01 COVERx - Perpustakaan UNISBA

advertisement
PERINGATAN !!!
Bismillaahirrahmaanirraahiim
Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan
referensi
2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila
Anda mengutip dari Dokumen ini
3. Plagiarisme dalam bentuk apapun merupakan
pelanggaran keras terhadap etika moral penyusunan
karya ilmiah
4. Patuhilah etika penulisan karya ilmiah
Selamat membaca !!!
Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
UPT PERPUSTAKAAN UNISBA
STUDI KOMPARASI ASPEK NON VERBAL PENGGUNA
JILBAB SYAR’I DENGAN JILBAB GAUL
“Suatu Studi Deskriptif Komparatif Aspek Non Verbal Pengguna Jilbab
Syar’i dengan Jilbab Gaul di Lingkungan Kampus Unisba sebagai Kampus
Yang Islami”
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung
Disusun Oleh :
Nama
: Astri
NPM
: 100 8000 6257
Bidang Kajian : Public Relations
BIDANG KAJIAN PUBLIC RELATIONS
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
2010
LEMBAR PENGESAHAN
Judul
: STUDI KOMPARASI ASPEK NON VERBAL PENGGUNA JILBAB
SYAR’I DENGAN JILBAB GAUL
Sub Judul
: Suatu Studi Deskriptif Komparatif Aspek Komunikasi Non Verbal
Pengguna Jilbab Syar’i dengan Jilbab Gaul di Lingkungan Kampus
Unisba sebagai Kampus Yang Islami
Disusun Oleh
: Astri
NPM
: 100 8000 6257
Bidang Kajian : Public Relations
Menyetujui,
Pembimbing
Teguh Ratmanto, S.Sos., S.Ag., M.A.Comms.
Mengetahui,
Ketua Bidang Kajian Public Relations
Maman Suherman, Drs., M.Si.
!"##
$%
& '
( ) *
+ !"#$%&'
ABSTRAK
Latar belakang masalah adalah berdasarkan fenomena penggunaan jilbab
yang terjadi dikalangan wanita muslimah, khususnya penggunaan jilbab
dikampus Unisba, dimana banyak sekali mahasiswi Unisba yang belum
menggunakan jilbab padahal Unisba merupakan Universitas Islam. Perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaiamana Perbedaan Aspek Komunikasi
Non Verbal Mahasiswi Pengguna Jilbab Syar’i dengan Jilbab Gaul Bagi
Mahasiswi di Lingkungan Kampus Unisba Sebagai Kampus Yang Islami”
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif studi
komparatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan berbagai data yang tidak
terukur oleh alat ukur kuantitatif yang ada peneliti akan memaparkan hasil
temuan dilapangan, kemudian melakukan perbandingan antara kedua objek yang
diteliti yaitu pengguna jilbab syar’i dengan pengguna jilbab gaul dalam aspek
komunikasi non verbal yaitu aspek penampilan fisik, aspek sentuhan, aspek
bahasa tubuh, dan aspek pengaturan jarak. metode pengambilan data dengan
angket dan wawancara, dilakukan selama rentang waktu Aprilt 2010 – Juni 2010
dan dilakukan di kampus Unisba.
Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menganalisis 4
aspek komunikasi non verbal pengguna jilbab gaul dan jilbab syar’i dari angket
yang telah disebar sebelumnya saehingga dalam penelitian ini penulis
mendapatkan hasil dan kesimpulan yang didapat selama proses pengumpulan
data dan mendapatkan jawaban dari pertanyaan penelitian berupa:
1. Penampilan fisik
Dalam hal penampilan fisik baik pengguna jilbab syar’i maupun pengguna
jilbab gaul seringkali menambahkan aspek-aspek seperti penggunaan bros
atau pin yang mereka gunakan untuk menghias jilbab yang digunakan, tetapi
terdapat perbedaan antara kedua objek yang diteliti ini yaitu pada
penggunaan manset, dan kaos kaki, parfum, make-up, dan ketebalan jilbab.
2. Haptika
Pengguna jilbab gaul melakukan sentuhan ketika sedang berkomunikasi
dengan lingkungannya, terlebih dengan laki-laki seperti memukul, mencubit,
bahkan merangkul, pengguna jilbab syar’i tidak melakukan sentuhan ketika
sedang berkomunikasi dengan lingkungannya khususnya dengan laki-laki,
tetapi sentuhan hanya dilakukan dengan sesama perempuan dan masih
dalam batas yang wajar atau tidak berlebihan.
3. Kinesik
Dalam hal aspek komunikasi non verbal kinesik atau bahasa tubuh, tidak
terlalu berbeda baik pengguna jilbab syar’i maupun jilbab gaul ketika
sedang berkomunikasi menggerakaan sebagian anggota tubuhnya seperti
gerakan tangan yang berfungsi untuk mempertegas kembali bahasa verbal
mereka ketika sedang berkomunikasi
4. Proksemik: pengguna jilbab syar’i lebih banyak menggunakan jarak sosial
dan jarak publik dalam komunikasi,. pengguna jilbab gaul lebih banyak
menggunakan jarak intin saat berkomunikasi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim
Asalamu’alaiku Wr.Wb
Segala puji bagi Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, Dzat
Yang Maha Sempurna Maha Baik dan Maha Bijaksana atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya penulis diberikan kekuatan jasmani dan rohani dari awal pembuatan
skripsi sampai dengan skripsi ini dapat terselesaikan.
Adapun skripsi ini berjudul “Studi Komparasi Aspek Komunikasi Non
Verbal Pengguna Jilbab Gaul dan Pengguna Jilbab Syar’i Mahasiswi Unisba” ini
merupakan karya ilmiah yang disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk
meraih gelar sarjana setingkat Strata 1 (S1) di Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Bandung.
Dalam prosesnya penulis luar biasa takjubnya atas kebesaran Allah SWT,
karena dari awal penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa yang selama ini
dipelajari di bangku kuliah ada manfaatnya, juga dalam hal pemahaman penulis
belum ada apa-apanya.
Seperti halnya kehidupan manusia di dunia, penulisan skripsi inipun tidak
terlepas dari suka dan duka yang amat dalam dirasakan penulis. Namun sesulit
apapun tantangan didepan mata, dengan izin-Nya pula, hambatan dan rintangan
yang datangnya dari dalam dan mengkin dari luar diri penulis, tak mampu
menghalangi penyelesaian skripsi ini.
i
Dengan segala ketulusan hati, penulis tidaklah lupa atas segala bantuan
dan jasa-jasa dari semua pihak yang telah memberikan andil dalam penelitian dan
penyelesaian skripsi ini. Sudah sepantasnya jika pada kesempatan ini penulis
bermaksud menghaturkan ucapan terima kasih yang mendalam kepada :
1. Bapak Dr. O. Hasbiansyah, Drs., M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Bandung, terima kasih telah memberikan
izin untuk melakukan penelitian dikampus
2. Bapak Teguh Ratmanto, S.Sos., S.Ag., M.A.Comms. selaku dosen
pembimbing yang penuh kesabaran dan keikhlasan dalam memberikan
bimbingan selama penyusunan skripsi ini hingga akhir dan dapat
terselesaikan
3. Bapak Maman Suherman, Drs., M.Si. selaku Ketua Bidang Kajian Public
Relations Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung yang
telah memberikan Acc usulan permasalahan yang diajukan oleh penulis
untuk dijadikan sebagai judul pembuatan skripsi
4. Ibu Riza Hernawati, S.Sos. selaku dosen wali yang terus memberikan
motivasi agar penulis segera menyelesaikan kuliah
5. Semua dosen yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis selama
masa perkuliahan di Fakultas Ilmu Komunikasi dan atas segala bantuan
yang telah diberikan kepada penulis
6. Staf dan karyawan di Fakultas Ilmu Komunikasi, terima kasih untuk
pelayanan dan keramahannya serta kesabarannya dalam menghadapi
penulis saat berkunjung ke fakultas untuk mencari informasi
ii
7. Teman-teman organisasi BOMPAI dan HIMA PR, terima kasih semoga
kita bisa bertemu lagi, terima kasih juga kepada semua teman-teman
khususnya Public Relations angkatan ’06 yang tidak dapat penulis
sebutkan satu per satu
8. Ayahanda tercinta Zainal Arifin (alm), dimana semasa hidup beliau
memberikan kesabaran, keuletan, kegigihan, dan keyakinan dalam
berjuang menancapkan semangat dan kesabaran kepada penulis. Semoga
Allah golongkan sebagai salah satu Ahli Surganya. Amin
9. Ibunda tercinta Sri Hartati, wanita yang mengajari akan arti sebuah cinta,
pengorbanan dan kasih sayang terhadap keluarga dan anak-anak. Semoga
kelak Allah jadikan wanita yang paling bahagia didunia maupun diakhirat.
Amin
10. Adik-adik tersayang : Octa Rica dan Alan Star. Terima kasih untuk
dukungan dan doanya. Semoga selalu menjadi anak yang soleh dan
solehah,
dapat
membahagiakan
orang
tua
dan
keluarga.
Tetap
SEMANGAT !
11. Spesial untuk suami tercinta, belahan jiwaku “Abi” Decky Arisandy
anugerah yang paling indah yang pernah penulis miliki, saling mencintai
karena Allah, melindungi hati, membaluti dengan kedamaian, menjadi
benteng yang terkokoh, penyenang hati dalam kehidupan. Terima kasih
atas senyum, canda dan tawa, serta keikhlasannya untuk menunggu
penulis menyelesaikan skripsi ini. Yakin dan percayalah Allah akan
melihat dan menatap dengan cinta dan kasih sayangNya. Amin
iii
12. Keluarga besar di Relly : Ayah, Ibu, adik-adikku tercinta dan yang lainnya
semoga Allah menambahkan kebahagiaan dan kenikmatan dalam hidup
kita, dan semoga Allah selalu tanamkan rasa kasih sayang dan saling
mencintai.
13. Keluarga kecilku di kosn : Rina, Esha, Sari yang selalu berbagi suka
maupun duka dengan penulis, kalian semua adalah saudara serta sahabat
terbaik yang
pernah penulis miliki, terima kasih untuk menggunakan
laptop secara bergantian. Penulis pasti akan merindukan saat-saat
kebersamaan dengan kalian semua.
14. Sahabat seperjuanganku di kampus Unisba tercinta : Uma Kurma Madu,
Duren, Tomat (Refa), dan Inggit, terima kasih atas persahabatannya dan
semoga kalian cepat menyusul menyelesaikan skripsinya, hidupku penuh
warna dengan kebersamaan kalian, semoga apa yang kita cita-citakan
bersama dapat tercapai Amin.
15. Pihak-pihak dan tentunya masih banyak lagi ucapan terima kasih yang
ingin penulis sampaikan. Penulis tidak mungkin menyebutkannya satu
persatu dalam lembaran kertas yang kecil ini. Hanya Allah yang pantas
lebih tahu atas perjuangan dan pengorbanan sahabat selama ini. Mohon
maaf jika ada nama-nama yang layak disebutkan tetapi tidak dapat penulis
sebutkan.
Percayalah Allah akan balas dengan kemuliaan yang lebih baik.
Allah Maha Mengetahhui dan Maha membalas dengan sangat sempurna
bagi siapapun yang telah memberikan doa, dorongan, dan bantuan atas
terselesaikannya penulisan skripsi ini.
iv
Ya Allah yang maha pengasih dan maha penyayang ampunilah
dosa dan kesalahan hamba, dosa orang tua hamba, dosa guru-guru hamba,
saudara dan sahabat-sahabat hamba serta seluruh ummat muslim didunia
ini. Tunjukilah kami kepada jalan yang lurus yaitu jalan orang-orang yang
Kau berikan rahmat bukan jalan orang-orang yang Kau sesatkan. Amin...
Akhir kata, disamping bermanfaat untuk penulis, semoga tulisan
skripsi ini dapat bermanfaat juga bagi pembaca. Kesempurnaan hanyalah
milik Allah, dan penulis menyadari sepenuhnya akan adanya keterbatasan
ilmu dan kemampuan, maka segala kritik dan saran perbaikan yang
diterima akan sangat dihargai.
Wassalamu’aiakum Wr.Wb
Bandung, Agustus 2010
Penulis
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................................. vi
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR....................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN.... ........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 7
1.3 Identifikasi Masalah .................................................................................................... 8
1.4 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................... ............................................ 8
1.4.1 Tujuan Penelitian .................................................. ............................................ 8
1.4.2 Kegunaan Penelitian ............................................. ............................................ 9
1.5 Pembatasan Masalah ................................................................................................. 10
1.6 Pengertian Istilah ...................................................................................................... 10
1.7 Alasan Pemilihan Masalah........................................................................................ 13
1.8 Kerangka Berfikir ..................................................................................................... 14
1.9 Teknik Pengumpulan Data........................................................................................ 26
1.10 Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ............................................................. 27
1.10.1 Populasi ............................................................... .......................................... 27
1.10.2 Teknik Pengambilan Sampling ........................... .......................................... 28
1.11 Sistematika Penulisan .................................................. .......................................... 28
1.12 Organisasi Karangan .................................................... .......................................... 31
vi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………34
2.1 Kajian Pustaka .................................................................................. .................. ......34
2.2 Tinjauan Pustaka................ .............................................................. ............. ...........37
2.2.1 Pengertian Jilbab ..................................................................... .................. .... 37
2.2.2 Jilbab Syar’i ............................................................................ .................. .... 39
2.2.3 Jilbab Gaul .............................................................................. .................. .... 42
2.3 Pengertian Komunikasi Secara Umum .......................... .................. ....................... 44
2.4 Pengertian Komunikasi Verbal ..................................................................................46
2.4.1 Faktor Penting Komunikasi Verbal ..............................................................47
2.5 Pengertian Komunikasi Nonverbal ............................................................................48
2.5.1 Karakteristik Komunikasi Nonverbal ..................................... .................. .... 50
2.5.2 Klasifikasi Pesan Nonverbal ................................................... .................. .... 51
2.5.3 Fungsi Pesan Nonverbal ......................................................... .................. .... 55
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................................. 57
3.1 Pengertian Metode Deskriptif ................................................................................... 57
3.1.1 Ciri Metode Deskriptif ............................................................ .................. .... 60
3.1.2 Kelebihan Deskriptif Komparatif ........................................... .................. .... 61
3.1.1 Kualifikasi Penelitian Deskriptif ............................................ .................. .... 61
3.2 Pengertian Komparatif .............................................................................................. 62
3.3 Teknik Pengumpulan Data........................................................................................ 63
3.4 Langkah-Langkah Penelitian .................................................................................... 65
vii
BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................................. 67
4.1 Aspek Penampilan Fisik .......................................................................................... 68
4.1.a Jilbab Syar’i .................................................................................................... 69
4.1.b Jilbab Gaul ...................................................................................................... 75
4.1.c Komparasi Penampilan Fisik Antara Jilbab Syar’i dengan Jilbab Gaul ......... 80
4.2 Aspek Haptika ........................................................................................................... 83
4.2.a Jilbab Syar’i .................................................................................................... 84
4.2.b Jilbab gaul ....................................................................................................... 86
4.2.c Komparasi Haptika Antara Jilbab Syar’i dengan Jilbab Gaul ........................ 88
4.3 Aspek Kinesik ........................................................................................................... 90
4.3.a Jilbab Syar’i .................................................................................................... 91
4.3.b Jilbab gaul ....................................................................................................... 91
4.3.c Komparasi Kinesik Antara Jilbab Syar’i dengan Jilbab Gaul......................... 92
4.4 Aspek Proksemik ..................................................................................................... 96
4.4.a Jilbab Syar’i .................................................................................................... 98
4.4.b Jilbab gaul ....................................................................................................... 99
4.4.c Komparasi Proksemik Antara Jilbab Syar’i dengan Jilbab Gaul .................... 99
BAB V PENUTUP....................................................................................................... 101
5.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 101
5.2 Saran ....................................................................................................................... 104
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
viii
DAFTAR TABEL
1. Tabel Penampilan Fisik ........................................................................................................... 66
2. Tabel Haptika ........................................................................................................................... 81
3. Tabel Kinesik ........................................................................................................................... 88
4.Tabel Proksemik ....................................................................................................................... 94
5. Coding Book
Tabel Coding Sheet Kategori Pengguna Jilbab Syar’i
7. Tabel Coding Sheet Kategori Pengguna Jilbab Gaul
ix
TABEL GAMBAR
1. Contoh Jilbab Syar’i ............................................................................................................... 39
2. Contoh Jilbab Gaul .................................................................................................................. 42
x
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, tetapi masih sangat
sedikit wanita muslimah yang menggunakan jilbab sebagai pakaian sehari-hari untuk
menutup auratnya, meskipun banyak yang sudah menggunakan jilbab tetapi jilbab
yang digunakan tersebut tidak memenuhi syarat-syarat yang sesuai dengan tuntutan
syari’at agama Islam, sehingga nuansa ke-Islaman di Indonesia tidak terasa meskipun
penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam.
Meskipun demikian fenomena menarik dari maraknya penggunaan jilbab di
Indonesia, bahwa gerakan jilbab di Indonesia justru dipelopori oleh mahasiswi
dilingkungan perguruan tinggi non IAIN dan sekolah menengah non-pesantreninstitusi “sekuler”. Dari sini, popularitas jilbab kian mengemuka dan sangat menarik
untuk diteliti.
Dalam perspektif komunikasi jilbab bisa dilihat sebagai sebuah penyampaian
pesan. Penyampaian pesan terdiri dari verbal dan non verbal sehingga jilbab yang
yang digunakan tersebut dapat menyampaikan sebuah pesan yang dapat diartikan
oleh manusia, dengan pakaian jilbab yang digunakan orang dapat langsung
mengetahui bahwa wanita tersebut beragama Islam karena jilbab yang digunakan
menjadi sebuah indentitas diri dan telah menyampaikan berbagai makna dalam
bentuk pesan non verbal, secara sederhana pesan nonverbal adalah semua isyarat
yang bukan kata-kata.
Komunikasi nonverbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan
verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu, yang
mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima, jadi definisi ini
mencakup perilaku yang disengaja juga tidak disengaja sebagai bagian dari
peristiwa komunikasi secara keseluruhan, kita mengirim banyak pesan
nonverbal tanpa menyadari bahwa pesan-pesan tersebut bermakna bagi orang
lain, sehingga pesan-pesan nonverbal sangat berpengaruh dalam komunikasi.
(Samavor dan Porter, dalam Mulyana ; 2005 : 308).
Universitas Islam Bandung lahir atas gagasan para tokoh umat Islam dan
tuntutan masyarakat Jawa Barat akan adanya perguruan tinggi yang bernafaskan
Islam dan melahirkan intelektual muslim. Cikal bakal Unisba diawali dengan lahirnya
Perguruan Islam Tinggi (PIT) pada tanggal 15 November 1958, yang berada di bawah
naungan Yayasan Pendidikan Islam (YPI). Fakultas yang pertama didirikan adalah
Fakultas Syari'ah pada tahun 1958, kemudian Fakultas Ushuluddin dan Fakultas
Tarbiyah pada tahun 1961.
Dalam perkembangan selanjutnya, pada tahun 1967 PIT berubah menjadi
Universitas Islam Kiansantang. Kemudian pada tahun 1969 diganti menjadi
Universitas Islam Bandung (UNISBA) dan selanjutnya berturut-turut didirikan
Fakultas Hukum (1971), Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam (1972) sekarang MIPA,
Fakultas Psikologi (1973), Fakultas Teknik (1973), Fakultas Ekonomi (1979), dan
Fakultas Ilmu Komunikasi (1982) serta pada tahun 2004 Fakultas Kedokteran secara
resmi berdiri menjadi fakultas termuda di Unisba.
Tujuan pendidikan di Unisba adalah mewujudkan mujahid (pejuang), mujtahid
(peneliti) dan mujaddid (pembaharu) dalam suatu masyarakat ilmiah yang Islami,
maka dalam proses pembelajaran banyak dimuati pendidikan ke-Islaman yaitu
Pendidikan Agama Islam setiap semester, mentoring Agama Islam, pesantren
mahasiswa dan sarjana. Berbagai sarana dan prasarana belajar, praktek dan penelitian
sebagai penunjang proses pendidikan di Unisba, disediakan secara lengkap, antara
lain: laboratorium, perpustakaan, pusat pembinaan dan laboratorium bahasa, pusat
pengolahan data, internet, serta berbagai pusat penelitian dan pengabdian pada
masyarakat.
Dilihat dari tujuan awal berdirinya Unisba sebagai Universitas Islam sudah
seharusnya penggunaan jilbab bagi para mahasiswi diwajibkan ketika sedang berada
dalam lingkungan kampus, akan tetapi hal tersebut berbeda dengan fakta yang ada,
penggunaan jilbab hanya diwajibkan dibeberapa fakultas yang ada di Unisba dan
berlaku untuk para pegawai dan dosen saja, hal ini dikarenakan adanya perbedaan
kebijakan yang berlaku pada fakultas sehingga penggunaan jilbab bagi para
mahasiswi hanya berlaku pada beberapa fakultas saja yaitu fakultas kedokteran,
fakultas dirosah, dan fakultas teknik.
UNISBA (Universitas Islam Bandung) merupakan isntitusi yang berladaskan
Islam tapi jika ditelaah kembali apakah kampus ini sudah benar-benar terdapat nuansa
Islami, yang notabene kampus berlabelkan Islam. Label "Islam" di kampus Unisba
merupakan indikasi bahwa keadaan dan suasananya pun terdapat kehidupan Islami.
Begitu kontras sekali orang-orang yang berdatangan ke masjid dengan orangorang yang masih berkeliaran di sekitar kampus. Dari hasil pengamatan penulis di
lapangan yaitu tentang pakaian (busana) hanya sekitar 20% mahasiswi UNISBA
yang telah berjilbab yang terbagi menjadi 15% mahasiswi yang menggunakan jilbab
gaul dan 5%
mahasiswi yang menggunakan jilbab syar’i dari total keseluruhan
mahasiswi yang telah menggunakan jilbab. UNISBA telah "bangkrut", dimana sangat
minim sekali mahasiswa yang telah berjilbab. Bukankah jilbab sebagai identitas
kepribadian sebagai seorang muslimah dan merupakan kewajiban bagi seorang
wanita. Busana muslimah membedakan wanita muslimah dari wanita kafir dan
jahiliyah yang tidak mengerti batas-batas kesopanan dan akhlaqul karimah. Inilah
yang akan membuat wanita muslimah istimewa di hadapan orang-orang yang
beriman dan hamba-hamba Allah yang sholeh. Allah SWT berfirman:" Hai nabi
katakanlah kepada istri-istri dan anak-anak perempuanmu dan kepada istri-istri orang
mukmin. "Hendaklah mereka mengulurkan jilbanya ke seluruh tubuh mereka". Yang
demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikeanal, karena itu mereka tidak
diganggu (Qs. Al-Ahzab : 59).
Dalam berbusana, setiap wanita muslimah wajib mengenakan jilbab berupa baju
longgar yang terulur sampai bawah hingga menutupi kedua (telapak) kaki. Selain itu,
wanita muslimah juga diwajibkan memakai khimar (kerudung) saat berada dalam
kehidupan umum. Dengan kata lain, memakai jilbab dan khimar seperti ini
merupakan cara berpakaian syar’i yang dicintai Allah. Dengan kata lain jilbab itu
dapat mempresentasikan kedudukan wanita muslim yang memakainya karena dengan
jilbab yang melekat pada dirinya dan orang lain akan tahu bahwa wanita tersebut
adalah beragama Islam.
Akan tetapi pemakaian busana muslimah telah banyak macamnya, malah
berkembang istilah “jilbab gaul” bagi perempuan yang menggunakan jilbab tetapi
masih ketat disana-sini, hal ini terjadi karena banyak cara berpakaian perempuan
muslimah yang dipengaruhi oleh fashion budaya barat, padahal cara berpakaian
wanita muslimah tidak boleh ketat dan tidak menyerupai pakaian laki-laki. Sehingga
fashion cara berpakaian “jilbab gaul” tidak sesuai dengan tuntutan syariat Islam.
Dan Allah SWT adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".(Al Ahzab:59).
"dan katakanlah kepada wanita-wanita mu'min hendaknya mereka menundukkan
sebagian pandangannya dan memelihara kemaluannya yang demikian itu lebih baik
bagi mereka". (An Nur: 31). Firman-Nya pula: "Dan janganlah kamu berhias dan
bertingkah laku sebagaimana orang-orang jahiliyah terdahulu".(Al Ahzab : 33).
Termasuk yang tidak boleh dilupakan dalam pakain Islam adalah tidak menyerupai
pakaian laki-laki, tidak ketat sehingga menampilkan bentuk dan lekukan tubuh, tidak
tipis sehingga memperlihatkan bayang-bayang tubuh.
Sabda Rasulullah SAW: "Ada dua golongan manusia yang termasuk penghuni
neraka dan aku (sekarang) belum melihatnya:orang yang selalu membawa
cambuk seperti ekor sapi yang dengannya ia menyiksa manusia, dan wanita
yang berpakaian tapi (sama dengan) telanjang dan menggoda, kepala mereka
bagaikan punuk unta. Mereka itu tidak akan masuk surga, bahkan tidak akan
mencium bau harum surga, padahal baunya itu bisa tercium dari jarak sekian".
(HR. Muslim).
