BAB I PENDAHULUAN Bagian ini akan menguraikan tentang

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
Bagian ini akan menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah
yang meliputi: 1) Bagaimana efektivitas kebijakan pendidikan Budi Pekerti pada
komunitas Homeschooling sekolah Dolan Kota Malang, 2) Kendala apa saja yang
dihadapi dalam implementasi kebijakan pendidikan Budi Pekerti pada komunitas
Homeschooling sekolah Dolan Kota Malang, 3) Bagaimana solusi yang di
lakukan dalam meningkatkan efektivitas kebijakan pendidikan Budi Pekerti pada
komunitas Homeschooling sekolah Dolan Kota Malang, batasan penelitian, tujuan
penelitian, kegunaan penelitian, dan penegasan istilah.
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan dasar bagi manusia untuk dapat belajar dan
berkembang sehingga menjadi manusia yang memiliki pengetahuan yang luas
serta memiliki kemampuan di bidangnya masing-masing. Pendidikan adalah salah
satu sasaran untuk mewujudkan tujuan pembangunan di Indonesia. Pendidikan
dianggap penting untuk menghasilkan perubahan dan pengembangan perilaku
yang diharapkan masyarakat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Dekdikbud
(1995), Pendidikan dimaknai sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam suatu usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran itu sendiri". Dalam konteks formal, makna pendidikan
sebagaimana tertulis dalam Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pasal I adalah:
1
"Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara".
Persoalan pendidikan moral atau budi pekerti atau akhlak sampai saat ini
masih menjadi fokus pembicaraan yang menarik untuk selalu dikaji dan dicarikan
solusinya. Karena sampai saat ini bangsa Indonesia masih senantiasa dihadapkan
pada berbagai permasalahan sosial dan moral yang muncul seperti: 1) masih
tingginya kasus tindakan kekerasan, baik yang terjadi pada pelajar, mahasiswa,
masyarakat, dalam keluarga, maupun kekerasan yang dilakukan oleh preman atau
juga oknum penguasa; 2) perampokan secara sadis yang disertai pemerkosaan
atau pembunuhan; 3) meningkatnya dekandensi moral, etika/sopan santun para
pelajar; 4) meningkatnya ketidak jujuran pelajar, seperti menyontek, suka bolos,
suka mengambil barang milik orang lain; 5) berkurangnya rasa hormat terhadap
orang tua, guru, dan terhadap figur-figur yang seharusnya dihormati; 6) timbulnya
gelombang perilaku yang merusak diri sendiri seperti perilaku seks bebas,
penyalahgunaan narkoba, dan perilaku bunuh diri; 7) semakin lunturnya sikap
saling hormat-menghormati dan rasa kasih sayang diantara manusia, serta
semakin meningkatnya sifat kejam dan bengis terhadap sesama; 8) maraknya
korupsi, kolusi dan nepotisme serta berbagai persoalan lainnya yang mengarah
pada terjadinya dekadensi moral bangsa.
Persoalan di atas menunjukkan bahwa orientasi pembangunan nasional ke
arah terbentuknya jati diri bangsa yang disiplin, jujur, beretos kerja tinggi, serta
berakhlak mulia belum dapat diwujudkan bahkan cenderung menurun.
Mencermati persoalan demikian, orang kemudian berpaling pada pendidikan.
2
Pendidikan nasional dianggap telah gagal dalam menyemai moral serta karakter
bangsa yang berbudi pekerti luhur.
Ada tiga asumsi yang menyebabkan gagalnya pendidikan moral/budi
pekerti ke dalam sikap dan perilaku siswa. Pertama, adanya anggapan bahwa
persoalan pendidikan moral adalah persoalan klasik yang penanganannya adalah
sudah menjadi tanggung jawab guru agama dan guru PPKn. Kedua, rendahnya
pengetahuan dan kemampuan guru dalam mengembangkan dan mengintegrasikan
aspek-aspek moral/budi pekerti ke dalam setiap mata pelajaran yang diajarkan.
