BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Teori 1. Tanaman Padi

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dasar Teori
1. Tanaman Padi
Tanaman padi termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan
batang yang tersusun dari beberapa ruas. Tanaman padi membentuk
rumpun dengan anakannya, biasanya anakan akan tumbuh pada dasar
batang. Pembentukan anakan terjadi secara tersusun yaitu pada batang
pokok atau
batang batang utama akan tumbuh anakan pertama,
anakan kedua tumbuh pada batang bawah anakan pertama, anakan
ketiga tumbuh pada buku pertama pada batang anakan kedua dan
seterusnya. Semua anakan memiliki bentuk yang serupa dan
membentuk perakaran sendiri (Luh, 1991).
Padi termasuk dalam keluarga padi-padian atau Poaceae
(Graminae). Padi termasuk terna semusim, berakar serabut, batang
sangat pendek, struktur serupa batang terbentuk dari rangkaian
pelepah daun yang saling menopang, warna hijau muda hingga hijau
tua, berurat daun sejajar, tertutupi oleh rambut yang pendek dan
jarang, bunga tersusun majemuk, tipe malai bercabang, satuan bunga
disebut floret, buah tipe bulir atau kariopsis yang tidak dapat
dibedakan mana buah dan bijinya, bentuk hampir bulat hingga
8
lonjong, ukuran 3 mm hingga 15 mm, tertutup oleh palea dan lemma
yang dalam bahasa sehari-hari disebut sekam, struktur dominan adalah
endospermium yang dimakan orang (Ambarwati, 1992)
Beras adalah buah padi (Oryza sativa L.) yang berasal dari
tumbuh - tumbuhan golongan rumput-rumputan (Gramineae). Padi
terdiri dari 3 golongan ecogeographic yaitu Indica, Japonica, dan
Javanica (Ambarwati, 1992). Daerah penyebaran padi Indica adalah
Asia tropis, padi Japonica lebih terbatas di daerah subtropis dan
Javanica ditanam di Indonesia. Kenampakan ketiga golongan tersebut
tersebut dapat dicirikan dari morfologi tanaman, daun, batang, gabah,
kerontokan dan sebagainya (Ambarwati, 1992). Padi Japonica
umumnya berumur panjang, postur tinggi namun mudah rebah,
bijinya cenderung membulat, dan nasinya lengket. Padi Indica
berumur lebih pendek, postur lebih kecil dan bulir cenderung oval
sampai lonjong (Sutaryo, 2008).
Tanaman padi dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu
bagian vegetatif dan generatif. Bagian vegetatif terdiri dari akar,
batang, dan daun sedangkan bagian generatif terdiri dari malai dan
bunga, buaah serta gabah (Ambarwati, 1992)
a. Bagian Vegetatif
1) Akar
Merupakan
bagian
tanaman
yang
berfungsi
untuk
menyerap air dan zat makanan dari dalam tanah, kemudian
9
diangkut ke bagian atas tanaman. Akar tanaman padi dapat
dibedakan menjadi akar tunggang, akar serabut, akar rambut
dan akar tajuk.
2) Batang
Padi Ciherang mempunyai batang yang tingginya berkisar
antara 107-115 cm dan warna batangya hijau.
3) Anakan
Tanaman
padi
akan
membentuk
rumpun
dengan
anakannya, biasanya anakan akan tumbuh pada dasar batang.
Pembentukan anakan terjadi secara bersusun yaitu anakan
pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Padi Ciherang
mempunyai anakan produktif sekitar 14-17 batang.
4) Daun
Daun padi Ciherang dibagi menjadi beberapa bagian yakni
helaian daun dan pelepah daun. Daun berwarna hijau, muka
daun sebelah bawah kasar, posisi daun tegak dan daun
benderanya tegak.
b. Bagian Generatif
1) Malai
Merupakan sekumpulan bunga padi (Spikelet) yang keluar
dari buku paling atas. Bulir padi terletak pada cabang pertama
dan kedua. Panjang malai tergantung pada kultivar padi yang
ditanam dan cara menanamnya.
10
2) Buah padi (Gabah)
Buah ini adalah hasil penyerbukan dan pembuahan yang
mempunyai bagian-bagian seperti embrio (lembaga)
dan
endosperm. Bentuk gabah padi adalah panjang ramping dan
warna kuning bersih.
2. Padi Kultivar Ciherang
Kultivar adalah sekelompok tumbuhan yang telah dipilih atau
diseleksi untuk suatu atau beberapa ciri tertentu yang khas dan dapat
dibedakan
secara
jelas
dari
kelompok
lainnya,
serta
tetap
mempertahankan ciri-ciri khas ini jika diperbanyak dengan cara
tertentu, baik secara seksual maupun aseksual (Tjitrosoepomo, 1993).
Menurut Balai Besar Penelitian Padi Bogor (2008), padi
Ciherang mempunyai ciri-ciri morfologi sebagai berikut, padi
Ciherang termasuk golongan indica, umur tanam berkisar antara 105111 hari, bentuk tanaman tegak, tinggi 107-115 cm, mempunyai
anakan produktif sebanyak 14-17 batang, warna batang hijau, warna
daun hijau, muka daun kasar pada sebelah bawah, posisi daun tegak,
daun bendera tegak, bentuk gabah panjang ramping, warna gabah
kuning bersih, tingkat kerontokan dan kerebahan sedang dan tekstur
nasi pulen. Biji padi Ciherang mempunyai kadar amilosa 23% dan
memiliki bobot 27-28 gr per 1000 butirnya. Karakter khusus butir
beras Ciherang berbentuk panjang dan tidak berbau wangi, berbeda
11
dengan Beras Organik Pandan Wangi. Rata-rata produksi padi
Ciherang mencapai 6,0 ton/Ha.
