HO_18_MENGENAL_NEGARA_INGGRIS

advertisement
MENGENAL NEGARA INGGRIS
A. Gambaran Umum Negara Inggris
Inggris adalah negara terbesar dan terpadat penduduknya dari negara-negara
yang membentuk Persatuan Kerajaan Britania Raya dan Irlandia Utara (United
kingdom of Great Britain and Northern Ireland). Negara-negara lainnya adalah
Skotlandia, wales dan Irlandia Utara. Seringkali nama Inggris dipakai untuk
menyebut keseluruhan negara ini. Inggris yang wilayahnya meliputi 2/3 pulau
Britania, berbatasan dengan Skotlandia di sebelah utara dan dengan Wales di sebelah
barat. Berbeda dengan Skotlandia, Wales dan Irlandia Utara, Inggris tidak memiliki
pemerintahan dan parlemen lokal (setingkat DPRD) sendiri.
Wilayah (region) negara Inggris terdiri dari 9 negara bagian, yaitu Greater
London (London raya), North East England, North West England, Yorkshire and the
Humber, West Midlands, East Mislands, East of England, South West England, dan
South East England.
Profil negara Inggris
Nama Asli
: The United Kingdom of Great Britain and North Ireland
Luas Wilayah
: 249.978 Km2
Bentuk Negara
: Federal
Kepala Negara
: Raja/Ratu
Kepala Pemerintahan : Perdana Menteri
Ibukota
: London
Agama
: Gereja Inggris 55%, Protestan, Katolik, Islam dll
Bahasa Nasional
: Inggris
Mata Uang
: Poundsterling
Lagu Kebangsaan
: God Save The Queen
Hasil Tani
: Padi-padian, gula, bit, buah-buahan dan sayuran
Sumber Alam
: Batu bara, timah, minyak, gas, besi, kapur, gip, silika
Industri
: baja, Kendaraan bermotor, metal, kapal
Sebenarnya Inggris merupakan bagian dari Kerajaan Bersatu Britania Raya
dan Irlandia Utara (bahasa Inggris : United Kingdom of Great Britain and Northern
Ireland ) atau yang lebih dikenal sebagai Britania Raya. Di mana Inggris merupakan
bagian daripada Britania Raya yang merupakan sebuah negara kepulauan di Eropa
Barat di antara Laut Utara dan samudra atlantik. Britania Raya yang merupakan
terjemahan dari bahasa Inggris Great Britain bisa dikatakan merupakan Negara
Federal yang terdiri dari Inggris, Skotlandia dan Wales bersama-sama dengan Irlandia
Utara. Keempat negara bagian ini membentuk negara yang disebut sebagau United
Kingdom of Great Britain and Northern Ireland (secara harfiah dalam bahasa
Indonesia : “Kerajaan Serikat Britania Raya dan Irlandia Utara “). Dari keempat
negara bagian ini, Inggrislah yang paling penting sehingga di Indonesia negara ini
disebut dengan nama ini meskipun ini hanyalah sebagian saja. Selain keempat negara
bagian ini, Britania Raya juga memuat Pulau Man, Kepulauan Channel seperti
Guernsey, Jersey, Alderney dan Sark. Daerah-daerah ini secara pemerintahan bukan
bagian dari Britania Raya tetapi mungkin lebih tepat disebut sebagai jajahan
meskipun jaraknya sungguh dekat.
Sebagian besar negara Inggris terdiri dari dataran rendah. Kota besar di
Inggris, yaitu London, Birmingham, Manchester, Leeds, Sheffield, Liverpool, Bristol,
Nottingham, Leicester, dan Newcastle upon Tyne.
B. Suku-Suku Iberia dan Suku Suku Kelt
Kepulauan Britania sudah dihuni manusia ribuan tahun sebelum tarikh
Masehi. Diperkirakan bahwa penduduk zaman purba ini merupakan campuran
berbagai ras, namun yang dominan ialah mereka yang berambut kehitam-hitaman
sehingga untuk mudahnya mereka sering disebut orang-orang “Iberia”. Mungkin
dalam diri banyak orang inggris sekarang, dan terlebih-lebih di antara orang-orang
Skot dan welsh, masih mengalir darah Iberia.
Di kepulauan Britania itu orang-orang Iberia melampaui berbagai tingkat
perdaban, dari zaman batu sampai ke zaman logam, dan dari tingkat kehidupan
berburu sampai ke tingkat kehidupan bertani secara menetap. Begitupun organisasai
sosial mereka tumbuh dari kelompok-kelompok kecil sampai kepada organisasi yang
cukup besar yang mampu menghasilkan bangunan-bangunan seperti “Maiden
Castle”, yaitu suatu pemukiman yang diperkuat, dan “Stonehenge”, yang terbuat dari
batu-batu besar dan yang diperkirakan merupakan tempat pemujaan.
Kemajuan-kemajuan di atas dapat dicapai penduduk Britania itu berkat
hubungan-hubungan langsung atau tidak langsung dengan orang-orang yang memiliki
perdaban yang lebih tinggi, terutama orang-orang Mesopotamia yang pada zaman itu
adalah pedagang-pedagang termaju di dunia Barat. Beberapa bukti menunjukkan
bahwa hubungan ini sudah ada pada tahun 2500 S.M.
Dari abad ke-7 S.M. sampai abad ke-3 S.M, suku-suku bangsa Kelt yang
mula-mula mendiami Jerman barat-laut dan negeri Belanda bergerak melintasi benua
Eropa ke segala penjuru. Sebagian dari suku-suku ini kemudian menetap di Perancis
dan menjadi unsur utama dalam komposisi penduduk negeri itu. Ada pula yang
sampai ke Italia, Spanyol, dan negeri-negeri Balkan. Sebagian lagi menyebrangi
lautan dan menyerbu kepulauan Britania secara bergelombang. Orang-orang Iberia
yang mendiami kepulauan itu sebagaian ditundukkan atau dimusnahkan dan sebagian
melarikan diri ke daerah-daerah pegunungan di sebelah barat dan utara.
Daerah-daerah Inggris selatan dan tenggara merupakan tempat-tempat di
mana orang Kelt mencapai tingkat kejidupan ekonomi dan kebudayaan yang
tertinggi. Hal ini tidak mengherankan karena daerah-daerah itu sangat baik untuk
pertanian dan peternakan.
