PERKAWINAN USIA MUDA DAN PERCERAIAN DI KAMPUNG

advertisement
PERKAWINAN USIA MUDA DAN PERCERAIAN
DI KAMPUNG KOTABARU KECAMATAN PADANGRATU
KABUPATEN LAMPUNG TENGAH
Oleh
Umi Nurhasanah*), Susetyo*)*)
*)
Mahasiswa program sarjana Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Lampung
**)
Staf Pengajar Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Lampung
ABSTRACT
This study aims to identify and explain the cause of the occurrence of child
marriage, problems that occur in housekeeping, and to explain the impact of child
marriage on life in the village housekeeping Kotabaru Padangratu Central
Lampung. This type of research is descriptive qualitative. by using the method of
data collection are observation, namely the systematic observation and recording
of the behavior by watching or observing individuals or groups directly.
Interview, by asking a number of questions will be answered orally and verbally
anyway. Data was collected through interviews and documentation. Further data
analysis was performed with data reduction, display or presentation of the data
and conclusions stage. The results showed that the cause of the couple to
marriage at a young age is due to Kampung Kotabaru free sex, free sex
increasingly widespread among teenagers due to the mengendornya social
control in the community because of a shift in cultural values ada.selain because
of economic factors, that marriage performed at a young age as an alternative to
alleviate the economic burden of the family. Low educational factors make the
perspective and mindset of adolescents are more narrow. And the encouragement
of parents. which then have an impact lost educational opportunities, lost the
opportunity to develop and express themselves, vulnerable to pregnancy and fetal
problems, susceptible to domestic violence and child marriage could lead to
social problems that can lead to divorce.
Keywords: marriage, age youth, divorce
PENDAHULUAN
Manusia merupakan makluk sosial (zoonpoliticoon), sehingga tidak bisa
hidup tanpa adanya manusia lainnya. Sejak lahir manusia telah dilengkapi dengan
naluri untuk hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang
lain mengakibatkan hasrat yang kuat untuk hidup teratur.
Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Di Indonesia sejak tahun 1974 telah di
34
Perkawinan Usia Muda dan Perceraian di Kampung Kotabaru …
tegaskan tentang perkawinan yang dikenal dengan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan yang berbunyi:“Perkawinan ialah ikatan lahir
batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia, kekal
dan sejahtera. Kesejahteraan dalam perkawinan tidak dapat diharapkan dari
mereka yang kurang matang, baik fisik maupun emosional, melainkan juga
kedewasaan juga tanggung jawab, serta kematangan fisik dan mental. Suatu azas
kematangan bagi calon suami istri tercantum dalam pasal 7 ayat (1) Undangundang perkawinan no 1 tahun 1974, bahwa perkawinan diizinkan jika pria telah
mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita berusia 16 tahun (R. Subekti dan R.
Tjitrosudibyo, 1978:471).
Meskipun batas perkawinan telah ditetapkan dalam pasal 7 ayat (1) UU
No.1 Tahun 1974, yaitu perkawinan hanya di ijinkan jika pihak pria sudah
mencapai umur 16 tahun. Namun dalam prakteknya masih banyak kita jumpai
perkawinan pada usia muda atau dibawah umur. Berdasarkan Berdasarkan angka
Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, jumlah kasus
perkawinan usia muda mencapai 50 juta penduduk dengan rata-rata usia
perkawinan di Indonesia yakni 19,1 tahun.
Fenomena pernikahan di usia muda masih sangat tinggi. Hal tersebut
terlihat dari maraknya pernikahan usia muda pada kalangan remaja, yang kini
tidak hanya terjadi di kalangan adat tetapi telah merambah pelajar sekolah yang
semestinya
fokus
menuntut
ilmu
dan
mengembangkan
bakat.
Pernikahan di usia muda hanyalah sepenggal realitas sosial yang dihadapi
masyarakat saat ini. Pada kalangan remaja, pernikahan di usia muda ini dianggap
sebagai jalan keluar untuk menghindari seks bebas. Ada juga yang melakukannya
karena terpaksa dan karena hamil di luar nikah. Pendapat tersebut mungkin ada
benarnya, namun pernikahan tentunya bukan hanya sekedar menyatukan diri
dalam suatu perkawinan sebagai jawaban atas permasalahan hidup yang sedang
dihadapi. Pernikahan merupakan suatu bekal hidup yang harus dipersiapkan
dengan matang.
