Nova Dhelia Susanti dan Agustina Ekasari

advertisement
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DAN
MOOD DENGAN KINERJA KARYAWAN
DEPARTEMEN PRODUCTION CONTROL
PT. DENSO INDONESIA
Magdalena Hanoum dan Irma Rosmiyanti
ABSTRAK
Tuntutan akan kinerja karyawan yang tinggi merupakan harapan semua
perusahaan. Namun fakta yang ada sekarang memperlihatkan bahwa belum semua
karyawan memiliki kinerja tinggi yang sesuai dengan harapan perusahaan. Sebagian
besar karyawan perusahaan memiliki kinerja yang rendah. Salah satu faktor yang
mempengaruhi kinerja karyawan adalah faktor tenaga kerja atau manusia (individu
itu sendiri). Setiap individu memiliki kualitas emosional dan suasana hati (mood)
yang berbeda-beda, yang tampak pada perilaku keseharian mereka, termasuk
perilaku dalam bekerja. Salah satu ukuran dari kualitas emosional individu adalah
kecerdasan emosi. Hal yang perlu diperhatikan oleh seorang karyawan untuk dapat
meningkatkan kinerja adalah kualitas emosional atau kecerdasan emosi dan suasana
hati (mood).
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui: 1) Karakteristik kecerdasan
emosional dan mood serta kinerja karyawan Departemen Production Control PT.
Denso Indonesia. 2) Bagaimana hubungan kecerdasan emosional dengan kinerja
karyawan, hubungan mood dengan kinerja karyawan, dan hubungan antara
kecerdasan emosional dan mood secara bersama- sama dengan kinerja karyawan
Penelitian dilakukan pada Departemen Production Control PT. Denso
Indonesia, Cibitung MM2100. Populasi penelitian adalah seluruh karyawan
departemen production control PT. Denso Indonesia yang berjumlah 142 orang.
Pengambilan sampel menggunakan teknik
proporsional random sampling.
Pengambilan data menggunakan kuesioner skala kecerdasan emosional dari Daniel
Goleman dan skala mood dari Greenberger dan Padesky, serta data dokumentasi
hasil skor evaluasi kinerja oleh PT. Denso Indonesia periode tahun 2011.
Uji hipotesa menggunakan teknik kolerasi product moment dan teknik
kolerasi ganda. Dari hasil uji hipotesa diperoleh kesimpulan bahwa terdapat
hubungan positif yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan kinerja
karyawan, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara mood dengan kinerja
karyawan, kecerdasan emosional dan mood secara bersama-sama mempengaruhi
kinerja karyawan Departemen Production Control PT. Denso Indonesia.
Kata kunci: Kecerdasan emosional, mood dan kinerja karyawan.
Magdalena Hanoum dan Irma Rosmiyanti
Pendahuluan
Sebuah perusahaan yang
bergerak pada bidang produksi suatu
barang, departemen yang berwenang
dan
memiliki
otoritas
untuk
mengkontrol
berbagai
kegiatan
produksi
adalah
Departemen
Production Control. Departemen
Production Control dapat dikatakan
sebagai ujung tombak tercapainya
target produksi, sesuai dengan tugas
yang telah dispesifikasikan sebagai
control kebutuhan produksi baik itu
berupa matrial, packaging, serta
planning produksi.
Alur kerja production control
yang sebagian besar berhubungan
dengan berbagai perusahaan besar
supplier
dan
customer,
memungkinkan terjadinya claim yang
berdampak pada kelancaran system
produksi. Claim yang sering kali
terjadi pada proses kerja departemen
production control adalah shortage.
Istilah shortage pada departemen
production
control
adalah
terhambatnya delivery pada customer
yang disebabkan kekurangan matrial
yang harus diproses oleh bagian
produksi. Salah satu penyebab
terjadinya shortage adalah human
error. Kesalahan kerja yang dilakukan
karyawan
akan
mengakibatkan
dampak psikologis yang negatif pada
karyawan itu sendiri disamping akan
mempengaruhi kinerjanya.
Bredasarkan observasi yang
sering
terlihat
adalah
suasana
‘memanas’ jika terjadi shortage, tidak
jarang direktur harus turun tangan
meminta
pertanggung
jawaban
karyawan yang melakukan kesalahan.
Saat meluapkan emosi, seringkali
para petinggi perusahaan tidak
70
memilih
lokasi
dan
situasi.
Maksudnya adalah para manager bisa
saja memarahi bawahannya dimuka
umum, yang berdampak pada mental
down. Biasanya setelah ‘pertunjukan’
itu terjadi, keesokannya karyawan
jatuh sakit atau meminta cuti, bahkan
tidak jarang karyawan mengundurkan
diri secara resmi ataupun tidak resmi
bagi yang berstatus karyawan kontrak.
Damasio (dalam Goleman,
1997) mengatakan bahwa emosi
berperan besar terhadap suatu
tindakan bahkan dalam pengambilan
keputusan “rasional”. Kecerdasan
emosional yang tinggi akan membantu
individu dalam mengatasi konflik
secara tepat dan menciptakan kondisi
kerja yang menggairahkan sehingga
menghasilkan prestasi kerja yang
tinggi pula. Sedangkan kecerdasan
emosional
yang
rendah
akan
berdampak buruk pada mereka, karena
individu kurang dapat mengambil
keputusan secara rasional dan tidak
bisa menghadapi konflik secara tepat.
Goleman (2000) mengatakan bahwa
80% dari faktor penentu kesuksesan
sesorang adalah sumbangan faktor
kecerdasan emosional atau Emotional
Quotient (EQ), yaitu kemampuan
memotivasi diri sendiri, mengatasi
frustasi, mengontrol desakan hati,
mengatur suasana hati (mood),
berempati serta kemampuan bekerja
sama.
Salah satu hal yang harus
diperhatikan oleh perusahaan dalam
mengelola
fungsi-fungsi
manajemennya adalah bagaimana
mengelola sumber daya manusia
untuk dapat meningkatkan efisiensi
dan efektivitas kerja (Nurhayati,
2000). Kesuksesan dan kinerja
perusahaan bisa dilihat dari kinerja
Jurnal Soul, Vol. 6, No.2, September 2013
Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dan Mood dengan Kinerja Karyawan
Departemen Production Control PT. Denso Indonesia
yang telah dicapai oleh karyawannya,
oleh sebab itu perusahaan menuntut
agar para karyawannya mampu
menampilkan kinerja yang optimal
karena baik buruknya kinerja yang
dicapai
oleh
karyawan
akan
berpengaruh pada kinerja dan
keberhasilan
perusahaan
secara
keseluruhan (Yuniningsih, 2002).
Permasalahan mengenai kinerja
karyawan merupakan permasalahan
yang akan selalu dihadapi oleh pihak
manajemen perusahaan, oleh karena
itu manajemen perlu mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja karyawan. Faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi kinerja karyawan
tersebut akan membuat manajemen
perusahaan dapat mengambil berbagai
kebijakan yang diperlukan, sehingga
dapat
meningkatkan
kinerja
karyawannya agar sesuai dengan
harapan perusahaan. Salah satu dari
sekian
banyak
faktor
yang
mempengaruhi kinerja adalah faktor
tenaga kerja atau manusia (individu
itu sendiri). Oleh karena itu untuk
dapat meningkatkan kinerja, maka
salah satu hal yang perlu diperhatikan
oleh seorang karyawan adalah kualitas
emosional. Kualitas-kualitas tersebut
antara lain empati, mengungkapkan
dan
memahami
perasaan,
mengendalikan amarah, kemandirian,
kemampuan
menyesuaikan
diri,
kemampuan menyelesaikan masalah
antar
pribadi,
ketekunan,
kesetiakawanan, keramahan, serta
sikap hormat.
Kinerja karyawan tidak hanya
dilihat dari kemampuan kerja yang
sempurna, tetapi juga kemampuan
menguasai dan mengelola diri sendiri
serta kemampuan dalam membina
hubungan dengan orang lain (Martin,
Jurnal Soul, Vol .6, No 2, September 2013
2000). Kemampuan tersebut oleh
Daniel Goleman disebut dengan
Emotional
Intelligence
atau
kecerdasan emosi. Orang mulai sadar
pada saat ini bahwa tidak hanya
keunggulan intelektual saja yang
diperlukan
untuk
mencapai
keberhasilan tetapi diperlukan sejenis
keterampilan lain untuk menjadi yang
terdepan.
Menurut
Goleman
(1997)
kecerdasan
emosional
adalah
kemampuan lebih yang dimiliki
seseorang dalam memotivasi diri,
ketahanan
dalam
menghadapi
kegagalan, mengendalikan emosi dan
menunda kepuasan, serta mengatur
keadaan jiwa. Kecerdasan emosional
tersebut dapat menempatkan emosinya
pada porsi yang tepat, memilah
kepuasan dan mengatur suasana hati.
Sementara Cooper dan Sawaf (1998)
mengatakan
bahwa
kecerdasan
emosional
adalah
kemampuan
merasakan, memahami, dan secara
selektif menerapkan daya dan
kepekaan emosi sebagai sumber
energi dan pengaruh yang manusiawi.
