BAB 2

advertisement
8
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Investasi Pada Pasar Modal
2.1.1 Definisi Investasi
Setiap pemodal berusaha menanamkan modalnya dalam suatu investasi yang
menguntungkan. Secara sederhana pengertian investasi dikemukakan oleh Sri
Handaru (1996, p23), yang menyatakan bahwa “Investasi adalah cara penanaman
modal, baik langsung maupun tidak langsung, yang bertujuan untuk mendapatkan
manfaat (keuntungan) tertentu sebagai hasil penanaman modal tersebut.” Menurut
Eduardus Tandelilin (2001, p3), “Investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau
sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh
sejumlah keuntungan di masa datang.”
Istilah
investasi
bisa
berkaitan
dengan
berbagai
macam
aktivitas.
Menginvestasikan sejumlah dana pada aset riil (tanah, emas, mesin, atau bangunan),
maupun aset finansial (deposito, saham, atau obligasi) merupakan aktivitas investasi
yang umumnya dilakukan. Pada perekonomian primitif, hampir semua investasi
merupakan investasi nyata, sedangkan di perekonomian modern, lebih banyak
dilakukan investasi finansial. Lembaga-lembaga untuk investasi finansial yang
berkembang pesat memberi fasilitas untuk investasi nyata. Karenanya, kedua bentuk
investasi tersebut bersifat komplementer, bukan kompetitif.
9
2.1.2 Definisi Pasar Modal
Kepres No. 60 tahun 1988 mendefinisikan pasar modal sebagai bursa yang
merupakan sarana untuk mempertemukan penawar dan peminta dana jangka panjang
dalam bentuk efek. Pengertian pasar modal menurut Kamus Pasar Uang dan Modal
adalah pasar konkrit atau abstrak yang mempertemukan pihak yang menawarkan dan
yang memerlukan dana jangka panjang, yaitu jangka satu tahun ke atas.
Definisi pasar modal secara formal menurut Suad Husnan (1998, p3) adalah :
”Pasar
untuk
berbagai
instrumen
keuangan
jangka
panjang
yang
bisa
diperjualbelikan, baik dalam bentuk hutang atau modal sendiri, baik yang diterbitkan
oleh pemerintah, public authorities, maupun perusahaan swasta”. Menurut Husnan,
pasar modal adalah konsep yang lebih sempit dari pasar keuangan (financial market).
Dalam pasar keuangan, diperdagangkan semua bentuk hutang dan modal sendiri, baik
dana jangka pendek maupun jangka panjang, baik negotiable ataupun tidak.
Menurut Bambang Riyanto (1993, p164), pasar modal adalah ”suatu
pengertian abstrak yang mempertemukan dua kelompok yang saling berhadapan
tetapi yang kepentingannya saling mengisi, yaitu calon pembeli (investor) di satu
pihak dan emiten yang membutuhkan dana jangka menengah atau jangka panjang di
lain pihak, atau dengan kata lain adalah tempat (dalam artian abstrak) bertemunya
penawaran dan permintaan dana jangka menengah atau jangka panjang”.
Dari berbagai pengertian pasar modal yang ada dapat diberikan kesimpulan
sebagai berikut :
10
!
Pasar modal dapat berupa pasar dalam artian abstrak atau dalam artian konkrit.
Dalam artian abstrak maka perdagangan surat berharga tidak harus terjadi pada
suatu tempat tertentu. Sementara itu, pasar modal dalam bentuk konkritnya adalah
bursa efek atau yang lebih dikenal dengan istilah stock exchange.
!
Komoditi yang diperdagangkan di pasar modal adalah surat berharga (aktiva
finansial) jangka panjang.
!
Surat berharga (sekuritas) yang diperjualbelikan di pasar modal adalah surat
berharga yang diterbitkan oleh badan hukum berbentuk PT (Perseroan Terbatas),
baik yang dimiliki oleh swasta maupun pemerintah.
!
Bursa efek merupakan bentuk konkrit dari pasar modal. Bursa efek merupakan
pasar yang sangat terorganisasi (a highly organized market). Disebut demikian
karena terdapat serangkaian peraturan yang mengikat pihak-pihak yang terkait di
dalamnya.
Jadi di pasar modal terdapat tiga elemen utama dari lingkungan investasi,
yaitu : sekuritas (disebut juga investasi atau aset finansial), pasar sekunder (disebut
juga pasar finansial), dan perantara finansial (disebut juga lembaga keuangan).
2.1.3 Meramalkan Perubahan Pasar Modal
Investor berkepentingan untuk melakukan peramalan terhadap perubahan
yang akan terjadi di pasar modal. Untuk menghasilkan keputusan investasi yang tepat
dan menguntungkan, belumlah cukup bagi investor jika hanya sekedar mengetahui
apa yang sedang terjadi pada pasar modal saat ini dan mengapa hal itu bisa terjadi.
11
Investor juga perlu tahu apa yang akan terjadi pada pasar modal di masa yang akan
datang. Untuk itulah investor perlu melakukan peramalan terhadap perubahan pasar
modal, dan dalam melakukan proses peramalan investor perlu menganalisis
perubahan ekonomi makro yang sedang dan akan terjadi.
Satu hal yang perlu diingat dalam melakukan peramalan perubahan pasar
modal adalah bahwa sulit bagi kita untuk selalu berhasil dalam meramal perubahan
pasar modal secara konsisten. Ada dua hal yang bisa menjelaskan mengapa hal ini
terjadi. Pertama, adanya konsep pasar modal yang efisien berarti bahwa tidak
mungkin bagi kita untuk meramalkan perubahan pasar modal dan mengambil
keuntungan dari perubahan tersebut. Artinya, jika pasar efisien, maka akan mustahil
bagi investor untuk meramalkan perubahan pasar dan mencari keuntungan abnormal
dari perubahan tersebut. Kedua, peramalan perubahan pasar modal yang akan terjadi
di masa datang biasanya didasari atas data perubahan masa lalu yang tersedia. Secara
implisit, tindakan ini mengandung kelemahan karena kita meramalkan masa depan
dengan data historis, sehingga hasilnya tidak akans selalu tepat dengan perubahan
yang akan terjadi.
Untuk meramalkan perubahan pasar modal, ada dua hal yang bisa dijadikan
dasar peramalan, yaitu penggunaan data perubahan siklis ekonomi dan penggunaan
data perubahan beberapa variabel ekonomi makro.
1. Perubahan Siklis Ekonomi
Perubahan harga saham akan merefleksikan perubahan siklis ekonomi yang akan
terjadi. Meskipun demikian, tetap sulit bagi investor untuk menentukan kapan
12
harus bereaksi terhadap kemungkinan perubahan pasar yang akan terjadi.
Dikatakan bahwa terdapat hubungan antara perubahan harga saham yang
mendahului perubahan siklis ekonomi. Ketika ekonomi memasuki siklis yang
cenderung menurun menuju titik terendah (resesi), maka harga saham biasanya
akan turun. Semakin kuat resesi, semakin drastis penurunan harga saham. Pada
situasi demikian, investor harus melakukan peramalan tentang kapan saatnya
siklis ekonomi menemui titik baliknya dan mulai memasuki siklis yang membaik.
