan Pengaduan Januari-November 2013. 19 Newsletter Pulih, Kekerasan Seksual pada Anak, Vol. 15 Juni 2010, hal. 1 20 Newsletter Pulih, Kekerasan Seksual pada Anak, Vol. 15 Juni 2010, hal. 1 54 saat ini sedang marak. Dari situ ia berkenalan dengan korban-korbannya, kemudianmengajak sang korban untuk bertemu dan memperkosa korbannya. Karena kasus kekerasan seksual pada anak sangat memprihatinkan danmembahayakan,kebanyakan dari ibu-ibu yang memiliki anak merasa resah dan ketakutan jika anak merekamenjadi korban dari kekerasan seksual tersebut. Kadangkala kebanyakan dari merekamenganggap masalah ini sangatlah serius untuk ditanggapi. Jika tidak maka bukan tidakmungkin hal itu akan mengganggu aktifitas mereka sehari-hari. Hal yang perlu diperhatikanoleh ibu-ibu adalah memperhatikan orang-orang dianggap mencurigakan ketika mendekatianak dan berhati-hati terhadap kebaikan orang ketika mendekati anak. E. Pemidanaan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak Setelah dibahas pada bab sebelumnya, bahwa kasus kekerasan seksual terhadap anak kian merajalela, hal demikian telah memberikan cedera kepada anak sebagai generasi untuk melanjutkan kiprahnya sebagai manusia yang utuh. Secara spesifik, upaya pemidanaan terhadap kasus kekerasan seksual atau pelecehan terhadap anak telah diatur dalam beberapa peraturan nasional, yaitu KUHP, KUHAP, UU No. 23 Tahun Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak dan UU No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan UndangUndang Perlindungan Anak No 23 Tahun 2002 telah dijelaskan bahwa tindak pidana pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur merupakan sebuah 55 kejahatan kesusilaan yang bagi pelakunya harus diberikan hukuman yang setimpal. Maksudnya dengan dijatuhkan hukuman kepada si pelaku sehingga dapat kiranya tindakan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur dapat dicegah sehingga perbuatan tersebut tidak terjadi lagi. Adapun dalam KUHP, pasal- pasal yang mengatur tentang hukuman bagi pelaku pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur terdapat dalam pasal 287, dan 292 KUHP: Pasal 287 ayat (1) KUHP berbunyi: “Barang siapa bersetubuh dengan seorang perempuan di luar perkawinan, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun, atau umurnya tidak jelas, bahwa ia belum waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”. Tapi apabila perbuatan persetubuhan itu menimbulkan luka-luka atau kematian maka bagi sipelaku dijatuhkan hukuman penjara lima belas tahun, sebagai mana yang telah ditetapakan dalam pasal 291 KUHP.21 Adapun bunyi Pasal 292 KUHP, yaitu: “Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.22 Sedangkan di dalam Undang -Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, ada dua pasal yang mengatur tentang ancaman hukuman 21 R. Soenarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP: Dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung dan Hoge Raad, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2006), hal. 173. 22 R. Soenarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP: Dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung dan Hoge Raad, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2006), hal. 175 56 bagi pelaku pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur yaitu pasal 81 dan pasal 82.Pasal 81 yang bunyinya: “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp.300. 000. 000, 00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).”23 Adapun Pasal 82 yang bunyinya: Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp.300. 000. 000, 00 ( tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 60. 000. 000, 00 (enam puluh juta rupiah).24 Dari paparan pasal- pasal tentang hukuman bagi pelaku yang dewasa terhadap pelecehan seksual ataupun kekerasan seksual pada anak di bawah umur, maka dapat disimpulkan bahwa hukuman bagi si pelaku bervariasi, bergantung kepada perbuatannya yaitu apabila perbuatan tersebut menimbulkan luka berat seperti tidak berfungsinya alat reproduksi atau menimbulkan kematian maka hukuman bagi si pelaku akan lebih berat yaitu 15 tahun penjara. Tetapi apabila tidak menimbulkan luka berat maka hukuman yang dikenakan bagi si pelaku adalah hukuman ringan. 23 Undang-Undang Republik Indonesia No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.(Jakarta: Asa Mandiri, 2002), hal. 22 24 Undang-Undang Republik Indonesia No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.(Jakarta: Asa Mandiri, 2002) hal. 23. 57 Berbeda dengan pemidanaannya anak-anakm hal tersebut diatur tersendiri dalam Undang-udang.Pengaturan tentang anak yang berkaitan dengan pemidanaan atau berhadapan dengan hukum dijelaskan dalam Undang-undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradadilan Anak, bahwa pemidanaan kasus yang berkaitan dengan anak, secara umum dapat dibagi tiga bagian: yaitu anak sebagai korban, anak sebagai pelaku dan anak sebagai saksi yaitu anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun. Jika antara korban dan pelaku masih berumur 12 dan belum berumur 18 tahun maka menurut UU No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradadilan Anak lebih mengedepankan keadilan restoratif yaitu penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.25 Dan diupayakan dalam menyelesaikan perkara tersebut antara pelaku dan korban masih dalam kategori anak pada asas diversitas yaitu pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.26 25 Undang-undang No 11 Tahun 2012 Sistem Peradilan Anak 26 Undang-undang No 11 Tahun 2012 Sistem Peradilan Anak BAB IV EFEKTIVITAS KINERJA KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA DALAM MENGATASI KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK A. Peran KPAI Dalam Mengatasi Kekerasan Seksual Terhadap Anak Dari beberapa pristiwa yang ada, keberlangsungan anak sebagai generasi mulai terancam dengan tindakan-tindakan yang tidak manusiawi seperti maraknya kekerasan terhadap anak.Sebagai bagian dari generasi penerus cita-cita bangsa, anak memiliki peran strategis dalam menjamin eksistensi bangsa dan negara di masa mendatang. Agar mereka kelak mampu memikul tanggung jawab itu, maka mereka perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, sosial, maupun spiritual. Hal itu bisa terlaksana jika beberapa upaya pencegahan (preventive) serta penanggulangan (solving) masalah kekerasan terhadap anak dilakukan dengan cara maksimal oleh sebuah negara. Fenomena kekerasan terhadap anak kian hari kian menjadi-jadi, terbukti dengan beberapa penemuan fakta mengejutkan bentuk kekerasan pada anak terus meningkat. Seperti yang dilansir dari data Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mencatat dalam semester I ditahun 2013 (mulai Januari sampai akhir Juni 2013) terdapat 1032 kasus kekerasan anak yang terjadi di Indonesia. Dari sebanyak 1.032 kasus kekerasan tersebut 62 adalah kasus kekerasan seksual 58 59 terhadap anak.1 Fakta yang sangat memperitahinkan ini berdampak kepada anak (korban) untuk menjadi lebih pendiam, takut, murung dan sebagainya.Lihat saja fakta yang didapat dari hasil penelusuran LBH Jakarta ketika melakukan advokasi anak sebagai korban kekerasan seksual.2 Begitu pula yang terjadi pada anak sebagai pelaku. Beberapa data yang didapat, kekerasan seksual pada anak tidak hanya terjadi sebagai korban, tetapi juga terdapat anak sebagai pelaku.Hal demikian merupakan beberapa fakta tentang kondisi kekerasan seksual di Indonesia sangat sistemik. Dari hasil pemantauan Komisi Perlidungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Data dan Informasi dan Pengaduan,3akhir November 2013 lalu kasus kekerasan seksual anak— terjadi pada anak sebagai korban dan anak sebagai pelaku. Berikut ini data kasus anak berhadapan dengan hukum (ABH) pada kasus kekerasan seksual, yaitu: 1 Baca berita “1.032 Kasus Kekerasan Anak Terjadi Di Semester I Tahun 2013” diakses pada: http://indonesia.ucanews.com/2013/09/05/1-032-kasus-kekerasan-anak-terjadi-di-semesteri-tahun-2013/. 14 September 2013 Pukul 17. 30 WIB 2 LBH Jakarta, Mengawal Perlidungan Anak berhadapan dengan Hukum, (Jakarta: LBH Jakarta, 2012), hal. 93 dan 124 3 Database Kasus Kekerasan Seksual terhadap Anak hasil Pemantauan Komisi Perlidungan Anak Indonesia Bidang Data Dan Informasi dan Pengaduan Januari-November 2013. 