Konsumsi Simbol pada Mahasiswa

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Alasan Pemilihan Judul
Pemilihan judul menjadi salah satu bagian terpenting untuk sebuah
tulisan dimana judul yang baik adalah judul yang menimbulkan rasa
keingintahuan orang lain untuk segera membaca tulisan tersebut namun isi
dari tulisan tersebut tetap menggambarkan garis besar atau inti dari
pembahasan. Judul dari penelitian ini berdasarkan relevansi dengan program
studi yang diambil, aktualitas, dan orisinalitas dengan judul “Konsumsi
Simbol pada Mahasiswa” (Studi di Universitas Gadjah Mada).
Judul penelitian ini berangkat dari beberapa keresahan dari gaya hidup
di Indonesia dalam hal kegiatan konsumsi yang mengalami pergeseran secara
makna, yang awalnya kegiatan konsumsi dilakukan untuk kebutuhan primer
dan memiliki tingkat urgensi yang tinggi apabila tidak dipenuhi namun saat ini
sudah menjadi salah satu trend gaya hidup dengan tujuan meningkatkan
prestise diri. Salah satu kegiatan konsumsi yang mengalami pergeseran makna
ini adalah konsumsi simbol. Konsumsi simbol adalah kegiatan konsumsi yang
dilakukan berdasarkan tingkat eksklusivitas nilai barang tersebut terlebih-lebih
mengesampingkan tujuan utama dari berkonsumsi. Konsumsi simbol misalnya
adalah pergi ke salah satu tempat makan
bukan dikarenakan cita rasa
1
makananya yang tinggi namun karena ingin mendokumentasikannya saat
sedang di restoran tersebut dan dipublikasikan di media sosial.
Konsumsi simbol ini tidak hanya dilakukan oleh kelompok yang
sudang memiliki penghasilan sendiri atau produktif secara finansial saja
namun saat ini sangat dekat keberadaannya dengan anak muda yang pada
umumnya belum produktif secara finansial, salah satunya adalah mahasiswa.
Mahasiswa terdeteksi sebagai kelompok yang melakukan konsumsi simbol
dikarenakan beberapa hal seperti, waktu luang, ketersediaan materi dari orang
tua tanpa harus berusaha, dan semakin tingginya tingkat kebebasan dalam
panatauan orang tua.
Banyak orang yang menganggap hal ini bukanlah suatu masalah
dengan anggapan tidak ada masalah selama kegiatan ini tidak merugikan
orang lain. Belum banyak orang yang memperdulikan fenomena ini yang
apabila diteliti adalah salah satu masalah sosial, misalnya dampak dari
kegiatan ini adalah antisosial di kehidupan nyata, melihat segala sesuatu dari
materi, bahkan sampai pada kriminalitas.
Hal inilah yang menjadi dasar penelitian dengan judul “Konsumsi
simbol pada Mahasiswa”. Nama Universitas Gadjah Mada sebagai salah satu
universitas terbaik di Indonesia yang menurut THES “Timer Higher
Education-Qs World University” yakni lembaga pemeringkat perguruan tinggi
prestisius berada pada peringkat 341 pada tahun 2005 dan naik melesat pada
tahun 2009 menjadi peringkat 250 di dunia dari 5000 perguruan tinggi yang
disurvei. Menurut edukasi.kompasiana.com pemeringkatan ini berdasarkan
beberapa indikator yang dijadikan rujukam utama yakni pertama performa
riset-riset dan publikasi, kedua performa pengajaran seperti prestasi
2
mahasiswa, ketiga efisiensi, keempat internasional dan internasionalisasi yaitu
dilihat dari jumlah staf pengajar dan mahasiswa luar negeri, dan yang terakhir
adalah performa lulusan yang dilihat dari penyerapan oleh pasar tenaga kerja,1
menyebabkan peneliti mencoba mengkerangkai lebih lanjut bagaimana
konsumsi simbol di sebuah universitas dengan statusnya sebagai universitas
negeri dan menjadi salah satu universitas terbaik di Indonesia.
B. Relevansi dengan Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan
Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK) merupakan cabang
ilmu sosial yang menelusuri ilmu-ilmu sosial di kehidupan masyarakat
diberbagai aspek, salah satunya adalah perubahan sosial dimana semua aspek
didalam sosial baik individu maupun masyarakat mengalami perubahan atau
pergeseran dalam hal sikap sosial baik itu memberikan efek positif maupun
negatif secara intern maupun ekstern.
Salah satu perubahan sosial yang terjadi pada era globalisasi ini adalah
dalam berkegiatan konsumsi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yakni
tujuan daripada kegiatan konsumsi bukan lagi sebagai kebutuhan primer untuk
kelangsungan hidup namun sudah menjadi gaya hidup baru. Prestis menjadi
alasan daripada kegiatan konsumsi saat ini yang salah satunya adalah
konsumsi simbol yakni melakukan kegiatan konsumsi akan suatu barang atau
jasa bukan lagi dari nilai kebutuhannya namun disebabkan eksklusivitas
barang atau jasa yang dikonsumsi. Gaya hidup baru daripada konsumsi simbol
1
http://edukasi.kompasiana.com/2010/01/08/ui-itb-ugm-peringkat-5-besar-dunia-46642.html diakses
pada 18 Februari 2015
3
ini sudah tidak memiliki batas-batas lagi, melakukan konsumsi simbol
bukanlah pada orang yang sudah produktif dalam hal financial saja namun
juga mereka yang belum memiliki penghasilan sendiri yakni salah satunya
mahasiswa. Kegiatan konsumsi yang dilakukan mahasiswa terkadang justru
melebihi banyak orang yang memiliki penghasilan sendiri, hal ini dikarenakan
waktu luang yang dimiliki mahasiswa, akses terhadap kegiatan ini sangat
mendukung dan materi yang sudah disediakan oleh orang tua.
Kegiatan konsumsi pada mahasiswa menjadi salah satu efek dari
perubahan sosial yang jika dilihat dari motivasi, proses dan dampaknya
ditakutkan menjadi salah satu masalah sosial baru. Masalah sosial menjadi hal
yang sulit ditafsirkan karena menjadi subyektifitas dari individu masingmasing. Namun menurut beberapa literatur, konsumsi simbol yang menjadi
fokus penelitian dari peneliti saat ini adalah termasuk dalam masalah sosial
ketika kegiatan ini sudah menghilangkan rasionalitas seseorang, terkadang
justru tidak disadari oleh para pengkonsumsi simbol itu sendiri. Selain itu
konsumsi simbol juga memiliki dampak-dampak lain baik dampak positif
ataupun negatif. Konsumsi simbol yang gaya hidup baru dan menjadi salah
satu bentuk perubahan sosial serta memiliki dampak pada kehidupan sosial
mahasiswa tersebut memiliki relevansi dengan ilmu PSdK.
C. Orisinalitas
Era modern adalah era yang menawarkan segala bentuk kecanggihan
dan kepraktisan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Di era modern
banyak terjadi perubahan sosial di beberapa lapisan masyarakat diantaranya
adalah gaya hidup. Gaya hidup secara luas didefiniskan sebagai cara hidup
4
yang diidentifikasikan oleh bagaimana orang meghabiskan waktu mereka, apa
yang mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri dan juga dunia sekitarnya
yang oleh karenanya hal ini berhubungan dengan tindakan dan kegiatan sejak
lahir.2 Gaya hidup yang saat ini menjadi trendmark di Indonesia adalah gaya
hidup konsumsi simbol, dimana seseorang atau sekelompok orang melakukan
tindakan konsumsi bukan lagi berdasarkan tingkat kepentingan ataupun value
dari objek konsumsi melainkan tingkat eksklusivitas tindakan dengan
menghabiskan nilai guna barang atau jasa tersebut.
Penelitian ini memiliki orisinalitas dimana orisinalitas diperlukan agar
setiap penelitian dengan topik serupa tidak tumpang tindih. Judul penelitian
terdahulu yang terkait dan dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk
membuat judul proposal yakni:
a
Rezi Suci Agustia, 2011, Skripsi: Gambaran Kegiatan
Konsumtif Siswa-Siswi Sekolah Menengah Atas “International
Islamic Boarding School Republic of Indonesia, penelitian ini
melihat gambaran umum kegiatan konsumtif dan sejauh mana
kegiatan konsumtif pada subjek siswa-siswi yang bersekolah di
asrama SMA IIBS. Desain penelitian ini menggunakan
pendekatan kuantitatif serta bersifat deskriptif dan nonexperimental.
b
Aulia, Septiani, 2011, Skripsi: Hasrat Dalam Masyarakat
Konsumeris Ditinjau dari Perspektif Gilles Deleuze: Studi
2
Setiadi, Nugroho J. 2003, Kegiatan Konsumen. Kencana. Jakarta.
