Desain Tranduser Suhu Dengan Rangkaian Perata Dan Modulator

advertisement
Jurnal ILMU DASAR Vol. 5 No.1, 2004 : 55-61
55
Desain Tranduser Suhu Dengan Rangkaian Perata
Dan Modulator Frekuensi Untuk Transmisi Fiber Optik
(Temperature Transducer Desain With Averager And Frequency Modulation
Circuit For Fiber Optic Transmission)
Misto
Staf Pengajar Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Jember
ABSTRACT
Temperature transducer circuit has been developed with averaged circuit and frequency
modulator for optical fiber transmission. The first circuit contain of temperature-voltage converter
built in two circuits, each use MTS 102 Motorola diode temperature sensor, REF 200 dual 100 mA
source current from Burr-Brown, and amplifier. The amplifier outputs of the two converter
circuits are feed to averaged circuit by using mA 741 op-amp and resistor components. The
voltage output of averaged circuit then modulated by frequency modulator by using LM 556
voltage-controlled device as voltage-frequency converter. Then, the output of modulator is feed to
LED driver by using transistor circuits. The output of LED driver is feed to fiber optic linked with
photo detector circuits and frequency meter. The result of the circuit design show that the circuit
give average frequency response of 72,3 Hz/°C for temperature of 0 to 150 °C, pulse width is 0,5
T, T = 1/f, f = frequency (Hz).
Keywords: transducer, averaged circuits, modulator
PENDAHULUAN
Terdapat banyak sensor dan metode yang dikembangkan untuk mengukur suhu suatu obyek atau
ruangan, diantarannya dengan menggunakan perangkat semikonduktor, perangkat termokopel, dan
perangkat optik (Sarwono, 1990). Sensor semikonduktor dapat digunakan untuk mengukur suhu
suatu obyek dengan respon yang baik tetapi mempunyai keterbatasan dalam hal jangkauannya.
Sensor yang lain seperti perangkat termokopel dan perangkat optic dapat memberikan jangkauan
yang lebar tetapi sangat mahal (Sarwono, 1990).
Dioda MTS 102 semikonduktor keluaran Motorola yang didesain dapat bekerja di otomotif,
industri dan kebutuhan lain konsumen dapat mengatasi keterbatasan di atas. Dioda ini mempunyai
akurasi 2 mV/°C pada jangkauan pengukuran dari –40 hingga 150 °C (Burr-Brown, 1993).
Untuk keperluan pengkondisian sinyal dari tranduser suhu yang menggunakan diode MTS 102
dan sumber arus REF 200 dual 100 mA dibutuhkan penguat amplifier mA 741 yang dicatu daya ± 15
V. Dengan merangkai komponen dioda, REF 200 dual 100 mA dan mA 741 maka dapat diperoleh
konfigurasi untuk memenuhi kebutuhan pengukuran pada jangkauan tertentu (Burr-Brown, 1993).
Sedangkan transmisi fiber optik dapat memberikan keuntungan karena komponen tersebut adalah
non konduktor sehingga sepanjang yang dilalui transmisi ini akan terbebas dari peristiwa hubung
pendek (Singh, 1996).
Pada penelitian ini dirancang transduser suhu dengan menggunakan dioda MTS 102 dan sumber
arus REF 200 dual 100 mA. Transduser dibuat dua buah yang dihubungkan dengan rangkaian
perata. Ditambahkan pula rangkaian pengkondisi fisis sinyal berupa modulator frekuensi yang
berfungsi sebagai pemodulasi sinyal agar terkondisi dalam variasi amplitudo (tegangan) berubah
menjadi variasi frekuensi. Untuk keperluan transmisi fiber optik digunakan transmitter LED, sinyal
yang telah dimodulasi, dikondisikan arusnya dengan menggunakan rangkaian penggerak LED dan
transmisi fiber optik. Rangkaian kemudian diuji dengan menggunakan rangkaian fotodetektor dan
alat ukur frekuensi (frekuensimeter).
TEORI
Rangkaian Transduser Suhu
Untuk mengubah besaran suhu ke besaran listrik (tegangan) dibutuhkan sebuah sensor dan
Jurnal ILMU DASAR Vol. 5 No.1, 2004 : 55-61
56
rangkaian elektronik tertentu yang membentuk sebuah transduser. Rangkaian transduser suhu yang
dibuat memakai sensor suhu MTS 102 buatan Motorola yang dirangkai dengan sumber arus REF
200 dual 100 μA dan op-amp dapat dibuat seperti pada Gambar 1.
Gambar 1. Transduser suhu
Kedua sumber arus 100 mA pada rangkaian seperti pada gambar 1 masing-masing dihubungkan
dengan dioda (dari transistor MTS 102 dengan basis terhubung singkat dengan kolektornya) dan
yang lain dihubungkan dengan tahanan (dari potensiometer yang berfungsi sebagai pengaturan nol).