60 Jenis Pengaduan Subjek Kekerasan Seksual No Pengaduan Surat Telfon Online Cetak Elektronik E-Mail 5 8 7 28 25 24 21 Pelaku 2 2 5 17 13 15 19 Korban 32 8 4 62 43 25 18 Korban 26 5 3 51 31 14 13 dan Jenis Kekerasannya Langsung 1 ABH Sebagai Pelaku kekerasan Seksual langsung (perkosaan) 2 ABH Sebagai Perbuatan Asusila 3 ABH sebagai Kekerasan Seksual 4 ABH sebagai Asusila/Pencabulan/Sodomi Tabel A4 Bagan di atas merupakan hasil pemantauan KPAI terhadap sejumlah kasus kekerasan seksual terhadap anak dari awal Januari-November 2013, baik kaitannya anak sebagai pelaku ataupun kaitannya anak sebagai Korban kekerasan seksual.Dari hasil pencermatan kasus di atas, ada 4 (dua) kategori yang berhubungan dengan keintiman ataupun bersinggungan dengan kekerasan seksual. Pertama anak berhadapan dengan hukum (ABH) Sebagai Pelaku kekerasan Seksual langsung (Perkosaan) cukup banyak yaitu dengan jumlah keseluruhan 118 kasus. Dengan rincian hasil laporan langsung terdapat 5 (lima) 4 Table ini penulis klasifikasi berdasarkan kesimpulan Database Kasus Kekerasan Seksual terhadap Anak Hasil Pemantauan Komisi Perlidungan Anak Indonesia Bidang Datan Dan Informasi dan Pengaduan Januari-November 2013. 61 pengaduan langsung dan sisanya pengaduan tak langsung (surat, telfon, online, cetak, elektronik dan e-mail yaitu 8, 7, 28, 25, 24, dan 21 kasus. Kedua anak berhadapan dengan hukum (ABH) Sebagai Pelaku Perbuatan Asusila dengan jumlah 73 kasus.Dengan rincian laporan langsung terdapat 2 (dua) dan sisanya tidak langsung yaitu 2, 5, 17, 13, 15 dan 19 kasus. Ketiga anak berhadapan dengan hukum (ABH) sebagai Korban Kekerasan Seksual terjadi paling tinggi dengan jumlah kumulasi 192 kasus, ini bisa dilihat dari hasil laporan langsung sebanyak 32 kasus, sisanya adalah laporan tak langsung yaitu 8, 4, 62, 43, 32 dan 18 kasus. Dan yang terakhir adalah anak berhadapan dengan hukum (ABH) sebagai Korban Asusila/Pencabulan/Sodomi menempati peringkat kedua dengan jumlah kumulasi yaitu 143 kasus dengan rincian pengaaduan langsung kepada KPAI 26 kasus dan sisanya adalah pengaduan tak langsung yaitu 5, 3, 51, 31, 14 dan 13 kasus. Melihat dari data yang ada, Fakta miris di atas telah mencengangkan kita sebagai masyarakat.Yang mana telah terjadi peningkatan dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia baik anak sebagai pelaku maupun anak sebagai korban kekerasan seksual terhadap anak. Anak sebagai generasi dan penerus bangsa, kini telah menjadi korban maupun pelaku kekerasn seksual. Kondisi anak dalam keadaan apapun telah menjadi tanggung jawab Negara, untuk menumbuhkembangkan potensinya.Dari dasar itulah dirasa penting untuk melindungi hak anak dari beragam bentuk perbuatanyang mengarah pada 62 penghilangan potensi serta bakat anak di masa mendatang, baik dia berada dalam posisi sebagai korban maupun anak sebagai pelaku. Ada beberapa alasan mengapa peran Negara sangat diperlukan dalam mengatasi kasus kekerasan seksual terhadap anak yaitu: a) Biaya untuk melakukan pemulihan akibat dari kegagalan dalam memberikan perlindungan anak sangat tinggi. Jauh lebih tinggi dari biaya yang dikeluarkan jika anak-anak memperoleh perlindungan. b) Anak sangat berpengaruh langsung dan berjangka panjang atas tindakan /perbuatan (action) atau ketiadaan tindakan/perbuatan (unaction) dari pemerintah atau kelompok lainnya. c) Anak selalu mengalami kesenjangan dalam pemberian pelayanan publik, dalam hal ini sering kali anak mendapat ancaman atau intimidasi manakala berhadapan dunia peradilan.5 d) Anak tidak mempunyai hak suara, dan tidak mempunyai kekuatan lobby untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah. e) Anak pada banyak situasi tidak dapat mengakses perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak. f) Anak lebih beresiko dalam eksploitasi dan penyalagunaan dalam bentuk apapun.6 5 Hasil Kesimpulan Proses Hukum Tindak Pidana Anak, LBH Jakarta, Memudarnya Batas Kejahatan dan Penegak Hukum: situasi pelanggaran hak anak dalam peradilan pidana, (LBH Jakarta: Jakarta, 2012), 121 63 g) Dalam upaya penanganan kasus pidana kekerasan terutama yang melibatkan anak sebagai pelaku kekerasan seksual sering kali tidak mengindahkan peraturan khusus bagi anak,7 seperti yang tertuang dalam pasal 64 ayat (2) UUPA yang dilaksanakan melalui: Perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak – hak anak; Penyediaan petugas pendamping khusus anak sejak dini;Penyediaan sarana dan prasarana khusus;Penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan terbaik bagi anak; Pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak yang berhadapan dengan mempertahankan hukum;Pemberian hubungan dengan orangtua jaminan atau untuk keluarga, danPerlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi.8 Dari alasan itulah peran suatu Negara menjadi prioritas utama dalam mengendalikan kasus-kasus kekerasan yang melibatkan seorang anak baik dia sebagai korban atapun dia (anak) sebagai pelaku.Negara dituntut untuk memberikan perlidungan kepada anak untuk menjamin hak-hak mereka hingga dewasa kelak. 6 LBH Jakarta, Mengawal Perlidungan Anak Berhadapan dengan Hukum, (LBH Jakarta: Jakarta, 2012), hal. 17 7 Undang-undang khusus bagi anak ini yaitu UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlidungan anak dan Undang 8 Pasal 64 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlidungan Anak 64 Secara normatif, Peran Negara dengan menanggulangikasus kekerasan seksual di atas, harus sesuai dengan amanah pembukaan UUD 1945, yaitu mensejahterakan dan memakmurkan rakyat, mencerdaskan kehidupan bangsa, pertahanan dan keamanan, serta menegakkan keadilan. Hal ini menegaskan bahwa keberlangsungan hidup setiap individu di bumi Nusantara, terutama bagi anak medapatkan perlindungan hak dari Negara Indonesia, termasuk perlindungan hak anak yang merupakan bagian dari Hak Asai Manusia. Kaitanya dengan perlidungan anak dengan kasus kekerasan seksual, Undang-undang No. 23 tahun 2002 telah mengamanatkan bahwa Negara menjamin hak-hak anak dengan mendirikan sebuah lembaga non departement dan independen seperti yang tertuang dalam Bab XIUU No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yaitu mendirikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Sesuai pasal 76, Komisi Perlindungan Anak Indonesia memiliki tugas, antara lain adalah: a. Melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, pengumpulan data dan informasi menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap pelanggaran perlindungan anak. b. Memberikan laporan, saran, masukan dan pertimbangan kepada presiden dalam rangka perlindungan anak. 65 Pemenuhan dan perlindungan yang berpihak pada anak dan memegang teguh prinsip non-diskriminatif, kepentingan terbaik bagi anak (the best interest of child), serta partisipasi anak dalam setiap hal yang menyangkut dirinya merupakan prasyarat yang mutlak dalam upaya pemenuhan dan perlindungan hak anak yang efektif. Antara Peran KPAI dengan kasus kekerasan seksual pada anak, setelah ditelisik lebih jauh oleh penulis bahwa KPAI mempunyai peran sangat vital dalam menangani kasus-kasus kekerasan secara umum terkhusus kekerasan seksual terhadap anak. Hal itu bisa dilihat dari Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlidungan Anak yang memberikan penjelasan bahwa upaya perlidungan bagi anak terdapat dua kategori, yaitu pertama perlidungan secara umum dan yang kedua perlidungan secara khusus. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak masuk dalam ketegori upaya perlidungan secara khusus. Menurut definisi undang-undang bahwa yang dikatakan dengan Perlidungan Anak secara khusus yaitu perlindungan yang diberikan kepada anak dalam: a) situasi darurat;b) anak yang berhadapan dengan hukum;c) anak dari kelompok minoritas dan terisolasi; d) anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual; e) anak yang diperdagangkan; f) anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza); g) anak korban penculikan, penjualan, perdagangan;h) anak korban kekerasan 66 baik fisik dan/atau mental; i) anak yang menyandang cacat; j) Dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.9 Tujuan Perlidungan bagi anak terdapat pada Pasal 3 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak, untuk menjamin terpenuhinya hakhak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat martabat manusia, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak, mulia dan sejahtera.10 Perlindungan anak diusahakan oleh setiap orang, orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah maupun Negara. Pasal 20 Undang-Undang Perlindungan Anak menentukan: Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.11 Kaitannya dengan kasus kekerasan seksual, Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak pun telah mengaturnya, yang mana upaya perlidungan kekerasan seksual termasuk dalam kategori upaya perlidungan anak secara khusus menurut undang-undang ini. Upaya perlidungan khusus kasus kekerasan seksual bisa dilihat dalam pasal 66 dari ayat 1-3 yaitu: 9 Pasal 1 Ayat (15) Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak 10 Pasal 3 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak 11 Pasal 20 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak 67 1) Adapun kewajiban dan tanggung jawab dalam kasus ini merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah danmasyarakat.12 2) Pada pasal 62 ayat (2) Perlindungan khusus bagi anak yang dieksploitasi sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui: a) Penyebarluasan dan perundang-undangan atau yang sosialisasi berkaitan ketentuan dengan peraturan perlindungan anakyang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual; b) pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi; dan c. pelibatan berbagai instansi pemerintah, perusahaan, serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat dalam penghapusan eksploitasi terhadap anak secara ekonomi dan/atau seksual. 3) Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasiterhadap anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).13 Dalam pemenuhan hak-hak anak, KPAI membentuk kelompok-kelompok kerja yang bertugas menangani pelanggaran hak anak di dalam masing-masing Kelompok Kerja (Pokja). Pembagian kelompok-kelompok kerja tersebut berfungsi untuk memudahkan penanganan pelanggaran HAM yang terjadi pada anak-anak. Selain itu, dalam kasus kriminal anak, KPAI mengusahakan 12 Pasal 66 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak 13 Pasal 66 ayat 1-3 66 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak 68 terjadinya integrated criminal justice system,14 dimana terintegrasinya kepolisian dan aparat penegak hukum dalam mengatasi pelanggaran-pelanggaran kriminal oleh anak. Disamping menegakkan kebenaran, dalam prosedur penahanan anak, mereka harus dapat bekerja sama dengan pakar psikologi anak karena anak-anak yang berhadapan dengan hukum membutuhkan perlakuan khusus agar tidak meninggalkan trauma di kemudian hari. Oleh karena itu, KPAI memungkinkan terciptanya ruang-ruang percontohan sidang untuk anak agar dapat melangsungkan peradilan khusus anak sesuai dengan konvensi hak anak yang berlaku dewasa ini. KPAI telah memberikan pengawasan ketika terjadi kekerasan, bagaimana melakukan pendampingan, pengawalan (proses peradilan), dicarikan pemecahan masalah kepada stake holder (pihak yang berwenang), dicarikan jalan keluar bagaimana si anak ini bisa tertangani di area-area seperti rehabilitasi dan lainlain.15 Dalam Penjelasannya, praktek KPAI ketika terdapat laporan atau pengaduan langsung, KPAI langsung menanyakan kasus tersebut kepada pihak pelapor dan korban, dari hasil laporan itu akan diinventaris serta dimasukan di dalam data dan mempelajarinya. setelah itu dicarikan pemecahan masalahnya, 14 _____, Peran KPAI. Lebih lengkap baca: http://essays24.com/print/PeranKpai/47669.html. Diambil pada tanggal 24 Desember 2013 Pukul 06.30 WIB 15 Hasil wawancara dengan Narasumber KPAI: Dinil Abrer Sultani, S.Pd.I (Pokja Kajian Dan Telaah KPAI)tanggal 16 Desember 2013 69 bagaimana kasus ini, apakah diselesakan dipengadilan atau diselesaikan secara kekeluargaan atau yang lainnya. Dalam penuturannya, biasanya penyelesaian yang diikuti oleh KPAI diselesaikan di pengadilan (baik korban atau pelaku). Jika seperti itu, KPAI melakukan pendampingan baik dalam penyelidikan sampai putusan peradilan.16 Melihat kasus kekerasan seksual yang meningkat tinggi setiap tahunnya, peran KPAI amatlah penting sebagai pelindung hak anak di Indonesia, hal itu bisa dibuktikan dengan hasil pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap pelanggaran perlindungan anak baik dalam upaya pemenuhan hak korban (anak) ketika terjadi penyimpangan kasus seperti contoh pengungkapan kasus sodomi atau perkosaan seseorang yang dilakukan oleh pihak keluarganya sendiri. Karena pada wilayah ini seringkali korban ataupun pihak yang bersangkutan tidak ingin kasus tersebut dipidanakan karena dengan alasan hal itu adalah aib keluarga.17 Penemuan KPAI dalam menangani kasus kekerasan seksual yang melibatkan beberapa pihak keluarga ada sebagian orang menganggap hal itu adalah aib dan tidak boleh diekspos ke luar ketika hendak diselesaikan kasusnya. Contohnya KPAI sering mendatangi para pihak yang terkena kasus kekerasan seksual, kemudian mereka (pihak keluarga) mengatakan: sudahlah, kita tidak 16 Hasil Wawancara dengan Narasumber KPAI: Dinil Abrer Sultani, S.Pd.I (Pokja Kajian Dan Telaah KPAI), tanggal 16 Desember 2013 17 Hasil wawancara dengan Narasumber KPAI: Dinil Abrer Sultani, S.Pd.I (Pokja Kajian Dan Telaah KPAI), tanggal 16 Desember 2013 70 mau diekspos, karena ini aib gitu. Namun di sisi lain KPAI sering pula melobi hal itu untuk tetap diperjuangkan dicarikan solusi terbaik buat anak ketika masalah tersebut sudah endemic (rumit dan dalam).Peran KPAI dalam hal ini sangat penting dalam membuka sekaligus menawarkan solusi terbaik disaat terjadi suatu dilema dalam sebuah kasus kekerasan seksual. Alasan lain mengapa peran KPAI sangat dibutuhkan yaitu adalah terdapat perlidungan khusus dalam menangan kasus yang melibatkan anak, hal itu tidak banyak orang yang mengetahui, seperti dijelaskan di atas bahwa baik korban maupun pelaku ketika berhadapan dengan kasus kekerasan seksual harus mendapatkan hak-haknya yaitu seperti pendampingan, pengawasan, mendapat bantuan hukum, tidak mendapat penyiksaan oleh Negara. Misalkan banyak kasus yang melibatkan seorang anak yang menjadi (korban) tidak mendapatkan rehabilitasi, dan sebagainya. Dalam kasus lain sering pula jika kasus kekerasan seksual terjadi pelakunya pada anak, proses peradilan yang dilakukan dilakukan seperti layaknya orang dewasa padahal jelas-jelas berbeda. Untuk itu peran KPAI dalam sosialisasi, pemantauaan, pengawasan dalam perlidungan hak anak sangatlah diperlukan. 71 B. Hambatan KPAI dalam Mengatasi Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak Sebagai Komisi Negara, KPAI bertugas untuk memberikan perlindungan terhadap anak dan bersifat independen agar terbebas dari pengaruh atau intervensi dari kepentingan-kepentingan lain di luar kepentingan terbaik bagi anak. Ketentuan di maksud tercantum didalam Pasal 74 dari UU perlindungan anak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia dapat tidak seiringan dan sejalan dengan berbagai pilihan termasuk kebijakan eksekutif, legislatif atau yudikatif dalam membelah kepentingan dan melindungi hak-hak anak. Sejak didirikannya KPAI melalui Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang perlidungan anak pada tahun 2002 silam hingga sekarang, KPAI mengalami beberapa permasalahan serta hambatan yang cukup rumit. Dalam melakukan dorongan kepada para pihak yang berkepentingan seperti kepada pemerintah, pemangku kebijakan, aparat penegak hukum, orang tua ataupun masyarakat untuk betul-betul memberikan dorongan, masukan, sosialisasi kepada seluruh masyarakat Indonesia bahwa kepentingan untuk tumbuh dan berkembangnya seorang anak itu tetap harus dijaga. Hal itu tidaklah semudah membalikan tangan ketika terjadi suatu pristiwa kekerasan seksual bagi para 72 pihak untuk menyelesaikannya.18 Maka sangat dibutuhkan peran KPAI dalam mengatasi hal tersebut. Mulai dari kewenangan, legal standing hingga penanganan kasus menjadi sorotan KPAI. Dalam perjalannya kendala dan tantangan yang dihadapi KPAIsebagai berikut: 1) Legal Standing Penanganan Perkara KPAI Dari beberapa perkara yang masuk dalam KPAI, terdapat salah persepsi mengenai kewenangan KPAI dalam menangani kasus yang berkaitan dengan anak. Hal tersebut bisa dilihat dari hasil penuturan wawancara narasumber yaitu: KPAI punya wewenang dalam mengatasi hal kekerasan seksual terhadap anak, namun dengan artian kita harus tahu dulu tugas dan fungsinya. KPAI itu sendiri bukan menyelesaikan masalah tapi hanya memberikan pengawasan. Sebagai lembaga pengawasan jika terjadi kekerasan, bagaimana melakukan pendampingan melakuakan pengawalan supaya nanti memberikan ketika ada terjadinya korban kekerasan seksual dicarikan stake holder (pihak yang berwenang) dicarikan jalan keluar bagaimana si anak ini bisa tertangani di area-area rehabilitasi.Jadi bentuk 18 Hasil wawancara dengan Narasumber KPAI: Dinil Abrer Sultani, S.Pd.I (Pokja Kajian Dan Telaah KPAI), tanggal 16 Desember 2013 73 mengatasi kekerasan seksual ini dengan memberikan pendampingan dan memberikan solusi.19 Jadi terdapat salah persepsi bagi sebagian masyarakat bahwa KPAI didirikan untuk menyelesaikan terkait masalah anak (sebagai lembaga penyelesai masalah), tetapi hanya lebih bersifat pencari solutif kepada pihak berkepentngan (stake holders ). Hal demikian dirasa oleh banyak orang bahwa KPAI tidak terlalu berperan jika hal itu hanya sebatas pencarian solutiif ketika terjadi kasus kekerasan seksual. Jika kewenangan KPAI sesuai dalam pasal 76 UU No 23 tahun 2002, fungsi KPAI hanya menjadi lembaga independen yang melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelahaan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak serta memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada presiden dalam rangka perlindungan anak. KPAI tidak punya legitimasi untuk langsung bergerak dan mengambil tindakan terhadap anak yang mengalami kekerasan. KPAI harus bekerja sama dengan pihak kepolisian dan kejaksaan. Berdasarkan informasi 19 Hasil wawancara dengan Narasumber KPAI: Dinil Abrer Sultani, S.Pd.I (Pokja Kajian Dan Telaah KPAI), tanggal 16 Desember 2013 74 KPAI, draft MoU telah diserahkan kepada penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan namun tidak mendapat respon apapun. 