C. Inggris Di Bawah Kekuasaan Roma
Pada tahun-tahun 55 dan 54 sebelum masehi balatentara roma menyerbu
Inggris. Tetapi penyerbuan itu belum berakibat dikuasainya Inggris oleh Roma,
karena balatentara itu segera ditarik kembali. Memang waktu itu belum ada rencana
di pihak para pemimpin Roma untuk menduduki Inggris secara tetap. Salah satu
tujuan penyerbuan itu mungkin sekali ada hubungannya dengan usaha penaklukan
Gaul, yaitu Perancis sekarang, yang pada masa itu berpenduduk suku-suku Kelt yang
seperti dikatakan di atas, berhubungan erat dengan orang-orang sesukunya di Inggris
selatan dan tenggara. Dengan memaksa mereka yang di Inggris untuk mengakui
keunggulan balatentara Roma, diharapkan akan lebih mudah untuk menundukkan
mereka yang di Perancis. Dan memang orang-orang gaul tidak saja berhasil
ditundukkan, bahkan sesudah itu juga terserap oleh kebudayaan latin.
Keadaan di atas memudahkan balatentara Roma untuk mencapai kemenangan
pada penyerbuan mereka di Inggris yang mereka lakukan lagi pada tahun 43 Masehi.
Dengan mudah tentara Roma dapat menaklukan sebagian besar Inggris, tetapi mereka
mendapatkan kesulitan tatkala hendak menundukkan suku-suku Kelt yang mendiami
Wales dan Skotlandia. Wales akhirnya dapat dikuasai, tetapi tidak demikian halnya
dengan Skotlandia, di mana suku-suku yang mendiami daerah itu mengadakan
perlawanan demikian hebatnya sehingga tentara Roma hanya mampu sampai di
perbatasan Inggris utara dan membangu tembok pertahanan di sepanjang perbatasan
itu. Selanjutnya tidak ada usaha untuk menduduki Irlandia, sehingga yang dikuasai
kekaisaran Roma hanyalah Inggris serta Wales.
Salah satu pengaruh Roma yang terpenting, dan mungkin merupakan pula satsatunya yang permanen, terhadap orang-orang Kelt ialah agama Kristen yang masuk
ke Inggris dalam abad ke-4. Ketika seratus tahun kemudian balatentara serta pejabatpejabat Roma ditarik kembali ke Roma dan perdaban Roma di Inggris dilanda
kemusnahan, maka yang tetap tegak antara sisa-sisa peninggalan Roma ialah agama
Kristen di antara suku-suku Kelt.
D. Feodalisme Tumbuh Di Inggris
Feodalisme merupakan susunan masyarakat yang umum di Eropa Barat
zaman pertengahan. Sistem ini mulai bentuknya kira-kira dalam abad ke-10, dan
mencapai kejayaannya dua abd berikutnya. Feodalisme bukan hasil perencanaan,
melainkan tumbuh dari keadaan setempat. Oleh karena itu terdapat variasi-variasi dari
tempat ke tempat, namun dalam garis besar tampak adanya persamaan.
Kata feodalisme sesungguhnya berdasarkan kata “feudum”. Dan memang
sebagian besar negara waktu itu diatur menurut azas feodalisme. Dalam tata
masyarakat, prinsip yang menjadi lazim ialah bahwa setiap orang memiliki seorang
tuan (lord) yang wajib ia layani dan dari siapa ia memperoleh perlindungan,
peradilan, dan jaminan penghidupan. Hubungan pribadi antara bawahan dan atasan
merupakan tali pengikat yang mempersatukan seluruh masyarakat, bahkan selueruh
negara.
Demikian secara garis besar feodalisme yang tumbuh di Inggris dalam abad
ke-10 sesuai dengan keadaan dan keperluan pada masa itu. Namun perlu
dikemukakan bahwa pada zaman Anglo-Saxon itu feodalisme di Inggris belum begitu
mantap. Feodalisme di Inggris akan menjadi lebih mantap sesudah negeri itu
ditaklukan oleh Normandia.
E. Lahirnya Parlemen Inggris
Istilah “parliament” yang berarti musyawarah atau diskusi pertama kali
digunakan pada masa pemerintahan Henry III. Pada waktu itu yang dimaksudkan
dengan istilah ini tidak lain adalah “Great Council” (Majelis Agung) yang lama yang
merupakan majelis para “barons” agung dan hamba-hamba raja lainnya yang
dipandang penting. Badan ini bukanlah dewan perwakilan, pun tidak diserahi tugastugas yang digariskan secara tegas. Majelis ini membicarakan segala rupa masalah
dengan raja misalnya politik dalam dan luar negeri, keluhan-keluhan, peradilan,
keuangan, peperangan, dan lain sebagainya yang dipandang cukup penting. Sesudah
bermusyawarah, raja dan majelis itu bertindak. Pada waktu itu belum ada pemisahan
antara eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Suatu hal yang khas dari Inggris ialah golongan-golongan sosial yang diwakili
dalam parlemen ini. Sudah tentu golongan utama zaman itu ialah golongan
bangsawan, sedangkan golongan menengah masih dalam proses menanjak. Keadaan
sosial seperti tercermin dalam parlemen di mana terdapat hubungan erat antara kaum
bangsawan dan golongan menengah merupakan hasil dari beberapa proses yang
sudah pernah kita kemukakan, ialah : peranan aktif yang dipegang para bangsawan
rendahan dalam urusan-urusan negara sehingga mereka harus berhubungan dengan
warga kota.
Para rohaniwan Inggris tidak pernah merupakan golongan tersendiri dalam
parlemen, dan bahkan sebagian di antara mereka secara berangsur-angsur dengan
sukarela menanggalkan hak-haknya untuk duduk dalam dewan itu. Kalau masih ada
sejumlah uskup dan pejabat Gereja lainnya yang duduk dalam parlemen, maka
kehadiran mereka itu kebanyakan hanyalah dalam kedudukannya sebagai penguasa
feodal, dan bukannya mewakili gereja. Selain itu beberapa di antara para rohaniwan
itu menjabat sebagai pejabat-pejabat tinggi kerajaan dan wajib duduk di parlemen.
Tetapi pada azasnya para rohaniwan Inggris dengan sengaja tidak ikut serta secara
aktif dalam kehidupan politik negaranya, hal mana berlainan dengan keadaan di
Perancis di mana para rohaniwan membentuk kelompok dan kekuatan tersendiri
dalam parlemen negara itu.
F. Masalah Keagamaan
Persoalan penting lainnya yang timbul dalam masyarakat Inggris pada abad
ke-14 ialah masalah keagamaan yang sesungguhnya merupakan akibat pertumbuhan
masyarakat itu sendiri.S Selama zaman pertengahan, Gereja boleh disamakan dengan
pengasuh bagi masyarakat Eropa Barat, termasuk Inggris, dalam bidang-bidang
spirituil, moril, intelektuil, dan organisasai serta administrasi kenegaraan. Dalam abad
ke-14 itu Gereja sudah sedemikian jauh pertumbuhannya sehingga ia mulai dapat
berfikir sendiri. Sebenarnya sudah waktunya bagi Gereja Roma untuk menyesuaikan
diri dengan taraf pertumbuhan masyarakat itu, tetapi sebagaimana biasanya,
perubahan sikap.
