BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Berbicara tentang

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
I. 1 Latar Belakang
Berbicara tentang kehidupan perempuan tidak akan pernah habisnya.
Terlebih tentang perempuan yang hidup dalam kemiskinan. Ada begitu banyak
perempuan yang merasa harus pasrah hidup dalam kemiskinan dan mengikuti
kehendak suami untuk hidup dalam situasi seperti itu. Padahal sebenarnya
perempuan dapat melakukan sesuatu untuk dapat memperbaiki kehidupan dan
menyokong suami.
Perempuan adalah kelompok yang paling dirugikan akibat kegagalan
pembangunan. Ketika angka kemiskinan semakin tinggi, perempuan tetap
berusaha untuk dapat bertahan dan dapat menghidupi keluarga. Tidak jarang fakta
memperlihatkan, seorang perempuan beserta beberapa orang anaknya yang masih
kecil-kecil ditinggal pergi oleh suaminya. Lantas perempuan tersebut harus
berjuang sendiri untuk melanjutkan hidupnya dan anak-anaknya. Sedikit
beruntung, sang suami adalah suami yang baik, namun tak berdaya secara
ekonomi. Maka perempuan bangkit sebagai perempuan perkasa, membangun dan
memperbaiki ekonomi keluarga untuk kelangsungan hidup anak-anaknya. Apa
yang dialami oleh perempuan tersebut, semua disebabkan karena kemiskinan.
Perempuan yang hidup dalam kemiskinan dianggap tidak dapat berbuat
banyak untuk kelangsungan hidup. Mereka diandalkan untuk mengasuh anak
namun tidak sedikit juga yang turut bekerja demi keluarga karena dirasa
pendapatan suami sangat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Meskipun tidak bisa baca-tulis, perempuan miskin memandang jauh ke depan dan
Universitas Sumatera Utara
bekerja keras untuk membebaskan diri dan keluarganya dari kemiskinan.
Perempuan lebih memperhatikan dan lebih menyiapkan kehidupan yang lebih
baik bagi anak-anaknya. Ketika seorang ibu dari keluarga miskin memperoleh
penghasilan, hal pertama yang dipikirkannya adalah anak-anaknya. Biaya hidup
dan pendidikan anak-anaknya adalah prioritas utama baginya disbanding
keperluan dirinya sendiri. Rumah tangga adalah prioritas kedua. Perkakas rumah
tangga atau memperbaiki rumah baru akan dipikirkannya setelah kebutuhan anakanaknya terpenuhi. Berbeda denganlelaki yang lebih memprioritaskan kebutuhan
dirinya sendiri.
Tingkat pendidikan juga sangat mempengaruhi kebijakan perempuan
dalam keluarga dan tingkat kemandirian perempuan itu sendiri. Terlebih lagi pada
perempuan miskin. Banyak perempuan yang memang pada akhirnya belajar dari
kejadian-kejadian seperti itu dan menyadari bahwa kehidupan tidak akan lebih
baik apabila ia hanya diam dan tidak berusaha untuk memperbaikinya.
Perempuan akan terus mencari cara untuk menyokong kehidupannya. Ia
lebih banyak belajar untuk mendapatkan keterampilan yang lebih banyak lagi dan
mengenali kemampuannya sendiri. Mencari wadah yang mampu membimbing
dan membantu mereka untuk dapat lebih bijak membenahi keuangan keluarga dan
tidak selalu bergantung kepada suami. Untuk itulah perempuan cenderung ikut
serta sebagai anggota dalam suatu organisasi, yayasan atau bahkan kumpulan
pengajian yang mengedepankan kepentingan perempuan itu sendiri. Baik
perempuan dari kalangan atas atau dari kalangan bawah sekalipun.
Perempuan berusaha untuk dapat bangkit dengan berusaha mendapatkan
wawasan yang dapat meningkatkan kreativitas mereka dalam hal meningkatkan
Universitas Sumatera Utara
taraf hidup keluarganya. Patricia Aburdene dan John Naisbitt dalam Megatrends
for Women (1992) menjelaskan bahwa perempuan saat ini memang sedang
memasuki fase kebebasan yang harus diartikan sebagai bangkitnya kesadaran,
lahirnya kepeloporan baru, dan pengungkapan seksisme (Pembayun, 2009:92).
Karena itu perempuan sekarang menuntut untuk memiliki ruang yang lebih bebas
untuk mampu melahirkan sesuatu yang baru dan berarti. Perempuan juga berusaha
untuk melepaskan diri dari stereotipnya sebagai perempuan “perayu” dan lemah
dan beralih menjadi perempuan yang kuat dan mandiri.
