BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Aset

advertisement
 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Manajemen Aset
Manajemen aset merupakan suatu teori baru dalam ilmu
properti yang
muncul akibat adanya kenyataan bahwa suatu wilayah yang memiliki kekayaan
sumber daya, baik sumber daya alam, manusia maupun infrastruktur termasuk Jalan
Tol. Dalam
pemerintahan dan bisnis, manajemen aset dilaksanakan dalam rangka
menuju
penyelenggaraan
good
governance
yang
mencakup
pelaksanaan
akuntabilitas, partisipasi dan keterbukaan. Manajemen aset ini berkembang cukup
pesat dimulai dengan orientasi yang statis, kemudian berkembang menjadi dinamis,
inisiatif dan strategis. Manajemen aset merupakan salah satu profesi atau keahlian
yang belum sepenuhnya berkembang dan populer dimasyarakat. Secara harfiah,
manajemen aset berasal dari dua kata yaitu manajemen dan aset.
Manajemen merupakan serangkaian proses yang terdiri atas perencanaan
(planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), pengawasan
(controlling) dan penganggaran (budgeting), (Nawawi, 2003). Sedangkan definisi
manajemen menurut Griffin dalam Robbins (2007) adalah sebuah proses
perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya
untuk mencapai sasaran secara efektif dan efisien. Berdasarkan pengertian tersebut
maka dapat dikatakan bahwa manajemen adalah kegiatan pengelolaan yang dimulai
dari perencanaan, pengorgansasian, pelaksanaan, hingga pengontrolan.
Sedangkan aset menurut Siregar (2004) adalah barang (thing) atau sesuatu
barang (anything) yang mempunyai nilai ekonomi (economic value), nilai komersial
(commercial value) atau nilai tukar (exchange value) yang dimiliki oleh badan usaha,
instansi atau individu. Ada dua jenis aset yaitu aset berwujud (tangible) dan aset tidak
berwujud (intangible). Berdasarkan Djumara (2007), aset adalah barang, yang dalam
pengertian hukum disebut benda, yang terdiri dari benda tidak bergerak dan benda
bergerak, baik yang berwujud (tangible) maupun yang tidak berwujud (Intangible),
9
yang tercakup dalam aktiva/kekayaan atau harta kekayaan dari suatu instansi,
organisasi,
badan usaha ataupun individu perorangan.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005, tentang Standar
Akuntansi Pemerintah menyatakan bahwa:
”Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh
pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana
manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat
diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur
dalam satuan uang, termasuk sumber daya non keuangan yang
diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumbersumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya”.
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa aset merupakan barang atau benda yang
mempunyai nilai ekonomis dan nilai tukar yang dapat memberikan manfaat ekonomi
dan/atau sosial yang dimiliki oleh suatu badan usaha atau individu yang berpotensi
untuk meningkatkan kinerja dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dari pengertian mengenai manajemen dan aset di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa manajemen aset secara umum adalah proses mulai dari
perencanaan (planning) sampai dengan penghapusan (disposal) dan perlu adanya
pengawasan terhadap aset-aset tersebut selama umur penggunaannya oleh suatu
organisasi. Adapun kegiatan mengelola aset ini sangat penting bagi pemilik aset agar
aset yang dimiliki dapat memberikan income sesuai yang diharapkan.
Pemerintah South Australia dalam Hariyono (2007), mendefinisikan
manajemen aset sebagai “…a process to manage demand and guide acquisition, use
and disposal of assets to make the most of their service delivery potential, and
manage risks and costs over their entire life”, yang artinya proses untuk mengelola
permintaan dan akuisisi panduan, penggunaan dan penjualan aset untuk
memanfaatkan potensi layanan, dan mengelola risiko dan biaya seumur hidup aset.
Definisi lain dari manajemen aset menurut Danylo dan Lemer dalam
Hariyono, (2007) adalah “…a methodology to efficiently and equitably allocate
resources amongst valid and competing goals and objectives.”, yang artinya sebuah
10
metodologi efisien dan mengalokasikan sumber daya secara adil untuk mencapai
tujuan dan
sasaran.
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen aset
mencakup proses mulai dari proses perencanaan (planning) sampai dengan
penghapusan (disposal) dan perlu adanya pengawasan terhadap aset-aset tersebut
selama umur penggunaannya oleh suatu organisasi. Kegiatan pengelolaan aset,
tidak terlepas dari siklus pengelolaan barang yang dimulai dari perencanaan
biasanya
sampai penghapusan. Namun hal ini disesuaikan dengan kebutuhan suatu entitas.
Dalam modul Prinsip-Prinsip Manajemen Aset/Barang Milik Daerah menurut
Djumara (2007), manajemen aset mencakup rangkaian kegiatan dan tindakan
terhadap barang daerah yang meliputi, perencanaan kebutuhan dan penganggaran,
pengadaan, penerimaan penyimpanan dan penyaluran, penggunaan, penatausahaan,
pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan, pembinaan pengawasan dan pengendalian, pembiayaan dan, tuntutan ganti
rugi.
2.1.1 Kategori Aset
Menurut Hariyono (2007), kategori aset publik dalam kaidah internasional
mencakup aset operasional, aset non operasional, aset infrastruktur dan community
aset. Kategori aset publik ditunjukkan pada tabel 2.1.
11
Tabel 2.1
Kategori Aset Publik
Kategori Aset
Keterangan
Aset Operasional
Tanah yang termasuk special property
Rumah Tinggal Dinas
Perumahan Lainnya
Bangunan Kantor
Sekolah
Perpustakaan
Gedung Olahraga
Golf
Mess
Museum dan Galery
Bengkel
Tempat Parkir
Kendaraan
Mesin
Kuburan
Aset Non Operasional
Tanah yang akan dibangun
Komersial property
Aset Investasi
Aset berlebih (Surplus Aset)
Aset Infrastruktur
Jalan
Pelabuhan/ Dermaga
Jembatan
Saluran Air
Dan lain-lain
Community Aset
Halaman dan Taman
Bangunan Bersejarah
Bangunan Kesenian
Museum
Sarana Ibadah
Sumber: Hariyono, 2007.
12
Berdasarkan tabel 2.1 kategori aset publik dalam kaidah internasional adalah
sebagai berikut:
1.
Aset Operasional
Aset yang dipergunakan dalam operasional pemerintah/perusahaan yang
dipakai secara berkelanjutan dan/atau dipakai pada masa yang akan datang.
a.
Dimiliki dan dikuasai/diduduki untuk digunakan/dipakai operasional
pemerintah/ perusahaan.
b.
Bukan aset khusus, artinya jika aset khusus berupa prasarana dan aset
peninggalan sejarah (yang harus dikontrol oleh pemerintah), tetapi secara
fisik tidak harus ditempati untuk tujuan operasional.
2.
Aset Non Operasional
Aset Non Operasional adalah aset yang tidak merupakan bagian integral dari
operasional perusahaan/pemerintah dan diklasifikasikan sebagai aset berlebih
yang
tidak
dipakai
untuk
penggunaan
secara
berkelanjutan
atau
mempunyaimpotensi untuk digunakan dimasa yang akan dating.
3.
Aset Infrastruktur
Aset infrastruktur adalah aset yang melayani kepentingan publik yang tidak
terkait, biaya pengeluaran dari aset infrastruktur ditentukan oleh kontinuitas
penggunaan aset bersangkutan, seperti jalan raya, jembatan dan sebagainya.
4.
Community Aset
Community aset adalah aset milik pemerintah yang digunakan secara terus
menerus, namun umur ekonomis atau umur gunanya tidak ditetapkan dan
terkait kepada pengalihan yang terbatas (tidak dapat dialihkan).
Dari penjelasan kategori aset publik di atas, dapat disimpulkan bahwa aset
yang bersifat pelayanan terhadap publik disesuaikan dengan berbagai macam
aktivitasnya. Aset tersebut memiliki banyak fungsi yang diperuntukkan bagi
pelayanan publik. Maka dari itu perlu adanya pengelolaan aset. Hal ini dilakukan
13
sehingga aset yang dimiliki dapat memberikan keuntungan yang dapat dirasakan oleh
publik. 2.1.2 Tujuan Manajemen Aset
Menurut Hariyono (2007) tujuan utama manajemen aset adalah membantu
suatu entitas dalam memenuhi tujuan penyediaan pelayanan secara efektif dan efisien.
Hal ini mencakup panduan pengadaan, penggunaan, dan penghapusan aset, serta
risiko dan biaya yang terkait selama siklus hidup aset. Menurut Hariyono
mengatur
juga, agar efektif dalam prinsip dan teknik manajemen aset sebagai aktivitas
komprehensif, perlu dikaitakan dengan beberapa faktor sebagai berikut:
1.
Kebutuhan dari para pengguna aset,
2.
Kebijakan dan peraturan perundangan,
3.
Kerangka manajemen dan perencanaan organisasi,
4.
Kelayakan teknis dan kelangsungan komersial,
5.
Pengaruh eksternal/pasar (seperti komersial, teknologi, lingkungan, dan
industri), serta
6.
Persaingan
permintaan
dari
para
stakeholder
dan
kebutuhan
merasionalisasikan operasi untuk memperbaiki pemberian pelayanan atau
untuk meningkatkan keefektifan biaya.