Berdasarkan tata nama atau sistematika tumbuh-tumbuhan
menurut Tjitrosoepomo (1994), tanaman padi (Oryza sativa L)
dimasukkan ke dalam klasifikasi sebagai berikut.
Kingdom
: Plantae (Tumbuh-tumbuhan)
Divisio
: Spermatophyta
Sub-divisio
: Angiospermae
Kelas
: Monokotil (monocotyledoneae)
Ordo
: Glumiflorae (poales)
Suku
: Gramineae (poaceae)
Sub-familia
: Oryzoideae
Genus
: Oryza
Jenis
: Oryza sativa L “ Ciherang “
Padi Ciherang termasuk dalam padi Indica. Padi ini merupakan
kelompok padi sawah yang sangat cocok ditanam di lahan sawah
irigasi dataran rendah. Padi ini dapat ditanam pada musim hujan dan
kemarau dengan ketinggian di bawah 500 m dari permukaan laut (BB
Padi, 2010).
12
Tabel 1. Perbandingan Padi Kultivar Ciherang dengan Inpari Sidenuk
Dekripsi
Bentuk beras
Bentuk tanaman
Tekstur
Kadar amilosa (%)
Rata – rata hasil (t/ha)
Potensi hasil
Umur tanaman (hari)
Tinggi tanaman (cm)
Jumlah anakan produktif
(batang)
Ketahanan terhadap
hama
Tahun dilepas
(Sumber : BB Padi, 2010)
Ciherang
Panjang, ramping
Tegak
Pulen
23
6
8,5
116 – 125
107 – 125
14 – 17
Inpari Sidenuk
Ramping
Tegak
Pulen
20,6
6,9
9,1
103
104
15
Tahan wereng cokelat
biotipe 2 dan 3
Tahan Wereng
Batang Coklat biotipe
1, 2, dan biotipe 3.
2011
2000
Padi Ciherang mempunyai ketahanan terhadap wereng coklat dan bakteri
hawar. Selain itu, beras padi Ciherang mempunyai karakteristik yang berbeda
dengan beras organik kultivar lain. Dalam budidayanya, Beras Ciherang dikenal
karena mempunyai daya tahan yang lebih kuat terhadap hama daripada beras
organik kultivar lain. Berdasarkan berat kering, kandungan protein beras kultivar
Ciherang 10,3%, lemak 0,72%, dan karbohidrat 87,6%. Tiap 100 g beras
Ciherang mengandung energi 401,9 kalori, vitamin B1 0,30 mg, vitamin B2 0,13
mg, vitamin B3 0,56 mg, vitamin B6 0,12 mg, asam folat 29,9 mikrogram, besi
4,6 ppm, dan seng 23 ppm. Vitamin B1 (tiamin) berperan sebagai ko-enzim
dalam metabolisme karbohidrat (Balai Besar Penelitian Padi Subang, 2011).
13
3. Syarat Tumbuh
a. Iklim
Batasan suhu yang lebih rendah untuk perkecambahan sulit
diestimasikan dan sangat bervariasi, tetapi proses perkecambahan berjalan
lambat pada suhu 100C sedangkan perkecambahan optimum antara 180C – 33
0
C. Pada suhu 420C perkecambahan tertahan, pada suhu 500C dan benih mati.
Suhu kritis antara 15 – 15,50C dan benih mati. Untuk penyesuaian dataran
tinggi 250C sampai 280C suhu optimum dengan menghambat akar pada suhu
dibawah 160C dan diatas 350C (Noor, 1996).
Tanaman padi membutuhkan curah hujan yang baik, rata-rata 200
mm/bulan atau lebih, dengan distribusi selama 4 bulan. Sedangkan curah
hujan yang dikehendaki pertahun sekitar 1500-2000 mm. Curah hujan yang
baik akan membawa dampak positif dalam pengairan, sehingga genangan
yang diperlukan tanaman padi di sawah dapat tercukupi (Ambarwati, 1992)
b. Tanah
Tidak semua jenis tanah cocok dengan areal persawahan karena tidak
semua tanah dapat tergenang air. Padahal dalam sistem tanah sawah lahan
harus tetap tergenang air agar kebutuhan air tanaman padi tercukupi sepanjang
musim tanam. Oleh karena itu jenis tanah yang sulit menahan air (tanah
dengan kandungan pasir tinggi) kurang cocok untuk lahan persawahan.
Sebaliknya tanah yang sulit dilewati air tanah dengan kandungan lempung
tinggi cocok dibuat lahan persawahan (Noor, 1996).
14
4.
Keanekaragaman Jenis
Keanekaragaman jenis merupakan istilah yang digunakan dalam
menggambarkan keanekaragaman jenis tanaman, hewan, dan mikroorganisme
yang ada dan berinteraksi dalam suatu ekosistem (Altieri dan Nicholls 2004).
Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati
yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah beriklim sedang. Hal ini karena
daerah tropis memiliki iklim yang hangat dan stabil sehingga sedikit terjadi
kepunahan masal. (Noyes 1989)
Tingkat keanekaragaman
sangat
penting
bagi
jenis serangga memiliki dampak yang
kestabilan
di
dalam
ekosistem
padi
sawah.