Lingkungan kehidupan mahasiswa memiliki banyak nuansa baik dari segi
pemikiran, adat istiadat, maupun gaya dan orientasi hidup. Dalam berinteraksi dengan
lingkungan, seorang muslimah dituntut bersikap arif dan penuh perhitungan. Karena
dalam pergaulan dengan lingkungan masyarakat akan menghadapi berbagai problem
baik yang berkaitan dengan sistem ataupun nilai yang jauh dari-nilai-nilai Islam.
Boleh jadi kondisi yang tidak bernilai Islam itu membuat "sesak napas". Ya, bukan
saja masalah yang makin seronok, melainkan juga pola pergaulan yang semakin serba
boleh. Era telah benar-benar mempengaruhi tatanan kehidupan masyarakat manusia
pada umumnya dan masyarakat mahasiswa pada khususnya. Gaya hidup urakan telah
merambah kehidupan remaja sampai ke liku-likunya. Hal itu tentu saja tidak terjadi
dengan sendirinya, melainkan sebagai hasil dari rekayasa orang-orang yang
berkepentingan dengan rusaknya moral remaja.
Ada pertanyaan yang dilansir dari seorang mahasiswa bahwa" Pakai jilbab atau
tidak itu hak seseorang ". Tapi menurutnya juga jika kita sudah berada di lingkungan
Unisba, itu lain lagi karena kita sudah berada di kampus yang berlabelkan Islam. Pada
hakikatnya, tidak semua wanita memakai jilbab karena itu memang ada dorongan
hidayah dari Allah SWT. Tapi akankah menunggu hidayah dari Allah SWT
selamanya, mungkin saja maut akan menjemput sekarang juga. Setidaknya kalaulah
belum bisa memakainya, mungkin dengan berbusana yang " Sopan ". Memakai jilbab
pun kalau masih tetap menunjukkan lekuk tubuh (yang tidak memenuhi yang
ditetapkan oleh syariat Islam), Hal itu justru lebih memperburuk citra Islam.
Andaikan pihak yang berwenang (Rektor & Dosen) lebih tegas dalam penerimaan
mahasiswa dengan persyaratan-persyaratan yang lebih bertolak ukur pada hukumhukum Islam, mungkin akan meminimalisasi problematika kampus. Janganlah takut
apabila nantinya akan berkurang mahasiswa yang mendaftar, karena kita yakin bahwa
kita kuliah di Unisba tidak hanya menimba ilmu pengetahuan umum tapi ilmu agama
pun sangat diutamakan.
Dari kondisi dan fenomena yang penulis lihat yang ada selama ini di kampus
Unisba, maka penulis tertarik untuk meneliti hal tersebut. Karena penulis melihat
terdapat perbandingan antara beberapa mahasisiwi yang menggunakan jilbab dengan
yang belum menggunakannya sebagai pakaian sehari-hari didalam pergaulannya dan
mereka yang telah menggunakan pakaian menutup aurat (jilbab) mendapatkan
perlakuan yang berbeda dari lingkungan pergaulannya dalam hal ini adalah perlakuan
yang lebih positif, seperti perlakuan yang sopan dari lingkungannya, dengan kata lain
jilbab ini bisa menjaga diri mereka, dan terlihat sekali bagaimana jilbab itu sendiri
dapat merepresentasikan kedudukan wanita dalam pergaulannya. Sehingga dengan
jilbab ini jadi sebuah symbol yang dapat membedakan secara langsung antara wanita
muslim dengan wanita non muslim. Selain itu hal yang menjelaskan mengenai
pakaian bagi para wanita ini juga terdapat dan dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat AnNur : 31 dan Al-Ahzab : 33 dan 59. Dengan syarat-syarat pakaian yang memenuhi
ketentuan syar’i sesuai dengan yang diajarkan agama Islam.
1.2
Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas maka penulis membuat perumusan masalah
sebagai berikut :
Bagaiamana Perbedaan Aspek Komunikasi Non Verbal Mahasiswi Pengguna Jilbab
Syar’i dengan Jilbab Gaul Bagi Mahasiswi di Lingkungan Kampus Unisba Sebagai
Kampus Yang Islami
1.3
Identifikasi Masalah
Dari penjelasan latar belakang dan perumusan masalah yang ada di atas maka
penulis mengidentifikasi masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Bagaimanakah perbedaan komunikasi non verbal aspek “penampilan fisik”
pengguna jilbab syar’i dengan jilbab gaul
2. Bagaimanakah perbedaan komunikasi non verbal aspek “sentuhan” pengguna
jilbab syar’i dengan jilbab gaul
3. Bagaimanakah perbandingan komunikasi non verbal aspek “bahasa tubuh”
pengguna jilbab syar’i dengan jilbab gaul
4. Bagaimanakah perbandingan komunikasi non verbal aspek “jarak” pengguna
jilbab syar’i dengan jilbab gaul
1.4
Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian
1.4.1
Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan yang dilakukan peneliti dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui perbandingan komunikasi non verbal aspek “penampilan
fisik” antara mahasiswi yang menggunakan jilbab syar’i dengan mahasiswi yang
menggunakan jilbab gaul di lingkungan kampus Unisba
2. Untuk mengetahui perbandingan komunikasi non verbal aspek “sentuhan” antara
mahasiswi
yang
menggunakan
jilbab
syar’i
dengan
mahasiswi
yang
menggunakan jilbab gaul di lingkungan kampus Unisba
3. Untuk mengetahui perbandingan komunikasi non verbal aspek “bahasa tubuh”
antara mahasiswi yang menggunakan jilbab syar’i dengan mahasiswi yang
menggunakan jilbab gaul di lingkungan kampus Unisba
4. Untuk mengetahui perbandingan komunikasi non verbal aspek “jarak” antara
mahasiswi
yang
menggunakan
jilbab
syar’i
dengan
mahasiswi
yang
menggunakan jilbab gaul di lingkungan kampus Unisba
1.4.2
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini diharapkan dapat
berguna baik secara teoritis maupun secara praktis, sebagai berikut :
1. Kegunaan secara teoritis diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran
terhadap ilmu komunikasi khususnya ilmu ke-PR-an yang telah didapatkan oleh
penulis selama berada di bangku kuliah.
2. Kegunaan secara praktis diharapkan dengan penggunaan jilbab tersebut banyak
memberikan hal positif bagi kaum wanita, sehingga penulisan ini dapat
bermanfaat dengan memberikan
sumbangan saran untuk Universitas Islam
Bandung dalam penggunaan jilbab bagi mahasiswi selama berada dalam
lingkungan kampus, sehingga nuansa ke-Islaman yang ada di Unisba lebih bisa
dirasakan.
1.5
Pembatasan Masalah
Untuk menghidari kesimpangsiuran, maka penulis membatasi masalah yang
akan diteliti, sehingga dengan adanya pembatasan masalah yang jelas akan
menimbulkan pembahasan yang lebih baik dan lebih jelas sengan penulisan yang
lebih sistematis. Adapun pembatasan masalah yang penulis cantumkan sesuai dengan
pernyataan masalah atau perumusan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai
berikut :
1. Penggunaan jilbab yang diteliti dalam hal ini adalah mengenai penggunaan jilbab
syar’i dan jilbab gaul dilihat dari komunikasi non verbal aspek penampilan fisik.
2. Penggunaan jilbab yang diteliti dalam hal ini adalah mengenai penggunaan jilbab
syar’i dan jilbab gaul dilihat dari komunikasi non verbal aspek sentuhan.
3. Penggunaan jilbab yang diteliti dalam hal ini adalah mengenai penggunaan jilbab
syar’i dan jilbab gaul dilihat dari komunikasi non verbal aspek bahasa tubuh.
4. Penggunaan jilbab yang diteliti dalam hal ini adalah mengenai penggunaan jilbab
syar’i dan jilbab gaul dilihat dari komunikasi non verbal aspek jarak.
5. Selain meneliti mengenai bagaimana penggunaan jilbab, peneliti juga meneliti
bagaimana perbandingan antara jilbab syar’i dan jilbab gaul yang digunakan.
6. Objek penelitian adalah mahasiswa Unisba yang telah menggunakan jilbab baik
yang syar’i maupun yang masih menggunakan jilbab gaul.
1. 6
Pengertian Istilah
Untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman dalam pengertian dan
kesimpangsiuran dalam penafsiran, maka penulis perlu menggunakan pengertian
istilah-istilah yang digunakan dalam penulisan ini. Istilah-istilah tersebut terdiri dari :
1. Peranan artinya sesuatu yang menjadi bagian atau yang memegang andil yang
terutama dalam terjadinya sesuatu hal atau peristiwa
2. Studi Deskriptif Komparatif adalah metode penelitian yang pada mulanya
mengamati akibat dan kemudian mencoba untuk menemukan sebab, kebalikan
dari eksperimen yang pada mulanya menciptakan sebab, kemudian secara
sengaja membuat kelompok berbeda dan selanjutnya mengamati akibat
perbedaan itu pada variabel terikat.
3. Jilbab adalah pakaian yang lebar, longgar dan menutupi seluruh bagian tubuh
sebagaimana disimpulkan oleh Al Qurthuby: "Jilbab adalah pakaian yang
menutupi seluruh tubuh (Al-Jundi : 25)
4. Jilbab Syar’i adalah merupakan istilah untuk menyebutkan cara berpakaian yang
sesuai dengan tuntutan dan ajaran agama Islam, yang terdapat dalam Al-Qur’an
Katakanlah kepada wanita yang beriman, 'hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka
menampakkan pehiasaannya kecuali yang biasa nampak dari pandangan.
Dan hen- daklah mereka menutupkan kainkerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau keapda
ayah mereka, atau putra-putra mereka, atau saudara- saudara mereka, atau
putra-putra suami mereka, atau wanita- wanita Islam, atau budak-budak
yang mereka miliki, atau pelayan- pelayan laki-laki yang tidak mempunyai
keinginan (terhadap kaum wanita), atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat kaum wanita. dan janganlah mereka memukul kakinya agar
diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu
sekalian kepada Allah hai orang-orang yang beriman supaya kamu
beruntung". (Qs An Nur : 31
"Hendaklah mereka itu mengeluarkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". (Qs Al
Ahzab : 59)
5. Jilbab Gaul adalah jilbab yang cara berapakaiannya pada umumnya masih
memperlihatkan aurat yang belum sesuai dengan tuntutan syari’at dan biasanya
pakaian yang digunakan masih pendek atau jilbab dililit dileher dan
bahan
pakaian yang digunakan tipis, masih menyerupai pakaian laki-laki, ketat dan
masih memperlihatkan lekukan badan. “Sesungguhnya segolongan ahli neraka
ialah perempuan-perempuan yang berpakaian tapi telanjang yang condong pada
maksiat dan menarik orang lain untuk maksiat. Mereka tidak akan masuk surga
dan tidak akan mencium baunya”. (HR. Bukhari dan Muslim).
6. Penampilan fisik adalah pengertian penampilan fisik disini adalah bagaimana
cara berpakaian antara pengguna jilbab syar’i dan jilbab gaul, yang digabungkan
dengan bau-bauan dan artefak yaitu benda apa saja yang dapat dihasilkan oleh
kecerdasan manusia dan merupakan aspek perluasan dari pakaian sebagai
penampilan fisik yang akan diteliti.
7. Aspek sentuhan yaitu aspek perilaku non verbal yang multi makna dan dapat
menggantikan seribu kata, dalam hal ini aspek sentuhan akan difokuskan kepada
mahasiswi yang menjadi objek penelitian sehingga dapat dilihat aspek sentuhan
yang dilakukan antara pengguna jilbab gaul dan jilbab syar’i ketika sedang
berinteraksi di lingkungannya.
8. Bahasa tubuh adalah klasifikasi pesan non verbal, yaitu setiap anggota tubuh
seperti wajah (termasuk senyuman dan pandangan mata), tangan, kepala, kaki,
dan secara keseluruhan yang dapat dikatakan sebagai isyarat simbolik.
9. Aspek jarak adalah klasifikasi pesan non verbal proxemik atau bahasa ruang,
yaitu jarakyang digunakan ketika sedang berkomunikasi dengan orang lain,
termasuk juga tempat atau lokasi posisi berada saat komunikasi sedang
berlangsung
10. Komunikasi adalah penyampaian pesan timbal balik dari komunikator kepada
komunikan, interaksi yang dilakukan lebih dari satu orang
11. Komunikasi Non Verbal adalah proses komunikasi dimana pesan disampaikan
tidak menggunakan kata-kata. Contoh komunikasi nonverbal ialah menggunakan
gerak isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah dan kontak mata, penggunaan objek
seperti pakaian, potongan rambut, dan sebagainya, simbol-simbol, serta cara
berbicara seperti intonasi, penekanan, kualitas suara, gaya emosi, dan gaya
berbicara
1.7
Alasan Pemilihan Masalah
Adapun yang menjadi alasan penulis dalam melakukan penelitian mengenai
Peran Penggunaan Jilbab Syar’i dengan Jilbab Gaul Sebagai Pesan Komunikasi Bagi
Mahaisiwi Unisba dalam Merepresentasikan Kedudukan Wanita Muslimah di
Lingkungan Kampus Unisba adalah sebagai berikut :
1. Unisba merupakan salah satu instansi pendidikan yang berlandaskan Islam, tetapi
persentase mahasiswi yang menggunakan jilbab ketika berada dalam lingkungan
kampus masih sangat sedikit
2. Untuk mengetahui perbedaan aspek non verbal penampilan fisik, sentuhan,
bahasa tubuh dan aspek jarak pengguna jilbab syar’i dengan jilbab gaul.
1.8
Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir merupakan landasan teori yang penulis jadikan sebagai alat
atas titik tolak dalam melakukan penelitian ini. Penulis mengemukakan kerangka
berfikir sebagai berikut :
Masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, tetapi masih sangat
sedikit wanita muslimah yang menggunakan jilbab sebagai pakaian sehari-hari untuk
menutup auratnya, meskipun banyak yang sudah menggunakan jilbab tetapi jilbab
yang digunakan tersebut tidak memenuhi syarat-syarat yang sesuai dengan tuntutan
syari’at agama Islam, sehingga nuansa ke-Islaman di Indonesia tidak terasa meskipun
penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam.
Meskpun demikian fenomena menarik dari maraknya penggunaan jilbab di
Indonesia, bahwa gerakan jilbab di Indonesia justru dipelopori oleh mahasiswi
dilingkungan perguruan tinggi non IAIN dan sekolah menengah non-pesantreninstitusi “sekuler”. Dari sini, popularitas jilbab kian mengemuka dan sangat menarik
untuk diteliti.
Jilbab di Indonesia, adalah merupakan suatu peristiwa “100% modern bahkan
terlampau modern” dimana perempuan berjilbab adalah sebagai suatu tanda
globalisasi, suatu lambang identifikasi orang Islam di Indonesia dengan umat Islam di
negara-negara lain di dunia modern ini, serta menolak tradisi lokal, paling tidak
dalam hal berpakaian, dan sekaligus sipemakai juga menolak hegemoni Barat.
Sungguh fenomena jilbab pada saat sekarang, di satu sisi patut disyukuri,
wanita sudah tidak malu lagi untuk berjilbab di manapun tempatnya sehingga jilbab
benar-benar telah membudaya di masyarakat dan dianggap sesuatu yang lumrah.
Namun di sisi lain jilbab yang sesungguhnya harus memenuhi prasyarat jilbab syar'i
sebagaimana telah disebutkan dalam ayat Al-qur’an seakan telah berubah fungsi dan
ajaran.
Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan
istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah
untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha
pengampun lagi maha penyayang.” (Qs. Al-Ahzab : 59).
Banyak sekali dan telah bertebaran dimana-mana jilbab yang bukan lagi syar'i
tapi lebih terkesan trendy dan mode atau lebih dikenal dengan jilbab funky atau
jilbab gaul yang kebanyakan dari semua itu adalah menyimpang dari syarat-syarat
syara' jilbab yang sebenarnya. “Sesungguhnya segolongan ahli neraka ialah
perempuan-perempuan yang berpakaian tapi telanjang yang condong pada maksiat
dan mereka orang lain untuk maksiat. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan
mencium baunya” (HR. Bukhari dan Muslim).
Berjilbab Tapi Telanjang, defined as jilbab yang masih menampakkan
aurat sebab ukurannya yang teramat pendek, tipis transparan dan
dililitkan ke leher sehingga dadanya nampak. Mengapa disebut ‘Jilbab
Gaul’? Berhubung jilbab sudah menjadi trend dalam pergaulan, maka
supaya disebut gaul dan trendy, dipakailah jilbab jenis ini, dan karena
alasan berjilbabnya pun hanya untuk ‘gaul’ maka disebutlah jilbab ini
sebagai jilbab gaul. ( Al-Ghifari ; 2005 : 14).
Tetapi belakangan muncul fenomena yang melanda pemakaian para muslimat
khususnya di Indonesia yang tercinta ini. Dimana para perempuan muslimat banyak
memang yang memakai kerudung tetapi tidak memenuhi syarat yang dimaksud oleh
syari’at. Kerudung hanya menjadi model dan style dalam kehidupan sehari-hari.
Bahasa populernya yang dengan kerudung gaul. Di antara bentuk dan tanda kerudung
gaul yang sering penulis lihat yang saat ini banyak berkembang di masyarakat, di
antaranya, kerudung hanya menutup kepala tetapi bahagian leher terbuka, kemudian
tidak sampai menutupi dada.
Agaknya fenomena ini merupakan bagian dari pengaruh globalisasi yang
semakin cepat dan dinamis. Akhirnya kerudung yang pada awalnya dijadikan sebagai
alat untuk melindungi kehormatan diri dan dalam rangka memenuhi tuntutan syari’at
sebaliknya menjadi kebiasaan seremonial yang tidak lagi memenuhi kriteria syari’at
itu sendiri.
Dengan adanya ideologi yang berbeda-beda dari mahasiswi yang telah
menggunakan jilbab maka terdapat perbedaan dalam menafsirkan penggunaan jilbab
itu sendiri, sehingga muncullah perbedaan bagaimana cara pemakaian jilbab hingga
berkembang menjadi jilbab gaul dan jilbab syar’i yang dapat dilihat dari penampilan
fisik wanita yang telah menggunakan jilbab.
Hampir sebagian besar umat Islam pada saat ini mempunyai kecenderungan
dalam berpikir bahwa alasan seorang perempuan untuk menggunakan jilbab
pada tubuhnya dikarena sebagai suatu keharusan dalam menutup aurat dan
menjaga nilai keimanan seorang perempuan, dengan kata lain bahwa nilai
ke-imanan perempuan salah satunya di dilihat..diukur dan dinilai dari
selembar kain yang bernama jilbab. Tentu saja mereka yang berpikir bahwa
alasan diharuskan menggunakan jilbab untuk menutup aurat dan menjadi
nilai keimanan perempuan percaya dan menyakini bahwa apa yang menjadi
pemikiran mereka sesuai dengan apa yang ada dalam sumber hukum umat
Islam yaitu kitab suci Al-Qur'an. (Mia : 2007).
Belakangan ini peneliti banyak sekali menyaksikan model atau ragam para
perempuan muslim dalam memakai kerudung, namun dari sekian banyaknya model
itu dapat dikelompokkan kepada kerudung gaul dan panjang (memenuhi standar
syari’at):
a. Jilbab Gaul :
Gebyar jilbab terlihat di mana-mana. Ironisnya, jilbab kini telah berhadapan
dengan industri fashion. Sehingga, jilbab (kerudung) tidak lagi sekedar kain panjang
yang menutupi hingga melewati dada. Jilbab kini bermacam motifnya, tapi di sisi
lain, ukurannya kian memendek. Ironisnya, orang menggunakannya pun sering kali
berpakaian serba ketat. Masyarakat umum menyebut gaya berjilbab seperti ini
dengan istilah Jilbab Gaul. Adapun diantara penyimpangan-penyimpangannya yang
ada, antara lain :
1. Tidak ditutupnya seluruh bagian tubuh. Seperti yang biasa dan di anggap sepele
yaitu terbukanya bagian kaki bawah, atau bagian dada karena jilbab diikatkan ke
leher, atau yang lagi trendy, remaja putri memakai jilbab tapi lengan pakaiannya
digulung atau dibuka hingga ke siku mereka.
2. Sering ditemui adanya perempuan yang berjilbab dengan pakaian ketat, pakaian
yang berkaos, ataupun menggunakan pakaian yang tipis, sehingga walaupun
perempuan tersebut telah menggunakan jilbab, tapi lekuk-lekuk tubuh mereka
dapat diamati dengan jelas.
3. Didapati perempuan yang berjilbab dengan menggunakan celana panjang bahkan
terkadang memakai celana jeans. Yang perlu ditekankan dan telah diketahui
dengan jelas bahwa celana jeans bukanlah pakaian syar'i untuk kaum muslimin,
apalagi wanita.
4. Banyak wanita muslimah saat ini yang memakai jilbab bersifat temporer yaitu
jilbab dipakai hanya pada saat tertentu atau pada kegiatan tertentu, kendurian,
acara pengajian kampung dan sebagainya, setelah itu jilbab dicopot dan yang ada
kebanyakan jilbab tersebut sekedar mampir alias tidak sampai menutup rambut
atau menutup kepala.
b. Jilbab Syar’i :
Jilbab syar’i adalah jilbab yang dimaksud dalam Al-qur’an, setidaknya harus
memenuhi syarat-syarat hijab atau jilbab sebagai berikut dan inilah jilbab yang syar'i
dan benar :
1. Berhijab, maksud dari pada berhijab adalah untuk menutup tubuh wanita dari
pandangan laki-laki. Jadi, bukan yang tipis, yang pendek, yang ketat, maupun
yang bercorak dan yang bersifat mengundang penglihatan laki-laki.
2. Harus yang longgar, sehingga tidak menampakkan tempat-tempat yang menarik
pada anggota tubuh.
3.
Tidak diberi wangi-wangian, hal ini telah diperingatkan oleh Rasulullah saw :
"Sesungguhnya seorang wanita yang memakai wangi-wangian kemudian
melewati kaum (laki-laki) bermak- sud agar mereka mencium aromanya,
maka ia telah melakuk- an perbuatan zina". (HR Tirmidzi)
4. Pakaian wanita tidak boleh menyerupai laki-laki, "Nabi SAW melaknat laki-laki
yang mengenakan pakaian wanita, dan seorang wanita yang mengenakan
pakaian laki-laki". (HR Abu Dawud dan An Nasai).
5.
Tidak menyerupai pakaian orang kafir, "Siapa yang meniru suatu kaum, maka
ia berarti dari golongan mereka". (HR Ahmad)
6. Berpakaian tanpa bermaksud supaya dikenal, baik itu dengan mengenakan
pakaian yang berharga mahal maupun yang mu- rah, jika niatnya untuk
dibanggakan karena harganya atau- pun yang kumal jika bermaksud agar dikenal
sebagai orang yang ta'at (riya'). "Siapa yang mengenakan pakaian tersohor
(bermaksud supaya dikenal) di dunia, maka Allah akan mem- berinya pakaian
hina di hari Kiamat, lalu dinyalakan apa pada pakaian tersebut." (HR Abu
Dawud).
Dalam perspektif komunikasi jilbab bisa dilihat sebagai sebuah penyampaian
pesan. Penyampaian pesan terdiri dari verbal dan non verbal sehingga jilbab yang
yang digunakan tersebut dapat menyampaikan sebuah pesan yang dapat diartikan
oleh manusia, dengan pakaian jilbab yang digunakan orang dapat langsung
mengetahui bahwa wanita tersebut beragama Islam karena jilbab yang digunakan
menjadi sebuah indentitas diri dan telah menyampaikan berbagai makna dalam
bentuk pesan non verbal, secara sederhana pesan nonverbal adalah semua isyarat
yang bukan kata-kata.
Komunikasi nonverbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan
verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu, yang
mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima, jadi definisi ini
mencakup perilaku yang disengaja juga tidak disengaja sebagai bagian dari
peristiwa komunikasi secara keseluruhan, kita mengirim banyak pesan
nonverbal tanpa menyadari bahwa pesan-pesan tersebut bermakna bagi orang
lain, sehingga pesan-pesan nonverbal sangat berpengaruh dalam komunikasi.
(Samavor dan Porter, dalam Mulyana ; 2005 : 308).
Ada dugaan bahwa bahasa
nonverbal sebangun dengan bahasa verbalnya.
Artinya, pada dasarnya suatu kelompok yang punya bahasa verbal khas yang
dilengkapi dengan bahasa nonverbal khas sejajar dengan bahasa verbal terebut.
Meskipun secara teoritis, komunikasi nonverbal dapat dipisahkan dari komunikasi
verbal, dalam kenyataannnya kedua jenis komunikasi ini jalin-menjalin dalam
komuniksi tatap muka sehari-hari. Dalam komunikasi ujaran, rangsangan verbal dan
rangsangan nonverbal itu hampir selalu berlangsung bersama-sama dalam kombinasi.
Kedua jenis rangsangan itu di interpretasikan bersama-sama oleh penerima pesan.
Komunikasi nonverbal adalah proses dimana pesan disampaikan tidak
menggunakan kata-kata. Contoh komunikasi nonverbal ialah menggunakan gerak
isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah dan kontak mata, penggunaan objek seperti
potongan rambut, dan sebagainya, simbol-simbol, serta cara berbicara seperti
intonasi, penekanan pakaian,an, kualitas suara, gaya emosi, dan gaya berbicara.