Dan ketiga, proses pembelajaran mata pelajaran yang berorientasi pada akhlak dan
moralitas serta pendidikan agama cenderung bersifat transfer of knowledge dan
kurang diberikan dalam bentuk latihan-latihan pengalaman untuk menjadi corak
kehidupan sehari-hari.
Berangkat dari berbagai permasalahan di atas, maka banyak pihak mulai
memikirkan kembali tentang perlunya pendidikan moral, pendidikan watak atau
pendidikan budi pekerti diajarkan di sekolah-sekolah. Mulyadi (2007) menyatakan
bahwa selain tidak puas dengan sistem pendidikan di sekolah, sebagian orangtua
memilih sistem homeschooling karena anak membutuhkan perhatian khusus
seperti: pada anak autisme, hiperaktivitas, ataupun karena kendala geografis, dan
juga karena ingin membentengi pergaulan bebas atau ingin menjalankan nilai-nilai
agama tertentu.
Sistem Pendidikan Nasional Indonesia mengakui ada 3 jalur pendidikan,
yaitu pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan nonformal. Ketiga
jalur ini saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan formal adalah
pendidikan yang diselenggarakan melalui program-program sekolah, pendidikan
3
informal adalah pendidikan lingkungan keluarga dan masyarakat, dan pendidikan
nonformal adalah pendidikan yang diselenggarakan secara terstruktur di luar
sekolah.
Pendidikan informal yang mulai berkembang di Indonesia sekarang ini,
salah satunya adalah pendidikan homeschooling. Homeschooling adalah fenomena
baru di kalangan pendidikan di Indonesia. Walaupun homeschooling sebenarnya
tidak sama sekali baru, karena sudah sejak bertahun-tahun lalu sebagian orang tua
memilih homeschooling bagi pendidikan anaknya. Saat ini homeschooling
menemukan momentumnya terutama dari aspek publisitas. Salah satu pemicu
publisitas itu adalah mulai tumbuhnya kecenderungan sebagian orang tua untuk
menjadikan homeschooling sebagai pilihan pendidikan. Apalagi ada sejumlah
publik figur yang turut serta meramaikan perbincangan mengenai homeschooling
ini, sebut saja Kak Seto yang dikenal sebagai tokoh pendidikan anak yang
melakukan homeschooling kepada tiga orang putrinya.
Menurut Holt (dalam Simbolon, 2008), filosofi berdirinya homeschooling
adalah manusia pada dasarnya makhluk belajar dan senang belajar, kita tidak
perlu ditunjukkan bagaimana cara belajar. Yang membunuh kesenangan belajar
adalah orang-orang yang berusaha menyelak, mengatur, atau mengontrolnya.
Didorong oleh filosofi tersebut, pada tahun 1960-an terjadi perbincangan dan
perdebatan luas mengenai pendidikan sekolah dan sistem sekolah. Sebagai guru
dan pengamat anak dan pendidikan, Holt menyatakan bahwa kegagalan akademis
pada siswa tidak ditentukan oleh kurangnya usaha pada sistem sekolah, tetapi
disebabkan oleh sistem sekolah itu sendiri. Pada waktu yang hampir bersamaan,
akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an, Ray dan Dorothy Moor melakukan
4
penelitian mengenai kecenderungan orang tua menyekolahkan anak lebih awal
(early childhood education). Penelitian mereka menunjukkan bahwa memasukkan
anak-anak pada sekolah formal sebelum usia 8-12 tahun bukan hanya tak efektif,
tetapi sesungguhnya juga berakibat buruk bagi anak-anak, khususnya anak-anak
laki-laki karena keterlambatan kedewasaan mereka Sumardiono (2007).
Pembelajaran
yang
diselenggarakan
di
sekolah
memberlakukan
seperangkat peraturan yang sangat mengikat peserta didik. Penerapan disiplin
yang terlalu kaku, banyaknya aturan yang terlalu mengikat dan suasana belajar
yang terlalu formal, tanpa disadari sering kali membebani dan memasung
kreativitas peserta didik. Persaingan antar peserta didik yang dibangun dalam
iklim sekolah menyebabkan sebagian peserta didik merasa “stress” sehingga lebih
memandang belajar sebagai kewajiban dan beban, bukan sebagai kebutuhan.
