Studi Retrospektif: Kista dan Abses Bartholin

advertisement
Studi Retrospektif: Kista dan Abses Bartholin
(A Retrospective Study: Bartholin Cyst and Abscess)
Tjokorde Istri Nindya Vaniary, Sunarko Martodihardjo
Departemen/Staf Medik Fungsional Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya
ABSTRAK
Latar Belakang: Kista Bartholin merupakan pembesaran duktus bagian distal akibat suatu penyumbatan. Kista Bartholin
terinfeksi dapat berkembang menjadi abses. Penyakit ini umumnya terjadi pada wanita usia reproduktif. Penanganan ideal
terhadap penyakit ini masih kontroversial. Tujuan: Mengevaluasi manajemen pasien baru kista dan abses Bartholin melalui
penegakan diagnosis dengan cara anamnesis dan pemeriksaan fisik. Metode: Penelitian ini adalah studi deskriptif
retrospektif. Data berasal dari rekam medis pasien baru kista dan abses Bartholin di Divisi Infeksi Menular Seksual (IMS)
Unit Rawat Jalan (URJ) Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode tahun 2012-2014. Hasil:
Selama tahun 2012-2014, didapatkan 46 pasien kista Bartholin dan 25 pasien abses Bartholin. Waktu kunjungan pasien
cenderung merata sepanjang tahun tanpa adanya pola yang khas. Pasien terbanyak berusia 25-44 dan berstatus menikah.
Berdasarkan anamnesis, sebesar 65,2% pasien kista dan 80,0% abses Bartholin mengeluh adanya benjolan. Hasil
pemeriksaan fisik, sebesar 39,1% kista dan 44,0% abses Bartholin berukuran 1-3 cm, sebagian besar memiliki permukaan
rata, konsistensi kenyal, dan terdapat tanda radang. Pemeriksaan Gram dan sediaan basah dilakukan pada 84,8% kista dan
72,0% abses Bartholin dan menunjukkan hasil yang normal. Pengobatan terbanyak yang diberikan kepada pasien kista
adalah antibiotik (60,9%). Pasien abses Bartholin bisa mendapatkan lebih dari satu jenis pengobatan dan pengobatan
terbanyak berupa antibiotik (64,0%) dan non-steroidal anti-inflammatory drugs (72%). Simpulan: Penegakan diagnosis
kista dan abses Bartholin dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang. Kista dan abses Bartholin
sebagian besar ditatalaksana dengan antibiotik dan NSAID, tindakan pembedahan terbanyak adalah marsupialisasi.
Kata kunci: kista, abses, kelenjar Bartholin.
ABSTRACT
Background: Bartholin cyst is an enlargement of the duct gland as a result of some blockade. Infected Bartholin cyst can
develop into an abscess. The diseases are common in reproductive women but the ideal treatment for this disease remains
controversial. Purpose: To evaluate the management of Bartholin cyst and abscess in new patients according to diagnosis
approach by anamnesis and physical examination. Methods: This study is a retrospective descriptive study. The data were
drawn from medical records of new patients Bartholin cysts and abscesses in the Division of Sexually Transmitted Infections
in Outpatient Clinic of Dermatovenereology Dr. Soetomo General Hospital during 2012-2014. Results: During 2012-2014,
there are 46 patients with Bartholin cyst and 25 with Bartholin abscess. Visit times tend evenly throughout the year without a
distinctive pattern. Most patients were in the age group 25-44 and married. Based on the history, 65.2% and 80.0% of
patients with Bartholin cyst and abscess complained for a lump. From the physical examination, 39.1% and 44.0% of
patients with Bartholin cyst and abscess had a lump size of 1-3 cms, most have a flat surface properties, a rubbery
consistency, and obtained inflammatory signs. Gram and a wet mount examination performed at 84.8% and 72.0% of
patients with Bartholin cyst and abscess, and showed normal results. Most treatment given to the patients with Bartholin cyst
were antibiotics (60.9%) and patients with Bartholin abscess were given more than one treatment and most treatments given
were antibiotics (64.0%) and non-steroidal anti-inflammatory drugs (72%). Conclusion: The diagnosis approach of
Bartholin cyst and abscess was obtained by anamnesis, physical examination, and additional examination. Most of Bartholin
cyst and abscess treated with antibiotics and NSAID, most of surgical treatment is marsupialization.
Key words: cyst, abcess, bartholin’s glands.