Para ahli di bidang komunikasi nonverbal biasanya menggunakan definisi "tidak
menggunakan kata" dengan ketat, dan tidak menyamakan komunikasi non-verbal
dengan komunikasi nonlisan. Contohnya, bahasa isyarat dan tulisan tidak dianggap
sebagai komunikasi nonverbal karena menggunakan kata, sedangkan intonasi dan
gaya berbicara tergolong sebagai komunikasi nonverbal. Komunikasi nonverbal juga
berbeda dengan komunikasi bawah sadar, yang dapat berupa komunikasi verbal
ataupun nonverbal.
Menurut Mulyana (2005 : 316) ” ada sepuluh klasifikasi pesan non verbal yaitu :
bahasa tubuh, sentuhan, parabahasa, penampilan fisik, bau-bauan, orientasi ruang dan
jarak pribadi, konsep waktu, diam, warna, dan artefak”. Tetapi dalam penelitian ini
peneliti hanya mengambil empat dari sepuluh klasifikasi pesan non verbal tersebut,
karena menurut penulis ada beberapa klasifikasi pesan non verbal tersebut yang dapat
digabungkan menjadi satu dengan aspek penampilan fisik
dan merupakan
pengembangan lebih lanjut dari aspek tersebut yaitu antara : artefak, bau-bauan, dan
warna, sehingga fokus penelitian yang akan dilakukan adalah pada komunikasi non
verbal aspek “ penampilan fisik, sentuhan, bahasa tubuh, dan jarak” sebagaimana
dijelaskan dibawah ini diantaranya sebagai berikut :
a. Penampilan fisik: Pesan artifaktual yang diungkapkan melalui penampilan—tubuh,
pakaian, kosmetik. Walaupun bentuk tubuh relative menetap, orang sering berprilaku
dalam hubungan dengan orang lain sesuai dengan persepsinya tentang tubuhnya
(body image). Erat kaitannya dengan tubuh ialah upaya untuk membentuk citra tubuh
dengan pakaian dan kosmetik, karena pakaian menyampaikan pesan, pakaian terlihat
sebelum suara terdengar. (Rakhmat ; 2005 : 292).
Dalam komunikasi non verbal setiap orang punya persepsi mengenai penampilan
fisik seseorang baik itu busananya ( model, kualitas bahan, warna), dan juga
ornament lain yang dipakainya, seperti jam tangan, gelang, kalung, parfum dan
sebagainya (Mulyana ; 2005 : 346).
Alasan inilah yang menjadi asumsi dasar penulis memasukkan klasifikasi pesan non
verbal seperti warna, artefak, dan bau-bauan kedalam klasifikasi pesan non verbal
penampilan fisik.
b. Sentuhan : Haptik adalah bidang yang mempelajari sentuhan sebagai komunikasi
nonverbal. Sentuhan dapat termasuk: bersalaman, menggenggam tangan, berciuman,
sentuhan di punggung, mengelus-elus, pukulan, dan lain-lain. Masing-masing bentuk
komunikasi ini menyampaikan pesan tentang tujuan atau perasaan dari sang
penyentuh. Sentuhan juga dapat menyebabkan suatu perasaan pada sang penerima
sentuhan, baik positif ataupun negatif. (Mulyana ; 2005 : 335).
c. Bahasa tubuh : Dalam komunikasi nonverbal, kinesik atau gerakan tubuh meliputi
kontak mata, ekspresi wajah, isyarat, dan sikap tubuh. Gerakan tubuh biasanya
digunakan untuk menggantikan suatu kata atau frase, misalnya mengangguk untuk
mengatakan ya; untuk mengilustrasikan atau menjelaskan sesuatu; menunjukkan
perasaan, misalnya memukul meja untuk menunjukkan kemarahan; untuk mengatur
atau menngendalikan jalannya percakapan; atau untuk melepaskan ketegangan.
(Mulyana ; 2005 : 317).
d. Proxemik : Proxemik atau bahasa ruang, yaitu jarak yang digunakan ketika
berkomunikasi dengan orang lain, termasuk juga tempat atau lokasi posisi berada.
Pengaturan jarak menentukan seberapa jauh atau seberapa dekat tingkat keakraban
seseorang dengan orang lain, menunjukkan seberapa besar penghargaan, suka atau
tidak suka dan perhatian seseorang terhadap orang lain, selain itu juga menunjukkan
simbol sosial. ( Edward, dalam Rakhmat ; 2005 : 290-291) menyebutkan dalam ruang
personal, dapat dibedakan menjadi 4 ruang interpersonal sebagai berikut :
1.
Jarak intim : Jarak dari mulai bersentuhan sampai jarak satu setengah kaki.
Biasanya jarak ini untuk bercinta, melindungi, dan menyenangkan.
2.
Jarak personal : Jarak yang menunjukkan perasaan masing - masing pihak yang
berkomunikasi dan juga menunjukkan keakraban dalam suatu hubungan, jarak
ini berkisar antara satu setengah kaki sampai empat kaki.
3.
Jarak sosial : Dalam jarak ini pembicara menyadari betul kehadiran orang lain,
karena itu dalam jarak ini pembicara berusaha tidak mengganggu dan menekan
orang lain, keberadaannya terlihat dari pengaturan jarak antara empat kaki hingga
dua belas kaki.
4.
Jarak publik : Jarak publik yakni berkisar antara dua belas kaki sampai tak
terhingga.
Dari penjelasan mengenai peranan komunikasi non verbal dalam proses
penyampaian diatas maka dapat dilihat juga bahwa penggunaan jilbab atas alasan
teologi yaitu kewajiban agama. Mereka yang mengenakan jilbab ini akan
memahaminya sebagai kewajiban yang tidak bisa ditinggalkan. Bentuk jilbab pun
sesuai dengan standar-standar syariat, tak hanya menutup rambut dan kepala, tapi
juga sampai kedada. Jilbab yang lebar, bila perlu menutupi seluruh tubuh. Perempuan
yang mengenakan jilbab seperti ini juga akan berhati-hati bergaul diruang publik.
Penggunaan jilbab dalam perspektif psikologi sangat berbeda dengan
penggunaan jilbab dengan alasan teologi. Alasan psikologis perempuan yang
berjilbab atas motif ini sudah tidak memandang lagi jilbab sebagai kewajiban agama,
tapi sebagai budaya dan kebiasaan yang bila ditinggalkan akan membuat suasana hati
tidak tenang. Kita bisa menemukan muslimah yang progresif dan liberal masih
menggunakan jilbab karena motif kenyamanan psikologis tersebut.
Ungkapan bahwa rambut perempuan adalah aurat karena merupakan mahkota
mereka. Setelah itu, nantinya akan diikuti dengan pernyataan bahwa mukanya,
yang merupakan singgasana juga aurat. Suara yang merupakan kekuasaannya
juga aurat, tubuh yang merupakan kerajaannya juga aurat. Akhirnya
perempuan serba aurat. Implikasinya perempuan tak bisa melakukan aktifitas
apa-apa sebagai manusia yang diciptakan Allah karena serba aurat. Bahkan
tradisi berjilbab di kalangan sahabat dan tabi'in lebih merupakan keharusan
budaya dari pada keharusan agama. ( Al Asymawi ; 2003 : 12).
Bentuk jilbab yang dikenakan berbeda dengan model jilbab yang dipakai dengan
alasan teologi, dan disesuaikan dengan konteks dan fungsinya. Demikian juga dengan
gaya hidup yang memakainya, jauh lebih terbuka dan pergaulan mereka sangat luas,
berbeda dengan muslimah yang menggunakan jilbab dengan alasan teologi.
Dari penjelasan diatas dapat dilihat perbedaan antara penggunaan jilbab dengan
alasan teologi dengan penggunaan jilbab dengan alasan psikologis, baik dari cara
berpakaian maupun cara bergaul dengan lingkungan, sehingga jika penggunaan jilbab
dinilai dari perspektif sosiologi juga akan berbeda dengan perspektif teologi dan
psikologi pengguna jilbab tersebut.
Melalui perspektif sosiologi agama,
jilbab adalah suatu gejala yang terkait
dengan dimensi sosial. Jilbab adalah salah satu perintah dalam agama Islam yang
diwajibkan bagi wanita memakainya. Namun pada saat ini jilbab menjadi sebuah
gejala sosial yang mewabah. Baik bernilai positif maupun bernilai negatif. Seperti
contoh dan masalah yang sudah dibahas diatas jilbab ditempatkan sebagai masalah
yang subyektif sehingga banyak pemahaman tentang jilbab saat ini yaitu sebagai
perintah agama, sugesti, fashion, dan paksaan. “ Dalam realitas sosiologis di
masyarakat jilbab tidak menyimbolkan apa-apa, tidak menjadi lambang kesalehan
dan ketakwaan. Tidak ada jaminan bahwa pemakai jilbab adalah perempuan
bertakwa”. ( Mulia 2009 ).
Agama adalah seperangkat aturan dan peraturan yang mengatur hubungan
manusia dengan Tuhannya, dengan lingkungannya dan manusia dengan yang lainnya.
Aturan-aturan tersebut penuh dengan muatan sistem-sistem nilai karena pada
dasarnya aturan-aturan tersebut bersumber pada etos dan pandangan hidup, karena itu
juga aturan-aturan dan peraturan-peraturan yang ada didalamnya lebih menekankan
pada hal-hal yang normatif atau yang seharusnya dan sebaiknya dilakukan dan
bukannya berisikan petunjuk-petunjuk yang bersifat praktis dan teknis dalam hal
manusia menghadapi lingkungannya dan sesamanya.
Sedangkan kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai
makhluk sosial, yang digunakan untuk menginterpretasi dan memahami lingkungan
yang dihadapi dan untuk menciptakan serta mendorong terwujudnya kelakuan.
Agama dipandang sosiologi sebagai suatu jenis sistem sosial tertentu, yang dibuat
oleh penganut-penganutnya. Sedangkan pengertian kebudayaan menurut pandangan
sosiologi ialah keseluruhan pola kelakuan lahir dan batin yang memungkinkan
hubungan sosial antara angota-angota suatu masyarakat.
Komunikasi non verbal pastilah merupakan kata yang sedang popular saat ini.
Setiap orang tampaknya tertarik dengan pesan yang dikomunikasikan oleh gerakan
tubuh, gerakan mata, ekspresi wajah,sosok tubuh, penggunaan jarak-ruang, kecepatan
dan volume penggunaan suara, bahkan keheningan.
Komunikasi non-verbal adalah komunikasi yang tampil dalam bentuk nada
suara, ekspresi wajah-wajah dan gerakan anggota tubuh tertentu. Manusia
mendapatkan informasi dari manusia lain secara dominant melalui bahasa
tubuh (55% informasi), kemudian disusul nada bicara (38%) dan baru katakata (7%). Informasi nonverbal akan terkode lima kali lebih kuat daripada
informasi verbal. (Birdwhistell, dalam Mulyana ; 2005 : 316 ).
Dari uraian penjelasan diatas maka dapat diketahui perbedaan ketiga aspek
tersebut dalam hal pemahaman jilbab yang digunakan oleh wanita muslimah saat ini,
sehingga penggunaan jilbab menjadi berkembang dengan adanya penamaan jilbab
syar’i dan ada yang disebut dengan istilah jilbab gaul. Dengan demikian maka dapat
dilihat juga aspek komunikasi non verbal dari pengguna jilbab tersebut, dalam hal ini
aspek non verbal tersebut antara lain adalah penampilan fisik, bahasa tubuh, dan
sentuhan, yang merupakan fokus penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti.
1.9
Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis dalam
penelitian ini adalah :
1) Angket adalah selebaran kertas yang berisikan pertanyaan-pertanyaan yang
disebarkan kepada responden. Pertanyaan-pertanyaan pada angket berupa
pertanyaan tertutup (berstruktur), dimana jawaban pertanyaan tersebut telah
disediakan “kemungkinan pilihannya” sehingga responden tinggal memilih yang
sesuai. (Nazir : 1988 : 245).
Angket ini akan disebarkan kepada mahasiswi yang telah menggunakan jilbab
sebanyak 60 lembar, yang terbagi menjadi dua klasifikasi pengguna jilbab yaitu
30 lembar untuk responden pengguna jilbab gaul dan 30 lembar untuk responden
pengguna jilbab syar’i.
2) Wawancara : digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin
melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus
diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang
lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil dan dilakukan untuk
mendapatkan keterangan-keterangan dari orang-orang yang berkepentingan dan
berwewenang atau ada hubungan dengan masalah penelitian untuk memperoleh
data pendukung (Sugiyono : 2006 : 137). Dalam hal ini wawancara dilakukan
kepada
mahasiswi Unisba dengan kriteria mahasiswi
tersebut telah
menggunakan jilbab pada saat sedang berada dalam lingkungan kampus baik
jilbab syar’i maupun jilbab gaul.
3) Studi kepustakaan : yaitu suatu teknik pengumpulan data atau keterangan melalui
bahan bacaan yang berkenaan dengan masalah yang diteliti dan yang mendukung
penelitian (Nazir : 1988 : 211).
Studi kepustakaan yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan mempelajari
dan membaca buku- buku yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti,
sehingga diperoleh data yang akurat sesuai dengan sasaran dan tujuan penulis.
1.10
Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel
1.10.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono ; 2006 : 80). Dalam
penelitian ini penulis menentukan populasinya adalah mahasiswi Unisba yang telah
menggunakan jilbab, baik jilbab syar’i maupun jilbab gaul.
Dari hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan ketua umum BOMPAI
UNISBA (Rachmat Hidayat) pada tanggal 06 April 2010, menurut ketua BOMPAI
UNISBA diperkirakan jumlah populasi mahasiswi Unisba yang telah menggunakan
jilbab sebanyak 300 mahasiswi dengan penggunaan jilbab terbagi menjadi 2 yaitu
mahasiswi pengguna jilbab gaul dan mahasiswi pengguna jilbab syar’i dengan
perbadingan 1 : 4, sehingga perkiraan perhitungan menurut ketua BOMPAI UNISBA
perbandingan komposisi pengguna jilbab gaul dan jilbab syar’i di Unisba adalah 240 :
60 mahasiswi yaitu 240 mahasiswi untuk pengguna jilbab gaul dan 60 untuk
mahasisiwi pengguna jilbab syar’i.
1.10.2 Teknik Pengambilan Sampling
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut (Sugiyono ; 2006 : 81). Dengan jumlah populasi yang ada memungkinkan
sekali penulis dalam melakukan penarikan sampel dengan menggunakan teknik
puposive sampling pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu.
Karena yang menjadi sampling penelitian adalah mahasiswi yang telah memenuhi
kriteria yang dibutuhkan oleh peneliti dalam melakukan penelitian yaitu komunitas
jilbab syar’i dan jilbab gaul yang ada di Unisba karena pengguna jilbab itu bersifat
homogen, dan alasannya menggunakan jilbab pun ada secara psikologis dan
sosiologis sehingga total sampling yang jadi responden sebanyak 60 orang dengan
pembagian sampling
dengan kriteria responden dalam penelitian ini adalah
mahasiswi pengguna jilbab gaul sebanyak 30 orang dan mahasiswi penguna jilbab
syar’i sebanyak 30 orang.
1.11
Sistematika Penulisan
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
1.2
Perumusan Masalah
1.3
Identifikasi Masalah
1.4
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.4.1
Tujuan Penelitian
1.4.2
Kegunaan Penelitian
1.5
Pembatasan Masalah
1.6
Pengertian Istilah
1.7
Alasan Pemilihan Masalah
1.8
Kerangkan Berfikir
1.9
Teknik Pengumpulan Data
1.10 Populasi dan Teknik Pengambilan Sampling
1.10.1 Populasi
1.10.2 Teknik Pengambilan Sampling
1.11 Teknik Penulisan
1.12 Organisasi Karangan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kajian Pustaka
2.2
Pengertian Jilbab
2.2.1
Jilbab Syar’i
2.2.2
Jilbab Gaul
2.3 Pengertian Komunikasi Secara Umum
2.4 Pengertian Komunikasi Verbal
2.4.1 Faktor-Faktor Penting Dalam Komunikasi Verbal
2.5
Pengertian Komunikasi Non Verbal
2.5.1 Karakteristik Komunikasi Non Verbal
2.5.2 Klasifikasi Pesan Non Verbal
2.5.3 Fungsi Pesan Non Verbal
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Pengertian Metode Deskriptif
3.1.1
Ciri Metode Deskriptif
3.1.2
Kualifikasi Penelitian Deskriptif
3.1.3
Kelebihan Metode Deskriptif
3.2 Pengertian Komparatif
3.3 Teknik Pengumpulan Data
3.4 Langkah-Langkah Melakukan Penelitian
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Jilbab dari aspek penampilan fisik
4.2 Jilbab dari aspek sentuhan
4.3 Jilbab dari aspek bahasa tubuh
4.4 Jilbab dari aspek jarak
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
1.12 Organisasi Karangan
Secara keseluruhan dalam sistematika penulisan skripsi ini, penyusunan
dibagi kedalam lima bab penulisan, perinciannya adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN :
Pendahuluan merupakan bagian dari isi skripsi yang memuat 12 aspek: (1) Latar
belakang yang menjadi motivasi peneliti untuk melakukan penelitian. (2) Perumusan
Masalah Penelitian, (3) Identifikasi Masalah, (4) Tujuan dan Kegunaan Penelitian, (4)
Pembatasan Masalah, (6) Pengertian Istilah, (7) Alasan Pemilihan Masalah, (8)
Kerangka Berfikir, (9) Teknik Pengumpulan Data, (10) Populasi dan Teknik
Pengambilan Sampling, (11) Sistematika Penulisan, dan (12) Organisasi Karangan.
Pembahasan dalam bagian ini, dimulai dengan uraian yang cukup mengenai arti
pentingnya penelitian dan alasan pemilihan bidang masalah dan topik yang diteliti.
Peneliti memberikan rumusan masalah yang jelas, batasan-batasan dan asumsi-asumsi
yang jelas, serta tujuan dan manfaat yang akan didapatkan dari penelitian ini baik dari
aspek teoretis maupun dari aspek praktis
BAB II TINJAUAN PUSTAKA :
Bagian ini memuat hasil penelitian sejenis yang pernah dilakukan sebelumnya yang
peneliti gunakan sebagai kajian pustaka yang bertujuan untuk menjelaskan bahwa
penelitian yang dilakukan dan dibahas oleh penulis saat ini tidak mengulang
penelitian yang pernah ada, selain itu dalam bab ini peneliti juga menjelaskan konsepkonsep teoritis yang digunakan sebagai kerangka atau landasan untuk menjawab
masalah penelitian. Pembahasan pada bagian ini, difokuskan pada literatur-literatur
yang membahas konsep teoretis yang relevan dengan rumusan masalah dan tujuan
penelitian yaitu mengenai komunikasi non verbal.
BAB III METODE PENELITIAN:
a.
Pengertian Metode Penelitian : Menjelaskan jenis penelitian yang digunakan yaitu
metode penelitian deskriptif komparatif.
b.
Teknik Pengumpulan Data : Sumber data penelitian terdiri dari sumber data primer
dan sumber data sekunder. Data primer merupakan sumber data penelitian yang
diperoleh secara langsung dari sumber asli. Metode yang dapat digunakan untuk
mengumpulkan data primer adalah metode observasi. Data sekunder merupakan
sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media
perantara yaitu dengan metode wawancara. Langsung dengan narasumber yang
menjadi objek penelitian dalam hal ini adalah mahasiswi Unisba yang menggunakan
jilbab gaul dan jilbab syar’i pada saat berada dikampus.
c.
Langkah-langkah melakukan penelitian : merupakan penjelasan tahapan-tahapan
yang akan dilakukan oleh saya (penulis) ketika akan melakukan penelitain
BAB IV PEMBAHASAN :
Pada bab empat peneliti menguraikan mengenai pembahasan dalam bentuk deskriptif
atau menguraikan dan memaparkan hasil temuan dilapangan sesuai dengan
identifikasi yang telah ditentukan di bab satu, kemudian dari data-data yang telah
diuraikan tersebut peneliti melakukan perbandingan antara objek yang diteliti sesuai
dengan fokus penelitian yaitu aspek komunikasi non verbal pengnguna jilbab gaul
dan pengguna jilbab syar’i mahasiswi Unisba.
BAB V PENUTUP :
Pada bab lima berisikan kesimpulan hasil penelitian yang dilakukan yang menjawab
identifikasi dalam penelitian, dan saran yang ditujukan kepada instansi yang
bersangkutan yaitu Unisba.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kajian Pustaka
Untuk memetakan posisi peneliti dalam penelitian ini, maka peneliti
menambahkan beberapa hasil penelitian sejenis yang sebelumnya pernah dilakukan
oleh para peneliti lainnya sebagai tinjauan pustaka agar tidak melakukan penelitian
yang sama, yaitu:
1.
Awan Darmawan (2009)
Penelitian yang dilakukan di SMA Negeri 1 Long Ikis dengan judul “Pentingnya
Wanita Berjilbab” yang menghasilkan beberapa kesimpulan yaitu :
a. Penggunaan jilbab yang masih relative kecil, serta masih banyaknya remaja yang
lain, yang belum mampu menerapkan penggunaan jilbab.
b. Pentingnya menutup aurat,dapat menghindarkan diri dari yang keji dan mungkar
serta takkan ada lelaki hidung belang yang akan mengganggu serta
membayangkan diri kita yang tidak semestinya di bayangkan
2. Wawan Setiawan
Penelitian dengan judul ”Jilbab dan Cadar Muslimah menurut Al-Qur'an dan
Sunnah (Studi Perbandingan atas Pemikiran Al-Alban)” yang menghasilkan
beberapa kesimpulan yaitu:
a. Al-Albaniy dalam membahas masalah jilbab muslimah lebih bersikap teliti
khususnya ketika mengemukakan hadis atas dalil seputar jilbab ini. Hampir
seluruh hadis yang dijadikan dalil dalam masalah ini, al-Albaniy selalu
menampilkan takhrij dan terkadang memberikan komentar (ta'liq) seputar sanad
hadisnya. Apa yang dilakukan al-Albaniy ini tidaklah mengherankan mengingat
ia adalah seorang yang kompeten di bidang kritik hadis. Dalam pembahasannya,
al-Albaniy mengemukakan syarat pakaian (baca: jilbab) muslimah yang
dimaksud al-Qur'an dan Sunnah.
b. Adapun pemikiran al-'Usaimin tentang jilbab muslimah lebih banyak ditekankan
pada pembahasan masalah cadar dari pada masalah jilbab itu sendiri. Bagi al'Usaimin, syari'at cadar tidak dapat lepas dari maksud disyari'atkannya jilbab
bagi muslimah. Yakni manakala muslimah diperintah untuk menjaga
kemaluannya, dan menyembunyikan perhiasannya maka hal yang lebih utama
untuk disembunyikan adalah wajah, karena wajah adalah sumber fitnah menurut
al-'Usaimin.
c. Meskipun keduanya (al-Albaniy dan al-'Usaimin) memberikan definisi yang
sama tentang jilbab, namun mereka berbeda dalam memahami makna ayat-ayat
atau hadis-hadis yang berbicara dalam masalah jilbab. Hasilnya, mereka berbeda
dalam menyatakan hukum mengenakan cadar bagi wanita muslimah. al-'Usaimin
menyatakan dengan tegas bahwa menutup wajah adalah wajib bagi wanita
muslimah. Pernyataan beliau ini merupakan hasil istimbat hukum atas dalil-dalil
yang berbicara masalah jilbab muslimah. Sedangkan al-Albaniy dengan tegas
mengatakan bahwa hukum cadar atau menutup wajah bagi wanita adalah sunnah
dan mustahab. Pernyataan ini beliau sampaikan setelah melakukan kajian dan
penelitian yang serius atas dalil-dalil yang secara lafaz membolehkan membuka
wajah bagi wanita, maupun dalil-dalil yang oleh sebagian orang dijadikan dasar
akan kewajiban menutup wajah.
3. MUHAMMAD BARIKUDIN - NIM. 01350910, Fakultas Syariah UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta(2010-01-27).
Penelitian dengan judul “PANDANGAN MUHAMMAD SAID AL-ASYMAWI
TENTANG JILBAB” yang menghasilkan beberapa kesimpulan yaitu :
Bahwa pola istinbat hukum yang dilakukan oleh Muhammad Said alAsymawi terhadap ayat dalam nash-nash tentang jilbab adalah berdasar pada
kekhususan konteks turunnya nash dan bukan pada keumuman bunyi lafadznya
(al-'ibrah bi al-khusus al-sabab la bi 'umum al-lafdz). Maksud perintah
memanjangkan pakaian dalam ayat dan hadis tentang jilbab menurut Muhammad
Said al-Asymawi adalah untuk membedakan perempuan merdeka dengan budak
atau perempuan kurang terhormat lainnya, agar perempuan merdeka bebas dari
kejahatan atau perlakuan buruk lainnya. Untuk konteks masa sekarang, seiring
dengan telah tiadanya perbudakan, maksud perintah memanjangkan pakaian
dalam ayat dan hadis tentang jilbab adalah anjuran bagi perempuan untuk
memakai pakaian yang pantas dan layak dengan budaya dan kebiasaan setempat,
dan tidak harus berupa jilbab.
