usaha penunjang ketenagalistrikan - Direktorat Jenderal Listrik dan

advertisement
USAHA PENUNJANG KETENAGALISTRIKAN
5.1.
Umum
Kegiatan Usaha Penunjang Ketenagalistrikan meliputi: Pemanfaatan Jaringan
Tenaga Listrik untuk kepentingan Telematika, Tingkat Komponen Dalam
Negeri (TKDN), Usaha Penunjang Tenaga Listrik (UPTL), dan Pekerjaan
Dalam Keadaan Bertegangan (PDKB).
Dalam melakukan kegiatan-kegiatan tersebut harus didasarkan oleh peraturanperaturan pelaksanaan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Peraturan-peraturan
pelaksanaan
di
bidang
Usaha
Penunjang
Ketenagalistrikan meliputi :
a. Undang-Undang No. 15 tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan
b. Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2005 tentang perubahan atas
Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan
Pemanfaatan Tenaga Listrik
c. Peraturan Pemerintah No.25 Tahun 1995 tentang Usaha Penunjang
Tenaga Listrik
d. Keputusan Presiden RI No. 80 Tahun 2003 tanggal 3 Nopember 2003
tentang
Pedoman
Pelaksanaan
Pengadaan
Barang/Jasa
Instansi
Pemerintah.
e. Keputusan Presiden RI No. 63 Tahun 2004 tentang Pengamanan Obyek
Vital Nasional
f.
Keputusan
Menteri
Energi
dan
Sumber
Daya
Mineral
No.
815.K/30/MEM/2003 tentang Pemanfaatan Jaringan Tenaga listrik untuk
Kepentingan Telekomunikasi, Multimedia dan Informatika
g. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 698/03/MPE/P/1999
tanggal 2 Maret 1999 perihal Pengutamaan Penggunaan Produksi Dalam
Negeri.
h. Keputusan
Menteri
Energi
dan
Sumber
Daya
Mineral
No.
1610K/MEM/2004 tentang Pengamanan Obyek Vital Nasional di Sektor
Energi dan Sumber Daya Mineral.
i.
Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 001 Tahun 2005
tentang Pelaksanaan Pekerjaan Dalam Keadaan Bertegangan.
j.
Keputusan Direktur Jeenderal Listrik dan Pemanfaatn Energi No. 11112/90/600.4/2002 tentang Inventarisasi Kemampuan Produsen Barang dan
Jasa Dalam Negeri Bidang Ketenagalistrikan.
k. Keputusan Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi No. 11212/90/600.4/2002 tentang Tata Cara Perhitungan Tingkat Komponen Dalam
Negeri Bidang Ketenagalistrikan.
l. Peraturan Direktur Jenderal LPE No. 751-12/44/600.4/2005 tentang
Penggunaan Barang dan Jasa Produksi Dalam Negeri Pada Pembangkit
Listrik Tenaga Uap Batubara Kapasitas Terpasang Sampai Dengan 8 MW.
5.2.
Pemanfaatan Jaringan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Telematika
Kata Telematika, berasal dari istilah dalam bahasa Perancis "TELEMATIQUE"
yang merujuk pada bertemunya sistem jaringan komunikasi dengan teknologi
informasi. Istilah Teknologi Informasi itu sendiri merujuk pada perkembangan
teknologi perangkat-perangkat pengolah informasi. Para praktisi menyatakan
bahwa Telematics adalah singkatan dari "Telecommunication and Informatics"
sebagai wujud dari perpaduan konsep Computing and Communication. Istilah
Telematics juga dikenal sebagai "the new hybrid technology" yang lahir karena
perkembangan teknologi digital. Perkembangan ini memicu perkembangan
teknologi telekomunikasi dan informatika menjadi semakin terpadu atau
populer dengan istilah "konvergensi".
Saluran komunikasi yang sering digunakan dalam sistem informasi yang kita
kenal selama ini adalah melalui kabel telepon dan gelombang frekuensi.
Kemudian seiring dengan perkembangan teknologi, jaringan listrik dapat juga
digunakan sebagai media untuk komunikasi. Media ini merupakan saluran
yang telah menjangkau sampai pedesaan Indonesia, namun karena kegunaan
utamanya
sebagai
penyalur
energi listrik sehingga media ini belum
dimanfaatkan disamping itu juga tidak ingin berurusan dengan daya sengatnya
yang mematikan.
