PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN TERHADAP

advertisement
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN TERHADAP
SISTEM LISTRIK PRA BAYAR (PRE PAID) DI PT. PLN (Persero)
AREA PONTIANAK
Oleh :
SHINTA JAYANTI PERMATASARI, SH
A.2021141001
Abstrak
Sistem pelayanan listrik oleh PT.PLN (Persero) ada dua sistem yaitu
sistem pasca bayar dan pra bayar, meskipun PT. PLN (Persero) memberlakukan
dua sistem tersebut sekaligus, akan tetapi bagi calon pelanggan baru, pihak PT.
PLN (Persero) tidak memberikan kedua alternatif sistem kepada calon pelanggan
khususnya pemasangan daya volt ampere dalam skala menengah ke bawah, ada
kecenderungan calon pelanggan diarahkan kepada satu sistem saja yakni sistem
pra bayar.
Metode penelitian menggunakan metode normatif dengan pendekatan
hukum sosiologis yaitu mengkaji dari perundang-undangan dan aturan hukum
yang disesuaikan dengan praktek dan fenomena yang terjadi di masyarakat. Data
yang digunakan adalah data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari
lapangan yaitu wawancara dan data sekunder yang berupa studi kepustakaan.
Analisa yang digunakan adalah deskriptif kualitatif yang penarikan
kesimpulannya deduktif.
Dari sisi perlindungan terdapat hak-hak konsumen yang dilanggar,
konsumen berhak untuk memilih dan mendapatkan informasi yang jelas atas
penerapan sistem pra bayar, sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 huruf b, dan
huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
sikap tersebut jelas merugikan calon pelanggan.
Penerapan sistem pelayanan kepada konsumen harus memperhatikan asas
keseimbangan, asas kesamaan hak, asas manfaat, dan asas keterbukaan atas
informasi, Sehingga meminimalkan pelanggaran terhadap hak-hak konsumen.
Kata Kunci : Perlindungan Konsumen, Sistem Listrik Pra Bayar PT. PLN
(Persero) , Hak-hak Konsumen.
CONSUMER PROTECTION AGAINST ENACMENT OF ELECTRICAL
PRE PAID SYSTEM AT PT. PLN ( Persero ) AREA PONTIANAK
1
Abstract
Electrical service system by PT PLN (Persero) have two systems:
postpaid system and prepaid system, though PT. PLN (Persero) enforces these
two systems at once, but to new customers, the PT. PLN (Persero) do not give
alternative system to potential customers, especially the installation of power volt
ampere below medium scale, there is likelihood of a prospective customer is
directed to one system that is pre-paid system.
The research method, that researcher using is the normative approach to
the study of the sociological law legislation and the rule of law is tailored to the
practices and phenomena that occur in society. The researcher use primary data
there is directly taken from field interviews and secondary data such as literature
study. The analyzes used were descriptive, qualitative conclusions deductively
withdrawal.
In terms of protection are the rights of consumers were infringed, the
consumer has the right to choose and obtain clear information on the application
of the system of prepaid, as stated in Article 4 letter b and c of Law Number 8,
year 1999 regarding to Consumer Protection Law, the policy detrimental to
prospective members.
The implementation of service to consumers should observe the
principle of balance, the principle of equality of rights, the principle of utility, and
the principle of transparency of information, so to minimize the violation of
consumer rights.
Key words : Consumer Protection, Electrical Systems Pre-Paid by PT . PLN
(Persero ) , Consumer Rights.
2
A.
Latar Belakang Penelitian
PT. PLN (Persero) merupakan satu satunya perusahaan penyedia jasa
kelistrikan di Indonesia. Pemenuhan kebutuhan tenaga listrik, pemerintah pusat
dan pemerintah daerah melakukan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan usaha
penyediaan
tenaga listrik. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah juga
melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum yang
pelaksanaannya dilakukan oleh badan usaha milik negara dan badan usaha milik
daerah. Peraturan Menteri ESDM Nomor 33 Tahun 2014 tentang Tingkat Mutu
Pelayanan dan Biaya Yang Terkait dengan Penyaluran Tenaga Listrik oleh
Perusahaan (Persero) PT. Perusahaan Listrik Negara, menyebutkan dua sistem
layanan yang disediakan oleh PT. PLN (Persero) kepada publik, yaitu: Sistem
Listrik Pasca Bayar dan Sistem Listrik Pra Bayar.
Sistem Listrik Pasca Bayar adalah sistem yang pertama kali digunakan oleh
konsumen di Indonesia, penggunaan tarif tenaga listrik reguler ini adalah tenaga
listrik disediakan oleh PT. PLN (Persero) yang dibayarkan setelah pemakaian
tenaga listrik oleh konsumen1, melalui sistem ini pelanggan dapat menggunakan
energi listrik terlebih dahulu dan membayar pada bulan berikutnya. PT. PLN
(Persero) akan melakukan pencatatan meteran di lokasi tempat tinggal atau tempat
usaha pelanggan, menghitung dan menerbitkan rekening yang harus dibayar
pelanggan, dan melakukan penagihan kepada pelanggan yang terlambat
membayar. Besaran biayanya sesuai dengan jumlah pemakaian selama sebulan.
Sistem listrik pra bayar adalah layanan baru yang disediakan oleh PT. PLN
(Persero), penggunaan tarif tenaga listrik pra bayar adalah tarif tenaga listrik
disediakan oleh Perusahaan Perseroan PT. PLN yang dibayarkan sebelum
pemakaian tenaga listrik oleh konsumen, pemanfaatkan listrik untuk kebutuhan
sehari-hari dilakukan dengan cara, membeli token atau pulsa listrik terlebih dahulu
dengan nominal bervariatif di tempat yang telah ditentukan oleh PT. PLN
1
Pasal 1 ayat 2 Permen ESDM Nomor 33 Tahun 2014 tanggal 17 November 2014 tentang
Tingkat Mutu Pelayanan dan Biaya yang Terkait dengan Penyaluran Tenaga Listrik oleh
Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Perusahaan Listrik Negara.