Dari ketiga hasil penelitian diatas dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan
antara ketiga penelitian diatas dengan penelitian yang saya (penulis) lakukan saat
ini. Ketiga penelitian diatas lebih menekankan pada pentingnya penggunaan
jilbab bagi wanita dan pandangan mengenai para ahli agama atas pemikiran
mereka dalam memandang jilbab dan hukum cadar.
Sedangkan pada penelitian yang saya (penulis) sedang lakukan saat ini justru
ingin mencari tahu bagaimana aspek komunikasi non verbal pengguna jilbab
syar’i dan pengguna jilbab gaul mahasiswi Unisba, dari aspek penampilan fisik,
aspek sentuhan, aspek bahasa tubuh, dan aspek jarak. Selain untuk mengetahui
aspek tersebut saya (penulis) juga melakukan perbandingan dan memaparkan
atau mendeskripsikan hasil temuan dilapangan selama melakukan penelitian,
sehingga penelitian yang akan dilakukan tidak sama dengan penelitian yang
pernah ada.
2.2
Tinjauan Pustaka
2.2.1
Pengertian Jilbab
Jilbab bermakna miihafah yaitu baju kurung atau semacam abaya yang
longgar dan tidak tipis, kain apa saja yang dapat menutupi atau pakaian yang dapat
menutupi seluruh bagian tubuh. Dalam kamus al-Muhith dinyatakan bahwa jilbab
laksana sirdab (terowongan) atau sinmar (lorong), yakni baju atau pakaian yang
longgar bagi wanita selain baju kurung arau kain apa saja yang dapat menutupi
pakaian kesehariannya seperti halnya baju kurung.
Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuan dan istriistri orang mukmin. “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh
tubuh mereka, yang demikian itu supaya mereka lebih muda untuk
dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha
Pengampun Lagi Maha penyayang” (Qs. Al-Ahzab : 59).
Adapun jilbab yang terdapat dalam surat Al-Ahzab (33) : 59, sebenarnya adalah
baju longgar yang menutupi seluruh tubuh perempuan dari atas sampai bawah.
Kesalahpahaman lain yang sering dijumpai adalah anggapan bahwa busana muslimah
itu yang penting sudah menutup aurat, sedang mode baju apakah terusan atau
potongan, atau memakai celana panjang, dianggap bukan masalah. Dianggap, model
potongan atau bercelana jeans oke-oke saja, yang penting 'kan sudah menutup aurat.
Kalau sudah menutup aurat, dianggap sudah berbusana muslimah secara sempurna.
Padahal tidak begitu, Islam telah menetapkan syarat-syarat bagi busana muslimah
dalam kehidupan umum, seperti yang ditunjukkan oleh nash-nash Al-Qur'an dan Assunnah.
Baju jilbab yang dipakai oleh seorang wanita dapat mengkomunikasikan
beberapa hal. Makna pemakaian baju jilbab ini tergantung dari situasi dan kondisi.
Model yang memperagakan baju muslim, mengkomunikasikan secara non verbal
bahwa fashion show tersebut ditujukan kepada wanita-wanita muslim yang ingin
tampil modis dengan baju jilbab.
Jilbab dalam Islam merupakan representasi dari nafs al-mu’minat yang telah
dibersihkan, cahaya iman yang telah diberi pakaian taqwa, dan karenanya jilbab juga
represntasi dari akhlaq yang mulia dan keikhlasan. Dalam konteks kekinian jilbab
telah menjadi simbol identitas, status, dan kekuasaan, “ misalnya pakaian adalah
ekspresi yang paling khas dalam bentuk material dari berbagai tingkatan kehidupan
sosial sehingga jilbab menjadi eksistensi sosial, dan individu dalam komunitasnya
(Crawley, dalam Al-Gundi : 117) ”.
Dalam berbusana setiap wanita muslimah wajib mengenakan jilbab berupa baju
longgar yang terulur sampai bawah hingga menutupi kedua (telapak kaki). Selain itu
wanita muslimah juga diwajib menggunakan khimar (kerudung0 saat berada dalam
kehidupan umum. Dengan kata lain dengan memakai khinar dan jilbab seperti itu
merupakan cara berpakaian syar’i yang dicintai Allah, selain itu jilbab juga dapat
merepresentasikan kedudukan wanita muslim yang memakianya karena dengan jilbab
yang melekat pada dirinya orang lain akan tahu bahwa wanita tersebut beragama
Islam.
Apabila melihat seorang wanita yang memakai jilbab, yang tersirat dalam benak
kita adalah wanita tersebut beragama muslim, taat terhadap ajaran agama (sholeh).
Disini terjadi komunikasi non verbal dengan menggunakan simbol yaitu jilbab yang
dipakai oleh wanita tersebut. Wanita ini tidak harus mengatakan kepada semua orang
bahwa agama yang dianutnya adalah Islam, karena baju jilbab yang dipakainya telah
mengkomunikasikan hal tersebut. Baju jilbab merupakan simbol universal,
bahwasanya orang yang memakainya adalah wanita muslim.
Dari uraian mengenai pengertian jilbab diatas maka penggunaan jilbab itu sendiri
pun kini telah mengalami perkembangan dan perubahan, dengan demikian peneliti
mengelompokkan penggunaan jilbab menjadi dua klasifikasi yaitu :
2.2.2
Jilbab Syar’i
Jilbab syar’i adalah pakaian yang lebar, longgar, dan menutupi seluruh bagian
tubuh sebagaimana yang dimaksud dalam Al-qur’an :
Katakanlah kepada wanita yang beriman:"Hendaklah mereka menahan
pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah
mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari
mereka.Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedada mereka,
dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami
mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera
mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara mereka,
atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara
perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang
mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai
keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang
aurat wanita.Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar
diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.Dan bertaubatlah kepada
Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (QS. An
Nuur (24) : 31).
Setidaknya harus memenuhi syarat-syarat hijab atau jjilbab sebagai berikut dan
inilah jilbab yang syar’i dan benar :
1. Berhijab, maksunya adalah jilbab untuk menutup tubuh wanita dari pandangan
laki-laki, jadi bukan yang tipis, yang pendek, yang ketat, maupun yang bercorak
yang dapat mengundang penglihatan laki-laki
2. Harus yang longgar, sehingga tidak menampakkan tempat-tempat yang menarik
pada anggota tubuh
3. Tidak diberi wangi-wangian, hal ini telah diperingatkan oleh Rasulullah saw “
Sesungguhnya seorang wanita yang memakai wangi-wangian kemudian meleati
kaum (laki-laki) bermaksud agar mereka mencium aromanya, maka ia telah
melakukan perbuatan zina” (HR- Tirmidzi).
4. Pakaian wanita tidak boleh menyerupai pakaian laki-laki “ Nabi SAW melaknat
laki-laki yang mengenakan pakaian wanita, dan seorang wanita yang
mengenakan pakaian laki-laki” (HR. Abu Daud dan An-Nasa’i).
5. Tidak menyerupai pakaian orang kafir “ Siapa yang meniru suatu kaum, maka ia
berarti dari golongan mereka” (HR. Ahmad).
6. Berpakaian tanpa bermaksud untuk dikenal, baik itu dengan mengenakan pakaian
yang berharga mahal maupun yang murah, jika niatnya untuk dibanggakan
karena harganya ataupun yang kumal jika bermaksud agar dikenal sebagai orang
taat (riya’) “Siapa yang mengenakan pakaian tersohor (bermaksud supaya
dikenal) di dunia, maka Allah akan memberinya pakaian hina dihati kianat, lalu
dinyalakan apa pada pakaian tersebut” (HR. Abu Dawud).
Menutup aurat itu hanya salah satu syarat, bukan satu-satunya syarat busana
dalam kehidupan umum. Syarat lainnya misalnya busana muslimah jidak boleh
menggunakan bahan tekstil yang transparan atau mencetak lekuk tubuh perempuan.
Dengan demikian, walaupun menutup aurat tapi kalau mencetak tubuh alias ketat atau
menggunakan bahan tekstil yang transparan, tetap belum dianggap busana muslimah
yang sempurna.
Dari uraian diatas dapatlah kita ketahui bahwa jilbab merupakan pakaian yang
lapang yang menutup aurat wanita (seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan
sampai pergelangan tangan). Jadi pada pengertian tersebut jilbab berbeda dengan
kerudung. Kerudung merupakan kain yang digunakan untuk menutupi kepala, leher,
hingga dada sedangkan jilbab maliputi keseluruhan pakaian yang menutup mulai dari
kepala sampai kaki kecuali muka dan telapak tangan hingga pergelangan tangan.
Sehingga seseorang yang mengenakan jilbab pasti berkerudung tetapi orang yang
berkerudung belum tentu berjilbab.
Gambar 2.2.1 : jilbab syar’i
Sumber : pondok-muslimah.blogspot.com/200...mah.html
2.2.3 Jilbab Gaul
Gebyar jilbab terlihat dimana-mana, ironisnya jilbab kini telah berhadapan
dengan industri fashion, sehingga jilbab (kerudung) tidak lagi sekedar kain panjang
yang menutupi hingga melewati dada. Jilbab kini bermacam motifnya, tapi disisi lain
ukurannya kian memendek. Ironisnya orang yang menggunakannya pun sering kali
berpakaian serba ketat, dan terkadang juga masih suka dilepas pada saat-saat tertentu.
Masyarakat umum menyebut gaya berpakaian seperti ini dengan istilah jilbab gaul.
Jilbab gaul adalah jilbab yang cara berpakaiannya pada umumnya masih
memperlihatkan aurat
yang belum sesuai dengan tuntutan syariat dan biasanya
pakaian yang digunakan masih pendek atau jilbab dililit dileher, ketat dan masih
memperlihatkan lekukan badan, “Sesungguhnya segolongan ahli neraka ialah
perempuan-perempuan yang berpakaian tapi telanjang yang condong pada maksiat
dan menarik orang lain untuk maksiat, mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan
mencium baunya” (HR, Bukhari dan Muslim).
Berjilbab Tapi Telanjang, defined as jilbab yang masih menampakkan aurat
sebab ukurannya yang teramat pendek, tipis transparan dan dililitkan ke leher
sehingga dadanya nampak. Mengapa disebut ‘Jilbab Gaul’? Berhubung jilbab
sudah menjadi trend dalam pergaulan, maka supaya disebut gaul dan trendy,
dipakailah jilbab jenis ini, dan karena alasan berjilbabnya pun hanya untuk
‘gaul’ maka disebutlah jilbab ini sebagai jilbab gaul. ( Al-Ghifari ; 2005 : 14).
Dari penjelasan mengenai pengertian jilbab gaul diatas maka saya (penulis)
menyimpulkan adanya penyimpangan-penyimpangan dalam menggunakan jilbab,
penyimpangan-penyimpangan tersebut antara lain yang menjadi ciri-ciri dari
penggunaan jilbab gaul yaitu :
1. Tidak ditutupnya seluruh bagian tubuh, seperti yang biasa dan dianggap sepele
yaitu terbukanya bagian kaki bawah, atau bahkan dada karena jilbab diikatkan
dileher terkadang masih memperlihatkan rambut bagian depan wajah (poni), atau
memakai jilbab tapi lengan pakaiannya digulng atau dibuka hingga kesiku
2. Sering menggunakan pakaian yang ketat, pakaian berkaos ataupun pakaian yan
tipis sehingga walaupun perempuan tersebut telah menggunakan jilbab tapi
lekuk-lekuk tubuh dapat diamati dengan jelas
3. Didapati perempuan yang berjilbab dengan menggunakan celana panjang bahkan
terkadang memakai celana jeans. Yang perlu ditekankan dan telah diketahui
dengan jelas bahwa celana jeans bukanlah pakaian syar'i untuk kaum muslimin,
apalagi wanita.
4. Banyak wanita muslimah saat ini yang memakai jilbab bersifat temporer yaitu
jilbab dipakai hanya pada saat tertentu atau pada kegiatan tertentu, kendurian,
acara pengajian kampung dan sebagainya, setelah itu jilbab dicopot dan yang ada
kebanyakan jilbab tersebut sekedar mampir alias tidak sampai menutup rambut
atau menutup kepala.
Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan pakaian untuk
menutupi 'auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa
itulah yang baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda
kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat. Hai anak Adam,
janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah
mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya
pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya 'auratnya. Sesungguhnya
ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak
bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan
itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman. (QS. Al A'raaf
(7) : 26-27).
Jadi amatlah disayangkan apabila kita menjumpai saudara-saudara kita muslimah
yang memakai jilbabnya hanya untuk kepentingan-kepentingan tertentu saja seperti
pada waktu sekolah, mengajar, kuliah, dan sebagainya. Tetapi diluar itu apabila dia
keluar rumah tidak memakai jilbabnya.
Gambar 2.2.2 : jilbab gaul
Sumber : cahayahijrah.blogspot.com/2009/0...mah.html
2.3 Pengertian Komunikasi Secara Umum
Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata
Latin communis
yang berarti “sama”, communico, communication, atau
communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). Istilah pertama
(communis ) adalah istilah yang paling sering disebut sebagai asal usul kata
komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata Latin lainnya yang mirip.
Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut
secara sama. Akan tetapi definisi-definisi kontemporer menyarankan bahwa
komunikasi merujuk pada cara berbagai hal-hal tersebut, seperti dalam kalimat “ Kita
bebagai pikiran”, “Kita mendiskusikan makna”, dan “ Kita mengirimkan pesan”.
Kata lain yang mirip dengan komunikasi adalah komunitas (community) yang
juga menekankan kesamaan atau kebersamaan. Komunitas merujuk kepada
sekelompok orang yang berkumpul atau hidup bersama mencapai tujuan tetentu, dan
mereka berbagi makna dan sikap. Tanpa komunikasi tidak akan ada komunitas.
Komunitas bergantung pada pengalaman dan emosi bersama, dan komunikasi
berperan dan menjelaskan kebersamaan itu. Oleh karena itu. Komunitas juga berbagi
bentuk-bentuk komunikasi yang berkaitan dengan seni, agama, dan bahasa, dan
masing-masing bentuk tersebut mengandung dan menyampaikan gagasan, sikap,
perspektif, pandangan yang mengakar kuat dalam sejarah komunikasi tersebut.
Komunikasi secara terminologis merujuk pada adanya proses penyampaian suatu
pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Jadi dalam pengertian ini yang terlibat
dalam komunikasi adalah manusia. Karena itu merujuk pada pengertian Ruben dan
Steward mengenai komunikasi manusia yaitu:
Human communication is the process through which individuals –in
relationships, group, organizations and societies—respond to and create
messages to adapt to the environment and one another. Bahwa komunikasi
manusia adalah proses yang melibatkan individu-individu dalam suatu
hubungan, kelompok, organisasi dan masyarakat yang merespon dan
menciptakan pesan untuk beradaptasi dengan lingkungan satu sama lain.
(dalam Erwin : 2005 : 16).
Berbicara tentang definisi komunikasi, tidak ada definisi komunikasi yang benar
ataupun yang salah. Seperti juga model atau teori, definisi harus dilihat dari
kemanfaatannya
untuk
menjelaskan
fenomena
yang
didiefinisikan
dan
mengevaluasinya. Beberapa definisi mungkin terlalu sempit, misalnya “Komunikasi
adalah penyampaian pesan melalui media elektronik”, atau terlalu luas, misalnya
”Komunikasi adalah interaksi antara dua makhluk hidup atau lebih”, sehingga para
peserta komunikasi ini mungkin temasuk hewan, tanaman, bahkan jin.
Komunikasi didefinisikan secara luas sebagai “berbagai pengalaman”. Sampai
batas tertentu, setiap makhluk dapat dikatakan komunikasi dalam pengertian berbagai
pengalaman. Namun dalam hal ini yag dimaksud dengan komunikasi adalah
komunikasi manusia yang dalam bahasa Inggrisnya adalah human communication.
Dance (dalam Mulyana : 2005 : 54) menemukan tiga dimensi konseptual penting
yang mendasari definisi-definisi komunikasi, antara lain :
1. Dimensi pertama adalah tingkat observasi (level of observation), atau
derajat keabstrakannya.
2. Dimensi kedua adalah kesengajaan pesan (intentionality). Sebagain definisi
mencakup hanya pengiriman dan penerimaan yang disengaja, sedangkan
sebagian definisi lainnya tidak menuntut syarat ini.
3. Dimensi ketiga adalah penilaian normative. Sebagian definisi, meskipun
secara implisit, menyertakan keberhasilan atau kecermatan, sebagain
lainnya tidak seperti itu
2.4
Pengertian Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal adalah komunikasi yang dilakukan melalui kata-kata,
bicara. Meskipun yang paling mempengaruhi komunikasi adalah bahasa non verbal,
kata adalah alat yang sangat penting dalam komunikasi. Validasi tentang pengertian
komunikasi verbal antara komunikator dan komunikan adalah penting.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam berkomunikasi secara verbal
adalah: Masalah teknik yaitu seberapa akurat komunikasi tersebut dapat mengirimkan
simbol dari komunikasi tersebut. Masalah semantik yaitu seberapa tepat simbol
dalam mengirimkan pesan yang dimaksud. Masalah pengaruh yaitu seberapa efektif
arti yang diterima mempengaruhi tingkah laku.
Bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan, dan
maksud kita. Bahasa vebal menggunakan kata-kata yang mempresentasikan berbagai
aspek realitas individual kita. Fungsi bahasa yang mendasar adalah untuk menamai
atau menjuluki orang dan objek. Setiap orang punya nama untuk identifikasi sosial.
Orang juga dapat menamai apa saja, objek-objek yang berlainan, termasuk perasaan
tertentu yang mereka alami. Penamaan adalah dimensi pertama bahasa dan basis
bahasa, dan pada awalnya itu dilakukan manusia sesuka mereka, yang lalu menjadi
konvensi.
Bahasa memiliki tiga fungsi : penamaan (naming), interaksi, dan transmisi
informasi. Penamaan atau penjulukan merujuk pada usaha mengidentifikasi
objek, tindakan, atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk
dalam komunikasi. Fungsi interaksi menekankan berbagai gagasan dan emosi,
yang dapat mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan
kebingungan.(Barker, dalam Mulyana : 2005 : 243).
2.4.1 Faktor-Faktor Penting Dalam Komunikasi Verbal
Kecepatan yaitu kecepatan bicara mempengaruhi komunikasi verbal.
Seseorang yang dalam keadaan cemas atau sibuk biasanya akan lupa untuk berhenti
berbicara dan pembicaraan dilakukan sangat cepat sehingga hal ini menyebabkan
pendengar tidak dapat memproses pesan dan menyusun respon yang akan diberikan.
Ellis dan Nowlis (1994) mengatakan :
Beberapa hal penting dalam komunikasi verbal: penggunaan bahasa, perlu
mempertimbangkan pendidikan lawan bicara, tingkat pengalaman dan
kemahiran dalam berbahasa (bahasa Inggris, Indonesia, dan lain-lain). Dalam
penggunaan bahasa memerlukan kejelasan yaitu memilih kata yang jelas dan
tidak mempunyai arti yang salah. Keringkasan yaitu pesan singkat dan tanpa
penyimpangan untuk menghindari kebingungan tentang apa yang penting dan
apa yang kurang penting. (dalam Mulyana : 2005 : 237)
Komunikasi verbal dengan kecepatan yang sesuai akan memberikan
kesempatan bagi pembicara sendiri untuk berpikir jernih tentang apa yang diucapkan
dan juga akan menyebabkan seseorang dapat menjadi pendengar yang efektif. Voice
tone menunjukan gaya dari ekspresi yang digunakan dalam bicara dan dapat merubah
arti dari kata.Pengaruh dari bicara dengan suara yang keras akan berbeda dengan
suara yang lembut atau lemah. Suara yang keras menunjukan berbicara yang terburuburu, tidak sabar, sindiran tajam dan marah.
2.5 Pengertian Komunikasi Nonverbal
Setiap peristiwa komunikasi yang terjadi dalam kehidupan manusia selalu
mencakup kode-kode non verbal dan verbal. Dalam percakapan yang dilakukan oleh
dua orang setidaknya 35% merupakan komunikasi yang dilakukan secara verbal.
Sehingga 65% pesan dikomunikasikan secara non verbal. Dengan demikian, kodekode non verbal memegang peranan penting dalam komunikasi, khususnya
komunikasi antar pribadi.
Komunikasi non-verbal adalah komunikasi yang tampil dalam bentuk nada
suara, ekspresi wajah-wajah dan gerakan anggota tubuh tertentu. Manusia
mendapatkan informasi dari manusia lain secara dominant melalui bahasa
tubuh (55% informasi), kemudian disusul nada bicara (38%) dan baru katakata (7%). Informasi nonverbal akan terkode lima kali lebih kuat daripada
informasi verbal. (Birdwhistell, dalam Mulyana ; 2005 : 316 ).
Oleh karena itu mempelajari komunikasi non verbal merupakan salah satu upaya
untuk lebih memahami makna dari pesan yang dilontarkan. Melalui pemahaman
terhadap petunjuk non verbal kita dapat meningkatkan pemahaman terhadap
sesuatu yang diucapkan orang.
Selain itu, kita juga ingin bisa mengendalikan
komunikasi non verbal kita sendiri sehingga dapat tercapai komunikasi yang efektif.
Sayangnya, komunikasi non verbal begitu kompleks
dan kita tidak cukup
mempunyai pengetahuan untuk mengartikan gerak gerik
tubuh, ekspresi wajah,
tekanan suara, maupun petunjuk non verbal lainnya. Oleh karena itu, mempelajari
komunikasi non verbal merupakan salah satu usaha yang dilakukan untuk
meningkatkan efektifitas.
Kita mempersepsi manusia tidak hanya lewat bahasa verbalnya : bagaimana
bahsanya (halus, kasar, intektual, mampu berbahasa asing, dan sebagainya), namun
juga melalui perilaku nonverbalnya. Pentingnya bahasa nonverbal ini misalnya
dilukiskan frase, “ Bukan apa yang ia katakan, melainkan bagaimana ia
mengatakannya”. Lewat perilaku nonverbalnya, kita dapat mengetahui suasana
emosional seseorang, apakah ia sedang bahagia, bingung, atau sedih. Kesan awal kita
kepada seseorang sering didasarkan pada perilaku nonverbalnya, yang mendorong
kita untuk mengenalnya lebih jauh.
Secara sederhana pesan nonverbal adalah semua isyarat yang bukan katakata. Menurut Larry A. Samavor dan Richard E. Porter, komunikasi
nonverbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam
suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu, yang mempunyai
nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima, jadi definisi ini mencakup
perilaku yang disengaja juga tidak disengaja sebagai bagian dari peristiwa
komunikasi secara keseluruhan, kita mengirim banyak pesan nonverbal
tanpa menyadari bahwa pesan-pesan tersebut bermakna bagi orang lain,
sehingga pesan-pesan nonverbal sangat berpengaruh dalam komunikasi.
(Mulyana : 2005 : 308).
Meskipun secara teoritis, komunikasi nonverbal dapat dipisahkan dari komunikasi
verbal, dalam kenyataannnya kedua jenis komunikasi ini jalin-menjalin dalam
komuniksi tatap muka sehari-hari. Dalam komunikasi ujaran, rangsangan verbal dan
rangsangan nonverbal itu hamper selalu berlansung bersama-sama dalam kombinasi.
Kedua jenis rangsangan itu di interpretasikan bersama-sama oleh penerima pesan.
Dari penjelasan mengenai pengertian komunikasi secara umum, sampai pada
penjelasan mengenai komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal maka jilbab
termasuk kedalam bahasa nonverbal karena jilbab merupakan sebuah tanda yang
memberikan makna dalam komunikasi yang dapat di artikan oleh manusia.
2.5.1
Karakteristik Komunikasi Non Verbal
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan komunikasi non verbal. Komunikasi
non verbal merujuk pada semua pesan atau respon yang dilontarkan manusia
tidak dalam bentuk kata-kata. Kedipan mata, tekanan suara, senyuman, postur
tubuh, pakaian yang dikenakan, gaya rambut – merupakan bentuk-bentuk
komunikasi non verbal yang menggambarkan tingkah laku, perasaan ataupun
kepribadian seseorang.
Seringkali kita tidak sadar atas apa yang ditampilkan oleh tubuh kita, suara
kita ataupun jarak yang kita timbulkan pada saat berinteraksi dengan orang lain.
Kebanyakan dari kita beraksi dan bereaksi tanpa memperhatikan aspek non verbal
dari komunikasi. Kita juga berkomunikasi dengan tubuh dan penampilan kita. Kita
berkomunikasi melalui lingkungan yang kita ciptakan dimana kita tinggal di
dalamnya. Misalnya, ketika seseorang memasuki rumah kita, asumsi apa yang
mungkin timbul di benak orang tersebut.
Bisa jadi kondisi rumah ataupun lingkungan kita memberikan informasi
kepada orang lain bahwa kita adalah orang yang rajin, bersih dan rapi atau sebaliknya
yaitu kita adalah orang yang jorok dan berantakan.
Kadangkala kita menciptakan pesan secara non verbal untuk mengirimkan
pesan yang spesifik. Penggunaan petunjuk non verbal disini mempunyai tujuan
tertentu.Sebagai contoh :
Seperti komunikasi verbal, komunikasi non verbal juga
ambigu. Seperti juga kata-kata, pesan non verbal bisa mengandung banyak arti.
Sehingga kita harus berhati-hati dalam menafsirkan pesan non verbal tersebut.
Semua pesan non verbal harus diinterpretasikan di dalam konteks dimana pesan
tersebut timbul.