5
Kasus Atas Film Confenssion of Shopaholic, Universitas
Gadjah Mada, Skripsi ini mengangkat hasrat dalam perspektif
Gilles
Deleuze
sebagai
objek
formal
dan
masyarakat
konsumeris dalam film Confension of Shopaholic sebagai objek
material.
c
Permana Aditya, 2009, Skripsi: Konsep Aliensi dalam
Masyarakat Konsumer Menurut Jean Baudrillard, Universitas
Gadjah
Mada.
Skripsi
ini
menggunakan
konsep
Jean
Baudrillard dalam mengkaji aliensi masyarakat consumer
sebagai objek material.
d
Johana, Susanti, 2006, Skripsi: Refleksi Filosofis: Konsep
Fenomenal Waktu Luang Sebagai Pencipta Gaya Hidup
Konsumerisme,
Universitas
Gadjah
Mada.
Skripsi
ini
menggunakan konsep waktu luang sebagai objek formal dalam
mengkaji gaya hidup konsumerisme sebagai objek material.
Seperti yang telah disebutkan dibeberapa penelitian sebelumnya
meskipun konsumerisme telah ada yang mengangkatnya sebagai objek
penelitian namun ada beberapa hal yang membedakannya dengan penelitian
yang akan peneliti lakukan. Setiap peneliti memiliki sudut pandang yang
berbeda-beda dalam melihat suatu masalah, dimana pada penelitian ini peneliti
memfokuskan kepada konsumsi simbol dari aspek sosial.
Dari beberapa studi pustaka diatas ada beberapa persamaan dan
perbedaan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan. Skripsi dari Rezi
Suci Agustia yang berjudul Gambaran Kegiatan Konsumtif Siswa-Siswi
6
Sekolah Menengah Atas “International Islamic Boarding School Republic of
Indonesia” memiliki persamaan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan
yakni dimana objek penelitiannya adalah sama-sama anak muda. Persamaan
lainnya adalah terletak pada tema besar yakni sama-sama sebuah kegiatan
daripada bagian dari kegiatan konsumsi. Namun perbedaannya dengan
penelitian yang akan peneliti lakukan adalah fokus penelitian, jika penelitian
milik Rezi Suci fokus penelitiannya pada kegiatan konsumtif maka penelitian
yang akan peneliti lakukan fokus penelitiannya adalah konsumsi simbol.
Walaupun kegiatan konsumtif dan konsumsi simbol adalah sama-sama bagian
dari konsumsi namun terdapat perbedaan. Konsumtif adalah kegiatan
konsumsi berlebihan sedangkan konsumsi simbol adalah kegiatan konsumsi
yang berdasarkan eksklusivitas nilai barang tersebut.
Studi pustaka lainnya yakni penelitian Aulia Septani yang berjudul
Hasrat dalam Masyarakat Konsumeris Ditinjau dari Perspektif Gilles Deleuze
“Studi Kasus Atas Film Confenssion of Shopaholic”, penelitian Aditya yang
berjudul Konsep Aliensi dalam Masyarakat Konsumer Menurut Jean
Baudrillard, Penelitian Johana Susanti yang berjudul Refleksi Filosofis:
Konsep
Fenomenal
Waktu
Luang
Sebagai
Pencipta
Gaya
Hidup
Konsumerisme memiliki perbedaan dengan penelitian yang akan peneliti
lakukan yakni dimana peneliti berusaha mendongkrak kegiatan konsumsi
dalam hal ini konsumsi simbol secara sosial yang langsung terjun ke lapangan,
namun penelitian-penelitian lainnya berusaha membongkar kegiatan konsumsi
yakni konsumerisme dari perspektif studi pustaka.
7
Dari beberapa studi pustaka dalam penelusuran penulis sampai saat ini,
penulis belum menemukan penelitian yang meneliti konsumsi simbol dari
sudut pandang sosial yang memiliki hubungannya terhadap lingkungan sosial.
Oleh karena itu penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan keasliannya.
D. Aktualitas
Konsumsi menjadi suatu kebutuhan setiap makhluk hidup untuk
keberlangsungan hidupnya. Kegiatan konsumsi tidak hanya terikat pada
konsumsi suatu barang saja namun juga konsumsi dalam bentuk jasa. Namun
akibat budaya Indonesia yang makin teridentifikasi oleh budaya barat hingga
pada akhirnya tujuan dan fungsi kegiatan konsumsi itu sendiri berubah haluan
kepada bagian dari gaya hidup. Salah satu kegiatan konsumsi yang bisa
dikatakan mengalami pergeseran dari fungsi dan tujuannya adalah konsumsi
simbol. Konsumsi simbol adalah suatu kegiatan menghabiskan atau
menggunakan barang dan jasa yang motivasinya bukan berdasarkan
kebutuhan akan barang atau jasa tersebut melainkan sebagai gaya hidup akan
meningkatkan prestis dan solidaritas kelompok. Konsumsi simbol ditandai
dengan dimana pelaku konsumsi sudah tidak lagi memikirkan kegunaannya
melainkan nilai atau value barang atau jasa tersebut.
Konsumsi simbol semakin meningkat grafik statistiknya yang
penyebabnya ditengarai oleh lingkungan kekerabatan yang senantiasa
mengukur kualitas dan status seseorang semata-mata dengan takaran materi
serta diperkuat dengan penetrasi tayangan kenikmatan modernitas di sejumlah
stasiun televisi dan internet. Faktor lainnya adalah akibat mudahnya akses
8
tontonan budaya popular dalam kemasan budaya instan. Tontonan yng kurang
memperhatikan aspek tuntutan ini dikendalikan oleh gurita kapitalisme. Dalam
konteks ini, gurita kapitalisme dengan senyum manisnya mendedahkan dogma
“agar anda memperoleh predikat manusia modern, maka batas-batas tabu,
norma dan susila harus diterabas dengan sukacita. Karena semuanya bersifat
kuno atau ketinggalan jaman”.
Asumsi bahwasanya hidup dengan konsumsi simbol adalah salah satu
cara mengaktualisasikan diri sebagai remaja yang percaya diri pada akhirnya
akan menyeret remaja-remaja lainnya dalam hal ini mahasiswa berbondongbondong menganggap konsumsi simbol adalah bagian dari memaknai hidup
yang pada akhirnya rasionalitas seseorang akan hilang. Bukan hanya menjadi
masalah sosial dikarenakan dapat merugikan orang lain namun konsumsi
simbol juga dapat merugikan diri sendiri misalnya ketidakmampuan atau
bahkan kelumpuhan individu dalam menjalin hubungan sosial terhadap
lingkungannya, persaingan dalam melakukan konsumsi, dan kehilangan
rasionalitas dari individu tersebut.
Penelitian ini akan melihat konsumsi simbol pada mahasiswa dimana
tidak sedikit dari mereka adalah kelompok yang belum produktif. Peneliti
akan melihat sejauh mana konsumsi simbol menjadi bagian dari kegiatan
konsumsi mahasiswa, bagaimana kegiatan mahasiswa dalam melakukan
kegiatan konsumsi yakni berawal dari motivasi, proses konsumsi simbol dan
dampaknya.
9
E. Latar Belakang
Indonesia yang menjadi salah satu negara sedang berkembang di dunia
yang tidak luput dari perkembangan di bidang ilmu pengetahuan, politik dan
teknologi. Perkembangan dari beberapa aspek tersebut juga memiliki dampak
pada aspek lainnya yakni salah satunya pada aspek ekonomi. Fenomena yang
menonjol dalam masyarakat Indonesia saat ini yang disertai kemajuan
ekonomi adalah berkembangnya budaya konsumsi yang ditandai dengan
berkembangnya gaya hidup. Berbagai gaya hidup yang terlahir dari kegiatan
konsumsi semakin beragam pada masyarakat perkotaan Indonesia seperti
ngemall, clubbing, fitness, ngewine, hangout di café adalah beberapa contoh
gaya hidup yang nampak menonjol saat ini. Perkembangan ini bisa diartikan
sebagai tanda bahwa masyarakat Indonesia sudah semakin sejahtera yang
dapat dibuktikan dengan meningkatnya kegiatan konsumsi sebagai efek dari
naiknya penghasilan dan taraf hidup masyarakat. Namun disisi lain hal ini
juga menggambarkan bahwa masyarakat sudah banyak kehilangan rasionalitas
mereka dimana konsumsi sebagai orientasi pertama yang sudah tidak melihat
lagi fungsi konsumsi yang mereka lakukan adalah seperti apa.