Dengan mengambil tegangan pada bagian anoda dari dioda yang terhubung seperti pada gambar 1,
keduanya dihubungkan dengan rangkaian penguat yang berpenguatan (R2/R1) dan (1+R2/R1),
sehingga keluaran tegangan dari rangkaian seperti Gambar 1 adalah
(1)
di mana :
RZE =
RO
tahanan untuk pengaturan nol
(Ω)
Jurnal ILMU DASAR Vol. 5 No.1, 2004 : 55-61
57
vBE
= tegangan dioda (V)
Tegangan vBE (persamaan 1) adalah tegangan dioda MTS 102 yang berubah terhadap suhu.
Data pabrikasi vBE berharga 0,600 volt pada suhu
.
Rangkaian Perata
Untuk mendapatkan harga rata-rata dari dua keluaran transduser suhu digunakan rangkaian perata
seperti pada Gambar 2.
Gambar 2. Rangkaian perata
Keluaran dari dua transduser Vo1 dan Vo2 dari rangkaian perata (Gambar 2) dimasukkan pada
terminal (-) dari penguat operasional mA 741 melalui tahanan R1 dan R2. Apabila rangkaian diberi
umpan balik dengan sebuah tahanan RF dan bagian terminal (+) dari penguat operasional
ditanahkan melalui tahanan RB, maka tegangan keluaran vo dapat ditentukan dengan persamaan :
(2)
dengan membuat R1= R2 = 2R3 maka diperoleh persamaan
(3)
dan
(4)
Modulator Frekuensi
Untuk dapat ditransmisikan melalui fiber optik sinyal analog perlu dimodulasi terlebih dahulu
dengan menggunakan modulator frekuensi. Variasi frekuensi keluaran modulator frekuensi
bergantung pada tegangan masukan.
Modulasi frekuensi dapat dihasilkan dengan memvariasi frekuensi osilator atau menggunakan
gelombang termodulasi pergeseran fasa. Yang terakhir ini mengacu pada FM yang termodulasi fasa
(Tischler, 1992).
Pada penelitian ini sebelum sinyal keluaran rangkaian perata diumpankan ke rangkaian
penggerak LED, sinyal dimodulasi dahulu dengan menggunakan modulator frekuensi yang
mempunyai rangkaian seperti pada Gambar 3.
Jurnal ILMU DASAR Vol. 5 No.1, 2004 : 55-61
58
Gambar 3. Modulator frekuensi
Tegangan masukan diumpankan pada kaki 6 pada IC 566. Frekuensi osilasi dari modulator
Gambar 3 dapat berlangsung dari 10 kHz hingga 100 kHz. Osilator yang dibangun dari IC
voltage-controlled device (VCD) 566 dengan keluaran berupa gelombang kotak. Perubahan
tegangan dapat terjadi pada kaki 5 atau 6 (dari IC 566) yang akan menggeser frekuensi osilasi
(Tischler, 1992).
Frekuensi osilasi dari modulator pada Gambar 3 di atas dapat ditentukan dengan persamaan
(Tischler, 1992).
(5)
dengan VCC= tegangan catu (V)
Vc = tegangan pengontrol pada kaki 6 (V)
R3, R4, C3 = elemen pengontrol frekuensi. Tegangan keluaran dari osilator (modulator)
dapat diperoleh pada kaki 3 (berbentuk pulsa kotak) dan kaki 4 (berbentuk pulsa segitiga). Lebar
pulsa gelombang sinyal hasil konversi tegangan ke frekuensi adalah 0,5 T (T= periode sinyal),
dengan T sebesar :
Jurnal ILMU DASAR Vol. 5 No.1, 2004 : 55-61
59
(6)
dan siklus aktif sebesar 50 %.
Rangkaian Penggerak LED dan Fiber Optik
Rangkaian berikutnya setelah modulator adalah rangkaian transmiter untuk “penggerak”(penyala,
pen-driver) LED. Arus bias adalah arus searah (dc) yang ditambahkan pada kuat arus sinyal (dari
Vi) agar LED menyala. Rangkaian penggerak LED yang telah dibuat seperti ditunjukkan oleh
Gambar 4. Potensiometer R3 menentukan kuat arus bias IEQ2 yang melalui LED. Pada dasarnya
”penggerak” LED dapat dibuat dari penguat transistor emiter bersama yang disambung dengan
penguat transistor kolektor bersama. LED yang digunakan pada rangkaian ini adalah tipe OSL 106
dengan panjang gelombang cahaya nyala 850 nm (1 mW). Sedang fiber optik yang digunakan
berdiameter core 0.1 mm single mode, step index.
