Peluang Pengembangan Asuransi Pertanian di Indonesia

advertisement
ningkat untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri biodiesel.
Walaupun belum signifikan, peningkatan konsumsi domestik ini
sedikit banyak mempengaruhi
harga CPO dan TBS. Ke depan,
diharapkan penggunaan CPO dalam negeri untuk biodiesel minimal
2,5 juta ton atau setara dengan
kapasitas pabrik biofuel di dalam
negeri. Harapan ini tampaknya
akan menjadi kenyataan dengan
disepakatinya pengalihan subsidi
BBM ke BBN, walaupun dibatasi
Rp1.000/l.
terhadap permintaan dan harga
CPO.
Pemerintah saat ini juga mulai
merintis perluasan pasar CPO.
Tujuan ekspor diarahkan tidak
hanya ke pasar tradisional seperti
Eropa, Cina, India, dan Pakistan,
tetapi juga dikembangkan ke
Amerika Latin, Timur Tengah, Afrika, dan negara-negara eks Uni
Sovyet. Walaupun belum konkret,
sentimen positif yang ditimbulkan
ikut mendorong kenaikan harga
CPO.
Kebijakan Pengembangan Pasar
Kebijakan Efisiensi Biaya
Pengangkutan
Respons kebijakan lain yang telah
dilakukan adalah mengarahkan
pengekspor dan pengimpor CPO
dan produk turunannya untuk melakukan negosiasi ulang mengenai
harga dan volume. Dengan adanya
krisis maka solusi yang ditawarkan
kepada pengekspor dan pengimpor
adalah harga atau volume yang
turun dalam kisaran tertentu. Negosiasi perdagangan bilateral juga
ditawarkan, misalnya, antara Indonesia dan Pakistan. Tarif impor
CPO ke Pakistan diturunkan, tetapi
Pakistan disediakan akses pasar
untuk jeruk kino. Kebijakan ini sedikit banyak berpengaruh positif
Pengembangan infrastruktur, baik
jalan kebun, jalan penghubung
maupun pelabuhan ekspor CPO
menjadi perhatian pemerintah
untuk mengefisienkan biaya angkut. Walaupun masih terbatas pada
titik-titik tertentu terutama jalan
kebun, perbaikan infrastruktur
sedikit banyak mengurangi beban
biaya angkut dari kebun ke tempattempat penampungan hasil dan ke
pabrik pengolahan kelapa sawit.
Penurunan biaya angkut juga
dimungkinkan karena penurunan
harga solar, bahan bakar truk-truk
pengangkut TBS.
Peluang Pengembangan Asuransi
Pertanian di Indonesia
Sebagai usaha yang penuh risiko, pertanian perlu mendapat
perlindungan dari peluang kegagalan. Salah satu alternatifnya adalah
dengan menerapkan asuransi pertanian. Meskipun pelaksanaannya
cukup sulit, bukan berarti tidak ada harapan. Beberapa negara telah
menerapkan asuransi pertanian dan terbukti sukses.
P
ertanian merupakan salah satu
usaha yang rawan terhadap
dampak negatif perubahan iklim,
seperti banjir dan kekeringan yang
dapat menyebabkan gagal panen.
Jika tidak diantisipasi dengan tepat,
16
hal ini berpotensi melemahkan motivasi petani untuk mengembangkan
usaha tani, bahkan dapat mengancaman ketahanan pangan.
Kemampuan petani beradaptasi terhadap perubahan iklim ter-
Petani kelapa sawit (sementara) tertolong dari petaka dampak
krisis finansial global. Setidaknya
itulah yang terjadi pada satu setengah bulan memasuki tahun
2009. Kenapa ada sementaranya?
Kata sementara beralasan karena
krisis finansial global masih berlangsung, musim dingin di Eropa
juga akan berakhir, kisruh harga
(subsidi) biodiesel yang berkembang
akhir-akhir ini, masalah perdagangan internasional dengan
negara-negara pengimpor CPO belum sepenuhnya beres sementara
pasar baru belum tembus, dan
prospek pengembangan infrastruktur tidak ditangani oleh departemen teknis, walaupun dana
tersedia. Jadi, perbaikan harga
tetap mengandalkan pada faktor
eksternal, krisis finansial dapat
diatasi oleh semua negara secara
bersamaan, semoga (Bambang
Dradjat) .