Di Inggris, pengkritik yang paling berpengaruhs terhadap Gereja Roma ialah
seorang dari kalangan Gereja sendiri, yaitu seorang guru besar Universitas Oxdford,
bernama John Wycliffe. Ia adalah orang pertama di Inggris yang merumuskan dan
mengemukakan teori dasar bagi penolakan terhadap otorits Paus. Selain itu ia
menunjukkan kelemahan-kelemahan dalam tubuh Gereja Roma yang menurut
pendapatnya sebagian besar bersumber pada kekayaan dan kekuasaan duniawi yang
dimiliki banyak rohaniwan waktu itu, dan bahwa cara menghilangkan kelemahankelemahan itu ialah kembali ke cara hidup yang lebih sederhana dan ke ajaran para
imam Kristen yang awal mula. Selanjutnya ia menolak dogma mengenai
“transubstansiasi”, dan menolak pula kebiasaab-kebiasaan keagamaan waktu itu
seperti memuja-muja orang-orang suci serta peninggalan-peninggalan suci.
Gerakan Wycliffe adalah gerakan yang berakar pada Universitas Oxford.
Banyak di antara para pengajar serta mahasiswanya menjadi pengikut Wycliffe atau
setidak-tidaknya setuju dengan sebagian besar ajaran yang dikemukakannya. Tetapi
pada tahun 1282, Edward III melarang gerakan itu dan mengusir pengikutpengikutnya dari Oxford. Pembersihan ini dilakukan berulang-ulang dan diteruskan
semasa pemerintahan Henry IV, sehingga akhirnya berhasil diputuskanlah akar
intelektuil gerakan itu yang tertanam dalam universitas ternama itu. Maka gerakan
Wycliffe menjelma menjadi gerakan evangelis yang dilakukan oleh pengikutpengikutnya yang dikenal sebagai “lollards” yang sebagian besar bergerak di
kalangan rakyat jelata.
G. Kemajuan Ekonomi Dan Pendidikan
Mengingat kekacauan-kekacauan yang terjadi dalam abad ke-15, mungkin
akan terasa aneh bahwa justru dalam abad itu tercapai kemajuan dalan bidang-bidang
ekonomi dan pendidikan. Tetapi demikianlah kenyataannya, karena demoralisasi
politik belum tentu sedemikian rupa pengaruhnya terhadap bidang-bidang kehidupan
yang lainnya sehingga melumpuhkan segala sesuatunya. Selain itu perlu diingat
bahwa di Inggris pernah terjadi Perang Seratus Tahun, yang berpengaruh baik
terhadap perekonomian Inggris, dan bahwa sebagian besar masyarakat Inggris merasa
tidak terlibat dengan pertengkaran-pertengkaran yang terutama menyangkut golongan
bangsawan itu, dan sedapat mungkin menjalankan kehidupan seperti biasa.
Dalam bidang ekonomi pertama-tama perlu kita catat peningkatan produksi
dan ekspor wol yang mendorong para pedagang untuk mencari pasaran baru. Dengan
meningkatnya perdagangan ekspor, meningkat pula pelayaran niaga. Organisasiorganisasi dagang seperti “Merchant Adventurrs” didirikan dan berkembang dan
bahkan memperoleh dukungan pemerintah kerajaan. Maka golongan menengah di
kota-kota bertambah kaya dan meningkat pula pengaruhnya dalam masyarakat dan
kehidupan kenegaraan.
Dalam abad ke-15, kecenderungan atau sikap umum yang dikenal dengan
istilah “Renaissance” mencapai puncaknya di Italia dan sudah mulai berpengaruh
pada Inggris. Sikap ini antara lain ditandai oleh jiwa bebas dan kegairahan untuk
mencari dan menemukan sendiri nilai-nilai yang lebih sesuai bagi kehidupan manusia
di dunia ini. Maka tidak mengherankan bahwa terdapat makin banyak orang yang
mengarahkan minatnya kepada bidang pengetahuan, lebih-lebih pengetahuan tentang
karya-karya Yunani dan Romawi klasik.
Salah satu perwujuadan dari sikap umum di atas ialah bahwa sekolah-sekolah
baru yang didirikan. Serikat-serikat pengusaha sejenis (guilds) dan perorangan
memberikan sumbangan bagi didirikannya rumah-rumah ibadah sekaligus dengan
sekolahnya. Pun sejumlah sekolah didirikan di luar lingkungan Gereja yang kadangkadang dipimpin oleh orang-orang yang awam. Dalam abad ke-15 itu jumlah
“Grammar Schools” (Sekolah lanjutan) di Inggris kurang lebih 200, suatu jumlah
yang tidak kecil bagi zaman itu. Dengan meningkatnya jumlah orang yang pandai
membaca dan menulis, dan dengan makin besarnya minat orang awam pada ilmu
pengetahuan, kesarjanaan bukan lagi merupakan monopoli golongan rohaniwan. Pun
keperluan akan bahan bacaan bertambah besar, keperluan mana dipenuhi berkat usaha
Caxton yang dengan bantuan Edward IV mengusahakan percetakan pertama di
Inggris.
H. Pertumbuhan Ekonomi, Sosial Dan Budaya
Dalam zaman Tudor, Inggris merupakan negeri agraris yang terutama
menghasilkan gandum dan tektil wol. Seperti telah dikemukakan, kaum gentry dan
yeomen yang menguasai sebagaian besar tanah garapan dan tanah gembalaan di
Inggris berhasil meningkatkan produksi hasil bumi dan peternakan dengan cara-cara
yang lebih efisien. Tetapi di damping memberikan hasil positif, cara-cara baru itu
juga mengakibatkan hal-hal negatif, yaitu banyknya petani kecil dan buruh tani yang
kehilangan mata pencaharinnya. Jumlah penganggur yang menggelandang makin
meningkat sehingga pemerintah kerajaan akhirnya terpaksa turun tangan denga
mengambil alih pengurusan orang-orang.
Perdagangan dengan dunia luar, yang merupakan salah satu sumber
kemakmuran terbesar bagi masyarakat zaman Tudor, didominasi oleh perdagangan
tekstil wol. Pun dalam bidang ini Pemerintah nasional melaksanakan kekuasaannya
dengan mengeluaerkan berbagai undang-undang yang bertujuan melindungi usahausaha nasional dan memperbesar surplus neraca perdagangan.