Jika siklis ekonomi diramalkan membaik, maka harga saham menjelang titik balik
siklis ekonomi (sebelum mencapai titik terendah) akan membaik mendahului
membaiknya siklis ekonomi. Sebaliknya jika siklis ekonomi membaik terus
sampai mendekati titik puncak, maka pada situasi seperti ini kecenderungannya
adalah harga saham akan stabil sehingga return saham yang abnormal sulit
dicapai investor. Dengan demikian yang harus dilakukan investor dalam
meramalkan perubahan pasar modal dengan menggunakan estimasi perubahan
siklis ekonomi adalah meramalkan kapan siklis ekonomi akan mencapai titik
baliknya (baik titik puncak maupun titik terendah), sehingga investor bisa
membuat keputusan tentang harga saham yang tepat, serta tindakan apa yang
sebaiknya dilakukan investor terhadap saham tersebut.
2. Perubahan Variabel-Variabel Ekonomi Makro
Pengamatan terhadap perubahan beberapa variabel atau indikator ekonomi makro
seperti PDB, inflasi, tingkat bunga ataupun nilai tukar mata uang, dipercaya bisa
membantu investor dalam meramalkan apa yang akan terjadi pada perubahan
13
pasar modal. Misalnya, variabel tingkat bunga bisa digunakan dalam meramalkan
harga saham atau obligasi yang akan terjadi. Jika investor meramalkan tingkat
suku bunga akan meningkat, maka tentunya investor akan bisa memperkirakan
bahwa harga obligasi maupun harga saham akan cenderung menurun.
Kemampuan untuk meramalkan perubahan variabel-variabel ekonomi makro
tentunya akan sangat membantu investor dalam membuat keputusan investasi
yang tepat dan menguntungkan.
2.2
Analisis Ekonomi
2.2.1 Kondisi Ekonomi dan Pasar Modal
Analisis ekonomi adalah salah satu dari tiga analisis yang perlu dilakukan
investor dalam penentuan keputusan investasinya. Analisis ekonomi menjadi penting
dilakukan investor karena kecenderungan adanya hubungan yang kuat antara apa
yang terjadi pada lingkungan ekonomi makro dan kinerja suatu pasar modal. Pasar
modal mencerminkan apa yang terjadi pada perekonomian makro karena nilai
investasi ditentukan oleh aliran kas yang diharapkan serta tingkat return yang
diisyaratkan atas investasi tersebut, dan kedua faktor tersebut sangat dipengaruhi oleh
perubahan lingkungan ekonomi makro. Dengan demikian, dalam mengestimasi aliran
kas, bunga, ataupun premi risiko dari suatu sekuritas, maka harus mempertimbangkan
analisis ekonomi makro.
Fluktuasi yang terjadi di pasar modal akan terkait dengan perubahan yang
terjadi pada berbagai variabel ekonomi makro. Harga obligasi sangat tergantung dari
14
tingkat bunga yang berlaku, dan tingkat bunga dipengaruhi oleh perubahan ekonomi
makro ataupun kebijakan ekonomi makro yang ditentukan pemerintah. Sedangkan di
sisi lainnya, harga saham merupakan cerminan dari ekspektasi investor terhadap
faktor-faktor earning, aliran kas dan tingkat return yang disyaratkan investor, yang
mana ketiga faktor tersebut juga sangat dipengaruhi oleh kinerja ekonomi makro.
2.2.2 Variabel Ekonomi Makro
Lingkungan ekonomi makro adalah lingkungan yang mempengaruhi operasi
perusahaan sehari-hari. Kemampuan investor dalam memahami dan meramalkan
kondisi ekonomi makro di masa datang, akan sangat berguna dalam pembuatan
keputusan investasi yang menguntungkan. Untuk itu, seorang investor harus
memperhatikan beberapa indikator ekonomi makro yang bisa membantu mereka
dalam memahami dan meramalkan kondisi ekonomi makro. Menurut Tandelilin
(2001, pp212-213), terdapat beberapa variabel ekonomi makro yang perlu
diperhatikan investor, yaitu :
1. Produk Domestik Bruto (PDB)
PDB adalah ukuran produksi barang dan jasa total suatu negara. Pertumbuhan
PDB yang cepat merupakan indikasi terjadinya pertumbuhan ekonomi. Jika
pertumbuhan ekonomi membaik, maka daya beli masyarakat pun akan meningkat,
dan ini merupakan kesempatan bagi perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan
penjualannya. Dengan meningkatnya penjualan perusahaan, maka kesempatan
perusahaan memperoleh keuntungan juga akan semakin meningkat.
15
2. Tingkat Pengangguran
Tingkat pengangguran ditunjukkan oleh persentase dari total jumlah tenaga kerja
yang masih belum bekerja (termasuk pengangguran tak kentara maupun
pengangguran kentara). Tingkat pengangguran ini mencerminkan sejauh mana
kapasitas operasi ekonomi suatu negara bisa dijalankan. Semakin besar tingkat
pengangguran di suatu negara, berarti semakin besar kapasitas operasi ekonomi
yang belum dimanfaatkan secara penuh.
3. Inflasi
Inflasi adalah kecenderungan terjadinya peningkatan harga barang secara
keseluruhan. Inflasi yang terlalu tinggi akan menyebabkan penurunan daya beli
uang (purchasing power of money). Di samping itu, inflasi yang tinggi bisa juga
mengurangi tingkat pendapatan riil yang diperoleh investor dari investasinya.
Sebaliknya jika tingkat inflasi suatu negara mengalami penurunan, maka hal ini
akan merupakan sinyal yang positif bagi investor seiring dengan turunnya risiko
daya beli uang dan risiko penurunan pendapatan riil.
4. Tingkat Bunga
Tingkat bunga yang terlalu tinggi akan mempengaruhi nilai sekarang (present
value) aliran kas perusahaan, sehingga kesempatan-kesempatan investasi yang
ada tidak akan menarik lagi. Tingkat bunga yang tinggi juga akan meningkatkan
biaya modal yang harus ditanggung perusahaan. Di samping itu tingkat bunga
juga akan menyebabkan return yang diisyaratkan investor dari suatu investasi
akan meningkat.
16
Tabel 2.1
Matriks Hubungan Beberapa Faktor Makro Ekonomi
Terhadap Profitabilitas Perusahaan
INDIKATOR
EKONOMI
PDB
Inflasi
PENGARUH
PENJELASAN
Meningkatnya PDB
merupakan sinyal yang Meningkatkan PDB mempunyai pengaruh positif
baik (positif) untuk
terhadap daya beli konsumen sehingga dapat
investasi dan sebaliknya meningkatkan permintaan terhadap produk perusahaan.
jika PDB menurun.
Peningkatan inflasi secara
relatif merupakan sinyal
negatif bagi pemodal di
pasar modal.
Inflasi meningkatkan pendapatan dan biaya perusahaan.
Jika peningkatan biaya produksi lebih tinggi dari
peningkatan harga yang dapat dinikmati oleh
perusahaan maka profitabilitas perusahaan akan turun.
Tingkat suku bunga yang meningkat akan menyebabkan
peningkatan suku bunga yang diisyaratkan atas
Tingkat bunga yang tinggi investasi pada suatu saham. Di samping itu tingkat suku
Tingkat Bunga merupakan sinyal negatif bunga yang meningkat bisa juga menyebabkan investor
terhadap harga saham. menarik
investasinya
pada
saham
dan
memindahkannya pada investasi berupa tabungan
ataupun deposito.
Kurs Rupiah
Menguatnya kurs rupiah
terhadap mata uang asing Menguatnya kurs rupiah terhadap mata uang asing akan
merupakan sinyal positif menurunkan biaya impor bahan baku untuk produksi,
bagi perekonomian yang dan akan menurunkan tingkat suku bunga yang berlaku.
mengalami inflasi.