Kecerdasan emosi menuntut penilikan
perasaan, untuk belajar mengakui,
menghargai perasaan pada diri dan
orang lain serta menanggapinya
dengan tepat, menerapkan secara
efektif energi emosi dalam kehidupan
sehari-hari. Pada kenyataannya perlu
diakui bahwa kecerdasan emosional
memiliki peran yang sangat penting
untuk mencapai kesuksesan di tempat
kerja, dan dalam berkomunikasi di
lingkungan masyarakat.
Keberhasilan dalam mencapai
kinerja terbaik perusahaan tidak hanya
tergantung
kepada
kecerdasan,
pengetahuan, keterampilan, etika, dan
integritas. Tapi, sangat tergantung
71
Magdalena Hanoum dan Irma Rosmiyanti
kepada
suasana
hati
(mood),
kestabilan emosi, motivasi, gairah,
persepsi, niat, dan pikiran positif
karyawan untuk berkontribusi secara
total untuk kinerja terbaik diri mereka
sendiri dan perusahaan. Oleh karena
itu, sudah seharusnyalah peran
manajer di tempat kerja mampu
terlibat dalam mengurusi kehidupan
batin
dan
pikiran
karyawan.
Termasuk, memotivasi suasana hati
(mood) karyawan untuk memberikan
pelayanan prima kepada customer.
Mood
atau suasana hati
sangatlah menentukan upaya untuk
meraih
keberhasilan.
Entah
keberhasilan
di
bidang
karir,
keuangan, kehidupan sosial, keluarga,
cinta dll. Mood
bisa menjadi
pendorong sekaligus penghambat
sukses. Hidup itu dapat dikendalikan
oleh mood. Sebaiknya, mood dapat
juga dikelola untuk memastikan
keberhasilan seseorang.
Mood merupakan efek dari
suasana hati, sehingga mengelola hati
merupakan bengkel progresif bagi
perbaikan dan peningkatan mood.
Suasana hati atau jiwa pada saat
tertentu, bisa dalam keadaan baik
(good mood) maupun buruk (bad
mood). Karena itu, mood bisa kita
kondisikan dengan memperbaikinya
dan meningkatkannya.
Berdasarkan
uraian
diatas
penulis tertarik untuk meneliti secara
mendalam mengenai:
1. Bagaimana
karakteristik
kecerdasan emosional, mood dan
kinerja karyawan PT. Denso
Indonesia,
Cibitung
kawasan
MM2100.
2. Apakah ada hubungan antara
kecerdasan emosional dengan
kinerja karyawan pada PT. Denso
72
Indonesia,
Cibitung
kawasan
MM2100.
3. Apakah ada hubungan antara mood
dengan kinerja karyawan pada PT.
Denso
Indonesia,
Cibitung
kawasan MM2100.
4. Apakah ada hubungan antara
kecerdasan emosional dan mood
secara bersama-sama terhadap
kinerja karyawan pada PT. Denso
Indonesia,
Cibitung
kawasan
MM2100.
Tinjauan Teori
A.
Kecerdasan Emosional
Kata emosi berasal dari bahasa
latin, yaitu emovere, yang berarti
bergerak menjauh. Arti kata ini
menyiratkan bahwa kecenderungan
bertindak merupakan hal mutlak
dalam emosi. Menurut Daniel
Goleman (2002) emosi merujuk pada
suatu perasaan dan pikiran yang khas,
suatu keadaan biologis dan psikologis
dan serangkaian kecenderungan untuk
bertindak. Emosi merupakan reaksi
terhadap rangsangan dari luar dan
dalam diri individu. Sebagai contoh
situasi gembira mendorong emosi dan
perubahan suasana hati seseorang
menjdi senang, sehingga secara
fisiologi terlihat tertawa, situasi sedih
menimbulkan emosi sedih mendorong
seseorang berperilaku menangis.
Emosi
berkaitan
dengan
perubahan fisiologis dan berbagai
pikiran. Jadi, emosi merupakan salah
satu aspek penting dalam kehidupan
manusia,
karena
emosi
dapat
merupakan motivator perilaku dalam
arti meningkatkan, tapi juga dapat
mengganggu perilaku intensional
manusia. (Prawitasari,1995).
Menurut
Mayer
(dalam
Jurnal Soul, Vol. 6, No.2, September 2013
Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dan Mood dengan Kinerja Karyawan
Departemen Production Control PT. Denso Indonesia
Goleman, 2002) orang cenderung
menganut gaya-gaya khas dalam
menangani dan mengatasi emosi
mereka, yaitu : sadar diri, tenggelam
dalam permasalahan, dan pasrah.
Dengan melihat keadaan itu maka
penting bagi setiap individu memiliki
kecerdasan
emosional
agar
menjadikan hidup lebih bermakna dan
tidak menjadikan hidup yang di jalani
menjadi sia-sia.
Berdasarkan uraian tersebut,
dapat disimpulkan bahwa emosi
adalah suatu perasaan (afek) yang
mendorong individu untuk merespon
atau bertingkah laku terhadap
stimulus, baik yang berasal dari dalam
maupun dari luar dirinya.
Salovey dan Mayer (1999),
mendefinisikan kecerdasan emosional
atau yang sering disebut EQ sebagai
:“himpunan bagian dari kecerdasan
sosial yang melibatkan kemampuan
memantau perasaan sosial yang
melibatkan kemampuan pada orang
lain, memilah-milah semuanya dan
menggunakan informasi ini untuk
membimbing pikiran dan tindakan.”
Keterampilan EQ bukanlah
lawan
keterampilan
IQ
atau
keterampilan
kognitif,
namun
keduanya berinteraksi secara dinamis,
baik pada tingkatan konseptual
maupun di dunia nyata. Selain itu, EQ
tidak begitu dipengaruhi oleh faktor
keturunan. (Shapiro, 1998).
Sementara Cooper dan Sawaf
(1998)
mengatakan
bahwa
kecerdasan
emosional
adalah
kemampuan merasakan, memahami,
dan secara selektif menerapkan daya
dan kepekaan emosi sebagai sumber
energi dan pengaruh yang manusiawi.
Kecerdasan emosi menuntut penilikan
perasaan, untuk belajar mengakui,
Jurnal Soul, Vol .6, No 2, September 2013
menghargai perasaan pada diri dan
orang lain serta menanggapinya
dengan tepat, menerapkan secara
efektif energi emosi dalam kehidupan
sehari-hari.
Selanjutnya Howes dan Herald
(1999) mengatakan pada intinya,
kecerdasaan emosional merupakan
komponen yang membuat seseorang
menjadi pintar menggunakan emosi.
Emosi manusia berada diwilayah
perasaan lubuk hati, naluri yang
tersembunyi, dan sensasi emosi yang
apabila
diakui
dan
dihormati,
kecerdasaan emosional menyediakan
pemahaman yang lebih mendalam dan
lebih utuh tentang diri sendiri dan
orang lain. Bila seorang individu
mempunyai kecerdasan emosi tinggi,
ia dapat hidup lebih bahagia dan
sukses karena percaya diri serta
mampu menguasai emosi atau
mempunyai kesehatan mental yang
baik.
Menurut Martin (2003), dalam
konteks
pekerjaan,
pengertian
kecerdasan emosi adalah kemampuan
untuk mengetahui apa yang orang lain
rasakan, termasuk cara tepat untuk
menangani masalah. Orang lain yang
dimaksudkan disini bisa meliputi
atasan, rekan sejawat, bawahan atau
juga pelanggan. Realitas menunjukkan
seringkali individu tidak mampu
menangani
masalah–masalah
emosional di tempat kerja secara
memuaskan. Bukan saja tidak mampu
memahami perasaan diri sendiri,
melainkan juga perasaan orang lain
yang berinteraksi dengan kita.
Akibatnya sering terjadi kesalah
pahaman dan konflik antar pribadi.
Baron (dalam Goleman, 2000)
berpendapat
bahwa
kecerdasan
emosional
adalah
serangkaian
73
Magdalena Hanoum dan Irma Rosmiyanti
kemampuan pribadi, emosi dan sosial
yang mempengaruhi seseorang untuk
berhasil dalam mengatasi hambatan
dan tekanan lingkungan. Gardner
dalam bukunya yang berjudul Frame
Of Mind mengatakan bahwa bukan
hanya satu jenis kecerdasan yang
monolitik yang penting untuk meraih
sukses dalam kehidupan. Ada
spektrum kecerdasan yang lebar
dengan tujuh varietas utama yaitu
linguistik, matematika/logika, spasial,
kinestetik, musik, interpersonal dan
intrapersonal.
Kecerdasan
ini
dinamakan oleh Gardner sebagai
kecerdasan
pribadi
yang
oleh
Goleman disebut sebagai kecerdasan
emosional.
Menurut Gardner ”kecerdasan
antar pribadi adalah kemampuan
untuk memahami orang lain, apa yang
memotivasi
mereka,
bagaimana
mereka bekerja, bagaimana bekerja
bahu membahu dengan kecerdasan.
Kecerdasan intra pribadi adalah
kemampuan yang korelatif, tetapi
terarah ke dalam diri. Kemampuan
tersebut
adalah
kemampuan
membentuk suatu model diri sendiri
yang teliti dan mengacu pada diri serta
kemampuan untuk menggunakan
model tadi sebagai alat untuk
menempuh kehidupan secara efektif.”
