peraturan daerah propinsi nusa tenggara timur nomor 9 tahun 2005

advertisement
PERATURAN DAERAH
PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
NOMOR 9 TAHUN 2005
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN 2006 - 2020
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR,
Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pemanfaatan ruang di wilayah Propinsi Nusa
Tenggara Timur secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras,
seimbang dan berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat,
dan pertahanan keamanan, perlu disusun rencana tata ruang wilayah;
b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar sektor,
daerah dan masyarakat, maka rencana tata ruang wilayah merupakan
arahan lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan Pemerintah,
masyarakat, dan/atau dunia usaha;
c. bahwa Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur
Nomor 2 Tahun 1994 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi
Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan keadaan dewasa ini sehingga perlu ditinjau kembali;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b
dan c tersebut, maka perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2006-2020;
Mengingat : 1.
Undang–Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerahdaerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 115, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1649);
2. Undang – Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerahdaerah Tingkat II Dalam Wilayah Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa
Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 1655);
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 1
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokokpokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor
104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043);
4. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 2824);
5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967
Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
2831);
6. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 27, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3208);
7. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3274);
8. Undang–Undang Nomor 5 tahun 1985 tentang Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 44,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3062);
9. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Ratifikasi Konvensi
Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Hukum Laut (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3319);
10. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara
Republik
Indonesia Nomor 3419);
11. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3427);
12. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor
23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3469);
13. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3470);
14. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya
Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478);
15. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalulintas Dan Angkutan
Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3480);
16. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 53, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3481);
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 2
17. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 98, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3647);
18. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3501).
19. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1996 tentang Pembentukan Kotamadya
Daerah Tingkat II Kupang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1996 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3637);
20. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 72, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3848);
21. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 73, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647);
22. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);
23. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881);
24. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3888);
25. Undang-Undang Nomor 52 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten
Lembata (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 180,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3901)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 79,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
26. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 3, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169;
27. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten
Rote-Ndao di Propinsi Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4184);
28. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 94, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4226;
29. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten
Manggarai Barat di Propinsi Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 28, , Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4271 );
30. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 3
31. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
32. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 85, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4411);
33. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4421);
34. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4433);
35. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
36. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4438);
37. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4442);
38. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1982 tentang Irigasi (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 38, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3226);
39. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 39, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3294);
40. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan
Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3373);
41. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3445);
42. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1993 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 14, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3516);
43. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu
Lintas Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor
63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3529);
44. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak
dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996
Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3660);
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 4
45. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1997 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3721);
46. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 Tentang Kawasan Suaka
Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3776);
47. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Transmigrasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 4,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3800);
48. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian
Perencanaan dan/atau Perusakan Laut (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3816);
49. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838);
50. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian
Peta untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3934);
51. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonomi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952);
52. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan
Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah; (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4090);
53. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 127,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4145);
54. Peraturan Pemerintah nomor 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 128,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4146);
55. Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2002 tentang Daftar Koordinat
Geografis Titik – Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 72, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4211).
56. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan
Tanah; (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45,
Tambahan Lembaran Republik Indonesia Negara Nomor 4385);
57. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1990 tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung;
58. Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1997 tentang Penetapan Propinsi
Lampung dan Nusa Tenggara Timur Sebagai Daerah Asal sekaligus
Sebagai Daerah Transmigrasi ;
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 5
59. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum;
60. Keputusan
Menteri
Kehakiman
Nomor
Wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil;
04/PW/07/03/84-tentang
61. Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 423/Kpts-II/1999
tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I
Nusa Tenggara Timur seluas 1.809.990;
62. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 138 Tahun 1998 tentang
Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah Rencana Struktur Tata Ruang
Propinsi Daerah Tingkat I dan Rencana Umum Tata Ruang Kabupaten
Daerah Tingkat II;
63. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 147 Tahun 2000 tentang
Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah;
64. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001
tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi
AMDAL;
65. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 44 Tahun 2002 tentang Tatanan
Kebandarudaraan Nasional;
66. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 53 Tahun 2002 tentang Tatanan
Kepelabuhan Nasional;
67. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 52 Tahun 2004 tentang
Penyelenggaraan Pelabuhan;
68. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor
375/KTPSM/M/2004 tanggal 19 Oktober 2004 tentang Penetapan Status
Panjang Ruas Jaringan Jalan di Propinsi NTT;
69. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur Nomor
5 Tahun 1994 tentang Kawasan Lindung Propinsi Nusa Tenggara Timur;
70. Peraturan Daerah Propinsi Nusa Tenggara Timur Nomor 2 Tahun 2004
tentang Program Pembangunan Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun
2004– 2008 (Lembaran Daerah Tahun 2004 Nomor 54 Seri E Nomor 002)
71. Peraturan Daerah Propinsi Nusa Tenggara Timur Nomor 3 Tahun 2004
tentang Rencana Startegis Pembangunan Daerah Propinsi Nusa
Tenggara Timur Tahun 2004 – 2008 (Lembaran Daerah Tahun 2004
Nomor 55 Seri E Nomor 03);
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 6
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
dan
GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH
PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2006 - 2020
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1.
Daerah adalah Propinsi Nusa Tenggara Timur.
2.
Pemerintah adalah Pemerintah Pusat
3.
Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Timur.
4.
Gubernur adalah Gubernur Nusa Tenggara Timur.
5.
Perencanaan Tata Ruang adalah kegiatan menyusun dan menetapkan rencana tata
ruang yang dilakukan melalui proses dan prosedur penyusunan serta penetapan
rencana tata ruang yang memiliki kekuatan hukum.
6.
Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur selanjutnya disingkat
RTRWP adalah hasil perencanaan tata ruang yang memperhatikan arahan struktur dan
pola kebijakan pemanfaatan ruang nasional, rencana tata ruang pulau dan persyaratan
teknis kedalam struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah Propinsi dan berisi pokokpokok kebijaksanaan dan strategi penataan ruang-ruang wilayah darat, laut/pesisir
menurut kewenangan yang dimiliki.
7.
Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara
sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan
melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidup.
8.
Tata Ruang Wilayah adalah wujud struktural dan pola pemanfataan ruang wilayah
dengan maupun tidak direncanakan.
9.
Penataan Ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang yang terlaksana secara sistematis dan berkelanjutan.
10.
Penyelenggaraan Penataan Ruang adalah rangkaian kegiatan dalam pelaksanaan
proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan
ruang.
11.
Pemanfaatan Ruang adalah rangkaian program dan kegiatan pelaksanaan
pembangunan yang memanfaatkan ruang sesuai jangka waktu yang telah ditetapkan
fungsinya didalam rencana tata ruang untuk membentuk ruang.
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 7
12.
Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah kegiatan pengawasan dan penertiban
pemanfaatan ruang sebagai usaha untuk menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang
dengan fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang dan untuk mengambil
tindakan agar rencana pemanfaatan ruang dapat terwujud.
13.
Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur
terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif
dan atau aspek fungsional.
14.
Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama Lindung atau Budidaya.
15.
Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan dan nilai
sejarah budaya bangsa untuk kepentingan pembangunan yang berkelanjutan.
16.
Kawasan Budidaya adalah kawasan yang dimanfaatkan secara terencana dan terarah
yang berkelanjutan berwawasan lingkungan, sehingga dapat berdaya guna dan berhasil
guna bagi hidup dan kehidupan manusia.
17.
Kawasan Prioritas adalah kawasan yang dapat berperan mendorong pertumbuhan
ekonomi bagi kawasan dan atau keseimbangan pengembangan wilayah serta
keseimbangan ekosistem wilayah itu sendiri dengan kawasan sekitarnya serta dapat
mewujudkan pemanfaatan ruang wilayah nasional.
18.
Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan
pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan,
pelayanan jasa pemerintahan, pendidikan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
19.
Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian
termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai
tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan
kegiatan ekonomi.
20.
Kawasan Tertentu adalah kawasan yang ditetapkan secara nasional mempunyai nilai
strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan.
21.
Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh
pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
22.
Kawasan Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang
mempunyai
fungsi
pokok
mempertahankan,
mengamankan,
mengawetkan
keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.
23.
Kawasan Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai
perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir,
mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah.
24.
Kawasan Hutan Produksi Tetap adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok
memproduksi hasil hutan.
25.
Perairan Indonesia adalah laut teritorial Indonesia beserta perairan Kepulauan dan
perairan pedalamannya.
26.
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu daerah tertentu yang bentuk dan sifat
alamnya merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang
berfungsi menampung air yang berasal dari curahan hujan dan sumber air lainnya dan
kemudian mengalirkannya melalui sungai utama ke laut atau bentang alam lainnya.
27.
Pusat Kegiatan Nasional yang disingkat PKN adalah kota atau pusat kegiatan yang
mempunyai potensi sebagai pintu gerbang ke kawasan-kawasan internasional dan
mempunyai potensi untuk mendorong daerah sekitarnya serta sebagai pusat jasa, pusat
pengelolaan, simpul transportasi dengan skala pelayanan nasional atau beberapa
Propinsi.
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 8
28.
Pusat Kegiatan Wilayah yang disingkat PKW adalah kota sebagai pusat jasa, pusat
pengelolaan dan simpul transportasi untuk satu Propinsi yang melayani beberapa
Kabupaten dan atau Kota.
29.
Pusat Kegiatan Lokal yang disingkat PKL adalah kota sebagai pusat jasa keuangan,
perbankan, yang melayani satu Kabupaten/Kota atau beberapa Kecamatan serta simpul
transportasi untuk satu Kabupaten atau beberapa Kecamatan.
30.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah yang disingkat RPJP Daerah adalah
dokumen perencanaan pembangunan Propinsi untuk periode 20 (dua puluh) tahun.
yang memuat visi, misi, arah dan strategi pembangunan Propinsi yang mengacu
kepada RPJP Nasional.
31.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, yang disingkat RPJM Daerah
adalah dokumen perencanaan untuk periode 5 (lima) tahun yang merupakan penjabaran
dari visi, misi dan program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman pada
RPJP yang memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah,
kebijakan umum dan program satuan kerja perangkat daerah, lintas satuan kerja
perangkat daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana kerja dalam
kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif yang ditetapkan
dengan Peraturan Daerah.
32.
Sistem Pusat-pusat Permukiman adalah tata pengaturan dan pemanfaatan ruang yang
memberi peluang bertumbuhkembangnya kegiatan-kegiatan permukiman beserta
aktivitas penunjangnya yang terkonsentrasi dan tertata untuk efisiensi dan efektivitas
penggunaan ruang, sumber daya lainnya dan seluruh prasarana/sarana terbangun.
33.
Sistem Sarana dan Prasarana adalah tata pengaturan dan pemanfaatan ruang yang
memberi peluang bertumbuhnya pengembangan sarana dan prasarana wilayah yang
memadai dan sesuai bagi penunjang kegiatan yang memungkinkan tercapainya efisiensi
dan efektivitas penggunaan ruang dan seluruh prasarana/sarana.
34.
Masyarakat adalah orang, seorang, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat
atau badan hukum.
35.
Peran serta Masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat yang timbul atas
kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat, untuk berminat dan bergerak
dalam penyelenggaraan penataan ruang.
BAB II
RUANG LINGKUP, ASAS, TUJUAN, SASARAN DAN FUNGSI
Bagian Pertama
Ruang Lingkup
Pasal 2
Ruang Lingkup RTRWP meliputi :
a. asas, tujuan, sasaran dan fungsi RTRWP untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat;
b. struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah Propinsi;
c. pedoman pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Propinsi.
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 9
Bagian Kedua
Asas
Pasal 3
RTRWP didasarkan atas asas :
a. manfaat ialah pemanfaatan ruang secara optimal dan lestari yang tercermin dalam
penentuan jenjang fungsi dan pelayanan kegiatan dan sistem prasarana wilayah;
b. keseimbangan dan keserasian ialah menciptakan keseimbangan dan keserasian fungsi
dan intensitas pemanfaatan ruang dalam suatu wilayah;
c. kelestarian ialah hubungan yang serasi dan seimbang antar manusia dan lingkungan
yang tercermin dari pola intensitas pemanfaatan ruang;
d. berkelanjutan ialah penataan ruang yang menjamin kelestarian, kemampuan daya
dukung sumber daya alam dengan memperhatikan kepentingan lahir bathin antara
generasi;
e. keterbukaan dan persamaan ialah keadaan dimana setiap orang / pihak dapat
memperoleh keterangan mengenai produk perencanaan tata ruang dan proses penataan
ruang;
f. keadilan dan perlindungan hukum ialah rencana tata ruang menjamin keadilan dan
perlindungan hukum dalam perencanaan, pemanfaatan dan pengendaliannya.
Bagian Ketiga
Tujuan
Pasal 4
Tujuan pemanfaatan ruang adalah :
a. meningkatkan integritas pemanfaatan ruang di darat, laut dan udara;
b. meningkatkan kualitas pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan bagi
peningkatan kesejahteraan masyarakat;
c. meningkatkan keseimbangan dan keserasian perkembangan antar wilayah serta antar
sektor melalui pemanfaatan ruang kawasan secara serasi, selaras dan seimbang serta
berkelanjutan;
d. meningkatkan kemampuan pengelolaan keamanan wilayah Propinsi;
e. meningkatkan kualitas lingkungan hidup serta mencegah timbulnya kerusakan fungsi dan
tatanannya;
f. meningkatkan konsistensi pembangunan dengan mengacu pada kemampuan dan
peruntukkan ruang.
Bagian Keempat
Sasaran
Pasal 5
Sasaran pemanfaatan ruang adalah :
a. terarahnya pengelolaan kawasan berfungsi lindung;
b. terarahnya pengembangan kawasan budidaya, sistem pusat - pusat permukiman
perdesaan dan perkotaan, sistem prasarana wilayah, kawasan yang perlu diprioritaskan
pengembangannya dan kawasan tertentu;
c. terarahnya kebijaksanaan yang menyangkut tata guna tanah, tata guna air, tata guna
udara, tata guna sumber daya alam lainnya serta kebijaksanaan penunjang penataan
ruang yang dilaksanakan.
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 10
Bagian Kelima
Fungsi
Pasal 6
Fungsi RTRWP adalah :
a. sebagai penyelaras kebijakan penataan ruang Nasional, wilayah Propinsi dan wilayah
Kabupaten/Kota;
b. sebagai matra ruang dari RPJP Daerah dan RPJM Daerah;
c. sebagai dasar kebijaksanaan pokok tentang pemanfaatan ruang Daerah;
d. mewujudkan keterkaitan dan keseimbangan perkembangan antar wilayah serta
keserasian antar sektor;
e. sebagai arahan lokasi investasi yang dilakukan Pemerintah, masyarakat dan swasta;
BAB III
WILAYAH, SUBSTANSI, KEDUDUKAN DAN JANGKA WAKTU RENCANA
Bagian Pertama
Wilayah Perencanaan
Pasal 7
Wilayah perencanaan dalam RTRWP adalah wilayah yang sesuai dengan batas wilayah
administratif dan batas kewenangan Propinsi mencakup wilayah daratan seluas 4.735.400
Ha, wilayah pesisir dan laut sejauh 12 mil dari garis pantai serta wilayah udara yang diatur
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Kedua
Substansi
Pasal 8
(1)
Substansi RTRWP mencakup kebijakan penataan ruang, rencana tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
(2)
Kebijakan penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. kebijakan perencanaan tata ruang;
b. kebijakan pemanfaatan ruang;
c. kebijakan pengendalian pemanfaatan ruang.
(3)
Rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. Rencana Struktur Tata Ruang, meliputi rencana pengembangan sistem kota-kota,
rencana pengembangan infrastruktur wilayah, rencana pengembangan kawasan
prioritas dan rencana pengembangan kawasan pertahanan keamanan;
b. Rencana Pola Tata Ruang meliputi rencana pola tata ruang kawasan lindung,
rencana pola tata ruang kawasan budidaya dan rencana pola tata ruang kawasan
tertentu.
(4)
Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi program, kegiatan,
tahapan dan pembiayaan pemanfaatan ruang yang didasarkan atas rencana tata ruang.
(5)
Pengendalian Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
kegiatan pengawasan dan penertiban terhadap pemanfaatan ruang.
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 11
Bagian Ketiga
Kedudukan
Pasal 9
Kedudukan RTRWP merupakan:
a. penjabaran strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah Nasional;
b. acuan kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten/Kota;
c. pedoman bagi pelaksanaan perencanaan, pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
Bagian Keempat
Jangka Waktu Rencana
Pasal 10
Jangka waktu RTRWP adalah 15 (lima belas) tahun yaitu tahun 2006 sampai dengan 2020.
BAB IV
KEBIJAKAN PENATAAN RUANG
Bagian Pertama
Kebijakan Perencanaan
Pasal 11
(1)
Rencana tata ruang sebagai matra ruang pembangunan daerah dilakukan dengan
pendekatan partisipatif.
(2)
Rencana tata ruang dapat ditinjau kembali dan atau disempurnakan bilamana tidak
mampu lagi mengakomodir dinamika perkembangan yang disebabkan oleh faktor
eksternal dan atau internal.
(3)
Rencana tata ruang wilayah perlu ditindaklanjuti dan dijabarkan ke jenjang rencana yang
lebih detail yaitu dalam rencana tata ruang pulau dan rencana tata ruang kawasan.
Bagian Kedua
Kebijakan Pemanfaatan Ruang
Paragraf 1
Umum
Pasal 12
(1)
Pemanfaatan ruang diwujudkan berdasarkan kebijakan struktur tata ruang dan pola
tata ruang.
(2)
Struktur tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengembangan
sistem kota-kota, sistim prasarana wilayah, kawasan prioritas dan kawasan pertahanan
keamanan.
(3)
Pola tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi kebijakan pola tata
ruang kawasan lindung, kawasan budidaya serta pola tata ruang kawasan tertentu.
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 12
Paragraf 2
Sistem Kota-Kota
Pasal 13
Kebijakan pengembangan sistem kota-kota dilakukan melalui pengembangan sistem kotakota yang sesuai dengan daya dukung sumber daya alam dan daya tampung lingkungan
hidup serta kegiatan dominannya.
Paragraf 3
Prasarana Wilayah
Pasal 14
Kebijakan pengembangan prasarana wilayah dilakukan dengan :
a. mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan infrastruktur transportasi untuk
mendukung tumbuhnya pusat-pusat pertumbuhan dan kawasan andalan;
b. menyediakan infrastruktur yang berfungsi sebagai penyedia dan penampung air baku
untuk mewujudkan keseimbangan ketersediaan air pada musim hujan dan kemarau;
c. mempertahankan dan meningkatkan ketersediaan energi listrik dan jaringan
telekomunikasi;
d. meningkatkan ketersediaan infrastruktur permukiman perdesaan dan perkotaan.
Pagaraf 4
Kawasan Prioritas
Pasal 15
Kebijakan pengembangan kawasan prioritas dilakukan dengan :
a. mengembangkan wilayah-wilayah yang diprioritaskan untuk mengakomodasikan
perkembangan sektor-sektor strategis dengan melakukan studi yang lebih mendalam
mengenai kawasan tersebut serta upaya penyiapan penataan ruang kawasan;
b. menanggulangi dengan segera, kawasan-kawasan prioritas yang memiliki permasalahan
yang cukup mendesak untuk ditangani, seperti penanganan terhadap kawasan kritis dan
daerah terkebelakang;
c. memberi dukungan penataan ruang pada setiap kawasan prioritas..
Paragraf 5
Kawasan Pertahanan Keamanan
Pasal 16
Kebijakan pengembangan kawasan pertahanan dan keamanan adalah untuk mengamankan
kepentingan pertahanan dan keamanan negara di beberapa kawasan yang disesuaikan
dengan rencana tata ruang pertahanan dan keamanan.
Paragraf 6
Kawasan Lindung
Pasal 17
(1)
Kebijakan pengembangan kawasan lindung meliputi kebijaksanaan untuk memelihara
dan mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah timbulnya
kerusakan lingkungan hidup.
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 13
(2)
Strategi untuk mewujudkan dan memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dengan :
a. menetapkan kawasan lindung di wilayah daratan serta di wilayah pesisir dan laut
dalam satu bentangan wilayah pulau dan pesisir hingga mencapai minimum 30%
dari luas wilayah pulau;
b. mewujudkan dan memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup dan mencegah
timbulnya kerusakan lingkungan hidup, melalui perlindungan dan pengamanan
kawasan – kawasan di darat, laut dan udara;
c. mengembalikan fungsi kawasan lindung yang terlanjur dikembangkan dan
terganggu fungsinya supaya tetap terpelihara keseimbangan alam dan
keanekaragaman hayati.
(3)
Kawasan lindung di daratan dan di wilayah pesisir dan laut sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a meliputi kawasan lindung yang memenuhi minimal salah satu
kriteria berikut :
a. memiliki keanekaragaman biota dan ekosistem yang khas;
b. memiliki gejala dan keunikan/kelangkaan alam bagi kepentingan plasma nuftah,
ilmu pengetahuan/ budaya dan pembangunan;
c. mencakup wilayah lintas kabupaten;
d. menjadi perhatian nasional maupun internasional.
Paragaraf 7
Kawasan Budidaya
Pasal 18
(1)
Pengembangan dan pengelolaan kawasan budidaya
mewujudkan keterpaduan dan keterkaitan antar kegiatan.
(2)
Strategi pengembangan dan pengelolaan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diselenggarakan dengan :
(3)
diselenggarakan
untuk
a. menetapkan kawasan budidaya untuk pemanfaatan sumber daya alam di darat
maupun di laut secara sinergis untuk mewujudkan keseimbangan pemanfaatan
ruang wilayah yang sesuai dengan kemampuan daya dukung lingkungannya;
b. menetapkan kegiatan – kegiatan budidaya beserta prasarana penunjangnya baik di
darat maupun di laut secara sinergis;
c. mengembangkan dan mempertahankan kawasan budidaya pertanian pangan dan
hortikultura;
d. mengembangkan dan mempertahankan kawasan budidaya peternakan;
e. mengembangkan dan mempertahankan kawasan budidaya perkebunan;
f. mengembangkan dan mempertahankan kawasan budidaya pertambangan, energi
dan perindustrian;
g. mengembangkan dan mempertahankan kawasan pariwisata;
h. mengembangkan kegiatan untuk ketahanan budidaya pengelolaan sumber daya
alam laut yang bernilai ekonomi di 9 Satuan Kawasan Pesisir Laut Terpadu;
i. mengendalikan pengembangan masalah perkotaan besar dan menengah;
j. mengembangkan kota - kota dan perdesaan dalam kesatuan sistem kota- kota dan
agar berfungsi sebagai pusat - pusat pertumbuhan.
Penjabaran pengembangan dan pengelolaan kawasan budi daya sebagaimana
dimaksud pada ayat 2 akan diatur dalam Peraturan Daerah Rencana Detail
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 14
Paragraf 8
Kawasan Tertentu
Pasal 19
(1)
Pengembangan kawasan tertentu diselenggarakan untuk meningkatkan penanganan
yang diutamakan dalam pembangunan daerah, regional dan nasional.
(2)
Kawasan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kawasan strategis
daerah dan kawasan perbatasan negara.
Pasal 20
(1)
Pengembangan kawasan strategis daerah diselenggarakan dengan:
a. menetapkan kawasan- kawasan strategis daerah;
b. mengembangkan kawasan strategis daerah dari sudut kepentingan ekonomi, sosial
budaya dan lingkungan hidup daerah yang dapat mendukung dalam pembangunan
melalui upaya-upaya konservasi/perlindungan dan pengembangan potensi ekonomi,
lingkungan hidup dan sosial budaya serta masyarakat dalam memperkuat
keanekaragaman jatidiri bangsa;
c. mengembangkan kawasan strategis daerah untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi daerah dan atau peningkatan manfaat ruang di wilayah Propinsi sekaligus
mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal dan sangat tertinggal yang meliputi
upaya-upaya :
1. pengembangan pusat-pusat pertumbuhan berbasis potensi sumber daya alam
dan sektor/komoditas unggulan sebagai penggerak utama pengembangan
wilayah;
2. penyediaan insentif dan penyederhanaan prosedur perizinan investasi;
3. pengelolaan dan promosi peluang investasi kawasan;
4. penyediaan dukungan infrastruktur;
d. mengembangkan kawasan strategis daerah dari sudut kepentingan pendayagunaan
sumber daya alam dan teknologi;
e. mengembangkan kawasan strategis daerah untuk melestarikan fungsi dan
meningkatkan
daya
dukung
lingkungan
melalui
upaya-upaya
konservasi/perlindungan dan peningkatan fungsi dan peranannya;
f. mengembangkan kawasan strategis daerah untuk menunjang kepentingan
pembangunan daerah dan mendukung keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
(2)
Strategi pengembangan kawasan perbatasan Negara melalui upaya-upaya sebagai
berikut:
a. mendorong pengembangan kawasan perbatasan Republik Indonesia, Timor Leste
dan Australia sebagai beranda depan Negara Indonesia di Daerah;
b. percepatan pembangunan kawasan perbatasan Negara yang berlandaskan pada
pola kesejahteraan, keamanan dan kelestarian lingkungan.
Paragraf 9
Wilayah Pengembangan Kepulauan
Pasal 21
(1)
Dalam rangka penyelenggaraan RTRWP sebagai Propinsi kepulauan maka dibagi
menjadi tiga wilayah pengembangan:
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 15
(2)
a. Wilayah Pengembangan I meliputi Timor Barat, Rote dan Alor, dengan
pengembangan utama lahan kering, hortikultura, peternakan dan kelautan serta
pengembangan penunjang lahan basah, perkebunan, pariwisata dan pertambangan;
b. Wilayah Pengembangan II meliputi Flores dan Lembata, dengan pengembangan
utama lahan basah, hortikultura, perkebunan, kelautan dan pariwisata serta
pengembangan penunjang lahan kering, peternakan dan pertambangan;
c. Wilayah Pengembangan III meliputi Sumba, dengan pengembangan utama lahan
basah, lahan kering, hortikultura, peternakan, kelautan, dan pariwisata serta
pengembangan penunjang perkebunan dan pertambangan;
Penjabaran Pengembangan wilayah kepulauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Daerah Rencana Detail
Bagian Ketiga
Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Pasal 22
(1) Kebijakan pengendalian pemanfaatan ruang mengacu pada rencana tata ruang dengan
pengendalian pemanfaatan secara berjenjang yang didukung partisipasi masyarakat.
(2) Pengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan melalui pengawasan dan penertiban.
(3) Koordinasi pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan oleh Badan Koordinasi Penataan
Ruang Daerah (BKPRD) yang ditetapkan oleh Gubernur.
BAB V
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
Bagian Pertama
Rencana Struktur Tata Ruang
Pasal 23
Struktur Tata Ruang Wilayah Propinsi meliputi:
a. pengembangan sistem kota-kota dan pusat permukiman;
b. pengembangan sistem jaringan transportasi;
c. pengembangan sumber dan jaringan distribusi tenaga listrik;
d. pengembangan sistem jaringan telekomunikasi;
e. pengembangan sistem prasarana sumber daya air;
f. pengembangan kawasan prioritas
Paragraf 1
Rencana Pengembangan Sistem Kota-Kota dan Pusat Permukiman
Pasal 24
(1)
Untuk mewujudkan struktur tata ruang wilayah kebijakan pengembangan sistem kotakota adalah mengembangkan sistem kota-kota yang memiliki keterkaitan secara
fungsional.
(2)
Untuk mengembangkan kota - kota dan perdesaan dalam kesatuan hirarki kota dan
agar berfungsi sebagai pusat - pusat pertumbuhan, maka strategi pengembangan kota
- kota adalah sebagai berikut :
a. memantapkan peranan kota Kupang sebagai Ibu Kota Propinsi dan pusat
pengembangan wilayah bagi Daerah;
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 16
b. lebih meningkatkan, mengembangkan dan memantapkan peran kota - kota utama
agar mengurangi kesenjangan perkembangan antar kota ;
c. mengembangkan keterkaitan antar kota secara fungsional melalui peningkatkan
peran dan fungsi;
d. mengembangkan desa - desa melalui penetapan desa pusat pertumbuhan sebagai
pusat lokasi distribusi bagi kegiatan ekonomi.
(3)
Sistem pengembangan Kota-kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai fungsi
dan konsep pengembangan wilayah adalah :
a. Hirarki I : Kota Kupang, Atambua, Waingapu, Labuanbajo dan Maumere;
b. Hirarki II : Baa, Oelmasi, SoE, Kefamenanu, Naikliu, Wini, Kolbano, Maritaing,
Kalabahi, Lewoleba, Larantuka, Ende, Bajawa, Ruteng, Waikabubak,
Betun, Weitabula, Mbay/Aesesa, Seba
c. Hirarki III : ibukota Kecamatan lainnya
d. Hirarki IV : desa-desa pusat pertumbuhan.
Pasal 25
(1)
Pengembangan sistem pusat permukiman wilayah Propinsi meliputi pengembangan
pusat permukiman perkotaan dan pusat permukiman perdesaan.
(2)
Pusat permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas PKN,
PKW, dan PKL.
(3)
Pengembangan pusat permukiman perkotaan dan pusat permukiman perdesaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara teknis diatur Pejabat yang berwenang.
Pasal 26
(1)
PKN adalah kawasan perkotaan yang memenuhi salah satu atau semua kriteria
meliputi :
a.
berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama kegiatan ekspor-impor atau pintu
gerbang ke kawasan internasional;
b.
berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa-jasa berskala
nasional atau yang melayani beberapa Propinsi;
c.
berpotensi atau berfungsi sebagai simpul utama transportasi skala nasional atau
yang melayani beberapa Propinsi;
d.
berpotensi atau berfungsi sebagai pusat utama pelayanan lintas batas antar
Negara di kawasan perbatasan
(2)
PKW adalah kawasan perkotaan yang memenuhi salah satu atau semua kriteria
meliputi :
a. berpotensi atau berfungsi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa-jasa yang
melayani beberapa Kabupaten;
b. berpotensi atau berfungsi sebagai simpul transportasi yang melayani beberapa
Kabupaten;
c. berpotensi atau berfungsi sebagai simpul kedua kegiatan ekspor-impor mendukung
PKN;
(3)
PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) adalah kawasan perkotaan yang
memenuhi salah satu atau semua kriteria meliputi :
a. berpotensi atau berfungsi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa-jasa yang
melayani satu Kabupaten atau beberapa Kecamatan;
b. berpotensi atau berfungsi sebagai simpul transportasi yang melayani satu
Kabupaten atau beberapa Kecamatan
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 17
Pasal 27
PKN, PKW dan PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3)
meliputi:
a.
Kota PKN yaitu Kota-kota Kupang, Atambua,
Waingapu, Labuanbajo dan kota
Maumere;
b.
Kota PKW yaitu Kota-kota ibukota Kabupaten dan ibukota Kabupaten pemekaran serta
ibukota kecamatan strategis;
c.
Kota PKL yaitu meliputi seluruh kota – kota ibukota kota kecamatan di Kabupaten.
Pasal 28
(1)
Rencana Pengembangan sistem pusat permukiman bertujuan untuk mewujudkan
kualitas ruang dan tertibnya pemanfaatan ruang melalui pengaturan sistem pusat
permukiman untuk dapat diselenggarakan dengan peranan Pemerintah, Pemerintah
Propinsi, dan atau pemerintah Kabupaten/Kota.
(2)
Sasaran pengembangan sistem pusat permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diselenggarakan untuk meningkatkan peranan kawasan perkotaan sebagai PKN,
PKW atau PKL; dan sebagai pusat untuk melayani kegiatan penduduk berdasarkan
fungsinya.
(3)
Sistem pusat permukiman dilihat dalam konteks wilayah Propinsi serta keterkaitannya
satu sama lain, baik secara spasial maupun fungsional terdiri dari:
a. Kota – kota yang berfungsi sebagai kota pelabuhan;
b. Kota – kota yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan;
c. Kota – kota yang berfungsi sebagai pusat perdagangan;
d. Kota – kota yang berfungsi sebagai pusat industri;
e. Kota – kota yang berfungsi sebagai pusat pariwisata.
Paragraf 2
Rencana Struktur Jaringan Transportasi
Pasal 29
(1)
Pengembangan sistem jaringan transporatasi wilayah mencakup sistem jaringan
transportasi darat, sistem jaringan transportasi laut, dan sistem jaringan transportasi
udara.
(2)
Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup
jaringan jalan, jaringan transportasi jalan serta jaringan transportasi penyeberangan;
(3)
Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup
pelabuhan laut dan alur pelayaran.
(4)
Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup
jaringan rute penerbangan yang membentuk suatu sistem angkutan udara.
Pasal 30
(1)
Jaringan jalan terdiri dari jaringan jalan arteri primer sebagai jalan Nasional, dan
jaringan kolektor primer sebagai jalan Propinsi serta jaringan jalan lokal primer sebagai
jalan Kabupaten/Kota.
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 18
(2)
Jaringan jalan arteri primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi bagian dari
sistem jalan Nasional yang menghubungkan ibukota-propinsi dan atau PKN yang
melewati
Kota-kota
ibukota kabupaten dan kabupaten pemekaran, kawasan
perbatasan negara dan kawasan strategis daerah dengan total panjang 2.398,98 km.
(3)
Jaringan jalan kolektor primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan status
jalan propinsi meliputi jalan yang menghubungkan kawasan-kawasan strategis dalam
pulau dan atau antar kabupaten menuju ke jalan arteri primer atau arteri sekunder.
(4)
Jaringan jalan lokal primer dengan status sebagai jalan kabupaten/ kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi jalan yang menghubungkan pusat –pusat
pertumbuhan dalam Pulau dan atau antar kabupaten yang menuju ke jalan kolektor
primer atau kolektor sekunder.
(5)
Penetapan status jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),(2),(3) dan (4) ditetapkan
dengan keputusan Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota.
(6)
Selain fungsi jalan sebagaimana pada ayat (1) pada kawasan tertentu ditetapkan
sebagai jalan dengan fungsi khusus.
Pasal 31
(1)
Jaringan transportasi jalan dikembangkan untuk mengakomodir keseluruhan jaringan
trayek angkutan orang dan jaringan lintas angkutan barang yang terletak pada sistem
jaringan jalan yang berperan sebagai akses intra moda dengan sistem jaringan
transportasi penyeberangan, serta akses antar moda dengan sistem jaringan
transportasi laut dan sistem jaringan transportasi udara;
(2)
Simpul jaringan transportasi jalan terdiri dari :
a. Terminal Penumpang Type A : Motaain, Lasiana, Labuan Bajo, Waikelo,
Maumere dan Waingapu.
b. Terminal Penumpang Type B : di setiap Kota dan Ibukota Kabupaten;
c. Terminal Penumpang Type C : di setiap Kecamatan yang tersebar di
Kabupaten/Kota;
d. Timbangan Jembatan : Nggorang, Watu Alo, Oesapa, Nunbaun Sabu, Motaain
dan Waikelo
e. Jaringan Trayek Angkutan Perkotaan;
f. Jaringan Trayek Angkutan Perdesaan;
g. Jaringan Trayek Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi;
h. Jaringan Trayek Angkutan Antar Kota Antar Propinsi;
i. Jaringan Trayek Angkutan Antar Lintas Batas Negara;
j. Jaringan Pelayanan Angkutan Tidak Dalam Trayek;
k. Jaringan Lintas Angkutan Barang;
(3)
Penetapan lokasi Terminal Penumpang Type A sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
butir a diatur dengan Keputusan Menteri Perhubungan;
(4)
Penetapan lokasi Terminal Penumpang Type B sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
butir b diatur dengan Keputusan Gubernur;
(5)
Penetapan lokasi Terminal Penumpang Type C sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
butir c diatur dengan Keputusan Bupati/Walikota;
(6)
Penetapan lokasi Timbangan Jembatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) butir d
diatur dengan Keputusan Menteri Perhubungan;
(7)
Penetapan Jaringan Trayek Angkutan Perkotaan dan Perdesaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) butir e dan f diatur dengan Keputusan Gubernur.
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 19
(8)
Penetapan Jaringan Trayek Angkutan Kota Antar Kota Propinsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) butir g dan h diatur dengan Keputusan Menteri Perhubungan;
(9)
Penetapan Jaringan Trayek Angkutan Antar Lintas Batas Negara; sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) butir i diatur dengan Keputusan Menteri Perhubungan;
(10) Penetapan Jaringan Pelayanan Tidak dalam Trayek :
a. pelayanan antar Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) butir j
diatur dengan Keputusan Gubernur;
b. pelayanan dalam wilayah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
butir j diatur dengan Keputusan Bupati/Walikota;
(11) Penetapan Jaringan Lintas Angkutan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
butir k diatur dengan Keputusan Gubernur;
Pasal 32
(1)
Jaringan lintas penyeberangan dikembangkan untuk menghubungkan jaringan jalan
yang terpisah oleh laut dan Tatanan Kepelabuhan Nasional.
(2)
Jaringan lintas penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
pelabuhan penyeberangan dan lintas penyeberangan.
(3)
Lokasi pelabuhan penyeberangan ditetapkan oleh Menteri Perhubungan berdasarkan
Tatanan Kepelabuhan Nasional setelah mendapat rekomendasi dari Gubernur.
(4)
Tatanan Kepelabuhan Nasional, sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk wilayah
Nusa Tenggara Timur meliputi:
a. Pelabuhan penyeberangan lintas Propinsi dan antar negara: Labuan Bajo, Teluk
Gurita, Waikelo, Marapokot;
b. Pelabuhan penyeberangan lintas Kabupaten/Kota: Bolok, Waingapu, Aimere, Ende,
Larantuka, Kalabahi, Seba dan Pantai Baru;
c. Pelabuhan penyeberangan lintas dalam Kabupaten/Kota;
(5)
Penetapan lintas penyeberangan antar negara/propinsi, lintas antar kabupaten/kota,
lintas dalam Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Menteri Perhubungan setelah mendapat
rekomendasi dari Gubernur.
(6) Rencana Induk pelabuhan diatur sebagai berikut :
a. Rencana Induk Pelabuhan penyeberangan lintas Propinsi dan antar Negara
ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat rekomendasi dari Gubernur;
b. Rencana Induk Pelabuhan penyeberangan lintas kabupaten/kota ditetapkan oleh
Gubernur setelah mendapat rekomendasi dari Bupati/Walikota;
c. Rencana Induk Pelabuhan penyeberangan dalam Kabupaten/kota ditetapkan oleh
Bupati/Walikota.
Pasal 33
(1)
Sistem jaringan transportasi laut berupa tatanan kepelabuhanan nasional dan
jaringan pelayaran angkutan laut.
(2)
Tatanan Kepelabuhanan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
berdasarkan hirarki, peran dan fungsi pelabuhan laut yang meliputi pelabuhan
internasional hub, pelabuhan internasional, pelabuhan nasional, pelabuhan regional
dan pelabuhan lokal.
(3)
Tatanan kepelabuhanan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu:
a. Pelabuhan Laut Internasional: Tenau.
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 20
b. Pelabuhan Laut Nasional : Ende, Kalabahi, Larantuka, Labuan Bajo, Reo, Ba’a,
Maritaing, Maumere, Waingapu, Atapupu, Waiwadan, Ippi, Seba, Naikliu dan Wini;
c. Pelabuhan Laut Regional : Baranusa, Komodo, Wuring, Papela Lewoleba,
Waiwerang, Marapokot, Aimere, Waikelo dan Paitoko;
d. Pelabuhan Laut Lokal: Biu, Batutua, Ndao, Kabir, Kolana, Balauring, Nangalili,
Robek, Maurole, Rua, Baing, Boking, Pulau Ende, Pulau Palue, Namosain, Naikliu,
Hansisi, Maumbawa, Mborong, Oelaba, Pulau Salura, Bina Tuka, Waiwole, Bari,
Tanariughu, Bakalang, Sulamu, Pulau Sukun, Pulau Pemana, Paga, Raijua, Rindi,
Mananga, Tabilota, Bitan, Bina Natun, Benda dan Nule;
Pasal 34
(1)
Hirarki peran dan fungsi pelabuhan laut terdiri dari:
a.
b.
c.
d.
e.
(2)
pelabuhan internasional hub merupakan pelabuhan utama primer;
pelabuhan internasional merupakan pelabuhan utama sekunder;
pelabuhan nasional merupakan pelabuhan utama tersier;
pelabuhan regional merupakan pelabuhan pengumpan primer;
pelabuhan lokal merupakan pelabuhan pengumpan sekunder;
Status dan Rencana Induk Pelabuhan
a.
b.
c.
d.
e.
status pelabuhan internasional hub dan rencana induk pelabuhan ditetapkan oleh
Menteri setelah mendapat Rekomendasi dari Gubernur;
status pelabuhan internasional dan rencana induk pelabuhan ditetapkan oleh
Menteri setelah mendapat rekomendasi dari Gubernur;
status pelabuhan nasional dan rencana induk pelabuhan ditetapkan oleh Menteri
setelah mendapat rekomendasi dari Gubernur;
status pelabuhan regional ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat
Rekomendasi dari Gubernur dan Rencana Induk Pelabuhan ditetapkan oleh
Gubernur setelah mendapat rekomendasi dari Bupati/Walikota;
status pelabuhan lokal ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat Rekomendasi
dari Gubernur dan Rencana Induk Pelabuhan ditetapkan oleh Bupati/Walikota;
Pasal 35
(1)
Jaringan pelayaran di laut terdiri dari jaringan pelayaran internasional dan jaringan
pelayaran nasional.
(2)
Jaringan pelayaran internasional merupakan jaringan pelayaran yang menghubungkan
antar pelabuhan internasional hub dan antar pelabuhan internasional hub dengan
pelabuhan internasional.
(3)
Jaringan pelayaran internasional memanfaatkan Alur Laut Kepulauan Indonesia.
(4)
Jaringan pelayaran nasional merupakan jaringan pelayaran yang menghubungkan
pelabuhan internasional dengan nasional, regional, dan lokal.
(5)
Jaringan pelayaran nasional dikembangkan untuk menghubungkan pusat-pusat
permukiman nasional.
Pasal 36
(1)
Sistem jaringan transportasi udara meliputi Tatanan Bandar Udara dan Ruang Lalu
Lintas Udara.
(2)
Tatanan bandar udara sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) terdiri dari bandar
udara pusat penyebaran skala primer, bandar udara pusat penyebaran skala sekunder,
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 21
bandar udara pusat penyebaran skala tersier, dan bandar udara bukan pusat
penyebaran.
(3)
Bandar udara pusat penyebaran skala primer sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diarahkan untuk melayani penumpang dalam jumlah besar dengan lingkup pelayanan
nasional dan berfungsi sebagai pintu utama untuk ke luar negeri;
(4)
Bandar udara dimaksud pada ayat (3) yang potensial sebagai pintu utama menuju
wilayah Australia dan Negara Pasifik yaitu Bandara El-Tari, Kota Kupang.
Pasal 37
(1)
Bandar udara pusat penyebaran skala sekunder diarahkan untuk melayani penumpang
dalam jumlah cukup besar dengan lingkup pelayanan nasional dan beberapa Propinsi
dan terhubungkan dengan fungsi pusat penyebaran skala primer untuk pelayanan
internasional.
(2)
Bandar udara sebagaimana dimaksud pada ayat 1 yang potensial sebagai pintu
menuju Propinsi lain secara langsung yaitu:
a.
b.
c.
d.
Bandara Waioti – Maumere, Kabupaten Sikka;
Bandara Komodo – Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat;
Bandara Mauhau – Waingapu, Kabupaten Sumba Timur;
Bandara H. Aroeboesman , Kabupaten Ende.
Pasal 38
(1)
Bandar udara pusat penyebaran skala tersier diarahkan untuk melayani penumpang
dalam jumlah sedang dengan lingkup pelayanan pada satu Propinsi atau beberapa
kabupaten dan terhubungkan dengan fungsi pusat penyebaran skala sekunder dan
pusat penyebaran skala primer untuk pelayanan internasional;
(2)
Bandar udara pusat penyebaran skala tersier sebagai jembatan udara dalam wilayah :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
Bandara Lekunik – Pulau Rote, Kabupaten Rote Ndao;
Bandara Terdamu – Pulau Sabu, Kabupaten Kupang;
Bandara Satartacik – Ruteng, sebagai bandar udara domestik lokal;
Bandara Tambolaka – Waikabubak, sebagai bandar udara domestik regional;
Bandara Haliwen – Belu, sebagai bandar udara domestik lokal;
Bandara Mali – Alor, sebagai bandar udara domestik lokal;
Bandara Gewayantana – Larantuka, sebagai bandar udara domestik lokal;
Bandara Wunopito – Lewoleba, Kabupaten Lembata;
Bandara Soa – Bajawa, Kabupaten Ngada.
Pasal 39
(1)
Bandar udara bukan pusat penyebaran diarahkan untuk melayani penumpang dalam
jumlah rendah dan tidak mempunyai daerah cakupan atau layanan.
(2)
Status bandar udara bukan pusat penyebaran dan prioritas pengembangannya
ditetapkan Menteri melalui rekomendasi Gubenur.
Pasal 40
(1)
Pola pengelolaan sistem jaringan transportasi darat, laut dan udara bertujuan untuk
mendorong peningkatan kualitas sistem jaringan multimoda transportasi secara
sinergis dalam tataran transportasi wilayah.
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 22
(2)
Pola pengelolaan jaringan transportasi jalan meliputi : pola pengelolaan transportasi
perkotaan, perdesaan, antar kota dalam Propinsi, antar kota antar Propinsi dan antar
lintas batas negara.
(3)
Pola pengelolaan jaringan transportasi penyeberangan meliputi pola pengelolaan
pelabuhan penyeberangan dan lintasan penyeberangan.
(4)
Pola pengelolaan jaringan transportasi laut meliputi pola pengelolaan pelabuhan
internasional hub, pelabuhan internasional, pelabuhan nasional, dan pelabuhan
regional dan pelabuhan lokal.
(5)
Pola pengelolaan jaringan transportasi udara meliputi pola pengelolaan bandar udara
pusat penyebaran skala primer, bandar udara pusat penyebaran skala sekunder, dan
bandar udara pusat penyebaran skala tersier.
Paragraf 3
Rencana Pengembangan Tenaga Listrik
Pasal 41
Pengembangan penyediaan tenaga listrik berupa penelitian dan pengembangan sumbersumber energi listrik yang ada dan energi alternatif, pusat pembangkit listrik, sistem jaringan
transmisi dan distribusi, jaringan terinterkoneksi dan jaringan terisolasi inter dan antar wilayah
Propinsi dan atau kabupaten.
Pasal 42
(1) Pola pengelolaan sistem pengembangan penyediaan tenaga listrik bertujuan
mendorong peningkatan kualitas pelayanan kelistrikan secara sinergis dalam
mendukung pengembangan wilayah yang dirinci ke dalam peranan Pemerintah,
pemerintah Propinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
(2) Sasaran pengelolaan sistem jaringan transmisi tenaga listrik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diselenggarakan untuk :
a. meningkatkan pelayanan pengembangan penyediaan tenaga listrik Nasional
dalam pengembangan wilayah Propinsi;
b. meningkatkan pelayanan jaringan terinterkoneksi kelistrikan dalam pengembangan
wilayah Propinsi;
c. meningkatkan pelayanan penyediaan tenaga listrik dalam wilayah terisolasi dalam
pengembangan wilayah Propinsi.
(3)
Pola pengelolaan penyediaan tenaga listrik wilayah Propinsi meliputi pola pengelolaan
pembangkitan transmisi dan pola pengelolaan jaringan dalam wilayah Propinsi.
Pasal 43
(1)
Pola pengelolaan penyediaan tenaga listrik wilayah Propinsi meliputi :
a. menetapkan pembangkit tenaga listrik wilayah Propinsi untuk mewujudkan struktur
ruang wilayah Propinsi dan meratakan distribusi energi secara nasional di wilayah
Propinsi;
b. mempertimbangkan kendala fisik dan pengaturan penggunaan lahan di sekitar
pembangkitan;
c. melakukan studi kelayakan lingkungan hidup (AMDAL,UKL, UPL) beserta prasyarat
yang ditetapkan.
(2)
Pola pengelolaan jaringan transmisi meliputi :
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 23
a.
b.
c.
d.
menetapkan dan mengembangkan jaringan transmisi dalam mendukung
perwujudan struktur ruang wilayah Propinsi untuk menyediakan tenaga listrik
mendukung pengembangan kawasan andalan/tertentu dan sistem kota-kota serta
meratakan distribusi supply-demand energi secara nasional di wilayah Propinsi;
melakukan studi kelayakan lingkungan hidup (AMDAL,UKL, UPL) beserta prasyarat
yang ditetapkan;
mengatur jaringan transmisi bertegangan tinggi agar tidak berbahaya bagi
penduduk dan aset berharga lainnya dengan menerapkan kaidah teknologi yang
sesuai;
pengembangan jaringan transmisi dapat dilakukan pemerintah Propinsi melalui
kerjasama pemerintah Kabupaten/Kota dan Perusahaan Listrik Negara/Swasta.
(3)
Pola pengelolaan jaringan dalam wilayah Propinsi meliputi :
a. mengembangkan jaringan terisolasi untuk mendorong kegiatan produktif sosial
ekonomi di daerah yang belum berkembang, daerah terpencil dan perdesaan;
b. mendorong pemerataan pembangunan;
c. melayani kebutuhan masyarakat;
d. membuka isolasi wilayah pedalaman dan terpencil baik informasi maupun akses;
e. mengembangkan subsidi pengusahaan dan meningkatkan pemanfaatan sumber
daya energi yang tersedia.
(4)
Mengatur jaringan transmisi bertegangan tinggi agar tidak berbahaya bagi penduduk
dan aset berharga lainnya dengan menerapkan kaidah teknologi yang sesuai.
Paragraf 4
Rencana Pengembangan Jaringan Telekomunikasi
Pasal 44
(1)
Pengembangan sistem jaringan telekomunikasi wilayah meliputi pengembangan
stasiun bumi dan pengembangan jaringan transmisi.
(2)
Pengembangan stasiun bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
untuk memberikan pelayanan jasa telekomunikasi di seluruh wilayah Propinsi dan
nasional.
(3)
Pengembangan jaringan transmisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
untuk melayani jasa telekomunikasi di seluruh wilayah Propinsi yang mengakses ke
wilayah nasional.
(4)
Kriteria dan prioritas pengembangan jaringan telekomunikasi di Wilayah Propinsi
ditetapkan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 45
(1) Pola pengelolaan sistem jaringan telekomunikasi bertujuan untuk penyediaan informasi
yang handal dan cepat di seluruh wilayah Propinsi dalam perwujudan struktur ruang
wilayah Propinsi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Sasaran pengelolaan sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diselenggarakan untuk :
a. meningkatkan penyediaan dan akses informasi dari dan ke seluruh pelosok wilayah
dan akses ke wilayah nasional;
b. meningkatkan penyediaan dan akses informasi dari dan ke luar negeri.
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 24
(3) Pola pengelolaan sistem jaringan telekomuniksi meliputi pola pengelolaan stasiun bumi
dan pola pengelolaan jaringan transmisi telekomunikasi.
Pasal 46
(1) Pola pengelolaan stasiun bumi meliputi:
a. menetapkan lokasi dan mengembangkan peran stasiun bumi sesuai tujuan untuk
pemerataan pelayanan informasi;
b. mengendalikan kendala fisik dan penggunaan lahan di sekitar stasiun bumi sehingga
fungsi penyediaan informasi dapat berkesinambungan;
c. melakukan studi lingkungan dan melakukan persyaratan yang diharuskan;
(2) Pola pengelolaan jaringan transmisi telekomunikasi meliputi :
a. mengembangkan jaringan transmisi telekomunikasi untuk mendukung perkembangan
kegiatan sosial ekonomi melalui pengembangan kota-kota dan kawasan budidaya
serta kawasan strategis;
b. mengintegrasikan sistem jaringan telekomunikasi dengan sistem transportasi dalam
perwujudan kerangka struktur ruang wilayah Propinsi dan kerangka akses nasional
yang merata dan utuh;
c. mengembangkan transmisi telekomunikasi di daerah dilakukan dalam koordinasi
Pemerintah melalui Gubernur;
d. menggalang partisipasi swasta dan masyarakat dalam investasi dan operasi
termasuk membuka kesempatan usaha bagi pengembangan usaha menengah dan
koperasi.
Paragraf 5
Rencana Pengembangan Sistem Sumber daya Air
Pasal 47
(1)
Pengembangan sistem prasarana sumber daya air wilayah Propinsi meliputi penetapan
wilayah sungai yang berperan mendukung pengembangan kawasan budidaya dan
sistem pusat permukiman, dan perlindungan di kawasan tangkapan air dan daerah
aliran sungai kritis.
(2)
Penetapan daerah aliran sungai kritis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
berdasarkan kriteria yang ditetapkan.
(3)
Penetapan wilayah sungai yang berperan mendukung pengembangan dan
perlindungan kawasan pelayanannya dan penetapan daerah aliran sungai kritis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan pada Lampiran Peraturan Daerah
ini.
(4)
Perlindungan air tanah (air tanah dangkal, air tanah dalam, air tanah sangat dalam)
untuk memenuhi kebutuhan domestik, irigasi dan industri.
Pasal 48
(1)
Pola pengelolaan sistem prasarana sumber daya air bertujuan untuk penyediaan air
baku yang berkelanjutan di seluruh wilayah Propinsi untuk mendukung pengembangan
wilayah dan kota dalam kerangka perwujudan struktur ruang wilayah Propinsi.
(2)
Sasaran pengelolaan sistem prasarana sumber daya air sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diselenggarakan untuk :
a. meningkatkan kualitas wilayah sungai bagi penyediaan air baku bagi kawasan
pengembangan;
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 25
b. meningkatkan kualitas sistem prasarana sumber daya air;
(3)
Pola pengelolaan prasarana sumber daya air meliputi pola pengelolaan wilayah sungai
lintas kabupaten/kota, pola pengelolaan wilayah sungai lintas negara dan wilayah
sungai strategis nasional, serta pola pengelolaan sistem jaringan prasarana sumber
daya air.
Pasal 49
(1)
Pola pengelolaan wilayah sungai lintas Kabupaten/Kota meliputi ;
a. menetapkan wilayah sungai lintas Kabupaten/Kota oleh Gubernur dengan
memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. menetapkan rencana induk pengelolaan sumber daya air berbasis wilayah sungai
lintas Kabupaten/Kota oleh Pemerintah Propinsi dan disepakati Bupati/Walikota
bersangkutan;
c. menetapkan dan mengelola kawasan lindung untuk melestarikan daerah tangkapan
air oleh Pemerintah Propinsi;
d. menetapkan sempadan sungai dan pemanfaatan ruang disisi kiri-kanan sungai ;
e. melakukan konservasi dan pendayagunaan sumber daya air serta pengendalian
daya rusak air;
f. melakukan kerjasama pembiayaan penyelenggaraan pengelolaan ditetapkan
bersama oleh Pemerintah, Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota
g. pemantauan dan evaluasi pengelolaan serta pengawasan dan pengendalian
kualitas air dan sumber air secara bersama oleh Pemerintah Propinsi dan
Pemerintah Kabupaten/Kota
(2)
Pola pengelolaan wilayah sungai lintas negara dan wilayah sungai strategis nasional,
meliputi :
a. menetapkan wilayah sungai lintas negara terutama untuk mendukung pengembangan kegiatan di kawasan tertentu dan kota pusat kegiatan nasional;
b. menyusun dan menetapkan rencana pengelolaan di bawah koordinasi Menteri;
(3)
Pola pengelolaan sistem jaringan sumber daya air meliputi kegiatan :
a. pengembangan jaringan sumber daya air disertai dengan pengembangan jaringan
drainase yang menjadi satu kesatuan;
b. pengembangan jaringan sumber daya air untuk mendukung pengembangan
kawasan andalan/tertentu dan pusat-pusat permukiman dengan memperhatikan
pelestarian sumber daya air ;
c. pengembangan sistem jaringan sumber daya air dengan pola satu sistem jaringan
sumber daya air, satu kesatuan pengelolaan, dengan memperhatikan kepentingan
penggunaan di hulu, tengah dan hilir dalam sistem wilayah sungai secara
seimbang;
d. pembentukan wadah koordinasi sumber daya air dalam rangka koordinasi
pengelolaan sumber daya air lintas wilayah kabupaten/kota;
e. penyediaan, pengendalian dan perbaikan mutu air irigasi;
(4)
Dalam rangka pengembangan kawasan irigasi, maka arahan pengembangan wilayah
adalah pada kawasan lahan basah setiap satuan wilayah sungai.
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 26
Paragraf 6
Rencana Pengembangan Kawasan Prirotas
Pasal 50
(1)
Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi, keseimbangan pengembangan
wilayah, keseimbangan ekosistem dan keamanan wilayah maka perlu menetapkan
kawasan prioritas.
(2)
Kawasan Prioritas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. Kawasan andalan yang memiliki keunggulan spesifik di wilayah darat meliputi :
Kawasan Industri Bolok dengan Sub Kawasan Bolok – Tenau; Kawasan Noelmina
dengan Sub Kawasan: Oesao – Amarasi – Bena – Baus; Kawasan Benanain
dengan Sub Kawasan: Besikama – Aeroki; Kawasan Noelbesi dengan Sub
Kawasan: Kapan – Eban – Amfoang; Kawasan Alor Selatan dengan Sub Kawasan:
Alor Selatan – Lantoka; Kawasan Tanjungbunga – Magepanda dengan Sub
Kawasan Tanjungbunga – Konga – Magepanda; Kawasan Mbay – Mautenda
dengan Sub Kawasan: Mbay – Riung – Mautenda – Maurole; Kawasan Lembor
dengan Sub Kawasan: Lembor – Nggorang; Kawasan Komodo; Kawasan Iteng
dengan Sub Kawasan: Iteng – Buntal; Kawasan Mangili dengan Sub Kawasan :
Mangili – Kambaniru – Melolo; Kawasan Wanokaka – Anakalang dengan Sub
Kawasan: Kawasan Wanokaka – Anakalang; Kawasan Kodi – Laratama dengan
Sub Kawasan: Kodi – Laratama;
b. Kawasan Pesisir dan Laut meliputi 9 Satuan Kawasan Pengembangan Pesisir Laut
Terpadu (SKPLT) : SKPLT – Selat Ombai – Laut Banda, SKPLT – Laut Sawu I,
SKPLT – Laut Sawu II, SKPLT – Laut Sawu III, SKPLT – Laut Flores, SKPLT –
Selat Sumba, SKPLT – Laut Timor, SKPLT – Laut Hindia, SKPLT – Selat Sape;
(3)
Kawasan prioritas untuk keseimbangan pengembangan wilayah meliputi : Kawasan
daerah terbelakang : Sub Kawasan Pesisir : Lembata Selatan, Alor, Selatan Sumba,
Flores Utara, Timor Selatan, Rote Selatan; Sub Kawasan Pedalaman: Timor Utara,
Timor Selatan, Lembata Tengah dan Timur, Sumba Timur, Gizing dan Pota; Sub.
Kawasan Pulau - pulau kecil: Sabu, Raijua, Semau, Palue, Babi, Ndao, Kepulauan
Alor dan Pantar dan gugusan pulau di Manggarai Barat;
(4)
Kawasan prioritas untuk keseimbangan ekosistim meliputi kawasan berfungsi lindung
di kawasan perbatasan negara, perbatasan propinsi dan lintas kabupaten, kawasan
kritis dan kawasan rawan bencana lintas kabupaten.
(5)
Kawasan prioritas untuk keamanan wilayah meliputi kawasan pulau-pulau terluar
seperti pulau Batek, Ndana, Salura, Mengkudu dan Kotak
Bagian Kedua
Rencana Pola Tata Ruang Wilayah Propinsi
Pasal 51
Pola Pemanfaatan ruang wilayah Propinsi menggambarkan sebaran kawasan lindung dan
kawasan budidaya serta kawasan tertentu.
Paragraf 1
Rencana Pola Tata Ruang Kawasan Lindung
Pasal 52
(1)
Kawasan lindung meliputi :
a. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya;
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 27
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
kawasan perlindungan setempat;
kawasan suaka alam;
kawasan pelestarian alam;
kawasan cagar budaya;
kawasan rawan bencana;
kawasan cagar alam geologi;
kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah;
kawasan lindung lainnya.
(2)
Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :
a. kawasan hutan lindung;
b. kawasan bergambut;
c. kawasan resapan air.
(3)
Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:
a. sempadan mata air
b. sempadan pantai;
c. sempadan sungai;
d. kawasan sekitar danau/waduk, embung dan bendung
e. kawasan terbuka hijau kota, termasuk hutan kota.
(4)
Kawasan suaka alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi;
a. cagar alam;
b. suaka margasatwa.
(5)
Kawasan pelestarian alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:
a. Taman Nasional;
b. Taman hutan raya;
c. Taman wisata alam.
(6)
Kawasan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e tidak terbagi lagi
dalam kawasan yang lebih kecil.
(7)
Kawasan rawan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f meliputi :
a. rawan bencana alam banjir: tidak terbagi lagi dalam kawasan yang lebih kecil;
b. rawan bencana geologi mencakup kawasan rawan gerakan tanah; bencana
gunung api; gempa bumi; patahan; tsunami; abrasi; lahar dan bahaya gas beracun.
(8) Kawasan cagar alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g mencakup:
a. kawasan keunikan batuan dan fosil;
b. kawasan keunikan bentang alam;
c. kawasan keunikan proses geologi.
(9)
Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf h mencakup :
a. kawasan resapan (imbuhan) air tanah dan mata air;
b. sempadan mata air.
(10) Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i meliputi:
a. Taman buru;
b. Cagar biosfir;
c. Kawasan perlindungan plasma nutfah;
d. Kawasan pengungsian satwa;
e. Kawasan pantai berhutan bakau;
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 28
f.
Kawasan perlintasan bagi jenis biota laut yang dilindungi;
Pasal 53
Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya mencakup:
a.
kawasan hutan yang berfungsi lindung :
1). Kawasan lindung yang telah ditetapkan yang sebagian besar terdapat di Pulau
Flores dengan beberapa pulau di sekitarnya, seperti Pulau Alor, Lembata dan Pulau
Adonara;
2). Kawasan Pulau-pulau kecil yang tidak berpenghuni menjadi tempat perlindungan
aneka flora dan fauna serta aneka satwa;
3). Wilayah-wilayah karena kebutuhan posisi geografisnya yang berpotensi sebagai
kawasan lindung.
b.
kawasan resapan air tersebar di kabupaten/kota.
Pasal 54
(1)
Kawasan perlindungan setempat meliputi :
a. kawasan sempadan pantai yang meliputi daerah surut terendah dan pasang tertinggi
sampai daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan
kondisi fisik pantai minimal 100 m dari titik pasang tertinggi ke arah darat;
b. kawasan sempadan sungai yang meliputi kawasan selebar 100 m di kiri/kanan
sungai besar dan 50 m di kiri kanan anak sungai yang berada di luar permukiman
dan untuk sungai di kawasan berupa sempadan sungai yang diperkirakan cukup
untuk dibangun jalan inspeksi antara 10 sampai 15 meter.
(2)
Kawasan sekitar danau/waduk dan embung-embung/cekdam yang meliputi daratan
sepanjang tepian danau/waduk, embung-embung/cekdam yang lebarnya proposional
dengan bentuk dan kondisi fisik danau/waduk, embung-embung/cekdam antara 50 s/d
100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah daratan;
(3)
Kawasan sekitar mata air yang meliputi kawasan sekurang-kurangnya dengan jari-jari
200 meter di sekitar mata air.
Pasal 55
Kawasan suaka alam dan cagar budaya mencakup :
a.
Kawasan Suaka Alam yang meliputi :
1). Cagar Alam yaitu Maubesi, Wai Wuul, Watu Ata, Kimang Boleng dan Wolo Tado
2). Suaka Marga Satwa yaitu Pulau Menipo, Kateri, Danau Tuadale, Harlu, Perhatu dan
Ale Aesio;
b.
Kawasan Suaka Alam Laut dan Perairan lainnya :
1) Taman Wisata Alam Laut dan Taman Laut yaitu Taman Wisata Laut Teluk Kupang di
Kabupaten Kupang dan Kota Kupang dan Taman Laut Gugus Pulau Teluk Maumere
di Kabupaten Sikka;
2) Cagar alam Laut yaitu Cagar alam Laut 17 Pulau Riung di Kabupaten Ngada.
3) Kawasan suaka alam laut di Alor Solor
c.
Cagar Budaya yang tersebar di seluruh Kabupaten/Kota se-Nusa Tenggara Timur
Pasal 56
Kawasan Pelestarian Alam mencakup :
a. Taman Wisata Alam yaitu Camplong, Baumata, Tuti Adagae, Tanjung Watu Manuk, Pulau
Besar, Pulau Rusa Pulau Lapang, Pulau Batang, Pulau Pantar dan Ruteng;
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 29
b. Taman Nasional yaitu
Komodo, Kelimutu, Laiwanggi, Wanggameti, Mutis Timau,
Manupeu dan Tanadaru;
c. Taman Hutan Rakyat Profesor Dr. Herman Yohanes.
Pasal 57
Kawasan rawan bencana terdiri dari :
a.
kawasan rawan bencana letusan gunung berapi yang terletak di Kabupaten Manggarai,
Ngada, Ende, Sikka, Flores Timur, dan Lembata;
b.
kawasan rawan bencana gempa bumi terletak di seluruh Kabupaten/Kota terutama
wilayah Pulau Flores, Alor dan sekitarnya;
c.
kawasan rawan tsunami meliputi hampir seluruh daerah pesisir terutama daerah pesisir
dengan laut terbuka di Pesisir Flores bagian Utara, Pesisir Sumba bagian Selatan,
Pesisir Timor bagian selatan dan Pulau-pulau yang berhadapan dengan laut terbuka;
d.
kawasan rawan bencana banjir mencakup hampir seluruh daerah aliran sungai (DAS)
yang tersebar disetiap Kabupaten/Kota;
e.
kawasan rawan bencana longsor relatif merata di kabupaten-kabupaten pulau Flores,
Pulau Timor dan Pulau Alor terutama pada daerah dengan topografi berbukit dan kritis
akibat usaha bertani yang kurang terkontrol dan penggundulan hutan.
Pasal 58
Kawasan lindung lainnya mencakup :
a. Taman Buru di Kabupaten Alor, Ende, Kupang, Manggarai, TTS, Rote Ndao dan Lembata;
b. kawasan pantai berhutan bakau yang mencakup dengan jarak minimal 130 kali nilai ratarata perbedaan pasang tinggi dan terendah tahunan diukur dari garis surut terendah ke
arah darat. Kawasan pantai berhutan bakau yaitu kawasan yang tersebar di wilayah
Daerah, merupakan bagian yang tidak terpisahkan.
Paragraf 2
Rencana Pola Tata Ruang Kawasan Budidaya
Pasal 59
(1)
Kawasan budidaya meliputi kawasan yang diperuntukkan sebagai kawasan hutan
produksi, hutan rakyat, pertanian, perikanan, pertambangan, industri, pariwisata,
permukiman dan permukiman transmigrasi dan atau permukiman baru.
(2)
Kawasan budidaya yang diperuntukkan sebagai kawasan hutan produksi merupakan
kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi berbagai hasil hutan;
(3)
Kawasan budidaya yang diperuntukkan sebagai kawasan hutan rakyat tidak terbagi
lagi menjadi kawasan yang lebih kecil;
(4)
Kawasan budidaya yang diperuntukkan sebagai kawasan pertanian sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) meliputi kawasan budidaya tanaman pangan, kawasan
budidaya holtikultura, kawasan budidaya perkebunan dan kawasan budidaya
peternakan;
(6)
Kawasan budidaya yang diperuntukkan sebagai kawasan perikanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi wilayah pesisir dan laut yang disediakan untuk
memenuhi kebutuhan perikanan.
(7)
Kawasan budidaya yang diperuntukkan sebagai kawasan pertambangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi kawasan wilayah pertambangan dan kawasan wilayah
pertambangan rakyat dengan potensi pengembangan bahan-bahan galian yang dibagi
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 30
atas tiga golongan, yaitu golongan bahan galian strategis, golongan bahan galian vital
dan golongan bahan galian yang tidak termasuk dalam kedua golongan diatas.
(8)
Kawasan budidaya yang diperuntukkan sebagai kawasan industri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan kawasan yang dikembangkan bagi kegiatan
berbagai industri.
(9)
Kawasan budidaya yang diperuntukkan sebagai kawasan pariwisata sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau
disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata.
(10) Kawasan budidaya yang diperuntukkan sebagai kawasan permukiman sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi kawasan yang didominasi oleh lingkungan hunian
dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal.
(11) Kawasan budidaya yang diperuntukkan sebagai kawasan permukiman transmigrasi
dan atau permukiman baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kawasan
yang diarahkan pada kawasan marginal untuk hunian transmigran atau pemukim baru,
memiliki luas tertentu dan lahan usaha yang bersifat terpusat.
Pasal 60
Kawasan budidaya lainnya diatur dalam standar dan kriteria teknis pemanfaatan ruang dan
merupakan persyaratan minimal untuk seluruh Kabupaten/Kota yang diatur lebih lanjut oleh
Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
Paragraf 3
Rencana Pola Tata Ruang Kawasan Tertentu
Pasal 61
Kawasan tertentu meliputi kawasan tertentu dari sudut kepentingan;
a. sosial budaya bangsa;
b. pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah;
c. pendayagunaan sumber daya alam dan teknologi tinggi strategis;
d. politik dan pertahanan negara serta integritas nasional;
e. fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.
Bagian Ketiga
Rencana Pengelolaan Pola Tata Ruang
Paragraf 1
Pengelolaan Kawasan Lindung
Pasal 62
(1)
Rencana pengelolaan kawasan lindung bertujuan untuk mencegah timbulnya
kerusakan fungsi lingkungan hidup dan melestarikan fungsi lindung kawasan yang
memberikan perlindungan kawasan bawahannya, kawasan perlindungan setempat,
kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, kawasan cagar budaya, dan
kawasan lindung lainnya, serta menghindari berbagai usaha dan/atau kegiatan di
kawasan rawan bencana.
(2)
Sasaran pengelolaan kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan untuk :
a. meningkatkan fungsi lindung terhadap tanah, air, iklim, tumbuhan dan satwa serta
nilai budaya dan sejarah bangsa;
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 31
b. mempertahankan keanekaragaman hayati, satwa, tipe ekosistem dan keunikan
alam.
Pasal 63
(1)
Rencana pengelolaan kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya
berupa :
a. mencegah terjadinya erosi, bencana banjir, sedimentasi dan menjaga fungsi
hidrologis tanah di kawasan hutan lindung sehingga ketersediaan unsur hara tanah,
air tanah dan air permukaan selalu dapat terjamin;
b. mengendalikan hidrologi wilayah, berfungsi sebagai penambat air dan pencegah
banjir serta untuk melindungi ekosistem yang khas di kawasan bergambut;
c. memberikan ruang yang cukup bagi resapan air hujan pada kawasan resapan air
untuk keperluan penyediaan kebutuhan air tanah dan penanggulangan banjir, baik
untuk kawasan bawahannya maupun kawasan yang bersangkutan.
(2)
Rencana pengelolaan kawasan perlindungan setempat adalah :
a. menjaga sempadan pantai untuk melindungi wilayah pantai dari kegiatan yang
mengganggu kelestarian fungsi pantai;
b. menjaga sempadan sungai untuk melindungi sungai dari kegiatan manusia yang
dapat mengganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar
sungai serta mengamankan aliran sungai;
c. menjaga kawasan sekitar danau/waduk untuk melindungi danau/waduk dari
berbagai usaha dan/atau kegiatan yang dapat mengganggu kelestarian fungsi
danau/waduk;
d. menjaga kawasan sekitar mata air untuk melindungi mata air berbagai usaha
dan/atau kegiatan yang dapat merusak kualitas air dan kondisi fisik kawasan
sekitarnya;
e. menjaga kawasan terbuka hijau kota termasuk didalamnya hutan kota untuk
melindungi kota dari polusi udara, dan kegiatan manusia yang dapat mengganggu
kelestarian lingkungan kota, serta untuk mengendalikan tata air, meningkatkan
upaya pelestarian habitat flora dan fauna, meningkatkan nilai estetika lingkungan
perkotaan dan kenyamanan kehidupan di kota;
(3)
Rencana pengelolaan kawasan suaka alam berupa perlindungan keanekaragaman
biota, tipe ekosistem, gejala keunikan alam di kawasan suaka alam dan kawasan
suaka alam laut dan perairan laiannya untuk kepentingan plasma nutfah, keperluan
pariwisata, ilmu pengetahuan dan pembangunan pada umumnya.
