8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Investasi Pada Pasar Modal 2.1.1 Definisi Investasi Setiap pemodal berusaha menanamkan modalnya dalam suatu investasi yang menguntungkan. Secara sederhana pengertian investasi dikemukakan oleh Sri Handaru (1996, p23), yang menyatakan bahwa “Investasi adalah cara penanaman modal, baik langsung maupun tidak langsung, yang bertujuan untuk mendapatkan manfaat (keuntungan) tertentu sebagai hasil penanaman modal tersebut.” Menurut Eduardus Tandelilin (2001, p3), “Investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan di masa datang.” Istilah investasi bisa berkaitan dengan berbagai macam aktivitas. Menginvestasikan sejumlah dana pada aset riil (tanah, emas, mesin, atau bangunan), maupun aset finansial (deposito, saham, atau obligasi) merupakan aktivitas investasi yang umumnya dilakukan. Pada perekonomian primitif, hampir semua investasi merupakan investasi nyata, sedangkan di perekonomian modern, lebih banyak dilakukan investasi finansial. Lembaga-lembaga untuk investasi finansial yang berkembang pesat memberi fasilitas untuk investasi nyata. Karenanya, kedua bentuk investasi tersebut bersifat komplementer, bukan kompetitif. 9 2.1.2 Definisi Pasar Modal Kepres No. 60 tahun 1988 mendefinisikan pasar modal sebagai bursa yang merupakan sarana untuk mempertemukan penawar dan peminta dana jangka panjang dalam bentuk efek. Pengertian pasar modal menurut Kamus Pasar Uang dan Modal adalah pasar konkrit atau abstrak yang mempertemukan pihak yang menawarkan dan yang memerlukan dana jangka panjang, yaitu jangka satu tahun ke atas. Definisi pasar modal secara formal menurut Suad Husnan (1998, p3) adalah : ”Pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk hutang atau modal sendiri, baik yang diterbitkan oleh pemerintah, public authorities, maupun perusahaan swasta”. Menurut Husnan, pasar modal adalah konsep yang lebih sempit dari pasar keuangan (financial market). Dalam pasar keuangan, diperdagangkan semua bentuk hutang dan modal sendiri, baik dana jangka pendek maupun jangka panjang, baik negotiable ataupun tidak. Menurut Bambang Riyanto (1993, p164), pasar modal adalah ”suatu pengertian abstrak yang mempertemukan dua kelompok yang saling berhadapan tetapi yang kepentingannya saling mengisi, yaitu calon pembeli (investor) di satu pihak dan emiten yang membutuhkan dana jangka menengah atau jangka panjang di lain pihak, atau dengan kata lain adalah tempat (dalam artian abstrak) bertemunya penawaran dan permintaan dana jangka menengah atau jangka panjang”. Dari berbagai pengertian pasar modal yang ada dapat diberikan kesimpulan sebagai berikut : 10 ! Pasar modal dapat berupa pasar dalam artian abstrak atau dalam artian konkrit. Dalam artian abstrak maka perdagangan surat berharga tidak harus terjadi pada suatu tempat tertentu. Sementara itu, pasar modal dalam bentuk konkritnya adalah bursa efek atau yang lebih dikenal dengan istilah stock exchange. ! Komoditi yang diperdagangkan di pasar modal adalah surat berharga (aktiva finansial) jangka panjang. ! Surat berharga (sekuritas) yang diperjualbelikan di pasar modal adalah surat berharga yang diterbitkan oleh badan hukum berbentuk PT (Perseroan Terbatas), baik yang dimiliki oleh swasta maupun pemerintah. ! Bursa efek merupakan bentuk konkrit dari pasar modal. Bursa efek merupakan pasar yang sangat terorganisasi (a highly organized market). Disebut demikian karena terdapat serangkaian peraturan yang mengikat pihak-pihak yang terkait di dalamnya. Jadi di pasar modal terdapat tiga elemen utama dari lingkungan investasi, yaitu : sekuritas (disebut juga investasi atau aset finansial), pasar sekunder (disebut juga pasar finansial), dan perantara finansial (disebut juga lembaga keuangan). 2.1.3 Meramalkan Perubahan Pasar Modal Investor berkepentingan untuk melakukan peramalan terhadap perubahan yang akan terjadi di pasar modal. Untuk menghasilkan keputusan investasi yang tepat dan menguntungkan, belumlah cukup bagi investor jika hanya sekedar mengetahui apa yang sedang terjadi pada pasar modal saat ini dan mengapa hal itu bisa terjadi. 11 Investor juga perlu tahu apa yang akan terjadi pada pasar modal di masa yang akan datang. Untuk itulah investor perlu melakukan peramalan terhadap perubahan pasar modal, dan dalam melakukan proses peramalan investor perlu menganalisis perubahan ekonomi makro yang sedang dan akan terjadi. Satu hal yang perlu diingat dalam melakukan peramalan perubahan pasar modal adalah bahwa sulit bagi kita untuk selalu berhasil dalam meramal perubahan pasar modal secara konsisten. Ada dua hal yang bisa menjelaskan mengapa hal ini terjadi. Pertama, adanya konsep pasar modal yang efisien berarti bahwa tidak mungkin bagi kita untuk meramalkan perubahan pasar modal dan mengambil keuntungan dari perubahan tersebut. Artinya, jika pasar efisien, maka akan mustahil bagi investor untuk meramalkan perubahan pasar dan mencari keuntungan abnormal dari perubahan tersebut. Kedua, peramalan perubahan pasar modal yang akan terjadi di masa datang biasanya didasari atas data perubahan masa lalu yang tersedia. Secara implisit, tindakan ini mengandung kelemahan karena kita meramalkan masa depan dengan data historis, sehingga hasilnya tidak akans selalu tepat dengan perubahan yang akan terjadi. Untuk meramalkan perubahan pasar modal, ada dua hal yang bisa dijadikan dasar peramalan, yaitu penggunaan data perubahan siklis ekonomi dan penggunaan data perubahan beberapa variabel ekonomi makro. 1. Perubahan Siklis Ekonomi Perubahan harga saham akan merefleksikan perubahan siklis ekonomi yang akan terjadi. Meskipun demikian, tetap sulit bagi investor untuk menentukan kapan 12 harus bereaksi terhadap kemungkinan perubahan pasar yang akan terjadi. Dikatakan bahwa terdapat hubungan antara perubahan harga saham yang mendahului perubahan siklis ekonomi. Ketika ekonomi memasuki siklis yang cenderung menurun menuju titik terendah (resesi), maka harga saham biasanya akan turun. Semakin kuat resesi, semakin drastis penurunan harga saham. Pada situasi demikian, investor harus melakukan peramalan tentang kapan saatnya siklis ekonomi menemui titik baliknya dan mulai memasuki siklis yang membaik. Jika siklis ekonomi diramalkan membaik, maka harga saham menjelang titik balik siklis ekonomi (sebelum mencapai titik terendah) akan membaik mendahului membaiknya siklis ekonomi. Sebaliknya jika siklis ekonomi membaik terus sampai mendekati titik puncak, maka pada situasi seperti ini kecenderungannya adalah harga saham akan stabil sehingga return saham yang abnormal sulit dicapai investor. Dengan demikian yang harus dilakukan investor dalam meramalkan perubahan pasar modal dengan menggunakan estimasi perubahan siklis ekonomi adalah meramalkan kapan siklis ekonomi akan mencapai titik baliknya (baik titik puncak maupun titik terendah), sehingga investor bisa membuat keputusan tentang harga saham yang tepat, serta tindakan apa yang sebaiknya dilakukan investor terhadap saham tersebut. 