Dalam rumusan lain, Gardner
menyatakan bahwa inti kecerdasan
antar
pribadi
itu
mencakup
“kemampuan untuk membedakan dan
menanggapi dengan tepat suasana
hati, temperamen, motivasi dan hasrat
orang lain.” Dalam kecerdasan antar
pribadi yang merupakan kunci menuju
pengetahuan diri, ia mencantumkan
“akses menuju perasaan-perasaan diri
seseorang dan kemampuan untuk
membedakan
perasaan-perasaan
74
tersebut serta memanfaatkannya untuk
menuntun tingkah laku”.
Salovey
(2002)
memilih
kecerdasan
interpersonal
dan
kecerdasan intrapersonal sebagai dasar
untuk
mengungkap
kecerdasan
emosional individu. Menurutnya,
kecerdasan
emosional
adalah
kemampuan
seseorang
untuk
mengenali emosi diri, mengelola
emosi, memotivasi diri sendiri,
mengenali emosi orang lain (empati)
dan kemampuan untuk membina
hubungan (kerjasama) dengan orang
lain.
Menurut
Goleman
(2002),
kecerdasan
emosional
adalah
kemampuan seseorang mengatur
kehidupan
emosinya
dengan
inteligensi (to manage our emotional
life with intelligence); menjaga
keselarasan
emosi
dan
pengungkapannya
(the
appropriateness of emotion and its
expression) melalui keterampilan
kesadaran diri, pengendalian diri,
motivasi diri, empati dan keterampilan
sosial.
Secapramana
(1999)
mengemukakan,
kecerdasan
emosional merupakan kemampuan
untuk mengenali, mengolah dan
mengontrol emosi agar seseorang
mampu berespon secara positif
terhadap
setiap
kondisi
yang
merangsang munculnya emosi-emosi
tersebut.
Shapiro (1999) mengemukakan
kecerdasan
emosional
sangat
berhubungan dengan berbagai hal
yaitu perilaku moral, cara berfikir
yang realistik, pemecahan masalah,
interaksi sosial, emosi diri, dan
keberhasilan baik secara akademik
maupun pekerjaan. Menurut Steiner
(1997) kecerdasan emosi adalah suatu
Jurnal Soul, Vol. 6, No.2, September 2013
Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dan Mood dengan Kinerja Karyawan
Departemen Production Control PT. Denso Indonesia
kemampuan untuk dapat memahami
emosi diri sendiri dan emosi orang
lain, serta mengetahui bagaimana
emosi diri diekspresikan untuk
meningkatkan etika maksimal sebagai
kekuatan pribadi.
Macam- macam emosi
Menurut Descrates (2000),
emosi terbagi atas : Desire (hasrat),
hate (benci), Sorrow (sedih/duka),
Wonder (heran), Love (cinta) dan Joy
(kegembiraan).
SedangkanWatson(dalam
Mahmud,
1990) mengemukakan tiga macam
emosi, yaitu : fear (ketakutan),
Rage(kemarahan), Love (cinta).
Goleman
(2002)
mengemukakan beberapa macam
emosi:
a) Amarah: beringas, mengamuk,
benci, jengkel, kesal hati.
b) Kesedihan: pedih, sedih, muram,
suram, melankolis, mengasihi
diri,
putus asa.
c) Rasa takut: cemas, gugup, khawatir,
was-was, perasaan takut sekali,
waspada, tidak tenang, ngeri.
d) Kenikmatan: bahagia, gembira,
riang, puas, riang, senang, terhibur,
bangga.
e) Cinta: penerimaan, persahabatan,
kepercayaan, kebaikan hati, rasa
dekat, bakti, hormat, kemesraan,
kasih.
f) Terkejut: terkesiap, terkejut.
g) Jengkel: hina, jijik, muak, mual,
tidak suka, kesal.
Menurut
Goleman
(2002),
semua emosi pada dasarnya adalah
dorongan untuk bertindak. Jadi,
berbagai macam emosi itu mendorong
individu untuk memberikan respon
atau bertingkah laku terhadap stimulus
yang ada. Menurut Aristoteles
Jurnal Soul, Vol .6, No 2, September 2013
(Goleman,
2002),
masalahnya
bukanlah mengenai emosionalitas,
melainkan mengenai keselarasan
antara
emosi
dan
cara
mengekspresikan.
Dimensi Kecerdasan Emosional
Goleman
menempatkan
kecerdasan pribadi Gardner dalam
definisi dasar tentang kecerdasan
emosional yang dicetuskannya dan
memperluas
kemapuan
tersebut
menjadi lima kemampuan utama,
yaitu:
a.
Mengenali Emosi Diri
Mengenali emosi diri adalah
kemampuan
untuk
mengenali
perasaan sewaktu perasaan itu terjadi.
Kemampuan ini merupakan dasar dari
kecerdasan emosional. Para ahli
psikologi menyebutkan kesadaran diri
sebagai metamood, yakni kesadaran
seseorang akan emosinya sendiri.
Menurut Mayer (Goleman, 2002)
kesadaran diri adalah waspada
terhadap suasana hati maupun pikiran
tentang suasana hati, bila kurang
waspada maka individu menjadi
mudah larut dalam aliran emosi dan
dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri
memang belum menjamin penguasaan
emosi, namun merupakan salah satu
prasyarat
penting
untuk
mengendalikan
emosi
sehingga
individu mudah menguasai emosi.
b.
Mengelola Emosi
Mengelola
emosi
adalah
kemampuan
individu
dalam
menangani perasaan agar dapat
terungkap dengan tepat atau selaras,
sehingga
tercapai
keseimbangan
dalam diri individu. Menjaga agar
emosi
yang
merisaukan
tetap
75
Magdalena Hanoum dan Irma Rosmiyanti
terkendali merupakan kunci menuju
kesejahteraan
emosi.
Emosi
berlebihan, yang meningkat dengan
intensitas terlampau lama akan
mengoyak kestabilan kita (Goleman,
2002). Kemampuan ini mencakup
kemampuan untuk menghibur diri
sendiri,
melepaskan
kecemasan,
kemurungan atau ketersinggungan dan
akibat-akibat yang ditimbulkannya
serta kemampuan untuk bangkit dari
perasaan-perasaan yang menekan.
c.
Memotivasi Diri Sendiri
Prestasi harus dilalui dengan
dimilikinya motivasi dalam diri
individu, yang berarti memiliki
ketekunan untuk menahan diri
terhadap kepuasan dan mengendalikan
dorongan hati, serta mempunyai
perasaan motivasi yang positif, yaitu
antusianisme, gairah, optimis dan
keyakinan diri.
d.
Mengenali Emosi Orang Lain
Kemampuan untuk mengenali
emosi orang lain disebut juga empati.
Menurut Goleman (2002) kemampuan
seseorang untuk mengenali emosi
orang lain atau peduli, menunjukkan
kemampuan
empati
seseorang.
Individu yang memiliki kemampuan
empati lebih mampu menangkap
sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi
yang mengisyaratkan apa-apa yang
dibutuhkan orang lain sehingga ia
lebih mampu menerima sudut pandang
orang lain, peka terhadap perasaan
orang lain dan lebih mampu untuk
mendengarkan orang lain.
Orang-orang
yang
mampu
membaca perasaan dan isyarat
nonverbal lebih mampu menyesuiakan
diri secara emosional, lebih populer,
lebih mudah beraul, dan lebih peka
76
(Goleman, 2002). Seseorang yang
mampu membaca emosi orang lain
juga memiliki kesadaran diri yang
tinggi. Semakin mampu terbuka pada
emosinya sendiri, mampu mengenal
dan mengakui emosinya sendiri, maka
orang
tersebut
mempunyai
kemampuan untuk membaca perasaan
orang lain.
e.
Membina Hubungan
Kemampuan dalam membina
hubungan
merupakan
suatu
keterampilan
yang
menunjang
popularitas,
kepemimpinan
dan
keberhasilan antar pribadi (Goleman,
2002).
Keterampilan
dalam
berkomunikasi
merupakan
kemampuan dasar dalam keberhasilan
membina hubungan. Orang-orang
yang terampil membina hubungan
akan sukses dalam bidang apapun.
Orang berhasil dalam pergaulan
karena mampu berkomunikasi dengan
lancar pada orang lain. Orang-orang
ini populer dalam lingkungannya dan
menjadi teman yang menyenangkan
karena kemampuannya berkomunikasi
(Goleman, 2002). Ramah tamah, baik
hati, hormat dan disukai orang lain
dapat dijadikan petunjuk positif
bagaimana individu mampu membina
hubungan
dengan
orang
lain.
Sejauhmana kepribadian individu
berkembang dilihat dari banyaknya
hubungan
interpersonal
yang
dilakukannya.
Jurnal Soul, Vol. 6, No.2, September 2013
Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dan Mood dengan Kinerja Karyawan
Departemen Production Control PT. Denso Indonesia
Faktor- Faktor Yang
Mempengaruhi Kecerdasan
Emosional
Faktor Internal
Faktor internal adalah apa yang
ada dalam diri individu yang
mempengaruhi kecerdasan emosinya.
