Pelajaran Ke 3: Hierarki Dalam Gereja Katolik

advertisement
MATERI PELAJARAN AGAMA KATOLIK KELAS XI
SEMESTER 1 :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Gereja sebagai Umat Allah
Gereja sebagai Persekutuan yang Terbuka
Hierarki dalam Gereja Katolik
Hubungan Awam dan Hierarki sebagai Partner Kerja
Gereja yang Satu dan Kudus
Gereja yang Katolik dan Apostolik
Gereja yang Menguduskan
Gereja yang Mewartakan
Gereja yang Menjadi Saksi Kristus
Gereja yang Melayani
1. Arti dan makna gereja sebagai Umat Allah
Gereja merupakan umat allah yang sedang berjalan menuju kerumah bapa, dimana
gereja sungguh merupakan satu umat allah yang sehati dan sejiwa, seperti yang
ditunjukkan pada gereja perdana, yang imannya kita anut sampai sekarang. Gereja
harus merupakan seluruh umat, bukan hierarki saja dan awam hanyalah sebuah
tambahan, pendengar dan pelaksana. Asal usul dan Arti Katanya. Kata “Gereja” yang
berasal dari kata igreja dibawa ke Indonesia oleh para misionaris Portugis. Kata
tersebut adalah ejaan Portugis untuk kata Latin ecclesia, yang ternyata berasal dari
bahasa Yunani, ekklesia. Kata Yunani itu sebetulnya berarti ‘kumpulan’ atau
‘pertemuan’, ‘rapat’. Namun Gereja atau ekklesia bukan sembarang kumpulan,
melainkan kelompok orang yang sangat khusus. Untuk menonjolkan kekhususan itu
dipakailah kata asing itu. Kadang-kadang dipakai kata “jemaat” atau “umat”. Itu tepat
juga. Tetapi perlu diingat bahwa jemaat ini sangat istimewa. Maka barangkali lebih
baik memakai kata “Gereja” saja, yakni ekklesia. Kata Yunani itu berasal dari kata
yang berarti ‘memanggil’. Gereja adalah umat yang dipanggil Tuhan. Itulah arti
sesungguhnya kata “Gereja”.
Dasar dan konsekwensi gereja yang meng “umat”:
a. Hidup mengumat pada dasarnya merupakan hakekat gereja dan persaudaraan
cintakasih seperti yang dicerminkan oleh gereja perdana.
b. Dalam hidup meng-umat, banyak karisma yang diterima
c. Dalam hidup meng-umat, semua orang dihayati merasakan martabat yang sama.
Oleh karena itu, gereja harus hadir di dunia dengan persekutuan yang terbuka
artinya, Gereja hadir di dunia bukan untuk dirinya sendiri, Gereja hadir untuk dunia,
kegembiraan dan harapan serta kabar sukacita. Gereja harus menjadi tanda
keselamatan bagi dunia.
Semua anggota gereja, baik Golongan Hierarki, Biarawan dan viarawati, serta kaum
awam harus dapat membangun persekutuansesuai dengan martabat dan fungsinya.
Keanggotaan gereja yaitu:
1. Golongan hierarki: Adalah orang-orang yang ditahbiskan untuk tugas kegembalaan.
2 tugas hierarki adalah: pertama, menjalankan tugas kepemimpinan dalam
komunikasi iman. Hierarki mempersatukan umat beriman, tidak hanya petunjuk,
nasehat dan teladan tetapi juga dengan kewibawaan dan kekuasaan kudus. Kedua,
Hirarki menjalankan tugas-tugas gerejani, seperti merayakan sakramen, mewartakan
sabda, dsb.
Gereja yang satu, kudus, Katolik dan apostolik di dunia ini disusun dan diatur sebagai
serikat, lebih khusus lagi sebagai suatu “serikat yang dilengkapi dengan jabatan
hierarkis” (Lumen Gentium 8). Menurut ajaran resmi Gereja, struktur hierarkis
termasuk hakikat kehidupannya juga. Maka Konsili mengajarkan bahwa “atas
penetapan Ilahi, para Uskup menggantikan para Rasul sebagai gembala Gereja”
(Lumen Gentium 20). “Konsili suci ini mengajarkan dan menyatakan, bahwa Yesus
Kristus, Gembala Kekal, telah mendirikan Gereja kudus, dengan mengutus para Rasul
seperti Ia sendiri diutus oleh Bapa (lih. Yoh 20:21). Para pengganti mereka, yakni
para Uskup, dikehendaki-Nya menjadi gembala dalam Gereja-Nya hingga akhir
zaman” (Lumen Gentium 18).
Struktur hierarkis bukanlah sesuatu yang ditambahkan atau dikembangkan dalam
sejarah Gereja saja. Menurut ajaran Konsili Vatikan II struktur itu dikehendaki Tuhan
dan akhirnya berasal dari Tuhan Yesus sendiri. Tidak semua orang Kristen dapat
menerima ajaran Katolik ini. Ternyata struktur hierarkis Gereja merupakan kendala
paling besar bagi kesatuan jemaat-jemaat Kristen.
2. Biarawan-biarawati: adalah anggota umat yang mngucapkan kaul kemiskinan,
ketaatan dan keperawanan selalu bersatu dengan kristus dan menerima pola nasib
hidup yesus secara radikal.
3. Kaum Awam; adalah semua orang beriman Kristen yang tidak termasuk golongan
tertahbis dan biarawan/biarawati, yang dengan rahmat pembaptisannya mereka
menjadi anggota gereja dan dengan caranya sendiri mengambil bagian dalam tugas
kristus sebagi imam, nabi dan raja. Kaum awam berperan dalam kerasulannya baik
dalam membangun jemaat serta kerasulan dalam tata dunia. Gereja tidak hadir di
dunia untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk dunia yang menjadi peranan kaum
awam. Berdasarkan panggilan khasnya, awam bertugas mencari Kerajaan Allah
dengan mengusahakan hal-hal duniawi dan mengaturnya sesuai dengan kehendak
Allah. Mereka hidup di dunia, yakni dalam semua dan setiap jabatan serta kegiatan
dunia. Mereka dipanggil untuk menjalankan tugasnya dan dibimbing oleh semangat
injil, mereka dapat menguduskan dunia laksana ragi. Medan tugas mereka adalah tata
dunia, hidup berkeluarga dan bermasyarakat serta hidup dalam segala bidang
keduniawian ipoleksosbuhankamnas.
Pelajaran Ke 2: Gereja sebagai persekutuan yang terbuka
Dalam Lumen Gentium Bab II, Allah dilukiskan sebagai persekutuan penuh Roh
Kudus, sebagai persekutuan hidup, cinta kasih dan kebenaran. Dengan demikian, Roh
Kudus mendapat tempat utama yang menghidupi dan memimpin seluruh gereja Umat
dilengkapi dengan upaya-upaya kesatuan yang kelihatan dan bersifat
kemasyarakatan. Untuk itu perlulah kita melihat siapa saja anggota gereja sebagai
kesatuan umat beriman. Gereja adalah persekutuan Umat Allah untuk membangun
Kerajaan Allah di bumi ini. Dalam persekutuan umat ini, semua anggota gereja
memiliki martabat yang sama, namun berbeda dari segi fungsinya. Anggota-anggota
gereja tersebut adalah: Golongan Hierarki, Biarawan-biarawati dan Kaum Awam.
Golongan Hierarki: Adalah orang-orang yang ditahbiskan untuk tugas kegembalaan.
mereka menjadi pemimpin persatuan umat, sebagai tanda dari otoritas Kristus
sebagai kepala umat. Tugas Hierarki adalah: Pertama, menjalankan tugas
kepemimpinan dalam komunikasi umat beriman. mereka bertugas mempersatuakan
umat tidak hanya denganotoritas dan kuasanya sendiri, tetapi bergantung kepada
kristus. kedua, hierarki menjalankan tugas gerejani, seperti merayakan sakramen,
mewartakan sabda dan sebagainya.
1.Paus. “Konsili Suci mengajarkan, bahwa atas penetapan ilahi, para uskup
menggantikan para rasul sebagai gembala Gereja” (Lumen Gentium 20). Lumen
Gentium adalah Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Gereja.
Pope Benedict XVI
Kardinal Joseph Ratzinger kelahiran Marktl am Inn, Bavaria, Jerman, Sabtu, 16 April
1927, terpilih sebagai Paus ke-265, pemimpin Gereja Katolik Roma, menggantikan
Paus Yohanes Paulus II yang wafat pada 2 April 2005. Setelah terpilih Selasa 19 April
2005 yang ditandai mengepulnya asap putih dari cerobong Kapel Sistina di Basilika
Santo Petrus, dia memilih nama Paus Benediktus XVI.
2. Imam. merupakan “penolong dan organ para uskup” (Lumen Gentium 28) Didalam
Gereja Katolik ada imam diosesan (sebutan yang sering dipakai imam praja) dan
imam religius (ordo atau kongregasi).
3.Imam diosesan. adalah imam keuskupan yang terikat dengan salah satu keuskupan
tertentu dan tidak termasuk ordo atau kongregasi tertentu. Imam religius (misalnya
SJ, MSF, OFM, dsb) adalah imam yang tidak terikat dengan keuskupan tertentu,
melainkan lebih terikat pada aturan ordo atau kongregasinya.
4. Diakon. adalah pembantu Uskup dan Imam dalam pelayanan terhadap umat
beriman. Mereka ditahbiskan untuk mengambil bagian dalam imamat jabatan. Karena
tahbisannya ini, maka seorang diakon masuk dalam kalangan hirarki.
5. Kardinal adalah merupakan gelar kehormatan. Kata “kardinal” berasal dari kata
Latin”cardo” yang berarti “engsel”, dimana seorang Kardinal dipilih menjadi asistenasisten kunci dan penasehat dalam berbagai urusan gereja. Kardinal dapat dipilih dari
kalangan Imam ataupun Uskup. Di Indonesia telah ada 2 orang Kardinal, yaitu
Yustinus Kardinal Darmojuwono Pr (alm.) dan Julius Kardinal Darmaatmaja SJ.
Biarawan-biarawati: adalah anggota umat yang mengucapkan kaul kemiskinan,
ketaatan dan keperawanan selalu bersatu dengan Kristus dan menerima pola nasib
hidup Yesus Kristus secara radikal. Dengan demikian mereka menjadi tanda nyata
dari hidup dalam kerajaan Allah. Jadi kaul kemiskinan, ketaatan dan keperawanan
adalah sesuatu yang khas dalam kehidupan membiara. Dengan menghayati kaul para
biarawan/wati menjadi tanda bahwa: Kekayaan, kekuasaan, dan kehidupan
berkeluarga walaupun sangat bernilai, tidaklah abadi, dan kaul kebiaraan
mengarahkan kita pada Kerajaan Allah dalam kepenuhannya kelak.
Kaum Awam: yang dimaksud dengan kaum awam adalah semua orang yang beriman
Kristen yang tidak termasuk dalam golongan tertahbis dan biarawan atau biarawati.
Mereka adalah orang-orang yang dalam pembaptisan menjadi anggota gereja dan
dengan caranya sendiri mengambil bagian dalam tugas Kristus sebagai imam, nabi
dan raja. bagi kaum awam cirri keduniaan adalah khas dan khusus, mereka
mengmeban tugas dalam kerasulan tata dunia, baik dalam keluarga, masyarakat dan
gereja. Dalam kerasulannya ini kaum awam memiliki kerasulan yang khas dan
sederhana sehingga dapat diartikan sebagai cara seorang awam menjawab panggilan
Allah dan tugasnnya sehari-hari di tengah dunia ini. Awam bertugas mencari kerajaan
Allah dengan mengusahakan hal duniawi dan mengatur sesuai kehendak Allah.
Mereka dipanggil Allah agar sambil menjalankan tugas khasnya dan dibimbing oleh
semangat injil, mereka dapat menguduskan dunia dari dalam laksana ragi (Lumen
Gentium, art.31).
“Semua orang, yang dilahirkan kembali dalam Kristus, dijadikan raja oleh tanda salib,
sementara urapan Roh Kudus mentahbiskan mereka menjadi imam. Karena itu,
semua orang Kristen yang rohani dan berakal budi harus yakin bahwa mereka –
terlepas dari tugas-tugas khusus jabatan kami – berasal dari turunan rajawi dan
mengambil bagian dalam tugas-tugas seorang imam. Apa yang lebih rajawi daripada
jiwa yang dalam ketaatan terhadap Allah menguasai badannya? Dan apa yang lebih
sesuai dengan tugas-tugas imam daripada menyerahkan kepada Tuhan hati nurani
yang murni dan di atas altar hati mempersembahkan kepada Tuhan kurban tak
bercela yakni kesalehan?”
Pelajaran Ke 3: Hierarki Dalam Gereja Katolik
Gereja sebagai persekutuan umat mempunyai struktur kepemimpinan atau sering
disebut dengan Hierarki, untuk mengembangkan dan menggembalakan Umat Allah
dalam Yesus Kristus dan GerejaNya dengan mengadakan aneka pelayanan yang
tujuannya demi kesejahteraan Umat Allah. Para pelayan yang mempunyai kekuasaan
kudus, melayani saudara-saudara mereka supaya semua yang termasuk Umat Allah
dengan bebas dan teratur bekerjasama untuk mencapai tujuan tadi.
Gembalakanlah domba-dombaKu Yoh 21:15-19
21:15. Sesudah sarapan Yesus berkata kepada Simon Petrus: “Simon, anak Yohanes,
apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?” Jawab Petrus kepada-Nya:
“Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Kata Yesus kepadanya:
“Gembalakanlah domba-domba-Ku.”
21:16 Kata Yesus pula kepadanya untuk kedua kalinya: “Simon, anak Yohanes,
apakah engkau mengasihi Aku?” Jawab Petrus kepada-Nya: “Benar Tuhan, Engkau
tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Kata Yesus kepadanya: “Gembalakanlah dombadomba-Ku.”