3
(Persero), seperti di bank-bank yang bekerja sama dengan PT. PLN (Persero),
PPOB (Payment Point Online Bank), dan mitra lain yang bekerja sama.
Asal mula diterapkannya sistem pra bayar di Indonesia adalah dengan
mengadopsi Sistem listrik Pra Bayar di Negara Afrika, sistem ini pertama kali
diterapkan di Komplek Pasar Mawar Kota Pontianak, Kalimantan Barat pada
tahun 2006. Teknologi yang digunakan adalah teknologi digital protokol Standard
Transfer Specification (STS) dengan sistem token tanpa menggunakan kartu yang
saat ini telah digunakan secara umum di Indonesia.
Penerapan sistem listrik pra bayar bertujuan untuk mengurangi layanan
sistem pasca bayar. Sistem listrik pasca bayar tetap dipergunakan khusus bagi
pelanggan lama yang, tetapi sejak penerapan sistem pra bayar di Pontianak, maka
bagi pelanggan baru yang ingin mendapatkan layanan listrik dari PT. PLN
(Persero) langsung diarahkan menggunakan layanan sistem pra bayar.
Pertimbangan dari PT. PLN (Persero) untuk mengurangi sistem tersebut adalah,
secara internal sistem tersebut tidak efisien lagi bagi PT. PLN (Persero).
Meskipun PT. PLN (Persero) memberlakukan dua sistem yaitu sistem pasca
bayar dan pra bayar tersebut sekaligus, akan tetapi bagi calon pelanggan baru,
pihak PT. PLN (Persero) tidak memberikan kedua alternatif sistem ini kepada
calon pelanggan, ada kecenderungan calon pelanggan diarahkan kepada satu
sistem saja yakni sistem pra bayar. Dari sisi perlindungan terdapat hak-hak
konsumen yang dilanggar, konsumen berhak untuk memilih dan mendapatkan
informasi yang jelas atas penerapan sistem pra bayar, sebagaimana tercantum
dalam Pasal 4 huruf b, dan huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, sikap tersebut jelas merugikan calon pelanggan.
Fenomena lain yang terjadi di masyarakat adalah persoalan pembelian
token/stroom yang tidak sesuai dengan nominal yang dikeluarkan oleh konsumen.
Contoh pembelian token/stroom Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah), besar kWh
yang didapatkan adalah lebih rendah dari jumlah uang yang dikeluarkan. Disisi
lain biaya administrasi yang tidak seragam antara PPOB dengan mitra lain yang
bekerja sama dengan PT. PLN (Persero).
4
Pemberlakuan sistem pra bayar tidak mengindahkan asas keadilan dan
keseimbangan sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Perlindungan
konsumen. Selaku Perusahaan BUMN, PT. PLN (Persero) jelas harus
mengamanatkan asas kesamaan hak yaitu tidak bersikap diskriminatif,
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik.
Menurut Satjipto Rahardjo yang ditulis dalam buku karangan Rachmadi
Usman, menyebutkan asas hukum merupakan “jantung” peraturan hukum. Asas
merupakan landasan paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum. Peraturanperaturan hukum itu pada akhirnya dikembalikan kepada asas-asas hukum
tersebut.2
Pemberlakuan kebijakan sistem pra bayar oleh PT. PLN (Persero)
semestinya dijalakan secara seimbang dengan sistem sebelumnya, dan dengan
informasi yang jelas serta terbuka bagi konsumen, sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, masyarakat
sebagai konsumen perlu mendapatkan informasi sejelas-jelasnya, valid, dan apa
yang menjadi latar belakang sebuah sistem itu diterapkan, karena berdasarkan
ketentuan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, menegaskan bahwa
konsumen memiliki hak-hak dalam mendapatkan suatu produk.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian dalam bentuk karya ilmiah berupa tesis dengan judul:
“PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN TERKAIT
DENGAN PENERAPAN SISTEM LISTRIK PRA BAYAR (PRE PAID) DI
PT.
PLN
(Persero)
WILAYAH
KALIMANTAN
BARAT
AREA
PONTIANAK”.
2
Dwi Widhi Nugroho, 2012, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Pengguna Jasa Angkutan
Udara Dalam Hal Ganti Rugi, S2 thesis, UAJY. E-journal.uajy.ac.id/363/3/2MIH01444.pdf, hal. 24,
Tanggal 13 Juni 2016, Pukul 18.03 Wib.
5
B
Identifikasi Masalah
Permasalahan yang berkaitan dengan uraian sebagai mana yang telah
dikemukakan dapat dirumuskan sebagai berikut:
Bagaimana perlindungan hak-hak konsumen dalam penerapan sistem listrik
pra bayar (pre paid) di PT. PLN (Persero) wilayah Kalimantan Barat Area
Pontianak ?
C.
Maksud dan Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi maksud dari penelitian ini adalah untuk memecahkan
permasalahan yang berkaitan dengan perlindungan konsumen terkait dengan
penerapan Sistem Pra Bayar dan mengenai pengaturan pemberlakuan Sistem
Listrik Pra Bayar agar hak-hak konsumen terjamin.
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk mengkaji sistem pra bayar dan untuk mengetahui apakah
penerapan dengan sistem tersebut terdapat pelanggaran terhadap hakhak konsumen.
2.
Untuk menganalisis bagaimana seharusnya pemberlakuan Sistem
Listrik Pra Bayar (Pre Paid) khususnya di PT. PLN wilayah
Kalimantan Barat area Pontianak, agar hak-hak konsumen mendapat
perlindungan hukum?
D.
Kegunaan Penelitian
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmiah
den sumbangan konsep-konsep baru bagi pembentuk peraturan perundangundangan, khususnya yang berkaitan dengan peraturan perlindungan konsumen di
PT. PLN wilayah Kalimantan Barat area Pontianak.
