1907-4336 ISSN: 1907-4336

advertisement
ISSN: 1907-4336
ISSN: 1907-4336
PELUANG PENGEMBANGAN UNIVERSITAS
DI PESANTREN
(Sebuah Pilihan Strategis Dunia Pesantren)
Sarwan
Abstrak:
Data yang disampaikan oleh Zamakhsari Dofier,
jumlah mahasiswa di seluruh PTN dan PTS baru 3,5 Juta.
Generasi muda usia kuliah berjumlah sekitar 23 Jiwa: 60%
nya tinggal di pedesaan. Mahasiswa yang bersal dari
pedesaan sekitar 700.000. jadi, berarti generasi pedesaan
yang mengikuti pendidikan tinggi baru 55 %. Jumlah santri
pada 21.521 pesantren bervariasi. Beberapa pesantren besar
mempunyai lebih 10.000 santri, sebagian bersal dari Thailand, Singapura, Filipina, Malaysia dan Brunei. Sejumlah
pesantren yang telah memiliki PT, tetapi yang dapat
mengembangkan progam studi sains, tekhnologi, ekonomi,
hukum, sosial dan politik masih sangat jarang. Mengembangkan Universitas di pesantren relatif mudah dan murah
disebabkan beberapa faktor. Pertama pesantren sudah
memiliki kampus, memiliki tradisi kepemimpinan dalam
pengelolaan aktifitas pendidikan yang mapan. Kedua moral
pesantren (ukhuwah) dan tradisi menekuni aktifitas belajar
mengajar (diniyyah) sangat kuat. Ketiga, bagi snatri yang
pengajar mencari dan mengajarkan ilmu merupakan
kewajiban. Keempat, dosen dari pesantren tidak menuntut
gaji besar karena bagi mereka mengajar adalah ibadah. Di
samping itu pengembangan Universitas di pedesaan murah.
Harga tanah, bangunan dan ongkos hidup rendah. Lingkungan pedesaan memungkinkan mahasiswa dan dosen

Jurusan Tarbiyah STAIN Jember
Peluang Pengembangan Universitas di Pesantren
memusatkan kegiatan utama mereka di kampus. Jadi peluang Universitas pesantren sangatlah besar.
Kata kunci: Pengembangan, Pesantren, Universitas
PENDAHULUAN
Belajar Agama adalah sesuatu yang penting bagi siswa untuk
perkembangan sikap dan mental. Ini merupakan suatu syarat bagi
kesuksesan yang hakiki karena dengan belajar Agama, kita akan
belajar bagaimana bersikap dan bertindak dalam hubungannya
dengan Tuhan dan manusia. Jadi, kecuali untuk mendapatkan daya
Agama itu sendiri sebagai alat dalam penunjuk dalam mengarungi
kehidupan nyata, kita belajar Agama sebagai suatu wahana yang
memfasilitasi kemampuan bersikap yang bisa diterima. Tentunya
kemampuan bersikap mulia yang dipunyai anak didik melalui
proses belajar Agama itu akan meningkatkan pula kesiapannya
untuk menjadi lifetime learner atau pemelajar sepanjang hayat.
Saat ini, kurikulum Agama yang kita gunakan saat ini padat
dengan materi sehingga guru harus menyelesaikan beban materi
yang sangat besar, akibatnya proses pembelajaran Agama yang
disediakan di sekolah tidak berjalan secara optimal. Mungkin jadi
lebih tepatnya, yang ada hanyalah proses pengajaran Agama, bukan
pembelajaran. Dalam pelajaran Agama yang seharusnya kita belajar
bagaimana bersikap, berpikir dan bertindak dalam hubungannya
dengan sesama, telah diubah menjadi pelajaran menghafal.
Berdasarkan hasil observasi di SD Negeri 02 SukorejoBangsalsari khususnya kelas V pada semester ganjil tahun pelajaran
2013/2014 di temukan fakta bahwa pembelajaran Agama dominan
dengan pembelajaran yang kurang menarik dan kurang efektif. Hal
ini membuat siswa kurang termotivasi dalam mengikuti pembelajaran Agama sehingga hasil belajar siswa rendah. Hal ini dapat dilihat
dari rata-rata hasil ulangan harian kelas V pada beberapa kompetensi dasar di awal semester tahun ajaran 2013/2014 rata-rata <70 dan
Sarwan
ketuntasan klasikalnya kurang dari 85%. Data tersebut merupakan
suatu permasalah yang serius dan harus diselesaikan. Berkaitan
dengan hal tersebut, perlu diterapkan pembelajaran yang menarik,
kreatif, dan efektif, sehingga permasalahan tersebut teratasi,
misalnya dengan meterapkan suatu pembelajaran kooperatif model
STAD.
Metode ini dipandang sebagai yang paling sederhana dan paling langsung dari pendekatan pembelajaran kooperatif. Para guru
menggunakan metode STAD untuk mengajarkan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu, baik melalui penyajian verbal
maupun tertulis. Para siswa di dalam kelas dibagi menjadi beberapa
kelompok atau tiem, masing-masing terdiri atas 4 atau 5 anggota
kelompok. Tiap tim memiliki anggota yang heterogen, baik jenis kelamin, ras etnik, maupun kemampuannya (tinggi, sedang, rendah).
Tiap anggota tim menggunakan lembar kerja akademik; dan
kemudian saling membantu untuk menguasai bahan ajar melalui
tanya jawab atau diskusi antarsesama anggota tim. Secara individual
atau tim, tiap minggu atau tiap dua minggu dilakukan evaluasi oleh
guru untuk mengetahui penguasaan mereka terhadap bahan akademik yang telah dipelajari. Tiap siswa dan tim diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar, dan kepada siswa secara individu
atau tim yang meraih prestasi tinggi atau memperoleh skor sempurna diberi penghargaan. Kadang-kadang beberapa atau semua tim
memperoleh penghargaan jika mampu meraih suatu kriteria atau
standar tertentu.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang
ingin dikaji dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimanakah penerapan
pembelajaran kooperatif kooperatif tipe STAD meningkatkan hasil
belajar siswa Kelas V SD Negeri 02 Sukorejo-Bangsalsari Tahun
Pelajaran 2013/2014 pada materi pokok Perilaku Terpuji?, dan 2)
Apakah penerapan pembelajaran kooperatif kooperatif tipe STAD
dapat meningkatkan aktivitas siswa Kelas V SD Negeri 02 Sukorejo-
Peluang Pengembangan Universitas di Pesantren
Bangsalsari Tahun Pelajaran 2013/2014 pada materi pokok Perilaku
Terpuji?