Keanekaragaman hayati serangga berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas
produk yang dihasilkan. Pada ekosistem alami, umumnya telah terjadi
kestabilan populasi antara hama dan musuh alami sehingga keberadaan
serangga hama tidak lagi merugikan. (Widiarta, Kusdiaman, dan Suprihanto,
2006).
Keanekaragaman yang tinggi menunjukkan bahwa suatu komunitas
memiliki kompleksitas yang tinggi. Komunitas yang sudah tua dan stabil akan
menimbulkan keanekaragaman jenis yang tinggi. Komunitas yang sedang
berkembang pada tingkatan suksesi mempunyai jumlah rendah daripada
komunitas yang sudah mencapai klimaks. Komunitas yang mempengaruhi
keanekaragaman yang tinggi lebih tidak mudah terganggu oleh pengaruh
lingkungan. Jadi dalam suatu komunitas yang keanekaragamannya tinggi akan
15
tejadi interaksi jenis yang melibatkan transfer energi, predasi, kompetisi dan
niche yang lebih kompleks (Umar, 2013).
Menurut Krebs (1978) terdapat 6 faktor yang menentukan derajat naik
turunnya keanekaragaman jenis yaitu :
a. Waktu
Keanekaragaman bertambah sejalan dengan waktu, berarti komunitas
tua yang sudah lama berkembang lebih banyak terdapat organisme dari
pada komunitas muda yang belum berkembang. Dalam ekologi, waktu
dapat berjalan lebih pendek atau hanya sampai puluhan generasi.
b. Heterogenitas ruang
Semakin heterogen suatu lingkungan fisik semakin kompleks
komunitas flora dan fauna di tempat tersebut dan semakin tinggi
keanekaragaman jenisnya.
c. Kompetisi
Terjadi apabila sejumlah organisme (dari jenis yang sama atau yang
berbeda) menggunakan sumber yang sama ketersediaannya kurang, atau
walaupun ketersediaan sumber tersebut cukup namun persaingan tetap
terjadi juga bila organisme-organisme itu memanfaatkan sumber tersebut,
yang satu menyerang yang lain atau sebaliknya.
d. Pemangsaan
Pemangsaan yang mempertahankan komunitas populasi dari jenis
bersaing yang berbeda di bawah daya dukung masing-masing selalu
memperbesar kemungkinan hidup berdampingan sehingga mempertinggi
16
keanekaragaman, apabila intensitas dari pemengsaan terlalu tinggi atau
terlalu rendah dapat menurunkan keanekaragaman jenis.
e. Produktivitas
Produktifitas menjadi syarat mutlak untuk keanekaragaman yang
tinggi. Keenam faktor ini saling berinteraksi untuk menetapkan
keanekaragaman jenis dalam komunitas yang berbeda. Keanekaragaman
spesies sangatlah penting dalam menentukan batas kerusakan yang
dilakukan terhadap sistem alam akibat turut campur tangan manusia
(Michael, 1995).
5. Hama
Hama dalam arti luas adalah setiap organisme yang dapat mengganggu,
merusak ataupun mematikan organisme lain. Organisme yang sering menjadi
hama pada tanaman padi adalah serangga. Dalam ekosistem alami semua
makhluk hidup berada dalam keadaan seimbang dan saling mengontrol sehingga
tidak terjadi hama. Tingkat keanekaragaman pertanaman mempengaruhi
timbulnya masalah hama. Sistem pertanaman yang beranekaragam berpengaruh
terhadap populasi hama (Oka,1995).
Hama merupakan binatang yang merusak tanaman dan umumnya
merugikan manusia dari segi ekonomi. Kerugian tersebut dihubungkan dengan
nilai ekonomi, karena apabila tidak terjadi penurunan nilai ekonomi maka
manusia tidak akan memperhatikannya. Bagian tanaman yang diganggu tidak
hanya satu bagian dapat seluruh bagian, kerugian yang ditimbulkan oleh hama
17
mempunyai kisaran yang besar, dari tidak berarti sampai yang dapat
menggagalkan panen (Idham dan Budi,1994).
Adapun hama yang sering muncul pada pertanaman padi meliputi :
a. Walang Sangit (Leptocorisa acuta)
Walang sangit meletakkan telur secara berkelompok, satu per satu atau
berbaris dalam kelompok sebanyak 10-12 butir di bagian tepi daun bendera
bagian atas. Nimfa dan imago mengisap bulir padi yang sedang matang
susu. Aktif sore dan malam hari. Siang hari bersembunyi di bagian bawah
tanaman padi atau rerumputan. Mengeluarkan bau khas apabila terganggu
(Wasiati, 2007).
Dalam keadaan yang tidak terdapat bulir yang masak susu, walang
sangit masih dapat memakan bulir padi yang mulai mengeras dengan
mengeluarkan enzim yang dapat mencerna karbohidrat. (Tjahjono dan
Harahap, 1994)
b. Penggerek Batang (Scirpophaga incertulas)
Penggerek batang merupakan hama paling menakutkan pada
pertanaman padi,
karena sering menimbulkan kerusakan berat dan
kehilangan hasil yang tinggi. Di lapang, kehadiran hama ini ditandai dengan
kehadiran ngengat (kupu-kupu) dan kematian tunas padi, kematian malai dan
ulat penggerek batang. Hama ini merusak tanaman pada semua fase tumbuh,
baik pada saat pembibitan, fase anakan, maupun fase berbunga (Wasiati,
2007).
18
c. Wereng Hijau (Nephotettix virescens)
Wereng dewasa berwarna hijau, wereng betina mempunyai tanda
hitam pada sayap depan. Wereng jantan mempunyai tanda coklat pada sayap
depan. Wereng betina mulai meletakkan telur 1 – 3 hari setelah kopulasi.