2. Perubahan Variabel-Variabel Ekonomi Makro Pengamatan terhadap perubahan beberapa variabel atau indikator ekonomi makro seperti PDB, inflasi, tingkat bunga ataupun nilai tukar mata uang, dipercaya bisa membantu investor dalam meramalkan apa yang akan terjadi pada perubahan 13 pasar modal. Misalnya, variabel tingkat bunga bisa digunakan dalam meramalkan harga saham atau obligasi yang akan terjadi. Jika investor meramalkan tingkat suku bunga akan meningkat, maka tentunya investor akan bisa memperkirakan bahwa harga obligasi maupun harga saham akan cenderung menurun. Kemampuan untuk meramalkan perubahan variabel-variabel ekonomi makro tentunya akan sangat membantu investor dalam membuat keputusan investasi yang tepat dan menguntungkan. 2.2 Analisis Ekonomi 2.2.1 Kondisi Ekonomi dan Pasar Modal Analisis ekonomi adalah salah satu dari tiga analisis yang perlu dilakukan investor dalam penentuan keputusan investasinya. Analisis ekonomi menjadi penting dilakukan investor karena kecenderungan adanya hubungan yang kuat antara apa yang terjadi pada lingkungan ekonomi makro dan kinerja suatu pasar modal. Pasar modal mencerminkan apa yang terjadi pada perekonomian makro karena nilai investasi ditentukan oleh aliran kas yang diharapkan serta tingkat return yang diisyaratkan atas investasi tersebut, dan kedua faktor tersebut sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan ekonomi makro. Dengan demikian, dalam mengestimasi aliran kas, bunga, ataupun premi risiko dari suatu sekuritas, maka harus mempertimbangkan analisis ekonomi makro. Fluktuasi yang terjadi di pasar modal akan terkait dengan perubahan yang terjadi pada berbagai variabel ekonomi makro. Harga obligasi sangat tergantung dari 14 tingkat bunga yang berlaku, dan tingkat bunga dipengaruhi oleh perubahan ekonomi makro ataupun kebijakan ekonomi makro yang ditentukan pemerintah. Sedangkan di sisi lainnya, harga saham merupakan cerminan dari ekspektasi investor terhadap faktor-faktor earning, aliran kas dan tingkat return yang disyaratkan investor, yang mana ketiga faktor tersebut juga sangat dipengaruhi oleh kinerja ekonomi makro. 2.2.2 Variabel Ekonomi Makro Lingkungan ekonomi makro adalah lingkungan yang mempengaruhi operasi perusahaan sehari-hari. Kemampuan investor dalam memahami dan meramalkan kondisi ekonomi makro di masa datang, akan sangat berguna dalam pembuatan keputusan investasi yang menguntungkan. Untuk itu, seorang investor harus memperhatikan beberapa indikator ekonomi makro yang bisa membantu mereka dalam memahami dan meramalkan kondisi ekonomi makro. Menurut Tandelilin (2001, pp212-213), terdapat beberapa variabel ekonomi makro yang perlu diperhatikan investor, yaitu : 1. Produk Domestik Bruto (PDB) PDB adalah ukuran produksi barang dan jasa total suatu negara. Pertumbuhan PDB yang cepat merupakan indikasi terjadinya pertumbuhan ekonomi. Jika pertumbuhan ekonomi membaik, maka daya beli masyarakat pun akan meningkat, dan ini merupakan kesempatan bagi perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan penjualannya. Dengan meningkatnya penjualan perusahaan, maka kesempatan perusahaan memperoleh keuntungan juga akan semakin meningkat. 15 2. Tingkat Pengangguran Tingkat pengangguran ditunjukkan oleh persentase dari total jumlah tenaga kerja yang masih belum bekerja (termasuk pengangguran tak kentara maupun pengangguran kentara). Tingkat pengangguran ini mencerminkan sejauh mana kapasitas operasi ekonomi suatu negara bisa dijalankan. Semakin besar tingkat pengangguran di suatu negara, berarti semakin besar kapasitas operasi ekonomi yang belum dimanfaatkan secara penuh. 3. Inflasi Inflasi adalah kecenderungan terjadinya peningkatan harga barang secara keseluruhan. Inflasi yang terlalu tinggi akan menyebabkan penurunan daya beli uang (purchasing power of money). Di samping itu, inflasi yang tinggi bisa juga mengurangi tingkat pendapatan riil yang diperoleh investor dari investasinya. Sebaliknya jika tingkat inflasi suatu negara mengalami penurunan, maka hal ini akan merupakan sinyal yang positif bagi investor seiring dengan turunnya risiko daya beli uang dan risiko penurunan pendapatan riil. 4. Tingkat Bunga Tingkat bunga yang terlalu tinggi akan mempengaruhi nilai sekarang (present value) aliran kas perusahaan, sehingga kesempatan-kesempatan investasi yang ada tidak akan menarik lagi. Tingkat bunga yang tinggi juga akan meningkatkan biaya modal yang harus ditanggung perusahaan. Di samping itu tingkat bunga juga akan menyebabkan return yang diisyaratkan investor dari suatu investasi akan meningkat. 16 Tabel 2.1 Matriks Hubungan Beberapa Faktor Makro Ekonomi Terhadap Profitabilitas Perusahaan INDIKATOR EKONOMI PDB Inflasi PENGARUH PENJELASAN Meningkatnya PDB merupakan sinyal yang Meningkatkan PDB mempunyai pengaruh positif baik (positif) untuk terhadap daya beli konsumen sehingga dapat investasi dan sebaliknya meningkatkan permintaan terhadap produk perusahaan. jika PDB menurun. Peningkatan inflasi secara relatif merupakan sinyal negatif bagi pemodal di pasar modal. Inflasi meningkatkan pendapatan dan biaya perusahaan. Jika peningkatan biaya produksi lebih tinggi dari peningkatan harga yang dapat dinikmati oleh perusahaan maka profitabilitas perusahaan akan turun. Tingkat suku bunga yang meningkat akan menyebabkan peningkatan suku bunga yang diisyaratkan atas Tingkat bunga yang tinggi investasi pada suatu saham. Di samping itu tingkat suku Tingkat Bunga merupakan sinyal negatif bunga yang meningkat bisa juga menyebabkan investor terhadap harga saham. menarik investasinya pada saham dan memindahkannya pada investasi berupa tabungan ataupun deposito. Kurs Rupiah Menguatnya kurs rupiah terhadap mata uang asing Menguatnya kurs rupiah terhadap mata uang asing akan merupakan sinyal positif menurunkan biaya impor bahan baku untuk produksi, bagi perekonomian yang dan akan menurunkan tingkat suku bunga yang berlaku. mengalami inflasi. Anggaran Defisit Anggaran yang defisit Anggaran defisit akan mendorong konsumsi dan merupakan sinyal positif investasi pemerintah, sehingga dapat meningkatkan bagi ekonomi yang sedang permintaan terhadap produk