Faktor internal memiliki dua sumber
yaitu segi jasmani dan segi psikologis.
Segi jasmani adalah faktor fisik dan
kesehatan individu. apabila fisik dan
kesehatan seseorang dapat terganggu
dapat dimungkinkan mempengaruhi
proses kecerdasan emosinya. Segi
psikologis mencakup didalamnya
pengalaman
dan
perasaan,
kemampuan berfikir dan motivasi.
Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah stimulus
dan lingkungan dimana kecerdasan
emosi berlangsung. Faktor ekstenal
meliputi: 1) Stimulus. Kejenuhan
stimulus merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi keberhasilan
seseorang dalam memperlakukan
kecerdasan emosi tanpa distorsi. 2)
Lingkungan atau situasi khususnya
yang
melatarbelakangi
proses
kecerdasan emosi. Objek lingkungan
yang melatarbelakangi merupakan
kebulatan
yang
sangat
sulit
dipisahkan.
B. Mood
Pengertian
Dalam kamus Oxford,mood
diartikan “the way you are feeling at a
particular time”, yaitu suasana hati
atau jiwa pada saat tertentu, bisa
dalam keadaan baik (good mood)
maupun buruk (bad mood). Karena
itu, mood bisa di kondisikan dengan
Jurnal Soul, Vol .6, No 2, September 2013
memperbaikinya
dan
meningkatkannya.
Menurut
Zimbardo
(Yuninasir,2011),
mood
adalah
keadaan emosi tertentu yang tidak
masuk dalam kategori state (emosi
yang dipicu oleh faktor eksternal
tertentu) atau trait (bentuk emosi yang
menjadi
bawaan
seseorang).
Perubahan mood bisa berlangsung
dalam ukuran jam atau hari. Bagi
sebagian orang, perubahan mood
kerap mempengaruhi gairahnya untuk
melakukan sesuatu atau bahkan bisa
mempengaruhi
keputusan
dan
tindakannya.
Menurut Thayer (1996) , mood
adalah produk dari dua dimensi yaitu
energi dan kekhawatiran (tension)
Seseorang akan bisa merasa sangat
enerjik dan terlalu kelelahan atau juga
merasa tenang. Menurut Thayer,
orang akan merasa paling nyaman di
saat mood menunjukkan level “calmenergic” mood.Mood juga berbeda
dari temperamen atau karakter
kepribadian yang bahkan lebih tahan
lama. Namun demikian, ciri-ciri
kepribadian seperti optimisme dan
neurotisisme
jenis
tertentu
mempengaruhi suasana hati jangka
panjang . Gangguan mood seperti
depresi dan gangguan bipolar
dianggap gangguan mood.
Jadi, mood adalah hasil olah
pikir manusia, dimana seseorang
seringkali mensegmentasi semua hal.
Adanya
emosi-mood-karakter
individual seperti halnya detik-menitjam, kelas bawah- menengah-kelas
atas atau juga masa lalu-masa kini dan
masa yang akan datang. Semua hal
tersebut diciptakan oleh manusia
sebenarnya
untuk
memudahkan
seseorang untuk menghadapinya,
77
Magdalena Hanoum dan Irma Rosmiyanti
memilah-milahnya
dan
untuk
menganalisanya lebih baik dalam
rangka
meningkatkan
kualitas
kehidupan seseorang.
Pengaruh Mood Terhadap Perilaku
Riset menemukan bahwa mood
dan emosi memiliki pengaruh yang
meyakinkan terhadap berbagai proses
psikologis, antara lain memori perhatian - persepsi - dan pengalaman
diri (self). Dari beberapa penelitian
dapat disimpulkan bahwa kebahagiaan
dan mood positif memungkinkan
berkembangnya respon yang lebih
adaptif.
Respon
adaptif
yang
dimaksudkan
antara
lain
meningkatkan
altruism;
kecenderungan
menolong
tanpa
pamrih
pribadi,
meningkatkan
efisiensi
dalam
pengambilan
keputusan, meningkatkan kreativitas,
dan mengurangi perilaku agresi.
Selain itu, suasana hati yang baik juga
menghambat ingatan akan hal yang
negatif. Suasana hati yang baik juga
meningkatkan kualitas hubungan
interpersonal dan kepuasan kerja.
Hasil riset juga menunjukkan
bahwa terdapat efek mood yang baik
terhadap persepsi dan pengambilan
keputusan, Seperti halnya terhadap
memori. Dalam hal ini perlu diketahui
bahwa persepsi dan pengambilan
keputusan dipengaruhi oleh memori
yang diakses.
Suasana
hati
juga
mempengaruhi perhatian terhadap diri
sendiri. Suasana hati yang buruk
membuat kita memperhatikan pikiran
dan perasaan kita sendiri. Menurut
Nolen-Hoeksema (2001) hal ini sama
dengan orang yang mengalami
neurotisme yang cenderung obsesif
78
memikirkan masalah/situasi.
William
Morris
(2001),
menyatakan, fungsi dasar suasana hati
adalah memberikan informasi kepada
seseorang
mengenai
kecukupan
sumber
daya
manusia
untuk
menemukan kebutuhan saat ini atau
yang akan datang. Bila suasana hati
dalam keadaan baik, individu merasa
dapat menghadapi tantangan dan
risiko, bila suasana hati buruk individu
kehilangan keyakinan dan optimisme.
C.Kinerja Karyawan
Pengertian
Kinerja
merupakan
suatu
konsep yang bersifat universal yang
merupakan efektifitas operasional
suatu organisasi, bagian organisasi,
dan karyawan berdasarkan standar dan
kriteria
yang
telah
ditetapkan
sebelumnya. Organisasi pada dasarnya
dijalankan oleh manusia maka kinerja
sesungguhnya merupakan perilaku
manusia dalam memainkan peran
yang mereka lakukan di dalam suatu
organisasi untuk memenuhi standar
perilaku yang telah ditetapkan agar
membuahkan hasil dan tindakan yang
diinginkan (Winardi, 1996).
Istilah kinerja berasal dari kata
job
performance
atau
actual
performance (prestasi kerja atau
prestasi sesungguhnya yang dicapai
oleh seseorang). Dapat didefinisikan
bahwa kinerja adalah hasil kerja
secara kualitas dan kuantitas yang
dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan
tugasnya
sesuai
dengantanggung jawab yang diberikan
kepadanya.
Hadari Nawawi mengartikan
kinerja sebagai prestasi seseorang
dalam suatu bidang atau keahlian
Jurnal Soul, Vol. 6, No.2, September 2013
Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dan Mood dengan Kinerja Karyawan
Departemen Production Control PT. Denso Indonesia
tertentu,
dalam
melaksanakan
tugasnya atau pekerjaannya yang
didelegasikan dari atasan dengan
efektif dan efesien. Lebih lanjut beliau
mengungkapkan bahwa kinerja adalah
kemampuan yang dimiliki oleh
individu dalam melakukan sesuatu
pekerjaan, sehingga terlihat prestasi
pekerjaannya dalam mencapai tujuan.
Menurut Gibson, Ivan Cevich dan
Donelly kinerja adalah prestasi kerja
dari perilaku. Prestasi kerja itu
ditentukan oleh kemampuan bekerja,
baik terhadap cakupan kerja maupun
kualitas kerja secara menyeluruh.
Kinerja karyawan secara umum
merupakan hasil yang dicapai oleh
karyawan dalam bekerja yang berlaku
untuk suatu pekerjaan tertentu. Robins
(1996) mendefinisikan kinerja sebagai
fungsi
hasil
interaksi
antara
kemampuan dan motivasi. Maksud
dan tujuan kinerja adalah menyusun
sasaran yang berguna, tidak hanya
bagi evaluasi kinerja pada akhir
periode tertentu, melainkan hasil
proses kerja sepanjang periode
tersebut (Simamora, 1997).
Kinerja, seperti juga dengan apa
yang dikemukakan oleh Asad (1995)
merupakan kesuksesan sesorang di
dalam melaksanakan suatu pekerjaan
dan kinerja tersebut pada dasarnya
adalah hasil kerja seorang karyawan
selama periode tertentu. Dessler
(1997) memberikan pengertian yang
lain tentang kinerja yaitu merupakan
perbandingan antara hasil kerja yang
secara nyata dengan standar kerja
yang ditetapkan dan kinerja itu sendiri
lebih memfokuskan pada hasil
kerjanya. Mathis dan Jackson (2002)
menyatakan, kinerja pada dasarnya
adalah apa yang dikerjakan dan yang
tidak dikerjakan oleh karyawan.
Jurnal Soul, Vol .6, No 2, September 2013
Menurut
Maryoto
(2000),
kinerja karyawan adalah hasil kerja
selama periode tertentu dibandingkan
dengan berbagai kemungkinan, misal
standar, target/sasaran atau kriteria
yang telah disepakati bersama. Gibson
(1996) menyatakan kinerja adalah
hasil yang diinginkan dari perilaku.
Kinerja individu merupakan dasar dari
kinerja organisasi.