Telurnya diletakkan pada bagian pangkal pelepah daun pada bibit atau pada
epidermis dan lapisan korteks dalam barisan sebanyak 10-15 butir pada tulang
daun (Annie dan Vien, 2013).
d. Hama Putih Palsu (Cnaphalocrocis medinalis)
Hama Putih palsu merupakan salah satu hama pertanaman padi yang
menyerang daun. Fase hama yang merusak adalah pada fase larva. Kerusakan
yang diakibatkan oleh larva hama putih palsu adalah adanya warna putih pada
daun. Larva memakan jaringan hijau daun dari dalam lipatan daun sehingga
meninggalkan warna putih pada permukaan bawah daun (Tamrin, dkk, 2013).
e. Belalang (Oxya sp)
Belalang adalah serangga herbivora yang terkenal sebagai hama
dengan kemampuan melompat mumpuni dapat mencapai jarak hingga 20 kali
panjang tubuhnya. Gejala serangan yang ditimbulkan adalah terdapat robekan
pada daun, dan pada serangan yang hebat dapat terlihat tinggal tulang-tulang
daun saja (Deptan, 1986).
19
6. Predator
Predator merupakan golongan makhluk hidup yang paling penting
sebagai pengendali kehidupan organisme pada tanaman padi, tiap predator
akan memakan banyak mangsa sepanjang hidupnya (B.M.Shepard., dkk.,
2011).
Predator memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dari serangga
inangnya. Predator bersifat monofagus atau oligofagus jika hanya memangsa
satu atau dua jenis inang, tetapi lebih banyak bersifat polifagus, yaitu
memangsa berbagai jenis inang. Predator yang bersifat polifag tidak seefektif
predator monofag. (Arifin, 2011)
Fungsi predator sebagai pengatur populasi mangsa umumnya rendah
terutama predator yang polifag. Namun sifat polifag memberikan keuntungan
bagi predator yaitu bila populasi mangsa utama tertentu rendah, dengan mudah
predator mencari mangsa alternatif agar tetap mampu mempertahankan
hidupnya. Sifat pengaturan populasi mangsa lebih tampak pada predator yang
oligofag (Untung, 2006).
Predator yang sering muncul pada pertanaman padi meliputi :
a. Conocepalus sp
Conocepalus sp termasuk famili Gryllidae yang mempunyai antena
panjang yang melebihi tubuhnya. Siklus hidup 60-80 hari bertelur antara
40-80 butir. Hewan ini merupakan salah satu predator generalis di habitat
sawah. Merupakan predator telur pengggulung daun, ulat grayak,
memangsa wereng, ulat penggulung daun, ulat grayak, ulat penggerek
20
batang dan juga nimfa wereng batang dan wereng daun (B.M Shepard,.
dkk, 2011).
b. Agriocnemis sp
Agriocnemis sp tubuhnya ramping dan panjang, mempunyai sayap
yang sempit, sedangkan pangkal sayap berbentuk seperti batang,
kemampuan spesies Agriocnemis sp terbang lemah tidak seperti capung
yang lainnya. Rentang hidupnya 10-30 hari. Tipe alat mulut menggigit dan
mengunyah. Predator ini memangsa wereng dan hama putih palsu (B.M
Shepard,. dkk, 2011).
c. Tetragnatha javana
Laba-laba ini mempunyai bentuk tubuh yang panjang dan ramping,
warna tubuhnya kecoklat-coklatan. serangga ini mempunyai tungkai yang
panjang terutama pasangan bagian depannya (Mahmud, 2009).
d. Paederus sp
Paederus sp berbentuk memanjang berwarna coklat dan hitam,
tubuhnya berbentuk meruncing, panjang sayap separuh tubuh dan tipe
mulut menggigit dan mengunyah. Imago Paederus sering berada di
permukaan tanah atau pada bagian-bagian tersulit pada tanaman dengan
berjalan melalui dahan atau batang daun kemudian mencari mangsa pada
daun atau tajuk-tajuk tanaman. Predator ini menyukai inang wereng, hama
putih palsu, dan penggerek batang (Arifin, 2012).
21
7. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Serangga
Perkembangan dan reproduksi serangga dapat dipengaruhi oleh faktor
abiotik. Faktor ini mungkin menunjukkan pengaruhnya pada serangga baik
secara langsung maupun tidak langsung (Melalui pengaruhnya pada organisme
lain) dan pada batas pendek atau jauh (cahaya, sebagai contoh, mungkin
menimbulkan efek yang cepat pada orientasi serangga saat mencari makanan,
dan banyak menyebabkan perubahan pada fisiologi serangga dalam antisipasi
kondisi yang merugikan (Gillot, 1982).
Perkembangan serangga di alam dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu
faktor dalam yang dimiliki serangga itu sendiri dan faktor luar yang berda di
lingkungan sekitarnya.
a. Faktor Dalam
1) Kemampuan Berkembang Biak
Kemampuan
berkembang
biak
suatu
jenis
serangga
dipengaruhi oleh kepiridian (natalitas) dan fekunditas (kesuburan)
serta waktu perkembangan (kecepatan berkembang biak). Kepiridian
adalah besarnya kemampuan suatu jenis serangga untuk melahirkan
keturunan baru. Serangga um unya memiliki kepiridinan yang cukup
tinggi.