Anggaran
Defisit
Anggaran yang defisit
Anggaran defisit akan mendorong konsumsi dan
merupakan sinyal positif
investasi pemerintah, sehingga dapat meningkatkan
bagi ekonomi yang sedang
permintaan terhadap produk perusahaan. Akan tetapi,
mengalami resesi, tetapi
anggaran defisit di sisi lain justru akan meningkatkan
merupakan sinyal negatif
jumlah uang beredar dan akibatnya akan mendorong
bagi ekonomi yang
inflasi.
mengalami inflasi.
Investasi
Swasta
Meningkatnya investasi
Meningkatnya investasi swasta akan meningkatkan PDB
swasta adalah sinyal
sehingga dapat meningkatkan pendapatan konsumen.
positif bagi pemodal.
Neraca
Perdagangan
dan
Pembayaran
Defisit neraca
Defisit neraca perdagangan dan pembayaran harus
perdagangan dan
pembayaran merupakan dibiayai dengan menarik modal asing. Untuk melakukan
sinyal negatif bagi
hal ini, suku bunga harus dinaikkan.
pemodal.
Sumber : Harianto, 1998, p158
17
2.2.3 Tinjauan Teori Variabel Penelitian
2.2.3.1 Indeks Harga Saham Gabungan
Di Bursa Efek Jakarta, indikator utamanya adalah Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) yang diperkenalkan pada 1 April 1983. IHSG adalah
penggambaran secara keseluruhan keadaan harga-harga saham di bursa pada suatu
waktu tertentu dibandingkan dengan keadaan harga-harga saham secara keseluruhan
pada waktu yang berbeda sehingga dapat terlihat kecenderungan pergerakan harga
saham apakah terjadi kenaikan atau penurunan dan juga dapat melihat aktivitas
perdagangan saham apakah pasar sedang bergairah atau lesu.
Pergerakan IHSG merupakan perubahan harga saham, baik saham biasa
maupun saham preferen, pada saat perhitungan dengan harga pada saat waktu dasar
perhitungan. Hari dasar perhitungan IHSG adalah tanggal 10 Agustus 1982. Pada hari
itu indeks ditetapkan sebesar 100 poin dan jumlah saham yang tercatat waktu itu 13
saham.
Adapun metode penghitungan IHSG di BEJ dilakukan dengan proses
perhitungan sederhana melalui rumus Laspeyres atau cara tahun dasar berikut ini :
I=
Nilai Pasar Seluruh Saham Yang Tercatat Di Bursa
× 100 %
Nilai Pasar Seluruh Saham Yang Tercatat Di Bursa Pada Hari Dasar
Nilai pasar seluruh saham pada hari dasar pada saat-saat tertentu mengalami
penyesuaian, yaitu dalam hal pencatatan saham-saham perusahaan yang baru pertama
kali tercatat di bursa (listing of new issues), adanya tambahan emisi (additional
issues), dan pengurangan jumlah saham yang tercatat di bursa (delisting of issues).
18
2.2.3.1 Pendapatan Nasional
Dalam analisis makro ekonomi selalu digunakan istilah “pendapatan nasional
(national income)” dan umumnya istilah itu dimaksudkan untuk menyatakan nilai
barang dan jasa yang dihasilkan dalam suatu negara. Dengan demikian dalam
penggunaan tersebut istilah pendapatan nasional adalah mewakili arti Produk
Domestik Bruto atau Produk Nasional Bruto.
Menurut Putong (2002, p162), Produk Domestik Bruto (Gross Domestic
Product) adalah nilai barang dan jasa yang diproduksikan oleh suatu negara dalam
periode tertentu yang menjumlahkan semua hasil dari warga negara yang
bersangkutan ditambah warga negara asing yang bekerja di negara yang
bersangkutan. Sedangkan Produk Nasional Bruto (Gross National Product) adalah
nilai barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu negara dalam periode tertentu yang
diukur dengan satuan uang. Produk Nasional Bruto perhitungannya menjumlahkan
semua nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh penduduk suatu negara tersebut
ditambah dengan penduduk negara tersebut yang berada di luar negeri.
2.2.3.2 Uang Beredar
Di dalam pembahasan mengenai uang yang terdapat dalam perekonomian,
adalah penting untuk membedakan di antara mata uang dalam peredaran dan uang
beredar. Menurut Sukirno (1999, p207), mata uang dalam peredaran adalah seluruh
jumlah mata uang yang telah dikeluarkan dan diedarkan oleh Bank Sentral. Mata
uang tersebut terdiri dari dua jenis, yaitu uang logam dan uang kertas. Dengan
19
demikian mata uang dalam peredaran adalah sama dengan uang kartal. Sedangkan
uang beredar adalah semua jenis uang yang berada di dalam perekonomian, yaitu
jumlah dari mata uang dalam peredaran ditambah dengan uang giral dalam bank-bank
umum.
Pengertian uang beredar dapat dibedakan pula menjadi dua pengertian, yaitu
pengertian yang terbatas dan pengertian yang luas. Dalam pengertian yang terbatas,
jumlah uang beredar yang dinotasikan sebagai M1 adalah mata uang dalam peredaran
ditambah (uang kartal) dengan uang giral yang dimiliki oleh perseorangan,
perusahaan, dan badan-badan pemerintah. Dalam pengertian yang luas, jumlah uang
beredar yang dinotasikan sebagai M2 meliputi mata uang dalam peredaran, uang giral
dan uang kuasi. Uang kuasi (near money) terdiri dari deposito berjangka (pendek),
pinjaman semalam antarbank, tabungan dan rekening valuta asing milik swasta
domestik. Dalam arti yang lebih luas lagi, jumlah uang beredar disebut M3, yaitu M2
ditambah sertifikat deposito, dana pasar uang institusional, repurchase agreement
jangka pendek, dan aset-aset likuid lainnya.
2.2.3.3 Inflasi
Menurut Khalwaty (2000, pp4-5), hubungan yang erat dan luas antara inflasi
dan berbagai sektor perekonomian melahirkan berbagai perbedaan pengertian dan
persepsi tentang inflasi, demikian pula dalam memformulasi kebijakan-kebijakan
untuk solusinya. Namun, pada prinsipnya terdapat beberapa kesatuan pandangan
bahwa inflasi merupakan suatu fenomena dan dilema ekonomi. Inflasi adalah suatu
20
keadaan yang mengindikasikan semakin melemahnya daya beli yang diikuti dengan
semakin merosotnya nilai riil (intrinsik) mata uang suatu negara.
Dalam bukunya Principles of Microeconomics, Amacher dan Ulbrich (1989,
pp101-102), menjelaskan bahwa terjadinya inflasi merupakan akibat dari kenaikan
tingkat harga di atas harga rata-rata yang berlaku umum yang dapat diukur dengan
indeks harga barang-barang konsumsi dari tahun ke tahun, sebagaimana terlihat dari
definisi inflasi yang dikemukakannya sebagai berikut :
“Inflation arises in the general, or average, level of prices. The measure of inflation
is a price index. A price index measures changes in price level from year to year. The
best-known measure is the Consumer Price Index (CPI). Consumer Price Index is a
measure of the year to year increase ini the price level based on the cost of a
representative market basket of consumer goods.”
