5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tridax

advertisement
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Tridax procumbens L.
a. Klasifikasi
Klasifikasi dari tumbuhan T. procumbens menurut Steenis (1997)
yaitu:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Asterales
Famili
: Asteraceae
Genus
: Tridax
Spesies
: Tridax procumbens L.
Gambar 1. Tridax procumbens L.
6
b. Morfologi
Herba menahun, dengan akar tombak dan menjalar pada pangkalnya.
Batang tegak serong ke atas, 0,2 – 0,8 m, bercabang, bulat, sering keunguan,
berambut panjang. Daun oppositus, bertangkai, helaian lanceolatus sampai
ovatus, tepi bergerigi kasar hingga berlekuk menyirip dan permukaan
berambut.
Bunga
letaknya
terminalis
(di
ujung).
Termasuk
bunga
inflorescentia cymosa (majemuk berbatas) dengan tipe dichasium (anak
payung menggarpu). Tangkai bunga berambut. Buah keras bersegi, coklat tua
atau hitam (Holm et al., 1996; Anonim, 2008; Steenis, 1997).
Menurut Holm et al. (1996) T. procumbens muncul sepanjang daerah
tropis dan subtropis di dunia dan sering ditemukan dalam panen tahunan, tepi
jalan, padang rumput, tanah yang dibajak dan lahan pembuangan, dan kadangkadang pada tanaman hias. Tumbuhan ini sebenarnya dapat beradaptasi
dengan baik pada tekstur tanah di daerah tropikal dan ditemukan di atas
permukaan laut sampai 1000 m. Distribusinya secara luas dan penting sebagai
gulma karena penyebaran batangnya dan kemelimpahan produksi benihnya.
c. Kandungan kimia dan kegunaan.
Saat ini diketahui terdapat 3 zat aktif pada T.
procumbens di
antaranya: flavonoid tanin yang bersifat menyejukkan dan menghilangkan
rasa nyeri rematik pada tulang dan pinggang; saponin tanin yang berguna anti
radang, anti biotik, peluruh kencing, pereda sakit dan penurunan asam urat;
flavonoid saponin yang bersifat analgesik yaitu meredakan rasa sakit dan
7
nyeri. Flavonoid baru (procumbenetin) belakangan telah diisolasi dari
daunnya
dan
merupakan
3,6-dimethoxy
-
5,
7,
2',
3',
4'
-
pentahydroxyflavone7 – O – beta -D-glucopyranoside. Sedangkan bunganya
mengandung steroidal saponin yaitu beta sitosterol 3-O-beta-D-xylopiranoside
(Anonim, 2008).
Para peneliti telah melaporkan adanya senyawa dexamethasone
!"#$ %&' ) !*$ !"#$ %&' +-sitosterol dan quercetin dalam tumbuhan ini. Selain
itu, flavonones, glikosida, polisakarida, dan monosakarida telah diisolasi dari
tumbuhan ini (Salahdeen et al., 2004; Saxena et al., 2005). Menurut penelitian
Cahyono dkk (1992), tiga golongan sub flavonoid telah di isolasi ekstrak dari
etil asetat dan diperkirakan dua diantaranya yaitu flavonol dan flavon.
T. procumbens memiliki berbagai efek farmakologi dan aktivitas
antimikroba melawan bakteri gram positif dan bakteri gram negatif, dan
merangsang penyembuhan luka. Daun dari tumbuhan ini digunakan untuk
treatment bronchial catarrh, disentri, diarrhoea dan untuk mencegah
kerontokan pada rambut. Selain itu, juice dari daunnya juga memiliki
kegunaan sebagai antiseptik, insectisidal dan parasitisidal. Ekstrak airnya
memiliki aksi depressant pada respirasi. (Salahdeen et al, 2004; Saxena et al,
2005).
2. Alelopati
Tumbuhan menghasilkan jenis metabolit yang dapat meracuni tumbuhan
lain yang tumbuh disekitarnya. Senyawa tersebut dapat meracuni kecambah
8
tanaman ataupun tumbuhan dewasa bila konsentrasinya cukup tinggi. Senyawa
beracun tersebut disebut sebagai alelokemik, dan proses penghambatan
perkecambahan dan pertumbuhan tanaman lain didekatnya merupakan peristiwa
alelopati (Rice, 1984).