Sedangkan menurut Siregar (2004) ada tiga tujuan utama dari manajemen aset
yaitu (1) efisiensi pemanfaatan dan pemilikan; (2) terjaga nilai ekonomis; dan (3)
objektivitas dalam pengawasan dan pengendalian peruntukkan, penggunaan serta alih
penguasaan.
1.
Efisiensi pemanfaatan dan pemilikan.
Pengelolaan yang baik akan meningkatkan pemanfaatan aset sehingga lebih
optimal. Aset yang dikelola dapat digunakan sesuai dengan tugas pokok dan
fungsi (Tupoksi) dan dimanfaatkan secara efektif dan efisien sesuai dengan
peraturan yang telah ditetapkan.
14
2.
Terjaga nilai ekonomis dan potensi yang dimiliki.
Nilai ekonomis suatu aset akan terjaga, apabila aset dikelola dengan baik.
Potensi yang dimiliki oleh aset akan memberikan keuntungan baik dari segi
pendapatan maupun dari pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
3.
Objektivitas dalam pengawasan dan pengendalian peruntukkan, penggunaan
serta alih penguasaan.
Pengelolaan aset yang baik, dapat membuat pengawasan lebih terarah
sehingga peruntukkan, penggunaan dan alih penguasaan aset akan tepat sesuai
dengan rencana. Selain itu pengawasan bertujuan membantu pencapaian
tujuan dari aset tersebut.
Dalam pencapaian tujuan manajemen aset, suatu entitas (organisasi) selaku
pengelola aset harus bertanggung jawab atas optimalisasi pengelolaan aset
negara/daerah. Hal tersebut ditujukkan agar pengelolaan aset dapat mencapai
kecocokan/kesesuaian sebaik mungkin antara aset dengan strategi program
penyediaan pelayanan efektif dan efisien.
2.1.3
Karakteristik Aset
Menurut Sutrisno (2004) karakteristik aset dibagi menjadi tiga jenis, antara
lain tingkat kebutuhan, kepemilikan, dan penggunaan. Menurut tingkat kebutuhan
dapat lihat sebagai fungsi basic, important, supporting dan optional. Berdasarkan
penggunaan aset di bagi menjadi private, semi private atau semi public dan public.
Berdasarkan kepemilikan aset di bagi menjadi own, partnership dan public
Aset sebagai fungsi Basic (kebutuhan dasar) yaitu suatu aset harus dipenuhi
agar dapat mencapai suatu tujuan yang telah di tetapkan. Important (penting), yaitu
sesuatu aset yang keberadaannya dapat digunakan untuk memperlancar dalam
pencapaian tujuan dengan hasil yang lebih optimal, serta keberadaannya sangat
penting pada waktu-waktu tertentu. Supporting (mendukung), merupakan sesuatu
yang dapat mendukung atau membuat lebih nyaman dalam mencapai suatu tujuan.
15
Sedangkan Optional (pilihan), yaitu suatu aset yang bersifat pilihan, jika aset tersebut
tidak ada
pun tidak akan menghambat dalam mencapai suatu tujuan.
Karakteristik aset berdasarkan pengguna dapat dikelompokkan menjadi aset
private, semi public/semi private, dan public. Aset private merupakan aset yang
penggunaannya terbatas hanya oleh pemiliknya saja. Aset semi public/semi private,
penggunanya yaitu kelompok organisasi yang telah memenuhi persyaratan tertentu
untuk dapat
menggunakan aset tersebut. Sedangkan aset public hanya digunakan oleh
masyarakat
umum.
Karakteristik aset berdasarkan kepemilikan dapat dikelompokkan berdasarkan
own, partnership, dan public. Kepemilikan aset berdasarkan own, jika pemiliknya
bersifat individual. Kepemilikan partnership, yaitu yang dimiliki oleh individu dan
pemerintah. Sedangkan aset berdasarkan kepemilikan public, yaitu aset yang
diperuntukkan bagi seluruh masyarakat umum.
Dengan demikian aset harus dapat dibedakan berdasarkan karakter fungsinya
agar penggunaanya dapat sesuai dengan fungsi aset tersebut. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2
Karakteristik Aset
No
Karakteristik Aset
1
Tingkat Kebutuhan
2
Penggunaan
3
Kepemilikan
Sumber: Sutrisno (2004).
Kategori
Basic,
important,
supportin ,
optional.
Private,
semi private atau semi public,
public.
Own,
partnership,
public.
16
2.1.4 Barang Milik Negara (BMN)
Jalan Tol Purbaleunyi merupakan salah satu Barang Milik Negara, dimana
Barang tersebut adalah bagian dari kekayaan Negara yang merupakan satuan tertentu
yang dapat dinilai dihitung/ diukur/ditimbang dan dinilai. Aset-aset yang dimiliki
oleh instansi/organisasi pemerintahan termasuk ke dalam barang milik Negara,
karena berdasarkan PP No. 6 tahun 2006 Barang milik negara adalah semua barang
yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang
sah. Perolehan
lainnya yang sah meliputi:
1. Barang yang diperoleh dari hibah/ sumbangan atau yang sejenis;
2. Barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian / kontrak;
3. Barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang – undang; atau
4. Barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.
Aset diklasifikasikan ke dalam aset lancar (current asset) dan aset nonlancar
(noncurrent asset). Aset lancar meliputi kas dan setara kas, investasi jangka pendek,
piutang dan persediaan. Sedangkan aset non lancar mencakup aset yang bersifat
jangka panjang. Aset nonlancar diklasifikasikan menjadi investasi jangka panjang,
aset tetap, dana cadangan dan aset lainnya. Aset tetap meliputi tanah, peralatan dan
mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, aset tetap lainnya dan
konstruksi dalam pengerjaan.
Berdasarkan PP.24 tahun 2005 jenis aset terdiri dari aset lancar, aset tak
berwujud, aset lainnya, dan aset bersejarah.
1. Dikategorikan sebagai aset lancar apabila BMN tersebut diadakan dengan
tujuan segera dipakai atau dimiliki untuk dijual dalam waktu 12 (dua belas)
bulan sejak tanggal perolehan.
2. Dikategorikan sebagai aset tetap apabila BMN mempunyai masa manfaat
lebih dari 12 (duabelas) bulan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi
17
normal. Contohnya seperti tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan,
jalan, irigasi, dan jaringan.
3. Dikategorikan sebagai aset tak berwujud adalah aset non keuangan yang dapat
diidentifikasikan dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk
digunakan dalam menghasilkan barang atau jasa atau digunakan untuk tujuan
lainnya termasuk hak atas kekayaan intelektual.
4. Dikategorikan sebagai Aset Lainnya adalah Aset yang tidak dapat
dikelompokkan ke dalam aset tak berwujud, berupa tagihan penjualan
angsuran, tuntutan perbendaharaan, tuntutan ganti rugi, dan kemitraan dengan
pihak ketiga. Aset tetap yang dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah
yang tidak memennuhi definisi asset tetap dan harus dipindahkan ke pos aset
lain-lain. Aset tetap diakui sebagai asset lain-lain pada saat dinilai kondisi aset
tetap tersebut adalah rusak berat, tetapi belum ada Surat Keputusan
Penghapusan.
5. Dikategorikan Aset Bersejarah adalah bangunan bersejarah, monument,
tempat purbakala seperti candi, dan karya seni. Beberapa aset tetap dijelaskan
sebagai aset bersejarah dikarenakan kepentingan budaya, lingkungan dan
sejarah.
2.2
Siklus Manajemen Aset
Seperti halnya siklus hidup aset, dalam kegiatan manajemen aset terdapat
siklus manajemen aset. Namun berbeda dengan siklus hidup aset, kegiatan
perencanaan aset dalam siklus manajemen aset menjadi salah satu tahapan utama
demi terciptanya efektivitas manajemen aset. Berdasarkan Hariyono (2007), siklus
manajemen aset diantaranya adalah:
2.2.1
Perencanaan Aset
Perencanaan aset merupakan hal yang sangat penting bagi manajemen yang
efektif atas bisnis yang ditekuni suatu entitas, yang juga merupakan fase pertama
18
dalam siklus hidup aset. Kesesuaian antara kebutuhan aset dari suatu entitas dengan
strategi penyediaan pelayanan entitas semestinya menghasilkan aset dengan kapasitas
dan kinerja yang diperlukan. Perencanaan aset juga memberi arah pada tindakan tindakan khusus seperti membeli aset baru yang diperlukan (pengadaan), menjual aset
yang berlebih, dan mengoperasikan dan memelihara aset secara efektif. Berdasarkan
Hariyono (2007), operasional asaet adalah kegiatan yang merumuskan secara rinci
mengenai
kebutuhan suatu aset, operasional aset, waktu penggunaan,bentuk
pemanfaatan,
prakiraan risiko dan
pendanaan aset, yang mungkin akan terjadi
sehingga menghasilkan aset dengan kapasitas dan performance yang diharapkan.
Berdasarkan peraturan pemerintah nomor 6 tahun 2006 dan Hariyono (2007),
disimpulkan mengenai kegiatan yang akan dilakukan dalam perencanaan.
Perencanaan kebutuhan barang berpedoman pada standar barang, standar kebutuhan
dan standar harga yang akan memudahkan dalam penentuan penganggaran. Dalam
rencana pengoperasian aset, ditentukan siapa calon pengguna aset, bagaimana
kesiapan pengguna, dan kondisi aset yang akan dioperasikan.