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Sejak awal dikembangkannya ilmu pengetahuan tentang perilaku manusia, banyak dibahas mengenai bagaimana mencapai hasil
belajar yang efektif. Para pakar di bidang pendidikan dan psikologi
mencoba mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempenga-ruhi
hasil belajar. Dengan diketahuinya faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap hasil belajar, para pelaksana maupun pelaku kegiatan belajar dapat memberi intervensi positif untuk meningkatkan hasil belajar yang akan diperoleh.
Secara implisit, ada dua faktor yang mempengaruhi hasil belajar anak, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
1.
Faktor Internal
Faktor internal meliputi faktor fisiologis dan psikologis. Faktor
fisiologis merupakan kondisi jasmani dan keadaan fungsifungsi fisiologis yang menunjang menunjang atau melatar
belakangi aktivitas belajar. Keadaan jasmani yang sehat akan
lain pengaruhnya dibanding jasmani yang keadaannya kurang sehat. Untuk menjaga agar keadaan jasmani tetap sehat,
nutrisi harus cukup. Faktor psikologis merupakan aspek yang
mendorong atau memotivasi belajar, berupa adanya keinginan
untuk tahu, agar mendapatkan simpati dari orang lain, untuk
memperbaiki kegagalan, dan untuk mendapatkan rasa aman.
2.
Faktor Eksternal
Faktor-faktor eksternal, yaitu faktor dari luar diri anak yang
ikut mempengaruhi belajar anak, yang antara lain berasal dari
orang tua, sekolah, dan masyarakat.
a. Faktor yang berasal dari orang tua, utamanya adalah sebagi cara mendidik orang tua terhadap anaknya. Dalam
Sarwan
hal ini dapat dikaitkan suatu teori, apakah orang tua mendidik secara demokratis, pseudo demokratis, otoriter, atau
cara laisses faire. Cara atau tipe mendidik yang dimikian
masing-masing mempunyai kebaikannya dan ada pula
kekurangannya.
Tipe mendidik dengan kepemimpinan Pancasila dapat
menjadi alternatif, karena orang tua dalam mencampuri
belajar anak, tidak akan masuk terlalu dalam. Prinsip
kepemimpinan Pancasila sangat manusiawi, karena orang
tua akan bertindak ing ngarsa sung tulada, ing madya
mangun karsa, dan tut wuri handayani. Dalam kepemimpinan Pancasila ini berarti orang tua melakukan kebiasaankebiasaan yang positif kepada anak untuk dapat diteladani. Orang tua juga selalu memperhatikan anak selama
belajar baik langsung maupun tidak langsung, dan memberikan arahan-arahan manakala akan melakukan tindakan yang kurang tertib dalam belajar.
b. Faktor yang berasal dari sekolah, dapat berasal dari guru,
mata pelajaran yang ditempuh, dan metode yang diterapkan. Faktor guru banyak menjadi penyebab kegagalan
belajar anak, yaitu yang menyangkut kepribadian guru,
kemampuan mengajarnya. Terhadap mata pelajaran, karena kebanyakan anak memusatkan perhatianya kepada
yang diminati saja, sehingga mengakibatkan nilai yang diperolehnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Keterampilan, kemampuan, dan kemauan belajar anak tidak
dapat dilepaskan dari pengaruh atau campur tangan
orang lain. Oleh karena itu menjadi tugas guru untuk
membimbing anak dalam belajar.
c. Faktor yang berasal dari masyarakat, sangat kuat
pengaruhnya terhadap pendidikan anak. Pengaruh
masyarakat bahkan sulit dikendalikan. Mendukung atau
Peluang Pengembangan Universitas di Pesantren
tidak mendukung perkembangan anak, masyarakat juga
ikut mempengaruhi.
Selain beberapa faktor internal dan eksternal di atas, faktor yang
mempengaruhi hasil belajar dapat disebutkan sebagai berikut:
1.
Minat. Seorang yang tidak berminat mempelajari sesuatu tidak akan berhasil dengan baik, tetapi kalau seseorang memiliki
minat terhadap objek masalah maka dapat diharakan hasilnya
baik. Masalahnya adalah bagainama seorang pendidik selektif
dalam menentukan atau memilih masalah atau materi pelajaran yang menarik siswa. Berikutnya mengemas materi yang
dipilih dengan metode yang menarik. Karena itu pendidik/
pengajar perlu mengenali karakteristik siswa, misalnya latar
belakang sosial ekonomi, keyakinan, kemampuan, dan lainlain.
2.
Kecerdasan. Kecerdasan memegang peranan penting dalam
menentukan berhasil tidaknya seserorang. Orang pada
umumnya lebih mampu belajar daripada orang yang kurang
cerdas. Berbagai penelitian menunjukkan hubungan yang erat
antara tingkat kecerdasan dan hasil belajar di sekalah (Sumadi,
1989: 11).
3.
Bakat. Bakat merupakan kemampuan bawaan sebagai potensi
yang perlu dilatih dan dikembangkan agar dapat terwujud
(Utami, 1992: 17). Bakat memerlukan latihan dan pendidikan
agar suatu tindakan dapat dilakukan pada masa yang akan
datang. Selain kecerdasan bakat merupakan faktor yang
menentukan berhasil tidaknya seseorang dalam belajar
(Sumadi, 1989: 12). Belajar pada bidang yang sesuai dengan
bakatnya akan memperbesar kemungkinan seseorang untuk
berhasil.
4.