Dari uraian diatas, dapat
didefenisikan kinerja karyawan adalah
gabungan dari kemampuan, usaha, dan
kesempatan yang dapat diukur dari
akibat yang dihasilkan. Oleh karena
itu kinerja bukan hanya menyangkut
karakteristik pribadi yang ditunjukkan
oleh seseorang melainkan hasil kerja
yang telah dan akan dilakukan oleh
seseorang.
Faktorfaktor
Yang
Mempengaruhi Kinerja Karyawan
Kinerja
karyawan
mempengaruhi
seberapa
banyak
mereka
memberikan
kontribusi
kepada organisasi. Winardi (1996)
mengemukakan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi tinggi rendahnya
kinerja dapat dikelompokkan menjadi
dua yaitu faktor intrinsik dan faktor
ekstrinsik: 1) Faktor intrinsik meliputi
motivasi, pendidikan, kemampuan,
kepribadian,
keterampilan
dan
pengetahuan karyawan. 2) Faktor
ekstrinsik meliputi lingkungan kerja,
kepemimpinan, hubungan kerja dan
gaji.
Menurut Payaman J (1997), ada
beberapa
faktor
yang
dapat
meningkatkan kinerja seseorang.
Faktor-faktor
tersebut
meliputi
sebagai berikut:
a) Pendidikan dan latihan
Pendidikan
disini
meliputi
79
Magdalena Hanoum dan Irma Rosmiyanti
pendidikan formal dan non formal.
Pendidikan baik formal maupun non
formal merupakan prasyarat untuk
mempertahankan martabat manusia.
Melalui pendidikan pegawai diberi
kesempatan untuk mengembangkan
dan meningkatkan kemampuannya.
Dengan pendidikan berarti keahlian
dan keterampilan pegawai meningkat
maka diharapkan pegawai tersebut
bisa mencapai prestasi yang maksimal
dalam bidang tugasnya.
Seseorang
yang
memiliki
tingkat pendidikan yang tinggi
memungkinkan
seseorang
untuk
bekerja lebih produktif daripada orang
lain yang tingkat pendidikannya
rendah, hal ini dikarenakan orang
tersebut mempunyai cakrawala atau
pandangan yang lebih luas sehingga
mampu
untuk
bekerja
atau
menciptakan lapangan kerja.
b) Gizi dan Kesehatan
Makanan merupakan kebutuhan
pokok yang harus dipenuhi dalam
rangka kelangsungan hidupnya. Untuk
menjaga
kesehatan
diperlukan
makanan yang memenuhi persyaratan
kesehatan, yaitu makanan yang
mengandung gizi yang cukup.
Seseorang yang dalam keadaan sehat
atau kuat jasmani dan rohaninya akan
dapat
berkonsentrasi
dalam
pekerjaannya dengan baik, sehingga
produktivitas yang dicapai pegawai
tersebut menjadi tinggi.
c) Motivasi internal
Motivasi merupakan proses
untuk
mencoba
mempengaruhi
seseorang agar melakukan sesuatu.
Sehingga dapat diartikan bahwa
kinerja seseorang tergantung pada
motivasi orang tersebut terhadap
pekerjaan yang dilakukan.
d) Kesempatan kerja
80
Kesempatan
kerja
dapat
mempengaruhi kinerja. Kesempatan
kerja dalam hal ini berarti (dalam
artian mikro) meliputi; pertama,
adanya kesempatan untuk bekerja.
Kedua, pekerjaan yang sesuai dengan
pendidikan dan keterampilan pekerja
(The right man on the right
place).Ketiga, adanya kesempatan
untuk mengembangkan diri, hal ini
akan dapat menjadikan pegawai
menjadi lebih kreatif.
Kriteria Kinerja Karyawan
Bernadin (1993) menjelaskan
bahwa kinerja sesorang dapat diukur
berdasarkan 6 kriteria yang dihasilkan
dari pekerjaan yang bersangkutan,
yaitu:
a. Kualitas.
Kualitas merupakan
tingkatan dimana hasil akhir yang
dicapai mendekati sempurna dalam
arti memenuhi tujuan yang diharapkan
oleh perusahaan
b. Kuantitas. Kuantitas adalah jumlah
yang dihasilkan yang dinyatakan
dalam istilah sejumlah unit kerja
ataupun merupakan jumlah siklus
aktivitas yang dihasilkan
c. Ketepatan waktu. Tingkat aktivitas
di selesaikannya pekerjaan tersebut
pada waktu awal yang diinginkan
d. Efektifitas. Efektifitas merupakan
tingkat pengetahuan sumber daya
organisasi dimana dengan maksud
menaikkan keuntungan
e. Kemandirian. Karyawan dapat
melakukan fungsi kerjanya tanpa
meminta bantuan dari orang lain
f. Komitmen. Komitmen berarti
bahwa
karyawan
mempunyai
tanggung jawab penuh terhadap
pekerjaannya.
Mathis dan Jackson (2002),
memberikan standar kinerja sesorang
Jurnal Soul, Vol. 6, No.2, September 2013
Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dan Mood dengan Kinerja Karyawan
Departemen Production Control PT. Denso Indonesia
yang dilihat dari: kuantitas output,
kualitas output, jangka waktu output,
kehadiran di tempat kerja dan sikap
kooperatif . Standar kinerja tersebut
ditetapkan
berdasarkan
kriteria
pekerjaan yaitu menjelaskan apa-apa
saja yang sudah diberikan organisasi
untuk dikerjakan oleh karyawanya.
Kinerja individual dalam kriteria
pekerjaan
haruslah
diukur,
dibandingkan dengan standar yang ada
dan hasilnya harus dikomunikasikan
kepada seluruh karyawan. Mathis dan
Jackson (2002), juga menjelaskan
standar kinerja dapat berupa output
produksi atau lebih dikenal dengan
standar kinerja numerik dan standar
kinerja non numerik.
Kinerja
karyawan
setiap
periodik perlu dilakukan penilaian.
Hal ini karena penilaian kinerja
karyawan tersebut nantinya dapat
digunakan sebagai analisis untuk
kebutuhan pelaksanakannya pelatihan
(Ivancevich, 2001). Penilaian kinerja
adalah proses evaluasi seberapa baik
karyawan mengerjakan pekerjaan
mereka ketika dibandingkan dengan
satu set standar dan kemudian
mengkomunikasikannya dengan para
karyawan (Mathis dan Jackson, 2002).
Menurut Schuler dan Jackson (1996)
penilaian kinerja mengacu pada suatu
sistem formal dan terstruktur yang
mengukur, menilai dan mempengaruhi
sifatsifat yang berkaitan dengan
pekerjaan, perilaku, dan hasil.
Fokusnya adalah mengetahui seberapa
produktif karyawan dan apakah ia bisa
bekerja sama dengan orang lain atau
tidak.
Penilaian kinerja mempunyai
dua kegunaan utama. Penilaian
pertama adalah mengukur kinerja
untuk
tujuan
memberikan
Jurnal Soul, Vol .6, No 2, September 2013
penghargaan seperti misalnya untuk
promosi. Kegunaan yang lain adalah
untuk pengembangan potensi individu
(Mathis dan Jackson, 2002). Hal yang
sama juga diungkapkan oleh Desler
(1997) bahwa tiga tujuan dari
penilaian kinerja yaitu memberikan
informasi tentang dapat dilakukannya
promosi atau penetapan gaji, meninjau
perilaku yang berhubungan dengan
kerja bawahan dan untuk perencanaan
dan pengembangan karir karyawan
karena penilaian memberikan suatu
peluang yang baik untuk meninjau
rencana karir seseorang yang dilihat
dari kekuatan dan kelemahan yang
diperlihatkannya.
D.Hubungan
Kecerdasan
Emosional dan Mood dengan
Kinerja Karyawan.
Kinerja karyawan akhir-akhir
ini tidak hanya dilihat oleh faktor
intelektualnya saja tetapi juga
ditentukan oleh faktor emosinya.
Seseorang yang dapat mengontrol
emosinya dengan baik maka akan
dapat menghasilkan kinerja yang baik
pula. Hal ini sesuai dengan yang
diungkapkan
oleh
Meyer
(psikologi.com,
2004)
bahwa
kecerdasan emosi merupakan faktor
yang sama pentingnya dengan
kombinasi kemampuan teknis dan
analisis untuk menghasilkan kinerja
yang optimal.
Agustian (2001) berdasarkan
penelitian dan pengalamannya dalam
memajukan perusahaan berpendapat
bahwa
keberadaan
kecerdasan
emosional yang baik akan membuat
seorang
karyawan
menampilkan
kinerja dan hasil kerja yang lebih baik.
Daniel Goleman, seorang psikolog
ternama, dalam bukunya pernah
81
Magdalena Hanoum dan Irma Rosmiyanti
mengatakan bahwa untuk mencapai
kesuksesan dalam dunia kerja bukan
hanya cognitive intelligence saja yang
dibutuhkan
tetapi
juga
emotionalintelligence (EQ) (Goleman
2000). Secara khusus para pemimpin
perusahaan membutuhkan EQ yang
tinggi karena dalam lingkungan
organisasi, berinteraksi dengan banyak
orang baik di dalam maupun di
lingkungan kerja berperan penting
dalam membentuk moral dan disiplin
para pekerja.