Untuk pengoperasian aset juga harus direncanakan mengenai waktu
penggunaan aset yang akan digunakan agar aset dapat dievaluasi kondisinya dengan
baik. Dalam perencanaan waktu penggunaan aset ini harus disesuaikan dengan
kinerja aset yang akan dioperasikan. Selain itu pengelola juga dapat merencanakan
bentuk pemanfaatan aset. Pemanfaatan aset harus memperhatikan kondisi dari aset
yang akan dimanfaatkan. Kenaikan tingkat suku bunga juga harus diperhatikan agar
kita dapat menentukan metode pendanaan yang akan dilakukan.
Adapun beberapa hal yang harus dilakukan dalam kegiatan perencanaan
menurut Hariyono (2007) diantaranya adalah:
1.
Menentukan Kebutuhan Aset
Keputusan manajemen aset yang menyangkut pengadaan, penggunaan, dan
penghapusan aset dibuat dalam suatu kerangka perencanaan pelayanan dan
finansial yang terintegrasi dan dalam konteks kebijakan dan prioritas alokasi
seluruh sumber daya pemerintah. Kebutuhan akan suatu aset secara langsung
19
berhubungan dengan ketentuan pelayanan. Perencanaan aset meliputi
penilaian terhadap aset
yang telah ada dan perencanaan pengadaan
dibandingkan dengan kebutuhan penyediaan pelayanan. Dalam proses
pengadaan aset, proposal pengadaan aset baru harus dijustifikasi melalui
evaluasi seluruh alternatif penyediaan pelayanan.
Semua entitas bertanggung jawab untuk mengembangkan strategi penyediaan
pelayanan
dalam
konteks
rencana
dan
tujuan
organisasi
mereka
masingmasing. Strategi tersebut didasarkan pada analisis kebutuhan dan
review bagaimana pelayanan yang sekarang ini diberikan. Opsi atau alternatif
pelayanan perlu dievaluasi dari segi finansial, ekonomi, sosial, dan
lingkungan.
2.
Mengevaluasi Aset yang Ada
Evaluasi atas aset yang telah ada adalah untuk menentukan apakah kinerja
aset tersebut memadai untuk mendukung strategi penyediaan pelayanan yang
telah ditentukan. Evaluasi program pelayanan mencakup evaluasi atas kinerja
aset. Kinerja aset ditinjau ulang (review) secara rutin dengan pembanding
praktik terbaik (best practice) untuk mengidentifikasi aset yang kinerjanya
buruk, atau membutuhkan biaya terlalu tinggi untuk dimiliki atau
dioperasikan. Review ini juga memungkinkan dilakukannya alih investasi
dalam aset. Evaluasi hendaknya dapat menemukan aset yang memiliki
kapasitas berlebih, atau melebihi kebutuhan. Aset yang dipelihara secara tidak
memadai dapat menimbulkan potensi risiko keamanan atau kesehatan,
mengganggu pelayanan utama, atau menimbulkan pengeluaran tak terduga
untuk perbaikan kerusakan.
3.
Menyesuaikan/Menyelaraskan Aset dengan Penyediaan Pelayanan
Salah satu hal penting dalam perencanaan aset adalah penyesuaian antara aset
yang akan direncanakan dengan program penyediaan pelayanan suatu
organisasi. Kegiatan ini dapat mendorong penentuan biaya dari penyediaan
20
pelayanan. Proses ini juga dapat membandingkan antara aset yang dibutuhkan
dengan aset yang sedang digunakan dalam kegiatan pelayanan.
4.
Mengembangkan Strategi Aset
Untuk mengembangkan sistem dan proses guna mendukung penyusunan
strategi aset lima tahun kedepan yang meliputi pengadaan, pemeliharaan,
perbaikan, alokasi, dan penghapusan, secara bersamaan menggunakan
penyertaan modal dan biaya operasi. Suatu pendekatan terintegrasi terhadap
perencanaan dan manajemen aset akan memungkinkan entitas untuk
memberikan pelayanan berbasis aset yang berkualitas secara efisien dan
efektif.
2.2.2
Pengadaan Aset
Dalam siklus hidup aset, pengadaan merupakan tahap selanjutnya setelah
tahap perencanaan. Bentuk/jenis aset yang dimiliki oleh suatu entitas adalah:
1.
Tanah, (baik yang dikembangkan maupun tidak dikembangkan);
2.
Bangunan dan semua pekerjaan yang terkait dengannya, dan konstruksi publik
lainnya (yakni aset-aset yang dibangun);
3.
Aset-aset lainnya, termasuk peralatan/barang modal (yakni seperti aset-aset
yang tercatat dalam daftar aset, tanpa memandang dari mana sumber
pendanaannya).
Berdasarkan Hariyono (2007), pengadaan adalah kegiatan mengadakan suatu
barang yang didalamnya ditentukan mengenai pendanaan (sumber dana), metode
pengadaaan, potensi risiko dan penjadwalan. Sedangkan berdasarkan Peraturan
Pemerintah nomor 6 tahun 2006, pengadaan barang/jasa adalah kegiatan pengadaan
barang/jasa yang dibiayai dengan APBN/APBD, baik yang dilaksanakan secara
swakelola maupun oleh penyedia barang/jasa. Mengacu pada ke dua perngertian
tersebut, diketahui bahwa pengadaan aset adalah kegiatan mendapatkan aset
berdasarkan spesifikasi dan peruntukan aset tersebut yang di dalamnya ditentukan
mengenai, metode pengadaan, penjadwalan dan sumber dana.
21
Suatu aset diperlukan untuk penyediaan pelayanan, namun bisa saja suatu
organisasi/entitas
tidak perlu memiliki aset tersebut. Penggunaan sektor privat untuk
penyediaan pelayanan adalah salah satu alat yang mana dengan itu risiko kepemilikan
dapat dialihkan. Desain ulang (redesign) terhadap strategi penyediaan pelayanan juga
dapat mengeliminasi atau mengurangi kebutuhan atas aset. Pilihan utama dalam
pemerintah umum adalah apakah menyewa (lease) atau membeli aset. Leasing aset
memberikan
pilihan
antara
operating
lease
dan
finance
lease.
Namun
perusahaan/entitas
juga dapat melakukan swakelola dalam kegiatan pengadaan atau
melakukan pengadaan melalui perantara pihak ke dua. Sehingga pengelola dapat
menentukan jadwal pengadaan berdasarkan metode yang akan dilakukan dan hasil
dari evaluasi seluruh aset. Untuk melakukan pengadaan yang telah direncanakan,
pendanaan yang dibutuhkan dapat berasal dari dalam perusahaan dan dapat juga
berasal dari pihak eksternal.
2.2.3 Pengoperasian dan Pemeliharaan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2006, Operasi dan
pemeliharaan adalah pengelolaan dan penatausahaan barang sesuai tugas pokok dan
fungsi (TUPOKSI) dan pendayagunaan diluar tugas pokok dan fungsi (TUPOKSI)
yang telah ditentukan. Sedangkan menurut Hariyono (2007), Operasi dan
Pemeliharaan adalah kegiatan penggunaan dan pemanfaatan aset yang dimiliki serta
pemeliharaan yang akan dilakukan, sehingga aset tersebut dapat digunakan secara
optimal dalam masa umur ekonomisnya. Berdasarkan kedua pengertian tersebut,
dapat disimpulkan bahwa operasi aset adalah kegiatan penggunaan aset sesuai tupoksi
dan pemanfaatan aset yang dilakukan dengan memperhatikan kondisi dan kinerja
finansial aset tersebut.
1.
Operasi Aset
Dengan mengacu pada PP No. 6 tahun 2006 dan Hariyono (2007), dapat
dijelaskan bahwa dalam operasi kegiatan penggunaan aset ditentukan
22
berdasarkan
peruntukkan
aset,
sehingga
dapat
diketahui
mengenai
penggunaan aset tersebut. Penggunaan harus disesuaikan dengan tugas pokok
dan fungsi dari aset tersebut dengan memperhatikan kondisi eksisting juga
kinerja finansial aset tersebut. Setelah penggunaan dilakukan dan dirasa
optimal, maka aset bisa dimanfaatkan diluar tugas pokok dan fungsinya
tersebut sehingga dapat menambah pendapatan bagi perusahaan.
Pemanfaatan yang dilakukan harus sesuai dengan peruntukannya sama halnya
dengan penggunaan. Pemanfaatan yang dilakukan tidak boleh keluar dari
peruntukkan yang telah ditetapkan dan sesuai dengan aturan yang telah
ditetapkan dan juga harus diperhatikan mengenai kondisi asetnya.
Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
96/PMK.06/2007,
pemanfaatan bisa dilakukan dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama
pemanfaatan dan bangun serah guna atau bangun guna serah dengan tidak
mengubah status kepemilikan.
2.
