Jakarta, 11 Januari 2010

advertisement
Jakarta, 26 September 2016
Mengantisipasi Musim Gugur “Bunga” Lebih Panjang
Ringkasan: Suku bunga eksternal yang terjaga rendah, stabilisasi perekonomian China dan keberhasilan
program tax-amnesty memperkuat peluang pemulihan ekonomi Indonesia secara berkelanjutan. Reformasi
ekonomi yang konsisten memperkuat momentum bull market! Kesempatan berinvestasi di pasar modal
terutama untuk dana pendidikan anak dan persiapan pensiun.
Global Monetary Convergence, Rate Lower for Longer
Seperti diduga, FOMC meeting September berakhir tanpa
peningkatan bunga. Namun mereka mengindikasikan akan
tetap menaikkan yang diduga jelang akhir tahun setelah usai
pilpres. Walau kondisi pasar tenaga kerja dinilai cukup kuat,
namun the Fed seperti pola tahun 2005 lalu nampak lebih
memperhatikan dampak perkembangan ekonomi global.
Selain faktor penguatan dollar, saya duga keputusan the Fed
ini diwarnai oleh antisipasi dampak struktural Brexit dan
keputusan Bank of England (BoE) yang akan terus
menurunkan bunga.
Mulanya the Fed dan BoE diduga akan memimpin normalisasi suku bunga dengan mengetatkan likuiditas
sehingga membentuk monetary policy divergence terutama dibanding Bank of Japan (BoJ) dan ECB.
Kenyataannya BoE bergerak lebih dahulu mengantisipasi dampak perlambatan ekonomi paska referendum
Brexit dengan menurunkan bunga untuk pertama kali dalam tujuh tahun. Sementara BoJ dan ECB terus
menggelar stimulus walau dengan jalan berbeda.
BoJ yang mempertahankan target inflasi 2% tidak hanya melanjutkan pembelian surat berharga (quantitative
easing) sebesar 80 triliun yen setahun. Untuk mengalahkan deflasi, mereka juga akhirnya memutuskan untuk
menjaga yield obligasi negara bertenor 10 tahun pada kisaran nol persen. Dengan inovasi ini mereka
berharap sektor rumah tangga dan swasta tergerak untuk meningkatkan belanja. Terlihat pada Tabel diatas,
pertumbuhan M1 di Jepang jauh lebih tinggi dibanding pertumbuhan M2 yang menunjukkan fenomena too
much money but too little credit.
Lain lagi ECB dan sejumlah bank sentral di Eropa yang mengenakan suku bunga negatif untuk cash excess
reserve perbankan pada bank sentral. Kini Jerman muncul sebagai negara pertama di Eropa yang
menerbitkan obligasi dengan yield negatif. Artinya investor yang bermaksud mengamankan pokok investasi
pada obligasi pemerintah Jerman harus membayar.
1
Selain para bank sentral di negara maju, tindakan pelonggaran moneter juga dilakukan bank sentral negara
berkembang termasuk China dan Indonesia. Lihat kembali Tabel. Di Indonesia, setelah LPS memangkas bunga
maksimum penjaminan 50bps, pekan lalu juga BI menurunkan bunga acuan reverse repo rate 7 hari menjadi
lima persen dan dengan pernyataan pelonggaran lebih lanjut tetap terbuka. BI nampaknya sangat serius
mendorong percepatan penyaluran kredit. Seperti terlihat pada tabel, pertumbuhan M2 yang hanya 8,1%
jelas mengindikasikan perlambatan kredit.
Seperti terlihat pada peraga, majalah The Economist edisi terakhir mengulas
penyebab dan dampak rendahnya suku bunga global. Selain ulah bank sentral yang
menggelontorkan likuiditas, rendahnya suku bunga global disebabkan oleh
kelebihan tabungan di negara berkembang, khususnya China, yang dilandasi oleh
fenomena penuaan penduduk dan perlambatan produktivitas.
Bank sentral di negara maju menurunkan bunga untuk meringankan pembayaran
utang sekaligus mendorong kegiatan belanja. Namun ada efek samping berupa
penurunan pendapatan bagi para pensiunan yang berasal dari investasi didalam
obligasi negara. Lebih lanjut, suku bunga rendah ini akan mempengaruhi
kemakmuran orang yang mempersiapkan pensiun. Tanpa lembaga jaminan sosial dan asuransi, dikuatirkan
penurunan suku bunga malah mendorong masyarakat yang akan memasuki usia pensiun meningkatkan
cadangan dana dengan mengurangi belanja. Hal ini berarti penurunan suku bunga malah kurang mendorong
belanja dan terus menjebak perekonomian dalam deflasi. The Economist mengingatkan akan risiko “pension
crisis” akibat pengelolaan dana pensiun yang tidak memadai dan tepat.
Isyarat Kestabilan Ekonomi China
Semula kekuatiran terhadap ekonomi China dilandasi oleh faktor kelebihan kapasitas yang diduga dibiayai
oleh pinjaman. Dunia memantau bagaimana China mengatasi tantangan ekonomi ini. Kelebihan kapasitas itu
cenderung menurunkan tekanan inflasi yang diukur berdasarkan producer price index. Selain diserap di
dalam negeri melalui kebijakan fiskal ekspansif untuk membiayai berbagai proyek infrastruktur, kelebihan
kapasitas itu ditransmisikan ke luar negeri melalui ekspor yang turut menyebabkan inflasi regional mereda.
Sementara insentif moneter dilakukan untuk mendorong pertumbuhan M1 dan kredit. Lihat kembali Tabel
pada halaman awal yang menunjukkan M1 dan M2 di China masing-masing bertumbuh sebesar 25,3% dan
11,4% suatu angka yang secara global terbilang pesat.