Gambar 4. Rangkaian penggerak LED
Rangkaian Fotodetektor Dan Pengukur Frekuensi
Rangkaian fotodetektor yang telah dibuat terdiri dari komponen fotodioda (PD) BPW 34,
prapenguat IC LF357 (dengan tahanan balik RF 100 kW dan tahanan masukan R1 100 kW).
Rangkaian ini berfungsi untuk mengkonversi sinyal optic menjadi tegangan. Agar dapat berfungsi
sebagai fotodetektor, fotodioda ini diberi tegangan bias V = 9 volt. Tegangan keluaran rangkaian
fotodetektor dan prapenguat dapat ditentukan dengan persamaan 7.
Jurnal ILMU DASAR Vol. 5 No.1, 2004 : 55-61
60
(7)
Kuat arus i pada persamaan 7 bergantung pada responsivitas fotodetektor. Untuk BPW 34
responsivitasnya 0,62 A/watt pada panjang gelombang 850 nm.
Gambar 5. Rangkaian penguji
DESAIN RANGKAIAN DAN METODE EKSPERIMEN
Pada penelitian ini digunakan metode perancangan dengan desain rancangan rangkaian yang
mempunyai diagram blok seperti pada Gambar 6.
Transduser 1
Sistem fiber optik
Rangkaian Perata
Modulator Frekuensi
Penggerak LED
Rangkaian
fotodetektor
Frekuensi-meter
Tranduser 2
Gambar 6. Blok diagram pengukur suhu
Jurnal ILMU DASAR Vol. 5 No.1, 2004 : 55-61
61
Masing-masing bagian dari blok diagram pada gambar 6 tersebut seperti tergambar pada
Gambar 1, Gambar 2, Gambar 3, Gambar 4 dan Gambar 5. Konversi suhu ke tegangan oleh
transduser 1 dan transduser 2 dirata-rata oleh rangkaian perata. Keluaran rangkaian perata dalam
bentuk tegangan kemudian diumpankan ke modulator frekuensi untuk diubah menjadi frekuensi.
Agar sinyal mempunyai arus yang cukup, maka hasil modulasi diumpankan ke rangkaian penggerak
LED.
Sinyal optik keluaran LED diumpankan melalui lensa pemfokus ke fiber optik yang panjangnya
10 m. Keluaran fiber optik kemudian dideteksi dengan menggunakan fotodetektor fotodioda
BPW34 yang dirangkai dengan prapenguat IC LF 357 dan pengukur frekuensi (frekuensimeter).
HASIL DAN PEMBAHASAN
ini diberlakukan untuk mengukur suhu dari
dan
Desain dari pengukur suhu
. Hasil percobaan untuk menentukan
vBE pada persamaan (1) untuk suhu
hingga
seperti pada grafik pada Gambar 7.
Hasil pengukuran seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7, menunjukkan bahwa untuk setiap
perubahan
diperoleh perubahan sebesar 2 mV. Besar vBE dari hasil pengukuran kemudian
dapat digunakan untuk menentukan besar vo dari rangkaian transduser (Gambar 1) dengan
membuat R1=R2 melalui perhitungan (persamaan 1). Harga vo dari transduser dengan rangkaian
seperti pada Gambar 2 dapat juga diperoleh melalui pengukuran dan hasilnya diberikan seperti pada
Tabel 1. Pada tabel tersebut juga ditunjukkan hasil pengukuran keluaran dari rangkaian perata
(Vo1) tegangan Vc pada kaki 6 dan frekuensi f tegangan keluaran modulator.
Sedangkan hasil pengukuran frekuensi dari tegangan keluaran modulator (kaki 3) seperti
ditunjukkan oleh grafik pada Gambar 8.
Jurnal ILMU DASAR Vol. 5 No.1, 2004 : 55-61
62
Gambar 7. Grafik hubungan vBE terhadap suhu
Tabel 1. Hasil pengukuran Vo, Vo1, Vc dan f
Suhu (oC)
0
25
50
75
100
125
150
Vo (V)
0,35
0,40
0,45
0,51
0,55
0,60
0,64
Vo1 (V)
-0,35
-0,40
-0,45
-0,51
-0,55
-0,60
-0,64
Vc (V)
f (kHz)
8,66
8,60
8,55
8,50
8,44
8,40
8,35
50,26
52,12
53,94
55,77
57,50
59,27
61,08
Gambar 8. Harga frekuensi untuk berbagai suhu
Dari tabel 1 dapat ditunjukkan bahwa pada setiap perubahan 0,1 volt tegangan keluaran
rangkaian transduser (vo) menghasilkan perubahan frekuensi sebesar 3,5 kHz. Sebagai akibat dari
Vc meningkat, maka frekuensi keluaran modulator menurun. Penurunan atau peningkatan dalam
kontrol tegangan agar lebih optimum diatur dengan perubahan R3 (pada rangkaian modulator).