Sedangkan secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memperluas
pengetahuan penulis mengenai pengaturan terhadap perlindungan konsumen,
sebagai masukan baik bagi PT. PLN (Persero), maupun Lembaga Perlindungan
Konsumen Swadaya Masyarakat dalam memberikan layanan kepada konsumen
6
dengan memperhatikan hak-hak konsumen. Diharapkan penelitian ini dapat
menjadi bahan bacaan bagi para peneliti selanjutnya yang ingin mengelaborasikan
topik ini.
E.
Kerangka Pemikiran Teoritik
Layanan sistem listrik pasca bayar dan pra bayar diatur dalam Peraturan
Menteri ESDM Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Tingkat Mutu Pelayanan dan
Biaya Yang Terkait dengan Penyaluran Tenaga Listrik oleh Perusahaan
(Perseroan) PT. Perusahaan Listrik Negara. Pengaturan standarisasi listrik pra
bayar diatur dalam Sistem STS. Sistem ini secara resmi dituangkan dalam
Keputusan Direksi PT. PLN (Persero) No. 719./K/DIR/2010 tetang SPLN
D3.009-1:2010 Meter Statik Energi Aktif Fase Tunggal Pra bayar dengan Sistem
STS.
PT. PLN (Persero), selaku BUMN yang menyediakan kebutuhan listrik di
Indonesia, tentunya PT.PLN (Persero) harus memberikan public service yang
maksimal untuk kepentingan dan kemajuan bangsa. Layanan listrik yang
disediakan meliputi dua sistem, yaitu: pasca bayar dan sistem pra bayar.
Sistem pasca bayar yaitu konsumen dapat menikmati fasilitas listrik terlebih
dahulu, dan melakukan pembayaran pada bulan berikunya. Sedangkan layanan
baru yaitu sistem pra bayar, konsumen melakukan pembelian token atau pulsa
listrik terlebih dahulu dengan nominal tertentu dan setelah mendapatkan kode
token atau pulsa konsumen memasukkan kode tersebut ke dalam meter Pra bayar.
Pelaksanaan perekonomian antara pelaku usaha dan konsumen perlu
mendapatkan perlindungan, perlindungan konsumen ini adalah istilah yang
digunakan untuk menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada
konsumen dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang dapat
merugikan konsumen itu sendiri.3 Pembahasan dalam penelitian ini terkait dengan
permasalahan yang terjadi antara pelaku usaha dengan konsumen.
3
Janus Sibadalok, 2014, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Bandung: Citra
Aditya Bakti), hal. 7.
7
Pelaku usaha dalam pengertian umum adalah pengusaha yang menghasilkan
barang dan jasa. pengertian ini termasuk di dalamnya pembuat, grosir, leveransir,
dan pengecer profesional,4 yaitu setiap orang / badan yang ikut serta dalam
penyediaan barang dan jasa hingga sampai ke tangan konsumen.5
Konsumen umumnya diartikan sebagai pemakai terakhir dari produk yang
diserahkan kepada mereka oleh pengusaha,6 yaitu setiap orang yang mendapatkan
barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan atau diperjualbelikan lagi.7
Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen disebutkan:
“Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia
dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain,
maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”
Konsumen perlu mendapatkan perlindungan karena para konsumen adalah
pihak yang sangat menentukan dalam perkembangan ekonomi nasional, oleh
karena itu hak-hak konsumen perlu menjadi perhatian. Dalam pengertian hukum,
umumnya yang dimaksud dengan hak adalah kepentingan hukum yang dilindungi
oleh hukum, sedangkan kepentingan adalah tuntutan yang diharapkan untuk
dipenuhi. Kepentingan pada hakikatnya mengandung kekuasaan yang dijamin dan
dilindungi oleh hukum dalam pelaksanaanya.8
Perlindungan
konsumen
mempunyai
cakupan
yang
luas
meliputi
perlindungan atas barang dan jasa dengan cakupan sebagai berikut:9
1.
Perlindungan terhadap kemungkinan diserahkan kepada konsumen barang
dan atau jasa yang tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati atau
4
Agnes M. Toar, 1988, Tanggung Jawab Produk, Sejarah dan Perkembangannya di
Beberapa Negara, DKIH Belanda-Indonesia, Ujung Pandang, hal.2.
5
Harry Duintjer Tebbens, 1980, International Product Liability, (Netherland: Sijthoff &
Noordhoff International Publishers), hal. 4.
6
Mariam Darus, 1980, Perlindungan Terhadap Konsumen Ditinjau dari Segi Standar
Kontrak (Baku), Makalah Simposium Aspek-aspek Hukum Perlindungan Konsumen, BPHNBinacipta, Hal. 57.
7
Az. Nasution, 1994, Iklan dan Konsumen (Tinjauan dari Sudut Hukum dan Perlindungan
Konsumen), dalam Manajemen dan Usahawan Indonesia, Nomor 3, Tahun XXIII, LPM FE-UI,
Jakarta, Hal. 23.
8
Sudikno Mertokusumo, 1986, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty),
hal. 40.
9
Janus Sidabalok, 2014, op.cit., hal 7.
8
melanggar ketentuan undang-undang. Dalam kaitan ini termasuk persoalanpersoalan mengenai penggunaan bahan baku, proses produksi, proses
distribusi, desain produk, dan sebagainya, apakah telah sesuai dengan
standar sehubungan keamanan dan keselamatan konsumen atau tidak. Juga,
persoalan tentang bagaimana konsumen mendapatkan penggantian jika
timbul kerugian karena memakai atau mengonsumsi produk yang tidak
sesuai.
2.
Perlindungan terhadap diberlakukannya kepada konsumen syarat-syarat
yang tidak adil. Dalam kaitan ini termasuk persoalan-persoalan promosi dan
periklanan, standar kontrak, harga, layanan purnajual dan sebagainya. Hal
ini berkaitan dengan perilaku produsen dalam memproduksi dan
mengedarkan produknya.