Motivasi. Motivasi merupakan dorongan yang ada pada diri
anak untuk melakukan sesuatu tindakan. Besar kecilnya motivasi banyak dipengaruhi oleh kebutuhan individu yang ingin
dipenuhi (Suharsimi, 1993: 88). Ada dua macam motivasi yaitu
Sarwan
motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi instrinsik
adalah motivasi yang ditimbulkan dari dalam diri orang yang
bersangkutan. Sedangkan, motivasi ekstrinsik adalah motivasi
yang timbul oleh rangsangan dari luar atau motivasi yang
disebabkan oleh faktor-faktor dari luar situasi belajar, misalnya angka, ijazah, tingkatan, hadiah, persaingan, pertentangan, sindiran, cemoohan dan hukuman. Motivasi ini tetap
diperlukan di sekolah karena tidak semua pelajaran sesuai
dengan minat dan kebutuhan siswa.
Dengan memiliki kemampuan pada suatu mata pelajaran,
baik itu pengetahuan, keterampilan dan sikap yang mampu
dikembangkan, siswa diharapkan dapat mengalih gunakan
kemampuan-kemampuan tersebut dalam mengahadapi masalah-masalah dalam berbagai bidang pelajaran. Kemampuan
bernalar, kemampuan memilih strategi yang cocok dengan
permasalahannya, maupun kemampuan menerima dan
mengemukakan suatu informasi secara tetap dan cermat
merupakan kemampuan umum yang dapat digunakan dalam
berbagai bidang.
Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih
asih, dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam
masyarakat nyata (Abdurrahman dan Bintoro, 2000: 78). Dengan
demikian, pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang
secara sadar dan sengaja menciptakan interaksi yang silih asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat
menimbulkan permusuhan.
Pembelajaran kooperatif (Cooperatif Learning) memerlukan
pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa
untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam
mencapai tujuan belajar (Houlobec, 2001). Pembelajaran kooperatif
Peluang Pengembangan Universitas di Pesantren
secara sadar menciptakan interaksi yang silih asah sehingga sumber
belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar tetapi juga sesama siswa. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang
secara sadar dan sengaja menciptakan interaksi yang saling mengasihi antar sesama siswa.
Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Adapun
berbagai elemen dalam pembelajaran kooperatif adalah adanya: “(1)
saling ketergantungan positif; (2) interaksi tatap muka; (3) akuntabilitas individual, dan (4) keterampilan untuk menjalin hubungan antar
pribadi atau keterampilan sosial yang secara sengaja diajarkan” (Abdurrahman & Bintoro, 2000:78-79)
Saling ketergantungan positif mendorong siswa agar merasa
saling membutuhkan. Hubungan yang saling membutuhan inilah
yang dimaksud dengan saling memberikan motivasi ntuk meraih
hasil belajar yang optimal. Saling ketergantungan tersebut dapat dicapai melalui: (a) saling ketergantungan pencapaian tujuan, (b) saling ketergantungan dalam menyelesaikan tugas, (c) saling ketergantungan bahan atau sumber, (d) saling ketergantungan peran, dan (e)
saling ketergantungan hadiah.
Tidak hanya itu, interaksi tatap muka menuntut para siswa
dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat
melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan
sesama siswa. Interaksi semacam itu memungkinkan para siswa
dapat saling menjadi sumber belajar sehingga sumber belajar lebih
bervariasi. Interaksi semacam itu sangat penting karena ada siswa
yang merasa lebih mudah belajar dari sesamanya.
Dengan demikian, pembelajaran kooperatif menampilkan
wujudnya dalam belajar kelompok. Meskipun demikian, penilaian
ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi
pelajaran secara individual. Hasil penilaian secara individual tersebut selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok agar
semua anggota kelompok mengetahui siapa anggota kelompok
Sarwan
mengetahui siapa anggota yang memerluan bantuan dan siapa anggota kelompok yang dapat memberikan bantuan. Nilai kelompok
didasarkan atas rata-rata hasil belajar semua anggotanya, dan karena
itu tiap anggota kelompok harus memberikan urunan demi kemajuan kelompok. Penilaian kelompok secara individual inilah yang
dimaksudkan dengan akuntabilitas individual.
Dalam pembelajaran kooperatif keterampilan sosial seperti
tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan
bukan mengkritifk teman, berani mempertahankan pikiran logis,
tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai sifat lain yang
bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi (interpersonal
relationship) tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan.
Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan antar pribadi tidak hanya memperoleh teguran dari guru tetapi juga dari sesama siswa.
Tidak hanya itu, pembelajaran kooperatif menuntut guru untuk berperan relatif berbeda dari pembelajaran tradisional. Berbagai
peran guru dalam pembelajaran kooperatif tersebut dapat
dikemukan sebagai berikut ini.
1) Merumuskan tujuan pembelajaran, baik tujuan akademik (academic objectives) dan tujuan keterampilan bekerja sama (collaborative skill objectives).
2) Menentukan jumlah anggota dalam kelompok belajar. Jumlah
anggota dalam tiap kelompok belajar tidak boleh terlalu besar,
biasanya 2 hingga 6 siswa. Ada 3 faktor yang menentukan
jumlah anggota tiap kelompok belajar. Ketiga faktor tersebut
adalah taraf kemampuan siswa, ketersediaan bahan, dan
ketersediaan waktu.
3) Pengelompokkan siswa secara heterogen. Keheterogenan kelompok mencakup jenis kelamin, ras, agama, (kalau mungkin),
tingkat kemampuan (tinggi, sedang, rendah), dan sebagainya.
4) Menempatkan siswa dalam kelompok yang berorientasi bukan
pada tugas (non-task-orientied), juga berorientasi pada tugas (task
oriented).
Peluang Pengembangan Universitas di Pesantren
5)
6)
7)
8)
Siswa bebas memilih teman atau ditentukan oleh guru. Kebebasan memilih teman sering menyebabkan kelompok belajar menjadi homogen sehingga tujuan belajar kooperatif tidak tercapai.
Anggota tiap kelompok belajar hendaknya ditentukan secara
acak oleh guru.
Menetukan tempat duduk siswa. Tempat duduk siswa hendaknya disusun agar tiap kelompok dapat saling bertatap muka
tetapi cukup terpisah antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya. Susunan tempat duduk dapat dalam bentuk
lingkaran atau berhadap-hadapan.