21:17 Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: “Simon, anak Yohanes, apakah
engkau mengasihi Aku?” Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga
kalinya: “Apakah engkau mengasihi Aku?” Dan ia berkata kepada-Nya: “Tuhan,
Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Kata Yesus
kepadanya: “Gembalakanlah domba-domba-Ku.
21:18 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau
mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tetapi
jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain
akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki.”
21:19 Dan hal ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana Petrus akan mati dan
memuliakan Allah. Sesudah mengatakan demikian Ia berkata kepada Petrus: “Ikutlah
Aku.”
Dalam bacaan diatas dapat dilukiskan bahwa, Yesus memilih Petrus menjadi gembala
dan pimpinan kawanan dombaNya, walaupun Petrus sering ceroboh dan tidak stabil,
bahkan pernah menyangkalnya sampai 3 kali. Pemilihan Tuhan sungguh berdasarkan
kasih dan karuniaNya semata, manusia tidak memiliki andil apa-apa untuk itu. Yang
dituntut oleh Tuhan dari Petrus dan juga para pneggantinya hanyalah kasih. Kasih
dapat menghapus banyak dosa. Yang terpenting adalah cintanya kepada Tuhan tidak
diragukan lagi.
Dasar Kepemimpinan (Hierarki) dalam Gereja
Kepemimpinan dalam gereja pada dasarnya diserahkan pada hierarki. Menurut ajaran
resmi Gereja, hierarki dan struktur hierarkis berasal dari Kristus. Maka, konsili
mengajarkan bahwa “atas penetapan illahi, para uskup menggantikan para rasul
sebagai gembala” (LG. art 20). Konsili ini mengajarkan dan mengatakan bahwa Yesus
Kristus, Gembala yang kekal, telah mendirikan gereja kudus yang mengutus para
rasul seperti Ia diutus Bapa (Yoh 20:21). Para pengganti mereka, yakni para uskup,
dikehendakiNya menjadi gembala dalam GerejaNya hingga akhir zaman (lih LG art
18).
Struktur kepeminpinan Hierarki dalam gereja
1. Dewan para uskup dan paus sebagai kepalanya. Ketika Yesus mengangkat ke12
para rasul, Ia membentuk mereka menjadi semacam dewan atau badan yang tetap.
Sebagai ketua dewan Yesus mengangkat Petrus yang dipilihNya dari antara para rasul
itu.
2. Paus. Dalam LG art 22 dikatakan: Adapun dewan atau badan para uskup hanyalah
berwibawa, bila bersatu dengan imam agung di Roma, pengganti Petrus, sebagai
kepalanNya dan selama kekuasaan primatnya terhadap semua, baik para gembala
maupun kaum beriman, tetap berlaku seutuhnya.
3. Uskup. Tugas para uskup adalah mempersatukan dan mempertemukan umat.
Tugas pemersatu lainnya dibagi menjadi tiga tugas khusus menurut tiga bidang
kehidupan gereja, yaitu tugas pewartaan, perayaan dan pelayanan, dimana
dimungkinkan komunikasi iman dalam gereja. Tuga utama seorang uskup adalah
mewartakan injil.
4. Pembantu uskup, mereka adalah imam dan diakon.
Kardinal, bukanlah jabatan hierarkis dan tidak termasuk dalam struktur hierarki.
cardinal adalah pembantu Paus dan penasehat Paus terutama dalam reksa harian
seluruh gereja.
Tugas khusus hierarki
Seluruh umat Allah mengambil bagian dalam tugas Kristus sebagai imam, nabi dan
raja. Akan tetapi semua anggota gereja memiliki fungsi khusus. Fungsi hierarki
adalah: Pertama, menjalankan tugas gerejani, yakni tugas-tugas secara langsung dan
eksplisit menyangkut kehidupan beriman dalam gereja seperti melayani sakramen,
mengajar agama dsb. Kedua, menjalankan tugas kepemimpina dalam komunikasi
iman. Hierarki mempersatukan umat dalam iman dengan petunjuk, nasehat dan
teladan.
Corak kepemimpinan dalam gereja.
Kepemimpina gereja merupakan panggilan khusus, dimana campur tangan Tuhan
merupakan unsur yang dominant. oleh karena itu kepemimpinan gereja tidak
diangkat oleh manusia berdasarkan suatu bakat, kecakapan atau apresiasi tertentu.
Kepemimpinan gereja bersifat melayani dan mengabdi dan melayani arti semurnimurninya, walaupun sungguh mempunyai wewenang yang berasal dari Kristus sendiri.
Kepemimpinan hierarki berasal dari Yesus sendiri, maka tidak dapat dihapus oleh
manusia
Pelajaran 4: Hubungan Awan dan Hierarki sebagai Partner Kerja
Sesuai dengan ajaran Konsili Vatikan II, Rohaniwan (hierarki) dan awam memiliki
martabat yang sama, hanya berbeda fungsi. Semua fungsi sama luhurnya, asal
dilaksanakan dengan motivasi yang baik, demi Kerajaan Allah.
Arti dan pengertian tentang awam
Yang dimaksud dengan awam adalah semua orang beriman kristiani yang tidak
termasuk golongan yang menerima tahbisan suci dan status kebiarawanan yang
diakui Gereja. Definisi awam dalam praktek dan dalam dokumen-dokumen resmi
gereja ada 2 macam yaitu: a. Dasar teologis: awam adalah warga gereja yang tidak
ditahbiskan. Jadi awam meliputi barisan biarawan, suster dan bruder yang tidak
menerima tahbisan suci. b. Definisi tipogis: awam adalah warga gereja yang tidak
ditahbiskan dan juga bukan biarawan/wati. Maka itu, awam tidak mencakup bruder
dan suster.
Peranan Awam
Pada zaman ini orang sering berbicara tentang tugas atau kerasulan internal dan
eksternal. Kerasulan internal adalah kerasulan “di dalam Gereja” adalah kerasulan
jemaat. Kerasulan ekternal atau kerasulan dalam “tata dunia” lebih diperani kaum
awam. namun harus disadari bahwa kerasulan dalam gereja bermuara juga ke dunia.
Gereja hadir ke dunia tidak untuk gereja sendiri tetapi membangun kerajaan Allah di
dunia ini.
Hubungan Awam dan Hierarki
1. Gereja adalah umat Allah. Konsili Vatican II menegaskan bahwa semua anggota
Umat Allah memiliki martabat yang sama. Yang berbeda adalah fungsinya. Keyakinan
ini dapat menjamin hubungan yang wajar antara semua komponen gereja. tidak boleh
ada klaim bahwa komponen-komponen tertentu lebih bermartabat dalam Gereja
Kristus dan menyepelekan komponen lainnya. Keyakinan ini harus diimplementasikan
secara konsekwen dalam hidup dan karya semua anggota Gereja.
2. Setiap Komponen Gereja Memiliki Fungsi yang Khas. Setiap komponen Gereja
memiliki fungsi yang khas. Hierarki bertugas memimpin (atau lebih tepat melayani)
dan mempersatukan seluruh Umat Allah. Biarawan/wati dengan kaul-kaulnya
bertugas mengarahkan umat Allah kepada dunia yang akan datang (eskatologi). Para
awam bertugas merasul dalam tata dunia ini. Mereka harus menjadi rasul dalam
keluarga-keluarga dan dalam masyarakat ipoleksosbudhankamnas.
3. Kerja Sama. Walaupun tiap komponen Gereja memiliki fungsinya masing-masing,
namun untuk bidang-bidang dan kegiatan tertentu, lebih dalam kerasulan internal
gereja yaitu membangun hidup menggereja, masih dibutuhkan partisipasi dan
kerjasama dari semua komponen. dan hal ini hendaknya hierarki tampil sebagai
pelayanan yang memimpin dan mempersatukan. Pimpinan tertahbis, yaitu dewan
diakon, dewan uskup yang bertugas menyatukan rupa-rupa, jenis dan fungsi
pelayanan yang ada. Hierarki berperan memelihara keseimbangan dan persatuan
diantara sekian banyak pelayanan. Para pemimpin tertahbis memperhatikan serta
memelihara keseluruhan visi, misi dan reksa pastoral. Karena itu, tidak
mengherankan bahwa di antara mereka yang termasuk dalam dewan hierarki
bertanggung jawab memelihara ajaran yang benar dan memimpin perayaan
sakramen .
Sifat-sifat Gereja
Gereja adalah persekutuan orang-orang yang dipanggil dan dihimpun oleh Allah sendiri, oleh karena itu
disadari pula bahwa Gereja adalah suatu persekutuan yang khas. Mulai dari jaman yang langsung menyusul
era rasul, Gereja diyakini mempunyai keempat sifat yaitu:




Gereja itu “satu” karena Roh Kudus yang mempersatukan para anggota jemaat satu sama lain, dan
juga dengan kepala jemaat yang kelihatan, yakni uskup; lagi pula mempersatukan para uskup satu
sama lain dengan pusatnya di Roma.
Gereja itu “kudus” karena berkat Roh Kudus yang menjiwaiNya, Gereja bersatu dengan Tuhan,
satu-satunya yang dari diriNya sendiri kudus.
Gereja itu “katolik”, “menyeluruh”, “am” atau “umum” karena tersebar di seluruh dunia sehingga
mencakup semua.
Gereja itu “apostolik” karena warganya dikatakan “anggota umat Allah” jika bersatu dengan pusatpusat Gereja yang mengakui diri sebagai tahta para Rasul (apostoloi), seperti Keuskupan Yerusalem
(Yakobus), Antiokhia (Petrus), Roma (Petrus), Konstantinopel (Andreas).
Keempat sifat itu memang kait mengait, tetapi tidak merupakan rumus yang siap pakai. Gereja
memahaminya dengan merefleksikan dirinya sendiri dengan karya Roh Kudus di dalam dirinya. Gereja itu
Ilahi sekaligus insane, berasal dari Yesus dan berkembang dalam sejarah. Gereja itu bersifat dinamis, tidak
sekali jadi dan statis, oleh karena itu sifat-sifat Gereja tersebut harus selalu diperjuangkan.
A. Gereja Kristus yang Satu
1. Arti Gereja yang Satu
Gereja yang satu: Gereja yang tampak sebagai perwujudan kehendak tunggal Yesus Kristus untuk dalam
Roh Kudus tetap hadir kini di tengah manusia untuk menyelamatkan (LG 8)
Kesatuan Gereja pertama-tama dinyatakan dalam kesatuan iman (lih. Ef 4:3-6) yang mungkin dirumuskan
dan diungkapkan secara berbeda-beda. Kessatuan juga dalam satu Injil, satu babtisan, dan satu jabatan
yang dikaruniakan kepda Petrus dan kedua belas rasul. Kesatuan yang hakiki dan konkret diungkapkan oleh
Paulus dalam model “tubuh”: Tubuh itu dibentuk dengan babtis dan diaktualisasikan dengan Prayaan
Pemecahan Roti (1Kor 10:17).
Kesatuan tidak sama dengan keseragaman sebagai “Bhineka Tunggal Ika”, baik dalam Gereja Katolik sendiri
maupun dalam persekutuan ekumenis, sebab kesatuan Gereja bukanlah semacam kekompakan organisasi
atau kerukunan social. Yang utama bukan soal struktur organisasi yang lebih bersifat lahiriah, tetapi Injil
Kristus yang diwartakan, dirayakan, dan dilaksanakan di dalam hidup sehari-hari.
Kristus memang mengangkat Petrus menjadi katua para rasul, supaya kolegialitas para rasul tetap satu dan
tidak terbagi. Di dalam diri Petrus, Kristus menetapkan asas dan dasar kesatuan iman serta persekutuan
yang tetap kelihatan. Kesatuan ini tidak boleh dilihat pertama-tama secara universal. Tidak hanya Paus
tetapi masing-masing uskup (pemimpin Gereja lokal) menjadi asas dan dasar yang kelihatan dari kesatuan
dalam Gereja.
Kristus akan tetap mempersatukan Gereja, tetapi pihak lain disadari pula bahwa perwujudan konkret harus
diperjuangkan dan dikembangkan serta disempurnakan terus menerus. Oleh karena itu kesatuan iman
mendorong semua orang Kristen supaya mencari “persekutuan” dengan semua saudara seiman.
Singkat kata, Gereja yang satu itu terungkap dalam:

Kesatuan iman para anggotanya: kesatuan iman ini bukan kesatuan yang statis, tetapi kesatuan
yang dinamis. Iman adala prinsip kesatuan batiniah Gereja.


Kesatuan dalam pimpinannya (hierarkis): hierarki mempunyai tugas untuk mempersatukan umat.
Hierarki sering dilihat sebagai prinsip kesatuan lahiriah dari Gereja.
Kesatuan dalam kebaktian dan kehidupan sacramental: kebaktian dan sakramen-sakramen
merupakan ekspresi simbolis kesatuan Gereja itu (Ef 4:3-6).
2. Memperjuangkan kesatuan Gereja
Konsili Vatikan II menyatakan bahwa “pola dan prinsip terluhur misteri kesatuan Gereja adalah kesatuan
Allah yang Tunggal dalam tiga pribadi Bapa, Putra dan Roh Kudus” (UR 2). Tetapi, bagaimana kesatuan Ilahi
itu diwujudkan secara insane, merupakan pertanyaan yang amat besar.
Kenyataannya, perpecahan dan pemisahan terjadi di dalam Gereja. Memang “Allah telah berkenan
menghimpun orang-orng yang beriman akan Kristus menjadi Umat Allah dan membuat mereka menjadi
satu Tubuh. Tetapi, bagaimana rencana Allah itu dilaksanakan oleh manusia Kristen? Perpecahan dan
keretakan yang terjadi dalam Gereja tentu saja disebabkan oleh perbuatan manusia. Tata susunan sosial
Gereja yang tampak melambangkan kesatuannya dengan Kristus (GS 44). Tetapi justru struktur sosial itu
sekaligus membedakan (memisahkan) Gereja yang satu dengan yang lain. Umat Kristen kelihatan terpecah
belah, justru karena struktur-struktur yang mau menyatakan kesatuan masing-masing kelompok itu. Meski
demikian, hamper semua, kendati melalui aneka cara, mencita-citakan satu Gereja yang kelihatan, yang
sungguh bersifat universal dan diutus ke seluruh dunia (UR1). Di satu pihak, diimani bahwa Kristus akan
tetap mempersatukan Gereja, tetapi di pihak laindisadari bahwa perwujudan konkret harus berkembang
dan disempurnakan terus-menerus. Oleh karena itu, kesatuan iman mendorong umat Kristen supaya
mencari “persekutuan” (communion) dengan semua saudara dalam iman, walaupun bentuk organisasinya
mungkin masih jauh dari kesatuan sempurna.