Tidak dapat disangkal bahwa dalam zaman Tudor belum terdapat kebebasan
dalam bidang-bidang politik dan agama, namun di bidang-bidang intelektual dan
arsitek terdapat keleluasaan sepenuhnya. Renaissance dan Reformasi memberikan
rangsangan bagi kegiatan-kegiatan kebudayaan yang pelaksanaannya dimungkinkan
dengan semakin meningkatnya kemakmuran dan keamanan. Dalam bidang
kesusastraan kita jumpai tokoh drama terbesar dalam dunia sastra Inggris, yaitu
william Shakespere.
I. Pertumbuhan Sistem Kabinet
Revolusi Gemilang tahun 1688 menggeser titik berat kekuasaan politik dari
monarki ke parlemen. Namun ini belum berarti bahwa parlemen menjadi satu-satunya
kekuatan politik dalam negara. William of Orange dengan ketenarannya sebagai
diplomat dan militer pasti tidak bersedia menyerahkan semua kekuasaannya kepada
dewan itu. Ia memandang dan memperlakukan parlemen sebagai sekutunya dalam
melaksanakan pemerintahan.
Pada waktu ratu Anne naik tahta kerajaan, kekuasaan yang diwariskan
William kepadanya sesungguhnya masih sangat besar, tetapi itu tidak cukup memiliki
kemauan dan kemampuan untuk memimpin negara. Maka lambat laun menjadi jelas
bahwa kekuasaan politik semaik bergeser ke parlemen, sehingga kebijaksanaan
pemerintahan menjadi lebih tergantung pada kehendak dewan itu daripada kehendak
itu.
Para menteri yang masig-masing diserahi departemen negara diambil dari
anggota-anggota parlemen yang partainya menguasai mayoritas dalam dewan
perwakilan itu. Di samping itu setiap menteri ikut bertnggung jawab terhadap
departemen-departemen secara keseluruhan, dan karenanya ia harus mengetahui dan
ikut menyetujui semua kebijaksanaan departemen-departemen itu. Seandainya ada
yang tidak disetujuinya, maka ia tidak dapat mengkritik secara terbuka, kecuali kalau
ia mengundurkan diri dari jabatan menterinya. Inilah yang dinamakan azas solidaritas
kabinet. Perdana menteri melakukan pengawasan umum terhadap kabinet seluruhnya,
dan dialah akhirnya yang sesungguhnya memerintah negar tatkala kekuasaan raja
menjadi semakin surut. Dialah yang mengkoordinasi dan mempersatukn kabinet, dan
menjaga agar dianut kebijaksanaan umum yang sama dalam semua departemen.
Tetapi seluruh kekuasaan serta wewenangnya tetap diawasi parlemen dan tergantung
dari dukungan dewan perwakilan itu.
Sistim kabinet ini tumbuh secara berangsur-angsur dan merupakan hasil
pemecahan pragmatis dari masalah pemerintahan yang kongkrit dan mendesak, dan
bukannya hasil penetapan teori abstrak. Tidak seorangpun dapat kita tunjuk sebagai
perancang sistim kabinet ini. Tetapi nama Robert Walpoe dapat kita sebut sebagi
penyumbang terbesar bagi pertumbuhan dan pemantapan sistem ini. Ia adalah
perdana mentei selama 21 tahun (1721-1742) semasa pemerintahan George I dan
George II. Ia tidak pernah mengeluarkan peraturan ataupun mengusahakan suatu
landasan hukum bagi sistem kabinet ini, bahkan membuat pernyataan pun tidak.
Walaupun begitu, selama masa tokoh inilah kita melihat sistem kabinet berfungsi dan
menyelesaikan masalah-masalah pemerintahan secara efektif dan efisien. Salah satu
prasyarat bagi bekerjanya sistem ini adalah adanya partai-partai yang mempunyai
organisasai mantap. Dan dalam hal inipun Robert Walpole memberikan sumbangan
besar, walaupun sering dengan cara-cara korup seperti lazimnya masa itu.
J. Ekspansi Jajahan Dan Perdagangan
Jalan-jalan laut yang telah dirintis oleh para pelaut zaman Elizabeth mulai
dimanfaatkan dalam zaman Stuart untuk mendirikan tempat-tempat pemukiman baru
di sebrang lautan untuk memperluas perdagangan. Sudah sejak awal abad ke-17 kaum
pioner Inggris menyebrangi samudra Atlantik mula-mula ke sekitar lautan Karibia
untuk membuka perkebunan-perkebunan dan kemudian ke Amerika Utara untuk
membuka daerah-daerah pertanian. Pemukiman di selatan waktu itu bersifat
ekonomis semata-mata dan dianggap lebih penting daripada yang di utara karena
memproduksi hasil-hasil perkebunan seperti gula, tembakau, dan kapas, yang tidak
dapat dihasilkan di Inggris sendiri. Di tempat-tempat pemukiman baru itu kaum
penetap bebas melakukan ibadah agama sekehendak sdan sepuas hatinya, dan di
samping itu ia memperoleh kesempatan untuk membangun hari depan yang lebih
baik mengingat luasnya tanah subur yang masih ditumbuhi hutan belantara. Motif
agama dan ekonomi ini kemudian juga mendorong kaum katolik Inggris untuk
menetap di berbagai tempat di Amerika Utara, antara lain di Maryland. Sepanjang
abad ke-17, wilayah-wilayah Inggris di benua itu semakin meluas, tetapi saja berkat
kegiatan kaum penetap, tetapi juga karena daerah-daerah yang dahulunya dikuasai
Belanda dan perancis banyak yang jatuh ke tangan Inggris akibat peperangan.S
Selan perluasaan tanah jajahan, peningkatan perdagangan juga menandai
zaman Stuart. Perdagangan luar negeri meluass ke benua-benua Amerika, Afrika, dan
Asia, dan diatur dengan berbagai undang-undang guna menjamin neraca perdagangan
yang menguntungkan Kebijaksanaan perdagangan yang semacam ini lazim disebut
“merkantilisme”. Dalam prakteknya kebijaksanaan ini berupa tindakan-tindakan
sebagai berikut : (1) Sedapat mungkin menghasilkan sendiri segala barang keperluan
atau mengambil dari tanah-tanah jajahan sendiri, (2) Menjual hasil-hasil surplus
kepada negara-negara lain, tetapi membeli sedikit mungkin daripadanya, sehingga
diperoleh neraca perdagangan dan pembayaran yang menguntungkan, keuntungan
mana diwujudkan dalam bentuk emas. Penerapan merkantilisme ini berakibat
pengembangan industri dalam negeri, peningkatan armada niaga, peningkatan armada
perang guna melindunginya, dijadikannya koloni-koloni sebagi daerah-daerah
penghasil
bahan mentah dan daerah-daerah
pemasaran barang jadi,
dan
dikeluarkannya berbagai larangan terhadap negara-negara lain untuk berusaha di
bidang perdagangan dan pengangkutan.