Alelopati adalah pengaruh negatif satu jenis tumbuhan tingkat tinggi
terhadap perkecambahan, pertumbuhan, dan pembuahan tanaman melalui
senyawa kimia yang dilepaskan ke lingkungan (Molisch dalam Rice, 1984).
Fenomena alelopati meliputi semua jenis interaksi kimia antara tumbuhan dan
mikroorganisme. Beratus-ratus senyawa organik (alelokemi) dilepaskan dari
tumbuhan dan mikroba diketahui dapat mempengaruhi pertumbuhan dan fungsi
tumbuhan yang terkena pengaruh alelopati (Einhellig, 1995). Potensi alelopati
didefinisikan sebagai aktivitas penghambatan tumbuh suatu tumbuhan terhadap
tumbuhan yang lain, dapat terjadi diantara spesies tumbuhan, diantara kultivar
pada spesies yang sama, dan diantara bagian tumbuhan pada kultivar yang sama
(Ben et al., 1995).
Mekanisme pengaruh alelokemi terhadap pertumbuhan dan perkembangan
organisme (khususnya tumbuhan) sasaran melalui serangkaian proses yang cukup
kompleks, namun proses tersebut diawali di membran plasma dengan terjadinya
kekacauan struktur, modifikasi saluran membran, atau hilangnya fungsi enzim
ATP-ase. Hal ini akan berpengaruh terhadap penyerapan dan konsentrasi ion dan
air yang kemudian mempengaruhi pembukaan stomata dan proses fotosintesis.
Hambatan berikutnya mungkin terjadi dalam proses sintesis protein, pigmen dan
9
senyawa karbon lain, serta aktivitas beberapa fitohormon. Sebagian atau seluruh
hambatan tersebut kemudian bermuara pada terganggunya pembelahan dan
pembesaran sel yang akhirnya menghambat pertumbuhan dan perkembangan
tumbuhan sasaran (Rahayu, 2003)
Senyawa-senyawa kimia yang mempunyai potensi alelopati dapat
ditemukan di setiap organ tumbuhan, antara lain terdapat pada daun, batang, akar,
rhizoma, buah, biji, dan umbi serta bagian-bagian tumbuhan yang membusuk.
Umumnya senyawa yang dikeluarkan adalah dari golongan fenol (Sukman &
Yakup, 2002). Pelepasan alelokemi pada stadium tertentu dan kadarnya
dipengaruhi oleh stres biotik dan abiotik (Rice, 1984). Sastroutomo (1990)
menyatakan bahwa senyawa alelokimia dilepaskan ke lingkungan melalui 4 jalur,
yaitu melalui eksudat akar, pelindihan dekomposisi produk, senyawa yang mudah
menguap, dan pelepasan senyawa toksik.
Rice (1984) menambahkan senyawa alelokemi dibagi dalam 4 kelompok
berdasarkan tipe tumbuhan yang memproduksi dan yang dipengaruhi, yaitu:
a. Kolin
: dihasilkan tumbuhan tinggi dan mempengaruhi tumbuhan tinggi
b. Fitonsid
: dihasilkan tumbuhan tinggi dan mempengaruhi organisme
c. Marasmin : dihasilkan mikroorganisme dan mempengaruhi tumbuhan tinggi
d. Antibiotik : dihasilkan mikroorganisme dan mempengaruhi tumbuhan tinggi.
Duke dalam Moenandir (1993a) telah menggolongkan beberapa zat yang
dapat bertindak sebagai alelopati antara lain:
10
a. Gas-gas beracun.
Sianogenesis merupakan suatu reaksi hidrolisis yang membebaskan gugus
HCN. Sianida menghambat perkecambahan biji-biji dan pertumbuhan akar.
Demikian halnya dengan gas NH3 yang dapat menghambat perkecambahan.
b. Asam organik dan aldehida.
Asam malat dan sitrat yang merupakan cairan buah dan tanaman secara umum
dapat menghambat perkecambahan. Misalnya asam trikarboksilat dari
Sorghum bicolor bersifat racun pada sisa tanamannya. Sedangkan
aseltadehida dapat menghambat perkecambahan biji.
c. Asam aromatik.
Beberapa zat kimia tergolong pada senyawa alelopati, yang berasal dari residu
tanaman dalam tanah seperti jagung, sorghum dan gandum mengeluarkan
racun tanah, ialah asam vanilat, siringat dan p-hidroksibenzoat. Turunan asam
sinamat adalah asam khlorogenik, p-kumarat, ferulat dan kafeat. Gugusan ini
mungkin keturunan dari fenil alanil asam amino aromatik atau tirosin lewat
lintasan asam shikimat. Prunus persica yang telah membusuk bagian-bagian
tanamannya menghasilkan benzaldehida.
d. Lakton tak jenuh sederhana.