Bentuk konsumsi berdasarkan tingkat eksklusivitas ini terjadi di
masyarakat Indonesia pada beberapa dekade ini. Data The Nielsen Global
Consumer Index yang dikutip Reuters mengatakan bahwa Indonesia masih
memuncaki daftar teratas negara dengan tingkat konsumsi masyarakat di dunia
yang diikuti India, Filipina, China, dan Brasil Uni Emirat Barat dimana
penduduk Amerika Serikat sendiri pelan-pelan mulai mengurangi kebiasaan
10
belanjanya3. Rene Descartes yang dulu pernah megemukakan “Cogito, Ergo
Sum” yakni aku berfikir maka aku ada dimana ekstensi seseorang ditunjukkan
dengan bagaimana cara berfikirnya atau bagaimana ide-idenya saat ini
berubah presentasi menjadi “I shop therefore I am” yakni aku berbelanja maka
aku ada. Pendapat ini terihat pada jurnal Nurist Surayya dalam Konsumsi
Sebagai Penanda Kesejahteraan dan Stratifikasi Sosial dalam Bingkai
Pemikiran Jean Baudrillard. Ungkapan ini menjadi popular yang menunjukkan
saat ini masyarakat melakukan konsumsi yang bukan lagi berdasarkan
kebutuhan tetapi berdasarkan tingkat eksklusivitas benda tersebut.
Konsumsi berdasarkan tingkat eksklusivitas ini adalah salah satu
bentuk konsumsi simbol. Dalam masyarakat konsumen, orang tidak lagi
mempunyai independensi. Kehidupan masyarakat tidak lagi digerakkan oleh
kebutuhan dan tuntutan personal, melainkan oleh kapasitas produksi yang
sangat besar. Baudrillard mengemukakan masalah-masalah yang timbul dalam
sistem masyarakat konsumen tersebut tidak lagi berkaitan dengan produksi
melainkan dengan kontradiksi antara level produktifitas yang lebih tingi
dengan kebutuhan untuk mendistribusikan produk. Oleh karena itu, kunci vital
dalam sistem sekarang adalah mengontrol mekanisme produksi sekaligus
permintaan konsumen sebagai bagian dari sosialisasi yang terencana melalui
kode-kode atau nilai tanda.4
3
http://bisnis.liputan6.com/read/813277/penduduk-indonesia-paling-doyan-belanja-di-dunia diakses
pada tanggal 1 November 2014
4
Baudrillard, Jean. 1998. The Consumer Society Myths and Structures. London: Sage Publication Ltd.
11
Eksklusivitas disini adalah sebagai simbol yang nantinya digunakan
dalam membangun hubungan sosial seperti yang dikemukakan oleh Douglas
dan Isherwood dalam Feathersone. Konsumsi fisik atau konsumsi nilai
kegunaan dari benda-benda tersebut hanya memberikan kepuasan sebagian
saja, karena yang paling penting justru kenikmatan memanfaatkan barangbarang tersebut sebagai tanda. Tanda-tanda konsumsi pada kenyataannya
sekarang mampu menandai relasi-relasi sosial. Objek konsumsi menentukan
prestise, status dan simbol-simbol sosial tertentu bagi pemakainya.5
Esklusivitas sebagai konsumsi simbol di Indonesia ini terlihat dalam
banyak hal seperti penggunaan teknologi komunikasi yang tujuan utamanya
adalah sebagai bagian dari sosialisasi relasi sosial. Contoh konsumsi simbol
lainnya adalah dalam penggunaan merk pakaian. Penggunaan merk pakaian
ini dengan perbandingan antara harga dan kualitas yang sudah tidak rasional
lagi. Mereka para pengkonsumsi simbol lebih memilih barang dengan merk
ternama yang dimana pada dasarnya kualitas barang tersebut tidak berbeda
jauh dengan kualitas barang lokal Indonesia.
Konsumsi simbol juga didukung oleh pesatnya perkembang teknologi
yang menandakan modernisasi. Hal ini dapat terlihat dengan adanya
pemenuhan konsumsi para konsumen menggunakan jaringan internet atau
yang sering disebut online shop. Menurut data statistik pertumbuhan pangsa
pasar e-commerce di Indonesia sekitar 30% dari jumpah penduduk Indonesia
atau sekitar 82 juta adalah pengguna internet dan 7% nya pernah belanja
5
Feathersone, Mike.1992. Consumer and Posmodernism. London: Sage Publications Ritzer,
George.1996. The McDonaldization of Society, Revised Edition. California: Pine Forge Press.
12
online. Fakta ini bukan hanya terjadi di kota-kota besar Indonesia namun juga
banyak kota-kota kecil di Indonesia yang mulai ikut dalam modernisasi
dengan gaya hidup berbelanja online. Pada tahun 2012 suatu perusahaan ecommerce di Indonesia mencatat 41% penjualan mereka berasal dari Jakarta,
namun enam bulan selanjutnya angka ini turun menjadi 22%. Hal ini
membuktikan bahwasanya tidak hanya konsumen di Jakarta sebagai pusat
perkembangan di Indonesia yang tumbuh dengan gaya hidup modern.
Menkominfo juga menyebutkan bahwa nilai transaksi e-commerce pada tahun
2013 di Indonesia mencapai angka 130 triliun rupiah.6
Mengutip kalimat pada jurnal posmoderisme dan budaya konsumen
ada fakta-fakta akan dunia konsumen ini adalah sulit dibantahkan. Hal ini
dikarenakan pertama, manusia tidak pernah bisa lepas dari kegiatan konsumsi,
kedua secara fisik manusia hanya bisa bertahan hanya karena konsumsi, ketiga
dalam semua hal, manusia semua adalah konsumen. Semua perkembangan
konsumen ini menekankan pembedaan anatar keperluan untuk bertahan hidup
bagi manusia dan perkembangan suatu ideologi yang berdasar pada
konsumerisme.
Gaya hidup konsumsi simbol ini sangat jelas jika melihat data dimana
meningkatnya pendapatan perkapita masyarakat Indonesia yang berimbas
pada pergesaran pola konsumsinya. Jumlah penduduk yang tinggi dan
perubahan peta pasar menjadikan pola konsumsi masyarakat turut berubah.
Survey sosial ekonomi nasional yang dituangkan dalam modul konsumsi
6
http://startupbisnis.com/data-statistik-mengenai-pertumbuhan-pangsa-pasar-e-commerce-diindonesia-saat-ini/ diakses pada 1 November 2014
13
1999, 2022, dan 2005 menunjukkan data statistik yang lebih meyakinkan
sepanjang 10 tahun periode tahun 1999-2009 telah terjadi perubahan orientasi
konsumsi masyarakat Indonesia. Jika ditahun 1999 produk makanan masih
menjadi dominasi konsumsi sebesar 62,9% secara bertahap turun ditahun 2004
menjadi 54,6% dan hanya 50,6% ditahun 2009. Sementara orientasi konsumsi
pada produk bukan makanan mengalami kenaikan dari 37,1% ditahun 1999
naik menjadi 45,4% ditahun 2004 dan menjadi 49,4% ditahun 2009.7
Pada mulanya kegiatan konsumsi hanya merupakan suatu konsep yang
menunjukkan suatu sikap untuk mendapatkan barang-barang sebagai
keperluan sehari-hari dengan jalan menukarkan alat tukar barang dan jasa.
Namun seiring dengan berjalannya waktu dan perubahan-perubahan sosial
yang terjadi sebagai akibat adanya budaya-budaya baru yang masuk di
Indonesia, konsep ini juga mengalami pergeseran dimana menjadi sebuah
cerminan gaya hidup tersendiri yang bahkan menjadi suatu kegemaran bagi
sejumlah orang. Tidak sedikit pula yang menganggap bahwa gaya hidup
konsumsi simbol memiliki rasioalitas dimana sangat wajar untuk dilakukan.