Menurut Byrns dan Stone (1989, p109), dalam bukunya Economics,
menjelaskan dan memberi definisi inflasi sebagai berikut :
“Most people view increases in any of the prices they pay for goods or services as
inflationary. For the purpose of macroeconomic analysis, we are concerned with
changes in the level of absolute prices because these changes represent inflation or
deflation. Inflation occurs when the average level of prices rises while deflation
occurs when prices fall on the average. An increase in the price of a single goods is
not necessarily inflationary.”
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa inflasi adalah suatu keadaan di
mana terjadi kenaikan harga-harga secara tajam yang berlangsung terus-menerus
21
dalam jangka waktu cukup lama. Seirama dengan kenaikan harga-harga tersebut, nilai
uang turun secara tajam sebanding dengan kenaikan harga-harga tersebut.
Sebagai suatu fenomena ekonomi, inflasi sering terjadi karena sangat sensitif
terhadap musim, arus distribusi, rumor, stabilitas politik, dan krisis kepercayaan
masyarakat terhadap pemerintah. Dalam keadaan inflasi, harga barang-barang naik
relatif cepat dan cukup tinggi. Demikian juga dengan biaya modal (cost of capital)
dari suatu proyek investasi akan menjadi semakin mahal yang juga diikuti dengan
kenaikan tingkat suku bunga. Daya beli masyarakat semakin melemah sehingga
terjadi kelesuan hampir di segala sektor riil yang diikuti dengan pemutusan hubungan
kerja atau dengan kata lain semakin menambah jumlah pengangguran. Di sektor
industri penerimaan laba menurun cukup drastis, sehingga menurunkan harga saham
perusahaan publik dan bahkan tidak jarang investor asing melakukan divestasi karena
risiko yang menghadang terlalu besar.
2.2.3.4 Tingkat Bunga Deposito
Deposito adalah salah satu sarana investasi yang merupakan produk keluaran
perbankan. Deposito dapat juga disimpan dalam bentuk mata uang rupiah atau mata
uang asing. Perbedaan nyata antara tabungan dan deposito terletak pada tingkat suku
bunga dan jangka waktu penarikan dana. Bunga deposito jelas lebih tinggi dari bunga
tabungan. Premium (kelebihan) suku bunga dalam deposito, dibandingkan tabungan,
merupakan imbalan atas kesediaan nasabah untuk tidak mengambil uang sampai
22
deposito tersebut jatuh tempo. Dengan mengetahui jangka waktu simpanan, bank
akan lebih mudah dalam mengelola dana masyarakat yang dihimpunnya.
Tingkat bunga deposito berhubungan erat dengan tingkat bunga Sertifikat
Bank Indonesia (SBI). Bank yang memiliki kelebihan dana, yang tidak dapat
disalurkan sebagai kredit, umumnya menempatkan dana tersebut pada instrumen SBI.
Bank memperoleh keuntungan dari selisih bunga SBI yang diperoleh dengan bunga
deposito yang diberikan kepada nasabah.
2.2.3.5 Nilai Tukar Rp/US$
Dalam kehidupan perekonomian global dewasa ini hampir tidak ada satupun
negara di dunia yang bisa menghindari perekonomiannya dari pengaruh pergerakan
valuta asing, khususnya terhadap pengaruh dollar Amerika. Menurut Sukirno (1999,
p358), nilai (kurs) valuta asing adalah suatu nilai yang menunjukkan jumlah mata
uang dalam negeri yang diperlukan untuk mendapat satu unit mata uang asing.
Penentuan kurs valas merupakan hal yang penting bagi pelaku bursa valas,
karena kurs sangat mempengaruhi jumlah biaya yang harus dikeluarkan serta
besarnya manfaat (keuntungan) yang akan diperoleh dalam transaksi barang, jasa, dan
surat berharga yang berlangsung dalam bursa valas. Fluktuasi kurs valas dipengaruhi
oleh faktor fundamental, seperti jumlah uang yang beredar, tingkat inflasi, suku
bunga, permintaan dan penawaran aset yang terjadi di beberapa negara yang memiliki
hubungan ekonomi dan sistem keuangan internasional.
23
2.2.3.6 Indeks Dow Jones Industrial Average
Dow Jones Industrial Average (DJIA) adalah harga rata-rata saham
tertimbang dari 30 saham penting yang diperdagangkan di bursa saham New York
(NYSE). DJIA merupakan indeks saham tertua di dunia dan merupakan indeks yang
paling dipandang.
2.2.3.7 Harga Emas Internasional
Emas menjadi salah satu sarana investasi karena bisa mendatangkan
keuntungan yang diperoleh dari perbedaan antara harga jual dengan harga beli atau
semacam capital gain dalam investasi saham. Selain itu, investasi dalam emas
merupakan investasi yang sangat likuid karena di negara mana pun emas diterima.
”Investasi emas sangat efektif dan memberikan hasil yang positif
(menguntungkan) jika situasi perekonomian mengalami ketidakseimbangan. Ketika
krisis ekonomi keuangan sedang berada pada puncaknya, harga emas melambung
seiring dollar.” (Arifin, 2002, pp46-47).
Terdapat dua hal penting yang mempengaruhi pergerakan harga emas, yaitu :
(1) Perubahan kurs ; melemahnya kurs dollar AS biasanya mendorong kenaikan harga
emas dunia. Hal ini karena jatuhnya nilai mata uang dollar membuat harga emas
menjadi lebih murah dalam mata uang lain sehingga umumnya mendorong adanya
kenaikan permintaan emas, terutama dari sektor industri perhiasan. Di Indonesia,
pada pertengahan tahun 2001, ketika mata uang rupiah mengalami penguatan yang
cukup signifikan, harga emas pun menurun. Demikian pula ketika rupiah melemah,
24
harga emas mengalami peningkatan, dan (2) Situasi politik dunia ; kenaikan harga
emas pada akhir tahun 2002 dan awal tahun 2003 terjadi sebagai dampak dari akan
dilakukannya serangan ke Irak oleh sekutu yang dikomando AS. Pelaku pasar beralih
investasi dari pasar uang dan pasar saham ke investasi emas sehingga permintaan
emas melonjak tajam.
2.2.3.8 Harga Minyak Internasional
Perkembangan penduduk dunia dan pertumbuhan industri yang pesat telah
menyebabkan peningkatan permintaan energi, dimana sebagian besar kebutuhan
energi dunia tersebut masih dipasok oleh energi yang berasal dari bahan bakar fosil
(minyak bumi dan batu bara) yang memiliki sifat tidak dapat diperbaharui. Minyak
bumi merupakan bahan baku dasar hampir semua industri.
Harga minyak dunia yang terus membubung tinggi menyebabkan anjloknya
harga saham-saham di BEJ, terjadi setelah harga minyak dunia menembus US$ 41.6
per barel, harga tertinggi sejak Perang Teluk Oktober 1990. IHSG mengalami
penurunan yang cukup besar, jauh lebih dahsyat dari penurunan indeks akibat tragedi
runtuhnya menara kembar WTC dan tragedi bom Bali.
Pengaruh negatif harga minyak yang tinggi bagi Indonesia akan meluas ke
berbagai sektor. Secara singkat harga minyak tinggi terutama berpengaruh terhadap
kegiatan ekonomi, terhadap laba perusahaan dan inflasi. Semua itu akhirnya
mempengaruhi pasar finansial, nilai equity, nilai tukar, keuangan negara, dan
pengaruh terburuk bagi rakyat karena meningkatnya pengangguran. Dengan kata lain
25
harga minyak tinggi bukan hanya berakibat negatif bagi negara maju atau negara
industri yang bergantung impor minyak, juga berakibat buruk bagi negara
berkembang yang tergantung minyak impor.