Pembelajaran yang dilakukan di sebagian sekolah formal juga sering terlepas dari
konteks kehidupan sosial dan lingkungan sehari-hari peserta didik. Hal ini
menyebabkan peserta didik kesulitan dalam memaknai dan menerapkan materi
yang diperoleh dalam situasi yang nyata.
Dunia pendidikan sekarang telah melupakan tujuan utama pendidikan
yang mengembangkan pengetahuan, sikap, keterampilan secara simultan dan
seimbang. Dunia pendidikan kita telah memberikan porsi yang besar untuk
pengetahuan, tetapi melupakan pengembangan sikap/nilai dan prilaku dalam
pembelajarannya, akibatnya
anak-anak banyak mengalami krisis nilai budi
pekerti. Pendidikan budi pekerti memiliki makna yang sama dengan pendidikan
moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya
menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik.
5
Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas
pelaksanaan budi pekerti pada lembaga pendidikan formal maupun lembaga
pendidikan informal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang
berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja maupun anak usia dini dalam
masyarakat, seperti perkelahian masal dan berbagai kasus dekadensi moral
lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu, seperti Jakarta, Bandung
dan
Surabaya gejala tersebut sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena
itu pendidikan formal maupun informal sebagai wadah pembinaan generasi
mudah sangat diharapkan dalam meningkatkan perannya dalam pembentukan
kepribadian siswa atau anak didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas
pendidikan budi pekerti. Pembinaan budi pekerti pada pendidikan informal dapat
diajarkan melalui pembinaan yang dilakukan oleh orangtuanya di rumah atau
dengan pembelajaran sistem homeschooling.
Berangkat dari fenomena itulah kemudian muncul homeschooling atau
sekolah rumah, sebagai perwujudan hak anak untuk mendapat pendidikan sesuai
dengan apa yang mereka inginkan atau butuhkan. Homeschooling dapat dilakukan
oleh siapa pun, di manapun (kecuali di sekolah, tentunya), dan dengan cara apa
pun, sehingga lebih fleksibel serta sesuai dengan kebutuhan dan pola anak.
Misalnya, dengan mengajak anak berbelanja. Di sini, secara tidak langsung anak
belajar tentang matematika, sosialisasi, perencanaan, dan sebagainya.
Prospek homeschooling di Indonesia akan terus berkembang untuk masa
mendatang, Mandari (2004) menyatakan beberapa alasannya: Pertama, kondisi
pendidikan yang kian mengalami school distrust akan mendorong sejumlah
orangtua untuk berani memasukkan anaknya ke homeschooling. Kedua, pada
6
masa mendatang akan semakin bertambah orangtua yang sadar akan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Ketiga, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi
dalam pendidikan juga memungkinkan orangtua untuk mengakses berbagai
sumber pelajaran serta lembaga pendidikan dan tempat bekerja bagi anaknya
diberbagai tempat Negara yang mengakui keberadaan homeschooling.
Secara garis besar di dalam sistem pendidikan Indonesia, keberadaan
homeschooling adalah legal. Keberadaan homeschooling memiliki dasar hukum
yang jelas di dalam Undang-Undang 1945 maupun di dalam UU no 20/2003
mengenai sistem pendidikan nasional. Sekolah disebut jalur pendidikan formal,
homeschooling disebut jalur pendidikan informal. Siswa homeschooling dapat
memiliki ijazah sebagaimana siswa sekolah dan dapat melanjutkan sekolah ke
perguruan tinggi manapun jika menghendakinya. Di Indonesia, sekitar 1000-1500
siswa homeschooling. Di Jakarta ada sekitar 600 siswa, sebanyak 83,3% atau
sekitar 500 orang yang mengikuti homeschooling majemuk dan komunitas.
Sedangkan sebanyak 16,7%, atau sekitar 100 orang yang mengikuti
homeschooling tunggal. Jumlah yang sebenarnya tidak diketahui dengan pasti,
tetapi diperkirakan masih lebih besar lagi (Sumardiono, 2007).