Konsumsi simbol hadir bukan hanya dikalangan para pebisnis dalam
hal menunjang karirnya yang dalam hal ini sudah memiliki penghasilan
sendiri namun juga sudah menjadi trend baru pada para remaja yang juga
ingin megaktualisasikan dirinya. Konsumsi simbol pada remaja bahkan
melebihi konsumsi simbol pada masyarakat berpenghasilan menengah keatas
yang dikarenakan beberapa hal seperti kesediaan waktu luang mereka untuk
7
http://www.the-marketeers.com/archives/pergeseran-pola-konsumsi-masyarakat.html diakses pada 1
November 2014
14
melakukan aktivitas ini juga ketersediaan financial yang sudah disiapkan oleh
orang tua mereka. Gaya hidup ini terbentuk oleh adanya media dimana
seseorang dapat memiliki gaya hidup tersendiri karena memiliki kiblat atau
patokan style dari seseorang lainnya dalam hal ini terkait dengan media. Hal
ini ditunjukkan dengan gaya hidup mahasiswa sekarang yang selalu berusaha
uptodate akan barang-barang teknologi mereka. Contohnya mahasiswa yang
tidak pernah bisa lepas dari gadget yang terus berusaha memperbaharuinya.
Gaya hidup konsumsi simbol yang kini menjadi trend baru di kalangan
mahasiswa menjadi masalah sosial yang kurang dipahami dan disadari oleh
banyak orang baik oleh si aktor konsumsi simbol maupun orang lain. Mereka
hanya memahami hal ini akan menjadi masalah sosial ketika si aktor konsumsi
simbol melakukan hal yang merugikan orang lain ketika melakukan kegiatan
ini, misalnya kriminalitas. Fenomena ini menjadi penting untuk diteliti melihat
dampak dari konsumsi simbol itu sendiri menghilangkan rasionalitas
seseorang dan kehilangan jati diri yang sebenernya dari individu tersebut.
Pada pihak lain fakta bahwa konsumtivisme dan kriminalitas menjadi hal yang
sulit dipisahkan pada saat ini. Hal ini banyak terjadi pada kalangan remaja
yang dimana hasrat untuk hidup enak namun tanpa harus bersusah payah
bekerja adalah dengan menghalalkan segala cara termasuk kriminalitas seperti
mengutil bahkan sampai pembunuhan. Konsumtivisme mengkooptasi menjadi
konsumen loyal dengan selalu mengkonsumsi segala bentuk barang dan jasa
yang merepresentasikan kehidupan modern yang pada akhirnya terjebak
dalam belitan kapitalisme global.
15
Salah satu kota pelajar dengan jumlah peminat mahasiswa baru dari
berbagai provinsi ataupun mancanegara yang selalu meningkat dengan
signifikan adalah Yogyakarta. Pada tahun 2014, menurut tempo.co jumlah
calon mahasiswa yang mengincar kampus negeri di Yogyakarta menembus
angka seratus ribu. Jumlah pendaftar SBMPTN yang memilih Universitas
Gadjah Mada (UGM) dan Univesitas Negeri Yogyakarta (UNY) mencapai
112.526 calon mahasiswa, dengan 29.226 pendaftar menempatkan UGM
sebagai pilihan pertama dengan peluang kursi jauh dari itu yakni sebanyak
2.033 atau setara dengan 30% dari total mahasiswa baru yang diterima
dikampus ini.8 Hingga tahun 2011 menurut data Profile Ekoregion Jawa, dari
sejumlah perguruan tinggi yang ada, jumlah mahasiswa yang menempuh
pendidikan di Yogyakata mencapai 78.992 orang yang tersebar di beberapa
perguruan tinggi yakni 10 perguruan tinggi, 112 institusi dengan rincian
38,39% akademi, 34,82% sekolah tinggi, 16,07% universitas, 7,14%
politeknik dan 3,57% institut9.
Kekayaan dari Yogyakarta sebagai kota pelajar menjadikan subsektor
pendidikan ini merupakan salah satu penyumbang dari sektor jasa-jasa yang
pada tahun 2000 lalu bernilai Rp.703M. Keberadaan Perguruan Tinggi dan
mahasiswa memberikan keuntungan tersendiri bagi masyarakat. Hal ini
ditandai dengan munculnya berbagai usaha yang berkaitan dengan kehidupan
8
http://www.tempo.co/read/news/2014/06/06/058583070/Ratusan-Ribu-Calon-Mahasiswa-PilihKampus-Yogyakarta diakses pada 7 November 2015
9
http://ppejawa.com/ekoregion/pendidikan/ diakses pada 15 November 2014
16
mahasiswa seperti pemondokan, kedai makan, fotokopi, hingga usaha hburan
seperti rental VCD, games, komik, boutique, sampai salon-salon kecantikan.10
Sisi lain dari Yogyakarta yang terkenal dengan kota pelajar serta
idealisme luhur sebagai kota budaya kini Yogyakarta sedang bertaruh dengan
perkembangan kota dimana para pebisnis datang dan akan mengubah
Yogyakarta menjadi calon kota metropolitan baru di Indonesia. Yogyakarta
mungkin akan menjadi kota dengan lesatan jumlah mall dan hunian modern
terbesar selama satu dekade terakhir dengan berdirinya sejumlah hotel bintang
lima di kawasan yang cukup strategis dan bersahaja seperti malioboro,
gejayan, monjali bahkan jalan kaliurang yang dikenal dengan jalannya
mahasiswa yang sangat merakyat. Di jalan magelang juga sudah dibangun
mall dengan konsep yunani kuno dan megah yakni Jogja City Mall (JCM)
yang juga dikelilingi beberapa hotel berbintang. Di Kota Yogyakarta sendiri
terdapat mall berikutnya yang siap mengisi ruang kota Yogyakarta adalah
Sahid Lifestyle Mall yang akan dikembangkan sebagai pusat hunian modern
dengan mall convention center. Ada beberapa mall besar dan hunian modern
lain yang akan segera menyusul di kawasan Yogyakarta dengan tawaran
kemegahanannya. Salah satu sasaran pasar ini adalah mahasiswa, hal ini
terlihat dengan salah satu nama hunian modern atau apartmen di kawasan
Sleman Yogyakarta yakni Student Castle Apartement yang dibangun
PT.Jogjakarta Artha Makmur (JAM).
Berbagai kondisi sosial budaya serta ekonomi Yogyakarta ini
mengidentifikasikan
10
bahwa
konsumsi
simbol
sudah
sangat
dekat
http://ciptakarya.pu.go.id/profil/profil/barat/diy/yogyakarta.pdf diakses pada 15 November 2015
17
keberadaannya dengan kalangan mahasiswa. Konsumsi simbol ini bahayanya
adalah menghilangkan rasionalitas dan tidak disadari oleh beberapa kelompok
orang adalah akan menjadi sebuah ancaman dalam berkehidupan sosial yang
salah satu contoh dampaknya adalah hubungan sosial antar masyarakat
semakin renggang, kesadaran sosial semakin rendah, perhitungan segala
sesuatu didasarkan pada materi, atau bahkan munculnya kriminalitas.
F. Rumusan Masalah
Konsumsi simbol adalah kegiatan dimana seseorang atau sekelompok
orang melakukan kegiatan konsumsi bukan berdasarkan kebutuhan akan suatu
barang atau jasa melainkan berdasarkan nilai guna suatau barang atau
eksklusivitas barang. Konsumsi berlebih ini bukan hanya dilakukan oleh para
pebisnis mapan namun juga digandrungi oleh anak muda yang dimana mereka
memiliki modal secara finansial dari orang tua dan waktu luang. Kondisi ini
didukung juga oleh perkembangan beberapa daerah yang menjadi sasaran
pasar dengan segala kemewahan. Tidak dipungkiri bahwasanya konsumsi
simbol banyak menguntungkan beberapa pihak seperti pasar, namun juga
berdampak kurang baik terhadap beberapa pihak lainnya bahkan untuk diri
sendiri si pelaku konsumsi simbol yakni hubungan sosial yang makin
renggang, rasa empati terhadap sesama semakin rendah. Hal ini diakibatkan
karena kemewahan yang ditawarkan memberikan kemudahan dalam segala
hal mengakibatkan individu tidak perlu melakukan hal-hal yang berhubungan
dengan sosial. Kondisi tersebut mengakibatkan kegiatan konsumsi sosial
menjadi masalah sosial yang terkadang tidak disadari banyak anak muda
18
padahal status mereka adalah mahasiswa dimana di usia ini justru dibutuhkan
sosialisai yang tinggi.
Hal ini menjadi alasan penting mengapa fenomena sosial ini perlu
diteliti yakni dimana munculah rumusan masalah yakni:
“Bagaimana konsumsi simbol yang terjadi pada mahasiswa di Universitas
Gadjah Mada?”
G. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui faktor-faktor daripada konsumsi simbol pada mahasiswa
Universitas Gadjah Mada.
2. Mengetahui bentuk-bentuk konsumsi simbol pada mahasiswa Universitas
Gadjah Mada.