perusahaan. Akan tetapi, mengalami resesi, tetapi anggaran defisit di sisi lain justru akan meningkatkan merupakan sinyal negatif jumlah uang beredar dan akibatnya akan mendorong bagi ekonomi yang inflasi. mengalami inflasi. Investasi Swasta Meningkatnya investasi Meningkatnya investasi swasta akan meningkatkan PDB swasta adalah sinyal sehingga dapat meningkatkan pendapatan konsumen. positif bagi pemodal. Neraca Perdagangan dan Pembayaran Defisit neraca Defisit neraca perdagangan dan pembayaran harus perdagangan dan pembayaran merupakan dibiayai dengan menarik modal asing. Untuk melakukan sinyal negatif bagi hal ini, suku bunga harus dinaikkan. pemodal. Sumber : Harianto, 1998, p158 17 2.2.3 Tinjauan Teori Variabel Penelitian 2.2.3.1 Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Jakarta, indikator utamanya adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang diperkenalkan pada 1 April 1983. IHSG adalah penggambaran secara keseluruhan keadaan harga-harga saham di bursa pada suatu waktu tertentu dibandingkan dengan keadaan harga-harga saham secara keseluruhan pada waktu yang berbeda sehingga dapat terlihat kecenderungan pergerakan harga saham apakah terjadi kenaikan atau penurunan dan juga dapat melihat aktivitas perdagangan saham apakah pasar sedang bergairah atau lesu. Pergerakan IHSG merupakan perubahan harga saham, baik saham biasa maupun saham preferen, pada saat perhitungan dengan harga pada saat waktu dasar perhitungan. Hari dasar perhitungan IHSG adalah tanggal 10 Agustus 1982. Pada hari itu indeks ditetapkan sebesar 100 poin dan jumlah saham yang tercatat waktu itu 13 saham. Adapun metode penghitungan IHSG di BEJ dilakukan dengan proses perhitungan sederhana melalui rumus Laspeyres atau cara tahun dasar berikut ini : I= Nilai Pasar Seluruh Saham Yang Tercatat Di Bursa × 100 % Nilai Pasar Seluruh Saham Yang Tercatat Di Bursa Pada Hari Dasar Nilai pasar seluruh saham pada hari dasar pada saat-saat tertentu mengalami penyesuaian, yaitu dalam hal pencatatan saham-saham perusahaan yang baru pertama kali tercatat di bursa (listing of new issues), adanya tambahan emisi (additional issues), dan pengurangan jumlah saham yang tercatat di bursa (delisting of issues). 18 2.2.3.1 Pendapatan Nasional Dalam analisis makro ekonomi selalu digunakan istilah “pendapatan nasional (national income)” dan umumnya istilah itu dimaksudkan untuk menyatakan nilai barang dan jasa yang dihasilkan dalam suatu negara. Dengan demikian dalam penggunaan tersebut istilah pendapatan nasional adalah mewakili arti Produk Domestik Bruto atau Produk Nasional Bruto. Menurut Putong (2002, p162), Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product) adalah nilai barang dan jasa yang diproduksikan oleh suatu negara dalam periode tertentu yang menjumlahkan semua hasil dari warga negara yang bersangkutan ditambah warga negara asing yang bekerja di negara yang bersangkutan. Sedangkan Produk Nasional Bruto (Gross National Product) adalah nilai barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu negara dalam periode tertentu yang diukur dengan satuan uang. Produk Nasional Bruto perhitungannya menjumlahkan semua nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh penduduk suatu negara tersebut ditambah dengan penduduk negara tersebut yang berada di luar negeri. 2.2.3.2 Uang Beredar Di dalam pembahasan mengenai uang yang terdapat dalam perekonomian, adalah penting untuk membedakan di antara mata uang dalam peredaran dan uang beredar. Menurut Sukirno (1999, p207), mata uang dalam peredaran adalah seluruh jumlah mata uang yang telah dikeluarkan dan diedarkan oleh Bank Sentral. Mata uang tersebut terdiri dari dua jenis, yaitu uang logam dan uang kertas. Dengan 19 demikian mata uang dalam peredaran adalah sama dengan uang kartal. Sedangkan uang beredar adalah semua jenis uang yang berada di dalam perekonomian, yaitu jumlah dari mata uang dalam peredaran ditambah dengan uang giral dalam bank-bank umum. Pengertian uang beredar dapat dibedakan pula menjadi dua pengertian, yaitu pengertian yang terbatas dan pengertian yang luas. Dalam pengertian yang terbatas, jumlah uang beredar yang dinotasikan sebagai M1 adalah mata uang dalam peredaran ditambah (uang kartal) dengan uang giral yang dimiliki oleh perseorangan, perusahaan, dan badan-badan pemerintah. Dalam pengertian yang luas, jumlah uang beredar yang dinotasikan sebagai M2 meliputi mata uang dalam peredaran, uang giral dan uang kuasi. Uang kuasi (near money) terdiri dari deposito berjangka (pendek), pinjaman semalam antarbank, tabungan dan rekening valuta asing milik swasta domestik. Dalam arti yang lebih luas lagi, jumlah uang beredar disebut M3, yaitu M2 ditambah sertifikat deposito, dana pasar uang institusional, repurchase agreement jangka pendek, dan aset-aset likuid lainnya. 2.2.3.3 Inflasi Menurut Khalwaty (2000, pp4-5), hubungan yang erat dan luas antara inflasi dan berbagai sektor perekonomian melahirkan berbagai perbedaan pengertian dan persepsi tentang inflasi, demikian pula dalam memformulasi kebijakan-kebijakan untuk solusinya. Namun, pada prinsipnya terdapat beberapa kesatuan pandangan bahwa inflasi merupakan suatu fenomena dan dilema ekonomi. Inflasi adalah suatu 20 keadaan yang mengindikasikan semakin melemahnya daya beli yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil (intrinsik) mata uang suatu negara. Dalam bukunya Principles of Microeconomics, Amacher dan Ulbrich (1989, pp101-102), menjelaskan bahwa terjadinya inflasi merupakan akibat dari kenaikan tingkat harga di atas harga rata-rata yang berlaku umum yang dapat diukur dengan indeks harga barang-barang konsumsi dari tahun ke tahun, sebagaimana terlihat dari definisi inflasi yang dikemukakannya sebagai berikut : “Inflation arises in the general, or average, level of prices. The measure of inflation is a price index. A price index measures changes in price level from year to year. The best-known measure is the Consumer Price Index (CPI). Consumer Price Index is a measure of the year to year increase ini the price level based on the cost of a representative market basket of consumer goods.” Menurut Byrns dan Stone (1989, p109), dalam bukunya Economics, menjelaskan dan memberi definisi inflasi sebagai berikut : “Most people view increases in any of the prices they pay for goods or services as inflationary. For the purpose of macroeconomic analysis, we are concerned with changes in the level of absolute prices because these changes represent inflation or deflation. Inflation occurs when the average level of prices rises while deflation occurs when prices fall on the average. An increase in the price of a single goods is not necessarily inflationary.” Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa inflasi adalah suatu keadaan di mana terjadi kenaikan harga-harga secara tajam yang berlangsung terus-menerus 21 dalam jangka waktu cukup lama. Seirama dengan kenaikan harga-harga tersebut, nilai uang turun secara tajam sebanding dengan kenaikan harga-harga tersebut. Sebagai suatu fenomena ekonomi, inflasi sering terjadi karena sangat sensitif terhadap musim, arus distribusi, rumor, stabilitas politik, dan krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Dalam keadaan inflasi, harga barang-barang naik relatif cepat dan cukup tinggi. Demikian juga dengan biaya modal (cost of capital) dari suatu proyek investasi akan menjadi semakin mahal yang juga diikuti dengan kenaikan tingkat suku bunga. Daya beli masyarakat semakin melemah sehingga terjadi kelesuan hampir di segala sektor riil yang diikuti dengan pemutusan hubungan kerja atau dengan kata lain semakin menambah jumlah pengangguran. Di sektor industri penerimaan laba menurun cukup drastis, sehingga menurunkan harga saham perusahaan publik dan bahkan tidak jarang investor asing melakukan divestasi karena risiko yang menghadang terlalu besar. 2.2.3.4 Tingkat Bunga Deposito Deposito adalah salah satu sarana investasi yang merupakan produk keluaran perbankan. Deposito dapat juga disimpan dalam bentuk mata uang rupiah atau mata uang asing. Perbedaan nyata antara tabungan dan deposito terletak pada tingkat suku bunga dan jangka waktu penarikan dana. Bunga deposito jelas lebih tinggi dari bunga tabungan. Premium (kelebihan) suku bunga dalam deposito, dibandingkan tabungan, merupakan imbalan atas kesediaan nasabah untuk tidak mengambil uang sampai 22 deposito tersebut jatuh tempo. Dengan mengetahui jangka waktu simpanan, bank akan lebih mudah dalam mengelola dana masyarakat yang dihimpunnya. Tingkat bunga deposito berhubungan erat dengan tingkat bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Bank yang memiliki kelebihan dana, yang tidak dapat disalurkan sebagai kredit, umumnya menempatkan dana tersebut pada instrumen SBI. Bank memperoleh keuntungan dari selisih bunga SBI yang diperoleh dengan bunga deposito yang diberikan kepada nasabah. 2.2.3.5 Nilai Tukar Rp/US$ Dalam kehidupan perekonomian global dewasa ini hampir tidak ada satupun negara di dunia yang bisa menghindari perekonomiannya dari pengaruh pergerakan valuta asing, khususnya terhadap pengaruh dollar Amerika. Menurut Sukirno (1999, p358), nilai (kurs) valuta asing adalah suatu nilai yang menunjukkan jumlah mata uang dalam negeri yang diperlukan untuk mendapat satu unit mata uang asing. Penentuan kurs valas merupakan hal yang penting bagi pelaku bursa valas, karena kurs sangat mempengaruhi jumlah biaya yang harus dikeluarkan serta besarnya manfaat (keuntungan) yang akan diperoleh dalam transaksi barang, jasa, dan surat berharga yang berlangsung dalam bursa valas. Fluktuasi kurs valas dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti jumlah uang yang beredar, tingkat inflasi, suku bunga, permintaan dan penawaran aset yang terjadi di beberapa negara yang memiliki hubungan ekonomi dan sistem keuangan internasional. 23 2.2.3.6 Indeks Dow Jones Industrial Average Dow Jones Industrial Average (DJIA) adalah harga rata-rata saham tertimbang dari 30 saham penting yang diperdagangkan di bursa saham New York (NYSE). DJIA merupakan indeks saham tertua di dunia dan merupakan indeks yang paling dipandang. 2.2.3.7 Harga Emas Internasional Emas menjadi salah satu sarana investasi karena bisa mendatangkan keuntungan yang diperoleh dari perbedaan antara harga jual dengan harga beli atau semacam capital gain dalam investasi saham. Selain itu, investasi dalam emas merupakan investasi yang sangat likuid karena di negara mana pun emas diterima. ”Investasi emas sangat efektif dan memberikan hasil yang positif (menguntungkan) jika situasi perekonomian mengalami ketidakseimbangan. Ketika krisis ekonomi keuangan sedang berada pada puncaknya, harga emas melambung seiring dollar.” (Arifin, 2002, pp46-47). Terdapat dua hal penting yang mempengaruhi pergerakan harga emas, yaitu : (1) Perubahan kurs ; melemahnya kurs dollar AS biasanya mendorong kenaikan harga emas dunia. Hal ini karena jatuhnya nilai mata uang dollar membuat harga emas menjadi lebih murah dalam mata uang lain sehingga umumnya mendorong adanya kenaikan permintaan emas, terutama dari sektor industri perhiasan. Di Indonesia, pada pertengahan tahun 2001, ketika mata uang rupiah mengalami penguatan yang cukup signifikan, harga emas pun menurun. Demikian pula ketika rupiah melemah, 24 harga emas mengalami peningkatan, dan (2) Situasi politik dunia ; kenaikan harga emas pada akhir tahun 2002 dan awal tahun 2003 terjadi sebagai dampak dari akan dilakukannya serangan ke Irak oleh sekutu yang dikomando AS. Pelaku pasar beralih investasi dari pasar uang dan pasar saham ke investasi emas sehingga permintaan emas melonjak tajam. 2.2.3.8 Harga Minyak Internasional Perkembangan penduduk dunia dan pertumbuhan industri yang pesat telah menyebabkan peningkatan permintaan energi, dimana sebagian besar kebutuhan energi dunia tersebut masih dipasok oleh energi yang berasal dari bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu bara) yang memiliki sifat tidak dapat diperbaharui. Minyak bumi merupakan bahan baku dasar hampir semua industri. Harga minyak dunia yang terus membubung tinggi menyebabkan anjloknya harga saham-saham di BEJ, terjadi setelah harga minyak dunia menembus US$ 41.6 per barel, harga tertinggi sejak Perang Teluk Oktober 1990. IHSG mengalami penurunan yang cukup besar, jauh lebih dahsyat dari penurunan indeks akibat tragedi runtuhnya menara kembar WTC dan tragedi bom Bali. Pengaruh negatif harga minyak yang tinggi bagi Indonesia akan meluas ke berbagai sektor. Secara singkat harga minyak tinggi terutama berpengaruh terhadap kegiatan ekonomi, terhadap laba perusahaan dan inflasi. Semua itu akhirnya mempengaruhi pasar finansial, nilai equity, nilai tukar, keuangan negara, dan pengaruh terburuk bagi rakyat karena meningkatnya pengangguran. Dengan kata lain 25 harga minyak tinggi bukan hanya berakibat negatif bagi negara maju atau negara industri yang bergantung impor minyak, juga berakibat buruk bagi negara berkembang yang tergantung minyak impor. 