Alamat korespondensi: Sunarko Martodihardjo, Departemen/Staf Medik Fungsional Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo, Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo No. 68 Surabaya 60131, Indonesia. Telepon: +6231-5501609, e-mail: [email protected]
PENDAHULUAN
Kelenjar Bartholin atau the greater vestibular
glands adalah kelenjar pada perempuan yang homolog
52
dengan kelenjar bulbourethral (kelenjar Cowper) pada
laki-laki. Kelenjar
mulai berfungsi pada masa
pubertas dan berfungsi memberikan kelembaban
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin – Periodical of Dermatology and Venereology
untuk vestibulum. Kelenjar Bartholin berkembang
dari tunas di epitel daerah posterior vestibulum.
Kelenjar Bartholin terletak bilateral pada dasar labium
minora, masing-masing berukuran sekitar 0,5 cm dan
mensekresikan mukus ke dalam duktus yang memiliki
panjang 2-2,5 cm. Kelenjar biasanya tidak akan teraba
kecuali penyakit infeksi atau pada wanita yang sangat
kurus.1,2 Kista Bartholin adalah penyumbatan duktus
kelenjar bagian distal berupa pembesaran berisi cairan
dan mempunyai struktur seperti kantong bengkak
(swollen sac-like structure).3 Jika lubang pada
kelenjar Bartholin tersumbat, lendir yang dihasilkan
oleh kelenjar akan terakumulasi sehingga terjadi
dilatasi kistik duktus proksimal dan obstruksi. Kista
Bartholin yang mengalami obstruksi dan terinfeksi
dapat berkembang menjadi abses.4
Kista dan abses Bartholin merupakan penyakit
terkait kelenjar Bartholin yang paling sering terjadi.
Penyakit terjadi pada 2-3% wanita. Abses hampir tiga
kali lebih umum daripada kista. Kista Bartholin ratarata memiliki ukuran kecil yaitu 1-3 cm, biasanya
unilateral dan asimtomatik. Kista yang lebih besar
dapat menimbulkan ketidaknyamanan terutama saat
berhubungan seksual, duduk, atau jalan. Pasien
dengan abses Bartholin biasanya mengeluhkan nyeri
vulva yang akut, berkembang secara cepat, dan
progresif. Diagnosis kista dan abses Bartholin
ditegakkan berdasarkan temuan klinis serta
pemeriksaan fisik.4 Manajemen kista dan abses
Bartholin dapat dilakukan dengan berbagai cara antara
lain medikamentosa, insisi dan drainase, pemasangan
word catheter, marsupialisasi, ablasi silver nitrate,
terapi laser, dan eksisi.3-5
Kista dan abses Bartholin umumnya terjadi pada
wanita usia reproduktif, usia 20-29 tahun tetapi
penanganan yang ideal terhadap penyakit ini masih
kontroversial.3,5 Penelitian ini dilakukan untuk
mengevaluasi manajemen terhadap pasien baru kista
dan abses Bartholin melalui penegakan diagnosis
dengan cara anamnesis, temuan klinis, dan
pemeriksaan fisik. Penelitian ini diharapkan dapat
memberi masukan yang bermanfaat untuk manajemen
terhadap pasien kista dan abses Bartholin di masa
yang akan datang.
METODE
Rancangan penelitian adalah studi deskriptif
retrospektif. Data dalam penelitian berasal dari rekam
medis pasien baru kista dan abses Bartholin di Divisi
Infeksi Menular Seksual (IMS) Unit Rawat Jalan
(URJ) Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr.
Soetomo Surabaya periode tahun 2012-2014.
HASIL
Vol. 29 / No. 1 / April 2017
Selama periode tahun 2012-2014 di Divisi IMS
URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr.
Soetomo Surabaya didapatkan 46 pasien kista
Bartholin atau merupakan 1,29% dari jumlah
kunjungan Divisi IMS. Sekitar 0,09% dari jumlah
kunjungan URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD
Dr. Soetomo. Abses Bartholin didapatkan 25 pasien
atau merupakan 0,70% dari jumlah kunjungan Divisi
IMS dan 0,05% dari jumlah kunjungan URJ
Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo.
Waktu kunjungan pasien cenderung merata sepanjang
tahun tanpa adanya pola yang khas.
Anamnesis menunjukkan keluhan terbanyak
pasien kista Bartholin di Divisi IMS URJ Kesehatan
Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya
Periode Tahun 2012-2014 adalah benjolan yaitu pada
30 pasien (65,2%) diikuti dengan benjolan disertai
keputihan pada 5 pasien (10,9%) seperti tampak pada
Tabel 1. Sedangkan pada pasien dengan abses
Bartholin keluhan terbanyak adalah benjolan yaitu
pada 20 pasien (80,0%) dan keluhan nyeri pada 3
pasien (12,0%) seperti tambah pada Tabel 2.