Merancang bahan untuk meningkatkan saling ketergantungan
positif. Cara menyusun bahan ajar dan penggunaannya dalam
suatu kegiatan pembelajaran dapat menetukan tidak hanya
efektivitas pencapaian tujuan belajar siswa. Bahan ajar hendaknya dibagikan kepada semua siswa agar mereka dapat berpartisipasi dalam pencapaian tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan. Jika kelompok belajar telah memiliki cukup pengalaman, guru tidak perlu membagikan bahan ajar dengan
berbagai petunjuk khusus. Jika kelompok belajar belum banyak
pengalaman atau masih baru, guru perlu memberi tahu para
siswa bahwa mereka harus bekerja sama, bukan bekerja sendirisendiri.
Menentukan peran siswa untuk menunjang saling ketergantungan positif. Saling ketergantungan positif dapat diciptakan
melalui pembagian tugas kepada tiap anggota kelompok dan
mereka bekerja untuk saling melengkapi. Dalam mata pelajara
IPA misalnya, seorang anggota kelompok diberi tugas sebagai
peneliti, yang lainnya seagai penyimpul, yang lainnya lagi sebagai penulis, yang lainya lagi sebagai pemberi semangat, dan
ada pula yang menjadi pengawas terjalinya kerja sama. Penugasan untuk memerankan suatu fungsi semacam itu merupakan metode yang efektif untuk melatih keterampilan menjalin
kerja sama.
Sarwan
9)
10)
11)
12)
13)
14)
Menjelaskan tugas akademik. Ada beberapa aspek yang perlu
disadari oleh para guru dalam menjelaskan tugas akademik
kepada para siswa.
Menjelaskan kepada siswa mengenai tujuan dan keharusan
bekerja sama. Menjelaskan tujuan dan keharusan bekerja sama
kepada para siswa.
Menyusun akuntabilitas individual. Suatu kelompok belajar
tidak dapat dikatakan benar-benar kooperatif jika memperbolehkan adanya anggota kelompok yang mengerjakan seluruh
pekerjan. Suatu kelompok belajar juga tidak dapat dikatakan
benar-benar kooperatif jika memperbolehkn adanya anggota
yang tidak melakukan apa pun demi kelompok.
Menyusun kerja sama antar kelompok. Hasil positif yang
ditemukan dalam suatu kelompok belajar kooperatif dapat diperluas ke seluruh kelas dengan menciptakan kerja sama antar
kelompok. Nilai tambahan dapat diberikan jika seluruh siswa di
dalam kelas meraih standar mutu yang tinggi. Jika suatu kelompok telah menyelesaikan pekerjaannya dengan baik, para
anggotanya dapat diminta untuk membantu kelompokkelompok lain yang belum selesai.
Menjelaskan kriteria keberhasilan. Penilaian dalam pembelajaran kooperatif bertolak dari penilaian acuan patokan (criterion
referenced). Pada awal kegiatan belajar guruhendaknya menerangkan secara jelas kepada siswa mengenai bagaimana pekerjaan mereka akan dinilai.
Menjelaskan perilaku siswa yang diharapkan. Perkataan kerja
sama atau gotong royong sering memiliki konotasi dan
penggunaan yang bermacam-macam. Oleh karena itu, guru perlu mendifinisikan perkatann kerja sama tersebut secara
operasional dalam bentuk berbagai perilaku tersebut antara lain
dapat dikemukakan dengan kata-kata seperti “Tetaplah berada
dalam kelompokmu”, “Berbicaralah pelan-pelan”, Berbicaralah
menurut giliran,” dan sebagainya.
Peluang Pengembangan Universitas di Pesantren
15) Memantau perilaku siswa. Setelah semua kelompok mulai
bekerja, guru harus menggunakan sebagian besar waktunya untuk memantau kegiatan siswa. Tujuan pemantauan, guru harus
menjelaskan pelajaran, mengulang prosedur atau strategi untuk
menyelesaikan tugas, menjawab pertanyaan, dan mengajarkan
keterampilan menyelesaikan tugas kalau perlu.
16) Memberikan bantuan kepada siswa dalam menyelesaian tugas.
Pada saat melakukan pemantauan, guru harus menjelaskan
pelajaran, mengulang prosedur atau strategi untuk menyelesaikan tugas, menjawab pertanyaan, dan mengajarkan keterampilan menyelesaikan tugas kalau perlu.
17) Melakukan intervensi untuk mengajarkan keterampilan bekerja
sama. Pada saat memantau kelompok-kelompok yang sedang
belajar, guru kadang-kadang menemukan siswa yang tidak
memiliki keterampilan untuk menjalin kerja sama yang cukup
dan adanya kelompok yang memiliki masalah dalam menjalin
kerja sama. Dalam kondisi semacam itu, guru perlu memberikan nasihat agar siswa dapat bekerja efektif.
18) Menutup pelajaran. Pada saat pelajaran berakhir, guru perlu
meringkas pokok-pokok pelajaran, meminta kepada siswa untuk mengemukakan ide atau contoh, dan menjawab pertanyaan
dan hsil belajar mereka.
19) Menilai kualitas pekerjaan atau hasil belajar siswa. Guru menilai
kualitas pekerjaan atau hasil belajar para siswa berdasarkan
penilaian acuan patokan. Para anggota kelompok hendaknya
juga diminta untuk memberikan umpan balik mengenai kualitas pekerjaan dan hasil belajar mereka.
20) Menilai kualitas kerja sama antar anggota kelompok. Meskipun
waktu belajar di kelas terbatas, diperlukan waktu untuk berdiskusi dengan para siswa untuk membahas kualitas kerja sama
antar anggota kelompok pada hari itu. Pembicaraan dengan para siswa dilakukan untuk mengetahui apa yang telah dilakukan
Sarwan
dengan baik dan apa yang masih perlu ditingkatkan pada hari
berikutnya.
