BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Teori 1. Tanaman Padi Tanaman padi termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Tanaman padi membentuk rumpun dengan anakannya, biasanya anakan akan tumbuh pada dasar batang. Pembentukan anakan terjadi secara tersusun yaitu pada batang pokok atau batang batang utama akan tumbuh anakan pertama, anakan kedua tumbuh pada batang bawah anakan pertama, anakan ketiga tumbuh pada buku pertama pada batang anakan kedua dan seterusnya. Semua anakan memiliki bentuk yang serupa dan membentuk perakaran sendiri (Luh, 1991). Padi termasuk dalam keluarga padi-padian atau Poaceae (Graminae). Padi termasuk terna semusim, berakar serabut, batang sangat pendek, struktur serupa batang terbentuk dari rangkaian pelepah daun yang saling menopang, warna hijau muda hingga hijau tua, berurat daun sejajar, tertutupi oleh rambut yang pendek dan jarang, bunga tersusun majemuk, tipe malai bercabang, satuan bunga disebut floret, buah tipe bulir atau kariopsis yang tidak dapat dibedakan mana buah dan bijinya, bentuk hampir bulat hingga 8 lonjong, ukuran 3 mm hingga 15 mm, tertutup oleh palea dan lemma yang dalam bahasa sehari-hari disebut sekam, struktur dominan adalah endospermium yang dimakan orang (Ambarwati, 1992) Beras adalah buah padi (Oryza sativa L.) yang berasal dari tumbuh - tumbuhan golongan rumput-rumputan (Gramineae). Padi terdiri dari 3 golongan ecogeographic yaitu Indica, Japonica, dan Javanica (Ambarwati, 1992). Daerah penyebaran padi Indica adalah Asia tropis, padi Japonica lebih terbatas di daerah subtropis dan Javanica ditanam di Indonesia. Kenampakan ketiga golongan tersebut tersebut dapat dicirikan dari morfologi tanaman, daun, batang, gabah, kerontokan dan sebagainya (Ambarwati, 1992). Padi Japonica umumnya berumur panjang, postur tinggi namun mudah rebah, bijinya cenderung membulat, dan nasinya lengket. Padi Indica berumur lebih pendek, postur lebih kecil dan bulir cenderung oval sampai lonjong (Sutaryo, 2008). Tanaman padi dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu bagian vegetatif dan generatif. Bagian vegetatif terdiri dari akar, batang, dan daun sedangkan bagian generatif terdiri dari malai dan bunga, buaah serta gabah (Ambarwati, 1992) a. Bagian Vegetatif 1) Akar Merupakan bagian tanaman yang berfungsi untuk menyerap air dan zat makanan dari dalam tanah, kemudian 9 diangkut ke bagian atas tanaman. Akar tanaman padi dapat dibedakan menjadi akar tunggang, akar serabut, akar rambut dan akar tajuk. 2) Batang Padi Ciherang mempunyai batang yang tingginya berkisar antara 107-115 cm dan warna batangya hijau. 3) Anakan Tanaman padi akan membentuk rumpun dengan anakannya, biasanya anakan akan tumbuh pada dasar batang. Pembentukan anakan terjadi secara bersusun yaitu anakan pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Padi Ciherang mempunyai anakan produktif sekitar 14-17 batang. 4) Daun Daun padi Ciherang dibagi menjadi beberapa bagian yakni helaian daun dan pelepah daun. Daun berwarna hijau, muka daun sebelah bawah kasar, posisi daun tegak dan daun benderanya tegak. b. Bagian Generatif 1) Malai Merupakan sekumpulan bunga padi (Spikelet) yang keluar dari buku paling atas. Bulir padi terletak pada cabang pertama dan kedua. Panjang malai tergantung pada kultivar padi yang ditanam dan cara menanamnya. 10 2) Buah padi (Gabah) Buah ini adalah hasil penyerbukan dan pembuahan yang mempunyai bagian-bagian seperti embrio (lembaga) dan endosperm. Bentuk gabah padi adalah panjang ramping dan warna kuning bersih. 2. Padi Kultivar Ciherang Kultivar adalah sekelompok tumbuhan yang telah dipilih atau diseleksi untuk suatu atau beberapa ciri tertentu yang khas dan dapat dibedakan secara jelas dari kelompok lainnya, serta tetap mempertahankan ciri-ciri khas ini jika diperbanyak dengan cara tertentu, baik secara seksual maupun aseksual (Tjitrosoepomo, 1993). Menurut Balai Besar Penelitian Padi Bogor (2008), padi Ciherang mempunyai ciri-ciri morfologi sebagai berikut, padi Ciherang termasuk golongan indica, umur tanam berkisar antara 105111 hari, bentuk tanaman tegak, tinggi 107-115 cm, mempunyai anakan produktif sebanyak 14-17 batang, warna batang hijau, warna daun hijau, muka daun kasar pada sebelah bawah, posisi daun tegak, daun bendera tegak, bentuk gabah panjang ramping, warna gabah kuning bersih, tingkat kerontokan dan kerebahan sedang dan tekstur nasi pulen. Biji padi Ciherang mempunyai kadar amilosa 23% dan memiliki bobot 27-28 gr per 1000 butirnya. Karakter