Pemeriksaan fisik menunjukkan ukuran kista dan
abses Bartholin terbanyak adalah 1-3 cm yaitu
masing-masing pada 19 pasien (41,3%) dan 9 pasien
(36,0%) seperti tampak pada Tabel 3. Sifat permukaan
kista dan abses Bartholin sebagian besar tidak ada
data, namun pada pasien kista dan abses Bartholin
yang masing-masing sebesar 39,1% (18 pasien) dan
44,0% (11 pasien) memiliki sifat permukaan rata
(Tabel 4). Tanda radang pada kista dan abses
Bartholin didapatkan pada 20 pasien (43,5%) dan 18
pasien (72,0%) seperti tampak pada Tabel 5.
Pemeriksaan penunjang dilakukan pada sebagian
besar pasien kista dan abses Bartholin, yaitu pada 39
pasien kista Bartholin (84,8%) dan 18 pasien abses
Bartholin (72,0%).
Penatalaksanaan terbanyak diberikan kepada
pasien kista Bartholin adalah antibiotik sebanyak 28
pasien (60,9%), pembedahan pada 21 pasien (45,7%),
rawat inap pada 19 pasien (41,3%), non-steroidal
anti-inflammatory drugs (NSAID) pada 16 pasien
(34,8%), dan antijamur pada 4 pasien (8,7%) seperti
tampak pada Tabel 6. Pasien abses Bartholin bisa
mendapatkan lebih dari satu terapi. Pengobatan
terbanyak pada pasien abses Bartholin adalah
antibiotik pada 16 pasien (64,0%), NSAID yaitu 18
pasien (72,0%), rawat inap pada 10 pasien (40,0%),
tindakan bedah pada 4 pasien (16,0%), dan antijamur
pada 1 pasien (4,0%) (Tabel 6). Pada Tabel 6 tampak
pasien yang mendapatkan antibiotik dan NSAID jika
digabungkan menjadi lebih dari 25 pasien karena pada
satu pasien mendapatkan dua terapi. Tindakan
pembedahan pada kista Bartholin yang terbanyak
53
Kista dan Abses Bartholin
Artikel Asli
dilakukan adalah marsupialisasi yaitu pada 21 pasien
(80,7%), pungsi pada 2 pasien (7,7%), serta insisi
drainase, ekstraksi, dan eksisi masing-masing pada 1
pasien (3,8%) seperti tampak pada Tabel 7. Tindakan
pembedahan pada abses Bartholin yag dilakukan
meliputi marsupialisasi yaitu pada 2 pasien (50,0%),
pungsi pada 1 pasien (25,0%), dan insisi drainase
pada 1 pasien (25,0%) seperti tampak pada Tabel 7.
Tabel 1. Keluhan pasien kista Bartholin di Divisi IMS URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo
Surabaya Periode Tahun 2012-2014.
Tahun
Keluhan
Benjolan
Nyeri
Tidak nyeri
Benjolan + nyeri
Benjolan + keputihan
Bengkak+keputihan
Bengkak + nyeri
Nyeri + keputihan
Tidak ada data
Total (100%)
2014 (%)
Total (100%)
2012 (%)
2013 (%)
8(66,7)
2(16,7)
1(8,3)
0(0,0)
0(0,0)
1(8,3)
0(0,0)
0(0,0)
0(0,0)
10(55,6)
2(11,1)
0(0,0)
1(5,6)
3(16,7)
1(5,6)
1(5,6)
0(0,0)
0(0,0)
12(75,0)
0(0,0)
0(0,0)
0(0,0)
2(12,5)
0(0,0)
0(0,0)
1(6,3)
1(6,3)
30(65,2)
4(8,7)
1(2,2)
1(2,2)
5(10,9)
2(4,3)
1(2,2)
1(2,2)
1(2,2)
12
18
16
46
Keterangan: IMS=Infeksi Menular Seksual; URJ = Unit Rawat Jalan
Tabel 2. Keluhan pasien abses Bartholin di Divisi IMS URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo
Surabaya Periode Tahun 2012 - 2014
Keluhan
Benjolan
Nyeri
Benjolan + bengkak
Benjolan + keputihan
Total (100%)
Tahun
Total
2012 (%)
2013 (%)
2014 (%)
(100%)
6(66,7)
1(11,1)
1(11,1)
1(11,1)
8(88,9)
1(11,1)
0(0,0)
0(0,0)
6(85,7)
1(4,3)
0(0,0)
0(0,0)
20(80,0)
3(12,0)
1(4,0)
1(4,0)
9
9
7
25
Keterangan: IMS=Infeksi Menular Seksual; URJ = Unit Rawat Jalan
Tabel 3. Ukuran kista dan abses Bartholin di Divisi IMS URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr.