(4)
Rencana pengelolaan bagi kawasan pelestarian alam berupa pelestarian fungsi
lindung dan tatanan lingkungan kawasan pelestarian alam yang terdiri dari taman
nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam untuk pengembangan pendidikan,
rekreasi dan pariwisata, serta peningkatan kualitas lingkungan sekitarnya dan
perlindungan dari pencemaran.
(5)
Rencana pengelolaan bagi kawasan cagar budaya dilakukan melalui upaya
perlindungan terhadap kekayaan budaya bangsa yang meliputi peninggalanpeninggalan sejarah, bangunan arkeologi dan monumen nasional, serta
keanekaragaman bentukan geologi di kawasan cagar budaya untuk pengembangan
ilmu pengetahuan dan pencegahan dari ancaman kepunahan yang disebabkan oleh
kegiatan alam maupun manusia.
(6)
Rencana pengelolaan kawasan rawan bencana alam dilakukan melalui pengaturan
kegiatan manusia di kawasan rawan bencana alam untuk melindungi manusia dari
bencana yang disebabkan oleh alam maupun secara tidak langsung oleh perbuatan
manusia.
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 32
(7)
Rencana pengelolaan kawasan lindung lainnya adalah :
a. melindungi kawasan taman buru dan ekosistemnya untuk kelangsungan perburuan
satwa;
b. melestarikan fungsi lindung dan tatanan lingkungan kawasan cagar biosfer untuk
melindungi ekosistem asli, ekosistem unik, dan/atau ekosistem yang telah
mengalami degradasi dari gangguan kerusakan seluruh unsur-unsur alamnya untuk
penelitian dan pendidikan;
c. melestarikan fungsi lindung dan tatanan lingkungan daerah perlindungan plasma
nutfah untuk melindungi daerah dan ekosistemnya, serta menjaga kelestarian flora
dan faunanya;
d. melestarikan fungsi lindung dan tatanan lingkungan daerah pengungsian satwa
untuk melindungi daerah dan ekosistemnya bagi kehidupan satwa yang sejak
semula menghuni areal tersebut;
e. melestarikan fungsi dan tatanan lingkungan kawasan pantai berhutan bakau
sebagai pembentuk ekosistem hutan bakau, tempat berkembangbiaknya berbagai
biota laut, dan pelindung pantai dari pengikisan air laut serta pelindung usaha budi
daya di belakangnya.
Paragraf 2
Rencana Pengelolaan Kawasan Budidaya
Pasal 64
(1)
Rencana pengelolaan kawasan budidaya bertujuan untuk meningkatkan daya guna
dan hasil guna pemanfaatan ruang dan sumber daya alam dan sumber daya buatan
dengan memperhatikan sumber daya manusia untuk menyerasikan pemanfaatan
ruang dan kelestarian fungsi lingkungan hidup.
(2)
Pengelolaan kawasan budidaya dilakukan secara seksama dan berdaya guna untuk
sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat melalui kegiatan-kegiatan dengan
mempertimbangkan aspek-aspek keruangan dan kelestarian fungsi lingkungan hidup.
(3)
Pengelolaan kawasan budidaya diselenggarakan untuk :
a. terwujudnya pemanfaatan ruang dan sumber daya alam dan kesejahteraan
masyarakat dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup;
b. terhindarnya konflik pemanfaatan sumber daya dengan pengertian pemanfaatan
ruang harus berdasarkan pada prioritas kegiatan yang memberikan keuntungan
terbesar pada masyarakat;
c. memelihara kawasan budidaya untuk keadilan dalam masyarakat dengan
memperhatikan Penguasaan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (P3T).
Pasal 65
(1)
Rencana pengelolaan kawasan budidaya dilaksanakan sesuai dengan peran
Pemerintah, Pemerintah Propinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
(2)
Peran Pemerintah dalam pengelolaan kawasan budidaya yang mencakup:
a. penetapan kriteria, norma, standar, prosedur, dan manual (NSPM) pengelolaan
kawasan budidaya;
b. bimbingan/pembinaan teknis pengembangan kawasan budidaya kepada
Pemerintah Daerah;
c. fasilitasi promosi pengembangan investasi kawasan dan fasilitasi pengembangan
kerjasama dengan dunia usaha (dengan kemudahan pemberian insentif);
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 33
d. penyelenggaraan izin usaha pemanfaatan kawasan budidaya lintas Propinsi dan
kawasan budidaya strategis nasional, seperti pertambangan migas, radio aktif,
logam mulia.
(3)
Peran Pemerintah Propinsi dalam pengelolaan kawasan budidaya mencakup :
a. memberikan pedoman penyelenggaraan pengelolaan kawasan budidaya;
b. menyelenggarakan izin usaha pemanfaatan kawasan budidaya lintas
kabupaten/kota;
c. memfasilitasi kerjasama pengelolaan kawasan budidaya antar kabupaten/kota.
(4)
Peran Pemerintah Kabupaten/Kota dalam pengelolaan kawasan budidaya mencakup :
a. menyusun Rencana Pengelolaan Kawasan Budidaya;
b. melaksanaan pengendalian pengembangan sejak dini melalui mekanisme perizinan
c. berkoordinasi dengan pemerintah sebagai pembina teknis atau Pemerintah
Propinsi dalam kapasitas fungsi dekonsentrasi;
d. mengupayakan kerjasama dan koordinasi antar daerah otonom dalam pengelolaan
kawasan budidaya.
Pasal 66
(1)
Rencana pengelolaan kawasan yang diperuntukkan sebagai hutan produksi adalah :
a. menerapkan cara pengelolaan hutan yang tepat dalam memanfaatkan ruang
beserta sumber daya hutan di kawasan hutan produksi terbatas, untuk memperoleh
hasil-hasil hutan bagi kepentingan negara, masyarakat, industri dan ekspor dengan
tetap menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan kebutuhan pangan jangka
panjang;
b. menerapkan cara pengelolaan hutan yang tepat dalam memanfaatkan ruang
beserta sumber daya hutan di kawasan hutan produksi tetap, untuk memperoleh
hasil-hasil hutan bagi kepentingan negara, masyarakat, industri dan ekspor dengan
tetap menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;
c. menerapkan cara pengelolaan hutan yang tepat dalam memanfaatkan ruang
kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi guna mendukung pengembangan
transportasi, transmigrasi, pertanian, permukiman, perkebunan, industri dan lainlain, dengan tetap menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup.
(2)
Rencana pengelolaan kawasan yang diperuntukkan sebagai hutan rakyat adalah
menerapkan cara pengelolaan hutan yang tepat dalam memanfaatkan ruang, beserta
sumber daya alam di tanah yang dibebani hak milik atau hak lainnya untuk
meningkatkan penyediaan kayu bagi kepentingan rakyat dan bahan baku industri
pengelolaan kayu, dengan tetap menjaga kelesatrian fungsi lingkungan hidup.
(3)
Rencana pengelolaan kawasan yang diperuntukkan sebagai pertanian berupa :
a. memanfaatkan potensi lahan yang sesuai untuk peningkatan kegiatan produksi
pangan lahan basah, dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan
hidup;
b. memanfaatkan potensi lahan yang sesuai untuk peningkatan kegiatan produksi
pangan lahan kering di kawasan pertanian lahan kering, dengan tetap
memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup;
c. memanfaatkan potensi lahan yang sesuai untuk peningkatan kegiatan produksi
perkebunan di kawasan perkebunan dengan tetap memperhatikan kelestarian
fungsi lingkungan hidup;
d. memanfaatkan potensi lahan yang sesuai untuk peningkatan kegiatan produksi
peternakan beserta hasil-hasilnya di kawasan peternakan dengan tetap
memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup;
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 34
e. memanfaatkan potensi wilayah yang sesuai untuk peningkatan produksi perikanan
di kawasan perikanan, dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan
hidup untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan.
(4)
Langkah pengelolaan kawasan perikanan adalah berupa memanfaatkan potensi
perikanan di wilayah pesisir hingga Zona Ekonomi Eksklusif dan meningkatkan nilai
tambah perikanan melalui industri pengelolaan hasil-hasil perikanan dan kelautan
dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup untuk mewujudkan
pembangunan yang berkelanjutan.
(5)
Pengelolaan kawasan yang diperuntukkan sebagai pertambangan adalah
memanfaatkan sumber mineral, energi dan bahan galian lainnya di kawasan
pertambangan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dengan tetap memelihara
sumber mineral tersebut sebagai cadangan pembangunan yang berkelanjutan dan
tetap memperhatikan kaidah-kaidah pengelolaan lingkungan hidup secara
berkelanjutan.
(6)
Pengelolaan kawasan yang diperlukan sebagai industri adalah memanfaatkan potensi
kawasan industri untuk meningkatkan nilai tambah pemanfaatan ruang dalam
memenuhi kebutuhan ruang bagi pengembangan kegiatan industri, dengan tetap
mempertahankan kelestarian fungsi lingkungan hidup.
(7)
Pola pengelolaan kawasan pariwisata adalah memanfaatkan potensi keindahan alam
dan budaya di kawasan pariwisata guna mendorong perkembangan pariwisata dengan
memperhatikan kelestarian nilai-nilai budaya, adat-istiadat, mutu dan lingkungan alam
serta kelestarian fungsi lingkungan hidup.
(8)
Langkah-langkah pengelolaan kawasan permukiman adalah memanfaatkan ruang
yang sesuai untuk tempat bermukim di kawasan permukiman dengan menyediakan
lingkungan yang sehat dan aman dari bencana alam serta dapat memberikan
lingkungan hidup yang sesuai dengan pengembangan masyarakat dengan
memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup.
Paragraf 3
Rencana Pengelolaan Kawasan Tertentu
Pasal 67
(1)
Rencana pengelolaan kawasan tertentu bertujuan untuk :
a. terselenggaranya penataan ruang nasional dan ruang wilayah Propinsi atau ruang
wilayah Kabupaten/Kota;
b. meningkatkan fungsi kawasan lindung dan fungsi kawasan budidaya yang berada
dalam kawasan tertentu;
c. mengatur pemanfaatan ruang guna meningkatkan kesejahteraan dan mendukung
pertahanan keamanan negara;
d. menciptakan kawasan strategis , baik bagi pembangunan nasional maupun bagi
pembangunan daerah.
(2)
Pengelolaan kawasan tertentu dilakukan dalam rangka :
a. mengoptimalkan pemanfaatan ruang agar sesuai dengan potensi melalui arah pola
investasi baik pemerintah maupun swasta dan masyarakat;
b. peningkatan pembangunan kawasan dan peningkatan upaya sinergi pembangunan
antara kabupaten/kota, propinsi, maupun nasional;
c. memacu perkembangan kawasan/daerah dengan memanfaatkan potensi-potensi
sumber daya alam dengan penggunaan IPTEK yang tepat guna dan memberikan
daya saing nasional;
d. mempertahankan fungsi lingkungan hidup kawasan dengan pengendalian yang
ketat terhadap pemanfaatan sumber daya alam.
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 35
Pasal 68
(1)
Pengelolaan kawasan tertentu dilaksanakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah
sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.
(2)
Peran Pemerintah dalam pengelolaan kawasan tertentu diselenggarakan dengan :
a. menyediakan dan menerapkan kriteria, norma, standar, prosedur, dan manual
pengelolaan kawasan tertentu;
b. melibatkan Pemerintah Daerah dan masyarakat termasuk pemberian insentif dan
disinsentif, kompensasi, serta fasilitasi promosi;
c. mengupayakan kerjasama dan koordinasi daerah;
d. melaksanakan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan tertentu termasuk
pengawasan dan penertiban terhadap penyimpangan penyelenggaraan tertentu
berdasarkan kewenangannya.
(3)
Peran Pemerintah Daerah dalam pengelolaan kawasan tertentu diselenggarakan
dengan :
a. memadukan rencana tata ruang kawasan tertentu, termasuk dalam perencanaan
tata ruang wilayah masing-masing;
b. melaksanakan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan tertentu termasuk
pengawasan dan penertiban terhadap penyimpangan penyelenggaraan kawasan
tertentu berdasarkan kewenangannya;
c. memberikan penghargaan kepada pelaku pembangunan yang berperan dalam
menjaga pelestarian dan pengembangan kawasan tertentu
(4)
Hal-hal lain yang telah diatur pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) ditetapkan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VI
PEMANFAATAN RUANG
Bagian Pertama
Mekanisme Pemanfaatan Ruang
Pasal 69
Mekanisme pemanfaatan ruang meliputi pemaduserasian program pembangunan,
pentahapan rencana pemanfaatan ruang dan pembiayaan pelaksanaan program
pembangunan.
Bagian Kedua
Program Pembangunan
Pasal 70
(1)
Pemanfaatan ruang dalam Program Pembangunan Daerah diarahkan sesuai rencana
struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah Propinsi.
(2)
Gubernur mengkoordinasikan program pembangunan untuk mewujudkan pengelolaan
kawasan lindung, kawasan budidaya, kawasan tertentu, serta perwujudan struktur tata
ruang wilayah Propinsi melalui pengembangan sistem pusat permukiman wilayah
Propinsi dan sistem jaringan transportasi, sistem jaringan transmisi tenaga listrik,
sistem jaringan telekomunikasi dan sistem jaringan prasarana sumber daya air
Nasional, Propinsi dan Kabupaten/Kota.
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 36
(3)
Pemerintah Kabupaten/Kota didorong untuk ikut serta secara aktif dalam perwujudan
pemanfaatan ruang.
Pasal 71
(1)
Perwujudan pemanfaatan ruang yang sesuai dan sejalan dengan RTRWP, ditetapkan
melalui pentahapan rencana pemanfaatan ruang wilayah Propinsi dan dikembangkan
perangkat insentif dan disinsentif.
(2)
Pentahapan rencana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan prioritas
rencana pengembangan wilayah Propinsi secara berkesinambungan.
(3)
Tahapan prioritas rencana pengembangan wilayah Propinsi lima tahunan ditetapkan
dalam Rencana Struktur Tata Ruang Wilayah Propinsi.
Pasal 72
(1)
Perangkat insentif dan disinsentif diarahkan untuk perwujudan pemanfaatan ruang
wilayah Propinsi yang sesuai dengan RTRWP.
(2)
Perangkat insentif dimaksudkan untuk memberikan kemudahan bagi seluruh kegiatan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3)
Perangkat disinsentif dimaksudkan untuk menghambat atau mencegah pelaksanaan
pemanfaatan ruang wilayah Propinsi yang tidak sesuai dengan Peraturan Daerah ini.
Bagian Ketiga
Pembiayaan
Pasal 73
(1)
Pembiayaan pemanfaatan ruang sesuai dengan RTRWP meliputi sumber dan alokasi
pendanaan yang diperlukan untuk pelaksanaan pembangunan.
(2)
Sumber dan alokasi pembiayaan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa anggaran pembangunan Pemerintah, Pemerintah Daerah, investasi swasta,
dan atau bentuk kerjasama pembiayaan.
BAB VII
PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
Bagian Pertama
Pengawasan
Pasal 74
(1)
Pengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan agar pemanfaatan ruang wilayah
Propinsi sesuai dengan RTRWP.
(2)
Pengendalian pemanfaatan ruang meliputi kegiatan pengawasan dan penertiban
terhadap pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan budidaya.
Pasal 75
(1)
Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang diselenggarakan dalam bentuk pelaporan,
pemantauan dan evaluasi masing-masing diberlakukan untuk :
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 37
a. proses perencanaan, melalui mekanisme perizinan yang diatur sesuai peraturan
yang berlaku;
b. pelaksanaan program pembangunan, melalui mekanisme perizinan yang diatur
sesuai peraturan yang berlaku;
c. masa hidup program dan atau bagian-bagian program, melalui perizinan yang
diatur sesuai peraturan yang berlaku;
(2)
Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan melalui kegiatan
pemberian informasi secara obyektif mengenai pemanfaatan ruang baik yang sesuai
maupun yang tidak sesuai dengan RTRWP.
(3)
Pemantauan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan melalui
kegiatan pengamatan dan pemeriksaan dengan cermat perubahan kualitas tata ruang
dan lingkungan baik yang sesuai maupun yang tidak sesuai dengan RTRWP.
(4)
Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan melalui kegiatan
penilaian kemajuan kegiatan pemantauan ruang dalam mencapai tujuan pemanfaatan
ruang wilayah Propinsi.
(5)
Pengawasan dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dan masyarakat.
Bagian Kedua
Penertiban
Pasal 76
(1)
Penertiban terhadap pemanfaatan ruang diselenggarakan dalam bentuk pengenaan
sanksi.
(2)
Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi sanksi administrasi,
sanksi pidana dan sanksi perdata.
(3)
Sanksi administrasi dilakukan oleh aparat Penyidik Pegawai Negeri Sipil mewakili
pemerintah daerah Propinsi yang berwenang terhadap pemanfaatan ruang di bawah
koordinasi Pemerintah Daerah.
Bagian Ketiga
Rujukan
Pasal 77
(1)
Rujukan dalam rangka penataan ruang, Peraturan Daerah ini dilengkapi dengan
Lampiran berupa Buku Rencana dan Album Peta Rencana dengan tingkat ketelitian
peta rencana 1 : 250.000 yang bergeoreferensi memuat arahan pemanfaatan ruang,
struktur tata ruang dan pola pemanfaatan ruang, sebagai bagian yang tidak
terpisahkan.
(2)
Penjabaran dan pendetailan lebih lanjut atas peraturan daerah ini berupa rencana tata
ruang pulau dan rencana detail tata ruang kawasan berdasarkan arahan fungsi
ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 38
BAB VIII
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 78
Dalam pelaksanaan kegiatan penataan ruang wilayah Propinsi, masyarakat berhak :
a.
berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang;
b.
mengetahui secara terbuka muatan kebijaksanaan dan strategi pengembangan
wilayah Propinsi;
c.
menikmati manfaat ruang dan atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat dari
penataan ruang;
d.
memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat
pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan kebijaksanaan dan strategi
pengembangan wilayah Propinsi.
Pasal 79
Dalam pelaksanaan kegiatan penataan ruang wilayah Propinsi, masyarakat wajib :
a. berperan serta dalam memelihara kualitas ruang.
b. berlaku tertib dalam peranserta selama proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
c. mentaati kebijaksanaan dan strategi pengembangan wilayah Propinsi yang ditetapkan.
Pasal 80
(1)
Peran serta masyarakat dalam proses pemanfaatan ruang dapat dilakukan melalui
pelaksanaan program dan kegiatan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan
kebijaksanaan dan strategi pengembangan wilayah Propinsi, meliputi :
a. Pemanfaatan ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara;
b. Bantuan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah Propinsi;
c. Bantuan teknik dan kerjasama dalam penelitian dan pengembangan ruang wilayah
Propinsi;
(2)
Peran serta masyarakat dalam proses pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan
melalui
a. Pengawasan dalam bentuk pemantauan terhadap pemanfaatan ruang termasuk
pemberian informasi obyektif atau laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang;
b. Bantuan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan penertiban pemanfaatan
ruang wilayah Propinsi.
(3)
Bentuk dan tata cara keterlibatan masyarakat dalam operasionalisasi rencana tata
ruang wilayah Propinsi secara rinci diatur dalam norma, pedoman, standar dan manual
yang lebih operasional dan ditetapkan dengan keputusan Gubernur.
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 39
BAB IX
PENINJAUAN KEMBALI RENCANA
Pasal 81
(1)
Peninjauan kembali dan atau penyempurnaan RTRWP dapat dilakukan maksimum 5
(lima) tahun sekali setelah berlakunya Peraturan Daerah ini.
(2)
Peninjauan kembali dan/atau penyempurnaan RTRWP dilakukan berdasarkan hasil
evaluasi pemanfaatan ruang dalam kurun waktu 5 (lima) tahun.
(3)
Evaluasi pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh
Pemerintah Daerah dengan melibatkan masyarakat dan daerah yang berkaitan.
(4)
Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Gubernur
untuk ditindaklanjuti.
(5)
Tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa peninjauan kembali atau
menjadi lembaran tambahan (addendum) Peraturan Daerah ini.
BAB X
KETENTUAN SANKSI
Pasal 82
(1)
Sanksi administrasi dikenakan atas pelanggaran pemanfaatan ruang yang berakibat
pada terhambatnya pelaksanaan program pemanfaatan ruang.
(2)
Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat berupa:
a. penghentian sementara pelayanan administrasi;
b. penghentian sementara pemanfaatan ruang;
c. denda administrasi;
d. pengurangan luas pemanfaatan ruang;
e. pencabutan izin pemanfaatan ruang.
BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 83
(1)
Setiap orang yang melanggar ketentuan-ketentuan pasal 65, 68, 78, 79 dan 80
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini, diancam pidana kurungan paling
lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta
rupiah).
(2)
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
(3)
Selain tindak pidana pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tindak pidana
atas pelanggaran pemanfaatan ruang yang mengakibatkan perusakan dan pencemaran
lingkungan serta kepentingan umum lainnya dikenakan ancaman pidana sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 40
BAB XII
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 84
(1)
Selain Penyidik Umum, penyidikan atas pelanggaran Peraturan Daerah ini dilakukan
oleh Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Pemerintah Daerah
yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2)
Wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sebagai berikut:
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana;
b. melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian dan melakukan
pemeriksaan;
c. menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri
tersangka;
d. melakukan penyitaan benda dan atau bahan bukti lain;
e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
g. mendatangkan saksi ahli dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
h. mengadakan penghentian karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut
bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya memberitahukan hal tersebut
kepada penyidik, penuntut umum, tersangka atau keluarganya;
i. melakukan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 85
Pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini, semua Peraturan Daerah dan peraturan
pelaksanaan yang berkaitan dengan penataan ruang yang telah ada, tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini.
Pasal 86
Dengan diberlakukannya Peraturan Daerah ini, maka :
a.
kegiatan budidaya yang telah ditetapkan sebelumnya dan berada di kawasan lindung
dapat diteruskan sejauh tidak mengganggu fungsi lindung;
b.
kegiatan budidaya yang telah ada di kawasan lindung yang mempunyai dampak penting
terhadap lingkungan hidup dikenakan ketentuan-ketentuan yang berlaku sebagaimana
diatur dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup;
c.
izin pemanfaatan ruang baik yang berada di kawasan lindung maupun di kawasan
budidaya yang telah diberikan sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini dinyatakan
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini.
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 41
BAB XIV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 87
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini akan diatur lebih lanjut oleh Gubernur
sepanjang mengenai pelaksanaannya.
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 88
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I
Nusa Tenggara Timur Nomor 2 Tahun 1994 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi
Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 89
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah.
Ditetapkan di
pada tanggal
Kupang
12 Oktober 2005
GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR,
PIET ALEXANDER TALLO
Diundangkan di Kupang
pada tanggal 12 Oktober 2005
SEKRETARIS DAERAH PROPINSI
NUSA TENGGARA TIMUR,
TH. M. HERMANUS
LEMBARAN DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN 2005 NOMOR 099 SERI E NOMOR 058
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 42
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH
PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
NOMOR 9 TAHUN 2005
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN 2006 – 2020
I.
PENJELASAN UMUM:
Bahwa untuk mengarahkan pemanfaatan ruang di wilayah Propinsi Nusa Tenggara
Timur secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang dan
berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan,
perlu disusun rencana tata ruang wilayah;
Bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar sektor, daerah
dan masyarakat, maka rencana tata ruang wilayah merupakan arahan lokasi investasi
pembangunan yang dilaksanakan Pemerintah, masyarakat dan/atau dunia usaha;
Bahwa Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur Nomor 2
Tahun 1994 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Nusa
Tenggara Timur sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan dewasa ini
sehingga perlu ditinjau kembali;
Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, maka perlu membentuk Peraturan Daerah
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2006 –
2020;
II.
PENJELASAN PASAL DEMI PASAL:
Pasal 1
: Cukup jelas
Pasal 2
: Cukup jelas
Pasal 3
: Cukup jelas
Pasal 4
: Cukup jelas
Pasal 5
: Cukup jelas
Pasal 6
: butir a
: Cukup jelas
butir b
: Yang dimaksud dengan matra ruang adalah dimensi
ruang
butir c dst
: Cukup jelas
Pasal 7
: Cukup jelas
Pasal 8
: Cukup jelas
Pasal 9
: Cukup jelas
Pasal 10
: Cukup jelas
Pasal 11
: ayat (1)
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 : Cukup jelas
43
ayat (2)
: Yang dimaksud dengan internal adalah kondisi yang
terjadi karena adanya kebijakan Pemerintah di dalam
wilayah propinsi
Yang dimaksud dengan eksternal adalah kondisi yang
terjadi karena adanya kebijakan diluar kebijakan
Pemerintah Propinsi
ayat (3)
Pasal 12
: Cukup jelas
Pasal 13
: Cukup jelas
Pasal 14
: Cukup jelas
Pasal 15
: Cukup jelas
Pasal 16
: Cukup jelas
Pasal 17
: ayat (1)
: Cukup jelas
: Cukup jelas
ayat (2) butir a
: Yang dimaksud dengan penetapan kawasan
lindung minimal 30% adalah areal yang
diperuntukkan
untuk
menjaga
kelestarian
lingkungan baik di dalam kawasan hutan maupun
di luar kawasan hutan dengan ketentuan
kawasan lindung di luar kawasan hutan dapat
dimanfaatkan
oleh
masyarakat
dengan
memperhatikan fungsi lindungnya
ayat (2) butir b dst : Cukup jelas
ayat (3) dst : Cukup jelas
Pasal 18
: Cukup jelas
Pasal 19
: Cukup jelas
Pasal 20
: Cukup jelas
Pasal 21
: Cukup jelas
Pasal 22
: Cukup jelas
Pasal 23
: Cukup jelas
Pasal 24
: Cukup jelas
Pasal 25
: Cukup jelas
Pasal 26
: Cukup jelas
Pasal 26
: Cukup jelas
Pasal 27
: Cukup jelas
Pasal 28
: Cukup jelas
Pasal 29
: Cukup jelas
Pasal 30
: ayat (1)
ayat (2)
: Cukup jelas
: Daftar ruas jalan Nasional tercantum pada Tabel 1
ayat (3) dst : Cukup jelas
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 44
TABEL 1. DATA JARINGAN JALAN NASIONAL DI PROPINSI NTT DAN
RENCANA PENGEMBANGAN JALAN NASIONAL DI PROPINSI NTT TAHUN 2020
No.
1
1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
3
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
4
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Nama
Ruas
Wilayah
Pengembangan
2
WP II : Flores - KAB. ENDE
006. 11 K
Lembata
006. 12 K
006. 13 K
006. 14 K
007. 11 K
007. 12 K
006
007
008
009
010
011
012
P152
P153
P154
3
Jl. Katedral (Ende)
Jl. Sukarno (Ende)
Jl. Perwira (Ende)
Jl. Arah Bajawa (Ende)
Jl. A. Yani (Ende)
Jl. Gatot Subroto (Ende)
Ende - Aegela
Ende - Detusoko
Detusoko - Wologai
Wologai - Junction
Junction - Wolowaru
Wolowaru - Lianunu
Lianunu - Hepang
Kaburea-Maukaro-Nabe
Nabe - Ranakolo - Maurole
Maurole - Kota Baru - Koro
Jumlah
KAB. SIKKA
013
Hepang - Nita
014
Nita - Woloara
015
Woloara - Maumere
Jln. Konterius (Maumere)
015. 11 K
Jln. Sugiyo Pranoto (Maumere)
015. 12 K
Jln. NongMeak (Maumere)
015. 13 K
Jln. Gajah Mada (Maumere)
015. 14 K
016
Maumere - Waepare
Jln. A. Yani (Maumere)
016. 11 K
Jln. Sudirman (Maumere)
016 . 12 K
017.1
Waepare - KM. 180
P154
Koro - Magepanda
P038
Waepare - Bola
Jumlah
KAB. FLOTIM
017. 2
Km. 180 - Waerunu
017. 3
Waerunu - Larantuka
Jln. Basuki Rahmat (Larantuka)
017. 31. K
Jln. Herman Fernandes (Larantuka)
017. 32 K
Jln. Yoakim Bl. de.Rosari (Larantuka)
017. 33 K
Jln. Renha Rosari (Larantuka)
017. 34 K
Jln. Yos Sudarso (Larantuka)
017. 35 K
P39
Larantuka - Watowiti
P122
Mudajebak - Lato - Waerunu
P159
Wailebe - Waiwadan
K016 + 01
Waiwadan-Kolilanang-Lambunga-Witihama
K021
Witihama - Waiwuring
Jumlah
KAB. NGADA
005
Aegela - Gako
004
Gako - Malanuza
003
Malanuza - Bajawa
Jl. Sukarno - Hatta (Bajawa)
003 11 K
Jl. Ahmad Yani (Bajawa)
003 12 K
Jl. Gatot Subrorto (Bajawa)
003 13 K
P148
Waeklambu - Mboras
P149
Mboras - Danga
P150
Danga - Nila - Marapokot
P151
Marapokot - Aeramo - Kaburea
Jumlah
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 Usulan Tambahan
Total Status
Status Jalan
Jalan Nasional
Nasional pada
pada Review
Review RTRWP RTRWP 2006 2006 - 2020
2020
5
4
16,00
40,00
35,00
91,00
1,00
0,45
0,60
1,00
1,50
2,40
51,49
27,95
8,65
9,26
13,05
13,44
47,34
16,00
40,00
35,00
269,13
8,20
20,01
28,21
6,81
4,84
3,81
0,17
0,53
0,64
1,67
3,37
1,60
1,79
25,31
8,20
20,01
78,75
8,680
27,800
16,00
16,00
20,00
88,48
36,30
55,19
4,30
1,07
0,46
1,31
1,53
8,68
27,80
16,00
16,00
20,00
188,64
20,00
36,00
12,00
45,00
113,00
31,77
17,24
15,33
0,55
0,60
2,00
20,00
36,00
12,00
45,00
180,49
45
1
5
1
2
3
4
5
6
7
8
9
2
WP II : Flores Lembata
6
1
2
3
4
5
7
1
8
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
9
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
10
WP I : Timor
Barat - Rote
Ndao - Alor
3
KAB. MANGGARAI
002 . 1
Sp. Bajawa - Bts. Manggarai
002 . 2
Bts. Manggarai - Km. 210
002 . 3
Km. 210 - Ruteng
002 . 31 K
Jl. A. Yani (Ruteng)
002 . 32 K
Jl. Ranakaka (Ruteng)
Jl. Komodo (Ruteng)
019 . 11 K
P146
Reo - Dampek - Pota
P147
Pota - Waeklambu
P001
Ruteng - Reo - Kedindi
Jumlah
KAB. MANGGARAI BARAT
019
Ruteng - Malwatar
018
Malwatar - Labuan Bajo
Nggorang - Sp.Wangkung - Kondo
Kondo - Sp.Noa - Hita
Hita - Sp. Tiga - Kedindi
Jumlah
KAB. LEMBATA
P088
Lewoleba - Balauring
Jumlah
KOTA KUPANG
163
Tenau - Bolok
054 . 15 K
Jl. A. Yani ( Kupang)
054 . 16 K
Jl. Sukarno ( Kupang)
054 . 17 K
Jl. Pahlawan ( Kupang)
054 . 18 K
Jl. Tua Bata ( Kupang)
054 . 19 K
Jl. Ke Tenau ( Kupang)
055 . 12 K
Jl. Siliwangi ( Kupang)
055 . 13 K
Jl. Sumba - Sumatra (Kupang)
055 . 14 K
Jl. Timor - Timur ( Kupang)
067
Simp. Oesapa - Lap. Terbang Eltari
067
Jalan Raya Eltari
056 11 K
Oesapa - Oesao
Jumlah
KAB. KUPANG
056
Oesapa - Oesao
057
Oesao - Bokong
054 K1
Kupang - Tenau
054 K
Kupang - Oesapa
054 K2
Jalan Tompelo (Kupang)
054 K3
Jalan Lalamentik (Kupang)
054 K4
Jalan Kayu Putih (Kupang)
P102
Naikliu - Oepuli
P069
Seba - Bolow
K010
Biu - Bolow
Jumlah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
KAB. TTS
058
059
059 11 K
059 12 K
060
060 11 K
060 12 K
061
P077
P128
P129
P130
P078
P093
11
1
2
3
4
KAB. TTU
062
062 11 K
062 12 K
062 13 K
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 Bokong - Batu Putih
Batuputih - Soe
Jl. Gajah Mada ( Soe)
Jl. Sudirman ( Soe)
Soe - Nikiniki
Jl. Diponegoro (Soe)
Jl. A. Yani (Soe)
Nikiniki - Noelmuti
Batu Putih - Panite
Panite - Kolbano
Kolbano - Boking
Boking - Wanibesak
Soe - Kapan
Kapan - Eban
Jumlah
Noelmuti - Kefamenanu
Jl. Pattimura (Kefamenanu)
Jl. Kartini (Kefamenanu)
Jl. El Tari (Kefamenanu)
5
4
34,00
40,00
62,17
136,17
39,59
44,95
43,70
1,05
0,80
0,90
34,00
40,00
62,17
267,16
34,00
40,00
46,00
120,00
62,74
60,26
34,00
40,00
46,00
243,00
52,45
52,45
52,45
52,45
-
4,30
2,10
0,40
3,00
3,76
4,38
1,05
1,10
6,14
4,29
11,30
3,50
45,32
32,50
25,15
4,20
61,85
16,10
40,73
32,50
25,15
4,20
118,68
29,73
41,00
56,00
21,00
15,51
22,18
185,42
7,66
27,38
4,00
0,20
20,69
0,95
4,40
43,01
29,73
41,00
56,00
21,00
15,51
22,18
293,71
8,16
0,75
1,27
3,32
46
1
5
6
7
8
9
10
11
2
WP I : Timor
Barat - Rote
Ndao - Alor
12
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
KAB. BELU
065
066
066 11 K
066 12 K
066 13 K
066 14 K
067
067 11 K
067 12 K
P125
P123
13
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
16
1
2
3
4
5
6
7
3
Jl. Basuki Rahmat (Kefamenanu)
Kefamenanu - Maubesi
Jl. A. Yani (Kefamenanu)
Maubesi - Nesam (Kiupukan)
Lakafehan - Keliting
Keliting - Wini - Sakato
Kefamenanu - Oelfaub
Jumlah
Nesam (Kiupukan) - Halilulik
Halilulik - Atambua
Jl. Suprapto (Atambua)
Jl. Supomo (Atambua)
Jl. M. Yamin (Atambua)
Jl. Basuki Rahmat (Atambua)
Atambua - Motaain
Jl. Martha Dinata (Atambua)
Jl. Yos Sudarso (Atambua)
Webua - Motamasin
Sp.Berluli - Teluk Gurita
Jumlah
KAB. ALOR
089
089. 11.K
089. 12.K
089. 13.K
089. 14.K
089. 15.K
089. 16.K
089. 17.K
90
120
K46
K45
NS
K54
K37
K38
K39
Kalabahi - Taramana
Jl. Kartini (Kalabahi)
Jl. Dewi Sartika (Kalabahi)
Jl. Sudirmana (Kalabahi)
Jl. Panglima Polim (Kalabahi)
Jl. Gatot Subroto (Kalabahi)
Jl. Sam Ratulangi (Kalabahi)
Jl. Pattimura (Kalabahi)
Junction - Lapangan Terbang Mali
Taramana - Lantoka - Maritaing
Beangong - Boloang
Baranusa - Beangong
Kayang - Sp. Beangong
Kabir - Baranusa
Kabir - Pandai
Pandai - Tuabang
Tuabang - Bakalang
Jumlah
KAB. ROTE NDAO
P071
Baa - Olafullihaa - Pante Baru
Jumlah
14
1
15
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
062 14 K
063
063 11 K
064
P126
P127
P082
WP III : Sumba
Barat - Sumba
Timur
KAB. SUMBA TIMUR
043 .1
Waingapu - KM. 35
043 . 2
KM. 35 - Bts. Sumba Timur
043. 11 K
Jl. Suprapto (Waingapu)
043. 12 K
Jl. Panjaitan (Waingapu)
043. 13 K
Jl. MT. Haryono (Waingapu)
043. 14 K
Jl. A. Yani (Waingapu)
043. 15 K
Jl. Diponegoro (Waingapu)
043. 16 K
Jl. Gajah Mada (Waingapu)
043. 17 K
Jl. Adam Malik (Waingapu)
043. 18 K
Jl. Matawi Amahul (Waingapu)
043. 19 K
Jl. Nanga Mesi (Waingapu)
P051
Waingapu - Melolo
P052
Melolo - Baing
NS
Jln. Matawaiamahu
Jumlah
KAB. SUMBA BARAT
043
Bts. Sumba Timur - Waikabubak
043.31K Jln. Sudirman ( Waikabubak)
042
Waikabubak - Waitabula
041
Waitabula - Waikelo
K15
Memboro - Lenang
K33
Lenang - Tanambanas
K
Tanambanas - Napu
Jumlah
Propinsi Nusa Tenggara Timur
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 5
4
5,20
53,00
21,20
79,40
1,95
13,07
3,50
13,97
5,20
53,00
21,20
129,39
22,16
6,21
28,37
32,13
15,90
2,20
0,80
1,20
0,20
35,57
0,90
2,90
22,16
6,21
120,17
23,00
12,80
15,21
33,10
9,70
16,00
3,00
112,81
41,82
0,33
1,04
1,16
0,64
0,43
0,79
0,49
9,00
48,50
23,00
12,80
15,21
33,10
9,70
16,00
3,00
217,01
30,750
30,75
30,75
30,75
57,86
56,70
2,50
117,06
23,32
35,46
1,00
0,54
0,55
1,08
0,84
0,60
2,40
2,18
1,05
57,86
56,70
2,50
186,08
29,000
27,000
21,000
77,00
58,01
5,41
33,04
4,80
29,00
27,00
21,00
178,26
1.321,97
2.598,99
47
Pasal 31
: Cukup jelas
Pasal 32
: Cukup jelas
Pasal 33
: Cukup jelas
Pasal 34
: Cukup jelas
Pasal 35
: Cukup jelas
Pasal 36
: Cukup jelas
Pasal 37
: Cukup jelas
Pasal 38
: Cukup jelas
Pasal 39
: Cukup jelas
Pasal 40
: ayat (1)
: Yang dimaksud dengan Multimoda adalah keseluruhan
jenis sarana transportasi baik darat, penyeberangan,
laut dan udara
ayat (2) dst : Cukup jelas
Pasal 41
: Cukup jelas
Pasal 42
: Cukup jelas
Pasal 43
: Cukup jelas
Pasal 44
: Cukup jelas
Pasal 45
: Cukup jelas
Pasal 46
: Cukup jelas
Pasal 47
: ayat (1) & (2) : Cukup jelas
ayat (3)
: Data Wilayah Sungai yang disebut Satuan Wilayah
Sungai (SWS) dan Daerah Aliran Sungai Kritis adalah
sebagai berikut:
a. SWS Timor – Rote Ndao – Alor;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Oesao;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Manikin;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Tuasene;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Noelmina;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Nain;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Powu;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Kaubele;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Haekto;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Tala;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Benanain;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Nobelu;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Haekesak;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Waelombur;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Sabu;
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 48
ƒ
Daerah Aliran Sungai Oepoli;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Malibata;
ƒ
Daerah Aliran Manubulu.
b. SWS Flores - Lembata
ƒ
Daerah Aliran Flores Timur;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Bama;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Mati;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Warielou;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Ili Getang;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Mebe;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Wolowana;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Mautenda;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Nangapanda;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Panondiwal;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Dsampek;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Waikaap.
c. SWS Sumba
ƒ
Daerah Aliran Sungai Wanokaka;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Payeti;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Wanga;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Kakaha.
ayat (4)
Pasal 48
: Cukup jelas
Pasal 49
: Cukup jelas
Pasal 50
: Cukup jelas
Pasal 51
: Cukup jelas
Pasal 52
: Cukup jelas
Pasal 53
: Cukup jelas
Pasal 54
: Cukup jelas
Pasal 55
: Cukup jelas
Pasal 56
: Cukup jelas
Pasal 57
: Cukup jelas
Pasal 58
: Cukup jelas
Pasal 59
: Cukup jelas
Pasal 60
: Cukup jelas
Pasal 61
: Cukup jelas
Pasal 62
: Cukup jelas
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 : Cukup jelas
49
Pasal 63
: Cukup jelas
Pasal 64
: Cukup jelas
Pasal 65
: Cukup jelas
Pasal 66
: Cukup jelas
Pasal 67
: Cukup jelas
Pasal 68
: Cukup jelas
Pasal 69
: Cukup jelas
Pasal 70
: Cukup jelas
Pasal 71
: Cukup jelas
Pasal 72
: Cukup jelas
Pasal 73
: Cukup jelas
Pasal 74
: Cukup jelas
Pasal 75
: Cukup jelas
Pasal 76
: Cukup jelas
Pasal 77
: Cukup jelas
Pasal 78
: Cukup jelas
Pasal 79
: Cukup jelas
Pasal 80
: Cukup jelas
Pasal 81
: Cukup jelas
Pasal 82
: Cukup jelas
Pasal 83
: Cukup jelas
Pasal 84
: Cukup jelas
Pasal 85
: Cukup jelas
Pasal 86
: Cukup jelas
Pasal 87
: Cukup jelas
Pasal 88
: Cukup jelas
Pasal 89
: Cukup jelas
PERDA RTRWP NTT 2006‐2020 50
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………………………………….
i
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………………………………
ii
DAFTAR TABEL …………………………………………………………………………………………………….
vi
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………………………………………………
ix
BAB. I
PENDAHULUAN
I–1
1.1
Latar Belakang
I–1
1.2
Kedudukan
I–1
1.3
Sistimatika Rencana Tata Ruang
I–2
BAB. II
GAMBARAN UMUM WILAYAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
II – 1
2.1
Letak Geografis Wilayah
II – 1
2.2
Kondisi Fisik Dasar
II – 1
2.3
2.4
2.5
2.6
2.7
BAB. III
2.2.1
Topografi, Kemiringan Lereng dan Geologi
II – 1
2.2.2
Jenis dan Kemampuan Tanah
II – 4
2.2.3
Kedalaman dan Tekstur Tanah
II – 4
2.2.4
Drainase dan Erosi Tanah
II – 4
2.2.5
Iklim
II – 5
2.2.6
Hidrologi
II – 5
2.2.7
Flora dan Fauna
II – 7
2.2.8
Kondisi Laut dan Pesisir
II – 8
Pola Penggunaan Lahan
II – 10
2.3.1
Pola dan Struktur Pemanfaatan Lahan
II – 10
2.3.2
Status Penggunaan Lahan
II – 10
Kondisi Kependudukan dan Ketenagakerjaan
II – 10
2.4.1
II – 10
Jumlah dan Perkembangan Penduduk
2.4.2
Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten
II – 10
2.4.3
Struktur Penduduk
II – 10
Kondisi Perekonomian
II – 10
2.5.1
II – 11
II – 14
Perkembangan Struktur Ekonomi
2.5.2
Laju Pertumbuhan Ekonomi
2.5.3
Perkembangan PDRB dan Pendapatan Perkapita
II – 14
Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Alam
II – 16
2.6.1
Kegiatan Pertanian
II – 16
2.6.2
Sektor Pertambangan
II – 27
2.6.3
Pariwisata
II – 29
Pembiayaan Pembangunan
II – 29
KEBIJAKAN RENCANA STRUKTUR DAN POLA TATA RUANG WILAYAH
PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
III – 1
3.1
Kebijakan Tata Ruang Wilayah Nasional
III – 1
3.1.1
Kawasan Lindung
III – 1
3.1.2
Kawasan Budidaya
III – 1
3.1.3
Kawasan Tertentu
III – 2
3.1.4
Percepatan Pembangunan Daerah
III – 3
3.2
Pokok-pokok Permasalahan Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
III – 1
ii
Permasalahan
Eksternal
Struktur
3.2.2
Permasalahan Internal
Tata
Ruang
Dalam
Lingkup
III – 4
III – 5
3.3
Tujuan Pengembangan Tata Ruang
III – 6
3.4
Pendekatan Konseptual Pengembangan Tata Ruang Nusa Tenggara
Timur
III – 6
3.4.1
Konsepsi Pengembangan Tata Ruang Propinsi Nusa
Tenggara Timur Dalam Konteks Eksternal
III – 7
3.4.2
Konsepsi Pengembangan Tata Ruang Propins Nusa
Tenggara Timur Dalam Konteks Internal
III – 8
3.5
BAB. IV
3.2.1
Strategi Pengembangan Tata Ruang Propinsi NTT
III – 10
3.5.1
Strategi Pengembangan Eksternal
III – 11
3.5.2
Strategi Pengembangan Secara Internal (Intra Wilayah)
III – 12
3.5.2.1
Strategi Pengembangan Kawasan Lindung
III – 12
3.5.2.2
Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya
III – 12
3.5.2.3
Strategi Pengembangan Kota-kota
III – 13
3.5.2.4
Strategi Pengembangan Prasarana Wilayah
III – 14
3.5.2.5
Strategi Pengembangan Kawasan Prioritas
III – 14
ARAHAN PENGEMBANGAN RENCANA STRUKTUR DAN POLA TATA RUANG
WILAYAH
IV – 1
4.1
Arahan Spasial Pembangunan
IV – 1
4.1.1
IV – 1
4.1.2
Arahan Pemantapan Kawasan Lindung
4.1.1.1
Cakupan Kawasan Lindung
IV – 1
4.1.1.2
Kriteria dan Prinsip Pengelolaan Kawasan
Lindung
IV – 2
4.1.1.3
Luasan Kawasan Lindung
4.1.1.4
Kawasan
yang
Bawahannya
4.1.1.5
Arahan Kawasan Perlindungan Setempat
IV – 6
4.1.1.6
Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya
IV – 7
4.1.1.7
Kawasan Rawan Bencana
IV – 5
Memberi
Perlindungan
IV – 6
IV – 7
Arahan Pengembangan Kawasan Budidaya
IV – 9
4.1.2.1
Klasifikasi Kawasan Budidaya
IV – 9
4.1.2.2
Kriteria dan Sasaran Kawasan Budidaya
4.1.2.3
Arahan Pengembangan
Produksi
Hutan
IV – 12
4.1.2.4
Arahan Pengembangan Kawasan Pertanian
Lahan Kering dan Perkebunan
IV – 13
4.1.2.5
Arahan Pengembangan Kawasan Pertanian
Lahan Basah
IV – 13
4.1.2.6
Arahan Pengembangan Kawasan Peternakan
IV – 18
4.1.2.7
Arahan Pengembangan Kawasan Kelautan
dan Perikanan
IV – 18
4.1.2.8
Arahan Pengembangan Kawasan Peridustrian
IV – 19
Kawasan
IV – 9
4.1.2.9
Arahan Pengembangan Kawasan Pariwisata
IV – 19
4.1.2.10
Arahan
Pengembangan
Pertambangan
Kawasan
IV – 21
4.1.2.11
Arahan Pengembangan Kawasan Permukiman
IV – 24
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
iii
4.1.3
Pola Pengembangan Kota-Kota
IV – 25
4.1.4
Pola Pengembangan Sistem Prasarana
IV – 27
4.1.5
4.2
4.3
BAB. V
Sistem Prasarana Transportasi
IV – 28
4.1.4.2
Pola Pengembangan Transportasi Darat
IV – 29
4.1.4.3
Pengembangan Transportasi Laut
IV – 31
4.1.4.4
Pola Pengembangan Transportasi Udara
IV – 34
Sistem Prasarana Ekonomi
IV – 37
4.1.5.1
Pengairan
IV – 37
4.1.5.2
Prasarana Perdagangan/Pasar
IV – 37
Arahan Pengembangan Kawasan Prioritas
IV – 38
4.2.1
Penentuan Kawasan Prioritas
IV – 38
4.2.2
Kebijaksanaan Pengembangan Kawasan Prioritas
IV – 43
Kebijaksanaan Penunjang Penataan Ruang
IV – 47
4.3.1
Kebijaksanaan Penunjang Yang Bersifat Spasial
IV – 47
4.3.2
Kebijaksanaan Penunjang Yang Bersifat Bukan Spasial
IV – 48
4.3.2.1
Kebijaksanaan Kependudukan
IV – 48
4.3.2.2
Kebijaksanaan Pengelolaan Lingkungan
IV – 51
MEKANISME PENGELOLAAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROPINSI
NUSA TENGGARA TIMUR
IV – 1
5.1
Aspek Legalisasi dan Kelembagaan
V–1
5.2
Penetapan dan Pengesahan RTRWP
V–1
5.3
Pemasyarakatan RTRWP
V–2
5.4
Tindak Lanjut Penyusunan RTRW Kabupaten/Kota
V–2
5.5
Aspek Kelembagaan
V–3
5.6
BAB. VI
4.1.4.1
Pemantauan Dan Penggendalian Pemanfaatan Ruang
V–3
5.6.1
Pemantauan Pemanfaatan Ruang
V–4
5.6.2
Pengendalian Pemanfaatan Ruang
V–4
5.6.3
Peninjauan Kembali RTRWP
V–5
5.6.4
Pembiayaan Pelaksanaan dan Pengendalian Pemafaatan
Ruang
V–5
INDIKASI PROGRAM PEMBANGUNAN SESUAI RENCANA TATA RUANG
WILAYAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR 2006 – 2020
VI – 1
6.1
Umum
VI – 1
6.2
Indikasi Program Pembangunan Sektoral
VI – 1
6.2.1
Tanaman Pangan dan Hortikultura
VI – 1
6.2.2
Tanaman Perkebunan dan Kehutanan
VI – 1
6.2.3
Perikanan dan Kelautan
VI – 6
6.2.4
Pembangunan Sumberdaya Air dan Irigasi
VI – 8
6.2.5
Pertambangan dan Energi
VI – 8
6.2.6
Infrastuktur Ekonomi
VI – 9
6.2.7
Industri
VI – 9
6.2.8
Pariwisata
VI – 12
6.2.9
Perumahan dan Permukiman
VI – 12
6.3
Kawasan Prioritas
VI – 15
6.3.1
Kawasan Pertanian Terpadu dan Kawasan Cepat Tumbuh
VI – 15
6.3.2
Kawasan Pesisir dan Laut Terpadu
VI – 15
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
iv
6.3.3
Kawasan DAS Kritis
VI – 16
6.3.4
Kawasan Lindung Strategis
VI – 16
6.3.5
Kawasan Terbelakang
VI – 17
6.3.6
Kawasan Perbatasan Negara
VI – 21
Daftar Tabel …,
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
v
DAFTAR TABEL
Nomor
Judul Tabel
Hal.
II.1
Luas Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur di Rinci Perkabupaten Tahun
2004
II – 3
II.2
Sistem Drainase di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur
II – 5
II.3
Sungai Yang Menimbulkan Rawan Banjir di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara
Timur sampai Tahun 2004
II – 6
II.5
Pola Penggunaan Lahan di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun
2004
II – 12
II.6
Jumlah Penduduk, Luas Daerah dan Kepadatan Penduduk Nusa Tenggara
Timur Tahun 2003
II – 13
II.7
Distribusi Persentase PDRB Nusa Tenggara Timur Atas Harga Berlaku Tahun
2000 – 2003
II – 14
II.8
Laju Pertumbuhan Ekonomi Nusa Tenggara Timur Tahun 2000 – 2003
II – 15
II.9
PDRB Perkapita NTT dan PDB Perkapita Indonesia Tahun 200 – 2003
II – 16
II.10
Pendapatan Regional Perkapita Nusa Tenggara Timur dan Pendapatan
Nasional Perkapita 2000 – 2003
II – 16
II.11
Peranan Sektor Pertanian Terhadap Pembentukan PDRB Nusa Tenggara
Timur
II – 16
II.12
Luas Wilayah Potensial Menurut Kecocokan Umum
Komoditas Pangan di Propinsi Nusa Tenggara Timur
Pengembangan
II – 17
II.13
Luas Areal Panen Tanaman Pangan Tiap Kabupaten di Propinsi Nusa
Tenggara Timur Tahun 2004
II – 19
II.14
Produksi Tanaman Pangan Tiap Kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Timur
Tahun 2004
II – 20
II.15
Komoditi Unggulan Tiap Kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun
2004
II – 20
II.16
Potensi Lahan Basah di Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2004
II – 21
II.17
Populasi Peternakan di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2002
II – 22
II.18
Luas Areal, Produksi dan Productivitas Komoditi Perkebunan di Propinsi Nusa
Tenggara Timar Tahun 2004
II – 23
II.19
Luas Padang Pengembalaan di Kabupaten se-NTT
II – 25
II.20
Produksi Perikanan Tiap Kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun
2001
II – 26
II.21
Rata-rata Produksi Perikanan, Potensi Lestari dan Tingkat Pemanfaatan di
Nusa Tenggara Timur
II – 26
II.22
Jumlah Volume dan Nilai Ekspor Perikanan
II – 27
II.23
Jenis Mineral dan Penyebarannya di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timar
Tahun 2004
II – 28
II.25
Keunggulan Produk Wisata Propinsi Nusa Tenggara Timur
II – 25
II.26
Realisasi Penerimaandan Pengeluaran Daerah NTT 2000 – 2003
II – 32
IV.1
Kriteria Penetapan Kawasan Lindung di Propinsi Nusa Tenggara Timur
IV – 3
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
vi
Tahun 2004
IV.2
Presentase Luas Kawasan Lindung menurut Kelompok Pulau di Propinsi
Nusa Tenggara Timur Tahun 2004
IV – 5
IV.3
Keriteria Penetapan Kawasan Budidaya
IV – 11
IV.4
Rekapitulasi Kawasan Budidaya di Propinsi Nusa Tenggara Timur
IV – 15
IV.5
Sasaran Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah pada SWS Timor
IV – 15
IV.6
Sasaran Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah pada SWS Flores
IV – 16
IV.7
Sasaran Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah pada SWS Sumba
IV – 16
IV.8
Kawasan dan Indikasi Kegiatan Pembangunan Kelautan dan Perikanan di
Propinsi Nusa Tenggara Timar sampai Tahun 2020
IV – 18
IV.9
Satuan Wilayah Pengembangan Pesisir Laut Terpadu di Propinsi Nusa
Tenggara Timar samapai tahun 2020
IV – 20
IV.10
Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Industri di Propinsi Nusa Tenggara
Timur sampai Tahun 2020
IV – 21
IV.11
Satuan Wilayah Pengembangan Pariwisata di Propinsi Nusa Tenggara Timur
Tahun 2020
IV – 23
IV.12
Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Pertambangan dan Energi di
Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2020
IV – 24
IV.13
Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Perumahan dan Permukiman di
Propinsi Nusa Tenggara Timar samapai Tahun 2020
IV – 24
IV.14
Sistem Pengembangan Kota-kota di Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun
2020
IV – 27
IV.15
Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Jalan dan Perhubungan Propinsi
Nusa Tenggara Timur sampai Tahun 2020
IV – 30
IV.16
Rencana Pengembangan Status Pelabuhan Laut di Propinsi Nusa Tenggara
Timur sampai Tahun 2020
IV – 33
IV.17
Rencana Pengembangan Bandar Udara di Propinsi Nusa Tenggara Timur
samapai Tahun 2020
IV – 36
IV.18
Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Sumber Daya Air dan Irigasi di
Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai Tahun 2020
IV – 37
IV.19
Arahan Kebijaksanaan Pengembangan Kawasan Prioritas di Propinsi Nusa
Tenggara Timur Tahun 2020
IV – 40
IV.20
Kawasan Cepat Tumbuh di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai Tahun
2020
IV – 41
IV.21
Kawasan Lindung Strategis di Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2020
IV – 42
IV.23
Perkiraan Jumlah Penduduk Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2020
IV – 50
VI.1
Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Tanaman Pangan dan Horticultura
di propinsi Nusa Tenggara Timar sampai 2020
VI – 3
VI.2
Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Tanaman Perkebunan dan Hutan
Produksi di Propinsi Nusa Tenggara Timar sampai 2020
VI – 5
VI.3
Indikasi Kegiatan Pembangunan Perikanan dan Kelautan di Propinsi Nusa
Tenggara Timur sampai 2020
VI – 7
VI.4
Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Sumber Daya Air dan Irigasi di
Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020
VI – 8
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
vii
VI.5
Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Pertambangan dan Energi di
Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020
VI – 10
VI.6
Indikasi Kegiatan Prioritas Infrastruktur di Propinsi Nusa Tenggara Timur
sampai 2020
VI – 10
VI.7
Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Industri dai Propinsi Nusa
Tenggara Timur sampai
VI – 11
VI.8
Satuan Wilayah Pengembangan Pariwisata di Propinsi Nusa Tenggara Timur
sampai 2020
VI – 13
VI.9
Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Perumahan dan Permukiman di
Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020
VI – 14
VI.10
Kota Pusat Kegiatan dan Fungsi Utamanya di Propinsi Nusa Tenggara Timur
sampai 2020
VI – 14
VI.11
Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Pertanian terpadu di Propinsi Nusa
Tenggara Timur sampai 2020
VI – 18
VI.12
Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Pariwisata di Propinsi Nusa
Tenggara Timar sampai 2020
VI – 18
VI.14
Indikasi Kegiatan Prioritas kawasan Lindung di Propinsi Nusa Tenggara
Timar sampai 2020
VI – 20
Daftar Peta …,
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
viii
DAFTAR PETA
Nomor
Judul Peta
II.1
Wilayah Administrasi Propinsi Nusa Tenggara Timur
II.2
Kondisi Geologi Propinsi Nusa Tenggara Timur
II.3
Hidrologi Propinsi Nusa Tenggara Timur
II.4
Pola Penggunaan Lahan
IV.1
Rencana Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya
IV.2
Rencana Kawasan Hutan
IV.3
Satuan Pengembangan Wilayah Pesisir dan Laut
IV.4
Pariwisata dan Industri di Propinsi Nusa Tenggara Timur
IV.5
Potensi Pertambangan dan Energi di Propinsi Nusa Tenggara Timur
IV.6
Pusat Kegiatan Nasional dan Pusat Kegiatan Wilayah
IV.7
Kota-kota Pantai di Propinsi Nusa Tenggara Timur
IV.8
Jaringan Transportasi Darat di Propinsi Nusa Tenggara Timur
IV.9
Jaringan Transportasi Penyeberangan di Propinsi Nusa Tenggara Timur
IV.10
Jaringan Transportasi Laut Perintis di Propinsi Nusa Tenggara Timur
IV.11
Jaringan Transportasi Feri Cepat di Propinsi Nusa Tenggara Timur
IV.12
Jaringan Transportasi Udara di Propinsi Nusa Tenggara Timur
IV.13
Kawasan Daerah Irigasi di Propinsi Nusa Tenggara Timur
IV.14
Kawasan Prioritas di Propinsi Nusa Tenggara Timur
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
ix
B
B.. II
BAAB
PPEENNDDAAHHUULLUUAANN
1.1. LATAR BELAKANG
Rencana Tata Ruang sebagai manifestasi acuan pelaksanaan pembangunan
wilayah mempunyai peranan sangat strategis dalam pembangunan daerah mengingat
fungsi-fungsinya, antara lain :
a. sebagai penyelaras kebijakan penataan ruang Nasional, wilayah Propinsi dan wilayah
Kabupaten/Kota;
b. sebagai matra ruang dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD);
c. sebagai dasar kebijaksanaan pokok tentang pemanfaatan ruang Daerah;
d. mewujudkan keterkaitan dan keseimbangan perkembangan antar wilayah serta
keserasian antar sektor;
e. sebagai arahan lokasi investasi yang dilakukan Pemerintah, masyarakat dan swasta;
Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) sebagai acuan pembangunan
daerah yang ditetapkan dengan Peraturan harus mampu memperkirakan perkembangan
yang akan datang dengan mempertimbangkan daya dukung lahan, potensi sumber daya
yang ada, berikut batasan dan kendala yang dihadapi. Demikian juga dengan perkembangan
kondisi sosial ekonomi yang berkembang sangat dinamis karena adanya pengaruh faktorfaktor internal maupun faktor eksternal. Faktor eksternal dapat berupa pengaruh politik
dan/atau ekonomi regional, nasional dan atau internasioanal terhadap suatu wilayah/daerah.
Sedangkan faktor internal dapat berupa pergeseran nilai-nilai yang berlaku pada masyarakat,
peningkatan kemampuan masyarakat, aspek sosial-ekonomi dan perkembangan ekonomi
suatu wilayah/daerah. Berdasarkan aspek-aspek tersebut terdapat beberapa perubahan
kebijakan Nasional dan regional yang berpengaruh terhadap Rencana Struktur Tata Ruang
Wilayah Propinsi yang akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Rencana Tata Ruang
Wilayah Propinsi (RTRWP) 2006 – 2020 diantaranya yaitu :
a. Terbentuknya Negara Timor Leste yang berdampak terhadap wilayah Propinsi Nusa
Tenggara Timur yang berbatasan darat dan tambahan wilayah berbatasan laut;
b. Adanya pemekaran Kota/Kabupaten yaitu: Kota Kupang dari Kota Administratif Kupang,
Kabupaten Lembata, Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten Manggarai Barat dan dalam
proses pengusulan yaitu Kabupaten Sumba Tengah dan Kabupaten Nagakeo;
c. Adanya kebijakan perubahan status beberapa hutan cagar alam menjadi Hutan Taman
Nasional (HTN);
d. Adanya perubahan kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang menetapkan
kota-kota Nasional, regional dan lokal;
e. Adanya perubahan kebijakan dalam pengelolaan Potensi Sumberdaya Alam pesisir dan
laut melalui Gerakan Masuk Laut (GEMALA);
f. Adanya usulan perubahan status jalan dari jalan Kabupaten, Propinsi dan jalan non
status ke jalan Nasional;
g. Adanya kebijakan kebijakan Nasional tentang pengembangan Pulau-Pulau Kecil dan
Pulau terluar wilayah Nasional;
h. Adanya pengembangan wilayah resetlement baru untuk masyarakat eks pengungsi
Timor Timur yang cukup besar di Timor Barat;
i. Adanya pembangunan prasarana wilayah yang cukup vital yang berdampak pada
perubahan fungsi-fungsi ruang antara lain; pembangunan Bendungan Tilong,
pembangunan Bendungan Benanain, pembangunan Mall Flobamora, rencana
pembangunan PLTG Mataloko, Pembangunan KAPET Mbay di Flores dan lainnya.
1.2. KEDUDUKAN
Rencana Tata ruang sebagi wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik
yang direncanakan sebagaimana diarahkan dalam Undang-undang Nomor : 24 Tahun 1999
Tentang Penataan Ruang (UUPR). Pengertian wujud struktural dan pemanfataan ruang ini
menunjukan adanya hirarki dan keterkaitan pemanfaatan ruang. Sedangkan Rencana Tata
Ruang itu sendiri diartikan sebagai hasil perencanaan tata ruang, berupa strategi dan arahan
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
I-1
kebijakan dan memperuntukkan (alokasi) pemanfaatan ruang yang secara struktural
menggambarkan ikatan fungsi lokasi terpadu bagi berbagai kegiatan. Menurut UUPR
tersebut, Rencana Tata Ruang tersusun secara hirarkis, mulai dari Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional (RTRWN), Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) untuk tingkat
Propinsi, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRWK) untuk wilayah
kabupaten/kota, Rencana Detail Tata Ruang Kawasan (RDTRK) untuk bagian wilayah
kabupaten/kota yang tidak masuk dalam kelompok wilayah perkotaan, serta Rencana Tata
Ruang yang lebih rinci.
Berdasarkan hal tersebut, maka Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Nusa
Tenggara Timur 2006-2020 merupakan wujud Penyempurnaan pada Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Propinsi Nusa Tenggara Timur 1994-2006 yang akan menjadi pedoman
dalam proses pembangunan untuk mencapai suatu pemanfataan ruang secara optimal,
berkualitas, berwawasan lingkungan, dan berkelanjutan. Kedudukan Rencana Tata Ruang
Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagai berikut :
a. Merupakan penjabaran strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah
Nasional;
b. Acuan kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten/Kota;
c. Pedoman bagi pelaksanaan perencanaan, pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang Daerah.
1.3
SISTEMATIKA RENCANA TATA RUANG
Sistematika Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagai berikut :
Bab. I Pendahuluan;
Bab. II Gambaran Umum Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur;
Bab. III Kebijakan Rencana Struktur dan Pola Tata Ruang Wilayah Propinsi Nusa
Tenggara Timur;
Bab. IV Arahan Pengembangan Rencana Struktur dan Pola Tata Ruang Wilayah Propinsi
Nusa Tenggara Timur;
Bab. V Mekanisme Pengelolaan Tata Ruang Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur;
Bab. VI Indikasi Program Pembangunan sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Nusa
Tenggara Timur 2006-2020.
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
I-2
BAB. II
GAMBARAN UMUM
WILAYAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
2.1.
Letak Geografis Wilayah
Propinsi Nusa Tenggara Timur terletak
di belahan Selatan Indonesia dan
berdampingan dengan Benua Australia, membentang antara 80 – 120 Lintang Selatan (LS)
dan 1180 – 1250 Bujur Timur (BT). Propinsi Nusa Tenggara Timur merupakan wilayah
kepulauan yang terdiri dari 566 (lima ratus enam puluh enan ) pulau, 411 (empat ratus
sebelas) pulau diantaranya sudah mempunyai nama dan 188 (seratus delapan puluh
delapan) saat ini belum mempunyai nama. Dari seluruh pulau yang ada, 69 (enam puluh
sembilan) pulau diantaranya telah berpenghuni sedangkan 530 (lima ratus tiga puluh)
pulau belum berpenghuni.
Terdapat tiga pulau besar, yaitu pulau Flores, Sumba dan Timor, serta pulau Alor,
Lembata dan Rote, dan selebihnya adalah pulau-pulau kecil yang letaknya tersebar. Dilihat
dari letak geografis Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagian wilayahnya
berbatasan dengan Negara Timor Leste, seperti Kabupaten Belu, Kabupaten Timor Tengah
Utara, Kabupaten Kupang dan Kabupaten Alor yang hanya dipisahkan oleh laut Sawu.
Selain hal tersebut, wilayah propinsi ini dikelilingi oleh lautan yang tentunya terdapat
wilayah-wilayah pesisir dengan karakteristik yang berlainan. Luas wilayah Propinsi Nusa
Tenggara Timur, yaitu untuk daratan seluruhnya 4.734.991 Ha ( 47.349,9 Km2) atau 2.50
% dari luas Indonesia, dan luas perairan 18.311.539 Ha. Secara fisik batas wilayah
propinsi ini adalah sebagai berikut :
- Sebelah Utara
: berbatasan dengan Laut Flores
- Sebelah Selatan
: berbatasan dengan Samudera Indonesia (Negara Australia)
- Sebelah Timur
: berbatasan dengan Negara Timor Leste dan Laut Timor
- Sebelah Barat
: berbatasan dengan Selat Sape (Propinsi Nusa Tenggara Barat)
Propinsi Nusa Tenggara Timur terdiri dari 15 (lima belas) Kabupaten dan 1 (satu) Kota
sebagaimana Tabel II.1 dan Gambar II.1.
2.2 Kondisi Fisik Dasar
2.2.1 Topografi, Kemiringan Lereng dan Geologi
Ditinjau berdasarkan ketinggiannya, 48,78 % dari luas Wilayah Propinsi Nusa
Tenggara Timur berada pada rentang ketinggian 100 – 500 meter dari atas permukaan air
laut atau sekitar 2.309.747 Ha. Sedangkan wilayah dengan ketinggian di atas 1000 m
hanya sebagian kecinya saja, yaitu sebesar 3,65 %. Berdasarkan kemiringan tanahnya,
Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur didominasi oleh tanah dengan kemiringan lereng 15
– 40 %. Bagian terbesar lainnya adalah tanah dengan kemiringan lebih dari 40%, yaitu
sebesar 1.678.948 Ha atau 35,46% dari luas Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur. Besar
kecilnya kemiringan lereng menentukan kemudahan penggarapan tanah dan dapat
tidaknya alat mekanis digunakan dalam pengelolaan tanah. Selain itu kemiringan lereng ini
juga mempengaruhi tingkat erosi.
Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur termasuk dalam kawasan Circum – Pasifik
sehingga daerah ini, terutama sepanjang Pulau Flores, memiliki struktur tanah yang labil
(sering terjadi patahan). Pulau – pulau seperti Pulau Flores, Alor, Komodo, Solor, Lembata
dan pulau– pulau sekitarnya terbentuk secara vulkanik, sedangkan pulau Sumba, Sabu,
Rote, Semau, Timor, dan pulau sekitarnya terbentuk dari dasar laut yang terangkat ke
permukaan. Dengan kondisi ini maka jalur pulau – pulau yang terletak pada jalur vulkanik
dapat dikategorikan subur namun sering mengalami bencana alam yang dapat mengancam
kehidupan penduduk yang menetap di daerah tersebut.
Dibalik kondisi geologi tersebut ternyata propinsi ini memiliki berbagai macam
deposit, baik mineral maupun sumber – sumber energi lainnya. Hampir 100 lokasi di
daerah ini mengandung mineral dari sumber energi bumi/bahan bakar minyak, seperti di
Pulau Sumba, Timor dan disepanjang pantai Flores bagian timur. Sumber energi dapat
dikembangkan dari sungai-sungai besar, seperti Noelmina, Benanain, Aesesa dan sungai
Kambaniru. Mineral yang terkandung di propinsi ini adalah: Pasir Besi (Fe), Mangan (Mn),
Emas (Au), Flourspor (Fs), Barit (Ba), Belerang (S), Posfat (Po), Zeolit (Z), Batu Permata
(Gs), Pasir Kwarsa (Ps), Pasir (Ps), Gipsum (Ch), Batu Marmer (Mr), Batu Gamping, Granit
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
II - 1
(Gr), Andesit (An), Balsitis, Pasir Batu (Pa), Batu apung (Pu), Tanah Diatomea (Td)
Lempung/Clay (Td).
Sebaran struktur batuan geologi yang ada di wilayah propinsi ini, adalah :
a. Batuan Silicic (acid) Rock (batuan berasam kersi asam), terdapat di Kabupaten Alor,
Kabupaten Lembata, sebagian besar Kabupaten Flores Timur, Kabupaten Sikka,
Kabupaten Ende, sebagian besar Kabupaten Ngada, sebagian Kabupaten Manggarai,
sebagian besar Manggarai Barat dan sebagian kecil Kabupaten Kupang;
b. Batuan Matic Basic Rocks (batuan basa);
c. Batuan Intermediate Basic (basa menengah);
d. Batuan Pre Tertiare Undivideo (pra tersier tak dibedakan);
e. Batuan Paleagene (pleogen);
f. Alluvial Terrace Deposit and Coral Reets (alluvium undak dan berumba koral);
g. Batuan Neogene (neogen);
h. Batuan Kekneno Series (deret kekneno);
i. Batuan Sonebait Series (deret sonebait);
j. Batuan Sonebait and Ofu Series Terefolde (deret sonebait dan deret terlipat bersama);
k. Batuan Ofu Series (deret ofu);
l. Batuan Silicic Efusives (efusiva berasam kersik);
m. Batuan Triassic (trias);
n. Batuan Crystalline Shist (sekis hablur).
Untuk lebih jelasnya keadaan kondisi geologi di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur
dapat dilihat pada Gambar II.2.