2.3 Saham Menurut Robert Ang, “Saham adalah surat berharga sebagai tanda bukti penyertaan atau pemilikan individu maupun institusi atas suatu perusahaan. Saham sebagai sekuritas yang bersifat ekuitas, memberikan implikasi : bahwa kepemilikan saham mencerminkan kepemilikan atas suatu perusahaan.” (Sulistyastuti, 2002, p1). 2.3.1 Klasifikasi Saham Untuk membantu investor dalam memilih saham sesuai dengan potensi keuntungan dan risikonya, saham biasa (common stock) diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Berdasarkan Nilai Kapitalisasi Ada tiga kelompok saham berdasarkan nilai kapitalisasi yang beredar di Bursa Efek Jakarta (Adler Haymas Manurung, Kompas, 27 Januari 2002), yaitu : a) Big – Cap Merupakan kelompok saham yang berkapitalisasi besar dengan nilai kapitalisasi di atas Rp. 1 trilyun. Saham-saham yang termasuk big-cap disebut juga saham blue-chip atau saham papan atas atau lapis pertama. Saham-saham yang berkapitalisasi besar memberikan kontribusi 75%-80% dari seluruh 26 kapitalisasi pasar di BEJ yang terdiri dari 40 saham. Sebagian saham berkapitalisasi pasar besar dapat menaikkan atau menurunkan IHSG yang sering disebut sebagai index mover stocks. b) Mid – Cap Merupakan kelompok saham yang berkapitalisasi besar dengan nilai kapitalisasi Rp. 100 milyar – Rp. 1 trilyun. Saham yang termasuk mid-cap disebut juga saham baby blue chip atau saham lapis kedua. Saham-saham yang berkapitalisasi pasar menengah memberikan kontribusi 15%-17% dari seluruh kapitalisasi pasar di BEJ yang terdiri dari 145 saham. c) Small – Cap Merupakan kelompok saham yang berkapitalisasi besar dengan nilai kapitalisasi di bawah Rp. 100 milyar. Biasanya saham yang termasuk smallcap atau lapis ketiga, sebagian besar terdiri dari saham ‘tidur’ yang bersifat labil. Saham-saham yang berkapitalisasi pasar kecil memberikan kontribusi sekitar 3% dari seluruh kapitalisasi pasar di BEJ yang terdiri dari 150 saham. 2. Berdasarkan Fundamental Perusahaan dan Kondisi Perekonomian Klasifikasi saham biasa berdasarkan fundamental perusahaan dan kondisi perekonomian makro (Sawidji Widoatmojo, 2000, p54-56), yaitu : a) Income stocks Merupakan saham yang mampu memberikan dividen semakin besar dari ratarata dividen yang dibayarkan tahun sebelumnya. Emiten income stocks adalah 27 perusahaan-perusahaan yang telah mencapai tahapan mapan (mature) dan memiliki pangsa pasar yang tinggi serta stabil. Indeks beta kurang dari 1. b) Growth stocks Merupakan emiten yang berperan sebagai perusahaan pemimpin dalam industrinya dan cukup prospektif. Sehingga perusahan-perusahaan pada kelompok ini mampu memberikan dividen relatif tinggi. Walaupun harga sahamnya termasuk mahal dengan PER yang tinggi tetapi saham kategori ini tetap mampu memberikan capital gains. Karenanya saham kategori ini memiliki indeks beta kurang dari 1. Emiten growth stocks, misalnya saham perusahaan farmasi seperti Indofarma dan Kimia Farma.. c) Speculative stocks Merupakan saham yang diterbitkan oleh perusahaan yang pendapatannya belum pasti. Seperti perusahaan yang sedang memulai operasi atau perusahaan yang sedang melakukan restrukturisasi modalnya sehingga emitennya tidak konsisten dalam memberikan dividen. Saham kategori ini memiliki indeks beta yang tinggi yaitu lebih dari 2 dan PER sangat fluktuatif. Sehingga saham kategori ini sangat agresif dan memiliki risiko sistematis melebihi risiko pasarnya, misalnya saham perusahaan eksplorasi minyak. d) Cyclical stocks Merupakan kelompok saham yang pergerakannya searah dengan perekonomian makro. Saham-saham perusahaan yang siklus bisnisnya mengikuti kondisi ekonomi semakin memiliki indeks beta mendekati 1. 28 Emitennya adalah perusahaan properti, otomotif, industri dasar. Sebaiknya investor membeli saat resesi dan menjualnya saat booming. e) Defensive stocks Merupakan saham yang tidak terpengaruh perekonomian makro maupun turbulensi sosial-politik. Emitennya adalah perusahaan yang memproduksi consumer goods (Unilever, Indofood), supermarket (Matahari, Alfa, Hero) dan public utilities (Telkom, Indosat). Karena produknya selalu dibutuhkan masyarakat maka perusahaan ini tetap mendapatkan penghasilan walaupun kondisi perekonomian sedang buruk. Maka emitennya mampu memberikan dividen secara konsisten. Saham kategori defensif memiliki indeks beta kurang dari 1. 2.3.2 Penggerak Harga Saham Informasi adalah hal yang penting bagi pelaku pasar modal. Di luar arus informasi, dalam kondisi normal pergerakan saham ditentukan oleh banyak faktor, yang dibedakan menjadi dua kategori, yaitu faktor fundamental dan faktor teknis. 1. Faktor Fundamental Faktor fundamental menekankan pada berita-berita yang akan mempengaruhi nilai sekuritas. Berita-berita tersebut dapat dikelompokan lagi menjadi : a) Berita Mengenai Makroekonomi Suatu Negara Berita mengenai makro ekonomi umumnya merupakan faktor yang akan mempengaruhi keseluruhan saham yang dijual di bursa. Berita mengenai 29 makro ekonomi suatu negara biasanya diumumkan oleh pemerintah, lembaga swadaya masyarakat ataupun lembaga internasional yang dapat mempengaruhi bursa, diantaranya adalah : ! Nilai dolar ! Tingkat pertumbuhan ekonomi ! Harga BBM ! Tingkat pengangguran ! Upah minimum regional ! Indeks kepercayaan konsumen ! Tingkat inflasi ! Country Risk ! Rating negara-negara tujuan investasi (Competitiveness Rating) ! Rating negara-negara yang korupsinya paling tinggi ! Turun naiknya indeks di negara lain (terutama Indeks Dow Jones). Dalam prakteknya ketika suatu indikator dikeluarkan dapat pula terjadi bahwa indeks harga saham telah melakukan koreksi terlebih dahulu, karena investor sudah memiliki ekspekstasi tentang pengumuman tersebut. Sebagai contoh investor memperkirakan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah sekitar 4% walaupun hal tersebut belum diumumkan. Namun demikian jika ekspektasi investor tersebut meleset jauh, contohnya ternyata setelah diumumkan tingkat pertumbuhan ekonomi adalah sekitar 8%, maka hal 30 tersebut tentunya akan terefleksikan pada perubahan harga saham yang cukup signifikan pada saat pengumuman tersebut. Walaupun pengaruh dari berita makroekonomi tersebut mempengaruhi keseluruhan saham yang ada di bursa namun pengaruhnya terhadap industri akan berbeda antara satu jenis industri dengan jenis industri lainnya. Berita tentang tingkat pertumbuhan ekonomi yang rendah akan lebih sensitif terhadap pergerakan saham-saham perusahaan konstruksi dibandingkan saham-saham perusahaan manufaktur. Selain itu, berita-berita makroekonomi dapat pula hanya mempengaruhi beberapa jenis saham tertentu, misalnya nilai dolar. Ada beberapa saham yang tidak hanya listing di BEJ (misalnya: Telkom dan Indosat), sehingga apabila terjadi perubahan nilai dolar dapat menimbulkan kesempatan abritase bagi penjualan saham tersebut. b) Berita Mengenai Industri Berita mengenai industri adalah yang berkaitan dengan industri dari perusahaan secara keseluruhan. Berita-berita tersebut diprediksikan akan mempengaruhi demand terhadap barang tersebut. Sebagai contoh adalah : ! Berita mengenai regulasi terhadap suatu jenis industri tertentu Misalnya adanya regulasi mengenai kawasan bebas rokok, tentu hal ini akan mempengaruhi harga saham-saham rokok. Adanya pembatasan quota minyak akan mempengaruhi nilai saham-saham pertambangan minyak. 