Bagi
negara
yang
infrastruktur
telekomunikasinya
belum
memadahi,
infrastruktur jaringan yang ada bisa dimanfaatkan. Secara tradisional, peralatan
listrik sebenarnya sudah menggunakan rangkaian berkecepatan rendah untuk
mengendalikan gardu listrik, komunikasi suara, dan proteksi saluran transmisi
tegangan tinggi.
Transmisi data berkecepatan tinggi dikembangkan dengan menggunakan
saluran distribusi yang bertegangan rendah. Untuk jarak pendek dapat
digunakan sebagai saluran untuk interkom atau jaringan otomatisasi di dalam
rumah. Misalnya sebagai sarana pengendali jarak jauh untuk lampu maupun
peralatan listrik lainnya tanpa perlu lagi menambah kabel lain. Ini merupakan
bentuk pengurangan pemakaian kabel karena kabel untuk mencatu komputer
atau peralatan pengatur sekaligus digunakan sebagai saluran input dan output
data. Umumnya peralatan seperti ini beroperasi dengan menginjeksikan
gelombang pembawa yang berfrekuensi antara 20 Hz dan 20 kHz yang
dimodulasikan secara digital. Setiap penerima dalam sistem ini memiliki alamat
tertentu yang
secara individu
dapat dikomando
melalui sinyal
yang
ditransmisikan.
Dengan
mengembangkan
teknik
modulasinya,
bisa
digunakan
untuk
menyalurkan data berkecepatan tinggi. Aplikasinya di dalam rumah juga
menjadi semakin menarik tanpa harus mengubah atau menambah jaringan
baru dan jaringan listrik yang ada akan menjadi jalur “rahasia” yang tidak
diduga kebanyakan orang.
Selanjutnya skema berikut ini memberikan gambaran mengenai konsep proses
pemanfaatan jaringan untuk kepentingan Telematika.
KONSEP PROSES PEMANFAATAN JARINGAN
UNTUK KEPENTINGAN TELEMATIKA
USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK
DITJEND
a.n
MENTERI ESDM
DERIVASI
1. Right of Way (RoW)
* pemanfaatan penyangga dan ruang bebas sepanjang jaringan(SUTET, SUTT, SUTM,
SUTR) untuk jaringan FO Backbone dan jaringan akses dalam kota
2. Fiber Optic (FO)
* optimalisasi Fiber Optic untuk kepentingan telematika, baik terhadap FO OPGW maupun
ADSS pada penyangga, kabel laut dan kabel tanah
3. Konduktor
*pemanfaatan penghantar listrik untuk kepentingan telematika seperti untuk PLC
Tata Cara
Perijinan
Ruang Lingkup Pengaturan
Keputusan Dirjen LPE (Tata
Cara
Permohonan
dan
Pemberian IMJ):
PEMILIK JARINGAN
BUMN
PT PLN (persero)
OTHERS
RESTRUKTURISASI
KESEPAKATAN
ICON+
kerja sama
(pemegang hak
eksklusif jaringan )
perencanaan
rancangan
Telecommunication
Company
Kesesuaian pada kententuan
persyaratan di KEPMEN ESDM
No. 815K/30/MEM/2003
Checklist terhadap legalitas
pengelolaan pemanfaatan
jaringan:
- hubungan B to B
- Ijin pemilik asset
*asset negara
*asset corporate
- lingkup pemanfaatan
pemasangan
Izin Pemanfaatan jaringan
IZIN MENGGUNAKAN JARINGAN
pengamanan & Pemeliharaan
SANKSI
Gbr. 5.1. Konsep Proses Pemanfaatan Jaringan Untuk Kepentingan Telematika
3.3.
Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN)
Dalam rangka meningkatkan penggunaan produk dalam negeri perlu dilakukan
upaya terpadu oleh industri penunjang di bidang energi terbarukan, konservasi
energi serta tenaga listrik, dan pihak-pihak terkait untuk merumuskan kebijakan
produk dalam negeri, agar produk dalam negeri menjadi produk pilihan karena
kualitas dan harga yang kompetitif.
Sebagai tindak lanjut dan dengan menyikapi isu-isu, tantangan dan peluang
dalam perkembangan ekonomi indonesia yang terus meningkat, sebagai akibat
dari pembangunan yang berkelanjutan dan diikuti dengan meningkatnya
pemakaian peralatan terutama untuk energi dan listrik, maka perlu lebih
ditingkatkan Penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dengan
memajukan industri penunjang dan sekaligus peningkatan pengembangan
komponen-komponen dalam negeri dari industri peralatan dan pemanfaat.