Tabel II.1 ……….,
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
II - 2
Tabel II.1
Luas Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur di Rinci Perkabupaten Tahun 2004
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Kabupaten /Kota
Sumba Barat
Sumba Timur
Kupang
Timor Tengah Selatan
Timor Tengah Utara
Belu
Alor
Lembata
Flores Timur
Sikka
Ende
Ngada
Manggarai
Rote Ndao
Manggarai Barat
Kota Kupang
NTT
Luas Wilayah (Km)
4.051,92
7.000,50
5.898,26
3.947,00
2.669,66
2.445,57
2.864,60
1.266,38
1.812,85
1.731,92
2.046,62
3.037,88
4.553,42
1.280,00
2.582,98
160,34
47.349,90
Kecamatan
15
15
22
21
9
17
12
8
13
11
16
14
12
6
5
4
197
Desa
Kelurahan
182
126
164
203
126
153
153
112
196
147
152
142
227
73
116
2.272
10
16
22
12
33
12
12
5
17
13
20
31
27
7
5
45
287
Sumber: BPS Propinsi NTT
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
II - 3
Jumlah
192
142
186
215
159
165
165
117
213
160
172
173
245
80
121
45
2.559
2.2.2
Jenis dan Kemampuan Tanah
Adanya perbedaan iklim, cuaca geologi dan lain–lain menghasilkan adanya
perbedaan jenis tanah yang terdapat di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur. Pada sub
bab ini akan diuraikan mengenai jenis tanah, keadaan kemiringan tanah, tekstur tanah,
drainase tanah, dan tingkat erosi tanah. Berdasarkan jenis tanahnya, sebagian besar
adalah tanah dengan jenis mediteran, yaitu seluas 2.415.420 Ha atau 51% dari luas
Propinsi NTT, kemudian tanah kompleks seluas 1.527.569 Ha. Sedangkan sisanya memiliki
jenis tanah latosol, grumusol, andosol, aluvial, dan legosol. Uraian di bawah ini hanya
berupa uraian secara kualitas saja.
1. Pulau Timor
Jenis tanah di Pulau Timor adalah tanah – tanah kompleks dengan bentuk wilayah
pegunungan kompleks, mediteran dengan bentuk wilayah daratan, latosol dengan
bentuk wilayah plato/volkan. Tanah – tanah kompleks dengan bentuk wilayah
pegunungan kompleks merupakan jenis tanah yang paling luas penyebarannya.
2. Pulau Sumba
Tanah di Pulau Sumba terdiri dari jenis tanah mediteran dengan bentuk wilayah
pegunungan lipatan dan dataran serta bentuk wilayah volkan dan latosol dengan
bentuk wilayah plato/volkan, Grumosol dengan bentuk wilayah pelembaban. Tanah
mediteran dengan bentuk wilayah pegunungan lipatan adalah merupakan jenis tanah
yang paling luas penyebarannya, yaitu terletak di bagian Pulau Sumba memanjang
dari barat ke timur.
3. Pulau Alor dan Pantar
Jenis tanah di pulau ini adalah mediteran kambisol dengan bentuk tanah volkanik.
4. Pulau Flores dan Sekitarnya
Tanah di Pulau Flores terdiri dari jenis tanah mediteran dengan bentuk wilayah
pegunungan kompleks, latosol dengan bentuk volkan, andosol dengan bentuk wilayah
volkan, aluvial dengan bentuk wilayah dataran. Tanah mediteran dengan bentuk
wilayah volkan mempunyai penyebaran paling luas. Pulau Lembata, Adonara dan Solor
mempunyai tanah dengan jenis mediteran dengan bentuk volkan, sedangkan pulau
Rinca mempunyai tanah jenis mediteran dengan bentuk wilayah daratan dan pulau
Komodo mempunyai jenis tanah – tanah kompleks dengan bentuk wilayah
pegunungan.
2.2.3
Kedalaman dan Tekstur Tanah
Kedalaman efektif tanah adalah kedalaman efektif dimana akar – akar tanaman
masih dapat dengan leluasa mengambil unsur hara bagi pertumbuhannya. Pada umumnya
kedalaman efektif tanah dapat di bagi menjadi 4 (empat) kelas, yaitu 0 – 30 cm, 30 –
60 cm, 60 – 90 cm dan >90 cm. Propinsi ini sebagian besar tanahnya memiliki kedalaman
efektif tanah 0 – 30 cm, yaitu sebesar 40,94 % dari luas wilayah NTT atau seluas
1.938.403 Ha. Sedangkan kelas kedalaman 30 – 60 cm memiliki sebaran sebesar 25,06%
dari luas wilayah atau sebesar 1.186.801 Ha, kelas 60 – 90 cm, sebesar 10,555 atau
499.707 Ha dan sisanya 21,03% atau 995.489 Ha memiliki kedalaman efektif tanah lebih
dari 90 cm.
Tekstur tanah adalah kasar halusnya tanah yang ditentukan atau dinilai
berdasarkan perbandingan fraksi – fraksi pasir, debu dan liat. Berdasarkan kandungan
masing – masing fraksi tersebut dapat dibuat klasifikasinya, yang akan berpengaruh
terhadap pengolahan pengelolahan tanah dan pertumbuhan tanaman, terutama dalam hal
mengatur kandungan udara dalam rongga tanah dan persediaan serta kecepatan
peresapan air di daerah tersebut. Tekstur tanah juga berpengaruh terhadap umur lapisan
tanah tersebut. Berdasarkan tekstur tanahnya, wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur
sebagian besar memiliki tekstur kasar, yaitu sekitar 47% dari luas total wilayah, tekstur
sedang 39% dan tekstur halus 11,33%.
2.2.4
Drainase dan Erosi Tanah
Drainase tanah adalah kecepatan air berpindah dari suatu bidang tanah, baik
berupa run off maupun peresapan air kedalam tanah. Drainase dibedakan ke dalam empat
kelas, yaitu tergenang priodik, tergenang terus menerus, tidak pernah tergenang dan
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
II - 4
poros. Berdasarkan drainase, kondisi tanah di wilayah propinsi ini 96%-nya berdrainase
tidak tergenang. Untuk lebih jelasnya kondisi drainase di wilayah Propinsi Nusa Tenggara
Timur dapat dilihat pada Tabel II-2. Berdasarkan tingkat erosi tanahnya, hampir 60% dari
luas tanah di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur ini mengalami erosi. Tanah yang
tererosi ini banyak di jumpai pada tanah – tanah dengan jenis penggunaan tanah untuk
ladang, alang–alang atau semak belukar dan memiliki kemiringan lereng di atas 40 %.
Tabel II.2
Sistem Drainase di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur
No
1.
2.
3.
4.
5.
Drainase
Tergenang periodik
Tergenang terus menerus
Tidak pernah targenang
Porous
Belum di ketahui
Jumlah
Luas ( Ha )
53.597
7.656
4.558.359
61.728
53.291
4.734.991
%tase (%)
1,14
0,15
96,27
1,15
1,13
100.00
Sumber: RTRW Tahun 1992-2004/Disesuaikan
2.2.5
Iklim
2.2.6
Hidrologi
Secara umum keadaan hidrologi di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur,
terutama air permukaan, agak kurang. Hal ini disebabkan karena musim hujan dalam satu
tahun hanya berlangsung selama 3 bulan. Kondisi ini mengakibatkan sulitnya eksploitasi
sumber air permukaan oleh penduduk. Daerah Aliran Sungai (DAS) dibentuk dari beberapa
sungai dan danau. Di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur terdapat 27 DAS dengan luas
keseluruhan 1.527.900 Ha. Sungai yang terpanjang di wilayah Nusa Tenggara Timur
adalah Sungai Benanain (100 Km), yang terdapat di Kabupaten Belu. DAS terluas adalah
DAS Benain, seluas 329.841 Ha (21,58%), dan DAS terkecil adalah DAS Oka, seluas
(0,27%). Selain data tentang keberadaan DAS tersebut di atas, juga terdapat data dan
telah teridentifikasi sungai-sungai yang sering menimbulkan bencana alam banjir, yang
dapat dilihat pada Tabel II.3. Gambaran kondisi hidrologi di wilayah Propinsi Nusa
Tenggara Timur dapat dilihat pada Gambar II.3.
Keadaan iklim di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dikenal dengan 2 (dua)
musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Pada Bulan Juni – September arah angin
berasal dari Australia dan tidak banyak mengandung uap air sehingga mengakibatkan
musim kemarau. Sebaliknya pada bulan Desember – Maret arah angin yang berasal dari
Asia dan Samudera Pasifik banyak mengandung uap air sehingga terjadi musim hujan.
Keadaan seperti ini berganti setiap setengah tahun setelah melewati masa peralihan pada
bulan April – Mei dan Oktober – Nopember, walaupun demikian mengingat Nusa Tenggara
Timur dekat dengan Australia, arah angin yang banyak mengandung uap air dari Asia dan
Samudera Pasifik sampai di wilayah NTT kandungan uap airnya sudah berkurang yang
mengakibatkan hari hujan di wilayah ini berkurang. Hal inilah yang menjadikan propinsi ini
sebagai wilayah yang tergolong kering dimana 4 (empat) bulan (Januari s/d Maret, dan
Desember) yang keadaannya relatif basah dan 8 (delapan) bulan sisanya relatif kering.
Suhu udara rata – rata maksimum berkisar pada 30 sampai 36 derajat Celcius
dan rata-rata suhu minimum antara 21 derajat sampai 24,5 derajat Celcius, dengan curah
hujan rata – rata adalah 1.164 mm/ tahun. Tingkat curah hujan ini berbeda – beda tiap
daerah, seperti Wilayah Flores bagian barat, yang meliputi Kabupaten Manggarai,
Manggarai Barat dan Ngada, merupakan daerah yang cukup basah, hal ini disebabkan
curah hujan rata – ratanya lebih tinggi dari rata – rata total, yaitu 3. 849 mm/tahun.
Dengan kondisi tersebut, maka daerah ini dapat dikatakan sangat cocok untuk
pengembangan kawasan pertanian dan perkebunan yang berumur pendek. Salah satu
unsur penting pembentuk iklim di atas adalah curah hujan. Curah hujan di Nusa Tenggara
Timur sangat bervariasi. Keadaan curah hujan di wilayah ini pada umumnya sulit untuk
diramalkan, datangnya hujan dan mulainya bulan kering kadang – kadang terlalu cepat
dan kadang – kadang terlalu lambat.
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
II - 5
Tabel II.3
Sungai Yang Menimbulkan Rawan Banjir di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2004
NO
1.
2.
KABUPATEN/ NAMA SUNGAI
Kodya Kupang
ƒ
Sungai Oebobo
ƒ
Sungai Oesapa Kecil
ƒ
Sungai Oesapa Besar
ƒ
Sungai Sefbano
ƒ
Sungai Namosain
ƒ
Sungai Dendeng
Kabupaten Alor
ƒ
Sungai Bone
ƒ
ƒ
ƒ
3.
4.
5.
6.
ƒ
Sungai Kamot
Kabupaten Belu
ƒ
Sungai Benanain
ƒ
Sungai Motaderok
ƒ
Sungai Talau
ƒ
Sungai Baukama
ƒ
Sungai Malibalak
ƒ
Sungai Rusan
Kabupaten Timor Tengah Utara
ƒ
Sungai Nain
ƒ
Sungai Ponu
Kabupaten Timor Tengah Selatan
ƒ
Sungai Noelmina
ƒ
Sungai Muke
ƒ
Sungai Tomutu
ƒ
Sungai Baus
Kabupaten Kupang
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
7.
9.
10.
Sungai
Sungai
Sungai
Sungai
Manikin
Nunkurus
Oepoli
Amabi
ƒ
Sungai Nifoluam
ƒ
Sungai Manubulu
ƒ
Sungai Ledeana
Kabupaten Manggarai
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
Meluapnya Sungai Gua Lordes, sehingga menggenangi 9 ( sembilan )
Wilayah Permukiman Perkotaan di Kota Kupang
Rusaknya Pantai dan Prasarana seperti : Kawasan Wisata Lasiana,
Oesapa Besar ( 3 Km ) dan Tempat Ibadah ( Pura ) di Pantai Oeba,
Pelabuhan Perahu.
Meluapnya Sungai Bone dan Buaona serta beberapa Sungai Lainnya
yang mengakibatkan : hanyutnya 15 buah Jembatan, 144 rumah
rusak, Jalan 5 Km , ratusan ternak, tergenangnya 1400 buah rumah.
Terjadi kerusakan Pantai Kota Kalabahi 1 KM
Rusaknya Bendung dan Saluran Induk DI Bukapiting (365 Ha), DI
Waesika ( 250 Ha ), DI Kamot ( 200 Ha ) dan terancam Rusaknya
Embung Lantoka.
Tergenangnya komplek Pasar dan Pertokoan Kota Atambua
Terancam Jalan dan Jembatan Baukama
Pemukiman, Sawah, Perkebunanan tergenang
Daerah Irigasi (±900 Ha) dan Batas Wilayah Negara
Rusaknya sayap Bendung dan Saluran Primer Daerah Irigasi Haikesak,
Daerah Irigasi Holeki / Haleleki, Motadelek, Weliman
Tergenagnya Areal Sawah dan ladang 5000 Ha, 2200 KK ( DI Malaka /
Besikama ), Ancaman terhadap Jembatan dan jalan raya Sungai
Benanain
Kerusakan pada Bendung dan Saluran Induk DI. Nain, Ponu, Mauritsu
dan Daerah Irigasi Haekto
ƒ
Kerusak Free Intake, Bendung dan Saluran Induk DI. Linamnutu, Bena,
Oebobo, Noemeto, Muke, Koa, Tuasene, Tepas, Nenas dan Baus
ƒ
Tergenangnya komples Pengungsi Tim – Tim dan Angkatan Darat
Naibonat, Tuapukan dan Tarus.
Genangan kawasan permukiman dan kawasan persawahan
Rusaknya Bendung dan Saluran Primer DI. Nifoloam, DI. Babau, DI. Air
Bak, DI. Detamanu, DI. Manikin, DI. Manumuti, DI. Manubulu, DI.
Lokopehapo, DI. Netemenanu, Rusaknya Spillway Embung Babau,
Sumlili, Oemasi, Oeltua
ƒ
ƒ
ƒ
Tergenangnya sawah pemukiman Kecamatan Mborong, Kota Labuhan
Bajo, Kota Reo.
Rusaknya Bendung dan Saluran Primer DI. Mborong, DI. Waemese,
DI. Air Lembor.
Sungai Waebobp
ƒ
ƒ
Sungai Waepesi
ƒ
Sungai Waemese
Kabupaten Ngada
ƒ
Sungai Aisesa
ƒ
ƒ
Tergenangnya Kota Mbay dan sawah DI. Mbay 1000 Ha, DI. Anakoli
Rusaknya DI. Tiwubele, Kuruboko, Sua, DI. Panondiwal dan DI.
Hobotopo
ƒ
Kerusakan pada Bendung dan Saluran Induk DI. Dettusoko, DI.
Ekoleta, DI. Mautenda I, II, III, IV dan VIII, DI. Wolo feo DI.
Wolowaru dan DI. Ratebobi
ƒ
ƒ
Kerusaknya Pantai Kota Maumere, Bola.
Tergenangnya Bandar Udara Waeoti dan Maumere.
ƒ
8.
Sungai Buona
Sungai Bukapiting
Sungai Waesika
JENIS KERUSAKAN AKIBAT BANJIR
ƒ
Sungai Anakoli
ƒ
Sungai Waewutu
ƒ
Sungai Kolpenu
Kabupaten ENDE
ƒ
Sungai Wolowona
ƒ
Sungai Loworea
ƒ
Sungai Nangapanda
ƒ
Sungai Wolowaru
ƒ
Sungai Ndondo
Kabupaten Sikka
ƒ
Sungai Kaliwajo
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
II - 6
NO
11.
12.
KABUPATEN/ NAMA SUNGAI
ƒ
Sungai Ijura
ƒ
Sungai Waeoti
ƒ
Sungai Nebe
ƒ
Sungai Waegete
ƒ
Sungai Manunaing
ƒ
Sungai Waerklau
ƒ
Sungai Batikwaer
Kabupaten Flores Timur
ƒ
Sungai Lembata
ƒ
Sungai Konga
ƒ
Sungai Waekomo
Kabupaten Sumba Timur
ƒ
Sungai Kambaniru
ƒ
Sungai Payeti
ƒ
Sungai Melolo
ƒ
Sungai Petawang
ƒ
Sungai Tawui
ƒ
Sungai Kadaha
JENIS KERUSAKAN AKIBAT BANJIR
ƒ
Rusaknya DI. Nebe, Kolesia, Pruda, Kali Wajo, Ijura dan DI. Koro
ƒ
Rusaknya Bendung dan saluran Primer DI. Konga, DI. Waekomo
ƒ
Rusaknya Tanggul, Sayap dan Saluran Primer DI. Kambaniru, DI.
Melolo, DI. Petawang, DI. Mataiyang, dan DI. Mangili
Sawah tergenang, Permukiman tergenang.
ƒ
Sumber: Bappeda Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2004
2.2.7
Flora dan Fauna
Jenis flora di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur diidentifikasi menurut jenis
dan tingkat keragamannya, yaitu jenisnya flora yang berhubungan dengan faktor
lingkungan. Tipe hutan yang ada di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur adalah tipe
hutan hujan dan hutan payau. Tipe hutan hujan terdapat di puncak-puncak gunung yang
beriklim basah seperti di Gunung Mutis, Timau dan Lakaan. Sedang hutan payau terdapat
di bagian pantai pulau Timor, antara lain terdapat di Atapupu dan Bena. Berdasarkan tipe
hutan tersebut, terdapat jenis flora antara lain: Hue (Eucalytus alba), Pilang
(Acacialeocophloea), Linggua (Pterrocarpus indukus), Asam (Tamarindus indica), Bungur
(Lagerstromeia speciosa), Cendana (Santalum album), Tekik (Albizzia saponaria), Lanan
(Dysoxylum spesiosum), Leban (Vitex pubesceusn), Wangkal (Albizzia procera), Bentawes
(Wrightiaa calycina), Delinsem (Homalium tomentosum), Pulai (Alstonia scholaris),
Kesambi (Schileiceira aleosa), Bidara (Zizyphus timorensis), Ampupu (Eucalyptus
urophylla).
Jenis tumbuhan yang tumbuh pada kelompok hutan bagian yang bertipe hujan
adalah : Kolaka (Parinaria Crymbosum), Medang (Cinnamomum Burnanii), Membacang
(Mangifera Longipes), Lanan (Dysoxyhum Canlostachyum), Kaai (Pametia Tomentosa),
Jenitri (Elacoecopus Imbricatus), Jamujun (Padocarpus Imbricatus). Jenis flora yang
tumbuh pada hutan payau adalah jenis bakau (Rhizopana spp) dan jenis lain Bruguiera
spp. Vegetasi yang berbentuk savana terdiri dari Borassus Flabellifer, Casuarina
junghuhniana, Acasia leucaphloea, Eucalyptus alba dan Zizyphus Mauritamia. Sedangkan
vegetasi berbentuk padang rumput terdapat di berbagai lokasi, baik di luar maupun di
dalam kawasan hutan. Kelompok hutan yang memiliki padang rumput luas adalah Mutis,
Timau, Bifemnasi, Sanmahole, Lakaan, Mandeau dan Laob Tunbesi.
ƒ Pohon Cendana (Santalun album) merupakan tanaman yang memiliki nilai ekonomi
yang cukup tinggi. Pada saat sekarang jumlah pohon cendana di wilayah Propinsi Nusa
Tenggara Timur sudah berkurang, hal ini sangat mempengaruhi terhadap Pendapatan
Asli Daerah (PAD). Selain itu keberadaan pohon ini banyak menimbulkan
permasalahan di masyarakat, seperti terjadinya penebangan liar yang akan
diperjualbelikan secara ilegal;
ƒ Jenis fauna yang terdapat di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur, yaitu jenis
mamalia, aves, reptilia, amphibi dan ikan. Pada umumnya dari beberapa fauna
tersebut sifat hidup kebanyakan di dalam hutan. Dari data tahun 1999 tercatat ± 190
spesies aves, 56 spesies mamalia, 71 spesies reptilia, sedangkan jenis amphibi dan
ikan jumlah spesiesnya belum diketahui;
ƒ Jumlah spesies aves yang dilindungi karena kelangkaannya ± 31 spesies dan ± 34
spesies mendapat quota, antara lain jenis Kakatua jambul putih, Betet, Bayam Kelapa,
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
II - 7
ƒ
ƒ
2.2.8
Perkici Kupang, Perkici Dada Kuning, Betet Timor, Srindit Flores, Cucak Rawa, Parkit
Timor dan Decu;
Jenis mamalia terdiri dari 56 spesies, diantaranya 22 spesies yang dilindungi karena
jenis tersebut merupakan langka, namun belum tergolong sebagai spesies yang
hampir punah. Dari jumlah tersebut terdapat 3 species yang mendapat quota
penangkapan karena tidak dilindungi yaitu Bajing Kelapa, Kalong dan Mencit;
Dari 71 spesies reptilia terdapat 7 spesies yang dilindungi karena jenis tersebut
merupakan jenis langka dan tergolong sebagai spesies yang hampir punah. Jenis yang
dilindungi seperti Komodo sering disumbangkan bagi pengisi Kebun Binatang. Dengan
demikian terdapat 64 spesies yang tidak dilindungi dan 19 spesies dari yang tidak
dilindungi tersebut dapat ditangkap secara bebas.
Kondisi Laut dan Pesisir
Karakteristik laut dan pesisir setiap pulau yang ada di wilayah Propinsi Nusa
Tenggara Timur pada umumnya tidak sama, hal ini disebabkan oleh tipe lautan dan
kondisi topografi setiap pesisir. Dilihat dari posisi wilayahnya yang berbatasan dengan
Australia dan dipisahkan oleh laut lepas, akan sangat berpengaruh terhadap kondisi
perairan dan pesisir pantainya. Saat ini garis pantai dipergunakan antara lain untuk
penangkapan ikan, budidaya laut (teripang, mutiara, rumput laut, penampungan ikan
hidup), penangkapan nener dan penangkapan ikan hias serta wisata bahari. Lokasi yang
potensial untuk budidaya laut meliputi Kabupaten Kupang, Alor, Lembata, Flores Timur,
Sikka, Ngada dan Sumba Timur.
Sumber daya pesisir dan laut di NTT sangat beraneka ragam sehingga
memberikan peluang ekonomis yang cukup tinggi untuk kegiatan perikanan, pariwisata
bahari serta jasa–jasa lingkungan laut. Sumberdaya alam pesisir dan laut yang terdapat di
wilayah NTT adalah sebagai berikut :
1. Perikanan Tangkap
Potensi sumber daya ikan laut Propinsi NTT, berdasarkan hasil survey Komisi Nasional
Pengkajian Sumberdaya Perikanan Laut pada tahun 1999, cukup besar yaitu sekitar
365,7 metrik ton/tahun, dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar
292,2 metrik ton/tahun sedangkan tingkat pemanfaatan baru sekitar 30 %. Potensi
perikanan laut terdiri dari: (a) Ikan pelagis besar meliputi Tuna, Cakalang, Paruh
Panjang, Tongkol, Tenggiri; (b) Ikan pelagis kecil meliputi Tembang, Teri, Terbang,
Kombong, Layang, Selar, (c) Ikan demersal meliputi Kakap, Bambangan, Lencam, Pari
dll, (d) Udang yang meliputi Lobster, dan jenis udang Penaid, (e) Cumi-cumi, dan (f)
Ikan karang seperti Kerapu, Beronang dan Ekor Kuning.
ƒ Jenis Ikan Pelagis Kecil, berpotensi besar dan bernilai ekonomis tinggi adalah
Kembung, Lemuru, Teri, Laying, Terbang dan Selar. Ikan-ikan Pelagis Kecil ini
terutama dipasarkan untuk konsumsi lokal, sebagian untuk pasar regional dan
umpan hidup penangkapan Ikan Pelagis Besar.
ƒ Jenis Ikan Pelagis Besar, antara lain terdiri dari Cakalang, Tongkol, Tuna
Madidihang; Mata Besar, Albacore dan Cucut. Ikan Pelagis Besar merupakan hasil
perikanan laut utama yang diekspor. Ikan Pelagis Besar banyak terdapat di
perairan laut dalam. Semua jenis Tuna hampir terdapat di perairan Nusa Tenggara
Timur, terkecuali Tuna Sirip Biru Utara (Thunnus Thynnus) dan Tuna Sirip Biru
Selatan (Thunnus Atlanticus).
ƒ Jenis Ikan Demersal, Ikan-ikan Demersal merupakan kelompok ikan yang
tinggal di dasar atau dekat dasar perairan. Ikan Demersal tersebar di seluruh
perairan dengan kecenderungan kepadatan populasi dan potensi yang tinggi pada
daerah sekitar pantai. Ikan Demersal menurut kategori nilai ekonomis terdiri dari
kelompok utama sebanyak 24 % (Kerapu, Bambangan, Bawal Putih, Kakap,
Manyung, Kuwe dan Nomei) kelompok komersial kedua sebanyak 17 % (Bawal
Hitam, Gerot-gerot, Cucut), kelompok komersial ketiga 37 % (Pepetek, Beloso,
Mata Merah, Kerong-kerong, Gabus Laut, Besot dan Sidat) dan kelompok Ikan
Rucah sebanyak 22 % (Srinding, Lidah, Sebelah, Kapas-kapas, Wangi Batu dan
Kipper). Jenis-jenis Ikan Demersal tersebar di seluruh perairan Nusa Tenggara
Timur terutama sepanjang pantai utara Flores, perairan pulau-pulau kecil dan
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
II - 8
kawasan perairan terumbu karang, ikan-ikan demersal ini dijual untuk konsumsi
domestik dan pasar ekspor.
2. Udang – Kepiting.
Jenis-jenis Udang Penaeid, Borong, Windu dan jenis Crustecea lain seperti Kepiting,
Rajungan merupakan komoditas perikanan bernilai ekonomis tinggi dan banyak
terdapat di Kabupaten Kupang, Ngada, Belu, Alor dan Flores Timur. Komoditas
kelompok ini umumnya ditangkap dengan perangkap (bubu) dan jaring.
3. Komoditas Perikanan Jenis Lainnya.
Hasil perikanan lain seperti Cumi-cumi, Kerang-kerangan, Teripang, Ikan hias laut dan
Rumput Laut merupakan komoditas bernilai ekonomis tinggi juga. Cumi-cumi banyak
terdapat di Kabupaten Manggarai, Flores Timur, Sumba Timur, Ende dan Ngada.
Kerang-kerangan terutama Kerang Mutiara hasil budidaya, Batu Loa, Japing-japing dan
Mata Tujuh (Abolan) merupakan komoditas berpotensi untuk dipasarkan. Kerangkerangan kecuali Mutiara, Teripang dan Rumput Laut terdapat pada sebagian besar
perairan Nusa Tenggara Timur, sedangkan Mutiara, sebagai induk alam budidaya,
terdapat di perairan Kabupaten Kupang, Flores Timur, Alor, Lembata, Sikka dan
Manggarai. Potensi lainnya adalah budidaya laut yang mulai dikembangkan di pantai
pulau-pulau di Propinsi Nusa Tenggara Timur. Panjang pantai keseluruhan mencapai
5.700 Km memiliki kualitas perairan pantai relatif masih baik. Dasar pantai umumnya
berpasir dan ditumbuhi karang sampai berlumpur bercirikan tanaman Mangrove dan
bentuk pantai yang berteluk serta terlindungi.
4. Perikanan Budidaya Termasuk Darat.
a. Budidaya Laut. Potensi pengembangan budidaya laut diperkirakan sekitar 5.150
Ha, dengan tingkat pemanfaatan baru mencapai 8,74% atau sekitar 450 Ha. Jenis
produksi dan sebarannya adalah sebagai berikut :
ƒ Mutiara : pengembangan usaha budidaya mutiara terdapat pada lokasi - lokasi
perairan pantai di Kabupaten Sumba Timur, Ende, Alor, Flores Timur, Lembata,
Manggarai dan Ngada;
ƒ Rumput laut : potensi pengembangan budidaya rumput laut pada lokasi-lokasi;
perairan pantai di Kabupaten Belu, Kupang, Sumba Timur, Timor Tengah
Utara, Ngada, Pantai Utara Kabupaten Ende, Lembata, Tanjung Karoso
Bangedo, Kabupaten Manggarai, Pulau Pemana, Pantai Pulau Damhila,
Perairan Pantai Pangabatang (Sikka);
ƒ Teripang : potensi pengembangan usaha budidaya teripang terdapat pada
lokasi-lokasi perairan di Pantai Utara dan Selatan Ngada, Manggarai, perairan
Pantai Utara Kabupaten Sikka, perairan Pantai Kabupaten Flores Timur dan
Alor.
b. Budidaya Tambak. Lahan yang tersedia adalah 35.455 Ha dan lahan yang telah
diusahakan adalah 284,5 Ha atau tingkat pemanfaatan baru 1,23 % dengan
produksi : Bandeng 463,4 ton, Belanak 39,9 ton dan Udang Windu 275,8 ton dan
potensi tambak garam yang baru sebagian kecil dimanfaatkan.
c. Budidaya Kolam. Lahan yang tersedia 8.375 Ha dan yang telah diusahakan
adalah 284,5 Ha atau tingkat pemanfaatan lahan baru 3,40 % dengan kemampuan
produksi : Ikan Mas 91,6 ton, Mujair 53,9 ton, Tawas 23,0 ton dan Nila produksi
49,5 ton.
d. Budidaya Ikan di Sawah (Mina Padi). Lahan yang tersedia 185 Ha dengan
tingkat pemanfaatan lahan baru 75 % atau seluas 138,7 Ha. Kemampuan produksi
yaitu : Ikan Mas 10,6 ton, Nila 5,2 ton dan Lele 1,5 ton.
e. Hutan Mangrove. Potensi Hutan Mangrove di NTT cukup besar, hasil survey
Dinas Kehutanan yang bekerjasama dengan Perguruan Tinggi pada tahun 1995
berhasil mengidentifikasi 11 Species Mangrove di Pulau Timor, Rote, Sabu dan
Semau dengan luas 19.603,12 Ha dan 17.251,71 Ha di Pulau Flores dan Solor.
Luas Hutan Mangrove di Sumba Timur sekitar 15.000 Ha dengan jumlah tegakkan
yang telah diidentifikasi seluas 1.359 Ha.
f. Terumbu Karang. Perairan NTT diperkirakan memiliki 160 jenis terumbu karang
dari 15 famili dengan 350 jenis ikan yang mendiaminya. Lokasi penyebaran
terumbu karang di NTT disekitar wilayah Teluk Kupang, Teluk Maumere, Riung 17
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
II - 9
Pulau, Pantai Utara, Timur dan Selatan Pulau Sumba, Alor, Lembata dan Labuan
Bajo.
g. Mineral. Perairan Nusa Tenggara Timur mempunyai potensi mineral yang
potensial di perairan, seperti cadangan minyak, batu gamping dan lainnya.
2.3
2.3.1
Pola Penggunaan Lahan
Pola penggunaan lahan di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dibedakan atas
pola dan struktur pemanfaatan lahan serta status penggunaan lahan. Tinjauan ini dilakukan
untuk melihat penggunaan ruang yang terjadi hingga saat ini di wilayah Propinsi Nusa
Tenggara Timur.
Pola dan Struktur Pemanfaatan Lahan
Pola dan struktur pemanfaatan lahan di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur di
pengaruhi oleh kondisi alam dan jenis kegiatan di setiap Kabupaten/ Kota. Pada umumnya
lahan yang ada sekarang belum dimanfaatkan secara optimal. Sebagian besar masih
didominasi lahan kering dan dan hanya sebagain kecil lahan untuk kegiatan pertanian
lahan basah (sawah)
meliputi potensi seluas ± 284.103 Ha. Secara garis besar
penggunaan lahan di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur diuraikan perkawasan sebagai
berikut :
1. Kawasan Non Budidaya, antara lain :
ƒ Hutan Lindung :
- Kawasan yang memberikan perlindungan bawahannya;
- Kawasan yang memberikan perlindungan setempat.
ƒ Suaka Alam dan Cagar Alam;
ƒ Cagar Budaya.
2. Kawasan Budidaya, antara lain :
ƒ Kegiatan Pertanian; lahan kering dan lahan basah;
ƒ Kegiatan Peternakan;
ƒ Kawasan Perikanan;
ƒ Kawasan Perindustrian;
ƒ Kawasan Pertambangan;
ƒ Kawasan Pariwisata;
ƒ Kawasan Permukiman : Perkotaan - Perdesaan.
3. Pengembangan sarana dan prasarana.
Untuk lebih jelasnya luasan pola penggunaan lahan di wilayah Propinsi Nusa Tenggara
Timur dapat dilihat pada Tabel II.5 dan Gambar II.4.
2.4 Kondisi Kependudukan dan Ketenagakerjaan
2.4.1 Jumlah dan Perkembangan Penduduk
Penduduk Nusa Tenggara Timur menurut hasil registrasi penduduk tahun 2003
(Tabel II.5) berjumlah 4.088.058 jiwa, dengan kepadatan 86,58 jiwa/kilometer persegi.
Bila dilihat penyebarannya dari total penduduk NTT, yang terbesar berada di Kabupaten
Manggarai (16,08%), disusul Kabupaten Timor Tengah Selatan (10 %), Kabupaten Sumba
Barat, Kabupaten Kupang, dan Kabupaten Belu. Sedangkan tingkat penyebaran penduduk
yang paling sedikit berada pada Kabupaten Lembata (2,42%).
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2000, laju pertumbuhan periode 1990 - 2000
sebesar 1,6%/tahun. Keadaan ini sudah menurun jika dibandingkan dengan dua periode
sebelumnya, dimana pada periode 1971 - 1980 laju pertumbuhan sebesar 1,95%/tahun,
dan periode 1980 - 1990 sebesar 1,79%/tahun.
2.4.2
Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten
Kepadatan penduduk terbesar di Kota Kupang (1.731,93 jiwa/km2) dan terendah di
Kabupaten Sumba Timur (28,31 jiwa/km2). Kabupaten lain yang juga cukup padat
penduduknya (di atas 100 jiwa/km2) adalah Kabupaten Timor Tengah Selatan, Belu, Flores
Timur, Sikka dan Ende. Sedangkan kabupaten sisanya kepadatan penduduknya berkisar 56
– 90 jiwa/km2.
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
II - 10
2.4.3
Struktur Penduduk
Struktur penduduk meliputi tinjauan penduduk berdasarkan komposisinya menurut
umur, jenis kelamin, agama, tingkat pendidikan dan ketenagakerjaan. Sebagian besar
penduduk Nusa Tenggara Timur pada tahun 2002 berada dalam kelompok usia 15 – 54
tahun, yaitu sekitar 52,72% dari total penduduk propinsi. Bila melihat struktur penduduk
menurut jenis kelaminnya, secara umum jumlah penduduk wanita (50,82%) relatif lebih
besar dibandingkan dengan jumlah penduduk pria (49,18%). Pada tahun 2002 sebagian
besar penduduk Nusa Tenggara Timur memeluk agama Katolik (54,91%). Dilihat dari
tingkat pendidikannya, tercatat sampai tahun 2002 jumlah penduduk yang tidak/belum
tamat SD sebesar 44,47% dan 33,85% sudah tamat SD dan sisanya minimal telah
menamatkan pendidikan sampai SLTP. Pada tahun 2002, jumlah angkatan kerja sebesar
1.878.387 jiwa (48% dari total penduduk), yang terdiri dari 126.135 jiwa sedang mencari
pekerjaan dan 1.752.252 jiwa telah bekerja. Jika dilihat struktur penduduk menurut
lapangan perkerjaannya, maka dalam tahun 2002 sektor yang paling banyak menyerap
tenaga kerja adalah sektor pertanian (78,68%) diikuti sektor perdagangan, angkutan,
keuangan dan jasa (15,02%) serta sektor pertambangan, industri dan listrik menyerap
sekitar 6,28%. Jumlah Penduduk, Luas Daerah dan Kepadatan Penduduk dapat dilihat
pada Tabel II.6.
2.5 Kondisi Perekonomian
2.5.1 Perkembangan Struktur Ekonomi
Berdasarkan perkembangan peranan masing-masing sektor ekonomi dalam kurun
2000 – 2003 seperti disajikan pada Tabel II.5 dapat dilihat bahwa sektor-sektor ekonomi
yang dominan dalam perekonomian Nusa Tenggara Timur adalah sektor pertanian, sektor
hotel dan restoran dan sektor jasa-jasa. Peranan dari ketiga sektor ini pada kurun 2000 –
2003 merupakan yang terbesar yaitu sekitar 88,34 % dari seluruh PDRB Nusa Tenggara
Timur masing-masing tahun pada kurun waktu tersebut.
Meskipun cenderung terus menurun peranannya dalam kurun 2000 – 2003, namun sektor
pertanian masih merupakan yang paling besar sumbangannya terhadap PDRB Nusa
Tenggara Timur. Pada tahun 2000 peranan nilai tambah bruto sektor pertanian sebesar
43,36 % dari seluruh nilai PDRB harga berlaku. Peranan tersebut kemudian terus menurun
hingga menjadi hanya sekitar 39,24 % pada tahun 2003. Gambaran ini memperlihatkan
bahwa sektor pertanian meskipun cenderung melemah tetapi masih memegang peranan
penting dalam perekonomian di wilayah ini.
Sektor perdagangan, hotel dan restoran menunjukkan prospek yang cukup
menggembirakan. Pada tahun 2000 peranan sektor ini sebesar 17,55 % terhadap
perekonomian Nusa Tenggara Timur. Kemudian pada tahun 2001 peranan sektor ini sedikit
menurun menjadi sebesar 17,51 %. Akan tetapi kembali meningkat pada tahun-tahun
berikutnya, hingga akhirnya mencapai 17,93 % pada tahun 2003.
Demikian halnya peranan sektor jasa-jasa dalam perekonomian Nusa Tenggara Timur juga
terlihat semakin meningkat pada kurun 2000 – 2003. Meskipun pada tahun 2000 sektor ini
hanya mampu menyumbang 16,47 % terhadap PDRB Nusa Tenggara Timur bahkan
kedudukannya lebih rendah dan tergeser oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran
sebagai penyumbang kedua terbesar setelah sektor pertanian, namun sejak
diberlakukannya otonomi daerah sampai dengan tahun 2001 dan berlanjut hingga tahun
2003 sumbangan sektor ini terhadap PDRB Nusa Tenggara Timur kembali menduduki
urutan kedua terbesar dengan sumbangan sebesar 18,51% hingga 21,17 %.
Uraian singkat tersebut memperlihatkan bahwa peran dominan sektor pertanian dalam
perekonomian Nusa Tenggara Timur tetap tidak bergeser pada kurun 2000 – 2003.
Sedangkan untuk sektor dominan lain telah terjadi pergeseran posisi. Dominasi ketiga
sektor tersebut secara gabungan terhadap perekonomian Nusa Tenggara Timur
tampaknya cenderung menguat. Hal ini ditunjukkan oleh semakin kecilnya peranan sektor
lain terhadap pembentukan PDRB Nusa Tenggara Timur dalam kurun 2000 – 2002
meskipun peranan sektor lain ini mengalami sedikit kenaikan pada tahun 2003 menjadi
21,66 %.
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
II - 11
Tabel II-5
Pola Penggunaan Lahan di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2004
PEMUKIMAN
NO
KABUPATEN /
KOTA
PERUMAHAN
JASA
SAWAH
IRIGASI
2
3
4
5
1
1 KUPANG
48225
SAWAH
TADAH
HUJAN
TEGALAN
6
7
8
11839
LADANG
KAWAPERKEKEBUN
PERU- SAN
BUNAN
CAMSAHA- INDUSRAKPURAN
AN
TRI
YAT
9
10
11
12
HUTAN
LEBAT
BELUKAR
13
14
PERAI
SEMAK
TANAH TANAH
BELU
RAN/
KO
RUSAK /
KAR
RAWA /
SESONG TANDUS
DANAU
JENIS
15
16
17
18
19
PENGGUNAAN TANAH
KHUSUS
SA
PA
WAH DANG GALI LAINPA
RUM
AN LAINSANG PUT
SURUT
20
22
23
110488
KETERANGANAN
24
25
6960
18018
10069
658
44244
275656
72144 277755
1426
2 TTS
5347
747
1700
84879
13718
1580
27038
108213
81605
1753
3 TTU
3748
500
1779
13716
9051
80
50641
81701
442
280
210
104822
266970
4 BELU
4856
6951
31155
5412
3582
650
32571
62555
593
10
96225
244560
1664
30
881215
67846 47
394473
5 ALOR
2165
130
493
18738
13026
1020
1490
6 FLOTIM
1616
245
12
18438
17096
7542
14546
41406
17384
7 SIKKA
4430
1385
22325
16381
6020
2650
48724
2953
7
8 ENDE
1667
1011
24210
13920
5404
40210
36866
11511
510
9 NGADA
2525
4180
2660
19899
19840
13930
14790
91500
186
134280
303790
10 MANGGARAI
3790
12800
10999
76238
55242
4382
123404
493 146670
20
1640
277962
713640
11 SUMBA BARAT
2760
8835
10286
27352
23846
1540
44610
21321
2050
6
269389
411995
12 SUMBA TIMUR
7305
16786
15712
7616
1846
66728
107092
870
208
217
466835
13 KOTA KUPANG
2557
14 LEMBATA
15 ROTE NDAO
1800
758
572
726
48
4370
3082
8245
3584
1716
4785
8175
1660
53395
997
78176 119438
3733
21
JUMLAH
294
900
50100
286470
62377
181282
39
59106
164020
20
67531
204660
326
13095
423
28862
7872
17695
43412
4979
32335
691215
145
339
1080
18027
51731
126638
30540
183413
16 MANGGARAI BARAT
TOTAL
Belum ada Data
93433
758
29237
65855
383225
16581 266857
52165
572
900
431424
904493 621973 328079
13095
7312
6985
Sumber : BPN Propinsi NTT
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
II - 12
1849232 47
145
5072368
Tabel II.6
Jumlah Penduduk, Luas Daerah Dan Kepadatan Penduduk Nusa Tenggara Timur 2003
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Kabupaten
Sumba Barat
Sumba Timur
Kupang
Timor Tengah Selatan
Timor Tengah Utara
Belu
Alor
Lembata
Flores Timur
Sikka
Ende
Ngada
Manggarai
Manggarai Barat
Rote Ndao
Kota Kupang
NTT
Laki-laki
(jiwa)
196.190
102.251
171.340
198.989
88.785
161.396
82.583
44.437
102.166
129.933
111.734
118.098
237.763
88.820
52.162
128.256
2.014.903
Perempuan
(jiwa)
190.367
95.935
161.079
205.527
89.133
170.016
86.382
53.296
113.710
146.657
126.752
126.144
243.716
91.038
50.489
122.941
2.073.155
Jumlah
(jiwa)
386,557
198,186
332,419
404,516
177,918
331,412
168,965
97,733
215,876
276,590
238,486
244,242
481,479
179,858
102,651
251,170
4.088.058
Luas Daerah
(km2)
Kepa-datan
(jiwa/km2)
4.454,72
7.000,50
5.898,22
3.933,80
2.655,28
2.725,08
2.864,64
1.266,39
1.812,85
1.631,92
2.046,59
3.100,42
6.136,40
1280,10
160,34
47.349,90
86,77
28,31
56,36
102,83
67,01
121,62
58,98
77,17
119,08
169,49
116,53
78,78
103,27
80,19
1.731,97
86,58
Sumber : BPS NTT (Hasil SUSENAS 2003)
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
II - 13
% Kab. Thd NTT
9,58
4,91
8,23
10,02
4,41
8,21
4,19
2,42
5,15
6,77
5,91
6,05
16,18
2,54
6,22
100,00
2.5.2
2.5.3
Laju Pertumbuhan Ekonomi
Setelah sempat terpuruk dengan pertumbuhan negatif pada tahun 1998,
perekonomian Nusa Tenggara Timur tampak kembali membaik dengan laju pertumbuhan
ekonomi yang semakin meningkat. Laju pertumbuhan pada kurun 2000 – 2003 memberi
pertumbuhan positif dengan kecenderungan yang relatif menguat. Bermula pada laju
pertumbuhan 4,17 % pada tahun 2000 meningkat hingga mencapai 5,96 % pada tahun
2002. pada tahun 2003 laju pertumbuhan Nusa Tenggara Timur sedikit melemah dengan
pencapaian 5,87 %. Sektor jasa-jasa selalu menempati sektor dengan laju pertumbuhan
paling tinggi pada kurun 2000 – 2003 yaitu berkisar antara 9.31 % sampai dengan
13,39%. Selain itu, peran sektor ini merupakan sektor yang memberi sumbangan kedua
terbesar dalam perekonomian Nusa Tenggara Timur sejak tahun 2001 sampai dengan
tahun 2003.
Sektor bangunan dan sektor pertambangan dan penggalian mnerupakan sektor
yang mangalami kemunduran ekonomi paling parah pada tahun 1998 dengan
pertumbuhan masing-masing sebesar minus 20,47 % dan minus 19,46 %. Akan tetapi
pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2003 kedua sektor tersebut telah mampu bangkit
dan mengalami pertumbuhan yang cukup menyakinkan. Pada kurun 2000 – 2003
pertumbuhan sektor bangunan adalah berkisar antara 0,48 % hingga 2,00 %, sedangkan
pertumbuhan di sektor pertambangan dan penggalian berkisar antara 7,02 % hingga
2,50%. Keduanya memiliki pola yang serupa yakni cenderung memiliki pertumbuhan yang
menguat antara tahun 2000 sampai 2002, kemudian sedikit mengalami penurunan pada
tahun 2003.
Pertumbuhan ekonomi di sektor-sektor dominan langsung disamping sektor jasa-jasa pada
kurun 2000 – 2003 ternyata juga cukup menggembirakan. Sektor pertanian terus
mengalami pertumbuhan yang menguat mulai dari 2,35 % pada tahun 2000 hingga
mencapai pertumbuhan sebesar 3,14 % pada tahun 2003. Sektor perdagangan, hotel dan
restoran meskipun pertumbuhannya sedikit melemah menjadi sebesar 6,38 % pada tahun
2003, tetapi pertumbuhan ini tercipta setelah mengalami kenaikan selama 3 (tiga) tahun
berturut-turut dari sebesar 4,18 % pada tahun 2000 hingga tumbuh sebesar 6,50 % pada
tahun 2002.
Perkembangan PDRB dan Pendapatan Perkapita
PDRB perkapita merupakan besaran yang menunjukkan rata-rata nilai PDRB untuk
setiap penduduk suatu wilayah. Ukuran ini secara kasar menunjukkan tingkat kemakmuran
penduduk suatu wilayah. Dalam kurun 2000 – 2003, PDRB perkapita Nusa Tenggara Timur
telah mengalami pertumbuhan yang menggembirakan dapat lihat Tabel II.7. Pada tahun
2000 PDRB perkapita Nusa Tenggara Timur sekita 1,6 juta rupiah dan telah menjadi
jumlah semula dengan jangka waktu 3 tahun.
Tabel II.7
Distribusi %tase PDRB Nusa Tenggara Timur Atas Harga Berlaku Tahun 2000 – 2003
LAPANGAN USAHA
2000
2001
2002
2003
43.36
24.36
42.07
23.72
40.49
23.02
39.24
22.22
b. Tanaman Perkenbunan
4.89
5.20
5.01
4.67
c. Peternakan
10.72
9.72
8.89
8.71
d. Kehutanan
0.32
0.29
0.29
0.28
e. Perikanan
1. Pertanian
a. Tanaman Bahan Makanan
3.07
3.14
3.28
3.36
2. Pertambangan & Penggalian
1.50
1.46
1.43
1.44
3. Pertambangan & Penggalian
1.95
1.85
1.87
1.89
4. Pertambangan & Penggalian
0.63
0.60
0.59
0.58
0.38
0.34
0.31
0.29
0.29
a. Listrik
b. Air Bersih
5. Bangunan / Konstruksi
6. Perdagangan, Hotel, Restoran
0.25
0.26
0.28
7.56
7.33
7.14
7.21
17.55
17.50
17.66
17.93
a. Perdagangan Besar & Eceran
16.95
16.94
17.11
17.39
b. Perhotelan
0.24
0.21
0.20
0.20
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
II - 14
LAPANGAN USAHA
2000
c. Restoran / Rumah Makan
7. Pengangkutan Dan Komunikasi
0.36
7.60
a. Pengangkutan
6.67
1. Jalan Raya
2. L a u t
2002
2003
0.35
0.35
0.34
7.42
7.39
7.45
6.47
6.41
6.38
5.05
4.80
4.67
4.51
0.78
0.87
0.96
1.05
3. Sungai, Danau & Penyeberangan
0.06
0.06
0.07
0.07
4. Udara
0.16
0.14
0.13
0.14
5. Jasa Penunjang Pengangkutan
0.62
0.61
0.58
0.61
0.93
0.95
0.98
1.07
3.36
3.24
3.14
3.09
a. Bank
1.21
1.28
1.33
1.32
b. Lembaga Keuangan Bukan Bank
0.96
0.86
0.78
0.78
c. Sewa Bangunan
1.10
1.01
0.94
0.91
d. Jasa Perusahaan
0.09
0.09
0.09
0.08
b. Komunikasi
8. Keuangan, Persewaan & Jasa
2001
Perusahaan
9. Jasa - Jasa
16.47
19.52
21.23
21.17
a. Pemerintahan Umum
15.39
18.51
20.29
20.22
b. Swasta
1.08
1.01
0.94
0.95
1. Sosial Kemasyarakatan
0.69
0.60
0.53
0.54
2. Hiburan & Rekreasi
0.01
0.02
0.02
0.02
3. Perorangan dan Rumah Tangga
0.38
0.39
0.39
0.39
99.98
100.99
100.94
100.00
Produk Domestik Regional Bruto
Sumber : BPS NTT
Ada sementara pihak yang beranggapan bahwa PDRB kurang tepat digunakan sebagai
ukuran tingkat kemakmuran penduduk suatu wilayah. Argumen yang sering dikemukakan
adalah bahwa pada kenyataannya nilai PDRB mencakup pula penyusutan barang modal
dan pajak tak langsung netto (pajak tak langsung dikurang subsidi), yang tidak secara
langsung dapat dinikmati oleh penduduk. Dengan demikian untuk melihat tingkat
kemakmuran yang lebih mendekati kenyataan, seharusnya nilai penyusutan barang modal
dan pajak tak langsung netto dikeluarkan terlebih dahulu dari PDRB.
Ukuran baru yang diperoleh dengan cara inilah yang disebut sebagai pendapatan regional
dan selanjutnya digunakan untuk menghitung pendapatan regional perkapita. Gambaran
perkembangan pendapatan regional perkapita Nusa Tenggara Timur dan pendapatan
nasional perkapita adalah seperti yang disajikan dalam Tabel II.8.
Tabel II.8
Laju Pertumbuhan Ekonomi Nusa Tenggara Timur 2000 – 2003
No
Lapangan Usaha
(%)
2000
2001
2002
2003
3.14
1
Pertanian
2.35
2.53
3.01
2
Pertambangan dan Penggalian
1.02
1.13
2.50
2.43
3
Industri Pengolahan
3.51
3.89
4.80
4.66
4
Listrik, Gas & Air Bersih
2.72
2.99
4.48
4.36
5
Bangunan
0.48
0.53
2.00
1.94
6
Perdagangan, Restoran, Hotel
4.18
4.52
6.50
6.38
7
Pengangkutan dan Komunikasi
4.29
4.64
6.76
6.86
8
Keuangan, Persewaan & Jasa
2.38
2.62
3.00
2.91
9
Jasa-jasa
9.31
12.39
11.79
10.83
4.17
5.10
5.96
5.87
Produk Domestik Regional Bruto
Sumber : BPS NTT
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
II - 15
Pendapatan regional perkapita Nusa Tenggara Timur pada tahun 2000 adalah sebesar 1,6
juta rupiah dan terus meningkat menjadi 2,2 juta rupiah pada tahun 2003. Sama halnya
dengan gambaran PDRB perkapita, pendapatan regional perkapita NTT pun masih sangat
rendah dibandingkan dengan pendapatan Nasional perkapita Indonesia. Pada tahun 2000
pendapatan perkapita Nasional sudah 3,6 kali lipat dari pendapatan regional NTT
perkapita. Sedangkan pada tahun 2003 perbandingan tersebut sudah menurun menjadi
3,2 kali lipat.
Tabel II-9
PDRB Perkapita NTT dan PDB Perkapita Indonesia 2000 – 2003
(Rupiah)
No
Tahun
PDRB Perkapita NTT a)
PDB Perkapita Indonesia
1.
2000
1,637,322.00
6,145,065.00
2.
2001
1,902,110.00
7,025,600.00
3.
2002
2,163,377.00
7,596,897.00
4.
2003 *)
2,359,693.00
8,304,319.00
Sumber : BPS NTT
Tabel II.10
Pendapatan Regional Perkapita Nusa Tenggara Timur dan Pendapatan Nasional Perkapita 2000 –
2003
(Rupiah)
No
Tahun
Pendapatan Regional Perkapita NTT a)
Pendapatan Nasional Perkapita
1.
2000
1,559,344.00
5,652,732.00
2.
2001
1,811,238.00
6,231,635.00
3.
2002
2,062,388.00
6,624,139.00
4.
2003 *)
2,248,333.00
7,122,674.00
Sumber : BPS NTT
2.6
Pemanfaatan Potensi Sumber Daya ALam
Pada bagian ini akan diuraikan kegiatan-kegiatan yang berdasarkan upaya-upaya
pemanfaatan sumber daya alam. Bahasan akan terdiri dari tinjauan terhadap kegiatan
pertanian, pertambangan dan pariwisata.
2.6.1 Kegiatan Pertanian
Pertanian merupakan sektor yang paling dominan di Nusa Tenggara Timur. Hampir
90% penduduknya terlibat dalam kegiatan sektor pertanian. Meskipun total kontribusi
pertanian dalam pembentukan nilai PDRB mengalami penurunan dari tahun ke tahun,
tetapi tetap merupakan sektor yang dominan, dalam arti bahwa persentase sektor ini tetap
besar. Sektor pertanian ini meliputi sektor tanaman pangan, perkebunan, kehutanan,
peternakan dan perikanan. Perkembangan besarnya persentase sumbangan masingmasing sub sektor tersebut terhadap nilai PDRB pertanian di Nusa Tenggara Timur dapat
dilihat pada Tabel II.11.
TabeL II.11
Peranan Sektor Pertanian Terhadap Pembentukan PDRB
Nusa Tenggara Timur
URAIAN
01. Tanaman bahan makanan
02. Tanaman perkebunan
03. Peternakan
04. Perikanan
05. Kehutanan
Jumlah
1999
24.73
4.50
11.52
3.22
0.34
44.31
2000
24.36
4.89
10.72
3.07
0.32
43.36
2001
23.72
5.20
9.72
3.14
0.29
42.05
2002
23.03
5.01
8.89
3.29
0.26
40.49
Sumber : BPS NTT
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
II - 16
Dari tabel tersebut terlihat bahwa nilainya menunjukkan kecenderungan penurunan
sumbangan pertanian dari tahun ke tahun. Hampir seluruh subsektor pertanian mengalami
penurunan, kecuali subsektor perkebunan dan perikanan. Perikanan mengalami
peningkatan sebagai akibat meningkatnya produktivitas usaha penangkapan.
Penurunan produksi dan produktivitas pertanian diakibatkan tingkat produktivitas tenaga
kerja di sektor ini rendah sehubungan dengan kualitas tenaga kerja itu sendiri dimana
sebagian besar buta huruf, tingkat kesehatan rendah, pemahaman teknologi produksi
rendah, pengusahaan usaha tani yang belum optimal dimana masih ada pengangguran
musiman akibat pengaruh musim kemarau yang panjang pada setiap tahunnya.
A. Tanaman Pangan
Pembangunan tanaman pangan dapat dilakukan pada lahan basah dan lahan kering yang
luas dan kemampuannya potensinya bervariasi antar wilayah kabupaten/kota. Berdasarkan
kajian potensi lahan pertanian terdapat potensi pertanian kering seluas 1.528.308 Ha
sebagaimana Tabel II.12.
Produksi dan luas panen beberapa komoditi penting tanaman pangan di Propinsi NTT
tahun 2004 dapat dilihat pada Tabel II.13 dan Tabel II.14. Produksi padi (padi sawah dan
padi ladang) tahun 2003 sebesar 509,4 ribu ton menurun menjadi 495,5 ribu ton dalam
bentuk gabah kering giling. Penurunan tersebut memang sejalan dengan penurunan luas
panen sekitar 2000 hektar dari tahun sebelumnya. Penurunan produksi juga terjadi pada
komoditas jagung dan kacang hijau, dimana pada tahun 2003.
- Padi Sawah
: Kabupaten Manggarai dengan luas panen
43.447 Ha dan produksi 143.679 ton.
- Padi Ladang
: Berdasarkan luas panen, yang terbesar adalah
Kabupaten Sumba Barat yaitu 12.424 Ha,
tetapi berdasarkan jumlah produksinya, yang
terbesar adalah Kabupaten Manggarai. Hal ini
dapat mengindikasikan bahwa produktivitas di
Manggarai lebih tinggi daripada Sumba Barat.
- Jagung
: Kabupaten Timor Tengah Selatan
- Ubi-ubian
: Kabupaten Timor Tengah Selatan
- Kacang-kacangan
: Kabupaten Kupang
Produksi jagung sebesar 583,4 ribu ton menurun menjadi 568,4 ribu ton pada tahun 2004.
Hal ini juga sejalan dengan penurunan luas panen ± 13.000 hektar. Sedangkan komoditi
kacang hijau pada tahun 2003 mampu menghasilkan produksi sebesar 20,1 ribu ton dan
menurun menjadi 16,2 ribu ton pada tahun 2004.Lain halnya dengan komoditi tanaman
pangan lainnya, seperti kedelai, kacang tanah, ubi kayu, ubi jalar dan sorghum, dalam dua
tahun terakhir ini mengalami peningkatan baik luas panen maupun produksinya.
Berdasarkan luas panen dan jumlah produksinya pada tahun 2004, maka dapat ditentukan
wilayah-wilayah penghasil utama jenis-jenis tanaman pangan, pada Tabel II- 15.
Sedangkan berdasarkan data dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura
Propinsi NTT, terdapat beberapa komoditi unggulan setiap kabupaten di Propinsi NTT,
antara lain seperti tertera pada Tabel II.16.
Dalam upaya pengembangan padi sawah Nusa Tenggara Timur didukung dengan daerah
irigasi dengan kemampuan layanan dikatagorikan menjadi 3 yaitu > 3000 Ha, 1000<1000 Ha, dan < 1000 Ha sebagaimana Tabel II.17.
Tabel II.12
Luas Wilayah Potensial Menurut Kecocokan Umum Pengembangan Komoditi Pangan
Di Propinsi Nusa Tenggara Timur
No
Kabupaten
Cocok Untuk Lahan Kering (ha)
S1
S2
Jumlah
S3
1.
Kupang
72.060
2.
Timor Tengah Selatan
16.060
34.690
41.250
92.000
3.
Timor Tengah Utara
2.500
66.490
74.690
143.680
4.
Belu
31.690
22.310
53.000
107.000
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
100.250
210.360
382.670
II - 17
No
Kabupaten
Cocok Untuk Lahan Kering (ha)
S1
S2
Jumlah
S3
5.
Alor
9.000
12.130
11.620
32.750
6.
Flores Timur
-
28.380
87.550
115.930
7.
Sikka
-
13.620
46.810
60.430
8.
Ende
6.880
14.810
23.038
44.728
9.
Ngada
7.540
84.440
6.120
98.100
10.
Manggarai
24.460
60.500
101.880
186.840
11.
Sumba Barat
27.620
7.440
159.500
194.560
12.
Sumba Timur
5.000
33.870
30.750
69.620
202.810
478.930
846.568
1.528.308
13,27
31,34
55,39
100,00
Jumlah
Prosentase
Sumber : Bappeda NTT
Tabel II. 13 ……….,
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
II - 18
Tabel II.13
Luas Areal Panen Tanaman Pangan Tiap Kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Timur
Tahun 2004
No
Kabupaten
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Kupang
Rote Ndao
TTS
TTU
Belu
Alor
Lembata
Flotim
Sikka
Ende
Ngada
Manggarai
Sumba Timur
Sumba Barat
Manggarai Barat
Kota Kupang
NTT
Padi Sawah
14.371
3.162
3.096
2.921
4.120
165
10
224
1.831
2.665
16.273
43.447
9.067
13.685
Padi Ladang
5.312
1.724
931
3.399
277
4.058
2.652
5.990
6.869
1.735
3.176
12.166
2.489
12.424
Jagung
12.734
18.648
59.038
12.136
28.934
5.651
13.370
10.591
14.870
17.012
22.535
9.109
8.900
27.564
Kedele
20
826
74
40
4
85
1.914
1.253
62
149
Komoditi
Kcg. Tanah
1.086
740
302
1.502
1.065
35
2.003
1.088
1.614
187
393
718
1.045
374
Kcg. Hijau
1.318
126
454
944
7.174
2.087
328
1.275
1.095
45
749
2.950
760
2.420
Ubi Kayu
4.669
151
16.965
8.988
8.716
9.891
2.198
4.459
2.420
2.332
3.710
11.630
2.075
12.763
Ubi Jalar
172
4.714
631
668
114
64
174
587
68
2.756
3.334
463
274
Sorgum
1.414
71
66
1.251
37
58
105
245
75
757
932
983
112.744
61.493
244.681
4.396
13.326
21.055
82.712
13.683
6.803
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan & Hortikultura Prop. NTT, 2004
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
II - 19
Tabel II.14
Produksi Tanaman Pangan Tiap Kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Timur
Tahun 2004
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Kabupaten
Kupang
Rote Ndao
TTS
TTU
Belu
Alor
Lembata
Flotim
Sikka
Ende
Ngada
Manggarai
Sumba Timur
Sumba Barat
Manggarai Barat
Kota Kupang
NTT
Padi Sawah
45.093
12.833
11.965
9.192
12.920
526
24
695
5.564
8.406
52.420
143.679
31.229
44.493
Padi Ladang
11.247
4.469
1.864
7.005
558
8.557
5.770
13.016
13.825
3.456
6.428
25.704
5.350
24.112
Jagung
30.980
42.657
137.738
26.585
64.965
13.949
31.586
28.528
28.524
38.265
51.928
21.879
21.384
65.593
Kedele
14
698
70
39
4
88
1.633
1.076
58
186
Komoditi
Kcg. Tanah
1.414
819
359
1.433
1.006
34
1.765
1.487
1.366
181
475
788
1.146
404
Kcg. Hijau
981
95
327
665
5.712
1.236
281
762
926
42
503
2.567
613
2.037
Ubi Kayu
55.144
1.679
158.252
91.936
95.323
98.935
21.724
48.344
29.473
25.901
40.644
123.667
26.732
125.108
Ubi Jalar
1.138
38.774
4.806
5.159
971
542
1.132
4.311
617
18.231
27.932
3.572
2.107
Sorgum
1.454
52
49
1.061
26
44
77
185
48
597
471
913
368.543
126.924
568.355
3.837
12.860
16.229
852.252
106.454
5.272
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan & Hortikultura Prop. NTT, 2004
Tabel II-15
Komoditi Unggulan Tiap Kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Timur
Tahun 2004
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Kabupaten/Kota
Kupang
Kota Kupang
Rote Ndao
Timor Tengah Selatan
Timor Tengah Utara
Belu
Alor
Flores Timur
Lembata
Sikka
Komoditi Unggulan
Jagung, Kacang tanah
Jagung
Padi, Kacang tanah, Bawang merah, Bawang putih
Jeruk keprok, Jagung, Kedelai
Jeruk, Ubi jalar, Bawang putih, Bawang merah
Kacang hijau, Padi
Padi, Jagung
Jagung, Kacang tanah
Jagung, Kacang tanah, Kacang hijau
Kacang hijau, Mangga
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
II - 20
No
11
12
13
14
15
16
Kabupaten/Kota
Komoditi Unggulan
Ende
Ngada
Manggarai
Manggarai Barat
Sumba Timur
Sumba Barat
Pisang beranga, Ubi kayun Jahe
Padi, Kedelai, Jahe
Padi, Kacang hijau, Kedelai
Padi, Kacang hijau, Kedelai
Kacang tanah, Padi, Jagung
Padi, Kacang tanah, Jagung, Jeruk
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan & Hortikultura Prop. NTT, 2004
Tabel II-16
Potensi Lahan Basah di Propinsi Nusa Tenggara Timur
Tahun 2004
No.
Propinsi/ Kabupaten/ Kota
Total Luas
Potensial
(Ha)
28.279
Termasuk > 3.000
Potensial
(Ha)
13.774
Termasuk 1.000 - < 1.000
Fungsional
(Ha)
1
Manggarai Barat
3.768
2
Manggarai
43.924
16.465
5.852
3
Ngada
26.466
22.950
3.526
4
Ende
10.665
4.464
1.421
Potensial
(Ha)
1.174
Termasuk < 1.000
Fungsional
(Ha)
Potensial
(Ha)
Fungsional
(Ha)
6.279
Total Luas
Fungsional (Ha)
2.512
13.331
12.558
2.403
3.901
25.056
9.753
19.506
1.552
2.351
1.964
5.877
11.753
1.747
947
4.454
2.368
4.736
5
Sikka
8.792
3.115
1.171
2.538
781
3.139
1.952
3.904
6
Flores Timur
5.360
3.133
714
1.027
476
1.200
1.190
2.380
7
Lembata
3.232
2.007
431
150
287
1.075
718
1.435
8
Sumba Timur
22.563
13.752
3.006
2.811
2.004
6.000
5.010
10.020
9
Sumba Barat
14.208
7.328
1.893
2.682
1.262
4.198
3.155
6.310
10
Alor
12.296
6.156
1.638
599
1.092
5.541
2.730
5.461
11
Kupang
18.344
11.253
2.444
1.075
1.629
6.016
4.073
8.146
12
Rote Ndao
8.310
5.750
1.107
1.007
738
1.553
1.845
3.690
13
Timor Tengah Selatan
18.148
9.073
2.418
1.080
1.612
7.995
4.030
8.059
14
Timor Tengah Utara
19.303
14.722
2.572
2.001
1.714
2.580
4.286
8.572
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
II - 21
No.
15
Propinsi/ Kabupaten/ Kota
Termasuk > 3.000
Total Luas
Potensial
(Ha)
Potensial
(Ha)
Termasuk 1.000 - < 1.000
Fungsional
(Ha)
Potensial
(Ha)
Termasuk < 1.000
Fungsional
(Ha)
Potensial
(Ha)
Fungsional
(Ha)
Total Luas
Fungsional (Ha)
Belu
44.213
32.415
5.890
1.798
3.927
10.000
9.817
19.635
Total
284.103
166.357
37.850
23.644
25.234
94.102
63.084
126.168
Sumber : Hasil Olahan Bappeda NTT
Tabel II.17
POPULASI PETERNAKAN Di WILAYAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN 2002
No
Kabupaten
Sapi
Kerbau
Kuda
Babi
Kambing
Domba
Ayam Buras
Ayam Ras
Itik
1.
Sumba Barat
6.085
30.460
16.008
51.701
9.159
-
583.202
0
2.309
2.
Sumba Timur
38.800
31.245
26.195
31.910
33.810
878
478.607
0
2.213
3.
Kab. Kupang
142.510
17.613
16.461
121.333
96.502
48.781
2.023.404
79.297
19.455
4.
Timor Tengah Selatan
111.176
529
4.826
194.801
30.661
-
724.695
0
8.808
5.
Timor Tengah Utara
54.848
656
2.164
55.982
14.226
34
129.434
0
8.113
6.
Belu
89.085
2.337
3.543
88.228
10.623
23
717.046
0
18.217
7.
Alor
1.196
-
135
58.695
22.202
6
344.603
0
10.414
8.
Lembata
1.328
5
1.435
42.688
26.944
452
175.963
0
16.173
9.
Flores Timur
1.470
30
2.347
111.381
48.080
2.073
464.105
0
9.792
10.
Sikka
4.533
461
3.025
86.463
31.640
197
459.403
0
40.356
11.
Ende
6.271
2.339
2.419
59.943
17.935
47
2.400.864
0
51.526
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
II - 22
No
Kabupaten
12.
Ngada
13.
14.
Sapi
Kerbau
Kuda
Babi
Kambing
Domba
Ayam Buras
Ayam Ras
Itik
32.238
11.087
7.691
127.874
38.045
3.061
564.278
0
15.590
Manggarai
9.838
35.701
6.857
123.296
37.418
91
570.323
0
7.326
Kota Kupang
3.176
34
51
16.178
3.590
33
0
452.500
0
Jumlah
503.154
132.497
93.157
1.170.473
420.835
55.631
9.635.927
531.797
210.292
Sumber : NTT Dalam Angka 2002
Tabel II.18
Luas Areal, Produksi Dan Produktivitas Komoditi Perkebunan di Propinsi Nusa Tenggara Timur
Tahun 2004
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Komoditi
Kelapa
Jambu Mete
Kopi
Kakao
Kemiri
Kapuk
Cengkeh
Pinang
Vanili
Lada
Jarak
Pala
Tembakau
Sirih
Lontar
NTT
TBM
54.192,00
83.097,76
27.328,26
17.073,17
46.426,08
6.420,65
6.053,95
4.265,38
1.180,12
177,84
130,90
298,06
8,00
614,12
2.665,00
259.931,28
Luas Areal (Ha)
TM
TT/TR
96.685,44
8.499,77
47.272,35
13.725,07
33.566,71
3.362,78
16.271,84
600,99
30.044,97
3.453,30
9.419,52
1.727,44
4.788,92
1.159,15
20.612,52
3.767,40
256,57
225,00
147,40
1.457,15
243,38
472,84
1.230,09
807,55
5.497,50
830,60
268.968,18
41.159,05
JUMLAH
159.377,21
144.096,17
67.257,74
33.946,00
79.924,35
17.567,61
12.002,02
38.545,29
2.661,69
325,24
1.588,05
541,44
480,84
2.651,76
8.993,10
570.058,51
Produksi
(Ton)
53.529,60
19.367,17
15.990,86
9.383,09
14.713,97
2.745,02
1.079,77
7.132,99
513,07
104,67
249,97
60,13
77,93
451,76
2.632,00
128.031,99
Sumber : Dinas Perkebunan Prop. NTT, 2004
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
II - 23
Produktivitas
(Kg/Ha)
553,65
409,68
476,39
576,65
489,73
291,42
225,47
346,05
408,31
710,12
171,55
247,07
164,81
367,26
478,76
476,01
B. Perkebunan
Tanaman perkebunan merupakan komoditi strategi dalam pembangunan
perekonomian Nusa Tenggara Timur, karena merupakan salah satu penyumbang terbesar
terhadap total ekspor. Seperti telah disinggung di atas bahwa peranan subsektor
perkebunan ini terhitung masih begitu kecil peranannya terhadap PDRB Nusa Tenggara
Timur. Walaupun begitu kecil produksi dari sektor ini dapat menunjang pendapatan,
terutama dalam rangka memenuhi bahan baku sektor industri. Data selengkapnya
mengenai tanaman perkebunan dapat dilihat pada Tabel II.18.
Berdasarkan Tabel II.17 dapat dilihat daerah-daerah yang merupakan penghasil utama
perkebunan. Penentuan daerah penghasil utama didasarkan pada jumlah produksi dan
luas areal perkebunan, yaitu :
- Kelapa
: Kabupaten Sikka, Flotim dan Ende
- Kopi
: Kabupaten Manggarai, Kabupaten Ngada
- Kapok,Pinang : Kabupaten Sumba Barat
- Cengkeh
: Berdasarkan luas panen terbesar adalah Kabupaten Manggarai, tetapi
berdasarkan produksinya adalah Kabupaten Sikka.
- Coklat, lada
: Kabupaten Sikka
- Kapas
: Kabupaten Ende
- Vanili
: Kabupaten Manggarai, Kabupaten Alor
- Tembakau
: Kabupaten Sumba Barat
Seperti telah diuraikan di atas bahwa tanaman perkebunan telah dimanfaatkan untuk
ekspor ke luar negeri, terutama dalam bentuk diolah. Berdasarkan jalur pemasaran yang
telah dirintis, disamping untuk kebutuhan masyarakat atau perdagangan dalam wilayah,
beberapa komoditas telah menjadi komoditas ekspor seperti Kopi, Kakao, Jambu Mente,
biji Kapas dan Cassiavera.