31 ! Berita adanya kerusuhan Berita penjarahan barang-barang pertanian di daerah akan mempengaruhi keseluruhan saham perusahaan pertanian. Berita mengenai pemboman gedung WTC akan mempengaruhi saham-saham perusahaan asuransi dan perusahaan penerbangan. ! Berita mengenai trend dari produk yang bersangkutan Berita mengenai penurunan penjualan saham-saham perusahaan komputer akan mempengaruhi saham-saham perusahaan internet. Berita kenaikan permintaan ponsel akan mempengaruhi saham-saham perusahaan telekomunikasi. c) Berita Khusus Mengenai Perusahaan Yang Bersangkutan Berita khusus mengenai perusahaan yang bersangkutan akan mempengaruhi saham perusahaan yang bersangkutan saja, contohnya : ! Penemuan lahan tambang baru ! Penemuan obat baru ! Kebijakan perusahaan terhadap teknologi baru ! Isu penutupan bank-bank tertentu (tingkat CAR dari bank yang bersangkutan) ! Restrukturisasi perusahaan ! Pengurangan pegawai ! Adanya pesaing baru yang cukup kuat ! Merger 32 ! Stock-split ! Pengumuman dividen Secara teoritis, semakin efisien suatu pasar (high level of market efficiency) akan sulit mendapatkan keuntungan dari adanya berita baru. Hal tersebut karena banyaknya player di market sehingga kalaupun terjadi perubahan harga saham tidak akan terlalu signifikan. Strategi yang dijalankan oleh manajer investasi di pasar yang efisien lebih banyak membentuk suatu portofolio yang memiliki investasi yang risikonya rendah namun memiliki tingkat hasil yang lebih tinggi. Penjualan dan pembelian saham oleh manajer investasi sangat sedikit (mengikuti passive investment strategy). Namun dalam pasar yang tidak efisien manajer investasi harus rutin mengikuti perkembangan berita yang berkenaan dengan saham karena dimungkinkannya mendapatkan keuntungan (kerugian) yang cukup besar dari perubahan harga saham dari setiap informasi baru (mengikuti active investment strategy). 2. Faktor Teknikal Adalah faktor-faktor bersifat teknis yang berkaitan dengan trend harga dari saham tanpa melihat faktor fundamental. Berikut adalah beberapa faktor penting : a) Hukum Penawaran dan Permintaan Pergerakan harga saham di bursa efek sering kali hanya bisa dipahami dengan hukum penawaran dan permintaan. Ketika lebih banyak pembeli daripada penjual, harga saham cenderung naik. Jika tersedia lebih banyak uang untuk investasi di pasar modal, harga akan cenderung naik. Begitu sebaliknya dari 33 sisi penawaran juga mempunyai dampak yang sama. Jika sebuah perusahaan meningkatkan modal dengan menerbitkan saham baru, harga akan sering turun. Atau ketika pada saat yang hampir bersamaan ada beberapa IPO, harga saham juga akan cenderung melemah. b) Antisipasi Investor Setiap emiten di BEJ diwajibkan mengumumkan kinerja keuangan setiap tahunnya kepada publik. Di luar itu, para emiten dianjurkan membuat laporan kinerja keuangan setiap semester dan bahkan triwulan. Disyaratkan bahwa informasi tersebut sampai ke publik pada saat yang sama. Informasi mengenai laporan ini akan mendorong transaksi saham, apabila kinerja keuangan perusahaan tersebut sama atau lebih baik daripada perkiraan para pelaku pasar, kemungkinan besar harga saham akan naik. Begitu sebaliknya. c) Aksi Emiten (Corporate Action) Aksi emiten adalah kegiatan yang dilakukan oleh emiten yang bobotnya cukup material sehingga mempunyai kemungkinan mempengaruhi harga saham perusahaan tersebut di bursa efek maupun keputusan investor. d) Intervensi Pemerintah Ada beberapa kasus di mana pemerintah melakukan intervensi pasar guna mempengaruhi pergerakan harga saham. Misalnya pemerintah menugaskan lembaga tertentu untuk membeli saham, atau untuk menjaga agar indeks harga saham tidak anjlok, pemerintah melarang transaksi shortsell dan margin trading. 34 e) Koreksi Teknis Pergerakan harga saham jarang terus naik atau turun dalam garis yang tidak patah. Sesudah periode kenaikan atau penurunan, akan dijumpai adanya koreksi teknis atau pasar melakukan konsolidasi. Jika harga pasar naik untuk jangka agak yang, sering ada satu masa istirahat ketika beberapa investor menjual untuk mengambil untung (profit taking) dan harga pun secara temporer jatuh. Proses yang sama terjadi sebaliknya dalam tren penurunan. f) Sentimen Pasar Sentimen pasar merupakan faktor yang tidak bisa didefinisikan. Dalam kondisi tertentu investor merasa senang dan memutuskan untuk membeli. Ini mungkin berita politik atau ekonomi yang baik, atau bahkan mungkin karena cuaca lagi cerah. 2.4 Return Saham Dalam melakukan investasi, investor mengharapkan untuk mendapatkan sejumlah tingkat hasil tertentu sesuai dengan investasinya. Return didefinisikan oleh beberapa ahli sebagai berikut : 1. Menurut Elton & Gruber (1995, p19) ”Return use to indicate the return on an investment over a particular span of time called holding periode return. Return will be measured by the sum of the change in the market price of security plus any income receive over a holding period divided by the price of a security at the beginning of the holding period.” 35 2. Menurut Jones (1998, p10) bahwa dari investasi akan diperoleh pendapatan (return) yang terdiri dari : ! Yield : The periodic cash flows (or income) on the investment. Yield measures relate these cash flows to a price for the security, such as the purchase price or the current market price. ! Capital Gain (Loss) : The appreciation (depreciation) in the price of asset. 3. Menurut Van Horne & Wachowicz (1992, p100) ”Return is income receive on an investment plus any change in market price, usually expressed as a percent of the beginning market price of the investment.” 4. Menurut Eugene & Joel Houston (2001, p180) bahwa pengembalian saham akan berasal dari dividen ditambah keuntungan modal (capital gain). 