Lembaga Swadaya Masyarakat dapat menjadi wadah bagi usaha
pemberdayaan masyarakat terutama perempuan. Mereka yang aktif terlibat di
dalammya akan melakukan berbagai usaha agar perempuan-perempuan tudak lagi
bergantung kepada laki-laki dan dapat secara mendiri memenuhi kebutuhannya
dan keluarganya.
Perempuan dalam suatu yayasan atau organisasi yang menjadi target
pemberdayaan oleh suatu LSM pasti akan pernah mengikuti kegiatan penyuluhan
yang biasa diadakan oleh yayasan atau organisasi dengan menggunakan tenaga
lapangannya sebagai penyuluh. Mereka akan mendapatkan berbagai pengetahuan
dan informasi dari penyuluhan tersebut. Terlebih dari para perempuan yang
berasal dari lingkungan kemiskinan. Berbagai informasi yang mereka terima akan
mereka manfaatkan dalam kehidupan sehari-hari untuk meningkatkan taraf hidup
mereka sendiri.
Tenaga lapangan sebagai penyuluh akan memainkan peran yang sangat
penting dan sangat besar dalam mendorong mereka untuk mau mengubah
kehidupan mereka sendiri ke arah yang lebih baik lagi. Mereka memberikan
Universitas Sumatera Utara
pengetahuan atau bahkan bimbingan untuk dapat memberdayakan perempuan
yang berasal dari keluarga miskin.
Umumnya ibu-ibu rumah tangga dengan sendirinya akan merasa terbantu
dengan berbagai penyuluhan yang mereka dapatkan. Disinilah tenaga lapangan
memainkan peranan yang penting. Tenaga lapangan bertugas membawa ‘angin’
perubahan ke dalam kehidupan yang lebih berarti lagi kepada para perempuan
tersebut. Tidak salah apabila tenaga lapangan atau penyuluh dianggap sebagai
agen perubahan bagi suatu kelangsungan hidup suatu kalangan masyarakat.
Lembaga Swadaya Masyarakat Yayasan untuk Perempuan Perkotaan
Medan (YP2M) adalah yayasan yang beranggotakan perempuan-perempuan yang
sudah berkeluarga. Yayasan untuk Perempuan Perkotaan Medan terdiri atas 5
kelompok yaitu kelompok Halat, kelompok Karya Wisata, kelompok Permai,
kelompok Karya Tani, dan kelompok Sari Rejo. Yayasan ini bertujuan agar dapat
memberdayakan perekonomian perempuan dan bergerak dalam hal memberi
bantuan modal kepada anggota-anggotanya yang bekerja sebagai penjual jamu.
Namun, tidak hanya sekedar itu saja, yayasan ini tetap memiliki program-program
yang bertujuan untuk memberdayakan perempuan, seperti Sosialisasi Pemilu,
bagaimana cara berpidato yang baik dan benar, pelatihan pengelolaan keuangan
keluarga, periksa kesehatan dan lain-lain.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan tersebut tetap didampingi oleh tenaga
lapangan yang akan memberikan bimbingan, informasi dan pengetahuan kepada
anggota binaannya. Sebelum di rekrut menjadi tenaga lapangan untuk yayasan ini,
terlebih dahulu harus sudah tertanam rasa tertarik pada dunia keperempuanan
yang menjadi fokus yayasan ini. Tenaga lapangan YP2M ini harus mampu
Universitas Sumatera Utara
mempelajari situasi lapangan, mendampingi kelompok, membuat program kerja
dan membantu mengatasi masalah kelompok. Disinilah tenaga lapangan harus
mampu menjadi seorang agen perubahan yang akan membawa perubahan yang
berarti bagi kehidupan anggotanya. Mereka membuat perubahan dalam bentuk
meningkatkan perekonomian dan pengetahuan anggotanya.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengangkat masalah
tentang peranan tenaga lapangan sebagai agen perubahan terhadap pemberdayaan
perempuan di Yayasan untuk Perempuan Perkotaan Medan.
I. 2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti tertarik
merumuskan masalah sebagai berikut “Bagaimanakah peranan tenaga lapangan
sebagai agen perubahan terhadap pemberdayaan perempuan di Yayasan untuk
Perempuan Perkotaan Medan?
I. 3 Pembatasan Masalah
Untuk menghindari permasalahan yang terlalu luas sehingga dapat
mengaburkan penelitian, maka penulis melakukan pembatasan masalah sebagai
berikut:
a. Penelitian ini menggunakan studi kasus, yaitu kasus tentang tenaga
lapangan sebagai agen perubahan dan pemberdayaan perempuan.
Universitas Sumatera Utara
b. Penelitian ini hanya melihat peran tenaga lapangan sebagai agen
perubahan terhadap pemberdayaan perempuan.
c. Subjek penelitiannya adalah tenaga lapangan Yayasan untuk
Perempuan Perkotaan Medan.
d. Penelitian ini hanya menyertakan anggota binaan sebagai bahan untuk
menguji keberhasilan peran tenaga lapangan sebagai agen perubahan.