khusus butir beras Ciherang berbentuk panjang dan tidak berbau wangi, berbeda 11 dengan Beras Organik Pandan Wangi. Rata-rata produksi padi Ciherang mencapai 6,0 ton/Ha. Berdasarkan tata nama atau sistematika tumbuh-tumbuhan menurut Tjitrosoepomo (1994), tanaman padi (Oryza sativa L) dimasukkan ke dalam klasifikasi sebagai berikut. Kingdom : Plantae (Tumbuh-tumbuhan) Divisio : Spermatophyta Sub-divisio : Angiospermae Kelas : Monokotil (monocotyledoneae) Ordo : Glumiflorae (poales) Suku : Gramineae (poaceae) Sub-familia : Oryzoideae Genus : Oryza Jenis : Oryza sativa L “ Ciherang “ Padi Ciherang termasuk dalam padi Indica. Padi ini merupakan kelompok padi sawah yang sangat cocok ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah. Padi ini dapat ditanam pada musim hujan dan kemarau dengan ketinggian di bawah 500 m dari permukaan laut (BB Padi, 2010). 12 Tabel 1. Perbandingan Padi Kultivar Ciherang dengan Inpari Sidenuk Dekripsi Bentuk beras Bentuk tanaman Tekstur Kadar amilosa (%) Rata – rata hasil (t/ha) Potensi hasil Umur tanaman (hari) Tinggi tanaman (cm) Jumlah anakan produktif (batang) Ketahanan terhadap hama Tahun dilepas (Sumber : BB Padi, 2010) Ciherang Panjang, ramping Tegak Pulen 23 6 8,5 116 – 125 107 – 125 14 – 17 Inpari Sidenuk Ramping Tegak Pulen 20,6 6,9 9,1 103 104 15 Tahan wereng cokelat biotipe 2 dan 3 Tahan Wereng Batang Coklat biotipe 1, 2, dan biotipe 3. 2011 2000 Padi Ciherang mempunyai ketahanan terhadap wereng coklat dan bakteri hawar. Selain itu, beras padi Ciherang mempunyai karakteristik yang berbeda dengan beras organik kultivar lain. Dalam budidayanya, Beras Ciherang dikenal karena mempunyai daya tahan yang lebih kuat terhadap hama daripada beras organik kultivar lain. Berdasarkan berat kering, kandungan protein beras kultivar Ciherang 10,3%, lemak 0,72%, dan karbohidrat 87,6%. Tiap 100 g beras Ciherang mengandung energi 401,9 kalori, vitamin B1 0,30 mg, vitamin B2 0,13 mg, vitamin B3 0,56 mg, vitamin B6 0,12 mg, asam folat 29,9 mikrogram, besi 4,6 ppm, dan seng 23 ppm. Vitamin B1 (tiamin) berperan sebagai ko-enzim dalam metabolisme karbohidrat (Balai Besar Penelitian Padi Subang, 2011). 13 3. Syarat Tumbuh a. Iklim Batasan suhu yang lebih rendah untuk perkecambahan sulit diestimasikan dan sangat bervariasi, tetapi proses perkecambahan berjalan lambat pada suhu 100C sedangkan perkecambahan optimum antara 180C – 33 0 C. Pada suhu 420C perkecambahan tertahan, pada suhu 500C dan benih mati. Suhu kritis antara 15 – 15,50C dan benih mati. Untuk penyesuaian dataran tinggi 250C sampai 280C suhu optimum dengan menghambat akar pada suhu dibawah 160C dan diatas 350C (Noor, 1996). Tanaman padi membutuhkan curah hujan yang baik, rata-rata 200 mm/bulan atau lebih, dengan distribusi selama 4 bulan. Sedangkan curah hujan yang dikehendaki pertahun sekitar 1500-2000 mm. Curah hujan yang baik akan membawa dampak positif dalam pengairan, sehingga genangan yang diperlukan tanaman padi di sawah dapat tercukupi (Ambarwati, 1992) b. Tanah Tidak semua jenis tanah cocok dengan areal persawahan karena tidak semua tanah dapat tergenang air. Padahal dalam sistem tanah sawah lahan harus tetap tergenang air agar kebutuhan air tanaman padi tercukupi sepanjang musim tanam. Oleh karena itu jenis tanah yang sulit menahan air (tanah dengan kandungan pasir tinggi) kurang cocok untuk lahan persawahan. Sebaliknya tanah yang sulit dilewati air tanah dengan kandungan lempung tinggi cocok dibuat lahan persawahan (Noor, 1996). 14 4. Keanekaragaman Jenis Keanekaragaman jenis merupakan istilah yang digunakan dalam menggambarkan keanekaragaman jenis tanaman, hewan, dan mikroorganisme yang ada dan berinteraksi dalam suatu ekosistem (Altieri dan Nicholls 2004). Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah beriklim sedang. Hal ini karena daerah tropis memiliki iklim yang hangat dan stabil sehingga sedikit terjadi kepunahan masal. (Noyes 1989) Tingkat keanekaragaman sangat penting bagi jenis serangga memiliki dampak yang kestabilan di dalam ekosistem padi sawah. Keanekaragaman hayati serangga berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas produk yang dihasilkan. Pada ekosistem alami, umumnya telah terjadi kestabilan populasi antara hama dan musuh alami sehingga keberadaan serangga hama tidak lagi merugikan. (Widiarta, Kusdiaman, dan Suprihanto, 2006). Keanekaragaman yang tinggi menunjukkan bahwa suatu komunitas memiliki kompleksitas yang tinggi. Komunitas yang sudah tua dan stabil akan menimbulkan keanekaragaman jenis