Hal tersebut diatas dilakukan dengan cara penyusunan pola penerapan Tingkat
Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang memfasilitasi bidang perencanaan,
pembangunan, pemasangan dan operasi instalasi energi dan ketenagalistrikan
pada industri penunjang dengan mengikuti standar dan norma yang telah
ditentukan.
Pola penerapan TKDN pada industri penunjang pada bidang energi terbarukan,
konservasi energi dan tenaga listrik, sebagai dasar untuk mengkaji kebijakan
serta kemungkinan pemberian insentif dalam rangka pengembangan industri
penunjang pada bidang energi terbarukan, konservasi energi dan tenaga listrik.
Selanjutnya skema berikut ini memberikan gambaran mengenai konsep proses
pelaksanaan penilaian komponen dalam negeri.
Gbr. 5.2. Proses Pelaksanaan Penerapan Komponen Dalam Neger
5.3.1.
Komponen Dalam Negeri Barang/Jasa
a. Jenis Komponen Dalam Negeri Barang/Jasa
1) Komponen
dalam
negeri
untuk
barang
adalah
penggunaan bahan baku, rancang bangun, dan rekayasa
dalam negeri
yang
mengandung unsur manufactur,
pabrikasi, perakitan, dan penyelesaian pekerjaan.
2) Komponen dalam negeri untuk jasa adalah jasa yang
dilakukan di dalam negeri dengan menggunakan tenaga
ahli dan perangkat lunak dari dalam negeri.
3) Komponen dalam negeri untuk gabungan barang dan jasa
adalah penggabungan antara butir 1) dan butir 2).
b. Tingkat Komponen Dalam Negeri Barang/Jasa
1) Tingkat komponen dalam negeri untuk barang adalah
perbandingan antara harga barang jadi dikurangi harga
komponen luar negeri terhadap harga barang jadi.
2) Tingkat komponen dalam negeri untuk
jasa adalah
perbandingan antara harga jasa yang diperlukan dikurangi
harga komponen jasa luar negeri terhadap harga seluruh
jasa yang diperlukan.
3) Tingkat komponen dalam negeri untuk gabungan barang
dan jasa adalah penggabungan antara butir a dan b dalam
satu paket kontrak.
c. Pernyataan Penggunaan Komponen Dalam Negeri
1) Para penyedia barang/jasa yang mengikuti pengadaan
barang/jasa menyatakan sendiri besarnya komponen
dalam
negeri
assesment).
barang/jasa
yang
ditawarkan
(self
2) Para penyedia barang/jasa harus dapat membuktikan
kebenaran pernyataan besarnya komponen dalam negeri
barang/jasa dan melampirkan rincian dan nilai bahan
baku/bahan penolong, baik dari dalam negeri maupun
impor, nilai barang jadi keseluruhan serta daftar nama
pemasok.
3) Besarnya komponen dalam negeri
ditawarkan
oleh
penyedia
barang/jasa yang
barang/jasa
dapat
diklarifikasikan oleh panitia pada saat evaluasi. Jika
dilakukan klarifikasi, hasil klarifikasi tersebut dijadikan
dasar untuk menghitung preferensi.
4) Formulir yang berkaitan dengan cara perhitungan tingkat
komponen dalam negeri barang/jasa, sesuai ketentuan
dari
instansi
yang
berwenang
dicantumkan
dalam
dokumen pengadaan.
5) Dalam setiap kontrak dilampirkan rincian barang/jasa
dilengkapi
dengan
spesifikasi
teknis
dan
besarnya
komponen dalam negeri.
5.3.2.
Pembinaan Penggunaan Produksi Dalam Negeri
a. Pembinaan
teknis
penggunaan
produksi
dalam
negeri
dilaksanakan oleh:
1) Departemen
yang
membidangi
perindustrian
dan
perdagangan untuk barang-barang hasil industri, rancang
bangun dan perekayasaan pabrik, dan jasa-jasa yang
berkenaan dengan bidang industri dan perdagangan.
2) Menteri yang
membidangi konstruksi untuk pekerjaan
bidang konstruksi.