2) Perlindungan Anak Belum Prioritas Bagi Pemerintah Indonesia Terkait dengan permasalahan diatas, aparat penegak hukum di Indonesia selama ini belum memiliki respon yang tinggi terhadap perlindungan anak. Isu ini tidak menjadi krusial karena tidak ada unsur politisnya. Undang-undang No 23 tahun 2002 dan Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak belum ditegakkan secara penuh dan cenderung tidak diakomodasi oleh departemen-departemen terkait. Departemen-departemen yang menangani masalah anak seperti Dinas Sosial dan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi belum bersinergi dan belum ada koordinasi yang terintegrasi dalam menangani masalah-masalah penegakan hak anak. 3) Database Informasi KPAI Sangat disayangkan lembaga yang fungsi awalnya adalah sebagai pusat informasi ternyata belum mempunyai database yang optimal. Bahkan ketika penulis melakukan wawancara, penulis tidak diperkenankan untuk diberikan meminta database yang dibutuhkan.Sebagai pusat data sudah selayaknya KPAI mengembangkan suatu daftar baku atau standar informasi maupun indikator kesejahteraan pemenuhan hak maupun perlindungan anak, 75 yang dihimpun melaui masukan, saran dan pemikiran dari berbagai pihak yang berkepentingan, terkait dan peduli anak di Indonesia. Baru pada akhir tahun yang lalu Komisi Perlindungan anak Indonesia (KPAI) telah menyelenggarakan Pelatihan Pembangunan Data Base Pemantauan Hak Anak yang melibatkan peserta dari unsur Pemerintah maupun non Pemerintah dari 33 Propinsi ( yang hadir 26 propinsi). Untuk itu KPAI telah menghasilkan satu sistem software database Pemantauan Hak anak yang dikontribusikan untuk seluruh propinsi di Indonesia secara gratis. Sistem software database ini akan digunakan menjadi standard nasional dalam hal pengumpulan data yang berkaitan untuk melihat pemenuhan Hak anak merujuk pada Konvensi Hak Anak / KHA. 4) Minimnya pemahaman masyarakat dan penegak hukum dalam kerangka perlidungan hak anak. Hambatan lain yang menjadi faktor penghambat KPAI adalah Minimnya pemahaman masyarakat, penegak hukum dan stakeholders (pihak berkepentingan/terkait) dalam kerangka perlidungan hak anak ternyata memicu hambatan tersendiri. Karena dari situlah hak anak dapat tercapai ketika terjadi kasus kekeraasan seksual, baik masyarakat, penegak hukum, dinas-dinas sosial seharusnya memahami anak dalam keadilan restoratif yaitu seperti konsep pemidanaan yang mengedepankan pemulihan kerugian baik yang dialami korban (anak-anak) maupun pelaku (anak-anak). Pemahaman 76 lain seperti yang banyak terjadi di masyarakat adalah ketika terjadi kekerasan seksual pada anak kemudian melibatkan keluarganya sendiri (pelaku) atau tetangganya, hal demikian sulit sekali untuk diungkap. Karena mereka beranggapan hal itu adalah aib keluarga dan hal itu merupakan sesuatu yang memalukan.20 C. Efektivitas Kinerja KPAI Dalam Mengatasi Kekerasan Seksual Terhadap Anak Ada beberapa point penting yang harus dicermati dalam menganalisa apakah Negara dalam hal ini KPAI telah melidungi hak anak dalam kasus kekerasan seksual yang melibatkan anak-anak. Seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 B (2) menyatakan bahwa: “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh kembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.21 Apakah KPAI telah berperan aktif dalam mengupayakan perlidungan terhadap bentuk kekerasan apapun sesuai amanat UUD 1945 ataukah sebaliknya. Seperti yang kita tahu, Anak merupakan generasi penerus yang sangat menentukan masa depan bangsa secara keseluruhan. Dengan demikian, urgensitas perlidungan hak anak untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan 20 Hasil wawancara dengan Narasumber KPAI: Dinil Abrer Sultani, S.Pd.I (Pokja Kajian Dan Telaah KPAI), tanggal 16 Desember 2013 21 Pasal 28 B ayat (1) dan (2). UUD 1945, (Jakarta: Sekertariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI, 2011), hal. 28 77 karunia dan kemampuannya harus dilindungi. Oleh karena itu, segala bentuk yang dapat mengganggu atau merusak martabat anak, termasuk segala bentuk kekerasan tidak manusiawi, diskriminasi dan eksploitasi, harus diberantas tanpa pengecualian. Sesuai dengan tugasnya, KPAI mempunyai kewenangan secara umurm tertera dalam Pasal 76 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yaitu: 1. Melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, pengumpulan data dan informasi menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap pelanggaran perlindungan anak. 2. Memberikan laporan, saran, masukan dan pertimbangan kepada presiden dalam rangka perlindungan anak. Perlidungan lain yang diberikan dalan Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak, yaitu upaya perlidungan secara khusus bagi anak dalam segala bentuk pencederaan martabat anak (kekerasan apapun), dalam konteks ini perlidungan kekerasan seksual terhadap anak. Upaya perlidungan khusus terhadap kasus kekerasan seksual bisa dilihat dalam pasal 66 dari ayat 1-3 yaitu: 78 1) Adapun kewajiban dan tanggung jawab dalam kasus ini merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah danmasyarakat.22 2) Pada pasal 62 ayat (2) Perlindungan khusus bagi anak yang dieksploitasi sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui: penyebarluasan dan/atau sosialisasi ketentuan peraturanperundangundangan yang berkaitan dengan perlindungan anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual; pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi; dan c. pelibatan berbagai instansi pemerintah, perusahaan, serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat dalam penghapusan eksploitasi terhadap anak secara ekonomi dan/atau seksual. 3) Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi terhadap anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).23 Perlidungan anak dalam kasus kekerasan seksual yang melibatkan anak, secara garis besar KPAI telah berperan secara pasif dalam mengupayakan bentuk perlidungan kepada anak Indonesia, hal tersebut dikarenakan undangundang No. 23 Tahun 2002 tentang perlidungan anak hanya memberikan batasan kewenangan KPAI hanya sekitar wilyah sosialisasi peraturan, 22 Pasal 66 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak Pasal 66 ayat 1-3 66 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak 23 79 pengumpulan data base kasus kekerasan terhadapa anak, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelahaan, pemantauan dan evaluasi pelanggaran perlidungan anak-anak oleh stakeholder (kepolsian, kejaksaan, peradilan, dinas social, lembaga sosial, pendidikan, dan sebagainya) untuk tetap mempriorotaskan pertumbuhan anak, baik dia sebagai korban maupun sebagai pelaku. Hal tersebut bisa dirasa dalam beberapa fakta KPAI ketika terjadi kekerasan seksual, KPAI hanya bisa memberikan pengawasan ketika kasus tersebut sudah terjadi, artinya dalam hal ini KPAI lebih berperan secara pasif. Seperti pernyataannya narasumber KPAI bahwa: KPAI bukan menyelesaikan masalah tapi lebih memberikan pengawasan, melakukan pendampingan melakukan pengawalan ketika terjadinya korban kekerasan seksual, setelah itu dicarikan stake holder (pihak yang berwenang), dicarikan jalan keluar bagaimana anak bisa tertangani di area-area rehabilitasi dan sebagainya.24 Jadi menurutnya bentuk mengatasi kekerasan seksual ini dengan memberikan pendampingan dan memberikan solusi. Langkah konkrit yang sedikit terlihat berperan aktif dari KPAI adalah ketika terdapat pengaduan dari masyarakat kepada KPAI. Dalam hal ini, ketika terjadi kasus kekerasan seksual kemudian dilaporkan kepada KPAI, KPAI langsung memberikan tanggapan pada kasus tersebut. Mulai dari pemasukan 24 Hasil wawancara dengan Narasumber KPAI: Dinil Abrer Sultani, S.Pd.I (Pokja Kajian Dan Telaah KPAI) 80 perkara