Soetomo Surabaya Periode Tahun 2012-2014
Tahun
Total
Diagnosis
Ukuran
2012 (%)
2013 (%)
2014 (%)
(100%)
< 1 cm
0(0,0)
1(5,6)
0(0,0)
1(2,2)
1 – 3 cm
5(41,7)
5(27,8)
9(56,3)
19(41,3)
Kista Bartholin
4 – 5 cm
1(8,3)
9(50,0)
3(18,8)
13(28,3)
> 5 cm
0(0,0)
2(11,1)
1(6,3)
3(6,5)
Tidak ada data
6(50,0)
1(5,6)
3(18,8)
10(21,7)
Total (100%)
12
18
16
46
1 – 3 cm
2(22,2)
5(55,6)
2(28,6)
9(36,0)
4 – 5 cm
2(22,2)
3(33,3)
2(28,6)
7(28,0)
Abses Bartholin
> 5 cm
0(0,0)
0(0,0)
2(28,6)
2(8,0)
Tidak ada data
5(55,6)
1(11,1)
1(14,3)
7(28,0)
Total (100%)
9
9
7
25
Keterangan: IMS=Infeksi Menular Seksual; URJ = Unit Rawat Jalan
54
Vol. 29 / No. 1 / April 2017
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin – Periodical of Dermatology and Venereology
Tabel 4. Sifat permukaan kista dan abses Bartholin di Divisi IMS URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr.
Soetomo Surabaya Periode Tahun 2012- 2014
Tahun
Total
Diagnosis
Permukaan
2012 (%)
2013 (%)
2014 (%)
(100%)
Rata
3(25,0)
8(44,4)
7(43,8)
18(39,1)
Kista Bartholin
Tidak ada data
9(75,0)
10(55,6)
9(56,3)
28(60,9)
Total (100%)
12
18
16
46
Rata
3(33,3)
6(66,7)
2(28,6)
11(44,0)
Abses Bartholin
Tidak ada data
6(66,7)
3(33,3)
5(71,4)
14(56,0)
Total (100%)
9
9
7
25
Keterangan: IMS=Infeksi Menular Seksual; URJ = Unit Rawat Jalan
Tabel 5. Tanda radang kista dan abses Bartholin di Divisi IMS URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr.
Soetomo Surabaya Periode Tahun 2012-2014.
Tahun
2012 (%)
2013 (%)
Positif
5(41,7)
6(33,3)
Kista Bartholin
Negatif
4(33,3)
2(11,1)
Tidak ada data
3(25,0)
10(55,6)
Total (100%)
12
18
Positif
5(55,6)
7(77,8)
Abses Bartholin
Negatif
1(11,1)
0(0,0)
Tidak ada data
3(33,3)
2(22,2)
Total (100%)
9
9
Keterangan: IMS=Infeksi Menular Seksual; URJ = Unit Rawat Jalan
Diagnosis
Tanda Radang
Total
(100%)
20(43,5)
11(23,9)
15(32,6)
46
18(72,0)
1(4,0)
6(24,0)
25
2014 (%)
9(56,3)
5(31,3)
2(12,5)
18
6(85,7)
0(0,0)
1(56,3)
7
Tabel 6. Penatalaksanaan pasien kista dan abses Bartholin di Divisi IMS URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin
RSUD Dr. Soetomo Surabaya Periode Tahun 2012 -2014
Tahun
Terapi
2012 (%)
2013 (%)
2014 (%)
Total
Kista
(n = 12)
Abses
(n = 9)
Kista
(n = 18)
Abses
(n = 9)
Kista
(n = 16)
Abses
(n = 7)
Kista
(n = 46)
Abses
(n = 25)
Ya
9(75,0)
Antibiotik Tidak
3(25,0)
Tanpa data 0(0,0)
4(44,4)
4(44,4)
1(11,1)
11(61,1)
6(33,3)
1(5,6)
6(66,7)
3(33,3)
0(0,0)
8(50,0)
8(50,0)
0(0,0)
6(85,7)
1(14,3)
0(0,0)
28(60,9)
17(36,9)
1(2,2)
16(64,0)
8(32,0)
1(4,0)
Ya
5(41,7)
NSAID*
Tidak
7(58,3)
Tanpa data 0(0,0)
5(55,6)
3(33,3)
1(11,1)
8(44,3)
9(62,5)
1(5,6)
7(77,8)
2(22,2)
0(0,0)
3(18,8)
13(81,3)
0(0,0)
6(85,7)
1(14,3)
0(0,0)
16(34,8)
29(63,0)
1(2,2)
18(72,0)
6(24,0)
1(4,1)
Ya
1(8,3)
Tidak
11(91,7)
Tanpa data 0(0,0)
0(0,0)