Dorongan seksual remaja yang tinggi karena didorong oleh lingkungan
pergaulan remaja yang mulai permisif (suka memperbolehkan/mengizinkan) dan
nyaris tanpa batas. Pada akhirnya, secara fisik anak bisa terlihat lebih cepat
matang dan dewasa, namun psikis, ekonomi, agama, sosial, maupun bentuk
kemandirian lainnya belum tentu mampu membangun komunitas baru bernama
keluarga. Untuk membentuk suatu keluarga, pasangan suami istri memerlukan
kesiapan moril dan materil untuk mengarungi dan berbagi apapun kepada
pasangan tercinta, harus cukup dewasa, sehat jasmani rohani dan serta sudah
mempunyai kemampuan untuk mencari nafkah.
Meskipun batas perkawinan telah ditetapkan dalam pasal 7 ayat (1) UU
No.1 Tahun 1974, yaitu perkawinan hanya di ijinkan jika pihak pria sudah
mencapai umur 16 tahun. Namun dalam prakteknya masih banyak kita jumpai
perkawinan pada usia muda atau dibawah umur. Berdasarkan angka Survey
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, jumlah kasus
perkawinan usia muda mencapai 50 juta penduduk dengan rata-rata usia
perkawinan di Indonesia yakni 19,1 tahun.
Jurnal Sosiologi, Vol. 15, No. 1: 34-41
35
Perkawinan usia muda ini dipengaruhi karena adanya beberapa faktorfaktor yang mendorong mereka untuk melangsungkan perkawinan usia muda atau
di bawah umur. Pelaku perkawinan usia muda mempunyai alasan tersendiri
sehingga mereka bersedia melakukan perkawinan diusia muda. Faktor pendorong
itu pun bermacam-macam seperti faktor ekonomi dimana mereka ingin kebutuhan
keluarganya dapat terpenuhi, faktor sosial yaitu untuk menutupi aib apabila sudah
hamil diluar nikah, serta faktor kultural (kebiasaan masyarakat sekitar).
Pernikahan muda banyak terjadi pada masa pubertas, hal ini terjadi karena remaja
sangat rentan terhadap perilaku seksual. Pernikahan muda juga sering terjadi
karena remaja berfikir secara emosional untuk melakukan pernikahan, mereka
berfikir telah saling mencintai dan siap untuk menikah. Selain itu faktor penyebab
terjadinya pernikahan muda adalah perjodohan orang tua, perjodohan ini sering
terjadi akibat putus sekolah dan karena masalah ekonomi (Sarwono, 1994).
Pernikahan di usia muda sangat rentan ditimpa masalah karena tingkat
pengendalian emosi belum stabil. Dalam sebuah perkawinan akan dijumpai
berbagai permasalahan yang menuntut kedewasaan dalam penanganannya
sehingga sebuah perkawinan tidak dipandang sebagai kesiapan materi belaka,
tetapi juga kesiapan mental dan kedewasaan untuk mengarunginya. Biasanya
kondisi dimana pasangan yang tidak sanggup menyelesaikan serta menanggulangi
permasalahan yang terjadi dapat menimbulkan berbagai masalah lainnya yang
dapat mengarah pada perceraian keluarga. Sehingga banyaknya perkawinan usia
muda ini juga berbanding lurus dengan tingginya angka perceraian. Banyaknya
kasus perceraian ini merupakan dampak dari mudanya usia pasangan bercerai
ketika memutuskan untuk menikah. Namun dalam alasan perceraian tentu saja
bukan karena alasan menikah muda, melainkan masalah ekonomi dan sebagainya,
tetapi masalah tersebut tentu saja sebagai dampak dari perkawinan yang dilakukan
tanpa kematangan diri dari segala aspek. Hal ini disebabkan oleh pengambilan
keputusan menikah yang terlalu ringkas dan kurang pertimbangan demi efisiensi
waktu sehingga bukan menyelesaikan masalah tetapi menumpuk masalah dengan
masalah lainnya.