Kesatuan Gereja pertama-tama harus diwujudkan dalam persekutuan konkret antara umat beriman yang
hidup bersama dalam satu Negara atau daerah yang sama. Tuntutan zaman dan tantangan masyarakat
merupakan dorongan kuat untuk menggalang kesatuan iman dalam menghadapi tugas bersama. Kesatuan
Gereja terarah kepada kesatuan yang jauh melampaui batas-batas Gereja dan terarah kepada semua orang
yang “berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni” (2 Tim 2:22)
Semangat kesatuan harus dipupuk dan diperjuangkan oleh setiap umat Kristen sendiri. Usaha yang dapat
digalakkan untuk memperkuat persatuan “ke dalam” misalnya:


aktif dalam kehidupan Gereja,
setia dan taat pada persekutuan umat termasuk hierarki, dsb.
Sedangkan untuk menggalakkan persatuan “antar-Gereja” misalnya


lebih bersifat jujur dan terbuka satu sama lain, lebih melihatkan kesamaan daripada perbedaan,
mengadakan berbagai kegiatan sosial maupun peribadatan bersama, dsb.
Kesatuan Gereja tidak identik dengan uniformitas. Kesatuan Gereja di luar bidang esensial Injili
memungkinkan keanekaragaman. Kesatuan harus lebih tampak dalam keanekaragaman.
B. Gereja Kristus yang Kudus
1. Arti Gereja yang Kudus
Gereja yang kudus berarti Gereja menjadi perwujudan kehendak Allah yang Mahakudus untuk sekarang
juga mau bersatu dengan manusia dan mempersatukan manusia dalam kekudusanNya (bdk LG 8,39,41 dan
48).
Gereja yang kudus itu dipandang sebagai tanda Gereja yang benar. Bahkan sebelum rumusan Syahadat
dikenal, orang telah menyebut Gereja sebagai ‘yang kudus”. Hal itu menentukan sikap terhadap para
pendosa.
Secara obyektif sifat “kudus” berarti bahwa dalam Gereja adalah sarana keselamatan dan rahmat Tuhan di
dunia serta merupakan tanda rahmat yang kudus, yang akan menang secara definitif pada akhir jaman.
Secara subyektif sifat “kudus” berarti bahwa Gereja tak akan kehabisan tanda dan orang kudus (bdk. Ibr
2:1), jadi menyangkut kekudusan subyeknya.
Ajaran ini dipahami bersama dengan ajaran iman bahwa para pendosa itupun anggota Gereja sehingga
Gereja tak hanya ada pendosa tetapi adalah pendosa sejauh warganya dan pemukanya memang para
pendosa yang masih berdosa dan akan berdosa. Itulah mengapa Gereja harus senantiasa menguduskan diri
dengan memperbarui terus menerus (UR 4:6)
Lalu sifat “kudus” juga berarti bahwa Gereja yang dinodai oleh dosa itu tak akan sebegitu dirusak oleh dosa
sampai Roh Kudus sama sekali meninggalkan Gereja atau tak kelihatan lagi (Mat 16:18). Sebab, Gereja
dijamin Tuhan untuk tak sampai kehilangan rahmatNya kendati berdosa. Dan Roh Kudus itu sendirilah yang
akan menjadi jiwa Gereja, sehingga kekudusan tidak tergantung pada anggota Gereja melainkan pada Roh
Kudus yang menjadi sumber kekudusan Gereja. Itulah mengapa St. Paulus berkata “atau tidak tahukah
kamu bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari
Allah, dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri?” (1 Kor 6:19).
Gereja itu kudus karena sumber dari mana ia berasal, karena tujuan ke mana ia diarahkan, dan karena
unsure-unsur Ilahi yang otentik di dalamnya adalah kudus.





Sumber dari mana gereja berasal adalah kudus. Gereja didirikan oleh Kristus. Gereja menerima
kekudusannya dari Kristus atas doa-doaNya (lih Yoh 17:11).
Tujuan dan arah Gereja dalah kudus. Gereja bertujuan untuk kemuliaan Allah dan penyelamatan
umat manusia
Jiwa Gereja adalah kudus, sebab jiwa gereja adalah Roh Kudus sendiri
Unsur-unsur Ilahi yang otentik di dalam Gereja adalah kudus, seperti ajaran-ajaran dan sakramensakramen
Anggotanya adalah kudus, karena ditandai oleh Kristus melalui pembabtisan dan diserhakan
kepada Kristus serta dipersatukan dalam iman, harapan, dan cinta yang kudus. Semua itu tidak
berarti bahwa anggotanya selalu kudus (suci), namun ada juga yang mencapai kekudusan heroik.
Semua dipanggil untuk kekudusan.
2. Memperjuangkan Kekudusan Gereja
Kekudusan Gereja dijelaskan dalam Konstitusi Lumen Gentium. Dikatakan bahwa “Kita mengimani bahwa
Gereja tidak akan kehilangan kesuciannya, sebab, Kristus Putra Allah, yang bersama dengan Bapa dan Roh
Kudus dipuji bahwa hanya Dialah kudus, mengasihi Gereja sebagai MempelaiNya” (LG 9). Gereja itu kudus
karena kristus, Kepala gereja, membuatnya (anggotanya yang tetap berdosa) kudus.
Kekudusan juga terungkap dengan “aneka cara pada masing-masing orang”. Kekudusan Gereja bukanlah
suatu sifat yang seragam, yang sama bentuknya untuk semua, melainkan semua mengambil bagian dalam
satu kesucian Gereja, yang berasal dari Kristus, yang mengikut sertakan Gereja dalam GerakanNya kepada
Bapa ole Roh Kudus. Pada taraf misteri Ilahi, Gereja sudah suci: “Di dunia ini, Gereja sudah ditandai oleh
kesucian yang sesungguhnya, meskipun belum sempurna” (LG 48). Ketidaksempurnaan ini menyangkut
pelaksanaan insani, sama seperti kesatuannya
Dalam hal kekudusan yang pokok bukan bentuk pelaksanaannya, melainkan sikap dasarnya. Kudus diartikan
sebagai “yang dikuduskan Tuhan”. Jadi, pertama-tama “kudus” itu menyangkut seluruh bidang sacral dan
keagamaan. Yang suci bukan hanya tempat, waktu, barang yang dikuduskan Tuhan atau orang, tetapi yang
kudus itu Tuhan sendiri. Semua yang lain, barang maupun orang yang disebut “kudus” karena termasuk
lingkup kehidupan Tuhan
Kekudusan tidak datang dari Gereja, tetapi dari Allah yang mempersatukan Gereja dengan Kristus dalam
Roh Kudus. Gereja disebut kudus karena Kristus sebagai kepala menguduskan anggotaNya. Jadi, kekudusan
Gereja tidak terutama diartikan secara moral, tetapi secara teologial, meyangkut keberadaan dalam lingkup
hidup Allah. Anggota Gereja adalah “orang kudus” yang dipanggil untuk hidup secara kudus di tengahtengah dunia yang tidak mengindahkan Yang Mahakudus. Gereja adalah milik Allah (1Ptr 2:9) dan
karenanya kehendak Ilahi harus ditaati di dalam Gereja dan oleh anggotanya.
Usaha yang dapat diperjuangkan menyangkut kekudusan anggota-anggota Gereja, misalnya:



saling memberi kesaksian untuk hidup sebagai putra-putri Allah
memperkenalkan anggota-anggota Gereja yang sudah hidup secara heroic untuk mencapai
kekudusan
merenungkan dan mendalami Kitab Suci, khususnya ajaran dan hidup Yesus, yang merupakan
pedoman dan arah hidup kita, dsb
C. Gereja yang Katolik
1. Arti dan Makna Gereja yang Katolik
Secara harafiah, kata “katolik” menunjukkan Gereja yang berkembang “di seluruh dunia”. Memang benar,
Gereja tersebar ke mana-mana, namun tidak benar bahwa tidak ada tempat yang tidak ada Gereja. Dalam
bahasa Yunani “katolik” berarti menyeluruh atau umum. Ignatius dari Antiokhia yang pertama kali
menggunakan istilah ini, mengatakan bahwa “di mana ada uskup, di situ ada jemaat, seperti di mana ada
Kristus, di situ ada Gereja “katolik”. Hai ini mau mengatakan bahwa dalam perayaan Ekaristi, yang dipimpin
oleh uskup, hadir bukan hanya untuk jemaat setempat tatapi juga selurug Gereja. Jadi, gagasan pokok
bukanlah bahwa Gereja telah tersebar ke seuruh dunia, melainkan bahwa dalam setiap jemaat setempat
hadirlah Gereja seluruhnya.
Gereja selalu lengkap atau penuh, artinya tidak ada Gereja setengah-setengah atau sebagian. Gereja
setempat (paroki, stasi) bukanlah “cabang” Gereja universal. Setiap Gereja setempat, bahkan setiap
perkumpulan orang beriman yang sah, merupakan seluruh Gereja.
Selanjutnya, kata “katolik” dipakai untuk menyebut Gereja yang benar, Gereja universal yang dilawankan
dengan sekte-sekte. Kata katolik tidak hanya mempunyai arti geografis (tersebar ke seluruh dunia), tetapi
juga “menyeluruh”, dalam arti “lengkap” berkaitan dengan ajarannya, serta “terbuka” dalam arti tertuju
kepada siapa saja.
Pada jaman Reformasi, kata “katolik” muncul lagi untuk membedakan dengan Gereja-gereja Protestan.
Sejak itu, kata “katolik” secara khusus dimaksudkan umat Kristen yang mengakui Paus sebagai pemimpin
Gereja universal.
Dalam syahadat kata “katolik” masih mempunyai arti “universal” atau “umum”. Ternyata “universal” pun
mempunyai dua arti, yang kuantitatif dan kualitatif:
Segi kuantitatif adalah faktor geografis, yang mana memperoleh warganya dari semua bangsa dan hidup di
tengah segala bangsa. Gereja sebagai sakramen Roh Kudus mempunyai pengaruh dan daya pengudus yang
tidak terbatas pada anggota Gereja saja, melainkan juga terarah pada dunia. Dengan sifat katolik ini
dimaksudkan bahwa Gereja mampu mengatasi keterbatasannya sendiri untuk berkiprah ke seluruh dunia.
Segi kualitatif, karena ajarannya dapat diwartakan kepada segenap bangsa dan segala harta kekayaan
bangsa-bangsa dapat ditampungnya sejauh itu baik dan luhur. Gereja terbuka, menampung dan
memajukan terhadap segenap kemampuan, kekayaan, dan adat istiadat bangsa-bangsa. Tidak hanya
menampung dan menerima saja melainkan juga menjiwai seluruh dunia. Yang hadir di mana-mana serta
mengangkat segala kekayaan umat manusia sesungguhnya bukan Gereja melainkan Roh yang berkarya
dalam dan melalui Gereja. Dalam hal ini tidak ada sesuatu pun yang tidak diterima Gereja.
Singkatnya, Gereja bersifat katolik karena terbuka bagi dunia, tidak sebatas pada tempat tertentu, bangsa
dan kebudayaan tertentu, waktu dan golongan masyarakat tertentu. Kekatolikan Gereja tampak dalam:


rahmat dan keselamatan yang ditawarkan,
iman dan ajaran Gereja yang bersifat umum (dapat diterima dan dihayati siapapun)
2. Mewujudkan kekatolikan Gereja
Gereja bersifat universal, umum dan terbuka. Oleh sebab itu perlu diusahakan antara lain
Sikap terbuka dan menghormati kebudayaan, adat istiadat bahkan agama bangsa manapun.
Bekerja sama dengan pihak mana saja yang berkehndak baik dalam mewujudkan nilai-nilai yang luhur di
dunia ini.
Selalu berusaha untuk memprakarsai dan memperjuangkan suatu dunia yang baik untuk umat manusia.
Untuk setiap orang kristiani diharapkan memiliki jiwa yang besar dan keterlibatan penuh dalam kehidupan
masyarakat, sehingga dapat member kesaksian bahwa “katolik” artinya terbuka untuk apa saja yang baik
dan siapa saja yang berkehendak baik.
Kekatolikan Gereja tidak berarti bahwa Gereja meleburkan diri kedalam dunia. Dalam keterbukaan itu,
Gereja tetap mempertahankan identitas dirinya. Kekatolikan justru terbukti dengan kenyataan bahwa
identitas Gereja tidak tergantung pada bentuk lahiriah tertentu, melainkan identitas yang bersifat dinamis,
yang selalu di mana-mana dapat mempertahankan diri, bagaimanapun juga bentuk pelaksanaannya.
Kekatolikan Gereja bersumber dari firman Tuhan sendiri (lih. Mrk 16:16; Luk 10:16)
D. Gereja yang Apostolik
1. Arti Gereja yang apostolik
Apostolik berasal dari kata Yunani, “ApostellO” (mengutus, menguasakan) yang berate utusan, suruhan,
wakil resmi yang diserahi misi tertentu. Kata “apostolic” kemudian dipaki untuk menyebut para rasul.
Gereja yang apostolik berarti bahwa Gereja yang berasal dari para rasul, dan tetao berpegang teguh pada
kesaksian iman mereka. Kesadaran bahwa Gereja dibangun atas dasar para rasul dengan Kristus ebagai
batu penjuru, sudah ada sejak jaman Gereja perdana.