8(88,9)
1(11,1)
2(12,1)
15(83,3)
1(5,6)
1(11,1)
8(88,9)
0(0,0)
1(6,3)
15(93,8)
0(0,0)
0(0,0)
7(100,0)
0(0.0)
4(8,7)
41(89,1)
1(2,2)
1(4,0)
23(92,0)
1(4,0)
Tindakan
Bedah
Ya
3(25,0)
Tidak
9(75,0)
Tanpa data 0(0,0)
2(22,2)
6(66,7)
1(11,1)
10(55,6)
8(44,4)
0(0,0)
1(11,1)
8(88,9)
0(0,0)
8(50,0)
8(50,0)
0(0,0)
1(14,3)
6(85,7)
0(0,0)
21(45,7)
25(54,3)
0(0,0)
4(16,0)
20(80,0)
1(4,0)
Rawat
Inap
Ya
5(41,7)
Tidak
7(58,3)
Tanpa data 0(0,0)
5(55,6)
3(33,3)
1(11,1)
7(38,9)
11(61,1)
0(0,0)
3(33,3)
6(66,7)
0(0,0)
7(43,8)
9(56,3)
0(0,0)
2(28,6)
5(71,4)
0(0,0)
19(41,3)
27(58,7)
0(0,0)
10(40,0)
14(56,0)
1(4,0)
Antijamur
Keterangan: NSAID = Non-steroidal anti-inflammatory drugs: IMS=Infeksi Menular Seksual; URJ =
Unit Rawat Jalan; Pasien bisa mendapatkan lebih dari satu terapi
55
Artikel Asli
Kista dan Abses Bartholin
Tabel 7. Tindakan bedah pada pasien kista dan abses Bartholin di Divisi IMS URJ Kesehatan Kulit dan
Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya Periode Tahun 2012-2014
Tahun
Total (%)
Diagnosis
Tindakan
2012 (%)
2013 (%) 2014 (%)
Marsupialisasi
3(60,0)
10(90,9)
8(100,0)
21(80,7)
Kista Bartholin
Insisi dan drainase
0(0,0)
1(9,1)
0(0,0)
1(3,8)
Pungsi
2(22,2)
0(0,0)
0(0,0)
2(7,7)
Ekstraksi
1(20,0)
0(0,0)
0(0,0)
1(3,8)
Eksisi
1(20,0)
0(0,0)
0(0,0)
1(3,8)
Total (100%)
7
11
8
26
Marsupialisasi
1(50,0)
0(0,0)
1(100,0)
2(50,0)
Abses Bartholin
Insisi dan drainase
1(50,0)
0(0,0)
0(0,0)
1(25,0)
Pungsi
0(0,0)
1(100,0)
0(0,0)
1(25,0)
Total (100%)
2
1
1
4
Keterangan: IMS=Infeksi Menular Seksual; URJ = Unit Rawat Jalan
PEMBAHASAN
Pada periode 2012-2014 terdapat 46 pasien kista
Bartholin atau merupakan 1,29% dari jumlah
kunjungan Divisi IMS dan 0,09% dari jumlah
kunjungan URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD
Dr.
Soetomo.
Penelitian
sebelumnya
oleh
Kusumawati didapatkan data selama periode 2008–
2011 terdapat 52 pasien kista Bartholin atau
merupakan 1,33% dari jumlah kunjungan Divisi IMS
dan 0,19% dari jumlah kunjungan URJ Kesehatan
Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo.6 Dari data
tersebut dapat dilihat bahwa persentase jumlah pasien
kista Bartholin terhadap jumlah kunjungan Divisi IMS
maupun URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr.
Soetomo relatif tetap. Penelitian menunjukkan selama
periode 2012-2014 terdapat 25 pasien abses Bartholin
atau merupakan 0,70% dari jumlah kunjungan Divisi
IMS dan 0,05% dari jumlah kunjungan URJ
Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo.
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa jumlah kasus
kista Bartholin lebih banyak dibandingkan jumlah
kasus abses Bartholin dengan perbandingan 2,08 : 1.
Waktu kunjungan pasien kista dan abses Bartholin
cenderung merata sepanjang tahun tanpa adanya pola
yang khas.