H. Kegunaan Penelitian
1. Penelitian ini diharapkan sebagai sumbangan pemikiran dan refrensi yang
diharapkan dapat berguna bagi penelitian selanjutnya.
2. Dapat memberikan kontribusi keilmuwan bagi Jurusan Pembangunan
Sosial dan Kesejahteraan yang dalam hal ini tentang bagaimana pergeseran
atau perubahan sosial salah satunya masalah sosial yang terjadi pada
lingkungan pendidikan di Indonesia
3. Dapat menjadikan masukan dan saran bagi para remaja khususnya
mahasiswa Universitas Gadjah Mada dalam mengembangkan diri dan
menyaring budaya global.
19
I. Tinjauan Pustaka
1. Konsep dan Teori Kegiatan
1.1 Definisi Kegiatan
Kegiatan manusia merupakan hasil daripada segala macam
pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang
terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata
lain kegiatan merupakan respon atau reaksi seorang individu terhadap
stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini
dapat bersifat pasif seperti tindakan berfikir, berpendapat dan bersikap
maupun aktif seperti melakukan suatu tindakan.
Kegiatan pada dasarnya berorientasi pada tujuan. Dengan kata
lain kegiatan individu pada umumnya dimotivasi oleh suatu keinginan
untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan spesifik tersebut tidak selalu
diketahui secara sadar oleh individu yang bersangkutan.11
Skinner
dalam
Notoatmodjo
seorang
ahli
psikologi
merumuskan bahwa kegiatan merupakan respon atau reaksi seseorang
terhadap stimulus atau rangsangan dari luar, oleh karena kegiatan itu
terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme dan
kemudian organisme tersebut merespon.
Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus, maka kegiatan
dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Kegiatan tertutup, yaitu respons seorang terhadap stimulus dalam
bentuk terselubung atau tertutup. Respon atau reaksi terhadap
11
Winardi. 2004. Manajemen Kegiatan Organisasi. Cetakan Kedua. Kencana Prenada Media Group,
Jakarta.
20
stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan
atau kesadaran, sikap yang terjadi pada orang yang menerima
stimulus tersebut dan belum diamati secara jelas oleh orang lain.
b. Kegiatan terbuka, yaitu respons seseorang terhadap stimulus dalam
bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus
tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang
dengan mudah dapat diamati dan dilihat oleh orang lain.
1.2 Determinan Kegiatan
Faktor penentu atau determinan kegiatan manusia sulit untuk
dibatasi karena kegiatan merupakan resultasi dari berbagai faktor, baik
internal maupun eksternal atau lingkungan. Secara lebih terinci
manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan,
seperti pengetahuan keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi,
sikap dan sebagainya. Namun demikian pada realitasnya sulit
dibedakan atau dideteksi gejala kejiwaan yang menentukan kegiatan
seseorang. Apabila ditelusuri lebih lanjut, gejala kejiwaan tersebut
ditentukan atau dipengaruhi oleh berbagai faktor lain diantaranya
adalah faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik, sosio budaya
masyarakat dan sebagainya.12
12
Skinner, 1938. Dalam: Notoatmodjo S., 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bab V, Pendidikan dan
Prilaku. Halaman 118.
21
1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kegiatan
Menurut teori Lawrence Green menyatakan bahwa kegiatan
manusia dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu faktor kegiatan
(behaviour causes) dan faktor diluar kegiatan (non behaviour
causes). 13 Selanjutnya kegiatan itu sendiri ditentukan atau terbentuk
dari tiga faktor yaitu:
a. Faktor predisposisi (predisposing factors), yang mencakup
pengetahuan, sikap dan sebagainya.
b. Faktor pemungkin (enabling factor), yang mencakup lingkungan
fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau saranasarana keselamatan kerja, misalnya ketersediannya APD, pelatihan
dan sebagainya.
c. Faktor penguat (reinforcement factor), faktor-faktor ini meliputi
undang-undang, peraturan-peraturan, pengawasan dan sebagainya
(Notoatmodjo, 2003).
2. Kegiatan Konsumsi
2.1 Definisi Kegiatan Konsumsi
Kotler dan Keller mendefinsikan kegiatan konsumsi sebagai
berikut: “Kegiatan konsumsi adalah studi bagaimana individu,
kelompok dan organisasi memilih, membeli, menggunakan dan
13
Green, W, Lawrence.et.al, 2005. Health Education Planing A Diagnostik Approach, The Johns
Hapkins University. Mayfield Publishing Company.
22
menempatkan barang, jasa, ide atau pengalaman untuk memuaskan
keinginan dan kebutuhan mereka”.14
Dharmmesta dan Handoko mendefinisikan kegiatan konsumsi
sebagai berikut: “Kegiatan konsumsi dapat didefinisikan sebagai
kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam
mendapatkan dan mempergunakan barang-barang dan jasa-jasa
termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan
dan penentuan kegiatan-kegiatan tertentu.”15
Schiffman dan Kanuk mendefinisikan kegiatan konsumsi
sebagai berikut: “Kegiatan konsumsi menggambarkan cara individu
mengambil keputusan untuk memanfaatkan sumber daya mereka yang
tersedia (waktu, uang, usaha) guna membeli barang-barang yang
berhubungan dengan konsumsi”.16
Dari ketiga pengertian tentang kegiatan konsumsi diatas dapat
diperoleh dua hal yang penting yaitu: 1) sebagai kegiatan fisik dan 2)
sebagai proses pengambilan keputusan. Berdasarkan beberapa definisi
yang telah disebutkan diatas juga bahwa kegiatan konsumsi adalah
semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong
tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli,
14
Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller. 2008. Manajemen Pemasaran (Edisi Ketiga Belas), Jakarta:
PT.Indeks.
15
Basu Swastha Dharmmesta dan T. Hani Handoko. 2000. Manajemen Pemasaran, Analisa Kegiatan
Konsumen. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta
16
Schiffman, Leon, & Kanuk, Leslie Lazar. 2008. Consumer Behaviour 7th Edition (Kegiatan
konsumsi). Jakarta: PT. Indeks
23
menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan halhal di atas atau kegiatan mengevaluasi.
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kegiatan Konsumsi
Kegiatan konsumsi sangat dipengaruhi oleh keadaan dan situasi
lapisan masyarakat dimana ia dilahirkan dan berkembang. Ini berarti
konsumen berasal dari lapisan masyarakat atau lingkungan yang
berbeda akan mempunyai penilaian, kebutuhan, pendapat, sikap, selera
yang berbeda-beda sehingga pengambilan keputusan dalam tahap
konsumsi dipengaruhi beberapa faktor.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan konsumsi terdiri
dari. Pertama yakni faktor kebudayaan berpengaruh luas dan
mendalam terhadap kegiatan konsumsi. Faktor kebudayaan terdiri dari:
Budaya, merupakan penentu keinginan dan kegiatan yang paling
mendasar.
Anak-anak
mendapatkan
kumpulan
nilai,
persepsi,
preferensi, dan kegiatan dari keluarganya serta lembaga-lemabaga
penting. Sub-budaya, Masing-masing budaya terdiri dari sub-budaya
yang lebih kecil yang memberikan lebih banyak ciri-ciri dan sosialisasi
khusus bagi anggota-anggotanya. Sub-budaya terdiri dari kebangsaan,
agama, kelompok ras, dan daerah geografis. Kelas sosial, Pada
dasarnya masyarakat memiliki strata sosial. Stratifikasi tersebut
kadang-kadang berbentuk sistem kasta dimana anggota kasta yang
berbeda dibesarkan dengan peran tertentu dan tidak dapat mengubah
keanggotaan kasta mereka/stratifikasi lebih sering ditemukan dalam
bntuk kelas sosial.
24
Kedua selain faktor budaya, kegiatan seorang konsumen
dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial seperti kelompok acuan, keluarga
serta status sosial. Kelompok acuan seseorang terdiri dari semua
kelompok yang memiliki pengaruh langsung (tatap muka) atau tidak
langsung terhadap sikap dan kegiatan seseorang. Kelompok yang
memiliki pengaruh langsung terhadap seseorang dinamakan kelompok
keanggotaan. Beberapa kelompok keanggotaan adalah kelompok
primer, seperti keluarga, teman, tetangga, dan rekan kerja yang
berinteraksi dengan seseorang serta terus menerus dan informal. Orang
juga menjadi anggota kelompok sekunder, seperti kelompok
keagamaan, professional, dan asosiasi perdagangan yang cenderung
lebih formal dan membutuhkan interaksi yang tidak begitu rutin.