Untuk informasi lebih lanjut
hubungi :
Sekretariat Lembaga Riset
Perkebunan Indonesia
Jalan Salak No. 1A Bogor 16151
Telepon : 0251-8333088/89
Faksimile : 0251-8315985
E-mail
: [email protected]
kendala oleh modal, penguasaan
teknologi, dan akses pasar. Pendekatan konvensional dengan menerapkan salah satu atau kombinasi
strategi produksi, pemasaran, finansial, dan pemanfaatan kredit informal diperkirakan kurang efektif. Oleh
karena itu diperlukan sistem proteksi melalui pengembangan asuransi pertanian terutama untuk padi.
Asuransi Pertanian di Beberapa
Negara
Di negara-negara maju seperti
Amerika Serikat, Jepang, dan beberapa negara Eropa, asuransi
pertanian berkembang pesat dan
efektif untuk melindungi petani.
Oleh karena itu, asuransi pertanian
termasuk salah satu strategi untuk
beradaptasi terhadap perubahan
iklim. Kondisi ini berbeda dengan di
negara berkembang. Perkembangan asuransi pertanian beragam dan
belum menampakkan hasil yang
memuaskan. Di Taiwan, asuransi
pertanian berkembang dengan
baik; di India, Bangladesh, dan Filipina perkembangannya lambat,
sedangkan di Thailand kurang berkembang.
Di Indonesia, asuransi pertanian belum terwujud, meskipun
sejak tahun 1982-1998 telah tiga
kali (1982, 1984, dan 1985) dibentuk Kelompok Kerja Persiapan
Pengembangan Asuransi Panen.
Pada tahun 1999, pengembangan
asuransi pertanian dicanangkan
lagi. Pembahasan serius telah
dilakukan, tetapi untuk melangkah
ke tahap implementasi perlu pertimbangan yang matang. Dibutuhkan berbagai masukan untuk merumuskan kebijakan, strategi,
program, perintisan, dan instrumen
kelembagaan yang sesuai dengan
strategi pengembangan.
2.
3.
4.
5.
Risiko Usaha Tani Padi dan
Kebutuhan Asuransi Pertanian
Secara tradisional, petani telah
mengembangkan pendekatan praktis untuk mengatasi risiko, baik
secara individual maupun berkelompok. Menyimpan sebagian hasil
panen padi dalam lumbung, menanam umbi-umbian di pekarangan
atau ladang, dan memelihara ternak adalah cara-cara praktis yang
lazim ditempuh untuk mengatasi
risiko usaha tani. Hal seperti ini
bukan hanya terjadi di Indonesia,
tetapi juga di negara lain seperti
India, Tanzania, dan El Salvador.
Dalam menghadapi risiko, petani menerapkan strategi yang
berbeda-beda. Umumnya, mereka
menerapkan satu atau kombinasi
dari beberapa strategi berikut:
1 . Strategi produksi, mencakup diversifikasi atau memilih usaha
tani yang pembiayaan dan atau
pengelolaan produksinya flek-
sibel. Petani Indonesia umumnya
menerapkan strategi diversifikasi usaha tani.
Strategi pemasaran, misalnya
menjual hasil panen secara berangsur, memanfaatkan sistem
kontrak untuk penjualan produk
yang akan dihasilkan, dan melakukan perjanjian harga antara
petani dan pembeli untuk hasil
panen yang akan datang. Upaya
yang banyak dilakukan petani
Indonesia adalah dengan cara
menjual hasil panen secara
berangsur.
Strategi finansial, mencakup
melakukan pencadangan dana
yang cukup, melakukan investasi pada kegiatan berdaya hasil
tinggi, dan membuat proyeksi
arus tunai berdasarkan perkiraan biaya produksi, harga jual
produk, dan produksi. Di Indonesia strategi ini belum populer.
Pemanfaatan kredit informal,
seperti meminjam uang atau
barang kebutuhan pokok dari
pedagang atau pemilik modal
perorangan. Strategi ini banyak
diterapkan petani kecil di Indonesia.
Menjadi peserta asuransi pertanian untuk menutup kerugian
yang diperkirakan akan terjadi.