Pemeliharaan Aset
Untuk menjaga kualitas dan kehandalan dari aset yang dimiliki maka aset
harus di pelihara dengan baik. Berdasarkan PP No. 6 tahun 2006 dan
Hariyono (2007), disimpulkan bahwa pemeliharaan aset adalah kegiatan
menjaga kualitas dari kondisi suatu aset agar dapat digunakan dan
dimanfaatkan sesuai dengan tupoksi. Menurut Heizer dan Render (2010),
terdapat dua jenis pemeliharaan, yaitu pemeliharaan preventif dan
pemeliharaan kerusakan. Pemeliharaan preventif adalah suatu rencana yang
mencakup inspeksi rutin, perawatan rutin, dan pemeliharaan fasilitas tetap
dalam kondisi baik. Sedangkan pemeliharaan kerusakan adalah pemeliharaan
yang bersifat perbaikan yang terjadi ketika peralatan mengalami kegagalan
dan menuntut perbaikan darurat atau berdasarkan prioritas.
23
Menurut Hariyono (2007), metode pemeliharaan yang sering digunakan antara
lain pendekatan
korektif dan preventif. Pendekatan korektif yaitu pemeliharaan yang
dilakukan tanpa atau sampai aset tidak berfungsi sesuai dengan standar yang
ditentukan. Sedangkan pendekatan preventif yaitu pemeliharaan yang terprogram
untuk mengurangi kemungkinan kerusakan aset sampai pada tingkat yang dapat
diterima. Setelah ditentukan metode pemeliharaan yang akan dilakukan, maka akan
tentukan estimasi biaya pemeliharaan aset tersebut. Menurut Hariyono
dapat di
(2007), hasil dari pemeliharaan yang efektif atas suatu aset yang dimiliki meliputi:
1.
Penurunan dalam jangka panjang terhadap biaya siklus hidup (life cycle cost),
2.
Kinerja dan pelayanan yang lebih baik dari aset,
3.
Optimalisasi umur aset, dan
4.
Memperbaiki persepsi publik terhadap manfaat/pelayanan dan standar
keamanan dari suatu aset.
Dari penjelasan mengenai operasi dan pemeliharaan di atas, disimpulkan
bahwa organisasi harus menyusun mekanisme akuntabilitas yang efektif yang
memastikan penggunaan dan pemeliharaan berkelanjutan atas aset masih relevan
dengan kebutuhan penyediaan pelayanan dan standar pelayanan seperti yang
dijelaskan di dalam rencana pengadaan. Perbaikan dalam sektor publik telah
diarahkan pada penyusunan akuntabilitas, pada tingkat program penyediaan
pelayanan. Dalam hal ini, manajer program bertanggung jawab atas input dan hasil
yang bisa dikendalikan dari masing-masing program.
Untuk memastikan penggunaan aset yang efektif, seorang manajer harus
bertanggung jawab terhadap biaya dari penggunaan aset dalam program penyediaan
pelayanan dan kinerja aset tersebut dalam pencapaian tujuan program penyediaan
pelayanan. Dalam hal ini juga manajer harus mencari mekanisme penyusunan
akuntabilitas finansial dan kinerja aset. Selain itu juga harus memberikan panduan
untuk implementasi penilaian kondisi dan pemantauan kinerja yang memadai.
24
2.3
Sistem Pemeliharaan Aset
Untuk menjaga kualitas dan kehandalan dari aset yang dimiliki maka aset
harus dipelihara dengan baik. Berdasarkan PP No. 6 tahun 2006 dan Hariyono
(2007), disimpulkan bahwa pemeliharaan aset adalah kegiatan menjaga kualitas dari
kondisi suatu aset agar dapat digunakan dan dimanfaatkan sesuai dengan tupoksi.
Menurut Duffuaa (1999) pemeliharaan dapat didefinisikan sebagai “the
combination
of activities by which equipment or a system is kept in, or restored to, a
state in which it can perform its designed function”. Pemeliharaan merupakan
kombinasi berbagai aktivitas untuk mempertahankan suatu peralatan atau sistem
bekerja sesuai dengan fungsinya. Sedangkan menurut Heizer (2006) “pemeliharaan
adalah semua aktivitas yang terlibat dalam menjaga peralatan suatu sistem agar tetap
bekerja”.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka pemeliharaan merupakan semua
aktivitas yang dilakukan untuk menjaga atau mempertahankan peralatan dalam sistem
atau untuk menjaga sistem itu sendiri agar dapat bekerja sesuai dengan fungsinya.
Manajemen pemeliharaan merupakan suatu proses kegiatan/aktivitas yang dilakukan
oleh suatu entitas dalam mengatur sumber daya-sumber daya yang dimilikinya, secara
efektif dan efisien, untuk menjaga atau mempertahankan peralatan dalam sistem atau
untuk menjaga sistem itu sendiri agar dapat bekerja sesuai dengan fungsinya.
Menurut Duffuaa, Raouf, dan Campbell (1999), fungsi manajemen dapat
diterapkan dalam sistem pemeliharaan, yang secara sederhana dapat dilihat pada
gambar 2.1.
Gambar 2.1 menunjukan bahwa pemeliharaan merupakan suatu sistem
di mana terdapat input yang diproses sehingga menghasilkan output. Kemudian
output tersebut dianalisis sehingga menghasilkan informasi yang dapat digunakan
sebagai input sistem pemeliharaan berikutnya. Input sistem pemeliharaan adalah
masukan atau sumber daya yang digunakan dalam kegiatan pemeliharaan. Sumber
daya tersebut berupa fasilitas, tenaga kerja, peralatan, persediaan suku cadang dan
manajemen.
25
Variance
at
maintenance
Demand
ORGANIZING
Job design
Standards
Work measurement
Project Management
PLANNING
Maintenance philosophy
Maintenance Load forecasting MAINTENANCE
Maintenance Capacity
PROCESS
Maintenance Organization
Maintenance Scheduling
INPUT Facilities
Labor
Equipment
Spares
Management
OUTPUT
Operation
aset
Equipment
MONITOR
CONTROL
Work Control
Material control
Inventory Control
Cost Control
Managing for Quality
Sumber: Duffuaa, 1999.
Gambar 2.1
Typical Maintenance System
2.3.1
Proses Sistem Pemeliharaan
Proses
pada
sistem
pemeliharaan
merupakan
kumpulan
kegiatan
mentransformasikan sumber daya yang berupa fasilitas, tenaga kerja, peralatan, suku
cadang, dan manajemen, secara efektif dan efisien, sehingga dihasilkan output berupa
kehandalan. Proses pemeliharaan terbagi menjadi fungsi perencanaan (planning),
pengorganisasian (organizing), dan pengendalian (controlling).
a. Aktivitas Perencanaan (Planning)
“Perencanaan adalah memutuskan di depan tentang apa yang akan
dilakukan, bagaimana melaksanakannya, kapan dilaksanakan, dan siapa yang
26
melaksanakan”
(Nasution,
2006).
Perencanaan
merupakan
kegiatan
pengambilan
keputusan tentang tindakan atau jalan yang akan ditempuh oleh
suatu perusahaan dan tiap departemennya. Menurut Dufuaa (1999) perencanaan
kegiatan
pemeliharaan
meliputi
kegiatan
menetapkan
bauran
strategi
pemeliharaan yang akan digunakan agar dapat tetap mempertahankan
kemampuan dan produksi optimum dari suatu alat atau mesin tanpa mengurangi
tingkat
keamanan pekerjaan, memprediksi muatan kegiatan pemeliharaan,
sumber
daya yang dibutuhkan, pembagian tugas pemeliharaan dan jadwal
pemeliharaan.
Menurut Dufffua, Raouf, dan Campbell (1999), Proses perencanaan
(planning) pada sistem pemeliharaan terdiri dari beberapa poin, yaitu:\
1. Maintenance Philosophy, adalah filosofi untuk meminimasi jumlah staf
pemeliharaan dengan tetap mempertahankan kemampuan dan produksi
optimum dari suatu alat atau mesin tanpa mengurangi tingkat keamanan
pekerjaan. Untuk dapat mencapai filosofi ini, kombinasi yang tepat dari
beberapa strategi berikut ini dapat dilakukan.
1) Breakdown/Corrective Maintenance,
2) Preventive Maintenance,
3) Opportunity Maintenance,
4) Fault Finding,
5) Design Modification,
6) Overhaul,
7) Replacement
2. Maintenance Load Forecasting, adalah proses dimana seluruh muatan
kegiatan pemeliharaan diprediksikan. Muatan kegiatan pemeliharaan
berbeda-beda tergantung pada mesin atau peralatannya. Muatan ini dapat
berupa umur fungsi suatu peralatan, persentase penggunaannya, kualitas
pemeliharaan, faktor iklim, dan keahlian pekerja
27
3. Maintenance Capacity, adalah proses yang dilakukan untuk menentukan
sumber daya yang tepat dan dibutuhkan untuk melakukan kegiatan
pemeliharaan. Sumber daya ini antara lain pekerja, material, suku cadang,
peralatan, dan perlengkapan.
4. Maintenance Organization. Kegiatan pemeliharaan dapat diorganisasikan
berdasarkan departemen, area, atau terpusat tergantung pada muatan
kegiatan pemeliharaan, ukuran mesin/peralatan, keterampilan dan
sebagainya.
5. Maintenance Scheduling, adalah proses memisahkan sumber daya dan
pekerja untuk suatu pekerjaan yang harus dilakukan pada waktu tertentu.