Gereja katolik dalam hubungan dengan para rasul lebih mementingkan pewartaan lisan, memusatkan
perhatian pada hubungan historis, turun temurun, antara para rasul dan para pengganti mereka, yakni para
uskup. Hubungan ini tidak boleh dilihat semacam “estafet”, yang di dalamnya ajaran yang benar bagaikan
sebuah tongkat dari rasul-rasul tertentu diteruskan sampai kepada uskup sekarang. Yang disebut apostolik
bukanlah para uskup, melainkan Gereja. Hubungan historis ini pertama-tama menyangkut seluruh Gereja
dalam segala bidang dan pelayanannya.
Gereja bersifat apostolik berarti Gereja mengakui diri sama dengan Gereja Perdana, yakni Gereja para
rasul. Hubungan historis ini tidak dimengerti sebagai pergantian orang, melainkan segala kelangsungan
iman dan pengakuan.
Sifat apostolik juga tidak berarti bahwa Gereja hanya mengulang-ulang apa yang sejak dahulu diajarkan dan
dilakukan Gereja. Keapostolikannya berarti bahwa dalam perkembangan hidup, tergerak oleh Roh Kudus,
dan Gereja senatiasa berpegang pada Gereja para rasul sebagai norma imannya. Gereja selalu membaharui
dan menyegarkan dirinya. Sifat apostolik harus mencegah Gereja dari rutinisme yang bersifat ikut-ikutan.
Dalam hal ini, seluruh Gereja tidak hanya bertanggung jawab atas ajaran Gereja, tetapi juga dalam
pelayanannya.
Singkatnya, Gereja disebut apostolic karena Gereja berhubungan dengan para rasul yang diutus Kristus.
Hubungan itu tampak dalam:



Legimitasi fungsi dan kuasa hierarki dari para rasul. Fungsi dan kuasa hierarki dari para rasul.
Ajaran-ajaran Gereja diturunkan dan berasal dari kesaksian para rasul
Ibadat dan struktur Gereja pada dasarnya berasal dari para rasul.
2. Mewujudkan keapostolikan Gereja
Keapostolikan Gereja tidak berarti Gereja sekarang hanya merupakan copyan dari Gereja para rasul. Gereja
sekrang hanya terarah kepada gereja para rasul sebagai dasar dan permulaan imannya. Karena pewartaan
para rasul dan penghayatan iman mereka terungkap dalam Kitab Suci, maka sifat keapostolikan gereja akan
tampak terutama dalam kesetiaan kepada Injil. Kesatuan dengan Gereja purba adalah kesatuan hidup, yang
pusatnya adaah Kitab Suci dan Tradisi. Secara konkret, tradisi selalu merupakan konfrontasi terus-menerus
antara situasi gereja sepanjang masa dan pewartaan Kitab Suci. Gereja harus senantiasa menafsirkan dan
mengevaluasi situasi konkret berpangkal pada sikap iman Gereja para rasul.
Jadi usaha untuk keapostolikan Gereja, antara lain:




Setia dan mempelajari Injil, sebab Injil merupakan iman Gereja para rasul.
Menafsirkan dan mengevaluasi situasi konkret dengan iman Gereja para rasul
Setia dan loyal kepada hiararki sebagai pengganti para rasul
SIFAT GEREJA
1.Gereja yang Satu
Satu dalam 3 pribadi Bapa, Putra dan Roh kudus (Ef 4:3-6 )
Terungkap dalam :
- Kesatuan iman para anggotanya
- Kesatuan dalam pimpinannya yaitu Hierarki
- Kesatuan dalam kebaktian dan kehidupan
sakramental
2.Gereja yang Kudus
Karena sumber dimana Ia berasal, karena tujuan kemana ia diarahkan, dan karena unsur-unsur ilahi
yang atentik yang ada di dalamnya adalah Kudus.
3.Gereja yang Katholik
Dalam gereja selalu di dalamnya terdapat Kristus, oleh sebab itu disebut gereja yang Katolik dan
yang dipersatukan dengan Tubuh Kristus.
Terbuka bagi Dunia, tidak terbatas pada tempat tertentu, bangsa, dan kebudayaan tertentu, serta
waktu atau golongan tertentu.
4.Gereja yang Apostolik
Karena didirakan atas para Rasul dan di bangun atas para Rasul dan para Nabi
Ia akan tetap di ajarkan, dikuduskan dan di bimbing oleh para Rasul sampai pada saat datangnya
kembali Kristus.
Hubungan Apostolik dengan para Rasul :
Legitimasi fungsi di kuasa hierarki dari para rasul]
Ajaran-ajaran Gereja di turunkan dan berasal dari kesaksian para rasul
Ibadat dan Struktur gereja pada dasarnya berasal dari para rasul
SIFAT-SIFAT GEREJA SEKARANG
Sifat-sifat gereja yang sekarang :
1.Gereja yang merakyat dan yang mengutamakan yang miskin
2.Gereja yang bersifat kenabian
3.Gereja yang membebaskan
4.Gereja yang merupakan Ragi
5.Gereja yang dinamis
6.Gereja yang bersifat karismatis
TUGAS UMUM GEREJA
1.Gereja yang menguduskan (liturgia)
Doa dan Ibadat adalah salah satu tugas gereja untuk menguduskan umatnya. Tugas ini disebut
tugas ilmiah gereja
Gereja mempunyai 2 imamat yaitu :
Imamat Umum :
Melaksanakan tugas pengudusan antara lain dengan berdoa menyambut sakramen-sakramen,
memberi kesaksian hidup, pengingkaran diri, serta melaksanakan cinta kasih secara aktif dan kreatif
Imamat Jabatan :
Membentuk dan memimpin umat serta memberikan pelayanan sakramen
Doa
a)Arti doa :
Doa berarti berbicara dengan Tuhan Secara Pribadi, doa juga berarti merupakan ungkapan iman
secara prinabi danbersama-sama
Doa adalah Komunikasi antara manusia dan Tuhan
Ada macam-macam isi doa : Doa permohonan, Doa syukur, Doa pujian
b)Fungsi Doa :
Mengkomunikasikan dira kepada Allah
Mempersatukan diri kita kepada Tuhan
Mengungkapkan cinta, kepercayaan dan harapan kita kepada Tuhan
c)Syarat dan cara doa yang baik :
* Syarat doa yang baik
- Didoakan dengan hati
- Berakar dan bertolak dengan pengalaman hidup
- Diucapkan dengan rendah hati
* Cara-cara berdoa yang baik
- Secara batiniah
- Dengan cara sederhana dan jujur
Doa Resmi Gereja
a)Doa kelompok yang resmi itu disebut ibadat atau Liturgi.
Yang pokok bukan sifat “Resmi” atau kebersmaan, melainkan kesatuan gereja dengan kristus dalam
doa.
b)Liturgi merupakan perayaan iman.
Perayan iman tersebut merupakan pengungkapan iman gereja, dimana orang yang ikut dalam
perayaan iman menggambil bagian dalam misteri yang dirayakan.
2.Gereja yang mewartakan
Ada 3 bentuk sabda Allah dalam gereja :
Sabda / pewartaan para rasul sebagai daya yang membangun gereja
Sabda / pewartaan Allah dalam kitab suci sebagai kesaksian normatif
Sabda Allah dalam pewartaan aktual gereja sepanjang zaman
Pewartaan sabda Allah oleh gereja bukan hanya sekedar informasi Allah dan Yesus Kristus
melainkan sungguh-sungguh menghadirkan Kristus yang mulia.
Tugas pewartaan tidak lain adalah mengaktualisasi apa yang di sampaikan Allah dalam Kristus
sebagaimana di wartakan para rasul.
Dua pola pewartaan :
a)Pewartaan verbal (kerygma)
Pada dasarnya adalah tugas hierarki, tapi kaum awam juga harus berpartisipasi
Bentuk pewartaan masa kini :
Khotbah / Homili
Khotbah adalah pewartaan tematis.
Homili adalah pewartaan yang berdasarkan sesuatu perikop kitab suci
Pelajaran Agama
Adalah proses pergumulan hidup nyata dalam terang iman
Katekese Umat
Adalah suatu kegiatan kelompok umat dimana mereka aktif berkomunikasi untuk menafsirkan
hidup nyata dalam terang injil
Pendalaman kitab suci
Dilakukan pada masa prapaskah ( APP ), masa adven dan bulan kitab suci
b)Pewartaan dalam bentuk kesaksian (Mafyria)
Lebih dipercayakan kepada kaum awam.
Dua tuntutan dalam pewartaan
Tuntutannya :
a)Mendalami dan menghayati sbsa Tuhan
b)Mengenal umat / masyarakat konteksnya
3.Gereja yang menjadi saksi (Martyria)
Menjadi saksi Kristus brarti menyampaikan / menunjukan apa yang di alami dan di ketahui tenteng
Kristus kepada orang lain.
Penyampaian, penghayatan / pengalaman itu dapat di laksanakan melalui kata-kata, sikap, dan
tindakan nyata.
4.Gereja yang melayani (Diakonia)
1)Dasar pelayanan gereja
Dasarnya adalah semangat Kristus sendiri.
Pelayanan Kristiani adalah sikap pokok para pengikut Yesus dengan kata lain, melayani sesama
adalah tanggung jawab setiap orang Kristiani sebagai konsekuen dalam imannya.
2)Ciri-ciri pelayan Gereja :
Bersikap sebagai pelayan
Kesetiaan kepada Kristus sebagai Tuhan dan Guru
Orentasi pelayan gereja terutama ditunjukan kepada kaum miskin
Kerendahan hati
3)Bentuk-bentuk pelayan gereja
Pelayanan gereja secara luas :
Pelayanan di bidang kebudayaan dan pendidikan
Pelayanan di bidang kesejahteraan
Pelayanan di bidang politik dan hukum
PANCA TUGAS GEREJA (Liturgia, Koinonia, Kerygma,
Diakonia, Martyria)
Katekesmus Gereja Katolik merumuskan Gereja sebagai “himpunan orang-orang yang digerakkan
untuk berkumpul oleh Firman Allah, yakni, berhimpun bersama untuk membentuk Umat Allah dan
yang diberi santapan dengan Tubuh kristus, menjadi Tubuh Kristus” (No 777). Existensi himpunan
Umat Allah ini diwujudkan (secara lokal) dalam hidup berparoki. Di dalam paroki inilah
himpunan Umat Allah mengambil bagian dan terlibat dalam menghidupkan peribadatan
yang menguduskan (Liturgia), mengembangkan pewartaan Kabar Gembira (Kerygma),
menghadirkan dan membangun persekutuan (Koinonia), memajukan karya cinta
kasih/pelayanan (Diakonia) dan memberi kesaksian sebagai murid-murid Tuhan Yesus
Kristus (Martyria).
Kehidupan umat kristiani sesudah ditinggal Tuhan Yesus, merupakan buah didikan Tuhan Yesus
selama Dia aktif di tengah masyarakat 3 tahun sebelum dibunuh di salib. Kehidupan menggereja
jemaat perdana telah mengungkapkan lima tugas Gereja ini. Kita bisa melihat dari Kisah para rasul
2:41-47 berikut:
“Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan pada hari itu jumlah
mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa. Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul
(Kerygma) dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti
dan berdoa (Liturgia). Maka ketakutanlah mereka semua, sedang rasul-rasul itu mengadakan
banyak mujizat dan tanda. Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap
bersatu(Koinonia), dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari
mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya (diakonia)kepada semua
orang sesuai dengan keperluan masing-masing. Dengan bertekun dan dengan sehati mereka
berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing
secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil memuji
Allah. Dan mereka disukai semua orang (Martyria). Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah
mereka dengan orang yang diselamatkan”.
1. Liturgi (Liturgia) berarti ikut serta dalam perayaan ibadat resmi yang dilakukan Yesus
Kristus dalam Gereja-Nya kepada Allah Bapa. Ini berarti mengamalkan tiga tugas pokok Kristus
sebagai Imam, Guru dan Raja. Dalam kehidupan menggereja, peribadatan menjadi sumber dan
pusat hidup beriman. Melalui bidang karya ini, setiap anggota menemukan, mengakui dan
menyatakan identitas Kristiani mereka dalam Gereja Katolik. Hal ini dinyatakan dengan doa,
simbol, lambang-lambang dan dalam kebersamaan umat. Partisipasi aktif dalam bidang ini
diwujudkan dalam memimpin perayaan liturgis tertentu seperti: memimpin Ibadat Sabda/Doa
Bersama; membagi komuni; menjadi: lector, pemazmur, organis, mesdinar, paduan suara, penghias
Altar dan Sakristi; dan mengambil bagian secara aktif dalam setiap perayaan dengan berdoa
bersama, menjawab aklamasi, bernyanyi dan sikap badan.
2. Pewartaan (Kerygma) berarti ikut serta membawa Kabar Gembira bahwa Allah telah
menyelamatkan dan menebus manusia dari dosa melalui Yesus Kristus, Putera-Nya. Melalui
bidang karya ini, diharapkan dapat membantu Umat Allah untuk mendalami kebenaran Firman
Allah, menumbuhkan semangat untuk menghayati hidup berdasarkan semangat Injili, dan
mengusahakan pengenalan yang semakin mendalam akan pokok iman Kristiani supaya tidak mudah
goyah dan tetap setia. Beberapa karya yang termasuk dalam bidang ini, misalnya: pendalaman
iman, katekese para calon baptis dan persiapan penerimaan sakramen-sakramen lainnya. Termasuk
dalam kerygma ini adalah pendalaman iman lebih lanjut bagi orang yang sudah Katolik lewat
kegiatan-kegiatan katekese.