I. 4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
I.4.1 Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui bagaimana usaha pemberdayaan perempuan di kota
Medan khususnya di Yayasan untuk Perempuan Perkotaan Medan
(YP2M).
b. Untuk mengetahui bagaimana tenaga lapangan melaksanakan peran
seorang agen perubahan bagi masyarakat terutama perempuan.
c.
Untuk mengetahui peranan tenaga lapangan sebagai agen perubahan
terhadap pemberdayaan perempuan pada Yayasan untuk Perempuan
Perkotaan Medan.
I.4.2 Manfaat Penelitian
a. Secara akademis, penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi
dan memperkaya sumber bacaan di lingkungan Fisip USU, khususnya
Ilmu Komunikasi Fisip USU.
b. Secara praktis, penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi pihak
yang membutuhkan pengetahuan berkenaan dengan penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
c. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
penulis mengenai tentang agen perubahan dan pemberdayaan
perempuan.
I. 5 Kerangka Teori
Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir
dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu perlu disusun kerangka
teori (Nawawi, 1995:39). Kerangka teori merupakan landasan berpikir untuk
menggambarkan dari sudut mana peneliti melihat masalah yang akan diteliti.
Teori merupakan hubungan kausal,logis dan sistematis antara dua atau
lebih konsep. Jadi teori adalah penjelasan gejala: konsep atau variabel yang
terpengaruh. (Suyatno, 2005:34-35). Dengan adanya kerangka teori akan
mempermudah peneliti dalam menaganalisis masalah.
I. 5. 1 Agen Perubahan
Usaha-usaha pembangunan suatu masyarakat selalu ditandai oleh adanya
sejumlah orang yang mempelopori, mengerakkan, dan menyebarluaskan proses
perubahan tersebut. Agen perubahan lazim juga disebut dengan istilah “agent of
change”. Menurut Rogers dan Shoemaker, agen perubahan merupakan petugas
professional yang mempengaruhi putusan inovasi klien menurut arah yang
diinginkan oleh lembaga perubahan. Jadi, semua orang yang bekerja untuk
mempelopori, merencanakan, dan melaksanakan perubahan sosial adalah
termasuk agen perubahan. Dalam kenyataan sehari-hari, maka sejak mereka yang
Universitas Sumatera Utara
bekerja sebagai perencana pembangunan, hingga para petugas lapangan, pamong,
guru, penyuluh dan lainnya adalah agen-agen perubahan (Nasution, 2004:127).
Duncan dan Zaltman dalam Komunikasi Pembangunan: Pengenalan Teori
dan Penerapannya mengemukakan kualifikasi dasar agen perubahan, yakni tiga
yang utama di antara sekian banyak kompetensi yang mereka miliki. Yaitu:
1) Kualifikasi teknis, yakni kompetensi teknis dalam tugas spesifik dari
proyek perubahan yang bersangkutan.
2) Kemampuan administratif, yaitu persyaratan administratif yang paling
dasar dan elementer, yakni kemauan untuk mengalokasikan waktu
untuk persoalan-persoalan yang relatif menjelimet (detalied).
3) Hubungan antarpribadi. Suatu sifat yang paling penting adalah empati,
yaitu kemampuan seseorang untuk mengidentifikasikan diri dengan
orang lain, berbagi akan perspektif dan perasaan mereka dengan
seakan-akan mengalaminya sendiri.
Menurut Rogers dan Shoemaker, agen perubahan berfungsi sebagai mata
rantai komunikasi antar dua atau lebih sistem sosial (Nasution, 2004:128).
Peranan utama seorang agen perubahan adalah:
1) Sebagai katalisator, menggerakkan masyarakat untuk mau melakukan
perubahan.
2) Sebagai pemberi pemecahan persoalan.
3) Sebagai pembantu proses perubahan: membantu dalam proses
pemecahan masalah dan penyebaran inovasi, serta member petunjuk
mengenai bagaimana:
a. Mengenali dan merumuskan kebutuhan
Universitas Sumatera Utara
b. Mendiagnosa permasalahan dan menentukan tujuan
c. Mendapatkan sumber-sumber yang relevan
d. Memilih dan menciptakan pemecahan masalah
e. Menyesuaikan dan merencanakan pentahapan pemecahan
masalah
4) Sebagai penghubung (linker) dengan sumber-sumber yang diperlukan
untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
Keseluruhan peran agen perubahan dapat dikelompokkan menjadi peran
yang laten dan yang manifes (O’Gorman, 1976) (Nasution, 2004:129).