2.3
Saham
Menurut Robert Ang, “Saham adalah surat berharga sebagai tanda bukti
penyertaan atau pemilikan individu maupun institusi atas suatu perusahaan. Saham
sebagai sekuritas yang bersifat ekuitas, memberikan implikasi : bahwa kepemilikan
saham mencerminkan kepemilikan atas suatu perusahaan.” (Sulistyastuti, 2002, p1).
2.3.1 Klasifikasi Saham
Untuk membantu investor dalam memilih saham sesuai dengan potensi
keuntungan dan risikonya, saham biasa (common stock) diklasifikasikan sebagai
berikut :
1. Berdasarkan Nilai Kapitalisasi
Ada tiga kelompok saham berdasarkan nilai kapitalisasi yang beredar di Bursa
Efek Jakarta (Adler Haymas Manurung, Kompas, 27 Januari 2002), yaitu :
a) Big – Cap
Merupakan kelompok saham yang berkapitalisasi besar dengan nilai
kapitalisasi di atas Rp. 1 trilyun. Saham-saham yang termasuk big-cap disebut
juga saham blue-chip atau saham papan atas atau lapis pertama. Saham-saham
yang berkapitalisasi besar memberikan kontribusi 75%-80% dari seluruh
26
kapitalisasi pasar di BEJ yang terdiri dari 40 saham. Sebagian saham
berkapitalisasi pasar besar dapat menaikkan atau menurunkan IHSG yang
sering disebut sebagai index mover stocks.
b) Mid – Cap
Merupakan kelompok saham yang berkapitalisasi besar dengan nilai
kapitalisasi Rp. 100 milyar – Rp. 1 trilyun. Saham yang termasuk mid-cap
disebut juga saham baby blue chip atau saham lapis kedua. Saham-saham
yang berkapitalisasi pasar menengah memberikan kontribusi 15%-17% dari
seluruh kapitalisasi pasar di BEJ yang terdiri dari 145 saham.
c) Small – Cap
Merupakan kelompok saham yang berkapitalisasi besar dengan nilai
kapitalisasi di bawah Rp. 100 milyar. Biasanya saham yang termasuk smallcap atau lapis ketiga, sebagian besar terdiri dari saham ‘tidur’ yang bersifat
labil. Saham-saham yang berkapitalisasi pasar kecil memberikan kontribusi
sekitar 3% dari seluruh kapitalisasi pasar di BEJ yang terdiri dari 150 saham.
2. Berdasarkan Fundamental Perusahaan dan Kondisi Perekonomian
Klasifikasi saham biasa berdasarkan fundamental perusahaan dan kondisi
perekonomian makro (Sawidji Widoatmojo, 2000, p54-56), yaitu :
a) Income stocks
Merupakan saham yang mampu memberikan dividen semakin besar dari ratarata dividen yang dibayarkan tahun sebelumnya. Emiten income stocks adalah
27
perusahaan-perusahaan yang telah mencapai tahapan mapan (mature) dan
memiliki pangsa pasar yang tinggi serta stabil. Indeks beta kurang dari 1.
b) Growth stocks
Merupakan emiten yang berperan sebagai perusahaan pemimpin dalam
industrinya dan cukup prospektif. Sehingga perusahan-perusahaan pada
kelompok ini mampu memberikan dividen relatif tinggi. Walaupun harga
sahamnya termasuk mahal dengan PER yang tinggi tetapi saham kategori ini
tetap mampu memberikan capital gains. Karenanya saham kategori ini
memiliki indeks beta kurang dari 1. Emiten growth stocks, misalnya saham
perusahaan farmasi seperti Indofarma dan Kimia Farma..
c) Speculative stocks
Merupakan saham yang diterbitkan oleh perusahaan yang pendapatannya
belum pasti. Seperti perusahaan yang sedang memulai operasi atau
perusahaan yang sedang melakukan restrukturisasi modalnya sehingga
emitennya tidak konsisten dalam memberikan dividen. Saham kategori ini
memiliki indeks beta yang tinggi yaitu lebih dari 2 dan PER sangat fluktuatif.
Sehingga saham kategori ini sangat agresif dan memiliki risiko sistematis
melebihi risiko pasarnya, misalnya saham perusahaan eksplorasi minyak.
d) Cyclical stocks
Merupakan
kelompok
saham
yang
pergerakannya
searah
dengan
perekonomian makro. Saham-saham perusahaan yang siklus bisnisnya
mengikuti kondisi ekonomi semakin memiliki indeks beta mendekati 1.
28
Emitennya adalah perusahaan properti, otomotif, industri dasar. Sebaiknya
investor membeli saat resesi dan menjualnya saat booming.
e) Defensive stocks
Merupakan saham yang tidak terpengaruh perekonomian makro maupun
turbulensi sosial-politik. Emitennya adalah perusahaan yang memproduksi
consumer goods (Unilever, Indofood), supermarket (Matahari, Alfa, Hero)
dan public utilities (Telkom, Indosat). Karena produknya selalu dibutuhkan
masyarakat maka perusahaan ini tetap mendapatkan penghasilan walaupun
kondisi perekonomian sedang buruk. Maka emitennya mampu memberikan
dividen secara konsisten. Saham kategori defensif memiliki indeks beta
kurang dari 1.
2.3.2 Penggerak Harga Saham
Informasi adalah hal yang penting bagi pelaku pasar modal. Di luar arus
informasi, dalam kondisi normal pergerakan saham ditentukan oleh banyak faktor,
yang dibedakan menjadi dua kategori, yaitu faktor fundamental dan faktor teknis.
1. Faktor Fundamental
Faktor fundamental menekankan pada berita-berita yang akan mempengaruhi
nilai sekuritas. Berita-berita tersebut dapat dikelompokan lagi menjadi :
a) Berita Mengenai Makroekonomi Suatu Negara
Berita mengenai makro ekonomi umumnya merupakan faktor yang akan
mempengaruhi keseluruhan saham yang dijual di bursa. Berita mengenai
29
makro ekonomi suatu negara biasanya diumumkan oleh pemerintah, lembaga
swadaya
masyarakat
ataupun
lembaga
internasional
yang
dapat
mempengaruhi bursa, diantaranya adalah :
!
Nilai dolar
!
Tingkat pertumbuhan ekonomi
!
Harga BBM
!
Tingkat pengangguran
!
Upah minimum regional
!
Indeks kepercayaan konsumen
!
Tingkat inflasi
!
Country Risk
!
Rating negara-negara tujuan investasi (Competitiveness Rating)
!
Rating negara-negara yang korupsinya paling tinggi
!
Turun naiknya indeks di negara lain (terutama Indeks Dow Jones).
Dalam prakteknya ketika suatu indikator dikeluarkan dapat pula terjadi bahwa
indeks harga saham telah melakukan koreksi terlebih dahulu, karena investor
sudah memiliki ekspekstasi tentang pengumuman tersebut. Sebagai contoh
investor memperkirakan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia
adalah sekitar 4% walaupun hal tersebut belum diumumkan. Namun demikian
jika ekspektasi investor tersebut meleset jauh, contohnya ternyata setelah
diumumkan tingkat pertumbuhan ekonomi adalah sekitar 8%, maka hal
30
tersebut tentunya akan terefleksikan pada perubahan harga saham yang cukup
signifikan pada saat pengumuman tersebut.