yang tinggi. Komunitas yang sedang berkembang pada tingkatan suksesi mempunyai jumlah rendah daripada komunitas yang sudah mencapai klimaks. Komunitas yang mempengaruhi keanekaragaman yang tinggi lebih tidak mudah terganggu oleh pengaruh lingkungan. Jadi dalam suatu komunitas yang keanekaragamannya tinggi akan 15 tejadi interaksi jenis yang melibatkan transfer energi, predasi, kompetisi dan niche yang lebih kompleks (Umar, 2013). Menurut Krebs (1978) terdapat 6 faktor yang menentukan derajat naik turunnya keanekaragaman jenis yaitu : a. Waktu Keanekaragaman bertambah sejalan dengan waktu, berarti komunitas tua yang sudah lama berkembang lebih banyak terdapat organisme dari pada komunitas muda yang belum berkembang. Dalam ekologi, waktu dapat berjalan lebih pendek atau hanya sampai puluhan generasi. b. Heterogenitas ruang Semakin heterogen suatu lingkungan fisik semakin kompleks komunitas flora dan fauna di tempat tersebut dan semakin tinggi keanekaragaman jenisnya. c. Kompetisi Terjadi apabila sejumlah organisme (dari jenis yang sama atau yang berbeda) menggunakan sumber yang sama ketersediaannya kurang, atau walaupun ketersediaan sumber tersebut cukup namun persaingan tetap terjadi juga bila organisme-organisme itu memanfaatkan sumber tersebut, yang satu menyerang yang lain atau sebaliknya. d. Pemangsaan Pemangsaan yang mempertahankan komunitas populasi dari jenis bersaing yang berbeda di bawah daya dukung masing-masing selalu memperbesar kemungkinan hidup berdampingan sehingga mempertinggi 16 keanekaragaman, apabila intensitas dari pemengsaan terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menurunkan keanekaragaman jenis. e. Produktivitas Produktifitas menjadi syarat mutlak untuk keanekaragaman yang tinggi. Keenam faktor ini saling berinteraksi untuk menetapkan keanekaragaman jenis dalam komunitas yang berbeda. Keanekaragaman spesies sangatlah penting dalam menentukan batas kerusakan yang dilakukan terhadap sistem alam akibat turut campur tangan manusia (Michael, 1995). 5. Hama Hama dalam arti luas adalah setiap organisme yang dapat mengganggu, merusak ataupun mematikan organisme lain. Organisme yang sering menjadi hama pada tanaman padi adalah serangga. Dalam ekosistem alami semua makhluk hidup berada dalam keadaan seimbang dan saling mengontrol sehingga tidak terjadi hama. Tingkat keanekaragaman pertanaman mempengaruhi timbulnya masalah hama. Sistem pertanaman yang beranekaragam berpengaruh terhadap populasi hama (Oka,1995). Hama merupakan binatang yang merusak tanaman dan umumnya merugikan manusia dari segi ekonomi. Kerugian tersebut dihubungkan dengan nilai ekonomi, karena apabila tidak terjadi penurunan nilai ekonomi maka manusia tidak akan memperhatikannya. Bagian tanaman yang diganggu tidak hanya satu bagian dapat seluruh bagian, kerugian yang ditimbulkan oleh hama 17 mempunyai kisaran yang besar, dari tidak berarti sampai yang dapat menggagalkan panen (Idham dan Budi,1994). Adapun hama yang sering muncul pada pertanaman padi meliputi : a. Walang Sangit (Leptocorisa acuta) Walang sangit meletakkan telur secara berkelompok, satu per satu atau berbaris dalam kelompok sebanyak 10-12 butir di bagian tepi daun bendera bagian atas. Nimfa dan imago mengisap bulir padi yang sedang matang susu. Aktif sore dan malam hari. Siang hari bersembunyi di bagian bawah tanaman padi atau rerumputan. Mengeluarkan bau khas apabila terganggu (Wasiati, 2007). Dalam keadaan yang tidak terdapat bulir yang masak susu, walang sangit masih dapat memakan bulir padi yang mulai mengeras dengan mengeluarkan enzim yang dapat mencerna karbohidrat. (Tjahjono dan Harahap, 1994) b. Penggerek Batang (Scirpophaga incertulas) Penggerek batang merupakan hama paling menakutkan pada pertanaman padi, karena sering menimbulkan kerusakan berat dan kehilangan hasil yang tinggi. Di lapang, kehadiran hama ini ditandai dengan kehadiran ngengat (kupu-kupu) dan kematian tunas padi, kematian malai dan ulat penggerek batang. Hama ini merusak tanaman pada semua fase tumbuh, baik pada saat pembibitan, fase anakan, maupun fase berbunga (Wasiati, 2007). 