Pesan verbal dan non verbal seringkali juga bersifat kontradiktif. Ketika
kita mengucapkan
sesuatu
tetapi
melakukukan
sesuatu
yang
lain,
kita
mengirimkan pesan Pesan verbal dan non verbal seringkali juga bersifat
kontradiktif. Ketika kitamengucapkan sesuatu tetapi melakukukan sesuatu yang
lain, kita mengirimkan pesan yang kontradiktif. Ketika kita sadar adanya pesan
yang
kontradiktif
tersebut kecenderungan dari kita adalah
lebih mempercayai
petunjuk non verbal. Penelitian yang dilakukan dalam ilmu komunikasi juga
menyimpulkan
bahwa
komunikasi
non
verbal lebih sulit
dimanipulasi
dibandingkan dengan petunjuk verbal ( kata-kata).
2.5.2 Klasifikasi Pesan Non Verbal
Duncan menyebutkan ada enam klasifikasi pesan non verbal yaitu kinesik
atau gerak tubuh, paralinguistic atau suara, proksemik atau penggunaan ruang
personal dan sosial, olfaksi atau penciuman, sensitivitas kulit, dan factor
artifaktual seperti pakaian dan kosmetik. Sedangkan menurut Scheflen
menyebutkan dengan istilah lain : kinesik, sentuhan, bau-bauan, territorial,
proksemik, dan artifaktual (dalam Rakhmat : 2005 : 289).
Dari klasifikasi menurut Duncan dan Scheflen, tersebut peneliti hanya mengambil
empat klasifikasi yang akan menjadi focus dalam penelitian ini yaitu :
1. Artifaktual atau penampilan fisik:
Komunikasi non verbal yang dapat diungkapkan melalui penampilan—tubuh
pakaian,dan kosmetik. Walaupun bentuk tubuh relative menetap, orang sering
berprilaku dalam hubungan dengan orang lain sesuai dengan persepsinya tentang
tubuhnya (body image). Erat kaitannya dengan tubuh ialah upaya untuk membentuk
citra tubuh dengan pakaian dan kosmetik yang digunakan. “Pakaian menyampaikan
pesan”. Pakaian terlihat sebelum suara terdengar. Kefgen dan Specht, dalam
Rakhmat; 2005 : 292 menyebutkan,
Pakaian tertentu berhubungan dengan perilaku tertentu. Umumnya pakaian
yang digunakan mempunyai fungsi untuk menyampaikan dan untuk
mengungkapkan identitas diri kepada orang lain. Menyampaikan identitas
berarti menunjukkan bagaimana perilaku seseorang dan bagaimana orang lain
akan memperlakukan kita.
Selain dilihat dari cara berpakaian, dalam penelitian ini peneliti menggabungkan
beberapa klasifikasi pesan non verbal kedalam artifaktual diantaranya penggunaan
parfum atau bau-bauan, dan penggunaan aksesoris yang digunakan oleh pengguna
jilbab gaul dan jilbab syar’i. Dalam hal ini yang menjadi objek penelitian adalah
bagaimana perbedaan yang terdapat pada pengguna jilbab gaul dengan pengguna
jilbab syar’i dilihat dari komunikasi non verbal dari aspek penampilan fisik.
2. Haptika atau sentuhan :
Studi tentang sentuhan disebut haptika (haptics). Haptik adalah bidang yang
mempelajari sentuhan sebagai komunikasi nonverbal.
(Menurut Heslin dalam Mulyana : 2005 : 336) terdapat lima kategori sentuhan,
yang merupakan suatu rentang dari yang sangat impersonal hingga yang sangat
personal. Kategori-kategori tersebut adalah sebagai berikut :
1. Fungsional-profesional : sentuhan bersifat dingin dan berorientasi bisnis,
misalnya pelayan tikoh membantu pelanggan memilih pakaian
2. Sosial-sopan : perilaku dalam situasi ini membangun dan memperteguh
pengharapan, aturan dan praktik sosial yang berlaku misalnya berjabat tangan
3. Persahabatan-kehangatan
: kategori ini meliputi setiap sentuhan yang
menandakan afeksi atau hubungan yang akrab
4. Cinta-keintiman : kategori ini merujuk pada sentuhan yang menyatakan
keterikatan emosional atau ketertarikan
5. Rangsangan seksual : kategori ini berkaitan erat dengan kategori cinta-keintiman
hanya saja motifnya bersifat seksual
Dari kategori sentuhan diatas maka sentuhan dapat termasuk: bersalaman,
menggenggam tangan, berciuman, sentuhan di punggung, mengelus-elus, pukulan,
dan lain-lain. Masing-masing bentuk komunikasi ini menyampaikan pesan tentang
tujuan atau perasaan dari sang penyentuh. Sentuhan juga dapat menyebabkan suatu
perasaan pada sang penerima sentuhan, baik positif ataupun negatif.
Itu sebabnya Islam punya aturan ketat mengenai sentuh-menyentuh diantara
lelaki dan perempuan untuk menghindari konsekuensinya yang menjurus pada
perbuatan negatif. Dalam hal ini fokus penelitian adalah bagaiamana perbedaan
komunikasi antara pengguna jilbab gaul dan pengguna jilbab syar’i aspek sentuhan
atau haptika dalam pergaulan sehari-hari mereka dimasyarakat, seperti ketika sedang
berjabat tangan antara laki-laki dan perempuan.
3. Kinesik atau bahasa tubuh :
Bidang yang menelaah bahasa tubuh adalah kinesika (kinesics), suatu istilah
yang dirintis oleh seorang perintis studi bahasa non verbal, “ Setiap anggota tubuh
seperti wajah (termasuk senyuman dan pandangan mata), tangan, kepala, kaki, dan
bahkan tubuh secara keseluruhan dapat digunakan sebagai isyarat simbolik
(Birdwhistell dalam Mulyana : 2005 : 317)”. Karena manusia hidup, semua anggota
badan senantiasa begerak.
Dari penjelasan mengenai bahasa tubuh diatas, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa dalam komunikasi nonverbal, kinesik atau gerakan tubuh dapat meliputi
kontak mata, ekspresi wajah, isyarat, dan sikap tubuh. Gerakan tubuh biasanya
digunakan untuk menggantikan suatu kata, misalnya mengangguk untuk mengatakan
ya; untuk mengilustrasikan atau menjelaskan sesuatu; menunjukkan perasaan,
misalnya memukul meja untuk menunjukkan kemarahan; untuk mengatur atau
menngendalikan jalannya percakapan; atau untuk melepaskan ketegangan.
4. Proksemik atau pengaturan jarak :
Merupakan pesan komunikasi non verbal non visual dan non vocal. Proksemik atau
bahasa ruang, yaitu jarak yang digunakan ketika berkomunikasi dengan orang lain,
termasuk juga tempat atau lokasi posisi berada. Pengaturan jarak menentukan
seberapa jauh atau seberapa dekat tingkat keakraban seseorang dengan orang lain,
menunjukkan seberapa besar penghargaan, suka atau tidak suka dan perhatian
seseorang terhadap orang lain, selain itu juga menunjukkan simbol sosial.
(Edward, dalam Rakhmat ; 2005 : 290-291) menyebutkan dalam ruang personal,
dapat dibedakan menjadi 4 ruang interpersonal sebagai berikut :
Jarak intim : Jarak dari mulai bersentuhan sampai jarak satu setengah kaki.
Biasanya jarak ini untuk bercinta, melindungi, dan menyenangkan.
Jarak personal : Jarak yang menunjukkan perasaan masing - masing pihak
yang berkomunikasi dan juga menunjukkan keakraban dalam suatu
hubungan, jarak ini berkisar antara satu setengah kaki sampai empat kaki.
Jarak sosial : Dalam jarak ini pembicara menyadari betul kehadiran orang
lain, karena itu dalam jarak ini pembicara berusaha tidak mengganggu dan
menekan orang lain, keberadaannya terlihat dari pengaturan jarak antara
empat kaki hingga dua belas kaki.
Jarak publik : Jarak publik yakni berkisar antara dua belas kaki sampai tak
terhingga
Dalam penelitian ini, saya (penulis) akan meneliti aspek komunikasi non
verbal pengguna jilbab gaul dan pengguna jilbab syar’i dengan merujuk pada ke
empat kategori pengaturan jarak menurut Edward seperti yang dijelaskan diatas.
2.5.3 Fungsi Pesan Non Verbal
Meskipun secara teoritis komunikasi non verbal dapat dipisahkan dari
komunikasi verbal, dalam kenyataannya kedua jenis komunikasi ini jalin-menjalin
dalam komunikasi tatap muka sehari-hari. Misalnya ketika mengatak tidak tanpa
sadar kepala akan menggelang, sehingga manusia memproses kedua jenis rangsangan
komunikasi verbal dan komunikasi non verbal hampir secara bersamaan, sehingga
mudah terkecoh untuk menekankan suatu perbedaan yang sebenar nay antara
komunikasi verbal dan non verbal.
Mark L.Knapp : istilah non verbal biasanya digunakan untuk melukiskan
semua peristiwa komunikasi diluar kata-kata terucap dan tertulis. Pada saat
yang sama kita harus menyadari bahwa banyak peristiwa dan perilaku non
verbal ini ditafsirkan melalui simbol-simbol verbal. Dalam pengertian ini
peristiwa dan perilaku non verbal tidak sungguh-sungguh bersifat non verbal
(dalam Mulyana : 2005 : 312).
Bahasa verbal bisa menyampaikan informasi yang dibutuhkan oleh manusia lewat
interaksi berkomunikasi, tetapi dalam hubungannya dengan bahasa, mengapa pesan
non verbal masih sering digunakan. Sehingga pesan komunikasi non verbal
mempunyai beberapa fungsi diantaranya seperti yang dijelaskan dibawah ini :
Mark L. Knapp dalam Rakhmat :2005 : 287, menyebutkan ada lima fungsi
pesan non verbal yaitu :
1. Repetisi : mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal
2. Subtitusi : menggantikan lambang-lambang verbal
3. Kontradiksi : menolak pesan verbal atau memberikan makna lain
terhadap pesan verbal
4. Komplemen : melengkapi dan memperkaya makna pesan non verbal
5. Aksentuasi : menegaskan pesan verbal atau menggaris bawahi.
Meskipun bahasa telah mampu menyampaikan informasi kepada manusia ketika
sedang melakukan komunikasi, akan tetapi pesan verbal belum cukup untuk
mengunmgkapakn maksud dan tujuan saat sedang berbicara, sehingga pesan non
verbal sangatlah penting untuk mendukung pernyataan yang keluar dari bahasa verbal
yang diucapkan ketika interaksi komunikasi berangsung. Adapun alasan pentinganya
pesan komunikasi non verbal sebagai berikut :
Dale G. Leathers dalam rakhmat : 2005 : 287-288, menyebutkan enam alasan
mengapa pesan non verbal sangat penting :
1. faktor-faktor non verbal sangat menentukan makna dalam komunikasi
interpersonal
2. perasaan dan emosi lebih cermat disampaikan lewat pesan non verbal
ketimbang pesan verbal
3. pesan non vebal menyampaikan makna dan maksud yang relative bebas
dari penipuan, distorsi, dan kerancuan
4. pesan non verbal mempunyai fungsi metakomunikatif yang sangat
diperlukan untuk mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi.
5. pesan non verbal merupakan cara komunikasi yang lebih efisien
dibandingkan dengan pesan verbal
6. pesan non verbal merupakan sarana sugesti yang paling tepat
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pengertian Metode Deskriptif
Arti deskriptif adalah uraian, paparan atau keterangan. Tujuan penelitian
deskriptif adalah untuk mengetahui paparan, uraian terhadap suatu kasus yang
sedang diteliti. Dengan mengetahui paparan ini maka diharapkan peneliti dapat
menganalisis dan memecahkan suatu masalah secara sistematis, faktual dan akurat
mengenai fakta-fakta yang didapat di suatu daerah tertentu.
Penelitian deskrptif ini mempunyai ciri-ciri yaitu untuk membuat suatu
keterangan dan paparan terhadap suatu situasi atau kejadian tertentu. “Menurut
Usman dan Abdi (2008:30) penelitian deskriptif adalah akumulasi data dasar dalam
cara deskriptif semata-mata, tidak perlu mencari hubungan korelasi, hubungan sebab
akibat dan tidak perlu mencari hipotesis sebagai jawaban sementara terhadap suatu
penelitian”
Jadi metode deskriptif, yaitu dengan mengadakan pengumpulan data.
Pengumpulan data ini ditempuh dengan cara : studi pustaka / studi literatur, data yang
diperoleh dari instansi terkait, wawancara dengan narasumber, observasi lapangan
serta browsing internet. Metode deskriptif
hanyalah memaparkan situasi atau
peristiwa, penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji
hipotesis atau membuat prediksi. “Beberapa penulis memperluas penelitian deskriptif
kepada segala penelitian selain penelitian historis dan eksperimental, mereka
menyebut metode yang deskriptif sebagai penelitian survei atau penelitian
obsevational (Isaac, Michael, dan Wood, dalam Rakhmat : 2005 : 24-25)”.
Dari uraian diatas maka sangat banyak macam definisi tentang penelitian
deskriptif, diantaranya adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai
variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat
perbandingan, atau menghubungkan antara variabel satu dengan variabel yang lain.
Rumusan masalah deskriptif adalah suatu rumusan masalah yang berkenaan
dengan pertanyaan terhadap keberadaan variabel mandiri, baik hanya pada
satu variabel atau lebih (variabel yang berdiri sendiri). Jadi dalam hal ini
peneliti tidak membuat perbandingan variabel itu pada sampel yang lain, dan
mencari hubungan variabel itu dengan variabel yang lain. Penelitian
semacam ini disebut dengan penelitian deskriptif. (Sugiyona : 2006 : 35).
Dilihat dari pengertian penelitian deskriptif diatas, maka penelitian deskriptif
tidak hanya memaparkan hasil temuan selama dilapangan saja, tetapi selain itu
ternyata penelitian deskriptif juga terbagi menajdi beberapa kelompok jenis
penelitian, seperti yang dijelaskan dibawah ini,
Menurut Sugiyono : 2006 : 83, jenis penelitian deskriptif sendiri dapat
dikelompokkan dalam tiga kelompok, yaitu
1. Apabila hanya mendeskripsikan data apa adanya dan menjelaskan data
atau kejadian dengan kalimat-kalimat penjelasan secara kualitatif maka
disebut penelitian deskriptif kualitatif;
2. Apabila dilakukan analisis data dengan menghubungkan antara satu
variabel dengan variabel yang lain maka disebut deskriptif asosiatif; dan
3. Apabila dalam analisis data dilakukan pembandingan maka disebut
deskriptif komparatif
Dari jenis kelompok penelitian deskriptif yang disebutkan oleh Sugiyo tersebut
diatas, maka dalam penelitian ini penulis mengambil jenis kelompok penelitian
deskriptif yang ketiga, karena dalam penelitian ini peneliti juga akan melakukan
pembandingan dalam analisis data penelitian antara objek yang akan diteliti sesuai
dengan fokus penelitian yaitu aspek komunikasi non verbal pengguna jilbab gaul dan
jilbab syar’i mahaisiwi Unisba.
Deskriptif diartikan melukiskan variabel demi variabel, satu demi satu. Pada
hakikatnya penelitian deskriptif mengumpulkan data secara univariat. Karakteristik
data diperoleh dengan ukuran-ukuran kecenderungan pusat atau ukuran sebaran.
Rakhmat : 2005 : 25, mengemukakan bahwa penelitian deskriptif ditujukan
untuk:
1. mengumpulkan informasi yang aktual secara rinci yang melukiskan gejala
yang ada
2. mengidentifikasi masalah atau memeriksai kondisi dan praktek-praktek
yang berlaku
3. membuat perbandingan atau evaluasi
4. menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapai masalah
yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan
rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang.
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan, jadi tujuan penelitian deskriptif
adalah untuk membuat penjelasan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai
fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Dalam arti ini pada penelitian
deskriptif sebenarnya tidak perlu mencari atau menerangkan saling hubungan atau
komparasi, sehingga juga tidak memerlukan hipotesis. Namun demikian, dalam
perkembangannya selain menjelaskan tentang situasi atau kejadian yang sudah
berlangsung sebuah penelitian deskriptif juga dirancang untuk membuat komparasi
maupun untuk mengetahui hubungan atas satu variabel kepada variabel lain.
3.1.1
Ciri Metode Deskriptif :
Metode deskriptif sangat berbeda dengan metode-metode penelitian yang lain,
sehingga peneliti memasukkan ciri dari metode penelitian deskriptif sesuai dengan
pendapat,
Rakhmat : 2005 : 25, menyebutkan beberapa ciri atau karakteristik metode
deskriptif, diantaranya sebagai berikut :
1. metode deskriptif mencari teori bukan menguji teori, “hypothesis
generating”, bukan “hipothesis testing”, dan “heuristic” , bukan
“verifikatif”.
2. Titik berat metode deskriptif terletak observasi dan suasana alamiah (natural
setting).
3. Peneliti bertindak sebagai pengamat, ia hanya membuat kategori perilaku,
mengamati gejala dan mencatatnya dalam buku observasi.
Penelitian deskriptif timbul karena suatu peristiwa yang menarik perhatian
peneliti, tetapi belum ada kerangka teoritis untuk menjelaskan. “Penelitian deskriptif
tidak jarang melahirkan apa yang disebut Seltiz, Wrightsman, dan Cook sebagai
peneitian yang isntightstimulating (dalam Rakhmat : 2005 : :. Peneliti terjun
kelapangan tanpa dibebani atau diarahkan oleh teori. Ia tidak bermaksud menguji
teori sehingga perspektifnya tidak tersaring, peneliti bebas mengamati objeknya,
menjelajah, dan menemukan wawasan-wawasan baru sepanjang jalan. Penelitian
terus-menerus mengalami reformulasi dan rediksi ketika informasi-informasi baru
mulai ditemukan. Hipotesis tidak datang sebelum penelitian, hipotesis-hipotesis baru
muncul dalam penelitian.
3.1.2
Kelebihan Deskriptif Komparatif
Menurut Rakhmat : 2006 : 24-26 penelitian deskriptif mempunyai beberapa
kelebihan diantaranya sebagai berikut :
1. Penelitian deskriptif dapat menggambarkan variabel satu demi satu dalam
analisis data yang diperoleh selama dilapangan
2. Penelitian deskriptif dapat mengumpulkan data secara univariat
3. Penelitian deskriptif sangat berguna untuk melahirkan teori-teori tentatif
yang dapat membedakan hasil penelitian deskriptif dengan metode
penelitian lainnya
4. Metode deskriptif untuk mencari teori bukan untuk menguji teori sehingga
dapat menghasilkan teori-teori baru dalam penelitian
5. Penelitian deskriptif lahir karena adanya suatu kebutuhan
Dilihat dari kelebihan menurut Rakhmat seperti yang telah diuraikan diatas,
maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa penelitian deskriptif dengan komparatif
mempunyai kelebihan sebagai berikut :
Dengan penelitian deskriptif kompratif, peneliti tidak hanya memaparkan hasil
temuan dilapangan tetapi juga malakukan perbandingan antara objek yang diteliti,
sehingga hasil yangdiperoleh dari penelitian ini bisa dilihat dengan jelas antara
perbedaan kedua objek aspek komunikasi non verbal dpengguna jilbab gaul dan
jilbab syar’i saat berada dilingkungan kampus Unisba
3.1.3 Kualifikasi Penelitian Deskriptif
Penelitian deskriptif harus mempunyai kualifikasi yang memadai yaitu :
1. Peneliti harus mempunyai sifat yang reseptif, peneliti harus selalu mencari bukan
menguji
2. Peneliti harus mempunyai kekuatan integratif, kekuasaan untuk memadukan
berbagai macan informasi yang diterimanya menjadi satu kesatuan penafsiran
Jadi penelitian deskriptif bukan hanya menjabarkan (analitis), tetapi juga
memadukan (sintetis). Bukan saja melakukan klasifikasi, tetapi juga organisasi, dari
penelitian
deskriptiflah
dikembangkan
berbagai
penelitian
korelasional
an
eksperimental.
3.2 Pengertian Komparatif
Metode komparatif adalah penelitian yang bersifat membandingkan. Variabelnya
masih sama dengan penelitian variable mandiri tetapi untuk sample yang lebih dari
satu, atau dalam waktu yang berbeda. Dalam penelitian komparatif akan dihasilkan
informasi mengenai sifat-sifat gejala yang dipersoalkan, diantaranya apa sejalan
dengan apa, dalam kondisi apa, pada urutan dan pola yang bagaimana, dan yang
sejenis dengan itu. “ Rumusan komparatif adalah rumusan masalah penelitian yang
membandingkan keadaan satu variabel atau lebih pada dua atau lebih sampel yang
berbeda, atau pada waktu yang berbeda (Sugiyono : 2006 : 36)”.
Dengan mengadakan studi banding / studi kasus terhadap aspek komunikasi non
verbal mahasiswi pengguna jilab gaul dan pengguna jilbab syar’i yang ada di Unisba.
Selanjutnya dari data - data yang telah terkumpul, dilakukan identifikasi dan analisa
sehingga diperoleh gambaran yang cukup lengkap mengenai karakteristik dan kondisi
yang ada.
Perlu untuk digaris bawahi mengenai metode komparatif ini dipakai untuk
membandingkan objek yang sama yaitu mahasisiwi pengguna jilbab di Unisba,
metode ini dimulai dari pengumpulan data-data dengan bentuk dan makna yang mirip
melalui teknik observasi dan wawancara.
Dari uraian penjelasan metode penelitian deskriptif dan metode komparatif
diatas, metode komparatif dilakukan dengan membandingkan antara pengguma jilbab
gaul dan pengguna jilbab syar’i mahasiswi Unisba. Hasilnya akan diperoleh
perbedaan antara kedua pengguna jilba tersebut, yang sifatnya sekunder (variasi),
maka peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif komparatif yang merupakan
gabuangan dari kedua penjelasan metode penelitian yang telah dijelaskan
sebelumnya, karena pada awalnya peneliti hanya mendeskripsikan atau memaparkan
hasil penelitian yang ditemukan dilapangan mengenai objek yang diteliti dalam hal
ini komunikasi non verbal dari aspek penampilan fisik, aspek sentuhan, aspek bahasa
tubuh, dan aspek jarak, antara pengguna jilbab gaul dan pengguna jilban syar’i.
Kemudian dari hasil yang ditemukan tersebut peneliti melakukan perbandingan antara
objek yang diteliti dari ke empat aspek tersebut.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti dalam
pembuatan skripsi ini adalah :
1. Angket adalah selebaran kertas yang berisikan pertanyaan-pertanyaan yang
disebarkan kepada responden. Pertanyaan-pertanyaan pada angket berupa
pertanyaan tertutup (berstruktur), dimana jawaban pertanyaan tersebut telah
disediakan “kemungkinan pilihannya” sehingga responden tinggal memilih yang
sesuai. (Nazir : 1988 : 245).
Angket ini akan disebarkan kepada mahasiswi yang telah menggunakan jilbab
sebanyak 60 lembar, yang terbagi menjadi dua klasifikasi pengguna jilbab yaitu
30 lembar untuk responden pengguna jilbab gaul dan 30 lembar untuk responden
pengguna jilbab syar’i.
2. Wawancara : yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan untuk mendapatkan
keterangan-keterangan dari orang-orang yang berkepentingan dan berwewenang
atau ada hubungan dengan masalah penelitian untuk memperoleh data
pendukung.
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti
ingin menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti
ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mandalam dan jumlah
respondennya sedikit/kecil (Sugiyono, 2005 : 137).
Menurut Sutrisno Hadi, dalam Sugiyono : 138, mengemukakan bahwa
anggapan yang perlu dipegang oleh peneliti dalam menggunakan metode
waawancara adalah sebagai berikut :
1. Bahwa subyek (responden) adalah orang paling tahu tentang dirinya
sendiri
2. Bahwa apa yang dinyatakan oleh subyek kepada peneliti adalah benar dan
dapat dipercaya
3. Bahwa interpretasi subyek tentang pertanyaan-pertanyaanyang diajukan
peneliti kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh
peneliti
Dari penjelasan diatas, maka dalam hal ini wawancara dilakukan kepada
beberapa mahasiswi Unisba yang sesuai dengan kriteria yang diperlukan oleh
peneliti yaitu mahasiswi yang menggunakan jilbab gaul dan jilbab syar’i
3. Studi kepustakaan : yaitu dengan mempelajari dan membaca buku-buku yang ada
kaitannya dengan masalah yang diteliti, sehingga diperoleh data yang akurat
sesuai dengan sasaran dan tujuan penulis. “yaitu suatu teknik pengumpulan data
atau keterangan melalui bahan bacaan yang berkenaan dengan masalah yang
diteliti dan yang mendukung penelitian (Nazir : 1988 : 211)”.
3.4
Langkah-Langkah Melakukan Penelitian
Adapun langkah-langkah yang dilakukan oleh peneliti dalam melakukan
penelitian sebagai berikut :
1. Desain penelitian yang dilakukan penulis, awalnya mencermati cara berpakaian
mahasiswi Unisba, ruang lingkup, serta permasalahannya.