Hal ini sangat penting untuk memastikan bahwa perkerja, suku cadang,
dan material yang dibutuhkan tersedia sebelum kegiatan pemeliharaan
dijadwalkan
b. Aktivitas Pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasian merupakan bagian dari fungsi manajemen yakni
pengalokasian/pembentukan struktur peran untuk mengisi tugas-tugas dalam
organisasi. Menurut Duffuaa (1999), proses pengorganisasian (organizing)
sistem pemeliharaan terdiri rincian pekerjaan pemeliharaan (job design), waktu
standar kegiatan pemeliharaan (time standards), dan manajemen proyek untuk
pekerjaan pemeliharaan yang besar (project management).
c.
Aktivitas Pengendalian (Control)
Pengendalian merupakan salah satu fungsi manajemen, yakni untuk
memastikan kagiatan dilakukan sesuai dengan perencanaan. Menurut Duffuaa
(1999), kegiatan pengendalian dalam sistem pemeliharaan terdiri dari work
control (pengendalian pekerjaan), inventory control (pengendalian persediaan),
cost control (pengendalian biaya), dan quality control (pengendalian kualitas).
28
1. Work Control
Pengaturan dan pengendalian kegiatan pemeliharaan sangat penting untuk
mencapai rencana yang telah ditargetkan. Sistem perintah kerja adalah
alat untuk mengendalikan kegiatan pemeliharaan.
2. Inventory Control
Untuk dapat menjadwalkan kegiatan pemeliharaan, sangat penting untuk
memastikan ketersediaan material dan suku cadang. Oleh karena itu,
pengendalian persediaan sangatlah penting. Apabila persediaan yang
dibutuhkan untuk melakukan kegiatan pemeliharaan tidak ada, maka
kegiatan pemeliharaan juga tidak dapat dilakukan.
3. Cost Control
Biaya pengendalian terdiri dari beberapa komponen, diantaranya kegiatan
pemeliharaan itu sendiri, produksi yang hilang, degradasi peralatan,
cadangan, dan kelebihan biaya pemeliharaan. Pengendalian biaya
mengoptimasi seluruh biaya pemeliharaan.
4. Quality Control
Pengendalian kualitas dilakukan dengan mengukur atribut produk atau
jasa yang dihasilkan dengan spesifikasi produk atau jasa yang seharusnya.
Kualitas yang tinggi biasanya dipastikan dengan memeriksa kegiatan
pemeliharaan yang penting.
b.
Output Sistem Pemeliharaan
Berdasarkan
Duffuaa
(1999),
output
sistem pemeliharaan
adalah
beroperasinya mesin (aset) dengan optimum. Sedangkan menurut Heizer (2006)
dan Nasution (2006), output sistem pemeliharaan adalah kehandalan mesin
(aset). Berdasarkan teori di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa output sistem
pemeliharaan adalah beroperasinya suatu aset dengan kehandalan yang yang
optimum. Secara umum kehandalan dapat diartikan sebagai peluang suatu
29
fasilitas ataupun proses produksi memiliki kinerja sesuai dengan yang
ditetapkan
dengan kurun waktu dan kondisi operasi tertentu.
2.3.2
Kebijakan Pemeliharaan Aset
Menurut Haryono (2007:69), “Kebijakan Pemeliharaan diturunkan dari
pertimbangan atas beberapa faktor yang berhubungan dengan kebutuhan organisasi
dan
resiko
dan konsekuensi kerusakan aset”. Jadi kebijakan pemeliharaan ini
merupakan
dasar untuk menentukan mengapa aset dipelihara dengan cara tertentu.
Kebijakan pemeliharaan ini berhubungan langsung dengan strategi pemeliharaan aset.
Dalam pemilihan strategi pemeliharaan mencakup pertimbangan dari gabungan
prosedur dan kapasitas yang memadai untuk melakukan modifikasi dan perbaikan di
saat dibutuhkan.
Hal yang sangat penting dalam pertimbangan yaitu dari sifat aset itu sendiri.
Sedikit dari kategori aset tertentu memerlukan sedikit atau tidak sama sekali
pemeliharaan yang rutin. Aset yang seperti itu merupakan hal yang sah dikeluarkan
dari program pemeliharaan formal dan mempercayakan sebagai gantinya kepada
pemeriksa kondisi fisik secara periodik. Selain dari itu, risiko merupakan
pertimbangan yang sangat penting dalam menentukan kebijakan pemeliharaan yang
memadai. Risiko yang terkait dengan pengoprasian aset yang berhubungan dengan
standar kesehatan dan keamanan perlu dipertimbangkan. Risiko dan konsekuensi
kerusakan aset juga merupakan hal yang penting.
Kegunaan dari suatu aset yaitu seberapa efektif aset tersebut dapat memenuhi
kebutuhannya. Beberapa jenis aset dapat tergantung pada kerutinan dan kelayakan
pemeliharaannya. Oleh karena itu, nilai aset dapat tergantung dari pemeliharaan rutin
untuk tetap melindungi nilai aset tersebut.
2.3.3
Strategi Pemeliharaan Aset
Menurut Hariyono (2007), dalam mengembangkan strategi pemeliharaan ada
dua pertimbangan penting yang harus dilakukan yaitu tingkat pemeliharaan (level of
30
maintenance) yang diperlukan untuk suatu aset dan prioritas pemeliharaan
(maintenance
priorities).
1.
Tingkat pemeliharaan
Tingkat pemeliharaan aset yang diperlukan untuk suatu aset yang
diharapkan dari aset tersebut harus rinci dan jelas. Dalam merancang
rancangan pemeliharaan, seharusnya:
a.
Konsisten dalam peranan yang diberikan aset dalam memberikan
pelayanan,
b.
Mencerminkan kewajiban untuk memenuhi ketentuan perundangundangan yang berhubungan dengan kesehatan, keamanan, kebakaran,
manajemen lingkungan dan yang sejenisnya,
c.
Realistis, sesuai dengan kondisi dan umur aset yang diharapkan,
d.
Layak, dilakukan dalam konteks ketersediaan dalam sumber daya yang
disediakan, dan
e.
Disetujui oleh pengguna aset.
Tingkat pemeliharaan hendaknya menentukan tambahan pada kinerja
aset yang mana dipandang secara kritis secara operasional, dan dalam
tampilan fisiknya mana yang dianggap penting. Selain dari itu dapat
menetapkan waktu respon yang diperlukan dalam hal terjadi kerusakan.
2.
Prioritas Pemeliharaan
Tugas
pemeliharaan
yang
memiliki
prioritas
tertinggi
harus
diidentifikasi dalam strategi pemeliharaan. Hal ini dapat memungkinkan untuk
memfokuskan pemeliharaan pada area ini apabila sumber daya ternyata
menurun dari tingkat yang direncanakan. Dengan adanya prioritas dalam
pemeliharaan ini, pengelola dapat menentukan kegiatan pemeliharaan mana
yang harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya.
31
2.4
Perencanaan Load Forecasting (Prakiraan) Pemeliharaan
Menurut Dufffuaa, Raouf, dan Campbell (1991), Perencanaan prakiraan
pemeliharaan dapat diklasifikasikan menjadi kualitatif dan kuantitatif. Prakiraan
kualitatif didasarkan pada ahli atau pengalaman teknik dan penilaian. Teknik tersebut
termasuk survey, analogi historis, dan metode delphi. Prakiraan kuantitatif didasarkan
pada model matematika yang berasal dari prakiraan data historis untuk trend masa
depan. Model prakiraan dinilai oleh kriteria sebagai berikut:
1. Akurasi,
2. Kesederhanaan perhitungan, data dibutuhkan untuk model, dan
persyaratan penyimpanan,
3. Fleksibilitas.
Akurasi diukur dengan model memprediksi nilai masa depan secara tepat, dan
dinilai oleh perbedaan diantara model memprediksi nilai masa depan dan nilai yang
diamati. Secara umum, persyaratan akurasi yang tinggi menuntut hubungan yang
kompleks dan oleh karena itu dengan meningkatkan kompleksitas perhitungan.
Fleksibilitas adalah kemampuan untuk menyesuaikan kondisi perubahan. Dengan
kata lain, itu adalah ukuran dari ketahanan model prakiraan. Pertimbangan penting
dalam pemilihan pendekatan prakiraan adalah tujuan dari prakiraan, cakrawala waktu
untuk prakiraan, dan ketersediaan data untuk prakiraan tersebut.
2.4.1
Teknik Prakiraan Kualitatif
Dalam ketiadaan data, analis harus bergantung pada prakiraan ahli dan
penilaian mereka. Peran analis dalam prakiraan kualitatif untuk secara sistematis
mengekstrak informasi dari ahli dengan menggunakan kuesioner terstruktur atau
wawancara. Analis harus membantu ahli atau manajemen untuk mengukur
pengetahuan mereka. Teknik seperti sebab akibat dapat membantu dalam
mengidentifikasi hubungan antara variabel-variabel. Analis harus mengidentifikasi
variabel yang mempengaruhi perkiraan dan dampak masing-masing.
32
Setelah mengidentifikasi variabel dan dampaknya, langkah berikutnya adalah
untuk mencapai
kesepakatan mengenai besarnya variabel. Kasus terbaik, kasus yang
diharapkan dan skenario kasus terburuk biasanya digunakan untuk memperkirakan
besarnya variabel. Pendekatan interaktif dapat digunakan untuk memperkirakan
besarnya variabel. Pendekatan interaktif dapat digunakan untuk menyajikan pendapat
ahli, seperti perkiraannya berbeda dari perkiraan rata-rata, dan ahli dapat diminta
untuk merevisi
perkiraannya sampai suatu konsesus yang wajar tercapai. Bila tidak
ada pengurangan
lebih lanjut, dalam variasi tentang konsesus adalah mungkin
hasilnya digunakan sebagai prakiraan.