18 c. Wereng Hijau (Nephotettix virescens) Wereng dewasa berwarna hijau, wereng betina mempunyai tanda hitam pada sayap depan. Wereng jantan mempunyai tanda coklat pada sayap depan. Wereng betina mulai meletakkan telur 1 – 3 hari setelah kopulasi. Telurnya diletakkan pada bagian pangkal pelepah daun pada bibit atau pada epidermis dan lapisan korteks dalam barisan sebanyak 10-15 butir pada tulang daun (Annie dan Vien, 2013). d. Hama Putih Palsu (Cnaphalocrocis medinalis) Hama Putih palsu merupakan salah satu hama pertanaman padi yang menyerang daun. Fase hama yang merusak adalah pada fase larva. Kerusakan yang diakibatkan oleh larva hama putih palsu adalah adanya warna putih pada daun. Larva memakan jaringan hijau daun dari dalam lipatan daun sehingga meninggalkan warna putih pada permukaan bawah daun (Tamrin, dkk, 2013). e. Belalang (Oxya sp) Belalang adalah serangga herbivora yang terkenal sebagai hama dengan kemampuan melompat mumpuni dapat mencapai jarak hingga 20 kali panjang tubuhnya. Gejala serangan yang ditimbulkan adalah terdapat robekan pada daun, dan pada serangan yang hebat dapat terlihat tinggal tulang-tulang daun saja (Deptan, 1986). 19 6. Predator Predator merupakan golongan makhluk hidup yang paling penting sebagai pengendali kehidupan organisme pada tanaman padi, tiap predator akan memakan banyak mangsa sepanjang hidupnya (B.M.Shepard., dkk., 2011). Predator memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dari serangga inangnya. Predator bersifat monofagus atau oligofagus jika hanya memangsa satu atau dua jenis inang, tetapi lebih banyak bersifat polifagus, yaitu memangsa berbagai jenis inang. Predator yang bersifat polifag tidak seefektif predator monofag. (Arifin, 2011) Fungsi predator sebagai pengatur populasi mangsa umumnya rendah terutama predator yang polifag. Namun sifat polifag memberikan keuntungan bagi predator yaitu bila populasi mangsa utama tertentu rendah, dengan mudah predator mencari mangsa alternatif agar tetap mampu mempertahankan hidupnya. Sifat pengaturan populasi mangsa lebih tampak pada predator yang oligofag (Untung, 2006). Predator yang sering muncul pada pertanaman padi meliputi : a. Conocepalus sp Conocepalus sp termasuk famili Gryllidae yang mempunyai antena panjang yang melebihi tubuhnya. Siklus hidup 60-80 hari bertelur antara 40-80 butir. Hewan ini merupakan salah satu predator generalis di habitat sawah. Merupakan predator telur pengggulung daun, ulat grayak, memangsa wereng, ulat penggulung daun, ulat grayak, ulat penggerek 20 batang dan juga nimfa wereng batang dan wereng daun (B.M Shepard,. dkk, 2011). b. Agriocnemis sp Agriocnemis sp tubuhnya ramping dan panjang, mempunyai sayap yang sempit, sedangkan pangkal sayap berbentuk seperti batang, kemampuan spesies Agriocnemis sp terbang lemah tidak seperti capung yang lainnya. Rentang hidupnya 10-30 hari. Tipe alat mulut menggigit dan mengunyah. Predator ini memangsa wereng dan hama putih palsu (B.M Shepard,. dkk, 2011). c. Tetragnatha javana Laba-laba ini mempunyai bentuk tubuh yang panjang dan ramping, warna tubuhnya kecoklat-coklatan. serangga ini mempunyai tungkai yang panjang terutama pasangan bagian depannya (Mahmud, 2009). d. Paederus sp Paederus sp berbentuk memanjang berwarna coklat dan hitam, tubuhnya berbentuk meruncing, panjang sayap separuh tubuh dan tipe mulut menggigit dan mengunyah. Imago Paederus sering berada di permukaan tanah atau pada bagian-bagian tersulit pada tanaman dengan berjalan melalui dahan atau batang daun kemudian mencari mangsa pada daun atau tajuk-tajuk tanaman. Predator ini menyukai inang wereng, hama putih palsu, dan penggerek batang (Arifin, 2012). 21 7. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Serangga Perkembangan dan reproduksi serangga dapat dipengaruhi oleh faktor abiotik. Faktor ini mungkin menunjukkan pengaruhnya pada serangga baik secara langsung maupun tidak langsung (Melalui pengaruhnya pada organisme lain) dan pada batas pendek atau jauh (cahaya, sebagai contoh, mungkin menimbulkan efek yang cepat pada orientasi serangga saat mencari makanan, dan banyak menyebabkan perubahan pada fisiologi serangga dalam antisipasi kondisi yang merugikan (Gillot, 1982). Perkembangan serangga di alam dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor dalam yang dimiliki serangga itu sendiri dan faktor luar yang berda di lingkungan sekitarnya. a. Faktor Dalam 1) Kemampuan Berkembang Biak Kemampuan berkembang biak suatu jenis serangga dipengaruhi oleh kepiridian (natalitas) dan fekunditas (kesuburan) serta waktu perkembangan (kecepatan berkembang biak). Kepiridian adalah besarnya kemampuan suatu jenis serangga untuk melahirkan keturunan baru. Serangga um unya memiliki kepiridinan yang cukup tinggi. Sedangkan fekunditas adalah kemampuannya untuk memproduksi telur. Lebih banyak jumlah telur yang dihasilkan oleh suatu jenis serangga, maka lebih tinggi kemampuan berkembang 22 biaknya. Biasanya semakin kecil ukuran serangga, semakin besar kepiridinannya. 