Data penelitian menunjukkan 81,7% pasien kista
dan abses Bartholin berstatus menikah sedangkan
14,1% pasien belum menikah. Hal ini serupa dengan
penelitian sebelumnya yang menyebutkan 79,8%
pasien kista Bartholin berstatus menikah.7 Suatu
penelitian case-control yang dilakukan oleh
Aghajanian dan kawan-kawan melaporkan wanita
paritas tinggi mempunyai risiko lebih rendah
terjadinya kista atau abses Bartholin, namun belum
ada penelitian dengan desain yang lebih baik yang
dapat membuktikan dan menjelaskan hubungan antara
56
status pernikahan maupun paritas dengan kejadian
kista dan abses Bartholin.6,8
Kista Bartholin tidak selalu menimbulkan
keluhan. Kista Bartholin yang berukuran kecil dan
tidak terinfeksi sering asimtomatik sehingga tidak
disadari oleh pasien. Kista yang berukuran lebih besar
dapat menimbulkan keluhan berupa adanya benjolan,
rasa tidak nyaman terutama saat melakukan hubungan
seksual, duduk, dan berjalan.5,9 Pada penelitian ini,
keluhan terbanyak pasien kista Bartholin adalah
benjolan yaitu pada 65,2% pasien, benjolan disertai
keputihan pada 10,9% pasien, dan keluhan nyeri pada
8,7% pasien. Hasil ini serupa dengan penelitian oleh
Kusumawati yang melaporkan bahwa keluhan
terbanyak pasien kista Bartholin adalah benjolan yaitu
pada 28,8% pasien disusul dengan keluhan benjolan
disertai nyeri pada 21,2 % pasien dan nyeri pada
15,4% pasien.10 Hal ini sesuai dengan kepustakaan
yang menyebutkan bahwa salah satu keluhan yang
dapat muncul pada pasien kista Bartholin adalah
benjolan.10,11 Pada penelitian ini tidak ada pasien yang
mengeluhkan rasa tidak nyaman, namun 8,7% pasien
mengeluhkan rasa nyeri. Adanya keluhan nyeri
tersebut kemungkinan disebabkan karena pasien
datang pada saat eksaserbasi akut dimana terjadi
infeksi pada kista Bartholin yang sudah ada
sebelumnya.
Kista Bartholin yang terinfeksi dapat
berkembang menjadi abses Bartholin. Pasien biasanya
datang dengan keluhan nyeri berat dan pembengkakan
hebat sehingga terdapat kesulitan untuk duduk,
berjalan, beraktivitas fisik, dan berhubungan seksual.
Adanya riwayat nyeri yang berkurang mendadak
setelah keluarnya discharge profus menandakan
adanya ruptur spontan. Pada beberapa pasien bisa
didapatkan keluhan demam.8,12 Pada penelitian ini,
keluhan terbanyak pasien abses Bartholin adalah
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin – Periodical of Dermatology and Venereology
benjolan yaitu pada 80,0% pasien diikuti dengan
keluhan nyeri pada 12,0% pasien. Hal ini sesuai
dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa pasien
abses Bartholin umumnya datang dengan keluhan
nyeri yang hebat.12,14
Data ukuran kista dan abses Bartholin terbanyak
adalah 1-3 cm yaitu pada 41,3% pasien kista Bartholin
dan 36,0% pasien abses Bartholin. Pada penelitian ini
sesuai dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa
ukuran kista dan abses Bartholin bervariasi, dengan
rata-rata kista Bartholin berukuran 1-3 cm. Suatu
kepustakaan menyebutkan bahwa kista dan abses
Bartholin dapat berukuran hingga sebesar telur
ayam.15 Pada penelitian ini ditemukan masing-masing
3 pasien kista dan 2 pasien abses Bartholin yang
memiliki kista dan abses dengan ukuran lebih dari 5
cm. Pada 21,7% pasien kista Bartholin dan 28,0%
pasien abses Bartholin tidak tercantum data ukuran
kista atau abses.
Sifat permukaan kista dan abses Bartholin
terbanyak adalah rata yaitu masing-masing pada
39,1% pasien dan 44,0% pasien, sedangkan sebanyak
60,9% pasien kista Bartholin dan 56,0 % pasien abses
Bartholin tidak tercantum data sifat permukaan kista
atau abses. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang
menyebutkan jika abses terletak dekat dengan
permukaan, pus dapat keluar dari lapisan kulit yang
tipis dan terjadilah drainase spontan.15 Selain itu kista
dan abses Bartholin dapat mengalami ruptur jika
terkena trauma.