C. Kehutanan
Propinsi Nusa Tenggara Timur mempunyai areal kawasan hutan seluas 1.808.981,21
Ha yang terdiri dari hutan lindung 713.216,97 Ha, hutan produksi tetap 428.357,98 Ha,
hutan produksi terbatas 197.249,73 Ha, hutan yang dapat dikonversi 101.827,03 Ha.
Berdasarkan penyebaran hutannya, terlihat bahwa Pulau Flores merupakan terbanyak
terdapat hutan produksi. roduksi kayu cendana di Propinsi Nusa Tenggara Timur selama
tahun 2002 sebesar 261,26 ton yang berasal dari 5 kabupaten yaitu : Sumba Barat 50,02
ton, Sumba Timur 30,09 ton, Timor Tengah Selatan 72,58 ton, Timor Tengah Utara 17,10
ton, dan terbesar di Belu 91,48 ton. Produksi kayu jenis lainnya yang paling menonjol
adalah Kayu Jati. Selama tahun 2002 produksinya mencapai sekitar 3,10 ribu meter kubik.
D. Peternakan
Sebagai salah satu gudang ternak di Indonesia, peranan subsektor peternakan di
propinsi ini adalah kedua terbesar setelah tanaman pangan. Populasi ternak besar di
wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2002 tercatat untuk Sapi sebanyak
503.154 ekor, Kerbau 132.497 ekor dan Kuda 93.157 ekor. Untuk populasi Sapi sebagian
besar berada di Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Selatan, sementara
untuk Kerbau dan Kuda sebagian besar berada di Kabupaten Sumba Barat, Sumba Timur,
Kupang, Ngada dan Manggarai. Populasi ternak kecil yang menonjol di wilayah Propinsi
Nusa Tenggara Timur adalah babi yakni tercatat sekitar 1,17 juta ekor pada tahun 2002,
disusul kambing 420,8 ribu ekor, dan terendah domba dengan populasi 55,6 ribu ekor.
Untuk kelompok unggas, populasi ayam kampung tahun 2002 tercatat sekitar 9,64 juta
ekor yang sebagian besar berada di Kabupaten Kupang dan Ende.
Ternak sapi merupakan salah satu komoditas andalan dari sub sektor peternakan karena
telah menjadi komoditas perdagangan antar pulau dengan peluang pasar cukup prospektif.
Dalam upaya meningkatkan peluang usaha peternakan terdapat peluang padang
pengembalaan yang kualitas padangnya perlu ditingkatkan dalam upaya percepatan
populasi ternak sapi dan ternak kecil sebagaimana Tabel II.19.
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
II - 24
Tabel II.19.
Luas Padang Pengembalaan di Kabupaten se-NTT
Kabupaten
Luas Padang (Ha)
No
1
Kupang
2
Timor Tengah Selatan
208.705
68.550
3
Timor Tengah Utara
4
Belu
104.822
87.580
5
Alor
48.708
6
Rote Ndao
7
Kota Kupang
-
WP I Timor
518.365
8
Lembata
9
Flores Timur
-
48.708
130.616
10
Sikka
58.904
11
Ende
70.518
12
Ngada
134.280
13
Manggarai
278.762
14
Manggarai Barat
WP II Flores-Lembata
721.788
15
Sumba Barat
269.389
16
Sumba Timur
478.967
WP III Sumba
748.356
NTT
1.988.509
Sumber: Dinas Peternakan Propinsi NTT Tahun 2004
E. Perikanan
Produksi perikanan di daerah ini meliputi perikanan darat dan perikanan laut. Untuk
perikanan darat di usahakan di perairan umum, perikanan budidaya tambak, kolam dan
sawah. Perkembangan produksi perikanan menunjukkan arah yang menggembirakan,
yaitu cenderung meningkat dari tahun ke tahun, terutama untuk perikanan darat.
Peningkatan produksi perikanan darat ini sebagai akibat berkembangnya luas areal kolam
di desa-desa dan kegiatan penebaran benih di perairan umum.
Produksi perikanan laut sebagian besar masih dihasilkan oleh nelayan kecil (armada
perikanan rakyat) yang pada umumnya beroperasi di daerah pantai, sedangkan
penangkapan ikan di daerah lepas pantai dan Zona Ekonomi Eksklusif belum diusahakan.
Biasanya usaha tersebut dilakukan oleh perusahaan perikanan skala menengah atau besar.
Tingkat perkembangan usaha perikanan baik usaha penangkapan maupun budidaya masih
rendah dan lamban disebabkan keterbatasan modal/sarana produksi, ketrampilan
nelayan/petani ikan yang masih rendah, penyediaan prasarana pasca panen yang masih
rendah dan terjaminnya pemasaran hasil perikanan. Disamping hal tersebut, tingkat
pemanfaatan sumber daya perikanan di propinsi ini masih tergolong rendah dibandingkan
dengan potensi yang dimilikinya. Produksi perikanan pada tahun 2001 sebesar 85.329 ton.
83.991 ton diantaranya atau sekitar 98,43% merupakan hasil perikanan laut dan
selebihnya sekitar 1,57% merupakan hasil dari perikanan darat. Untuk lebih jelas lihat
pada Tabel II.20.
Dilihat dari daerahnya, hampir seluruh kabupaten yang ada menghasilkan perikanan laut.
Kabupaten-kabupaten yang paling banyak memproduksi ikan (perikanan laut) adalah
Kabupaten Kupang (19,6%), Sikka (18,8%), Flores Timur dan Ende. Yang terkecil produksi
perikanan lautnya adalah Kabupaten Timor Tengah Selatan. Sementara itu, kabupatenkabupaten yang tidak memproduksi perikanan darat adalah Kabupaten Sikka dan Ende.
Untuk lebih jelas produksi perikanan di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dapat dilihat
pada Tabel II.21.
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
II - 25
Tabel II.20
Produksi Perikanan Tiap Kabupaten di Nusa Tenggara Timur Tahun 2001 (Ton)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Kabupaten
Sumba Barat
Sumba Timur
Kab. Kupang
Timor Tengah Selatan
Timor Tengah Utara
Belu
Alor
Lembata
Flores Timur
Sikka
Ende
Ngada
Manggarai
Kota Kupang
Jumlah
Perikanan Laut
1.868,8
4.459,5
16.867,8
37,0
369,7
2.131,0
6.930,2
5.428,2
7.680,2
7.892,6
7.345,1
4.296,9
5.630,8
13.052,8
83.990,6
Perikanan Darat
Perairan Umum
43,4
212,4
14,5
5,6
25,5
28,3
426,5
Tambak
Kolam
1,0
1,2
96,0
32,0
44,5
2,4
350,2
93,2
620,5
Jumlah
Sawah
32,2
25,0
104,7
5,4
6,2
1,4
1,1
24,5
57,7
258,2
7,2
1,1
6,8
1,1
4,2
12,5
32,9
Sumber : NTT Dalam Angka 2002
Tabel II.21
Rata-Rata Produksi Perikanan, Potensi Lestari Dan Tingkat Pemanfaatan
Di Nusa Tenggara Timur
Wilayah Usaha Perikanan
I. Perikanan Laut
- Ikan laut
- Nener
- Rumput laut
- Kerang mutiara
II. Perikanan Darat
- Kolam
- Sawah
- Tambak
- Perairan umum
Rata-rata Produksi/tahun (ton)
Potensi Lestari /thn (ton)
Tingkat Pemanfaatan (%)
50146.9
88270000
493.38
20000
240000
680 juta ekor
50000
1 juta ekor
20.89
12.98
0.99
20
68.3
15.2
396.8
158.6
297
85
18000 ha
9450
23
17.8
2.2
1.7
Sumber : Dinas Perikanan Propinsi NTT
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
II - 26
1.952,6
4.699,2
17.172,1
51,5
407,1
2.181,7
6.934,0
5.428,2
7.680,2
7.892,6
7.352,9
4.701,3
5.882,5
13.052,8
85.328,7
Disamping untuk memenuhi kebutuhan penduduk sendiri, komoditi perikanan merupakan
salah satu komoditas ekspor. Yang termasuk komoditas ekspor pada tahun 2003 adalah
ikan Tuna dan Cakalang, Mutiara, Rumput Laut, Lobster, Udang Windu matang, sirip ikan
Hiu, minyak hati ikan Hiu. Besarnya volume ekspor dan nilainya dapat dilihat pada Tabel
II.22.
Tabel II.22
Jumlah Volume Dan Nilai Ekspor Perikanan
Komoditi
01. Ikan Tuna dan Cakalang
02. Lobster
03. Sirip Ikan Hiu
04. Mutiara
05. Rumput laut
06. Udang Windu Matang
07. Minyak Hati Ikan Hiu
Volume (ton)
Nilai (US $)
761.008
0.595
0.227
0.01943
240
0.821
48.96
471.393,2
539.908
7.390.188
419.838
164.700
10.017
376.567
Sumber : Dinas Perikanan Propinsi NTT
2.6.2
Sektor Pertambangan
Peranan sektor pertambangan di dalam struktur ekonomi wilayah Propinsi Nusa
Tenggara Timur terlihat masih kecil. Berdasarkan data PDRB 1999 – 2002 tercatat peranan
sektor ini di dalam pembentukan nilai PDRB masih di bawah 1% atau rata-rata peranan
tiap tahunnya 0,5%. Jika dilihat dari potensi geologisnya, sebenarnya di propinsi ini banyak
mengandung bahan-bahan mineral yang terdiri dari bahan galian seperti: logam mulia,
logam dasar besi dan bahan galian industri seperti batu kapur, tanah liat, gypsum, pasir,
silica, belerang, barit sesuai dengan jumlah dan kadarnya masing-masing. Tetapi dari
sumber daya pertambangan yang ada hanya beberapa mineral yang telah dieksploitasi.
Beberapa jenis bahan tambang yang telah dilaksanakan penambangannya adalah batu
kapur, tanah liat, logam mulia, mangan, barit, marmer, bahan galian C dan fosfat. Luas
penggunaan lahan pertambangan untuk masing-masing lokasi dan hasil tambang adalah
sebagai berikut :
ƒ Penambangan pasir, batu dan kerikil luas arealnya mencapai 48 Ha;
ƒ Penambangan batu kapur dan tanah liat seluas 17 Ha masing-masing di Kabupaten
Kupang seluas 15 ha dan di Kabupaten Timor Tengah Selatan seluas 2 Ha;
ƒ Penambangan marmer di Kabupaten Belu, Kecamatan Malaka Timur Desa Sanleo
seluas 25 Ha;
ƒ Penambangan bahan galian phospat di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kecamatan
Amanuban Selatan 137 Ha.
Sistem penambangan yang dilakukan untuk bahan galian seperti pasir, batu, kerikil, batu
kapur dan tanah liat adalah sistem terbuka, sedangkan untuk bahan penambangan batu
kapur dan tanah liat, khususnya oleh PT. Semen Kupang dilakukan secara terbuka dan
menggunakan alat berat.
Ada tiga macam kegiatan penambangan yang dilakukan yaitu kegiatan kontrak karya
penambangan, kuasa penambangan dan penambangan oleh rakyat. Penambangan oleh
rakyat biasanya terbatas pada bahan galian C, yang lokasinya tersebar dengan jumlah
kecil.
Lokasi penambangan mangan terletak di daerah Reo dan Cibal Kabupaten Manggarai.
Perusahaan yang mengeksploitasi adalah PT. Aneka Tambang dengan hasil yang diekspor
ke Jepang sebagai teknik Grade. Pada akhir tahun 1986 suatu kontrak Kerja antara
Pemerintah Republik Indonesia dengan perusahaan patungan PT. Nusa Lontar Mining telah
ditandatangani untuk eksplorasi emas epithermal di Kabupaten Manggarai, Ngada, Ende,
Sikka, Flores, Timor dan Alor. Kemudian pada tahun 1987 menyusul suatu kontrak kerja
serupa dengan PT. Flores Indah Mining di lokasi sebelah utara Pulau Rinca Kabupaten
Manggarai.
Sebenarnya sektor pertambangan di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur akan dapat
berkembang sebagai sektor penting, apabila hasilnya sudah dapat berperan dalam
meningkatkan derajat kesejahteraan, ditinjau dari tingkat pendapatan masyarakat daerah
ini. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel II.23 dan Tabel II.24.
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
II - 27
Tabel II.23
Jenis Mineral Dan Penyebarannya di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2004
Jumlah Potensi (Ton)
No
Jenis Mineral
Kabupaten
Terukur
Cadangan
terindikasi
Cadangan
Hip. Awal
Cadangan Terekam
Keterangan
1
Pasir Besi (Fe)
Sumba Barat: Mamboro
-
464.860,0
-
-
Belum diekploitasi
2
Mangan (Mn)
Manggarai: Reo, Lambaleda
-
350.000,0
-
-
dieksploitasi 27.000 ton
3
Emas (AU)
Manggarai, Ngada, Ende,
Skka, Flotim
-
544.698,0
-
-
Sudah dieksplorasi
4
Flourspor (Fs)
Sumba Barat: Laratama
-
112.560,0
-
-
Belum dieksploitasi
5
barait (Ba)
Flores Timur: P. Lomblen
-
200.000-1.000.000
-
-
Belum dieksloitasi
6
Belerang (S)
Sikka: Gunung Egon
-
21.000,0
-
-
Belum dieksloitasi
7
Posfat (Po)
Kupang, Sikka, manggarai
-
4.400.000.000,0
-
-
Belum dieksloitasi
8
Zeolit (Z)
-
100.000.000,0
-
-
Belum dieksloitasi
9
Batu permata (Gs)
Ende: Nangapanda,
Sumba Timur, Sumba Barat
Kupang, Timor Tengah Selatan (TTS),
Timor Tengah Utara (TTU), Ngada,
Sumba Timur
-
252.000.000,0
-
-
Eksploitasi telah dirintis
masyarakat setemapt 300 ton
10
Pasir Kwarsa (Ps)
Ende, Alor
-
-
-
1.000.000,0
Belum dieksloitasi
11
Pasir (Ps)
16 Kabupaten/Kota
-
52.000.000,0
(39.000 Ha)
-
-
Terekploitasi
12
Gipsum (Ch)
13
14
Batu Marmer (Mr)
Batu Gamping
Ende, Alor, TTU, Flotim,
Kupang, Belu
Kupang, Belu, Ngada
Kupang, TTS, TTU, Belu, Alor,
Flotim, Sikka, Ngada,
Manggarai, Sumba Timur,
Sumba Barat
Sumba Barat, Alor, Ende
Alor, Ende, Sumba Barat
Alor, Ende, Sumba Barat
16 kabupaten/Kota
360.000,0
(30 Ha)
16.000.000,0
-
-
-
67.000.000,0
68.000.000,0
52.000.000,0
-
6.000.000.000,0
1.000.000.000,0
732.800.000,0
(39.000 Ha)
7.500.000,0
65.000.000 (180 Ha)
80.000.000,0
(1.755 Ha)
100.000.000,0
-
6.000.000.000,0
3.222.500.000
(baru)
4.700.000,0
-
7.555.000.000,0
-
-
-
15
16
17
18
Granitis (Gr)
Andesit (An)
Balsitis
Pasir Batu (Pa)
19
20
21
Batu apung (Pu)
Tanah Diatomea (Td)
Lempung/Clay (Td)
Ngada, Sikka, Kupang, TTU
16 kabupaten/Kota
Kupang, TTS, TTU, Belu,
Sumba Timur, Ende, Ngada
-
Belum dieksloitasi
Belum dieksloitasi
Belum dieksloitasi
Tereklpoitasi 1.200 Ha
Belum dieksloitasi
Belum dieksloitasi
Tereklpoitasi 243Ha
Sumber : Dinas Pertambangan Propinsi NTT tahun 2004
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
Belum dieksloitasi
II - 28
2.6.3
2.7
Sektor Pariwisata
Bagi wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur, pariwisata dapat berlangsung di
mana-mana. Variasi alamiah dan kebudayaannya merupakan daya tarik yang berbeda satu
dengan yang lain. Namun demikian di tempat-tempat tertentu dijumpai daya tarik khusus,
yaitu obyek-obyek yang memiliki ciri khas yang unik dan merupakan pusat daya tarik
karena alasan-alasan tertentu. Pusat-pusat daya tarik ini memiliki skala yang berbeda-beda
tergantung kepada tingkat keunikan dan juga jumlah serta jenis obyek-obyek wisata lain
yang terletak dalam jangkauan jarak yang berdekatan, sehingga saling menunjang dalam
menciptakan daya tarik bersama, membentuk suatu kawasan wisata atau Satuan
Pengembangan Pariwisata (SPP). Kawasan-kawasan wisata atau Satuan Pengembangan
Pariwisata tersebut memiliki ciri khasnya masing-masing, yang sesuai dengan daya tarik
yang terdapat di lokasi tersebut. Sektor pariwisata di wilayah Propinsi Nusa Tenggara
Timur merupakan salah satu penghasil devisa non-migas yang potensial. Memiliki peluang
yang sangat besar untuk dikembangkan lebih lanjut menjadi salah satu tulang punggung
pengembangan perekonomian wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur, karena ditunjang
oleh sumber daya manusia (human resources), sumber alam (natural resources),
sumber daya buatan yang beraneka ragam dan faktor keindahan lainnya. Bila sektor non
migas ini berkembang dengan baik, akan merangsang dan mendorong pertumbuhan
pembangunan setiap Kabupaten/ Kota, pelestarian dan pemanfaatan potensi sumber daya
alam dengan manusia dan kebudayaan serta meningkatkan devisa/pendapatan daerah.
Disamping itu sektor ini mampu menumbuhkan sektor-sektor lainnya, seperti industri
kerajinan rakyat, perluasan kesempatan kerja, agrowisata, pelayanan jasa perhubungan,
perdagangan, pengembangan budaya dan sebagainya. Wilayah Propinsi Nusa Tenggara
Timur masuk dalam Wilayah Tujuan Wisata (WTW) D, dengan keunggulan produk wisata
sebagai berikut :
1. Wisata Alam;
2. Wisata Sejarah/Budaya;
3. Wisata Minat Khusus;
4. Wisata bahari.
Untuk lebih jelas keunggulan produk wisata daerah tujuan wisata Propinsi Nusa Tenggara
Timur dapat dilihat pada Tabel II.25.
Pembiayaan Pembangunan
Pertumbuhan Nusa Tenggara Timur juga memiliki kinerja yang mulai membaik pada
tahun 2003. Dari sisi keuangan daerah, tahun anggaran 2000 tampaknya merupakan tahun
yang berat. Hal ini tercermin dari kecilnya penerimaan baik pada daerah Propinsi maupun
Kabupaten/ Kota. Akan tetapi pada tahun berikutnya kondisi keuangan daerah-daerah
tersebut sudah membaik, bahkan total penerimaannya melonjak tajam. Total penerimaan
Propinsi pada tahun anggaran 2000 baru mencapai 183,3 milyar dan meningkat menjadi
354,4 milyar pada tahun anggaran 2001. Kecilnya penerimaaan pada tahun anggaran 2000
disebabkan pada tahun anggaran tersebut hanya berlangsung dalam tiga triwulan sehingga
pada tahun anggaran 2001 total penerimaan Propinsi melonjak hampir dua kali lipat.
Sedangkan total penerimaan pada tahun 2002 sudah mencapai 506,4 milyar. Komponen
terbesar penerimaan daerah pada tahun anggaran 2000 adalah dari subsidi dan bantuan
yang mencapai 140,1 milyar rupiah (76,47 %). Sementara Pendapatan Asli Daerah (PAD)
dari hasil bagi pajak dan bukan pajak masing-masing hanya sebesar 20,1 milyar rupiah
(10,95 %) dan 12,6 milyar rupiah (6,88 %). Struktur penerimaan tersebut relatif tidak
berubah dalam dua tahun anggaran berikutnya. Kondisi ini mempertegas kenyataan bahwa
Nusa Tenggara Timur masih memiliki ketergantungan keuangan yang sangat besar terhadap
subsidi dan bantuan dari Pemerintah Pusat. Untuk meningkatkan peran daerah yang
utamanya melalui peningkatan PAD agaknya masih diperlukan kerja lebih keras lagi.
Peningkatan penerimaan Propinsi tersebut ternyata sejalan dengan meningkatnya
total pengeluaran. Pada tahun anggaran 2003 total pengeluaran Propinsi sebesar 318,4
milyar rupiah, meningkat dari hanya 214,3 milyar rupiah pada tahun anggara 2002. Proporsi
pengeluaran pembangunan pada keuangan Propinsi untuk tahun 2003 lebih kecil, yaitu
hanya 131,1 milyar rupiah (41,17 %), sementara untuk pengeluaran rutin mencapai 187,3
milyar rupiah (58,83 %). Walaupun pengeluaran meningkat tajam, tetapi nilai nominalnya
masih lebih kecil dibandingkan dengan total penerimaan. Sehingga keuangan Propinsi pada
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
II - 29
tahun Anggaran 2000 masih surplus sebesar 24,7 milyar rupiah. Surplus ini terus meningkat
dalam dua tahun anggaran berikutnya, yaitu tahun 2001 sebesar 140,3 milyar rupiah, dan
tahun 2002 sebesar 188,0 milyar rupiah. Perkembangan total pengeluaran dan penerimaan
Kabupaten/ Kota secara umum hampir sama dengan Propinsi. Walaupun masing-masing
besaran mengalami kenaikan, tetapi pada tahun anggaran 2000 masih menikmati surplus.
Namun demikian jika diperhatikan komposisi pengeluarannya, tampak bahwa struktur
pengeluaran Kabupaten/ Kota pada tahun anggaran 2000 sangat berbeda dengan Propinsi.
Pada tahun anggaran tersebut proporsi pengeluaran Kabupaten/ Kota didominasi oleh
pengeluaran rutin. Pengeluaran rutin di Kabupaten/ Kota pada umumnya pada tahun
anggaran 2000 mencapai 479,3 milyar rupiah (63,18 %). Akan tetapi pada tahun 2001 dan
2002 komposisi tersebut nampaknya rutin lebih tinggi dibandingkan pengeluaran
pembangunan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel II.26.
Tabel II. 25 .....,
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
II - 30
Tabel II.25
Keunggulan Produk Wisata Propinsi Nusa Tenggara Timur
NO
ODTW UTAMA
JENIS PERMINTAAN PRODUK WISATA
LOKASI
1
Wisata alam
TN. Komodo
TN. Kelimutu
Taman Riung A Pulau
P.Komodo
Ende
Riung
2
Wisata Sejarah/Budaya
Desa Tradisional Honi
Desa Tradisional Bena
Megalitik Anakalang
Desa Tradisional Praiyawang
3
Wisata Minat Khusus
4
Wisata Bahari
PENANGANAN
INTENSITAS KEGIATAN
Tinggi
Tinggi
Sedang
PASAR WISATA
Ende
Ngada
Waikabubak
Waingapu
Pelestarian
Pelestarian
Pengembangan dan
Perencanaan
Pengembangan
Pelestarian
Pengembangan
Pelestarian
Sedang
Sedang
Tinggi
Sedang
L.R.N
L.K
L.K.I
L.R.I.N
Teluk Kupang
Kupang
Pengembangan
Sedang
L.R.I.N
Taman laut Lamaleta
P.Umbata
Sedang
L.R.N
Taman Laut Mali
Pantai Pede
Pantai Lasiana
Pantai Kala
P. Alor
Labuan Bajo
Kupang
Waingapu
Pengembangan dan
perencanaan
Pengembangan
Pengembangan
Pengembangan
Pengembangan
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
L.R.N
L.R.N.I
L.R
L.R
Sumber: Laporan Akhir Peta Pembangunan Pariwisata Tahun 1999-2000.
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
II - 31
L.R.I.N
L.R.I.N
L.R.N.
Tabel II-26
Realisasi Penerimaan dan Pengeluaran Daerah NTT 2000 – 2003
(Juta Rupiah)
Rincian
2000
2001
2002
DAERAH OTONOM TINGKAT I
Total Penerimaan
183,272.30
354,382.20
506,367.60
- Sisa Lebih Anggaran Tahun Lalu
10,461.90
24,306.40
140,334.70
- Bagian Pendapatan Asli Daerah
20,063.40
43,027.10
81,658,6
- Bagian Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak
12,605.60
17,126.60
20.29
140,142.30
269,922.10
264,084.30
Total Pengeluaran
- Rutin
158,605.90
61,558.20
214,274.60
157,293.60
318,404.10
187,328.90
- Pembangunan
97,047.70
56,981.00
131,075.20
24,666.40
140,107.60
187,963.50
DAERAH OTONOM TINGKAT II
Total Penerimaan
801,096.60
2,226,838.00
2,580,248.90
Total Pengeluaran
758,616.10
1,990,756.80
2,326,644.60
- Rutin
479,281.00
1,321,686.50
1,592,629.70
- Pembangunan
274,433.00
669,070.30
734,014.90
42,480.50
236,081.20
253,604.30
- Bagian Subsidi dan Bantuan
Surplus/Defisit*
Surplus/Defisit*
Sumber : BPS NTT
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
II - 32
BAB. III
KEBIJAKAN RENCANA STRUKTUR DAN POLA TATA RUANG WILAYAH
PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
3.1. Kebijakan Tata Ruang Wilayah Nasional
Kebijaksanaan dan strategi pengembangan struktur dan pola pemanfaatan ruang
wilayah Nasional mencakup : Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kawasan Lindung;
Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya; dan Kebijakan dan Strategi
Pengembangan Kawasan Tertentu.
3.1.1. Kawasan Lindung
Kebijaksanaan Nasional dalam Pengembangan Kawasan Lindung meliputi
kebijaksanaan untuk memelihara dan mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup
serta mencegah timbulnya kerusakan lingkungan hidup. Sedangkan strategi untuk
memelihara dan mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup diselenggarakan
dengan :
a. Menetapkan kawasan lindung di darat dan di lautan;
b. Mempertahankan luas kawasan berfungsi lindung dalam satu bentangan wilayah
pulau dan pesisir minimum 30% dari luas wilayah pulau, serta sesuai kondisi
ekosistem wilayah yang bersangkutan;
c. Memelihara dan mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah
timbulnya kerusakan lingkungan hidup, melalui perlindungan kawasan – kawasan di
darat, laut dan udara secara serasi dan selaras;
d. Mengembalikan fungsi kawasan lindung yang sudah terlanjur dikembangkan dan telah
terganggu fungsinya untuk tetap memelihara kesinambungan alam;
e. Kawasan lindung meliputi : kawasan yang memberikan perlindungan terhadap
kawasan bawahannya; kawasan perlindungan setempat; kawasan suaka alam;
kawasan pelestarian alam; kawasan cagar budaya; kawasan rawan bencana; kawasan
cagar alam geologi; kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah dan
kawasan lindung lainnya, yang selanjutnya dijelaskan sebagai berukut :
ƒ Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya, meliputi :
Kawasan Hutan Lindung, Kawasan Bergambut dan Kawasan Resapan air;
ƒ Kawasan Perlindungan Setempat, meliputi : Sempadan Mata Air; Sempadan
Pantai, Sempadan Sungai, Kawasan sekitar Danau atau Waduk, Embung dan
Bendung; dan Kawasan Terbuka Hijau Kota termasuk di dalamnya Hutan Kota;
ƒ Kawasan Suaka Alam, meliputi : Cagar Alam, Suaka Margasatwa;
ƒ Kawasan Pelestarian Alam, meliputi : Taman Nasional; Taman Hutan Raya; Taman
Wisata Alam;
ƒ Kawasan Cagar Budaya tidak terbagi lagi dalam kawasan yang lebih kecil.
f. Kawasan Rawan Bencana, meliputi : Kawasan Rawan Bencana Alam Banjir yang tidak
terbagi lagi dalam kawasan yang lebih kecil dan Kawasan Rawan Bencana Geologi,
yang mencakup : Kawasan Rawan Gerakan Tanah, Bencana Gunung Api, Gempa
Bumi, Patahan, Tsunami, Abrasi, Lahar dan Bahaya Gas Beracun;
g. Kawasan Cagar Alam Geologi, mencakup : Kawasan Keunikan Batuan dan Fosil,
Kawasan Keunikan Bentang Alam, dan Kawasan Keunikan Proses Geologi;
h. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah mencakup : Kawasan
resapan (imbuhan) air tanah dan mata air serta sempadan mata air;
i. Kawasan Lindung Lainnya, meliputi : Taman Buru, Cagar Biosfir, Kawasan
Perlindungan Plasma Nutfah, Kawasan Pengungsian Satwa, Kawasan Pantai Berhutan
Bakau, dan Kawasan perlintasan bagi jenis biota laut yang dilindungi.
3.1.2. Kawasan Budidaya
Kebijaksanaan pengembangan dan pengelolaan kawasan budidaya diselenggarakan
untuk mewujudkan keterpaduan dan keterkaitan antar kegiatan. Strategi pengembangan
dan pengelolaan kawasan budidaya diselenggarakan dengan : (a) Menetapkan kawasan
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
III - 1
budidaya untuk pemanfaatan sumberdaya alam di darat maupun dilaut secara sinergis
untuk mewujudkan keseimbangan pemanfaatan ruang wilayah; (b) Mengembangkan
kegiatan – kegiatan budidaya beserta prasarana penunjangnya baik di darat maupun di
laut secara sinergis; (c) Mengembangkan dan mempertahankan kawasan budidaya
pertanian pangan Nasional; (d) Mengembangkan kegiatan untuk ketahanan budidaya
pengelolaan sumberdaya alam laut yang bernilai ekonomi di ZEE dan landas kontinen;
dan (e) Mengendalikan masalah perkotaan.
a. Kawasan yang diperuntukan sebagai kawasan hutan produksi, yaitu kawasan hutan
yang mempunyai fungsi pokok memproduksi berbagai hasil hutan;
b. Kawasan yang diperuntukan sebagai kawasan hutan rakyat, yaitu kawasan hutan yang
tidak terbagi lagi menjadi kawasan yang lebih kecil;
c. Kawasan yang diperuntukan sebagai pertanian, meliputi :
ƒ kawasan budidaya tanaman pangan;
ƒ kawasan budidaya holtikultura;
ƒ kawasan budidaya perkebunan;
ƒ kawasan budidaya peternakan.
d. Kawasan yang diperuntukan sebagai kawasan perikanan meliputi wilayah pesisir dan
laut, yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan perikanan;
e. Kawasan yang diperuntukan sebagai kawasan pertambangan meliputi peruntukan
ruang dengan potensi pengembangan bahan-bahan galian yang dibagi atas tiga
golongan, yaitu golongan bahan galian strategis, bahan galian vital, atau golongan
bahan galian yang tidak termasuk dalam kedua golongan diatas;
f. Kawasan yang diperuntukan sebagai kawasan industri merupakan kawasan yang
dikembangkan bagi berbagai kegiatan industri;
g. Kawasan yang diperuntukan sebagai kawasan pariwisata merupakan kawasan dengan
luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata;
h. Kawasan yang diperuntukan sebagai kawasan permukiman meliputi kawasan yang
didominasi oleh lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal;
i. Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih efisien maka ditetapkan
kawasan andalan, yaitu kawasan yang mengupayakan pengembangan sektor-sektor
unggulan secara terpadu, untuk keselarasan pengembangan antar wilayah dan antar
sektor.
3.1.3. Kawasan Tertentu
Kebijaksanaan pengembangan kawasan tertentu diselenggarakan untuk mewujudkan
prioritas dan tingkat penanganan yang diutamakan dalam pembangunan Nasional. Strategi
pengembangan kawasan tertentu diselenggarakan dengan :
a. Menetapkan kawasan tertentu;
b. Konservasi/perlindungan dan pengembangan potensi sosial budaya masyarakat dalam
memperkuat keanekaragaman jati diri bangsa;
c. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi Nasional dan atau peningkatan manfaat ruang di
wilayah
sekaligus mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal dan sangat
tertinggal meliputi upaya-upaya : Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan berbasis
potensi sumberdaya alam dan sector/komoditas unggulan sebagai penggerak utama
pengembangan wilayah, Penyediaan insentif dan penyederhanaan prosedur perijinan
investasi, Pengelolaan dan promosi peluang investasi kawasan, dan Penyediaan
dukungan infrastruktur;
d. Pendayagunaan sumberdaya alam dan teknologi tinggi strategis;
e. Melestarikan fungsi dan meningkatkan daya dukung lingkungan melalui upaya-upaya
konservasi/perlindungan dan peningkatan fungsi dan peranannya;
f. Menunjang kepentingan politik dan pertahanan keamanan negara serta integrasi
Nasional.
Pola pemanfaatan ruang menggambarkan pula sebaran kawasan tertentu. Kawasan
tertentu meliputi kawasan tertentu dari sudut kepentingan :
ƒ sosial budaya bangsa;
ƒ pertumbuhan ekonomi nasional;
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
III - 2
ƒ
ƒ
ƒ
pendayagunaan sumberdaya alam dan teknologi tinggi strategis;
politik dan pertahanan negara serta integritas nasional;
fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.
3.1.4. Percepatan Pembangunan Daerah
Dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi di wilayah Propinsi Nusa
Tenggara Timur, percepatan pertumbuhan kawasan tertinggal serta perkuatan struktur
wilayah dilaksanakan melalui : Pengembangan sistem pusat permukiman, Pengembangan
sistem jaringan transportasi wilayah, Pengembangan tenaga listrik, Pengembangan sistem
jaringan telekomunikasi, dan Pengembangan sistem prasarana sumberdaya air.
a. Pusat Kegiatan Permukiman
Pengembangan sistem pusat permukiman meliputi pengembangan pusat permukiman
perkotaan dan pusat permukiman perdesaan. Pusat permukiman perkotaan terdiri
atas Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), dan Pusat
Kegiatan Lokal (PKL).
1. Pusat Kegiatan Nasional (PKN) adalah kawasan perkotaan yang memenuhi salah
satu atau semua kriteria, meliputi :
ƒ berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama kegiatan ekspor-impor atau
pintu gerbang ke kawasan internasional;
ƒ berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa-jasa
berskala nasional atau yang melayani beberapa propinsi;
ƒ berpotensi atau berfungsi sebagai simpul utama transportasi skala nasional
atau yang melayani beberapa propinsi;
ƒ berpotensi atau berfungsi sebagai pusat utama pelayanan lintas batas antar
Negara di kawasan perbatasan;
2. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) adalah kawasan perkotaan yang memenuhi salah
satu atau semua kriteria, meliputi :
ƒ berpotensi atau berfungsi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa-jasa yang
melayani beberapa kabupaten;
ƒ berpotensi atau berfungsi sebagai simpul transportasi yang melayani
beberapa kabupaten;
ƒ berpotensi atau berfungsi sebagai simpul kedua kegiatan ekspor-impor
mendukung PKN.
3. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) adalah kawasan perkotaan yang memenuhi salah
satu atau semua kriteria, meliputi :
ƒ berpotensi atau berfungsi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa-jasa yan
melayani satu kabupaten atau beberapa kecamatan;
ƒ berpotensi atau berfungsi sebagai simpul transportasi yang melayani satu
kabupaten atau beberapa kecamatan.
b. Sistem Transportasi
Pengembangan sistem jaringan transportasi mencakup sistem jaringan transportasi
darat, sistem jaringan transportasi laut, dan sistem jaringan transportasi udara.
Sistem Jaringan Transportasi Darat mencakup jaringan jalan, jaringan transportasi
jalan serta jaringan transportasi penyeberangan. Sistem Jaringan Transportasi Laut
mencakup pelabuhan laut dan alur pelayaran, sedangkan Sistem Jaringan
Transportasi Udara mencakup jaringan rute penerbangan yang membentuk suatu
sistem angkutan udara.
Jaringan jalan terdiri dari jaringan arteri primer dan jaringan kolektor primer. Jaringan
jalan arteri primer dikembangkan secara menerus dan berhirarki berdasarkan
kesatuan sistem orientasi geografisnya untuk menghubungkan antar PKN, antara PKN
di wilayah perbatasan dengan pusat kegiatan di Negara tetangga, dan antara PKN
dengan PKW. Jaringan kolektor primer dikembangkan untuk menghubungkan antar
PKW dan antara PKW dengan PKL.
Jaringan transportasi penyeberangan meliputi jaringan lintas penyeberangan yang
dikembangkan untuk menghubungkan jaringan jalan yang terpisah oleh laut dan
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
III - 3
tatanan kepelabuhanan nasional, yang mencakup pelabuhan penyeberangan dan
lintas penyeberangan.
Sistem jaringan transportasi laut mencakup tatanan kepelabuhanan nasional dan
jaringan pelayaran angkutan laut.
Sistem jaringan transportasi udara meliputi tatanan bandar udara dan ruang lalu
lintas udara.
c. Jaringan Listrik
Pengembangan penyediaan tenaga listrik berupa penelitian dan pengembangan
sumber-sumber energi listrik yang ada dan energi alternatif, pusat pembangkit listrik,
sistem jaringan transmisi dan distribusi, jaringan terinterkoneksi dan jaringan
terisolasi inter dan antar wilayah propinsi dan atau kabupaten. Sasaran pengelolaan
sistem jaringan transmisi tenaga listrik diselenggarakan untuk :
ƒ meningkatkan pelayanan pengembangan penyediaan tenaga listrik nasional dalam
pengembangan wilayah propinsi;
ƒ meningkatkan
pelayanan
jaringan
terinterkoneksi
kelistrikan
dalam
pengembangan wilayah propinsi;
ƒ meningkatkan pelayanan penyediaan tenaga listrik dalam wilayah terisolasi dalam
pengembangan wilayah propinsi.
d. Jaringan Telekomunikasi
Pengembangan sistem jaringan telekomunikasi meliputi pengembangan stasiun bumi
dan pengembangan jaringan transmisi. Pengembangan stasiun bumi dilaksanakan
untuk memberikan pelayanan jasa telekomunikasi di seluruh wilayah sedangkan
pengembangan jaringan transmisi dilaksanakan untuk melayani jasa telekomunikasi
di seluruh wilayah. Kriteria dan prioritas pengembangan jaringan telekomunikasi
ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang telekomunikasi sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pola pengelolaan sistem jaringan
telekomunikasi bertujuan untuk penyediaan informasi yang handal dan cepat
diseluruh wilayah dalam perwujudan struktur ruang wilayah propinsi. Sasaran
pengelolaan sistem jaringan telekomunikasi diselenggarakan untuk :
ƒ meningkatkan penyediaan dan akses informasi dari dan ke seluruh pelosok
wilayah dan akses ke wilayah nasional;
ƒ meningkatkan penyediaan dan akses informasi dari dan ke luar negeri.
e. Sumberdaya Air
Pengembangan sistem prasarana sumberdaya air berupa penetapan wilayah sungai
yang berperan mendukung pengembangan kawasan budidaya dan sistem pusat
permukiman, perlindungan dikawasan tangkapan air dan daerah aliran sungai kritis.
Pola pengelolaan sistem prasarana sumberdaya air bertujuan untuk penyediaan air
baku yang berkelanjutan di seluruh wilayah untuk mendukung pengembangan
wilayah dan kota dalam kerangka perwujudan struktur ruang wilayah Propinsi.
Sasaran pengelolaan sistem prasarana sumberdaya air diselenggarakan untuk :
ƒ meningkatkan kualitas wilayah sungai bagi penyedian air baku bagi kawasan
pengembangan;
ƒ meningkatkan kualitas sistem prasarana sumberdaya air.
3.2. Pokok-Pokok Permasalahan Wilayah Nusa Tenggara Timur
3.2.1. Permasalahan Struktur Tata Ruang Dalam Lingkup Eksternal
Propinsi Nusa Tenggara Timur dalam kerangka Tata Ruang Nasional merupakan salah
satu Propinsi dalam wilayah Regional Nusa Tenggara dengan karakteristik spesifik yaitu
Propinsi Kepulauan. Sebagai wilayah kepulauan maka secara geografis dan sosial ekonomi
memiliki berbagai aspek kelemahan yang lebih menonjol dari wilayah lainnya yang berada
dalam satu wilayah daratan.
Berdasarkan aspek geografis dan sosial ekonomi
teridentifikasi permasalahan yang dihadapi oleh Propinsi Nusa Tenggara Timur adalah
sebagai berikut :
a. Secara ekonomi sebagian besar wilayah memiliki akses yang sangat terbatas terkait
dengan adanya konsentrasi pusat-pusat kegiatan ekonomi di kota-kota Pulau Jawa dan
Wilayah Indonesia Bagian Barat lainnya;
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
III - 4
b. Masalah kurang berkembangnya atau masih rendahnya intensitas perhubungan,
karena masih terbatasnya prasarana dan sarana transportasi dalam skala regional dan
Nasional, khususnya untuk perhubungan laut. Dimana sebagian besar wilayah Propinsi
Nusa Tenggara Timur merupakan kepulauan atau terdiri dari pulau-pulau yang satu
sama lain terpisahkan oleh laut;
c. Masalah perbatasan merupakan permasalahan yang serius, karena hal ini menyangkut
permasalahan perekonomian (adanya usaha kerja sama eksplorasi minyak dengan
Australia), serta permasalahan stabilitas Nasional maupun regional. Untuk mendukung
tercapainya tujuan tersebut, perlu didukung oleh prasarana dan sarana penunjang
yang memadai;
d. Masalah rata-rata pendapatan yang relatif masih rendah. Sumbangan PDRB Propinsi
Nusa Tenggara Timur relatif kecil terhadap pembentukan PDRB Nasional, demikian
juga tingkat pertumbuhannya masih dibawah rata-rata Nasional.
3.2.2 Permasalahan Internal
Disamping permasalahan eksternal maka wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur
menghadapi permasalahan internal yang tidak kalah serius bila dibandingkan dengan
permasalahan eksternal.
Kriteria atau dasar penilaian permasalahan ini lebih menitikberatkan pada permasalahan
perekonomian dengan anggapan bahwa perkembangan perekonomian yang baik perlu
didukung oleh sarana dan prasarana pendukung yang baik pula. Berdasarkan anggapan
atau kriteria tersebut di atas, maka penilaian permasalahan pada skala internal, dengan
melihat hasil analisis adalah :
a. Masalah ketimpangan antar Kabupaten dimana dalam perkembangannya tidak sama,
baik mengenai kondisi sosial dan ekonominya, maupun infrastruktur yang ada;
b. Sistem transportasi darat masih kurang berfungsi secara optimal. Hal ini dikarenakan
masih kurangnya prasarana dan sarana perhubungan darat antar Propinsi, maupun
antar Kabupaten dengan pusat-pusat produksi di belakangnya (hinterland). Bila
dikaitkan dengan struktur tata ruang yang ada, maka keterkaitan antar kota
Kabupaten, maupun antar kota Kabupaten dengan kota-kota kecil di daerah
hinterlandnya masih rendah karena masih terbatasnya sarana dan prasarana
perhubungan darat;
c.
Kondisi geografis yang dimiliki oleh wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur, yang
sebagian besar memiliki tingkat kelerengan yang curam dan topografi yang bervariasi,
membutuhkan biaya pembangunan yang tinggi, khususnya pembangunan prasarana
perhubungan darat sebagai urat nadi dalam mendukung pengembangan kegiatan
produksi di kantung-kantung produksi yang letaknya sebagian besar masih terisolir;
d. Belum dioptimalkannya sarana dan prasarana pelabuhan laut dalam mendukung
pembangunan ekonomi, dimana pelabuhan tersebut merupakan salah satu pintu
gerbang bagi keluar masuknya barang;
e. Kualitas Sumber Daya Manusia yang sebagian besar masih relatif rendah,
menyebabkan permasalahan dalam mendukung kegiatan produksi;
f.
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, terlihat masih banyak overlap (tumpang
tindih) penggunaan lahan dari berbagai kepentingan yang berbeda, khususnya
tumpang tindih pemanfaatan kawasan budi daya yang dipergunakan antar
kepentingan yang berbeda;
g. Masalah iklim/cuaca, dimana curah hujan relatif rendah, sehingga cadangan sumber
air di Propinsi Nusa Tenggara Timur relatif rendah, sehingga pada gilirannya akan
menghambat seluruh kegiatan yang ada baik pertanian maupun non pertanian;
h. Diperkirakan dengan semakin berkembangnya kegiatan ekonomi non pertanian akan
membutuhkan air dalam kapasitas yang relatif besar. Sementara itu cadangan air
permukaan yang ada diperkirakan relatif kecil;
i.
Adanya daerah perbatasan dengan daerah encalave distrik Ambenu Negara Timor
Leste yang secara sosial ekonomi orientasinya lebih dekat pada Propinsi Nusa
Tenggara Timur, tetapi secara administratif wilayah tersebut masuk wilayah Negara
Timor Leste;
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
III - 5
j.
k.
3.3
Keadaan sumber daya ekonomi, khususnya lahan pertanian pada umumnya dengan
skala relatif kecil sehingga secara ekonomis pengembangannya kurang
menguntungkan;
Cara hidup penduduk yang pada umumnya masih belum mendukung kelestarian alam
menyebabkan makin banyak lahan kritis.
Tujuan Pengembangan Tata Ruang
Bertitik tolak dari tujuan utama penyusunan RTRW Propinsi, yaitu sebagai upaya untuk
memadukan berbagai kepentingan, khususnya sektoral dan kepentingan di daerah agar
tidak terjadi benturan-benturan pengelolaan dalam upaya pemanfaatan ruang yang terbatas
sifatnya, maka dalam merumuskan tujuan pengembangan tata ruang dari RTRW Propinsi
Nusa Tenggara Timur haruslah mengacu pada tujuan, strategi dan sasaran yang akan
dicapai seperti yang telah dijabarkan pada Pola Dasar Pembangunan Daerah Propinsi Nusa
Tenggara Timur.
Berpangkal dari Pola Dasar sebagai acuan, maka tujuan pengembangan tata ruang harus
melihat sasaran yang akan dicapai oleh Propinsi Nusa Tenggara Timur baik dalam jangka
menengah maupun jangka panjang. Dalam jangka panjang Propinsi Nusa Tenggara Timur
mempunyai target dan sasaran pembangunan bidang ekonomi untuk menciptakan keadaan
perkonomian daerah yang seimbang antara kegiatan pertanian, industri dan kegiatan jasa.
Dengan melihat tujuan dan sasaran pada Pola Dasar serta permasalahan yang dihadapi baik
permasalahan internal maupun eksternal, maka langkah yang ditempuh dalam
pengembangan tata ruang adalah :
1. Pemerataan pertumbuhan ekonomi di semua Kabupaten/Kota dengan tahap awal
meningkatkan peran sektor/subsektor unggul (leading sector) dalam mendukung
pembangunan ekonomi. Diharapkan pengembangan sektor unggulan ini akan membawa
multiplier effect pada kegiatan ikutannya.
2. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi Propinsi Nusa Tenggara Timur untuk mengurangi
kesenjangan dengan Propinsi lain. Hal ini disebabkan tingkat pertumbuhan ekonomi di
Propinsi Nusa Tenggara Timur relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan rata-rata
pertumbuhan ekonomi tingkat nasional. Sehingga prioritas peningkatan pertumbuhan
ekonomi sangat dibutuhkan untuk mengejar keterbelakangan perkembangan bila
dibandingkan dengan Propinsi lain.
Guna mendukung tujuan dan sasaran tersebut di atas, maka langkah-langkah yang di
tempuh adalah mengembangkan kebijakan atau tujuan baik secara internal maupun
eksternal. Tujuan secara eksternal dikembangkan dan dikaitkan dengan permasalahan
eksternal yang dihadapi oleh Propinsi Nusa Tenggara Timur. Berangkat dari kondisi ini maka
tujuan yang harus dicapai dalam lingkup eksternal meliputi :
1. Membuka wilayah yang masih terisolasi terhadap hubungan dengan Propinsi lain sekitar,
khususnya dalam pengembangan bidang ekonomi. Bila dilihat keadaan geografis wilayah
Nusa Tenggara Timur, maka kebijakan awal dalam membuka keterisolasian Propinsi NTT
adalah dengan jalan membuka dan meningkatkan peran dari pelabuhan-pelabuhan laut.
Hal ini berangkat dari kondisi yang ada saat sekarang, dimana potensi yang layak dalam
mendukung pengembangan perekonomian di Propinsi NTT melalui peningkatan peran
perhubungan laut, sebagai modal utama dalam mendukung
pergerakan. Dasar
pertimbangan untuk lebih meningkatkan peran perhubungan laut di wilayah ini adalah
pertimbangan keuntungan ekonomi. Hal ini disebabkan perhubungan darat hanya
menghubungkan daerah-daerah dalam lingkup internal itupun dalam skala yang masih
terbatas. Sedangkan transportasi udara membutuhkan dana yang relatif besar untuk
pengembangannya dan kapasitas yang diangkut relatif sedikit;
2. Meningkatkan pengawasan terhadap daerah perbatasan, hal ini berkaitan dengan
kepentingan pertahanan dan keamanan. Sedangkan dibidang pertahanan dan keamanan
perlunya perhatian yang serius akan keamanan regional maupun nasional;
3. Meningkatkan peran perhubungan laut dengan lebih meningkatkan fungsi dan peran dari
tiap-tiap pelabuhan dalam mendukung peningkatan pengiriman barang-barang hasil
produksi Propinsi NTT. Peningkatan peran perhubungan laut berkaitan erat dengan
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
III - 6
karakteristik geografisnya yang terdiri dari pulau-pulau dan sebagian besar wilayahnya
berupa lautan.
Untuk tujuan dalam skala internal Propinsi Nusa Tenggara Timur, bertitik tolak dari
permasalahan yang dihadapi maka tujuan yang akan dikembangkan meliputi :
1. Pemantapan kawasan yang berfungsi lindung, guna menjaga dan melestarikan
keseimbangan lingkungan;
2. Adanya penetapan yang tegas dalam pemanfaatan lahan budidaya dan lindung,
sehingga nantinya tidak terdapat tumpang tindih pemanfaatan dan penggunaan lahan
baik antara penggunaan untuk budidaya dan lindung maupun tumpang tindih antara
yang berbeda kepentingan;
3. Meningkatkan keseimbangan pemanfaatan lahan untuk kegiatan budidaya dan kawasan
lindung, agar tercapai suatu keseimbangan lingkungan yang akan menghindari
kerusakan ekosistem serta tercapainya upaya pembangunan berkelanjutan;
4. Mengoptimalkan pemanfaatan potensi dan sumber daya wilayah dengan memperhatikan
prinsip pembangunan yang berkelanjutan;
5. Mewujudkan sistem kota-kota dengan hirarki yang lebih teratur. Hal ini berkaitan dengan
sistem pelayanan yang akan diemban oleh masing-masing kota. Dimana nantinya
diharapkan adanya tingkatan pelayanan, dari tingkat terendah hingga tingkat tertinggi;
6. Meningkatkan peran transportasi baik darat maupun laut. Sebagai daerah kepulauan
maka transportasi utama adalah darat dan laut. Transportasi darat untuk
menghubungkan aktivitas dalam satu pulau, sedangkan transportasi laut untuk
memudahkan hubungan antar pulau;
7. Menciptakan sistem jaringan transportasi intra wilayah maupun antar wilayah yang
mampu menjamin kelancaran hubungan antar Propinsi, antar pulau dan antar kota.
Antara kota dengan wilayah belakangnya maupun antar wilayah pembangunan sehingga
membentuk kesatuan wilayah yang mampu mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya
dan peluang-peluang yang ada;
8. Lebih meningkatkan dan mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan, dengan sasaran
utama menggembangkan kegiatan yang diperkirakan potensial dan dianggap sebagai
sektor unggul, sebagai prioritas utama untuk dikembangkan;
9. Setelah mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan tahap selanjutnya mengembangkan
pusat-pusat kegiatan ekonomi sebagai langkah untuk menciptakan pemerataan
pertumbuhan ekonomi;
10. Mengembangkan dan memanfaatkan seoptimal mungkin kawasan-kawasan prioritas
yang ada untuk memacu perkembangan wilayah Nusa Tenggara Timur secara
keseluruhan.
3.4
3.4.1
Pendekatan Konseptual Pengembangan Tata Ruang Propinsi NTT
Dalam usaha mencapai tujuan-tujuan pengembangan tata ruang di atas, maka dalam
penyusunan RTRWP ini diperlukan dasar-dasar pendekatan yang secara konseptual dapat
dijabarkan baik dalam skala eksternal (antar wilayah) maupun secara internal (intra wilayah
atau dalam wilayah Propinsi NTT). Pendekatan konseptual ini merupakan titik tolak dalam
penentuan strategi-strategi yang digunakan dalam mencapai tujuan-tujuan pengembangan
tata ruang di Propinsi Nusa Tenggara Timur.
Konsepsi Pengembangan Tata Ruang Propinsi Nusa Tenggara Timur Dalam
Konteks Eksternal.
Dasar pengembangan ini dikaitkan dengan peran serta kedudukan Propinsi Nusa
Tenggara Timur baik dalam lingkup regional (Kawasan Timur Indonesia), maupun dalam
lingkup Nasional, serta perkiraan adanya pusat kegiatan perekonomian di Wilayah Pasifik
(Pasifik Basin) dimasa mendatang.
Berdasarkan gambaran diatas, maka konsep pengembangan tata ruang Propinsi Nusa
Tenggara Timur dalam lingkup eksternal, akan melihat potensi baik secara fisik (letak
geografis), maupun secara ekonomis, yang meliputi :
1. Hubungan antara Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan wilayah lainnya banyak
dilakukan melewati hubungan laut;
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
III - 7
2. Pelabuhan laut di Nusa Tenggara Timur akan mempunyai peran yang sangat penting
dalam mendukung pergerakan barang dan orang dari dan ke-Propinsi NTT. Hal ini
diperkuat dengan usaha-usaha pengembangan dan melengkapi prasarana dan sarana
penunjang pelabuhan-pelabuhan di Propinsi Nusa Tenggara Timur;
3. Secara spatial hubungan antar kota baik dalam skala regional (KTI), maupun dalam
skala nasional banyak dilakukan melewati laut;
4. Dengan adanya perkiraan pergeseran kegiatan ekonomi dunia menuju Pasifik (Pasifik
Basin), Propinsi NTT mempunyai keuntungan komparatif, karena jarak relatif dekat,
sehingga dengan mudahnya berhubungan dengan negara lain yang berada di sekitar
Samudera Pasifik, khususnya hubungan dalam bidang ekonomi.
Berdasarkan atas pertimbangan-pertimbangan di atas, maka konsesi pengembangan tata
ruang makro akan diarahkan pada membuka kendala keterisolasian wilayah dengan
mengembangkan kota-kota pelabuhan di masing-masing pulau agar memiliki kesempatan
yang sama untuk berinteraksi dengan wilayah lainnya di bagian Indonesia Barat yang
relatif lebih maju. Hal ini disebabkan karena masing-masing pulau memiliki interaksi dan
orientasi keluar dengan daerah yang berbeda. Sehingga diharapkan dengan makin
terbukanya masing-masing pulau-pulau tersebut akan makin memudahkan perjalan
perkembangan dari wilayah-wilayah di Indonesia Bagian Barat yang relatif maju serta
mendorong untuk memacu perkembangan wilayah Nusa Tenggara Timur secara
keseluruhan.
3.4.2
Konsepsi Pengembangan Tata Ruang Propinsi Nusa Tenggara Timur Dalam
Konteks Internal.
Dalam usaha menyusun suatu konsep pengembangan secara internal di wilayah
Propinsi Nusa Tenggara Timur, maka tahap awal perlu mengetahui potensi yang dimiliki,
permasalahan yang dihadapi, tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dalam jangka panjang
seperti yang tercantum dalam Pola Dasar Daerah Nusa Tenggara Timur.
Dilihat dari potensinya maka Propinsi Nusa Tenggara Timur potensial untuk dikembangkan
sektor pertanian (padigogo), pariwisata, budidaya mutiara, minyak (tunai gap). Dalam
pembudidayaannya haruslah memperhatikan keseimbangan lingkungan, yaitu perlu
mempertimbangkan kelestarian lindung dengan acuan Keppres No. 32 Tahun 1990.
Dengan melihat kebijaksanaan sektoral serta hasil analisis yang telah dilakukan maka
konsep pengembangan struktur tata ruang perlu, memperhatikan faktor-faktor :
ƒ Kendala fisik alam dalam upaya pengembangan lahan budidaya (produksi/fisik binaan);
ƒ Hirarki kota yang disesuaikan skala pelayanan dalam lingkup wilayah;
ƒ Pola distribusi kota;
ƒ Tingkat aksesibilitas kota baik untuk hubungan antar kota maupun dengan
hiterlandnya;
ƒ Fungsi dan peran kota perlu ditingkatkan dalam mendukung kegiatan perekonomian;
ƒ Pengembangan kegiatan ekonomi di daerah hiterland yang merupakan kantongkantong produksi.
Khususnya dalam pengembangan kota-kota dan hirarki kota perlu diperhatikan secara
saksama, sebab seperti yang telah dijabarkan di atas kota sebagai pusat pertumbuhan,
pusat kegiatan ekonomi (jasa dan perdagangan) sehingga pengembangan fungsi, peran
dan hirarki kota sekarang terkait dengan kegiatan-kegiatan dibelakangnya sehingga secara
ekonomi akan lebih menguntungkan dalam meningkatkan kegiatan perekonomian di
daerah belakang.
Sehingga pengembangan hirarki kota, fungsi kota dan tingkat aksesibilitas akan
memegang peran penting dalam peningkatan kegiatan dan skala produksi bagi
perekonomian di daerah belakangnya.
Dengan melihat faktor-faktor tersebut di atas maka pentingnya hirarki, fungsi kota serta
tingkat aksesibilitas antar kota maupun antar kota dengan wilayah belakangnya, maka
konsepsi pengembangan di masa datang (15 tahun mendatang), meliputi :
ƒ Memantapkan fungsi lindung pada kawasan yang secara fisik perlu dilestarikan atau
mempunyai limitasi untuk dikembangkan/dibudidayakan, baik berupa hutan lindung
maupun kawasan suaka alam;
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
III - 8
ƒ Memantapkan kawasan budidaya baik untuk kegiatan hutan produksi maupun kawasan
pertanian tanaman pangan, perikanan, peternakan dan perkebunan berdasarkan
kesesuaian lahan;
ƒ Pola pengembangan sistem hirarki kota guna meningkatkan struktur pelayanan atau
sebagai pusat pertumbuhan khususnya terhadap daerah belakangnya maupun sebagai
pusat permukiman;
ƒ Pengembangan transportasi darat khususnya diarahkan untuk lebih meningkatkan
hubungan antar Ibukota Kabupaten, maupun Ibukota Kabupaten dengan daerah
belakangnya baik melalui pengembangan jaringan jalan maupun transportasi
penyeberangan;
ƒ Pengembangan transportasi laut dilakukan dengan meningkatkan peran pelabuhanpelabuhan laut yang ada serta upaya pengadaan kapal baik tradisional maupun modern
guna mendukung pergerakan antar pulau khususnya pergerakan barang;
ƒ Peningkatan fungsi kota, khususnya kota-kota Kabupaten dalam mendukung kegiatan
perekonomian, serta guna memacu pertumbuhan ekonomi;
ƒ Konsep pengembangan wilayah di Propinsi Nusa Tenggara Timur dititik beratkan pada
kegiatan koleksi distribusi di setiap pulau (terutama pulau-pulau utama atau besar),
baik untuk kegiatan di dalam pulau, antar pulau (dalam Propinsi NTT), maupun
kegiatan antar pulau (regional), melalui pengembangan pusat-pusat kegiatan ekonomi
yang mendukung kegiatan koleksi distribusi tersebut.
Bila dilihat dari keadaan geografis serta pertimbangan ekonomi, maka titik berat
pengembangan kegiatan-kegiatan ekonomi di prioritaskan pada pengembangan
pelabuhan-pelabuhan laut. Usaha pengembangan pelabuhan laut tersebut disertai usaha
perbaikan jaringan transportasi ke daerah belakang (hiterland) yang menjadi wilayah
pelayanan yang dapat dijangkau dari masing-masing pelabuhan.
Upaya perbaikan jaringan transportasi tersebut dilakukan dengan jalan memperbaiki
ataupun membangun jalan dari pelabuhan laut ke pusat-pusat produksi yang menjadi
wilayah pelayanannya. Hal tersebut dimaksudkan untuk lebih merangsang dan
meningkatkan kegiatan-kegiatan produksi di daerah belakang, khususnya bagi daerahdaerah belakang yang sampai saat sekarang belum berproduksi secara optimal. Secara
ekonomi, setiap pelabuhan laut mempunyai wilayah pelayaran (jangkauan pelayaran)
terhadap daerah belakang (pusat-pusat produksi) pada rentang yang masih
menguntungkan. Sehingga akan terbentuk suatu sistem pelayaran dari setiap pelabuhan
ke daerah hiterland dengan jangkauan yang berbeda-beda tergantung dengan besarkecilnya pelabuhan dan tingkat kemudahan pergerakan/aksesibilitas dari pelabuhan laut ke
daerah belakang tersebut.
Pengembangan pelabuhan laut untuk lebih memacu kegiatan ekonomi yang berorientasi
ke eksport, maka diupayakan adanya spesialisasi kegiatan dari setiap pelabuhan laut, hal
ini tentunya sangat tergantung dari potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah
belakang yang menjadi pelayanan dari setiap pelabuhan. Dengan melihat keadaan
geografis dan topografis Propinsi Nusa Tenggara Timur, maka akan dikembangkan kotakota pelabuhan untuk kegiatan skala nasional, regional maupun local sebagai berikut :
a. Kota dengan Skala Kegiatan Nasional :
ƒ Kota Kupang sebagai Kota Propinsi;
ƒ Kota Maumere, Kabupaten Sikka;
ƒ Kota Labuhan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat;
ƒ Waingapu, Kabupaten Sumba Timur.
b. Kota dengan Skala Kegiatan Wilayah :
ƒ Kota Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan;
ƒ Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara;
ƒ Baa, Kabupaten Rote Ndao;
ƒ Kalabahi, Kabupaten Alor;
ƒ Kota Ende, Kabupaten Ende;
ƒ Larantuka, Kabupaten Flores Timur;
ƒ Bajawa, Kabupaten Ngada;
ƒ Ruteng, Kabupaten Manggarai;
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
III - 9
ƒ Lewoleba, Kabupaten Lembata;
ƒ Waikabubak, Kabupaten Sumba Barat;
ƒ Waitabula, Kabaten Sumba Barat;
ƒ Reo, Kabupaten Manggarai;
ƒ Marapokot, Kabupaten Ngada;
ƒ Betun, Kabupaten Belu;
ƒ Aesesa/Mbay, Kabupaten Ngada.
c. Kota dengan Skala Kegiatan Lokal :
Kota-kota kecamatan yang ada di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur.
Kota-kota pelabuhan tersebut saat ini telah ada, dan ada yang akan dikembangkan lebih
lanjut disesuaikan dengan fungsi yang akan diemban. Sedangkan kota-kota pelabuhan
yang akan dikembangkan, Yaitu :
Ende (Kabupaten Ende);
Aimere (Kabupaten Ngada);
Atapupu (Kabupaten Belu);
Tenau (Kota Kupang);
Waingapu (Kabupaten Sumba Timur);
Waikelo (Kabupaten Sumba Barat);
Seba (Pulau Sabu);
Ba’a (Kabupaten Rote Ndao);
Wini (Kabupaten TTU).
Sementara itu kota-kota pelabuhan yang sampai saat ini belum berkembang (yaitu yang
berada disebelah Selatan Pulau Timor dan Sumba), dalam kurun jangka pendek belum
mendesak untuk dikembangkan. Hal ini dimungkinkan karena diperkirakan penggunaan
pelabuhan yang ada masih mampu menampung produksi daerah kantung-kantung
produksi yang ada di wilayah masing-masing pelabuhan tersebut, dan dimasa mendatang
bila secara ekonomi sudah tidak menguntungkan, maka perlunya membangun pelabuhan di
tempat tersebut. Penentuan fungsi yang diemban dari masing-masing kota, khususnya
kota-kota pelabuhan laut, sangat tergantung dari kegiatan produksi di wilayah pelayanan
dari masing-masing pelabuhan laut, sangat tergantung dari kegiatan produksi di wilayah
masing-masing pelabuhan laut. Penentuan fungsi ini dapat didekati dengan melihat
kawasan-kawasan prioritas yang menjadi wilayah pelayanan dari setiap pelabuhan laut
tersebut. Untuk penentuan hirarki kota, dapat diperkirakan dengan melihat prospek
perkembangannya setiap kota, dilihat dari aktivitas/kegiatan ekonomi yang diemban dari
setiap kota.
Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat diperkirakan kota-kota pelabuhan akan lebih
berkembang bila dibandingkan dengan kota-kota bukan pelabuhan, hal ini berkaitan
dengan adanya kebijaksanaan pengembangan kegiatan ekonomi yang menitikberatkan
kegiatan eksport. Kebijaksanaan pengembangan kota-kota pelabuhan dilakukan dengan
melihat pulau-pulau utama (Pulau Timor, Pulau Flores dan Pulau Sumba) serta pulau-pulau
kecil dengan kriteria :
ƒ
Di setiap pulau utama terdapat kota berorde/hirarki I atau Kota Pusat Kegiatan
Nasional guna lebih memacu pertumbuhan ekonomi;
ƒ
Di setiap pulau kecil terdapat kota orde/hirarki III atau Pusat Kegiatan Lokal, agar
perkembangan ekonomi di pulau tersebut tidak jauh tertinggal dengan kegiatan
ekonomi di Pulau Utama.
Dengan melihat kriteria tersebut di atas, maka konsep pengembangan wilayah dengan titik
berat pada penekanan pelabuhan laut yang didukung oleh kegiatan di daerah belakangnya
sebagai langkah untuk meningkatkan kegiatan eksport, terbentuk perwilayahan
pembangunan meliputi 3 WP, yaitu :
ƒ
WP I, meliputi Kota Kupang, Kabupaten Rote Ndao, Alor, Kupang, Kabupaten Timor
Tengah Selatan, Kabupaten Timor Tengah Utara dan Kabupaten Belu;
ƒ
WP II, meliputi Kabupaten Lembata, Flores Timur, Sikka, Ende, Ngada, Manggarai dan
Manggarai Barat;
ƒ
WP III, meliputi Kabupaten Sumba Barat dan Kabupaten Sumba Timur.
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
III - 10
3.5
Strategi Pengembangan Tata Ruang Propinsi NTT
Strategi yang dipakai dalam pengembangan tata ruang Propinsi Nusa Tenggara Timur,
berangkat dari tujuan yang akan dicapai dari penyusunan Review RTRWP, yaitu memadukan
kegiatan sektoral dan kegiatan daerah, agar terintegrasi, serasi dan tanpa menimbulkan
konflik spatial.
Berangkat dari tujuan yang harus dicapai maka strategi pengembangan tata ruang
menganut pada pendekatan Holistic Approach, yaitu suatu pendekatan yang menitik
beratkan pada keterkaitan antara berbagai sektor kegiatan (khususnya dalam bidang
ekonomi), dalam usaha memacu pertumbuhan ekonomi di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara
Timur.
Untuk menghasilkan tujuan yang maksimal, maka langkah selanjutnya mengembangkan
kebijakan yang berorintasi pasar, bagi pemasaran barang-barang hasil produksi ke wilayah
lain, baik dalam skala regional, nasional maupun internasional. Dengan jalan melakukan
perdagangan yang lebih progreesive, dengan titik berat komoditi yang dipasarkan adalah
komoditi yang mempunyai keunggulan komparatif yang dimiliki oleh Propinsi Nusa Tenggara
Timur.
Berdasarkan strategi pengembangan tata ruang Propinsi Nusa Tenggara Timur tersebut di
atas, maka langkah pelaksanaan dapat dibagi menjadi dua, yaitu strategi pengembangan
eksternal (antar wilayah) dan strategi pengembangan secara internal (intra wilayah).
Strategi pengembangan eksternal lebih dititik beratkan pada aspek ekonomi bagi
meningkatkan pertumbuhan ekonomi Propinsi NTT dalam mengejar ketinggalannya terhadap
rata-rata pertumbuhan ekonomi di propinsi lain maupun terhadap pertumbuhan rata-rata
Nasional, yaitu dengan melihat keuntungan yang dimiliki oleh Propinsi NTT, baik keuntungan
alam maupun keuntungan letak geografisnya.
Sedangkan strategi pengembangan tata ruang secara internal mencakup strategi
pengembangan kota- kota, pemantapan kawasan lindung/budidaya berdasarkan Keppres 32
tahun 90, strategi pengembangan sistem transportasi (khususnya laut, darat dan udara)
serta strategi pengembangan kawasan prioritas.
3.5.1 Strategi Pengembangan Eksternal
Dalam strategi pengembangan secara eksternal titik tolak yang diambil berorientasi ke
pasar (market oriented). Yang harus didukung oleh kegiatan ekonomi yang menghasilkan
produk ekspor (baik ekspor antar wilayah maupun ekspor ke luar negeri). Hal ini di lakukan
berdasarkan kondisi ekonomi saat sekarang yang perkembangannya masih dibawah ratarata nasional. Sehingga salah satu cara untuk memacu kegiatan ekonomi, perlunya
peningkatan kegiatan ekonomi yang berorientasi ekspor dengan memanfaatkan potensi yang
dimiliki, dan yang mempunyai daya saing yang tinggi.
Guna mencapai keadaan tersebut, maka strategi pengembangan meliputi :
a. Peningkatan peran dari kota-kota yang mempunyai hubungan langsung dengan kotakota lain di propinsi lain khususnya yang berada di Pulau Jawa, Sulawesi Selatan dan
lain-lainnya, maupun dengan kota lain dari negara lain. Hal ini berangkat dari kenyataan
bahwa kota-kota yang mempunyai hubungan langsung akan berfungsi sebagai pusat
koleksi dan distribusi dalam skala regional. Kota-kota yang perlu dikembangkan adalah
kota-kota yang mempunyai fasilitas pelabuhan udara dan pelabuhan laut;
b. Peningkatan aksesibilitas perhubungan laut dan peningkatan peran serta aktivitas di
pelabuhan laut. Hal ini dilakukan untuk meningkat jumlah produksi yang dapat diangkut
serta untuk menekan biaya pengangkutan yang nantinya secara ekonomi dapat
menguntungkan. Kebijaksanaan pengangkutan barang tidak harus melalui pelabuhan
besar, kalau memungkinkan dari tiap pelabuhan yang telah dikembangkan dapat
langsung berhubungan dengan pelabuhan di wilayah lain dalam lingkup regional
maupun lingkup yang lebih luas. Dengan adanya kegiatan perekonomian yang bergeser
ke pasifik (pasifik basin) peran pelabuhan-pelabuhan laut nantinya akan sangat penting
artinya dalam mendukung perekonomian di NTT dalam hubungannya dengan negaranegara pasifik. Sehingga peningkatan pelabuhan-pelabuhan di pantai utara akan
mendukung kegiatan perekonomian di Nusa Tenggara Timur, serta upaya
pengembangan pelabuhan di pantai barat yang terkena dampak langsung dari
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
III - 11
c.
perkembangan pelabuhan di pantai utara, guna meningkatkan nilai tambah dari
kegiatan perekonomian.
Mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki oleh Nusa Tenggara Timur, terutama
yang memiliki daya saing dan peluang yang tinggi dipasaran Nasional maupun
Internasional, antara lain dengan upaya-upaya :
ƒ Pengembangan kawasan di sekitar laut Timor (Timor Gap) atau Celah Timor yang
saat sekarang diupayakan kerjasama eksplorasi minyak antara Indonesia-Australia
yang secara ekonomis akan menguntungkan, karena nantinya hasil produksi dapat
dipasarkan langsung ke negara konsumen seperti Jepang, Korea, yang jarak
tempuhnya relatif lebih dekat bila dibandingkan dengan minyak yang berasal dari
Timur Tengah sehingga dalam kompetisi harga nantinya diperkirakan akan mampu
bersaing dan dapat menyerap pasar yang lebih luas;
ƒ Secara Stabilitas, perlu lebih diperhatikan karena adanya kerjasama antara
Indonesia-Australia, yang secara historis terjadi kecurigaan Australia terhadap
Indonesia;
ƒ Pengembangan kawasan pariwisata yang banyak dimiliki Propinsi Nusa Tenggara
Timur dengan memanfaatkan jumlah wisatawan yang datang ke pulau Bali, maka
perlunya dibentuk suatu paket wisata dari Bali sampai NTT ataupun promosi
langsung terhadap wisatawan-wisatawan di negara asal wisatawan maupun promosi
domestik untuk menyerap wisatawan dalam negeri.