Peran yang Manifes
Peran yang manifes adalah peran yang kelihatan “di permukaan” dalam
hubungan antara agen perubahan dengan kliennya dan merupakan peran yang
dengan sadar dipersiapkan sebelumnya. Peran ini dapat dilihat dari tiga
persperktif yaitu sebagai penggerak, perantara, dan penyelesai (accomplisher).
Sebagai penggerak, peranan agen perubahan meliputi fungsi-fungsi fasilitator,
penganalisa, dan pengembang kepemimpinan.
Peran agen perubahan sebagai perantara meliputi fungsi-fungsi pemberi
informasi dan penghubung. Sedangakan peranannya sebagai pencapai hasil, agen
perubahan berfungsi sebagai pengorganisir, pengevaluasi, dan yang memantapkan
hasil.
Peran yang Laten
Hampir semua peran yang manifes dari agen perubahan di atas mempunyai
pasangan yang bersifat laten. Yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Sebagai pengembang kepemimpinan, seorang agen perubahan secara
laten dapat berperan selaku orang yang memobilisir atau orang yang
menbangkitkan kesadaran.
b. Selaku penganalisa, peranan agen perubahan dapat berupa dichotomizer
ataupun sebagai pembangun sejarah.
c. Sebagai pemberi informasi, agen perubahan secara laten dapat pula
berfungsi sebagai seseorang yang “person oriented share” yaitu
berusaha mencegah konsumerisme.
d. Sebagai penghubung, agen perubahan mungkin bisa berfungsi sebagai
modernizer ataupun sebagai syncretizer. Modernizer berusaha mencari
nilai-nilai dari industrialisasi melalui cara yang tidak membebankan.
Syncretizer memadukan hal-hal yang lama dan baru melalui
pembangunan yang bervariasi dan berpusat pada percaya pada diri
sendiri.
e. Selaku organizer, agen perubahan menjadi pendukung dari partisipasi
popular, atau sebagai promoter efisiensi.
f. Peran yang laten dari fungsi pengevaluasi seorang agen perubahan
adalah
kemungkinannya
menjadi
seorang
yang
berpandangan
kuantitatif atau kualitatif.
g. Selaku yang memantapkan hasil, peran yang laten dari agen perubahan
mungkin merupakan konflik antara ingin menyesuaikan diri dengan
sistem yang dominan atau ingin membebaskan diri dari struktur
kekuasaan (Nasution, 2004:131).
Universitas Sumatera Utara
I. 5.2 Komunikasi Penyuluhan
Hakikat komunikasi adalah proses pernyataan antarmanusia. Yang
dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan
menggunakan bahasa sebagai. Dalam ‘bahasa’ komunikasi pernyataan dinamakan
pesan (message), orang yang menyampaikan pesan disebut komunikator
(communicator) sedangkan orang yang menerima pernyataan diberi nama
komunikan (communicatee) (Effendy, 2003:28).
Komunikasi juga pasti terjadi dalam suatu penyuluhan. Komunikasi yang
terjadi adalah ketika tenaga lapangan sebagai komunikan memberi informasi atau
pengetahuan kepada anggota sebagai komunikan.
Dalam bahasa Indonesia, istilah penyuluhan berasal dari kata dasar “suluh”
yang berarti pemberi terang di tengah kegelapan. Samsudin menyebut penyuluhan
sebagai suatu usaha pendidikan non-formal yang dimaksudkan untuk mengajak
orang sadar dan mau melaksanakan ide-ide baru. Dari rumusan tersebut dapat
diambil tiga hal yang terpenting, yaitu: pendidikan. Mengajak orang sadar dan
ide-ide baru. Ketiga hal itu memang senantiasa melekat dalam kegiatan
penyuluhan, karena penyuluhan pada hakekatnya merupakan suatu langkah dalam
usaha mengubah masyarakat menuju keadaan yang lebih baik seperti yang dicitacitakan (Nasution, 1990:7).
Pada hakekatnya, penyuluhan adalah suatu proses komunikasi. Proses
yang dialami komunikan sejak mengetahui, memahami, meminati dan kemudian
menerapkannya dalam kehidupan nyata adalah suatu komunikasi. Kegiatan
penyuluhan akan berhasil apabila kedua belah pihak sama-sama siap
Universitas Sumatera Utara
melakukannya, baik penyuluh sebagai komunikator maupun orang yang disuluh
sebagai komunikan.
Penyuluhan merupakan suatu usaha menyebarluaskan hal-hal yang baru
agar masyarakat mau tertarik dan beminat untuk melaksanakannya dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan penyuluhan tersebut, masyarakat dididik, diberi
pengetahuan, informasi-informasi dan kemampuan baru agar mereka dapat
membentuk sikap dan berprilaku hidup menurut apa yang seharusnya. Selain itu,
dengan berbekal pengetahuan yang diperoleh melalui penyuluhan masyarakat
dapat meningkatkan taraf kesejahteraan hidupnya sendiri.