Kedua adalah Keluarga (family) adalah kelompok yang terdiri dari dua
atau lebih orang yang berhubungan melalui darah, perkawinan, atau
adopsi dan tinggal bersama. Keluarga inti (nuclear family) adalah
kelompok langsung yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang tinggal
bersama. Keluarga besar (extended family) mencakupi keluarga inti,
ditambah kerabat lain seperti kakek dan nenek, paman dan bibi,
sepupu, dan kerabat karena perkawinan. Keluarga dimana seseorang
dilahirkan disebut keluarga orientasi (family of orientation), sementara
keluarga yang ditegakkan melalui perkawinan adalah keluarga
prokreasi (family of procreation). Keluarga merupakan organisasi
pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat, dan ia
telah menjadi obyek penelitian yang luas. Anggota keluarga
merupakan kelompok acuan primer yang paling berpengaruh.
25
Seseorang dapat membedakan antara dua keluarga dalam kehidupan
pembeli. Keluarga orientasi terdiri dari orang tua dan saudara kandung
seseorang. Dari orang tua, seseorang mendapatkan orientasi atas
agama, politik, dan ekonomi serta ambisi pribadi, harga diri dan cinta.
Bahkan jika pembeli tidak lagi berinteraksi secara mendalam dengan
keluarganya, pengaruh keluarga terhadap kegiatan pembeli dapat tetap
signifikan. Pengaruh yang lebih langsung terhadap kegiatan pembelian
sehari-hari adalah keluarga prokreasi- yaitu pasangan (suami atau istri)
dan anak-anak. Ketiga adalah status sosial. Seseorang berpartisipasi ke
dalam banyak kelompok sepanjang hidupnya seperti keluarga, klub,
organisasi. Kedudukan orang itu di masing-masing kelompok dapat
ditentukan berdasarkan peran dan status. Peran meliputi kegiatan yang
diharapkan akan dilakukan oleh seseorang. Masing-masing peran
menghasilkan status. Dengan status yang dimilikinya di masyarakat,
dapat dipastikan ia akan mempengaruhi pola atau sikap orang lain
dalam hal berkegiatan terutama adalah hal kegiatan pembelian.
Selanjutnya adalah Faktor pribadi yang terdiri dari usia dan
tahap siklus hidup, pekerjaan dan lingkungan ekonomi, gaya hidup,
serta kepribadian dan konsep diri. Usia dan Tahap Siklus Hidup adalah
dimana orang membeli suatu barang dan jasa yang berubah-ubah
selama hidupnya. Mereka makan makanan bayi pada waktu tahuntahun awal kehidupannya, memerlukan makanan paling banyak pada
waktu meningkat besar dan menjadi dewasa, dan memerlukan diet
khusus pada waktu menginjak usia lanjut. Selera orang pun dalam
pakaian, perabot dan rekreasi berhubungan dengan usianya. Pekerjaan
26
dan Ligkungan Ekonomi dimana pola konsumsi seseorang juga
dipengaruhi oleh pekerjaanya. Seseorang pekerja kasar akan membeli
pakaian kerja, sepatu kerja, kotak makanan dan rekreasi permainan
bowling. Seorang presiden perusahaan akan membeli pakaian wool
yang mahal, berpergian dengan pesawat terbang, menjadi anggota
perkumpulan, dan membeli kapal layar yang besar. Gaya hidup
seseorang adalah pola hidup seseorang dalam dunia kehidupan seharihari yang dinyatakan dalam kegiatan, minat dan pendapat atau opini
yang bersangkutan. Gaya hidup melukiskan “keseluruhan pribadi”
yang berinteraksi dengan lingkungannya. Gaya hidup mencerminkan
sesuatu yang lebih kelas sosial di satu pihak dan kepribadian di pihak
lain. Setiap orang mempunyai kepribadian yang berbeda yang akan
mempengaruhi kegiatan membeli. Kepribadian adalah ciri-ciri
psikologis yang membedakan seseorang, yang menyebabkan terjadinya
jawaban yang secara relatif tetap dan bertahan lama terhadap
lingkungannya. Sedangkan konsep diri (citra diri) dibagi dua yaitu
konsep diri ideal atau bagaimana dia ingin memandang dirinya sendiri
dan konsep diri menurut orang lain atau bagaimana pendapatnya
tentang orang lain memandang dia.
Terakhir adalah faktor psikologis yang terdiri dari motivasi,
persepsi, pembelajaran. Serta keyakinan dan sikap. Motivasi adalah
keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu
untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu
tujuan. Akan tetapi secara definitif dapat dikatakan bahwa motivasi
adalah suatu dorongan kebutuhan dan keinginan individu diarahkan
27
pada tujuan untuk memperoleh kepuasan. Seseorang termotivasi siap
untuk bertindak. Bagaimana seseorang yang termotivasi bertindak
akan dipengaruhi oleh pesepsinya terhadap situasi tertentu. Persepsi
adalah proses yang digunakan oleh seorang individu untuk memilih,
mengorganisasi dan menginterpretasi masukan-masukan informasi
guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti. Persepsi tidak
hanya tergantung pada rangsangan fisik tetapi juga pada rangsangan
yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan individu
yang bersangkutan. Belajar dapat didefinisikan sebagai perubahanperubahan kegiatan yang terjadi sebagai hasil dari akibat adanya
pengalaman. Perubahan-perubahan kegiatan tersebut bersifat tetap atau
permanen dan bersifat lebih fleksibel. Hasil belajar ini akan
memberikan tanggapan tertentu yang cocok dengan rangsanganrangsangan dan yang mempunyai tujuan tertentu Melalui bertindak dan
belajar, orang mendapat keyakinan dan sikap. Keduanya kemudian
mempengaruhi pembelian mereka. Keyakinan adalah gambaran
pemikiran yang dianut seseorang tentang suatu hal. Keyakinan
mungkin berdasarkan pengetahuan, pendapat, atau kepercayaan.
Kesemuanya itu mungkin atau tidak mungkon mengandung faktor
emosional.
Sikap
kecendrungam
adalah
tindakan
evaluasi,
yang
perasaan
emosional,
menguntungkan
atau
dan
tidak
meguntungkan dan bertahan lama dari seseorang terhadap suatu obyek
atau gagasan.17
17
Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller, Manajemen Pemasaran (Edisi Ketiga Belas), PT.Indeks,
Jakarta, 2008.
28
3. Konsumsi simbol
Kegiatan adalah tanggapan atau reaksi individu yang terwujud dalam
gerakan atau sikap, tidak saja badan atau ucapan. Konsumsi adalah sistem
yang menjalankan urutan tanda-tanda dan penyatuan kelompok. Jadi
konsumsi itu sekaligus sebagai moral sebuah sistem ideologi dan sistem
komunikasi, struktur pertukaran perbedaan yang mengkokohkan persatuan
kelompok. Dengan demikian perbedaan-perbedaan yang dikodekan
sebaliknya menjadi alat tukar.18
Dengan demikian konsumsi didefiniskan:
1. Tidak lagi sebagai praktik fungsional objek kepemilikan
2. Tidak lagi sebagai fungsi sederhana prestise individual atau
kelompok
3. Sebagai sistem komunikasi dan pertukaran, sebagai kode tandatanda yang secara terus-menerus disiarkan, diterima dan ditemukan
lagi menjadi bahasa khas.
Baudrillard juga membahas tentang rasionalitas sosial konsumsi yakni
tentang teori produksi dan objek yang didasarkan pada semiotika, yang
menekankan pentingnya nilai tanda dari objek-objek hasil konstruksi
industri. Masih rendahnya pemahaman orang akan tanda-tanda yang
kebanyakan tanda-tanda itu dikonsepsikan oleh beberapa kepentingan yang
menjebak. Braudrillard mengatakan pada saat ini masyarakat hidup dalam
bayang-bayang konsumsi merek yang dipompa oleh sarana iklan.
Braudrillard memandang bahwa tidak ada yang disebut dengan masyarakat
18
Braudirllard, Jean. 2004. Masyarakat Konsumtif. Yogyakarta. Kreasi Wacana
29
berkecukupan, semua masyarakat mengkombinasikan ekses struktural dan
kefakiran struktural. Dalam memandang pertumbuhan Braudrillard
cenderung memaknai bahwa pertumbuhan diperlukan untuk membatasi
gerak orang-orang miskin dan memelihara sistem. Konsumsi dipadang
sebagai kegiatan kolektif, sesuatu yang dipaksakan, satu moralitas, institusi
dan seluruh sistem nilai. Dengan tegas Braudrillard berpendapat bahwa
konsumsi yang berlebihan dan tidak bergunalah yang memungkinkan orang
dan masyarakat merasa bahwa ada, bahwa mereka sepenuhnya hidup.
