9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Pemahaman

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Hakikat Pemahaman Konsep Sifat-Sifat Cahaya
a. Pengertian Pemahaman
Taksonomi Bloom mengelompokkan ranah kognitif ke dalam enam
kategori. Keenam kategori itu mencakup keterampilan intelektual dari
tingkat rendah sampai dengan tingkat tinggi. Dimulai dari tingkat terendah
adalah mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi,
dan mencipta. Pemahaman masuk dalam tingkatan kedua setelah
mengingat.
Menurut Winkel (2005: 274), pemahaman mencakup
kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari.
Adanya kemampuan ini dinyatakan dari suatu bacaan, mengubah data yang
disajikan dari bentuk tertentu ke bentuk lain, misalnya membuat perkiraan
tentang kecenderungan yang tampak dalam data tertentu, seperti grafik.
Pendapat lain diungkapkan oleh Daryanto (2012: 106) yang
menyatakan bahwa pemahaman yaitu memahami atau mengerti apa yang
diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat
memanfaatkan isinya tanpa harus menghubungkannya dengan hal-hal lain.
Sejalan dengan pendapat tersebut, Sudjana (2009: 24) mengartikan
pemahaman merupakan kemampuan menangkap makna atau arti dari
sesuatu konsep. Untuk itu perlu adanya hubungan atau pertautan antara
konsep dengan makna yang ada dalam konsep tersebut. Tipe hasil belajar
pemahaman ini lebih tinggi satu tingkat dari tipe hasil pengetahuan hafalan.
Hal ini sesuai dengan Dellsen (2016: 76) dalam Studies in History and
Philosophy of Science menyatakan: understanding involves a holistic
cognitive state that goes beyond having knowledge of individual
propositions, yang dapat diartikan pemahaman melibatkan keadaan proses
9
10
kognitif yang menyeluruh dan saling terkait yang melebihi pada tingkat
pengetahuan proposisi individu
Menyempurnakan uraian di atas, Sudjana (2009: 24) membedakan
pemahaman menjadi tiga kategori, yaitu:
1) Pemahaman terjemahan, yakni kesanggupan memahami makna
yang terkandung di dalamnya. Misalnya mengartikan lambang
Pramuka, mengartikan Bhineka Tunggal Ika, dan lain-lain
2) Pemahaman penafsiran, yakni menghubungkan bagian-bagian
terdahulu dengan yang diketahui berikutnya, atau menghubungkan
beberapa bagian dari grafik dengan kejadian, membedakan yang
pokok dan yang bukan pokok, dan lain-lain.
3) Pemahaman ekstrapolasi, yakni kesanggupan melihat di balik yang
tertulis, tersirat, dan tersurat, meramalkan sesuatu atau memperluas
wawasan.
Berdasarkan jenis-jenis pemahaman yang diuraikan Sudjana, maka
pemahaman dalam penelitian ini termasuk dalam kategori pemahaman
terjemahan karena memahami makna yang terkandung di dalamnya, yakni
mengenai konsep sifat-sifat cahaya.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk dapat menangkap
informasi yang tersaji dan memahami makna yang terkandung di dalam
suatu objek sehingga ia dapat menjelaskan atau menguraikan informasi
tersebut dengan bahasanya sendiri.
Menurut Anderson & Krathwohl (2015: 105) memahami berarti
siswa dapat mengkonstruksi makna dari pesan-pesan pembelajaran, baik
yang bersifat lisan, tulisan ataupun grafis, yang disampaikan melalui
pengajaran, buku, atau layar komputer. Dalam pemahaman terdapat
beberapa dimensi yang memisahkan antartingkatan pemahaman ke dalam
beberapa proses kognitif. Menurut Bloom dalam Anderson & Krathwohl
(2015: 100) ada 7 indikator yang dapat dikembangkan dalam tingkatan
proses kognitif pemahaman (Understand). Proses-proses kognitif dalam
kategori-kategori proses kognitif, indikator dan definisinya ditunjukkan
seperti pada Tabel 2.1 di bawah ini:
11
Tabel 2.1. Kategori dan Proses Kognitif Pemahaman
Kategori Proses
Pemahaman
Indikator/
Definisi
Proses kognitif
Mengkonstruksi makna dari materi pembelajaran,
termasuk apa yang diucapkan, ditulis, dan digambar
oleh guru.
1. Menafsirkan
a. Mengklarifikasi
Mengubah
b. Memparafrasakan
gambaran (misalnya, angka)
c. Merepresentasi
jadi bentuk lain (Misalnya,
d. Menerjemahkan
kata-kata).
2. Mencontohkan a. Mengilustrasikan
b. Memberi contoh
satu
Menemukan
bentuk
contoh
atau
ilustrasi tentang konsep atau
prinsip
3. Mengklasifika
sikan
4. Merangkum
a. Mengategorikan
Menentukan sesuatu dalam
b. Mengelompokkan
satu kategori
a. Mengabstraksi
Mengabstraksikan
b. Menggeneralisasi
umum atau poin-poin pokok.
tema
Misalnya menulis ringkasan
pendek tentang peristiwaperistiwa
pelangi
yang
ditayangkan dalam video.
5.Menyimpulkan
a. Menyarikan
Membuat kesimpulan yang
b. Mengekstrapolasi
logis dari informasi yang
c. Menginterpolasi
diterima.
d. Memprediksi
6. Membanding
kan
7. Menjelaskan
a. Mengontraskan
Menentukan
hubungan
b. Memetakan
antara dua ide, dua objek dan
c. Mencocokkan
semacamnya.
a. Membuat model
Membuat
model
sebab
akibat dalam sebuah sistem
12
Memahami merupakan suatu kegiatan mengkonstruksi makna dari
materi pembelajaran, termasuk apa yang diucapkan, ditulis, dan digambar
oleh guru. Siswa memahami ketika mereka menghubungkan pengetahuan
“baru” dan pengetahuan lama mereka. Lebih tepatnya, pengetahuan yang
baru masuk dipadukan dengan skema-skema dan kerangka-kerangka
kognitif yang telah ada, sehingga pengetahuan konseptual menjadi dasar
untuk memahami.
Kategori-kategori pada dimensi proses kognitif merupakan
pengklasifikasian proses-proses kognitif siswa secara komprehensif yang
terdapat dalam tujuan-tujuan di bidang pendidikan. Berdasarkan Tabel 2.1
dapat diketahui bahwa pada tingkat memahami/ pemahaman terdiri dari 7
kategori proses yang dapat dikembangkan dalam tingkatan proses kognitif
pemahaman (understand). Ketujuh kategori proses dalam tingkat
pemahaman antara lain: menafsirkan, mencontohkan, mengklasifikasikan,
merangkum, menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan. Dari
beberapa kategori proses kognitif ini dapat dijadikan sebagai indikator dari
capaian tingkatan pemahaman. Setiap kategori ini terdiri dari dua atau lebih
proses kognitif yang lebih spesifik.
b. Pengertian Konsep
Menurut Hamalik (2014: 162), pengertian konsep adalah suatu kelas
atau kategori stimuli yang memiliki ciri-ciri umum. Stimuli adalah objekobjek atau orang (person). Kita menyatakan suatu konsep dengan menyebut
“nama” misalnya buku, perang, siswa, wanita cantik, guru-guru yang
berdedikasi, dan sebagainya. Semua konsep tersebut menunjuk ke
kelas/kategori stimuli. Konsep adalah suatu yang sangat luas. Konsepkonsep tidak terlalu kongruen dengan pengalaman pribadi kita, tetapi
menyajikan usaha-usaha manusia untuk mengklasifikasikan pengalaman
kita.
Sedangkan Winkel (2005: 75) menyatakan bahwa pengertian konsep
adalah suatu satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang bercirikan
sama, dalam bentuk lambang mental yang penuh gagasan. Objek yang ada
13
berjumlah tak terbatas. Jumlah objek yang demikian banyak dan bervariasi
itu, ditempatkan dalam golongan-golongan tertentu, sehingga jumlah objek
dan aneka macam variasi dikurangi.
Sejalan dengan pendapat tersebut, menurut Rosser dalam Dahar
(2011: 62) pengertian konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili satu
kelas objek, kejadian, kegiatan, atau hubungan yang mempunyai atribut
yang sama. Walaupun kita dapat memberikan suatu definisi verbal suatu
konsep, suatu definisi tidak mengungkapkan semua hubungan antara
konsep itu dengan konsep-konsep yang lain.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian
konsep adalah kategori stimuli berupa objek atau orang yang bersifat umum
dan merupakan abstraksi mental yang menyajikan usaha manusia untuk
mengklasifikasi pengalaman dan berguna untuk membantu proses
mengingat menjadi lebih efisien.
Pemahaman konsep diperoleh peserta didik dengan cara mengenal,
memahami, dan merumuskan data yang menjadi ciri dari suatu konsep.
Dengan memahami konsep yang benar maka peserta didik dapat menyerap,
memahami, menguasai, dan menyimpan materi yang dipelajarinya dalam
angka waktu yang lama. Menurut Sudjana (2009: 24), pemahaman konsep
adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan siswa mampu memahami
arti dari konsep, situasi serta fakta yang diketahuinya.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa pemahaman konsep adalah kemampuan seseorang untuk dapat
menangkap informasi yang tersaji dan memahami makna dari konsep yang
terkandung di dalam suatu objek dengan benar.
c. Jenis-Jenis Konsep
Macam-macam konsep yang kita pelajari tidak terbatas. Konsep
panas sangat berbeda dengan konsep relativitas dalam beberapa dimensi.
Menurut Flavel dalam Dahar (2011: 62-63) menyarankan bahwa konsepkonsep dapat berbeda dalam tujuh dimensi, yaitu sebagai berikut:
14
1) Atribut. Setiap konsep mempunyai sejumlah atribut yang bebeda.
Contoh-contoh konsep harus mempunyai atribut yang relevan;
termasuk juga atribut yang tidak relevan. Atribut dapat berupa fisik,
seperti warna, tinggi, bentuk atau dapat juga berupa fungsional.