2) Perbandingan Kelamin Perbandingan kelamin adalah perbandingan antara jumlah individu jantan dan betina yang diturunkan oleh serangga betina. Perbandingan kelamin ini umumnya adalah 1:1, akan tetapi karena pengaruh-pengaruh tertentu, baik faktor dalam maupun faktor luar seperti keadaan musim dan kepadatan populasi maka perbandingan kelamin ini dapat berubah. 3) Sifat Mempertahankan Diri Seperti halnya hewan lain, serangga dapat diserang oleh berbagai musuh. Untuk mempertahankan hidup, serangga memiliki alat atau kemampuan untuk mempertahankan dan melindungi dirinya dari serangan musuh. Kebanyakan serangga akan berusaha lari bila diserang musuhnya dengan cara terbang, lari dan meloncat. 4) Siklus Hidup Siklus hidup adalah suatu rangkaian berbagai stadia yang terjadi pada seekor serangga selama pertumbuhannya, sejak dari telur sampai menjadi imago (dewasa). Pada serangga-serangga yang bermetamorfosis sempurna (holometabola), rangkaian stadia dalam siklus hidupnya terdiri atas telur, larva, pupa dan imago. Misalnya pada kumbang (Coleoptera) dan lalat (Diptera). Rangkaian stadia dimulai dari telur, nimfa, dan imago ditemui pada serangga dengan 23 metamorfosis bertingkat (Paurometabola), seperti belalang (Orthoptera) dan kepik (Hemiptera). b. Faktor Luar 1) Suhu dan Kisaran Suhu Serangga memiliki kisaran suhu tertentu dimana dia dapat hidup. Diluar kisaran suhu tersebut serangga akan mati kedinginan atau kepanasan. Pengaruh suhu ini jelas terlihat pada proses fisiologi serangga. Pada waktu tertentu aktivitas serangga tinggi, akan tetapi pada suhu yang lain akan berkurang (menurun). Pada umunya kisaran suhu yang efektif adalah suhu minimum 1 d C. Pada suhu yang optimum kemampuan serangga untuk melahirkan keturunan besar dan kematian (mortalitas) sebelum batas umur akan sedikit. 2) Kelembaban / Hujan Kelembaban yang dimaksud dalam bahasan ini adalah kelembaban tanah, udara, dan tempat hidup serangga di mana merupakan faktor penting yang mempengaruhi distribusi, kegiatan, dan perkembangan serangga. Dalam kelembaban yang sesuai serangga biasanya lebih tahan terhadap suhu ekstrem. Pada umumnya serangga lebih tahan terhadap terlalu banyak air, bahkan beberapa serangga yang bukan serangga air dapat tersebar karena hanyut bersama air. Akan tetapi, jika kebanyakan air seperti banjir da hujan deras merupakan bahaya bagi beberapa jenis serangga. 24 3) Cahaya / Warna Beberapa aktivitas serangga dipengaruhi oleh responnya terdahap cahaya, sehingga timbul jenis serangga yang aktif pada pagi hari, siang, sore atau malam hari. Cahaya matahari dapat mempengaruhi aktivitas dan distribusi lokalnya. Selain tertarik terhadap cahaya, ditemukan juga serangga yang tertarik oleh suatu warna sepeti warna kuning dan hijau. Sesungguhnya serangga memiliki preferensi (kesukaan) tersendiri terhadap warna dan bau. 4) Angin Angin berperan dalam membantu penyebaran serangga, terutama bagi serangga yang berukuran kecil. Misalnya Kutu loncat lamtoro (Heteropsylla cubana) dapat menyebar dari satu tempat ke tempat lain dengan bantuan angin. Selain itu, angin juga mempengaruhi kandungan air dalam tubuh serangga, karena angin mempercepat penguapan dan penyebaran udara 5) Faktor Makanan Jika makanan tersedia dengan kualitas yang cocok dan kuantitas yang cukup, maka populasi serangga akan naik cepat. Sebaliknya, jika keadaan makanan kurang maka populasi serangga juga akan menurun. Pengaruh jenis makanan, kandungan air dalam makanan dan besarnya 25 butiran material juga berpengaruh terhadap perkembangan suatu jenis serangga hama. 6) Faktor Hayati Faktor hayati adalah faktor-fakor hidup yang ada di lingkungan yang dapat berupa serangga, binatang lainnya, bakteri, jamur, virus dan lain-lain. Organisme tersebut dapat mengganggu atau menghambat perkembangan biakan serangga, karena membunuh atau menekannya, memarasit atau menjadi penyakit atau karena bersaing (berkompetisi) dalam mencari makanan atau berkompetisi dalam gerak ruang hidup (Jumar, 2000). 