2.4.2 Teknik Prakiraan Kuantitatif
Dalam bagian ini, teknik prakiraan kuantitatif disajikan. Model yang disajikan
tergantung pada ketersediaan data historis dan biasanya disebut sebagai time series
atau model struktural. Menurut Hardjadinata (2000) metode ini menyangkut masalahmasalah yang berkaitan dengan model-model asosiatif yang dikembangkan, dimana
di dalamnya mencoba memanfaatkan hubungan-hubungan variable sebab akibat dan
analisis kuantitatif. Metode ini juga mengasumsikan bahwa nilai-nilai masa depan
baik mengikuti tren historis atau bahwa prediktor (independen) variabel ada yang
dapat memberikan model atau hubungan fungsional yang memprediksi karakteristik
yang diteliti. Misalnya usia peralatan digunakan untuk memprediksi jumlah jam
perawatan yang dibutuhkan pada peralatan.
Adapun model-model prakiraan yang termasuk kedalam metode kuantitatif
adalah.
a. Model Deret Waktu (Time Series Model), terdiri dari
1. Naive Method (Metode Naif)
Metode naïf merupakan suatu peramalan yang beranggapan bahwa nilai
ramalan di maa yang akan dating akan sama dengan nilai sebelumnya
33
2. Moving Avarage Method (Metode Rata-rata Bergerak)
Moving average method merupakan peramalan yang dibuat berdasarkan
rata-rata nilai dari masa lalu
3. Explonential Smoothing
Explonential smoothing adalah peramalan yang dibuat berdasarkan data
masa lalu dan masa kini dimana bobot data terbaru lebih besar dari pada
data sebelumnya
4. Classical Decomposition
Classical decomposition adalah suatu peramalan yang didalamnya
mengandung pola trend musiman, daur (siklus) dan ketidak beraturan
(irregular)
b. Model Asosiasi (Assosiative Models) terdiri dari
1. Simple Regression
Simple resression merupakan suatu peramalan dengan menggunakan
regresi sederhana
2. Multiple Regression
Multiple regression merupakan suatu peramalan dengan regresi yang lebih
kompleks
2.4.3
Langkah – Langkah Melakukan Prakiraan (Forecasting)
Menurut Hardjadinata (2000), ada tiga langkah dalam melakukan suatu
peramalan, yaitu :
1. Menganalisis Data Masa Lalu
Tahap ini berguna untuk mengetahui pola yang terjadi pada data masa lalu.
Analisi ini dilakukan dengan cara membuat tabulasi data masa lalu. Dengan
melalui tabulasi data tersebut, maka dapat diketahui pola yang terjadi dimasa
yang lalu
34
2. Menentukan Metode Yang Digunakan
Masing-masing metode akan memberikan hasil ramalan yang berbeda. Metodr
ramalan yang baik adalah metode yang memberikan hasil ramalan yang tidak
jauh berbeda dengan kenyataan yang terjadi
3. Memproyeksikan Data Masa Lalu dan Mempertimbangkan Faktor Perubahan
Yang Mungkin Terjadi
Faktor-faktor perubahan tersebut antara lain terdiri dari perubahan-perubahan
kebijakan yang mungkin terjadi, termasuk perubahan kebijakan pemerintah,
perkembangan potensi masyarakat, perkembangan teknologi dan penemuanpenemuan baru dan perbedaan antara hasil ramalan yang ada dengan
kenyataan yang sebenarnya. Dengan memperhatikan factor-faktor tersebut,
maka akan dapat ditentukan hasil ramalan yang terakhir. Hasil inilah yang
digunakan sebagai dasar untuk perencanaan dan pengambilan keputusan.
2.5
Penjadwalan Pemeliharaan
Menurut Dufffuaa, Raouf, dan Campbell (1991), Penjadwalan adalah proses
dimana pekerjaan yang cocok dengan sumber daya dan urutan untuk dieksekusi pada
titik-titik tertentu dalam waktu. jadwal pemeliharaan dapat disiapkan pada tiga
tingkatan, tergantung pada cakrawala jadwal:
1. Jadwal jangka panjang atau master yang mencakup periode 3 bulan
sampai 1 tahun,
2. Jadwal mingguan meliputi 1 minggu, dan
3. Jadwal harian yang meliputi pekerjaan yang harus diselesaikan setiap hari.
Jadwal jangka panjang didasarkan pada perintah kerja perawatan yang ada,
termasuk backlog, pemeliharaan preventif, dan perawatan darurat yang diantisipasi.
Itu harus menyeimbangkan jangka panjang permintaan untuk pekerjaan pemeliharaan
dengan sumber daya yang tersedia. Jadwal jangka panjang biasanya tunduk pada
35
revisi dan memperbaharui untuk mencerminkan perubahan dalam rencana dan
menyadari
pekerjaan pemeliharaan.
Jadwal perawatan mingguan dihasilkan dari jadwal jangka panjang dan
memeperhitungkan jadwal operasi saat ini dan mempertimbangkan ekonomi. Jadwal
mingguan harus memungkinkan untuk sekitar 10 % sampai 15% dari tenaga kerja
akan tersedia kembali diurutan berdasarkan prioritas. Analisis jalur kritis dan integer
programming
adalah teknik yang dapat digunakan untuk menghasilkan jadwal. Di
perusahaan
kecil dan menengah, penjadwalan dilakukan berdasarkan aturan heuristik
dan pengalaman.
Jadwal harian yang dihasilkan dari jadwal mingguan dan biasanya
dipersiapkan sehari sebelumnya. jadwal ini sering terganggu untuk melakukan
perawatan darurat. Prioritas didirikan untuk menjadwalkan pekerjaan. Di beberapa
organisasi, jadwal diserahkan ke pengawas daerah yang memeberikan pekerjaan
sesuai dengan prioritas yang didirikan.
2.5.1
Sistem Prioritas Pekerjaan Pemeliharaan
Sistem prioritas pekerjaan pemeliharaan memiliki dampak luar biasa pada
penjadwalan pemeliharaan. Prioritas ditetapkan untuk memastikan bahwa pekerjaan
yang paling penting adalah pertama dijadwalkan. Pengembangkan sistem prioritas
harus coordinated dengan staf operasi yang umumnya menetapkan prioritas yang
lebih tinggi untuk pekerjaan pemeliharaan yang dibenarkan. Kecenderungan ini
menempatkan tekanan pada sumber daya pemeliharaan dan dapat mengakibatkan
kurang dari pemanfaatan sumber daya yang optimal. Juga sistem prioritas harus
dinamis dan harus diperbaharui secara berkala untuk mencerminkan perubahan dalam
operasi atau strategi pemeliharaan. Pada tabel 2.3 memberikan klasifikasi tingkat
prioritas dan pekerjaan calon untuk dimasukkan dalam setiap kelas.
36
Tabel 2.3
Prioritas Pekerjaan Pemeliharaan
No
1.
Prioritas
Nama
Darurat
Kerangka Waktu
Kerja Harus dimulai
Jenis Pekerjaan
Pekerjaan harus
Pekerjaan yang memiliki
dimulai segera
efek langsung dalam
keselamatan, lingkungan,
kualitas, atau akan menutup
operasi.
2.
Urgensi
Pekerjaan harus
Pekerjaan yang mungkin
dimulai dengan 24
memiliki dampak pada
jam
keselamatan, lingkungan,
kualitas, atau menutup
operasi.
3.
4.
Normal
Jadwal
Pekerjaan harus
Pekerjaan yang mungkin
dimulai dengan 48
memiliki dampak produksi
jam
dalam seminggu.
Terjadwal
Pemeliharaan preventif dan
rutin, semua program
pekerjaan pemeliharaan.
5.
Postponable
Pekerjaan harus
Pekerjaan yang tidak
dimulai ketika sumber
memiliki dampak langsung
daya tersedia atau
terhadap keselamatan,
periode shutdown
kesehatan, lingkungan, atau
kegiatan produksi.
Sumber: Dufffuaa, Raouf, dan Campbell (1999)
37
2.5.2
Teknik Penjadwalan Pemeliharaan
Tujuan akhir dari penjadwalan adalah untuk membangun sebuah grafik yang
menunjukkan waktu mulai dan waktu selesai untuk setiap pekerjaan, yang saling
ketergantungan antar pekerjaan, dan pekerjaan penting yang memerlukan perhatian
khusus dan pengawasan efektif.
Di masa lalu, pekerjaan penjadwalan dalam sebuah proyek didasarkan pada
teknik heuristik
dan alat penjadwalan pertama yang dikenal adalah Gantt Chart yang
dikembangkan
oleh Hendry L. Gantt. Grafik Gantt adalah bar chart yang menentukan
mulai dan waktu selesai untuk setiap aktivitas pada skala waktu horizontal. Kerugian
utamanya adalah bahwa hal itu tidak menunjukkan saling ketergantungan di antara
pekerjaan yang berbeda.