2) Struktur. Struktur menyangkut cara terkaitnya atau tergabungnya
atribut-atribut itu. Berikut tiga macam struktur yang dikenal
a) Konsep konjungtif, yaitu konsep yang di dalamnya terdapat dua /
lebih sifat sehingga memenuhi syarat sebagai contoh konsep.
b) Konsep disjungtif adalah konsep yang di dalamnya satu dari dua
atau lebih sifat harus ada.
c) Konsep relasional menyatakan hubungan tertentu antara atribut
konsep. Kelas sosial merupakan suatu contoh konsep relasional.
Kelas sosial ditentukan oleh hubungan antara pendapatan,
pendidikan, jabatan atau pekerjaan, dan faktor-faktor lainnya.
3) Keabstrakan. Konsep-konsep dapat dilihat dan konkret atau konsep itu
terdiri atas konsep-konsep lain.
4) Keinklusifan. Ini ditunjukkan pada jumlah jumlah contoh yang terlibat
dalam konsep itu.
5) Generalitas atau keumuman. Bila diklasifikasikan, konsep dapat
berbeda dalam posisi superordinat atau subordinatnya. Semakin umum
suatu konsep, semakin banyak asosiasi yang dapat dibuat dengan
konsep lainnya.
6) Ketepatan. Ketepatan suatu konsep menyangkut apakah ada
sekumpulan aturan untuk membedakan contoh dengan noncontoh suatu
konsep.
7) Kekuatan. Kekuatan suatu konsep ditentukan oleh sejauh mana orang
setuju bahwa konsep itu penting
Berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
terdapat tujuh jenis konsep, yaitu: atribut, struktur, keabstrakan,
keinklusifan, generalitas, ketepatan, dan kekuatan. Berdasarkan jenis-jenis
konsep yang telah diuraikan, konsep sifat-sifat cahaya termasuk dalam
15
dimensi ketepatan. Konsep sifat-sifat cahaya memiliki sejumlah aturan
yang membedakan antara satu sifat dengan sifat lainnya, misalnya pada
salah satu sifat cahaya merambat lurus, benda yang terkena berkas cahaya
akan menimbulkan bayangan. Sementara pada sifat cahaya menembus
benda bening, maka berkas cahaya yang mengenai benda bening akan
diteruskan sehingga tidak menimbulkan bayangan.
d. Tinjauan Materi Sifat-Sifat Cahaya
Cahaya mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan
makhluk hidup. Dengan adanya cahaya kita dapat menggunakan indera
mata kita untuk melihat benda-benda yang ada di sekitar kita. Tanpa adanya
cahaya kehidupan di bumi pun dipastikan tidak dapat berjalan sempurna.
Semua makhluk hidup menggantungkan hidupnya baik secara langsung
maupun tidak langsung terhadap keberadaan cahaya. Tidak hanya manusia,
namun tumbuhan dan hewan pun turut memanfaatkan cahaya untuk
melakukan banyak hal.
Pada dasarnya cahaya merupakan gelombang elektromagnetik. Di
dalam medium yang homogen, cahaya merambat menurut garis lurus
dengan kecepatan tertentu. Kecepatan cahaya ini bergantung dari macam
medium yang dilaluinya. Banyak bukti yang menunjukkan cahaya berjalan
menempuh garis lurus pada berbagai keadaan. Sebagai contoh, sebuah
sumber cahaya titik seperti matahari menghasilkan bayangan. Sinar lampu
senter tampak merupakan garis lurus.
Semua benda yang menghasilkan cahaya disebut sumber cahaya.
Biasanya benda yang menghasilkan cahaya disebut benda terang, sedangkan
benda yang tidak menghasilkan cahaya disebut benda gelap.
Menurut Kartono (2010:112), kita melihat benda dengan salah satu
dari dua cara: (1) Benda tersebut merupakan sumber cahaya, seperti
bola lampu, berkas api, atau bintang, dimana kita melihat cahaya
yang langsung dipancarkan dari sumbernya, atau (2) lebih umum,
kita melihat benda dari cahaya yang dipantulkan. Pada kasus kedua
ini, cahaya mungkin berasal dari matahari, cahaya buatan, atau api
perkemahan.
16
Ada tiga macam berkas cahaya yang berasal dari sumber cahaya.
Ketiga berkas cahaya tersebut adalah:
1) Berkas cahaya divergen, yaitu berkas cahaya yang berasal dari satu
titik dan memancar ke segala arah.
2) Berkas cahaya konvergen, yaitu cahaya yang berkumpul menuju ke
satu titik.
3) Berkas cahaya paralel, yaitu berkas cahaya yang titik kumpulnya
terletak di tempat tak terhingga.
Ketiga berkas cahaya tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1
Macam-macam Berkas Cahaya berikut:
1. Berkas divergen
2. Berkas konvergen
3. Berkas paralel
Gambar 2.1. Macam-macam Berkas Cahaya
(Sumber:Kartono, 2010: 72)
Dalam pembelajaran di SD materi sifat-sifat cahaya terdapat pada
Standar Kompetensi (SK) 6. menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan
membuat suatu karya/model dan pada Kompetensi Dasar (KD) 6.1.
mendeskripsikan sifat-sifat cahaya. Cahaya memiliki beberapa sifat yaitu :
1) Cahaya Merambat Lurus
Jacobson & Bergman (1980: 399) berpendapat, “Light travels in
straight lines.” Artinya cahaya merambat pada garis lurus. Hal tersebut
dibuktikan dengan sebuah percobaan “If holes are cut in three pieces of
cardboard and lined up at the level of a light, the light can be seen
through the holes.”, yaitu jika lubang dibuat pada tiga lembar kertas
karton dan diletakkan sejajar pada sorot cahaya, cahaya dapat dilihat
melalui lubang karton tersebut.
17
Percobaan yang membuktikan bahwa cahaya merambat lurus
dapat dilihat pada Gambar 2.2 sebagai berikut:
Gambar 2.2. Percobaan Cahaya Merambat Lurus
(Sumber: ilmupengetahuanalamkelas5.wordpress.com , 1 Maret 2016)
Hal ini membuktikan bahwa cahaya merambat lurus. Bukti lainnya
yaitu saat berkas cahaya lampu mobil atau sepeda motor dinyalakan di
malam hari maka berkas cahayanya tampak merambat lurus. Selain itu,
bayangan benda yang terbentuk karena cahaya matahari juga memiliki
bentuk sama dengan bentuk aslinya. Hal ini juga membuktikan bahwa
cahaya merambat lurus.
2) Cahaya Menembus Benda Bening
Tillery, Enger & Ross (2013: 156) menyatakan “Some materials
allow much of the light that falls on them to move though the material
without being reflacted, they are called transparan”, yang berarti bahwa
beberapa
benda
memungkinkan
cahaya
yang
jatuh
padanya/mengenainya tanpa dipantulkan, benda ini disebut benda
tembus pandang atau benda bening.
Sejalan dengan pendapat tersebut, Purwanto (2007: 195)
menyatakan bahwa benda-benda yang dapat meneruskan cahaya disebut
benda bening. Namun, jika cahaya yang merambat mengenai benda
sepert kayu, orang, atau pohon, cahaya tersebut tertahan. Hal ini terbukti,
ruangan di belakang benda tersebut gelap sehingga terjadi bayangbayang benda. Jadi benda gelap jika terkena cahaya akan membentuk
18
suatu bayangan. Biasanya bayangan yang terbentuk ada dua macam,
yaitu bayang-bayang inti (umbra) dan bayang-bayang kabur (penumbra).
3) Cahaya Dapat Dipantulkan
Menurut Kartono (2010: 123), ketika cahaya menimpa
permukaan benda, sebagian cahaya akan dipantulkan. Sisanya diserap
oleh benda (dan diubah menjadi energi panas) atau, jika benda tersebut
transparan seperti kaca atau air, sebagian diteruskan. Untuk bendabenda yang sangat mengkilat seperti cermin berlapis perak, lebih dari
95% cahaya bisa dipantulkan. Apabila permukaan benda tersebut
merupakan bidang datar, maka menurut hukum pemantulan Snellius :
a) Sinar datang, sinar pantul, dan garis normal terletak pada satu
bidang datar.
b) Sudut datang = sudut pantul.
Hukum pemantulan Snellius dapat dilihat pada Gambar 2.3
sebagai berikut:
Gambar 2.3. Hukum Pemantulan Snellius
(Sumber: tips-trikbloger.blogspot.com diakses pada 1 Maret 2016)
Pemantulan cahaya ada dua jenis yaitu pemantulan teratur dan
pemantulan baur/difus. Jika permukaan benda yang menerima cahaya
ternyata tidak rata, maka pemantulan tetap mengikuti hukum Snellius.
Pemantulan akan terjadi tidak pada satu arah sehingga sinar pantul
arahnya menjadi tidak beraturan. Keadaan ini tergantung pada garis
normal setempat. Pemantulan cahaya pada bidang tidak rata akan
19
menghasilkan cahaya baur atau difus. Proses pemantulan teratur dan
baur dapat dilihat pada Gambar 2.4 sebagai berikut:
a. Pemantulan Teratur
b. Pemantulas Baur/Difus
Gambar 2.4. Proses Pemantulan Cahaya Teratur dan Difus
(Sumber: ardianaputria.wordpress.com diakses pada 1 Maret 2016)
Sementara itu, pemantulan teratur terjadi jika cahaya mengenai
permukaan yang rata, licin, dan mengkilap. Permukaan yang
mempunyai sifat seperti ini misalnya cermin. Pada Pemantulan ini sinar
pantul memiliki arah yang teratur.
Kartono (2010: 71) menyatakan bahwa semua benda yang dapat
memantulkan sebagian cahaya yang datang disebut cermin. Menurut
Jacobson & Bergman (1980: 404), “There are three types of common
mirrors, they are plane mirror, convex mirrors, and concave mirrors”.
Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa cermin terbagi menjadi tiga
macam, yaitu: cermin datar, cermin cembung, dan cerming cekung.
a) Cermin Datar
Jacobson & Bergman (1980: 404) menyatakan “In the plane
mirror, which has a flat surface and light is reflected
evenly.”Maksudnya adalah pada cermin datar memiliki ciri-ciri
permukaan yang datar dan cahaya yang dipantulkan merata. Sifatsifat bayangan yang dibentuk oleh cermin datar yaitu: (1) Ukuran
(besar dan tinggi) bayangan sama dengan ukuran benda; (2) Jarak
20
bayangan ke cermin sama dengan jarak benda ke cermin; (3)
Kenampakan bayangan berlawanan dengan benda. Misalnya tangan
kirimu akan menjadi tangan kanan bayanganmu; (4) Bayangan tegak
seperti bendanya; (5) Bayangan bersifat semu atau maya. Artinya
bayangan dapat dilihat dalam cermin, tetapi tidak dapat ditangkap
oleh layar.
b) Cermin Cembung (Konveks)
Menurut Jacobson & Bergman (1980: 404), “Convex
mirrors are shaped like the outside of a ball. Light that strikes
convex mirror is spread out over a wider ara as it is reflacted.”
Maksdunya adalah cermin cembung berbentuk seperti bagian luar
bola. Cahaya yang dipantulkan oleh cermin cembung dapat melebar
atau tersebar (divergen). Cermin cembung bagian mengkilapnya
terletak di luar lengkungan. Sifat-sifata bayangan yang dibentuk
oleh cermin cembung, yaitu:
(1) Bersifat maya, karena titik fokusnya terletak di belakang cermin
cembung, titik fokus bersifat maya dan jarak fokusnya bernilai
negatif,
(2) Tegak,
(3) Diperkecil/lebih kecil dari benda yang sesungguhnya.
c) Cermin Cekung (Konkaf)
Kartono (2010: 75) mengungkapkan bahwa cermin cekung
merupakan cermin dengan permukaan lengkung ke dalam yang
halus sebagai pemantul. Kelengkungan ini merupakan permukaan
bola. Jika cermin cekung mempunyai jari-jari yang panjangnya tak
terhingga, maka cermin cekung akan berubah menjadi cermin datar.
Sifat-sifat bayangan yang terbentuk pada cermin cekung
sangat tergantung pada letak/jarak benda terhadap cermin.
(1) Jika benda dekat dengan cermin cekung, bayangan benda
bersifat tegak, lebih besar, dan semu (maya).
21
(2) Jika benda jauh dari cermin cekung, bayangan benda bersifat
nyata (sejati) dan terbalik.
Cermin cekung biasanya digunakan sebagai reflektor pada
lampu mobil dan lampu senter. Cermin cekung bersifat
mengumpulkan cahaya (konvergen). Itulah sebabnya, dinding
lengkung tersebut sering disebut reflektor lampu. Selain digunakan
pada lampu senter atau lampu kendaraan bermotor, reflektor juga
dipasang pada mikroskop sebagai kaca penerang objek.
4) Cahaya Dapat Dibiaskan
Sifat cahaya yang lainnya yaitu dapat dibiaskan. Cahaya akan
mengalami pembiasan jika merambat melalui dua media yang
kerapatannya berbeda. Pembiasan cahaya adalah pembelokan arah
rambat cahaya. Pembelokan arah cahaya itu disebut dengan pembiasan
cahaya (refraksi).
Jacobson & Bergman (1980: 405) menjelaskan bahwa “Light is
bent (refracted) when it passes to a medium with a different density”.
Hal ini dapat diartikan bahwa pembiasan cahaya dapat terjadi apabila
cahaya melewati medium dengan kerapatan yang berbeda.
Sejalan dengan pendapat di atas, Hewitt (2010: 493) menyatakan
“Refraction occurs when the average speed of light changes in going
from one transparent medium to another.” Maksud dari pernyataan
tersebut ialah refraksi/pembelokan cahaya terjadi ketika kecepatan ratarata cahaya berubah dari suatu media bening ke media lainnya. Hal ini
sesuai dengan hukum Snellius yang berbunyi:
a) Sinar datang, garis normal, dan sinar bias terletak dalam satu
bidang datar.
b) Sinar datang dari medium kurang rapat ke medium lebih rapat
dibiaskan mendekati garis normal dan sinar datang dari medium
lebih rapat ke medium kurang rapat dibiaskan menjauhi garis
normal. Proses pembiasan cahaya dapat dilihat pada Gambar 2.5
sebagai berikut:
22
Gambar 2.5. Proses Pembiasan Cahaya
(Sumber: dwijunianto.wordpress.com diakses pada 1 Maret 2016)
Dalam kehidupan sehari-hari, peristiwa yang menunjukkan
bahwa cahaya dapat dibiaskan salah satunya adalah dasar kolam atau
sungai yang jernih airnya tampak lebih dangkal dari kedalaman yang
sebenarnya. Selain itu, contoh lain akan terlihat pada percobaan pensil
yang dimasukkan ke dalam gelas yang berisi air, pensil tersebut akan
tampak patah.
5) Cahaya Dapat Diuraikan
Cahaya tampak yang berwarna putih dapat diuraikan menjadi
berbagai warna dengan panjang gelombang yang berbeda. Penguraian
cahaya putih menjadi berbagai warna disebut dispersi cahaya.
Menurut Purwanto (2007: 235) Cahaya putih disebut sinar
polikromatik, sedangkan cahaya merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila,
dan ungu disebut cahaya monokrmatik. Susunan cahaya-cahaya
berwarna (merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu) yang
membentuk
cahaya
putih
disebut
spektrum
cahaya.
Cahaya
monokromatik mempunyai panjang gelombang dan frekuensi tertentu
yang berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan in menyebabkan
cahaya tersebut terbias dengan sudut bias tertentu yang berbeda satu
dengan yang lainnya. Dengan kata lain, masing-masing cahaya
monokromatik mempunyai sudut deviasi tertentu. Sudut deviasi adalah
23
sudut yang terbentuk antara perpanjangan sinar yang masuk dan
perpanjangan sinar yang keluar prisma.
Contoh peristiwa dispersi cahaya di alam adalah terbentuknya
pelangi. Hewitt (2010: 495) mengungkapkan “A most spectacular
illustration of dispersion is a rainbow. The beautiful colors of rainbow
are dispersed from the sunlight by millions of tiny spherical water
droplets that act like prism”. Maksudnya ialah sebuah ilustrasi
mengenai penguraian cahaya adalah pelangi. Warna-warna yang indah
pelangi didispersikan dari cahaya matahari oleh jutaan titik-titik kecil
tetesan air yang berperan seperti prisma kaca. Proses penguraian cahaya
dapat dilihat pada Gambar 2.6 berikut:
Gambar 2.6. Proses Penguraian Cahaya
(Sumber: pakguru-fisika.blogspot.com diakses pada 1 Maret 2016)
Dari uraian materi di atas, dapat ditarik simpulan bahwa penerapan
konsep sifat-sifat cahaya adalah kesanggupan dalam menggunakan gagasan
berupa suatu kaidah, ide-ide, metode-metode, prinsip-prinsip, serta teori-teori
yang bersifat umum dalam kehidupan sehari-hari mengenai sifat-sifat cahaya.
Konsep sifat-sifat cahaya yang diteliti dalam penelitian ini meliputi sifat
cahaya merambat lurus, cahaya menembus benda bening, cahaya dapat
dipantulkan, cahaya dapat dibiaskan, dan cahaya dapat diuraikan.
24
2. Hakikat Model Pembelajaran Visualization, Auditory, Kinesthetic (VAK)
Berbasis Media Video
a. Pengertian Model
Menurut Dahar (2011: 13) model merupakan suatu analog
konseptual yang digunakan untuk menyarankan bagaimana sebaiknya
meneruskan penelitian empiris tentang suatu masalah.
Sedangkan menurut Marx dalam Dahar (2011: 13) model ialah suatu
struktur konseptual yang telah berhasil dikembangkan dalam suatu bidang,
dan sekarang diterapkan, terutama untuk membimbing penelitian dan
berpikir dalam bidang lain, biasanya dalam bidang yang belum begitu
berkembang. Hal ini sejalan dengan pendapat Hosnan (2014: 337) yang
menyatakan bahwa model adalah prosedur yang sistematis tentang pola
belajar untuk mencapai tujuan belajar serta sebagai pedoman bagi pengajar
dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Selain
pendapat Dahar dan Marx, Anitah (2009: 45) menyatakan bahwa model
adalah suatu kerangka berpikir yang dipakai sebagai panduan untuk
melaksanakan kegiatan dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
pengertian model adalahsuatu kerangka berpikir yang dipakai sebagai
panduan/pedoman untuk merencanakan dan melaksanakan kegiatan dalam
rangka mencapai tujuan tertentu.
b. Pengertian Pembelajaran
Winkel
dalam
Daryanto
(2012:
212)
menyatakan
bahwa
pembelajaran merupakan seperangkat tindakan yang dirancang untuk
mendukung proses belajar peserta didik, dengan memperhitungkan
kejadian-kejadian eksternal yang berperanan terhadap rangkaian kejadiankejadian internal yang berlangsung di dalam peserta didik. Sedangkan
menurut Daryanto (2012:19) pembelajaran (instruction) merupakan
akumulasi dari konsep mengajar (teaching) dan konsep belajar (learning).
Penekanannya terletak pada perpaduan antara keduanya, yakni kepada
25
penumbuhan aktivitas subjek didik. Konsep tersebut dapat dipandang
sebagai suatu sistem, sehingga dalam sistem belajar ini terdapat komponenkomponen siswa atau peserta didik, tujuan, materi untuk mencapai tujuan,
fasilitas dan prosedur serta alat atau media yang harus dipersiapkan.