Oleh Az. Nasution menjelaskan bahwa hukum perlindungan konsumen
adalah bagian dari hukum konsumen, hukum konsumen adalah keseluruhan asasasas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur kaitan dengan barang dan atau jasa
konsumen, di dalam pergaulan hidup.10 Sedangkan hukum perlindungan
konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang
mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalahnya dengan
para penyedia barang dan atau jasa konsumen.11
Lebih lanjut mengenai definisinya itu, Az. Nasution menjelaskan sebagai
berikut:
“ Hukum Konsumen pada pokoknya lebih berperan dalam hubungan dan
masalah konsumen yang kondisi para pihaknya berimbang dalam
kedudukan sosial ekonomi, daya saing, maupun tingkat pendidikan.
Rasionya adalah sekalipun tidak selalu tepat, bagi mereka yang
berkedudukan seimbang demikian, maka mereka masing-masing lebih
mampu mempertahankan dan menegakkan hak-hak mereka yang sah.
Hukum perlindungan konsumen dibutuhkan apabila kondisi pihak-pihak
10
11
Az. Nasution, 1995, Konsumen dan Hukum, (Jakarta: Sinar Harapan), hal. 64.
Ibid., hal. 66.
9
yang mengadakan hubungan hukum atau bermasalah dalam masyarakat itu
tidak seimbang.”12
Pada dasarnya, baik hukum konsumen maupun hukum perlindungan
konsumen membicarakan hal yang sama, yaitu kepentingan hukum (hak-hak)
konsumen. Bagaimana hak-hak konsumen itu diakui dan diatur di dalam hukum
serta bagaimana ditegakkan di dalam praktik hidup bermasyarakat, itulah yang
menjadi materi pembahasannya. Dengan demikian, hukum perlindungan
konsumen atau hukum konsumen dapat diartikan sebagai, keseluruhan peraturan
hukum yang mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban konsumen dan produsen
yang timbul dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya.13
Berkaitan dengan perlindungan konsumen, tentunya ada hak-hak yang
diberikan perlindungan kepada konsumen, hak bersumber dari tiga hal, sebagai
berikut:
Pertama, dari kodrat manusia sebagai manusia yang diciptakan oleh Allah.
Sebagai makhluk ciptaan Allah, manusia mempunyai sejumlah hak sebagai
manusia dan untuk mempertahankan kemanusiaan, misalnya hak untuk hidup,
kebebasan, dan sebagainya. Hak ini disebut juga dengan hak asasi.
Kedua, hak lahir dari hukum, yaitu hak-hak yang diberikan oleh hukum
negara kepada manusia dalam kedudukannya sebagai warga negara / warga
masyarakat. Hak inilah yang disebut dengan hak hukum, hak dalam artian yuridis
(juga disebut sebagai hak dalam artian sempit). Misalnya hak untuk memberikan
suara pada pemilihan umum, hak untuk mendirikan bangunan, dan sebagainya.
Ketiga, hak yang lahir dari hubungan hukum antara seseorang dan orang
lain melalui sebuah kontrak / perjanjian.
Hak hukum adalah hak yang bersumber, baik dari hukum maupun perjanjian
itu dibedakan menjadi hak kebendaan dan hak perorangan. Hak kebendaan
berkaitan dengan penguasaan langsung atas suatu benda yang dapat dipertahankan
terhadap setiap orang. Sedangkan hak perorangan memberikan suatu tuntutan atau
12
13
Ibid., hal. 67.
Janus Sibadalok, 2014, op.cit., hal 38.
10
penagihan terhadap seseorang. Dalam hukum romawi, keduanya disebut dengan
actiones in rem untuk tuntutan kebendaan dan actionesin personam untuk tuntutan
perseorangan.14
Dalam Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen disebutkan juga
sejumlah hak konsumen yang mendapat jaminan dan perlindungan dari hukum,
yaitu :
a.
Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi
barang dan / atau jasa;
b.
Hak untuk memilih barang dan / atau jasa serta mendapatkan barang dan /
atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan;
c.
Hak atas informasi yang yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan / atau jasa;
d.
Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan / atau jasa
yang digunakan;
e.
Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f.
Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen;
g.
Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
h.
Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan / atau penggantian
apabila barang dan / atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian
atau tidak sebagaimana mestinya;
i.
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.
Hubungan antara produsen dengan konsumen dilaksanakan dalam rangka
jual beli. Jual beli sesuai Pasal 1457 KUH Perdata adalah suatu perjanjian dengan
mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan
14
Subekti, 2005, Pokok-pokok Hukum Perdata, Cetakan XXII, (Jakarta: Intermasa), Hal. 63.
11
dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Dari pengertian
ini, maka terdapat unsur-unsur :
a.
Perjanjian
b.
Penjual dan pembeli
c.
Harga
d.
Barang
Definisi perjanjian telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (KUH Perdata) Pasal 1313, yaitu bahwa perjanjian atau persetujuan
adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Kata persetujuan tersebut merupakan
terjemahan dari perkataan overeekomst dalam bahasa Belanda. Kata overeekomst
tersebut lazim diterjemahkan juga dengan kata perjanjian. Jadi persetujuan dalam
Pasal 1313 KUH Perdata tersebut sama artinya dengan perjanjian.
Sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, sesuai Pasal 1320 KUH
Perdata, yaitu :
a.
sepakat mereka yang mengikatkan diri.
b.
kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
c.
suatu hal tertentu.
d.
suatu sebab yang halal.
Adapula
yang berpendapat bahwa perjanjian tidak sama dengan
persetujuan.15 Perbedaan pandangan dari para sarjana tersebut di atas, timbul
karena adanya sudut pandang yang berbeda, yaitu pihak yang satu melihat
objeknya dari perbuatan yang dilakukan subyek hukumnya. Sedangkan pihak
yang lain meninjau dari sudut hubungan hukum. Hal itu menyebabkan
banyak sarjana yang memberikan batasan sendiri mengenai istilah perjanjian
tersebut.
Menurut
pendapat
yang
banyak
dianut (communis opinion
cloctortinz) perjanjian adalah perbuatan hukum berdasarkan kata Perjanjian
15
Sudikno Mertokusumo, 1985, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Liberty,
hal. 97.