Penelitian Boyatzis (1999) dan
Chermiss (1998) terhadap beberapa
subjek penelitian dalam beberapa
perusahaan mendapatkan hasil bahwa
karyawan yang memiliki skor
kecerdasan emosi yang tinggi akan
menghasilkan kinerja yang lebih baik
yang dapat dilihat dari bagaimana
kualitas dan kuantitas yang diberikan
karyawan
tersebut
terhadap
perusahaan.
Chermiss
(1998)
mengungkapkan bahwa walaupun
sesorang tersebut memiliki kinerja
yang cukup baik tapi apabila dia
memiliki sifat yang tertutup dan tidak
berinteraksi dengan orang lain secara
baik maka kinerjanya tidak akan dapat
berkembang.
Hasil penelitian McClelland,
Hunter, dan Schmid (1973 dalam
Goleman, 1999) yang menunjukkan
indikasi bahwa faktor dominan yang
menentukan
keberhasilan
karir
bukanlah kecerdasan otak, melainkan
seperangkat kecerdasan lainnya yang
kemudian dipopulerkan oleh Goleman
sebagai
kecerdasan
emosional.
Penelitian lebih lanjut yang dilakukan
oleh McClelland mendapatkan bahwa
kemampuan akademik bawaan, nilai
rapor,
dan
predikat
kelulusan
pendidikan tinggi tidak memprediksi
82
seberapa baik kinerja seseorang
sesudah bekerja atau seberapa tinggi
sukses yang dicapai selama hidup.
Menurut Mc.Clelland seperangkat
kecakapan khusus seperti empati,
disiplin diri, dan inisiatif mampu
membedakan orang orang sukses
dengan mereka yang hanya cukup baik
untuk mempertahankan pekerjaan
mereka.
Hasil
penelitian
Goleman
(1999)
menunjukkan
bahwa
kemampuan kecerdasan emosional
adalah pendorong kinerja puncak.
Kemampuan-kemampuan
kognitif
seperti big picture thinking dan long
term vision juga penting. Ketika
dibandingkan antara kemampuan
teknikal, IQ dan kecerdasan emosional
sebagai
penentu
kinerja
yang
cemerlang tersebut, maka kecerdasan
emosional menduduki porsi lebih
penting dua kali dibandingkan dengan
IQ dan kemampuan teknikal, pada
seluruh tingkatan jabatan.
Seperti dijelaskan oleh Compton
(2005) suasana hati berlangsung lebih
lama, lebih global, dan lebih dapat
menjalar (pervasive) daripada emosi.
Fokus emosi adalah perasaan yang
tampak secara cepat namun juga
mungkin tidak tampak dalam respon
terhadap peristiwa di lingkungan.
Sementara suasana hati menjalar
secara lebih merata dan dengan tone
yang lebih stabil, meski lingkungan
berubah.
Apabila seseorang merasakan
kesenangan, maka otak yang ada pada
mereka
sangat
fresh sehingga
mempunyai suatu ide yang cemerlang.
Serta dengan perasaan senang tersebut
kebanyakan
orang-orang
bila
melakukan suatu pekerjaan dengan
baik juga. Rasa senang tersebut bisa
Jurnal Soul, Vol. 6, No.2, September 2013
Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dan Mood dengan Kinerja Karyawan
Departemen Production Control PT. Denso Indonesia
melancarkan
efesiensi
mental,
membuat orang mengerti informasi
dan berani mengambil keputusan yang
rumit, serta pikirannya menjadi
felsksibel. Dengan adanya suasana
hati yang baik ataupun senang maka
menjadikan orang tersebut lebih
optimis dalam mencapai suatu tujuan
yang dia inginkan, serta meningkatkan
kreativitas dan keterampilan dalam hal
mengambil suatu keputusan baik yang
rumit ataupun yang gampang. Lebih
jauh lagi selain rasa senang, ada juga
perasaan humor, dimana rasa humor
atau gurauan membuat orang lain
menjadi tertawa secara tidak langsung
telah membuka jalur komunikasi
antara partner kerja, serta dapat
merangsang kreativitas, meningkatkan
rasa kepercayaan dan tentu saja
membuat suatu pekerjaan tersebut
lebih menyenangkan lagi. Tidak heran
bila sifat senang bergurau merupakan
sifat yang penting yang harus dimiliki
oleh seseorang untuk mengontrol
emosi.
Mood yang baik terbukti sangat
penting dalam suatu kelompok,
dimana kemampuan seseorang sangat
diutamakan untuk menggerakkan
kinerja yang lebih baik lagi antara
anggota yang satu dengan yang lain
dalam satu kelompok, yang bisa
membuat suasana menjadi lebih hidup
(bergairah) dan kooepratif dalam hal
dalam
menentukan
keberhasilan
bersama dalam berkelompok tersebut.
METODOLOGI
Variabel penelitian
Penelitian ini terdiri dari tiga
variabel yaitu dua variabel bebas (X1
dan X2) dan satu variable terikat (Y).
Variable bebas dalam penelitian ini
Jurnal Soul, Vol .6, No 2, September 2013
adalah kecerdasan emosi (X1) dan
mood (X2),
dan variable terikat
adalah kinerja karyawan Departemen
Production Control PT. Denso
Indonesia, Cibitung.
Bentuk paradigma penelitian
yang dilakukan penulis adalah :
X1
Kec
Y
erd
Ki
X2
asa
ner
Mo
n
ja
od
Em Untuk
melihat
Ka apakah
osio bebas kecerdasan
variabel
ryaemosi dan
mood
nal berkorelasi dan mempengaruhi
wa
secara sendiri-sendiri terhadap
kinerja
n
karyawan Departemen Poduction
Control PT.Denso Indonesia, Cibitung
digunakan teknik korelasi Product
Moment Pearson. Untuk melihat
apakah variabel bebas kecerdasan
emosi dan mood secara bersama-sama
berkorelasi
dan
mempengaruhi
variabel terikat kinerja karyawan
Departemen
Product
Kontrol
PT.Denso
Indonesia,
Cibitung
digunakan teknik korelasi ganda.
Populasi dan Sample
Populasi yang digunakan
dalam penelitian terbatas (finit) dan
bersifat homogen. Populasi finit yaitu
populasi yang memiliki sumber data
yang jelas batasan-batasannya secara
kuantitatif sehingga dapat dihitung
jumlahnya
(
Bungin,
2004).
Sedangkan populasi yang bersifat
homogen adalah keseluruhan individu
yang memiliki sifat- sifat yang relative
sama antara satu dengan yang lainnya
(Bungin, 2006).
Metode pengambilan sampel
yang digunakan adalah teknik
83
Magdalena Hanoum dan Irma Rosmiyanti
proporsional random sampling. Alasan
peneliti menggunakan proposional
random sampling adalah memberikan
peluang yang sama bagi setiap
anggota populasi untuk dipilih
menjadi sampel (Hadi 1996).
Teknik random sampling yang
dipergunakan adalah dengan cara
undian. Langkah pertama adalah
mendatanama- nama yang terdapat
pada populasi dari tiap bagian
departemen Product Control PT.
Denso Indonesia. Dari populasi tiap
bagian diambil sampel sebanyak 60%.
Sampel penelitian dipilih secara acak
oleh yang bertanggung jawab pada
bagian tempat kerja tersebut (Leader).
Proporsional adalah dimana tiap-tiap
sub populasi mendapat bagian atau
kesempatan yang sama untuk menjadi
sampel dalam penelitian.
Berdasarkan kriteria sampel di
atas maka diperoleh distribusi
sampling sebagai berikut:
diri sendiri, mengenali emosi orang
lain (empati), dan bekerjasama dengan
orang lain.
Skala mood dikembangkan
oleh peneliti mengacu pada teori dari
Dennis Greenberger dan Padesky
(2009) dalam bukunya yang berjudul
Mind over Mood . Ada empat aspek
yang
digunakan
dalam
untuk
mengukur suasana hati (mood) yaitu:
lingkungan , fisik, perilaku, dan
pemikiran.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Subyek
dengan
kategori
kecerdasan emosional sedang 34
orang ( 40%). Subyek dengan kategori
kecerdasan emosional tinggi sebanyak
51 orang (60% ). Tidak ditemukan
subjek dengan kecerdasan emosional
yang rendah.
Kecerdasan emosional
Subjek
Rendah
Sedang
Tinggi
Karyawan
Production
0
34
51
Control
Tabel 1. Kategorisasi Tingkat Kecerdasan
Emosional
Instrumen Penelitian
Untuk mengukur sejauh mana
kecerdasan emosional dipahami oleh
karyawan
Departemen
Product
Control PT. Denso Indonesia Cibitung
digunakan
Skala
Kecerdasan
Emosional yang dikembangkan oleh
peneliti dengan mengacu pada teori
Kecerdasan Emosional dari Goleman
(2002). Skala kecerdasan emosional
terdiri dari aspek: mengenali emosi
diri, mengelola emosi diri, memotivasi
84
Hasil pengumpulan data untuk
kategori level mood didapat bahwa
subyek dengan kategori mood sedang
sebanyak 49 ( 57%). Subyek dengan
kategori mood tinggi sebanyak 35
orang ( 41%) dan hanya 1 orang
subyek dengan mood yang rendah (
2%).