2. Dalam penelitian ini penulis menjadikan angket sebagai data utama (primer)
dalam penelitian, dan angket yang disebar tidak fokus hanya pada satu fakultas
tetapi angket disebarkan pada semua mahasiswi Unisba yang memenuhi syarat
sebagai sumber penelitian bagi penulis, selain menyebar angket peneliti juga
melakukan wawancara kepada 10 mahasiswi sebagai narasumber masing-masing
dari kategori objek penelitian yaitu mahasiswi pengguna jilbab syar’i dan
mahasiswi pengguna jjilbab gaul yang ada di Unisba sehingga total mahasiswi
yang diwawancara sebanyak 20 orang, hasil wawancara hanya digunakan sebagai
data pendukung (sekunder) dalam penelitian ini.
3. Dari permasalahan yang umum ini, peneliti memfokuskan permasalahan terhadap
perbedaaan antara mahasiswi pengguan jilbab gaul dengan mahasiswi pengguna
jilbab syar’i dari komunikasi non verbal. Hal yang menjadi fokus penelitian
adalah perbandingan antara pengguna jilbab gaul dengan jilbab syar’i dalam hal
ini komunikasi non verbal aspek penampilan fisik, sentuhan bahasa tubuh, dan
jarak
4. Penelitian ini bersifat terbuka karena tidak menutup kemungkinan untuk
masuknya data baru selama proses penelitian berlangsung.
5. Peneliti tidak merumuskan hipotesis pada awal penelitian, karena tidak
bermaksud menguji sesuatu, selain itu hasil penelitian tidak diramalkan
sebelumnya. Peneliti juga berusaha memahami data-data yang diperoleh dengan
analisis yang dilakukan sejak mulai diperoleh data pada awal penelitian dan
selama penelitian berlangsung
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini peneliti mengemukakan analisis terhadap apa yang telah
dipaparkan pada bab-bab sebelumnya dan menghubungkan dengan hasil perolehan
data dari angket yang disebarkan kepada responden. Dalam bab ini dijelaskan
bagaimana perbandingan aspek komunikasi non verbal pengguna jilbab syar’i dan
pengguna jilbab gaul dilihat dari penampilan fisik, haptika, kinesik, dan proksemik.
Penyebaran angket dilakukan dengan cara mendatangi mahasiswi Unisba yang
telah dipilih untuk dijadikan sampel yaitu mahasiswi Unisba yang telah menggunakan
jilbab ketika sedang berada di llingkungan kampus, baik mahasiswi yang telah
menggunakan jilbab syar’i maupun mahasiswi yang masih menggunakan jilbab gaul.
Jumlah angket yang disebarkan sebanyak 60 buah, yang dibagi menjadi 4
kategori pertanyaan (penampilan fisik, haptika, kinesik, dan proksemik), yang terdiri
dari 10 pertanyaan untuk kategori penampilan fisik, 7 pertanyaan untuk kategori
haptika (sentuhan), 5 pertanyaan untuk kategori kinesik (bahasa tubuh), dan 4
pertanyaan untuk kategori proksemik (pengaturan jarak).
Selanjutnya peneliti
akan menguraikan hasil angket yang telah disebarkan
dalam bentuk uraian pemaparan dan perbadingan dari kedua obejek yang diteliti agar
dapat memberikan gambaran yang jelas terhadap masalah yang diteliti agar mudah
dipahami seperti berikut ini.
4.1 Aspek Penampilan Fisik
No.
Kategori Penelitian
Jilbab Syar’i
Jilbab Gaul
Ya
%
Tidak
Ya
%
Tidak
%
1.
Manset
23
76,6
7
23,4
0
0
30
100
2.
Kaos kaki
30
100
0
0
4
13,3
26
86,7
3.
Bros/pin
28
93,3
2
6,7
22
73,3
8
26,7
4.
Parfum
10
33,4
20
66,6
26
86,7
4
13,3
Ciput
29
96,7
1
3,4
2
6,7
28
93,3
6.
Jam tangan
14
46,6
16
53,4
21
70
9
30
7.
Jilbab panjang
30
100
0
0
3
10
27
90
8.
Jilbab pendek
0
0
30
100
27
90
3
10
9.
Baju lengan panjang
30
100
0
0
15
50
15
50
10.
Baju lengan ¾
0
0
30
100
15
50
15
50
11.
Jilbab tebal
30
100
0
0
4
13,3
26
86,7
12.
Jilbab tipis
0
0
30
100
25
83,3
5
16,7
13.
Make-up
7
23,4
23
76,6
25
83,3
5
16,7
Tabel : 4.1 Penampilan Fisik
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan teknik
angket dan wawancara maka terdapat perbedaan antara yang menggunakan jilbab
secara syar’i dengan jilbab gaul hal ini dapat dilihat dari penampilan fisik pakaian
jilbab itu sendiri. Penampilan fisik ini juga bisa mendapat sentuhan penambahan bros
atau pin pada jilbab yang digunakan sebagai aksesoris penampilan fisik bagi para
perempuan yang telah menggunakan jilbab sebagai pakaiannya yang .
Selain hal diatas dari hasil penyebaran angket yang peneliti lakukan juga didapatkan
fakta bahwa sebagian perempuan yang berjilbab juga menggunakan make-up dan
parfum, serta jam tangan sebagai tambahan dari penampilan fisik mereka selain dari
penampilan fisik yang terlihat dari pakaian yang mereka gunakan. Akan tetapi dalam
hal penampilan fisik ini terdapat beberapa perbedaan antara penampilan fisik
pengguna jilbab syar’i dengan pengguna jilbab gaul yang peneliti dapatkan
dilapangan.
Untuk lebih jelasnya maka penjelasan mengenai penampilan fisik jilbab syar’i
dengan jilbab gaul sebagai berikut :
4.1.a Penampilan Fisik Jilbab Syar’i
Dari data yang telah peneliti dapatkan persentase yang paling besar dari
penampilan fisik dari pengguna jilbab syar’i adalah menggunakan ukuran jilbab
panjang dan lengan baju tangan panjang, kaos kaki, serta ukuran jilbab yang tebal
atau tidak transparan dengan persentase 100%, adapun alasan mereka menggunakan
jilbab dan lengan baju yang panjang adalah karena memang seperti itu pakaian yang
syar’i, sedangkan untuk alasan penggunaan kaos kaki adalah karena menurut mereka
(responden) telapak kaki termasuk aurat yang harus ditutupi sesuai dengan pengertian
jilbab dalam Al-qur’an. Sedangkan untuk penggunaan manset ada 23 responden
pengguna jilbab syar’i yang memakai manset sebagai tambahan dengan persentase
76,6% alasan mereka menggunakan manset adalah untuk menutupi pergelangan
tangan seandainya lengan pakaiannya terangkat saat sedang beraktivitas, dan ada 7
responden yang menjawab tidak menggunakan manset dengan 23,4% sebagai
tambahan dalam penampilan fisik mereka, dengan alasan bahwa mereka (responden)
tidak mengggunakan manset lebih karena dengan lengan baju yang menutupi
pergelangan tangan tidak akan memperlihatkan tangan mereka ketika sedang
beraktivitas.
Untuk penggunaan bros atau pin sebanyak 28 responden dengan nilai persentase
sebesar 93,3% pengguna jilbab syar’i menggunakannya dengan alasan bahwa
penambahan bros atau pin pada jilbab mereka lebih karena untuk keindahan, dan
untuk merapikan jilbab yang mereka kenakan, Sebagaiman menurut Mulyana : 2005 :
346 menyatakan :
Setiap orang punya persepsi mengenai penampilan fisik seseorang, baik itu
busananya(model, kualitas bahan, warna), dan juga ornamen lain yang
dipakainya seperti kacamata, sepatu, tas, jam tangan, kalung, gelang, cincin dan
sebagainya. Seringkali orang juga memberi makna tertentu pada karakteristik
fisik orang yang bersangkutan, seperti bentuk tubuh, warna kulit, model rambut
dan sebagainya.
Data ini juga peneliti dapatkan dari pernyataan pengguna jilbab syar’i saat menjawab
pertanyaan wawancara yang peneliti lakukan sebagai berikut.
Iya, saya selalu menggunakan tambahan aksesoris seperti bros pada jilbab saya,
karena Allah itu indah dan mencintai keindahan, tapi asalkan bros yang
digunakan tidak berlebihan, Pake bros, alasannya biar lebih rapih jilbabnya, eye
catching dan sebagai sarana dakwah juga, biar tampil menarik tapi bukan
menarik perhatian lawan jenis, karena untuk merapikan jjilbab yang saya
gunakan, asalkan aksesoris seperti pin atau bros itu tidak terlalu mencolok dan
berlebihan dan tidak menarik perhatian (hasil wawancara, 11 Juni 2010).
Sedangkan untuk yang tidak menggunakan bros atau pin sebagai tambahan
dalam penampilan fisiknya, hanya ada 2 responden yang tidak menggunakan dari
kategori pengguan jilbab syar’i yaitu sebesar 6,7 % alasanya karena disuaikan dengan
kebutuhan saat menggunakan jilbab, dan karena lebih kearah yang praktis dan ingin
tampil simpel saat berjjilbab, seperti data yang peneliti dapatkan dari hasil wawancara
berikut ini.
Penggunaan aksesoris disesuaikan dengan kebutuhan, ketika saya sedang
menggunakan jilbab segi tiga maka saya akan menambahkan aksesoris
seperti menggunakan bros atau pin, tapi ketika saya menggunakan jilbab
langsung maka saya tidak menambahkan pin atau bros karena lebih
simpel dan polos saja (hasil wawancara, 11 Juni 2010).
Untuk penggunaan parfum hampir sebagian besar responden pengguna jilbab
syar’i menjawab tidak menggunakan parfum saat berada di luar rumah, meskipun
masih ada beberapa responden pengguna jilbab syar’i yang menambahkan parfum
sebagai tambahan dalam penampilan fisiknya. Adapun jumlah responden pengguna
jilbab syar’i yang tidak menggunakan parfum adalah sebanyak 20 responden dengan
nilai persentase sebesar 66,6% dan alasan mereka (responden) ini tidak menggunakan
parfum adalah dalam hal pemahaman mereka terhadap hadist yang menyatakan
bahwa wanita itu jika menggunakan parfum dan tercium dari jarak yang cukup jauh
maka sama seprti zina, “Rasulullah saw bersabda : Sesungguhnya seorang wanita
yang memakai wangi-wangian kemudian meleati kaum (laki-laki) bermaksud agar
mereka mencium aromanya, maka ia telah melakukan perbuatan zina (HRTirmidzi)”.
Selain itu juga karena sebagian dari responden pengguna jilbab syar’i
memang tidak terlalu menyukai aroma parfum yang menyengat, hasil persentase
pengguna jilbab syar’i yang lebih banyak tidak menggunakan parfum peneliti
dapatkan juga dari hasil wawancara sebagai data pendukung dalam penelitian ini,
Saya tidak menggunakan karena dari aromanya yang tidak saya suka,
selain itu memang tidak boleh menggunakan parfum untuk perempuan
yang dijelaskan dalam sebuah hadist, jadi alasan itulah yang membuat
saya tidak menggunakan parfum. saya tidak suka pake parfum soalnya
sudah jelas dalam hadist yang menyatakan bahwa perempuan yang wangi
parfumnya ketika berjalan melewati laki-laji dan tercium dari jarak yamh
jauh maka sama seperti zina dan tidak akan mencium wangi syurga jadi
itulah alasan saya tidak menggunakan parfum (hasil wawancara, 11 Juni
2010).
Dari hasil angket tersebut peneliti mendapatkan bahwa ada 10 responden
pengguna jilbab syar’i yang masih menggunakan parfum dengan persentase sebesar
33,4%, sedangkan alasan mereka (responden) penggguna jilbab syar’i yang masih
menggunakan parfum adalah sebagai berikut seperti hasil yang didapatkan peneliti
saat melakukan wawancara kepada pengguna jilbab syar’i “Saya masih menggunakan
parfum, asalkan tidak terlalu menyengat baunya dan tidak tercium dari jarak yang
jauh, kan biar tidak menzolimi orang lain juga saat dekat sama kita karena bau yang
tidak sedap (hasil wawancara, 11 Juni 2010)”
Darsono dan Hugo, menyatakan : wewangian mengirim pesan yang
mendalam ke otak serta tidak ada sesuatu pun yang membangkitkan
kenangan seperti suatu bau, karena bau dapat membangkitkan ingatan
seseorang terhadap sesuatu, bau parfum tertentu pun boleh jadi
mengingatkan seseorang kepada orang lain seperti sahabat. (dalam
Mulyana : 2005 : 354).
Untuk kategori penggunaan ciput dalam penampilan fisik, sebanyak 29
jumlah responden pengguna jilbab syar’i menjawab bahwa mereka menggunakan
ciput sebagai tambahan dalam menggunakan jilbab, dengan persentase nilainya
adalah sebesar 96,7 %, sedangkan yang tidak menggunakan ciput hanya ada 1
responden dengan nilai persentase sebesar 3,4 %. Adapun alasan yang peneliti
dapatkan mengenai data ini adalaha, sebagian besar pengguna jilbab syar’i
menggunakan ciput agar supaya jilbab yang digunakannya menjadi lebih rapih, serta
menjaga agar rambut depan (poni) mereka tidak keluar dari jilbab yang sedang
digunakan, sedangkan alasan yang tidak menggunakan ciput supaya lebih ringkas
pada saat menggunakan jjilbab langsung.
Sedangkan dalam penggunaan jam tangan hanya sebanyak 14 responden
sebesar 46,6% dari jilbab syar’i yang menggunakan jam tangan sebagai tambahan
dalam penampilan fisiknya, sedangkan yang tidak menggunakan sebanyak 16
responden atau sebesar 53,4% yang tidak menggunakan jam tangan.
Untuk kategori penggunaan make-up ada sebanyak 7 responden pengguna
jilbab syar’i yang menggunakan make-up yaitu sebesar 23,4%, dengan alasan sebagai
bentuk perawatan terhadap kulit wajah agar tidak kusam dan tidak terlihat kotor,
penggunaan make-up pun sangat minimalis tidak menggunakan lipstik, atau pewarna
pipi. Sebagaimana menurut Rich dalam Mulyana : 2005 : 350,
Lipstik yang digunakan oleh kaum wanita sebenarnya mempunyai sejarah
yang panjang, wanita modern juga menghiasi wajah mereka, antara lain
dengan bedak, eye shadow, dan juga lipstik. Menurut suatu penelitian
perempaun berlipstik dipersepsi sebagai berlebihan, gemar berbicara, dan
lebih berminta pada lawan jenisnya.
Muslimah itu harus enak dipandang karena muslimah juga harus menjaga
penampilan, berpakaian juga harus diperhatikan, jangan asal nempel, mix
and match dan tidak berlebihan, tapi tidak kucel juga tapi bukan untuk
pamer, misalnya menggunakan make-up yang sangat minimalis agar tidak
terlihat kotor, dan tidak berlebihan dengan tidak menggunakan pemerah
pipi (hasil wawancara, 11 Juni 2010).
Yang tidak menggunakan make-up sebagai tambahan dari penampilan fisik
pengguna jilbab syar’i sebanyak 23 responden dengan persentase sebesar 76,6%,
alasannya adalah sebagian besar mereka yang menggunakan jjilbab syar’i
menganggap bahwa berhias merupakan sebuah bentuk tabaruj yang tidak boleh
dilakukan kecuali hanya untuk diperlihatkan pada suami.
Dari data yang diperoleh bahwa, penampilan fisik dari para perempuan yang
telah menggunakan pakaian penutup aurat sesuai dengan ajaran agama Islam yaitu
dengan pakaian yang syar’i sangat terlihat berbeda dengan pakaian jilbab gaul yang
digunakan oleh sebagian kaum perempuan saat ini. Penampilan fisik jilbab syar’i ini
selalu digunakan setiap saat oleh para pemakainya ketika sedang melakukan aktivitas
diluar rumah, sehingga penampilan fisik jilbab seperti inipun sangatlah menjaga
pemakainya dari segala macam fitnah dan kejahilan para laki-laki karena pakaian
yang digunakan biasanya lebar dan tidak membentuk lekukan-lekukan tubuh dan
jilbab yang digunakan juga sangat lebar dan panjang yang menutup sampai kedada
sehingga tidak mengundang syahwat lawan jenis ketika mereka sedang melakukan
aktivitas diluar rumah.
Penampilan fisik dari jilbab syar’i ini juga bisa dilihat dari penggunaan warna
pakaian yang tidak mencolok sehingga tidak menarik perhatian lawan jenis. Selain
hal diatas penampilan fisik ini juga dapat dilihat dengan adanya pemakaian bros atau
pin yang terdapat pada jilbab yang berfungsi sebagai aksesoris, dan biasanya
penampilan jilbab syar’i ini tidak menggunakan make-up pada saat mereka berada
diluar rumah, karena sebagain besar perempuan yang telah menggunakan jilbab syar’i
ini tidak menggunakan make-up atau menghias wajahnya kecuali untuk suami
mereka.
Tetapi dengan ciri dan penampilan fisik yang demikian bukan berarti bahwa
perempuan yang telah menggunakan pakaian penutup aurat secara syar’i menjadi
ketinggalan zaman dan tidak mengikuti trend mode cara berpakaian saat ini, karena
hal tersebut tetap bisa digunakan akan tetapi tidak mengubah ciri khas yang
merupakan identitas diri yang telah melekat pada diri mereka. Hal tersebut peneliti
dapatkan juga dari hasil wawancara yang peneliti gunakan sebagai data pendukung
dalam penelitian yang dilakukan kesejumlah mahasisiwi yang telah menggunakan
jilbab syar’i.
Jilbab syar’i itu bukan berarti tidak gaul, karena jilbab syar’i juga bisa
menggunakan lebih banyak mode jilbab saat ini dibandingkan dengan jilbab
zaman dulu, boleh gaul tapi tetap nyar’i yang jelas lebih diutamakan pasti
syar’inya ketimbang gaulnya maksud gaul disini seperti penggunaan bermacam
motif jjilba dan sebagainya, gaul bukan berarti bajunya harus ketat dan jilbabnya
pendek loh (hasil wawancara, 11 Juni 2010).
4.1.b Penampilan Fisik Jilbab Gaul
Dari data yang telah peneliti dapatkan persentase yang paling besar dari
penampilan fisik dari pengguna jilbab gaul adalah menggunakan ukuran jilbab
pendek dengan persentase sebesar 90% sebanyak 27 responden dan jilbab yang masih
transparan (tembus pandang) serta penggunaan make-up yang berlebihan sebesar
83,3% dengan responden sebanyak 25 orang, alasan pengguna jilbab gaul ini
menggunakan pakaian seperti itu adalah karena mereka merasa nyaman dan percaya
diri dengan pakai seperti itu saat keluar rumah.
Dalam menggunakan bros atau pin hanya sebanyak 22 responden saja yang
menggunakannya sebagai tambahan aksesoris penampilan fisik mereka “pengguna
jilbab gaul” dengan jumlah persentase sebesar 73,3% alasannya adalah selain untuk
mempercantik diri, agar jilbab yang mereka gunakan tidak terbang saat tertiup angin,
dan sebanyak 8 orang responden tidak menggunakan pin atau bros pada jilbabnya,
karena lebih memilih pemakaian jilbab yang simpel.
Dalam pemakaian lengan baju tangan panjang dan lengan baju tangan
pendek peneliti mendapatkan hasil data dari angket sebanyak 15 responden dengan
persentase sebesar 50%, sehingga penggunaan lengan pakaian ini bernilai seimbang,
alasannya adalah karena mereka suka dengan pakaian lengan pendek meskipun telah
menggunakan jilbab, tetapi mereka terkadang tidak menambahkan manset untuk
menutupi lengan mereka saat menggunakan baju lengan pendek tersebut sehingga
lengan tangan mereka dibiarkan terbuka.
Penggunaan kaos kaki sangat sedikit jika dibandingkan dengan pengguna
jilbab syar’i yaitu hanya sebanyak 4 orang sebesar 13,3% yang menggunakan kaos
kaki dengan alasan bahwa dengan menggunakan kaos kaki maka kaki mereka akan
terlindung dari sinar matahari dan tidak ering, bukan karena pengetahuan bahwa
sebenarnya telapak kaki juga termasuk kedalam bagian aurat yang harus ditutup,
selain itu penggunaan kaos kaki juga sering kali dicocokkan dengan jenis pakaian
yang sedang digunakan saat itu. Sedangkan jumlah yang tidak menggunakan kaos
kaki sebanyak 26 responden dengan persentase sebesar 86,7%, alasannya adalah
kebanyakan dari pengguna jilbab gaul ini menganggap bahwa kaki tidak termasuk
aurat wanita yang harus ditutupi.
Jenis pakaian yang saya suka ya seperti sekarang saya gunakan, selalu pake
celana, ga pake kaos kaki, apalagi manset bikin ribet, kadang agak sedikit ketat,
tapi saya nyaman pakenya, untuk ukuran panjang lengan baju tergantung mood
saya mau pake apa saat itu. Saya lebih suka pakai celana, kerudung masih suka
pake yang pendek, tidak pake manset karena jadi tidak nyaman, bikin tebal dan
keliatan gendut, bikin gerah, tapi kalu kaos kaki suka pake tapi dicocokin sama
bajunya, kalau ngerasanya cocok ya pake tapi kalau ga cocok yah ga usah pake
kaos kaki (hasil wawancara, 11 Juni 2010).
Begitu juga dengan penggunaan manset tidak ada responden dalam penelitian
ini yang menjawab menggunakan manset sebagai tambahan dari penampilan gisik
saat berjilbab, sebanyak 30 responden pengguna jilbab gaul yang diteliti tidak
menggunakan manset yaitu sebesar 100%, alasan yang peneliti dapatkan dari
wawancara yang dilakukan adalah karena menggunakan manset membuat ribet dan
susah, panas dan gerah, dan membuat penampilan telihat gemuk. “Saya tidak pake
manset karena jadi tidak nyaman, bikin tebal dan keliatan gendut, bikin gerah, tapi
kalau kaos kaki suka pake (hasil wawancara, 11 Juni 2010)”.
Untuk penggunaan bros atau pin sebanyak 28 responden dengan nilai
persentase sebesar 93,3% pengguna jilbab syar’i menggunakannya dengan alasan
bahwa penambahan bros atau pin pada jilbab mereka lebih karena untuk keindahan,
dan untuk merapikan jilbab yang mereka kenakan, data ini juga peneliti dapatkan dari
pernyataan pengguna jilbab syar’i saat menjawab pertanyaan wawancara yang
peneliti lakukan.
Untuk kategori parfum sebanyak 26 responden menggunakannya sebagai
tambahan dalam penampilan fisik, sebesar 86,7% , sedangkan yang tidak
menggunakan sebanyak 4 responden dengan persentase sebesar 13.3 %, kebanyakan
alasan mereka yang menggunakan parfum adalah biar badan tidak bau, dan terlihat
tetap segar dan wangi, serta dapat menambah rasa percaya diri saat sedang
berinteraksi dilingkungannya, “Pake parfum biar enak dan terhindar dari bau yang
tidak sedap (hasil wawancara, 11 Juni 2010)”.
Dari hasil angket yang peneliti dapatkan kebanyakan dari pengguna jilbab
gaul ini tidak menggunakan ciput ini terlihat dari tabel yang menunjukkan bahwa
hanya sebanyak 2 orang saja yang menggunajan ciput saat menggunakan jilbab
dengan persentase sebesar 6,7%, sedangkan sebanyak 28 responden tidak
menggunakan ciput dengan persentase sebesar 93,3%. Sedangkan dalam penggunaan
jam tangan persentase pengguna jilbab gaul lebih besar dibandingkan dengan
pengguna jilbab syar’i yaitu sebanyak 21 orang dengan persentase 70% dan yang
tidak menggunakan jam tangan lebih sedikit yaitu 9 orang sebesar 30%. Sedangkan
untuk yang menggunakan make-up sebagai tambahan penampilan fisik sebanyak
83,3% dengan penggunaan make-up yang lengkap dengan menggunakan lipstik, atau
pemerah pipi, bahkan tidak jarang ada juga yang menggunakan eye shadow dengan
alasan bahwa berhias itu merupakan suatu kebutuhan bagi setiap wanitas ehingga
terkesan sedikit berlebihan. Sebagaimana menurut Rich dalam Mulyana : 2005 : 350,
Lipstik yang digunakan oleh kaum wanita sebenarnya mempunyai sejarah
yang panjang, wanita modern juga menghiasi wajah mereka, antara lain
dengan bedak, eye shadow, dan juga lipstik. Menurut suatu penelelitian
perempaun berlipstik dipersepsi sebagai berlebihan, gemar berbicara, dan
lebih berminta pada lawan jenisnya.
Dari uraian diatas dan data yang peneliti temukan dilapangan dengan
menggunakan angket dan wawancara, maka penampilan fisik dari pakaian jilbab gaul
ini sangat terlihat mengikuti kemajuan zaman dan perkembangan pakaian saat ini
dengan tidak memperhatikan pakaian yang seharusnya digunakan yang sesuai dengan
ajaran agama. Pakaian jilbab gaul ini cendrung lebih memperlihatkan lekukanlekukan tubuhnya, biasanya dengan menggunakan jilbab yang pendek dengan
pakaian yang ketat. Sehingga tidak jarang penampilan fisik dari jilbab gaul ini terlihat
tidak sopan karena masih sering memperlihatkan sebagian tubuhnya, maka tidak
heran jika dari pakaian jilbab gaul ini cendrung masih menyerupai seperti pakaian
laki-laki, "Nabi SAW melaknat laki-laki yang mengenakan pakaian wanita, dan
seorang wanita yang mengenakan pakaian laki-laki". (HR Abu Dawud dan An
Nasai), karena pakaian yang digunakan oleh mereka yang berjilbab gaul masih
dengan menggunakan celana atau jins.