Grafik Gantt dapat dimodifikasi untuk menunjukkan saling ketergantungan
dengan mencatat tonggak pada setiap waktu kerja. Tonggak menunjukkan periode
kunci dalam durasi setiap pekerjaan. Garis padat menggambarkan keterkaitan antara
milestones. Demikian, tonggak menunjukkan saling ketergantungan antara pekerjaan.
Milestones yang jelas untuk pekerjaan apa pun adalah waktu awal untuk pekerjaan
dan titik penyelesaian yang dibutuhkan. Milestones penting lainnya adalah poin
penting dalam pekerjaan, seperti titik dimana awal pekerjaan lain dimulai.
2.6
Manajemen Aset Jalan
Akhir-akhir ini institusi penyelenggaraan jalan di dunia menerapkan
pendekatan strategis mengenai jalan. Pendekatan strategis ini disebut manajemen aset
jalan yang dimana untuk menunjang keputusan-keputusan investasi sistem
pemeliharaan dan rehabilitasi, perluasan dan operasional yang didasarkan pada
informasi yang komprehensif dengan cara proaktif dan holistik
2.6.1
Pengertian Aset Jalan
Menurut Suherman (2009), Manajemen Aset Jalan adalah suatu sistematik
dari proses pemeliharaan, rehabilitasi, dan operasional aset-aset fisik dengan cara
38
biaya yang efektif dan efisien. Ini merupakan kombinasi dari dasar-dasar teknik yang
berbau bisnis dan teori ekonomi dan menyediakan suatu alat bantu untuk
memfasilitasi suatu pengorganisasian, logika dan pendekatan terintegrasi terhadap
pembuatan keputusan investasi jalan.
Dengan kata lain bahwa manajemen aset jalan adalah suatu sistematik proses
yang dimaksudkan untuk efisiensi dan efektifitas biaya pemeliharaan, rehabilitasi dan
operasional
terhadap aset-aset jalan untuk dapat melakukan rasionalisasi dan integrasi
dalam pembuatan keputusan. Aset-aset jalan ini mencakup perkerasan, jembatan,
peralatan kontrol lalu lintas dan sebagainya.
2.6.2
Tahapan Sistem Manajemen Aset Jalan
Menurut Suherman (2009:28), “Tujuan dari manajemen aset jalan adalah
untuk mengoptimalkan kinerja pada suatu jaringan jalan sepanjang waktu”. Dengan
kata lain, kinerja dari suatu jaringan jalan dapat dioptimalkan kinerjanya sesuai
dengan yang diharapkan. Dalam melaksanakan manajemen aset jalan tersebut, maka
perlu dilakukan beberapa tahapan manajemen kegiatan yang secara langsung akan
berdampak terhadap jaringan jalan tersebut.
Menurut Robinson dalam Suherman (2009), pelaksanaan dalam kegiatan
pemeliharaan jalan harus melalui tahapan-tahapan yang rasional dan terpadu.
Tahapan ini terdiri dari perencanaan umum, pemograman tahunan, persiapan
pelaksanaan, dan operasi dari pelaksanaan kegiatan tersebut.
Kegiatan perencanaan umum merupakan tahapan awal dalam kegiatan
manajemen pemeliharaan jalan. Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan kebijakan
akan ditentukan untuk manajemen pemeliharaan jalan secara menyeluruh. Setelah
tahapan perencanaan selesai, maka tahapan selanjutnya yaitu tahapan pemograman.
Kegiatan pemograman harus didasarkan pada kebijakan hasil dari tahapan
perencanaan umum yang telah dilaksanakan. Tahapan berikutnya yaitu kegiatan
persiapan dan pelaksanaan. Dan ketika selesai tahapan pelaksanaan, makan tahapan
akan kembali kepada tahapan pemograman. Demikian seterusnya sehingga
39
membentuk siklus sampai harus kembali kepada perencanaan umum dari manajemen
pemeliharaan
jalan.
2.7
Pengelompokkan, Sistem Jaringan, dan Fungsi Jalan
Menurut UU No 38 tahun 2004 tentang jalan, sesuai dengan peruntukannya
jalan dibedakan atas:
Khusus
a. Jalan
ini dibangun oleh instansi, badan usaha, perseroan atau kelompok
Jalan
masyarakat untuk kepentingan sendiri dan bukan diperuntukkan untuk
kepentingan umum dalam rangka distribusi barang dan jada yang dibutuhkannya.
Termasuk jalan khusus tersebut antara lain: jalan dalam kawasan pelabuhan, jalan
kehutanan, jalan perkebunan, jalan inspeksi pengairan, jalan dikawasan
perindustrian dan jalan dikawasan permukiman yang belum diserahkan kepada
pemerintah.
b.
Jalan Umum
Jalan ini diperuntukkan bagi lalu lintas umum. Jalan umum dapat dikelompokkan
menurut sistem, fungsi, status dan kelas. Sistem jaringan jalan merupakan satu
kesatuan jaringan jalan yang saling menghubungkan dan mengikat pusat-pusat
pertumbuhan dengan wilayah yang berbeda yang berada dalam pengaruh
pelayanannya dalam satu hubungan hierarkis. Penyusunan sistem jaringan jalan
dilakukan dengan mengacu pada rencana tata ruang wilayah dengan
memperhatikan keterhubungan antar dan/atau di dalam kawasan perkotaan dan
kawasan pedesaan.
2.7.1
Sistem Jalan Primer
Merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang
dan jasa untuk pengembangan semua wilayah ditingkat nasional dengan
menghubungkan semua sampul jasa distribusi yang terwujud
pada pusat-pusat
kegiatan kegiatan. Penyusunan jaringan jalan primer mengikuti rencana tata ruang
40
dan memperhatikan keterhubungan antara kawasan perkotaan yang merupakan pusatpusat kegiatan
nasional, wilayah, sampai kepusat kegiatan lokal.
2.7.2
Sistem Jalan Sekunder
Merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang
dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan. Penyusunan jaringan jalan
ini mengikuti tata ruang wilayah kota/kabupaten yang menghubungkan
sekunder
secara menerus
kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder
ke satu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga dan seterusnya sampai persil.
2.7.3
Jalan Tol
Jalan Tol yang biasa di Indonesia disebut jalan bebas hambatan adalah suatu
jalan alternatif untuk mengatasi kemacetan lalu lintas ataupun dapat mempersingkat
jarak dari suatu tempat ke tempat lain. Untuk menikmati Jalan tol ini biasanya
pengguna jalan harus membayar tarif yang diberlakukan pengelola jalan tol.
Penetapan tarif ini disesuaikan dengan jenis kendaraan dan jarak tempuh pengguna
jalan.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 Tentang Jalan Tol,
yang dimaksud dengan jalan tol adalah jalan umum yang sebagian sistem jaringan
jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol. Tujuan
dari jalan tol ini adalah untuk meningkatkan efisiensi pelayanan jasa distribusi guna
menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan jalan tol ini sangat
diperlukan terutama untuk wilayah-wilayah yang memiliki tingkat perkembangan
yang tinggi. Hal ini dimaksudkan agar terhindar dari pemborosan-pemborosan baik
langsung maupun tidak langsung. Pemborosan langsung disini yaitu biaya operasi
dari suatu kendaraan bermotor yang berhenti ataupun yang berjalan atau bergerak
dengan kecepatan yang sangat rendah akibat terbaurnya peranan jalan. Sedangkan
untuk pemborosan tidak langsung yaitu nilai relatif dan kepentingan tiap pemakai
jalan menyangkut dari segi waktu dan kenyamanan.
41
Jalan tol mempunyai tingkat keamanan dan kenyaman yang lebih tinggi dari
jalan umum
yang ada. Selain dari itu, dapat melayani arus lalu lintas jarak jauh
dengan mobilitas yang tinggi. Jalan tol ini didesain dengan kecepatan paling rendah
80 Km/Jam untuk lalu lintas antar kota dan kecepatan paling rendah 60 Km/Jam
untuk lalu lintas dalam kota. Hal ini agar sistem distribusi dapat berfungsi dengan
baik, maka perlu dibangun jalan berspesifikasi bebas hambatan yang memperhatikan
rasa keadilan.
Pembangunan jalan bebas hambatan yang memerlukan pendanaan
relatif besar
diselenggarakan melalui pembangunan jalan tol.
Dalam hal ini, Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan negara, mempunyai
kewenangan menyelenggaraan jalan tol. Penyelenggaraan jalan tol meliputi kegiatan
pengaturan jalan tol, pembinaan jalan tol, pengusahaan jalan tol dan pengawasan
jalan tol. Pengaturan jalan tol meliputi perumusan kebijakan perencanaan,
penyusunan perencanaan umum dan pembentukan peraturan perundang-undangan.
Pembinaan jalan tol meliputi pedoman dan standar teknis, pelayanan,pemberdayaan,
dan penelitian dan pengembangan. Pengusahaan jalan tol meliputi kegiatan
pendanaan, perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi dan atau pemeliharan.
Sedangkan, Pengawasan jalan tol meliputi pengawasan umum dan pengawasan
pengusahaan jalan tol.