Sedangkan
fekunditas
adalah
kemampuannya
untuk
memproduksi telur. Lebih banyak jumlah telur yang dihasilkan oleh
suatu jenis serangga, maka lebih tinggi kemampuan berkembang
22
biaknya. Biasanya semakin kecil ukuran serangga, semakin besar
kepiridinannya.
2) Perbandingan Kelamin
Perbandingan kelamin adalah perbandingan antara jumlah
individu jantan dan betina yang diturunkan oleh serangga betina.
Perbandingan kelamin ini umumnya adalah 1:1, akan tetapi karena
pengaruh-pengaruh tertentu, baik faktor dalam maupun faktor luar
seperti keadaan musim dan kepadatan populasi maka perbandingan
kelamin ini dapat berubah.
3) Sifat Mempertahankan Diri
Seperti halnya hewan lain, serangga dapat diserang oleh
berbagai musuh. Untuk mempertahankan hidup, serangga memiliki
alat atau kemampuan untuk mempertahankan dan melindungi dirinya
dari serangan musuh. Kebanyakan serangga akan berusaha lari bila
diserang musuhnya dengan cara terbang, lari dan meloncat.
4) Siklus Hidup
Siklus hidup adalah suatu rangkaian berbagai stadia yang
terjadi pada seekor serangga selama pertumbuhannya, sejak dari telur
sampai menjadi imago (dewasa). Pada serangga-serangga yang
bermetamorfosis sempurna (holometabola), rangkaian stadia dalam
siklus hidupnya terdiri atas telur, larva, pupa dan imago. Misalnya
pada kumbang (Coleoptera) dan lalat (Diptera). Rangkaian stadia
dimulai dari telur, nimfa, dan imago ditemui pada serangga dengan
23
metamorfosis
bertingkat
(Paurometabola),
seperti
belalang
(Orthoptera) dan kepik (Hemiptera).
b. Faktor Luar
1) Suhu dan Kisaran Suhu
Serangga memiliki kisaran suhu tertentu dimana dia dapat
hidup. Diluar kisaran suhu tersebut serangga akan mati kedinginan
atau kepanasan. Pengaruh suhu ini jelas terlihat pada proses fisiologi
serangga. Pada waktu tertentu aktivitas serangga tinggi, akan tetapi
pada suhu yang lain akan berkurang (menurun). Pada umunya kisaran
suhu yang efektif adalah suhu minimum 1
d
C. Pada suhu yang optimum kemampuan
serangga untuk melahirkan keturunan besar dan kematian (mortalitas)
sebelum batas umur akan sedikit.
2) Kelembaban / Hujan
Kelembaban
yang dimaksud
dalam bahasan ini
adalah
kelembaban tanah, udara, dan tempat hidup serangga di mana
merupakan faktor penting yang mempengaruhi distribusi, kegiatan,
dan perkembangan serangga. Dalam kelembaban yang sesuai serangga
biasanya lebih tahan terhadap suhu ekstrem. Pada umumnya serangga
lebih tahan terhadap terlalu banyak air, bahkan beberapa serangga
yang bukan serangga air dapat tersebar karena hanyut bersama air.
Akan tetapi, jika kebanyakan air seperti banjir da hujan deras
merupakan bahaya bagi beberapa jenis serangga.
24
3) Cahaya / Warna
Beberapa aktivitas serangga dipengaruhi oleh responnya terdahap
cahaya, sehingga timbul jenis serangga yang aktif pada pagi hari,
siang, sore atau malam hari. Cahaya matahari dapat mempengaruhi
aktivitas dan distribusi lokalnya. Selain tertarik terhadap cahaya,
ditemukan juga serangga yang tertarik oleh suatu warna sepeti warna
kuning dan hijau. Sesungguhnya serangga memiliki preferensi
(kesukaan) tersendiri terhadap warna dan bau.
4) Angin
Angin berperan dalam membantu penyebaran serangga, terutama
bagi serangga yang berukuran kecil. Misalnya Kutu loncat lamtoro
(Heteropsylla cubana) dapat menyebar dari satu tempat ke tempat lain
dengan bantuan angin. Selain itu, angin juga mempengaruhi
kandungan air dalam tubuh serangga, karena angin mempercepat
penguapan dan penyebaran udara
5) Faktor Makanan
Jika makanan tersedia dengan kualitas yang cocok dan kuantitas
yang cukup, maka populasi serangga akan naik cepat. Sebaliknya, jika
keadaan makanan kurang maka populasi serangga juga akan menurun.
Pengaruh jenis makanan, kandungan air dalam makanan dan besarnya
25
butiran material juga berpengaruh terhadap perkembangan suatu jenis
serangga hama.
6) Faktor Hayati
Faktor hayati adalah faktor-fakor hidup yang ada di lingkungan
yang dapat berupa serangga, binatang lainnya, bakteri, jamur, virus
dan
lain-lain.
Organisme
tersebut
dapat
mengganggu
atau
menghambat perkembangan biakan serangga, karena membunuh atau
menekannya, memarasit atau menjadi penyakit atau karena bersaing
(berkompetisi) dalam mencari makanan atau berkompetisi dalam
gerak ruang hidup (Jumar, 2000).