8. Pola Tanam Pola tanam dalam penelitian ini merupakan jarak tanam yang diberikan dengan tujuan untuk memberi ruang tanaman untuk dapat berkembang secara optimal sehingga akan meningkatkan produksivitas tanaman. Pada penelitian ini terdapat empat pola tanam meliputi : a. PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) Pengelolaan tanaman terpadu diartikan sebagai penenerapan teknologi secara terpadu yang tepat pada seluruh rangkaian usaha tani mulai dari penyiapan lahan, pembibitan sampai pada rangkaian pengolahan hasil dan pemasaran yang bertujuan untuk mengoptimalkan pertumbuhan tanaman, meningkatkan daya tahan tanaman dari gangguan organisme pengganggu tanaman serta memanfaatkan sumberdaya alam 26 dengan menerapkan teknologi yang disesuaikan dengan kondisi daerah, kebutuhan petani, dan ramah lingkungan. (BPTP Jabar, 2004) Menurut Suryana (2005), PTT merupakan pendekatan inovatif dalam upaya peningkatan efisiensi usahatani melalui penerapan komponen teknologi yang memiliki efek sinergis dan mengedepankan partisipasi petani sejak perencanaan sampai pada pengembangan. Budidaya padi model PTT pada prinsipnya memadukan berbagai komponen teknologi yang saling menunjang (sinergis) guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi usahatani. Sistem tanam legowo merupakan salah satu komponen teknologi yang diintroduksikan dalam pengembangan model PTT. Pada prinsipnya sistem tanam jajar legowo adalah memanipulasi lahan yang ada dengan cara mengatur jarak tanam sehingga efek tanaman pinggir lebih banyak. Pada sistem ini jarak tanam diatur sedemikian rupa sehingga dalam satu petak lahan pertanaman memiliki beberapa barisan kosong dengan jarak lebih lebar daripada jarak antar barisan tanaman. Pola menanam padi dengan sistem jajar legowo direkomendasikan oleh Departemen Pertanian RI memiliki manfaat dan keuntungan bagi petani. Berikut beberapa manfaat dan keuntungan penerapan sistem jajar legowo dibandingkan dengan sistem tanam biasa (tegel). 27 Keunggulan teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu pada tanaman padi sawah adalah : 1) Mudah perawatan dan pemeliharaan Pertanaman padi dengan sistem jajar legowo memiliki banyak baris kosong sehingga dapat mempermudah dalam melakukan perawatan dan pemeliharaan tanaman. Pemupukan, pengontrolan, dan penyemprotan bisa dilakukan melalui barisan kosong tersebut tanpa mengganggu tanaman. 2) Pengendalian hama, penyakit dan gulma lebih mudah Dengan adanya barisan kosong pada lahan pertanaman, lingkungan lebih terbuka sehingga beberapa hama tidak menyukai tempat tersebut. Sistem jajar legowo juga dapat mengurangi kelembapan sehingga perkembangan penyakit bisa ditekan. 3) Hemat biaya pemupukan Penerapan sistem jajar legowo diharapkan dapat menekan serta menghemat penggunaan pupuk, karena pemupukan lebih terkonsentrasi pada tanaman dalam barisan. 4) Meningkatkan produksi dan kualitas gabah Penerapan sistem jajar legowo memiliki jumlah tanaman pinggir yang lebih banyak. Seperti kita ketahui bahwa tanaman pinggir memiliki kualitas pertumbuhan dan jumlah produksi yang lebih baik. Tanaman yang berada pada barisan pinggir memiliki ruang tumbuh lebih leluasa serta mendapatkan intensitas sinar matahari lebih banyak, 28 intensitas sinar matahari mempengaruhi kualitas dan produksi gabah. Dengan banyaknya tanaman efek pinggir kualitas dan produksi gabah dapat meningkat (Badan Litbang Pertanian, 2007). Kerugian teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu pada tanaman padi sawah adalah membutuhkan ketelatenan dan waktu yang lebih untuk mendapatkan hasil yang optimal. Prinsip dari sistem tanam jajar legowo adalah pemberian kondisi pada setiap barisan padi untuk mengalami pengaruh sebagai tanaman barisan pinggir. Umumnya, tanaman pinggir menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik karena kurangnya persaingan tanaman antarbarisan. Menurut Suriapermana (1990), padi yang ditanam secara beraturan dalam bentuk tegel hasil tanaman bagian luar lebih tinggi 1,5–2 kali dibandingkan hasil tanaman yang berada di bagian dalam. Dengan diterapkannya sistem tanam legowo yang menambah kemungkinan barisan tanaman untuk mengalami efek tanaman pinggir (border effect), sinar matahari dapat dimanfaatkan lebih banyak untuk proses fotosintesis, intensitas cahaya yang cukup selama pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi, sangat berpengaruh terhadap proses pembentukan komponen-komponen hasil dan pengisian gabah. Efektivitas penyerapan hara lebih tinggi sehingga tanaman padi bisa tumbuh dengan optimal pada kondisi lahan tersebut. Pada lahan yang lebih terbuka karena adanya lorong pada baris tanaman, serangan hama 29 dapat berkurang dan dengan terciptanya kelembapan lebih rendah, perkembangan penyakit juga dapat berkurang (Yuti dan Zuraida, 2011). Sistem tanama jajar legowo menghasilkan rumpun tanaman yang optimal sehingga menghasilkan lebih banyak malai per satuan luas dan berpeluang memberikan hasil lebih tinggi. Selain