Asam parasorbat dari buah Sorbus ancuparia merupakan lakton sederhana
yang dapat menghambat perkecambahan biji Lepidium.
11
e. Kumarin.
Kumarin berupa lakton dari asam o-hidroksisinamat adalah penghambat
perkecambahan biji, yang sering dihasilkan dari biji legum dan serealia.
f. Kinon.
Juglon (5-hidroksinaftakinon) berasal dari Juglans nigra sangat beracun pada
tanaman tomat, apel dan Medicago sativa. Senyawa alelopati itu dapat berasal
dari akar, kulit, kayu, daun dan buahnya.
g. Flavonoida.
Florizina (6-glukosida dari floretin) yang berasal dari akar apel (Malus
sylvestris)
merupakan
golongan
flavonoida
yang
bertindak
sebagai
penghambat. Flavonoida ini dikenal sebagai penghambat dari akar kecambah
biji apel dan perkembangan biji pada umumnya serta bakteria nitrifikasi.
h. Tanin.
Tanin yang mudah terhidrolisasikan merupakan senyawa alelopati yang
menghambat perkecambahan biji, bakteria nitrifikasi dan fiksasi nitrogen.
i. Alkaloida.
Biji-biji yang berkecambah dari tanaman Nicotiana tabacum, Coffea arabica,
Theobroma cacao dapat diikat oleh adanya gugusan alkaloida ini, kokain,
kafein, lekinin, khinkhonin dan kodein.
12
j. Terpenoida dan steroida
Spesies Salvia menghasilkan zat penghambat dari gugusan ini seperti kamfer
,-& .%&#$ - /-0%&#&# ,-& +-pinene. Sedangkan gugusan steroida seperti
digitoksigenin dan strofantidin merupakan racun bagi kegiatan anti mikroba.
Hasil penelitian Anaya et al. (1995) menunjukkan bahwa kandungan
senyawa asam sinamik dan asam benzoit seperti juga kumarin dan flavonoid akan
mempengaruhi proses fisiologi tumbuhan tingkat tinggi. Fitter and Hay (1998)
menambahkan asam fenolat yang merupakan produk pemecahan umum, sebagai
contoh lignin sangat menghambat pengambilan fosfat dan kalium. Oleh karena
itu, mungkin bahwa asam fenolat dapat bekerja mempengaruhi fungsi membran.
Terpene yang mudah menguap juga dapat menghambat pembelahan sel.
Pada beberapa percobaan, senyawa alelokimia dapat juga sebagai pemicu
pertumbuhan tanaman ketika konsentrasinya relatif rendah. Asam sinamat, asam
ferulat, p-asam kumarat dan fenil propanoid terlibat dalam lignifikasi. Asam
salisilat berperan sebagai signal pengaktifan sistem pertahanan tumbuhan ketika
ada serangan virus atau jamur. Hal ini merupakan pengaturan produktivitas
tanaman tanpa memberikan efek yang membahayakan bagi pertumbuhan
(Einhellig, 1995).
Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi alelopati tergantung pada
lingkungan tempat tumbuhnya. Kekurangan ketersediaan air, temperatur tinggi
atau rendah dapat mempengaruhi produksi alelokimia. Cahaya ultraviolet sangat
meningkatkan produksi substansi alelokimia, seperti kadar asam khlorogenik
13
pada tembakau dapat meningkat enam kali. Demikian pula halnya hari panjang
meningkatkan kadar asam fenolat dan terpen pada beberapa tanaman. Intensitas,
mutu dan lama cahaya dapat mempengaruhi pembentuk substansi itu, seperti
tanaman tembakau yang dikenai cahaya merah dapat membentuk alkaloida lebih
banyak dan sedikit fenolat. Demikian pula bila terjadi defisiensi nutrisi mineral
dan kekurangan air maka asam khlorogenik dari sebagian besar tumbuhan
ditingkatkan dan beberapa saja yang menurun (pada defisiensi Mg dan K). Selain
itu, akibat penggunaan herbisida dan senyawa penghambat pertumbuhan lainnya
juga dapat menaikkan produksi senyawa derivat alelokemi (Moenandir, 1993a;
Sastroutomo, 1990).
