3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Obat

advertisement
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tumbuhan Obat
Tumbuhan obat adalah semua spesies tumbuhan baik yang sudah ataupun
belum dibudidayakan yang dapat digunakan sebagai tumbuhan obat (Hamid et al.
1991). Tumbuhan obat juga merupakan salah satu komponen penting dalam
pengobatan tradisional yang telah digunakan sejak lama dan memberikan dampak
farmakologi. Pengobatan tradisional secara langsung atau tidak langsung
mempunyai kaitan dengan upaya pelestarian pemanfaatan sumberdaya alam
hayati, khususnya tumbuhan obat (Aliadi et al. 1990).
Zuhud dan Haryanto (1994) mengelompokan tumbuhan berkhasiat obat
sebagai berikut:
a.
Tumbuhan obat tradisional, merupakan spesies yang diketahui atau dipercaya
masyarakat memiliki khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku
obat tradisional.
b.
Tumbuhan obat modern, merupakan spesies tumbuhan yang secara ilmiah
telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif berkhasiat obat,
dan penggunaannya dapat dipertanggung jawabkan secara medis.
c.
Tumbuhan obat potensial, merupakan spesies tumbuhan yang diduga
mengandung atau memiliki senyawa atau bahan bioaktif obat, tetapi belum
dibuktikan penggunaannya secara ilmiah-medis sebagai bahan obat dan
penggunaannya secara tradisional belum diketahui.
Tumbuhan obat terdiri dari beberapa macam habitus. Habitus berbagai
spesies tumbuhan adalah sebagai berikut (Tjitrosoepomo 1988):
a.
Pohon adalah tumbuhan berkayu yang tinggi besar, memiliki suatu batang
yang jelas dan bercabang jauh dari permukaan.
b.
Perdu adalah tumbuhan berkayu yang tidak seberapa besar dan bercabang
dekat dengan permukaan, biasanya kurang dari 5-6 meter.
c.
Herba adalah tumbuhan tidak berkayu dengan batang lunak dan berair.
d.
Liana adalah tumbuhan berkayu dengan batang menjulur/memanjat pada
tumbuhan lain.
3
4
e.
Semak adalah tumbuhan tidak seberapa besar, batang berkayu, bercabangcabang dekat permukaan tanah atau di dalam tanah.
2.2 Pengetahuan Tradisional dalam Pemanfaatan Tumbuhan Obat
Pemanfaatan tumbuhan obat adalah memanfaatkan berbagai spesies
tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di sekitar kita dan mempunyai khasiat untuk
bahan pengobatan secara tradisional (Soewito 1989). Dalam pemanfaatan dan
penggunaan tumbuhan berkhasiat obat ini, perlu diketahui secara pasti tata cara
pengkomposisiannya dalam memanfaatkan tumbuhan berkhasiat obat untuk
mengatasi berbagai jenis penyakit secara efektif (Wijayakusuma 2000).
Pengetahuan tradisional atau pengetahuan lokal sering diistilahkan dengan
sebutan kearifan tradisional. Kearifan tradisional adalah semua bentuk
pengetahuan, keyakinan, pemahaman, atau wawasan serta adat kebiasaan atau
etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas
ekologis (Keraf 2006).
Kearifan tradisional menyangkut pengetahuan, pemahaman adat dan
kebiasaan tentang manusia, alam, dan bagaimana relasi diantara semua penghuni
komunitas ekologis harus dibangun. Keraf (2006) menyebutkan bahwa:
a.
Kearifan tradisional adalah milik komunitas bukan individu.
b.
Kearifan tradisional lebih bersifat holistik karena menyangkut pengetahuan
dan pemahaman tentang seluruh kehidupan dengan segala relasinya di alam
semesta.
c.
Berdasarkan kearifan tradisional, masyarakat juga memahami semua
aktivitasnya sebagai aktivitas moral.
Sistem pengetahuan yang dimiliki masyarakat secara tradisi merupakan
salah satu bagian dari kebudayaan suku bangsa itu sendiri, yang mana melibatkan
hubungan antara manusia dengan lingkungan yang ditentukan oleh kebudayaan
setempat sebagai pengetahuan yang diyakini serta menjadi sistem nilai.