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk meneliti
pendidikan budi pekerti terhadap komunitas homeschooling kota Malang dengan
judul “Efektivitas Kebijakan Pendidikan Budi Pekerti Pada Komunitas
Homeschooling Sekolah Dolan Kota Malang”.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana efektivitas kebijakan pendidikan Budi Pekerti pada komunitas
Homeschooling sekolah Dolan Kota Malang
7
2.
Kendala apa saja yang dihadapi dalam implementasi kebijakan pendidikan
Budi Pekerti pada komunitas Homeschooling sekolah Dolan Kota Malang
3.
Bagaimana solusi yang di lakukan dalam meningkatkan efektivitas kebijakan
pendidikan Budi Pekerti pada komunitas Homeschooling sekolah Dolan Kota
Malang.
C. Batasan Penelitian
Berdasarkan sistem pendidikan Indonesia, keberadaan homeschooling
adalah legal. Keberadaan homeschooling memiliki dasar hukum yang jelas di
dalam Undang-Undang 1945 maupun di dalam UU no 20/2003 mengenai sistem
pendidikan nasional. Sekolah disebut jalur pendidikan formal, homeschooling
disebut jalur pendidikan informal. Siswa homeschooling dapat memiliki ijazah
sebagaimana siswa sekolah dan dapat melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi
manapun jika menghendakinya. Judul penelitian ini adalah “Efektivitas Kebijakan
Pendidikan Budi Pekerti pada Komunitas Homeschooling Sekolah Dolan Kota
Malang”.
Untuk menghindari kesalahan dalam penafsiran dan keefektifan penelitian
maka peneliti membatasi masalah agar penelitian lebih terarah, terfokus, dan tidak
menyimpang dari sasaran pokok penelitian. Oleh karena itu, penelitian ini di
batasi pada: Komunitas Homeschooling sekolah Dolan, Community Visit,
diimplementasikan pada siswa SD komunitas Homeschooling sekolah Dolan Kota
Malang, serta penelitian dilakukan pada Tahun 2012.
8
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini, berdasarkan
permasalahan di atas, diantaranya:
1.
Menjelaskan Efektivitas kebijakan pendidikan Budi Pekerti pada komunitas
Homeschooling sekolah Dolan Kota Malang
2.
Menjelaskan kendala apa saja yang dihadapi dalam implementasi Efektivitas
kebijakan pendidikan Budi Pekerti pada komunitas Homeschooling sekolah
Dolan Kota Malang
3.
Menjelaskan solusi yang di lakukan dalam meningkatkan Efektivitas
kebijakan pendidikan Budi Pekerti pada komunitas Homeschooling sekolah
Dolan Kota Malang.
E. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam 2 (dua)
hal, sebagai berikut:
1.
Secara praktis,
Secara praktis, manfaat penelitian ini di harapkan dapat memberikan
kontribusi kepada :
a.
Peneliti
Hasil bagi peneliti dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan
ilmu pengetahuan dan pengalaman peneliti terkait dengan Efektivitas kebijakan
pendidikan Budi Pekerti pada komunitas Homeschooling sekolah Dolan Kota
Malang.
9
b.
Sekolah (Komunitas Homeschooling Dolan)
Dapat memberikan kontribusi pemikiran, pengetahuan dan pengembangan
khususnya di dalam pendidikan Budi Pekerti sehingga berguna bagi seluruh
masyarakat, khususnya bagi para orang tua yang mau memberikan homeschooling
pada putra putrinya dan para penyelenggara homeschooling secara umum.
c.
Dinas Pendidikan
Dapat memberikan kontribusi pemikiran, pengetahuan dan pengembangan
khususnya di dalam pendidikan Budi Pekerti dalam hal ini guru, Komunitas
Homeschooling, dan siswa sehingga pendidikan Budi Pekerti pada komunitas
Homeschooling sekolah Dolan Kota Malang meningkat.
2.
Secara Teoritis
Hasil
penelitian
ini
diharapkan
berguna
untuk
memperkaya
perbendaharaan pengetahuan dan teori tentang homeschooling, yang nantinya
akan sangat berguna dalam menambah wacana diskursus ilmiah di dunia
pendidikan.