5. Menurut Tjiptono & Hendy menyatakan pada dasarnya ada dua keuntungan yang diperoleh pemodal dengan membeli atau memiliki saham, yaitu : ! Dividen : Pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan penerbit saham atas keuntungan yang dihasilkan perusahaan tersebut. ! Capital Gain : Selisih antara harga beli dan harga jual. Capital gain terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder. 36 2.5 Konsep Model Multi-Indeks Model multi-indeks mengasumsikan bahwa tingkat pengembalian investasi saham tidak hanya ditentukan oleh indeks pasar saja tetapi juga oleh beberapa variabel di luar indeks pasar yang disebut extra-market. Dengan kata lain, bahwa tingkat pengembalian investasi saham mempunyai kovarian terhadap beberapa variabel termasuk di dalamnya adalah variabel indeks pasar. “In a multi-index model, we attribute the covariance to two or more factors, usually including the market.” (Haugen, 1993, p169). Sharpe dan kawan-kawan (1990, p437) memberikan pendapat sebagai berikut: “Most factor models of stock returns employ more than two factors, and some use a great many more than two. With M attributes, diagram must be forsaken, since M+1 dimensions would be required. Cross sectional multiple regression analysis can be used, however, to obtain a relationship of the form.” Pendapat Sharpe dan kawan-kawannya tersebut memperjelas bahwa sebagian besar alat prediksi tingkat pengembalian investasi saham menggunakan lebih dari dua faktor, sedangkan alat analisis yang lebih tepat adalah model regresi berganda (multiple regression) dengan menggunakan data cross sectional sehingga lebih diperoleh bentuk dan keeratan hubungannya. Alasan penggunaan multi-index sebagai alat prediksi tingkat keuntungan saham pada kenyataannya lebih unggul daripada single-index model. Sebab pada kenyataannya harga saham tidak hanya ditentukan oleh indeks pasarnya secara tunggal melainkan ditentukan oleh banyak faktor. “There is a strong empirical evidence that several important factors affect the returns of securities rather than 37 only a single index predominating effect, as is assumed for a single-index model. As a result, investors are best served with multi-index model when analysing a portfolio of securities. ………More fundamentally, one might propose that such underlying factors as inflation, real economic growth, interest rate, exchange rate, or risk premium changes would have a significant impact in determining the returns of securities.” (Farrell, 1997, p100). Pendapat Farrell menyatakan bahwa variabel-variabel yang secara signifikan mempengaruhi tingkat pengembalian sekuritas meliputi: 1. Tingkat inflasi; 2. Pertumbuhan ekonomi; 3. Tingkat bunga; 4. Nilai tukar mata uang asing terhadap mata uang domestik; 5. Premi resiko. Dalam penelitiannya, Sharpe (1995) mengemukakan bahwa variabel-variabel multi-index model yang mempengaruhi tingkat pengembalian investasi saham adalah: 1. Pertumbuhan GDP; 2. Tingkat bunga; 3. Tingkat inflasi; 4. Harga minyak. Peneliti lain berpendapat bahwa dalam model multi-indeks harus menggunakan banyak variabel yang diperkirakan secara signifikan berpengaruh terhadap tingkat pengembalian investasi saham. Variabel-variabel yang dikemukakan 38 oleh Haugen adalah bahwa terdapat delapan variabel yang mempengaruhi tingkat pengembalian investasi saham; “ (1) the rate of inflation, (2) the change in level of unemployment, (3) the growth in industrial production, (4) the change in the trade deficit, (5) the change in the Federal budget deficit, (6) the change in the level of interest rate, (7) the change in the difference between long-term rates and short-term rates, (8) the change in the value of dollar.” (Haugen, 1993, p175). Keragaman variabel-variabel penentu tingkat pengembalian investasi saham sebagaimana telah diuraikan, menunjukkan bahwa setiap peneliti dapat melakukan proxy dengan variabel lain yang relevan. Namun demikian multi-index harus tetap didasarkan pada asumsi bahwa model tersebut selalu memasukkan variabel indeks pasar sebagaimana dinyatakan; “In applying the multi-index model, there is, however, first a need to identify what the significant factors affecting the returns of securities are. One obvious factor is the market effect, and that is commonly used as one of the factors in a multi-index model.” (Farrell, 1997, p100). Variabel-variabel makro ekonomi yang dapat dianalisis sesuai Bodie, Kane dan Marcus (1999, p506) antara lain adalah : 1. Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP) dan Produk Nasional Bruto (PNB) atau Gross National Product (GNP); 2. Tingkat pengangguran (unemployment rates); 3. Tingkat bunga (interest rate), tingkat inflasi (inflation rate), dan tingkat nilai tukar valuta asing (exchange rate); 39 4. Keseimbangan neraca pembayaran internasional, surplus atau defisit, dan cadangan devisa yang ada; 5. Kinerja pasar modal : indeks, volume transaksi perdagangan, nilai transaksi, peraturan-peraturan pengawas dan bursa, jumlah partisipan dan proporsi investor (asing dan lokal), dan sebagainya; 6. Kebijakan pemerintah : kebijakan fiskal dan kebijakan moneter, dan bagaimana dampaknya terhadap industri di mana perusahaan beroperasi. 2.6 Hasil Penelitian Terdahulu Schwet (1992), dalam Schwet and Smith memberikan judul penelitiannya dengan pertanyaan “Mengapa harga saham berubah sepanjang waktu?”. Salah satu tujuannya adalah untuk menjelaskan tentang pola random pada harga saham. Analisis yang digunakan untuk pengujian pola harga adalah uji korelasi serial dengan time lag tertentu, sehingga perubahan-perubahan harga itu merefleksikan stock return. Stock return yang diuji dibagi ke dalam dua bagian, yaitu harian (daily) dan bulanan (monthly). Periode sampling yang digunakan adalah dari tahun 1858 – 1987, return on stocks bulanan dengan beda waktu (time lag) 1, 2, 3, dan 11, serta 12 bulan menunjukkan, adanya autokorelasi pada tingkatan sangat lemah. Pengujian dengan autokorelasi atas tingkat pengembalian investasi saham harian menunjukkan adanya autokorelasi tingkat sedang. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tingkat pengembalian saham harian sangat ditentukan oleh tingkat return sebelumnya. 