Model STAD (Student Teams Achivement Division)
Metode STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan kawankawannya dari Universitas John Hopkins. Metode ini dipandang
sebagai yang paling sederhana dan paling langsung dari pendekatan
pembelajaran kooperatif. Para guru menggunakan metode STAD
untuk mengajarkan informasi akademik baru kepada siswa setiap
minggu, baik melalui penyajian verbal maupun tertulis. Para siswa
di dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok atau tiem, masing-masing terdiri atas 4 atau 5 anggota kelompok. Tiap tim memiliki
anggota yang heterogen, baik jenis kelamin, ras etnik, maupun kemampuannya (tinggi, sedang, rendah). Tiap anggota tim
menggunakan lembar kerja akademik; dan kemudian saling membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi
antarsesama anggota tim. Secara individual atau tim, tiap minggu
atau tiap dua minggu dilakukan evaluasi oleh guru untuk mengetahui penguasaan mereka terhadap bahan akademik yang telah dipelajari. Tiap siswa dan tim diberi skor atas penguasaannya terhadap
bahan ajar, dan kepada siswa secara individu atau tim yang meraih
prestasi tinggi atau memperoleh skor sempurna diberi penghargaan.
Kadang-kadang beberapa atau semua tim memperoleh penghargaan
jika mampu meraih suatu kriteria atau standar tertentu.
Langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif mode STAD
sebagai berikut:
1. Mengelompokkan siswa terdiri dari tiga sampai dengan lima
orang. Anggota-anggota kelompok dibuat heterogen meliputi
karakteristik kecerdasan, kemampuan awal matematika, motivasi
belajar, jenis kelamin, atupun latar belakang etnis yang berbeda.
2. Kegiatan pembelajaran dimulai dengan presentasi guru dalam
menjelaskan pelajaran berupa paparan masalah, pemberian data,
Peluang Pengembangan Universitas di Pesantren
pemberian contoh. Tujuan peresentasi adalah untuk mengenalkan konsep dan mendorong rasa ingin tahu siswa.
3. Pemahan konsep dilakukan dengan cara siswa diberi tugas-tugas
kelompok. Mereka boleh mengerjakan tugas-tugas tersebut secara
serentak atau saling bergantian menanyakan kepada temannya
yang lain atau mendiskusikan masalah dalam kelompok atau apa
saja untuk menguasai materi pelajaran tersebut. Para siswa tidak
hanya dituntut untuk mengisi lembar jawaban tetapi juga untuk
mempelajari konsepnya. Anggota kelompok diberitahu bahwa
mereka dianggap belum selesai mempelajari materi sampai
semua anggota kelompok memahami materi pelajaran tersebut.
4. Siswa diberi tes atau kuis individual dan teman sekelompoknya
tidak boleh menolong satu sama lain. Tes individual ini bertujuan
untuk mengetahui tingkat penguasaaan siswa terhadap suatu
konsep dengan cara siswa diberikan soal yang dapat diselesaikan
dengan cara menerapkan konsep yang dimiliki sebelumnya.
5. Hasil tes atau kuis selanjutnya dibandingkan dengan rata-rata
sebelumnya dan poin akan diberikan berdasarkan tingkat keberhasilan siswa mencapai atau melebihi kinerja sebelumnya. Poin
ini selanjutnya dijumlahkan untuk membentuk skor kelompok.
6. Setelah itu guru memberikan pernghargaan kepada kelompok
yang terbaik prestasinya atau yang telah memenuhi kriteria tertentu. Penghargaan disini dapat berupa hadiah, sertifikat, dan
lain-lain.
Gagasan utama dibalik model STAD adalah untuk memotivasi
para siswa untuk mendorong dan membantu satu sama lain untuk
menguasai keterampilan-keterampilan yang disajikan oleh guru. Jika
para siswa menginginkan agar kelompok mereka memperoleh
penghargaan, mereka harus membantu teman sekelompoknya
mempelajari materi yang diberikan. Mereka harus mendorong teman meraka untuk melakukan yang terbaik dan menyatakan suatu
norma bahwa belajar itu merupakan suatu yang penting, berharga
dan menyenangkan.
Sarwan
Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan yaitu: penerapan pembelajaran kooperatif
kooperatif tipe STAD meningkatkan hasil belajar siswa Kelas V SD
Negeri 02 Sukorejo-Bangsalsari Tahun Pelajaran 2013/2014 pada
materi pokok Perilaku Terpuji, dan penerapan pembelajaran
kooperatif kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan aktivitas siswa
Kelas Kelas V SD Negeri 02 Sukorejo-Bangsalsari Tahun Pelajaran
2013/2014 pada materi pokok Perilaku Terpuji.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research),
yang dimaksudkan untuk memecahkan masalah pembelajaran di
kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif yang berfungsi menggambarkan teknik pembelajaran diterapkan dan hasil
yang diinginkan dapat dicapai.
Penelitian tindakan ini memposisikan guru sebagai peneliti
sekaligus penanggung jawab. Tujuan utama dari penelitian tindakan
ini adalah meningkatkan hasil pembelajaran di kelas dimana guru
secara penuh terlibat dalam penelitian mulai dari perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Mekanisme pelaksanaan tindakan
meliputi pelaksanaan pembelajaran di Kelas V SD 2 Negeri Sukorejo
02-Bangsalsari-Jember Tahun Pelajaran 2013/2014, dan dalam
pelaksanaan observasi pembelajaran, guru dibantu oleh mitra
guru/guru senior.
Penelitian tindakan dilakukan di Kelas V SD 2 Negeri Sukorejo
02-Bangsalsari-JemberTahun Pelajaran 2013/2014 dan berlangsung
pada bulan Oktober Minggu ke I semester ganjil tahun pelajaran
2013/2014. Adapun subyek penelitian meliputi siswa-siswi Kelas V
SD 2 Negeri Sukorejo 02-Bangsalsari-JemberTahun Pelajaran
2013/2014 pada pokok bahasan Perilaku Terpuji.
Penelitian yang menggunakan Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) adalah suatu bentuk kajian yang bersifat sistematis reflektif
Peluang Pengembangan Universitas di Pesantren
oleh pelaku tindakan untuk memperbaiki kondisi pembelajaran
yang dilakukan dengan tujuan utama untuk memperbaiki/meningkatkan pratek pembelajaran secara berkesinambungan dengan
tujuan penyertaannya adalah menumbuhkan budaya meneliti di
kalangan guru (Mukhlis, 2000: 5).