F. Penegasan Istilah
Penegasan istilah merupakan pengidentifikasian istilah-istilah kunci dan
kemudian di definisikan secara operasional, bukan secara leksikal (menurut
definisi kamus). Istilah-istilah kunci pada umumnya diperoleh dari kata-kata yang
menjadi fokus permasalahan penelitian (Zuriah, 2003).
Adapun penegasan istilah yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
10
1.
Efektivitas
Efektivitas merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa
jauh target dapat tercapai. Pengertian efektivitas ini lebih berorientasi kepada
keluaran sedangkan masalah penggunaan masukan kurang menjadi perhatian
utama. Apabila efisiensi dikaitkan dengan efektivitas maka walaupun terjadi
peningkatan efektivitas belum tentu efisiensi meningkat” (Sedarmayanti, 2001).
Sedangkan
Abdurahmat
(2003)
menyatakan
bahwa
“Efektivitas
adalah
pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang
secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah pekerjaan tepat
pada waktunya”. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah
pemanfaatan keadaan sumber daya dan segala yang ada sehingga dapat di pakai
untuk peningkatan dan pencapaian sesuatu secara cepat dan tepat
2.
Pendidikan Budi Pekerti
Budi Pekerti adalah Usaha sadar untuk menyiapkan perserta didik menjadi
manusia seutuhnya yang berbudi pekerti luhur dalam segenap perananya sekarang
dan masa yang akan datang (Zuriah, 2011). Sedangkan Haidar (2004) menyatakan
bahwa pendidikan budi pekerti adalah usaha sadar yang dilakukan dalam rangka
menanamkan atau menginternalisasikan nilai-nilai moral ke dalam
sikap dan
prilaku peserta didik agar memiliki sikap dan prilaku yang luhur (berakhlakul
karimah) dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam berinteraksi dengan Tuhan,
dengan sesama manusia maupun dengan alam/lingkungan.
Pendidikan budi pekerti juga merupakan suatu upaya pembentukan,
pengembangan, peningkatan, pemeliharaan dan perbaikan perilaku peserta didik
agar mau dan mampu melaksanakan tugas-tugas hidupnya secara selaras, serasi,
11
seimbang antara lahir-batin, jasmani-rohani, material-spiritual, dan individusosial. (Balitbang Puskur, Depdiknas, 2001).
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Budi Pekerti
dimaknai sebagai usaha sadar melalui kegiatan bimbingan, pembiasaan,
pengajaran dan latihan, serta keteladanan untuk menyiapkan peserta didik menjadi
manusia seutuhnya yang berbudi pekerti luhur dalam segenap peranannya di masa
yang akan datang.
3.
Homeschooling.
Homeschooling secara umum adalah model pendidikan dimana sebuah
keluarga memilih untuk bertanggungjawab sendiri atas pendidikan anak-anaknya
dan mendidik anaknya dengan menggunakan rumah sebagai basis pendidikannya.
(Sumardiono, 2007). Sedangkan Didiet (2008) menyatakan Homeschool, atau
sekolah rumah, adalah sebuah aktivitas untuk menyekolahkan anak di rumah
secara penuh. Homeschooling merupakan sebuah pilihan dan khazanah alternatif
pendidikan
bagi
orang
tua
dalam
meningkatkan
mutu
pendidikan,
mengembangkan nilai iman (agama), dan menginginkan suasana belajar yang
lebih menyenangkan.
Berangkat dari hal di atas, dapat disimpulkan bahwa homeschooling
merupakan pendidikan alternatif, dimana orangtua berperan secara aktif dan
bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan anaknya dengan
menggunakan rumah sebagai basis pendidikannya dan anak dapat belajar dengan
berbagai situasi, kondisi, lingkungan sosial yang terus berkembang. Proses
pembelajaran homeschooling bersifat fleksibel baik dari segi waktu dan keinginan
anak untuk belajar sesuai dengan minat dan potensinya secara mandiri.
12
Download