Walaupun pengaruh dari berita makroekonomi tersebut mempengaruhi
keseluruhan saham yang ada di bursa namun pengaruhnya terhadap industri
akan berbeda antara satu jenis industri dengan jenis industri lainnya. Berita
tentang tingkat pertumbuhan ekonomi yang rendah akan lebih sensitif
terhadap pergerakan saham-saham perusahaan konstruksi dibandingkan
saham-saham perusahaan manufaktur.
Selain itu, berita-berita makroekonomi dapat pula hanya mempengaruhi
beberapa jenis saham tertentu, misalnya nilai dolar. Ada beberapa saham yang
tidak hanya listing di BEJ (misalnya: Telkom dan Indosat), sehingga apabila
terjadi perubahan nilai dolar dapat menimbulkan kesempatan abritase bagi
penjualan saham tersebut.
b) Berita Mengenai Industri
Berita mengenai industri adalah yang berkaitan dengan industri dari
perusahaan secara keseluruhan. Berita-berita tersebut diprediksikan akan
mempengaruhi demand terhadap barang tersebut. Sebagai contoh adalah :
!
Berita mengenai regulasi terhadap suatu jenis industri tertentu
Misalnya adanya regulasi mengenai kawasan bebas rokok, tentu hal ini
akan mempengaruhi harga saham-saham rokok. Adanya pembatasan quota
minyak akan mempengaruhi nilai saham-saham pertambangan minyak.
31
!
Berita adanya kerusuhan
Berita penjarahan barang-barang pertanian di daerah akan mempengaruhi
keseluruhan saham perusahaan pertanian. Berita mengenai pemboman
gedung WTC akan mempengaruhi saham-saham perusahaan asuransi dan
perusahaan penerbangan.
!
Berita mengenai trend dari produk yang bersangkutan
Berita mengenai penurunan penjualan saham-saham perusahaan komputer
akan mempengaruhi saham-saham perusahaan internet. Berita kenaikan
permintaan
ponsel
akan
mempengaruhi
saham-saham perusahaan
telekomunikasi.
c) Berita Khusus Mengenai Perusahaan Yang Bersangkutan
Berita khusus mengenai perusahaan yang bersangkutan akan mempengaruhi
saham perusahaan yang bersangkutan saja, contohnya :
!
Penemuan lahan tambang baru
!
Penemuan obat baru
!
Kebijakan perusahaan terhadap teknologi baru
!
Isu penutupan bank-bank tertentu (tingkat CAR dari bank yang
bersangkutan)
!
Restrukturisasi perusahaan
!
Pengurangan pegawai
!
Adanya pesaing baru yang cukup kuat
!
Merger
32
!
Stock-split
!
Pengumuman dividen
Secara teoritis, semakin efisien suatu pasar (high level of market efficiency) akan
sulit mendapatkan keuntungan dari adanya berita baru. Hal tersebut karena
banyaknya player di market sehingga kalaupun terjadi perubahan harga saham
tidak akan terlalu signifikan.
Strategi yang dijalankan oleh manajer investasi di pasar yang efisien lebih banyak
membentuk suatu portofolio yang memiliki investasi yang risikonya rendah
namun memiliki tingkat hasil yang lebih tinggi. Penjualan dan pembelian saham
oleh manajer investasi sangat sedikit (mengikuti passive investment strategy).
Namun dalam pasar yang tidak efisien manajer investasi harus rutin mengikuti
perkembangan berita yang berkenaan dengan saham karena dimungkinkannya
mendapatkan keuntungan (kerugian) yang cukup besar dari perubahan harga
saham dari setiap informasi baru (mengikuti active investment strategy).
2. Faktor Teknikal
Adalah faktor-faktor bersifat teknis yang berkaitan dengan trend harga dari saham
tanpa melihat faktor fundamental. Berikut adalah beberapa faktor penting :
a) Hukum Penawaran dan Permintaan
Pergerakan harga saham di bursa efek sering kali hanya bisa dipahami dengan
hukum penawaran dan permintaan. Ketika lebih banyak pembeli daripada
penjual, harga saham cenderung naik. Jika tersedia lebih banyak uang untuk
investasi di pasar modal, harga akan cenderung naik. Begitu sebaliknya dari
33
sisi penawaran juga mempunyai dampak yang sama. Jika sebuah perusahaan
meningkatkan modal dengan menerbitkan saham baru, harga akan sering
turun. Atau ketika pada saat yang hampir bersamaan ada beberapa IPO, harga
saham juga akan cenderung melemah.
b) Antisipasi Investor
Setiap emiten di BEJ diwajibkan mengumumkan kinerja keuangan setiap
tahunnya kepada publik. Di luar itu, para emiten dianjurkan membuat laporan
kinerja keuangan setiap semester dan bahkan triwulan. Disyaratkan bahwa
informasi tersebut sampai ke publik pada saat yang sama. Informasi mengenai
laporan ini akan mendorong transaksi saham, apabila kinerja keuangan
perusahaan tersebut sama atau lebih baik daripada perkiraan para pelaku
pasar, kemungkinan besar harga saham akan naik. Begitu sebaliknya.
c) Aksi Emiten (Corporate Action)
Aksi emiten adalah kegiatan yang dilakukan oleh emiten yang bobotnya
cukup material sehingga mempunyai kemungkinan mempengaruhi harga
saham perusahaan tersebut di bursa efek maupun keputusan investor.
d) Intervensi Pemerintah
Ada beberapa kasus di mana pemerintah melakukan intervensi pasar guna
mempengaruhi pergerakan harga saham. Misalnya pemerintah menugaskan
lembaga tertentu untuk membeli saham, atau untuk menjaga agar indeks harga
saham tidak anjlok, pemerintah melarang transaksi shortsell dan margin
trading.
34
e) Koreksi Teknis
Pergerakan harga saham jarang terus naik atau turun dalam garis yang tidak
patah. Sesudah periode kenaikan atau penurunan, akan dijumpai adanya
koreksi teknis atau pasar melakukan konsolidasi. Jika harga pasar naik untuk
jangka agak yang, sering ada satu masa istirahat ketika beberapa investor
menjual untuk mengambil untung (profit taking) dan harga pun secara
temporer jatuh. Proses yang sama terjadi sebaliknya dalam tren penurunan.
f) Sentimen Pasar
Sentimen pasar merupakan faktor yang tidak bisa didefinisikan. Dalam
kondisi tertentu investor merasa senang dan memutuskan untuk membeli. Ini
mungkin berita politik atau ekonomi yang baik, atau bahkan mungkin karena
cuaca lagi cerah.
2.4
Return Saham
Dalam melakukan investasi, investor mengharapkan untuk mendapatkan
sejumlah tingkat hasil tertentu sesuai dengan investasinya. Return didefinisikan oleh
beberapa ahli sebagai berikut :
1. Menurut Elton & Gruber (1995, p19)
”Return use to indicate the return on an investment over a particular span of time
called holding periode return. Return will be measured by the sum of the change
in the market price of security plus any income receive over a holding period
divided by the price of a security at the beginning of the holding period.”
35
2. Menurut Jones (1998, p10) bahwa dari investasi akan diperoleh pendapatan
(return) yang terdiri dari :
!
Yield : The periodic cash flows (or income) on the investment. Yield measures
relate these cash flows to a price for the security, such as the purchase price
or the current market price.
!