Pendapat lain diungkapkan oleh Chalil dalam Hosnan (2014: 4)
bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik
dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Sudjana (2004: 28)
mengemukakan tentang pengertian pembelajaran bahwa pembelajaran
dapat diartikan sebagai setiap upaya yang sistematik dan sengaja untuk
menciptakan agar terjadi kegiatan interaksi edukatif antara dua pihak, yaitu
antara peserta didik (warga belajar) dan pendidik (sumber belajar) yang
melakukan kegiatan membelajarkan.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran adalah interaksi dua arah antara guru dan siswa dalam
lingkungan belajar dengan memperhatikan materi, kondisi siswa, fasilitas,
perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi demi mencapai
tujuan pembelajaran.
c. Pengertian Model Pembelajaran
Menurut Arends dalam Trianto (2015: 51) model pembelajaran
mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di
dalamnya
tujuan-tujuan
pengajaran,
tahap-tahap
dalam
kegiatan
pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Sejalan
dengan pendapat tersebut, Soekamto dalam Shoimin (2014: 23)
mengemukakan maksud dari model pembelajaran adalah kerangka
konseptual
yang
melukiskan
prosedur
yang
sistematis
dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar
tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran
dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar megajar.
Pendapat lain diungkapkan oleh Hosnan (2014:337) bahwa model
pembelajaran adalah kerangka konseptual/operasional yang melukiskan
26
prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar
untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi
para pengajar dalam merencanakan, dan melaksanakan aktivitas
pembelajaran. Selain itu, Suprijono (2011: 46) mendefinisikan model
pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan belajar.
Berdasarkan beberapa uraian para ahi di atas, maka dapat
disimpulkan model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman
belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai
pedoman bagi perancang pembelajaran dan para guru dalam merancang dan
melaksanakan pembelajaran.
d. Pengertian Model Pembelajaran Visualization, Auditory, Kinesthetic
(VAK)
Model pembelajaran visual, auditory, kinesthetic atau VAK
merupakan anak dari model pembelajaran Quantum yang berprinsip untuk
menjadikan situasi belajar menjadi lebih nyaman dan menjanjikan
kesuksesan bagi pembelajarnya di masa depan. Pembelajaran model ini
mementingkan pengalaman belajar secara langsung dan menyenangkan
bagi siswa. Menurut DePorter dalam Shoimin (2014: 226), pengalaman
belajar siswa secara langsung dengan cara belajar dengan mengingat
(visual), belajar dengan mendengar (auditory), dan belajar dengan gerak dan
emosi (kinesthetic).
Menurut Herdian dalam Shoimin (2014: 226), model pembelajaran
VAK
merupakan
suatu
model
pembelajaran
yang
menganggap
pembelajaran akan efektif dengan memerhatikan ketiga hal tersebut (Visual,
Auditory,
Kinesthetic),
dan
dapat
diartikan
bahwa
pembelajaran
dilaksanakan dengan memanfaatkan potensi siswa yang telah dimilikinya
dengan melatih dan mengembangkannya. Sejalan dengan pendapat
27
Herdian, Ngalimun (2014: 168) menyatakan bahwa model pembelajaran ini
menganggap bahwa pembelajaran akan efektif dengan memperhatikan
ketiga hal tersebut di atas, dengan perkataan lain manfaatkanlah potensi
siswa yang telah dimilikinya dengan melatih dan mengembangkannya.
Huda (2014: 289) menyimpulkan, gaya belajar VAK adalah gaya
belajar multi sensorik yang melibatkan tiga unsur gaya belajar, yaitu
penglihatan, pendengaran, dan gerakan. Gaya belajar multi-sensorik ini
merepresentasikan bahwa guru sebaiknya tidak hanya mendorong siswa
untuk menggunakan satu modalitas saja, tetapi berusaha mengombinasikan
semua modalitas tersebut untuk memberi kemampuan yang lebih besar dan
menutupi kekurangan yang dimiliki masing-masing siswanya.
Pemanfaatan dan pengembangan potensi siswa dalam pembelajaran
ini harus memerhatikan kebutuhan dan gaya belajar siswa. Hal ini sejalan
dengan pendapat Gilakjani (2012) dalam Journal of Studies in Education
“Students learn in many different ways. Some students are visual
learners, while other are auditory or kinesthetic learners. Visual
learners learn visually by means of charts, graphs, and pictures.
Auditory learners learn by listening to lectures and reading.
Kinesthetic learners learn by doing. Students can prefer one, two, or
three learning styles. Because of these different learning styles, it is
important for teachers to incorporate in their curriculum activities
related to each of these learning styles so that all students are able to
succeed in their classes. While we use all of our senses to take in
information, we each seem to have preferences in how we learn best.
In order to help all students learn, we need to teach to as many of these
preferences as possible.”
Dapat diartikan bahwa siswa belajar dengan berbagai cara yang
berbeda. Beberapa siswa belajar dengan gaya visual, sedangkan yang
lainnya dengan gaya belajar auditory atau kinesthetic. Bagi siswa visual,
akan mudah belajar dengan bantuan media seperti menggunakan tabel,
grafik, gambar, chart, model, dan semacamnya. Siswa auditory, akan lebih
mudah belajar melalui mendengarkan penjelasan guru dan membaca.
Sementara siswa dengan tipe kinesthetic, akan mudah belajar sambil
melakukan kegiatan tertentu. Siswa dapat memilih dan memiliki satu, dua,
28
atau tiga gaya belajar. Dikarenakan perbedaan beberapa gaya belajar siswa,
maka sangat penting bagi guru untuk menggabungkan kegiatan dalam
kurikulum mereka terkait dengan masing-masing gaya belajar sehingga
semua siswa dapat berhasil dalam kelas mereka. Sementara kita
menggunakan semua indera kita untuk mengambil informasi, kita masingmasing memiliki pilihan untuk menentukan mana gaya belajar yang terbaik
dan cocok untuk kita. Untuk membantu semua siswa dalam belajar, kita
perlu mengajar dengan banyak gaya belajar sehingga memudahkan siswa
dalam belajar dengan masing-masing gaya/tipe belajar yang dimilikinya.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran Visualization, Auditory, Kinesthetic (VAK) merupakan
model pembelajaran yang mementingkan pengalaman belajar secara
langsung dan menyenangkan bagi siswa dengan memperhatikan gaya
belajar multi sensorik yang melibatkan tiga unsur gaya belajar, yaitu
penglihatan (visual), pendengaran (auditory), dan gerakan (kinesthetic)
untuk mencapai pemahaman dan pembelajaran yang efektif.
Sejalan dengan pengertian di atas, peneliti gaya belajar Rita Dunn, dkk
dalam Rose & Nicholl (2015: 130-131) mengidentifikasi tiga macam gaya
belajar dan komunikasi yang berbeda, yaitu:
1) Tipe Visual ( belajar dengan cara melihat)
Visual merupakan belajar dengan melihat dan mengamati,
mengaitkan yang sedang dipelajari dengan sesuatu yang kelihatan.
Siswa yang belajar dengan menggunakan indera mata biasanya
melalui mengamati, menggambar, mendemonstrasikan, menggunakan
media/alat peraga, mengingat dengan gambar, lebih suka membaca
daripada dibacakan, dan mengingat dengan melihat. Seorang siswa
lebih suka melihat gambar atau diagram, suka pertunjukan, peragaan
atau menyaksikan video. Ketika membaca atau mengingat-ingat
sesuatu, pelajar yang visual tak henti-hentinya membayangkan rupa
benda itu. Dalam hal ini metode pengajaran guru sebaiknya lebih
banyak dititik beratkan pada peragaan/media, ajak siswa ke objek-
29
objek yang berkaitan dengan pelajaran tersebut, atau dengan cara
menunjukkan
alat
peraganya
langsung
pada
siswa
atau
menggambarnya di papan tulis.
Ciri-ciri siswa yang lebih dominan memiliki gaya belajar visual
misalnya lirikan mata ke atas bila berbicara dan berbicara dengan
cepat. Anak yang mempunyai gaya belajar visual harus melihat bahasa
tubuh dan ekspresi muka gurunya untuk mengerti materi pelajaran.
Siswa cenderung untuk duduk di depan agar dapat melihat dengan
jelas. Siswa berpikir menggunakan tampilan-tampilan visual, seperti
diagram, buku pelajaran bergambar, dan video. Di dalam kelas anak
visual lebih suka mencatat sampai detail-detailnya untuk mendapatkan
informasi.
2) Tipe Auditory (belajar dengan cara mendengar)
Auditory merupakan cara belajar dengan cara mendengarkan
petunjuk lisan atau belajar dengan cara mendengar. Seorang auditori
tidak harus selalu mendengar berkali-kali untuk mengingat sesuatu,
tetapi dengan mendengarkan ucapan dirinya sendiri tentang informasi
yang harus diingat ke dalam memori seefektif mungkin. Seorang siswa
lebih suka mendengarkan kaset audio, ceramah-kuliah, diskusi, debat
dan instruksi (perintah) verbal. Alat rekam sangat membantu
pembelajaran pelajar tipe auditory.
Jika unsur auditory sangat kuat, maka secara otomatis orang
tersebut akan membacanya (bukan alam hati) seakan-akan berbicara
sendiri dengan dirinya untuk memastikan bahwa orang tersebut dapat
memahaminya. Modalitas ini mengakses segala jenis bunyi dan kata
yang diucapkan maupun diingat. Musik, nada, irama, rima, dialog
internal, dan suara menonjol di sini (DePorter, 2014: 123).
Ciri-ciri siswa yang memiliki gaya belajar auditory misalnya
lirikan mata ke arah kiri kanan, mendatar bila berbicara dan sedangsedang saja. Berdasarkan hal tersebut, guru sebaiknya harus
memperhatikan siswanya sampai pada kesehatan alat pendengarannya
30
sehingga guru dapat memastikan mungkin ada siswa yang memiliki
kekurangan dalam hal pendengaran. Anak yang mempunyai gaya
belajar auditory dapat belajar dengan cepat dengan menggunakan
diskusi verbal dan mendengarkan apa yang guru katakan.
3) Tipe Kinesthetic (belajar dengan cara bergerak, bekerja, dan
menyentuh )
Kinesthetic merupakan belajar dengan melibatkan anggota
tubuh, apa yang sedang dipelajari diperagakan sehingga mereka bisa
meraskaan/mengalami sendiri. Siswa yang belajar dengan cara
bergerak, bekerja dan menyentuh yaitu: menyentuh orang dan berdiri
berdekaan, belajar dengan melakukan, menanggapi dengan fisik,
mengingat sambil belajar dan melihat. Bagi siswa kinestetik belajar
itu haruslah mengalami dan melakukan. Anak kinestetik sangat perlu
bergerak sewaktu mempelajari sesuatu. Ciri-ciri siswa yang lebih
dominan memiliki gaya belajar kinestetik misalnya lirikan mata ke
bawah bila berbicara lebih lambat. Siswa yang bergaya belajar ini
belajarnya melalui gerak dan sentuhan.