Jurnal Soul, Vol. 6, No.2, September 2013
Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dan Mood dengan Kinerja Karyawan
Departemen Production Control PT. Denso Indonesia
Level Mood
Subyek
Karyawan
Production
Control
Rendah
Sedang
Tinggi
1
49
35
Tabel 2: Kategorisasi Tingkat Mood
Data hasil kinerja karyawan
menunjukkan bahwa terdapat subyek
dengan nilai A sebanyak 2 orang,
nilai B ada 11 orang, nilai C 24 orang
,nilai D 4 oang dan untuk nilai E
sebanyak 44 orang. Kategorisasi ini
sesuai
dengan
system
kriteria
penilaian kinerja karyawan yang
sudah ada pada PT. Denso Indonesia.
Nilai
frekuensi
(%)
A
2
2,35
B
11
12,94
C
24
28,24
D
4
4,71
E
44
51,76
TOTAL
85
100
Tabel 3. Frekuensi Kinerja Karyawan
Departemen Production Control
Hubungan Kecerdasan Emosional
dengan Kinerja Karyawan
Berdasarkan hasil perhitungan
dan uji signifikansi kolerasi product
moment antara variable kecerdasan
emosional (X1) dengan variable
kinerja karyawan (Y) diperoleh
koefisien korelasi Product Moment
Pearson sebesar 0,228 dan significant
pada level 0.05. Koefisien korelasi
bertanda positif artimya semakin
tinggi tingkat kecerdasan emosional
karyawan maka semakin rendah tinggi
Jurnal Soul, Vol .6, No 2, September 2013
pula kinerja karyawan Departemen
Product Control PT.Denso Indonesia.
Demikian pula sebaliknya, semakin
rendah tingkat kecerdasan emosional
maka
semakin
rendah
kinerja
karyawan.
Hubungan level Mood dengan
Kinerja Karyawan
Berdasarkan hasil perhitungan
dan uji signifikansi kolerasi product
moment antara variable mood (X2)
dengan variable kinerja karyawan (Y)
didapat koefisien kolerasi yang
didapat 0,056. Namun uji koefisien
kolerasi menunjukkan bahwa korelasi
ini tidak signifikan pada level 0,05.
Artinya tidak ada hubungan antara
mood dengan kinerja karyawan.
Kecerdasan Emosional dan Mood
dengan Kinerja Karyawan
Dari hasil perhitungan kolerasi
ganda dan uji signifikansi antara
variable kecerdasan emosional (X1)
dan variable mood (X2) dengan
kinerja karyawan (Y) diperoleh
koefisien korelasi berganda sebesar
0,257 dan signifikan pada level 0,05
Artinya terdapat kolerasi positif antara
kecerdasan emosional dan mood
secara bersama-sama dengan kinerja
karyawan.
Diskusi
Tingkat kecerdasan emosional
karyawan departemen production
control PT. Denso Indonesia berada
pada kategori tinggi sebesar 60% dan
40% sisanya berada pada kategori
sedang. Artinya lebih dari separuh
karyawan departemen product control
PT.Denso
memiliki
kecerdasan
emosional yang tinggi. Kecerdasan
emosional dipengaruhi oleh jasmani
85
Magdalena Hanoum dan Irma Rosmiyanti
fisik dan kesehatan individu. Jasmani
yang sehat mempengaruhi kecerdasan
emosional menjadi lebih baik. Hal ini
selaras dengan peraturan PT.Denso
Indonesia dalam upaya meningkatkan
kesehatan jasmani para karyawan
yaitu dengan menganjurkan seluruh
karyawan melakukan senam ringan
selama 5 menit sebelum bekerja. PT.
Denso Indonesia mensupport dan
memberi
fasilitas
penuh
bagi
karyawan untuk mengembangkan
bakat dalam bidang olah raga.
Faktor
lingkungan
dimana
perusahaan sangat mengutamakan
keselamatan dan kenyamanan dalam
bekerja turut menyumbang pada
tingginya taraf kecerdasan karyawan.
PT.Dendo
Indonesia
memberi
kebebasan berekspresi bagi para
karyawan
dalam
improvement
kenyamanan
bekerja
untuk
menciptakan kemudahan serta kondisi
lingkungan yang diinginkan saat
bekerja.
Tingkat mood pada karyawan
departemen production control PT.
Denso Indonesia berada pada kategori
tinggi sebesar 41 %, kategori sedang (
57%) dan rendah hanya 2%. Artinya
sebagian besar
(hampir seluruh)
karyawan memiliki kemampuan yang
baik dalam mengelola suasana hati
(mood).
Kemampuan
mengelola
suasana hati (mood) lebih banyak
ditemukan pada pria dibandingkan
dengan wanita. Menurut penelitian
salah satu alasannya adalah bahwa
pria lebih banyak melakukan kegiatan
yang mampu mengalihkan gangguan
suasana hati (mood). Sebaliknya
wanita memiliki keterbatasan untuk
melakukan berbagai aktivitas yang
mampu mengalihkan perhatian dari
gangguan mood. Sampel dalam
86
penelitian ini sebagian besar adalah
pria (83,53%).
Sebagian dari Kinerja karyawan
departemen production control PT.
Denso Indonesia berada pada kategori
rendah ( 56%). Sebesar 44 % berada
pada tingkat kinerja sedang dan baik.
Kinerja yang rendah kemungkinan
disebabkan oleh berbagai faktor,
diantaranya adalah:
Karyawan tidak memenuhi standar
criteria evaluationyang sudah menjadi
ketetapan baku oleh perusahaan,
diantaranya adalah:
1. Achievement (Result) : Tarket
yang dicapai dibawah 85%, sering
membuat barang No Good, serta
banyak
tugas
yang
tidak
terselesaikan tepat waktu.
2. Ability (Process) : Adanya
pelanggaran Standart Operational
Production (SOP).
3. Attitude:
Karyawan
sering
terlambat, mangkir, dan ketidak
hadiran karena sakit lebih dari
10%.
Sebab lain dapat menyebabkan
rendahnya hasil evaluasi kinerja
karyawan PT.Denso Indonesia adalah
adanya peraturan perusahaan yang
kurang mendukung dalam memotivasi
karyawan untuk mencapai kinerja
tinggi. Perusahaan menetapkan quota
penilaian bagi setiap karyawan dalam
suatu departemen, sehingga tidak
memungkinkan seluruh anggota dalam
suatu departemen mendapat penilaian
baik dalam setiap tahunnya. Jika tahun
ini karyawan tersebut mendapat
penilaian baik, maka untuk tahun
depan karyawan tersebut harus
mendapat penilaian rendah meskipun
achievement (result), ability (process),
dan attitude dinilai baik.
Jurnal Soul, Vol. 6, No.2, September 2013
Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dan Mood dengan Kinerja Karyawan
Departemen Production Control PT. Denso Indonesia
Kolerasi antara kecerdasan
emosional dan kinerja karyawan
menunjukkan hasil yang positif dan
signifikan.
Ada
kolerasi
yang
signifikan
antara
kecerdasan
emosional dengan kinerja karyawan.
Kinerja karyawan pada departemen
production control sangat dipengaruhi
oleh kecerdasan emosional. Dengan
kecerdasan emosional para karyawan
yang berada pada kategori tinggi
(sebanyak 51%) hasil evaluasi kinerja
karyawan juga menunjukkan tingkat
kinerja yang sedang-tinggi sebesar 44
%.
Hasil penelitian ini mendukung
apa yang dikatakan oleh Agustian
(2001) bahwa keberadaan kecerdasan
emosional yang baik akan membuat
seorang
karyawan
menampilkan
kinerja dan hasil kerja yang lebih baik.
Penelitian lain yang sesuai dengan
hasil penelitian ini adalah penelitian
yang dilakukan oleh Boyatzis (1999)
dan
Chermiss
(1998),
hasil
penelitiantersebut menunjukan bahwa
karyawan yang memiliki skor
kecerdasan emosi yang tinggi akan
menghasilkan kinerja yang lebih baik
yang dapat dilihat dari bagaimana
kualitas dan kuantitas yang diberikan
karyawan
tersebut
terhadap
perusahaan.
Meskipun ada sedikit perbedaan
sebesar 7% antara kecerdasan
emosional dan kinerja karyawan. Hal
ini disebabkan karena peraturan
perusahaan yang menetapkan sistem
kuota dalam penilaian kinerja
karyawan.
Sehingga
sejumlah
karyawan yang seharusnya mendapat
evaluasi kinerja baik/tinggi untuk
setiap tahunnya menjadi berkurang,
disebabkan
karena
peraturan
perusahaan tersebut yang mengatur
Jurnal Soul, Vol .6, No 2, September 2013
dengan sisten kuota untuk evaluasi
kinerja karyawannya.
Koefisien korelasi variabel
mood dengan kinerja karyawan
menunjukkan hasil uji yang tidak
signifikan. Artinya tidak ada kolerasi
yang signifikan antara suasana
hati(mood) karyawan PT. Denso
Indonesia dengan kinerja mereka.
Karyawan
departemen
product
Control PT. Denso Indonesia sebagian
besar adalah pria, dimana mereka
lebih mampu mengelola suasana hati
(mood) saat bekerja. Hal ini selaras
dengan kajian kamus Oxford, mood
merupakan suasana hati atau jiwa pada
saat tertentu, bisa dalam keadaan baik
(good mood) maupun buruk (bad
mood).
