BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Teori 2.1.1 Pengertian

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Deskripsi Teori
2.1.1 Pengertian Kenakalan
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, kenakalan dengan kata dasar nakal adalah suka
berbuat tidak baik, suka mengganggu, dan suka tidak menurut. Sedangkan kenakalan adalah
perbuatan nakal, perbuatan tidak baik dan bersifat mengganggu ketenangan orang lain ; tingkah
laku
yang
melanggar
norma
kehidupan
masyarakat
(http://mathedu-
unila.blogspot.com/2009/10/pengertian-kenakalan-remaja.html).
Menurut Sudarsono kenakalan adalah: “Bukan hanya merupakan perbuatan anak yang
melawan hukum semata, akan tetapi juga termasuk di dalamnya perbuatan yang melanggar
norma masyarakat”. Dengan demikian masalah-masalah sosial yang timbul karena perbuatan
remaja dirasakan sangat mengganggu, dan merisaukan kehidupan masyarakat, bahkan sebagian
anggota masyarakat menjadi terancam hidupnya.
Suatu perbuatan dikatakan nakal apabila perbuatan-perbuatan itu bertentangan dengan
norma-norma yang ada di masyarakat di mana ia hidup. Suatu perbuatan anti sosial dimana di
dalamnya terkandung unsur-unsur anti normatif.
2.1.2 Pengertian Remaja
Remaja dalam arti adolescence (Inggris) berasal dari kata latin adolescere tumbuh ke arah
kematangan (Muss dalam Sarwono 2010:11). Kematangan disini tidak hanya berarti kematangan
fisik, tetapi terutama kematangan sosial-psiklogis.
Menurut Muang-man (Sarwono 2010:12) mengemukakan tiga kriteria, yaitu biologis,
psikologis, dan sosial ekonomi. Definisi tersebut berbunyi sebagai berikut.
Remaja adalah suatu dimana:
1)
Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukan tanda-tanda seksual
sekundernya sampai saat Ia mencapai kematangan seksual.
2)
Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak
menjadi dewasa.
3)
Terjadi katergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih
mandiri.
Santrock (2007:10) menggambarkan masa remaja adalah masa peralihan dari masa anakanak dengan masa dewasa dengan rentang usia antara 12-22 tahun, dimana pada masa tersebut
terjadi proses pematangan baik itu pematangan fisik, maupun psikologis.
Masa remaja seperti yang di kemukakan oleh Calon (dalam Moks, dkk 1994) bahwa
masa remaja menunjukan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum
memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak-anak. Dalam masa ini anak
mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan
psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan ataupun cara berpikir atau bertindak,
tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang.
2.1.3 Karakteristik Remaja
Karakteristik pertumbuhan dan perkembangan remaja yang mencakup perubahan transisi
biologis, transisi kognitif, dan transisi sosial (Santrock 2003:91).
1)
Transisi Biologis
Menurut Santrock (2003: 91) perubahan fisik yang terjadi pada remaja terlihat
nampak pada saat masa puberitas yaitu meningkatnya tinggi dan berat badan serta
kematangan sosial. Diantaranya perubahan fisik itu, yang terbesar pengaruhnya pada
perkembangan jiwa remaja adalah pertumbuhan tubuh (badan manjadi semakin panjang
dan tinggi). Selanjutnya, mulai, berfungsinya alat-alat reproduksi (ditandai dengan haid
pada wanita dan mimpi basah pada laki-laki) dan tanda-tanda seksual sekunder yang
tumbuh (Sarlito W. Sarwono, 2006: 52).
Menurut Muss (dalam Sunarto & Agung Hartono, 2002: 79) menguraikan bahwa
perubahan fisik yang terjadi pada anak perempuan yaitu: pertumbuhan tulang-tulang,
badan menjadi tinggi, anggota-anggota badan menjadi panjang, tumbuh payudara, tumbuh
bulu yang halus berwarna gelap di kemaluan, mencapai pertumbuhan tinggi badan yang
maksimum setiap tahunnya, menstruasi atau haid, tumbuh bulu-bulu ketiak. Sedangkan
pada laki-laki perubahan yang terjadi antara lain: pertumbuhan tulang-tulang, testis (buah
pelir) membesar, tumbuh bulu kemaluan yang halus dan berwarna gelap, awal perubahan
suara, ejakulasi (keluarnya air mani), pertumbuhan tinggi badan mencapai tingkat
maksimum setiap tahunnya, tumbuh rambut-rambut halus diwajah (kumis, jenggot),
tumbuh bulu ketiak, dan bulu dada.