Pengobatan tradisional merupakan salah satu pengetahuan tradisional masyarakat
yaitu semua upaya pengobatan dengan cara lain di luar ilmu kedokteran
berdasarkan pengetahuan yang berakar pada tradisi tertentu dan dilakukan secara
4
5
turun temurun, selain itu juga telah teruji memberikan sumbangsihnya terhadap
kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) (Rahayu 2006).
2.3
Pelayanan Kesehatan
Masyarakat tetap memerlukan pengobatan tradisional. Dalam suatu sistem
pelayanan terdapat folk sector dan popular sector (kalangan tradisi) seperti tabib,
dukun, penjual jamu gendong, akupunktur dan sebagainya yang menggunakan
cara dan metode pengobatan di luar standarisasi profesional sektor atau paradigma
kedokteran (Deryanti 2010). Menurut Siswanto (2000) hendaknya terdapat
kemitraan antara folk sector dengan profesional sektor untuk mencapai tujuan
normatif sistem pelayanan kesehatan.
Kelompok-kelompok masyarakat memiliki bentuk perawatan kesehatan
yang berbeda-beda (Kalangie 1994 diacu dalam Suciati 2004). Perilaku kesehatan
seseorang pun berbeda-beda dipengaruhi oleh pengetahuan, kepercayaan, nilai
dan norma dalam lingkup sosialnya, berkenaan pula dengan etiologi, terapi dan
spesies penyakit yang dideritanya.
Departemen Kesehatan (1995) membagi pengobatan tradisional menjadi 4
kelompok yaitu:
a.
Pengobatan tradisional yang menggunakan ramuan obat tradisional, seperti
shinse, tabib, battra ramuan, dan jamu gendong.
b.
Pengobatan tradisional yang menggunakan keterampilan, seperti akupunturis,
battra patah tulang, battra pijat urut, dan sebagainya.
c.
Pengobatan tradisional berdasarkan agama dan kebatinan, seperti kyai.
d.
Pengobatan tradisional bersifat magis, seperti paranormal, dukun anti teluh,
dan sebagainya.
Saat ini pengobatan tradisional adalah pelengkap dalam menangani masalah
kesehatan.
2.4
Tumbuhan Obat Keluarga (TOGA)
Tumbuhan Obat Keluarga (TOGA) adalah tumbuhan obat yang ada di
lingkungan tempat tinggal masyarakat yang dimanfaatkan sebagai obat untuk
mengobati penyakit yang diderita masyarakat (Deryanti 2010). Menurut Wakidi
5
6
(2003) TOGA ialah Tanaman Obat Keluarga, dahulu disebut sebagai “Apotik
Hidup”, dalam pekarangan atau halaman rumah ditanam beberapa tanaman obat
yang digunakan secara empirik oleh masyarakat untuk mengatasi penyakit atau
keluhan-keluhan yang dideritanya. Beberapa tanaman obat telah dibuktikan efek
farmakologinya pada hewan coba dan beberapa tanaman telah dilakukan uji klinik
tahap awal.
Dalam kondisi tertentu TOGA dapat pula dibuat dengan memanfaatkan pot,
atau benda-benda lain yang dapat dan cocok untuk menumbuhkan tumbuhan yang
berkhasiat obat. Spesies-spesies TOGA yang ditanam harus memiliki kriteria atau
pernyataan sebagai berikut (Deryanti 2010):
a.
Tumbuhan tersebut sudah terdapat di daerah pemukiman yang bersangkutan.
b.
Tumbuhan mudah dikembangbiakan, tidak perlu cara penanaman khusus dan
tidak memerlukan cara pemeliharaan yang rumit.
c.
Dapat dipergunakan untuk keperluan lain, misalnya untuk sumber makanan,
bumbu dapur, kayu bakar, bahan kerajinan tangan dan sebagainya.
d.
Dapat diolah menjadi simplisia dengan cara sederhana.
e.
Tumbuhan sudah terancam kepunahannya.
2.5
Pekarangan
Pekarangan adalah taman rumah tradisional yang besifat pribadi yang
merupakan sistem terintegrasi dengan hubungan yang erat antara manusia,
tanaman dan hewan (Arifin et al 2009). Pekarangan juga merupakan ruang
terbuka yang sering dimanfaatkan untuk acara kekerabatan dan kegiatan sosial.