Tingkat tegangan Vc akan menentukan deviasi frekuensi dan frekuensi menentukan perubahan
kecepatan pulsa. Perubahan frekuensi yang terjadi mendekati harga 72 Hz untuk setiap perubahan
suhu sebesar
. Bentuk pulsa kotak yang dihasilkan mempunyai lebar 0,5 periode (T),
berbanding terbalik dengan frekuensi f dari keluaran modulator dan mempunyai siklus aktif 50 %.
Pada penggerak LED (Gambar 4), R3 diatur pada tegangan +1,14 volt (untuk transmisi fiber
optik lebih kurang 10 meter) agar tingkat (level) arus bias IEQ2 yang mengalir pada emiter dari
transistor Q2 untuk menyalakan LED berada pada level 30 mA (untuk transmisi fiber optik
sepanjang 10 m).
Namun apabila cahaya LED akan ditransmisikan pada pemandu gelombang (fiber optik) yang
lebih panjang maka IEQ2 perlu diperbesar dengan cara merubah R3. Hasil perubahan R3 pada
rangkaian penggerak LED (Gambar 4) mengakibatkan tegangan pada R3 (atau VR3) dan arus
penggerak LED IEQ2 berubah seperti pada Tabel 2. Hasil pengujian keluaran fiber optik pada
pengukuran suhu dari 0 hingga 150°C pada IEQ2 = 30 mA dengan rangkaian fotodetektor dan
pengukur frekuensi seperti pada Tabel 3.
Jurnal ILMU DASAR Vol. 5 No.1, 2004 : 55-61
63
Tabel 2. Harga VR3 dan IEQ2
VR3 (V)
0,89
0,95
1,00
1,05
1,10
1,15
1,17
1,25
1,30
IEQ2 (mA)
42
41
40
37
34
29
20
1
0
Tabel 3 Hasil pengujian keluaran fiber optik
Suhu (°C)
0
25
50
75
100
125
150
Tegangan pada
prapenguat (V)
3,9
4,1
4,1
4,1
4,1
4,1
4,1
Frekuensi terukur
frekuensimeter (kHz)
50,25
52,10
54,00
55,95
56,10
57,60
59,40
Dari data hasil pengujian keluaran fiber optik (Tabel 3), keluaran frekuensi yang terukur oleh
frekuensimeter menunjukkan bahwa setiap perubahan suhu sebesar 1°C diperoleh perubahan
frekuensi rata-rata 72 Hz. Lebar pulsa dari sinyal sebesar 0,5 T (T = perioda), dengan perioda yang
harganya berbanding terbalik dengan frekuensi (f), sedangkan frekuensi bergantung pada harga
suhu.
KESIMPULAN
Telah dibuat pengukur suhu dengan rangkaian perata, modulator dan rangkaian penggerak LED,
transmisi fiber optik dan rangkaian fotodetektor yang terhubung dengan frekuensimeter. Rangkaian
transduser yang telah dibuat memberikan perubahan tegangan keluaran sebesar 2 mV untuk setiap
perubahan suhu sebesar
. Sedangkan untuk frekuensi diperoleh perubahan sebesar 72 Hz untuk
setiap perubahan suhu
. Lebar pulsa dari sinyal sebesar 0,5 T (T= periode) dan siklus aktif 50
%. Agar dapat menggerakkan LED maka pengaturan tingkat arus perlu dilakukan menyesuaikan
dengan panjang fiber optik yang digunakan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada sejawat di Jurusan Fisika FMIPA Universitas Jember
yang telah memberi bantuan untuk terwujudnya artikel ini.
DAFTAR PUSTAKA
Burr-Brown, 1993. Diode in Temperature Measurement , Burr-Brown International Ltd., Meadow.
Denton J., 1989. Operational Amplifier and Linear Integrated Circuits: Theory and Applications,
Mc-GrawHill, Inc, New York.
Hund E., 1989. Microwave Communications:Componens and Circuits, Formerly of Pierce College,
Los Angelos, California.
Lorrain P.C., 1990. Electromagnetism, WH Freeman and Company, New York.
Jurnal ILMU DASAR Vol. 5 No.1, 2004 : 55-61
64
Neudeck H., 1976. Electronic Circuit Analysis and Design, Houghton Mifflin Company, Boston.
Sarwono S., 1990. Piranti ukur Elektronik Untuk Industri Pangan, PAU IPB Bogor.
Sedra S., 1989. Rangkaian Mikroelektronik, Jilid I Penerbit Airlangga, Jakarta.
Singh J., 1996. Optoelectronics, McGraw-Hill Book Co, New York.
Tischler M., 1992. Optoelectronics:Fiber Optics and laser, second edition, McGraw-Hill,
Singapore.
Download