atau kasus ke dalam database, setelah itu dicarikan solusi terbaik buat anak, keluarga dan masyarkat. Setelah itu barulah ditentukan langkah solutif (penyelesaian) kepada para pihak, apakah kasus tersebut diselesaikan lewat dunia peradilan restoratif atau dikembalikan kepada pihak yang berkentingan. Seperti yang dinyatakan di atas, ketika KPAI mendapati sebuah laporan langsung atau tidak langsung dalam kasus kekerasan seksual, hal tersebut seringkali menjadi dilema tersendiri. Antara kebijakan penanganan aktif dalam upaya perlidungan anak dengan kewenangan KPAI hanya sebatas pemantauan dan pengawasan kasus kekerasan seksual. Ditambah lagi dengan meningkatnya kasus kekerasan seksual terjadi yang melibatkan pihak antara korban dan pelaku dari keluarganya sendiri, KPAI sering kebingungan antara mempertahankan perlidungan hak anak atau melepaskan intervensi (penyelesaian kasus kekerasan seksual) kepada pihak keluarga karena banyak pihak keluarga enggan memperpanjang kasus tersebut ke wilayah peradilan, dinas sosial, tempat rehabilitas atau sejenisnya. Karena beberapa anggapan dari mereka hal tersebut merupakan sebuah aib keluarga yang berpotensi mengancam martabat keluarganya. Di sisi lain, KPAI juga telah berperan dalam menjalankan tugasnya untuk melakukan analisa sebuah kebijakan kepada stake holder (pihak berkepentingan) agar memutuskan perkara kasus kekerasan seksual sesuai dengan amanat undang-undang. Tugas tersebut diberikan kepada KPAI karena tidak semua 81 masyarakat ataupun penegak hukum, stake holder memahami peraturan yang menjunjung hak-hak perkembangan anak. Namun di sisi lain juga, KPAI terlihat tidak mempunyai bargain power (kekuatan) untuk menegur keras-keras beberapa stakeholder (dunia pendidikan, peradilan, dinas sosial, departemen tenaga kerja, instansi pemerintah dan masyarakat) untuk tetap berperan aktif dalam upaya perlidungan kekerasan seksual terhadap anak baik upaya preventif (pencegahan), mitigasi (pencegahan dini) maupun penanggulangan pasca terjadi kasus kekerasan seksual terhadap anak. Contoh kasusnya adalah kekerasan seksual yang terjadi di Bekasi, KPAI sendiri tidak berperan aktif dengan lembaga-lembaga lainnya, atau ketika terjadi kasus, KPAI terlihat setengah hati untuk melakukan advokasi langsung ke tempat. Malah yang terjadi adalah seolah KPAI ketinggalan dalam penanganan kasus, karena pada kasus tersebut sudah dilakukan penanganan kasus (advokasi) oleh lembaga swadaya yang berbasis perlidungan anak. Selain tugas dan peran di atas, KPAI mempuyai tugas melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak. Alasan ini sebetulnya terkait banyaknya peraturan perundang-undangan di Indonesia yang membahas tentang anak, hal demikian menimbulkan kerigitan serta kebingunan oleh penegak hukum dan masyarakat, 82 bahkan dikalangan penegak hukum pun seringkali terjadi kesalahpahaman..25 Terlepas dari hal itu, sebetulnya setiap lembaga pemerintahmempunyai kewajiban untuk mensosalisasikan seluruh peraturan perudang-undangan yang berkaitan dengan tugasnya, Pasal 88 Undang-undang No. 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan telah memberikan tugas dalam penyebarluasan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh DPR dan Pemerintah26 dalam hal apapun, artinya kewenangan KPAI dalam hal ini sebetulnya kurang tepat secara normatif. Begitu juga dengan tugas KPAI dalam pengumpulan data dan informasi, melakukan penelahaan adalah bagian dari pemborosan kewenangan KPAI sebagai lembaga non departemen untuk melakukan hal tersebut.Karena sejatinya setiap lembaga Negara baik komisi maupun yang departemen sudah semestinya untuk mempertanggungjawabkan kewenagannya dalam pengumpulan database, monitoring, penelahaan, evaluasi, dan tugas yang lainnya untuk memberikan laporan tahunan kepada Presiden. Menurut penulis ada perbedaan mendasar antara komisi lain dengan ini yaitu berkaitan dengan Kewenangan KPAI ketika menerima pengaduan 25 LBH Jakarta, Memudarnya Batas Kejahatan dan Penegak Hukum: situasi pelanggaran hak anak dalam peradilan pidana, (LBH Jakarta: Jakarta, 2012), hal. 20 26 Pasal 88 UU No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndangan berbunyi: (1) Penyebarluasan dilakukan oleh DPR dan Pemerintah sejak penyusunan Prolegnas,penyusunan Rancangan Undang-Undang, pembahasan Rancangan UndangUndang,hingga Pengundangan Undang-Undang. (2) Penyebarluasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk memberikaninformasi dan/atau memperoleh masukan masyarakat serta para pemangkukepentingan. 83 masyarakat untuk memantau dan mengawasi pelanggaran perlindungan anak. Hal demikian menjadi sangat urgent manakala terjadi ketimpangan antara upaya perlidungan anak dengan penyelesaian yang tidak mengindahkan hak-hak anak. Seperti proses penyelesaian perkara pidana anak dalam kasus kekerasan seksual sering kali para aparat penegak hukum tidak mengindahkan hak-hak anak. Untuk itu diperlukan upaya pengawasan dan pemantauan ketat manakala anak terjangkit kasus tersebut, baik dia sebagai korban maupun sebagai pelaku kekerasan seksual. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan oleh KPAI adalah dampak kekerasan seksual pada anak yang amat sistemik, baik fisik maupun psikis27 yang kian meningkat. Padahal menurut penulis seharusnya KPAI lebih melihat konsepsi perlidungan anak seperti yang digariskan oleh Islam. Dalam lintasan sejarah, upaya perlidungan anak dari kegiatan eksploitasi ataupun kekerasan seksual telah diperkenalkan oleh Islam. Setiap perbuatan yang mengarah pada penghancuran martabat anak dilarang keras dalam perspektif Islam. Secara jelas, hal itu termasuk dari perbuatan yang amat keji serta melampaui batas. Oleh karenanya, Islam memberikan perlindungan terhadap anak mulai sejak masih dalam janin. Dalam al-Qur’an dijelaskan sebagai berikut: 27 Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2003), hal. 100-111 84 28 “Sesungguhnya merugilah orang yang membunuh anak-anak mereka karena kebodohan lagi tidak mengetahui dan mereka telah mengharamkan apa yang telah dikaruniakan Allah kepada mereka dengan mengada-ada terhadap Allah, sesungguhnya mereka telah tersesat dan tidak mendapat petunjuk. Konsepsi Islam yang lain ketika memperlakukan seorang anak adalah dengan memperlakukan seorang anak dibawah perlidungan serta pengayoman terhadapnya. Kisah ini terekam dalam sebuah hadits Nabi yang menyatakan: 29 قال النبي اللهصلى عليه وسلم ليس منا من لم يرحم صغيرنا ويىقر كبيرنا Dari Anas bin Malik menuturkan, bahwa Rasulullah Saw bersabda: “tidak termasuk golongan umatku mereka yang (tua) tidak menyayangi yang muda, dan mereka yang (muda) tidak menghormati yang tua.” (H.R. An-Nasa’i) Kisah kelembutan serta pengayoman terhadap seorang anak juga pernah terjadi ketika hari Rasul sedang memimpin shalat berjamaah dengan para Sahabatnya, Salah satu sujud dalam shalat yang dia lakukan cukup lama waktunya sehingga mengundang keheranan para Sahabat. Setelah shalat berjamaah selesai, salah seorang Sahabat bertanya, ―Mengapa begitu lama Rasul bersujud?‖ Jawab Rasul, ―Di atas punggungku sedang bermain cucuku Hasan dan Husain. Kalau aku tegakkan punggungku maka mereka akan terjatuh. Karena 28 29 Qur’an Surat al-An’am Ayat 140 Al-Hafiz Jalaluddin al-Suyuthiy, Sunan al-Nasaiy bi Syarh Jalaluddi al-Suyuthiy, Jilid 4, Juz 7 (Beirut: Dâr al-Jiil, t.th.), h. 311 85 itu, aku menunggu mereka turun dari punggungku, baru aku cukupkan sujudku.