Penelitian tindakan ini menggunakan model Kemmis dan
Taggart yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus yang
berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Siklus spiral
dari tahap-tahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut.
Putaran 1
Refleksi
Rencana
awal/rancang
an
Putaran 2
Tindakan/
Observasi
Refleksi
Rencana
yang direvisi
Tindakan/
Observasi
Refleksi
Tindakan/
Observasi
Putaran 3
Rencana yang
direvisi
Sarwan
Gambar 2: Alur PTK
Penjelasan alur di atas adalah: 1) Rancangan/rencana awal,
sebelum mengadakan penelitian peneliti menyusun rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk di dalamnya
instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran. 2) Kegiatan dan
pengamatan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti sebagai
upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati hasil
atau dampak dari diterapkannya metode pembelajaran model
STAD. 3) Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat. 4)
Rancangan/rencana yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi dari
pengamat membuat rancangan yang direvisi untuk dilaksanakan
pada siklus berikutnya.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: 1)
Silabus: seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian hasil belajar. 2) Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP): perangkat pembelajaran yang
digunakan sebagai pedoman guru dalam mengajar dan disusun untuk tiap putaran. Masing-masing RPP berisi kompetensi dasar, indikator pencapaian hasil belajar, tujuan pembelajaran khusus, dan
kegiatan belajar mengajar. 3) Lembar Kegiatan Siswa: Lembar
kegiatan ini yang dipergunakan siswa untuk membantu proses
pengumpulan data hasil kegiatan belajar mengajar.
Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi pengolahan belajar aktif, observasi aktivitas siswa dan
guru, dan tes formatif. Untuk menganalisis tingkat keberhasilan atau
persentase keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap
putarannya dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa
soal tes tertulis pada setiap akhir putaran.
Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana
yaitu:
Peluang Pengembangan Universitas di Pesantren
1.
Untuk menilai ulangan harian: Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi
dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:
X 
2.
X
N
Dengan : X
= Nilai rata-rata
Σ X = Jumlah semua nilai siswa
Σ N = Jumlah siswa
Untuk ketuntasan belajar: Ada dua kategori ketuntasan belajar
yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan belajar mengajar kurikulum 1994
(Depdikbud, 1994), yaitu seorang siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai skor 70, dan kelas disebut tuntas belajar bila
di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya serap
lebih dari atau sama dengan 70%. Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:
P
 Siswa. yang.tuntas.belajar x100%
 Siswa
Analisis ini dijadikan dasar untuk menentukan ada atau tidaknya siklus II. Jika pada siklus I pembelajaran telah mencapai ketuntasan klasikal > 85%, maka pembelajaran sudah tuntas, dan siklus
II tidak perlu dilaksanakan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan di Kelas V SD
Negeri Sukorejo 02-Bangsalsari-Jember Tahun Pelajaran 2013/2014
pada tanggal 6 Oktober 2013 dengan melakukan pembelajaran dan
selesai pada tanggal 15 Nopember 2013 dengan melakukan refleksi.
Secara terperinci keseluruhan pelaksanaan penelitian dapat dilihat
pada tabel 1.
Sarwan
Tabel 1: Jadwal Pelaksanaan Penelitian
No.
1
Hari/Tanggal
Senin
4 oktober 2013
2
Senin
13 Oktober 2013
3
Senin
20 Oktober 2013
Senin
27 Oktober 2013
4
Kegiatan
Pembelajaran
Siklus 1 pertemuan I
Pembelajaran
Siklus 1 pertemuan 2
Ulangan harian
Siklus 1
Refleksi Siklus 1
Keterangan
Melaksanakan pembelajaran materi Perilaku Terpuji
Melaksanakan pembelajaran materi Perilaku Terpuji
Ulangan harian Siklus 1
Refleksi Siklus 1
Melaksanakan pembelajaran materi Perilaku Terpuji
Melaksanakan pembelajaran materi Perilaku Terpuji
Ulangan harian Siklus 2
Refleksi Siklus 2
5
Senin
3 November 2013
6
Senin
10 November 2013
7
Senin
17 November 2013
17 - 21 November 2013
Pembelajaran
Siklus 2 pertemuan I
Pembelajaran
Siklus 2 pertemuan 2
Ulangan harian
Siklus 2
Refleksi Siklus 2
21 November 2013 selesai
Penulisan
laporan
8
9
Berdasarkan pelaksanaan dilapangan, keseluruhan rangkaian
pelaksanaan penelitian dapat dilaksanakan dengan baik. Telah diperoleh data utama berupa hasil belajar siswa dan aktivitas belajar
siswa, serta beberapa data pendukung lainnya. Secara ringkas dapat
dijelaskan, bahwa hasil belajar siswa telah mencapai ketuntasan
klasikal (>85%), sehingga dalam penelitian ini tidak perlu dilanjutkan
pada siklus II (Tabel 2).
Peluang Pengembangan Universitas di Pesantren
Hasil Belajar Siswa Siklus 1
Ulangan harian dilaksanakan 1 kali, yaitu setelah pembelajaran selesai. Selanjutnya hasil ulangan harian dianalisis, dan dijadikan
pedoman untuk menentukan ada atau tidaknya pengulangan siklus.
Hasil analisis ulangan harian dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut.
Tabel 2: Hasil Analisis Ulangan Harian Siklus I
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
KODE SISWA
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
Rata-rata
NILAI
70
70
75
70
60
60
70
70
60
65
70
60
70
70
70
70
65
70
70
70
55
67.14
TUNTAS/TIDAK
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tidak
Tidak
Tuntas
Tuntas
Tidak
Tidak
Tuntas
Tidak
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tidak
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tidak
Sarwan

 Siswa Tuntas x100%
 Seluruh Siswa
14
100
21
.

%

x
%
66 66
Dari hasil analisis ulangan harian dapat diketahui bahwa ratarata nilai ulangan harian sebesar 67.14. Siswa dikatakan tuntas jika
siswa tersebut memperoleh nilai minimal 70 (KKM Agama kelas Kelas V SD Negeri Sukorejo 02-Bangsalsari-Jember Tahun Pelajaran
2013/2014). Setelah diketahui jumlah siswa yang tuntas, maka selanjutknya dilakukan analisis persentase ketuntasan klasikal. Dari analisis diketahui persentase ketuntasan klasikal sebesar 66,67%. Hal itu
menunjukkan bahwa pembelajaran tersebut belum tuntas, karena
persentase ketuntasan klasikal ˂ 85%, sehingga perlu diadakan siklus
II.