Pada penelitian ini, 43,5% kista Bartholin
menunjukkan tanda radang, dan 23,9% kista Bartholin
tidak menunjukkan tanda radang. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena beberapa pasien
datang dengan kista Bartholin saja namun beberapa
lainnya datang dengan kista Bartholin eksaserbasi
akut. Sebagian besar abses Bartholin yaitu sebanyak
72,0% menunjukkan tanda radang. Terdapat 4,0%
abses Bartholin dengan pemeriksaan fisik tidak
menunjukkan tanda keradangan. Dari data dapat
dilihat bahwa terdapat ketidaksesuaian antara hasil
pemeriksaan fisik dengan diagnosis. Pemeriksaan
fisik sebaiknya dilakukan dengan lebih seksama
mengingat pentingnya pemeriksaan fisik dalam
penegakan diagnosis kista dan abses Bartholin. Pada
32,6% pasien kista Bartholin dan 24,0% pasien abses
Bartholin tidak tercantum data tanda keradangan pada
kista atau abses.
Data pemeriksaan penunjang dilakukan pada
84,8% pasien kista Bartholin dan 72,0% pasien abses
Bartholin. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan
meliputi pemeriksaan Gram, basah, dan kultur dari isi
kista atau abses serta pemeriksaan Gram dan basah
dari hapusan uretra atau vagina atau serviks. Tidak
Vol. 29 / No. 1 / April 2017
ada pasien yang dilakukan pemeriksaan darah lengkap
maupun biopsi. Penelitian sebelumnya oleh
Kusumawati didapatkan data pemeriksaan penunjang
dilakukan pada 75,0% pasien kista Bartholin. Dari
data tersebut dapat dilihat bahwa terdapat peningkatan
persentase jumlah pasien kista Bartholin yang
dilakukan
pemeriksaan
penunjang.
Alasan
pemeriksaan penunjang tidak dapat dilakukan karena
sedang menstruasi, menolak pemeriksaan karena
terdapat keluhan nyeri dan tidak dapat dilakukan
pemeriksaan inspekulo karena ukuran kista atau abses
yang besar. Pemeriksaan darah lengkap tidak pernah
dilakukan kemungkinan karena tidak ada pasien yang
menunjukkan gejala sistemik. Sedangkan pemeriksaan
biopsi tidak pernah dilakukan karena walaupun
terdapat sejumlah pasien berusia di atas 40 tahun,
tidak ada yang menunjukkan tanda keganasan.
Penatalaksanaan pasien kista Bartholin berupa
tindakan
pembedahan,
terbanyak
dilakukan
marsupialisasi yaitu pada 80,7% pasien, dan pungsi
pada 7,7% pasien. Pada kepustakaan disebutkan
bahwa terdapat berbagai macam modalitas terapi kista
Batholin antara lain insisi dan drainase, pemasangan
word catheter, marsupialisasi, ablasi silver nitrat, laser
CO2, dan eksisi. Insisi dan drainase merupakan
prosedur yang relatif mudah dan cepat untuk
mengurangi gejala serta terdapat risiko komplikasi
yang rendah, namun prosedur ini tidak dianjurkan
karena kemungkinan terjadinya rekurensi cukup
tinggi. Terapi pilihan adalah pemasangan word
catheter dan marsupialisasi. Keduanya memiliki
efektivitas yang hampir sama dengan risiko
komplikasi yang rendah. Prosedur marsupialisasi
lebih rumit daripada pemasangan word catheter,
namun rasa tidak nyaman paska operasi lebih ringan
daripada pemasangan word catheter. Ablasi silver
nitrat mempunyai kerugian adanya rasa nyeri post
operasi sedangkan laser CO2 mempunyai kerugian
biaya yang mahal. Eksisi merupakan terapi definitif
namun harus dilakukan di kamar operasi dan memiliki
risiko komplikasi yang cukup tinggi. Terapi yang
terbanyak diberikan kepada pasien abses Bartholin
adalah NSAID pada 72,0% pasien, antibiotik yaitu
pada 64,0% pasien, dan tindakan bedah pada 16,0%
pasien. Pada penelitian ini didapatkan pemberian
terapi terbanyak adalah antibiotik dan NSAID. Tabel
6 mencantumkan bahwa pasien abses Bartholin yang
mendapatkan antibiotik dan NSAID jika digabungkan
menjadi lebih dari 25 pasien karena pada satu pasien
mendapatkan dua terapi yaitu antibiotik dan NSAID.
Terapi abses Bartholin bila tidak terjadi ruptur
spontan meliputi pemberian antibiotik serta insisi dan
drainase. Abses Bartholin yang telah mengalami
ruptur spontan hanya membutuhkan Sitz bath,
57
Kista dan Abses Bartholin
Artikel Asli
antibiotik, dan analgesik. Kepustakaan menyebutkan
bahwa abses Bartholin membaik dengan pemberian
antibiotik spektrum luas.16,17
Pada periode tahun 2012-2014 terdapat 46
pasien kista Bartholin dan 25 pasien abses Bartholin
dengan perbandingan 2,08 : 1 dan jumlahnya relatif
tetap dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada
anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan bahwa
keluhan terbanyak berupa adanya benjolan berukuran
1-3 cm, sifat permukaan rata, dengan konsistensi
kenyal, dan menunjukkan tanda radang. Pemeriksaan
penunjang pada pemeriksaan sedian Gram dan basah
sebagian besar normal.