3) Departemen/lembaga/instansi teknis lain di luar butir 1 dan
butir 2 untuk bidang-bidang/tugas di bawah pembinaannya.
b. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada huruf a meliputi :
Menggali dan menghimpun masukan sebanyak mungkin
mengenai komponen dalam negeri barang/jasa, melakukan
pengkajian secara mendalam dan bekerja sama dengan
instansi terkait lainnya untuk menyusun daftar inventarisasi
komponen dalam negeri barang/jasa berdasarkan kriteria
tertentu, menyusun dan menyiapkan sistem informasi yang
handal yang dapat dimanfaatkan berbagai pihak yang
berkepentingan dalam penggunaan produksi dalam negeri,
menyebarluaskan informasi produksi dalam negeri secara
periodik, memberikan bimbingan teknis kepada pelaksana
pengadaan barang/jasa di instansi pemerintah, melakukan
kegiatan promosi produksi dalam negeri, mendorong penyedia
barang/jasa nasional untuk meningkatkan kemampuannya
sehingga
mendapat
pengakuan
oleh
lembaga-lembaga
internasional.
5.3.3.
Pengawasan Penggunaan Produksi Dalam Negeri
a. Pelaksanaan Pengawasan
Aparat
pengawasan
fungsional
pemerintah
melakukan
pemeriksaan terhadap pemenuhan penggunaan produksi
dalam negeri dalam pengadaan barang/jasa untuk keperluan
instansinya masing-masing, dan segera melakukan langkah
serta tindakan yang bersifat kuratif/perbaikan bilamana terjadi
ketidaksesuaian dalam penggunaan produksi dalam negeri,
termasuk audit teknis (technical audit) berdasarkan dokumen
pengadaan
dan
bersangkutan.
kontrak
pengadaan
barang/jasa
yang
5.3.4.
Sanksi
Bila hasil pemeriksaan sebagaimana tersebut di atas menyatakan
adanya ketidaksesuaian dalam penggunaan barang/jasa produksi
dalam negeri, maka dikenakan sanksi finansial dan atau
administrasi berdasarkan ketentuan dalam kontrak.
5.4.
Usaha Penunjang Tenaga Listrik (UPTL)
Penyelenggaraan
usaha
ketenagalistrikan
bertujuan
untuk
menjamin tersedianya tenaga listrik dalam jumlah cukup, kualitas
yang
baik,
dan
harga
yang
wajar
untuk
meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata
serta
mendorong
berkelanjutan.
peningkatan
Untuk
mencapai
kegiatan
tujuan
ekonomi
tersebut,
yang
usaha
Ketenagalistrikan mendorong Badan Usaha di dalam negeri
menjadi efisien dan mandiri agar mampu berperan dan bersaing
di dalam dan di luar negeri.
Salah
satu
usaha
Ketenagalistrikan
dalam
Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan adalah Usaha
Penunjang Tenaga Listrik yang terdiri dari :
a.
Konsultasi yang berhubungan dengan ketenagalistrikan;
b.
Pembangunan
dan
pemasangan
peralatan
ketenagalistrikan;
c.
Pemeliharaan peralatan ketenagalistrikan;
d.
Pengembangan
teknologi
peralatan
yang
menunjang
penyediaan tenaga listrik.
Faktor utama dalam pengembangan usaha penunjang tenaga
listrik adalah peningkatan kemampuan usaha, peningkatan mutu
pekerjaan, dan peningkatan peran serta masyarakat. Peningkatan
kemampuan usaha didukung oleh peningkatan profesionalisme
dan peningkatan efisiensi usaha. Peningkatan mutu pekerjaan
diperlukan agar dapat memenuhi keselamatan ketenagalistrikan,
maka setiap pekerjaan instalasi tenaga listrik yang dilakukan oleh
badan usaha baik pada saat pra proyek, pelaksanaan proyek
maupun pasca proyek harus memenuhi keamanan instalasi
tenaga listrik itu sendiri maupun memberikan perlindungan bagi
masyarakat untuk mendapatkan rasa aman, rasa nyaman, dan
kesehatan serta kelestarian lingkungan hidup sesuai dengan
standar yang berlaku. Peningkatan peran serta masyarakat
melalui akreditasi yang dilakukan oleh Lembaga Sertitikasi.
Kedua Lembaga tersebut merupakan Lembaga Independen dan
mandiri.
Akreditasi merupakan suatu proses penilaian yang dilakukan oleh
Lembaga Akreditasi terhadap Lembaga Sertifikasi untuk dapat
melakukan sertifikasi badan usaha, tenaga teknik, produk dan
jasa.