Walaupun terdapat kemajuan pesat di bidang perdagangan dan industri,
masyarakat Inggris abad ke-17 masih bersifat agraris. Sekitar 4/5 penduduk Inggris
masih hidup dari pertanian, dan kekayaan serta martabat seseorang dalam masyarakat
masih diukur dengan luas tanah yang dikuasainya. Maka tidak mengherankan bahwa
kaum “gentry” penguasa tanah (landed gentry) masih merupakan golongan terkuat
dalam masyarakat Inggris masa itu. Tetapi golongan menengah, yaitu para usahawan
di kota-kota walaupun masih merupakan minoritas, sudah menyaingi kedudukan para
tuan tanah dalam masyarakat, lebih-lebih pada masa menjelang akhir abad itu
Golongan bawahan atau rakyat jelata, yang merupakan bagian terbesar penduduk
Inggtris, masih tetap seperti masa yang sudah-sudah dalam arti bahwa mereka tidak
diikutsertakan dalam penentuan kebijaksanaan pemerintahan ataupun ikut menikmati
hasil-hasil kemajuan ekonomi. Parlemen Inggris belum mewakili seluruh bangsa, dan
baru merupakn dewan perwakilan golongan aristokrat dan golongan menengah.
Demokrasi politik dan demokrasi ekonomi masih merupakan konsep-konsep asing.
K. Inggris Dan Revolusi Perancis
Eropa pada masa akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19 didominasi oleh suatu
pergolakan besar, ialah Revolusi Perancis, yang merupakan perpaduan pertumbuhan
kondisi-kondisi obyektif di Perancis dan gagasan-gagasan revolusioner mengenai
kemanusiaan serta keadilan yang disebarluaskan oleh para intelektuil Perancis, seperti
Voltaire, Motesquie, dan Rousseau. Rakyat Perancis yang telah disadarkan bahwa
mereka diperlakukan tidak adil menentang secara radikal kaum penindasnya, yaitu
golongan-golongan bangsawan dan rohaniwan yang selam ini menikmati hak-hak
istimewa yang merupakan ekses kelanjutan sistem feodal. Pada tahun 1789, dengan
dipimpin oleh golongan menengah dengan slogan “Liberte, Egalite, Fraternite”,
mereka mulai bergerak untuk menyapu orde lama, dan dalam proses itu telah
menumbangkan monarki Perancis dan tidak pula dapat menghindarkan ekses-ekses,
sehingga republik baru yang mereka dirikan terjerumus ke dalam perang melawan
hampir semua negara eropa.
Keadaan kacau dan tidak menentu selama 10 tahun memberikan peluang
kepada seorang militer ulung dan ambisius, yaitu Napoleon Bonaparte untuk
mengambil alih pimpinan negara (1799) dan menobatkan diri menjadi kaisar lima
tahun kemudian. Walaupun revolusi telah gagal untuk mewujudkan sepenuhnya
“Kebebasan, Kesamaan, Persaudaraan”, seperti yang diimpikan, namun pergolakan
itu telah berhasil membebaskan golongan-golongan bukan ningrat dan bukan
gerejawan, yaitu golongan-golongan menengah dan bawahan, dari belenggu-belenggu
dan hambatan-hambatan yang diwariskan oleh sistem feodal yang sudah usang.
Tahun-tahun pergolakan itu telah melahirkan tata sosial baru di daratan Eropa di
mana golongan menengah atau “bourgeoisie”.
Keadaan sosial dan politik di Inggris dan perancis sangat berbeda. Di Inggris
perbedaan-perbedaan kepentingan antar golongan, yang merupakan bab utama
revolusi Perancis, tidak pernah tajjam. Pun dalam bidang politik, tidak pernah
terdapat sentralisasi kekuasaan di tangan monarki, walaupun usaha ke arah itu pernah
ada, seperti di Perancis. Di Inggris, kekuatan kaum “gentry” dan golongan menengah
selalu merupakan imbangn terhadap kekuasaan monarki.
L. Efek-Efek sosial Revolusi Industri
Revolusi industri, yang pertama-tama adalah masalah ekonomi, membawa
pula akibat-akibat sosial yang mendalam. Yang tampak jelas ialah perpindahan
penduduk dari desa-desa ke daerah-daerah industri baru yang sebagian besar terletak
di Inggris barat laut. Kita telah mengetahui bahwa daerah-daerah itu pada zaman
Anglo-Saxon dahulu merupakan salah satu pusat pemukiman utma dan merupakan
pula pusat kebudayaan dengan kerajaan-kerajaan kuat seperti Northumberia dan
Mercia, tetapi kemudian surut sebagai akibat serangan-serangan suku-suku viking.
Menjelang akhir abad ke-18, daerah-daerah utara itu untuk pertama kali sejak zaman
Anglo-Saxon sekali lagi merupakan salah satu wilayah terpenting di Inggris, dan
mulai menyaingi daerah-daerah selatan dan tenggara yang subur dan berpenduduk
padat selama berabad-abad merupakan pusat kegiatan ekonomi dan politik.
Pergeseran perimbangan kekuatan sosial dan ekonomi di dalam negeri itu
akan menjadi salah satu sebab utama timbulnya tuntutan-tuntutan peninjauan kembali
pembagian kursi di parlemen. Tetapi selama peperangan Napoleon berlangsung dan
beberapa tahun sesudahnya, para industrialis yang merupakan penguasa-penguasa
baru di daerah-daerah utara itu tidak menantang tata politik dan tata sosial yang ada
dan sudah merasa cukup puas jikalau mereka dapat dengan leluasa mencari dan
menumpuk kekayaan.
Karena tujuan para industrialis pada awal Revolusi Industri itu semata-mata
mencari dan menumpuk kekayaan, maka mereka hanya memperhatikan hal-hal yang
menurut anggapan mereka dapat memperbesar keuntungan. Yang menjadi korban
sikap semacam ini ialah kauam buruh, karena para majikan takut akan kehilangan
sebagian dari keuntungannya jika mereka memperhatikan dan mengusahakan
kesejahteraan kaum pekerjanya.
Selain menghasilkan golongan industrialiss kaya, dan kaum buruh yang
miskin, Revolusi Industri juga menghasilkan suatu kelompok sosial baru, yaitu
kelompok kaum teknisi. Banyak di antara mereka, seperti Stephenson, yaitu pencipta
lokomotif pertama, berasal dari golongan bawahan. Kaum teknisi ini memegang
peranan kunci dalam dunia industri, karena tanpa kemahiran yang mereka miliki
tentunya tidak ada pabrik yang dapat berjalan bahkan berdiri. Karena itu, kaum
teknisi mendapat penghargaan tinggi baik dalam arti materil maupu status sosial.