Aktivitas Siswa Siklus 1
Untuk mengetahui aktivitas siswa dalam pembelajaran dilakukan observasi terhadap aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung. Aspek-aspek yang dinilai meliputi antusiasme siswa dalam mengikuti pelajaran, interaksi antarsiswa, dan interaksi dengan
guru. Tiap aspek memiliki rentangan nilai 1 – 3. Hasil observasi aktivitas siswa siklus I selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.
Peluang Pengembangan Universitas di Pesantren
Dari hasil analisis aktivitas siswa dapat diketahui bahwa ratarata aktivitas siswa kategori sangat baik. Hal itu ditunjukkan dengan
adanya rata-rata aktivitas siswa sebesar 70.90.
Tabel 3: Hasil Observasi aktivitas siswa
No
Nama
Antusiasme
Interaksi
Antar
siswa
Interaksi
Dengan
guru
Jumlah
Nilai
1
101
2
3
2
7
77.78
2
102
2
3
2
7
77.78
3
103
3
3
3
9
100
4
104
2
2
2
6
66.67
5
105
2
2
2
6
66.67
6
106
2
2
2
6
66.67
7
107
2
3
2
7
77.78
8
108
2
3
2
7
77.78
9
109
2
3
2
7
77.78
10
110
2
3
2
7
77.78
11
111
2
3
2
7
77.78
12
112
2
2
2
6
66.67
13
113
2
2
2
6
66.67
14
114
2
3
2
7
77.78
15
115
2
2
2
6
66.67
16
116
2
2
2
6
66.67
17
117
2
2
2
6
66.67
18
118
2
2
2
6
66.67
19
119
2
2
2
6
66.67
20
120
2
2
2
6
66.67
21
121
1
1
1
3
33.33
Rata-rata
70.90
Sarwan
Hasil Belajar Siswa Siklus 2
Pada siklus 2, ulangan harian juga dilaksanakan 1 kali, yaitu
setelah pembelajaran selesai. Selanjutnya hasil ulangan harian dianalisis, dan dijadikan pedoman untuk menentukan ada atau tidaknya
pengulangan siklus. Hasil analisis ulangan harian dapat dilihat pada
tabel 4 berikut.
Tabel 4: Hasil Analisis Ulangan Harian Siklus 2
NO
KODE SISWA
NILAI
TUNTAS/TIDAK
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
70
70
80
75
70
70
75
75
70
75
80
75
75
75
75
70
75
75
70
80
65
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tidak
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tidak
Rata-rata
73.57
Peluang Pengembangan Universitas di Pesantren

 Siswa Tuntas x100%
 Seluruh Siswa

20
x 100%  95.24%
21
Dari hasil analisis ulangan harian dapat diketahui bahwa ratarata nilai ulangan harian sebesar 73.57. Siswa dikatakan tuntas jika
siswa tersebut memperoleh nilai minimal 70. Setelah diketahui
jumlah siswa yang tuntas, maka selanjutknya dilakukan analisis persentase ketuntasan klasikal. Dari analisis diketahui persentase ketuntasan klasikal sebesar 95,24%. Hal itu menunjukkan bahwa pembelajaran tersebut belum tuntas, karena persentase ketuntasan klasikal >
85%, sehingga tidak perlu diadakan siklus II.
Aktivitas Siswa Siklus II
Untuk mengetahui aktivitas siswa dalam pembelajaran dilakukan observasi terhadap aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung. Aspek-aspek yang dinilai meliputi antusiasme siswa dalam mengikuti pelajaran, interaksi antarsiswa, dan interaksi dengan
guru. Tiap aspek memiliki rentangan nilai 1 – 3. Hasil observasi aktivitas siswa siklus I selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5. Dari
hasil analisis aktivitas siswa dapat diketahui bahwa rata-rata aktivitas siswa kategori sangat baik. Hal itu ditunjukkan dengan adanya
rata-rata aktivitas siswa sebesar 81.48.
Sarwan
Tabel 5: Hasil Observasi aktivitas siswa Siklus 2
No
Nama
Antusiasme
Interaksi
Antar
siswa
1
101
2
3
2
7
77,78
2
102
2
3
2
7
77,78
3
103
3
3
3
9
100
4
104
2
2
2
6
66,67
5
105
2
2
2
6
66,67
6
106
2
2
2
6
66,67
7
107
2
3
2
7
77,78
8
108
2
3
2
7
77,78
9
109
3
3
2
8
88,89
10
110
3
3
2
8
88,89
11
111
3
3
2
8
88,89
12
112
3
2
2
7
77,78
13
113
3
2
3
8
88,89
14
114
2
3
2
7
77,78
15
115
3
3
3
9
100
16
116
2
2
3
7
77,78
17
117
3
3
3
9
100
18
118
2
3
2
7
77,78
19
119
2
3
2
7
77,78
20
120
2
2
3
7
77,778
21
121
2
3
2
7
77,78
Rata-rata
Interaksi
Dengan
guru
Jumlah
Nilai
81,48
Peluang Pengembangan Universitas di Pesantren
Pembahasan
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK).
Penelitian tindakan kelas merupakan kajian sistematis dari upaya
perbaikan pelaksanaan praktek pendidikan oleh sekelompok guru
dengan melakukan tindakan-tindakan dalam pembelajaran, berdasarkan refleksi mereka mengenai hasil dari tindakan-tindakan tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas siswa
selama pembelajaran berlangsung, dan persentase ketuntasan belajar
siswa. Pembelajaran cooperatif sindikat group dikatakan tuntas jika di
kelas tersebut telah terdapat minimal 85% siswa yang telah mencapai
skor > 60 (Kriteria Ketuntasan Minimal Agama kelas Kelas V SD
Negeri Sukorejo 02-Bangsalsari-Jember Tahun Pelajaran 2013/2014),
atau dengan kata lain siswa telah mencapai ketuntasan klasikal.