Oleh
karena
itu,dapat
disimpulakan bahwa mood bisa
dikondisikan dengan memperbaikinya
dan meningkatkannya dalam segala
aktifitas, termasuk dalam pekerjaan.
Disamping itu, keberhasilan
dalam mencapai kinerja terbaik
perusahaan tidak hanya tergantung
kepada suasana hati (mood), banyak
faktor
penting
lainnya
seperti
:kecerdasan,
pengetahuan,
keterampilan,
etika,
integritas,
kestabilan emosi, motivasi, gairah,
persepsi, niat, dan pikiran positif dari
para karyawan untuk berkontribusi
secara total memberikan kinerja
terbaiknya kepada perusahaan.
Antara variabel kecerdasan
emosi dan mood dengan kinerja
karyawan diperoleh koefisien kolerasi
0,257 dan signifikan pada level 0,05.
Artinya secara bersama- sama
kecerdasan emosional dan mood
memiliki hubungan dengan kinerja
karyawan departemen production
control PT. Denso Indonesia.
87
Magdalena Hanoum dan Irma Rosmiyanti
Simpulan dan saran
Simpulan
Tingkat kecerdasan emosional
karyawan departemen production
control PT. Denso Indonesia berada
pada kategori tinggi sebesar 60% dan
40% sisanya berada pada kategori
sedang. Artinya lebih dari separuh
karyawan departemen product control
PT.Denso
memiliki
kecerdasan
emosional yang tinggi.
Kecerdasan emosional yang
baik akan membuat seorang karyawan
menampilkan kinerja dan hasil kerja
yang lebih baik. Hal ini berlaku pada
karyawan pada departemen production
control PT.Denso Indonesia. Dengan
kecerdasan emosional para karyawan
yang berada pada kategori tinggi
(sebanyak 51%) hasil evaluasi kinerja
karyawan juga menunjukkan tingkat
kinerja yang sedang-tinggi sebesar 44
%.
Ada sedikit perbedaan antara
level kecerdasan dengan kinerja
disebakan karena diberlakukannya
sistem kuota untuk evaluasi kinerja
karyawan. Hal ini mempengaruhi
peluang karyawan untuk mendapatkan
evaluasi kinerja kategori baik/tinggi
menjadi lebih kecil.
Tidak ada korelasi antara Mood
dengan kinerja karyawan Departemen
Production Control PT. Denso
Indonesia. Banyak faktor lain yang
mempengaruhi kinerja karyawan
selain mood, diantaranya; kecerdasan,
pengetahuan, keterampilan, etika,
integritas, kestabilan emosi, dan
motivasi.
Ada korelasi antara kecerdasan
emosi dan mood secara bersama-sama
terhadap kinerja karyawan. Hal ini
dimungkinkan
karena
mood
88
merupakan keadaan emosi pada suatu
waktu, sehingga ikut mempengaruhi
kecerdasan emosi karyawan. Yang
pada akhirnya memberi sumbangan
kepada kecerdasan emosi untuk
mempengaruhi kinerja karyawan
departemen product control PT.Denso
Indonesia.
Saran
1) Perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut untuk mengungkapkan
faktor- faktor lain yang dapat
memberikan konstribusi terhadap
peningkatan kinerja karyawan
diluar faktor kecerdasan emosi
dan mood.
2) Perlu ditingkatkan kebijakan
perusahaan lainnya yang memberi
kebebasan
berekspresi
bagi
karyawan untuk bekerja dalam
lingkungan yang nyaman.
3) Perlu meninjau peraturan sistem
kuota untuk evaluasi kinerja
karyawan. Sistem kuota evaluasi
kinerja ini cenderung merugikan
karyawan, karena memperkecil
peluang karyawan dengan kinerja
baik mendapat evaluasi dengan
kinerja sedang. Karyawan yang
seharusnya mendapat predikat
karyawan dengan kinerja baik
menjadi mendapatkan predikat
sedang.
Hal
ini
akan
mempengaruhi motivasi kerja
karyawan
sehingga
mempengaruhi kinerja karyawan
secara keseluruhan. Yang pada
akhirnya akan berdampak pada
menurunnya kinerja peruahaan
secara keseluruhan.
Jurnal Soul, Vol. 6, No.2, September 2013
Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dan Mood dengan Kinerja Karyawan
Departemen Production Control PT. Denso Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Agustian, Ary Ginanjar
2001.
Rahasia Sukses Membangun
Kecerdasan
Emosi
dan
Spiritual (ESQ). Arga Wijaya
Persada, Jakarta.
Anthony Dio Martin. 2000. Aplikasi
EQ Based HR Management
System. Majalah Manajemen.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan
Praktik. Jakarta : Rineka
Cipta.
Azwar, Saifudin. (1997). Reliabilitas
dan Validitas. Yogyakarta :
Pustaka BalajarOffset.
Azwar, Saifudin. 2008. Penyusunan
Skala Psikologi. Cetakan X.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Cooper, R.K., dan Sawaf, A. 1999 .
Executive EQ: kecerdasan
emosional
dalam
kepemimpinan
dan
organisasi. Alih Bahasa:
Widodo Gramedia Pustaka
Utama Jakarta.
Dessler, G. 1997. Manajemen Sumber
Daya Manusia. Alih bahasa :
Benyamin
Molan,
PT.
Prenhallindo, Jakarta.
Goleman, Daniel. (2000). Emitional
Intelligence
(terjemahan).
Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama.
Kerlinger, Fred N. (1990). Asas-Asos
Penelitian Behavioral. Gadjah
. Mada University Press,
Yogyakarta.
Maslim, Rusdi. 2001. Buku Saku
Diagnosis Gangguan Jiwa,
PPDGJ III. PT. Nuh Jaya,
Jakatra.
Mathis, R,L, dan Jackson. 2002.
Manajemen Sumber Daya
Jurnal Soul, Vol .6, No 2, September 2013
Manusia. Jilid 1 dan 2, Alih
bahasa : Bayu Brawira,
Salemba Empat, Jakarta.
Mohammad, As’ad. 1999. Psikologi
Industri: Seri Ilmu Sumber
Daya
Manusia.
Liberty,
Yogyakarta.
Robbins, S, P. 1996. Perilaku
Organisasi, PT. Prehallindo,
Jakarta
Santoso, singgih (2000). Buku Latihan
SPSS Statistik Parametrik.
Jakarta : PT. Elex Media
Komputindo.
Saphiro, Lawrence E. (1998).
Mengajarkan
Emotional
Intelligence
Pada
Anak.
Jakarta : Gramedia.
Schuller, R,S, dan Jackson, SL. 1996.
Manajemen Sumber Daya
Manusia : Menghadapi Abad
21, Ed.6, jilid.2, Alih Bahasa :
Abdul Rosyid SS, Erlangga,
Jakarta.
Sembiring. Jimmy Joses. 2010. Smart
HRD: Perusahaan Tenang,
Karyawan Senang. Cetakan 1.
Jakarta: Visimedia.
Siti Fatimah Nurhayati. 2000.
Kontribusi Sumber Daya
Manusia Terhadap Kinerja
Perusahaan
:
Masihkah
Diperlukan. Telaah Bisnis,
Vol.1, No, 1, Juli.
Siti Habibah. 2001, Meningkatkan
Kinerja Melalui Mekanisme
360 Derajat. Telaah Bisnis,
Vol.2, No.1. p.27-3
Simamora, H, 1997, Manajemen
Sumber Daya Manusia, Badan
Penerbit YKPN, Yogyakarta.
Sutrisno Hadi. 2001. Metodologi Reset
II,
Fakultas
Psikologi
Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
89
Magdalena Hanoum dan Irma Rosmiyanti
Yuninigsih. 2002.
Membangun
Komitmen dan Menciptakan
Kinerja
Sumber
Daya
Manusia Untuk Memperoleh
Keberhasilan
Perusahaan.
Fokus Ekonomi Vol.1 No.1
April 2002
Sumber internet:
Meyer, J. 2000. EQ dan Kesuksesan
Kerja.
http://www.e-psikologi.com,
12 Desember 2004
Motivasi Islami. (2010). Belajar
Kecerdasan Emosional.
http://www.motivasiislami.com/belajarkecerdasan-emosi
Mypotik. 2011. Menjaga Suasana
Hati Tetap Positif.
http://www.blogspot.com/.../
menjaga-suasana-hati-tetappositif.
Niahidayati.2009. Cara Memperbaiki
Dan Meningkatkan Mood.
http;//www.google.com/ cara
memperbaiki
dan
meningkatkan mood.
Shovoong. 2011. Pengertian Suasana
Hati
http://www.shvoong.com/
pengertian-suasana-hati/
Wikipedia. Kecerdasan emosional.
http:// www.wikipedia.com
Younone .(2011). Mengelola Emosi
ditempat Kerja.
http://www.portalhr.com
Yuli, S. (2004). Kinerja aparatur
pemerintah
masih
memprihatinkan.
http://www.suaramerdeka.co
m.
90
Jurnal Soul, Vol. 6, No.2, September 2013
Download