Pekarangan mempunyai fungsi yaitu agroforestri, konservasi sumberdaya alam
yang bersifat genetika, tanah dan air, produksi pertanian, serta hubungan sosial
budaya di area pedesaan. Karakteristik dan struktur pekarangan sangat
dipengaruhi oleh lingkungan fisik, sosial, ekonomi, budaya masyarakat setempat,
sifat ekologis tanaman dan jenis hewan.
Salah satu manfaat pekarangan pedesaan adalah sebagai apotik hidup atau
apotik hijau. Tumbuhan yang ditanam adalah tumbuhan obat yang dimanfaatkan
sebagai sarana pengobatan dan usaha menjaga kesehatan keluarga. Usaha
6
7
memberdayakan sistem pekarangan sebagai sumberdaya sudah lama menjadi
bagian integrasi dalam usaha tani terpadu masyarakat pedesaan (Wahab 1998).
Fungsi lahan pekarangan yang paling dirasakan manfaatnya adalah
produksi, baik secara subsisten maupun komersial (Karyono 1985 diacu dalam
Bahro 1991). Kedua fungsi tersebut sukar dipisahkan karena berfungsi subsisten
tetapi pada saat lain akan berfungsi komersial. Fungsi komersial ditunjukkan oleh
produksi yang berlebih, atau sengaja dijual untuk dapat membeli komoditi pangan
yang lebih banyak walaupun kualitasnya lebih rendah.
2.6 Masyarakat Desa
Masyarakat
adalah
sekelompok
orang
yang
hidup
bersama
dan
menghasilkan kebudayaan (Soekanto 1982). Struktur masyarakat terdiri dari
beberapa unsur yaitu manusia yang hidup bersama, berkumpul dalam waktu yang
cukup lama sehingga terjadi sistem komunikasi dan timbul peraturan yang
mengatur hubungan manusia dengan kelompok tersebut sadar bahwa mereka
merupakan suatu kesatuan dan satu sistem hidup bersama sehingga menimbulkan
kebudayaan (Soekanto 1982).
Masyarakat digolongkan menjadi dua yaitu masyarakat desa dan masyarakat
kota. Masyarakat desa adalah kelompok khusus dari orang-orang yang tinggal
dalam wilayah tertentu, memiliki kebudayaan dan gaya hidup yang sama, sudah
sebagai suatu kesatuan dan dapat bertindak secara kolektif dalam usaha mereka
mencapai tujuan (Soekanto 1982). Sistem kehidupan masyarakat desa biasanya
berkelompok, atas dasar sistem berkeluarga.
Masyarakat desa di Indonesia dapat dipandang sebagai suatu bentuk
masyarakat yang ekonomis terbelakang dan yang harus dikembangkan dengan
berbagai cara (Sajogyo & Sajogyo P 2005). Ciri-ciri kehidupan masyarakat desa
itu salah satunya yaitu selalu menerapkan sistem tolong menolong, aktivitasaktivitas tolong menolong itu hidup dalam berbagai macam bentuk masyarakat
desa di Indonesia. Disamping adat istiadat tolong menolong antara warga desa
dalam berbagai macam lapangan aktivitas-aktivitas sosial, baik yang berdasarkan
hubungan tetangga, ataupun hubungan kekerabatan atau lain-lain hubungan yang
7
8
berdasarkan efisiensi dan sifat praktis, ada pula aktivitas-aktivitas bekerjasama
yang lain yang secara populer biasanya juga disebut gotong royong
Dasar-dasar dari aktivitas tolong menolong dan gotong royong sebagai suatu
gejala sosial dalam masyarakat desa pertanian telah beberapa kali dianalisa oleh
ahli-ahli ilmu sosial. Selain tolong menolong dan gotong royong, musyawarah
pun merupakan salah satu gejala sosial yang ada pada masyarakat pedesaan,
artinya yaitu bahwa keputusan-keputusan yang diambil dalam rapat tidak
berdasarkan suatu mayoritas yang menganut suatu pendirian tertentu melainkan
seluruh rapat seolah-olah menjadi suatu badan (Sajogyo & Sajogyo P 2005).
Kehidupan masyarakat tradisional adalah kehidupan yang harmoni dengan
alam sekitar, sedangkan masyarakat modern dibentuk oleh jalan pikiran yang
menyatakan bahwa manusia mempunyai hak untuk memanipulasi dan mengubah
alam meskipun dewasa ini masyarakat modern telah meningkat kepeduliannya
terhadap lingkungan dan alam sekitar (Kusumaatmadja 1995).
8
Download