Strategi ini banyak ditempuh
oleh petani di negara maju dan
sebagian petani di negara berkembang. Di Indonesia, asuransi
pertanian formal belum berkemkan.
Meskipun beberapa strategi
tersebut telah diterapkan oleh
sebagian petani, mereka masih sulit
mengatasi risiko berusaha tani.
Oleh karena itu diperlukan strategi
lain yang sistematis, misalnya
melalui asuransi pertanian, suatu
lembaga ekonomi yang berfungsi
untuk mengelola risiko yang dihadapi petani. Tujuannya adalah: (1)
menstabilkan pendapatan petani
dengan mengurangi kerugian karena kehilangan hasil; (2) merangsang
petani mengadopsi teknologi yang
dapat meningkatkan produksi dan
efisiensi penggunaan sumber daya;
dan (3) mengurangi risiko yang
dihadapi lembaga perkreditan
pertanian dan meningkatkan akses
petani ke lembaga tersebut.
Rancang Bangun Skim Asuransi
Pertanian
Pengembangan asuransi pertanian
perlu mempertimbangkan tujuan
dan prinsip pengembangan lembaga
asuransi pertanian, perilaku petani
dalam menghadapi risiko, dan prasyarat yang harus dipenuhi untuk
bekerjanya sistem asuransi pertanian. Dalam praktek, pengembangan asuransi pertanian di Indonesia
perlu memperhatikan tiga hal berikut: (1) pengambilan keputusan
oleh sebagian besar petani tidak
hanya mempertimbangkan faktor
ekonomi tetapi juga sosial budaya;
(2) sebagian besar usaha tani
berskala kecil dan sering kali sebagai usaha sambilan; dan (3) usaha tani umumnya terpencar dengan pola tanam yang beragam.
Kesemua itu akan mempengaruhi
biaya operasional asuransi pertanian.
Ada sembilan unsur kunci yang
menentukan efektivitas, kelancaran
operasional, dan keberlanjutan
sistem asuransi pertanian, yaitu:
1 . Petani sasaran; dalam arti apakah sasarannya petani tertentu
berdasarkan kategori skala usaha, partisipasi dalam lembaga
perkreditan, status garapan,
dan sebagainya. Untuk kasus
usaha tani padi lebih layak tidak
dilakukan pemilahan berdasarkan tiga kategori tersebut.
2 . Cakupan komoditas usaha tani;
untuk semua komoditas atau
komoditas tertentu. Berpijak
pada kondisi yang ada, tampaknya lebih layak mengembangkan asuransi pertanian
untuk komoditas tertentu, khususnya padi.
3 . Cakupan asuransi. Dalam konteks ini, yang utama adalah
kaitannya dengan nilai jaminan
dan penentuan kerugian. Faktorfaktor yang diperhitungkan
dalam penilaian jaminan dan penentuan kerugian lazimnya dikaitkan dengan peluang terjadinya klaim dan kesanggupan
17
petani membayar premi yang
dikaitkan dengan kompensasi
yang dinikmati petani dalam
menjalankan usaha tani.
4 . Nilai premi dan prosedur pengumpulannya. Dalam hal ini
perlu dipertimbangkan aspek
yang mempengaruhi kelayakan
finansial asuransi pertanian dan
kebijakan pemerintah dalam pengembangan produksi pangan.
5 . Mekanisme penyesuaian kerugian. Penentuan mekanisme
penyesuaian kerugian harus
memperhitungkan struktur biaya kelembagaan asuransi pertanian maupun struktur biaya
dan risiko usaha tani. Informasi
dan data yang dibutuhkan dalam
merancang mekanisme penyesuaian kerugian dapat diperoleh
melalui survei yang disempurnakan berdasarkan hasil
penelitian dengan pendekatan
kaji tindak.
6 . Struktur organisasi terkait dengan skim yang dipilih. Jika
berbentuk BUMN, persoalan
yang berkaitan dengan aspek
property right harus disesuaikan
dengan kerangka hukum yang
berlaku. Di tingkat operasional,
struktur organisasi yang dibentuk harus pula memperhatikan
eksistensi kelembagaan di ting-
kat petani yang relevan dengan
asuransi pertanian.