Belajar kinestetik berarti belajar dengan menggunakan daya
gerak dan emosi yang diciptakan melalui daya ingat. Jadi, dalam
proses belajar mengajar berlangsung sebagai ciri pelajaran yang
kinestetik akan melakukan kegiatan koordinasi, irama dalam berbicara
dapat menanggapi masalah secara emosional.
Adapun menurut DePorter & Hernacki (2013: 116-120) banyak ciriciri perilaku lain merupakan petunjuk kecenderungan belajar peserta didik.
Ciri-ciri berikut ini akan membantu peserta didik menyesuaikan dengan
modalitas belajarnya yang terbaik:
1) Orang-orang dengan Gaya Belajar Visual
a) Rapi, teratur, teliti terhadap detail
b) Berbicara dengan cepat
c) Perencana dan pengatur jangka panjang yang baik
31
d) Mementingkan penampilan, baik dalam hal pakaian maupun
presentasi
e) Pengeja yang baik dan dapat melihat kata-kata yang sebenarnya
dalam pikiran mereka
f) Mengingat apa yang dilihat, daripada yang didengar
g) Mengingat dengan asosiasi visual
h) Biasanya tidak terganggu oleh keributan
i) Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali
jika ditulis, dan sering kali minta bantuan orang untuk
mengulanginya
j) Tekun dan lebih suka membaca daripada dibacakan
k) Membutuhkan pandangan dan tujuan yang menyeluruh dan
bersikap waspada sebelum secara mental merasa pasti tentang
suatu masalah atau proyek
l) Mencoret-coret tanpa arti selama berbicara di telepon dalam
rapat
m) Sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat ya atau
tidak
n) Lebih suka melakukan demonstrasi daripada berpidato
o) Lebih suka seni daripada musik
p) Sering kali mengetahui apa yang harus dikatakan, tetapi tidak
pandai memilih kata-kata
q) Kadang-kadang kehilangan konsentrasi ketika mereka ingin
memperhatikan
2) Orang-orang dengan Gaya Belajar Auditory
a) Berbicara kepada diri sendiri saat bekerja
b) Mudah terganggu oleh keributan
c) Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku
ketika membaca
d) Senang membaca dengan keras dan mendengarkan
e) Dapat menirukan kembali nada, birama dan warna suara
32
f) Merasa kesulitan untuk menulis, tetapi hebat dalam bercerita
g) Berbicara dalam irama yang terpola
h) Biasanya pembicara yang fasih
i) Lebih suka musik daripada seni
j) Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang
didiskusikan daripada yang dilihat
k) Suka berbicara, suka berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu
panjang lebar
l) Lebih pandai mengeja keras daripada menuliskannya
m) Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik
3) Orang-orang dengan Gaya Belajar Kinesthetic
a) Berbicara dengan perhatian
b) Menanggapi perhatian fisik
c) Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka
d) Berdiri dekat ketika berbicara dengan orang
e) Selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak
f) Mempunyai perkembangan awal otot-otot yang besar
g) Belajar melalui memanipulasi dan praktik
h) Menghafal dengan cara berjalan dan melihat
i) Menggunakan jari sebagai penunjuk ketika membaca
j) Banyak menggunakan isyarat tubuh
k) Tidak dapat duduk diam untuk waktu lama
l) Tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka memang
telah pernah berada di tempat itu
m) Menggunakan kata-kata yang mengandung aksi
n) Menyukai buku-buku yang berorientasi pada plot- mereka
mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh saat membaca
o) Kemungkinan tulisannya jelek
p) Ingin melakukan segala sesuatu
q) Menyukai permainan yang menyibukkan
33
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat diuraikan bahwa tipe/
gaya belajar siswa ada tiga, yaitu visual (melihat), auditory (mendengar),
dan kinesthetic (mendengar) dengan karakteristik
masing-masing.
Pengetahuan tipe belajar siswa ini akan bermanfaat bagi guru dalam
menerapkan pembelajaran individual yang tepat sesuai tipe belajar siswa
sehingga pembelajaran akan berlangsung secara efektif dan efisien. Akan
tetapi, tidak tertutup kemungkinan dalam pembelajaran klasikal, strategi
pembelajaran dapat diterapkan pada ketiga tipe belajar siswa tersebut secara
simultan.
e. Langkah-Langkah Pembelajaran Visualization, Auditory, Kinesthetic
(VAK):
Menurut pendapat Shoimin (2014: 227) langkah-langkah dalam
pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran Visualization,
Auditory, Kinesthetic (VAK) adalah sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan (kegiatan pendahuluan)
Pada kegiatan pendahuluan, guru memberikan motivasi untuk
membangkitkan minat siswa dalam belajar, memberikan perasaan
positif mengenai pengalaman belajar yang akan datang kepada siswa,
dan menempatkan mereka dalam situasi optimal untuk menjadikan
siswa lebih siap dalam menerima pelajaran.
2. Tahap Penyampaian (kegiatan inti pada eksplorasi)
Pada
menemukan
kegiatan
materi
inti,
guru
pelajaran
mengarahkan
yang
baru
siswa
secara
untuk
mandiri,
menyenangkan, relevan, melibatkan pancaindra, yang sesuai dengan
gaya belajar VAK. Tahap ini biasa disebut eksplorasi. Pada tahap ini
siswa mengamati video tentang materi sifat-sifat cahaya untuk
mengasah modalitas visual dan auditory. Selanjutnya siswa akan
diajak untuk melakukan praktikum pembuktian sifat-sifat cahaya
sebagai langkah perwujudan dari modalitas kinesthetic.
34
3. Tahap Pelatihan (kegiatan inti pada elaborasi)
Pada
tahap
pelatihan,
guru
membantu
siswa
untuk
mengintegrasi dan menyerap pengetahuan serta keterampilan baru
dengan berbagai cara yang disesuaikan dengan gaya belajar VAK.
Kegiatan elaborasi dapat dilakukan dengan membuat laporan
eksplorasi atau mendiskusikan hasil yang diperoleh pada tahap
eksplorasi, kemudian
mempresentasikan hasil diskusi dalam
praktikum melalui lisan atau tertulis, baik secara individu maupun
kelompok.
4. Tahap Penampilan Hasil (kegiatan inti pada konfirmasi)
Tahap penampilan hasil merupakan tahap seorang guru
membantu siswa dalam menerapkan dan memperluas pengetahuan
maupun keterampilan baru yang mereka dapatkan, pada kegiatan
belajar sehingga hasil belajar mengalami peningkatan. Guru bersama
siswa menyimpulkan hasil diskusi sebagai pemantapan konsep.
Pendapat lain diungkapkan oleh Rose & Nicholl (2015: 145)
menyatakan bahwa sebaiknya kita mencari kombinasi dari ketiganya. Cara
belajar multi-sensori boleh jadi akan menjadi sesederhana dengan tahaptahap berikut ini: (1) membaca dan memvisualisasikan, hal ini berarti anda
telah melihatnya; (2) menyusun pertanyaan dan merekam jawaban keraskeras, berarti anda telah mendengarnya; (3) menulis butir-butir penting
suatu subjek pada kartu-kartu indeks dan menyusunnya dalam urutan logis
berarti anda telah menanganinya secara fisik.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
langkah-langkah dalam pembelajaran dengan model Visualization,
Auditory, Kinesthetic adalah sebagai berikut:
1. Pada Tahap Persiapan (Pendahuluan)
Guru mengkondisikan siswa dan memberikan motivasi supaya
siswa dalam keadaan optimal dan siap belajar.
35
2. Tahap Penyampaian (kegiatan inti pada eksplorasi)
Pada
menemukan
kegiatan
materi
inti,
guru
pelajaran
mengarahkan
yang
baru
siswa
secara
untuk
mandiri,
menyenangkan, relevan, melibatkan pancaindra, yang sesuai dengan
gaya belajar VAK dengan cara menvisualisasikan materi pembelajaran
dengan menggunakan media pembelajaran. Pada tahap ini siswa
mengamati video tentang materi sifat-sifat cahaya untuk mengasah
modalitas visual dan auditory. Selanjutnya siswa melakukan tanya
jawab bersama guru untuk memperdalam materi yang diperolehnya
dari tayangan video yang menunjukkan bahwa siswa telah
memperhatikan dan mendengar dengan baik. Kemudian siswa
melaksanakan kegiatan praktikum pembuktian sifat-sifat cahaya
sebagai langkah perwujudan dari modalitas kinesthetic.
3. Tahap Pelatihan (kegiatan inti pada elaborasi)
Pada
tahap
pelatihan,
guru
membantu
siswa
untuk
mengintegrasi dan menyerap pengetahuan serta keterampilan baru
dengan berbagai cara yang disesuaikan dengan gaya belajar VAK.
Kegiatan elaborasi dapat dilakukan dengan membuat laporan
eksplorasi atau mendiskusikan hasil yang diperoleh pada tahap
eksplorasi, kemudian mempresentasikan hasil diskusi dalam
praktikum melalui lisan atau tertulis, baik secara individu maupun
kelompok.
4. Tahap Penampilan Hasil (kegiatan inti pada konfirmasi)
Tahap penampilan hasil merupakan tahap seorang guru membantu
siswa dalam menerapkan dan memperluas pengetahuan maupun
keterampilan baru yang mereka dapatkan, pada kegiatan belajar
sehingga hasil belajar mengalami peningkatan. Guru bersama siswa
menyimpulkan hasil diskusi sebagai pemantapan konsep.
36
f. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Visualization,
Auditory, Kinesthetic (VAK)
Menurut pendapat Shoimin (2014: 228-229), terdapat kelebihan dan
kekurangan dalam model pembelajaran Visualization, Auditory, Kinesthetic
(VAK). Kelebihan dari penggunaan model pembelajaran Visualization,
Auditory, Kinesthetic (VAK) adalah sebagai berikut:
1) Pembelajaran akan lebih efektif karena mengombinasikan ketiga gaya
belajar.