Saya lebih suka pakai celana, kerudung masih suka pake yang pendek,
tidak pake manset karena jadi tidak nyaman, bikin tebal dan keliatan
gendut, bikin gerah, tapi kalu kaos kaki suka pake tapi dicocokin sama
bajunya, kalau ngerasnya cocok ya pake tapi kalau ga cocok yan ga usah
pake kaos kaki, karena lebih simpel dan bebas untuk bergerak (hasil
wawancara, 11 Juni 2010).
Sehingga dari penampilan fisik ini sangat terlihat sekali perbedaan antara
pakaian jilbab syar’i dan jilbab gaul. Akan tetapi hal ini menjadi ciri khas tersendiri
bagi sebagian kaum perempuan yang masih menggunakan jilbab gaul sebagai
pakaiannya sehari-hari. Dari hasil penyebaran angket dan wawancara yang peneliti
lakukan dalam mencari data dalam pembuatan skripsi ini, tidak jarang penulis
temukan bahwa masih ada sebagian dari para pemakai jilbab gaul ini yang ternyata
masih melepas jilbabnya ketika sedang berada ditempat lain, dengan kata lain
sebagian mereka yang menggunakan jilbab gaul ini hanya memakai jilbab ketika
sedang berada ditempat-tempat tertentu saja.
Penampilan fisik dari jilbab gaul juga dapat dilihat dari penggunaan make-up
yang sangat terlihat mencolok ketika sedang berada di luar rumah, selain itu jilbab
yang digunakan sering kali dililit dibelakang leher. Jilbab misalnya, diganti dengan
sebuah topi yang menutupi rambut saja, atau ciput yang biasanya hanya menjadi
bagian dalam jilbab, atau bahan-bahan lainnya yang biasanya fashionable namun
masih menampakkan bagian leher “jenjang”nya.
Secara sintagmatik, jilbab misalnya, dipadukan dengan sweater atau t-shirt
ketat dan dipasangkan dengan celana atau jeans yang ketat pula kadang sampai
kelihatan pusar atau bagian belakang pinggangya. Sebagai pelengkap yang di ”harus”
kan, kosmetik tebal tergantung selera dan parfum yang telah direkomendasikan
menjadi acuan panduan berpakaian remaja muslim, biasanya keluaran griya busana
atau mode yang mengusung label islami. Selain itu, pilihan warna yang
dikombinasikan hanya sebatas pertimbangan matching semata.
4.1.c Komparasi Penampilan Fisik Antara Pengguna Jilbab Syar’i dengan
Jilbab Gaul
Sebagian orang berpendapat bahwa pilihan seseorang atas pakaian
mencerminkan kepribadian, apakah orang tersebut termasuk orang yang konservatif,
religius, modern, atau berjiwa muda. Tidak dapat pula dibantah bahwa pakaian,
seperti
juga
rumah,
kendaraan,
dan
perhiasan,
yang
digunakan
untuk
memproyeksikan citra tertentu yang diinginkan pemakainya. Pemakai busana itu
mengharapkan bahwa orang lain mempunyai citra yang sama terhadap sipemilik
pakaian. Dapat dikatakan dalam komunikasi non verbal penampilan fisik mempunyai
peran penting dalam pencitraan diri seseorang.
Banyak subkultur atau komunitas mengenakan busana yang khas sebagai
simbol keanggotaaan mereka dalam kelompok tersebut, seperti halnya komunitas
pengguna jilbab syar’i dengan pakaian yang digunakan menjadi sebuah tanda
keagamaan dan keyakinan terhadap ajaran agama, begitu juga dengan komunitas
pengguna jilbab gaul dengan pakaian yang digunakan akan mencerminkan bahwa
mereka anak yang terkesan lebih modern dan mengikuti perkembangan zaman dalam
pemakaian busana sehingga lebih terlihat fashionable dibanding penggguna jilbab
syar’i, sehingga dari kedua komunitas yang menjadi responden dalam penelitian ini
pun mempunyai perbandingan dalam hal penampilan fisik.
Kefgen dan Specht, pakaian tertentu berhubungan dengan perilaku tertentu.
Umumnya pakaian yang digunakan mempunyai fungsi untuk
menyampaikan dan untuk mengungkapkan identitas diri kepada orang lain.
Menyampaikan identitas berarti menunjukkan bagaimana perilaku
seseorang dan bagaimana orang lain akan memperlakukan kita. (dalam
Rakhmat ; 2005 : 292).
Dari uraian mengenai penampilan fisik jilbab syar’i dan jilbab gaul diatas,
berdasarkan hasil angket dan wawancara yang peneliti lakukan, serta ditambah
dengan hasil temuan dilapangan selama proses pengumpulan data, maka
perbandingan penampilan fisik antara jilbab syar’i dan jilbab gaul yang paling besar
terdapat pada penampilan fisik kategori penggunaan kaos kaki, ukuran jilbab,
penggunaan lengan baju, dan ketebalan jilbab sebesar 100% : 0%, dengan persentase
pengguna jilbab syar’i 100% mengggunakan manset, kaos kaki, ukuran jilbab serta
lengan pakaian yang panjang, dan juga jilbab yang tebal dan sebaliknya yang tidak
digunakan oleh pengguna jilbab gaul. Adapun alasan pengguna jilbab syar’i
berpakaian seperti itu karena memang tuntutan syari’at dan cara berpakaian yang
benar menurut perintah Allah, sehingga dengan jjilbab yang digunakan akan menutup
dada dan tidak transparan dan tidak memperlihatkan lekukan tubuh. Sedangkan
alasan pengguna jilbab gaul menggunakan pakaian yang biasanya berlengan pendek
alasannya biasanya disesuaikan dengan selera. Begitu juga dengan penggunaan
parfum dan bros atau pin. Dalam penggunaan parfum lebih banyak pengguna jilbab
gaul yang mengunakannya dibandingkan dengan pengguna jilbab syar’i. Bau tubuh
memang sangat sensitif, orang akan enggan berdekatan dengan orang yang
mempunyai bau badan, sehingga manusia modern khususnya wanita kini
menggunakan wewangian terutama parfum untuk memperoleh citra yang positif atau
untuk menarik lawan jenisnya, sehingga alasan ini juga yang melatar belakangi
penggunaan parfum oleh sebagain besar pengguna jilbab gaul dibandingkan dengan
pengguna jilbab syar’i yang lebih sedikit menggunakan parfum sebagai tambahan
dari penampilan fisik mereka. Dan penggunaan make-up yang lebih banyak
digunakan oleh pengguna jilbab gaul sebanyak 83,6%.
4.2 Aspek Haptika
No.
Kategori Penelitian
Jilbab Syar’i
Jilbab Gaul
Ya
%
Tidak
Ya
%
Tidak
%
1.
Jabat tangan
0
0
30
100
26
86,7
4
13,3
2.
Mencium
0
0
30
100
13
43,3
17
56,7
3.
Memukul
0
0
30
100
25
83,3
5
16,7
4.
Mencubit
0
0
30
100
23
76,6
7
23,4
Merangkul
0
0
30
100
16
53,3
14
46,7
6.
Mengenggam tangan
0
0
30
100
25
83,3
5
16,7
7.
Mengelus
0
0
30
100
14
46,7
16
53,3
Tabel : 4.2 Haptika
Penggunaan jilbab sebagai sentuhan merupakan salah satu fungsi dari jilbab
itu sendiri, dengan penggunaan jilbab akan dapat memberikan batasan-batasan
sentuhan yang dapat dilakukan oleh para perempuan, tentu saja batasan-batasan ini
tidak hanya berlaku bagi mereka yang telah berjilbab saja melainkan bagi semua
orang yang beragama Islam. Akan tetapi bagi sebagian perempuan yang telah
memutuskan untuk menutup auratnya baik secara syar’i sesuai dengan ajaran agama
Islam maupun yang belum, tentu saja jilbab itu dapat memberikan penjagaan bagi diri
mereka ditengah-tengah pergaulan dalam masyarakat.
Menurut Heslin dalam Mulyana : 2005 : 336 terdapat lima kategori
sentuhan, yang merupakan suatu rentang dari yang sangat impersonal
hingga yang sangat personal. Kategori-kategori tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Fungsional-profesional : sentuhan bersifat dingin dan berorientasi
bisnis, misalnya pelayan tikoh membantu pelanggan memilih pakaian
2. Sosial-sopan : perilaku dalam situasi ini membangun dan
memperteguh pengharapan, aturan dan praktik sosial yang berlaku
misalnya berjabat tangan
3. Persahabatan-kehangatan : kategori ini meliputi setiap sentuhan yang
menandakan afeksi atau hubungan yang akrab
4. Cinta-keintiman : kategori ini merujuk pada sentuhan yang
menyatakan keterikatan emosional atau ketertarikan
5. Rangsangan seksual : kategori ini berkaitan erat dengan kategori cintakeintiman hanya saja motifnya bersifat seksual
Sehingga tidak heran jika jilbab mempunyai peranan dan kekuatan yang
sangat besar dalam menjaga kehormatan perempuan dan dapat memberikan
kedudukan yang tinggi bagi kaum perempuan dalam masyarakat. Tetapi sekarang ini
banyak fenomena yang terjadi disekitar kita terlihat sebagian besar perempuan
walaupun telah menggunakan jilbab sebagai pakaian sehari-harinya masih belum
memahami bagaimana seharusnya cara bergaul dengan lawan jenis. Sehingga jilbab
yang digunakan terkadang masih belum digunakan sebagaimana fungsinya yang
dapat menjaga diri dari pergaulan bebas, dan esensi dari jilbab itu sendiri seakan
hilang seiring dengan berkembangnya zaman. Adapun sentuhan tersebut akan
dijelaskan seperti dibawah ini
4.2.a Haptika Jilbab Syar’i
Data yang peneliti dapatkan dari semua kategori haptika yang ditanyakan dalam
angket seperti jabat tangan, mencium, memukul, mencubit, merangkul, mengenggam
tangan, dan menegelus, semua responden pengguna jilbab syar’i tidak melakukan hal
tersebut dengan persentase sebesar 100% , ketika sedang berinteraksi dengan lawan
jenis yang bukan muhrim mereka (pengguna jilbab syar’i) pada saat berada
dilingkungan.
Bagi perempuan yang telah menggunakan jilbab sesuai dengan apa yang terdapat
dalam Al-Qur’an (qs.24:31, dan qs.33:59, jilbab ini merupakan sebuah penjagaan
tersendiri bagi diri mereka dalam pergaulan dengan lawan jenis. Hal ini terlihat dari
bagaimana cara mereka ketika sedang berinteraksi dengan lawan jenis, mereka tidak
menyentuh lawan jenisnya ketika sedang berinteraksi, dan tidak bersalaman ataupun
berjabat tangan dengan sembarang laki-laki yang bukan muhrim bagi mereka.
Sehingga fungsi dari penggunaan jilbab sebagai sentuhan ini juga menjadi sebuah
rambu-rambu bagi mereka dalam melakukan interaksi dengan lawan jenis dan
menjaga mereka dalam pergaulan sehari-hari dengan batasan-batasan yang telah
menjadi aturan dalam agama Islam seperti tidak berpacaran, tidak
bersentuhan
dengan yang bukan muhrim, dan lain-lain. Dengan tidak menjadikan aturan yang ada
dalam ajaran agama ini sebagai sebuah penghalang untuk tetap maju.
Hal tersebut dapat dilihat dari hasil angket yang telah peneliti sebarkan kepada
objek penelitian yang telah menggunakan jilbab syar’i, dari hasil angket tersebut
menunjukkan bahwa wanita yang menggunakan jilbab syar’i sebagai pakaian sehariharinya 100 % tidak melakukan sentuhan kepada laki-laki yang bukan muhrimnya
ketika sedang berinteraksi dilingkungan, tetapi mereka hanya melakukan sentuhan
yang sewajarnya dan tidak berlebihan kepada sesama wanita saat mereka sedang
berinteraksi dilingkungannya, hal ini peneliti dapatkan dari data angket dan didukung
oleh hasil wawancara kepada sejumlah wanita yang telah menggunakan jilbab syar’i
seperti berikut ini
Gerakan sentuhan terkadang saya lakukan ketika sedang berinteraksi
dengan sesama teman perempuan, seperti saya akan menyapanya dengan
mengucapkan salam sambil menciun kedua pipinya, dan melakukan jabat
tangan. Selain itu juga saat sedang mengobrol gerakan tangan saya
terkadang juga merangkul untuk menunjukkan bahwa saya sangat
menghargai teman saya tersebut, tapi ini saya lakukan hanya kepada
teman saya yang perempuan saja (hasil wawncara, 10 Juni 2010).
Jadi sangat jelas sekali bahwa gerakan sentuhan yang dilakukan oleh
pengguna jilbab syar’i hanya dilakukan dengan muhrim mereka saja, dan kontak fisik
atau sentuhan ini juga dilakukan jika dengan sesama teman perempuannya, dan dalam
konteks yang biasa saja dan tidak berlebihan.
4.2. b Haptika Jilbab Gaul
Dari hasil angket diatas, yang terdapat pada tabel 4.2 haptika penelitian
menunjukkan hampir sebagian besar dari mereka yang masih menggunakan jilbab
gaul melakukan gerakan sentuhan ketika sedang bertinteraksi dilingkungannya,
sentuhan tersebut dilakukan baik kepada laki-laki maupun kepada sesama teman
wanita, dari hasil tabel angket yang peneliti dapatkan kategori sentuhan (haptika)
yang paling sering dan paling besar presentasi dilakukannya terdapat dalam kategori
jabat tangan sebanyak 26 responden dengan persentase sebesar 86,7%, kemudian
pada kategori memukul dan mengenggam tangan yaitu sebesar 83,3 % dengan jumlah
responden sebanyak 25 orang, dan mencubit sebanyak 23 responden dengan
persentase sebesar 76,6%. Adapun alasan dari pengguna jilbab gaul ini masih
melakukan gerakan seperti diatas adalah karena mereka sudah terbiasa dengan
gerakan-gerakan seperti itu ketika sedang berinteraksi dengan teman-teman lawan
jenisnya, dan tidak merasa risih sehingga interkasi dengan gerakan tersebut sudah
menjadi lumrah dikalangan mereka, sebaliknya juga teman laki-laki merekapun bisa
dengan seenaknya untuk memukul atau mengengggam tangan mereka ketika sedanga
berkomunikasi, dan terkadang juga sambil bercanda.
Sedangkan jumlah pengguna jjilbab gaul yang tidak melakukan gerakan sentuhan
(haptika) saat berinterkasi dengan teman lawan jenisnya, yang terdapat dalam tabel
penelitian diatas sebanyak 4 orang yang tidak melakukan jabat tangan dengan
persentase sebesar 13,3% dengan alasan karena tidak terbiasa. Untuk kategori
mencium sebanyak 17 orang yang tidak melakukannya dengan persentase sebesar
56,7% dengan alasan karena memang tidak boleh dilakukan dan dilarang oleh agama,
serta sebanyak 5 orang responden pengguna jilbab gaul yang tidak memukul dan
merangkul saat sedang berinteraksi dengan lawan jenisnya yaitu sebesar 16,7%.
Untuk kategori merangkul sebanyak 16 responden dengan total persentase
pengguna jilbab gaul yang melakukan haptika (sentuhan) ini sebesar 53,3%, dan yang
tidak melakukan sebesar 46,7% yaitu sebanyak 14 responden. Alasan mereka yang
merangkul saat interaksi dengan teman-temannya adalah karena faktor lingkungan
mereka yang terbiasa jika antara sesama teman saling merangkul saat sedang
berkumpul ataupun sedang berbicara baik dengan teman laki-laki maupun dengan
teman sesama perempuan, sedangkan sebagian yang tidak demikian mengemukakan
alasannya karena malu jika dilihat oleh orang lain karena sudah menggunakan jilbab
sebagai pakaian sehari-hari selain itu karena faktor tidak terbiasa melakukan hal
seperti itu.
Begitu juga dengan gerakan haptika kategori mengelus, hanya 14 responden
yang melakukan gerakan tersebut ketika sedang berinterkasi, sesuai dengan data yang
peneliti dapatkan dari angket sebesar 46,7%, dan selebihnya tidak melakukan gerakan
mengelus ketika sedang berinteraksi dilingkungannnya yaitu sebanyak 16 responden
dengan persentase sebesar 53,3%.
Sehingga dari hasil angket diatas menunjukkan bahwa masih banyak
perempuan yang menggunakan jilbab gaul sebagai pakaian sehari-hari mereka yang
pada saat sedang berinteraksi dengan lawan jenisnya kurang memperhatikan batasanbatasan dalam pergaulannya yang sesuai dengan syari;at yang terdapat dalam ajaran
agama Islam, sehingga terkadang masih sering terjadi mereka bersentuhan atau
berjabat tangan dengan lawan jenis yang bukan muhrim ketika sedang bersalaman.
Selain itu dalam pergaulan pun mereka mengikuti etika yang berlaku komunitas
anak gaul seperti cara berpacaran, hanging out di pusat perbelanjaan, mendatangi
jumpa fans atau konser idolanya, dan berteriak-teriak histeris.
4.2.c Komparasi Haptika Antara Jilbab Syar’i dengan Jilbab Gaul
Berdasarkan data penelitian yang didapatkan dari angket dan uraian deskripsi
diatas maka perbandingan antara pengguna jilbab syar’i dengan pengguna jilbab gaul
dari komunikasi non verbal aspek haptika adalah :
Jilbab syar’i lebih bisa menjaga aspek sentuhan dalam berinteraksi dan
berkomunikasi dilingkungan, terlebih mereka sangat menjaga gerakan menyentuh
dengan laki-laki yang bukan muhrimnya karena alasan pemahaman agama yang
dimiliki. Akan tetapi sentuhan seperti berjabat tangan ini hanya mereka lakukan
dengan sesama wanita saja saat bertemu sebagai bentuk keakraban, dan gerakan
sentuhan ini juga tidak terlalu berlebihan.
Begitu juga dengan gerakan sentuhan saya tidak melakukannya ketika
sedang berinteraksi dengan laki-laki, karena dalam Islam haram bersentuhan
dengan yang bukan mahramnya, tapi saya akan berjabat tangan dan
mencium pipi sesama teman perempuan ketika bertemu, sebagai bentuk
persahabatan dan keakraban (hasil wawancara 10 Juni 2010).
Berbeda dengan pengguna jilbab gaul mereka akan lebih sering melakukan
gerakan sentuhan ketika sedang berinteraksi dilingkungannya, sentuhan seperti jabat
tangan, memukul, mencubit, merangkul, dan lainya mereka lakukan kepada siapa
saja, baik laki-laki maupn teman perempuan, dengan alasan gerakan sentuhan seperti
itu sudah biasa mereka lakukan ketika sedang berkomunikasi atau berinteraksi
dengan teman-teman mereka, dan mengganggap hal yang mereka lakukan merupakan
sesuatu yang wajar dan tidak merugikan orang lain.
Ekspresi gerakan tangan ya reflek aja dan biasa, tidak ada pembedaan
gerakan tangan saat menyentuh baik laki-laki maupun ke teman perempuan
saat sedang ngobrol atau lagi kumpul-kumpul, kalau saya ingin memukul ya
akan saya lakukan biasanya gerakan tangan dengan sentuhan saya lakukan
untuk mengungkapkan ekspresi yang saya rasakan saat lagi ngobrol sama
teman-teman (hasil wawancara, 11 Juni 2010).
Sehingga dari hasil angket diatas menunjukkan bahwa masih banyak
perempuan yang menggunakan jilbab gaul sebagai pakaian sehari-hari mereka yang
pada saat sedang berinteraksi dengan lawan jenisnya kurang memperhatikan batasanbatasan dalam pergaulannya yang sesuai dengan syari;at yang terdapat dalam ajaran
agama Islam, sehingga terkadang masih sering terjadi mereka bersentuhan atau
berjabat tangan dengan lawan jenis yang bukan muhrim ketika sedang bersalaman.
Selain itu dalam pergaulan pun mereka mengikuti etika yang berlaku komunitas
anak gaul seperti cara berpacaran, hanging out di pusat perbelanjaan, mendatangi
jumpa fans atau konser idolanya, dan berteriak-teriak histeris. Dari uraian
perbandingan tersebut sangat jelas perbedaan antara pengguna jilbab syar’i dengan
pengguna jilbab gaul dalam hal sentuhan.
Mark L. Knapp dalam Rakhmat :2005 : 287, menyebutkan ada lima fungsi
pesan non verbal yaitu :
1. Repetisi : mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal
2. Subtitusi : menggantikan lambang-lambang verbal
3. Kontradiksi : menolak pesan verbal atau memberikan makna lain
terhadap pesan verbal
4. Komplemen : melengkapi dan memperkaya makna pesan non verbal
5. Aksentuasi : menegaskan pesan verbal atau menggaris bawahi.
Dari data yang peneliti dapatkan maka, gerakan tangan yang dilakukan oleh
pengguna jilbab gaul dan pengguna jilbab syar’i juga berfungsi untuk mempertegas
kembali saat mereka sedang berkomunikasi, meskipun jilbab syar’i lebih hemat
dalam melakukan gerakan sentuhan ketika sedang berinteraksi dibansingkan dengan
pengguna jilbab gaul.
4.3 Kinesik
No.
Kategori Penelitian
Jilbab Syar’i
Jilbab Gaul
Ya
%
Tidak
Ya
%
Tidak
%
1.
Kontak mata
14
46,7
16
53,3
30
100
0
0
2.
Senyuman
26
86,7
4
13,3
26
86,7
4
13,3
3.
Gerakan kepala
(mengangguk untuk
iya, menggeleng untuk
tidak)
Menggerakkan kaki
saat duduk
Bersila saat duduk
29
96,7
1
3,3
29
96,7
1
3,3
18
60
12
40
21
70
9
30
28
93,3
2
6,7
28
93,3
2
6,7
4.
Tabel : 4.3 Kinesik
Bahasa isyarat atau gesture atau bahasa tubuh adalah salah satu cara
berkomunikasi melalui gerakan-gerakan tubuh. Bahasa isyarat akan lebih digunakan
permanen oleh penyandang cacat bisu tuli karena mereka memiliki bahasa sendiri.
Begitu juga dengan bahasa tubuh yang ditampilkan oleh perempuan yang berjilbab
syar’i dengan yang berjilbab gaul cendrung terdapat perbedaan, hal ini dapat
dijelaskan sebagai berikut.
4.3.a Kinesik Jilbab Syar’i
Dengan jilbab syar’i biasanya dapat mengontrol bahasa tubuh bagi kaum
perempuan, sehingga gerakan-gerakan yang terlihat atau yang tampak sangat
bersahaja, hal ini membuat meraka yang telah menggunakan jilbab syar’i terlihat
anggun.
4.3.b Jilbab Gaul
Bahasa tubuh yang peneliti amati dari beberapa responden yang masih
menggunakan jilbab gaul sebagai pakaian sehari-hari bagi para responden yang
menjadi sampel dalam penelitian ini bahwa sering kali peneliti menemukan dan
melihat gerakan-gerakan tubuh para perempuan yang berjilbab gaul ini yang belum
menunjukkan bahwa mereka adalah wanita yang telah berjilbab, hal ini dapat dilihat
dalam pergaulannya baik dengan sesame perempuan maupun dengan laki-laki seperti
melompat ketika sedang senang didepan teman-teman mereka baik yang perempuan
maupun yang laki-laki dan masih banyak sebagian dari mereka yang masih bebas
mengekspresikan gerakan-gerakannya yang dapat dinilai sebagai bahasa tubuh yang
ditimbulkan.hal ini ditunjukkan dalam hasil tabel penelitian yang penulis dapatkan
dari angket seperti yang terdapat diatas, dengan demikian dapat dilihat juga
perbedaan aspek haptika pengguna jilbab syar’i dengan pengguna jilbab gaul.
4.3.c Komparasi Kinesik Pengguna Jilbab Syar’i dengan Jilbab Gaul
Dari data angket yang peneliti dapatkan, komunikasi non verbal aspek kinesik
pengguna jilbab syar’i dan pengguna jilbab gaul, untuk kategori senyuman, gerakan
kepala, dan cara duduk tidak terdapat perbedaan antara pengguna jilbab syar’i dengan
pengguna jilbab gaul, yaitu 26 responden dengan persentase sebesar 86,7% baik dari
pengguna jilbab syar’i maupun dari pengguna jilbab gaul melakukan senyuman
ketika sedang berinteraksi dengan temannya dilingkungan, dan yang tidak melakukan
senyuman sebanyak 4 responden dengan persentase sebesar 13,3%, adapun alasan
mereka yang melakukan senyuman saat berinteraksi baik dari jilbab gaul maupun
jilbab syar’i adalah karena senyuman merupakan sebuah bentuk keramahan kepada
orang lain, dan senyum merupakan bentuk ibadah yang paling mudah untuk
dilakukan yang tidak membutuhkan tenaga yang cukup besar untuk melakukannya,
selain itu senyum juga bisa membuat seseorang terlihat manis dan banyak disukai
oleh orang lain karena terkesan ramah dan menyenangkan saat berinteraksi “Setiap
anggota tubuh seperti wajah (termasuk senyuman dan pandangan mata), tangan,
kepala, kaki, dan bahkan tubuh secara keseluruhan dapat digunakan sebagai isyarat
simbolik (Birdwhistell dalam Mulyana : 2005 : 317)”, alasan ini peneliti dapatkan
dari hasil wawancara sebagai berikut :
Senyum itu kan bentuk ibadah, jadi kenapa harus cemberut lagian kalo
senyum pasti terlihat manis, dan pasti yang sering senyum terkesan
ramah ketimbang yang lebih suka cemberut, asalkan senyumnya
proporsional dan pada tempatnya, dan yang jelas senyum yang ikhlas itu
akan bernilai pahala, dengan senyum juga bisa sebagai bentuk sapaan
kepada orang yang kita kenal (hasil wawancara, 10 Juni 2010).