‖30 Beberapa penggalan riwayat dan kisah Islam di atas telah memberikan pesan kepada seluruh stake holder, baik dia sebagai orang tua, pendidik, pemerintah maupun penegak hukum lainnya untuk tetap menjaga harkat martabat seorang anak dari segala gangguan apapun, terlebih bentuk kekerasan seksual pada anak. 30 Diakses pada http://hizbut-tahrir.or.id/2008/03/20/kekerasan-terhadap-anak/. Tanggal 24 Januari 2014, Pukul 19.45 WIB BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah beberapa uraian dan penjelasan dari skripsi ini, penulis menemukan beberapa kesimpulan yang didapat sesuai dengan rumusan masalah adalah: 1. Jumlah kekerasan seksual terhadap anak yang samakin tinggi dan meresahkan, database akhir November 2013 KPAI mencatat kasus yang melibatkan kekerasan seksual sebanyak 526 kasus. Dirasa penting untuk KPAI untuk melidungi merebaknya kasus tersebut. Secara normatif, KPAI mempunyai kewenangan untuk berperan sebagai pelidung anak dalam mengatasi kasus kekerasan seksual terhadap anak. Hal tersebut bisa dilihat dari pasal 76 UU No. 23 tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak, bahwa KPAI berfungsi dan bertugas untuk: menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap pelanggaran perlindungan anak. Setelah melakukan penelahaan komprehensif dalam beberapa kasus kekerasan seksual, KPAI telah berperan untuk melakukan penelahaan, pemantauan, evaluasi dan mengawasi bentuk pelanggaran yang melibatkan anak-anak, dalam konteks ini kasus kekerasan seksual terhadap anak. 2. Sejak didirikannya KPAI melalui Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang perlidungan anak pada tahun 2002 silam hingga sekarang, KPAI 86 87 mengalami beberapa permasalahan serta hambatan yang cukup rumit. Dalam melakukan dorongan kepada para pihak yang berkepentingan seperti kepada pemerintah, pemangku kebijakan, aparat penegak hukum, orang tua ataupun masyarakat untuk betul-betul memberikan dorongan, masukan, sosialisasi kepada seluruh masyarakat Indonesia bahwa kepentingan untuk tumbuh dan berkembangnya seorang anak itu tetap harus dijaga. Hal itu tidaklah semudah membalikan tangan ketika terjadi suatu pristiwa kekerasan seksual bagi para pihak untuk menyelesaikannya. Kendala dan tantangan yang dihadapi KPAI sebagai berikut: a) Legal Standing Penanganan Perkara KPAI, b) Perlindungan Anak Belum Prioritas Bagi Pemerintah Indonesia, c) Minimnya Database Informasi KPAI, d). Minimnya pemahaman masyarakat, penegak hukum dan stake holders (pihak berkepentingan) dalam kerangka perlidungan hak anak. 3. Setelah mengetahui beberapa peran serta hambatan-habatan Komisi Perlidungan Anak Indonesia (KPAI) dalam mengatasi kasus kekerasan seksual terhadap anak, penulis menemukan beberapa point penting yang perlu dicermati. Sesuai dengan tugasnya dalam konteks ini mengatasi kasus kekerasan seksual terhadap anak yaitu KPAI telah pengumpulan data, informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap apapun. Seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 B (2) menyatakan bahwa: “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh kembang, serta berhak 88 atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Namun paya Perlidungan Anak dalam mengatasi kasus kekerasan seksual terhadap anak, secara garis besar KPAI telah berperan secara pasif dalam mengupayakan bentuk perlidungan kepada anak Indonesia, bertolak belakang dengan amanat UUD 1945. B. Saran-saran Setelah mengamati peran serta hambatan dari KPAI dalam menangani kasus kekerasan seksual, ada beberapa catatan penting untuk dipertimbangkan oleh KPAI dan para stakeholder, menurut penulis yaitu: 1. Seperti yang kita tahu, kasus kekerasan seksual meningkat tajam tiap tahunnya. Hal demikian seharusnya memberikan pertimbangan bahwa apakah peran KPAI dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlidungan Anak masih relevan dengan tugasnya yang masih pasif—hanya sebatas sosialisasi, pelaporan, pemantauan, pertimbangan. Saran penulis perlu dilakukan revisi terhadap Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlidungan Anak yang dirasa sudah tidak relevan lagi dengan zaman sekarang. 2. Dalam tugasnya, seharusnya KPAI lebih berperan ke wilayah penguatan advokasi terpadu terhadap kasus-kasus kekerasan seksual. Karena hal demikian memberikan dampak sangat strategis terhadap keberlanjutan kasus- 89 kasus kekerasan seksual terhdap anak. Seperti pengikutsertaan masyarakat, aparat penegak hukum, lembaga sosial dan lain-lain. 90 DAFTAR PUSTAKA Buku-Buku Al-Qur’an al-Karim Al-Suyuthiy, Al-Hafiz Jalaluddin. Sunan al-Nasaiy bi Syarh Jalaluddi alSuyuthi. Jilid IV. Juz VII. Beirut: Daar al-Jiil. t.th. Database Kasus Kekerasan Seksual terhadap Anak hasil Pemantauan Komisi Perlidungan Anak Indonesia Bidang Data Dan Informasi dan Pengaduan Januari-November 2013. Djamil, M. Nasir. Anak Bukan Untuk Dihukum. Jakarta: Sinar Grafika. 2013. Gosita, Arief. Masalah Perlindungan Anak. Jakarta Akademi: Presindo. 1989. Gultorn, Maidin. Perlindungan Hukum terhadap Anak. Bandung : PT. Refika Aditama. 2008. Hall, Liz & Siobhan Lioyd. Surviving Child Sexual Abuse. New York: Philadelphia. London: The Falmers Press. 2007. Kartono, Kartini. Patologi Sosial II Kenakalan Remaja. Jakarta: CV. Rajawali. 1992 Kementrian Pemberdayan Perempuan Republik Indonesia. 2004. Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Lembaga Negara Independen untuk Perlindungan anak. Jakarta: KPAI. 2006. KOntras. Menolak Kekerasan Merawat Kebebasan. Jakarta: Kontras. 2010 LBH Jakarta. Memudarnya Batas Kejahatan dan Penegak Hukum: situasi pelanggaran hak anak dalam peradilan pidana. LBH Jakarta: Jakarta. 2012 LBH Jakarta. Mengawal Perlindungan Anak berhadapan dengan Hukum. Jakarta: LBH Jakarta. 2012 91 Luhulima, Achie Sudiarti. Pemahaman Bentuk-bentuk Tindak Kekereasan terhadap Perempuan dan Alternatif Pemecahannya. Jakarta: Pusat Kajian Wanita dan Gender UI. 2000. Mulia, Siti Musdah, dkk. Meretas Jalan Kehidupan Awal Manusia; modul pelatihan untuk pelatih hak-hak reproduksi dalam perspektif pluralism. Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Jender. 2003. Mulyanto. Model Pengembangan Anak Dalam Perlindungan Khusus; Laporan Penelitian Pada Konfeksi Nasional Kesejakteraan Sosial Ketiga. Bukittinggi: DNIKS. T.th Newsletter Pulih. Kekerasan Seksual pada Anak. Vol. 15 Juni 2010. hal. 1 Poerwandari, E. Kristi. Mengungkap Selubung Kekerasan: Telaah Filsafat Manusia,. Bandung: Eja Insani. 2004. Prabowo, Budy. Anak-anak Korban Tsunami:Mereka Perlu perlindungan Khusus. Media Perempuan Edisii No.6. Jakarta: Biro Umum dan Humas Purnianti. Informasi Masalah Kekerasan Dalam Keluarga. Jakarta: Mitra Perempuan. 1999 Pusoitasari. Ratih, Pemasaran Sosial Peningkatan Pendidikan Seksual Oleh Orang Tua. Depok: FISIF UI. 2009. Salmi. Jamil. Violence and Democratic Society. Yogyakarta: Pilar Media. 2005 Santoso. Tomas. Kekerasan Agama Tanpa Agama. Jakarta: PT Pustaka Utan Kayu. 2002 Sarlito, Wirawan. Psikologi Remaj. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 2007. Siregar, Bismar dalam Irma Setyowati. Aspek Hukkum Perlindungan Anak. Jakarta: Bumi Aksara. 1990. Sukanto. Jurnal Psikologi UI, (Jakarta: UI Press, 1980), hal. 34 Sunggono, Bambang. Metode Penelitihan Hukum. Jakarta: PT. Grafindo Persada. 1997 Suyanto, Bagong. Masalah Sosial Anak. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2003. 92 Tim Penyusunan Pusat Pembimbing dan Pengembangan Bahasa DEPDIKBUD. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 1991 Tower, Cynthia Crosson . Child Abuse and Neglect. Washington: National Education Association. T.th Undang-Undang Perlindungan Anak. UU RI No.23 Tahun 2002. Jakarta :Sinar Grafika 2009. cet ke-4 UUD 1945. Jakarta: Sekertariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI. 2011 Wadong, Maulana Hassan. Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak. Jakarta: PT Gramedia Widiasrana Indonesia. 2000 Wahid, Abdul dan Muhammad Irfan. Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan seksual: Advokasi atas Hak Asasi Perempuan. Bandung: Refika Aditama. 2001 Windu, I. Marshana. Kekuasaan dan Kekerasan Menurut Johan Galtung. Yogyakarta: Kanisius. 1992. YLBHI. Panduan Bantuan Hukum di Indonesia. Jakarta: YLBHI dan PSHK. 2007 Peraturan Perundang-undangan: 1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945; 2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia; 3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak 4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak 5) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan 6) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga 93 7) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlidungan Saksi dan Korban 8) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak 9) Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 1998 tentang Usaha Kesejahteraan Sosial bagi anak yang mempunyai masalah 10) Keputusan Presiden Nomor 77 Tahun 2003 Tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia 11) Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990 tenang Konvensi Hak Anak. Hasil Penelusuran Internet: ________,Kekerasan Seksual Pada Anak di Jateng Makin Tak Terbendung, lebih lengkap lihat: http://komnaspa.wordpress.com/2013/09/10/kekerasan-seksual-padaanak-di-jateng-makin-tidak-terbendung/. Diakses pada tanggal 27 Desember 2013 Pukul 19.03 WIB ________,Indonesia Harus Perangi Kejahatan Seksual Terhadap Anak” lebih lengkap baca: http://www.investor.co.id/family/indonesia-harus-perangikejahatan-seksual-terhadap-anak/72742. Diakses pada tanggal 26 November 2013 Pukul 19.30 WIB _______, Peran KPAI. Lebih lengkap baca: http://essays24.com/print/PeranKpai/47669.html. Diambil pada tanggal 24 Desember 2013 Pukul 06.30 WIB ________,“Cabuli Bayi A Lebih dari Sekali” http://news.liputan6.com/read/738357/paman-cabuli-bayi-a-lebih-darisekali. Diakses pada tanggal 26 November 2013 Pukul 19.30 WIB ________, “31% Kekerasan Seksual terhadap Anak Dimulai dari Internet” http://www.investor.co.id/family/31-kekerasan-seksual-terhadap-anakdimulai-dari-internet/72084. Diakses pada tanggal 26 November 2013 Pukul 19.35 WIB ________, “Indonesia Harus Perangi Kejahatan Seksual Terhadap Anak” lebih lengkap baca: http://www.investor.co.id/family/indonesia-harusperangi-kejahatan-seksual-terhadap-anak/72742. Diakses pada tanggal 26 November 2013 Pukul 19.30 WIB 94 Pusat Data dan Informasi EksploitasiSeksual Komersial Anak (Pusdatin Eska)”,http://www.gugustugastrafficking.org/index.php?option=com_con tent&view=article&id=524:pusat-layanan-dan-informasi-eksploitasiseksual-komersial-anak-pusdatin-eska&catid=68:lsmnasional&Itemid=97. Diakses pada tanggal 6 Desember 2013, 19. 