Seorang penyuluh tidak dengan mudah dapat melakukan perubahan pada
anggotanya. Pembentukan sikap dan perubahan perilaku pada diri manusia terjadi
secara bertahap dan bukan seketika atau instan. Masalah komunikasi yang
menonjol dalam suatu kegiatan penyuluhan di antaranya (Nasution, 1990:14):

Kompetensi komunikasi yang seharusnya dimiliki oleh seorang
penyuluh
Penyuluhan diartikan sebagai usaha menyebarluaskan dan mendidik ide
dan cara baru untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Penyuluhan dilakukan
oleh seorang penyuluh atau juga bisa disebut sebagai tenaga lapangan. Faktor
kredibilitas seorang penyuluh di mata khalayak dapat menentukan kompetensi
komunikasi seorang penyuluh.
Kompetensi komunikasi yang dimaksud dalam hal ini adalah sejumlah
kemampuan dasar dalam berkomunikasi yang harus dimiliki oleh seorang
penyuluh agar kegiatannya di tengah-tengah masyarakat dapat berjalan dengan
sebaik-baiknya.
Universitas Sumatera Utara
Kemampuan-kemampuan
berkomunikasi
yang
dipersyaratkan
bagi
seorang penyuluh antara lain (Nasution, 1990:14):
1) Dapat menjangkau khalayak yang menjadi komunikan
2) Menguasai bahasa yang dimengerti oleh khalayak
3) Berpenampilan yang dapat diterima oleh khalayak.

Sifat atau semangat kepemimpinan ssebagai agen perubahan
pada diri seorang penyuluh
Pembangunan suatu masyarakat selalu ditandai oleh adanya sejumlah
orang yang mempelopori, menggerakkan, dan meyebarluaskan proses perubahan
tersebut. Dalam kepustakaan ilmu sosial mereka dikenal dengan sebutan agen
perubahan. Menurut Rogers dan Shoemaker, agen perubahan adalah petugas
professional yang mempengaruhi keputusan inovasi para anggota masyarakat
menurut arah yang diinginkan oleh lembaga perubahan(Nasution, 1996:114).
Seorang penyuluh juga harus mampu membawa perubahan pada orangorang yang diberinya penyuluhan. Berbagai informasi dan pengetahuan yang
diberikannya dapat membawa perubahan dalam hidup orang banyak. Mereka
harus memilki rasa semangat bahwa suatu perubahan dapat dilakukan.

Teknik atau metode komunikasi yang efektif bagi kegiatan
penyuluhan
Umumnya dalam berbagai kegiatan penyuluhan yang dilakukan selalu
melakukan teknik komunikasi tatap muka. Begitu juga dalam pelaksanaan
kegiatan penyuluhan di Yayasan untuk Perempuan Perkotaan Medan, selalu
menggunakan komunikasi secara langsung atau tatap muka.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa pedoman bagi penyuluh ataupun tenaga lapangan dalam
melakukan komunikasi tatap muka menurut Assifi yang antara lain (Nasution,
1990:25):
a.
Berbicara dengan kata-kata yang mudah dimengerti oleh orang lain.
b.
Komunikasi adalah perbuatan berbagi. Maka antara kedua belah pihak
harus saling berdialog, saling bertukar ide dan informasi untuk
tercapainya tujuan bersama.
c.
Komunikasi adalah menyangkut rasa percaya dan rasa percaya hanya
dapat tumbuh apabila kita jujur mengenai diri sendiri dan mengenai
tujuan kita
d.
Komunikasi adalah saling medengarkan.
e.
Komunikasi adalah kejujuran.
f.
Komunikasi adalah umpan balik.
g.
Komunikasi lebih dari sekedar kata-kata. Ketika berkomunikasi
dengan orang lain, kita tidak hanya menggunakan kata-kata tapi juga
tubuh. Dengan tindakan non-verbal, kegiatan penyuluhan akan
menarik dan tidak membosankan.
I. 5.3 Pemberdayaan Perempuan
Pemberdayaan (empowerment) merupakan serangkaian upaya untuk
meningkatkan kemampuan dan memperluas akses terhadap suatu kondisi untuk
mendorong kemandirian yang berkelanjutan (tanggap dan kritis terhadap
perubahan) serta mampu berperan aktif dalam menentukan nasibnya sendiri,
Universitas Sumatera Utara
melalui penciptaan peluang yang seluas-luasnya agar mampu berpartisipasi
(www.pse.litbang.deptan.go.id/pdffiles/FAE25-2e.pdf).