Walaupun menduduki posisi penting, kelompok ini relatif tenang dan tidak ikut
memainkan perann penting dalam gerakan-gerakan sosial dan politik yang sedang
dan akan terjadi.
Dalam masalah-masalah sosial dan politik yang ditimbulkan oleh revolusi
Industri, golongan-golongan yang akan saling berhadapan terutama adalah golongan
menengah, khususnya kaum majikan usaha-usaha industri, dan kaum buruh. Di satu
pihak berdiri orang-orang kaya, orang-orang yang memiliki modal dan inisiatif untuk
membangun pabrik-pabrik, orang-orang yang berani bertaruh demi keuntungan besar,
orang-orang yang atas usaha sendiri telah berhasil meningkatkan status sosialnya
sebagai kaum buruh, kaum yang semakin besar jumlahnya, tetapi tanpa harta milik
kecuali anak banyak, tanpa saham dan tanpa pimpinan di industri yang
memperkerjakan mereka, dan tanpa sarana untuk memperbaiki nasibnya. Dalam
beberapa dekade sesudah tahun 1815, yang merupakan masa penyesuaian dan
ketegngan sosial, kedua golongan itu bertambah sadar akan kekuatan dan posisi
penting masing-masding, dan keduanya mulai berusaha untuk mendapatkan
kekuasaan dalam pemerintahan negara.
M. Ekonomi Inggris Sesudah Tahun 1919
Kecapaian fisik dan psikologis yang dirasakan bangsa Inggris pada saat-saat
sesudah perang membangkitkan suatu keinginan agar keadaan segera kembali normal
yang berarti seperti keadaan sebelum perang. Tetapi keinginan ini sukars dapat
terpenuhi karena situasi di Inggris sendiri dan lebih-lebih di dunia pada umumnya
sudah berubah. Jutaan ton kapal musnah oleh kapal selam, hutang pemerintah telah
sangat berlipat ganada, begitupun pinjaman-pinjaman yang diberikan di Inggris
kepada sekutu-sekutunya semasa perang sukar atau bahkan tidak dapat ditagih
kembali. Selain itu, kemakmuran Inggris sebelum perang, yang diperoleh terutama
dari ekspor hasil industri, keuntungan dari investasi-investasi di luar negeri, dan
usaha angkutan kapal, sukar dipulihkan kembali selama perdagangan dunia masih
lumpuh akibat perang. Bahkan tatkala ekonomi dunia mulai bangkit kembali, terdapat
halangan-halangan baru berupa saingan berat di bidang industri dan angkutan dari
negara-negara seperti Amerika Serikat dan Jepang, nasionalisme ekonomi yang
menimbulkan politik proteksis di banyak negara guna melindungi industrinya sendiri,
dan perubahan dalam teknologi industri dan angkutan yang lebih banyak
menggunakan minyak sebagai bahan bakars daripada batubara yang ekspornya
dahulu merupakan salah satu sumber opendapatan bagi Inggris.
Dalam keadaan ekonomi seperti di atas, pengangguran merupakan salah satu
masalah terbesar di Inggris sesudah perang. Untuk mengatasi masalah ini dan untuk
melaksanakan politik perataan kesejahteraan seperti yang semakin banyak dituntut
oleh golongan “tak punya”, yang dalanm masyarakat Inggris atau masyarakat
manapun merupakan golongan terbesr, pemerintah Inggris memperluas apa yang
disebut “social services”(pelayanan-pelayanan sosial) yang meliputi misalnya
bantuan kepada kaum penganggur, janda, yatim piatu, orang tua dan orang sakit,
pembangunan rumah rakyat, perluasan kesempatan pendidikan dan sebagainya.
Sudah barang tentu semua usaha kesejahteraan yang ditangani pemerintah ini
memerlukan biaya besar. Setiap tahun pemerintah Inggris mengeluarkan jutaan
poundsterling. Biaya yang semakin meningkat ini sebagian besar diperoleh dari
pajak-pajak, hal mana semakin memperberat bebab kaum industrialis Inggris dan
mendorong para pemilik modal untuk mengalihkan modalnya ke negeri lain.
Salah satu akibat dari Revolusi Industri dan perdagangan bebas ialah
mundurnya pertanian di Inggris. Oleh karenanya negara itu harus mengimport
sebagian besar dari bahan makanan yang diperlukan, di samping itu harus pula
mengimport sejumlah besar bahan mentah bagi pabrik-pabriknya. Biaya untuk import
ini diambil dari hasil ekspor barang-barang industri dan dari hasil investasi-investasi
di luar negeri. Masalah serius timbul tatkala industri Inggris merana dan keuntungan
dari investasi di luar negeri sangat berkurang akibat depresi ekonomi yang mulai
melanda dunia dari tahun 1929. Ketergantungan Inggris dari perdagngan luar negeri
menambah besar efek depresi terhadap negara itu. Pabrik banyak yang tutup dan
jumlah penganggur meningkat menjadi 3 juta orang. Pada tahun 1931, standar emas
bagi mata uang poundsterling dilepaskan sehingga nilai pound turun 30 %. Krisis
keuangan ini diikuti oleh penanggalan prinsip-prinsip perdagangan bebas yang telah
kurang lebih seabad menjiwai dunia usaha Inggris. “Import Duties Act” tahun 1932
(Undang-Undang Bea Masuk) mempraktekkan proteksi bagi industri Inggris dengan
menetapkan pungutan 10% bgi semua barang yang diimport ke Inggris, dengan
ketentuan bahwa persentase ini dapat diturunkan atau dinaikkan tergantung dari
tinggi-rendahnya bea yang dikenakan pada barang-barang Inggris di negeri asal
barang-barang import itu. Pada tahun 933 keadaan ekonomi dunia mulai membaik
dan demikian pula ekonomi Inggris. Tetapi jumlah penganggur masih tinggi,
demikian pula ungkapan-ungkapan seperti “the workshop of the world” (bengkel
dunia) dan “free trade” (perdagangan bebas) tetap tinggal berupa kenangan di masa
silam.
N. Politik Inggris Sesudah tahun 1919
Pengelompokan baru di bidang politik seperti yang mulaui tampak dalam
tahun-tahun sekitar pergantian abad makin jelas sementara abad ke-20 berjalan.