Pada dasarnya perubahan fisik remaja disebabkan oleh kelenjar pituitary dan kelenjar
hypothalamus. Kedua kelenjar itu masing-masing menyebabkan tejadinya pertumbuhan
ukuran tubuh dan merangsang aktifitas serta pertumbuhan alat kelamin utama dan kedua
pada remaja (sunarto & Agung Hartono, 2002: 94)
2)
Transisi Kognitif
Menurut Piaget (dalam Santock, 2003: 15) pemikiran operasional formal
berlangsung antara usia 11 sampai 15 tahun. Pemikiran opersional formal lebih abstrak,
idealis, dan logis dari pada pemikiran operasional konkret. Piaget menekan kan bahwa
remaja terdorong untuk memahami dunianya karena tindakan yang dilakukannya
penyesuaian diri biologis. Secara lebih nyata mereka mengaitkan suatu gagasan dengan
gagasan lain. Mereka bukan hanya mengorganisirkan pematangan dan pengalaman akan
tetapi juga menyesuaikan cara berpikir mereka untuk menyertakan gagasan baru karena
informasi tambahan membuat pemahaman lebih mendalam
Menurut Piaget (dalam Santrock, 2003: 110) secara lebih nyata pemikiran
operasional formal bersifat lebih abstrak dibandingkan dengan anak-anak misalnya dapat
menyelesaikan persamaan aljabar abstrak. Remaja juga lebih idealistis dalam berpikir
seperti memikirkan karakteristik ideal dari diri sendiri, orang lain dan dunia. Remaja
berfikir secara logis yang mulai berpikir seperti ilmuan, menyusun berbagai rencana untuk
memecahkan masalah dan secara sistematis menguji cara pemecahan yang terpikirkan.
Dalam perkembangan kognitif, remaja tidak terlepas dari lingkungan sosial. Hal ini
menekankan pentinganya interaksi sosial dan budaya dalam perkembangan kognitif
remaja.
3)
Transisi Sosial
Santrock (2003: 24) mengungkapkan bahwa pada transisi sosial remaja mengalami
perubahan dalam hubungan individu dengan mausia lain yaitu dalam emosi, dalam
kepribadian, dan dalam peran dan konteks sosial dalam perkembangan. Membantah orang
tua, serangan agresif terhadap teman sebaya, perkembangan sikap asertif, kebahgiaan
remaja dalam peristiwa tertentu serta peran gender dalam masyarakat mereflesikan peran
proses sosial-emosional dalam perkembangan remaja. John Flavel (dalam Santorck, 2003:
125) juga menyebutkan bahwa kemampuan remaja untuk membantu kognisi sosial mereka
secara efektif merupakan petunjuk penting mengenai adanya kematangan dan kompotensi
sosial mereka.
Dalam perkembangan sosial nampak pada berkurangnya sikap egosentrisme.
Perkembangan sosial ini berkenaan dnegan pengetahuan dan keyakinan mereka tentang
masalah-masalah hubungan pribadi dan sosial.
2.1.4 Tugas-tugas Perkembangan Remaja
Havigurst (dalam Muhammad Ali, 2011: 163) mendefinisikan tugas perkembangan adalah
tugas yang muncul pada saat atau sekitar satu periode tertentu dari kehidupan individu dan jika
berhasil akan menimbulkan fase bahagia dan membawa keberhasilan dalam melaksanakan tugastugas perkembangan berikutnya. Akan tetapi kalau gagal akan meinmbulkan rasa tidak bahagia
dan kesulitan dalam menghadapi tugas-tugas berikutnya.
Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meningkatkan sikap dan
perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan bersikap dan berprilaku
secara dewasa.
Adapun tugas-tugas perkembangan remaja menurut Havigurst (dalam Muhammad Ali ,
2011: 165) adalah :
1.