itu, juga pertumbuhan tanaman yang sehat dan seragam mempercepat penutupan permukaan tanah sehingga dapat menekan pertumbuhan gulma dan meningkatkan ketahanan tanamanterhadap hama dan penyakit. Keuntungan sistem tanam legowo dengan memanfaatkan pengaruh tanaman pinggir (border effect) dapat memperluas jelajah perakaran tanaman sehingga memungkinkan tanaman menjadi lebih sehat dan bernas yang pada akhirnya memberikan hasil lebih tinggi (Yuti dan Zuraida, 2011). b. Teknologi Hemat Air (AWD) Padi adalah tanaman unik karena mampu tumbuh di dalam kondisi hidrologi, jenis tanah, iklim yang berbeda, dan satu satunya tanaman serealia yang tumbuh di lahan basah. Ancaman serius yang dihadapi budidaya padi adalah semakin menurunnya ketersediaan air. 30 Gambar 1. Pipa AWD (Sumber : bbpadi.litbang.pertanian.go.id ) Metode basah kering atau sistem paralon banyak memberikan manfaat bagi petani. Antara lain, tanaman padi lebih tahan rebah karena sistem perakaran lebih dalam. Selain itu, pada kondisi basah kering, serapan hara dari pemupukan menjadi tinggi. Dan menekan keracunan tanaman akibat akumulasi besi (Fe) dalam tanah (BB Padi Subang, 2008). Penyebab penurunan ketersediaan air bervariasi dan bersifat spesifik namun umumnya terjadi penurunaan kualitas dan sumber air, tidak berfungsinya sistem irigasi dan meningkatnya kompetisi kebutuhan air misalnya untuk perumahan dan industri. Hal tersebut menjadi ancaman bagi ketersediaan pangan yang berkelanjutan, padahal praktek pengelolaan air lahan sawah di tingkat petani umumnya dilakukan penggenangan secara terus menerus, oleh karena itu diperlukan pengelolaan air diantaranya dengan menerapkan teknologi hemat air (pengairan basah kering). 31 Prinsip teknologi hemat air adalah mengurangi aliran yang tidak produktif seperti rembesan, perkolasi, dan evaporasi, serta memelihara aliran transpirasi. Hal tersebut bisa dilaksanakan mulai saat persiapan lahan, tanam, dan selama pertumbuhan tanaman. Salah satu alternatif teknologi dalam pengelolaan air (water management) adalah alternate wetting and drying (AWD) atau pengairan basah kering (PBK). Teknologi ini telah diadaptasi di negara-negara penghasil padi seperti China, India, Philipina, dan Indonesia. Keuntungan menggunakan pola tanam AWD meliputi : 1. Dapat menghemat air mencapai 30% - 50% dibandingkan dengan digenangi terus menerus 2. Mudah dalam perawatan dan pemeliharaan 3. Pengendalian hama dan penyakit lebih mudah 4. Meminimalkan risiko padi rebah Kerugian penggunaan pola tanam AWD yaitu : 1. Membutuhkan peralatan tambahan seperti paralon dan meteran 2. Harus sering mengamati kedalam air agar hasil dapat optimal Prinsif dari penerapan PBK adalah memonitor kedalaman air dengan menggunakan alat bantu berupa pipa. Setelah lahan sawah diairi, kedalaman air akan menurun secara gradual. Ketika kedalaman air mencapai 15 cm di bawah permukaan tanah, lahan sawah kembali diairi sampai ketinggian sekitar 5 cm. Pada waktu tanaman padi berbunga, 32 tinggi genangan air dipertahankan 5 cm untuk menghindari stress air yang berpotensi menurunkan hasil. Batas kedalaman air 15 cm ini dikenal dengan PBK aman (safe AWD) yang bermakna bahwa kedalaman air sampai batas tersebut tidak akan menyebabkan penurunan hasil karena akar tanaman padi masih mampu menyerap air dari zona perakaran. Setelah itu, pada fase pengisian dan pemasakan, PBK dapat dilakukan kembali. Apabila terdapat banyak gulma pada saat awal pertumbuhan, PBK dapat ditunda 2 sampai 3 minggu sampai gulma dapat ditekan. (http://bbpadi.litbang.pertanian.go.id) c. Tanam Padi dengan Transplanter Penggunaan alat dan mesin tanam merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi keterbatasan tenaga kerja (Astanto dan Ananto, 1994), karena dalam sistem usahatani padi penanaman merupakan salah satu kegiatan yang banyak menyita tenaga kerja, selain itu diperlukan kecepatan waktu tanam agar didapat keseragaman tanaman. Pada sistem usahatani selain proses pengolahan tanah, kegiatan lain yang menyerap tenaga kerja dan biaya yang besar adalah kegiatan penanaman. Kegiatan ini selain membutuhkan tenaga kerja yang banyak juga menentukan keberhasilan budidaya. Kegiatan penanaman padi memerlukan tenaga kerja sekitar 20% dari keseluruhan proses budidaya tanaman padi. Mengingat semakin sedikitnya tenaga yang tersedia dalam bidang pertanian, diperlukan suatu alat tanam dalam kegiatan budidaya padi. 33 Gambar. 