2) Mampu melatih dan mengembangkan potensi siswa yang telah
dimiliki oleh pribadi masing-masing.
3) Memberikan pengalaman langsung kepada siswa.
4) Mampu melibatkan siswa secara maksimal dalam menemukan dan
memahami suatu konsep melalui kegiatan fisik, seperti demonstrasi,
percobaan, observasi, dan diskusi aktif.
5) Mampu menjangkau setiap gaya pembelajaran siswa.
6) Siswa yang memiliki kemampuan bagus tidak akan terhambat oleh
siswa yang lemah dalam belajar karena model ini mampu melayani
kebutuhan siswa yan memiliki kemampuan di atas rata-rata.
Kelemahan dari penggunaan model pembelajaran Visualization,
Auditory, Kinesthetic (VAK) yaitu tidak banyak orang mampu
mengombinasikan ketiga gaya belajar tersebut. Dengan demikian, orang
yang hanya mampu menggunakan satu gaya belajar, hanya akan mampu
menangkap materi jika menggunakan metode yang lebih memfokuskan
kepada salah satu gaya belajar yang didominasi. Solusi yang dapat
dilakukan yaitu guru harus lebih memahami dan memperhatikan ketiga gaya
belajar yang dimiliki siswa, sehingga dalam pembelajaran ketiga gaya
belajar tersebut akan dilibatkan dan dikombinasikan menjadi suatu
pembelajaran yang efektif dan dapat meningkatkan pemahaman siswa.
Selain itu, penggunaan media pembelajaran harus dimaksimalkan dengan
pemilihan media yang lebih beragam dan inovatif serta mendukung dalam
proses pembelajaran.
37
Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
penggunaan model pembelajaran Visualization, Auditory, Kinesthetic
(VAK) mempunyai kelebihan dan kekurangan. Dari kelebihan yang telah
diuraikan, penggunaan model pembelajaran Visualization, Auditory,
Kinesthetic (VAK) ini dapat menjadikan pembelajaran lebih efektif karena
dengan mengkombinasikan ketiga gaya belajar, dapat memberi pengalaman
langsung kepada siswa sehingga dapat meningkatkan keterlibatan dan
keaktifan siswa selama pembelajaran. Meskipun banyak kelebihan yang
bisa kita ambil dari penggunaan model pembelajaran Visualization,
Auditory, Kinesthetic (VAK), namun ada juga kekurangannya yaitu tidak
banyak orang mampu mengombinasikan ketiga gaya belajar tersebut.
Kekurangan ini dapat diatasi dengan pemahaman guru mengenai gaya
belajar siswa yang berbeda-beda dan penggunaan media pembelajaran yang
lebih dimaksimalkan.
g. Pengertian Media Pembelajaran
Kata media berasal dari Bahasa latin, yaitu medius yang secara
harafiah berarti tengah, perantara, atau pengantar. Selain itu, kata media
juga berasal dari Bahasa Latin yang merupakan bentuk jamak dari kata
medium, dan secara harfiah berarti perantara atau pengantar, yaitu perantara
atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. Menurut Santoso S.
Hamidjojo dalam Hosnan (2014: 111), media pembelajaran adalah media
yang penggunaannya diintegrasikan dengan tujuan dan isi pelajaran yang
bermaksud untuk mempertinggi kegiatan belajar mengajar dalam segi mutu.
Selain itu, Hosnan (2014: 111) memaparkan bahwa media pendidikan
adalah segala sarana atau bentuk komunikasi nonpersonal yang dapat
dijadikan sebagai wadah dar informasi pelajaran yang akan disampaikan
kepada anak didik serta dapat menarik minat serta perhatian, sehingga
tujuan belajar dapat tercapai dengan baik.
Media pembelajaran tidak hanya berupa benda saja. Sejalan dengan
pendapat di atas, Anitah (2009: 124) menyatakan bahwa media adalah setiap
orang, bahan, alat, atau peristiwa yang dapat menciptakan kondisi yang
38
memungkinkan pebelajar untuk menerima pengetahuan, keterampilan, dan
sikap.
Menurut Hamdani (2011: 243), media adalah komponen sumber
belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di
lingkungan siswa, yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Adapun
media pembelajaran adalah media yang membawa pesan-pesan atau
informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud
pengajaran.
Dari beberapa pendapat para ahli tentang pengertian media yang
telah disebutkan di atas, ternyata banyak persamaan. Meskipun
diungkapkan dengan redaksi dan cara yang berbeda, namun pengertiannya
sama, yaitu bahwa media pembelajaran merupakan suatu alat atau perantara
baik berupa fisik maupun non fisik yang dapat mempermudah penyampaian
suatu pesan dari satu sumber informasi kepada penerima atau peserta didik
dengan menciptakan suasana yang kondusif dan dapat menarik antusiasme
siswa untuk dapat mengikuti pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran
dapat tercapai dengan baik.
Menurut Hosnan (2014: 111), pada saat seorang guru mendesain
suatu program pengajaran, komponen-komponen media pengajaran harus
mendasari pemikirannya. Untuk memulai penggunaan media pengajaran,
guru bisa memulai dengan menggunakan media yang sederhana, seperti
poster, lukisan, foto, radio, tape recorder, dan lain-lain. Penggunaan media
audio-visual tersebut sangat membuat komunikasi menjadi lebih efektif
karena siswa langsung menangkap apa yang diajarkan guru secara nyata.
Selain itu, penggunaan media pembelajaran dapat menimbulkan daya tarik
bagi siswa sehingga siswa lebih senang belajar yang pada akhirnya akan
memberikan hasil belajar yang lebih baik. Apabila pengajaran disampaikan
dengan bantuan alat-alat yang menarik, maka siswa akan merasa senang dan
pembelajaran dapat berangsung dengan efektif (Putra, 2013: 29).
39
h. Karakteristik Media Pembelajaran
Media pembelajaran memiliki keistimewaan tertentu yang dapat
membantu proses pembelajaran. Hussein (2010: 18) dalam International
Journal of Learning and Teaching menyatakan: The diversion in ways of
learning may be balanced out with the guidance and use of multimedia in
the classroom that appeal to learners in multiple ways”, yang dapat
diartikan pengalihan cara belajar dapat diimbangi dengan bimbingan dan
penggunaan multimedia di kelas yang menarik bagi peserta didik dalam
berbagai cara.
Karakteristik media dalam pembelajaran menurut Gerlach & Ely
dalam Hosnan (2014: 112), terdapat tiga ciri media yang digunakan dalam
kegiatan pembelajaran.
1) Fixative Property (Ciri Fikastif), ciri ini menggambarkan
kemampuan media perekam, menyimpan, melestarikan dan
merekonstruksi suatu peristiwa atau objek. Seperti fotografi,
video tape, audio tape, disket komputer, dan film.
2) Distribulative Property (Ciri Distributif) memungkinkan suatu
objek atau kejadian ditransportasikan melalui ruang dan secara
bersamaan disajikan kepada siswa dengan stimulus pengalaman
yang relatif sama mengenai kejadian itu.
3) Manipulative Property (Ciri Manipulatif), kejadian yang
memakan waktu berhari-hari dapat disajikan kepada siswa
dalam waktu dua atau tiga menit. Dengan teknik pengambilan
gambar tie-lapse recording, suatu kejadian dapat dipercepat atau
bisa juga diperlambat pada saat menayangkan kembali hasil
rekaman video. Kemampuan media dari manipulatif
memerlukan perhatian sungguh-sungguh karena apabila terjadi
kesalahan dalam pengaturan kembali urutan kejadian atau
pemotongan bagian yang salah, maka akan terjadi pula
kesalahan penafsiran, yang tentu saja akan membingungkan dan
bahkan menyesatkan.
Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
terdapat tiga ciri media yang digunakan dalam pembelajaran, yaitu ciri
fiksatif, ciri distributif, dan ciri manipulatif. Dari ketiga ciri tersebut harus
dipahami oleh seorang guru sehingga guru dapat menentukan jenis media
mana yang sesuai dengan pembelajaran yang akan dilakukan berdasarkan
ciri media yang telah diuraikan di atas.
40
i. Media Video
Video termasuk dalam media audio visual yang dapat memberikan
dimensi lain pada pembelajaran dan selain itu materinya akan lebih efektif
menjangkau pebelajar dengan gaya belajar yang berbeda-beda. Video berisi
gambar hidup/bergerak yang ditayangkan pada monitor/televisi. Dengan
kemajuan teknologi, film/video sudah tidak terbatas lagi karena keduanya
dapat ditayangkan di monitor komputer, laptop, ataupun diproyeksikan
menggunakan LCD Proyektor. Program video/film biasanya disebut
sebagai alat bantu pandang dengar (audio/visual aids/audio visual media).
Umumnya program video/film telah dibuat dalam rancangan lengkap,
sehingga setiap akhir penayangan, siswa dapat menguasai satu atau lebih
kompetensi dasar.
Menurut Hosnan (2014: 113), karakteristik media video atau media
audio visual yang menampilkan gerak saat ini semakin dikenal di kalangan
masyarakat. Media ini berupa rekaman pada pita magnetic melalui kamera
video. Meskipun media video hampir sama dengan media film dalam
karakteristiknya, tetapi dapat menggantikan film. Karena baik video
maupun film mempunyai kelebihan dan kelemahannya. Karakteristik media
video adalah mengutamakan objek yang bergerak, berwarna, bersuara, dan
didukung oleh efek suara maupun visual, dapat menyajikannya dan tidak
memerlukan ruang gelap.
Daryanto (2013: 87) menjelaskan bahwa video menambah suatu
dimensi baru terhadap pembelajaran. Hal ini karena karakteristik teknologi
video yang dapat menyajikan gambar bergerak pada siswa, disamping suara
yang menyertainya sehingga siswa merasa seperti berada di suatu tempat
yang sama dengan program yang ditayangkan video. Seperti yang diketahui
bahwa tingkat retensi (daya serap dan daya ingat) siswa terhadap materi
pelajaran dapat meningkat secara signifikan jika proses pemerolehan
informasi awalnya lebih besar melalui indera pendengaran dan penglihatan.