2.7.4
Fungsi Jalan
Sesuai manual kapasitas jalan indonesia tahun 1997 dan fungsi jalan yang
diatur oleh pasal 8 UU No 38 Tahun 2004, dimana berdasarkan sifat, pergerakan lalu
lintas dan angkutan jalan, fungsi jalan dibedakan atas:
1. Jalan Arteri
Jalan arteri adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama
dan ciri perjalanan jauh, kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk
dibatasi secara berdayaguna.
42
2. Jalan Kolektor
Jalan kolektor adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalan jarak sedang dan jumlah jalan
masuk dibatasi.
3. Jalan Lokal
Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat dan jumlah jalan masuk tidak
dibatasi.
4. Jalan Lingkungan
Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan lingkungan dengan ciri perjalan jarak dekat dan kecepatan rata-rata
rendah.
2.8
Pemeliharaan Jalan
Jaringan jalan mempunyai peranan yang strategis dan sangat penting bagi
pembangunan. Sesuai dengan karakteristiknya, jalan
cenderung mengalami
penurunan kondisi yang diindikasikan dengan terjadinya kerusakan pada perkerasan
jalan. Maka untuk memperlambat kecepatan penurunan kondisi dan mempertahankan
kondisi pada tingkat yang layak, jalan perlu dikelola dengan baik dan salah satunya
dengan melakukan pemeliharaan jalan agar jalan dapat berfungsi sepanjang waktu.
Tujuan Pemeliharaan Jalan
Menurut Tranggono (2005), Tujuan utama dari pemeliharaan jalan adalah:
1. Mempertahankan kondisi agar tetap berfungsi
Pemeliharaan jalan dilakukan agar dapat menjaga jalan dapat digunakan
setiap tahunnya untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonomi masyarakat
sekitar. Suatu jalan yang terputus atau tertutup, sehingga tidak dapat
digunakan akan mengakibatkan masyarakat di suatu tempat akan
terisolasi dan akan berdampak kepada masalah sosial ekonomi. Sehingga
43
dengan terbukanya jalan setiap waktu mengakibatkan perkonomian tetap
lancar.
2. Mengurangi tingkat kerusakan Jalan
Jalan yang sering digunakan untuk lalu lintas akan mengalami penurunan
kondisi. Penurunan kondisi ini sampai dengan kondisi jalan tersebut jelek
dan terus berlanjut sampai jalan tersebut rusak ataupun rusak berat
sehingga jalan tersebut tidak dapat digunakan kembali. Oleh karena itu,
jalan harus direhabilitasi atau dikembalikan kondisinya seperti semula.
Dengan pemeliharaan jalan, mengakibatkan laju kerusakan jalan dapat
dikurangi sehingga jalan dapat melayani lalu lintas sesuai dengan umur
rencananya.
3. Memperkecil biaya operasi kendaraan
Besarnya biaya operasi kendaraan dapat ditentukan oleh jenis kendaraan,
geometri kendaraan, dan kondisi dari jalan. Pemeliharaan jalan yang baik
maka tingkat kerataan dapat dipertahankan dan biaya operasi kendaraan
tidak meningkat. Jalan yang semakin rusak akan mengakibatkan
ketidakrataan tinggi dan memberikan konsekuensi keausan kendaraan dan
konsumsi bahan bakar semakin tinggi.
2.9
Penurunan Kondisi Jalan
Indikasi yang menunjukkan penurunan kondisi jalan adalah terjadinya
kerusakan jalan, baik kerusakan fungsional maupun kerusakan struktural, dapat
bermacam-macam yang dapat dilihat dari bentuk dan proses terjadinya. Kerusakan
yang terjadi tersebut akan mengakibatkan nilai kekasaran pada perkerasan dan pada
akhirnya akan mengganggu kenyamanan berkendara, meningkatkan biaya operasi
kendaraan, dan kemungkinan jalan tersebut tidak dapat beroperasi.
44
2.9.1
Jenis-Jenis Kerusakan Jalan
Menurut Tranggono (2005), jenis-jenis kerusakan jalan dapat dikelompokkan
menjadi dua macam yaitu:
1. Kerusakan Struktural
“Kerusakan Struktural adalah kerusakan pada struktur jalan, sebagian atau
keseluruhannya, yang menyebabkan perkerasan jalan tidak lagi mampu
mendukung beban lalu lintas” (Tranggono:2005:7). Untuk itu perlu
adanya perkuatan sturktur dari perkerasan dengan cara pemberian
pelapisan ulang (overlay) atau perbaikan kembali terhadap lapisan
perkerasan yang ada.
2. Kerusakan Fungsional
“Kerusakan Fungsional adalah kerusakan pada permukaan jalan yang
dapat menyebabkan terganggunya fungsi jalan tersebut” (Tranggono:
2005:7). Kerusakan fungsional ini dapat berhubungan dengan kerusakan
struktural ataupun tidak. Pada kerusakan fungsional, jalan mampu
menahan beban yang bekerja namun tidak memberikan tingkat
kenyamanan dan keamanan yang diinginkan.
2.9.2
Penyebab Kerusakan Jalan
Menurut Tranggono (2005), faktor penyebab kerusakan jalan dapat
dikelompokkan sebagai berikut.
1. Faktor Lalu Lintas
Kerusakan pada kontruksi perkerasan jalan salah satunya disebabkan oleh
lalu lintas. Faktor lalu lintas ini ditentukan antara lain oleh beban
kendaraan, distribusi beban kendaraan pada lebar perkerasan, pengulangan
beban lalu lintas, dan lain sebagainya.
45
2. Faktor Non Lalu Lintas
2.10
Selain dari lalu lintas, ada pengaruh lain yang menyebabkan kerusakan
jalan termasuk faktor non lalu lintas. Faktor non lalu lintas ini yaitu bahan
perkerasan, pelaksanaan pekerjaan, dan lingkungan (cuaca).
Waktu Penanganan Pemeliharaan Jalan
Menurut
Tranggono (2005), kategori kegiatan pemeliharaan berdasarkan waktu
penanganan,
terdiri dari tiga kategori yaitu pemeliharaan rutin, pemeliharaan
periodik, dan pekerjaan darurat.
1. Pemeliharaan Rutin
Frekuensi dari pemeliharaan rutin dilakukan dengan interval penanganan
kurang dari satu tahun. Kegiatan pemelihraan rutin ini dibedakan atas yang
direncakan secara rutin dan tidak direncanakan yang tergantung pada
kejadian kerusakan.
2. Pemeliharaan Periodik
Frekuensi
dari
pemeliharaan
periodik
dilakukan
dengan
interval
penanganan beberapa tahun. Kegiatan pemeliharaan ini dilakukan untuk
menambah nilai struktural ataupun menambah nilai fungsional yang
meliputi kegiatan-kegiatan pencegahan, pelaburan, pelapisan tambah
(overlay), dan rekontruksi perkerasan.
3. Pemeliharaan Darurat
Frekuensi dari pemeliharaan darurat ini tidak dapat diperkirakan
sebelumnya atau diprediksi. Pekerjaan pemeliharaan yang termasuk dalam
kegiatan ini adalah perbaikan sementara untuk jalan tertutup akibat longsor,
banjir, atau bekas kecelakaan jalan.
2.11
Teknik Pemeliharaan Jalan Tol
Teknik pemeliharaan jalan tol diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum Nomor 02/PRT/M/2007. Pada peraturan ini, teknik pemeliharaan jalan tol
46
dimaksudkan untuk menjamin bahwa jalan tol memenuhi ketentuan standar
pelayanan
minimal jalan tol. Selain dari itu, tujuan dari peraturan ini untuk
mempertahankan dan meningkatkan pelayanan jalan tol bagi pengguna jalan tol.
Menurut Permen PU No. 02/PRT/M/2007, pemeliharaan jalan tol terdiri dari
pemeliharaan rutin, berkala, dan peningkatan. Apabila terjadi kerusakan jalan tol
yang dapat mengganggu lalu lintas dan membahayakan pengguna jalan, maka harus
dilakukan
penanganan/pemeliharaan darurat. Penanganan darurat ini biasanya
diakibatkan
oleh banjir, longsor, gempa bumi, dan kecelakaan lalu lintas.
Pada pelaksanaan pemeliharaan jalan tol, Badan Usaha Jalan Tol (BUJT)
dapat melakukan swakelola atau menyerahkan sebagian dan keseluruhan pekerjaan
pemeliharaan kepada pihak lain menurut ketentuan yang berlaku. Ini dilakukan
karena BPUJT yang ditunjuk pemerintah merupakan Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) sehingga pekerjaan pemeliharaan jalan tol harus dilakukan sesuai dengan
Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003.
Tata cara pemeliharaan jalan tol menurut Permen PU No. 02/PRT/M/2007
meliputi pemeliharaan rutin, berkala, dan darurat. Serta pembuatan program
pemeliharaan pemeliharaan rutin dan berkala. Penyusunan program pemeliharaan
rutin dan berkala jalan tol meliputi kegiatan-kegiatan survei, analisis, penyusunan
rencana kegiatan, penyusunan perkiraan biaya serta pengusulan dan penetapan
program pemeliharaan rutin dan berkala. Pada penanganan darurat pemeliharaan jalan
tol meliputi inspeksi harian dan pengambilan tindakan untuk memulihkan secepatnya
kondisi jalan tol. Penyampaian informasi hasil inspeksi yang dilakukan agar dapat
diambil tindakan dalam rangka memulihkan secepatnya kondisi jalan tol
47
Download