BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Overweight

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Overweight dan obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak
abnormal atau berlebihan yang dapat mengganggu kesehatan. BMI lebih
besar dari atau sama dengan 25 dikategorikan overweight dan BMI lebih
besar dari atau sama dengan 30 dikategorikan obesitas (WHO, 2015).
Obesitas berkaitan dengan beberapa penyakit kronis termasuk diabetes
mellitus, penyakit jantung koroner dan kanker. Aktivitas fisik dan diet adalah
dua perilaku paling penting yang dapat dimodifikasi untuk mengatur berat
badan dan untuk mencegah dan/atau mengurangi obesitas (Sonmez, 2013).
Obesitas di seluruh dunia telah lebih dari dua kali lipat sejak tahun 1980.
Pada tahun 2014, lebih dari 1,9 miliar orang dewasa di usia lebih dari 18
tahun mengalami kelebihan berat badan. Dari jumlah tersebut lebih dari 600
juta mengalami obesitas. Lalu, sebagian besar populasi dunia tinggal di
negara di mana kelebihan berat badan dan obesitas sebagai pembunuh lebih
banyak daripada komplikasi pada individu kurus (WHO, 2015).
Di Indonesia, menurut Riskesdas (2013), angka kejadian obesitas
secara nasional pada anak umur 5-12 tahun masih tinggi yaitu 18,8 persen,
terdiri dari gemuk 10,8 persen dan sangat gemuk (obesitas) 8,8 persen.
Prevalensi gemuk pada remaja umur 13-15 tahun di Indonesia sebesar 10.8
persen, terdiri dari 8,3 persen gemuk dan 2,5 persen sangat gemuk
(obesitas). Prevalensi gemuk pada remaja umur 16 – 18 tahun sebanyak 7,3
persen yang terdiri dari 5,7 persen gemuk dan 1,6 persen obesitas. Salah satu
provinsi yang memiliki angka prevalensi individu gemuk di atas angka ratarata nasional yaitu Provinsi D.I Yogyakarta.
Beberapa strategi yang direkomendasikan untuk pengobatan obesitas
meliputi terapi diet, aktivitas fisik secara teratur, terapi perilaku, farmakoterapi,
dan operasi bariatrik serta kombinasi dari beberapa strategi tersebut (Jansen,
2013). Meskipun operasi bariatrik tetap menjadi perawatan yang paling efektif
untuk menurunkan dan mempertahankan berat badan, intervensi gaya hidup
direkomendasikan sebagai langkah pertama untuk mencapai penurunan berat
badan (Buchwald, 2013). Selain itu, intervensi gaya hidup tetap menjadi
pilihan yang efektif dan kurang invasif daripada operasi bariatric (Strommen,
2009). Pada individu yang mengalami kegemukan dan obesitas, terapi
kombinasi berupa diet rendah kalori, meningkatkan aktivitas fisik, dan terapi
perilaku merupakan intervensi yang paling sukses untuk menurunkan berat
badan dan pemeliharaan berat badan (National Heart, Lung, and Blood
Institute, 2000).
Inti dari konseling diet untuk menurunkan berat badan pada pasien
kelebihan berat badan atau obesitas adalah konseling diet rendah kalori
(LCD) (1200 kcal/hari). Diet ini berbeda dari diet sangat rendah kalori (VLCD)
(kurang dari 800 kkal / hari) (National Heart, Lung, and Blood Institute, 2000).
VLCD tidak boleh digunakan secara rutin untuk terapi penurunan berat badan
karena membutuhkan pemantauan khusus dan suplementasi. VLCD hanya
digunakan
sangat
terbatas
pada
keadaan
khusus
oleh
praktisi
berpengalaman. Selain itu, uji klinis menunjukkan bahwa LCD sama efektif
dengan VLCD dalam program penurunan berat badan setelah 1 tahun
(Wadden, 1994). Pengobatan dengan diet sangat rendah kalori (VLCD 800
kkal/hari) atau diet rendah kalori (LCD 1200 kcal/hari) dikaitkan dengan
penurunan berat badan awal yang cukup besar, namun kemudian terjadi
peningkatan berat badan yang lebih besar lagi dibandingkan dengan
penurunan berat badan yang dicapai melalui pembatasan asupan energi
sebelumnya (Hemmingsson, 2012). Oleh karena itu, pengembangan program
diit yang dapat diterapkan oleh individu dengan akfitas fisik yang sesuai
sangat diperlukan.
Aktivitas fisik adalah bagian penting dari setiap program manajemen
berat badan. Aktivitas fisik meningkatkan status kesehatan individu obesitas
dan membantu mengurangi berat badan. Aktivitas fisik juga berhubungan
dengan tingkat nafsu makan seseorang. Aktivitas fisik berhubungan dengan
komposisi tubuh khususnya fat mass dan fat free mass. Fat mass tersebut
berhubungan dengan leptin yang bertindak sebagai penekan nafsu makan.