Dalam tataran sosial ada dua tatanan yang saling terkait, yaitu tatanan
produksi dan tatanan konsumsi.
Braudrillard mengatakan pada saat ini masyarakat memiliki logika
konsumsi yang tidak akan terfokus pada pemanfaatan nilai guna barang jasa
oleh individu, namun terfokus pada produksi dan manipulasi sejumlah
penanda sosial. Komoditas tidak lagi dipandang didefinisikan berdasarkan
kegunaanya, namun berdasarkan atas apa yang mereka maknai. Dan apa
yang mereka maknai didefinisikan bukan oleh apa yang mereka lakukan,
melainkan hubungan mereka dengan seluruh sistem komoditas dan tanda.
Braudrillard mengatakan bahwa perubahan objek dan perubahan
kebutuhan terjadi karena terjadinya perubahan makna. Braudrillard
menyebutnya terjadi mitologi rasionalitas terhadap kebutuhan dan
kepuasan. Dalam logika tanda, seperti logika simbol-simbol, objek-objek
tidak lagi dihubungkan dengan fungsi atau dengan kebutuhan yang nyata.
Dengan logika tanda, objek atau barang akan menciptakan kenyamanan,
prestise dan lain-lain sehingga pada saat itu terjadi perubahan kebutuhan
30
yang memunculkan keinginan. Dengan perubahan keinginan itu menurut
Braudrillard mereka akan lebih berarti. Tubuh saat ini telah menjadi
penanda sosial diamana nilai tubuh menjadi fungsional artinya bukan lagi
daging dalam pandangan religious, bukan kekuatan kerja dalam logika
industri, tetapi dikembailkan dalam sifatnya atau dalam identitas yang
nampak sebagai objek dari pengagungan narasis atau unsur taktis dan unsur
ritual sosial.
Manurut Braudrillard, proses konsumsi dapat dianalisis dalam
perspektif dua aspek yang mendasar, yaitu:
1. Sebagai proses signifikansi dan komunikasi yang didasarkan pada
peraturan (kode) dimana praktik-praktik konsumsi masuk dan
mengambil maknanya. Disini konsumsi merupakan sistem pertukaran
dan sepadan dengan bahasa.
2. Sebagai proses klasifikasi dan deferensiasi sosial dimana kali ini
objek-objek atau tanda-tanda ditasbihkan bukan hanya sebagai
perbedaan yang signifikan dalam satu kode tetapi sebagai nilai yang
sesuai (aturan) dalam sebuah hierarkhi. Disini konsumsi dapat menjadi
objek pembahasan strategis yang menentukan kekuatan, khususnya
dalam distribus nilai yang sesuai aturan (melebihi hubungannya
dengan pertanda sosial lainnya: pengetahuan, kekuasaan, budaya dan
lain-lain).19
19
Braudirllard, Jean. 2004. Masyarakat Konsumtif. Yogyakarta. Kreasi Wacana
31
Rasionalitas akan konsumsi juga ditanggapi oleh tokoh rasionalisme
Rene Descartes yang mengatakan bahwa sumber pengetahuan yang dapat
dipercayai adalah akal. Keberadaan rasionalitas menurut Rene Descartes
adalah “Cogito Ergo atau Je Pense Donc Je Suis” yang memiliki arti “aku
berfikir maka aku ada”.
Aliran rasionalisme meyakini bahwa sumber
pengetahuan adalah rasio, kebenaran yang pasti berasal dari rasio.
Descartes mengatakan dalam diri manusia terdapat tiga ide bawaan
(idea innatea) yaitu (1) ide pemikiran (cogitans): karena kita memahami
diri sebagai makhluk yang berkesadaran atau rasional, maka kita mutlak
menerima kesadaran atau pemikiran sebagai hakikat diri, (2) ide ketuhanan
(dues): dalam berpikir kita tentu tidak mampu mencapai kesempurnaan,
dan karena kesempurnaan bukan berasal dari kita melainkan dari sosok
yang oleh Descartes sebut Tuhan, (3) ide keluasan (extentio): segala
sesuatu di sekitar kita dapat dipahami menurut satuan geometris luas,
panjang, lebar, tinggi, besar, hal itu menunjukkan bahwa manusia
memiliki ide keluasan.
Konsumsi simbol merupakan keinginan secara berlebihan untuk
mencapai kepuasan maksimal. 20 Konsumsi simbol dapat didefinisikan
sebagai tindakan-tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam
usaha memperoleh dan menggunakan barang-barang jasa ekonomis
20
Tambunan, E. 2005. Pengarih Motivasi dan Disiplin Kerja terhadap Kinerja Karyawan. Medan
32
termasuk
proses
pengambilan
keputusan
yang
mendahului
dan
menentukan tindakan-tindakan tersebut.21
Keinginan masyarakat dalam era kehidupan yang modern untuk
mengkonsumsi sesuatu tampaknya telah kehilangan hubungan dengan
kebutuhan yang sesungguhnya. Konsumsi simbol seringkali dilakukan
secara berlebihan sebagai usaha seseorang untuk memperoleh kesenangan,
meskipun sebenarnya kebahagiaan yang diperoleh bersifat semu.
Sedangkan Paraswati menyatakan bahwa konsumsi simbol merupakan
perbuatan secara sadar tanpa diikuti adanya perencanaan pembelian dan
tidak adanya pertimbangan tingkat urgensinya atau mendasar tidaknya
pembelian tersebut sebagai pemenuhan keinginan semata yang didorong
oleh interaksi sosial individu tersebut.
4. Konsumsi simbol di Indonesia
Mahasiswa merupakan kalangan muda yang berumur antara 19
sampai 28 tahun yang memang dalam usia tersebut mengalami suatu
peralihan dari tahap remaja ke tahap dewasa. Mahasiswa dapat
didefinisikan sebagai individu yang sedang menuntut ilmu ditingkat
perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta atau lembaga lain yang
setingkat dengan perguruan tinggi. Mahasiswa dinilai memiliki tingkat
intelektualitas yang tinggi, kecerdasan dalam berpikir dan kerencanaan
dalam bertindak. Berpikir kritis dan bertindak dengan cepat dan tepat
21
Engel, James F., Miniard, Paul w, Blackwell Roger D. 2001. Consumer Behavior. 9 th Edition.
Florida: Harcourt College Publisher.
33
merupakan sifat yang cenderung melekat pada diri setiap mahasiswa, yang
merupakan prinsip yang saling melengkapi. Mahasiswa adalah manusia
yang tercipta untuk selalu berpikir yang saling melengkapi.22
Definisi siapa mahasiswa ini menekankan bahwasanya dimasa
inilah mereka dapat berkembang dengan pesat yang sangat dipengaruhi
oleh lingkungan. Apabila lingkungan mereka adalah lingkungan dengan
gaya hidup modern maka sangat mudah mereka menjadi para mahasiswa
dengan konsumsi simbol. Konsumsi simbol menjadi gaya hidup baru atau
bahkan dapat diartikan sebagai identitas bagi banyak mahsiswa Indonesia.
Identitas menjadi suatu tujuan bagaimana individu mengaktualisasikan diri
melalui apa yang dilihat melalui pengalaman ataupun media yang
dikonsumsi. Hal ini menentukan apa yang diinginkan dan akan menjadi
seperti apa yang diinginkan. Identitas menjadi suatu cerminan bagaimana
seseorang tersebut bergaul, bagaimana bisa bersosialisasi dengan
masyarakat, dan rasa untuk diakui keberadaannya dalam lingkungan
sosial. Seperti yang diungkapkan Ericson dalam jurnal provitae tentang
definisi identitas yakni “Identitas adalah suatu perasaan tentang menjadi
seseorang yang sama, perasaan tersebut melibatkan sensasi fisik dari
tubuh, body image, memori, tujuan, nilai-nilai dan pengalaman yang
dimiliki oleh seseorang, suatu perasaan yang berhubungan dengan rasa
keunikan dan kemandirian”.23
22
Dwi Siswoyo. 2007. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Pers.