Sedangkan alasan dari responden yang tidak tersenyum ketika sedang
berinteraksi dilingkungan adalah, senyuman tergantung dengan situasi dan kondisi,
jika tidak ada hal yang lucu kanapa harus senyum. Begitu juga dengan gerakan kepala
dan cara duduk yang lebih suka dan merasa nyaman dengan duduk bersila tidak
terdapat perbedaan antara pengguna jilbab syar’i dengan pengguna jilbab gaul, saat
menyatakan iya tanda setuju, maka gerakan kepala akan menganguk, begitu juga
ketika menyatakan tidak maka gerakan kepala akan menggeleng, alasan pengguna
jilbab syar’i dan pengguna jilbab gaul melakukan gerakan tersebut karena untuk
mempertegas ketika sedang berkomunikasi, dengan kata lain faktor kinesik aspek
komunikasi non verbal untuk kategori gerakan kepala antara pengguna jilbab syari
dengan pengguna jilbab gaul.
Dari data penelitian yang penulis dapatkan terdapat perbedaan antara
pengguna jilbab syar’i dengan pengguna jilbab gaul dari aspek kinesik untuk kategori
kontak mata, hal ini dapat dilihat dari hasil tabel 4.3 kinesik diatas, yaitu untuk
pengguna jilbab syar’i sebanyak 14 responden sebesar 46,7% yang melakukan kontak
mata saat berinteraksi, untuk pengguna jilbab syar’i yang tidak melakukan kontak
mata sebanyak 16 responden yaitu sebesar 53,3%, sedangkan untuk pengguna jilbab
gaul semua responden sebanyak 30 orang melakukan kontak mata ketika sedang
berinteraksi sebesar 100%, dan persentase pengguna jilbab gaul yang tidak
melakukan kontak mata saat berinteraksi tidak ada. Sehingga perbandingan antara
pengguna jilbab syar’i dengan pengguna jilbab gaul yang melakukan kontak mata
saat berinteraksi adalah 14 : 30 dengan persentasi perbandingan 46,7% : 100%.
Adapun alasan pengguna jilbab syar’i tetap melakukan kontak mata saat sedang
berinteraksi karena untuk lebih menghargai lawan bicara saat interaksi komunikasi
sedang berlangsung, akan tetapi kontak mata ini dilakukan tidak terlalu lama, agar
tetap bisa menjaga pandangan mata. Untuk responden pengguna jilbab syar’i yang
tidak melakukan kontak mata beralasan bahwa untuk menghargai seseorang ketika
sedang berinteraksi tidak hanya dengan melakukan kontak mata saja, tapi bisa juga
dengan hal lain seperti dengan mendengarkan pembicaraan yang sedang berlangsung
dengan serius tanpa harus melakukan kontak mata, karena dari kontak mata bisa juga
terjadi zina, bukan berarti dengan tidak melihat mata seseorang tidak mau
berkomunikasi dengan orang lain.
Seperti kontak mata juga merupakan bahasa tubuh yang bisa dilakukan
saat berkomunikasi, tapi saya pribadi lebih suka tidak melihat mata
lawan bicara saya secara langsung, bukan berarti saya tidak mau
melakukan komunikasi atau ingin menghindar, tetapi lebih kearah untuk
menjaga pandangan agar terhindar dari zina mata, bukankah ada
pernyataan yang sering kali mengatakan dari mata turun kehati, nah ini
adalah salah satu alasan saya tidak melihat langsung mata lawan bicara
saya khususnya untuk teman laki-laki. (hasil wawancara, 11 Juni 2010).
Berbeda dengan alasan pengguna jilbab gaul yang melakukan kontak mata
saat berinteraksi karena terbiasa melakukan kontak mata dengan lawan bicara bukan
karena takut terjadi zina mata seperti yang diungkapkan diatas. Selain itu kontak mata
merupakan bentuk penghargaan dan minat seseorang ketika diajak berkomunikasi.
Sehingga dari alasan yang dikemukan oleh pengguna jilbab syar’i dan jilbab
gaul mengenai kontak mata, maka peneliti menyimpulkan bahwa dalam komunikasi
kontak mata mempunyai dua fungsi yaitu :
1. Fungsi pengatur, untuk memberitahu orang lain apakah Anda akan melakukan
hubungan dengan oran itu ataukah akan menghindarinya, jadi kontak mata juga
bisa memecah kebekuan saat berinteraksi, kontak mata juga bisa digunakan
untuk berhubungan , baik sebelum maupun serempak dengan pesan verbal
seseorang
2. Fungsi kedua adalah ekspresif yaitu untuk memberi tahu orang lain bagaimana
perasaan seseorang terhadap lawan bicaranya.
Dalam aspek kinesik kategori menggerakkan kaki saat duduk tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara pengguna jilbab syar’i dengan penggguna jilbab
gaul yaitu selisih tiga angka dengan perbandingan 18 : 21 yaitu 60% : 70%, dengan
kata lain baik pengguna jilbab syar’i maupun pengguna jjilbab gaul sering kali
menggerakkan kakinya, dengan alasan menggerakkan kaki ketika duduk supaya
terhidar dari rasa nyeri jika terlalu lama duduk, atau ketika sedang cemas maka
mereka akan menggerakkan kakinya saat duduk, sedangkan alasan yang tidak
menggerakkan kaki saat duduk baik dari jilbab syar’i maupun jilbab gaul adalah
karena tidak biasa, jika terasa nyeri saat duduk terlalu lama maka mereka akan berdiri
sebentar untuk menghilangkan rasa nyeri tersebut sebelum duduk kembali
4.4 Proksemik
No.
Kategori Penelitian
Jilbab Syar’i
Jilbab Gaul
Ya
%
Tidak
Ya
%
Tidak
%
1.
Jarak intim
0
0
30
100
15
50
15
50
2.
Jarak personal
8
26,7
22
73,3
25
83,3
5
16,7
3.
Jarak sosial
28
93,3
2
6,7
23
76,6
7
23,4
4.
Jarak publik
14
46,7
16
53,3
11
36,7
19
63,3
Tabel : 4.4 Proksemik
Proksemik merupakan aspek komunikasi non verbal yang akan dibahas dalam
skripsi ini, peneliti membagi proksemik kedalam empat kategori yaitu, jarak intim,
jarak personal, jarak sosial, dan jarak publik. Pesan proksemik disampaikan melalui
pengaturan jarak dan ruang, umumnya dengan melakukan pengaturan jarak akan
menunjukkan dan mengungkapkan keakraban seseorang dengan orang lain.
(Edward, dalam Rakhmat ; 2005 : 290-291) menyebutkan dalam ruang
personal, dapat dibedakan menjadi 4 ruang interpersonal sebagai
berikut:
Jarak intim : Jarak dari mulai bersentuhan sampai jarak satu setengah
kaki. Biasanya jarak ini untuk bercinta, melindungi, dan
menyenangkan.
2. Jarak personal : Jarak yang menunjukkan perasaan masing - masing
pihak yang berkomunikasi dan juga menunjukkan keakraban dalam
suatu hubungan, jarak ini berkisar antara satu setengah kaki sampai
empat kaki.
3. Jarak sosial : Dalam jarak ini pembicara menyadari betul kehadiran
orang lain, karena itu dalam jarak ini pembicara berusaha tidak
mengganggu dan menekan orang lain, keberadaannya terlihat dari
pengaturan jarak antara empat kaki hingga dua belas kaki.
4. Jarak publik : Jarak publik yakni berkisar antara dua belas kaki
sampai tak terhingga
1.
Setiap budaya punya cara khas dalam mengkonseptualisasikan ruang baik di
dalam rumah, di luar rumah ataupun dalam berhubungan dengan orang lain, sehingga
proksemik atau jarang sebagai bidang studi yang menelaah persepsi manusia atas
ruang, cara menggunakan ruang dan pengaruh ruang terhadap komunikasi. Setiap
orang baik ia sadar atau tidak, memiliki ruang pribadi yang bila dilanggar akan
membuatnya tidak nyaman dan ruang pribadi ini akan dibawa dimana pun berada.
Sebagai mana menurut Lyman dan Scott, dalam Mulyana : 2005 : 358 :
Ruang pribadi identik dengan “wilayah tubuh” (Body territory), satu dari
empat kategori wilayah yang digunakan manusia.ketiga wilayah lainnya
adalah wilayah publik (public territory) yakni tempat yang secara bebas
dimasuki dan ditinggalkan orang, dengan sedikit kekecualian (hanya
boleh dimasuki oleh kalangan tertentu atau syarat tertentu), wilayah
rumah (home territory) yakni wilayah publik yang bebas dimasuki dan
digunakan orang yang mengaku memlikinya, dan wilayah interaksional
(interactional territory) yakni tempat pertemuan yang memungkinkan
semua orang bekomunikasi secara informal.
Komunikasi antar pribadi menunujukkan bahwa semakin dekat hubungan
antara dua orang, semakin dekat jarak mereka berbicara, meskipun ada batasnya. Bila
batas ini dilanggar akan timbul perasaan tidak nyaman, begitu juga dengan proksemik
atau pengaturan jarak yang dilakukan oleh pengguna jilbab syar’i maupun jilbab gaul
saat berinteraksi dilingkunagan. Maka berdasarkan hasil angket yang terdapat dalam
tabel 4.4 proksemik terdapat perbedaan untuk aspek proksemik antara pengguna
jilbab syar’i dengan pengguna jilbab gaul, sebagai berikut ini :
4.4a Jilbab Syar’i
Pengaturan jarak yang paling banyak dilakukan oleh pengguna jilbab syar’i pada saat
berkomunikasi atau berinteraksi terdapat pada kategori jarak sosial sebanyak 28
responden dengan persentase 93,3%, dengan alasan mereka tidak terbiasa jika saat
berbicara terlalu dekat dan memang tidak boleh terlalu berdekatan antara perempuan
dan laki-laki yang bukan muhrim, selain itu memang jarak yang cukup jauh saat
berinteraksi memberikan kenyamanan, karena kalau terlalu dekat jadi risih , untuk
jarak publik hanya ada 14 responden dari pengguna jilbab syar’i yang melakukannya
yaitu sebesar 46,7% selebihnya tidak melakukan jarak publik, dengan alasan kalau
terlalu jauh jarak saat berbicara tidak terdengar jelas suaranya sehingga harus teriakteriak, dan untuk seorang perempuan tidak baik jika berteriak saat berbicara.
Saya selalu menggunakan jarak ketika sedang berinteraksi dengan
ikhwan, karena kalau terlalu dekat saya akan merasa risih dan tidak
nyaman, tetapi jika sedang berinteraksi dengan perempuan jarak saya
biasa saja, tidak terlalu dekat dan tidak terlalu jauh juga, Untuk
pengaturan jarak, saya selalu berlakukan ketika saya berinteraksi dengan
laki-laki, sedangkan untuk berinteraksi dengan teman perempuan
pengaturan jarak itu biasa saja tapi tidak terlalu dekat dan menempel
(hasil wawancara 11 Juni 2010).
Sedangkan untuk jarak intim tidak ada pengguna jilbab syar’i yang
melakukannya sebesar 0% alasannya karena tidak boleh terlalu dekat saat
berkomunikasi dengan laki-laki yang bukan muhrim atau perempuan. Sedangkan
untuk katagori jarak personal hanya 8 responden sebesar 26,7 % yang melakukannya,
dan yang tidak sebanyak 22 responden dengan persentase sebesar 73,3 %.
4.4.b Jilbab Gaul
Pengaturan jarak yang paling banyak dilakukan oleh pengguna jilbab gaul
adalah pengaturan jarak personal dan jarak sosial, yaitu sebesar 83,5% dan 76%,
sedangkan untuk jarak intim yang melakukannya sebesar 50%, kemudian untuk jarak
publik sebesar 36,7%. Adapun alasan mereka melakukan pengaturan jarak saat
berkomunikasi agar tidak terlalu dekat. Alasan pengguna jilbab gaul yang tidak
melakukan jarak personal sebanyak 16,7%, sosial sebanyak 23,4%, dan publik
sebanyak 63,3%, karena mereka terbiasa dengan jarak yang cukup jauh ketika
berbicara dengan berteriak. Untuk jarak intim pada kategori proksemik ini pengguna
jilbab gaul yang melakukan dan yang tidak bernilai sebanding yaitu sebanyak 15
responden dengan persentase 50%.
4.4.c Komparasi Aspek Proksemik Antara Pengguna Jilbab Syar’i dengan
Jilbab Gaul
Perbandingan aspek proksemik antara pengguna jilbab syar’i dan jilbab gaul
paling besar terdapat pada pengaturan jarak intim 0 : 50 dan 100 : 50, untuk jarak
personal 26,7 : 83,3 dan 73,3 :16,7. Sedangkan untuk jarak sosial dan jarak publik
perbandinga pengguna jilbab syar’i dan jilbab gaul tidak terlalu jauh hanya selisih 3
orang denga persentase masing-masing sebesar 46,7 : 36,7 dan 53,3 : 63,3.
Dari data angket tersebut perbandingan yang terjadi dikarenakan pemahaman
yang dimiliki oleh pengguna jilbab syar’i dan jilbab gaul mengenai pengaturan jarak
saat berinteraksi masing-masing berbeda. Sehingga ketika sedang berinteraksi pun
masih ada yang belum bisa menerapkan pengaturan jarak baik dengan teman laki-laki
maupun dengan teman perempuan mereka khususnya bagi pengguna jilbab gaul.
Dari hasil analisis ke empat aspek komunikasi non verbal pengguna jilbab
syar’i dan jilbab gaul, mahasiswi terbanyak menggunakan jilbab syar’i adalah
mahasiswi fakultas Psikologi angkatan 2007 sebanyak 13 responden sebesar 43,3%,
mahasiswi paling sedikit menggunakan jilbab syar’i fakultas Teknik dengan
persentase 0% (tidak ada sama sekali), untuk mahasiswi terbanyak yang
menggunakan jilbab gaul adalah fakultas Ilmu Komunikasi dengan
total 10
responden dari angkatan 2005 dengan persentase sebesar 30%, fakultas Tarbiyah dan
Psikologi dengan jumlah 5 responden dari berbagai angkatan. Bisa dilihat ternyata
pengguna jilbab syar’i di Unisba lebih banyak digunakan oleh fakultas yang berlatar
belakang sosial, bukan dari mahasiswi fakultas Tarbiyah yang latar belakang
pendidikan agama. Ditemukan data baru diluar kontek penelitian yaitu banyaknya
mahasisiwi yang masih menggunakan jilbab yang sifatnya masih temporer (berjilbab
saat berada dikampus saja) tetapi ketika diluar kampus jilbab itu akan dilepas dengan
alasan bahwa berjilbab karena tuntutan diwajibkannya berjilbab oleh fakultas.
BAB V
PENUTUP
Setelah
melakukan
tentang
aspek-aspek
permasalahan
mengenai
perbandingan aspek komunikasi non verbal mahasiswi pengguna jilbab gaul dan
jilbab syar’i di Universitas Islam Bandung, selanjutnya penulis akan menguraikan
bab penutup sebagai berikut :
5.1 Kesimpulan:
Kesimpulan dalam penelitian ini didasarkan atas latar belakang masalah, tujuan
penelitian, yang berjudul studi komparasi pengguna jilbab syar’i dan jilbab gaul.
Dari analisis yang dilakukan, penulis mendapatkan kesimpulan-kesimpulan
yang didapat selama proses pengumpulan data. Setelah menganalisis 4 aspek
komunikasi non verbal pengguna jilbab gaul dan jilbab syar’i, penulis mendapatkan
jawaban dari pertanyaan penelitian berupa:
ŝĂĂƵ
!ů"
#
ƌ"&'%Ő& #!
:ůďď! ) &ď'ů Ő*&
'ůďď%!%ƌ!ƌ
(#
.!%
:ď%%Ő& -& ƌŐů
$ ů& -ď%&
ŐŐ ŐŐ%Ő& Ő ů
ŝĂƐĂŝ
$ %&% ďů'ůďď&
!'Ő'ůďď
(#
#
+ƌ,!&&
-!%&ď'%Őů Ő
!'Ő
(#
#
/ %0)ů) Ő!'
% )Őď ƌ% ƌ
)ůŐŐď) Őů#ů
!) Ő! ƌ !
1 1%%
/ LJ&ď ƌů%))&
Ő ƌ !ů&Ő ƌ
/ %00LJ)ů
) Ő ! ƌ !
(#
/ LJ&ď ƌů%
))&Ő ƌ !ů&
Ő ƌ
ƌ :ƌ%
#
:ƌ! ƌů
(#
(#
:ƌů
(#
:ƌ!ďů
1. Penampilan fisik
Dalam hal penampilan fisik baik pengguna jilbab syar’i maupun pengguna jilbab
gaul seringkali menambahkan aspek-aspek seperti penggunaan bros atau pin
yang mereka gunakan untuk menghias jilbab yang digunakan, tetapi terdapat
perbedaan antara kedua objek yang diteliti ini yaitu pada penggunaan manset,
dan kaos kaki, yang sering kali tidak digunakan oleh pengguna jilbab gaul tetapi
digunakan oleh pengguna jilbab syar’i, sedangkan untuk ukuran jilbab, sebagian
besar dari jilbab gaul tidak menutup dada, dan masih tipis (transparan) serta
kebanyakan masih menggunakan parfum.
2. Haptika
Untuk kategori aspek komunikasi non verba haptika perbedaannya adalah
sebagain besar pengguna jilbab gaul melakukan sentuhan ketika sedang
berkomunikasi dengan lingkungannya, bahkan tidak jarang sentuhan ini mereka
lakukan juga dengan laki-laki, dan terkadang terkesan terlalu berlebihan seperti
memukul, mencubit, bahkan merangkul, sedangkan bagi pengguna jilbab syar’i
mereka tidak melakukan sentuhan ketika sedang berkomunikasi dengan
lingkungannya khususnya dengan laki-laki, tetapi sentuhan hanya dilakukan
dengan sesama perempuan dan masih dalam batas yang wajar atau tidak
berlebihan.
3. Kinesik
Dalam hal aspek komunikasi non verbal kinesik atau bahasa tubuh, tidak terlalu
berbeda baik pengguna jilbab syar’i maupun jilbab gaul terkadang ketika sedang
berkomunikasi sering kali menggerakaan sebagian anggota tubuhnya seperti
gerakan tangan yang berfungsi untuk mempertegas kembali bahasa verbal
mereka ketika sedang berkomunikasi, akan tetapi gerakan yang dilakukan oleh
pengguna jilbab syar’i lebih sedikit dibandingkan dengan gerakan tubuh yang
dilakukan oleh pengguna jilbab gaul sehingga terkesan gerakan tubuh yang
dilakukan oleh pengguna jilbab syar’i terkadang kurang terkontrol dan terlihat
berlebihan ketika sedang mengekspresikan gerakan tubuh mereka ketika berada
dilingkungan komunitasnya.
4. Proksemik
Dalam
pengaturan
jarak
pengguna
jilbab
syar’i
lebih
sadar
untuk
menggunakannya, mereka lebih banyak menggunakan jarak komunikasi dengan
pengaturan jarak sosial dan jarak publik, dengan pengaturan jarak ini bisa
memberikan kesan nyaman pada saat sedang berkomunikasi. Untuk pengguna
jilbab gaul hampir semua responden pengguna jilbab gaul tidak melakukan
pengaturan jarak yang sesuai dengan ajaran agama, kebanyakan dari pengguna
jilbab gaul ini lebih suka berkomunikasi dengan menggunakan pangaturan jarak
personal dan jarak sosial, kemudian jarak intim, dengan menempel atau sangat
dekat sekali dengan lawan bicaranya, tidak jarang ini dilakukan dengan temanteman laki-laki maupun perempuan yang bisa setiap saat dilihat dilingkungan
kampus. Sehingga sangat terlihat sekali perbedaan antara pengguna jilbab gaul
dan pengguna jilbab syar’i ditinjau dari aspek komunikasi non verbal dalam hal
pengaturan jarak atau proksemik
5.2 Saran
Penulis mengajukan beberapa saran berdasarkan rangkuman dan kesimpulan
yang telah diuraikan di atas dengan harapan saran tersebut dapat bermanfaat bagi
pihak yang berkepentingan maka saran-saran yang sekiranya dapat diberikan penulis
adalah:
a. Saran Teoritis :
Penelitian yang dilakukan penulis adalah sebagai rekomendasi untuk penelitian
lebih lanjut dari analisis yang dibuat, penulis berharap agar semakin banyak yang
meneliti dan membahas permasalahan penggunaan jilbab di Unisba baik dari sisi
ilmu komunikasi maupun dari sisi ilmu pengetahuan yang lain. Akan lebih baik
apabila permasalahan yang diangkat menyangkut bagaimana citra Unisba sebagai
kampus yang berlabel Islam dimata masyarakat dengan masih sedikitnya
mahasiswi yang menggunakan jilbab saat di kampus sehingga dapat dilihat upaya
apa saja yang akan selalu dilakukan oleh pihak Universitas dalam mengambil
kebijakan, agar nuansa keislaman di Unisba dapat terasa, dan Unisba bukan
hanya menjadi sebuah nama saja sebagai kampus Islam.
b. Saran Praktis :
1. Dilihat dari fungsi jilbab maka penulis mengharapkan adanya upaya yang
dilakukan oleh kampus Unisba untuk mensosialisasikan penggunaan jilbab bagi
para mahasiswinya pada saat berada dalam lingkungan kampus, mengingat
Unisba merupakan sebuah kampus yang notabene berlandaskan Islam.
2. Hendaknya jilbab menjadi sebuah pakaian yang digunakan oleh kaum perempuan
karena dengan menggunakan jilbab dapat melindungi para wanita muslim dari
fitnah.
3. Sebaiknya busana muslimah itu tidak cukup hanya difahami sekedar menutup
aurat, akan tetapi dijadikan sebagai identitas diri yang berfungsi
untuk
mempresentasikan kedudukan wanita
4. Ketika kita memutuskan untuk menutup aurat dan menggunakan jilbab sebagai
pakaian kita sesuai dengan yang di ajarkan dalam ajaran agama. Islam telah
menetapkan syarat-syarat bagi busana muslimah dalam kehidupan umum, seperti
yang ditunjukkan oleh nash-nash Al-Qur`an dan As-Sunnah. Menutup aurat itu
hanya salah satu syarat, bukan satu-satunya syarat busana dalam kehidupan
umum. Syarat lainnya misalnya busana muslimah tidak boleh menggunakan
bahan tekstil yang transparan atau mencetak lekuk tubuh perempuan. Dengan
demikian, walaupun menutup aurat tapi kalau mencetak tubuh alias ketat–atau
menggunakan bahan tekstil yang transparan--tetap belum dianggap busana
muslimah yang sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Literatur buku :
Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : PT.
Remaja Rosda Karya
Rakhmat, Jalaluddin. 2005. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung : PT.
Remaja Rosda Karya
Rakhmat, Jalaluddin. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung : PT. Remaja
Rosda Karya
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D.
Bandung : Alfabeta
Moleong, J. Lexy. 1990. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT.
Remaja Rosda Karya
Mulyana, Deddy. 2007. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung : PT.
Remaja Rosda Karya
Liliweri, Alo. 1994. Komunikasi Verbal dan Nonverbal. Bandung : PT. Citra
Aditya Bakti
Effendy, Onong Uchjana. Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung:
Remaja Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta:Grasindo.Rosdakarya
Cangara, Hafidz. 2005. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta:PT
RajaGrafindo Persada
J. Skripsiadi Floriberta Aning, Erwin. 2005. Penuntun Komunikasi dan
tingkah Laku Pergaulan Manusia Modern. Yogyakarta : Enigma
Publishing
Al-Ghifari, Abu . 2005. Berjilbab Tapi Telanjang. Jawa Tengah : Mujahid
Press
Muhamad, Ibnu Saini. Hukum Berjabat Tangan dalam Islam. Yogyakarta :
Gema Insani Press
Al Asymawi , Muhammad Sa’id. 2003. Kritik Atas Jilbab. Jaringan Islam
Liberal dan The Asia Foundation.
Sumber Lain :
Artikel :
Mia “wanita muslimah menjawab jilbab “palsu” 2007
Siti Musdah Mulia “ menyoal agama dibalik jilbab” 17 september 2009
Internet :
cahayahijrah.blogspot.com/2009/0...mah.html
pondok-muslimah.blogspot.com/200...mah.html
LAMPIRAN TERPISAH DARI
HALAMAN FULLTEXT
Download