Contoh kasus yang sering kita lihat adalah menikah muda karena
keterlanjuran hubungan seks akibatnya terpaksa dikawinkan karena telanjur hamil
dan orangtua tidak memberi pilihan pada anak itu selain menikah dengan sang
pacar
padahal
sebenarnya
tidak
ingin
menikah,
tetapi
juga
tidak ingin mengugurkan kandungan. Kasus-kasus seperti ini merupakan
fenomena di kota-kota besar. Hal ini juga akan mengakibatkan penolakan dari
keluarga karena malu. Selain itu, fenomena menikah di usia muda ini akan
beruntut pada masalah sosial lainnya seperti tindak kriminal aborsi, risiko
penyakit menular seks (PMS), serta perilaku a-sosial lainnya dan juga tidak
menutup kemungkinan pekerja seksual juga muncul dari “budaya kebablasan”
ini.
Berdasarkan uraian latar belakang dan permasalahan yang ada, maka
tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu:
1. Mengetahui faktor penyebab perkawinan usia muda
2. Mengetahui masalah-masalah yang terjadi dalam berumahtangga
3. Mengetahui dampak yang ditimbulkan dari perkawinan usia muda
36
Perkawinan Usia Muda dan Perceraian di Kampung Kotabaru …
METODE PENELITIAN
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif kualitatif. Menurut Hadari Nawawi (2001:24) bahwa penelitian ini
adalah cara yang digunakan untuk menggambarkan, menjelaskan dan menjawab
permasalahan di lapangan dengan teori-teori, konsep-konsep dari data penelitian
lapangan.
Menurut Sudipan Sadi Hutomo dalam Bungin (2003:56) deskriptif
kualitatif artinya mencatat secara teliti segala gejala atau fenomena yang dilihat
dan di dengar serta dibacanya dengan wawancara atau bukan, catatan lapangan,
foto, video, tape, dokumen pribadi, catatan atau demo, dokumen resmi atau bukan
yang lain-lain. Peneliti harus membandingkan, mengkombinasikan,
mengabstraksikan dan menarik kesimpulan.
Data yang diperoleh dari penelitian adalah data yang bersifat kualitatif,
tidak menggambarkan jumlah atau bilang yang memiliki perbandingan yang pasti.
Menurut Poewandari (1998:134) ukuran data kualitatif adalah logika dalam
menerima atau menolak sesuatu yang dinyatakan dalam kalimat yang dirumuskan
setelah mempelajari sesuatu itu dengan cermat. Data kuialitatif tidak memiliki
pembanding yang pasti karena kebenaran data yang diinginkan dibuktikan bersifat
relatif. Berupa pandangan atau pendapat, konsep-konsep, kesan-kesan,
keterangan, tanggapan, dan lain-lain tentang sesuatu atau keadaan yang
berhubungan dengan kehidupan manusia.
Fokus penelitian ini adalah faktor-faktor penyebab terjadinya perkawinan
usia muda, masalah-masalah yang terjadi dalam berumahtangga dan dampak
perkawinan usia muda. Penentuan Informan pada penelitian ini dilakukan dengan
teknik purposive sampling, dimana pemilihan informan dipilih secara sengaja
berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dan ditetapkan berdasarkan tujuan
penelitian. Adapun informan dalam penelitian ini adalah suami atau istri yang
menikah pada usia muda dan telah bercerai sebanyak 6orang.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Faktor-faktor penyebab terjadinya perkawinan usia muda
Faktor pergaulan bebas
Berdasarkan laporan yang masuk ke Pengadilan Agama bahwa, 90% kasus
dispensasi menikah diajukan karena anak telah hamil terlebih dahulu. Hal ini
menunjukkan bahwa pernikahan usia muda terjadi karena adanya faktor
keterpaksaan, karena kehamilan tidak dikehendaki, terjadinya hubungan seksual
sebelum menikah di usia muda, dan mungkin juga terjadinya kekerasan seksual
berupa pemaksaan hubungan seksual baik oleh pacar karena takut diputus cinta.
Kehamilan tidak dikehendaki di kalangan anak usia muda, kebanyakan terjadi
karena hubungan seks yang tidak sehat atau tidak bertanggungjawab. Kebanyakan
kasus terjadi karena remaja pernah menonton film porno atau materi yang
mengandung unsur pornografi yang semakin mudah diperoleh melalui
kecanggihan teknologi informasi, baik internet maupun handphone.