Mampu menerima keadaan fisiknya
2.
Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa
3.
Mampu membina hubungan baik dan anggota kelompok yang berlainan jenis
4.
Mencapai kemandirian emosional
5.
Mencapai kemandirian ekonomi
6.
Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk
melakukan peran sebagai anggota masyarakat
7.
Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua
8.
Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki
dunia dewasa
9.
Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan
10.
Memahami dan mempersiapkan berbagai tangguang jawab kehidupan keluarga.
Berdasarkan pendapat tersebut maka peneliti menyimpulkan bahwa tugas-tugas
perkembangan remaja adalah sikap dan perilaku dirinya sendiri dalam menyikapi lingkunagn
disekitarnya. Perubahan yang terjadi pada fisik maupun psiologisnya menuntut anak untuk dapat
menyesuaikan diri dalam lingkunagn dan tantangan hidup yang ada di hadapannya.
2.2
Kenakalan Remaja
Dalam kehidupan para remaja seringkali diselingi hal-hal negative dalam rangka
penyesuaian dengan lingkungan sekitar baik lingkungan dengan teman-temannya di sekolah
maupun dilingkungan pada saat dia di rumah. Hal-hal tersebut dapat berbentuk positif hingga
negatif yang sering kita sebut dengan kenakalan remaja. Kenakalan remaja itu sendiri merupakan
perbuatan pelanggaran norma-norma baik norma hukum maupun norma sosial.
Kenakalan remaja biasanya dilakukan oleh remaja-remaja yang gagal dalam menjalani
proses-proses perkembangan jiwanya, baik pada saat remaja maupun pada masa kanakkanaknya. Masa kanak-kanak dan masa remaja berlangsung begitu singkat, dengan
perkembangan fisik, psikis, dan emosi yang begitu cepat. Secara psikologis, kenakalan remaja
merupakan wujud dari konflik-konflik yang tidak terselesaikan dengan baik pada masa kanakkanak maupun remaja para pelakunya. Seringkali didapati bahwa ada trauma dalam masa
lalunya, perlakuan kasar dan tidak menyenangkan dari lingkungannya, maupun trauma terhadap
kondisi lingkungan, seperti kondisi ekonomi yang membuatnya merasa rendah diri, dan
sebagainya (Masngudin, 2009. Artikel dan jurnal, http://www.ensliklopedia.com).
2.2.1 Pengertian Kenakalan Remaja
Kenakalan Remaja atau dalam bahasa Inggris lebih dikenal dengan istilah juvenile
delinquency merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang
disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk
tingkah laku yang menyimpang (Kartono, 2010: 06).
Pengertian kenakalan remaja menurut seorang Paul Moedikdo, SH adalah:
1. Semua perbuatan yang dari orang dewasa merupakan suatu kejahatan, bagi anak-anak
merupakan kenakalan. Jadi semua yang dilarang oleh hukum pidana, seperti mencuri,
menganiaya dan sebaginya.
2. Semua perbuatan penyelewengan dari norma kelompok tertentu untuk menimbulkan
keonaran dalam masyarakat.
3. Semua
perbuatan
yang
menunjukan
kebutuhan
perlindungan
bagi
(http://Psikonseling.Blogspot.Com/2010/02/Pengertian-Kenakalan-Remaja.Html)
sosial
Kenakalan remaja menurut Sarlito W. Sarwono (2012: 253) yaitu perilaku yang
menyimpang dari ketentuan yang berlaku dalam masyarakat (norma agama, etika, peraturan
sekolah dan keluarga, dll) dilakukan oleh anak dibawah batas usia tertentu.
2.2.2 Bentuk-bentuk Kenakalan Remaja
Menurut Adler (dalam Kartono, 2010: 21) Bentuk-bentuk kenakalan remaja adalah :
1) Kebut-kebutan dijalanan yang menggaggu keamanan lalu-lintas, dan membahayakan
jiwa sendiri dan orang lain.
2) Perilaku ugal-ugalan, brandalan, urakan yang mengacaukan ketentraman sekitar.
Tingkah ini bersumber pada kelebihan energi dan dorongan primitif yang tidak
terkendali serta kesukaan menteror lingkungan.