40 Sedangkan pada beda kala bulanan menunjukkan, tingkat pengembalian investasi saham lebih ditentukan oleh variabel di luar harga. Pengembalian saham bulanan (monthly stock return) selama periode penelitian 1858 – 1987 dengan ukuran sampel 1.560 kasus pada Standard and Poor’s Index menghasilkan angka otokorelasi sebagai berikut : r1 = 0,21 ; r2 = 0.19 ; r3 = 0.24 ; dan r11 = 0.19 ; serta r12 = 0.16. Sedangkan pada pengembalian saham harian (daily stock return) untuk periode yang sama menghasilkan angka otokorelasi sebagai berikut : r1 = 0,69 ; r2 = 0.58 ; r3 = 0.51 ; dan r11 = 0.44 ; serta r12 = 0.44. Nilai-nilai statistik tersebut mempunyai pola yang konsisten bahwa pada beda kala yang semakin besar arah korelasi menjadi semakin kecil, yang berarti tingkat return saham yang akan datang tidak ditentukan oleh tingkat return sebelumnya. Sebaliknya pada beda kala yang sangat kecil, khususnya yang terjadi pada daily stock return, hasil observasi menunjukkan adanya otokorelasi, yang berarti bahwa tingkat return hari besok (time lag 1 hari) ditentukan oleh tingkat return dari hari sebelumnya. Simpulan yang dapat diperoleh dari penelitian tersebut adalah bahwa untuk prediksi tingkat return dengan beda kala yang panjang tidak tepat menggunakan dasar perhitungan return sbelumnya. Dengan kata lain, analisis harus memasukkan variabel-variabel selain daripada variabel harga. Penelitian di negara-negara Pasific Basin atas daily stock return yang dilakukan Bailey, Stuiz, dan Yen (dalam Rhee and Chang, 1990, p155) di Australia, Hong Kong, Jepang, Malaysia, Filipina, Singapura, Korea Selatan, Taiwan, dan Thailand menunjukkan bahwa pada negara-negara yang disebutkan kecuali Jepang 41 dan Korea Selatan mempunyai order autocorrelations yang signifikan, sedangkan pada kedua negara tersebut hampir terjadi autokorelasi negatif. Hal ini berarti, tidak adanya pola random-walk dalam stock return di negara Pasific Basin kecuali di Jepang dan Korea Selatan. Hasil penelitian di Pasific Basin khususnya di Jepang dan Korea Selatan hampir menunjukkan pola yang serupa dengan penelitian pada S&P 500 yang dilakukan Schwert (1992). Studi empirik mengenai variabel-variabel indeks ekonomi dan indeks pasar, telah memberikan penjelasan mengenai pengaruh variabel tingkat inflasi, tingkat bunga, nilai tukar mata uang domestik, dan indeks pasar terhadap tingkat pengembalian investasi saham. Variabel-variabel tersebut menurut studi empirik yang dilakukan oleh beberapa peneliti menunjukkan bahwa terjadi pola hubungan negatif antara tingkat inflasi dengan tingkat pengembalian investasi saham (Jacob dan Pettit, 1989, p137). Penelitian lain yang dilakukan oleh Schwert di NYSE selama 23 bulan sejak Januari 1969 – November 1970 juga mengungkapkan bahwa “...indicate that there is a reliable negative relationship between the level of the expected returns on common stocks and the level of treasury bil rate” (Schwert, 1992, p519). Perubahan tingkat bunga dan inflasi merupakan gerakan-gerakan simultan sehingga perubahan tingkat bunga mempunyai pola pengaruh yang sama terhadap tingkat pengembalian investasi saham sebagaimana pengaruh inflasi. Penelitian mengenai pengaruh indeks pasar terhadap harga saham-saham telah dilakukan oleh B. F. King terhadap 60 saham perusahaan yang menggunakan S&P 500 Dow Jones Index, hasil penelitian ini dikutip oleh Fischer dengan pernyataan, 42 “King observed that, on the average, over half the variation in a stock’s price could be attributed to a market influence that affects all stock-market indexes such as Dow Jones Industrial Average or the S&P 500 stock index”. (Fischer and Jordon, 1995, p101). Hasil observasi King tersebut menunjukkan bahwa secara rata-rata, separuh lebih dari variasi harga saham dapat disebabkan oleh pengaruh indeks pasar seluruh saham. Penelitian tentang peran tingkat pengembalian saham pada model CAPM di Bursa Efek Jakarta menunjukkan peran searah yang dominan dari variabel tersebut terhadap tingkat pengembalian saham individual. (Rustam, 1997, p26). Penelitian mengenai prediksi tingkat return di Bursa Efek Jakarta telah dilakukan oleh Suad Husnan dan Suwardi B. Hermanto dengan menggunakan data mingguan pada setiap hari rabu selama periode 1996. model yang digunakan adalah CAPM yang didasarkan pada asumsi berlakunya hubungan linier positif koefisien beta terhadap tingkat pengembalian investasi saham. Hasil penelitian mereka terhadap 85 sampel saham diperdagangkan teraktif menunjukkan hanya 37 saham yang memiliki beta signifikan pada level 90 %. Mereka juga menyebutkan bahwa kondisi pasar bullish terjadi pada awal tahun hingga 8 Juli 1997, tetapi secara keseluruhan sepanjang tahun 1997 dinyatakan sebagai pasar bearish. (Suad Husnan dan Suwardi B. Hermanto, 1998, p6 – 10). Penelitian yang dilakukan oleh Djoko Mursinto mengenai variabel penentu indeks harga saham gabungan bulanan di Bursa Efek Jakarta dengan mengambil periode waktu 1990 – 1992 sehingga terdapat 36 kasus ditemukan bahwa terdapat otokorelasi pada variabel Y indeks harga saham gabungan. Dua variabel bebas yang 43 berpengaruh secara signifikan diantara variabel-variabel bebas lainnya adalah tingkat bunga deposito dan variabel harga emas. (Djoko Mursinto, 1994, p13 – 23). Beberapa hasil penelitian tentang pasar modal di Indonesia menunjukkan bahwa tingkat pengembalian investasi saham yang dihitung dari pendapatan dividen dan selisih harga ternyata lebih banyak dipengaruhi oleh variabel mikro (keadaan fundamental perusahaan). Penelitian di Bursa Efek Jakarta tentang faktor-faktor penentu tingkat resiko yang diukur dari nilai variabilitas tingkat pendapatan saham menunjukkan hasil bahwa “tingkat resiko dipengaruhi secara nyata oleh variabelvariabel makro, yaitu pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, dan kurs valuta asing (US$/Rp), sedangkan dalam variabel mikro hanya struktur aktiva saja yang mempengaruhi tingkat resiko saham. (Sinaga, 1994, p123). Penelitian mengenai hubungan harga emas dengan indeks pasar saham menunjukkan : “In general, gold allows one to diversify against the kinds of risk that affect all stock markets simultaneously. For example, in 1973 and 1974 bullion price tripled when stock markets worldwide dropped dramatically during the oil crisis; the New York Stock Exchange dropped approximately 50 %. Conversely, the price of gold dropped from 1982 to 1983, when most stock markets rose during the economic recovery. Several studies have shown the existence of a small, and sometimes negative, correlation between gold and stock prices.” (Bruno, 1991, p328). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terjadi korelasi positif antara tingkat inflasi dengan harga emas, hal ini berarti bahwa pada masa inflasi investor yang melakukan investasi pada emas cukup terlindungi oleh adanya kenaikan harga emas. 44 Pola hubungan antara harga emas dengan harga saham pada S&P 500 menunjukkan adanya korelasi negatif dengan angka koefisien –0.40 yang berarti pada saat kondisi pasar modal memburuk justru harga emas akan meningkat. Keadaan yang demikian ini cukup baik untuk dijadikan dasar strategi investasi portofolio antara emas dan saham.