Jurnal Sosiologi, Vol. 15, No. 1: 34-41
37
Masalah Ekonomi
Faktor ekonomi adalah faktor yang dijadikan alasan perkawinan usia
muda. Orang tua yang tak mampu membiayai hidup dan sekolah terkadang
membuat sang anak memutuskan menikah di usia dini. Sejuta harapan sudah
terbayang bahwa dengan menikah dini hidupnya akan tercukupi secara materi. Ya,
jika suami sudah mapan secara materi, tapi jika tidak, maka justru akan
menambah masalah. Jangankan untuk membantu keluarga, untuk memenuhi
kebutuhan hidup keluarga baru pun pasti memerlukan dana besar dan membuat
pusing kepala.
Penyebab lain praktek ini masih saja ditemui antara lain karena
kemiskinan. Tingginya angka kawin muda dipicu oleh rendahnya kemampuan
ekonomi masyarakat atau kesulitan ekonomi, maka agar tidak terus membebani
secara ekonomi karena orang tua juga tidak sanggup lagi membiayai pendidikan
anak, orang tua mendorong anaknya untuk menikah agar bisa segera mandiri.
Sayangnya, para gadis ini juga menikah dengan pria berstatus ekonomi tidak jauh
beda, sehingga malah menimbulkan kemiskinan baru. Di beberapa negara miskin,
anak-anak perempuan dijadikan target untuk dijual atau dinikahkan agar orang tua
terbebaskan dari beban ekonomi.
Faktor Pendidikan
Pendidikan juga menjadi faktor terjadinya perkawinan dibawah umur.
Dengan keterbatasan pengetahuan yang dimiliki maka tidak menutup
kemungkinan pola pikir mereka akan sempit. Masih terdapat masyarakat yang
belum dapat menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang yang lebih tinggi.
Perempuan dengan pendidikan lanjut lebih sedikit yang menikah muda
dibandingkan dengan perempuan yang pendidikannya lebih rendah.
Sebagian orang tua yang masih belum paham pentingnya pendidikan
memaksa anak-anak mereka untuk segera menikah. Hal itu biasanya terjadi
setelah remaja lulus SMP atau bahkan belum. Mereka menganggap, pendidikan
tinggi itu tidak penting. Bagi mereka, lulus SD saja sudah cukup. Anak-anak
sendiri tidak memiliki keinginan atau cita-cita untuk melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi. Pendidikan dipandang secara modern memposisikan
dirinya sebagai suatu kebutuhan. Sedangkan pendidikan yang dipandang secara
tradisional hanyalah sebatas menggugurkan kewajiban atau sebagai penghambat
dalam melakukan berbagai kewajiban. Misalnya seorang anak yang dianggap
telah dewasa dan mampu memenuhi kebutuhan materinya lebih baik menikah atau
bekerja daripada belajar. Padahal seharusnya pendidikan itu adalah sesuatu yang
dapat membantu masyarakat dalam mempersiapkan masa depannya masingmasing.
Dorongan Orangtua
Selain itu dapat juga keluarga atau orang tua yang mendorong mereka untuk
melakukan hal tersebut oleh karena melihat fenomena tersebut dimasyarakat.
Bukan tidak mungkin Pernikahan dini yang terjadi di masyarakat juga dapat
menyebabkan hal ini menjadi budaya pada akhirnya seperti yang terjadi di desadesa. Orang tua merasa khawatir kena aib karena anak perempuannya berpacaran
dengan laki-laki yang sangat lengket sehingga segera mengawinkan anaknya. Hal
38
Perkawinan Usia Muda dan Perceraian di Kampung Kotabaru …
ini bisa terjadi pada suatu pasangan yang sudah saling cinta dan mungkin tidak
bisa dipisahkan sehingga keduanya melakukan perkawinan usia muda dengan
tujuan menghindari dari zina atau seks bebas.