Pemberdayaan
wanita
merupakan
upaya
penguatan
terhadap
ketidakberdayaan mereka agar mampu menolong diri sendiri, mandiri serta
mampu mengembangkan self reliance-nya. Pemberdayaan perempuan adalah
membuat perempuan menjadi berdaya atau mempunyai daya dengan cara
mendorong, memotivasi, dan membangkitkan potensi yang dimiliki secara
optimal. Ada begitu banyak program dan aktivitas yang dilakukan baik melalui
program pemerintah, swasta atau masyarakat untuk membangkitkan perempuan
menjadi
lebih
berdaya
atau
berpotensi
(http://www.bpplsp-
reg2.info/produk.php?id=5).
Mengutip apa yang dikatakan oleh John Naisbitt dan Patricia Abudene
dalam bukunya Megatrends 2000, bahwa pada dasa warsa 1990-an dan menjelang
memasuki abad ke 21 merupakan dasa warsa yang sangat penting bagi kehidupan
perempuan. Peranan perempuan akan semakin menonjol dan dibutuhkan, baik
sebagai sumber daya manusia, pemikir, maupun sebagai pengambil keputusan,
turut
meningkatkan
perhatian
masyarakat
terhadap
masalah
tersebut
(http://agusbwaceh.blogspot.com/2009/02/pemberdayaan-perempuan.html).
Menurut Sumodiningrat, sedikitnya ada tiga aspek yang dicakup dalam
memaknai pemberdayaan wanita yakni:
1. Menciptakan kondisi yang kondusif yang mampu mengembangkan
potensi wanita.
2.
Memperkuat potensi (modal) sosial wanita demi meningkat mutu
hidupnya.
Universitas Sumatera Utara
3. Mencegah dan melindungi wanita, serta mengentaskan ketertindasan
dan
kemarginalan
segala
bidang
kehidupan
mereka.(www.pse.litbang.deptan.go.id/pdffiles/FAE25-2e.pdf)
Perempuan dan lelaki pada dasarnya memiliki kedudukan yang sama.
Keduanya memiliki tugas dan kewajiban yang sama terhadap Tuhan penciptanya,
terhadap sesama manusia dalam masyarakat serta sama-sama mendapat hak dan
wewenang sesuai dengan amal perbuatan dan kedudukannya.
Pemberdayaan (empowerment) wanita diperlukan sebagai upaya untuk
peningkatan dan pengaktualisasian potensi diri mereka agar lebih mampu mandiri
dan berkarya, mengentaskan mereka dari keterbatasan pendidikan dan
ketrampilan, dan ketertindasan akibat perlakuan yang diskriminatif dari berbagai
pihak dan lingkungan sosial budaya. Diperlukan pula peningkatan daya serap dan
adopsi teknologi sebagai strategi pemberdayaan wanita dalam segala proses
pembangunan melalui peningkatan pendidikan, pembinaan dan pelatihan
keterampilan, teknologi tepat guna dan inovatif. Pemberdayaan wanita dicapai
melalui perlindungan terhadap tenaga kerja wanita, meningkatkan efektifitas
penyuluhan dan pelatihan, perbaikan regulasi, fasilitas, dan upah, serta
kesempatan kerja agar berimbang antar jender sebagai insentif dan keberpihakan
terhadap kaum wanita tani di perdesaan.
Perempuan terlanjur diidentikkan sebagai makhluk yang lemah lembut,
terlalu berperasaan, dan perlu diperhatikan dengan hati-hati sehingga seringkali
stereotip bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah. Karena itulah, usaha
pemberdayaan perempuan diperlukan untuk menghapus stereotip ‘lemah’ tersebut
serta dapat menaikkan derajat dan kedudukan perempuan.
Universitas Sumatera Utara
I. 6 Alur Teoritis
YP2M
Tenaga
Agen
Lapangan
Perubahan
Anggota
binaan
Pemberdayaan
Perempuan
Yayasan untuk Perempuan Perkotaan Medan (YP2M) sebagai sebuah
Lembaga Swadaya Masyarakat memiliki anggota yang keseluruhannya adalah
perempuan. YP2M memiliki tenaga lapangan yang juga keseluruhannya adalah
perempuan. Sebagai tenaga lapangan yang kerap memberikan penyuluhan berupa
informasi dan pengetahuan kepada anggotanya, tenaga lapangan juga dengan
Universitas Sumatera Utara
sendirinya berperan sebagai agen perubahan bagi anggota-anggotanya. Ketika
berhadapan dengan anggota binaannya, tenaga lapangan berusaha untuk
membawa suatu perubahan kepada anggota binaannya. Perubahan yang dipelopori
dan digerakkan oleh tenaga lapangan adalah berupa upaya untuk lebih
memberdayakan perempuan agar dapat lebih memiliki kemampuan dan dapat
meningkatkan taraf hidupnya dan keluarganya juga.