23
Erikson.dalam Valentini & Nisfianoor. 2006. h. 1, Journal Provitae, Volume 2 No.1, Mei 2006,
Fakultas Psikologi Universitas Tarumanegara Jakarta. Yayasan Obor.: Jakarta
34
Identitas yang dijelaskan oleh Ericson merupakan suatu hal yang
berhubungan dengan rasa seseorang ingin sama dengan apa yang dilihat,
mulai dari pemaknaan tentang dirinya secara fisik berkaitan dengan gaya
hidup, fashion dalam bentuk pakaian atau tren yang dianggap sama dengan
apa yang diinginkannya. Perubahan identitas dalam masyarakat tidak serta
merta terjadi begitu saja, akan tetapi pengaruh dari berbagai aspek juga
menentukan bagaimana identitas tersebut dibentuk. Seperti yang
diungkapkan Giddens dalam Gaunleet bahwa “Giddens see connections
between the most micro aspects of society – individuals’ internal sense of
self and identity – and the big macro picture of the state, multinational
capitalist corporation and globalization. Dalam hal ini menurut Giddens
identitas yang dipilih atau dibentuk berhubungan dua hal yaitu aspek
masyarakat (berhubungan individu itu sendiri) dan yang lebih besar lagi
ada pada konteks diluar masyarakat yang berhubungan yakni negara,
kapitalis, dan secara globalisasi.
Dalam dunia Barat deskripsi identitas diekspresikan melalui
berbagai bentuk representasi yang dapat dikenali oleh orang lain dan diri
sendiri. Jadi identitas adalah suatu esensi yang dapat dimaknai melalui
tanda-tanda, selera, kepercayaan, sikap, dan gaya hidup.24 Melalui esensi
tersebut identitas bisa dikategorikan melalaui maskulinitas, feminitas,
Asia, Barat dan lain sebagainya. Dalam hal ini, identitas merupakan
pemikiran tentang siapa sendiri, namun yang disebut dengan diri sendiri
24
Barker, Chris 2004. Cultural Studies. Teori & Praktik. Penerjemah: Nurhadi. Yogyakarta: Kreasi
Wacana.
35
adalah mampu berubah dari waktu ke waktu atau temporer sesuai dengan
konteks sosial dari seseorang.
Identitas dipengaruhi oleh berbagai budaya yang bisa menggeser
identitas local tertentu sehingga menjadi seperti apa yang telah dibuat oleh
pemilik kuasa. Hal ini berhubungan dengan apa yang diungkapkan Kellner
bahwa, “Jika dulu membentuk identitas individu adalah siapa anda, apa
yang anda lakukan, orang seperti apa anda, berbagai pilihan serta
komitmen moral, politis, dan ekstensialis anda. Kini yang menentukan
identitas anda adalah bagaimana penampilan anda, citra anda, gaya
anda, dan bagaimana anda terlihat, budaya medialah yang memberikan
banyak materi dan sumber untuk membentuk identitas”. Identitas mulai
muncul dengan adanya momen konsumsi yang menandai salah satu proses
dimana dibentuk sebagai pribadi-pribadi. Dalam hal ini identitas mulai
berkembang dan terlihat ketika masyarakat mulai konsumtif, adanya
pembedaan
kelas
yang
berasal
dari
bagaimana
seseorang
mengidentifikasikan dirinya melalui pola konsumsi.
Konsumsi simbol ini tidak dapat terlepas dari salah satu kota
pelajar di Indonesia yakni Yogyakarta. Menurut data dari Dinas
Pendidikan Daerah Istimewa Yogyakarta, saat ini Yogyakarta memiliki 22
Universitas baik negeri maupun swasta, 52 Sekolah Tinggi, 5 Institut, 9
Politeknik dan 42 Akademi. 25 Kekayaan dari Yogyakarta sebagai kota
pelajar menjadikan subsektor pendidikan ini merupakan salah satu
penyumbang dari sektor jasa-jasa yang pada tahun 2000 lalu bernilai
25
http://pendidikan-diy.go.id/dikti/home diakses pada 28 November 2014
36
Rp.703M. Keberadaan Perguruan Tinggi dan mahasiswa memberikan
keuntungan tersendiri bagi masyarakat. Hal ini ditandai dengan munculnya
berbagai usaha yang berkaitan dengan kehidupan mahasiswa seperti
pemondokan, kedai makan, fotokopi, hingga usaha hburan seperti rental
VCD, games, komik, boutique, sampai salon-salon kecantikan.26
Sisi lain dari Yogyakarta yang terkenal dengan kota pelajar serta
idealisme luhur sebagai kota budaya kini Yogyakarta sedang bertaruh
dengan perkembangan kota dimana para pebisnis datang dan akan
mengubah Yogyakarta menjadi calon kota metropolitan baru di Indonesia.
Yogyakarta mungkin akan menjadi kota dengan lesatan jumlah mall dan
hunian modern terbesar selama satu dekade terakhir dengan berdirinya
sejumlah hotel bintang lima di kawasan yang cukup strategis dan bersahaja
seperti malioboro, gejayan, monjali bahkan jalan kaliurang yang dikenal
dengan jalannya mahasiswa yang sangat merakyat. Di jalan magelang juga
sudah dibangun mall dengan konsep yunani kuno dan megah yakni Jogja
City Mall (JCM) yang juga dikelilingi beberapa hotel berbintang. Di Kota
Yogyakarta sendiri terdapat mall berikutnya yang siap mengisi ruang kota
Yogyakarta adalah Sahid Lifestyle Mall yang akan dikembangkan sebagai
pusat hunian modern dengan mall convention center. Ada beberapa mall
besar dan hunian modern lain yang akan segera menyusul di kawasan
Yogyakarta dengan tawaran kemegahanannya. Salah satu sasaran pasar ini
adalah mahasiswa, hal ini terlihat dengan salah satu nama hunian modern
26
http://ciptakarya.pu.go.id/profil/profil/barat/diy/yogyakarta.pdf diakses pada 28 November 2015
37
atau apartmen di kawasan Sleman Yogyakarta yakni Student Castle
Apartement yang dibangun PT.Jogjakarta Artha Makmur (JAM).
Berbagai fakta kondisi sosial budaya serta ekonomi Yogyakarta ini
mengidentifikasikan bahwa konsumsi simbol sudah menjadi hal yang
biasa. Konsumsi simbol ini bahayanya tidak disadari oleh beberapa
mahasiswa sebagai sebuah masalah sosial baru dimana salah satu contoh
dampaknya adalah hubungan sosial antar masyarakat semakin renggang,
kesadaran sosial semakin rendah, perhitungan segala sesuatu didasarkan
pada materi, atau bahkan munculnya kriminalitas.
Kondisi sosial budaya mahasiswa saat ini juga menjadi
kekhawatiran tersendiri bagi Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah RI
Anies Baswedan pada harianjogja.com sebagai akibat hunian apartemen
dan kos eksklusif mulai marak dibangun di kawasan Sleman yang tidak
bisa memiliki fungsi sosial. “Karakteristik mahasiswa dibentuk dari
lingkungan ia tinggal selama kuliah, jadi kalau bisa mahasiswa diberikan
tempat tinggal yang tidak hanya mendukung kegiatan akademisnya tapi
juga kehidupan sosialnya juga,” kata Anies Baswedan saat topping off
ceremony Student Castle Apartememt di Seturan 29 November 2014.27
Kegalauan akan kondisi sosial ekonomi serta budaya dari
mahasiswa saat ini memang mengkhawatirkan. Hal ini dapat dilihat dari
rubik opini pada edukasi.kompasiana.com yang ditulis oleh Melly Indri
Saputri (Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta) “Mahasiswa yang
dijadikan sebagai jembatan antara rakyat dan pemerintah, mahasiswa
27
http://www.harianjogja.com/baca/2014/12/02/apartemen-di-jogja-anies-minta-warga-apartemenkhususnya-mahasiswa-bisa-bersosial-556811 diakse pada 28 November 2014
38
yang dijadikan sebagai kaum elite berpendidikan yang diyakini sebagai
orang-orang yang mampu mengubah tatanan dan struktur kenegaraan
dan mahasiswa yang dijadikan sebagai garda atau garis terdepan sebagai
pionir-pionir agen of change dan agen socialcontrol. Namun saat ini,
paradigma yang ada dimahasiswa sekarang dianggap sebagai oknumoknum yang merusak tatanan sociocultural, mahasiswa dianggap sebagai
oknum yang sudah mengalami demoralisasi dan disorganisasi, dimata
masyarakat sekarang mahasiswa hanya sekelompok orang-orang yang
hanya bertindak tidak memiliki akal, perusak aktivitas, dan lebih mirisnya
lagi mahasiswa dianggap sebagai bocah kemarin sore yang baru
menyuarakan haknya pada hari ini”.28
28
http://edukasi.kompasiana.com/2015/01/03/tengok-arti-mahasiswa-700170.html diakses pada 28
November 2014
39
Download