Adapun dampak negatif dari perkawinan usia muda adalah :
1. Tingginya ketergantungan kepada orang tua untuk mencukupi kebutuhan
rumah tangga karena belum mapan secara ekonomi;
2. Kurang matangnya kepribadian akibat terhambatnya masa remaja;
3. Tidak stabilnya pertumbuhan kejiwaan istri karena harus hamil dan
mengasuh anak dalam kondisi yang belum siap;
4. Terhambatnya keharmonisan dalam rumah tangga;
5. dari aspek kesehatan, pernikahan usia muda dapat berpotensi terhadap
gangguan kehamilan dan kualitas bayi
6. Dampak Psikologis, dia tidak bisa lagi bebas bergaul seperti masih lajang,
sekarang mereka harus bertanggung jawab kepada suami atau istri,
keapada keluarga dan kepada lingkungan. Karena usia yang belum
memungkinkan maka tidak sedikit mereka jadi stress dan kehilangan
keseimbangan.
7. Dampak Sosial, masayarakat akan merasa kehilangan sebagian asset
remaja yang seharusnya ikut bersama-sama mengabdi dan berkiprah lebih
dominan dimasyarakat. Tapi karena alasan sudah berkeluarga maka
keaktifan mereka di masyarakat jauh berkurang.
8. Rawan perceraian. Data terakhir di KUA Kec. Padangratu menunjukkan
bahwa selama satu tahun terjadi perceraian sebanyak 31 pristiwa dan 21
orang ternyata usia ketika nikah dibawah 21 tahun.
Masalah-Masalah yang Terjadi dalam Rumah Tangga
Perkawinan usia muda menimbulkan berbagai masalah dalam rumah tangga
yang dapat berakibat terhadap pasangan suami isteri, anak-anak yang dilahirkan
dan orang tua masing-masing keluaarga. Pasangan suami isteri yang telah
melangsungkan perkawinan di usia muda Tidak bisa memenuhi atau tidak
mengetahui hak dan kewajibannya sebagai suami isteri. Hal tersebut timbul
dikarenakan belum matangnya fisik maupun mental mereka yang cenderung
keduanya memiliki sifat keegoisan yang tinggi. Perkawinan usia muda akan
menimbulkan berbagai masalah dalam rumah tangga seperti pertengkaran,
percekcokan, bentrokan antar suami istri yang dapat mengakibatkan perceraian.
Emosi yang tidak stabil memungkinkan banyakny pertengkaran jika menikah di
usia muda.
Mereka yang senang bertengkar cenderung masih kekanak-kanakan dan
belum mampu mengekang emosi. Kestabilan emosi umumnya terjadi pada usia 24
tahun, karena pada saat itulah orang mulai memasuki usia dewasa. Masa remaja
boleh di bilang baru berhenti pada usia 19 tahun. Dan pada usia 20 – 24 tahun
dalam psikologi, dikatakan sebagai usia dewasa muda atau lead edolesen. Pada
masa ini, biasanya mulai timbul transisi dari gejolak remaja ke masa dewasa yang
lebih stabil. Maka, kalau pernikahan dilakukan di bawah 20 tahun secara emosi si
remaja masih ingin bertualang menemukan jati dirinya.
Faktor yang menjadi pemicu pertengkaran tersebut yaitu perselisihan yang
menyangkut masalah keuangan dalam rumah tangga juga karena keduanya sudah
tidak lagi saling menghargai dan melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai
Jurnal Sosiologi, Vol. 15, No. 1: 34-41
39
suami isteri. Oleh karen itu keharmonisan dalam rumah tangga susah untuk
diciptakan. Secara sosiologis, pernikahan usia muda dapat mengurangi
keharmonisan keluarga. Hal ini disebabkan oleh emosi yang masih labil, gejolak
darah muda dan cara pikir yang belum matang. Kesusahan dan penderitaan dalam
kehidupan berumah tangga seperti; kekurangan ekonomi, pertengkaranpertengkaran dan tekanan batin yang dialami oleh pasangan suami isteri itu dapat
mengakibatkan kesehatan khususnya anak-anaknya menjadi terganggu.
Bagi wanita yang melangsungkan perkawinan dibawah usia 20 tahun, bila
hamil akan mengalami mengalami gangguan-gangguan pada kandungannya yang
akan berakibat buruk pada perkembangan si anak. Gangguan kesehatan yang
dialami oleh isteri akan mempengaruhi juga pada kesehatan anak-anaknya, hal itu
disebabkan karena umur ibu yang masih muda dan juga tingkat pendidikan
mereka yang rendah sehingga pengetahuan yang ia miliki sangat minim.