Oleh karena itu, olahraga merupakan hal yang penting untuk mengendalikan
nafsu makan saat menjalani diet (Blundell, 2015).
Selain itu, beberapa studi telah meneliti efek dari latihan terhadap
hormon yang mengatur nafsu makan dan mayoritas penelitian tersebut telah
berfokus pada ghrelin dan leptin (Sonmez, 2013). Hormon-hormon ini
mengatur nafsu makan dan asupan makanan dengan mengirimkan sinyal ke
otak mengenai status gizi tubuh. Leptin adalah mediator regulasi jangka
panjang yang menekan rasa lapar (Ghanbari, 2008).
Meskipun bukti ilmiah telah mendukung peran dari penambahan
aktivitas fisik terhadap nafsu makan, hingga saat ini belum jelas jenis diet dan
aktivitas fisik yang sebaiknya diberikan. Selain itu, efek aktivitas fisik terhadap
nafsu makan individu yang mendapatkan konseling LCD dan aktivitas fisik
tambahan juga belum jelas. Oleh karena itu, dalam penelitian ini kami
mengajukan model latihan gabungan aerobik dan beban sebanyak 180 menit
perminggu sebagai salah satu alternatif metode pemberian aktivitas fisik
selama mendapatkan konseling LCD dan melakukan analisis efek aktivitas
fisik terhadap nafsu makan pada individu yang menjalani latihan tersebut.
B. Perumusan Masalah
Pertanyaan penelitian dari penelitian ini adalah “Apakah penambahan latihan
fisik dapat mempengaruhi nafsu makan pada individu overweight atau
obesitas yang mendapatkan konseling gizi tentang low calorie diet?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui efek penambahan latihan fisik terhadap nafsu makan individu
overweight atau obesitas yang mendapatkan konseling gizi tentang low
calorie diet.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui nafsu makan individu overweight atau obesitas sebelum
dan setelah mendapatkan konseling gizi tentang low calorie diet
b. Mengetahui nafsu makan individu overweight atau obesitas sebelum
dan setelah amendapatkan konseling gizi low calorie diet dan
tambahan latihan fisik
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yakni :
1.
Manfaat Teorotis
Hasil penelitian ini dapat menambah khasanah ilmu tentang gizi dan
kesehatan mengenai pengaruh latihan fisik dan diet rendah kalori
terhadap nafsu makan. Selain itu, dapat menjadi bahan masukan untuk
penelitian-penelitian selanjutnya.
2.
Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam metode
untuk penurunan berat badan berkaitan dengan nafsu makan setelah
menjalani tambahan aktivitas fisik dan konseling diet rendah kalori.
E. Keaslian Penelitian
1.
Penelitian Provencher (2007) berjudul Short-Term Effects of a “Health-AtEvery-Size” Approach on Eating Behaviors and Appetite Ratings.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek dari intervensi
"Health-At-Every-Size" (HAES) terhadap perilaku makan dan tingkat
nafsu makan pada wanita premenopause yang kelebihan berat badan.
Hasilnya, intervensi HAES memiliki efek yang signifikan pada perilaku
makan dan tingkat nafsu makan pada wanita premenopause yang
kelebihan berat badan, ketika dibandingkan dengan intervensi social
support (SS) atau kelompok kontrol.
Perbedaan penelitian terletak pada subyek penelitian dan intervensi yang
diberikan.
2.
Penelitian King (2010) berjudul Influence of prolonged treadmill running
on appetite, energy intake and circulating concentrations of acylated
ghrelin.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh prolonged
treadmill running terhadap nafsu makan, asupan makan, dan hormon
ghrelin.
Hasilnya, defisit energi besar yang disebabkan oleh latihan tidak
menyebabkan respon kompensasi akut pada nafsu makan, asupan
makan, maupun hormon ghrelin.
Perbedaan penelitian terletak pada subyek penelitian dan latihan yang
diberikan
3.
Penelitian Sonmez (2013) berjudul Effect Of Exercise On AppetiteRegulating Hormones In Overweight Women.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui respon hormon yang
mengatur
nafsu
makan
terhadap
latihan
fisik
pada
perempuan
overweight.
Hasilnya, latihan treadmill dapat mengakibatkan perubahan signifikan
pada tingkat ghrelin dan leptin.
Perbedaaan penelitian terletak pada variabel terikat dan latihan yang
diberikan.
4.
Penelitian Ozen (2011) berjudul The Effects Of Exercise On Food Intake
And Hunger: Relationship With Acylated Ghrelin And Leptin.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek latihan aerobik
terhadap rasa lapar, asupan makan, dan tingkat leptin serta ghrelin.
Hasilnya, latihan aerobik memiliki efek positif pada pengurangan nafsu
makan yang berhubungan dengan berkurangnya respons ghrelin
terasilasi dari waktu ke waktu.
Perbedaan penelitian terletak pada subyek penelitian dan latihan yang
diberikan.
Download