8. Pola Tanam
Pola tanam dalam penelitian ini merupakan jarak tanam yang
diberikan dengan tujuan untuk memberi ruang tanaman untuk dapat
berkembang secara optimal sehingga akan meningkatkan produksivitas
tanaman. Pada penelitian ini terdapat empat pola tanam meliputi :
a. PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu)
Pengelolaan tanaman terpadu diartikan sebagai penenerapan
teknologi secara terpadu yang tepat pada seluruh rangkaian usaha tani
mulai dari penyiapan lahan, pembibitan sampai pada rangkaian
pengolahan hasil dan pemasaran yang bertujuan untuk mengoptimalkan
pertumbuhan tanaman, meningkatkan daya tahan tanaman dari gangguan
organisme pengganggu tanaman serta memanfaatkan sumberdaya alam
26
dengan menerapkan teknologi yang disesuaikan dengan kondisi daerah,
kebutuhan petani, dan ramah lingkungan. (BPTP Jabar, 2004)
Menurut Suryana (2005), PTT merupakan pendekatan inovatif
dalam upaya peningkatan efisiensi usahatani melalui penerapan komponen
teknologi yang memiliki efek sinergis dan mengedepankan partisipasi
petani sejak perencanaan sampai pada pengembangan.
Budidaya padi model PTT pada prinsipnya memadukan berbagai
komponen teknologi yang saling menunjang (sinergis) guna meningkatkan
efektivitas dan efisiensi usahatani. Sistem tanam legowo merupakan salah
satu komponen teknologi yang diintroduksikan dalam pengembangan
model PTT.
Pada prinsipnya sistem tanam jajar legowo adalah
memanipulasi lahan yang ada dengan cara mengatur jarak tanam sehingga
efek tanaman pinggir lebih banyak. Pada sistem ini jarak tanam diatur
sedemikian rupa sehingga dalam satu petak lahan pertanaman memiliki
beberapa barisan kosong dengan jarak lebih lebar daripada jarak antar
barisan tanaman.
Pola menanam padi dengan sistem jajar legowo direkomendasikan
oleh Departemen Pertanian RI memiliki manfaat dan keuntungan bagi
petani. Berikut beberapa manfaat dan keuntungan penerapan sistem jajar
legowo dibandingkan dengan sistem tanam biasa (tegel).
27
Keunggulan teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu pada
tanaman padi sawah adalah :
1) Mudah perawatan dan pemeliharaan
Pertanaman padi dengan sistem jajar legowo memiliki banyak
baris kosong sehingga dapat mempermudah dalam melakukan
perawatan dan pemeliharaan tanaman. Pemupukan, pengontrolan, dan
penyemprotan bisa dilakukan melalui barisan kosong tersebut tanpa
mengganggu tanaman.
2) Pengendalian hama, penyakit dan gulma lebih mudah
Dengan
adanya barisan kosong pada
lahan pertanaman,
lingkungan lebih terbuka sehingga beberapa hama tidak menyukai
tempat tersebut. Sistem jajar legowo juga dapat mengurangi
kelembapan sehingga perkembangan penyakit bisa ditekan.
3) Hemat biaya pemupukan
Penerapan sistem jajar legowo diharapkan dapat menekan serta
menghemat
penggunaan
pupuk,
karena
pemupukan
lebih
terkonsentrasi pada tanaman dalam barisan.
4) Meningkatkan produksi dan kualitas gabah
Penerapan sistem jajar legowo memiliki jumlah tanaman pinggir
yang lebih banyak. Seperti kita ketahui bahwa tanaman pinggir
memiliki kualitas pertumbuhan dan jumlah produksi yang lebih baik.
Tanaman yang berada pada barisan pinggir memiliki ruang tumbuh
lebih leluasa serta mendapatkan intensitas sinar matahari lebih banyak,
28
intensitas sinar matahari mempengaruhi kualitas dan produksi gabah.
Dengan banyaknya tanaman efek pinggir kualitas dan produksi gabah
dapat meningkat (Badan Litbang Pertanian, 2007).
Kerugian teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu pada tanaman
padi sawah adalah membutuhkan
ketelatenan dan waktu yang lebih
untuk mendapatkan hasil yang optimal. Prinsip dari sistem tanam jajar
legowo adalah pemberian kondisi pada setiap barisan padi untuk
mengalami pengaruh sebagai tanaman barisan pinggir. Umumnya,
tanaman pinggir menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik karena
kurangnya persaingan tanaman antarbarisan. Menurut Suriapermana
(1990), padi yang ditanam secara beraturan dalam bentuk tegel hasil
tanaman bagian luar lebih tinggi 1,5–2 kali dibandingkan hasil tanaman
yang berada di bagian dalam.
Dengan diterapkannya sistem tanam legowo yang menambah
kemungkinan barisan tanaman untuk mengalami efek tanaman pinggir
(border effect), sinar matahari dapat dimanfaatkan lebih banyak untuk
proses fotosintesis, intensitas cahaya yang cukup selama pertumbuhan
dan perkembangan tanaman padi, sangat berpengaruh terhadap proses
pembentukan
komponen-komponen
hasil
dan
pengisian
gabah.
Efektivitas penyerapan hara lebih tinggi sehingga tanaman padi bisa
tumbuh dengan optimal pada kondisi lahan tersebut. Pada lahan yang
lebih terbuka karena adanya lorong pada baris tanaman, serangan hama
29
dapat berkurang dan dengan terciptanya kelembapan lebih rendah,
perkembangan penyakit juga dapat berkurang (Yuti dan Zuraida, 2011).