Peraga diatas menunjukkan mengindikasikan upaya pemerintah China relatif berhasil seperti ditunjukkan
oleh penurunan deflasi producer price index (warna merah muda berbintik) yang sangat pesat relatif
terhadap negara lain. Terlihat deflasi producer price index di China sudah terjadi sejak akhir tahun 2011 yang
memburuk pada tahun 2015.
2
Dari sisi perdagangan internasional, China kini mendapat keuntungan dari penguatan pesat yen yang secara
nominal membuat daya saing produk ekspor China menguat. Peraga dibawah ini menunjukkan perbandingan
real effective exchange rate (REER) antara China (atas), Indonesia (tengah) dan Jepang (bawah). Penguatan
nominal yen selama tahun berjalan telah memicu kenaikan REER Jepang. Kondisi ini yang menekan kinerja
bursa Nikkei.
Optimisme Tax Amnesty
Akhir pekan lalu, saya menerima photo antrian yang dinilai lebih panjang dibanding untuk pembelian gadget
seperti Blackberry, Galaxy Note atau iPhone. Disebutkan itu antrian masyarakat untuk memanfaatkan tarif
tebusan terendah yang berakhir pekan ini. Bisa jadi pekan ini menjadi pekan paling sibuk. Data terakhir
mengungkap total dana deklarasi dan repatriasi sudah mencapai Rp1.731 triliun. Tidak mustahil angka ini
akan melewati Rp2.000 triliun pada akhir September. Pemerintah sendiri memberi kemudahan dengan
memperolehkan penyelesaian administrasi hingga akhir Desember 2016 bagi mereka yang membayar
tebusan hingga akhir bulan ini.
Itu sebabnya situs pajak Departmen Keuangan kini mengubah tampilan dashboard update statistik tax
amnesti mulai dari berdasarkan surat pernyataan harta (SPH) dan berdasarkan setoran riil wajib pajak (Surat
setoran pajak, SSP). Sebab banyak wajib pajak yang telah membayar tebusan lebih dahulu namun belum
menyampaikan SPH. Ketika tulisan ini disiapkan dana tebusan SSP telah mencapai Rp53,6 triliun, sementara
berdasarkan SPH baru mencapai Rp41,3 triliun. Banyak pihak, termasuk komentator asing, menilai program
tax amnesty Indonesia dianggap berhasil. Kami cermati juga angka credit default swap Indonesia cenderung
membaik yang menunjukkan peningkatans sentiment positif terhadap Indonesia.
Program tax-amnesty boleh dibilang a positive structural game changer untuk keberlanjutan pemulihan
ekonomi Indonesia. Selain mengurangi ketergantungan pembiayaan defisit melalui penerbitan surat utang
negara dan pinjaman luar negeri, program ini bermanfaat meningkatkan pasokan likuiditas dan peningkatan
turnover perdagangan valuta asing di luar negeri. Kami mencatat Indonesia telah mengalami negative foreign
transfer dimana penarikan utang luar negeri baru sudah lebih kecil dibanding pembayaran bunga dan cicilan
pokok utang luar negeri.
Jatuh tempo surat utang pemerintah yang tinggi pada tahun depan ditambah dengan pembiayaan defisit
terus memicu pertarungan perebutan likuiditas antara pemerintah dan perbankan. Penyaluran kredit
dikuatirkan terus melambat selama perbankan masih mencemaskan pertumbuhan dana pihak ketiga selain
faktor pelemahan ekonomi. Pada masa lalu, pertumbuhan dana pihak ketiga sangat terkait erat dengan
kemakmuran yang diperoleh melalui ekspor komoditas primer. Namun setelah berakhir commodity super3
cycle, pemerintah berupaya mencegah kemalangan dengan menggelar stimulus bersamaan dengan
reformasi fiskal yang mulanya dari sisi pengeluaran yang kemudian lanjut menjadi sisi penerimaan.
Selanjutnya Pemerintah diharapkan lebih mendorong partisipasi sektor swasta untuk menjadi motor
pertumbuhan mengingat pemerintah akan fokus pada penguatan administrasi dan jaminan sosial.
More Upside for Equity
Mencermati dinamika likuiditas global
dan pola inflasi di regional, saya
menilai peluang upside baik pada
saham dan obligasi negara tetap
terbuka. Peluang yang lebih besar
tetap pada saham mengingat investor
domestik memiliki acuan yield
normatif terutama terakit inflasi dan
deposito.
Yield SUN yang terjaga rendah dan pertumbuhan cashflow perusahaan yang distimulus oleh pengeluaran
pemerintah menumbuhkan valuasi dan harga saham. Selain faktor pengikisan deflasi producer price index di
China, risiko inflasi tahun depan sejalan dengan peningkatan harga komoditas seperti terlihat pada kolom
paling kanan peraga diatas. Sementara ini kami mempertahan proyeksi pada akhir tahun yield SUN 10 tahun
berkisar 6,5%, IHSG 5.617 dan kurs rupiah 12.950 per dollar. Untuk panduan kami tetap mempertahankan
LSIEV mengingat kejatuhan bursa China secara valuasi akan menahan rally bursa di negara TIP (Thailand,
Indonesia and Philippine). Pemulihan bursa China dimungkinkan dengan kestabilan makroekonomi terutama
terkait upaya menyerap kelebihan kapasitas. Indikator positif lain juga ditunjukkan oleh Baltic Dry Index yang
yang mengukur aktivitas perdagangan internasional yang berangsur pulih.
Keep investing…
Salam
Budi Hikmat
Chief Economist and Director for Investor Relation
4
Download