3. Persekutuan (Koinonia) berarti ikut serta dalam persekutuan atau persaudaraan sebagai
anak-anak Bapa dengan pengantaraan Kristus dalam kuasa Roh KudusNya. Sebagai orang
beriman, kita dipanggil dalam persatuan erat dengan Allah Bapa dan sesama manusia melalui Yesus
Kristus, PuteraNya, dalam kuasa Roh Kudus. Melalui bidang karya ini, dapat menjadi sarana untuk
membentuk jemaat yang berpusat dan menampakkan kehadiran Kristus. Hal ini berhubungan
dengan ‘cura anima’ (pemeliharaan jiwa-jiwa) dan menyatukan jemaat sebagai Tubuh Mistik
Kristus. Oleh karena itu diharapkan dapat menciptakan kesatuan: antar umat, umat dengan
paroki/keuskupan dan umat dengan masyarakat. Paguyuban ini diwujudkan dalam menghayati
hidup menggereja baik secara territorial (Keuskupan, Paroki, Stasi / Lingkungan, keluarga) maupun
dalam kelompok-kelompok kategorial yang ada dalam Gereja.
4. Pelayanan (Diakonia) berarti ikut serta dalam melaksanakan karya karitatif / cinta kasih
melalui aneka kegiatan amal kasih Kristiani, khususnya kepada mereka yang miskin, telantar
dan tersingkir. Melalui bidang karya ini, umat beriman menyadari akan tanggungjawab pribadi
mereka akan kesejahteraan sesamanya. Oleh karena itu dibutuhkan adanya kerjasama dalam kasih,
keterbukaan yang penuh empati, partisipasi dan keiklasan hati untuk berbagi satu sama lain demi
kepentingan seluruh jemaat (bdk. Kis 4:32-35)
5. Kesaksian (Martyria) berarti ikut serta dalam menjadi saksi Kristus bagi dunia. Hal ini
dapat diwujudkan dalam menghayati hidup sehari-hari sebagai orang beriman di tempat kerja
maupun di tengah masyarakat, ketika menjalin relasi dengan umat beriman lain, dan dalam relasi
hidup bermasyarakat. Melalui bidang karya ini, umat beriman diharapkan dapat menjadi ragi, garam
dan terang di tengah masyarakat sekitarnya. Sehingga mereka disukai semua orang dan tiap-tiap
hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan.
TUGAS - TUGAS GEREJA
1. MEWARTAKAN (KERYGMA)
Tugas gereja dalam mewartakan adalah sebagai berikut :
Pewarta sabda
: Kristus, sabda Allah, menciptakan gereja. Gereja berasal dari Kristus
Gereja adalah Sabda
: Kristus dapat hadir & bicara dalam sejarah manusia, dan gereja merupakan
pewartaan & kesaksian tentang Yesus Kristus, Sabda, dan wahyu Allah.
Mengajar Magistarium
: Tugas hirarki dalam mengajar adalah pengajaran, perumusan iman sesuai situasi &
perkembangan zaman.
: Tugas pewartaannya yakni tugas panggilan setiap orang yang percaya pada Kristus,
contohnya: imam, biarawan, biarawati.
2. MENGUDUSKAN (LITURGIA)
Pengudusan dalam perayaan
Gereja tampil istimewa dalam keikutsertaan penuh & aktif seluruh umat Allah yang
kudus dalam perayaan liturgi ( persekutuan iman).
Media-cara :
Doa gereja – Doa di dalam gereja
: Doa gereja, Doa umum, doa bersama, dalam bentuk liturgi ( Yunani, leitourgia ) atau
lebih dikenal sebagai ibadat resmi gereja, yakni kesatuan gereja dengan kristus
melalui doa.
: Doa dalam gereja, Doa pribadi.
Sakramen
: Sakramen sebagai sarana untuk menyampaikan
kepada umat manusia tentang rahasia penyelamatan Allah.
: Sakramen menunjukkan tindakan Allah kepada kita.
: Ada 7 sakramen dalam gereja
1. Babtis
Pembaptisan adalah sakramen pertama dan mendasar dalam inisiasi Kristiani.
Sakramen ini dilayankan dengan cara menyelamkan si penerima ke dalam air atau
dengan mencurahkan (tidak sekedar memercikkan) air ke atas kepala si
penerima "dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus" (Matius 28:19). Pelayan
sakramen ini biasanya seorang uskup atau imam, atau (dalam Gereja Latin,
namun tidak demikian halnya dalam Gereja Timur) seorang diakon.
Dalam keadaan darurat, siapapun yang berniat untuk melakukan apa yang
dilakukan Gereja, bahkan jika orang itu bukanlah seorang Kristiani,
dapatmembaptis.
Pembaptisan membebaskan penerimanya dari dosa asal serta semua dosa pribadi
dan dari hukuman akibat dosa-dosa tersebut, dan membuat orang yang dibaptis
itu mengambil bagian dalam kehidupan Tritunggal Allah melalui "rahmat yang
menguduskan" (rahmat pembenaran yang mempersatukan pribadi yang
bersangkutan dengan Kristus dan Gereja-Nya).
Pembaptisan juga membuat penerimanya mengambil bagian dalam imamat
Kristus dan merupakan landasan komuni (persekutuan) antar semua orang
Kristen.
Jika seseorang secara resmi menyatakan tobat dan imannya pada Kristus, serta
bertekad ikut serta dalam tugas panggilan Kristus, maka ia diterima dalam umat
dengan sakramen permandian.
Orang yang menerima sakramen permandian diterima oleh Kristus menjadi
anggota tubuhNya, umat Allah (Gereja), orang tersebut laksana baru lahir dalam
gereja.
Orang yang telah dipermandikan harus siap hidup bagi Allah.
Perayaan dalam peristiwa permandian berupa pencurahan air pada dahi, dan
imam berkata, ”Aku mempermandikan engkau dalam nama Bapa, Putera, dan Roh
Kudus”.
2.Krisma
Penguatan atau Krisma adalah sakramen kedua dalam inisiasi Kristiani. Sakramen
ini diberikan dengan cara mengurapi penerimanya dengan Krisma, minyak yang
telah dicampur sejenis balsam, yang memberinya aroma khas, disertai doa khusus
yang menunjukkan bahwa, baik dalam variasi Barat maupun Timurnya, karunia Roh
Kudus menandai si penerima seperti sebuah meterai. Melalui sakramen ini, rahmat
yang diberikan dalam pembaptisan "diperkuat dan diperdalam" (KGK 1303).
Seperti pembaptisan, penguatan hanya diterima satu kali, dan si penerima harus
dalam keadaan layak (artinya bebas dari dosa-maut apapun yang diketahui dan
yang belum diakui) agar dapat menerima efek sakramen tersebut. Pelayan
sakramen ini adalah seorang uskup yang ditahbiskan secara sah; jika seorang
imam (presbiter) melayankan sakramen ini — sebagaimana yang biasa dilakukan
dalam Gereja-Gereja Timur dan dalam keadaan-keadaan istimewa (seperti
pembabtisan orang dewasa atau seorang anak kecil yang sekarat) dalam Gereja
Ritus-Latin (KGK 1312–1313) — hubungan dengan jenjang imamat di atasnya
ditunjukkan oleh minyak (dikenal dengan nama krisma atau myron) yang telah
diberkati oleh uskup dalam perayaan Kamis Putih atau pada hari yang dekat
dengan hari itu. Di Timur sakramen ini dilayankan segera sesudah pembaptisan. Di
Barat, di mana administrasi biasanya dikhususkan bagi orang-orang yang sudah
dapat memahami arti pentingnya, sakramen ini ditunda sampai si penerima
mencapai usia awal kedewasaan; biasanya setelah yang bersangkutan
diperbolehkan menerima sakramen Ekaristi, sakramen ketiga dari inisiasi
Kristiani. Kian lamakian dipulihkan urut-urutan tradisional sakramen-sakramen
inisiasi ini, yakni diawali dengan pembaptisan, kemudian penguatan, barulah
Ekaristi. Krisma menjadi tanda kedewasaan, untuk turut serta bertanggung jawab
atas kehidupan Umat Allah dan pada sesama.
3.Tobat
Sakramen Tobat, dan Sakramen Pengampunan(KGK 1423–1424). Sakramen ini
adalah sakramen penyembuhan rohani dari seseorang yang telah dibaptis yang
terjauhkan dari Allah karena telah berbuat dosa. Sakramen ini memiliki empat
unsur: penyesalan si peniten (si pengaku dosa) atas dosanya (tanpa hal ini ritus
rekonsiliasi akan sia-sia), pengakuan kepada seorang imam (boleh saja secara
spirutual akan bermanfaat bagi seseorang untuk mengaku dosa kepada yang lain,
akan tetapi hanya imam yang memiliki kuasa untuk melayankan sakramen ini),
absolusi (pengampunan) oleh imam, dan penyilihan.
"Banyak dosa yang merugikan sesama. Seseorang harus melakukan melakukan apa
yang mungkin dilakukannya guna memperbaiki kerusakan yang telah terjadi
(misalnya, mengembalikan barang yang telah dicuri, memulihkan nama baik
seseorang yang telah difitnah, memberi ganti rugi kepada pihak yang telah
dirugikan). Keadilan yang sederhana pun menuntut yang sama. Akan tetapi dosa
juga merusak dan melemahkan si pendosa sendiri, serta hubungannya dengan
Allah dan sesama. Si pendosa yang bangkit dari dosa tetap harus memulihkan
sepenuhnya kesehatan rohaninya dengan melakukan lagi sesuatu untuk
memperbaiki kesalahannya: dia harus 'melakukan silih bagi' atau 'memperbaiki
kerusakan akibat' dosa-dosanya. Penyilihan ini juga disebut 'penitensi'" (KGK
1459). Pada awal abad-abad Kekristenan, unsur penyilihan ini sangat berat dan
umumnya mendahului absolusi, namun sekarang ini biasanya melibatkan suatu
tugas sederhana yang harus dilaksanakan oleh si peniten, untuk melakukan
beberapa perbaikan dan sebagai suatu sarana pengobatan untuk menghadapi
pencobaan selanjutnya. Para pengikut Kristus perlu bertobat secara
terusmenerus dihadapan Allah dan sesama. Tanda pertobatan tersebut diterima
dalam perayaan sakramen tobat.
4.Ekaristi
Sejak jaman rasul, umat kristiani berkumpul untuk bersyukur kepada Allah Bapa
yang telah membangkitkan Kristus dan menjadikanNya penyelamat. Itu menjadi
tanda terbentuknya suatu Ekaristi. Ekaristi adalah sakramen (yang ketiga dalam
inisiasi Kristiani) yang dengannya umat Katolik mengambil bagian dari Tubuh dan
Darah Yesus Kristus serta turut serta dalam pengorbanan diri-Nya. Aspek
pertama dari sakramen ini (yakni mengambil bagian dari Tubuh dan Darah Yesus
Kristus) disebut pula Komuni Suci. Roti (yang harus terbuat dari gandum, dan
yang tidak diberi ragi dalam ritus Latin, Armenia dan Ethiopia, namun diberi ragi
dalam kebanyakan Ritus Timur) dan anggur (yang harus terbuat dari buah anggur)
yang digunakan dalam ritus Ekaristi, dalam iman Katolik, ditransformasi dalam
segala hal kecuali wujudnya yang kelihatan menjadi Tubuh dan Darah Kristus,
perubahan ini disebut transubstansiasi. Hanya uskup atau imam yang dapat
menjadi pelayan Sakramen Ekaristi, dengan bertindak selaku pribadi Kristus
sendiri. Diakon serta imam biasanya adalah pelayan Komuni Suci, umat awam dapat
diberi wewenang dalam lingkup terbatas sebagai pelayan luar biasa Komuni Suci.
Ekaristi dipandang sebagai "sumber dan puncak" kehidupan Kristiani, tindakan
pengudusan yang paling istimewa oleh Allah terhadap umat beriman dan tindakan
penyembahan yang paling istimewa oleh umat beriman terhadap Allah, serta
sebagai suatu titik dimana umat beriman terhubung dengan liturgi di surga.
5.Perminyakan
Pengurapan Orang Sakit adalah sakramen penyembuhan yang kedua. Dalam
sakramen ini seorang imam mengurapi si sakit dengan minyak yang khusus
diberkati untuk upacara ini. "Pengurapan orang sakit dapat dilayankan bagi setiap
umat beriman yang, karena telah mencapai penggunaan akal budi, mulai berada
dalam bahaya yang disebabkan sakit atau usia lanjut" (kanon 1004; KGK 1514).
Baru menderita sakit ataupun makin memburuknya kondisi kesehatan membuat
sakramen ini dapat diterima berkali-kali oleh seseorang.
Dalam tradisi Gereja Barat, sakramen ini diberikan hanya bagi orang-orang yang
berada dalam sakratul maut, sehingga dikenal pula sebagai "Pengurapan
Terakhir", yang dilayankan sebagai salah satu dari "Ritus-Ritus Terakhir". "RitusRitus Terakhir" yang lain adalah pengakuan dosa (jika orang yang sekarat
tersebut secara fisik tidak memungkinkan untuk mengakui dosanya, maka minimal
diberikan absolusi, yang tergantung pada ada atau tidaknya penyesalan si sakit
atas dosa-dosanya), dan Ekaristi, yang bilamana dilayankan kepada orang yang
sekarat dikenal dengan sebutan "Viaticum", sebuah kata yang arti aslinya dalam
bahasa Latin adalah "bekal perjalanan".
6.Perkawinan
pernikahan atau perkawinan seperti imamat,adalah suatu sakramenn yang
mengkoesersi penerimanya guna suatu misi khusus dalam pembangunan
gereja,serta menganugrahkan rahmat demi perampungan misi tersebut. Sakramen
ini yang dipandang menjadi suatu tada cinta kasih yang menyatukan Kristus
dengan Gereja menetapkan diantara 2 pasangan suatu ikatan yang bersifat
permanen dan eksklusif, yang dimateraikan oleh Allah.dengan demikian pernikahan
antara pria yang sudah dibabtis dengan wanita yang sudah di babtis telah
dimasuki secara sah dan telah dsempurnakan dengan persetubuhan, tidak dapat
diceraikan. Sakramen ini menganugerahkan kepada pasangan yang bersangkutan
rahmat yang mereka perlukan untuk mencapai kekudusan dalam hidup perkawinan
mereka serta untuk meghasilkandan mengasuh anak mereka dengan penuh
tanggung jawab
7. Imamat
Umat membutuhkan pelayan yang bertugas demi kepentingan dan perkembangan
umat dalah hidup bermasayarakat
Pelantikan para pelayan itu dinyatakan dalam tahbisan sakramen imamat.