Dalam pelaksanaannya, penelitian ini dilaksanakan
sebanyak 2 siklus. Hal tersebut dikarenakan pada siklus II hasil belajar siswa telah diperoleh ketuntasan klasik sebesar > 85%. Dari hasil
analisis ulangan harian terdapat 1 siswa yang tidak tuntas, rata-rata
nilai ulangan harian 81,67 dan persentase ketuntasan klasikal sebesar 96,96%. Hal itu menunjukkan bahwa pembelajaran telah tuntas,
sehingga tidak perlu dilaksanakan siklus III.
Beberapa faktor penyebab adanya siswa yang tidak tuntas
adalah:
1.
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pelajaran Agama Kelas V
SD Negeri Sukorejo 02-Bangsalsari-Jember Tahun Pelajaran
2013/2014 tinggi, yaitu 70. Hal itu menyebabkan sebagian
siswa tersebut kesulitan mencapai nilai tersebut.
2.
Siswa tersebut tergolong anak yang nakal dan siswa tersebut
kurang serius pada saat pembelajaran.
Penerapan pembelajaran menggunakan cooperatif sindikat group
terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa, hal itu dikarenakan
dengan pembelajaran cooperatif sindikat group siswa dapat pengembangan kerja sama dan interaksi siswa melalui kelompok (team work)
Sarwan
yang dirancang untuk menghilangkan persaingan yang sering
ditemukan dalam kelas yang cenderung menghasilkan kelompokkelompok siswa yang menang kalah dan Permainan belajar dapat
menciptakan atmosfer menggembirakan, membebaskan kecerdasarn
penuh dan dapat membantu siswa. Peningkatan hasil belajar dapat
secara jelas dilihat pada gambar 1.
Gambar 1: Grafik peningkatan hasil belajar siswa
100
80
60
Nilai
40
Sebelum
Penelitian
Setelah
Penelitian
20
0
Rata-rata
Ketuntasan
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Pathuddin (2005:35)
yang menyatakan bahwa dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar
bersama sebagai satu tim dalam menyelesaikan tugas-tugas untuk
mencapai tujuan bersama. Setiap anggota kelompok mempunyai
tanggung jawab yang sama untuk keberhasikan kelompoknya.
Menurut Lie (2004:28) falsafah yang mendasari model pembelajaran kooperatif dalam pendidikan adalah falsafah homo homini
sosius, falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Kerjasama merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya
bagi kelangsungan hidup. Tanpa adanya kerja sama tidak akan ada
individu, keluarga, organisasi, atau sekolah dan tanpa kerja sama
juga kehidupan ini sudah punah.
KESIMPULAN
Peluang Pengembangan Universitas di Pesantren
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penerapan
pembelajaran kooperatif sindikat group dalam pembelajaran pada
pembelajaran Agama Materi pokok Perilaku Terpuji dapat meningkatkan hasil belajar siswa Kelas Kelas V SD Negeri Sukorejo 02Bangsalsari-Jember Tahun Pelajaran 2013/2014. Hal tersebut dapat
dilihat dari ketuntasan klasikal sebesar 95,24% dengan rata-rata kelas
73.57, dan dari perbandingan antara ketuntasan ulangan harian sebelum penelitian dengan setelah penelitian, yang mana sebelum
penelitian banyak siswa yang memperoleh nilai hasil ulangan harian
dibawah KKM. Selain itu, penerapan pembelajaran kooperatif sindikat group dalam pembelajaran Agama Materi pokok Perilaku Terpuji
dapat meningkatkan aktivitas siswa Kelas V SD Negeri Sukorejo 02Bangsalsari-Jember Tahun Pelajaran 2013/2014, hal ini dapat dilihat
dari hasil analisis aktivitas siswa diperoleh rata-rata sebesar 81,48%.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung:
Sinar Baru Algesindon.
Arikunto, Suharsimi. 1989. Penilaian Program Pendidikan. Proyek
Pengembangan LPTK Depdikbud. Dirjen Dikti.
Arikunto, Suharsimi. 1993. Manajemen Mengajar Secara Manusiawi.
Jakarta: Rineksa Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 1999. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineksa Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:
Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 1999. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineksa Cipta.
Combs. Arthur. W. 1984. The Profesional Education of Teachers. Allin
and Bacon, Inc. Boston.
Sarwan
Dayan, Anto. 1972. Pengantar Metode Statistik Deskriptif. Lembaga
Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:
Rineksa Cipta.
Djamarah. Syaiful Bahri. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineksa Cipta.
Foster, Bob. 1999. Seribu Pena SLTP Kelas I. Jakarta: Erlangga.
Hadi, Sutrisno. 1981. Metodogi Research. Yayasan Penerbitan Fakultas
Psikologi Universitas Gajah Mada. Yoyakarta.
Hamalik, Oemar. 1992. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar
Baru.
Hamalik, Oemar. 1999. Kurikuum dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi
Aksara.
Hasibuan. J.J. dan Moerdjiono. 1998. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Margono. 1997. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta. Rineksa Cipta.
Mukhlis, Abdul. (Ed). 2000. Penelitian Tindakan Kelas. Makalah PanitianPelatihan Penulisan Karya Ilmiah untuk Guru-guru seKabupaten Tuban.
Mursell, James ( - ). Succesfull Teaching (terjemahan). Bandung: Jemmars.
Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Nur, Moh. 2001. Pemotivasian Siswa untuk Belajar. Surabaya. University Press. Universitas Negeri Surabaya.
Poerwodarminto. 1991. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Bina
Peluang Pengembangan Universitas di Pesantren
Ilmu.
Rustiyah, N.K. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.
Sardiman, A.M. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta:
Bina Aksara.
Slameto, 1988. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara.
Soekamto, Toeti. 1997. Teori Belajar dan Model Pembelajaran. Jakarta:
PAU-PPAI, Universitas Terbuka.
Suryabrata, Sumadi. 1990. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Andi Offset.
Suryosubroto, b. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT.
Rineksa Cipta.
Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan Baru.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Usman, Moh. Uzer. 2001. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Download