12
merupakan
merupakan
terjemahan
terjemahan
dari
dari
oveereenkomst sedangkan
toestemming
yang
perjanjian
ditafsirkan
sebagai
wilsovereenstemming (persesuaian kehendak/kata sepakat).
Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih (Pasal 1313 BW).
Pengertian perjanjian ini mengandung unsur :
a.
Perbuatan
Penggunaan kata “Perbuatan” pada perumusan tentang Perjanjian ini
lebih tepat jika diganti dengan kata perbuatan hukum atau tindakan hukum, karena
perbuatan
tersebut
membawa
akibat
hukum
bagi
para pihak
yang
memperjanjikan;
b.
Satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih,
Untuk adanya suatu perjanjian, paling sedikit harus ada dua pihak yang
saling berhadap-hadapan dan saling memberikan pernyataan yang cocok atau
pas satu sama lain. Pihak tersebut adalah orang atau badan hukum.
c.
Mengikatkan dirinya,
Di dalam perjanjian terdapat unsur janji yang diberikan oleh pihak yang satu
kepada pihak yang lain. Dalam perjanjian ini orang terikat kepada akibat
hukum yang muncul karena kehendaknya sendiri.
Sebelum suatu perjanjian disusun perlu diperhatikan identifikasi para
pihak, penelitian
awal
tentang
masing-masing
pihak
sampai
dengan
konsekuensi yuridis yang dapat terjadi pada saat perjanjian tersebut dibuat.16
Dalam buku ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menganut asas
kebebasan berkontrak, memberikan pada setiap orang hak untuk dapat
mengadakan berbagai kesepakatan sesuai kehendak dan persyaratan yang
disepakati kedua pihak, dengan syarat-syarat subjektif dan objektif tentang sahnya
16
Salim H.S dkk, 2007, Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding (MoU),
Jakarta: Sinar Grafika, Hal. 124.
13
suatu persetujuan tetap dipenuhi (Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata).17
Hubungan yang mengikat pelaku usaha dengan konsumen disebut dengan
perjanjian, berdasarkan pada asas kebebasan berkontrak dalam pasal 1338 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, para pihak dalam kontrak bebas untuk membuat
perjanjian adapun isinya, bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
bagi mereka yang membuatnya. Asas kebebasan berkontrak tidak boleh
melanggar syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 sampai dengan
Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Berbagai hubungan hukum dan / atau masalah yang terjadi dalam interaksi
antara pihak pelaku usaha dan konsumen diatur oleh hukum positif yang
relevan.18 Di samping itu hukum perlindungan konsumen berlaku pula asas dan
kaidah hukum positif sebagaimana telah disebutkan di atas. Buku kedua dan
ketiga dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memuat kaidah-kaidah
hukum yang mengatur hubungan konsumen dan penyedia barang dan / atau jasa
konsumen.
Setiap individu merupakan pembeli yang notabene sebagai konsumen,
penelitian ini juga membahas tentang perilaku konsumen. Definisi dari perilaku
konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan,
mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk pula proses
keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini.19
Aspek lain dalam perlindungan konsumen yaitu mengenai penggunaan
standar kontrak dalam hubungan pelaku usaha dan konsumen dalam praktik sering
ditemukan cara bahwa untuk mengikat suatu perjanjian tertentu, salah satu pihak
telah mempersiapkan sebuah konsep (draft) perjanjian yang akan berlaku bagi
para pihak. Konsep itu disusun sedemikian rupa sehingga pada waktu
penandatanganan perjanjian, para pihak hanya tinggal mengisi beberapa hal yang
17
Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Sinar Grafika),
hal. 62.
18
Az. Nasution, 2002, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Diadit
Media), hal. 65.
19
James F. Engel dkk, 1994, Perilaku Konsumen, Jilid 1, Binarupa Aksara, Jakarta, Hal. 3.
14
sifatnya subjektif, seperti identitas dan tanggal waktu pembuatan perjanjian yang
sengaja dikosongkan sebelumnya. Sedangkan ketentuan-ketentuan mengenai
perjanjian (term of conditions) sudah tertulis lengkap, yang pada dasarnya tidak
dapat diubah lagi. Konsep inilah yang disebut sebagai standar kontrak. Istilah ini
menunjuk pada syarat-syarat perjanjian yang sudah dibakukan sebelumnya.20
Pengertian pelaku usaha secara umum telah dibahas di atas, pelaku usaha
dalam penelitian ini secara khusus akan dibahas dalam Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, PT. PLN (Persero) merupakan salah
satu badan pelayanan publik, sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa pelayanan pengadaan dan
penyaluran barang dan jasa publik secara tunggal dikuasai oleh pemerintah
kepada masyarakat. Pelayanan publik dilakukan oleh instansi pemerintah yang
sebagian atau seluruh dananya merupakan kekayaan negara yang tidak bisa
dipisahkan atau bisa diselenggarakan oleh badan usaha milik pemerintah yang
sebagian atau seluruh dananya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan
Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Beberapa yang menjadi sorotan dalam pelayanan publik sebagaimana yang
tertuang dalam laporan tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Pelayanan publik kekurangan inovasi dan efektivitas. Kontrol yang ketat
dari departemen menghambat kemampuan manajer/pimpinan organisasi
publik untuk bertindak secara efektif
2.
Pelayanan publik kurang efisien dengan banyaknya duplikasi pekerjaan dan
tugas, serta fungsi departemen saling tumpang tindih. Postur kementerian /
departemen terlalu besar dan pelayanan publik terlalu beragam juga, akibat
pelayanan publik terlalu besar untuk dikelola.
3.
Layanan yang dijalankan tidak mencerminkan kualitas yang lebih baik
terhadap pemerintahan Inggris
20
Janus Sidabalok, 2014, op.cit., hal. 11
15
4.
Sistem yang ada mencegah akuntabilitas manajemen dan tidak berorientasi
kepada hasil (result), selain itu bentuknya juga seragam sehingga perlu
perbaikan terus menerus.21
Pembentukan sebuah kebijakan tentunya dijalankan secara transparan,
sesuai dengan tujuan dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008
tentang Keterbukaan Informasi Publik. Dalam Pasal 1 angka 2, informasi publik
didefinisikan sebagai informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim
dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara
dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan Badan
Publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini serta informasi lain yang
berkaitan dengan kepentingan publik.
Keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan
pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan Badan Publik lain serta
degala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik. Pengertian Badan Publik
dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang tentang Keterbukaan Informasi Publik
adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif dan badan lain yang fungsi dan
tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara yang sebagian atau
seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan /
atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau organisasi nonpemerintah
sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
sumbangan masyarakat dan / atau luar negeri.
Berdasarkan pengertian mengenai informasi publik tersebut, maka dapat
dipahami bahwa pengelolaan informasi publik merupakan salah satu upaya untuk
mengembangkan masyarakat informasi sebagaimana tercantum dalam konsideran
menimbang huruf (d) Undang-Undang tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Kepuasan
konsumen
adalah
tingkat
perasaan
konsumen
22
setelah
membandingkan antara apa yang dia terima dan harapannya . Seorang pelanggan,
21
Mediya Lukman, 2013, Badan Pelayanan Umum, Jakarta: PT. Bumi Aksara, hal 91.
16
jika merasa puas dengan nilai yang diberikan oleh produk atau jasa, sangat besar
kemungkinannya menjadi pelanggan dalam waktu yang lama.23
Menurut Philip Kotler dan Kevin Lane Keller, manajemen pemasaran
mengatakan bahwa kepuasan konsumen adalah perasaan senang atau kecewa
seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja (hasil) produk yang
dipikirkan terhadap kinerja yang diharapkan.24
Memuaskan kebutuhan konsumen adalah keinginan setiap pelaku usaha.
Selain faktor penting bagi kelangsungan hidup perusahaan, memuaskan kebutuhan
konsumen dapat meningkatkan keunggulan dalam persaingan. Konsumen yang
puas terhadap produk dan jasa pelayanan cenderung untuk membeli kembali
produk dan menggunakan kembali jasa pada saat kebutuhan yang sama muncul
kembali dikemudian hari. Hal ini berarti kepuasan merupakan faktor kunci bagi
konsumen dalam melakukan pembelian ulang yang merupakan porsi terbesar dari
volume penjualan perusahaan.25
Faktor utama dalam menentukan tingkat kepuasan konsumen, terdapat lima
faktor utama yang harus diperhatikan oleh perusahaan yaitu :26
a.
Kualitas produk
Konsumen akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan
bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas.
b.
Kualitas pelayanan
22
Husein Umar, 1997, Study Kelayakan Bisnis. Edisi Ketiga, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama), hal.65
23
Pengertian, Faktor dan Pengukuran Kepuasan Konsumen, Muchlisin Riadi,
http://www.kajianpustaka.com/2013/04/pengertian-faktor-pengukuran-kepuasankonsumen.html, 18 Mei 2016, Pukul 20.14.
24
Philip Kotler Dan Kevin Lane Keller.,2007. Manajemen Pemasaran. Edisi Kedua Belas,
(Jakarta: Indeks), hal. 177.
25
Pengertian, Faktor dan Pengukuran Kepuasan Konsumen, Muchlisin Riadi,
http://www.kajianpustaka.com/2013/04/pengertian-faktor-pengukuran-kepuasankonsumen.html, 18 Mei 2016, Pukul 20.14.
26
Idem.
17
Terutama untuk industri jasa. Konsumen akan merasa puas bila mereka
mendapatkan pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan yang
diharapkan.
c.
Emosional
Konsumen akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang
lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan merek
tertentu yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi.
Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas dari produk tetapi nilai
sosial yang membuat konsumen menjadi puas terhadap merek tertentu.
d.
Harga
Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga yang
yang relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada
konsumennya.
e.
Biaya
Konsumen yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu
membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung
puas terhadap produk atau jasa itu.
PT. PLN (Persero) merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
diberikan mandat untuk menyediakan kebutuhan listrik di Indonesia. Sebagai
perusahaan listrik satu-satunya maka BUMN ini erat kaitannya dengan apa yang
disebut dengan tidakan monopoli.
Pengertian monopoli itu sendiri adalah suatu situasi dalam pasar dimana
hanya ada satu atau segelintir perusahaan yang menjual produk atau komoditas
tertentu yang tidak punya pengganti yang mirip dan ada hambatan bagi
perusahaan atau pengusaha lain untuk masuk dalam bidan industri atau bisnis
tersebut. Dengan kata lain, pasar dikuasai oleh satu atau segelintir perusahaan,
sementara pihak lain sulit masuk didalamnya. Karena itu, hampir tidak ada
persaingan berarti.
Pelaksanaan sebuah kebijakan tidak boleh terlepas dari asas-asas yang
mendasar atau dapat diartiikan dengan dasar, landasan, fundamen, prinsip, dan
18
jiwa atau cita- cita. Asas adalah suatu dalil umum yang dinyatakan dalam istilah
umum dengan idak menyebutkan secara khusus cara pelaksanaanya. Asas juga
dapat diartikan sebagai pengertian-pengertian dan nilai-nilai yang menjadi titik
tolak berfikir tentang sesuatu.
Dalam penelitian ini, penulis akan membahas lebih jauh tentang asas-asas
dengan permasalahan yang terkait, asas-asas tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Asas-asas dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama seluruh
pihak yang terkait, baik masyarakat, pelaku usaha, dan pemerintah yang
berdasarkan pada lima asas. Pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen,
yaitu:
a.
Asas Keadilan
Maksud dari asas ini adalah agar partispasi seluruh rakyat dapat
diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada
konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan
melaksanakan kewajibannya secara adil. Asas ini menghendaki bahwa
dengan adanya pengaturan dan penegakkan hukum perlindungan
konsumen ini, konsumen dan pelaku usaha dapat berlaku adil melalui
perolehan hak dan kewajiban secara seimbang.
b.