3) Perkelahian antargang, antarkelompok antarsekolah, antarsuku (tawuran), sihingga
membawa korban jiwa.
4) Membolos sekolah lalu bergelandang sepanjang jalan, atau bersembunyi di tempattempat terpencil sambil melakukan eksperimen bermacam-macam kedurjanaan dan
tindak asusila.
5) Berpesta-pora sambil mabuk-mabukan.
6) Kecanduan dan ketagihan bahan narkotika (obat bius, drugs) yang erat bergandengan
dengan tindak kejahatan.
7) Perjudian dan bentuk-bentuk permainan lain dengan taruhan sehingga mengakibatkan
ekses kriminalitas.
8) Penyimpangan tingkah laku disebabkan oleh kerusakan pada karakter anak yang
menuntut kompensasi disebabkan adanya organ-organ yang inferior.
2.2.3 Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Kenakalan Remaja
Faktor-faktor penyebab kenakalan remaja menurut Kartono (2010: 25), di golongkan
dalam 4 (empat) teori, yaitu :
1. Teori Biologis
Tingkah laku sosiopatik atau kenakalan pada anak-anak dan remaja dapat muncul
karena faktor-faktor fisiologis dan struktur jasmaniah seseorang, juga dapat cacat
jasmaniah yang dibawa sejak lahir. Kejadian ini berlangsung :
a) Melalui gen atau plasma pembawa sifat dalam keturunan, atau melalui kombinasi
gen, dapat juga di sebakan oleh tidak adanya gen tertentu, yang semuanya bisa
memunculkan penyimpangan tingkah laku, dan anak-anak menjadi kenakalan
secara potensial.
b) Melalui pewarisan tipe-tipe kecenderungan yang luar biasa (abnormal), sehingga
membuahkan tingkah laku kenakalan.
c) Melalui pewarisan kelemahan konstitutional jasmaniah tertentu yang menimbulkan
tigkah laku yang sosiopatik. Misalnya cacat jasmaniah bawaan brachydac-tylisme
(berjari-jari pendek) dan diabetes inspidus (sejenis penyakit gula) itu erat
berkorelasi dengan sifat-sifat kriminal serta penyakit mental.
2. Teori Psikogenis
Teori ini menekankan sebab-sebab tingkah laku delinkuen anak-anak dari aspek
psikologis atau isi kejiwaan. Antara lain faktor inteligensi, ciri kepribadian, motivasi,
sikap-sikap yang salah, fantasi, rasionalisasi internalisasi diri yang keliru, konflik batin,
emosi yang kontroversial, kecenderungan psikopatologis.
3. Teori Sosiogenis
Para sosiolog berpendapat penyebab tingkah laku kenakalan pada anak-anak
remaja ini adalah murni sosiologis atau sosial-psikologis sifatnya. Misalnya di
sebabkan oleh pengaruh subkultursosial yang deviatif, tekanan kelompok, peranan
sosial, status sosial atau oleh internalisasi simbolis yang keliru. Maka faktor-faktor
kultural dan sosial itu sangat mempengaruhi, bahkan mendominasi struktur lembagalembaga sosial dan peranan sosial setiap individu di tengah masyarakat, status individu
di tengah kelompoknya partisipasi sosial, dan pendefinisian-diri atu konsep-dirinya.
Jadi sebab-sebab kenakalan anak remaja itu tidak hanya terletak pada lingkungan
familial dan tetangga saja, akan tetapi terutama sekali disebabkan oleh konteks
kulturnya.
4. Teori Subkultur
Subkultur delinkuen remaja mengaitkan sistem nilai, kepercayaan/keyakinan,
ambisi-ambisi tertentu (misalnya ambisi materil, hidup bersantai, pola kriminal, relasi
heteroseksual bebas, dll) yang memotivasi timbulnya kelompok-kelopok remaja
brandalan dan kriminal. Sedang perangsangnya bisa berupa: hadiah mendapatkan status
“terhormat” di tengah kelompoknya, prestise sosial, relasi sosial yang intim, dan
hadiah-hadiah materiil lainnya.