2 Mesin Transplanter (Sumber : kalteng.litbang.pertanian.go.id) Transplanter merupakan alat penanam bibit dengan jumlah, kedalaman, jarak dan kondisi penanaman yang seragam. Secara umum ada dua jenis mesin tanam bibit padi, dibedakan berdasarkan cara penyemaian dan persiapan bibit padinya. Yang pertama, yaitu mesin yang memakai bibit yang ditanam/disemai di lahan (washed root seedling). Mesin ini memiliki kelebihan yaitu dapat dipergunakan tanpa harus mengubah cara persemaian bibit yang biasa dilakukan secara tradisional sebelumnya. Namun demikian waktu yang dibutuhkan untuk mengambil bibit cukup lama, sehingga kapasitas kerja total mesin menjadi kecil. Yang kedua adalah mesin tanam yang memakai bibit yang secara khusus disemai pada kotak khusus. Persemaian harus dilakukan pada kotak persemaian bermedia tanah, dan bibit dipelihara dengan penyiraman, pemupukan hingga pengaturan suhu. Persemaian dengan cara ini di Jepang banyak dilakukan oleh pusat koperasi pertanian, sehingga petani tidak perlu repot mempersiapkan bibit padi sendiri. Penyemaian bibit dengan cara ini dapat 34 memberikan keseragaman pada bibit dan dapat diproduksi dalam jumlah besar. Mesin ini dapat bekerja lebih cepat, akurat dan stabil. Adapun keunggulan dan keugian dari penggunaan mesin transplanter diantaranya 1. Produktivitas tanam cukup tinggi 5-6 jam/ha atau 1 ha/hari 2. Jarak tanam dalam barisan dapat diatur 3. Jumlah tanaman dalam satu lubang berkisar 2-5 tanaman 4. Tingkat kedalam tanam dapat diatur dari 0.7-3.7 cm 5. Jarak dan kedalaman seragam sehingga pertumbuhan dapat optimal dan seragam Disamping mempunyai keunggulan, ada beberapa kelemahan pola tanam transplenter meliputi : 1. Jarak antar barisan tidak dapat diubah 2. Tidak dapat dioprasikan pada kedalaman sawah lebih dari 40 cm 3. Untuk membawa mesin ke sawah diperlukan alat angkut 4. Perlu bibit dengan persyaratan khusus 5. Harga mesin relatif mahal. Dengan demikian mesin transplenter mempunyai prospek cukup baik untuk dikembangkan terutama wilayah yang mengalami kelangkaan tenaga kerja waktu tanam padi. Penggunaan mesin ini dapat menghemat waktu kerja 10 kali lebih singkat bila dibandingkan dengan cara manual. (lampung.litbang.pertanian.go.id) 35 d. Cara Petani Cara tanam petani merupakan c r “ egel” re e e tanaman seperti susunan tegel rumah dimana jarak sisinya sama. Untuk varietas yang memiiki jumlah anakan relative sedikit bisa digunakan jaraj tanam yang lebih rapat. Sebaliknya apabila anakan banyak dapat digunakan jarak tanam yang lebih longgar. Metode ini merupakan metode yang banyak dilakukan atau di terapkan oleh petani-petani tradisional di Indonesia. Pola jarak konvensional dilakukan oleh petani padi dengan jarak tanam tunggal atau bujur sangka. Secara umum Secara umum,jarak tanam yang dipakai adalah 20 x 20 cm dan bisa dimodifikasi menjadi 25 x 25 cm sesuai pertimbangan varietas padi yang akan ditanam atau tingkat kesuburan tanahnya. Keuntungan menggunakan pola tanam petani yaitu : Mudah dalam pelaksanaannya karena tidak memerlukan peralatan yang khusus. Kelemahan menggunakan pola tanam petani meliputi : 1. Penggunaan pupuk yang berlebihan sehingga menambah biaya 2. Jarak yang rapat mengakibatkan tanaman padi tidak berkembang optimal 3. Rentan terhadap hama dan penyakit dikarenakan jarak tanam yang rapat 4. Membutuhkan benih padi yang banyak. 36 B. Kerangka Berpikir Pada ekosistem tanaman padi Ciherang terdapat berbagai mahluk hidup di antaranya hama dan predator. Ekosistem merupakan suatu sistem yang terdapat hubungan timbal balik antara organisme dengan organisme dan dengan lingkungannya. Padi kultivar Ciherang ditanam menggunakan tiga pola tanam (Tansplenter, PTT, dan Tegel) dan sistem pengairan (AWD dan PTT). Perbedaan pola tanam akan mempengaruhi jumlah anakan dan mikroklimatik sehingga akan direspon mahluk hidup di dalamnya, salah satunya serangga. Serangga dapat digolongkan menjadi hama dan predator. Hama serangga sering menyerang tanaman padi dan selalu ada di dalam setiap penanaman. Predator merupakan golongan makhluk hidup yang paling penting sebagai pengendali kehidupan organisme pada tanaman padi. Fungsi predator sebagai pengatur populasi mangsa. Keanekaragaman jenis menggambarkan keanekaragaman spesies yang ada dan berinteraksi dalam suatu ekosistem. Keanekaragam tersebut meliputi : Indeks Keanekaragaman, Kemerataan, dan Kekayaan Jenis. 37 Padi Ciherang Pola Tanam Sistem Pengairan Jarak Tanam Transplanter PTT Petani/Tegel Banyak Anakan Mikroklimatik Serangga Predator Hama Indeks Keanekaragaman Jenis Indeks Kemerataan Jenis Indeks Kekayaan Jenis Gambar 3. Kerangka Berfikir 38 AWD