I. 7 Konsep Operasional Variabel
Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep diatas, maka dapat dibuat
operasional variabel yang berfungsi untuk kesesuaian dan kesamaan dalam
penelitian, indikator-indikator yang akan diteliti yakni sebagai berikut:
Variabel Teoritis
Agen perubahan
Variabel Operasional
a) Peran agen perubahan, yaitu:
1. Sebagai katalisator atau
penggerak, meliputi:
a. Fungsi fasilitator
b. Sebagai penganalisa
c. Sebagai
pengembang
kepemimpinan
2. Sebagai pemberi pemecahan,
meliputi:
a. Sebagai pengorganisir
b. Sebagai pengevaluasi
c. Yang memantapkan hasil
3. Sebagai pembantu proses
perubahan: membantu dalam
Universitas Sumatera Utara
proses pemecahan masalah
dan penyebaran inovasi,
serta
member
petunjuk
mengenai bagaimana
a) Mengenali
dan
merumuskan kebutuhan
b) Mendiagnosa
permasalahan
dan
menentukan tujuan
c) Mendapatkan
sumbersumber yang relevan
d) Memilih
atau
menciptakan pemecahan
masalah
e) Menyesuaikan
dan
merencanakan pentahapan
pemecahan masalah
4. Sebagai penghubung (linker)
b) Kemampuan-kemampuan
berkomunikasi
yang
dipersyaratkan bagi seorang
penyuluh:
1. Dapat menjangkau khalayak
2. Berbicara dengan kata-kata
yang mudah dimengerti
3. Komunikasi dialogis
4. Rasa percaya
5. Saling mendengarkan
6. Kejujuran
7. Umpan balik
8. Komunikasi non-verbal
9. Berpenampilan yang dapat
diterima (accepted) oleh
khalayak
Pemberdayaan Perempuan
a) Meningkatkan keterampilan dan
pendidikan
b) Mandiri
c) Aktualisasi diri
d) Mencegah
diskriminasi/kemarjinalan
e) Mengembangkan self reliancenya
f) Tanggap dan kritis terhadap
perubahan
g) Mengentaskan ketertidasan
Universitas Sumatera Utara
I.8 Defenisi Operasional Variabel
Menurut Singarimbun (1995:46), defenisi operasional adalah unsur
penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya untuk mengukur suatu
variabel. Dengan kata lain, defenisi operasional adalah suatu informasi ilmiah
yang sangat membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama.
Defenisi operasional dari penelitian ini adalah:
1. Agen Perubahan
a. Peran agen perubahan yang terdiri dari:
1.
Sebagai katalisator atau penggerak yang meliputi agen
perubahan meliputi fungsi-fungsi:
a.
Fasilitator
adalah
seseorang
yang
membangkitkan
motivasi dan rangsangan agar masyarakat bergerak serta
mempengaruhi mereka melalui advis dan petunjukpetunjuk.
b.
Penganalisa adalah seseorang yang melakukan identifikasi
atas
alternatif-alternatif
yang
dikemukakan
oleh
masyarakat atau sebagai pemberi masukan bagi tenaga
ahli dalam menganalisis masyarakat secara menyeluruh.
c.
Pengembang
kepemimpinan
adalah
seseorang
yang
berfungsi melakukan identifikasi, melatih, mengorganisir
serta meningkatkan kemampuan pemimpin-pemimpin
setempat
2.
Sebagai
pemberi
pemecahan
persoalan
yang
dapat
ditunjukkan pada peran yang manifes:
Universitas Sumatera Utara
a.
Sebagai pengorganisir maksudnya adalah seseorang yang
menyusun dan mengatur kegiatan agar dapat terlaksana
sesuai dengan yang direncanakan.
b.
Sebagai pengevaluasi maksudnya adalah seseorang yang
menguji apa yang telah berlangsung sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai.
c.
Yang memantapkan hasil maksudnya adalah seseorang
yang memberi reward atau imbalan terhadap penampilan
hasil yang telah ada.
3.
Sebagai pembantu proses perubahan yakni membantu dalam
proses pemecahan masalah dan penyebaran inovasi, serta
memberi petunjuk mengenai bagaimana:
(a). mengenali dan merumuskan kebutuhan maksudnya adalah
seseorang yang mempelajari dan mementukan apa-apa
saja yang dibutuhkan untuk dapat mencapai tujuan
perubahan.
(b). mendiagnosa permasalahan dan
maksudnya
adalah
seseorang
menentukan
yang
tujuan
memprediksi
permasalahan dan kemudian menentukan apa-apa saja
yang ingin dicapai dari perubahan tersebut.
(c). mendapatkan sumber-sumber yang relevan maksudnya
adalah seseorang yang mengusahakan untuk mencari
sumber-sumber yang sesuai dengan tujuan perubahan.
Universitas Sumatera Utara
(d). memilih atau menciptakan pemecahan masalah adalah
seseorang yang mengusahakan dan memciptakan segala
upaya untuk dapat meyelesaikan masalah yang akan atau
sedang dihadapi.