Melayani (Diakonia)
: Yesus datang untuk melayani bukan dilayani. Sebagai murid kristus maka kita juga
harus mengambil sikap untuk melayani, bukan dilayani.
: Saling melayani,prinsip dasar kehidupan gereja, itulah panggilan gereja menurut
hidup Kristus.
: Pelayanan dalam perwujudan iman kristiani adalah dengan mengikuti jejak kristus.
: Pelayanan dalam hal ini adalah kerjasama, tolong menolong, saling membantu,
menyadari, dan menghayati bahwa kemerdekaan adalah kesempatan untuk melayani
sesama yang tercapai dalam kebersamaan dan persaudaraan.
: Ciri-ciri pelayanan :


Ciri religius,pelayanan mempunyai dasar dalam ketaatan kepada Allah sang
pencipta. ( HK. Kasih 1 ) ”Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap”
Kesetiaan pada Kristus sebagai Tuhan dan Guru,Pelayanan merupakan wujud
konkret untuk memberi teladan bahwa kita adalah murid Kristus.
3.MENGAMBIL BAGIAN DALAM SENGSARA DAN PENDERITAAN KRISTUS;
YAITU SENASIB DENGAN ORANG-ORANG MENDERITA
Pelayanan diwujudkan dengan menolong, meng utamakan orang-orang yang
membutuhkan, yaitu orang-orang miskin.
Dalam hal ini pelayanan gereja adalah dengan melibatkan diri dalam usaha
membebaskan umat manusia dari penderitaan & kemiskinan.
4. KERENDAHAN HATI
Dalam hal ini tidak boleh membanggakan pelayanannya, tapi mengakui keterbatasan
usaha manusia, menerima dunia & umat manusia apa adanya, menghayati sikap Kristus
dihadapan sesama.
Wujud pelayanan gereja :
Kegiatan social gereja ( sebagai perwujudan iman ),membangun yayasan pendidikan
serta yayasan kesehatan katholik juga organisasi & perkumpulan untuk membangun
kesejahteraan masyarakat.
Gereja dengan Negara
: Dalam usaha pembangunan, Gereja mengharapkan tokoh-tokoh dan masyarakat
kristiani untuk berpartisipasi dalam upaya pembangunan sesuai keahlian & panggilan
serta dapat memberi teladan kejujuran & keadilan yang layak di tiru.
: Gereja mendukung segala waha pemupuk toleransi & kerukunan antar umat beragama
serta solidaritas terhadap kaum miskin.
: Dalam upaya hukum, gereja mendukung usaha perlindungan HAM atas dasar
manusiawi.
: Gereja mendukung usaha swadaya dalam kemasyarakatan, budaya, dan bernegara,
agar potensi dan keterlibatan warga Negara dikembangkan sesuai tujuan Negara.
Santo Stefanus
Santo Stefanus, yang dikenal sebagai Protomartyr (atau martir pertama) dalam
Kekristenan, dihormati sebagai seorang santo dalam Gereja Katolik serta Gereja
Ortodoks. Hari peringatannya secara historis dirayakan pada tanggal 3 Agustus,
memperingati penemuan jenazahnya pada masa pemerintahan Kaisar Flavius
Augustus Honorius.
Menurut Kisah para Rasul, dalam kurun waktu awal keberadaan jemaat Kristen di
Yerusalem (setelah kematian Yesus), Stefanus adalah salah satu dari ketujuh pria,
kemungkinan besar seorang Yahudi Helenistis, yang dipilih untuk mengurus distribusi
bantuan bagi janda-janda tua dalam komunitas jemaat. (Peranan ini kemudian
dikenal sebagai diakon.) Stefanus juga dikenal karena karunia-karunia yang
dimilikinya sebagai seorang penginjil (evangelis), mengkhotbahkan ajaran-ajaran
Yesus kepada khalayak Yerusalem, termasuk kepada anggota-anggota sinagoga
Helenistis.
Kisah para Rasul mengisahkan bagaimana Stefanus diadili oleh Sanhedrin dengan
dakwaan hujat terhadap Nabi Musa dan Allah (Kis.6:11) serta berkata-kata
menentang Bait Allah dan Hukum Taurat (Kis.6:13-14). Hukuman yang diterimanya
adalah dirajam sampai mati kira-kira antara tahun 34-35 Masehi oleh sekelompok
massa yang marah dipanas-panasi oleh Saulus dari Tarsus, yang kelak dikenal
sebagai Santo Paulus (Kis.8:1).
Khotbah terkhir yang disampaikan Stefanus ditujukan sebagai tundingan terhadap
kaum Yahudi karena telah membunuh nabi-nabi mereka serta menjadi pembunuh
Kristus (Kis.7:52)
Nama Stefanus berasal dari Bahasa Yunani Stephanos, artinya “mahkota”, yang
diterjemahkan ke dalam Bahasa Aram menjadi Kelil. Santo Stefanus secara tradisional
digelari mahkota kemartiran Kristen dan kerap dilukiskan dalam seni dengan tiga
buah batu beserta dahan palem para martir. Dalam ikonografi Kristen Timur dia
digambarkan sebagai seorang pria muda tanpa janggut dan ber-tonsura (cukuran di
kepala biarawan Kristen), mengenakan vestimentum (busana liturgi) diakon, dan
kerap menggenggam sebuah miniatur gedung gereja serta incensarium (pedupaan).
DOA
28 December 2009 xturb Leave a comment Go to comments
“Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat;
ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meinta,
menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang
mengetok, baginya pintu dibukakan. Adakah seorang daripadamu yang memberi batu
kepada anaknya, jika ia meminta roti, atau memberi ular, jika ia meminta ikan? Jadi
jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu,
apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang
meminta kepada-Nya.” (Matius 7:7-11)
Berdoa dan memuji kemuliaan Tuhan
Selain doa-doa seperti Bapa Kami dan Salam Maria, kita mesti sering berdoa langsung
dari hari kita dengan kata-kata kita sendiri. Doa-doa kita yang terbaik seringkali
dilakukan bahkan tanpa mengejawantahkan pikiran-pikiran kita dalam kata-kata. Ini
disebut “berdoa dalam kata-katamu sendiri tanpa kata-kata”. Sebutan lain bagi hal ini
adalah doa pikiran atau meditasi. Berdoa dengan cara ini barang lima-belas atau duapuluh menit setiap hari adalah salah satu cara yang terbaik untuk membangun
persahabatan dengan Tuhan kita.
Amat baik untuk berdoa di siang hari dengan doa-doa singkat, seperti “Yesus, aku
mengasihimu.” “Ya Tuhan, saya mempersembahkan pekerjaan saya saat ini bagi
dosa-dosa saya,” “Ya Yesus, kasihanilah.”
Tidak harus berlutut pada waktu berdoa, akan tetapi dengan sambil berlutut, ini bisa
membantu menciptakan sikap perilaku dan semangat doa yang sesuai pada waktu
berdoa, terutama pada waktu doa pagi dan doa malam.
Apakah yang dimaksud dengan doa?
Doa adalah memanjatkan hati dan pikiran kita kepada Allah untuk berkomunikasi
dengan-Nya.
Mengapa kita harus berdoa?
Kita harus berdoa:
a. untuk menyembah Allah, untuk berkata kepada-Nya bahwa Dialah yang
menciptakan kita dan bahwa kita bergantung dalam segala hal kepada-Nya.
b. untuk berterima kasih kepada Allah atas segala rahmat karunia yang telah
diberikan-Nya kepada kita.
“Sebab siapakah yang menganggap engkau begitu penting? Dan apakah yang engkau
punyai, yang tidak engkau terima? Dan jika engkau memang menerimanya,
mengapakah engkau memegahkan diri, seolah-olah engkau tidak menerimanya?” (1
Korintus 4:7)
c. untuk meminta ampun dari Allah atas dosa-dosa kita.
Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke
langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang
berdosa ini. (Lukas 18:13)
d. untuk meminta pertolongan Allah dalam segala hal
Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah maka kamua kan mendapat;
ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. (Matius 7:7)
4. Apakah Doa Rosario Adalah Doa Kepada Bunda Maria…???
Umat Katolik mengenal bahwa bulan Oktober adalah bulan Rosario. Namun sejauh
mana kita memahami hal itu? banyak pengalaman yang mengatakan bahwa doa
rosario adalah sebuah doa sangat ampuh dan penuh mukzizat, jika kita berdoa
dengan sepebuh hati. Akan tetapi, sempatkah kita bertanya “apakah doa Rosario
adalah doa kepada Bunda Maria?” Jika anda menjawab iya, maka jawaban anda
kurang tepat. Masih banyak umat Non-Katolik dan sebagian umat Katolik yang
mengira bahwa doa rosario adalah doa kepada Maria.
Doa Rosario merupakan doa khas umat Katolik. Namun seringkali timbul pro dan
kontra mengenai doa tersebut. Perdebatan itu timbul karena adanya pertanyaan,
mengapa kita harus berdoa Rosario, Mengapa kita harus berdoa kepada Maria.
Sesungguhnya doa rosario adalah doa kepada Tuhan Yesus, dengan meneladani
intersesi (bantuan doa) Bunda Maria. Melalui Maria menuju Yesus (Per Mariam Et
Jesum). Didalam doa Rosario Bunda Maria menemani kita untuk merenungkan
peristiwa kelahiran, penderitaan, dan kemuliaan Putranya. Dengan berdoa Rosario
kita dapat merenungkan misteri kehidupan Yesus dengan sepenuh hati.
Rosary
Doa Rosario adalah doa vokal dan doa batin yang dirangkai dari doa Yesus Kristus dan
Salam Malaikat, Yaitu Bapa Kami dan Salam Maria, Doa tersebut adalah doa utama
dan devosi umat beriman sejak berabad-abad yang lampau. Namun Gereja,
menerima dan mengakuinya dalam bentuk dan metode yang kita kenal sekarang pada
tahun 1214. Hal ini berkat St. Dominikus, Pendiri Ordo Pengkotbah.
Penghormatan terhadap Maria juga merupakan hasil perkembangan dalam Gereja,
sejak abad XVII hingga abad XIX. Pada tanggal 1 Mei 1965, Paus Paulus VI dengan
ensiklik Mense Maio menegaskan kembali tradisi kesalehan ini dengan menyatakan
bahwa penghormatan kepada Bunda Maria pada bulan Mei merupakan “kebiasaan
yang amat bernilai“. Adapun, kebiasaan bulan Oktober sebagai bulan rosario
dinyatakan pertama kalinya oleh Paus Leo XIII pada akhir abad XIX yang
menganjurkan umat beriman untuk berdoa rosario setiap hari pada bulan Oktober.
Bunda Maria di Lourdes dengan manik-manik Rosario
Paus Yohanes Paulus II (Alm), menyatakan “Rosario telah menyertai saya di saat-saat
suka dan di saat-saat duka,” tulisnya. “Dalam rosario saya selalu menemukan
penghiburan.” “…kuasa doa rosario sebagai sumber damai di dunia dan sumber damai
dalam keluarga, …dan akan selalu merupakan doa dari dan bagi keluarga.” Dan
kesempatan lain ia menyatakan bahwa doa Rosario merupakan doa favoritnya.
Marilah kita lebih jauh lagi mengenal tentang doa rosario. Ada doa-doa devosional
Katolik Roma yang mengatakan pada rosario biasa, tetapi yang tidak termasuk yang
biasa misteri Rosario Suci. Salah satu contoh adalah Rosario dari luka-luka Kudus
pertama kali diperkenalkan pada awal abad ke-20 oleh Maria Martha Chambon Mulia,
seorang awam Katolik Roma Suster dari Biara dari Ordo Visitasi di Chambery,
Perancis. Dia melaporkan bahwa Yesus menampakkan diri kepadanya dan
memintanya untuk menyatukan penderitaan nya dengan-Nya sebagai Undang-Undang
Reparasi bagi dosa-dosa dunia. Suster Maria Martha dihubungkan tujuan berikut
pengabdian kepada Yesus: “kamu jangan lupa … jiwa-jiwa di api penyucian, karena
ada tetapi hanya sedikit yang berpikir mereka lega… The Holy Luka adalah harta
karun harta untuk jiwa-jiwa di api penyucian. “
Contoh lain adalah karangan bunga dari Kerahiman Ilahi diperkenalkan pada awal
tahun 1930-an oleh Santo Faustina Kowalska, seorang biarawati yang tinggal di Płock,
Polandia. Doa ini sering dikatakan sebagai doa rosario tetapi berdasarkan tema adalah
rahmat. Ini berfokus pada tiga bentuk rahmat: untuk mendapatkan rahmat, untuk
percaya dalam Kristus rahmat, dan untuk menunjukkan belas kasihan kepada orang
lain. Pada tahun 2000, Pope John Paul II ditahbiskan pada hari Minggu setelah Paskah
Kerahiman Ilahi Minggu, di mana umat Katolik Roma mengingat lembaga Sakramen
Tobat.
Bulan Oktober didedikasikan untuk rosario suci, salah satu yang paling dikenal dari
semua ibadah Katolik. Oktober mencakup Pesta Bunda Rosario (Oktober 7). Cara
terbaik untuk merayakan bulan, tentu saja, untuk berdoa rosario, tetapi doa-doa
tambahan ini dapat dimasukkan ke dalam doa-doa sehari-hari selama bulan ini juga.