Pada
bidang
Jasa
Konstruksi
Ketenagalistrikan,
mekanisme
pelaksanaan akreditasi dan sertifikasi usaha penunjang tenaga
listrik telah
berjalan
dengan
baik.
LPJK sebagai
Lembaga
Akreditasi di bidang jasa Konstruksi telah melakukan akreditasi
terhadap Lembaga Sertifikasi yaitu Asosiasi Perusahaan dan
Asosiasi Profesi. Lembaga Sertifikasi tersebut, telah menerbitkan
sertifikat badan usaha dan tenaga teknik.
Pada bidang pengujian, mekanisme pelaksanaan akreditasi dan
sertifikasi usaha penunjang tenaga listrik telah berjalan, tetapi
belum sebaik pada bidang jasa Konstruksi. Telah ada Lembaga
Akreditasi di bidang pengujian yaitu Komite Akreditasi Nasional
(KAN).
Namun
mengingat
Lembaga
Sertifikasi
di
bidang
pengujian yang diakreditasi oleh KAN masih belum memadai
untuk melaksanakan pengujian instalasi dan peralatan tenaga
listrik, maka Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi
(DJLPE) menerbitkan surat penugasan kepada suatu Badan
Usaha untuk melaksanakan sertifikasi instalasi dan peralatan
tenaga listrik. Penugasan ini bersifat sementara sehingga Badan
Usaha yang ditugaskan harus tetap mempersiakan diri menjadi
Lembaga Sertifikasi.
5.5.
Pekerjaan Dalam Keadaan Bertegangan (PDKB)
Dalam
upaya
peningkatan
pelayanan
mengurangi frekuensi pemadaman
kepada
listrik,
maka
masyarakat
yakni
dalam pekerjaan
pemeliharaan & perluasan jaringan baik untuk jaringan tegangan rendah,
tegangan menengah, tegangan tinggi dan extra tinggi dapat dilaksanakan
dalam keadaan bertegangan. Pekerjaan jaringan dalam keadaan
bertegangan
ini
selanjutnya
disebut
PDKB
adalah
pekerjaan
pemeliharaan dan perluasan jaringan tenaga listrik dalam keadaan
bertegangan.
§
Ruang lingkup dari pekerjaan dalam keadaan bertegangan meliputi :
1. Ruang lingkup pekerjaan dalam keadaan bertegangan meliputi
pekerjaan pemeliharaan dan perluasan jaringan tenaga listrik
tegangan rendah, tegangan menengah, tegangan tinggi dan
tegangan extra tinggi
2. Pelaksanaan pekerjaan jaringan dalam keadaan bertegangan
sebagaimana dimaksud harus :
-
dilakukan oleh tenaga teknik yang kompeten serta sehat secara
fisik dan mental
-
didukung oleh peralatan dan perlengkapan kerja yang memadai
-
dilakukan sesuai dengan prosedur operasi standar dan metoda
kerja.
§
Kemudian dalam hal tenaga teknik dalam pekerjaan bertegangan
diperlukan persyaratan sebagai berikut :
-
tenaga teknik yang melaksanakan PDKB harus memiliki sertifikat
kompetensi di bidang PDKB
-
sertifikat
kompetensi
sebagaimana
yang
dimaksud
diatas
diterbitkan oleh Lembaga Sertifikasi Personil yang terakreditasi
-
tenaga teknik harus diperiksa kesehatan fisik dan mental sekurangkurangnya satu tahun sekali.
-
sebelum melaksanakan PDKB, tenaga teknik harus diyakini
kembali kesehatannya baik fisik maupun mental serta Siap untuk
melaksanakan pekerjaan.
§
Pekerjaan
dalam
keadaan
bertegangan,
peralatan
dan
perlengkapannya harus memiliki syarat tertentu yakni :
-
semua peralatan dan perlengkapan PDKB harus dalam keadaan
baik dan memenuhi persyaratan Standard yang berlaku
-
penyimpanan dan penanganan peralatan dan perlengkapan PDKB
harus memenuhi persyaratan standar yang berlaku.
-
setiap peralatan dan perlengkapan PDKB harus laik digunakan
serta dibuktikan dengan sertifikat.
-
sebelum melaksanakan PDKB, peralatan dan perlengkapan PDKB
harus diyakini kembali bahwa peralatan dan perlengkapan PDKB
siap untuk digunakan.
Download