Pengisian rekam medik pasien rawat jalan
dengan pada kolom identitas pasien, anamnesis, dan
pemeriksaan fisik untuk penegakan diagnosis yang
tepat. Pemeriksaan penunjang juga perlu dilakukan
untuk membantu penegakan diagnosis tersebut.
Tatalaksana meliputi medikamentosa dan tindakan
bedah dilakukan sesuai dengan indikasi melihat dari
kondisi pasien dan dengan persetujuan pasien. Pasien
perlu diberikan komunikasi, informasi, dan edukasi
yang lebih baik kepada pasien mengenai penyakit,
perjalanan penyakit, tatalaksana, dan pentingnya
melakukan kunjungan ulang untuk melihat adanya
kemajuan atau rekurensi setelah pemberian terapi dan
dilakukan tindakan.
Secara keseluruhan, penegakan diagnosis kista
dan abses Bartholin didapatkan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.
Sedangkan untuk tatalaksana pada kista Bartholin
berupa terapi medikamentosa dan terapi pembedahan
berupa marsupialisasi.
KEPUSTAKAAN
1. Graney DO, Yang CC. Anatomy and physical
examination of the female genital tract. In:
Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P,
Wasserheit JN, Corey L, et al. Sexually
transmitted disease. 4th ed. New York: The
McGraw-Hill Companies; 2008 p. 903-16.
2. Margesson LJ, Danby FW. Diseases and
Disorder of the Female Genitalia. In: Wolff K,
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BS, Paller AS,
Leffel DJ, editors. Fitzpatricks’s dermatology in
general medicine. 7th ed. New York: Mc GrawHill. 2008. p. 878-92.
3. Patil S, Sultan AH, Thakar R. Bartholin’s cysts
and abscesses. J Obstet Gynecol. 2007; 27(3):
58
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
241-5.
Chen KT. Disorders of Bartholin gland. 2015: 110.Available from : www.uptodate.com.
Omole F, Simmons BJ, Hacker Y. Management
of Bartholin’s duct cyst and gland abscess. Am
Fam Physician. 2003; 68(1): 135-40.
Tanaka K, Mikamo H, Ninomiya M, Tamaya T,
Izumi K, Ito K, et al. Microbiology of
Bartholin’s gland abscess in Japan. J. Clin.
Microbiol. 2005; 4258-61.
Pundir J, Auld BJ. A Review of the management
of diseases of the Bartholin's gland. Am J Obstet
Gynecol.2008; 28:2, 161-5.
Bhide A, Nama V, Patel S, Kalu E.
Microbiology of cysts/abscesses of Bartholin's
gland: Review of empirical antibiotic therapy
against microbial culture. J Obstet Gynaecol.
2010; 30:7, 701-3.
Heller D, Bean S. Lesions of the Bartholin
gland: A Review. J Lower Gen Tract Dis. 2014;
18: 351-7.
Marzano DA, Haefner H K. The Bartholin gland
cyst: past, present, and future. J Lower Gen
Tract Dis. 2004; 8(3): 195–204.
Chipeta H, Jones MG. Batholin’s abscess:
information for patients. London: The Leeds
Teaching Hospital NHS; 2014.
Berger MB, Betschart C, Khandwala N,
DeLancey JO, Haefner HK. Incidental Bartholin
gland cysts identified on pelvic magnetic
resonance imaging. Obstet Gynecol 2012;
120(4): 798–802.
Jones ISC, Crandon A, Sanday K. Bartholin’s
gland carcinomas: A 20 plus-year experience
from Queensland. Am J Obstet Gynecol 2012; 2:
385-8.
Kushnir VA, Mosquera C. Novel technique for
management of Bartholin gland cysts and
abscesses. Journal Emerg Med 2009; 3(4):
388–90.
Chen KT. Bartholin gland cyst and abscess:
Word catheter placement. 2015: 1-10.Available
from : www.uptodate.com.
Wechter ME, Wu JM, Marzano D, Haefner H .
Management of Bartholin duct cysts and
abscesses: A systematic review. Obstet Gynecol
Surv. 2010; 64(6): 1-3.
Lowenstein L, Solt I. Surgical techniques:
Bartholin’s cyst marsupialization. J Sex Med.
2008; 5: 1053–6.
Download