3.5.2 Strategi Pengembangan Secara Internal (Intra Wilayah)
Strategi ini lebih menitik beratkan pada upaya pemanfaatan lahan secara optimal
dengan penetapan batas bagi penggunaan sebagai kawasan lindung dan kawasan budidaya
secara jelas. Strategi pengembangan sistem kota-kota, pengembangan sistem prasarana
wilayah dan strategi pengembangan kawasan-kawasan prioritas sebagai berikut :
3.5.2.1 Strategi Pengembangan Kawasan Lindung
Upaya ini dilakukan untuk lebih mempertahankan, melestarikan dan menjaga antara
keseimbangan lingkungan dengan kelestarian alam dapat terjamin sesuai dengan Keppres
No. 32 tahun 1990, sehingga dapat sesuai dengan prinsip pembangunan yang
berkelanjutan. Strategi pengembangan kawasan lindung yang direkomendasikan untuk
Propinsi Nusa Tenggara Timur, yaitu :
a. Pemantapan kawasan lindung sesuai dengan fungsinya masing-masing, baik untuk
melindungi kawasan bawahannya, melindungi kawasan setempat, memberikan
perlindungan terhadap keanekaragaman flora-fauna dan ekosistemnya, serta
melindungi kawasan yang rawan terhadap bencana alam;
b. Penetapan kawasan lindung sesuai dengan fungsi yang telah di tetapkan. Setelah
mendapatkan kawasan lindung berdasarkan fungsi hasil super impose rencana tata
ruang daerah, maka kawasan tersebut ditetapkan sebagai kawasan yang tidak boleh
dilakukan kegiatan budidaya (produksi, pembangunan fisik);
c.
Pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan lindung agar sesuai fungsi yang
telah ditetapkan. Pada prinsipnya kegiatan budidaya yang terdapat dalam kawasan
lindung, dapat dilanjutkan sejauh hal ini tidak mengganggu fungsi lindung yang
ditetapkan bagi kawasan tersebut. Apabila kegiatan ini diangap dapat menganggu
fungsi lindung, maka perlu dilakukan pembatasan terhadap pengembangannya atau
dihentikan sama sekali. Strategi ini diambil mengingat pertimbangan kebutuhan
pembangunan dengan tetap mengupayakan kelestarian dan keseimbangan
lingkungan.
3.5.2.2
Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya
Berdasarkan hasil super impose, setelah didapatkan kawasan lindung maka luas
lahan sisanya merupakan kawasan budidaya baik sebagai kawasan permukiman maupun
kegiatan produksi seperti pertanian. Dalam peningkatan peran kawasan budidaya untuk
mendukung perekonomian maka strategi pengembangannya, meliputi :
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
III - 12
a. Mengoptimalkan peran dari setiap pemanfaatan ruang bagi kegiatan budidaya, sesuai
dengan kemampuan daya dukung lingkungannya.
Secara umum pengembangan kawasan budidaya harus didasarkan pada kesesuaian
lahan. Pengembangan kawasan budidaya diarahkan untuk mengakomodasikan
kegiatan produksi, seperti perkebunan, pertanian tanaman pangan lahan kering, lahan
basah, perkebunan, perikanan, peternakan, kegiatan pertambangan, pariwisata serta
permukiman.
b. Pengendalian pemanfaatan ruang guna menghindari konflik antar berbagai
kepentingan karena hal ini sering terjadi, dan akan banyak menimbulkan
permasalahan, yang berdampak pada kurang optimalnya pemanfaatan lahan karena
terjadinya perebutan lahan dari berbagai pihak.
3.5.2.3
Strategi Pengembangan Kota-kota
Strategi pengembangan kota-kota diarahkan pada upaya penentuan hirarki dan
peningkatan fungsi serta pelayanannya dalam mendukung kegiatan perekonomian
khususnya dalam membantu perkembangan daerah belakang (hinterland).
Pengembangan kota-kota masih dititik beratkan pada fungsi dan peran yang telah
dihimbau pada saat sekarang dengan penambahan peningkatan skala/jaringan
pelayanan. Dengan mengacu pada sistem hirarki, dimana hirarki tertinggi (I) mempunyai
skala pelayanan secara nasional, melayani terhadap kota-kota yang hirarkinya
dibawahnya, dan secara regional mempunyai kaitan dengan kota lain lebih erat. Maka
strategi pengembangan kota-kota di Propinsi Nusa Tenggaara Timur, meliputi :
a. Menerapkan peranan kota Kupang sebagai ibu kota Propinsi dan pusat
pengembangan wilayah bagi Propinsi Nusa Tenggara Timur. Salah satu upaya yang
diusulkan untuk memantapkan peranan Kota Kupang adalah meningkatkan fasilitas
perkotaan yang memadai;
b. Lebih meningkatkan, pengembangan dan memantapkan peran kota-kota utama yang
ada di Nusa Tenggara Timur, dengan tujuan untuk mengurangi kesenjangan
perkembangan antar kota, terutama dalam melayani kota-kota yang hirarkinya lebih
rendah maupun dalam hubungannya dengan kota-kota lain. Pengembangan dan
pemantapan itu dimaksudkan agar pertumbuhan wilayah Nusa Tenggara Timur secara
keseluruhan dapat berjalan dengan efektif dan membawa dampak positif bagi
pengembangan wilayah secara keseluruhan. Dalam hal ini, diharapkan kota-kota
utama tersebut dapat berperan sebagai pusat-pusat sekaligus berperan sebagai
wilayah produksi kegiatan sekunder dan pusat koleksi dari kegiatan pemanfaatan
sumber daya alam yang berpotensi tinggi, disamping peranannya sebagai pusat
distribusi bagi wilayah sekitarnya;
c. Sejalan dengan tujuan, sasaran dan kebijaksanaan yang ingin dicapai khususnya
dalam bidang ekonomi, maka perlu meningkatkan peran kota-kota yang berhirarki di
bawah kota Kupang sebagai pusat-pusat pertumbuhan bagi daerah belakangnya
(hiterland), agar hasil produksi dari kantung-kantung produksi dapat dengan mudah
dipasarkan;
d. Untuk lebih melancarkan pemasaran hasil produksi dari hiterland maka perlunya
peningkatan hubungan antar kota dengan pola sistem hirarki, dimana hubungan
dilakukan dari hirarki terendah ke yang lebih tinggi tingkatnya pada jarak tempuh
yang dekat dengan hirarki tersebut. Hal ini dilakukan dengan menganggap hirarki
yang lebih tinggi mempunyai fasilitas pelayanan yang lebih lengkap dengan skala
jangkauan yang lebih besar;
e. Mengembangkan keterkaitan antar kota secara fungsional, melalui pengembangan
fungsi kota-kota. Keterkaitan fungsional akan terwujud dengan berkembangnya fungsi
kota-kota yang sesuai dengan hirarki pelayanannya. Dalam hal ini, kota-kota dengan
hirarki yang lebih rendah harus terkait secara fungsional dengan kota-kota hirarki
yang lebih tinggi;
f. Upaya pengembangan desa-desa yang ada dengan pendekatan Progresive Rural
Structure, yaitu dengan cara dibentuknya desa-desa terpadu sebagai pusat koleksi
distribusi bagi kegiatan perekonomian dalam skala terkecil. Pengembangan desa-desa
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
III - 13
terpadu ini memilih desa yang secara ekonomi telah berkembang dibandingkan desa
lain di sekitarnya (desa Swasembada), sehingga dapat melayani desa-desa sekitarnya
yang masih dalam status desa swakarya. Sistem koleksi distribusi dari desa terpadu
mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pusat kegiatan yang berada di
ibukota kecamatan, dengan dukungan prasarana dan sarana perhubungan serta
komunikasi yang relatif baik.
3.5.2.4
Strategi Pengembangan Prasarana Wilayah
Strategi ini lebih dititikberatkan pada upaya membantu memperlancar arus barang
maupun pergerakan yang baik antar wilayah maupun intra wilayah. Strategi yang
ditempuh, meliputi :
a. Meningkatkan sistem prasarana transportasi darat guna lebih meningkatkan
aksesibilitas dari kantung-kantung produksi kepusat kota dengan pusat kegiatan
ekonomi;
b. Perkembangan perekonomian yang relatif rendah di Propinsi NTT tidak terlepas dari
terbatasnya sistem transportasi darat dan masih banyak pusat-pusat kegiatan
ekonomi yang belum mempunyai hubungan langsung dengan pusat kota. Seiring
dengan kebijaksanaan pengembangan ekonomi, maka peningkatan transportasi darat
dimaksudkan untuk lebih meratakan kegiatan dan pertumbuhan ekonomi sampai ke
kantung-kantung produksi dan diharapkan kesenjangan perkembangan dapat
dikurangi;
c. Pengembangan sistem prasarana transportasi laut dan udara untuk meningkatkan
aksesibilitas antar wilayah dan antar pulau. Pengembangan sistem prasarana
transportasi laut diarahkan pada pengembangan prasarana pelabuhan pada kota-kota
yang berada di wilayah produksi, untuk menunjang kegiatan produksi daerah
belakang kota-kota tersebut, serta pengembangan jalur pelayaran antar pulau dan
antara wilayah-wilayah produksi dengan pusat-pusat pemasaran di dalam maupun di
luar wilayah Nusa Tenggara Timur;
d. Mengembangkan sistem prasarana transportasi jalan raya yang terpadu dengan lintas
penyeberangan antar pulau, untuk meningkatkan aksesibilitas antar kota-kota
sebagai pusat pertumbuhan dengan wilayah belakangnya serta meningkatkan
interaksi antar pulau;
e. Mengembangkan sistem prasarana pengairan untuk menunjang pengembangan
kawasan pertanian lahan basah. Mengingat kondisi alamnya, di Nusa Tenggara Timur
perlu dipikirkan suatu sistem pengairan yang dapat mengatasi kendala kekurangan
air, terutama untuk kegiatan pertanian tanaman basah. Pengembangan sistem
prasarana pengairan ini perlu diarahkan pada wilayah-wilayah potensial untuk
pengembangan pertanian tanaman pangan lahan basah.
3.5.2.5
Strategi Pengembangan Kawasan Prioritas
Salah satu produk yang diharapkan dari penyusunan Review RTRW Propinsi Nusa
Tenggara Timur adalah penentuan kawasan-kawasan prioritas yang akan dikembangkan.
Strategi pengembangan untuk kawasan-kawasan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Mengembangan wilayah-wilayah yang diprioritaskan untuk mengakomodasikan
perkembangan sektor-sektor strategis dengan melakukan studi yang lebih mendalam
mengenai kawasan tersebut serta upaya penyiapan penataan ruang. Pengembangan
kawasan-kawasan prioritas ini tidak terlepas dari permasalahan dan potensi yang ada
di wilayah tersebut, sehingga pemahaman secara lebih mendalam terhadap kawasan
prioritas perlu dilakukan. Untuk itu upaya penataan ruang secara khusus juga
diperlukan bagi kawasan-kawasan prioritas yang membutuhkannya dengan segera;
b. Menanggulangi dengan segera, kawasan-kawasan prioritas yang memiliki
permasalahan yang cukup mendesak untuk ditangani, seperti penanganan terhadap
kawasan kritis dan daerah terbelakang. Daerah-daerah kritis di Propinsi Nusa
Tenggara Timur yang perlu mendapatkan penanganan segera adalah kawasan yang
telah mengalami karusakan lingkungan sehingga perlu ditangani agar kerusakan
tersebut tidak semakin meluas dan tidak mengganggu kegiatan budidaya; serta
c. Memberi dukungan penataan ruang pada setiap kawasan prioritas.
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
III - 14
BAB. IV
ARAHAN PENGEMBANGAN RENCANA STRUKTUR DAN POLA
TATA RUANG WILAYAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
4.1. ARAHAN SPASIAL PEMBANGUNAN
Arahan pengembangan struktur tata ruang wilayah Propinsi didasarkan pada konsepsi
struktur tata ruang. Secara garis besar materi rencana yang disajikan pada bab ini, yaitu arahan
pemantapan kawasan lindung, arahan pengembangan kawasan budidaya, pola pengembangan
sistem kota-kota, pola pengembangan prasarana wilayah, serta arahan pengembangan wilayah
prioritas. Untuk mendukung rencana-rencana tersebut, dirumuskan pula kebijakan penunjang
penataan ruang baik yang berupa kebijaksanaan yang bersifat spasial maupun non-spasial. Secara
keseluruhan rencana struktur tata ruang ini diharapkan dapat mewujudkan keterkaitan antar
kegiatan yang memanfaatkan ruang dalam kurun waktu 15 (Lima Belas) tahun.
4.1.1. Arahan Pemantapan Kawasan Lindung
4.1.1.1. Cakupan Kawasan Lindung
Secara spesifik hasil akhir dari penyusunan Review RTRWP salah satunya, yaitu
Pemantapan Kawasan Lindung. Pengertian ‘pemantapan’ kawasan lindung, tidak menentukan
kawasan lindung, tetapi lebih bersifat memantapkan kawasan lindung yang telah ada dan
didasarkan pada klasifikasi dan kriteria yang lebih menyeluruh dipergunakan sesuai Peraturan
Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Pasal 10,
kawasan ini terdiri atas tujuh sub kawasan utama, yaitu :
1. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya, yaitu :
ƒ Kawasan hutan lindung;
ƒ Kawasan bergambut;
ƒ Kawasan resapan air;
2. Kawasan perlindungan setempat, yang terdiri dari :
ƒ Sempadan pantai;
ƒ Sempadan sungai;
ƒ Kawasan sekitar danau/waduk;
ƒ Kawasan sekitar mata air;
ƒ Kawasan terbuka hijau kota termasuk didalamnya hutan kota.
3. Kawasan suaka alam, terdiri dari :
ƒ Cagar alam;
ƒ Suaka margasatwa.
4. Kawasan Pelestarian Alam, terdiri dari :
ƒ Taman Nasional;
ƒ Taman Hutan Raya;
ƒ Taman Wisata Alam.
5. Kawasan cagar budaya tidak terbagi lagi dalam kawasan yang lebih kecil;
6. Kawasan rawan bencana, terdiri dari :
ƒ Kawasan rawan letusan gunung api;
ƒ Kawasan rawan gempa bumi;
ƒ Kawasan rawan tanah longsor;
ƒ Kawasan rawan gelombang pasang;
ƒ Kawasan rawan banjir.
7. Kawasan lindung lainnya, terdiri dari :
ƒ Taman buru;
ƒ Cagar biosfir;
ƒ Kawasan perlindungan plasma nutfah;
ƒ Kawasan pengungsian satwa;
ƒ Kawasan pantai berhutan bakau.
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
IV - 1
4.1.1.2. Kriteria dan Prinsip Pengelolaan Kawasan Lindung
Kriteria dan pendelineasian kawasan lindung, pada hakekatnya didasarkan pada faktorfaktor fisik dasar, yang mencakup lereng, jenis tanah, curah hujan, ketinggian, hidrologi, serta
keberadaan flora dan fauna yang harus dilindungi. Dalam kaitannya dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 47 tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang
memberikan arah dalam mengatur Pengelolaan Kawasan Lindung, dipandang perlu adanya
pemantapan terhadap kawasan lindung tersebut dalam kerangka struktur tata ruang propinsi
wilayah propinsi secara keseluruhan. Di dalam Peraturan Pemerintah tersebut secara rinci
terkandung pengertian, tujuan penetapan serta kriteria kawasan lindung yang telah
dikembangkan dan dapat diterapkan dengan mempertimbangkan kondisi wilayah secara
spesifik.
Secara umum pemantapan kawasan lindung di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur
ditujukan untuk mencegah kemungkinan timbulnya berbagai kerusakan lingkungan hidup.
Sasaran pemantapan kawasan lindung ini adalah :
ƒ Meningkatkan fungsi lindung terhadap tanah, air dan iklim (hidroorologis);
ƒ Mempertahankan keanekaragaman flora, fauna dan tipe ekosistim serta keunikan alam;
ƒ Menjaga kelestarian lingkungan fisik dan biologis wilayah;
ƒ Menjamin keseimbangan fungsi liungkungan yang menjamin optimalnya fungsi ekologi.
Tabel IV.1 ....,
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
IV - 2
Tabel IV.1
Kriteria Penetapan Kawasan Lindung di Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2004
JENIS KAWASAN
I.
II.
DEFINISI
TUJUAN PERLINDUNGAN
KRITERIA
1. Kawasan hutan dengan fakor – faktor lereng
lapangan, jenis tanah, curah hujan yang melebihi
nilaiskor 175 menurut SK Menteri pertanian No:
837/ KPTS/ um/11/1980 dan atau
2. Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan
40 % atau lebih ( Inmendagri 8/1985 ). Dan atau
3. Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian
diatas permukaan laut 2000 meter atau lebih.
Tanah bergambut dengan ketebalan 3 meter atau lebih
yang terdapat di bagian hulu sungai.
KAWASAN YANG MEMBERIKAN PER-LINDUNGAN KAWASAN BAWAHANNYA
1.
Kawasan Hutan Lindung
Kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang memiliki
sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada
kawasan sekitar walaupun bawahanya sebagai pengatur tata air
pencegahan banjir dan erosi serta pemeliharaan kesuburan
tanah.
Mencegah terjadinya erosi, bencana banjir, sedimentasi, dan
menjaga fungsi hidrologik tanah untuk menjamin ketersediaan
unsur hara tanah. Air tanah dan air permukaan.
2.
Kawasan Bergambut
Kawasan bergambut adalah kawasan yang unsur membentuk
tanahnya yang sebagian besar berupa sisa – sisa bahan
organik yang bertimbun dalam waktu yang lama.
Mengendalikan hidrologi wilayah, yaitu sebagai penembat air
dan pencegah banjir serta melindunggi ekosistem yang khas
dikawasan bergambut.
3.
Kawasan Resapan Air
Kawasan resapan air adalah kawasaan yang mempunyai
kawasan tinggi untuk meresapkan air hujan sehinga merupakan
tempat penggisian air bumi (akifer) yang berguna sebagai
sumber air .
Memberikan ruang yang cukup bagiperesapan air hujan pada
daerah resapan air tanah untuk keperluan, penyediaan
kebutuhan air tanah dan penanggulangan banjir, baik untuk
kawasan bawahnya maupun kawsan yang bersangkutan
Curah hujan yang tinggi, struktur tanah yang
meresapkan air dan bentuk geo morfologi yang mampu
meresapkan air hujan secara besar – basaran .
KAWASAN PERLINDUNGAN SETEMPAT
1.
Sempadan Pantai
Sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai
yang mempunyai manfaat pantai yang mempunyai manfaat
penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai.
Melindungi wilayah pantai dari usikan kegiatan yang
mengganggu kelestarian fungsi pantai .
Dataran sepanjang tepian yang lebarnya proposional
dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100
meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat .
2.
Sempadan Sungai
Sempadan sunggai adalah kawasan sepanjang kiri kanan
sungai, termasuk sungai buatan/kanal/ saluran irigasi primer
yang mempunyai manfaat penting untuk memperhatikan
kelestarian fungsi sungai
Melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat
mengganggu dan merusak kualitas air sungai , kondis fisik dan
dasar sungai, serta mengamankan aliran sungai.
Sekurang – kurangnya 100 meter dikiri kanan sungai
besar dan 50 meter dikiri dan dikanan anak sungai yang
berada diluar permukiman (SK mentan No : 837/
KPTS/um/ 11/1980 dan No: 887/KPTS/um/1980 ).
3.
Kawasan sekitar Danau/Waduk
Kawasan sekitar danau/waduk adalah kawasan tertentu
disekeliling danau/ waduk yang mempunyai manfaat penting
untuk mempertahankan kelestarian fungsi danau/waduk.
4.
Kawasan Sekitar Mata Air
Kawasan sekitar mata air adalah kawasan disekeliling mata air
yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan
kelestarian fungsi mata air.
III. KAWASAN SUAKA ALAM DAN CAGAR ALAM
1.
Kawasan Suaka Alam
Kawasan suaka alam adalah kawasan yang memiliki ekosistem
khas yang merupakan habitat alami yang memberi perlindungan
bagi perkembangan flora dan fauna yang khas dan beraneka
ragam.
Melindungi danau / waduk dari kegiatan budi daya yang dapat
mengganggu kelestarian fungsi danau / waduk.
Daratan sekeliling tepian yang lebarnya proposional
dengan bentuk dan kondisi fisik danau / waduk (antara
50 – 100 meter dari titik pasang tertinggi kearah darat ).
Sekurang – kurangnya dengan jari – jari 200 meter di
sekeliling mata air, kecuali untuk kepentingan umum (
SK Mentan No : 837/KPTS/Um/11/1990 )
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
Melindungi mata air dari kegiatan budidaya yang dapat merusak
kualitas air.dan kondisi fisik kawsan sekitarnya.
Melindungi keanekaragamaan biota, tipe ekosistem, gejala dan
keunukan alam bagi kepentingan plsmanuliah, ilmu
pengetahuan dan pembangunan pada umumnya.
IV - 3
Kawasan suaka alam terdiri dari cagar alam, suaka
margasatwa, hutan wisata, daerah perlindungan satwa
dan daerah penggungsian satwa.
Kriteria untuk masing – masing kawasan Suaka Alam
JENIS KAWASAN
DEFINISI
TUJUAN PERLINDUNGAN
KRITERIA
seperti tersebut dalam SK Menteri Pertanian No :
681/KPTS/UM/8/81
2.
Pantai Berhutan Bakau
3.
Kawasan suaka alam laut dan
Perairan lainnya
4.
Taman Nasional, Taman Hutan
Raya dan Taman Wisata Alam
5.
Kawasan Cagar Budaya dan
Ilmu Pengetahuan
IV. KAWASAN RAWAN BENCANA
1. Kawasan Rawan Bencana
Pantai perhutanan bakau adalah kawsan pesisir laut yang
merupakan habitat lami hutan bakau alami hutan bakau
(mangrove) yang berfungsi memberikan perlindungan kepada
prikehidupan pantai dan laut.
Suaka alam laut dan perairan lainnya adalah daerah berupa
perairan laut, perairan darat, wilayah pesisir, muara sungai ,
gugusan karang, dan atol yang mempunyai ciri khas berupa
keragaman dan atau keunikan ekosistem.
Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang di
kelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan, pariwisata, rekreasi dan
pendidikan.
Taman Hutan raya adalah kawasan pelestarian alam yang
terutama dimanfaatkan untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau
satwa alami atau hutan, jenis asli dan/atau bukan asli,
pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan kebudayaan,
pariwisata dan rekreasi.
Taman wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam didarat
maupun di laut yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata
dan rekreasi alam
Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan adalah
kawasan dimana lokasi bangunan hasil budaya manusia yang
bernilai tinggi maupun bentukan geologi alami yang khas
berada.
Melestarikan keberadaan hutan mangrove sebagai pembentuk
ekosistem hutan bakau dan tempat berkembangnya berbagai
biota laut, disamping sebagai pelindung pantai dari pengikisan
air laut serta pelindung usaha budidya dibelakangnya
Melindungi keanekaragaman biota, tipe ekosisitem, gejala dan
keunikan alam bagi kepentingan plasma nuftah, ilmu
pengetahuan dan pembangunan pada umumnya.
Pengembangan pendidikan, rekreasi dan pariwisata, serta
peningkatan kualitas lingkungan sekitarnya dan perlindungan
dari pecemaran.
Melindungi kekayaan budaya bangsa berupa peninggalan –
peninggalan sejarah, bangunan arkeologi dan monumen
nasional, dan keragaman bentukan geologi, yang berguna untuk
mengembangkan Ilmu pengetahuan bahkan oleh kegiatan alam
maupun manusia
Kawasan rawan bencana adalah kawasan yang sering atau
berpotensi tinggi mengalami bencana alam
Minimal 130 kali nilai rata-rata perbedaan air pasang
tertinggi dan terendah tahunan diukur dari garis air surut
terendah ke arah darat.
Kawasan berupa pesisir laut, perairan darat, wilayah
pesisir, muara sungai, gugusan karang dan atol yang
mempunyai ciri khas berupa keragaman dan atau
keunikan ekosistem.
Kawasan berhutan atau bervegetasi tetap yang memiliki
flora dan fauna yang beraneka ragam, memiliki
arsitektur bentang alam yang baik dan memiliki akses
yang baik untuk keperluan pariwisata.
Lokasi Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman
Wista Alam ditunjuk dan ditetapkan oleh pemerintah.
Tempat serta ruang disekitar bangunan bernilai budaya
tinggi, situs purbakala dan kawasan dengan bentukan
geologi tertentu yang mempunyai manfaat tinggi untuk
pengembangan ilmu pengetahuan, kriteria Cagar
Budaya didasarkan atas Monumental Ordonantis Staste
Biad 1931 Nomor 238.
Melindungi manusia dari kegiatannya dari bencana yang Daerah yang diindentifikasikan sering dan berpotensi
disebabkan oleh alam maupun secara tidak langsung oleh tinggi mengalami bencana dalam seperti letusan gunung
perbuatan manusia.
berapi, gempa bumi longsor dan lain-lain.
1. Kegiatan Budidaya yang sudah ada di kawasan lindung yang sudah ditetapkan dapat diteruskan sejauh tidak mengganggu fungsi lindung;
2. Dalam hal kegiatan budidaya yang telah ada yang mengganggu dan atau terpaksa mengkonversi kawasan berfungsi lindung, diatur sesuai dengan ketentuan –
ketentuan yang berlaku dalam peraturan pemerintah No. 29/1986.
3. Kegiatan yang sudah ada di kawasan lindung dan mengganggu fungsi lindung harus dicegah perkembangannya.
Catatan
:
Sumber
: Pedoman Penyusunan Tata Ruang di Daerah (Tim Tata Ruang Kepres No. 57 tahun 1989).
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
IV - 4
4.1.1.3. Luasan Kawasan Lindung
Pemantapan kawasan lindung dijadikan titik tolak di dalam pengembangan struktur tata
ruang propinsi yang berlandaskan pada prinsip pembangunan berkelanjutan. Dengan kata lain,
penetapan kawasan lindung diintegrasikan dengan tata ruang wilayah propinsi secara
keseluruhan. Setelah kawasan lindung ditetapkan sebagai limitasi atau kendala di dalam
pengembangan wilayah, barulah kemudian dapat ditentukan arahan kawasan budidaya untuk
mengakomodasikan kebutuhan ruang baik bagi kegiatan produksi maupun permukiman.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka telah dilakukan delineasi terhadap kawasan lindung di
Nusa Tenggara Timur dengan klasifikasi kawasan sesuai dengan yang ada di dalam Pedoman
Penyusunan RTRWP serta Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1994. Kawasan lindung yang
perlu dimantapkan fungsinya di Nusa Tenggara Timur sebagai berikut :
ƒ Kawasan lindung yang telah ditetapkan yang sebagian besar terdapat di Pulau Flores
dengan beberapa pulau di sekitarnya, seperti Pulau Alor, Lembata dan Pulau Adonara;
ƒ Kawasan Pulau-pulau kecil yang tidak berpenghuni namun mepunyai keunikan dan menjadi
tempat perlindungan aneka flora dan fauna serta aneka satwa;
ƒ Wilayah-wilayah karena kebutuhan posisi geografisnya yang berpotensi sebagai kawasan
lindung.
Secara keseluruhan luas pemantapan kawasan lindung di wilayah Propinsi Nusa Tenggara
Timur diperkirakan 1.690.684,2 Ha atau sekitar 35,7 % dari luas wilayah propinsi. Apabila
dikaitkan dengan perwilayahan pembangunan maka komposisi dan sebaran kawasan lindung
sebagaimana Tabel IV.1 dan kriteria penentuan kawasan lindung pada Tabel IV.2 serta
rencana pemantapan hutan lindung disajikan pada Gambar IV.1.
Tabel IV.1
Presentase Luas Kawasan Lindung menurut Kelompok Pulau Di Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2004
Wilayah
Kelompok Pulau
Timor
P. Timor
P. Semau
P. Kera
P. Kambing
P. Rote
P. Sabu
P. Mdana
Jumlah
Alor
P. Alor
P. Pantar
P. Pura
P. Batang
P. Lapang
P. Rusa
Jumlah
Flores dan Sekitarnya
P. Flores
P. Komodo
P. Rinca
P. Padar
P. Kode
P. Gilimotang
P. Moles
P. Palue
P. Besar
P. Sukun
P. Konga
P. Adonara
P. Solor
P. Lembata
Jumlah
Sumba dan Sekitarnya
P. Sumba
P. Dana
Total NTT
Luas Pulau
(Ha)
Kawasan Lindung
Luas (Ha)
Persen (%)
1,439,490
26,100
212,430
42,170
207,340
71,180
2,818
1,423,000
33,240
21250
51880
22,620
126,600
1,104,000
382,850
500
62.5
125
38,025
9,850
1,562.5
43,2975
97,875
12,687
1,125
250
125
1,375
113,437
276,936
332,24.8
21,215
1,718.7
700
925
1,587.5
4625
4,062.5
375
62.5
32,562.5
5,587.5
19,093.6
403,775.6
193,601.5
26.6
44.1
31.3
23.4
47.2
17.8
39.9
19.4
99.9
99.8
62.8
29.6
15.1
17.5
4,693,188
1,154,789.6
24.4
Sumber: Bappeda Propinsi Tahun 2004
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
IV - 5
Dikaitkan dengan kondisi pemanfaatan ruang eksisting, delineasi kawasan lindung seringkali
berhadapan dengan permasalahan tumpang tindih dengan kegiatan budidaya yang dapat
mengganggu fungsi lindungnya. Beberapa kasus permasalahan itu, misalnya :
ƒ Perambahan atau intervensi hutan lindung oleh masyarakat untuk kegiatan perladangan
berpindah;
ƒ Permukiman yang berkembang lama pada kawasan hutan lindung;
ƒ Kondisi eksisting pada kawasan hutan lindung yang ternyata tidak mempunyai fungsi
lindung lagi, tetapi sudah termasuk hutan produksi (kawasan budidaya);
ƒ Penambangan galian C yang dapat mengganggu fungsi lindung.
Untuk mengatasi hal tersebut sangat diperlukan beberapa kebijakan daerah didalam
pengendalian dan pengontrolan agar tercapai tujuan yang diharapkan dari fungsi lindung
tersebut.
4.1.1.4. Kawasan yang Memberi Perlindungan Bawahannya
Upaya pemantapan fungsi lindung pada kawasan yang memberikan perlindungan
terhadap kawasan bawahannya di Nusa Tenggara Timur, pada dasarnya dapat dilakukan
dalam konteks pendekatan pengembangan Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai pendekatan
terpadu untuk melestarikan sumber daya alam. Hal ini mengingat bahwa fungsi lindung pada
kawasan tersebut hanya dapat lestari bila kondisi tangkapan air (catcment area) terjaga
dengan baik. Arahan yang dipergunakan untuk lebih melindungi kawasan ini dari
kegiatan/aktivitas manusia meliputi upaya-upaya :
ƒ Lebih memantapkan kawasan perlindungan dengan mengacu pada PP Nomor : 47 Tahun
1994, melalui pengukuhan dan penataan batas di lapangan;
ƒ Pengendalian kegiatan budidaya yang telah ada di kawasan tersebut. Kegiatan budidaya
yang mempunyai dampak penting terhadap hidup dikenakan ketentuan-ketentuan yang
berlaku sesuai PP Nomor : 47 Tahun 1994. Bagi kegiatan yang mengganggu fungsi lindung
harus dicegah perkembangannya dan fungsi lindung harus dikembalikan secara bertahap;
ƒ Kegiatan penelitian eksplorasi mineral dan air tanah serta kegiatan lain yang berkaitan
dengan pencegahan bencana alam, dapat dilakukan di kawasan hutan lindung dengan
tetap mempertahankan fungsi lindungnya. Kegiatan budidaya pertambangan dimungkinkan
untuk tetap berlokasi di kawasan hutan lindung, jika pada kawasan tersebut terdapat
indikasi adanya deposit mineral yang dinilai sangat berharga (vital dan strategis). Tetapi
pengelolaan kawasan yang bersifat “enclave” tersebut harus dilakukan dengan tetap
memelihara fungsi lindung, dengan melaksanakan rehabilitasi pada kawasan bekas
penambangan;
ƒ Kegiatan budidaya perlu dicegah, kecuali kegiatan yang tidak mengganggu fungsi lindung,
seperti kegiatan pariwisata;
ƒ Pemantauan terhadap kegiatan-kegiatan yang masih diperbolehkan untuk berlokasi di
hutan lindung, agar tetap dijaga untuk tidak mengganggu fungsi lindungnya.
4.1.1.5. Arahan Kawasan Perlindungan Setempat
Dalam penggarisannya pada peta skala 1 : 250.000, kawasan perlindungan setempat
(seperti sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk dan kawasan
sekitar mata air) tidak dapat didelineasi secara spesifik. Hal ini tidak berarti kawasan-kawasan
tersebut tidak termasuk dilindungi. Untuk maksud tersebut perlu dilakukan pendelinesian lebih
lanjut (agar lebih tegas) di dalam rencana tata ruang yang lebih detail, yaitu Rencana Tata
Ruang Kabupaten (skala 1:50.000 atau 1:100.000). Untuk lebih memantapkan akan fungsi
kawasan lindung bagi perlindungan setempat perlu dilakukan upaya-upaya penggendalian di
tepi pantai tepi sungai, dan kawasan sekitar waduk.
1. Garis Sempadan Pantai
Kebijaksanaan yang perlu ditempuh dalam upaya lebih memantapkan garis sempadan
pantai guna memberikan perlindungan bagi kawasan lindung di tepi pantai dilakukan :
ƒ Pelarangan/pencegahan kegiatan budidaya di tepi pantai sampai radius yang telah
ditetapkan;
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
IV - 6
ƒ Pengembalian secara bertahap fungsi di tepi pantai, dari kegiatan budidaya ke kawasan
perlindungan setempat;
ƒ Pengawasan dan pengendalian yang ketat terhadap kegiatan-kegiatan sekitar tepi pantai.
2. Sempadan Sungai
Kebijaksanaan yang dapat ditempuh dalam rangka untuk melindungi kawasan di sekitar
sungai, dilakukan upaya-upaya :
ƒ Pengamanan daerah disepanjang sungai yang harus dilindungi;
ƒ Mencegah kegiatan budidaya secara bertahap di kawasan tepi sungai, dimana kegiatan
tersebut dapat merusak kawasan tepi sungai;
ƒ Pengendalian kegiatan yang telah ada disekitar tepi sungai.
3. Kawasan Tepi Waduk/Danau
Kebijaksanaan pengaturan kawasan tepi waduk/danau dilakukan dengan :
ƒ Pencegahan dilakukan kegiatan budidaya dalam kawasan tepi waduk/danau;
ƒ Pengendalian kegiatan budidaya yang telah ada dan dilakukan upaya pemindahan
kegiatan budidaya tersebut secara terhadap.
4.1.1.6. Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya
Kawasan Suaka Alam sebagian besar telah ditetapkan sebagai cagar alam, suaka
margasatwa dan taman buru, taman wisata/hutan wisata, serta cagar alam laut (di dalam
ketetapan pola TGHK), diantaranya :
a. Kawasan Suaka Alam :
ƒ Cagar Alam
: CA. Maubesi, CA. Mutis Timau, CA. Waiwuul;
ƒ Suaka Margasatwa
: SM. Pulau Menipo, SM. Kateri;
ƒ Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah : KPPN. Sisimeni Sanam.
b. Hutan Wisata : HW. Bena (dulu Hutan Buru), HW. Ale Aisiu, HW. Oana, HW. Gunung Besar;
c. Taman Wisata : TW. Camplong, TW. Baumata, TW. Tuti Adagae, TW. Tanjung Watu
Manuk, TW. Pulau Besar, TW. Pulau Rusa, TW. Pulau Lapang, TW. Pulau Batang;
d. Kawasan Suaka Alam Laut : SAL. Gugus Pulau Teluk Maumere, SAL. 17 Pulau Riung;
e. Taman Nasional : CA. Pulau Komodo dan sekitarnya (termasuk perairan laut), TW. dan CA.
Kelimutu (telah diusulkan).
Kebijaksanaan pemantapan suaka alam bertujuan untuk melestarikan lingkungan dan
melindungi ekosistem lingkungan, sehingga perlunya upaya-upaya :
ƒ Pemantapan kawasan suaka alam (cagar alam, suaka margasatwa, hutan wisata) sesuai
dengan tujuan perlindungannya masing-masing;
ƒ Peningkatan pengelolaan suaka alam yang telah ada, serta melakukan pelarangan kegiatan
budidaya di kawasan tersebut, kecuali kegiatan yang berkaitan dengan fungsinya dan tidak
mengubah bentang alam, kondisi penggunaan lahan serta ekosistem alami yang ada;
ƒ Pelestarian hutan-hutan suaka alam dan hutan bakau;
ƒ Pengawasan dan pengendalian yang ketat terhadap kegiatan budidaya yang telah ada di
dalam kawasan suaka alam dan hutan bakau agar tidak mengganggu akan fungsi suaka
alam tersebut;
ƒ Pengembangan dan pengelolaan Taman Nasional maupun yang dicalonkan.
Pemantapan fungsi lindung dari kawasan suaka alam, harus memperhatikan wilayah jelajah
atau sebaran vegetasi dan satwa yang akan dilindungi. Sebagai tindak lanjut upaya
pemantapan kawasan lindung ini perlu dijabarkan lebih lanjut dalam Rencana Umum Tata
Ruang Kabupaten, sehingga penetapannya dapat dilakukan secara lebih rinci dan menjadi
operasional diterapkan dilapangan.
4.1.1.7. Kawasan Rawan Bencana
1. Pengelolaan Daerah Rawan Bencana
Sebagaimana yang dimaksud dalam Keppres No. 32 tahun 1990, di Nusa Tenggara Timur
hanya kawasan rawan bencana gunung berapi yang diidentifikasikan dan telah masuk
kawasan lindung, sedangkan kawasan rawan bencana lainnya tidak dapat didelineasi secara
spesifik, karena lokasi bencana alam seperti longsor/erosi yang sering terjadi terdapat pada
kawasan-kawasan yang sudah didelineasi sebagai kawasan yang melindungi kawasan
bawahannya (terutama hutan lindung). Pengelolaan daerah rawan bencana sangat penting
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
IV - 7
dalam upaya menghindari kerugian dan dampak yang ditimbulkan yang dapat merenggut
jiwa dan harta penduduk. Atas dasar itu maka arahan kebijaksanaan pemantapan kawasan
rawan bencana dilakukan dengan langkah-langkah :
ƒ Lebih mewaspadai kegiatan gunung api, karena propinsi ini dilalui jalur gunung api yang
masih aktif;
ƒ Lebih meningkatkan upaya penetapan kawasan Bahaya I, Bahaya II dan Bahaya III,
bagi daerah-daerah yang sering terkena bencana alam;
ƒ Melakukan upaya-upaya perbaikan lingkungan serta prasarana bagi daerah yang
mengalami bencana;
ƒ Lebih memantapkan kawasan-kawasan yang sering menimbulkan bencana (seperti
erosi, longsor, banjir), dengan membatasi kegiatan budidaya dan lebih
menggembangkan sebagai kawasan lindung.
2. Daerah Rawan Bencana
Berdasarkan inventarisasi yang dilakukan terhadap perkembangan bencana alam di Propinsi
Nusa Tenggara Timur maka teridentifikasi beberapa daerah rawan bencana sebagai
berikut :
a. Daerah Rawan Gempa Bumi. Nusa Tenggara Timur termasuk daerah rawan bencana
alam gempa terutama wilayah Pulau Flores, Alor dan sekitarnya;
b. Daerah Rawan Tsunami. Sebagai propinsi kepulauan yang dikelilingi laut, daerah
pesisir terutama daerah pesisir dengan laut terbuka di Pesisir Flores bagian Utara,
Pesisir Sumba bagian Selatan, Pesisir Timor bagian selatan dan pulau-pulau yang
berhadapan dengan laut terbuka merupakan daerah rawan tsunami;
c. Daerah Rawan Bencana Gunung Api. Wilayah di Pulau Flores yang memiliki
beberapa gunung berapi aktif dan beberapa daerah memiliki kawasan rawan bencana
gunung api;
d. Daerah Rawan Longsor. Nusa Tenggara Timur sebagai daerah dengan topografi
berbukit yang relatif kritis akibat
usaha bertani yang kurang terkontrol dan
penggundulan hutan mempunyai daerah rawan longsor relatif merata di seluruh
wilayah. Diantara yang cukup rawan dan telah merengut nyawa dan harta penduduk
diantaranya di wilayah Flores khususnya di Kabupaten Ende, Flores Timur dan Ngada;
e. Daerah Rawan Banjir. Sehubungan dengan kurangnya vegetasi pada hulu-hulu
sungai mengakibatkan banyak sungai membawa dampak rawan banjir. Terdapat
beberapa sungai yang perlu diantisipasi karena menimbulkan rawan banjir sebagai
berikut :
ƒ Kota Kupang : Sungai Oebobo, Sungai Oesapa Kecil, Sungai Oesapa Besar, Sungai
Sefbano, Sungai Namosain dan Kali Dendeng;
ƒ Kabupaten Alor : Sungai Bone, Sungai Buona, Sungai Bukapiting, sungai Waesika,
dan Sungai Kamot;
ƒ Kabupaten Belu : Sungai Benanain, Sungai Motaderok, Sungai Talau, Sungai
Basikama, Sungai Malibaka, dan Sungai Rusan;
ƒ Kabupaten Timor Tengah Utara : Sungai Nain, Sungai Ponu;
ƒ Kabupaten Timor Tengah Selatan : Sungai Noelmina, Sungai Muke, Sungai Tomutu,
Sungai Baus;
ƒ Kabupaten Kupang : Sungai Manikin, Sungai Nunkurus, Sungai Oepoli, Sungai Amabi,
Sungai Nifoluam, Sungai Manubulu, dan Sungai Ledeana;
ƒ Kabupaten Manggarai : Sungai Waebobo, Sungai Waepesi, Sungai Waemese;
ƒ Kabupaten Ngada : Sungai Aisesa, Sungai Anakoli, Sungai Waewutu, Sungai Kolpenu;
ƒ Kabupaten Ende : Sungai Wolowona, Sungai Loworea, Sungai Nangapanda, Sungai
Wolowaru, dan Sungai Ndondo;
ƒ Kabupaten Sikka : Sungai Kaliwajo, Sungai Ijura, Sungai Waeoti, Sungai Nebe,
Sungai Waegete, Sungai Manunaing, Sungai Waerklau, dan Sungai Batikwaer;
ƒ Kabupaten Lembata : Sungai Lembata, Sungai Konga, Sungai Waekomo;
ƒ Kabupaten Sumba Timur : Sungai Kambaniru, Sungai Payeti, Sungai Melolo, Sungai
Petawang, Sungai Tawui, Sungai Kadaha.
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
IV - 8
4.1.2. Arahan Pengembangan Kawasan Budidaya
4.1.2.1. Klasifikasi Kawasan Budidaya
Kawasan budidaya pada dasarnya merupakan kawasan diluar lindung yang kondisi fisik
dan potensi sumber daya alamnya dianggap dapat dan perlu dimanfaatkan baik bagi
kepentingan produksi maupun pemenuhan kebutuhan ruang untuk permukiman. Oleh karena
itu, dalam RTRWP Nusa Tenggara Timur penetapan kawasan ini lebih bersifat memberikan
arahan bagi pengembangan berbagai kegiatan budidaya sesuai dengan potensi sumberdaya
(terutama lahan) yang ada dan dengan memperhatikan optimasi pemanfaatannya.
Berdasarkan Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang di daerah, kawasan budidaya
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Kawasan Hutan Produksi :
- Kawasan hutan produksi terbatas;
- Kawasan hutan produksi tetap;
- Kawasan hutan produksi konversi;
2. Kawasan Pertanian :
- Kawasan tanaman pangan lahan basah;
- Kawasan tanaman lahan kering;
- Kawasan tanaman tahunan/perkebunan;
- Kawasan peternakan;
- Kawasan perikanan.
3. Kawasan Pertambangan;
4. Kawasan Perindustrian;
5. Kawasan Pariwisata;
6. Kawasan Permukiman
4.1.2.2. Kriteria dan Sasaran Kawasan Budidaya
Kriteria untuk beberapa sub kawasan di atas ternyata masih ada yang bersifat umum dan
perlu dijabarkan lagi untuk dapat diterapkan pada peta dengan skala memadai. Dilihat dari
klasifikasi kawasan budidaya, jelas terlihat bahwa pembagian tersebut lebih sektoral, sehingga
dalam penetapan kemudian perlu disesuaikan dengan rencana-rencana pengembangan
sektoral yang telah ada di samping mempertimbangkan kondisi fisik wilayah.
Sasaran pengembangan kawasan budidaya secara umum adalah :
ƒ Memberikan arahan pemanfaatan ruang kawasan budidaya secara optimal dan mendukung
pembangunan berkelanjutan;
ƒ Memberikan arahan untuk menentukan prioritas pemanfaatan ruang anatara kegiatan
budidaya yang berbeda;
ƒ Memberikan arahan bagi perubahan jenis pemanfaatan ruang dari jenis kegiatan budidaya
tertentu ke jenis lainnya.
Kriteria untuk setiap sub kawasan tersebut dapat dilihat lebih rinci pada Tabel IV.3.
Kriteria untuk beberapa sub kawasan di atas ternyata masih ada yang bersifat umum dan
perlu dijabarkan lagi untuk dapat diterapkan pada peta dengan skala memadai. Dilihat dari
klasifikasi kawasan budidaya, jelas terlihat bahwa pembagian tersebut lebih bersifat sektoral,
sehingga dalam penetapan kemudian perlu disesuaikan dengan rencana-rencana
pengembangan sektoral yang telah ada di samping mempertimbangkan kondisi fisik wilayah.
Sasaran pengembangan kawasan budidaya secara fisik secara umum adalah :
ƒ Memberikan arahan pemanfaatan ruang kawasan budidaya secara optimal dan mendukung
pembangunan berkelanjutan;
ƒ Memberikan arahan untuk menentukan prioritas pemanfaatan ruang antara kegiatan
budidaya yang berbeda;
ƒ Memberikan arahan bagi perubahan jenis pemanfaatan ruang dari jenis kegiatan budidaya
tertentu ke jenis lainnya.
Penetapan arahan pengembangan kawasan budidaya pada dasarnya diarahkan dalam rangka
optimasi pemanfaatan sumber daya alam dan ruang untuk mendukung pembangunan wilayah
yang berkelanjutan. Kriteria untuk mendelineasikan kawasan budidaya secara umum bertitik
tolak dari faktor kesesuaian dan kemampuan lahan. Klasifikasi kawasan budidaya yang
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
IV - 9
berkaitan dengan fungsi utama pemanfaatan ruang untuk menampung kegiatan penduduk.
Kaitannya dengan kondisi eksisting sering terjadi permasalahan tumpang tindih antara
kawasan budidaya yang ditetapkan dengan kegiatan budidaya lain. Secara umum masalah
tumpang tindih ini berkaitan dengan penggunaan lahan yang telah berlangsung lama, kegiatan
sektoral (proyek) atau status penguasaan lahan. Untuk mengarahkan pengembangan apakah
kegiatan-kegiatan yang tumpang tindih tersebut dapat terus berlangsung atau tidak pada masa
yang akan datang, maka perlu suatu arahan pengendalian pemanfaatan ruang. Pengembangan
kawasan budidaya ini perlu ditunjang oleh sarana dan prasarana pendukungnya agar kawasan
tersebut berkembang sesuai fungsinya, hal ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara
optimal bagi kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan sasaran tersebut di atas, maka kebijaksanaan pengembangan kawasan budidaya
akan menyangkut :
ƒ Pengembangan prasarana pendukung tiap kawasan budidaya;
ƒ Pengendalian pemanfaatan ruang kegiatan budidaya yang dapat mengganggu fungsi
lindung;
ƒ Penanganan permasalahan tumpang tindih antar kegiatan budidaya;
ƒ Pengembangan kegiatan utama serta pemanfaatan ruangnya secara optimal pada tiap
kawasan budidaya masing-masing.
Rekapitulasi luasan Kawasan Budidaya untuk peruntukan pertanian, perkebunan, hutan
produksi dan perikanan sebagaimana Tabel IV.4 dan secara visual rencana pengembangan
kegiatan budidaya dapat dilihat pada Gambar IV.1.
Tabel IV.3 ....,
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
IV - 10
Tabel IV.3
KRITERIA PENETAPAN KAWASAN BUDIDAYA
JENIS KAWASAN
DEFINISI
KRITERIA
I. KAWASAN HUTAN PRODUKSI
1. Kawasan Hutan Produksi Terbatas Kawasan yang diperuntukan bagi hutan produksi
Kawasan hutan dengan faktor-faktor lereng lapangan,
terbatas dimana eksploitasinya hanya dapat de-
jenis tanah, curah hujan yang mempunyai nilai skor
ngan tebang pilih dan tanam
125 - 174, di luar hutan suaka alam, hutan wisaata dan
hutan konversi lainnya.
(SK Mentan No. 683/kpts/Um/8/1981 & 837/KPTS/Um/11/1980
2. Kawasan Hutan Produksi Tetap
Kawasan yang diperntukan bagi hutan produksi
Kawasan hutan dengan faktor-faktor lereng lapangan,
tetap dimana eksploitasinya dapat dengan te-
jenis tanah, curah hujan yang mempunyai nilai skor
bang pilih atau tebang habis tanam
125 - 174, di luar hutan suaka alam, hutan wisaata dan
hutan konversi lainnya.
(SK Mentan No. 683/kpts/Um/8/1981 & 837/kpts/Um
/11/1980)
3. Kawasan Hutan Produksi
Kawasan hutan yang bilamana di perlukan dapat
Kawasan hutan dengan faktor-faktor lereng lapangan,
dialihgunakan
jenis tanah, curah hujan yang mempunyai nilai skor
125 - 174, di luar hutan suaka alam, hutan wisaata dan
hutan konversi lainnya.
(SK Mentan No. 683/KPS/Um/8/1981 & 837/kpts/Um/11/1980)
II. KAWASAN PERTANIAN
1. Kawasan Tanaman Pangan
Lahan Basah
Kawasan yang diperuntukan bagi tanaman pa-
Kawasan yang sesuai untuk tanaman pangan lahan ba-
ngan lahan basah dimana pengairannya dapat
sah adalah yang mempunyai sistem dan atau potensi
diperoleh secara alamiah maupun teknis
pengembangan perairan yang Memiliki :
a. Ketinggian < 1000 m
b. Kelerengan < 40 %
c. Kedalaman efektif lapisan tanah atas >30 cm
2. Kawasan Tanaman Pangan
Lahan Kering
Kawasan yang diperuntukan bagi tanaman pa-
Kawasan yang tidak mempunyai sistem atau potensi
ngan lahan kering untuk tanaman palawija, hor-
pengembangan perairan yang Memiliki :
tikultura atau tanaman pangan
a. Ketinggian < 1000 m
b. Kelerengan < 40 %
c. Kedalaman efektif lapisan tanah atas >30 cm
3. Kawasan Tanaman
Tahunan/Perkebunan
Kawasan yang diperuntukan bagi tanaman tahu-
Kawasan yang sesuai untuk tanaman tahunan/perkebu-
nan/perkebunan yang menghasilkan baik bahan
nan dengan mempertimbangkan faktor-faktor :
pangan dan bahan baku industri
a. Ketinggian < 2000 m
b. Kelerengan < 40 %
c. Kedalaman efektif lapisan tanah atas >30 cm
4. Kawasan Peternakan
Kawasan yang diperuntukan bagi peternakan hewan besar dan padang penggembalaan ternak
Kawasan yang sesuai untuk peternakan/penggembalaan hewan besar ditentukan dengan mempertimbangkan
faktor-faktor :
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
IV - 11
a. Ketinggian < 2000 m
b. Kelerengan < 15 %
c. Jenis tanah dan iklim yang sesuai untuk padang
rumput alamiah
5. Kawasan Perikanan
Kawasan yang diperuntukan bagi perikanan baik
Kawasan yang sesuai untuk perikanan ditentukan de-
berupa pertambakan/kolam dan perairan darat
ngan mempertimbangkan faktor-faktor :
lainnya
a. Kelerengan < 8 %
b. Persediaan air cukup
III. KAWASAN PERTAMBANGAN
IV. KAWASAN PERINDUSTRIAN
Kawasan yang diperuntukan bagi pertambangan
Kriteria lokasi sesuai dengan yang ditetapkan Departe-
baik wilayah yang sedang maupun yang akan
men Pertambangan untuk daerah masing-masing, yang
segera dilakukan kegiatan pertambangan
mempunyai potensi bahan tambang bernilai tinggi
Kawasan yang diperuntukan bagi industri berupa
a. Kawasan yang memenuhi persyaratan lokasi industri
tempat pemusatan kegiatan industri
b. Tersedia sumber air baku yang cukup
c. Adanya sistem pembuangan limbah
d. Tidak menimbulkan dampak sosial negatif yang
berat
e. Tidak terletak di kawasan tanaman pangan lahan
basah yang beririgasi dan yang berpotensi untuk
pengembangan irigasi
V. KAWASAN PARIWISATA
Kawasan yang diperuntukan bagi pariwisata
Kawasan yang mempunyai
a. Masyarakan dengan kebudayaan bernilai tinggi dan
diminati oleh pariwisata
b. Bangunan peninggalan budaya dan atau mempunyai
nilai sejarah yang tinggi
VI. KAWASAN PERMUKIMAN
Kawasan yang diperuntukan bagi Permukiman
a. Kesesuaian lahan dengan masukan teknologi yang ada
b. Ketersediaan Air terjun
c. Lokasi yang terkait dengan kawasan hunian yang telah
ada/berkembang
d. Tidak terletak di kawasan tanaman pangan lahan basah
Sumber: Pedoman Penyusunan Tata Ruang di Daerah (Tim Tata Ruang Kepres No. 57 tahun 1989).
4.1.2.3. Arahan Pengembangan Kawasan Hutan Produksi
Ditinjau dari kegiatan eksploitasi yang dapat dilakukan, kawasan hutan produksi
terdiri dari hutan produksi terbatas (HPT), hutan produksi biasa (HPB) dan hutan
produksi konversi (HPK). Hutan produksi terbatas hanya dapat dieksploitasi dengan cara
tebang habis, serta dalam bentuk hutan tanaman industri (HTI). Hutan produksi
konversi, pada dasarnya dapat dikembangkan untuk kegiatan-kegiatan lain di luar sektor
kehutanan. Ditinjau dari lokasinya, kawasan hutan produksi terbatas dan hutan produksi
tetap tersebar di seluruh kabupaten, sedangkan hutan produksi konversi tersebar di Kota
Kupang, Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Belu, Ngada,
Manggarai, Manggarai Barat, Sumba barat dan Smba Timur.
Kebijaksanaan pemanfaatan ruang pada kawasan ini didasarkan pada tujuan utama
pengembangan kawasan budidaya, yaitu mengembangkan areal (kawasan budidaya)
sesuai dengan potensi yang ada. Kebijaksanaan tersebut meliputi :
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
IV - 12
Pengusahaan hutan produksi melalui pemberian ijin HPH dengan menerapkan Pola
Tebang Pilih;
ƒ Pengembangan Pola Hutan Tanaman Industri;
ƒ Pengembangan Zona penyangga pada kawasan hutan produksi yang berbatasan
dengan hutan lindung;
ƒ Pengendalian dan pemantauan kegiatan pengusahaan hutan serta peladangan
berpindah;
ƒ Pemanfaatan ruang pada kawasan hutan produksi konversi untuk kegiatan pertanian
(perkebunan dan tanaman pangan) sesuai dengan potensinya;
ƒ Reboisasi dan rehabilitasi lahan bekas tebangan HPH;
ƒ Penyelesaian masalah tumpang tindih dengan kegiatan budidaya lain (pertanian dan
pertambangan).
Untuk lebih jelasnya arahan pengembangan kehutanan dapat lihat pada Gambar IV.2.
ƒ
4.1.2.4. Arahan Pengembangan Kawasan Pertanian Lahan Kering dan Perkebunan
Upaya pengembangan pertanian lahan kering dilakukan dengan usaha
pengembangan perluasan pertanian lahan kering dari lahan-lahan yang selama ini belum
dimanfaatkan secara maksimum. Upaya pengembangan pertanian lahan kering
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
ƒ Mengembangkan peningkatan mutu intensifikasi lahan usaha, produksi dan
produktivitas serta konservasi lahan dengan sumber air;
ƒ Melakukan penghijauan dan perluasan kawasan perkebunan, untuk penanaman kopi,
kelapa, kemiri, cengkeh, kakao;
ƒ Upaya peningkatan penanaman dengan tanaman yang disesuaikan dengan kualitas
lahan, agar diperoleh hasil optimal;
ƒ Perbaiki agroklimat dan konservasi lahan, melalui penanama tanaman tahunan yang
sekaligus dalam rangka pengembangan farming system berupa usaha tani terpadu
dengan tanaman pangan.
4.1.2.5. Arahan Pengembangan Kawasan Pertanian Lahan Basah
Dalam upaya untuk mendorong peningkatan produktivitas lahan basah telah
ditetapkan kebijakan Gerakan Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah yang
dicanangkan tahun 2004. Berdasarkan kriteria tersebut maka lokasi yang menjadi
sasaran pengembangan lahan basah berdasarkan Wilayah Pembangunan yang
ditetapkan dalam RTRWP Nusa Tenggara Timur adalah desa-desa yang tercakup dalam
lingkup wilayah kerja
pembangunan Satuan Wilayah Sungai (SWS) yang telah
dikembangkan namun belum optimal sebagai berikut
ƒ Satuan Wilayah Sungai (SWS) Timor. Satuan Wilayah Sungai (SWS) Timor
tersebar di Kabupaten Kupang, Kota Kupang, Rote Ndao, Timor Tengah Selatan,
Timor Tengah Utara, Belu dan Kabupaten Alor. Rakapitulasi profil daerah irigasi dan
target optimalisasi yang harus dilakukan sebagaimana Tabel IV.5
ƒ Satuan Wilayah Sungai (SWS) Flores. Satuan Wilayah Sungai (SWS) Flores
tersebar di Kabupaten Lembata, Flores Timur, Sikka, Ende, Ngada, Manggarai dan
Manggarai Barat Rakapitulasi profil daerah irigasi dan target optimalisasi yang harus
dilakukan sebagaimana Tabel IV-6.
ƒ Satuan Wilayah Sungai (SWS) Sumba. Satuan Wilayah Sungai (SWS) Sumba
tersebar di Kabupaten Sumba Timur dan Sumba Barat. Rekapitulasi profil daerah
irigasi dan target optimalisasi yang harus dilakukan sebagaimana Tabel IV.7.
Pengelolaan potensi belum sepenuhnya didukung dengan prasarana yang dibutuhkan
sehingga ada sebagian potensi yang belum dikembangkan saat ini, dan sesuai kebijakan
pembangunan daerah akan terus dikembangkan. Atas dasar kebijakan tersebut maka
optimalisasi pengembangan lahan basah, juga akan dilaksanakan pada lokasi-lokasi baru
dengan pendekatan pengelolaan lebih terencana sehingga lebih efesien dan efektif
dalam mencapai kinerja yang optimal. Berdasarkan prospektif pembangunan pertanian
lahan basah dan mempertimbangkan kemampuan sumberdaya pembangunan terutama
dana dan kemampuan sumber daya manusia, maka untuk meningkatkan capaian kinerja
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
IV - 13
melalui skenario pembangunan yang dapat menjamin adanya integrasi dan sinergitas
pembangunan yaitu : (1) pemihakan; (2) percepatan; (3) peningkatan; (4) penyerasian
dan mengoptimalkan; (5) pengembangan; serta (6) pemberdayaan masyarakat dan
kelembagaan. Pentingnya skenario tersebut mengingat adanya
perbedaan
perkembangan antar Daerah Irigasi. Itu berarti masing-masing daerah irigasi perlu
dikembangkan atas dasar kebutuhan spesifik daerah irigasi maupun Satuan Wilayah
Sungai (SWS). Pentingnya pendekatan spesifik untuk menjamin ada keselarasan antara
kebutuhan pembangunan dengan kebijakan pembangunan yang ditetapkan di tingkat
Nasional, Propinsi maupun Kabupaten/ Kota.
Dalam rangka peningkatan capaian kinerja optimalisasi pengembangan lahan basah di
Propinsi Nusa Tenggara Timur maka dilakukan upaya percepatan pembangunan melalui
pendekatan sebagai berikut :
a. Pendekatan Umum Pembangunan
ƒ Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah, dikembangkan secara terpadu lintas
wilayah administrasi dan
lintas sektor dengan berpedoman pada RTRW
Nasional, RTRW Propinsi dan RTRW Kabupaten/Kota lokasi Daerah Irigasi;
ƒ Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah merupakan kegiatan ekonomi yang
memanfaatkan potensi lahan basah sebagai sentra ekonomi dan ketahanan
pangan harus didukung dengan kemampuan pembangunan yang lebih
partisipatif oleh pelaku dan kelembagaan yang lebih andal;
ƒ Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah sebagai salah satu kegiatan ekonomi
harus mendukung strategi pertumbuhan melalui pemerataan yaitu suatu
perancangan kegiatan pembangunan yang memberikan akses pembangunan
dengan pendekatan spesifik yang memungkinkan pembangunan mencapai
sasaran secara tepat dan mampu membuka akses yang lebih luas pada
masyarakat dalam peningkatan pemerataan pendapatan, pemerataan hasil-hasil
pembangunan, dan akses ekonomi serta akses pasar dengan mendorong simpulsimpul utama kegiatan ekonomi atas dasar karekteristik pengelolan lahan basah
yang relatif beragam;
ƒ Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah harus mampu menyelaraskan prioritas
kegiatan dalam memanfaatan potensi sumberdaya air dan irigasi antara
pemerintah Nasional, Propinsi dan Kabupaten/ Kota;
ƒ Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah harus mampu meningkatkan daya tarik
investasi pada lahan basah terutama dalam pengembangan kawasan andalan
yang basis utamanya pertanian lahan basah;
ƒ Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah harus mampu menciptakan suasana
yang kondusif untuk mendorong inisiatif dan partisipasi aktif masyarakat,
sehinggan terjalin kemitraan antara pemerintah, swasta, dan masyakat dalam
pengembangan usaha terutama untuk usaha kecil dan menengah (UKM) yang
tumbuh dari pengelolaan potensi lahan basah.
Tabel IV.4 ….,
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
IV - 14
Tabel IV.4
REKAPITULASI KAWASAN BUDIDAYA DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
1
No
Kawasan Potensial
Pertanian Lahan Kering dan Hortikultura
2
Pertanian Lahan Basah
3
Perkebunan
4
Hutan Produksi
5
6
7
8
Perikanan Darat
Perikanan Tangkap
Perikanan Pantai
Budidaya Perikanan
ƒ
Budidaya Laut
ƒ
Budidaya Tambak
Satuan
1.528.308 Ha
284.103 Ha
888.931Ha
Tersebar
8.375 Ha
200.000 Km2
5.700 Km
90.605 Ha
55.150 Ha
35.455 Ha
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
Kegiatan Prioritas
Intensifikasi dan ektensifikasi usaha
Pembinaan pelaku dan Kelembagaan
Intensifikasi dan ektensifikasi usaha
Pembinaan pelaku dan Kelembagaan
Intensifikasi dan ektensifikasi usaha
Pembinaan pelaku dan Kelembagaan
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
Intensifikasi dan ektensifikasi usaha
Pembinaan pelaku dan Kelembagaan
Intensifikasi kolam ikan
Intensifikasi potensi tangkap
Intensifikasi kegiatan tangkap
Intensifikasi dan ekstensifikasi
Ekstesifikasi potensial yang belum dikelola
Pembinaan pelaku dan Kelembagaan
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
Komoditas Unggulan Daerah
Pertanian Tanaman Pangan Lahan kering: Jagung dan Palawija
Hortikultura: Jeruk, mangga, pisang
Pertanian Tanaman Pangan Lahan Basah: Padi dan palawija
Pakan ternak besar (sapi)
Andalan nasional : Jambu mete
Andalan Regional : Kopi, kakao, kelapa
Andalam Lokal : Vanili
Hasi kayu: cendana, jati, gaharu
Produksi Non kayu: asam, kemiri kutu lak, madu, asam, kemiri
Bandeng, Mujair
Tuna, Cakalang
Kerapu, Ikan Karang, Ikan Hias
Rumput Laut, Kakap, Udang
Sumber: Bappeda Propinsi Tahun 2004
Tabel IV. 5
Sasaran Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah Pada Sws Timor
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Kabupaten/ Kota
Alor
Kupang
Rote Ndao
TTS
TTU
Belu
TOTAL
Potensial
13.296
18.344
9.310
18.848
22.303
44.213
126.314
Total Luas (Ha)
Fungsional
5.904
8.368
3.912
8.370
9.240
19.634
55.428
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
F/P (%)
44,40
45,62
42,02
44,41
41,43
44,41
43,88
Potensial
6.156
11.253
5.750
9.073
14.722
27.415
74.369
> 3.000 Ha
Fungsional
1.771
2.577
1.107
2.511
2.574
5.890
16.430
F/P (%)
28,77
22,90
19,25
27,68
17,48
21,48
22,09
> 1.000 Ha & < 3.000 Ha
Potensial
Fungsional
F/P (%)
1.599
1.181
73,86
2.075
1.718
82,80
1.007
738
73,29
1.780
1.674
94,04
2.001
1.714
85,66
6.798
3.927
57,77
15.260
10.952
71,77
IV - 15
Potensial
5.541
5.016
2.553
7.995
5.580
10.000
36.685
< 1.000 Ha
Fungsional
2.952
4.073
2.067
4.185
4.952
9.817
28.046
F/P (%)
53,28
81,20
80,96
52,35
88,,75
98,17
76,45
Tabel IV. 6
Sasaran Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah Pada SWS Flores
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Kabupaten/ Kota
Manggarai Barat
Manggarai
Ngada
Ende
Sikka
Flores Timur
Lembata
TOTAL
Potensial
28.279
32.924
34.466
10.665
7.792
4.860
3.732
122.718
Total Luas (Ha)
Fungsional
12.559
17.064
13.530
4.736
3.460
2.158
1.657
55.164
F/P (%)
44,41
51,83
39,26
44,41
44,40
44,40
44,40
44,95
Potensial
11.774
14.465
21.950
4.464
3.115
3.133
2.007
60.908
> 3.000 Ha
Fungsional
3.768
5.852
3.526
1.421
1.038
647
497
16.749
F/P (%)
32,00
40,46
16,06
31,83
33,32
20,65
24,76
27,50
> 1.000 Ha & < 3.000 Ha
Potensial
Fungsional
F/P (%)
3.174
2.512
79,14
4.403
3.901
88,60
2.552
2.351
92,12
1.747
947
54,21
1.538
692
44,99
527
432
81,97
650
331
50,92
14.591
11.166
76,53
Potensial
13.331
14.056
9.964
4.454
3.139
1.200
1.075
47.219
< 1.000 Ha
Fungsional
6.279
7.311
7.653
2.368
1.730
1.079
829
27.249
F/P (%)
47,10
52,01
76,81
53,17
55,11
89,92
77,12
57,71
Potensial
6.000
4.198
10.198
< 1.000 Ha
Fungsional
4.855
2.933
7.788
F/P (%)
80,92
69,87
76,37
Tabel IV. 7
Sasaran Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah Pada SWS Sumba
No.
1.
2.
Kabupaten/ Kota
Sumba Timur
Sumba Barat
TOTAL
Potensial
21.863
13.208
35.071
Total Luas (Ha)
Fungsional
9.710
5.866
15.576
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
F/P (%)
44,41
44,41
44,41
Potensial
13.752
7.328
21.080
> 3.000 Ha
Fungsional
2.913
1.760
4.673
F/P (%)
21,18
24,02
22,17
> 1.000 Ha & < 3.000 Ha
Potensial
Fungsional
F/P (%)
2.111
1.942
91,99
1.682
1.173
69,74
3.793
3.115
82,12
IV - 16
b. Pendekatan Khusus Pembangunan
Satuan Wilayah Sungai (SWS) merupakan kawasan dengan potensi sumberdaya dan
tingkat perkembangan pembangunan yang bervariasi
sehingga pembangunannya
dilakukan dengan pendekatan khusus. Secara umum elemen utama pembangunan untuk
mendukung optimalisasi lahan basah meliputi pembangunan sumberdaya manusia,
pembangunan sarana dan prasarana, dan pembangunan kelembagaan.
Berdasarkan elemen utama pembangunan tersebut sesuai karakteristik masing-masing
wilayah dilakukan pembangunan dengan pendekatan khusus sebagai berikut :
(1) Sumber Daya Manusia
Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan suatu wilayah adalah
kualitas sumber daya manusia. Salah satu indikator yang utama yang digunakan
untuk mengukur kualitas sumber daya manusia untuk mampu mengelola potensi
lahan basah yaitu keterampilan dan penguasaan teknologi. Berdasarkan karakteristik
sumber daya manusia di masing-masing daerah, ditentukan kebijakan dan strategi
pengembangannya sebagai berikut :
ƒ Desa/kelurahan dengan kualitas sumber daya manusia dengan ketrampilan dan
penguasaan teknologi rendah, diterapkan kebijakan percepatan. Percepatan
peningkatan sumber daya manusia dilakukan melalui pelatihan sosialisasi dan
pendampingan secara intensif;
ƒ Desa/kelurahan dengan kualitas sumber daya manusia dengan ketrampilan dan
penguasaan
teknologi
sedang,
diterapkan
kebijakan
pemberdayaan.
Pemberdayaan terhadap SDM dengan kualifikasi sedang, dilakukan dengan
melaksanakan pelatihan secara selektif yang memberi peluang peningkatan
kapasitas dan kualitas kerja;
ƒ Desa/kelurahan dengan kualitas sumber daya manusia baik, diterapkan kebijakan
penguatan. Penguatan kualitas sumber daya manusia dilakukan melalui fasilitasi
pengembangan usaha untuk mendorong tumbuhnya nilai tambah usaha dengan
memanfaatkan kemampuan produksi yang ada.
(2) Prasarana dan Sarana
Ketersediaan prasarana dan sarana wilayah merupakan faktor penunjang
pengembangan wilayah. Oleh sebab itu, secara garis besar kebijakan penyediaan
prasarana dibagi menjadi dua kelompok. Pertama, untuk daerah–daerah yang relatif
memiliki prasarana memadai, kebijakan yang diterapkan adalah kebijakan
penyerasian dan pengoptimalan serta penguatan pembangunan prasarana dan sarana
yang ada. Kedua, untuk daerah-daerah yang memiliki prasarana kurang memadai,
kebijakan yang diterapkan adalah percepatan dan perluasan pembangunan prasarana
dan sarana. Adapun kebijakan dan strategi pengembangan prasara dan sarana di
setiap lingkup kijerja satuan Wilayah Sungai sebagai berikut :
ƒ Penerapan strategi optimalisasi dan penguatan pembangunan prasarana dan
sarana dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan prasarana yang
selama ini dirasa masih rendah. Upaya ini dilakukan dengan menambah sarana
melalui promosi dan penggalangan investasi, serta peningkatan koordinasi antar
sektor dan antar pelaku pembangunan;
ƒ Kebijakan percepatan pembangunan dan perluasan prasarana dimaksudkan untuk
meningkatkan jumlah maupun kualitas prasarana yang dirasakan masih kurang
dengan strategi yang diterapkan antara lain dengan
menambah investasi
pemerintah dan masyarakat.
(3) Kelembagaan
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) dan kelompok tani merupakan lembaga utama
sebagai pengelola langsung potensi pertanian lahan basah, sehingga merupakan
pendukung kelembagaan yang strategis untuk mendukung percepatan optimalisasi
pembangunan lahan basah. Untuk lebih meningkatnya peran kelembagaan dimaksud
maka aspek kelembagaan yang perlu dikembangkan antara lain : (1) aspek
peraturan/ketentuan hukum yang dapat menciptakan rasa adil serta menumbuhkan
gairah dan kepasitas pembangunan oleh masyarakat; (2) operasionaliasi
kelembagaan masyarakat mencakup mekanisme dan tata kerja yang lebih efisien,
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
IV - 17
efektif, demokratis, terbuka rasional dan fleksibel serta mendukung kualitas
pelaksanaan pengelolaan potensi wilayah.