Capital Gain (Loss) : The appreciation (depreciation) in the price of asset.
3. Menurut Van Horne & Wachowicz (1992, p100)
”Return is income receive on an investment plus any change in market price,
usually expressed as a percent of the beginning market price of the investment.”
4. Menurut Eugene & Joel Houston (2001, p180) bahwa pengembalian saham akan
berasal dari dividen ditambah keuntungan modal (capital gain).
5. Menurut Tjiptono & Hendy menyatakan pada dasarnya ada dua keuntungan yang
diperoleh pemodal dengan membeli atau memiliki saham, yaitu :
!
Dividen
: Pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan penerbit
saham atas keuntungan yang dihasilkan perusahaan tersebut.
!
Capital Gain : Selisih antara harga beli dan harga jual. Capital gain
terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder.
36
2.5
Konsep Model Multi-Indeks
Model multi-indeks mengasumsikan bahwa tingkat pengembalian investasi
saham tidak hanya ditentukan oleh indeks pasar saja tetapi juga oleh beberapa
variabel di luar indeks pasar yang disebut extra-market. Dengan kata lain, bahwa
tingkat pengembalian investasi saham mempunyai kovarian terhadap beberapa
variabel termasuk di dalamnya adalah variabel indeks pasar. “In a multi-index model,
we attribute the covariance to two or more factors, usually including the market.”
(Haugen, 1993, p169). Sharpe dan kawan-kawan (1990, p437) memberikan pendapat
sebagai berikut: “Most factor models of stock returns employ more than two factors,
and some use a great many more than two. With M attributes, diagram must be
forsaken, since M+1 dimensions would be required. Cross sectional multiple
regression analysis can be used, however, to obtain a relationship of the form.”
Pendapat Sharpe dan kawan-kawannya tersebut memperjelas bahwa sebagian
besar alat prediksi tingkat pengembalian investasi saham menggunakan lebih dari dua
faktor, sedangkan alat analisis yang lebih tepat adalah model regresi berganda
(multiple regression) dengan menggunakan data cross sectional sehingga lebih
diperoleh bentuk dan keeratan hubungannya.
Alasan penggunaan multi-index sebagai alat prediksi tingkat keuntungan
saham pada kenyataannya lebih unggul daripada single-index model. Sebab pada
kenyataannya harga saham tidak hanya ditentukan oleh indeks pasarnya secara
tunggal melainkan ditentukan oleh banyak faktor. “There is a strong empirical
evidence that several important factors affect the returns of securities rather than
37
only a single index predominating effect, as is assumed for a single-index model. As a
result, investors are best served with multi-index model when analysing a portfolio of
securities. ………More fundamentally, one might propose that such underlying
factors as inflation, real economic growth, interest rate, exchange rate, or risk
premium changes would have a significant impact in determining the returns of
securities.” (Farrell, 1997, p100).
Pendapat Farrell menyatakan bahwa variabel-variabel yang secara signifikan
mempengaruhi tingkat pengembalian sekuritas meliputi:
1. Tingkat inflasi;
2. Pertumbuhan ekonomi;
3. Tingkat bunga;
4. Nilai tukar mata uang asing terhadap mata uang domestik;
5. Premi resiko.
Dalam penelitiannya, Sharpe (1995) mengemukakan bahwa variabel-variabel
multi-index model yang mempengaruhi tingkat pengembalian investasi saham adalah:
1. Pertumbuhan GDP;
2. Tingkat bunga;
3. Tingkat inflasi;
4. Harga minyak.
Peneliti
lain
berpendapat
bahwa
dalam
model
multi-indeks
harus
menggunakan banyak variabel yang diperkirakan secara signifikan berpengaruh
terhadap tingkat pengembalian investasi saham. Variabel-variabel yang dikemukakan
38
oleh Haugen adalah bahwa terdapat delapan variabel yang mempengaruhi tingkat
pengembalian investasi saham; “ (1) the rate of inflation, (2) the change in level of
unemployment, (3) the growth in industrial production, (4) the change in the trade
deficit, (5) the change in the Federal budget deficit, (6) the change in the level of
interest rate, (7) the change in the difference between long-term rates and short-term
rates, (8) the change in the value of dollar.” (Haugen, 1993, p175).
Keragaman variabel-variabel penentu tingkat pengembalian investasi saham
sebagaimana telah diuraikan, menunjukkan bahwa setiap peneliti dapat melakukan
proxy dengan variabel lain yang relevan. Namun demikian multi-index harus tetap
didasarkan pada asumsi bahwa model tersebut selalu memasukkan variabel indeks
pasar sebagaimana dinyatakan; “In applying the multi-index model, there is, however,
first a need to identify what the significant factors affecting the returns of securities
are. One obvious factor is the market effect, and that is commonly used as one of the
factors in a multi-index model.” (Farrell, 1997, p100).
Variabel-variabel makro ekonomi yang dapat dianalisis sesuai Bodie, Kane
dan Marcus (1999, p506) antara lain adalah :
1. Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP) dan Produk
Nasional Bruto (PNB) atau Gross National Product (GNP);
2. Tingkat pengangguran (unemployment rates);
3. Tingkat bunga (interest rate), tingkat inflasi (inflation rate), dan tingkat nilai
tukar valuta asing (exchange rate);
39
4. Keseimbangan neraca pembayaran internasional, surplus atau defisit, dan
cadangan devisa yang ada;
5. Kinerja pasar modal : indeks, volume transaksi perdagangan, nilai transaksi,
peraturan-peraturan pengawas dan bursa, jumlah partisipan dan proporsi investor
(asing dan lokal), dan sebagainya;
6. Kebijakan pemerintah : kebijakan fiskal dan kebijakan moneter, dan bagaimana
dampaknya terhadap industri di mana perusahaan beroperasi.
2.6
Hasil Penelitian Terdahulu
Schwet (1992), dalam Schwet and Smith memberikan judul penelitiannya
dengan pertanyaan “Mengapa harga saham berubah sepanjang waktu?”. Salah satu
tujuannya adalah untuk menjelaskan tentang pola random pada harga saham. Analisis
yang digunakan untuk pengujian pola harga adalah uji korelasi serial dengan time lag
tertentu, sehingga perubahan-perubahan harga itu merefleksikan stock return. Stock
return yang diuji dibagi ke dalam dua bagian, yaitu harian (daily) dan bulanan
(monthly). Periode sampling yang digunakan adalah dari tahun 1858 – 1987, return
on stocks bulanan dengan beda waktu (time lag) 1, 2, 3, dan 11, serta 12 bulan
menunjukkan, adanya autokorelasi pada tingkatan sangat lemah. Pengujian dengan
autokorelasi atas tingkat pengembalian investasi saham harian menunjukkan adanya
autokorelasi tingkat sedang. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tingkat
pengembalian saham harian sangat ditentukan oleh tingkat return sebelumnya.
40
Sedangkan pada beda kala bulanan menunjukkan, tingkat pengembalian investasi
saham lebih ditentukan oleh variabel di luar harga.
Pengembalian saham bulanan (monthly stock return) selama periode
penelitian 1858 – 1987 dengan ukuran sampel 1.560 kasus pada Standard and Poor’s
Index menghasilkan angka otokorelasi sebagai berikut : r1 = 0,21 ; r2 = 0.19 ; r3 = 0.24
; dan r11 = 0.19 ; serta r12 = 0.16. Sedangkan pada pengembalian saham harian (daily
stock return) untuk periode yang sama menghasilkan angka otokorelasi sebagai
berikut : r1 = 0,69 ; r2 = 0.58 ; r3 = 0.51 ; dan r11 = 0.44 ; serta r12 = 0.44.