Pengelompokan ini menjurus ke arah apa yang dikenal sebagai “kanan” dan “kiri”
dalam kehidupan politik yang masing-masing semakin diasosiasikan dengan partai
Konversatif dan Partai Buruh. Partai Liberal yang terletak di tengah-tengah makin
terjepit, dan surutnya partai ini merupakan salah satu gejala baru pada masa sesudah
perang. Secara garis besar, yang termasuk golongan kanan ialah mereka yang
berusaha mempertahankan lembaga-lembaga dan nilai-nilai tradisional dalam
masyarakat Inggris, menghendaki demokrasi politik di bawah pimpinan golongan
penguasa tradisional, menginginkan proteksi dan pengaturan terbatas oleh pemerintah
di bidang ekonomi, dan menentang sosialisme. Sedangkan yang termasuk golongan
kiri ialah mereka yang mendukung nasionalisasi industri-industri utama, perluasan
pelayanan-pelayanan sosial, perataan kesejahteraan, demokrasi politik, dan hubungan
baik dengan Rusia. Golongan kiri ini terutama didukung oleh kaum buruh, himpunanhimpunan sosialis, dan juga sejumlah bekas anggota partai liberal.
Dalam tahun-tahun sesudah Perang Dunia I, iklim politik didominasi oleh
masalah-masalah ekonomi, dan berbagai cara pemecahan diajukan oleh partai-partai
politik. Pada umumnya, partai Konservatif menghendaki proteksi industri dalam
negeri, sedangkan partai Buruh menginginkan peningkatan bantuan pemerintah bagi
kaum penganggur dan sosialisasai industri secara berangsur-angsur. Dalam pemilihan
tahun 1922, partai Konservatif memperoleh mayoritas dalam Majelis Rendah,
sedangkan partai Buruh menjadi partai oposisi resmi. Dalam pemilihan berikutnya
partai Konservatif masih tetap unggul, tetapi partai Buruh dan partai Libeal
mempersatukan kekuatan mereka sehingga terbentuklah suatu kabinet yang dipimpin
untuk pertama kali dalam sejarah oleh seorang perdana menteri dari partai Buruh,
yaitu James Ramsay MacDonald. Tetapi kabinet partai Buruh ini tidak dapat
menerapkan doktrin-doktrin sosialisme yang dianutnya karena tergantung dari
dukungan partai Liberal. Begitupun usaha kabinet ini untuk mengakui Rusia Soviet
dan menormalisaasi hubungan dengan negara itu ditentang oleh partai-partai lainnya
dan menyebabkan kejatuhannya dalam tahun 1924. Selama lima tahun berikutnya
pemerintahan dikuasai oleh partai Konservatif dan dipimpin oleh perdana menteri
Stanley Baldwin. Di bawah pemerintahan konservatif ini kaum wanita memperoleh
hak pilih yang sama dengan kaum lelaki, tetapi usaha yang menonjol justru terletak di
bidang kesejahteraan sosial.
Berbagai
undang-undang
disahkan
mengenai
kesehatan
masyarakat,
perumahan rakyat, dan perluasan bantuan pemerintah kepada kaum penganggur,
janda, yatim piatu, dan orang tua. Kejadian serius yang dialami kabinet ini ialah
pemogokan umum di tahun 1926 yang berpangkal pada kesulitan-kesulitan yang
dihadpi perusahaan-perusahaan tambang batubara sejak akhir perang. Karena
kesulitan-kesulitan ini, upah buruh di industri pertambangan batu bara tidak lagi
sebanding dengan ongkos hidup, namun pemerintah masih juga merencanakan
pengurangan subsidi yang selama ini diberikan kepada industri itu. Para pemilik
tambang bereaksi dengan memotong upah, tindakan mana menimbulkan reaksi di
kalangan buruh tambang yang berupa pemogokan. Serikat-serikat buruh lainnya
melalui “Trades Union Congress” (Kongres Serikat-Serikat Buruh) menyatakan
solidaritasnya sehingga terjadilah pemogokan umum di seluruh negara yang melibat
hampir 3 juta buruh. Selama lebih dari seminggu dunia usaha Inggris lumpuh sama
sekali, dan menderita kerugian terbesars yang pernah dialaminya akibat pemogokan.
Berkat ketegasan pendirian pemerintah yang didukung oleh sebagian besar
masyarakat, dan karena perpecahan di kalangan pimpinan buruh sendiri, pemogokan
berakhir dengan kemenangan di pihak pemerintah. Tindakan pemerintah selanjutnya
ialah mensahkan “Trade Disputes Act” (Undang-Undang Perselisihan Perburuhan) di
tahun 1927 yang melarang adanya pemogokan umum dan digunakannya dana-dana
serikat buruh untuk tujuan-tujuan politik kecuali atas usul tertulis anggotaanggotanya. Tindakan pemerintah ini berakibatmelemahnya serikat-serikat buruh.
Dalam pemilihan umum tahun 1929 untuk pertama kali partai Buruh
memperoleh suara terbanyak, tetapi kekuasaannya dalam parlemen masih tergantung
pada dukungan partai Liberal. Lima bulan sesudah berkuasa, kabinet MacDonald
yang kedua ini tertimpa oleh depresi ekonomi dunia yang melanda dari wall Strrt
Amerika Serikat. Keadaan menjadi begitu serius sehingga diperlukan penyatuan
segala potensi nasional, dan terbentuklah kabinet koalisi pada tahun 1931. Namun
bagi pemerintah inipun makin sukar untuk mempertahankan Anggaran Belanja
seimbang sehingga terjadilah krisis moneter yang menyebabkan dilepaskannya
standar emas dan jatuhnya nilai pound. Keadaan ekonomi mulai membaik dalam
tahun 1933, tetapi bangsa Inggris dihadapkan lagi dengan masalah-masalah politik
luar negeri yang akan memuncak pada opevahnya perang Dunia II. Di samping itu,
masih ada pula satu masalah dalam negeri yang menarik perhatian besar, yaitu krisis
monarki. Dalam tahun 1936 Edward VII, yang menjadiv raja sesudah George V
meninggal pada awal tahun itu, dengan sukarela turun dari tahta sesudah kabinet tidak
menyetujui keputusannya untuk mengambil sebagai permaisuri seorang wanita dari
kalangan biasa dan pernah diceraikan orang lain. George VI, adiknya, kemudian
menggantikannya sebagai raja.
Mengenai perkembangan lebih lanjut dari negara-negara dominan dan tanahtanah jajahan Inggris, perlu dicatat tumbuhnya apa yang disebut “nasionalisme
dominion”, kemerdekaan penuh Irlandia pada tahun 1937, dan perjuangan
kemerdekaan India. Selama berkecamuknya Perang Dunia I, negara-negara dominion
dan tanah-tanah jajahan menunjukkan solidaritasnya dengan mengirimkan 1 ½ juta
pasukannya untuk membantu operasi-operasi militer Inggris. Partisipasi dalam perang
ini justru menumbuhkan nasionalisme dominion, hal mana tampak pada tekad
negara-negara dominion itu untuk ikut menandatangani perjanjian perdamaian
dengan Jerman sebagai negara-negara terpisah dan bukannya sebagai bagian dari
Inggris.