Berdasarkan aspek kelembagaan
dikategorikan menjadi kelembagaan dengan kapasitas dan kuantitas yang memadai
dan yang belum memadai. Memperhatikan nilai rentang penilaian tersebut maka
kebijakan dan strategi pengembangan kelembagaan dilakukan pendekatan sebagai
berikut :
ƒ Kelembagaan P3A dan kelembagaan petani yang kurang memadai diterapkan
kebijakan pengembangan dan peningkatan kapasitas kelembagaan;
ƒ Kelembagan P3A dan kelembagaan petani memadai diterapkan kebijakan
penguatan kapasitas kelembagaan.
4.1.2.6. Arahan Pengembangan Kawasan Peternakan
Dalam rangka meningkatkan produksi dan produktivitas peternakan, upaya yang
dilakukan dengan usaha intensifikasi dan diversifikasi maupun ekstensifikasi dan rehabilitasi
dengan langkah-langkah :
ƒ Tetap mengupayakan pengembangan hijauan, sumber air minum dan konservasi
lingkungan dilokasi padang pengembalaan agar tidak terjadi penurunan daya dukung lahan;
ƒ Pengembangan sistem peternakan terpadu berdasarkan potensi wilayah yang sesuai tempat
beternak seperti sistem ikat (paronasi), mini ranch atau pola PIR swasta.
4.1.2.7. Arahan Pengembangan Kawasan Kelautan dan Perikanan
a. Kebijakan
Dengan semakin meningkatnya kegiatan ekspor dan perdagangan dari sektor perikanan
ini, tentu diperlukan beberapa kebijaksanaan dalam upaya lebih mengoptimalkan wilayah
produksi :
ƒ Usaha rehabilitasi dalam mengamankan dan pemulihan habitat sumber daya perikanan
baik melalui pengawasan terhadap kegiatan penangkapan ikan dengan penggunaan
bahan peledak dan pengembangan hutan-hutan bakau;
ƒ Usaha intensifikasi dan ekstensifikasi tetap memperhatikan daya dukung lingkungan
dan ekosistem perairan darat maupun laut;
ƒ Pengembangan pola-pola usaha tani budidaya darat, pantai dan laut dalam mencari
sumber dan pembinaan habitat serta pengembangan pola desa dalam mendukung
pengembangan wilayah marine dan kawasan lindung perairan laut.
b. Potensi dan Kawasan Pengembangan
Pembangunan perikanan di Propinsi Nusa Tenggara Timur didukung sumberdaya yang
cukup potensial yang tersebar pada pesisir dan laut seluruh kabupaten/Kota. Secara
umum kawasan dan luasan potensi dan komoditas unggulan sebagaimana Tabel IV.8.
Tabel IV.8
Kawasan dan Indikasi Kegiatan Pembangunan Kelautan dan Perikanan
di Propinsi Nusa Tenggara Timur Sampai Tahun 2020
No
1
2
3
4
Kawasan Potensial
Perikanan Darat
Perikanan Tangkap
Perikanan Pantai
Budidaya Perikanan
ƒ
Budidaya Laut
ƒ
Budidaya Tambak
Luas
(Km2)
8.375 Ha
200.000 Km2
5.700 km
90.605 Ha
55.150 Ha
35.455 ha
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
Komoditas
Unggulan
Bandeng, Mujair
Tuna, Cakalang
Kerapu, Ikan Karang, Ikan Hias
Rumput Laut, Kakap, Udang
Sumber: Dinas Perikanan Propinsi NTT Tahun 2004
Dalam upaya meningkatkan keterpaduan pembangunan dengan berbagai sumberdaya
alam yang dapat dikembangkan diantaranya perikanan, pariwisata bahari, jasa kelautan
dan potensi ekonomi lainnya maka pengembangan pesisir laut dikembangkan dengan
pendekatan kawasan. Berdasarkan analisis potensi kawasan dan prospek
pengembangannya maka pengembangan kawasan pesisir dan laut dibedakan menjadi 9
Satuan Wilayah Pengembangan Pesisir dan Laut terpadu (SWPLT) sebagaimana Tabel
IV.9 dan secara visual dapat dilihat pada Gambar IV.3.
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
IV - 18
4.1.2.8. Arahan Pengembangan Kawasan Peridustrian
a. Kebijakan
Pengembangn diarahkan di Kupang Barat (Bolok) Kabupaten Kupang dalam bentuk
kawasan Industri. Untuk pengembangan lebih jauh perlu mengacu pada Keppres No. 53
Tahun 1989 dan Keppres Nomor : 33 Tahun 1990, serta SK Menteri Perindustrian nomor :
291/M/SK/10/1989 tentang Tata Cara Perizinan dan Standar Teknis Kawasan Industri
dengan didukung oleh studi perencanaan Detail Kawasan. Diluar kawasan industri tersebut
diarahkan untuk kegiatan pendukung. Hal ini perlu dipertegas dalam RUTRK,
pengembangan kawasan industri ini tentunya memperkirakan keberadaan sentra-sentra
industri kecil. Kebijaksanaan pemanfaatan ruang pada kawasan industri meliputi :
ƒ Penetapan batas lokasi dan kesesuaian menurut peraturan yang telah
ditetapkan/berlaku serta studi pengalokasian kegiatan industri yang sesuai;
ƒ Lebih mengembangkan industri pengolahan yang berskala sedang, yaitu Industri Hilir
(Kelompok Aneka Industri) dengan tetap meneruskan pengembangan industri kecil
termasuk industri kerajinan dan rumah tangga;
ƒ Prioritas diarahkan pada industri pengolahan hasil-hasil surplus pertanian dan
kehutanan;
ƒ Penyediaan prasarana dan sarana pendukung serta pengembangan sentra-sentra
industri sebagai penunjang pengembangan sektor pertanian dan pariwisata didalam
rangka memperluas kesempatan kerja (usaha) serta meningkatkan pendapatan di
beberapa kota lainnya;
b. Potensi dan Kawasan Pengembangan
Pembangunan industri merupakan prioritas utama pembangunan di Propinsi Nusa
Tenggara Timur yang pengembangannya diarahkan sesuai Potensi dan dan kapasitas
wilayah pengembanganya sebagaimana Tabel IV.10.
4.1.2.9. Arahan Pengembangan Kawasan Pariwisata
a. Kebijakan dan Prioritas Pembangunan
Pengembangan kawasan pariwisata di Nusa Tenggara Timur diprioritaskan untuk menarik
wisatawan mancanegara dan wisatawan domestik yang memberikan konstribusi
penghasilan terbesar ditingkat propinsi maupun tingkat nasional. Kawasan pariwisata yang
dikembangkan di Nusa Tenggara Timur merupakan obyek wisata alam yang telah tercakup
dalam Kawasan Lindung ditambah obyek wisata di kawasan budidaya. Pengembangan
utama diprioritaskan bagi :
ƒ Taman Nasional Pulau Komodo dan wilayah perairan laut sekitarnya;
ƒ Wisata alam Danau Tiga Warna Kelimutu dan wisata pantai seperti: Taman Laut 17
Pulau Riung (Ngada), tanam laut Maumere (Sikka), Pantai Lasiana (Kupang), Pantai
Kuta dan Baing (Sumba Timur), Pantai Rua Wanokaka (Sumba Barat), Pantai Pede
(Labuan Bajo);
ƒ Cagar Alam seperti Taman Wisata Camplong, Taman Wisata Danau Kelimutu. Kawasan
pariwisata di NTT secara spesifik belum ditentukan (hanya wisata alam yang termasuk
kawasan hutan lindung) di dalam setiap Wilayah Pengembangan Pariwisata (WPP).
Pengembangannya baru mencapai pada program peningkatan maupun studi di
beberapa lokasi obyek wisata. Untuk itu sangat diperlukan pengairan (penentuan) dan
pemamtapan antara kawasan wisata di dalam Kawasan Budidaya dan di dalam Kawsan
Lindung.
Tabel IV. 9 …..,
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
IV - 19
Tabel IV.9
SATUAN WILAYAH PENGEMBANGAN PESISIR LAUT TERPADU DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
SAMPAI TAHUN 2020
NO
1
2
SWP Pesisir dan Laut
SWPLT- Selat Ombai-Laut Banda
ƒ
Sub I Atapupu Pesisir Utara Kab. TTU, Belu
ƒ
Sub II Kalabahi Pesisir Kepulauan di Kab. Alor
SWPLT- Laut Sawu I
ƒ
ƒ
3
4
5
6
7
8
9
Sub III Kupang Utara Pesisir Utara Kab. Kupang daratan, Pesisir Pulau Semau
Sub IV Rote Pesisir Pulau Rote
Pusat Kota Pelabuhan
Perikanan
Pariwisata Bahari
Jasa Kelautan
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
Baa
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
Lewoleba
ƒ
ƒ
ƒ
Larantuka
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
Atapupu
Kalabahi
Kota Kupang
SWPLT- Laut Sawu III
ƒ
Sub V Lewoleba Pesisir Kab. Lembata & Flotim
ƒ
Sub VI Pesisir Flotim dan Pulau-Pulau Kecil
Potensi Utama
SWPLT- Laut Sawu II
Sub VII Ende Pesisir Selatan Kab.Sikka, Ende dan Ngada
Ende
ƒ
SWPLT- Selat Sumba
ƒ Sub VIII Waingapu Pesisir Kab.Sumba Timur
ƒ Sub IX Waikelo Pesisir Kab. Sumba Barat
ƒ
ƒ
ƒ
Waingapu
Waikelo
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
Kolbano
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
SWPLT- Laut Timor
ƒ Sub X selatan Timor Pesisir Selatan P.Timor
SWPLT- Laut Hindia
ƒ Sub XI Pesisir Pulau Sabu
SWPLT- Selat Sape
ƒ Sub XII Labuan Bajo Pesisir Kab.Manggarai dan Kabupaten Manggarai Barat
SWPLT- Laut Flores
ƒ Sub XIII Maumere Pesisir Kab. Flotim, Sikka, Ende, Ngada & Manggarai
Seba
Labuanbajo
Maumere
Sumber: Hasil Rencana Tahun 2004.
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
IV - 20
Tabel IV.10
Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Industri Di Propinsi Nusa Tenggara Timur Sampai
Tahun 2020
No
1
2
3
4
5
Kawasan Potensial
Kawasan Industri Kupang Barat dan Kawasan Industri
Bolok
Industri Rakyat di seluruh NTT
Industri Garam di Kupang dan Ngada)
Agroindustri Berbasis Pertaninan dan perkebunan di
Seluruh NTT
Agroindutri perikanan di seluruh NTT
Komoditas Unggulan
ƒ
Industri galangan Kapal
ƒ
Tenun ikat,
ƒ
ƒ
Garam Yodium, Artemia
Kopi, Kacang Tanah, Mete, Kelapa, Kakao.
ƒ
Pengalengan Ikan, Pakan Ternak
Sumber: Dinas Perikanan Propinsi NTT Tahun 2004
Kebijaksanaan pemanfaatan ruang pengembangan pariwisata diprioritaskan pada :
ƒ Penentuan dan pemantapan ruang kawasan pariwisata (agar lebih memantapkan
wilayah pengembangan pariwisata) baik di dalam kawasan lindung dan kawasan
budidaya;
ƒ Lebih meningkatkan fasilitas pendukung dengan menambah akomodasi dan
atraksi wisata dalam rangka memperluas kesempatan kerja (usaha) dan
penerimaan devisa;
ƒ Melanjutkan usaha mengembangkan obyek-obyek wisata lainnya dan penataan
ruang obyek wisata serta promosi produk-produk wisata dalam menjaring
sebanyak mungkin segmen pasar wisata dalam dan luar negeri.
b. Kawasan Pengembangan
Dalam upaya meningkatkan keterpaduan pembangunan kawasan pariwisata yang
didukung dengan aksesibilitas wilayah yang memadai maka dilakukan perwilayahan
pembangunan pariwisata menjadi 7 (tujuh) Wilayah
pengembangan. Dasar
perwilayahan dimaksud mendasari pada aspek keutuhan setiap satuan wilayah
pembangunan mengingat jarak antar satu kawasan wisata dengan kawasan lainnya
relatif berjauhan. Melalui perwilayahan pariwisata maka setia satuan wilayah
pengembangan didukung dengan potensi wisata yang unik menurut wilayahnya dan
dikaitkan secara langsung dengan dukungan aksesibilitas wilayah. Satuan wilayah
pengembangan pariwisata sebagaimana Tabel IV.11 dan secara visual dapat dilihat
pada Gambar IV.4.
4.1.2.10.
Arahan Pengembangan Kawasan Pertambangan
a. Kebijakan Pemanfaatan
Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan kekayaan sumber daya mineralnya,
mempunyai potensi untuk terus ditingkatkan kemampuannya secara kuantitatif
dalam hal eksplorasi maupun yang sudah pada tahap eksploitasi. Prioritas
pengembangan pada tahap eksploitasi seperti tambang bahan galian C dan tentunya
akan terus meningkatkan penelitian eksplorasi bahan galian A dan B. Pendelineasian
kawasan pertambangan pada skala 1 : 250.000 tidak dapat dilakukan, melainkan
perlu ada pada rencana tata ruang yang lebih detail yaitu RTRW Kabupaten dengan
skala 1 : 50.000 atau 1 : 100.000. penggarisannya di dalam peta RTRWK dan di
lapangan perlu sekali diperhatikan, terutama menyangkut masalah pelestarian
lingkungan hidup baik di dalam kawasan lindung maupun di kawasan budidaya, agar
tidak menimbulkan dampak yang lebih buruk bagi masyarakat sekitarnya.
Kebijaksanaan pemanfaatan ruang pengembangan kawasan pertambangan,
dilakukan dengan :
ƒ Penggarisan wilayah kuasa pertambangan atau kontrak kerya di dalam rencana
yang lebih detail dan dilapangan perlu di ukur lebih menitik beratkan akan
pelestarian ekosistem lingkungan dengan jalan lebih meningkatkan
pengendalian/pemantauan kegiatan pertambangan tersebut;
ƒ Melakukan penghijauan dapa kawasan-kawasan bekas penambangan, untuk
menghindari kawasan yang gersang;
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
IV - 21
Pengembangan energi listrik dari sumber panas bumi di Pulau Flores – Lembata
– Alor.
b. Kawasan dan Komoditas Unggulan
Potensi pertambangan di propinsi Nusa Tenggara Timur tersebar di seluruh wilayah
kabupaten, namun beberapa potensi utama tambang terdapat pada kawasan
lindung maupun kawasan budidaya. Potensi tambang dan sebarannya sebagaimana
pada Tabel IV.12 dan secara visualisasi potensi untuk pengembangan energi panas
bumi lihat pada Gambar IV.5.
ƒ
Tabel IV.11 ...........,
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
IV - 22
Tabel IV.11
SATUAN WILAYAH PENGEMBANGAN PARIWISATA DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN 2020
No
1
Kawasan Wisata
Sub Kawasan
Kota Kupang
KWS. Timor I: Kupang-TTSRote Ndao
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
TWA Teluk Kupang
Nembrala
Mutis-Timau
Kolbano
2
KWS Timor II: TTU, Belu, Alor
3
KWS Flores I: LembataFlotim-Sikka
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
Tanjungbastian
Insana
TWAL Alor
Lamalera-Lewoleba
Larantuka
Teluk Maumere
Danau Kelimutu
Riung 17 Pulau
KWS Flores III: ManggaraiManggarai Barat
ƒ
ƒ
Iteng
Pulau Komodo
6
KWS Sumba I : Sumba Barat
ƒ
ƒ
ƒ
Kodi/Pero
Rua
Wanokaka
7
KWS Sumba II: Sumba Timur
ƒ
ƒ
ƒ
Lewa
Baing/Kalala
Taribang
4
5
KWS Flores II : Ende- Ngada
Pintu Masuk
Udara/Bandara
El- Tari
Dukungan Aksesibilitas
Laut/Pelabuhan
Tenau
Lintas Timor (Utara, Selatan)
Atambua
Haliwen
Atapupu
Maumere
Waeoti
Maumere
Terminal Maumere: Pintu
Masuk dari Makasar
Ende
H. Aroebusman
Ende/Ippi
Terminal Ende
Pintu masuk dari Timor
Leste
-
Alam laut
Olah Raga
Megalitik dan Budaya
-
Alam laut
Selam
Budaya
-
Perburuan Ikan Paus
Budaya & Agama
Taman Alam laut/ Selam
Taman Nasional Komodo
(wisata
alam
kelimutu
pegunungan)
Taman Nasional dan Laut
Taman Alam Laut
Budaya
Rekreasi
Megalitik
Alam Laut
Labuan Bajo
Komodo
Labua Bajo
Pintu Masuk dari NTB
Waikabubak
Tambolaka
Waikelo
Terminal waikabubak
-
Waingapu
Mau hau
Waingapu
Terminal Waingapu
Megalitik/Budaya
Sumber: Hasil Kajian Tim RTRWP Tahun 2004
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
Andalan Pariwisata
Darat
IV - 23
Tabel IV.12
INDIKASI KEGIATAN PRIORITAS PEMBANGUNAN PERTAMBANGAN DAN ENERGI
DIPROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2020
No
1
2
3
4
Potensi Tambang
Pertambangan Golongan A
Pertambangan Golongan B
Pertambangan Golongan C
Sumberdaya Energi
Komoditas Unggulan
ƒ
Minyak bumi
ƒ
Emas, Marmer
ƒ
Batu hijau, batu apung dan batu hitam
Energi Panas Bumi, Energi Angin, Energi Surya dan
Energi Mikro Hidro
Sebaran Lokasi Utama
Kabupaten se-NTT
Ngada, TTU, TTS, Belu
Ende, Alor, TTS
Kabupaten se-NTT
Sumber: Dinas Pertambangan NTT tahun 2004.
4.1.2.11.
Arahan Pengembangan Kawasan Permukiman
a. Kebijakan Pembangunan
Kebijakan pengembangan kawasan permukiman dibagi menjadi kawasan
permukiman perkotaan dan pedesaan. Arahan pengembangan kawasan permukiman
kota :
ƒ Lebih mengefisienkan pemanfaatan lahan;
ƒ Peningkatan sistem fasilitas dan utilitas pelayanan;
ƒ Meningkatkan kualitas permukiman kumuh;
ƒ Menigkatkan kualitas lingkungan;
ƒ Memperhatikan proyeksi pertambahan penduduk dengan ketersediaan lahan
permukiman perlu atau tidaknya untuk pengembangan vertikal.
Kebijakan pengembangan kawasan permukiman desa :
ƒ Meningkatkan sumber-sumber air memperluas pelayanan air bersih sampai ke
tingkat desa-desa;
ƒ Meningkatkan kualitas lingkungan pemukiman yang sehat dan bersih;
ƒ Meningkatkan kualitas
dan penyediaan fasilitas dan utilitas lingkungan/
pemukiman;
ƒ Kebijakan pembangunan pada daerah pesisir/perumahan nelayan;
ƒ Akses fisik ke kota/PKL terdekat.
b. Kawasan Pengembangan
Perumahan dan permukiman merupakan salah satu kegiatan yang membutuhkan
ruang. Sehubungan dengan itu maka dalam upaya meningkatkan kualitas
dan kuantitas perumahan dan permukiman dalam upaya mewujudkan permukiman
dan perumahan yang bermartabat dan layak huni maka diarahkan pengembangan
perumahan dan permukiman pada kawasan sebagaimana Tabel IV.13.
Tabel IV.13
INDIKASI KEGIATAN PRIORITAS PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN
DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR SAMPAI TAHUN 2020
No
A
Permukiman
Kegiatan Utama
Permukiman Eksisting
ƒ Permukiman Perkotaan
292
ƒ
ƒ Permukiman Perdesaan
2.278
ƒ
787.714
38,86 %
ƒ
ƒ
ƒ Rumah
ƒ Air bersih
B
Unit
Lokasi baru
ƒ Permukiman Perkotaan
ƒ
29
ƒ Permukiman Perdesaan
227
ƒ Rumah
ƒ Air bersih
ƒ
ƒ
78.771
3,8 %
ƒ
Sebaran Lokasi Utama
Penataan lingkungan: jalan lingkungan,
sanitasi, draenase
Penataan lingkungan: jalan lingkungan,
jalan desa dan sanitasi
Rehabilitasi rumah yang tidak layak huni
Peningkatan kualitas dan kapasitas
layanan
292 Kelurahan Kab./Kota se-NTT
Pembangunan lingkungan: jalan
lingkungan, sanitasi, draenase
Pembangunan lingkungan: jalan
lingkungan, jalan desa dan sanitasi
Pembangunan rumah yang tidak layak
huni
Peningkatan kualitas dan kapasitas
layanan
Kelurahan Kab./Kota se-NTT
292 Kelurahan Kab./Kota se-NTT
292 Desa/Kelurahan Kab./ Kota se-NTT
Kelurahan Kab./Kota se-NTT
Desa/Kelurahan Kab./ Kota se-NTT
Sumber: Hasil Rencana tahun 2004.
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
IV - 24
4.1.3. Pola Pengembangan Kota-Kota
Pola pengembangan kota-kota berkaitan erat dengan tujuan yang ingin dicapai dalam
penyusunan Review RTRWP, dimana kota merupakan pusat koleksi dan distribusi baik
barang maupun orang. Dalam penyusunan Review RTRWP pengembangan sistem kotakota erat kaitannya dengan pengembangan struktur ruang. Arahan pengembangan kotakota sangat terkait dengan fungsi kota dalam percepatan pembangunan daerah.
Sehubungan dengan itu dalam kerangka pembangunan perkotaan perlu dikaitkan dengan
fungsi-fungsi utama kota. Berdasarkan hal tersebut maka arahan pengembangan kota-kota
di Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagai berikut :
1. Besaran kota dan prinsip pengelolaan kota
Berdasarkan proyeksi penduduk hingga tahun 2020 maka kota-kota akan masuk dalam
kategori kota sedang dan kecil dengan fungsi yaitu Kota Pusat Kegiatan Nasional, Kota
Pusat Kegiatan Wilayah dan Kota Pusat Kegiatan Lokal. Berdasarkan kriteria-kriteria
dimaksud maka diklasifikasi besaran kota dan fungsi serta prinsip pengelolaannya
sebagai berikut :
a. Kota Sedang dan PKN
Langkah-langkah
untuk
mewujudkan
tercapainya
pengembangan
dan
pembangunan Kota Sedang dan Pusat Kegiatan Nasional adalah sebagai berikut :
ƒ Penataan kota yang terpadu dengan kota-kota sekitar;
ƒ Mengembangkan badan kerjasama antar kota;
ƒ Menyusun RIS Prasarana untuk keterpadauan program dalam kawasan dengan
pusat-pusat permukiman;
ƒ Mengembangkan sistem transportasi yang sinergis dengan sistem permukiman
den pengembangan kegiatan usaha;
ƒ Didukung oleh sistem trarsportasi kota yang lancar;
ƒ Adanya sistem jaringan jalan yang menunjang pergerakan lintas batas;
ƒ Mendorong peran serta swasta dan pengembangan ekonomi dan investasi
prasarana;
ƒ Mengembangkan kerjasama antar kota untuk jaringan prasarana seperti air
bersih, jaringan jalan, etrairase. Penataan kawasan berbasis zoning regulation;
ƒ Pengaturan sarana prasarana telekomunikasi yang mendukung kegiatan kota;
ƒ Mendorong peran serta swasta dan pengembangan ekonomi dan investasi
prasarana;
ƒ Mengembangkan kerjasarna antar kota untuk jaringan prasarana seperti air
bersih, jaringan jalan, drainase;
ƒ Pembangunan kota yang mandukung skala regional;
ƒ Pembangunan sarana prasarana telekomunikasi yang mendukung kegiatan
kota;
ƒ Pembangunan pusat jasa pemerintah untuk lingkup propinsi atau regional;
ƒ Peningkatan kapasitas outlet (bandara den pelabuhan laut) berstandar
regional;
ƒ Peningkatan fasilitas kesehatan dengan skala pelayanan bertarap internasional;
ƒ Peningkatan fasilitas pendidikan mulai tingkat dasar sampai perguruan tinggi.
b. Kota Kecil PKN
ƒ Penataan kota yang terpadu dengan kota-kota sekitarnya;
ƒ Mengembangkan badan kerjasama antar kota;
ƒ Menyusun RIS Prasarana untuk keterpadauan program dalam kawasan dengan
pusat-pusat permukiman;
ƒ Didukung oleh sistem trarsportasi kota yang lancar;
ƒ Adanya sistern jaringan jalan yang menunjang pergerakan lintas batas;
ƒ Mengembangkan kerjasama antar kota untuk jaringan prasarana seperti air
bersih, jaringan jalan, drairase;
ƒ Pembangunan sarana prasarana telekomunikasi yang mendukung kegiatan
kota.
c. Kota Kecil PKW
ƒ Penataan kota yang terpadu dengan kota-kota sekitarnya;
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
IV - 25
Mengembangkan badan kerjasama antar kota;
Menyusun RIS Prasarana untuk keterpedauan program dalam kawasan dengan
pusat-pusat permukiman;
ƒ Didukung oleh sistem transportasi kola yang lancar yang melayani antar kota;
ƒ Mengembangkan kerjasama antar kota untuk jaringan prasarana seperti air
bersih, jaringan jalan, drainase;
ƒ Pembangunan sarana prasarana telekomunikasi yang mendukung kegiatan
kota;
ƒ Peningkatan pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi;
ƒ Peningkatan fasilitas kesehatan, mulai tingkat RT sampai Tingkat Pelayanan
Kota;
ƒ Pembangunan Rumah Sakit bertarap pelayanan Wilayah.
d. Kota Kecil PKL
ƒ Penataan kota yang terpadu dengan kota-kota sekitarnya;
ƒ Mengembangkan badan kerjasama antar kota;
ƒ Menyusun RIS Prasarana untuk keterpaduan program dalam kawasan dengan
pusat-pusat permukiman;
ƒ Didukung oleh sistem transportasi kota yang lancar;
ƒ Mengembangkan kerjasama antar kota untuk jaringan prasarana seperti air
bersih, jaringan jalan, drainase;
ƒ Pembangunan sarana prasarana telekomunikasi yang mendukung kegiatan
kota;
ƒ Pembangunan fasilitas pendidikan mulai pendidikan dasar hingga pendidikan
atas;
ƒ Pembangunan fasilitas kesehatan, mulai dari tingkat RT sampai pusat
pelayanan kegiatan kota lokal;
ƒ Pembangunan Rumah Sakit dengan skala pelayanan lokal.
2. Kota pantai
Sehubungan dengan posisi geografis sebuah kota, maka terdapat kota pantai yang
hirarkinya sesuai dengan kriteria sebuah kota Pusat Kegiatan Nasional, Pusat Kegiatan
Wilayah dan Pusat Kegiatan Lokal. Namun demikian khusus untuk kota pantai ada
tambahan kriteria sebagai berikut :
ƒ Memiliki potensi ekonomi sebagai sabuk ekonomi;
ƒ Kota yang menjadi pusat keglatan industri pengelolaan hasil laut;
ƒ MemilM akses yang baik dengan kawasan laut sebagai sentra produksi kelautan;
ƒ Kota utama sentra produksi kelautan;
ƒ Kota yang mempunysi akses ke pasar (pintu gerbang) dan akses ke sentra
produksi/kawasan andalan laut/pulau-pulau kecil;
ƒ Memungkinkan secara geografis dan terlindung dari badai dan gelombang besar;
ƒ Kota yang memiliki prasarana transportasi (Pelabuhan Udara, Simpul Jaringan Jalan
Kota) dan akses ke pasar (pusat processing).
Prinsip Pengelolaan Kota Pantai sebagai berikut:
ƒ Perencanaan kota secara terpadu termasuk prasarana perkotaan sesuai kriteria
permukiman;
ƒ Membangun prasarana transportasi penghubung kota pantai dengan sentra
produksi kelautan dan dengan pusat pertumbuhan di daratan;
ƒ Membangun fasilitas pengolahan industri komoditi kelautan;
ƒ Didukung oleh fasilitas pengumpul komoditas kelautan (pelabuhan);
ƒ Pemberian insentif di daerah dan disinsentif di daerah konservasi seperti sempadan
pantai.
Untuk mencapai suatu hirarki kota yang dapat mendekati kenyataan dan dapat
dimanfaatkan dalam usaha pembangunan bidang perekonomian, maka penentuan
hirarki kota lebih ditentukan oleh kebijaksanaan pengembangan perekonomian di masa
mendatang, dengan meningkatkan kegiatan ekspor dan berdasarkan konsepsi untuk
mengembangkan kota-kota pelabuhan. Selain itu kecenderungan hirarki kota yang ada
juga menjadi bahan pertimbangan, meskipun sifatnya tidak mutlak. Hal ini disebabkan
ƒ
ƒ
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
IV - 26
karena kecenderungan perkembangan kota yang teridentifikasi berdasarkan hasil
analisis menunjukan suatu hirarki kota yang cenderung menjadi Kota Kupang sebagai
pusat kegiatan perekonomian, serta kota-kota lainnya menjadi kota-kota dengan hirarki
yang lebih rendah. Sehingga dalam usaha meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
pemerataan pembangunan akan mengalami hambatan, karena setiap kota akan sangat
tergantung dengan Kota Kupang yang berfungsi sebagai pusat kegiatan utama untuk
koleksi-distribusi barang, sebelum disalurkan ke kota-kota yang mempunyai hararki
dibawahnya, maupun sebelum dikirim ke luar wilayah NTT.
Mengingat karakteristik wilayah Nusa Tenggara Timur berupa wilayah kepulauan, dan
guna memacu kegiatan ekonomi untuk meningkatkan pertumbuhan dan pemerataan
pembangunan, maka pola pengembangan kota-kota didasarkan pada pemikiranpemikiran sebagai berikut :
ƒ Untuk mempercepat proses pembangunan (akselerasi kegiatan sosial ekonomi),
khususnya di kawasan perkotaan (dan daerah belakangnya) disetiap pulau, maka
untuk pulau-pulau besar utama (P. Flores, P. Sumba dan P. Timor) masing-masing
harus mempunytai kota orde I (satu)/ Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan
selanjutnnya akan membentuk sistem kota-kota sampai dengan tingkat orde II
(PKW), III (PKL) sampai dengan kota-kota terkecil (merupakan agropolitan yang
pada umumnya merupakan desa-desa pusat pertumbuhan atau ibukota
kecamatan);
ƒ Untuk pulau-pulau yang lebih kecil dan mempunyai kegiatan ekonomi yang cukup
berarti, yaitu Pulau Alor, Pulau Pantar, Pulau Lembata, dan Pulau Sabu masingmasing harus mempunyai kota orde ke III (PKL);
ƒ Kota-kota yang diperkirakan memiliki pertumbuhan yang relatif lebih cepat dan
diharapkan dapat berperan sebagai pusat distribusi dan koleksi untuk daerah
belakangnya adalah kota-kota
pelabuhan. Kota-kota pelabuhan tersebut akan
menjadi pusat kegiatan ekonomi, khususnya kegiatan ekspor dengan memanfaatkan
potensi yang dimiliki oleh daerah belakangnya. Sehingga perkembangan kota-kota
tersebut sangat tergantung oleh potensi yang dimiliki oleh daerah belakangnya yang
menjadi wilayah pelayan serta tingkat aksesibilitas (kemudahan) antara kota-kota
tersebut dengan daerah belakangnya.
Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka hirarki kota-kota untuk kurun waktu
15 (lima belas) tahun mendatang diarahkan sebagaimana Tabel IV.14 dan secara visual
pengembangan sistem kota-kota di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dapat dilihat
pada Gambar IV.6 dan kota-kota pantai pada Gambar IV.7.
Tabel IV.14
SISTEM PENGEMBANGAN KOTA-KOTA
DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2020
Hirarki Kota
Nama Kota
Kota hirarki
I (PKN)
Kota Kupang, Atambua, Waingapu, Labuanbajo dan Maumere.
Kota hirarki
II (PKW)
-
Kota hirarki
III (PKL)
Ibukota Kabupaten: Baa, Soe, Kefamenanu, Kalabahi, Lewoleba, Larantuka, Ende,
Bajawa, Ruteng, Waikabubak
Kota Kecamatan Potensial: Betun, Weitabula, Mbay/Aesesa
Ibukota-ibukota Kecamatan lainnya
Sumber: Hasil Rencana RTRWP tahun 2004
4.1.4. Pola Pengembangan Sistem Prasarana
Pengembangan sistem prasarana, diarahkan pada upaya untuk meningkatkan
aksesibilitas antar kota, maupun antar kota dengan daerah belakangnya. Disamping itu
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
IV - 27
juga diharapkan bisa meningkatkan kegiatan dan pertumbuhan ekonomi di wilayah Propinsi
Nusa Tenggara Timur. Dengan tersedianya sistem prasarana yang memadai, diharapkan
dapat membantu terhadap kelancaran arus orang dan barang serta dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi di propinsi ini.
4.1.4.1. Sistem Prasarana Transportasi
Transportasi merupakan salah satu unsur pembentuk ruang dalam suatu wilayah.
Keberadaannya sangat mempengaruhi tatanan kehidupan manusia baik dalam skala
lokal maupun regional. Dalam konteks pembentukan ruang wilayah perlu diketahui
struktur jaringan transportasi eksisting. Tata ruang Wilayah Propinsi Nusa Tenggara
Timur tidak terlepas dari keberadaan jaringan transportasi darat, transportasi laut, dan
transportasi udara yang dapat dilihat dari arus transportasi yang telah ada.
Dengan melihat kenyataan tersebut dapat dilihat bahwa sebaran simpul-simpul kegiatan
sosial ekonomi masyarakat akan membentuk struktur jaringan transportasi yang akan
membentuk suatu interaksi antar daerah yang sekaligus mendorong usaha pemenuhan
kebutuhan sarana dan prasarana jaringan transportasi. Arus lalu lintas transportasi darat
yang selama ini berlangsung memperlihatkan dinamika pergerakan penduduk dan
barang. Dalam skala lokal, sistem transportasi dibentuk oleh jaringan jalan yang
menghubungkan beberapa simpul kegiatan yang tersebar di setiap kabupaten.
Pergerakan penduduk dan barang inilah yang mendorong Pemerintah Propinsi NTT
untuk terus mengembangkan jaringan jalan yang ada, yang diharapkan nantinya hasilhasil pembangunan dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat di wilayah propinsi ini. Pola
pengembangan sistem transportasi di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur lebih dititik
beratkan pada upaya :
1. Menghubungkan ketempat yang masih terisolir, untuk meningkatkan distribusi
barang dari kantung-kantung produksi, dimana sebagian besar kantung-kantung
produksi berada di wilayah pedalaman yang sampai saat sekarang sistem
transportasi belum menjangkau secara optimal;
2. Menunjang kegiatan ekspor dari wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur baik dalam
lingkup Kawasan Timur Indonesa (KTI), lingkup Nasional, maupun Internasional.
Hal ini berangkat dari usaha meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah guna
mengejar ketertinggalan dari propinsi lain maupun Nasional;
3. Mengembangkan dan meningkatkan peranan sektor-sektor strategis dan dominan
dalam menunjang perekonomian wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur yang
meliputi pertanian industri;
4. Meningkatkan pemerataan pertumbuhan ekonomi antar kabupaten, dengan lebih
meningkatkan hubungan sistem koleksi dan distribusi antar kabupaten maupun
antar kota kabupaten dengan kota-kota kecil di bawahnya;
5. Meningkatkan aksesibilitas dengan meningkatkan prasarana transportasi ke
kantung-kantung produksi yang dirasakan masih terisolir.
Bila mengacu pada Pola Dasar Pembangunan Propinsi Nusa Tenggara Timur, maka
kebijaksanaan pengembangan transportasi di arahkan pada usaha :
ƒ
Meningkatkan transportasi ke tempat-tempat yang belum terjangkau oleh prasarana
transportasi perhubungan;
ƒ
Usaha untuk meningkatkan transportasi ke tempat-tempat yang belum terjangkau
oleh prasarana transportasi perhubungan;
ƒ
Usaha untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi tinggi dengan upaya meningkat
ekspor hasil produk khususnya pertanian, industri dan sosial ekonomi lainnya;
ƒ
Usaha untuk meningkatkan pemerataan pembangunan dan struktur ekonomi antar
wilayah, dengan lebih meningkatkan kegiatan ekonomi yang didukung oleh tingkat
aksesibilitas yang tinggi ke pusat pemasaran.
Berdasarkan kebijaksanaan tersebut, maka program pengembangan transportasi
meliputi transportasi darat, transportasi penyeberangan, laut dan udara.
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
IV - 28
4.1.4.2. Pola Pengembangan Transportasi Darat
a. Kebijakan Transportasi Darat
Strategi pengembangan prasarana transportasi dimaksudkan untuk
mempertinggi mobilitas dan aksesibilitas orang, barang dan jasa. Selain itu
pengembangan transportasi darat diarahkan untuk menghubungkan dan
mempertinggi kemudahan interaksi antara kantong-kantong produksi dengan koleksi
dan distribusi antara pusat-pusat permukiman serta antara pusat-pusat
pertumbuhan dengan daerah belakangnya, merangsang dan mengarahkan pola
perkembangan jalan untuk menciptakan tata ruang yang terpadu.
Dalam rencana sistem jaringan transportasi darat, menyangkut beberapa unsur yang
berkaitan dengan upaya mendorong pertumbuhan masing-masing ruang antara lain
jaringan jalan, terminal, pelabuhan udara dan pelabuhan laut. Berdasarkan hal
tersebut maka perlu terlebih dahulu ditetapkan klasifikasi fungsi jalan yang
dipadukan dengan Peraturan Pemerintah No 26 Tahun1985. Berdasarkan Peraturan
tersebut, sebuah jalan terbagi kedalam 6 tipe klasifikasi jalan sepert tercantum
dibawah berikut :
a). Jalan Arteri Primer;
b). Jalan Kolektor Primer;
c), Jalan Lokal Primer;
d). Jalan arteri Sekunder;
e). Jalan Kolektor Sekunder;
f). Jalan Lokal Sekunder;
Dengan demikian melihat kaitan rencana pengembangan sistem jaringan
transportasi darat dalam RTRWP, maka Kota Kupang, Atambua, Maumere,
Waingapu dan Labuanbajo sebagai pusat Pusat Kegiatan Nasional (PKN) harus dilihat
dari sistem transportasi regional. Dalam sistem tersebut pengembangan jaringan
transportasi darat yang diarahkan dibentuk sesuai dengan struktur dalam rencana
tata ruang wilayah, substansi pengembangan sistem jaringan transportasi (darat)
menyangkut pada sistem pengembangan wilayahnya yang menghubungkan masingmasing jenjang pusat-pusat pelayanannya. Hubungan tersebut secara relatif dapat
digambarkan sebagai berikut :
Kota Orde I
( PKN)
Arteri Primer
Kota Orde II
( PKW)
Kolektor Primer
Kota Orde III
( PKL)
Lokal Primer
Kota Orde IV
( Desa-desa pusat pertumbuhan)
Dengan gambaran di atas, maka sistem jaringan jalan regional yang melintas dan
menghubungkan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dengan Pusat Kegiatan Wilayah
(PKW) dan Pusat Kegiatan Lokal (PKL).
Upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut, pola pengembangan
jaringan jalan di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur antara lain:
ƒ Meningkatkan kualitas jaringan jalan arteri primer yang melintasi kota-kota di
Pulau Timor meliputi Kota Kupang, SoE, Kefamenanu dan Atambua;
ƒ Meningkatkan jalan yang menghubungkan wilayah bagian utara pulau Flores
untuk menghubungkan kota-kota ibukota kecamatan yang berada di jalur utara
dan selatan untuk mendukung terhadap pembangunan perekonomian wilayah.
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
IV - 29
Serta meningkatkan kualitas jalan Ruteng – Bajawa – Ende – Maumere Larantuka untuk lebih meningkatkan hubungan antara kota tersebut;
ƒ Upaya peningkatan jaringan jalan di pulau Lomblen (Kabupaten Lembata);
ƒ Upaya peningkatan jaringan jalan di pulau Alor (Kabupaten Alor);
ƒ Upaya peningkatan jaringan jalan pada kawasan perbatasan;
ƒ Upaya penigkatan jaringan jalan di Pulau Sumba dan upaya membangun jalan
baru ke kantung-kantung produksi;
ƒ Upaya pembangunan jalan di seluruh wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dari
Ibukota Kabupaten ke Ibukota Kecamatan dengan cara bertahap sesuai
anggaran yang ada, guna mempercepat sistem pemasaran produksi;
ƒ Upaya peningkatan dan pembangunan jalan dari Ibukota Kecamatan ke desadesa yang merupakan pusat kegiatan ekonomi pertanian yang masih
memberikan sumbangan relatif besar terhadap perekonomian di Wilayah Propinsi
Nusa Tenggara Timur;
ƒ Upaya peningkatan jaringan jalan pada kawasan prioritas.
b. Pengembangan Prasarana Transportasi Darat
Pengembangan transportasi darat yang didukung kapasitas dan kualitas yang tinggi
ditentukan oleh kelas terminal, kelas jalan dan didukung sarana angkutan darat yang
jumlah dan kapasitsnya memadai. Atas dasar itu arah pengembangan prasarana
transportasi darat sebagaiamana Tabel IV.15 dan secara visual dapat dilihat pada
Gambar IV.8.
Tabel IV.15
Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Jalan dan Perhubungan
Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020
No
1
2
Kawasan Potensial
Jalan dan Jembatan
ƒ Nasional
ƒ Propinsi
ƒ Kabupaten
Terminal
ƒ
Tipe A
ƒ
TipeB
ƒ
Tipe C
Panjang (Km2)/Unit
Arahan Pengembangan
ƒ
ƒ
ƒ
1.121,87
2.939,86
12.866,81
Mempertahankan kualitas
Pengalihan sebagian status menjadi Jalan Nasional
Pengalihan sebagian status menjadi Jalan Nasional
ƒ
ƒ
ƒ
4 unit
16 unit
194 Unit
Kupang, Atambua, Maumere, Labuan Bajo
13 Kota-kota Kabupaten/ Kota se-NTT
Kota-kota ibukota Kercamatan terpilih
Sumber: Hasil Rencana RTRWP Tahun 2004
c. Pengembangan Transportasi Penyeberangan
Pengembangan transportasi penyeberangan adalah bagian dari sistem transportasi
darat, terutama jaringan jalan arteri primer yang menghubungkan simpul-simpul
kegiatan yang terdapat pada jaringan jalan tersebut. Sistem transportasi tersebut
dimulai dari NTB (Pelabuhan Sape) ke Labuan Bajo (Flores/Manggarai Barat) hingga
ke Waibalon (Flores Timur), bersambung ke Solor, Adonara, Lembata (Waiwerang),
menuju ke Pantar (Baranusa) dan Alor (Kalabahi), menyebarang ke Atapupu (Belu)–
Wini (TTU) – Naikliu– Bolok (Kabupaten Kupang). Dari Kupang menghubungkan
ke Semau (Hansisi), Rote (Pantai Baru dan Ba’a), dan ke Sabu (Seba) ke Ende
(Ende). Dari Ende ke Waingapu (Sumba Timur) kembali ke Sape.
Pelabuhan penyeberangan yang telah memiliki fasilitas dermaga dan movable bridge
adalah :
1. Bolok Kupang (Timor);
2. Pantai Baru (Rote);
3. Waibalun – Larantuka (flores Timur);
4. Kalabahi (Alor);
5. Labuan bajo (flores Barat/Manggarai Barat);
6. Aimere (flores Selatan/Ngada);
7. Ipi (Flores Selatan/Ende).
Pelabuhan penyeberangan yang bersifat darurat adalah :
1. Kabir (Pantar);
2. Hansisi (Semau);
3. Bakalang (Pantar);
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
IV - 30
4. Maritaing (Alor);
5. Lewoleba (Lembata).
Kegiatan transportasi penyeberangan yang masih memanfaatkan fasilitas Pelabuhan
Laut adalah Waingapu, Seba, Atapupu, Lewoleba, Baranusa, Waiwerang dan
Balauring, Maumbawa atau Mborong.
Trayek angkutan penyeberangan yang dilayani oleh 9 (sembilan) Kapal Motor
penyeberangan adalah :
a. Kupang – Rote PP;
b. Kupamg – Ende PP;
c. Kupang – Larantuka PP;
d. Kupang – Sabu PP;
e. Kupang – Kalabahi PP;
f. Kupang – Aimere – Waingapu PP;
g. Larantuka – waiwerang – Lewoleba – Balauring PP;
h. Kalabahi – Baranusa – Balauring PP;
i. Kalabahi – Atapupu PP;
j. Labuan Bajo – Sape PP;
k. Waingapu – Sabu PP;
l. Kupang – Aimere PP;
m. Waikelo – Sape PP.
Kebijaksanaan yang ditempuh untuk pengembangan (sesuai Sistem Transportasi
Nasional) antara lain:
Peningkatan Fungsi jaringan Jalan Trans Flores – Lembata – Alor – Timor –
Sumba;
Peningkatan pelabuhan-pelabuhan simpul-simpul kegiatan;
Perbaikan dan penambahan armada penyeberangan serta peninmgkatan
fasilitas keamanan.
Secara visual konsep sistem transportasi penyeberangan dapat dilihat pada Gambar
IV.9.
4.1.4.3. Pengembangan Transportasi Laut
a. Kebijakan Transportasi Laut
Kebijaksanaan pengembangan transportasi laut lebih diarahkan untuk melayani
pergerakan orang dan barang ke setiap pulau besar maupun pulau kecil bahkan ke
wilayah propinsi lainnya. Peranan sistem tranportasi laut baik yang dilayani oleh
PELNI, ASDP maupun Perusahaan Perorangan sangat membantu sekali terutama
untuk ekspor barang-barang hasil produksi yang dipasarkan ke wilayah lain, bahkan
sampai sekarang peran transportas inin sangat memegang peranan penting dalam
pertumbuhan perekonomian di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur. Jenis
pelayaran yang sampai saat ini melayani pergerakan orang dan barang antara lain :
ƒ Pelayanan Nusantara yang dilayani Kapal Laut (KM. Srimau, KM. Awu, KM.
Siguntang dan KM. Dorolonda);
ƒ Pelayaran Kapal Perintis yang melayani pelabuhan lokal dengan rute Waingapu,
Sabu, Kupang, Larantuka, Kalabahi dan Ba’a;
ƒ Pelayaran Kapal Ferry melayani Rote, Sabu, Larantuka, Kalabahi, Aimere, Ende,
Waingapu, Lewoleba, Atapupu dan Baranuasa;
ƒ Pelayaran Kapal Rakyat dengan rute pelayanan lokal.
b. Pengembangan Pelabuhan laut
Pengembangan transportasi laut yang didukung kapasitas dan kualitas yang tinggi
ditentukan oleh kelas pelabuhan yang didukung sarana angkutan kapal laut, feri dan
alat angkut penyeberangan lainnya. Atas dasar itu arah pengembangan pelabuhan
laut sebagaiamana Tabel IV.16.
Kebijaksanaan pengembangan transportasi laut di wilayah Propinsi Nusa Tenggara
Timur dilakukan dengan cara sebagai berikut :
ƒ Lebih meningkatkan fungsi dan kelas pelabuhan;
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
IV - 31
Lebih meningkatkan persinggahan kapal Pelni ke pelabuhan-pelabuhan yang
selama ini belum semuanya dapat di singgahi, hal ini dikarenakan kondisi
pelabuhannya belum mendukung
ƒ Meningkatkan hubungan antar pelabuhan yang dilayani kapal perintis, yang
selama baru beberapa pelabuhan terlayani;
ƒ Meningkatkan peran pelabuhan untuk mendukung kegiatan ekspor- impor
dengan prioritas pada pelabuhan - pelabuhan yang telah mempunyai
interaksi/hubungan
kuat dengan pelabuhan di Pulau Jawa, Sulawesi,
Kalimantan, Maluku dan Papua;
ƒ Pengembangan Pelabuhan Tenau (kupang) sebagai pelabuhan samudera,
pelabuhan ini pada saat sekarang telah dilalui kapal pelni dan kapal jenis lainnya
dan dijadikan sebagai pusat kegiatan eksport-import terutama ke Kawasan Timur
Indonesia (KTI) mapun ke wilayah barat;
ƒ Peningkatan Pelabuhan Waingapu (Sumba Timur) sebagai pelabuhan yang
melayani pengiriman ternak ke Pulau Jawa juga sebagai pusat kegiatan ekspor
kopra dan kopi serta hasil bumi lainnya;
ƒ Peningkatan Pelabuhan Atapupu untuk membantu ekspor ke Kawasan Timur
Indonesia (Maluku), terutama hasil pertanian dan ternak;
ƒ Peningkatan Pelabuhan Maumere (Kabupaten Sikka) sebagai pelabuhan
Nasional, untuk membantu pengiriman hasil produksi dari bagian utara Ende dan
Ngada terutama hasil perkebunan, perikanan laut sebelum dikirim ke Pulau
Jawa;
ƒ Peningkatan Pelabuhan Ippi (Ende) menjadi Pelabuhan Nasional untuk ekspor ke
luar Propinsi Nusa Tenggara Timur;
ƒ Peningkatan Pelabuhan Reo (Kabupaten Manggarai) menjadi Pelabuhan Nasional
yang bisa lebih akses ke Surabaya dan Makasar;
ƒ Peningkatan Pelabuhan Labuanbajo sebagai Pelabuhan Nasional yang dapat
untuk penunjang kegiatan pariwisata di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur;
ƒ Peningkatan Pelabuhan Wini (Kabupaten TTU) sebagai pelabuhan Nasional.
Peningkatan-eningkatan fungsi dan peran pelabuhan ini erat kaitannya dalam upaya
peningkatan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi dengan industri pengekspor
hasil produksi yang akan dieksport, dengan adanya pergeseran pertumbuhan
ekonomi ke wilayah pasifik, maka pengembangan pelabuhan laut akan
menguntungkan bagi wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dalam meningkatkan
pertumbuhan ekonominya, karena mempunyai jarak yang relatif dekat dengan
negara-negara yang berada di pasifik.
Untuk lebih jelasnya pengembangan transportasi laut perintis dan jaringan
transportasi ferry cepat di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dapat dilihat pada
Gambar IV.10 dan Gambar IV.11.
ƒ
Tabel IV.16 ....,
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
IV - 32
Tabel IV.16
RENCANA PENGEMBANGAN STATUS PELABUHAN LAUT
DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
SAMPAI TAHUN 2020
Pelabuhan Lokal
No
2006
2010
Pelabuhan Regional
2015
2020
2006
2010
2015
Pelabuhan Nasional
2020
2006
2010
2015
Pelabuhan Internasional
2020
1
Biu
Biu
Biu
Biu
Seba
Seba
Seba
Seba
Ende
Ende
Ende
Ende
2
Baa
Batutua
Batutua
Batutua
Baranusa
Baranusa
Baranusa
Baranusa
Kalabahi
Kalabahi
Kalabahi
Kalabahi
3
Batutua
Ndao
Ndao
Ndao
Reo
Komodo
Komodo
Komodo
Maumere
Maumere
Maumere
Larantuka
4
Ndao
Papela
Kabir
Kabir
Komodo
Wuring
Wuring
Wuring
Waingapu
Waingapu
Waingapu
Labuan-
5
Papela
Kabir
Kolana
Kolana
Marapokot
Lewoleba
Lewoleba
Wini
Larantuka
Larantuka
Larantuka
Bajo
6
Kabir
Kolana
Waiwerang
Waiwerang
Waikelo
Mborong
Mborong
Papela
Labuan Bajo
Labuan Bajo
Labuan -
Reo
Mananga
Mananga
Marapokot
7
Kolana
Waiwerang
Balauring
Balauring
Wuring
8
Maritaing
Balauring
Aimere
Aimere
Atapupu
Reo
Bajo
Marapokat
Reo
9
Waiwerang
Aimere
Nangalila
Waikelo
Nangalila
Waikelo
Marapokat
Ba’a
10
Lewoleba
Nangalila
11
Balauring
Robek
Robek
Robek
Ba’a
Waikelo
Maritaing
Maurole
Maurole
Maritaing
Ba’a
12
Aimere
Maurole
Lewoleba
Rua
Rua
Maritaing
Mborong
13
Mborong
Rua
Baing
Baing
Mananga
14
Nangalila
Baing
Boking
Boking
Wini
15
Robek
Boking
Paitoko
Paitoko
16
Maurole
Paitoko
P. Ende
P. Ende
17
Rua
P. Ende
P. Palue
P. Palue
18
Baing
P. Palue
Namosain
Namosain
19
Boking
Namosain
Naikliu
Naikliu
20
Paitoko
Naikliu
Hansisi
Hansisi
21
22
Mananga
Wini
Hansisi
Sumber: Hasil kajian Tim RTRWP Tahun 2004
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
IV - 33
2006
Tenau
2010
2020
Tenau
Tenau
Atapupu
Atapupu
Maumere
Waingapu
4.1.4.4. Pola Pengembangan Transportasi Udara
a. Kebijakan Transportasi Udara
Setelah upaya pengembangan transportasi darat dan laut sebagai prioritas
utama, tahap selanjutnya adalah pengembangan transportasi udara. Penetapan
prioritas ini bertitik tolak dari kondisi yang dihadapi wilayah Propinsi Nusa Tenggara
Timur saat sekarang dimana transportasi darat dan laut lebih memegang peran
yang sangat penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan
transportasi udara baru berkembang setelah aktivitas perekonomian berkembang.
Pengembangan sistem transportasi udara banyak persyaratan teknis yang harus
dipenuhi sesuai dengan aturan penerbangan.
Pengembangan sistem transportasi udara di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur,
selain meningkatkan sarana dan prasarana Bandara juga membuka jalur-jalur
penerbangan sebagai berikut :
ƒ Penerbangan Kupang – Australia, jalur ini akan mempunyai arti penting bagi
kedua negara khususnya dalam bidang ekonomi;
ƒ Penerbangan Kupang – Timor Leste;
ƒ Penerbangan perintis dengan pesawat kecil yang melayani antar pulau dalam
wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur khususnya untuk mengangkut
penumpang;
ƒ Peningkatan route penerbangan dari Kupang ke Kota-kota di Pulau Jawa, Bali,
Sulawesi, Maluku dan membuka penerbangan ke Papua;
ƒ Peningkatan Pesawat Foker 27, Foker 28 dan menjadi pesawat Boing 737 seri C,
hal ini bisa lebih banyak mengangkut penumpang dan barang.
b.
Pengembangan Bandara Udara
Secara umum Bandar Udara di lingkungan PT. (PERSERO) Angkasa Pura
diklasifikasikan menjadi :
1. Bandar Udara Andalan; Karakter dan potensinya meliputi :
a. Suatu bandar udara yang secara finansial memberikan sumber dana yang
cukup besar bagi perusahaan sehingga mampu memberikan subsidi silang
bagi bandar udara yang belum mampu mandiri;
b. Tingkat kepadatan lalu-lintas mencapai lebih dari 1 (satu) juta penumpang
setiap tahun;
c. Pengembangan jasa yang menyangkut kegiatan operasional Perusahaan
(Jasa Aeronautika dan Non Aeronautika) dilaksanakan oleh PT Angkasa Pura
sendiri;
d. Pengembangan jasa dari kegiatan non operasional dilaksanakan melalui
kerjasama dengan pihak ketiga, dengan pola KSO dan atau KSM.
2. Bandar Udara Marginal; Karakter dan potensinya meliputi :
a. Suatu bandar udara yang berada dalam kondisi "break even" dengan potensi
pengusahaan yang cukup besar;
b. Tingkat kepadatan lalu lintas telah mencapai 700 (tujuh ratus) ribu
penumpang tiap tahun;
c. Pengembangan jasa aeronautika diselenggarakan oleh PT Angkasa Pura
sendiri;
d. Pengembangan jasa non aeronautika tertentu dikembangkan dengan
menyertakan pihak ketiga melalui pola KSO dan atau KSM;
e. Pengembangan jasa non operasional dikembangkan dalam rangka
peningkatan pendapatan, efisiensi dan efektifitas penggunaan dana,
bersama-sama dengan pihak ketiga melalui pola KSO dan atau KSM.
3. Bandar Udara Sedang Berkembang; Karakter dan potensinya meliputi :
a. Suatu bandar udara yang secara finansial belum mampu untuk mandiri,
disamping pertumbuhan penggunaan jasa/pasar yang masih terbatas;
b. Tingkat kepadatan penumpang mencapai 300 (tiga ratus) ribu penumpang
tiap tahun;
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
IV - 34
c. Pengembangan dilaksanakan melalui efisiensi dan efektifitas penggunaan
dana dengan memanfaatkan potensi usaha seluas-luasnya;
d. Pengembangan jasa aeronautika dan non aeronautika dapat dilaksanakan
secara bersama-sama dengan pihak ketiga melalui pola KSO dan atau KSM;
e. Jasa non operasional dikembangkan seluas-luasnya dengan pihak ketiga
melalui pola KSO dan atau KSM.
Sumber dana pengembangan bandar udara PT Angkasa Pura berasal dari dana
intern perusahaan dan dana pemerintah baik yang melalui DIP/APBN maupun dari
bantuan luar negeri.
Atas dasar hal tersebut di atas, maka arah pengembangan bandara di wilayah
Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagaimana Tabel IV.17 dan konsep jalur rute
penerbangan dapat dilihat pada Gambar IV.12.
Tabel IV. 17 ......,
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
IV - 35
Tebel IV.17
RENCANA PENGEMBANGAN BANDAR UDARA DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
SAMPAI TAHUN 2020
2004
N o
Nama dan Lokasi
Bandar Udara
2006
Kapasitas Daya Muat
Pesawat/ Pasengger
2010
2015
2020
1
El Tari/Kupang
I
150
I
150
I
Kapasitas Daya Muat
Pesawat/ Pasengger
150
I
Kapasitas Daya Muat
Pesawat/ Pasengger
150
I
Kapasitas Daya Muat
Pesawat/ Pasengger
150
2
Wai Oti/Mumere
III
80
III
80
II
150
II
150
II
150
3
Mau Hau/Waingapu
III
40
III
80
II
II
Satar Tacik/Ruteng
IV
19
IV
19
III
150
80
II
4
150
80
150
80
5
Tambolaka/Waikabubak
IV
19
IV
80
III
80
III
80
III
80
6
H. Aroebusman/Ende
IV
40
III
80
III
80
III
80
III
80
7
Komodo/Labuanbajo
IV
40
IV
80
III
Soa/Bajawa
V
19
V
40
IV
80
40
III
8
IV
80
40
IV
80
40
Klas
Kapasitas Daya Muat
Pesawat/ Pasengger
Klas
Klas
Mali/Alor
V
40
IV
40
IV
40
10
Haliwen/Atambua
V
19
V
19
IV
40
11
Gewayantana/Larantuka
V
19
V
19
IV
40
12
Lekunik/Rote
V
19
V
19
IV
40
13
Tardamu/Sabu
V
19
V
19
IV
40
14
Wunopito/Lewoleba
V
19
V
19
IV
40
9
Sumber: Hasil Kajian Tim RTRWP Tahun 2004
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
IV - 36
Klas
III
IV
40
IV
40
IV
40
IV
40
IV
40
IV
40
Klas
III
IV
40
IV
40
IV
40
IV
40
IV
40
IV
40
4.1.5. Sistem Prasarana Ekonomi
4.1.5.1. Pengairan
Iklim di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur, yaitu musim kemarau dan musim
hujan, musim kemarau lebih panjang dibanding musim penghujan, hal ini sangat
mempengaruhi terhadap pola pertanian yang dilakukan oleh masyarakat. Pola pertanian
yang ada sekarang, yaitu lahan kering dan lahan basah. Untuk mengairi pertanian
lahan basah sampai saat ini diupayakan dengan pengembangan sistem pengairan Irigasi
Teknis dan Semi Teknis.
Berdasarkan hal tersebut di atas, pengembangan dan pembangunan pengairan sistem
irgasi teknis diprioritaskan pada wilayah kabupaten dengan kriteria-kriteria sebagai
berikut :
ƒ Mempunyai produktiftas besar;
ƒ Mempunyai luas lahan besar dan potensial;
ƒ Mempunyai sumber mata air;
ƒ Berdasarkan analisa potensi untuk pengembangan pertanian lahan basah.
Berdasarkan kriteria tersebut dan sesuai dengan program dari Dinas Pertanian, yaitu
pengembangan pertanian lahan basah akan diusahakan disetiap kabupaten yang ada di
wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur, yaitu :
ƒ Kabupaten Sumba Barat;
ƒ Kabupaten Sumba Timur;
ƒ Kabupaten Ngada;
ƒ Kabupaten Manggarai;
ƒ Kabupaten Manggarai Barat;
ƒ Kabupaten Timor Tengah Utara;
ƒ Kabupaten Timor Tengah Selatan;
ƒ Kabupaten Rote Ndao;
ƒ Kabupaten Belu;
ƒ Kabupaten Alor;
ƒ Kabupaten Lembata;
ƒ Kabupaten Ende;
ƒ Kabupaten Sikka;
Pada tahap selanjutnya pengembangan pertanian lahan basah dikembangkan pada
kabupaten-kabupaten yang mempunyai potensi untuk pencetakan lahan basah dengan
luasan yang sesuai dengan tingkat irigasi teknis yang akan dikembangkan, produksi dan
sumber mata air pengembanganya sebagaimana terlihat pada Tabel IV.18 dan
pengembangan irigasi teknis lihat pada Gambar IV.13.
Tabel IV.18
Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Sumberdaya Air dan Irigasi
di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai Tahun 2020
No
Prasarana
1
2
Irigasi Teknis
Irigasi Semi Teknis
3
Embung Irigasi
4
Jaringan Irigasi Air
Tanah
5
Waduk
Jumlah
Kegiatan Prioritas
60
1.297
46
1266
5
Peningkatan jaringan dan rehabilitasi
Peningkatan jaringan dan rehabilitasi
ƒ
ƒ
Peningkatan jaringan dan rehabilitasi di 23 lokasi
Pembangunan di 23 Lokasi
ƒ Peningkatan jaringan dan rehabilitasi di 844 lokasi
ƒ Pembangunan di 422 Lokasi
ƒ Pembinaan Kelembagaan P3A, GP3A.
Pembangunan Baru 2 buah, studi kelayakan 3 buah
Lokasi
Kabupaten se-NTT
Kabupaten se-NTT
Kabupaten se-NTT
Kabupaten se-NTT
Pulau Timor, Pulau.
Sumba, Pulau Flores.
Sumber: Bappeda Propinsi NTT Tahun 2004.
4.1.5.2. Prasarana Perdagangan/Pasar
Pengembangan prasarana perdagangan/pasar perlu dikembangkan untuk
mendukung pemasaran hasil produksi atau penyediaan sarana produksi. Sehubungan
dengan itu pembangunan prasarana perdagangan/pasar terutama diarahkan pada
kawasan-kawasan simpul transportasi sehingga memudahkan akses dari para produsen
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
IV - 37
maupun para konsumen mengadakan transaksi. Prasarana perdagangan/pasar setidaktidaknya mengakomodasi kebutuhan sebagai berikut :
ƒ Prasarana perdagangan/pasar untuk kebutuhan transaksi Nasional/Propinsi;
ƒ Prasarana perdagangan/pasar untuk kebutuhan transaksi Wilayah Kabupaten/kota;
ƒ Prasarana perdagangan/pasar untuk kebutuhan transaksi Lokal Kecamatan
ƒ Prasarana perdagangan/pasar untuk kebutuhan transaksi Lokal Desa/Kelurahan;
ƒ Prasarana perdagangan/pasar kawasan perbatasan, yaitu untuk kebutuhan transaksi
di kawasan perbatasan/Internasional.
4.2. ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN PRIORITAS
Kawasan prioritas adalah kawasan yang dianggap perlu diprioritaskan
pengembangannya atau penanganannya serta memerlukan dukungan penataan ruang
segera dalam kurun waktu rencana. Kawasan prioritas tersebut mencakup kawasan-kawasan
yang tumbuh cepat, kawasan-kawasan kritis, kawasan-kawasan terbelakang dan kawasan
yang menunjang sektor-sektor strategis.
Untuk Propinsi Nusa Tenggara Timur, kawasan proritas dengan kriteria kawasan yang
tumbuh cepat dikaitkan dengan kepentingan adanya sektor-sektor strategis untuk
dikembangkan. Dalam pengertian tersebut, kawasan prioritas dianggap sebagai
pengejawantahan sektor-sektor strategis ke dalam ruang, sehingga sangat menunjang
perkembangan sektor strategis lebih lanjut. Kawasan-kawasan prioritas tersebut perlu
didukung oleh rencana penataan ruang agar dapat mengakomodasikan perkembangan
sektor strategis yang diharapkan dapat memacu perkembangan wilayah yang lebih luas.
Selain didasarkan pada keberadaan sektor-sektor strategis yang perlu dikembangkan
penentuan wilayah prioritas perlu juga didasarkan pada tingkat kepentingan pemanfataan
ruang pada kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan fungsi lindung merupakan
kawasan yang diprioritaskan penggunaanya, sedangkan penggunaan kawasan budidaya
baru ditentukan jika kawasan lindung telah ditetapkan. Berdarakan kriteria tersebut di atas
dan hasil analisis yang telah dilakukan, diidentifikasikan kawasan-kawasan prioritas lainnya
yang akan diuraikan di bawah ini.
4.2.1. Penentuan Kawasan Prioritas
1. Kawasan dan Sektor Prioritas
Berdasarkan hasil analisis, untuk Propinsi Nusa Tenggara Timur diidentifikasi
kedalam beberapa sektor strategis, yaitu :
a. Sektor Pertanian dan Peternakan :
ƒ Sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar dalam pembentukan nilai
PDRB Nusa Tenggara Timur dan dalam penyerapan tenaga kerja;
ƒ Mengembalikan wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagai pemasok ternak
untuk kebutuhan secara nasional. Secara nasional ditetapkan Kabupaten Sumba
Barat, Sumba Timur dan Timor Tengah Utara;
ƒ Mempunyai lahan pertanian potensial dalam arti luas terutama untuk
mendukung pengembangan peternakan, perkebunan, dan kehutanan yang
pemanfaatan lahan pada saat sekarang masih belum optimal;
b. Sektor Pariwisata yang telah memberikan kontribusi bagi devisa negara dan
pendapatan masyarakat :
ƒ Potensi wisata yang ada di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur cukup
beragam, berprospek cerah terdapat diseluruh Kabupaten/Kota;
ƒ Prasarana dan sarana serta akomodasi (termasuk atraksi wisata) yang tersedia
di lokasi wisata masih terbatas dan tergantung pada kebijaksanaan
pengembangnya.
c. Sektor Industri :
ƒ Secara nasional telah ditetapkan sebagai tulang punggung struktur ekonomi
disamping sektor pertanian;
ƒ Sektor ini meskipun kurang begitu pesat perkembangan maupun sumbangan
terhadap pembentukan PDRB, tetapi prospek dimasa akan datang akan jauh
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
IV - 38
lebih baik dengan penekanan pada industri pengolahan yang berkaitan erat
dengan pengembangan sektor pertanian dan subsektornya;
ƒ Telah hadir Kelompok aneka industri dan kelompok industri kimia, yang
diharapkan mampu memacu industri kecil dan rumah tangga ditahun-tahun
mendatang.
d. Sektor Kelautan dan Perikanan :
ƒ Potensi sumbner daya alam kelautan sampai saat sekarang belum dieksploitasi
secara optimal;
ƒ Masih banyaknya petani nelayan yang menggunakan alat penangkapan ikan
dengan peralatan tradisional, hal ini menyebabkan hasil tangkapannya kurang
optimal, dan hasilnya hanya untuk memenuhi kebutuhan untuk dikonsumsi;
ƒ Disetiap wilayah Kabupaten/Kota perlu dibuatkan rencana tata ruang kawasan
perikanan terpadu.
e. Sektor Perhubungan :
ƒ Meskipun masih kecil konstribusinya namun ditahun yang akan datang sektor
ini sangat berperan menunjang berkembangnya sektor-sektor tersebut di atas;
ƒ Keterhubungan antar pusat-pusat pelayanan mengandalkan pada angkutan
darat dan angkutan laut yang diharapkan dapat memudahkan pengangkutan
komoditi di dalam dan antar pulau lingkup intra propinsi maupun lingkup antar
propinsi. Disamping itu diharapkan mampu membuka jalur perhubungan antara
pusat pelayanan di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan Kawasan
Timur Indonesia (KTI) maupun wilayah barat.
Dasar penetapan kawasan prioritas adalah sebagai berikut :
ƒ Pengembangan sektor di wilayah tersebut mempunyai dampak yang luas, baik
secara regional mapupun nasional;
ƒ Pengembangan sektor di wilayah tersebut membutukan ruang kegiatan dalam skala
luas;
ƒ Pengembangan sektor yang akan dikembangkan di atasnya mempunyai prioritas
tinggi dalam lingkup regional maupun nasional;
ƒ Kawasan yang mempunyai prospek ekonomi yang tinggi sehingga membutuhkan
penanganan yang mendesak;
ƒ Kawasan kritis yang diperkirakan akan segera membawa dampak negatif,
karenanya perlu dikendalikan dengan segera;
ƒ Kawasan dengan fungsi khusus.
Berdasarkan kriteria tersebut di atas, maka kawasan prioritas di wilayah Propinsi Nusa
Tenggara Timur adalah sebagai berikut :
ƒ KWS Industri Bolok dengan Sub Kawasan Bolok – Tenau;
ƒ KWS Noelmina dengan Sub Kawasan : Oesao – Amarasi - Bena;
ƒ KWS Benanain dengan Sub Kawasan: Besikama-Aeroki;
ƒ KWS Noelbesi dengan Sub Kawasan: Kafan – Eban – Amfoang;
ƒ KWS Alor Selatan dengan Sub Kawasan: Alor Selatan - Lantoka;
ƒ KWS Tanjungbunga - Magepanda dengan Sub Kawasan Tanjungbunga-Konga –
Magepanda;
ƒ KWS Mbay-Maotenda dengan Sub Kawasan: Mbay – Riung - Mautenda-Maurole;
ƒ KWS Lembor dengan Sub Kawasan: Lembor - Ngorang;
ƒ KWS Komodo;
ƒ KWS Iteng dengan Sub Kawasan: Iteng - Buntal;
ƒ KWS Mangili dengan Sub Kawasan : Mangili – Kambaniru - Melolo;
ƒ KWS Wanokaka - Anakalang dengan Sub Kawasan: KWS Wanokaka-Anakalang;
ƒ KWS Kodi - Laratama dengan Sub Kawasan: Kodi - Laratama.
Disamping kawasan di atas juga terdapat kawasan
prioritas pesisir dan laut.
Diperkirakan subsektor tersebut memiliki prospek berkembang dan dapat berperan
sebagai leading sektor. Untuk lebih jelasnya kawasan prioritas dapat dilihat pada Tabel
IV.19 dan secara visual dapat dilihat pada Gambar IV.14.