3. Gulma
Gulma merupakan golongan tumbuhan yang hidup di tempat yang tidak
diperlukan dan umumnya tidak memiliki nilai ekonomi. Tumbuh-tumbuhan yang
tergolong dalam kelompok gulma mempunyai sifat-sifat istimewa, yaitu toleran
terhadap perubahan lingkungan, menghasilkan biji yang banyak dan mempunyai
daya saing yang tinggi (Sahid, 2001).
Kehadiran gulma (yang juga merupakan tumbuhan) disekitar tanaman
budidaya tidak dapat dielakkan, terutama bila lahan pertanaman tersebut tak
dikendalikan. Sebagai tumbuhan, gulma juga memerlukan persyaratan tumbuh
seperti halnya tanaman lainnya, misalnya kebutuhan akan cahaya, nutrisi, air, gas
CO2 dan gas lainnya. Persyaratan tumbuh yang sama atau hampir sama bagi
gulma dan tanaman dapat mengakibatkan terjadinya asosiasi gulma di sekitar
14
tanaman budidaya. Gulma yang berasosiasi ini akan saling memperebutkan
bahan-bahan yang dibutuhkannya, apalagi bila jumlahnya sangat terbatas bagi
keduanya (Moenandir, 1993a)
Gulma yang selalu tumbuh disekitar pertanaman (crop) mengakibatkan
penurunan laju pertumbuhan serta hasil akhir. Adanya gulma tersebut
membahayakan bagi kelangsungan pertumbuhan dan menghalangi tercapainya
sasaran produksi pertanaman pada umumnya. Usaha manusia dalam mengatasi
hal tersebut dapat berupa pemberantasan atau pengendalian, tergantung pada
keadaan tanaman, tujuan bertanam dan biaya (Moenandir, 1993b)
Kehadiran gulma tidak setiap saat berpengaruh negatif terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman. Hadirnya gulma pada periode permulaan
siklus hidup tanaman dan pada periode menjelang panen tidak berpengaruh atau
hanya berpengaruh kecil terhadap produksi tanaman. Akan tetapi diantara dua
periode tersebut tanaman peka terhadap gulma. Hal ini dinyatakan sebagai
periode kritis persaingan gulma (critical period of weed competition). Periode
kritis prinsipnya merupakan saat suatu pertanaman berada pada kondisi yang peka
terhadap lingkungan terutama unsur hara, air, cahaya, dan ruang tumbuh. Bila
gulma tumbuh dan mengganggu pertanaman pada periode kritis tersebut maka
tanaman akan kalah bersaing dalam hal penggunaan unsur-unsur yang diperlukan
untuk pertumbuhannnya sehingga pertumbuhan tanaman terhambat, yang pada
akhirnya akan menurunkan produksi tanaman (Sukman dan Yakup, 2002).
15
Pengendalian gulma ada yang dengan mempergunakan bahan kimia
(herbisida) dan yang tidak mempergunakan herbisida, misalnya secara mekanik,
lingkungan, kultur teknik dan yang paling akhir dipergunakan jasad lain.
Pengendalian gulma dengan menggunakan herbisida yang terus-menerus dapat
mengakibatkan gulma menjadi toleran pada suatu jenis herbisida tertentu dan
bahkan dapat menjadi resisten. Karenanya penggunaan dosis tepat perlu
dipertimbangkan (Moenandir, 1993a). Selain itu, pemakaian herbisida buatan
memang dapat menekan jumlah gulma, namun disisi lain kualitas tanah akan
menurun, tanaman tidak akan bertahan lama, menimbulkan polusi, dan terjadi
aktivitas mutagen. Dengan timbulnya beberapa kerugian ini, maka dicari alternatif
lain dalam pengelolaan gulma, yaitu dengan alelopati yang mempelajari interaksi
biokimia antara tanaman, meliputi pengaruh positif dan negatifnya. Dengan
memakai konsep alelopati ini maka akan diperoleh alternatif lain dalam strategi
pengelolaan gulma yang tepat (Macias, 1995).
4. Amaranthus spinosus L. (bayam duri).
a. Klasifikasi
Menurut Tjitrosoepomo (1994), tanaman bayam duri dalam taksonomi
tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Caryophyllales (Centrospermae)
16
Famili
: Amaranthaceae
Genus
: Amaranthus
Spesies
: Amaranthus spinosus L.
Download