Gereja dalam sebuah Pemahaman
28 December 2009 xturb Leave a comment Go to comments
Tidak mudah untuk memahami arti dan makna Gereja secara sempurna. Berikut ini
adalah sebuah pandangan untuk sedikit memahami arti dan pengertian gereja dalam
pandangan yang sangat umum. Gereja merupakan kata pungut dalam Bahasa
Indonesia dari Bahasa Portugis igreja. Bahasa Portugis selanjutnya memungutnya dari
Bahasa Latin yang memungutnya dari Bahasa Yunani ekklêsia yang berarti dipanggil
keluar (ek=keluar; klesia dari kata kaleo=memanggil). Jadi, ekklesia berarti
kumpulan orang yang dipanggil ke luar (dari dunia ini).
Kata gereja dalam Bahasa Indonesia memiliki beberapa arti:
Arti pertama ialah “umat” atau lebih tepat persekutuan orang Kristen. Arti ini diterima
sebagai arti pertama bagi orang Kristen. Jadi, gereja pertama-tama bukan sebuah
gedung. Arti kedua adalah sebuah perhimpunan atau pertemuan ibadah umat Kristen.
Bisa bertempat di rumah kediaman, lapangan, ruangan di hotel, atau pun tempat
rekreasi. Jadi, tidak melulu mesti di sebuah gedung khusus ibadah. Arti ketiga ialah
mazhab (aliran) atau denominasi dalam agama Kristen. Misalkan Gereja Katolik,
Gereja Protestan, dll. Arti keempat ialah lembaga (administratif) daripada sebuah
mazhab Kristen. Misalkan kalimat “Gereja menentang perang Irak”. Arti terakhir dan
juga arti umum adalah sebuah “rumah ibadah” umat Kristen, di mana umat bisa
berdoa atau bersembahyang.
Pengertian Gereja secara theologis Alkitabiah ialah bahwa Gereja (ekklesia) itu adalah
tubuh Kristus (Ep. 1:22-23) dimana Kristus adalah kepala. Kristus yang memanggil,
maka Gereja berasal dari Kristus sendiri. Gereja (untuk arti pertama) terbentuk 50
hari setelah kebangkitan Yesus Kristus pada hari raya Pentakosta, yaitu ketika Roh
Kudus yang dijanjikan Allah diberikan kepada semua yang percaya pada Yesus
Kristus. Gereja bukanlah kelompok manusia yang berdiri atas inisitif sendiri, tetapi
Kristuslah yang dengan perantara Firman dan Roh mengumpulkan bagiNya Jemaat
itu. Gereja adalah persekutuan orang percaya yang dikumpulkan oleh Kristus. Hari
Pentakosta, ketika Roh Kudus dicurahkan menjadi hari lahirnya Gereja (Kis. Ras. 2).
Gereja adalah Tubuh Kristus. Efesus 1:22-23 mengatakan, “Dan segala sesuatu telah
diletakkan-Nya di bawah kaki Kristus dan Dia telah diberikan-Nya kepada jemaat
sebagai Kepala dari segala yang ada. Jemaat yang adalah tubuh-Nya, yaitu
kepenuhan Dia, yang memenuhi semua dan segala sesuatu.” Tubuh Kristus terdiri
dari semua orang percaya mulai dari saat Pentakosta sampai saat Pengangkatan.
Tubuh Kristus terdiri dari dua aspek: (1) Gereja universal/sedunia yaitu gereja yang
terdiri dari semua orang yang memiliki hubungan pribadi dengan Yesus Kristus. 1
Korintus 12:13-14 mengatakan “Sebab dalam satu Roh kita semua, baik orang
Yahudi, maupun orang Yunani, baik budak, maupun orang merdeka, telah dibaptis
menjadi satu tubuh dan kita semua diberi minum dari satu Roh. Karena tubuh juga
tidak terdiri dari satu anggota, tetapi atas banyak anggota.” Kita melihat bahwa
siapapun yang percaya adalah bagian dari tubuh Kristus. Gereja Tuhan yang
sebenarnya bukanlah bangunan gereja atau denominasi tertentu. Gereja Tuhan yang
universal/sedunia adalah semua orang yang telah menerima keselamatan melalui
beriman di dalam Yesus Kristus. (2) Gereja lokal digambarkan dalam Galatia 1:1-2,
“Dari Paulus, seorang rasul, … dan dari semua saudara yang ada bersama-sama
dengan aku, kepada jemaat-jemaat di Galatia.” Di sini kita melihat bahwa di propinsi
Galatia ada banyak gereja – apa yang kita sebut sebagai gereja lokal. Gereja Baptis,
gereja Lutheran, gereja Katolik, dll bukanlah Gereja sebagaimana gereja universal,
namun adalah gereja lokal. Gereja universal/sedunia terdiri dari mereka-mereka yang
telah percaya pada Yesus untuk keselamatan mereka. Anggota-anggota gereja
universal/sedunia ini sepatutnya mencari persekutuan dan pembinaan dalam gereja
lokal.
Secara ringkas, gereja bukanlah bangunan atau denominasi. Menurut Alkitab, gereja
adalah Tubuh Kristus – setiap mereka yang telah menempatkan iman mereka pada
Yesus Kristus untuk keselamatan (Yohanes 3:16; 1 Korintus 12:13). Dalam gerejagereja lokal terdapat anggota-anggota dari gereja universal/sedunia (Tubuh Kristus).
Paus Yohanes Paulus II
Paus Yohanes Paulus II adalah Paus, Uskup Roma, dan kepala Gereja Katolik Roma
sejak 16 Oktober 1978 hingga kematiannya. Dia juga pemimpin dari Negara Kota
Vatikan, negara berdaulat dengan luas terkecil di dunia. Paus Yohanes Paulus II
memiliki nama Karol Józef Wojtyła, lahir di Wadowice, Polandia, 18 Mei 1920 –
meninggal di Istana Apostolik, Vatikan, 2 April 2005 pada umur 84 tahun. Paus
Yohanes Paulus II diangkat pada usia 58 tahun pada tahun 1978. Dia adalah Paus
non-Italia pertama sejak Paus Adrianus VI, yang menjabat untuk sesaat antara tahun
1522-1523. Dia memerangi komunisme, kapitalisme yang tak terkendali dan
penindasan politik. Dia dengan tegas melawan aborsi dan membela pendekatan
Gereja Katolik Roma yang lebih tradisional terhadap seksualitas manusia.
Karol Józef Wojtyła lahir pada 18 Mei 1920 di Wadowice, Polandia selatan, sebagai
seorang anak opsir pada Tentara Kekaisaran Habsburg Austria, yang juga bernama
Karol Wojtyła. Pada 1941, Karol sudah kehilangan ibunya, ayahnya dan kakak
lelakinya. Masa kecilnya terpengaruh kontak intensif dengan komunitas Yahudi di
Kraków, yang kala itu berkembang dan pengalaman buruk pendudukan Nazi. Semasa
itu Karol bekerja di tambang batu dan pabrik kimia. Pada masa mudanya, Karol
adalah seorang olahragawan, pemain sepak bola, pemain sandiwara, penulis
sandiwara, dan menguasai bermacam-macam bahasa. Ketika menjabat di kemudian
hari, bahasa yang dikuasainya secara fasih adalah: Bahasa Polandia, Slovakia, Rusia,
Italia, Perancis, Spanyol, Portugis, Jerman, dan Inggris, ditambah dengan
pengetahuan akan Bahasa Latin Gerejawi.
Karol Wojtyła ditahbiskan sebagai pastor pada 1 November 1946. Karol kala itu
mengajar ilmu etika di Universitas Jagiellonian, Kraków dan kemudian di Universitas
Katolik Lublin. Pada 1958 Karol diangkat menjadi uskup pembantu (auxiliary bishop
(?)), Uskup Kraków dan empat tahun kemudian meneruskannya menjadi Uskup
dengan gelar Vicar Capitular. Pada 30 Desember 1963, Paus Paulus VI
mengangkatnya sebagai Uskup Agung Kraków. Sebagai uskup dan uskup agung,
Wojtyła ikut serta menghadiri Konsili Vatikan II, dan memberikan kontribusi pada
dokumen-dokumen penting yang kelak menjadi Pernyataan tentang Kebebasan
Beragama (Dignitatis Humanae) dan Konstitusi Pastoral tentang Gereja dalam Dunia
Modern (Gaudium et Spes), dua hasil utama Konsili, ditilik dari sudut pandang historis
dan pengaruhnya.
Pada 1967 Paus Paulus VI mengangkatnya menjadi Kardinal. Pada Agustus 1978,
pada wafatnya Paus Paulus VI, Karol menghadiri konklaf Paus yang memilih Albino
Luciani, Kardinal Venesia, sebagai Paus Yohanes Paulus I. Pada usia 65, Luciani bisa
dikatakan masih muda sebagai Paus. Wojtyła pada usia 58 masih bisa mengharapkan
untuk menghadiri sebuah konklaf Paus lainnya sebelum mencapai usia 80 tahun (usia
maksimal dalam mengikuti konklaf). Namun tidak dikira bahwa ternyata konklaf
selanjutnya datang begitu cepat pada 28 September 1978, hanya 33 hari setelah
menjabat, Paus Yohanes Paulus I wafat. Pada Oktober 1978 Wojtyła kembali ke
Vatikan untuk menghadiri konklaf kedua dalam waktu kurang dari dua bulan.
Pada 13 Mei 1981, Yohanes Paulus II hampir tewas ketika ditembak oleh Mehmet Ali
Ağca, seorang ekstremis Turki, kala masuk Lapangan Santo Petrus untuk bertemu
umat. Ağca akhirnya dihukum penjara seumur hidup. Apa kenapa, bagaimana dan
atas perintah siapa percobaan pembunuhan ini dilakukan, masih tetap berupa misteri
sampai akhir Maret 2005. Dikatakan dokumen-dokumen penting dari negara-negara
mantan anggota Uni Soviet menunjukkan bahwa KGB bertanggung jawab [2]. Motif
pembunuhan masih diperdebatkan. Salah satu kemungkinan ialah bahwa rezim
komunis Uni Soviet takut akan pengaruh Paus Polandia ini akan stabilitas negaranegara satelit Soviet di Eropa Timur, terutama di Polandia sendiri.
Spekulasi lain menuduh orang-orang dalam Vatikan yang memberi perintah, terutama
faksi kaum Freemason yang menentang Karol Wojtyła dan kelompok Opus Dei, yang
salah satu pemimpinnya adalah Kardinal Casaroli. Ali Ağca sendiri masih bungkam
dalam mengungkapkan kebenaran percobaan pembunuhannya, meski ia sering
memberikan petunjuk bahwa ia mendapatkan pertolongan dari orang dalam Vatikan.
Dan akhirnya ada yang mengatakan bahwa Ağca, seorang penembak ulung,
sebenarnya bisa membunuh sang Paus, jika mau dan misinya hanyalah menakutnakutinya. Namun segala kemungkinan hanya merupakan spekulasi saja karena
belum ada bukti-bukti definitif yang muncul.
Kematian Paus Yohanes Paulus II diiringi ritual berusia berabad-abad lamanya dan
tradisi yang berawal sejak masa pertengahan. Upacara Pengunjungan berlangsung
dari 4 April hingga pagi hari tanggal 8 April di Basilika Santo Petrus. Pada 8 April,
pukul 8.00 pagi UTC, Misa Requiem diberikan Kardinal Joseph Ratzinger sebagai
Pejabat Tinggi Dewan Kardinal. Paus Yohanes Paulus dikebumikan di gua-gua di
bawah basilika, Makam Para Paus. Dia diletakkan di bekas makam Paus Yohanes
XXIII, yang dipindahkan Yohanes Paulus II untuk diberkati.
Gereja Katolik:
Satu, Kudus, Katolik & Apostolik
oleh: P. Francis J. Peffley
Hampir 2000 tahun yang lalu, Yesus Kristus menetapkan Gereja-Nya di dunia. Selama
berabad-abad, Gereja-Nya itu tetap satu, memenuhi perkataan St. Paulus akan “satu Tuhan,
satu iman, satu baptisan”, dan melestarikan ajaran-ajaran Kitab Suci serta tradisi-tradisi
Kristiani. Namun demikian, bermula dari Reformasi Protestan pada tahun 1500, sekonyongkonyong, dengan sangat menyedihkan, kekristenan terpecah-belah menjadi begitu banyak
sekte. Kaum pemrotes ini (yang kemudian dikenal sebagai Protestan) menolak iman Katolik
dan melepaskan diri dari Gereja. Mereka mendirikan gereja-gereja baru dengan hukumhukum baru serta pemimpin-pemimpin baru. Banyak di antara sekte-sekte ini, seiring
dengan berjalannya waktu, akhirnya terpecah-belah lagi menjadi sekte-sekte baru yang
saling tidak bersesuaian satu dengan lainnya. Hingga saat ini, tercatat kurang lebih 30.000
sekte Protestan yang berbeda, masing-masing percaya akan ajaran mereka masing-masing,
yang saling bertentangan satu dengan lainnya.
Sementara itu, tetap hanya ada satu Gereja Katolik Roma; yang tetap satu dalam iman dan
kepercayaan setelah 2000 tahun lamanya. Yang menjadikan Gereja Katolik unik adalah
keempat “sifat” atau ciri-ciri hakikat Gereja, yaitu, Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik.
SATU
Gereja Katolik adalah SATU karena semua anggotanya mempraktekkan satu iman, satu
dalam komuni, dan ada di bawah Kepala Gereja yang satu, yaitu Paus, yang mewakili
Kepala Gereja yang tidak kelihatan, yaitu Yesus Kristus (Yoh 10:16). Di negara mana pun
kita tinggal, ajaran-ajaran pokok iman dan kepercayaan yang sama akan membimbing iman
kita sebagai seorang Katolik, mempersatukan kita - semua orang Katolik di seluruh dunia dalam iman. Di gereja-gereja Katolik di seluruh dunia kita akan mendengar - walaupun
dalam bahasa yang berbeda-beda - doa-doa dasar yang sama (Bapa Kami, Salam Maria,
Kemuliaan, dll), pokok-pokok katekese yang sama, dan yang terutama Misa Kudus yang
sama (yang paling utama dalam mempersatukan segala doa dan karya Gereja). Oleh karena
segenap uskup, imam dan awam Katolik semuanya dipersatukan di bawah pimpinan yang
sama, Bapa Paus, maka dimungkinkanlah persatuan yang sedemikian itu. Kristus Sendiri
merencanakannya demikian ketika Ia memilih keduabelas Rasul-Nya (para imam dan uskup
pertama Gereja) serta menetapkan Petrus sebagai kepala mereka.