Sistem tanama jajar legowo menghasilkan rumpun tanaman yang
optimal sehingga menghasilkan lebih banyak malai per satuan luas dan
berpeluang memberikan hasil lebih tinggi. Selain itu, juga pertumbuhan
tanaman yang sehat dan seragam mempercepat penutupan permukaan
tanah sehingga dapat menekan pertumbuhan gulma dan meningkatkan
ketahanan tanamanterhadap hama dan penyakit. Keuntungan sistem
tanam legowo dengan memanfaatkan pengaruh tanaman pinggir (border
effect)
dapat
memperluas
jelajah
perakaran
tanaman
sehingga
memungkinkan tanaman menjadi lebih sehat dan bernas yang pada
akhirnya memberikan hasil lebih tinggi (Yuti dan Zuraida, 2011).
b. Teknologi Hemat Air (AWD)
Padi adalah tanaman unik karena mampu tumbuh di dalam kondisi
hidrologi, jenis tanah, iklim yang berbeda, dan satu satunya tanaman
serealia yang tumbuh di lahan basah. Ancaman serius yang dihadapi
budidaya padi adalah semakin menurunnya ketersediaan air.
30
Gambar 1. Pipa AWD
(Sumber : bbpadi.litbang.pertanian.go.id )
Metode basah kering atau sistem paralon banyak memberikan
manfaat bagi petani. Antara lain, tanaman padi lebih tahan rebah karena
sistem perakaran lebih dalam. Selain itu, pada kondisi basah kering,
serapan hara dari pemupukan menjadi tinggi. Dan menekan keracunan
tanaman akibat akumulasi besi (Fe) dalam tanah (BB Padi Subang, 2008).
Penyebab penurunan ketersediaan air bervariasi dan bersifat spesifik
namun umumnya terjadi penurunaan kualitas dan sumber air, tidak
berfungsinya sistem irigasi dan meningkatnya kompetisi kebutuhan air
misalnya untuk perumahan dan industri. Hal tersebut menjadi ancaman
bagi ketersediaan pangan yang berkelanjutan,
padahal praktek
pengelolaan air lahan sawah di tingkat petani umumnya dilakukan
penggenangan secara terus menerus, oleh karena itu diperlukan
pengelolaan air diantaranya dengan menerapkan teknologi hemat air
(pengairan basah kering).
31
Prinsip teknologi hemat air adalah mengurangi aliran yang tidak
produktif seperti rembesan, perkolasi, dan evaporasi, serta memelihara
aliran transpirasi. Hal tersebut bisa dilaksanakan mulai saat persiapan
lahan, tanam, dan selama pertumbuhan tanaman. Salah satu alternatif
teknologi dalam pengelolaan air (water management) adalah alternate
wetting and drying (AWD) atau pengairan basah kering (PBK). Teknologi
ini telah diadaptasi di negara-negara penghasil padi seperti China, India,
Philipina, dan Indonesia.
Keuntungan menggunakan pola tanam AWD meliputi :
1. Dapat menghemat air mencapai 30% - 50% dibandingkan dengan
digenangi terus menerus
2. Mudah dalam perawatan dan pemeliharaan
3. Pengendalian hama dan penyakit lebih mudah
4. Meminimalkan risiko padi rebah
Kerugian penggunaan pola tanam AWD yaitu :
1. Membutuhkan peralatan tambahan seperti paralon dan meteran
2. Harus sering mengamati kedalam air agar hasil dapat optimal
Prinsif dari penerapan PBK adalah memonitor kedalaman air dengan
menggunakan alat bantu berupa pipa. Setelah lahan sawah diairi,
kedalaman air akan menurun secara gradual.
Ketika kedalaman air
mencapai 15 cm di bawah permukaan tanah, lahan sawah kembali diairi
sampai ketinggian sekitar 5 cm. Pada waktu tanaman padi berbunga,
32
tinggi genangan air dipertahankan 5 cm untuk menghindari stress air yang
berpotensi menurunkan hasil. Batas kedalaman air 15 cm ini dikenal
dengan PBK aman (safe AWD) yang bermakna bahwa kedalaman air
sampai batas tersebut tidak akan menyebabkan penurunan hasil karena
akar tanaman padi masih mampu menyerap air dari zona perakaran.
Setelah itu, pada fase pengisian dan pemasakan, PBK dapat dilakukan
kembali. Apabila terdapat banyak gulma pada saat awal pertumbuhan,
PBK dapat ditunda 2 sampai 3 minggu sampai gulma dapat ditekan.
(http://bbpadi.litbang.pertanian.go.id)
c. Tanam Padi dengan Transplanter
Penggunaan alat dan mesin tanam merupakan salah satu alternatif
untuk mengatasi keterbatasan tenaga kerja (Astanto dan Ananto, 1994),
karena dalam sistem usahatani padi penanaman merupakan salah satu
kegiatan yang banyak menyita tenaga kerja, selain itu diperlukan
kecepatan waktu tanam agar didapat keseragaman tanaman.
Pada sistem usahatani selain proses pengolahan tanah, kegiatan lain
yang menyerap tenaga kerja dan biaya yang besar adalah kegiatan
penanaman. Kegiatan ini selain membutuhkan tenaga kerja yang banyak
juga menentukan keberhasilan budidaya. Kegiatan penanaman padi
memerlukan tenaga kerja sekitar 20% dari keseluruhan proses budidaya
tanaman padi. Mengingat semakin sedikitnya tenaga yang tersedia dalam
bidang pertanian, diperlukan suatu alat tanam dalam kegiatan budidaya
padi.