Hal ini sesuai dengan langkah kegiatan pada penelitian ini, pada kegiatan
eksplorasi siswa melaksanakan kegiatan pengamatan video untuk
41
memperoleh informasi/materi pembelajaran sebagai wujud dari gaya belajar
visual dan auditory sehingga daya serap dan daya ingat siswa terhadap
materi pembelajaran akan lebih meningkat.
Menurut Hamdani (2011: 254), video sangat cocok untuk
mengajarkan materi dalam ranah perilaku atau psikomotor. Video
memaparkan keadaan real dari suatu proses, fenomena atau kejadian
sehingga dapat memperkaya pemaparan. Selain itu, menurut Daryanto
(2013: 11) dengan penggunaan media video siswa dapat mengamati
peristiwa-peristiwa yang jarang terjadi, misalnya terjadinya pelangi.
Penggunaan media video juga dapat memberikan kemudahan bagi siswa
untuk belajar karena guru bisa beralih menjadi fasilitator belajar.
Berdasarkan beberapa uraian di atas, maka video dapat didefinisikan
sebagai hasil rekaman dari perangkat kamera yang dapat menampilkan
gambar bergerak maupun suara yang ada dalam lingkungan sekitarnya dan
dapat disimpan maupun dimainkan kembali pada waktu yang akan datang.
Pada pelaksanaan pembelajaran dalam penelitian ini, setelah
pemutaran video pembelajaran dengan materi sifat-sifat cahaya, guru
mengadakan kegiatan tanya jawab bersama siswa mengenai materi yang
disampaikan melalui tayangan video untuk memperdalam materi. Ketika
video diputar seluruh siswa fokus mengamati dan memahami materi
pembelajaran. Setelah kegiatan tanya jawab, siswa dibagi dalam kelompok
dan mendiskusikan hal-hal yang telah mereka pelajari dari video dan
mecoba mempraktikkan atau menjawab pertanyaan yang diajukan guru.
Mereka dalam kelompok harus menuliskan urutan jawaban yang telah
diajukan guru.
j. Kelebihan dan Kekurangan Media Video
Media video dapat digunakan untuk penyampaian materi dalam
proses pembelajaran, dengan media video ini juga dapat menarik perhatian
siswa dan menumbuhkan motivasi siswa dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran. Media video ini mempunyai beberapa kelebihan. Menurut
Arief S. Sadiman (2012:74-75), kelebihan media video antara lain:
42
1) Dapat menarik perhatian untuk periode-periode yang singkat dari
rangsangan luar lainnya.
2) Dengan alat perekam pita video sejumlah besar penonton dapat
memperoleh informasi dari ahli-ahli/spesialis;
3) Menghemat waktu dan rekaman dapat diputar berulang-ulang
4) Kamera TV bisa mengamati lebih dekat objek yang sedang bergerak
atau objekyang berbahaya seperti harimau;
5) Keras lemah suara yang ada bisa diatur dan disesuaikan bila akan
disisipi komentar yang akan didengar;
6) Gambar proyeksi biasa di-“beku”-kan untuk diamati dengan
seksama. Guru bisa mengatur di mana dia akan menghentikan
gerakan gambar tersebut; kontrol sepenuhnya di tangan guru; dan
7) Ruangan tak perlu digelapkan waktu menyajikannya.
Selain mempunyai banyak kelebihan, video juga mempunyai
kekurangan. Menurut Arief S. Sadiman (2012: 75), kelemahan penggunaan
media video dalam proses belajar mengajar adalah:
1) Perhatian penonton sulit dikuasai, partisipasi mereka jarang
dipraktikkan;
2) Sifat komunikasinya bersifat satu arah dan harus diimbangi dengan
pencarian bentuk umpan balik yang lain;
3) Kurang mampu menampilkan detail dari objek yang disajikan
secara sempurna; dan
4) Memerlukan peralatan yang mahal dan kompleks.
Pendapat di atas didukung oleh Hamdani (2011: 188), kelebihan dari
penggunaan media video adalah:
1) Dapat menstimulasi efek gerak
2) Dapat diberi suara maupun warna
3) Tidak memerlukan keahlian khusus dalam penyajiannya
4) Tidak memerlukan ruangan gelap dalam penyajiannya.
Secara lebih spesifik dalam hal pendidikan, Hamdani (2011: 254)
menyatakan penggunaan video dalam pendidikan memiliki beberapa
kelebihan, yaitu:
1) Sistem pembelajaran lebih inovatif dan interaktif.
43
2) Guru akan selalu dituntut untuk kreatif inovatif dalam mencari
terobosan pembelajaran.
3) Mampu menggabungkan antara teks, gambar, audio, musik,
animasi gambar, atau video dalam satu kesatuan yang saling
mendukung guru tercapainya tujuan pembelajaran.
4) Mampu menimbulkan rasa senang selama proses PBM
berlangsung. Hal ini akan menambah motivasi siswa selama
proses pembelajaran sehingga didapatkan tujuan pembelajaran
yang maksimal.
5) Mampu memvisualisasikan materi yang selama ini sulit untuk
diterangkan hanya dengan penjelasan atau alat peraga yang
konvensional.
6) Media penyimpanan yang relatif gampang dan fleksibel.
Sedangkan kekurangan dari penggunaan media video antara lain :
1) Memerlukan peralatan khusus dalam penyajiannya,
2) Memerlukan tenaga listrik
3) Memerlukan keterampilan dan kerja tim dalam pembuatannya.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa penggunaan media video dalam pembelajaran mempunyai kelebihan
dan kekurangan. Dari kelebihan yang telah diuraikan, penggunaan media
video dapat meningkatkan keantusiasan siswa dalam proses pembelajaran,
penggunaan media video mampu menggabungkan antara teks, gambar,
audio, musik, animasi, gambar, atau video dalam satu kesatuan yang saling
mendukung
guna
tercapainya
tujuan
pembelajaran,
mampu
memvisualisasikan materi yang selama ini sulit untuk diterapkan hanya
dengan penjelasan atau alat peraga yang konvensional sehingga dapat
menimbulkan rasa senang dan tertarik selama proses pembelajaran.
Penggunaan media video juga memiliki beberapa kelemahan antara
lain sifat komunikasinya bersifat satu arah, solusi yang dapat diambil yaitu
dengan guru juga memberi penjelasan tambahan yang belum disampaikan
dalam tayangan video serta guru aktif memberi pertanyaan sebagai
pancingan. Selain itu kekurangan yang lain adalah memerlukan peralatan
yang mahal dan kompleks, jadi hanya sekolah yang memiliki fasilitas yang
kompleks saja yang bisa menggunakan media video secara maksimal
44
k. Penerapan Model Pembelajaran Visualization, Auditory, Kinesthetic
(VAK) berbasis Media Video
Model pembelajaran VAK berbasis media video dalam pembelajaran
tentang materi sifat-sifat cahaya diterapkan sesuai dengan tahap-tahapan
pelaksanaan model pembelajaran VAK yang telah diuraikan sebelumnya dan
diintegrasikan dengan penggunaan media video pada setiap pertemuan.
Cruse (2006: 5) dalam Using Educational Video in the Classroom
menyatakan bahwa “The benefits of video, where much of the content is
conveyed visually for visually-oriented learners is immediately apparent.
However, video also benefits auditory learners, with its inclusion of sound
and speech, and can provide demonstration not otherwise possible in
classrooms for tactile learners (kinesthetic learners). Pernyataan tersebut
dapat diartikan bahwa manfaat video, di mana banyak dari isi yang
disampaikan secara visual untuk pelajar dengan gaya belajar berorientasi
visual akan nampak jelas efek visualnya. Namun, video juga manfaat pelajar
dngan gaya belajar auditory, dengan dimasukkannya suara dan pidato, dan
dapat memberikan demonstrasi yang tidak bisa dihadirkan langsung dalam
pembelajaran di kelas untuk pelajar taktil (pelajar kinesthetic)
Selain itu, Cruse (2006: 5) juga menyatakan bahwa “In fact, all
students, both with and without a strongly dominant modality preference,
benefit from instruction that includes video. Pernyataan terebut dapat
dinyatakan bahwa, bahkan semua siswa baik dengan dan tanpa modalitas
dengan pilihan yang sangat dominan, manfaat dapat diperoleh dari
pembelajaran yang menggunakan video.
Penggunaan media video yang dipilih disesuaikan dengan sifat-sifat
cahaya yang akan diajarkan, sehingga setiap pertemuan media video yang
digunakan juga berbeda. Pada tahap persiapan guru memberikan motivasi
untuk membangkitkan minat siswa dalam belajar, memberikan perasaan
positif mengenai pengalaman belajar yang akan datang kepada siswa, dan
menempatkan mereka dalam situasi optimal untuk menjadikan siswa lebih
siswa lebih siap dalam menerima pelajaran. Pada tahap penyampaian, guru
45
memancing siswa dengan beberapa pertanyaan yang jawabannya harus
mereka temukan dalam tayang video, guru mengarahkan siswa untuk
menemukan materi pelajaran yang baru secara mandiri, menyenangkan,
relevan, melibatkan pancaindra sesuai dengan gaya belajar VAK. Pada tahap
ini siswa mengamati video tentang materi sifat-sifat cahaya untuk mengasah
modalitas visual dan auditory. Selanjutnya siswa melakukan tanya jawab
bersama guru untuk memperdalam materi yang diperolehnya dari tayangan
video yang menunjukkan bahwa siswa telah memperhatikan dan mendengar
dengan baik. Kemudian siswa melaksanakan kegiatan praktikum
pembuktian sifat-sifat cahaya sebagai langkah perwujudan dari modalitas
kinesthetic.