(e). menyesuaikan dan merencanakan pentahapan pemecahan
masalah adalah
seseorang
yang
membuat
rencana
penyelesaian masalah melalui beberapa tahap.
4.
Sebagai penghubung (linker) dengan sumber-sumber yang
diperlukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
b. Kemampuan-kemampuan komunikasi yang dipersyaratkan bagi
seorang penyuluh:
1.
Dapat menjangkau khalayak yang hendak disuluh, maksudnya
penyuluh secara fisik memiliki akses untuk berhadapan dengan
khalayak yang akan disuluhnya. Termasuk dalam faktor
aksesbilitas ini adalah bahwa ia mempunyai kesempatan atau
jalan untuk tampil di hadapan khalayak yang hendak
disuluhnya.
2.
Berbicara
maksudnya
dengan
kata-kata
penyuluh
sebagai
yang
mudah
seorang
dimengerti,
komunikator
yang
menyampaikan pesan, harus tahu dan paham terhadap bahasa yang
dapat dimengerti oleh khalayak, atau dengan kata lain, memahami
bahasa sehari-hari yang digunakan khalayaknya.
3.
Komunikasi dialogis maksudnya adalah antara kedua belah pihak
harus saling berdialog, saling bertukar ide dan informasi untuk
tujuan bersama.
Universitas Sumatera Utara
4.
Rasa percaya maksudnya adalah komunikasi dapat terwujud apabila
kita saling percaya dan rasa percaya baru akan tumbuh apabila ada
kejujuran mengenai diri sendiri dan tujuan kita.
5.
Saling mendengarkan maksudnya adalah komunikasi membutuhkan
keinginan untuk saling mendengarkan agar dapat berjalan dengan
baik.
6.
Kejujuran, maksudnya adalah dalam melakukan komunikasi harus
saling jujur dan tidak ada yang ditutup-tutupi.
7.
Umpan balik, maksudnya adalah adanya respon dan efek dari
komunikan terhadap pesan yang disampaikan kepadanya.
8.
Komunikasi non-verbal maksudnya adalah bahwa komunikasi lebih
dari sekedar kata-kata, komunikasi tidak hanya menggunakan katakata tapi juga tubuh. Dengan bahasa non-verbal kegiatan penyuluhan
akan semakin menarik dan tidak membosankan.
9.
Berpenampilan yang dapat diterima (accepted) oleh khalayak,
maksudnya mengusahakan agar khalayak tidak merasakan bahwa
ada “sesuatu” yang berbeda dari mereka. Hal ini berarti pula bahwa
seorang agen perubahan yang efektif adalah seseorang yang
dirasakan sama dengan masyarakatnya, baik itu dalam penampilan
sehari-hari, cara berpakaian, tindakan, gaya bicara, dan sebagainya.
2. Pemberdayaan Perempuan, yaitu:
a.
Meningkatan Keterampilan dan Pendidikan, perempuan dapat
meningkatkan kemampuan, pendidikan dan keterampilannya
untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
b.
Mandiri, yakni anggota mampu berdiri sendiri dan tidak
tergantung kepada tenaga lapangan.
Universitas Sumatera Utara
c.
Aktualisasi diri, perempuan dapat semakin mengaktualkan
potensi yang ada dalam dirinya.
d.
Mencegah diskriminasi/kemarjinalan, kedudukan perempuan
yang selama dianggap selalu berada di bawah laki-laki dapat
menjadi berubah dengan setidaknya menjadi setara.
e.
Mengembangkan self reliance-nya yaitu perempuan dapat
mengembangkan percaya dirinya dalam melakukan berbagai
hal.
f.
Tanggap dan kritis terhadap perubahan, perempuan dengan
cepat mengetahui apa yang sedang terjadi, sehingga kritis
dalam menghadapinya dan bisa ikut berperan aktif dalam
perubahan itu.
g.
Mengentaskan ketertindasan, mengurangi bentuk ketertidasan
dari berbagai pihak.
Universitas Sumatera Utara
I.9 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, kerangka teori, kerangka konsep, model
teoritis, operasional dan defenisi variabel serta sistematika
penulisan.
BAB II URAIAN TEORITIS
Bab ini berisikan kerangka pemikiran atau teori-teori yang
berhubungan dengan penelitian dimana dalam penelitian ini teori
yang digunakan adalah opini publik dan citra.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi bentuk penelitian, lokasi, populasi dan sampel, teknik
penarikan sampel, teknik pengumpulan dan analisis data.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini memuat analisa data secara mendalam berkaitan dengan masalah
yang diteliti.
BAB V PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir yang memuat kesimpulan dan
saran.
Universitas Sumatera Utara
Download