Nilai-nilai statistik tersebut mempunyai pola yang konsisten bahwa pada beda
kala yang semakin besar arah korelasi menjadi semakin kecil, yang berarti tingkat
return saham yang akan datang tidak ditentukan oleh tingkat return sebelumnya.
Sebaliknya pada beda kala yang sangat kecil, khususnya yang terjadi pada daily stock
return, hasil observasi menunjukkan adanya otokorelasi, yang berarti bahwa tingkat
return hari besok (time lag 1 hari) ditentukan oleh tingkat return dari hari
sebelumnya. Simpulan yang dapat diperoleh dari penelitian tersebut adalah bahwa
untuk prediksi tingkat return dengan beda kala yang panjang tidak tepat
menggunakan dasar perhitungan return sbelumnya. Dengan kata lain, analisis harus
memasukkan variabel-variabel selain daripada variabel harga.
Penelitian di negara-negara Pasific Basin atas daily stock return yang
dilakukan Bailey, Stuiz, dan Yen (dalam Rhee and Chang, 1990, p155) di Australia,
Hong Kong, Jepang, Malaysia, Filipina, Singapura, Korea Selatan, Taiwan, dan
Thailand menunjukkan bahwa pada negara-negara yang disebutkan kecuali Jepang
41
dan Korea Selatan mempunyai order autocorrelations yang signifikan, sedangkan
pada kedua negara tersebut hampir terjadi autokorelasi negatif. Hal ini berarti, tidak
adanya pola random-walk dalam stock return di negara Pasific Basin kecuali di
Jepang dan Korea Selatan. Hasil penelitian di Pasific Basin khususnya di Jepang dan
Korea Selatan hampir menunjukkan pola yang serupa dengan penelitian pada S&P
500 yang dilakukan Schwert (1992).
Studi empirik mengenai variabel-variabel indeks ekonomi dan indeks pasar,
telah memberikan penjelasan mengenai pengaruh variabel tingkat inflasi, tingkat
bunga, nilai tukar mata uang domestik, dan indeks pasar terhadap tingkat
pengembalian investasi saham. Variabel-variabel tersebut menurut studi empirik yang
dilakukan oleh beberapa peneliti menunjukkan bahwa terjadi pola hubungan negatif
antara tingkat inflasi dengan tingkat pengembalian investasi saham (Jacob dan Pettit,
1989, p137). Penelitian lain yang dilakukan oleh Schwert di NYSE selama 23 bulan
sejak Januari 1969 – November 1970 juga mengungkapkan bahwa “...indicate that
there is a reliable negative relationship between the level of the expected returns on
common stocks and the level of treasury bil rate” (Schwert, 1992, p519). Perubahan
tingkat bunga dan inflasi merupakan gerakan-gerakan simultan sehingga perubahan
tingkat bunga mempunyai pola pengaruh yang sama terhadap tingkat pengembalian
investasi saham sebagaimana pengaruh inflasi.
Penelitian mengenai pengaruh indeks pasar terhadap harga saham-saham telah
dilakukan oleh B. F. King terhadap 60 saham perusahaan yang menggunakan S&P
500 Dow Jones Index, hasil penelitian ini dikutip oleh Fischer dengan pernyataan,
42
“King observed that, on the average, over half the variation in a stock’s price could
be attributed to a market influence that affects all stock-market indexes such as Dow
Jones Industrial Average or the S&P 500 stock index”. (Fischer and Jordon, 1995,
p101). Hasil observasi King tersebut menunjukkan bahwa secara rata-rata, separuh
lebih dari variasi harga saham dapat disebabkan oleh pengaruh indeks pasar seluruh
saham. Penelitian tentang peran tingkat pengembalian saham pada model CAPM di
Bursa Efek Jakarta menunjukkan peran searah yang dominan dari variabel tersebut
terhadap tingkat pengembalian saham individual. (Rustam, 1997, p26).
Penelitian mengenai prediksi tingkat return di Bursa Efek Jakarta telah
dilakukan oleh Suad Husnan dan Suwardi B. Hermanto dengan menggunakan data
mingguan pada setiap hari rabu selama periode 1996. model yang digunakan adalah
CAPM yang didasarkan pada asumsi berlakunya hubungan linier positif koefisien
beta terhadap tingkat pengembalian investasi saham. Hasil penelitian mereka
terhadap 85 sampel saham diperdagangkan teraktif menunjukkan hanya 37 saham
yang memiliki beta signifikan pada level 90 %. Mereka juga menyebutkan bahwa
kondisi pasar bullish terjadi pada awal tahun hingga 8 Juli 1997, tetapi secara
keseluruhan sepanjang tahun 1997 dinyatakan sebagai pasar bearish. (Suad Husnan
dan Suwardi B. Hermanto, 1998, p6 – 10).
Penelitian yang dilakukan oleh Djoko Mursinto mengenai variabel penentu
indeks harga saham gabungan bulanan di Bursa Efek Jakarta dengan mengambil
periode waktu 1990 – 1992 sehingga terdapat 36 kasus ditemukan bahwa terdapat
otokorelasi pada variabel Y indeks harga saham gabungan. Dua variabel bebas yang
43
berpengaruh secara signifikan diantara variabel-variabel bebas lainnya adalah tingkat
bunga deposito dan variabel harga emas. (Djoko Mursinto, 1994, p13 – 23).
Beberapa hasil penelitian tentang pasar modal di Indonesia menunjukkan
bahwa tingkat pengembalian investasi saham yang dihitung dari pendapatan dividen
dan selisih harga ternyata lebih banyak dipengaruhi oleh variabel mikro (keadaan
fundamental perusahaan). Penelitian di Bursa Efek Jakarta tentang faktor-faktor
penentu tingkat resiko yang diukur dari nilai variabilitas tingkat pendapatan saham
menunjukkan hasil bahwa “tingkat resiko dipengaruhi secara nyata oleh variabelvariabel makro, yaitu pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, dan kurs valuta asing
(US$/Rp), sedangkan dalam variabel mikro hanya struktur aktiva saja yang
mempengaruhi tingkat resiko saham. (Sinaga, 1994, p123).
Penelitian mengenai hubungan harga emas dengan indeks pasar saham
menunjukkan : “In general, gold allows one to diversify against the kinds of risk that
affect all stock markets simultaneously. For example, in 1973 and 1974 bullion price
tripled when stock markets worldwide dropped dramatically during the oil crisis; the
New York Stock Exchange dropped approximately 50 %. Conversely, the price of
gold dropped from 1982 to 1983, when most stock markets rose during the economic
recovery. Several studies have shown the existence of a small, and sometimes
negative, correlation between gold and stock prices.” (Bruno, 1991, p328).
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terjadi korelasi positif antara tingkat
inflasi dengan harga emas, hal ini berarti bahwa pada masa inflasi investor yang
melakukan investasi pada emas cukup terlindungi oleh adanya kenaikan harga emas.
44
Pola hubungan antara harga emas dengan harga saham pada S&P 500 menunjukkan
adanya korelasi negatif dengan angka koefisien –0.40 yang berarti pada saat kondisi
pasar modal memburuk justru harga emas akan meningkat. Keadaan yang demikian
ini cukup baik untuk dijadikan dasar strategi investasi portofolio antara emas dan
saham.
Download