KUDUS
Gereja Katolik adalah KUDUS karena pendirinya, Yesus Kristus, adalah kudus; Gereja
mengajarkan ajaran-ajaran-Nya yang kudus; yang memungkinkan kita menjadi kudus (1 Pet
1:15). Yesus Kristus, Kepala Gereja yang tak nampak, menyatakan kekudusan-Nya lewat
ajaran-ajaran-Nya yang murni dan tanpa salah, yang Ia wartakan semasa hidup-Nya di
dunia, dan lewat mukjizat-mukjizat, serta tindakan-tindakan tanpa cela yang dilakukan-Nya.
Seperti orang banyak pada zaman-Nya telah menyatakannya, hanya Tuhan Sendiri-lah, yang
dapat melakukan hal-hal demikian. Yesus menghendaki kita agar mengikuti-Nya (Mat 5:48),
dan melalui Gereja dan ketujuh Sakramen yang Ia tetapkan, Yesus menunjukkan jalan-Nya
kepada kita. Seperti kepala memimpin tubuh, demikian juga Yesus memimpin Tubuh-Nya,
yaitu Gereja, yang memungkinkan kita, melalui Dia, menjadi kudus dan dengan demikian
mewarisi hidup yang kekal (Rm 8:17). Setiap Sakramen dan setiap ajaran Gereja
mendekatkan kekudusan ke dalam jangkauan kita, seperti telah dibuktikan oleh begitu
banyak para kudus dalam Gereja Katolik.
KATOLIK
Gereja Katolik adalah KATOLIK (bahasa Yunani, artinya 'umum' atau 'merangkul semua')
dalam tiga hal. Umum menurut waktu, karena sejak saat Kristus mengutus para Rasul-Nya
hingga saat ini, Gereja berdiri, mengajar, serta berkarya, untuk membawa orang datang
kepada Kristus. Umum menurut tempat, sebab Gereja tidak terikat pada suatu bangsa
tertentu, melainkan terbuka bagi semua orang (Mat 28:19) dan sesungguhnya, jangkauan
Gereja lebih luas mencakup berbagai bangsa dibandingkan agama lain mana pun. Umum
menurut ajarannya, sebab Gereja menawarkan ajaran-ajaran dan sakramen-sakramen yang
sama, di mana pun, dalam bahasa apa pun, dan dalam berbagai tingkatan sosial, mulai dari
yang kaya hingga yang miskin. Lagipula, sesuai janji Yesus Sendiri, Gereja akan tetap terus
demikian hingga akhir jaman.
APOSTOLIK
Gereja Katolik adalah APOSTOLIK karena didirikan oleh Kristus atas para apostolos
(bahasa Latin, artinya rasul) dan senantiasa dipimpin oleh para penerus mereka. Setelah
Kristus menetapkan keduabelas rasul-Nya (Lukas 6:14) sebagai para imam dan para uskup
pertama Gereja, selanjutnya mereka menetapkan para rasul lain (Kis 1:23), para diakon (Kis
6:5), para imam (1Tim 4:14; Titus 1:5), para uskup (Flp 1:1) dan para murid guna
melestarikan serta menyebarluaskan ajaran-ajaran Kristus. Paus Yohanes Paulus II adalah
Uskup Roma yang ke-264; St. Petrus yang pertama. Uskup Roma merupakan pemimpin dari
semua uskup di seluruh dunia, sama seperti St. Petrus dipilih Kristus untuk menjadi
pemimpin atas para rasul (Mat 16:18; Yoh 21:15). Uskup Roma lebih dikenal dengan
sebutan “Paus”, yang berasal dari kata Latin papa, artinya “Bapa”.
Empat Sifat Gereja
oleh: P. William P. Saunders *
Mohon penjelasan mengenai empat sifat Gereja.
~ seorang pembaca di Winchester
Dalam Syahadat Nikea-Konstantinopel, kita mengaku iman kita: “Aku percaya akan Gereja
yang satu, kudus, katolik, dan apostolik”. Inilah keempat sifat Gereja. Keempat sifat ini,
yang tidak boleh dipisahkan satu dari yang lain, melukiskan ciri-ciri hakikat Gereja dan
perutusannya. Gereja tidak memilikinya dari dirinya sendiri. Melalui Roh Kudus, Kristus
menjadikan Gereja-Nya itu satu, kudus, katolik dan apostolik. Ia memanggilnya supaya
melaksanakan setiap sifat itu.
GEREJA YANG SATU. Katekismus Gereja Katolik menjelaskan bahwa Gereja itu satu,
karena tiga alasan. Pertama, Gereja itu satu menurut asalnya, yang adalah Tritunggal
Mahakudus, kesatuan Allah tunggal dalam tiga Pribadi - Bapa, Putra dan Roh Kudus.
Kedua, Gereja itu satu menurut pendiri-Nya, Yesus Kristus, yang telah mendamaikan semua
orang dengan Allah melalui darah-Nya di salib. Ketiga, Gereja itu satu menurut jiwanya,
yakni Roh Kudus, yang tinggal di hati umat beriman, yang menciptakan persekutuan umat
beriman, dan yang memenuhi serta membimbing seluruh Gereja (#813).
“Kesatuan” Gereja juga kelihatan nyata. Sebagai orang-orang Katolik, kita dipersatukan
dalam pengakuan iman yang satu dan sama, dalam perayaan ibadat bersama terutama
sakramen-sakramen, dan struktur hierarkis berdasarkan suksesi apostolik yang dilestarikan
dan diwariskan melalui Sakramen Tahbisan Suci. Sebagai misal, entah kita ikut ambil
bagian dalam Misa di Surabaya, Alexandria, San Francisco, Moscow, Mexico City, atau di
manapun, Misanya sama - bacaan-bacaan, tata perayaan, doa-doa, dan lain sebagainya
terkecuali bahasa yang dipergunakan dapat berbeda - dirayakan oleh orang-orang percaya
yang sama-sama beriman Katolik, dan dipersembahkan oleh Imam yang dipersatukan
dengan Uskupnya, yang dipersatukan dengan Bapa Suci, Paus, penerus St Petrus.
Namun demikian, Gereja yang satu ini memiliki kemajemukan yang luar biasa. Umat
beriman menjadi saksi iman dalam panggilan hidup yang berbeda-beda dan dalam
beraneka bakat serta talenta, tetapi saling bekerjasama untuk meneruskan misi Tuhan kita.
Keanekaragaman budaya dan tradisi memperkaya Gereja kita dalam ungkapan iman yang
satu. Pada intinya, cinta kasih haruslah merasuki Gereja, sebab melalui cinta kasihlah para
anggotanya saling dipersatukan dalam kebersamaan dan saling bekerjasama dalam
persatuan yang harmonis.
GEREJA YANG KUDUS. Tuhan kita Sendiri adalah sumber dari segala kekudusan: “Sebab
hanya satulah Pengantara dan jalan keselamatan, yakni Kristus. Ia hadir bagi kita dalam
tubuh-Nya, yakni Gereja” (Konstitusi Dogmatis tentang Gereja, #14). Kristus menguduskan
Gereja, dan pada gilirannya, melalui Dia dan bersama Dia, Gereja adalah agen pengudusanNya. Melalui pelayanan Gereja dan kuasa Roh Kudus, Tuhan kita mencurahkan berlimpah
rahmat, teristimewa melalui sakramen-sakramen. Oleh karena itu, melalui ajarannya, doa
dan sembah sujud, serta perbuatan-perbuatan baik, Gereja adalah tanda kekudusan yang
kelihatan.
Namun demikian, kita patut ingat bahwa masing-masing kita, sebagai anggota Gereja, telah
dipanggil kepada kekudusan. Melalui Sakramen Baptis, kita telah dibebaskan dari dosa
asal, dipenuhi dengan rahmat pengudusan, dibenamkan ke dalam misteri sengsara, wafat
dan kebangkitan Tuhan, dan dipersatukan ke dalam Gereja, “umat kudus Allah”. Dengan
rahmat Tuhan, kita berjuang mencapai kekudusan. Konsili Vatican Kedua mendesak,
“Segenap umat Katolik wajib menuju kesempurnaan Kristen, dan menurut situasi masingmasing mengusahakan, supaya Gereja, seraya membawa kerendahan hati dan kematian
Yesus dalam tubuhnya, dari hari ke hari makin dibersihkan dan diperbaharui, sampai
Kristus menempatkannya di hadapan Dirinya penuh kemuliaan, tanpa cacat atau kerut”
(Dekrit tentang Ekumenisme, #4).
Gereja kita telah ditandai dengan teladan-teladan kekudusan yang luar biasa dalam hidup
para kudus sepanjang masa. Tak peduli betapa gelapnya masa bagi Gereja kita, selalu ada
para kudus besar melalui siapa terang Kristus dipancarkan. Ya, kita manusia yang rapuh,
dan terkadang kita jatuh dalam dosa; tetapi, kita bertobat dari dosa kita dan sekali lagi kita
melanjutkan perjalanan di jalan kekudusan. Dalam arti tertentu, Gereja kita adalah Gereja
kaum pendosa, bukan kaum yang merasa diri benar atau merasa yakin akan
keselamatannya sendiri. Salah satu doa terindah dalam Misa dipanjatkan sebelum Tanda
Damai, “Tuhan Yesus Kristus, jangan memperhitungkan dosa kami, tetapi perhatikanlah
iman Gereja-Mu.” Meski individu-individu warga Gereja rapuh dan malang, jatuh dan
berdosa, Gereja terus menjadi tanda dan sarana kekudusan.
GEREJA YANG KATOLIK. St Ignatius dari Antiokhia (± tahun 100) mempergunakan kata ini
yang berarti “universal” untuk menggambarkan Gereja (surat kepada jemaat di Smyrna).
Gereja bersifat Katolik dalam arti bahwa Kristus secara universal hadir dalam Gereja dan
bahwa Ia telah mengutus Gereja untuk mewartakan Injil ke seluruh dunia - “Karena itu
pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku” (Matius 28:19).
Di samping itu, patut kita ingat bahwa Gereja di sini di dunia - yang kita sebut Gereja
Pejuang - dipersatukan dengan Gereja Jaya di surga dan Gereja Menderita di purgatorium.
Inilah pengertian dari persekutuan para kudus - persatuan umat beriman di surga, di api
penyucian, dan di bumi.
Dan akhirnya, GEREJA YANG APOSTOLIK. Kristus mendirikan Gereja dan mempercayakan
otoritas-Nya kepada para rasul-Nya, para uskup yang pertama. Ia mempercayakan otoritas
khusus kepada St Petrus, Paus Pertama dan Uskup Roma, untuk bertindak sebagai VicarNya (= wakil-Nya) di sini di dunia. Otoritas ini telah diwariskan melalui Sakramen Tahbisan
Suci dalam apa yang kita sebut suksesi apostolik dari uskup ke uskup, dan kemudian
diperluas ke imam dan diakon. Uskup kita sendiri, andai mau, dapat menelusuri kembali
suksesi apostoliknya sebagai seorang uskup hingga ke salah satu dari para rasul. Ketika
Bapa Uskup mentahbiskan tujuh imam bagi keuskupan kita pada tanggal 15 Mei yang lalu,
beliau melakukannya dengan otoritas suksesi apostolik. Ketujuh imam itu, pada gilirannya
ikut ambil bagian dalam imamat Tuhan kita Yesus Kristus. Tak ada uskup, imam atau
diakon dalam Gereja kita yang mentahbiskan dirinya sendiri atau memaklumkan dirinya
sendiri, melainkan, ia dipanggil oleh Gereja dan ditahbiskan ke dalam pelayanan apostolik
yang dianugerahkan Tuhan kita kepada Gereja-Nya untuk dilaksanakan dalam persatuan
dengan Paus.
Gereja adalah juga apostolik dalam arti warisan iman seperti yang kita dapati dalam Kitab
Suci dan Tradisi Suci dilestarikan, diajarkan dan diwariskan oleh para rasul. Di bawah
bimbingan Roh Kudus, Roh kebenaran, Magisterium (= otoritas mengajar Gereja yang
dipercayakan kepada para rasul dan penerus mereka) berkewajiban untuk melestarikan,
mengajarkan, membela dan mewariskan warisan iman. Di samping itu, Roh Kudus
melindungi Gereja dari kesalahan dalam otoritas mengajarnya. Meski seturut berjalannya
waktu, Magisterium harus menghadapi masalah-masalah terkini, seperti perang nuklir,
eutanasia, pembuahan in vitro, prinsip-prinsip kebenaran yang sama diberlakukan di bawah
bimbingan Roh Kudus.
Keempat sifat Gereja ini - satu, kudus, katolik dan apostolik - sepenuhnya disadari dalam
Gereja Kristus. Sementara Gereja Kristen lainnya menerima dan mengaku syahadat dan
mempunyai unsur-unsur kebenaran dan pengudusan, tetapi hanya Gereja Katolik Roma
yang mencerminkan kepenuhan dari sifat-sifat ini. Konsili Vatican Kedua mengajarkan,
“Gereja itu [yang didirikan Kristus], yang didunia ini disusun dan diatur sebagai serikat,
berada dalam Gereja Katolik, yang dipimpin oleh pengganti Petrus dan para Uskup dalam
persekutuan dengannya” (Konstitusi Dogmatis tentang Gereja, #8), dan “Hanya melalui
Gereja Kristus yang Katolik-lah, yakni upaya umum untuk keselamatan, dapat dicapai
seluruh kepenuhan upaya-upaya penyelamatan” (Dekrit tentang Ekumenisme, #3). Sebab
itu, adalah kewajiban kita untuk menjadikan keempat sifat ini kelihatan nyata dalam
kehidupan ktia sehari-hari.
Download