Asas Keseimbangan
Dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan
konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materiil dan
spiritual. Asas ini menghendaki agar konsumen, pelaku usaha, dan
pemerintah memperoleh manfaat yang seimbang dari pengaturan dan
penegakan hukum perlindungan konsumen. Kepentingan antara
konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah diatur dan harus diwujudkan
secara seimbang sesuai dengan hak dan kewajibannya masing-masing
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak ada salah satu pihak
yang mendapat perlindungan atas kepentingannya yang lebih besar
dari pihak lain.
19
c.
Asas Kepastian Hukum
Pelaku usaha dan konsumen diharap menaati hukum dan memperoleh
keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara
menjamin
kepastian
hukum.
Artinya
undang-undang
ini
mengharapkan bahwa aturan-aturan tentang hak dan kewajiban yang
terkandung di dalam undang-undang ini harus diwujudkan dalam
kehidupan sehari-hari sehingga masing-masing pihak memperoleh
keadilan.27
2.
Asas-Asas dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik.
Sebagai badan pelayanan publik, PT. PLN (Persero) dalam melaksanakan
pelayanan publik tentunya berdasarkan asas-asas pelayanan publik. Asas-asas
pelayanan publik yang berkaitan dengan penulisan diantaranya adalah:
a.
Asas transparan, yaitu bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses
oleh
semua
pihak
yang membutuhkan dan disediakan secara
memadai serta mudah dimengerti.
b.
Akuntabilitas, yaitu dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan
ketentuan
c.
peraturan perundang-undangan.
Kesamaan hak, yaitu tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan
suku, ras, agama gender dan status ekonomi.
d.
Keseimbangan hak dan tanggung jawab, yaitu Pemberian
dan
penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban
masing-masing pihak.
Dengan melaksanakan pelayanan publik yang berdasarkan asas-asas
pelayanan
publik
seperti
transparan,
27
Janus Sidabalok, 2014, Ibid., hal. 26-27.
20
akuntabilits,
kesamaan
hak,
dan
keseimbangan dan kewajiban, para penyelenggara pelayanan dapat melaksanakan
peranan yang baik dalam memberikan pelayanan.28
3.
Asas-Asas dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik.
Sebagai Perusahaan public service, PT. PLN (Persero) wajib memberikan
informasi yang dibutuhkan kepada masyarakat. Informasi publik merupakan salah
stu ciri penting negara demokatis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk
mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik. Undang-Undang tentang
Keterbukaan Informasi Publik mempunyai asas bahwa setiap informasi publik
bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi publik;
F.
Metode Penelitian
1.
Metode Pendekatan
Penelitian ini menggunakan metode normatif yaitu dengan mengkaji
dari bahan-bahan hukum maupun peraturan perundang-undangan yang
memiliki kaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini, sehingga dapat
diarahkan untuk menggali konsep-konsep, teori, asas-asas, dan normanorma hukum, serta informasi dan data sekunder yang memiliki keterkaitan
satu dengan lainnya, baik dengan data primer, sekunder maupun data tertier.
Adapun penelitian hukum normatif dapat dilakukan dengan adanya
pendekatan hukum sosiologis melalui studi lapangan untuk mendapatkan
data-data primer yang terkait dengan perlindungan konsumen terhadap
diberlakukannya Sistem Pra Bayar oleh PT. PLN (Persero).
2.
Sumber Data
Penelitian ini bersifat normatif, maka data yang digunakan adalah data
sekunder. Data-data sekunder yaitu bahan pustaka yang berisikan tentang
28
Asas-asas Pelayanan Publik, http://bahanbelajaronline.com/asas-asas-pelayananpublik/Tanggal 26 Mei 2016, Pukul 13.25 Wib.
21
informasi tentang bahan hukum primer. Sebagai data penunjuk penelitian ini
juga menggunakan data-data tersier. Data-data hukum terdiri dari:
2.1
Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat.
Dalam penelitian ini data dari bahan hukum primer dapat diperoleh
dari aturan hukum yang terdiri dari:
2.1.1
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
2.1.2
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen;
2.1.3
Undang-Undang No. 24 Tahun 2009 Tentang Pelayanan
Publik;
2.1.4
Undang-Undang
No.
30
Tahun
2009
Tentang
Ketenagalistrikan;
2.1.5
Undang-Undang No 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan
Informasi Publik;
2.1.6
Peraturan Menteri ESDM No. 33 Tahun 2014 Tentang
Tingkat Mutu Pelayanan dan Biaya Listrik oleh Perusahaan
Perseroan (Persero) PT. Perusahaan Listrik Negara;
2.2
Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan yang memberi penjelasan
mengenai bahan hukum primer, yaitu : pendapat atau tulisan para ahli,
buku-buku tentang perlindungan konsumen, pelayanan publik, dan
tentang ketenagalistrikan, bahan bacaan atau artikel yang terkait
dengan penelitian dan pendapat para sarjana dan ahli, serta kasuskasus hukum. Dengan uraian sebagai berikut:
2.2.1
Berbagai kepustakaan mengenai perlindungan konsumen
ditinjau dengan penerapan sistem Pra Bayar layanan dari
PT. PLN (Persero);
22
2.2.2
Hasil penelitian dan karya ilmiah yang berhubungan dengan
perlindungan konsumen ditinjau dengan penerapan sistem
Pra Bayar layanan dari PT. PLN (Persero);
2.2.3
Buku-buku
yang
berhubungan
dengan
perlindungan
konsumen ditinjau dengan penerapan sistem Pra Bayar
layanan dari PT. PLN (Persero);
2.3
Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk atau
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus
hukum, kamus Bahasa Indonesia, ensiklopedia dan pedoman
penulisan
tesis
Program
Magister
Ilmu
Hukum
Universitas
dengan
menelusuri
Tanjungpura.
3.
Teknik dan Alat Pengumpul Data
3.1. Penelitian Kepustakaan (library research)
Pengumpulan
data
dilakukan
dokumen-dokumen
yang
berkaitan
dengan
perlindungan
konsumen ditinjau dengan penerapan sistem Pra Bayar layanan
dari PT. PLN (Persero) Wilayah Kalimantan Barat area
Pontianak, termasuk pula pada penelusuran data melalui situs
internet.