Menurut teori subkultur ini, sumber juvenile delinquency ialah: sifat-sifat suatu
struktur sosial dengan pola budaya (subkultur) yang khas dari lingkungan familial,
tetangga dan masyarakat yang didiamioleh para remaja delinkuen tersebut.
Sifat-sifat masyarakat tersebut antara lain ialah:
(1) Punya populasi yang padat,
(2) Status sosial-ekonomis penghuninya rendah,
(3) Kondisi fisik perkampungan yang sangat buruk,
(4) Banyak disorganisasi familial dan sosial bertingkat tinggi.
Menurut Qaimi (2002 : 33) ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kenakalan,
sebagai berikut :
a. Faktor keturunan
Bahwa faktor keturunan yang dimaksud adalah sifat yang diwariskan dari orang tua.
Mungkin hal ini di sebabkan oleh beberapa hal, antara lain keturunan keluarga yang
mempunyai sifat buruk, sebagai akibat pola pikir lambat, syaraf.
b. Faktor kontrol diri
Beberapa anak yang gagal dalam mengembangkan kontrol diri yang esensial yang sudah
dimiliki orang lain selama proses pertumbuhan biasanya akan mengalami pemberontakan
dan bentuknya bisa berupa tindakan kenakalan remaja.
c. Faktor keluarga
Faktor keluarga sangat berpengaruh terhadap timbulnya kenakalan siswa. Kurang adanya
dukungan keluarga seperti kurangnya perhatian orang tua terhadap aktivitas anak,
kurangnya penerapan disiplin yang efektif dan kurangnya kasih saying orang tua terhadap
anaknya dapat menjadi pemicu timbulnya kenakalan.
d. Pendidikan buruk
Pendidikan pertama kali diperoleh anak melalui lingkungan keluarga. Apabila di dalam
penanaman nilai-nilai moral tidak baik, maka akan berdampak fatal bagi anak tersebut.
e. Faktor peraturan
Penyebab kenakalan berasal dari peraturan yang diberlakukan orang tua atau pendidik
yang mempesulit keadaannya. Dengan pemaksaan kehendak, hanya akan mendorong
sang anak berani menentang atau melawan perintah orang tua.
f. Faktor ajaran buruk
Kenakalan atau perilaku buruk anggota keluarga, terutama kedua orang tua sangat
berpengaruh dalam memicu kenakalan. Kedua orang tua merupakan contoh teladan bagi
anak-anaknya.
Sedangkan menurut Tambunan (1986 : 46-51), kenakalan tidak timbul sendiri tetapi
dipengaruhi oleh beberapa faktor, sebagai berikut :
a. Faktor lingkungan
Para ahli pendidikan menekankan, bahwa kondisi sosial di daerah tempat tinggal akan
menentukan tingkah laku seseorang. Diantaranya kondisi terhadap masalah kemiskinan,
pendidikan orang dewasa yang rendah di tempat tersebut.
b. Kurangnya pendidikan agama
Dengan kurangnya pendidikan agama, maka anak akan mudah terperosok ke dalam
kelakuan-kelakuan yang tidak baik dan menuruti apa yang menjadi keinginannya dan
dapat menyenangkannya, tanpa memikirkan akibat selanjutnya.
c. Kemerosotan moral dan mental orang dewasa
Pada dasarnya, orang tua sebagai contoh atau suriteladan. Akan tetapi pada kenyataannya
banyak sekali kemerosotan moral, tingkah laku, dan perbuatan-perbuatan para orang tua
yang tidak baik.
d. Pendidikan dalam sekolah yang kurang baik
Sekolah bukanlah tempat menuangkan pengetahuan bagi siswa, tetapi sekolah seharusnya
juga merupakan alam lingkungan dimana seorang benar-benar dapat menumbuhkan
kepribadiannya, belajar menyesuaikan diri dengan berbagai situasi dan problem yang
dihadapinya.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli yang telah disebutkan, maka dalam penelitian ini.
Peneliti mengambil satu kesimpulan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kenakalan remaja
yaitu ; (1) Faktor kontrol diri, (2) Faktor keluarga, (3) Faktor peraturan, (4) faktor lingkungan,
(5) Teman sebaya.
Download