7 . Skim pendanaan. Jika bentuk
badan usaha yang dipilih adalah
BUMN maka kebijakan pemerintah yang diberlakukan untuk
badan-badan usaha milik negara akan berlaku pula sebagai
acuan dalam skim pendanaan
asuransi pertanian. Modifikasi
mungkin diperlukan terkait dengan keunikan sistem asuransi
pertanian.
8 . Susunan penjaminan ulang.
Secara teknis, susunan penjaminan ulang harus diputuskan
sejak kelembagaan asuransi
pertanian akan didirikan. Meskipun demikian, modifikasi dan
penyempurnaan
diperlukan
berdasarkan hasil evaluasi dan
pemantauan.
9 . Komunikasi dengan petani. Di
antara sembilan unsur kunci
dalam skim asuransi pertanian,
komunikasi dengan petani adalah yang paling penting. Pengembangan sistem komunikasi perlu memperhatikan kelembagaan lokal. Jika pendekatan yang ditempuh adalah kelompok tani sehamparan maka penguatan kelompok tani merupakan syarat mutlak. Peningkatan kemampuan kelompok
tani dalam pencatatan kegiatan
usaha tani diperlukan dalam
upaya menekan biaya operasional asuransi pertanian. Dalam
hal ini peran PPL sangat strategis untuk menjembatani kepentingan pihak asuransi dan petani.
Selain sembilan unsur kunci
tersebut, ada prasyarat esensial
lain yang perlu mendapat perhatian
khusus, yaitu: (1) ketersediaan
pangkalan data yang memadai; (2)
ketersediaan personal yang terlatih; (3) pemantauan; dan (4) arus
informasi, teknologi, dan gagasan
untuk penyempurnaan. Dengan
terpenuhinya syarat-syarat tersebut diharapkan cita-cita pembentukan lembaga asuransi pertanian
di Indonesia dalam upaya melindungi usaha petani bisa terwujud
(PSE-KP).
Untuk informasi lebih lanjut
hubungi:
Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan
Kebijakan Pertanian
Jalan Ahmad Yani No. 70
Bogor 16161
Telepon : (0251) 8 3 3 3 9 6 4
Faksimile : (0251) 8 3 1 4 4 9 6
E-mail
: [email protected]
Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 31, No. 2, 2009
Domba Garut dalam Telaahan Ilmiah
Dalam upaya memanfaatkan dan melestarikan sumber daya genetik
ternak lokal, domba Priangan atau lebih dikenal sebagai domba Garut
telah lama dibudidayakan oleh masyarakat di Jawa Barat.
Sejalan dengan makin digemarinya ternak ini oleh masyarakat,
Balai Penelitian Ternak melakukan penelitian untuk
meningkatkan manfaat domba Garut
sebagai sumber daging.
M
erkens dan Soemirat dalam
artikel yang berjudul “Sumbangan Pengetahuan tentang
Peternakan Domba di Indonesia”
yang dimuat dalam buku Domba
dan Kambing, mengemukakan pada
tahun 1864 Pemerintah Hindia
Belanda memasukkan beberapa
18
ekor domba Merino. Pada tahun
1869 domba tersebut di bawa ke
Kabupaten Garut, dan secara
bertahap disebarkan ke beberapa
penggemar domba. Domba Merino
juga disebarkan ke daerah lain,
seperti Sumedang dan Bandung.
Dalam perjalanannya, terjadi per-
silangan yang berlangsung terusmenerus antara domba Merino dan
domba lokal dari daerah Cibuluh dan
Wanaraja Kabupaten Garut, dan
domba Kapstaad. Persilangan tanpa rencana dan tanpa arah ini
menghasilkan satu sumber daya
genetik domba yang khas, yaitu
memiliki kombinasi telinga rumpung
(rudimenter) dengan ukuran lebih
kecil dari 4 cm atau menyerupai
bentuk daun kacang gude dengan
ukuran 4-8 cm. Domba ini berekor
seperti ekor tikus atau ekor babi
hutan dengan warna wol dominan
hitam pada bagian muka.
Domba Garut pada awalnya
bersifat agresif sehingga pada
tahun 1905-1970 berkembang
menjadi domba adu dan terkenal
dengan adu domba. Istilah adu
Download