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
IV - 39
Tabel IV.19
ARAHAN KEBIJAKSANAAN PENGEMBANGAN KAWASAN PRIORITAS
DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2020
NO
KAWASAN PRIORITAS
SUB KAWASAN
LOKASI
PRIORITAS PENGEMBANGAN
1
KWS Noelmina
ƒ
ƒ
ƒ
Sub Kawasan Oesao
Sub Kawasan Amarasi
Sub Kawasan Bena
Kabupaten Kupang dan
Kabupaten TTS
ƒ
ƒ
ƒ
Agribisnis berbasis padi dan palawija
Agribinis berbasis ternak sapi
Agribisnis berbasis padi dan palawija
2
KWS Benanain
ƒ
Sub
Kawasan
Besikama
Sub Kawasan Aeroki
Kabupaten Belu dan
Kabupaten TTU
ƒ
ƒ
Agribisnis berbasis padi dan palawija
Agribisnis berbasis padi dan palawija
Sub Kawasan Kafan
Sub Kawasan Eban
Sub
Kawasan
Amfoang
Sub Kawasan Alor
Selatan
Sub Kawasan Lantoka
Kabupaten Kupang,
Kabupaten TTU dan
kabupaten TTS
ƒ
ƒ
ƒ
Agribisnis berbasis hortikultura jeruk
Agribisnis berbasis hortikultura jeruk
Agribisnis berbasis padi dan palawija
Kabupaten Alor
ƒ
Agribisnis berbasis perkebunan
kemiri dan jambu mete
Agribisnis berbasis padi dan palawija
ƒ
3
KWS Noelbesi
ƒ
ƒ
ƒ
4
KWS Alor Selatan
ƒ
ƒ
5
KWS TanjungbungaMagepanda
ƒ
ƒ
ƒ
6
KWS Mbay-Maotenda
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
7
KWS Lembor-Ngorang
ƒ
ƒ
8
KWS Iteng-Buntal
9
KWS Mangili-Lewa
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
10
KWS Wanokaka-Anakalang
ƒ
ƒ
11
KWS Kodi-Laratama
ƒ
ƒ
12
KWS Bolok
13
KWS Komodo
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
Sub Kawasan
Tanjungbunga
Sub Kawasan Konga
Sub kawasan
Magepanda
Kabupaten Flores Timur
dan Kupang Sikka
Sub Kawasan Mbay
Sub Kawasan Riung
Sub Kawasan
Mautenda
Sub Kawasan Maurole
Kabupaten Ngada dan
Kabupaten Ende
Sub Kawasan Lembor
Sub Kawasan
Ngorang
Sub Kawasan Iteng
Sub Kawasan Buntal
Sub Kawasan Mangili
Sub Kawasan
Kambaniru
Sub Kawasan
Kambaniru
Sub Kawasan
Wanokaka
Sub Kawasan
Anakalang
Sub Kawasan Kodi
Sub Kawasan
Laratama
Sub Kawasan Bolok
Sub Kawasan Tenau
Sub Kawasan Komodo
Sub Kawasan Labuan
Bojo
Kabupaten Manggarai
Kabupaten Manggarai
ƒ
ƒ
ƒ
Agribisnis berbasis hortikultura jeruk
Agribisnis berbasis hortikultura jeruk
Agribinis berbasis padi dan hortikltura
jeruk
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
Agribisnis berbasis hortikultura jeruk
Agribisnis berbasis hortikultura jeruk
Agribinis berbasis padi dan hortikltura
jeruk
Agribinis berbasis padi dan hortikltura
jeruk
Agribisnis berbasis hortikultura jeruk
Agribisnis berbasis hortikultura jeruk
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
Agribisnis berbasis hortikultura jeruk
Agribisnis berbasis hortikultura jeruk
Agribisnis berbasis hortikultura jeruk
Agribisnis berbasis hortikultura jeruk
Kabupaten Sumba Barat
dan Kabupaten Sumba
Timur
ƒ
ƒ
Agribisnis berbasis hortikultura jeruk
Agribisnis berbasis hortikultura jeruk
Kabupaten Sumba Barat
ƒ
ƒ
Agribisnis berbasis hortikultura jeruk
Agribisnis berbasis hortikultura jeruk
ƒ
Kabupaten Sumba Timur
Kecamatan Kupang Barat
kabupaten Kupang
Kecamatan Komodo
Kabupaten Manggarai
Barat
Industri
Pariwisata
Sumber: Hasil Kajian Tim RTRWP Tahun 2005
2. Kawasan Tumbuh Cepat
Dalam kawasan prioritas terdapat kawasan yang
karena kemampuan
pengembangannya dan potensinya ditetapkan sebagai Kawasan yang Tumbuh Cepat
sebagaimana Tabel IV.20.
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
IV - 40
Tabel IV.20
KAWASAN CEPAT TUMBUH DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
SAMPAI TAHUN 2020
No
Kawasan Andalan
1
KW Kupang
dsk
2
KW MaumereEnde
3
KW Komodo
dsk
4
KW RutengBajawa-Mbay
5
KW Sumba
Sektor Unggulan
Kawasan Andalan Laut Yang
Terkait
Kota Dalam Kawasan
PKN
PKW
WS yang melayani
Pelabuhan
Bandara
Udara
Pertanian
Industri
Peternakan
Pariwisata
Perikanan
Pertambangan
Peternakan
Kehutanan
Pariwisata
Industri
Perikanan
Pertanian
Perkebunan
Pariwisata
Pewrtanian
Perkebunan
Industri
Perikanan
KWS Laut Sawu dsk
dg sektor unggulan:
Perikanan
Pertambangan
Pariwisata
Kupang
Atambua (P)
Soe
Kefamenanu
Betun
Noelmina
Tenau
EL Tari
Kws Laut Sawu
dan Laut Flores
dsk dg
Sektor unggulan:
Perikanan
Pariwisata
Maumere
Larantuka
Lewoleba
Ende
Lowe Rea
Lowe Meta
Mauemere
Ipi
Waeoti
Arubusman
Kawasan Andalan
Selat Sape dengan
Sector unggulan:
Pariwisata
Perikanan
Labihanbajo
Perkebunan
Peternakan
Perikanan
Pertambangan
Pariwisata
Pertaninan
Perkebunan
Peternakan
Perikanan
Pertambangan
Pariwisata
Pertaninan
KW andalan Laut
Flores dsk dg
Sektor unggulan
Perikanan
Pariwisata
KW andalan Laut
Selat Sumba dsk dg
Sektor unggulan
Perikanan
Pariwisata
Mbay
Bajawa
Ruteng
Waingapu
Waikabubak
Waitabula
Sumber: hasil kajian Tim RTRWP Tahun 2004
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
IV - 41
3. Kawasan Lindung Strategis
Selanjutnya berkaitan dengan Kawasan Lindung, karena fungsinya yang strategis
maka ditetapkan sebagai kawasan Lindung strategis sebagaimana Tabel IV.21.
Tabel IV.21
KAWASAN LINDUNG STRATEGIS
DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2020
NO
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
KAWASAN STRATEGIS
Taman Nasional Lai Wangi Wanggameti
Taman Nasional Manupeu Tanadaru
Taman Nasional Komodo
Taman nasional lautKomodo
Taman Hutan Raya Prof IR. Herman Yohanes
Cagar Alam Riung
Cagar Alam Maubesi
Cagar Alam Way Wuul/Mburak
Cagar Alam Gunung Langgaliru
Cagar Alam Watu Ata
Wolo Talo Nggede Nalo Merah, Siung
SM Perhalu
SM Kateri
SM Harlu
Taman Wisata Tuti Adigae
Taman Wisata Alam Tujuh Belas Pulau
Taman Wisata Pulau Besar
Taman Wisata Manipo
Taman Wisata Ruteng
LUAS (HA)
5.000
47.014
87.984
173.300
75.000
3.115
2.000
1.830
3.000
15.638
4.898
4.016
1.000
4.560
2.000
5.000
9.900
3.000
2.499
32.248
Sumber: hasil kajian Tim RTRWP Tahun 2004
4. Kawasan Kritis
a. SWS Timor – Rote Ndao – Alor;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Oesao;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Manikin;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Tuasene;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Noelmina;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Nain;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Powu;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Kaubele;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Haekto;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Tala;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Benanain;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Nobelu;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Haekesak;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Waelombur;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Sabu;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Oepoli;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Malibata;
ƒ
Daerah Aliran Manubulu.
b. SWS Flores - Lembata
ƒ
Daerah Aliran Flores Timur;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Bama;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Mati;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Warielou;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Ili Getang;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Mebe;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Wolowana;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Mautenda;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Nangapanda;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Panondiwal;
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
IV - 42
ƒ
Daerah Aliran Sungai Dsampek;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Waikaap.
c. SWS Sumba
ƒ
Daerah Aliran Sungai Wanokaka;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Payeti;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Wanga;
ƒ
Daerah Aliran Sungai Kakaha.
5. Kawasan Khusus
ƒ Pulau Komodo dan peraiaran laut sekitarnya;
ƒ Kawasan Laut Daerah Perbatasan Negara.
6. Kawasan Terbelakang
ƒ Sub. Kawasan Pesisir: Lembata Selatan, Alor, Sumba Selatan, Flores Utara, Timur
Selatan, Rote Selatan;
ƒ Sub. Kawasan Pedalaman: Timor Utara, Timor Selatan, Lembata Tengah dan
Timur, Sumba Timur, Gizing dan Pota;
ƒ Sub. Kawasan Pulau - pulau kecil: Sabu, Raijua, Semau, Palue, Babi, Ndao,
Kepulauan Alor dan Pantar.
4.2.2. Kebijaksanaan Pengembangan Kawasan Prioritas
Pada intinya arahan pengemgangan yang diterapkan pada kawasan-kawasan prioritas
yang telah diidentifikasi, bertujuan untuk menanggulangi permasalahan-permasalahan
yang ada agar potensi-potensi yang terkandung dapat dimanfaatkan dan didayagunakan
seoptimal mungkin, dalam rangka pengembangan wilayah yang lebih luas. Untuk kawasan
prioritas yang tumbuh cepat, arahan pengembangan yang direkomendasikan adalah :
ƒ Melengkapi sarana dan prasarana penunjang yang dibutuhkan oleh masing-masing
kawasan prioritas sesuai dengan karakteristik potensi dan permasalahan yang dimiliki;
ƒ Peningkatan dan rehabilitasi sarana dan prasarana menunjang kegiatan yang akan
dikembangkan, seperti perbaikan prasarana irigasi, pengembangan industri-industri
pengolahandan peningkatan aksesibilitas.
Penetapan kebijksanaan kawasan prioritas di wilayah Propinsi Nusa Tengga Timur didasari
data dan analisis dengan berbagai pariabel-pariabel, secara lebih detail kawasan prioritas
sebagai berikut :
1. Kawasan Industri Bolok;
Kawasan ini terletak di Kecamatan Kupang Barat masuk dalam wilayah Kabupaten
Kupang dengan akses tertinggi terhadap Pelabuhan Laut Ekspor Tenau.
Pengembangannya sebagai suatu zona industri akan bertumpu pada pengolahan hasil
pertanian (agro industri), baik yang berasal dari perkebunan, kehutanan dan
peternakan.
Ditinjau lokasinya yang sangat dekat dengan Pelabuhan Laut Tenau dan memiliki
wilayah hiterland yang akses ke Kupang cukup tinggi, dapat menjadi alternatif lokasi
pemanfaatan kegiatan industri. Arahan pemanfaatan pengembangan yang perlu
dilakukan :
ƒ Studi teknis bagi pengembangan kawasan industri, dapat perupa perencanaan tata
ruang detail zona serta studi kelayakan jenis-jenis industri yang akan
dikembangkan;
ƒ Diarahkan induatri yang dikembangkan adalah industri pengolahan (aneka industri)
yang non-polusi dan industri kimia skala menengah sebagai pendukung kegiatan
sektor kehutanan, pertanian dan peternakan.
2. Kawasan Noelmina dengan Sub Kawasan : Oesao – Amarasi - Bena;
Kawasan ini terletak di dua Kabupaten, yaitu Kabupaten Kupang (Oesao dan Amarasi)
dan Kabupaten Timor Tengah Selatan (Bena). Arahan prioritas pengembangan, yaitu
untuk pertanian lahan basah, lahan kering, perkebunan. peternakan, perikanan dan
pengembangan agroindustri. Orientasi pemasaran hasil produksi pertanian ke Kota
Kupang.
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
IV - 43
3. Kawasan Benanain dengan Sub Kawasan: Besikama-Aeroki;
Kawasan Aeroki terletak di Kabupaten Timor Tengah Utara Kawasan Besikama di
Kabupaten Belu, sedangkan kawsan Besikama terletak di Kabupaten Belu. Arahan
prioritas untuk pengembangan pertanian lahan basah, pertanian lahan kering,
perkebunan, peternakan, perikanan dan pengembangan agro industri. Orientasi
pemasaran hasil produksi pertanian ke Kota Atambua dan daerah perbatasan.
4. Kawasan Noelbesi dengan Sub Kawasan: Kafan – Eban – Amfoang;
Kawasan ini terletak di tiga kabupaten, yaitu Kawasan Kafan masuk Kabupaten Timor
Tengah Selatan, Kawasan Eban masuk dalam Kabupaten Timor Tengah Utara dan
Amfoang masuk dalam Kabupaten Kupang. Arahan prioritas untuk pengembangan
pertanian lahan kering, perkebunan, pengembangan ternak dan kehutanan. Orientasi
hasil produksi pertanian ke Kota Soe, Kota Kefamenanu dan ke Kota Kupang. Khusus
Subkawasan Amfoang dan Eban perlu diprioritaskan dalam penyediaan sarana dan
prasarana, hal ini disebabkan masuk dalam kawasan perbatasan dengan Negara Timor
Leste.
5. Kawasan Alor Selatan dengan Sub Kawasan: Alor Selatan-Lantoka;
Kawasan ini masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Alor yang terletak di bagian
selatan yang berbatasan laut dengan Negara Timor Leste. Arahan prioritas untuk
pengembangan pertanian lahan kering, perkebunan, pengembangan peternakan dan
perikanan. Sedangkan arah pengembangan yang perlu dipersiapkan dibuatkannya
rencana detail tata ruang kawasan perbatasan.
6. Kawasan Tanjungbunga - Magepanda dengan Sub Kawasan TanjungbungaKonga – Magepanda;
Kawasan ini terletak di dua kabupaten, yaitu Kawasan Tanjung Bunga dan Konga
masuk Kabupaten Flores Timur dan Kawasan Magepanda masuk dalam Kabupaten
Sikka. Arahan prioritas untuk pengembangan pertanian lahan basah, lahan kering,
perkebunan, peternakan, perikanan dan agroindustri. Orientasi pemasaran hasil
produksi pertanian ke Kota Maumere, hal ini didukung tersedianya pelabuhan laut dan
Bandara. Ketiga kawasan tersebut dilalui oleh jaringan Jalan Nasional.
7. Kawasan Mbay-Maotenda dengan Sub Kawasan: Mbay – Riung - MautendaMaurole;
Kawasan ini terletak di dua kabupaten, yaitu Kawasan Mbay, Riung masuk Kabupaten
Ngada dan Kawasan Mautenda dan Maurole masuk dalam Kabupaten Ende. Arahan
prioritas untuk pengembangan pertanian lahan basah, lahan kering, perkebunan,
perikanan, peternakan, pengengembangan industri dan pariwisata. Secara geografis
kawasan ini terletak di pantai utara Pulau flores, dengan demikian hasil dari produksi
pertanian maupun industri bisa dipasarkan ke Makasar (Sulawesi Selatan) dan Pulau
Jawa (Surabaya). Keempat Sub kawasan tersebut perlu didukung dengan infrastruktur
yang memadai.
Secara khusus untuk Danau kalimutu perlu dikembangkan kegiatan wisata alam dan
pelestarian kawasan hutan lindung. Dengan demikian keberadaan wisata alam dan
budaya harus dikembangkan tanpa mengganggu keberadaan kawasan hutan
lindungnya. Selain itu pengembangan kawasan ini diarahkan pada :
ƒ Peningkatan dan pengembangan prasarana pariwisata (transpotasi, telekomunikasi,
penerangan);
ƒ Pengembangan dan pemanfaatan obyek wisata dan seni budaya;
ƒ Studi kelayakan dan perencanaan tata ruang kawasan wisata termasuk obyek-obyek
wisatanya sampai ke arah selatan – barat daya (termasuk Kota Ende dan
sekitarnya);
ƒ Pengembangan sarana akomodasi wisata dan atraksi wisata.
8. Kawasan Lembor dengan Sub Kawasan: Lembor - Ngorang;
Secara administrasi kawasan ini masuk dalam Kabupaten Manggarai dengan arahan
prioritas pengembangan pada sektor perikanan, pertanian, pariwisata dan
pengembangan agroindustri. Orientasi pemasaran hasil kegiatan pertanian ke Kota
Ruteng dan Labuanbajo. Dilihat dari geografis sangat memungkinkan mengadakan
interaksi dengan wilayah Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
IV - 44
9.
Kawasan Komodo;
Terletak di Kabupaten Manggarai Barat, yang berfungsi sebagai kota wisata. Memiliki
akses yang lebih baik dengan Propinsi Nusa Tenggara Barat dan sebagai kota
peristirahatan (transit) bagi wisatawan yang berkunjung ke kawasan Pulau Komodo
(termasuk perairan lautnya). Kegiatan wisata yang ada ini diharapkan dapat
mengembangkan kegiatan sektor lainnya dan memperluas kesempatan kerja (usaha).
Sebagai kota yang mengemban fungsi wisata tentu sangat diperlukan berbagai
akomodasi yang sebaik mungkin tingkat pelayanannya kepada konsumen. Untuk
maksud tersebut maka arahan pengembangannya sangat diperlukan :
ƒ Peningkatan
ketersediaan
sarana
pendukung
utama
pariwisata
(perhubungan/transportasi, atraksi wisata menarik, akomodasi, air bersih,
telekomunikasi, air bersih, penerangan);
ƒ Pengembangan prasarana pelabuhan udara dan laut untuk mendukung fungsi
pelabuhan secara khusus sebagai pelabuhan wisata. Pelabuhan laut juga diarahkan
sebagai pelabuhan nelayan dan bukan sebagai pelabuhan barang;
Taman Nasional Pulau Komodo (171.505 Ha) yang terletak di Kabupaten Manggarai
Barat, memiliki kedudukan yang sangat penting dalam pelestarian sumberdaya tropis,
sebagai habitat bagi kehidupan flora dan fauna khas Nusa Tenggara Timur yang mulai
langka. Pengembangan Taman Nasional Komodo sebagai salah satu kawasan lindung di
Nusa Tenggara Timur, perlu diarahkan pada pengembangan zonasi sebagai
berikut :
ƒ Zona inti, untuk perlindungan mutlak dan pengawetan;
ƒ Zona rimba, sebagai benteng akhir perlindungan zona inti, digunakan untuk
kawasan rekreasi terbatas;
ƒ Zona pemanfaatan, diperuntukan bagi pemanfaatan sarana hutan wisata, serta
penelitian;
ƒ Zona penyangga, terletak di batas dalam dan di luar taman nasional.
Untuk pengembangan Taman Nasional ini perlu adanya pengelolaan kawasan secara
terpadu yang dapat mangakomodasi kepentingan pelestarian, perlindungan,
penelitian/pendidikan serta pariwisata. Disamping itu perlu dibuatkan rencana tata
ruang sebagai alat pengendali perkembangan wilayah sekitarnya agar tidak terjadi
konflik penggunaan ruang yang merugikan kawasan wisata itu sendiri.
10. Kawasan Iteng dengan Sub Kawasan: Iteng - Buntal;
Kawasan ini terletak di Kabupaten Manggarai, prioritas pengembangan, yaitu untuk
pertanian lahan basah, lahan kering, peternakan dan perkebunan. Kawasan ini
berorientasi ke Kota Ruteng.
11. Kawasan Mangili dengan Sub Kawasan : Mangili – Kambaniru - Melolo;
Secara administrasi kawasan masuk dalam Kabupaten Sumba Timur dengan prioritas
pengembangan pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, peternakan dan
pengembangan perikanan. Kawasan ini berorientasi ke Kota Waingapu.
12. Kawasan Wanokaka - Anakalang dengan Sub Kawasan: KWS WanokakaAnakalang;
Kawasan ini terletak di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Sumba Barat dan kabupaten
Sumba Timur, dengan arahan prioritas pengembangan pertanian lahan basah,
pertanian lahan kering, perkebunan dan peternakan. Orientasi pemasaran hasil
produksi pertanian ke Kota Waingapu yang didukung oleh Badar Udara dan Pelabuhan.
13. Kawasan Kodi - Laratama dengan Sub Kawasan: Kodi – Laratama;
Secara administrasi kawasan ini masuk dalam Kabupaten Sumba Barat, dengan
prioritas untuk pengembangan pertanian lahan basah, pertanian lahan kering,
perkebunan dan peternakan. Orientasi pemasaran hasil pertanian ke Kota Waikabubak
dan Kota Waingapu yng didukung sarana transportasi baik udara maupun laut.
14. Kawasan Kritis DAS;
Sistem perladangan yang berpindah dengan cara tebas bakar bersifat mengganggu
keseimbangan lingkungan, menghambat pemudaan vegetasi secara alamiah dan
mengakibatkan pembentukan lahan-lahan kritis. Keadaan ini diperparah dengan
penurunan produktif lahan kering yang terus terjadi, disebabkan erosi lapisan subur
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
IV - 45
lahan kering yang kurang memperhatikan kesuburan tanah. Kerusakan sumber alam
dan lingkungan hidup juga terjadi terhadap areal persawahan subur, suaka alam dan
daerah resapan air, karena bekum adanya pengendalian terhadap penggunaan ruang.
Untuk itu, salah satu pendekatan dalam mengatasi permasalahan lahan-lahan kritis
tersebut melalui pelestarian dan perlindungan akosistem didalam suatu kesatuan
Daerah/Wilayah Aliran Sungai (DAS/WAS) terencana, terarah dan terpadu. Beberapa
arahan pengembangan bagi kawasan lahan kritis tersebut di atas adalah sebagai
berikut :
ƒ Diperlukan upaya pencegahan kerusakan dan rehabilitasi lahan-lahan kritis tersebut
yang diteruskan dengan usaha penghijauan, reboisasi dan keservasi hutan, tanah,
air yang secara keseluruhan perlu dipadukan dalam upaya pengembangan
pertanian, kehutanan, pertambangan dan permukiman;
ƒ Untuk menjamin ketersediaan air baik kuantitas maupun kualitas, diusahakan
peningkatan pemeliharaan kawasan yang termasuk cacthment area (terutama di
bagian hulu). Upaya pemeliharaan fungsi dan kemampuan sistem tata air yang
dikembangkan di DAS untuk mencapai terkendalinya erosi dan kesuburan tanah
yang mantap;
ƒ Pendayagunaan lahan kritis melalui rehabilitasi lahan diarahkan menjadi lahan
pertanian yang produktif, upaya pemukiman kembali dalam areal pertanian,
pengembangan usaha kehutanan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
masyarakat peladang berpindah. Selanjutnya hutan rakyat dan kawasan hutan
produksi dekat pedesaan akan dikembangkan sebagai hutan serba guna;
ƒ Perlu juga dilaksanakan pengamanan sungai dan pengembangan wilayah sungai
dan penanggulangan bencana alam. Rehabilitasi sungai dan pengembangan daerah
aliran sungai terutama dilaksanakan di bagian hilir aliran sungai yang investasi
pengairannya sudah tinggi dan permukimannya padat.
15. Wilayah Laut dan Daerah Perbatasan Negara;
Panjang garis perbatasan darat Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan Timor Leste
adalah 255,4 km, mencakup 3 (tiga) wilayah kabupaten yaitu di Kabupaten Belu,
Timor Tengah Utara dan Kupang. Sesuai dengan perjanjian antara pemerintah Kolonial
Belanda dan Portugis tanggal 1 Oktober 1904 perbatasan antara Oekusi – Ambeno
wilayah Timor-Timur dengan Timor Barat dimulai dari mulut sungai Besi sampai muara
sungai (Thalueg) dengan panjang lingkar perbatasan 115 Km, dengan perincian
Kabupaten Timor Tengah Utara 104,5 Km Kabupaten Kupang 10,5 Km.
Kawasan perbatasan darat Timor Barat dengan Timor Leste meliputi 9 Kecamatan
yaitu :
ƒ Kabupaten Kupang: Kecamatan Amfoang Utara;
ƒ Kabupaten Timor Tengah Utara; Kecamatan Miomaffo Barat, Miomaffo Timur dan
Kecamatan Insana Utara;
ƒ Kabupaten Belu; Kecamatan Malaka Timur, Tasifeto Barat, Tasifeto Timur,
Lamaknen dan Kecamatan Kobalima.
Kawasan perbatasan Laut Wilayah NTT dengan Timor Leste meliputi 4 Kabupaten, 5
Kecamatan yaitu :
ƒ Kabupaten Kupang: Kecamatan Amfong Utara.
ƒ Kabupaten Belu: Kecamatan Tasifeto Barat, Kecamatan Kobalima.
ƒ Kabupaten Timor Tengah Utara: Kecamatan Insana Utara
ƒ Kabupaten Alor: Kecamatan Alor Barat Daya.
Kawasan perbatasan Laut Wilayah NTT dengan Australia meliputi wilayah laut
Kabupaten Rote Ndao dan Pulau Sabu Kabupaten Kupang.
Percepatan pembangunan wilayah perbatasan memerlukan program kerja terpadu
dengan arah pembangunan diletakkan pada aspek sebagai berikut :
ƒ Pemantapan pembangunan bangsa (Nation Building) dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
ƒ Meningkatkan kesejahtraan masyarakat wilayah perbatasan;
ƒ Meningkatkan mutu sumber daya manusia dan masyarakat wilayah perbatasan
termasuk masyarakat pengungsi sehingga mempunyai daya tahan dan daya saing
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
IV - 46
yang tinggi dengan masyarakat di negara tetangga baik dalam bidang ekonomi
maupun dalam bidang sosial budaya dan sosial politik.
Perlu adanya kerja sama aparat pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan
Negara Timor Leste dalam menangani permasalahan terutama yang berkaitan dengan
perdagangan komoditi ekspor-impor, pemanfaatan pelabuhan laut, pengendalian dan
pemantauan kawasan lindung maupun peningkatan keamanan. Apabila kebijakan yang
ditempuh sendiri-sendiri kurang menguntungkan dan tidak efisien, mengakibatkan
pengeluaran biaya besar.
16. Kawasan Terbelakang
Kawasan terbelakang disini tidak dimaksudkan menunjukan adanya masyarakat yang
primitif atau terbelakang dalam arti terisolir, melainkan kawasan yang tidak ditunjang
ketersediaan dan kelancaran perhubungan dan komunikasi wilayah ini dengan wilayah
lainnya, menyebabkan wilayah ini hanya berhubungan dengan wilayah tertentu saja
dan tertutup untuk wilayah lainnya. Minimnya ketersediaan infrastruktur perhubungan
darat dan laut dan pendukung lainnya, mengakibatkan wilayah tersebut tidak lancar
dalam berkomunikasi dan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya tertinggal jauh
dibelakang dengan wilayah lainnya. Arahan pengembangannya terutama untuk :
ƒ Peningkatan dan pembangunan prasarana jalan dengan pembukaan daerah-daerah
yang terisolir, disamping membuka hubungan dengan kantung-kantung produksi
baru;
ƒ Pembangunan prasarana pelabuhan laut, dimungkinkan pelabuhan rakyat agar
komunikasi dengan daerah lain lancar (bila pembangunan prasarana jalan tidak
dapat memungkinkan);
ƒ Upaya peningkatan resetlemen (permukiman baru) bagi penduduk yang masih
berpencar agar upaya pembangunan infrastruktur memudahkan pemerintah daerah
setempat.
4.3. KEBIJAKSANAAN PENUNJANG PENATAAN RUANG
Rencana Struktur Tata Ruang Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan cakupan materi
seperti telah diuraikan pada bagian sebelumnya, dalam pelaksanaannya perlu didukung oleh
berbagai kebijaksanaan penunjang untuk perwujudannya. Kebijaksanaan penunjang ini baik
yang bersifat keruangan spasial, yaitu secara langsung melalui arahannya akan menunjang
upaya perwujudan struktur tata ruang propinsi maupun yang bersifat bukan keruangan/non
spasial yang secara tidak langsung akan menunjang perwujudan Struktur Tata Ruang
Propinsi.
4.3.1. Kebijaksanaan Penunjang Yang Bersifat Spasial
Kebijaksanaan penunjang yang bersifat spasial adalah kebijaksanaan penatagunaan
tanah. Tanah (lahan) atau ruang daratan beserta sumberdaya alam yang terkandung
didalamnya merupakan unsur ruang utama, sehingga pemanfaatannya perlu diarahkan
dalam konteks tata ruang dengan senantiasa memperhatikan azas lestari, optimal,
seimbang dan berkelanjutan.
Pokok-pokok kebijaksanaan penatagunaan tanah yang diuraikan diharapkan dapat menjadi
landasan bagi evaluasi terhadap Rencana Tata Guna Tanah (RTGT) pada tingkat propinsi
yang akan terdiri dari rencana penyediaan, peruntukan dan penggunaan tanah. Dalam
konteks ini tercermin keterkaitan RTRWP sebagai rencana tata ruang yang bersifat makro
dengan RTGT. Dalam kaitannya dengan dua fungsi, yaitu lindung dan budidaya, maka
kebijaksanaan penatagunaan tanah di Nusa Tenggara Timur sebagai penunjang
perwujudan RTRWP sebagai berikut :
1. Kebiijaksanaan Penatagunaan Tanah pada Kawasan Lindung;
Didasarkan pada tujuan pemantapan kawasan lindung, pokok-pokok kebijaksanaan
penatagunaan tanah sebagai penunjang adalah :
ƒ Menyelesaikan permasalahan tumpang tindih dan konflik penggunaan tanah antara
kepentingan lindung dan budidaya berdasarkan ketentuan/peraturan yang ada;
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
IV - 47
2.
ƒ Pengendalian secara ketat terhadap cara penggunaan tanah oleh penduduk atau
proyek pembangunan (sektoral) tertentu dalam kawasan lindung yang
diperbolehkan agar tidak mengganggu fungsi lindung;
ƒ Pada kawasan lindung yang diatasnya telah terdapat kegiatan budidaya perlu
dilakukan tindakan penanganan atau penyelesaiannya, misalnya dalam bentuk
pembebasan atau pencabutan hak atas tanah, pemindahan penduduk, upayaupaya konservasi/rehabilitasi tanah, pembebasan kegiatan secara enclave, serta
pemindahan kegiatan secara bertahap ke luar kawasan lindung.
Kebijaksanaan Penatagunaan Tanah pada Kawasan Budidaya;
Didasarkan pada tujuan pengembangan kawasan budidaya, kebijaksanaan
penataguanaan tanah sebagai penunjangnya dibedakan menurut tingkat pemanfaatan
ruang kawasan, yaitu yang berdekatan dengan kawasan lindung diatasnya (hutan
produksi) dan kawasan budidaya intensif (pertanian tanaman pangan lahan basah,
pertanian tanaman pangan lahan kering dan perkebunan, perindustrian, permukiman).
Pokok-pokok kebijaksanaan adalah :
ƒ Penggunaan tanah pada kawasan budidaya yang bersifat sebagai penyangga
kawasan lindung diatasnya (hutan produksi) perlu disertai dengan upaya-upaya
konversi tanah secara ketat;
ƒ Penggunaan tanah di kawasan azas konvertibilitas penggunaan tanah. Meskipun
demikian pengalihan antar penggunaan (dari yang kurang intensif ke tingkat yang
lebih intensif) perlu dikendalikan melalui mekanisme perizinan (pencadangan tanah,
perizinan lokasi).
Pokok-pokok kebijaksanaan penatagunaan tanah bagi kawasan lindung dan kawasan
budidaya yang mengacu pada RTRWP harus dijabarkan lebih lanjut dalam Rencana
Tata Guna Tanah, yang terdiri dari :
ƒ Rencana Persediaan Tanah; sebagai rencana dasar yang menggambarkan kawasan
yang dilarang diusahakan (kawasan lindung) dan kawasan yang dapat diusahakan
(kawasan budidaya);
ƒ Rencana Peruntukkan Tanah; sebagai arahan letak kegiatan pembangunan utama
dan penunjang sesuai dengan strategi pembangunan daerah jangka panjang;
ƒ Rencana Penggunaan Tanah; sebagai letak proyek-proyek pembangunan yang
akan dilaksanakan dalam jangka menengah, melalui kegiatan pembebasan tanah,
pencadangan tanah, serta izin lokasi dan izin site oleh pemerintah daerah.
Selain kebijaksanaan penatagunaan tanah di atas, untuk mewujudkan struktur tata
ruang propinsi perlu adanya kebijaksanaan yang menyangkut pengendalian tata ruang
secara keseluruhan.
4.3.2. Kebijaksanaan Penunjang Yang Bersifat Bukan Spasial
Perwujudan RTRWP Nusa Tenggara Timur ditentukan juga oleh kebijaksanaan
penunjang yang bersifat bukan spasial. Kebijaksanaan ini secara tidak langsung
mempengaruhi struktur tata ruang wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dalam kurun
waktu 15 (lima belas) tahun mendatang. Kebijaksanaan tersebut mencakup kebijaksanaan
kependudukan, kebijaksanaan pengembangan perekonomian dan investasi, kebijaksanaan
pengelolaan lingkungan dan kebijaksanaan pengembangan kelembagan.
4.3.2.1. Kebijaksanaan Kependudukan.
Kebijaksanaan Kependudukan dalam kurun waktu 15 (lima belas) tahun
mendatang mencakup pengendalian laku kependudukan dan penyebaran penduduk
serta peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kebijaksanaan pengendalian laju
pertumbuhan penduduk diupayakan dengan mempertimbangkan prinsip daya dukung
lingkungan serta potensi pengembangan pangan dan air. Walaupun sebagian besar
lahan potensial belum diusahakan secara optimal dalam pemanfaatannya, namun
kemungkinan laju pertumbuhan penduduk yang terus meningkat perlu dikendalikan, hal
ini dilakukan agar daya dukung lingkungan dan sumber daya alam yang tersedia dapat
mengakomodasi pertambahan penduduk jangka panjang. Kebijakan kependudukan
dilakukan melalui upaya-upaya sebagai berikut :
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
IV - 48
a. Dalam kurun waktu 15 (lima belas) tahun mendatang, kebijaksanaan penduduk
jangka panjang diarahkan untuk mengurangi laju pertumbuhan penduduk dari 1,79
% per tahun (1990-2000) menjdi lebih kecil 1,69 %. Pengedalian pertumbuhan
dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut :
ƒ Pengembangan pendidikan tinggi untuk menaikkan usia kawin pertama di
wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur;
ƒ Memperbesar jarak antar anak melalui peningkatan program pendidikan;
ƒ Mengurangi rata-rata jumlah keluarga dengan meningkatkan kualitas Keluarga
Berencana (KB) yaitu masing-masing keluarga dengan dua anak;
ƒ Menekan angka kelahiran yang terjadi di luar nikah atau diluar perencanaan
keluarga;
ƒ Pengendalian arus migrasi penduduk dengan menekan arus migrasi penduduk
yang tidak memiliki pekerjaan tetap.
Untuk lebih jelas jumlah dan perkembangan penduduk di wilayah Propinsi Nusa
Tenggara Timur berdasarkan hasil proyeksi sampai tahun 2020 dapat dilihat pada
Tabel IV.23.
Tabel IV.23. ........,
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
IV - 49
Tabel IV.23
PERKIRAAN JUMLAH PENDUDUK PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN 2020
No
Kabupaten/ Kota
1 Sumba Barat
Jumlah
Penduduk
Awal 2003
186,557
TAHUN
2004
2005
189,542 192,575
2006
2007
2008
195,656
198,786
201,967
2009
2010
205,198 208,481
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
211,817
215,206
218,650
222,148
225,702
229,314
232,983
236,710
240,498 244,346
2 Sumba Timur
198,186
201,357 204,579
207,852
211,178
214,556
217,989 221,477
225,021
228,621
232,279
235,996
239,771
243,608
247,506
251,466
255,489 259,577
3 Kupang
332,419
337,738 343,142
348,632
354,210
359,877
365,635 371,485
377,429
383,468
389,604
395,837
402,171
408,605
415,143
421,785
428,534 435,390
4 Timor Tengah Selatan
404,516
410,988 417,564
424,245
431,033
437,930
444,936 452,055
459,288
466,637
474,103
481,689
489,396
497,226
505,182
513,265
521,477 529,820
5 Timor Tengah Utara
177,918
180,765 183,657
186,595
189,581
192,614
195,696 198,827
202,008
205,241
208,524
211,861
215,251
218,695
222,194
225,749
229,361 233,031
6 Belu
331,412
336,715 342,102
347,576
353,137
358,787
364,528 370,360
376,286
382,306
388,423
394,638
400,952
407,368
413,885
420,508
427,236 434,071
7 Alor
168,965
171,668 174,415
177,206
180,041
182,922
185,848 188,822
191,843
194,913
198,031
201,200
204,419
207,690
211,013
214,389
217,819 221,304
8 Lembata
97,733
99,297
100,885
102,500
104,140
105,806
107,499 109,219
110,966
112,742
114,546
116,378
118,240
120,132
122,054
124,007
125,991 128,007
9 Flores Timur
215,876
219,330 222,839
226,405
230,027
233,708
237,447 241,246
245,106
249,028
253,012
257,060
261,173
265,352
269,598
273,911
278,294 282,747
10 Sikka
276,590
281,015 285,512
290,080
294,721
299,437
304,228 309,095
314,041
319,065
324,171
329,357
334,627
339,981
345,421
350,947
356,563 362,268
11 Ende
238,486
242,302 246,179
250,117
254,119
258,185
262,316 266,513
270,777
275,110
279,512
283,984
288,528
293,144
297,834
302,600
307,441 312,360
12 Ngada
244,242
248,150 252,120
256,154
260,253
264,417
268,647 272,946
277,313
281,750
286,258
290,838
295,491
300,219
305,023
309,903
314,862 319,899
13 Manggarai
481,479
489,183 497,010
504,962
513,041
521,250
529,590 538,063
546,672
555,419
564,306
573,335
582,508
591,828
601,297
610,918
620,693 630,624
14 Manggarai Barat
179,858
182,736 185,659
188,630
191,648
194,715
197,830 200,995
204,211
207,479
210,798
214,171
217,598
221,079
224,617
228,210
231,862 235,572
15 Rote Ndao
102,651
104,293 105,962
107,658
109,380
111,130
112,908 114,715
116,550
118,415
120,310
122,235
124,190
126,177
128,196
130,247
132,331 134,449
16 Kota Kupang
JUMLAH
251,170
255,189 259,272
263,420
267,635
271,917
276,268 280,688
285,179
289,742
294,378
299,088
303,873
308,735
313,675
318,694
323,793 328,973
3,888,058 3,950,267 4,013,471 4,077,687 4,142,930 4,209,217 4,276,564 4,344,989 4,414,509 4,485,141 4,556,903 4,629,814 4,703,891 4,779,153 4,855,619 4,933,309 5,012,242 5,092,438
Sumber: Hasil Analisis tahun 2004
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
IV - 50
b. Kebijaksanaan pengendalian penyebaran penduduk ditujukan untuk menyebarkan
penduduk secara merata sesuai daya dukung lingkungan dan potensi sumber daya alam,
namun hal tersebut tidaklah mudah dilaksanakan. Kecenderungan persebaran penduduk
yang tidak merata tersebut perlu diantisipasi agar dimasa mendatang kesenjangan jumlah
dan kepadatan penduduk di setiap Kabupaten/Kota tidak bertambah besar, yang
selanjutnya berimplikasi terhadap bertambahnya tekanan penduduk terhadap hidup dan
pemanfaatan potensi sumber daya alam. Kebijaksanaan penyebaran penduduk harus
diarahkan pada pemerataan penduduk antara kabupaten bagian
utara
dengan
kabupaten bagian selatan dan ke wilayah yang berpotensi dalam berproduksi hasil bumi.
Upaya pengendalian penyebaran penduduk yang lebih merata dapat dilakukan melalui :
ƒ Program permukiman kembali (resettlement);
ƒ Program Transmigrasi;
ƒ Pengembangan ekonomi skala besar seperti perkebunan pertambangan dan industri
pengolahan primer yang bersifat padat karya di daerah yang penduduknya masih
jarang;
ƒ Penyebaran fasilitas dan infrastruktur sosial-ekonomi.
c. Kebijaksanaan peningkatan kualitas sumber daya manusia menyangkut usaha-usaha yang
ditujukan untuk meningkatkan pendidikan dan tingkat kesehatan dapat dilakukan melalui :
ƒ Meningkatkan dan meyebarkan fasilitas pendidikan sekolah menengah dan atas;
ƒ Meningkatkan dan memyebarkan fasilitas pendidikan ketrampilan (kejuruan);
ƒ Memasyarakatkan pentingnya pendidikan bagi setiap orang;
ƒ Memasyarakatkan pentingnya kesehatan bagi setiap orang;
ƒ Meningkatkan dan menyebarkan fasilitas kesehatan dan tenaga medis;
ƒ Meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat;
ƒ Meningkatkan kondisi lingkungan yang tidak mendukung kesehatan.
4.3.2.2. Kebijaksanaan Pengelolaan Lingkungan
Pengelolaan lingkungan yang bijaksana untuk mempertahankan daya dukung lingkungan
sangat diperlukan agar Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur yang telah
dirumuskan dapat tercapai. Untuk maksud tersebut perlu dirumuskan kebijaksanaan
pengelolaan lingkungan sebagai berikut :
a. Mengatur insentif untuk kegiatan-kegiatan skala besar yang mampu meningkatkan fungsi
lingkungan dan daya dukung wilayah, terutama bagi kegiatan-kegiatan yang memiliki
dampak peningkatan kualitas lingkungan dalam skala besar regional Nusa Tenggara
Timur;
b. Memberikan disinsentif bagi kegiatan-kegiatan skala besar yang dapat menurunkan daya
dukung wilayah baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang;
c. Memantau dan menindak kegiatan-kegiatan yang berpotensi merusak lingkungan hidup;
d. Meningkatkan kualitas lingkungan hidup perkotaan melalui peningkatan ketersediaan
prasarana sanitasi,air bersih, drainase dan persampahan;
e. Memulihkan ungsi lahan-;ahan kritis dan lahan-lahan bekas pertambangan, pembakaran
hutan atau kegiatan merusak di dalam hutan maupun di luar hutan baik melalui reboisasi
dan rehabilitasi lahan, bersama-sama dengan masyarakat dan swata;
f. Menertibkan penguasaan lahan terutama di wilayah bukan kota/pusat pemukiman yang
dimaksudkan untuk memudahkan pemantauan pengendalian lingkungan;
g. Memberi perlindungan terhadap kawasan-kawasan yang mempunyai nilai historis, nilai
tambah maupun nilai ilmiah yang merupakan aset nasional, seperti Cagar Alam Pulau
Komodo dan sekitarnya, Taman Laut Maumere dan Pulau Riung atau suaka margasatwa
dan hutan wisata lainnya yang ada di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur.
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
IV - 51
BAB. V
MEKANISME PENGELOLAAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH
PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) Nusa Tenggara Timur yang telah disusun
untuk dapat dimanfaatkan secara optimal sesuai fungsi-fungisnya perlu didukung mekanisme
pengelolaan yaitu arahan-arahan yang menyangkut aspek pelaksanaan, pemanfaatan dan
pengendalian pemanfaatan Ruang Wilayah Propinsi. Arahan aspek pelaksanaan diharapkan dapat
menjadi pegangan dalam mekanisme pengelolaan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi dalam
kurung waktu 15 (lima belas) tahun. Untuk menjamin keefektifan mekanisme pengelolaan Tata
Ruang ini, perlu didukung oleh aspek legalisasi sesuai dengan peraturan perundangan berlaku
serta kelembagaan yang akan mengoperasionalkannya.
5.1. Aspek Legalisasi dan Kelembagaan
Aspek legalisasi dan kelembagaan dalam mekanisme pengelolaan Rencana Tata Ruang
Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur merupakan bagian penting dalam penatalaksanaan
rencana tata ruang sebagai dokumen perencanaan pembangunan yang berisikan arahan
penggunaan ruang. Peran aspek legalisasi dan kelembagaan sebagai berikut :
a. Aspek legalisasi; Aspek legalisasi sangat penting sekali sebelum RTRWP Nusa
Tenggara Timur dilaksanakan dan berfungsi sebagai kebijaksanaan pokok pemantauan
pembangunan di wilayah propinsi. Untuk itu perlu dipertimbangkan kesesuaiannya
dengan aspek legal, yaitu peraturan perundangan yang berlaku serta kewenangan
kelembagaannya.
b. Aspek kelembagaan;
ƒ RTRWP Nusa Tenggara Timur yang telah disusun oleh Pemerintah Propinsi (Badan
Koordinasi Tata Ruang Daerah) dengan bantuan tenaga Ahli dari Perguruan
Tinggi, LSM atau Konsultan, telah di bahas dan disempurnakan dengan melibatkan
instansi vertikal dan dinas-dinas terkait;
ƒ Pembahasan ini dilakukan di tingkat pusat melalui Badan Koordinasi Tata Ruang
Daerah. Kehadiran instansi terkait dalam rapat-rapat koordinasi untuk pembahasan
dan penyempurnaan konsep RTRWP jelas sangat bermanfaat untuk mencapai
kesepakatan dan sinkronisasi RTRWP dengan rencana-rencana sektoral yang sudah
ada (misal TGHK, RTGT, RDPWP, RIPPDA dan sebagainya), atau bahkan masih dalam
taraf konsep dan kegiatan proyek usulan yang diajukan. Walaupun demikian manfaat
formal dari RTRWP ini mempunyai kekuatan hukum yang dilaksanakan, iklim
administrasi pemerintah mendukung (termasuk sistem informasinya) dan sumber
biaya pengelolaannya yang memadai, serta struktur kelembagaan yang terintegrasi
dan operasional;
ƒ Penetapan RTRWP sebagai peraturan daerah merupakan langkah pertama yang
harus dilaksanakan setelah RTRWP Nusa Tenggara Timur ini berhasil disusun dan
selanjutnya mendapat pengesahan dari Gubernur. Aspek legalisasi ini menjadi
persyaratan mendasar dalam proses implementasi RTRWP sebagai produk rencana
yang secara hukum akan mengikat;
ƒ Dalam hubungan ini faktor koordinasi antar instansi menjadi bagian penting yang
menentukan apakah mekanisme pengelolaan tata ruang dapat dilaksanakan dengan
konsisten atau tidak.
5.2. Penetapan dan Pengesahan RTRWP
Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) Nusa Tenggara Timur perlu ditetapkan
terlebih dahulu dalam bentuk Peraturan Daerah Propinsi (Perda). Tata cara penetapan dan
pengesahan mengikuti Peraturan Perundangan yang berlaku. Setelah itu, RTRWP yang
telah menjadi Peraturan Daerah perlu pula mendapat pengesahan oleh Menteri dalam
Negeri. Proses legislasi RTRWP diuraikan sebagai berikut :
a. Penetapan RTRWP Nusa Tenggara Timur menjadi Peraturan Daerah (PERDA) pada
dasarnya dimaksudkan agar RTRWP tersebut mempunyai kekuatan hukum dan
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
V-1
dukungan politis sehingga dapat dioperasional dan dipatuhi oleh semua pihak di daerah.
Rancangan Peraturan Daerah tentang RTRWP diusulkan atau diajukan oleh Gubernur
kepada DPRD untuk ditetapkan menjadi PERDA beserta lampiran buku rencana RTRWP
itu sendiri;
b. Penetapan RTRWP Nusa Tenggara Timur menjadi Peraturan Daerah dilakukan setelah
sebelumnya dilakukan pembahasan secara intensif. Setelah ditetapkan sebagai Peraturan
Daerah RTRWP perlu diajukan untuk mendapat pengesahan dari Menteri Dalam Negeri.
Usul pengesahan PERDA disampaikan Kepada Menteri Dalam Negeri oleh Gubernur;
c. Sebelum mengajukan untuk usulan pengesahan PERDA, Gubernur bersama-sama Badan
Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) menjaga keterpaduan antara program
pembangunan sektoral di wilayah Nusa Tenggara Timur dengan wilayah sekitarnya;
d. Dalam proses pengesahan RTRWP ini Menteri Dalam Negeri akan mengadakan
pertimbangan dari instansi terkait dipusat atau Tim Koordinasi Pengelolaan Tata Ruang
Nasional untuk kasus-kasus tertentu.
5.3. Pemasyarakatan RTRWP
Tahap pemasyarakatan RTRWP mempunyai arti yang penting bagi keberhasilan
pengelolaan Tata Ruang Wilayah Propinsi. Pada dasarnya tahap ini meliputi dua bagian
penting. Pertama saat proses penyusunan RTRWP hingga ditetapkan sebagai Peraturan
Daerah, dan kedua pada tahap pelaksanaan RTRWP setelah ditetapkan dan disahkan sampai
saat peninjauan kembali setiap kurun waktu lima tahunan.
Pada tahap pertama usaha pemasyarakatan RTRWP diarahkan terutama dengan melibatkan
berbagai instansi terkait, unsur TNI/POLRI serta wakil masyarakat (DPRD) dalam rapat-rapat
koordinasi untuk perumusan masalah-masalah pokok di daerah, perumusan konsep rencana,
serta pembahasan dan penyempurnaan RTRWP. Pada tahap yang kedua, pemasyarakatan
RTRWP dilakukan dengan menyampaikan informasi secara luas dan menerus mengenai
arahan pemanfaatan ruang pada tingkat propinsi berdasarkan struktur tata ruang wilayah.
Peran pemerintah (di bawah koordinasi Bappeda) dalam memasyarakatkan RTRWP Nusa
Tenggara Timur mempunyai pengaruh besar yang akan menentukan sejauh mana tingkat
keberhasilan dan operasionalisasi RTRWP, sekaligus dimaksudkan untuk melibatkan
partisipasi masyarakat. Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Timur perlu mengumumkan dan
menyebarkan RTRWP secara efektif dan efisien agar masyarakat dapat terlibat sepenuhnya
dalam perwujudan rencana tata ruang terutama yang menyangkut pemanfaatan ruang pada
kawasan lindung dan pemanfaatan ruang pada kawasan budidaya. Dalam hal ini mekanisme
pengelolaan Tata Ruang melalui prosedur perijinan (untuk pemanfaatan ruang skala besar)
harus jelas dan mempunyai kepastian hukum bagi masyarakat yang menjadikan sebagai
acuan atau arahan investasi.
5.4. Tindak Lanjut Penyusunan RTRW Kabupaten/Kota
Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) Nusa Tenggara Timur sifatnya masih
umum (makro) dalam suatu arahan tata ruang pada wilayah propinsi dengan skala peta 1 :
250.000, untuk lebih lanjut perlu disusun Rencana Tata Ruang dengan kedalaman yang lebih
rinci. Pada tingkat Kabupaten atau Kota, rencana ini dalam bentuk Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota, dengan tingkat kedalaman atau ketelitian peta sekurangkurangnya pada skala 1:50.000 atau 1:100.000, dalam rencana tersebut materi RTRWP
dapat dilihat dan lebih terukur untuk setiap kawasan. Selain dijabarkan dalam bentuk RTRW
Kabupaten/Kota, perlu dijabarkan dalam Rencana Detail Tata Ruang Kawasan agar lebih
bersifat fungsional untuk mendukung pengembangan sektor tertentu, sehingga wilayah
perencanaannya tidak perlu sama dengan administratif. Dalam kaitan ini, konsistensi antara
isi RTRWP dengan RTRWK atau Rencana Detail Tata Ruang Kawasan (RDTRK) yang akan
disusun perlu dijaga secara maksimal, sehingga keterpaduan kegiatan pada wilayah propinsi
dapat terjamin.
Selain sebagai acuan bagi penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan (RDTRK) yang
lebih rinci, juga akan menjadi dasar pertimbangan dalam penyusunan Rencana
Pembangunan Jangka Pendek, jangka Menengah dan Jangka Panjang.
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
V-2
5.5. Aspek Kelembagaan
Mekanisme pengelolaan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi perlu didukung oleh
aspek kelembagaan yang akan lebih berfungsi koordinasi. Dalam kaitan ini fungsi koordinasi
pengelolaan tata ruang dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(BAPPEDA) Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagai badan yang bertugas membantu Kepala
Daerah dalam hal ini Gubernur dalam melaksanakan koordinasi di bidang perencanaan
pembangunan serta penilaian atas pelaksaaan pembangunan sesuai Undang-Undang Nomor
25 tahun 2004 tentang Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 32
tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Hal ini juga sesuai dengan wewenang Gubernur dalam rangka menyelenggarakan koordinasi
instansi vertikal dan antar instansi lingkup Pemerintah Daerah Propinsi Nusa Tenggara
Timur. Unit/ Instansi tersebut berkewajiban :
a. Melaporkan segala kebijaksanaan dan rencana kegiatan yang ditetapkan oleh instansi
teknis kepada Gubernur;
b. Mematuhi petunjuk umum yang diberikan oleh Gubernur;
c. Menyampaikan usul rencana kegiatan kepada Gubernur yang telah dikonsultasikan
dengan kepala Instansi yang bersangkutan;
d. Mengajukan laporan tertulis secara rutin maupun berkala kepada Gubernur mengenai
perkembangan pelaksanaan tugas;
Adanya kemungkinan benturan kepentingan sektoral khususnya dalam konflik pemanfaatan
ruang (lahan skala besar), maka kesesuaian aspek legal dari RTRWP ini juga perlu dilihat
dari koordinasi perangkat vertikal instansi pusat yang ada di daerah (Kantor Wilayah)
sehingga memungkinkan operasionalisasi RTRWP secara terpadu. Instansi vertikal ini jelas
merupakan bentuk nyata dari azas dekonsentrasi yang didasarkan pada Keppres No. 17
Tahun 1985. Khususnya untuk penanganan masalah pertanahan, maka berdasarkan Keppres
No. 26 Tahun 1988 telah dibentuk badan Pertanahan Nasional yang mempunyai tugas untuk
menyusun rencana penggunaan tanah yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
Propinsi (RTRWP). Dari keputusan-keputusan tersebut jelas sekali dinyatakan bahwa instansi
vertikal merupakan unit pelaksana atau perangkat dari departemen/lembaga-lembaga
Pemerintah non departemen di propinsi yang bersangkutan. Selanjutnya kewajiban instansi
vertikal/Kanwil dalam pelaksanaan fungsi koordinasi yaitu :
a. Melaporkan segala kebijaksanaan dan rencana kegiatan yang ditetapkan oleh instansi
atasannya kepada Gubenur;
b. Mematuhi petunjuk umum yang diberikan oleh Gubernur atau melaporkan kepada
instansi atasannya;
c. Melaporkan hasil koordinasi oleh Gubernur dengan yang bersangkutan atas rencana
kegiatan sektoral kepada instansi atasannya;
d. Menyampaikan laporan tertulis secara berkala kepada Gubernur mengenai
perkembangan pelaksanaan tugas yang bersangkutan;
e. Memberikan keterangan yang diminta oleh Gubernur.
Melalui aspek kelembagaan seperti diuraikan di atas, dapat dilihat bahwa operasionalisasi
RTRWP Nusa Tenggara Timur dapat dilakukan. Dalam hal ini tampak keterkaitan yang erat
dari aspek legal adminstratif dan kelembagaan, sehingga RTRWP yang telah ditetapkan
dapat terlaksana secara efektif.
5.6. Pemantauan Dan Penggendalian Pemanfaatan Ruang
Aspek yang utama dari mekanisme pengelolaan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi
Nusa Tenggara Timur perlu dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat di dalam pelaksanaan
RTRWP Nusa Tenggara Timur, antara lain :
− Pihak pemerintah, baik Departemen/Instansi Pusat maupun Pemerintah Propinsi melalui
penyusunan program-program dan proyek-proyek pembangunan lima tahunan dan
tahunan;
− Pihak masyarakat yang direalisasikan melalui berbagai investasi baik perorangan
ataupun swasta.
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
V-3
5.6.1. Pemantauan Pemanfaatan Ruang
Pemantauan pemanfaatan ruang pada dasarnya merupakan salah satu bentuk
kegiatan dari pengendalian pemanfaatan ruang secara keseluruhan. Pemantauan perlu
dilakukan oleh instansi tata ruang di daerah serta instansi lainnya yang berhubungan
dengan pemanfaatan dan pengendalian ruang di bawah koordinasi Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Propinsi Nusa Tenggara Timur. Pemantauan ini
merupakan suatu kegiatan memonitor atau mengawasi pemanfaatan ruang dan
perubahan-perubahan yang terjadi. Kegiatan ini berguna untuk memonitor dan mengawasi
setiap usulan atau pengajuan pemanfaatan ruang dapat dilakukan melalui proses perijinan
lokasi (untuk kegiatan yang memanfaatkan ruang dalam skala besar).
Pemanfaatan ruang ini juga mencakup kegiatan mengumpulkan dan memperbaharui (updating) data. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memberikan masukan-masukan bagi
peninjauan kembali atau evaluasi RTRWP yang dilakukan setiap 5 (Lima) tahun sekali.
Pemantauan pemanfaatan ruang dilakukan melalui penciptaan dan pengembangan suatu
sistem database yang terkoordinir baik dalam suatu unit pusat data dan jaringannya untuk
terus-menerus memonitor pemanfaatan ruang dan perubahan-perubahan yang terjadi.
Secara bertahap kegiatan ini dapat dilakukan dengan menggunakan Sistem Informasi
Geografis (SIG) dengan memanfaatkan teknologi mutakhir.
5.6.2. Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Pengendalian pemanfaatan ruang pada RTRWP Nusa Tenggara Timur pada dasarnya
dibedakan menurut dua jenis kegiatan, yaitu :
ƒ Pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan lindung;
ƒ Pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan budidaya.
Secara umum pengendalian Tata Ruang mencakup kegiatan-kegiatan yang bersifat
pemantauan pengawasan dan penertiban kegiatan yang memanfaatkan ruang. Kegiatan
pemantauan, seperti telah diuraikan terdahulu, merupakan tahap awal pengendalian. Di
dasarkan pada hasil pemantauan tersebut barulah kemudian dapat dilakukan kegiatan
pengawasan (untuk menghindari terjadinya konflik pemanfaatan ruang) serta penertiban
sebagai tindakan penyelesaian/penanganan masalah tata ruang. Pengendalian tata ruang
ini perlu dilakukan sehubungan dengan kemungkinan adanya kawasan budidaya dan atau
antara kawasan budidaya dengan kawasan budidaya lainnya.
Permasalahannya tersebut dapat terjadi untuk kasus-kasus sebagai berikut :
a. Rencana dengan status/usaha tanah;
b. Rencana dengan proyek-proyek pembangunan;
c. Rencana dengan penggunaan tanah yang telah berlangsung.
Kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan lindung meliputi :
a. Pemanfaatan fungsi lindung bagi kawasan lindung yang masih dapat dipertahankan;
b. Pengembalian fungsi lindung bagi kawasan lindung yang telah mengalami tumpang
tindih dengan kegiatan budidaya atau lahan yang dapat menggagu fungsi lindungnya;
c. Pelarangan/pencegahan dilakukannya kegiatan budidaya pada kawasan lindung yang
telah ditetapkan;
d. Pembatasan kegiatan budidaya yang telah ada sehingga tidak dapat dilakukan
pengembangan lebih lanjut, dengan tindakan konservasi secara intesif;
e. Pemindahan kegiatan budidaya yang dapat mengganggu kelangsungan fungsi lindung,
sebagai tindakan penertiban kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan
budidaya dapat meliputi :
ƒ Pengarahan lokasi kegiatan untuk kegiatan budidaya melalui mekanisme perizinan
(untuk kawasan berskala besar) dengan pendekatan intensif;
ƒ Pelarangan/pencegahan dilakukan kegiatan budidaya yang tidak sesuai dengan
rencana;
ƒ Pembatasan kegiatan lain yang telah ada dengan ketentuan tidak dilakukan
pengembangan lebih lanjut;
ƒ Penyelesaian
masalah
tumpang-tindih
antar
kegiatan
budidaya
(baik
status/penguasaan lahan, proyek pembangunan, penggunaan lahan yang telah
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
V-4
berlangsung lama) berdasarkan berbagai ketentuan perundangan yang berlaku, SKB
menteri-menteri yang berkaitan.
Dalam pengendalian pemafaatan ruang sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi,
peranan koordinasi dalam Pemerintah Propinsi sangat penting secara instansional, hal ini
dilakukan oleh Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Propinsi NTT (Kelompok
Kerja Pengendalian) beserta Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA)
Propinsi Nusa Tenggara Timur dan Badan Petanahan Nasional. Untuk kasus-kasus khusus
apabila terdapat permasalahan pengendalian pemanfaatan ruang yang tidak dapat
diselesaikan, maka Gubernur dapat mengajukannya kepada Badan Koordinasi Penataan
Ruang Nasional (BKPRN).
5.6.3. Peninjauan Kembali RTRWP
Pada dasarnya rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur ini harus
menjadi pedoman keruangan dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan pembangunan di
Nusa Tenggara Timur. Oleh karena itu RTRWP perlu disesuaikan dengan gerak dinamika
pembangunan dan keadaan perkembangan sosial-ekonomi yang terjadi secara dinamis.
Agar tetap sesuai dengan gerak dinamika pembangunan daerah RTRWP perlu ditinjau
kembali atau dievaluasi paling lama setiap 5 (lima) tahun sekali atau bilamana dianggap
perlu oleh tim Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah.
Peninjauan kembali atau evaluasi RTRWP dimaksudkan untuk menyempurnakan atau
merevisi materi rancana dengan mempertimbangkan kondisi dan perubahan-perubahan
yang terjadi. Penyempurnaan RTRWP perlu dilakukan jika hasil peninjauan kembali
(evaluasi) ini menunjukan adanya penyimpangan yang mendasar dalam hal pertimbanganpertimbangan yang digunakan dalam rencana seperti kebijakan pemerintah, perkembangan
sosial ekonomi, penemuan teknologi baru dan sebagainya sehingga materi rencana perlu
disesuaikan. Dalam kegiatan ini, peninjauan kembali merupakan upaya untuk menjaga
fleksibilitas dari rencana tata ruang agar senantiasa dapat sejalan dengan perkembangan
yang terjadi yang mempengaruhi tata ruang propinsi. Kegiatan peninjauan kembali pada
dasarnya menjadi tanggung jawab pemerintah propinsi (dengan keanggotaan yang bersifat
koordinatif antar instansi).
5.6.4. Pembiayaan Pelaksanaan dan Pengendalian Pemafaatan Ruang
Dalam operasionalisasi arahan pemanfaatan ruang berdasarkan RTRWP yang telah
ditetapkan menjadi peraturan daerah membutuhkan biaya-biaya bagi pelaksanaan atau
pengelolaannya. Biaya ini meliputi biaya untuk memproses peraturan daerah tentang
RTRWP, pemasyarakatan RTRWP, pemantauan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang,
serta peninjauan kembali atau evaluasi/revisi RTRWP. Sumber pembiayaan ini diperkirakan
cukup besar, dan diharapkan berasal dari sumber-sumber pendapatan daerah (PAD)
melalui (APBD) Propinsi Nusa Tenggara Timur. Jika kemampuan pendanaan daerah
terbatas dapat meminta bantuan teknis dari pusat yang sifatnya menunjang pelaksanaan
kegiatan-kegiatan yang memiliki kepentingan nasional di daerah. Selain itu diharapkan
adanya partisipasi dari pihak swasta atau suatu bentuk kerja sama pemerintah swasta
dalam pembiayaan pengelolaan tata ruang di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur.
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
V-5
B
B.. VVII
BAAB
IINNDDIIKKAASSII PPRROOGGRRAAM
M PPEEM
MBBAANNGGUUNNAANN
SSEESSUUAAII RREENNCCAANNAA TTAATTAA RRUUAANNGG W
WIILLAAYYAAHH
PPRROOPPIINNSSII NNUUSSAA TTEENNGGGGAARRAA TTIIM
MUURR 22000066--22002200
6.1. Umum
Perumusan indikasi program-program pembangunan merupakan salah satu bagian materi
yang harus tercakup dalam produk Rencana Struktur Tata Ruang Wilayah Propinsi. Indikasi
program pembangunan merupakan penjabaran kebijakan dan rencana pengembangan ruang yang
telah ditentukan ke dalam program-program pembangunan yang akan menjadi komitmen
Pemerintah. Perumusan indikasi program ini tidak terlepas dari program-program yang telah
disusun oleh Departemen/Instansi di Pusat maupun di Propinsi dan dijabarkan dalam 5 (lima)
tahun. Dengan demikian, diharapkan fungsi Rencana Struktur Tata Ruang Propinsi sebagai acuan
instansi pusat dan Pemerintah Daerah Propinsi dalam menyusun dan melaksanakan program lima
tahunan dalam kurun waktu lima belas tahun. Program-program dibawah ini pada dasarnya masih
bersifat indikatif, yang diharapkan dapat memberikan indikasi bagi penyusunan program
membangun sektoral serta pembangunan pada wilayah yang diprioritaskan pembangunannya.
6.2. Indikasi Program Pembangunan Sektoral
Pada dasarnya penyusunan program pembangunan sektoral yang akan dikemukakan tidak
terlepas dari kebijakan pembangunan yang telah digariskan pada Program Pembangunan Daerah
maupuan kebijakan pembangunan Nasional dan kebijakan pembangunan daerah lainnya. Kriteria
umum di dalam menentukan indikasi program pembangunan sektoral secara keseluruhan adalah
sebagai berikut :
a. Indikasi program disusun dalam upaya untuk memadukan setiap usaha pembangunan yang
dilakukan masing-masing sector sehingga tercapai efisiensi pembangunan dalam rangka
mencapai tujuan pembangunan yang akan dicapai Propinsi Nusa Tenggara Timur;
b. Indikasi Program sektoral ini disusun atas dasar potensi dan permasalahan sektoral di daerah
yang telah diidentifikasi;
c. Indikasi program sektoral ini juga mengacu dan didasarkan pada arahan pemanfaatan ruang
pada Rencana Struktur Tata Ruang Wilayah Propinsi (RSTRWP);
d. Indikasi program ini disusun berdasarkan skala prioritas, yaitu berdasarkan permasalahan
yang mendesak untuk diselesaikan.
Dalam penyusunan indikasi program pembangunan sektoral pada Rencana Struktur Tata Ruang
Wilayah Propinsi (RSTRWP) Nusa Tenggara Timur hanya difokuskan pada sector pembangunan
yang secara langsung memanfaatkan ruang yang luas untuk mendukung kegiatannya. Sektorsektor dimaksud tersebut adalah : (1) Pembangunan Pertanian dan Kehutanan; (2) Pembangunan
Perikanan dan Kelautan; (3) Pembangunan Pengairan dan Sumberdaya Air; (4) Pembangunan
Pertambangan dan Energi; (5) Pembangunan Perhubungan; (6) Pembangunan Pariwisata; (7)
Pembangunan Perumahan dan Permukiman; (8) Pembangunan Lingkungan Hidup.
6.2.1. Tanaman Pangan dan Hortikultura
Pengembangan Tanaman Pangan dan Hortikultura yang dapat dilaksanakan pada potensi
lahan kering dengan luas sekitar 1.528.308 ha dan potensi lahan basah seluas 284.103 ha
diarahkan pada upaya meningkatkan ketahanan pangan dan pendapatan pelaku ekonomi. Untuk
mengoptimalkan tingkat pencapaiannya maka didukung melalui pengembangan program
Peningkatan Produksi dan Produktivitas Petani dan Program Penguatan Kelembagaan Ekonomi
Petani. Rencana kegiatan prioritas Pengembangan Tanaman dan Hortikultura di Propinsi Nusa
Tenggara Timur sebagaimana Tabel VI-1.
6.2.2. Tanaman Perkebunan dan Kehutanan
Pengembangan Tanaman Perkebunan sesuai Rencana Dasar Pengembangan Wilayah
Perkebunan (RDPWP) dengan potensial sekitar 888.931 Ha diarahkan pada upaya untuk
memperkuat basis industri pengolahan hasil perkebunan, peningkatan ekspor dan pendapatan
petani melalui program pokok sebagai berikut : (1) Peningkatan Produksi serta Produktivitas
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
VI - 1
Petani; (2) Penguatan Kelembagaan Ekonomi Petani. Dari aspek ekonomi, pembangunan
tanaman perkebunan ditujukan untuk mendukung pergeseran pangsa PDRB dari sektor primer ke
sektor sekunder melalui peningkatan skala usaha yang dapat mendorong industri pengolahan.
Dari aspek lingkungan, pembangunan perkebunan diharapkan mendukung konservasi lingkungan
terutama pada wilayah-wilayah yang rawan bencana alam longsor dan kritis.
Tabel VI.1 ....,
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
VI - 2
Tabel VI.1
Indikasi kegiatan Prioritas Pembangunan Tanaman Pangan dan Hortikultura
di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020
No
Basis Ekonomi
Luas (Ha)
Kegiatan Prioritas
Komoditas Unggulan Daerah
Lokasi
1
Pertanian Lahan Kering
dan Hortikultura
1.528.308
ƒ Intensifikasi dan
ektensifikasi usaha
ƒ Penegmbangan industri
pengolahan
ƒ Pembinaan pelaku dan
Kelembagaan
ƒ Pertanian Tanaman Pangan
Lahan kering: Jagung dan
Palawija
ƒ Hortikultura: Jeruk, mangga,
pisang
Kabupaten seNTT
2
Pertanian Lahan Basah
284.103
ƒ Intensifikasi dan
ektensifikasi usaha
ƒ Pengembangan industri
pengolahan
ƒ Pembinaan pelaku dan
Kelembagaan
ƒ Pertanian Tanaman Pangan
Lahan Basah: Padi dan palawija
ƒ Pakan ternak besar (sapi
potong)
Kabupaten seNTT
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
VI - 3
Pembangunan kehutanan diarahkan pada upaya pelestarian, rehabilitasi hutan kemasyarakatan
dan perluasan kawasan hutan untuk kepentingan konservasi dan peningkatan pendapatan
masyarakat melalui program-program sebagai berikut :
(1) Pelestarian Hutan Konservasi,
Lindung dan Produksi Berbasis Masyarakat; (2) Pengembangan Hutan Produksi Berbasis
Masyarakat; dan (3) Pemantauan, Pengawasan, Pembinaan dan Pengaturan Pengelolaan Hutan.
Dari aspek ekonomi pembangunan kehutanan ditujukan untuk meningkatkan daya dorong
ekonomi khususnya produksi non kayu dan produksi kayu terpilih, dengan garapan fungsi
utamanya yaitu mendukung kelestraian lingkungan tetap terjamin kualitasnya. Rencana kegiatan
prioritas pembangunan tanaman perkebunan dan kehutanan di Propinsi Nusa Tenggara Timur
sebagaimana Tabel IV-2.
Tabel IV-2. ....,
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
VI - 4
Tabel IV.2
Indikasi kegiatan prioritas Pembangunan Tanaman Perkebunan dan Hutan Produksi
di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020
No
1
Basis
Ekonomi
Perkebunan
Luas (Ha)
888.931
2
Hutan Produksi
Tersebar
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
Kegiatan Prioritas
Komoditas Unggulan/Lokasi
ƒ Intensifikasi dan ektensifikasi
usaha
ƒ Pengembangan industri
pengolahan
ƒ Pembinaan pelaku dan
Kelembagaan
ƒ Intensifikasi dan ektensifikasi
usaha
ƒ Pengembangan industri
pengolahan
ƒ Pembinaan pelaku dan
Kelembagaan
ƒ Andalan nasional : Jambu mete
ƒ Andalan Regional : Kopi, kakao,
kelapa
ƒ Andalam Lokal : Vanili
Kabupaten Se-NTT
ƒ Hasi kayu: cendana, jati,
gaharu
ƒ Produksi Non kayu: asam,
kemiri kutu lak, madu, asam,
kemiri
Kabupaten Se-NTT
VI - 5
Lokasi
6.2.3. Perikanan dan Kelautan
Pembangunan bidang perikanan dan kelautan diarahkan pada upaya pemanfaatan potensi
perikanan dan kelautan secara optimal untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat,
peningkatan pendapatan daerah, peningkatan pertumbuhan ekonomi dan percepatan perubahan
struktur ekonomi serta menjaga kelestariannya untuk kepentingan jangka panjang. Perikanan
dan kelautan didukung potensi sumberdaya hayati laut multispecies pengembangannya didukung
melalui program pembangunan yaitu : (1) Peningkatan Produksi dan Produktivitas Pengelolaan
Potensi Wilayah Pesisir dan Laut; (2) Penguatan Kelembagaan Ekonomi Nelayan dan Masyarakat
Pesisir; dan (3) Pembinaan, Pengawasan dan Pengaturan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut.
Rencana kegiatan prioritas Pengembangan perikanan dan kelautan sebagaimana Tabel IV-3.