Pada tahap pelatihan,
guru membantu
siswa untuk
mengintegrasi dan menyerap pengetahuan serta keterampilan baru dengan
berbagai cara yang disesuaikan dengan gaya belajar VAK. Kegiatan ini
masuk dalam tahap elaborasi yang dilakukan dengan siswa membuat
laporan eksplorasi atau mendiskusikan hasil yang diperoleh pada tahap
eksplorasi, kemudian mempresentasikan hasil diskusi dalam praktikum
melalui lisan atau tertulis, baik secara individu maupun kelompok. Pada
tahap penampilan hasil merupakan tahap seorang guru membantu siswa
dalam menerapkan dan memperluas pengetahuan maupun keterampilan
baru yang mereka dapatkan pada kegiatan belajar sehingga hasil belajar
mengalami peningkatan. Guru bersama siswa menyimpulkan hasil diskusi
sebagai pemantapan konsep.
Setelah itu, guru melakukan umpan balik terhadap keseluruhan
proses pembelajaran tentang materi sifat-sifat cahaya, memberikan
penguatan dan evaluasi kepada setiap siswa untuk memahami sifat-sifat
cahaya sesuai yang diperintahkan.
3. Penelitian yang Relevan
Sebelum penelitian ini dilaksanakan, telah dilakukan tinjauan terhadap
hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini. Terdapat beberapa
penelitian yang dianggap relevan dengan penelitian ini, antara lain:
46
a. Penelitian Wahyu Kurniawati (2013) yang berjudul “Pengaruh Penggunaan
Model Pembelajaran VAK (Visualization, Auditory, and Kinesthetic)
terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 SD Kristen Satya Wacana
Salatiga Semester II Tahun Ajaran 2012/2013”. Dalam penelitian
Kurniawati menyimpulkan bahwa hasil belajar IPA pada siswa kelas 4 SD
Kristen Satya Wacana Salatiga dengan menggunakan model pembelajaran
VAK (Visulization, Auditory, and Kinesthetic) lebih baik dibandingkan
dengan hasil belajar IPA pada siswa kelas 4 SD dengan menggunakan
metode pembelajaran ceramah dan diskusi.
Persamaan penelitian Kurniawati (2013) dengan penelitian ini yaitu pada
variabel bebas yang menggunakan model pembelajaran Visualization,
Auditory,
Kinesthetic
(VAK).
Perbedaannya
terdapat
pada
jenis
penelitiannya, pada penelitian Wahyu Kurniawati menggunakan penelitian
eksperimen, sedangkan penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas
(PTK). Selain itu, pada variabel terikatnya, penelitian yang dilakukan
Wahyu Kurniawati yaitu hasil belajar IPA, dan pada penelitian ini yaitu
pembelajaran IPA yang lebih spesifik pada pemahaman konsep sifat-sifat
cahaya.
b. Penelitian Muhammad Faisal Arba’in (2015) yang berjudul “Peningkatan
Pemahaman Konsep Sifat-Sifat Cahaya Melalui Model pembelajaran TwoStay Two-Stray Berbasis Eksperimen pada Siswa Kelas V SD Negeri
Karangasem II Tahun Ajaran 2014/2015”. Dalam penelitian Arba’in (2015)
menyimpukan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran Two-Stay
Two-Stray Berbasis Eksperimen dapat meningkatkan pemahaman konsep
sifat-sifat cahaya. Pada siklus I pemahaman konsep sifat-sifat cahaya
meningkat menjadi 61,29% , pada siklus II meningkat menjadi 83,87%, dan
pada siklus III meningkat lagi menjadi 93,55%.
Persamaan penelitian Arba’in (2015) dengan penelitian ini yaitu pada
variabel terikatyaitu materi konsep sifat-sifat cahaya pada siswa kelas V.
Sedangkan perbedaannya terdapat pada variabel bebasnya, penelitian yang
47
dilakukan Muhammad Faisal Arba’in yaitu melalui model pembelajaran
Two-Stay Two-Stray Berbasis Eksperimen.
c. Penelitian Saddam Styawan (2013) yang berjudul “Penggunaan Media
Video Dalam Meningkatkan Pemahaman Konsep Peristiwa Alam pada
Siswa Kelas V SDN 03 Bolon Colomadu Tahun Ajaran 2012/2013”. Dalam
Penelitian Styawan (2013) menyimpulkan bahwa dengan menggunakan
media video dapat meningkatkan pemahaman konsep peristiwa alam pada
siswa kelas V SDN 03 Bolon Tahun Ajaran 2012/2013. Pada siklus I
pemahaman konsep peristiwa alam meningkat menjadi 75,86% dan pada
siklus II meningkat lagi menjadi 86,21%.
Persamaan penelitian Styawan (2015) dengan penelitian ini yaitu pada
variabel bebas yang menggunakan media video. Sedangkan perbedaannya
terdapat pada variabel terikatnya, penelitian yang dilakukan Saddam
Styawan yaitu pemahaman konsep peristiwa alam.
B. Kerangka Berpikir
Kondisi awal yang dihadapi siswa kelas V SD Negeri Bangsalan I adalah
dalam melaksanakan pembelajaran IPA, guru masih menggunakan metode
pembelajaran yang konvensional seperti ceramah, penugasan, dan mencatat,
sehingga siswa merasa bosan dan kurang memperhatikan ketika pembelajaran
sedang berlangsung. Selain itu, guru kurang dalam penggunaan media
pembelajaran karena hanya menggunakan media gambar yang ada pada buku bahan
ajar siswa saja. Akibatnya pemahaman konsep materi sifat-sifat cahaya pada siswa
kelas V SD Negeri Bangsalan I tergolong rendah, terbukti dari 19 siswa, siswa yang
memperoleh nilai di atas 65 sejumlah 5 orang (26%) dan siswa yang memperoleh
nilai di bawah 65 sejumlah 14 anak (74%) dengan nilai kriteria ketuntasan minimal
(KKM) pada pembelajaran IPA sebesar 65.
Berdasarkan kondisi awal tersebut, upaya yang dapat dilakukan guru dalam
pembelajaran IPA pada materi sifat-sifat cahaya kelas V SD Negeri Bangsalan I,
Teras, Boyolali ialah dengan menerapkan model pembelajaran Visualization,
Auditory, Kinesthetic (VAK) berbasis media video. Alasan utama pemilihan model
Visualization, Auditory, Kinesthetic (VAK) berbasis media video adalah model ini
48
memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar langsung dengan bebas
menggunakan modalitas yang dimilikinya untuk mencapai pemahaman dan
pembelajaran yang efektif karena dikolaborasikan dengan penggunaan media video
yang dapat menarik perhatian siswa sehingga siswa tidak merasa bosan dan menjadi
lebih aktif selama pembelajaran berlangsung. Pemanfaatan dan pengembangan
potensi siswa dalam pembelajaran ini harus memerhatikan kebutuhan dan gaya
belajar siswa, baik bagi siswa visual, auditory, maupun kinesthetic. Pada kegiatan
eksplorasi, siswa menggali pengetahuan melalui tayangan video pembelajaran yang
dapat mengasah modalitas visual dan auditory. Pemberian pengalaman langsung
dilakukan melalui kegiatan praktikum pembuktian sifat-sifat cahaya sebagai
perwujudan dari gaya belajar/modalitas kinesthetic. Video termasuk dalam media
audio visual yang dapat memberikan dimensi lain pada pembelajaran dan selain itu
materinya akan lebih efektif menjangkau pebelajar dengan gaya belajar yang
berbeda-beda. Penggunaan media video dalam pembelajaran dapat memberikan
dimensi lain pada pembelajaran dan selain itu materinya akan lebih efektif
menjangkau pebelajar dengan gaya belajar yang berbeda-beda. Karakteristik
teknologi video yang dapat menyajikan gambar bergerak pada siswa, disamping
suara yang menyertainya sehingga siswa merasa seperti berada di suatu tempat yang
sama dengan program yang ditayangkan video. Seperti yang diketahui bahwa
tingkat retensi (daya serap dan daya ingat) siswa terhadap materi pelajaran dapat
meningkat secara signifikan jika proses pemerolehan informasi awalnya lebih besar
melalui indera pendengaran dan penglihatan. Pembelajaran IPA yang awalnya
dianggap membosankan bisa dikreasikan menjadi pembelajaran yang lebih
menyenangkan dan melibatkan partisipasi siswa secara aktif sehingga siswa pun
lebih mudah menyerap dan memahami materi pembelajaran yang diajarkan.
Pelaksanaan tindakan ini memerlukan kolaborasi antara peneliti dan guru kelas,
model Visualization, Auditory, Kinesthetic (VAK) berbasis media video akan
diterapkan pada siklus I, dan siklus II yang melalui tahap perencanaan, pelaksanaan,
pengamatan, dan refleksi. Indikator ketercapaian target sebesar 85%. Pada kondisi
akhir dalam penelitian ini dapat diperoleh bahwa dengan model Visualization,
Auditory, Kinesthetic (VAK) berbasis media video dapat meningkatkan pemahaman
49
konsep sifat-sifat cahaya pada kelas V SD Negeri Bangsalan I, maka kerangka
berpikir dapat dilihat pada Gambar 2.7 sebagai berikut:
Kondisi
Awal
Guru mengajar dengan
model dan media
pembelajaran konvensional
Tindakan
Kondisi
Akhir
Pemahaman konsep
sifat-sifat cahaya masih
rendah (74% siswa
nilainya di bawah KKM)
Guru menerapkan model
Visualization, Auditory,
Kinesthetic (VAK) berbasis
media video dalam
pembelajaran materi sifatsifat cahaya.
Siklus I
1. Perencanaan
2. Tindakan
3. Observasi
4. Refleksi
Melalui model
Visualization, Auditory,
Kinesthetic (VAK)berbasis
media video dapat
meningkatkan pemahaman
konsep sifat-sifat cahaya
kelas V SDN Bangsalan I
(85% siswa nilai di atas
KKM)
Siklus II
1. Perencanaan
2. Tindakan
3. Observasi
4. Refleksi
Gambar2.7
2.7.Kerangka
KerangkaBerpikir
Berpikir
Gambar
C. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir, maka hipotesis dari
penelitian ini adalah: Model Visualization, Auditory, Kinesthetic (VAK) berbasis
media video dapat meningkatkan pemahaman konsep sifat-sifat cahaya pada siswa
kelas V SD Negeri Bangsalan I Tahun Ajaran 2015/2016.
Download