07 WIB ________,Http://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Pelecehan_Seksual_Terhadap_Anak. Diakses pada tanggal 6 Desember 2013, 19. 15 WIB ________, “Kekerasan Seksual pada Anak Indonesia” http://sendawakurasapisang.blogspot.com/2012/05/kekerasan-seksualpada-anak-indonesia.html. Diakses pada tanggal 6 Desember 2013, 19. 20 WIB Hukum Online “Kasus Kekerasan Seksual Anak Makin Memprihatinkan” http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt514c58f9ea788/kasuskekerasan-seksual-anak-makin-memprihatinkan. Diakses pada tanggal 26 November 2013 Pukul 19.38 WIB ________,Keluarga Korban Kekerasan Seksual Keluhkan KPAI”. http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabeknasional/13/11/11/mw3lha-keluarga-korban-pelecehan-seksual-oknumsantri-pesantren-keluhkan-kpai. Diakses pada tanggal 26 November 2013 Pukul 19.32 WIB ________, “1.032 Kasus Kekerasan Anak Terjadi Di Semester I Tahun 2013” diakses pada: http://indonesia.ucanews.com/2013/09/05/1-032-kasuskekerasan-anak-terjadi-di-semester-i-tahun-2013/. 14 September 2013 Pukul 17. 30 WIB Santoso, Ras Eko Budi, Pengertian Anak, di akses pada tanggal 11-07-2013 dari http://ras-eko.blogspot.com/2012/12/pengertian-anak.html ________,KPAI Desak DPR Revisi Undang-Undang Perlidungan Anak”, http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/01/29/3/126901/KP AI-Desak-DPR-Revisi-UU-Perlindungan-Anak. Tanggal 24 Desember 2013 Pukul 14.05 WIB TRANSKIP HASIL WAWANCARA “PERAN KPAI DALAM MENGATASI KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK” Interviewer Narasumber KPAI Tempat Tanggal Waktu : Hilman Reza (108048000021) : Dinil Abrer Sultani, S.Pd.I (Pokja Kajian Dan Telaah KPAI) : Kantor Pusat KPAI, Jl. Teuku Umar No. 10-12 MentengJakarta : 16 Desember 2013 Format Simbol Wawancara: : 10.30 – 11.15 WIB P: Penulis N: Narasumber KPAI P : Disini fakta yang pertama seperti yang mas tahu juga, sesuai dengan peraturan perundang di Indonesia setiap komisi pemerintah diberikan wewenang sesuai dengan kwenangan masing-masing dan salah satunya adalah KPAI itu sendiri, dalam kaitannya dengan permasalahan kasus kekerasan seksual terhadap anak, apakah KPAI mempunyai wewenang dalam mengatasi hal ini? N : KPAI punya wewenang dalam mengatasi hal kekerasan seksual terhadap anak, namun dengan artian kita harus tahu dulu tugas-fungsi KPAI itu sendiri bukan menyelesaikan masalah tapi kan memberikan pengawasan, sebagai lembaga pengawasankalau ada terjadi kekerasan bagaimana melakukan pendampingan melakukan pengawalan supaya nanti memberikan ketika ada terjadinya korban kekerasan seksual dicarikan stake holder (pihak yang berwenang), dicarikan jalan keluar bagaimana si anak ini bisa tertangani di area-area rehabilitasi, seperti itu salah satunya. Jadi bentuk mengatasi kekerasan seksual ini dengan memberikan pendampingan dan memberikan solusi. P: Tapi solusi itu belum begitu jelas pak? Bagaimana bentuk konkritnya? N: Misalkan terjadi kekerasan seksual pada anak, baik si anak sebagai korban atau anak pelaku, nah tugas KPAI di sini adalah ketika itu sebagai korban si anak ini maka dicarikan solusinya dengan si anak ini ditempatkan di tempat rehabilitasi, ada juga yang bisa dikembalikan kepada orang tua agar dibina, nah pelaku juga seperti itu, kalau dia masih dalam kategori anak maka dia tidak boleh dipenjara jika dia dibawah umur 18 tahun ke bawah dikembalikan pada orang tua untuk dilakuakan pembinaan-pembinaan begitu, solusinya itu mencarikan jalan keluar tempat dia dibina kembali. P :Kekerasan seksual itu menurut KPAI apa sih? N :Sebuah perbuatan yang sangat merendahkan, sangat melecehkan terhadap korban, memtutuskan masa depan, menghilangkan mimpi yang lebih baik bagi anak-anak, karena akibat kekerasan seksual ini menjadikan trauma yang berkepanjangan, khusus kepada korban ketika terjadi kekerasan seklsual, makanya menurut KPAI ya itu tadi dapat memutuskan masa depan anak begitu. P :Terus dari tahun ke tahun sampai sekarang ini data kasus kekerasan seksual terhadap anak bagaimana? N : banyak sebenarnya, kalau pertahun itu kan kita ada data khusus, khusus yang tahun 2013 ini yang sudah kita input dari januari sampai November 2013 ada banyak ini, kita bagi klusternya ada jenis pengaduan, ada yang dari langsung, surat, telfon dan pemantauan online, cetak dan elektronik. Masingmasing itu ada kekerasan seksual, nah saya bacakan saja ini, yang untuk jenis pengaduan yang langsung datang, ada yang langsung datang kemari ada yang melaui surat dan ada juga yang melaui telfon, nah untuk yang datang langsung kemari tahun 2013 ini terhitung januari sampai November ada 32 kasus, yang melaui surat itu ada 8 kasus, yang melalui telfon ada 4 kasus, nah untuk pemantauan media online itu ada 62 kasus, yang dari media (massa) cetak ada 43 kasus, dan melalui media elektronik itu ada 25 kasus. Dan setiap tahun kasus kekerasan seksual itu meningkat. P: Terus ketika melihat hal itu bagaimana tanggapan serta penyelsainnya, apakah penyelesainnya sampai tuntas atau berhenti ditengah jalan pak? N :Nah seperti yang saya kembalikan tadi, kebanyakan orang menganggap KPAI ini kan menyelesakan masalah ketika terjadi kekerasan seksual, pemahaman penyelesaian kasus dalam KPAI terjadi salah kapra, seolah-olah ketika sudah dikirimkan pengaduan kepada KPAI seolah-olah ini bisa selesai gitu, perlu kita kembalikan lagi bahwa sebenarnya fungsi-tugas KPAI itu sendiri memberikan pengawasan tidak terjadi hal-hal seperti tu melakukan pendampingan semacam pendekatan dan itu ada yang bisa selesai dan ada yang berhenti ditengah jalan dan berhenti ditengah jalan bukan ditinggalkan atau mandeg.mentok ada yang selesai sependanpingan tentu yang dicarikan solusi tadi mas, si pelaku atau sikorbannya yang ditempatkan ditehablitasi dikementrian sosial di dinas sosial banyak caranya, jadi kembali apakah bisa selesai tergantung kasus dan tergantung penanganannya, Dan tergantung situasi kasus itu sendiri. P :Dari tahun 2013 penyelesaiannya kira-kira berapa persen,kasus itu bisa diselesaikan? N : nah kalau itu bisa selesai itu ada dibidang apa saya tidak pegang, karna yang pegang itu kan yang pengaduan dan pengaduan putusnya masalah kan dipengaduan seperti lewat telpon, media cetak,dan langsung dateng kemari itu mereka langsung bersentuhan dengan KPAI sedangkan yang media cetak onlinekan kita kan cuma menginput data nah, kalau untuk jelasnya udah berapa yang selesai gituh yah nah, dari KPAI ini yang menyelesaikan yang khusus kekerasan seksusal ini mungkin di sekitar kroscek nanti di pengaduan apakah ada gituh gitoh loh mas. P :Yang kasus rata-rata ituh korban atau kasusnya rata-rata di umur berapa yah mas? N : Yah,pelajar mas pokoknya jadi kekerasan seksusal terjadi ketika anakanak di bawah umur 18 tahun yah berati terhitung dari kemarin itu yang bayi umur Sembilan bulan di perkosa pamannya sehingga meninggal terhitung dari umur Sembilan bulan sudah sampai di bawah umur 18 tahunpun terjadi. P :Itukasusnya pamannya selesainya gimana mas gituh mas? N: Maksudnya bagaimana? P :Pas itu pernah lapor ke sini juga? N :Engga,jadi KPAI itu melihat langsung ya kejadian sebenarnya seperti apa yang terjadi ituh rupanya anus sama lubang kemaluannya sangat mengerikan. P :Sebenarnya apa sih faktor penyebab terjadinya kasus-kasus kekerasan seksual begitu banyak? N :Banyak mas, banyak aspeknya, mulai dari, terkadang dari nontonan, karena pelaku itu khususnya, kita bahas tentang pelaku terlebih dahulu, karena ketika ada kasus kekerasan seksual ada pelaku dan ada korban, kadangkadang yang pelakunya itu seperti pelajar banyak menonton yang berbau-bau porno, kan sekarang gampang dicari situs-situs porno gitu kan, sekarang anakanak sudah punya gadget itu yang untuk pelajar atau anak-anak P :apa itu rasa keingintahuan mereka (anak-anak)? N: bisa jadi, terus yang orang tua yang tidak puas dengan istrinya atau