Tabel IV-3. ...,
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
VI - 6
Tabel IV.3
Indikasi kegiatan Pembangunan Perikanan dan Kelautan
di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020
No
1
2
3
4
Basis Ekonomi
Perikanan Darat
Perikanan Tangkap
Perikanan Pantai
Budidaya Perikanan
ƒ Budidaya laut
ƒ Budidaya tambak
Luas (Km2)
8.375 Ha
200.000 Km2
5.700 km
40.605 Ha
5.5150 Ha
35.455 ha
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
Kegiatan Prioritas
Intensifikasi kolam ikan
Intensifikasi potensi tangkap
Intensifikasi kegiatan tangkap
Intensifikasi dan
ekstensifikasi
ƒ Ekstesifikasi potensial yang
belum dikelola
ƒ Pembinaan pelaku dan
Kelembagaan
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
VI - 7
Komoditas Unggulan
ƒ Bandeng, Mujair
ƒ Tuna, Cakalang
ƒ Kerapu, Ikan Karang, Ikan
Hias
ƒ Rumput laut, Kakap, Udang
Lokasi
Kabupaten seNTT
6.2.4. Pembangunan Sumberdaya Air dan Irigasi
Pembangunan sumberdaya air dan irigasi diarahkan untuk mendukung peningkatan
pembangunan sentra-sentra produksi dan kegiatan ekonomi yang didukung :
(1)
Ketersediaan air permukaan yaitu curah hujan tahunan rata–rata 1.200 m atau 56.82
Miliard m3 air pertahun yang diandalkan 25% atau 14.20 Miliard m3 setara 450 m3/detik
baseflow andalan pada musim hujan atau pada musim kemarau menjadi 85 m3/detik
dibanding kebutuhan 4.8 Miliard m3 setara 152.000 m3 /detik;
(2)
Ketersediaan Air Tanah. Potensi air tanah tersebar dominan di dataran rendah dengan
kapasitas > 35 m3/detik, yang saat ini baru dimanfaatkan 6 m3/detik dari 844 sumur PAT.
Pembangunan Sumberdaya air dan irigasi diarahkan untuk mendukung kegiatan pertanian
dan penyediaan air baku.
Dalam upaya meningkatkan peran pengairan dalam mendukung peningkatan pelayanan irigasi
dan penyediaan air baku maka diupayakan peningkatan tiga aspek utama prasarana pengairan
yaitu : peningkatan kualitas bangunan utama, peningkatan jumlah dan kualitas jaringan irigasi
dan peningkatan kelembagaan pengelola irigasi. Khusus untuk penyediaan air baku didukung
dengan perpipaan distribusi pada satuan-satuan permukiman yang sangat membutuhkan
dukungan penyediaan air bersih. Untuk mengoptimalkan pengembangan sumberdaya air dan
irigasi didukung kegiatan kegiatan Peningkatan Pemanfaatan Sumber Daya Air dan Irigasi
sebagaimana Tabel VI-4.
Tabel VI-4
Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Sumberdaya Air dan Irigasi
di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020
No
Prasarana
A.
1.
Yang Telah Ada
Irigasi teknis
2.
Irigasi Semi teknis
3.
Embung Irigasi
4.
Jaringan Irigasi Air
Tanah
B.
Pembangunan
Baru
Jumlah
(Unit)
60
1.297
46
1266
PM
Kegiatan Prioritas
Lokasi
Peningkatan jaringan dan
rehabilitasi
Peningkatan jaringan dan
rehabilitasi
ƒ Peningkatan jaringan dan
rehabilitasi di 23 lokasi
ƒ Pembangunan di 23 Lokasi
Kabupaten
se-NTT
Kabupaten
se-NTT
Kabupaten
se-NTT
ƒ Peningkatan jaringan dan
rehabilitasi di 844 lokasi
ƒ Pembangunan di 422 Lokasi
ƒ Pembinaan kelembagaan P3A,
GP3A
ƒ Pembangunan sumberdaya air
dan irigasi pada Sumber daya
lahan kering dan potensi lahan
basah
Kabupaten
se-NTT
6.2.5. Pertambangan dan Energi
Pembangunan bidang pertambangan dan energi diarahkan untuk memanfaatkan secara optimal
dan bertanggungjawab potensi tambang dan energi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan
penerimaan daerah serta mengupayakan berbagai tindakan pengamanan untuk menjamin
keberlanjutannya dalam jangka panjang. Program pokok yang dilaksanakan adalah sebagai
berikut : (1) Pengembangan dan Pemanfaatan Potensi
Tambang; (2) Pengembangan
Jangkauan Layanan Energi; dan (3) Pembinaan, Pengawasan dan Pengaturan Pemanfaatan
Potensi Tambang dan Energi. Indikasi kegiatan prioritas untuk mengoptimalkan pembangunan
Pertambangan dan Energi sebagaimana Tabel VI-5
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
VI - 8
6.2.6. Infrastuktur Ekonomi
Pembangunan infrastruktur ekonomi diarahkan untuk menunjang pengembangan kegiatan
ekonomi pada sektor-sektor produksi andalan serta menghubungkan wilayah ekonomi yang satu
dengan lainnya sehingga tercipta kesatuan ekonomi yang memungkinkan meningkatnya mobilitas
faktor produksi, barang dan jasa. Infrastruktur dalam kerangka pembangunan Nusa Tenggara
Timur sangat strategis mengingat posisi geografisnya yang relatif jauh dengan pusat-pusat pasar
dan geografis wilayah kepuluan yang tersebar meliputi 566 pulau. Sesuai dengan geografi
wilayah maka moda transportasi massal yang dapat digunakan untuk meningkatkan aksesibilitas
untuk pengangkutan barang dan orang dalam wilayah yaitu moda darat khusus untuk wilayah
pulau-pulau besar dan moda laut untuk aksesibilitas antar pulau. Moda udara dilakukan dalam
jumlah terbatas dan lebih dominan diperuntukkan untuk mendukung aksesibilitas ke luar
wilayah. Moda laut juga cukup dominan untuk mendukung akses ke luar wilayah.
Berdasarkan kondisi tersebut maka pembangunan infrastruktur terutama yang berkaitan dengan
peningkatan aksesibilitas pembangunan ekonomi dalam wilayah dan peningkatan aksesibilitas
kegiatan ekonomi ke luar wilayah dilaksanakan melalui upaya yaitu :
(1) Peningkatan
Kualitas Layanan Sarana dan Prasarana Perhubungan Darat, Laut dan
Udara;
(2) Peningkatan dan Pemeliharaan Prasarana Jalan dan Jembatan.
Kegiatan prioritas dalam upaya mendukung capaian pembangunan infrastruktur ekonomi
sebagaimana Tabel VI.6.
6.2.7. Industri
Pembangunan industri diarahkan untuk mendorong percepatan perubahan struktur ekonomi dan
pendalaman struktur industri untuk menjamin laju pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan
usaha dan kesempatan kerja produktif, peningkatan pendapatan masyarakat dan daerah dengan
memanfaatkan secara optimal bahan mentah yang dihasilkan sektor-sektor ekonomi andalan dan
potensi industri yang tersedia melalui program-program sebagai berikut : (1) Pengembangan
Usaha Industri Kecil dan Rumah Tangga (IKRT); (2) Pengembangan Kelembagaan dan SDM
pada Usaha IKRT; (3)
Pengembangan Usaha Industri Menengah dan Besar; dan
Pengembangan Model Kemitraan Antar Skala Industri. Kegiatan prioritas pengembangan industri
sebagaimana Tabel VI.7.
Tabel.VI.5 ....,
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
VI - 9
Tabel VI.5
Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Pertambangan dan Energi di Propinsi
di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020
No
Basis Pertambangan
1
2
3
Pertambangan Golongan A
Pertambangan Golongan B
Pertambangan Golongan C
4
Sumberdaya Energi
Kegiatan Prioritas
Komoditas Unggulan
ƒ Survey Penyelidikan Umum,
Eksplorasi dan eksplotasi potensi
ƒ Melanjutkan kegiatan eksplotasi
ƒ Sumberdaya pertambangan dan yang telah
dikelola
ƒ Pembinaan pelaku dan kelembagaan
ƒ Pengembangan Energi dan energi baru yang
telah dikelola dan yang belum dikelola
ƒ
Pembinaan pelaku dan kelembagaan
ƒ
ƒ
ƒ
Minyak bumi
Emas, Marmer
Batu hijau, batu apung
dan batu hitam
Energi Panas Bumi, Energi
Angin, energi surya dan
energi mikro hidro
Sebaran Lokasi
Utama
Kabupaten se-NTT
Kabupaten se-NTT
Kabupaten se-NTT
Tabel VI.6
Indikasi Kegiatan Prioritas Infrastruktur di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020
No
1
2
2
Kawasan
Potensial
Jalan dan Jembatan
ƒ Nasional
ƒ Propinsi
ƒ Kabupaten
Terminal
ƒ Tipe A
ƒ Tipe B
ƒ Tipe C
Perhubungan
ƒ Pelabuhan Laut
ƒ Bandara Udara
Panjang
(Km2)/Unit
Kegiatan Utama
Sebaran Lokasi Utama
ƒ 1.121,87
ƒ 2.939,86
ƒ 12.866,81
Pemeliharaan rutin,
Pemeliharaan berkala,
Peningkatan dan Pembangunan
Kabupaten/kota se-NTT
ƒ 3 unit
ƒ 16 unit
ƒ 194 Unit
Pembangunan dan Pemeliharaan
Kupang, Atambua, Maumere, Labuhan Bajo
13 Kota-kota Kabupaten/ Kota se-NTT
Kota-kota ibukota Kercamatan terpilih
22 unit
Peningkatan kapasitas dan
kualitas layanan
Peningkatan kapasitas dan
kualitas layanan
Kabupaten/kota se-NTT
14 unit
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
VI - 10
Tabel VI.7
Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Industri di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020
No
1
Kawasan Potensial
Kawasan Industri Kupang
Barat
Kegiatan Prioritas
Peningkatan skala usaha dan
pembangunan baru
2
Industri Rakyat
3
Industri Garam
4
Agroindustri Berbasis
Pertaninan dan perkebunan
Agroindutri perikanan
Peningkatan skala usaha
pembangunan baru
Peningkatan skala usaha
pembangunan baru
Peningkatan skala usaha
pembangunan baru
Peningkatan skala usaha
pembangunan baru
5
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
ƒ
Komoditas Unggulan
Industri galangan kapal
Sebaran Lokasi Utama
Kabupaten Kupang
dan
ƒ
Tenun ikat,
Kabupaten Se-NTT
dan
dan
ƒ
Garam Yodium
Artemia
Kopi, Kacang tanah, Mete,
Kelapa, Kakao,
Pengalengan ikan, pakan ternak
Kupang dan Ngada
dan
ƒ
ƒ
ƒ
VI - 11
Kabupaten Se-NTT
Kabupaten Se-NTT
6.2.8. Pariwisata
Pendayagunaan pariwisata dengan memanfaatkan pulau-pulau yang potensial dilakukan dengan
mengutamakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan tetap memperhatikan kelestarian
fungsi-fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup. Pembangunan pariwisata di Provinsi Nusa
Tenggara Timur didukung dengan Program Pengembangan Kerjasama Antar Wilayah dan
Peningkatan Promosi Pariwisata. Program ini bertujuan untuk menciptakan kondisi yang
memungkinkan kerjasama antar daerah sehingga dapat mendorong pembangunan
kepariwisataan melalui : (1) Mengembangan jenis-jenis obyek wisata sehingga terciptanya
kondisi bagi pengembangan industri pariwisata; (2) Meningkatkan kualitas daya tarik wisata
baik Wisman maupun Wisnus;
dan (3)
Memberikan rekomendasi bagi pembangunan
infrastruktur kepariwisataan. Sasaran program Pariwisata adalah : (1) Meningkatkan arus dan
jumlah kunjungan wisata; (2) Meningkatkan pendapatan masyarakat dan daerah baik secara
langsung (direct income effect), secara tidak langsung (indirect and induced income effect); (3)
Memperluas jaringan kerjasama pariwisata baik di dalam maupun di luar negeri; (4) Menjadikan
NTT sebagai Daerah Tujuan Wisata (DTW). Dalam upaya lebih mendorong pembangunan bidang
pariwisata, maka pembangunan diarahkan untuk memantapkan pengembangan kawasan dan
sistem promosi kepariwisataan sehingga mampu mendorong pengembangan kegiatan ekonomi
masyarakat dan daerah serta meningkatkan pendapatan masyarakat dan daerah melalui
pengembangan lokasi-lokasi wisata pada 7 Satuan Wilayah Pengembangan pariwisata. Kegiatan
utama meliputi :
ƒ Pengembangan Kawasan Wisata melelui penyediaan fasilitas dukungan akses, komunikasi,
sanitasi dan air bersih;
ƒ Pengembangan Sistem Informasi dan Promosi Kepariwisataan;
ƒ Pengembangan SDM dan Kelembagaan Pariwisata.
Lokasi wilayah pengembangan dan lokasi Pengembangan kawasan pengembangan pariwisata
Satuan seperti Tabel VI.8.
6.2.9. Perumahan dan Permukiman
Perumahan dan permukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dalam pemenuhan
kebutuhan papan, selain pangan dan sandang. Perumahan dan permukiman juga memiliki
fungsi strategis sebagai pusat pendidikan dan regenerasi di dalam keluarga, serta persemaian
budaya di tengah masyarakat. Untuk itu perlu menempatkan bidang perumahan dan
permukiman sebagai salah satu sektor prioritas dalam upaya pembangunan manusia yang
seutuhnya. Pembangunan bidang permukiman yang diarahkan
sebagai bagian untuk
meningkatkan kenyaman penduduk melakukan kegiatan ekonomi dan sosial dilaksanakan
melalui pendekatan :
ƒ Membangun dan mengembangkan kemampuan penduduk untuk membangun perumahan
yang sehat dan layak huni atas kemampuannya sendiri yang mengacu pada Rencana Umum
Tata Ruang Kota dan Pedesaan yang terpadu, komprehensif dan aspiratif;
ƒ Terciptanya permukiman yang tertib, sehat dan indah, sesuai Rencana Tata Ruang;
ƒ Di perkotaan menghindari permukiman yang bernuansa eksekutif karena dihuni oleh etnik
atau agama tertentu;
ƒ Di Perdesaan pembangunan mengutamakan bahan lokal namun tidak sampai menimbulkan
ancaman bagi kelestarian lingkungan.
Dalam upaya peningkatan kualitas dan kuantitas permukiman dan perumahan yang layak huni
maka perlu didukung dengan kegiatan prioritas sebagaimana Tabel VI-9.
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
VI - 12
Tabel VI.8
Satuan Wilayah Pengembangan Pariwisata di Propinsi di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020
No
1
2
3
4
5
Kawasan Wisata
KWS. Timor I: Kupang-TTS- Rote
Ndao
KWS Timor II: TTU, Belu, Alor
KWS Flores I: Lembata- FlotimSikka
KWS Flores II : Ende- Ngada
6
KWS Flores III: ManggaraiManggarai Barat
KWS Sumba I : Sumba Barat
7
KWS Sumba II: Sumba Timur
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
Komoditas Andalan
Wisata bahari, wisata alam,
wisata budaya
Wisata bahari, wisata alam,
wisata budaya
Wisata bahari, wisata alam,
wisata budaya
Wisata bahari, wisata alam,
wisata budaya
Wisata bahari, wisata alam,
wisata budaya
Wisata bahari, wisata alam,
wisata budaya
Wisata bahari, wisata alam,
wisata budaya
Lokasi
Teluk Kupang, Nembrala, Mutis-Timau, Kolbano
Tanjungbastian, Tanjungbastian, TWAL Alor
Lamalera-Lewoleba, Larantuka, Teluk Maumere
Danau Kelimutu, Riung 17 Pulau
Iteng, Pulau Komodo, Kodi/Pero
Rua, Wanokaka
Lewa, Baing/Kalala, Taribang
VI - 13
Pembangunan perumahan dan permukiman juga terkait dengan pembangunan perkotaan
sebagai pusat-pusat kegiatan pelayanan pembangunan, pemerintahan dan kemasyarakatan.
Sesuai potensinya kota-kota di Propinsi Nusa Tenggara Timur terbagi dalam tiga kemampuan
yaitu kota Pusat Kegiatan Nasional, Pusat Kegiatan Wilayah dan Pusat Kegiatan Lokal. Program
kegiatan terutama untuk mendukung fungsi-fungsi kota yang mencerminkan kapasitas layanan
kota dan fungsinya sebagaimana Tabel VI-10.
Tabel VI.9
Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Perrumahan dan permukiman
di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020
No
A
Permukiman
Permukiman Eksisting
ƒ Permukiman
Perkotaan
ƒ Permukiman
Perdesaan
ƒ Rumah
ƒ Air bersih
B
Unit
2.278
787.714
38,86 %
Lokasi baru
ƒ Permukiman
Perkotaan
ƒ Permukiman
Perdesaan
ƒ Rumah
ƒ Air bersih
292
29
227
78.771
3,8 %
Kegiatan Utama
Sebaran Lokasi
Utama
ƒ Penataan lingkungan: jalan
lingkungan, sanitasi, draenase
ƒ Penataan lingkungan: jalan
lingkungan, jalan desa dan sanitasi
ƒ Rehabilitasi rumah yang tidak layak
huni
ƒ Peningkatan kualitas dan kapasitas
layanan
292 Kelurahan
Kab./Kota se-NTT
292 Kelurahan
Kab./Kota se-NTT
292 Desa/Kelurahan
Kab./ Kota se-NTT
ƒ Pembangunan lingkungan: jalan
lingkungan, sanitasi, draenase
ƒ Pembangunan lingkungan: jalan
lingkungan, jalan desa dan sanitasi
ƒ Pembangunan rumah yang tidak
layak huni
ƒ Peningkatan kualitas dan kapasitas
layanan
Kelurahan Kab./Kota
se-NTT
Kelurahan Kab./Kota
se-NTT
Desa/Kelurahan
Kab/Kota se-NTT
Tabel VI.10
Kota pusat kegiatan dan fungsi utamanya
di Propinsi Nusa Tenggara Timur hingga 2020
No
1
Pusat
Kegiatan
PKN
2
PKW
3
PKL
Kota
ƒ Kota Kupang, Maumere,
Atambua, Labuhan bajo
ƒ Soe, Kefamenanu, Betun,
Kalabahi, Larantuka,
Bajawa, Mbay, Ende,
Ruteng, Waikabubak,
Waitabula, Seba, Betun,
Mbay, Wetabula
ƒ Kota-kota kecamatan
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
Fungsi Utama
ƒ Pemerintahan
ƒ Pendidikan
ƒ Simpul Pelayanan jaringan transportasi
wilayah dan nasional
ƒ Kota persinggahan utama
ƒ Pemerintahan
ƒ Pendidikan
ƒ Simpul Pelayanan jaringan transportasi
wilayah
ƒ Kota pendukung
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
Pemerintahan lokal
Pendidikan lokal
Simpul Pelayanan jaringan transportasi local
Kota pendukung pusat kegiatan wilayah
VI - 14
6.3. KAWASAN PRIORITAS
Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih efisien, keseimbangan
pengembangan wilayah dan keseimbangan ekosistem ditetapkan kawasan prioritas. Selain
didasarkan pada keberadan sektor-sektor strategis yang perlu dikembangkan penentuan wilayah
prioritas perlu juga didasarkan pada tingkat kepentingan pemanfaatan ruang pada kawasan
lindung dan kawasan budidaya. Kawasan fungsi lindung merupakan kawasan yang diprioritaskan
penggunaanya. Penggunaan untuk kawasan budidaya baru ditentukan jika kawasan lindung telah
ditetapkan.
Dalam menentukan kawasan prioritas, dasar pertimbangan penetapannya adalah sebagai berikut :
- Pengembangan sektor di wilayah tersebut mempunyai dampak yang luas, baik secara regional
maupun nasional;
- Pengembangan sektor di wilayah tersebut membutuhkan ruang kegiatan dalam skala luas;
- Pengembangan sektor yang akan dikembangkan di atasnya mempunyai prioritas tinggi lingkup
regional maupun nasional;
- Kawasan yang mempunyai prospek ekonomi yang tinggi sehingga membutuhkan penanganan
yang mendesak;
- Kawasan kritis yang diperkirakan akan segera membawa dampak negatif, karenanya perlu
dikendalikan dengan segera;
- Kawasan dengan fungsi khusus.
Berdasarkan kriteria, telah ditetapkan Kawasan Prioritas yang dinamakan Wilayah Pengembangan
(Area Development) dan perlu dioperasikan/dijalankan, yaitu :
(1) Kawasan Prioritas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah adalah :
a. Kawasan andalan yang memiliki keunggulan spesifik di wilayah darat meliputi :
Kawasan Industri Bolok dengan Sub Kawasan Bolok – Tenau; Kawasan Noelmina
dengan Sub Kawasan : Oesao – Amarasi - Bena; Kawasan Benanain dengan Sub
Kawasan : Besikama-Aeroki; Kawasan Noelbesi dengan Sub Kawasan : Kapan – Eban –
Amfoang; Kawasan Alor Selatan dengan Sub Kawasan : Alor Selatan - Lantoka;
Kawasan Tanjungbunga - Magepanda dengan Sub Kawasan Tanjungbunga-Konga –
Magepanda; Kawasan Mbay-Mautenda dengan Sub Kawasan : Mbay – Riung Mautenda-Maurole; Kawasan Lembor dengan Sub Kawasan : Lembor - Ngorang;
Kawasan Komodo; Kawasan Iteng dengan Sub Kawasan : Iteng - Buntal; Kawasan
Mangili dengan Sub Kawasan : Mangili – Kambaniru - Melolo; Kawasan Wanokaka Anakalang dengan Sub Kawasan : Kawasan Wanokaka-Anakalang; Kawasan Kodi Laratama dengan Sub Kawasan : Kodi – Laratama;
b. Kawasan Pesisir dan Laut meliputi 9 satuan Wilayah Pengembangan Pesisir Laut
Terpadu(SWPLT) : SWPLT- Selat Ombai-Laut Banda, SWPLT- Laut Sawu I, SWPLT- Laut
Sawu II, SWPLT- Laut Sawu III, SWPLT – Laut Flores, SWPLT- Selat Sumba, SWPLTLaut Timor, SWPLT- Laut Hindia, SWPLT- Selat Sape;
(2) Kawasan prioritas untuk keseimbangan pengembangan wilayah meliputi : Kawasan daerah
terbelakang : Sub Kawasan Pesisir : Lembata Selatan, Alor, Sumba Selatan, Flores Utara,
Timur Selatan, Rote Selatan; Sub. Kawasan Pedalaman : Timor Utara, Timor Selatan,
Lembata Tengah dan Timur, Sumba Timur, Gizing dan Pota; Sub. Kawasan Pulau - pulau
kecil : Sabu, Raijua, Semau, Palue, Babi, Ndao, Kepulauan Alor dan Pantar;
(4) Kawasan prioritas untuk keseimbangan ekosistim meliputi kawasan berfungsi lindung di
kawasan perbatasan negara dan lintas kabupaten, kawasan kritis dan kawasan rawan
bencana lintas kabupaten.
6.3.1. Kawasan Pertanian Terpadu dan Kawasan Cepat Tumbuh
Kawasan tersebut selanjutnya untuk memberikan daya dorong yang lebih besar atas fungsifungsinya maka dikelompokkan dalam kawasan dengan skala yang lebih besar dengan rencana
pengembangan sebagaimana Tabel. VI-11.
6.3.2. Kawasan Pesisir dan Laut Terpadu
Dalam upaya mempercepat pembangunan juga teridentifikasi kawasan pesisir laut terpadu yang
potensial dikembangkan dengan basis utama perikanan dan kelautan, wisata bahari, jasa
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
VI - 15
kelautan, industri serta pertambangan dan energi, Adapun kawasan tersebut sebagaimana Tabel
VI.12.
Disamping kawasan pertanian terpadu dan kawasan pesisir dan laut terpadu juga diidentifikasi
kawasan cepat tumbuh karena didukung dengan sumberdaya dan parasarana sebagaimana
Tabel VI.13.
6.3.3. Kawasan DAS Kritis
Sistem perladangan yang berpindah dengan cara tebas bakar bersifat mengganggu
keseimbangan lingkungan, menghambat pemudaan vegetasi secara alamiah dan mengakibatkan
pembentukan lahan-lahan kritis. Keadaan ini diperparah dengan penurunan produktif lahan
kering yang terus terjadi, disebabkan erosi lapisan subur lahan kering yang kurang
memperhatikan kesuburan tanah. Kerusakan sumber alam dan lingkungan hidup juga terjadi
terhadap areal persawahan subur, suaka alam dan daerah resapan air, karena belum adanya
pengendalian terhadap penggunaan ruang. Untuk itu, salah satu pendekatan dalam mengatasi
permasalahan lahan-lahan kritis tersebut melalui pelestarian dan perlindungan akosistem didalam
suatu kesatuan Daerah/wilayah Aliran Sungai (DAS/WAS) terencana, terarah dan terpadu.
Beberapa arahan pengembangan bagi kawasan lahan kritis tersebut diatas adalah sebagai
berikut :
ƒ Diperlukan upaya pencegahan kerusakan dan rehabilitasi lahan-lahan kritis tersebut yang
diteruskan dengan usaha penghijauan, reboisasi dan keservasi hutan, tanah, air yang secara
keseluruhan perlu dipadukan dalam upaya pengembangan pertanian, kehutanan,
pertambangan dan permukiman;
ƒ Untuk menjamin ketersediaan air baik kuantitas maupun kualitas, diusahakan peningkatan
pemeliharaan kawasan yang termasuk cacthment area (terutama di bagian hulu). Upaya
pemeliharaan fungsi dan kemampuan sistem tata air yang dikembangkan di DAS untuk
mencapai terkendalinya erosi dan kesuburan tanah yang mantap;
ƒ Pendayagunaan lahan kritis melalui rehabilitasi lahan diarahkan menjadi lahan pertanian yang
produktif, upaya pemukiman kembali dalam areal pertanian, pengembangan asaha kehutanan
dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat peladang berpindah. Selanjutnya hutan
rakyat dan kawasan hutan produksi dekat pedesaan akan dikembangkan sebagai hutan serba
guna;
ƒ Perlu juga dilaksanakan pengamanan sungai dan pengembangan wilayah sungai dan
penanggulangan bencana alam. Rehabilitasi sungai dan pengembangan daerah aliran sungai
terutama dilaksanakan di bagian hilir aliran sungai yang investasi pengairannya sudah tinggi
dan permukimannya padat.
Adapun Kawasan DAS kritis yang perlu mendapat perlindungan melalui upaya pencegahan dan
pengendalian kemungkinan terjadinya bencana alam yang dapat menimbulkan hambatan
percepatan pembangunan diantaranya sebagai berikut :
- DAS Kupang;
- DAS Oesao;
- DAS Mina;
- DAS Olim/Oepoli;
- DAS Danotua;
- DAS Manubulu;
- DAS Lakamola;
- DAS Sabu;
- DAS Daigama;
- DAS Behanim;
- DAS Tamutu;
- DAS Bone.
6.3.4. Kawasan Lindung Strategis
Indikasi progam pembangunan kawasan steategis pada kawasan lindung ditujukan untuk
meningkatkan kualitas fungsi lindung dan pelestarian kawasan-kawasan yang berfungsi lindung
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
VI - 16
dengan indikasi kegiatan priotritas yaitu konservasi, rehabilitasi dan penataan fungsi kawasan.
Kawasan strategis yang berfungsi lindung sebagaimana Tabel VI.14.
6.3.5. Kawasan Terbelakang
Kawasan terbelakang disini tidak dimaksudkan untuk menunjukan adanya masyarakat yang
primitif atau terbelakang dalam arti terisolir, melainkan kawasan yang tidak ditunjang
ketersediaan dan kelancaran perhubungan dan komunikasi wilayah ini dengan wilayah lainnya,
menyebabkan wilayah ini hanya berhubungan dengan wilayah tertentu saja dan tertutup untuk
wilayah lainnya. Minimnya ketersediaan infrastruktur perhubungan darat dan laut dan
pendukunglainnya, mengakibatkan wilayah tersebut tidak lancar dalam berkomunikasi dan
tingkat pertumbuhan dan perkembangannya tertinggal jauh dibelakang dengan wilayah lainnya.
Arahan pengembangannya terutama untuk :
ƒ Peningkatan dan pembangunan prasarana jalan dengan pembukaan daerah-daerah yang
terisolir, disamping membuka hubungan dengan kantung-kantung produksi baru;
ƒ Pembangunan prasarana pelabuhan laut, dimungkinkan pelabuhan rakyat agar komunikasi
dengan daerah lain lancar (bila pembangunan prasarana jalan tidak dapat di mungkinkan);
ƒ Upaya peningkatan resetlemen (permukiman baru) bagi penduduk yang masih berpencar agar
upaya pembangunan infrastruktur memudahkan pemerintah daerah setempat.
Tabel VI.11. .....,
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
VI - 17
Tabel VI.11
Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Pertanian terpadu
di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Kawasan Prioritas
KWS Noelmina
KWS Benanain
KWS Noelbesi
KWS Alor Selatan
KWS Tanjungbunga-Magepanda
Mbay-Maotenda
Lembor
Iteng
Mangili
Wanokaka-Anakalang
Kodi-Laratama
Tahun Pelaksanaan
5 Tahun 1
5 Tahun 2
5 Tahun 3
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
Sub Kawasan
Oesao- Amarasi-Bena
Besikama-Oeroki
Kafan-Eban-Amfoang
Alor Selatan-lantoka
Tanjungbunga-Konga-Magepanda
Mbay-Riung-Mautenda-Maurole
Lembor-Ngorang
Iteng-Buntal
Mangili-Kambaniru-Melolo
Wanokaka-anakalang
Kodi-Laratama
Tabel VI.12
Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Pariwisata
di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020
NO
1
2
3
4
SWP Pesisir dan Laut
SWPLT- Selat Ombai-Laut Banda
ƒ Sub Wilayah I Pesisir Utara Kab. TTU, Belu
ƒ Sub Wilayah II Kalabahi Pesisir Kepulauan di Kab. Alor
SWPLT- Laut Sawu I
ƒ Sub Wilayah II Kupang Utara Pesisir Utara Kab. Kupang
daratan, Pesisir Pulau Semau
ƒ Sub Wilayah IV Rote Pesisir Pulau Rote
SWPLT- Laut Sawu III
ƒ Sub Wilayah V Pesisir Kab. Lembata & Flotim
ƒ Sub Wilayah VI Pesisir Flotim dan Pulau-Pulau Kecil
SWPLT- Laut Sawu II
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
Pusat
Pertumbuhan
Atapupu
Kalabahi
Kota Kupang
Baa
Lewolewba
Larantuka
VI - 18
5 Tahun 1
Tahun Pelaksanaan
5 Tahun 2
5 Tahun 3
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
NO
SWP Pesisir dan Laut
Sub Wilayah VII Pesisir Selatan Kab.Sikka, Ende dan Ngada
SWPL Laut Flores:
ƒ Sub Wilayah VIII Pesisir Utara Kabupaten Flores Timur dan
Sikka
ƒ Sub Wilayah IX Pesisir Utara Kabupaten Ngada dan Ende
6
7
8
9
SWPLT- Selat Sumba
ƒ Sub Wilayah X Pesisir Kab.Sumba Timur
ƒ Sub Wilayah XI Pesisir Kab. Sumba Barat
SWPLT- Laut Timor
ƒ Sub Wilayah X II Pesisir Selatan P.Timor
SWPLT- Laut Hindia
ƒ Sub Wilayah XIIII Pesisir Pulau Sabu
SWPLT- Selat Sape
ƒ Sub Wilayah IVX Pesisir Kab.Manggarai dan Kabupaten
Manggarai Barat
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
Pusat
Pertumbuhan
Ende
Maumere
Mbay
Waingapu
Waikelo
Kolbano
Seba
Labuan Bajo
VI - 19
Tahun Pelaksanaan
5 Tahun 1
5 Tahun 2
5 Tahun 3
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
Tabel VI.14
Indikasi kegiatan Prioritas Kawasan Lindung di propinsi Nusa Tenggara Timur hingga 2020
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Kawasan Strategis
TNl Kelimutu
TNl Lai Wangi Wanggameti
TNl Manupeu Tanadaru
TNl Komodo
TNL Komodo
THR Prof IR. Herman Yohanes
CA Riung
CA Maubesi
CA Way Wuul/Mburak
CA Gunung Langgaliru
CA Watu Ata
Wolo Talo Nggede Nalo Merah,
Siung
SM Perhalu
SM Kateri
SM Harlu
TW Tuti Adigae
TW Alam Tujuh Belas Pulau
TW Pulau Besar
TW`Manipo
TW Ruteng
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
Luas (HA)
Tahun Pelaksanaan
Kegiatan Utama
5.000
47.014
87.984
173.300
75.000
3.115
2.000
1.830
3.000
15.638
4.898
4.016
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan
fungsi
fungsi
fungsi
fungsi
fungsi
fungsi
fungsi
fungsi
fungsi
fungsi
fungsi
fungsi
hutan
hutan
hutan
hutan
hutan
hutan
hutan
hutan
hutan
hutan
hutan
hutan
5 Tahun 1
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
1.000
4.560
2.000
5.000
9.900
3.000
2.499
32.248
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Rehabilitasi dan
Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan
Peningkatan
fungsi
fungsi
fungsi
fungsi
fungsi
fungsi
fungsi
fungsi
hutan
hutan
hutan
hutan
hutan
hutan
hutan
hutan
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
VI - 20
5 Tahun 2
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
5 Tahun 3
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
6.3.6. Kawasan Perbatasan Negara
Panjang garis perbatasan darat Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan Timor Leste
adalah 255,4 km, mencakup 3 wilayah kabupaten yaitu di Kabupaten Belu, TTU dan
Kupang. Sesuai dengan perjanjian antara pemerintah Kolonial Belanda dan Portugis
tanggal 1 Oktober 1904 perbatasan antara Oekusi – Ambenu wilayah Timor-Timur
dengan Timor Barat dimulai dari mulut sungai Besi sampai muara sungai (Thalueg)
dengan panjang lingkar perbatasan 115 Km, dengan perincian Kabupaten TTU 104,5
Km Kabupaten Kupang 10,5 Km.
a. Perbatasan Darat
Kawasan perbatasan darat Timor Barat dengan Timor Leste meliputi 9 Kecamatan,
yaitu :
ƒ Kabupaten Kupang
: Kecamatan Amfoang Utara;
ƒ Kabupaten Timor Tengah Utara : Kecamatan Miomaffo Barat, Miomaffo Timur
dan Kecamatan Insana Utara;
ƒ Kabupaten Belu
: Kecamatan Malaka Timur, Tasifeto Barat,
Tasifeto Timur, Lamaknen dan Kecamatan
Kobalima.
b. Perbatasan Laut
Kawasan perbatasan Laut Wilayah Propinsi NTT dengan Timor Leste meliputi 4
Kabupaten dan 5 Kecamatan, yaitu :
ƒ Kabupaten Kupang
: Kecamatan Amfong Utara;
ƒ Kabupaten Belu
: Kecamatan Tasifeto Barat, Kecamatan Kobalima;
ƒ Kabupaten TTU
: Kecamatan Insana Utara;
ƒ Kabupaten Alor
: Kecamatan Alor Barat Daya.
Kawasan perbatasan Laut Wilayah NTT dengan Australia meliputi wilayah laut
Kabupaten Rote Ndao dan Pulau Sabu Kabupaten Kupang. Percepatan pembangunan
wilayah perbatasan memerlukan program kerja terpadu dengan arah pembangunan
diletakkan pada aspek sebagai berikut :
ƒ Pemantapan pembangunan bangsa (Nation Building) dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
ƒ Meningkatkan kesejahteraan masyarakat wilayah perbatasan;
ƒ Meningkatkan mutu sumber daya manusia dan masyarakat wilayah perbatasan
termasuk masyarakat pengungsi sehingga mempunyai daya tahan dan daya saing
yang tinggi dengan masyarakat di negara tetangga baik dalam bidang ekonomi
maupun dalam bidang sosial budaya dan sosial politik.
Dalam upaya mencapai percepatan pembangunan kawasan perbatasan perlu
dikembangkan upaya-upaya pembangunan secara khusus dan intensif karena daerah
ini merupakan perwakilan citra Indonesia dihadapkan bangsa/negara lain. Untuk
meningkatkan stabilitas keamanan dan kesejahteraan masyarakat di sepanjang
perbatasan maka Strategi Operasional Pembangunan Kawasan Perbatasan difokuskan
pada pendekatan pembangunan sebagai berikut :
a. Peningkatan Pembangunan Ekonomi untuk membuka peluang perdagangan
antar negara melalui upaya antara lain :
ƒ Membuka pasar resmi, agar pasar tradisional menjadi peluang pembangunan
ekonomi masyarakat di daerah perbatasan, dengan peraturan yang jelas dan
pasti;
ƒ Peningkatan pelayanan lalulintas perdagangan melalui pembukaan lembaga
keuangan di perbatasan;
ƒ Meningkatankan produksi dan produtivitas masyarakat perbatasan yang
memiliki daya saing.
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
VI - 21
b. Peningkatan
Kualitas
Sumberdaya Manusia diupayakan melalui
peningkatan pelayanan pendidikan dan kesehatan sehingga mutu manusia tidak
kalah bersaing dengan masyarakat dari mancanegara dalam ilmu, pengetahuan
dan teknologi (IPTEKS) termasuk kesehatan;
c. Peningkatan Prasarana Wilayah (1) Peningkatan Aksesibilitas Wilayah
dilaksanakan melalui peningkatan mutu jalan dan jembatan menuju daerah
perbatasan guna menunjang arus barang dan pengamanan citra bangsa; (2)
Peningkatan Perumahan, Permukiman dan Tata Ruang dilaksanakan melalui
Penataan ulang ruang wilayah melalui pendekatan kawasan pengembangan
ekonomi terpadu yang baru dan berorientasi pada pemukiman, pengembangan
kawasan potensial, sistim perhubungan dan transportasi intermodule; (3)
Peningkatan dukungan sumberdaya air dan irigasi untuk mendukung percepatan
pembangunan ekonomi;
d. Penegakkan Hukum dan HAM dilaksanakan dengan pendekatan bahwa
masyarakat perbatasan melakukan hubungan dengan koridor hukum Intenasional.
Beacukai, Imigrasi dan karantina sebagai bagian dari pengawas pintu perbatasan
harus mampu menjalankan tugasnya sesuai hukum yang berlaku.
e. Peningkatan Keamanan dan Ketertiban dikelola secara profesional dan
karena itu sarana dan prasarana keamanan di perbatasan harus mendapat
perhatian yang wajar. Tempat tinggal para pengaman perbatasan harus mendapat
perhatian yang manusiawi, misalnya dengan penerangan, bangunan yang sehat
dan jaminan hidup yang bergizi, termasuk alat komunikasi yang memadai.
Penataan Tapal Batas Timor Leste – Australia dan Republik Indonesia perlu dibuat
“Perbatasan Zona Maritime“ antara tiga negara, termasuk penetapan titik
trijiction antara Indonesia, Timor Leste dan Australia. Penentuan batas wilayah
udara untuk RI dan Timor Leste meliputi batas wilayah darat dan batas wlayah
laut yang ditarik secara tegak lurus ke atas. Hal mana perlu pengaturan
kewenangan FIR dan ATC (Air Traffic Control) yang jelas untuk keselamatan
penerbangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020
VI - 22
o
8 00'
L
A
U
T
F
L
O
R
E
REVIEW RTRW PROPINSI
NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN 2004
S
Kalabahi
KABUPATEN
SIKKA
Labuan Bajo
PROP. NTB
KABUPATEN
MANGGARAI
Ruteng
Maumere
KABUPATEN
NGADA
KABUPATEN
MANGGARAI BARAT
Larantuka
KABUPATEN
FLORES TIMUR
Gambar : 2.1
Lewoleba
KABUPATEN
ALOR
KABUPATEN
LEMBATA
KABUPATEN
ENDE
Bajawa
PETA ADMINISTRASI
NUSA TENGGARA TIMUR
SELAT OMBAI
Ende
Negara
Timor Leste
Keterangan :
o
9 00'
Atambua
Ibukota Propinsi
Ibukota Kabupaten
SELAT SUMBA
Negara
Timor Leste
Garis Pantai
Jalan
Batas Negara
Batas Propinsi
Batas Kabupaten
Batas Kecamatan
KABUPATEN
TT U
Kefamenanu
N
TE
PA
BU LU
K A BE
KABUPATEN
SUMBA BARAT
L
A
U
T
S
A
W
U
Waingapu
Waikabubak
Soe
KABUPATEN
KUPANG
KABUPATEN
SUMBA TIMUR
KABUPATEN
T TS
10 00'
o
KUPANG
T
KABUPATEN
ROTE NDAO
Baa
L
A
U
I
M
O
R
T
N
11 00'
o
1:2000000
S
o
119 00'
o
120 00'
USA
N
TENG
IM
GARA T UR
A
M
U
D
E
R
A
H
I
D
o
121 00'
I
A
o
122 00'
o
123 00'
o
124 00'
o
125 00'
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
(BAPPEDA)
195 8
PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Index/Petunjuk Peta
II 4
o
8 00'
L
A
U
T
F
L
O
R
E
REVIEW RTRW PROPINSI
NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN 2004
S
#
#
V
&
T S
A
P E
#
Labuan Bajo
#
#
LA
#
#
#
# #
#
#
#
#
#
Bajawa #
#
#
##
#
SE
9 00'
#
#
Ruteng
#
# ##
#
Larantuka&
V# # # &
V #
#
# Lewoleba #
#
#
# #
#
#
#
Maumere
V # #
&
#
#
# #
#
#
#
#
##
#
V#
&
Ende
#
#
#
# Kalabahi#
V
&
## #
#
Gambar : 4.8
#
#
T
LA
SE
I
BA
OM
#
SELA T S UMBA
#
#
#
#
#
#
#
# #
#
L
#
#
#
#
#
Waikabubak
##
A
U
T
S
A
W
#
#
U
Waingapu
V
&
#
#
#
o
10 00'
#
KUPANG #
#
[# #
# %
#
#
#
#
##
#
#
#
#
#
SO'E
#
# ##
## #
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
Kota Propinsi
Kota Pantai Kabupaten
Kota Kabupaten
Kota Kecamatan
Kota Pantai Kecamatan
Batas NegaraBtsneg
Batas PropinsiBtsprop
Batas KabupatenBtskab
Batas KecamatanBtskec
JalanJalan
Garis PantaiPantai
#
#
#
Sumber :
Hasil Analisa
# #
#
BA'A #
%
[
V
&
#
#
#
#
#
#
Kefamenanu
#
Keterangan :
#
# #
#
PETA KOTA-KOTA PANTAI
DI WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR
N
#
V
&
UT
LA
o
11 00'
#
OR
TI M
1:2250000
S
o
119 00'
A
M
U
D
E
R
A
o
120 00'
H
I
o
121 00'
N
u
s
N
D
I
A
o
122 00'
o
123 00'
o
124 00'
a
1958
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
(BAPPEDA)
PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
IV - 37
o
8 00'
L
A
U
T
F
L
O
R
E
REVIEW RTRW PROPINSI
NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN 2004
S
Kalabahi
Larantuka
Y
#
PROP. NTB
Labuan Bajo
Mbay
S
#
Y
#
Y
#
Ruteng
Y
#
Lewoleba
Y
#
Gambar : 4.6
Maumere
S
#
Bajawa
Y
#
#Ende
Y
o
9 00'
SE
T
LA
BA
PETA PUSAT KEGIATAN NASIONAL
DAN PUSAT KEGIATAN WILAYAH
I
NEGARA
TIMOR LESTE
S
#
SELAT S UMBA
Atambua
NEGARA
TIMOR LESTE
Mamboro
Y
#
Y
#
Waikabubak
Y
#
OM
Keterangan :
Y
#
Waitabula
Garis Pantai
Sungai
Batas Negara
Batas Propinsi
Batas Kabupaten
Kefamenanu
Waingapu
S
#
L
A
U
T
S
A
W
U
Y
#
SO'E
o
10 00'
#
SKUPANG
BA'A
Y
#
UT
M
S
#
#
Y
OR
o
11 00'
LA
TI
Jalan Arteri Primer
Jalan Kolektor Primer
Jalan Lokal Primer
Usulan Jln Kolektor Primer
Jalan Tanah
Pusat Kegiatan Nasional
Pusat Kegiatan Wilayah
N
S
o
119 00'
A
M
U
D
E
R
A
H
I
o
120 00'
N
N
D
o
121 00'
u
s a
I
A
o
122 00'
o
123 00'
o
124 00'
o
124 30'
T
1:2250000
1958
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
(BAPPEDA)
PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Sumber :
* Hasil Analisis
o
8 00'
L
A
U
T
F
L
O
R
E
REVIEW RTRW PROPINSI
NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN 2004
S
SWPLT Laut Flores
Kalabahi
PROP. NTB
Larantuka
Y
#
Y
#
Labuan Bajo
Y
#
Y
#
Ruteng
Gambar : 4.3
Maumere
Y
#
Bajawa
Y
#
SWPLT Selat Ombai
SWPLT Laut Sawu III
#Ende
Y
SWPLT Selat Sape
o
9 00'
Y
#
Lewoleba
SE
LA
OM
T
Y
#
SELA T S UMBA
L
Waikabubak
Y
#
A
U
T
S
A
W
PETA SATUAN
PENGEMBANGAN
WILAYAH PESISIR DAN LAUT
I
NEGARA
TIMOR LESTE
SWPLT Laut Sawu II
SWPLT Selat Sumba
BA
U
Keterangan :
Atambua
NEGARA
TIMOR LESTE
Garis Pantai
Sungai
Batas Negara
Batas Propinsi
Batas Kabupaten
Y
#
Kefamenanu
Waingapu
Y
#
Y
#
SWPLT
Laut Sawu I
o
10 00'
% KUPANG
[
LA
BA'A
Y
#
Jalan Arteri Primer
Jalan Kolektor Primer
Jalan Lokal Primer
Usulan Jln Kolektor Primer
Jalan Tanah
SWPLT
Laut Timor
SO'E
UT
TI
M
OR
Swp
SWPLT Selat Ombai
SWPLT Laut Sawu I
SWPLT Laut Sawu III
SWPLT Laut Sawu II
SWPLT Laut Flores
SWPLT Selat Sape
SWPLT Selat Sumba
SWPLT Laut Hindia
SWPLT Laut Timor
o
11 00'
SWPLT Lautan Hindia
S
o
119 00'
A
M
U
D
E
R
A
H
I
o
120 00'
N
N
D
o
121 00'
u
s a
I
A
o
122 00'
o
123 00'
o
124 00'
o
124 30'
N
T
1958
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
(BAPPEDA)
PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
1:2250000
Sumber :
* Hasil Analisis
REVIEW RTRW PROPINSI
NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN 2004
o
8 00'
L
A
U
T
F
L
O
R
E
S
Kalabahi
Larantuka
Y
#
PROP. NTB
Labuan Bajo
Y
#
Y
#
Lewoleba
PETA RENCANA
KAWASAN HUTAN
Maumere
Y
#
Y
#
Ruteng
Bajawa
Y
#
#Ende
Y
SE
o
9 00'
Gambar : 4.2
Y
#
OM
T
LA
I
BA
NEGARA
TIMOR LESTE
Y
#
SELAT SUMBA
Garis Pantai
Jalan
Sungai
Batas Negara
Batas Propinsi
Batas Kabupaten
Atambua
NEGARA
TIMOR LESTE
Y
#
Waikabubak
Kefamenanu
Waingapu
Y
#
Y
#
L
A
U
T
S
A
W
U
Hutan Bakau
Y
#
SO'E
Hutan Lindung
Hutan Produksi Tetap
Hutan Produksi Terbatas
Hutan Konversi
Cagar Alam
Suaka Marga Satwa
Taman Wisata
Taman Buru
Enclave
o
10 00'
%KUPANG
[
BA'A
Y
#
UT
TI
M
OR
o
11 00'
LA
S
A
M
U
D
o
119 00'
E
R
A
H
I
o
120 00'
N
u
s a
N
D
I
A
o
121 00'
o
122 00'
T
N
o
123 00'
Keterangan :
o
124 00'
o
124 30'
Kawasan Lindung :
1. Hutan Lindung
2. Suaka Marga Satwa
3. Taman Wisata
4. Taman Buru
5. Cagar Alam
6. Hutan Bakau
Kawasan Budidaya :
1. Hutan Produksi Tetap
2. Hutan Produksi Terbatas
3. Hutan Produksi yang
dapat Dikonversi
1958
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
(BAPPEDA)
PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
1:2250000
Sumber :
* Dinas Kehutanan Prop. NTT
* Hasil Analisis
IV 18
o
8 00'
L
A
U
T
F
L
O
R
E
REVIEW RTRW PROPINSI
NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN 2004
S
Gambar : 4.1
SAP
E
S EL
AT
PROPINSI
NTB
PETA RENCANA
KAWASAN LINDUNG DAN
KAWASAN BUDIDAYA
TAHUN 2002
SELAT OMBAI
Keterangan :
Negara
Timor Leste
o
9 00'
SELAT SUMBA
Negara
Timor Leste
L
A
U
T
S
A
W
U
o
10 00'
T
N
L
S
11 00'
o
A
M
U
D
E
R
A
H
I
D
I
A
U
I
M
O
R
T
A
1:2000000
Sumber : Hasil Analisa
DM
o
119 00'
o
120 00'
USA
N
Kota
Garis pantaiPantcl
Batas PropinsiPropcl
Batas NegaraNegcl
Batas KabupatenKabcl
Batas KecamatanKeccl
Kawasan Lindung/Budidaya
Hutan Lindung
Hutan Wisata
Hutan Bakau
Taman Wisata
Taman Wisata Laut
Taman Nasional
Suaka Marga Satwa
Cagar Alam
Rawan Gunung Api
Rawan Gempa
Lahan Basah
Lahan Kering
Tanaman Keras
Peternakan
Perikanan
Hutan Produksi Tetap
Hutan Produksi Terbatas
Hutan Konversi
Industri
Pariwisata
Lahan Cadangan
Permukiman
Kws Plasmanutfah
Enclave
TENG
GARA TI MUR
o
121 00'
o
122 00'
o
123 00'
o
124 00'
o
125 00'
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
(BAPPEDA)
195 8
PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Index/Petunjuk Peta
o
8 00'
L
A
U
T
F
L
O
Kawasan
Komodo
PROP. NTB
Y
#
Kalabahi
Larantuka
Y
#
Y
#
Lewoleba
Y
#
Kawasan
Alor Selatan
Y
#
#Ende
Y
SE
Kawasan
Iteng Buntal
Kawasan
Lembor Nggorang
Kawasan
Noelbesi
T
LA
BA
PETA KAWASAN PRIORITAS
DI NUSA TENGGARA TIMUR
I
NEGARA
TIMOR LESTE
Keterangan :
Atambua
NEGARA
TIMOR LESTE
Garis Pantai
Sungai
Batas Negara
Batas Propinsi
Batas Kabupaten
Y
#
Kefamenanu
Waingapu
Y
#
OM
Y
#
SELA T S UMBA
Waikabubak
Gambar : 4.15
Y
#
Bajawa
REVIEW RTRW PROPINSI
NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN 2004
S
Maumere
Y
#
Ruteng
o
9 00'
E
Kawasan
Tg. Bunga
Magepanda
Kawasan
Mbay Mautenda
Labuan Bajo
R
Y
#
L
A
U
T
S
A
W
U
o
10 00'
Kawasan
Bolok
Kawasan
Benanain
Y
#
SO'E
[KUPANG
%
Jalan Arteri Primer
Jalan Kolektor Primer
Jalan Lokal Primer
Usulan Jln Kolektor Primer
Jalan Tanah
Kawasan
Noelmina
BA'A
Y
#
TI
M
o
11 00'
LA
UT
OR
S
o
119 00'
A
M
U
D
E
R
A
H
I
o
120 00'
N
N
D
o
121 00'
u
s a
I
A
o
122 00'
o
123 00'
o
124 00'
o
124 30'
Kws Bolok
Kws Noelmina
Kws Noelbesi
Kws Benanain
Kws Alor Selatan
Kws Tg. Bunga Magepanda
Kws Mbay Mautenda
Kws Iteng Buntal
Kws Lembor Nggorang
Kws Komodo
Kws Kodi Laratama
Kws WanoKaka Anakalang
Kws Mangili Lewa
T
N
1958
1:2250000
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
(BAPPEDA)
PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Sumber :
* Hasil Analisis
IV
2
REVIEW RTRW PROPINSI
NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN 2004
o
8 00'
L
A
U
T
F
L
O
R
E
S
Kalabahi
Larantuka
Y
#
PROP. NTB
Labuan Bajo
Y
#
Y
#
Lewoleba
Y
#
Gambar : 2.3
Y
#
Bajawa
Y
#
#Ende
Y
SE
o
9 00'
PETA PENGGUNAAN LAHAN
Maumere
Y
#
Ruteng
L
OM
AT
I
BA
NEGARA
TIMOR LESTE
Keterangan :
Y
#
SELA T S UMBA
Atambua
NEGARA
TIMOR LESTE
Garis Pantai
Jalan
Sungai
Batas Negara
Batas Propinsi
Batas Kabupaten
Y
#
Waikabubak
Kefamenanu
Waingapu
Y
#
Y
#
L
A
U
T
S
A
W
U
Y
#
Sawah
Tanah Rusak
Tegalan
Tanah Kering
Kebun Campuran
Kebun Kelapa
Kebun Kopi
Hutan Lebat
Hutan Belukar
Hutan Sejenis
Hutan Bakau
Padang Rumput
Alang-Alang
Semak
Pemukiman
SO'E
o
10 00'
[KUPANG
%
BA'A
Y
#
UT
M
OR
o
11 00'
LA
TI
S
o
119 00'
A
M
U
D
E
R
A
H
I
o
120 00'
N
D
o
121 00'
N
u
s a
I
A
o
122 00'
o
123 00'
o
124 00'
o
124 30'
N
T
1958
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
(BAPPEDA)
PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
1:2250000
Sumber :
* Peta Landuse Tahun 2003
BPN Prop. NTT
* Hasil Analisis
II 17
o
8 00'
L
A
U
T
F
L
O
R
E
REVIEW RTRW PROPINSI
NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN 2004
S
Kalabahi
Larantuka
Labuan Bajo
Y
#
#
Y
o
9 00'
BIMA
Baranusa
Lewoleba
Y
#
#
Y
Ruteng
OM
Bajawa
Y
#
#
Y
JAKARTA
SURABAYA
DENPASAR
Maritaing#
#
#
Y
Mananga
Y
#
#
Y
#
#
Y
Maumere
#
Y
Sape/NTB
Y
#
#
# Marapokot
#
Y
#Ende
Y
#Aimere
#
Y
S
A
EL
BA
Keterangan :
T
#
SELA T SUMBA
L
A
U
T
S
A
W
U
#
Y
#
#
Y
Waingapu
[
%
#
Y
#
Ibukota Propinsi
Ibukota Kabupaten
Kota/Pelabuhan
Garis Pantai
Batas Negara
Batas Propinsi
Batas Kabupaten
Jalan
#
Y
Kefamenanu
Naikliu
F-50
CASSA-212 (Komersil)
CASSA-212 (Perintis)
F-27
F-28
Y
#
Atambua
Wini
Y
#
Waikelo
B-73=200/400&F-100,MD-128
#
Y
#
Waikabubak
I
Atapupu
NEGARA
TIMOR LESTE
PETA JARINGAN
TRANSPORTASI UDARA
DI WILAYAH NTT
N
T IM EG
O AR
RL A
ES
TE
PROP. NTB
Gambar : 4.13
Y
#
Waiwadan #
Y
#
#
Y
N
Y
#
#
Y
o
10 00'
SO'E
Semau
#
% KUPANG
[
[
%
T
Seba #
# Pantai Baru
#
Ledeunu
L
A
U
I
M
O
R
T
1:2000000
YBA'A
#
o
11 00'
#
Y
S
A
M
U
D
E
R
A
H
I
N
D
I
Sumber :
- Dns Perhubungan
- Hasil Analisa
A
DM
o
119 00'
o
120 00'
o
121 00'
N
u
s
o
122 00'
o
123 00'
o
124 00'
o
125 00'
a
1958
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
(BAPPEDA)
PETUNJUK PETA
PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
IV - 50
o
8 00'
L
A
U
T
F
L
O
R
E
REVIEW RTRW PROPINSI
NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN 2004
S
Kalabahi
Larantuka
Y
#
PROP. NTB
Labuan Bajo
Y
#
Gambar : 4.9
Y
#
Maumere
Y
#
Ruteng
o
9 00'
Y
#
Lewoleba
Y
#
Bajawa
Y
#
#Ende
Y
L
SE
OM
AT
BA
PETA JARINGAN
TRANSPORTASI DARAT
I
NEGARA
TIMOR LESTE
Y
#
SELAT S UMBA
Atambua
NEGARA
TIMOR LESTE
Keterangan :
Y
#
Waikabubak
Waingapu
Y
#
Garis Pantai
Sungai
Batas Negara
Batas Propinsi
Batas Kabupaten
Kefamenanu
Y
#
L
A
U
T
S
A
W
U
Y
#
SO'E
Jalan Arteri Primer
Jalan Kolektor Primer
Jalan Lokal Primer
Usulan Jln Kolektor Primer
Jalan Tanah
o
10 00'
[
%
KUPANG
BA'A
Y
#
UT
M
OR
o
11 00'
LA
TI
N
S
o
119 00'
A
M
U
D
E
R
A
H
I
o
120 00'
N
N
D
o
121 00'
u
s a
I
A
o
122 00'
o
123 00'
o
124 00'
o
124 30'
T
1:2250000
1958
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
(BAPPEDA)
PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Sumber :
* Hasil Analisis
IV 41
KE - UJUNG PANDANG
KE - UJUNG PANDANG
o
8 00'
L
A
U
T
F
L
O
R
E
Y
#
BIMA
#
Y
Mananga
#
Y
Bajawa
Y
#
#
Y
JAKARTA
SURABAYA
DENPASAR
KE
Y
#
#
Y
Ruteng
#
Maritaing #
#
Baranusa
OM
YEnde
#
#
Y
# Aimere
LA
SE
o
9 00'
#
A
U
T
S
A
W
U
Y
#
Waingapu
#
Y
Keterangan :
#
Y
Wini
#
Y
#
Kefamenanu
Naikliu
Gambar : 4.10
PETA JARINGAN
TRANSPORTASI
PENYEBERANGAN
DI WILAYAH NTT
Rencana Jalur Fery
Y
#
Atambua
Y
#
Waikelo
L
I
Atapupu
NEGARA
TIMOR LESTE
SELA T S UMBA
BA
T
#
Waikabubak
N
BO
AM
Maumere
Y
#
Sape/NTB
Y
#
Lewoleba
#
Y
#
# Marapokot
#
Y
T IM NEG
O R AR
LE S A
TE
Y
#
PROP. NTB
Y
#
Waiwadan #
Larantuka #Y
Labuan Bajo
REVIEW RTRW PROPINSI
NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN 2004
Kalabahi
S
Y
#
#
Y
%
[
#
Y
Ibukota Propinsi
Ibukota Kabupaten
# Kota/Pelabuhan
Garis Pantai
Batas Negara
Batas Propinsi
Batas Kabupaten
Jalan
Y
#
#
Y
o
10 00'
SO'E
Semau
#
N
%KUPANG
[
[
%
Seba #
T
# Pantai Baru
#
Ledeunu
#BA'A
Y
o
11 00'
#
Y
S
A
M
U
D
E
R
A
H
I
N
D
I
L
A
U
I
M
O
R
T
1:2000000
Sumber :
- Dns Perhubungan
- Hasil Analisa
A
DM
o
119 00'
o
120 00'
o
121 00'
N
u
s
o
122 00'
o
123 00'
o
124 00'
o
125 00'
a
1958
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
(BAPPEDA)
PETUNJUK PETA
PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
IV - 43
KE - UJUNG PANDANG
KE - UJUNG PANDANG
o
8 00'
L
A
U
T
F
L
O
R
E
Y
#
Y
#
BIMA
#
Y
Mananga
#
Y
Bajawa
Y
#
#
Y
JAKARTA
SURABAYA
DENPASAR
N
BO
- AM
KE
Y
#
#
Y
Ruteng
#
Maritaing #
#
Baranusa
Lewoleba
Maumere
Y
#
Sape/NTB
#
Y
#
# Marapokot
#
Y
OM
YEnde
#
#
Y
# Aimere
o
9 00'
SE
LA
T
Atapupu
#
A
U
T
S
A
W
U
Naikliu
Waikabubak
Y
#
Waingapu
#
Y
Wini
KM.
KM.
KM.
KM.
KM.
Dorolonda
Dobonsolo
Awu
Wilis
Sirimau
# Kota/Pelabuhan
[
%
#
Y
#
Y
#
Keterangan :
#
Y
Y
#
Kefamenanu
Waikelo
L
I
Gambar : 4.11
PETA JARINGAN
TRANSPORTASI
LAUT PERINTIS
DI WILAYAH NTT
Y
#
Atambua
#
NEGARA
TIMOR LESTE
SELAT S UMBA
BA
T IM NEG
O R AR
LE S A
TE
Y
#
PROP. NTB
Y
#
Waiwadan #
Larantuka #Y
Labuan Bajo
REVIEW RTRW PROPINSI
NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN 2004
Kalabahi
S
Ibukota Propinsi
Ibukota Kabupaten
Garis Pantai
Batas Negara
Batas Propinsi
Batas Kabupaten
Jalan
Y
#
#
Y
Y
#
#
Y
o
10 00'
SO'E
Semau
#
N
% KUPANG
[
[
%
Seba #
T
# Pantai Baru
#
Ledeunu
YBA'A
#
o
11 00'
#
Y
S
A
M
U
D
E
R
A
H
I
N
D
I
L
A
U
I
M
O
R
T
1:2000000
Sumber :
- Dns Perhubungan
- Hasil Analisa
A
DM
o
119 00'
o
120 00'
o
121 00'
N
u
s
a
o
122 00'
o
123 00'
o
124 00'
o
125 00'
T
1958
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
(BAPPEDA)
PETUNJUK PETA
PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
IV - 46
o
8 00'
L
A
U
T
F
L
O
R
E
REVIEW RTRW PROPINSI
NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN 2004
S
Kalabahi
Larantuka
Labuan Bajo
Y
#
#
Y
o
9 00'
BIMA
Y
#
OM
Bajawa
Y
#
#
Y
JAKARTA
SURABAYA
DENPASAR
Baranusa
Lewoleba
#
Y
Ruteng
#Ende
Y
#Aimere
BA
SE
Keterangan :
Atapupu
#
Y
#
Waikelo
A
U
T
S
A
W
U
#
Y
#
Kefamenanu
Naikliu
Y
#
#
Y
Waingapu
Atambua
Wini
NEGARA
TIMOR LESTE
Y
#
#
Y
#
L
I
T
LA
#
Y
SELAT S UMBA
Waikabubak
PETA JARINGAN
TRANSPORTASI
FERY CEPAT
DI WILAYAH NTT
Maritaing#
#
#
Y
Mananga
Y
#
#
Y
#
#
Y
Maumere
#
Y
Sape/NTB
Y
#
#
# Marapokot
#
Y
T IM NEG
O AR
RL A
ES
TE
PROP. NTB
Gambar : 4.12
Y
#
Waiwadan #
Titian Nusantara
Kirana
Bahari Express
[
%
#
Y
#
Ibukota Propinsi
Ibukota Kabupaten
Kota/Pelabuhan
Garis Pantai
Batas Negara
Batas Propinsi
Batas Kabupaten
Jalan
Y
#
#
Y
N
Y
#
#
Y
o
10 00'
SO'E
Semau
#
[KUPANG
%
[
%
T
Seba #
# Pantai Baru
#
Ledeunu
L
A
U
I
M
O
R
T
1:2000000
#BA'A
Y
o
11 00'
#
Y
S
A
M
U
D
E
R
A
H
I
N
D
I
Sumber :
- Dns Perhubungan
- Hasil Analisa
A
DM
o
119 00'
o
120 00'
o
121 00'
N
u
s
a
o
122 00'
o
123 00'
o
124 00'
o
125 00'
T
1958
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
(BAPPEDA)
PETUNJUK PETA
PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
IV - 47
A
U
T
F
L
O
R
E
S
REVIEW RTRW PROPINSI
NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN 2004
o
8 00'
L
Ganbar : 4.14
Kws DI Waepesi
8.763 ha
Kws DI Wigowa
1.200 ha
Kws DI Pota
2.405 ha
#
#
Kws DI Mbay
10.300 ha
#
#
#
#
o
9 00'
#
Kws DI Waemantar
12.163 ha
#
#
Kws DI Za' a
3.901 ha
Kws DI Waemokel
17.629 ha
#
Kws DI Nebe
2.040 ha
T
LA
SE
Kws DI Waiwajo
1.050 ha
Kws DI Wolowaru
1.166 ha
Kws DI Wolowona
3.127 ha
Keterangan :
[
%
Kws DI Waikomo
2.405 ha
Kws DI Konga
1.464 ha
#
#
#
#
Kws DI Lembor
14.257 ha
#
Kws DI Alor-Pantar
7.547 ha
#
#
#
#
#
#
#
#
#
Kws DI Terang
15.529 ha
#
Kws DI Magepanda
4.122 ha
#
#
#
#
Kws DI Mautenda
6.514 ha
Kws DI Panondiwal
4.281 ha
Kws DI Waeces
10.636 ha
PETA KAWASAN DAERAH IRIGASI
DI WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR
I
BA
OM
#
SELAT S UMBA
Kws DI Kambaneru
5.096 ha
#
#
L
o
10 00'
#
#
#
Kws DI Kodi
1.04 ha
A
U
T
S
A
W
#
#
Kws DI Melolo
3.642 ha
#
Kws DI Waikelo
sawah 2.540 ha
Kws DI Wanokaka
3.874 ha
Garis Pantai
Batas Negara
Batas Propinsi
Batas Kabupaten
#
Negara
Timor leste
U
#
Ibukota Propinsi
Ibukota Kabupaten
Daerah Irigasi (DI)
Sungai
Jalan
#
#
Kws DI Haekesak
5.209 ha
#
#
Kws DI Netemnanu
3.526 ha
#
Negara
Timor leste
Kws DI So'a
7.999 ha
Kws DI Mamboro
4.859 ha
#
Kws DI Malaka
25.000 ha
#
#
#
Kws DI Mataiyang
4.540 ha
#
#
#
Kws DI Kakaha
2.500 ha
#
[
%
Kws DI Ponu-Mena
4.102 ha
Kws DI Noemina
10.000 ha
Kws DI Mangili
5.305 ha
Kws DI Oesao
13.452 ha
N
Kws DI Baus
10.628 ha
#
Kws DI Sabu
1.271 ha
Sumber :
Hasil Analisa
Kws DI Aeroki
4.473 ha
UT
LA
# #
OR
TI M
Kws DI Rote
5.146 ha
o
11 00'
1:2250000
S
o
119 00'
A
M
U
D
E
R
A
o
120 00'
H
o
121 00'
N
u
s
a
I
N
D
I
A
o
122 00'
o
123 00'
o
124 00'
o
124 30'
DM
T
1958
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
(BAPPEDA)
PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
IV 52
REVIEW RTRW PROPINSI
NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN 2004
o
8 00'
L
A
U
T
F
L
O
R
E
S
Kalabahi
Larantuka
Ulumbu
Ú
Ê
PROP. NTB
Labuan Bajo
Y
#
Y
#
Y
#
Komodo
Y
#
Y
#
Ruteng
Maumere
Bajawa
YÚ
#
Ê
Y
#
Ende
L
SE
Mataloko
o
9 00'
Gambar : 4.5
Y
#
Lewoleba
OM
AT
BA
PETA PERTAMBANGAN DAN ENERGI
DI NUSA TENGGARA TIMUR
I
NEGARA
TIMOR LESTE
Keterangan :
Y
#
SELAT S UMBA
Atambua
NEGARA
TIMOR LESTE
Garis Pantai
Jalan
Sungai
Batas Negara
Batas Propinsi
Batas Kabupaten
Y
#
Waikabubak
Kefamenanu
Waingapu
Y
#
Y
#
L
A
U
T
S
A
W
U
%
[
Y
#
Y
#
SO'E
Ê
Ú
Ë
o
10 00'
[KUPANG
%
BA'A
Y
#
LA
UT
TI
M
Kota Propinsi
Kota Kabupaten
Energi Panas bumi
Pertambangan
OR
o
11 00'
N
S
o
119 00'
A
M
U
D
E
R
A
H
I
o
120 00'
N
D
o
121 00'
N
u
s a
I
A
o
122 00'
o
123 00'
o
124 00'
o
124 30'
T
1:2250000
1958
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
(BAPPEDA)
PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Sumber :
* Hasil Analisis
REVIEW RTRW PROPINSI
NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN 2004
o
8 00'
L
A
U
T
F
L
O
R
E
S
Lamalera
Riung
(17 Pulau)
r
PROP. NTB
r
Larantuka
Labuan Bajo
Y
#
r
Y
#
Komodo
Ruteng
Bajawa
Y
#
Y
#
Teluk
Maumere
Kaburea
(Garam)
Kelimutu
Y
#
Ende
r
Y
#
r
Y
#
Lewoleba
Kalabahi
r
Y
#
Maumere
SE
o
9 00'
Gambar : 4.4
LA
OM
T
Keterangan :
Y
#
Atambua
NEGARA
TIMOR LESTE
Pasola
Y
#
I
NEGARA
TIMOR LESTE
SELA T S UMBA
Waikabubak
BA
PETA PARIWISATA DAN INDUSTRI
DI NUSA TENGGARA TIMUR
Garis Pantai
Jalan
Sungai
Batas Negara
Batas Propinsi
Batas Kabupaten
Y
#
r
Kefamenanu
Waingapu
Y
#
L
A
U
T
S
A
W
U
Pariti
o
10 00'
r
[r
%
r
Bolok
%
[
Y
#
Y
#
SO'E
r
r
KUPANG
Lasiana
BA'A
Y
#
LA
UT
TI
M
Kota Propinsi
Kota Kabupaten
Kawasan Pariwisata
Kawasan Industri
OR
o
11 00'
N
S
o
119 00'
A
M
U
D
E
R
A
H
I
o
120 00'
N
D
o
121 00'
N
u
s a
I
A
o
122 00'
o
123 00'
o
124 00'
o
124 30'
T
1:2250000
1958
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
(BAPPEDA)
Sumber :
* Hasil Analisis
PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
IV 28
o
8 00'
L
A
U
T
F
L
O
R
E
REVIEW RTRW PROPINSI
NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN 2004
S
Kalabahi
Larantuka
Y
#
PROP. NTB
Labuan Bajo
Y
#
Y
#
Gambar : 2.2
Maumere
Y
#
Ruteng
o
9 00'
Y
#
Lewoleba
Y
#
Bajawa
Y
#
#Ende
Y
L
SE
AT
PETA GEOLOGI
I
NEGARA
TIMOR LESTE
Keterangan :
Atambua
NEGARA
TIMOR LESTE
Garis Pantai
Jalan
Sungai
Batas Negara
Batas Propinsi
Batas Kabupaten
Y
#
Kefamenanu
Waingapu
Y
#
BA
Y
#
SELA T S UMBA
Waikabubak
OM
Y
#
L
A
U
T
S
A
W
U
Y
#
SO'E
o
10 00'
[KUPANG
%
BA'A
Y
#
UT
M
OR
o
11 00'
LA
TI
Paleogene (Paleogen)
Kekneno Series
Silicic Roks
Matic Basic Rocks
Intermediate Bask
Pre Tertiare Undivideo
Alluvium Terrace Deposit
Neogene
Sonebait Series
Senobait And Ofu Series
Ofu Series
Silicic Efusives
Triassic
Crystalline Shist
S
A
M
U
D
o
119 00'
E
R
A
H
I
o
120 00'
N
u
s a
N
D
I
A
o
121 00'
o
122 00'
o
123 00'
o
124 00'
o
124 30'
T
N
1958
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
(BAPPEDA)
PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
1:2250000
Sumber :
* Hasil Analisis
Download