Kurangnya pengetahuan akan pentingnya hidup sehat, ekonomi yang lemah
ditambah lagi kerepotan mengurus anak dapat juga menjadi penyebab isteri tidak
begitu memperhatikan kesehatannya.
Himpitan ekonomi bisa mendorong suami bertindak sewenang-wenang
terhadap anggota keluarganya. Kerasnya mencari penghidupan, kepenatan usia
bekerja, sang anak bermasalah, istri tidak mau mengerti situasi dan kondisi suami,
istri tidak bisa mengelola rumah tangga dan sebagainya bisa memicu tindakan
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Kekerasan dalam rumahtangga (KDRT) merupakan akibat atas berbagai
persoalan yang terjadi dalam keluarga. Ketika pasangan suami istri tidak mampu
mengatasi berbagai persoalan kehidupan keluarga dengan baik, disertai dengan
munculnya emosi, maka akan memicu tindakan KDRT. Perkawinan usia muda
dituding sebagai pemicu munculnya pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia),
yaitu kekerasan dalam rumah tangga. Menurut survey yang dikeluarkan lembaga
Plan Indonesia, sebanyak 49% pelaku perkawinan usia muda mengalami KDRT.
Adapun dampak yang ditimbulkan dalam perceraiaan, di antaranya :
1. Anak menjadi korban
2. Masalah keuangan
3. Masalah pengasuhan anak
4. Gangguan emosi
5. Bahaya masa remaja kedua
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa : ada 4 faktor
penyebab perkawinan diusia muda yaitu : faktor pergaulan bebas, faktor ekonomi,
faktor pendidikan, dan adanya dorongan orangtua. Beberapa dampak yang
ditimbulkan dari perkawinan usia muda :
1. Kehilangan kesempatan pendidikan.
2. Kehilangan kesempatan untuk berkembang dan berekspresi
3. Rentan terhadap masalah kehamilan dan janin
4. Rentan terjadi kekerasan dalam rumahtangga
40
Perkawinan Usia Muda dan Perceraian di Kampung Kotabaru …
5. Perkawinan diusia muda berinfestasi pada masalah sosial yang lebih
kompleks dimasa mendatang.
Akibat yang ditimbulkan dari perkawinan usia muda ini adalah pelaku yang
melakukan perkawinan usia muda rentan dengan perceraian, sering mengalami
pertengkaran akibat ketidakharmonisan dalam rumah tangga, dan kesulitan dalam
pemenuhan segala kebutuhan dalam rumah tangga.
Saran
Hendaknya orang tua lebih mementingkan pendidikan anaknya, minimal
tingkat SMA khususnya kepada anak perempuan agar wawasannya lebih luas dan
tidak terjadi perkawinan di usia muda.Orangtua dan anak hendaknya jangan
terpengaruh kebiasaan masyarakat sekitar, dan ada baiknya kebiasaan ini
dihilangkan.Pihak-pihak terkait seperti sekolah, kementerian agama, dan
pemerintah harus banyak meningkatkan penyuluhan tentang usia sehat didalam
perkawinan bagi para generasi muda. Untuk meminimalisir terjadinya perkawinan
usia muda perlu ditingkatkan dialog dan sosialisasi dari pihak-pihak terkait
seperti pemerintah, kantor urusan agama (KUA), dan aparat kampung serta
masyarakat dalam memberikan informasi dan wacana tentang perkawinan usia
muda, apa pengertian serta dampak yang dapat ditimbulkan dan dirasakan oleh
pelaku dan lingkungan sekitar.
DAFTAR PUSTAKA
Hadari Nawawi. 2001. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gajah Mada University
Press. Yogyakarta.
Subekti, R. dan R. Tjitrosudibyo, 1978. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
PT Pradya Cipta, Jakarta.
Zakiah, D. 1997. Psikologi Remaja. BPK Gunung Mulia. Jakarta.
Jurnal Sosiologi, Vol. 15, No. 1: 34-41
41
Download