dia menjanda atau dia menduda ingin ada kepuasan yang baru, atau terkadang kan korban terlalu membuka aurat, dan itu faktor-faktor yang bisa menyebabkan terjadinya itu (kekerasan seksual), seperti yang saya input kasus ada beberapa kasus yang saya terima gitu, saya input seperti tidur bersama karena rumahnya kecil jadi ibu, ayah dan sebelahnya anak gadis ketika ibu bangun jam 4 pagi siap-siap memasak si ayah tiba-tiba memeluk si anak, terjadilah kasus perkosaan, kan kadang-kadang gak masuk akal, tapi contoh seperti banyak terjadi. N : untuk menanggapi kasus tersebut bagaimana Peran KPAI dalam kasus tersebut? P : iya, tentu peran KPAImelakukan dorongan kepada pemerintah khususnya untuk mau melakukan kebijakan secara benar, terus kepada pihak berwajib melakukan pananganan, terus kepada orang tua atau masyarakat untuk betulbetul memberikan dorongan, masukan, sosialisasi kepada seluruh masyarakat Indonesia bahwa anak itu harus dijaga, nah ketika terjadi kasus peran yang dilakuakan ya itu mas coba melakukan identifikasi gitu kan, apa yang terjadi sebenarnya ini dan dicari siapa yang sebenarnya yang melakukan tindakan seperti itu dan diberikan semacam pelajaran, saya kira ini bukan tugas KPAI sendiri ya gitu ya, tetapi tugas kita semuanya, keluarga, dan kita pribadi masing-masing masyarakat bertanggung jawab untuk menjaga mencegah kasus kekerasan seksual itu sendiri. N : perlidungan dari KPAI sendiri itu terhadap kasus tersebut seperti apa pak?,misalkan terjadi pelaporan, pengaduan dan sejenisnya terus apa yang dilakukan KPAI? P : ketika ada laporan tentang kasus kekerasan seksual contohnya pengaduan datang langsung, kita langsung menanyakan kasus tersebut kepada pihak pelapor dan korban, dari hasil laporan itu akan diinventaris serta dimasukan di dalam data dan mempelajarinya, setelah itu dicarikan pemecahan masalahnya, bagaimana kasus ini apakah diselesakan dipengadilan atau diselesaikan secara kekeluargaan atau bagaimana, biasanya kan kebanyakan diselesaikan di pengadilan tapi pengadilan yang tertutup karena mereka (baik korban atau pelak) masih anak-anak, berbeda sama yang udah dewasa, kan terdapat hakhak mereka (anak-anak) dalam pengadilan itu menjaga, caranya adalah melakukan pendampingan tadi mas, kita check siapa ini korbannya gitu kan kalau khusus korban ya, kita lakukan pendampingan kita lihat, ini sebenarnya kasusnya bagaimana gitu kan, terus bagaimana ini supaya bisa diselesaikan, terkadang keluarga atau para pihak marah diadukan ke kepolisian atau pengadilan bagaimana ini bisa diselesaikan, sebenarnya hal-hal seperti itu, namun banyak kendala-kendala juga tentunya. P: rata-rata apa sih hambatannya itu pak? N : ya banyak sih mas kendala yang terjadi, terkadang ya gini mas, masingmasing pihak keluarga pelaku kekerasan contohnya tidak terima ketika dalam pengadilan contohnya ya, tentu keluarga korban menuntut kalau bisa dihukum mati karena telah memutuskan masa depan si anak apalagi kejadinya itu bisa hamil pokonya harus dihukum mati, tapi keluarga pelaku gak mau dituntut seperti itu toh juga terkadang kasusyang sering itu, kadang orang tua ini menutup juga menutup kasus ini, misalkan KPAI tahu ada laporan baru tetangga datang kemari, tetangganya terjadi kekerasan seksual terhadap anaknya kemudian ada tetanganya yang mengadu kepada KPAI tolong itu diurus, tetangganya itu. Setelah itu kita (KPAI) coba datangi terus orang tua tersebut (yang terkena kasus kekerasan seksual) menutup kasus tersebut dengan berkata: sudahlah, kita tidak mau diekspos, karena ini aib gitu. Tantangan-tantangan seperti saya kira banyak, seperti kasusnya video seks yang di Sekolah itu yang di Jakarta. P: Untuk kasus seperti itu bagaimana langkah KPAI? N: Jadi, pelaku perekaman itu memang datang kemari dan masing-masing pihak mempertahankan (argumentasi), orang tua dari pelaku-pelaku itu tidak ingin anaknya dipenjara seperti itu, sedangkan seolah-olah kalau dalam videonya itu ya terlihat saling senyum saling suka gitu kan, tapi seolah-olah ada diplintirkan yang perempuan yang pelaku itu seolah-olah dia dipaksa gitu, dan yang orang tua laki-laki tersebut langsung memindahkan anaknya ke luar atau ke pesantren. Nah kasus-kasus seperti itu yang sulit.Orang tua gak mau diperpanjang. P: Jadi faktor rasa malu orang tua banyak menjadi penghambat untuk terselesaikannya kasus kekerasan seksual? N: Banyak, ada juga sih, khususnya kalau anaknya pelajar menjadi pelaku kekerasan seksual mereka tidak mau anaknya terkenal, tetapi ada juga tapi tidak sebanyak itu. P: Hambatan lain selain faktor rasa malu keluarga atau aib, hambatan apa lagi yang menjadi problem dalam menangani kasus kekerasan seksual? N: Kalau untuk hambatan-hambatan yang lain tentu banyak ya, itu kan ada masing-masing Pokjanya, kebetulan saya termasuk masalah penginput data, untuk yang survey ke lapangan itu ada pokjanya tersendiri. Nah kami sering bercerita memang kendala yang sering dirasakan itu tadi, namun tidak menutup kemungkinan ada kendala-kendala yang lain. Tapi yang paing sering adalah itu, keluarga merasakan dan menggap masalah tersebut adalah aib, tetapi ada juga keluarga yang menganggap ini harus dilakukan penyelesaian karena hal itu telah memutuskan masa depan anak dan harus diperjuangkan, hal demikian ada juga yang berpendapat seperti itu. Ada yang nanti berbelit di hukum dipengadilan, dikepolisian.kita tidak terlalu mengambil kesimpulan terlalu panjang namun yang paling sering menjadi hambatan dan spesifik itu tadi mas. P: Tapi rata-rata berhenti dijalan karena hambatan itu? N: Bisa juga berhenti dijalan tapi ya akhirnya ya udah berlalu saja. P: Untuk urgensitas KPAI itu sendiri dalam menangani kasus kekerasan seksual terhadap anak itu bagaimana? N: tentu kalau ditanya urgensitas KPAI tentu penting lah, karena kan KPAI itu sendiri bertugas untuk menyelenggarakan perlidungan anak ketika terjadi kekerasan terhadap anak tentu itu bagian dari tanggung jawab dari KPAI untuk menyelesaikannya, namun perlu digaris bawahi tidak seperti pandangan masyarakat ketika ada kasus yang disampaikan kepada KPAI seolah-olah itu bisa selesai langsung gituh, gak seperti itu karena banyak hal-hal yang dipertimbangkan dan dilakukan KPAI, sehingga salah satu bentuk, bentuk merasakan kepentingan bahwa kekerasan seksual itu layak dan penting untuk diperhatikan ya dengan melakukan pendampingan, melakukan pencarian solusi, sebenarnya ini mau diapakan si anak, apakah anak ini dikembalikan kepada orang tua atau diselesaikan secara kekeluargaaan atau ditempatkan di tempat rehabilitasi, panti-panti, atau di tempat sosial seperti di dinas sosial. P: Seperti contoh kasus kekerasan seksual di pebayuran, pelapor tidak puas terhadap KPAI? Apa tanggapan KPAI? N: Sebenarnya mas, ini terkadang media sosial salah dan ingin tampil nama, mungkin mas baca yang di media online, saya ini coba input data yang di Republika ROL ONLINE memang bahasanya adalah KPAI yang salah tiidak melakukan penyelesaian secara tuntas, tapi saya lihat di detik.com itu bukan KPAI tapi itu adalah dengan nomor surat yang sama itu melaporkan ke LSM PASTI INDONESIA itu menurut wartawan detik.com, sedangkan menurut Republika ROL Online itu adalah Komsi Perlidungan Anak. Banyak Sebenarnya nama-nama lembaga-lembaga ini mas di masing-masing daerah ada yang namanya Komsi Perlindungan Anak, Lembaga Perlidungan Anak (LPA), ada yang lain yang bahasanya-bahasanya untuk perlidungan anak namun ini bahasanya, saya juga terkejut tadi bacanya “korban pelecehan seksual oknum santri pesantren keluhkan KPAI”. Kalau saya menjawabnya ini seolah-olah di sumbernya berbeda-beda gitu, tapi saya akan jawab, apa yang menjad kendala kasus kekerasan seksual khususnya kasus kekerasan di Pesantren al-Bina, seolah-kan kakak kelasnya menyodomi adik-adik kelasnya, terus pesantrennya beranggapan itu seolah-olahadalah aib gak boleh keluar, sedangkan disitu ada yang perlu diperjuangkan hak-hak anak ini karena sudah dilecehkan tapi pihak pesantren tidak mau karena menjaga nama baik,ini didiamkan dan itu salah menurut pesantren, akhirnya pihak pesantren mengeluarkan si senior itu (pelaku)juga ujung-ujungnyakarena sudah ada desakan-desakan, tapi dalam kasus ini ketika dilaporkan kepada lembaga salah satu lembaga itu tadi, namanya itu, ada namanya, jawabnya: tidak apa, tidak menyelesaikan tugas dalam telfon-telfon sama pihak orangtua korbannya tidak nyambung lagi gitu mas, namanya Arleks. Saya kira itu masyang tentu kendala-kendalanya. P: Untuk wilayah internal sendiri apa kendalanya? N: Ya, Pesantren kan ga mau yang namanya buruk, khususnya sekolah, pasti dia menjaga nama baik sekolah tapi karena dia sudah gempar gak terjaga lagi,