BAB III
ANALISIS
Terjadinya suatu negara menurut para pakar dapat terjadi melalui proses
pertumbuhan primer dan sekunder. Apabila dikaji negara Inggris merupakn sebuah
negara yang terjadi secara primer. Terjadinya negara secara primer dimulai dari
masyarakat hukum yang paling sederhana kemudian berevolusi ke tingkat yang lebih
maju. Pertumbuhan negara secara primer dapat dilihat seperti berikut :
a. Suku /persekutuan masyarakat (genootschaft)
Awal kehidupan manusia dimulai dari keluarga, kemudian terus berkembang
menjadi kelompok-kelompok masyarakat hukum tertentu (suku). Suku sangat terikat
dengat adat serta kebiasaan-kebiasaan yang disepakati pimpinan suku berkewajiban
mengtur dan menyelenggarakan kehidupan bersama.
Peranan kepala suku dianggap sebagai primus inter pare, artinya orang yang
pertama di antara yang sederajad. Kemudian, satu suku, terus berkembang menjadi
dua, tiga suku, dan seterusnya menjadi besar dan kompleks. Perkembangan tersebut
bisa terjadi karena faktor alami atau karena penaklukan-penaklukan antar suku.
b. Kerajaan (Rijk)
Kepala Suku yang semula berkuasa di masyarakat hukumnya kemudian
mengadakan ekspansi dengan penaklukan ke daerah lain. Hal itu mengakibatkan
berubahnya fungsi kepala suku dari primus inter pares menjadi seorang raja dengan
cakupan wilayah yang lebih luas dalam bentuk Kerajaan.
Pada tahap berikutnya, karena faktor sarana transportasi dan komunikasi yang
tidak lancar, banyak daerah taklukannya yang memberontak. Menghadapi keadaan
demikian, raja segera bertindak dengan mencari dana sebanyak-banyaknya melalui
perdagangan untuk membeli senjata guna membangun tentara yang kuat dan sarana
vital lainnya. Dengan tentara yang kuat, raja menjadi berwibawa terhadap daerahdaerah kekuasaannya sehingga mulai tumbuh kesadaran akan kebangsaan dalam
bentuk negara nasional.
c. Negara nasional
Pada awalnya, negara nasional diperintah oleh raja yang absolut dengan
sistem pemerintahan tersentralisasi. Semua rakyat dipaksa mematuhi kehendak dan
perintah raja. Hanya ada satu identitas kebangsaan. Fase demikian dinamakan fase
nasional di dalam terjadinya negara.
d. Negara Demokrasi
Dari fase negara nasional, secara bertahap rakyat mempunyai kesadaran batin
dalam bentuk perasaan kebangsaan. Adanya kekuasaan raja yang mutlak
menimbulkan keinginan rakyat untuk memegang pemerintahan sendiri di mana
kedaulatan/kekuasaan tertinggi dipegang oleh rakyat. Rakyat berhak memilih
pemimpinnya sendiri yang dianggap dapat mewujudkan aspirasi mereka. Ini dikenal
dengan kedaulatan rakyat. Pemikiran seperti ini mendorong lahirnya negara
denokrasi.
Apabila melihat proses pertumbuhan di atas, memang tepat bila negara Inggris
dimasukan ke dalam golongan negara yang terbentuk secara primer, karena negara
Inggris tadinya merupakan sebuah negara yang terdiri dari suku-suku bangsa yang
kemudian membentuk sebuah kerajaan seperti telah dijelaskan dalam proses
pertumbuhan negara di atas. Berbeda bila dibandingkan dengan negara Indonesia.
Indonesia merupakan negara yang lahir secara Sekunder, yaitu melalui suatu revolusi
pada tanggal 17 Agustus 1945. Kelahiran negara Indonesia tersebut otomatis
mengakhiri pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia. Oleh karena itu, negaraneagra lain mau tidak mau harus mengakui baik berdasarkan kelaziman internasional
maupun secara de jure. Sebenarnya teori terjadinya negara sekunder beranggapan
bahwa negara telah ada sebelumnya. Namun, karena adanya revolusi, intervensi, dan
penaklukan, timbul negara yang menggantikan negara yang telah ada tersebut.
Bila dilihat sekarang Inggris merupakan sebuah negara berbentuk Kerajaan
tyang bisa dikatakan sudah sangat maju dan modern. Dalam bidang politik yang
terpenting di Inggris ialah luasnya kekuasaan Inggris di negara-negara koloninya
yang tersebar di segala penjuru dunia. Penyesuaian di bidang politik, militer, dan
ekonomi dapat dilihat dalam hubungan Inggris dengan Amerika Serikat dan negara –
negara Eropa lainnya.
Keadaan ekonomi di Inggris sudah teratur dan terencana sehingga
kemakmuran dapat dirasakan oleh masyarakatnya.Kemudian pelaksanan rencana
perluasan pelayanan sosial sehiongga terciptalah apa yang dinamakan “negara
sejahtera”(welfare state), di mana negara mengambil tanggung jawab atas
kesejahteraan setiap warga negaranya, yaitu melindungi dari kemiskinan, penyakit,
pengangguran, dan kebodohan.
Pembagian rezeki yang lebih merata dan keadilan sosial yang lebih mantap di
dalam negara sejahtera telah mengurangi perbedaan dan ketegangan antar golongan
dalam masyarakat Inggris. Kenyataannya dapat dilihat dalam dua partai utama, yaitu
partai Buruh dan partai Konservatif, yam\ng kedua-duanya memiliki program yang
tidak jauh berbeda. Dengan demikian negara Inggris dapat dikatakan sebagai negara
yang memiliki keseimbangan politik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan Isi dari laporan buku yang telah diuraikan pada bab sebelumnya,
maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Inggris merupakan sebuah negara yang terbentuk secara primer, yang melalui
proses terbentuknya suku /persekutuan masyarakat (genootschaft), Kerajaan
(Rijk), Negara Nasional, dan Negara Demokrasi
2. Dilihat dari bidang Ekonomi dan Pendidikan dapat dikatakan sudah maju
3. Inggris merupakan negara yang sudah memiliki kesimbangan terutama dalam
bidang politik
4. Negara Inggris disebut juga sebagai “negara sejahtera”(welfare state), di mana
negara mengambil tanggung jawab atas kesejahteraan setiap warga negaranya,
yaitu melindungi dari kemiskinan, penyakit, pengangguran, dan kebodohan.
B. Saran
Adapun saran dari penulis adalah sebagai berikut, yaitu Agar lebih banyak
lagi para penulis buku yang menulis buku mengenai proses terbentuknya sebuah
negara secara khusus dan lengkap, sehingga lebih memudahkan untuk mengkaji
masalah mengenai proses terbentuknya sebuah negara.
Download