33
Gambar. 2 Mesin Transplanter
(Sumber : kalteng.litbang.pertanian.go.id)
Transplanter merupakan alat penanam bibit dengan jumlah,
kedalaman, jarak dan kondisi penanaman yang seragam. Secara umum ada
dua jenis mesin tanam bibit padi, dibedakan berdasarkan cara penyemaian
dan persiapan bibit padinya. Yang pertama, yaitu mesin yang memakai
bibit yang ditanam/disemai di lahan (washed root seedling). Mesin ini
memiliki kelebihan yaitu dapat dipergunakan tanpa harus mengubah cara
persemaian bibit yang biasa dilakukan secara tradisional sebelumnya.
Namun demikian waktu yang dibutuhkan untuk mengambil bibit cukup
lama, sehingga kapasitas kerja total mesin menjadi kecil. Yang kedua
adalah mesin tanam yang memakai bibit yang secara khusus disemai pada
kotak khusus. Persemaian harus dilakukan pada kotak persemaian
bermedia tanah, dan bibit dipelihara dengan penyiraman, pemupukan
hingga pengaturan suhu. Persemaian dengan cara ini di Jepang banyak
dilakukan oleh pusat koperasi pertanian, sehingga petani tidak perlu repot
mempersiapkan bibit padi sendiri. Penyemaian bibit dengan cara ini dapat
34
memberikan keseragaman pada bibit dan dapat diproduksi dalam jumlah
besar. Mesin ini dapat bekerja lebih cepat, akurat dan stabil.
Adapun keunggulan dan keugian dari penggunaan mesin transplanter
diantaranya
1. Produktivitas tanam cukup tinggi 5-6 jam/ha atau 1 ha/hari
2. Jarak tanam dalam barisan dapat diatur
3. Jumlah tanaman dalam satu lubang berkisar 2-5 tanaman
4. Tingkat kedalam tanam dapat diatur dari 0.7-3.7 cm
5. Jarak dan kedalaman seragam sehingga pertumbuhan dapat optimal
dan seragam
Disamping mempunyai keunggulan, ada beberapa kelemahan pola tanam
transplenter meliputi :
1. Jarak antar barisan tidak dapat diubah
2. Tidak dapat dioprasikan pada kedalaman sawah lebih dari 40 cm
3. Untuk membawa mesin ke sawah diperlukan alat angkut
4. Perlu bibit dengan persyaratan khusus
5. Harga mesin relatif mahal.
Dengan demikian mesin transplenter mempunyai prospek cukup
baik untuk dikembangkan terutama wilayah yang mengalami kelangkaan
tenaga kerja waktu tanam padi. Penggunaan mesin ini dapat menghemat
waktu kerja 10 kali lebih singkat bila dibandingkan dengan cara manual.
(lampung.litbang.pertanian.go.id)
35
d. Cara Petani
Cara tanam petani merupakan c r
“ egel”
re
e e
tanaman seperti susunan tegel rumah dimana jarak sisinya sama. Untuk
varietas yang memiiki jumlah anakan relative sedikit bisa digunakan jaraj
tanam yang lebih rapat. Sebaliknya apabila anakan banyak dapat digunakan
jarak tanam yang lebih longgar. Metode ini merupakan metode yang banyak
dilakukan atau di terapkan oleh petani-petani tradisional di Indonesia. Pola
jarak konvensional dilakukan oleh petani padi dengan jarak tanam tunggal
atau bujur sangka. Secara umum Secara umum,jarak tanam yang dipakai
adalah 20 x 20 cm dan bisa dimodifikasi menjadi 25 x 25 cm sesuai
pertimbangan varietas padi yang akan ditanam atau tingkat kesuburan
tanahnya.
Keuntungan menggunakan pola tanam petani yaitu :
Mudah dalam pelaksanaannya karena tidak memerlukan peralatan yang
khusus.
Kelemahan menggunakan pola tanam petani meliputi :
1. Penggunaan pupuk yang berlebihan sehingga menambah biaya
2. Jarak yang rapat mengakibatkan tanaman padi tidak berkembang
optimal
3. Rentan terhadap hama dan penyakit dikarenakan jarak tanam yang rapat
4. Membutuhkan benih padi yang banyak.
36
B. Kerangka Berpikir
Pada ekosistem tanaman padi Ciherang terdapat berbagai mahluk hidup di
antaranya hama dan predator. Ekosistem merupakan suatu sistem yang terdapat
hubungan timbal balik antara organisme dengan organisme dan dengan
lingkungannya. Padi kultivar Ciherang ditanam menggunakan tiga pola tanam
(Tansplenter,
PTT, dan Tegel) dan sistem pengairan (AWD dan PTT).
Perbedaan pola tanam akan mempengaruhi jumlah anakan dan mikroklimatik
sehingga akan direspon mahluk hidup di dalamnya, salah satunya serangga.
Serangga dapat digolongkan menjadi hama dan predator. Hama serangga sering
menyerang tanaman padi dan selalu ada di dalam setiap penanaman. Predator
merupakan golongan makhluk hidup yang paling penting sebagai pengendali
kehidupan organisme pada tanaman padi. Fungsi predator sebagai pengatur
populasi mangsa. Keanekaragaman jenis menggambarkan keanekaragaman
spesies yang ada dan berinteraksi dalam suatu ekosistem. Keanekaragam tersebut
meliputi : Indeks Keanekaragaman, Kemerataan, dan Kekayaan Jenis.
37
Padi Ciherang
Pola Tanam
Sistem Pengairan
Jarak Tanam
Transplanter
PTT
Petani/Tegel
Banyak Anakan
Mikroklimatik
Serangga
Predator
Hama
Indeks Keanekaragaman Jenis
Indeks Kemerataan Jenis
Indeks Kekayaan Jenis
Gambar 3. Kerangka Berfikir
38
AWD
Download