3.2. Penelitian Lapangan (field research)
Penelitian lapangan yang dilakukan dengan cara mencari
bahan data primer yang terkait dengan perlindungan konsumen
ditinjau dengan penerapan sistem Pra Bayar layanan dari PT.
PLN (Persero) Wilayah Kalimantan Barat area Pontianak,
termasuk pula pada penelusuran data melalui situs internet, yaitu
meliputi wawancara sebagai informan sebagai berikut:
23
1). Asisten Manager bagian Niaga PT. PLN (Persero) wilayah
Kalimantan Barat area Pontianak, dengan Bapak Redi
Zusanto, tanggal 16 Mei 2016, di Jalan Adisucipto.
2). Staff Bagian Hukum pada PT. PLN (Persero) wilayah
Kalimantan Barat area Pontianak, Bapak Arif, tanggal
12 Mei 2016, di Jalan Adisucipto.
3). Asisten Manager bagian Pelayanan dan Administrasi
PT. PLN (Persero) wilayah Kalimantan Barat area
Pontianak, dengan Bapak Maulana, tanggal 12 Mei 2016, di
jalan Ahmad Yani.
4). Ketua Lembaga Pemberdayaan Konsumen dan Lingkungan
(LPKL) Kalimantan Barat dengan Bapak Burrhanudin
Harris, tanggal 14 Mei 2016, di Jalan Putri Candra Midi
Gg. Nurcahaya.
4.
Teknik Pengumpulan Data
4.1. Data yang dikutip dari bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder berupa konsep, pendapat para ahli dan teori-teori
hukum akan dikaji untuk pembahasan tesis yang relevan.
4.2. Data yang diperoleh dari hasil wawancara akan dianalisis dan
diolah sesuai dengan penggolongan dan dituangkan di dalam
bab analisis hasil penelitian ini.
5.
Metode Analisis
Metode untuk penelitian ini adalah secara kualitatif, dengan
memperhatikan peraturan perundang-undangan yang terkait agar
penerapan sistem Pra Bayar dari PT. PLN (Persero) Wilayah
Kalimantan Barat area Pontianak tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan. Penelitian ini dipaparkan secara deskriptif
analisis yaitu menguji data dengan teori dan perundang-undangan
yang berkaitan dengan perlindungan konsumen, serta menganalisis
24
asas-asas yang dilanggar dalam penerapan sistem Pra Bayar layanan
dari PT. PLN (Persero) Wilayah Kalimantan Barat area Pontianak.
G.
Kesimpulan
Penerapan suatu produk baru dalam perusahaan tidak terlepas dari adanya
kebijakan yang dibentuk oleh organ-organ perusahaan, sama halnya pada
pembentukan kebijakan publik, kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang
dibuat oleh pemerintah sebagai pembuat kebijakan untuk mencapai tujuan-tujuan
yang bermanfaat bagi masyarakat secara luas. Penerapan kebijakan atas sistem
pra bayar yang mengurangi sistem pasca bayar secara perlahan tidak sesuai
dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Pemberlakuan
produk
layanan
oleh
PT.
PLN
(Persero)
perlu
memperhatikan aspek-aspek hukum yang berkaitan, agar penerapan produk yang
diberikan oleh badan public service kepada konsumen agar tidak melanggar halhal yang bersifat fundamental, terlebih lagi begesekan pada kehidupan
bermasyarakat pada umumnya.Penerapan layanan sistem listrik pra bayar, dilihat
dari peraturan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah membatasi
hak-hak konsumen khususnya dalam Pasal 4 huruf b dan c. Penerapan sistem ini
memberatkan konsumen karena biaya-biaya yang dibebankan kepada konsumen,
seperti biaya PPJU (Pajak Penerangan Jalan Umum), Biaya administrasi yang
berbeda-beda, selain itu konsumen dibatasi dalam mendapatkan hak pilih dalam
menentukan produk yang ingin digunakannya.
25
DAFTAR PUSTAKA
Darus, Mariam, 1980, Perlindungan Terhadap Konsumen Ditinjau dari Segi
Standar Kontrak (Baku), Makalah Simposium Aspek-aspek Hukum Perlindungan
Konsumen, BPHN-Binacipta.
Kristiyanti,Celina Tri Siwi 2008, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta:
Sinar Grafika.
Lukman, Mediya 2013, Badan Pelayanan Umum, Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Mertokusumo,
Sudikno,
1985,
Hukum
Acara
Perdata
Indonesia,
Yogyakarta: Liberty.
Mertokusumo, Sudikno, 1986, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar,
Yogyakarta: Liberty.
Nasution, Az., 1995, Konsumen dan Hukum, (Jakarta: Sinar Harapan), hal.
Nasution, Az., 1994, Iklan dan Konsumen (Tinjauan dari Sudut Hukum dan
Perlindungan Konsumen), dalam Manajemen dan Usahawan Indonesia, Nomor 3,
Tahun XXIII, LPM FE-UI, Jakarta.
Sibadalok, Janus, 2014, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia,
(Bandung: Citra Aditya Bakti).
Subekti, 2005, Pokok-pokok Hukum Perdata, Cetakan XXII, Jakarta:
Intermasa.
Tebbens, Harry Duintjer 1980, International Product Liability, Netherland:
Sijthoff & Noordhoff International Publishers.
Toar,
Agnes
M.
1988,
Tanggung
Jawab
Produk,
Sejarah
dan
Perkembangannya di Beberapa Negara, DKIH Belanda-Indonesia, Ujung
Pandang.
26
Jurnal
Nugroho, Dwi Widhi, 2012, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen
Pengguna Jasa Angkutan Udara Dalam Hal Ganti Rugi, S2 thesis, UAJY.Ejournal.uajy.ac.id/363/3/2MIH01444.pdf,hal.24, tgl. 13 Juni 2016, Pukul 18.03
Wib.
27
Download